KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf · yang baik mengenai sistem aturan perilaku, norma,...

25
10 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Disiplin Kerja Dalam konteks manajemen sumber daya manusia (MSDM), pentingnya pembinaan disiplin pegawai berangkat dari pandangan bahwa tidak ada manusia yang sempurna, terbebas dari kekhilafan dan kesalahan. Oleh sebab itu, setiap organisasi termasuk instansi pemerintah perlu memiliki berbagai ketentuan yang harus ditaati oleh seluruh anggota organisasi dan didukung oleh standar yang harus dipenuhi oleh setiap pegawai. Begitu pentingnya kedisiplinan, sehingga ada ahli yang berpendapat bahwa kedisiplinan merupakan fungsi operatif MSDM yang terpenting, karena semakin baik disiplin pegawai, semakin tinggi prestasi yang dapat dicapainya. Tanpa disiplin pegawai yang baik, sulit bagi suatu organisasi mencapai hasil yang optimal.Hal yang demikian, berlaku pula bagi komunitas aparatur negara, khususnya PNS, yang menempatkan kedisiplinan sebagai salah satu faktor yang menentukan keberhasilan pencapaian kinerja organisasi (Herman, 2010). Disiplin kerja dapat didefinisikan sebagai sikap menghormati, menghargai, patuh, dan taat terhadap peraturan-peraturan yang berlaku, baik yang tertulis maupun tidak tertulis serta sanggup menjalankannya dan tidak mengelak untuk menerima sanksi-sanksinya apabila melanggar tugas dan wewenang yang diberikan (Sastrohadiwiryo, 2002). Kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan organisasidan norma-norma sosial yang berlaku (Hasibuan, 2001). Kesadaran adalah sikap seseorang yang secara sukarela

Transcript of KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf · yang baik mengenai sistem aturan perilaku, norma,...

10

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Disiplin Kerja

Dalam konteks manajemen sumber daya manusia (MSDM), pentingnya

pembinaan disiplin pegawai berangkat dari pandangan bahwa tidak ada manusia

yang sempurna, terbebas dari kekhilafan dan kesalahan. Oleh sebab itu, setiap

organisasi termasuk instansi pemerintah perlu memiliki berbagai ketentuan yang

harus ditaati oleh seluruh anggota organisasi dan didukung oleh standar yang

harus dipenuhi oleh setiap pegawai. Begitu pentingnya kedisiplinan, sehingga ada

ahli yang berpendapat bahwa kedisiplinan merupakan fungsi operatif MSDM

yang terpenting, karena semakin baik disiplin pegawai, semakin tinggi prestasi

yang dapat dicapainya. Tanpa disiplin pegawai yang baik, sulit bagi suatu

organisasi mencapai hasil yang optimal.Hal yang demikian, berlaku pula bagi

komunitas aparatur negara, khususnya PNS, yang menempatkan kedisiplinan

sebagai salah satu faktor yang menentukan keberhasilan pencapaian kinerja

organisasi (Herman, 2010).

Disiplin kerja dapat didefinisikan sebagai sikap menghormati, menghargai,

patuh, dan taat terhadap peraturan-peraturan yang berlaku, baik yang tertulis

maupun tidak tertulis serta sanggup menjalankannya dan tidak mengelak untuk

menerima sanksi-sanksinya apabila melanggar tugas dan wewenang yang

diberikan (Sastrohadiwiryo, 2002). Kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan

seseorang mentaati semua peraturan organisasidan norma-norma sosial yang

berlaku (Hasibuan, 2001). Kesadaran adalah sikap seseorang yang secara sukarela

11

mentaati semua peraturan dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya.

Kesediaan adalah suatu sikap, tingkah laku, dan perbuatan seseorang yang sesuai

dengan peraturan organisasi, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Jadi

seseorang akan bersedia mematuhi semua peraturan serta melaksanakan tugas-

tugasnya baik secara sukarela maupun karena terpaksa.

Menurut Irmim(2004) disiplin kerja adalah 1) perilaku yang menunjukkan

nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan dan ketertiban, 2) perasaan

risi atau merasa malu dan berdosa kalau melakukan perbuatan yang menyimpang,

3) sikap tahu untuk membedakan hal-hal apa yang seharusnya dilakukan, yang

wajib dilakukan, yang boleh dilakukan dan yang tidak pantas dilakukan, 4)

merupakan sikap taat, tertib sebagai hasil pengembangan dari latihan,

pengendalian pikiran dan pengendalian watak, 5) pemahaman dan pelaksanaan

yang baik mengenai sistem aturan perilaku, norma, kriteria, dan standar sehingga

dapat mengontrol perilaku sehari-hari.

Suatu organisasi dapat menerapkan 2 (dua) jenis disiplin, tergantung pada

keadaan bagaimana karyawan tersebut dalam melaksanakan tugasnya. Jenis-jenis

disiplin tersebut adalah sebagai berikut :

1) Pendisiplinan Preventif adalah tindakan yang mendorong karyawan untuk

taat kepada berbagai ketentuan yang berlaku dan memenuhi standar yang

telah ditetapkan, artinya melalui kejelasan dan penjelasan tentang pola

sikap, tindakan dan perilaku yang diinginkan dari setiap organisasi

diusahakan pencegahan jangan sampai para karyawan berperilaku negatif.

Keberhasilan penerapan pendisiplinan preventif terletak pada disiplin

12

pribadi para anggota organisasi, akan tetapi agar disiplin pribadi tersebut

semakin kokoh paling sedikit 3 hal yang perlu mendapat perhatian

manajemen yaitu :

(1) Para anggota organisasi perlu didorong agar mempunyai rasa memiliki

organisasi, karena secara logika seorang tidak akan merusak sesuatu

yang merupakan miliknya, berarti perlu ditanamkan perasaan kuat

bahwa keberadaan mereka dalam organisasi bukan sekedar mencari

nafkah, mereka adalah anggota keluarga besar organisasi yang

bersangkutan.

(2) Para karyawan menentukan sendiri cara-cara pendisiplinan diri dalam

kerangka ketentuan-ketentuan yang berlaku umum bagi seluruh

anggota organisasi.

(3) Para karyawan perlu diberi penjelasan tentang berbagai ketentuan yang

wajib ditaati dan standar yang harus dipenuhi. Penjelasan dimaksud

seyogyanya disertai informasi lengkap mengenai latar belakang

berbagai ketentuan yang bersifat normatif tersebut.

2) Pendisiplinan Korektif terjadi jika ada karyawan yang nyata-nyata telah

melakukan pelanggaran atas ketentuan-ketentuan yang berlaku atau gagal

memenuhi standar yang telah ditetapkan.

Dalam kedisiplinan diperlukan peraturan dan hukuman. Hal ini

dimaksudkan untuk memberikan bimbingan bagi karyawan dalam menciptakan

tata tertib yang baik di dalam organisasi/perusahaan. Dengan tata tertib yang baik,

semangat kerja, moral kerja, efisiensi dan efektivitas kerja karyawan akan

13

meningkat. Jelasnya organisasi akan sulit mencapai tujuannya jika karyawan tidak

mematuhi peraturan yang sudah ada. Sedangkan hukuman diperlukan dalam

meningkatkan kedisiplinan dan mendidik karyawan supaya mentaati semua

peraturan organisasi. Pemberian hukuman harus adil dan tegas terhadap semua

karyawan. Dengan keadilan dan ketegasan, sasaran pemberian hukuman akan

tercapai. Peraturan tanpa dibarengi pemberian hukuman yang tegas bagi

pelanggarnya bukan menjadi alat pendidik bagi karyawan.

Tujuan utama dari pembinaan disiplin kerja secara umum adalah demi

kelangsungan perusahaan sesuai dengan motif perusahaan. Sedangkan secara

khusus adalah 1) tenaga kerja diharapkan menepati segala peraturan dan kebijakan

ketenagakerjaan maupun peraturan dan kebijakan perusahaan yang berlaku, baik

tertulis maupun tidak tertulis, serta melaksanakan perintah manajemen, 2) dapat

melaksanakan pekerjaan dengan sebaik-baiknya serta mampu memberikan

pelayanan yang maksimal kepada pihak tertentu yang berkepentingan dengan

perusahaan sesuai dengan bidang pekerjaan yang diberikan kepadanya, 3) dapat

menggunakan prasarana, barang dan jasa perusahaan dengan sebaik-baiknya, 4)

dapat bertindak dan berperilaku sesuai dengan norma-norma yang berlaku pada

perusahaan, 5) tenaga kerja mampu menghasilkan produktivitas yang tinggi sesuai

dengan harapan perusahaan, baik dalam jangka pendek mapun jangka panjang.

Kesimpulan yang dapat dipetik dari uraian teori-teori tersebut yaitu

disiplin adalah sikap dan tindakan-tindakan yang tidak bertentangan dengan

peraturan-peraturan yang ada. Disiplin merupakan suatu yang penting dalam

upaya menciptakan keteraturan dalam perusahaan. Disiplin tenaga kerja amat erat

14

korelasinya dengan motivasi dan moral kerja dan dapat dikembangkan secara

formal melalui suatu latihan pengembangan disiplin misalnya dalam bekerja

dengan cara menghargai waktu, tenaga, biaya dan sebagainya.

2.2 Kompetensi

Kompetensi merupakan suatu karakteristik yang mendasar dari

seseorang individu,yaitu penyebab yang terkait dengan acuan kriteria tentang

kinerja yang efektif”A competency is an underlying characteristic of

anindividualthatis causally relatedto criterion-referenced effective and/or

superior performance in a job or situation“ (Spencer&Spencer,1993:9).

Menurut kriteria kinerja pekerjaan (jobperformancecriterion) yang diprediksi,

kompetensi dapat dibagi ke dalam dua kategori, yaitu kompetensi permulaan

atau ambang (thresholdcompetencies) dan kompetensi yang membedakan

(differentiating competencies).Yang pertam (thresholdcompetencies)

merupakan karakteristik esensial-minimal (biasanya adalah pengetahuan dan

keterampilan) yang dibutuhkan oleh seseorang untuk dapat berfungsi

efektif dalam pekerjaannya akan tetapi tidak membedakan kinerja pekerja

yang superior dan kinerja pekerja yang biasa saja. Kompetensi kategori kedua

adalah kompetensi yang membedakan yaitu faktor-faktor yang membedakan

antara pekerja yang memiliki kinerja superior dan biasa-biasa saja (rata-rata).

Karyawan yang kompeten adalah modal terpenting bagi perusahaan atau

lembaga dalam memperoleh keunggulan kompetitif. Pendekatan berbasis

kompetensi ini telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kinerja

bidang sumber daya manusia. Berbagai bentuk organisasi seperti perusahaan

15

bisnis dan pelayanan publik telah menggunakan pendekatan kompetensi untuk

memadukan tren global dan strategi bisnis. Kompetensi mencakup

pengetahuan, keterampilan, kemampuan, sifat dan perilaku yang

memungkinkan seorang karyawan atau pegawai melakukan tugas dan fungsi

atau pekerjaan tertentu (Vathanophas, 2007).

2.3 Nilai individu

Cheng (2010) dalam tulisannya yang berjudul Developing a Meta-

Inventory of Human Values telah mengutip beberapa ahli yang telah menjelaskan

pengertian nilai.Williams (1979) dalam menyebutkan bahwa istilah nilai dalam

riset ilmu sosial telah banyak digunakan untuk mengukur kepentingan,

kesenangan, kesukaan, preferensi, tugas, kewajiban moral, keinginan, kemauan,

tujuan, kebutuhan, keengganan dan aktivitas dan banyak lagi sesuai dengan tujuan

dari riset sosial tersebut. Rokeach (1973) menyatakan nilai adalah penentu hampir

semua jenis perilaku yang bisa disebut perilaku sosial atau aksi sosial, sikap dan

ideologi, evaluasi, penilaian moral dan pembenaran diri atau orang lain dan upaya

untuk mempengaruhi orang lain.Schwartz (2007) menyebutkan bahwa nilai

menjadi aspek yang penting untuk menyusun sebuah konstruk psikologi sosial

dalam suatu penelitian sosial. Pandangan yang menyatakan nilai mampu

memotivasi dan sekaligus mampu menjelaskan dasar pengambilan keputusan

seorang individu telah diterima secara luas dan diakui sebagai faktor prediktif

dalam menyelidiki dinamika manusia dan kehidupan sosialnya.

Nilai (value) Individu yaitu nilai yang memuat elemen pertimbangan yang

membawa ide-ide seorang individu mengenai hal-hal yang benar, baik atau

16

diinginkan. Menurut Milton, Rokeach dalam (Robbins, 2009) mengatakan bahwa

nilai (values) adalah keyakinan abadi (enduring belief) yang dipilih oleh seserang

atau sekelompok orang sebagai dasar untuk melakukan kegiatan tertentu (mode of

conduct) atau sebagai akhir tindakannya (end state of existence), dan Menurut

Robin Williams Jr menjelaskan bahwa value bukan hanya sebagai kriteria atau

standar untuk melakukan tindakan tetapi juga berfungsi sebagai kriteria atau

standar untuk melakukan penilaian, menentukan pilihan, bersikap, berargumentasi

maupun menilai kinerja.

Smith dan Schwartz (1997) dalam Harris (2012) mendefinisikan nilai-nilai

sebagai keyakinan yang mengacu pada tujuan yang diinginkan, melampaui

tindakan atau situasi tertentu, berfungsi sebagai standar untuk memandu

pemilihan atau evaluasi perilaku, orang dan peristiwa, dan diperintahkan oleh

kepentingan relatif untuk satu sama lain.Konsep nilai seperti yang dikemukakan

Rokeach dan William Jr (Robbins,2009) sering disebut sebagai nilai individu atau

nilai personal. Beberapa contoh nilai yang berkaitan dengan personal/individual

value diantaranya adalah disiplin diri (self-discipline), pengendalian diri (self-

control), kesalehan dan kebaikan hati seseorang, sedangkan jika nilai-nilai

tersebut dikaitkan dengan pekerjaan, misalnya seperti yang dikemukan Hofstede,

maka akan diperoleh konsep nilai yang lain yakni nilai-nilai kerja (work related

values). Contoh nila-nilai kerja misalnya job involvement dan komitmen. Nilai

individu dapat menyebabkan timbulnya keinginan seseorang untuk membantu

orang lain.

17

Menurut Survei Nilai Rokeach (RVS) ada dua peringkat nilai berdasarkan

survei Rokeach (Robbins,2009) yaitu sebagai berikut.

1) Nilai terminal, bentuk akhir keberadaan yang sasarannya sangat diinginkan,

yang ingin dicapai seseorang dalam hidupnya.

2) Nilai instrumental, bentuk perilaku atau upaya pencapaian nilai-nilai terminal

yang lebih disukai oleh orang tertentu.

Secara terperinci nilai terminal instrumental dari RVS seperti tersaji Tabel 2.1

berikut ini.

Tabel 2.1 Rokeach Value Survey (RVS)

Nilai-nilai terminal Nilai-nilai instrumental(1) (2)

Kehidupan yang nyaman (kemakmuran) Ambisius (kerja keras, memiliki cita-cita)Kehidupan yang menantang(menstimulasi dan aktif))

Berpikiran luas (berpikiran terbuka)

Peka terhadap pencapaian (kontribusisecara terus menerus)

Cakap (kompeten, efisien)

Dunia yang damai (tidak ada perang dankonflik)

Riang (senang hati, bergembira)

Persamaan (persaudaraan, peluang yangsama untuk semua)

Bersih (rapi, teratur)

Dunia yang damai (tidak ada perang dankonflik)

Berani (mempertahankan keyakinan)

Dunia yang indah (keindahan alam danseni)

Pemaaf (bersedia memaafkan orang lain)

Kebebasan (kemerdekaan,bebas memilih) Suka meenolong (bekerja untukkesejahteraan orang lain)

Kebahagiaan (kepuasan) Jujur (tulus, mengatakan yang sebenarnya)Keselarasan bathin (bebas dari konflikbathin)

Imajinatif (berani, kreatif)

Cinta yang dewasa (keintiman seksualdan spiritual)

Merdeka (percaya diri, sanggup memenuhikebutuhan sendiri)

Keamanan nasional (perlindungan dariserangan)

Intelektual (cerdas, reflektif)

Kesenangan (kehidupan yangmenyenangkan dan memanfaatkan waktuluang)

Logis (konsisten, rasional)

18

Lanjutan Tabel 2.1

(1) (2)Keselamatan (kehidupan yang aman danabadi)

Penuh kasih (penuh kasih saying, lembut)

Hormat diri (harga diri) Patuh (menurut dan hormat)Pengakuan sosial (rasa hormat dankekaguman)

Sopan (sopan santun, bersikap baik)

Persahabatan sejati (perkawinan dekat) Bertanggung jawab (bisa dipercaya, bisadiandalkan)

Kebijaksanaan (pemahaman yang matangakan kehidupan

Bisa mengendalikan diri sendiri (tenang,disiplin diri)

Sumber: Robbins, 2009

2.4 Disiplin kerja Pegawai Negeri Sipil

Peraturan Pemerintah Republik IndonesiaNomor 53 Tahun

2010tentangDisiplin PNS menyebutkan bahwa Disiplin PNS adalah

kesanggupan PNS menaati kewajiban danmenghindari larangan yang ditentukan

dalamperaturan perundang-undangan kedinasan yang apabila tidak ditaati

ataudilanggar dijatuhi hukuman disiplin.Pelanggaran disiplin adalah setiap

ucapan, tulisan,atau perbuatan PNS yang tidak menaati kewajibandanatau

melanggar larangan ketentuan disiplinPNS, baik yang dilakukan di dalam maupun

di luarjam kerja.Hukuman disiplin adalah hukuman yangdijatuhkan kepada PNS

karena melanggarperaturan disiplin PNS.

2.5 Jenis-jenis kompetensi

Spencer (2004) membedakan kompetensi dalam enam aspek pembentuk

kompetensi unggul seperti tersebut di bawah ini.

1) Integritas. Integritas adalah tindakan konsisten dengan apa yang

disampaikan oleh karyawan kepada klien atau pihak perusahaan.

Karyawan dapat mengembangkan komunikasi yang baik untuk dapat

19

menyampaikan ide-ide dan penilaiannya secara terbuka dan langsung.

Selain itu karyawan juga dapat menyambut dengan baik keterbukaan

dan kejujuran dari sebuah masukan yang disampaikan klien atau

perusahaan kepadanya

2) Orientasi melayani klien (customer orientation). Setiap karyawan

dapat menunjukkan keinginan membantu klien. Kompetensi ini

mensyaratkan karyawan untuk dapat menemukan dan memenuhi

kebutuhan klien. Kebutuhan klien sering kali tidak terbatas pada

aspek-aspek pelayanan yang telah diprediksikan oleh sebuah intitusi.

Hal ini diperparah oleh klien yang sering tidak kooperatif dengan

secara jelas menyampaikan apa yang dibutuhkannya. Klien lebih

sering menuntut karyawan untuk lebih tanggap tentang apa yang

dibutuhkannya. Tidak tanggapnya karyawan akan memicu komplain

dari klien sehingga karyawan pada posisi ini selalu menjadi pihak yang

salah dan berimbas pada kredibilitas instusi. Menyikapi ini tentunya

upaya penemuan dan pemenuhan kebutuhan klien menjadi mutlak.

Kedua upaya ini dapat dilakukan dengan membangun kondisi yang

kondusif sehingga klien menjadi kooperatif menyampaikan

kebutuhannya secara jelas dan di sisi lain klien dapat memahami bila

karyawan juga memiliki keterbatasan bila kebutuhannya tersebut tidak

mampu dipenuhi. Membangun suasana kondusif seperti itu tentunya

hanya bisa dilakukan bila karyawan memiliki perhatian yang besar

pada klien (customer orientation).

20

3) Concern to Order. Kompetensi ini diciptakan untuk mengurangi

ketakpastian peran karyawan. Hadirnya kompetensi ini dapat

memudahkan pimpinan memantau dan memeriksa kejelasan peran dan

rencana kerja dari setiap karyawannya. Setiap pimpinan sebuah

institusi tentunya memiliki kewenangan untuk menetapkan dan

memerintahkan karyawannya melaksanakan tugasnya masing-masing.

Namun tidak jarang deskripsi tugas tidak dipahami oleh karyawan

yang berkompeten. Karyawan yang berkompeten tentunya mampu

dengan cepat dan tepat memahami tugas-tugas yang dibebankan

kepadanya. Pemahaman akan tugas atau yang disebut sebagai concern

to order diawali dengan proses sosialisasi, pendidikan dan pelatihan,

aplikasi dan pengawasan oleh pimpinan. Keempat tahapan proses

tersebut tetunya tidak dapat dilakukan bila karyawan sendiri tidak

mempunyai kompetensi dasar terkait concern to order.

4) Teamwork. Setiap karyawan sebaiknya dapat bekerja sama dalam tim

dan merasa sebagai bagian dari tim sehingga tidak ada pemisahan kerja

sebagai dampak dari keinginan berkompetisi.

5) Percaya diri. Percaya diri adalah sebuah keyakinan akan kemampuan

diri sendiri untuk menyelesaikan tugas dan mampu memilih metode

yang efektif untuk menyelesaikan tugas dan masalah.

6) Orientasi prestasi. Karyawan mempunyai keinginan dan rencana untuk

bertindak memenuhi atau bahkan melampaui standar prestasi yag

ditetapkan perusahaan aatau lembaga. Tindakan yang dapat diambil

21

adalah berinovasi dan mengambil resiko untuk melakukan sesuatu

yang baru atau lebih baik.

Kompetensi dikelompokkan dalam dua kategori, yaitu kompetensi

inti/dasar yang merupakan kompetensi minimal yang mutlak dimiliki oleh

karyawan, kompetensi tambahan/lanjutan yang merupakan pengembangan dari

pengetahuan dan keterampilan dasar untuk mendukung tugas karyawan dalam

memenuhi tuntutan/kebutuhan masyarakat yang sangat dinamis serta makin

berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Menurut Spence rdalam

Moeheriono (2009), komponen utama pembentuk kompetensi: pengetahuan,

keterampilan, konsep diri dan motif. Menurut Hasibuan (2000) dan Wibowo

(2008), faktor yang mempengaruhi kompetensi seseorang yaitu: Pendidikan,

keyakinan, keterampilan, pengalaman, karakteristik pribadi, motivasi dan isu

emosional. Pendapat Siagian (2000) dan Gibson (1997) hal yang berperan

mempengaruhi kompetensi adalah: pendidikan, minat, motivasi dan sosial

ekonomi, serta masa kerja.

1) Pendidikan

Pendidikan merupakan faktor penting dalam menentukan

kemampuan seseorang. Pendidikan dan pengalaman kerja merupakan

langkah awal untuk melihat seseorang, pendidikan merupakan indikator

yang mencerminkan kemampuan seseorang untuk memyelesaikan

pekerjaan, dengan latar belakang pendidikan pula seseorang dianggap

akan mampu menduduki suatu jabatan tertentu (Hasibuan,2000).

22

Selain itu pendidikan merupakan suatu pembinaan dalam

proses perkembangan manusia untuk berfikir dan cenderung

berkembangnya kemampuan dasar yang ada padanya. Menurut Nadler

dalam Moekijat (1996) pendidikan adalah proses pembelajaran yang

mempersiapkan individu untuk pekerjaan yang berbeda pada masa

yang akan datang.

Menurut Siagian (2000) pendidikan dapat mempengaruhi

kompetensi seseorang, karena makin tinggi pendidikan seseorang

makin besar keinginannya untuk memanfaatkan pengetahuan dan

keterampilannya dalam pelaksanaan tugasnya. Disamping itu pegawai

yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi diharapkan mampu

memberikan masukan-masukan yang bermamfaat kepada atasan dalam

upaya peningkatan pelaksanaan tugas.

2) Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil“tahu”,dan ini terjadi

setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu.

Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui indra mata dan

telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat

penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behavior).

Pengetahuan didefinisikan sebagai pengenalan terhadap kenyataan,

kebenaran, prinsip dan keindahan terhadap suatu obyek. Pengetahuan

merupakan hasil stimulasi informasi yang diperhatikan, dipahami

dan diingatnya. Informasi dapat berasal dari berbagai bentuk termasuk

23

pendidikan formal maupun non formal, percakapan harian membaca,

mendengar radio, menonton televisi dan dari pengalaman hidup

lainnya. Hasil penelitian Rogers dalam Notoatmodjo (2005),

mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru

(berperilaku baru) di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang

berurutan, yakni:

(1) Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari

dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

(2) Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus (objek) tersebut, disini

sikap subjek sudahmulai timbul

(3) Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya

stimulus tersebut bagi dirinya

(4) Trial (mencoba) dimana subjek sudah mulai mencoba

melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh

stimulus

(5) Adoption dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan

pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

(6) Dari pengalaman dan hasil penelitian, ternyata apabila penerimaan

perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses tersebut yaitu

didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positip, maka

perilaku tersebut akan bersifa tlanggeng (long lasting) dan

sebaliknya apabila perilaku tersebut tidak didasari oleh

pengetahuan dan kesadaran akan tidak berlangsung lama.

24

Tingkatan pengetahuan menurut Notoatmodjo, terbagi menjadi

6 tingkatan pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif,

tingkatan tersebut yakni:

(1) Tahu (Know) diartikan sebagai mengingat suatu materi yang

dipelajari sebelumnya, mengingat kembali (recall) terhadap suatu

yangs pesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan

yang telah diterima,“tahu”ini merupakan tingkatan yang paling

rendah.

(2) Memahami (Comprehension) diartikan sebagai suatu

kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui

dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar.

(3) Aplikasi (Application) diartikan sebagai kemampuan untuk

menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi

Riil (sebenarnya).

(4) Analisis (Analysis) adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan

materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen tetapi masih

di dalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu

sama lain.

(5) Sintesis (Synthesis) yaitu menunjuk kepada suatu kemampuan

untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam

suatu bentuk keseluruhan yang baru dengan kata lain sintesis

adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari

formulasi-formulasi yang ada.

25

(6) Evaluasi (Evaluation) ini berkaitan dengan kemampuan untuk

melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau

objek, penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang

ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah

ada.

Lebih lanjut Notoatmodjo (2010), mengemukakan bahwa

pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan cara wawancara atau

angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari

subjek penelitian atau responden. Pengetahuan merupakan fungsi dari

sikap, menurut fungsi ini manusia mempunyai dorongan dasar untuk

ingin tahu, untuk mencari penalaran dan untuk mengorganisasikan

pengalamannya. Adanya unsur-unsur pengalaman yang semula tidak

konsisten dengan apa yang diketahui oleh individu akan disusun, ditata

kembali atau diubah sedemikian rupa sehingga tercapai suatu

konsistensi. Sikap berfungsi sebagai suatu skema, suatu cara

strukturisasi agar dunia disekitar tampak logis dan masuk akal untuk

melakukan evaluasi terhadap fenomena luar yang ada dan

mengorganisasikannya.

3) Masa Kerja

Masa kerja adalah jangka waktu yang orang sudah bekerja

(pada satu kantor, badan, dansebagainya), semakin lama seseorang

bekerja maka semakin terampil dan makin berpengalaman pula dalam

melaksanakan pekerjaan, masakerja merupakan faktor individu yang

26

berhubungan dengan prilaku dan persepsi individu yang mempengaruhi

kompetensi individu, misalnya seseorang yang lebih lama bekerja akan

dipertimbangkan lebih dahulu dalam hal promosi, berkaitan erat

dengan apa yang disebut senioritas (Siagian, 2000).

4) PelatihanPelatihan merupakan salah satu usaha untuk mengembangkan

sumber daya manusia, terutama dalam hal pengetahuan (Knowledge),

kemampuan (Ability), keahlian (Skill) dan sikap (Attitude). Pelatihan

pada dasarnya merupakan sebuah proses untuk meningkatkan

kompetensi seseorang (Arep. I dan Tanjung.H,2003).

Menurut JohnR Schermerhorn dalam Moekijat (1996) pelatihan

merupakan serangkaian aktivitas yang memberikan kesempatan untuk

mendapatkan dan meningkatkan keterampilan yang berkaitan dengan

pekerjaan, dan beberapa tujuan pelatihan bagi pegawai adalah: 1) untuk

mengembangkan keterampilan sehingga pekerjaan dapat diselesaikan

dengan lebih cepat dan lebih efektif, 2) untuk mengembangkan

pengetahuan sehingga pekerjaan dapat diselesaikan secara rasional,

untuk mengembangkan sikap sehingga menimbulkan kerjasama dengan

teman- teman pegawai dan pemimpin.

2.6 Fungsi nilai individu

Fungsi utama dari nilai dapat dijelaskan sebagai berikut.

1) Nilai sebagai standar, fungsinya adalah sebagai berikut.

27

(1) Membimbing individu dalam mengambil posisi tertentu dalam

socialissiues tertentu.

(2) Mempengaruhi Individu untuk lebih menyukai ideology politik

tertentu dibanding ideology politik yang lain.

(3) Mengarahkan cara menampilkan diri pada orang lain

(4) Melakukan evaluasi dan membuat keputusan

(5) Mengarahkan tampilan tingkah laku membujuk dan mempengaruhi

orang lain, memberitahu individu akan keyakinan, sikap dan tingkah

laku lain yang berbeda, yang bisa diprotes dan dibantah, bisa

dipengaruhi dan diubah

2) Nilai sebagai rencana umum dalam memecahkan konflik dan pengambilan

keputusan. Situasi tertentu secara tipikal akan mengaktivasi beberapa nilai

dalam system individu. Umumnya nilai-nilai yang teraktivasi adalah nilai-

nilai yang dominan pada individu yang bersangkutan.

3) Fungsi Motivasional.

Fungsi langsung dari nilai adalah mengarahkan tingkah laku individu dalam

situasi sehari-hari sedangkan fungsi tidak langsungnya adalah untuk

mengekspesikan kebutuhan dasar sehingga nilai dikatakan memiliki fungsi

motivasional. Nilai dapat memotivasi individu untuk melakukan suatu

tindakan tertentu, memberi arah dan intensitas emosional tertentu, terhadap

tingkah laku (Schwartz, 1994). Hal ini didasari oleh teori yang menyatakan

bahwa nilai juga merepresentasikan kebutuhan (termasuk secara biologis) dan

keinginan, selain tuntutan sosial (Grube,1994).

28

4) Nilai Sebagai Keyakinan (Belief)

Nilai merupakan keyakinan yang tergolong preskriptif atau proskriptif yaitu

beberapa cara atau akhir tindakan dinilai sebagai hal yang diinginkan atau

tidak diinginkan. Hal ini sesuai dengan definisi dari Allport bahwa nilai

adalah suatu keyakinan yang melandasi seseorang untuk bertindak

berdasarkan pilihannya Rokeach(1973) dalam Robinson, dkk (2009)

mengemukakan bahwa keyakinan dalam konsep Rokeach, bukan hanya

pemahaman dalam skema konseptual tapi juga predisposisi untuk bertingkah

laku yang sesuai dengan perasaan terhadap obyek dari keyakinan tersebut.

Rokeach (1973) menyatakan, sebagai keyakinan, nilai memiliki aspek

kognitif, afektif dan tingkah laku sebagai berikut :

(1) Nilai meliputi Kognisi tentang apa yang diinginkan, menjelaskan

pengetahuan, opini dan pemikiran yang diinginkannya.

(2) Nilai meliputi Afektif, dimana individu atau kelompok memiliki

emosi terhadap apa yang diinginkan, sehingga nilai menjelaskan

perasaan individu atau kelompok terhadap apa yang diinginkan itu.

(3) Nilai memiliki komponen tingkah laku, artinya nilai merupakan

variable yang berpengaruh dalam mengarahkan tingkah laku yang

ditampilkan.

Pemahaman nilai sebagai keyakinan, tidak dapat dipisahkan dari model yang

dikembangkan Rokeach pertama kali pada tahun 1968 yang disebut Belief

System Theory (BST), Grube dkk (1994) menjelaskan bahwa BST adalah

organisasi dari teori yang menjelaskan dan mengerti bagaimana keyakinan

29

dan tingkah laku saling berhubungan, serta dalam kondisi apa system

keyakinan dapat dipertahankan atau diubah.

2.7 Pengukuran Nilai Individu

Pengukuran nilai didasarkan kepada hasil evaluasi diri yang dilaporkan

oleh individu kedalam suatu skala pengukuran (Rovkeach Value Survey, Schwartz

Value Survey). Evaluasi diri membutuhkan pemahaman kognitif maupun afektif

terhadap diri sendiri, termasuk untuk membedakan antara nilai ideal normatif dan

nilai faktual yang ada saat ini. Berdasarkan teori yang telah diuraikan

sebelumnya, nilai-nilai seseorang akan tampak dalam beberapa indikator tersebut

di bawah ini.

1) Berkaitan dengan definisi nilai sebagai cara bertingkah laku dan tujuan

akhir tertentu, maka indikator pertama adalah pertanyaan tentang

keinginan-keinginan, prinsip hidup dan tujuan hidup seseorang.

2) Indikator berikutnya adalah tingkah laku subyek dalam kehidupannya

sehari-hari. Nilai berpengaruh terhadap bagaimana seseorang bertingkah

laku, memberi arah pada tingkah laku dan memberi pedoman untuk

memilih tingkah laku yang diinginkan. Jadi tingkah laku seseorang

mencerminkan nilai-nilai yang dianutnya. Dari tingkah laku dapat dilihat

apa yang menjadi prioritasnya, dan apa yang lebih diinginkan seseorang.

3) Fungsi nilai adalah mencerminkan tingkah laku. Seberapa besar seseorang

berusaha mencapai apa yang diinginkannya dan intensitas emosional yang

diatribusikan terhadap usahanya tersebut. Dapat menjadi ukuran tentang

kekuatan nilai yang dianutnya.

30

4) Salah satu dari fungsi nilai adalah dalam memecahkan konflik dan

mengambil keputusan. Dalam keadaan-keadaan dimana seseorang harus

mengambil keputusan dari situasi yang menimbulkan konflik, nilainya

yang dominan akan teraktivasi. Jadi apa keputusan seseorang dalam situasi

konflik tersebut dapat dijadikan indikator tentang nilai yang dianutnya.

5) Fungsi lain dari nilai adalah membimbing individu dalam mengambil

posisi tertentu dalam suatu topik social tertentu dan mengevaluasinya.

2.8 Hubungan nilai individu dengan disiplin kerja PNS

Harris (2012) mendefinisikan nilai individu sebagai keyakinan yang

mengacu pada tujuan yang diinginkan, melampaui tindakan atau situasi tertentu,

berfungsi sebagai standar untuk memandu pemilihan atau evaluasi perilaku, orang

dan peristiwa, dan diperintahkan oleh kepentingan relatif untuk satu sama lain.

Bila mengacu pada frase tersebut maka akan dapat diketahui ada tiga aspek yang

juga terrangkum dalam PP RI Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai

Negeri Sipil. Ketiga aspek yang dimaksud adalah sebagai berikut.

1) Aspek 1 : keyakinan yang mengacu pada tujuan yang diinginkan,

melampaui tindakan atau situasi tertentu.

Frase dalam pernyataan Harris (2012) ini sejalan dengan PP RI Nomor

53 Tahun 2010 yang menyebutkan bahwa Disiplin Pegawai Negeri

Sipil adalah kesanggupanPegawai Negeri Sipil (PNS) untuk menaati

kewajiban danmenghindari larangan yang ditentukan dalamperaturan

perundang-undangan dan/atauperaturan kedinasan.

31

2) Aspek 2 : berfungsi sebagai standar untuk memandu pemilihan atau

evaluasi perilaku, orang dan peristiwa.

Frase ini jelas menunjukkan nilai individu dapat digunakan sebagai

alat evaluasi diri maupun berbagai kejadian di sekitar individu itu

sendiri. Pemahaman seperti ini jelas sejalan dengan fungsi PP RI

Nomor 53 Tahun 2010 yang berperan sebagai media evaluasi

kedisiplinan yang telah dilakukan oleh seorang PNS.

3) Aspek 3 : diperintahkan oleh kepentingan relatif untuk satu sama lain.

Frase ini menjelaskan bahwa nilai individu muncul sebagai refleksi

kepentingan pribadi terhadap individu yang lain. PP RI Nomor 53

Tahun 2010 diciptakan jelas diciptakan untuk menyatukan berbagai

kepentingan pribadi dari setiap PNS untuk mencapai tujuan yang telah

ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia.

2.9 Implementasi Nilai Individu pada Disiplin Kerja PNS

Vathanophas (2007) yang meneliti tentang kinerja PNS di Thailand

menyatakan bahwa keberhasilan pelaksanaan tugas seorang PNS dibentuk oleh

konsep dirinya. Konsep diri atau nilai individu inilah yang selanjutnya

membentuk motivasi untuk melaksanakan tugas yang dibebankan negara

kepadanya. Bangkitnya motivasi akan memicu keinginan untuk mempelajari

segala bentuk kemampuan dan keterampilan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan

tugas-tugas tersebut. Kemampuan dan keterampilan adalah syarat kompetensi

yang harus dipenuhi pada masa awal rekrutmen pegawai baru. Pada tahapan inilah

32

maka nilai individu bukan hanya menjadi pembentuk motivasi namun telah

berkembang menjadi bagian dari kompetensi itu sendiri.

Ada banyak kompetensi yang harus dipenuhi oleh seorang PNS.

Banyaknya kompetensi yang harus dipenuhi ini mengingat besarnya dan

beragamnya beban tanggunggjawab yang dipikulnya. Karena itulah diperlukan

pegawai pemerintahan yang memahami secara tepat tentang berbagai tugas yang

dibebankan padanya (Vathanophas, 2007). Selain pemahaman pada tugas maka

kompentensi utama yang perlu dimiliki oleh seorang pegawai pemerintahan

adalah memiliki orientasi kepada kebutuhan masyarakat yang dilayaninya. Ini

karena apabila publik dapat terlayani dengan baik oleh aparatur birokrasi, maka

dengan sendirinya aparatur birokrasi mampu menempatkan posisi dan

kedudukannya yaitu sebagai civil servant atau public service. Kondisi ini akan

berdampak pada kinerja dari aparatur birokrasi yang sesuai dengan harapan dari

masyarakat, pada akhirnya akan timbul trust kepada aparatur birokrasi tersebut.

Hal inilah yang akan menjadikan negara yang maju dalam hal pelayanan kepada

warganya dan melahirkan pada terwujudnya birokrasi yang bersih, akuntabel dan

transparan (Tobirin, 2010).

2.10 Hubungan Concern to Order dengan Disiplin Kerja

Disiplin kerja menjadi sebuah kunci keberhasilan dari kinerja sebuah

lembaga. Zouine (2014) yang melakukan pengkajian pada penerapan Enterprise

Resource Planing (ERP) baik pada lembaga pemerintahan maupun non-

pemerintahan selama dua dekade belakangan ini menyatakan keberhasilan

penerapan ERP sangat dipengaruhi oleh nilai individu dari karyawan atau

33

pegawai. Individu yang memahami perannya (concern to order) akan secara

disiplin menjalankan semua tugas yang menjadi tanggung jawabnya dalam suatu

sistem yang dijalankan lembaga.

PNS yang memahami perannya dengan baik dan melaksanakannya secara

disiplin akan mendorong kemajuan bagi lembaganya. Kirby (2003) dalam

Dhliwayo (2011) menyatakan bahwa seorang karyawan atau pegawai yang

memahami pekerjaannya akan dapat memprediksi berbagai kekacauan yang

ditimbulkan dari beban tugasnya. Selanjutnya akan mudah diperkecil peluang

kegagalan yang mungkin terjadi. Lebih jauh lagi adalah pegawai dapat dengan

mudah meningkatkan jumlah pesanan atau jumlah tugas yang bisa

diselesaikannya di masa mendatang.

2.11 Hubungan Customer Orientation dengan Disiplin Kerja

PNS mempunyai misi memberikan pelayanan terbaik kepada publik. Patel

(2013) menyatakan bahwa kunci sukses pelaksanaan pelayanan publik adalah

karyawan yang disiplin dalam mengemban misi pelayanan publik. Artinya

karyawan harus bisa lebih mengedepankan kepentingan publik yang menjadi

konsumennya (customer orientation) untuk mendorong terciptanya kepuasan

publik. Ini dapat dapat dilakukan bila lembaga mendorong karyawan untuk terus

mengembangkan keterampilan dan kompetensinya.

Pelayanan yang diberikan seorang PNS kepada publik telah menimbulkan

konsekwensi terjalinnya kontak antar personal. Babbar (2008) melalui hasil

studinya menunjukkan bahwa dalam kontak personal seperti itu maka pekerja

harus mampu tunjukkan perhatian individu, keinginan untuk menolong, sopan

34

santun, dan ketepatan dalam melakukan tindakan. Kemampuan ini hanya dapat

dilakukan oleh pekerja yang terlatih dan tentunya memiliki kedisiplinan pada

tugas utamanya yaitu memberikan pelayanan pada publik.