KAJIAN TENTANG ASPEK HUKUM BISNIS DAN …

15
adbis Jurnal Administrasi dan Bisnis, Volume: 10, Nomor:1 , Juni 2016, ISSN 1978-726X ___________________________________________ *) Shohib Muslim dan Farida Akbarina, adalah dosen Politeknik Negeri Malang 10 KAJIAN TENTANG ASPEK HUKUM BISNIS DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM E-COMMERCE Oleh: Shohib Muslim dan Farida Akbarina*) Abstrak Kajian ini bertujuan untuk mengetahui keabsahan tindakan bisnis e-commerce yang ditinjau dari hukum perjanjian di Indonesia khususnya Buku Ke III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), dan perlindungan hukum bagi konsumen dalam transaksi e-commerce. Hasil kajian ini bahwa kontrak dalam perdagangan melalui internet (e-commerce) telah memenuhi beberapa aspek hukum perjanjian dalam Buku Ke III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengenai syarat sahnya perjanjian. meskipun pemenuhan terhadap unsur kedewasaan sebagai syarat kecakapan tidak dapat terpenuhi, kontrak dalam e-commerce tetap sah dan mengikat sepanjang para pihak tidak mempermasalahkannya. Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE) telah mampu memberikan perlindungan hukum yang memadai bagi konsumen dalam melakukan transaksi melalui e- commerce, perlindungan hukum tersebut terlihat dalam ketentuan-ketentuan UUPK dan UUITE dimana kedua peraturan tersebut telah mengatur mengenai penggunaan data pribadi konsumen, syarat sahnya suatu transaksi e-commerce, penggunaan CA (Certification Authority), dan mengatur mengenai perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha dalam memasarkan dan memproduksi barang dan jasa. Kata-kata kunci: hokum bisnis, Perlindungan konsumen, e-commerce Abstract This paper aims to determine the validity of the e-commerce business action viewed from the agreement laws in Indonesia, especially Book III of Civil Code and consumer legal protection laws in the commercial transaction. The results concludes that the contract in internet trading (e-commerce) has fulfilled some aspects of contract law in Book III of Civil Code regarding the validity of the agreement terms despite fulfillment of the elements of maturity as prerequisite skills can’t be met, the contract in the e- commerce continue to be valid and binding on all the parties as long as they are not put into dispute. Consumers Protection Law(UUPK)and Information and Electronic Transactions Law (UUITE) have been able to give adequate protection for the consumers in conducting transactions through e- commerce. The legal protection is reflected in the provisions of UUPK and UUITE, inwhich both rules regulate the use of consumers personal data, the validity requirements of e-commerce transactions, the use of CA (Certification Authority) and also regulate the actions that are prohibited for business to market and produce good and services Keywords: business law, consumers protection, e-commerce . 1. Pendahuluan Penggunaan media internet sebagai jalur perdagangan baru merupakan jawaban atas majunya perdagangan nasional maupun internasional. Electronic commerce transaction adalah transaksi dagang antara penjual dan pembeli dalam rangka penyediaan barang atu jasa termasuk melelangkan barang atau jasa, dan atau mengalihkan hak dengan menggunakan media elektronik computer maupun internet. Sementara itu Kalakota dan Wiston mendefinisikan e- commerce dari berbagai perspektif yaitu 1) dari perspektif komonikasi, e-commerce adalah pengiriman informasi, produk atau jasa, atau

Transcript of KAJIAN TENTANG ASPEK HUKUM BISNIS DAN …

Page 1: KAJIAN TENTANG ASPEK HUKUM BISNIS DAN …

aaddbbiiss JJuurrnnaall AAddmmiinniissttrraassii ddaann BBiissnniiss, Volume: 10, Nomor:1 , Juni 2016, ISSN 1978-726X

___________________________________________

*) Shohib Muslim dan Farida Akbarina, adalah dosen Politeknik Negeri Malang

10

KAJIAN TENTANG ASPEK HUKUM BISNIS DAN PERLINDUNGAN

KONSUMEN DALAM E-COMMERCE

Oleh: Shohib Muslim dan Farida Akbarina*)

Abstrak

Kajian ini bertujuan untuk mengetahui keabsahan tindakan bisnis e-commerce yang ditinjau

dari hukum perjanjian di Indonesia khususnya Buku Ke III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

(KUHPerdata), dan perlindungan hukum bagi konsumen dalam transaksi e-commerce.

Hasil kajian ini bahwa kontrak dalam perdagangan melalui internet (e-commerce) telah memenuhi

beberapa aspek hukum perjanjian dalam Buku Ke III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

mengenai syarat sahnya perjanjian. meskipun pemenuhan terhadap unsur kedewasaan sebagai syarat

kecakapan tidak dapat terpenuhi, kontrak dalam e-commerce tetap sah dan mengikat sepanjang para

pihak tidak mempermasalahkannya. Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) dan

Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE) telah mampu memberikan

perlindungan hukum yang memadai bagi konsumen dalam melakukan transaksi melalui e-

commerce, perlindungan hukum tersebut terlihat dalam ketentuan-ketentuan UUPK dan UUITE

dimana kedua peraturan tersebut telah mengatur mengenai penggunaan data pribadi konsumen,

syarat sahnya suatu transaksi e-commerce, penggunaan CA (Certification Authority), dan mengatur

mengenai perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha dalam memasarkan dan memproduksi barang

dan jasa.

Kata-kata kunci: hokum bisnis, Perlindungan konsumen, e-commerce

Abstract

This paper aims to determine the validity of the e-commerce business action viewed from

the agreement laws in Indonesia, especially Book III of Civil Code and consumer legal protection

laws in the commercial transaction.

The results concludes that the contract in internet trading (e-commerce) has fulfilled some aspects of

contract law in Book III of Civil Code regarding the validity of the agreement terms despite

fulfillment of the elements of maturity as prerequisite skills can’t be met, the contract in the e-

commerce continue to be valid and binding on all the parties as long as they are not put into dispute.

Consumers Protection Law(UUPK)and Information and Electronic Transactions Law (UUITE) have

been able to give adequate protection for the consumers in conducting transactions through e-

commerce.

The legal protection is reflected in the provisions of UUPK and UUITE, inwhich both rules regulate

the use of consumers personal data, the validity requirements of e-commerce transactions, the use of

CA (Certification Authority) and also regulate the actions that are prohibited for business to market

and produce good and services

Keywords: business law, consumers protection, e-commerce

.

1. Pendahuluan

Penggunaan media internet sebagai jalur

perdagangan baru merupakan jawaban atas

majunya perdagangan nasional maupun

internasional. Electronic commerce transaction

adalah transaksi dagang antara penjual dan pembeli

dalam rangka penyediaan barang atu jasa termasuk

melelangkan barang atau jasa, dan atau

mengalihkan hak dengan menggunakan media

elektronik computer maupun internet. Sementara

itu Kalakota dan Wiston mendefinisikan e-

commerce dari berbagai perspektif yaitu 1) dari

perspektif komonikasi, e-commerce adalah

pengiriman informasi, produk atau jasa, atau

Page 2: KAJIAN TENTANG ASPEK HUKUM BISNIS DAN …

Muslim, Kajian Tentang Aspek Hukum Bisnis, Hal :10-24

11

pembayaran melalui jaringan telepon, atau jalur

komunikasi lainnya; 2) dari perspektif proses

bisnis, e-commerce adalah aplikasi teknologi

menuju otomatisasi transaksi bisnis dan work flow;

3) dari perspektif pelayanan, e-commerce adalah

alat yang digunakan untuk mengurangi biaya

dalam pemesanan dan pengiriman barang; 4) dari

perspektif online, e-commerce menyedia kan

kemampuan untuk menjual dan membeli produk

dan jasa informasi melalui internet dan jasa online

lainnya.(Rowzkoski.1989).

Tingginya pengguna internet memicu

pelaku usaha untuk menempatkan produk mereka

dalam layanan-layanan online berbasis web atau

yang kemudian dengan istilah perdagangan

elektronik (e-commerce). Kejelian pelaku usaha

untuk memanfatkan internet sebagai sarana

promosi, transaksi, toko online, maupun sarana

bisnis lainnya tidak dibarengi dengan lahirnya

perangkat perundang-undangan yang mengatur hal

tersebut. Akibatnya banyak pihak yang dirugikan

akibat kekosongan hukum dalam cyberspace. Baru

pada tahun 2008, pemerintah Indonesia yang

diprakarsai oleh Depkominfo membidangi lahirnya

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE).

Meskipun aturan tentang transaksi electronic

commerce tidak di atur secara khusus dalam

undang-undang tersebut, transaksi electronic

commerce di Indonesia tetap tunduk pada

ketentuan yang tercantum dalam Undang-Undng

Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen (UUPK).

Permasalahannya adalah bagaimana jika

pelaku usaha dalam e-commerce tersebut tidak

berada pada wilayah domisili yuridiksi Indonesia.

Inilah yang kemudian disebut sebagai salah satu

kelemahan penggunaan Undang-Undang

Perlindungan Konsumen dalam transaksi e-

commerce. Dimana Undang-Undang Perlindungan

Konsumen secara tegas menekankan bahwa aturan

tersebut hanya dapat diberlakukan kepada pelaku

usaha yang bergerak didalam wilayah hukum

Republik Indonesia (Pasal 1 Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1999) . jika kembali pada Undang-

Undang Informasi dan Transaksi Elektronik

(UUITE) secara jelas menyebutkan bahwa prinsip

utama transaksi elektronik adalah kesepakatan atau

dengan cara-cara yang disepakati oleh kedua belah

pihak (dalam hal ini pelaku usaha dan konsumen).

Transaksi elektronik mengikat para pihak yang

bersepakat (Pasal 18 UUITE) sehingga dari sudut

pandang hukum perlindungan konsu men,

konsumen yang melakukan transaksi elektronik

dianggap menyepakati seluruh syarat dan

ketentuan yang berlaku dalam transaksi tersebut.

1.1. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang diajukan adalah:

1. Bagaimana perjanjian perdagangan melalui

internet (e-commerce) ditinjau dari hukum

perjanjian di Indonesia ?

2. Apakah konsumen sudah mendapatkan

perlindungan hukum dalam transaksi melalui

e-commerce berdasarkan peraturan perundang-

undangan yang ada?

2.Pembahasan

1. Keabsahan Perjanjian Dalam Transaksi E-

Commerce Ditinjau Dari Hukum Perjanjian Di

Indonesia Khususnya Buku Ke III KUHPerdata

Page 3: KAJIAN TENTANG ASPEK HUKUM BISNIS DAN …

aaddbbiiss JJuurrnnaall AAddmmiinniissttrraassii ddaann BBiissnniiss, Volume:10, Nomor:1, Juni 2016, ISSN 1978-726X

12

Pemenuhan Terhadap Syarat Sahnya Suatu

Perjanjian Berbicara mengenai transaksi

perdagangan secara elektronik, tidak terlepas dari

konsep perjanjian secara mendasar sebagaimana

termuat dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata (KUHPerdata) Ketentuan yang

mengatur tentang perjanjian yang terdapat dalam

Buku III KUHPerdata yaitu memiliki sifat terbuka

artinya ketentuan-ketentuannya dapat

dikesampingkan, sehingga hanya berfungsi

mengatur saja. Perdagangan melalui internet pada

dasarnya sama dengan perdagangan pada

umumnya, dimana suatu perdagangan terjadi

ketika ada kesepakatan mengenai barang atau jasa

yang diperdagangkan serta harga atas barang atau

jasa tersebut, yang membedakan hanya pada media

yang digunakan, jika pada perdagangan

konvensional para pihak harus bertemu langsung di

suatu tempat guna menyepakati mengenai apa yang

akan diperdagangkan serta berapa harga atas

barang atau jasa tersebut.

Sedangkan dalam e-commerce, proses

transaksi yang terjadi memerlukan suatu media

internet sebagai media utamanya, sehingga proses

transaksi perdagangan terjadi tanpa perlu adanya

pertemuan langsung antar para pihak. E-commerce

sebagai dampak dari perkembangan teknologi

memberikan implika si pada berbagai sektor,

implikasi tersebut salah satunya berdampak pada

sektor hukum. Pengaturan terhadap e-commerce di

Indonesia belum ada aturan yang secara khusus

mengatur mengenai masalah tersebut, yang umum

dilakukan pengaturan mengenai e-commerce masih

menggunakan aturan dalam Buku III KUHPerdata

khususnya pengaturan mengenai masalah

perjanjian. Perjanjian dalam e-commerce terjadi

antara kedua belah pihak yang mana salah satu

pihak berjanji kepada pihak yang lain untuk

melakukan sesuatu. Dimana perjanjian yang terjadi

dalam e-commerce dapat menggunakan dasar Pasal

1313 KUHPerdata sebagai pengaturannya.

Sehingga apa yang menjadi syarat sahnya suatu

perjanjian yang termuat dalam KUHPerdata harus

diperhatikan agar pengenaan atas aturan perjanjian

di Indonesia yang secara umum menggunakan

KUHPerdata dapat diterapkan, serta perjanjian

dalam e-commerce dapat diakui keabsahaanya.

Syarat sahnya suatu perjanjian yang tercantum

dalam pasal 1320 KUHPerdata yaitu:

a. Sepakat Mereka yang Mengikatkan Dirinya

Terhadap syarat yang pertama ini maka segala

perjanjian haruslah merupakan suatu hasil

kesepakatan antara kedua belah pihak, dimana

sepakat itu dilakukan tanpa ada unsur pakasaan,

kekhilapan, dan penipuan (dwang, dwaling,

bedrog). Kata sepakat di dalam perjanjian pada

dasarnya adalah persesuaian kehendak antara para

pihak yang melakukan suatu perjanjian. Seseorang

dikatakan member kan persetujuannya dan

kesepakatannya jika ia memang menghendaki apa

yang disepakati. Hal ini sesuai dengan asas

konsensualisme dalam suatu perjanjian bahwa

suatu kontrak yang telah dibuat maka telah sah dan

mengikat secara penuh bagi para pihak yang

membuatnya. perjanjian yang ada dalam transaksi

e-commerce muncul karena adanya kesadaran dari

para pihak untuk saling mengikatkan diri. Pihak

pembeli menyetujui atau menyepakati klausul

kontrak yang telah disediakan oleh penjual. apabila

dikaitkan dengan teori dalam perjanjian (Fuady

Page 4: KAJIAN TENTANG ASPEK HUKUM BISNIS DAN …

Muslim, Kajian Tentang Aspek Hukum Bisnis, Hal :10-24

13

1999), untuk menentukan kapan suatu kesepakatan

kehendak terjadi dapat digunakan sebagai suatu

patokan untuk menentukan keterikatan seseorang

pada perjanjian tertutup sehingga perjanjian

dianggap telah mulai berlaku, teori tersebut yaitu:

1. Teori Penawaran dan Penerimaan (offer and

acceptance) Kesepakatan kehendak pada

prinsipnya baru terjadi setelah adanya penawaran

(offer) dari salah satu pihak yang kemudian diikuti

dengan penerimaan tawaran (acceptance) oleh

pihak lain dalam perjanjian tersebut.

2. Teori Pernyataan (verklarings theorie) Menurut

teori pernyataan, apabila ada kontroversi antara

apa yang dikehendaki dengan apa yang dinyatakan,

maka apa yang dinyatakan tersebutlah yang

berlaku, karena masyarakat pada umumnya

menghendaki bahwa apa yang dinyatakan dapat

dipegang. Berdasarkan teori ini, apa yang

dinyatakan oleh customer dengan cara mengisi

order form, maka itulah yang dianggap berlaku,

bukan lagi apa yang dikehendakinya. Demikian

juga dengan apa yang dinyatakan oleh merchant

yang berkaitan dengan persetujuan proses transaksi

yang berlaku itulah yang berlaku meskipun dalam

proses tersebut masih ada kemungkinan customer

memberikan data yang tidak benar, sedangkan

merchant melalui perangkat software yang

digunakan telah menyetujui transaksi tersebut.

3. Teori Konfirmasi, Teori ini menjelaskan bahwa

suatu kata sepakat telah ada atau dianggap telah

terjadi ketika pihak yang melakukan penawaran

mendapat jawaban atau konfirmasi jawaban dari

pihak yang menerima tawaran.(Subekti, 2002)

Jika dikaitkan dengan proses terjadinya, kontrak e-

commerce menurut Santiago Cavanilas dan A.

Martines Nadal yang dikutip (Sjahdeni,2001) maka

kesepakatan para pihak dapat terjadi melalui cara:

1. Kontrak melalui chatting dan video conference

merupakan alat komunikasi yang disediakan

internet yang biasa digunakan untuk dialog

interaktif secara langsung, kontrak melalui media

Selain itu dengan model ini khususnya video

conference maka dapat dibuktikan apakah para

pihak cakap untuk membuat suatu perikatan atau

tidak.

2. Kontrak melalui e-mail Kontrak melaui e-mail

dapat berupa kontrak e-mail murni, Dengan model

ini kesepakatan terjadi ketika seseorang yang

menerima e-mail penawaran mengirimkan e-mail

balasan bahwa ia menerima penawaran tersebut

.3. Kontrak melalui web (situs) Kontrak memalui

web biasanya kompleks, karena melibatkan pihak-

pihak di luar yang mengada kan kontrak. Pihak-

pihak yang terkait diantaranya adalah pihak-pihak

otentifikiasi (penyedia sertifikat digital),

Berdasarkan uraian tersebut maka pemenuhan

syarat kesepakatan para pihak dalam membuat

perjanjian atau kontrak dalam e-commerce dapat

dipenuhi, sehingga perjanjian tersebut dari sudut

pandang kesepakatan dianggap sah dan dan

mengikat para pihaknya.

b. Kecakapan untuk Membuat Suatu Perikatan

Perkembangan internet menyebabkan terben

tuknya suatu arena baru yang lazim disebut dengan

dunia maya (cyberspace), dimana setiap individu

mempunya hak dan kemampuan untuk

berhubungan dengan individu lain tanpa batasan

apapun yang menghalanginya. Sehingga dengan

adanya kebebasan untuk melakukan hubungan atau

melakukan sesuatu maka tidak menutup

Page 5: KAJIAN TENTANG ASPEK HUKUM BISNIS DAN …

aaddbbiiss JJuurrnnaall AAddmmiinniissttrraassii ddaann BBiissnniiss, Volume:10, Nomor:1, Juni 2016, ISSN 1978-726X

14

kemungkinan bahwa setiap individu juga

mempunyai kebebasan untuk mengadakan suatu

kesepakatan atau perjanjian dengan individu

lainnya. Demikian juga dalam e-commerce, setiap

orang pun berhak mengadakan suatu perikatan.

Untuk membuat suatu perjanjian diperlukan peme

nuhan terhadap syarat sahnya suatu perjanjian,

syarat yang kedua adalah kecakapan untuk

membuat suatu perikatan. Pada dasarnya, setiap

orang yang telah dewasa atau akilbaliq dan sehat

pikirannnya adalah cakap untuk membuat

perikatan, dimana hal ini disebutkan dalam Pasal

1329 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

(KUHPerdata) yaitu: “Setiap orang adalah cakap

untuk membuat perikatan-perikatan, jika oleh

undang-undang tidak dinyatakan tak cakap” Syarat

atau tolok ukur untuk menentukan cakap tidaknya

seseorang untuk mengadakan suatu perjanjian

dapat dilihat dalam Pasal 1330 KUHPerdata, yaitu

mereka yang tidak cakap dalam melakukan

perjanjian adalah : 1. Orang-orang yang belum

dewasa 2. Mereka yang ditaruh dibawah

pengampuan 3. Orang-orang perempuan (yang

kemudian dicabut dan dinyatakan tidak berlaku

menurut Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA)

No. 3/1963) Syarat seseorang dikatakan belum

dewasa menurut Pasal 1330 KUHPerdata adalah

belum mencapai umur genap 21 tahun dan tidak

lebih dahulu telah kawin atau menikah.

Pasal 1320 KUHPerdata tidak dapat terpenuhi

dalam kontrak e-commerce, hal ini dikarenakan

Pasal 1320 yang mengatur mengenai syarat sahnya

perjanjian mempunyai sifat memaksa sehingga

tidak dapat dikesampingkan meskipun Buku III

KUHPerdata mempunyai sifat aanvulend recht

atau hanya sebagai pelengkap saja. Meskipun

syarat kedewasaan menurut KUHPerdata tidak

dapat terpenuhi dalam kontrak e-commerce, hal ini

tidak menyebabkan kontrak tersebut menjadi tidak

sah, tetapi hanya memberikan akibat terhadap

perjanjian atau kontrak tersebut dapat dimintakan

pembatalan oleh salah satu pihak, dikarenakan

kecakapan untuk membuat suatu perikatan

termasuk ke dalam syarat subyektif, sehingga

berdasarkan uraian tersebut maka dapat ditarik

disimpulkan bahwa kontrak dalam perdagangan

melalui internet (e-commerce) tetap sah sehingga

mengikat dan menjadi undang-undang bagi para

pihak yang membuatnya sepanjang para pihak

tersebut tidak mempermasalahkan mengenai tidak

terpenuhinya salah satu syarat sahnya perjanjian

menurut pasal 1320 KUHPerdata serta para pihak

tetap melaksanakan perjanjian yang telah

dibuatnya.

c. Suatu Hal Tertentu, Suatu hal tertentu

berhubungan dengan objek perjanjian, maksudnya

bahwa objek perjanjian itu harus jelas, dapat

ditentukan dan diperhitungkan jenis dan

jumlahnya, diperkenankan oleh undang-undang

serta mungkin untuk dilakukan para pihak.

Transaksi dalam e-commerce meskipun berbeda

dengan transaksi konvensional yang mengandalkan

suatu wujud yang nyata yang bisa disentuh, adanya

distribusi fisik dan terdapat tempat transaksi pada

dasarnya tidaklah berbeda sangat jauh.

Dalam e-commerce juga terjadi hal tersebut tetapi

produk yang akan diperjualbelikan tidak nampak

secara fisik tetapi berupa informasi mengenai

produk tersebut, selain itu dalam e-commerce

terjadi suatu pendistribusian bahasa atau kode-

Page 6: KAJIAN TENTANG ASPEK HUKUM BISNIS DAN …

Muslim, Kajian Tentang Aspek Hukum Bisnis, Hal :10-24

15

kode instruksi yang pada akhirnya akan

memunculkan suatu informasi atas produk yang

akan ditawarakan dan bagaimana cara untuk

melakukan transaksi. Sehingga keduanya

mempunyai persamaan bahwa untuk syarat sahnya

perjanjian atatu kontrak yang ditimbulkan dari

kegiatan e-commerce haruslah memenuhi syarat

adanya suatu hal tertentu sebagaimana diatur

dalam Pasal 1320 KUHPerdata, sehingga apa yang

diperjanjikan harus mempunyai barang beserta

jumlah maupun jenisnya sebagi pokok dari

perjanjian yang telah dibuat. Suatu hal tertentu

dalam perjanjian adalah obyek prestasi perjanjian.

Isi prestasi tersebut harus tertentu atau paling

sedikit dapat ditentukan, sehingga berdasar definisi

tersebut maka, suatu kontrak e-commerce haruslah

menyebutkan mengenai obyek dari kontrak

tersebut baik Setelah melakukan penelitian

terhadap webstore diketahui bahwa dalam

webstore tersebut menawarkan berbagai macam

produk, dimana produk yang ditawarkan

diantaranya yaitu buku, barang elektronik,

software, serta ada juga yang menawarkan jasa

dibidang pembuatan suatu webstore. Selain

menampil kan produk tersebut dalam bentuk

gambar, juga ada deskripsi penjelasan terhadap

produk yang ditawarkan mengenai informasi,

spesifikasi, harga dari produk tersebut.

Sesuatu hal tertentu dalam hal ini yaitu adanya

suatu benda yang dijadikan obyek dalam suatu

perjanjian, jika dihubungkan dengan apa yang ada

dalam e-commerce yang menyediakan berbagai

macam benda atau produk yang ditawarkan dan

costomer bebas memilih terhadap salah satu atau

beberapa jenis benda atau produk yang

dinginkannya, berdasar hasil penelitian ditemukan

bahwa setelah customer melakukan pemilihan

produk, diakhir proses transaksi merchant akan

menampilkan informasi mengenai barang beserta

harganya atas apa yang dipilih apakah benar atau

tidak, sehingga apa yang dipilih customer menjadi

obyek dalam perjanjian tersebut. Berdasar uraian

tersebut maka di dalam e-commerce juga ada suatu

hal tertentu yang menjadi obyek dalam perjanjian

atau kontrak sebagaimana yang disyaratkan dalam

Pasal 1320 jo 1333 KUHPerdata terhadap

perjanjian pada umumnya.

d. Suatu Sebab yang Halal, Keberadaan klausul

kontrak dalam perjanjian e-commerce secara

langsung dapat menjadi suatu bukti bahwa

perjanjian atau kontrak tersebut tidaklah berbeda

dengan kontrak atau perjanjian pada umumnya.

Demikian juga halnya dengan adanya syarat

keabsahan suatu perjanjian dalam perjanjian atau

kontrak e-commerce. Perjanjian atau kontrak

dalam e-commerce yang disodorkan oleh merchant

haruslah memenuhi syarat suatu sebab yang halal

agar sesuai dengan Pasal 1320 KUHPerdata,

sehingga ketika costumer yang akan melakukan

kesepakatan dapat membaca dan memahami isi

dari kontrak atau perjanjian tersebut apakah benar

dan tidak menyimpang dari kaedah yang ada atau

tidak. Suatu sebab yang halal, berarti perjanjian

termaksud harus dilakukan berdasarkan itikad baik

dari pihak merchant terhadap barang yang

diperjanjikan tidak bertentangan atau tidak

menyimpang dari kaedah-kaedah yang ada.

Pasal 1335 KUHPerdata yang berbunyi: “Suatu

perjanjian tanpa sebab, atau yang telah dibuat

Page 7: KAJIAN TENTANG ASPEK HUKUM BISNIS DAN …

aaddbbiiss JJuurrnnaall AAddmmiinniissttrraassii ddaann BBiissnniiss, Volume:10, Nomor:1, Juni 2016, ISSN 1978-726X

16

karena sesuatu sebab yang palsu atau terlarang,

tidak mempunyai kekuatan”

Sebab dalam hal ini adalah tujuan dibuatnya

sebuah perjanjian. Tujuan dari perjanjian berarti isi

perjanjian itu sendiri yang dibuat oleh kedua belah

pihak, sedangkan isi perjanjian adalah yang

dinyatakan tegas oleh kedua belah pihak mengenai

hak dan kewajiban yang ditimbulkan dari

hubungan hukum (perjanjian) yang dibuat oleh

kedua belah pihak tersebut. Kemudian

ditambahkan dalam Pasal 1336 KUHPerdata yang

berbunyi: “jika tidak dinyatakan sesuatu sebab,

tetapi ada sesuatu sebab yang halal ataupun jika

suatu sebab yang lain, daripada yang dinyatakan

persetujuan namun demikian adalah sah”.

Pasal 1336 KUHPerdata menegaskan bahwa

adanya kausa itu menunjukkan adanya kejadian

yang menyebabkan terjadinya suatu utang, begitu

pula walaupun tidak dinyatakan suatu sebab, maka

perjanjian itu adalah sah. Sebab yang halal adalah

mutlak untuk dipenuhi dalam mengadakan suatu

perjanjian, pembuatan perjanjian tersebut haruslah

didasari dengan itikad baik untuk mengadakan

suatu pejanjian atau kontrak, dalam Pasal 1337

KUHPerdata disebutkan bahwa:“suatu sebab

adalah terlarang apabila dilarang oleh

undangundang, atau bertentangan dengan

kesusilaan baik, atau ketertiban umum”. Penjelasan

dari suatu perbuatan yang dilarang oleh undang-

undang dalam hukum positif adalah jika dalam

undang-undang tidak memperbolehkan adanya

perbuatan itu dan apabila dilanggar maka

perbuatan itu akan mendapatkan sanksi yang tegas,

sebagai contoh adalah tindak kejahatan seperti

jual-beli narkoba, jual-beli barang curian, dan lain

sebagainya. Kesusilaan merupakan norma yang

hidup dalam lingkungan masyarakat. Norma

termasuk hukum tidak tertulis yang didalamnya

berisi perbuatan-perbuatan yang patut dilakukan

dan perbuatan yang tidak patut dilakukan.

Sehingga segala perjanjian atau kontrak yang

dibuat haruslah memenuhi norma kesusilaan,

pelanggaran atas norma ini adalah sanksi sosial

dari masyarakat mengingat kesusilaan adalah

hukum tidak tertulis dalam kehidupan masyarakat.

(Shohib,2016)

2. Pemenuhan Terhadap Asas-Asas Hukum

Perjanjian, Kontrak dalam e-commerce jika

ditinjau dengan Hukum Perjanjian di Indonesia

yang bersumber pada KUHPerdata adalah sah

karena telah memenuhi syarat yang diharuskan

baik syarat obyektif maupun syarat subyektif,

maka sebagaimana halnya kontrak pada umumnya

(konvensional) kontrak dalam e-commerce secara

tidak langsung haruslah memenuhi berbagai asas-

asas kontrak dalam KUH Perdata. Pemenuhan

tersebut dapat dilihat dalam penjelasan sebagai

berikut: a. Asas Kebebasan Berkontrak Hukum

Perdata yang berlaku di Indonesia mengakui

adanya kebebasan berkontrak, hal ini dapat

disimpulkan dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1)

KUHPerdata, yang menyatakan bahwa semua

kontrak (perjanjian) yang dibuat secara sah berlaku

sebagai undang-undang bagi mereka yang

membuatnya. Sumber dari kebebasan berkontrak

adalah kebebasan individu, sehingga yang

merupakan titik tolaknya adalah kepentingan

individu pula. Dengan demikian, dapat dipahami

bahwa kebebasan individu memberikan kepadanya

kebebasan untuk berkontrak.

Page 8: KAJIAN TENTANG ASPEK HUKUM BISNIS DAN …

Muslim, Kajian Tentang Aspek Hukum Bisnis, Hal :10-24

17

Kontrak yang terjadi dalam e-commerce

merupakan suatu bentuk kesepakatan antara kedua

belah pihak terhadap suatu perjanjian yang telah

ada, dimana kesepakatan terhadap kontrak tersebut

menimbulkan keterikatan antar para pihaknya yang

dalam hal ini antara merchant dan customer.

Sehingga dengan hal tersebut, maka asas

kebebasan berkontrak sangat tampak dalam

kontrak e-commerce.

Kontrak dalam e-commerce merupakan suatu hasil

dari kesepakatan antara para pihak yang terlibat

didalamnya, meskipun dalam kenyataannya

kontrak tersebut bukanlah merupakan hasil

negosiasi yang berimbang antara kedua belah

pihak, namun suatu bentuk kontrak yang dapat

dikategorikan sebagai kontrak baku dimana

kontrak telah ada sebelum ada suatu kesepakatan,

yang mana pihak salah satu pihak menyodorkan

kepada pihak yang lainnya yang kemudian pihak

yang lain cukup menyetujui kontrak tersebut,

sehingga berlakunya asas konsensualisme menurut

hukum perjianjian Indonesia meman tapkan

adanya asas kebebasan berkontrak. Tanpa sepakat

dari salah satu pihak yang membuat perjanjian.

Tanpa sepakat maka perjanjian yang dibuat dapat

dibatalkan. Seseorang tidak dapat dipaksa untuk

memberikan sepakatnya. Sepakat yang diberikan

dengan paksa adalah Contradictio interminis.

Adanya paksaan menunjukkan tidak adanya

sepakat yang mungkin dilakukan oleh pihak lain

adalah untuk memberikan pilihan kepadanya, yaitu

untuk setuju mengikatkan diri pada perjanjian yang

dimaksud, atau menolak mengikatkan diri pada

perjanjian dengan akibat transaksi yang diinginkan

tidak terlaksana (take it or leave it). Asas

kebebasan berkontrak (contractvrijheid)

berhubungan dengan isi perjanjian, yaitu

kebebasan menen tukan “apa” dan “dengan siapa”

perjanjian itu diadakan. Perjanjian yang diperbuat

sesuai dengan Pasal 1320 KUH Perdata ini

mempunyai kekuatan mengikat, sehingga dengan

adanya asas kebebasan berkontrak serta sifat

terbuka dari Buku III KUHPerdata, maka para

pihak dalam e-commerce bebas untuk menentukan

isi dari kontrak yang disepakati yang pada

akhirnya akan mengikat bagi kedua belah pihak.

b. Asas Konsensualisme (persesuaian kehendak)

Asas ini dapat ditemukan dalam Pasal 1320 dan

Pasal 1338 Kitab Hukum Undang-Undang Hukum

Perdata, dalam Pasal 1338 KUHPerdata ditemukan

istilah “semua” yang menunjukan bahwa setiap

orang diberi kesempatan untuk menyatakan

keinginannya (will), yang dirasanya baik untuk

menciptakan perjanjian. Konsensual artinya

perjanjian itu terjadi atau ada sejak terjadinya kata

sepakat antara para pihak, dapat diartikan bahwa

perjanjian tersebut sah dan mempunyai akibat

hukum sejak terjadinya kesepakatan antara para

pihak mengenai isi dari perjanjian yang

dimaksudkan. Pasal 1320 KUHPerdata

menyebutkan kata sepakat merupakan salah satu

syarat sahnya suatu perjanjian, sehingga antara

para pihak haruslah sepakat melakukan suatu

perjanjian.

Kesepakatan dalam suatu perjanjian akan

menimbulkan adanya akibat hukum berupa hak

dan kewajiban antara para pihak, kata sepakat ini

dapat terjadi secara lisan saja, sehingga dapat

disimpulkan bahwa dengan kesepakatan secara

lisan maka perbuatan tersebut diakui oleh

Page 9: KAJIAN TENTANG ASPEK HUKUM BISNIS DAN …

aaddbbiiss JJuurrnnaall AAddmmiinniissttrraassii ddaann BBiissnniiss, Volume:10, Nomor:1, Juni 2016, ISSN 1978-726X

18

KUHPerdata dan dapat dituangkan dalam bentuk

tulisan baik berupa akta atau perjanjian tertulis

sesuai yang dikehendaki oleh para pihak yang

dapat dijadikan sebagai alat bukti.

Dalam e-commerce kontrak yang terjadi

antara merchant dengan customer bukan hanya

sekedar kontrak yang diucapkan secara lisan,

namun suatu kontrak yang tertulis, dimana kontrak

tertulis dalam e-commerce tidak seperti kontrak

konvensioanal yang menggunakan kertas,

melainkan suatu bentuk tertulis yang menggunakan

data digital atau digital message atau kontrak

paperless, yang mana kehendak untuk

mengikatkan diri dari para pihak ditimbulkan

karena adanya persamaan kehendak, kontrak dalam

e-commerce terjadi ketika merchant menyodor kan

form yang berisi mengenai kontrak dan customer

melakukan persetujuan terhadap isi kontrak

tersebut dengan memberikan check atau menekan

tombol accept sebagai tanda persetujuan. Sehingga

hal tersebut menunjuk kan adanya persamaan

kehendak antara merchant dengan customer.

e. Asas Kekuatan Mengikat (Asas Pucta Sunt

Servanda) Terikatnya para pihak pada perjanjian

itu tidak semata-mata terbatas pada apa yang

diperjanjikan, akan tetapi juga beberapa unsur lain

sepanjang dikehendaki oleh kebiasaan dan

kepatutan serta moral. Asas Kekuatan Mengikat

(Asas Pucta Sunt Servanda) dapat ditemukan di

dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yaitu:

“setiap perjanjian yang dibuat secara sah berlaku

sebagai undang-undang bagi mereka yang

membuatnya”. Isi pasal tersebut dapat menjelaskan

bahwa perjanjian yang dibuat mengikat para pihak

yang membuat perjanjian saja bukan pihak lain

yang tidak terkait dalam perjanjian tersebut,

dengan adanya perjanjian yang telah disepakati

maka tidak ada alasan para pihak untuk tidak

melakukan prestasi. Jika salah satu pihak atau

kedua belah pihak tidak melakukan kewajibannya,

maka dapat menimbulkan kerugian di pihak lain

dan hal tersebut disebut wanprestasi. Pihak yang

dirugikan dalam wanprestasi dapat menuntut ganti

kerugian atas tidak terlaksana prestasi. Kontrak e-

commerce terjadi karena adanya kesepakatan

antara merchant dengan customer mengenai apa

yang disepakati, yang berarti bahwakesepakatan

tersebut akan menimbulkan kewajiban hukum

yang tidak bisa dielakkan oleh para pihak.

Kewajiban tersebut mengikat para pihak untuk

melakukan prestasinya, dengan adanya kontrak

yang telah disepakati oleh pihak customer dengan

pihak merchant maka kontrak tersebut mengikat

bagi kedua belah pihak, dan berlaku sebagai

undang-undang bagi keduanya.

f. Asas Kepastian Hukum Perjanjian sebagai figur

hukum harus mengandung hukum. Kepastian ini

terungkap dari kekuatan mengikat perjanjian itu

yaitu sebagai undang-undang bagi para pihak.

Kepastian hukum merupakan konsekuensi dari

adanya asas yang lain. Adanya asas Pucta Sunt

Servanda dimana akan menciptakan kekuatan

mengikat antara pihak yang melakukan perjanjian

yang melakukan perbuatan hukum berdasarkan

atas KUHPerdata, maka perjanjian yang mereka

buat akan menjadi undang-undang bagi kedua

belah pihak. Mengenai masalah kepastian hukum,

pihak Merchant telah menegaskan pada Your User

Agreement bagian Resolution of Disputes bahwa

untuk penyelesaian apabila terjadi sengketa di

Page 10: KAJIAN TENTANG ASPEK HUKUM BISNIS DAN …

Muslim, Kajian Tentang Aspek Hukum Bisnis, Hal :10-24

19

kemudian hari dapat ditempuh dengan cara yaitu,

Pertama, Law and Forum for Disputes, dimana jika

mengguna kan cara ini maka penyelesaian

sengketa menggunakan hukum negara bagian

Califor nia, Amerika Serikat. Kedua, Arbitration

Option, jika dengan pilihan ini maka penyelesaian

sengketa menggunakan jalur arbitrase (alternative

dispute resolution), dengan adanya pilihan hukum

ini tentu saja memberikan kepastian hukum

terhadap para pihak dalam e-commerce

g. Asas Keseimbangan Asas ini menghendaki

kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan

perjanjian yaitu melaksanakan kewajiban

masingmasing untuk memperoleh hak sebagai

konsekuensinya. Pihak pertama akan melakukan

prestasi untuk pihak kedua, dan pihak pertama

akan mendapatkan hak dari pihak kedua, demikian

sebaliknya. Dalam e-commerce pihak customer

diharuskan memenuhi persyaratan yang

disyaratkan oleh pihak merchant, ketika hal

tersebut telah dilaksankan maka pihak merchant

pun akan melaksanakan kewajibannya melayani

keinginan customer sepanjang sesuai dengan apa

yang disyaratkan, hal ini tentu saja menunjukan

adanya keseimbangan.

2.1.Perlindungan Hukum Bagi Konsumen

Dalam Transaksi E-Commerce

Konsumen dalam transaksi e-commerce

memiliki resiko yang lebih besar daripada penjual

atau merchant-nya. Atau dengan kata lain hak-hak

konsumen dalam transaksi e-commerce lebih

rentan untuk dilanggar. Hal ini disebabkan karena

karakteristik dari transaksi e-commerce itu sendiri,

yakni dalam transaksi e-commerce tidak terjadi

pertemuan secara fisik antara konsumen dengan

penjualnya yang kemudian dapat menimbulkan

berbagai permasalahan.

Berikut akan dijelaskankan berbagai permasa lahan

yang penting seputar transaksi e-commerce dan

pengaturan permasalahannya. Permasalahan

tersebut sebagai berikut (Onno,2000).

1. Privasi

Pengertian privasi tidak sama dengan kerahasiaan

(Confidentiality), privasi merupakan konsep yang

lebih luas dari sekedar kerahasiaan yang meliputi

hak untuk bebas dari gangguan, hak untuk tetap

mandiri, hak untuk dibiarkan sendiri, hak untuk

mengontrol peredaran dari informasi tentang

seseorang dan dalam hal apa saja informasi

tersebut harus diperoleh dan digunakan. Pada

umumnya ada tiga aspek dari privasi, yaitu privasi

mengenai pribadi seseorang, privasi dari data

seseorang dan privasi atas komunikasi seseorang.

Permasalahan yang muncul dalam transaksi e-

commerce adalah pelanggaran terhadap privasi dari

data tentang seseorang atau dengan kata lain

disebut data pribadi, pelanggaran ini biasanya

dalam bentuk penyalahgunaan informasi-informasi

yang dikumpulkan atas anggota-anggota suatu

organisasi/lembaga atau atas pelanggan-pelanggan

dari suatu perusahaan.

Undang-Undang Informasi dan Transaksi

Elektronik (UUITE) sudah memberikan

perlindungan terhadap data pribadi seseorang, hal

ini diatur dalam pasal 26 disebutkan bahwa:

1 Kecuali ditentukan lain oleh Peraturan

Perundang-undangan, penggunaan setiap

informasi melalui media elektronik yang

menyangkut data pribadi seseorang harus

Page 11: KAJIAN TENTANG ASPEK HUKUM BISNIS DAN …

aaddbbiiss JJuurrnnaall AAddmmiinniissttrraassii ddaann BBiissnniiss, Volume:10, Nomor:1, Juni 2016, ISSN 1978-726X

20

dilakukan atas persetujuan Orang yang

bersangkutan.

2 Setiap Orang yang dilanggar haknya

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

mengajukan gugatan atas kerugian yang

ditimbulkan berdasarkan Undang-Undang ini.

Cakupan dari pengertian data pribadi yang

dianut oleh Pasal 26 ayat 1 dapat ditemui

dalam penjelasannya, yakni:

a. Hak untuk menikmati kehidupan pribadi dan

bebas dari segala macam gangguan.

b.Hak untuk berkomunkasi dengan orang lain

tanpa tindakan memata-matai.

c. Hak untuk mengawasi akses informasi tentang

kehidupan pribadi dan data seseorang.

Perlindungan hukum terhadap data pribadi

oleh Pasal 26 UUITE sudah cukup memadai,

selain karena cakupan pengertian data pribadi

yang dianut cukup luas, juga memberikan hak

mengajukan gugatan kepada orang yang

dirugikan atas penggunaan data pribadi orang

yang bersangkutan (UU ITE Pasal 26 ayat 2).

2. Otensitas Subyek Hukum Otensitas sama artinya

dengan autentik, autentik menurut Kamus

Umum Bahasa Indonesia artinya dapat

dipercaya, asli atau sah. Masalah otensitas para

subyek hukum dalam transaksi e-commerce

sangat penting karena menyangkut keabsahan

perjanjian yang dibuat melalui e-commerce.

Pasal 1 angka 11 lembaga independen

yang dibentuk oleh profesional yang diakui,

disahkan dan diawasi oleh pemerintah dengan

kewenangan mengaudit dan mengeluarkan

sertifikat keandalan dalam transaksi elektronik.

Salah satu tugas CA adalah melakukan verifikasi,

pemeriksaan dan pembuktian identitas pengguna

dan pelanggan atau dengan kata lain CA bertugas

untuk memastikan dan menjamin kebenaran

keberadaan pengguna dan pelanggan sehingga

terjamin otentisitasnya. Yang dimaksud dengan

pengguna dan pelanggan adalah para pihak yang

terlibat dalam transaksi e-commerce.

Transaksi jual beli secara elektronik

merupakan hubungan hukum yang dilakukan

dengan memadukan jaringan (network) dari sistem

yang informasi berbasis computer dengan sistem

komunikasi yang berdasarkan jaringan dan jasa

tekomunikasi. Hubungan hukum yang terjadi

dalam transaksi jual beli secara elektronik tidak

hanya terjadi antara pengusaha dengan konsumen

saja, tetapi juga terjadi pada pihak-pihak dibawah

ini:

1. Business to business, merupakan transaksi yang

terjadi antar perusahaan dalam hal ini, baik

pembeli maupun penjual adalah sebuah

perusahaan dan bukan perorangan. Biasanya

transaksi ini dilakukan karena mereka telah

saling mengetahui satu sama lain dan transaksi

jual beli tersebut dilakukan untuk menjalin

kerja sama antara perusahaan itu.

2. Costumer to costumer, merupakan transaksi jual

beli yang terjadi antar individu dengan

individu yang akan saling menjual barang.

3. Custumer to business, merupakan transaksi jual

beli yang terjadi antar individu sebagai penjual

dengan sebuah perusahaan sebagai

pembelinya.

4. Consumer To Consumer (C2C),

merupakan transaksi dimana konsumen menjual

produk secara langsung kepada konsumen lainnya.

Page 12: KAJIAN TENTANG ASPEK HUKUM BISNIS DAN …

Muslim, Kajian Tentang Aspek Hukum Bisnis, Hal :10-24

21

Dan juga seorang individu yang mengiklankan

produk barang atau jasa, pengetahuan, maupun

keahliannya disalah satu situs lelang.

5. Costumer to goverment, merupakan

transaksi jual beli yang dilakukan antar individu

dengan pemerintah, misalnya, dalam pembayaran

pajak.(Yahya,1986).

Dengan demikian, pihak-pihak yang dapat

terlibat dalam satu transaksi jual beli secara

elektronik, tidak hanya antara individu dengan

individu tetapi juga dengan sebuah perusahaan,

perusahaan dengan perusahaan atau bahkan antara

individu dengan pemerintah, dengan syarat bahwa

para pihak termasuk secara perdata telah

memenuhi persyaratan untuk dapat melakukan

suatu perbuatan hukum dalam hal ini hubungan

hukum jual beli.

Pada dasarnya proses transaksi jual beli

secara elektronik tidak jauh berbeda dengan jual

beli biasa, sebagai berikut:

1. Penawaran, yang dilakukan oleh penjual

atau pelaku usaha melalui webs ite pada Internet.

Penjual atau pelaku usaha menyediakanstrorefront

yang berisi catalog produk dan pelayanan yang

akan diberikan. Masyarakat yang memasuki

website pelaku usaha tersebut dapat melihat barang

yang ditawarkan oleh penjual. Salah satu

keuntungan jual beli melalui took online ini adalah

bahwa pembeli dapat berbelanja kapan saja dan

dimana saja tanpa dibatasi ruang dan waktu.

Penawaran dalam sebuahwebsite biasanya

menampikan barang-barang yang ditawarkan,

harga, nilairating ataupoll otomatis tentang barang

yang diisi oleh pembeli sebelumnya, spesifikasi

barang termasuk menu produk lain yang

berhubungan. Penawaran melalui Internet terjadi

apabila pihak lain yang mengunakan media

Internet memasuki situs milik penjual atau pelaku

usaha yang melakukan penawaran, oleh karena itu

apabila seseorang tidak menggunakan media

Internet dan memasuki situs milik pelaku usaha

yang menawarkan sebuah produk maka tidak dapat

dikatakan ada penawaran. Dengan demikian,

penawaran melalui media Internet hanya dapat

terjadi apabila seseorang membuka situs yang

menampikan sebuah tawaran melalui internet

tersebut.

2. Penerimaan, dapat dilakukan tergantung

penawaran yang terjadi. Apabila penawaran

dilakukan melalui e-mail address, maka penerima

dilakukan melaluie-m ail, karena penawaran hanya

ditujukan sebuahe-m ail tersebut yang ditujukan

untuk seluruh rakyat yang membukawebsite yang

berisikan penawaran atas suatu barang yang

ditawarkan oleh penjual atau pelaku usaha. Setiap

orang yang berminat untuk membeli barang yang

ditawarkan itu dapat membuat kesepakatan dengan

penjual atau pelaku usaha yang menawarkan

barang tersebut. Pada transaksi jual beli secara

elektronik khususnya melalui website, biasanya

calon pembeli akan memilih barang tertentu yang

ditawarkan oleh penjual atau pelaku usaha dan jika

calon pembeli atau konsumen itu tertarik untuk

membeli salah satu barang yang ditawarkan, maka

barang itu akan disimpan terlebih dahulu sampai

calon pembeli/konsumen merasa yakin akan

pilihannya, selanjutnya pembeli/konsumen akan

memasuki tahap pembayaran.

3. Pembayaran dapat dilakukan baik secara

langsung maupun tidak langsung, misalnya melalui

Page 13: KAJIAN TENTANG ASPEK HUKUM BISNIS DAN …

aaddbbiiss JJuurrnnaall AAddmmiinniissttrraassii ddaann BBiissnniiss, Volume:10, Nomor:1, Juni 2016, ISSN 1978-726X

22

fasilitas Internet namun tetap bertumpu pada

sistem keuangan nasional, yang mengacu pada

sistem keuangan lokal. Klasifikasi cara

pembayaran adalah sebagai berikut:

a. Transaksi model ATM, sebagai

transaksi yang hanya melibatkan intitusi finansial

dan pemegang account yang akan melakukan

pengambilan atau deposit uangnya dari account

masing-masing.

b. Pembayaran dua pihak tanpa perantara,

yang dapat dilakukan langsung antar kedua pihak

tanpa perantaraan mengunakan uang nasionalnya.

c. Pembayaran dengan perantaraan pihak

ketiga, umumnya merupakan proses pembayaran

yang menyangkut debet, kredit ataupun cek masuk.

Metode pembayaran yang dapat digunakan antara

lain: sistem pembayaran melalui kartu kreditonline

serta sistem pembayaran check in line. Apabila

kedudukan penjual dengan pembeli berbeda, maka

pembayaran dapat dilakukan melalui cash account

to account atau pengalihan dari rekening pembeli

pada rekening penjual.(Mariam,1983).

Berdasarkan kemajuan teknologi,

pembayaran dapat dilakukan melalui kartu kredit

pada formulir yang disediakan oleh penjual dalam

penawarannya. Pembayaran dalam transaksi jual

beli secara elektronik ini sulit untuk dilakukan

secara langsung, karena adanya perbedaan lokasi

antar penjual dengan pembeli, dimungkinkan untuk

dilakukan.

4. Pengiriman, merupakan suatu proses

yang dilakukan setelah pembayaran atas barang

yang telah ditawarkan oleh penjual kepada

pembeli, dalam hal ini pembeli berhak atas

penerimaan barang termaksud. Pada kenyataannya

barang yang dijadikan objek perjanjian dikirimkan

oleh penjual kepada pembeli dengan biaya

pengiriman sebagaimana telah diperjanjikan antar

penjual dan pembeli. Berdasarkan proses transaksi

secara elektronik yang telah diuraikan di atas yang

telah menggambarkan bahwa ternyata jual beli

tidak hanya dapat dilakukan secara konvensional,

dimana antara penjual dengan pembeli saling

bertemu secara lansung, namun dapat juga hanya

melalui media Internet, sehingga orang yang saling

berjauhan atau berada pada lokasi yang berbeda

tetap dapat melakukan transaksi jual beli tanpa

harus bersusah payah untuk saling bertemu secara

langsung, sehingga meningkatkan efektifitas dan

efisiensi waktu serta biaya baik bagi pihak penjual

maupun pembeli.

Pasal 15 Undang-Undang Informasi dan

Transaksi elektronik (UUITE) menjelaskan bahwa

sistem penyelenggaraan informasi dan transaksi

elektronik harus dilakukan secara aman, andal dan

dapat beroperasi sebagaimana mestinya.

penyelenggaraan sistem elektronik bertanggung

jawab atas sistem yang diselenggarakannya. Pasal

16 UUITE menjelaskan bahwa sepanjang tidak

ditentukan lain oleh undang-undang tersendiri,

setiap penyelenggaraan system elektronik wajib

mengoperasikan sistem elektronik secara

minimum, yang harus dapat dilakukan oleh

penyelenggara sistem elektronik adalah:

1. Dapat menampilkan kembali informasi

elektronik yang berkaitan dengan penyelenggaraan

sistem elektronik yang telah berlangsung;

2. Dapat melindungi otentifikasi,

integritas, rahasia, ketersediaan, dan akses dari

Page 14: KAJIAN TENTANG ASPEK HUKUM BISNIS DAN …

Muslim, Kajian Tentang Aspek Hukum Bisnis, Hal :10-24

23

informasi elektronik dalam penyelenggaraan

sistem elektronik tersebut;

3. Dapat beroperasi sesuai dengan

prosedur atau petunjuk dalam penyelenggaraan

sistem elektronik tersebut;

4. Dilengkapi dengan prosedur atau

petunjuk dengan bahasa, informasi, atau simbol

yang dapat dipahami oleh pihak yang bersangkutan

dengan penyelenggaraan sistem elektronik

tersebut; dan

5. Memiliki fitur untuk menjaga kebaruan,

kejelasan, dan pertanggungjawaban prosedur atau

petunjuk tersebut secara berkelanjutan

(Halim,2005).

Dalam Pasal 9 UUITE dijelaskan bahwa

pelaku usaha yang menawarkan produk melalui

sistem elekronik harus menyediakan informasi

yang dilengkap dan benar berkaitan dengan syarat

kontrak, produsen, dan produk yang ditawarkan.

Dalam Pasal 10 ayat (1) UUITE dijelaskan bahwa

setiap pelaku usaha yang menyelenggarakan

Transaksi Elektronik dapat disertifikasi oleh

lembaga Sertifikasi keandalan. Dalam Pasal 10

ayat (2) UUITE menyebutkan “ketentuan

mengenai pembentukan Lembaga Sertifikasi

keandalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

diatur dengan Peraturan pemerintah. Terkait

dengan tanggung jawab seseorang mengenai tanda

tangan elektronik maka dalam Pasal 12 ayat (1)

UU ITE disebutkan bahwa “setiap orang yang

terlibat dalam tanda tangan elektronik

berkewajiban memberikan pengamanan atas tanda

tangan elektronik yang digunakannya”.

Pasal 12 ayat (3) UUITE juga menjelaskan

bahwa “setiap orang yang melakukan pelanggaran

ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

bertanggung jawab atas segala kerugian dan

konsekuensi hukum yang timbul. Artinya setiap

orang bertanggung jawab atas segala kerugian

yang timbul akibat pelanggaran yang dilakukan

terhadap pemberian pengamanan atas tanda tangan

elektronik tersebut.

3. Simpulan dan Saran

3.1.Simpulan

Berdasarkan paran diatas, dapat

disimpulkan:

1. Kontrak dalam perdagangan melalui internet (e-

commerce) belum diatur di dalam Buku III

KUHPerdata, pengaturan terhadap kontrak

perjanjian dala e-commerce dapat digunakan

aturan yang berlaku secara umum. Syarat

kecakapan termasuk dalam syarat subyektif

dimana suatu syarat meskipun tidak terpenuhi

dalam perjanjian tidak menyebabkan perjanjian

atau kontrak menjadi tidak sah, namun perjanjian

atau kontrak tersebut dapat dimintakan

pembatalan. Selain itu kontrak dalam e-commerce

juga telah memenuhi asas-asas dalam perjanjian

sehingga dengan adanya pemenuhan terhadap

syarat sahnya perjanjian menurut KUHPerdata dan

asas-asas perjanjian maka Kontrak dalam e-

commerce adalah sah dan dapat dikenakan aturan

KUHPerdata sebagai pengaturnya.

2. Undang-Undang Perlindungan Konsumen

(UUPK) dan Undang-Undang Informasi dan

Transaksi Elektronik (UUITE) telah mampu

memberikan perlindungan hukum yang memadai

bagi konsumen dalam melakukan transaksi melalui

e-commerce, perlindungan hukum tersebut terlihat

Page 15: KAJIAN TENTANG ASPEK HUKUM BISNIS DAN …

aaddbbiiss JJuurrnnaall AAddmmiinniissttrraassii ddaann BBiissnniiss, Volume:10, Nomor:1, Juni 2016, ISSN 1978-726X

24

dalam ketentuan-ketentuan UUPK dan UUITE

dimana kedua peraturan tersebut telah mengatur

mengenai penggunaan data pribadi konsumen,

syarat sahnya suatu transaksi e-commerce,

penggunaan CA (Certification Authority), dan

mengatur mengenai perbuatan yang dilarang bagi

pelaku usaha dalam memasarkan dan

memproduksi barang dan jasa yang dapat dijadikan

acuan bagi obyek dalam transaksi e-commerce.

Walaupun UUPK memiliki kelemahan yaitu hanya

menjangkau pelaku usaha yang berkedudukan di

Indonesia saja, namun kelemahan ini sudah

ditutupi oleh UUITE dan berbagai ketentuan

perundang-undangan lainnya.

3.2. Saran

Saran yang dapat disampaikan adalah:

1. Lembaga yang berwenang membentuk undang-

undang hendaknya memperhatikan kebiasaan yang

terjadi pada kontrak dalam dunia maya, yaitu

mengenai batas umur kedewasaan untuk dapat

melakukan transaksi bisnis dalam ecommerce.

2. Pelaku usaha atau merchant perlu meningkatan

keamanan webstore yang dimiliki termasuk juga

keamanan terhadap jaringan internet yang

digunakan sebagai antisipasi terhadap

meningkatnya transaksi e-commerce serta terhadap

ancaman kejahatan yang mengancam e-commerce

itu sendiri.

3. Konsumen diharapkan berhati-hati dalam

melakukan transaksi dalam e-commerce serta

memeperhatikan keamanan yang kelak dapat

dijadikan sebagai alat bukti.

4. Daftar Rujukan

Muhammad Abdulkadir. 1986. Hukum Perjanjian.

Penerbit Alumni. Bandung.

Abdul Halim Barakatullah dan Teguh Prasetyo,

2005, Bisnis E- Commerce Studi Sistem

Keamanan Dan Sistem Hukum di Indonesia,

Pustaka Pelajar, Yogyakarta

M. Yahya Harahap, 1986, Segi-Segi Hukum

Perjanjian, Penerbit Alumni, Bandung.

Mariam Darus Badrulzaman, 1983, Hukum

Perdata Buku III dengan Penjelasan,

Penerbit Alumni, Bandung.

Sutan Remy Sjahdeini 2001, Kompilasi Hukum

Perikatan, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti,

Bandung.

Munir Fuady, 1999, Hukum Kontrak Dari Sudut

Hukum Bisnis, PTCitra Aditya Bakti,

Bandung

Onno W. Purbo, 2000, Mengenal E-Commerce, PT

Elek Media Komputindo, Jakarta.

Rowzkoski. M.E. 1989. Busines Law, Case and

Policy. Edisi II. Illnois:Scott Foresman and

Company

Subekti. 2002. Pokok-Pokok Hukum Perdata.

Intermasa, Jakarta.

Shohib. Muslim. 2016. Aspek Hukum Dalam

Bisnis. Aditya Media Publishing;Malang

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk

Wetbook).

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang

Informasi Dan Transaksi Elektronik.

.