KAJIAN PUSTAKA.docx

7
MENELUSURI JEJAK SEJARAH KAMBELO SEBAGAI JALUR PERDAGANGAN REMPAH (CENGKEH) MALUKU ABAD KE- V1 KEDUDUKAN ORANG BUTON DITENGAH SENTIMEN ANAK ADAT DI KECAMATAN HUAMUAL KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT

Transcript of KAJIAN PUSTAKA.docx

Page 1: KAJIAN PUSTAKA.docx

MENELUSURI JEJAK SEJARAH KAMBELO SEBAGAI JALUR PERDAGANGAN REMPAH (CENGKEH) MALUKU ABAD KE- V1

KEDUDUKAN ORANG BUTON DITENGAH SENTIMEN ANAK ADAT DI KECAMATAN HUAMUAL KABUPATEN SERAM BAGIAN

BARAT

STUDI TENTANG PELAYARAN TRADISIONAL ORANG BUTON

Page 2: KAJIAN PUSTAKA.docx

DI DUSUN AMAHOLU NEGERI LUHU KECAMATAN HUAMUAL KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT

Orang Buton yang bermukim di pesisir pantai Hoamual Barat,

khususnya di Dusun Amaholu, Negeri Luhu, Kecamatan Huamual,

Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), Maluku, masih

mengembangkan tradisi maritim (berlayar) dan papalele

(berdagang keliling). Meskipun para pelayar ini juga

mengembangkan usaha lain, pihamota (berkebun) ubi-ubian, sayur-

sayuran, kelapa, cengkeh, dan pala, tetapi tradisi perlayaran dan

perdagangan maritim ini, masih tetap dijadikan sebagai mata

pencarian ungulan. Aktivitas berlayar-berdagang keliling ini, sudah

dilakukan secara regenerasi, dari masa ke lampauan hingga kondisi

ke kinian.

Ketangguhan dan keuletan mereka dalam melakukan

aktivitas pelayaran ditengah ruang samudra, tidak bisa lagi

diragukan. Menghadapi berbagai peristiwa alam seperti, angin

kencang, gelombang laut, atau cuaca buruk, pada musim barat dan

musim timur, sudah dianganggapnya sebagai hal yang biasa-biasa

saja, dan bukan sesuatu yang menakutkan. Anggapan pelayar

Buton di Dusun Amaholu bahwa fenomena alam seperti itu, lazim

terjadi dalam dunia pelayaran dan perdagangan yang melintasi

ruang samudra. Meskipun perahu dan nyawa mereka terkadang

menjadi taruahnya. Dengan berpegang pada prinsip berlayar

seperti meminjam istilah Abdurahman Hamid, dalam buku Orang

Buton Suku Bahari Indonesia (2011), “Sabangka Asarope” satu

teman berlayar, satu arah haluan atau tujuan.

Page 3: KAJIAN PUSTAKA.docx

Solidaritas sesama awak dalam konteks Sabangka Asarope

ini, di dalam aktivitas pelayaran dan perniagaan dalam satu perahu

perlu diperhatikan serta dijunjung tinggi. Seluruh awak kapal harus

berpegang dalam satu pemikiran, satu tujuan, tunduk, dan patuh

terhadap satu komando, serta mengikuti apa yang diarahan dan

dianjurkan juragang, selaku pimpinan tertinggi dalam perahu.

Kalaupun ada kesalapahaman sesama awak dalam perahu, maka

juragang terlebih dahulu harus menyelesaikanya. Sebelum

melakukan aktivitas pelayaran. Jika, kesalapahaman itu terjadi

ditengah laut, maka sebelum turun ke darat harus diselesaikan.

Demikian pula sebaliknya. Sebab jika tidak, maka akan berimbas

pada nasip sial, seperti kecelakaan perahu. Singkatnya, permasalah

sesama awak di laut, harus diselesaikan di laut, dan masalah di

darat harus diselesaikaan di darat. Dengan berpegang pada

komitmen, sekali menancapkan layar pantang berbalik.

Para pelayar ini akan kembali ke kampung halaman mereka,

ketika sudah membawa hasil dan berhasil. Telah menjadi prestise

social (harga diri) bagi pelayar, jika mereka berlayar dan kembali

tidak membawa hasil dan berhasil. Prinsip ini telah tertanam di

dalam benak mereka sebagai pelayar, dan menjadi penyemangat

disetiap aktivitas pelayaran. Selain itu, ada sesuatu yang di

sakralkan pomali (larangan) bagi para pelayar Buton, lebih khusus

orang Buton di Dusun Amaholu ketika sedang berlayar. Dimana

perahu harus berbalik haluan ketempat semula (star awal), disaat

perjalanan itu belum sampai ke tempat tujuan. Kemudian disisi lain,

hal yang biasa dipomalikan pelayar Buton di Dusun Amaholu yaitu

awak kapal yang sudah menikah terutama juragang, harus berbaik

Page 4: KAJIAN PUSTAKA.docx

hati dengan isrtinya. Dalam artian, rumahtangga harus akur.

Sebelum melakukan aktivitas berlayar-berdagang.

Keberanian dan ketangguhan orang Buton di Dusun Amaholu

dalam mengarungi ruang samudra ini. Sudah sepatutnya, dan

sepantasnya, mendapatkan julukan sebagai “Komunitas Maritim” di

Kabupaten SBB. Betapa tidak? para pelayar di Dusun Amaholu ini,

telah melakukan pelayaran ke berbagai daerah di Indonesia.

Bahkan, nenek moyang mereka (Binongko) dalam kurun niaga,

sudah berlayar dan membangun kontak jaringan perdagangan

maritim menjangkau wilayah mancanegara, seperti Malaysia,

Singapura, Filipina Selatan, Deli, Palau disebelah timur Filipina, dan

jalur pelayaran itu dianggap sebagai rutinitas biasa. Kedatangan

orang Buton di Pulau Seram, termasuk di Dusun Amaholu pun, tidak

terlepas dari sejarah pelayaran tradisional dan perniagaan itu

sendiri.

Wilayah timur seperti Irian, Nusa tenggara Timur, (Flores)

Nusa Tenggara Barat (Bima), kepulauan Maluku, Maluku Utara, dan

pulau-pulau terdepan dan terluar, dan wilayah Barat seperti

Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali. Wilayah Indonesia tengah, seperti

Sulawesi Selatan, (Makassar) Sulawesi Tenggara (Kepulauan Buton,

Bau-Bau dan Kendari), Sulawesi tengah (banggai, dan luwuk),

Sulawesi Utara (Manado dan Bitung) dan hampir seluruh kepulauan

Indonesia, telah dijangkau oleh para pelayar Buton di Dusun

Amaholu. Mereka telah mendekatkan pulau-pulau dalam konteks

geografi, dan ruang kulrutal yang utuh tentang Indonesia. Hal itu,

terdengar dari cerita-certia yang terekam dalam ingatan kolektif

para pelayar sebagai pelaku sejarah di Dusun Amaholu. Mereka

Page 5: KAJIAN PUSTAKA.docx

dengan gampangnya menyebut nama daerah, jenis angin, sebaran

karang di laut, dan krateristik masyarakatnya, di tempat yang

pernah di kunjungi. Fakta ini membuktikan, bahwa aktivitas

berlayar orang Buton di Dusun Amaholu, dalam mengarungi laut

telah mendekatkan ruang komunikasi. Mereka pun dapat

membentuk jaringan dagang, dengan berbagai etnis di kepulauan

Indonesia.

Orang Buton di Dusun Amaholu sudah mengeluti dunia

pelayaran taradisonal ini, sejak dari berlayar menguanakan perahu

Bangka, yang masih mengandalkan kekuatan angin sebagai tenaga

pengerak perahu, Motorisisasi perahu layar, sampai dengan Motor

Piber, sekarang. Kepawaian mereka dalam aktivitas kebaharian ini,

ternyata bukan hanya bisa berlayar mengarungi ruang samudra,

dan membentuk jarigan dagang (mencari sabangka) dengan

masyarakat disetiap daerah yang dijumpai, tetapi mereka juga

pandai membuat perahu Bangka.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Page 6: KAJIAN PUSTAKA.docx

A. DUNIA MARITIM DAN NEGARA KEPULAUAN

a. Dunia maritim

b. Konsep Kelautan

c. Negara Kepulan

B. JALUR PERDAGANGAN DAN PELAYARAN

a. Pelayaran

b. Perdagangan

c. Jalur perdagangan

C. PELAYAR dan PEDAGANG BUTON

a. Jiwa bahari Orang

b. Pelayar pedagang Buton

c. Kepandaian Orang Buton Membuat perahu (Bangka)