KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

254
KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA SUFISME PADA KUMPULAN PUISI SYAIR LAUTAN JILBAB KARYA EMHA AINUN NADJIB DAN PEMBELAJARANNYA DI SMP KELAS VIII SKRIPSI Disusun sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Oleh BOGI ARYANTO NIM 082110087 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOREJO 2013

Transcript of KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

Page 1: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA SUFISME PADA KUMPULAN PUISI SYAIR LAUTAN JILBAB KARYA

EMHA AINUN NADJIB DAN PEMBELAJARANNYA DI SMP KELAS VIII

SKRIPSI

Disusun sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

BOGI ARYANTO NIM 082110087

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOREJO

2013

Page 2: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …
Page 3: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …
Page 4: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …
Page 5: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

MOTO DAN PERSEMBAHAN

MOTO

 الصابرين مع الله إن ◌ والصلاة بالصبر استعينوا آمنوا الذين أيـها يا •

“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai

penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”. (QS.

Al Baqoroh ayat 153)

• Hari ini Anda adalah orang yang sama dengan Anda di lima tahun

mendatang, kecuali dua hal: orang-orang disekeliling Anda dan buku-

buku yang Anda baca(William J. Siegel).

PERSEMBAHAN

Dengan ucapan terimakasih yang setulus-tulusnya,

skripsi ini penulis persembahkan kepada:

• Ayahdan ibuku tercinta, yang telah

melimpahkan doa, kasih sayang dan telah

berkorban segalanya.

• Kakak dan adiku tersayang yang senantiasa

dengan tulus mendoakan dan menyemangatiku.

• Para sahabat dan teman seperjuanganku: (Yomi,

Aji, Wiwid, Adit, Agus, Dias, Elang, Bayu,

Rima, Tesa, Isniyah, Kimmi), yang selalu

memberikan semangat dan membantu dalam

penyelesaian skripsi ini.

Page 6: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

PRAKATA

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt. Atas limpahan

rahmat, hidayah, dan karunia-Nya, skripsi yang berjudul “Kajian Semiotik Riffaterre

dalam Konsep Cinta Sufisme pada Kumpulan Puisi Syair Lautan Jilbab Karya Emha

Ainun Nadjib dan Pembelajarannya di SMP kelas VIII” dapat penulis selesaikan. Skripsi

ini penulis susun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas

Muhammadiyah Purworejo.

Penulis menyadari di dalam menyusun skripsi ini banyak mengalami kesulitan

dan hambatan. Namun, berkat bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak akhirnya

skripsi ini dapat penulis selesaikan. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih

kapada:

1. Rektor Universitas Muhammadiyah Purworejo, yang telah memberikan kesempatan

kepada penulis untuk menuntut ilmu di kampus Universitas Muhammadiyah

Purworejo.

2. Dekan FKIP Universitas Muhammadiyah Purworejo yang telah memberikan izin dan

rekomendasi kepada penulis untuk mengadakan penelitian guna penyusunan skripsi.

3. Drs. H. Bagiya, M. Hum., Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia yang telah memberikan arahan dan motivasi sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

vi  

Page 7: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …
Page 8: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

ABSTRAK

Bogi Aryanto. “Kajian Semiotik Riffaterre dalam Konsep Cinta Sufisme pada Kumpulan Puisi Syair Lautan Jilbab Karya Emha Ainun Nadjib dan Pembelajarannya di SMP kelas VIII”. Skripsi. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Universitas Muhammadiyah Purworejo. 2013.

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menjelaskan kandungan makna dalam kumpulan puisi Syair Lautan Jilbab karya Emha Ainun Nadjib; (2) menjelaskan konsep cinta menurut sufisme dalam kumpulan puisi Syair Lautan Jilbab karya Emha Ainun Nadjib; (3) menjelaskan pembelajaran kumpulan puisi Syair Lautan Jilbab karya Emha Ainun Nadjib di SMP kelas VIII.

Populasi penelitian ini yaitu tiga puluh tiga puisi dalam kumpulan puisi Syair Lautan Jilbab. Sampel penelitiannya yaitu lima puisi yang kemudian akan dianalisis dengan pendekatan semiotik Riffaterre adalah (1) “Tersungkur”, (2) “Kapak Ibrahim Hamba”, (3) “Mata Air Kesejatian”, (4) “Cahaya Aurat”, (5) “Seorang Gadis, Seekor Anjing”. Sampel penelitian ini ditentukan dengan menggunakan teknik purposive sample. Puisi-puisi yang dijadikan sampel penelitian tersebut, dianggap mewakili populasi penelitian. Pengumpulan data dilakukan dengan metode membaca dan mencatat, riset kepustakaan, dan teknik deskripsi. Instrumen penelitian yang digunakan adalah penelitian itu sendiri. Analisis data menggunakan metode deskriptif kaulitatif.

Hasil penelitian menunjukkan kandungan makna dalam puisi Syair Lautan Jilbab adalah; (1) a) Ketidaklangsungan ekspresi puisi dalam kumpulan puisi Syair Lautan Jilbab karya Emha Ainun Nadjib yang ditunjukkan dengan adanya penggantian arti, penyimpangan arti, dan penciptaan arti. b) Pembacaan heuristik dan hermeneutik dalam kumpulan puisi Syair Lautan Jilbab karya Emha Ainun Nadjib membuktikan bahwa secara arti dan makna masing-masing puisi yang dianalisis memiliki konsep cinta sufisme. c) Matriks, model, dan varian-varian dalam kumpulan puisi Syair Lautan Jilbab karya Emha Ainun Nadjib menunjukkan adanya keterkaitan tema dari masing-masing bait disetiap puisinya. d) Hipogram dalam kumpulan puisi Syair Lautan Jilbab karya Emha Ainun Nadjib adalah puisi Tuhan Kita Begitu Dekat, Doa, Padamu Jua , dan Hanya Satu. (2) Konsep cinta menurut sufisme dalam kumpulan puisi Syair Lautan Jilbab karya Emha Ainun Nadjib adalah; a) Tuhan adalah cinta dan di seberang cinta, b) dunia diciptakan oleh cinta, c) cinta menopang dunia, d) cinta dan keindahan: sejati dan imitasi, e) kebutuhan dan keinginan, f) agama cinta, g) cinta dan akal, h) kebingungan dan kegilaan. (3) Kajian semiotik dan konsep cinta sufisme dalam puisi Syair Lautan Jilbab telah dianalisis dimanfaatkan sebagai bahan pembelajaran pada SMP khususnya kelas VIII dengan menggunakan metode PAIKEM (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan).

Kata kunci: syair lautan jilbab, kajian semiotik, pembelajaran puisi

viii  

Page 9: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................. ii HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... iii PERNYATAAN .................................................................................................... iv MOTTO DAN PERSEMBAHAN ........................................................................ v PRAKATA ............................................................................................................ vi ABSTRAK ............................................................................................................ viii DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xii BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1 B. Penegasan Istilah ....................................................................................... 9 C. Rumusan Masalah ..................................................................................... 11 D. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 12

b. Tujuan Sufisme ............................................................................. 21 ................................... 23

C.

g. Sumber Belajar .................................................................................... 77

E. Kegunaan Penelitian ................................................................................. 12 F. Sistematika Penulisan Skripsi ................................................................... 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KAJIAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka ...................................................................................... 15 B. Kajian Teori .............................................................................................. 16

1. Pengertian dan Tujus Sufisme ............................................................. 17 a. Arti Kata Sufi dan Sufisme ........................................................... 17

2. Konsep Cinta Menurut Sufisme .......................3. Sastra Sufi ........................................................................................... 29 4. Puisi ..................................................................................................... 35 5. Unsur Pembangun Puisi ...................................................................... 38

a. Struktur Fisik ................................................................................. 38 b. Struktur Batin ................................................................................ 45

6. Semiotik .............................................................................................. 46 a. Pengertian Semiotik ...................................................................... 46 b. Tanda (Petanda dan Penanda) ....................................................... 48 c. Teori dan Metode Semiotik Michael Riffaterre ............................ 50

Pembelajaran Sastra di SMP ..................................................................... 60 a. Pengertian Pembelajaran Sastra .......................................................... 60 b. Fungsi Pembelajaran Sastra ................................................................ 61 c. Tujuan Pembelajaran Sastra ................................................................ 65 d. Bahan Pembelajaran Sastra ................................................................. 65 e. Model Pembelajaran Sastra ................................................................. 67 f. Langkah-langkah Pembelajaran .......................................................... 75

ix

Page 10: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

x

BAB I

B.

F.

H.

J.

. Matriks, Model dan varian-varian dalam Puisi

ba”Karya Emha Ainun Nadjib.................... 126

h. Waktu .................................................................................................. 77 i. Evaluasi ............................................................................................... 78

II METODE PENELITIAN

A. Subjek Penelitian ....................................................................................... 83 Objek Penelitian ........................................................................................ 83

C. Fokus Penelitian ........................................................................................ 84 D. Sumber Data .............................................................................................. 84 E. Populasi Penelitian .................................................................................... 84

Sampel Penelitian ...................................................................................... 86 G. Instrumen Penelitian ................................................................................. 87

Teknik Pengumpulan Data ........................................................................ 87 I. Teknik Analisis Data ................................................................................. 88

TeknikPenyajian Data ............................................................................... 89 BAB IV PENYAJIAN DAN PEMBAHASAN DATA

A. Penyajian Data .......................................................................................... 90 B. Pembahasan Data ...................................................................................... 95

1. Puisi “Tersungkur” Karya Emha Ainun Nadjib .................................. 95 a. Ketidaklangsungan Ekspresi Puisi dalam Puisi “Tersungkur”

Karya Emha Ainun Nadjib ............................................................ 96 b. Pembacaan Heuristik dan Hermeneutik dalam Puisi

“Tersungkur”Karya Emha Ainun Nadjib ...................................... 98 c. Matriks, Model dan varian-varian dalam Puisi “Tersungkur”

Karya Emha Ainun Nadjib ............................................................ 106d. Hubungan Intertekstualitas Puisi“Tersungkur”Karya Emha

Ainun Nadjib ................................................................................. 107 e. Konsep Cinta menurut Sufisme dalam Puisi “Tersungkur”

Karya Emha Ainun Nadjib ............................................................ 1102. Puisi “Kapak Ibrahim Hamba” Karya Emha Ainun Nadjib................ 116

a. Ketidaklangsungan Ekspresi Puisi dalam Puisi “Kapak Ibrahim Hamba”Karya Emha Ainun Nadjib.................... 117

b. Pembacaan Heuristik dan Hermeneutik dalam Puisi “Kapak Ibrahim Hamba”Karya Emha Ainun Nadjib.................... 120

c“Kapak Ibrahim Ham

d. Hubungan Intertekstualitas Puisi“Kapak Ibrahim Hamba” Karya Emha Ainun Nadjib ............................................................ 127

e. Konsep Cinta menurut Sufisme dalam Puisi “Kapak Ibrahim Hamba”Karya Emha Ainun Nadjib.................... 131

3. Puisi “Air Mata Kesejatian” Karya Emha Ainun Nadjib .................... 137 a. Ketidaklangsungan Ekspresi Puisi dalam Puisi

“Air Mata Kesejatian” Karya Emha Ainun Nadjib ....................... 138b. Pembacaan Heuristik dan Hermeneutik dalam Puisi

“Air Mata Kesejatian” Karya Emha Ainun Nadjib ....................... 136 c. Matriks, Model dan varian-varian dalam Puisi

Page 11: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

xi

c. Matriks, Model dan varian-varian dalam Puisi

jib ................................. 160

un Nadjib ...... 180 d.

is,

............. 190 2. Tuj

194 5. Stra

................................ 221 10. Eva

BAB V PE

A. Simpul

DAFTLAMPIRAN

“Air Mata Kesejatian” Karya Emha Ainun Nadjib ....................... 144d. Hubungan Intertekstualitas Puisi “Air Mata Kesejatian”

Karya Emha Ainun Nadjib ............................................................ 144 e. Konsep Cinta menurut Sufisme dalam Puisi

“Air Mata Kesejatian” Karya Emha Ainun Nadjib ....................... 148 4. Puisi “Cahaya Aurat” Karya Emha Ainun Nadjib .............................. 154

a. Ketidaklangsungan Ekspresi Puisi dalam Puisi “Cahaya Aurat” Karya Emha Ainun Nadjib ................................. 154

b. Pembacaan Heuristik dan Hermeneutik dalam Puisi “Cahaya Aurat” Karya Emha Ainun Nadjib ................................. 156

“Cahaya Aurat” Karya Emha Ainun Nadd. Hubungan Intertekstualitas Puisi “Cahaya Aurat”

Karya Emha Ainun Nadjib ............................................................ 161e. Konsep Cinta menurut Sufisme dalam Puisi

“Cahaya Aurat” Karya Emha Ainun Nadjib ................................. 1645. Puisi “Seorang Gadis, Seekor Anjing” Karya Emha Ainun Nadjib.... 170

a. Ketidaklangsungan Ekspresi Puisi dalam Puisi “Seorang Gadis, Seekor Anjing” Karya Emha Ainun Nadjib ...... 171

b. Pembacaan Heuristik dan Hermeneutik dalam Puisi “Seorang Gadis, Seekor Anjing” Karya Emha Ainun Nadjib ...... 173

c. Matriks, Model dan varian-varian dalam Puisi “Seorang Gadis, Seekor Anjing” Karya Emha AinHubungan Intertekstualitas Puisi “Seorang Gadis, Seekor Anjing” Karya Emha Ainun Nadjib .............................................. 181

e. Konsep Cinta menurut Sufisme dalam Puisi “Seorang GadSeekor Anjing” Karya Emha Ainun Nadjib .................................. 184

C. Pembelajaran Puisi di SMP ....................................................................... 190 1. Pembelajaran Sastra ...............................................................

uan Pembelajaran Sastra ................................................................ 191 3. Materi Pembeajaran Sastra .................................................................. 192 4. Model Pembelajaran ...........................................................................

tegi Pembelajaran Sastra ............................................................... 210 6. SumberBelajar ..................................................................................... 217 7. Penilaian .............................................................................................. 219 8. Waktu .................................................................................................. 221 9. Langkah-LangkahPembelajaran ..........................

luasi ............................................................................................... 222

NUTUP an ................................................................................................... 226

B. Saran .......................................................................................................... 229 AR PUSTAKA

Page 12: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Puisi Syair Lautan Jilbab Lampiran 2. Biografi Pengarang puisi Syair Lautan Jilbab Lampiran 3. Silabus Bahasa Indonesia Kelas VIII SMP Lampiran 4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Lampiran 5. Kartu Bimbingan

xii  

Page 13: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

1

BAB I

PENDAHULUAN

Sebagai pendahuluan, berikut ini penulis paparkan latar belakang

masalah, penegasan istilah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan

penelitian, dan sistematika penulisan skripsi. Di bawah ini disajikan keenam

hal tersebut dalam subbab tersendiri.

A. Latar Belakang Masalah

Manusia hidup di dunia ini merupakan anugerah dari Tuhan yang

wajib disyukuri. Sebagai hamba Tuhan manusia dalam hidupnya

mempunyai ruang lingkup hubungan yang meliputi tiga macam, yaitu;

hubungan dengan Tuhan, hubungan dengan manusia, dan hubungan

dengan lingkungan. Sehubungan dengan hal tersebut hubungan dengan

Tuhan merupakan hal yang paling penting dan harus diutamakan. Manusia

harus mencintai Tuhannya karena cinta menjadi sangat penting dalam

kelangsungan hidup di dunia. Dalam ilmu tasawuf dijelaskan mengenai

cinta dengan Tuhan, hubungan dengan manusia dan alam sekitarnya. Jadi,

cinta merupakan posisi yang tertinggi dalam tasawuf sehingga dalam

memaknai puisi karya sufi harus benar-benar memahami konsep cinta.

Wachid B.S dalam Bisri, (2008:71) berpendapat cinta merupakan

sumber dari hubungan antara Tuhan dengan ciptaan-Nya, yakni manusia

dan alam semesta. Oleh karenanya, cinta menjadi tema penting di dalam

tasawuf, yang memang selalu mengungkap hubungan antarketiganya.

1

Page 14: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

2

Pemahaman demikian diantaranya yang memposisikan cinta menjadi

peringkat tingkatan tertinggi didalam tasawuf. Oleh sebab itu, memaknai

perpuisian karya sufi (perpuisian sufisme) dan perpuisian sufistis haruslah

dipahami konsep cinta mereka.

Puisi merupakan simbol tanda, dan untuk memahami simbol tanda

itu diperlukan pemaknaan dari pembaca. Untuk memahami puisi harus

mampu memahami bahasa di dalam puisi sebagai sistem tanda yang

mempunyai arti karena, puisi bukanlah hanya sekadar karya sastra biasa

atau bahan bacaan biasa, tetapi puisi merupakan sebuah karya yang

diciptakan oleh pengarangnya dengan penuh ekspresi sehingga mampu

membangkitkan perasaan. Selain itu, puisi juga dapat memberikan

rangsangan imajinasi panca indera. Hal tersebut berarti panca indera dapat

memberikan sumbangan terhadap puisi apabila rangsangan panca indera

dan imajinasi pengarang lebih baik tentunya puisi yang dihasilkan akan

bernilai sastra yang tinggi.

Pradopo, (2007:7) mengatakan puisi sebagai karya estetis yang

bermakna, tentunya dari pemaknaan puisi tersebut akan diketahui tentang

bagaimana seorang penulis melakukan proses kreatifnya sehingga ia dapat

menciptakan karya yang indah. Puisi merupakan sebuah ekspresi yang

mampu membangkitkan perasaan, merangsang imajinasi panca indera.

Dalam kaitannya dengan pemaknaan, pembacalah yang seharusnya

bertugas memberi makna karya sastra. Khusus pemaknaan terhadap puisi,

peroses pemaknaan itu dimulai dengan pembacaan heuristik, yaitu

Page 15: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

3

menemukan meaning unsur-unsurnya menurut kemampuan bahasa yang

berdasarkan fungsi sebagai alat komunikasi tentang dunia luar (mimetic

function). Akan tetapi, pembacaan kemudian harus meningkatkannya ke

tataran pembacaan hermeneutik yang di dalamnya kode karya sastra

tersebut di bongkar (decoding) atas dasar significance-nya. Untuk itu

tanda-tanda dalam sebuah puisi memiliki makna setelah dilakukan

pembacaan dan pemaknaan terhadapnya (Riffaterre, 1978:4-6).

Riffaterre lebih jauh menjelaskan bahwa untuk melakukan

pemaknaan secara utuh terhadap sebuah puisi, pembacaan harus bisa

menemukan matriks, model dan varian-varian yang terdapat dalam karya

sastra itu. Selain itu, harus pula dilihat dalam hubungannya dengan teks

lain intertekstual (Riffaterre, 1978:6).

Para sastrawan dalam proses penciptaan tidak pernah menghindari

pengalaman dan tradisi sastra yang ada. Mereka dalam keterkaitan tersebut

mampu memasukkan pengalaman dan nilai-nilai baru dalam berbagai

variasi. Kondisi semacam ini menuntut kesungguhan dalam menghadapi

segala persoalan, orang-orangpun banyak merindukan nilai-nilai sufisme

dalam kehidupan ini. Pemahaman terhadap nilai-nilai sufisme di atas,

dibutuhkan adanya hubungan pendekatan diri dengan Tuhan, tak terkecuali

dalam dunia penciptaan karya sastra. Hal ini untuk mengangkat derajat

manusia agar memperkuat jati dirinya sehingga, para sastrawan Indonesia

menempatkan dirinya untuk menciptakan atau mewujudkan ide-idenya

Page 16: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

4

yang dituangkan ke dalam karya sastra yang bernuansa sufisme, termasuk

ke dalam puisi.

Wachid, (2005:140) berpendapat sastra diciptakan oleh sastrawan

yang tidak lepas dari ideologi yang diyakini sastrawan, meskipun itu

mendapat inspirasi dari agama-langit, agama-bumi (agama-budaya),

maupun isme semacam kapitalisme, dan komunisme, atau sekedar

spiritualisme personal sastrawan (yang dalam bahasa Jawa disebut sebagai

“lelaku”). Puisi sufi membawa imajinasi pembaca ke muara yang berujung

kepada ketuhanan. Pradopo (2007:51) berpendapat bahwa puisi mistik atau

sufistik memiliki kecenderungan mengemukakan kehidupan batin religius.

Lebih jauh Hadi (2004:123), berpendapat bahwa sastra atau puisi-puisi

sufi menekankan pada lapisan keindahan kedua, ketiga, dan terakhir,

sekalipun demikian tidak mengabaikan arti atau nilai dari keindahan lahir.

Tamsil-tamsil (ajaran yang terkandung dalam karya) bahkan diambil dari

alam syahadah tetapi diberi muatan simbolik sehingga dapat dijadikan

sebagai sarana transedensi atau tangga naik untuk menjelaskan keindahan

yang lebih tinggi. Oleh karena itu, dalam terminologi sufi untuk

mengetahui seberapa jauh tingkatan ruhani yang dimiliki seseorang dapat

dirujuk pada bahasa simbolik yang diungkapkan (Hidayat, 2010).

Sekalipun kategori berkenaan dengan istilah puisi religi, puisi

religius, puisi mistik atau sufisme masih perlu dipertajam penggunaan

istilahnya. Namun demikian, dilihat dari konteks sastra sufi, semua

Page 17: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

5

merujuk kepada Hamzah Fansuri. Transformasi pemikiran serupa juga

terdapat pada perpuisian Amir Hamzah.

Kurniawan, (2009:1) berpendapat dari sudut pandang Islam, jejak

sastra sufi telah ada dalam khasanah sastra Nusantara bersamaan dengan

perkembangan Islam di Nusantara. Kurniawan (2009:4) menambahkan

bahwa, setelah Amir Hamzah puisi-puisi sufi Indonesia pada periode tahun

1970-an sampai 1990-an, banyak ditulis dan diteruskan oleh penyair

Indonesia Modern. Pemikiran yang serupa pada tahun 1970-an ketika

Abdul Hadi W.M mengibarkan kebangkitan puisi sufisme, bersama

perdebatan konsepnya diharian umum Berita Buana. Bersama itu, muncul

pula Emha Ainun Nadjib, Danarto, Sutardji Calzoum Bachri, M. Fadloli

Zaini, Kuntowijoyo, Taufik Ismail, Hamid Jabbar, Mustofa Bisri, dan

Ahmadun Yosi Herfanda.

Dari sekian banyak nama pengarang di atas, yang paling produktif

menulis puisi sufi adalah Emha Ainun Nadjib, dengan menulis buku puisi

99 untuk Tuhanku, Seribu Masjid Satu Jumlahnya, Syair Lautan Jilbab,

Cahaya Maha Cahaya, dan Syair-syair Asmaul Husna (Wachid,2008:3-4).

Salam (2002:24) menyatakan, bahwa Emha Ainun Nadjib merupakan

salah satu penyair yang paling luas eksplorasinya. Emha Ainun Nadjib

adalah sosok penyair “liar” (mengambil istilah Prof. Dr. Noeng Muhadjir

dalam Jabrohim, 2003) dan sekaligus sosok yang tegar dalam menempuh

“kodrat” kesenimanan dengan berbagai risikonya. Akan tetapi, dilihat dari

karyanya, dibalik ke-“liar”-an dan ketegaran itu, Emha Ainun Nadjib

Page 18: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

6

memiliki kelembutan, keterharuan, kepasrahan, dan cinta kepada “Yang di

Atas”, solidaritas, tanggung jawab, dan sebagainya. Hal tersebut terlihat

salah satunya pada puisinya yang berjudul “Lautan Jilbab”, sebuah puisi

mendadak yang ditulis ketika harus merespon dan tampil dalam acara

Pentas Seni Ramadhan, Jamaah Shalahuddin UGM tahun 1986 yang

banyak diminta kaum muda muslim dibacakannya di mana saja Emha

Ainun Nadjib muncul. Sebuah puisi yang kemudian diteaterikalkan di

berbagai tempat, yakni Yogyakarta, Madiun, Malang, Surabaya, Bandung,

Jakarta, Jember dan Ujung Pandang. Kemudian puisi tersebut mengalami

revisi dari 1 judul berkembang menjadi 33 judul (Jabrohim, 2003:30-31).

Selama lima tahun menggelandang di Malioboro antara 1970-1975

ketika belajar sastra kepada guru yang dihormatinya, Umbu Landu

Paranggi, seorang sufi yang hidupnya misterius dan sangat mempengaruhi

perjalanan kehidupan Emha Ainun Nadjib. Kehidupan multi-kesenian

Yogyakarta bersama Halim HD, networker kesenian Sanggarbambu, aktif

di Teater Dinasti dan menghasilkan reportoar serta pementasan drama.

Lakon-lakon ini mencakup Geger Wong Ngoyak Macan, (1989 tentang

pemerintahan Raja Soeharto), Patung Kekasih tahun 1989, (tentang

pengkultusan), Keajaiban Lik Par (1980, tentang exsploitasi rakyat oleh

berbagai institusi modern), Mas Dukun (1982, tentang gagalnya lembaga

kepemimpinan modern).

Kemudian bersama Teater Salahudin mementaskan Santri-santri

Khidhir tahun 1990, di lapangan Gontor dengan seluruh Santri menjadi

Page 19: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

7

pemain, serta bersama 35.000 penonton di alun-alun Madiun. Sekali lagi

ditahun 1990 Emha Ainun Nadjib menghasilkan Lautan Jilbab yang

dipentaskan secara massal di Yogyakarta, Surabaya, dan Makasar. Lakon

ini merupakan salah satu karya Emha Ainun Nadjib yang paling terkenal.

Pada tahun 1992 mementaskan Perahu Retak tentang Indonesia Orde Baru

yang digambarkan melalui situasi konflik pra-kerajaan Mataram, sebagai

buku yang diterbitkan oleh Garda Pustaka. Disamping itu pada tahun

1993 muncul Sunan Sableng, Baginda Faruq, Sidang Para Setan, Pak

Kanjeng, Duta Dari Masa Depan, dan lain-lainnya. Bersama dengan

buku-buku itu terbit 16 jilid puisi dan paling sedikit 30 koleksi esai (Betts,

2006:1-2).

Di Indonesia sekarang banyak sastrawan yang menghasilkan

karyanya untuk di nikmati masyarakat luas. Karya sastra sekarang ini

dijadikan sebagai bahan pembelajaran sastra di sekolah. Puisi Syair Lautan

Jilbab sebagai bahan pembelajaran sastra mengandung nilai-nilai kebaikan

yang bisa dijadikan contoh bagi siswa dalam kehidupan sehari-hari.

Pada umumnya kita sependapat, bahwa tujuan pokok pembelajaran

sastra ialah membina apresiasi sastra anak didik, yaitu membina agar anak

memiliki kesanggupan untuk memahami, menikmati, dan menghargai

suatu cipta sastra. Pembelajaran sastra merupakan penyajian karya sastra

dalam situasi belajar mengajar kelas yang bertujuan untuk menanamkan

sikap positif terhadap hasil karya sastra dalam wujud pemahaman

transformasi dari tekstual ke faktual (Jabrohim, 1994:141).

Page 20: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

8

Pembelajaran sastra tidak terlepas dari pendidikan, karya sastra

khususnya puisi juga mempunyai peran yang sangat besar dalam

pembentukan dan pengembangan karakter anak didik. Kedudukan sastra

dalam kehidupan manusia tidak dapat diragukan lagi karena dengan

pemberian pembelajaran sastra dapat membantu siswa dalam memahami

dan mengekspresikan sebuah karya sastra dengan baik.

Pembelajaran sastra tidak terlepas dari kegiatan pendidikan. Ia

merupakan sebagian dari kegiatan pendidikan. Oleh karena itu, segala

aspek pengajaran sastra seharusnya diarahkan pula demi terciptanya tujuan

pendidikan (Jabrohim, 1994:144).

Rahmanto (1988:15), mengatakan bahwa tujuan pembelajaran

sastra adalah untuk meningkatkan kemampuan apresiasi terhadap karya

sastra. Siswa diharapkan memiliki pengetahuan yang memadai tentang

sastra dan sikap positif terhadap karya sastra. Pembelajaran sastra dapat

memberi sumbangan yang besar untuk memecahkan masalah-masalah

yang cukup sulit dipecahkan.

Sastra diajarkan di sekolah dengan tujuan membentuk keterampilan

berbahasa, meningkatkan pengetahuan, mengembangkan cipta, rasa, serta

menunjang pembentukan watak (Rahmanto, 1988:16). Berdasarkan tujuan

tersebut sastra memang perlu diajarkan di sekolah. Sastra dapat berperan

sebagai media untuk mendidik moral peserta didik dan menggugah

perasaan untuk lebih peka terhadap kehidupan disekitarnya.

Page 21: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

9

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik melakukan penelitian

dengan judul “Konsep Cinta Sufisme dalam Kumpulan Puisi Syair Lautan

Jilbab karya Emha Ainun Nadjib dan Pembelajarannya di SMP kelas VIII;

Kajian Semiotik Riffaterre”, dengan alasan sebagai berikut: pertama, puisi

sangat erat hubungannya dengan pembelajaran di SMP kelas VIII ; kedua,

karena dari setiap manusia memiliki penafsiran yang berbeda-beda tentang

cinta, tak terkecuali cinta illahiah; ketiga, cinta merupakan tingkatan

tertinggi dalam sufisme; keempat, pada puisi-puisi dalam kumpulan puisi

Syair Lautan Jilbab karya Emha Ainun Nadjib tersebut ditemukan ide dan

renungan yang merupakan pengejawantahan tentang cinta illahiah seorang

manusia kepada Allah; kelima, dalam kumpulan puisi Syair Lautan Jilbab

karya Emha Ainun Nadjib dengan dikaji makna dibalik tanda-tanda yang

ada dapat digunakan teori semiotik, dalam hal ini teori yang digunakan

teori semiotik Riffaterre; keenam, berdasarkan penelitian yang dilakukan

oleh peneliti belum ditemukan adanya kajian semiotik yang meneliti

tentang kumpulan puisi Syair Lautan Jilbab karya Emha Ainun Nadjib.

B. Penegasan Istilah

Dalam skripsi ini penulis memilih judul “Konsep Cinta Sufisme

dalam Kumpulan Puisi Syair Lautan Jilbab karya Emha Ainun Nadjib dan

Pembelajarannya di SMP kelas VIII; Kajian Semiotik Riffaterre”.

Page 22: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

10

Adapun beberapa penjelasan yang akan penulis sampaikan agar

gambaran lebih jelas tentang batasan judul di atas, adapun istilah-istilah

yang perlu penulis jelaskan.

1. Kajian adalah hasil mengkaji, menghasilkan belajar, mempelajari,

memeriksa, menyelidiki, memikirkan (mempertimbangkan), menguji,

menelaah baik buruk suatu perkara (Depdiknas, 2007:491).

2. Pengertian puisi di sini adalah sintesis dari berbagai peristiwa bahasa

yang telah tersaring semurni-murninya dan berbagai proses jiwa yang

mencari hakikat pengalaman, tersusun dengan sistem korespondensi

dalam salah satu bentuk (Atar Semi, 1988:93).

3. Syair Lautan Jilbab adalah judul kumpulan puisi karya Emha Ainun

Nadjib yang diterbitkan oleh Sipress, Yogyakarta, pada bulan Maret

1994, cetakan ketiga, dengan tebal 57 halaman, yang terdiri dari 33

puisi.

4. Semiotik adalah ilmu mempelajari tentang tanda-tanda. Hoed

(2011:13) menyatakan bahwa semiotik adalah ilmu yang mengkaji

tanda dalam kehidupan manusia.

5. Sufisme adalah pengetahuan yang dengannya engkau bisa meluruskan

hati dan memperuntukkannya hanya bagi Tuhan, dengan menggunakan

pengetahuan dengan ajaran Islam khususnya tentang hukum dan

pengetahuan yang berkaitan, untuk meningkatkan dan menjaga tingkah

lakumu dalam ikatan-ikatan hukum Islam demi mencapai kearifa

(Syekh Ahmad Zarruq, w. 1949 H).

Page 23: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

11

6. Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-

unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang

saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pendidikan (Hamalik

2006:57).

7. Kelas VIII SMP adalah jenjang pendidikan Sekolah Menengah

Pertama.

Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan “Konsep Cinta

Sufisme dalam Kumpulan Puisi Syair Lautan Jilbab karya Emha Ainun

Nadjib dan Pembelajarannya di SMP kelas VIII; Kajian Semiotik

Riffaterre, adalah tentang konsep cinta sufisme dalam kumpulan puisi

Syair Lautan Jilbab karya Emha Ainun Nadjib dengan kajian semiotik

Riffaterre dan pembelajarannya di SMP Kelas VIII. 

 

C. Rumusan Masalah

Pentingnya melakukan penelitian terhadap Puisi Syair Lautan

Jilbab karya Emha Ainun Nadjib tersebut tidak hanya demi

mengembangkan sastra itu semata-mata, tetapi juga untuk menjawab

sejumlah masalah yang ada. Masalah pokok yang perlu diuraikan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. bagaimana kandungan makna dalam kumpulan puisi syair lautan

jilbab karya Emha Ainun Nadjib berdasarkan pembacaan heuristik dan

hermeneutik?

Page 24: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

12

2. Bagaimana konsep cinta menurut sufisme dalam kumpulan puisi Syair

Lautan Jilbab karya Emha Ainun Nadjib?

3. Bagaimana pembelajaran kumpulan puisi syair lautan jilbab karya

Emha Ainun Nadjib di SMP kelas VIII?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada rumusan masalah di atas, berikut ini disajikan

tujuan penelitian. Penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut:

1. menjelaskan pembacaan heuristik dan hermeneutik dalam kumpulan

puisi syair lautan jilbab karya Emha Ainun Nadjib;

2. menjelaskankan konsep cinta menurut sufisme dalam kumpulan puisi

Syair Lautan Jilbab karya Emha Ainun nadjib;

3. menjelaskan pembelajaran kumpulan puisi syair lautan jilbab karya

Emha Ainun Nadjib di SMP kelas VIII.

E. Kegunaan Penelitian

a. Segi Teoretis

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dan

masukan dalam penelitian sastra, khususnya dalam penelitian puisi

utamanya kajian sufisme terhadap puisi karya Emha Ainun Nadjib.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan yang dapat

dipergunakan sebagai acuan untuk memperkaya konsep-konsep

ilmu sastra dan dapat mempermudah pemahaman pembaca

Page 25: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

13

berkaitan dengan kajian sufisme terhadap puisi karya Emha Ainun

Nadjib.

b. Segi praktis

1. Bagi peneliti

Dapat mengembangkan wawasan dan pengalaman peneliti dalam

menganalisis karya sastra.

2. Bagi siswa

Dapat meningkatkan kemampuan dalam memahami karya sastra

dan memperluas ilmu pengetahuan tentang pendidikan sastra.

3. Bagi pembaca

Dapat membantu dalam mengungkapkan makna yang terkandung

dalam puisi tersebut.

4. Bagi guru

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk sebagai bahan masukan

dalam memberikan materi dan media pembelajaran puisi.

F. Sistematika Penulisan Skripsi

Agar pemahaman terhadap skripsi ini jelas dan logis, puisi

tersistematika sebagai berikut. Bagian awal skripsi ini terdiri atas halaman

judul, persetujuan pembimbing, lembar pengesahan, pernyataan, moto dan

persembahan, prakata, daftar isi, dan abstrak. Bagian pokok dalam skripsi

ini terbagi menjadi lima bab, yaitu:

Page 26: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

14

Bab I pendahuluan, penulis menguraikan pendahuluan berisi latar

belakang masalah, penegasan istilah, rumusan masalah, tujuan penelitian,

kegunaan penelitian dan sistematika skripsi.

Bab II, penulis menguraikan tinjauan pustaka dan kajian teoretis

yang berisikan tentang buku-buku apa yang menjadi referensi dan teori-

teori yang dijadikan landasan penulis sebelum melaksanakan penelitian

dan menjadi pedoman dalam pembahasan data hasil penelitian.

Bab III, metode penelitian berisi subjek penelitian, objek

penelitian, fokus penelitian, sumber data, populasi penelitian, sampel

penelitian, instrument penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis

data dan teknik penyajian data. Bab ini menjelaskan tentang metode yang

digunakan penulis untuk meneliti karya sastra.

Bab IV, penulis menguraikan penyajian dan pembahasan data.

Bagian ini berisi tentang penyajian data dan pembahasan data. Penyajian

data menyajikan data yang berhasil dikumpulkan, sedangkan pembahasan

data menguraikan cara-cara membahas dan menganalisis data berdasarkan

metode yang telah di tetapkan sebelumnya.

Bab V, berisi penutup. Pada bab ini penulis menyajikan simpulan

dan saran. Pada simpulan disajikan secara singkat mengenai hasil analisis

data dan simpulan terhadap masalah, sedangkan saran berisi tentang saran-

saran penulis.

Page 27: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

15

Bagian akhir dalam skripsi ini meliputi daftar pustaka yang berisi

tentang daftar buku-buku yang menjadi referensi dan pedoman dalam

pembuatan skripsi, beserta lampiran.

Page 28: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KAJIAN TEORI

Bab ini berisi tinjauan pustaka dan kajian teori. Tinjauan pustaka

memaparkan penelitian-penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian

ini dan kajian teoretis berisi uraian-uraian teori-teori yang menjadi acuan

penelitian.

A. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka bertujuan untuk mengetahui ke aslian suatu

penelitian. Penelitian tentang aspek religius dengan menggunakan tinjauan

semiotik pernah dilakukan oleh Aji Wicaksono (2007) berjudul “Aspek

religius puisi dalam mantra orang jawa karya Supardi Djoko Damono:

Tinjauan Semiotik”, yang menitikbertakan pada analisis struktur dalam

puisi yaitu metode puisi (diksi, pengimajian, kata konkret, bahasa figuratif,

rima, dan ritma) dan hakikat puisi (tema, nada, perasaan dan amanat).

Dalam analisis aspek religius puisi tersebut peneliti menggunakan

teori yang dikemukakan oleh Riffaterre (pembacaan heuristik dan

hermeneutik), semiotika Barthes dalam mitos yang telah dijelaskan melalui

diagram dan semiotika Pierce (dengan ikon, indeks, dan simbol). Namun

yang membedakan dengan penelitian ini yaitu fokus penelitian. Wicaksono

membahas struktur dan hakikat puisi, sedangkan peneliti lebih spesifik lagi

yaitu membahas tentang konsep cinta sufisme.

16

Page 29: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

17

Penelitian ini hampir sama dengan penelitian Sekar Nugraheni

(UMS 2007) yang berjudul “Aspek sufistik dalam kumpulan cerpen

Setangkai Melati di Sayap Jibril karya Danarto: Tinjauan Semiotik”.

Penelitian tersebut membahas aspek sufistik dalam karya sastra dengan

tinjauan semiotik. Dalam analisisnya, untuk sampai pada pemaknaan

kumpulan cerpen, maka peneliti menggunakan teori Preminger yang

menyatakan semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda, semiotik yang

mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, konvensi-konvensi yang

memungkinkan tanda tersebut mempunyai arti. Namun yang membedakan

dengan penelitian ini adalah teori dan acuannya. Nugraheni menggunakan

teori Preminger sebagai kajiannya dan cerpen sebagai acuannya.

Sedangkan penelitian ini menggunakan teori Riffaterre sebagai kajiannya

dan puisi sebagai bahan acuannya.

B. Kajian Teori

Kajian teori merupakan penjabaran kerangka teori yang memuat

beberapa kumpulan materi terpilih dari berbagai sumber untuk dijadikan

sebagai acuan dalam membahas masalah yang teliti. Pada bagian ini akan

diuraikan pengertian dan tujuan sufisme, konsep cinta menurut sufisme,

sastra sufi, puisi, unsur pembangun puisi, dan semiotik.

  

Page 30: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

18

  

1. Pengertian dan Tujuan Sufisme

a. Arti kata sufi dan sufisme

Sufisme (baca: Tasawwuf) yang menjadi popular dipakai

selama berabad abad dan seringkali dalam beragam makna, berasal

dari tiga huruf Arab sa, wa, fa (Haeri, 2003:3). Namun demikian Al-

Jilani (2005:88) berpendapat bahwa, istilah tasawwuf terdiri atas empat

huruf yaitu “ta’, sahad, waw, dan fa”. Berkenaan dengan istilah sufi

dan tasawuf itu sendiri, banyak versi yang meriwayatkan dari mana

istilah itu berasal. Nasution dalam Wachid, (2008:38) berpendapat

bahwa perkataan tasawuf berasal dari kata sufi (shufi) dan yang

pertama kali memakai istilah sufi adalah seorang zahid atau asketik,

Abu Hasyim al-Kufi dari Irak (wafat 150 H).

Ada beberapa pendapat mengenai atau etimologi kata sufi.

Pendapat-pendapat tersebut antara lain sebagai berikut, kata sufi

berasal dari kata shufi yaitu suci. Seorang sufi adalah orang yang

disucikan, dan kaum sufi adalah orang-orang yang telah menyucikan

dirinya melalui berbagai latihan lahir maupun batin. Nasution dalam

Wachid, (2008:38-39) berpendapat bahwa perkataan sufi berasal dari

kata shufa, yang digunakan sebagai nama surat ijazah orang naik haji.

Menurut sebagian pendapat kata ini diambil dari kata safa (shafa’)

yang memiliki makna kesucian (purity). Ada pula yang berpendapat,

kata itu diambil dari kata kerja dalam bahasa Arab safw yang berarti

“yang terpilih” (Haeri, 2003:3).

Page 31: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

19

  

Pendapat lain menjelaskan bahwa kata sufi diambil dari kata

saff (shaff) yang berarti garis atau barisan, yang menunjukkan kepada

para muslim awal yang berdiri pada baris pertama dalam shalat, atau

permohonan, atau perang suci. Sebagian yang lain meyakini bahwa

tema sufisme berasal dari kata suffah yaitu serambi rendah yang

terbuat dari tanah liat dan agak sedikit ditinggikan di atas tanah yang

berada di luar masjid Nabi di Madinah, tempat berkumpulnya orang-

orang miskin yang berhati bersih yang mengikuti beliau. Beberapa

pendapat lain menyatakan bahwa akar kata sufisme berasal dari kata

suf (shuf) yang berarti bulu domba, yang menunjukkan bahwa

seseorang yang berminat untuk mendalami pengetahuan batin tidaklah

memperhatikan penampilan luar mereka dan seringkali hanya memakai

satu pakaian sepanjang tahun, yang terbuat dari bulu domba (Hamka,

1981: 81; Haeri, 2003:3-4).

Ada pula yang berpendapat bahwa kata sufi berasal dari kata

shafw atau shafaa yang berarti bersih. Ada pendapat bahwa kata sufi

berasal dari theo yang berarti Tuhan dan sofos yang berarti hikmat,

kata Yunani yang menjadi “hikmat ke-Tuhanan” (al hikmatul

ilahiyah). Ada pendapat lagi selain pendapat di atas yakni sufi berasal

dari kata shaufanah yaitu sejenis buah kecil berbulu yang banyak

tumbuh di padang pasir, sebab sebagian pakaian orang sufi juga

berbulu-bulu (Hamka, 1981:81).

Page 32: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

20

  

Pendapat-pendapat seperti tertulis di atas telah dikenal sejak

dahulu dan memiliki pengertian yang berbeda-beda. Namun demikian

dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa istilah sufi dapat

dibagi menjadi dua aspek yaitu aspek lahiriah dan batiniah. Dari aspek

lahiriah terlihat dari pernyataan yang menjelaskan bahwa orang yang

menjalani kehidupan tasawuf atau sufisme berada didalam masjid dan

mengenakan bulu domba (wool). Orang-orang semacam ini telah

dianggap meninggalkan kehidupan dunia dan hasrat jasmani serta

menggunakan benda-benda dunia secara seperlunya. Disisi lain, yang

melihat sufi dari sudut pandang ruhani sebagai orang yang mendapat

keistimewaan dihadapan Sang Pencipta nampak lebih menitikberatkan

pada aspek batiniahnya. Hafi dalam Hamka, (1981:82) berpendapat

bahwa seseorang sufi adalah yang telah bersih hatinya, semata-mata

untuk Allah Swt. Jadi sufi adalah seseorang yang menempuh jalan

sufisme yang telah disucikan hatinya oleh Allah Swt., dan menjalani

hubungan antara dia dengan Sang Pencipta juga dengan seksama

makhluk-Nya.

Mistisisme Islam yang diberi nama sufisme ini, pada

hakikatnya berarti mencari jalan untuk memperoleh cinta dan

kesempurnaan rohani kepada Sang Pencipta. Untuk mempertegas

pendapat tersebut berikut kutipan dari para guru sufi terkemuka:

Imam Junayd al-Bagdadi (w. 910 H.) mendefinisikan sufisme sebagai: “Mengambil segala sifat yang mulia dan meninggalkan segala sifat yang buruk”. Syekh Abu al-Hasan

Page 33: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

21

  

asy-Syayili (w. 1258H.) seorang guru sufi di Afrika Utara mendefinisikan sufisme sebagai: Praktik (amaliah) dan penggemblengan diri melalui penghambaan dan penyembahan untuk mengembalikan diri ke jalan Allah”. Syekh Ahmad Zarruq (w. 1949 H.) dari Maroko mendefinisikan sufisme sebagai: “Pengetahuan yang dengannya engkau bisa meluruskan ‘hati’ dan memperuntukkannya hanya bagi Tuhan, dengan menggunakan pengetahuan dengan ajaran Islam khususnya tentang hukum dan pengetahuan yang berkaitan, untuk meningkatkan dan menjaga tingkah lakumu dalam ikatan-ikatan hukum Islam demi mencapai kearifa”.

Beliau juga menambahkan: “Fondasi sufi adalah pengetahuan tentang yang Satu, dan kemudian kamu memerlukan yang manisnya iman dan keyakinan, jika tidak maka kamu tidak akan bias memberikan penyembuhan yang dibutuhkan hati”. Merujuk pada Syekh Ibn.‘Ajibah (w. 1809): “Sufisme adalah sebuah ilmu (pengetahuan) yang dengannya kamu berperilaku demi menyatu dalam kehadiran Allah yang abadi melalui penyucian batinmu dan menjernihkan dengan perilaku yang baik”. Ajaran sufisme berawal dari sebuah pengetahuan, kemudian perilaku, dan akhirnya adalah anugerah-anugerah Ilahi. Syekh as-Suyuti berkata: “Seorang sufi adalah seseorang yang terus-menerus melakukan penyucian dalam hubungan dengan Allah dan berbuat baik kepada makhluk”. (Haeri, 2003:5)

Berdasarkan pendapat para tokoh sufi tersebut di atas dapat

disimpulkan bahwa sufisme adalah penyucian hati untuk mencapai

tujuan, maksudnya yaitu mendekatkan diri kepada Tuhan melalui

penyucian hatinya. Chittick (2007:17) menjelaskan bahwa, untuk

menapaki jalan sufi, berarti harus menaati semua perintah dan larangan

Tuhan sesuai dengan apa yang telah disunnahkan Nabi:

“Sesungguhnya dalam diri Nabi terdapat teladan yang baik, bagi

mereka yang mengharap bertemu Tuhan dan hari kemudian, dan

senantiasa mengingat-Nya”. (Al Qur’an Surat Al Ahzab ayat 21).

“Katakanlah (wahai Muhammad) jika kalian mencintai Tuhan, ikutilah

Page 34: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

22

  

(sunnah)ku, maka Tuhan akan mencintai kalian dan mengampuni dosa-

dosa kalian”(Al Qur’an Surat Ali Imran ayat 31).

b. Tujuan sufisme

Sufisme atau tasawuf sebagaimana disebutkan di atas memiliki

tujuan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan melalui menyucikan

hatinya. Secara luas hal ini diartikan sebagai proses untuk memperoleh

hubungan langsung dan didasari dengan Tuhan, sehingga disadari

benar bahwa seseorang dihadirat Tuhan.

Ghajali dalam Dasi, (1995:17) berpendapat bahwa ilmu

sufisme atau tasawuf merupakan tuntutan yang dapat menyampaikan

manusia dalam rangka mengenal Allah dengan sebenar-benarnya,

ma’rifat, dan oleh karena itu menjadi jalan atau tarekat yang sebaik-

baiknya, dengan akhlak yang seindah-indahnya jauh lebih baik

pengetahuan dan hikmah lahir semata-mata, karena segala ilmu dan

kelakuan sufi yang merupakan keyakinan batin itu terambil dari

rahasia kenabian, dan tidak ada sinar yang lebih benar selain sinar

kenabian itu.

Sufisme memberikan tujuan dalam memenuhi cita-cita yang

luhur tersebut. Tuhan telah membuka perjalanan dari yang lahir

menuju ke yang batin melalui wahyu yang dengan sendirinya

mencakup baik dimensi lahir maupun dimensi batin. Didalam islam

Page 35: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

23

  

dimensi batin itu berhubungan dengan sufisme. Nasr dalam Dasi

(1995:19) berpendapat bahwa lebih jauh lagi, dari sudut pandang Islam

segala sesuatu yang berhubungan dengan sufisme hidup didalam

wahyu atau tradisi yang padu sesuai kodrat benda-benda.

Secara garis besar sufisme membangun dorongan-dorongan

terdalam manusia, yaitu dorongan untuk merealisasikan diri secara

menyeluruh sebagai makhluk yang secara hakiki adalah bersifat

keruhanian dan kekal. Potensinya sangat besar karena mampu

menawarkan pembebasan spiritual dan lebih dari pada mengasingkan

manusia dari dirinya sendiri, ia justru membawa manusia mengenal

kembali dirinya sendiri (Hadi, 1985:viii). Sultan Walad (putra

Jalaluddin Rumi) berpendapat bahwa tujuan dari paham sufisme

adalah mengenali cinta dalam seluruh bentuknya yang mulia,

mengenali setiap Nabi, setiap ibadah, setiap pemujaan, serta jalan

menuju cinta sejati (Rumi, 2003:20).

Dari beberapa pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan

bahwa tujuan sufisme adalah membawa manusia itu setingkat demi

setingkat kepada Tuhannya. Dengan demikian tujuan akhir sufisme

adalah memberi kebahagiaan kepada manusia baik di dunia maupun di

akhirat dengan puncak melihat dan memenuhi Tuhannya.

Page 36: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

24

  

2. Konsep Cinta Menurut Sufisme

Cinta merupakan sumber dari hubungan antara Tuhan dengan

ciptaan-Nya. Wachid (2008:71) berpendapat bahwa, cinta menjadi

sangat penting dalam sufisme karena cinta adalah tingkatan tertinggi

dalam sufisme. Hadi (2004:182) menambahkan untuk memperoleh

pencerahan, seseorang harus mampu menempuh jalan cinta. Kalau hari

tidak singgah lagi kepada yang lain artinya negatif, niscaya ada

lekatnya, ada tempat terpautnya yang positif. Tadinya dia berupa

kepercayaan Tauhid, akhirnya dia menjadi cinta (Hamka, 1981:202).

Oleh sebab itu dalam memahami dan memaknai perpuisian sufi

haruslah memahami konsep cinta.

Cinta (mahabbah) berkembang sebagai gagasan keruhanian

setelah sufisme meninggalkan wujudnya sebagai gerakan keruhanian

yakni pada kehidupan asketisme (zuhud), dan tingkat keruhanian

(maqam) yang tertinggi ialah tawakkul (ketergantungan dan

kepercayaan penuh kepada Allah Swt) dan taqwa. Dalam hal ini,

Hamka menyatakan bahwa Tauhid mengakibatkan zuhud, dan zuhud

mengakibatkan cinta (1981:202). Di dalam Al Qur’an disinggung

mengenai mahabbah yang dimaksudkan sebagai cinta kepada Allah

secara maksimal atau mutlak: “Dia mencintai mereka, dan mereka

mencintai-Nya” (Al Qur’an Surat Al Ma’idah ayat 59). Allah Maha

Indah dan menyukai keindahan, dan pengalaman estetik bertalian

dengan keindahan yang spiritual dan supernatural. Ibnu ‘Arabi

Page 37: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

25

  

menyatakan bahwa keindahan merupakan dasar dari cinta dan cinta

kepada Tuhan sentral sekali dalam ajaran sufi. Cinta Illahi menurut

Ibnul ‘Arabi, merupakan salah satu faktor penopang yang fundamental

dari pada manifestasi Hakekat Yang Esa, yaitu Tuhan. Cinta illahi

merupakan salah satu prinsip utama yang melatari segala penciptaan

yang muncul di alam semesta, sesuai dengan alam semesta, sesuai

dengan sifat Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang (al-rahman

dan al-rakhim) (Hadi, 1985:6-7).

Bagaimanakah bentuk cinta sejati hamba sufi? K.H. A. Mudjab

Mahalli menyatakan bahwa:

Cinta yang dalam tasawuf dikenai dengan istilah mahabah, adalah pilar utama bagi kehidupan seorang sufi, karena dasar setiap gerak dan diam adalah cinta. Tiada kehidupan tanpa cinta dan dengan cinta kehidupan tercipta. Dengan makna seperti inilah seorang pen-syarah tasawuf, Ahmad bin Muhammad bin Ujaibah al-Hasany menjelaskan bahwa telah tertulis pada kitab-kitab para nabi “Wahai hamba-Ku, Aku bagimu adalah Dzat yang mencintai, makna jadilah engkau hamba-hamba yang mencintai-Ku karena cintamu itu adalah hak-Ku atas kamu.”

Cinta Allah kepada seorang hamba ditujukan dengan kedekatan-Nya pada hamba itu, sedangkan cinta hamba kepada Allah ditujukan dengan taat melakukan perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya, dan mempersembahkan kepasrahan total dihadapan-Nya. Ini baru sebatas pangkal cinta yang bersifat kasbiyah, bias dicapai dengan upaya-upaya manusiawi oleh siapapun.

Puncak cinta berakhir dengan disingkapnya hijab oleh Allah, dibuka pintu dan dipersilahkan seorang hamba masuk kehadirat Allah bersama para ahbab, para pecinta yang mempunyai maqam khusus dihadapan-Nya. Puncak ini bersifat wahabiyah, sebuah anugerah yang diberikan kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya diantara para hamba yang telah melalui upaya-upaya kasbiyah. (Rumi, 2010:xxv).

Page 38: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

26

  

Didalam estetika sufi, cinta mempunyai makna luas, cinta

bukan dimaknakan secara umum, melainkan lebih pada keadaan dan

tingkatan ruhani yang membawa seseorang mencapai pengetahuan

ketuhanan. Ibnul ‘Arabi membagi cinta menjadi tiga, yaitu cinta alami,

cinta keruhanian, dan cinta illahi. Cinta alami dan cinta keruhanian

merupakan jenis-jenis cinta illahi, sedangkan cinta illahi merupakan

cinta yang hakiki kepada Yang Esa, maksudnya cinta kekal yang

menjadi sumber dari jenis-jenis cinta yang lain (Hadi, 1985:7).

Dengan mencintai Allah, maka terbukalah rahasia ciptaan

Allah, baik yang nyata maupun yang gaib, yang di dunia maupun yang

di akhirat (cinta tingkat biasa, I). Dengan terbukanya rahasia itu,

seorang sufi dapat melihat cahaya kekuasaan dan keagungan Allah

(cinta tingkat orang sidiq, II). Selanjutnya, disaat cinta itu semakin

mendalam maka akan terbuka tabir antara manusia dengan Tuhannya,

sangat merindukan-Nya sebab telah melihat keindahan-Nya melalui

hati sanubari (ma’rifah sufi) (Wachid, 2008:75). Dalam hal ini

mahabbah dan ma’rifah saling meningkatkan keberadaannya. Rasa

kecintaan terhadap Allah akan terasa lebih mendalam sehingga

tercapai yang dinamakan ma’rifah.

Dalam pandangan Rumi, cinta sebagai dimensi pengalaman

ruhani, bukan dalam pengertian teoritis sepenuhnya “mengendalikan”

keadaan batin dan “psikologis” sufi. Ia tidak dapat diterangkan dengan

kata-kata, tetapi hanya dapat dipahami melalui pengalaman. Dalam hal

Page 39: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

27

  

ini Rumi menegaskan bahwa cinta tak terungkapkan. Kesimpulannya

adalah cinta tak terungkapkan melalui kata-kata. Ia adalah pengalaman

yang lebih nyata dari pada dunia dan segala yang ada didalamnya

(chittick, 2007:291).

Chittick (2007:293-345) yang bertumpu pada ajaran Rumi

memberikan penjelasan terkait dengan cinta dan membaginya menjadi

delapan ruang, yaitu:

1). Tuhan adalah Cinta dan di Seberang Cinta

Tuhan adalah mata air cinta, sebagaimana Dia adalah sumber segala yang ada. Tetapi apa makna “Tuhan adalah cinta?” menyatakan bahwa begitu banyak ayat Al Qur’an menyatakan cinta adalah sifat Tuhan. Karenanya, sering disebut-sebut dalam Al Qur’an Tuhan “mencintai” sesuatu. Para sufi biasa mengutip ayat yang berhubungan dengan hierarkis antara cinta Tuhan kepada manusia dan cinta manusia kepada-Nya, yang terakhir bermuara dari yang pertama: “Tuhan akan mendatangkan suatu kaum yang Dia mencintai mereka dan mereka mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang mukmin, dan keras terhadap orang-orang kafir, yang jihad di jalan-Nya dan tidak risau oleh celaan orang yang suka mencela” (Q.S 5:54).

Boleh kita mengatakan “Tuhan adalah cinta”? jawabnya sama manakala kita ditanya tentang sifat-sifat ketuhanan yang lainnya, ya dan tidak. Ketika muncul pertanyaan “apakah Tuhan adalah cinta” jawabnya ya, tetapi hanya menyangkut sifat, bukan dzat. Tuhan memiliki semuanya: wujud-Nya sama dengan semua sifat-Nya, namun kita tidak dapat mengatakan bahwa Tuhan tiada lain adalah kasih, Dia adalah “pengetahuan” dan bukan yang lainnya. Sebagai “pertentangan yang tiba-tiba”, sifat-sifat-Nya adalah mutlak, sedangkan dzat-Nya melampaui semua itu.

2). Dunia Diciptakan oleh Cinta

Cinta adalah hasrat dan kebutuhan, meski dalam esensi Tuhan tidak mengenal kebutuhan. Tetapi dalam sifat-sifat-Nya, Dia berkata “Aku ingin (cinta) untuk dikenal, maka kuciptakan

Page 40: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

28

  

dunia”. Sebagaimana cintanya kepada Nabi, sehingga Tuhan berfirman, “jika bukan karena engkau, tidak akan Kuciptakan surga”.

Cinta Tuhan mengejawantahkan perbendaharaan yang tersembunyi melalui diri para Nabi dan orang-orang suci yang menjadi motivasi terciptanya alam semesta ini. Sebagai hasilnya, cinta mengalir keseluruh urat nadi dunia. Segala perbuatan dan gerakan berasal dari cinta, bentuk-bentuk dunia tiada lain ialah pantulan-pantulan keunikan realitasnya.

3). Cinta Menopang Dunia

Segala sesuatu mengambil bagian didalam cinta Tuhan, menggerakan kekuatan penciptaan, sehingga segalanya adalah para pencinta. Dengan kata lain, segala yang ada didorong oleh kebutuhan dan hasrat terhadap ada-ada yang lain dan berjuang untuk menyatu dengan mereka. Karenanya, setiap cinta individual adalah sumber perantara seluruh gerakan dan perbuatan.

4). Cinta dan Keindahan: Sejati dan Imitasi

Cinta manusia dapat dibagi menjadi dua: cinta sejati (isyq haqiqi) atau cinta pada Tuhan dan cinta imitasi (isyq majazi) atau cinta terhadap segalanya yang selain-Nya. Tapi dalam pengujian yang lebih dekat, orang melihat cinta sesungguhnya adalah cinta kepada Tuhan, karena segala sesuatu adalah pantulan dan bayang-bayang-Nya. Sedangkan adanya perbedaan antara dua jenis cinta tersebut karena orang memahami yang ada hanya Tuhan dan untuk-Nya semata, sementara yang lainnya meyakini adanya keterlepasan eksistensi dari segala objek keinginan dan mengarahkan cinta terhadapnya.

Cinta kepada selain-Nya tapi berasal dari-Nya, akan membawa orang kepada-Nya. Setiap Objek keinginan dari orang perorang akan menunjukkan kepalsuannya, dan orang akan mengalihkan cintanya. Namun, bagaimanapun juga setiap hasrat (cinta) tidak akan memenuhi kekasih sejati kecuali setelah kematian, manakala ia sudah terlambat untuk menutup jurang keterpisahan. Bagi seorang sufi, hanya ada satu Yang Tercinta; dia melihat bahwa semua cinta “palsu”, beku dan tidak nyata.

Page 41: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

29

  

5). Kebutuhan dan Keinginan

Untuk menjadi buruan Tuhan, orang harus mampu meraih ridho-Nya. Dalam hal ini langkah awal yang harus dilakukan adalah mencari dan menginginkan-Nya. Karena Yang Tercinta memperhatikan hasrat dan pengabdian yang tulus.

6). Agama Cinta

Cinta pada Tuhan merupakan implikasi dari ilmu, amal, dan realisasi. Seorang pecinta mengetahui kekasih sejati melalui kekasih-kekasih “imitasi”. Ia memperluas pencarian dan kebutuhannya melalui disipin spiritual dibawah bimbingan seorang syekh, dan menegaskan segala sesuatu yang selain-Nya, termasuk dirinya sendiri, sehingga yang ada hanya Dia.

7). Cinta dan Akal

Sebagaimana telah kita ketahui, kata “akal” diluar konteks bersifat ambigu. Sebuah realitas yang memiliki banyak dimensi. Dalam tingkatan yang lebih rendah, erat hubungannya dengan nafs, tapi dalam tingkatan yang lebih tinggi, memiliki kesamaan substansi dengan para malaikat. Manusia harus berjuang melampaui akal persial, yang didominasi oleh nafs. Dia harus mencari bimbingan akal universal, yang mewujud didalam diri para Nabi dan orang-orang suci. Bahkan dia harus menemukan akal universal dalam dirinya sendiri dan mengutuhkan diri dibawah kendali watak kemalaikatnya.

Karena cinta mampu mengantarkan manusia antara fana dan baqa, ia melampaui akal yang dari sudut pandang ini dilihat sebagai rintangan di jalan cinta. Penyejajaran cinta dan akal mengambil peran penting dalam sebagian literature sufi, tak terkecuali dalam karya-karya Rumi. Bagaimanapun juga kritik-kritik Rumi terhadap pandangan bahwa akal sebagai sesuatu yang terpisah dari cinta, harus dipahami dalam seluruh konteks ajarannya yang didalamnya akan memainkan yang utama dan positif. Sebab, ia tidak lain merupakan sesuatu yang “niscaya” dalam menempuh jalan cinta dan penuntun bagi manusia menuju pintu gerbang pelataran Tuhan, seperti Jibril yang berperan sebagai pendamping Nabi ketika melakukan mi’raj. Tapi pada tahap akhir perjalanan, hanya dapat bertumpu pada kaki-kaki cinta dan peniadaan diri.

Page 42: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

30

  

8). Kebingungan dan Kegilaan

Tanda seorang manusia “akal” adalah sabar dan tenang, baik dalam menghadapi keadaan dirinya sendiri maupun dunia sekelilingnya. Sedangkan seorang pecinta ditandai dengan kebingungan, kekacauan (pikiran), dan kegilaan.

Pengalaman pencinta dalam kemanunggalan Tuhan melampaui

semua bentuk ungkapan lain. Pada titik ini pula cinta diposisikan

sebagai bentuk akhir hubungan manusia dan Tuhan. Faktor prinsip

yang menjunjung cinta di atas keduniaan, yang berada diluar hasrat

ego diakui semenjak Rabi’ah al-adawiyah. Para sufi menyingkap

rahasia melalui karakteristik pengalaman batin mengalami keadaan

(ahwal) dan tingkatan (maqam) spiritual dan kekayaan kejiwaan

merekalah yang membedakan masing-masing pemahaman terhadap

cinta (Wachid, 2008:82). Hal itu menjadi penanda tentang kemajuan

para pelaku sufi sehingga menyatu dengan kekasihnya.

3. Sastra Sufi

Islam memiliki tradisi sastra yang dapat dikatakan berbeda

dengan berbagai macam karya lain diluarnya. Hal ini tidak lepas dari

dasar yang digunakan oleh pelaku-pelaku sastra tersebut. Dasar yang

mewarnai corak ragam seni dan sastra Islam antara lain; bertumpu

pada Al Qur’an, hadist, filsafah, dan estetika didalam Islam. Ada yang

membedakan sastra Islam dengan sastra lainnya. Pertama, majas

(figuratif). Kedua, tasbih (image atau citraan). Tiga, tamsil (simbol

perumpamaan). Dan yang terakhir, istiarah (metafora). Penulis pikir

Page 43: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

31

  

sastra manapun memiliki hal itu, mesti tidak mutlak. Perbedaan

mendasar antara sastra Islam dan sastra lainnya dapat dikatakan

terletak pada kedekatan sastra Islam pada dunia sufisme.

Manusia cenderung melihat semuanya secara hitam putih.

Terkadang manusia tidak tahu bahwa apa yang manusia katakan benar

mungkin salah, dan apa yang manusia klaim salah mungkin saja benar.

Sastra sufi memberitahu manusia untuk mengetahui segala sesuatu

secara hakiki. Selain itu, dari sastra sufi manusia juga diajarkan untuk

hidup dalam damai, saling mengasihi, dan menghormati. Dalam

konteks keindonesiaan, seorang tokoh bernama Hamzah Fansuri telah

memulai tradisi damai tersebut.

Beraneka ragam fungsi sastra. Sebagai pembenar zaman

terkadang ia harus secara vulgar berpihak terhadap kepentingan

ideologi dimana ia merasa terpayungi. Konsistensi sastra

kontemporerpun menunjukkan betapa karyanya tujuan spesial dari

hamparan sastra diarea publik. Mulai dari sastra pesantren, sastra sufi,

sastra etnis, maupun sastra yang terpaksa lahir karena kepentingan

membela sebuah rezim tertentu. Arberry dalam Salam, (2004:12-13)

berpendapat bahwa sastra sufi, pada tataran nilai, bukan saja sebagai

wacana gerakan kesastraan, tetapi lebih luas dari itu adalah pula

wacana gerakan sosial, politik, dan di atas semua itu adalah wacana

gerakan kebudayaan.

Page 44: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

32

  

Tapi, adakah yang berpikir fungsi sastra bagi kesehatan

kejiwaan manusia. Apakah inovasi kreatif terbaru sastra selain korelasi

sinergisnya dengan kepentingan publik selaras kesamaan logika sang

sastrawan. Secara fitriah, sastrapun dapat digunakan untuk

memperkaya bingkai kemanusiaan kita tentunya dengan sebuah syarat

mutlak, sastra yang menyehatkan mental adalah sastra yang

berketuhanan. Sastra yang lekat dengan kedaulatan humanistik yang

dikaruniakan Tuhan kepada manusia sejak zaman azali. Sastra yang

menurut Al-Qur’an diajarkan oleh penyair yang beriman dan beramal

shaleh dan banyak dzikrullah (Al-Qur’an Surat Asy Asyu’araa ayat

227).

Kosep tentang salah satu jalur tarikat yang bisa berarti langsung

perjalanan ke kesejatian batin dan Tuhan maupun sekaligus kontribusi

sosial serta atau sama sekali “tak berurusan dengan Tuhan” ditempu

melalui dunia kesusastraan, Emha Ainun Nadjib menjelaskan sebagai

berikut:

Sastra sekular secara subyektif mengorientasikan diri kedalam suatu kesadaran “kosmos tanpa Tuhan”, meskipun secara objektif ia tetap produk dari kenyataan alam dan kenyataan sosial, sehingga hasil karya sekular sama sekali tidak mustahil untuk juga bersifat religius.

Sastra diniah artinya sastra religius. Suatu kerja kesustraan yang sengaja atau tak sengaja mengaitkan diri dengan dimensi ketuhanan. Ia bisa lahir dari kosmos teologis agama-agama maupun diluar itu.

Sastra Islami adalah suatu kerja kesastraan dalam suatu kerangka kesadaran nilai keislaman baik formal maupun

Page 45: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

33

  

informal, eksplisit maupun implisit: kerangka anatomi nilainya lebih “tertentu” dibanding sastra diniyah. Tetapi Islam yang saya maksud disini bukanlah sebuah agama yang kita bedakan dengan Budha dan Kristen, yang membuat kita bingung ketika sebuah karya seni bisa disebut “Islami” oleh orang Islam dan disebut “Kristiani” oleh orang Kristen, lantas kita simplifikasikan dengan memakai idiom universitas. Tetapi saya belum akan menguraikan masalah ini sehubungan dengan pemahaman naif tentang sara di negeri ini.

Sastra nubuwah adalah suatu jenis karya sastra yang selama ini disebut sastra profetik, yakni meletakan komitmen sosial sebagai substansi tematiknya. Target-tergetnya berada dalam lingkup sosiokultural.

Sastra thasawwufi atau bisa disebut juga ‘isyqy. Titik pandangnya hanya satu: Allah (Nadjib, 1995:57-58).

Dalam hal ini perlu dijelaskan apa yang dimaksud dengan

sastra (baca: puisi) sufi. Pemilihan kata sastra sufi sejauh ini karena

satra sufi dianggap sebagai karya sastra yang memiliki kriteria dan

identitas yang lebih spesifik dibandingkan dengan sastra religius atau

sastra islam (Salam, 2004:2). Dalam kriterianya secara umum karya

sastra baru dianggap memenuhi penyebutan sastra sufi jika karya itu

terutama dan pertama adalah karya satra yang mempersoalkan prinsip

tauhid (prinsip ke-Esa-an Tuhan), prisip ke-Ada-an Tuhan, prinsip

fana-baqa, prinsip penitrasi Tuhan dan kehendak bebas manusia serta

derivasi yang berkaitan dengan prinsip-prinsip tersebut (Nicholson,

1987; Lighs, 1987; Schimmel, 1986; Trimingham, 1971; Al-Kaabadzi,

1989; Burckhardt, 1984; Khan, 1987; Nasr, 1980; dalam Salam, 2004:

2-3). Artinya jika sebuah karya sastra tidak mengandung prinsip-

prinsip tersebut maka karya satra itu tidak termasuk sastra sufi. Dari

konsep ini dapat disimpulkan bahwa sastra sufi dipastikan berdimensi

Page 46: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

34

  

religius dan islami, namun tidak berarti sastra religius berarti sastra

sufi.

Berhadapan dengan karya sastra (baca: sastra sufi) orang tidak

boleh hanya mengartikannya secara harfiah saja, tanpa menyelami

lebih dalam lagi. Diperlukan ketajaman persepsi dan kepekaan

apresiasi untuk bisa menghayatinya, selain pemahaman latar hidup

seorang penyair sufi (Zaini, 2000:42). Sebagaimana diakui oleh F.C

Happold dan Annemarie Schimmel (dalam Hadi; dalam Wachid, 2008:

64), sufisme menghasilkan himpunan penyair yang penglihatan

batinnya tentang Tuhan sebagai keindahan dan cinta mutlak, dan yang

kepadanya cinta kebumian membayangkan dan menyingkap keindahan

dan cinta illahi. Oleh sebab itu, sufisme tidak hanya menghasilkan

ahli-ahli mistik sejati, melainkan sekaligus penyair-penyair besar.

Dari hubungan pengalaman mistis dan pengalaman puitis itu,

dapat dinyatakan bahwa konsep puitik dalam puisi akan sangat

dipengaruhi oleh konsep mistik dari sufi penyairnya. Oleh sebab itu,

disamping tema cinta, makrifat, tauhid, dan persatuan dengan

(kehendak) Tuhan, karya sastra (puisi dan prosa) yang ditulis oleh para

sufi juga bertemakan sosial dan moral. Ditambah lagi dengan pendapat

Abdul Hadi W.M. (1985:viii), bahwa dimasukkannya sajak-sajak Amir

Hamzah bukan karya ia seorang sufi, namun karena pengaruh kuat

sastra sufi, termasuk sistem pencitraan dan perlambangan dalam sajak-

Page 47: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

35

  

sajaknya. Hal itu terutama sekali dengan konsep dasar mistik yakni

“aspek ketuhanan sebagai keindahan” ( Wachid, 2008:65).

Bahasa sebagai realitas inderawi mempunyai keterbatasan

(Wachid, 2002:172) oleh sebab itu, tiada pengalaman religius yang

dapat diungkapkan selain melalui bahasa puisi atau setidaknya

simbolik. Demikian halnya dengan pengalaman syathiyyah yang

dialami oleh para sufi, yang pencapaian keadaan ruhani (ahwal)

tersebut memberi peluang kepadanya untuk menangkap suara yang

timbul dari kedalaman kalbunya berupa “ucapan-ucapan yang dalam”.

Hanya dalam keheningan kesadaran terdalam seseorang bisa

tersingkap dan mendapat pencerahan. Dan hanya dengan demikian

pula situasi eksistensial dirinya dapat direnungi dengan baik. Apapun

jenis puisi itu, sekedar lirik atau puisi sufistik, atau bahkan sajak-sajak

yang bercorak filosof dan kontemplatif akan baik (secara otentik), lahir

dalam keadaan-keadaan seperti itu (Hadi, 2006:xii). Dalam hal ini

Sultan Walad (putra Jalaluddin Rumi) menegakkan:

Keadaan batin inilah yang menguakkan tabir-tabir rahasia alam, yaitu peristiwa alam yang biasanya kita abaikan dan sempat kita tangkap dalam sekejap saja. Peristiwa keseharian yang sederhana. Sama saja dengan keseharian para penyair sufi. Keberhasilan mereka membaca yang tersirat dari yang tersuratlah yang membuat kata-kata mereka bertenaga dan berjiwa. Kata-kata yang menyimpan keikhlasan dan pesona keindahan surgawi. Puisi mereka merupakan refleksi dari keadaan jiwa yang tentram dan telah mencapai kesempurnaan (Rumi, 2000:7-8).

Page 48: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

36

  

Dalam sudut pandang sufisme, keberadaan sastra yang orisinal

dalam segala bidang kehidupan manusia, merupakan perwujudan lain

dari dua sifat Tuhan, yaitu Maha Indah dan Maha Agung. Jika karya

sastra merupakan pernyataan keindahan diri manusia, maka juga berat

menampilkan ke-Mahaindah-an Tuhan. Jika seni (sastra) merupakan

pernyataan fenomena atau watak manusia, maka ia merupakan wujud

ke-Mahaagung-an Tuhan. Jadi, kesenian menghargai keorisinilan dan

mengandung pesan-pesan kebenaran. Menurut konsep sufisme seni

(sastra) diletakkan sebagai kegiatan yang diperlukan untuk

memperkokoh hubungan manusia dengan Tuhan melalui perantara

keindahan dan keagungan ciptaan-Nya.

4. Puisi

Puisi merupakan the most condensed and concentrated form of

literature (Perrine dalam Siswantoro, 2010:23), maksudnya adalah

puisi merupakan bentuk karya sastra yang paling padat dan

terkonsentrasi. Puisi merupakan sebuah ekspresi yang mampu

membangkitkan perasaan, merangsang imajinasi panca indera dalam

susunan yang berirama (Pradopo, 2007:7). Perrine (dalam Siswantoro,

2010:23) mendefinisikan puisi sebagai jenis bahasa yang mengatakan

lebih banyak dan lebih intensif daripada apa yang dikatakan oleh

bahasa harian. Adapun menurut Aminuddin (1991:134), puisi adalah

salah satu cabang sastra yang menggunakan kata-kata sebagai media

penyampaian ilusi dan imajinasi, serta lukisan yang menggunakan

Page 49: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

37

  

garis serta warna dalam menggambarkan gagasannya. Dengan begitu

dapat dikatakan puisi merupakan jenis sastra yang didalamnya

mengandung simbol tanda yang bermakna dengan bahasa sebagai

medium. Hanya saja bahasa puisi lebih memiliki ciri sendiri, yakni

pengungkapan yang lebih intensif dibanding bahasa yang digunakan

pada umumnya yang lebih bersifat informatif praktis. Oleh sebab itu

puisi dapat dirumuskan sebagai berikut:

“Sebentuk pengucapan bahasa yang memperhitungkan adanya aspek bunyi-bunyi didalamnya, yang mengungkapkan pengalaman imajinatif, emosional, dan intelektual penyair yang ditimba dari kehidupan individual dan sosialnya; yang diungkapkan dengan teknik pilihan tertentu, sehingga puisi mampu membangkitkan pengalaman tertentu pula dalam diri pembaca atau pendengar-pendengarnya”. Tentu saja batasan-batasan ini hanya batasan tentatif yang bertolak pada puisi-puisi konvensional. Karenanya, batasan itu pun belum tentu mampu mencakupi semua jenis puisi yang ada. Terlebih lagi jika disadari bahwa dalam perkembangannya, khazanah puisi modern selalu menunjukkan adanya inovasi dan eksperimentasi yang dilakukan oleh para penyair pembaharu yang melahirkan puisi-puisi inkonvensional” (Sayuti, 2008:3-4).

Lebih jauh Sayuti (2008:23-24) yang mendasarkan puisi

kepada karya-karya penyair yang terdapat dalam khasanah perpuisian

Indonesia modern yang dapat dijangkau, sebagai karya kreatif puisi

dapat dipertimbangkan: 1) sebagai sosok pribadi (pinjam istilah

Subagyo Sastrowardoyo); 2) sebagai dunia dalam kata (pinjam istilah

Dresden); 3) sebagai penciptaan kembali atau refleksi kenyataan; 4)

sebagai sesuatu yang dikhendaki untuk atau yang mampu mencapai

tujuan tertentu dalam diri audiens. Diantara empat pertimbangan

tersebut yang menjadi titik berat keterkaitannya adalah bahasa dan

Page 50: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

38

  

maknanya. Puisi adalah karya sastra estetis yang memanfaatkan saran

bahasa secara khas. Hal ini sejalan dengan pandangan yang

mengungkapkan bahwa jika suatu ungkapan yang memanfaatkan

sarana bahasa itu bersifat “luar biasa” ungkapan itu disebut sebagai

ungkapan sastra atau bersifat sastrawi.

Puisi merupakan simbol tanda. Puisi sebagai sosok pribadi

penyair atau ekspresi personal berarti puisi merupakan luapan perasaan

atau sebagai produk imajinasi penyair yang beropsesi pada presepsi-

presepsinya (Sayuti, 2008:25). Ditegaskan Hadi (2009:47), bahwa

seorang penyair pada dasarnya menggunakan imaji-imaji visual atau

auditif untuk mengonkretkan ide-idenya. Persepsinya diuji dalam

ketepatannya menggunakan imaji konkret memiliki nilai spiritual dan

simbolik. Untuk memahami simbol tanda itu diperlukan pemaknaan

dari pembaca. Untuk memahami puisi harus mampu memahami bahasa

didalam puisi sebagai sistem tanda yang mampunyai arti. Didalam

puisi terdiri dari simbol unsur yang tersusun, dan setiap susunan

tersebut mempunyai makna yang saling berkaitan, maka didalam

pemaknaan puisi tidak boleh memaknai dengan semuanya sendiri

melainkan harus dengan kerangka simbol yaitu ilmu tentang tanda-

tanda.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan

bahwa puisi selalu berkaitan dengan jiwa dan perasan, kehidupan lahir,

dan batin yang diekspresikan pengarang melalui bentuk paparan

Page 51: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

39

  

bahasa yang mempunyai simbol dan mengandung makna yang

mendalam.

5. Unsur Pembangun Puisi

Puisi merupakan sebuah struktur yang terdiri dari unsur-unsur

pembangun. Unsur itu dinyatakan secara terpadu karena tidak dapat

dipisahkan tanpa mengikat unsur yang lainnya. Unsur-unsur itu

bersifat fungsional dalam kesatuannya dan juga terhadap unsur

lainnya. Puisi dibangun oleh dua unsur pokok yakni struktur fisik dan

struktur batin (Waluyo, 1995:25-28).

a. Struktur fisik

Struktur fisik puisi adalah sesuatu yang dapat dilihat dari

bahasa puisi yang tampak. Waluyo (1987:71-97) menyebutkan

struktur fisik puisi dapat diuraikan dalam metode puisi, yakni unsur

estetik yang membangun struktur luar dari puisi. Struktur fisik

tersebut yakni sebagai berikut:

1. Diksi

Diksi merupakan salah satu unsur yang membangun

keberadaan puisi yang berarti pemilihan kata yang dilakukan oleh

penyair untuk mengekspresikan gagasan dan perasaan-perasaan

yang bergejolak dan menggejala dalam dirinya (Sayuti, 2008:143).

Diksi atau pilihan kata mencakup pengertian kata-kata yang

Page 52: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

40

  

dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan, bagaimana

membentuk pengelompokkan kata-kata yang tepat atau

menggunakan ungkapan-ungkapan yang tepat, dan gaya mana yang

paling baik digunakan dalam suatu situasi.

Sayuti (2008:160) berpendapat, tentang hal-hal yang harus

diperhitungkan penyair dalam puisinya: 1) kaitan kata tertentu

dengan gagasan dasar yang akan diekspresikan atau

dikomunikasikan; 2) wujud kosa kata; 3) hubungan antarkata

dalam membentuk susunan tertentu sebagai sarana retorik sehingga

tercitra kiasan-kiasan yang terkait dengan gagasan; 4)

kemungkinan efeknya bagi pembaca. Diksi dalam puisi

diorientasikan pada sifat-sifat hakiki puisi: a) secara emotif, kata-

kata pilihan disesuaikan dengan hal yang akan diungkapkan; b)

secara objektif, kata-kata disesuaikan dengan kata lain dalam

rangka membangun kesatuan tekstual puisi; c) secara imiatif atau

referensial, kata-kata diperhitungkan potensinya dalam

membangun imajinasi sehingga mampu menghimbau tanggapan

pembaca untuk mengaitkan dunia puitik dengan realis; d) secara

konatif, kata-kata diperhitungkan agar mampu memberikan efek

tertentu pada diri pembacanya.

Page 53: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

41

  

2. Pengimajian/ Citraan

Pengimajian adalah kata atau susunan kata-kata yang dapat

mengungkapkan pengalaman sensoris, seperti penglihatan,

pendengaran, dan perasaan. Wachid (2002:131) berpendapat,

bahwa dalam sajak pengimajian/ citraan umumnya digunakan

dalam dua pengertian, yakni sebagai pengalaman indera dan bentuk

bahasa yang dipergunakan untuk menyampaikan pengalaman

indera itu. Sebuah sajak yang baik senantiasa memperhitungkan

keutuhan antara bentuk dan isi, keutuhan penggambaran-

penggambaran imajinya sehingga mampu memberi nuansa

berimajinasi dan berpikir kepada pembaca.

Citraan merupakan kata-kata sebagai pendukung imaji.

Menurut Sayuti (2008:170) istilah citraan dalam puisi dipahami

melalui dua cara. Pertama, dipahami secara reseptif dari sisi

pembaca. Dalam hal ini citraan merupakan pengalaman indera

yang terbentuk dalam rongga imajinasi pembaca yang ditimbulkan

oleh sebuah kata atau oleh rangkaian kata. Kedua, dipahami secara

ekspresif, dari sisi penyair, yakni ketika citraan merupakan bentuk

bahasa (kata atau rangkaian kata) yang dipergunakan oleh penyair

untuk membangun komunikasi estetik atau untuk menyampaikan

pengalaman inderanya.

Page 54: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

42

  

3. Kata Konkret

Kata konkret merupakan kata-kata yang digunakan

pengarang dalam sajaknya yang dapat menyaran kepada arti yang

menyeluruh. Kata yang diperkonkritkan erat hubungannya dengan

penggunanaan kiasan dan lambang.

4. Bahasa Figuratif/ Kiasan

Bahasa figuratif/kiasan adalah bahasa yang digunakan

penyair untuk mengatakan sesuatu dengan cara yang tidak biasa,

yakni secara tidak langsung mengungkapkan makna. Untuk

memahami bahasa figuratif, pembaca harus menafsirkan kiasan

dan lambang yang dibuat penyair. Riffaterre dalam Wachid, (2002:

75) berpendapat bahwa puisi itu menyatakan sesuatu secara tidak

langsung, yaitu menyatakan sesuatu yang berarti lain (dalam).

Jenis-jenis bahasa kiasan itu antara lain sebagai berikut:

a) Perbandingan (simile)

Perbandingan atau perumpamaan atau simile, adalah

bahasa kiasan yang tidak langsung. Artinya menyatakan satu

hal dengan hal lain dengan menggunakan kata-kata seperti,

laksana, bagaikan, baik, dan kata-kata pendamping yang lain

(Pradopo, 2007:62). Simile merupakan perbandingan yang

bersifat eksplisit. Maksudnya adalah bahwa ia langsung

Page 55: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

43

  

menyatakan sesuatu sama dengan hal yang lain. Untuk itu, ia

memerlukan upaya yang secara eksplisit menunjukkan

kesamaan itu (Keraf, 2008:138).

b) Metafora

Metafora adalah kiasan langsung, artinya benda yang

dikiaskan itu tidak disebutkan. Dengan kata lain, metafora

adalah semacam analogi yang membandingkan dual hal secara

langsung, hanya saja tidak menggunakan kata-kata pembanding

(Pradopo, 2007:66). Altenbernd menyatakan, metafora

menyatakan sesuatu sebagai hal yang sama atau seharga

dengan hal lain, yang sesungguhnya tidak sama (dalam

Pradopo, 2007:66). Metafora sebagai perbandingan langsung

tidak mempergunakan kata: seperti, baik, bagai, bagaikan, dan

sebagainya, sehingga pokok pertama langsung dihubungkan

dengan pokok kedua (Keraf, 2008:139).

c) Personifikasi

Secara sederhana, personifikasi dapat diartikan sebagai

pemanusiaan (Sayuti, 2008:229). Personifikasi adalah kiasan

yang menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang

yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat kemanusiaan

(Keraf, 2008: 140). Personifikasi sebagai kiasan yang banyak

yang digunakan oleh para penyair dari dulu hingga kini sering

Page 56: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

44

  

digunakan karena membuat hidup lukisan, disamping itu

memberi kejelasan beberan, memberikan bayangan angan yang

konkret (Pradopo, 2007:75).

d) Allegori

Allegori adalah cerita kiasan atau lukisan kiasan. Cerita

kiasan atau lukisan kiasan ini menghiaskan hal lain atau

kejadian lain (Pradopo, 2007:71). Keraf (2008:140)

berpendapat, allegori merupakan cerita singkat yang

mengandung kiasan, makna kiasan ini harus ditarik dari bawah

permukaan ceritanya.

e) Metonimia

Metonimia adalah suatu gaya bahasa kiasan yang

mempergunakan sebuah kata untuk menyatakan suatu hal lain,

karena mempunyai pertalian yang sangat dekat (Keraf, 2008:

142). Altenbernd dalam Pradopo, (2008:77) berpendapat,

bahwa metonimia ini dalam bahasa Indonesia sering disebut

kiasan pengganti nama. Bahasa ini merupakan sebuah atribut

sebuah objek atau penggunaan sesuatu yang sangat dekat

berhubungan dengannya untuk mengganti objek tersebut.

Page 57: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

45

  

f) Sinekdok

Altenbernd dalam Pradopo, (2007:78) sinekdok adalah

bahasa kiasan yang menyebutkan suatu bagian yang penting

dalam suatu benda (hal) untuk benda atau hal itu sendiri.

5. Verifikasi (rima, ritme, dan metrum)

Verifikasi dalam puisi terdiri dari rima, ritme dan metrum.

Rima merupakan pengulangan bunyi dalam puisi untuk

membentuk musikalitas atau orkestrasi (Waluyo, 1987:90). Dalam

Siswanto berbeda dengan sajak, rima adalah persamaan bunyi pada

puisi, baik diawal, tengah, maupun akhir baris puisi. Rima terdiri

dari tiga macam, yaitu onomatope yang merupakan tiruan suatu

bunyi. Bentuk intern pola bunyi yang merupakan aliterasi,

asonansi, persamaan akhir dan awal, sajak berselang, sajak

berparuh, sajak penuh, repetisi bunyi, dan sebagainya.

Pengertian ritme (rhytm) atau biasa disebut irama adalah

suatu gerak yang teratur, suatu rentetan bunyi berulang dan

menimbulkan variasi-variasi bunyi yang menciptakan gerak yang

hidup (Semi, 1993:120). Ritma berasal dari bahasa Yunani rheo

yang berarti gerakan-gerakan air yang teratur, terus menerus dan

tidak putus-putus (mengalir terus) (Waluyo, 1987:94).

Page 58: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

46

  

Metrum menurut Ibid berupa pengulangan tekanan yang

tetap yang bersifat statis, sedangkan menurut M. Atar Semi,

metrum ialah irama yang tetap, artinya pergantiannya sudah tetap

disebabkan jumlah suku kata yang sudah tetap, sehingga alun suara

menjadi tetap (Semi, 1993:121).

6. Tipografi (tata wajah)

Tipografi adalah penyusunan baris dan bait puisi. Tipografi

juga sering disebut sebagai ukuran bentuk, yang didalamnya

tersusun kata, frase, baris, bait, dan akhirnya menjadi puisi.

b. Struktur batin

Struktur batin puisi adalah medium untuk mengungkapkan

makna yang hendak disampaikan penyair. Richard dalam dalam

Waluyo (1987:106-130) menyebutkan dengan istilah hakikat puisi.

Ada empat unsur hakikat puisi, yakni:

1. Tema

Tema merupakan gagasan pokok atau subjeck-matter yang

dikemukakan oleh penyair.

2. Perasaan (feeling)

Dalam menciptakan puisi, suasana perasaan penyair ikut

diekspresikan dan harus dihayati oleh pembaca.

Page 59: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

47

  

3. Nada dan suasana

Nada adalah sikap penyair terhadap pembaca. Dalam

menulis puisi, penyair mempunyai sikap tertentu terhadap

pembaca, apakah dia ingin bersikap menggurui, menasehati,

mengejek, menyindir atau bersikap lugas hanya menceritakan

sesuatu kepada pembaca. Suasana adalah keadaan jiwa pembaca

setelah membaca puisi itu atau akibat psikologis yang ditimbulkan

puisi terhadap pembaca.

4. Amanat (pesan)

Amanat adalah pesan yang ingin disampaikan oleh

pengarang dari sebuah karya sastra (baca: puisi). Amanat yang

hendak disampaikan oleh penyair dapat ditelaah setelah kita

memahami tema, rasa, dan nada puisi itu.

6. Semiotik

a. Pengertian semiotik

Semiotik berasal dari bahasa Yunani semeion, yang berarti

tanda. Semiotik (semiotika) adalah ilmu tentang tanda-tanda. Hoed

(2011:3) berpendapat bahwa semiotik adalah ilmu yang mengkaji

tanda dalam kehidupan manusia. Ilmu ini menganggap bahwa

fenomena sosial atau masyarakat dan kebudayaan itu merupakan

tanda-tanda. Teori semiotik mengarahkan perhatiannya pada tanda,

Page 60: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

48

  

yakni “sesuatu yang mewakili sesuatu”. Secara lebih khusus

dikemukakan bahwa sesuatu yang diwakili itu adalah “pengalaman

manusia”, baik pengalaman fisik maupun pengalaman mental (Hoed,

2011:155). Preminger dalam Pradopo, (2007:121) berpendapat bahwa

semiotik mempelajari sistem aturan dan konvensi yang memungkinkan

tanda-tanda tersebut mempunyai arti yang dalam lapangan kritik sastra

meliputi analisis sastra sebagai sebuah penggunaan bahasa yang

tergantung pada konvensi-konvensi tambahan dan yang meneliti ciri-

ciri yang memberi makna bermacam-macam cara wacana.

Ferdinand de Saussure dan dikutip Pilliang (2003: 256)

mendefinisikan semiotik sebagai ilmu yang mengkaji tanda sebagai

bagian dari kehidupan sosial. Secara implisit dalam definisi Saussure

ada prinsip bahwa semiotik sangat menyadarkan dirinya pada aturan

main (rule) atau kode sosial (social code) yang berlaku di dalam

masyarakat sehingga tanda dapat dipahami maknanya secara kolektif.

Tokoh yang dianggap pendiri semiotik adalah dua orang yang

hidup sezaman, yang bekerja secara terpisah dan dalam lapangan yang

tidak sama (tidak saling mempengaruhi). Tokoh semiotik itu adalah

seorang ahli linguistik berkebangsaan Swiss, Ferdinand de Saussure

(1857-1913) dan seorang ahli wilsafat Amerika, Charles Sanders

Peirce (1839-1914). Saussure menyebut ilmu itu dengan nama

semiologi, sedangkan Peirce menyebutnya semiotik. Kedua istiah ini

mengandung pengertian yang persis sama, walaupun penggunaan salah

Page 61: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

49

  

satu dari kedua istilah tersebut biasanya menunjukkan pemikiran

pemakainya.

b. Tanda (petanda dan penanda)

Wardoyo (2005:1) mengatakan semiotics is the science of

signs. Masalahnya adalah bagaimana sebuah tanda (sign) dapat

diidentifikasikan. Untuk dapat mengidentifikasi sebuah tanda, terlebih

dahulu harus dipahami hakikat dari sebuah tanda (sign). Dalam

semiotik, tanda bisa berupa kata-kata, kalimat, atau gambar yang bisa

menghasilkan makna.

Dalam hubungannya dengan tanda, Saussure mempunyai

peranan penting dalam mengidentifikasikan sebuah tanda. Saussure

dalam Pilliang (2003:90) menjelaskan “tanda” sebagai kesatuan yang

tidak dapat dipisahkan dari dua bidang seperti halnya selembar kertas,

yaitu bidang penanda (signifier) untuk menjelaskan bentuk atau

ekspresi dan bidang petanda (signified) untuk menjelaskan konsep atau

makna. Saussure meletakan tanda dalam konteks komunikasi manusia

dengan pemilahan antara penanda (signifier) dan petanda (signified).

Penanda wujud materi tanda tersebut. Petanda adalah konsep yang

diwakli oleh penanda yaitu artinya. Contohnya “ayah” merupakan

tanda berupa satuan bunyi yang menandai arti “orang tua laki-laki”.

Berkaitan dengan proses pertandaan seperti di atas, Saussure

menekankan perlunya semacam konvensi sosial (social convention)

Page 62: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

50

  

dikalangan komunitas bahasa, yang mengatur makna sebuah tanda.

Satu kata mempunyai makna tertentu disebabkan adanya kesepakatan

sosial diantara komunitas pengguna bahasa (Pilliang, 2004:90).

Selanjutnya tanda kebahasaan menurut Saussure bersifat

arbitrair, atau semena-mena. Artinya tidak ada hubungan alami dari

petanda dan penanda. Sebagai contoh tentang ini bahwa orang tidak

dapat mengerti mengapa hewan yang selalu digunakan sebagai

kendaraan tunggangan tersebut bernama “kuda”. Tanda kebahasaan

tersebut tidak dapat dipikirkan sebabnya, tetapi semua orang dapat

mengerti bahwa itu “kuda”, tanpa harus memperdebatkannya. Inilah

semena-mena yang selalu tersepakati tanpa kesepakatan formal.

Mengingat hubungan petanda dan penanda bersifat arbitrair,

maka petanda dari sebuah penanda bisa berupa apa saja. Tidak ada

makna inti yang ada dalam petanda,yang membuatnya harus menjadi

petanda dari sebuah penanda inilah kesemena-menaan. Lalu apa yang

dapat menentukan bahwa penanda adalah penanda dan petanda adalah

petanda? Menurut Saussure penentu tersebut tidak lain adalah relasi.

Sebagai contoh, untuk mengerti tentang “akar”, maka dapat di bedakan

dengan “batang”. Hal ini tidak hanya terjadi pada tataran konsep,

namun juga pada tataran penanda. Misal suatu kata ‘panjang’ yang

diucapkan oleh penutur satu dengan penutur lainnya dapat berbeda bila

diamati cara ujaran atau warna suara, Volume suara. Namun walau

bervariasi cara pengucapannya, kata tersebut dapat saja dipahami

Page 63: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

51

  

sebelum kata tersebut menjurus atau terdengar seperti kata “pancang”,

“panggang”, dan “pancung”. Dengan kata lain tanda dapat dipahami

atas pembedaannya dengan tanda yang lain. Hal ini memberi

pengertian bahwa unit kebahasaan adalah form bukan content ( isi ).

c. Teori dan metode semiotik Michael Riffaterre

Tahap pertama memahami puisi secara semiotik adalah dengan

menemukan arti (meaning) unsur-unsurnya, yaitu kata-kata yang

secara referensial, menurut kemampuan bahasanya yang mendasarkan

fungsi bahasa sebagai alat komunikasi tentang gejala diluar fungsi

mimetiknya. Tahap ini oleh Riffaterre disebut tahap pembacaan

heuristik. Setelah itu pembacaan dan pemaknaan harus ditingkatkan

pada tahap semiotik yaitu dengan membongkar kode-kode sastra

secara struktural, atas dasar maknanya (significance); penyimpangan

dari kode bahasa dari makna biasa, yang oleh Riffaterre disebut

ungrammaticalities dengan latar belakang seluruh karya yang

disampingnya (intertekstualitasnya dengan karya-karya sebelumnya).

Tahap kedua inilah yang disebut sebagai tahap pemaknaan secara

retroaktif atau hermeneutik. Puisi dicari matrix atau kata kuncinya,

dapat juga ditambahkan bahwa puisi sebagai transformasi

ditransformasikan dengan hipogramnya.

Dalam pemaknaan puisi ada empat hal penting yang harus

diperhatikan dalam pemaknaan sastra, seperti yang terdapat dalam

Page 64: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

52

  

buku Riffaterre, Semiotics of Poetry melalui Pradopo (2007:226)

sebagai berikut:

a. Ketidaklansungan ekspresi

Dikemukakan oleh Riffaterre (1978-1) bahwa puisi itu dari

dahulu hingga sekarang selalu berubah karena evolusi selera dan

konsep estetik yang selalu berubah dari periode ke periode. Ia

menganggap bahwa puisi adalah sebagai salah satu wujud aktivitas

bahasa. Puisi berbicara mengenai sesuatu hal dengan maksud lain.

Artinya puisi berbicara secara tidak langsung sehingga bahasa yang

digunakan pun berbeda dari bahasa sehari-hari. Jadi,

ketidaklangsungan ekspresi itu merupakan konvensi sastra pada

umumnya. Karya sastra itu merupakan ekspresi yang tidak

langsung, yaitu menyatakan pikiran atau gagasan secara tidak

lagsung, tetapi dengan cara lain (Pradopo, 2005: 124).

Ketidaklangsungan ekspresi itu menurut Riffaterre (1978:

2) disebabkan oleh tiga hal, yaitu penggantian arti (displasing of

meaning), penyimpangan arti (distorting of meaning), dan

penciptaan arti (creating of meaning). Ketiga jenis

ketidaklangsungan ini jenis-jenis akan mengancam representasi

kenyataan atau apa yang disebut dengan mimesis. Landasan

mimesis adalah hubungan langsung antara kata dengan objek. Pada

tataran ini, masih terdapat kekosongan makna tanda yang perlu

Page 65: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

53

  

diisi dengan melihat bentuk ketidaklangsungan ekspresi untuk

menghasilkan sebuah pemaknaan baru (significance).

a) Penggantian arti (displacing of meaning)

Penggantian arti ini menurut Riffaterre disebabkan oleh

penggunaan metafora dan metonimi dalam karya sastra.

Metafora dan metonimi ini dalam arti luasnya untuk menyebut

bahasa kiasan pada umumnya. Jadi, tidak terbatas pada bahasa

kiasan lainnya. Disamping itu, ada jenis bahasa kiasan yang

lain, yaitu simile (perbandingan), personifikasi, sinekdoke, epos

dan alegori.

Metafora itu bahasa kiasan yang mengumpamakan atau

mengganti suatu hal dengan tidak mempergunakan kata

pembanding bagai, seperti, bak, dan sebagainya. Metonimi

merupakan bahasa kiasan yang digunakan dengan memakai

nama atau ciri orang atau sesuatu barang untuk menyebutkan

hal yang bertautan dengannya.

Kata-kata kiasan merupakan pengganti arti sesuatu yang

lain. Sebagai salah satu contoh dalam kumpulan puisi syair

lautan jilbab, dalam puisi “Tersungkur”, kekasih diartikan

sebagai Allah Swt. “Kekasih” merupakan metafora dalam baris

ini yang berarti lain, yakni sebagai Allah Swt. yang sangat

dicintai oleh aku-lirik. Jadi, dalam pandangan aku-lirik karena

Page 66: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

54

  

si aku sangat mencintai Allah Swt., maka menganggap Allah

Swt. sebagai kekasihnya. Dalam bait selanjutnya “anak-anak”

juga memiliki arti lain, yakni orang-orang yang merasa kecil

dan bodoh serta dihantui kerinduan tidak sabar ingin bertemu

dengan Allah Swt. sebagai kekasihnya.

b) Penyimpangan arti (distorting of meaning)

Penyimpangan bahasa secara evaluatif atau secara

emotif dari bahasa biasa ditujukan untuk membentuk kejelasan,

penekanan, hiasan, humor, atau sesuatu efek yang lain.

Riffaterre (1978:2) mengemukakan bahwa penyimpangan arti

disebabkan oleh tigal hal, yaitu pertama oleh ambiguitas, kedua

oleh kontradiksi, dan ketiga oleh nonsense. Pertama,

ambiguitas disebabkan oleh bahasa sastra itu berarti ganda

(polyinterpretable), lebih-lebih bahasa puisi. Kegandaan arti itu

dapat berupa kegandaan arti sebuah kata, frase ataupun kalimat.

Kedua, kontradiksi berarti mengandung pertentangan

disebabkan oleh paradoks dan atau ironi. Paradoks merupakan

suatu pernyataan yang berlawanan dengan dirinya sendiri, atau

bertentangan dengan pendapat umum, tetapi kalau diperhatikan

lebih dalam sesungguhnya mengandung suatu kebenaran,

sedangkan ironi menyatakan sesuatu secara berkebalikan,

biasanya untuk mengejek atau menyindir suatu keadaan.

Page 67: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

55

  

Ketiga, nonsense adalah kata-kata yang secara linguistik

tidak mempunyai arti sebab hanya berupa rangkaian bunyi,

tidak terdapat dalam kamus. Akan tetapi puisi nonsense itu

memiliki makna. Makna itu timbul karena adanya konvensi

sastra, nonsense berfungsi untuk menimbulkan kekuatan gaib

atau magis.

Arti yang ambiguitas yang terjadi dalam puisi “Mata

Air Kesejatian” ini adalah kosong dan bisu; diartikan sebagai

kekosongan bukan karena buta namun karena terlampau luas

cinta yang dilihat sehingga matanya tidak sanggup menampung

cinta itu. Bisu dalam hal ini bisu juga bukan berarti tidak bisa

berbicara namun karena hanya cinta yang diucapkannya maka

aku-lirik tidak bisa berkata selain kata cintanya kepada Allah

Swt sehingga dia dikatakan bisu. Arti yang muncul dalam kata

kosong dan bisu pada puisi “Mata Air Kesejatian” ini adalah

ambiguitas yakni memiliki arti ganda.

c) Penciptaan arti

Penciptaan arti ditimbulkan melalui enjambement,

homologue, dan tipografi (Riffaterre, 1978:2). Penciptaan arti

ini merupakan konvensi kepuitisan yang berupa bentuk visual

yang secara linguistik tidak mempunyai arti tetapi

Page 68: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

56

  

menimbulkan makna didalam puisi. Jadi, penciptaan arti ini

merupakan organisasi teks diluar linguistik.

b. Pembacaan heuristik dan hermeneutik

Untuk memberi makna secara semiotik, pertama kali dapat

dilakukan dengan pembacaan heuristik dan hermeneutik atau

retroaktif (Riffaterre, 1978:5-6). Konsep ini akan diterapkan

sebagai langkah awal dalam usaha untuk mengungkapkan makna

yang terkandung dalam kumpulan puisi Syair Lautan Jilbab karya

Emha Ainun Nadjib.

Pembacaan heuristik menurut Riffaterre (1978:5)

merupakan pembacaan tingkat pertama untuk memahami makna

secara linguistik, sedangkan pembacaan hermeneutik merupakan

pembacaan tingkat kedua untuk menginterpretasi makna secara

utuh. Dalam pembacaan ini, pembaca lebih memahami apa yang

sudah dibaca untuk kemudian memodifikasi pemahaman tentang

hal itu.

Menurut Santosa (2004:231) bahwa pembacaan heuristik

adalah pembacaan yang didasarkan pada konvensi bahasa yang

bersifat mimetic (tiruan alam) dan membangun serangkaian arti

yang heterogen, berserak-serakan atau tak gramatikal. Hal ini

dapat terjadi karena kajian didasarkan pada pemahaman arti

kebebasan yang bersifat lugas atau berdasarkan arti denotatif dari

Page 69: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

57

  

suatu bahasa. Sedangkan Pradopo (2005-135) memberi definisi

pembacaan heuristik yaitu pembacaan berdasarkan struktur

bahasanya atau secara semiotik adalah berdasarkan konvensi

sistem semiotik tingkat pertama.

Pembacaan hermeneutik menurut Santosa (2004:234)

adalah pembacaan yang bermuara pada ditemukannya satuan

makna puisi secara utuh dan terpadu. Semantara itu, Pradopo

(2005:137) mengartikan pembacaan hermeneutik sebagai

pembacaan berdasarkan konvensi sistem semiotik tingkat kedua

(makna konotasi). Pada tahap ini, pembaca harus meninjau kembali

dan membandingkan hal-hal yang telah dibacanya pada tahap

pembacaan heuristik. Dengan cara demikian, pembaca dapat

memodifikasi pemahaman dengan pemahaman yang terjadi dalam

pembacaan hermeneutik.

Puisi harus dipahami sebagai sebuah satuan yang bersifat

struktural atau bangunan yang tersusun dari berbagai unsur

kebahasaan. Oleh karena itu, pembacaan hermeneutik pun

dilakukan secara struktural atau bangunan yang tersusun dari

berbagai unsur kebahasaan. Artinya, pembacaan itu bergerak

secara bolak-balik dari satu bagian ke seluruh dan kembali ke

bagian yang lain seterusnya. Pembacaan ini dilakukan pada

interpretasi hipogram potensial, hipogram aktual, model, dan

matriks (Riffaterre, 1978:5). Proses pembacaan yang dimaksudkan

Page 70: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

58

  

oleh Riffaterre (dalam Selden, 1993:126) dapat diringkas sebagai

berikut:

1. Membaca untuk arti bahasa.

2. Menyoroti unsur-unsur yang tampak tidak gramatikal dalam

mengiringi penafsiran mimetik yang biasa.

3. Menemukan hipogram, yaitu mendapat ekspresi yang tidak

biasa dalam teks.

4. Menurunkan matriks dari hipogram, yaitu menemukan sebuah

pernyataan tunggal atau sebuah kata yang dapat menghasilkan

hipogram dalam teks.

c. Matriks, model dan varian-varian

Untuk memperjelas dan mendapatkan makna sajak karya

sastra lebih lanjut, maka dicari tema dan masalahnya dengan

mencari matriks, model, dan varian-variannya lebih dahulu.

Matriks itu harus diabstraksikan dari sajak atau karya sastra yang

dibahas. Matriks itu tidak dieksplisitkan dalam sajak karya sastra.

Matriks itu bukan kiasan, matriks ini adalah kata kunci (key word),

dapat berupa satu kata, gabungan kata, bagian kalimat atau kalimat

sederhana. Matriks ini “mengarah pada tema”. Jadi, matriks bukan

tema atau belum merupakan tema. Dengan ditemukan matriks,

nanti akan ditemukan tema. Matriks itu sebagai “hipogram” intern

Page 71: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

59

  

yang ditransformasikan kedalam menjadi “model” yang berupa

kiasan. Matriks dan model ditransformasikan menjadi “varian-

varian”. Varian ini merupakan transormasi model pada setiap

satuan tanda; baris atau bait, bahkan juga bagian-bagian fiksi

(alinea, bab, yang merupakan wacana). Varian-varian ini, dapat

“disimpulkan” atau “diabstraksikan” tema sajak karya sastra.

Seringkali sajak itu dalam karya sastra merupakan

transformasi teks lain (teks sebelumnya) yang merupakan

hipogramnya yaitu teks yang menjadi latar belakang

penciptaannya. Menurut Julia Kristeva, dunia ini adalah teks. Jadi

teks bukan hanya tulisan, bahasa atau cerita lisan. Oleh karena itu,

masyarakat, adat, aturan-aturan adalah teks. Begitu pula benda-

benda alam adalah teks, seperti air, batu, pohon itu teks. Dengan

adanya hipogram itu, pemaknaan membuat makna sajak karya

sastra yang dimaknai dengan sajak karya sastra lain menjadi

hipogramnya.

d. Hubungan Intertekstual

Karya sastra tidak lahir dalam situasi kosong dan tidak

lepas dari sejarah sastra. Artinya , sebelum karya sastra dicipta,

sudah ada karya sastra yang mendahuluinya. Pengarang tidak

begitu saja mencipta, melainkan ia menerapkan konvensi-konvensi

yang sudah ada. Disamping itu, ia juga berusaha menentang atau

Page 72: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

60

  

menyimpangi konvensi yang sudah ada. Karya sastra selalu berada

dalam ketegangan antara konvensi dan revolusi, antara yang lama

dengan yang baru (Teeuw, 1980:12). Oleh karena itu, untuk

memberi makna karya sastra, maka prinsif kesejarahan itu harus

diperhatikan. Kumpulan puisi Syair Lautan Jilbab misalnya, puisi

ini tidak terlepas dari hubungan kesejarahannya dengan teks lain

yang turut menunjang keberadaannya.

Riffaterre (1978:11) berpendapat bahwa sebuah karya

sastra baru mempunyai makna penuh dalam hubungannya atau

pertentangannya dengan karya sastra lain. Ini merupakan prinsip

intertekstualitas yang ditekankan oleh Riffaterre. Prinsip

intertekstual adalah prinsip hubungan antarteks. Sebuah teks tidak

dapat dilepaskan sama sekali dari teks yang lain. Teks dalam

pengertian umum adalah dunia semesta ini, bukan hanya teks

tertulis atau teks lisan. Adat-istiadat, kebudayaan, film, drama, dan

lain sebagainya secara pengertian umum adalah teks. Oleh karena

itu, karya sastra tidak dapat lepas dari hal-hal yang menjadi latar

penciptanya, baik secara umum maupun khusus.

Julia Kristeva dalam Pradopo (2005:132) berpendapat

bahwa tiap teks itu, termasuk teks sastra, merupakan mosaik

kutipan-kutipan dan merupakan penyerapan serta transformasi

teks-teks lain. Secara khusus, teks yang menyerap dan

mentransformasikan hipogram dapat disebut sebagai teks

Page 73: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

61

  

transformasi. Untuk mendapatkan makna hakiki dari sebuah karya

sastra digunakan metode intertekstual, yaitu membandingkan,

menjajarkan, dan mengkontraskan sebuah teks transformasi dengan

hipogramnya. Dengan demikian, sebuah karya sastra hanya dapat

dibaca dalam kaitannya dengan teks lain.

C. Pembelajaran Sastra di SMP

a. Pengertian pembelajaran sastra

Pembelajaran ialah upaya menyampaikan pengetahuan kepada

peserta didik. Pembelajaran juga mewariskan kebudayaan kepada

generasi muda melalui lembaga pendidikan sekolah dan upaya

mengorganisasi lingkungan untuk menciptakan kondisi belajar bagi

peserta didik (Hamalik, 2007:71).

Jabrohim (1994:143-145) menjelaskan, pembelajaran sastra

meliputi satu bidang yang luas karena pengertian sastra menyangkut isi

yang beraneka ragam. Termasuk dalam pembelajaran sastra misalnya

puisi, drama, cerpen, dan yang lain. Pokok pembelajaran sastra ialah

membina apresiasi sastra anak didik, yaitu membina agar anak

memiliki kesanggupan untuk memahami, menikmati, dan menghargai

suatu cipta sastra. Pembelajaran sastra tidak terlepas dari kegiatan

pendidikan. Oleh karena itu, segala aspek pembelajaran sastra

seharusnya diarahkan pula demi tercapainya tujuan pendidikan. Ada

berbagai macam tujuan pendidikan berdasarkan tingkatan atau

Page 74: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

62

  

hierarkinya, yaitu tujuan umum, tujuan pendidikan nasional, standar

kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator hasil belajar.

Jadi, secara umum pembelajaran sastra dapat disimpulkan,

bahwa pembelajaran sastra untuk membina apresiasi sastra dalam

rangka pembentukan kebulatan pribadi anak sesuai tujuan pendidikan

nasional.

b. Fungsi pembelajaran sastra

Rahmanto (1988:15) menjelaskan, apabila karya sastra

dianggap tidak berguna, tidak bermanfaat lagi untuk menafsirkan, dan

memahami masalah-masalah dunia nyata, maka pembelajaran sastra

tidak ada gunanya atau fungsinya lagi untuk diadakan. Jika dapat

ditunjukan bahwa sastra mempunyai relevansi dengan masalah-

masalah dunia nyata, maka pembelajaran sastra harus dipandangi

sebagai sesuatu yang penting, dan jika pembelajaran sastra diakukan

dengan tepat, maka pembelajaran sastra dapat memberikan sumbangan

yang besar untuk memecahkan masalah-masalah nyata yang cukup

sulit untuk dipecahkan didalam masyarakat.

Masalah yang dihadapi adalah menentukan bagaimana

pembelajaran sastra dapat berfungsi maksimal untuk pendidikan secara

utuh. Menurut Rahmanto (1988:16-25) pembelajaran sastra dapat

berfungsi sebagai:

Page 75: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

63

  

1) Membantu keterampilan berbahasa

Pembelajaran sastra dalam kurikulum akan membantu

siswa melatih keterampilan membaca, menyimak, wicara, dan

menulis yang saling berhubungan erat. Dalam pembelajaran sastra,

siswa dapat melatih keterampilan menyimak dengan

mendengarkan suatu karya yang dibacakan oleh guru, teman atau

lewat pita rekaman. Siswa dapat meningkatkan keterampilan

membaca dengan membacakan puisi atau prosa cerita. Siswa juga

dapat mendiskusikannya dan kemudian menuliskan hasil diskusi

sebagai keterampilan menulis.

2) Meningkatkan pengetahuan budaya

Pembelajaran sastra dapat mengenalkan siswa dengan

budaya yang dimiliki. Pembelajaran sastra juga dapat mengarahkan

siswa untuk mengetahui pribadi-pribadi dan pemikiran-pemikiran

besar didunia karena budaya-budaya di dunia kadang dihadirkan

melalui karya sastra dan budaya merupakan suatu pengetahuan

khusus yang harus selalu dipupuk dalam masyarakat.

3) Mengembangkan cipta dan rasa

Pembelajaran sastra perlu dikembangkan dalam kecakapan

yang bersifat indera, bersifat penalaran, yang bersifat efektif, dan

bersifat sosial. Pembelajaran sastra dilakukan dengan benar akan

Page 76: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

64

  

dapat menyediakan kesempatan untuk mengembangkan

kecakapan-kecakapan tersebut lebih apa yang disediakan oleh mata

pelajaran yang lain sehingga pembelajaran sastra tersebut dapat

lebih mendekati arah dan tujuan pembelajaran dalam arti yang

sesungguhnya.

Pembelajaran sastra yang bersifat kecakapan indera, dapat

digunakan untuk memperluas pengungkapan apa yang diperoleh

panca indera. Para pengarang sebenarnya manusia-manusia yang

peka dan berbudi halus dan berusaha menyampaikan kepada

pembaca apa yang mereka hayati kemudian mengungkapkan

makna kata-kata yang mereka hayati kemudian mengungkapkan

makna kata-kata yang mereka tafsirkan sehingga mampu

membedakan satu hal dengan yang lain, misalnya kuning dan

keemasan.

Pembelajaran sastra yang bersifat kecakapan penalaran,

yaitu membantu siswa dalam memecahkan masalah-masalah

dengan berpikir logis karena dalam pembelajaran sastra ini siswa

akan dapat memahami fakta-fakta, membedakan makna yang pasti

dan dugaan, kebiasaan, tradisi, dorongan, dan sebagainya.

Pembelajaran sastra yang bersifat kecakapan perasaan,

yaitu pembelajaran sastra dapat menghadirkan berbagai problem

atau situasi yang merangsang tanggapan perasaan atau tanggapan

Page 77: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

65

  

emosional. Situasi dan problem diungkapkan dengan cara-cara

yang memungkinkan kita tergerak untuk menjelajahi dan

mengembangkan perasaan kita sesuai dengan kodrat manusia.

Pembelajaran sastra yang bersifat kecakapan sosial, yaitu

pembelajaran yang digunakan sebagai sarana untuk menumbuhkan

kesadaran pemahaman terhadap orang lain, menumbuhkan rasa

simpati pada masalah-masalah yang dihadapi orang gagal, kalah,

dan putus asa, maka dalam pembelajaran sastra bijaksana memilih

bahan pembelajaran dengan tepat agar membantu siswa memahami

dirinya dalam rangka memahami orang lain.

4) Menunjukkan pembentukan watak

Nilai dalam pembelajaran sastra ada dua tuntunan yang

dapat diungkapkan sehubungan dengan watak. Pertama,

pembelajaran sastra hendaknya dapat membina perasaan yang lebih

tajam. Sastra mempunyai kemungkinan lebih banyak untuk

mengantar kita mengenal seluruh rangkaian hidup manusia seperti

misalnya: kebahagiaan, kebebasan, kesetiaan, kebanggaan diri

sampai pada kelemahan, kekalahan, keputusasaan, kebencian,

perceraian, dan kematian. Mendalami berbagai karya sastra dapat

mempunyai perasaan lebih peka untuk menunjukkan hal-hal yang

bersifat pemahaman, wawasan, toleransi dan rasa simpati yang

lebih mendalam.

Page 78: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

66

  

Kedua, pembelajaran sastra dapat memberikan bantuan

dalam usaha mengembangkan berbagai kualitas kepribadian siswa

yang antara lain meliputi: ketekunan, kepandaian, pengimajian, dan

penciptaan.

c. Tujuan pembelajaran sastra

Jabrohim (1994:77) menjelaskan dua pokok tujuan

pembelajaran sastra, yaitu tujuan pertama merupakan penunjang

terbinanya apresiasi sastra subjek pendidikan dan yang kedua

tujuan tersebut harus dapat membekali subjek didik akan

pengetahuan sastra yang dapat dipergunakan untuk menghadapi

ujian akhir atau tes masuk ke lembaga pendidikan yang lebih

tinggi.

Jadi, tujuan pembelajaran sastra dapat mengarahkan siswa

memiliki wawasan yang memadai tentang sastra, berpikir positif

terhadap sastra serta mampu mengembangkan wawasan,

kemampuan, dan sikap positif terhadap pembelajaran sastra.

d. Bahan pembelajaran sastra

Rahmanto (1988:26-33) menjelaskan, pembelajaran sastra

disajikan kepada siswa harus sesuai dengan kemampuan siswanya

pada satu tahapan pembelajaran tertentu.

Page 79: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

67

  

Sesuai dengan tingkatan kemampuan para siswa, karya

sastra yang akan disajikan hendaknya juga diklasifikasikan

berdasarkan tingkat kesukaran dan kriteria-kriteria tertentu lainnya.

Untuk menentukan bahan pembelajaran sastra harus

memperhatikan dari sudut bahasa, kematangan jiwa (psikologi),

dan latar belakang kebudayaan siswa.

Dari aspek bahasa, penguasaan suatu bahasa akan tumbuh

dan berkembang melalui tahap-tahap yang nampak jelas pada

setiap individu. Aspek kebahasaan dalam sastra ini tidak hanya

ditentukan oleh masalah-masalah yang dibahas, tetapi juga faktor-

faktor lain, seperti cara penulisan yang disampaikan pengarang, ciri

karya sastra yang pada waktu penulisan karya itu, dan kelompok

pembaca yang ingin dijangkau pengarang. Oleh karena itu, bahan

pembelajaran sastra yang bahasanya sesuai dengan tingkat

penguasaan siswanya akan lebih berhasil.

Aspek psikologi dalam bahasa pembelajaran sastra sama

penting dengan pengetahuan kebahasaan. Dalam memilih bahan

pembelajaran sastra, tahap-tahap perkembangan psikologis ini

hendaknya diperhatikan karena tahapan ini sangat besar

pengaruhnya terhadap minat dan kegunaan anak didik dalam

banyak hal. Tahap perkembangan psikologis dalam pembelajaran

sastra sangat besar pengaruhnya terhadap daya ingat, kemampuan

mengerjakan tugas, kesiapan bekerja sama, dan kemungkinan

Page 80: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

68

  

pemahaman situasi atau pemecahan problem yang dihadapi. Tentu

saja, tidak semua siswa mempunyai tahapan psikologis yang sama,

tetapi menyajikan karya sastra yang setidak-tidaknya secara

psikologis dapat menarik minat untuk memahami bahan ajar yang

disajikan.

Dari segi latar belakang budaya karya sastra meliputi

hampir semua faktor kehidupan manusia dan lingkungannya.

Biasanya siswa akan mudah tertarik pada karya-karya sastra

dengan latar belakang yang cepat hubungannya dengan latar

belakang kehidupan mereka, terutama bila karya sastra itu

menghadirkan tokoh-tokoh yang berasal dari lingkungan mereka,

dan mempunyai kesamaan dengan mereka atau dengan orang-

orang disekitar mereka. Secara umum guru sastra hendaknya

memiliki bahan pembelajaran dengan menggunakan prinsip

mengutamakan karya-karya yang latar ceritanya dikenal oleh para

siswa. Meskipun demikian, pendidikan secara keseluruhan bukan

hanya menyangkut situasi dan masalah-masalah lokal saja. Sastra

merupakan salah satu bidang yang menawarkan kemungkinan cara-

cara terbaik bagi setiap orang yang ada dalam satu bagian dunia

untuk mengenal bagian-bagian dunia orang lain.

Page 81: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

69

  

e. Model Pembelajaran Sastra

Di dalam penelitian ini, peneiliti mengkhususkan

keefektifan penggunaan pendekatan pembelajaran PAIKEM

(Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan)

sebagai alternatif pembelajaran sastra di SMP.

Peneliti menggunakan pendekatan pembelajaran yang

berjudul Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM

(Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan)

karangan dari SM. Ismail, 2009.

1) Pengertian PAIKEM

Pengertian PAIKEM, secara bahasa dan istilah dapat

dijelaskan secara singkat, PAIKEM merupakan singkatan dari

Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan

Menyenangkan.

a. Istilah Aktif maksudnya adalah sebuah proses aktif

membangun makna dan pemahaman dari informasi, ilmu

pengetahuan maupun pengalaman peserta didik sendiri.

Dalam proses pembelajaran guru dituntut mampu

menciptakan suasana yang memungkinkan peserta didik

secara aktif menemukan, memproses, dan mengkonstruksi

ilmu pengetahuan dan keterampilan-keterampilan baru.

Page 82: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

70

  

b. Istilah Inovatif, dimaksudkan dalam proses pembelajaran

diharapkan muncul ide-ide baru atau inovasi-inovasi positif

yang lebih baik.

c. Istilah Kreatif, memiliki makna bahwa pembelajaran

merupakan sebuah proses pengembangan kreativitas peserta

didik, karena pada dasarnya setiap individu memiliki

imajinasi dan rasa ingin tahu yang tidak pernah berhenti.

d. Istilah Efektif, berarti bahwa model pembelajaran apapun

yang dipilih harus menjamin bahwa tujuan pembelajaran

akan tercapai secara maksimal. Ini dapat dibuktikan dengan

adanya pencapaian kompetensi baru oleh peserta didik

setelah proses belajar mengajar berlangsung.

e. Istilah Menyenangkan dimaskudkan bahwa proses

pembelajaran harus berlangsung dalam suasana yang

menyenangkan dan berkesan akan menarik minat peserta

didik untuk terlibat secara aktif sehingga tujuan

pembelajaran akan dapat tercapai secara maksimal.

Secara garis besar, gambaran PAIKEM adalah sebagai

berikut:

a) Guru menggunakan berbagai alat bantu dan cara

membangkitkan semangat, termasuk menggunakan

lingkungan sebagai sumber belajar untuk menjadikan

Page 83: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

71

  

pembelajaran menarik, menyenangkan, dan cocok bagi

siswa.

b) Guru mengatur kelas dengan memajang buku-buku dan

bahan belajar yang lebih menarik.

c) Guru menerapkan cara mengajar yang lebih kooperatif

dan interaktif, termasuk cara belajar kelompok.

d) Guru mendorong siswa untuk menemukan caranya

sendiri dalam pemecahan suatu masalah, untuk

mengungkapkan gagasannya, dan melibatkan siswa

dalam menciptakan lingkungan sekolahnya.

2) Yang harus diperhatikan dalam melaksanakan PAIKEM.

a. Memahami sifat peserta didik

Pada dasarnya peserta didik memiliki sifat rasa

ingin tahu dan berimajinasi. Kedua sifat ini merupakan

modal dasar bagi berkembangnya sikap/berpikir kritis dan

kreatif. Untuk itu kegiatan pembelajaran harus dirancang

menjadi lahan yang subur bagi berkembangnya kedua sifat

tersebut.

b. Mengenal peserta didik secara perorangan

Peserta didik berasal dari latar belakang dan

kemampuan yang berbeda. Perbedaan individu harus

diperhatikan dan harus tercermin dalam pembelajaran.

Page 84: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

72

  

Peserta didik yang memiliki kemampuan lebih dapat

dimanfaatkan untuk membantu temannya yang lemah.

c. Memanfaatkan perilaku peserta didik dalam

pengorganisasian belajar

Peserta didik secara alami bermain secara

berpasangan atau kelompok. Perilaku yang demikian dapat

dimanfaatkan oleh guru dalam pengorganisasian kelas.

Dengan berkelompok akan memudahkan mereka untuk

berinteraksi atau bertukar pikiran.

d. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif

serta mampu memecahkan masalah.

Pada dasarnya hidup adalah memecahkan masalah,

untuk itu peserta didik perlu dibekali kemampuan berpikir

kritis dan kreatif untuk menganalisis masalah, dan kreatif

untuk melahirkan alternaitf pemecahan masalah, jenis

pemikiran tersebut sudah ada sejak lahir, guru diharapkan

dapat mengembangkannya.

e. Menciptakan ruangan kelas sebagai lingkungan belajar

yang menarik.

Ruang kelas yang menarik sangat disarankan dalam

PAIKEM. Hasil pekerjaan peserta didik sebaiknya dipajang

di dalam kelas, karena dapat memotivasi peserta didik

Page 85: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

73

  

untuk bekerja lebih baik dan menimbulkan inspirasi bagi

peserta didik yang lain.

f. Memanfaatkan lingkungan sebagai lingkungan belajar.

Lingkungan (fisik, sosial, budaya) merupakan

sumber yang sangat kaya untuk bahan belajar peserta didik.

Lingkungan dapat berfungsi sebagai media belajar serta

objek belajar peserta didik.

g. Memberikan umpan balik yang baik untuk meningkatkan

kegiatan.

Pemberian umpan balik dari guru kepada peserta

didik merupakan suatu interaksi antara guru dan peserta

didik. Umpan balik hendaknya lebih mengungkapkan

kekuatan dan kelebihan peserta didik daripada

kelemahannya. Umpan balik juga harus dilakukan secara

santun dan elegan sehingga tidak meremehkan dan

menurunkan motivasi.

h. Membedakan antara aktif fisik dengan aktif mental.

Dalam pembelajaran PAIKEM, aktif secara mental

lebih diinginkan dari pada aktif fisik. Karena itu, aktivitas

sering bertanya, mempertanyakan gagasan orang lain,

mengemukakan gagasan merupakan tanda-tanda aktif

mental. (Ismail, 2009: 54-56)

3) Pelaksanaan pembelajaran PAIKEM di SMP

Page 86: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

74

  

Dalam penerapan PAIKEM oleh pendidik atau guru

bisa dilihat dan dicermati berbagai indikasi yang muncul pada

saat proses belajar mengajar dilaksanakan. Kriteria ada atau

tidaknya pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif dan

menyenangkan dapat dilihat pada indikator berikut ini:

INDIKATOR

PROSES

PENJELASAN METODE

1. PEKERJAAN

PESERTA DIDIK

(Diungkapkan

dengan bahasa

peserta didik

sendiri).

PAIKEM

mengutamakan agar

peserta didik

mampu berpikir,

berkata-kata, dan

mengungkap

sendiri.

Guru membimbing

peserta didik dan

memajang hasil

karyanya agar dapat

saling belajar.

2. KEGIATAN

PESERTA DIDIK

(Peserta didik

banyak diberi

kesempatan untuk

mengalami atau

melakukan sendiri)

Bila peserta didik

mengalami atau

mengerjakan

sendiri, mereka

belajar meneliti

tentang apa saja.

Guru dan peserta

didik interaktif dan

hasil pekerjaan

peserta didik

dipajang untuk

meningkatkan

motivasi

3. RUANG KELAS

(Penuh pajangan

hasil karya peserta

didik dan alat

Banyak yang dapat

dipajang di kelas

dan dari pajangan

hasil itu peserta

Pengamatan ruangan

kelas dan dilihat apa

saja yang

dibutuhkan untuk

Page 87: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

75

  

peraga sederhana

buatan guru dan

peserta didik)

didik saling belajar.

Alat peraga yang

sering digunakan

diletakan strategis.

dipajang, dimana

dan bagaimana

memajangnya.

4. PENATAAN

MEJA KURSI

(Meja Kursi

tempat belajar

peserta didik dapat

diatur secara

fleksibel)

Guru melaksanakan

kegiatan

pembelajaran

dengan berbagai

metode, misalnya

melalui kerja

kelompok, diskusi,

atau aktivitas

peserta didik secara

individual.

Diskusi, kerja

kelompok, kerja

mandiri, pendekatan

individual guru

kepada murid yang

prestasinya kurang

baik.

5. SUASANA

BEBAS (Peserta

didik memiliki

dukungan suasana

bebas untuk

menyampaikan

atau

mengungkapkan

pendapat)

Peserta didik dilatih

untuk

mengungkapkan

pendapat secara

bebas, baik dalam

diskusi, tulisan,

maupun kegiatan

lain.

Guru dan sesama

peserta didik

mendengarkan dan

menghargai

pendapat peserta

didik lain, diskusi,

dan kerja individual.

6. UMPAN BALIK

GURU (Guru

memberi tugas

yang bervariasi

dan secara

Guru memberikan

tugas yang

mendorong peserta

didik bereksplorasi

dan guru

Penugasan

individual atau

kelompok,

bimbingan langsung

dan penyelesaian

Page 88: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

76

  

langsung memberi

umpan balik agar

peserta didik

segera

memperbaiki

kesalahan)

memberikan

bimbingan

individual atau

kelompok dalam

hal penyelesaian

masalah.

masalah.

7. SUDUT BACA

(Sudut kelas sangat

baik bila

diciptakan sebagai

sudut baca untuk

peserta didik)

Sudut baca di ruang

kelas akan

mendorong peserta

didik gemar

membaca. (Peserta

didik didekatkan

dengan buku-buku,

jurnal, koran, dan

lain-lain).

Observasi kelas,

diskusi dan

pendekatan terhadap

orang tua.

8. LINGKUNGAN

SEKITAR

(Lingkungan

sekitar sekolah

dijadikan media

pembelajaran)

Sawah, lapangan,

pohon, sungai,

kantor, dan lain-lain

dioptimalkan

pemanfaatannya

untuk

pembelajarannya.

Observasi lapangan,

eksplorasi, diskusi,

kelompok, tugas,

individual, dan lain-

lain.

Page 89: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

77

  

f. Langkah-langkah pembelajaran

Langkah-langkah bukanlah strategi bagaimana mengejar

dengan mudah, praktis, dan dapat menyelesaikan bahan ajar tepat

waktunya, tetapi haruslah telah dipikirkan bahwa langkah-langkah

itu harus berorientasi kepada tingkat pemahaman dan pengalaman

peserta ajar atas bahan ajar yang dipersiapkan secara terencana dan

menggunakan metode yang telah dipilih oleh guru serta sesuai

dengan metode yang digunakan.

1) Tahap persiapan

a) Guru mempersiapkan perangkat mengajar yang akan

digunakan untuk mengajar, yang meliputi program satuan

pelajaran, rencana pembelajaran, lembar kerja siswa, dan

lembar penilaian.

b) Satu minggu sebelum kegiatan belajar mengajar, guru

memberi tugas kepada siswa untuk membaca puisi karya

Emha Ainun Nadjib yang sudah ditentukan judulnya

misalnya; “Tersungkur” dan “Kapak Ibrahim Hamba”.

2) Kegiatan belajar mengajar di kelas

Guru:

a) Mempersiapkan siswa membaca puisi karya Emha Ainun

Nadjib.

Page 90: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

78

  

b) Menjelaskan tentang konsep cinta sufisme dan kajian

semiotik Riffaterre pada puisi tersebut.

c) Meminta semua siswa untuk membentuk kelompok dan

mendiskusikan pertanyaan guru.

Siswa:

a) Membaca puisi yang berjudul Tersungkur dan Kapak

Ibrahim Hamba karya Emha Ainun Nadjib

b) Menjawab pertanyaan-pertanyaan guru mengenai cinta

sufisme dan semiotik Riffaterre dalam puisi.

c) Membentuk kelompok untuk mendiskusikan pertanyaan-

pertanyaan guru dalam rangka menemukan jawaban yang

memuaskan dengan alasan yang kuat.

3) Menutup kegiatan belajar mengajar

Dalam menutup kegiatan belajar mengajar, guru

menyimpulkan materi yang telah disampaikan dan siswa

membuat kesimpulan.

g. Sumber belajar

Sumber belajar dapat berupa: 1) buku pelajaran yang

diwajibkan, buku yang sesuai, buku pelengkap, dan kamus. 2)

media cetak, surat kabar, majalah. 3) media elektronik; radio, dan

televisi, 4) lingkungan; alam, sosial, budaya. 5) nara sumber. 6)

Page 91: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

79

  

pengalaman yang diperoleh peserta didik serta minat peserta didik.

7) hasil karya sastra.

h. Waktu

Penggunaan waktu dalam pembelajaran sastra dapat

menyesuaikan proses pembelajaran. Dengan adanya alokasi waktu

untuk materi yang akan disampaikan akan memudahkan dalam

menyusun urutan kegiatan maupun dalam pemilihan media dan

metode pembelajaran (Uno, 2007:64).

Jadi, seorang guru harus dapat mengatur dan menggunakan

waktu dalam keluasan materi serta kedalaman materi.

i. Evaluasi

Evaluasi atau penilaian adalah rangkaian kegiatan yang

dilakukan secara sistematis, yang mencakup penentuan tujuan,

perancangan, dan pengembangan instrumen, pengumpulan data,

analisis, dan penafsiran untuk menentukan suatu nilai dengan

standar penilaian yang telah ditentukan. Tujuan dilakukan evaluasi

atau penilaian adalah untuk menjawab apakah terdapat perbedaan

yang signifikan antara hasil yang diinginkan atau direncanakan

dengan kenyataan di lapangan (Uno, 2007:68).

Nurgiantoro (2001:25-75) mengatakan bentuk tes atau

evaluasi dapat dibagi menjadi beberapa macam yaitu ranah

Page 92: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

80

  

kognitif, ranah afektif, ranah psikomotor, tes subjektif, dan tes

objektif.

1) Ranah Kognitif (Cognitive Domain)

Ranah kognitif berkaitan dengan aspek pengetahuan

dan kemampuan intelektual seseorang. Tujuan atau keluaran

belajar kognitif melibatkan siswa ke dalam proses berpikir

seperti mengingat, memahami, menganalisis, menghubungkan,

memecahkan masalah, dan sebagainya. Dalam kegiatan belajar

mengajar di kelas, aspek kognitif inilah yang paling banyak

mendapat perhatian. Hal itu tampak baik pada perumusan

tujuan, pemilihan bahan pelajaran, pelaksanaan pengajaran,

maupun penilaian yang dilakukan.

Ranah kognitif terdiri dari enam bagian yang disusun

dari tingkatan yang lebih sederhana ke yang lebih kompleks,

dari aspek kognitif yang hanya menuntut aktivitas intelektual

sederhana ke yang menuntut kerja intelektual tingkat tinggi.

Keenam tingkatan yang dimaksud adalah ingatan, pemahaman,

penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Perumusan tujuan,

pelaksanaan pengajaran, dan kegiatan penilaian yang dilakukan

guru di kelas seharusnya mencakup keenam tingkatan tersebut.

2) Ranah Afektif (Affective Domain)

Yang termasuk ke dalam ranah afektif ini adalah

perasaan, feeling, nada, emosi, dan variasi tingkatan penerima

Page 93: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

81

  

dan penolakan terhadap sesuatu. Antara ranah kognitif dan

afektif mempunyai persamaan situasi, ranah kognitif berkaitan

dengan masalah isi dan proses orientasi, sedangkan ranah

afektif terutama berkaitan dengan masalah proses orientasi,

sedangkan ranah afektif terutama berkaitan dengan masalah

proses orientasi. Jangkauan tujuan afektif lebih bersifat

kesadaran melalui penerimaan dan kecondongan terhadap nilai-

nilai.

Sepertinya halnya ranah kognitif, ranah afektif juga

terdiri dari bagian-bagian, yaitu penerimaan, penanggapan,

valuing, pengorganisasi, dan karakterisasi niali-nilai. Dalam

kegiatan pengajaran di kelas, ranah afektif ini sering kurang

mendapat perhatian yang cukup sepertinya halnya ranah

kognitif. Padahal tingginya “kualitas” afektif akan merupakan

pendorong bagi dilakukannya kedua ranah yang lain. Keluaran

belajar afektif antara lain menyangkut perubahan sikap atau

pandangan, misalnya bagaimana sikap siswa terhadap sastra.

3) Ranah Psikomotor (Psychomotor Domain)

Secara singkat dapat dikatakan bahwa ranah psikomotor

berkaitan dengan keluaran belajar yang menyangkut gerakan-

gerakan otot psikomotor. Sebagai petunjuk bahwa siswa telah

memperoleh keterampilan (gerak otot) itu, siswa dapat

melakukan keterampilan-keterampilan tertentu yang disarankan

Page 94: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

82

  

oleh tujuan. Misalnya, siswa dapat melakukan aktivitas tulis-

menulis, mengucapkan lafal bahasa, terampil menyiapkan

peralatan laboratorium bahasa, dan sebagainya. Seperti halnya

ranah afektif, dalam kegiatan belajar mengajar bahasa, ranah

psikomotor ini kurang mendapat perhatian. Hali ini juga

tampak pada tujuan, pelaksanaan pengajaran, dan juga alat

penilaian.

4) Tes Subjektif (Tes Esai)

Tes esai adalah suatu bentuk pertanyaan yang menuntut

jawaban siswa dalam bentuk uraian dengan mempergunakan

bahasa sendiri. Dalam tes bentuk esai siswa dituntut berpikir

tentang dan mempergunakan apa yang diketahui yang

berkenaan dengan pertanyaan yang harus dijawab. Tes bentuk

esai memberi kebebasan kepada siswa untuk menyusun dan

mengemukakan jawabannya sendiri dalam lingkup yang secara

realitif dibatasi. Tes esai disebut juga sebagai tes subjektif,

walau penamaan itu juga dikaitkan dengan kegiatan dengan

kegiatan penilaiannya yang juga bersifat subjektif.

5) Tes Objektif (Short Answer Test)

Tes objektif disebut juga sebagai tes jawaban singkat

(short answer test). Sesuai dengan namanya, tes jawab singkat

menuntut siswa hanya dengan memberikan jawaban singkat,

Page 95: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

83

  

bahkan hanya dengan memilih kode-kode tertentu yang

mewakili alternatif-alternatif jawaban yang telah disediakan.

Jawaban terhadap tes objektif bersifat pasti, dan

dikhotomis, hanya ada satu kemungkinan jawaban yang benar.

Jika siswa tidak menjawab “seperti itu” dinyatakan salah, tidak

ada bobot atau skala terhadap jawaban suatu butir soal seperti

halnya pada tes esai. Oleh karena jawabannya bersifat pasti,

jawaban siswa yang benar terhadap suatu butir soal, akan

dinyatakan benar oleh korektor, entah siapapun korektornya.

Dengan demikian, terjadi kesepakatan di antara para korektor

tentang jawaban yang benar. Hasil pekerjaan siswa diperiksa

oleh siapapun akan menghasilkan skor yang kurang lebih sama.

Itulah sebabnya, tes ini disebut sebagai tes objektif.

Page 96: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bagian ini penulis menguraikan gambaran umum tentang

objek penelitian, fokus penelitian, sumber data, populasi penelitian,

sampel penelitian, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, dan

teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian.

A. Subjek Penelitian

Subjek penelitian dalam skripsi ini adalah puisi Syair Lautan

Jilbab karya Emha Ainun Nadjib cetakan ketiga, bulan Maret 1994,

dengan tebal 57 halaman yang terdiri dari 33 puisi, diterbitkan oleh

Sipress, Jalan Malioboro 119 Yogyakarta.

B. Objek Penelitian

Objek penelitian adalah apa saja yang menjadi titik perhatian

suatu penelitian (Arikunto, 2006: 116). Objek penelitian dalam skripsi

ini adalah semiotik Riffaterre dalam konsep cinta sufisme pada puisi

Syair Lautan Jilbab karya Emha Ainun Nadjib yang diterbitkan oleh

Sipress, Jalan Malioboro 119 Yogyakarta.

84  

Page 97: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

85  

  

C. Fokus Penelitian

Fokus penelitian ini adalah pusat dari objek penelitian tersebut.

Penelitian ini difokuskan pada analisis puisi karya Emha Ainun Nadjib

dengan metode semiotik Riffaterre dalam konsep cinta sufisme dan

pembelajarannya di SMP kelas VIII.

D. Sumber Data

Sumber data adalah subjek dari mana data dapat diperoleh

(Arikunto, 2010: 129). Penulis menggunakan sumber data berupa

kumpulan puisi Syair lautan Jilbab karya Emha Ainun Nadjib,

diterbitkan oleh Sipress, kota Yogyakarta, cetakan ketiga bulan Maret

1994, dengan tebal 57 halaman yang terdiri dari 33 puisi. Selain data

dari kumpulan puisi Emha Ainun Nadjib “Syair Lautan Jilbab”,

penulis juga menggunakan data berupa kutipan-kutipan baik langsung

maupun tidak langsung dan referensi lain yang berhubungan dengan

objek penelitian.

E. Populasi Penelitian

Populasi dimaksudkan sebagai himpunan terbesar dari orang

atau satuan lain yang diteliti (Semi, 1993: 40). Adapun yang menjadi

populasi dalam penelitian ini adalah seluruh puisi karya Emha Ainun

Nadjib yang terhimpun dalam kumpulan puisi Syair Lautan Jilbab.

Page 98: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

86  

  

Buku kumpulan puisi ini diterbitkan oleh Sipress, dengan tebal 57

halaman yang terdiri dari 33 puisi pada bulan Maret 1994 (cetakan

ketiga).

Adapun ke-33 puisi yang terdapat dalam kumpulan puisi Syair

Lautan Jilbab karya Emha Ainun Nadjib tersebut yakni: 1)

“Tersungkur”, 2) “Putih, Putih, Putih”, 3) “Kapak Ibrahim Hamba”, 4)

Penyangga ‘Arsy”, 5) “Bersemangat Laut, Berjiwa Telaga”, 6)

“Berwudlu Air Murni”, 7) “Tak Terpalsukan”, 8) “Orang-orang Yang

Mengusir”, 9) “Mata Air Kesejatian”, 10) “Aku Ruh Tunggal”, 11)

“Berparan di Bumi”, 12) “Imanmu Batu”, 13) “Badan Hanya

Alatku”, 14) “Bahasa Kambing Hitam”, 15) “Cahaya Aurat”, 16)

“Merawat Rahasia”, 17) “Surah Cahaya”, 18) “Di Awang Uwung”,

19) “Sujud Keberanian”, 20) “Terompet”, 21) “Menjelma Burung”,

22) “Komedi Kebingungan”, 23) “Tumbangnya Pepohonan”, 24)

“Sebidang Tanah”. Yang memiliki sampel penelitian adalah sebagian

dari populasi. Hal yang selalu diperhitungkan adalah sejauh mana

sampel-sampel yang diambil dari populasi itu dapat dipercaya atau

dapat dinilai representatifnya sesuai dengan tujuan penelitian. Satu

sampel akan dinilai representatif. 25) “Pencuri Tanah Liat”, 26)

“Saham Tuhan”, 27) “ Mutlak Kami Ditampar”, 28) “Kereta

Keabadian”, 29) “Negara dan Setan”, 30) “Hal Wanita Telanjang”,

31) “Satu-satunya Negeri”, 32) “Seorang Gadis, Seekor Anjing”, 33)

“Maka Inilah Jilbab”.

Page 99: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

87  

  

F. Sampel Penelitian

Sempel penelitian adalah sebagian dari populasi. Hal yang

selalu diperhitungkan adalah sejauh mana sampel-sampel yang diambil

dari populasi itu dapat dipercaya atau dapat dinilai representatifnya

sesuai dengan tujuan penelitian. Satu sampel akan dinilai

representatifnya apabila ia mencirikan populasinya (Semi, 1993: 41).

Sampel penelitian ini ditentukan dengan teknik purposive sample yaitu

pengambilan sampel yang disesuaikan dengan tujuan penelitian

(Siswantoro, 2010: 72-73). Puisi yang dipilih untuk sampel penelitian

adalah puisi yang memenuhi kriteria sebagai puisi-puisi yang

mendekripsikan konsep cinta dalam sufisme didalamnya.

Mempertimbangkan beberapa keterbatasan seperti telah

dijelaskan sebelumnya dan untuk lebih memahami penelitian ini, tidak

semua puisi dalam kumpulan puisi Syair Lautan Jilbab karya Emha

Ainun Nadjib ini diteliti. Dari tiga puluh tiga puisi yang ada, diambil

lima puisi sebagai sampel. Lima puisi tersebut dianggap dapat

mewakili puisi-puisi yang lain dari segi kepadatan maknanya memiliki

kesamaan berdasarkan ciri-ciri sifat, karakteristik tertentu yang

merupakan ciri-ciri populasi sampel. Lima puisi yang kemudian akan

dianalisis dengan pendekatan semiotik Riffaterre adalah 1)

“Tersungkur”, 2) “Kapak Ibrahim Hamba”, 3) “Mata Air

Kesejatian”, 4) “Cahaya Aurat”, 5) “Seorang Gadis, Seekor Anjing”.

Page 100: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

88  

  

G. Instrumen Penelitian

Instrumen berarti alat yang dipergunakan untuk mengumpulkan

data. Selama ini test, interview, observasi, dan angket dikenal umum

sebagai instrument penelitian. Namun demikian didalam penelitian

sastra, instrumennya adalah peneliti itu sendiri (Siswantoro, 2010: 73).

Hal tersebut senada dengan yang disampaikan oleh Atar Semi (1993:

24), bahwa peneliti merupakan instrument kunci. Dalam hal ini,

peneliti yang mengarahkan segala kemampuan intelektual,

pengetahuan, dan keterampilan dalam mengumpulkan data dan

mencatat semua fenomena yang diamatinya.

Posisi peneliti sebagai instrument terkait dengan ciri peneliti

sastra yang berorientasi kepada teks, bukan kepada kelompok individu

yang menerima perlakuan tertentu (traitment). Data diperoleh secara

ilmiah dari teks berdasar parameter atau kriteria tertentu (Siswantoro,

2010: 73).

H. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik

pustaka, observasi dan teknik catat. Arikunto ( 2010: 265) teknik

pustaka yaitu penelitian yang mengkaji buku-buku yang bersangkutan

dengan penelitian. Teknik catat adalah yang digunakan untuk mencatat

data-data yang ditemukan ke dalam nota pencatat data yang tersedia.

Page 101: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

89  

  

Teknik observasi adalah penelitian dengan membaca secara kritis dan

teliti. Langkah-langkah yang ditempuh penulis dalam mengumpulkan

data adalah :

1. Mencari sumber penelitian.

2. Membaca keseluruhan puisi.

3. Menentukan sumber penelitian berupa kumpulan puisi Syair

Lautan Jilbab karya Emha Ainun Nadjib.

4. Mengelompokkan unsur-unsur semiotik Riffaterre dan mencari

konsep cinta sufisme dalam puisi.

5. Mencatat data-data yang diperoleh sesuai dengan objek penelitian.

I. Teknik Analisis Data

Penelitian yang penulis lakukan dalam kumpulan puisi Syair

Lautan Jilbab karya Emha Ainun Nadjib merupakan penelitian

kualitatif dengan teknik content analysis atau analisis isi. Analisis isi

merupakan teknik penelitian untuk keperluan mendeskripsikan secara

objektif, sistematis, dan kualitatif tentang manifestasi komunikasi.

Analisis isi didasarkan pada teori Riffaterre yang membahas tentang:

ketidaklangsungan ekspresi, heuristik, hermeneutik , varian-varian,

intertekstual dan keterkaitannya dengan cinta sufisme.

Data yang telah terkumpul kemudian penulis analisis

menggunakan langkah-langkah sebagai berikut.

Page 102: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

90  

  

1. Mengidentifikasi dan mengolah data sesuai dengan teori semiotik.

2. Pembahasan data.

3. Menganalisis data hasil penelitian.

4. Menyimpulkan hasil penelitian data secara menyeluruh.

J. Teknik Penyajian Data

Penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian kualitatif.

Teknik yang digunakan untuk mengkaji analisis data adalah teknik

penyajian informal. Teknik penyajian informal adalah perumusan

dengan menggunakan kata-kata biasa tanpa menggunakan angka dan

lambang (Sudaryanto, 1993: 145). Data yang sesuai dengan masalah-

masalah dibahas selanjutnya diambil dijadikan sebagai bahan dasar

pembahasan dalam penelitian ini.

Page 103: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

91  

BAB IV

PENYAJIAN DAN PEMBAHASAN DATA

Pada bab ini, penulis menyajikan data dan membahasnya. Puisi yang

penulis teliti berjumlah lima, yaitu Tersungkur, Kapak Ibrahim Hamba, Mata Air

Kesejatian, Cahaya Aurat, dan Seorang Gadis Seekor Anjing karya Emha Ainun

Nadjib.

A. Penyajian Data

1. Konsep cinta sufisme

Konsep cinta sufisme yang dikaji disini ada delapan unsur yaitu;

Tuhan adalah cinta dan diseberang cinta, dunia diciptakan oleh cinta,

cinta menopang dunia, cinta keindahan sejati dan imitasi, kebutuhan dan

keinginan, agama cinta, cinta dan akal kebingungan dan kegilaan.

2. Unsur semiotik

Dalam skripsi ini ada empat hal penting yang harus diperhatikan

dalam pemaknaan sastra, seperti yang terdapat dalam buku Riffaterre

Semiotics of Poetry, yakni ketidaklangsungan ekspresi, pembacaan

heuristik dan hermeneutik, matriks model dan varian, dan hubungan

intertekstual.

3. Pembelajaran puisi di SMP

Dalam proses belajar-mengajar metode dan strategi pembelajaran

mempunyai peranan penting. Penggunaan metode yang tepat akan banyak

91

Page 104: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

92  

berpengaruh terhadap berhasilnya pembelajaran. Oleh karena itu, penulis

akan menyajikan pembelajaran puisi di SMP kelas VIII.

Puisi-puisi yang menjadi objek analisis dalam skripsi ini dalam

skripsi ini adalah sebagai berikut:

1) Tersungkur

Hanya satu dua kali Burung-burung Ababil menabur dari sunyi Hanya ketika hati Allah dilukai Atau tatkala cintaNya menetes ke jiwa yang sendiri Angkasa senyap Belantara pepohonan rebah ke bumi Dan gunung dan laut dan sungai Mengulang-ngulang sujud beribu kali Dan mereka bernyanyi: Kekasih, Ya Kekasih! Kalau mula dan akhir kita satu Kenapa harus begini lama berburu! Kalau dulu dan kelak kita sama Untuk apa bikin jarak yang maya Kalau Engkaulah asal-usul hamba Kenapa harus menantiMu sampai gila Anak-anak duka derita Tak sabar dikungkung rahasia Dendam rindu tak terkira Diri pecah menjadi beribu muka Kekasih, Ya Kekasih! Buat apa engkau berpisah dari diriMu sendiri Kekasih, Ya Kekasih! Ini tauhid minta seberapa darah dan nyeri Darah dan nyeri Kobaran api sembilanbelas matahari Baru alif sudah terserimpung kaki sendiri

Page 105: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

93  

Satu huruf saja dariMu, tak tertampung di rohani Anak-anak duka derita berdzikir Allah! Allah! Allah! Anak-anak rahasia tersungkur Allah! Allah! Allah!

2) Kapak Ibrahim hamba Di mana kapak Ibrahim hamba Di mana tongkat Musa hamba Di mana wajah Yusuf hamba Di mana dzikir Zakaria hamba Di mana hilang Isa hamba Di mana cahaya Muhammad hamba Takut, Kekasih, hamba takut! Kehidupan yang sungguh kehidupan Selama hidup hamba tinggalkan Ketika kemudian hamba tengok ke belakang Ia justru berada amat jauh di depan Hamba kehilangan ilmu Yang memang tak sanggup hamba memegang Hamba kehilangan Nur Tanpa pernah menemukan Hamba menanam sampah Di kota-kota peradaban Hamba menanam sampah Tanpa tahu hamba menanam sampah Hamba membangun Segala yang hakekatnya roboh Hamba mengejar kemandegan Hamba telusuri kebuntuan Takut, Kekasih, hamba Takut! Wahai Kekasih wahai telaga Mana teratai hamba!

Page 106: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

94  

3) Mata Air Kesejatian Mata air kesejatian Yang setiap saat dipalsukan Meneteskan merah darah cinta Yang tak bisa ditolak Dari balik hutan Dari lembah duka derita Dari gua kegelapan Lahir mutiara Lautan jilbab Lautan pergolakan Perjuangan gelombang Memendam cinta yang dijanjikan

Kosong matanya Bisu mulutnya Tapi bertanyalah siapa ia “Aku ruh yang tak pernah kalian sangkal!”

4) Cahaya Aurat Ribuan jilbab berwajah cinta Membungkus rambut, tubuh sampai ujung kakinya Karena hakekat cahaya Allah Ialah terbungkus di selubung rahasia Siapa bisa menemukan cahaya? Ialah suami, bukan asal manusia Jika aurat dipamerkan di koran dan di jalanan Allah mengambil kambali cahayaNya Tinggal paha mulus dan leher jenjang Tinggal bentuk pinggul dan warna buah dada Para lelaki yang memelototkan mata Hanya menemukan benda Jika wanita bangga sebagai benda

Page 107: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

95  

Turun ke tingkat batu derajat kemakhlukannya Jika lelaki terbius oleh keayuan dunia Luntur manusianya, tinggal syahwatnya.

5) Seorang Gadis, Seekor Anjing

Sambil mengelus-elus anjing kesayangannya. Sang Bapak menghardik anak gadisnya, “Aku tak bisa tahan lagi Aku jijik melihatmu pakai baju kurung dan kerudung penutup kepala itu!” Dialah gadis yang lahir di batu. Dialah gadis yang tumbuh di batu. Disirami oleh air rahasia, hingga udara tak mengotorinya dan matahari tak melenggamkan wajahnya. Pada suatu hari tiba di ‘arsy taqwa. Melalui pemikiran yang tergodog dan hati yang diuji melawan sutera. Ia memutuskan untuk tak sekedar berikrar, sembahyang dan menutupi auratnya. Ia memutuskan untuk menjilbabi seluruh kehidupannya. Sujud demi sujud dipanjangkannya. Dan diusir! “Hanya anak durhaka yang pindah agama!” bentak kedua orang tuanya.

Si gadis menangis, tapi esoknya tak lagi Si gadis tersenyum, menyusuri jalanan sejati.

Page 108: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

96  

B. Pembahasan

1. Puisi “Tersungkur” karya Emha Ainun Nadjib

Tersungkur

Hanya satu dua kali Burung-burung Ababil menabur dari sunyi Hanya ketika hati Allah dilukai Atau tatkala cintaNya menetes ke jiwa yang sendiri Angkasa senyap Belantara pepohonan rebah ke bumi Dan gunung dan laut dan sungai Mengulang-ngulang sujud beribu kali Dan mereka bernyanyi: Kekasih, Ya Kekasih! Kalau mula dan akhir kita satu Kenapa harus begini lama berburu! Kalau dulu dan kelak kita sama Untuk apa bikin jarak yang maya Kalau Engkaulah asal-usul hamba Kenapa harus menantiMu sampai gila Anak-anak duka derita Tak sabar dikungkung rahasia Dendam rindu tak terkira Diri pecah menjadi beribu muka Kekasih, Ya Kekasih! Buat apa engkau berpisah dari diriMu sendiri Kekasih, Ya Kekasih! Ini tauhid minta seberapa darah dan nyeri Darah dan nyeri Kobaran api sembilanbelas matahari Baru alif sudah terserimpung kaki sendiri Satu huruf saja dariMu, tak tertampung di rohani Anak-anak duka derita berdzikir Allah! Allah! Allah!

Page 109: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

97  

Anak-anak rahasia tersungkur Allah! Allah! Allah! (Emha Ainun Nadjib, 1994. Syair Lautan Jilbab)

a. Ketidaklangsungan Ekspresi Puisi dalam Puisi “Tersungkur” karya

Emha Ainun Nadjib

1) Penggantian Arti

Kata-kata kiasan merupakan pengganti arti sesuatu yang lain.

Dalam puisi “Tersungkur”, kekasih diartikan sebagai Allah Swt.

“Kekasih” merupakan metafora dalam baris ini yang berarti lain, yakni

sebagai Allah Swt. yang sangat dicintai oleh aku-lirik. Jadi, dalam

pandangan aku-lirik karena si aku sangat mencintai Allah Swt. maka

menganggap Allah Swt. sebagai kekasihnya. Dalam bait selanjutnya

“anak-anak” juga memiliki arti lain, yakni orang-orang yang merasa kecil

dan bodoh serta dihantui kerinduan tak sabar ingin bertemu Allah Swt.

sebagai kekasihnya. Pada bait terakhir, kata “Tersungkur” juga

mengkiaskan hal lain yakni hati nurani aku-lirik yang terjatuh hingga

serendah-rendahnya di hadapan Allah Swt.

2) Penyimpangan arti

Ada tiga macam penyebab terjadinya penyimpangan arti, yang

pertama adalah ambiguitas, kedua adalah kontradiksi, dan ketiga adalah

nonsense. Ambiguitas yang terjadi dalam puisi “Tersungkur” ini adalah

ketika aku-lirik merasakan ketakutannya pada kesadarannya ketika Allah

Page 110: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

98  

Swt. akan mengirimkan burung-burung Ababil, ketika hati-Nya dilukai

dan ketika itu alam raya berujud karena ketakutannya, namun mengapa

ketakutan yang dilukiskan pada bait pertama dan kedua itu seketika

berbalik dengan sikap keberanian aku-lirik dengan mempertanyakan

keberadaan-Nya. Kesadaran tentang aku-lirik yang satu atau berawal dari

Allah Swt. Hal itu terjadi karena kesadaran cinta aku-lirik sehingga

menginginkan untuk segera bertemu dengan-Nya. Ambiguitas yang terjadi

dalam hal ini adalah sikap keragu-raguan aku-lirik ataukah sikap

kerinduan untuk segera bertemu. Itulah yang dipertanyakan aku-lirik,

dalam arti luas bahwa si aku ingin bertemu dengan “Kekasihnya” namun

belum tahu di mana tempatnya dan kapan waktunya.

Di samping arti yang ambigu, muncul pula arti yang kontradiksi.

Disampaikan bahwa ketika aku-lirik mempertanyakan bagaimana si aku

harus bertemu dengan “Kekasihnya” itu. Aku-lirik sudah merasa memiliki

tauhid sebagai bekal bertemu dengan Allah Swt., namun dalam bait

ketujuh disampaikan tentang aku-lirik yang “terserimpung alif” dan

menyadari bahwa “satu huruf saja tak tertampung oleh rohani” aku-lirik.

Dalam hal ini terjadi ironi yang akan membuat pembaca berpikir berkali-

kali untuk memahaminya.

3) Penciptaan Arti

“//Anak-anak duka derita berdzikir/ Allah! Allah! Allah!/ Anak-

anak rahasia tersungkur/ Allah! Allah! Allah!”. Karena ulangan-ulangan

Page 111: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

99  

yang berturut itulah orkestrasi bunyi musik (irama) terbentuk. Lirik yang

dimunculkan akan menjadi makna di luar kebahasaan. Dalam bait tersebut

persamaan posisi tampak penyejajaran bentuk yang menimbulkan

penyejajaran arti bahwa ketika manusia sebagai anak-anak yang tak tahu

apa-apa berdzikir mengagungkan asma Allah Swt., dan sekalipun itu yang

melakukan adalah anak-anak ataupun orang dewasa tetap saja

kedudukannya adalah serendah-rendahnya makhluk di hadapan Allah

Swt., karena di mata Allah Swt. semua manusia sama.

b. Pembacaan Heuristik dan Hermeneutik dalam Puisi “Tersungkur”

karya Emha Ainun Nadjib

1) Pembacaan Heuristik

Bait (1) - (2)

Hanya satu dua kali Burung-burung Ababil menabur dari sunyi Hanya ketika hati Allah dilukai Atau tatkala cintaNya menetes ke jiwa yang sendiri

Angkasa senyap Belantara pepohonan rebah ke bumi Dan gunung dan laut dan sungai Mengulang-ngulang sujud beribu kali

“//Hanya satu (hingga) dua kali/ (Allah) (menurunkan) burung-

burung Ababil (untuk) menabur (batu) ke (jiwa) (yang) sunyi/ Ketika hati

Allah hanya dilukai (oleh) (hambanya)/ (dan) Terkadang cintaNya

menetes(kan) (air mata) ke jiwa sendiri yang (sedang) (sedih)//”.

Page 112: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

100  

“//Angkasa (mulai) senyap (dan) (terdiam)/ Belantara pepohonan

rebah (dan) (berguguran) ke bumi/ (Hingga) gunung, sungai, dan laut/

Meminta-minta (maaf) sujud ribu kali (kepada) (Allah Swt.)//”.

Bait (3) - (4)

Dan mereka bernyanyi: Kekasih, Ya Kekasih! Kalau mula dan akhir kita satu Kenapa harus begini lama berburu! Kalau dulu dan kelak kita sama Untuk apa bikin jarak yang maya Kalau Engkaulah asal-usul hamba Kenapa harus menantiMu sampai gila

“//Mereka bernyanyi-(nyanyi)/ Kekasih, Ya Kekasih! (Ya Allah)/

Kalau mula (sampai) akhir kita (akan) (menjadi) satu/ Kenapa harus begini

lama berburu (menjalani) (kehidupan)//”.

“//Kalau dahulu dan (akhirnya) kelak kita (akan) (menjadi) sama/

Untuk apa (membuat) jarak yang (tidak) (nyata)/ Engkaulah (Ya Allah)

asal-usul (mula) hamba(Mu) (ini)/ Kenapa harus menantiMu (kembali)

sampai (aku) harus gila//”.

Bait (5) - (6)

Anak-anak duka derita Tak sabar dikungkung rahasia Dendam rindu tak terkira Diri pecah menjadi beribu muka Kekasih, Ya Kekasih! Buat apa engkau berpisah dari diriMu sendiri Kekasih, Ya Kekasih! Ini tauhid minta seberapa darah dan nyeri

Page 113: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

101  

“//Anak-anak berduka (dan) menderita/ Dikungkung rahasia (anak-

anak) tidak sabar (untuk) (bertemu) (Allah)/ Rindu tak terkira (ingin)

(sekali) (segera bertemu) (Allah)/ Beribu muka menjadi pecah (dan)

(menyesal) (karena) dirinya (belum) (bisa) (bertemu) (Allah)//”.

“//Kekasih, Ya Kekasih (Allah)!/ (Ya Allah) buat apa engkau

(harus) berpisah dari diriMu sendiri (Allah)/ Kekasih, Ya Kekasih!

(Allah)/ Minta seberapa darah dan nyeri ini(lah) tauhid (yang) (dipelajari)

(hamba)Mu ini//”.

Bait (7) - (8)

Darah dan nyeri Kobaran api sembilanbelas matahari Baru alif sudah terserimpung kaki sendiri Satu huruf saja dariMu, tak tertampung di rohani Anak-anak duka derita berdzikir Allah! Allah! Allah! Anak-anak rahasia tersungkur Allah! Allah! Allah!

“//(Merasakan) darah dan nyeri/ (dari) Sembilanbelas kobaran api

matahari (yang) (membakar) (diri) (aku)/ Alif baru sudah terserimpung

kaki(nya) sendiri/ (Setelah) satu huruf saja dariMu (Allah), (dan) tidak

(bisa) tertampung di(dalam) rohani//”.

“//Anak-anak berdzikir (dengan) (rasa) duka derita/ (dan) (dengan)

(memanggil-manggil) (asma) (Allah) Allah! Allah! Allah/ Anak-anak

tersungkur (dengan) (sejumlah) rahasia/ (dengan) (menyebut) (asma)

Allah! Allah! Allah//”.

Page 114: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

102  

2) Pembacaan Hermeneutik

Menurut KBBI (1997: 444), sungkur berarti jatuh hingga mukanya

kena tanah, jadi tersungkur berarti terjatuh hingga mukanya kena tanah.

Dari makna leksikal tersebut makna konotatifnya dapat diartikan

bersujudnya umat manusia karena menghadapi cobaan dari Allah.

Sajak “Tersungkur” merupakan kiasan manusia yang sedang

mengalami cobaan dari Allah hingga dirinya benar-benar terjatuh dalam

kehidupan. Bait pertama sajak di atas melukiskan makna cinta yang

mendalam dari Allah Swt. kepada “jiwa yang sendiri”, Cinta sebagai

metafora-pernyataan bahwa makhluk Allah Swt. yang dicintai oleh-Nya,

ketika dilukai itu sama saja melukai hati Allah. Maka hal ini menjadi

penting ketika membuat Allah Swt. murka dan menurunkan burung-

burung Ababil seperti ketika Mekkah diserang tentara bergajah yang

dipimpin oleh Abrahah yang hendak menghancurkan Ka’bah, dan

peristiwa tersebut terjadi pada tahun ketika Nabi Muhammad Saw

dilahirkan. Dalam hal ini hati Allah Swt. merasa dilukai ketika Ka’bah

sebagai poros umat Islam dalam bersujud menyembah Allah Swt. akan

dihancurkan, juga pada tahun itu akan lahir ke dunia kekasih Allah Swt.

yakni Muhammad Saw. Itu menjadi bukti bagaimana Allah Swt. sangat

mencintai Nabi Muhammad Saw.

Bait kedua sajak di atas menggambarkan rasa takut yang teramat

sangat hingga mampu melukiskan perasaan tersebut dalam imajinasi. Rasa

Page 115: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

103  

takut kepada “Kekasih” melalui bahasa pemajasan yang tegas dengan

angkasa, belantara, gunung, laut, dan sungai ditampilkan sebagai

pencitraan alam tentang kesadaran makhluk yang takut kepada

“Kekasihnya” (Allah Swt.). Kesadaran itu sangat simbolik bagaikan

kesadaran manusia eksistensialis yang retak dan membubung ke langit-

langit imaji. Ketakutan, keretakan, bahkan kehilangan, dilukiskan dengan

berbagai dimensi dan suasana mistis melalui semangat ketakdziman

manusia sebagai makhluk Allah Swt. yang begitu rendah kedudukannya di

hadapan Allah Swt.

Bait ketiga sajak di atas menggambarkan rasa rindu yang mabuk

hingga muncul penghakiman kepada “Kekasih” melalui bahasa pemajasan

yang tajam. Bermula dengan mempertanyakan tentang “mula” dan “akhir”

pertemuan, yang secara keras di tampilkan sebagai pencitraan tentang

kesadaran manusia yang mendambakan untuk bertemu Allah Swt.

Kerinduan, ketakutan, bahkan keragu-raguan, dilukiskan dengan berbagai

dimensi dan suasana mistis melalui semangat rindu-dendam. Inilah fase

dalam hidup seorang sufi yang dilukiskan pengarang ketika ia mulai

mengarahkan seluruh imaji kata dan daya cintanya sampai kerinduan,

bahkan ketakutan bercampur aduk menjadi satu. Pengembaraan dari sunyi

diri sendiri seorang sufi menuju Allah Swt., sebagai “Kekasih” yang

menjadi awal dan akhir si aku. Keragu-raguan itu muncul bersamaan

dengan munculnya pertanyaan “Kenapa harus begini lama berburu” kalau

Page 116: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

104  

memang awal dan akhir manusia dengan Allah Swt. adalah satu. Bahasa

pengucapan dan kata-diksi puisi-puisi pengarang dapat dipahami secara

lahiriah tentang keragu-raguannya memperingatkan keterbatasan manusia

untuk bisa bertemu Tuhannya.

Wahdat al wujud seorang sufi terlukis dalam baris kedua bait

keenam “Buat apa engkau berpisah dari diriMu sendiri”. Kata “engkau”

dan “diriMu” menjadi metafora-pernyataan yang terbangun atas suatu

proposisi yang mempertanyakan mengapa harus “berpisah”. Dalam hal ini

“engkau” mewakili si aku sebagai bagian dari “Mu” (Allah) yang begitu

lama untuk bertemu, sampai dinyatakan “Ini tauhid minta darah dan

nyeri”. Tahuid si aku sebagai bagian dari Allah Swt., bahkan sebagai yang

satu dengan Allah Swt. ditekankan sebagai rasa rindu si aku kepada

Tuhannya Penyebut “Kekasih” berkali-kali mempertegas kerinduan yang

menggila dari si aku yang bercampur dengan rasa ketakutannya dan

keragu-raguannya. Hal ini menjadi wajar ketika hal ini dialami oleh orang

yang sedang dimabuk cinta, dalam hal ini mabuk cinta lahiah kepada

Allah Swt.

Bait ketujuh di atas menggambarkan sembilanbelas matahari

sebagai citra simbolik ini bisa pula dimaknakan sembilanbelas malaikat

penjaga neraka seperti firman Allah Swt. dalam Al Qur’an Surat Al

Muddatsir ayat 26-30, yang artinya: “Aku akan memasukkannya ke dalam

neraka Saqar (26). Tahukah kamu apa neraka Saqar itu? (27) Saqar itu

Page 117: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

105  

tidak meninggalkan dan tidak membiarkan (28). Neraka Saqar adalah

pembakar kulit manusia (29). Di atasnya ada sembilanbelas malaikat

penjaga (30). Di situ nampak si aku sadar bahwa satu alif saja berat

sehingga membuatnya “terserimpung” lalu bagimana aku-lirik akan

bertemu dengan kekasihnya. Bahkan neraka yang teramat panaspun

menjadi imajinasi yang terselip di dalam cintanya kepada Allah Swt.

Namun demikian, dalam Al Qur’an angka sembilanbelas juga memiliki

banyak keistimewaan. Hal ini menjadi penting untuk dimaknai ketika

melihat baris kalimat di bawahnya “//Baru alif sudah terserimpung kaki

sendiri/ Satu huruf saja dariMu, tak tertampung di rohani//”.

“Sembilanbelas matahari” bisa berarti keistimewaan Al Qur’an sebagai

cahaya pencerah nurani yang akan mempertemukan si aku dengan Allah

Swt. (Kekasihnya).

Setiap muslim pasti meyakini kebenaran Al Qur’an sebagai kitab

suci yang tidak ada keraguan sedikitpun, sebagai petunjuk bagi orang-

orang yang bertaqwa. Suatu kode matematik yang terkandung di dalamnya

didapati bukti-bukti, surat-surat/ ayat-ayat dalam Al Qur’an serba

berkelipatan angka sembilanbelas. Kaum sufi akan meyakini tentang

keistimewaan angka sembilanbelas dalam ilmu matematika yang dikenal

sebagai salah satu bilangan prima yakni bilangan yang tak habis dibagi

dengan bilangan manapun kecuali dengan bilangan itu sendiri.

Keistimewaan tersebut melambangkan bahwa sifat-Nya yang serba Maha

Page 118: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

106  

tidak dibagikan kepada siapapun juga kecuali bagi diri-Nya sendiri (Al

Qur’an Surat Al Ikhlas ayat 3). Angka 19 terdiri dari angka 1 dan 9,

dimana angka 1 merupakan bilangan pokok pertama dan angka 9

merupakan bilangan pokok terakhir dalam sistem perhitungan manusia.

Keistimewaan tersebut menunjukkan sifat Allah Swt., yakni Maha Awal

dan Maha. Angka 1 melambangkan sifat-Nya yang Maha Esa, sedangkan

angka 9 sebagai bilangan pokok terbesar melambangkan salah satu

sifatnya yaitu “Maha Besar”. Jelas bahwa makna “sembilanbelas

matahari” di sini sangatlah luas dan dalam.

Bait terakhir di atas, berfungsi sebagai atribusi-penjelasan atas “Ini

tauhid minta seberapa darah dan nyeri” pada bait keenam. Dalam hal ini

tauhid yang melambangkan ke-Esaan Allah Swt. menjadi pegangan hati

manusia utamanya kaum sufi. Rasa takut kepada Allah Swt. yang akan

murka kepada siapapun yang melukai hati Allah Swt., membuat si aku

yang merasa bahwa Allah Swt., adalah “Kekasihnya”. “Anak-anak” dalam

hal ini bermakna kekerdilan diri dan hati aku-lirik yang memberikan

kesadaran untuk senantiasa mengagungkan asma Allah Swt. dengan

berdzikir. Kerendahan hati si aku untuk bertemu dengan “Kekasih” yang

dirindukannya membuatnya yang kerdil sebagai “anak-anak” yang

“tersungkur” menjadikannya lebih rendah lagi ketika menyadari apakah

dirinya pantas menjadi kekasih Allah Swt. ketika si aku merasa masih

Page 119: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

107  

memiliki banyak salah dan dosa sehingga takut akan murka Allah. Maka

“Allah! Allah! Allah!” diserunya.

c. Matriks, Models dan Varian-varian dalam Puisi “Tersungkur” karya

Emha Ainun Nadjib

Matriks pada puisi “Tersungkur” adalah ketakutan atas dasar

kecintaan seorang hamba kepada Allah Swt. sebagai Sang Maha Cinta

yang akan mengirimkan azab-Nya kepada siapapun yang melukai-Nya dan

melukai (kekasih-Nya). Rasa cinta Allah Swt. itu ditransformasikan

menjadi varian-varian pada bait pertama, kedua, ketiga, keempat, kelima,

keenam, ketujuh, dan kedelapan sebagai berikut: (1) Hanya satu dua kali

burung-burung Ababil menabur dari sunyi, (2) Angkasa senyap, (3)

Kekasih, Ya Kekasih!, (4) Kalau dulu dan kelak kita sama, (5) Anak-anak

duka derita, (6) Kekasih, Ya Kekasih!, (7) Kobaran api sembilanbelas

matahari, (8) Allah! Allah! Allah!.

Varian pertama “Hanya satu dua kali burung-burung Ababil

menabur dari sunyi” merupakan gambaran rasa takut aku-lirik kepada

Allah Swt. Varian kedua “Angkasa senyap” merupakan gambaran ketika

alam rayapun takut kepada Allah Swt., maka manusia hendaknya juga

demikian bahkan lebih takut. Varian ketiga “Kekasih, Ya Kekasih”,

gambaran dari rasa cinta yang mendalam kepada Allah Swt. Varian

keempat, “Kalau dulu dan kelak kita sama”, merupakan wahdat al wujud

Page 120: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

108  

aku-lirik terhadap Allah Swt. Aku-lirik mempertanyakan jarak yang

terjadi antara aku-lirik dengan Allah Swt. sebagai asal usul aku-lirik.

Varian kelima “Anak-anak duka derita”, varian tersebut

menggambarkan manusia sebagai anak-anak yang selalu menderita dan

tidak tahu apa-apa selayaknya anak-anak yang tak tahu sebab akibat ketika

berbuat. Varian keenam “Kekasih, Ya Kekasih!”, menjadi penekanan rasa

cinta aku-lirik kepada “Kekasihnya”. Varian ketujuh “Kobaran api

sembilanbelas matahari”, varian tersebut menggambarkan dari sebagian

kecil neraka yaitu matahari yang begitu panas dan menyakitkan bagi aku-

lirik. Namun demikian angka sembilanbelas ini bisa saja bermakna jumlah

malaikat penjaga neraka, juga angka yang istimewa dalam Al Qur’an

ketika dikaitkan dengan kalimat di bawahnya. Varian kedelapan “Allah!

Allah! Allah”, dipanggilinya nama “Kekasihnya” Allah Swt., dalam dzikir

aku-lirik sebagai sosok yang kerdil dan tidak tahu apa-apa serta sebagai

sosok yang selalu salah dan “tersungkur”.

d. Hubungan Intertekstualitas Puisi “Tersungkur”

Puisi “Tersungkur” yang ditulis Emha Ainun Nadjib pada tahun

1989, memiliki hubungan intertekstualitas dengan sajak “Tuhan, Kita

Begitu Dekat” karya Abdul Hadi WM, 1997. Di bawah ini dikutip sajak

“Tuhan, Kita Begitu Dekat” karya Abdul Hadi WM, yang menjadi

hipogram aktual sajak “Tersungkur”.

Page 121: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

109  

Tuhan, Kita Begitu Dekat

Tuhan Kita begitu dekat Sebagai api dengan panas Aku panas dalam hatimu Tuhan Kita begitu dekat Seperti kain dengan kapas Aku kapas dalam kainmu Tuhan Kita begitu dekat Seperti angin dan arahnya Kita begitu dekat Dalam gelap Kini aku nyala Pada lampu padamu (Abdul Hadi WM, 1997. Tergantung Pada Angin)

Sajak “Tuhan, Kita begitu dekat” merupakan pelukisan adanya

citra kerinduan manusia terhadap Sang Khalik. Seperti halnya manusia

pengembara yang telah lama meninggalkan kampong halamannya. Pada

suatu saat manusia pengembara itu rindu terhadap kampung halamannya,

asal mulanya dahulu. Demikian juga manusia, hidup di dunia ini

merupakan petualangan setelah terusir dari kampong halamannya (surga,

firdaus), seperti yang tersirat pada kisah Adam dan Hawa yang terusir dari

surga (Hadi, 1999: 193). Pada bait pertama sajak tersebut, terdapat larik

“//Sebagai api dengan panas/ Aku panas dalam apimu//”, larik tersebut

menggambarkan bahwa manusia merupakan bagian dari Tuhan, dan

Page 122: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

110  

keberadaan manusia sangat tergantung pada keberadaan Tuhan. Dengan

demikian keberadaan Tuhan itu sendiri tanpa tergantung pada keberadaan

manusia. Tuhan adalah causa prima (penyebab pertama dan utama)

keberadaan manusia. Tuhan terlebih dahulu ada sebelum diciptakannya

manusia.

Bait kedua di atas menyatakan “//Seperti kain dengan kapas/ Aku

kapas dalam kainmu//”, lirik tersebut menunjukkan jalan bagi manusia

ketika manusia ingin meleburkan diri kedalam unsur ketuhanan. Manusia

harus dapat menghilangkan sifat-sifat yang melekat pada diri manusia

sebagai syarat finalnya. Hal ini dianalogikan dari kapas yang melebur

menjadi kain. Jika kapas ingin melebur menjadi kain, harus dihilangkan

sifat kekapasannya. Sifat kekapasan menunjukkan sifat lahir manusia

(badan wadag, jasmani), sedangkan kain menunjukkan sifat kerohanian

manusia (jasmani halus, phisikis). Kain dan kapas juga sebagai simbol,

sampai meninggal pun manusia tidak dapat meninggalkan kain (kafan) dan

kapas sebagai pembungkus jenazah.

Bait ketiga di atas “//Seperti angin dan arahnya//”, yang

mengimplikasikan hubungan dua unsur yang sulit untuk dipisahkan pula.

Angin merupakan unsur alam pertama selain api, air, dan tanah. Angin dan

arah memang tidak dapat dipisahkan. Keberadaan angin karena

digerakkan menuju ke suatu arah tertentu. Arah selalu mengikuti angin

bergerak. Kemanapun angin bertiup, ke situlah arah mengikutinya.

Jawatan meteologi dan geofisika setiap hari memantau arah dan angin

Page 123: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

111  

bertiup sebagai ramalan cuaca menggambarkan hubungan antara manusia

dengan Tuhan yang menyatu (bertunggal) dan sulit untuk dipisahkan. Bait

di atas menunjukkan adanya paham kesatuan wujud (kebertunggalan),

keterjalinan hubungan antara manusia dengan Tuhan diibaratkan seperti

hubungan antara api dengan panas, kain dengan kapas, dan angin dan

arahnya.

Tema tentang kerinduan manusia terhadap Tuhannya yang terdapat

dalam sajak “Tuhan, Kita Begitu Dekat” karya Abdul Hadi WM di atas

ditransformasikan dalam sajak “Tersungkur”. Dalam sajak “Tersungkur”,

tema tentang kerinduan manusia terhadap Tuhannya tersebut dilukiskan

dalam ungkapan “//anak-anak duka derita/ tak sabar dikungkung rahasia/

dendam rindu tak terkira/ diri pecah menjadi beribu muka//”.

e. Konsep Cinta menurut Sufisme dalam Puisi “Tersungkur” karya

Emha Ainun Nadjib

1) Tuhan adalah Cinta dan di Seberang Cinta

Cinta merupakan sifat Allah Swt. Dalam puisi “Tersungkur” ini

Allah Swt. adalah muara dari segala cinta, antara cinta-Nya kepada

manusia dan cinta manusia kepada-Nya. Hal ini terwujud dengan rasa

cinta Allah Swt. kepada kekasih-Nya dan rasa cinta manusia kepada Allah

Swt. sebagai “Kekasihnya”. Rasa rindu bisa saja berubah menjadi

ketakutan, bahkan bisa saja berubah menjadi keragu-raguan. Dalam puisi

Page 124: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

112  

“Tersungkur” ini demikianlah yang terjadi dan tauhidlah yang

menyelamatkan rohani si aku dalam hal ini.

“Kalau mula dan akhir kita satu/… Kalau dulu dan kelak kita

sama/… Kalau engkau asal-usul hamba” merupakan wujud Allah Swt.

sebagai cinta sehingga si aku meyakini bahwa si aku dan Allah Swt. satu

dan dipersatukan oleh cinta. Allah Swt. adalah “Kekasih” sebagai Sang

Maha Cinta. Allah Swt. memiliki semuanya: wujud-Nya sama dengan

semua sifat-Nya, namun kita tidak dapat mengatakan bahwa Allah Swt.

tiada lain adalah “Kasih”, Dia adalah “pengetahuan” dan bukan yang

lainnya. Sebagai “pertentang yang tiba-tiba”, sifat-sifat-Nya adalah

mutlak, sedangkan dzat-Nya melampaui semua itu. Allah Swt. yang

menjadi poros atas semuanya, sehingga ketika Dia murka maka senyaplah

semua, robohlah semua, dan bersujud serta berdzikir beribu kali

mengagungkan nama-Nya.

2) Dunia Diciptakan oleh Cinta

Allah Swt. berkata “Aku ingin (cinta) untuk dikenal, maka

kuciptakan dunia”. Sebagaimana cintanya kepada Nabi, sehingga Allah

Swt. berfirman, “jika bukan karena engkau, tidak akan Kuciptakan surga”.

Dalam hal ini cinta Allah Swt. terbukti pada puisi “Tersungkur” bait

pertama, “Hanya satu dua kali/ Burung-burung Ababil menabur dari sunyi/

Hanya ketika hati Allah dilukai/ Atau tatkala cinta-Nya menetes ke jiwa

yang sendiri…” Bait pertama puisi tersebut ketika dikaitkan dengan Al

Page 125: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

113  

Qur’an Surat Al Fiil maka akan membuktikan kecintaannya kepada Nabi

Muhammad Saw. Surat Al Fiil menceritakan tentang pasukan bergajah

yang dipimpin oleh Abrahah dari Yaman akan menghancurkan Ka’bah,

maka ketika itu Allah Swt. mengutus burung-burung Ababi untuk

melempari pasukan bergajah itu dengan tanah yang menyala api neraka.

Pada tahun itu pula Nabi Muhammad Saw dilahirkan. Demikian bukti

bahwa Allah Swt. tidak mau kekasih-Nya yang menjadi sebab terjadinya

alam semesta ini disakiti.

Cinta Allah Swt. mengejawantahkan perbendaharaan yang

tersembunyi melalui diri para nabi dan orang-orang suci yang menjadi

motivasi terciptanya alam semesta ini. Tidak terkecuali kepada kaum sufi

yang menganggap tataran sufi tertinggi adalah cinta. Cinta makhluk-Nya

kepada Allah Swt., maupun cinta Allah Swt. kepada makhluknya. Sebagai

hasilnya, cinta mengalir ke seluruh urat nadi dunia.

3) Cinta Menopang Dunia

Segala sesuatu mengambil bagian di dalam cinta Allah Swt. Allah

menciptakan dunia seisinya ini dengan cinta. Tak salah kiranya jika Allah

Swt. akan murka ketika makhluk yang dicintainya disakiti. Nabi

Muhammad adalah kekasih Allah Swt., Allah Swt. menciptakan nur

Muhammad dengan penuh cinta-Nya, Allah Swt. menggerakkan kekuatan

penciptaan-Nya, sehingga segalanya adalah para pencinta.

Page 126: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

114  

Segala yang ada didorong oleh kebutuhan dan hasrat bertujuan

untuk menyatu dengan Allah Swt. Cinta merupakan sumber perantara

seluruh gerakan dan perbuatan di alam semesta ini. Kesadaran aku-lirik

tentang hal itu ditunjukkan dengan perkataan “Kekasih, Ya Kekasih!”.

Dalam hal ini aku-lirik memiliki dorongan dan kebutuhan cinta, sehingga

aku-lirik mempertanyakan tentang dirinya dan Allah Swt. yang satu.

4) Cinta dan Keindahan: Sejati dan Imitasi

Cinta manusia yang sejati dan cinta yang imitasi (cinta terhadap

segalanya yang selain-Nya) menjadi pilihan di mana seorang hamba akan

melabuhkan cintanya. Namun demikian hakikat cinta sejati merupakan

cinta kepada Allah Swt., karena segala sesuatu adalah satu yakin Allah

Swt., Tuhan pencipta alam semesta. Aku-lirik yang merasakan cinta

kepayang hingga dihantui rasa takut yang mendalam kepada Allah Swt.,

merasa bahwa aku-lirik dan Allah Swt., adalah satu. Dalam pengertian ini,

akan muncul ambiguitas makna ketika Allah Swt. tidak sama dengan

makhluknya.

Dalam hal ini, pernyataan tersebut bisa pula bermakna bahwa

segala yang diciptakan Allah Swt., hakikatnya adalah milik Allah Swt.,

dan ciptaan Allah Swt. Itu berarti segala yang ada di jagad raya ini satu,

dari Alla Swt. Pemaknaan cinta yang mendalam ketika “Anak-anak duka

derita” merasakan ketidak sabarannya untuk bertemu dengan

“Kekasihnya”. Ketika muncul pertanyaan-pertanyaan aku-lirik tentang

Page 127: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

115  

kesejatian cinta yang ditanamnya untuk Allah Swt., muncul keragu-raguan

dari diri aku-lirik. Dalam hal ini aku-lirik meyakini bahwa cinta kepada

selain-Nya tapi berasal dari-Nya, akan membawa orang kepada-Nya.

Kesadaran tentang pertemuan aku-lirik dalam setiap hasrat (cinta) yang

tidak akan menemukan kekasih sejati kecuali setelah mati. Bagi seorang

sufi hanya ada satu Yang Tercinta. Dia adalah Allah Swt. Aku-lirik

melihat bahwa semua cinta “palsu”, beku, dan tidak nyata kecuali Allah.

5) Kebutuhan dan Keinginan

Aku-lirik menyadari bahwa Yang Tercinta memperhatikan hasrat

dan pengabdian yang tulus. Ketika “Kekasih” menunjukkan rasa cinta-

Nya kepada kekasihnya maka apapun yang diridhoi-Nya akan terjadi,

tidak terkecuali murkanya ketika sesuatu yang dicintainya dilukai

sehingga melakukan hati-Nya. Alam raya semua diam bersujud penuh

ta’dzim menyaksikan keagungan Allah Swt. Aku-lirik yang senantiasa

membutuhkan Allah Swt. menyadari atas kebutuhannya itu bukan sebagai

keinginan semata yang tak abadi sebagai cinta.

6) Agama Cinta

Cinta kepada Allah Swt. merupakan perwujudan dari ilmu yang

dimiliki aku-lirik, amal yang dimiliki aku-lirik, dan realisasi kehidupan

aku-lirik. Pengetahuan tentang “Kekasih” melalui kejadian-kejadian yang

terjadi sehingga menjadikannya ilmu yang selanjutnya akan membawanya

Page 128: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

116  

kepada amal perbuatan yang dilakukan dalam realitas kehidupan nyata

aku-lirik sehingga yang ada hanya dia.

Kesadaran tentang kejadian ketika Allah Swt. murka karena hal

yang dicintainya dilukai, serta pembacaan terhadap ayat kauliyah dan ayat

kauniyah Allah Swt., menimbulkan pertanyaan-pertanyaan yang mungkin

hingga saat ini belum terjawab. Namun demikian aku-lirik dengan

keyakinannya mampu membuktikan bahwa hanya ada satu “Kekasih”

sejati di alam semesta yang luas tidak terhingga ini. “Allah! Allah! Allah!,

nama yang disebut-sebut aku-lirik sebagai kekasihnya atas dasar ilmu,

amal, dan realisasi kehidupan.

7) Cinta dan Akal

“Akal” sebagai hal yang bersifat ambigu dalam menghadapi

realitas yang memiliki banyak dimensi. Manusia dikarunia akal untuk

memilih antara yang nafs, yakni di tingkatan yang lebih rendah, tapi dalam

tingkatan yang lebih tinggi memiliki kesamaan substansi dengan para

malaikat. Ketika manusia tidak lagi berakal maka dia akan berbuat

semaunya tanpa memikirkan akibatnya bahkan bisa jadi perbuatannya itu

melukai hati Allah Swt.

Cinta yang mengantarkan manusia antara fana dan baqa, ia

melampaui akal yang dari sudut pandang ini dilihat sebagai rintangan di

jalan cinta.. Ketika Allah Swt. menunjukkan kecintaan-Nya kepada

Page 129: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

117  

hamba-hamba-Nya, lalu bagaimana manusia sebagai hamba-hamba-Nya

menunjukkan cinta kita kepada-Nya, itulah yang diresahkan oleh aku-lirik.

8) Kebingungan dan Kegilaan

Manusia diberikan kesabaran dan ketenangan, sebagai tanda dia

memiliki akal atau tidak. Ketika Allah Swt. disakiti hatinya lalu kemudian

dia murka, maka tidak hanya yang dimurkai yang merasakan takut, namun

alam semesta pun semua merasa takut dan tunduk kepada-Nya, begitu

juga dengan manusia yang dimurkai oleh Allah Swt. dengan ditandai

adanya kebingungan, kekacauan (pikiran), dan kegilaannya. Aku-lirik

mengalami ketakutan yang menggila. Dari kecintaannya dilanjutkan

ketakutannya, dan sampai pada titik keragu-raguannya terhadap

“Kekasihnya”. Apakah benar “Kekasih” itu ada? Namun tidak mengapa

tidak bertemu juga. Apakah benar “Kekasih” dan kita itu satu? Namun

mengapa tidak pernah bertemu. Dzikir untuk lebih mengingat Allah Swt.

dan dekat dengan Allah Swt. adalah jurus pamungkas supaya kita tidak

terpeleset ke jurang dalam keragu-raguan.

2. Puisi “Kapak Ibrahim Hamba”

Kapak Ibrahim Hamba

Di mana kapak Ibrahim hamba Di mana tongkat Musa hamba Di mana wajah Yusuf hamba Di mana dzikir Zakaria hamba Di mana hilang Isa hamba

Page 130: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

118  

Di mana cahaya Muhammad hamba Takut, Kekasih, hamba takut! Kehidupan yang sungguh kehidupan Selama hidup hamba tinggalkan Ketika kemudian hamba tengok ke belakang Ia justru berada amat jauh di depan

Hamba kehilangan ilmu Yang memang tak sanggup hamba memegang Hamba kehilangan Nur Tanpa pernah menemukan Hamba menanam sampah Di kota-kota peradaban Hamba menanam sampah Tanpa tahu hamba menanam sampah

Hamba membangun Segala yang hakekatnya roboh Hamba mengejar kemandegan Hamba telusuri kebuntuan Takut, Kekasih, hamba Takut! Wahai Kekasih wahai telaga Mana teratai hamba! (Emha Ainun Nadjib, 1994. Syair Lautan Jilbab)

a. Ketidaklangsungan Ekspresi Puisi dalam Puisi “Kapak Ibrahim

Hamba” Karya Emha Ainun Nadjib

1) Penggantian Arti

Kata-kata kiasan menggantikan arti sesuatu yang lain dalam puisi

“Kapak Ibrahim Hamba” metafora-pernyataan banyak dimunculkan.

Kapak Ibrahim diartikan sebagai keberanian Nabi Ibrahim untuk

menegakkan agama Allah Swt. dengan memenggal berhala-hala buatan

Page 131: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

119  

ayahnya yang kini keberanian itu telang hilang dari diri aku-lirik. Tongkat

Musa diartikan sebagai keyakinan perjuangan Nabi Musa menegakkan

agamanya kepada kaumnya.

Wajah mempesona Nabi Yusuf yang membuat semua wanita yang

melihatnya jatuh cinta telah membawa Nabi Yusuf diartikan sebagai

ketakdziman yang sebenarnya. Dzikir Zakaria sebagai kesetiaan kepada

kekasih yang hilang dari diri aku-lirik yang menunjukkan bahwa aku-lirik

telah lama meninggalkan ibadahnya kepada Allah Swt. dengan tidak

pernah mengagungkan asma Allah Swt. Aku-lirik yang ingin dirinya

diselamatkan dari kekejaman dunia dengan cinta Allah seperti hilangnya

Isa yang diselamatkan oleh Allah Swt. Penyesalan aku-lirik lebih

mendalam ketika aku-lirik kehilangan cahaya Muhammad sang kekasih

Allah Swt. yang diartikan sebagai pegangan hidup si aku.

2) Penyimpangan Arti

Dalam hal ini ada tiga macam penyebab terjadinya penyimpangan,

yang pertama adalah ambiguitas, kedua adalah kontradiksi, dan ketiga

adalah nonsense. Arti ambiguitas sekaligus kontradiksi yang terjadi dalam

puisi “Kapak Ibrahim Hamba” ini adalah ketika aku-lirik pada bait ketiga,

dia merasakan rasa penyesalan tentang apa yang telah dilakukannya

sehingga aku-lirik kehilangan ilmu pegangan hidup yang sejati. Namun

ilmu itu belum pernah dipegang oleh aku-lirik. Bagaimana sesuatu yang

belum pernah dimiliki bisa hilang, hal ini menjadikan arti kalimat tersebut

Page 132: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

120  

perlu dimaknai lebih mendalam. Juga ketika aku-lirik merasa kehilangan

“Nur” yang menerangi jalan hidupnya, di situ aku-lirik merasa tidak

pernah menemukannya. Pertanyaan yang sama akan muncul, bagaimana

aku-lirik bisa kehilangan kalau dia belum pernah memilikinya. Mungkin

jawabnya adalah dalam cinta aku-lirik kepada Allah Swt. membuatnya

gila dengan penyesalannya.

3) Penciptaan Arti

“Takut, Kekasih, hamba Takut! Lirik yang dimunculkan akan

menjadi makna dalam baris kalimat ini muncul di luar kebahasaan. Dalam

bait tersebut persamaan posisi tampak penyejajaran bentuk yang

menimbulkan penyejajaran arti: bahwa ketika rasa takut muncul, rasa takut

yang diungkap pertama memunculkan arti ketakutannya kepada kekasih

karena kesalahan yang dibuat aku-lirik. Ketakutan di sini muncul sebagai

ketakutannya kepada Allah Swt. Sedangkan takut yang kedua

memunculkan arti ketakutannya kepada hidupnya sehingga aku-lirik

memanggil kekasih untuk menemaninya. Muncul dua arti yang berbeda

dari kesejajaran bentuk dalam satu posisi.

Page 133: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

121  

b. Pembacaan Heuristik dan Hermeneutik dalam Puisi “Kapak Ibrahim

Hamba” karya Emha Ainun Nadjib

1) Pembacaan Heuristik

Bait (1) – (2)

Di mana kapak Ibrahim hamba Di mana tongkat Musa hamba Di mana wajah Yusuf hamba Di mana dzikir Zakaria hamba Di mana hilang Isa hamba Di mana cahaya Muhammad hamba Takut, Kekasih, hamba takut! Kehidupan yang sungguh kehidupan Selama hidup hamba tinggalkan Ketika kemudian hamba tengok ke belakang Ia justru berada amat jauh di depan

“//Di mana (keberadaan) kapak (Nabi) Ibrahim/ Di mana (letak)

tongkat (Nabi) Musa/ Di mana wajah (mempesona) (Nabi) Yusuf/ Di

mana (lantunan) dzikir Zakaria/ Di mana (keberadaan) hilang(nya) (Nabi)

Isa/ Di mana (pancaran) cahaya (Nabi) Muhammad/ Takut, Kekasih

(Allah), hamba takut!//”.

“//Kehidupan yang sesungguh(nya) kehidupan/ Selama hidup (di)

(dunia) hamba tinggalkan/ Kemudian ketika hamba tengok kebelakang

(untuk) (bertaubat)/ Justru (sudah) (tertinggal) jauh (dari) (teman-

temannya) (yang) (sudah) (di depan)//”.

Bait (3) - (5)

Hamba kehilangan ilmu Yang memang tak sanggup hamba memegang

Page 134: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

122  

Hamba kehilangan Nur Tanpa pernah menemukan Hamba menanam sampah Di kota-kota peradaban Hamba menanam sampah Tanpa tahu hamba menanam sampah

Hamba membangun Segala yang hakekatnya roboh Hamba mengejar kemandegan Hamba telusuri kebuntuan Takut, Kekasih, hamba Takut! Wahai Kekasih wahai telaga Mana teratai hamba!

“//Hamba (sudah) kehilangan (banyak) ilmu/ Hamba memang tak

sanggup (untuk) memegang(nya) (kembali) (ilmu) / (dan) Hamba (juga)

(sudah) kehilangan Nur (dan)/ Tidak (akan) pernah (Hamba) bisa

menemukan(nya) (kembali)//”.

“//Hamba (telah) menanam sampah (dalam) (diri)/ Di peradaban

kota-kota (besar) (yang) (penuh) (dengan) (kemaksiatan)/ Hamba (telah)

menanam sampah (dalam) (diri)/ (dan) Tanpa tahu sampah yang (kotor)

(ini) telah tertanam dalam diri (hamba)//”.

“//Hamba (berusaha) membangun(nya) (kembali)/ Segala yang

(telah) roboh dan (rusak)/ (Dengan) (cara) mengejar kemandegan/

(Setelah) di telusuri hamba ini (menemui) kebuntuan/ (Dan) (rasa) takut

(kepada) (Allah), Kekasih (Allah), hamba (ini) takut!/ Wahai Kekasih

wahai telaga/ (Di)mana teratai hamba (ini)//”.

Page 135: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

123  

2) Pembacaan Hermeneutik

Menurut KBBI (1997: 257), kapak berarti alat terbuat dari logam,

bermata, dan bertangkai panjang; beliung besar untuk menebang pohon

(membelah kayu), sedangkan Ibrahim berarti Nabi, dan hamba yang

berarti abdi. Dari makna leksikal tersebut, makna konotatifnya dapat

diartikan benda atau mukjizat yang dimiliki Nabi Ibrahim untuk

menghancurkan kezaliman.

Puisi Kapak Ibrahim Hamba merupakan kiasan sebuah kekuatan

yang dimiliki seorang dalam menghancurkan kemusyrikan dalam

kehidupan. Bait pertama, melukiskan sebuah kegelisahan yang muncul diri

aku-lirik. Aku-lirik memandang realitas yang terjadi pada dirinya selama

ini telah jauh menyimpang. Sebuah metafora-pernyataan yang menyatakan

aku-lirik sebagai makhluk Allah Swt. merasa telah kehilangan keberanian

Ibrahim untuk menegakkan agama Allah Swt. dengan memenggal berhala-

berhala buatan ayahnya sehingga Ibrahim dihukum dengan dibakar hidup-

hidup. Aku-lirik merasa perjuangannya menegakkan agama Islam belum

sampai pada tingkatan itu. Aku-lirik juga merasa kehilangan tongkat Musa

yang dapat menjelma ular juga dapat membelah lautan yang

menyelamatkan kaumnya dari kekejaman Raja Firaun seorang raja yang

mengaku dirinya adalah Tuhan dan akhirnya tenggelam di laut Merah

setelah laut yang terbelah atas ijin Allah Swt. menggunakan doa dan

tongkat Nabi Musa menutup kembali.

Page 136: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

124  

Begitu perjuangan Nabi Musa menegakkan agama Islam kepada

kaumnya yang sebelumnya Nabi Musa sempat dituduh sebagai ahli sihir

dengan tongkatnya itu oleh kaumnya. Wajah mempesona Nabi Yusuf yang

membuat semua wanita yang melihatnya jatuh cinta telah membawa Nabi

Yusuf kepada tauhid yang sebenarnya. Bagaimana Nabi Yusuf takut Allah

Swt. murka ketika Yulaiha, Ibu angkat Nabi Yusuf merayunya untuk

berhubungan badan. Ketika itu Nabi Yusuf menolaknya karena takut

kepada Allah Swt. Dzikir Zakaria yang hilang dari diri aku-lirik yang

menunjukkan bahwa aku-lirik telah lama meninggalkan ibadahnya kepada

Allah Swt. dengan tidak pernah mengagungkan asma Allah Swt. seperti

Zakaria yang karena cintanya kepada Allah Swt. selalu berdzikir. Aku-

lirik yang kehilangan diri, namun hal itu berbeda dengan hilangnya Isa

ketika disalib dan digantikan Yudas. Penyesalan aku-lirik lebih mendalam

ketika aku-lirik kehilangan cahaya alam semesta yakni cahaya Muhammad

sang kekasih Allah Swt., Tuhan semesta alam. Aku-lirik dalam hal ini

merasakan penyesalan mendalam sehingga dirinya takut dan sunguh-

sungguh takut. Dalam hal ini penyesalan dan ketakutan aku-lirik

bercampur karena langkahnya telah salah, salah dari jalan Allah Swt. yang

telah diwahyukan kepada Nabi dan Rasul-Nya.

Bait kedua menggambarkan penyesalan aku-lirik ketika menyadari

bahwa dirinya telah jauh melenceng dari jalan yang telah digariskan Allah

Swt. Aku-lirik telah kehilangan “kehidupan yang sungguh kehidupan”

Page 137: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

125  

yakni kesadarannya tentang kehidupan akhirat yang lebih kekal dari

kehidupan dunia yang hanya sementara. Aku-lirik telah terbuai rayuan

nafsu duniawinya sehingga salah dalam melangkah. Hal tersebut

dipertegas ketika “kemudian hamba tengok kebelakang”, yang

dimaksudkan sebagai ketauhidan sejati kepada Allah Swt. yang telah

ditinggalkannya justru malah berada “jauh didepan” yakni sebagai tujuan

hidup setiap manusia bahkan setiap makhluk atas karunia yang diberikan

Allah Swt.

Bait ketiga di atas menjadi metafora-pernyataan bait di atasnya

yakni bait kedua. Aku-lirik yang terus diselimuti rasa penyesalan tentang

apa yang telah dilakukannya sehingga aku-lirik kehilangan ilmu pegangan

hidup yang sejati. Aku-lirik merasa kehilangan “Nur” yang menerangi

jalan hidupnya dan aku-lirik merasa tidak pernah menemukannya di dalam

cinta aku-lirik kepada Allah Swt. yang membuatnya gila dengan

penyesalannya.

Bait keempat di atas menggambarkan aku-lirik merasa dirinya

telah melakukan suatu hal yang teramat kotor dengan mengatakan

“Hamba menanam sampah” sebagai citra simbolik yang berarti akan

tumbuh dan semakin tinggi dan besar keburukan itu. “Di kota-kota

peradaban” menjadi penekanan yakni “kota-kota”, di mana bisa kita

rasakan bahwa ketika di kota waktu terasa sangat cepat. Hal inilah yang

membawa aku-lirik hanyut dalam “peradaban” yakni dari waktu ke waktu

Page 138: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

126  

yang lama namun dilalui dengan sia-sia. Aku-lirik juga menyadari tentang

dia yang sebelumnya tidak menyadari tentang hal itu dengan mengatakan

“Tanpa tahu bahwa hamba telah menanam sampah”.

Bait kelima semakin melukiskan penyesalan si aku-lirik tentang

dunia yang seakan habis dan tidak kekal. Tentang dunia aku-lirik kejar,

padahal sejatinya dia mengejar kemandegan. Sampai pada titik taubat aku-

lirik yang menyatakan “takut” atas segala perbuatannya. Kecintaannya

kepada Allah Swt. membuatnya sadar bahwa selama hidup aku-lirik telah

salah jalan. Maka dari itu aku-lirik ingin mengurangi “telaga”nya dengan

tauhid yang benar. Kalimat “wahai kekasih wahai telaga” ingin

menegaskan bahwa hakikat Allah Swt. sebagai kekasih adalah telaga yang

sangat luas dan perlu teratai yang menjadikan aku-lirik dapat berada di

dalam telaga itu. Dalam hal ini aku-lirik melakukan semacam tagihan

kepada Allah Swt. Dengan menyeru (bukan bertanya) ketika mengatakan

“mana teratai hamba”.

Idiom teratai ini mengingatkan pada bunga yang hidup di air,

pembacaan aku-lirik tentang teratai yang akan hidup di air bukan di tanah

menjelaskan tentang hidup aku-lirik yang seharusnya berada di jalan-Nya

yang lurus tidak berbelok dan tidak membelokkan. Hal ini di sadari aku-

lirik sebagai jalan yang akan membawanya kepada keabadian di akhirat

pada pelukan “Kekasihnya”.

Page 139: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

127  

c. Matriks, Model, Varian-varian dalam Puisi “Kapak Ibrahim Hamba”

karya Emha Ainun Nadjib

Matriks pada puisi “Kapak Ibrahim Hamba” adalah rasa takut dan

penyesalan tentang apa yang telah dilakukannya, ditranformasikan

menjadi varian-varian pada bait pertama, kedua, ketiga, keempat, dan

kelima, sebagai berikut: (1) Di mana kapak Ibrahim hamba, (2) Kehidupan

yang sungguh-sungguh kehidupan, (3) Hamba kehilangan Nur, (4) Hamba

menanam sampah, (5) Takut, Kekasih, hamba Takut!.

Varian pertama “Di mana kapak Ibrahim hamba” merupakan

gambaran rasa takut aku-lirik kepada Allah Swt. yang merasa kehilangan

mukjizat dan pegangan keimanan tauhid para Nabi dan Rasul. Varian

kedua “Kehidupan yang sungguh-sungguh kehidupan” berarti selama

hidup aku-lirik tidak menyadari tentang kehidupan yang lebih kekal dari

kehidupan dunia yakni kehidupan akhirat. Varian ketiga “Hamba

kehilangan Nur”, berarti kesadaran aku-lirik bahwa dia telah kehilangan

cahaya hidupnya dan selama ini aku-lirik berjalan pada jalan yang gelap

dan salah. Varian keempat, “Hamba menanam sampah”, merupakan

penekanan tentang penyesalan aku-lirik. Varian kelima, “Takut, Kekasih,

hamba Takut!”, aku-lirik melukiskan ketakutannya kepada Sang Kekasih

(Allah) atas jalan yang telah ditempuhnya.

Page 140: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

128  

d. Hubungan Intertekstualitas Puisi “Kapak Ibrahim Hamba”

Sajak “Kapak Ibrahim Hamba” yang ditulis Emha Ainun Nadjib

pada tahun 1989, memiliki hubungan intertekstualitas dengan sajak “Doa”

yang ditulis oleh Chairil Anwar. Sajak doa yang ditulis Chairil Anwar

pada tanggal 13 November 1943 menjadi hipogram aktual sajak “Kapak

Ibrahim Hamba”.

Doa

Tuhanku Dalam termangu Aku masih menyebut namaMu Biar susah sungguh Mengingat kau penuh seluruh cahayaMu panas suci tinggal kerdip lilin di kelam sunyi Tuhanku Aku hilang bentuk Remuk Tuhanku Aku mengembara di negeri dongeng Tuhanku Di pintuMu aku mengetuk Aku tidak bisa berpaling

(Chairil Anwar, 13 November 1943)

Ada beberapa alasan kuat mengapa puisi “Doa” karya Chairil

Anwar” bisa dikatakan hipogram dari “Kapak Ibrahim Hamba” karya

Emha Ainun Nadjib. Alasan yang pertama adalah bait kedua dan kelima

dari puisi Kapak Ibrahim Hamba berisi tentang penyesalan, ragu-ragu

serta kegalauan kehidupan yang dihadapi oleh si Aku. Pada saat-saat

Page 141: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

129  

demikian nyaris membuatnya lupa dengan Tuhan. Kata-kata yang

menggambarkan ini bisa dilihat pada bait kedua:

…. Kehidupan yang sungguh kehidupan Selama hidup hamba tinggalkan Ketika kemudian hamba tengok kebelakang Ia justru berada amat jauh di depan …..

Dari penggalan puisi di atas memberikan informasi betapa ragam

kehidupan yang dialaminya telah mengguncang kehidupan aku, sampai-

sampai ia bosan dan letih dengan itu semua untuk akhhirnya sampai pada

kesimpulan bahwa ia sebenarnya merindukan Tuhan, meskipun hal itu

sulit baginya untuk dilalui. Fenomena yang dihadapi aku dalam puisi ini

persis sama dengan apa yang dirasakan aku dalam puisi Chairil Anwar.

Hal ini dapat dilihat pada penggalan puisinya sebagai berikut:

Tuhanku Dalam termangu Aku masih menyebut namamu Biar susah sungguh mengingat Kau penuh seluruh …..

Dalam puisi karya Chairil Anwar ini digambarkan bahwa aku

mengalami misorientasi dalam kehidupannya, sehingga sampai-sampai

digambarkan dengan kondisi termangu. Tapi walau demikian susahnya

baginya untuk kembali karena ia sudah tertinggal amat jauh di depan, ia

tetap berusaha menyebut kembali nama Tuhannya. Menyebut nama Tuhan

bisa dimaknai dengan shalat, dzikir dan berdoa. Sama dengan apa yang

Page 142: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

130  

dirasakan dan dilakukan oleh aku pada puisi Kapak Ibrahim Hamba.

Intinya, kedua aku dalam puisi di atas sama-sama berangkat dari

problematika kehidupan yang sama, kemudia berusaha untuk merubah

sikap mereka, menjadi makhluk yang lebih mendekatkan diri kepada

Tuhan, meskipun hal tersebut tidak mudah untuk mereka lakukan.

Masih terkait dengan kejenuhan dengan hidup yang tidak terarah

ini, gambaran tentang kondisi kedua aku dalam puisi di atas juga dapa

dilihat pada penggalan puisi berikut ini. Dalam puisi Chairil Anwar:

Tuhanku aku hilang bentuk remuk Tuhanku aku mengembara di negeri asing Dalam puisi Emha Ainun nadjib: Hamba membangun Segala yang hakekatnya roboh Hamba mengejar kemandegan Hamba telusuri kebuntuan …..

Dua puisi di atas sama-sama bercerita tentang kegalauan konsep

hidup mereka tanpa kedekatan dengan Tuhan. Chairil Anwar menyebut

aku sebagai seorang yang hilang bentuk, dan juga remuk. Hal ini adalah

deskripsi yang begitu kuat pada pencitraan seorang yang sepi dari

kehadiran Tuhan dalam hidupnya. Begitu juga dengan maksud yang sama

penggalan puisi di atas Emha Ainun Nadjib mengambarkan dalam puisi

tentang seseorang yang begitu jauh dari munajat kepada Tuhan. “//Hamba

menanam sampah/ Di kota-kota peradaban//”, penggalan puisi tersebut

Page 143: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

131  

sama dengan penggalan puisi Chairil Anwar “//aku mengembara di negeri

asing//”, yang berarti Aku lirik mengakui bahwa selama ini dia telah

meninggalkan Tuhan dengan melakukan segala pelanggaran.

Alasan yang selanjutnya, mengapa kedua puisi disamakan adalah,

kedua puisi ini berujung pada terminal kesadaran aku yang

menyangkutkan dan mempasrahkan hidupnya kepada Tuhan, hal itu

tercermin dalam pengakuan dari kedua aku yang ada dalam kedua puisi

ini. Dalam puisi Chairil Anwar digambarkan bahwa aku tetap tegar

dengan mengetuk pintu Allah, dalam artian bermunajat kepada Allah,

menyerahkan diri secara totalitas kepada, dan akhirnya disanalah ia

mendapatkan ketenangan dan ia tidak tahu mau berpaling lagi. Hal itu bisa

dilihat pada kutipan berikut ini:

….. Tuhanku di pintuMu aku mengetuk aku tidak bisa berpaling …..

Begitu pula dengan aku pada puisi Emha Ainun Nadjib, si Aku

akhirnya menemukan sosok dirinya dengan kembali kepada Tuhan.

Berdoa dan bermunajat kepada Sang Pencipta melalui ungkapan “hamba

membangun segala yang hakekatnya roboh”.

Page 144: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

132  

e. Konsep Cinta Menurut Sufisme dalam Puisi “Kapak Ibrahim Hamba”

karya Emha Ainun Nadjib

1) Tuhan adalah Cinta dan di Seberang Cinta

Puisi “Kapak Ibrahim Hamba” menjadi salah satu puisi karya

Emha Ainun Nadjib yang menunjukkan kecintaan yang mendalam kepada

Allah Swt. Hal tersebut digambarkan dengan ketakutan aku-lirik ketika dia

memandang realitas yang terjadi pada dirinya selama ini telah jauh

menyimpang. Aku-lirik sebagai makhluk Allah Swt. merasa telah

kehilangan keberanian Ibrahim untuk menegakkan agama Allah Saw

dengan memenggal berhala-berhala buatan ayahnya. Aku-lirik merasa

perjuangannya untuk menegakkan agama Islam belum sampai pada

capaian itu. Aku-lirik juga merasa kehilangan tongkat Musa yang dapat

menjelma ular juga dapat membelah lautan yang menyelamatkan kaumnya

dari Raja Firaun seorang raja yang mengaku dirinya adalah Allah Swt. dan

akhirnya tenggelam di laut Merah setelah laut yang terbelah oleh tongkat

Nabi Musa menutup kembali.

Begitu perjuangan Nabi Musa menegakkan agamanya kepada

kaumnya yang sempat dituduh sebagai ahli sihir dengan tongkatnya itu

oleh kaumnya. Wajah Yusuf yang membuat semua wanita yang

melihatnya jatuh cinta telah membawa Yusuf kepada tauhid yang

sebenarnya. Dzikir Zakaria yang hilang dari diri aku-lirik yang

menunjukkan bahwa aku-lirik telah lama meninggalkan ibadahnya kepada

Page 145: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

133  

Allah Swt. dengan tidak pernah mengagungkan asma Allah Swt. seperti

Zakaria yang karena cintanya kepada Allah Swt. selalu berdzikir. Aku-

lirik yang kehilangan diri, namun hal itu berbeda dengan hilangnya Isa

ketika disalib dan digantikan Yudas. Penyesalan aku-lirik lebih mendalam

ketika aku-lirik kehilangan cahaya alam semesta yakni cahaya Muhammad

sang kekasih Allah Swt., Tuhan semesta alam. Aku-lirik dalam hal ini

takut yang mendalam.

Aku-lirik telah kehilangan “kehidupan yang sungguh kehidupan”

yakni kesadarannya tentang kehidupan akhirat yang lebih kekal dari

kehidupan dunia yang hanya sementara. Aku-lirik telah terbuai rayuan

nafsu duniawinya sehingga salah dalam melangkah. Aku-lirik yang terus

diselimuti rasa penyesalan tentang apa yang telah dilakukannya sehingga

aku-lirik kehilangan ilmu pegangan hidup yang sejati. Aku-lirik merasa

dirinya telah melakukan suatu hal yang teramat kotor. Aku-lirik sadar

bahwa dunia ini tidak kekal dan akan habis. Dengan demikian dunia yang

diacu adalah dunia yang benar-benar fana dan dari yang fana itu muncul

kesadaran bahwa yang sesungguhnya kekal dan nyata hanyalah cinta

Allah Swt.

2) Dunia Diciptakan oleh Cinta

Allah Swt. berfirman: “Aku ingin (cinta) untuk dikenal, maka

kuciptakan dunia”. Sebagaimana cintanya kepada Nabi, sehingga Allah

Swt berfirman: “Jika bukan karena engkau, tidak akan Ku ciptakan surga”.

Page 146: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

134  

Aku-lirik yang telah kehilangan “kehiduan yang sungguh kehidupan”

yakni kesadarannya tentang kehidupan akhirat yang lebih kekal dari

kehidupan dunia yang hanya sementara. Aku-lirik yang terus diselimuti

rasa penyesalan tentang apa yang telah dilakukannya sehingga aku-lirik

kehilangan ilmu pegangan hidup yang sejati. Aku-lirik merasa dirinya

telah melakukan suatu hal yang teramat kotor.

Cinta Allah Swt. mengejawantahkan perbendaharaan yang

tersembunyi melalui diri para nabi dan orang-orang suci yang menjadi

motivasi terciptanya alam semesta ini. Aku-lirik sadar bahwa dunia ini

tidak kekal dan akan habis. Dengan demikian dunia yang diacu adalah

dunia yang benar-benar fana dan dari yang fana itu muncul kesadaran

bahwa yang sesungguhnya kekal dan nyata hanyalah cinta Allah Swt.

Cinta makhluk-Nya kepada Allah Swt. maupun cinta Allah Swt. kepada

makhluknya menjadi bukti bahwa cinta mengalir keseluruh urat nadi

dunia.

3) Cinta Menopang Dunia

Cinta Allah Swt. adalah mutlak di dunia ini dan tidak bisa

ditandingi oleh apapun. Semua yang ada di dunia ini sesungguhnya

mengambil bagian di dalam cinta Allah Swt. Sebagaimana Allah Swt.

menciptakan Nabi dan Rasul dengan cahaya cinta-Nya. Bagaimana Allah

Swt. menurunkan keistimewaan-keistimewaan berupa mukjizat kepada

Nabi dan Rasul agar menjadikan kaum semakin bertambah tebal imannya.

Page 147: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

135  

Allah Swt. memberikan ketegasan mengenai segala yang ada didorong

oleh kebutuhan dan hasrat bertujuan untuk menyatu dengan Allah Swt.

Rasa takut, rasa penyesalan tentang apa yang telah dilakukannya di dunia

menjadi bagian dari rasa cinta seorang hamba kepada Allah Swt.

4) Cinta dan Keindahan: Sejati dan Imitasi

Cinta manusia yang sejati dan cinta yang imitasi (cinta terhadap

segalanya yang selain-Nya) menjadi pilihan di mana seorang hamba akan

melabuhkan cintanya. Aku-lirik sebagai makhluk yang sebelumnya telah

salah dalam melangkah sehingga dia lebih mencintai Tuhan imitasinya

yakni keindahan dunia yang sesungguhnya tidak sejati. Kesadaran tentang

hal itu menjadikan aku-lirik takut dan menyesal. Bagaimana dia sadar

bahwa dia telah kehilangan keberanian kapak Ibrahim, kenyataan tongkat

Musa, pesona wajah Yusuf, keyakinan dzikir Zakaria, kenyataan hilang

Isa, dan kesejatian cinta cahaya Muhammad. Namun demikian hakikat

cinta adalah cinta kepada Allah Swt., karena segala sesuatu adalah satu

yakni Allah Swt.

5) Kebutuhan dan Keinginan

Allah Swt Sang Maha Cinta memperhatikan hasrat dan pengabdian

yang tulus dari hambanya. Ketika aku-lirik berjalan di jalan buntu, ketika

aku-lirik menanam yang hakikatnya kotor, ketika aku-lirik meninggikan

Page 148: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

136  

yang hakikatnya roboh menunjukkan kesadaran bahwa rasa cinta-Nya

kepada kekasihnya tidak sedimikan itu. Aku-lirik yang senantiasa

membutuhkan Allah Swt. menyadari atas kebutuhannya itu bukan sebagai

keinginan semata yang tak abadi sebagai cinta. Hal itu menunjukkan

keinginan dunia tidak ada bandingannya dengan kebutuhan-kebutuhan

akhirat yang abadi.

6) Agama Cinta

Cinta kepada Allah Swt. merupakan perwujudan dari ilmu yang

dimiliki aku-lirik, amal yang dimilki aku-lirik, dan realisasi kehidupan

aku-lirik. Pengetahuan aku-lirik tentang kekeliruan jalan hidupnya dan

perasaan jauh dengan kekasihnya menjadikannya sadar tentang kejadian

ketika Allah Swt. bisa saja memurkainya. Aku-lirik dalam hal ini

merasakan penyesalan mendalam sehingga dirinya takut dan sungguh-

sungguh takut. Dalam hal ini penyesalan dan ketakutan aku-lirik

bercampur karena langkahnya telah salah, salah dari jalan Allah Swt. yang

telah diwahyukan kepada Nabi dan Rasul-Nya.

7) Cinta dan Akal

“Akal” sebagai hal yang bersifat ambigu dalam menghadapi

realitas yang memiliki banyak dimensi. Manusia dikaruniai akal untuk

memilah antara yang nafs, yakni di tingkatan yang lebih rendah, tapi

dalam tingkatan yang lebih tinggi memiliki kesamaan substansi dengan

para malaikat. Ketika manusia tidak lagi berakal maka dia akan berbuat

Page 149: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

137  

semaunya tanpa memikirkan akibatnya bahkan bisa jadi perbuatannya itu

melukai hati Allah Swt. Kesadaran itulah yang membuat aku-lirik

merasakan penyesalan mendalam. Aku-lirik takut dan sungguh-sungguh

takut tentang apa yang telah dilakukannya selama ini. Dalam hal ini

penyesalan dan ketakutan aku-lirik bercampur karena langkahnya telah

salah, salah dari jalan Allah Swt. yang telah diwahyukan kepada Nabi dan

Rasul-Nya. Aku-lirik yang selama ini telah terbuai rayuan nafsu

duniawinya yang dipertegas dengan kalimat “kemudian hamba tengok

kebelakang” yang dimaksudkan sebagai kehidupan kekal akhirat yang

dianggapnya masih masa depan dan berada di kehidupan nanti justru

malah berada “jauh di depan” yakni sebagai tujuan hidupnya setiap

manusia. Itulah kesadaran cinta aku-lirik yang telah disadari dengan

akalnya.

8) Kebingungan dan Kegilaan

Seorang pecinta yang gila cinta akan kebingungan, kacau

(pikirannya), dan gila. Aku-lirik mengalami ketakutan yang menggila.

Dari kecintaannya itu muncul kesadaran yang dilanjutkan dengan

ketakutannya. Ketakutan karena telah jauh dari jalan Allah Swt. yang lebih

disampaikan-Nya melalui para Nabi dan Rasul. Hal itu ditunjukkan dari

jalan yang selama ini telah salah ditempuh oleh aku-lirik. Seseorang sufi

yang merasa telah salah melangkah akan merasa ketakutan yang menggila.

Dia akan memohon-mohon ampun atas ketakutannya itu. Kesadaran

Page 150: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

138  

tentang kekalnya cinta Allah Swt.-lah yang membuatnya kebingungan dan

gila cinta Allah Swt. tersebut.

Aku-lirik yang telah kehilangan “kehidupan yang sungguh

kehidupan” yakni kesadarannya tentang kehidupan akhirat yang lebih

kekal dari kehidupan dunia yang hanya sementara. Aku-lirik merasa

dirinya telah melakukan suatu hal yang teramat kotor karena terbuai nafsu

duniawinya sehingga salah dalam melangkah dank arena kesalahannya itu

dia terus diselimuti rasa penyesalan yang mendalam. Aku lirik sadar

bahwa dunia ini tidak kekal dan akan habis. Kesadaran bahwa yang

sesungguhnya kekal dan nyata hanyalah cinta Allah Swt. telah membawa

kebingungan dan kegilaan hati dan jiwanya. Itulah wujud nyata dari cinta

sejati kepada Allah Swt.

3. Puisi “Mata Air Kesejatian” karya Emha Ainun Nadjib

Mata Air Kesejatian

Mata air kesejatian Yang setiap saat dipalsukan Meneteskan merah darah cinta Yang tak bisa ditolak Dari balik hutan Dari lembah duka derita Dari gua kegelapan Lahir mutiara Lautan jilbab Lautan pergolakan Perjuangan gelombang

Page 151: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

139  

Memendam cinta yang dijanjikan Kosong matanya Bisu mulutnya Tapi bertanyalah siapa ia “Aku ruh yang tak pernah kalian sangkal!” (Emha Ainun Nadjib, 1994. Syair Lautan Jilbab)

a. Ketidaklangsungan Ekspresi Puisi dalam Puisi “Mata Air Kesejatian”

karya Emha Ainun Nadjib

1) Penggantian Arti

Lautan Jilbab: lautan adalah metafora dalam baris ini yang

memiliki arti lain, sesuatu yang berarti banyak jilbab yang berkumpul

menjadi satu dengan alasan (dasar) si pemakai jilbab yang berbeda-beda

antara satu dengan yang lainnya, juga karena cinta kepada Allah Swt. dan

cinta Allah Swt. Dari ribuan jilbab yang berbarengan itu nampak luas

seperti gelombang ombak lautan. Dalam hal ini lautan tidak diartikan

sebagai tempat berkumpulnya air dari segala sumber melainkan tempat

berkumpulnya jilbab dari berbagai alasan mengapa mereka memakai

jilbab.

2) Penyimpangan Arti

Kosong dan bisu: diartikan sebagai kekosongan bukan karena buta

namun karena terlampau luas cinta yang dilihat sehingga matanya tak

sanggup menampung cinta itu. Bisu, dalam hal ini bisu juga bukan berarti

tidak bisa bicara namun karena hanya cinta yang diucapkannya maka aku-

Page 152: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

140  

lirik tidak bisa berkata selain kata cintanya kepada Allah Swt. sehingga dia

dikatakan bisu. Arti yang muncul dalam kata kosong dan bisu pada puisi

“Mata Air Kesejatian” ini adalah ambiguitas yakni memiliki arti ganda.

3) Penciptaan Arti

Puisi di atas memiliki keseimbangan (simetri), baik dalam hal rima

akhirnya, baris-baris dalam baitnya, maupun antara bait yang satu dengan

yang lain. Karena sejajar timbul makna baris seperti pada bait pertama:

“yang setiap saat dipalsukan” sejajar dengan “yang tak bisa ditolak”, maka

“yang setiap saat dipalsukan” selain bermakna (Allah) disekutukan dengan

makhluk lain juga bermakna kenyataan yang benar-benar tak bisa ditolak

kesejatiannya berusaha untuk dipalsukan. Jadi, yang setiap saat dipalsukan

itu adalah sesuatu yang tak bisa ditolak kesejatiannya.

b. Pembacaan Heuristik dan Hermeneutik dalam Puisi “Mata Air

Kesejatian” karya Emha Ainun Nadjib

1) Pembacaan Heuristik

Bait (1) – (2)

Mata air kesejatian Yang setiap saat dipalsukan Meneteskan merah darah cinta Yang tak bisa ditolak Dari balik hutan Dari lembah duka derita Dari gua kegelapan Lahir mutiara

Page 153: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

141  

“//(Sebuah) air mata (yang) sejati/ Setiap saat (dapat) dipalsukan

(keberadaannya)/ Merah (gejolak) darah cinta (yang) (akan) meneteskan

(air mata)/ (yang) tidak bisa ditolak (keberadaannya)//”.

“//Dari balik hutan/ (dan) dari lembah (yang) (merasakan) duka

derita/ Dari gua (yang) (penuh) kegelapan/ Lahir(lah) (sebuah) mutiara

(yang) (memancarkan) (cahaya)//”.

Bait (3) – (4)

Lautan jilbab Lautan pergolakan Perjuangan gelombang Memendam cinta yang dijanjikan Kosong matanya Bisu mulutnya Tapi bertanyalah siapa ia “Aku ruh yang tak pernah kalian sangkal!”

“//Ini(lah) lautan (yang) (dipenuhi) (air) (dan) (tertampung) (oleh)

(sebuah) jilbab/ Lautan (yang) (penuh) (dengan) pergolakan/ (Besarnya)

perjuangan (melawan) gelombang/ Memendam (rasa) cinta sejati yang

dijanjikan (dalam diri)//”.

“//Kosong matanya (pikirannya)/ (dan) (tidak) (dapat) (berbicara)

bisu mulutnya/ Tapi (masih) (bisa) bertanya (dalam) (hati) siapa ia/ Aku

ruh (dalam) (jiwa) yang kalian tak pernah (di) sangkal//”.

2) Pembacaan Hermeneutik

Menurut KBBI (1997: 332), mata berarti pancaindera yang

dipergunakan untuk melihat, air berarti cairan jernih tidak berwarna

Page 154: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

142  

sumber kehidupan yang muncul dari bumi, sedangkan kesejatian berarti

keadaan (perihal) sejati. Dari makna leksikal tersebut makna konotatifnya

dapat diartikan kesejatian cinta kepada Allah Swt. sebagai sumber

kehidupan yang Esa.

Puisi “Mata Air Kesejatian”, merupakan kiasan ungkapan rasa

cinta pada Allah karena Allah merupakan sumber kesejatian dan sumber

kehidupan. Bait pertama di atas, “mata air” sebagai sumber kehidupan di

bumi menjadi metafora-pernyataan yang bermakna luas. Makna-makna

yang dikembalikan ke dalam dunia menjadikan pemahaman tentang logika

ketuhanan sampai pada pembaca. “Yang setiap saat dipalsukan”, memiliki

makna bahwa Allah Swt. yang senantiasa disekutukan dengan ciptaan-

ciptaan Allah Swt. lainnya. Allah Swt. Sang Maha Cinta akan

“meneteskan merah darah cinta” ketika hati-Nya terlukai. Kesadaran aku-

lirik tentang hal tersebut membuat pemahaman baru tentang sedikitnya

kesadaran aku-lirik yang disadari oleh manusia pada umumnya.

Sedangkan aku-lirik yang sadar saja merasa takut jika Allah Swt. marah

karena disekutukan maka balasan-Nya tidak bisa ditolak. Semua sudah

jelas bahwa tidak ada ampunan bagi siapapun yang menyekutukan Allah.

Hal tersebut ditegaskan dengan kalimat pada baris terakhir bait pertama

“Yang tak bisa ditolak”, yang menjadi metafora pernyataan atas janji-janji

Allah Swt.

Page 155: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

143  

Bait kedua memperlihatkan satu konstruksi proposisi yang

terbangun atas identifikasi-singular “sesuatu” belum dijelaskan secara

eksplisit dan “lahir”, prediksi-universal “dari balik hutan”, “dari lembah

duka derita”, “dari gua kegelapan”, dan “mutiara” sebagai pelengkapnya.

Bait ini memberikan ide wacana yang berhubungan dengan bait pertama

yakni tentang citra simbolik “Mata air kesejatian”, di mana mata air akan

muncul di “hutan, di lembah dan di gua”. “Mutiara” diartikan sebagai

cinta atas endapan-endapan “kesejatian” Allah Swt. sebagai Sang Maha

Cinta.

Menurut kaum sufi hal ini menunjukkan peranan manusia di bumi,

dengan mengadakan hubungan-hubungan horizontal dan secara vertikal.

Manusia dituntut untuk menciptakan hubungan yang baik, baik dengan

sesama manusia, manusia dengan alam, bahkan manusia dengan Allah

Swt. Dalam mengarungi kehidupan diperlukan sumber kehidupan. Muara

dari semua itu adalah Allah Swt. Allah-lah sumber dari segala sumber

yang melahirkan “mutiara” cintaNya kepada alam semesta di kehidupan

ini.

Bait ketiga di atas menjadi subjek-pokok yang eksplisit sebagai

“lautan jilbab” yang “memendam cinta yang dijanjikan”. Hal ini tampak

adanya harapan dari kebutuhan cinta ilahiah. Seperti halnya kaum sufi

yang menganggap cinta sebagai ruh kehidupan penyepuh hati dan rasa

aman bagi umat manusia. Mereka mengatakan “Seandainya kasih sayang

Page 156: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

144  

mendominasi kehidupan, manusia tidak lagi memerlukan keadilan dan

undang-undang” citra simbolik “gejolak” yang digambarkan “lautan”

tidak akan terjadi.

Keteguhan hati para wanita yang membungkus auratnya karena

cintanya kepada Allah Swt., dan keteguhan hatinya yang bergejolak

menanti-nanti jawaban atas cintanya kepada Allah Swt. Kaum berjilbab

yang sungguh-sungguh ingin menutupi dirinya dari apapun dan siapapun

akan mempersembahkan dirinya sendiri untuk Allah Swt. sebagai cintanya

yang sejati. Kehidupan yang hakikatnya adalah kebaikan dan kebenaran

cinta yang mutlak dengan keikhlasan dan ketulusan hati yaitu sikap batin

yang murni dari jilbab.

Sebagai muara “mata air”, Allah Swt. yang tidak pernah bisa

disangkal keberadaannya membuat semua mata dibutakan cinta kepada-

Nya, membuat semua mulut dibisukan cinta kepada-Nya. Bait keempat

puisi di atas menjadi jawaban atas identifikasi-singular yang belum

dijelaskan pada bait kedua. Hubungan pernyataan pada bait pertama dan

kedua yang berkaitan pada bait empat ini terjawab. Dalam hal ini

penegasan tentang keagungan Allah Swt. sebagai sumber segala sumber

yang sejati.

Page 157: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

145  

c. Matriks, Model, Varian-varian dalam puisi “Mata Air Kesejatian”

karya Emha Ainun Nadjib

Matriks pada puisi “Mata Air Kesejatian” adalah kesejatian cinta

yang ditransformasikan menjadi varian-varian pada bait pertama, kedua,

ketiga, keempat, sebagai berikut: (1) Mata air kesejatian, (2) Dari balik

hutan, (3) Lautan jilbab, (4) “Aku ruh yang tak pernah kalian sangkal!”.

Varian-varian pertama “Mata air kesejatian” merupakan gambaran

Allah Swt. sebagai mata air yang sejati yang memberikan kehidupan di

alam raya ini. Varian kedua “Dari balik hutan” memberikan gambaran

bahwa sumber kehidupan itu ada pada alam semesta ini dan cinta Allah

Swt. juga ada disana karena Allah Swt. menciptakan alam raya ini dengan

cinta-Nya. Varian ketiga “lautan jilbab”, berarti cinta Allah Swt.

tertampung pada lautan jilbab yang sungguh-sungguh mencintai Allah

Swt. dan berbalas dengan dialiri cinta Allah Swt. Varian keempat, “Aku

ruh yang tidak pernah kalian sangkal!”, merupakan pernyataan yang

menegaskan bahwa kesejatian hanyalah milik Allah Swt.

d. Hubungan Intertekstualitas Puisi “Mata Air Kesejatian”.

Puisi “Mata Air Kesejatian” yang ditulis Emha Ainun Nadjib pada

tahun 1994, memiliki hubungan intertekstual dengan karya Amir Hamzah

"Padamu Jua", dan "Hanya Satu", menunjukkan adanya persamaan dan

hubungan. Ada gagasan dan ungkapan Amir Hamzah yang dapat ditulis

Page 158: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

146  

kembali dalam sajak Emha Ainun Nadjib. Namun ada beberapa perbedaan

masing-masing dalam cara mengekspresikan gagasan religisitas.

Religisitas ini menurut Paul Tilich, filusuf Profetik, disebut

sebagai "dimensi kedalaman". Menurutnya manusia menjadi religius

sebab dengan penuh kecintaan dan kerinduan kepada Tuhannya

menayakan tentang eksistensinya dan sangat menginginkan memperoleh

jawaban, sekalipun mungkin jawaban akan menyakitkan. Seorang religius

adalah mereka yang mencoba mengerti hidup dan kehidupan secara lebih

dalam dari pada batas lahiriah semata yang bergerak dalam dimensi

vertikal dari kehidupan ini dan mentransendensikan hidup.

Dalam sajak Amir Hamzah menyampaikan dimensi religisitas

yang penting, yakni manusia tidak mungkin menemukan dirinya tanpa

terlebih dahulu menemukan Tuhannya, pencipta yang menjadi sumber

keberadaanya. Segi lain religisitas adalah tolak ukurnya yang hakiki,

sebagai mana pernah diungkap oleh Roger Garaudy, yakni untuk

menyampaikan makna dari realitas yang tidak tampak, yang berbeda

dibalik gejala yang tampak (1984: 141-146). Hal ini terbukti dalam sajak

"Padamu Jua".

....... Dimana engkau Rupa tidak Suara sayup Hanya kata merangakai hati .......

Page 159: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

147  

Bahwa Amir Hamzah menemukan keberadaan Tuhan dalam

puisinya. Timbul gejolak jiwa yang dialami si aku dalam puisi Amir

Hamzah timbul keraguan akan adanya Tuhan namun hal itu terjawab

dengan sebagai berikut.

..... Kasihmu sunyi Menunggu seorang diri Lalu waktu-bukan giliranku Mati hari-bukan kawanku .....

Berdasarkan hal itu rupanya menurut si aku orang hanya

menemukan Tuhan secara langsung bila sudah mati. Si aku tetap tak

menemukan tuhan karena masih hidup. Sementara kehidupan di dunia ini

hanya cara kita berbuat baik untuk bertemu dengan Tuhan, mensyukuri

karunia dan kebesaran Tuhan. Hal ini dijelaskan dalam puisi "Hanya Satu"

Hanya Satu ...... Teriak riuh redam terbelam Dalam gagap gempita guruh Kilau kilat membelah gelap Lidah api menjulang tinggi

Terapung naik juang bertudung Tempat berteduh nuh kekasihmu Bebas lepas lelang lapang Ditengah gelisah swara sentosa Bersemayam sempana dijemala gembala Juriat jelita bapaku ibrahim Keturunan intan dua cahaya Pancaran putra memungkinkan bunda Kini kami bertikai pangkai

Page 160: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

148  

Diantara dua, mana mutiara Jauhari anggota default menilai Lengah langsung melewat abad .....

Dalam sajak ini digambarkan betapa hebat kekuasan Tuhan. Ia

menurunkan hujan lebat dan membangkitkan badai menenggelamkan

bumi dan merusak, menghancurkan taman dunia yang indah. Betapa

dahsyatnya bencana yang ditimpakannya pada dunia. Ditengah alam dan

bencana yang dahsyat itu manusia hanya kecil saja, sia-sia tak berdaya

menghadapinya. Teriak manusia yang riuh menjadi lenyap dalam suara

guruh yang gegap gempita, dalam suasana yang menakutkan kilat

sambung menyambung melenyapkan kegelapan. Namun, Tuhan akan

melepaskan umat manusia yang percaya kepadanya dari bencana itu.

Dalam mencari keberadan Tuhan Amir Hamzah menemukan jalan

buntu karena semua permintaan dan pertanyaan tidak dijawab oleh Tuhan.

Tetapi, kemudian ia (si aku) merasa salah arah hingga hancur segala

harapannya. Si aku kemudian insyaf akan kedurhakannya terhadap tuhan.

Dengan demikian, ia mendengar suara merdu yang samar-samar (yaitu

tuhan yang terasa dihatinya) yang menghiburnya, karena cintanya yang

sejati ini menyebabkan si aku rindu bertemu dengan Tuhan. Kecintaan dan

kerinduan ini tampak dalam puisi Emha Ainun Nadjib “Mata Air

Kesejatian”.

Page 161: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

149  

…. Lautan Jilbab Lautan pergolakan Perjuangan gelombang Memendam cinta yang dijanjikan

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa saja “Mata

Air Kesejatian” merupakan trnsformasi dari sajak “Padamu jua” dan

“Hanya satu”. Ide dari sajak “Padamu jua” dan “Hanya satu”

ditransformasikan ke dalam tema tentang kecintaannya sejati dalam

menjalani kehidupan dan kerinduannya terhadap Tuhannya dalam sajak

“Mata Air Kesejatian”.

e. Konsep Cinta Menurut Sufisme dalam Puisi “Mata Air Kesejatian”

karya Emha Ainun Nadjib

1) Tuhan adalah Cinta dan di Seberang Cinta

Allah Swt. adalah sumber kehidupan di dunia ini. Allah Swt.

sebagai sumber cinta di alam semesta dimaknai menjadi metafora-

pernyataan sebagaimana fungsi “mata air” sebagai sumber kehidupan di

bumi. Cinta sebagai sifat Allah Swt. dan Allah-lah muara dari segala cinta,

antara cinta-Nya kepada manusia dan cinta manusia kepada-Nya. Allah

Swt Sang Maha Cinta akan “meneteskan merah darah cinta” ketika hati-

Nya terlukai. Kesadaran aku-lirik tentang hal tersebut membuat

pemahaman baru tentang sedikitnya kesadaran aku-lirik yang disadari oleh

manusia pada umumnya. Sedangkan aku-lirik yang sadar saja merasa takut

Page 162: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

150  

jika Allah Swt. marah karena disekutukan maka balasan-Nya tidak bisa

ditolak. Semua sudah jelas bahwa tidak ada ampunan bagi siapapun yang

menyekutukan Allah Swt.

Dengan mengadakan hubungan-hubungan secara horizontal dan

secara vertikal manusia dituntut untuk menciptakan hubungan yang baik,

baik dengan sesama manusia, manusia dengan alam, bahkan manusia

dengan Allah Swt. Menurut kaum sufi hal ini menunjukkan peranan

manusia di bumi. Di dalam mengarungi kehidupan diperlukan sumber

kehidupan. Muara dari semua itu adalah Allah Swt. Keteguhan hati para

wanita yang membungkus auratnya karena cintanya kepada Allah Swt.

dan keteguhan hatinya yang bergejolah menanti-nanti jawaban atas

cintanya kepada Allah Swt. Kaum berjilbab yang sungguh-sungguh ingin

menutupi dirinya dari apapun dan siapapun akan mempersembahkan

dirinya sendiri untuk Allah Swt. sebagai cintanya yang sejati. Hal ini

menjadi penegasan tentang keagungan Allah Swt. sebagai sumber segala

sumber yang sejati.

2) Dunia Diciptakan oleh Cinta

Dunia diciptakan Allah dengan cinta. Sebelum Allah Swt.

menciptakan dunia, Allah menciptakan dulu nur Muhammad, Allah Swt.

berfirman, “jika bukan karena engkau (Muhammad) tidak akan Ku-

ciptakan surga”. Cinta Allah mengejawantahkan perbendaharaan yang

tersembunyi melalui diri para nabi dan orang-orang suci yang menjadi

Page 163: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

151  

motivasi terciptanya alam semesta ini. Tidak terkecuali kepada kaum sufi

yang menganggap tataran sufi tertinggi adalah cinta. Cinta makhluk-Nya

kepada Allah Swt. maupun cinta Allah Swt. kepada makhluknya.

Allah sebagai sumber dari segala sumber mengalirkan cinta-Nya

keseluruh urat nadi dunia. Maka lahirlah “mutiara” di dunia yang “hutan”,

yang “lemah”, dan yang “gua”. Keteguhan hati para wanita yang

membungkus auratnya karena cintanya kepada kepada Allah Swt. dan

keteguhan hatinya yang bergejolah menanti-nanti jawaban atas cintanya

kepada Allah Swt. Kaum berjilbab yang sungguh-sungguh ingin menutupi

dirinya dari apapun dan siapapun akan mempersembahkan dirinya sendiri

untuk Allah Swt. sebagai cintanya yang sejati. Allah Swt. sebagai “mata

air kesejatian”, yang tiada pernah bisa “disangkal” keberadaannya

membuat semua mata dibutakan dan mulut-mulut tidak bergeming karena

cinta kepada-Nya.

3) Cinta Menopang Dunia

Allah Swt. sebagai sumber segala sesuatu menciptakan dunia yang

bersumber dari cinta-Nya. Allah Swt. Sang Sumber Cinta akan

“meneteskan merah darah cinta” ketika hati-Nya terlukai. Kesadaran aku-

lirik tentang hal tersebut membuat pemahaman baru, sedikitnya kesadaran

tentang perasaan takut jika Allah Swt. murka karena disekutukan oleh

hamba-hamba-Nya. Allah Swt. akan memberikan balasan yang tidak bisa

Page 164: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

152  

ditolak. Semua sudah jelas bahwa tidak ada ampunan bagi siapapun yang

menyekutukan Allah Swt.

Seperti halnya kaum sufi yang menganggap cinta sebagai ruh

kehidupan penyepuh hati dan rasa aman bagi umat manusia. Segala yang

ada didorong oleh kebutuhan dan hasrat terhadap keinginan yang lain dan

berjuang untuk menyatu dengan mereka. Karenanya, setiap cinta

individual adalah sumber perantara seluruh gerakan dan perbuatan. Ketika

wanita menggunakan jilbab sebagai perantara cintanya kepada Allah Swt.,

maka keteguhan hati para wanita yang membungkus auratnya dan

keteguhan hatinyalah yang bergejolah menanti-nanti jawaban atas

cintanya kepada Allah Swt. Semua itu adalah untuk menyadari bahwa

Allah Swt. benar-benar tidak bisa “disangkal” sebagai sumber cinta sejati

di dunia ini.

4) Cinta dan Keindahan: Sejati dan Imitasi

Cinta sejati dan cinta imitasi. Allah-lah “mata air” cinta dan

keindahan sejati. Namun demikian cinta dan keindahan itu bisa saja

menjadi imitasi ketika manusia tidak tahu mana yang sejati dan mana yang

imitasi. Seperti dijelaskan pada puisi “Mata Air Kesejatian” bahwa Allah

Swt. akan “meneteskan merah darah cinta” ketika “dipalsukan”

(disekutukan). Namun demikian, cinta dan keindahan yang imitasipun

bersumber dari cinta dan keindahan yang sejati dari Allah Swt. Seorang

pecinta mengetahui kekasih sejati melalui kekasih-kekasih imitasi.

Page 165: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

153  

Berdasarkan atas pengujian yang lebih dekat, orang melihat cinta

sesungguhnya adalah cinta kepada Allah Swt., karena segala sesuatu

adalah pantulan dan bayang-bayang-Nya. Sedangkan adanya perbedaan

antara dua jenis cinta tersebut karena orang memahami yang ada hanya

Allah Swt. dan untuk-Nya semata, sementara yang lainnya meyakini

adanya keterlepasan eksistensi dari segala objek keinginan dan

mengarahkan cinta terhadapnya. Hanyalah “mata air yang sejati” yang

tidak bisa ditolak kemurniannya. Ketika mata air itu berasal dari “hutan”,

dari “lembah”, maupun dari “gua”, maka kesejatian cinta akan menjelma

menjadi “mutiara”. Hal inilah yang menjadikan cinta begitu dirindukan

oleh para wanita berjilbab. Namun demikian entah sejati ataukah hanya

imitasi yang jelas hanya Allah Swt. Sang Sumber Cintalah yang

mengetahui tentang dasar semua itu dan menentukan hal itu sebagai

“kepalsuan” atau tidak.

5) Kebutuhan dan Keinginan

Allah Swt. sebagai Yang Tercinta memperhatikan hasrat dan

pengabdian yang tulus. Ketika menjadi “mata air” itu bermakna Dia

“meneteskan merah darah cinta” ketika “dipalsukan”. Kebutuhan atas diri-

Nya menjadikan lahirnya “mutiara”. Allah Swt. menjanjikan cinta-Nya

kepada para wanita yang menjilbabi auratnya juga dunianya. Di “kosong

mata” kaum wanita akan melihat cinta-Nya dan di “bisu mulut” maka

Page 166: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

154  

kaum wanita akan berbicara tentang cinta-Nya. Dia-lah Allah Swt.,

sumber yang sejati dan “tak pernah bisa disangkal”.

6) Agama Cinta

Islam adalah agama cinta. Cinta pada Allah Swt. merupakan

implikasi dari ilmu, amal, dan realisasi dalam agama Islam. Allah Swt.

sebagai sumber dari kebenaran sejati dan tiada bisa dipalsukan. Kaum

wanita berjilbab yang dikaruniai cinta menanti janji cinta sejati-Nya.

Jilbab dalam Islam merupakan representasi dari nafs al-mu’minaat yang

telah dibersihkan (al-muththahharuun), cahaya iman yang telah diberikan

pakaian taqwa, dan karenanya jilbab juga merupakan representasi dari

akhlaq yang mulia yakni keikhsanan. Dalam hal ini penantian tentang

cinta Allah Swt. sebagai sumber segala sumber yang sejati.

7) Kebingungan dan Kegilaan

Tanda manusia sebagai seorang pecinta adalah kebingungan,

kekacauan (pikiran), dan kegilaan. Seperti halnya kaum berjilbab sebagai

manusia pecinta, yang gila atas cinta yang dijanjikan Allah Swt. kepada

mereka. Hal ini terkait dengan cinta sejati dan imitasi yang diterangkan di

atas. Bahwa Allah Swt. akan “meneteskan merah darah cinta” jika

dipalsukan kesejatiannya sebagai “mata air”. Namun demikian ketika

kaum wanita berjilbab dibutakan matanya dan dibisukan mulutnya maka

itu berarti mereka sungguh-sungguh dalam mencintai Allah Swt. sebagai

Sang Maha Cinta.

Page 167: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

155  

4. Puisi “Cahaya Aurat” karya Emha Ainun Nadjib

Cahaya Aurat

Ribuan jilbab berwajah cinta Membungkus rambut, tubuh sampai ujung kakinya Karena hakekat cahaya Allah Ialah terbungkus di selubung rahasia Siapa bisa menemukan cahaya? Ialah suami, bukan asal manusia Jika aurat dipamerkan di koran dan di jalanan Allah mengambil kambali cahayaNya Tinggal paha mulus dan leher jenjang Tinggal bentuk pinggul dan warna buah dada Para lelaki yang memelototkan mata Hanya menemukan benda Jika wanita bangga sebagai benda Turun ke tingkat batu derajat kemakhlukannya Jika lelaki terbius oleh keayuan dunia Luntur manusianya, tinggal syahwatnya. (Emha Ainun Nadjib, 1994. Syair Lautan Jilbab)

a. Ketidaklangsungan Ekspresi Puisi dalam Puisi “Cahaya Aurat” karya

Emha Ainun Nadjib

1) Penggantian Arti

Kaum wanita yang “membungkus rambut, tubuh sampai ujung

kakinya” memiiki kesadaran tentang hakikatnya cahaya Allah Swt. yang

terbungkus rahasia. Arti dari jilbab yang sebenarnya hanya pembungkus

rambut sebagai aurat wanita telah bertambah fungsi sebagai pembungkus

Page 168: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

156  

jiwa yang rahasia. Metafora yang menyatakan sesuatu yang lain sebagai

sesuatu yang seharga namun tidak sama. Dalam bait ketiga baris ketiga

dan empat menjelaskan kepada para lelaki yang suka memandangi bahkan

menyukai juga ingin memiliki sesungguhnya mereka hanya akan

mendapatkan “benda”. Cahaya cinta Allah Swt. yang menyelubungi aurat

wanita akan dibuka ketika para wanita membuka dan memamerkan

auratnya. Metafora yang muncul adalah sebagai arti kiasan yang bermakna

wanita yang membuka auratnya sama saja sebagai benda yang tak ada

harganya. Penggantian arti di atas tadi adalah penyebab wanita tidak

berharga, karena diambil cahaya cintanya oleh Allah Swt.

2) Penyimpangan Arti

Ambiguitas terjadi pada penafsiran yang mengandung banyak arti

“//Siapa bisa menemukan cahaya?/ Ialah suami, bukan asal manusia/…”,

hal ini dapat ditafsirkan dengan arti ganda. Suami sebagai kekasih

“imitasi” karena kekasih sejati wanita itu adalah Allah Swt. Allah Swt.

yang mengaruniai cahaya cinta membiarkan cahayanya dibuka oleh suami

sebagai kekasih imitasinya. Hal tersebut karena kekasih “imitasinya”

tersebut adalah bagian dari cinta sejati Allah Swt. Namun demikian, hal

itu bisa ditafsirkan jika cahaya yang rahasia dari kaum wanita itu hanyalah

bisa dimiliki oleh lelaki yang menjadi suaminya. Jelas lelaki itu adalah

lelaki pilihan Allah Swt. yang juga dicintainya. Oleh karena itu cahaya

Page 169: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

157  

sebagai makna dari kecucian memang dikaruniakan Allah Swt. untuk

suaminya tersebut.

b. Pembacaan Heuristik dan Hermeneutik dalam Puisi “Cahaya Aurat”

karya Emha Ainun Nadjib

1) Pembacaan Heuristik

Bait (1) - (2)

Ribuan jilbab berwajah cinta Membungkus rambut, tubuh sampai ujung kakinya Karena hakekat cahaya Allah Ialah terbungkus di selubung rahasia Siapa bisa menemukan cahaya? Ialah suami, bukan asal manusia Jika aurat dipamerkan di koran dan di jalanan Allah mengambil kambali cahayaNya “//Ribuan (orang) berjilbab (memancarkan) wajah (penuh)

(dengan) cinta/ (Menutupi) rambut, tubuh sampai ujung kakinya/ Karena

(mendapat) (petunjuk) cahaya (dari) Allah (Swt.)/ Terbungkus (jilbab)

diselubung rahasia//”.

“//Siapa (yang) bisa menemukan (sebuah) cahaya?/ (Dialah) suami,

bukan asal (mula) manusia/ Jika aurat (sudah) dipamerkan di koran dan di

jalanan/ Allah (akan) mengambil kembali cahayaNya (yang) (telah)

(berikan) (hambanya)//”.

Page 170: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

158  

Bait (3) – (4)

Tinggal paha mulus dan leher jenjang Tinggal bentuk pinggul dan warna buah dada Para lelaki yang memelototkan mata Hanya menemukan benda Jika wanita bangga sebagai benda Turun ke tingkat batu derajat kemakhlukannya Jika lelaki terbius oleh keayuan dunia Luntur manusianya, tinggal syahwatnya.

“//Tinggal leher jenjang dan paha mulus/ Warna buah dada dan

bentuk pinggul (yang) (dipertontonkan)/ (Hanya) para lelaki yang

melototkan matanya (untuk) (memandangnya)/ Menemukan benda yang

(berada) (pada) (wanita) (dipandanginya)”//.

“//Jika wanita bangga sebagai benda (untuk) (dipandanginya)/

Turun derajat ke tingkat (paling) (rendah) kemakhlukannya/ Jika lelaki

terbuai keayuan wanita (dan) dunia(nya)/ Luntur manusianya, (dan)

tinggal syahwatnya//”.

2) Pembacaan Hermeneutik

Menurut KBBI ( 1997: 85 ), cahaya berarti sinar/ terang (dari

sesuatu yang bersinar seperti matahari, bulan, lampu) yang mungkin mata

menangkap bayangan benda-benda sekitarnya, sedangkan aurat berarti

bagian tubuh yang tidak bisa terlihat. Dari makna leksikal tersebut, makna

konotatifnya dapat diartikan sebagai hal yang harus ditutup oleh tabir

sebenarnya terselubung cahaya Allah Swt.

Page 171: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

159  

Puisi Cahaya Aurat merupakan kiasan cahaya sebagai sesuatu

yang menyinari memberikan penerangan, pencerahan dan aurat sebagai

hal yang harus ditutup oleh tabir sebenarnya terselubung cahaya Allah

Swt. Bait pertama, “Ribuan jilbab berwajah cinta” adalah kata kunci. Dari

kata itulah dimulai pengembangan pikiran sajak. Kata “cinta” sebagai

kepemilikan sifat manusiawi. Kata tersebut menunjukkan adanya relasi

aku-lirik kepada Allah Swt. Ada simbol yang berkaitan dalam hal ini,

yakni kata “cinta” dan “cahaya. “Cinta” yang dimiliki oleh wajah ribuan

jilbab (wanita berjilbab) dan “cahaya” Allah Sang Maha Cahaya sebagai

cinta sejati. Wanita yang “membungkus rambut, tubuh sampai ujung

kakinya” memiliki kesadaran tentang hakekat cahaya Allah Swt. yang

terbungkus rahasia, itu artinya belum diketahui. “Selubung rahasia”

sendiri memiliki makna sebagai suatu hal yang ada namun disembunyikan.

Hal tersebut dijelaskan pada bait kedua sebagai berikut.

Sebuah pertanyaan yang membuat pernyataan pada bait pertama

muncul, “Siapa bisa menemukan cahaya” (dalam hal ini cahaya cinta para

wanita, bukan cahaya cinta Allah Swt.). Keberuntungan itu terjatuh pada

para suami dari wanita itu. Pada baris kedua bait kedua ini memberikan

jawaban bahwa wanita sebagai yang terselubung rahasia akan dibuka oleh

suami-suami mereka yang bukan asal manusia. Itu artinya cahaya Allah

Swt. yang masih dirahasiakan pada bait pertama sudah terbuka.

Page 172: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

160  

Namun demikian jika para wanita memamerkan auratnya di koran

dan di jalanan maka cahaya-Nya yang dikaruniakan kepada wanita-wanita

itu akan diambil kembali. Hal ini disebabkan para wanita-wanita itu akan

diambil kembali. Hal ini disebabkan para wanita tidak bisa merawat

cahaya-Nya yang rahasia. Aurat sebagai cahaya para wanita seharusnya

hanya diberikan kepada suaminya, suaminya itupun adalah manusia yang

“bukan asal manusia”. Ketika auratnya diumbar di mana-mana maka yang

kasihan tidak hanya auratnya si wanita namun juga para suami mereka

karena aurat istrinya sudah dijajakan di koran dan di jalanan. Hal tersebut

dijelaskan pada bait ketiga.

Bait ketiga ini memberikan penjelasan dari dua bait sebelumnya

sebagai identifikasi-singular. Penjelasan terhadap permasalahan yang

terjadi yakni aurat wanita yang diumbar ke mana-mana. Hal yang

dimunculkan pada bait ketiga ini memperjelas jawaban atas pernyataan

dan pertanyaan yang muncul. “//Tinggal paha mulus dan leher jenjang/

Tinggal bentuk pinggul dan warna buah dada//”, menjadi jawaban aku-

lirik yang menyatakan bahwa yang terjadi ketika aurat para wanita di buka

yang terjadi adalah bentuk benda karena cahaya-Nya telah diambil. Dua

baris selanjutnya menjelaskan kepada para lelaki yang suka memandangi

para wanita yang menampilkan auratnya. “Ketika para lelaki yang

melototkan mata hanya menemukan benda”.

Page 173: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

161  

Dengan demikian, bentuk makna tentang “cahaya aurat” dalam

puisi ini tersampaikan secara menyeluruh. Penyampaian kepada para

wanita yang diwajibkan untuk tidak memamerkan auratnya juga

penyampaian kepada para lelaki untuk tidak hanya melihat para wanitanya

dari bentuk fisiknya saja namun cahaya cinta Allah dalam dirilah yang

terpenting. Oleh karena itu, kesadaran aku-lirik untuk menjelaskan tentang

“cahaya aurat” dan “cahaya Allah” yaitu tentang dunia dan tubuh yang

bisa menjadi perangkap manusia dalam hidupnya. Maka dari itu, hidup

harus memiliki kesadaran tentang apa yang diinginkan dan tentang apa

yang dibutuhkan.

c. Matriks, Model, dan Varian-varian dalam Puisi “Cahaya Aurat”

karya Emha Ainun Nadjib

Matriks pada puisi Cahaya Aurat adalah hakikat cahaya aurat

kaum wanita yang dibuktikan dengan menutup auratnya yang

ditransformasikan menjadi varian-varian pada bait pertama, kedua, ketiga,

keempat, kelima sebagai berikut: (1) Karena hakekat cahaya Allah, (2)

Jika aurat dipamerkan di koran dan di jalanan, (3) Allah mengambil lagi

cahayanya, (4) Jika wanita bangga sebagai benda, (5) Turun ketingkat batu

derajat kemakhlukannya.

Varian pertama “Karena hakekat cahaya Allah” merupakan

penjelasan tentang sebab segala sebab adalah cahaya Allah Swt. Varian

Page 174: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

162  

kedua “Jika aurat dipamerkan di koran dan di jalan” merupakan sebab

tentang aurat yang dipamerkan maka akan menimbulkan beberapa hal

yang menjadi akibat. Varian ketiga “Allah mengambil kembali

cahayanya”, merupakan akibat yang tersebab dari para wanita dari wanita

yang memamerkan auratnya. Varian keempat, “Jika wanita bangga

sebagai benda”, merupakan penjelasan tentang pilihan kepada wanita,

apakah ia bangga dengan auratnya ataukah ia akan membungkus auratnya.

Varian kelima “Turun ketingkat batu derajat kemakhlukannya”,

merupakan penegasan tentang akibat jika wanita memamerkan auratnya.

d. Hubungan Intertekstualitas puisi “Cahaya Aurat”

Secara intertekstual, puisi “Cahaya Aurat” merupakan

transformasi ide dari pemahaman Ustz Hj. Herlini Amran dalam karyanya

“aurat wanita”, menurut Amran, aurat adalah bagian tubuh yang tidak

patut diperlihatkan kepada orang lain. Wanita itu aurat, maka bila ia keluar

rumah, setan terus memandanginya untuk menghias-hiasinya dalam

pandangan lelaki sehingga terjadilah fitnah. Yang namanya aurat berarti

membuat malu bila terlihat orang lain hingga perlu ditutupi dan dijaga

dengan baik. Karena wanita itu aurat, berarti mengundang malu bila

sampai terlihat lelaki yang bukan mahramnya. Sehingga tetap tinggal di

dalam rumah itu lebih baik bagi si wanita, lebih menutupi dirinya dan

lebih jauh dari fitnah (godaan/gangguan). Bila ia keluar rumah, setan

Page 175: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

163  

berambisi untuk menyesatkannya dan menyesatkan orang-orang dengan

sebab dirinya.

Islam adalah agama universal yang memiliki makna menampakkan

ketundukan dan melaksanakan syariah serta menetapi apa saja yang

datang dari Rasulullah. Semakna dengan hal ini, Allah juga

memerintahkan umat Islam agar masuk ke dalam Islam secara

keseluruhan. Yakni, memerintahkan kaum muslimin untuk mengamalkan

syariat Islam dan cabang-cabang iman yang begitu banyak jumlah dan

ragamnya. Mengamalkan apa saja yang diperintahkan dan meninggalkan

seluruh yang dilarang semaksimal mungkin.

Namun, dewasa ini banyak nilai-nilai Islam yang ditinggalkan oleh

kaum muslimin. Salah satunya adalah dalam masalah jilbab. Hal ini

tampak dari banyaknya kaum muslimah yang tidak mempraktikkan syariat

ini dalam keseharian mereka. Akibatnya, mereka kehilangan identitas diri

sebagai muslimah sehingga sulit dibedakan mana yang muslimah dan non-

muslimah. Fenomena tersebut bisa disebabkan oleh ketidaktahuan,

keraguan, ataupun terbelenggu dalam hawa nafsu. Namun, yang lebih

bahaya dari itu semua adalah adanya usaha pengkaburkan bahwa jilbab

bukanlah sebuah kewajiban agama, melainkan produk budaya Arab.

Page 176: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

164  

Pengkaburan dari pemikiran yang benar ini telah dilakukan oleh beberapa

pihak, baik dari luar umat Islam maupun dari dalam umat Islam sendiri.

Sajak “Cahaya Aurat” dijajarkan dengan pemahaman Arman,

tampak adanya hubungan intertekstual. pemahaman Arman oleh penyair

ditransformasikan ke dalam bait pertama sampai keempat puisi “Chaya

Aurat” dalam rangka fungsi agar kita selalau memahami hakikat kecintaan

kaum wanita kepada Allah Swt. yang telah dibuktikan dengan menutup

auratnya.

Pemahaman Arman tentang memakai pakaian atau hijab yang

benar akan mendatangkan berbagai keutamaan dan kebaikan, terutama

pada sikap dan perilaku. Oleh karenanya, syari’at islam telah mengajarkan

untuk berakhlak yang baik dalam bergaul dan berpakaian yang sopan

dalam kehidupan sehari-hari. Menutup aurat mengisyaratkan bahwa

berpakaian rapih dan sopan sebagaimana yang dikehendaki agama dapat

memberi rasa tenang dalam jiwa pemakainya. Ketenangan batin itu

merupakan dampak yang dikehendaki oleh agama dan menutup aurat

menjadi sebuah tuntutan syari’at guna menjaga wanita dari segala

musibah.

Adanya persamaan antara puisi “Chaya Aurat” dengan

pemahaman Arman adalah tentang perintah Allah Swt. kepada kaum

wanita untuk menutupi auratnya. Jilbab sebagai penutup aurat

memancarkan “cahaya cinta”, juga hakekat Allah Swt. sebagai “cahaya

Page 177: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

165  

cinta” yang “terselubung rahasia”. Ketika kaum wanita memamerkan

auratnya yang seharusnya dirahasiakan dari pandangan mata para lelaki

yang belum tentu menjadi suaminya maka dia menjadi orang yang tidak

beruntung. Ketika hal itu terjadi maka tinggal benda yang ada pada diri

wanita itu. Allah Swt. bahkan akan menurunkan derajat kemanusiaan

wanita itu juga lelakinya ketika wanita itu memamerkan auratnya dan

lelaki itu memelototkan mata pada aurat kaum wanita. Seharusnya aurat

wanita itu hanya boleh diperlihatan kepada suami mereka, atau ayah

mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-

putera saudara lelaki mereka, atau saudara-saudara perempuan mereka,

atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau

pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau

anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita.

e. Konsep Cinta Menurut Sufisme dalam Puisi “Cahaya Aurat” karya

Emha Ainun Nadjib

1) Tuhan adalah Cinta dan di Seberang Cinta

Kata cinta sebagai kepemilikan sifat manusiawi juga merupakan

sifat Allah. “Cinta” dan “Cahaya” memiliki keterkaitan dalam puisi

“Cahaya Aurat” ini. Jilbab sebagai pembungkus aurat memancarkan

“cahaya cinta”, juga hakikat Allah Swt., sebagai “cahaya cinta” yang

“terselubung rahasia”. Cinta yang mendalam dari ribuan wanita yang

Page 178: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

166  

berjilbab kepada Allah Swt. akan menerobos cahaya Allah yang masih

terbungkus rahasia (dalam arti masih belum diketahui).

Kaum wanita yang “terbungkus rahasia” maka cahayanya akan

diterobos oleh cinta sejati, dan cinta sejati itu dimiliki oleh “suami”

mereka yang “bukan asal manusia”. Dalam puisi “Cahaya Aurat” ini

dijelaskan bahwa Allah Swt. akan mengambil cahaya cinta-Nya sebagai

muara dari segala cinta, antara cinta-Nya kepada manusia dan cinta

manusia kepada-Nya. Jika kaum wanita memamerkan auratnya yang

seharusnya dirahasiakan dari pandangan mata para lelaki yang belum tentu

menjadi suaminya. Ketika hal itu terjadi maka tinggal benda yang ada

pada diri si wanita itu. Allah Swt. sebagai cahaya cinta bahkan akan

menurunkan derajat kemanusiaan si wanita juga lelakinya ketika si wanita

memamerkan auratnya dan si lelaki yang suka memelototi aurat wanita.

2) Dunia Diciptakan oleh Cinta

Dunia yang tak selebar daun kelor bagi Allah Swt. sesungguhnya

tercipta dari cinta Allah Swt. yang besarnya berlipat-lipat melebihi alam

semesta. Allah Swt. yang menciptakan nur Muhammad sebagai sebab

diciptakannya dunia. Hal tersebut menjadi dasar pengejawantahan cinta-

Nya kepada makhluk-Nya, dan sebagai hasilnya, cinta mengalir keseluruh

penjuru dunia. Pada “lautan” yang luas tak terhingga menjadi citraan imaji

dari “jilbab” yang menutupi aurat juga hati kaum wanita. Di penjuru dunia

juga di penjuru taqwa kaum wanita yang tulus mencinta maka akan

Page 179: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

167  

“bercahaya wajahnya” dengan “cinta sejati Allah”. Maka dari itu jangan

sampai Allah Swt. mengambil cahaya-Nya dari kaum wanita, karena

sejatinya cahaya Allah Swt. itu adalah kebutuhan bukan sekedar

keinginan. Oleh karena itu, jangan pernah bertanya jika kaum wanita

hanya akan menjadi benda ketika auratnya dipamerkan di mana-mana,

karena Allah Swt. sudah tentu akan mengambil “cahaya-Nya”.

3) Cinta Menopang Dunia

Segala sesuatu di dunia ini berasal dari cinta Allah Swt. Cinta pada

kutipan puisi “Cahaya Aurat” menunjukkan makna cinta yang mendalam

dari ribuan wanita berjilbab kepada Allah Swt. Makhluk Allah Swt. yang

mencintai Allah Swt. dengan tulus walaupun cahaya Allah masih

terbungkus rahasia, itu mereka (kaum wanita berjilbab) belum mengetahui

hakikat Allah namun mempercayai kesejatian Allah Swt.

Tak salah kiranya jika Allah Swt. mengaruniakan cahaya-Nya

kepada kaum wania berjilbab. Beruntunglah para lelaki sebagai manusia

pilihan “yang bukan asal manusia” ketika dia akan mendapati cahaya

Allah Swt. pada wanita yang menjilbabi auratnya juga hatinya. Namun

demikian celakalah bagi para wanita yang di dunia ini memamerkan

auratnya karena mereka akan diturunkan tingkatan manusianya menjadi

benda juga pada para lelaki yang melototkan matanya pada aurat wanita

karena mereka hanya menemukan benda. Segala yang ada didorong oleh

kebutuhan dan hasrat dan berjuang untuk menyatu dengan mereka.

Page 180: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

168  

Karenanya, setiap cinta individual adalah sumber perantara seluruh

gerakan dan perbuatan.

4) Cinta dan Keindahan: Sejati dan Imitasi

Bagi seorang sufi, hanya ada satu Yang Tercinta; dia melihat

bahwa semua cinta “palsu”, beku, dan tidak nyata. Cinta kaum berjilbab

dalam hal ini menunjukkan cintanya yang sejati kepada Allah Swt. Cahya

Allah yang indah adalah “sejati” dan selain itu adalah “imitasi”.

Kebutuhan kaum wanita mengenakan jilbab sebagai balutan kepada tubuh

dan hati sehingga cahaya cinta Allah Swt. akan tetap kekal sejati padanya.

5) Kebutuhan dan Keinginan

Untuk mendapatkan cahaya Allah Swt., manusia harus mampu

meraih ridho-Nya. Dalam hal ini langkah awal yang harus dilakukan

adalah mencari dan menginginkannya, karena Yang Tercinta

memperhatikan hasrat dan pengabdian yang tulus. Pengabdian yang tulus

itu diwajibkan oleh kaum wanita berjilbab dengan “membungkus rambut

sampai ujung kakinya” dengan dasar “karena hakekat cahaya Allah”.

Dalam hal ini mereka memiliki kesadaran tentang hakikat cahaya Allah

Swt. yang terbungkus rahasia.

Namun “keinginan” kaum wanita untuk memamerkan auratnya di

zaman sekarang ini telah melupakan mereka dari “kebutuhan” yang

sesungguhnya lebih kekal dan hakiki. Bahwa sesungguhnya wanita

sebagai makhluk yang diberikan karunia berupa cinta oleh Allah Swt.

Page 181: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

169  

bahwa cahayanya yang terselubung rahasia akan dibuka oleh suami-suami

mereka yang bukan asal manusia. Itu artinya cahaya Allah Swt. yang

masih dirahasiakan akan dibuka oleh Allah Swt. hanya kepada suaminya.

Sebelum itu, jika para wanita memamerkan auratnya pada lelaki yang

bukan suaminya maka Allah Swt. mengambil cahaya-Nya dari wanita itu.

6) Agama Cinta

Di dalam puisi “Cahaya Aurat” ini ada keterkaitan antara “cinta”

dan “cahaya”. Cinta Allah Swt. sebagai hakikat cahaya atas dasar

penciptaan segala yang ada di dunia ini adalah karena cinta, hal itu

menunjukkan kebutuhan manusia untuk memperluas pencarian dan

kebutuhannya membuat yang ada hanya Dia. Keterkaitan antara akal yang

dibagi menjadi ilmu, amal dan realisasinya memperihatkan (dalam

konteks kekinian) ketika unsur-unsur peradaban semakin kompleks dan

sistem kemasyarakatanpun mengarah kepada globalisasi, maka makna

jilbabpun berkembang. Manusia (kaum wanita berjlbab) tidak dapat tetap

bermoral dalam segenap makna kata tersebut, maupun menjaga proyek,

dan kreasi-kreasi kita yang salah satunya pertamakan kesungguhan moral

dalam bentuk apapun, tanpa di suatu tempat dibelakangnya terdapat

sebuah realitas religius yang dirasakan amat mendalam namun demikian

ketika konteks kekinian itu bercampur dengan budaya non-ketimuran

maka yang terjadi adalah pameran aurat di mana-mana oleh kaum wanita.

Hal ini akan menjadikan dilepaskannya pula “cahaya Allah” dari

Page 182: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

170  

aurat wanita yang sebelumnya “menyelubungi” bersama dengan jilbab dan

pakaiannya.

7) Cinta dan Akal

Cinta mampu mengantarkan manusia antara fana dan baqa, ia

melampaui akal yang dari sudut pandang ini dilihat sebagai rintangan di

jalan cinta. Cinta pada kutipan puisi di atas menunjukkan makna cinta

yang mendalam dari ribuan wanita yang berjilbab kepada Allah Swt.

Namun sebuah pertanyaan akan muncul, “siapa bisa menemukan cahaya”,

hal ini menjadi permasalahan ketika cahaya cinta Allah Swt. yang

diberikan kepada kaum wanita berjilbab yang hakikatnya untuk Allah Swt.

dipertanyakan tentang siapa yang bisa menemukan cahaya kaum wanita

itu. Jawaban dari pertanyaan itu adalah kaum lelaki sebagai suami. Suami

disini adalah orang yang benar-benar terpilih oleh Allah Swt. bukan hanya

lelaki yang mengandalkan akalnya adalah “wanita yang memamerkan

auratnya di koran-koran dan di jalanan”. Mengapa demikian, karena

kepada mereka Allah Swt. telah mencabut cahaya-Nya.

8) Kebingungan dan Kegilaan

Tanda seorang manusia (wanita) yang termasuk dalam “Ribuan

jilbab berwajah cinta” adalah kaum wanita yang benar-benar menjilbabi

auratnya. Kata “cinta” sebagai kepemilikan sifat manusiawi. Kata tersebut

menunjukkan adanya relasi aku-lirik kepada Allah Swt. Ada simbol yang

berkaitan dalam hal ini, yakni kata “cinta” dan “cahaya”. “Cinta” yang

Page 183: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

171  

dimiliki oleh wajah ribuan jilbab (wanita berjilbab) dan “cahaya” Allah

Swt. Sang Cahaya Maha Cahaya sebagai cinta sejati. Wanita yang

“membungkus rambut, tubuh sampai ujung kakinya” memiliki kesadaran

tentang hakikat cahaya Allah Swt. yang terbungkus rahasia.

Kegilaan cinta itu menunjukkan makna cinta yang mendalam dari

ribuan wanita yang berjilbab kepada Allah Swt. karena mereka tak mau

diturunkan derajat kemanusiaannya sebagai benda seperti kaum wanita

yang memamerkan auratnya. Makhluk Allah Swt. yang mencintai Allah

Swt. dengan tulus walaupun cahaya Allah Swt. masih terbungkus rahasia,

menunjukkan kegilaan seperti suatu pertanyaan yang belum diketahui

jawabannya. Itu artinya “selubung rahasia” yang membungkus cahaya

Allah Swt. yang memiliki makna sebuah rahasia tersembunyi. Dan kaum

berjilbab dengan cintanya meyakini hal itu akan terbuka untuk mereka

seperti halnya jilbab mereka akan terbuka untuk suami mereka yang

benar-benar mencintai mereka.

5. Puisi “Seorang Gadis, Seekor Anjing” karya Emha Ainun Nadjib

Seorang Gadis, Seekor Anjing Sambil mengelus-elus anjing kesayangannya. Sang Bapak menghardik anak gadisnya, “Aku tak bisa tahan lagi Aku jijik melihatmu pakai baju kurung dan kerudung penutup kepala itu!” Dialah gadis yang lahir di batu. Dialah gadis yang tumbuh di batu. Disirami oleh air rahasia,

Page 184: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

172  

hingga udara tak mengotorinya dan matahari tak melenggamkan wajahnya. Pada suatu hari tiba di ‘arsy taqwa. Melalui pemikiran yang tergodog dan hati yang diuji melawan sutera. Ia memutuskan untuk tak sekedar berikrar, sembahyang dan menutupi auratnya. Ia memutuskan untuk menjilbabi seluruh kehidupannya. Sujud demi sujud dipanjangkannya. Dan diusir! “Hanya anak durhaka yang pindah agama!” bentak kedua orang tuanya. Si gadis menangis, tapi esoknya tak lagi Si gadis tersenyum, menyusuri jalanan sejati.

a. Ketidaklangsungan Ekspresi Puisi “Seorang Gadis, Seekor Anjing”

karya Emha Ainun Nadjib

1) Penggantian Arti

Sutera: menjadikan jalan ketika si gadis sampai pada ‘arsy taqwa.

Kelembutan sutera itulah yang telah menggondongnya hingga

mendapatkan karunia cinta Allah Swt. Bentuk dari sutera itu adalah

hardikan dan cemooh dari kedua orang tua gadis itu. Disampaikan pada

awal tadi bahwa karena ketaqwaan si gadis, dia malah mendapat hardikan

dari ayahnya. Metafora yang dibangun adalah kekerasan batu yang

dilembutkan menjadi sutera sebagai hal yang bertolak belakang, yaitu

sebagai sesuatu hal yang sangat menyenangkan sehingga bisa membawa

gadis itu kepada kasih sayang Allah Swt.

Page 185: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

173  

2) Penyimpangan Arti

Ambiguitas terjadi pada penafsiran yang mengandung banyak arti.

Bait kedua berisi penjelasan aku-lirik bahwa “gadis” itu adalah gadis yang

lahir di “batu”. Sebuah kekerasan dalam hidup dengan berbagai

kemungkinan penyebabnya. Bisa jadi gadis itu hidup dalam himpitan

kemiskinan keluarganya sehingga gadis itu harus bekerja keras dalam

hidupnya untuk hidup. Namun demikian bisa pula ditafsirkan bahwa gadis

itu hidup dalam keluarga yang keras sehingga yang terjadi setiap hari

adalah pukulan dan perkataan kotor. Kemungkinan ketiga juga bisa

dimunculkan, yakni gadis itu hidup dan tumbuh pada keluarga kaya dan

kedua orang tuanya oleh Allah Swt. dijauhkan dari ilmu agama Islam. Hal

tersebut dijelaskan bahwa ilmu agama yang dimiliki gadis itu lebih

daripada kedua orang tuanya.

3) Penciptaan Arti

…. Si gadis menangis, tapi esoknya tak lagi Si gadis tersenyum, menyusuri jalanan sejati

Puisi di atas memiliki keseimbangan (simetri), baik dalam hal rima

akhirnya, baris-baris dalam baitnya, maupun antara bait yang satu dengan

yang lain. Karena sejajar timbul makna baris seperti pada bait pertama: “Si

gadis menangis, tapi esoknya tak lagi” sejajar dengan “Si gadis tersenyum,

menyusuri jalan sejati”, maka “Si gadis menangis, tapi esoknya tak lagi”

selain bermakna penyesalan tentang apa yang telah terjadi pada si gadis,

Page 186: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

174  

tentang apa yang telah dilakukan oleh kedua orang tuanya, juga tentang

apa yang telah di tuntunkan Allah Swt. kepadanya juga tangisan rasa

syukur karena berada di jalan yang benar yakni jalan Allah Swt. Jadi, si

gadis yang kemudian pada esoknya yang tak lagi menangis karena dia

sadar bahwa dia akan tersenyum menyusuri jalan sejati yang terang penuh

cahaya Allah Swt.

b. Pembacaan Heuristik dan Hermeneutik dalam Puisi “Seorang Gadis,

Seekor Anjing” karya Emha Ainun Nadjib

1) Pembacaan Heuristik

Bait (1) – (2)

Sambil mengelus-elus anjing kesayangannya. Sang Bapak menghardik anak gadisnya, “Aku tak bisa tahan lagi Aku jijik melihatmu pakai baju kurung dan kerudung penutup kepala itu!” Dialah gadis yang lahir di batu. Dialah gadis yang tumbuh di batu. Disirami oleh air rahasia, hingga udara tak mengotorinya dan matahari tak melenggamkan wajahnya.

“//(Bapaknya) (dengan) (senang) (hati) sambil mengelus-elus

(peliharaan) anjing kesayangannya/ Sang Bapak (sambil) menghardik

anak gadisnya/ Aku jijik melihatmu memakai baju tertutup dan kerudung

penutup kepala Aku tak bisa tahan lagi (melihatmu)//”.

Page 187: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

175  

“//Dialah gadis yang lahir(nya) di batu/ Dialah gadis yang tumbuh

(dan) (besar) di batu/ Disirami oleh air (sejumlah) rahasia/ Hingga udara

tak (mau) mengotorinya dan matahari tak melenggamkan wajahnya//”.

Bait (3) – (5)

Pada suatu hari tiba di ‘arsy taqwa. Melalui pemikiran yang tergodog dan hati yang diuji melawan sutera. Ia memutuskan untuk tak sekedar berikrar, sembahyang dan menutupi auratnya. Ia memutuskan untuk menjilbabi seluruh kehidupannya. Sujud demi sujud dipanjangkannya. Dan diusir! “Hanya anak durhaka yang pindah agama!” bentak kedua orang tuanya. Si gadis menangis, tapi esoknya tak lagi Si gadis tersenyum, menyusuri jalanan sejati.

“//Pada suatu hari tiba di ‘arsy taqwa/ Melalui pemikiran yang

(sedang) (marah) dan hati yang diuji melawan (lembutnya) sutera. Ia

memutuskan untuk tak sekedar berikrar (janji) (bersumpah), sembahyang

dan menutupi (seluruh) auratnya. Ia memutuskan untuk menutupi seluruh

kehidupannya (dengan) jilbab)//”.

“//Dipanjatkannya sujud demi sujud (oleh) (anak) (gadisnya)/ Dan

(dengan) (kemarahan) diusir (anak gadis) dari rumahnya/ Hanya anak

durhaka yang pindah agama!/ Bentak kedua orang tuanya//”.

“//Si gadis (lalu) menangis/ Tapi esok (harinya) tidak lagi

(menangis)/ Si gadis tersenyum (karena) jalan yang diambil adalah jalan

yang benar (dan) menyusuri jalan yang lurus terhadap (Allah Swt)//”.

Page 188: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

176  

2) Pembacaan Hermeneutik

Puisi yang berjudul “Seorang Gadis, Seekor Anjing”, menurut

KBBI( 1997: 334), Orang berarti makhluk Tuhan yang sempurna, berakal

dan berbudi sedangkan gadis berarti anak manusia yang berjenis kelamin

wanita, sedangkan seekor anjing adalah binatang ciptaan Allah Swt. yang

memiliki taring serta menjulurkan lidahnya keluar, najis, dan dagingnya

haram untuk dimakan. Dari makna leksikal tersebut, makna konotatifnya

dapat diartikan sebagai seorang gadis yang karena kecintaannya kepada

Allah Swt. rela terusir dari keluarganya bahkan kehidupan duniawinya.

Puisi “Seorang Gadis, Seekor Anjing” merupakan kiasan manusia

didalam sebuah keluarga nampak ketimpangan yang tidak wajar ketika

anak gadisnya tidak lebih disayang dibandingkan anjing peliharaannya

oleh bapaknya. Bait pertama, menggambarkan tentang kehidupan seorang

gadis yang sangat mencintai Allah Swt. dan dicintai Allah Swt. Bait

pertama puisi ini menunjukkan suatu ketimpangan yang terjadi disebuah

keluarga. Seorang gadis yang hakikatnya adalah anak manusia “dihardik”

dan kejadian itu terjadi bersamaan ketika si bapak sedang “mengelus-elus”

seekor anjing. Terlihat suatu hal yang sangat bertolak belakang. “Hardik”

menunjukkan pada pukulan tangan kebagian kepala atau wajah yang

sangat keras sehingga yang dihardik bisa tersungkur, sedangkan

“mengelus” menunjukkan pada belaian lembut. Hal yang sangat bertolak

belakang dan ironis dalam hal ini adalah tentang “hardikan” yang

Page 189: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

177  

dilakukan seorang bapak kepada anak gadisnya, sedangkan anjing sebagai

binatang yang diberikan kedudukan oleh Allah Swt. sebagai salah satu

binatang yang menduduki tempat dibawah serta diharamkan malah dielus-

elus dengan penuh belaian oleh si bapak karena dia adalah anjing

kesayangannya.

Titik temu ketimpangan antara anak gadis dari seorang bapak dan

anjing kesayangan dari bapak gadis tersebut dipahami sebagai suatu

realitas alam yang mungkin saja terjadi saat ini. Manusia memiliki hukum

sebab akibat, dalam hal ini yang menyebabkan si gadis dihardik adalah

karena dia “pakai baju kurung dan krudung penutup kepala”. Aku-lirik

sebagai manusia yang berakal sehingga ketika ia melihat realitas alam

yang terjadi di sekelilingnya maka dia akan menyadari tentang hukum

Tuhan. Dalam sebuah keluarga ketika bapak sebagai pimpinan keluarga

malah melakukan suatu hal yang salah. Ketika si anak gadis memakai baju

kurung dan menutupkan jilbab dikepalanya yang diterima si gadis malah

hardikan. Sedang anjing yang jelas binatang yang dinajiskan bahkan

diharamkan dagingnya malah “dielus-elus” penuh kasih sayang. Suatu hal

yang ironis telah terjadi. Seharusnya si bapak bangga kepada anak

gadisnya karena telah menutup auratnya tapi yang terjadi malah

sebaliknya. Harusnya yang dielus-elus penuh kasih sayang adalah anak

gadis itu bukan malah anjing sebagai binatang yang “hina”. Hal ini

menunjukkan bahwa telah terjadi kegilaan di dunia pada saat ini.

Page 190: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

178  

Bait kedua menjelaskan aku-lirik bahwa “gadis” itu adalah yang

lahir di “batu”. Sebuah kekerasan dalam hidup bisa dengan berbagai

kemungkinan penyebabnya. Bisa jadi gadis itu hidup dalam himpitan

kemiskinan keluarganya sehingga gadis itu harus bekerja keras dalam

hidupnya untuk hidup. Namun demikian, bisa pula gadis itu hidup dalam

keluarga yang keras sehingga yang terjadi setiap hari adalah pukulan dan

perkataan kotor. Kemungkinan selanjutnya adalah bisa jadi gadis itu

malah hidup dan tumbuh pada kaya yang oleh Allah Swt. dijauhkan dari

ilmu agama, namun demikian jelas bahwa ilmu agama yang dimiliki oleh

gadis itu lebih dari pada kedua orang tuanya.

Namun demikian gadis itu oleh Allah Swt. dikaruniai cinta. Dia

“disirami air rahasia” yang membuatnya tegar dan kuat. Hal ini

ditunjukkan pada baris ketiga dan keempat. Dituliskan bahwa “hingga

udara tak mengotorinya dan matahari tak melegamkan wajahnya” yang

menunjukkan tentang ketegaran yang membuat si gadis tidak “tergerogoti”

oleh “udara” dan cobaan tidak menjadikannya kuat seperti “wajah yang

tak legam” karena “terbakar matahari”. Cahaya Allah-lah yang

menjadikan gadis itu menjadi salah satu yang terpilih mendapatkan cinta

sejati Allah Swt.

Bait ketiga ini menggambarkan tentang hal yang dialami gadis itu

selama hidup menjadikannya “tergodog” dan mendapatkan cinta Allah

Swt. serta membawanya ke “arsy’ taqwa”. “Sutera” sebagai simbol dari

Page 191: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

179  

kelembutan menjelaskan tentang perlakuan ayahnya dengan “menghardik”

sesungguhnya dirasakan gadis itu sebagai belaian yang lebih halus dari

sutera karena gadis itu dengan ikhlas menerimanya. Hal itu lah yang

menjadikan Allah mengaruniai dia cinta sejati.

Gadis itu akhirnya menjadi benar-benar gadis yang tegar dan kuat.

Dia tak hanya “berikrar untuk sembahyang dan menutup auratnya”, namun

juga “menjilbabi seluruh kehidupannya” dan menyerahkan dirinya dan

hidupnya hanya untuk Allah Swt.

Hal yang pada bait pertama menunjukkan sebuah ketimpangan

menjadikan gadis itu benar-benar sadar tentang siapa yang benar. Aku-

lirik dalam hal ini menemukan kekuatan cinta mendalam gadis itu kepada

Allah Swt. Pertama, aku-lirik sebagai seorang yang selalu memikirkan

realitas alam itu datang dari realitas budaya yang memasuki realitas alam.

Realitas budaya yang dimaksudkan adalah tentang harkat hidup manusia,

adapun realitas alam diartikan sebagai realitas yang relatif karena realitas

antara seseorang yang satu dengan yang lain berbeda-beda. Hal ini

menunjukkan ada yang mengatur tentang apa yang menjadi sebab dan apa

yang akan menjadi akibat.

Bait keempat puisi di atas menggambarkan suatu pilihan cinta si

gadis. Ketika si gadis “memanjangkan sujud demi sujudnya” untuk

mensyukuri karunia tauhid Allah Swt. Bentuk ketakdziman seorang

hamba kepada Tuhannya yang sekaligus “Kekasihnya” yang membuatnya

Page 192: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

180  

tidak berhenti beribadah dan menutupi auratnya. Namun apa yang terjadi

pada gadis itu, dia malah diusir oleh orang tuanya bahkan berkata “hanya

anak durhaka yang pindah agama”, hal ini menunjukkan bahwa kedua

orang tuanya tidak suka dengan apa yang dikerjakan dan diyakini oleh

gadis itu. Entah karena kedua orang tuanya beda paham, beda agama, atau

tak tahu sama sekali tentang agama namun si gadis yang telah sungguh-

sungguh beribadah kepada Allah Swt. malah dikatakan “durhaka” karena

“pindah agama”.

Muncul pertanyaan dalam hal in, apakah memang kedudukan

anaknya yang bersujud di jalan yang benar itu salah bahkan menjadi lebih

rendah dari pada anjing peliharaannya di mata kedua orang tuanya.

Bahkan mugkin anjing itu adalah gambaran jiwa kedua orang tua gadis itu

yang digambarkan oleh aku-lirik. Kejelasan tentang hal itu ditunjukkan

dengan “hardikan” pada bait pertama tadi dan “bentakkan” pada bait

keempat ini.

Bait kelima puisi di atas menunjukkan metafora pernyataan yang

menyatakan tentang perasaan si gadis. Si gadis yang merasakan

kesedihannya karena terusir oleh kedua orang tuanya bahkan yang lebih

mendalam adalah ketika dipahami “tangis” gadis itu sebagai kesedihan

karena kedua orang tuanya telah salah jalan. Namun demikian si gadis

akan merasa sangat bahagia karena dia mendapatkan cinta Allah Swt.

yang sejati dan aku-lirik dalam hal ini sebagai makhluk berakal percaya

Page 193: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

181  

bahwa gadis itu menyadari dengan senyumnya jika kedua orang tuanya

akan mendapatkan cinta Allah Swt. untuk sama-sama menyusuri jalan

sejati. Dengan demikian makna cinta sejati di sini ditunjukkan dengan

menggambarkan kehidupan si gadis pada keluarga yang kedua orang

tuanya belum memahami hakikat cinta Allah Swt. dan akhirnya si gadis

tersenyum bahagia dengan cinta sejatinya sendiri yaitu Allah Swt.

c. Matriks, Model, Varia-varian dalam Puisi “Seorang Gadis, Seekor

Anjing” karya Emha Ainun Nadjib

Matriks pada puisi “Seorang Gadis, Seekor Anjing” adalah seorang

gadis yang rela terusir dari rumah bahkan dunianya yang

ditransformasikan menjadi varian-varian pada bait pertama, kedua, ketiga,

keempat, dan kelima sebagai berikut: (1) sambil mengelus-elus anjing

kesayangannya, Sang Bapak menghardik anak gadisnya, (2) Dialah gadis

yang lahir dari batu, (3) Pada suatu hari tiba di ‘arsy taqwa, (4) Sujud

demi sujud dipanjangkan, (5) Si gadis menangis, tapi esoknya tak lagi.

Varian pertama “sambil mengelus-elus anjing kesayangannya,

sang bapak menghardik anak gadisnya” merupakan gambaran

perbandingan yang berseberangan sehingga menjadikannya timpang dan

ironis. Varian kedua “Dialah gadis yang lahir dari batu” merupakan

gambaran tentang kekerasan hidup si gadis. Varian ketiga “Pada suatu hari

tiba di ‘arsy taqwa”, yang berarti rasa cinta Allah Swt. terhadap gadis itu

Page 194: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

182  

dan rasa cinta gadis itu kepada Allah membawa gadis itu ke keimanan

yang tinggi di singgasana Allah Swt. Varian keempat, “Sujud demi sujud

dipanjangkan”, berarti ketakdziman atas kerendahan hati dan diri si gadis

di hadapan Allah Swt. membawa ketempat keimanan yang tinggi. Varian

kelima “Si gadis menangis, tapi esoknya tak lagi”, merupakan lukisan

perasaan hati kesedihan si gadis atas apa yang telah terjadi padanya dan

apa yang telah terjadi pada kedua orang tuanya.

d. Hubungan Intertekstualitas Puisi “Seorang Gadis, Seekor Anjing”

Secara intertekstualitas, sajak “Seorang Gadis, Seekor Anjing”

merupakan transformasi dari ide pemahaman Jean Paul Sartre tentang

kebebasan dan pilihan. Sartre melihat manusia sebagai pengada yang

bebas, sebagai pengada yang sadar akan dirinya dan yang lain. Ia

menegaskan manusia adalah kebebasan. Pandangan ekstrem ini

diungkapkannya karena tidak cukup kalau hanya mengucapkan manusia

memiliki kehendak bebas. Tidak cukup juga mengatakan bahwa

kebebasan adalah salah satu ciri yang dimiliki manusia. Bagi Sartre kalau

manusia lebih tepat dikatakan sebagai kebebasan itu sendiri.

Menurutnya kebebasan manusia itu mutlak. Tanpa kebebasan

eksistensi manusia menjadi absurd. Eksistensi merupakan suatu

keterbukaan yang tidak pernah selesai. Karena itu, meniadakan kebebasan

Page 195: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

183  

berarti menjadikan manusia esensi belaka. Dalam arti ini manusia tidak

berbeda dengan mahkluk lain. Kebebasan mutlak perlu bagi manusia

dalam mewujudkan diri terus-menerus, karena manusia seolah-olah

dilemparkan ke dalam faktum masa depan yang penuh misteri. Karena

itu, manusia harus bebas tanpa batas, tanpa suatu keterikatan atau

halangan apapun. Selain itu dalam kebebasan manusia harus memilih,

bahkan ketika manusia tidak memilih manusia pada dasarnya juga telah

memutuskan sebuah pilihan.

Pemahaman Sartre tentang kebebasan dan pilihan di atas

ditransformasikan dalam sajak “Seorang Gadis, Seekor Anjing” dalam

sosok tokoh yang mengalami kebimbangan dalam menentukan pilihannya,

antara memilih Tuhan sebagai konsekuensi pilihannya atau menuruti

ibunya yang telah mengikuti agama syirik dan melakukan perbuatan dosa

yang lainnya. Dalam Al qur’an Surat Luqman ayat 15 yang menerangkan

dalam hal tertentu, maka seorang anak dilarang menaati ibu bapaknya,

yaitu jika ibu bapaknya memerintahkan kepadanya mempersekutukan

Allah, yang dia sendiri memang tidak mengetahui bahwa Allah Swt.

mempunyai sekutu, karena memang tidak ada sekutu bagi-Nya. Maka

sepanjang pengetahuan manusia Allah memang tidak ada sekutu bagi-

Nya. Maka sepanjang pengetahuan manusia Allah Swt. tidak mempunyai

sekutu. Manusia menurut nalurinya mengesakan Allah Swt. Dan sebab

Page 196: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

184  

turunnya ayat ini diambil kesimpulan bahwa Saad tidak berdosa, karena

tidak mengikuti kehendak ibunya untuk kembali ke agama syirik. Hukum

ini berlaku pula untuk seluruh umat Nabi Muhammad yang tidak boleh

taat kepada orang tuanya mengikuti agama syirik dan perbuatan dosa yang

lain. Selanjutnya Allah Swt., memerintahkan agar seorang anak tetap

memperlakukan kedua ibu bapaknya dengan baik yang memaksanya

mempersekutukan Allah Swt. itu dalam urusan keduniawian, seperti

menghormati, menyenangkan hati, memberi pakaian, tempat tinggal yang

layak baginya, biarpun kedua orang tuanya itu memaksanya

mempersekutukan Allah Swt. atau melakukan dosa yang lain.

Pemahaman Sartre tentang kebebasan dan pilihan ini

ditransformasikan dalam sajak “Seorang Gadis, Seekor Anjing” karya

Emha Ainun Nadjib. Dalam sajak “Seorang Gadis, Seekor Anjing”, tema

tentang seorang gadis yang karena kecintaannya kepada Allah rela terusir

dari keluarganya bahkan kehidupan duniawinya, ia pun dihadapkan pada

satu pilihan yang tidak dapat dihindarinya, yaitu tetap dalam pendiriannya

dijalan yang benar dijalan Allah Swt., dalam proses kehidupan tersebut

dilukiskan dalam ungkapan “//Sujud demi sujud dpanjangkannya/ Dan

diusir! “Hanya anak durhaka yang pindah agama!” bentak kedua orang

tuanya/ Si gadis menangis, tapi esoknya tak lagi/ Si gadis tersenyum,

menyusuri jalan sejati”//.

Page 197: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

185  

e. Konsep Cinta Menurut Sufisme dalam Puisi “Seorang Gadis, Seekor

Anjing” karya Emha Ainun Nadjib

1) Tuhan adalah Cinta dan di Seberang Cinta

“Tuhan akan mendatangkan suatu kaum yang dia mencintai

mereka dan mereka mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap

orang mukmin, dan keras terhadap orang-orang kafir, yang jihad di jalan-

Nya dan tidak risau oleh celaan orang yang suka mencela” (Q.S. Al

Maaidah ayat 54). Ketika hamba Allah Swt. mendapatkan kekerasan dari

hamba Allah Swt. yang lain maka sesungguhnya dia mendapat balasan

“sutra” dari Allah Swt. Hal itu nampak pada puisi “Seorang Gadis, Seekor

Anjing”. Di sini terjadi suatu hal yang berlawanan dan ironis. Ketika “si

bapak menghardik anak gadisnya” dia sedang “mengelus-elus anjing

kesayangannya”.

Dalam hal ini sesame seperti ayat tersebut di atas bahwa hardikan

kepada gadis itu akan membawanya kepada kelembutan belaian Allah

Swt. Dialah gadis yang tegar dan kuat menghadapi masalah yang terjadi

karena dia tahu bahwa dia berada di jalan cinta Allah Swt. Dia telah

disirami air rahasia oleh Allah Swt. Gadis yang selama hidup mengalami

“kekerasan” karena cintanya kepada Allah Swt. menjadikannya

“tergodog” dan mendapatkan cinta Allah Swt. serta membawanya ke “arsy

taqwa”. “Sutera” sebagai simbol dari kelembutan menjelaskan tentang

perlakuan ayahnya dengan “menghardik” sesungguhnya dirasakan gadis

Page 198: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

186  

itu sebagai belaian yang lebih halus dari sutera karena gadis itu dengan

ikhlas menerimanya. Hal itulah yang menjadikan Allah Swt. mengaruniai

dia cinta sejati. “Sujud demi sujud dipanjangkan” hanya untuk Allah Swt.,

walaupun setelah itu dia diusir karena telah dianggap durhaka kepada

orang tuanya yang belum mendapatkan karunia cinta Allah Swt. Dengan

demikian dia merasakan kesedihan karena perlakuan orang tuanya dan

tentang apa yang terjadi pada orang tuanya, namun dia kembali

mengembangkan senyum karena dia sebenarnya telah berada di jalan cinta

Allah Swt. yang sejati.

2) Dunia Diciptakan oleh Cinta

Allah Swt. memberikan cintanya sebagai cahaya penerang dunia

ini. Seperti halnya cahaya penerang bagi kehidupan gadis kecil yang hidup

dalam kegelapan kedua orang tuanya juga dalam kekerasan “batu” yang

menjadikannya mendapatkan kelembutan dan kasih sayang Allah Swt.

Cinta Allah Swt. mengejawantahkan perbendaharaan yang tersembunyi

melalui diri orang-orang suci. Di antaranya adalah kepada kaum sufi yang

meyakini tataran sufi tertinggi adalah cinta. Cinta makhluk-Nya kepada

Allah Swt. maupun cinta Allah Swt. kepada makhluknya.

Bagaimana hardikan bisa mendarat di wajah gadis yang

menegakkan cinta Allah Swt. Bahkan dianggap “menjijikan” ketika gadis

itu mengenakan “baju kurung” juga “kerudung di kepalanya”. Dunia yang

diciptakan oleh cinta telah membawa kehidupan gadis itu dalam kekerasan

Page 199: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

187  

hidupnya. Namun demikian ketika gadis itu bahkan harus di usir dan

dianggap durhaka oleh kedua orang tuanya ketika dia panjangkan sujud

demi sujud kepada “kekasihnya” dia malah mendapat siraman “air

rahasia” yang menyejukan juga “ belaian selembut sutera” oleh Allah Swt.

Tangis kesedihanpun tidak lama dirasakannya karena selanjutnya adalah

senyuman “di jalan sejati Allah Swt”.

3) Cinta Menopang Dunia

Segala sesuatu mengambil bagian di dalam cinta Allah Swt. Dalam

puisi ini gadis yang dihardik menjadi bentuk bagimana dia menopang

dunianya dengan keyakinan cinta Allah Swt. Bagaimana dia

memperjuangkan “baju kurungnya” dan “kerudung di kepalanya” di dalam

keluarga yang merasa jijik melihat hal itu. Sampai dia di hardik sambil

mengelus anjing kesayangan ayahnya. Hal ini menunjukkan ironis dan

kerasnya perjuangan gadis itu menegakkan cinta Allah Swt. Ketika

“hardikan” menjadi “belaian Allah” maka kekerasan hatinya akan disirami

oleh “air rahasia Allah”. Ketika dia diusir maka sejatinya dia telah keluar

kejalan yang sejati.

4) Cinta dan Keindahan: Sejati dan Imitasi

Cinta manusia dapat dibagi menjadi dua: cinta sejati (isyq haqiqi)

atau cinta pada Allah Swt. dan cinta imitasi (isyq majazi) atau cinta

terhadap segalanya yang selain-Nya. Perbedaan antara dua jenis cinta

tersebut karena orang memahami yang ada hanya Allah Swt. dan untuk-

Page 200: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

188  

Nya semata, sementara yang lainnya meyakini adanya keterlepasan

eksistensi dari segala objek keinginan dan mengarahkan cinta

terhadapnya. Seorang gadis yang hakikatnya adalah anak manusia

“dihardik” oleh bapaknya sambil “mengelus” seekor anjing. Terlihat suatu

hal yang sangat berseberangan di sini. “Hardik” menunjukkan pada

pukulan tangan kebagian kepala (wajah) yang sangat keras sehingga yang

dihardik bisa tersungkur, sedangkan “mengelus” menunjukkan pada

belaian lembut. Namun demikian hal ini menjadi bukti ketulusan cinta

seseorang. Perlu diketahui bahwa dia gadis dihardik karena dia

menggenakan baju kurung dan menutup kepalanya dengan kerudung, dan

hal itu tidak disukai ayahnya.

Si gadis yang menyadari bahwa ayahnya tidak menyukainya, tapi

si gadis yakin bahwa Allah Swt. lebih menyukai hal itu. Kecintaan si gadis

kepada Allah Swt. yang tidak sekedar cinta biasa melainkan cinta sejati

dan bukan imitasi. Dengan “menutup auratnya”, dengan “menjilbabi

hidupnya”, dan dengan “memanjangkan sujud-sujudnya” dia (gadis itu)

mendapatkan cinta sejatinya dari Allah Swt.

5) Kebutuhan dan Keinginan

Untuk menjadi buruan Allah Swt., orang harus mampu meraih

ridho-Nya, itu lah yang telah dilakukan oleh si gadis dalam puisi ini.

Proses mencari dan menginginkan-Nya telah dilakukan oleh si gadis.

Gambaran tentang gadis yang mencintai Allah Swt. bahkan harus melalui

Page 201: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

189  

kekerasan hidup hingga sampai pada kemurnian hati karena telah disirami

air suci oleh Allah Swt. Ikrarnya untuk menutupi auratnya, dan menjilbabi

hidupnya membawanya kepada jalan cinta Allah Swt. yang sejati. Hal ini

tidak sekedar diinginkan oleh si gadis namun disadari sebagai

kebutuhannya.

6) Agama Cinta

Ilmua, amal, dan realisasi menjadi implikasi dari ilmu Allah Swt.

Seorang pencinta memperluas pencarian dan kebutuhannya melalui

disiplin spiritual yang tinggi. Tidak setiap anak manusia mengalami hal

yang sama seperti yang dialami si gadis. Ketika mengalami hal yang

samapun, belum tentu akan terjadi hal yang sama dengan yang dilakukan

gadis itu. Ketika hal itu dimasukkan ke dalam akal manusia, maka cinta

yang demikian itu tidak akan samapi oleh pemikiran manusia biasa.

Hanya manusia yang “disirami air rahasia” Allah-lah yang bisa sehingga

dikatakan bahwa “hingga udara tak mengotorinya dan matahari tak

melegamkan wajahnya”. Begitulah gambaran aku-lirik dengan

pandangannya terhadap fenomena yang terjadi tersebut.

7) Cinta dan Akal

Cinta mampu mengantarkan manusia antara fana dan baqa. Cinta

yang melampaui akal, dari sudut pandang ini dilihat sebagai rintangan di

jalan cinta Allah Swt. Penyejajaran cinta dan akal mengambil peran

penting dalam hidup manusia, tak terkecuali pada kehidupan si gadis pada

Page 202: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

190  

kekerasan kehidupannya yang batu. Jelas yang terjadi adalah suatu hal

yang melampaui akal ketika rintangan cinta yang dialami si gadis terjadi.

Dia berada pada titik yang menurut aku-lirik sudah mencapai kegilaan.

Pasalnya rintangan yang diberikan Allah Swt. adalah kedua orang tuanya

yang seharusnya mendidiknya tapi malah sebaliknya. Ketika si gadis

berada pada didikan Allah Swt. yang jelas kebenarannya orang tuanya

malah melakukan suatu hal yang mengotori kesejatian jalan Allah Swt.

8) Kebingungan dan Kegilaan

Titik temu kebingungan dan kegilaan yang terjadi digambarkan

pada kisah tentang anak gadis, seorang bapak, dan anjing kesayangan si

bapak yang dipahami sebagai suatu realitas alam yang mungkin saja

terjadi saat ini. Manusia memiliki hukum sebab akibat, dalam hal ini yang

menyebabkan si gadis dihardik adalah karena dia “pakai baju kurung dan

kerudung penutup kepala”. Aku-lirik sebagai manusia yang berakal

sehingga ketika ia melihat fenomena kegilaan pada realitas alam yang

terjadi disekelilingnya, maka dari situ dia mulai menyadari tentang hukum

Allah Swt.

Seorang gadis yang harus bekerja keras dalam hidupnya, kekerasan

itu digambarkan sebagai ilmu agama yang dimiliki oleh gadis itu lebih

dari pada kedua orang tuanya. Hal itulah yang menjadikan sebuah

kebingungan dan kegilaan. Namun demikian gadis itu oleh Allah Swt.

dikaruniai cinta. Dia “disirami air rahasia” yang membuatnya tegar dan

Page 203: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

191  

kuat. Dia tak hanya “berikrar untuk sembahyang dan menutupi auratnya”,

namun juga “menjilbabi seluruh kehidupannya” dan menyerahkan dirinya

dan hidupnya hanya untuk Allah Swt. Muncul pertanyaan dalam hal ini,

apakah memang kedudukan anaknya yang bersujud di jalan yang benar itu

salah bahkan menjadi lebih rendah dari pada anjing peliharaannya di mata

kedua orang tuanya. Bahkan mungkin anjing itu adalah gambaran jiwa

kedua orang tua gadis itu yang digambarkan oleh aku-lirik. Dengan

demikian makna cinta sejati disini ditunjukkan dengan mengambarkan

kehidupan si gadis pada keluarga yang kedua orang tuanya belum

memahami hakikat cinta Allah Swt. dan akhirnya si gadis tersenyum

bahagia dengan cinta sejatinya sendiri yaitu Allah Swt.

C. Pembelajaran Puisi di SMP

1. Pembelajaran Sastra

Pembelajaran sastra bertujuan untuk memperoleh pengalaman dan

pengetahuan tentang sastra, yaitu memperoleh pengalaman dalam

mengapresiasikan dan berekspresi sastra, serta memperoleh pengetahuan

tentang sastra baik teori sastra, sejarah sastra, maupun kritik sastra.

Seorang guru dalam pembelajaran sastra tidak hanya mengajarkan

teori-teori sastra saja. Selain teori-teori sastra yang diajarkan, seorang guru

harus mengenalkan karya sastra dan menerapkan teori-teori tersebut untuk

mengapresiasi karya sastra. Dengan mengapresiasi karya sastra dapat

Page 204: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

192  

melatih siswa dalam mempertajam perasaan, penalaran, dan daya khayal

serta kepekaan terhadap masyarakat, budaya, dan lingkungan hidup.

Pengalaman siswa dapat mengapresiasi karya sastra akan berdampak

positif dan berpengaruh pada kepekaan dan nalar siswa. Misalnya adanya

nilai-nilai positif dalam karya sastra, siswa langsung membaca karya

sastra tersebut dan bukan membaca ringkasannya.

2. Tujuan Pembelajaran Sastra

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan menggunakan kompetensi

dasar dan indikator hasil belajar sebagai ganti tujuan pembelajaran umum

dan khusus. Pembelajaran puisi bertujuan melatih siswa menemukan

kandungan makna semiotik Riffaterre berdasarkan pembacaan heuristik,

hermeneutik dan konsep cinta sufisme dalam puisi.

1) Kompetensi Dasar

Merefleksi isi puisi yang dibacakan

2) Indikator Hasil Belajar

Indikator hasil belajar untuk mengajarkan puisi di SMP, yaitu:

a) Siswa mampu menangkap kandungan unsur semiotik dalam puisi

dan mengungkapkan kandungan semiotik tersebut seperti

ketidaklangsungan ekspresi, heuristik, hermeneutik, matriks,

model, varian-varian dan hubungan intertekstual dalam puisi.

Page 205: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

193  

b) Siswa mampu mengungkapkan konsep cinta sufisme dalam puisi

seperti Tuhan adalah cinta dan diseberang cinta; dunia diciptakan

oleh cinta; cinta menopang dunia; cinta keindahan sejati dan

imitasi; kebutuhan dan keinginan; agama cinta; cinta dan akal;

kebingungan dan kegilaan.

c) Mampu mengaitkan kehidupan dalam puisi dengan kehidupan

nyata pada siswa.

3. Materi Pembelajaran Sastra

Puisi dalam pembelajaran sastra dapat digunakan sebagai bahan

pembelajaran sastra. Pemilihan puisi karya Emha Ainun Nadjib sebagai

bahan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SMP kelas VIII dapat

dilihat dari segi antara lain: 1) segi bahasa; 2) segi latar belakang budaya;

dan, 3) kematangan jiwa (psikologi).

1) Segi Bahasa

Puisi sebagai bahan pembelajaran bahasa dan sastra di SMP

kelas VIII, hendaknya puisi tersebut menggunakan bahasa yang mudah

dipahami siswa. Pada puisi karya Emha Ainun Nadjib bahasa yang

mudah dimengerti dan terdapat ungkapan-ungkapan baru, sehingga

menambah pengetahuan siswa dan menambah daftar kosakata siswa.

Page 206: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

194  

2) Segi Latar Belakang Budaya

Puisi karya Emha Ainun Nadjib mengungkapkan perjalanan

hidup seorang penyair yang keras dan muram. Puisi yang demikian

sangat membantu siswa membangkitkan semangat siswa. Dengan

demikian siswa dapat belajar dan mengambil nilai-nilai atau amanat

yang disampaikan pengarang melalui puisi tersebut.

3) Segi Kematangan Jiwa (Psikologi)

Bahan pembelajaran sastra hendaknya memperhatikan tahap-

tahap perkembangan psikologi siswa. Tahap perkembangan psikologi

sangat besar pengaruhnya terhadap tingkat kecerdasan daya pikir, dan

kondisi kejiwaan siswa.

Puisi sebagai bahan pembelajaran sastra mengungkapkan

permasalahan hidup dan persoalan sosial masyarakat. Siswa dapat

dirangsang untuk menemukan persoalan dan mencari penyelesaian

tentang masalah kehidupan seperti yang terdapat dalam puisi.

Tingkat perkembangan jiwa siswa dapat mempengaruhi proses

belajar dalam kelas. Melalui tahap realistik yang dialami siswa, guru

dapat meningkatkan kemampuan dasar siswa untuk kesiapan bekerja

sama dan apresiasi sastra.

Page 207: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

195  

4. Model Pembelajaran

Di dalam penelitian ini, mengkhususkan keefektifan penggunaan

model PAIKEM (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan

Menyenangkan) sebagai alternatif pembelajaran sastra di SMP. Di bawah

ini diuraikan mengenai pengertian pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif,

Efektif, dan Menyenangkan; sistematika pembelajaran sastra berbasis

PAIKEM; hal-hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan PAIKEM,

dan indikator pelaksanaan pembelajaran PAIKEM.

1) Pengertian Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan

Menyenangkan

Pengertian Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan

Menyenangkan (PAIKEM ) dapat dijelaskan sebagai berikut:

a) Aktif, dimaksud dalam pembelajaran merupakan suatu proses aktif

membangun makna dan pemahaman dari informasi, ilmu

pengetahuan maupun pengalaman peserta didik sendiri. Supaya

siswa lebih aktif, guru mempersiapkan materi pembelajaran, yaitu

puisi Syair Lautan Jilbab karya Emha Ainun Nadjib dan

menjelaskan bagaimana pembelajarannya. Setelah itu, guru

membagi siswa ke dalam beberapa kelompok belajar. Selanjutnya,

guru menjelaskan tentang pokok-pokok materi sebagai pedoman

para siswa dalam mengkaji puisi tersebut. Selebihnya, siswa

dibimbing untuk aktif dalam pembelajaran. Apabila dalam

Page 208: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

196  

mengerjakan ada kesulitan atau kurang jelas, siswa dapat

menanyakan kepada guru. Dalam proses belajar, siswa dapat

mengembangkan kemampuan analisis serta mampu merumuskan

nilai-nilai baru yang diambil dari hasil analisis mereka sendiri.

Contohnya, siswa telah menemukan struktur bentuk dan struktur

isi dalam puisi Syair Lautan Jilbab karya Emha Ainun Nadjib dan

siswa dapat mengambil nilai-nilai yang terkandung dalam puisi

tersebut sebagai bentuk karakter pribadi tiap-tiap siswa dan dapat

diterapkan dalam kehidupan nyata.

b) Inovatif, maksudnya dalam pembelajaran diharapkan muncul ide-

ide baru/ inovasi-inovasi positif yang lebih baik. Peran guru supaya

pembelajaran inovatif, yaitu guru diharuskan dapat

mendeskripsikan materi pembelajaran yang diajarkan tersebut.

Dalam hal ini, puisi Syair Lautan Jilbab karya Emha Ainun Nadjib

sebagai sumber belajar yang akan dijelaskan. Siswa dalam proses

mempelajari puisi diharapkan mampu menyerap hal-hal positif dan

memunculkan ide-ide baru dalam menganalisis setelah membaca

puisi tersebut. Setelah siswa membaca puisi Syair Lautan Jilbab

karya Emha Ainun Nadjib, mereka dapat mengambil nilai-nilai

positif misalnya keimanan kapada Allah, ketaatan kepada Allah

(ibadah), kesabaran dan nilai-nilai lainnya.

Page 209: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

197  

c) Kreatif, memiliki makna bahwa pembelajaran merupakan sebuah

proses pengembangan kreatifitas siswa karena pada dasarnya

setiap individu memiliki imajinasi dan rasa ingin tahu yang tidak

pernah berhenti. Supaya pembelajaran kreatif berhasil, guru harus

dapat mengenali sifat dan karakter setiap siswa. Setiap siswa pasti

mempunyai karakter yang berbeda-beda. Guru harus bisa tahu apa

yang sebenarnya diinginkan oleh siswa. Kreatifitas siswa tampak

dari bagimana siswa menguraikan permasalahan dalam puisi, cara

mereka dalam mengolah data dan menyelesaikannya secara urut

dan runtut. Dari situlah, kreatifitas siswa akan muncul serta tidak

langsung sebagai rangkaian proses kreatif. Siswa dalam melakukan

pembelajaran memiliki imajinasi yang tinggi. Misalnya salah satu

siswa ingin menjadi tokoh dalam puisi tersebut yang selalu

mendasari setiap perbuatannya dengan tuntunan agama. Peran guru

di sini adalah harus bisa memotivasi siswa tersebut supaya

memiliki kepribadian yang tawakkal dan taat kepada Allah Swt.

d) Efektif, berarti pembelajaran akan tercapai secara maksimal. Peran

guru supaya pembelajaran efektif adalah guru harus bisa

memanfaatkan waktu yang telah ditetapkan agar pembelajaran

lebih efektif dan maksimal. Untuk itu, perlu dirancang kegiatan

belajar mengajar dengan suasana yang memungkinkan setiap siswa

memperoleh peluang yang sama untuk menunjukkan dan

Page 210: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

198  

mengembangkan potensinya. Selain itu, guru seyogianya

memberikan waktu kepada siswa untuk mempelajari puisi Syair

Lautan Jilbab karya Emha Ainun Nadjib yang telah ditentukan di

luar jam sekolah. Dalam pertemuan selanjutnya, misalnya guru

menyuruh siswa mempelajari materi yang sudah diajarkan dan

menyuruh siswa untuk mencari unsur-unsur pembangun puisi yang

ada dalam puisi Syair Lautan Jilbab.

e) Menyenangkan dalam pembelajaran dimaksudkan bahwa proses

pembelajaran harus berlangsung dengan suasana yang

menyenangkan dan mengesankan. Supaya pembelajaran

berlangsung dalam suasana yang menyenangkan, guru dalam

menyampaikan materi harus kreatif, misalnya dengan

menggunakan gerak tubuh dan mimik wajah. Gerak tubuh dalam

menyampaikan materi pembelajaran mempunyai fungsi sebagai

penarik minat siswa untuk memperhatikan materi pembelajaran

yang disampaikan. Apabila gerak tubuh guru dalam

menyempaikan materi monoton, minat siswa dalam

memperhatikan materi kurang. Mimik wajah juga mempunyai

manfaat penting dalam menyampaikan materi pembelajaran.

Apabila dalam menyampaikan materi mimik wajah guru datar-

datar saja, minat siswa dalam mengikuti pelajaran tersebut dapat

hilang dan bahkan cenderung bosen. Sebaliknya, apabila mimik

Page 211: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

199  

wajah guru dalam menyampaikan materi dengan ceria dan

semangat, maka minat siswa dalam mengikuti pelajaran akan

tinggi. Dalam proses pembelajaran, terdapat interaksi yang ketat

antara guru dengan siswa. Apabila antara guru dan siswa terjalin

hubungan yang baik, pembelajaran pun akan berlangsung dengan

baik pula. Selain itu, untuk mendukung pembelajaran yang

menyenangkan, proses pembelajaran dapat dilakukan di luar kelas,

seperti ruang laboratorium bahasa, halaman kelas, dan tempat

mana pun yang siswa dapat merasa nyaman untuk belajar.

Dalam pembelajaran puisi Syair Lautan Jilbab karya Emha

Ainun Nadjib di SMP, hal yang menyenangkan yaitu pada saat:

a) guru menyuruh siswa membentuk kelompok, masing-masing

kelompok terdiri dari 5 siswa. Setiap kelompok memperbolehkan

kebebasan memberi nama kelompoknya. Misalnya nama kelompok

diambil dari nama judul puisi tersebut.

b) Setiap kelompok memperoleh tugas untuk mencari struktur bentuk

dan struktur isi dalam puisi Syair Lautan Jilbab karya Emha Ainun

Nadjib yang sudah ditentukan oleh guru disetiap kelompoknya dan

menyuruh setiap kelompok mempersentasikan hasil diskusi setiap

kelompok tersebut.

c) Pada saat diskusi berlangsung, terjalin interaksi pembelajaran

antara guru dan siswa. Siswa menyampaikan pendapatnya

Page 212: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

200  

mengenai pertanyaan yang telah diberikan oleh guru secara

bervariasi sehingga proses belajar menjadi menyenangkan.

d) Guru memberikan pujian kepada siswa yang telah

mempersentasikan hasil diskusi kelompoknya dan juga kepada

kelompok lain yang telah menanggapi sehingga pembelajaran

menjadi menyenangkan. Siswa merasakan keberhasilan didapatkan

dengan usaha bersama dan merasa lebih dihargai oleh guru dan

teman-temannya.

2) Sistematika Pembelajaran Sastra Berbasis PAIKEM

Sistematika pembelajaran keterampilan sastra berbasis

PAIKEM dapat dilakukan dengan urutan sebagai berikut:

a) Menjelaskan tujuan pembelajaran. Guru menjelaskan mengenai

tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajarannya, yaitu mampu

menikmati, menghayati, memahami, dan memanfaatkan karya

sastra dan karya sastra yang digunakan ada puisi Syair Lautan

Jilbab karya Emha Ainun Nadjib;

b) mempersiapkan media belajar. Guru mempersiapkan media

pembelajaran yang mendukung kegiatan pembelajaran seperti

kumpulan puisi Syair Lautan Jilbab karya Emha Ainun Nadjib dan

buku-buku pendukungnya;

c) guru menyuruh siswa membentuk kelompok. Setiap kelompok

terdiri dari 5 siswa;

Page 213: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

201  

d) masing-masing kelompok diberi tugas untuk mencari struktur

bentuk dan struktur isi dalam puisi Syair Lautan Jilbab karya

Emha Ainun Nadjib yang sudah dibaca sebelumnya di rumah

sebagai PR;

e) setiap kelompok mempersentasikan hasil diskusi;

f) guru memberikan komentar mengenai jalannya diskusi pada tiap-

tiap kelompok;

g) guru memberikan kesimpulan mengenai materi pembelajaran yang

telah dibahas pada pertemuan saat itu.

3) Hal-hal yang Harus Diperhatikan dalam Pelaksanaan PAIKEM

Dalam melaksanakan PAIKEM, ada beberapa hal yang harus

diperhatikan. Di bawah ini diuraikan hal-hal tersebut.

a) Memahami Sifat Peserta Didik

Aktif dan pasif adalah sifat siswa. Kedua sifat ini

merupakan modal dasar bagi perkembangan sikap atau berpikir

kritis dan kreatif. Pada dasarnya peserta didik memiliki rasa ingin

tahuan berimajinasi. Untuk itu kegiatan pembelajaran harus

dirancang menjadi lahan yang subur bagi perkembangan kedua

sifat tersebut.

Guru menyuruh siswa untuk membaca puisi Syair Lautan

Jilbab karya Emha Ainun Nadjib terlebih dahulu sebelum

pembelajaran. Setelah itu guru menyuruh siswa untuk mencari

Page 214: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

202  

struktur bentuk dan struktur isi yang ada dalam puisi tersebut. Hal

ini dilakukan supaya siswa dapat mengembangkan sikap berpikir

kritis yang menjadikan siswa aktif dalam proses pembelajaran.

b) Mengenal Peserta Didik Secara Perorangan

Peserta didik berasal dari latar belakang dan kemampuan

yang berbeda. Perbedaan individu harus diperhatikan dan harus

tercermin dalam pembelajaran. Semua peserta didik dalam kelas

tidak harus selalu mengerjakan kegiatan yang sama, melainkan

berada sesuai dengan kecepatan belajarnya.

Untuk siswa yang mempunyai kemampuan menangkap

pelajaran cepat, guru memberikan materi yang lebih mendalam

tentang struktur bentuk dan struktur isi dalam puisi Syair Lautan

Jilbab karya Emha Ainun Nadjib, sedangkan siswa yang

mempunyai kemampuan menangkap pelajaran lambat, guru

menyuruh siswa yang mempunyai kemampuan yang menyerap

pelajaran cepat untuk membantunya. Dengan tutor sebaya,

pelajaran akan lebih mudah dipahami dan siswa tidak merasa takut

atau malu bertanya jika kurang memahami materi. Berbeda halnya

jika guru yang menerangkan. Terkadang siswa malu bahkan takut

untuk bertanya. Dengan begitu, hasil pembelajaran dapat tercapai

secara maksimal.

Page 215: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

203  

c) Memanfaatkan Perilaku Peserta Didik dalam Pengorganisasian

Belajar

Peserta didik secara alami bermain secara berpasangan atau

kelompok. Perilaku demikian dapat dimanfaatkan oleh guru dalam

pengorganisasian kelas. Dengan belajar kelompok, siswa akan

dimudahkan untuk berinteraksi atau bertukar pikiran.

Dalam proses belajar mengajar, terdapat dua sifat siswa

yaitu aktif dan pasif. Aktif yang dimaksud adalah aktif dalam

bertanya ataupun mengeluarkan pendapatnya sedangkan dengan

pasif yaitu sebaliknya. Tujuan guru membentuk kelompok adalah

agar siswa yang pasif terpancing oleh siswa yang aktif untuk

mengeluarkan pendapatnya. Dengan begitu akan terjadi pertukaran

pendapat yang mampu memecahkan suatu masalah. Misalnya

bagaimanakah struktur bentuk dan struktur isi dalam puisi Syair

Lautan Jilbab karya Emha Ainun Nadjib.

d) Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Serta

Mampu Memecahkan Masalah

Berpikir kritis kreatif adalah modal dasar bagi siswa untuk

memecahkan suatu masalah. Dalam proses belajar mengajar

terdapat siswa yang mempunyai kemampuan berpikir kritis dan

kreatif ada juga yang tidak mempunyai kemampuan berpikir kritis

dan kreatif yang cenderung menyontek pekerjaan siswa yang

Page 216: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

204  

mempunyai kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Dalam hal ini

guru menumbuhkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Dalam

hal ini guru menumbuhkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif

yaitu siswa dengan memberi tugas dan bimbingan. Tugas-tugas

yang diberikan guru tentang struktur bentuk dan struktur isi dalam

puisi Syair Lautan Jilbab karya Emha Ainun Nadjib. Untuk dapat

menyelesaikan tugas atau masalah yang diberikan guru, siswa

harus dapat berpikir secara kritis dan kreatif. Guru juga

memberikan arahan dan bimbingan yang jelas sehingga siswa

dapat menyelesaikan tugas mereka baik kepada siswa yang

mempunyai kemampuan berpikir kritis dan kreatif dan juga kepada

siswa yang tidak mempunyai kemampuan berpikir kritis dan

kreatif. Dengan seringnya guru memberikan tugas dan bimbingan,

maka siswa akan tumbuh berpikir secara kritis dan kreatif sehingga

dapat memecahkan masalah.

e) Menciptakan Ruang Kelas sebagai Lingkungan Belajar yang

Menarik

Ruang kelas yang menarik sangat disarankan dalam

PAIKEM. Hasil pekerjaan peserta didik sebaiknya dipajang di

dalam kelas karena dapat memotifasi peserta didik untuk bekerja

lebih baik dan menimbulkan inspirasi bagi peserta didik yang lain.

Selain itu pajangan dapat juga dapat dijadikan bahan ketika

Page 217: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

205  

membahas materi pelajaran yang lain. Selain itu pajangan dapat

juga dijadikan bahan ketika melaksanakan materi pelajaran yang

lain. Guru menata ruang kelas sebelum melakukan diskusi.

Kemudian membagi siswa dalam beberapa kelompok dan

menjalankan diskusi sesuai tempat masing-masing yang telah

diatur oleh guru sehingga memudahkan siswanya dalam

melakukan kegiatan diskusi tentang struktur bentuk dan struktur isi

dalam puisi Syair Lautan Jilbab karya Emha Ainun Nadjib.

Sebagai hasil dari diskusi atau pekerjaan individual yang

mendapatkan nilai bagus dipajang di depan kelas untuk madding

supaya dapat memotivasi siswa lain yang kurang memahami tugas

tersebut.

f) Memanfaatkan Lingkungan sebagai Lingkungan Belajar

Lingkungan (fisik, sosial, budaya) merupakan sumber yang

sangat kaya untuk bahan belajar peserta didik. Lingkungan dapat

berfungsi sebagai media belajar serta objek belajar peserta didik.

Lingkungan sekitar kelas dapat membantu siswa dalam belajar.

Misalnya ketika dalam proses pembelajaran berlangsung diluar

kelas, siswa dapat berimajinasi untuk bermain peran. Seolah-olah

siswa menjadi tokoh dalam puisi Syair Lautan Jilbab karya Emha

Ainun Nadjib. Dengan pelajaran demikian, siswa akan lebih

tertarik untuk mempelajari karya sastra.

Page 218: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

206  

g) Memberikan Umpan Balik yang Baik

Memberi umpan balik dari guru kepada peserta didik

merupakan suatu interaksi antara guru dan peserta didik. Umpan

balik hendaknya lebih mengungkapkan kekuatan dan kelebihan

peserta didik daripada kelemahannya. Umpan balik juga harus

dilakukan secara santun dan elegan sehingga tidak meremehkan

dan menurunkan motivasi. Misalnya guru memberi pertanyaan

mengenai apa yang telah dibaca oleh siswa dan guru menyuruh

siswa untuk mencari struktur bentuk dan struktur isi dalam puisi

Syair Lautan Jilbab karya Emha Ainun Nadjib. Guru juga harus

konsisten memeriksa hasil pekerjaan siswa dan memberikan

komentar dan catatan. Catatan guru berkaitan dengan pekerjaan

siswa lebih bermakna lagi pengembangan diri siswa daripada

sekedar angka.

h) Membedakan antara Aktif Fisik dengan Aktif Mental

Dalam pembelajaran PAIKEM, aktif secara mental lebih

diinginkan daripada aktif fisik. Oleh karena itu, aktivitas sering

bertanya, mempertanyakan gagasan orang lain, dan

mengemukakan gagasan merupakan tanda-tanda aktif mental.

Guru berusaha menyuruh siswanya supaya aktif bertanya

mengenai pelajaran yang telah diberikan tanpa ada perasaan takut

ditertawakan, takut disepelekan, ataupun takut dimarahi jika salah.

Page 219: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

207  

Oleh karena itu, guru hendaknya menghilangkan penyebab rasa

takut tersebut, baik yang datang dari guru itu sendiri maupun dari

temannya. Berkembangnya rasa takut bertentangan dengan

PAIKEM yang menyenangkan. Hal ini dapat dimulai dengan guru

bertanya kepada siswanya mengenai hal-hal yang ada dalam puisi

yang telah dipelajari. Sebagai bukti bahwa siswa telah memahami

pertanyaan yang telah diberikan guru, siswa dapat menyebut

struktur bentuk dan struktur isi dalam puisi Syair Lautan Jilbab

karya Emha Ainun Nadjib .

4) Indikator Pelaksanaan Pembelajaran PAIKEM

Dalam penerapan PAIKEM, bisa dilihat dan dicermati indikasi

yang muncul pada saat proses belajar mengajar yang dilaksanakan.

Disamping itu, pendidik juga harus perlu memperhatikan berbagai

prinsip ketika menerapkannya. Kriteria ada atau tidaknya

pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif dan menyenangkan dapat

dilihat dari indikator pada table di bawah ini.

Page 220: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

208  

Tabel

Indikator Penerapan PAIKEM dalam Pembelajaran

Puisi Syair Lautan Jilbab karya Emha Ainun Nadjib

Indikator Proses 1. Pekerjaan siswa

Siswa membuat kelompok, tiap-tiap kelompok beranggotakan 5 orang dan mencari struktur bentuk dan struktur isi dalam puisi Syair Lautan Jilbab karya Emha Ainun Nadjib

2. Kegiatan siswa

Setelah siswa menemukan struktur bentuk dan struktur isi dalam puisi Syair Lautan Jilbab karya Emha Ainun Nadjib, kemudian siswa mampu menjelaskan unsur pembangun puisi dalam puisi tersebut.

3. Ruang Kelas

Hasil presentasi hendaknya dipajang di ruang kelas.

Penjelasan Dengan bimbingan guru, siswa mencari struktur bentuk dan struktur isi dalam puisi Syair Lautan Jilbab karya Emha Ainun Nadjib. Disini diharapkan siswa lebih aktif berusaha untuk menentukan unsur pembangun puisi dalam puisi tersebut. Siswa mampu menyebutkan struktur bentuk dan struktur isi dalam puisi Syair Lautan Jilbab karya Emha Ainun Nadjib dan tiap kelompok dapat menjelaskan unsur pembangun puisi dalam puisi tersebut. Hasil presentasi hendaknya dipajang di ruang kelas supaya hasil presentasi

Metode Guru membimbing dan memotivasi siswa untuk berusaha menemukan struktur bentuk dan struktur isi dalam puisi Syair Lautan Jilbab karya Emha Ainun Nadjib Guru bersama siswa menyimpulkan hasil persentasi tiap-tiap kelompok. Kemudian guru menyimpulkan persentasi. Pengamatan ruang kelas dan dilihat apa saja yang dibutuhkan untuk dipajang,

Page 221: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

209  

4. Penataan Meja Kursi Meja kursi tempat peserta didik siswa dapat diatur secara fleksibel dan berbentuk huruf U.

5. Suasana Bebas

Siswa memiliki dukungan suasana bebas untuk menyampaikan atau mengungkapkan pendapat.

dibaca oleh siswa dan memotivasi siswa untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Guru melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan berbagai metode, misalnya melalui kerja kelompok, diskusi, atau aktifitas siswa secara individu. Guru mengatur tempat duduk siswanya supaya mudah dalam melakukan diskusi. Siswa dilatih mengungkapkan pendapat secara bebas, baik dalam diskusi, tulisan, maupun kegiatan lain. Misalnya setelah berdiskusi secara kelompok, kemudian masing-masing kelompok membacakan hasil diskusinya di depan kelas.

dimana dan bagaimana. Hal seperti ini dapat menjadikan ruang kelas menjadi menarik dan menyenangkan. Diskusi, kerja kelompok, kerja mandiri, pendekatan individual penulis kepada murid yang prestasinya kurang baik. Guru dan sesama siswa mendengarkan dan menghargai pendapat siswa lain, diskusi, dan kerja individual. Guru memberikan penjelasan jika dirasa siswa belum mampu mendiskusikan pekerjaannya dengan baik.

Page 222: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

210  

6. Umpan balik Guru Guru memberikan tugas yang bervariasi dan secara langsung memberi umpan balik agar peserta didik segera memperbaiki kesalahan dalam diskusi.

7. Sudut Baca

Sudut kelas sangat baik untuk diciptakan sebagai sudut baca untuk siswa.

8. Lingkungan Sekitar

Lingkungan sekitar sekolah dijadikan media pembelajaran

Guru memberikan tugas yang mendorong peserta didik bereksplorasi dan penulis memberikan bimbingan individual atau kelompok dalam hal penyelesaian masalah. Sudut baca di ruang kelas akan mendorong siswa gemar membaca dan menemukan hal-hal yang baru. Laboratorium bahasa, perpustakaan, lapangan sekitar sekolah dioptimalkan pemanfaatannya untuk pembelajarannya

Guru memberikan penugasan individual atau kelompok, bimbingan langsung dan penyelesaian masalah. Observasi kelas, diskusi dan pendekatan orang tua penting untuk perkembangan prestasi siswa. Observasi lapangan, diskusi, kelompok, tugas, individual, dan lain-lain.

Page 223: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

211  

5. Strategi Pembelajaran Sastra

Berikut ini disajikan strategi dalam pembelajaran sastra khususnya

puisi, yang meliputi beberapa tahapan antara lain:

a. Pelacakan Pendahuluan

Tahap pelacakan pendahuluan merupakan tahap awal yang

dilakukan dalam strategi pembelajaran puisi. Dalam tahap ini,

sebelumnya menyajikan pembelajaran puisi di depan kelas hendaknya

guru perlu mempelajari puisi yang akan diberikan kepada siswa

terlebih dahulu. Hal tersebut diharapkan dapat membantu guru untuk

memperoleh pemahaman awal tentang puisi yang akan disajikannya

sebagai bahan pembelajaran di kelas. Pemahaman ini sangat penting

terutama untuk dapat menentukan strategi yang tepat, menentukan

aspek-aspek yang perlu mendapat perhatian khusus dari siswa dan

meneliti fakta-fakta yang masih perlu dijelaskan. Dalam membaca

puisi ini guru hendaknya juga mulai menganalisis atau berusaha

mencari struktur bentuk dan struktur isi yang terdapat dalam puisi.

Salah satu hal yang penting dalam pelacakan awal adalah

menemukan cara yang tepat dengan keadaan siswa dalam kelas. Dalam

tahap ini juga memberikan kesempatan kepada siswa dalam

mengaplikasikan karya sastra. Setelah guru mengadakan pelacakan,

maka siswa pun perlu mengadakan pelacakan terhadap puisi yang akan

dikaji tersebut. Hal ini dilakukan dengan membaca puisi sehingga

Page 224: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

212  

siswa dapat memberikan tanggapan awal tentang unsur pembangun

puisi yaitu tentang struktur bentuk dan struktur isi pada puisi. Siswa

hendaknya diberikan waktu yang relatif cukup sehingga diharapkan

hasil akan dicapai dapat lebih memuaskan.

b. Penentuan Sikap Praktis

Puisi yang akan disajikan di depan kelas hendaknya diusahakan

tidak terlalu panjang agar dapat dibahas sampai selesai dalam dua

pertemuan. Hendaknya perlu ditentukan lebih dahulu informasi apa

yang seharusnya dapat diberikan oleh guru khususnya untuk

mempermudah siswa memahami puisi yang disajikan, dalam hal ini

adalah puisi Tersungkur, Kapak Ibrahim Hamba, Mata Air Kesejatian,

Cahaya Aurat, dan Seorang Gadis Seekor Anjing. Dalam tahap

penentuan sikap praktis ini, guru juga menjelaskan bahwa puisi yang

akan dianalisis adalah lima jenis puisi karya Emha Ainun Nadjib yang

terdapat pada kumpulan puisi Syair Lautan Jilbab Sipress Malioboro

119 Yogyakarta.

c. Introduksi

Banyak faktor yang mempengaruhi penyajian pengantar ini,

termasuk situasi dan kondisi pada saat materi disajikan. Pengantar ini

akan sangat tergantung pada setiap individu guru, keadaan siswa, dan

juga karakteristik puisi yang akan disajikan. Agar pembelajaran lebih

Page 225: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

213  

efektif dan efisien hendaknya guru merencanakan tahapan

pembelajaran yaitu, perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi.

1) Perencanaan

Tahapan perencanaan ini seorang guru harus merencanakan

langkah-langkah yang akan dilakukan, yaitu: (1) menyiapkan

perangkat pendukung pembelajaran, puisi yang akan disajikan,

lembar diskusi, daftar kelompok siswa, lembar soal kelompok, dan

lembar jawab kelompok; (2) menyiapkan instrumen penilaian; (3)

menyiapkan perangkat tes berupa lembar tes memahami struktur

bentuk dan struktur isi pada puisi yang disajikan.

2) Tindakan

Tindakan merupakan sebuah pelaksanaan rencana

pembelajaran yang telah disiapkan. Tindakan yang dilakukan

dalam proses pembelajaran memahami struktur bentuk dan struktur

isi dalam puisi merupakan wujud konkret dari rencana

pembelajaran yang telah disusun. Secara garis besar tindakan

dilakukan guru melaksanakan proses pembelajaran memahami

struktur bentuk dan struktur isi pada puisi dengan menggunakan

model pembelajaran kelompok. Tindakan ini dilakukan dalam

beberapa tahap, yaitu pendahuluan, isi pembelajaran dan penutup.

Page 226: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

214  

Tahapan pendahuluan guru mengkondisikan siswa untuk

siap melaksanakan proses pembelajaran dengan memberikan

apresiasi untuk mengarahkan siswa pada materi pembelajaran.

Pada inti pembelajaran guru menjelaskan materi memahami

struktur bentuk dan struktur isi pada puisi. Kemudian guru

menjelaskan model pembelajaran berkelompok dan membagi

kelompok serta pemberian penjelasan mengenai model

pembelajaran berkelompok. Penjelasan ini bertujuan memberikan

pengertian dan motivasi kepada siswa. Selanjutnya, guru

membentuk kelompok diskusi yang terdiri dari 3-4 anggota

kelompok. Kemudian guru membagi lembar diskusi siswa beserta

lembar jawabannya. Setelah kegiatan diskusi selesai, guru

memberikan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat kelompok dan

individual yang berguna sebagai pengukur kemampuan

pemahaman materi yang disampaikan.

Setelah kegiatan pembelajaran selesai, guru dan siswa

melakukan refleksi. Kegiatan refleksi berhubungan dengan hal-hal

yang telah siswa pelajari seperti mengkaji, melihat dan mengolah

hasil yang dilakukan siswa.

3) Observasi

Observasi merupakan pengamatan guru terhadap kegiatan

siswa selama pembelajaran berlangsung. Data yang perlu diamati

Page 227: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

215  

dalam kegiatan observasi meliputi: (1) aktivitas siswa selama guru

memberikan penjelasan, (2) aktivitas selama siswa diskusi, (3)

mengukur terhadap kemampuan pemahaman siswa terhadap

materi.

4) Refleksi

Refleksi dilakukan oleh guru setelah melaksanakan

pembelajaran. Kegiatan refleksi ini meliputi kegiatan mengkaji,

melihat dan mengolah hasil yang dilakukan siswa.

d. Penyajian

Guru dalam tahap penyajian ini hendaknya guru telah

menyiapkan daftar pertanyaan pemahaman di rumah. Guru dapat

menuliskan daftar pertanyaan di papan tulis atau dibacakan.

Pertanyaan-pertanyaan tersebut, misalnya:

1) Siapa pengarang dari lima puisi tersebut?

2) Suasana apa yang digambarkan dari puisi Seorang Gadis Seekor

Anjing?

Setelah pertanyaan yang bersifat informatis itu terjawab, siswa

perlu diberi pertanyaan yang lebih mendalam, misalnya:

1) Vokal dalam puisi yang berjudul Kapak Ibrahim Hamba bersifat

berat dan kedudukan, coba jelaskan?

2) Bagaimana penyair menampilkan diksi dalam puisi yang berjudul

Mata Air Kesejatian?

Page 228: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

216  

3) Amanat apa yang disampaikan pada puisi Tersungkur dan puisi

Cahaya Aurat?

Pembelajaran puisi tentu memerlukan waktu yang relatif lama,

maka dari itu guru dapat melanjutkan pada pertemuan berikutnya atau

mungkin menjadikannya sebagai pekerjaan rumah bagi para siswa.

Dalam pembelajaran lebih lanjut jika sekiranya masih cukup waktu,

guru dapat menambahkan pertanyaan-pertanyaan lain secara lebih

rinci. Untuk mengisi waktu, guru dapat memancing debat tentang

masalah-masalah tertentu, meski tidak perlu terlalu mendalam. Hal ini

dapat dikembangkan menjadi karya tulis para siswa dalam bentuk esai

pendek. Jadi, guru hendaklah menggunakan cara yang bervariasi agar

puisi yang disajikan mampu menikmati puisi yang sedang dikaji.

e. Tugas-tugas Praktis

Selama proses pembelajaran puisi ini, setelah semua selesai

dibaca, guru dapat member tugas-tugas praktis di rumah, seperti:

1) Jelaskan secara rinci unsur-unsur yang terkandung dalam unsur

pembangun puisi!

2) Dari kelima puisi Syair Lautan Jilbab mana yang paling menarik

menurut Anda? Cobalah dikaji berdasarkan unsur pembangun

puisi!

Page 229: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

217  

f. Diskusi

Diskusi lebih lanjut perlu dilaksanakan di kelas untuk

memperdalam pemahaman puisi. Urutan masalah yang dibahas dalam

diskusi kelas ini akan banyak dipengaruhi oleh imajinasi guru,

kekhususan puisi yang dipilih dan tanggapan siswa di kalas.

Apabila siswa pada umumnya telah mampu memahami ide

(pemikiran) global dalam puisi yang disajikan, diskusi dapat beralih ke

hal-hal yang lebih rinci dan pemberian ini harus ada hubungannya

dengan pemikiran keseluruhan. Setelah pembahasan hal-hal rinci itu

dipadukan menjadi suatu kesatuan, kemudian diskusi dapat diarahkan

ke kesimpulan yang mengandung unsur-unsur penilaian.

Untuk mengakhiri pembelajaran puisi ini dapat dilakukan

dengan diskusi kelompok dan dipresentasikan baik secara lisan

maupun tertulis berdasarkan topik-topik yang dapat dipahami siswa.

Di bawah ini diberikan contoh panduan diskusi dalam bentuk

pertanyaan.

1) Bagaimana pendapat Anda terhadap amanat yang disampaikan

dalam lima puisi di atas?

2) Ungkapan baru yang disampaikan penyair untuk mengungkapkan

isi hati penyair berupa apa?

3) Bagaimana pendapat Anda gaya bahasa yang digunakan penyair?

Page 230: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

218  

6. Sumber Belajar

Sumber belajar atau media dalam pembelajaran apresiasi sastra

khusunya puisi, yaitu:

a. Buku pelajaran bahasa Indonesia yang diwajibkan

Buku bahasa Indonesia SMP yang terkait dengan struktur

bentuk dan struktur isi, khususnya tentang diksi, vokal, kata konkret,

gaya bahasa, bahasa figuratif, gaya bahasa, tipografi, tema, amanat,

nada dan suasana. Pemilihan buku-buku tersebut tentu harus

disesuaikan dengan kriteria pemilihan bahan. Penggunaan kosa kata,

tata bahasa, urutan penyampaian bahan, dan evaluasi harus memenuhi

standar bahan pembelajaran.

Adapun buku pelajaran bahasa Indonesia yang wajib dimiliki

siswa kelas VIII SMP, yaitu buku Pintar Berbahasa Indonesia kelas

VIII karangan Djoko Taringan yang diterbitkan oleh penerbit Balai

Pustaka.

b. Buku Pelengkap

Buku pelengkap bersifat sebagai pendukung buku acuan

materi belajar. Isi dari buku tersebut benar-benar mendukung materi

yang sedang dipelajari. Adapun buku pelengkap yang dapat

dipergunakan, antara lain:

Page 231: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

219  

Siswa:

1) LKS Kreatif Bahasa Indonesia untuk SMP kelas VIII semester

gasal yang diterbitkan oleh penerbit Viva Parakindo tahun 2008.

2) Mampu Berbahasa Indonesia SMP/MTS kelas VIII karangan Asul

Wiyoto yang diterbitkan oleh Grasindo.

Guru:

1) Bahasa dan Sastra Indonesia: Untuk SMP Kelas VIII Karangan

TIM Guru Lap School yang diterbitkan oleh penerbit Rajawali

Cilik 2007.

2) Buku Bahasa Indonesia untuk SMP Jilid I (KTSP) karangan

Nurhadi yang diterbitkan oleh penerbit Erlangga tahun 2007.

3) Buku Syair Lautan Jilbab karya Emha Ainun Nadjib yang

diterbitkan oleh penerbit Sipress Yogyakarta tahun 1995

c. Hasil Karya Sastra

Sebagai sebuah hasil karya sastra, puisi sangat baik sebagai

sumber belajar apresiasi sastra. Puisi yang dianalisis diutamakan puisi

yang mempunyai kadar estetik (keindahan). Siswa dapat secara

langsung mengidentifikasi puisi secara keseluruhan, baik struktur

bentuk dan struktur isi puisi. Adapun puisi yang dianalisis dalam hal

ini adalah puisi Tersungkur, Kapak Ibrahim Hamba, Mata Air

Kesejatian, Cahaya Aurat dan Seorang Gadis Seekor Anjing Antologi

puisi Syair Lautan Jilbab karya Emha Ainun Nadjib.

Page 232: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

220  

7. Penilaian

Penilaian yang digunakan untuk memahami tingkat keberhasilan

pembelajaran memahami struktur bentuk dan struktur isi melalui model

berkelompok dalam pembelajaran ini adalah penilaian objektif.

Penilaian secara objektif ini adalah instrumen penilaian yang

berupa pertanyaan-pertanyaan yang berisi perintah untuk menentukan

struktur bentuk dan struktur isi pada puisi yang disajikan.

Berikut ini adalah pedoman penilaian kemampuan memahami

struktur bentuk dan struktur isi pada puisi.

No

1

2

3

4

5

Rentang Nilai

85-100

69-84

53-68

47-52

<46

Kategori

SangatBaik (SB)

Baik (B)

Cukup (C)

Kurang (K)

Sangat Kurang (SK)

Pembelajaran memahami struktur bentuk dan struktur isi pada

puisi dikatakan berhasil jika rata-rata siswa mencapai nilai 64 dengan

kategori cukup dengan rincian soal yang diberikan secara berkelompok

terhadap struktur bentuk dan struktur isi pada puisi.

Page 233: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

221  

No

1

2

3

4

Item

1

2, 3, 4, 5, 6

7, 8

9, 10

Aspek yang dinilai

Menentukan tema dari kelima puisi karya

Emha Ainun Nadjib yang disajikan

Mengenali struktur bentuk dan struktur isi

yang ada dalam puisi yang disajikan

Menjelaskan struktur bentuk dari diksi,

vokal, kata konkret, bahasa figuratif, gaya

bahasa, dan tipografi dari puisi yang

disajikan

.

Menjelaskan struktur isi dari tema,

amanat, nada, suasana, dan parafrasa dari

puisi yang disajikan.

Perhitungan nilai kelompok dirumuskan sebagai berikut:

NA = ∑ B X 2 X 100

30

Keterangan:

NA : penilaian kelompok

∑ : jumlah benar

Page 234: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

222  

8. Waktu

Waktu yang digunakan dalam pembelajaran dapat diatur sesuai

dengan keluasan dan kedalaman materi. Seorang guru harus bisa mengatur

dan menggunakan waktu yang tepat dengan keluasan dan kedalaman

materi. Misalnya, materi yang panjang dan memerlukan pedalaman perlu

diberi waktu yang lebih waktu. Dalam pembelajaran puisi, waktu yang

digunakan adalah dua kali pertemuan.

9. Langkah-langkah pembelajaran

a. Tahap persiapan

1) Guru mempersiapkan perangkat mengajar yang akan digunakan

untuk mengajar, yang meliputi program satuan pelajaran, rencana

pembelajaran, lembar kerja siswa, dan lembar penilaian.

2) Satu minggu sebelum kegiatan belajar mengajar, guru memberi

tugas kepada siswa untuk membaca puisi karya Emha Ainun

Nadjib yang berjudul Tersungkur, Kapak Ibrahim Hamba, Air

Mata Kesejatian, Cahaya Aurat, dan Seorang Gadis Seekor

Anjing.

b. Kegiatan belajar mengajar di kelas

Guru:

1) Mempersiapkan siswa membaca puisi karya Emha Ainun Nadjib.

Page 235: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

223  

2) Menjelaskan tentang struktur bentuk dan struktur isi pada puisi

tersebut.

3) Meminta semua siswa untuk membentuk kelompok dan

mendiskusikan pertanyaan guru.

Siswa:

1) Membaca puisi yang berjudul Tersungkur, Kapak Ibrahim Hamba,

Air Mata Kesejatian, Cahaya Aurat, dan Seorang Gadis Seekor

Anjing.

2) Menjawab pertanyaan-pertanyaan guru mengenai struktur bentuk

dan struktur isi dalam puisi.

3) Membentuk kelompok untuk mendiskusikan pertanyaan-

pertanyaan guru dalam rangka menemukan jawaban yang

memuaskan dengan alasan yang kuat.

c. Menutup kegiatan belajar mengajar, guru menyimpulkan materi yang

telah disampaikan dan siswa membuat keimpulan.

10. Evaluasi

Penilaian sebagai suatu proses merupakan suatu kegiatan yang

tidak dapat dipisahkan dari kegiatan pembelajaran secara umum. Oleh

karena itu, penilaian harus dapat dipertanggung jawabkan. Penilaian

proses dan hasil belajar bahasa Indonesia mencakup pengetahuan, sikap,

dan keterampilan.

Page 236: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

224  

Penilaian kognitif berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam

menguasai isi bahan pengajaran dan kemampuan menjawab soal-soal

dengan benar. Penilaian secara afektif dapat dilihat dari berbagai tingkah

laku siswa seperti perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin, motivasi

belajar, menghargai guru dan teman, kebiasaan belajar, dan hubungan

sosial. Penilaian psikomotorik berkaitan dengan keterampilan atau

kemampuan bertindak setelah ia menerima pengalaman belajar.

Psikomotorik merupakan tahap lanjutan dari aspek afektif yang akan

tampak pada kecenderungan- kecenderungan untuk berperilaku.

Alat evaluasi yang paling tepat untuk memberikan penilaian adalah

bentuk tes esai karena tes esai tepat untuk menilai proses kemampuan

berpikir yang melibatkan aktivitas kognitif, sehingga siswa berusaha

menjawab pertanyaan dengan benar. Untuk mendapatkan jawaban yang

benar, siswa harus betul-betul memahami materi yang telah disampaikan.

Dengan demikian penilaian kognitif lebih dominan jika dibandingkan

dengan penilaian afektif dan psikomotorik karena guru dapat melihat

dengan jelas kemampuan siswa dalam menangkap materi pembelajaran

melalui jawaban-jawaban yang ditulis oleh siswa.

Page 237: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

225  

Kelebihan tes esai adalah:

1) peserta didik dapat mengorganisasikan jawaban dengan pendapatnya

seniri;

2) tes ini sangat cocok untuk mengukur dan mengevaluasi hasil suatu

proses yang kompleks yang sukar diukur dengan mempergunakan tes

objektif;

3) derajat ketepatan dan kebenaran dalam kata-kata dan kalimat sendiri,

sehingga ini dapat digunakan untuk menyusun kalimat dengan bahasa

yang baik dan benar.

Kelemahan tes esai adalah:

1) sukar dinilai secara tepat;

2) membutuhkan waktu untuk memeriksa hasilnya.

3) bahan yang diukur terlalu sedikit, sehingga agak sulit untuk mengukur

penguasaan siswa terhadap keseluruhan kurikulum.

Contoh soal bentuk tes esai:

1) Sebutkan struktur bentuk puisi Mata Air Kesejatian? Bagaimanakah

bentuk struktur di bawah ini!

Mata Air Kesejatian

Mata air kesejatian Yang setiap saat dipalsukan Meneteskan merah darah cinta Yang tak bisa ditolak

Dari balik hutan Dari lembah duka derita

Page 238: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

226  

Dari gua kegelapan Lahir mutiara Lautan jilbab Lautan pergolakan Perjuangan gelombang Memendam cinta yang dijanjikan Kosong matanya Bisu mulutnya Tapi bertanyalah siapa ia “Aku ruh yang tak pernah kalian sangkal!”

2) Buatlah struktur isi dari puisi tersebut!

a. parafrasa puisi

b. menentukan tema

c. amanat

d. nada dan suasana

3) Bagaimanakah hubungan isi puisi tersebut dengan kehidupan sehari-

hari, kemukakan pendapatmu?

Page 239: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

BAB V

PENUTUP

Hal-hal yang dipaparkan dalam bab V ini adalah simpulan dan saran.

Simpulan berisi ulasan singkat hasil analisis data dari penelitian ini, sedangkan

saran berisi masukan peneliti yang berkaitan dengan materi penelitian.

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan konsep cinta menurut

sufisme dan semiotik dalam kumpulan puisi Syair Lautan Jilbab karya Emha

Ainun Nadjib, penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut.

1. Berdasarkan kajian semiotik di dalam kumpulan puisi Syair Lautan

Jilbab karya Emha Ainun Nadjib terdapat makna yang menonjol yaitu

makna tentang kesadaran eksistensi manusia dihadapan sesuatu yang

absolut (Tuhan), pemahaman dan perjuangan hidup untuk memahami

kehidupannya yang absurd, rasa frustasi manusia dalam menjalani

kebebasan manusia untuk memilih jalan hidupnya sendiri, dan kesadaran

tentang kenyataan bahwa kebebasan manusia tidak dapat dimutiakkan

karena ada sebuah kenyataan yang tidak dapat dihindari, keterbatasan

kebebasan manusia dalam Syair Lautan Jilbab adalah sebuah kematian.

Kumpulan puisi Syair Lautan Jilbab secara semiotik merupakan sebuah

model bagi yang menjadi hipogram bagi puisi-puisi yang terangkum

dalam kumpulan puisi Syair Lautan Jilbab. Judul kumpulan puisi

tersebut merupakan tanda bahwa kehidupan manusia merupakan sebuah

227

Page 240: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

228

perjalanan untuk merenungi ketidakpastian kehidupan atau jalan

kehidupan yang bias. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa unsur

pembentuk struktur dalam Syair Lautan Jilbab berfungsi secara terpadu

sebagai pendukung makna dengan memberikan efek kepuitisan

2. Konsep cinta sufisme dalam puisi Syair Lautan Jilbab karya Emha

Ainun Nadjib yaitu: (1) Tuhan adalah cinta dan di seberang cinta yang

diwujudkan dengan rasa cinta Allah Swt. kepada kekasih-Nya dan rasa

cinta manusia kepada Allah Swt. sebagai kekasih-Nya, (2) Dunia

diciptakan oleh cinta yang diwujudkan dengan cinta Allah Swt.

mengejawantahkan perbendaharaan yang tersembunyi melalui diri para

nabi dan orang-orang suci yang menjadi motivasi terciptanya alam

semesta ini, (3) Cinta menopang dunia yang diwujudkan dalam Allah

Swt. sebagai sumber segala sesuatu menciptakan dunia yang bersumber

dari cinta-Nya, (4) Cinta dan keindahan (sejati dan imitasi) yang

terwujud dengan cinta manusia yang sejati dan imitasi cinta terhadap

segalanya yang selain-Nya menjadi pilihan dimana seorang hamba akan

melabuhkan cintanya, (5) Kebutuhan dan keinginan yang terwujud dalam

aku-lirik yang senantiasa membutuhkan Allah Swt. menyadari atas

kebutuhannya itu bukan sebagai keinginan semata yang tak abadi sebagai

cinta, (6) Agama Cinta yang diwujudkan dengan cinta pada Allah Swt.

merupakan implikasi dari ilmu, amal, dan realisasi dalam agama Islam,

(7) Cinta dan akal mempunyai peran penting dalam kehidupan manusia,

(8) Kebingungan dan kegilaan.

Page 241: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

229

3. Pembelajaran puisi Syair Lautan Jilbab karya Emha Ainun Nadjib dalam

pembelajaran sastra di SMP kelas VIII menggunakan model PAIKEM

(Pembelajaran Aktif Inovatif Kreatif Efektif dan Menyenangkan).

Pembelajaran model PAIKEM terbagi menjadi dua tahapan yakni tahap

perencanaan dan pelaksanaan. Dalam tahap perencanaan, guru

memanfaatkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Dalam tahap

pelaksanaan, guru sebagai motivator dan fasilitator, sedangkan siswa

sebagai subjek pembelajaran. Dalam pembelajaran yang aktif, guru

menyampaikan materi pokok, selebihnya siswa yang aktif dalam

kegiatan pembelajaran. Dalam pembelajaran yang inovatif, guru

meminta siswa mencermati latar belakang kehidupan pengarang puisi

Syair Lautan Jilbab khususnya pendidikannya. Dalam pembelajaran

yang kreatif, guru mengajak siswa secara langsung mengapresiasi karya

sastra melalui kegiatan berperan naskah puisi Syair Lautan Jilbab.

Dalam pembelajaran yang efektif, siswa dituntut untuk berpikir kritis dan

bertindak efisien melalui pemberian tugas oleh guru yang sudah

dialokasikan waktunya dengan efisien. Dalam pembelajaran yang

menyenangkan, guru menggunakan beragam metode yakni metode

ceramah, diskusi, tanya jawab, pemberian tugas, dan pemanfaatan

teknologi (pemutaran film) sehingga siswa tidak merasa jenuh.

Pembelajaran puisi Syair Lautan Jilbab karya Emha Ainun Nadjib tepat

diimplementasikan dalam pembelajaran sastra di SMP kelas VIII.

Page 242: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

230

B. Saran

1. Bagi Pembaca

Kumpulan puisi Syair Lautan Jilbab karya Emha Ainun Nadjib di

dalamnya terdapat konsep cinta sufisme yang bermanfaat bagi pembaca,

oleh karena itu dapat dijadikan referensi bacaan yang bermutu.

2. Bagi Peneliti

Penelitian terhadap konsep cinta sufisme dalam kumpulan puisi

Syair Lautan Jilbab karya Emha Ainun Nadjib dengan kajian semiotik

hendaknya terus dilakukan bagi peneliti selanjutnya agar diperoleh kajian

yang lebih mendalam, karena masih banyak konsep-konsep sufisme lain

yang masih tersimpan di dalamnya.

3. Bagi Guru

Bagi para guru hendaknya puisi dan hasil penelitian ini dapat

dijadikan sebagai bahan pengajaran puisi. Puisi ataupun hasil penelitian

ini dapat dijadikan sumber bacaan, contoh, ataupun sumber belajar dalam

pengajaran prosa di SMP maupun SMA.

4. Bagi Siswa

Para siswa hendaknya lebih kreatif dalam mengapresiasi puisi

Syair Lautan Jilbab. Bukan hanya mengapresiasi, tetapi siswa dapat

menganalisis puisi Syair Lautan Jilbab karya Emha Ainun Nadjib secara

sederhana.

Page 243: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

228 

 

DAFTAR PUSTAKA

Al-Jilani, Syekh’ Abdul Al Qadir. 2005. Rahasia Sufi. Yogyakarta: Pustaka Sufi.

Al-Qur’an dan terjemahannya. 1998. Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penerjemah Penafsir Al-Qur’an.

Aminuddin. 1991. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru dan YA3 Malang.

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian (suatu pendekatan praktik). Jakarta: PT Rineka Cipta.

Betts, Ian L. 2006. Jalan Surya Emha. Jakarta: Kompas.

Chittick, William C. 2007. Jalan Cinta Sang Sufi. Yogyakarta: Qalam.

Dasi, Ma’ruf S. 1995. Sufisme dalam Kumpulan Puisi Seribu Masjid Satu Jumlahnya karya Emha Ainun Nadjib. Skripsi. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.

Depdiknas. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.

Endraswara, Suwardi. 2001. Metode dan Teori Pembelajaran Sastra Berwawasan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Buana Pustaka.

Hadi W. M., Abdul 1985. Sastra Sufi. Jakarta: Pustaka Firdaus.

_______. 2004. Hermeneutika, Estetika, dan Religiositas. Yogyakarta: Matahari.

_______. 2006. Madura. Lurung Prabhang. Jakarta: Gresindo.

_______. Putu Arya Tirtawirya., Mustifa W., Hasyim. 2009. Berburu Kata, Mencari Tuhan Apresiasi Sajak Bambang Widiatmoko. Yogyakarta: Gama Madia.

Haeri, Syekh Fadhlalla. 2003. Dasar-dasar Tasawuf. Yogyakarta: Pustaka Sufi.

Hamalik, Oemar. 2007. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

Page 244: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

229 

 

Hamka. 1981. Tasauf Perkembangan dan Pemurniannya. Jakarta: Yayasan Nurul Islam.

Hidayat, Arief. “Sastra Religi Masih Miskin Kritik”, Koran Merapi. 17 Oktober 2010: 7.

Hoed, Benny H. 2011. Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya. Jakarta: Komunitas Bambu.

Ismail, SM. 2009. Strategi Pembelajaran Agama Islam berbasis PAIKEM. Semarang: RASAIL Medis Group.

Jabrohim, 1994. Pembelajaran Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar dan FPBS IKIP Muhammadiyah Yogyakarta.

_______. 2003. Aspek Kebahasaan 99 untuk Tuhanku Emha Ainun Nadjib. Yogyakarta: Debut Press bekerjasama dengan Pusat Aktifitas dan Stusi Seni Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta.

_______. 2003. Tahajjud Cinta Emha Ainun Nadjib. Yogyakarta: Pustaka Pelajar bekerjasama dengan Pusat Aktifitas dan Stusi Sastra Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta.

Keraf, Gorys. 2008. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia.

Kurniawan, Heru. 2009. Mistisisme Cahaya. Yogyakarta: Grafindo bekerjasama dengan STAIN Purwokerto Press.

Nadjib, Emha Ainun. 1994. Syair Lautan Jilbab. Yogyakarta: Sipress.

_______. 1995. Terus Mencoba Budaya Tanding. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Nugraheni, Sekar. 2007. “Aspek sufistik dalam kumpulan cerpen setangkai Melati di Sayap Jibril karya Danarto”. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta: Surakarta.

University Prof. Riffaterre, Michael. 1978. Semiotics of Poetry. Bloomington: Indiana ess.

Uno, Hamzah B. 2007. Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Piliang, Yasraf Amir. 2003. Hipersemiotika: Tafsir Cultural Studies Atas Matinya Makna. Yogyakarta: Jalasutra.

Page 245: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

230 

 

Pradopo, Rahmad Djoko. 2007. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik dan Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

_______. 2007. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

_______. 2007. Prinsip-Prinsip Kritik Sastra. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Rahmanto, B. 1988. Metode Pembelajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius (Anggota IKAPI).

Rumi, Jalaluddin. 2000. Jalan Menuju Cinta. Terj. Asih Ratnawati. Yogyakarta: Terompah.

_______. 2010. Kisah Keajaiban Cinta. Bantul: Kreasi Wacana.

Salam, Aprinus. 2004. Oposisi Sastra Sufi. Yogyakarta: LKIS.

Santosa, Puji. 1933. Ancangan Semiotika dan Pengkajian Susastra. Bandung: Angkasa.

Sayuti, Suminto A. 2008. Berkenalan dengan Puisi. Yogyakarta: Gama Media.

Semi, Atar. 1993. Metode Penelitian Sastra. Bandung: Ankasa.

Siswantoro. 2010. Metode Penelitian Sastra: Analisis Struktur Puisi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Teeuw, A. 1980. Tergantung pada Kata. Jakarta: Pustaka Jaya.

_______. 1982. Khazanah Kesastraan Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

_______. 1983. Membaca dan Menilai Sastra. Jakarta: Gramedia.

Wachid B. S. Abdul. 2002. Religiositas Alam: dari Surealisme ke Spiritualisme D. Zawawi Imron. Yogyakarta: Gama Media.

_______. 2008. Tafsir terhadap Puisi Sufi A. Mustofa Bisri Gandrung Cinta. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Waluyo, Herman J. 1995. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga.

Wicaksono, Aji. 2007. “Aspek Religius Puisi dalam Mantra Orang Jawa karya Spardi Djoko Damono”. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta: Surakarta.

Page 246: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

LAMPIRAN

Page 247: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

Lampiran 2

BIOGRAFI PENGARANG

PUISI SYAIR LAUTAN JILBAB

Emha Ainun Najib

Muhammad Ainun Nadjib biasa di kenal Emha Ainun Nadjib atau Cak Nun lahir di Jombang, Jawa Timur, 27 Mei 1953. Menikah dengan Novia Kolopaking Anak keempat dari 15 bersaudara. Ayahnya, Almarhum MA Lathif, adalah seorang petani. Pendidikan: SD di Jombang (1965), SMP Muhammadiyah di Yogyakarta (1968). Pondok Modern Gontor Ponorogo tapi kemudian dikeluarkan karena melakukan demo melawan pemerintah pada pertengahan tahun ketiga studinya. SMA Muhammadiyah I, Yogyakarta sampai tamat. Sempat melanjut ke Fakultas Ekonomi UGM, tapi tidak tamat. Pendidikan formalnya hanya berakhir di Semester 1 Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM).

Lima tahun hidup menggelandang di Malioboro, Yogyakarta antara 1970-1975 ketika belajar sastra kepada guru yang dikaguminya, Umbu Landu Paranggi, seorang sufi yang hidupnya misterius dan sangat mempengaruhi perjalanan Emha. Selain itu ia juga pernah mengikuti lokakarya Teater di Filipina (1980), International Writing Program di Universitas Iowa, Amerika Serikat (1984), Festival Penyair Internasional di Rotterdam, Belanda (1984), Festival Horizonte III di Berlin Barat, Jerman (1985). Dalam kesehariannya, Emha terjun langsung di masyarakat dan melakukan aktivitas-aktivitas yang merangkum dan memadukan dinamika kesenian, agama, pendidikan politik, sinergi ekonomi guna menumbuhkan potensialitas rakyat.

Karena itulah ia lebih senang bila kehadirannya bersama Istrinya Novia Kolopaking, dikenal sebagai seniman film, panggung, serta penyanyi dan kelompok musik Kiai Kanjeng di taman budaya, maya itu sejak akhir 1970-an, bekerja sama dengan Teater Dinasti yang berpangkalan di pelayanan. Pelayanan adalah ibadah dan harus dilakukan bukan hanya secara vertikal, tapi horizontal," ujarnya. Karir: Pengasuh Ruang

Page 248: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

Sastra di harian Masa Kini, Yogyakarta (197,Wartawan/Redaktur di harian Masa Kini, Yogyakarta (1973-1976), Pemimpin Teater Dinasti (Yogyakarta), dan grup musik Kyai Kanjeng hingga kini penulis puisi dan kolumnis di beberapa media. Ia juga mengikuti berbagai festival dan lokakarya puisi dan teater: Lokakarya teater di Filipina (1980), International Writing Program di Universitas Iowa, AS (1984), Festival Penyair Internasional di Rotterdam, Belanda (1984), Festival Horizonte III di Berlin Barat, Jerman (1985). Cak Nun memacu kehidupan multi-kesenian di Yogya bersama Halimd HD, networker kesenian melalui Sanggarbambu, Aktif di Teater Dinasti dan mengasilkan beberapa reportoar serta pementasan drama. Di antaranya: Geger Wong Ngoyak Macan (1989, tentang pemerintahan 'Raja' Soeharto), Patung Kekasih (1989, tentang pengkultusan), Keajaiban Lik Par (1980, tentang eksploitasi rakyat oleh berbagai institusi modern), Mas Dukun (1982, tentang gagalnya lembaga kepemimpinan modern).

Bersama Teater Salahudin mementaskan Santri-Santri Khidhir (1990, di lapangan Gontor dengan seluruh santri menjadi pemain, serta 35.000 penonton di alun-alun madiun).Lautan Jilbab (1990, dipentaskan secara massal di Yogya, Surabaya dan Makassar), Kiai Sableng dan Baginda Faruq (1993). Perahu Retak (1992, tentang Indonesia Orba yang digambarkan melalui situasi konflik pra-kerajaan Mataram, sebagai buku diterbitkan oleh Garda Pustaka), di samping Sidang Para Setan, Pak Kanjeng, Duta Dari Masa Depan. Dia juga termasuk kreatif dalam menulis puisi. Terbukti, dia telah menerbitkan 16 buku puisi: “M” Frustasi (1976), Sajak-Sajak Sepanjang Jalan (1978), Sajak-Sajak Cinta (1978), Nyanyian Gelandangan (1982), 99 Untuk Tuhanku (1983), Suluk Pesisiran (1989), Lautan Jilbab (1989), Seribu Masjid Satu Jumlahnya ( 1990), Cahaya Maha Cahaya (1991), Sesobek Buku Harian Indonesia (1993), Abacadabra (1994), Syair Amaul Husna (1994), Selain itu, juga telah menerbitkan 30-an buku esai, di antaranya: Dari Pojok Sejarah (1985); Sastra Yang Membebaskan (1985); Secangkir Kopi Jon Pakir (1990); Markesot Bertutur (1993); Markesot Bertutur Lagi (1994); Opini Plesetan (1996); Gerakan Punakawan (1994); Surat Kepada Kanjeng Nabi (1996); Indonesia Bagian Penting dari Desa Saya (1994); Slilit Sang Kiai (1991); Sudrun Gugat (1994); Anggukan Ritmis Kaki Pak Kiai (1995); Bola- Bola Kultural (1996); Budaya Tanding (1995); Titik Nadir Demokrasi (1995); Tuhanpun Berpuasa (1996); Demokrasi Tolol Versi Saridin (1997); Kita Pilih Barokah atau Azab Allah (1997); Iblis Nusantara Dajjal Dunia (1997); 2,5 Jam Bersama Soeharto (1998); Mati Ketawa Cara Refotnasi (1998); Kiai Kocar Kacir (1998); Ziarah Pemilu, Ziarah Politik, Ziarah Kebangsaan (1998); Keranjang Sampah (1998); Ikrar Husnul Khatimah (1999); Jogja Indonesia Pulang Pergi (2000); Ibu Tamparlah Mulut Anakmu (2000); Menelusuri Titik Keimanan (2001); Hikmah Puasa 1 & 2 (2001); Segitiga Cinta (2001); Kitab Ketentraman” (2001); “Trilogi Kumpulan Puisi” (2001); “Tahajjud Cinta” (2003); “Ensiklopedia Pemikiran Cak Nun” (2003); Folklore Madura (2005); Puasa ya Puasa (2005); Kerajaan Indonesia (2006, kumpulan wawancara); Kafir Liberal (2006) Jalan Sunyi EMHA (Ian L. Betts, Juni 2006).

Page 249: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

Lampiran 3

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)

PPEERRAANNGGKKAATT PPEEMMBBEELLAAJJAARRAANN SSIILLAABBUUSS PPEEMMBBEELLAAJJAARRAANN

Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia Satuan Pendidikan : SMP/MTs. Kelas/Semester : VIII/1

Nama Guru : ........................... NIP : ........................... Sekolah : ...........................

Page 250: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

SILABUS PEMBELAJARAN Sekolah : .................................. Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia Kelas/Semester : VIII (Delapan) / 2 (Dua) Standar Kompetensi: Menulis 16. Mengungkapkan pikiran dan perasaan dalam puisi bebas

Karakter siswa yang diharapkan : Dapat dipercaya ( Trustworthines) Rasa hormat dan perhatian ( respect ) Tekun ( diligence )

16.2 Menulis puisi bebas dengan memperhatikan unsur persajakan

Penulisan puisi bebas dengan memperhatikan unsur persajakan

o Membaca berbagai puisi untuk mendaftar topik yang akan diangkat sebagai puisi

o Bertanya jawab untuk menentukan puisi yang akan ditulis

o Mengamati objek dan mendata objek yang akan dipuisikan

o Mendeskripsikan objek dalam larik-larik yang bersifat puitis

o Menulis puisi dengan memperhatikan unsur persajakan

o Menyunting puisi yang ditulis sendiri

• Mampu mendata objek yang akan dijadikan bahan untuk penulisan puisi

• Mampu mendeskripsikan objek dalam larik-larik yang bersifat puitis

Portofolio Lembar penilaian protofolio

• Tulislah sebuah puisi dengan berdasarkan topik tertentu dengan persajakan yang tepat!

• Suntinglah puisimu sehingga menjadi lebih puitis!

• Cermatilah komentar gurumu dan atau temanmu , kemudian tuliskan perasaanmu atas proses penulisan puisi yang kamu lakukan!

2 X 40’ Buku Teks Gambar Foto Lingkungan

Karakter siswa yang diharapkan : Dapat dipercaya ( Trustworthines) Rasa hormat dan perhatian ( respect ) Tekun ( diligence ) Tanggung jawab ( responsibility )

Page 251: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …
Page 252: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

Lampiran 4

RENCANA PROGRAM PEMBELAJARAN (RPP)

Tingkat Sekolah : SMP

Mata Pelajaran : Bahasa dan Sastra Indonesia

Kelas/semester : VIII (delapan) / 2 (dua)

Program :

Alokasi waktu : 2 x 40 menit

Aspek pembelajaran : Menulis

1. Standar Kompetensi : Mengungkapkan pikiran, perasaan, dalam puisi bebas

2. Kompetensi dasar : Menulis puisi bebas dengan memperhatikan persajakan

3. Indikator : 1. Mampu mendata objek yang akan dianalisis pada

puisi.

2. Mampu mendeskripsikan puisi dengan metode

semiotik Riffaterre

3. Mampu menganalisis sendiri dengan metode

semiotik Riffaterre

4. Tujuan pembelajaran : Peserta didik mampu mengungkapkan struktur bentuk

dan struktur isi pada puisi.

5. Materi pokok : 1. Puisi karya Emha Ainun Najib yang berjudul Syair

Lautan Jilbab.

2. Penggunaan metode semiotik Riffaterre dalam

Page 253: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

analisis puisi.

6. Metode pembelajaran : 1. Presentasi

2. Diskusi kelompok

3. Tanya jawab

4. Penugasan

7. Kegiatan pembelajaran

Pertemuan 1

Tahap Kegiatan pembelajaran Alokasi waktu

Pembukaan

(apersepsi)

Guru mengenalkan kepada peserta didik

mengenai struktur bentuk dan struktur isi pada

puisi.

10 menit

Inti 1. Peserta didik menyimak puisi yang disajikan.

2. Peserta didik mencoba menulis puisi dan

menganalisis puisi dengan metode semiotik

Riffaterre.

60 menit

Penutup Guru melakukan tanya jawab dengan peserta

didik mengenai struktur bentuk dan struktur isi

pada puisi.

10 menit

Pertemuan 2

Tahap Kegiatan pembelajaran Alokasi waktu

Pembukaan

(apersepsi)

Guru mengajak peserta didik mengingat kembali

materi pertemuan sebelumnya.

10 menit

Inti 1. Peserta didik mencoba menganalisis puisi 60 menit

Page 254: KAJIAN SEMIOTIK RIFFATERRE DALAM KONSEP CINTA …

dengan metode semiotik Riffaterre.

2. Peserta didik lain mengamati hasil analisis

yang disampaikan peserta didik lain.

Penutup Guru menanggapi dan menilai peserta didik

dalam menganalisis puisi.

10 menit

8. Kegiatan pembelajaran : 1. Buku paket

2. Puisi karya Emha Ainun Najib

9. Teknik dan bentuk : 1. Tes lisan

2. Tes tertulis

3. Observasi kinerja / demonstrasi

4. Pengungkapan sikap

5. Penilaian diri

10. Instrumen / soal : 1. Perintah kepada peserta didik untuk mengamati

puisi dengan metode semiotik dari puisi yang telah

disajikan.

2. Perintah kepada peserta didik untuk menuliskan

analisis puisi dengan metode semiotik dengan puisi

yang telah disajikan.