KAJIAN TEKNIS RANCANGAN GEOMETRI PEMBORAN DAN PELEDAKAN LAPISAN INTERBURDEN B2-C GUNA MENDAPATKAN...

157
KAJIAN TEKNIS RANCANGAN GEOMETRI PEMBORAN DAN PELEDAKAN LAPISAN INTERBURDEN B2-C GUNA MENDAPATKAN FRAGMENTASI BATUAN DI PIT MT- 4 PRE-BENCH TAMBANG AIR LAYA (TAL) PT BUKIT ASAM (PERSERO), TBK TANJUNG ENIM, SUMATERA SELATAN TUGAS AKHIR Dibuat Untuk Memenuhi Syarat Untuk Menyelesaikan Tugas Akhir Pada Jurusan Teknik Pertambangan Diploma 3 (D3) Sekolah Tinggi Ilmu Teknik Prabumulih Oleh : Wawan Saputra 20103131 YAYASAN PENDIDIKAN PRABUMLIH SEKOLAH TINGGI ILMU TEKNIK PRABUMULIH 2014

description

KAJIAN TEKNIS RANCANGAN GEOMETRI PEMBORAN DAN PELEDAKAN LAPISAN INTERBURDEN B2-C GUNA MENDAPATKAN FRAGMENTASI BATUAN DI PIT MT- 4 PRE-BENCH TAMBANG AIR LAYA (TAL)PT BUKIT ASAM (PERSERO), TBK TANJUNG ENIM,SUMATERA SELATAN

Transcript of KAJIAN TEKNIS RANCANGAN GEOMETRI PEMBORAN DAN PELEDAKAN LAPISAN INTERBURDEN B2-C GUNA MENDAPATKAN...

  • KAJIAN TEKNIS RANCANGAN GEOMETRI PEMBORAN DAN PELEDAKAN

    LAPISAN INTERBURDEN B2-C GUNA MENDAPATKAN FRAGMENTASI

    BATUAN DI PIT MT- 4 PRE-BENCH TAMBANG AIR LAYA (TAL)

    PT BUKIT ASAM (PERSERO), TBK TANJUNG ENIM,

    SUMATERA SELATAN

    TUGAS AKHIR

    Dibuat Untuk Memenuhi Syarat Untuk Menyelesaikan Tugas Akhir Pada Jurusan Teknik Pertambangan Diploma 3 (D3)

    Sekolah Tinggi Ilmu Teknik Prabumulih

    Oleh :

    Wawan Saputra 20103131

    YAYASAN PENDIDIKAN PRABUMLIH SEKOLAH TINGGI ILMU TEKNIK PRABUMULIH

    2014

  • HALAMAN PERSETUJUAN

    Judul Tugas Akhir :Kajian Teknis Rancangan Geometri Pemboran dan

    Peledakan Lapisan Interburden B2-C Guna

    Mendapatkan Fragmentasi Batuan Di Pit Mt- 4 Pre-

    Bench Tambang Air Laya (Tal) PT Bukit Asam

    (Persero), Tbk Tanjung Enim, Sumatera Selatan.

    Diajukan Oleh : Wawan Saputra

    Nim : 20103131

    Jurusan : Teknik Pertambangan Prabumulih

    Perguruan tinggi : Sekolah Tinggi Ilmu Teknik Prabumulih

    Prabumulih, Februari 2014

    Dosen Pembimbing I Dosen Pmbimbing II

    (AHMAD HUSNI, S.T.) (Ir. M. AMIN ALKURDI)

    Mengetahui SEKOLAH TINGGI ILMU TEKNIK PRABUMULIH

    Ketua,

    (Ir. M. AMIN ALKURDI)

  • Telah Dipertahankan Di Depan Tim Penguji Tugas Akhir

    Pada Jurusan Teknik Pertambangan

    Pada Sekolah Tinggi Ilmu Teknik Prabumulih

    Pada, Februari 2014

    Tim Penguji :

    Ketua : Ir. M. Amin Alkurdi (................)

    Anggota : 1. Suhardiman Gumanti, S.T. (................)

    2. Ahmad Husni, S.T. (................)

    3. Diah Purnama Sari, S.T. (................)

    4. Obie Mario Dona, S.T. (................)

    Mengetahui

    Ketua Jurusan Teknik Pertambangan Prabumulih

    Ketua,

    (Diah Purnama Sari, S.T.)

  • Motto :

    Yang membuat hidup saya berkesan dan menyenakan adalah jika saya

    dapat menyelesaikan tugas-tugas saya tanpa menunda-nundanya.

    Kudetikasikan Kepada :

    Allah SWT yang selalu memberikan kesehatan, kekuatan dan

    kesabaran.

    Ayahanda dan Ibunda (Hermanto, dan Ema Wati) tercinta,

    terutama ibundaku yang senantiasa selalu mendoakan, serta

    memberikan motivasi dan semangat keberhasilanku.

    Adik-adikku (Ita salfitri, imel dan sella) tersayang, yang selalu

    memberikan semangat hidup dan selalu mendoakan demi

    tercapainya cita-citaku.

    Semua keluarga dan teman-teman senasib seperjuangan

    yang selalu saling membantu demi kelancaran studi dengan

    tanpa pamrih.

    Kekasih tercinta (Sastria Ningsih, S.Pd) yang akan

    mendampinggi hidupku yang selalu setia mendukung serta

    memberikan dorongan sehingga saya dapat menyelesaikan

    tugas akhir ini.

    Dosen-dosen Teknik Pertambangan dan Almamater,2010

    yang selalu kubanggakan dan kuingat sepanjang hayat.

  • KAJIAN TEKNIS RANCANGAN GEOMETRI PEMBORAN DAN PELEDAKAN

    LAPISAN INTERBURDEN B2-C GUNA MENDAPATKAN FRAGMENTASI

    BATUAN DI PIT MT- 4 PRE-BENCH TAMBANG AIR LAYA (TAL)

    PT BUKIT ASAM (PERSERO), TBK TANJUNG ENIM,

    SUMATERA SELATAN

    ABSTRACK

    (Wawan Saputra, 20103131, 2013 147 Halaman )

    Kegiatan peledakan PT.Bukit Asam (persero), Tbk PIT MT-4 PREBACH Tambang Air Laya (TAL) bertujuan untuk membongkar interburden B2C jenis Batu Pasir (sandstone) dan Clay Silstone guna untuk penambangan batu bara pada lapisan C dengan nilai kalori 6500 Kcal 7000 Kcal. Pola pemboran yang digunakan untuk peledakan lapisan Batu Pasir (sandstone) dan Clay Silstone yaitu salang-seling (staggered pattern) dan pola boranya vertikal sedangakan pola peledakan mengunakan pola peledakan hole by hole dengan sistem delay 500 ms(in hole) untuk surface delay 75 ms , 25 ms, dan 17 ms dengan mengunakan detonator listrik dan nonel

    DenganTingkat keberhasilan dari pengeboran dan peledakan bisa dinilai dari tercapainya tujuan peledakan itu sendiri kegiatan peledakan di tambang air laya bertujuan untuk menghasilkan fragmentasi-fragmentasi batuan interburden sesuai dengan kebutuhan alat muat alat angkut untuk kegiatan loading selanjutntya. dengan ukuran spasi rata-rata 7.085 meter kedalaman ledak rata rata 7.54 meter

    Tingkat fragmentasi hasil peledakan aktual dengan ukuran 100 cm(boulder) berdasarkan perhitungan teoritas didapat ukuran Fragmentasi sebesar 29%, sedangkan untuk target persentase yang diinginkan oleh PT. Bukit Asam (Persero), Tbk Di lokasi PIT MT-4 PRE-BENCH yaitu 10% untuk bongkahan (Boulder) dari ukuran 100 cm. Berdasarkan geometri aktual atau geometri saat ini disimpulkan bahwa yang tidak lolos ayakan pada ukuran 100 cm adalah 29% berarti butuh penagganan lebih lanjut dengan sedikit perubahan geometri pelerdakan untuk mendapatkan target tersebut. Kata Kunci ; Fragmentas

  • PRAKATA

    Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena

    atas Rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir

    ini.

    Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan

    program Diploma III pada Jurusan Teknik Pertambangan. Judul tugas akhir ini

    adalah KAJIAN TEKNIS RANCANGAN GEOMETRI PEMBORAN Dan

    PELEDAKAN PADA LAPISAN INTERBURDEN B2-C GUNA MENDAPATKAN

    FRAGMENTASI BATUAN DI PIT MT-4 PRE-BENCH TAMBANG AIR LAYA

    (TAL) PT BUKIT ASAM (PERSERO), TBK TANJUNG ENIM, SUMATERA

    SELATAN.

    Akan tetapi berkat tekat penulis serta bantuan dari berbagai pihak, maka

    laporan ini dapat diselesaikan dalam bentuk yang sederhana ini. Oleh karena itu,

    pada kesempatan ini penulis mengungkapkan rasa terima kasih yang sebesar -

    besarnya kepada :

    1. Bapak Ir. M. Amin Alkurdi, S.T. selaku Ketua sekolah Tinggi Ilmu Teknik

    Prabumulih

    2. Bapak Ahmad Husni, S.T. selaku pembantu ketua I Sekolah Tinggi Ilmu

    Teknik Prabumulih merangkap sebagai Pembimbing Utama

  • 3. Ibu Rodiah Nursani, S.Si selaku Pembantu Ketua II Sekolah Tinggi Ilmu

    Teknik Prabumulih

    4. Bapak Dedy Yansen, S.Si selaku Pembantu Ketua III Sekolah Tinggi Ilmu

    Teknik Prabumulih

    5. Ibu Diah Purnama Sari, S.T. selaku ketua Jurusan Teknik Pertambangan

    Sekolah Tinggi Ilmu Teknik Prabumulih

    6. Suhardiman Gumanti, S.T. Terima Kasih Bapak Atas Bimbingannya

    7. Bapak Devry Hernawan Surya Negara, S.T. Terima Kasih Bapak Atas

    Bimbingannya

    8. Seluruh dosen dan staf sekolah Tinggi Ilmu Teknik Prabumulih

    9. Bapak Ir. Rustam Aminudin selaku Manager Penunjang Tambang

    10. Bapak Ketut Junaedi, ST, selaku Asisten Manager Pemboran dan

    Peledakan

    11. Bapak Ir. Saptoro Tutuko selaku Asisten Manager Pemboran dan

    Peledakan

    12. Bapak Yoseph Pessiwarisa, selaku Tata Usaha Pemboran dan Peledakan.

    13. Bapak Amin, selaku supervisor Peledakan beserta rekan-rekan Pak Saleh,

    Pak David, Pak Subandi, Pak Zulhendri, Pak Tasmil Pak Dasril, Pak

    Bambang, Pak Edi, Pak Djumali, Pak Asep (PT. Dahana).

  • 14. Bapak Mazhabillah selaku Group Leader PT. Pama Persada Nusantara

    beserta rekan-rekan bang Riko, bang Candra, bang Lay, bang Dony, bang

    Deny, bang Charles,

    15. Bapak Flavio yang telah banyak membantu.

    16. Rekan-rekan seperjuangan Mahmudin (AKAMIGAS), Toni Da Kosta (AGP),

    Saudah Saipul Islam NZ(STIT Prabumulih), Pita Eka Ramel

    (UNSRI), Sardi (STIT Pabumulih), Stanly (STTMI Bandung), Afrizal (STIT

    Prabumulih).

    17. Seluruh staf dan karyawan di Satuan Kerja Penunjang Tambang PT. Bukit

    Asam (persero) Tbk.

    18. Teman-teman angkatan 2010 Politeknik Geologi dan Pertambangan AGP

    Bandung, thanks buat supportnya guys.

    19. Buat keluarga tercinta, terima kasih atas doa dan dukungan baik moril

    maupun materil serta selalu memberikan semangat, special thanks buat

    ibunda tercinta.

    20. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan tugas

    akhir yang tidak dapat disebut satu persatu.

    Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih banyak

    terdapat kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat

    penulis harapkan untuk kesempurnaan laporan ini.

  • Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga laporan ini

    dapat bermanfaat bagi kita semua.

    Prabumulih, Februari 2014

    Penulis

    Wawan Saputra

  • DAFTAR ISI

    Halaman JUDUL

    LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................... i

    ABSTRAK ............................................................................................................ ii

    KATA PENGANTAR ............................................................................................ iii

    DAFTAR ISI ........................................................................................................ vi

    DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. ix

    DAFTAR TABEL .................................................................................................. xi

    DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiii

    BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

    1.1. Latar Belakang ................................................................................. 1

    1.2. Maksud dan Tujuan Penelitian ....................................................... 2

    1.3. Pembatasan Masalah ...................................................................... 3

    1.4. Metodologi Penulisan ....................................................................... 3

    1.5. Manfaat penelitian ........................................................................... 3

    BAB II KEADAAN UMUM ..................................................................................... 5

    2.1. Sejarah Perusahaan ......................................................................... 5

    2.2 Lokasi dan Topografi ........................................................................ 6

  • 2.3. Geologi dan Statigrafi ....................................................................... 9

    2.3.1. Geologi .................................................................................. 9 2.3.2. Statigrafi............................................................................... 11

    2.4. Struktur Geologi ................................................................................. 15

    2.5. Hidrologi dan Hidrogeologi ............................................................. 18

    2.5.1. Hidrologi............................................................................... 18 2.5.2. Hidrogeologi......................................................................... 20

    2.6. Cadangan dan Kualitas Batubara ....................................................... 21

    2.7. Sistem dan Metode Penambangan .................................................... 23

    BAB III DASAR TEORI ....................................................................................... 26

    3.1. Pemboran .......................................................................................... 28

    3.1.1. Pola Pengeboran ................................................................ 29 3.1.2. Arah Pengeboran (Drill Direction) ....................................... 31 3.1.3. Diameter Lubang Bor ........................................................... 33 3.1.4. Produktifitas Pemboran ...................................................... 35

    3.2. Peledakan ..................................................................................... 40

    3.2.1. Rancangan peledakan ........................................................ 40 3.2.2. Geometri Peledakan ........................................................... 40 3.2.3. Arah dan Pola Peledakan .................................................. 51 3.2.4. Waktu tunda......................................................................... 54 3.2.5. Sifat Bahan Peledak .......................................................... 54 3.2.6. Peralatan Peledakan .......................................................... 59 3.2.7. Perlengkapan Peledakan .................................................... 60 3.2.8. Analisa Hasil Peledakan ...................................................... 62

    BAB IV PEMBAHASAN ....................................................................................... 70 4.1. Pemboran dan Peledakan Aktual ..................................................... 70

    4.1.1. Pemboran Lubang Ledak ................................................... 70

  • 4.1.1.1. Pola Pengeboran .................................................... 70 4.1.1.2. Kecepatan pengeboran ............................................ 71 4.1.1.3. Volume setara ......................................................... 71 4.1.1.4. Effisiensi Pemboran ................................................ 71 4.1.1.5. Kedalaman Dan Produksi Alat Bor ........................ 72

    4.1.2. Peledakan ................................................................................. 72

    4.1.2.1 Spesifikasi Perlengkapan Peledakan dan Peralatan Peledakan ......................................................................72

    4.1.2.2. Geometri peledakan ................................................ 72 4.1.2.3. Kebutuhan Lubang Ledak dan Bahan Peledak ....... 73 4.1.2.4. Pola Peledakan dan Rangkaian Peledakan ............ 74 4.1.2.5. Analisis Hasil Heledakan ......................................... 74

    4.1. Pemboran dan Peledakan Usulan Berdasarkan Menurut Teori (R.L. Ash) ......................................................................................... 76

    4.2.1. Pemboran ........................................................................... 76

    4.2.1.1. Kecepatan Peledakan Pemboran .......................... 76 4.2.1.2. Volume Setara ........................................................ 76 4.2.1.3. Produktivitas Pemboran Peledakan ....................... 76

    4.2.2. Peledakan ........................................................................... 77

    4.2.2.1. Geometri peledakan 77

    4.2.2.1.1. Burden dan Spacing ................................ 77 4.2.2.1.2. Tinggi Jenjang ......................................... 77 4.2.2.1.3. Stemming ................................................ 77 4.2.2.1.4. Subdriling ................................................. 77 4.2.2.1.5. Kolam Isian ............................................ 78

    4.2.3. Kebutuhan Bahan Peledak ...................................................... 78 4.2.4. Pola Peledakan dan Arah Peledakan ................................... 78 4.2.5. Analisa Hasil Peledakan .......................................................... 79

    4.2.5.1. Fragmentasi ................................................................. 79 4.2.5.2. Flaying Rock ................................................................ 79 4.2.5.3. Getaran ....................................................................... 79

  • 4.2.5.4. Gas Beracun Hasil Peledakan .................................. 79

    4.3. Perbandingan Geometri dan Fragmentasi Aktual dan Usulan ........ 80

    4.3.2. Perbandingan Geometri ........................................................ 80 4.3.3. Perbandingan Fragmentasi Aktual dan Usulan .................. 81

    BAB V PENUTUP ................................................................................................ 80

    5.1. Kesimpulan .................................................................................... 82

    5.2. Saran ............................................................................................ 83

    DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

    DAFTAR GAMBAR

  • Gambar Halaman

    1. Peta lokasi PT. Tambang Batubara Bukit Asam-UPT .................................. 8

    2. Tata letak Izin Usaha Tambang (IUP) PTBA Unit Penambangan Tanjung

    Enim .................................................................................................................... 9

    3. Stratigrafi dan litologi batubara Tambang Air Laya ...................................... 17

    4. Bagan alir penambangan batubara PT. Tambang Batubara Bukit Asam

    Tanjung Enim .................................................................................................. 25

    5. Pola Bujur Sangkar .......................................................................................... 29

    6. Pola Persegi Panjang ...................................................................................... 29

    7. Pola Zigzag Bujur Sangkar ............................................................................. 30

    8. Pola Zigzag Persegi Panjang.......................................................................... 30

    9. Arah pengeboran ............................................................................................. 33

    10. Geometri Peledakan ........................................................................................ 41

    11. Pola Runtuhan Batuan Box Cut ...................................................................... 52

    12. Pola Runtuhan Batuan V Cut ......................................................................... 52

    13. Pola Runtuhan Batuan Corner Cut ................................................................. 53

    14. SANDVIK Tipe D245S ..................................................................................... 86

    15. ANFO (Amonium Nitrate Fuel Oil) ................................................................ 97

    16. Power gell ......................................................................................................... 98

    17. Detonator Listrik ............................................................................................. 99

  • 18. Leading Wire .......................................................................................... 101

    19. Surface Delay .......................................................................................... 102

    20. In Hole Delay .......................................................................................... 103

    21. Blasting Machine .................................................................................... 104

    22. Blasting Ohmmeter. ...................................................................................... 105

    DAFTAR TABEL

  • Tabel halaman

    I. Data curah hujan untuk PT.Bukit Asam (Persero), tbk .......................... 19

    II. Permeabilitas lapisan batuan pada Tambang Air Laya ......................... 21

    III. Sifat bahan fisik peledak ............................................................................ 55

    IV. Kecepatan detonasi (VOD) bahan peledak (Konya, 1990) ................... 57

    V. Bobot Nilai Tiap Parameter Untuk Penentuan Indeks

    Kemampuan Ledakan Menurut Lilly (1986) ........................................... 67

    VI. Skala Asap ................................................................................................. 69

    VII. Efek Racun Versi NO2 .............................................................................. 69

    VIII. Perbandingan Geometri Aktual dan Usulan ........................................... 80

    IX. Perbandingan Fragmentasi Aktual dan Usulan ...................................... 81

    X. Waktu Edar Pemboran .............................................................................. 87

    XI. Waktu Kerja ................................................................................................ 93

    XII. Waktu Hambatan Pengeboran ................................................................. 94

    XIII. Geometri Peledakan ................................................................................ 106

    XIV. Interval Kelas Burden ............................................................................... 109

    XV. Interval Kelas Spasi ................................................................................. 110

    XVI. Interval Kelas Kedalaman Lubang Ledak .............................................. 111

    XVII. Interval kelas Tinggi Jenjang ................................................................... 112

    XVIII. Interval kelas Power Charging ................................................................ 113

  • XIX. Interval kelas Subdriling........................................................................... 114

    XX. Interval kelas Stemming .......................................................................... 114

    XXI. Interval kelas Diameter ........................................................................... 115

    XXII. Interval kelas Jumlah Lubang Ledak (Hole) ........................................ 116

    XXIII. Interval kelas Amonium Nitrat (AN) ....................................................... 117

    XXIV. Interval kelas Fuel Oil (FO) .................................................................... 118

    XXV. Interval kelas Amonium Nitrat Fuel Oil (ANFO) ................................. 119

    XXVI. Interval kelas Volume (BCM) ................................................................. 120

    XXVII. Interval kelas Powder Factor ................................................................... 121

    XXVIII. Pembobotan Massa Batuan (Perhitungan) .......................................... 123

    XXIX. Ukuran Ayakan Aktual ............................................................................. 130

    XXX. Ukuran Ayakan Geometri Usulan ........................................................... 147

  • DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran halaman

    A. SPFESIFIKASI ALAT BOR ............................................................................. 86

    B. WAKTU EDAR PEMBORAN DI PRE-BANCH TAL .................................... 87

    C. PERHITUNGAN VOLUM SETARA ................................................................ 91

    D. PERHITUNGAN WAKTU KERJA EFEKTIF DAN EFESIENSI

    PEMBORAN ..................................................................................................... 93

    E. PRODUKTIFITAS PEMBORAN .................................................................... 96

    F. SPESIFIKASI PERLENGKAPAN PELEDAKAN

    DAN PERALATAN PELEDAKAN .............................................................. 97

    G. GEOMETRI PELEDAKAN AKTUAL DI PIT PRE BENCH PADA

    TANGGAL 1 S/D 30 APRIL 2013 ................................................................ 106

    H. FAKTOR BATUAN ......................................................................................... 123

    I. PERHITUNGHAN TINGKAT FRAGMENTASI BATUAN AKTUAL .......... 125

    J. PERHITUNGAN PEMBORAN USULAN .................................................... 132

    K. PERHITUNGAN GEOMETRI PELEDAKAN USULAN

    DENGAN MENGUNAKAN RUMUS R.L.ASH ............................................. 134

    L. PERHITUNGAN PEMAKAIAN BAHAN PELEDAK USULAN .................... 138

    M. PERHITUNGAN TEORITIS TINGKAT FRAGMENTASI

    BATUAN DENGAN GEOMETRI USULAN .......................................................

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Batubara merupakan energi alternatif yang memegang penting dalam

    kebutuhan hidup sehari-hari, disamping memiliki harga yang relatif murah

    dibandingkan dengan bahan bakar yang lainya. Selain itu batubara lebih efektif

    untuk kegiatan produksi yang lebih besar maupun kecil. Dalam kegiatan untuk

    mencapai target produksi batubara pada penambangan PT.Bukit Asam (persero),

    Tbk. Menggunakan dua metode yakni metode convensional dan metode

    continuos mining pada metode convensional alat tambang utama yang digunakan

    adalah Backhoe PC-2000,PC1250 sebagai alat gali muat, Bulldozer-ripper

    sebagai alat pendorong dan pembersih lahan serta Dump Truck dan HD-850

    sebagai alat angkut. Sedangkan metode continous mining mengunakan Bucket

    Whell Excavator (BWE), sebagai alat gali muat dan Belt Conveyor sebagai

    sarana transportasi material.

    Dalam operasi penambangan batubara dengan kedua metode tersebut

    convensional dan system continous mining harus ditunjang dengan kegiatan

    penunjang agar keberlangsungan produksi tetap terpenuhi, dan alat gali muat

    bisa terjaga dan terawat terutama pada bucket alat tersebut salah satunya

    dengan kegiatan peledakan.

  • Untuk mendapatakan hasil peledakan sesuai dengan apa yang diinginkan

    perlu diperhatikan juga dimensi-dimensi peledakan dalam pertambangan tersebut

    sehinga dalam peledakan mendapatkan hasil ledakan yang optimal. Maka dari itu,

    didalam hal ini penulis ingin mengkaji perancangan peledakan sebagai penunjang

    produksi tambang batubara PT.Bukit Asam (persero), Tbk.

    1.2. Maksud dan Tujuan Penelitian

    Dalam pemecahan interburden jenis batuan clay silstone dan batuan

    sandstone ini tentunya sangat dibutuhkan alat-alat penunjang tambang untuk

    mengurai batuan agar lebih mudah dalam penagganan selanjutnya, maka dari itu

    dalam penulisan tugas akhir ini penulis mempunyai maksud dan tujuan adapun

    maksud dan tujuan sebagai berikut:

    Maksud dari judul KAJIAN TEKNIS RANCANGAN GEOMETRI

    PENGEBORAN DAN PELEDAKAN PADA LAPISAN INTERBURDEN B2-C GUNA

    MENDAPATKAN FRAGMENTASI BATUAN ini adalah bagaimana merancang

    peledakan sehingga hasil dari peledakan itu sendiri mendapatkan pecahan

    batuan yang sesuai dengan kebutuhan, sehingga kegiatan selanjutnya dapat

    dikerjakan oleh alat gali seperti Backhoe PC-2000,PC1250 dan Bucket whell

    excavator (BWE).

    Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kegiatan

    peledakan terutama dalam rancangan peledakan untuk peledakan batuan

    penutup (interburden) sehingga dengan adanya alat penunjang seperti peledakan

  • akan tercapainya target produksi dan menghasilkan fragmentasi-fragmentasi

    batuan yang mudah dalam kegiatan pengalian pemuatan serta pengangkutan

    nantinya.

    1.3. Pembatasan Masalah

    Dalam penelitian ini, penulis membatasi masalah hanya pada Alat

    Penunjang Tambang (APT) berupa pengeboran dan peledakan sampai dengan

    tahapan material yang dihancurkan sampai fragmentasi yang diinginkan dapat

    dikerjakan untuk kegiatan pembukaan interburden.

    1.4. Metodologi Penulisan

    Didalam melaksanakan penelitian permasalahan ini, penulis

    menggabungkan antara teori-teori yang didapatkan dari perkuliahan,

    perpustakaan (perpustakaan di kampus dan PT.Bukit Asam (persero), Tbk) dan

    internet (data sekunder) dengan data-data yang ada di lapangan, berupa

    peninjauan dilakukan dengan mengamati langsung kegiatan dilapangan (data

    primer) yang merupakan hasil orientasi dan observasi lapangan pada PT.Bukit

    Asam (persero), Tbk.

    1.5. Manfaat penelitian

    Dengan melakukan penelitian dalam merancang peledakan untuk

    interburden tersebut maka penulis pada khususnya dapat mengetahui gambaran

  • umum tentang bagaimana kegiatan peledakan yang ada di PT.Bukit Asam

    (persero), Tbk. Dimana peledakan sangat mendukung kegiatan penambangaan

    sehingga dapat melanjutkan penambang batubara dengan target produksi yang

    diinginkan serta alat-alat pendukung juga dapat berumur panjang untuk

    beroperasi dalam kegiatan penambangan seperti alat gali contoh; backhoe,

    dragline, Bucket whell excavator (BWE), dan lain-lain.

  • BAB II

    KEADAAN UMUM

    2.1. Sejarah Perusahaan

    PT. Bukit Asam (persero) Tbk mengawali kegiatan eksplorasi pada tahun 1951

    sampai tahun 1981 dan mulai berproduksi pada tahun 1919. PT. Bukit Asam

    (persero),Tbk adalah Badan Usaha Milik Negara yang didirikan pada tanggal 2 maret

    1981 berdasarkan peraturan pemerintah No. 42 Tahun 1980 dengan kantor pusat di

    Tanjung Enim, Sumatera Selatan.

    Lembaga lembaga yang mengurus adalah;

    a. Tahun 1919 1942 oleh Pemerintah Hindia Belanda

    b. Tahun 1942 1945 oleh Pemerintah Militer Jepang

    c. Tahun 1945 1947 oleh Pemerintah Republik Indonesia

    d. Tahun 1945 1945 oleh Pemerintah Belanda (Agresi II)

    e. Tahun 1949 sekarang oleh Pemerintah Republik Indonesai

    f. Tahun 1959 1960 oleh Biro Perusahaan Tambang Negara (BUPTAN)

    g. Tahun 1961 1967 oleh Badan Pimpinan Umum (BPU) Perusahaan Tambang

    Batubara

    h. Tahun 1968 1980 oleh PN. Tambang Batubara

    i. Tahun 1981 sekarang oleh PT. Bukit Asam (persero),Tbk

    Dalam Repelita III Pemerintah Indonesia membuat Proyek Pengembangan

    Pertambangan dan Pengangkutan Batubara (P4BA), yang meliputi kegiatan:

  • 1. Pengembangan Tambang Batubara Bukit Asam (PT.BA)

    2. Pengembangan Pelabuhan Batubara (PT.BA)

    3. Pengembangan Angkutan Darat (Perumka)

    4. Pengembangan Angkatan Laut (PT. ANN / PT. Pelayaran Bahtera Adhiguna)

    Tujuan proyek ini terutama untuk memasukan kebutuhan batubara bagi PLTU

    Suralaya, Jawa Barat. Selain itu juga untuk memenuhi industri lainnya baik di dalam

    maupun luar negeri.

    2.2. Lokasi dan Topografi

    PT. Tambang Batubara Bukit Asam (Persero), Tbk. Unit Pertambangan Tanjung

    Enim (PTBA-UPT) terletak di Tanjung Enim, Kecamatan Lawang Kidul, Kabupaten Muara

    Enim, Provinsi Sumatera Selatan. Lokasi tersebut dihubungkan dengan jalan darat ke

    arah barat daya sejauh 200 Km dan jalur kerata api sejauh 165 Km dari kota Palembang.

    Secara geografis lokasi PT. Tambang Batubara Bukit Asam (Persero) Unit

    Pertambangan Tanjung Enim (PTBA-UPT) terletak pada posisi 304230 LS 304730 LS

    dan 10304500 BT 10305010 BT atau pada koordinat utara magnetik X : 363.750

    365.500 dan Y : 587.600 588. 700 (lihat gambar 1).

    Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dimiliki oleh PTBA-UPT seluas 7.700 Ha

    yang meliputi wilayah Tanjung Enim dan sekitarnya (lihat gambar 2) yang terdiri dari

    Tambang Air Laya (TAL) dan Non Air Laya (NAL). Luas daerah penggalian TAL yang

    telah berproduksi sejak tahun 1986 adalah sekitar 560 Ha. Seiring dengan rencana

    peningkatan produksi maka TAL akan dikembangkan ke arah selatan (TAL Selatan

    Extension) pada tahun 2008 serta kearah utara (TAL Utara Extension) yang telah

    berproduksi sejak tahun 2003.

  • Topografi TAL secara umum berupa dataran rendah di bagian utara dan timur

    serta berupa dataran tinggi dibagian selatan dan barat. Ada beberapa bukit yang

    membentuk dataran tinggi dibagian daerah TAL diantaranya: Bukit Murman, Bukit

    Munggu, Bukit Tapuan dan Bukit Asam yang merupakan elevasi tertinggi yaitu 232,0 m

    diatas permukaan air laut. Elevasi terendah adalah 115 m yaitu pada dasar galian TAL

    awal Mei 2005.

    Sungai terdekat yang mengalir di daerah TAL adalah Sungai Enim (Air Enim) di

    sebelah timur dan Sungai Lawai (Air Lawai) berada di sebelah barat. Sungai Enim

    mengalir ke utara di sekitar TAL Utara Extension dengan elevasi dasar sungai 40 m,

    sedangkan Sungai Lawai yang elevasinya 65 m mengalir ke arah timur dan bermuara

    di Sungai Enim.

  • Sumber: Satker Pemetaan PT. Tambang Batubara Bukit Asam (Persero), Tbk.

    Gambar 1

    Peta Lokasi PT. Tambang Batubara Bukit Asam-UPT

    PETA LOKASI DAERAH PENELITAN

    PT. BUKIT ASAM (PERSERO), TBK

    LOKASI PENELITAN

  • Sumber: Satker pemetaan PT. Tambang Batubara Bukit Asam (Persero), Tbk.

    Gambar 2

    Tata Letak Izin Usaha Pertambangan (IUP) PTBA Unit Penambangan Tanjung Enim

    2.3. Geologi dan Statigrafi

    2.3.1. Geologi

    Penyelidikan geologi yang dilakukan oleh MENNHARDT (1918) menyimpulkan

    bahwa lapisan batubara yang berada pada daerah IUP PTBA Tanjung Enim terbentuk

    dalam proses pengendapan fasies paludal (rawa) hingga fasies channel atau bar dan

    Lokasi Penelitian

  • menempati tepi barat bagian selatan cekungan Sumatra Selatan Sub-Cekungan

    Palembang. Lapisan batubara tersebut tersingkap dalam 12 (dua belas) lapisan yang

    terdiri dari urutan tua sampai muda diantaranya terdapat 5 (lima) lapisan utama yaitu:

    Lapisan Keladi, Lapisan Merapi, Lapisan Petai, Lapisan Suban dan Lapisan Manggus.

    Masing-masing lapisan tersebut dikenal sebagai Lapisan D, Lapisan C, Lapisan B,

    Lapisan A, serta 7 (tujuh) lapisan Gantung (hanging seam).

    Adapun penyebaran batuan yang ada di daerah Tanjung Enim terdiri dari 4

    (empat) satuan batuan, yaitu:

    1. Formasi Muara Enim

    Formasi Muara Enim yang merupakan indikasi adanya batubara (coal

    measure) atau sebagai formasi pembawa batubara (coal bearing formation) dicirikan

    oleh batulempung, batulanau dan batupasir yang dominan. Endapan yang berumur

    kuarter ini belum sempat mengalami pemadatan yang sempurna. Diatas formasi

    Muara Enim tersebut secara tidak selaras juga dijumpai endapan sungai tua.

    2. Formasi Kasai

    Formasi ini hanya tersingkap tipis dan secara khas dicirikan oleh tufa

    berwarna putih seperti yang tersingkap di daerah Air Laya Putih, Klawas dan Suban

    yang disertai sedikit lempung dan pasir halus.

    3. Intrusi Batuan Beku

    Intrusi Batuan Beku yang muncul berupa batuan andesit dan membentuk

    beberapa bukit disekitar daerah penelitian seperti Bukit Asam, Bukit Tapuan dan Bukit

    Murman serta penyambung Bukit Munggu, sedangkan didaerah Suban sampai Air

  • Laya berbentuk kubah (dome) yang umumnya dicirikan oleh dominasi batupasir dan

    batulanau.

    4. Satuan Endapan Kuarter

    Satuan Endapan Kuarter atau endapan sungai tua pada umumnya terdapat di

    daerah lembah dan diendapkan secara tidak selaras diatas formasi batuan

    sebelumnya. Formasi ini dicirikan oleh batulempung, pasir lepas dan gravel yang

    tersingkap di daerah Air Laya bagian utara.

    2.3.2. Stratigrafi

    Statigrafi lapisan batubara di daerah Pre-Bench pada umumnya hampir sama

    dengan statigrafi TAL, yaitu formasi Muara Enim. Formasi ini menurut hasil eksplorasi

    Shell Mijnbouw N.V dan Reinbroun Colsulting GMBH terdiri atas 3 (tiga) kelompok besar

    yaitu: lapisan tanah penutup (overburden), kelompok lapisan utama batubara yang terdiri

    dari 5 (lima) lapisan yaitu; Mangus Atas (A1), Mangus Bawah (A2), Suban Atas (B1),

    Suban Bawah (B2) dan lapisan Petai (C) serta kelompok ketiga adalah lapisan antara

    lapisan batubara (interburden), yaitu terdiri dari interburden A1 -A2, A2 - B1, B1-B2 dan

    interburden B2 - C seperti yang terlihat pada gambar 2.3.

    Litologi dan ketebalan dari masing-masing kelompok dan lapisan pada Formasi

    Muara Enim tersebut adalah sebagai berikut:

    1. Lapisan Tanah Penutup

    Jenis tanah penutup yang paling dominan adalah batu lempung dan dibeberapa

    tempat disertai dengan batupasir halus serta batulanau tufaan yang bentonitik. Tebal

    lapisan overburden ini antara 85 - 150 meter dan didalamnya ditemukan beberapa

    lapisan batubara gantung (hanging seam) dengan tebal tiap lapisan 0,5 meter. Selain itu

  • secara sporadish juga dijumpai clayironstone berupa lensa-lensa yang kadang berbentuk

    cakram dengan ketebalan 5 - 20 cm dan panjang 30 - 60 cm.

    2. Lapisan Batubara

    Ketebalan seluruh lapisan batubara pada Formasi Muara Enim sekitar 33 50

    meter dengan kemiringan (dip) lapisan antara 80 200. Lapisan batubara tersebut

    terdiri dari:

    a. Lapisan Batubara Mangus Atas (A1)

    Umumnya dicirikan oleh adanya lapisan pengotor berupa pita tanah liat (clayband)

    setebal 20 30 cm berwarna putih keabu-abuan. Tebal lapisan batubara A1 antara

    6,5 10 meter, berwarna hitam kusam.

    b. Lapisan Batubara Mangus Bawah (A2)

    Pada lapisan ini mempunyai ciri khusus yaitu adanya silikaan (silicified) yang

    sangat keras di bagian atas/permukaan dengan ketebalan sekitar 20 50 meter,

    sedangkan di bagian tengah dijumpai lapisan pengotor berupa tanah liat halus yang

    mengisi ruang-ruang kosong yang ada atau bidang diskontinu. Tebal lapisan

    batubara A2 ini mencapai 8 13 meter.

    c. Lapisan Batubara Suban Atas (B1)

    Lapisan batubara yang tebalnya antara 8 12 meter ini tidak memiliki ciri khusus

    dan hanya dikenali dari jaraknya terhadap lapisan batubara A2 (interburden A2

    B1) yang ada dibagian atas serta lapisan batubara B2 (interburden B1 B2) yang

    terletak dibagian bawah.

    d. Lapisan Batubara Suban Bawah (B2)

  • Lapisan batubara ini tebalnya 4 5 meter dan mengandung satu lapisan tipis

    batulempung halus berwarna abu-abu gelap kehitaman.

    e. Lapisan Batubara Petai (C1)

    Lapisan batubara ini merupakan lapisan batubara tunggal yang umumnya tidak

    memiliki lapisan pengotor atau ciri khusus, ketebalannya mencapai 7 10 meter.

    3. Lapisan Antara Lapisan Batubara (Inteburden)

    a. Lapisan Antara batubara A1 dan A2 (Interburden A1 A2)

    Lapisan ini dicirikan dengan adanya batupasir tuffaan berwarna putih dan abu-abu

    terang. Secara keseluruhan memperlihatkan adanya struktur graded bedding

    dengan batupasir konglemerasi pada bagian dasar dan batupasir halus di bagian

    atas. Tebal lapisan ini antara 2 5 meter.

    b. Lapisan Antara batubara A2 dan B1 (Interburden A2 B1)

    Jenis material pada lapisan interburden A2 B1 ini antara lain terdiri dari

    batulempung, batulanau dan sisipan tipis batupasir berwarna abu-abu terang,

    beberapa tempat kadang dijumpai lensa-lensa clayironstone yang sangat keras

    setebal 5 20 cm, berwarna coklat kemerahan. Lapisan interburden A2 B1 yang

    lebih dikenal dengan Suban Marker ini mempunyai ketebalan antara 15 23

    meter.

    c. Lapisan Antara Batubara B1 dan B2 (Interburden B1 B2)

  • Tebal lapisan ini antara 2-5 meter, berupa batulempung dengan sisipan tipis

    batulanau karbonan berwarna abu-abu kehitaman dan bersifat menyerpih.

    d. Lapisan Antara Batubara B2 dan C (Interburden B2 C)

    Lapisan interburden B2 C didominasi oleh batu pasir berbutir halus sampai

    sedang, berwarna abu-abu terang dengan sisipan lapisan- lapisan tipis

    batulempung lanauan. Pada lapisan ini juga selalu

    dijumpai lensa-lensa batu lanau silikaan (Silicified siltstone) yang sangat keras

    setebal 20 60 cm yang tersebar tidak merata. Lapisan Interburden B2C ini

    mempunyai ketebalan lapisan sekitar 44 73 meter.

    2.4. Struktur Geologi

    Struktur geologi yang dijumpai pada Pre-Bench adalah merupakan bagian dari

    struktur geologi Tambang Air Laya secara umum (Sumatra selatan bagian tengah) yang

    dibagi dalam 3 kelompok seperti yang terlihat pada (gambar 3) yaitu :

    1. Struktur yang terjadi sebelum intrusi, merupakan perlipatan dengan arah barat/barat

    laut sampai selatan/tenggara, dimana lipatan tersebut merupakan bagian dari

    Antiklinorium Muara Enim. Terjadi dua buah patahan yang cukup besar (mayor) di

    sebelah timur yaitu bagian utara dan selatan. Patahan di bagian utara dinamakan

    Fault A arah dari selatan ke utara dengan penurunan sampai 65 meter, dan patahan

    yang menempati bagian selatan adalah Fault E, arah dari utara ke selatan dengan

    penurunan sebesar 40 meter di sebelah timur. Struktur patahan ini adalah akibat dari

    gaya tektonik yang terjadi sebelum intrusi.

    2. Struktur yang terjadi bersamaan dengan intrusi, yaitu mengakibatkan terjadinya

    struktur antiklin yang berupa dome (kubah) yang pusatnya berada di Tambang Air

  • Laya dengan arah utara-selatan. Kearah utara yaitu antiklin Klawas (disebelah utara

    Tambang Air Laya Utara Extension) dan kearah selatan adalah antiklin Murman serta

    antiklin Bukit Munggu. Struktur ini merupakan fenomena geologi yang utama di

    Tambang Air Laya dan sekitarnya. Dengan adanya struktur dome tersebut

    mengakibatkan lapisan batuan mengalami kemiringan ke segala arah dengan

    kemiringan berkisar antara 80200. Selain itu intrusi yang terdapat dibawah Tambang

    Air Laya tersebut juga mengakibatkan timbulnya sesar-sesar minor dengan pola radier

    dengan arah utara-selatan. Selain mempengaruhi terjadinya struktur patahan pola

    radier juga mengakibatkan banyaknya patahan yang tidak menerus. Struktur sesar

    yang ada berupa patahan normal yang mempengaruhi timbulnya patahan minor.

  • Sumber

    : Satker Geologi (PTBA-UPT)

    Gambar 3

    Stratigrafi dan Litologi Batubara Tambang Air Laya

    Discription

    Remark :

    (Sumber : Satker Geoteknik PTBA-UPT)

    Siltstone, Sandstone,

    - .-.-.-.-.-- .-.-.-.-.-

    Not Scale

    Claystone, sandstone,

    siltstone.

    + + + + + + + + Andesite

    Thickness

    Sandstone

    (local coverages)

    siltstone layers.

    Claystone

    Siltstone, claystone,

    sandstone intercalations.

    few siltstone layers.

    T E

    R T

    I A

    R Y

    P L

    I O

    C E

    N E

    P A

    L E

    M B

    A N

    G

    G R

    O U

    PLithologi

    + + +

    + + +

    M 4

    M 1

    M 2

    M 3

    Claystoe, bentonic,

    sandstone - tuffaceous.

    Gravel, sand

    6,5 - 10,0

    0,5 - 2 ,0

    ( m )

    A1 Coal, small

    tuffaceous claystone

    KA

    SA

    IM

    UA

    RA

    E

    NIM

    MIO

    - P

    LIO

    CM

    I O

    C E

    N E

    AIR

    B

    EN

    AK

    AT

    FO

    RM

    AT

    ION

    K A

    F

    A2 Coal, top silicified.

    intercalations.

    v - v - v - v -

    > 120 silt lenses.

    bentonite layers

    NIRU o..o.o.

    + + + -

    + + +v - v - v - v -

    - - - - - - - -

    ..oo+ + + - -

    + + Hanging Seam

    JELAWATAN - - - - - - - -+ + + - - - - -

    + + +- - - - - - - - Claystone, silicified + + + v - v - v - v -

    + + +- - - - - - - -

    ENIM - - - - - - - -+ + + .-.-.-.-.- + + +- - - - - - - -

    FO

    RM

    AT

    ION M

    EM

    BE

    R

    B

    (MP

    . B

    )

    ME

    MB

    ER

    A

    ( M

    P.

    A )

    KEBON + + + v - v - v - v -

    + + +- - - - - - - -- - - - - - - -

    BENUANG+ + +

    + + +- - - - - - - -

    + + +

    + + +

    MANGUS - - - - -

    BURUNG+ + +

    v - v - v - v - + + +

    . v . v . v . v . + + +

    9,0 - 12,9 + + +

    + + + .-.-.-.-.- + + +

    15 - 23

    carbonaceous clay-

    2 - 5+ + +

    + + +- - - - - - - -+ + +

    8 - 12

    Claystone,

    with Suban Marker + + +

    B1 Coal, small

    claystone intercolations.

    + + +

    + + +

    carbonaceous silty

    .-.-.-.-.-

    .-.-.-.-.- + + +- - - - - - - -

    layers, Andesit sill.

    B2 Coal, lences of

    + +. . . . .

    + + + . . . . . .

    + + + 4 - 5

    stone on the base.

    25 - 40

    - - - - - - - -+ + + - - - - -

    + + +

    + + + -.- .- -.-

    + + + + +

    . . . . . . . . .

    KELADI

    + + + - - - - - - - -

    + + +

    MERAPI

    carbonaceous clay

    + + +. . . . . . ..-.-.-.-.-.-.-

    7 - 10

    siltstone intercalation.

    C Coal, small

    - - - - + + + + + + +- - - -

    C o a l Claystone

    Massa Formation Layers

    FO

    RM

    AT

    ION

    B A

    F

    SUBAN

    MANGUS

    PETAI

    . . . . . .. . . . . .

    Siltstone

    Tuffavceous

    Gravel

    v v v v v

    v v v v v

  • 3. sesar-sesar normal yang umumnya menempati sebelah timur sepanjang Tambang Air

    Laya sampai Tambang Air Laya Utara Extension dan sebagian di sebelah tenggara,

    barat daya serta barat laut. Arah sesar umumnya tenggara-barat laut dan sebagian

    barat daya-timur laut. Keadaan ini menunjukan bahwa arah umum sesar di Tambang

    Air Laya dan sekitarnya adalah terpusat ke puncak dome dan berakhir pada sesar

    yang terjadi sebelum dan pada saat intrusi. Selain sesar juga dijumpai adanya struktur

    geologi yang berupa kekar (Joint), dimana kekar pada Tambang Air Laya dan

    Tambang Air Laya Selatan adalah kekar geser (Shear Joint) yang berpasangan satu

    sama lain. Hal ini menunjukan bahwa kekar tersebut terbentuk akibat adanya gaya

    kompresi (gaya tekan) yang terjadi sebelum atau sesudah intrusi.

    2.5. Hidrologi dan Hidrogeologi

    2.5.1. Hidrologi

    Lokasi Pre-Bench khususnya serta daerah Tanjung Enim umumnya adalah

    beriklim teropis dengan suhu rata-rata 190 330C dengan kelembaban udara rata-rata

    57% - 85%.

    Curah hujan tahunan yang diperoleh dari stasiun pengamatan PTBA yang berada

    di lokasi TAL Utara Extension menunjukkan bahwa curah hujan tahunan (2003-2012)

    berkisar antara (2832 ) sampai (3288 ) (lihat tabel I). Rata-rata curah hujan

    bulanan (lihat tabe l ) yang paling tinggi terjadi pada bulan januari (434,5 ) dan

    terendah pada bulan juli (94.2 ). Musim kemarau berlangsung pada bulan Juni-

    Oktober dan musim hujan berlangsung pada bulan Nopember-Mei.

  • Tabel I

    Data Curah Hujan Untuk PT.Bukit Asam (Persero), Tbk

    Satuan:

    TAHUN Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des Jumlah

    2003 394 487 434 467 210 12 103 152 109 281 237 402 3288

    2004 426 416 242 366 129 60 65 58 165 272 277 533 3009

    2005 507 441 751 308 234 90 223 308 223 320 283 127 3815

    2006 474 576 92 314 203 94 138 15 17 39 207 441 2610

    2007 401 375 162 543 151 100 89 69 184 192 366 426 3058

    2008 418 180 279 428 124 142 16 83 141 336 178 391 2716

    2009 310 195 199 334 192 87 89 86 107 210 148 457 2414

    2010 429 469 398 373 333 127 132 130 190 245 335 153 3314

    2011 216 219 216 351 338 153 44 44 57 188 454 305 2585

    2012 220 402 163 189 180 104 43 43 97 367 319 705 2832

    2013 550 260 334 355 505 2004

    Rata 434.5 402 327 403 260 96.9 94.2 98.8 129 245 280 394 3164.5

    Min 216 180 92 189 124 12 16 15 17 39 178 127 2004

    Max 550 576 751 543 505 153 223 308 223 367 454 705 3815

    Sumber: Satker Pentam PT.Bukit Asam (persero), Tbk

    2.5.2. Hidrogeologi

    Aliran pengisian akuifer berasal dari sebelah barat yang berasal dari Sungai

    Klawas yang mengalir kearah timur menuju Sungai Enim melewati Sungai Klawas di

    Tambang Air Laya Utara Extension serta dari sebelah selatan Tambang Air Laya yang

    terjadi karena adanya rekahan akibat intrusi magma, oleh karena itu arah aliran menuju

    kedua arah yaitu ke utara melalui Air Laya menuju Sungai Klawas dan kearah timur

  • melalui Sungai Klawas menuju Sungai Enim. Letak akuifer yang potensial pada lapisan

    interburden B2C dengan tipe confined pressure (akuifer terkekang).

    Permeabilitas pada daerah penelitian umumnya dipengaruhi oleh struktur sesar

    dan kekar serta gradasi butiran pada lapisan B2C atau tekanan gas untuk lapisan

    batubara. Harga permeabilitas pada Tambang Air Laya dan sekitarnya berkisar antara

    5,725 x 10-10 sampai 5,038 x 10-8 (lihat tabel II).

    Tabel II

    Permeabilitas Lapisan Batuan Pada Tambang Air Laya

    2.6. Cadangan dan Kualitas Batubara

    Total cadangan batubara di Air Laya adalah 249,360 juta ton. Kualitas batubara

    yang terdapat pada Tambang Air Laya pada umumnya adalah Sub-Bituminus (SRC)

    Lapisan Jenis Material permeabilitas (k)

    Overburden A1 Silty Claystone 2,588 x 10-9

    Claystone 5,038 x 10-8

    Siltstone 2,426 x 10-7

    Interburden A1-A2 Tuffaceous 5,472 x 10-9

    Interburden A2-B1 Silty Claystone 8,884 x 10-10

    Interburden B1-B2 Silty Claystone 5,725 x 10-10

    Interburden B2-C Clayey-Silty Sandst One 3,131 x 10-9

    Di bawah C Clay Siltstone 4,550 x 10-8

  • sampai Bituminus (LMC).Pada beberapa tempat terutama pada Pre-Bench kualitas

    batubaranya mencapai Antracite (ANC), hal ini karena pengaruh intrusi batuan beku yang

    muncul sampai permukaan.

    Jenis atau kualitas batubara yang diproduksi oleh PTBA-UPT dibedakan

    berdasarkan permintaan pasar (konsumen) yang akan menggunakan produk tersebut

    yaitu:

    1. Batubara Antracite (ANC), yaitu batubara yang mempunyai nilai TM 7500 Kcal/kg (adb). Jenis ini digunakan sebagai bahan bakar pada

    peleburan timah, besi, alumina, nikel (Aneka Tambang) dan sejenisnya.

    2. Batubara Lumut (LMC), yaitu batubara yang mempunyai nilai TM 23%

    (adb) dan CV > 6500 Kcal/kg (adb). Batubara jenis ini dipakai untuk blending

    (menaikkan kadar/kualitas) dan juga digunakan sebagai bahan bakar pabrik semen

    atau dieksport.

    3. Batubara Uap (Steam Coal/SRC), yaitu batubara yang mempunyai nilai TM 7%-

    28%(ar), VM 15%-40% (ar) dan CV 5000-6500 Kcal/kg (ar). Batubara jenis ini

    digunakan untuk bahan bakar PLTU, briket, pabrik kertas, industri kecil dan

    sejenisnya.

    4. Dry Coal, adalah batubara yang mempunyai kondisi fisik maupun kualitas berada

    diantara Batubara Lumut dan Antracite. Batubara Dry Coal digunakan khusus untuk

    bahan blending guna memperoleh kualitas (peringkat) batubara yang sesuai dengan

    permintaan pasar. Nilai VM antara 1622% sedangkan nilai TM dan CVnya sama

    dengan spesifikasi Antracite maupun Batubara Lumut.

  • 2.7. Sistem dan Metode Penambangan

    Penambangan yang dilakukan di wilayah PTBA Tanjung Enim yang terdiri dari

    Tambang Air Laya dan Non Air Laya hingga saat ini menggunakan sistem tambang

    terbuka (Open Pit-Strip Mine).

    Metode penambangan yang digunakan pada Tambang Air Laya adalah

    Continuous Mining (penambangan berkelanjutan) dengan alat gali dan muat (digging

    and loading) menggunakan Bucket Wheel Exavator (BWE) serta dibantu metode

    peledakan untuk membongar material yang keras (>5.500 MPa). Sebagai alat

    angkut/transportasi digunakan jaringan Belt Conveyor (Conveyors System).

    Untuk Tambang Non Air Laya, Pre-Bench dan Tambang Air Laya Utara Extension

    menggunakan metode penambangan Konvensional (Shovel and Truck). Sebagai alat

    gali dan muat digunakan Power Shovel (Back Hoe) yang dibantu Bulldozer Ripping

    (penggaruan). Selain itu juga digunakan metode peledakan untuk membongkar batubara

    maupun lapisan interburden yang memiliki kuat tekan diatas 5500 kPa. Metode

    peledakan yang digunakan adalah hole by hole untuk detonator nonel dan row by row

    untuk detonator listrik. Metode ini dipilih dengan tujuan untuk mengurangi efek getaran

    (vibrasi) terhadap lereng-lereng tambang terutama didaerah final slope dan untuk

    memperbaiki / memperkecil ukuran butir hasil pembongkaran.Sebagai alat angkut

    digunakan gabungan antara Dump Truck dan Conveyors System. Mekanisme dari

    seluruh rangkaian penambangan tersebut diperlihatkan dalam bagan alir penambangan

    batubara seperti yang terlihat pada (Gambar 4)

    Spesifikasi alat tambang utama, yaitu alat-alat berat yang digunakan pada

    Tambang Air Laya 1 adalah sebagai berikut:

  • 1. Untuk alat produksi tanah/batuan penutup (interburden) :

    a. Bolldozer Caterpillar D 8 R sebagai alat gali dan atau ripping (penggaruan).

    b. Exavator / Back Hoe Komatsu type/model PC. 2000 sebagai alat gali dan muat

    (loading).

    c. Dump Truck HD 773 E untuk alat angkut tanah/batuan menuju tempat

    penimbunan/pembuangan.

    2. Alat produksi batubara:

    a. Exavator/Back Hoe Komatsu type/model PC. 800 s/d PC200 sebagai alat gali dan

    muat (loading).

    3. Dump Truck Scania P420 untuk alat angkut batubara menuju stock pile.

    4. Alat Penunjang Tambang:

    Alat penunjang tambang terutama dalam pembuatan dan perawatan jalan

    produksi akan digunakan Motor Grader Komatsu type / model GD 705A atau

    Catterpillar type/model 135 H.

  • AIR LAYA PIT

    CONVEYOR DUMPING

    CONVEYOR

    DISTRIBUTION

    POINT

    SPREADER 701

    SPREADER 702

    OUT SIDE DUMP

    CO

    NV

    EY

    OR

    EX

    CA

    VA

    TIN

    GCC-10 COAL CONVEYOR

    TO MINE MOUTH POWER PLANT

    COAL CONVEYOR

    CC

    -1

    1

    CC-12

    TLS II

    ST

    OC

    K P

    ILE

    I

    STOCK PILE II

    STOCK PILE BANKOTLS III

    RAIL WAY

    CO

    AL

    CO

    NV

    EY

    OR

    ST

    OC

    K P

    ILE

    MT

    B

    BENCH I

    BENCH II

    BENCH III

    BENCH IV

    BENCH V

    BANKO PIT

    PIT GROUP :MTBU - P1MTBU - P2BUKIT KENDI

    TLS I

    COAL_HAND/2-1420/MATTS

    NON BWE TAL

    Spesifikasi alat-alat berat tersebut sangat diperlukan dalam perancangan

    kemantapan lereng karena dimensi alat-alat produksi akan mempengaruhi dimensi lantai

    kerja dan jenjang yang akan dibuat.

    Sumber: Satker Pentam PT.Bukit Asam (persero), Tbk

    Gambar 4

    Bagan Alir Penambangan Batubara PT. Tambang Batubara Bukit Asamtanjung

    Enim

  • BAB III

    DASAR TEORI

    Bahan peledak adalah bahan atau zat yang berbentuk padat cair, gas atau

    campuranya yang apabila dikenai suatu aksi berupa panas, benturan atau gesekan akan

    berubah secara kimiawi menjadi zat-zat lainnya yang sebagian besar atau seluruhnya

    berbentuk gas, dan perubahan tersebut berlangsung dalam waktu yang sangat singkat,

    disertai efek panas dan tekanan yang sangat tinggi (KEPPERS RI NO. 5 tahun 1988).

    Menurut (Manon, 1976) membedakan bahan peledak industri menjadi dua

    kelompok yaitu:

    1. Bahan peledak kuat ( High Explosives), mempunyai kecepatatan detonasi

    1600-7500 m/detik, sifat reaksinya detonasi (propagasi gelombang kejut) dan

    menghasilkan efek menghancurkan (Shattering Effect)

    2. Bahan peledak lemah (Low Explosives), kecepatan reaksinya kurang dari

    1600 m/detik, sifat reaksinya deflagarasi (reaksi kimia yang sangat cepat, dan

    menimbulkan efek pengangkatan (Heaving Effect))

    Peledakan pada pertambangan adalah suatu cara untuk menghancurkan dan

    melepaskan batuan dari batuan induknya dengan tingkat fragmentasi tertentu. Maka

    dalam penambangan batubara untuk membuka material penghalang sebagai penutup

    batubara adalah dengan mengunakan bahan peledak untuk sebagai pemberaianya

    dalam kegiatan ini dikenal dengan istilah metode pemboran dan peledakan.

  • Metode pemboran dan peledakan bertujuan untuk membongkar batuan dari

    keadaan aslinya kedalam ukuranukuran tertentu, guna memenuhi target produksi dan

    memperlancar proses pemuatan dan pengangkutan.

    Suatu operasi peledakan dinyatakan berhasil dengan baik pada kegiatan

    penambangan apabila:

    1. Target produksi terpenuhi (dinyatakan dalam ton/hari atau ton/bulan).

    2. Penggunaan bahan peledak efisien yang dinyatakan dalam jumlah batuan yang

    berhasil dibongkar per kilogram bahan peledak (disebut powder factor).

    3. Diperoleh fragmentasi batuan berukuran merata dengan sedikit bongkah (kurang dari

    15 % dari jumlah batuan yang terbongkar per peledakan).

    4. Diperoleh dinding batuan yang stabil dan rata (tidak ada over break, over hang,

    retakan-retakan).

    5. Aman.

    6. Dampak terhadap lingkungan (flyrock, getaran, kebisingan, gas beracun, debu)

    minimal.

    Untuk memenuhi kriteria-kriteria diatas, diperlukan kontrol dan pengawasan terhadap

    teknis pemboran dan peledakan guna mempersiapkan lubang ledak dalam suatu operasi

    peledakan. Maka dari itu didasar teori ini akan memberikan gambaran umum tentang

    teori-teori yang mendasari perencanaan masalah pemboran dan peledakan.

    3.1. Pemboran

    Pemboran adalah pembuatan lubang yang berukuran tertentu pada bahan padat

    dengan mengunakan peralatan yang sesuai untuk suatu tujuan yang telah ditentukan.

  • Tujuan pemboran adalah membuat lubang dengan mengunakan alat bor dengan

    tujuan tertentu kegunaanya antara lain:

    1. Untuk kegiatan sipil

    2. Untuk kegiatan penelitian / eksplorasi

    3. Untuk kegiatan air tanah

    4. Untuk kegiatan minyak dan gas bumi

    5. Untuk kegiatan pemboran peledakan

    Tujuan pemboran adalah sebagai kegiatan peledakan ditunjukan sebagai

    pemecah interburden atau lapisan batuan antara batubara atas dengan batubara bagian

    bawah. Sebelum melalukan pengeboran untuk kegiatan peledakan maka kita

    memperhatikan geometri pengeboran terlebih dahulu yaitu:

    3.2.9. Pola Pengeboran

    Pola pengeboran adalah suatu susunan letak lubang ledak dimana pengaturan

    disesuaikan dengan ukuran burden dan spacing dari geometri peledakan yang sudah

    direncanakan. Adapun pola pemboran yang paling umum yang bisa diterapkan pada

    tambang terbuka yaitu:

    1. Pola bujur sangkar (square patterm), yaitu jarak burden dan spasi sama.

    Sumber : search google.com

    Gambar 5

  • Pola Bujur Sangkar

    2. Pola persegi panjang (rectangular patterm), yaitu jarak spasi dalam satu baris lebih

    besar dibandingkan dengan burden

    Sumber : search google.com

    Gambar 6

    Pola Persegi Panjang

    3. Pola zig-zag (staggered patterm), yaitu antar lubang bor dibuat zigzag yang berasal

    dari pola bujur sangkar maupun pola persegi panjang.

    Sumber : search google.com

    Gambar 7

    Pola Zigzag Bujur Sangkar

  • Sumber : search google.com

    Gambar 8

    Pola Zigzag Persegi Panjang

    Menurut hasil penelitian dilapangan pada jenis batuan kompak, menunjukan

    bahwa hasil produktivitas dan fragmentasi peledakan dengan menggunakan pola

    pemboran selang-seling lebih baik dari pada pola pemboran sejajar, hal ini disebabkan

    energi yang dihasilkan pada pemboran selang-seling lebih optimal dalam

    mendistribusikan energi peledakan yang bekerja dalam batuan.

    3.2.10. Arah Pengeboran (Drill Direction)

    Arah pemboran untuk lubang ledak yang paling umum dipakai dalam penabangan

    terbuka adalah pemboran vertikal dan pemboran miring. Tetapi biasanya perusahaan

    tambang yang mengunakan alat bor jenis putar-tumbuk menerapakan sistem pemboran

    miring, akan tetapi pada perusahaan tambang terbuka yang mempunyai daerah operasi

    yang besar cenderung mengunakan sistem pemboran tegak.

    Untuk menentukan arah pemboran, diperlukan perhatian keuntungan dan

    kerugian dari masing-masing arah pemboran, adapun keuntungan dan kerugian untuk

    arah lubang tembak miring yaitu:

    1. Keuntungan dari sistem pemboran miring adalah:

    a. Fragmentasi hasil peledakan lebih baik dan seragam

  • b. Tinggi jenjang dan lantai jenjang yang dihasilkan relatif lebih rata

    c. Mengurangi pecah berlebihan pada baris lubang tembak bagian belakang (back

    break)

    d. Memperkecil bahaya longsoran pada jenjang, sehingga keamanan untuk para

    pekerja dan alat lebih aman

    e. Bidang bebas yang terbentuk menjadi lebih besar

    f. Powder faktor lebih rendah, ketika gelombang kejut yang dipantulkan untuk

    menghacurkan batuan pada lantai jenjang lebih efisien

    g. Produksi wheel loder tinggi karena tampilkan hasil peledakan (muckpile) lebih

    rendah dan seragam

    h. Subdrilling lebih pendek, sehingga pengunaan energi peledakan lebih efisien

    dan getaran yang dihasilkan lebih kecil

    2. Kerugian dari sistem pemboran miring adalah:

    a. Kesulitan dalam menentukan sudut kemiringan yang sama antar lubang tembak

    sangat dibutuhkan lebih banyak ketelitian dalam pembuatan lubang bor.

    b. Panjang lubang ledak dan waktu yang dibutuhkan untuk pemboran lebih

    panjang.

    c. Mengalami kesulitan dalam pengisian handak

    d. Dalam pemboran lubang ledak dalam, sudut deviasi yang dibentuk akan

    semakin besar.

    Keuntungan dan kerugian untuk sistem pemboran tegak adalah:

    1. Keuntungan lubang ledak tegak adalah:

    a. Pemboran dapat dilakukan lebih mudah dan lebih akurat

  • b. Untuk tinggi jenjang sama lubang ledak akan lebih pendek jika dibanding

    dengan lubang ledak miring

    2. Kerugian lubang ledak tegak adalah:

    a. Kemungkinan timbulya tonjolan pada lantai jenjang (remnant toe) besar.

    b. Kemungkinan timbulnya retakan kebelakang jenjang (back break) dan getaran

    ganah lebih besar.

    c. Lebih banyak menghasilkan bongkahan pada daerah disekitar stemming.

    Sumber: search google.com

    Gambar 9

    Arah Pengeboran

    3.2.11. Diameter Lubang Bor

    Pemilihan diameter lubang ledak dipengaruhi oleh besarnya laju produksi

    yang direncanakan. Pemilihan ukuran lobang bor secara tepat adalah penting untuk

    memperoleh hasil fragmentasi secara maksimal dengan biaya rendah. Diameter lubang

    tembak berpengaruh pada penentuan jarak burden dan jumlah bahan peledak yang

  • digunakan pada setiap lubang tembak. Faktor-faktor yang mempengaruhi penentuan

    diameter lubang tembak antara lain:

    1. Volume massa batuan yang akan di bongkar

    2. Tinggi jenjang dan konfigurasi isian

    3. Tingkat fragmentasi yang diinginkan

    4. Mesin bor yang tersedia (hubunganya dengan biaya pemboran)

    5. Kapasitas alat muat yang akan menangani material hasil peledakan.

    Diameter lubang tembak berpengaruh terhadap panjang stemming. Untuk

    menghindari getaran tanah dan batuan terbang (flyingrock) maka lubang tembak yang

    berdiameter besar harus mempunyai stemming yang panjang. Sedangkan lubang tembak

    yang berdiameter kecil maka stemming yang digunakan menjadi lebih pendek agar tidak

    terjadi bongkahan pada hasil peledakan. Jika stemming terlalu panjang maka energi

    ledakan tidak mampu menghancurkan batuan daerah disekitar stemming tersebut.

    Diameter lubang tembak juga dibatasi oleh tinggi jenjang. Untuk tinggi jenjang

    tentu terdapat batas minimum diameter lubang tembak tentu pula, apabila batas

    minimum ini tidak tercapai maka akan terjadi penyimpangan yang berlebihan yang

    bersifat merusak, yaitu pemecahan yang tidak merata disepanjang lantai jenjang serta

    akan menyebabkan getaran tanah.

    3.2.12. Produktifitas Pemboran

    Kemampuan produksi (produktifitas) alat bor sangat mempengaruhi besar

    kecilnya lapisan tanah penutup yang akan dibongkar dalam satu tambang. Untuk

    mengetahui produktifitas alat bor ini harus dilakukan pengamatan langsung di lapangan.

  • Dalam menghitung kemampuan produksi alat bor tersebut maka harus dihitung

    kecepatan pemboran, efisiensi kerja alat pemboran, volume setara, adalah sebagai

    berikut :

    1. Kecepatan pemboran

    Kecepatan pemboran merupakan kecepatan rata-rata pemboran termasuk semua

    hambatan yang terjadi selama dilakukan pemboran. Dalam menentukan kecepatan

    pemboran harus diketahui waktu edar pemboran. Waktu edar pemboran adalah waktu

    yang dibutuhkan untuk membuat lubang bor dari permukaan sampai kedalaman tertentu.

    Waktu edar pemboran dapat dihitung dengan cara menjumlahkan setiap bagian

    waktu dari gerakan-gerakan yang dilakukan oleh mesin bor, yaitu:

    Dimana:

    = waktu edar pemboran (menit)

    Pt = waktu mengambil posisi (menit)

    Bt = waktu membor dari permukaan sampai kedalaman tertentu (menit)

    Lt = waktu untuk mengangkat, menembah, dan melepas batang bor

    Ht = waktu untuk mengatasi hambatan

    Kecepatan pemboran untuk berbagai kedalaman lubang tembak dapat dihitung

    dengan persamaan berikut:

    Vt =

    Vt = kecepatan pemborannya pada kedalaman tertentu (meter/detik)

    H = kedalaman lubang bor (meter)

    Ct = waktu edar pemboran (detik)

  • Proses pembuatan lubang ledak menemui hambatan-hambatan antara lain:

    a. Hambatan yang tak terduga seperti terjepitnya batang bor, kerusakan pada

    sambungan selang udara.

    b. Hambatan yang dihindari seperti lokasi pemboran yang belum dipersiapkan serta

    pengisian pelumas dan solar pada mesin bor atau kompesor dengan waktu yang

    tidak teratur.

    Cepat atau lambatnya laju pemboran sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor

    yaitu:

    a. Faktor yang berhubungan dengan alat bor dengan pemberian tekanan udara

    dari kompresor, yaitu:

    1. Tekanan udara yang diberikan

    2. Konsumsi udara yang diberikan

    3. Berat alat bor, dimana alat bor yang mempunyai kontruksi lebih berat akan

    memberikan kecepatan pemboran yang lebih besar jika dibandingkan

    dengan alat bor yang mempunyai kontruksi ringan

    4. Berkurangnya efisiensi alat bor, misalnya karena umur alat sudah tua atau

    berkurangnya ketajaman mata bor (bit)

    b. Faktor yang berhubungan dengan lubang ledak, yaitu:

    1. Kemiringan lubang ledak

    2. Ukuran diameter lubang ledak

    3. Kedalaman lubang ledak

    c. Faktor yang berhubungan dengan struktur batuan, yaitu:

    1. Adanya rekahan pada batuan

  • 2. Kemiringan dari struktur batuan

    3. Kemampuan batuan untuk menggerus mata bor akibat adanya suatu kecepatan

    penembusan sehingga mata bor semakin tumpul

    4. Mudah tidaknya batuan untuk ditembus alat bor

    d. Faktor yang berhubungan dengan operasi kerja, yaitu ;

    1. Ketinggian lokasi kerja

    2. Keterampilan operator dalam mengoperasikan alat bor

    3. Penempatan alat bor

    2. Volume setara

    Kemampuan alat bor yang dipakai dalam membuat lubang tembak dapat

    diperkirakan dengan mengunakan volume setara. Volume setara merupakan suatu angka

    yang menyatakan tiap meter atau feet kedalam lubang bor akan setara dengan jumlah

    volume atau berat satuan tertentu yang akan diledakkan volume setara ini dapat

    dinyatakan dalam bcm/m, cuft/ft atau ton/m, ton/ft. Volume setara dapat dinyatakan

    dalam persamaan berikut:

    Diamana:

  • Untuk menghitung besarnya volume setara lebih dahulu harus diketahui

    volume batuan yang terbongkar dengan persamaan:

    Diamana :

    Maka persamaan volume setara akan didapat

    3. Efisiensi pemboran

    Merupakan perbandingan antara kedalam lubang ledak yang dapat dicapai

    secara nyata dalam waktu kerja yang tersedia terhadap kedalaman lubang ledak

    yang seharusnya dapat diperoleh dalam waktu kerja yang dinyatakan dalam persen,

    untuk menghitung efisiensi pemboran dapat mengunakan rumus:

    Dimana ;

    4. Kemampuan produksi alat bor

    Kemampuan produksi alat bor dapat ditentukan mengunakan parameter-

    parameter efisiensi kerja alat bor, kecepatan pemboran dan volume setara dari alat bor

  • tersebut, kemampuan produksi alat bor dan dihitung dengan mengunakan persamaan

    sebagai berikut:

    Diamana:

    3.3. Peledakan

    3.3.1. Rancangan peledakan

    merancang peledakan disini adalah mencakup seluruh prosedur perhitungan dan

    gambar dalam penentuan yaitu :

    1. Geometri peledakan

    2. Pola pemboran dan peledakan

    3. Kebutuhan bahan peledak

    4. Produksi peledakan

    5. Penenganan pasca produksi

    3.3.2. Geometri Peledakan

  • Geometri peledakan sangat berpengaruh dalam mengontrol hasil peledakan,

    karena jika geometri peledakannya baik akan menghasilkan fragmentasi batuan yang

    sesuai dengan kebutuhan produktifitas.

    Dalam operasi peledakan ada tujuh standar dasar geometri peledakan yaitu:

    burden, spacing, stemming, subdrilling, kedalaman lubang ledak, panjang kolam isian

    dan tinggi jenjang. Untuk menentukan geometri peledakan dengan metode yang

    dikemukakan RL.Ash dan C.J. Konya

    a. Lubang Ledak Vertikal b. Lubang Ledak

    Miring

    Sumber : Satker Pentam PT. Bukit Asam (Persero), Tbk

    Gambar 10

    Geometri Peledakan

    PUNCAK

    JENJAN

    G

    (TOP BEN

    CH)

    SB

    H

    LANTAI J

    ENJANG

    (FLOOR B

    ENCH)

    CREST

    T O E

    KOLO

    M L

    UBANG

    LEDAK (

    L )

    PC

    T

    BIDANG

    BEBAS

    (FREE

    FACE )

    J

  • 42

    Keterangan gambar:

    B = Burden

    S =Spacing

    T =Stimming

    J = Subdrilling

    H = Kedakaman Lubang Ledak (Hole Depth)

    PC = Panjang Kolam Isian (Charge Length)

    L =Tinggi Jenjang (BenchcHeight)

  • 97

    Geometri peledakan menurut R. L. Ash 1. Burden (B)

    Burden dapat didefinisikan sebagai jarak dari lubang bor terhadap

    bidang bebas (free face) yang terdekat pada saat terjadi peledakan. Peledakan

    dengan jumlah baris (row) yang banyak, true burden tergantung penggunaan

    bentuk pola peledakan yang digunakan delay detonator dari tiap-tiap baris delay

    yang berdekatan akan menghasilkan free face yang baru. Burden juga

    berpengaruh pada fragmentasi dan efek peledakan Burden merupakan variabel

    yang sangat penting dan kritis dalam mendesain peledakan. Dengan jenis bahan

    peledak yang dipakai dan jenis batuan yang dihadapi, terdapat jarak maksimum

    burden agar hasil ledakan menjadi baik. Jarak burden sangat erat hubungannya

    dengan besar kecilnya lubang bor yang digunakan.

    Burden adalah dimensi yang pertama kali ditentukan. Untuk

    menentukan barden, R.L. ASH.(1967) berdasarkan pada acuan yang dibuat

    secara empiric yaitu adanya batuan standart dan bahan peledak standart.

    Batuan standart memiliki bobot isi 160 lb/cuft bahan peledak standart memiliki

    berat jenis 1,2 dan kecepatan detonasi 12000fps. Apabila batuaan yang akan

    diledakan sama dengan batuan standart dan bahan peledak yang dipakai ialah

    bahan peledak standart maka digunakan burden ratio (kb) standart yaitu 30.

    Tetapi apabila batuan yang akan diledakan tidak sama dengan batuan standar

    dan bahan peledak dipakai bukan pula bahan peledak standar maka harga Kb-

    sandar itu harus dikoreksi mengunakan faktor penyesuaian (adjustment faktor).

    Jika :

  • 98

    (inch)

    (ft)

    atau

    Bobot isi batuan standart

    Bahan peledak : = 1,20: =

    = 30

    Faktor penyesuaian (adjustment factor)

    Batuan yang akan diledakan (

    Bahan peledak yang akan dipakai (

    Maka :

    Kb terkoreksi =

    Dengan

    D= bobot isi batuan yang akan diledakkan

    SG = BJ handak yang akan dipakai

    Ve=VOD handak yang dipakai

    Jadi :B

    meter

    2. Spacing

    Spacing adalah jarak antara lubang tembak dalam satu baris (row). Spacing

    merupakan fungsi dari pada burden dan dihitung setelah burden ditetapkan

    terlebih dahulu. Spacing yang lebih kecil dari ketentuan akan menyebabkan

    ukuran batuan hasil peledakan terlalu hancur. Tetapi jika spacing lebih besar dari

  • 99

    ketentuan akan menyebabkan banyak terjadi bongkah (boulder) dan tonjolan

    (stump) diantara dua lubang ledak setelah peledakan.

    Ukuran spacing dipengaruhi oleh :

    a. Cara peledakan yang digunakan adalah serentak atau berurutan

    b. Fragmentasi yang diinginkan

    c. Delay interval

    Prinsip dasar cara urutan peledakannya, pedoman penentuan spacing

    adalah sebagai berikut:

    a. Peledakan serentak , S = 2B

    b. Peledakan berurutan dengan delay interval lama (secon delay), S=B

    c. Peledakan dengan milisecon delay, S antara 1 B hingga 2B

    d. Peledakan terdapat kekar yang tidak saling tegak lurus, S = 1,2B-1,8B

    e. Apabila peledakan menggunakan pola equilateral dan berurutan tiap lubang

    ledak dalam baris yang sama, S = 1,15 B

    Ks = S/B

    Ks = spacing ratio (1,00-2,00)

    3. Stemming

    Stemming adalah panjang isian lubang ledak yang tidak diisi dengan

    bahan peledak tapi diisi dengan material seperti tanah liat atau material hasil

    pemboran (cutting), dimana stemming berfungsi untuk mengurung gas yang

    timbul sehingga air blast dan flyrock dapat terkontrol. Untuk bahan stemming

    batuan hasil dari crushing jauh lebih baik dari pada cutting rock (material bekas

  • 100

    pemboran). Namun dalam hal ini panjang stemming juga dapat mempengaruhi

    fragmentasi batuan hasil peledakan. Dimana stemming yang terlalu panjang

    dapat mengakibatkan terbentuknya bongkah apabila energi ledakan tidak

    mampu untuk menghancurkan batuan di sekitar stemming tersebut, dan

    stemming yang terlalu pendek bisa mengakibatkan terjadinya batuan terbang

    dan pecahnya batuan menjadi lebih kecil. Panjang pendeknya stemming juga

    akan mempengaruhi hasil dari peledakan, jika stemming terlalu panjang, maka:

    a. ground vibration high (getar tinggi)

    b. Lemparan kurang

    c. Fragmentasi area jelek

    d. Suara kurang

    Jika stemming terlalu pendek:

    a. Fragmentasi diarea bawah jelek

    b. Terdapat toe di floor (tonjolan di floor)

    c. Terjadi flying rock (batu terbang)

    d. Suara keras (noise) or (airblast)

    Kt = T/B

    Kt = Stemming ratio (0,75-1,00)

    T = Kt.B (meter).

    4. Tinggi Jenjang

    Bench High Tinggi (Tinggi Jenjang) berhubungan erat dengan parameter

    geometri peledakan dan ditentukan terlebih dahulu atau terkadang ditentukan

    kemudian setelah parameter atau aspek-aspek lainnya diketahui. Tinggi jenjang

  • 101

    maksimum biasanya dipengaruhi oleh kemampuan alat bor dan ukuran mangkok

    serta tinggi jangkauan alat muat.

    Umumnya peledakan pada tambang terbuka dengan diameter lubang

    besar, tinggi jenjang berkisar antara 10 -15 m. pertimbangan lain yang harus

    diperhatikan adalah kestabilan jenjang-janjang sampai runtuh, baik karena daya

    dukungnya lemah atau akibat getaran peledakan. Dapat disimpulkan bahwa

    dengan jenjang yang pendek memerlukan diameter lubang bor yang kecil,

    sementara untuk diameter lubang bor yang besar dapat diterapkan pada jenjang

    yang lebih tinggi.

    5. Subdrilling

    Subdrilling adalah tambahan kedalaman dari pada lubang bor dibawah

    rencana lantai jenjang. Subdrilling perlu untuk menghindari problem tonjolan

    pada lantai (toe), karena dibagian ini adalah tempat yang paling sukar

    diledakkan. Dengan demikian, gelombang ledak yang ditimbulkan pada lantai

    dasar jenjang yang akan bekerja secara maksimum.

    Kj =J/B

    Kj = Subdriling Ratio (0,2-0,3)

    J =Kj.B (meter)

    6. Kedalaman Lubang Ledak

    Blast Hole Depth (Kedalaman Lubang Ledak) Kedalaman lubang ledak

    sangat berhubungan erat dengan ketinggian jenjang, burden dan arah

    pemboran. Kedalaman lubang ledak merupakan penjumlahan dari besarnya

    stemming dan panjang kolom isian bahan peledak. lubang ledak biasanya

  • 102

    disesuaikan dengan tingkat produksi (kapasitas alat muat) dan pertimbangan

    geoteknik.

    Kh = H/B

    Kh = Hole depth ratio (1,5-4,0)

    H = Kh. B (meter)

    A = luas daerah yang diledakan

    L = Tinggi Jenjang

    dr = Bobot Isi Batuan

    7. Distribusi bahan peledak

    Distribusi bahan peledak dalam lubang ledak merupakan faktor penting

    dalam keberhasilan suatu peledakan. Hal ini mengingat supaya dapat mungkin

    seluruh energi bahan peledak pada saat dilakukan peledakan biasa dimanfaatkan

    secara maksimal untuk sejumlah masa batuan yang akan diledakan.

    a. Tinggi kolam isian bahan peledak Power Charging (PC)

    Tinggi kolam isian bahan peledak merupakan selisih antara kedalaman

    lubang ledak dengan stemming. Persamaanya dapat ditulis sebagai berikut:

    PC = Tinggi kolam isian bahan peledak (m)

    H = Kedalaman lubang ledak (m)

    T = Stemming (m)

    b. Loading density (de)

  • 103

    Loading density ialah jumlah isian handak permeter panjang kolam

    isian.

    de = 71,63 /SG

    de = 0,508

    de = loading denstiy (kg/m)

    De = Diameter lubang ledak (inchi)

    SG = Berat jenis bahan peledak (0,85 gr/cc)

    c. Berat bahan peledak dalam lubang ledak (E)

    Berat bahan peledak dalam satu kolam isian bahan peledak

    merupakan fungsi dari diameter bahan peledak, density bahan peledak dan

    panjang kolam isian bahan peledak. Berat bahan peledak tersebut (loading

    factor) setiap satu lubang ledak dapat dihitung dengan formula berikut ini:

    E = PC

    Dimana:

    E = berat bahan peledak setiap lubang ledak (Kg)

    PC = panjang kolam isian bahan peledak (m)

    De = loading density (Kg/m)

    Loading density adalah berat bahan peledak setiap meter kolam isian.

    Nilai dari loading density ini dapat dicari mengunakan persamaan berikut:

    Dimana :

    De = diameter lubang ledak (inch)

    SG = Specific gravity bahan peledak (Kg/m)

  • 104

    1,48 = konversi lbs/ft menjadi kg/m

    d. Powder Factor (PF)

    Powder Factor (PF) atau dalam istilah lan disebut dengan spesific

    charge adalah suatu bilangan yang menunjukan bahan peledak yang

    digunakan untuk membongkar sejumlah volume batuan. Powder Factor (PF)

    ini merupakan salah satu petunjuk untuk memperkirakan baik atau tidaknya

    suatu operasi peledakan. Hal ini disebabkan harga Powder Factor (PF) ini

    dapat diketahui tingkat efisiensi bahan peledak untuk membongkar sejumlah

    batuan. Penentuan nilai Powder Faktor dapat diketahui dengan persamaan

    berikut:

    Dimana

    PF = Powder Factor (kg/ )

    V = Volume Material yang diledakan (

    E = Berat bahan peledak setiap lubang ledak (Kg)

    N = Jumlah lubang ledak

    Volume material yang dilakukan, dapat diketahui dengan mengunakan

    rumus berikut :

    W = A L

    Dimana :

    A = luas daerah yang diledakan (

    L = Tinggi jenjang (m)

    3.3.3. Arah dan Pola Peledakan

  • 105

    Pola peledakan merupakan urutan waktu peledakan antar lubanglubang

    ledak dalam satu baris dengan lubang ledak pada baris berikutnya ataupun antar

    lubang ledak satu dengan yang lainnya. Pola peledakan ditentukan berdasarkan

    urutan waktu peledakan serta arah runtuhan material yang diharapkan.

    Berdasarkan arah runtuhan batuan (Gambar dibawah ini), pola peledakan

    diklasifikasikan sebagai berikut:

    1. Box Cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya ke depan dan

    membentuk kotak

    Sumber : search google.com

    Gambar 11

    Pola Runtuhan Batuan Box Cut

    2. V cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya kedepan dan

    membentuk huruf V

    Sumber : search google.com

  • 106

    Gambar 12

    Pola Runtuhan Batuan V Cut

    3. Corner cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuanya kesalahan satu

    sudut dari bidang bebasnya.

    Sumber : search google.com

    Gambar 13

    Pola Runtuhan Batuan Corner Cut

    Berdasarkan urutan waktu peledakan, pola peledakan diklasifikasikan

    sebagai berikut :

    1. Pola peledakan serentak, adalah suatu pola peledakan yang terjadi secara

    serentak untuk semua lubang tembak

    2. Poal peledakan berurutan, adalah sutau pola yang menerapkan peledakan

    dengan waktu dengan waktu tunda antara baris satu dengan baris lainnya

  • 107

    3.3.4. Waktu tunda

    Waktu tunda merupakan penundaan waktu peledakan untuk peledakan

    antara baris yang dapat dengan baris yang belakangnya dengan mengunakan delay

    detonator keuntungan melakukan waktu tunda ialah :

    1. Fragmentasi batuan hasil peledakan akan lebih seragam dan baik

    2. Mengurangi timbulnya getaran tanah dan flyrock

    3. Mengurangi jumlah muatan yang meledak secara bersamaan

    4. Menyediakan bidang bebas baru untuk peledakan berikutnya

    5. Arah lemparan dapat diataur

    6. Mengurangi airblast

    7. Batuan hasil peledakan (muckpile) tidak menumpuk terlalu tinggi

    Untuk penyalaan dengan waku tunda adalah untuk mengurangi jumlah

    muatan yang meledak dalam waktu bersamaan, dan memberikan tenganggan waktu

    pada material yang dekat dengan bidang bebas untuk dapat meledak secara

    sempurna serta untuk menyediakan ruang atau bidang bebas baru bagi baris lubang

    tembak berikutnya.

    3.3.5. Sifat Bahan Peledak

    Hasil dari peledakan dipengaruhi juga oleh sifat bahan peledak yang

    digunakan sifat terdiri dari sifat-sifat dan sifat detonasi.

  • 108

    1. Sifat-sifat fisik

    a. Bobot isi

    Bobot isi berhubungan erat dengan massa bahan peledak yang

    menempati ruang dalam lubang tembak. Energi yang disuplai oleh bahan

    peledak merupakan fungsi dari jumlah massanya, semakin tinggi bobot isi

    semakin besar energi peledaknya. Batuan masih sebaiknya menggunakan

    bahan peledak dengan bobot isi dan kecepatan detonasi tinggi, sedangkan

    untuk batuan yang banyak kekarnya berlaku sebaiknya, bobot isi dari berbagi

    bahan peledak dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

    Tabel III

    Sifat Bahan Fisik Peledak

    Bahan Peledak Bobat isi

    ANFO lepas 0,75 0,85

    ANFO pneumatic 0,80 1.10

    ANFO BI rendah 0,20 -- 0,75

    Emulsi 1,1 1,3

    Campuran Emulusi 1,0 1,35

    Watergels & Slurriens 1,0 1,3

    a. Sensitivitas

    Sensitivitas adalah ukuran kemudahan bahan peledak untuk

    diinisiasi atau energi minimum yang dibutuhkan untuk meledakan suatu

    bahan peledak dan sering dinyatakan dalam Cap sensitivitiy. Sensitivitas

    suatu bahan peledak tergantung dari komposisi bahan peledak, diameter

    bahan peledak dan temperatur.

    b. Ketahanan terhadap air

  • 109

    Ketahanan terhadap air merupakan parameter kemempuan suatu

    bahan peledak berada dalam air dengan tidak merusak atau mengubah

    dan mengurangi kepekaanya. Bahan peledak jenis watergel dan

    emulusion mempunyai ketahana air yang sangat baik.

    c. Karakteristik gas peledakan

    Detonasi bahan peledak komersial diharapkan menghasilkan uap

    air dan nitrogen ( Namun kadang

    kadang muncul gas tambahan yang tidak diharapkan, yaitu gas-gas

    beracun seperti karbon monoksida (CO) akibat nerasa oksigen negatif,

    dan nitrogen dioksida ( ) akibat neraca oksigen positif. Faktor-faktor

    yang dapat meningkatkan resiko terbentuknya gas-gas beracun tersebut

    antara lain priming, komposisi bahan peledak, dan waktu penyalaan yang

    tidak tepat, muncul air, kurangnya tekanan pengurungan, dan adanya

    reaksi dengan batuan (bijih sulfida atau karbonat).

    2. Sifat-sifat detonasi

    a. Kecepatan detonasi

    Kecepatan detonasi merupakan suatu ukuran kecepatan gelombang

    detonasi merambat sepanjang kolam bahan peledak, dinyatakan dalam m/s

    atau ft/s. Kecepatan detonasi merupakan komponen utama dari energi kejut

    dan bertangung jawab terhadap pemecahan batuan. Kecepatan detonasi

    bervariasi, tergantung dari diameter, bobot isi, ukuran partikel bahan peledak,

    dan tekanan pengurungan. Kecepatan detonasi dari berbagi produk bahan

    peledak ditunjukan pada (tabel IV).

  • 110

    Tabel IV

    Kecepatan Detonasi (VOD) Bahan Peledak (KONYA, 1990)

    Tipe Bobot isi

    Kecepatan detonasi berdasarkan diameter(De)

    dalam satuan (m/s)

    De = 1,25 De = 3 inch De = 9 inch

    Granular dinamit 0,8-1,4 2240-6080

    gelatin dianamit 1,0-1,6 3840-8000

    Cartridge slurry 1,1-1,3 4160-6080 4480-6080

    Bulk slurry 1,1-1,6 4480-6080 3840-6080

    Air emplaced ANFO 0,8-1,0 2240-3200 3840-9600 4480-4800

    Poured ANFO 0,85 1920-1140 3200-3520 4480-4800

    Packaged ANFO 1,1-1,2 3200-3840 4480-4800

    Heavy ANFO 1,1-1,4 3520-6080

    b. Tekanan Detonasi

    Gelombang kejut yang dihasilkan oleh kecepatan detonasi

    merupakan tegangan tekan. Tekanan tersebut merupakan tekanan detonasi

    yang merupakan fungsi dari bobot isi, kecepatan detonasi dan kecepatan

    partikel dari bahan peledak. Untuk bahan peledak terpadatkan, bandhari

    (1997) memberikan nilai partikel bahan peledak = dari kecepatan

    detonasinya. Sehingga tekanan detonasi dapat diperkirakan dengan

    persamaan berikut:

    Keterangan ;

    Pd = tekanan detonasi (Mpa)

    VOD = kecepatan detonasi (m/s)

    = bobot isi (ton/

  • 111

    c. Tekanan peledakan

    Bahan peledak yang beraksi akan menghasilkan gas-gas peledakan

    yang bersifat stabil. Gas-gas tersebut menimbulkan tekanan didalam lubang

    tembak yang terkurung. Tekanan ini tersebut dengan tekanan peledakan (pd)

    yang menurut BANDHARI (1997) besarnya sekitar 45% dari tekanan

    detonasi. Meskipun tekanan peledakan lebih kecil dari tekanan detonasi

    tetapi memberikan energy yang lebih besar dalam proses peledakan suatu

    material, karena periode gelombang tekanan peledakan lebih besar dari

    pada tekanan detonasi. Tekanan peledakan bertanggung jawab dalam

    memindahkan massa batuan yang telah pecah karena tekanan detonasi

    sebelumnya.

    d. Kekuatan

    Yaitu ukuran untuk mengukur energi yang terkandung dalam bahan

    peledak dan kerja yang dapat dilakukan oleh bahan peledak. Dua macam

    ukuran kekuatan yang dipakai untuk menilai bahan peledak komersial

    adalah:

    1. Weight strength, yaitu untuk membandingkan kekuatan bahan peledak

    dengan dasar berat yang sama.

    2. Bulk strength, yaitu membandingkan kekuatan bahan peledak atas dasar

    volume yang sama.

    3.3.6. Peralatan Peledakan

    Pada saat melakukan kegiatan peledakan, diperlukan peralatan dan

    perlengkapan peledakan. Peralatan peledakan adalah suatu komponen peledakan

  • 112

    yang bisa dipakai lebih dari satu kali peledakan. Macam peralatan peledakan ini

    antara lain:

    a. Blasting machine

    Merupakan alat ledak yang berfungsi sebagai penghasil arus listrik untuk

    meledakan detonator listrik

    .

    b. Blasting nohmeter

    Adalah alat berfungsi mengetes rangkaian peledakan