KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1.1 Teori ... II.pdf · Pembangunan adalah upaya untuk...
Transcript of KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1.1 Teori ... II.pdf · Pembangunan adalah upaya untuk...
12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Teori Pembangunan
Pembangunan adalah upaya untuk membuat kehidupan yang lebih baik
untuk setiap orang (Peet and Hartwick, 2009). Hal ini berarti pembangunan
merupakan sebuah upaya yang dapat membawa masyarakat mengikuti sebuah
proses untuk mencapai kehidupan yang sebelumnya dianggap tidak baik, ataupun
kureang baik, menjadi sebuah kondisi yang lebih baik. Meskipun demikian
kondisi masyarakat yang lebih baik adalah sebuah kondisi yang tidak dapat
ditunggalkan. Kondisi ini mempunyai banyak ukuran dan kriteria yang berbeda.
Akibatnya, ukuran kondisi yang lebih baik bagi seseorang belum tentu baik
menurut orang lain, bahkan dapat saja menjadi kondisi yang lebih buruk.
Contohnya: pemerintah beranggapan kondisi yang lebih baik bagi bangsanya
adalah tercapainya pertumbuhan ekonomi.
Selanjutnya menurut Todaro dan Smith (2006), ada tiga nilai inti dari
pembangunan yaitu: 1) Kecukupan yaitu kemampuan untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan dasar (basic needs) yang meliputi pangan, sandang, papan,
kesehatan dan keamanan; 2) Jati diri, menjadi manusia seutuhnya, yaitu diartikan
sebagai adanya dorongan-dorongan dari diri sendiri untuk maju, untuk
menghargai diri sendiri, untuk merasa diri pantas dan layak melakukan atau
mengejar sesuatu; 3) Kebebasan dari sikap menghamba, kemerdekaan atau
kebebasan disini hendaknya diartikan secara luas sebagai kemampuan untuk
13
berdiri tegak sehingga tidak diperbudak oleh pengejaran aspek-aspek materiil
dalam kehidupan.
Lebih lanjut Todaro menyatakan bahwa pembangunan harus dipandang
sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan
mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-
institusinasional, disamping mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi,
penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan.
2.1.2 Kemiskinan
2.1.2.1 Definisi Kemiskinan
Menurut Sianturi (2011) menyatakan bahwa pengertian mengenai
kemiskinan telah mengalami perkembangan, seiring dengan semakin
kompleksnya faktor yang menjadi penyebab kemiskinan tersebut, maka indikator
maupun permasalahan lain yang melingkupinya juga terus bertambah.
Kemiskinan tidak lagi hanya dilihat dari aspek ekonomi masyarakat melainkan
telah meluas hingga kedimensi sosial, kesehatan, pendidikan dan politik. Menurut
Sen (1999), lebih kepada ketidakmampuan untuk mencapai standar hidup.
Menurut Badan Pusat Statistik, kemiskinan diartikan sebagai ketidakmampuan
untuk memenuhi standar minimum kebutuhan dasar dalam hidup yang meliputi
kebutuhan makan maupun non makan. Rumah tangga tidak miskin adalah mereka
yang pendapatannya berada di atas garis kemiskinan (Krishna et al. 2007). Pada
dasarnya definisi dari kemiskinan dapat dilihat dari dua sisi, yaitu:
14
a) Kemiskinan absolut
Merupakan kemiskinan yang dikaitkan dengan perkiraan tingkat pendapatan
dan kebutuhan yang hanya dibatasi pada kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar
minimum yang memungkinkan seseorang untuk hidup secara layak. Dengan
demikian kemiskinan diukur dengan membandingkan tingkat pendapatan orang
dengan tingkat pendapatan yang dibutuhkan untuk memperoleh kebutuhan
dasarnya yakni makanan, pakaian dan perumahan agar dapat menjamin
kelangsungan hidupnya. Metode yang digunakan adalah menghitung Garis
Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen, yaitu: (1) Garis Kemiskinan
Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan
yang disetarakan dengan 2100 kalori per kapita per hari. Paket komoditas
kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditas (padi-padian, umbi-
umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan,
minyak dan lemak, dll). (2) Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM) adalah
kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan.
Paket komoditas kebutuhan dasar non-makanan diwakili oleh 51 jenis komoditas
di perkotaan dan 47 jenis komoditas di perdesaan (BPS Provinsi Bali, 2014).
b) Kemiskinan relatif
Kemiskinan dilihat dari aspek ketimpangan sosial, karena ada orang yang
sudah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimumnya tetapi masih jauh lebih
rendah dibanding masyarakat sekitarnya (lingkungannya). Semakin besar
ketimpangan antara tingkat penghidupan golongan atas dan golongan bawah maka
akan semakin besar pula jumlah penduduk yang dapat dikategorikan miskin,
15
sehingga kemiskinan relatif erat hubungannya dengan masalah distribusi
pendapatan. Menurut Todaro (1997) menyatakan bahwa variasi kemiskinan
dinegara berkembang disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: (1) perbedaan
geografis, jumlah penduduk dan tingkat pendapatan, (2) perbedaan sejarah,
sebagian dijajah oleh Negara yang berlainan, (3) perbedaan kekayaan sumber
daya alam dan kualitas sumber daya manusianya, (4) perbedaan peranan sektor
swasta dan negara, (5) perbedaan struktur industri, (6) perbedaan derajat
ketergantungan pada kekuatan ekonomi dan politik negara lain dan (7) perbedaan
pembagian kekuasaan, struktur politik dan kelembagaan dalam negeri.
Persoalan kemiskinan bukan hanya sekadar berapa jumlah dan persentase
penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman
dan keparahan kemiskinan. Selain upaya memperkecil jumlah penduduk miskin,
kebijakan penanggulangan kemiskinan juga terkait dengan bagaimana
mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan. Indeks kedalaman
kemiskinan merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing
penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin
jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan. Indeks keparahan
kemiskinan memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran di antara
penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan
pengeluaran di antara penduduk miskin.
Jhingan (2000) mengemukakan, mengemukaan tiga ciri utama negara
berkembang yang menjadi penyebab dan sekaligus akibat yang saling terkait pada
kemiskinan. Pertama, prasarana dan sarana pendidikan yang tidak memadai
16
sehingga menyebabkan tingginya jumlah penduduk buta huruf dan tidak memiliki
ketrampilan ataupun keahlian. Ciri kedua, sarana kesehatan dan pola konsumsi
buruk sehingga hanya sebahagian kecil penduduk yang bisa menjadi tenaga kerja
produktif dan yang ketiga adalah penduduk terkonsentrasi di sektor pertanian dan
pertambangan dengan metode produksi yang telah usang dan ketinggalam zaman.
Pengukuran kemiskinan, dilakukan dengan menggunakan pendekatan
kebutuhan dasar (basic needs) yang dapat diukur dengan angka atau hitungan
Indeks Perkepala (Head Count Index), yakni jumlah dan persentase penduduk
miskin yang berada di bawah garis kemiskinan. Garis kemiskinan ditetapkan pada
tingkat yang selalu konstan secara riil sehingga dapat mengurangi angka
kemiskinan dengan menelusuri kemajuan yang diperoleh dalam mengentaskan
kemiskinan di sepanjang waktu. Salah satu cara mengukur kemiskinan yang
diterapkan di Indonesia yakni mengukur derajat ketimpangan pendapatan diantara
masyarakat miskin, seperti koefisien Gini antar masyarakat miskin (GP) atau
koefisien variasi pendapatan (CV) antar masyarakat miskin (CVP). Koefisien Gini
atau CV antar masyarakat miskin tersebut penting diketahui karena dampak
guncangan perekonomian pada kemiskinan dapat sangat berbeda tergantung pada
tingkat dan distribusi sumber daya diantara masyarkat miskin (Sianturi, 2011).
Sianturi (2011) menyebutkan bahwa, prinsip-prinsip untuk mengukur
kemiskinan, yakni: anonimitas, independensi, maksudnya ukuran cakupan
kemiskinan tidak boleh tergantung pada siapa yang miskin atau pada apakah
negara tersebut mempunyai jumlah penduduk yang banyak atau sedikit. Prinsip
monotenisitas, yakni bahwa jika memberi sejumlah uang kepada seseorang yang
17
berada dibawah garis kemiskinan, jika diasumsikan semua pendapatan yang lain
tetap maka kemiskinan yang terjadi tidak mungkin lebih tinggi dari pada
sebelumnya. Prinsip sensitivitas distribusional menyatakan bahwa dengan semua
hal lain konstan, jika mentransfer pendapatan dari orang miskin ke orang kaya,
maka akibatnya perekonomian akan menjadi lebih miskin.
2.1.2.2 Penyebab Kemiskinan
Kemiskinan tidak hanya menyangkut tentang pendapatan tetapi juga
menyangkut tentang aspek kehidupan lainnya. Kemiskinan di berbagai hal ini
disebut dengan kemiskinan plural. Brata (2005) memaparkan beberapa pendapat
dari para ahli dan lembaga yang mengkaji tentang faktor-faktor penyebab
kemiskinan, yaitu:
1) Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan
sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam
arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan
dasar.
2) Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial,
ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat.
Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya
dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik
dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.
3) Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai.
Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik
dan ekonomi di seluruh dunia.
18
Nursoleh (dalam Suyana, 2010) menyatakan bahwa terdapat tiga penyebab
kemiskinan yaitu sebagai berikut:
1) Kemiskinan alamiah atau natural merupakan kemiskinan yang disebabkan
oleh faktor-faktor alamiah dari kehidupan masyarakat itu sendiri yang
meliputi factor usia, kesehatan, geografis tempat tinggal, dimana kondisi ini
ditunjang oleh tidak adanya sumberdaya yang memadai, baik itu sumberdaya
manusia, sumberdaya alam, ataupun sumberdaya pembangunan lain yang
terdapat di suatu wilayah.
2) Kemiskinan kultural merupakan kemiskinan yang disebabkan oleh adat
istiadat, etos kerja, dan lainnya. Selain itu kemiskinan ini terjadi karena pola
hidup atau kebiasaan hidup, serta budaya hidup. Kelompok masyarakat yang
tergolong kedalam kemiskinan kultural sulit untuk diajak berpatisipasi dalam
rangka meningkatkan taraf hidupnya serta sulit untuk melakukan perubahan
dan menolak mengikuti perkembangan, yang dimana hal ini terjadi karena
pola hidup dan budaya hidup dari masyarakat.
3) Kemiskinan struktural merupakan kemiskinan yang disebabkan oleh factor-
faktor buatan manusia yang meliputi distribusi aset yang tidak merata,
kebijakan ekonomi yang diskriminatif, korupsi-kolusi, serta tatanan
perekonomian yang hanya menguntungkan kelompok masyarakat atau
golongan tertentu.
Kemiskinan sesungguhnya merupakan suatu fenomena yang saling
berkaitan antara satu faktor dengan faktor lainnya. Oleh karena itu mengkaji
masalah kemiskinan harus diperhatikan jalinan antara faktor-faktor penyebab
19
kemiskinan dan faktor-faktor yang berada dibalik kemiskinan tersebut. Faktor
sosial budaya, penyebab ketidakberdayaan dan keterdiaman orang miskin yang
utama ada tiga, yaitu pola pikir berupa sikap mental dan motivasi untuk keluar
dari kemiskinan; tidak mampu berinteraksi sosial; motivasi rendah dan cenderung
malas dan belum optimalnya partisipasi pihak perempuan dalam keluarga;
kurangnya penguatan peran serta masyarakat (Nasir, 2013).
2.1.3 Pendidikan
Modal manusia adalah pengetahuan dan kemampuan yang diperoleh
melalui pendidikan, mulai dari program untuk anak-anak sampai dengan pelatihan
dalam pekerjaan (on the job training) untuk para pekerja dewasa (Mankiw, 2003).
Meningkatkan level modal manusia dibutuhkan investasi dalam bentuk guru,
perpustakaan dan waktu belajar.
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
Tentang Sisitem Pendidikan, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujutkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan sepiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Tujuan
pendidikan adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat berilmu,
cakap, kreatif mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.
20
Menurut Prastyo (2010) jalur pendidikan terdiri atas 3 (tiga) yaitu :
1) Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang
yang terdiri atas pendidikan dasar, menengah dan tinggi. Jenjang pendidikan
formal:
(1) Pendidikan dasar, merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang
pendidikan menengah. Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD)
dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta
Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs), atau
bentuk lain yang sederajat.
(2) Pendidikan menengah, merupakan lanjutan pendidikan dasar. Pendidikan
menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan
menengah kejuruan. Pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah
Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang
sederajat.
(3) Pendidikan tinggi, merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan
menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister,
spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi.
Perguruan tinggi dapat berbentuk akademik, politeknik, sekolah tinggi,
institut, atau universitas.
2) Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang
dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan nonformal
diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan
21
yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan
formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan ini
meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan
kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan,
dan lain-lain.
3) Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan yang
berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Hasil pendidikan informal diakui
sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus
ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.
2.1.4 Konsep Pembentukan Modal Manusia (Human Capital)
Pengertian pembentukan modal manusia adalah proses memperoleh dan
meningkatkan jumlah orang yang mempunyai keahlian, pendidikan, dan
pengalamanyang menentukan bagi pembangunan ekonomi dan politik suatu
negara (Jhingan, 2000:414). Peningkatan akumulasi modal manusia (Human
capital) diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dan pendapatan tenaga
kerja, sehingga dapat membantu keluarga miskin keluar dari lingkaran kemiskinan
(Sulistyowati,2010:159).
2.1.5 Konsep Tenaga Kerja
Tenaga kerja secara umum adalah penduduk yang siap bekerja. Definisi
tenaga kerja memang berbeda-beda tapi sebenarnya memiliki inti yang sama yaitu
penduduk yang dirinya sudah siap untuk bekerja. Definisi tenaga kerja menurut
Badan Pusat Statistik (BPS) adalah seluruh penduduk yang berusia 15 tahun atau
lebih yang potensial memproduksi barang dan jasa. Undang-undang No. 25
22
tahun 1997 menyebutkan definisi tenaga kerja yaitu setiap orang baik laki-laki
maupun wanita yang sedang dalam dan atau melakukan pekerjaan baik didalam
maupun diluar hubungan kerja guna menghasilkan barang dan jasa untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat.
Sedangkan angkatan kerja adalah penduduk usia kerja berumur 15 tahun
atau lebih yang selama seminggu sebelum pencacahan bekerja atau punya
pekerjaan yang sementara tidak bekerja tetapi sedang mencari pekerjaan
(Disnaker, 2006). Sedangkan bukan angkatan kerja adalah mereka yang selama
seminggu yang lalu tidak bekerja hanya sekolah, mengurus rumah tangga, dan
mereka yang tidak melakukan kegiatan yang dapat dikategorikan sebagai pekerja,
sementara tidak bekerja atau mencari kerja. Untuk menentukan angkatan kerja
maka dibutuhkan informasi mengenai jumlah penduduk yang berusia antara 15-64
tahun, dan data jumlah penduduk yang berusia antara 15-64 tahun yang tidak
ingin bekerja. Berdasarkan kedua jenis tersebut maka penduduk berusia 15-64
tahun merupakan angkatan kerja, sedangkan kelompok kedua yaitu penduduk usia
15-64 tahun yang tidak ingin bekerja dikatakan bukan angkatan kerja (Sukirno,
2004).
Menurut Suprihanto (2002) perbandingan antara jumlah angkatan kerja
dengan penduduk usia kerja dikatakan sebagai TPAK atau kependekan dari
tingkat partisipasi angkatan kerja, apabila makin banyak penduduk usia kerja dan
makin besar TPAK maka jumlah angkatan kerja juga makin besar. Indikator lain
dalam ketenagakerjaan yang juga dipandang penting adalah mengenai status
23
pekerjaan utama penduduk yang bekerja (BPS Provinsi Bali, 2014). Indikator ini
berguna untuk melihat komposisi angkatan kerja berdasarkan status pekerjaannya.
Pengertian tenaga kerja menurut UU No. 13 tahun 2003 adalah setiap
orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa
baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Angkatan
kerja mencakup penduduk yang sudah atau sedang bekerja (tenaga kerja), yang
sedang mencari pekerjaan, sekolah dan mengurus rumah tangga. Tiga golongan
yang disebut terakhir (pencari kerja, bersekolah dan mengurus rumah tangga)
meskipun sedang tidak bekerja mereka dianggap secara fisik mampu dan
sewaktu-waktu dapat ikut bekerja (Prasetyo, 2010).
2.1.6 Upah
Upah pada dasarnya merupakan sumber utama penghasilan seseorang,
oleh karenanya upah harus cukup untuk memenuhi kebutuhan pekerja dan
keluarganya dengan wajar. Sebagai imbalan terhadap tenaga dan pikiran yang
diberikan pekerja kepada pengusaha, maka pengusaha akan memberikan kepada
pekerja dalam bentuk upah. Upah adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari
pengusaha kepada karyawan untuk suatu pekerjaan atau jasa yang telah atau
dilakukan dan dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan atas
dasar suatu persetujuan atau peraturan perundang-undangan serta dibayarkan atas
dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha dengan karyawan termasuk
tunjangan, baik untuk karyawan itu sendiri maupun untuk keluarganya. Jadi upah
berfungsi sebagai imbalan atas usaha kerja yang diberikan seseorang tersebut
24
kepada pengusaha. Upah dibayar oleh pengusaha sesuai atau sama dengan usaha
kerja (produktivitas) yang diberikan kepada pengusaha (Sumarsono, 2003).
Upah merupakan salah satu unsur untuk menentukan harga pokok dalam
perusahaan, karena ketidaktepatan dalam menentukan besarnya upah akan sangat
merugikan perusahaan (Prastyo, 2010). Oleh karenanya ada beberapa faktor
penting yang mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat upah yaitu sebagai berikut:
1) Penawaran dan Permintaan Tenaga Kerja
Untuk pekerjaan yang membutuhkan keterampilan tinggi dan jumlah tenaga
kerjanya langka, maka upah cenderung tinggi, sedangkan untuk jabatanjabatan
yang mempunyai penawaran yang melimpah, upahnya cenderung turun.
2) Organisasi Buruh
Ada tidaknya organisasi buruh serta kuat lemahnya organisasi buruh akan
mempengaruhi tingkat upah. Adanya serikat buruh yang kuat akan
meningkatkan tingkat upah demikian pula sebaliknya.
3) Kemampuan untuk Membayar
Pemberian upah tergantung pada kemampuan membayar dari perusahaan.
Bagi perusahaan, upah merupakan salah satu komponen biaya produksi,
tingginya upah akan mengakibatkan tingginya biaya produksi, yang pada
akhirnya akan mengurangi keuntungan.
4) Produktivitas Kerja
Upah sebenarnya merupakan imbalan atas prestasi kerja karyawan. Semakin
tinggi prestasi kerja karyawan, maka semakin besar upah yang mereka terima.
Prestasi kerja ini dinyatakan sebagai produktivitas kerja.
25
5) Biaya Hidup
Dikota besar dimana biaya hidup tinggi, upah kerja cenderung tinggi. Biaya
hidup juga merupakan batas penerimaan upah dari karyawan.
6) Pemerintah
Pemerintah dengan peraturan-peraturannya mempengaruhi tinggi rendahnya
upah. Peraturan tentang upah umumnya merupakan batas bawah dari tingkat
upah yang harus dibayarkan.
2.1.6.1 Teori Upah Minimum
Dalam pasar tenaga kerja sangat penting untuk menetapkan besarnya upah
yang harus dibayarkan perusahaan pada pekerjanya. Undang-undang upah
minimum menetapkan harga terendah tenaga kerja yang harus dibayarkan
(Mankiw, 2003). Menurut Kaufman (2000), tujuan utama ditetapkannya upah
minimum adalah memenuhi standar hidup minimum seperti untuk kesehatan,
efisiensi, dan kesejahteraan pekerja. Upah minimum adalah usaha untuk
mengangkat derajat penduduk berpendapatan rendah, terutama pekerja miskin.
Kebijakan upah minimum di Indonesia tertuang dalam Peraturan Menteri
Tenaga Kerja Nomor : Per-01/Men/1999 dan UU Ketenagakerjaan No. 13 tahun
2003. Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Tenaga
Kerja Nomor : Per-01/Men/1999 tentang Upah Minimum adalah upah bulanan
terendah yang terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap. Yang dimaksud
dengan tunjangan tetap adalah suatu jumlah imbalan yang diterima pekerja secara
tetap dan teratur pembayarannya, yang tidak dikaitkan dengan kehadiran ataupun
pencapaian prestasi tertentu. Tujuan dari penetapan upah minimum adalah untuk
26
mewujudkan penghasilan yang layak bagi pekerja. Beberapa hal yang menjadi
bahan pertimbangan termasuk meningkatkan kesejahteraan para pekerja tanpa
menafikkan produktifitas perusahaan dan kemajuannya, termasuk juga
pertimbangan mengenai kondisi ekonomi secara umum.
Menurut Rachman (2005), Tujuan penetapan upah minimum dapat
dibedakan secara mikro dan makro. Secara mikro tujuan penetapan upah
minimum yaitu (a) sebagai jaring pengaman agar upah tidak merosot, (b)
mengurangi kesenjangan antara upah terendah dan tertinggi di perusahaan, dan (c)
meningkatkan penghasilan pekerja pada tingkat paling bawah. Sedangkan secara
makro, penetapan upah minimum bertujuan untuk (a) pemerataan pendapatan, (b)
peningkatan daya beli pekerja dan perluasan kesempatan kerja, (c) perubahan
struktur biaya industri sektoral, (d) peningkatan produktivitas kerja nasional, (d)
peningkatan etos dan disiplin kerja, dan (e) memperlancar komunikasi pekerja dan
pengusaha.
Pada awalnya upah minimum ditentukan secara terpusat oleh Departemen
Tenaga Kerja untuk region atau wilayah-wilayah di seluruh Indonesia. Dalam
perkembangan otonomi daerah, kemudian mulai tahun 2001 upah minimum
ditetapkan oleh masing-masing provinsi. Upah Minimum ini dapat dibedakan
menjadi upah minimum regional dan upah minimum sektoral.
1) Upah Minimum Regional
Upah Minimum Regional adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah
pokok dan tunjangan tetap bagi seorang pekerja tingkat paling bawah dan
bermasa kerja kurang dari satu tahun yang berlaku di suatu daerah tertentu.
27
Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja : PER-01/MEN/1999 tentang
upah minimum, upah minimum regional (UMR) dibedakan menjadi dua, yaitu
Upah Minimum Regional Tingkat I (UMR Tk. I) dan Upah Minimum
Regional Tingkat II (UMR Tk. II). Namun sesuai dengan Keputusan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi (KEP-226/MEN/2000) tentang perubahan
pada pasal 1, 3, 4, 8, 11, 20 dan 21 PER-01/MEN/1999 tentang upah
minimum, maka istilah Upah Minimum Regional Tingkat I (UMR Tk. I)
diubah menjadi Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum
Regional Tingkat I I (UMR Tk. II) diubah menjadi Upah Minimum
Kabupaten/Kota (UM kabupaten/kota).
2) Upah Minimum Sektoral
Upah minimum sektoral adalah upah yang berlaku dalam suatu provinsi
berdasarkan kemampuan sektor. Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga
Kerja: Per-01/MEN/1999 tentang upah minimum, upah minimum sektoral
dibedakan menjadi Upah Minimum Sektoral Regional Tingkat I (UMSR Tk.I)
dan Upah Minimum Sektoral Regional Tingkat I I (UMSR Tk. II). Dalam
perkembangan selanjutnya sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja
dan Transmigrasi (KEP-226/MEN/2000) tentang perubahan pada pasal 1, 3, 4,
8, 11, 20 dan 21 PER-01/MEN/1999 tentang upah minimum, maka terjadi
perubahan istilah Upah Minimum Sektoral Regional Tingkat I (UMSR Tk. I)
menjadi Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP) dan Upah Minimum
Sektoral Regional Tingkat II (UMSR Tk. II) diubah menjadi Upah Minimum
Sektoral Kabupaten /Kota (UMS kabupaten/kota).
28
Variabel-variabel yang mempengaruhi upah minimum regional (UMR) :
Tingkat I dan II sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : Per-
01/Men/1999, adalah sebagai berikut : kebutuhan hidup minimum (KHM), indeks
harga konsumen (IHK), kemampuan, perkembangan dan kelangsungan
perusahaan, tingkat upah pada umumnya yang berlaku di daerah tertentu dan antar
daerah, kondisi pasar kerja, dan tingkat perkembangan perekonomian dan
pendapatan per kapita.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : Per-17/Men/VIII/2005 tentang
Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak serta
sesuai UU Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 88 (4) tentang Ketenagakerjaan
menyebutkan bahwa besaran upah minimum antara lain didasarkan pada tahap
pencapaian KHL, pertumbuhan PDRB, produktivitas, dan mempertimbangkan
keberadaan sektor marjinal (usaha yang paling tidak mampu). Pada
pelaksanaannya, pertimbangan pada usaha tidak mampu ternyata belum dapat
dioperasionalkan.
2.1.7 Pengangguran
Pengangguran adalah seseorang yang sudah digolongkan dalam angkatan
kerja, yang secara aktif sedang mencari pekerjaan pada suatu tingkat upah
tertentu, tetapi tidak dapat memperoleh pekerjaan yang diinginkan (Sadono
Sukirno, 1999). Jenis-jenis pengangguran sebagai berikut.
29
1) Jenis-Jenis Pengangguran Berdasarkan Penyebabnya:
(1) Pengangguran Alamiah
Pengangguran yang berlaku pada tingkat kesempatan kerja penuh.
Kesempatan kerja penuh adalah keadaan dimana sekitar 95 persen dari
angkatan kerja dalam suatu waktu sepenuhnya bekerja. Pengangguran
sebanyak lima persen inilah yang dinamakan sebagai pengangguran
alamiah.
(2) Pengangguran Friksional
Suatu jenis pengangguran yang disebabkan oleh tindakan seorang pekerja
untuk meninggalkan pekerjaannya dan mencari kerja yang lebih baik atau
lebih sesuai dengan keinginannya.
(3) Pengangguran Struktural
Pengangguran yang diakibatkan oleh pertumbuhan ekonomi. Tiga sumber
utama yang menjadi penyebab berlakunya pengangguran sturtural adalah:
a) Perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi yang semakin maju
membuat permintaan barang dari industri yang memproduksi barang-
barang yang kuno menurun dan akhirnya tutup dan pekerja di industri
ini akan menganggur. Pengangguran ini disebut juga sebagai
pengangguran teknologi.
b) Kemunduran yang disebabkan oleh adanya persaingan dari luar negeri
atau daerah lain. Persaingan dari luar negeri yang mampu menghasilkan
produk yang lebih baik dan lebih murah akan membuat permintaan
30
akan barang lokal menurun. Industri lokal yang tidak mampu bersaing
akan bangkrut sehingga timbul pengangguran.
c) Kemunduran perkembangan ekonomi suatu kawasan sebagai akibat dari
pertumbuhan yang pesat dikawasan lain.
(4) Pengangguran Konjungtur
Penganguran yang melebihi pengangguran alamiah. Pada umumnya
pengguran konjungtur berlaku sebagai akibat pengurangan dalam
permintaan agregat. Penurunan permintaaan agregat mengakibatkan
perusahaan mengurangi jumlah pekerja atau gulung tikar, sehingga muncul
pengangguran konjungtur.
2) Jenis-Jenis Pengangguran Berdasarkan Cirinya:
(1) Pengangguran Terbuka
Pengangguran ini tercipta sebagai akibat penambahan pertumbuhan
kesempatan kerja yang lebih rendah daripada pertumbuhan tenaga kerja,
akibatnya banyak tenaga kerja yang tidak memperoleh pekerjaan. Menurut
Badan Pusat Stsatistik (BPS), pengangguran terbuka adalah adalah
penduduk yang telah masuk dalam angkatan kerja tetapi tidak memiliki
pekerjaan dan sedang mencari pekerjaan, mempersiapkan usaha, serta
sudah memiliki pekerjaan tetapi belum mulai bekerja.
(2) Pengangguran tersembunyi
Keadaan dimana suatu jenis kegiatan ekonomi dijalankan oleh tenaga kerja
yang jumlahnya melebihi dari yang diperlukan.
31
(3) Pengangguran Musiman
Keadaan pengangguran pada masa-masa tertentu dlam satu tahun.
Penganguran ini biasanya terjadi di sektor pertanian. Petani akan
mengganggur saat menunggu masa tanam dan saat jeda antara musim
tanam dan musim panen.
(4) Setengah Menganggur
Keadaan dimana seseorang bekerja dibawah jam kerja normal. Menurut
Badan Pusat Statistik (BPS), di Indonesia jam kerja normal adalah 35 jam
seminggu, jadi pekerja yang bekerja di bawah 35 jam seminggu masuk
dalam golongan setengah menganggur.
Menurut Tambunan (2001), pengangguran dapat mempengaruhi tingkat
kemiskinan dengan berbagai cara, antara lain:
1) Jika rumah tangga memiliki batasan likuiditas yang berarti bahwa konsumsi
saat ini sangat dipengaruhi oleh pendapatan saat ini, maka bencana
pengangguran akan secara langsung mempengaruhi income poverty rate
dengan consumption poverty rate.
2) Jika rumah tangga tidak menghadapi batasan likuiditas yang berarti bahwa
konsumsi saat ini tidak terlalu dipengaruhi oleh pendapatan saat ini, maka
peningkatan pengangguran akan menyebabkan peningkatan kemiskinan dalam
jangka panjang, tetapi tidak terlalu berpengaruh dalam jangka pendek.
2.1.7.1 Dampak Pengangguran
Salah satu faktor penting yang mementukan kemakmuran suatu
masyarakayat adalah tingkat pendapatan. Pendapatan masyarakat mencapai
32
maksimum apabila tingkat penggunaan tenaga kerja penuh dapat tercapai.
Penganguran berdampak mengurangi pendapatan masyarakat, sehingga akan
menurunkan tingkat kemakmuran yang mereka capai. Ditinjau dari sudut
individu, pengangguran menimbulkan berbagai masalah ekonomi dan sosial
kepada yang mengalaminya. Keadaan pendapatan menyebabkan para penganggur
harus mengurangi pengeluaran konsumsinya. Apabila pengangguran di suatu
negara sangat buruk, kekacauan politik dan sosial selalu berlaku dan
menimbulkan efek yang buruk bagi kepada kesejahteraan masyarakat dan prospek
pembangunan ekonomi dalam jangka panjang (Sukirno, 2004).
2.1.8 Pengaruh Pendidikan Terhadap Pengangguran
Pendidikan adalah hal yang pokok untuk kehidupan yang berharga,
pendidikan memainkan peranan kunci dalam membentuk kemampuan sebuah
Negara berkembang untuk menyerap teknologi modern. Pendidikan merupakan
faktor yang sangat penting dalam kehidupan individu, masyarakat bangsa, dan
Negara, hal tersebut disebabkan karena pendidikan sangat menentukan tingkat
kualitas sumber daya manusia. Semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat
maka semakin baik kualitas sumber daya manusianya yang akan menyebabkan
potensi dan keahlian masyarakat semakin meningkat, dimana akan memperbesar
peluang kesempatan kerja, mendapatkan pekerjaan, atau akan memenuhi
kualifikasi yang sesuai kebutuhan permintaan tenaga kerja sehinggga akan
mengurangi jumlah pengangguran. Berarti tingkat pendidikan mempunyai
hubungan yang negatif terhadap jumlah pengangguran. Hasil penelitian yang
33
dikemukakan oleh Sirait (2013) menyatakan bahwa pendidikan berpengaruh
negatif terhadap pengangguran.
2.1.9 Pengaruh Tingkat Upah Terhadap Pengangguran
Menurut Alghofari (2010 : 15), tenaga kerja menetapkan tingkat upah
minimumnya pada tingkat upah tertentu. Jika seluruh upah yang ditawarkan
besarnya di bawah tingkat upah tersebut, seorang pekerja akan menolak
mendapatkan upah tersebut dan hal ini akan menyebabkan pengangguran. Jika
upah yang ditetapkan pada suatu daerah terlalu rendah, maka akan berakibat pada
tingginya jumlah pengangguran yang terjadi pada daerah tersebut. Apabila
ditinjau dari sisi pengusaha, meningkatnya upah akan meningkatkan biaya yang
dikeluarkan oleh perusahaan, maka akan mengurangi efisiensi pengeluaran,
sehingga pengusaha akan mengambil kebijakan pengurangan tenaga kerja guna
mengurangi biaya produksi. Hal ini akan berakibat pada peningkatan
pengangguran.
Menurut Kurniawan (2014) tingkat upah berpengaruh signifikan dan
mempunyai hubungan positif terhadap pengangguran. Artinya tingkat upah
mengalami kenaikan maka akan berdampak pada bertambahnya jumlah
pengangguran. Hal ini sesuai dengan teori kekakuan upah, dimana upah tidak
selalu bisa fleksibel atau tidak melakukan penyesuaian sampai penawaran tenaga
kerja sama dengan permintaannya. Pada dasarnya tuntutan kenaikan upah
mimimum pada tiap kota/kabupaten setiap tahunnya yang dilihat dari PDRB yang
dimaksudkan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan kaum buruh,
tetapi hal itu berdampak pada berpengaruh negatif terhadap penyerapan tenaga
34
kerja. Itu disebabkan karena apabila upah minimum meningkat, maka biaya
produksi yang dikeluarkan oleh perusahaan akan semakin meningkat, sehingga
perusahaan merespon hal tersebut dengan melakukan inefisiensi pada perusahaan.
Kebijakan yang diambil adalah pengurangan tenaga kerja guna mengurangi biaya
biaya produksi, sehingga ini berarti terjadi PHK dan pengangguran menjadi
bertambah.
2.1.10 Pengaruh Pengangguran Terhadap Persentase Penduduk Miskin
Hubungan pengangguran dan kemiskinan sangat erat, jika suatu
masyarakat sudah bekerja pasti masyarakat atau orang tersebut berkecukupan atau
kesejahteraanya tinggi, namun di dalam masyarakat ada juga yang belum bekerja
atau menganggur, pengangguran secara otomatis akan mengurangi kesejahteraan
suatu masyarakat yang secara otomatis juga akan mempengaruhi tingkat
kemiskinan.
Menurut Sukirno (2004), efek buruk dari pengangguran adalah
mengurangi pendapatan masyarakat yang pada akhirnya mengurangi tingkat
kemakmuran yang telah dicapai seseorang. Semakin turunnya kesejahteraan
masyarakat karena menganggur tentunya akan meningkatkan peluang mereka
terjebak dalam kemiskinan karena tidak memiliki pendapatan. Apabila
pengangguran di suatu negara sangat buruk, kekacauan politik dan sosial selalu
berlaku dan menimbulkan efek yang buruk bagi kepada kesejahteraan masyarakat
dan prospek pembangunan ekonomi dalam jangka panjang. Hasil penelitian yang
dikemukakan oleh Astriani dan Purbadharmaja (2013) menyatakan bahwa tingkat
pengangguran terbuka berpengaruh positif dan signifikan terhadap kemiskinan
35
yang artinya semakin tinggi tingkat pengangguran terbuka maka kemiskinan akan
meningkat.
2.1.11 Pengaruh Pendidikan Terhadap Persentase Penduduk Miskin
Teori pertumbuhan baru menekankan pentingnya peranan pemerintah
terutama dalam meningkatkan pembangunan modal manusia (human capital) dan
mendorong penelitian dan pengembangan untuk meningkatkan produktivitas
manusia. Kenyataannya dapat dilihat dengan melakukan investasi pendidikan
akan mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang diperlihatkan
dengan meningkatnya pengetahuan dan keterampilan seseorang. Semakin tinggi
tingkat pendidikan seseorang, maka pengetahuan dan keahlian juga akan
meningkat sehingga akan mendorong peningkatan produktivitas kerjanya.
Perusahaan akan memperoleh hasil yang lebih banyak dengan memperkerjakan
tenaga kerja dengan produktivitas yang tinggi, sehingga perusahaan juga akan
bersedia memberikan gaji yang lebih tinggi bagi yang bersangkutan. Di sektor
informal seperti pertanian, peningkatan ketrampilan dan keahlian tenaga kerja
akan mampu meningkatkan hasil pertanian, karena tenaga kerja yang terampil
mampu bekerja lebih efisien. Pada akhirnya seseorang yang memiliki
produktivitas yang tinggi akan memperoleh kesejahteraan yang lebih baik, yang
diperlihatkan melalui peningkatan pendapatan maupun konsumsinya. Rendahnya
produktivitas kaum miskin dapat disebabkan oleh rendahnya akses mereka untuk
memperoleh pendidikan (Rasidin dan Bonar, 2009).
Keterkaitan kemiskinan dan pendidikan sangat besar karena pendidikan
memberikan kemampuan untuk berkembang lewat penguasaan ilmu dan
36
keterampilan. Pendidikan juga menanamkan kesadaran akan pentingnya martabat
manusia. Mendidik dan memberikan pengetahuan berarti menggapai masa depan.
Hal tersebut harusnya menjadi semangat untuk terus melakukan upaya
mencerdaskan bangsa (Suryawati, 2005). Hermanto (2006), di dalam
penelitiannya menemukan bahwa pendidikan yang diukur dengan jumlah
penduduk yang lulus pendidikan SMP, SMA, dan diploma memiliki berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap penurunan jumlah penduduk miskin. Ini
mencerminkan bahwa pembangunan modal manusia (human capital) melalui
pendidikan merupakan determinan penting untuk menurunkan jumlah penduduk
miskin.
2.1.12 Pengaruh Tingkat Upah Terhadap Persentase Penduduk Miskin
Tujuan utama ditetapkannya upah minimum adalah memenuhi standar
hidup minimum seperti untuk kesehatan, efisiensi, dan kesejahteraan pekerja.
Upah minimum adalah usaha untuk mengangkat derajat penduduk berpendapatan
rendah, terutama pekerja miskin. Semakin meningkat tingkat upah minimum akan
meningkatkan pendapatan masyarakat sehingga kesejahteraan juga meningkat dan
sehingga terbebas dari kemiskinan (Kaufman 2000). Peraturan Menteri Tenaga
Kerja Nomor : Per-01/Men/1999, tujuan dari penetapan upah minimum adalah
untuk mewujudkan penghasilan yang layak bagi pekerja. Beberapa hal yang
menjadi bahan pertimbangan termasuk meningkatkan kesejahteraan para pekerja
tanpa menafikkan produktifitas perusahaan dan kemajuannya, termasuk juga
pertimbangan mengenai kondisi ekonomi secara umum. Hasil penelitian Putri
(2013) yang mengemukakan bahwa upah minimum berpengaruh negatif dan
37
signifikan terhadap kemiskinan. Artinya upah minimum mengalami peningkatan
akan meningkatkan pendapatan sehingga kesejahteraan juga meningkat sehingga
akan terbebas dari kemiskinan.
2.2 Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara dari pokok permasalahan yang
akan diuji kebenarannya, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1) Pendidikan dan tingkat upah berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
persentase penduduk miskin di Kabupaten/Kota Provinsi Bali.
2) Tingkat pengangguran berpengaruh positif dan signifikan terhadap
persentase penduduk miskin di Kabupaten/Kota Provinsi Bali.
3) Pendidikan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pengangguran di
Kabupaten/Kota Provinsi Bali.
4) Tingkat Upah berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengangguran
di Kabupaten/Kota Provinsi Bali.
5) Pendidikan dan tingkat upah berpengaruh secara tidak langsung terhadap
persentase penduduk miskin melalui tingkat pengangguran di
Kabupaten/Kota Provinsi Bali.