KAJIAN PENERAPAN THE BRITISH RETAIL...

185
KAJIAN PENERAPAN THE BRITISH RETAIL CONSORTIUM GLOBAL STANDARD FOR FOOD SAFETY ISU 6 PT SSI ROSTELIANA APRIRIANTY SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

Transcript of KAJIAN PENERAPAN THE BRITISH RETAIL...

KAJIAN PENERAPAN THE BRITISH RETAIL CONSORTIUM

GLOBAL STANDARD FOR FOOD SAFETY ISU 6 PT SSI

ROSTELIANA APRIRIANTY

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER

INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tugas Akhir dengan judul Kajian

Penerapan the British Retail Consortium Global Standard fo Food Safety Isu 6 PT

SSI adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada

perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya

yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan

dalam Daftar Pustaka di bagian Tugas Akhir ini.

Bogor, Juli 2012

Rosteliana Apririanty

NIM F25210085

ABSTRACT

Rosteliana Apririanty. Assessment on Implementation of the British Retail

Consortium Global Standard for Food SafetyIssue 6 PT SSI. Under the direction

of HARSI DEWANTARI KUSUMANINGUM and BETTY SRI LAKSMI

JENIE.

The British Retail Consortium (BRC) Global Standards are widely used by

suppliers and global retailers, facilitating standardization of quality, safety,

operational criteria and manufacturers’ fulfillment of legal obligations. Since July

2011 the BRC Global Standard for Food Safety published the Standard issue 6

and has been implemented for certification starting at 1st January 2012. This

study was conducted to assess the conformity of the BRC Standard issue 5 to

issue 6, which has been implemented since 2006 at PT SSI, a wafer stick

manufacturer located in Cikupa. Re-ordering of sections and re-numbering of

clauses has been found within this standard, while 64 clauses and 223 subclauses

on issue 5 become 86 clauses and 208 subclauses on issue 6. Important issue are

new clauses for outsourcing management (3.5.4) that has been induced; specifying

requirements of full traceability (3.9) that must be completed in 4 hours for quick

response in a case of recall; Certification Body must be informed within 3 days in

the event of product recall (3.11); and foreign body control (3.10) has been

extended which reflected the management of risk from different technologies for

detecting and removal of foreign materials. There are about 20 of 158 documented

system still need to be fulfilled by PT SSI to comply with Standards Issue 6,

which are supplier of services procedures and agreements (3.5); traceability (3.9)

procedures must including requirements of 4 hours target of data completion;

notification to Certification Body in recall procedures (3.11.4); security self

assessment (4.2.1) must be provided; more detailed calibration and verification

procedures of measuring and monitoring devices and those must included

deviation tolerance (6.3), and a consistent personnel training and competencies

reviews programs (7.1). Further study on the implementation of allergen

management indicated that fully identification production line including

supporting tools and dedicated cleaning procedure should be provided for product

containing allergen, i.e. wafer chocolate-hazelnut. The assessment on foreign

body control implementation identified improvement for specifying procedures in

case of breakage of glass (4.9.3) as required in issue 6 and sieves application for

crumb milling process to prevent contamination.

RINGKASAN

ROSTELIANA APRIRIANTY. Kajian Penerapan the British Retail Consortium

Global Standard for Food Safety Isu 6 PT SSI. Dibimbing oleh HARSI

DEWANTARI KUSUMANINGRUM dan BETTY SRI LAKSMI JENIE.

PT SSI adalah industri wafer stik dan kukis yang memasarkan produknya

ke 40 negara di dunia dengan pasar utama adalah Amerika Serikat, Inggris,

Australia, Selandia Baru, Singapura, dan Cina. Dalam persaingan dan

perdagangan internasional, jaminan penerapan dan sertifikat sistem keamanan

pangan memiliki tempat khusus dan menjadi persyaratan. Sejak 2011 ada 2 sistem

yang disertifikasi yaitu the BRC Global Standard for Food Safety dan SQF 2000

level 3, dimana semua pelanggan dapat menerima sertifikat tersebut. BRC

dikeluarkan pertama kali pada 1998, dibangun sebagai kerangka kerja bagi

produsen pangan memproduksi pangan yang aman dan mengelola mutu produk

sesuai persyaratan pelanggan. Format dan isi didesain agar dapat dilakukannya

suatu kajian kesesuaian bangunan pabrik, sistem operasional dan prosedur

perusahaan oleh pihak ketiga yang kompeten yaitu Badan Sertifikasi. BRC isu 6

diterbitkan pada Juli 2011 dan diberlakukan untuk audit sejak 1 Januari 2012.

Penelitian bertujuan mengkaji standar dan implementasi the BRC Global

Standard for Food Safety isu 6 ke dalam sistem keamanan pangan di PT SSI, yang

menerapkan dan tersertifikasi BRC sejak 2006. Tujuan khususnya adalah

mengidentifikasi perubahan persyaratan pada isu 6, menetapkan dokumen dalam

rangka pemenuhan persyaratan isu 6 dan mengkaji serta menyusun rekomendasi

implementasi manajemen alergen dan pengendalian benda asing PT SSI.

Penelitian diawali dengan mempelajari satu per satu klausul BRC isu 5 dan

isu 6 untuk mengidentifikasi perbedaan persyaratan pada kedua versi. Kajian

kesesuaian persyaratan dokumen sistem, prosedur, atau catatan dilakukan melalui

desk evaluation dengan cara membandingkan persyaratan dokumen dengan

dokumen yang dimiliki PT SSI meliputi manual, prosedur, form atau checklist,

standar, spesifikasi dan lainnya. Rekomendasi implementasi manajemen alergen

ditetapkan melalui kajian potensi kandungan alergen dalam produk; kajian proses

mulai dari pembelian, transportasi dan penyimpanan bahan baku, penyiapan

bahan per-batch, proses dan penjadwalan produksi termasuk rework; pembersihan

dan sanitasi; serta pelatihan karyawan. Rekomendasi pengendalian benda asing

ditetapkan melalui kajian sumber benda asing pada berbagai tahapan proses mulai

dari penerimaan bahan sampai pengemasan produk; kajian standar maksimal

setiap benda asing; kajian prosedur dan fasilitas pengendalian; serta kajian

prosedur verifikasi dan dokumentasi.

Persyaratan BRC terdiri dari 7 bagian yaitu komitmen manajemen senior

(bagian 1), rencana HACCP (bagian 2), sistem manajemen keamanan dan mutu

pangan (bagian 3), standar pabrik (bagian 4), pengendalian produk (bagian 5),

pengendalian proses (bagian 6), dan karyawan (bagian 7). Perubahan jumlah

klausul yaitu dari total 223 subklausul pada isu 5 menjadi 208 subklausul pada isu

6 karena adanya pergeseran bagian, pengurangan atau penggabungan klausul-

klausul, serta beberapa persyaratan baru yang dikembangkan dari isu 5. Hubungan

antara kebijakan keamanan dan mutu pangan perusahaan dengan sasaran mutu

serta kajian manajemen senior lebih diperinci dalam klausul 1.1.1-1.1.3.

Persyaratan organisasi perusahaan (1.2.1) pada isu 5 terletak di bagian 3.

Prerequisite programmes (2.2) dimasukkan sebagai persyaratan baru yang

menunjukkan hubungan antara prerequisite programmes dan HACCP.

Persyaratan pemasok jasa dipisahkan dari pemasok bahan baku (3.5.3). Beberapa

persyaratan baru adalah terkait manajemen pengerjaan proses di luar perusahaan

(3.5.4), daya telusur harus dilakukan dalam waktu 4 jam (3.9) agar

memungkinkan penanganan penarikan produk yang cepat, serta Badan Sertifikasi

harus diinformasikan dalam waktu 3 hari bila terjadi penarikan produk (3.11).

Kajian kemanan (4.2.1) harus rutin dilakukan termasuk penetapan akses masuk ke

area produksi dan area penyimpanan di pabrik (4.2.2). Klausul 4.3 mensyaratkan

dilakukannya kajian pembagian area menjadi low-risk area, high-care area atau

high-risk area serta penerapan persyaratan bangunan pabrik (4.4), fasilitas

karyawan dan aturan higiene pada tiap area (4.8). Pengendalian kontaminasi fisik

dan kimia dikembangkan dengan mensyaratkan pengendalian potensi kontaminasi

dari kegiatan pemeliharaan, bahan untuk pemeliharaan baik kontak atau tidak

kontak dengan bahan baku dan produk harus food grade (4.7.5), catatan inspeksi

bahaya dan investigasi tersedia bila terjadi kehilangan peralatan logam tajam

(4.9.2.1), dan larangan penggunaan staples di area produk terbuka (4.9.2.2).

Pemilihan teknologi untuk deteksi dan penghilangan benda asing (4.10.3-4.10.5)

dilakukan berdasarkan kajian resiko. Bahaya alergen dikaji sebagai potensi

bahaya pada pengembangan produk baru (5.2.3). Prosedur pengendalian alergen

(5.2.4) lebih terperinci terkait penggunaan pakaian pelindung seragam; pengaturan

jadwal produksi produk; pengendalian debu, limbah dan luapan bahan alergen;

dan pelabelan (5.2.6). Mass balance test terkait daya telusur identity preserved

materials harus diuji minimal setiap 6 bulan (5.3.2). Terdapat pengembangan

persyaratan terkait spesifikasi produk dan proses (6.1.1). Agen penyedia tenaga

kerja perusahaan adalah harus melakukan pelatihan (7.1.4) dan pemeriksaan

kesehatan karyawan (7.2.4). Audit laundri untuk pakaian high-care area dan high-

risk area wajib dilakukan (7.4.4).

Dari sekitar 158 dokumen sistem, prosedur dan sistem yang disyaratkan

dalam isu 6 terdapat sekitar 20 dokumen yang teridentifikasi diperlukan

perusahaan dalam rangka pemenuhan persyaratan. Dokumen tersebut terkait

prosedur dan perjanjian pemasok jasa (3.5), daya telusur harus dilakukan dalam

waktu 4 jam (3.9), kajian resiko keamanan perusahaan (4.2.1), prosedur kalibrasi

dan verifikasi peralatan pemeriksaan yang dilengkapi dengan batas toleransi (6.3),

dan pelaksaan pelatihan serta kajian kompetensi karyawan yang konsisten (7.1).

Alergen merupakan senyawa penyebab terjadinya alergi, yaitu gangguan

kesehatanyang bervariasi mulai dari yang ringan seperti gangguan pada kulit

sampai menimbulkan anafalitik hebat yang berakibat pada kematian (AFGC

2007). Tujuan utama pengaturan dalam manajemen alergen adalah agar tidak

terjadinya kontaminasi silang dari bahan alergen. Semua produk wafer

menggunakan bahan baku yang berpotensi mengandung alergen berupa tepung

terigu, susu, telur, dan lesitin kedelai tetapi khusus wafer chocolate hazelnut juga

menggunakan pasta hazelnut. Karena pada label semua bahan tadi telah

dicantumkan dalam komposisi sedangkan hazelnut belum, maka bahaya alergen

yang harus dikendalikan adalah pada pasta hazelnut atau chocolate-hazelnut.

Bahaya alergen pada hazelnut dikategorikan sebagai bahaya kimia dalam rencana

HACCP PT SSI. Rekomendasi yang diberikan untuk perbaikan implementasi

manajemen alergen adalah perlunya pemisahan dan pelabelan jelas pada semua

peralatan pendukung, agar tidak terbatas pada mesin dan peralatan utama seperti

ball mill mixer dan oven, pemisahan dan pelabelan alergen pada peralatan

pembersihan, serta penggunaan test kit-ELISA untuk pengujian residu alergen

pada hasil pembersihan mesin/peralatan bekas produksi dengan hazelnut atau

chocolate-hazelnut.

Pengendalian benda asing di PT SSI telah dilaksanakan dengan baik

melalui prerequisite programmes dan pengendalian bahaya pada rencana HACCP.

Pada tahap penerimaan barang direkomendasikan pengaturan staples pada

prosedur penerimaan bahan baku dan kemasan, dilakukannya prosedur

pemeriksaan pada tambahan pemeliharaan mesin dan peralatan untuk memastikan

tidak adanya potensi kontaminasi benda asing, prosedur penanganan kejadian

pecahnya kaca dimasukkan aturan pencucian seragam dan alat kebersihan yang

berpotensi terkena pecahan kaca tadi, serta prosedur pembuangan pecahan kaca.

Ayakan untuk hasil gilingan crumb perlu dibuat untuk memastikan crumb bebas

dari kertas, logam, dan plastik.

© Hak cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau

menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis

dalma bentuk apa pun tanpa izin IPB

KAJIAN PENERAPAN THE BRITISH RETAIL CONSORTIUM

GLOBAL STANDARD FOR FOOD SAFETY ISU 6 PT SSI

ROSTELIANA APRIRIANTY

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Profesi Teknologi Pangan pada

Program Studi Magister Profesi Teknologi Pangan

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Puspo Edi Girowono, STP. MSc

Judul Tesis : Kajian Penerapan the British Retail Consortiums Global Standard

for Food Safety Isu 6 PT SSI

Nama : Rosteliana Apririanty

NIM : F252100085

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Harsi D Kusmaningrum Prof. Dr. Ir. Betty Sri Laksmi Jenie, MS

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Magister Profesi Teknologi Pangan

Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc Dr. Ir. Dahrul Syah

Tanggal Ujian: 4 Juli 2012 Tanggal Lulus:

KATA PENGANTAR

Bismillahhirrahmanirrahim.

Puji syukur penulis penjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya

sehingga tugas karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam

penelitian ini ialah penerapan sistem BRC versi terbaru yaitu isu 6 yang baru saja

digunakan di PT SSI pada akhir tahun 2011.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Harsi D Kusumaningrum dan

Prof. Dr. Ir. Betty Sri Laksmi Jenie selaku dosen pembimbing, yang membimbing

dan memberikan banyak sekali masukan dalam penulisan karya ilimiah ini.

Terima kasih penulis ucapkan kepada PT SSI terutama pihak Manajemen, yang

telah mengijinkan penulis untuk melanjutkan studi di Magister Profesi Tekonologi

Pangan IPB serta memberikan kepercayaan penulis membuat karya ilmiah

bertemakan BRC di PT SSI. Terima kasih saya ucapkan kepada teman-teman

mahasiswa MPTP angkat 2010 agar segala kerjasama, diskusi dan doanya, serta

bantuan akomodasi dan transportasi dari Ibu Amiroh, Ibu Endang dan Bapak

Muzi. Ungkapan terima kasih disampaikan juga kepada orangtua dan keluarga di

Bengkulu dan Temanggung, serta suami tercinta Koko Panuntun, ananda Adam

Firsta dan Annisa atas doa, dukungan dan perhatiannya.

Semoga karya ilimiah ini bermanfaat bagi pembaca dan penulis sendiri.

Tangerang, Juli 2012

Rosteliana Apririanty

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di kota Bengkulu pada tanggal 29 April 1979 dari

Bapak H.Siahaan dan Ibu Adella. Penulis merupakan anak kedua dari empat

bersaudara. Tahun 1997, penulis lulus dari SMU Negeri 5 Bengkulu dan lolos

seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Pendidikan

sarjana ditempuh di Program Studi Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas

Teknologi Pertanian, lulus tahun 2001.

Penulis bekerja di bagian Quality Control di perusahaan biskuit PT

Septatrada Hardaguna (dulu grup JAPFA) pada tahun 2002 dan tahun 2003

pindah bekerja ke perusahaan permen karet PT Lotte Indonesia pada bidang yang

sama. Tahun 2005 penulis mulai bergabung dengan PT Seasonal Supplies

Indonesia pada divisi Product Development dan Quality Assurance.

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ...................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xiii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xiv

I. PENDAHULUAN

a. Latarbelakang................................................................................ 1

b. Tujuan ........................................................................................... 2

c. Manfaat......................................................................................... 3

d. Ruanglingkup................................................................................ 3

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. PT SSI .......................................................................................... 5

B. Safe Quality Foods (SQF) ............................................................ 6

C. Good Manufacturing Practices (GMP) ........................................ 7

D. The Hazard Analysis Critical Control Points (HACCP) ............. 7

E. British Retail Consortium (BRC) the Global Standard for

Food Safety.................................................................................... 16

F. Audit pada BRC isu 6 .................................................................. 21

G. Spesifikasidanstandar wafers stik ................................................ 22

H. Manajemen alergen ...................................................................... 24

I. Pengendalian benda asing ............................................................ 28

III. METODOLOGI

A. Tempatdanwaktu penelitian ......................................................... 34

B. Metodepenelitian .......................................................................... 34

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. KajianPerubahan Persyaratan BRC Isu 6 terhadap Isu 5 ............. 37

A.1. Kajian Perubahan Persyaratan Bagian 1- Manajemen

Senior .................................................................................. 39

A.2. Kajian Perubahan Persyaratan Bagian 2 - Rencana–

HACCP ............................................................................... 41

A.3. Kajian Perubahan Persyaratan Bagian 3-Sistem

Keamanan dan Kualitas Pangan ......................................... 43

A.4. Kajian Perubahan Persyaratan Bagian 4-Standar

Lingkungan Pabrik ............................................................. 48

A.5. Kajian Perubahan PersyaratanBagian 5- Pengendalian

Produk ................................................................................. 59

A.6. Kajian Perubahan Persyartan Bagian 6 - Pengendalian

Proses .................................................................................. 61

A.7. Kajian Perubahan Persyaratan Bagian 7- Karyawan .......... 63

B. Gap Ketersediaan Dokumen BRC Isu 6 di PT SSI dalam

memenuhi BRC Isu 6 ................................................................... 65

B.1. Gap Ketersediaan Dokumen Bagian 1- Manajemen

Senior ................................................................................. 73

B.2. Gap Ketersediaan DokumenBagian 2- Rencana

HACCP ............................................................................... 73

B.3. Gap Ketersediaan Dokumen Bagian 3 - Sistem

Keamanan dan Kualitas Pangan ......................................... 74

B.4. Gap Ketersediaan Dokumen Bagian 4 - Standar

Lingkungan Pabrik ............................................................. 80

B.5. Gap Ketersediaan DokumenBagian 5 - Pengendalian

Produk ................................................................................. 87

B.6. Gap Ketersediaan Dokumen Bagian 6 - Pengendalian

Proses .................................................................................. 92

B.7. Gap Ketersediaan DokumenBagian 7- Karyawan .............. 93

C. Pengembangan Manajemen Alergen di PT SSI ........................... 95

C.1. Penetapan Potensi Kandungan Alergen dalam Produk ...... 96

C.2. Tahap Transportasi dan Penyimpanan Bahan Baku ........... 100

C.3. Tahap Penyiapan (per – batch) ........................................... 102

C.4. Tahap Proses Produksi ........................................................ 103

C.5. Pengemasan dan Pelabelan ................................................. 108

C.6. Pembersihan dan Sanitasi ................................................... 111

C.7. Pelatihan dan Pendidikan Karyawan ................................. 114

D. Pengendalian Benda Asing di PT SSI .......................................... 116

D.1. Kajian Sumber Benda Asing pada Berbagai Tahapan

Proses ................................................................................. 123

D.2. Penetapan Standar Maksimal untuk Setiap Benda

Asing ................................................................................... 118

D.3. Penetapan Pengendalian Benda Asing dan Fasilitas

yang Diperlukan ................................................................. 126

D.4. Verifikasi dan Dokumentasi Pengendalian Benda

Asing ................................................................................... 133

V. SIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 135

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 139

LAMPIRAN ............................................................................................... 143

DAFTAR TABEL

Halaman

1 7 Prinsip – 12 Langkah HACCP ................................................ ......... 9

2 Contoh cemaran mikrobiologi ............................................................. 10

3 Perbandingan program audit beberapa standar internasional................ 20

4 Standar mutu cemaran mikroba biskuit SNI 2973:2011 ............. 24

5 Allegenic food atau food groups yang disyaratkan dicantumkan

pada pelabelan menurut Codex dan beberapa negara .......................... 26

6 Persyaratan the BRCGlobal Standard food Safety isu 5 dan 6............. 38

7 Kajian perubahan klausul BRC isu 6 bagian 1 terhadap BRC

isu 5 tentang Komitmen Manajemen Senior......................................... 41

8 Kajian perubahan klausul BRC isu 6 bagian 2 terhadap BRC

isu 5 tentang Rencana Keamanan Pangan-HACCP............................. 42

9 Kajian perubahan klausul BRC isu 6 bagian 3 terhadap BRC

isu 5 tentang Sistem Keamanan dan Kualitas Pangan.......................... 45

10 Kajian perubahan klausul BRC isu 6 bagian 4 terhadap BRC

isu 5 tentang Standar Lingkungan Pabrik ............................................ 49

11 Kajian perubahan klausul BRC isu 6 bagian 5 terhadap BRC

isu 5 tentang Pengendalian Produk...................................................... 59

12 Kajian perubahan klausul BRC isu 6 bagian 6 terhadap BRC

isu 5 tentang Pengendalian Proses ....................................................... 62

13 Kajian perubahan klausul BRC isu 6 bagian 7 terhadap BRC

isu 5 tentang Karyawan ....................................................................... 64

14 Persyaratan dokumen pada BRC isu 6 ................................................ 67

15 Gap pemenuhan persyaratan dokumen BRC isu 6 bagian 3 -

Sistem manajemen keamanan dan mutu pangan di PT SSI................. 74

16 Gap pemenuhan persyaratan dokumen BRC isu 6 bagian 4-

standar lingkungan pabrik di PT SSI.................................................... 82

17 Gap pemenuhan persyaratan dokumen BRC isu 6 bagian 5–

pengendalian produk di PT SSI............................................................ 88

18 Aktivitas air minimum untuk pertumbuhan beberapa mikroba............ 91

19 Gap pemenuhan persyaratan dokumen BRC isu 6 bagian 6 -

Pengendalian proses di PT SSI............................................................ 93

20 Gap pemenuhan persyaratan dokumen BRC isu 6 bagian 7-

Karyawan di PT SSI ............................................................................ 93

21 Analisa keberadaan bahan yang mengadung alergen pada bahan

baku dan formulasi produk wafer......................................................... 99

22 Matriks pemakaian crumb dan minyak kurasan.................................... 107

23 Peringatan alergen untuk beberapa negara .......................................... 110

24 Penyusunan rekomendasi berdasarkan gap analysis PT SSI

dalam pemenuhan BRC isu 6............................................................... 119

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Foto wafer stik ..................................................................................... 22

2 Gambaran sebaran persyaratan dokumen pada BRC isu 6 .................. 70

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Penilaian hasil audit, tindak lanjut dan frekuensi audit BRC isu 6 ..... 144

2 Rencana HACCP PT SSI ..................................................................... 145

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Produk aman dan bermutu merupakan tuntutan utama pelanggan. Untuk

mencapai hal tersebut, produsen pangan perlu menerapkan suatu sistem jaminan

mutu dan keamanan. Ada berbagai standar nasional maupun internasional terkait

mutu dan keamanan pangan yang terus diperbaharukan mengikuti perkembangan

ilmu dan teknologi pangan serta isu terkait keamanan pangan yang ada di

masyarakat di seluruh dunia. Dalam persaingan dan perdagangan internasional,

jaminan penerapan suatu sistem, dengan bukti telah mendapatkan sertifikat sistem

keamanan pangan memiliki tempat khusus dan menjadi persyaratan.

PT SSI adalah industri produk wafer stik dan kukis yang memasarkan

produknya ke 40 negara di dunia. Pasar utama adalah Amerika Serikat, Inggris,

Australia, Selandia Baru, Singapura dan Cina. Konsumen lainnya adalah

Meksiko, Taiwan, Jepang, Kanada, serta beberapa negara di Asia Tenggara seperti

Thailand, Brunei Darussalam, Malaysia dan lainnya. Produk wafer dengan

beberapa jenis flavor yang dipasarkan adalah wafer coklat, vanilla, cappuccino,

chocolate-mint, strawberi, dan chocolate-hazelnut.

Sejak awal berdirinya di tahun 2006 sampai saat ini, PT SSI telah

mengimplementasikan dan melakukan sertifikasi beberapa sistem mutu dan

keamanan pangan. Sistem itu antara lain adalah ISO 22000:2005 (Sistem

Manajemen Keamanan Pangan), Safe Quality Foods (SQF) 2000 level 3, dan

British Retail Consortium (BRC) the Global Standard for Food Safety isu 5. Sejak

2011, hanya ada 2 sistem yang disertifikasi yaitu SQF 2000 dan BRC karena

semua pelanggan telah dapat menerima sertifikat tersebut. Di PT SSI hanya ada

satu sistem keamanan pangan, yang dirancang dan diimplementasikan agar

memenuhi semua persyaratan dan standar sistem-sistem tersebut.

The BRC Global Standard for Food Safety pertama kali dikeluarkan pada

tahun 1998. Standar ini dibangun sebagai kerangka kerja bagi produsen pangan

memproduksi pangan yang aman dan mengelola mutu produk sesuai persyaratan

pelanggan. Format dan isi Standar didesain agar dapat dilakukannya suatu kajian

kesesuaian bangunan pabrik, sistem operasional dan prosedur perusahaan, oleh

2

pihak ketiga yang kompeten yaitu Badan Sertifikasi (BRC 2011). Hingga saat ini,

terdapat lebih dari 14.000 perusahaan di lebih dari 90 negara telah tersertifikasi

the BRC Global Standard fo Food Safety (BRC-About the BRC Global Standard,

2012).

Pada Juli 2011, diterbitkan the BRC Global Standard for Food Safety isu 6

dan diberlakukan untuk audit BRC sejak 1 Januari 2012. Perkembangan dalam isu

terbaru ini adalah lebih menspesifikasikan persyaratan mutu dan keamanan

pangan, serta operasional produsen pangan. Tujuannya adalah agar produsen

pangan dapat sepenuhnya memenuhi aturan legal dan memberikan perlindungan

penuh kepada konsumen (BRC 2011).

Kunci perubahan pada isu 6 antara lain adalah pengembangan klausul-

klausul terkait pengendalian benda asing, housekeeping dan higiene, manajemen

alergen, dan pengurangan klausul untuk memastikan setiap klausul mengandung

ide pokok yang signifikan dan menghasilkan konsistensi persyaratan yang nyata

(Food-The Global Standard for Food Safety issue 6 2012). Pada penelitian ini

akan dilakukan kajian terhadap standar dan penerapan dari the BRC Global

Standard for Food Safety isu 6 di PT SSI yaitu pada ruang lingkup produksi wafer

stik. Penelitian juga akan membahas persyaratan pada isu 6 dan implementasinya

di PT SSI terutama terkait aspek pengendalian benda asing dan manajemen

alergen.

B. Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji standar dan implementasi isu

terbaru British Retail Consortium (BRC) the Global Standard for Food Safety isu

6 kedalam sistem keamanan pangan yang telah ada di PT SSI.

Tujuan khusus adalah:

1. Mengidentifikasi perbedaan persyaratan antara the BRC Global Standard for

Food Safety isu 5 dengan isu 6.

2. Menetapkan dokumen-dokumen yang diperlukan oleh PT SSI untuk

pemenuhan persyaratan the BRC Global Standard for Food Safety isu 6.

3. Mengkaji implementasi manajemen alergen dan pengendalian benda asing di

PT SSI.

3

4. Menyusun rekomendasi implementasi manajemen alergen dan pengendalian

benda asing di PT SSI sesuai BRC isu 6.

C. Manfaat

Manfaat penelitian ini adalah :

1. Penerapan sistem jaminan keamanan pangan yang mengacu pada sistem BRC

isu 6 akan memberikan jaminan mutu dan keamanan produk (menghasilkan

produk yang bermutu dan aman bagi konsumen) yang lebih tinggi .

2. Memberikan manfaat bagi perusahaan, termasuk karyawan, yaitu berupa

peningkatan kepedulian terhadap keamanan pangan.

3. Memberikan kepuasan dan kepercayaan kepada konsumen yang lebih tinggi

terhadap terpenuhinya standar yang diharapkan.

4. Meningkatkan nilai jual produk yang dihasilkan, terutama untuk pasar ekspor

ke negara-negara di Eropa. Hal ini disebabkan karena sertifikat BRC diakui

secara internasional.

5. Sistem the BRC Global Standar for Food Safety merupakan sistem yang

diakui oleh Global Food Safety Initiative (GFSI) dan banyak negara di dunia,

sertifikatnya diterima oleh berbagai konsumen PT SSI, sehingga menghemat

waktu dan biaya untuk sertifikasi.

D. Ruang lingkup

Ruang lingkup penelitian ini adalah mengkaji sistem keamanan pangan

yang telah diterapkan di PT SSI yaitu the BRC Global Standard for Food Safety

isu 5 terhadap persyaratan pada BRC isu 6 untuk produk wafer stik. Kajian

dilakukan terhadap dokumentasi dan implementasi sesuai persyaratan pada BRC

isu terbaru tersebut. Kajian dilakukan mulai dari tahap penerimaan bahan baku,

proses produksi sampai produk jadi dan tahapan pengiriman produk.

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. PT SSI

PT SSI merupakan Perusahaan Modal Asing (PMA), yang memproduksi

wafer stik untuk bebeberapa negara tujuan ekspor. Perusahaan ini berlokasi di

Cikupa, Tangerang, dimiliki oleh warga negara berkebangsaan Australia dan

Selandia Baru. Perusahaan berdiri pada tahun 2005 dan sampai 2012 telah dapat

memasarkan kurang lebih satu juta karton ke 40 negara di dunia, terutama

Amerika Serikat, Inggris, Australia, Selandia Baru, Singapura dan Cina.

Konsumen lainnya adalah Meksiko, Taiwan, Jepang, Kanada, serta beberapa

negara di Asia Tenggara seperti Thailand, Brunei Darussalam, Malaysia dan

lainnya.

Produk wafer stik dengan beberapa jenis flavor yang dipasarkan adalah

wafer stik coklat, vanilla, cappuccino, chocolate-mint, strawberi dan chocolate-

hazelnut. PT SSI memproduksi produk dengan merek sendiri maupun private

label dari sebuah retailer dengan merek utama adalah Royal Dansk (milik

Denmark). PT SSI juga memproduksi kukis dalam jumlah sedikit (kurang dari 5%

dari total penjualan). Penerapan berbagai sistem keamanan pangan bertujuan

menjamin produk yang dihasilkan aman untuk dikonsumsi dan memenuhi

persyaratan pelanggan di berbagai negara tujuan.

PT SSI mengimplementasikan dan mensertifikasi beberapa sistem

manajemen keamanan pangan internasional yang diantaranya adalah the BRC

Global Standard of Food Safety (issue 5 tahun 2008), Safe and Quality Food

(SQF) 2000 Level 3 (tahun 2008) dan the Hazard Analysis Critial Control Points

(HACCP) ISO 22000:2005. Pelanggan internasional menuntut adanya jaminan

bahwa produk yang dihasilkan bermutu dan aman untuk dikonsumsi berdasarkan

suatu sistem tertentu yang baku. Sebagian besar pelanggan menerima cukup

dengan sertifikasi Good Hygiene Practices (GHP) atau Good Manufacturing

Practices (GMP) dan sistem HACCP. Namun tidak dengan pelanggan lainnya

seperti tuntutan salah satu pemilik private label asal Amerika Serikat. Mereka

menuntut PT SSI telah menerapkan SQF sebelum menyetujui kontrak kerjasama

dengan PT SSI. Perusahaan tersebut akan mensubkontrakkan pembuatan

6

produknya ke PT SSI dengan merek private label mereka yang telah sangat

dikenal di pasar di USA selama bertahun-tahun.

Alasan beberapa pelanggan termasuk pelanggan Eropa menginginkan PT

SSI tersertifikasi the Global Standard for Food Safety ini secara umum adalah

untuk memperoleh jaminan keamanan dan mutu pangan dari pemasoknya serta

sesuai dengan persyaratan regulasi. Sertifikasi keamanan pangan telah menjadi

alat dalam perdagangan pangan internasional. Suatu pemasok tidak dapat menjual

produknya di ritel-ritel yang tergabung dalam British Retail Consortium dan wajib

memperoleh sertifikat the BRC Global Standard for Food Safety.

B. Safe Quality Foods (SQF)

SQF adalah suatu sistem yang menerapkan prinsip-prinsip keamanan

pangan dari the National Advisory Committee on Microbiological Criteria for

Food (NACMCF) Amerika dan prinsip serta pedoman HACCP yang dibuat oleh

Codex Alimentarius Comission (SQF Institute 2008). Berbagai sistem manajemen

keamanan pangan dikembangkan oleh beberapa negara dengan rujukan pada

prinsip yang dikembangkan oleh Codex Alimentarius Commission-World Health

Organization (Thaheer 2008). Sertifikasi sistem SQF 2000 terdiri dari 3 level.

Level 1 meliputi persyaratan fundatemental bagi keamanan pangan, yang

berisikan prerequisite programmes dasar untuk kemananan pangan. Level 2

mensyaratkan sertifikasi rencana HACCP, meliputi prerequisite programmes pada

level 1 ditambah dengan pengendalian CCP pada rencana HACCP. Level 3

berikan persyaratan lengkap sistem manajemen keamanan pangan dan mutu

pangan. Pada level 3 mensyaratkan pemenuhan persyaratan level 1 dan 2 serta

memenuhi aspek mutu dan pengendalian terkait demi menghasilkan suatu sistem

manajemen keamanan dan mutu pangan yang komprehensif (SQF Institute 2008).

PT SSI tersertifikasi SQF level 3 sejak 2011. SQF terdiri dari 6 bagian utama

yaitu Komitmen, Spesifikasi, Pengendalian Produksi (termasuk persyaratan

prerequisite programmes dan HACCP), Verifikasi, Pengendalian Dokumen dan

Catatan, dan Identifikasi, Penelusuran dan Penarikan Produk (SQF Institute 2008).

7

C. Good Manufacturing Practices (GMP)

Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP) atau Good Hygiene

Practices (GHP) merupakan fondasi dari semua sistem keamanan pangan,

termasuk the BRC Global Standard for Food Safety. Sistem GMP ini meliputi

sanitasi dan keamanan produk sehingga berkaitan juga dengan sistem HACCP

(Manley 2000).

Cakupan dari GMP adalah proses produksi yang baik, bangunan, fasilitas,

pekerja, praktek sanitasi dan higiene pekerja, pengendalian hama, serta kegiatan

lainnya yang dapat menjamin proses produksi menghasilkan produk yang aman

untuk dikonsumsi oleh manusia. Penerapan GMP ini di PT SSI misalnya dengan

menjaga baik kondisi lingkungan pabrik baik di dalam maupun di sekitar pabrik.

Kondisi di luar pabrik haruslah dikendalikan dan dipastikan tidak akan

mengakibatkan kontaminasi ke produk. Penyimpanan peralatan yang tidak baik,

sampah, limbah, rumput tinggi atau semak di luar menjadi tempat berkembang

biak atau menarik tikus, serangga, dan lainnya. Semua peralatan yang tidak

dipakai yang disimpan di luar hendaklah dipelihara sama seperti penyimpanan di

dalam untuk mencegah perkembangan tikus. Saluran air tidak boleh dibiarkan

mengenang. Genangan pada saluran air setelah hujan akan menyebabkan

kontaminasi dari lalu lintas kaki yang dapat terbawa masuk ke dalam pabrik (AIB

1979).

Salah satu contoh penerapan GMP di dalam area produksi adalah

pengaturan jarak peralatan dan masalah pencahayaan. Area bekerja antar peralatan

atau antara peralatan dan dinding hendaknya cukup lebar agar karyawan dapat

bekerja dan tidak mengkontaminasi permukaan pangan atau zona produk dengan

baju atau kegiatannya. Diperlukan pencahayaan 50 foot-candles di area pengujian,

30 foot-candles pada semua permukaan bekerja, minimal 5 foot-candles pada 30

inches diatas lantai lainnya dan 10-foot candles di ruang toilet (AIB 1979).

D. The Hazard Analysis Critical Control Points (HACCP)

PT SSI menerapkan sistem jaminan keamanan pangan ISO 22000, yang

merupakan pembaharuan dari sistem manajemen keamanan pangan HACCP yang

sudah secara luas dikenal. Penekanan dari sistem ISO 22000 adalah kebijakan

8

keamanan pangan, komitmen manajemen puncak dan pimpinan terhadap

keamanan pangan, komunikasi internal dan eksternal, dan kesiapan serta respon

terhadap kondisi darurat. Sistem ini mencakup paradigma baru pengendalian

keamanan pangan yaitu “from farm to table” yang memberikan jaminan

keamanan pangan sepanjang rantai pangan (Muhandri dan Kadarisman 2008).

HACCP pada awalnya dikembangkan untuk pengendalian mikrobiologi pada

pangan yang akan dikonsumsi dalam misi luar angkasa (Goodburn, 2001).

ISO 22.000:2005 mengintegrasikan 12 langkah HACCP Codex

Alimentarius Comission. Sebuah organisasi harus melakukan analisa bahaya pada

setiap bahan dan tahapan proses. Codex Alimentarius Commission menetapkan 7

prinsip HACCP. Ketujuh prinsip tersebut diimplementasikan ke operasional

pangan melalui 12 langkah kunci seperti pada Tabel 1. Codex memberikan

pedoman lebih lanjut sebagai berikut:

a. Rantai pangan hendaknya telah beroperasional sesuai Codex General

Principles of Food Hygiene dan Codex Codes of Practices terkait lainnya

serta legislasi keamanan pangan sebelum menerapkan HACCP.

b. Komitmen manajemen terhadap HACCP menjadi penting dalam

implementasi sistem HACCP

c. Mendesain ulang operasional yang penting jika suatu bahaya membutuhkan

pengendalian

d. Setiap operasional hendaknya menjadi perhatian HACCP dan dikaji rutin.

e. Fleksibel dalam penerapan HACCP, dengan memperhitungkan semua

kemungkinan (Goodburn 2001).

PT SSI memiliki satu rencana HACCP yang memuat semua jenis produk wafer

stik yang dihasilkan.

D.1. Langkah 1: Pembentukan Tim HACCP

Tim HACCP dibentuk dari latar belakang multidisiplin dari semua

departemen. Anggota tim akan mengembangkan rencana HACCP perusahaan, oleh

sebab itu dianjurkan agar anggota-anggota tim juga memiliki kemampuan untuk

mengevaluasi data dengan cara yang logis, analisis, berkomunikasi, dan berpikir ke

depan.

9

Tabel 1 7 Prinsip – 12 Langkah HACCP Codex

Langkah/Prinsip

Langkah 1 Membentuk tim HACCP

Langkah 2 Mendeskripsikan produk

Langkah 3 Mengidentifikasi pengguna

Langkah 4 Membuat diagram alir

Langkah 5 Mengkonfirmasi diagram alir di lapangan

Langkah 6 Prinsip 1 Mendaftarkan semua bahaya potensial. Lakukan analisa bahaya

Langkah 7 Prinsip 2 Menetapkan control measures (alat kendali)

Langkah 8 Prinsip 3 Membuat titik kritis (batas kritis)

Langkah 9 Prinsip 4 Menetapkan sistem pemantauan CCP

Langkah 10 Prinsip 5 Menetapkan tindakan koreksi jika saat pemantauan menunjukkan CCP berada diluar kendali

Langkah 11 Prinsip 6 Membuat prosedur verifikasi untuk menetapkan sistem HACCP telah sesuai

Langkah 12 Prinsip 7 Membuat dokumentasi terhadap semua prosedur dan catatan yang ditetapkan pada prinsip-prinsip ini dan implementasinya

Sumber: Codex Alimentarius Comission dalam Gaze dan Campbell (2004)

D.2. Prerequisite program

Pengendalian bahaya dilakukan berbasiskan prerequisite programmes dan

rencana HACCP. National Advisory Committee on Microbiological Criteria for

Foods (NACMCF) di Amerika Serikat memperkenalkan istilah prerequisite

programmes. Prerequisite programmes didefinisikan sebagai “Prosedur, termasuk

Good Manufacturing Practices, yang mengarahkan kepada kondisi operasional,

sebagai fondasi dari penerapan sistem HACCP”. Prerequisite programmes

mengelola dasar lingkungan dan kondisi proses dalam produksi pangan. Menurut

NACMCF yang termasuk dalam daftar dari prerequisite programmes yaitu:

pengendalian pemasok; spesifikasi; peralatan produksi; pembersihan dan sanitasi;

higiene karyawan; pelatihan; pengendalian bahan kimia; penerimaan,

penyimpanan dan pengkapalan; daya telusur dan penarikan produk (recall); dan

pengendalian hama. Prerequisite programmes adalah alat bantu penting dalam

pencegahan dan pengendalian benda asing (Gaze dan Campbell 2004).

Dengan prerequisite programmes, sistem HACCP akan lebih fokus kepada

masalah keamanan yang potensial yaitu produk atau proses tertentu. Sistem akan

fokus kepada titik kendali kritis pada proses karena prerequisite programmes

dapat mengelola risiko bahaya yang kecil seperti masalah mutu dan komersial

(Gaze dan Campbell 2004).

10

Beberapa prerequisite programmes yang harus diterapkan menurut BRC

(2011) adalah pembersihan dan sanitasi, pengendalian hama, program

pemeliharaan untuk peralatan dan bangunan, persyaratan higiene karyawan,

pelatihan karyawan, pembelian, pengaturan pengangkutan, proses untuk

pencegahan kontaminasi silang, dan pengendalian alergen. Prosedur pengendalian

dan pemantauan prerequisite programmes juga harus terdokumentasi dan menjadi

bagian dari program pengembangan dan pengkajian program HACCP.

D.3. Langkah 2: Deskripsi Produk

Langkah 2 deskripsi produk mendefinisikan awal dan akhir dari proses yang

benar-benar dipertimbangkan. Pada kebanyakan kasus rencana HACCP bersifat

menyeluruh, seperti pada industri pangan dimulai dari penerimaan bahan baku,

proses, hingga distribusi produk ke pelanggan. Lingkup dan tujuan dari rencana

HACCP diputuskan pada bagian awal karena hal tersebut menentukan hal-hal apa

yang harus diketahui oleh tim HACCP untuk melengkapi analisa bahaya hingga

selesai dan selanjutnya akan divalidasi dan diperiksa untuk meyakinkan tidak ada

bagian pada keseluruhan proses yang terlupakan.

D.4. Langkah 3: Identifikasi Pengguna

Didalam analisa risiko, tingkat bahaya suatu produk akan berkaitan dengan

konsumennya. Suatu produk dikategorikan memiliki risiko tinggi bila merupakan

kategori dikonsumsi oleh populasi bayi, hamil dan menyusui, manula, orang sakit

atau dalam masa penyembuhan, atau untuk orang dengan daya tahan tubuh rendah

atau alergi terhadap senyawa tertentu (Thaheer 2008).

D.5. Langkah 4: Diagram Alir Proses

Diagram alir proses menunjukkan gambar dari proses yang ada. Diagram-

diagram alir proses harus mengidentifikasi semua tahapan proses termasuk

tranfer, inspeksi dan penundaan, mencakup semua masukan ke dalam proses

termasuk bahan baku, kemasan, air dan bahan-bahan kimia, serta semua keluaran

dari proses seperti sisa kemasan, bahan baku, pengerjaan ulang, atau yang

dibuang. Tahapan ini sangat penting karena setiap tahapan dari proses dapat

digunakan untuk menganalisa bahaya-bahaya potensial awal yang ada.

11

D.6. Langkah 5: Verifikasi Diagram Alir Proses

Diagram alir proses digunakan sebagai dasar dari analisa bahaya dimana

ketepatannya sangatlah penting bagi sistem HACCP. Cara yang baik untuk

menjamin ketepatan ini adalah dengan memperhatikan proses pada saat proses

tersebut berjalan. Perhatian harus dilakukan untuk menjamin bahwa seluruh

tahapan proses telah sesuai termasuk penundaan dan meliputi jalan-jalan alternatif

bagi produksi (ketika peralatan lain kemungkinan rusak).

D.7. Langkah 6-Prinsip 1: Identifikasi Bahaya

Analisa bahaya dilakukan terhadap bahan baku, peralatan yang kontak

produk, proses produksi, dan alergen. Analisa bahaya bahan baku dan peralatan

kontak produk adalah penilaian risiko bahaya yang timbul dari bahan baku dan

peralatan kontak produk yang bersangkutan. Analisa bahaya proses produksi

adalah melakukan penilaian potensi risiko bahaya yang timbul di masing-masing

tahapan produksi. Analisa alergen adalah untuk menilai risiko bahaya alergen

pada masing-masing produk. Bahaya dikategorikan sebagai bahaya mikrobiologi,

fisik dan kimia.

Identifikasi bahaya dapat dilakukan melalui pengalaman dan pengetahuan

mengenai proses pembuatan makanan, produk, bahan baku, pemeriksaan setiap

keluhan pelanggan, informasi pemasok, dan hasil-hasil penelitian pada literatur

dan jurnal-jurnal yang relevan. Ketika sebuah bahaya telah teridentifikasi Tim

HACCP harus menetapkan lebih lanjut tingkat keparahan dari potensi bahaya

yang ada mengancam keselamatan pelanggan atau mutu produk dan sebesar besar

kemungkinan bahaya terjadi. Sebagai contoh, adanya logam dalam produk wafer

stik adalah risiko bahaya yang tinggi, walaupun demikian kemungkinan untuk

terjadinya sangatlah kecil.

Analisa bahaya digunakan untuk menentukan bahaya yang memerlukan

pengukuran dan pengendalian. Jika tingkat masalah dan kemungkinan dari bahaya

rendah maka tim boleh memutuskan bahwa pengendalian bahaya dicapai melalui

pelatihan dan petunjuk-petunjuk bekerja. Jika bahaya memiliki signifikansi yang

tinggi, tim HACCP harus memastikan bahwa dalam tahapan selanjutnya dari rencana

HACCP bahaya tersebut terkendali. Penulisan semua bahaya yang signifikan atau

tidak, akan menunjukkan kepada auditor eksternal maupun internal bahwa bahaya-

12

bahaya tersebut setidaknya diperhatikan dan dipertimbangkan walaupun bahaya

tersebut tidak sering terjadi.

D.7.1. Bahaya Mikrobiologi

Cemaran mikrobiologi tergantung dari tipe produk, asal bahan baku (misalnya

sifat alami bahan, bahan segar atau sintesis), operasional pekerja yang tidak higiene,

dan perlakuan atau pengolahan yang dilakukan (seperti pemanasan, penyimpanan

pada suhu ruang). Faktor-faktor utama yang dapat mempengaruhi pertumbuhan

mikroorganisme adalah temperatur, waktu, kelembaban, keasaman, tingkat oksigen,

organisme-organisme lain, dan jumlah mikroba. Tabel 2 menunjukkan beberapa

contoh cemaran mikrobiologi.

Tabel 2 Contoh cemaran mikrobiologi

No Tipe Contoh mikroorganisme

1 Organisme infektif a. Sel vegetatif seperti Campylobacter jejuni, Salmonella spp., Shigella spp.

b. Virus seperti rotavirus, hepatitis A

c. Khamir/kapang seperti Candida abicans, Aspergillus flavus, Fusarium spp.

d. Parasit seperti Giardia lumblia, Toxoplasma gondii.

2 Spora bakteri Clostridium botulinum, Clostridium perfingens dan Bacillus cereus.

Sumber: Thaheer (2008)

Kemungkinan terjadinya kontaminasi pada produk pangan dapat

dikelompokkan menjadi tiga yaitu:

1. Pencemaran langsung (direct contamination), yaitu adanya bahan pencemar

yang masuk kedalam makanan secara langsung karena ketidaktahuan atau

kelalaian baik disengaja atau tidak, misalnya adanya penggunaan bahan

tambahan yang dilarang dan rambut dalam produk.

2. Pencemaran silang (cross contamination), yaitu pencemaran yang terjadi

secara tidak langsung, misalnya penanganan bahan mentah di lokasi yang

sama dengan penanganan produk jadi.

3. Pencemaran ulang (recontamination), yaitu pencemaran yang terjadi terhadap

makanan yang telah dimasak sempurna. Misalnya makanan yang telah

dimasak tidak dikemas/tidak dilindungi sehingga kemungkinan tercemar

dengan lalat atau kotoran lainnya (Thaheer 2008).

13

Pada produksi wafer stik, produk melalui proses pemasakan pada suhu sekitar

140 derajat celcius. Produk akhir memiliki kadar air yang rendah sehingga risiko

bahaya mikrobiologinya relatif rendah. Walaupun demikian, setelah dari oven masih

terdapat risiko bahaya. Beberapa contoh bahaya yang mungkin terjadi di PT SSI

adalah kontaminasi silang dari peralatan dan mesin yang kotor digunakan untuk

proses; kondisi kesehatan karyawan yang sakit, terluka yang menangani produk atau

bahan baku; kurangnya pengawasan lingkungan pabrik sehingga produk

terkontaminasi serangga; dan kondisi tempat penyimpanan yang tidak baik.

D.7.2. Bahaya Fisik

Beberapa contoh bahaya fisik pada produk adalah berupa pecahan kaca;

serpihan logam; batu kerikil, debu atau kotoran tanah lainnya; kayu dari palet atau

peralatan kayu; serangga; plastik keras dari peralatan; dan perhiasan seperti cincin,

anting, dan kalung. Bahaya-bahaya tesebut dapat berasal dari kegiatan pemeliharaan

rutin, peralatan yang berkarat, lampu yang tidak dilindungi atau bahan baku dari

pemasok yang sudah terkontaminasi. Penggunaan peralatan yang dapat

menghilangkan bahaya fisik seperti saringan krim dan adonan, penyaring udara dan

detektor logam haruslah diawasi rutin sehingga efektif menghilangkan bahaya fisik

selama proses dan di produk akhir.

D.7.3. Bahaya Kimia

Beberapa contoh bahaya kimia adalah alergen dari bahan baku dan

kontaminasi silang pangan alergen selama proses pengolahan; bahan pembersih yang

beracun; cat, tinta dan pelarut; dan bahan dari pemeliharaan peralatan seperti pelumas

dan oli. Bahan kemasan dan bahan baku bukan untuk pangan (food grade), seperti zat

pewarna yang dilarang, juga dapat menimbulkan kontaminasi kimia.

D.8. Langkah 7-Prinsip 2; Penetapan Critical Control Points

Ketika bahaya yang signifikan teridentifikasi dalam rencana HACCP

berhubungan dengan tahapan-tahapan proses atau bahan baku tertentu, maka

menjadi hal penting untuk menentukan apakah tahapan-tahapan tersebut merupakan

tahapan kritis (Critical Control Points/CCP) atau bukan (Control Points/CP) dalam

menjamin keamanan produk. Critical Control Point (CCP) adalah tahapan proses

atau bahan baku dimana pengontrolan dapat diterapkan dan merupakan hal yang

penting untuk melindungi ataupun mencegah bahaya keamanan pangan atau

14

menguranginya sampai pada tingkatan yang dapat diterima. Control Point (CP)

adalah tahapan dalam proses dimana pengontrolan mungkin saja terlewatkan

tanpa menimbulkan bahaya keamanan pangan secara signifikan atau dimana

bahaya keamanan pangan tidak akan mencapai tingkatan yang tidak dapat

diterima.

D.9. Langkah 8–Prinsip 3; Penetapan Batas Kritis CCP

Batas kritis adalah kriteria yang membedakan antara taraf yang dapat diterima

dengan taraf yang tidak dapat diterima. Batas kritis adalah toleransi yang menentukan

dimana tidak boleh ada pengecualian agar produk aman atau memenuhi parameter

mutu tertentu. Tim HACCP harus memahami bahaya dan cara-cara penanganannya

dalam penyusunan batas kritis. Jika tim tidak memiliki pemahaman mengenai

penentuan batas kritis, mereka harus mencari buku petunjuk teknis, petunjuk

penggunaan, jurnal-jurnal dan tenaga ahli di bidangnya, atau sumber lainnya. Batas

kritis harus mudah diukur dan dipantau secara konstan.

Batasan titik untuk setiap CCP harus divalidasi. Validasi adalah cara untuk

mendapatkan bukti bahwa elemen dari rencana aplikasi HACCP berjalan dengan

efektif, yang mampu membuktikan bahwa batas kritis yang telah kita pilih dapat

mengontrol bahaya.

D.10. Langkah 9–Prinsip 4; Menetapkan Sistem Pemantauan CCP

Pemantauan merupakan rencana pengawasan dan pengukuran

berkesinambungan untuk mengetahui apakah suatu CCP dalam keadaan terkendali

dan menghasilkan catatan yang tepat untuk digunakan dalam proses verifikasi.

Tujuan pemantauan CCP adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui kapan sebuah CCP kehilangan kendali dan menyebabkan

meningkatnya risiko menghasilkan produk yang berbahaya.

2. Mengidentifikasi masalah sebelum hal tersebut terjadi.

3. Mengetahui secara tepat penyebab masalah tersebut.

4. Membantu memverifikasi aplikasi rencana HACCP.

Pemantauan CCP harus dicatat dan catatannya disimpan selama periode tertentu

sesuai persyaratan dari Standar dan permintaan pelanggan.

15

D.11. Langkah 10–Prinsip 5; Penetapan Tindakan Koreksi

Tindakan koreksi adalah suatu tindakan yang dilakukan bila hasil

pemantauan (Langkah 9) menunjukkan tidak terkendali, yaitu melebihi batas kritis

yang telah ditetapkan (Langkah 8). Prosedur tindakan koreksi harus mencakup dua

bagian yaitu tindakan langsung dan tindakan pencegahan. Tindakan langsung

meliputi pengaturan kembali proses sehingga kembali terkendali, penghentian proses

dan perlakuan tertentu terhadap produk yang dicurigai, seperti diganti, diproses ulang

atau dikirimkan ke pasar yang berbeda (misal ke stock feed market). Tindakan

pencegahan meliputi identifikasi akar dari permasalahan, menjalankan tindakan yang

sesuai, seperti merubah prosedur, proses, peralatan, material ataupun produk sehingga

keadaan ini tidak terulang kembali. Tindakan perbaikan juga dapat dilakukan dengan

menambah frekuensi pemanatauan dalam rencana HACCP. Verifikasi harus

dilakukan untuk mengetahui apakah perubahan telah diimplementasikan dan efektif.

D.12. Langkah 11- Prinsip 6; Penetapan Prosedur Verifikasi

Rencana HACCP harus mencakup pencatatan prosedur-prosedur verifikasi

untuk memastikan bahwa rencana HACCP telah diikuti dan dijalankan dengan

benar. Ada tiga elemen penting pada verifikasi :

1. Peninjauan internal secara berkesinambungan terhadap pengendalian dan

pencatatan tindakan koreksi untuk menjamin keseluruhan proses dan setiap

CCP terkendali;

2. Audit internal maupun eksternal untuk menjamin bahwa rencana HACCP telah

mencakup ketujuh prinsip HACCP Codex yang ada, telah diikuti dan tidak ada

perubahan proses serta masukan;

3. Validasi internal ataupun eksternal, yaitu semua bahaya yang relevan telah

teridentifikasi, perkiraan risiko bahaya yang potensial telah valid dan benar,

batas kritis benar, dan prosedur-prosedur pemantauan serta prosedur-prosedur

koreksi telah efektif.

Verifikasi keefektifan rencana HACCP harus dilakukan tim HACCP secara

teratur. Jika teridentifikasi suat perubahan maka analisa bahaya harus diulang

kembali baik untuk keseluruhan proses atau memodifikasi tahapan dalam proses

tersebut. Evaluasi kembali ini tentu saja harus didokumentasikan.

16

D.13. Langkah 12–Prinsip 7; Penetapan Dokumentasi dan Pencatatan

Dokumentasi adalah bukti tertulis bahwa tindakan tertentu telah dilakukan.

Tim HACCP hasil dari aktifitas-aktifitas yang harus didokumentasikan dalam

rencana HACCP. Pendokumentasian ini merupakan bukti yang objektif bahwa

setiap alat ukur pada prosedur pengendalian telah diterapkan dengan benar, tidak

melebihi batas kritis dan telah dilakukannya tindakan koreksi pada penyimpangan.

Audit internal, yang dijadwalkan paling sedikit setiap 6 bulan sekali pada seluruh

lingkup sistem manajemen keamanan dan mutu PT SSI, dilakukan untuk

memastikan bahwa aktifitas yang diterapkan dan dipelihara sesuai dengan yang

direncanakan serta sistem manajemen keamanan dan mutu pangan telah sesuai

dengan persyaratan Standar BRC dan efektif.

E. British Retail Consortium (BRC) the Global Standard for Food Safety

The BRC Global Standard for Food Safety pertama kali dikeluarkan pada

tahun 1998. Standar dibangun sebagai kerangka kerja bagi produsen pangan

memproduksi pangan yang aman dan mengelola mutu produk sesuai persyaratan

pelanggan. Format dan isi Standar didesain agar dapat dilakukannya suatu kajian

kesesuaian bangunan pabrik, sistem operasional dan prosedur perusahaan oleh

pihak ketiga yang kompeten yaitu Badan Sertifikasi (BRC 2011). Hingga saat ini,

terdapat lebih dari 14.000 perusahaan di lebih dari 90 negara telah tersertifikasi

the BRC Global Standard fo Food Safety (BRC-About the BRC Global Standard,

2012).

The Global Standard for Food Safety ditujukan bagi perusahaan dan

pelanggan agar sesuai dengan aturan legal keamanan pangan. Legislasi keamanan

pangan di seluruh dunia secara umum menuntut pelaku bisnis pangan untuk (BRC

2011):

1. Menjamin adanya spesifikasi detil yang absah dan konsisten dengan standar

keamanan dan GMP.

2. Memastikan pemasok mereka mampu menghasilkan produk sesuai

spesifikasi, memenuhi persyaratan legal dan melaksanakan sistem

pengendalian operasional yang sesuai.

17

3. Membuat kunjungan dari waktu ke waktu, dan jika memungkinkan,

melakukan verifikasi kompetensi pemasok atau menerima hasil audit dari

pihak lain terhadap pemasok mereka.

4. Membuat dan mempertahankan program kajian risiko pada evaluasi,

pengujian atau analisa produk.

5. Memantau dan melakukan reaksi terhadap keluhan pelanggan.

Keuntungan dari mengadopsi Standar BRC secara bisnis adalah karena Standar ini

(BRC 2011):

1. Diakui secara internasional dan sertifikasi dapat diterima oleh pelanggan di

manapun yang mengurangi waktu dan biaya untuk audit.

2. Merupakan sebuah standar dan protokol yang dapat diudit oleh pihak ketiga

yang terakreditasi yaitu Badan Sertifikasi sehingga memungkinkan

dilakukannya suatu kajian independen dan memiliki kredibilitas terhadap

sistem keamanan dan mutu pangan perusahaan.

3. Memungkinkan perusahaan yang tersertifikasi muncul dalam BRC public

directory sehingga adanya pengakuan terhadap pencapaian perusahaan dan

penggunaan logo untuk tujuan pemasaran.

4. Berada dalam ruang lingkup yang komprehensif meliputi mutu, higiene dan

keamanan produk.

5. Mengarahkan industri pangan untuk memenuhi persyaratan legal dan

persyaratan pelanggan mereka. Standar ini juga memungkinkan perusahaan

untuk memastikan pemasok mereka mengikuti tata cara sistem manajemen

keamanan pangan yang baik.

6. Menyediakan pilihan audit berupa program announced audit dan

unannounced audit sehingga sesuai dengan kebutuhan perusahaan dan

memungkinkan perusahaan mendemonstrasikan pencapaian mereka sesuai

proses operasional dan tingkat kematangan sistem keamanan pangan mereka.

Persyaratan dalam Standar BRC ini dibagi dalam 7 bagian yaitu bagian 1 tentang

Komitmen manajemen senior dan perbaikan yang berkesinambungan; bagian 2

tentang rencana HACCP; bagian 3 tentang Sistem Manajemen Keamanan dan

Mutu Pangan; bagian 4 tentang Standar Pabrik; bagian 5 tentang Pengendalian

18

Produk; bagian 6 tentang Pengendalian Proses; dan bagian 7 tentang Karyawan

(BRC 2011).

Dalam perkembangannya, Standar BRC dibangun terus-menerus

berdasarkan prinsip risiko yang jelas sesuai persyaratan, format pelaporan yang

informatif dan kompetensi auditor. Perkembangan the BRC Global Standard for

Food Safety isu 6 merupakan hasil dari proses konsultasi dari banyak saran dan

masukan dari berbagai kelompok stakeholder internasional, mewakili produsen

pangan, retailer, perusahan jasa boga dan badan sertifikasi. Pembaharuan Standar

dilakukan secara rutin yang mencerminkan pemikiran-pemikiran terbaru dalam

keamanan pangan. Perkembangan dalam BRC isu terbaru ini adalah lebih

menspesifikkan persyaratan untuk mutu dan keamanan pangan, serta soal

operasional produsen pangan. Saat ini Standar telah dipakai di seluruh dunia.

Telah banyak permintaan sertifikasi BRC bagi pemasok retailer, perusahaan jasa

boga dan perusahaan di seluruh dunia. Standar diterjemahkan dalam banyak

bahasa untuk membantu penerapannya pada berbagai bisnis pangan. Pada 1 Juli

2011 dikeluarkan isu terbaru yaitu BRC isu 6 (BRC 2011).

Kunci perubahan pada isu 6 (Food-The Global standar for Food Safety

issue 6 2012) meliputi:

a. Pengembangan dalam pengendalian benda asing, housekeeping dan higiene

dan manajemen alergen.

b. Pengenalan 2 tingkat audit tanpa pemberitahuan (unannounced audit) yang

dapat dipilih secara sukarela.

c. Mengurangi klausul untuk memastikan setiap klausul mengandung ide pokok

yang signifikan, menghasilkan konsistensi persyaratan yang nyata.

Lebih lanjut pada BRC (2011) disebutkan bahwa perubahan pada isu 6 ini adalah:

1. Pilihan kepada perusahaan dalam hal audit tanpa pemberitahuan untuk

memperoleh sertifikasi peringkat A atau B.

2. Panduan yang lebih dalam implementasi HACCP berdasarkan prinsip Codex

Alimentarius.

3. Penekanan yang lebih besar pada manajemen senior agar menunjukkan

komitmen mereka dalam mencapai tujuan yaitu mencapai mutu dan

keamanan produk dan menjamin dilakukannya tindakan koreksi.

19

4. Pengembangan pada hal utama seperti alergen dan preserved identity,

manajemen laboratorium, dan pengendalian kontaminasi fisik dan kimia.

5. Memperkenalkan sistem peringkat yang lebih jelas untuk grade B, C dan D.

Kunjungan ulang oleh Badan Sertifikasi dilakukan dalam 28 hari untuk

menverifikasi tindakan koreksi untuk peringkat C, frekuensi audit diturunkan

menjadi 6 bulan.

6. Revisi kategori produk yang fokus kepada teknologi produk yaitu

berdasarkan audit di lapangan kepada persyaratan auditor.

7. Memperkenalkan bagian baru yaitu keamanan (site security) yang

membutuhkan pengendalian akses, pelatihan karyawan, gudang penyimpanan

bahan yang aman, dan pendaftaran serta persetujuan pabrik (BRC 2011).

Sertifikat tidak dapat diberikan ke suatu perusahaan jika tidak ada peringkat

yang sesuai, jika tindakan koresi tidak diselesaikan atau tidak ada cukup bukti

yang diterima oleh Badan Sertifikasi dalam 28 hari kalender (BRC 2011).

Perlindungan keamanan pangan (food security) merupakan isu terbaru

dalam program keamanan pangan (food safety). Food security diaplikasikan

sebagai usaha untuk mengatasi ancaman maupun terorisme pangan (food

terrorism) yang dapat membahayakan keamanan pangan. Beberapa tujuan dari

terorisme pangan antara lain adalah menyebabkan ketakutan, penyakit atau

kematian penduduk, mengurangi ketersediaan dan mutu pangan, menyengsarakan

suatu bisnis pangan yang berakibat pada harga, ketersediaan dan pemasaran

produk, atau menggunakan pangan sebagai senjata politik. Dasar dari

perlindungan pangan yang efektif adalah dengan melibatkan dan

mengintegrasikan Rencana HACCP, memberikan aspek perlindungan dan

keamanan pangan dari pelaksanaan GMP, standar operasional prosedur sanitasi

yang berjalan baik dan efektif, serta program penarikan produk (recall) yang

terbaharui (Rasco dan Bledsoe 2005).

Perbandingan sistem audit pada BRC dengan beberapa sistem keamanan

pangan dunia dapat dilihat pada Tabel 3 (SAI Global 2010). Terlihat sistem BRC

dan SQF memiliki banyak persamaan namun cukup berbeda dari ISO 22.000.

BRC dan SQF sama-sama mendetilkan persyaratan terkait prerequisite

programmes atau program fundamental, seperti infrastruktur, sanitasi,

20

pengendalian hama, pengendalian bahan kimia, persetujuan pemasok, dan

persetujuan penggunanan bahan kemasan. Kedua standar, selain mensyaratkan

penetapan HACCP, juga mensyaratkan pengujian mikrobiologi, penanganan

pangan alergen dan bahan pangan sensitif, serta pengendalian benda asing. Kedua

standar mensyaratkan adanya kajian soal aturan pelabelan dan kesesuaian dengan

aturan negara atau industri. Dari tabel tadi dapat dilihat kesemua hal tadi tidak

disyaratkan dalam ISO 22.000.

Tabel 3 Perbandingan program audit beberapa standar internasional

Sumber: SAI Global (2010)

21

F. Audit pada BRC Isu 6

The Global Standard for Food Safety memberikan pilihan-pilihan audit dan

sertifikasi. Pendekatan fleksibel merupakan respon dari permintaan pasar dan

memungkinkan perusahaan untuk memilih satu pilihan audit terbaik untuk

persyaratan pelanggan, operasional pabrik dan kematangan sistem keamanan

pangan mereka. BRC isu 6 memperkenalkan sistem peringkat yang lebih jelas

untuk grade B, C dan D seperti pada Lampiran 1. Berikut ini adalah pilihan audit

pada the Global Standard for Food Safety:

1. Enrolment programme, merupakan pilihan bagi perusahaan untuk yang baru

atau yang belum tersertifikasi.

2. Audit dengan pemberitahuan (announced audit programme). Audit ini

tersedia bagi perusahaan yang telah tersertifikasi dan proses audit yang sama

dengan enrollment programme. Keberhasilan audit diberi sertifikat grade A,

B, atau C tergantung pada jumlah dan tipe non-conformities (ketidaksesuaian)

yang ditemukan. Namun tidak ada nilai A+ pada audit ini.

3. Audit tanpa pemberitahuan (unannounced audit programme). Audit hanya

berlaku bagi perusahaan yang telah tersertifikasi Standar BRC dan mendapat

peringkat A+, A, B

+ atau B. Pilihan pada unannounced audit memberikan

kesempatan bagi perusahaan untuk mendemonstrasikan kematangan sistem

mutu dan keberhasilan perusahaan, yang kemudian dapat diberi peringkat A+

(peringkat tertinggi BRC), B+ atau C

+. Audit independen terhadap sistem dan

prosedur akan memberikan kepercayaan lebih bagi pelanggan perusahaan

karena menunjukkan kemampuan perusahaan menjaga standar secara

konsisten. Terdapat dua pilihan audit tanpa pemberitahuan yaitu:

1. Pilihan 1, yaitu keseluruhan Standar diaudit pada satu kunjungan audit

tanpa pemberitahuan, biasanya berlangsung dua hari.

2. Pilihan 2, yaitu kunjungan audit dibagi menjadi 2 kunjungan terpisah,

yang masing-masing berlangsung satu hari. Audit pada kunjungan

pertama yang tidak diumumkan didominasi audit terhadap GMP. Pada

audit kedua yang direncanakan, didominasi audit terhadap sistem

dokumentasi dan catatannya (BRC 2011).

22

G. Spesifikasi dan Standar Wafer Stik

Wafer stik, dikenal juga dengan wafer roll, dikonsumsi sebagai makanan

selingan maupun makanan penutup. Wafer stik terdiri dari kulit yang diisikan

dengan krim, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 1. Bahan untuk kulit

ditimbang, diaduk dalam mixer kemudian dipompakan kedalam drum oven yang

berputar sehingga membentuk lembaran. Dalam keadaan panas lembaran

digulung dan direkatkan dengan bantuan air sehingga membentuk gulungan

(flute). Bahan untuk krim diaduk dalam ball mill mixer (dengan bola baja) untuk

mengecilkan ukuran dan menghasilkan krim dengan standar viskositas dan

kehalusan tertentu. Krim kemudian dipompakan kedalam gulungan wafer.

Selanjutnya produk dimasukkan ke dalam kemasan seperti kantong plastik atau

tray, kemudian direkatkan, dimasukkan ke kaleng dan karton akhir. Wafer stik

tersebut dapat langsung dikonsumsi oleh pelanggan.

Gambar 1. Foto wafer stik

Spesifikasi berarti batas-batas terukur yang ditetapkan oleh perusahaan

yang dijadikan acuan oleh semua komponen dalam perusahaan untuk dipenuhi.

Spesifikasi bahan mentah harus didefinisikan dengan baik agar dapat dimengerti

dengan jelas oleh pemasok bahan mentah, bagian pembelian, penerima barang

maupun unit penyimpanan dan produksi. Spesifikasi proses merupakan

persyaratan-persyaratan yang berkaitan dengan kondisi proses selama pengolahan

dan yang berkaitan dengan produk-produk antara sebelum menjadi produk jadi.

Spesifikasi proses pengolahan atau proses antara lain adalah instruksi kerja, suhu

dan waktu, serta berat dan proporsi. Selanjutnya spesifikasi produk akhir adalah

seperti indeks mikrobiologi dan indeks kimia dan fisik produk (Muhandri dan

Kadarisman 2008).

kulit wafer

krim wafer

23

Semakin tinggi pengetahuan dan kemampuan ekonomi masyarakatnya,

semakin tinggi pula kecenderungan menuntut pangan yang lebih aman untuk

dimakan. Kemungkinan-kemungkinan bahaya pada produk pangan menyebabkan

produk menjadi tidak aman, antara lain adalah karena terjadinya kontaminasi

mikroba dan kondisi proses pengolahan yang menyebabkan mikroba tumbuh aktif

kembali selama penyimpanan dan pemasaran. Karakteristik keamanan pangan ini

dirasakan telah banyak menghambat ekspor produk pangan ke negara maju seperti

Amerika Serikat, Eropa dan Jepang karena persyaratan yang cukup berat yang

diberlakukan secara ketat. Apabila ingin bersaing mendapatkan pasar di negara-

negara tersebut, karakteristik ini harus ditangani secara intensif. Proses produksi

produk olahan yang aman harus mempertimbangkan bahan, metoda proses,

kontaminasi pasca proses, dan penentuan titik kendali kritis (Muhandri dan

Kadarisman 2008).

Wafer stik termasuk produk pangan yang memiliki parameter mutu tidak

berbeda dengan golongan biskuit pada umumnya. Standar produk yang digunakan

adalah sesuai Standar Mutu Produk Biskuit sesuai SNI 2973-2011. Kulit wafer

mengalami pemanggangan sampai lebih dari 1400C cukup panas untuk

membunuh semua bakteri pembusuk dan patogen. Jumlah TPC (Total Plate

Count) adalah maksimum 1.0 x 106, jumlah koliform adalah maksimum 20

APM/gram, jumlah E. coli adalah maksimum kurang dari 3 APM/gram, dan

jumlah kapang adalah maksimum 1x102 koloni/gram. Standar mutu berupa

cemaran mikorba biskuit sesuai SNI 2973-2011 dapat dilihat pada Tabel 4.

Prosedur pengujian cemaran mikroorganisme mengacu pada SNI 01-2897-1992.

Kadar air produk dari oven cukup rendah yaitu kurang dari 3%. Kadar air

yang rendah pada produk seperti wafer stik, membuat produk lebih awet dan

stabil terhadap kerusakan pangan. Banyak reaksi-reaksi kimia dalam sistem

pangan/biologis melibatkan aktivitas enzim tertentu, yang melibatkan air. Dalam

kondisi kering pangan relatif memiliki water activity (aw) atau aktivitas air yang

rendah, sehingga air bebas yang tersedia untuk aktivitas enzim kecil. Nilai

aktivitas air aw adalah yang paling umum digunakan untuk sebagai kriteria untuk

keamanan dan mutu pangan. Pada produk kukis, kraker, tepung roti dan pangan

24

lain yang mengandung kadar air 3-5% dengan aw 0,4 tidak memungkinkan

mikroba tumbuh, baik bakteri, kapang, maupun khamir (Kusnandar, 2010).

Tabe1 4 Syarat mutu cemaran mikroba biskuit SNI 2973:2011

Kriteria uji Satuan Persyaratan

Angka lempeng total koloni/g maks. 1 x 104

Coliform APM/g 20 Escherichia coli APM/g < 3 Salmonella sp. - negative/25g

Staphylococcus aureus koloni/g maks. 1 x 102

Bacillus cereus koloni/g maks. 1 x 102

Kapang dan khamir koloni/g maks. 2 x 102

H. Manajemen alergen

Alergen adalah suatu bahan yang mengakibatkan reaksi sistem imun yang

tidak sesuai yang dikenal sebagai “reaksi alergi”. Reaksi alergi adalah reaksi

hipersensitif yang dimulai dari mekanisme imunologi (Boye dan Godefroy 2010).

Food allergies memberikan efek pada populasi yang kecil. Akan tetapi dalam

beberapa kasus, suatu reaksi alergi dapat menjadi sangat membahayakan hidup

atau menjadi fatal. Di Australia, hanya 1-2 persen dari populasi yang menderita

akibat true food allergy. Pada anak-anak angka ini meningkat menjadi 5-8 persen

(AFGC 2007). Data lain menyebutkan bahwa secara statistik, anak-anak yang

memiliki alergi pangan adalah kurang dari 4-8 persen dan kurang dari 2-4 persen

dari populasi dewasa (Boye dan Godefroy 2010).

Kebanyakan food allergen adalah protein. Seseorang harus mengalami

sensitization akibat paparan protein yang kemudian membentuk antibodi-antibodi

dan akan bereaksi pada paparan selanjutnya. Allergenic protein biasanya tidak

terdenaturasi oleh proses pengolahan pangan dan relatif tahan terhadap

pencernaan. Reaksi alergi dikarakterisasi dari terlepasnya secara cepat senyawa

kimia seperti histamin oleh antibodi, yang akan terjadi dalam beberapa menit atau

lebih sampai 4 jam setelah mengkonsumsi. Food allergies biasanya dimediasi

oleh antibodi immunoglobulin E (IgE) dan dapat dikonfirmasi dengan skin-prick

test atau blood test. Tingkat keparahan pada reaksi alergi bervariasi diantaranya

adalah sebagai berikut:

a. Masalah pernafasan (radang selaput lendir hidung, asma, dan sakit

tenggorokan hebat).

25

b. Masalah gastrointestinal (mual, muntah, diare, kejang perut).

c. Masalah kulit (bintik-bintik merah dan bengkak di kulit, penyakit gatal,

dermatitis, eksim) (AFGC 2007).

Beberapa reaksi anapylasis dapat terjadi setelah kontak/mengkonsumsi

alergen dalam pangan. Hal ini menyebabkan tekanan darah turun dengan cepat,

gangguan saluran pernafasan, reaksi shock dan kegagalan multi organ. Hal ini

menjadi fatal jika tidak ditangani segera. Meskipun hanya sedikit orang dengan

food allergies yang beresiko mengalami kejadian serius, beberapa kematian

terjadi akibat mengkonsumsi pangan yang mengandung alergen yang sensitif bagi

individu tersebut (AFGC 2007).

Berbeda dengan food allergies, food intolerance secara umum lebih sering

terjadi. Reaksinya tergantung pada dosis dan melibatkan komponen bukan-protein

dalam pangan. Intolerance reactions terhadap suatu jenis pangan bisa

mengakibatkan symptoms yang tertunda, dimana efeknya tidak terlihat selama

beberapa jam setelah mengkonsumsi. Tidak ada tes laboratorium yang dapat

membuktikan food intolerance dan diagnosa dilakukan melalui pengurangan

asupan diet (AFGC 2007).

Reaksi alergi pada kondisi yang tidak beruntung dapat mengakibatkan

anaphylaxis dan bahkan kematian. Sebagai contoh kematian seorang anak

perempuan di Ontario, Kanada setelah mengkonsumsi kentang goreng yang

kontak dengan produk susu dalam kantin sekolahnya. Kasus ini meningkatkan

kepedulian tentang pangan alergen dan pemerintah di propinsi tersebut membuat

undang-undang yang dikenal sebagai “Sabrina’s law”. Aturan ini mensyaratkan

sekolah-sekolah di Ontario agar proaktif memberikan pendidikan dan persiapan

terkait alergi. Kematian Sabrina ini tidak unik dan sayangnya insiden lain telah

terjadi di seluruh dunia (Boye dan Godefroy 2010).

Terdapat lebih dari 160-180 pangan yang diketahui sebagai allergenic,

beberapa diantaranya sebagai alergen utama. Hal ini meliputi telur, susu, kedelai,

kacang tanah, tree nuts, ikan, kerang-kerangan, dan gandum (gluten) (Boye dan

Godefroy 2010). Foods Standard Australian New Zealand (FSANZ) mengatur

dalam Australian New Zealand Food Standard Code 1.2.3 terkait pencantuman 8

macam allergic foods yang diperkirkan menghasilkan 90% reaksi alergi terhadap

26

pangan tersebut. Akan tetapi disadari terdapat banyak pangan lainnya yang dapat

menyebabkan reaksi alergi tidak diatur oleh Code ini terkait pelabelan. Food

Drugs Administration (FDA) Ameriksa Serikat mengatur persyaratan pelabelan

alergen untuk 8 komoditas dalam Food Allergen Labelling and Consumer

Protetion Act of 2004 (FALCPA) (FDA 2010). Menurut Food Standard Agency

(FSA) Inggris, ada 14 macam allergenic substance yang diatur dalam Guidance

on Allergen and Miscellaneous Labelling Provision (2011). Tabel 5 menunjukkan

allergenic foods atau food groups yang termasuk dalam persyaran pelabelan pada

beberapa negara. Dari beberapa jenis pangan tersebut, PT SSI menggunakan

beberapa bahan berupa telur, susu, gandum dan hazelnut.

Tabel 5 Alergennic food atau food groups yang disyaratkan dicantumkan pada

pelabelan menurut Codex dan beberapa negara

Allergenic Food atau Food

Groups, termasuk produk

turunannya (tidak

termasuk pengecualian)

CAC (2010) Amerika (FDA 2004)

Australia-Selandia Baru,

ANZFA (2000)

Inggris (FSA 2011) dan

Directive EC 2006/142

Susu sapi √ √ √ √ Telur √ √ √ √ Ikan √ √ √ √

Kacang tanah √ √ √ √ Crustacean √ √ √ √

Kedelai √ √ √ √ Tree nuts a) √ √ √ √ Serealia b) √ (gandum) √ (gandum) √ √

Sulfit > 10ppm √ √ Mustard √

Wijen √ Seledri √ Lupin √

Moluska √

a) Tree nuts adalah kacang almond, kacang mede (cashew), brazil nuts, cashews, chestnuts, kacang

hazelnut, hickory nuts, macadamia nuts, pecans, pipe nuts, pistachios, dan walnuts (FSA 2011),

b) Serealia yang mengandung gluten dan produknya, yaitu gandum, rye, barley, oats, dan

keturunannya yang dihibridisasi.

Banyak pangan mengandung bahan yang diketahui sebagai alergen. Food

allergen ini dapat menjadi bagian dari suatu pangan melalui ketidaksengajaan.

Hal ini dapat berasal dari keberadaan dalam bahan baku, bahan penolong (misal

enzim), formulasi yang salah, pergantian jadwal produksi, pengerjaan ulang,

prosedur pembersihan/sanitasi yang tidak cukup atau tidak efektif, kontak silang

dalam proses, dan kontak setelah proses. Pendekan manajemen resiko yang

direkomendasikan adalah melalui program HACCP. Hal ini melibatkan evaluasi

27

bahaya-bahaya yang terkait dengan alur produk, dimulai dari produksi bahan baku

dan mengkaji setiap tahapan proses sampai ke pelabelan dan pengemasan produk

akhir yang siap dikonsumsi. Titik kritis dimana alergen dapat masuk selama

proses harus diidentifikasi dan adanya sistem untuk mengawasi titik kritis ini,

untuk meminimalisasi kontaminasi silang yang tidak diinginkan (AFGC 2007).

Menurut Burrows (2010), dedicated process line yaitu meliputi mesin, peralatan

produksi dan aturan yang jelas harus dilakukan untuk mencegah kontaminasi

silang alergen dalam suatu perusahaan.

Program pembersihan perusahaan memiliki peran penting dalam

manajemen alergen. Dalam konteks manajemen alergen, tujuan utama

pembersihan adalah penghilangan residu produk menggunakan teknik

pembersihan yang tepat. Penghilangan mikroorganisme adalah tujuan berikutnya

dan menjadi target kegiatan sanitasi setelah pembersihan. Dalam proses

pembersihan penggunaan udara bertekanan tinggi (compressed air) efektif untuk

membersihkan namun hendaknya dibatasi. Penggunaannya dapat menyebarkan

debu dan puing lainnya dan menerbangkan alergen dari satu area ke area lainnya

(Stone dan Yeung 2010). Penggunaan selang air juga harus diminimalisasi karena

menyebarkan alergen di dalam pabrik. Saat pembersihan, bagian-bagian peralatan

harus dilepaskan untuk menghilangkan residu alergen. Karyawan dan operator

yang terlibat dalam pembersihan harus mendapatkan pelatihan yang cukup agar

pembersihan dapat terlaksana dengan baik (AFGC 2007).

Validasi kegiatan pembersihan pada peralatan yang dipakai bersama untuk

produk pangan dengan alergen dan tidak, seperti di PT SSI, merupakan hal yang

sangat penting. Pemeriksaan secara visual pada pembersihan residu alergen

dilakukan dengna memastikan area kontak produk dan area sekitarnya yang

terkait lini proses bebas dari residu yang terlihat. Jika kebersihan dapat diperiksa

secara visual, maka harus ada validasi tambahan untuk menunjukkan allergenic

protein telah dihilangkan. Karena tidak ada aturan soal ambang batas alergen,

fasilitas pengolahan dapat menetapkan batas kritis berdasarkan resiko atau

menggunakan batas deteksi uji sebagai titik kendali kritis. Test kit enzyme-linked

immunosorbent assay (ELISA) komersial dapat digunakan oleh perusahaan untuk

28

memvalidasi kebersihan baik secara kualitaf dan kuantitatif (Stone dan Yeung

2010).

Menurut aturan Standar FSANZ pelabelan alergen dibuat dengan cara

semua informasi alergen dikelompokkan agar mudah dikenali dan tidak

tersembunyi diantara informasi lain pada label; deskripsi produk dan representasi

harus akurat; alergen dituliskan menggunakan istilah bahasa inggris yang

konsisten sesuai aturan; ukurannya harus cukup besar sehingga mudah dibaca,

menggunakan huruf sans sherif minimal 1,5mm dan warna huruf kontras berbeda

dari latar belakang (AFGC 2007). Dalam Guidance on Allergen and

Miscellaneous Labelling Provision (2011) Inggris, dinyatakan bahwa semua

bahan baku dan komponen dalam bahan baku yang ditambahkan dan ada pada

produk akhir, termasuk carry-over additives, bahan tambahan sebagai bahan

penolong, pelarut dan media bahan tambahan atau flavor, hendaklah dinyatakan

dalam label. The Food Allergen Labelling and Consumer Protection (FALCPA)

mensyaratkan pelabelan 8 alergen utama (seperti pada Tabel 5). Pelabelan tidak

dapat digunakan jika potensi atau kehadiran major food allergen adalah hasil dari

“kontak silang” dalam proses produksi, misalnya pemakaian bersama peralatan

dan lini produksi. Dalam konteks food allergens hendaklah tidak ada kontak

silang yang menyebabkan residu atau jumlah kecil allergenic foods mengenai

produk lain yang tidak seharusnya. FDA memberi pedoman kepada industri agar

pernyataan soal alergen, seperti ...,“may contain (allergen)” atau “produced in

facility that also use (allergen) tidak digunakan sebagai pengganti dari kewajiban

melakukan GMP, pernyataan tadi harus benar dan tidak membingungkan

konsumen (FDA 2010).

I. Pengendalian benda asing

Salah satu elemen kunci dalam BRC adalah pengendalian benda asing.

Pengendalian benda asing merupakan usaha deteksi untuk pencegahan masuknya

benda asing ke dalam suatu produk pangan. Keberadaan benda asing dalam

produk mengakibatkan penurunan penerimaan konsumen terhadap suatu merek

atau suatu produk dan mereka akan menjadi tidak puas. Keberadaan benda asing

menunjukkan kurangnya pengawasan dalam proses produksi pangan. bahan

29

pangan secara alami sangat kompleks dan terbuat dari bahan baku dari seluruh

dunia, dengan perbedaan dalam proses serta sistem distribusi yang masing-masing

memiliki risiko potensial mengandung kontaminasi benda asing. Kontaminan

misalnya berupa batu, tanah, pecahan, atau serangga dalam produk serealia, kulit,

tulang dan rambut pada produk hewani, dan lainnya (Marsh dan Angold, 2004).

Aturan terkait benda asing dibuat untuk melindungi kesehatan masyarakat

dari bahaya dan penyakit dari pangan yang dikonsumsinya. Aturan yang ada

meletakkan tanggung jawab kepada produsen untuk mencegah penjualan dan

konsumsi pangan atau minuman yang tidak layak dikonsumsi. Menurut Food

Safety Act 1990, pangan yang mengandung benda asing masuk dalam kategori ini.

Kontaminasi satu unit dalam suatu batch atau lot tertentu berpotensi

mengakibatkan semua batch menjadi tidak aman, kecuali perusahaan mampu

menunjukkan hal lain. Satu keluhan karena kontaminasi benda asing yang

dilaporkan ke petugas, misalnya kaca, dengan interpretasi kuat Food Safety Act

akan mengakibatkan penarikan produk batch bersangkutan yang dilakukan

sesegera mungkin, terlepas dari dimana atau bagaimana benda asing itu dapat

masuk (Hines 2004).

Benda asing (kecuali oli dan minyak) dikategorikan merupakan bahan

padat yang keberadaannya tidak diinginkan dalam pangan. Keberadaan benda

asing dalam pangan dapat menjadi isu keamanan. Derita yang diakibatkan oleh

benda asing meliputi tersedak, luka dan gigi patah; sementara dalam kasus ekstrim

mengakibatkan perlunya perawatan di rumah sakit (Gaze dan Campbell 2004).

Pecahan gelas merupakan kelompok penting dari benda asing. Ada banyak

pemberitaan di UK karena kasus ditemukannya kaca di makanan bayi pada tahun

1989. Kaca digolongkan sebagai prioritas tinggi, berpotensi menjadi perhatian

media dan bahaya yang mungkin terjadi adalah merobek mulut atau

kerongkongan (Edwards 2004).

Karyawan adalah sumber utama masuknya benda asing kedalam produk

pangan misalnya perhiasan, rambut, pulpen dan peralatan yang digunakan. Oleh

karena itu karyawan yang terlibat dalam produksi pangan diberikan pelatihan

pencegahan masuknya benda asing. Pemahaman karyawan terkait hal ini menjadi

sangat penting, agar mereka mengerti apa yang harus mereka lakukan, termasuk

30

melakukan kegiatan dengan benar dan melakukan operasioanal secara higiene.

Aturan UK Food Safety (General Food Hygiene) tahun 1995 mensyaratkan semua

orang yang bekerja di area produksi pangan hendaklah menjaga tingkat

kebersihan yang tinggi, menggunakan pakaian yang sesuai, bersih, dan jika

diperlukan, menggunakan pakaian pelindung. Pakaian pelindung yang dianjurkan

adalah hendaklah tidak memiliki kantong di luar dan dikencangkan dengan velco

strips (Gaze dan Campbell 2004).

Standar BRC mensyaratkan orang yang menangani produk, tamu dan

kontraktor, yang memasuki atau bekerja di area penanganan makanan, untuk

memakai pakaian pelindung perusahaan. Pakaian kerja dicuci rutin untuk

mencegah mengkontaminasi produk. Rambut harus sepenuhnya ditutup, termasuk

memakai penutup janggut. Aturan higiene harus terdokumentasi agar dapat diikuti

oleh semua orang termasuk tamu. Aturan ini harus secara spesifik mengatur hal-

hal seperti kuku, parfum, dan plester luka (Gaze dan Campbell 2004).

Tidak ada cara yang mampu sepenuhnya mencegah keberadaan bahan

pangan dalam makanan. Namun demikian tersedia beragam teknik untuk

mengurangi keberadaannya dalam bahan baku termasuk cara-cara manual atau

mekanis untuk menghilangkan benda asing yang tersisa di produk antara dan

produk akhir. Industri pangan menyadari bahwa pengendalian benda asing mampu

dijaga melalui penerapan HACCP (Gaze dan Campbell 2004). Hal ini meliputi (a)

mengurangi semua sumber kaca dari area produksi, (b) memasang detektor logam

pada akhir lini produksi, (c) menggunakan peralatan X-ray pada akhir lini

produksi, (d) melakukan pemisahan fisik bahan kemasan dari bahan baku dan

proses produksi, (e) menutup kaca lampu di area produksi, (f) memperhatikan

dengan seksama pemakaian baju, alas kaki, tutup kepala dan tutup janggut untuk

mengurangi kontaminasi produk dari rambut, pulpen, pensil, kancing atau benda

lainnya yang dibawa masuk ke ruang produksi (Marsh dan Angold 2004).

Sedangkan tren terbaru dalam pengendalian benda asing adalah penggunaan

peralatan dengan sistem optik, listrik/magnetik dan sistem gambar. Yang

termasuk sistem optik adalah visual system, laser system dan NIR-based

technology. Teknik elektromagnetik meliputi electromagnetic inspection,

capacitive systems, impedance techniques, impedance spectroscopy, electrical

31

resistance tomography, teknologi deteksi logam, microwave techniques, dan

magnetic field inspection. Imaging techniques meliputi nuclear magnetic

resonance (NMR) dan magnetic resonance imaging (MRI), ultrasound technique

dan metode X-ray (Gaze dan Campbell 2004).

Tim HACCP perlu menyiapkan diagram alir yang menunjukkan

keseluruhan tahapan proses, termasuk semua bahan dan kemasan yang digunakan,

yang berpotensi sebagai sumber kontaminasi benda asing. Tahapan proses

hendaklah didesain untuk menghilangkan benda asing, misal penyaringan,

pencucian, alat deteksi logam, atau pemeriksaan X-ray. Anggota tim juga harus

mengumpulkan informasi pendukung seperti lokasi pabrik, letak peralatan dan

alur pembuangan sampah. Perlu dilakukan prerequisite programmes untuk

mengendalikan potensi kontaminasi dari tahapan proses, seperti melaksanakan

program pemeliharaan dan menjaga higiene karyawan. Batas kritis benda asing

ditetapkan melalui percobaan atau studi maupun berdasarkan aturan dan pedoman

yang ada (Gaze dan Campbell 2004). Batas kritis kontaminasi logam pada produk

akhir adalah pecahan logam dengan panjang 0,3 inch (7 mm) sampai 1,0 inch

(25mm). Batas 7mm adalah yang paling jarang menyebabkan trauma atau

penyakit serius kecuali pada kelompok risiko seperti bayi, wanita hamil dan usia

lanjut (FDA 1999).

Persyaratan dalam BRC isu 6 yang terkait isu pengendalian benda asing

antara lain meliputi:

1. Peralatan yang digunakan untuk mendeteksi meliputi ayakan, saringan,

detektor metal, alat untuk sortasi optik atau X-ray, dan peralatan lainnya.

2. Jenis, lokasi dan sensitifitas alat untuk deteksi atau penghilangan benda asing

harus spesifik dan merupakan bagian sistem dokumentasi perusahaan.

3. Frekuensi pengujian peralatan deteksi harus ditetapkan.

4. Perusahaan harus mampu mengidentifikasi, menahan (hold) dan mencegah

terpakainya bahan yang tidak sesuai bila peralatan tersebut gagal.

5. Investigasi untuk mengidentifikasi sumber benda asing harus dilakukan,

dibuatkan trennya dan dilakukan upaya pencegahan untuk mengurangi

kontaminasi benda asing.

32

PT SSI melakukan pengendalian benda mudah pecah seperti pengendalian

kaca, plastik keras, keramik dan sejenisnya. Dalam prosedur tersebut diatur

metode dan frekuensi pengecekan peralatan dan mesin dan area proses yang

berpotensi pecah dan mengkontaminasi produk. Bola lampu, fixture, skylights,

dan kaca yang terpapar ke pangan hendaklah jenis yang aman atau harus

dilindungi untuk mencegah kontaminasi jika terjadi pecah. Semua peralatan

lampu yang terpapar ke produk hendaknya dipasang plasik solid (AIB 1979).

Detektor logam merupakan CCP dalam rencana HACCP di PT SSI.

Perkembangan teknologi deteksi logam dimulai setelah perang dunia II, yang lahir

dari penelitian pada deteksi radar dan frekuensi radio. Dua perusahaan Inggris

yang memulai yaitu Goring Kerr (yang sekarang dikenal Thermo Electron

Corporation) dan Rank Cintel meluncurkan produk pertama mereka bagi industri

pangan pada tahun 1948. Saat ini, yaitu 30 tahun sesudahnya, telah banyak sekali

perkembangan dan perbaikan teknologi, menjadi otomatis, lebih cepat dan lebih

hebat dalam mendeteksi. Terdapat 3 macam sistem yang digunakan saat ini yaitu

pulse technology, ferrous in foil detection dan the balanced three coil system. Tipe

terakhir merupakan tipe yang paling umum dipakai saat ini yaitu mencapai 90

sampai 95% pemakaian. Sistem ini bekerja dengan membandingkan perbedaan

sinyal yang diterima oleh 2 receiver coils, yang teletak pada sebuah transmitter

coil, di sepanjang conveyor. Receiver coil terletak pada dua sisi berlawanan,

sehingga nilai sinyal yang diterima dari transmitter coil merupakan keseimbangan

dari masing-masing. Penurunan sinyal yang diterima dibanding yang lainnya

menghasilkan nilai total nol. Logam yang dilewatkan pada medan sinyal akan

mengganggu medan listrik normal. Magnetic metal akan menaikkan voltase dan

logam non-magnetic akan menyebabkan penurunan. Ketika logam dilewatkan

pada satu coil, voltase akan berubah yang menyebabkan sinyal pada tiap receiver

coil akan berbeda dan sinyal “tidak seimbang” tadi digunakan sebagai sinyal

untuk deteksi adanya kontaminasi logam (Craigl 2004).

Jenis produk tertentu memiliki efek konduksi listrik dan yang memiliki

sifat konduktor terbesar adalah darah, garam dan kadar air. Coklat bubuk

memiliki jumlah tembaga (copper) yang nyata dan sejumlah pewarna buatan

kimia bersifat sangat magnetis. Jadi sangat mungkin produk memiliki sinyal lebih

33

kuat dibanding kontaminasi itu sendiri. Fenomena ini dikenal dengan product

effect. Peralatan pendeteksi logam sangat sensitif, mudah dipengaruhi dari efek

atau interfensi dari luar, seperti getaran dan efek listrik. Sensitifitas dari

pendeteksi dijaga dengan memberikan penutup pada sistem. Oleh karena itu

hendaklah dibuat metal-free zone, yaitu area sekitar satu setengah kali tinggi alat

dalam penutup. Sistem deteksi ini juga sensitif pada listrik statis, karena itu juga

disarankan untuk menghindari plastik. Loop effect juga hendaknya

dipertimbangkan, yaitu terjadi karena bearing rol konveyor menyebarkan energi

dan dan bagian logam terbuka dan tertutup. Loop effect terdeteksi pada jarak lima

kali dari tinggi alat. Haruslah dipahami dengan baik faktor-faktor yang

mendukung, agar sistem deteksi logam akurat dan efektif (Craig 2004).

Dalam industri pangan, sistem pemisahan adalah sistem yang paling sering

digunakan dan relevan untuk menghilangkan kontaminasi. Rangka ayakan kawat

(mesh) merupakan bagian paling kritis dalam sistem pengayakan atau

penyaringan. Kawat ayakan hendaklah dapat terdeteksi secara magnetis. Vibrator

motor biasa digunakan untuk membantu meningkatkan kapasitas mesin ayakan.

Bagian-bagian mesin ayakan dilepaskan dan dibersihkan tiap shift atau saat

pergantian produk. Masalah penggumpalan pada ayakan akan terjadi dan menjadi

perhatian jika ayakan tidak mudah dibersihkan. Oleh karena itu bagian-bagian

mesin harus dapat dilepaskan sehingga pembersihan menjadi cepat dan mudah

(O’Conell 2004).

Agar perusahaan pangan mampu memproduksi pangan yang aman,

perusahaan harus meakukan usaha untuk meminimalkan kontaminasi benda asing,

melakukan kajian sistem keamanan pangan, dan melakukan perbaikan secara

terus-menerus (Marsh dan Angold 2004). Temuan dan keluhan benda asing perlu

diteliti lebih lanjut di laboratorium untuk dapat mengetahui penyebab dan

mencegah kejadian berulang. Peningkatan kepedulian masyarakat akan

memperbanyak publisitas kejadian kontaminasi di media. Hal ini dapat

menghilangkan kepercayaan konsumen terhadap suatu jenis atau merek produk.

Tekanan menjadi lebih besar karena dapat saja kasus tersebut dibawa di

pengadilan sehingga analisa yang dilakukan terhadap kontaminasi benda asing

dituntut harus rinci dan akurat (Edwards 2004).

34

BRC mensyaratkan pengaturan orang yang masuk ke area produksi harus

dalam keadaan sehat. Orang atau karyawan berpotensi menjadi sumber penyakit

atau keracunan pangan karena dapat menjadi sumber mikroorganisme pangan,

terutama ke pangan siap saji, seperti halnya wafer stik. Sumber kontaminasi

mikroba utama dari orang adalah tangan yang tidak dicuci bersih; tingkah laku

dan higiene karyawan yang tidak baik; serta pakaian dan rambut kotor. Luka kecil

dan infeksi pada tangan dan muka serta penyakit ringan umum (misal flu, sakit

tenggorokan, dan hepatitis A tahap awal) dapat memperbesar masalah ini. Selain

bakteri pembusuk, patogen seperti Staphylococcus aureus, Salmonella serovars,

Shigella spp, Escherichia coli patogen, dan hepatitis A juga berasal dari manusia

(Ray 2001).

35

III. METODOLOGI

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di PT SSI periode Oktober 2011 sampai dengan

April 2012.

B. Metode Penelitian

Pada penelitian ini dilakukan:

1. Penyusunan identifikasi perubahan persyaratan the BRC Global

Standard for Food Safety isu 6 terhadap isu 5

Tahap ini dilakukan untuk melihat kesesuaian dan perbedaan klausul-

klausul yang dipersyaratkan di BRC isu 5 dan isu 6. Identifikasi dilakukan

dengan cara mengkaji dan membandingkan setiap klausul satu per satu di

BRC isu 5 dan 6.

2. Penetapan dokumen yang diperlukan untuk pemenuhan persyaratan the

BRC Global Standard for Food Safety isu 6

Pada tahap ini dilakukan kajian kelengkapan dan koreksi terhadap

dokumen-dokumen PT SSI dalam rangka pemenuhan persyaratan the BRC

Global Standard for Food Safety issue 6. Dokumen yang dikaji adalah

manual perusahaan, standard operating procedure (SOP), work instruction

(WI), form atau checklist, standar dan spesifikasi serta dokumen terkait

lainnya. Metode yang digunakan adalah desk evaluation.

Setiap aturan pada klausul-klausul isu 6 akan dipastikan sudah diatur

dalam dokumen prosedur atau standar di internal PT SSI dan sesuai. Bila

prosedur atau standar belum ada, maka akan ditetapkan rekomendasi

pembuatan dokumen agar memenuhi persyaratan BRC isu 6. Bila prosedur

yang terkait persyaratan sudah ada, namun masih kurang lengkap atau

berbeda dari BRC isu 6, maka akan dibuatkan rekomendasi untuk

memperbaiki dokumen tersebut. Selanjutnya akan dievaluasi juga form atau

checklist yang mengacu pada prosedur atau standar baru agar sesuai dengan

persyaratan BRC isu 6.

36

3. Penyusunan rekomendasi implementasi manajemen alergen di PT SSI

Rekomendasi implementasi disusun berdasarkan kajian persyaratan

BRC isu 6 dan implementasi manajemen alergen di PT SSI dan yang meliputi

tahap:

a. Penetapan potensi kandungan alergen dalam produk

b. Pembelian, transportasi dan penyimpanan bahan baku

c. Penyiapan per-batch

d. Produksi dan penjadwalan produksi, serta rework

e. Pengemasan dan pelabelan produk

f. Pembersihan dan sanitasi

g. Pelatihan dan pendidikan karyawan

Metode yang digunakan adalah berdasarkan desk evaluation dan pengamatan

di area pabrik PT SSI.

4. Penyusunan rekomendasi implementasi pengendalian benda asing di PT

SSI

Rekomendasi implementasi disusun berdasarkan kajian terhadap

persyaratan BRC isu 6 terkait pengendalian benda asing dan kajian

implementasi di PT SSI yang meliputi:

a. Sumber benda asing pada berbagai tahap proses mulai tahap penerimaan

bahan sampai dengan pengemasan dan pemuatan dalam kendaraan

pengangkut.

b. Standar maksimal untuk setiap benda asing yang terkait.

c. Pengendalian dan fasilitas-fasilitas yang diperlukan.

d. Verifikasi dan dokumentasi pengendalian benda asing

Metode yang digunakan adalah berdasarkan desk evaluation dan pengamatan

di area pabrik PT SSI.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Manajemen PT SSI berkomitmen memenuhi tuntutan pelanggan

diantaranya adalah menerapkan dan tersertifikasi sistem manajemen keamanan

dan mutu pangan. Sejak tahun 2006 PT SSI telah tersertifikasi antara lain BRC the

Global Standard of Food Safety, Safe and Quality Food (SQF) 2000 Level 3 dan

the Hazard Analysis Critial Control Points (HACCP) ISO 22000:2005.

Persyaratan pada standar BRC isu 6 terbagi dalam 7 bagian. Pada pembahasan

bab A penilitian ini akan dibahas kajian perubahan klausul BRC isu 6 terhadap isu

5. Selanjutnya pada bab B akan dibahas lebih lanjut tentang penetapan dokumen

yang diperlukan PT SSI dalam rangka pemenuhan persyaratan BRC isu 6. Pada

bab C akan dibahas kajian sistem manajemen alergen PT SSI serta rekomendasi

dalam rangka pengembangan manajemen alergen PT SSI. Kajian sistem

pengendalian benda asing di PT SSI dan rekomendasi dalam rangkap

pengembangan pengendalian benda asing akan dibahas pada bab D.

A. KajianPerubahan Persyaratan BRC Isu 6 terhadap Isu 5

Klausul-klausul terkait Persyaratan pada Bab 2 standar BRC the Global

Standard for Safety isu 5 dan isu 6 dijabarkan pada Tabel 6. Pada tabel ini dapat

dilihat bahwa persyaratan BRC isu 6 tetap terdiri dari 7 bagian utama, sama

seperti isu 5. Secara singkat the BRC Global Standard for Good Safety

mensyaratkan dibangun dan dipenuhinya hal-hal berikut (BRC 2011):

a. Komitmen manajemen senior. Kebutuhan sumberdaya dalam rangka

pemenuhan persyaratan Standardiuraikan pada bagian 1.

b. Rencana HACCP. Pengendalian khusus yang fokus pada bahaya keamanan

produk dan proses dalam rangka menjamin keamanan setiap produk pangan

atau lini proses diuraikan dalam bagian 2.

c. Sistem manajemen pangan. Kerangka kerja kebijakan dan prosedur

organisasi dan perusahaan dalam rangka pencapai persyaratan Standar ini

diuraikan pada bagian 3.

d. Pre-requisite programmes. Merupakan kondisi lingkungan dan operasional

dalam industri pangan yang penting untuk memproduksi pangan yang aman.

38

Pengendalian keamanan pangan yang meliputi Tata Cara Produksi dan Tata

Cara Higiene diuraikan pada bagian 4-7.

Tabel 6 Perbandingan persyaratan the BRC Global Standard for Food Safety isu

5 dan 6

Bagian BRC isu 5 BRC isu 6

1. Komitmen Manajemen Senior– Perbaikan Bekelanjutan, Fundamental

13 klausul 2 klausul, dengan 12 subklausul

2. Rencana Keamanan Pangan – HACCP, Fundamental

13 klausul, dengan 27 subklausul 14 klausul, dengan 19 subklausul

3. Sistem Manajemen Keamanan dan Mutu Pangan

11 klausul, dengan 52 subklausul dan 13 sub subklausul Klausul 3.5: Audit Internal, Klausul 3.8: Tindakan Koreksi dan Klausul 3.9: Daya telusur merupakan Fundamental

11 klausul, dengan 30 subklausul dan 11 sub subklausul Klausul 3.4: Audit Internal, Klausul 3.7: Tindakan Koreksi dan Klausul 3.9: Daya telusur merupakan Fundamental

4. Standar Pabrik 12 klausul, dengan 72 subklausul

dan 18 sub sub klasul Klausul 4.9: House keeping dan higiene merupakan Fundamental

15 klausul dengan 90 subklausul dan 28 sub subklausul Klausul 4.11 House keeping dan higiene merupakan Fundamental

5. Pengendalian Produk 7 klausul, dengan 26 subklausul dan 16 sub subklausul

6 klausul, dengan 25 subklausul dan 7 sub subklausul

6. Pengendalian Proses 3 klausul, dengan 14 subklausul Klausul 6.1: Pengendalian Operasional merupakan Fundamental

3 klausul dengan 13 subklausul Klausul 6.1: Pengendalian Operasional merupakan Fundamental

7. Karyawan 5 klausul, dengan 32 subklausul Klausul 7.1: Pelatihan area penanganan bahan baku, proses, gudang merupakan Fundamental

4 klausul, dengan 19 subklausul Klausul 7.1: Pelatihan area penanganan bahan baku, proses, gudang merupakan Fundamental

TOTAL Klausul Subklausul Sub Subklausul

64 223 47

86 208 46

Perubahan jumlah total klausul pada Standar isu 6 sekitar 25% akibat

pemindahan atau penggabungan beberapa klausul sehingga setiap klausul

mengandung suatu hal nyata. Beberapa klausul baru ditambahkan atau mengalami

pergeseran bagian,dan banyak persyaratan yang lebih diperinci pada setiap

klausulnya. Dari penelitian ini didapatkan bahwa pada isu 6 terjadi pengurangan

jumlah klausul yaitu dari 223 subklausul menjadi 208 subklausul. Bagian yang

mengalami perubahan terbesar adalah bagian 3 yaitu dari 52 menjadi 30

39

subklausul atau berkurang sekitar 70%. Bagian lainnya yang juga mengalami

perubahan nyata adalah bagian 4 yaitu penambahan sekitar 25% klausul dari72

subklausul(dengan 18 sub-subklausul)pada isu 5 menjadi 90 subklausul(dengan

28 sub-subklausul) pada isu 6. Perubahan pada bagian ini adalah karena adanya

penambahan 19 klausul baru terutama terkait pengendalian benda asing (klausul

4.10). Perubahan persyaratan pada subklausul secara rinci akan dibahas pada sub-

subbab pada pembahasan penelitian berikutnya.

Pada BRC isu 6 beberapa klausul ditetapkan sebagai klausul fundamental.

Klausul fundamental berisikan persyaratan yang menyangkut suatu sistem yang

harus dibangun, dipelihara dan dikendalikan di perusahaan yang mempengaruhi

integritas dan keamanan produk yang dihasilkan. Klausul fundamental ditandai

dengan tanda bintang pada bagian atas klausul. Kegagalan pada klausul

fundamental (misal temuan Mayor saat audit) mengakibatkan tidak akan

dikeluarkannya sertifikat pada audit awal atau ditariknya sertifikat pada audit

perpanjangan sertifikasi. Dibutuhkan audit lanjutan pada keseluruhan sistem

untuk mengumpulkan bukti-bukti pemenuhan. Pada isu 6, yang menjadi klausul

fundamental adalah klausul terkait komitmen manajemen senior–perbaikan

berkelanjutan (klausul 1.1), rencana HACCP (klausul 2), audit internal (klausul

3.4), tindakan koreksi (klausul 3.7), daya telusur (klausul 3.9), housekeeping dan

higiene (klausul 4.11), pengendalian operasional (klausul 6.1), dan pelatihan bagi

karyawan (klausul 7.1). Klausul fundamental isu 6 ini tidak berbeda dari isu 5,

hanya terjadi perubahan penomoran klausul akibat pergeseran klausul-klausul

pada isu 6.

A.1. Kajian Perubahan Persyaratan pada Bagian 1; Manajemen Senior

Dalam BRC isu 5 persyaratan bagian 1 adalah Komitmen Manajemen

Senior dan Perbaikan Berkelanjutan sedang dalam isu 6 diganti menjadi

Manajemen Senior. Kajian perubahan klausul-klausul BRC isu 5 dibandingkan isu

6 tentang manajemen senior disajikan pada Tabel 7. Pada isu 6 beberapa klausul

diatur ulang dan menarik beberapa persyaratan dari klausul 3 yaitu tentang

organisasi. Bila dalam BRC isu 5 terdapat 13 klausul maka dalam BRC isu 6

terdapat 2 klausul dengan 12 subklausul dengan perincian sebagai berikut:

40

a. Klausul 1.1 Komitmen Manajemen Senior dan Perbaikan Berkelanjutan

dengan 10 subklausul.

b. Klausul 1.2 Struktur Organisasi, Tanggung Jawab dan Otoritas Manajemen

dengan 2 subklausul.

A.1.1. Klausul 1.1; Komitmen Manajemen Senior – Perbaikan

Berkesinambungan

Tabel 7 memperlihatkan bahwa pada BRC isu 6 klausul 1.1.1 terdapat

persyaratan baru yaitu kebijakan keamanan dan keabsahan pangan perusahaan

harus ditandangani oleh manajemen senior dan wajib disosialiasikan ke karyawan.

Klausul 1.1.2 mensyaratkan menajemen senior harus menetapkan sasaran atau

target perusahaan terkait kemanan, keabsahan dan mutu. Sasaran tadi harus

memiliki target atau parameter keberhasilan yang jelas. Pada BRC isu 6 terdapat

persyaratan baru yaitu sasaran mutu tadi harus dipantau rutin serta setiap 3 bulan

sekali dilaporkan ke manajemen senior. Persyaratan baru lainnya adalah klausul

1.1.4 yaitu harus dibuatkan meeting program bulanan untuk membahas isu

keamanan, keabsahan dan mutu di perusahaan.

Standar BRC, berupa versi hard copy atau elektronik, wajib dimiliki oleh

perusahaan yang akan mensertifikasi standar (1.1.7). Dalam sistem audit pada

BRC isu 6 diperkenalkan 2 jenis audit yaitu announced audit (audit dengan

pemberitahuan) dan unannounced audit (audit tanpa pemberitahuan). Kehadiran

manajemen senior pada audit sertifikasi Standar kini menjadi persyaratan, baik

pada opening meeting maupun closing meeting (1.1.9). Pada meeting itu biasanya

pihak auditor akan menggali informasi dari pihak manajemen senior serta

menyampaikan hasil audit yang telah berlangsung. Isu 6 mensyaratkan kepala

atau manajer departemen ataupun utusannya harus ada selama masa audit. Hal ini

berhubungan dengan kelancaran audit yang sedang berlangsung.

A.1.2. Klausul 1.2; Struktur Organisasi, Tanggung Jawab dan Otoritas

Manajemen

Persyaratan baru pada isu 6 adalah perlunya sosialisasi ke karyawan terkait

tanggung jawabnya dalam pekerjaan. Instruksi kerja harus dimengerti dan dapat

diakses karyawan agar pekerjaan yang dilakukan dipastikan sesuai instruksi

(klausul 1.2.2).

41

Tabel 7 Kajian perubahan klausul BRC isu 6 terhadap BRC isu 5 pada bagian

1 tentang komitmen manajemen senior

A.2. Kajian Perubahan Persyaratan Bagian 2; Rencana Keamanan

Pangan-HACCP

Bagian 2 persyaratan BRC isu 6 adalah Rencana Keamanan Pangan–

HACCP. Tidak berbeda dari isu 5, pada isu 6 pembuatan rencana HACCP adalah

berdasarkan prinsip dari Codex Alimentarius Comission. Persyaratan di isu 6

bertambah menjadi 14 klausul (dari 13 klausulpada isu 5).Penambahan klausul ini

merupakan perubahan penting yaitu karena dimasukkannya Prerequisite

Programmes klausul 2.2. Hal ini untuk lebih menunjukkan hubungan antara

prerequisite programmes dan HACCP.Program pengendalian bahaya yang ada

Deskripsi

BRC isu 6

BRC isu 5

Perubahan persyaratan

Kebijakan keamanan dan mutu pangan 1.1.1 3.1 Pada isu 6, kebijakan perusaaan harus ditandatangani pimpinan perusahaan dan dikomunikasikan ke semua karyawan. Sedangkan pada isu 5 tidak disyaratkan.

Sasaran mutu, dalam perbaikan keamanan, keabsahan dan mutu

1.1.2 3.1, 3.1.1, 1.2, 1.3, dan 1.4

Pada isu 6, sasaran mtu harus dipantau dan setiap 3 bulan dilaporkan ke manajemen senior. Sedangkan pada isu 5 tidak disyaratkan.

Management review meeting, minimal tahunan

1.1.3 1.5, 1.6, 1.7, 1.8, 1.9, 3.4,

dan 3.4.3

Penggabungan

Meeting program, minimal bulanan 1.1.4 Tidak disyaratkan dalam BRC isu 5

Manajemen senior menyediakan kebutuhan orang dan keuangan

1.1.5 Tidak disyaratkan dalam BRC isu 5

Standar terbaru yang asli, hard copy atau versi elektronik yang orisinil

1.1.7 Tidak disyaratkan harus dimiliki perusahaan dalam BRC isu 5

Announced recertification audit dilakukan sebelum batas tanggal yang tertera di sertifikat

1.1.8 1.11 BRC isu 5 belum memperkenalkan istilah “announced audit”

Opening meeting dan closing meeting pada audit sertifikasi the Global Standard for Food Safety

1.1.9 1.12 BRC isu 6 : para manajer departemen terkait atau utusannya hendaklah ada selama audit.

Gambaran organisasi perusahaan 1.2.1 3.3.1, 3.3.2, 3.3.3,

3.3.4, dan 3.4.1

BRC isu 6 menggabungkan beberapa klausul di BRC isu 5

Sosialisasi tanggung jawab karyawan dan instruksi soal pekerjaan

1.2.2 Tidak disyaratkan dalam BRC isu 5

42

harus didokumentasikan dan jika pengendalian dilakukan melalui prerequisite

programmes maka hal tadi harus diverifikasi (2.7.3). Kajian perubahan klausul-

klausul BRC isu 5 dibandingkan isu 6 tentang rencana HACCP disajikan pada

Tabel 8.

Tabel 8 Kajian perubahan klausul pada BRC isu 6 terhadap isu 5 pada bagian

2 tentang rencana keamanan pangan-HACCP

A.2.1. Klausul 2.2; Prerequisite programmes

Prerequisite programmes merupakan isu baru dalam BRC isu 6.

Prerequisite programmes bertujuan memberikan kondisi lingkungan, yaitu diluar

produk, untuk menjamin diproduksinya produksi yang aman dan absah. Dalam isu

6 yang disyaratkan menjadi prerequisite programmes diantaranya adalah

penerapan Good Manufacturing Practices (GMP) seperti pembersihan dan

sanitasi, pengendalian hama, pemeliharaan peralatan dan bangunan, kebersihan

pekerja, dan pencegahan kontaminasi silang. Hal lain yang dipersyaratkan adalah

terkait pelatihan, pembelian barang, perjanjian transportasi, dan satu isu baru yaitu

pengendalian alergen. Persyaratan terperinci terkait pengendalian alergen diatur

dalam klausul 5.2.

Deskripsi BRC isu 6 BRC isu 5 Perubahan persyaratan

Tim Keamanan Pangan HACCP – Codex Alimentarius, Langkah 1

2.1: 2.1.1 2.1: 2.1.1, 2.1.2, 2.1.3, dan 2.1.4

Penggabungan klausul

Prerequisite programmes 2.2:2.2.1

Klausul baru

Pendaftaran semua bahaya potensial pada tiap tahapan proses, lakukan analisa bahaya dan tetapkan metode untuk mengontrol bahaya yang teridentifikasi - Codex Alimentarius Langkah 6, Prinsip 1

2.7: 2.7.1, 2.7.2, dan 2.7.3

2.6: 2.6.1, 2.6.2, dan 2.6.3

Isu 6, 2.7.3 memasukkan isu pengendalian dengan prerequisite programmes. Sedangkan pada isu 5 tidak disyaratkan.

Pengendalian untuk tiap CCP - Codex Alimentarius Langkah 9, Prinsip 4

2.10: 2.10.1, 2.10.2

2.9: 2.9.1, 2.9.2, dan 2.9.3

Penggabungan klausul, 2.10.2: data elektronik

Tindakan Koreksi – Codex Alimentarius Langkah 10, Prinsip 5

2.11:2.11.2 2.10: 2.10.1, 2.10.1

Penggabungan klausul

Prosedur verifikasi – Codex Alimentarius Langkah 11, Prinsip 6

2.12: 2.12.1 2.11: 2.11.1, 2.11.2

Penggabungan klausul

Pengkajian Rencana HACCP 2.14: 2.14.1 2.13: 2.13.1, 2.13.2

Pada isu 6 menghilangkan soal perubahan tanggung jawab karyawan/ manajemen, dan menambahkan isu baru;emergence of a new risk

43

A.2.2. Klausul 2.7; Daftarkan semua bahaya potensial yang ada pada tiap

tahapan proses, lakukan analisa bahaya dan tetapkan metode untuk

mengontrol bahaya yang teridentifikasi-Codex Alimentarius

Langkah 6, Prinsip 1

Dalam BRC isu 5, klausul terkait Langkah 6 prinsip 1 HACCP adalah

klausul 2.6. Selain itu, pada klausul 2.7.3. dijelaskan bila pengendalian bahaya

dilakukan dengan prerequisite programmes, maka hal ini hendaknya dinyatakan

dan perlu dilakukan validasi. Hal baru ini adalah terkait dimasukkannya

persyaratan terkait prerequisite programmes pada klausul 2.

A.2.3. Klausul 2.10;Menetapkan suatu sistem pengendalian untuk tiap

CCP-Codex Alimentarius Langkah 9, Prinsip 4

Tidak ada perubahan persyaratan mendasar pada isu 6 ini, akan tetapi mulai

menyinggung soal catatan elektronik sesuai dengan perkembangan teknologi saat

ini. Jika catatan pemeriksaan CCP dilakukan secara elektronik, maka tetap harus

ada bukti bahwa catatan tadi diperiksa dan diverifikasi. Bila dengan cara manual

biasanya verifikasi hasil pemeriksaan pada form atau checklist ditandai dengan

paraf atau tanda tangan, maka dalam catatan elektronik hal tersebut dilakukan

dengan cara yang berbeda misalnya memasukkan file yang telah diperiksa dalam

folder dengan password tertentu atau file tadi diganti menjadi format file lain

untuk tujuan membedakan dari file yang belum diverifikasi.

A.2.4. Klausul 2.14; Mengkaji Rencana HACCP

Tidak ada persyaratan yang dirubah terkait kajian rencana HACCP pada isu

6 ini. Terdapat satu hal baru soal kapan perlu dilakukan kajian rencana HACCP

yaitu bila timbulnya risiko-risiko baruseperti pemalsuan bahan baku.

A.3. Kajian Perubahan Persyaratan Bagian 3; Sistem Keamanan dan

Mutu Pangan

Pada isu 5 bagian 3 tentang sistem keamanan dan mutu pangan terdapat 52

subklausul, sedang pada isu 6 menyusut menjadi 70% menjadi 30 subklausul

(dengan 12 sub-subklausul). Pada isu 6 dilakukan re-organisasi dengan

memasukkan beberapa klausul bagian 3 terkait manajemen dan strukturorganisi

ke bagian 1 tentang Komitmen Manajemen Senior. Beberapa klausul Bagian 4

44

pada isu 5 terkait penanganan produk yang tidak sesuai dimasukkan ke dalam

klausul 3.8. Persyaratan audit internal (3.4) dikembangkan menjadi harus adanya

inspeksi proses atau lingkungan (3.4.4). Persyaratan terkait pemasok bahan baku

dipisahkan dari pemasok jasa (3.5.3). Terdapat persyaratan baru terkait

manajemen proses produksi yang dilakukan diluar perusahaan (3.5.4). Kajian

perubahan klausul isu 6 terhadap isu 5 pada bagian 3 selengkapnya dapat dilihat

pada Tabel 9.

A.3.1. Klausul 3.1.3; Prosedur dan Instruksi Kerja

Dalam klausul 3.1.3 disyaratkan bahwa prosedur dan instruksi kerja

hendaknya sangat jelas, tidak samar-samar, dalam bahasa yang sesuai, dan

terperinci. Prosedur hendaknya juga menggunakan dengan foto, diagram atau

gambar instrksi lainnya jika komunikasi tertulis saja tidak cukup misalnya karena

isu buta huruf atau bahasa asing. Hal ini sebenarnya bukanlah merupakan hal

baru, tetapi penekanan ini bertujuan agar prosedur yang ada benar-benar dipahami

dan mudah dimengerti oleh karyawan, sehingga dapat dilaksanakan sesuai

instruksi dan efektif.

A.3.2. Klausul 3.3; Penyimpanan dan Pemeliharaan Catatan

Pada BRC isu 5 (klausul 3.7.3.1) dicantumkan persyaratan terkait

penyimpanan catatan pengendalian. Pada isu 6 klausul 3.3.1 terdapat persyaratan

baru yaitu jika catatan dalam bentuk catatan elektronik, maka hendaknya tersedia

cadangan untuk mencegah kehilangan data. Kemampuan perusahaan dalam

menyimpan catatan akan menunjukkan keefektifan pengendalian keamanan,

keabsahan dan mutu produk.

BRC isu 5 (klausul 3.7.3.4) mencantumkan persyaratan soal lamanya waktu

penyimpanan catatan. Hal ini hendaknya mempertimbangkan umur simpan dan

kemungkinan perpanjangan umur produk oleh konsumen. Dalam BRC isu 6

klausul klausul 3.3.2 lamanya waktu penyimpanan tadi dipersyaratkan spesifik

yaitu selama umur simpan produk ditambah dengan 12 bulan. Artinya untuk

produk wafer stik SSI yang umur simpannya 15 bulan, maka lamanya waktu

penyimpanan catatan adalah 15 bulan ditambah 12 bulan, atau sama dengan 27

bulan.

45

Tabel 9 Kajian perubahan klausul BRC isu 6 terhadap isu 5 pada bagian 3

tentang sistem keamanan dan mutu pangan

Deskripsi BRC isu 6 BRC isu 5 Perubahan persyaratan

Prosedur dan Instruksi kerja (3.1.3)

3.1.1, 3.1.2, dan 3.1.3

3.2.1, 3.2.2 dan 3.7.1.2

Pada isu 6, prosedur harus jelas, tidak samar, dalam bahasa yang sesuai, terperinci, dilengkapi dengan foto, diagram, atau gambar.

Pengendalian Dokumen 3.2: 3.2.1 3.7.1: 3.7.1.1, 3.7.1.3 dan 3.7.1.4

Penggabungan klausul.

Penyimpanan catatan pengendalian

3.3.1

3.7.3.1 Pada isu 6, catatan elektronik harus memiliki cadangan. Pada isu 5 tidak disyaratkan.

Waktu penyimpanan catatan 3.3.2 3.7.3.4 Isu 6, lamanya penyimpanan catatan : umur simpan ditambah 12 bulan.

Catatan temuan audit dan tindakan koreksi

3.4.3 3.5.3, 3.5.4, 3.5.5 dan 3.5.6

Penggabungan klausul.

Audit lingkungan dan kondisi 3.4.4 Klausul baru, disyaratkan bulanan. Pada isu 5 tidak disyaratkan.

Prosedur penerimaan, kajian risiko dan pemasok RM

3.5.1.1 3.6.2 Pada isu 6, dilakukan berdasarkan kajian risiko.

Persetujuan pemasok 3.5.1.2 3.6.2 Jika berdasarkan kuisioner disyaratkan diulang minimal 3 tahun. Pada isu 5 tidak disyaratkan.

Masa percobaan pemasok 3.6.4 Tidak disyaratkan pada isu 6.

Dokumen dan prosedur penerimaan RM

3.5.2.1 5.5 Pada isu 6 disyaratkan memiliki daftar RM dan spesifikasinya. Pada isu 5 tidak disyaratkan.

Manajemen pemasok jasa 3.5.3: 3.5.3.1, 3.5.3.2

Klausul baru.

Manajemen proses yang dilakukan pihak luar

3.5.4: 3.5.4.1, 3.5.4.2, 3.5.4.3,

3.5.4.4

Klausul baru.

Kajian Spesifikasi produk akhir 3.6.5 3.7.2.4 Isu 6, disyaratkan minimal tiap 3 tahun. Pada isu 5 tidak disyaratkan.

Prosedur penanganan ketidaksesuaian

3.7.1 3.8.1. 3.8.2, 3.8.3, & 3.8.4

Verifikasi tindakan perbaikan dan identifikasi akar masalah. Pada isu 5 tidak disyaratkan.

Prosedur penangan produk yang tidak sesuai

3.8.1 5.6.1, 5.6.2, 5.6.3, & 2.10.2

Menperinci persyaratan soal penyerahan ke pemilik merek, catatan keputusan penggunaan/ pembuangan dan catatan pemusnahan

Pengujian sistem daya telusur 3.9.2 3.9.2 Data lengkap terkumpul maksimal 4 jam.

Pengujian prosedur recall dan withdrawal

3.11.3 3.11.5 & 3.11.6 Minimal setiap tahun dan dilengkapi data waktu-waktu kunci.

Informasi recall ke Badan Sertifikasi

3.11.4 Persyaratan baru, dalam 3 hari kerja. Pada isu 5 tidak disyaratkan.

46

A.3.3. Klausul 3.4; Audit Internal

Pada BRC isu 6 terdapat pengembangan persyaratan audit internal. Klausul

3.4.4 mensyaratkan adanya program audit dalam rangka memastikan lingkungan

pabrik dan peralatan proses dipelihara pada kondisi yang sesuai untuk produksi

pangan. Inspeksi ini meliputi inspeksi higiene terhadap hasil pembersihan dan

pemeliharaan; dan inspeksi pabrik untuk identifikasi risiko ke produk yang berasal

dari bangunan atau peralatan. Frekuensi inspeksi ini ditetapkan berdasarkan pada

tingkat risiko, tetapi jangan kurang dari satu kali per bulan untuk area produk

terbuka.

A.3.4. Klausul 3.5; Persetujuan dan Pengawasan Pemasok dan Bahan Baku

Terdapat penekanan yang lebih besar dalam hal Persetujuan dan

Pengawasan Pemasok dan Bahan Baku pada BRC isu 6. BRC mensyaratkan

adanya sebuah catatan kajian risiko bahan baku ( klausul 3.5.1.1) sebagai dasar

persetujuan pemasok bahan baku dan prosedur pengambilan sampel. Persyaratan

terkait pemasok bahan baku (3.5.2) dipisahkan dari manajemen pemasok jasa

(3.5.3). Perusahaan harus dapat menunjukkan bahwa jasa yang dipasok dari luar

perusahaan telah sesuai dan berbagai risiko pada keamanan pangan telah

dievaluasi untuk memastikan keefektifan pengendalian. Jasa ini meliputi

pengendalian hama; laundri; pembersihan; perbaikan dan perawatan mesin;

transportasi dan distribusi; penyimpanan bahan baku, kemasan atau produk di

luar; laboratorium uji; jasa katering; dan pengelolaan sampah. Pada klausul 3.5.2

terdapat persyaratan baru yaitu menegaskan soal harus adanya daftar dan

spesifikasi bahan baku pada prosedur penerimaan barang (3.5.2.1).

Terdapat satu klausul baru pada isu 6 yang membahas manajemen proses

yang dikerjakan diluar (outsourced processing) yaitu klausul 3.5.4. Jika tahapan

proses dikerjakan yang termasuk dalam ruang lingkup seritikasi

disubkontraktorkan ke pihak ketiga atau pada pabrik berbeda maka hal ini harus

dikelola untuk memastikan tidak terjadinya penurunan keamanan, keabsahan dan

mutu produk. Hal ini hendaknya dijelaskan kepada pihak pemilik merek dan

mendapatkan persetujuan (3.5.4.1). Perusahaan harus memastikan subkontraktor

tadi telah disetujui dan diawasi melalui audit pabrik atau sertifikasi pihak ketiga

terhadap the BRC Global Standard for Food Safety atau standar lainnya yang

47

diakui oleh GFSI (3.5.4.2). Proses produksi yang dilakukan harus dipastikan

sesuai kontrak terkait proses dan spesifikasi produk (3.5.4.3). Perusahaan juga

harus melakukan prosedur pemeriksaan dan pengujian produk yang

disubkontraktorkan saat barang diterima, meliputi pemeriksaan visual, kimia

dan/atau mikrobiologi, tergantung kajian risiko (3.5.4.4).

A.3.5. Klausul 3.6; Spesifikasi

Pada isu 6 klausul 3.6.5 disyaratkan soal perlu dilakukannya kajian

spesifikasi produk akhir setiap kali terjadi perubahan (misal bahan baku, proses)

atau setidaknya setiap tiga tahun. Penetapan waktu minimal tiga tahun ini

sebelumnya tidakdisyaratkan secara spesifik pada isu 5 (klausul 3.7.4.2).

A.3.6. Klausul 3.7; Tindakan Koreksi

Klausul 3.7.1 mensyaratkan dilakukan tindakan koreksi terhadap

ketidaksesuaian, untuk selanjutnya tindakan koreksi tadi diverifikasi apakah telah

efektif. Selain itu akar masalah terjadi ketidaksesuain harus diketahui agar dapat

dilakukan tindakan koreksi yang sesuai. Menurut Juran (1995) masalah yang

paling berat dalam tindakan koreksi adalah bila terjadi perubahan yang sporadis

dan penyebabnya pun tidak segera dapat diketahui. Dalam hal ini hambatan

terutama terjadi dalam mendiagnosa penyebab. Diagnosa harus dilakukan

menggunakan cara dan peralatan seperti autopsi yaitu menentukan dengan tepat

gejala-gejala yang ditunjukkan oleh produk dan proses; perbandingan produk

yang dibuat sebelum dan sesudah gangguan terjadi untuk menemukan perubahan

yang ada juga perbandingan produk yang baik dengan yang jelek sesudah

gangguan terjadi; perbandingan antara proses sebelum dengan sesudah gangguan

terjadi untuk melihat parameter proses apa yang telah berubah; dan rekonstruksi

kronologi yaitu melakukan pemeriksaan rekaman dalam skala waktu (jam, hari

dan lain-lain).

A.3.7. Klausul 3.8; Penanganan Produk yang Tidak Sesuai

Isi dari klausul 3.8.1 tentang Penanganan Produk yang Tidak Sesuai pada

dasarnya tidak berbeda dari isu 5 (klausul 5.6.1, 5.6.2, 5.6.3, dan 2.10.2). Akan

tetapi ditambahkan persyaratan harus adanya prosedur penyerahan ke pemilik

merek jika memang diperlukan, misalnya oleh produsen pangan yang

memproduksi private label atau pabriknya digunakan untuk memproduksi barang

48

dengan merek si pemesan. Isu 6 juga menekankan harusnya adanya penunjukkan

orang yang diberi otoritas membuat keputusansoal penggunaan atau pembuangan

produk yang tidak sesuai, misalnya apakah produk akan dimusnahkan, dipakai

ulang dengan perlakukan tertentu atau diturunkan derajat mutunya.Semua

keputusan penggunaan atau pembuangan tadi harus tercatat, termasuk keputusan

pemusnahan barang karena alasan keamanan pangan.

A.3.8. Klausul 3.9; Daya Telusur

Pada isu 6 terdapat persyaratan waktu pengumpulan data lengkap dalam uji

daya telusur, yaitu maksimal 4 jam (klausul 3.9.2). Untuk persyaratan lainnya

tidak ada perubahan. Data yang harus bisa ditelusuri meliptui semua kode lot

bahan baku termasuk kemasan mulai dari pemasok, seluruh tahapan proses dan

pengiriman ke pelanggan atau sebaliknya. Isu ini juga mensyaratkan dilakukan uji

coba daya telusur minimal setiap tahun.

A.3.9. Klausul 3.11; Manajemen Insiden, Withdrawal dan Recall Produk

Recall produk adalah suatu cara yang bertujuan untuk menarik kembali satu

unit produk yang tidak sesuai dari konsumen dan konsumen akhir; dan

withdrawal produk adalah suatu cara yang bertujuan untuk menarik kembali satu

unit produk yang tidak sesuai dari konsmen tetapi bukan konsumen akhir (BRC

2011). Pada isu 6 terdapat persyaratan mock recall atau semacam uji coba bila

terjadi recall yang sesungguhnya perlu dilakukan setiap tahun (3.11.3). Mock

recall ini hendaklah dilengkapi dengan penjabaran waktu dari kegiatan-

kegiatanutama. Pada isu 6 juga juga terdapat persysaratan baru yaitu bila terjadi

recall produk, maka perusahaan harus melaporkan kejadian ini ke Badan

Sertifikasi yang mengeluarkan sertifikat (3.11.4).

A.4. Kajian Perubahan Persyaratan Bagian 4 - Standar Pabrik

Bagian 4 persyaratan BRC isu 6 berisikan persyaratan terkait Standar

Pabrik. Bagian 4 memuat paling banyak klausul dibanding bagian lainnya pada

Standar BRC the Global Standard for Food Safety. Dibandingkan isu 5, pada isu

6 ini jumlah klausul bertambah 25% dari 12 klausul dengan 72 subklausul

menjadi 15 klausul dengan 90 subklausul atau sekitar. Perubahan besar yang

terjadi adalah karena pengembangan persyaratan terkait sistem keamanan pada

49

(security) pada klausul (4.2); dan peralatan deteksi dan penghilangan benda asing

dalam sistem pengendalian benda asing pada produk (klausul 4.10). Perubahan

lain adalah dimasukkannya beberapa persyaratan spesifik terkait pembagian area

menjadi low-risk area, high-care area dan high-risk area serta konsekuensinya

pada fasilitas karyawan dan aturan higiene karyawan. Kajian perubahan klausul

pada BRC isu 6 terhadap isu 5 terkait Standar Pabrik dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Kajian perubahan klausul BRC isu 6 terhadap isu 5 pada bagian 4

tentang standar lingkungan pabrik

Deskripsi BRC isu 6 BRC isu 5 Perubahan persyaratan

Area luar dan jalur lalu lintas 4.1.2 4.1.2, 4.11.4 Penggabungan klausul.

Bangunan pabrik 4.1.3 4.1.3, 4.1.5 Penggabungan klausul.

Perencanan keamanan 4.2.1 4.2.3, 4.2.4 dan 4.2.5

Tambahan persyaratan pada isu 6, yaitu dikaji tiap tahun.

Akses ke area produksi 4.2.2 4.2.1, 4.2.2 dan 4.2.3

Pada isu 6, harus memiliki prosedur penilaian.

Pembedaan area di pabrik berdasarkan kajian tingkat risiko

4.3.1 Persyaratan baru, yaitu pembagianenclosed products area, low-risk area, high-care area, dan high-risk area.

Persyaratan kontraktor yang terlibat pemeliharaan atau perbaikan

4.3.3 7.2.4 Kontraktor harus diawasi orang yang ditunjuk.Pada isu 5 tidak disyaratkan.

Persyaratan alur proses dan pemisahan di low risk area

4.3.4 Klausul baru.

Persyaratan alur proses dan pemisahan karyawan di high-care area

4.3.5 4.3.1.10 Tambahan persyaratan yaitu pemisahan fisik. Pemisahan memperhitungkan alur produk, asal bahan, peralatan, karyawan, limbah, aliran udara, kualitas udara, dan persyaratan utilities.

Persyaratan alur proses dan pemisahan karyawan di high-risk area

4.3.6 4.3.1.8 Pada isu 6, mensyaratkan pemisahan fisik.

Rencana saluran pembuangan air jika terdapat high-care area atau high risk area

4.4.4 Klausul baru. Area dan lokasi peralatan yang dipasang dapat mencegah arus balik limbah cair.

Pintu luar pada area produk terbuka 4.4.9 4.3.2.5 4.3.2.5.1

Pada isu 6 mensyaratkan tidak dibuka sepanjang produksi kecuali pada peristiwa darurat.

Persyaratan udara pada high-risk area 4.4.13 Pada isu 6, mensyaratkanarea harus disuplai dengan udara yang telah disaring.

Kualitas mikrobiologi dan kimia air proses 4.5.1 4.4.1 Pada isu 6, mensyaratan air dianalisa tahunan.

Sistem distribusi air di pabrik 4.5.2 Klausul baru.

Penggunaan air bukan kualitas air minum untuk air proses

4.5.3 Klausul baru.

50

Deskripsi BRC isu 6 BRC isu 5 Perubahan persyaratan

Peralatan 4.6.1 4.5.1 dan 4.5.2 Isu 6 menghilangkan persyaratan bahwa jika permanen, peralatan dikunci/dilekatkan ke lantai.

Jadwal pemeliharaan atau sistem pemantauan kondisi

4.7.1 Pada isu 6, mensyaratkan jadwal harus tersedia.

Bila terjadi kerusakan alat dan diperlukan kegiatan perbaikan

4.7.2 Klausul baru. Alat tadi diperiksa pada jangka waktu tertentu.

Bahan untuk pemeliharaan peralatan dan pabrik

4.7.5 4.6.4, 4.6.8 Jika berisiko baik kontak atau tidak kontak langsung dengan produk, misal oli atau pelumas pada isu 6 mensyaratkan harus food grade.

Fasilitias karyawan pada high-care area 4.8.4 Klausul baru

Fasilitas karyawan pada high-risk area

4.8.5 Klausul baru

Aturan pencucian tangan setelah dari toilet

4.8.7 4.7.5 Pada isu 6 mensyaratkan terpasang peringatan jelas sebelum masuk area produksi.

Kantin 4.8.10 4.7.8 Pada isu 6 mensyaratkan memperkenalkan alergen di kantin ke karyawan.

Pengunaan bahan kimia berbau tajam atau meninggalkan noda

4.9.1.2 Klausul baru. Hal ini dipastikan tidak mengkontaminasi produk.

Kebijakan pengendalian penggunaan logam tajam

4.9.2.1 4.8.3.1 Pada isu 6 menambahkan persyaratan catatan inspeksi untuk kerusakan dan investigasi jika hilang.

Penggunaan staples dan klip kertas 4.9.2.2 4.8.3.4 Pada isu 6 melarang digunakan di area produk terbuka. Pada isu 5 tidak disyaratkan.

Produk yang dikemas ke wadah kaca atau bahan mudah pecah lainnya

4.9.3.4: 4.9.3.4.1, 4.9.3.4.2 dan

4.9.3.4.3

Klausul baru.

Peralatan deteksi dan untuk menghilangkan benda asing

4.10: 4.10.1 4.8.6: 4.8.6.1, 4.8.6.2,

Memperinci persyaratan jenis-jenis peralatan untuk deteksi/penghilangan benda asing.

Tipe, lokasi, sensitifitas alat deteksi 4.10.1.2 5.3.2 Pada isu 6 mensyaratkan hal ini harus terdokumentasi.

Frekuensi pengujian alat deteksi 4.10.1.3 Klausul baru.

Investigasi temuan benda yang dideteksi atau yang dihilangkan

4.10.1.4 Klausul baru.

Saringan dan ayakan 4.10.2: 4.10.2.1, 4.10.2.1

Klausul baru, menysaratkan dokumentasi ukuran mesh atau tekanan dan pengujian alat.

Detektor logam 4.10.3: 4.10.3.1, 4.10.3.2, 4.10.3.3, 4.10.3.4, 4.10.3.5,

dan 4.10.3.6

Klausul baru, alat diaplikasikan pada produk akhir, dilengkapi rejector yang terpasang, dan pembuatan prosedur pengujian alat.

Magnet

4.10.4 Klausul baru.

Saringan optik

4.10.5 Klausul baru.

Kebersihan wadah - toples kaca, kaleng dan wadah kaku lainnya

4.10.6 Klausul baru.

51

Deskripsi BRC isu 6 BRC isu 5 Perubahan persyaratan

Frekuensi dan metode pembersihan 4.11.1 4.9.1 Tambahan persyaratan pada isu 6, yaitu ditetapkan berdasarkan kajian risiko.

Batasan penerimaan atau penolakan hasil pembersihan

4.11.2 Pada isu 6, dipersyaratakan pengujian dengan ATP bioluminiscence, uji mikrobiologi atau kimia lainnya.

Sumber daya dan jadwal pembersihan 4.11.3 4.3.1.4 Tambahan persyaratan pada isu 6, yaitu sumber daya harus ditetapkan, jadwal dibuat misal saat mesin tidak beroperasi.

Pemeriksaan hasil pembersihan 4.11.4 4.9.5 Tambahan persyaratan pada isu 6, yaitu alat diperiksa sebelum dipakai dan dibuatkan trennya.

Peralatan pembersihan 4.11.5 4.3.1.6 Pada isu 6, harus diberi identitas jelas, disimpan khusus, terpisah untuk high-care/high-risk area.

Cleaning ini place (CIP) 4.11.6 4.9.2: Menjadi klausul baru tersendiri.

CIP: rencana sistematis layout sistem CIP dan laporan inspeksi atau verifikasi

4.11.6.2 4.9.2, 4.9.6 Tersedia rencana sistem CIP, pompa penyedot, desain, spray ball, dan pemisahan peralatan CIP. Pada isu 5 tidak disyaratkan.

Keefektifan pembersihan CIP 4.11.6.3 Klausul baru.

Produk pangan untuk pakan ternak 4.12.2 4.10.2 Terpisah dan dikelola sesuai perundangan terkait.

Pengendalian hama yang dilakukan sendiri (bukan oleh pihak ketiga)

4.13.2 Klausul baru. Membahas soal operasional, sumber daya, paham aturan pemerintah, dan fasilitas aman dan terkunci

Catatan pelaksanaan pengendalian hama 4.13.3 4.11.3 Pada isu 6 mensyaratkan pencatatan bila ada temuan dan rincian perlakuan.

Bait station dan penggunaan racun 4.13.4 4.11.4 Pada isu 6 mensyaratakan investigasi bila hilang dan dilarang menggunakan racun di dalam area produksi/gudang.

Survey pengendalian hama oleh ahli 4.13.8 Klausul baru, dilakukan, minimal 3 bulan untuk mengkaji pengendalian hama di tempat.

Area dengan kontrol suhu tertentu 4.14.2 4.12.2 dan 4.12.3 Pada isu 6, mensyaratkan adanya peralatan pencatat suhu dengan alarm atau dicek setiap 4 jam.

Penyimpanan pada kondisi atmosfir tertentu

4.14.3 Klausul baru.

Pemeriksaan kendaraan/container sebelum dipakai untuk transportasi produk

4.15.3 4.12.8 Tambahan di isu 6, harus adanya pemeriksaan kebersihan, bau, dan peralatan menjaga suhu

Prosedur transportasi produk 4.15.6 4.12.9 Tambahan di isu 6, ada batasan pencampuran isi, prosedur pengamanan.

Persyaratan jika menggunakan kontraktor pihak ketiga untuk transportasi

4.15.7 Klausul baru. Diverifikasi atau tersertifikasi the Global Standard for Storage and Distribution atau standar internasional serupa yang diakui Standar.

52

A.4.1. Klausul 4.2; Keamanan

Sistem kemanan dibangun untuk memastikan produk dilindung dari

pencurian atau kontaminasi yang disengaja saat berada dalam lingkungan pabrik.

Masalah keamanan, baik lingkungan pabrik dan produk menjadi isu yang

mengalami perkembangan nyata dalam Standar ini. Isu 6 mensyaratkan harus

dilakukannya kajian risiko pengaturan keamanan di pabrik. Kajian ini harus

dilakukan setiap tahun (klausul 4.2.1). Selain itu isu 6 mensyaratkan adanya

kajian penentuan akses masuk ke area produksi dan area penyimpanan tertentu

berdasarkan resiko. Hanya karyawan yang memiliki otoritas yang diperbolehkan

masukke suatu area. Akses kontraktor dan tamu juga harus dikendalikan (klausul

4.2.2).

A.4.2. Klausul 4.3; Layout, Alur Produk dan Pemisahan

Layout, Alur Produk dan Pemisahan merupakan klausul fundamental pada

BRC. Pada isu 6 terdapat persyaratan baru soal pembagian area di pabrik yaitu

berdasarkan kajian tingkat risiko kontaminasi. Area dibagi menjadi enclosed

product area, low-risk area, high-care area, dan high-risk area (klausul 4.3.1). Di

bagian penjelasan buku BRC isu 6 diterangkan panduan pembagian area ini

berupa pohon keputusan dan konsekuensi pembagian area berdasarkan risiko

terlihat pada klausul-klausul terkait. Higiene pabrik, bangunan, peralatan dan

pakaian pelindung/higiene karyawan yang diterapkan pada tiap area diharapkan

hendaknya menunjukkan risiko potensial terhadap produk. Penetapan area juga

membantu dalam penetapan pembatasan pergerakan orang dan bahan antar area.

Alur proses pada low-risk area disyaratkan dalam klausul baru tersendiri pada isu

6 yaitu 4.3.4. Persyaratan baru lain lainnya adalah tamu dan kontraktor serta supir

yang masuk ke area pabrik termasuk kontraktor yang terlibat kegiatan

pemeliharaan dan perbaikan, hendaklah diawasi oleh orang yang ditunjuk (klausul

4.3.3). Pada klausul 4.3.5 ditegaskan soal persyaratan alur proses dan pemisahan

pemisahan fisik alur produk, bahan, peralatan, karyawan, sampah, aliran udara,

udara dan utilities pada high-care area. Namun jika diputuskan tidak

menggunakan pemisahan fisik, maka perlu dilakukan evaluasi soal risiko

kontaminasi silang dan perlindungan produk. Persyaratan pada high-risk area

53

pada klausul 4.3.6 dipersyaratkan adanya pemisahan fisik alur produk, bahan,

peralatan, karyawan, sampah, aliran udara, udara dan utilities.

A.4.3. Klausul 4.4; Bangunan Pabrik

Terdapat perubahan persyaratan terkait bangunan pabrik pada isu 6 ini.

Hendaknya tersedia rencana saluran pembuangan limbah di high-care area atau

high-risk area yang menunjukkan arah aliran limbah dan lokasi peralatan untuk

mencegah arus balik limbah cair (4.4.4).Pintu luar yang menuju ke area produk

terbuka tidak boleh dibuka sepanjang produksi kecuali pada peristiwa darurat

(4.4.9). Pada isu 5 belum spesifik menyebutkan larangan membuka pintu luar di

area produk terbuka tersebut. Pintu pada enclosed product area masih boleh

dibuka tetapi dengan pengaturan tertentu. Persyaratan baru lainnya adalah high

risk area hanya boleh disuplai dengan udara yang telah disaring dengan

spesifikasi saringan dan frekuensi penggantian udara yang didokumentasikan

(4.14.13).

A.4.4. Klausul 4.5;Utilities – Air, Es, Udara, dan Gas Lainnya

Mutu air yang disuplai ke proses, baik sebagai bahan baku, persiapan bahan

maupun pembersihan di pabrik, hendaknya merupakan air minum (potable),

sehingga tidak menimbulkan risiko kontaminasi. Kualitas mikrobiologi dan kimia

air ini sekarang harus diperiksakan, minimal setiap tahun (klausul 4.5.1). Jika

perundangan masih memperbolehkan penggunaan air yang bukan mutu air minum

(misal untuk gudang, pembersihan ikan), maka air tadi harus memenuhi

persyaratan hukum terkait (klausul 4.5.3). Klausul 4.5.2 memuat persyaratan baru

yaitu pabrik harus memiliki sistem distribusi air, meliputi tangki penampungan,

pengolah air dan daur ulang air. Perencanaan ini digunakan sebagai dasar

sampling air dan manajemen mutu air

A.4.5. Klausul 4.6; Peralatan

Terdapat sedikit persyaratan baru terkait peralatan pada BRC isu 6. Desain

dan penempatan peralatan dipastikan agar peralatan dapat dibersihkan dan

dipelihara dengan baik (4.6.1). Pada isu 6 tidak lagi menyebutkan persyaratan

bahwa jika peralatan dipasang permanen maka peralatan dipastikan dikunci/

melekat ke lantai (4.5.2).

54

A.4.6. Klausul 4.7; Pemeliharaan

Pada isu 6 mewajibkan jadwal pemeliharaan (maintenance schedule) atau

suatu sistem pemantauan kondisi yang meliputi seluruh pabrik dan peralatan

proses (4.7.1). Klausul 4.7.2 memuat persyaratan baru yaitu bila ada tambahan

program pemeliharaan, dimana berisiko terhadap kontaminasi benda asing yang

ditimbulkan dari kerusakan peralatan, maka peralatan tadi hendaknya diperiksa

pada periode tertentu, hasil pemeriksaan didokumentasikan dan dilakukan

tindakan sesuai. Pada isu 6 juga spesifik mensyaratkan bahan untuk pemeliharaan

peralatan dan pabrik, yang dapat berisiko karena kontak langsung atau tidak

langsung dengan bahan baku, produk antara atau produk jadi, seperti minyak

pelumas, hendaknya food grade (4.7.5).

A.4.7. Klausul 4.8; Fasilitas Karyawan

Seperti telah disebutkan sebelumnya Standar isu 6 mensyaratkan

menetapkan area berdasarkan risiko berupa low risk ara,high-care area dan/atau

high-risk area. Persyaratan fasilitas karyawan pada high-care area dan high-risk

area tersebut disebutkan secara spesifik pada klausul 4.8.4 dan 4.8.5 yaitu terkait

pakaian pelindung, alas kaki, pencucian tangan, dan desinfeksi. Terdapat sedikit

perbedaan antara kedua area ini yaitu fasilitas ruang ganti di high-risk area harus

berada pada pintu masuk areadan karyawan wajib menggunakan alas kaki khusus

untuk area tersebut, tidak terkecuali tamu.

Aturan pencucian tangan tidak mengalami perubahan, namun

aturanpencucian tangan yang benar perlu dipasang pada fasilitas cuci tangan

(4.8.6). Terdapat sedikit pengembangan persyaratan fasilitas kantin di pabrik yaitu

hendaknya ada pengendalian untuk mencegah kontaminasi ke produk, misalnya

sumber keracunan makanan dan pengenalan allergenic material di pabrik

(4.8.10).

A.4.8. Klausul 4.9; Pengendalian Kontaminasi Kimia dan Fisik Produk

Persyaratan terkait pengendalian kontaminasi kimia dan fisik pada BRC isu

6 mengalami pengembangan. Pada klausul baru 4.9.1.2 tentang pengendalian

bahan kimia disyaratkan bahwa jika menggunakan bahan kimia yang berbau tajam

atau dapat meninggalkan noda, misalnya untuk pengerjaan bangunan pabrik,

maka tidak boleh sampai mengkontaminasi produk. Aturan baru pada

55

pengendalian logam adalah pada klausul 4.9.2.1 yaitu perlu adanya catatan

inspeksi untuk kerusakan dan investigasi jika ada benda logam yang hilang.

Aturan baru lainnya adalah larangan penggunaan staples dan klip kertas di area

produk terbuka (4.9.2.2).

Pada isu 6 terdapat klausul baru 4.9.3.4 yaitu persyaratan tentang produk

yang dikemas dalam wadah kaca atau bahan mudah pecah lainnya. Penyimpanan

wadah kaca atau bahan mudah pecah harus terpisah dari tempat penyimpanan

bahan baku, produk dan kemasan lainnya (4.9.3.4.1).Klausul 4.9.3.4.2

mensyaratkan secara rinci prosedur penanganan bila wadah kaca atau bahan

mudah pecah sampai pecah. Sistem penanganan pecahan wadah harus dibuat

dalam rangka menghilangkan dan membuang produk yang beresiko karena

berdekatan pecahan. Pembersihan lini atau peralatan yang mungkin

terkontaminasi oleh pecahan wadah haruslah efektif. Pembersihan pecahan tadi

tidak boleh mengakibatkan penyebaran pecahan misal dengan penggunaan air

atau udara bertekanan tinggi. Peralatan kebersihan khusus untuk membersihkan

pecahan harus tersedia dengan identitas jelas (misal kode warna). Peralatan

tersebut hendaknya disimpan terpisah dari peralatan kebersihan lainnya. Tempat

sampah tertutup harus disediakan khusus untuk wadah dan pecahan tadi. Catatan

inspeksi peralatan produksi yang dilakukan setelah pembersihan pecahan harus

tersedia dalam rangka memastikan pembersihan yang dilakukan telah benar-benar

menghilangkan resiko kontaminasi lebih lanjut. Orang yang memiliki wewenang

mengijinkan lagi produksi setelah pembersihan harus ditetapkan.

A.4.9. Klausul 4.10; Peralatan Deteksi dan Penghilangan Benda Asing

Klausul 4.10 terkait Peralatan Deteksi dan Penghilangan Benda Asing

banyak mengalami perubahan pada isu 6 ini. Perkembangan kemajuan teknologi

pada peralatan deteksi dan menghilangkan benda asing disebutkan dalam klausul

4.10.1. Tipe, lokasi dan sensitifitas alat hendaklah didokumentasikan oleh

perusahaan (4.10.1.2). Frekuensi pengujian alat ditentukan dengan

mempertimbangan persyaratan konsumen dan kemampuan perusahaan untuk

menetapkan, menahan dan mencegah terpakainya bahan yang tidak sesuai, jika

peralatan tadi mengalami kegagalan (4.10.1.3). Temuan benda asing yang

dideteksi atau dihilangkan hendaklah diinvestigasi. Informasi terkait bahan yang

56

ditolak hendaknya digunakan untuk menetapkan tren dan menjadi dasar

pencegahan dalam rangka mengurangi kemungkinan terjadinya kontaminasi

benda asing (klausul 4.10.1.4).

Aturan baru terkait lainnya adalah klausul 4.10.2 tentang Saringan dan

Ayakan. Saringan dan ayakan haruslah memiliki spesifikasi ukuran mesh atau

tekanan tertentu berdasarkan potensi risiko (klausul 4.10.2.1) dan frekuensi

pemeriksaan atau pengujian alat ditetapkan berdasarkan risikonya (klausul

4.101.2.2). Semua hal tadi harus tercatat.

Persyaratan tentan peralatan detektor logam dan peralatan X-ray diatur

dalam klausul tersendiri yaitu subklausul 4.10.3 dengan 6 sub-subklausul. Alat ini

hendaklah digunakan kecuali ada kajian risiko bahwa alat ini tidak mampu

memperbaiki perlindungan produk akhir dari bahaya kontaminasi logam

(4.10.3.1). Alat hendaknya digunakan untuk produk yang telah dikemas

(4.10.3.2). Alat harus dilengkapi dengan sistem reject berupa alat reject otomatis,

belt stop system atau in-line detector (4.10.3.3). Dokumen prosedur dan catatan

pelaksanaan pengujian alat harus tersedia (4.10.3.4). Dalam prosedur pengujian

alat hendaklah menggunakan test piece dengan diameter tertentu dan ditandai

dengan jenis logamnya (besi, non-besi tertentu dan stainless steel). Jika detektor

logam digabung dengan conveyor maka test piece hendaknya dilewatkan sedekat

mungkin dengan pusat alat (4.10.3.5). Perusahaan harus menetapkan tindakan

koreksi dan prosedur dokumentasi jika pengujian alat menunjukkan kegagalan

mendeteksi benda asing (4.10.3.6).

Terdapat persyaratan-persyaratan baru terkait peralatan deteksi atau

penghilangan lainnya pada isu 6, yaitu magnet (4.10.4) dan peralatan sortir optik

(4.10.5). Tipe, lokasi dan kekuatan magnet hendaknya tercatat dan prosedur

inspeksi, pembersihan, uji kekuatan, dan uji integritas harus tersedia. Setiap unit

peralatan sortir optik hendaknya diuji sesuai dengan instruksi atau rekomentasi

dari perusahaan pembuat. Catatan semua pengujian alat hendaknya dipelihara.

Perysaratan baru lainnya adalah soal pembersihan wadah toples kaca, kaleng dan

wadah keras lainnya. Hendaknya dilakukan kajian risiko untuk meminimalkan

kontaminasi yang berasal dari wadah-wadah tersebut (4.10.6).

57

A.4.10. Klausul 4.11;Housekeeping dan higiene

Klausul housekeeping dan higiene merupakan bagian fundamental dalam

BRC. Pada isu 6 juga cukup banyak perubahan persyaratan terkait hal ini seperti

pada Tabel 10. Frekuensi dan metode pembersihan hendaknya ditetapkan

berdasarkan kajian risiko (4.11.1). Batas penerimaan atau penolakan hasil

pembersihan perlu ditetapkan berdasarkan bahaya potensial. Batasan ini diuji

dengan pemeriksaan visual, ATP bioluminescence, uji mikrobiologi, atau uji

kimia lainnya (4.11.2). Sumberdaya untuk pembersihan harus tersedia.

Pembersihan juga perlu dijadwalkan, misalnyayaitusaat mesin tidak beroperasi

(4.11.3). Pemeriksaan hasil pembersihan harus dilakukan sebelum digunakan.

Hasil pemeriksaan tadi dibuatkan tren sebagai dasar untuk perbaikan (4.11.4).

Peralatan pembersihan harus diberi identitas jelas (misal dengan warna atau

label). Peralatan yang digunakan pada high-care area dan high-risk area harus

terpisah dan dikhususkanuntuk area tersebut (4.11.5).

Metode pembersihan dengan CIP (Cleaning in Place) yaitu pembersihan

yang dilakukan pada bahan cairan menjadi klausul tersendiri pada isu 6 (4.11.6).

Rencana sistematis tata letak sistem CIP meliputi pompa, penyedot, desain, spray

ball, dan pemisahan alat CIP dari lini produksi yang berjalan harus tersedia

(4.11.6.2). Laporan keefektifan pembersihan dengan CIP untuk menghilangkan

bahaya seperti tanah, alergen, mikroorganisme vegetatif, dan spora harus

divalidasi. Catatan validasi ini dipelihara (4.11.3).

A.4.11. Klausul 4.12; Limbah/Pembuangan Limbah

Tambahan persyaratan pada BRC isu 6 terkait limbah atau pembuangan

limbah adalah bahwa produk pangan yang ditujukan untuk pakan ternak maka

jarus dipisahkan dari sampah dan dikelola seusai dengan persyaratan perundangan

terkait. Hal ini dilakukan untuk mencegah penumpukan sampah, risiko

kontaminasi dan menarik hama.

A.4.12. Klausul 4.13; Pengendalian Hama

BRC isu 6 mensyaratkan jika pengendalian hama dilakukan sendiri (bukan

oleh pihak ketiga yang dikontrak) maka operasionalnya dilakukan oleh orang

yang kompeten dan terlatih, adanya sumber daya cukup yang memahami legislasi

58

pemerintah terkait, dan tersedianya fasilitasi khusus untuk penyimpanan pestisida

yang terkunci (klausul 4.13.2).Tambahan persyaratan lainnya adalah harus adanya

catatan pengendalian hama yang menjelaskan soal temuan dan rincian perlakuan

yang dilakukan (klausul 4.13.3). Bait station atau tempat umpan beracun secara

jelas disebutkan tidak boleh ditempatkan diarea produksi dan gudang (klausul

4.13.4) untuk mencegah kontaminasi produk. Sebuah survey pengendalian hama

mendalam oleh orang yang ahli harus dilakukan minimal setiap tiga bulan untuk

mengkaji pengendalian hama di tempat (klausul 4.13.8).

A.4.13. Klausul 4.14; Fasilitas Penyimpanan

Klausul 4.14 merupakan pecahan dari klausul 4.12 pada isu 5 yaitu tentang

Penyimpanan dan Transportasi. Pada BRC isu 6 terdapat persyaratan yaitu

fasilitas penyimpanan yang membutuhkan pengendalian suhu tertentu hendaklah

dilengkapi dengan alat pencatat suhu dengan alarm pada suhu yang sesuai. Bila

tidak ada maka suhu harus dicek minimal setiap 4 jam (klausul 4.14.2). Aturan

baru pada BRC isu 6 lainnya adalah soal penyimpanan yang membutuhkan

pengendalian kondisi atmosfir tertentu (klausul 4.14.3). Kondisi penyimpanan

pada area tersebt harus dikendalikan dan catatan pengendalian tadi dipelihara.

A.4.14. Klausul 4.15; Pengiriman dan Transportasi

Seperti disebutkan sebelumnya, klausul 4.15 merupakan pecahan dari

klausul 4.12 pada isu 5. Beberapa persyaratan baru ditambahkan dalam isu 6 ini.

Kendaraan atau container untuk pengangkutan produk harus diperiksa

kebersihannya, bebas bau menyengat dan dilengkapi peralatan untuk menjaga

suhu jika memang diperlukan (klausul 4.15.3). Pada klausul 4.15.6 tertera

persyaratan soal prosedur transportasi produk yaitu harus adanya pembatasan

pencampuran isi dan persyaratan pengamanan selama transit, terutama jika

kendaraan diparkir atau sedang ditinggal. Jika perusahaan menggunakan

kontraktor pihak ketiga untuk transportasi, maka pihak ketiga tadi hendaknya

memenuhi semua persyaratan pada standar ini atau perusahaan tersertifikasi the

Global Standard for Storage and Distribution atau standar internasional serupa

lainnya yang diakui oleh standar ini.

59

A.5. Kajian Perubahan Persyaratan Bagian 5 -Pengendalian Produk

Bagian 5 persyaratan BRC berisikan persyaratan terkait Pengendalian

Produk. Pada isu 5 Bagian 3 terdiri dari 7 klausul dengan 26 subklausul, sedang

pada isu 6 mengalami perombakan menjadi 6 klausul dengan 25 subklausul.

Perubahan terbesar adalah adanya beberapa penambahan klausul terkait

manajemen alergen (klausul 5.2). Pengelolaan alergen disyaratkan lebih terperinci

misalnya bahaya alergen harus dikaji sebagai bahaya potensi baru termasuk pada

tahap pengembangan produkdan tambahan persyaratan pelabelan alergen pada

kemasan. Kajian perubahan klausul isu 6 terhadap isu 5 terkait Pengendalian

Produk adalah pada Tabel 11.

Tabel 11 Kajian perubahan klausul BRC isu 6 terhadap isu 5 pada bagian 5

tentang pengendalian produk

Deskripsi BRC isu 6 BRC isu 5 Perubahan persyaratan

Pembatasan ruang lingkup produk baru 5.1.1 Pada isu 6, mensyaratkan perlunya pengendalian masuknya bahaya (misal alergen, kemasan kaca atau risiko mikrobiologi).

Produk baru dan perubahan pada formula produk, kemasan atau proses produksi

5.1.2 Pada isu 6, pengesahan dilakukan secara formal oleh ketua tim HACCP atau tim HACCP yang memiliki otoritas.

Percobaan umur simpan untuk produk yang tidak dapat dilakukan

5.1.4 5.1 Pada isu 6, penetapan umur simpan dapat dilakukan berdasarkan sains.

Pelabelan 5.1.5 5.1.5 dan 5.1.6 Pada isu 6, mensyaratkan adanya verifikasi bahan baku dan pelabelan alergen untuk memastikan sesuai dengan formula produk.

Manajemen Alergen 5.2 5.2 Pengendalian Alergen

Kajian risiko pengendalian alergen 5.2.3 Klausul baru.

Prosedur manajemen alergen Peringatan alergen pada label

5.2.4

5.2.6

Klausul baru. Klausul baru.

Klaim pada kemasan produk akhir soal asal usul, jaminan atau ‘identity preserved’ dari bahan baku yang digunakan

5.3.1 3.9.3 dan 5.2.2.1

Penggabungan klausul.

Catatan pembelian barang untuk daya telusur bahan baku dan produk akhir

5.3.2 Klausul baru. Mass balance test dilakukan minimal setiap 6 bulan.

Kemasan kontak pangan 5.4.1 5.1 dan 5.4.1 Tambahan persyaratan pada isu 6, bahwa harus dilengkapi sertifikat kesesuaian atau bukti lainnya.

Lokasi penyimpanan kemasan 5.4.2 5.4.2 dan 5.4.3 Pada isu 6, menambahkan persyaratan bahwa lokasi harus jauh dari bahan mentah dan produk jadi.

Garis hubungan produk 5.4.3 5.4.4 dan 5.4.5 Penggabungan klausul

60

A.5.1. Klausul 5.1; Perancangan/Pengembangan Produk

Pada tahapan perancangan atau pengembangan produk disyaratkan untuk

dilakukan pembatasan pengembangan atau ruang lingkup produk baru agar tidak

ada masuknya bahaya potensial ke fasilitas produk, misal dari penggunaan

alergen, kemasan kaca atau risiko mikrobiologi lain (klausul 5.1.1). Pada setiap

produk baru dan perubahan formula produk, kemasan atau proses produksi

hendaknya disahkan secara formal oleh ketua tim HACCP atau tim HACCP yang

diberi otoritas (klausul 5.1.2). Hal ini untuk memastikan semua bahaya baru telah

dikaji dan dikendalikan. Percobaan umur simpan (shelf life test) hendaknya

dilakukan sesuai protokol yang ada. Namun bila percobaan tidak dapat dilakukan,

misal karena umur produk yang panjang,maka dibolehkan untuk menetapkan

umur simpan berdasarkan kajian sains (klausul 5.1.4). Pelabelan produk

hendaklah diverifikasi untuk memastikan bahwa bahan baku dan pelabelan

alergen telah sesuai dengan formulasi produk (klausul 5.1.5). Beberapa negara

seperti Amerika, Eropa, dan Australia dalam beberapa tahun ini telah

mengeluarkan beberapa aturan sendiri soal alergen dan pelabelan alergen ini.

Jenis bahan yang tergolong alergen yang diatur dalam BRC ini adalah sejumlah

14 macam yang disebutkan dalam Apendix 2 pada standar ini.

A.5.2. Klausul 5.2; Manajemen Alergen

Manajemen alergen (5.2) pada BRC isu 6 menggantikan klausul

pengendalian bahan alergen (5.2) pada isu 5. Alergen secara kontinyu menjadi

penyebab jumlah penarikan produk yang signifikan di Amerika Utara dan Eropa.

Bagian pada Standar ini telah direvisi untuk memastikan faktor penyebab isu

alergen telah dikendalikan sepenuhnya (BRC 2011). Kajian risiko alergen harus

mempertimbangkan beberapa hal seperti bentuk fisik allergenic materials (bubuk,

cair, partikel), titik potensi kontaminasi silang dan kajian risiko kontaminasi

silang padasetiap tahapan proses. Pengendalian yang tepat dalam rangka

mengurangi atau menghilangkan risiko kontaminasi silang juga harus ditetapkan

(klausul 5.2.3). Prosedur pengendalian alergen (5.2.4) telah dikembangkan pada

beberapa subklausul baru yaitu perlunya penggunaan pakaian pelindung seragam

jika sedang menangangi allergen materials; soal pergantian produk yang

mengandung alergen dan yang tidak; sistem pengendalian debu dari allergenic

61

materials, dan penanganan limbah serta luapan. Selain pengendalian di tahapan

proses, pengendalian dilakukan dengan pembatasan makanan yang dibawa masuk

ke pabrik oleh karyawan, tamu, kontraktor dan katering. Jika sifat proses tidak

mampu mencegah kontaminasi silang dari alergen maka suatu peringatan alergen

hendaknya dimasukkan di label, sesuai aturan atau tata cara pada negara tertentu

(5.2.6).

A.5.3. Klausul 5.3; Asal usul, status jaminan dan klaim dari preserved

materials

Sistem daya telusur, identifikasi dan pemisahan bahan baku, produk antara

dan produk akhir hendaknya dibuat untuk memastikan semua klaim yang

berhubungan dengan asal usul atau jaminan tertentu telah sesuai. BRC isu 6

mensyaratkan bila produk mencantmkan jaminan atau ‘identity preserved’ bahan

baku yang digunakan maka status setiap batchbahanbaku hendaknya diverifikasi

dan catatannya disimpan (klausul 5.3.1). Catatan pembelian barang, daya telusur

bahan baku dan produk akhir harus dipelihara. Perusahaan harus melakukan mass

balance test setiap 6 bulan serta pada frekuensi tertentu untuk memastikan sesuai

dengan persyaratan (klausul 5.3.2).

A.5.4. Klausul 5.4; Pengemasan Produk

Pembelian atau penentuan kemasan produk hendaklah memperhitungkan

kesesuaian kemasan dengan produk (misalnya kandungan lemak tinggi, pH atau

kondisi penggunaan misal dipakai di microwave). Kemasan hendaknya dilengkapi

dengan sertifikat kesesuaian atau bukti lainnya untuk menunjukkan telah sesuai

denganlegislasi keamanan pangan dan tujuan penggunaan (klausul 5.4.1). Lokasi

penyimpanan kemasan hendaknya diatur agar jauh dari bahan mentah dan produk

jadi (klausul 5.4.2).

A.6. Kajian Perubahan Persyaratan Bagian 6; Pengendalian Proses

Bagian 6 persyaratan BRC berisikan persyaratan terkait Pengendalian

Proses. Bila dibandingkan dengan isu 5, tidak ada perubahan dalam jumlah

klausul pada BRC isu 6. Klausul 6.1. tentang Pengendalian Operasional

merupakan klausul fundamental. Pengendalian operasional dilakukan untuk

memastikan proses produksi dikelola melalui formulasi dan spesifikasi proses

62

untuk memastikanpengendalian bahaya juga konsistensi mutu produk yang

dihasilkan (BRC 2011). Terdapat satu klausul baru pada bagian ini yaitu terkait

pemeriksaan lini produksi saat produksi akan mulai atau saat pergantian produk

(klausul 6.1.6). Tidak terdapat perubahan nyata pada klausul 6.2 tentang

pengendalian jumlah atau berat produk dan klausul 6.3 tentang kalibrasi. Kajian

perubahan klausul antara isu 6 terhadap isu 5 terkait pada bagian 6 tentang

pengendalian proses dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Kajian perubahan klausul BRC isu 6 terhadap isu 5 pada bagian 6

tentang pengendalian proses

A.6.1. Klausul 6.1; Pengendalian Operasional

Pengendalian operasional dilakukan melalui pengendalian spesifikasi

proses dan instruksi kerja untuk tiap tahapan proses. Spesifikasi disini meliputi

formula-termasuk identifikasi adanya alergen, petunjuk, kecepatan dan waktu

pengadukan, setelah alat, waktu dan suhu pemasakan/pendinginan, instruksi

pelabelan, penulisan kode dan umur simpan, serta CCP seperti dalam rencana

HACCP (klausul 6.1.1). Jika terjadi penyimpangan kondisi proses pada peralatan

yang kritis terhadap keamanan atau mutu produk (misalnya alat distribusi panas

pada retort, distribusi suhu di alat pembeku dan ruang dingin) maka proses tadi

Deskripsi BRC isu 6 BRC isu 5 Perubahan persyaratan

Spesifikasi 6.1.1 6.1.1 dan 6.1.3 Pada isu 6, menambahkan meliputi formula dengan identifikasi alergen, petunjuk pengadukan, kecepatan, waktu, setting peralatan, waktu dan suhu proses, pelabelan, kode dan umur simpan, serta CCP.

Penyimpangan proses pada peralatan yang kritis terhadap keamanan atau mutu produk

6.1.4 6.1.6 Pada isu 6, menambahkan proses divalidasi pada frekuensi tertentu berdasarkan risiko dan kemampuan alat.

Pemeriksaan lini produksi sebelum memulai produksi atau pergantian produk

6.1.6 Klausul baru

Jumlah - Pengawasan berat, volume dan jumlah

6.2. 6.2 Pada isu 6, menambahkan harus juga sesuai persyaratan konsumen

Identifikasi dan pengendalian peralatan untuk pengendalian CCP, keamanan dan keabsahan produk

6.3.1 6.3.1 dan 6.3.3 Penggabungan klausul

Pemeriksaan dan adjustment alat ukur 6.3.2 6.3.2 Pada isu 6, menambahkan harus terbaca dan keakuratan pengukuran sesuai.

Ketidakutan peralatan 6.3.4 6.3.4 Pada isu 6, menambahkan perlunya tindakan untuk memastikan produk berisiko tidak dijual.

63

harus divalidasi pada frekuensi tertentu berdasarkan risiko dan kemampuan alat,

(klausul 6.1.4).

Terdapat klausul baru 6.1.6 yaitu soal pemeriksaan lini produksi sebelum

memulai produksi atau saat pergantian produk, hendaklah dipastikan lini proses

telah bersih dan siap untuk produksi. Pemeriksaan dilakukan untuk memastikan

semua produk dan kemasan dari produksi sebelumnya telah disingkirkan sebelum

berganti ke produksi berikutnya

A.6.2. Klausul 6.2; Jumlah - Pengawasan berat, volume dan jumlah

BRC mensyaratkan perusahaan hendaknya melakukan sistem pengendalian

jumlah atau berat produk untuk memastikan sesuai persyaratan hukum dinegara

produk dijual, sesuai dengan persyaratan sektor industri dan tambahan pada isu 6

adalah sesuai dengan persyaratan pelanggan.

A.6.3. Klausul 6.3; Kalibrasi dan Pengendalian Alat Ukur dan Pengawasan

Tidak ada perubahan besar pada isu 6 pada klausul 6.3 tentang Kalibrasi

dan Pengendalian Alat Ukur dan Pengawasan. Tambahan persyaratan adalah

bahwa alat harus dibaca dan keakuratannya sesuai dengan yang diinginkan

(klausul 6.3.2). Tindakan koreksi terhadap ketidakakuratan alat yang terkait

keamanan ata keabasahan produk hendaknya dilakukan tindakan untuk

memastikan produk berisiko tidak sampai dijual (klausul 6.3.3).

A.7. Kajian Perubahan Persyaratan Bagian 7; Karyawan

Bagian terakhir dari persyaratan BRC adalah Bagian 7 tentang Karyawan.

Pada BRC isu 6 terdapat penyederhanaan penulisan pada beberapa klausul seperti.

Pada isu 5 terdiri dari 5 klausul dan 32 sub subklausul, maka pada isu 6 berkurang

menjadi 4 klausul dan 19 sub subklausul. Perubahan pada bagian ini meliputi

perkembangan pekerja yang dipasok oleh agen, yang menjadi tren di industri

pangan. Terdapat penyederhanaan aturan higiene karyawan misal soal cincin

kawin. Perubahan lainnya adalah soal pencucian tangan dan aturan plester untuk

luka. Pemeriksaan kesehatan karyawan mengalami perombakan mengikuti

perkembangan hukum soal kesehatan pribadi di beberapa negara (klausul 7.3.2).

Audit terhadap laudri menjadi keharusan bila pakaian kerja digunakan di high

64

care area/high risk area. Kajian perubahan klausul isu 6 terhadap isu 5

tentangKaryawan dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13 Kajian perubahan klausul BRC isu 6 terhadap isu 5 pada bagian 7

tentang karyawan

A.7.1. Klausul 7.1; Pelatihan

Tren karyawan yang bekerja di perusahaan dipasok oleh agen penyalur

tenaga kerja beberapa tahun ini mendapat perhatian dalam Standar BRC isu 6.

Jika pelatihan dilakukan oleh agen penyalur yang merupakan bagian dari

perusahaan, maka catatan pelatihan tadi harus tersedia (klausul 7.1.4). Persyaratan

pemeriksaan kesehatan karyawan juga berlaku bagi staf atau karyawan agen agar

tidak menjadi sumber penyebaran keracunan makanan (klausul 7.3).

Deskripsi BRC isu 6 BRC isu 5 Perubahan persyaratan

Catatan pelatihan harus tersedia 7.1.4 7.1.4 Pada isu 6, menambahkanpersyaratan bagi agencies yang merupakan bagian dari perusahaan

Persyaratan higiene karyawan 7.2.1 7.3.1, 7.3.2, 7.3.3, 7.3.5,

dan 7.3.6

Penggabungan klausul, dibuat lebih jelas

Pencucian tangan karyawan 7.2.2 7.3.4 Pada isu 6, mewajibkan dilakukan saat masuk ke produksi

Pemeriksaan plaster dengan strip logam

7.2.4 7.3.9 Pada isu 6, menambahkan bawah harus lolos test detektor logam, bila di perusahaan tersedia.

Prosedur pemeriksaan karyawan 7.3 7.4 Pada isu 6, menambahkan perhatian pada agency staff untuk memastikan semua tidak menjadi sumber penyebaran keracunan.

Persyaratan kesehatan dan kuisioner bagi tamu dan kontaktor yang masuk

7.3.2 7.3.4 Pada isu 6, menghilangkah persyaratan bahwa harus melalui tes kesehatan.

Pencucian pakaian kerja oleh karyawan diperbolehkan

7.4.3 7.5.4 Pada isu 6, diperbolehkan jika pakaian tadi melindungi karyawan dari produk yang ditangani dan hanya digunakan pada area produk tertutup atau low-risk area.

Persyaratan laundri yang dikontrak untuk pencucian pakaian pada high-care area dan high-risk area

7.4.4 7.5.3 Pada isu 6, menambahkan laundri harus diaudit langsung atau oleh pihak ketiga, atau memiliki sertifikat. Memiliki prosedur operasional laundri untuk memastikan pembersihan efektif, disterilisasi komersial setelah proses pencucian dan pengeringan, pemisahan pakaian kotor dan bersih, pakaian bersih dilindungi dari kontaminasi sampai diantar ke areanya.

Pakaian pelindung tidak dicuci dengan laundri (misal ada rantai, sarung tangan dan rok)

7.4.6 Klausul baru.

65

Berbagai persyaratan higiene isu tentang larangan pemakaian jam,

perhiasan, cincin, kuku palsu/cat kuku serta parfum/aftershave yang berbau

menyengat disederhanakan dalam klausul 7.2.1. Kewajiban pencucian tangan saat

akan memasuki area produksi (klausul 7.2.2) ditegaskan dalam isu 6. Plester

untuk menutupi luka hendaknya dilengkapi dengan strip logam dan telah diuji

dengan detektor logam, bila perusahaan memliki alat detektor logam (klausul

7.2.4).

Setiap tamu dan kontraktor yang akan memasuki area produksi mengisi

kuisioner soal kondisi kesehatannya. Pada isu 6, tidak dituliskan lagi persyaratan

bahwa jika tamu atau kontraktor baru sembuh dari penyakit atau berasal dari area

yang terjangkit penyakit infeksi, maka harus melalui tes kesehatan sebelum masuk

area produksi (klausul 7.3.4).

Persyaratan terkait laundri atau pencucian pakaian kerja mengalami sedikit

perubahan pada BRC isu 6. Pencucian baju oleh karyawan diperbolehkan hanya

jika baju tersebut digunakan untuk melindungi karyawan dari produk yang

ditanganinya dan digunakan pada area produk tertutup atau low-risk area (klausul

7.4.3). Laundri bagi pencucian pakaian pelindung pada high-care/high risk-area

disyaratkan harus diaudit langsung atau oleh pihak ketiga atau memiliki sertifikat

yang relevan. Laundri untuk pakaian area ini harus memiliki prosedur dalam

rangka memastikan keefektifan prosedur pencucian agar tidak berisiko

mengkontaminasi produk pada area tersebut (7.4.4). Pakaian harus disterilisasi

komersial setelah proses pencucian dan pengeringan. Pakaian yang kotor harus

dipisahkan dari bersih. Pakaian yang sudah bersih dilindungi dari kontaminasi

sampai diantar ke areanya, misal dengan penutup atau kantong. Pada isu 6

terdapat tambahan klausul terkait pencucian pakaian kerja yang tidak dapat dicuci

dengan laundri (misal ada rantai, sarung tangan dan rok) yaitu pakai tadi

hendaknya dibersihkan dan disanitasi pada frekuensi tertentu, berdasarkan

risikonya (klausul 7.4.6).

66

B. Gap Ketersediaan Dokumen BRC Isu 6 di PT SSI dalam memenuhi BRC

Isu 6

Pada bab B penelitian ini dibahas gap ketersediaan dokumen dalam rangka

pemenuhan persyaratan BRC isu 6 di PT SSI. Dokumen dalam sistem manajemen

keamanan dan mutu pangan secara umum adalah berupa 1) Standar itu sendiri, 2)

dokumen-dokumen yang dibutuhkan oleh Standar (pada buku BRC diantaranya

ditandai warna hijau pada Standar), 3) dokumen-dokumen yang dibutuhkan oleh

organisasi dan 4) catatan-catatan yang dibutuhkan oleh Standar atau organisasi.

Dokumen yang dimaksud berupa Kebijakan Mutu/Visi dan Misi Perusahaan,

manual, prosedur Standard Operationg Procedure (SOP) atau Work Instruction

(WI), catatan/bukti pelaksanaan berupa form atau checklist, atau dokumen luar

misal legislasi, code of practices, SNI, aturan BPOM dan lainnya.

Terdapat pilihan audit dalam sertifikasi Standar BRC isu 6. Audit dapat

dilakukan dalam single visit (sebagai unannounced audit atau announced audit),

atau dapat berupa pilihan dimana audit bagian pertama (bagian 1) adalah

unannounced audit yang berkonsentrasi pada Good Manufacturing Pratices

(GMP) dan setelah itu, dijadwalkan, announced audit (bagian 2) mengkaji

catatan, dokumen dan prosedur. Persyaratan dalam Standar telah diberi kode

warna sebagai panduan soal persyaratan mana yang akan dicakup dalam bagian 1

dan bagian 2 jika pilihan audit ini dipilih. Bagian berwarna orange adalah terkait

GMP sedangkan bagian yang berwarna hijau adalah terkait catatan, sistem dan

dokumentasi (BRC 2011).

Daftar persyaratan dokumen BRC isu 6 dan kajian telah sesuai atau

tidaknya PT SSI memenuhi persyaratan dokumen disajikan pada Tabel 14.

Persyaratan-persyaratan dokumen pada Tabel 14 ini wajib dimiliki oleh

perusahaan, namun perusahaan dapat mengembangkannya menjadi satu atau lebih

dokumen tergantung keadaaan perusahaan masing-masing. Gambaran jumlah

klausul di BRC isu 6 yang mensyaratkan dokumen pada setiap bagian persyaratan

dapat dilihat pada Gambar 2.A. Pada Tabel 14 dapat dilihat ada sekitar 158 jenis

dokumen yang dipersyaratkan. Terdapat 90% subklausul pada bagian 1, 2, 3, dan

6 yang mensyaratkan dokumen. Jumlah dokumen terbesar terdapat pada bagian 4

yaitu sekitar 51 jenis dokumen diikuti bagian 3 yaitu sekitar 31 jenis dokumen.

67

Tabel 14 Hasil kajian kesesuaian antara persyaratan dokumen pada BRC isu 6

dengan dokumen PT SSI

No Klausul Dokumen Sesuai/ Tidak

Bagian 1 - Komitmen Manajemen Senior

1 1.1.1 Kebijakan tertulis Sesuai

2 1.1.2 Sasaran mutu Sesuai

3 1.1.3 Management review management Sesuai

4 1.1.4 Meeting program Sesuai

5 1.1.5 Kebutuhan orang dan uang Sesuai

6 1.1.6 Sistem pembaharuan perkembangan ilmu pengetahuan Sesuai

7 1.1.7 Standar RC asli, versi hard copy/elektronik yang orisinil Sesuai

8 1.1.8 Announced recertification audit Sesuai

9 1.1.9 Kehadiran manajer senior atau terkait operasinal di opening meeting dan closing meeting audit sertifikasi

Sesuai

10 1.1.10 Akar masalah ketidaksesuaian Sesuai

11 1.2.1 Organisasi perusahaan Sesuai

Total : 11 subklausul (92% dari 12 subklausul bagian 1)

Bagian 2 - Rencana keamanan pangan – HACCP

12 2.1.1 Tim keamanan HACCP Sesuai

13 2.2.1 Prerequisite programmes Sesuai

14 2.3.1, 2.3.2 Deskripsi produk dan acuan atau panduan pembuatan rencana HACCP (seperti literatur sains, sejarah dan bahaya terkait, code of pratices, guidelines, legislasi keamanan pangan, persyaratan konsumen)

Sesuai

15 2.4.1 Identifikasi pengguna Sesuai

16 2.5.1 Diagram alir proses Sesuai

17 2.6.1 Verifikasi diagram alir Sesuai

18 2.7.1, 2.7.2, 2.7.3 Bahaya potensial Sesuai

19 2.8.1 Penetapan CCP Sesuai

20 2.9.1, 2.9.2 Penetapan batas kritis CCP dan validasi batas kritis Sesuai

21 2.10.1 Sistem pengendalian CCP Sesuai

22 2.11.1 Penetapan tindakan koreksi Sesuai

23 2.12.1 Penetapan prosedur verifikasi Sesuai

24 2.13.1 Dokumentasi dan penyimpanan catatan HACCP Sesuai

25 2.14.1 Kajian rencana HACCP Sesuai

Total: 18 subklausul (95% dari 19 subklausul bagian 2)

Bagian 3 - Sistem manajemen keamanan dan mutu pangan

26 3.1.1, 3.1.2, 3.1.3 Manual keamanan dan mutu pangan: dokumentasi prosedur, metode kerja dan tata cara produksi

Sesuai

27 3.2.1 Prosedur pengendalian dokumen Sesuai

28 3.3.1, 3.3.2 Prosedur penyelesaian dan pemeliharaan dokumen Sesuai

29 3.4.1 Program audit internal, termasuk jadwal audit internal untuk implementasi HACCP, PP dan prosedur Standar

Sesuai

30 3.4.2 Auditor internal merupakan orang yang kompeten Sesuai

31 3.4.3 Catatan audit internal Sesuai

32 3.4.4 Inspeksi lingkungan dan peralatan proses pabrik Sesuai

33 3.5.1.1 Catatan kajian risiko RM Sesuai

34 3.5.1.2 Prosedur persetujuan dan pengawasan pemasok bahan Sesuai

35 3.5.1.3 Prosedur untuk pengecualian pemasok bahan Sesuai

36 3.5.2.1, 3.5.2.2 Prosedur penerimaan bahan baku dan kemasan Sesuai

37 3.5.3.1 Prosedur persetujuan dan pengawasan pemasok jasa Tidak

38 3.5.3.2 Kontrak atau perjanjian formal dengan pemasok jasa Tidak

39 3.5.4.1 Prosedur proses produksi dikerjakan subkontraktor atau dikerjakan di luar pabrik, meliputi pemberitahuan ke pemilik merek

Sesuai

40 3.5.4.2 Catatan audit pabrik subkontraktor atau sertifikat the BRC Global Standard for Food Safety atau Standar lain yang diakui oleh GFSI

Sesuai

41 3.5.4.3 Kontrak subkontraktor dan daya telusur produknya Sesuai

42 3.5.4.4 Prosedur pemeriksaan dan pengujian produk yang disubkontraktorkan Sesuai

43 3.6.1 Spesifikasi bahan baku dan bahan kemasan Sesuai

44 3.6.2 Instruksi dan spesifikasi proses produksi Tidak

45 3.6.3 Spesifikasi produk akhir Sesuai

46 3.6.4 Persetujuan formal dari konsumen untuk spesifikasi produk ahir Sesuai

47 3.6.5 Catatan kajian spesifikasi produk Sesuai

48 3.9.2, 3.9.3 Sistem daya telusur dan mass balance test produk, Tidak

49 3.7.1 Prosedur penanganan ketidaksesuaian dan tindakan koreksi Sesuai

50 3.8.1 Prosedur pengelolaan produk yang tidak sesuai Sesuai

51 3.9.2 Pengujian sistem daya telusur perusahaan Sesuai

68

No Klausul Dokumen Sesuai/ Tidak

52 3.9.3 Daya telusur untuk pengerjaan ulang atau proses ulang Sesuai

53 3.10.1 Prosedur penanganan keluhan konsumen Sesuai

54 3.10.2 Analisan tren keluhan konsumen Tidak

55 3.11.1 Prosedur pelaporan dan penanganan insiden dan situasi darurat Sesuai

56 3.11.2, 3.11.3, 3.11.4 Prosedur withdrawal dan recall produk dan pengujian prosedur Tidak

Total: 27 subklausul dan 11 sub-subklausul (93% dari 30 subklausul dan 11 sub-subklausul)

Bagian 4 - Standar pabrik

57 4.2.1 Catatan kajian pengaturan keamanan dan risiko potensi terhadap produk Tidak

58 4.2.3 Ijin pabrik Sesuai

59 4.3.1 Rencana pembedaan area di pabrik terkait risiko kontaminasi yaitu enclosed products area, low-risk area, high-care ara, high risk area

Sesuai

60 4.4.4 Rencana saluran air limbahpada high care/high risk area Sesuai

61 4.4.11 Lampu dan penerangan harus diberi pelindung. Jika tidak, maka ada prosedur pemantauan bola lampu dan penerangan tadi

Sesuai

62 4.4.13 Catatan spesifikasi penyaring udara dan frekuensi pergantian udara di high-risk area

Not applicable

63 4.5.1 Pemantauan air proses, catatan analisa kualitas mikrobiologi dan kimia air, titik sampel dan frekuensi analisa air

Sesuai

64 4.5.2 Rencana sistem distribusi air Sesuai

65 4.5.3 Operasional air proses jika tidak menggunakan air dengan mutu air minum Sesuai

66 4.5.4 Sistem pemantauan udara, gas dan uap untuk proses Sesuai

67 4.7.1 Jadwal pemeliharaan atau sistem pemantau kondisi pabrik dan peralatan proses

Sesuai

68 4.7.2 Pemantauan tambahan program pemeliharaan dan catatan hasil pemeriksaannya

Sesuai

69 4.7.4 Prosedur dan catatan pembersihan higiene mesin dan peralatan untuk menghilangkah bahaya kontaminasi setelah selesai pemeliharaan

Sesuai

70 4.8.10 Pemantauan katering di pabrik Tidak

71 4.9.1.1 Proses pengendalian, penyimpanan dan penanganan bahan kimia non-pangan

Sesuai

72 4.9.1.2 Prosedur pencegahan kontaminasi dari bahan yang berbau tajam atau pembentuk noda, misal digunakan untuk perbaikan bangunan

Sesuai

73 4.9.2.1 Kebijakan pengendalian benda logam tajam termasuk pisau, pisau pemontong pada peralatan, jarum dan kawat

Sesuai

74 4.9.3.2 Prosedur penanganan kaca dan bahan mudah pecah Tidak

75 4.9.3.3 Prosedur penanganan kerusakan kaca atau bahan mudah pecah Tidak

76 4.9.3.4.2 Instruksi terkait pengelolaan pecahan wadah, yaitu cara pembersihan, titik pemeriksaan dan pembatasan area terkena pecahan

Sesuai

77 4.9.3.4.3 Catatan kejadian pecahnya wadah di lini produksi Sesuai

78 4.10.1.1, 4.10.1.2, 4.10.1.3, 4.10.1.4

Peralatan deteksi dan/atau penghilangan benda asing: catatan kajian HACCP terkait penggunaan alat; dokumen tipe, lokasi dan sensitifitas alat; prosedur pengujian alat; prosedur investigasi asal bahan yang terdeksi atau dihilangkan oleh alat

Tidak

79 4.10.2.1 Ukuran mesh atau tekanan saringan dan ayakan dan catatan pemeriksaan temuan atau bahan yang dipisahkan

Sesuai

80 4.10.3.1 Catatan penilaian jika detektor logam tidak digunakan Sesuai

81 4.10.3.4 Prosedur operasional dan pengujian peralatan logam atau x-ray Sesuai

82 4.10.3.6 Prosedur tindakan koreksi dan pelaporan jika pada pengujian detektor logam menunjukkan kegagalan

Sesuai

83 4.10.4.1 Tipe, lokasi dan kekuatan magnet, prosedur pemeriksaan, pembersihan, uji kekuatan dan integritasi alat dan hasil pengujiannya

Sesuai

84 4.10.5.1 Catatan pemeriksaan peralatan sortir optik Sesuai

85 4.10.6.2 Catatan pemeriksaan peralatan pembersihan wadah Sesuai

86 4.11.1 Prosedur pembersihan bangunan, pbarik dan peralatan Sesuai

87 4.11.2 Batasan penerimaan kualitas hasil pembersihan Sesuai

88 4.11.4 Prosedur pemeriksaan kebersihan alat Sesuai

89 4.11.3 Jadwal pembersihan Sesuai

90 4.11.4 Catatan hasil pembesihan Sesuai

91 4.11.6.2 Rencana layout sistem Cleaning in Place (CIP) dan laporan pemeriksaannya Sesuai

92 4.12.1 Catatan pembuangan limbah Sesuai

93 4.12.4 Catatan jumlah limbah berbahaya atau tidak standar yang dihancurkan atau dibuang oleh pihak ketiga (spesialis)

Tidak

94 4.13.1 Jadwal pemeriksaan pengendalian hama Sesuai

95 4.13.3 Dokumentasi dan catatan pengendalian hama Sesuai

96 4.13.7 Catatan pemeriksaan pengendalian hama, perlindungan hama dan rekomendasi higiene serta tindak lanjut pemeriksaan

Sesuai

97 4.13.8 Survey pengendalian hama oleh ahli pengendalian hama Sesuai

98 4.14.1 Prosedur penyimpanan produk Sesuai

69

No Klausul Dokumen Sesuai/ Tidak

99 4.14.2 Catatan pemeriksaan suhu ruang penyimpanan produk yang memerlukan suhu tertentu

Sesuai

100 4.14.3 Catatan pengendalian atmosfir ruang penyimpanan (jika memerlukannya) Sesuai

101 4.14.5 Dokumen penerimaan atau identifikasi produk terkait rotasi stok bahan baku, bahan setengah jadi dan produk akhir selama penyimpanan

Sesuai

102 4.15.1 Prosedur pemeliharaan keamanan dan mutu produk selama pengangkutan dan transportasi

Sesuai

103 4.15.2 Catatan pengiriman dan penerimaan barang dan bahan Sesuai

104 4.15.3 Catatan pemeriksaan kendaraan atau container untuk pengiriman barang sebelum digunakan

Sesuai

105 4.15.4 Catatan pemeriksaan suhu transportasi Sesuai

106 4.15.6 Prosedur pembersihan dan catatan pemeriksaan kendaraan dan peralatan yang digunakan untuk menaikkan atau menurunkan barang, misal pipa silo

Sesuai

107 4.15.7 Kontrak transportasi dengan pihak ketiga dan prosedur verifikasi transporter Sesuai

Total: 36 subklausul, 17 sub-subklausul dan 2 sub-sub-subklausul (60% dari 90 subklausul dan 28 sub-subklausul)

Bagian 5 - Pengendalian produk

108 5.1.1 Prosedur pembatasan/larangan ruang lingkup produk baru untuk mengendalikan masuknya bahaya

Tidak

109 5.1.2 Catatan kajian bahaya dan pengesahan ketua tim HACCP untuk semua produk baru dan perubahan formula, kemasan atau proses produksi

Tidak

110 5.1.3 Catatan percobaan dengan mesin produksi Sesuai

111 5.1.4 Protokol dan hasil percobaan umur simpan Sesuai

112 5.1.5 Prosedur pelabelan produk dan verifikasi kesesuai label Sesuai

113 5.1.6 Validasi klaim produk Sesuai

114 5.2.1 Catatan kajian bahan baku, keberadaan dan lingkungan proses terkait alergen

Sesuai

115 5.2.2 Prosedur identifikasi dan daftar bahan baku alergen Sesuai

116 5.2.3 Prosedur identifikasi jalur kontaminasi dan kebijkan serta prosedur pengendalian kontaminasi silang alergen pada bahan baku, produk antara dan produk akhir

Tidak

117 5.2.4 Prosedur manajemen alergen untuk mencegah kontaminasi silang dari produk yang mengandung alergen ke produk lainnya.

Sesuai

118 5.2.6 Peringatan alergen pada label produk Sesuai

119 5.2.7 Prosedur validasi klaim produk terkait alergen Sesuai

120 5.2.9 Catatan pelatihan penanganan alergen Tidak

121 5.2.10 Catatan pemeriksaan lini proses saat memulai produksi, setelah pergantian produk atau perubahan batch kemasan terkait label produk

Sesuai

122 5.3.1 Prosedur verifikasi klaim produk akhir soal asal usul, jaminan atau “identity preserved” bahan baku

Sesuai

123 5.3.2 Prosedur daya telusur bahan baku dan produk ahir, termasuk mass balance test terkait klaim produk

Sesuai

124 5.3.3 Catatan proses pembuatan produk dan pengendalian integritas klaim produk Sesuai

125 5.4.1 Sertifikat kesesuaian atau bukti kesesuaian bahan kemasan dengan legislasi dan peruntukan bagi produk

Sesuai

126 5.5.1.1 Jadwal, metode, frekuensi dan batas jelas pengujian produk dan lingkungan Sesuai

127 5.5.1.2 Catatan dan kajian hasil uji dan inspeksi Sesuai

128 5.5.1.3 Prosedur penilaian umur simpan terkait kualitas mikrobiologi, sensori dan kimia produk

Tidak

129 5.5.2.1 Prosedur operasional uji patogen di internal/luar pabrik Sesuai

130 5.5.2.2 Prosedur operasional uji rutin mikrobiologi di pabrik Sesuai

131 5.5.2.3 Prosedur penilaian metode uji yang tidak terakreditasi Sesuai

132 5.5.2.4 Prosedur untuk memastikan reliability hasil analisa Tidak

133 5.6.1 Prosedur pelepasan produk Sesuai

Total: 20 subklausul dan 7 sub-subklausul (84% dari 25 subklausul dan 7 sub-subklausul)

Bagian 6 - Pengendalian proses

134 6.1.1 Spesifikasi dan instruksi kerja untuk proses kunci di produksi Sesuai

135 6.1.2 Prosedur dan catatan pemantauan proses Sesuai

136 6.1.4 Prosedur validasi variasi proses pada peralatan yang kritis terhadap keamanan dan mutu produk

Sesuai

137 6.1.5 Prosedur penetapan status keamanan dan mutu produk jika terjadi kegagalan peralatan atau penyimpanan dari spesifikasi proses

Sesuai

138 6.1.6 Prosedur pemeriksaan lini produksi sebelum memulai produksi atau setelah pergantian produk

Sesuai

139 6.1.7 Prosedur permiksaan produk dikemas dalam kemasan yang benar dan diberi label yang sesuai

Sesuai

140 6.2.1 Metode dan frekuensi pemeriksaan jumlah, serta catatannya Sesuai

141 6.2.2 Catatan pemeriksaan jumlah untuk memastikan sesuai dengan persyaratan konsumen (bila tidak disyaratkan legislasi)

Sesuai

70

Gambar 2. Sebaran persyaratan dokumen pada BRC isu 6

Bagian 1 Bagian 2 Bagian 3 Bagian 4 Bagian 5 Bagian 6 Bagian 7

12 19

30

90

25

13 19

11 14

31

51

26

12 13

Jumlah sub klausul Macam dokumen

Bagian 1 Bagian 2 Bagian 3 Bagian 4 Bagian 5 Bagian 6 Bagian 7

11 14

31

51

26

12 13 11 14

26

44

20

10 11

0 0 5 7 6

2 2

Macam dokumen Sesuai Tidak sesuai

No Klausul Dokumen Sesuai/ Tidak

142 6.3.1 Prosedur identifikasi dan pengawasan peralatan pengendali CCP, keamanan dan keabsahan produk

Tidak

143 6.3.2 Catatan hasil pemeriksaan dan adjusment alat ukur Tidak

144 6.3.3 Catatan kalibrasi dan daya telusur alat ukur terhadap standar nasional atau internasional

Sesuai

145 6.3.4 Prosedur jika pengukuran dan pemantauan alat ukur tidak beroperasi sesuai batasan

Sesuai

Total: 12 subklausul (dari 92% 13 subklausul)

Bagian 7 - Karyawan

146 7.1.1 Program pelatihan karyawan Tidak

147 7.1.2 Kajian pelatihan dan kompetensi karyawan yang terkait aktivitas CCP Tidak

148 7.1.3 Prosedur pelatihan karyawan Sesuai

149 7.1.4 Catatan/bukti pelatihan Sesuai

150 7.1.5 Kajian kompetensi karyawan terkait pelatihan Sesuai

151 7.2.1 Prosedur higiene karyawan Sesuai

152 7.2.4 Catatan pegujian plester pada detektor logam Sesuai

153 7.2.5 Prosedur pengawasan penggunaan dan penyimpanan obat-obatan pribadi Sesuai

154 7.3.1 Prosedur pemeriksaan kesehatan karyawan Sesuai

155 7.3.2 Prosedur pemeriksaan kesehatan tamu dan kontraktor yang masuk ke area produksi

Sesuai

156 7.3.3 Prosedur penangan karyawan, kontraktor atau tamu yang baru semubh atau kontrak dengan penyakit infeksi

Sesuai

157 7.4.1 Prosedur pemakaian pakaian pelindung di area kerja Sesuai

158 7.4.4 Prosedur operasional laundri untuk high-care/high-risk area Sesuai

Total: 13 subklausul (68% dari 19 subklausul)

A

B

71

Pada Gambar 2.B disajikan gambaran telah sesuai atau tidaknya PT SSI

dalam pemenuhan persyaratan dokumen BRC isu 6. Dari gambar dapat dilihat

bahwa semua persyaratan dokumen pada bagian 1 tentang komitmen manajemen

senior dan 2 tentang rencana HACCP telah sesuai atau dipenuhi oleh PT SSI.

Pada bagian 3 tentang sistem manajemen keamanan dan mutu pangan

teridentifikasi 5 macam gap dokumen yaitu terkait manajemen pemasok jasa,

daya telusur, penanganan keluhan konsumen dan prosedur recall. Gap dokumen

yang teridentifikasi pada bagian 4 tentang standar pabrik adalah sejumlah 7

macam yaitu terkait kajian keamanan dan pengendalian benda asing. Terdapat 6

macam gap dokumen pada bagian 5 tentang pengendalian produk yaitu terkait

manajemen alergen. Pada bagian 6 tentang pengendalian proses, terdapat 2

macamgap dokumen yaitu terkait kalibrasi dan pengendalian alat ukur dan

pemeriksaan. Sementara pada bagian 7 tentang karyawan, terdapat 2 macam gap

dokumen teridentifikasi yaitu terkait pelatihan dan kajian kompetensi karyawan

terutama yang terkait CCP, pengendalian mutu dan keamanan produk.

Ketikdaksesuaian dokumen ini berupa prosedur, catatan, atau kajian yang

dipersyaratkan BRC belum tersedia atau dokumen terkait telah ada namun belum

lengkap atau berbeda dari persyaratan. Hal ini dapat disebabkan karena

pengembangan klausul dan lebih rincinya persyaratan pada isu 6 dibandingkan

pada isu 5. Rekomendasi selanjutnya diberikan untuk ketidaksesuaian ini, agar PT

SSI dapat sepenuhnya memenuhi persyaratan pada BRC isu 6.

Pembuatan dan pemeliharaan dokumen termasuk catatan-catatannya

merupakan bukti implementasi dan pembaharuan sistem manajemen keamanan

dan mutu di sebuah perusahaan, yang dapat ditunjukkan kepada pihak auditor atau

pihak ketiga. Pembuatan dan pemeliharaan dokumen akan memperlihatkan

konsistensi dan keefektifan perusahaan dalam pengendalian keamanan, mutu dan

keabsahan produk. Di PT SSI memiliki prosedur (SOP) pengendalian dokumen

untuk memastikan konsistensi pelaksanaan pengendalian dokumen perusahaan.

Dokumen ini meliputi kebijakan mutu perusahaan, sasaran mutu, Manual,

prosedur (SOP/WI), dan form atau catatan pendukung lainnya. Dokumen yang

dikendalikan juga meliputi dokumen eksternal seperti hasil audit dan aturan-

aturan terkait keamanan dan mutu pangan baik di Indonesia maupun negara-

72

negara tujuan ekspor. Prosedur pembuatan Manual, WI, SOP, atau form diatur

dalam SOP Pembuatan Prosedur dan SOP Pengendalian Dokumen (memenuhi

klausul 3.2.1). Sebuah prosedur dibuat berisikan nomor dokumen, tanggal dibuat,

departemen yang mengeluarkan, tanda tangan yang membuat dan yang

mengesahkan, alasan revisi, dan departemen yang didistribusikan. Setiap prosedur

memiliki sebuah daftar amandemen dokumen yang memperlihatkan sejarah

perubahan suatu prosedur. Daftar amandemen berisikan nomor, judul, dan alasan

revisi suatu prosedur. Setiap departemen yang menerbitkan maupun yang

menerima dokumen bertanggung jawab untuk mengumpulkan dokumen,

memelihara dan menyimpannya supaya mudah diambil bila diperlukan serta

mencegah dari kerusakan atau kehilangan.

Departemen yang mengeluarkan prosedur serta departemen QA akan

memegang versi asli dan dokumen dicap “MASTER”. Departemen penerima

menerima versi fotokopi dan dokumen akan dicap “CONTROLLED

DOCUMENT”. Bila ada revisi, maka versi sebelumnya dicap “REVISED” dan

ditarik. Pendistribusian dokumen revisi terbaru disertai dengan penarikan dan

pemusnahan dokumen lama. Penarikan dokumen dimaksudkan untuk mencegah

dokumen yang bukan versi terakhir yang digunakan.

Setiap dokumen revisi atau dokumen baru, wajib diinformasikan ke seluruh

departemen terkait, lewat email dan disosialisasikan melalui brief atau pelatihan.

Bukti sosialisasi tersebut kemudian disimpan bersamaan dengan dokumen asli.

Dokumen tadi juga dilengkapi dengan form distribusi untuk memastikan dokumen

diterima oleh departemen terkait yang seharusnya menerima dokumen tersebut.

Karyawan dilarang untuk mengkopi atau menggandakan dokumen, kecuali oleh

yang berwenang yaitu Manager atau Departemen yang mengeluarkan, misalnya

untuk kepentingan pelatihan.

Dokumen prosedur disimpan pada lemari atau rak di lokasi atau area yang

terkait (gudang, area ball mill mixer, oven, pengemasan dan lainnya), agar

dokumen mudah diakses. Sebagai contoh adalah dokumen prosedur pengadukan

krim ditempatkan di rak dokumen di area ballmill mixer, sehingga mudah dicari

bila diperlukan. Lembaran prosedur ini dilapisi plastik (plasticlamitaned) untuk

menghindari terkena tumpahan minyak atau krim yang banyak digunakan di area

73

ballmill mixer. Contoh lain adalah dokumen spesifikasi bahan baku dan bahan

kemasan diletakkan di ruang QC Incoming, sehingga mudah diperoleh saat

pemeriksaan barang yang datang.

Saat ini PT SSI juga mengembangkan pendistribusian prosedur SOP dan

WI dalam bentuk dokumen elektronik. Hal ini bertujuan untuk menjaga keamanan

dokumen, menghemat penggunaan kertas dan membuat penyimpanan lebih

sederhana, serta mengurangi dokumen risiko hilang atau rusak. Pada setiap

prosedur ditetapkan pembatasan akses penggunaan dan pemberian password

untuk membuka atau mengakses setiap dokumen. Pada setiap area ditempatkan

unit komputer yang dapat digunakan karyawan untuk melihat prosedur dalam

format elektronik tersebut. Versi cetak maupun daftar amandemen prosedur tetap

dipegang dan dikendalikan oleh departemen pembuat dan departemen QA.

B.1. Gap Ketersediaan Dokumen Bagian 1; Komitmen Manajemen Senior

Pada Tabel 14 dapat dilihat hampir semua klausul dalam Bagian 1 (lebih

dari 90% klausul) mensyaratkan dokumen. Terdapat 11 jenis persyaratan

dokumen pada bagian 1 meliputi kebijakan perusahaan, sasaran mutu, program

kajian dan meeting manajemen, dan organisasi perusahaan.Keseluruhan

persyaratan dokumen tadi telah dimiliki dan diimplementasikan oleh PT SSI.

B.2. Gap Ketersediaan Dokumen Bagian 2; Rencana HACCP

Seperti telah dijabarkan sebelumnya bahwa lebih dari 90% klausul pada

bagian 2 BRC isu 6 mensyaratkan dokumen. Dokumen yang diperlukan adalah

terkait 12 Langkah dan 7 Prinsip rencana HACCP sesuai prinsip HACCP Codex

Alimentarius. Keseluruhan klausul Bagian 2 merupakan fundamental. Pada isu 6

terdapat klausul baru yaitu prerequisite programmes. PT SSI telah telah memiliki

rencana HACCP mapan dan telah memasukkan prerequisite programmes dalam

analisa bahaya pada rencana HACCP. Rencana HACCP Langkah 1 – 12 dan

prerequisite programmes PT SSI dapat dilihat pada Lampiran 2. Keseluruhan

persyaratan dokumen pada pada bagian 2 telah dipenuhi oleh PT SSI.

74

B.3. Gap Ketersediaan Dokumen Bagian 3; Sistem Manajemen Keamanan

dan Mutu Pangan

Pada Tabel 14 dapat dilihat bagian 3 tentang sistem manajemen keamanan

dan mutu pangan mensyaratkan sekitar 30 jenis dokumen atau sekitar 93% klausul

bagian 3 mensyaratkan dokumen. Gapdalam rangka pemenuhan persyaratan

dokumen BRC isu 6 di PT SSI disajika pada Tabel 15. Gap dokumen tersebut

antara lain terkait manajemen pemasok jasa, spesifikasi proses, prosedur

penanganan keluhan konsumen, dan prosedur recall produk. Hal ini disebabkan

karena persyaratan dokumen-dokumen tadi merupakan persyaratan baru atau

tambahan pada BRC isu 6.

Tabel 15 Gap pemenuhan persyaratan dokumen BRC isu 6 bagian 3 tentang

sistem manajemen keamanan dan mutu pangan di PT SSI

Persyaratan Klausul Dokumen Gap

Prosedur persetujuan dan pengawasan pemasok jasa

3.5.3.1 - SOP Seleksi Evaluasi Pemasok - Form Evaluasi pemasok jasa

SOP Seleksi dan Evaluasi Pemasok, belum mengatur soal pemasok jasa. Perlu melengkapi data evaluasi bulanan pemasok jasa.

Kontrak atau perjanjian formal dengan pemasok jasa

3.5.3.2 - Kontrak atau perjanjian formal PT SSI belum memiliki pengaturan isi kontrak pemasok jasa keamanan (satpam), pengangkut sampah dan kantin. Pemasok lainnya sudah sesuai.

Instruksi dan spesifikasi proses produksi

3.6.2 - SOP Mixing Cream/Base - SOP General Oven - SOP General Packing - General Oven Spesification, dan - SOP/WI lainnya

Belum setiap SOP proses memasukkan parameter proses penting seperti suhu dan waktu, misal SOP penggilingan crumb.

Pengujian sistem daya telusur, termasuk mass balance test

3.9.2 - Manual Perusahaan - Form keefektifan daya telusur - Catatan manufacturing review

bulanan terkait daya telusur.

Perlu memasukkan persyaratan “4 jam” dalam Manual Perusahaan

Analisa tren keluhan konsumen. Analisa tersedia bagi karyawan terkait.

3.10.2 - Catatan manufacturing review bulanan

- Form Customer Complaint Investigation Report

- Form CAR untuk keluhan konsumen

Perlu menempelkan pengumuman bagi karyawan soal keluhan konsumen.

Prosedur recall produk, Badan Sertifikasi Standar diinformasikan dalam 3 hari.

3.11.4 - SOP Penanganan Keluhan Konsumen, Recall, dan Withdrawal

Memasukkan klausa baru ini dalam SOP terkait.

75

B.3.1. Klausul 3.5; Persetujuan dan Pengawasan Persetujuan Pemasok dan

Bahan Baku

PT SSI menerapkan SOP Seleksi dan Evaluasi Pemasok yang mengatur

soal pemilihan dan perstujuan pemasok bahan baku dan bahan kemasan, serta

pengawasan terhadap pemasok. Klausul 3.5.3.1 merupakan klausul baru dalam

BRC yang secara spesifik mengatur persyaratan soal pemasok jasa. Manajemen

pemasok jasa masih menjadi gap dokumen di PT SSI dan menjadi temuan pada

audit sertifikasi BRC isu 6 pada Januari 2011 karena dalam SOP Pemilihan dan

Evaluasi Pemasok belum spesifik menjelaskan soal pemasok jasa. PT SSI baru

memiliki prosedur manajemen pemasok bahan baku dan bahan kemasan. Pemasok

jasa yang harus dikelola seperti disyaratkan dalam BRC isu 6 antara lain adalah

laundri pembersihan, perbaikan dan perawatan mesin, transportasi dan distribusi,

penyimpanan bahan baku, bahan kemasan yang di luar pabrik, analisa

laboratorium, katering dan pengangkutan sampah. BRC isu 6 juga mensyaratkan

adanya kontrak atau perjanjian formal dengan pemasok jasa tersebut. Kontrak

dengan pemasok jasa yang belum dimiliki adalah terkait pengangkutan sampah

dan katering. Pengaturan soal pengangkutan sampah ini rentan dengan isu

penyalahgunaan sampah seperti sampah wafer yaitu yang sudah tidak layak dan

harusnya diperuntukkan untuk ternak digunakan untuk manusia. Pengaturan

katering penting untuk memastikan makanan yang dipasok layak untuk

dikonsumsi dan tidak menyebabkan keracunan makanan.

B.3.2. Klausul 3.6; Spesifikasi

Spesifikasi merupakan standar yang ditetapkan terhadap mutu suatu bahan

baku atau bahan kemasan, tahapan proses (seperti waktu, suhu, hasil) dan produk

akhir. Spesifikasi merupakan suatu dokumen yang harus dikendalikan perusahaan.

Dokumen spesifikasi yang digunakan di PT SSI, berupa spesifikasi bahan baku

dan bahan kemasan (sesuai klausul 3.6.1), formula bahan pembuatan krim dan

base, spesifikasi proses untuk setiap tahapan proses, dan spesifikasi produk akhir

(sesuai klausul 3.6.3). Dari desk evaluation yaitu pemeriksaan dokumen-dokumen

proses dan pengamatan di lapangan pada penelitian ini ditemukan bahwa belum

semua paramater proses ditetapkan dalam SOP/WI. Pada prosedur penggilingan

crumb, belum ditetapkan parameter kehalusan crumb misal ukuran partikel

76

tertentu atau harus lolos ayakan ukuran tertentu. Pada tahapan pengemasan

produk, kadangkala terjadi produk work in process (wip) berupa tin atau dalam

kemasan kantong plastik. Wip terjadi karena kelebihan jumlah produksi dari yang

yang seharusnya, masalah ketersediaan bahan kemasan atau akibat rusaknya

mesin tertentu sehingga terjadi penumpukan produk dan penundaan produksi.

Jumlah maksimal produk wip yang boleh dibuat belum ditetapkan oleh tim

produksi. Akibatnya terjadi penumpukan wip di area produksi dan

ketidakteraturan lokasi penyimpanan serta pemakaian wip. Oleh karena itu

direkomendasikan agar tim Produksi menyusun angka maksimal wip yang boleh

dibuat. Selanjutnya prosedur baru tadi disosialisasikan ke tim produksi.

B.3.3. Klausul 3.9; Daya Telusur (Traceability)

Kemampuan untuk menelusur atau daya telusur sangat didukung dengan

ketertiban pelaksanaan penggunaan dan pengisian dokumentasi yang ada di semua

departemen yang terlibat dalam proses produksi makanan. Di PT SSI pencatatan

dan pelabelan masih manual yang diatur dalam prosedur pelabelan yaitu SOP

Pelabelan Kode Lot. Daya telusur yang dipersyaratkan dalam BRC ini adalah baik

menelusuri mundur (backward traceability) maupun maju (forward traceability).

Ketepatan dan kecepatan penelusuran produk sangat tergantung pada ketepatan

dan konsistensi pencatatan di form atau checklist dan pemberian identitas atau

pelabelan pada setiap bahan baku dan kemasan, tahapan proses dan produk baik

produk antara/semi jadi maupun produk akhir. Penelusuran harus tepat baik dalam

hal kode lot maupun jumlah produk batau bahan. Setiap bulan departemen QA

melakukan uji coba daya telusur dan melaporkan hasil uji coba dan efektivitas

daya telusur ke manajemen, pada kajian rutin bulanan

Dalam BRC isu 6 terdapat persyaratan baru, yaitu daya telusur ini

hendaklah selesai dilakukan dalam waktu 4 jam (klausul 3.9.2). Namun saat ini di

PT SSI dibutuhkan waktu lebih dari 4 jam untuk pengumpulan keseluruhan data.

Hal ini disebabkan karena data yang diperlukan masih dokumen manual. Oleh

karena itu saat ini perusahaan sedang mengembangkan penelusuran secara

elektronikuntuk mempercepat penelusuran. Daya telusur ini sangat penting dalam

prosedur penanganan keluhan konsumen, peristiwa atau insiden pada produk,

recall atau withdrawal produk. Oleh karena itu dalam SOP terkait penanganan

77

keluhan konsumen dilakukan pembaharuan dengan memasukkan aturan maksimal

waktu pengumpulan data yaitu harus kurang dari 4 jam. Saat ini telah tersedia

berbagai macam cara penelusuran yang tersedia untuk produsen, retailer dan

pedagang baik dengan perangkat software dan hardware. Informasi terkait

perputaran produk di jalur distribusi berdasarkan kode berupa kode tiap unit, lot,

atau tahapan lainnya menjadi pilihan yang lebih diminati. Sistem pengkodean

yang dikombinasikan dengan sistem barcode UCC dan EAN banyak digunakan

oleh retailer-retailer utama untuk sistem penelusuran produk mereka (Rasco dan

Bledsoe 2005). System Application and Product (SAP) merupakan salah satu

software sistem perhitungan rotasi stok yang banyak digunakan industri ritel

(misal supermarket) termasuk di industri pangan. Dengan SAP ini dapat

dilakukan perhitungan stok barang mulai dari gudang bahan baku, produksi

sampai gudang produk jadi. Perhitungan stok bahan, perhitungan jumlah

kebutuhan pembelian, kebutuhan produksi, hasil produk yang dihasilkan, dan

pengeluaran barang dari suatu perusahaan dapat dihitung dengan sistem ini.

B.3.4. Klausul 3.10; Keluhan konsumen

Di PT SSI penanganan keluhan konsumen dikoordinasikan oleh QA

Manager sesuai SOP Penanganan Keluhan Konsumen, Recall dan Withdrawal.

Penelusuran produk yang dikeluhkan membutuhkan keefektifan, kecepatan dan

ketepatan daya telusur perusahaan. Berikut adalah gambaran prosedur penanganan

keluhan konsumen di PT SSI. Keluhan konsumen yang masuk distributor akan

diinformasikan kepada QA Manager. Commercial Manager dan menyediakan

informasi terkait pengiriman barang seperti negara tujuan, nama distributor,

tanggal pengiriman, nomor PO, dokumen packing list berisikan kode lot, dan

jumlah produk yang dikirimkan. QA Manager akan mengkoordinasikan

pengecekan retained sample dan mengkoordinasikan ke pihak-pihak terkait untuk

melakukan pemeriksaan tentang penyebab terjadinya permasalahan tersebut dan

melakukan validasi ada tidaknya potensi bahaya. Bila keluhan tersebut tidak

memiliki potensi bahaya, QA Manager akan menvalidasi dan melaporkan hasil

traceability dan melaporkan kesimpulan tersebut kepada pihak manajemen. Bila

keluhan tersebut memiliki potensi bahaya, QA Manager akan menginformasikan

kepada menajemen tentang kemungkinan untuk menarik produk (recall).

78

Keputusan recall diputuskan dan dibahas lebih lanjut oleh Crisis Management

Team (CMT) PT SSI.

Setiap keluhan konsumen dibuatkan form CAR (Corrective Action

Request) bagi departemen terkait. Tujuannya adalah agar dilakukan investigasi

mendalam soal keluhan konsumen, menetapkan tindakan koreksi serta tindakan

pencegahan agar tidak terjadi kembali. Setiap bulannya, departemen QA

melaporkan ke pihak manajemen, yaitu dalam manufacturing review bulanan, soal

tren keluhan konsumen. Tren tersebut meliputi jumlah keluhan perbulan dan

tahun berjalan, masalah yang di keluhkan dan asal keluhan yaitu dari distributor

atau pelanggan akhir. Dari pengamatan di lapangan diketahui keluhan konsumen

masih kurang disosialisasikan ke karyawan atau departemen terkait, seperti yang

disyaratkan oleh klausul 3.10.2. Beberapa hal yang direkomendasikan adalah

menempelkan pengumuman pada area strategis agar karyawan mengetahui tren

keluhan konsumen tersebut dan diharapkan dapat meningkatkan kesadaran

karyawan untuk selalu memperhatikan dan berperan aktif dalam menghasilkan

produk bermutu dan aman.

B.3.5. Klausul 3.11; Manajemen Insiden, Withdrawal dan Recall Produk

Withdrawal dan recall produk dapat terjadi dari keluhan konsumen yang

berpotensi membahayakan keamanan konsumen maupun ketidaksesuaian atau

penyimpangan yang terjadi. Di PT SSI, keputusan melakukan withdrawal dan

recall produk diatur dalam SOPPenanganan Keluhan Konsumen, Recall dan

Withdrawal. Hal ini juga menjadi bagian dalam manual crisis management.

Keputusan recall diambil oleh manajemen dan Crisis Management Team (CMT)

yang dibentuk perusahaan. Manual ini mengatur tata cara menghubungi badan

pemerintah terkait, distributor atau retailer produk dijual, trucker, badan

sertifikasi yang mengeluarkan sertifikat sistem BRC dan SQF jika terjadi kejadian

khusus seperti recall produk. Dalam BRC isu 6 (3.11.4) dipersyaratkan untuk

menghubungi badan sertifikasi bila terjadi withdrawal dan recall dalam waktu 3

hari kerja. Pada akhir 2011 dilakukan pembaharuan manual crisis management

agar memenuhi persyaratan pada Standar BRC isu 6.

Penarikan produk atau recall produk adalah suatu tindakan menghentikan

peredaran pangan karena diduga sebagai penyebab penyakit atau keracunan

79

pangan. Tujuannya adalah mencegah timbulnya korban yang lebih banyak karena

mengkonsumsi pangan yang membahayakan kesehatan (BPOMRI 2003). Menurut

peraturan USDA dan FDA (Product Recall Class I II III 2008) recall dibagi

menjadi 3 kelas yaitu kelas 1 adalah yang paling berat atau berbahaya, kelas 2

adalah berpotensi mengandung bahaya dan kelas 3 adalah yang paling kurang

berbahaya, dengan penjabaran sebagai berikut:

1. Kelas I adalah suatu situasi dimana penggunaan atau paparan produk

kemungkinan menyebabkan gangguan kesehatan serius bahkan kematian.

2. Kelas II adalah suatu situasi dimana penggunaan atau paparan produk dapat

menyebabkan gangguan kesehatan serius dalam jangka pendekatau tidak

sampai membahayakan jiwa.

3. Kelas III adalah situasi dimana penggunaan atau paparan produk tidak

menyebabkan gangguan kesehatan, berupa ketidaksesuaian produk dengan

aturan legislasi.

Recall produk berdasarkan implementasinya dibagi menjadi 2 yaitu

voluntary recall atau recall yang bersifat sukarela; yaitu recall yang dilakukan

oleh pebisnis pangan tanpa diminta oleh negara dan mandatory recall atau recall

yang bersifat wajib; yaitu recall yang dilakukan oleh instruksi atau perintah dari

kepala BPOM. Tugas badan negara seperti BPOM dalam recall produk adalah

melakukan investigasi distribusi atau pemasaran produk dan mengamankan

produk tersebut serta bertindak sebagai saksi jika produk tadi dimusnahkan

(Indonesia Food Recall System 2010). Keseluruhan proses recall, mulai dari

investigasi penyebab, jumlah produk, pemasaran dan jaluran distribusi, dan

rencana pelaporan baik ke media sosial serta badan negara harus dilaporkan ke

Badan Sertifikasi dalam waktu 3 hari. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa

semua insiden ini dapat dikaji dan pelanggan memperoleh kepercayaan penuh

terhadap sertifikat yang telah dikeluarkan (BRC 2011).

80

B.4. Gap Ketersediaan Dokumen Bagian 4; Standar Lingkungan Pabrik

Klausul-klausul pada bagian 4 tentang Standar Pabrik kebanyakan berisi

panduan Cara Produksi Makanan yang Baik (GMP) misal standar bangunan

pabrik, saluran air dan lingkungan sekitar pabrik. Pada Tabel 14 dapat dilihat

bahwa dalam bagian 4 terdapat sekitar 60% klausul yang mensyaratkan dokumen.

Persentase ini adalah yang paling rendah dibandingkan dengan bagian lain dalam

BRC isu 6 akan tetapi jumlah dokumenyang dipersyaratkan terbesar berada di

bagian ini yaitu sekitar 51 jenis dokumen atau mencapai 32% dari total 158 jenis

dokumen yang disyaratkan oleh Standar isu 6. Gap dokumen PT SSI yang

teridentifikasi pada bagian 4 disajikan pada Tabel 16, antara lain adalah soal

kajian keamanan lingkungan pabrik (food defense shelf assessment); pemantauan

katering; penanganan kaca, plastik mudah pecah dan sejenisnya; investigasi

temuan benda asing pada alat; pembuangan limbah; dan kontrak tranportasi.

B.4.1. Klausul 4.2; Keamanan

Sistem keamanan pabrik hendaklah menjamin produk aman dari berbagai

gangguan, kontaminasi atau pencurian selama berada di lingkungan pabrik. Gap

yang teridentifikasi terkait persyaratan keamanan adalah PT SSI belum memiliki

dan melakukan penilaian atau kajian rutin terhadap keamanan (food defense shelf

assesment) seperti yang dipersyaratkan klausul 4.2.1. PT SSI sebenarnya telah

memiliki dan mengimplementasikan suatu sistem pengamanan di lingkungan

pabrik namun PT SSI belum memiliki kajian rutin terhadap sistem keamanan

tersebut. Penilaian terhadap sistem keamanan yang dilakukan adalah bersifat

melengkapi kuisioner atau pertanyaan dari pelanggan atau pihak lainnya. BRC

mensyaratkan melakukan kajian pengaturan keamanan minimal dilakukan setiap

tahun.

Setiap perusahaan dapat secara unik mengkondisikan dan mengembangkan

sebuah sistem keamanan yang logis dalam dalam menangani risiko gangguan

keamanan. Hal ini dapat dicapai dengan mengembangkan dan mengembangkan

sistem keamanan berdasarkan pada pencegahan seperti pada sistem HACCP.

Kajian dapat dilakukan dengan mengadopsi beberapa pertimbangan seperti

seberapa sering bahaya terjadi, tingkat keparahan dan kajian paparan bahaya.

Pihak otoritas pemerintah Ameriksa Serikat (FDA) mempercayai bahwa

81

implementasi keamanan pangan sangat erat hubungannya dengan praktik-praktik

sanitasi di fasilitas pabrik, seperti pengiriman dan penerimaan barang, temper-

evident seal, dan perlindungan terhadap sumber air atau es. Produsen pangan

perlu mengimplementasikan beberapa hal dalam menjaga keamanan seperti

membuat pagar di sekeliling pabrik yang kokoh, melakukan kontrol akses,

pencahayaan yang cukup, melakukan penelusuran stok bahan baku atau produk

yang hilang, melakukan penanganan surat yang baik, memberikan pelatihan

terkait keamanan, dan melakukan proses seleksi karyawan baru (Rasco dan

Bledsoe 2005).

B.4.2. Klausul 4.8; Fasilitas Karyawan

Salah satu fasilitas karyawan yang diatur dalam BRC isu 6 adalah katering

bagi karyawan, yaitu dapat menjadi sumber terjadinya kasus keracunan makanan.

Berdasarkan data dari Centre for Disease Control and Prevention (CDC)

Surveillance dari 1993-1997, terdapat 5 faktor utama yang memiliki kontribusi

terbesar terhadap kejadian keracunan makanan pada katering atau jasaboga yaitu

sumber yang tidak aman, pemasakan yang tidak cukup, suhu antara waktu masak

dan penyajian yang tidak sesuai, peralatan yang terkontaminasi, dan higiene

pekerja yang jelek (FDA 2006). Untuk menghindari keracunan makanan perlu

dilakukan kegiatan pengelolaan atau kantin yang baik dan sesuai dengan aturan-

aturan negara yang terkait.

Kantin di PT SSI dikelola oleh pihak luar yang sebelumnya telah lolos

proses seleksi. Kualitas mikrobiologi makanan dan minuman di kantin diperiksa

oleh bagian QA untuk memastikan makanan yang disajikan tidak terkontaminasi

mikroba berbahaya. Pengolahan bahan mentah dan pemasakan bahan hingga

menjadi produk matang hanya boleh dilakukan di tempat katering tersebut, bukan

di area pabrik. Di kantin pabrik, hanyalah tahap penyajian kepada pembeli. Hal ini

untuk menghindari cemaran mikrobiologi dari bahan segar (seperti ikan, telur,

ayam, daging) ke area pabrik. Pengelolaan lamanya waktu penyajian juga

dilakukan agar makanan disajikan tidak terlalu lama dan mutunya masih baik.

Pemanasan ulang hanya diperbolehkan sekali yaitu maksimal 4 jam setelah

pemasakan. Pengaturan ini diperoleh melalui studi dan kajian di internal

82

perusahaan, yaitu terutama hasil analisa kualitas mikrobiologi makanan dengan

lama dan suhu penyajian dan penyimpanan.

Tabel 16 Gap pemenuhan persyaratan dokumen BRC isu 6 bagian 4 tentang

standar pabrik di PT SSI

Rekomendasi yang diberikan adalah agar perusahaan melakukan kajian

aturan dan menerapkan sepenuhnya aturan dari pemerintah terkait jasaboga yaitu

Persyaratan Klausul Dokumen Keterangan

Catatan kajian pengaturan keamanan dan risiko potensi terhadap produk

4.2.1 - Daftar restricted area (lokasi dan orang yang boleh mengakses)

- Checklist pengecekan rutin oleh petugas kamanan

Belum memiliki checklist kajian rencana keamanan internal (shelf assessment Food Defense). Selama ini hanya bersifat melengkapi pertanyaan/kuisioner dari konsumen.

Pemantauan katering di pabrik 4.8.10 - Manual Perusahaan - Hasil analisa produk makanan di

kantin - Checklist kebersihan dan sanitasi

kantin harian - Aturan pemerintah tentang

Jasaboga

Perlu menempelkan aturan soal pengelolaan kantin, misalnya ketentuan seberapa lama makanan boleh disimpan dan disajikan sampai habis, pengambilan sampel dan lainnya sesuai Aturan Pemerintah.

Prosedur penanganan kaca dan bahan mudah pecah

4.9.3.2 - Manual Perusahaan - SOP Pengendalian Kaca, plastik

mudah pecah, dan sejenisnya.

Dalam SOP belum ada jenis dan contoh benda atau peralatan yang termasuk kaca, plastik mudah pecah, keramik, dan barang sejenis yang berpotensi mengkontaminasi produk.

Prosedur penanganan kerusakan kaca atau bahan mudah pecah

4.9.3.3 - SOP Pengendalian Kaca, plastik mudah pecah, dan sejenisnya

- Checklist Pemeriksaan Kaca, Plastik Mudah Pecah, dan Sejenisnya

- Pemetaan kaca, plastik mudah pecah, dan sejenisnya

- Form Non Conformity

SOP perlu menjelaskan soal penanganan pakaian kerja yang berpotensi terkontaminasi pecahan dan penanganan alat kebersihan yang digunakan.

Prosedur investigasi asal bahan yang terdeksi atau dihilangkan oleh peralatan deteksi dan/atau penghilangan benda asing

4.10.1.4 - WI Pengecekan Krim (termasuk Saringan dan Magnetic trap Ball Mill)

- Form Ball Mill Report - WI Pengecekan Adonan (termasuk

Saringan) - Mixer Adonan Report - WI Pengecekan MD - Form Pemeriksaan MD - Tren NC MD

Perlu membuat tren temuan pada saringan dan magnetic trap dalam Manufacturing review bulanan.

Catatan pembuangan limbah 4.12.1 - SOP WTP

Belum memiliki prosedur pencatatan pembuangan limbah.

Catatan jumlah limbah berbahaya atau tidak standar yang dihancurkan atau dibuang oleh pihak ketiga (spesialis)

4.12.4 - Surat kontrak pembuangan sampah - Surat kontrak pengangkutan limbah

(lumpur WWTP dan safety tank)

Belum memiliki prosedur mapan dalam pembuangan limbah B3.

Kontrak transportasi dengan pihak ketiga dan prosedur verifikasi transporter

4.15.7 - Kontrak dengan forwarder penyediaan container dan transporter

Belum ada prosedur untuk memastikan transporter sesuai dengan persyaratan Standar BRC.

83

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 1096/MENKES/PER/VI/

2011 tentang Higiene Sanitasi Jasaboga. Perbaikan yang perlukan misalnya

menerapkan secara konsisten aturan soal penyimpanan sampel (contoh) menu

makanan dan melaksanakan program pelatihan bagi karyawan kantin secara rutin.

Menurut Permenkes setiap menu makanan harus ada satu porsi sample (contoh)

makanan yang disimpan sebagai bank sampel untuk konfirmasi bila terjadi

gangguan atau tuntutan konsumen. Sampel dengan jumlah tertentu yang mewakili

jenis makanan tertentu (misal kering/gorengan, berkuah, sambal, dan lainnya)

disimpan dalam kantong plastik steril pada suhu 100C selama 1x24 jam. Menurut

pasal 17, dalam hal kejadian keracunan makanan dan/atau Kejadian Luar Biasa

Keracunan Makanan, pemerintah akan melaksanakan penanggulangan melalui

kegiatan investigasi dan surveilans, serta pengambilan sampel dan sepesimen

jasaboga yang diperlukan. Sampel ini akan diperiksa di laboratorium yang telah

terakreditasi sesuai dengan standar yang berlaku.

Aturan terbaru terkait kantin pada BRC isu 6 klausul 4.8.10 adalah bahwa

karyawan hendaklah dikenalkan makanan alergen di area kantin. Pada pelatihan

tahunan BRC 2011 telah diberikan materi terkait alergen misal bahan pangan

yang mengadung alergen yang ditemui di kantin, seperti sambal kacang, ikan laut,

tempe dan tahu, telur, susu dan lainnya. Pengumuman soal alergen ini ditempel di

beberapa tempat di kantin, jenis-jenis makanan tersebut. Karyawan juga

diwajibkan menggunakan sendok dan garpu saat makan, serta mencuci tangan

setelah makan. Hal itu bertujuan untuk mengurangi potensi kontaminasi alergen

dan menghilangkan sisa-sisa makanan di tangan setelah makan. Keberadaan

alergen yang tersembunyi harus dilakukan dengan mencegah, menghilangkan atau

mengatur agar bahan tidak masuk dalam pangan (Apenten 2000) salah satunya

dengan pencegahan dari karyawan dan makanan yang dikonsumsinya.

B.4.3. Klausul 4.9.3; Pengendalian Kaca, Plastik yang Mudah Pecah,

Keramik dan Sejenisnya.

Di PT SSI, prosedur pengendalian terkait kaca, plastik mudah pecah,

keramik dan sejenisnya (4.9.3) diatur dalam SOP Pengendalian Kaca, Plastik

Mudah Pecah dan Sejenisnya. Prosedur ini mengatur soal perlunya mendaftarkan

semua mesin, peralatan dan alat bantu yang terbuat dari bahan ini yang berpotensi

84

mengkontaminasi produk dan pengendalian serta pemeriksaan terhadap benda-

benda tersebut. Secara umum pengendalian benda-benda ini dikelola lewat

prerequisiste program. Lampu-lampu yang dipasang di area produksi adalah jenis

yang tidak pecah (shatterproof glass). Bila menggunakan lampu yang terbuat dari

kaca disekitar proses dan mesin, maka lampu tadi diberi pelindung dan diatur

posisinya agar bila pecah tidak menyebabkan kontaminasi ke area sekitarnya.

Bahan kaca dilarang tidak digunakan sebagai bagian dari mesin atau peralatan.

Peralatan plastik tidak dapat dihilangkan sepenuhnyadari peralatan dan mesin

namun jenis yang dipilih adalah yang cukup kuat dan tebal (minimal 5mm).

Contoh peralatan berbahan plastik ini adalah tutup rol di oven (untuk alasan

keselamatan pekerja) dan tutup timbangan di oven. SOP pengendalian bahan-

bahan ini sebaiknya diperbaharui denganmencantumkan contoh konkrit benda,

baik pada peralatan, mesin atau alat bantu lainnya yang digunakan, yang terbuat

dari kaca (misal lampu), plastik yang mudah pecah (misal tutup rol nanas di oven,

tutup timbangan di oven), keramik, dan sejenisnya, yang berpotensi menjadi

sumber kontaminasi bila pecah atau rusak. Selanjutnya contoh ini akan menjadi

patokan dalam pembaharuan Checklist Pemeriksaan Kaca dan Plastik yang

Mudah Pecah atau form Tools Inspection, yaitu suatu pemeriksaan rutin oleh

Departemen Produksi atau Engineeringuntuk memeriksa kondsi, kelengkapan dan

keutuhan alat produksi.

Penerapan prerequisite programmes berupa pelarangan dan pembatasan

penggunaan kaca, bahan mudah pecah, keramik dan sejenisnya, beserta

pengendalian dan pemeriksaan rutin kondisi alat bertujuan mencegah terjadinya

potensi kontaminasi dari bahan-bahan tersebut ke produk. BRC juga

mensyaratkan lebih rinci prosedur bila terjadi peristiwa kerusakan atau

pecahnyaalat dari bahan-bahan tersebut pada klausul 4.9.3.3. Klausul ini

mensyaratkan perusahaan harus merincikan prosedur terkait yaitu karantina

produk dan area produksi yang berpotensi terkena pecahan; pembersihan area

produksi; inspeksi area produksi dan otoritas untuk melanjutkan produksi;

penggantian pakaian kerja dan pemeriksaan sepatu; penetapan siapa yang boleh

melakukan hal-hal tadi; dan pencatatan insiden kerusakan atau pecahnya alat.Dari

evaluasi dan pengamatan di lapangan ditemukan bahwa prosedur yang ada saat ini

85

masih perlu diperinci lebih lanjut, yaitu misalnya soal penanganan pencucian baju

yang berpotensi terkontaminasi pecahan kaca dan sejenisnya di laundri, prosedur

pembersihan alat kebersihan (misal sapu atau penyedot) yang digunakan untuk

pembersihan pecahan kaca dan sejenisnya dan aturan soal pembuangan pecahan

tersebut. Perincian prosedur ini diperlukan mengingat pecahan kaca merupakan

kelompok penting dari benda asing. Kaca digolongkan sebagai prioritas tinggi

karena berpotensi merobek mulut atau kerongkongan (Edwards 2004).

B.4.4. Klausul 4.10.1; Peralatan Deteksi dan Penghilangan Benda Asing

Penanganan resiko kontaminasi fisik atau kimia serta peralatan deteksi dan

penghilangan benda asing selalu menjadi prioritas tinggi dalam Standar BRC.

Pengembangan persyaratan dalam klausul-klausul isu 6 memperlihatkan

manajemen risiko dari bahan berbeda dan teknologi berbeda yang tersedia untuk

penghilangan kontaminasi. Persyaratan yang ada hanya berlaku tergantung dari

jenis produksi mana yang dipilih (BRC 2011). BRC isu 6 memuat beberapa

persyaratan tambahan soal alat detektor logam (4.10.3). Selain detektor logam, isu

6 mencantumkan persyaratan-persyaratan tersendiri untukmasing-masing jenis

peralatan saringan dan ayakan (klausul 4.10.2), alat detektor logam dan X-ray

(4.10.3), magnet (4.10.4),dan peralatan sortir optik (4.10.5).

PT SSI menggunakan beberapa peralatan untuk mendeteksi dan

menghilangkan benda asing di beberapa tahap proses. Magnetic trap yaitu magnet

yang dapat menarik logam jenis besi digunakan untuk krim, yang dipasang pada

keluaran akhir alat ball mill mixer. Ayakan dengan kawat mesh 30 digunakan

untuk mengayak krim dan adonan hasil pengadukan. Saringan udara digunakan

untuk menyaring udara untuk peralatan udara bertekanan tinggi yang digunakan di

area proses. Detektor logam untuk semua produk digunakan pada tahap akhir

pengemasan. Penggunaan peralatan ini menjadi bagian dalam analisa bahaya pada

rencana HACCP (sesuai klausul 4.10.1.1).

Pada isu 6 dipersyaratkan untuk melakukan investigasi atau kajian terhadap

temuan pada (klausul 4.10.1.3). Semua pemeriksaan dan pengkajian temuan

dikelola oleh departemen QA. Pada manufacturing review bulanan, QA akan

melaporkan kepada manajemen terkait tren temuan pada peralatan tersebut,

investigasi serta analisanya. Selanjutnya akan ditetapkan tindakan perbaikan yang

86

mungkin perlu dilakukan. Investigasi dan kajian temuan telah dilakukan yaitu

untuk detektor logam (CCP). Sejak PT SSI mengkaji standar ini pada Oktober

2011, temuan pada alat lainnya juga diinvestigasi yaitu pada saringan krim,

saringan adonan, dan magnetic trap. Ditemukan investigasi temuan pada alat

saringan udara belum dilakukan. Saringan udara merupakan alat penting karena

udara yang disaring digunakan untuk proses yang kontak dengan produk yaitu

untuk pembuatan bintik pada wafer sebelum dipanggang dan untuk udara

bertekanan tinggi misal penyemprotan alat atau mesin. Potensi bahaya yang ada

kemungkinan berasal dari oli yang digunakan pada mesin saringan akibat program

pemeliharaan alat yang salah atau tidak sesuai prosedur. Kualitas mikrobiologi

udara hasil saringan telah diperiksa secara rutin dan program pemeliharaan alat

saringan telah dilakukan sebagai salah satu prerequisite program di PT SSI untuk

menghilangkan potensi kontaminasi pada udara.

B.4.5. Klausul 4.12; Limbah/Pembuangan Limbah

Penanganan limbah di PT SSI diatur dalam Manual Perusahaan dan di SOP

Water Treatment Plan (WTP). Limbah secara umum di PT SSI dibagi menjadi

limbah cair dan limbah padat. Khusus sampah bahan kimia (misal pencucian alat

semprot tinta kode pada kaleng) dan kemasan bahan kimia ditangani secara

khusus karena termasuk limbah berbahaya dan butuh pengelolaan khusus. Di area

produksi disediakan tempat khusus untuk menampung cairan kimia pembersih

atau botol bekas. Sampah tadi kemudian disimpan di ruang khusus luar produksi,

untuk kemudian diangkut oleh subkontraktor yang berijin.

Gap yang teridentifikasi adalah pencatatan jumlah sampah yang diangkut

belum dilakukan dengan baik dan konsisten, baik dari area produksi atau gudang,

atau area lainnya yang diangkut keluar pabrik (klausul 4.12.4). Pada awal 2012

diterapkan prosedur bahwa sampah yang keluar harus selalu tercatat dan catatan

tersebut dikelola oleh Bagian Umum (General Affair/GA). Aturan ini dituangkan

dalam SOP Pembuangan Sampah.

B.4.6. Klausul 4.15; Pengangkutan dan Transportasi

Dalam pembahasan perbandingan isu 5 dan 6 terkait klausul sebelumnya,

telah disebutkan bahwa terdapat beberapa klausul baru pada isu 6. Salah satu

klausul baru adalah 4.15.7 yang mensyaratkan bila perusahaan melakukan kontrak

87

dengan pihak ketiga untuk tranportasi, maka hendaknya mempertimbangkan

apakah pihak tadi telah memiliki sertifikasi internasional. PT SSI mengatur

beberapa persyaratan agar sesuai Standar ini di dalam kontrak perjanjian dengan

trucker dan forwarder. Namun masih yang terkait dengan kebersihan dan kondisi

container barang (sesuai klausul 4.15.3). Belum ada persyaratan lainnya soal

pengangkutan seperti pada klausul 4.15.6 tentang persyaratan untuk pengamanan

produk selama transit, terutama saat kendaraan diparkir atau tidak ada orang. Hal

ini perlu disosialisasikan ke pihak pemasok container agar tidak ada potensi yang

dapat membahayakan keamanan dan mutu produk.

B.5. Gap Ketersediaan Dokumen Bagian 5; Pengendalian Produk

Dalam bagian 5 persyaratan BRC tentang Pengendalian Produk terdapat

84% klausul yang mensyaratkan dokumen. Total jumlah dokumen yang

disyaratkan adalah 26 jenis yang berkisar pada persyaratan kemasan, pelabelan

dan klaim produk, prosedur penanganan alergen, prosedur pengelolaan

laboratorium, dan prosedur terkait pemeriksaan dan pengujian produk. Gap

dokumen PT SSI dalam penerapan BRC isu 6 bagian 5 disajikan pada Tabel 17.

B.5.1. Klausul 5.1; Perancangan/Pengembangan Produk

Klausul 5.1.2 menekankan bahwa perubahan pada formula, proses produksi

dan kemasan hendaknya mendapatkan persetujuan formal dari koordinator atau

ketua tim HACCP. Di PT SSI, telah diberlakukan prosedur bahwa semua

perubahan tersebut dilakukan validasi HACCP dan catatannya dipelihara. Dari

penelitian ini teridentifikasinya perlunya perbaikan soal bagaimana validasi ini

dapat konsisten terjadi pada proses produksi, mesin dan peralatan. Kadangkala

pada saat produksi mesin atau peralatan mengalami masalah atau kerusakan

sehingga kemudian diperbaiki dan perlu dimodifikasi oleh tim Produksi atau

Engineering. Sejauh mana perubahan atau perbaikan ini diperbolehkan yang tidak

mempengaruhi keamanan produk, belum ditetapkan. Hal ini membutuhkan kajian

bersama Tim HACCP dengan departemen Engineering dan Produksi.

Pertimbangan yang disarankan dalam kajian ini diantaranya isu bagian kontak

langsung atau tidak dengan produk dan pertimbangan area produk terbuka atau

tertutup. Hal ini terkait langsung bahwa perubahan pada proses produksi jangan

88

sampai berpotensi mengkontaminasi produk yang masih terbuka atau yang sedang

diproses. Jenis mesin atau peralatan; lamanya waktu perbaikan sampai mesin

diperbaiki secara permanen;dan besarnya perubahan harus ditetapkan dengan jelas

karena terkait dengan produktifitas proses.Desain dan jenis bahan/alat sementara

yang digunakan selama perbaikan harus dipastikan tidak sampai mencemari

produk, misal menggunakan plastik atau bahan non-stainless stell.

Tabel 17 Gap pemenuhan persyaratan dokumen BRC isu 6 bagian 5 tentang

pengendalian produk di PT SSI

Setelah dilakukan perbaikan atau perubahan mesin tadi harus dibersihkan

dan disanitasi untuk memastikan tidak ada residu atau potensi mengkontaminasi

produk. Karyawan yang terlibat dalam perbaikan dan pembersihan ini harus

mendapatkan pelatihan yang memadai. Otoritas untuk menetapkan boleh atau

Persyaratan Klausul Dokumen Keterangan

Prosedur pembatasan/larangan ruang lingkup produk baru untuk mengendalikan masuknya bahaya (misal alergen, bahan kemasan kaca)

5.1.1 - Manual Perusahaan - SOP Product Development

SOP Product Develpment belum mengatur soal ini.

Catatan kajian bahaya dan pengesahan ketua tim HACCP untuk semua produk baru dan perubahan formula, kemasan atau proses produksi

5.1.2 - Form Validasi HACCP Belum ada mekanisme validasi dan secara rinci soal sejauh mana perubahan pada mesin/alat produksi harus disahkan oleh tim HACCP, misal karena alasan perbaikan.

Prosedur pengendalian kontaminasi silang alergen pada bahan baku, produk antara dan produk akhir

5.2.3 - Rencana HACCP - Form Validasi - SOP Penanganan Alergen - SOP Pelabelan kode lot - Label RM alergen (biru) - Label wip/krim/crumb/minyak

kurasan produk alergen - Matrix Pemakaian dan Pencampuran

Cream/Crumb Cream/Crumb Base/ Minyak Kurasan

Belum ada prosedur pemisahan saat pembersihan mesin/ adjacent cleaning)

Catatan pelatihan penanganan alergen

5.2.9 - Program pelatihan - Bukti absensi pelatihan

Belum ada refreshment training terkait penanganan alergen

Prosedur penilaian umur simpan terkait kualitas mikrobiologi, sensori dan kimia produk

5.5.1.3 - SOP Keeping Quality Test - Form keeping quality test - Hasil analisa mikrobiologi produk

(keepting testi)

Masih sedang tahap melakukan kajian aw semua produk sampai batas akhir umur simpan.

Prosedur untuk memastikan reliability hasil analisa

5.5.2.4 - Sertifikat pelatihan mikrobiologi - Hasil analisa/ proficiency test untuk

air - Sertifikat kalibrasi peralatan

laboratorium

Belum ada prosedur proficiency test termasuk frekuensi dan metode analisa. Belum melengkapi hasil proficiency test semua laboran.

89

tidaknya melanjutkan proses produksi setelah dilakukan perubahan harus

ditetapkan. Semua perubahan pada proses atau mesin dan peralatan ini tercatat,

untuk selanjutnya dibawa ke pertemuan Tim HACCP untuk dilakukan kajian dari

berbagai aspek keamanan dan kualitas produk dan disahkan.

B.5.2. Klausul 5.2; Manajemen Alergen

Bila dalam BRC isu 5 klausul terkait pengaturan alergen ini berbunyi

“bahan yang mengandung alergen”, di BRC isu 6 ini digunakan istilah

“manajemen alergen”. Manajemen yang dimaksud disini adalah pengaturan

alergen di perusahaan dari berbagai aspek, mulai dari perencanaan produk, kajian

risiko, sampai produk akhir. Klausul 5.2 menyebutkan bahwa perusahaan wajib

memiliki suatu sistem manajemen alergen yang mapan untuk mencegah risiko

kontaminasi. Masalah alergen sendiri semakin menjadi perhatian penting pada

BRC isu 6 ini. Isu alergen dimasukkan dalam beberapa bagian sepertikajian

bahaya alergen menjadi bagian rencana HACCP, klaim terkait alergen pada

pelabelan produk, perlunya pembatasan pada tahap perancangan atau

pengembangan produk baru yaitu terhadap masuknya bahaya berupa alergen baru,

penyimpanan bahan yang mengandung alergen di gudang, dan lainnya. Pada

Tabel 14 dapat dilihat bahwa hampir semua persyaratan pada klausul 5.2 (kecuali

klausul 5.2.5 dan 5.2.8 ) mensyaratkan dokumen/prosedur tertentu.

Pada pembuatan produk wafer stik di PT SSI digunakan beberapa bahan

baku yang mengandung alergen yaitu telur, susu, tepung terigu, dan lesitin

kedelai. Bahan-bahan tersebut digunakan pada semua produk. Ada satu produk

berbeda lainnya yaitu menggunakan hazelnut. Oleh karena itu kajian risiko dalam

rencana HACCP memasukkan hazelnut ini sebagai suatu bahaya kimia potensial,

yang harus dikendalikan di beberapa tahapan proses. Pada pelabelan produk

disebutkan bahwa produk wafer stik kemungkinan mengandung hazelnut, namun

perusahaan wajib menjaga pada seluruh tahapan agar tidak terjadi kontaminasi

dari hazelnut ini. Pembahasan hasil penelitian terkait manajemen alergen ini

secara rinci dijelaskan dalam Bab C.

90

B.5.3. Klausul 5.5; Pemeriksaan dan Pengujian Laboratorium Produk

Pada setiap tahapan proses mulai dari penerimaan bahan baku, persiapan,

pengadukan, oven, dan pengemasan hingga menjadi produk akhir dilakukan

prosedur pengujian atau pemeriksaan. Gap dokumen yang teridentifikasi terkait

persyaratan klausul 5.5.1.3 adalah soal kajian umur simpan produk (on-going

shelf assessment) terutama terkait sifat kimia yang mempengaruhi keamanan

produk. Produk wafer stik termasuk produk kering dengan kadar air kurang dari

5%. Produk dengan kadar air rendah cenderung lebih awet. Umur simpan produk

ditetapkan 15 bulan. Penilaian kemanan keamanan pangan biasanya menggunakan

parameter water activity (aw). Produk kukis, kraker, tepung roti dan pangan

lainnya yang mengandung kadar air 3-5% dengan aw 0,4 tidak memungkinkan

mikroba baik bakteri, kapang maupun khamir untuk tumbuh (Kusnandar 2010).

Aw menunjukkan air bebas yang dapat digunakan oleh mikroba. Aw digunakan

sebagai paramater keamanan dan bukan kadar air, karena kadar air hanya

menunjukkan kandungan air dalam bahan dan mempengaruhi karakteristik mutu

produk, seperti organoleptik, dan bukan keamanan produk.

Pada akhir 2011 dilakukan pengujian dan kajian aw produk untuk

pemenuhan peryaratan BRC isu 6 klausul 5.5.1.3. Pengujian aw produk dilakukan

di laboratorium luar yang terakreditasi. Dari hasil beberapa kali analisa aw dan

kajian terhadap hasil kualitas mikrobiologi produk akhir, akhirnya ditetapkan

standar aw pada produk wafer PT SSI adalah 0,3 – 0,6.

Direkomendasikan perlunya dilakukan kajian lebih mendalam untuk aw

yaitu meliputi aw bahan baku, aw krim dan adonan sendiri. Nilai aktivitas air

pangan berkisar 0,0–1,0 yang diperoleh dari rasio antara tekanan uap air pada

kelembaban tertentu dengan tekanan air murni. Nilai aw dapat berubah bila

kelembaban relatif lingkungan penyimpanannya berubah. Nilai aw yang rendah

membuat produk lebih awet dan lebih aman karena terkait dengan pertumbuhan

mikroba pembusuk, baik kapang, khamir maupun bakteri (Kusnandar 2010). Nilai

aw minimum untuk pertumbuhan beberapa mikroba dapat dilihat pada Tabel 18.

Pada tabel ini tertera bakteri Escherichia coli, Bacillus cereus dan Staphyloccus

aureus dapat tumbuh pada aw tinggi (> 0,9). Bakteri E.coli, B.cereus dan S.aureus

penting dalam keamanan pangan karena merupakan merupakan penyebab

91

terjadinya keracunan pangan (Bibek 2001) oleh karena ini keberadaannya dalam

pangan harus dikendalikan.

Adonan wafer terbuat dari bahan baku utama air dan tepung terigu. Nilai

aw air, yang merupakan bahan yang paling banyak digunakan dalam adonan

(lebih dari 50%), adalah 1. Tepung terigu atau tepung-tepungan memiliki aw 0,8-

0,87 (Kusnandar 2010). Oleh karena aw adonan menjadi cukup tinggi dan tidak

akan awet. Dari pengalaman di produksi, adonan yang disimpan lebih dari 2 jam

akan berbusa dan membusuk. Bahan dengan aw tinggi yaitu lebih dari 0,9

cenderung tidak awet dan cepat rusak oleh mikroba maupun oleh reaksi-reaksi

kimia dalam sistem pangan (Kusnandar 2010). Adonan wafer akan mengalami

pemanasan di oven pada suhu sekitar 140 derajat celcius menghasilkan lembaran

kulit wafer. Suhu tinggi ini mampu membunuh mikroba pada adonan. Dari

pemanggangan akan dihasilkan kulit wafer dengan kadar air sekitar 1%. Produk

dengan kadar air 1% akan memiliki aw kurang dari 0,3 (Kusnandar 2010)

sehingga cenderung lebih aman dan awet selama penyimpanan.

Tabel 18 Aktivitas air minimum untuk pertumbuhan beberapa mikroba

Jenis mikroba Nilai aw minimum

Kapang Aspergillus sp 0,75-0,84 Rhizopus nigricans 0,93 Penicillium sp

0,79-0,81

Khamir Sacharomyces sp

0,80-0,90

Bakteri Vibrio parahaemolyticus 0,94 Clostridium perfingens 0,93 Bacillus cereus 0,95 Escherichia coli 0,95 Clostridium botulinum 0,95-0,97 Staphylococcus aureus 0,86

Sumber : Kusnandar (2010)

Krim wafer dibuat dengan bahan utama berupa minyak (sekitar 45%) dan

gula (sekitar 40%). Kadar air yang rendah pada kedua bahan ini, seperti yang

tertera pada spesifikasi bahan, sangat rendah yaitu kurang dari 1%. Gula biasa

digunakan sebagai bahan untuk pengawet karena menurunkan nilai aw. Gula

bersifat higroskopis yang disebabkan oleh kemampuannya membentuk ikatan

hidrogen dengan air. Adanya ikatan hidrogen antara air dan gula ini menyebabkan

92

penurunan jumlah air bebas dan penurunan nilai aw (Kusnandar 2010). Oleh

karena itu krim yang dihasilkan cenderung lebih awet bahkan sampai 1 bulan.

Krim tidak mengalami proses pemanasan yang mampu mematikan bakteri, oleh

karena itu parameter aw merupakan paramater penting dalam keamanan krim.

Nilai aw produk akhir merupakan kombinasi dari nilai aw bahan, nilai aw

krim (yang dibuat tanpa dipanaskan lagi) dan nilai aw kulit wafer setelah

dipanggang. Hasil kajian ini dapat digunakan sebagai bahan kajian untuk

formulasi produk akhir, agar sesuai dengan nilai aw standar yaitu kisaran 0,3-0,6.

Kajian ini juga dapat dijadikan sebagai pedoman dalam perbaikan formulasi dan

proses produksi dalam rangka menghasilkan produk yang aman dan awet.

PT SSI memiliki unit laboratorium mikrobiologi internal yang dikelola

dengan penerapan prinsip-prinsip Good Laboratory Practices dan ISO 17025.

Untuk memenuhi persyaratan pada klausul 5.5.2.4 yaitu terkait reliability hasil

analisa maka pada Oktober 2011 dilakukan proficiency test. Sampai April 2012

salah satu dari dua laboran yang ada telah menjalani proficiency test. Pengujian

ini dilakukan dengan melakukan analisa koliform terhadap 2 buah sampel yaitu

sampel air dan swab test. Titik sampel dan parameter ini dipilih karena koliform

merupakan parameter mikrobiologi yang cukup mempengaruhi baik mutu maupun

keamanan produk. Semua hasil proficiency test ini disimpan dan dipelihara, serta

dikaji sebagai dasar perbaikan.

B.6. Gap Ketersediaan Dokumen Bagian 6; Pengendalian Proses

Bagian 6 persyaratan BRC the Global for Food Safety berisikan

persyaratan tentang Pengendalian Proses. Terdapat 12 jenis dokumen yang

disyaratkan dalam bagian 6 atau sekitar 92% dari klausul pada bagian ini.

Persyaratan dokumen meliptui prosedur pengendalian proses dan lini produksi,

pengendalian CCP dan pengendalian alat ukur. Gap dokumen PT SSI dalam

penerapan BRC isu 6 bagian 5 disajikan pada Tabel 19.

B.6.1. Klausul 6.3; Kalibrasi dan Pengendalian serta Pengawasan Alat

Ukur

Semua peralatan pengujian mutu dan keamanan produk di pabrik, termasuk

di laboratorium mikrobiologi, dimasukkan ke dalam Master List Kalibrasi dan

93

Verifikasi. Daftar ini berisikan nama alat, kode alat, tanggal kalibrasi/verifikasi

dan tanggal kalibrasi/verifikasi berikutnya, yang ada pada semua departemen

(klausul 6.3.1). Daftar ini dikelola oleh Departemen QA. Pada audit Januari 2012

ini masalah kalibrasi alat menjadi temuan audit karena tidak standar atau batasan

dari kalibrasi atau verifikasi. Oleh karena itu saat ini sedangkan dilakukan kajian

penetapan standar atau batasan kalibrasi atau verifikasi alat.

Tabel 19 Gap pemenuhan persyaratan dokumen BRC isu 6bagian 6 tentang

pengendalian proses di PT SSI

B.7. Gap Ketersediaan Dokumen Bagian 7; Karyawan

Bagian 7 merupakan bagian terakhir persyaratan BRC the Global for Food

Safety berisikan persyaratan tentang Karyawan. Cukup banyak klausul yang

mensyaratkan dokumen pada bagian ini, yang dapat dilihat pada Tabel 20. Ada

sekitar 68% klausul yang mensyaratkan dokumen yaitu 13 jenis dokumen meliputi

program pelatihan baik prosedur dan catatan terkait, prosedur pemeriksaan

kesehatan karyawan atau tamu/kontraktor yang masuk ke area proses dan aturan

soal laundri. Gap dokumen PT SSI dalam penerapan BRC isu 6 bagian 7 adalah

pada Tabel 20.

Tabel 20 Gap pemenuhan persyaratan dokumen BRC isu 6 bagian 7 tentang

karyawan di PT SSI

Persyaratan Klausul Dokumen Keterangan

Prosedur identifikasi dan pengawasan peralatan pengendali CCP, keamanan dan keabsahan produk

6.3.1 - SOP Kalibrasi dan Verifikasi - List kalibrasi dan Verifikasi - Label alat (dengan tanggal

kalibrasi/ verifikasi) -

SOP belum memperinci penentuan kalibrasi atau verifikasi alat.

Catatan hasil pemeriksaan dan adjusment alat ukur

6.3.2 - SOP Kalibrasi dan Verifikasi - Daftar kalibrasi dan Verifikasi alat - Form verifikasi Internal alat erkait - Hasil/Sertifikat kalibrasi dan

verifikasi peralatan

SOP atau Daftar Kalibrasi dan verifikasi, belum dilengkapi dengan toleransi penyimpangan alat dan prosedur adjustment alat.

Persyaratan Klausul Dokumen

Keterangan

Semua karyawan, termasuk karyawan kontrak dan kontraktor, dilatih terlebih dahulu dan diawasi dengan baik selama bekerja.

7.1.1 - Program pelatihan kompetensi karyawan

- Matriks kompetensi karyawan

Belum ada prosedur soal pelatihan minimal bagi karyawan baru.

Kajian pelatihan dan kompetensi karyawan yang terkait aktivitas CCP

7.1.2 - Daftar checker CCP - Program pelatihan tahunan - Matriks kompetensi

karyawan

Petugas checker CCP kompetensinya belum diperbaharui pelatihan dan secara rutin.

94

B.7.1. Klausul 7.1; Pelatihan – Area Penanganan Bahan Baku, Proses,

Pengemasan, dan Gudang

Pada BRC, klausul 7.1 tentang pelatihan bagi karyawan area penanganan

bahan baku, proses, pengemasan, dan gudang merupakan persyaratan

fundamental. PT SSI telah menerapkan dengan baik semua persyaratan, misal

pembuatan program pelatihan tahunan, pengkajian kebutuhan pelatihan

berdasarkan kompetensi karyawan, melakukan dokumentasi pelatihan, yang diatur

dalam SOP Pelatihan. Pelatihan minimal yang dibutuhkan yaitu GMP, HACCP,

BRC, dan SQF serta Keselamatan dan Kesehatan tidak dapat sepenuhnya

dilaksanakan karena jumlah karyawan baru yang cukup banyak dan keluar-masuk

karyawan yang cukup tinggi. Oleh karena ini perlu dibuatkan strategi tertentu agar

kebutuhan pelatihan telah sesuai. Pelatihan di perusahaan dikoordinasikan oleh

departemen HRD.

Checker di lini produksi termasuk checker CCP detektor logam, merupakan

orang bertanggung jawab dalam pemeriksaan produk. Hanya orang yang dianggap

memiliki kompetensi baik yang boleh ditempatkan pada posisi tersebut. Untuk

memenuhi klausul 7.1.2, sejak akhir 2011, daftar checker per shift ditempelkan di

alat atau area pemeriksaan. Selain nama yang tertera pada daftar checker, tidak

boleh melakukan kegiatan pemeriksaan/menggunakan alat (misal detektor logam).

Bila checker masih baru, dibuatkan aturan main bahwa mereka menggunakan

rompi tambahan agar terlihat berbeda dari lainnya. Karyawan baru ini tidak boleh

dimasukkan dalam daftar checker dahulu, bila belum lulus uji kompetensi oleh

atasan (Ketua Regu atau Supervisor) pada shift bersangkutan. Bila telah lulus uji

kompetensi, maka checker akan dimasukkan ke dalam daftar checker.Perlu

dilakukan beberapa perbaikan terkait aturan dan mekanisme baku soal

pembaharuan daftar checker dan kompetensinya mengingat keberadaan petugas

checker penting dalam menjaga keamanan dan mutu produk.

95

C. Pengembangan Manajemen Alergen di PT SSI

Bab C penelitian ini membahas kajian mendalam tentang manajemen

alergen yaitu terkait penetapan areaatau tahapan dimana adarisikokontaminasi

alergen, pengendalian serta pengelolaannya. Alergen merupakan senyawa

penyebab alergi yang ditandai dengan terlepasnya bahan kimia selular seperti

histamin oleh antibodi, yang dapat terjadi dalam beberapa menit sampai satu jam

setelah mengkonsumsi. Reaksi alergi dimediasi oleh immunoglobulin E atau

IgE(AFGC 2007). Reaksi alergi merupakan reaksi hipersensitif yang dimulai dari

mekanisme imunologi (Mills et al. 2004). Reaksi alergi bervariasi mulai dari yang

ringan seperti gangguan pada kulit sampai menimbulkan anafalitik hebat yang

berakibat pada kematian (AFGC 2007). Alergi merupakan respon imunologi yang

abnormal terhadap suatu makanan atau komponen makanan dan biasanya adalah

selalu berupa protein (Taylor 2006).

BRC isu 6 klausul 5.2 tentang Manajemen Alergen serta klausul-klausul

terkait lainnya (seperti klasul 2.2.1, 2.7.1, 4.14.1) digunakan sebagai pedoman

utama dalam pelaksanaan manajemen alergen di PT SSI. Pada penelitian

dilakukan kajian kesesuaian implementasi manajemen alergen di PT SSI dan

selanjutnya ditetapkan rekomendasi untuk perbaikan dan pengembangan

manajemen alergen di PT SSI dalam rangka pemenuhan persyaratan-persyaratan

pada klausul BRC isu 6.

Titik pengaturan dalam manajemen alergen di suatu perusahaan

meliputipelatihan dan pengawasan, sumber dan tempat penyimpanan bahan baku,

jadwal produksi, desain peralatan dan pabrik, proses produk termasuk

pembersihan dan rework, pelabelan dan pengendalian paska produksi (AFGC

2007). Alergen sebagai pencetus alergi bukanlah tergantung dari segi jumlah

sedikit atau banyak. Bagi konsumen penderita alergi, walaupun mengkonsumsi

alergen dalam jumlah yang sangat sedikit saja masih dapat mengakibatkan reaksi

alergi yang parah (Taylor 2006). Semua pengaturan dalam manajemen alergen

utamanya bertujuan mengendalikan bahaya alergen, agar tidak terjadi kontaminasi

silang dari produk dengan alergen ke produk lainnya. Pada penelitian ini dikaji

penerapan manajemen alergen yang dilakukan di PT SSI mulai dari tahap

pengembangan produk; pembelian, transportasi dan penyimpanan bahan baku;

96

produksi termasuk penggunaan rework; pelabelan dan pengemasan material;

pembersihan dan sanitasi, serta pelatihan dan pendidikan karyawan. Setiap

perusahaan memiliki operasional yang unik, namun kesuksesan manajemen

alergen dapat dikelompokkan menjadi lima kategori yaitu meliputi fungsi

administratif dan manajemen, pengawasan untuk meminimalkan potensi kontak

silang, manajemen work-in-process (wip) dan rework, praktek sanitasi yang

efektif, dan program pengendalian label (Stone dan Yeung 2010).

BRC isu 6 mensyaratkan perusahaan memiliki suatu sistem manajemen

alergen yang maju untuk mengurangi bahaya alergen dan memenuhi persyaratan

pelabelan. PT SSI sendiri telah menerapkan manajemen alergen, menggunakan

prinsip kajian risiko dalam HACCP. Di dalam HACCP, kepercayaan dapat

diperoleh dengan penerapan prerequisite programmes. Contoh pengembangan

sistem keamanan alergen dari hal-hal umum yang terkait proses pengolahan

pangan (misal jaminan mutu pemasok dan sanitasi) adalah dengan desain label

atau kemasan, khususnya informasi terkait komposisi bahan baku seperti yang

disyaratkan oleh undang-undang. Hal ini untuk menjamin semua produk

menggunakan label yang benar (Kerbachet al. 2010).

C.1. Penetapan Potensi Kandungan Alergen dalam Produk

Pada klausul 5.2.1 disyaratkan bahwa “Perusahaan hendaknya melakukan

kajian bahan baku untuk menetapkan keberadaan dan lingkungan yang

terkontaminasi alergen. Termasuk kajian spesifikasi RM, dan jika diperlukan,

meminta tambahan informasi dari pemasok, misal dengan kuisioner untuk

mengetahui status alergen dari RM, komposisinya dan pabrik yang

memproduksinya”. Selanjutnya klausul 5.2.2 berbunyi “Perusahaan hendaknya

mengidentifikasi dan mendaftarkan semua bahan yang mengandung alergen. Ini

termasuk RM, bahan penolong, produk antara dan produk jadi serta semua bahan

dan produk baru. Berdasarkan BRC isu 6 yang termasuk 14 jenis alergen yang

diatur oleh EU sesuai Directive 2006/142 EC 22 December 2006 (amandemen

dari Directive 2000/13/EC), yaitu:

1. Serealia yang mengandung gluten (gandum, rye, barley, oats, spelt kamut

atau jenis hibridisasinya) dan produk turunannya.

97

2. Crustaceans dan produk turunannya.

3. Telur dan produk turunannya.

4. Ikan dan produk turunannya.

5. Kacang tanah dan produk turunannya.

6. Kedelai dan produk turunannya.

7. Susu dan produk turunannya.

8. Kacang-kacangan: almond(Amygdalus communis L), hazelnut (Corylus

avellana), walnut (Juglans regia), cashew (Anacardium occidentale), pecan

(Carya illinoinesis (Wangenh.) K Koch), brazil (Bertholletia excelsa),

pistachio (Pistacia vera), macadamia dan Queensland (Macadamia

ternifolia) dan produk turunannya.

9. Seledri dan produk turunannya.

10. Lupin dan produk turunannya.

11. Moluska dan produk turunannya.

12. Mustards dan produk turunannya.

13. Sesame seeds dan produk turunannya.

14. Sulfur dioksida dan konsentasi sulfit lebih dari 10mg/kg atau 10mg/liter

sebagai SO2

Keempat belas bahan alergen ini menjadi panduan di PT SSI dalam

manajemen alergen walau ada perbedaan dengan yang diatur oleh Codex, Food

Safety Australia-New Zealand (Australia), atau Food Drugs Administration

(Amerika). Hal ini dengan mempertimbangkan 14 macam alergen lebih besar

jumlahnya dibandingkan dengan yang dicakup oleh Codex (8 macam alergen),

FSANZ (9 macam alergen) atau FDA (8 macam alergen). Pertimbangan bahwa

SSI tersertifikasi BRC juga menjadi alasan menggunakan 14 macam alergen tadi

dalam manajemen alergen. Dalam pelabelan alergen untuk produk yang akan

dijual ke negara tertentu tetap menggunakan aturan pada negara tujuan ekspor

terkait.

Berdasarkan 14 alergen tadi selanjutnya dibuat suatu kajian keberadaan

alergen dalam bahan baku dan produk wafer, seperti yang dapat dilihat pada Tabel

21. Status alergen dalam suatu bahan baku atau raw materials (RM) ditetapkan

berdasarkan informasi komposisi yang tercantum pada dokumen Spesifikasi

98

bahan. Setiap pemasok hendaklah melengkapi Spesifikasi bahan dengan

komposisi dan proses pembuatan produk. Setiap pemasok bahan juga harus

mengisi sebuah Kuisioner yang berisikan pertanyaan-pertanyaan terkait status

alergen pada bahan baku. Kuisioner yang telah diisi pemasok dikembalikan ke PT

SSI untuk dikaji lebih lanjut. Kuisioner ini dapat membantu mengidentifikasi

keberadaan alergen yang tersembunyi pada RM. Kajian keberadaan alergen

dilakukan termasuk terhadap semua bahan tambahan (food additives) atau bahan

penolong (processing aids) yang digunakan. Kuisioner juga wajib diisi untuk

semua pemasok alternatif atau bahan baku baru. Kajian keberadaan alergen dapat

dilakukan dengan beberapa cara seperti survey inspeksi, audit fasilitas, pengujian

dan analisa produk, serta pengujian kesesuaian spesifikasi. Apapun teknik kajian

yang digunakan hendaknya mampu memastikan bahwa tidak ada bahan baku yang

mengandung alergen yang tidak disebutkan dan semua alergen dalam bahan baku

dinyatakan dengan jelas (Stone dan Yeung 2010).

Pada Tabel 21 dapat dilihat ada beberapa bahan baku berpotensi

mengandung alergen yaitu dari kandungan proteinnya. Bahan baku itu adalah

adalah a)tepung terigu yaitu mengandung alergen Tri a 19 atau Tri a Bd 36K;

b)susu bubuk, whey, krimer susu dan krimer nabati yang mengandung alergen

alpha/beta-caseins, beta-lactoglobulins, serum albumin, atau transferins; c)lesitin

kedelai yang mengandung alergen dari protein glycinin subunits atau Gly m 4,

d)tepung telur mengandung bahan alergen dari protein lysozymes, transferins Gal

d 3, ovomucoids Gal d 1 dan ovalbumins Gal d 2; dan e)pasta hazelnut yang

mengandung alergen protein Cor a 4, 8, 9 atau 104 (Breineder 2006). Dari Tabel

21 ini juga dapat dilihat bahwa semua wafer menggunakan bahan baku tepung

terigu, susu, lesitin kedelai, dan telur. Khusus wafer chocolate-hazelnut juga

menggunakan bahan hazelnut yang mengandung alergen dari protein kacang.

Karena pada label produk, semua bahan yang mengandung alergen yaitu tepung

terigu, susu, telur, dan lesitin kedelai telah dicantumkan secara jelas dalam

komposisi, sedangkan hazelnut belum, maka bahaya alergen yang masih harus

dikendalikan adalah pada pasta hazelnut dan produk wafer chocolate-hazelnut.

Tabel 21 Kajian keberadaan bahan alergen pada bahan baku dan formulasi produk wafer stik PT SSI

No Bahan baku Bentuk

Kategori alergen Wafer

Keterangan

Ser

ealia

a)

Cru

stac

ean

Tel

ur

Ikan

Kac

ang

tan

ah

Ked

elai

Su

su

Kac

ang

b)

Sel

eder

i

Lu

pin

Mo

lusk

a

Mu

star

d

Wje

n

Su

lfit

>10

pp

m

Co

klat

Van

ila

Cap

pu

ccin

o

Str

awb

eri

Ch

oco

late

Min

t

Ch

oco

late

-haz

eln

ut

1 Gula Butiran √ √ √ √ √ √

2 Tepung Terigu Bubuk √ √ √ √ √ √ √ Alergen teridentifikasi

3 Minyak Sawit Cairan √ √ √ √ √ √

4 Pati Jagung Bubuk √ √ √ √ √ √

5 Tepung Beras Bubuk √ √ √ √ √ √

6 Coklat Bubuk √ √ √ √ √ √

7 Maltodekstrin Bubuk √ √ √ √ √ √

8 Susu Bubuk Bubuk √ √ √ √ √ √ √ Alergen teridentifikasi

9 Whey Bubuk √ √ √ √ √ √ Alergen teridentifikasi

10 Krimer Nabati Bubuk √ √ Alergen teridentifikasi

11 Garam Butiran √ √ √ √ √

12 Lesitin Kedelai Pasta √ √ √ √ √ √ √ Alergen teridentifikasi

13 Tepung telur Bubuk √ √ √ √ √ √ √ Alergen teridentifikasi

14 Pewarna karamel (sulfit >10ppm)

Pasta √ √ √ √ √

15 Pewarna Allura Red 40

Bubuk √

16 Kopi Bubuk √

17 Flavor Vanilla Cairan √

18 Flavor Cappuccino Cairan √

19 Flavor Mint Cairan √

20 Flavor Strawberi Cairan √

21 Pasta hazelnut Pasta √ √ Alergen teridentifikasi

22 Flavor hazelnut Cairan √

a) Serealia yang mengandung gluten dan produknya, yaitu gandum, rye, barley, oats, dan keturunan yang dihibridisasi

b) Tree nuts adalah kacang almond, kacang mede (cashew), brazil nuts, cashews, chestnuts, kacang hazelnut, hickory nuts, macadamia nuts, pecans, pipe

nuts, pistachios, dan walnuts (FSA 2011)

100

Banyak isu terkait status alergen dari lesitin kedelai. Lesitin kedelai

merupakan produk sampingan dari pembuatan minyak kedelai, yang dipakai luas

di industri makanan, farmasi, kosmetik, dan lainnya sebagai emulsifier.

Kandungan protein pada lesitin kedelai berkisar dari 100-1400ppm. Muller et al.

melakukan studi yang menunjukkan bahwa separuh dari responden penderita

alergi-kedelai, bereaksi dengan lesitin komersial yang masih mengandung residu

protein kedelai. Lesitin terbuat dari berbagai sumber yaitu telur, kedelai, jagung,

dan lainnya. Lesitin kedelai berpotensi menjadi alergen tersembunyi yang tidak

disadari. Aturan pelabelan di Eropa, Amerika Serikat dan Kanada, mewajibkan

mencantumkan sumber lesitin jika merupakan produk turunan dari salah-satu

bahan alergen utama (Boye et al. 2010).

Harus dipastikan agar hazelnut dan wafer chocolate-hazelnut tidak sampai

mengkontaminasi bahan atau produk lainnya, termasuk produk antara yaitu krim

chocolate-hazelnut dan produk work-in-proces (wip) produk wafer chocolate-

hazelnut. Kajian keberadaan bahan yang mengandung alergen ini selanjutnya akan

dijadikan sebagai dasar kajian manajemen alergen selanjutnya.

C.2. Tahap Transportasi dan Penyimpanan Bahan Baku

QC Incoming melakukan pemeriksaan soal kondisi barang serta kondisi

kendaraan pengangkut bahan tersebut. Harus dipastikan kondisi kendaraan bersih,

tidak berbau menyengat, tidak bocor, tidak ada serangga atau tanda infestasi

serangga, serta khusus untuk minyak, maka wajib dilengkapi seal pada tangki

minyak. Hasil pemeriksaan kendaraan dituliskan dalam form Incoming RM

Report. Pemeriksaan mengacu pada Spesifikasi RM, termasuk soal kondisi

kendaraan angkutan. Beberapa pemasok tidak menggunakan kendaraan sendiri

untuk pengangkutan ke konsumen tetapi lewat ekspedisi. Dari hasil pemeriksaan

barang datang, jika ditemukan RM dalam kondisi sobek atau tidak utuh (misal

karena benang penutup karung copot atau lepas), maka RM tersebut akan ditolak

dan dikembalikan. Pemeriksaan kondisi barang dan kondisi kendaraan angkutan

merupakan salah satu cara mencegah kontaminasi produk dari bahan alergen yang

tidak diketahui.

101

Setelah RM lulus tahap pemeriksaan, RM disimpan di gudang RM. Di PT

SSI berlaku prosedur bahwa semua RM yang masuk harus dilengkapi dengan

Label Release, yang berisikan kode RM, kode lot RM, jumlah dan pemeriksa QC

Incoming. Khusus untuk pasta Hazelnut diberi Label Release Alergen berwarna

biru. Hal ini untuk menandakan adanya perbedaan pasta hazelnut dengan RM

lainnya. Bahan baku lain biasanya ditempel dengan label Release berwarna hijau.

Pasta hazelnut berbentuk cairan kental, yang terbuat dari hazelnut yang digiling

halus. Bahan alergen, idealnya disimpan di lokasi tersendiri, dengan akses

terbatas, atau diberi identitas jelas sebagai penanda alergen seperti penutup

dengan warna khusus, palet khusus atau tanda unik lainnya (Stone dan Yeung

2010). Bentuk fisik bahan baku yang mengandung alergen harus dipertimbangkan

dalam manajemen, seperti yang disyaratkan dalam klausul 5.2.3. Bentuk pasta

hazelnut yang berupa cairan kental dan kemasan tertutup rapat, memiliki potensi

sangat kecil mengontaminasi produk lainnya selama penyimpanan. Hal ini

menjadi pertimbangan untuk tidak menempatkan bahan alergen dalam ruangan

tersendiri yang tepisah secara fisik. Pasta ditempatkan pada area khusus yaitu di

salah pojok ruangan di cool room yang dibatasi dengan rantai dari area sekitar.

Area khusus tadi diberi tulisan “area bahan alergen” yang ditempel di dinding.

Penyimpanan RM dilakukan sesuai SOP Penyimpanan RM. Sebagian RM

disimpan pada suhu ruang, sedang RM lain yang sensitif terhadap suhu (misal

flavor, pasta, pewarna) disimpan di cool room (suhu 18 – 220C). Pasta hazelnut

disimpan di cool room sesuai dengan rekomendasi pemasok. Kerusakan lemak

yang sering terjadi adalah timbulnya ketengikan, hasil dari reaksi kimia pada

lemak. Penyimpanan dalam suhu dingin berguna untuk mengurangi kerusakan

bahan pangan berlemak agar tahan dalam waktu lebih lama. Komponen

trigliserida hazelnut tersusun dari asam lemak jenuh dan tidak jenuh (Ketaren,

1986). Suhu penyimpanan lemak atau minyak yang tinggi dapat menginisiasi

reaksi autooksidasi. Oksidasi lemak adalah satu reaksi kimia yang melibatkan

ikatan rangkap pada rantai karbon, yang dipicu oleh adanya oksigen, enzim

peroksidase, radiasi (cahaya), dan ion metal polivalen. Apabila lemak yang

mengandung asam lemak tidak jenuh (R-H) teroksidasi oksigen dan dipicu oleh

adanya panas maka ikatan rangkap yang terdapat pada asam lemak tidak jenuh

102

akan terputus dan oksigen menjadi bagian dari molekul. Reaksi kimia selanjutnya

berupa reaksi pembentukan radikal bebas baru oleh peroksida sebagai hasil reaksi

oksidasi maka reaksi oksidasi lemak ini bersifat autooksidasi (Kusnandar 2010).

C.3. Tahap Penyiapan (per – batch)

Tahap penyiapan per-batch adalah penimbangan semua bahan berdasarkan

formula krim dan adonan, dan selanjutnya bahan-bahan disatukan di palet sesuai

kelompoknya. Proses yang terkait dengan penanganan alergen adalah saat

penimbangan bahan untuk krim chocolate-hazelnut, karena menggunakan pasta

hazelnut. Penimbangan pasta hazelnut hanya boleh menggunakan peralatan

khusus untuk alergen hazelnut, meliputi, sendok, mangkok, dan batang pengaduk.

Pada peralatan diberi tanda khusus bertuliskan “alergen”, dengan cara dikerik.

Peralatan-peralatan tadi disimpan dalam suatu kotak plastik khusus berlabel

alergen. Penandaan peralatan khusus alergen dan penyimpanan peralatan khusus

alergen bertujuan agar tidak terpakai saat persiapan bahan lainnya, yang dapat

mengakibatkan kontaminasi silang dari bahan alergen. Kotak penyimpanan

peralatan alergen juga ditempatkan di area khusus alergen di cool room.

Penimbangan hanya boleh dilakukan di area preparasi dan tidak boleh di area lain

termasuk di area cool room, sesuai prosedur preparasi RM. Hal ini bertujuan

untuk mencegah kontaminasi silang dari RM yang mengandung alergen. Bahan-

bahan yang sudah ditimbang, selanjutnya disatukan dalam suatu palet sesuai

formulanya. Pada setiap palet tersebut dituliskan nama krim yang sesuai. Hal ini

untuk mencegah kesalahan pemakaian bahan. Namun saat ini belum ada label

khusus untuk identifikasi alergen pada palet bahan-bahan per-batch yang telah

ditimbang untuk krim chocolate-hazelnut. Padahal ini perlu dilakukan untuk

memberikan peringatan kepada karyawan yang akan menggunakan bahan alergen

tersebut dan mengurangi potensi kontaminasi silang dari bahan alergen. Pelabelan

dan identitas alergen seperti yang disyaratkan dalam klausul 5.2.4 serta

pengendalian label alergen pada produk yang diproses, disimpan dan

didistribusikan dalam fasilitas pabrik adalah hal penting dalam manajemen

alergen (Stone dan Yeung 2010). Direkomendasikan juga pengaturan lokasi palet

bahan. Kadangkala ditemukan palet diletakkan sangat rapat antara satu dengan

103

lainnya. Oleh karena itu perlu diatur dan ditetapkan prosedur, agar ada jarak

tertentu antara bahan dengan alergen dan lainnya untuk mengurangi potensi

kontaminasi silang dari bahan yang mengandung alergen.

C.4. Tahap Proses Produksi

Bahan-bahan yang telah siap ditimbang untuk pembuatan krim chocolate-

hazelnut selanjutnya dibawa ke area ball mill mixer dan diaduk di ball mill mixer.

Krim yang dihasilkan lalu dibawa ke oven, menggunakan tangki transfer krim,

untuk kemudian dituang ke tangki krim di oven. Krim dipompakan kedalam

gulungan wafer stik dan dihasilkan wafer chocolate-hazelnut. Wafer kemudian

ditimbang (manual) per kemasan dan ditransfer melewati conveyor oven ke area

pengemasan.

Telah disebutkan sebelumnya bahwa dari Tabel 21 dapat dilihat bahwa

bahaya alergen yang masih harus dikendalikan adalah pada pasta hazelnut dan

produk wafer chocolate-hazelnut. Hal ini disebabkan karena pada label produk,

semua bahan yang mengandung alergen yaitu tepung terigu, susu, telur, dan lesitin

kedelai telah dicantumkan secara jelas dalam komposisi, sedangkan hazelnut

belum disebutkan. Berdasarkan kajian keberadaan bahan yang mengandung

alergen selanjutnya ditetapkan prosedur-prosedur terkait penanganan alergen yaitu

penetapan lini produksi, mesin dan peralatan terkait untuk penanganan bahan

alergen, isu pencegahan kontaminasi silang alergen, penanganan produk semi jadi

(krim) dan wip produk alergen, penetapan area penyimpanan produk, prosedur

pembersihan dan sanitasi setelah produksi dengan bahan alergen, dan penetapan

jadwal produksi. Pada rencana HACCP PT SSI (disyaratkan klausul 5.2.3),

menunjukkan bahwa bahaya dari bahan yang mengandung alergen hazelnut

teridentifikasi pada beberapa titik tahapan proses. Pada area ball mill mixer adalah

pada proses pengadukan krim, melewatkan krim di magnetic trap dan pengayakan

krim, serta proses tranfer krim dari ball mill mixer ke area oven. Pada area oven

adalah pada mesin dan peralatan yang terkait krim (selang, nozzle, pompa krim),

pemotongan wafer, penimbangan produk, dan proses transfer produk conveyor. Di

area pengemasan adalah pada saat kemasan produk direkatkan pada horizontal

sealer. Beberapa titik yang berpotensi terjadinya bahaya dari bahan alergen tadi

104

adalah disebabkan karena proses, mesin dan peralatan masih digunakan secara

bersama-sama antara produk alergen hazelnut dan non-alergen. Tidak ada lini

proses yang didedikasikan sepenuhnya untuk produksi dengan bahan alergen.

Dedicated process line mampu mencegah kontaminasi silang produk

alergen dalam suatu perusahaan. Dedicated equipment akan membutuhkan

pembersihan yang jauh lebih sedikit (Burrows 2010). Dedicated system

merupakan cara paling efektif dalam pengendalian kontaminasi silang alergen.

Sistem pemrosesan yang berdedikasi ini dapat dilakukan dalam berbagai bentuk.

Salah satu aplikasinya adalah seluruh bagian dari fasilitas dibuat tersendiri untuk

produksi produk yang mengandung alergen. Tidak ada lini proses di bagian tadi

yang memiliki hubungan silang ke lini lain di pabrik. Bentuk lainnya adalah

dengan penetapan lini produksi tertentu dan pemisahan peralatan untuk produk

produk yang mengandung alergen. Lini proses lain untuk produk yang tidak

mengandung alergen ditutup, tetapi tidak ada penghubung fisik atau peralatan

yang dipakai bersama antara lini proses tadi (Stone dan Yeung 2010). Di PT SSI

pengaturan dilakukan dengan menetapkan mesin ball mill mixer, oven dan lini

produksi nomor-nomor tertentu saja yang boleh digunakan untuk produksi

alergen. Hal ini dilakukan untuk memudahkan pengaturan, memudahkan

pembersihan dan mengurangi risiko kontaminasi silang. Mesin dan peralatan yang

ada tidak sepenuhnya didedikasikan untuk produksi alergen, jadi masih digunakan

bersama untuk produksi non-alergen. Pengendalian pada tiap mesin atau lini

produksi tadi, dipasang tanda yang menunjukkan bahwa alergen boleh dijalankan

di mesin atau lini tersebut. Sebelumnya pemilihan mesin ball mill mixer, telah

dilakukan kajian internal untuk melihat ada tidaknya potensi krim akan terciprat

keluar saat proses pengadukan di mixer dan potensi mengkontaminasi area

sekitarnya. Mesin dilengkapi dengan pengaduk yang berputar pada kecepatan

tertentu, untuk menghasilkan krim akhir yang rata atau homogen. Dari kajian

didapatkan hasilnya, bahwa bila mesin mixer tertutup, maka tidak ada krim yang

terciprat keluar atau sampai mengenai mixer di sebelahnya yang mungkin sedang

digunakan untuk mengaduk krim selain chocolate-hazelnut. Antara mixer yang

satu dengan terpisah dengan jarak tertentu. Dari hasil pengamatan tersebut

diputuskan tidak perlu adanya pemisahan fisik atau area tersendiri untuk produksi

105

alergen, namun tetap dilakukan pengendalian dengan penutupan mesin saat proses

pengadukan serta pemberian identitas alergen pada mesin. Ball mill mixer yang

digunakan untuk mengaduk krim chocolate-hazelnut tidak ditempatkan di area

terpisah. Ada 2 buah ball mill mixer (dari 8 unit yang tersedia) ditetapkan sebagai

mixer yang hanya boleh untuk mengaduk krim chocolate-hazelnut. Kajian serupa

juga dilakukan pada area oven. Krim atau produk pada suatu oven tidak sampai

mencemari oven atau lini proses di sekitarnya. Antara lini proses yang satu

dengan yang lain terpisah cukup jauh. Pengendalian pada area ini dilakukan

dengan mengatur bahwa hanya oven-oven pada salah-satu lini proses yang

diperbolehkan untuk produksi alergen, yang ditandai dengan identitas berupa

penempelan tanda “untuk produksi alergen”. Prosedur (dalam SOP/WI) terkait

dibuat sedemikian rupa sehingga mampu mencegah terjadinya kontaminasi silang.

Menurut Stone dan Yeung (2010), bila tidak ada pemisahan produksi alergen

secara fisik atau tertutup sepenuhnya, maka prosedur dan pengawasan ketat

diperlukan untuk menciptakan pengendalian yang sesuai.

Banyak perusahaan besar tidak menginginkan mengembangkan pasar

untuk konsumen alergen karena pasarnya yang kecil dan biaya yang harus

dikeluarkan untuk membangun fasilitas terpisah tadi (Burrows 2010). PT SSI

tidak menerapkan sistem dedikasi lini proses untuk alergen sepenuhnya dengan

mempertimbangkan pasar produk chococolate-hazelnut masih mampu dipenuhi

dari lini proses produksi yang ada. Varian wafer rasa coklat, vanila dan

cappuccino masih lebih diminati dibandingkan rasa lainnya termasuk chocolate-

hazelnut. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan bila nantinya permintaan pasar

terhadap produk chocolate-hazelnut terus meningkat dan melebihi kapasitas

produksi, maka perusahaan akan memiliki sistem dedikasi produksi alergen yang

sepenuhnya.

Peralatan pendukung produksi berupa saringan krim, tangki transfer krim,

solet plastik dan tangki krim oven untuk krim chocolate-hazelnut atau produk

chocolate-hazelnut ditemukan masih dipakai bersama dengan produk lainnya.

Tidak ada alat pendukung yang didedikasikan khusus untuk produksi alergen.

Dari penelitian ini didapatkan peralatan pendukung tadi belum memiliki

identifikasi atau penandaan khusus untuk alergen. Oleh karena itu

106

direkomendasikan perlunya identifikasi dan diberi Label “alergen” sehingga tidak

sampai terjadi kesalahan pemakaian yang mengakibatkan kontaminasi silang

secara tidak sengaja.

Pengaturan produksi terkait menajamen alergen lainnya dilakukan pada

jadwal proses produksi (disyaratkan klausul 5.2.4). Di PT SSI produk alergen

dijalankan mendekati akhir minggu dan diusahakan hanya berjalan sekali waktu.

Hal ini didasarkan pertimbangan untuk memudahkan pembersihan dan waktu

yang tersedia cukup panjang di akhir minggu untuk membersihkan mesin atau

peralatan bekas produk alergen. Penjadwalan produksi merupakan sebuah alat

kuat untuk meminimalkan risiko kontaminasi silang pada produksi produk yang

mengandung alergen yang digunakan bersama-sama dengan produksi lainnya.

Penjadwalan dapat dilakukan sebagai bentuk pembatasan di fasilitas produksi. Hal

yang relatif mudah pada manajemen alergen adalah melakukan prosedur

pengendalian secara menyeluruh. Tapi bagaimanapun juga, jadwal produksi lebih

bermanfaat untuk mengurangi kesalahan orang (human error) dibandingkan

dengan lini khusus atau pemisahan fisik. Jadwal produksi dapat dilakukan yaitu

meliputi pengaturan tahapan produksi, mengurangi frekuensi pergantian produk

dari yang satu ke yang lainnya (yang akan membutuhkan waktu lama),

memproduksi produk yang mengandung alergen disaat lini lain tidak beroperasi,

dan produksi produk alergen dijalankan dalam satu seri produksi (Stone dan

Yeung 2010). Pada klausul 5.2.4 BRC isu 6, disebutkan bahwa dalam manajemen

alergen, pencegahan kontaminasi silang alergen yang efektif dapat dilakukan

dengan pengaturan jadwal produksi. Hal ini untuk mengurangi pergantian antara

produk yang mengandung alergen dan yang tidak. Oleh karena itu dapat

disimpulkan bahwa PT SSI telah memenuhi persyaratan manajemen alergen BRC

terkait pengaturan jadwal produksi alergen.

Penangan produk yang dapat diproses ulang (rework) merupakan salah satu

bagian atau tahapan yang harus dikendalikan terkait penanganan alergen. Hal ini

sesuai dengan bunyi klausul 5.2.2 yaitu “Jika rework dilakukan, atau melakukan

reworking, hendaknya ada prosedur yang dilakukan untuk memastikan rework

yang mengandung alergen tidak digunakan di produk yang tidak mengandung

alergen”. Di PT SSI, produk wafer yang ditolak (reject) karena dimensi atau

107

penampakan tidak sesuai sehingga dapat diproses ulang disebut crumb. Crumb

digiling dahulu dengan menggunakan mesin giling khusus sampai didapatkan

tekstur crumb yang halus. Crumbhasil gilingan tadi selanjutnya dapat digunakan

sebagai campuran krim. Hanya crumb produk tertentu yang dapat dicampur pada

krim lain yaitu dengan pertimbangan formulasi bahan, warna produk, warna krim,

dan bau produk, serta mengandung alergen chocolate-hazelnut atau tidak. Contoh

matriks pemakaian crumbpada krim dapat dilihat pada Tabel 22. Crumb produk

chocolate-hazelnut tidak boleh digunakan untuk produk lainnya.

Minyak kurasan bekas menguras ball mill mixer pada proses pembersihan,

dapat digunakan ulang untuk produk krim sejenis atau krim lainnya. Minyak

kurasan bekas ball mill mixer untuk krim chocolate-hazelnut tidak boleh sampai

dipakai untuk krim jenis lainnya. Pemakaian minyak kurasan diatur dalam matriks

yang sama dengan pemakaian crumb yaitu seperti pada Tabel 22.

Tabel 22 Matriks pemakaian crumb dan minyak kurasan untuk

formulasi cream di PT SSI

CRUMB / MINYAK KURASAN

Co

klat

Van

ila

Cap

pu

ccin

o

Str

awb

eri

Ch

oco

late

Min

t

Ch

oco

late

-haz

eln

ut

UN

TU

K K

RIM

Coklat 1 2 4 4 4 4

Vanila 4 1 4 4 4 4

Cappuccino 3 2 1 4 3 4

Strawberi 4 3 4 1 4 4

Chocolate Mint 3 1 4 4 1 4

Chocolate-hazelnut 3 1 4 4 4 1

Jumlah pemakaian crumb dan minyak kurasan dalam matriks dibaji

menjadi yaitu kategori 1, 2, 3 atau 4. Pencampuran dilakukan dengan

pertimbangan utama adalah penerimaan organoleptik pada produk akhir serta ada

tidaknya alergen hazelnut.

a. Kategori 1, yaitu crumb atau minyak kurasan boleh digunakan, tanpa ada

pembatasan jumlah.

108

b. Kategori 2, yaitu crumb atau minyak kurasan boleh digunakan, maksimal 35

kg per batch krim, misal crumb vanilla untuk krim cappuccino.

c. Kategori 3, yaitu crumb atau minyak kurasan boleh digunakan, maksimal 70

kg per batch krim, misal produk yang hampir sejenis yaitu crumb coklat

untuk produk chocolate mint.

d. Kategori 4, yaitu crumb atau minyak kurasan tidak boleh digunakan, misal

produk krim dengan bau yang menyengat chocolate mint tidak boleh

digunakan sebagai campuran krim vanila. Produk chocolate-hazelnut tidak

boleh dicampur untuk produk lainnya.

Alat penggilingan crumb terletak di area preparasi. Alat ini tidak

ditempatkan di area terpisah karena mempertimbangkan bentuk crumb yang

berupa padatan halus atau remahan. Saat penggilingan crumb chocolate-hazelnut

atau lainnya harus selalu dipastikan mesin dalam kondisi tertutup sehingga produk

tidak terjatuh atau terpental ke area sekitarnya. Setelah selesai pemakaian alat, alat

penggilingan crumb harus dicuci bersih sesuai prosedur pembersihan peralatan

atau mesin setelah produksi alergen chocolate-hazelnut.

Prosedur penangan produk alergen di area produksi termasuk prosedur

pembersihan alat, mesin dan area harus disosialisasikan ke seluruh karyawan. Hal

ini untuk memastikan tidak terjadi kesalahan yang dapat mengakibatkan

kontaminasi silang dari produk yang mengandung alergen ke produk lainnya.

Beberapa tanda peringatan terkait status alergen yang terpasang pada alat dan

mesin hendaknya dibuat lebih jelas dan permanen sebagai identifikasi alat dan

mesin.

C.5. Pengemasan dan Pelabelan

Produk wafer yang sudah berada dalam kantong plastik dalam (inner

plastic bag) dari area oven ditransfer ke area pengemasan lewat

conveyor,melewati detektor logam, kemudian direkatkan menggunakan mesin

horizontal sealer. Terdapat potensi ceceran produk atau krim chocolate-hazelnut

pada tahap perekatan dengan horizontal sealer. Bahaya alergen pada tahapan ini

teridentifikasi dalam rencana HACCP PT SSI. Prerequisite programmes dalam

rangka pengendalian bahaya pada tahapan ini dilakukan dengan proses pemisahan

109

alat sealer saat produksi bersama antara produk chocolate-hazelnut dengan

produk lainnnya. Mesin sealer tidak diperbolehkan digunakan bersama atau

bergantian antara produk dengan alergen dengan yang tidak. Hal ini untuk

mencegah terjadinya kontaminasi silang. Proses pembersihan mesin pada

pergantian produk menjadi hal penting dalam penangan pencegahan bahaya ini.

Perhatian lebih harus diberikan jika terdapat beberapa produk dalam

kategori yang sama menggunakan warna dan gambar serupa, dan hanya

menggunakan variasi pada label kemasan. Penanganan khusus harus diberikan

jika ada kemiripan kemasan polos produk wip yang disimpan pada waktu tertentu,

yaitu dengan pelabelan dan pembedaan kemasan agar tidak tercampur (AFGC

2010). Di PT SSI, kantong plastik wafer chocolate-hazelnut ditandai dengan

warna berbeda yaitu berwarna merah. Warna ini berbeda dari warna kantong

plastik rasa lainnya. Produduk wip chocolate hazelnut diberi label alergen yang

berwarna biru.

Pelabelan terkait alergen disyaratkan di banyak negara, seperti Amerika

Serikat, Australia, Kanda, negara-negara di Eropa dan Asia. Pada BRC isu 6

klausul 5.2.5 menyinggung soal klaim yang terkait dengan isu alergen dimana

dipastikan klaim tersebut sesuai dengan isi produk. Pada label, semua bahan yang

mengandung bahan alergen harus dicantumkan secara jelas, termasuk jika ada

potensi alergen pada produk karena digunakan pada mesin yang sama atau lini

produksi yang sama antara produksi dengan bahan alergen dan lainnya. Contoh

peringatan alergen pada label produk wafer PT SSI berdasarkan aturan atau

legislasi pada negara tertentu (sesuai klausul 5.1.5) adalah seperti pada Tabel 23.

Pelabelan alergen produk PT SSI untuk negara Australia, Kanada dan beberapa

negara di Asia hampir serupa dengan pelabelan untuk ke negara-negara di Eropa.

Pelabelan yang benar terkait adanya produk yang mengandung alergen jenis

tertentu atau pelabelan soal tidak adanya produk yang mengandung alergen yang

tidak disebutkan di label harus dapat dipastikan melalui manajemen alergen

berbasiskan kajian risiko bahaya diseluruh proses dalam fasilitas pabrik (Stone

dan Yeung 2010). BRC isu 6 klausul 5.2.10 menegaskan bahwa pelabelan terkait

alergen harus benar dan sesuai dengan isi produk. Perhatian lebih terhadap

kebenaran kemasan dan label diberikan saat pergantian kemasan dan pergantian

110

batch kemasan. Di PT SSI prosedur terkait persyaratan pengemasan diatur dalam

SOP Packing General, dimana saat pergantian produk harus dipastikan kemasan

lama harus ditarik, yang dipermudah dengan pengecekan kode unik jenis

kemasan. Saat awal jalan produk baru, Ketua Regu dan Supervisor wajib mengisi

Checklist Coding Packing untuk memastikan kemasan telah sesuai. Di area

gudang, kemasan lama yang tidak digunakan, diberi status label Reject dan

ditempatkan di area terpisah.

Tabel 23 Contoh pelabelan dan peringatan alergen produk wafer PT SSI untuk

beberapa negara

No Negara Pelabelan dan peringatan alergen

1 Amerika Serikat Pada Komposisi, dituliskan semua bahan alergen dilengkapi potensi kontaminasi hazelnut: a. Contoh komposisi pada wafer coklat adalah sebagai berikut:

Ingredients: ...wheat flour, milk, whey, soy lecithin, and eggs. May contain traces of hazelnuts.

b. Komposisi pada wafer chocolate-hazelnut adalah sebagai berikut: Ingredients: ....wheat flour, milk, hazelnuts, soy lecithin, and eggs.

2 Inggris dan negara Eropa

Pada Komposisi, dituliskan semua bahan alergen dilengkapi potensi kontaminasi dari pasta hazelnut: a. Contoh komposisi pada wafer coklat adalah sebagai berikut:

Ingredients: ....wheat flour, milk, whey, soy lecithin, eggs.... Allergen warning: this product has been made in a factory which uses nut ingredients.Contain wheat, flour, milk, whey, soy lecithin, and egg.

b. Komposisi pada wafer chocolate-hazelnut adalah sebagai berikut: Ingredients: ....wheat flour, milk, whey, soy lecithin, eggs.... Allergen warning: this product has been made in a factory which uses nut ingredients.Contain wheat, flour, milk, whey, soy lecithin, and egg.

Pelabelan dan desain pada kemasan harus disetujui oleh konsumen di

negara tujuan. Saat registrasi produk ke suatu negara biasanya PT SSI harus

melengkapi formulasi registrasi termasuk pertanyaan soal status alergen. Di

internal PT SSI dilakukan kajian rutin aturan atau legislasi terkait pelabelan dan

isu alergen. Pemeriksaan pelabelan dilakukan dalam prosedur Packaging

Approval Documents (PAD) termasuk pemeriksaan label terkait soal alergen. Bila

dokumen telah lengkap, sesuai dan disetujui oleh konsumen, selanjutnya desain

dikirimkan kepada pemasok PM. QC Incoming akan melakukan setiap bahan

kemasan yang datang, dan mencocokkan dengan PAD tersebut. Bila sampai

terjadi kesalahan pada pelabelan pada kemasan, maka bahan kemasan itu wajib

ditolak dan dikembalikan ke pemasok.

111

C.6. Pembersihan dan Sanitasi

Seperti telah disebutkan sebelumnya, proses pembersihan dan sanitasi

merupakan bagian penting dalam manajemen alergen sebagai upaya mengurangi

risiko kontaminasi silang. Secara umum di PT SSI prosedur pembersihan dibagi

menjadi 3 yaitu dari yang dapat langsung digunakan sampai pembersihan total

dengan melepaskan bagian-bagian mesin satu per satu. Hal ini juga berlaku untuk

untuk area preparasi, ball mil mixer dan oven. Setiap jenis prosedur tadi

dilengkapi prosedur tertentu, dengan ketentuan umum adalah Prosedur 1, yaitu

tidak perlu dilakukan pembersihan dimana produk berikutnya dapat langsung

digunakan, misalnya pergantian dari produk sejenis. Prosedur 2, yaitu

pembersihan dilakukan cukup dengan mengerok mesin atau peralatan, tanpa perlu

menguras atau mencuci bersih. Karyawan tidak perlu melepaskan bagian-bagian

mesin/peralatan, misalnya pada pergantian dari produk atau krim vanilla ke

coklat, dengan pertimbangan rasa dan warna. Prosedur 3, merupakan pembersihan

paling kompleks dan terperinci, karena harus melepaskan bagian-bagian

mesin/peralatan untuk kemudian dicuci sampai bersih (kecuali bagian dalam ball

mill mixer). Pembersihan ini membutuhkan waktu yang paling lama dibandingkan

prosedur 1 atau 2. Pembersihan ini dilakukan pada saat pergantian produk dengan

warna berbeda, dari flavor menyengat atau dari produk dengan bahan yag

mengandung alergen berupa chocolate-hazelnut ke produk lainnya. Hasil

pembersihan meja dan peralatan yang digunakan, diverifikasi oleh Ketua Regu

dan QC, dan dituliskan di dalam Checklist Pembersihan dan Sanitasi.

Pada tahap penimbangan per-batch krim, prosedur pembersihan yang

diterapkan setelah penimbangan pasta hazelnut adalah semua area sekitar meja

penimbangan harus dibersihkan dengan dilap tisu bersih (khusus) yang dibahasi

sedikit air. Selanjutnya dikeringkan dan disemprot alkohol 70%. Harus dipastikan

tidak ada sisa alergen di meja penimbangan. Peralatan bekas penimbangan

hazelnut dicuci bersih di area washbay. Air sisa pencucian tadi langsung dibuang

ke saluran limbah. Pada checklist pembersihan area preparasi yang ada saat ini,

belum memberikan penekanan soal metode pembersihan untuk bahan alergen.

Pembersihan alergen mengikuti prosedur pembersihan seperti pembersihan akhir

minggu.

112

Berdasarkan kajian klausul pada BRC isu 6 klausul 5.2.8 terkait

pembersihan dalam manajemen alergen, terdapat beberapa perubahan dilakukan

di PT SSI. Pembersihan peralatan atau mesin alergen biasanya diatur di akhir

minggu, namun bila terpaksa dilakukan di tengah produksi maka dilakukan

pengaturan khusus. Pengaturan yang dilakukan berupa pemisahan pada saat

pembersihan (adjacent cleaning) sehingga bila sedang membersihkan mesin atau

alat bekas hazelnut tidak sampai mencemari area sekitarnya. Alat adjacent

cleaning berupa tiang dengan lembaran plastik yang mampu menahan cipratan

minyak atau air saat pembersihan. Ball mill mixer dan oven yang sedang

dibersihkan ditutup dengan tirai plastik cukup lebar dan tinggi, sehingga air

cipratan atau proses pembersihan tidak sampai mengkontaminasi area sekitarnya.

Klausul 5.2.8 juga mensyaratkan pengaturan pada peralatan pembersihan

untuk membersihkan bahan penyebab alergi hendaknya memiliki identitas dan

spesifik, single use, dan dibersihkan tuntas setelah digunakan untuk alergen.

Peralatan pembersihan yang digunakan di PT SSI berupa sikat panjang dan tisu.

Peralatan sikat biasanya digunakan untuk membersihkan tangki, selang dan

sekitarnya. Pembersihan sikat dilakukan dengan cara direndam air panas, lalu

dicuci dengan deterjen dan dibasuh dengan air panas. Tisu digunakan untuk melap

dinding tangki, serta bagian-bagian sekitar oven dan conveyor. Setelah dipakai

tisu tadi langsung dibuang (single use). Untuk pembersihan mesin atau peralatan

bekas jalan alergen di area ball mill mixer dan oven, memang telah menggunakan

prosedur adjacent cleaning atau pembersihan dengan pemisahan. Namun untuk

peralatan dan alat bantu produksi, masih dicuci di aera washbay, yang masih

bersama-sama dengan alat lainnya. Alat pembersihan berupa sikat tidak ada yang

dikhususkan untuk pembersihan alergen. Oleh karena dari penelitian ini

direkomendasikan perlunya dilakukan pengaturan dan penjabaran soal

penggunaan dan prosedur pembersihan alat kebersihan bekas pembersihan produk

dengan alergen. Saat ini pengendalian dilakukan dengan prosedur pembersihan

alat kebersihan setelah digunakan untuk membersihkan mesin dan peralatan bekas

produksi dengan bahan yang mengandung alergen. Harus dipastikan alat

kebersihan tadi benar-benar tuntas dan bersih (seperti pada klausul 5.2.8),

sebelum digunakan untuk pembersihan alat dan mesin lainnya. Oleh karena itu

113

direkomendasikan PT SSI masih perlu melakukan kajian mendalam soal

pemisahan alat-alat tersebut karena sampai saat ini tidak tersedianya alat

kebersihan yang didedikasikan untuk pembersihan alergen. Alat kebersihan yang

digunakan bentuknya umum dan tidak sulit ditemukan di pasaran, sehingga

penyediaan alat khusus untuk membersihkan bekas produksi dengan alergen tadi

haruslah segera dapat disediakan oleh perusahaan.

Hasil pembersihan peralatan dan mesin diperiksa secara visual

(organoleptik) untuk memastikan tidak ada sisa produk alergen. Pemeriksaan

dibantu dengan mengusap tisu putih bersih pada mesin atau alat, apakah ada sisa

krim atau chocolate-hazelnut. Alat atau mesin dicium untuk memastikan tidak ada

bau produk chocolate-hazelnut. Di PT SSI belum dilakukan uji deteksi alergen

misal dengan metode ELISA, yaitu metode yang umum digunakan untuk

pengujian keberadaan adanya pangan alergen (AFGC 2007). Test-kit ELISA dapat

digunakan untuk menverifikasi hasil pembersihan produksi alergen. Alat ini dapay

digunakan untuk mengetahui masih ada atau tidaknya keberadaan residu alergen

pada mesin, peralatan atau pabrik. Bagi produsen, pengujian keberadaaan alergen

pada lini produksi atau dalam pabrik yang digunakan bersama menjadi penting.

Sebuah kajian ada/tidaknya alergen memang diperlukan, dan jika ada, perlu

dilakukan kajian apakah keberadaan alergen tadi berada pada tahap yang dapat

membahayakan konsumen penderita alergi. Ada indikasi bahwa alergen yang

berada di bawah ambang batas berisiko kecil terhadap konsumen. Bagaimanapun,

secara umum diterima bahwa tidak ada batasan yang tegas (kecuali gluten) dan

Directive 2003/89/EC tidak memberikan ambang batas atau pedoman tentang

batasan aman (Kerbach et al. 2010). Oleh karena itu menjadi penting bagi PT SSI

untuk melakukan pengujian residu alergen hazelnut pada peralatan atau mesin

yang telah digunakan maupun pada alat kebersihan yang bekas digunakan untuk

pembersihan peralatan atau mesin yang menggunakan hazelnut. Pemeriksaan ini

juga perlu dilakukan untuk menverifikasi hasil pembersihan alat kebersihan.

Rekomendasi ini diberikan karena pengujian pangan alergen merupakan alat

berharga jika digunakan sebagai bagian dari manajemen alergen dengan

pendekatan berbasiskan risiko. Hasil pengujian dapat memberikan jaminan dan

114

menverifikasi titik kritis dalam program manajamen risiko yang komprehensif

(AFGC 2007).

Pengetahuan operator soal prosedur pembersihan mesin, peralatan dan area

bekas produksi bahan hazelnut atau produk chocolate-hazelnut yang mengandung

alergen sangat penting, dalam usaha pencegahan kontaminasi. Oleh karena itu

operator, ketua regu dan QC diberikan pelatihan yang memadai soal penanganan

bahan alergen ini. Pengetahuan dan pengawasan dari supervisor area terkait juga

berperan dalam memastikan prosedur pembersihan telah dijalankan dengan sesuai

sesuai dengan sistem yang telah ditetapkan di perusahaan.

C.7. Pelatihan dan Pendidikan Karyawan

Semua hal terkait prosedur hendaklah disosialisasikan kepada karyawan

dengan baik agar pelaksanaan sesuai dengan standar. Pelatihan karyawan soal

alergen menjadi agenda khusus sejak akhir 2011 di PT SSI seperti yang

disyaratkan oleh BRC klausul 5.2.9. Klausul ini mensyaratkan pelatihan tentangn

pengenalan karyawan, termasuk karyawan kontrak, kontraktor, dan mekanik. Oleh

karena itu PT SSI melaksanakan secara rutin pelatihan terkait penanganan dan

pengenalan alergen, yang dijadwalkan dan harus dilaksanakan secara sesuai.

Populasi orang yang menderita alergi dari makanan di Indonesia, mungkin sangat

berbeda dengan konsumen di luar negeri. Pangan alergen berupa kacang tanah,

kacang-kacangan (tree nuts), serealia yang mengandung gluten, telur, seledri,

kacang wijen, atau ikan pada populasi di luar negeri sangat berbeda dengan

kondisinya di masyarakatn di Indonesia, dan bahakan secara umum bukanlah

merupakan pangan penyebab alergi. Populasi penderita alergi terhadap pangan

jenis tertentu dapat berbeda situasinya di negara yang berbeda, tergantung pada

pola konsumsi makanannya (Taylor 2006). Dikhawatirkan pengetahuan dan

kepedulian terhadap soal bahaya soal alergen karyawan yang rendah dapat

menyebabkan kesalahan atau berpotensi mengkontaminasi pada produk.

Karyawan yang menangani bahan baku alergen maupun produk alergen sebaiknya

mendapatkan pelatihan lengkap terkait pangan alergen. Hal ini dapat menjadi

bagian dari orientasi karyawan baru, dimana pelatihan ini dapat diulang sesuai

dengan kebutuhan. Pertimbangan hendaknya diberikan karena alasan

115

bervariasinya latar belakang, pengetahuan, kemampuan, dan bahasa karyawan.

Informasi relevan, sesuai dan jelas perlu diberikan meliputi masalah alergi dan

pangan alergen, dampak terhadap kesehatan bila sampai konsumen alergi

menkonsumsi pangan yang salah, isu kontak silang, isu pelabelan dan kesalahan

pelabelan, data statistik penarikan produk terkait pelabelan produk, dan strategi

manajemen alergen perusahaan (Stone dan Yeung 2010).

Pada orientasi karyawan baru PT SSI, pelatihan atau pembekalan khusus

terkait alergen secara umum belum diberikan. Namun pada beberapa area

strategis, seperti loker, area cuci tangan dan gudang, dipasang pengumuman soal

alergen ini. Karyawan yang menangani bahan alergen biasanya diberikan

pelatihan sesuai dengan pekerjaan yang akan dilakukannya, misal prosedur

penimbangan bahan alergen, preparasi bahan alergen, pembersihan dan sanitasi

setelah produksi bahan alergen. Pelatihan diberikan dengan menggunakan acuan

berupa SOP atau WI terkait. Pada program pelatihan penyegaran tahunan GMP,

HACCP, BRC/SQF di PT SSI materi alergen juga diberikan. Untuk area kantin,

ditempelkan beberapa contoh pangan yang mengandung alergen, seperti susu,

tempe, tahu, oncom, sambal kacang, kerang-kerangan dan makan ringan dari

kacang. Telah diterbitkan aturan, bahwa karyawan dilarang membawa makanan

ringan dari kacang (misal permen kacang, kacang telur, dan lainnya) karena

dikhawatirkan disimpan di saku dan kemungkinan dapat jatuh dan

mengkontaminasi produk. Materi dan bukti pelatihan tercatat dan catatan tadi

dipelihara.

116

D. Pengendalian Benda Asing di PT SSI

Dalam the BRC Global Standard for Food Safety, beberapa klausul

mensyaratkan pengendalian untuk mencegah kontaminasi benda asing. Klausul

tersebut antara lain klausul 4.9.2 (pengendalian logam), 4.9.3 (pengendalian kaca,

plastik mudah pecah, keramik, dan sejenisnya), 4.9.4 (kayu), dan 4.10 (peralatan

deteksi dan penghilangan benda asing). Pada bab D dalam penelitian ini dibahas

kajian implementasi di PT SSI terkait pengendalian benda asing. Pembahasan

mencakup kajian sumber benda asing pada semua tahap mulai tahap penerimaan

bahan sampai dengan pengemasan dan pemuatan dalam kendaraan pengangkut;

validasi jenis benda asing; penetapan standar maksimal untuk setiap benda asing

yang terkait; penetapan kontrol dan fasilitas-fasilitas yang diperlukan; dan

penetapan verifikasi dan dokumentasi terkait dengan kontrol benda asing yang

diidentifikasi. Selanjutnya ditetapkan rekomendasi untuk implementasi

pengendalian benda asing di PT SSI sehingga memenuhi persyaratan terkait pada

BRC isu 6.

Sumber benda asing sangat kompleks dapat berupa batu, tanah, pecahan,

serangga, kulit, tulang rambut, dan lainnya (Marsh dan Angold 2004). Bahaya

yang diidentifikasi dalam pengendalian benda asing adalah termasuk bahaya fisik

seperti batu, baut dan mur, kaca, logam, potongan plastik tajam dan lainnya.

Benda asing merupakan sumber bahaya potensial bagi kesehatan. Kaca

merupakan kelompok penting karena berpotensi merobek mulut atau

kerongkongan (Edward, 2004). Bila terjadi keluhan konsumen karena benda

asing, misalnya kaca, Food Safety Act (Inggris) dengan interpretasi ketat akan

sesegera mungkin melakukan recall, tanpa memperhatikan dimana atau

bagaimana benda asing itu dapat masuk (Hines 2004). Batas kritis kontaminasi

logam menurut FDA (1999) adalah panjang 0,3inch/7mm - 1,0inch/25mm.

Secara umum aturan pengendalian benda asing di PT SSI diatur dalam

Manual Perusahaan dan SOP/WI proses atau area terkait serta menjadi bagian dari

analisa bahaya dalam rencana HACCP perusahaan. Pengendalian benda asing

merupakan usaha deteksi untuk mencegah masuknya benda asing ke dalam

produk pangan. Analisa bahaya pada rencana HACCP digunakan untuk

menetapkan potensi-potensi kontaminasi benda asing semua tahapan proses.

117

Keberadaan benda asing dapat menimbulkan masalah baik mutu maupun

keamanan produk pangan. Kontaminasi benda asing juga potensi menyebabkan

keluhan konsumen, yang mampu menurunkan kepercayaan konsumen terhadap

suatu merek atau perusahaan pembuatnya. Oleh karena itu berbagai bahaya yang

potensial perlu dikendalikan sehingga tidak sampai mengkontaminasi produk

dihasilkan. Pengendalian bahaya dilakukan juga melalui prerequisite programmes

berupa penerapan GMP misal bangunan, pemeliharaan, pembersihan dan sanitasi,

dan kajian desain mesin dan alat.

D.1. Kajian Sumber Benda Asing pada Berbagai Tahapan Proses

Benda asing dapat berasal dari kontaminasi pada bahan baku atau bahan

kemasan, proses yang salah, peralatan atau mesin yang rusak, kegiatan perbaikan

atau pemeliharaan yang tidak sesuai, atau dari lingkungan proses dan gudang yang

kotor. Area sekitar pabrik juga dapat menimbulkan kontaminasi, misal populasi

serangga yang tidak terkendali, infrastruktur bangunan yang tidak rapat atau

bocor, serta praktik karyawan yang salah. Oleh karena itu dalam kajian sumber

benda asing harus memperhitungkan segala aspek yang berhubungan dengan

produk, baik yang dapat mencemari produk secara langsung atau tidak langsung.

Sumber benda asing yang teridentifikasi adalah berasal cemaran pada bahan baku

dan kemasan; praktik higiene karyawan; proses produksi; penggunaan palet kayu;

mesin, peralatan dan alat bantu; dan utilities yaitu air dan udara. Kajian sumber

benda asing beserta tindakan pengendaliannya disajikan pada Tabel 24.

Karyawan merupakan sumber utama masuknya benda asing seperti

perhiasan, rambut, pulpen, peralatan, atau kancing baju, kuku, dan plester luka

(Gaze dan Campbell 2004). Karyawan, tamu, termasuk kontraktor yang masuk ke

area produki PT SSI harus melaksanakan aturan GMP yang sudah ditetapkan

karena semua dapat berpotensi menjadi sumber kontaminasi (sesuai klausul 7.2).

Kontaminasi berasal dari pemakaian jam tangan, perhiasan seperti cincin, anting-

anting, gelang, dan tindik pada hidung atau bagian tubuh yang terbuka lainnya.

Sumber lain adalah kuku yang panjang (karena dapat patah), kuku palsu, cat kuku,

bulu mata palsu, dan sejenisnya, yang copot dan masuk ke produk. Rambut, kumis

dan janggut yang terbuka dapat menjadi sumber kontaminasi bila tidak ditutup

118

sempurna. Pakaian pelindung pekerja mampu mencegah kontaminasi-kontaminasi

ini namun bila digunakan dengan tidak benar maka tidak akan efektif mencegah

bahaya. Bagian tubuh karyawan sendiri dapat secara tidak sengaja menjadi

sumber potensi benda asing, misalnya potongan gigi atau tambalan gigi (Edwards

2004).

Di dalam area proses dan gudang staples dan klip kertas dapat menjadi

sumber kontaminasi logam, karena ukuran yang kecil, mudah terlepas dan sulit

dikendalikan. Walaupun staples dilarang digunakan di internal perusahaan yaitu di

area proses dan gudang di PT SSI, namun masih ada potensi sumber dari luar

perusahaan seperti dokumen pembelian (misal surat jalan), kemasan luar bahan

baku dan bahan kemasan, atau tamu (klausul 4.9.2.2). Pulpen pekerja dan tamu,

serta alat tulis lainnya dapat menjadi sumber kontaminasi bila hilang, copot atau

rusak.

Sumber kontaminasi dapat berasal dari bahan baku atau bahan kemasan

yang datang. Banyak sekali benda asing yang dapat berasal dari bahan baku

seperti logam; warsa dan batu dalam kemasan hasil pertanian; atau eartag hewan

dalam kemasan daging (Edwards 2004). Kontaminasi benda asing pada bahan

dapat berasal dari higiene karyawan yang jelek, proses yang tidak sesuai, produk

yang rusak atau terbuka dan pengangkutan yang tidak baik. Bahan baku tepung

terigu potensial tercemari kutu. Kutu bersumber dari bahan baku (gandum), proses

pengolahan yang tidak memadai, kondisi penyimpanan di gudang yang jelek, dan

kontaminasi silang dari kendaraan pengangkut ke pabrik. Kemasan yang rusak,

bocor atau tidak utuh dapat mengakibatkan bahan dimasuki oleh benda asing

seperti debu, kotoran, dan serangga. Kerusakan pada kemasan dapat terjadi karena

proses yang kasar atau salah dan kondisi kendaraan yang tidak ideal seperti

adanya benda tajam, permukaan kasar atau tidak rata atau kemasan produk yang

tidak kuat. Benda asing yang pernah ditemukan pada saat penerimaan barang

misalnya adalah semut dan kutu, rambut, dan palet bahan kemas kaleng yang

bertanah dan berserangga.

Tabel 24 Verifikasi dan dokumentasi pengendalian benda asing PT SSI

No Sumber benda asing Jenis benda asing Pengendalian Pelaksana Form/Checklist yang digunakan Frekuensi

a. Bahan baku atau bahan kemasan

a. Serangga, potongan rambut,

PP- Prosedur pemeriksaan bahan baku/bahan kemasan setiap kedatangan barang

QC Incoming - Form RM Incoming Report - Form PM Incoming PM Report

Setiap kedatangan barang, setiap lot

b. Kutu pada terigu PP-Prosedur pemeriksaan terigu datang yaitu pengayakan terigu, 10 karung per container/truk

QC Incoming - Form RM Incoming Report

Setiap kedatangan barang, setiap lot

c. Logam: staples dan klip kertas

PP-Pemeriksaan bahan dan kemasan luar bahan baku/bahan kemasan

QC Incoming - Form RM Incoming Report - Form PM Incoming PM Report

Setiap kedatangan barang

d. Serangga pada palet kayu

PP-Prosedur pemeriksaan kondisi palet kaleng saat kedatangan

QC Incoming - Form PM Incoming PM Report Setiap kedatangan, setiap palet

b. Hama dari luar pabrik dan di dalam pabrik

Lalat, serangga terbang bersayap/tidak bersayap, nyamuk, dan lainnya.

a. Pembangunan infrastruktur pabrik: rapat, tidak berlubang, ventilasi/exhaus fan dengan kawat mesh nomor 30

b. PP-Pemeliharaan Infrastruktur

Engineering - Manual Perusahaan Sesuai Jadwal Pemeliharaan

c. Pembersihan rutin infrastruktur, termasuk kerangkap baja, langit-langit, exhaust fan

General Affair - Master List Pembersihan dan Sanitasi

- Checklist pembersihan per area

Harian/Mingguan/ Bulanan/Tahunan

d. Pemeliharaan dan pemeriksaan infrastruktur

e. PP-Pemeliharaan Infrastruktur

Engineering - Jadwal pemeliharaan - Checklist pemeriksaan

infrastruktur

Harian/Mingguan/ Bulanan/Tahunan Harian/Mingguan

f. Pemeriksaan lamput FLT serangga dan alat pengendali hama yang dipasang

g. PP-Pengendalian hama

Subkontraktor luar

- Form pemeriksaan lampu FLT serangga

- Form pemeriksaan perangkap masal area dalam dan luar

- Form pemeriksaan umpan tikus (area luar)

- Form pemeriksaan box seng (area dalam)

- Form pemeriksaan bettle house - Spot treatment

No Sumber benda asing Jenis benda asing Pengendalian Pelaksana Form/Checklist yang digunakan Frekuensi

c. Karyawan Jam tangan, perhiasan (cincin, gelang), kuku palsu, cat kuku, bulu mata palsu, dan lainnya

PP-GMP;Personel hygiene, yaitu larangan penggunaan bila masuk ke are produksi dan gudang.

Ketua Regu/ Supervisor

- Personel hygiene checklist Setiap shift

d. Bola baja ball mill mixer Logam besi PP-Pemasangan magnetic trap di ujung ball mill mixer

Tim ball mill mixer

- Belum ada, data langsung direkap oleh QC Online

Setiap minggu

e. Kotoran atau logam dari bahan baku dan proses

a. Rambut, plastik, kertas, benang, dan lainnya

b. Potongan logam, kaca, kawat, batu kerikil, dan lainnya

PP-Pemasangan ayakan mesh nomor 30, di ujung ball mill mixer dan mixer adonan

- Tim mixer adonan

- Tim ball mill mixer

- Cream mixer Report - Base mixer Report

Setiap batch krim/adonan

f. Mesin/peralatan dan alat bantu

Baut, mur, ring, potongan pisau, dan potongan logam lainnya

PP-Sanitary Design Review (SDR) Produksi & Engineering

- Form SDR Setiap pembelian dan kedatangan mesin baru

PP-Pemasangan ayakan mesh nomor 30, di ujung ball mill mixer dan mixer adonan

- Tim mixer adonan

- Tim ball mill mixer

- Cream mixer Report - Base mixer Report

Setiap batch krim/adonan

CCP-Pemasangan detektor logam (metal detector/MD) di ujung lini produksi

Checker MD - Form MD Report Pemeriksaan setiap 15 menit

PP-Pre-operation Ketua Regu - Form Pre-Operation Setiap akhir minggu/ total

PP-Tools inspection Ketua Regu - Tools Inspection Report 2 kali per minggu

g. Kegiatan perbaikan dan pemeliharaan alat/mesin

a. Pelumas atau minyak b. Logam

Prosedur perbaikan dan pemeliharaan di saat tidak produksi

Engineering - Checklist pemeliharaan alat Setiap perbaikan/ pemeliharaan

h. Air untuk proses Kotoran PP-Pengolahan air (WWTP) berupa beberapa filter, klorinasi dan UV

Engineering - Checklist pemeliharaan WWTP Setiap hari

i. Udara untuk proses Kotoran dan air a. PP-Peralatan pengolahan udara b. Filter 50 micron di setiap oven

Engineering - Checklist pemeliharaan filter udara

Setiap hari

j. Palet kayu a. Potongan kayu b. Serangga

a. PP-Pemeriksaan palet kayu pada kedatangan kaleng

QC Incoming - Form Incoming PM Report Setiap kedatangan barang

b. PP-Pemeriksaan palet kayu di gudang

Tim gudang - Form Pemeriksaan palet di gudang

2 kali per minggu

121

Palet kayu masih diperbolehkan digunakan di PT SSI sampai saat ini, tetapi

dibatasi hanya di gudang bahan kemasan dan gudang produk akhir (sesuai klausul

4.9.4.1). Palet kayu digunakan saat pengiriman bahan kemasan berupa kaleng ke

PT SSI. Palet kayu yang rusak atau rapuh merupakan sumber kontaminasi yang

membahayakan produk. Permasalahan yang ditemui terkait palet kayu adalah

palet mudah diserang oleh hama. Cukup sulit mengetahui palet mana yang telah

terinfestasi hama atau tidak. Kumbang kayu mampu menembus kayu dan

meninggalkan telur didalamnya, yang tidak dapat mudah terlihat dengan kasat

mata. Setelah waktu tertentu telur menetas dan menjadi serangga dewasa. Palet

yang terinfestasi serangga biasanya ditandai dengan tumpukan bubuk di sekitar

palet atau lubang-lubang pada palet. Palet yang digunakan pemasok terbuat dari

kayu kelapa karena murah dan mudah didapatkan. Namun jenis kayu ini memiliki

kelemahan karena sangat mudah dimasuki serangga. Palet dari pemasok tidak

difumigasi. Palet merupakan barang yang dapat dipakai hingga berulang kali

(reuse). Oleh karena itu penanganan palet kayu menjadi sangat penting di

perusahaan.

Infrastruktur pabrik harus dirancang, dibangun dan dipelihara secara rutin.

Kondisi bangunan pabrik yang kotor, rusak dan tidak dipelihara dengan baik

menjadi sumber kontaminasi, tempat infestasi dan sarang hama (AIB 1979).

Pintu, jendela dan ventilasi yang terbuka menjadi sumber kontaminasi seperti

debu, pasir, serangga, dan lainnya. Screen kawat yang rusak atau berlubang dan

tidak rapat, menjadi jalur masuknya hama. Kotoran pada langit-langit atau dak

yang kotor dapat jatuh dan mencemari produk di bawahnya. Langit-langit dan dak

serta dinding lembab (akibat kondensasi) dapat mengakibatkan permukaan luar

dinding atau cat terkelupas dan menjadi sumber kontaminasi (sesuai klausul 4.4.1

dan 4.4.6). Struktur bangunan yang tidak halus, banyak lekukan, retak,

mengakibatkan sulit dijangkau saat pembersihan dan pemeliharaan. Penyimpanan

barang-barang di luar yang tidak dijaga baik dapat menjadi sarang bagi hama yang

kemudian dapat masuk ke dalam area proses. Pada audit sertifikasi BRC di PT

SSI pada Januari 2012, diterbitkan temuan minor untuk temuan langit-langit yang

rusak bekaskondensasi air di area penyimpanan retained sample. Hal ini

122

disebabkan karena bangunan tadi sebelumnya adalah bangunan dengan sistem

pendingin ruangan (air conditioner).

Benda seperti kaca, plastik mudah pecah dan sejenisnya dikendalikan

untuk mencegah pecah dan kontaminasi ke produk. Bola lampu, fixture, skylights,

dan kaca yang terekspos ke pangan harus dilindungi dengan dipasang plastik solid

(AIB 1979). Lampu yang terbuat dari kaca, jendela kaca, cermin, wadah kaca dan

lainnya yang terbuat dari kaca di area produksi, mudah pecah dan dapat

mengakibatkan kontaminasi (klausul 4.4.9 dan 4.4.12). Kaca yang tidak diberi

lapisan atau pelindung, bila pecah akan menyebar dan sulit dibersihkan. Plastik

yang tipis dan keras serta keramik pada peralatan, mesin, atau lainnya di area

produksi yang tidak dikendalikan, menjadi potensi sumber kontaminasi fisik bila

tidak dikendalikan.

Benda asing yang masuk ke rantai pangan dan mengkontaminasi produk

dapat berasal dari bagian-bagian mesin, potongan dari perbaikan mesin seperti

kepingan stainless steel dan kerak las (Edwards 2004). Desain peralatan atau

mesin yang tidak baik atau salah berpotensi mengkontaminasi produk karena

menjadi sulit dibersihkan,tidak mampu dilepaskan, baut lepas atau tidak terpasang

baik, las-lasan yang kasar, atau permukaan yang tidak rata. Hendaknya ada

kegiatan pemeriksaan desain peralatan atau mesin saat akan dibeli atau masih

dalam tahap percobaan. Pengerjaan pengelasan, pembubutan atau lainnya dapat

mengakibatkan kontaminasi produk bila dilakukan di area produksi, bukan di area

khusus seperti bengkel terpisah, tanpa pelindung, dan tidak dilakukan

pembersihan setelah pengerjaan (klausul 4.7.4 dan 4.7.6).

Dalam rencana HACCP PT SSI, salah-satu bahaya yang teridentifikasi

adalah saringan kawat pada mesin ayak krim dan adonan yang sobek atau rusak.

Hal ini terjadi karena ayakan yang digunakan merupakan alat yang bergetar, yang

bila terus-menerus digunakan serta diberi beban produk, akan sobek dan rusak.

Pemasangan saringan yang salah atau tidak tepat selain mudah rusak atau sobek

juga tidak efektif menahan benda-benda asing yang mungkin terdapat pada krim

dan adonan. Potongan kawat dari ayakan merupakan salah-satu sumber

kontaminasi benda asing yang berasal dari proses produksi (Edwards 2004).

123

D.2. Penetapan Standar Maksimal untuk Setiap Benda Asing

Standar maksimal untuk setiap benda asing terkait yang ada pada tiap

tahap proses perlu dikaji dan ditetapkan. Standar ini sebagai patokan apakah

produk atau proses diterima atau ditolak. Standar dapat ditetapkan melalui

beberapa cara, yaitu berdasarkan literatur sains, standar pada aturan atau legislasi

yang berlaku pada suatu negara, good practices yaitu aturan atau kebiasaan umum

yang berlaku di industri pangan, pengalaman perusahaan ataupun dari kajian

internal yang dilakukan tim HACCP. Keluhan konsumen terkait kontaminasi

benda asing pada produk juga dapat dijadikan sebagai dasar kajian dan penetapan

perbaikan sistem pengendalian benda asing di perusahaan. BRC isu 6 klausul

4.10.4 mensyaratkan investigasi terhadap temuan benda asing pada alat deteksi

atau penghilangan benda asing hendaknya, yang dijadikan sebagai dasar

pencegahan kontaminasi terjadi atau berulang.

Standar umum kontaminasi sebenarnya diharapkan tidak ada sama sekali

atau nol, karena dapat menimbulkan masalah mutu dan keamanan pangan. Batas

kritis kontaminasi logam pada produk akhir adalah pecahan logam dengan

panjang 0,3 inch (7 mm) sampai 1,0 inch (25mm). Batas maksimal 7mm adalah

yang paling jarang menyebabkan trauma atau penyakit serius kecuali pada

kelompok risiko seperti bayi, wanita hamil dan usia lanjut (FDA 1999).

Resiko kontaminasi benda asing dapat dikurangi atau dihilangkan dengan

pemakaian alat deteksi atau penghilangan benda asing yang efektif (klausul 4.10).

Di PT SSI terdapat beberapa peralatan deteksi atau penghilangan benda asing

(sesuai klausul 4.10) yaitu saringan udara, magnetic trap di ball mill mixer,

ayakan krim, ayakan adonan, dan detektor logam di area pengemasan. Pada

masing-masing alat ini ditetapkan standar maksimal sebagai dasar pemeriksaan

dan pengendalian proses di area terkait.

Standar maksimal pada saringan krim dan adonan ditetapkan berdasarkan

kajian temuan pada alat yang tercatat pada form process control. Batas maksimal

temuan adalah sebagai berikut :

1. Bila temuan berhubungan dengan keamanan produk, seperti temuan pecahan

kaca, potongan logam, potongan plastik tajam atau plastik keras, atau

batu/kerikil, dan sejenisnya maksimal adalah 3mm.

124

2. Bila temuan berhubungan dengan mutu produk (tidak sampai menimbulkan

bahaya), seperti temuan rambut, lembaran plastik, kertas, benang (misal

karung), dan sejenisnya, maksimal adalah 5 lembar/5 buah.

Temuan pada saringan diperiksa setelah selesai proses pernyaringan per-

batch adonan atau krim. Standar temuan pada saringan ditetapkan sejak akhir

2011 dalam rangka pemenuhan BRC isu 6. Saringan dipastikan tidak dalam

kondisi sobek. Saringan yang rusak atau sobek dapat menyebabkan alat tidak

mampu menghilangkan benda-benda asing yang tidak diinginkan pada produk.

Potongan kawat saringan atau kerusakan alat berpotensi menjadi sumber bahaya

logam pada produk. Akan tetapi pada tahap akhir proses produk terdapat detektor

logam yang akan menghilangkan bahaya logam dari alat saringan yang rusak

tersebut. Tidak konsistensinya pemeriksaan kondisi alat saringan masih

ditemukan di area proses. Hal ini terjadi karena waktu penyaringan adonan batch

yang satu dengan yang lain terlalu rapat, sehingga tidak cukup waktu untuk

mengerok adonan disaringan, memeriksa saringan sobek/tidak, mengumpulkan

temuan, dan menempelkan atau mencatatkannya di laporan process control.

Metode pemeriksaan saringan juga perlu dikaji agar lebih efektif menemukan

saringan yang sobek atau bila ada temuan benda asing, misal dengan penggunaan

alat bantu.

Pada saluran keluaran krim pada ball mill mixer dipasang magnetic trap

yang dapat menarik dan memerangkap kontaminan logam besi pada krim. Standar

temuan besi pada magnetic trap adalah maksimal 2 gram per alat, diperiksa di

akhir minggu saat pembersihan total alat. Bila ditemukan lebih dari 2 gram maka

perlu diperiksa asal logam-logam tersebut, misal dari biji logam yang telah usang

sehingga biji logam pecah atau rusak, proses yang salah, ketidaksesuaian pada

mesin, dan lainnya. Kekuatan dari magnet pada magnetic trap diperiksa rutin

setiap 3 tahun. Spesifikasi alat menunjukkan kekuatan magnet adalah 12.000

gauge, yang akan berkurang sesuai dengan usia pemakaian alat. Magnetic trap

pada ball mill mixer bukan merupakan CCP dalam rencana HACCP PT SSI,

karena pada tahap selanjutnya yaitu pada tahap pengemasan produk terdapat

detektor logam yang akan menghilangkan kontaminasi logam pada produk.

Pemeriksaan rutin temuan logam dan kegiatan pemeliharaan rutin bola baja dan

125

peralatan perlu dilakukan untuk memastikan keefektifan alat menghilangkan

kontaminan besi pada krim yang dihasilkan.

Alat detektor logam merupakan titik kritis atau CCP dalam menghilangkan

bahaya logam dalam rencana HACCP PT SSI. Pada tahap berikutnya tidak ada

lagi peralatan atau tahapan yang dapat menghilangkan bahaya logam pada produk.

Batas cemaran logam yang ditetapkan dalam rencana HACCP adalah Ferrous

1,5mm, non-Ferrous 2,0mm dan Stainless steel 2,5mm. Cemaran logam dapat

berasal dari beberapa tahapan proses produk sebelumnya yaitu potongan kawat

mesh alat saringan krim dan saringan adonan atau dari pisau pemotong wafer pada

mesin oven. Bila pada alat terdeteksi benda logam diatas batas yang telah

ditetapkan, alarm pada detektor logam akan berbunyi dan logam tadi akan

dibuang secara otomatis ke reject bin. Secara rutin dilakukan proses pemeriksaan

atau pengujian alat dengan cara melewatkan sampel produk yang dipasang logam

dengan ukuran ferrous 1,5mm, non-ferrous 2,0mm dan stainless steel 2,5mm.

Sampel produk tadi harus bisa terdeteksi oleh alat yang ditandai dengan

perubahan sinyal pada display alat. Alat detektor logam bekerja berdasarkan

sistem balanced three coil system. Logam yang dilewatkan pada salah satu coil

menyebabkan menyebabkan perubahan pada voltase, yang selanjutnya

menimbulkan perbedaan sinyal pada tiap receiver coil. Sinyal yang tidak

seimbang ini digunakan sebagai sinyal untuk deteksi keberadaan logam (Craigl

2004). Perbedaan sinyal ini bisa dihubungkan dengan alarm dan rejector logam

pada alat. Oleh karena di PT SSI ditetapkan standar bahwa pada saat pengujian

alat dengan sampel logam, alarm harus berbunyi dan rejector harus mampu

membuang logam ke reject bin. Ketidaksesuaian pada alarm atau rejector harus

ditindaklanjuti sesuai prosedur penanganan yang ditetapkan.

Crumb merupakan produk yang dapat diproses ulang (rework). Sebelum

digunakan sebagai campuran krim crumb digiling terlebih dahulu dalam alat

penggiling crumb. Didalam alat penggiling crumb terdapat pisau (blade) yang

berputar untuk memecah dan menghaluskan crumb. Pada proses penggilingan

crumb, kadang kala ditemukan cemaran berupa kertas proses, nozzle, plastik dan

lainnya yang seharusnya tidak boleh ada. Bila crumb yang digiling kemasukan

benda-benda tesebut, selain dapat mengakibatkan crumb tercemar juga

126

menyebabkan kerusakan pisau penggiling, bahkan sampai patah dan berpotensi

menimbulkan potongan logam. Untuk mencegah hal tersebut, karyawan

diharuskan melakukan pemeriksaan dan penyortiran crumb sebelum digiling.

Hasil produk penggilingan tidak disaring dan kehalusan crumb hasil gilingan

hanya diperiksa secara visual. Dari penelitian ini direkomendasikan perlu

dilakukannya kajian penggunaan ayakan dalam rangka pengendalian benda asing

pada crumb hasil gilingan (sesuai klausul 4.10.1.1) walaupun pada tahap proses

selanjutnya terdapat magnetic trap, saringan krim dan detektor logam yang dapat

menghilangkan bahaya fisik pada produk.

D.3. Penetapan Pengendalian Benda Asing dan Fasilitas yang Diperlukan

Pengendalian benda asing dilakukan terhadap sumber-sumber benda asing

agar tidak melebihi batas maksimal yang ditetapkan. Pengendalian dimulai dari

perancangan produk, penetapan aturan terkait higiene karyawan, tahap

pemeriksaan bahan baku dan bahan kemasan, pengendalian proses, serta

penggunaan alat dan mesin untuk mendeteksi dan menghilangkan kontaminasi.

Kegiatan pengendalian benda asing terhadap berbagai sumber benda asing di PT

SSI disajikan pada Tabel 24.

a. Perancangan dan pengembangan produk baru.

Pencegahan masuknya benda asing dimulai dari tahap perancangan produk,

dimana ditetapkan larangan atau pembatasan produk yang berpotensi

mengkontaminasi, seperti penggunaan wadah dari kaca, plastik mudah pecah,

keramik, dan sejenisnya yang mudah pecah (sesuai klausul 5.1.1). Menghilangkan

segala sumber berbahan kaca dari area produksi diharapkan dapat mengurangi

risiko kontaminasi benda asing pada produk. Bahan plastik yang biasanya terbuat

dari karbon dan oksigen, memiliki densitas yang sangat mirip dengan produk,

tidak memiliki sifat magnetik atau konduktivitas. Hal ini menyebabkan

keberadaan plastik susah untuk dideteksi (Marsh dan Angold 2004).

b. Karyawan.

Prerequisite programmes berupa penerapan GMP terkait personel di

lingkungan perusahaan merupakan salah satu cara pencegahan masuknya

kontaminasi benda asing. Kewajiban pemakaian pakaian kerja khusus area dalam,

127

larangan pemakaian jam tangan, perhiasan, tindik pada tubuh yang terbuka, dan

lainnya harus diterapkan dan diawasi dengan efektif. Pakaian khusus area kerja

yang disediakan perusahaan meliputi seragam, kerudung atau topi khusus, masker,

dan sepatu. Pakaian kerja dibersihkan atau dicuci rutin setiap hari di laundri

internal PT SSI. Pencucian ini harus dilakukan untuk memastikan pakaian tadi

tidak menjadi sumber kontaminasi ke produk (Gaze dan Campbell 2004).Pakaian

kerja dibuat sedemikian rupa sehingga tidak berpotensi mencemari produk,

kantong dibuat di bawah pinggang dan tidak berkancing tetapi berperekat velcro.

Rambut harus ditutup sempurna dengan topi atau kerudung khusus area dalam.

Janggut dan kumis harus dipotong pendek atau ditutup sempurna dengan masker.

Area loker tempat penggantian pakaian kerja harus disediakan dalam

jumlah cukup dan pada lokasi yang sesuai. Di lemari loker karyawan tidak

diperbolehkan menyimpan pakaian luar atau barang lainnya agar tidak berpotensi

mengkontaminasi. Ruang ganti pakaian hendaknya disediakan sesuai jenis

kelamin (Gaze dan Campbell 2004). Saat menangani produk, semua karyawan

area produk terbuka dilarang berbincang-bincang langsung di atas produk dan

harus menggunakan masker selama bekerja.

Aturan-aturan terkait karyawan harus disosialisasikan ke semua

departemen, termasuk ke tamu dan kontraktor yang masuk ke area produksi atau

gudang. Aturan-aturan tersebut ditempelkan secara jelas di papan pengumuman di

area strategis seperti loker, area cuci tangan, kantin, WC, dan pintu masuk. Secara

rutin setiap hari, Supervisor atau Ketua Regu area bersangkutan melakukan

pemeriksaan praktik higiene pekerja. Hasil pemeriksaan dicatatkan dalam

Personel Hygiene Checklist, meliputi temuan dan tindakan koreksi yang

dilakukan. Hal-hal tadi sesuai dengan klausul 7.2 pada BRC isu 6. Penerapan

prerequisite programmes, yang termasuk didalamnya adalah higiene karyawan,

perlu diverifikasi melaluia udit atau pemeriksaan rutin untuk mengetahui

keefektifan pelaksanaannya (Gaze dan Campbell 2004).

c. Tahap penerimaan dan penyimpanan bahan baku dan bahan kemasan.

Pengendalian bahan termasuk kemasannya merupakan salah satu kunci

prerequisite programm dalam menciptakan kondisi proses produksi pangan yang

baik (Gaze dan Campbell 2004). Pada tahap penerimaan bahan baku dan bahan

128

kemasan harus dilakukan pemeriksaan untuk memastikan tidak ada kontaminasi

benda asing pada bahan (sesuai klausul 3.5.2). Bahan baku dan bahan bahan

kemasan yang datang harus sesuai spesifikasi mutu maupun keamanan produk.

Tahap pemeriksaan bahan baku dan kemasan serta prosedur penerimaan dan

penyimpanan barang yang baik merupakan prerequisite program dalam kajian

risiko pada rencana HACCP perusahaan, yaitu dalam rangka pengendalian bahaya

fisik pada bahan baku dan kemasan. Prosedur perlindungan terhadap produk dan

bahan pangan dari kontaminasi hama, atau kontaminasi kimia, fisik, mikrobiologi

atau benda lainnya harus diterapkan selama penanganan, penyimpanan dan

pengangkutan (CAC 2009).

Pemeriksaan ada atau tidaknya benda asing dilakukan secara visual.

Khusus untuk terigu, pemeriksaan dilakukan juga dengan mengayak beberapa

karung terigu menggunakan ayakan mesh 30. Pengayakan per karung terigu pada

awalnya merupakan prosedur wajib di PT SSI. Pengayakan bahan baku

merupakan jaminan bahwa bahan baku berupa terigu telah memenuhi standar

(O’Connell 2004). Berdasarkan kajian pada tren temuan serangga atau benda

asing dalam beberapa tahun serta pertimbangan adanya tahap penyaringan

(dengan wire mesh nomor 30) pada tahap akhir pembuatan adonan, maka saat ini

tahap pengayakan terigu per karung dihilangkan. Benda asing yang tertahan di

ayakan terigu diperiksa. Maksimal kutu hidup yang boleh ada adalah 2 ekor per

10 karung terigu. Pengayakan bahan baku bukan menjadi hal utama untuk

menghilangkan semua kontaminasi atau menjamin produk akan bebas dari benda

asing. Jika saringan digunakan pada semua titik yang kritikal dalam pemrosesan

makanan maka perusahaan tadi dapat membuat klaim bahwa praktik yang

dilakukannya telah sesuai standar dan pencegahan benda asing telah dilakukan

dengan tepat (O’Connell 2004).

Pemeriksaan kondisi kemasan juga dilakukan untuk memastikan tidak ada

kemasan yang sobek atau tidak utuh yang dapat menyebabkan kemasukan benda-

benda asing atau kontaminan dari luar. Kemasan yang rusak biasanya akan

langsung ditolak dan dikembalikan ke pemasok. PT SSI menerapkan aturan

bahwa semua karton atau kemasan luar bahan baku atau bahan kemasan yang

datang, harus bebas dari staples, klip dan bahan logam lainnya. Selain itu, ikatan

129

bahan kemasan (misal untuk kemasan inner box atau kantong plastik), tidak boleh

menggunakan karet gelang atau bahan yang mudah putus lainnya yang

menyebabkan kontaminasi ke bahan. Metode atau cara membuka kemasan, misal

saat pemeriksaan bahan atau saat bahan akan digunakan, juga menjadi sumber

kontaminasi. Hal ini terjadi terutama bila kemasan dibuka dengan cara disobek,

bukan dipotong, yang mengakibatkan sobekan tadi tercampur dengan bahan baku

(Marsh dan Angold 2004).Aturan-aturan ini disosialisasikan dengan ke QC

Incoming, pihak gudang, dan pemasok. Pemeriksaan di saat kedatangan barang

harus terus dipantau karena beberapa pemasok tidak konsisten menerapkan aturan

tersebut. Pemeriksaan staples dalam praktiknya telah dilakukan saat penerimaan

barang (sesuai klausul 4.9.2.2), tetapi belum dimasukkan kedalam SOP/WI

pemeriksaan bahan baku dan bahan kemasan.

d. Infrastruktur pabrik.

Infrastruktur pabrik hendaklah dijaga dan dipelihara rutin. Kondisi

penyimpanan di gudang dan area proses lainnya dipastikan bersih dan bebas dari

kontaminasi. Pembersihan rutin dilakukan sesuai Master List Pembersihan dan

Sanitasi. Dipastikan tidak ada celah atau lubang yang dapat dimasuki oleh

serangga atau benda asing lainnya. Dari pengamatan terhadap kondisi saluran

pembuangan air, ditemukan desain penutup saluran ini berlubang-lubang cukup

besar sehingga memungkinkan dilewati serangga dari luar. Penanganan dan

pencegahan masalah ini dilakukan melalui prerequisite programmes berupa

pengendalian hama di perusahaan. Pada beberapa tempat, termasuk di area yang

dekat dengan saluran pembuangan air, dipasang alat pemerangkap serangga

berupa lampu UV yang dilengkapi dengan lem untuk memerangkap serangga

yang hinggap di alat.

Bila sedang tidak ada kegiatan memasukkan barang, pintu gudang harus

dipastikan selalu tertutup. Pada pintu gudang sekarang dipasang alarm yang akan

menyala otomatis bila pintu terbuka lebih dari periode tertentu. Alarm ini sebagai

pengingat bagi orang agar segera menutup pintu setelah selesai melakukan

kegiatan. Sesuai klausul 4.4.8 dan 4.4.10, pintu ke area proses harus selalu

ditutup dan hanya boleh dibuka saat kejadian darurat. Pada pintu dipasang

pengumuman atau peringatan agar selalu pintu selalu dalam kondisi tertutup. Di

130

PT SSI di semua ventilasi dan exhaust fan dipasang kawat mesh 30 yang cukup

kecil untuk menahan masuknya serangga dan benda asing dari luar. Secara rutin

screen dibersihkan dengan cara dicuci air. Untuk memudahkan pembersihan

kerangka screen didesain mudah dilepaskan lalu diganti dengan screen cadangan

yang bersih.

Atap bangunan pabrik harus dalam kondisi baik, tidak bocor dan kokoh.

Pada beberapa lokasi di atap diberikan exhaust fan berupa cyclone untuk

mencegah kondensasi karena panas yang berlebih. Langit-langit dibersihkan

secara rutin namun cara pembersihan harus tepat agar tidak menimbulkan

pencemaran ke produk atau area di bawahnya. Kerangka atau struktur dan langit-

langit juga harus dipelihara kondisi kebersihannya. Pembersihan langsung di atas

produk yang terbuka atau bila ada proses dibawahnya harus dihindari.

Pembersihan hanya diperbolehkan dengan cara disedot dengan vacuum cleaner.

Pembersihan dilakukan oleh personel yang terlatih dengan menggunakan

pelindung diri disaat tidak ada produksi atau produk terbuka di bawahnya.

Di dalam manual perusahaan disebutkan bahwa lampu dan mesin yang

terbuat dari kaca haruslah diberi pelindung dan dilarang digunakan di area produk

terbuka. Di PT SSI juga telah ditetapkan prosedur terkait penanganan saat

kejadian pecahnya kaca, sesuai klausul 4.9.3.3. Akan tetapi direkomendasikan

untuk merinci prosedur soal penanganan pencucian baju yang berpotensi

terkontaminasi pecahan kaca dan sejenisnya di laundri. Prosedur pembersihan alat

kebersihan (misal sapu atau penyedot) yang digunakan pembersihan pecahan kaca

dan sejenisnya dan aturan soal pembuangan pecahan tersebut. Kaca termasuk

kontaminasi yang sering terjadi, namun sulit untuk dideteksi dan dihilangkan.

Padahal kontaminasi kaca merupakan kelas yang penting dalam isu kontaminasi

benda asing dan menjadi prioritas tinggi, karena dapat menyebabkan mulut atau

tenggorokan terluka (Edwards 2004).

e. Utilities

Air dan udara yang dipasok untuk proses telah mengalami pengolahan

sehingga tidak menjadi sumber kontaminasi benda asing (klausul 4.5). Air yang

digunakan untuk proses telah mengalami proses pengolahan pada unit Water

Treatment Plan (WTP), yang terdiri dari tahapan pengendapan, penyaringan,

131

klorinasi, dan UV. Secara rutin kualitas air diperiksa di laboratorium untuk

memastikan kualitasnya sesuai dengan standar. Udara yang dipasok untuk

produksi, yaitu untuk udara bertekanan dan semprotan angin yang kontak ke

produk, haruslah dilewatkan pada unit pengolahan udara dengan filter ukuran 50

mikron. Pengolahan udara tadi dan WTP merupakan prerequisite program dalam

analisa bahaya pada rencana HACCP di PT SSI.

f. Mesin atau peralatan proses dan kegiatan perbaikan serta pemeliharaan

Semua alat bantu untuk proses produksi dikendalikan dengan cara diperiksa

rutin jumlah dan kondisinya. Pemeriksaan dilakukan 2 kali per minggu dan

hasilnya dicatatkan dalam Form Tools Inspection. Pemeriksaan dilakukan oleh

Ketua Regu dan diverifikasi oleh Supervisornya. Alat atau mesin biasanya

dibersihkan rutin di akhir minggu. Alat atau mesin tadi dibongkar dengan

melepaskan bagian-bagiannya. Setelah kegiatan pembongkaran maka dilakukan

prosedur Pre-Operation. Pre-operation merupakan kegiatan memastikan jumlah

mur, baut, dan kelengkapan alat atau meisn sesuai jumlahnya dan dalam kondisi

yang baik. Pre-operation dicatatkan dalam form pre-operation yang dilakukan

untuk setiap nomor dan jenis mesin atau alat. Temuan berupa mesin dan alat rusak

ditindaklanjuti dengan perbaikan atau pengggantian. Bila sampai alat atau mesin

tidak lengkap atau ada bagian yang hilang, baik pada Tools Inspection dan Pre-

Operation, maka bagian hilang tadi harus dicari di area sekitar yang mungkin.

Bila tetap tidak ditemukan, maka pihak yang menghilangkan wajib membuat

Berita Acara Kehilangan. Selanjutnya dilakukan penggantian mesin/alat segera.

Dari penelitian ini direkomendasikan perlu dilakukannya kajian lebih mendalam

soal alat mana saja yang perlu dimasukkan dalam pre-operation dan tools

inspection. Misalnya adalah alat/mesin yang sering dicopot atau dipasang dan

pada alat/mesin yang prosesnya bergetar kuat seperti pada ayakan krim atau

adonan. Sedangkan mur atau batu pada alat yang tidak pernah dibongkar seperti

tangki transfer krim atau pada tutup ball mill mixer tidak perlu diperiksa rutin,

cukup dilakukan di akhir minggu.

Cemaran benda asing dapat berasal dari pelumas atau minyak yang

digunakan pada saat kegiatan pemeliharaan. Oleh karena itu hendaklah jadwal

pemeliharaan dilakukan saat mesin atau proses berhenti, misal di akhir shift atau

132

di akhir minggu. Bila terpaksa dilakukan disaat proses, maka harus dipasang alas

atau tutup agar tidak mencemari produk atau area sekitarnya. Pengelasan atau

pembubutan hanya diperbolehkan di area bengkel, di luar area proses.

Direkomendasikan untuk ditetapkan batasan pemeriksaan ulang terhadap

tambahan pemeliharaan peralatan sesuai klausul 4.7.2. Telah disebutkan

sebelumnya proses pelasan berpotensi menimbulkan kontaminasi berupa

potongan logam atau kerak las.

Prosedur umum terkait kajian desain mesin di PT SSI disebut Sanitary

Design Review (SDR). SDR dilakukan oleh bagian Engineering dan Produksi,

dengan dikaji ulang oleh bagian QA. Hasil pemeriksaan tercatat di form SDR.

Temuan-temuan pada SDR harus diperbaiki sebelum mesin atau alat dipakai di

area proses. Mesin dan instalasinya hendaknya didesain sedemikian rupa yang

mampu mencegah masuknya benda asing ke dalam produk (Gaze dan Campbell

2004).

Selama proses, mesin dan peralatan dapat mengalami kerusakan atau

penurunan kualitas misal saringan sobek karena digunakan pada vibrator screen,

bola baja di ball mill mixer yang terpecah karena terus dipakai, las-lasan yang

copot, pisau pemotong wafer di oven yang aus dan lainnya. Oleh karena itu pada

tiap tahapan digunakan alat deteksi atau penghilangan benda asing, seperti yang

disyaratkan pada klausul 4.10. Bila terjadi kerusakan mesin atau peralatan untuk

deteksi dan penghilangan benda asing, berlaku prosedur penanganan

ketidaksesuaian sesuai SOP/WI proses terkait di PT SSI. Hal ini juga berlaku bila

ditemukan benda asing yang melewati batas maksimal yang ditetapkan. Bahan

atau produk terkait yang dihasilkan akan ditahan untuk selanjutnya diinvestigasi

untuk mengetahui penyebab dan tindakan koreksi yang harus dilakukan. Temuan

benda asing selama proses produksi biasanya menjadi sumber perdebatan antara

perusahaan dengan pemasok bahan baku. Identifikasi yang cepat dan akurat dalam

kasus seperti ini menjadi vital untuk dilakukan (Edwards 2004).

g. Kayu dan palet kayu

Bahan baku hanya boleh disimpan di atas palet plastik dan tidak boleh

menggunakan palet kayu. Aturan terkait bahan dari kayu dan penggunaan palet

kayu ini diatur dalam Manual Perusahaan dan lebih diperinci dalam SOP

133

Penyimpanan RM dan SOP Penyimpanan PM. Palet kayu hanya satu-satunya

bahan yang terbuat dari kayu yang boleh digunakan di area gudang dan produksi

di PT SSI. Prosedur penyimpanan bahan baku dan kemasan, termasuk penerapan

aturan soal palet, merupakan prerequisite program perusahaan dalam rangka

pengendalian dan pencegahan benda asing dari bahan. Secara umum aturan terkait

palet di PT SSI adalah sebagai berikut:

1. Palet kayu hanya oleh digunakan di produk tertutup yaitu produk akhir dan

gudang bahan kemasan. Selain produk tersebut, hanya boleh menggunakan

palet plastik.

2. Palet yang akan digunakan, harus dipastikan dalam kondisi baik, yaitu tidak

pecah, rusak, utuh, tidak terkontaminasi serangga atau kotoran lainnya.

3. Palet yang berasal dari area luar, harus diperiksa dahulu kondisinya dan

dipastikan dalam kondisi baik.

4. Pada saat kedatangan bahan kemasan yang menggunakan palet kayu yaitu

kaleng, pemeriksaan palet juga merupakan salah-satu parameter pemeriksaan.

Bila ditemukan palet kayu yang rusak, terkontaminasi serangga, kotor atau

penyimpangan lainnya, maka palet tersebut ditolak dan dikembalikan ke

pemasok.

5. Setiap minggu, pihak Gudang bahan kemasan akan melakukan pemeriksaan

kondisi palet di gudang untuk memastikan palet dalam kondisi baik.

Pemeriksaan tadi dicatatkan dalam form pemeriksaan palet dan ditanda-

tangani oleh Supevisor gudang.

D.4. Verifikasi dan Dokumentasi Pengendalian Benda Asing

Dari pembahasan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa pada setiap

tahapan harus dipastikan adanya pengendalian benda asing, yang dilakukan

melalui pengendalian CCP dan pelaksanaan prerequisite programmes. Benda

asing dapat berasal dari berbagai sumber, yaitu bahan baku atau bahan kemasan,

karyawan dan praktik higiene karyawan, infrastruktur dan lingkungan pabrik,

proses, atau peralatan dan mesin yang digunakan. Tabel 24 menunjukkan kegiatan

verifikasi dan dokumentasi pengendalian benda asing yang saat ini diterapkan di

PT SSI. Tabel ini berisikan sumber keberadaan benda asing; area, frekuensi dan

134

pelaksana verifikasi; serta form atau checklist terkait. Pengendalian dilakukan

sesuai dengan sumber dan jenis benda asing yang mungkin ada atau timbul.

Pengendalian dilakukan dengan penetapan prosedur berupa Manual, SOP/WI,

pelaksanaan GMP, pengendalian produk, pengendalian proses, dan penggunaan

alat deteksi dan penghilangan benda asing. Verifikasi dilakukan untuk

memastikan bahwa semua sumber benda asing telah ditangani dan dikendalikan

agar tidak sampai mengkontaminasi produk. Verifikasi merupakan metode,

prosedur, pemeriksaan dan evaluasi, sebagai pelengkap dari kegiatan

pengendalian, untuk mengetahui kesesuaiannya dengan yang direncanakan

(Codex 2009). Kegiatan verifikasi rencana HACCP termasuk verifikasi

prerequisite programmes dalam rangka pengendalian bahaya dilakukan minimal

tahunan.Verifikasi juga dapat dilakukan melalui audit baik audit internal dan

eksternal. Di PT SSI dilakukan audit GMP rutin setiap bulan untuk mengetahui

apakah pelaksanaan GMP terkait karyawan, infrastruktur, proses produksi,

pembersihan, dan karyawan telah sesuai. Setiap temuan audit internal atau

eksternal berupa penyimpangan atau ketidaksesuaian harus ditetapkan tindakan

koreksinya beserta target waktu penyelesaian dan penanggung jawab tindakan

koreksi.Verifikasi dilakukan untuk mengetahui apakah prosedur-prosedur

pengendalian dan pemeriksaan serta pencatatan pengendalian telah dilakukan

dengan baik dan setiap tindakan koreksi telah dilakukan dengan efektif. Semua

kegiatan verifikasi ini harus didokumentasikan. Prosedur verifikasi pengendalian

benda asing pada tahapaan proses tertentu diatur dalam masing-masing prosedur

(SOP/WIP) pada masing-masing area terkait.

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Pada BRC isu 6 terjadi re-organisasi klausul baik berupa pergeseran,

pengurangan atau penambahan klausul. Beberapa persyaratan yang mengalami

perkembangan diantaranya adalah terkait komitmen manajemen senior terhadap

sistem manajemen keamanan pangan (bagian 1); persyaratan prerequisite

programmes dalam rencana HACCP (bagian 2); manajemen pemasok jasa,

manajemen proses yang dikerjakan di luar perusahaan, daya telusur, dan prosedur

recall (bagian 3); keamanan pabrik, pembagian area berdasarkan tingkat risiko

menjadi low risk area, high care area dan high risk area beserta persyaratan

terkait infrastruktur, fasilitas karyawan dan persyaratan higiene di tiap area, serta

pengendalian benda asing (bagian 4); manajemen alergen dan status klaim atau

preserved identity pada label produk (bagian 5); spesifikasi produk dan proses

(bagian 6); dan audit laundri, pelatihan serta kompetensi karyawan (bagian 7).

Dari sekitar 158 jenis dokumen yang disyaratkan dalam BRC isu 6,

terdapat sekitar 22 gap dokumen yang harus dipenuhi oleh PT SSI. Gap dokumen

tersebut antara lain adalah terkait manajemen pemasok jasa, daya telusur,

penanganan keluhan konsumen, dan prosedur recall; pelaksanaan kajian

keamanan perusahaan secara rutin, pengendalian benda asing, manajemen

alergen, dan terkait program pelatihan serta kajian kompetensi karyawan.

PT SSI telah menerapkan berbagai persyaratan BRC isu 6 terkait

manajemen alergen dalam rangka mencegah kontaminasi bahan atau produk

alergen terhadap produk lainnya. Karena semua produk menggunakan bahan

yang mengandung alergen berupa tepung terigu, susu, lesitin kedelai, dan telur

serta dan tertera pada label tetapi hazelnut belum, maka bahaya alergen yang

masih harus dikendalikan adalah pada pasta hazelnut atau chocolate hazelnut. PT

SSI perlu melakukan pemisahan proses dan pelabelan jelas terkait alergen pada

semua peralatan pendukung dan alat bantu produksi. Peralatan pembersihan untuk

produk dengan hazelnut juga harus dibuatkan khusus dan diberi identitas atau

dibedakan dari alat kebesihan lainnya. Penggunaan test kit-ELISA untuk

pengujian hasil pembersihan alat bekas alergen hazelnut perlu dilakukan untuk

136

menverifikasi prosedur pembersihan dan sanitasi peralatan bekas produksi dengan

hazelnut.

Pengendalian benda asing di PT SSI telah dilaksanakan mencakup

pengendalian sumber benda asing, penerapan prosedur dokumentasi, dan

penggunaan alat deteksi/penghilangan benda asing, melalui sistem manajemen

keamanan pada rencana HACCP dan prerequisite programmes. Rekomendasi

dalam implementasi di PT SSI adalah perbaikan prosedur pemeriksaan pada

tambahan pemeliharaan peralatan, pengaturan staples dan alat bantu pada bahan

kemasan, pengkajian prosedur terkait kejadian insiden kaca pecah yaitu aturan

pencucian seragam dan alat kebersihan yang berpotensi terkena pecahan kaca

serta pembuangan pecahan kaca, dan pengkajian lebih lanjut soal penggunaan

mesin ayakan untuk hasil gilingan crumb.

B. Saran

Manajemen PT SSI telah memiliki komitmen kuat dalam

mengimplementasikan dan melakukan sertifikasi BRC isu 6. Sistem manajemen

keamanan dan mutu pangan ini perlu didukung oleh semua departemen dan semua

karyawan dan harus dilaksanakan secara konsisten. Hal ini bukan semata-mata

untuk mendapatkan sertifikat sebuah Standar tetapi hendaknya menjadi bagian

dari keseharian perusahaan. Prosedur yang telah ditetapkan tidak hanya menjadi

bagian dokumentasi tetapi tersosialisasi dan dilaksanakan oleh semua bagian

terkait. Peran pengawasan terhadap implementasi sistem oleh atasan masing-

masing bagian juga perlu ditingkatkan. Inspeksi, audit GMP atau audit internal

yang dilakukan bukan hanya dalam rangka memenuhi persyaratan tetapi haruslah

bisa dirancang dan dilaksanakan dalam rangka menverifikasi sistem dan temuan

audit menjadi masukan positif dalam perbaikan sistem perusahaan. Oleh karena

itu kemampuan auditor internal perusahaan perlu ditingkatkan dan diperbaharui

secara rutin sejalan dengan perkembangan sistem di perusahaan.

Pemberian pelatihan dan upaya lain dalam rangka peningkatan kompetensi

karyawan harus diperhatikan dan dilaksanakan secara konsisten. Karyawan

merupakan pelaksana keseharian proses produksi sekaligus melakukan

dokumentasi sistem. Pengetahuan dan pemahaman karyawan tentang keamanan

137

pangan dalam keseharian proses yang dilaksanakannya dapat membantu menjaga

konsistensi prosedur yang telah ditetapkan, demikian juga sebaliknya.

Program pemeliharaan mesin dan alat proses hendaknya terus dikaji,

dilaksanakan dan diperbaharui karena menjadi bagian penting sistem di

perusahaan. Mesin dan alat yang tidak baik akan sulit menghasilkanproduk yang

aman dan berkualitas yang pada akhirnya menimbulkan ketidaksesuaian produk

bahkan menimbulkan keluhan konsumen dan bahaya keamanan pangan.

138

139

DAFTAR PUSTAKA

[AIB] American Institute of Baking. 1979. Basic Food Plant Sanitation Manual

3d edition. Manhattan: American Institute of Baking.

[Anonim]. 2010. Indonesia Food Recall Syste. APEC-Seminar Workshop and

Strengthening of Food Recall System for APEC Member Economies,

Philippines 4-6 May 2010. www.fscf-ptin.apec.org diakses tanggal 02

Agustus 2012.

[ANZFA] Australia New Zealand Food Authority. 2002. Mandatory Warning and

Advisory Statement and Declaration. Standard 1.2.3.

Apenten, RKO. 2002. Food Protein Analysis – Quantitative Effects on

Processing. New York: Marcell Dekker, Inc.

[AFGC] Australian Food and Grocery Council. 2007. Food Industry Guide to

Allergen Management and Labelling, revisi 2007.

[BPOMRI] Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2003.

Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik

Indonesia No. HK.00.05.5.1639 tentang Pedoman Cara Produksi Pangan

yang Baik untuk Industri Rumah Tangga (CPPB-IRT).

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1992. Pengujian Mikrobiologi Produk

Pangan SNI 01-2897-1992.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2011. Biskuit SNI 2973-2011.

Boye JY, Godefroy SB . 2010. Allergen Management in Food Industry. New

Jersey: Willey Press.

Boye JI, L’Hocine L dan RajamohamedSH. 2010. Processing Foods without Soya

Ingredients. Didalam: Boye JI, Godefroy SJ, editor. Allergen Management

in the Food Industry. New Jersey: Wiley. hlm 355-392.

[BRC] British Retail Consortium. 2011. BRC The Global Standard for Food

Safety issue 6. London: TSO.

Burrows. 2010. Allergen Management and Control as Part ofAgricultural

Practices. Didalam: Boye JI, Godefroy SJ, editor. Allergen Management

in the Food Industry. New Jersey: Wiley. hlm 133-144.

[CAC] Codex Allimentarius Commission. 1999. Food Labelling – Complete Text,

Rivised 1999. Joint WHO/FAO Food Standard Programme.

140

[CAC] Codex Allimentarius Commission. 2009. Food Hygiene(Basic Texts), 4th

ed.

Craig JP. 2004. Metal Detection. Di dalam: Edwards M, editor. Detecting Foreign

Bodies in Food. London: Woodhead Publishing Ltd dan CRC Press LLC.

Hlm 47-63.

Edwards M. 2004. Identifying Forein Bodies. Di dalam: Edwards M, editor.

Detecting Foreign Bodies in Food. London: Woodhead Publishing Ltd dan

CRC Press LLC. hlm 282-296.

[FSA] Food Standards Agency. 2011. Guidance on Allergen and Miscellaneous

Labelling Provision.

[FDA] Food and Drug Administration. 1999. Compliance Policy Guide Chapter-

5, Sub Chapter -555. Section 555.425 – Foods Adulteration Involing Hard

or Sharp Foreign Objects.

[FDA] Food and Drug Administration. 2004. Food Allergen Labelling and

Consumer Protection Art of 2004.

[FDA] Food and Drug Administration. 2010. Food Facts. Food Allergies, What

You Need to Know. Form the U.S. Food and Drug Administration. e-

leaflet: www.fda.gov, diakses tanggal 9 Januari 2012.

Gaze RR, Campbell AJ. 2004. GMP, HACCP and the Prevention of Foreign

Bodies. Di dalam: Edwards M, editor. Detecting Foreign Bodies in Food.

London: Woodhead Publishing Ltd dan CRC Press LLC. hlm 14-28.

Hines T. 2004. Managing Incident Involving Foreign Bodies. Di dalam: Edwards

M, editor. Detecting Foreign Bodies in Food.London: Woodhead

Publishing Ltd dan CRC Press LLC. Hlm 29-43.

Juran JM. 1995. Merancang Mutu. Buku ke-1. Bambang Hartono, penerjemah;

Jakarta: PT Pustaka Binaman Pressindo. Terjemah dari: Juran On Quality

by Design.

Kerbach S, Alldrick AJ, Crevel RWR, Dömötör L, DunnGalvin A, Mills ENC,

Pfaff S, Poms RE, Tömösközi S, dan Popping B. 2010. Protecting Food-

Allergic Consumers: Managing Allergens Across the Food Supply Chain.

Didalam: Boye JI, Godefroy SJ, editor. Allergen Management in the Food

Industry. New Jersey: Wiley. (e-book). hlm 33-52.

Kusnandar F. 2010. Kimia Pangan Komponen Makro, Seri 1. Jakarta: Dian

Rakyat.

141

Manley.2000.Technology of Biscuits, Crackers and Cookies, 3rd ed. Cambridge:

Woodhead Publishing Ltd.

Marsh RA, Angold RE. 2004. Identifying Potential Sources of Foreign Bodies in

the Supply Chain di Detecting Foreign Bodies in Food. Di dalam:

Edwards M, editor. Detecting Foreign Bodies in Food. London:

Woodhead Publishing Ltd. hlm 3-11.

Mills ENC, Moreno J, Sancho A, Jenkins JA. 2004. Processing Approaches to

Reducing Allergenicity in Proteins. Di dalam:YadaRY, editor. Protein in

Food Processing. London: Woodhead Publishing Ltd. hlm 396-411.

Muhandri T dan Kadarisman. 2008. Sistem Jaminan Mutu Industri Pangan.

Bogor: IPB Press.

O’Conell R. 2004. Separation Systems. Di dalam: Edwards M, editor. Detecting

Foreign Bodies in Food. Inggris: Woodhead Publishing Ltd dan CRC

Press LLC. hlm 265-281.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia No.1096/MENKES/PER/VI/2011. Higiene Sanitasi

Jasaboga.

Ray B. 2001. Fundamental Food Microbiology. Second edition. Boca Raton:

CRC Press.

Rasco BA dan Bledsoe GE. 2005. Bioterrorism and Food Safety. Boca Raton:

CRC Press.

Safe Quality Foods Institute. 2008 . SQF 2000 Code – A HACCP-Based Pemasok

Assurance Code for the Food Manufacturing and Distributing Industries.

USA.

Stone WE dan Yeung MJ. 2010. Principles and Practices for Allergen

Management and Control in Processing. Di dalam: Boye JI dan Godefory

SB, edtior. Allergen Mangement in Food Industry. New Jersey: John

Willey & Sons Inc. hlm 145-166.

SAI Global. 2010. International Audit Standard Program Comparison. QMI SAI

Global. www.qmi-saiglobal.com, diakses tanggal 11 Oktober 2011.

Taylor S. 2006. The Nature of Food Allergy. Di dalam: Koppleman SJ dan Hefle

SL, editor. Detecting Allergens in Food. Cambridge: Woodhead

Publishing Limited. hlmn 3-20.

142

Thaheer H. 2005. Sistem Manajemen HACCP (Hazard Analysis Critical Control

Points). Jakarta: Bumi Aksara.

Product Recall News. 2008. Product Recall Class I II III. www.usrecallnews.com/

2008/03/product-recall-clasess-i-ii-iii-html, diakses tanggal 02 Agustus

2012.

143

LAMPIRAN

144

Lampiran 1 Penilaian hasil audit, tindak lanjut dan frekuensi audit BRC isu 6 Grade Critical or major

Non conformity against the statement of intent of a fundamental requirement

Critical Major Minor Corrective action Audit frequency

A/A+ 1 to 10 Objective evidence in 28 calender days

12 months

B/B + 11 to 20 Objective evidence in 28 calender days

12 months

B/B+ 1 1 to 10 Objective evidence in 28 calender days

12 months

C/C + 21 to 30 Revisit required within 28 calender days

6 months

C/C+ 1 11 to 30 Revisit required within 28 calender days

6 months

C/C + 2 1 to 20 Revisit required within 28 calender days

6 months

No grade 1 or more Certification not granted. Re-audit required

No grade 1 or more

Certification not granted. Re-audit required

No grade 31 or more Certification not granted. Re-audit required

No grade 2 21 or more Certification not granted. Re-audit required

No grade 3 or more Certification not granted. Re-audit required

Keterangan: +

hanya berlaku untuk unannounced audit

Lampiran 2 Rencana HACCP PT SSI TABEL 1 RISK ASSESSMENT : RAW MATERIAL & PACKAGING MATERIAL

Ingredients Type of Potential Hazard (Biological, Chemical, Physical)

Risk Assessment (only fill if the ingredient /step is a Potential Hazard)

Is consequence immediate (minutes, hours, days) and linked to specific event of

ingestion? (Yes / No)

Is the risk of serious, adverse health effect

high? (Yes / No)

Based on historical data and the current situation, is the likelihood

of occurrence unacceptable? Please attach supporting data.

(Yes / No)

Is this managed through existing PP?

(Yes / No)

Is the Ingredient / Process Step to be documented as a risk in the

HACCP plan?

(If No- The Potential hazard will be controlled in

Prerequisite Program)

(If No- The Potential hazard will be controlled in Prerequisite Program)

(If No- The Potential hazard will be controlled in Prerequisite

Program)

If YES name PP program(s). If NO managed through HACCP

complete Table 2* If existing PP – NO

If Managed through HACCP - Yes

Soft Flour Biological (E.coli, Bacillus cereus) Yes Yes No - Product Design PP - Baking No Chemical (Heavy metal) No No No - Supplier information PP - Hazard Supplier No Chemical (Pesticide residue) No No No - Supplier information PP - Hazard Supplier No Chemical (Mycotoxin) No No No - Supplier information PP - Hazard Supplier No

Physical (None) NA NA No - observations of extraneous material PP - Incoming Inspection No

Rice Flour Biological (E.coli) Yes Yes No - Product Design PP - Baking No

Chemical (Heavy metal) No No No - Supplier information PP - Hazard Supplier No Chemical (Pesticide residue) No No No - Supplier information PP - Hazard Supplier No Chemical (Mycotoxin) No No No - Supplier information PP - Hazard Supplier No

Physical (None) NA NA No - observations of extraneous material PP - Incoming Inspection No

Maize Starch Biological (E.coli) Yes Yes No - Product Design PP - Baking No Chemical (Heavy metal) No No No - Supplier information PP - Hazard Supplier No Chemical (Pesticide residue) No No No - Supplier information PP - Hazard Supplier No Chemical (Mycotoxin) No No No - Supplier information PP - Hazard Supplier No

Physical (None) NA NA No - observations of extraneous material PP - Incoming Inspection No

Sugar Biological (None) NA NA No – Not biologically sensitive ingredient

PP – RM Specs PP - CoA No

Chemical (Heavy metal) No No No - Supplier information PP - Hazard Supplier No Chemical (Pesticide residue) No No No - Supplier information PP - Hazard Supplier No

Physical (None) NA NA No - observations of extraneous material PP - Incoming Inspection No

Maltodextrin Biological (E.coli, Salmonella) Yes Yes No - Not biologically sensitive ingredient

PP – RM Specs PP - CoA No

Chemical (Heavy metal) No No No - Supplier information PP - Hazard Supplier No

Physical (None) NA NA No - observations of extraneous material PP - Incoming Inspection No

Caramel Color Biological (E.coli, Salmonella) Yes Yes No - Product Design PP - Baking No Chemical (None) NA NA No - Food coloring PP - RM Spec No

Physical (None) NA NA No - observations of extraneous material PP - Incoming Inspection No

Ingredients Type of Potential Hazard (Biological, Chemical, Physical)

Is consequence immediate (minutes, hours, days) and linked to specific event of

ingestion? (Yes / No)

Is the risk of serious, adverse health effect

high? (Yes / No)

Based on historical data and the current situation, is the likelihood

of occurrence unacceptable? Please attach supporting data.

(Yes / No)

Is this managed through existing PP?

(Yes / No)

Is the Ingredient / Process Step to be documented as a risk in the

HACCP plan?

(If No- The Potential hazard will be controlled in

Prerequisite Program)

(If No- The Potential hazard will be controlled in Prerequisite Program)

(If No- The Potential hazard will be controlled in Prerequisite

Program)

If YES name PP program(s). If NO managed through HACCP

complete Table 2* If existing PP – NO

If Managed through HACCP - Yes

Full Cream Milk Powder

Biological (E.coli, Salmonella, S.aureus) Yes Yes Yes - biologically sensitive

ingredients No Yes

Chemical (Heavy metal) No No No - Supplier information PP - Hazard Supplier No Chemical (Pesticide residue) No No No - Supplier information PP - Hazard Supplier No Chemical (Mycotoxin) No No No - Supplier information PP - Hazard Supplier No Chemical (Antibiotic) No No No - Supplier information PP - Hazard Supplier No

Physical (None) NA NA No - observations of extraneous material PP - Incoming Inspection No

Whey Powder Biological (E.coli, Salmonella) Yes Yes Yes - biologically sensitive ingredients No Yes

Chemical (Heavy metal) No No No - Supplier information PP - Hazard Supplier No Chemical (Pesticide residue) No No No - Supplier information PP - Hazard Supplier No Chemical (Aflatoxin) No No No - Supplier information PP - Hazard Supplier No Chemical (Antibiotic) No No No - Supplier information PP - Hazard Supplier No

Physical (None) NA NA No - observations of extraneous material PP - Incoming Inspection No

Whole Egg Powder Biological (E.coli, Salmonella, S.aureus) Yes Yes No - Product Design PP - Baking No

Chemical (Heavy metal) No No No - Supplier information PP - Hazard Supplier No

Physical (None) NA NA No - observations of extraneous material PP - Incoming Inspection No

Cocoa Powder Alkalized Biological (E.coli, Salmonella) Yes Yes Yes - biologically sensitive

ingredients No Yes

Chemical (Heavy metal) No No No - Supplier information PP - Hazard Supplier No

Physical (None) NA NA No - observations of extraneous material PP - Incoming Inspection No

Palm Oil Biological (None) NA NA No – Not biologically sensitive ingredient PP – RM Specs No

Chemical (Heavy Metal) No No No - Supplier information PP - Hazard Supplier No Chemical (Pesticide residue) No No No - Supplier information PP - Hazard Supplier No Chemical (PAH-Dioxin) No No No - Supplier information PP - Hazard Supplier No

Physical (None) NA NA No - observations of extraneous material PP - Incoming Inspection No

Salt Biological (None) NA NA No – Not biologically sensitive ingredient PP – RM Specs No

Chemical (Heavy Metal) No No No - Supplier information PP - Hazard Supplier No

Physical (None) NA NA

No - observations of extraneous material

PP - Incoming Inspection No

Ingredients Type of Potential Hazard (Biological, Chemical, Physical)

Is consequence immediate (minutes, hours, days) and linked to specific event of

ingestion? (Yes / No)

Is the risk of serious, adverse health effect

high? (Yes / No)

Based on historical data and the current situation, is the likelihood

of occurrence unacceptable? Please attach supporting data.

(Yes / No)

Is this managed through existing PP?

(Yes / No)

Is the Ingredient / Process Step to be documented as a risk in the

HACCP plan?

(If No- The Potential hazard will be controlled in

Prerequisite Program)

(If No- The Potential hazard will be controlled in Prerequisite Program)

(If No- The Potential hazard will be controlled in Prerequisite

Program)

If YES name PP program(s). If NO managed through HACCP

complete Table 2* If existing PP – NO

If Managed through HACCP - Yes

Soy Lecithin

Biological (E.coli, Salmonella) NA NA No – Not biologically sensitive

ingredient PP – RM Specs

PP - CoA No

Chemical (Heavy Metal) No No No - Supplier information PP - Hazard Supplier No Chemical (Pesticide residue) No No No - Supplier information PP - Hazard Supplier No

Physical (None) NA NA No - observations of extraneous material PP - Incoming Inspection No

Coffe Powder

Biological (None) NA NA No – Not biologically sensitive ingredient PP – RM Specs No

Chemical (Heavy Metal) No No No - Supplier information PP - Hazard Supplier No

Physical (None) NA NA No - observations of extraneous material PP - Incoming Inspection No

Non Dairy Creamer

Biological (E.coli, Salmonella) NA NA No – Not biologically sensitive ingredient

PP – RM Specs PP - CoA No

Chemical (None) NA NA No - Food ingredient PP - RM Specs No

Physical (None) NA NA No - observations of extraneous material PP - Incoming Inspection No

Vanilla Flavor V123

Biological (None) NA NA No – not biologically sensitive

material, artificial flavour in Propylene Glycol

PP – RM Specs No

Biological (None) NA NA No - Food Flavoring PP - RM Specs No

Physical (None) NA NA No - observations of extraneous material PP - Incoming Inspection No

Cappuccino Flavor C123

Biological (None) NA NA No – not biologically sensitive

material, artificial flavour in Propylene Glycol

PP – RM Specs No

Chemical (None) NA NA No – Food flavoring PP – RM Specs No

Physical (None) NA NA No - observations of extraneous material PP - Incoming Inspection No

Mint Flavor M123

Biological (None) NA NA No – not biologically sensitive

material, artificial flavour in Propylene Glycol

PP – RM Specs No

Chemical (None) NA NA No – Food flavoring PP – RM Specs No

Physical (None) NA NA No - observations of extraneous material PP - Incoming Inspection No

Hazelnut Flavor H123

Biological (None) NA NA No – not biologically sensitive

material, artificial flavour in Propylene Glycol

PP – RM Specs No

Chemical (None) NA NA No – Food flavoring PP – RM Specs No

Ingredients Type of Potential Hazard (Biological, Chemical, Physical)

Is consequence immediate (minutes, hours, days) and linked to specific event of

ingestion? (Yes / No)

Is the risk of serious, adverse health effect

high? (Yes / No)

Based on historical data and the current situation, is the likelihood

of occurrence unacceptable? Please attach supporting data.

(Yes / No)

Is this managed through existing PP?

(Yes / No)

Is the Ingredient / Process Step to be documented as a risk in the

HACCP plan?

(If No- The Potential hazard will be controlled in

Prerequisite Program)

(If No- The Potential hazard will be controlled in Prerequisite Program)

(If No- The Potential hazard will be controlled in Prerequisite

Program)

If YES name PP program(s). If NO managed through HACCP

complete Table 2* If existing PP – NO

If Managed through HACCP - Yes

Physical (None) NA NA No - observations of extraneous material PP - Incoming Inspection No

Hazelnut Paste HP123

Biological (E.coli, Salmonella, S.aureus) Yes Yes No - Supplier information PP - Hazard Supplier No

Chemical (Allergen-hazelnut) Yes Yes No - Allergen warning & Allergen labelling PP - Labelling No

Chemical (Heavy Metal) No No No - Supplier information PP - Hazard Supplier No Chemical (Aflatoxin) Yes Yes No - Supplier information PP - Hazard Supplier No

Physical (None) NA NA No - observations of extraneous material PP - Incoming Inspection No

Strawberry Flavor S123

Biological (None) NA NA No – not biologically sensitive

material, artificial flavour in Propylene Glycol

PP – RM Specs No

Chemical (None) NA NA No – Food flavoring PP – RM Specs No

Physical (None) NA NA No - observations of extraneous material PP - Incoming Inspection No

Color Red 40

Biological (None) NA NA No - Food coloring PP - RM Specs No Chemical (None) NA NA No - Food coloring PP - RM Specs No

Physical (None) NA NA No - observations of extraneous material PP - Incoming Inspection No

Water process Biological (None) NA NA No – Chlorine treatment PP – Water Treatement No Chemical (Heavy Metal) No No No – Analysis PP – Annually Water Analysis No

Physical (None) NA NA No – treated water PP – Filtration Treatment and Water Analysis No

Water forming Biological (None) NA NA No - Chlorine and UV treatment PP – Water Treatement No Chemical (Heavy Metal) No No No – Analysis PP – Annually Water Analysis No

Physical (None) NA NA No – treated water PP – Filtration Treatment and Water Analysis No

Crumb Biological (None) NA NA No – 3% moisture and 1 month shelf life crumb PP - Standard of Crumb No

Chemical (None) NA NA No – Identification of Crumb PP - Labelling & Plastic Procedure No

Physical (None) NA NA No - observations of extraneous material PP - Preparation Procedure No

Ingredients Type of Potential Hazard (Biological, Chemical, Physical)

Is consequence immediate (minutes, hours, days) and linked to specific event of

ingestion? (Yes / No)

Is the risk of serious, adverse health effect

high? (Yes / No)

Based on historical data and the current situation, is the likelihood

of occurrence unacceptable? Please attach supporting data.

(Yes / No)

Is this managed through existing PP?

(Yes / No)

Is the Ingredient / Process Step to be documented as a risk in the

HACCP plan?

(If No- The Potential hazard

will be controlled in Prerequisite Program)

(If No- The Potential hazard will be controlled in Prerequisite Program)

(If No- The Potential hazard will be controlled in Prerequisite

Program)

If YES name PP program(s). If NO managed through HACCP

complete Table 2* If existing PP – NO

If Managed through HACCP - Yes

Packaging

Plastic bag

Biological (None) NA NA No – closely packed, damaged packed rejected PP - Incoming inspection No

Chemical (non food grade) No No No - Analysis from the supplier PP - Incoming inspection on the CoA No

Physical (None) NA NA No - observations of extraneous material PP - Incoming inspection No

Tin

Biological (None) NA NA No – closely packed, damaged packed rejected, clean container PP - Incoming inspection No

Chemical (lacquer) No No No - Analysis from the supplier PP - Analysis result No

Physical (None) NA NA No - observations of extraneous material PP - Incoming inspection No

Case

Biological (None) NA NA No – clean container PP - Incoming inspection No Chemical (None) NA NA No – outer packaging PP – PM Specs No

Physical (None) NA NA No – damaged packaging are rejected during PM inspection

PP - Incoming Inspection and Preparation procedure No

Tray duplex

Biological (None) NA NA No – clean container PP - Incoming inspection No Chemical (None) NA NA No – outer packaging PP – PM Specs No

Physical (None) NA NA No – damaged packaging are rejected during PM inspection

PP - Incoming Inspection and Preparation procedure No

TABEL 2 Risk Assessment RM : SECTION - Codex Decision Tree for CCP Determination

Ingredient

Type of Hazard ( Biological, Chemical & Physical)

Q1-Do Preventative Measure Exist for the Identified hazard (Yes/No)

Q2-Does this step Eliminate or Reduce the Likely Occurrence of a Hazard to an Acceptable Level

Q3-Could Contamination with Identified Hazard(s) Occur in Excess of Acceptable Level(s) or could these increase to unacceptable Level (s)

Q4-Will a Subsequent Step, prior to Consuming the food, eliminate identified hazard(s) or reduce the likely Occurrence to an acceptable Level?

Is this Hazard a CCP or PP?

(Form C) No- (Yes / No) PP or Modify Step (Yes/No) (Yes/No)

Yes → Q2 Yes- Yes- → Q4 CCP Yes- PP

No- → Q3 No – No- PP CCP Full Cream Milk Powder

Biological (E.coli, Salmonella, S.aureus) Yes No No NA PP - CoA, Internal & External

Analysis Program

Whey Powder Biological (E.coli, Salmonella) Yes No No NA PP - CoA, Internal & External Analysis Program

Coccoa Powder Alkalized Biological (E.coli, Salmonella) Yes No No NA PP - CoA, Internal & External

Analysis Program

Step 6 / Principle 1 : Hazard Identification

Process Step

Type of Potential Hazard (Biological, Chemical, Physical)

Risk Assessment (only fill if the ingredient /step is a Potential Hazard)

Is consequence immediate (minutes, hours, days) and linked to specific event of

ingestion? Yes / No

Is the risk of serious, adverse

health effect high? Yes / No

Based on historical data and the current situation, is the likelihood

of occurrence unacceptable? Please attach supporting data.

Yes / No

Is this managed through existing PP? If YES name PP program(s). If NO managed through HACCP complete Table 2.*

Is the Ingredient / Process Step to be documented as a risk in the

HACCP plan? If existing PP – NO

(If No- The Potential hazard

will be controlled in Prerequisite Program)

(If No- The Potential hazard will be controlled in Prerequisite

Program)

(If No- The Potential hazard will be controlled in Prerequisite

Program)) If managed through HACCP -YES

Note : * involves manual handling Incoming Material

1.a. Checking/Testing Palm Oil

Biological (None) NA NA No - Use of clean and sanitized sampling tools PP - Incoming Material Procedure No

Chemical (None) NA NA No - Use of clean and sanitized sampling tools PP - Incoming Material Procedure No

Physical (None) NA NA No - Use of clean and sanitized sampling tools PP - Incoming Material Procedure No

1.b. Transfering Palm Oil through hose and pump from delivery truck

Biological (None) NA NA No -Checking the transfer hose and pipe PP - Incoming Raw Material Inspection No

Chemical (None) NA NA No -Checking the transfer hose and pipe PP - Incoming Raw Material Inspection No

Physical (None) NA NA No -Checking the transfer hose and pipe PP - Incoming Raw Material Inspection No

1.c. Storing Palm oil in Storage tank

Biological (None) NA NA No - Closed tank PP - Storing Procedure No Chemical (None) NA NA No - Closed tank PP - Storing Procedure No Physical (None) NA NA No - Closed tank PP - Storing Procedure No

2.a. Checking/Testing the non bulk ingredients

Biological (None) NA NA No - Use of clean and sanitized

sampling tools and Reject Procedure for Damaged Ingredients

PP - Incoming Raw Material Inspection No

Chemical (None) NA NA No - Use of clean and sanitized

sampling tools and Reject Procedure for Damaged Ingredients

PP - Incoming Raw Material Inspection No

Physical (None) NA NA No - Use of clean and sanitized

sampling tools and Reject Procedure for Damaged Ingredients

PP - Incoming Raw Material Inspection No

2.a. Storing non bulk ingredients in warehouse

Biological (None) NA NA No - Storage in the correct condition PP - Storing Procedure No

Chemical (Allergen) Yes Yes No - separation with the pallet PP - Allergen Handling PP - Product Labelling No

Physical (None) NA NA No - Storage in the correct conditio PP - Storing Procedure No

Process Step Type of Potential Hazard (Biological, Chemical, Physical)

Is consequence immediate (minutes, hours, days) and linked to specific event of

ingestion? Yes / No

Is the risk of serious, adverse

health effect high? Yes / No

Based on historical data and the current situation, is the likelihood

of occurrence unacceptable? Please attach supporting data.

Yes / No

Is this managed through existing PP? If YES name PP program(s). If NO managed through HACCP complete Table 2.*

Is the Ingredient / Process Step to be documented as a risk in the

HACCP plan? If existing PP – NO

(If No- The Potential hazard will be controlled in

Prerequisite Program)

(If No- The Potential hazard will be controlled in Prerequisite

Program)

(If No- The Potential hazard will be controlled in Prerequisite

Program)) If managed through HACCP -YES

3.a. Checking/Testing Packaging Materials

Biological (None) NA NA No - Reject Procedure for Incoming PM PP -Incoming PM Inspection No

Chemical (None) NA NA No - Reject Procedure for Incoming PM PP -Incoming PM Inspection No

Physical (None) NA NA No - Reject Procedure for Incoming PM PP -Incoming PM Inspection No

3.b. Storing Packaging Materials in warehouse

Biological (None) NA NA No - Storage in the correct condition PP - Storing Procedure No Chemical (None) NA NA No - Storage in the correct condition PP - Storing Procedure No Physical (None) NA NA No - Storage in the correct condition PP - Storing Procedure No

4.a. Storing water in tank well and Chlorination

Biological (None) NA NA No - Chlorine Treatment to reduce microbial load PP - Water Treatment Program No

Chemical (None) NA NA No - residual chlorine Check PP - Water Treatment Program No Physical (None) NA NA No - Closed system PP - Water Treatment Program No

4.b Filtering of water Biological (None) NA NA No - Filter specification PP - Water Treatment Program No Chemical (None) NA NA No - Filter specification PP - Water Treatment Program No Physical (None) NA NA No - Closed tank PP - Water Treatment Program No

4.c. Passing water through UV

Biological (None) NA NA No - UV treatment to reduce microbial load PP - Water Treatment Program No

Chemical (None) NA NA No - UV treatment, no chemical added PP - Water Treatment Program No

Physical (None) NA NA No - Closed system PP - Water Treatment Program No Preparation of Materials 2.a. Packing the wheat flour in plastic bag

Biological (E.coli) Yes Yes Yes No Yes Chemical (None) NA NA No - use of clean plastic bag PP - Material Preparation Procedure No Physical (None) NA NA No - use of clean plastic bag PP - Material Preparation Procedure No

2.b. Weighing wheat flour

Biological (E.coli) Yes Yes Yes No Yes Chemical (None) NA NA No - use of clean scoop PP - Material Preparation Procedure No Physical (None) NA NA No - use of clean scoop PP - Material Preparation Procedure No

2.c. Labeling wheat flour

Biological (None) NA NA No - closed plastic bag PP - Material Preparation Procedure No Chemical (None) NA NA No - closed plastic bag PP - Material Preparation Procedure No Physical (None) NA NA No - closed plastic bag PP - Material Preparation Procedure No

3.a. *Milling the sugar

Biological (E.coli) Yes Yes Yes No Yes Chemical (Grease) No No No - Maintenance Schedule PP - Maintenance Schedule

Physical (Metal) Yes Yes No - product will pass through

magnet & sieve 30 mesh

PP - Process Design

Process Step

Type of Potential Hazard (Biological, Chemical, Physical)

Is consequence immediate (minutes, hours, days) and linked to specific event of

ingestion? Yes / No

Is the risk of serious, adverse

health effect high? Yes / No

Based on historical data and the current situation, is the likelihood

of occurrence unacceptable? Please attach supporting data.

Yes / No

Is this managed through existing PP? If YES name PP program(s). If NO managed through HACCP complete Table 2.*

Is the Ingredient / Process Step to be documented as a risk in the

HACCP plan? If existing PP – NO

(If No- The Potential hazard will be controlled in

Prerequisite Program)

(If No- The Potential hazard will be controlled in Prerequisite

Program)

(If No- The Potential hazard will be controlled in Prerequisite

Program)) If managed through HACCP -YES

3.b. *Packing the sugar into container

Biological (E.coli) Yes Yes Yes No Yes Chemical (None) NA NA No - use of clean scoop PP - Material Preparation Procedure No Physical (None) NA NA No - use of clean scoop PP - Material Preparation Procedure No

3.c. *Weighing the sugar

Biological (E.coli) Yes Yes Yes No Yes Chemical (None) NA NA No - use of clean scoop PP - Material Preparation Procedure No Physical (None) NA NA No - use of clean scoop PP - Material Preparation Procedure No

3.d. Labelling the sugar

Biological (None) NA NA No - closed plastic bag PP - Material Preparation Procedure No Chemical (None) NA NA No - closed plastic bag PP - Material Preparation Procedure No Physical (None) NA NA No - closed plastic bag PP - Material Preparation Procedure No

4.a. Packing ingredients in plastic bag

Biological (E.coli) Yes Yes Yes No Yes Chemical (None) NA NA No - use of clean scoop PP - Material Preparation Procedure No Physical (None) NA NA No - use of clean scoop PP - Material Preparation Procedure No

4.b. Weighing the ingredients

Biological (E.coli) Yes Yes Yes No Yes Chemical (None) NA NA No - use of clean scoop PP - Material Preparation Procedure No Physical (None) NA NA No - use of clean scoop PP - Material Preparation Procedure No

4.c. Labelling ingredients

Biological (None) NA NA No - closed plastic bag PP - Material Preparation Procedure No Chemical (None) NA NA No - closed plastic bag PP - Material Preparation Procedure No Physical (None) NA NA No - closed plastic bag PP - Material Preparation Procedure No

5. Combining each ingredients based on the formula on a pallet

Biological (None) NA NA No - closed plastic bag PP - Material Preparation Procedure No Chemical (None) NA NA No - closed plastic bag PP - Material Preparation Procedure No Physical (None) NA NA No - closed plastic bag PP - Material Preparation Procedure No

Mixing on batter mixer 1. Transfering pallet in the batter mixing area

Biological (None) NA NA No - closed plastic bag PP - Material Preparation Procedure No Chemical (None) NA NA No - closed plastic bag PP - Material Preparation Procedure No Physical (None) NA NA No - closed plastic bag PP - Material Preparation Procedure No

2. Pumping of water into mixing tank

Biological (None) NA NA No - Closed system PP – Water Treatment Procedure No Chemical (None) NA NA No - Closed system PP – Water Treatment Procedure No Physical (None) NA NA No - Closed system PP – Water Treatment Procedure No

3. Dumping of ingredients from pallet to mixing tank

Biological (E.coli) Yes Yes Yes No Yes

Chemical (None) NA NA No - GMP & Hand sanitizing with Alcohol every 1 hour

PP - Hand Sanitation Procedure No

Physical (None) NA NA No – Use clean plastic PP - Material Preparation Procedure No

4. Mixing of all ingredients for batter

Biological (None) NA NA No – Mixing Time PP – Mixing Procedure No Chemical (None) NA NA No – no use of chemical PP – Equipment Design No

Physical (Metal) Yes Yes No - Pass through sieve 30 mesh

PP - Process Design No

Process Step

Type of Potential Hazard (Biological, Chemical, Physical)

Is consequence immediate (minutes, hours, days) and linked to specific event of

ingestion? Yes / No

Is the risk of serious, adverse

health effect high? Yes / No

Based on historical data and the current situation, is the likelihood

of occurrence unacceptable? Please attach supporting data.

Yes / No

Is this managed through existing PP? If YES name PP program(s). If NO managed through HACCP complete Table 2.*

Is the Ingredient / Process Step to be documented as a risk in the

HACCP plan? If existing PP – NO

(If No- The Potential hazard will be controlled in

Prerequisite Program)

(If No- The Potential hazard will be controlled in Prerequisite

Program)

(If No- The Potential hazard will be controlled in Prerequisite

Program)) If managed through HACCP -YES

5. Transfering mixed batter through pump motor

Biological (None) NA NA No - Closed system PP – Mixing Procedure No Chemical (None) NA NA No - Closed system PP – Mixing Procedure No Physical (None) NA NA No - Closed system PP – Mixing Procedure No

6. Sieving mixed batter through vibrating screen

Biological (None) NA NA No – Use of Cleaned and Sanitized equipment

PP - Change Over and Weekend Cleaning Procedure

No

Chemical (None) NA NA No - no use of chemical PP - Equipment Design No Physical (Metal) Yes Yes Yes No Yes

7. Collecting of mixed batter into mobile tank

Biological (E.coli) Yes Yes Yes No Yes Chemical (None) NA NA No - no chemical use PP - Tool (Mobile Tank) Design No Physical (None) NA NA No - use cleaned mobile tank PP - Mixing Procedure No

8. Labelling of tank Biological (None) NA NA No – Closed tank PP – Production Procedure No Chemical (None) NA NA No – Closed tank PP – Production Procedure No Physical (None) NA NA No – Closed tank PP – Production Procedure No

9. Transfering of batter from mobile tank to oven area

Biological (None) NA NA No – Closed tank PP – Production Procedure No Chemical (None) NA NA No – Closed tank PP – Production Procedure No Physical (None) NA NA No – Closed tank PP – Production Procedure No

Mixing on the ball mill mixer

1. Transfering pallet in the ball mill area

Biological (None) NA NA No - closed plastic bag PP - Material Preparation Procedure No Chemical (None) NA NA No - closed plastic bag PP - Material Preparation Procedure No Physical (None) NA NA No - closed plastic bag PP - Material Preparation Procedure No

2. Pumping & opening valve of palm oil into Ball mill

Biological (None) NA NA No - closed plastic bag PP - Material Preparation Procedure No Chemical (None) NA NA No - closed plastic bag PP - Material Preparation Procedure No Physical (None) NA NA No - closed plastic bag PP - Material Preparation Procedure No

3. Dumping of ingredients from pallet to mixing tank

Biological (E.coli) Yes Yes Yes No Yes

Chemical (None) NA NA No - GMP & Hand sanitizing with Alcohol every 1 hour

PP - Hand Sanitation Procedure No

Physical (None) NA NA No – Use clean plastic

PP - Material Preparation Procedure No

4. Mixing of all ingredients of cream

Biological (None) NA NA No – Cleaning equipment every change over and weekend

PP - Change Over and Weekend Cleaning Procedure

No

Chemical (Allergen) Yes Yes No – cleaning change over PP – Cleaning Change over Procedure

PP - Allergen Handling PP - Product Labelling

No

Physical (Metal) Yes Yes No - Pass through magnet and sieve 30 mesh

PP - Process Design No

Process Step

Type of Potential Hazard (Biological, Chemical, Physical)

Is consequence immediate (minutes, hours, days) and linked to specific event of

ingestion? Yes / No

Is the risk of serious, adverse

health effect high? Yes / No

Based on historical data and the current situation, is the likelihood

of occurrence unacceptable? Please attach supporting data.

Yes / No

Is this managed through existing PP? If YES name PP program(s). If NO managed through HACCP complete Table 2.*

Is the Ingredient / Process Step to be documented as a risk in the

HACCP plan? If existing PP – NO

(If No- The Potential hazard will be controlled in

Prerequisite Program)

(If No- The Potential hazard will be controlled in Prerequisite

Program)

(If No- The Potential hazard will be controlled in Prerequisite

Program)) If managed through HACCP -YES

5. Transfering of mixed cream through pump motor

Biological (None) NA NA No - Closed system PP - Mixing Procedure No

Chemical (Allergen) Yes Yes No – cleaning change over PP – Cleaning Change over Procedure

PP - Allergen Handling PP - Product Labelling

No

Physical (None) NA NA No - Closed system PP – Mixing Procedure No

6. Passing the cream through magnet

Biological (None) NA NA No - Closed system PP – Mixing Procedure No

Chemical (Allergen) Yes Yes No – cleaning change over PP – Cleaning Change over Procedure

PP - Allergen Handling PP - Product Labelling

No

Physical (None) NA NA No – Magnet Treatment for Physical Handling

PP – Process Design No

7. Sieving the cream through vibrating screen

Biological (None) NA NA No – Use of Cleaned and Sanitized equipment

PP - Change Over and Weekend Cleaning Procedure

No

Chemical (Allergen) Yes Yes No – cleaning change over PP – Cleaning Change over Procedure

PP - Allergen Handling PP - Product Labelling

No

Physical (Metal) Yes Yes Yes No Yes

8. Dispensing of cream into the transfer tank

Biological (None) NA NA No - Closed transfer tank PP – Production Procedure No

Chemical (Allergen) Yes Yes No – cleaning change over PP – Cleaning Change over Procedure

PP - Allergen Handling PP - Product Labelling

No

Physical (None) NA NA No – Use of Cleaned Mobile Tank PP - Change over and weekend cleaning Procedure

No

9. Transfering of transfer tank to oven

Biological (None) NA NA No - Closed transfer tank PP – Production Procedure No Chemical (None) NA NA No - Closed transfer tank PP – Production Procedure No Physical (None) NA NA No - Closed transfer tank PP – Production Procedure No

Flute wafer baking, Forming & Cream Filling

1. Transfering of cream and base to oven tank through flexible hose and pump

Biological (None) NA NA No – closed system PP – Production Procedure No

Chemical (Allergen) Yes Yes No – cleaning change over PP – Cleaning Change over Procedure

PP - Allergen Handling PP - Product Labelling

No

Physical (None) NA NA No – Closed system PP – Production Procedure No

2. Dispensing of cream through nozzle

Biological (None) NA NA No – closed system PP – Production Procedure No

Chemical (Allergen) Yes Yes No – cleaning change over PP – Cleaning Change over Procedure

PP - Allergen Handling PP - Product Labelling

No

Process Step

Type of Potential Hazard (Biological, Chemical, Physical)

Is consequence immediate (minutes, hours, days) and linked to specific event of

ingestion? Yes / No

Is the risk of serious, adverse

health effect high? Yes / No

Based on historical data and the current situation, is the likelihood

of occurrence unacceptable? Please attach supporting data.

Yes / No

Is this managed through existing PP? If YES name PP program(s). If NO managed through HACCP complete Table 2.*

Is the Ingredient / Process Step to be documented as a risk in the

HACCP plan? If existing PP – NO

(If No- The Potential hazard will be controlled in

Prerequisite Program)

(If No- The Potential hazard will be controlled in Prerequisite

Program)

(If No- The Potential hazard will be controlled in Prerequisite

Program)) If managed through HACCP -YES

Physical (None) NA NA No – Closed system, cleaned nozzle PP – Production Procedure No

3. Dispensing of batter to rotating drum

Biological (None) NA NA No – baking characteristic PP - Baking temperature Profile No Chemical (None) NA NA No - no chemical used PP - Equipment Design No

Physical (None) NA NA No – cleaning the overcooked batter weekly

PP - Cleaning Weekend Procedure No

4. Baking

Biological (None) NA NA No – Baking treatment for

microbiological handling PP – Baking Temperature and Baking

Time exceed standard for killing microbes

No

Chemical (None) NA NA No - no chemical used PP - Equipment Design No

Physical (None) NA NA No – Closed system, cleaning the overcooked batter

PP – Cleaning Weekend Procedure, Oven Procedure

No

5. Flute forming

Biological (E.coli) Yes Yes No – Standard for changing the cloth,

verification the microbiology of cloth while in use, use distilled water

PP – Changin Cloth Procedure, Swab Test Schedule, Incoming Non RM-PM

No

Chemical (None) NA NA No - no chemical used PP - Equipment Design No

Physical (None) NA NA No – Standard for changing the clothes

PP – Changing Cloth Procedure No

6. Cream filling

Biological (None) NA NA No – Closed system PP – Production Procedure No

Chemical (Allergen) Yes Yes No – cleaning change over PP – Cleaning Change over Procedure

PP - Allergen Handling PP - Product Labelling

No

Physical (None) NA NA No – Closed system PP – Production Procedure No

7. Cutting of flute wafer

Biological (None) NA NA No – Cleaning and Alcohol Sanitation on Equipment before start

PP - Change over and weekend cleaning Procedure

No

Chemical (Allergen) Yes Yes No – cleaning change over PP – Cleaning Change over Procedure

PP - Allergen Handling PP - Product Labelling

No

Physical (Metal) Yes Yes Yes No Yes

8. Transfering wafer to chute

Biological (None) NA NA No – GMP & Alcohol Sanitation on Equipment

PP - Change over and weekend cleaning Procedure

No

Chemical (Allergen) Yes Yes No – cleaning change over PP – Cleaning Change over Procedure

PP - Allergen Handling PP - Product Labelling

No

Physical (None) NA NA No – Cleaning and Alcohol Sanitation

on Equipment before start PP - Change over and weekend

cleaning Procedure

No

Process Step

Type of Potential Hazard (Biological, Chemical, Physical)

Is consequence immediate (minutes, hours, days) and linked to specific event of

ingestion? Yes / No

Is the risk of serious, adverse

health effect high? Yes / No

Based on historical data and the current situation, is the likelihood

of occurrence unacceptable? Please attach supporting data.

Yes / No

Is this managed through existing PP? If YES name PP program(s). If NO managed through HACCP complete Table 2.*

Is the Ingredient / Process Step to be documented as a risk in the

HACCP plan? If existing PP – NO

(If No- The Potential hazard will be controlled in

Prerequisite Program)

(If No- The Potential hazard will be controlled in Prerequisite

Program)

(If No- The Potential hazard will be controlled in Prerequisite

Program)) If managed through HACCP -YES

Wafer packaging/ storage

1. packing of wafer to bag

Biological (E.coli) Yes Yes Yes No Yes

Chemical (Allergen) Yes Yes No – cleaning change over PP – Cleaning Change over Procedure

PP - Allergen Handling PP - Product Labelling

No

Physical (None) NA NA No – Visual Inspection of the bag&transparant tray

PP – Packing Procedure No

2. Weighing of wafer in bag

Biological (E.coli) Yes Yes Yes No Yes

Chemical (Allergen) Yes Yes No – cleaning change over PP – Cleaning Change over Procedure

PP - Allergen Handling PP - Product Labelling

No

Physical (None) NA NA No – Visual Inspection of the products on bag&tray

PP – Packing Procedure No

3. Passing of bagthrough metal detector

3. Passing of bagthrough metal detector

NA NA No – Visual Inspection of the products on bag&tray

PP – Packing Procedure No

Chemical (None) NA NA No - no chemical used PP - Equipment Design No Physical (None) Yes Yes Yes No Yes

4. Sealing the bag

Biological (E.coli) Yes Yes Yes No Yes Chemical (None) NA NA No - no lubrication applied PP - Equipment Design No

Physical (None) NA NA No – Visual Inspection of the products

PP – Packing Procedure No

5. Packing into tin Biological (None) NA NA No – closed foil PP – Packing Procedure No Chemical (None) NA NA No – closed foil PP – Packing Procedure No Physical (None) NA NA No – closed foil PP – Packing Procedure No

7. Packing in shipping carton

Biological (None) NA NA No – closed foil PP – Packing Procedure No Chemical (None) NA NA No – closed foil PP – Packing Procedure No Physical (None) NA NA No – closed foil PP – Packing Procedure No

6. Coding of shipping carton

Biological (None) NA NA No – closed foil PP – Packing Procedure No Chemical (None) NA NA No - separate storage for chemical PP - Chemical Handling Procedure No Physical (None) NA NA No – closed foil PP – Packing Procedure No

8. Storage of FG Biological (None) NA NA No – closed carton PP – FG Storage Procedure No Chemical (None) NA NA No – closed carton PP – FG Storage Procedure No Physical (None) NA NA No – pest control PP – Pest Control No

9. Loading FG to container

Biological (None) NA NA No – closed carton PP – FG Loading Procedure No Chemical (None) NA NA No – incoming container checking PP – Incoming Container Checking No Physical (None) NA NA No – incoming container checking PP – Incoming Container Checking No

Step 7 / Principle 2 CCP

Process Step Type of Hazard ( Biological,

Chemical & Physical)

Q1-Do Preventative Measure Exist for the Identified hazard (Yes/No)

Q2-Does this step Eliminate or Reduce the Likely Occurrence of a Hazard to an Acceptable Level

Q3-Could Contamination with Identified Hazard(s) Occur in Excess of Acceptable Level(s) or could these increase to unacceptable Level (s)

Q4-Will a Subsequent Step, prior to Consuming the food, eliminate identified hazard(s) or reduce the likely Occurrence to an acceptable Level?

Is this Hazard a CCP or PP?

No- PP or Modify Step (Yes / No) (Yes/No) (Yes/No) Yes → Q2 Yes- CCP Yes- → Q4 Yes- PP No- → Q3 No -PP No- CCP

Preparation of Materials

2.a. Pack the wheat flour in plastic bag

Biological (E.coli) Yes No No NA PP - Baking Process

2.b. Weighing wheat flour

Biological (E.coli) Yes No No NA PP - Baking Process

3.a. Milling the sugar Biological (E.coli) No NA NA NA PP - Low Aw of cream, PP - GMP & Hand Sanitation

3.b. Packing the sugar into container

Biological (E.coli) No NA NA NA PP - Low Aw of cream, PP - GMP & Hand Sanitation

3.c. Weighing the sugar

Biological (E.coli) No NA NA NA PP - Low Aw of cream, PP - GMP & Hand Sanitation

4.a. Pack ingredients in plastic bag

Biological (E.coli) No NA NA NA PP - Baking Process, PP - Low Aw of cream,

PP - GMP & Hand Sanitation 4.b. Weighing ingredients

Biological (E.coli) No NA NA NA PP - Baking Process, PP - Low Aw of cream,

PP - GMP & Hand Sanitation Preparation of Batter Mix 4. *Dumping ingredients from pallet to mixing tank

Biological (E.coli) Yes No No NA PP - Baking Process

7. Sieving the mixed batter through vibrating screen

Physical (Metal) Yes No Yes Yes PP - Metal Detector

8. Collecting the mixed batterinto mobile tank

Biological (E.coli) Yes No No NA PP - Baking Process

Preparation of Cream 4. Dumping of ingredients from pallet to mixing tank

Biological (E.coli) Yes No No NA PP -GMP / Hand Sanitation

Process Step Type of Hazard ( Biological,

Chemical & Physical)

Q1-Do Preventative Measure Exist for the Identified hazard (Yes/No)

Q2-Does this step Eliminate or Reduce the Likely Occurrence of a Hazard to an Acceptable Level

Q3-Could Contamination with Identified Hazard(s) Occur in Excess of Acceptable Level(s) or could these increase to unacceptable Level (s)

Q4-Will a Subsequent Step, prior to Consuming the food, eliminate identified hazard(s) or reduce the likely Occurrence to an acceptable Level?

Is this Hazard a CCP or PP?

No- PP or Modify Step (Yes / No) (Yes/No) (Yes/No) Yes → Q2 Yes- CCP Yes- → Q4 Yes- PP No- → Q3 No -PP No- CCP

8. Sieving the cream through vibrating screen

Physical (Metal) Yes No Yes Yes PP - Metal Detector

Flute Wafer Packing / Storage

7. Cutting of flute wafer Physical (Metal) Yes No Yes Yes PP - Metal Detector

1. Packing of wafer to bag

Biological (E.coli) Yes No No NA PP -GMP / Hand Sanitation

2. Weighing of wafer in bag

Biological (E.coli) Yes No No NA PP -GMP / Hand Sanitation

3. Passing of bag through metal detector

Physical (Metal) Yes Yes CCP - Metal detector

4. Sealing the bag Biological (E.coli) Yes No No NA PP -GMP / Hand Sanitation