KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1.1 Teori ... II.pdf · Pembangunan adalah upaya untuk...

26
12 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Teori Pembangunan Pembangunan adalah upaya untuk membuat kehidupan yang lebih baik untuk setiap orang (Peet and Hartwick, 2009). Hal ini berarti pembangunan merupakan sebuah upaya yang dapat membawa masyarakat mengikuti sebuah proses untuk mencapai kehidupan yang sebelumnya dianggap tidak baik, ataupun kureang baik, menjadi sebuah kondisi yang lebih baik. Meskipun demikian kondisi masyarakat yang lebih baik adalah sebuah kondisi yang tidak dapat ditunggalkan. Kondisi ini mempunyai banyak ukuran dan kriteria yang berbeda. Akibatnya, ukuran kondisi yang lebih baik bagi seseorang belum tentu baik menurut orang lain, bahkan dapat saja menjadi kondisi yang lebih buruk. Contohnya: pemerintah beranggapan kondisi yang lebih baik bagi bangsanya adalah tercapainya pertumbuhan ekonomi. Selanjutnya menurut Todaro dan Smith (2006), ada tiga nilai inti dari pembangunan yaitu: 1) Kecukupan yaitu kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar (basic needs) yang meliputi pangan, sandang, papan, kesehatan dan keamanan; 2) Jati diri, menjadi manusia seutuhnya, yaitu diartikan sebagai adanya dorongan-dorongan dari diri sendiri untuk maju, untuk menghargai diri sendiri, untuk merasa diri pantas dan layak melakukan atau mengejar sesuatu; 3) Kebebasan dari sikap menghamba, kemerdekaan atau kebebasan disini hendaknya diartikan secara luas sebagai kemampuan untuk

Transcript of KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1.1 Teori ... II.pdf · Pembangunan adalah upaya untuk...

12

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Teori Pembangunan

Pembangunan adalah upaya untuk membuat kehidupan yang lebih baik

untuk setiap orang (Peet and Hartwick, 2009). Hal ini berarti pembangunan

merupakan sebuah upaya yang dapat membawa masyarakat mengikuti sebuah

proses untuk mencapai kehidupan yang sebelumnya dianggap tidak baik, ataupun

kureang baik, menjadi sebuah kondisi yang lebih baik. Meskipun demikian

kondisi masyarakat yang lebih baik adalah sebuah kondisi yang tidak dapat

ditunggalkan. Kondisi ini mempunyai banyak ukuran dan kriteria yang berbeda.

Akibatnya, ukuran kondisi yang lebih baik bagi seseorang belum tentu baik

menurut orang lain, bahkan dapat saja menjadi kondisi yang lebih buruk.

Contohnya: pemerintah beranggapan kondisi yang lebih baik bagi bangsanya

adalah tercapainya pertumbuhan ekonomi.

Selanjutnya menurut Todaro dan Smith (2006), ada tiga nilai inti dari

pembangunan yaitu: 1) Kecukupan yaitu kemampuan untuk memenuhi

kebutuhan-kebutuhan dasar (basic needs) yang meliputi pangan, sandang, papan,

kesehatan dan keamanan; 2) Jati diri, menjadi manusia seutuhnya, yaitu diartikan

sebagai adanya dorongan-dorongan dari diri sendiri untuk maju, untuk

menghargai diri sendiri, untuk merasa diri pantas dan layak melakukan atau

mengejar sesuatu; 3) Kebebasan dari sikap menghamba, kemerdekaan atau

kebebasan disini hendaknya diartikan secara luas sebagai kemampuan untuk

13

berdiri tegak sehingga tidak diperbudak oleh pengejaran aspek-aspek materiil

dalam kehidupan.

Lebih lanjut Todaro menyatakan bahwa pembangunan harus dipandang

sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan

mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-

institusinasional, disamping mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi,

penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan.

2.1.2 Kemiskinan

2.1.2.1 Definisi Kemiskinan

Menurut Sianturi (2011) menyatakan bahwa pengertian mengenai

kemiskinan telah mengalami perkembangan, seiring dengan semakin

kompleksnya faktor yang menjadi penyebab kemiskinan tersebut, maka indikator

maupun permasalahan lain yang melingkupinya juga terus bertambah.

Kemiskinan tidak lagi hanya dilihat dari aspek ekonomi masyarakat melainkan

telah meluas hingga kedimensi sosial, kesehatan, pendidikan dan politik. Menurut

Sen (1999), lebih kepada ketidakmampuan untuk mencapai standar hidup.

Menurut Badan Pusat Statistik, kemiskinan diartikan sebagai ketidakmampuan

untuk memenuhi standar minimum kebutuhan dasar dalam hidup yang meliputi

kebutuhan makan maupun non makan. Rumah tangga tidak miskin adalah mereka

yang pendapatannya berada di atas garis kemiskinan (Krishna et al. 2007). Pada

dasarnya definisi dari kemiskinan dapat dilihat dari dua sisi, yaitu:

14

a) Kemiskinan absolut

Merupakan kemiskinan yang dikaitkan dengan perkiraan tingkat pendapatan

dan kebutuhan yang hanya dibatasi pada kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar

minimum yang memungkinkan seseorang untuk hidup secara layak. Dengan

demikian kemiskinan diukur dengan membandingkan tingkat pendapatan orang

dengan tingkat pendapatan yang dibutuhkan untuk memperoleh kebutuhan

dasarnya yakni makanan, pakaian dan perumahan agar dapat menjamin

kelangsungan hidupnya. Metode yang digunakan adalah menghitung Garis

Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen, yaitu: (1) Garis Kemiskinan

Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan

yang disetarakan dengan 2100 kalori per kapita per hari. Paket komoditas

kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditas (padi-padian, umbi-

umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan,

minyak dan lemak, dll). (2) Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM) adalah

kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan.

Paket komoditas kebutuhan dasar non-makanan diwakili oleh 51 jenis komoditas

di perkotaan dan 47 jenis komoditas di perdesaan (BPS Provinsi Bali, 2014).

b) Kemiskinan relatif

Kemiskinan dilihat dari aspek ketimpangan sosial, karena ada orang yang

sudah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimumnya tetapi masih jauh lebih

rendah dibanding masyarakat sekitarnya (lingkungannya). Semakin besar

ketimpangan antara tingkat penghidupan golongan atas dan golongan bawah maka

akan semakin besar pula jumlah penduduk yang dapat dikategorikan miskin,

15

sehingga kemiskinan relatif erat hubungannya dengan masalah distribusi

pendapatan. Menurut Todaro (1997) menyatakan bahwa variasi kemiskinan

dinegara berkembang disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: (1) perbedaan

geografis, jumlah penduduk dan tingkat pendapatan, (2) perbedaan sejarah,

sebagian dijajah oleh Negara yang berlainan, (3) perbedaan kekayaan sumber

daya alam dan kualitas sumber daya manusianya, (4) perbedaan peranan sektor

swasta dan negara, (5) perbedaan struktur industri, (6) perbedaan derajat

ketergantungan pada kekuatan ekonomi dan politik negara lain dan (7) perbedaan

pembagian kekuasaan, struktur politik dan kelembagaan dalam negeri.

Persoalan kemiskinan bukan hanya sekadar berapa jumlah dan persentase

penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman

dan keparahan kemiskinan. Selain upaya memperkecil jumlah penduduk miskin,

kebijakan penanggulangan kemiskinan juga terkait dengan bagaimana

mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan. Indeks kedalaman

kemiskinan merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing

penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin

jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan. Indeks keparahan

kemiskinan memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran di antara

penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan

pengeluaran di antara penduduk miskin.

Jhingan (2000) mengemukakan, mengemukaan tiga ciri utama negara

berkembang yang menjadi penyebab dan sekaligus akibat yang saling terkait pada

kemiskinan. Pertama, prasarana dan sarana pendidikan yang tidak memadai

16

sehingga menyebabkan tingginya jumlah penduduk buta huruf dan tidak memiliki

ketrampilan ataupun keahlian. Ciri kedua, sarana kesehatan dan pola konsumsi

buruk sehingga hanya sebahagian kecil penduduk yang bisa menjadi tenaga kerja

produktif dan yang ketiga adalah penduduk terkonsentrasi di sektor pertanian dan

pertambangan dengan metode produksi yang telah usang dan ketinggalam zaman.

Pengukuran kemiskinan, dilakukan dengan menggunakan pendekatan

kebutuhan dasar (basic needs) yang dapat diukur dengan angka atau hitungan

Indeks Perkepala (Head Count Index), yakni jumlah dan persentase penduduk

miskin yang berada di bawah garis kemiskinan. Garis kemiskinan ditetapkan pada

tingkat yang selalu konstan secara riil sehingga dapat mengurangi angka

kemiskinan dengan menelusuri kemajuan yang diperoleh dalam mengentaskan

kemiskinan di sepanjang waktu. Salah satu cara mengukur kemiskinan yang

diterapkan di Indonesia yakni mengukur derajat ketimpangan pendapatan diantara

masyarakat miskin, seperti koefisien Gini antar masyarakat miskin (GP) atau

koefisien variasi pendapatan (CV) antar masyarakat miskin (CVP). Koefisien Gini

atau CV antar masyarakat miskin tersebut penting diketahui karena dampak

guncangan perekonomian pada kemiskinan dapat sangat berbeda tergantung pada

tingkat dan distribusi sumber daya diantara masyarkat miskin (Sianturi, 2011).

Sianturi (2011) menyebutkan bahwa, prinsip-prinsip untuk mengukur

kemiskinan, yakni: anonimitas, independensi, maksudnya ukuran cakupan

kemiskinan tidak boleh tergantung pada siapa yang miskin atau pada apakah

negara tersebut mempunyai jumlah penduduk yang banyak atau sedikit. Prinsip

monotenisitas, yakni bahwa jika memberi sejumlah uang kepada seseorang yang

17

berada dibawah garis kemiskinan, jika diasumsikan semua pendapatan yang lain

tetap maka kemiskinan yang terjadi tidak mungkin lebih tinggi dari pada

sebelumnya. Prinsip sensitivitas distribusional menyatakan bahwa dengan semua

hal lain konstan, jika mentransfer pendapatan dari orang miskin ke orang kaya,

maka akibatnya perekonomian akan menjadi lebih miskin.

2.1.2.2 Penyebab Kemiskinan

Kemiskinan tidak hanya menyangkut tentang pendapatan tetapi juga

menyangkut tentang aspek kehidupan lainnya. Kemiskinan di berbagai hal ini

disebut dengan kemiskinan plural. Brata (2005) memaparkan beberapa pendapat

dari para ahli dan lembaga yang mengkaji tentang faktor-faktor penyebab

kemiskinan, yaitu:

1) Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan

sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam

arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan

dasar.

2) Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial,

ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat.

Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya

dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik

dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.

3) Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai.

Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik

dan ekonomi di seluruh dunia.

18

Nursoleh (dalam Suyana, 2010) menyatakan bahwa terdapat tiga penyebab

kemiskinan yaitu sebagai berikut:

1) Kemiskinan alamiah atau natural merupakan kemiskinan yang disebabkan

oleh faktor-faktor alamiah dari kehidupan masyarakat itu sendiri yang

meliputi factor usia, kesehatan, geografis tempat tinggal, dimana kondisi ini

ditunjang oleh tidak adanya sumberdaya yang memadai, baik itu sumberdaya

manusia, sumberdaya alam, ataupun sumberdaya pembangunan lain yang

terdapat di suatu wilayah.

2) Kemiskinan kultural merupakan kemiskinan yang disebabkan oleh adat

istiadat, etos kerja, dan lainnya. Selain itu kemiskinan ini terjadi karena pola

hidup atau kebiasaan hidup, serta budaya hidup. Kelompok masyarakat yang

tergolong kedalam kemiskinan kultural sulit untuk diajak berpatisipasi dalam

rangka meningkatkan taraf hidupnya serta sulit untuk melakukan perubahan

dan menolak mengikuti perkembangan, yang dimana hal ini terjadi karena

pola hidup dan budaya hidup dari masyarakat.

3) Kemiskinan struktural merupakan kemiskinan yang disebabkan oleh factor-

faktor buatan manusia yang meliputi distribusi aset yang tidak merata,

kebijakan ekonomi yang diskriminatif, korupsi-kolusi, serta tatanan

perekonomian yang hanya menguntungkan kelompok masyarakat atau

golongan tertentu.

Kemiskinan sesungguhnya merupakan suatu fenomena yang saling

berkaitan antara satu faktor dengan faktor lainnya. Oleh karena itu mengkaji

masalah kemiskinan harus diperhatikan jalinan antara faktor-faktor penyebab

19

kemiskinan dan faktor-faktor yang berada dibalik kemiskinan tersebut. Faktor

sosial budaya, penyebab ketidakberdayaan dan keterdiaman orang miskin yang

utama ada tiga, yaitu pola pikir berupa sikap mental dan motivasi untuk keluar

dari kemiskinan; tidak mampu berinteraksi sosial; motivasi rendah dan cenderung

malas dan belum optimalnya partisipasi pihak perempuan dalam keluarga;

kurangnya penguatan peran serta masyarakat (Nasir, 2013).

2.1.3 Pendidikan

Modal manusia adalah pengetahuan dan kemampuan yang diperoleh

melalui pendidikan, mulai dari program untuk anak-anak sampai dengan pelatihan

dalam pekerjaan (on the job training) untuk para pekerja dewasa (Mankiw, 2003).

Meningkatkan level modal manusia dibutuhkan investasi dalam bentuk guru,

perpustakaan dan waktu belajar.

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003

Tentang Sisitem Pendidikan, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

mewujutkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara

aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan sepiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Tujuan

pendidikan adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia

yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat berilmu,

cakap, kreatif mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta

bertanggung jawab.

20

Menurut Prastyo (2010) jalur pendidikan terdiri atas 3 (tiga) yaitu :

1) Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang

yang terdiri atas pendidikan dasar, menengah dan tinggi. Jenjang pendidikan

formal:

(1) Pendidikan dasar, merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang

pendidikan menengah. Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD)

dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta

Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs), atau

bentuk lain yang sederajat.

(2) Pendidikan menengah, merupakan lanjutan pendidikan dasar. Pendidikan

menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan

menengah kejuruan. Pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah

Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan

(SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang

sederajat.

(3) Pendidikan tinggi, merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan

menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister,

spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi.

Perguruan tinggi dapat berbentuk akademik, politeknik, sekolah tinggi,

institut, atau universitas.

2) Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang

dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan nonformal

diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan

21

yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan

formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan ini

meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan

kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan,

dan lain-lain.

3) Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan yang

berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Hasil pendidikan informal diakui

sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus

ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.

2.1.4 Konsep Pembentukan Modal Manusia (Human Capital)

Pengertian pembentukan modal manusia adalah proses memperoleh dan

meningkatkan jumlah orang yang mempunyai keahlian, pendidikan, dan

pengalamanyang menentukan bagi pembangunan ekonomi dan politik suatu

negara (Jhingan, 2000:414). Peningkatan akumulasi modal manusia (Human

capital) diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dan pendapatan tenaga

kerja, sehingga dapat membantu keluarga miskin keluar dari lingkaran kemiskinan

(Sulistyowati,2010:159).

2.1.5 Konsep Tenaga Kerja

Tenaga kerja secara umum adalah penduduk yang siap bekerja. Definisi

tenaga kerja memang berbeda-beda tapi sebenarnya memiliki inti yang sama yaitu

penduduk yang dirinya sudah siap untuk bekerja. Definisi tenaga kerja menurut

Badan Pusat Statistik (BPS) adalah seluruh penduduk yang berusia 15 tahun atau

lebih yang potensial memproduksi barang dan jasa. Undang-undang No. 25

22

tahun 1997 menyebutkan definisi tenaga kerja yaitu setiap orang baik laki-laki

maupun wanita yang sedang dalam dan atau melakukan pekerjaan baik didalam

maupun diluar hubungan kerja guna menghasilkan barang dan jasa untuk

memenuhi kebutuhan masyarakat.

Sedangkan angkatan kerja adalah penduduk usia kerja berumur 15 tahun

atau lebih yang selama seminggu sebelum pencacahan bekerja atau punya

pekerjaan yang sementara tidak bekerja tetapi sedang mencari pekerjaan

(Disnaker, 2006). Sedangkan bukan angkatan kerja adalah mereka yang selama

seminggu yang lalu tidak bekerja hanya sekolah, mengurus rumah tangga, dan

mereka yang tidak melakukan kegiatan yang dapat dikategorikan sebagai pekerja,

sementara tidak bekerja atau mencari kerja. Untuk menentukan angkatan kerja

maka dibutuhkan informasi mengenai jumlah penduduk yang berusia antara 15-64

tahun, dan data jumlah penduduk yang berusia antara 15-64 tahun yang tidak

ingin bekerja. Berdasarkan kedua jenis tersebut maka penduduk berusia 15-64

tahun merupakan angkatan kerja, sedangkan kelompok kedua yaitu penduduk usia

15-64 tahun yang tidak ingin bekerja dikatakan bukan angkatan kerja (Sukirno,

2004).

Menurut Suprihanto (2002) perbandingan antara jumlah angkatan kerja

dengan penduduk usia kerja dikatakan sebagai TPAK atau kependekan dari

tingkat partisipasi angkatan kerja, apabila makin banyak penduduk usia kerja dan

makin besar TPAK maka jumlah angkatan kerja juga makin besar. Indikator lain

dalam ketenagakerjaan yang juga dipandang penting adalah mengenai status

23

pekerjaan utama penduduk yang bekerja (BPS Provinsi Bali, 2014). Indikator ini

berguna untuk melihat komposisi angkatan kerja berdasarkan status pekerjaannya.

Pengertian tenaga kerja menurut UU No. 13 tahun 2003 adalah setiap

orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa

baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Angkatan

kerja mencakup penduduk yang sudah atau sedang bekerja (tenaga kerja), yang

sedang mencari pekerjaan, sekolah dan mengurus rumah tangga. Tiga golongan

yang disebut terakhir (pencari kerja, bersekolah dan mengurus rumah tangga)

meskipun sedang tidak bekerja mereka dianggap secara fisik mampu dan

sewaktu-waktu dapat ikut bekerja (Prasetyo, 2010).

2.1.6 Upah

Upah pada dasarnya merupakan sumber utama penghasilan seseorang,

oleh karenanya upah harus cukup untuk memenuhi kebutuhan pekerja dan

keluarganya dengan wajar. Sebagai imbalan terhadap tenaga dan pikiran yang

diberikan pekerja kepada pengusaha, maka pengusaha akan memberikan kepada

pekerja dalam bentuk upah. Upah adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari

pengusaha kepada karyawan untuk suatu pekerjaan atau jasa yang telah atau

dilakukan dan dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan atas

dasar suatu persetujuan atau peraturan perundang-undangan serta dibayarkan atas

dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha dengan karyawan termasuk

tunjangan, baik untuk karyawan itu sendiri maupun untuk keluarganya. Jadi upah

berfungsi sebagai imbalan atas usaha kerja yang diberikan seseorang tersebut

24

kepada pengusaha. Upah dibayar oleh pengusaha sesuai atau sama dengan usaha

kerja (produktivitas) yang diberikan kepada pengusaha (Sumarsono, 2003).

Upah merupakan salah satu unsur untuk menentukan harga pokok dalam

perusahaan, karena ketidaktepatan dalam menentukan besarnya upah akan sangat

merugikan perusahaan (Prastyo, 2010). Oleh karenanya ada beberapa faktor

penting yang mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat upah yaitu sebagai berikut:

1) Penawaran dan Permintaan Tenaga Kerja

Untuk pekerjaan yang membutuhkan keterampilan tinggi dan jumlah tenaga

kerjanya langka, maka upah cenderung tinggi, sedangkan untuk jabatanjabatan

yang mempunyai penawaran yang melimpah, upahnya cenderung turun.

2) Organisasi Buruh

Ada tidaknya organisasi buruh serta kuat lemahnya organisasi buruh akan

mempengaruhi tingkat upah. Adanya serikat buruh yang kuat akan

meningkatkan tingkat upah demikian pula sebaliknya.

3) Kemampuan untuk Membayar

Pemberian upah tergantung pada kemampuan membayar dari perusahaan.

Bagi perusahaan, upah merupakan salah satu komponen biaya produksi,

tingginya upah akan mengakibatkan tingginya biaya produksi, yang pada

akhirnya akan mengurangi keuntungan.

4) Produktivitas Kerja

Upah sebenarnya merupakan imbalan atas prestasi kerja karyawan. Semakin

tinggi prestasi kerja karyawan, maka semakin besar upah yang mereka terima.

Prestasi kerja ini dinyatakan sebagai produktivitas kerja.

25

5) Biaya Hidup

Dikota besar dimana biaya hidup tinggi, upah kerja cenderung tinggi. Biaya

hidup juga merupakan batas penerimaan upah dari karyawan.

6) Pemerintah

Pemerintah dengan peraturan-peraturannya mempengaruhi tinggi rendahnya

upah. Peraturan tentang upah umumnya merupakan batas bawah dari tingkat

upah yang harus dibayarkan.

2.1.6.1 Teori Upah Minimum

Dalam pasar tenaga kerja sangat penting untuk menetapkan besarnya upah

yang harus dibayarkan perusahaan pada pekerjanya. Undang-undang upah

minimum menetapkan harga terendah tenaga kerja yang harus dibayarkan

(Mankiw, 2003). Menurut Kaufman (2000), tujuan utama ditetapkannya upah

minimum adalah memenuhi standar hidup minimum seperti untuk kesehatan,

efisiensi, dan kesejahteraan pekerja. Upah minimum adalah usaha untuk

mengangkat derajat penduduk berpendapatan rendah, terutama pekerja miskin.

Kebijakan upah minimum di Indonesia tertuang dalam Peraturan Menteri

Tenaga Kerja Nomor : Per-01/Men/1999 dan UU Ketenagakerjaan No. 13 tahun

2003. Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Tenaga

Kerja Nomor : Per-01/Men/1999 tentang Upah Minimum adalah upah bulanan

terendah yang terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap. Yang dimaksud

dengan tunjangan tetap adalah suatu jumlah imbalan yang diterima pekerja secara

tetap dan teratur pembayarannya, yang tidak dikaitkan dengan kehadiran ataupun

pencapaian prestasi tertentu. Tujuan dari penetapan upah minimum adalah untuk

26

mewujudkan penghasilan yang layak bagi pekerja. Beberapa hal yang menjadi

bahan pertimbangan termasuk meningkatkan kesejahteraan para pekerja tanpa

menafikkan produktifitas perusahaan dan kemajuannya, termasuk juga

pertimbangan mengenai kondisi ekonomi secara umum.

Menurut Rachman (2005), Tujuan penetapan upah minimum dapat

dibedakan secara mikro dan makro. Secara mikro tujuan penetapan upah

minimum yaitu (a) sebagai jaring pengaman agar upah tidak merosot, (b)

mengurangi kesenjangan antara upah terendah dan tertinggi di perusahaan, dan (c)

meningkatkan penghasilan pekerja pada tingkat paling bawah. Sedangkan secara

makro, penetapan upah minimum bertujuan untuk (a) pemerataan pendapatan, (b)

peningkatan daya beli pekerja dan perluasan kesempatan kerja, (c) perubahan

struktur biaya industri sektoral, (d) peningkatan produktivitas kerja nasional, (d)

peningkatan etos dan disiplin kerja, dan (e) memperlancar komunikasi pekerja dan

pengusaha.

Pada awalnya upah minimum ditentukan secara terpusat oleh Departemen

Tenaga Kerja untuk region atau wilayah-wilayah di seluruh Indonesia. Dalam

perkembangan otonomi daerah, kemudian mulai tahun 2001 upah minimum

ditetapkan oleh masing-masing provinsi. Upah Minimum ini dapat dibedakan

menjadi upah minimum regional dan upah minimum sektoral.

1) Upah Minimum Regional

Upah Minimum Regional adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah

pokok dan tunjangan tetap bagi seorang pekerja tingkat paling bawah dan

bermasa kerja kurang dari satu tahun yang berlaku di suatu daerah tertentu.

27

Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja : PER-01/MEN/1999 tentang

upah minimum, upah minimum regional (UMR) dibedakan menjadi dua, yaitu

Upah Minimum Regional Tingkat I (UMR Tk. I) dan Upah Minimum

Regional Tingkat II (UMR Tk. II). Namun sesuai dengan Keputusan Menteri

Tenaga Kerja dan Transmigrasi (KEP-226/MEN/2000) tentang perubahan

pada pasal 1, 3, 4, 8, 11, 20 dan 21 PER-01/MEN/1999 tentang upah

minimum, maka istilah Upah Minimum Regional Tingkat I (UMR Tk. I)

diubah menjadi Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum

Regional Tingkat I I (UMR Tk. II) diubah menjadi Upah Minimum

Kabupaten/Kota (UM kabupaten/kota).

2) Upah Minimum Sektoral

Upah minimum sektoral adalah upah yang berlaku dalam suatu provinsi

berdasarkan kemampuan sektor. Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga

Kerja: Per-01/MEN/1999 tentang upah minimum, upah minimum sektoral

dibedakan menjadi Upah Minimum Sektoral Regional Tingkat I (UMSR Tk.I)

dan Upah Minimum Sektoral Regional Tingkat I I (UMSR Tk. II). Dalam

perkembangan selanjutnya sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja

dan Transmigrasi (KEP-226/MEN/2000) tentang perubahan pada pasal 1, 3, 4,

8, 11, 20 dan 21 PER-01/MEN/1999 tentang upah minimum, maka terjadi

perubahan istilah Upah Minimum Sektoral Regional Tingkat I (UMSR Tk. I)

menjadi Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP) dan Upah Minimum

Sektoral Regional Tingkat II (UMSR Tk. II) diubah menjadi Upah Minimum

Sektoral Kabupaten /Kota (UMS kabupaten/kota).

28

Variabel-variabel yang mempengaruhi upah minimum regional (UMR) :

Tingkat I dan II sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : Per-

01/Men/1999, adalah sebagai berikut : kebutuhan hidup minimum (KHM), indeks

harga konsumen (IHK), kemampuan, perkembangan dan kelangsungan

perusahaan, tingkat upah pada umumnya yang berlaku di daerah tertentu dan antar

daerah, kondisi pasar kerja, dan tingkat perkembangan perekonomian dan

pendapatan per kapita.

Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : Per-17/Men/VIII/2005 tentang

Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak serta

sesuai UU Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 88 (4) tentang Ketenagakerjaan

menyebutkan bahwa besaran upah minimum antara lain didasarkan pada tahap

pencapaian KHL, pertumbuhan PDRB, produktivitas, dan mempertimbangkan

keberadaan sektor marjinal (usaha yang paling tidak mampu). Pada

pelaksanaannya, pertimbangan pada usaha tidak mampu ternyata belum dapat

dioperasionalkan.

2.1.7 Pengangguran

Pengangguran adalah seseorang yang sudah digolongkan dalam angkatan

kerja, yang secara aktif sedang mencari pekerjaan pada suatu tingkat upah

tertentu, tetapi tidak dapat memperoleh pekerjaan yang diinginkan (Sadono

Sukirno, 1999). Jenis-jenis pengangguran sebagai berikut.

29

1) Jenis-Jenis Pengangguran Berdasarkan Penyebabnya:

(1) Pengangguran Alamiah

Pengangguran yang berlaku pada tingkat kesempatan kerja penuh.

Kesempatan kerja penuh adalah keadaan dimana sekitar 95 persen dari

angkatan kerja dalam suatu waktu sepenuhnya bekerja. Pengangguran

sebanyak lima persen inilah yang dinamakan sebagai pengangguran

alamiah.

(2) Pengangguran Friksional

Suatu jenis pengangguran yang disebabkan oleh tindakan seorang pekerja

untuk meninggalkan pekerjaannya dan mencari kerja yang lebih baik atau

lebih sesuai dengan keinginannya.

(3) Pengangguran Struktural

Pengangguran yang diakibatkan oleh pertumbuhan ekonomi. Tiga sumber

utama yang menjadi penyebab berlakunya pengangguran sturtural adalah:

a) Perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi yang semakin maju

membuat permintaan barang dari industri yang memproduksi barang-

barang yang kuno menurun dan akhirnya tutup dan pekerja di industri

ini akan menganggur. Pengangguran ini disebut juga sebagai

pengangguran teknologi.

b) Kemunduran yang disebabkan oleh adanya persaingan dari luar negeri

atau daerah lain. Persaingan dari luar negeri yang mampu menghasilkan

produk yang lebih baik dan lebih murah akan membuat permintaan

30

akan barang lokal menurun. Industri lokal yang tidak mampu bersaing

akan bangkrut sehingga timbul pengangguran.

c) Kemunduran perkembangan ekonomi suatu kawasan sebagai akibat dari

pertumbuhan yang pesat dikawasan lain.

(4) Pengangguran Konjungtur

Penganguran yang melebihi pengangguran alamiah. Pada umumnya

pengguran konjungtur berlaku sebagai akibat pengurangan dalam

permintaan agregat. Penurunan permintaaan agregat mengakibatkan

perusahaan mengurangi jumlah pekerja atau gulung tikar, sehingga muncul

pengangguran konjungtur.

2) Jenis-Jenis Pengangguran Berdasarkan Cirinya:

(1) Pengangguran Terbuka

Pengangguran ini tercipta sebagai akibat penambahan pertumbuhan

kesempatan kerja yang lebih rendah daripada pertumbuhan tenaga kerja,

akibatnya banyak tenaga kerja yang tidak memperoleh pekerjaan. Menurut

Badan Pusat Stsatistik (BPS), pengangguran terbuka adalah adalah

penduduk yang telah masuk dalam angkatan kerja tetapi tidak memiliki

pekerjaan dan sedang mencari pekerjaan, mempersiapkan usaha, serta

sudah memiliki pekerjaan tetapi belum mulai bekerja.

(2) Pengangguran tersembunyi

Keadaan dimana suatu jenis kegiatan ekonomi dijalankan oleh tenaga kerja

yang jumlahnya melebihi dari yang diperlukan.

31

(3) Pengangguran Musiman

Keadaan pengangguran pada masa-masa tertentu dlam satu tahun.

Penganguran ini biasanya terjadi di sektor pertanian. Petani akan

mengganggur saat menunggu masa tanam dan saat jeda antara musim

tanam dan musim panen.

(4) Setengah Menganggur

Keadaan dimana seseorang bekerja dibawah jam kerja normal. Menurut

Badan Pusat Statistik (BPS), di Indonesia jam kerja normal adalah 35 jam

seminggu, jadi pekerja yang bekerja di bawah 35 jam seminggu masuk

dalam golongan setengah menganggur.

Menurut Tambunan (2001), pengangguran dapat mempengaruhi tingkat

kemiskinan dengan berbagai cara, antara lain:

1) Jika rumah tangga memiliki batasan likuiditas yang berarti bahwa konsumsi

saat ini sangat dipengaruhi oleh pendapatan saat ini, maka bencana

pengangguran akan secara langsung mempengaruhi income poverty rate

dengan consumption poverty rate.

2) Jika rumah tangga tidak menghadapi batasan likuiditas yang berarti bahwa

konsumsi saat ini tidak terlalu dipengaruhi oleh pendapatan saat ini, maka

peningkatan pengangguran akan menyebabkan peningkatan kemiskinan dalam

jangka panjang, tetapi tidak terlalu berpengaruh dalam jangka pendek.

2.1.7.1 Dampak Pengangguran

Salah satu faktor penting yang mementukan kemakmuran suatu

masyarakayat adalah tingkat pendapatan. Pendapatan masyarakat mencapai

32

maksimum apabila tingkat penggunaan tenaga kerja penuh dapat tercapai.

Penganguran berdampak mengurangi pendapatan masyarakat, sehingga akan

menurunkan tingkat kemakmuran yang mereka capai. Ditinjau dari sudut

individu, pengangguran menimbulkan berbagai masalah ekonomi dan sosial

kepada yang mengalaminya. Keadaan pendapatan menyebabkan para penganggur

harus mengurangi pengeluaran konsumsinya. Apabila pengangguran di suatu

negara sangat buruk, kekacauan politik dan sosial selalu berlaku dan

menimbulkan efek yang buruk bagi kepada kesejahteraan masyarakat dan prospek

pembangunan ekonomi dalam jangka panjang (Sukirno, 2004).

2.1.8 Pengaruh Pendidikan Terhadap Pengangguran

Pendidikan adalah hal yang pokok untuk kehidupan yang berharga,

pendidikan memainkan peranan kunci dalam membentuk kemampuan sebuah

Negara berkembang untuk menyerap teknologi modern. Pendidikan merupakan

faktor yang sangat penting dalam kehidupan individu, masyarakat bangsa, dan

Negara, hal tersebut disebabkan karena pendidikan sangat menentukan tingkat

kualitas sumber daya manusia. Semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat

maka semakin baik kualitas sumber daya manusianya yang akan menyebabkan

potensi dan keahlian masyarakat semakin meningkat, dimana akan memperbesar

peluang kesempatan kerja, mendapatkan pekerjaan, atau akan memenuhi

kualifikasi yang sesuai kebutuhan permintaan tenaga kerja sehinggga akan

mengurangi jumlah pengangguran. Berarti tingkat pendidikan mempunyai

hubungan yang negatif terhadap jumlah pengangguran. Hasil penelitian yang

33

dikemukakan oleh Sirait (2013) menyatakan bahwa pendidikan berpengaruh

negatif terhadap pengangguran.

2.1.9 Pengaruh Tingkat Upah Terhadap Pengangguran

Menurut Alghofari (2010 : 15), tenaga kerja menetapkan tingkat upah

minimumnya pada tingkat upah tertentu. Jika seluruh upah yang ditawarkan

besarnya di bawah tingkat upah tersebut, seorang pekerja akan menolak

mendapatkan upah tersebut dan hal ini akan menyebabkan pengangguran. Jika

upah yang ditetapkan pada suatu daerah terlalu rendah, maka akan berakibat pada

tingginya jumlah pengangguran yang terjadi pada daerah tersebut. Apabila

ditinjau dari sisi pengusaha, meningkatnya upah akan meningkatkan biaya yang

dikeluarkan oleh perusahaan, maka akan mengurangi efisiensi pengeluaran,

sehingga pengusaha akan mengambil kebijakan pengurangan tenaga kerja guna

mengurangi biaya produksi. Hal ini akan berakibat pada peningkatan

pengangguran.

Menurut Kurniawan (2014) tingkat upah berpengaruh signifikan dan

mempunyai hubungan positif terhadap pengangguran. Artinya tingkat upah

mengalami kenaikan maka akan berdampak pada bertambahnya jumlah

pengangguran. Hal ini sesuai dengan teori kekakuan upah, dimana upah tidak

selalu bisa fleksibel atau tidak melakukan penyesuaian sampai penawaran tenaga

kerja sama dengan permintaannya. Pada dasarnya tuntutan kenaikan upah

mimimum pada tiap kota/kabupaten setiap tahunnya yang dilihat dari PDRB yang

dimaksudkan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan kaum buruh,

tetapi hal itu berdampak pada berpengaruh negatif terhadap penyerapan tenaga

34

kerja. Itu disebabkan karena apabila upah minimum meningkat, maka biaya

produksi yang dikeluarkan oleh perusahaan akan semakin meningkat, sehingga

perusahaan merespon hal tersebut dengan melakukan inefisiensi pada perusahaan.

Kebijakan yang diambil adalah pengurangan tenaga kerja guna mengurangi biaya

biaya produksi, sehingga ini berarti terjadi PHK dan pengangguran menjadi

bertambah.

2.1.10 Pengaruh Pengangguran Terhadap Persentase Penduduk Miskin

Hubungan pengangguran dan kemiskinan sangat erat, jika suatu

masyarakat sudah bekerja pasti masyarakat atau orang tersebut berkecukupan atau

kesejahteraanya tinggi, namun di dalam masyarakat ada juga yang belum bekerja

atau menganggur, pengangguran secara otomatis akan mengurangi kesejahteraan

suatu masyarakat yang secara otomatis juga akan mempengaruhi tingkat

kemiskinan.

Menurut Sukirno (2004), efek buruk dari pengangguran adalah

mengurangi pendapatan masyarakat yang pada akhirnya mengurangi tingkat

kemakmuran yang telah dicapai seseorang. Semakin turunnya kesejahteraan

masyarakat karena menganggur tentunya akan meningkatkan peluang mereka

terjebak dalam kemiskinan karena tidak memiliki pendapatan. Apabila

pengangguran di suatu negara sangat buruk, kekacauan politik dan sosial selalu

berlaku dan menimbulkan efek yang buruk bagi kepada kesejahteraan masyarakat

dan prospek pembangunan ekonomi dalam jangka panjang. Hasil penelitian yang

dikemukakan oleh Astriani dan Purbadharmaja (2013) menyatakan bahwa tingkat

pengangguran terbuka berpengaruh positif dan signifikan terhadap kemiskinan

35

yang artinya semakin tinggi tingkat pengangguran terbuka maka kemiskinan akan

meningkat.

2.1.11 Pengaruh Pendidikan Terhadap Persentase Penduduk Miskin

Teori pertumbuhan baru menekankan pentingnya peranan pemerintah

terutama dalam meningkatkan pembangunan modal manusia (human capital) dan

mendorong penelitian dan pengembangan untuk meningkatkan produktivitas

manusia. Kenyataannya dapat dilihat dengan melakukan investasi pendidikan

akan mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang diperlihatkan

dengan meningkatnya pengetahuan dan keterampilan seseorang. Semakin tinggi

tingkat pendidikan seseorang, maka pengetahuan dan keahlian juga akan

meningkat sehingga akan mendorong peningkatan produktivitas kerjanya.

Perusahaan akan memperoleh hasil yang lebih banyak dengan memperkerjakan

tenaga kerja dengan produktivitas yang tinggi, sehingga perusahaan juga akan

bersedia memberikan gaji yang lebih tinggi bagi yang bersangkutan. Di sektor

informal seperti pertanian, peningkatan ketrampilan dan keahlian tenaga kerja

akan mampu meningkatkan hasil pertanian, karena tenaga kerja yang terampil

mampu bekerja lebih efisien. Pada akhirnya seseorang yang memiliki

produktivitas yang tinggi akan memperoleh kesejahteraan yang lebih baik, yang

diperlihatkan melalui peningkatan pendapatan maupun konsumsinya. Rendahnya

produktivitas kaum miskin dapat disebabkan oleh rendahnya akses mereka untuk

memperoleh pendidikan (Rasidin dan Bonar, 2009).

Keterkaitan kemiskinan dan pendidikan sangat besar karena pendidikan

memberikan kemampuan untuk berkembang lewat penguasaan ilmu dan

36

keterampilan. Pendidikan juga menanamkan kesadaran akan pentingnya martabat

manusia. Mendidik dan memberikan pengetahuan berarti menggapai masa depan.

Hal tersebut harusnya menjadi semangat untuk terus melakukan upaya

mencerdaskan bangsa (Suryawati, 2005). Hermanto (2006), di dalam

penelitiannya menemukan bahwa pendidikan yang diukur dengan jumlah

penduduk yang lulus pendidikan SMP, SMA, dan diploma memiliki berpengaruh

negatif dan signifikan terhadap penurunan jumlah penduduk miskin. Ini

mencerminkan bahwa pembangunan modal manusia (human capital) melalui

pendidikan merupakan determinan penting untuk menurunkan jumlah penduduk

miskin.

2.1.12 Pengaruh Tingkat Upah Terhadap Persentase Penduduk Miskin

Tujuan utama ditetapkannya upah minimum adalah memenuhi standar

hidup minimum seperti untuk kesehatan, efisiensi, dan kesejahteraan pekerja.

Upah minimum adalah usaha untuk mengangkat derajat penduduk berpendapatan

rendah, terutama pekerja miskin. Semakin meningkat tingkat upah minimum akan

meningkatkan pendapatan masyarakat sehingga kesejahteraan juga meningkat dan

sehingga terbebas dari kemiskinan (Kaufman 2000). Peraturan Menteri Tenaga

Kerja Nomor : Per-01/Men/1999, tujuan dari penetapan upah minimum adalah

untuk mewujudkan penghasilan yang layak bagi pekerja. Beberapa hal yang

menjadi bahan pertimbangan termasuk meningkatkan kesejahteraan para pekerja

tanpa menafikkan produktifitas perusahaan dan kemajuannya, termasuk juga

pertimbangan mengenai kondisi ekonomi secara umum. Hasil penelitian Putri

(2013) yang mengemukakan bahwa upah minimum berpengaruh negatif dan

37

signifikan terhadap kemiskinan. Artinya upah minimum mengalami peningkatan

akan meningkatkan pendapatan sehingga kesejahteraan juga meningkat sehingga

akan terbebas dari kemiskinan.

2.2 Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara dari pokok permasalahan yang

akan diuji kebenarannya, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1) Pendidikan dan tingkat upah berpengaruh negatif dan signifikan terhadap

persentase penduduk miskin di Kabupaten/Kota Provinsi Bali.

2) Tingkat pengangguran berpengaruh positif dan signifikan terhadap

persentase penduduk miskin di Kabupaten/Kota Provinsi Bali.

3) Pendidikan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pengangguran di

Kabupaten/Kota Provinsi Bali.

4) Tingkat Upah berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengangguran

di Kabupaten/Kota Provinsi Bali.

5) Pendidikan dan tingkat upah berpengaruh secara tidak langsung terhadap

persentase penduduk miskin melalui tingkat pengangguran di

Kabupaten/Kota Provinsi Bali.