KAJIAN MYELOSITOMATOSIS PADA AYAM BROILER … · Myelositomatosis pada Ayam Broiler sebagai ......

29
KAJIAN MYELOSITOMATOSIS PADA AYAM BROILER SEBAGAI IMUNOSUPRESOR GAMMA PRAJNIA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

Transcript of KAJIAN MYELOSITOMATOSIS PADA AYAM BROILER … · Myelositomatosis pada Ayam Broiler sebagai ......

KAJIAN MYELOSITOMATOSIS PADA AYAM

BROILER SEBAGAI IMUNOSUPRESOR

GAMMA PRAJNIA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian

Myelositomatosis pada Ayam Broiler sebagai Imunosupresor adalah benar karya

saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk

apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau

dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2015

Gamma Prajnia

NIM B04100105

ABSTRAK

GAMMA PRAJNIA. Kajian Myelositomatosis pada Ayam Broiler sebagai

Imunosupresor. Dibimbing oleh VETNIZAH JUNIANTITO dan WIWIN

WINARSIH.

Myelositomatosis atau myeloid leukosis (ML) adalah suatu tumor yang

disebabkan oleh infeksi avian leukosis virus subtipe J (ALV–J), yang sering

ditemukan pada ayam di seluruh dunia. Myelositomatosis pada ayam

menyebabkan penurunan produksi dan peningkatan kematian ternak. Tujuan

penelitian ini adalah untuk melakukan pengkajian patologis ML yang terjadi di

peternakan ayam broiler. Peningkatan kematian dengan kesulitan bernapas

(dyspnoea) terlihat pada kelompok broiler berusia 7 dan 14 hari. Tahapan

selanjutnya dilakukan nekropsi dan organ digunakan sebagai sampel untuk

pemeriksaan histopatologi (HP). Semua organ yang dicetak dalam parafin,

dipotong 5 µm, dan diwarnai dengan hematoksilin dan eosin (melihat morfologi),

periodic acid–Schiff untuk karbohidrat, dan Masson trichrome untuk kolagen.

Temuan HP dari ML termasuk sel myeloid tersebar di daerah interstisium dan

perivaskular ginjal, hati, paru, dan jantung. Ciri khusus yaitu peningkatan dari

jumlah (>70%) sel-sel myeloid ditemukan pada sumsum tulang. Lesio lain yang

juga ditemukan adalah pneumonia granulomatosa invasif yang terdiri dari fokus

peradangan yang tidak berbatas jelas dengan jaringan ikat dan hifa jamur yang

memiliki septa konsisten dengan morfologi kapang Aspergillus spp.

Myelositomatosis terdeteksi pada kelompok ayam umur 29 minggu, khususnya di

dalam hati dan ovarium. Temuan ini menunjukkan bahwa penularan ML secara

vertikal dapat menyebabkan imunosupresi yang dapat mengawali terjadinya lesio

granulomatosa invasif. Pneumonia granulomatosa invasif dengan ML belum

pernah ditemukan pada unggas.

Kata kunci: aspergilosis, ayam broiler, pneumonia granulomatosa invasif,

myelositomatosis.

ABSTRACT

GAMMA PRAJNIA. Study of Myelocytomatosis in Broiler as a

Immunosuppressor. Supervised by VETNIZAH JUNIANTITO and WIWIN

WINARSIH.

Myelocytomatosis or myeloid leucosis (ML) is a kind of neoplastic disease

caused by Avian leucosis virus subtype J (ALV–J) infection, which often found in

chickens worldwide. Myelocytomatosis in chickens cause reduced productivity

and increased mortality in flocks. The aim of this study was to make pathological

assessment of ML occurred in a broiler farm. Increased mortality with breathing

difficulty (dyspnoea) were noted in broiler flocks aging 7 and 14 days. Afterwards

necropsy was performed and organs were sampled for histopathological

examinations. All organs were embedded in paraffin, sectioned at 5 µm, and

stained with hematoxylin and eosin (for morphology), periodic acid–Schiff for

carbohydrates, and Masson trichrome for collagens. Histopathological findings of

ML included scattered myeloid cells depositions in the interstitium and

perivascular area of kidney, liver, lung, and heart. Additionally, high percentage

(>70%) of myeloid cells were found in the bone marrow. In addition to ML in

various organs, there were invasive granulomatous pneumonia comprises of

poorly demarcated fibrous bands, and septate fungal hyphae which consistent

with the morphology of Aspergillus spp. Myelocytomatosis were also detected in

the breeder flocks aging 29 weeks, notably in liver and ovaries. These findings

suggest that vertical ML transmission may cause immunosupression which lead to

invasive granulomatous lesion. Invasive granulomatous pneumonia with ML has

never been documented in poultry.

Keywords: aspergillosis, broiler, invasive granulomatous pneumonia,

myelocytomatosis.

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kedokteran Hewan

pada Fakultas Kedokteran Hewan

KAJIAN MYELOSITOMATOSIS PADA AYAM

BROILER SEBAGAI IMUNOSUPRESOR

GAMMA PRAJNIA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2015

Judul Skripsi: Kajian Myelositomatosis pada A yam Broiler sebagai

Nama NIM

Imunosupresor : Gamma Prajnia : B04100105

Disetujui oleh

Drh Vetnizah Juniantito, PhD APVet Pembimbing I

Tanggal Lulus: 1 4 JAN 2015

Dr Drh Wiwin Winarsih, MSi APVet Pembimbing II

tahui oleh

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala

atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.

Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan

September 2013 ini ialah studi kasus, dengan judul Kajian Myelositomatosis

pada Ayam Broiler sebagai Imunosupresor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Drh Vetnizah Juniantito,

PhD APVet dan Ibu Dr Drh Wiwin Winarsih, MSi APVet selaku

pembimbing. Terima kasih penulis ucapkan kepada staf Laboratorium

Patologi yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima

kasih juga disampaikan kepada Ayahanda Adi Suwito, Ibunda Nanik

Susmiati, kakak, adik, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih

sayangnya. Terima kasih saya juga sampaikan kepada sahabat saya (Dwida,

Anisa, Anggun, Shovia, Hida, Risti, Harini, Laras, Nurul, Ghina, Nurul

Chotimah, Faisal, Satrio, Erlan, Tri, Armedi, Andri, Mustofa, Maya, Intan,

Andra, Amanda, Rahmad, Dini, Fajar, dan Nadia) dan keluarga Acromion

47 yang senantiasa membantu dan mendukung saya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna sehingga

penulis sangat menghargai untuk saran yang diberikan. Semoga karya

ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2015

Gamma Prajnia

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL Vi

DAFTAR GAMBAR Vii

DAFTAR LAMPIRAN Vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Hematopoiesis 2

Myelositomatosis 2

Avian Leukosis Virus–J 3

Imunosupresi 3

Aspergilosis 3

METODE 4

Waktu dan Tempat 4

Bahan 4

Alat 5

Metode Penelitian 5

Prosedur Analisis Data 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Pembahasan 6

SIMPULAN DAN SARAN 13

Simpulan 13

Saran 14

DAFTAR PUSTAKA 14

RIWAYAT HIDUP 17

DAFTAR TABEL

1 Hasil pemeriksaan patologi anatomi 6

2 Hasil pemeriksaan histopatologi 7

DAFTAR GAMBAR

1 Sumsum tulang U 50/13 umur 14 hari. Peningkatan persentase

jumlah sel myelosit (panah) yang mencapai lebih dari 70% dari

keseluruhan sel. Pewarnaan HE, bar= 20 µm.

8

2 Ovarium U 63/ 13. Akumulasi multifokal sel myelosit (panah) di

interstisium. Pewarnaan HE, bar= 20 µm.

8

3 Jantung U 50/13 umur 7 hari. Infiltrasi sel myelosit (panah a) dan

nekrosa otot (panah b). Pewarnaan HE, bar= 20 µm.

9

4 Jantung U 50/13 umur 7 hari. Perikarditis granulomatosa (panah)

ditandai dengan jaringan nekrosis yang dikelilingi oleh sel radang

limfosit, makrofag, dan sel raksasa. Pewarnaan HE, bar= 40 µm.

9

5 Ginjal U 63/13. Infiltrasi sel myelosit di interstisium (panah).

Pewarnaan HE, bar= 20 µm.

11

6 Limpa U 50/13 umur 7 hari. Deplesi pulpa putih (panah).

Pewarnaan HE, bar= 80 µm.

12

7 Paru U 63/13. Bronkitis, yang ditandai dengan infiltrasi sel radang

(panah) pada bagian sub-epithelial. Pewarnaan HE, bar= 40 µm.

12

8 Paru U 50/13 umur 7 hari. Kapang yang diduga Aspergillus spp.

(panah). Pewarnaan PAS, bar= 40 dan 20 µm.

13

9 Paru U 50/13 umur 7 hari. Radang granuloma dengan sel raksasa

tipe benda asing (panah). Pewarnaan HE, bar= 40 µm.

14

10 Paru U 50/13 umur 14 hari. Radang granuloma invasif yang tidak

penuh dikelilingi oleh jaringan ikat (panah). Pewarnaan MT, bar= 40

µm.

14

PENDAHULUAN

Dewasa ini kebutuhan protein masyarakat Indonesia semakin meningkat

seiring dengan pertambahan populasi penduduk. Daging unggas merupakan salah

satu sumber protein hewani. Kemensesneg (1998), menjelaskan dalam Keputusan

Presiden Republik Indonesia Nomor 99 tahun 1998 tentang Kebijakan

Terbukanya Usaha Bidang Peternakan bahwa jenis usaha peternakan yang

dicanangkan adalah usaha ayam pedaging (broiler). Masalah paling menonjol

dalam pemeliharaan ayam broiler adalah tingginya kematian pada anak ayam

dibawah umur 2 bulan. Pada umur tersebut terdapat berbagai serangan penyakit di

antaranya Newcastle disease, infectious bronchitis, infectious bursal disease,

avian influenza, dan tumor (Xie et al. 2010; Han et al. 2011; Li et al. 2011;

Pourceau et al. 2011).

Tumor pada ayam dapat menyebabkan kerugian ekonomi karena

menyebabkan penurunan produksi dan meningkatkan jumlah kematian pada

ternak. Insidensi penyakit tumor menular pada ayam paling sering disebabkan

oleh 3 kelompok virus yaitu Marek’s disease virus, Reticuloendotheliosis virus,

dan Avian leukosis virus–J (ALV–J) (Mckay 1998). Avian leukosis virus–J

merupakan golongan yang sama dengan virus penyebab human immunodeficiency

virus (HIV) atau acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) pada manusia.

Virus tersebut menyerang sistem kekebalan tubuh. Avian leukosis virus–J pada

unggas menginfeksi sel darah putih tipe myelosit dan menyebabkan transformasi

sel tumor myelosit yang lebih dikenal dengan myelositomatosis atau myeloid

leukosis (ML). Ciri kasus ML satu diantaranya adalah terlihat adanya sel myelosit

dengan karakteristik nukleus besar berbentuk bulat atau elips dan berada pada

bagian tepi dengan kromatin yang terlihat jelas, serta sitoplasma yang bergranul

eosinofilik (Fadly 2000; Wu et al. 2010). Kasus ML ditandai dengan keberadaan

sel myelosit dalam jumlah yang berlebih di dalam sumsum tulang (Calnek 1997).

Lesio penyakit ML sering ditemukan pada organ paru, jantung, hati, ginjal,

limpa, ovarium, dan sumsum tulang dengan melakukan pengamatan secara

histopatologi (HP). Menurut Agungpriyono et al. (2006), kejadian ML dapat

menyebabkan penurunan kekebalan tubuh (imunosupresi). Imunosupresi pada

ayam broiler berpotensi meningkatkan kejadian infeksi agen lain seperti

Aspergillus spp. Berdasarkan deskripsi di atas perlu dilakukan studi kasus untuk

mengkaji perubahan patomorfologi kejadian ML pada ayam broiler.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengkaji kejadian ML pada peternakan ayam

broiler dengan melihat keberadaan sel myelosit dan adanya perubahan pada organ

internal ayam broiler berdasarkan pengamatan histopatologi.

2

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah memberi informasi tentang kejadian ML

yang muncul akibat adanya infeksi dari ALV–J serta mengetahui perubahan-

perubahan yang terjadi pada organ internal.

TINJAUAN PUSTAKA

Hematopoiesis

Hematopoiesis adalah proses pembentukan darah yang terjadi di dalam

jaringan hemopoietik. Hematopoiesis dimulai dari kantung kuning telur dan di

daerah dorsal aorta pada awal embrio (Liippo dan Lassila 2006). Proses ini akan

berlangsung hingga dewasa. Aktifitas hematopoiesis mencapai puncaknya kira-

kira 2 minggu pasca menetas, kemudian aktifitas hematopoiesis berkurang. Sel

darah immature dapat ditemukan di sekitar sumsum tulang, timus, bursa fabrisius,

aorta jantung, faring, saraf kranial, ganglion spinalis, jaringan subkutan, otot,

gonad, pankreas, dan ginjal.

Proses hematopoiesis setelah ayam menetas paling utama dilakukan di

sumsum tulang dan tulang belakang (Riddell 1996). Sumsum tulang dapat

dipengaruhi secara langsung atau tidak langsung oleh hewan itu sendiri maupun

lingkungan sekitar. Peningkatan sel sumsum tulang umumnya disebabkan oleh

hiperplasia sebagai hasil dari persembuhan atrofi sumsum tulang.

Proses hematopoiesis sel pluripoten berkembang menjadi sel limfoid dan sel

myeloid. Sel limfoid kemudian berdiferensiasi menjadi sel T dan sel B, sedangkan

sel myeloid akan berdiferensiasi menjadi sel-sel eritroblas, megakarioblas,

normoblas, dan myeloblas. Sel myeloblas akan berproliferasi menjadi sel myelosit

yang selanjutnya akan berubah menjadi basofil, heterofil, dan eosinofil.

Peningkatan sel darah putih di dalam sirkulasi sering disebabkan oleh penyakit

infeksius pada unggas. Sel-sel di dalam darah sering dikaitkan dengan kejadian

tumor yang disebabkan oleh virus termasuk limfoid leukosis, eritroblastosis,

myeloblastosis, dan myelositomatosis (Riddell 1996).

Myelositomatosis

Penyakit myelositomatosis atau myeloid leukosis (ML) adalah suatu tumor

sel myelosit yang disebabkan oleh avian leukosis virus subgroup J (ALV–J).

Gambaran patomorfologi tumor ini satu diantaranya terlihat adanya infiltrasi sel

myelosit terinfeksi yang terakumulasi melimpah di dalam sumsum tulang dan

organ-organ internal ayam (Calnek 1997; Wu et al. 2010). Sel myelosit secara

normal berasal dari perkembangan sel myeloblas di dalam sumsum tulang dan

tidak akan ditemukan pada peredaran darah perifer serta jaringan tubuh. Kasus

infeksi oleh ALV–J, ditandai dengan ditemukannya sel myelosit yang bersirkulasi

di dalam sistem peredaran darah (leukosis) dan berakumulasi dalam jaringan

sebagai tumor ML. Secara mikroskopis tumor terlihat seperti sel myelosit dengan

3

karakteristik nukleus besar berbentuk bulat atau elips dan berada pada bagian tepi

dengan kromatin yang terlihat jelas, serta sitoplasma yang bergranul eosinofilik

(Fadly 2000; Wu et al. 2010). Selain menyebabkan tumor sel darah putih tipe

myelosit, pertumbuhan tumor myelosit pada organ-organ viseral dan limfoid dapat

menyebabkan imunosupresi pada ayam yang dapat berakibat pada kegagalan

vaksinasi serta meningkatnya berbagai kasus penyakit di lapang (Agungpriyono et

al. 2006).

Avian Leukosis Virus–J

Galur baru ALV berhasil diisolasi dari ayam broiler di Inggris pada tahun

1988. Galur ini dinamakan sebagai subgroup J. Avian leukosis virus termasuk ke

dalam genus Alpharetrovirus dari keluarga Retroviridae (Gao et al. 2011). Infeksi

virus ALV–J menyerang sistem kekebalan tubuh unggas, terutama menyerang sel-

sel darah putih tipe myelosit dan menyebabkan transformasi sel tumor myelosit

atau ML (Agungpriyono et al. 2006). Avian leukosis virus–J menyebar secara

vertikal melalui embrio dan horizontal melalui kontak langsung (Payne 1998).

Penyakit yang ditimbulkan oleh ALV–J akan menyebar dengan cepat dan menjadi

salah satu permasalahan yang utama dalam industri ayam broiler (Venugopal

1999). Selain itu, virus ini juga dapat menginduksi berbagai tumor dan

menyebabkan kerugian ekonomi yaitu penurunan produksi dan meningkatnya

jumlah kematian pada ternak ayam broiler (Payne 1998).

Imunosupresi

Imunosupresi adalah suatu kondisi terjadinya penurunan reaksi

pembentukan zat kekebalan tubuh atau antibodi akibat kerusakan organ limfoid

(Machdum 2014). Secara garis besar imunosupresi dibagi dalam 2 golongan yaitu

imunosupresi kongenital dan dapatan (Radji 2010). Imunosupresi kongenital pada

umumnya disebabkan oleh kelainan respon imun bawaan berupa kelainan dalam

sistem fagosit dan komplemen atau dalam proses diferensiasi fungsi limfosit.

Imunosupresi dapatan dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain infeksi

virus yang dapat merusak sel limfosit, malnutrisi, penggunaan obat-obatan

kortikosteroid yang bersifat sitotoksik, dan penyakit tumor. Dengan adanya

penurunan jumlah antibodi dalam tubuh, maka agen penyakit akan lebih mudah

masuk dan menginfeksi tubuh sehingga dapat menyebabkan gangguan

pertumbuhan dan produksi. Tanda-tanda terjadinya kasus imunosupresi adalah

performa produksi yang buruk dari suatu flock peternakan, yang dapat disebabkan

oleh terjadinya kematian yang sangat tinggi, penurunan bobot tubuh, konversi

pakan yang tinggi, dan banyaknya ayam yang kerdil.

Aspergilosis

Aspergilosis didefinisikan sebagai penyakit yang disebabkan oleh spesies

kapang Aspergillus spp. (Dorland 2012). Penyakit ini menyerang saluran

4

pernapasan, terutama paru dan kantung hawa unggas, serta menyebabkan

gangguan pernapasan. Akibatnya, produktivitas telur dan daging ayam terganggu

(Gholib 2005). Aspergilosis menyerang semua tingkatan umur dan telah tersebar

di seluruh dunia, terutama negara-negara tropis yang bercuaca panas dan lembab.

Penyakit ini menyerang secara sistemik yang berarti menyerang di dalam tubuh

ternak dan dapat menyebar ke seluruh bagian tubuh.

Spora Aspergillus spp. dapat masuk ke dalam tubuh unggas secara

perinhalasi, pakan yang terkontaminasi, dan telur yang mengandung spora. Spora

yang masuk ke dalam tubuh, terbawa aliran darah sehingga menyebabkan

kerusakan pada berbagai organ. Lesio aspergilosis pada organ dapat berupa hifa di

dalam sarang-sarang radang granuloma pada organ respirasi terutama paru dan

kantung hawa. Radang granuloma merupakan bentuk dari pertahanan tubuh

terhadap agen penyebab granuloma yang persisten. Radang granuloma merupakan

bentuk radang kronis yang ditandai dengan adanya kumpulan makrofag

termodifikasi (sel raksasa multinukleus) yang menyerupai sel epitel, yang

umumnya dikelilingi sel limfosit (Dorland 2012). Teknik identifikasi kapang pada

kasus granuloma akibat Aspergillus spp. umumnya menggunakan pewarnaan

khusus seperti periodic acid–Schiff (PAS). Teknik pewarnaan ini dapat mewarnai

dinding polisakarida dari kapang Aspergillus spp. (Permi et al. 2012).

METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Patologi Veteriner, Divisi Patologi

Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi, FKH IPB. Penelitian dilaksanakan

dari bulan September 2013 sampai bulan Februari 2014.

Alat dan Bahan

Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu organ paru, jantung, hati,

ginjal, limpa, ovarium, dan sumsum tulang dari 21 sampel ayam broiler. Selain itu

juga dibutuhkan bahan-bahan untuk membuat preparat histopatologi seperti

paraffin, xylol, alkohol (70%, 80%, 90%, absolute), formalin 10%, buffered

neutral formalin (BNF) 10%, dan etelan. Pewarnaan yang digunakan untuk

pewarnaan hematoksilin–eosin (HE), periodic acid–Schiff (PAS), dan Masson

trichrome (MT). Bahan-bahan untuk pewarnaan PAS yaitu periodic acid 1%, air

sulfit, akuades, reagen schiff, dan pewarnaan hematoksilin. Bahan-bahan untuk

pewarnaan MT yaitu meordant, carrazi’s hematoxylin, orange G 75%, acetic acid

1%, ponceau xylidine fuchsin, phosphotungstic acid 2,5%, anilin blue, alkohol

95%, dan akuades.

5

Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu alat-alat untuk membuat

preparat histopatologi seperti tissue cassette, scalpel, tissue embedding console,

microtome, pisau microtome, mesin blocking, rak khusus pewarnaan, gelas ukur,

object glass, cover glass, dan mikroskop cahaya.

Metode Penelitian

Evaluasi histopatologi

Pemeriksaan sampel organ yang diamati berasal dari 21 ekor ayam broiler

(Gallus domesticus) ras Lohmann yang berasal dari suatu peternakan di daerah

Purwakarta, Jawa Barat. Sampel ini dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok

pertama dengan kode U 50/13 berjenis kelamin jantan dan betina berumur 7 dan

14 hari. Kelompok kedua dengan kode U 63/13 berjenis kelamin betina berumur

29 minggu yang merupakan induk dari ayam day old chick (DOC) dengan kode U

50/13. Pembuatan preparat HP dilakukan dengan cara menekropsi dan mengambil

organ paru, jantung, hati, ginjal, limpa, ovarium, dan sumsum tulang. Organ

tersebut selanjutnya difiksasi di dalam BNF 10% selama 6–48 jam.

Fiksasi

Organ paru, jantung, hati, ginjal, limpa, ovarium, dan sumsum tulang

disayat sekitar 3 mm di bagian perbatasan antara bagian yang terdapat lesio

dengan bagian yang tidak mengalami kelainan dan diberi label nama. Sayatan

organ tersebut dimasukkan ke dalam tissue cassette dan disimpan dalam wadah

yang berisi cairan BNF 10% sampai siap dilakukan proses selanjutnya yaitu

dehidrasi.

Dehidrasi

Dehidrasi dilakukan pada mesin prosesor otomatis. Proses ini dilakukan

bertahap dengan alkohol konsentrasi bertingkat, yaitu konsentrasi 70%, 80%, dan

90%, serta alkohol absolut I dan II masing-masing selama 2 jam. Proses

selanjutnya dilakukan penjernihan dengan menggunakan xylol I dan II.

Pencetakan

Setelah proses dehidrasi selesai, dilakukan pencetakan dengan

menggunakan tissue embedding console. Proses pencetakan dilakukan dengan

penuangan paraffin sampai setengah cetakan. Potongan jaringan dimasukkan ke

dalam cetakan tersebut dan ditambahkan dengan paraffin hingga cetakan penuh.

Selanjutnya cetakan diberi label nama, kemudian didinginkan pada suhu 4 °C.

Pemotongan

Proses pemotongan blok dilakukan menggunakan microtome. Pemotongan

dilakukan pada hasil cetakan dengan ketebalan 5 µm. Hasil potongan dimasukkan

ke dalam waterbath, kemudian diletakkan pada object glass dan dikeringkan pada

suhu ruang. Setelah itu, preparat diletakkan dan disimpan dalam inkubator sampai

dilakukan pewarnaan.

6

Pewarnaan

Proses selanjutnya yaitu deparafinisasi dengan xylol III, II, I, alkohol absolut

III, II, I, alkohol 96%, 90%, 80%, dan 70% masing-masing selama 2 menit.

Selanjutnya seluruh preparat organ diwarnai dengan pewarnaan HE serta

pewarnaan PAS dan MT digunakan untuk mewarnai organ paru. Preparat yang

telah diwarnai, dimasukkan ke dalam alkohol bertingkat dari alkohol 70%, 80%,

90%, 96%, alkohol absolut I, II,III, kemudian xylol I, II, III masing-masing selama

2 menit. Proses terakhir yaitu preparat satu per satu diberi etelan lalu ditutup

dengan cover glass dan siap untuk dilihat dengan mikroskop. Pengamatan

dilakukan terhadap perubahan histopatologi terhadap stuktur organ paru, jantung,

hati, ginjal, limpa, ovarium, dan sumsum tulang.

Prosedur Analisis Data

Data dianalisis secara deskriptif dengan pengamatan histopatologi (HP)

yaitu melihat keberadaan sel myelosit dan adanya perubahan HP struktur organ

internal ayam broiler.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sampel ayam broiler pada penelitian kali ini dibagi menjadi dua kelompok,

yakni kode U 50/13 menunjukkan bahwa sampel tersebut berjenis kelamin jantan

dan betina berumur 7 dan 14 hari. Sementara, kode U 63/13 berjenis kelamin

betina berumur 29 minggu yang merupakan induk dari ayam day old chick (DOC)

dengan kode U 50/13. Berdasarkan anamnese sampel yang diteliti menunjukkan

peningkatan jumlah kematian serta kesulitan bernapas. Sampel organ paru,

jantung, hati, ginjal, dan ovarium diamati lesio patologi anatomi (PA) yang dapat

terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Hasil pemeriksaan patologi anatomi

Organ Perubahan

U 50/13 U 63/13

Paru Radang granuloma –

Hati Umur 14 hari: Perihepatitis Bengkak dan pucat

Jantung Perikarditis Perikarditis

Ginjal Umur 7 hari: Endapan asam urat disertai

dengan kebengkakan ginjal –

Ovarium – Oophoritis

Hasil pengamatan secara HP pada sampel U 50/13 umur 14 hari terlihat

adanya kumpulan sel myelosit seperti pada Gambar 1. Hasil pengamatan

ditemukan peningkatan jumlah sel myelosit (>70%). Peningkatan jumlah sel

myelosit yang immature dalam jumlah banyak dengan karakteristik nukleus besar

berbentuk bulat atau elips dan berada pada bagian tepi dengan kromatin yang

terlihat jelas, serta sitoplasma yang bergranul eosinofilik disebut sebagai

myelositomatosis atau myeloid leukosis (ML) (Fadly 2000; Wu et al. 2010).

7

Kejadian ML ditandai dengan ditemukan sel myelosit di beberapa organ seperti

paru, ginjal, hati, jantung, limpa, dan ovarium.

Sel tumor ML terlihat seperti sel myelosit normal di sumsum tulang, namun

proliferasi dan pertumbuhannya terjadi sangat cepat (Calnek 1997). Terdapat

gambaran mitosis dari sel myelosit dalam tumor ML. Mitosis sel myelosit tanpa

disertai dengan diferensiasi sel pada sumsum tulang menyebabkan kegagalan

proses hematopoiesis, sehingga sel darah putih sebagai pertahanan terhadap agen

penyakit tidak terbentuk dan menyebabkan terjadinya imunosupresi.

Deskripsi lesio HP organ paru, jantung, hati, ginjal, ovarium, limpa, serta

sumsum tulang juga dijelaskan secara komprehensif pada Tabel 2.

Tabel 2 Hasil pemeriksaan histopatologi

Organ Perubahan

U 50/13 U 63/ 13

Paru 1. Radang granuloma disertai dengan

hifa tidak berwarna dibagian tengah

radang

2. Radang granuloma invasif

3. Infeksi sekunder oleh bakteri ditandai

jumlah sel heterofil yang tinggi dan

terdapat koloni bakteri yang

membentuk radang granuloma

4. Trombus

1. Bronkhitis

2. Akumulasi sel myelosit di

interstisium

Ginjal Umur 14 hari: Embolus sel myelosit 1. Proliferasi sel-sel myelosit

di interstisium dan di dalam

pembuluh darah

2. Nekrosis multifokal tubulus

ginjal

Hati Umur 7 hari: Kongesti dan infiltrasi sel-

sel myelosit

Infiltrasi sel myelosit di sekitar

pembuluh darah

Jantung 1. Perikarditis granulomatosa

2. Perikardits fibrinosa

3. Miokarditis –

Limpa Umur 7 hari: Deplesi pulpa putih dan

splenitis

Umur 14 hari: Deplesi pulpa putih,

proliferasi sel myelosit di pulpa merah,

dan rendahnya sel darah merah di pulpa

merah

Deplesi sel limfoid pulpa putih

Sumsum tulang 1. Tingginya presentase sel myelosit

(>70%)

2. Akumulasi sel myelosit dan sel

limfoid

Ovarium –

Akumulasi sel myelosit di

interstisium ovarium

Kejadian ML disebabkan oleh ALV–J (Riddell 1996). Gen virus akan

bersatu dengan gen induk semang dan menyebar ke sel hasil mitosis. Avian

leukosis virus–J menyebar secara horizontal melalui kontak langsung dan vertikal

melalui embrio dari induk ke anak (Payne 1998). Pada kasus ML, virus ALV–J

masuk ke dalam sel myelosit induk semang. Proliferasi dan pertumbuhan sel

myelosit terjadi sangat cepat (Calnek 1997). Penyakit akan menyebar melalui

proliferasi sel yang terinfeksi (Akson 1993). Ditemukannya sel myelosit di

8

beberapa organ menandakan bahwa sel myelosit telah bermetastasis. Sel myelosit

akan bermetastasis dalam pembuluh darah dan menyebar ke seluruh tubuh secara

sistemik (McEntee 1990 dalam Afriani 2006). Sel myelosit yang terbawa dalam

pembuluh darah akan masuk ke sistem genitalia seperti ovarium (Ferry 2011). Hal

ini memungkinkan proses penularan ML secara vertikal dari induk ke anaknya.

Dari hasil pengamatan secara HP sampel U 63/13, ditemukan kumpulan sel

myelosit pada ovarium seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 1 Sumsum tulang U 50/13 umur 14 hari. Peningkatan persentase jumlah sel myelosit

(panah) yang mencapai lebih dari 70% dari keseluruhan sel. Pewarnaan HE, bar= 20

µm.

Gambar 2 Ovarium U 63/ 13. Akumulasi multifokal sel myelosit (panah) di intestisium.

Pewarnaan HE, bar= 20 µm.

Metastasis sel myelosit juga ditemukan pada organ jantung. Berdasarkan

pengamatan secara HP pada organ jantung ditemukan sel-sel tumor yang memiliki

9

karakteristik sama dengan sel tumor yang ada di ovarium. Pemeriksaan HP organ

jantung sampel U 50/13 umur 7 dan 14 hari, ditemukan metastasis sel myelosit

pada miokardium yang disebut miokarditis. Selain itu, pada bagian miokardium

juga ditemukan lesio nekrosa otot jantung yang terlihat pada Gambar 3.

Perikardium ditemukan lesio perikarditis granulomatosa (Gambar 4). Radang

granuloma yang terbentuk pada perikardium merupakan suatu bentuk pertahanan

tubuh dengan adanya infiltrasi sel heterofil, makrofag, limfosit, dan fibroblas di

sekitar radang. Perikardium mengalami penebalan akibat pertumbuhan jaringan

ikat dan fibrin. Lesio ini sering disebut perikarditis fibrinosa.

Gambar 3 Jantung U 50/13 umur 7 hari. Infiltrasi sel myelosit (panah a) dan nekrosa otot (panah

b). Pewarnaan HE, bar= 20 µm.

Gambar 4 Jantung U 50/13 umur 7 hari. Perikarditis granulomatosa (panah) ditandai dengan

jaringan nekrosis yang dikelilingi oleh sel radang limfosit, makrofag, dan sel raksasa.

Pewarnaan HE, bar= 40 µm.

10

Berdasarkan pengamatan sampel organ hati U 50/13 umur 7 hari secara HP,

ditemukan lesio berupa kongesti dan infiltrasi sel myelosit pada hati. Tekanan

tumor ML pada vena porta menyebabkan kongesti. Infiltrasi sel myelosit pada

organ hati mengindikasikan terjadinya hepatitis karena agen infeksius yang parah.

Hati dapat terinfeksi oleh agen infeksius melalui 3 cara yaitu hematogenous,

penetrasi langsung, dan melalui sistem biliar (ascenden). Infeksi yang paling

umum terjadi, yaitu melalui jalur hematogenous karena organ hati menerima

banyak darah dari arteri hepatika dan vena porta (Hou et al. 2011). Kejadian

hepatitis yang disertai dengan kongesti disebut hepatitis perivaskular.

Pengamatan sampel organ ginjal U 50/13 umur 14 hari dan U 63/13 secara

HP ditemukan sel-sel tumor sel myelosit di pembuluh darah dan pada interstisium

ginjal (Gambar 5). Lesio lain yang terlihat pada pengamatan organ ginjal adalah

adanya nekrosa multifokal tubulus ginjal. Tekanan sel-sel tumor pada tubulus

ginjal menyebabkan nekrosa multifokal, sementara pada glomerulus ginjal masih

terlihat normal.

Gambar 5 Ginjal U 63/13. Infiltrasi sel myelosit di interstisium (panah). Pewarnaan HE, bar = 20

µm.

Pengamatan HP organ limpa U 50/13 umur 14 hari menunjukkan penurunan

jumlah sel darah merah di pulpa merah. Lesio deplesi pulpa putih dan proliferasi

sel myelosit terlihat pada pengamatan HP pada semua sampel ayam broiler

(Gambar 6). Lesio tersebut menyebabkan sel limfoid yang terbentuk semakin

berkurang sehingga memicu kondisi imunosupresi (Calnek 1998). Kondisi

imunosupresi dapat menyebabkan kegagalan vaksinasi dan peningkatan kejadian

infeksi sekunder di lapangan, satu diantaranya yaitu infeksi sekunder oleh kapang

Aspergillus spp. yang menyebabkan aspergilosis. Pagano et al. (2008)

menerangkan bahwa aspergilosis bersifat invasif sering terjadi pada penderita

imunosupresi yang disebabkan ML. Kejadian aspergilosis yang mengikuti ML

mempunyai tingkat kematian yang cukup tinggi yaitu 30–40%. Penyakit ini

menyerang organ pernapasan terutama organ paru dan kantung hawa serta dapat

menyebabkan gangguan pernapasan (Gholib 2005).

11

Pengamatan gambaran HP preparat organ paru dilakukan dengan pewarnaan

HE. Berdasarkan hasil pengamatan sampel U 63/13 ditemukan lesio bronkhitis

yang ditandai dengan penebalan epitel bronkus, infiltrasi sel heterofil dan adanya

eksudat di lumen bronkus (Gambar 7). Metastasis tumor ML ditemukan pada

organ paru yang ditandai dengan akumulasi sel myelosit pada bagian interstisium.

Gambar 6 Limpa U 50/13 umur 7 hari. Deplesi pulpa putih (panah). Pewarnaan HE, bar= 80 µm.

Gambar 7 Paru U 63/13. Bronkhitis, yang ditandai dengan infiltrasi sel radang (panah) pada

bagian sub–epithelial. Pewarnaan HE, bar= 40 µm.

Pengamatan juga dilakukan pada sampel U 50/13 umur 7 dan 14 hari. Hasil

pengamatan menunjukkan radang granuloma yang parah ditandai dengan adanya

struktur hifa tidak terwarnai di tengah radang. Hasil pewarnaan preparat dengan

periodic acid–Schiff (PAS), organ paru memperlihatkan keberadaan hifa dari

Aspergillus spp. (Gambar 8). Reagen Schiff akan mewarnai dinding sel hifa yang

mengandung karbohidrat. Hifa bersepta dan bercabang 45° konsisten dengan

12

morfologi kapang Aspergillus spp, yang mengindikasikan kemungkinan kasus

aspergilosis.

Gambar 8 Paru U 50/13 umur 7 hari. Kapang yang diduga Aspergillus spp. (panah). Pewarnaan

PAS, bar= 40 dan 20 µm.

Organ paru yang terinfeksi oleh Aspergillus spp. ditandai dengan adanya

radang granuloma. Radang granuloma yang ditemukan pada penelitian ini

dicirikan dengan adanya sel raksasa tipe benda asing dan jaringan ikat yang

mengelilingi fokus peradangan (Gambar 9). Radang granuloma merupakan bentuk

radang kronis yang ditandai dengan adanya kumpulan makrofag termodifikasi (sel

raksasa multinukleus) yang menyerupai sel epitel, yang umumnya dikelilingi sel

limfosit (Dorland 2012). Berdasarkan hasil pengamatan HP organ paru sampel

ayam broiler ditemukan adanya radang granuloma yang bersifat invasif. Hal ini

dapat dilihat pada Gambar 10, dari hasil pewarnaan Masson trichrome (MT)

organ paru menunjukkan fokus radang granuloma yang tidak dibatasi dengan

jaringan ikat (berwarna biru). Sundaram dan Murthy (2011), menjelaskan bahwa

kejadian radang granuloma invasif yang disebabkan penyakit aspergilosis sering

terjadi pada individu yang mengalami imunosupresi. Hal ini disebabkan belum

terbentuknya jaringan ikat untuk melokalisir infeksi, tetapi pada kasus ini radang

granuloma sudah menyebar ke seluruh jaringan paru.

Kejadian ML yang disertai juga dengan myeloid leukimia juga

menyebabkan adanya granuloma aspergilosis bersifat invasif yang berhubungan

dengan faktor imunosupresi pada kasus di manusia (Aquino et al. 1994).

Myelositomatosis seringkali ditandai dengan proliferasi sel myeloid pada sumsum

tulang yang menyebabkan produksi leukosit pada sumsum tulang terutama sel

neutrofil, monosit, serta limfosit menurun. Penurunan produksi leukosit

menyebabkan respon kekebalan terhadap adanya infeksi menjadi kurang responsif

yang pada akhirnya akan menimbulkan infeksi yang meluas (Butcher dan Miles

2014). Berdasarkan studi literatur, belum pernah dilaporkan adanya kasus ML

yang disertai granuloma invasif pada ayam.

13

.

Gambar 9 Paru U 50/13 umur 7 hari. Radang granuloma dengan sel raksasa tipe benda asing

(panah). Pewarnaan HE, bar= 40 µm.

Gambar 10 Paru U 50/13 umur 14 hari. Radang granuloma invasif yang tidak penuh dikelilingi

oleh jaringan ikat (panah). Pewarnaan MT, bar= 40 µm.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Simpulan yang diperoleh dari studi kasus ini adalah ditemukannya

myelositomatosis atau myeloid leukosis (ML) pada anak ayam yang diikuti

dengan radang granuloma invasif. Penularan ML pada kasus ini diduga terjadi

secara vertikal yang ditunjukkan dengan ditemukannya fokus-fokus sel tumor

14

myelosit pada organ ovarium induk ayam. Granuloma invasif pada kasus ini

diduga berkaitan dengan faktor imunosupresi akibat ML.

Saran

Pengamatan pada sampel organ lebih lanjut perlu dilakukan dengan

pewarnaan imunohistokimia untuk mengetahui distribusi virus ALV–J penyebab

ML pada organ. Selain itu perlu dilakukan diagnosa ML secara dini pada induk

DOC untuk mencegah penularan secara vertikal agar dapat menghindari

imunosupresi pada DOC.

DAFTAR PUSTAKA

Afriani. 2006. Kajian myelositomatosis pada ayam kampung betina [Skripsi].

Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Agungpriyono DR, Estuningsih S, Satyaningtijas AS. 2006. Penentuan

karakteristik sitokimia granul myelosit pada sediaan ulas darah untuk

deteksi dini penyakit tumor sel darah myelosit avian leucosis. [abstrak].

Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi, Kedokteran Hewan, IPB.

Akson BT. 1993. Manual Kesehatan Unggas. Yogyakarta (ID): Kanisius.

Aquino MZ, Brasciner A, Cristofani LM, Maluf PT, Filho VC, Marques HHS,

Vaccari EMH, Lacaz CS, Melo NT. 1994. Aspergillosis in

immunocompromised children with acute myeloid leukemia and bone

merrow aplasia. Report of two cases. Revista do Instituto de Medicina

Tropical de Sao Paulo. 36(5):465–469.

Butcher GD, Miles RD. 2014. Myeloid leukosis (J–virus)–an international broiler

industry concern [Internet]. [diunduh: 2014 Desember 12]. Tersedia pada:

http://edis.ifas. Ufl.edu.

Calnek BW. 1997. Disease of Poultry. Ed 10th

. Iowa (US): Iowa State University

Pr.

Calnek BW. 1998. Lymphomagenesis in marek’s. Avian Pathology. 27:S54–S64.

Dorland. 2012. Kamus Saku Kedokteran. Ed 28th

. Jakarta (ID): EGC.

Fadly AM. 2000. Isolation and identification of avian leukosis viruses:a review.

Avian Pathology. 29:529–535.

Ferry JA. 2011. Hematologic neoplasms and selected tumor–like lesions

involving the female reproductive organs. Springer. 1137–1158.

Gao Y, Yun B, Qin L, Pan W, Qu Y, Liu Z, Wang Y, Qi X, Gao H, Wan X. 2012.

Molecular epidemiology of avian leukosis virus subgroup J in layer flocks

in China. Journal of Clinical Microbiology. 50(3): 953.

Gholib D. 2005. Pengembangan tehnik serologi untuk pemeriksaan aspergilosis

ayam. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner. 10(2):143–149.

Han Z, Sun C, Yan B, Zhan B, Zhan X, Wang Y, Li C, Zhang Q, Ma Y, Shao Y et

al. 2011. A 15–years analysis of molleculer epidemiologi of avian infectious

bronchitis coronavirus in China. Journal of Infection, Genetics and

Evolution. 11:190–200.

15

Hou Y, Zou Q, Ge R, Shen F, Wang Y. 2011. The critical of CD133+CD44

+/high

tumor cells in hematogenous metastasis of liver cancers. Cell Research.

22:259–272.

[Kemensesneg] Kementrian Sekretaris Negara Indonesia. 1998. Keputusan

Presiden Republik Indonesia Nomor 99 Tahun 1998 tentang Bidang/Jenis

Usaha yang Dicadangkan untuk Usaha Kecil dan Bidang/Jenis Usaha yang

Terbuka untuk Usaha Menengah atau Usaha Besar dengan Syarat

Kemitraan. Jakarta (ID): Kementrian Sekretaris Negara Indonesia.

Li Y, Wang C, Cheng X, Wu T, Zhang C. 2011. Synonimous codon usage of the

VP2 gene of a very virulent infectious bursal disease virus isolate serial

passaged in chicken embryos. Journal of Biosystems. 104:24–47.

Liippo J, Lassila O. 2006. Avian lymphopoiesis and transcriptional control of

hematopoiesis steam cell differentiation. Springer. 47–61.

Machdum NV. 2014. Bagaimana mengenali dan mengatasi imunosupresi?.

Majalah infovet [Internet]. [Diunduh: 2014 Januari 21]. Tersedia pada:

http://www.majalahinfovet.com/2007/09/bagaimana-mengenali-dan-

mengatasi.html.

MacFarlane PS, Reid R, Callander R. 2000. Pathology Ilustrated. Ed 5th

.

Endiburgh (US): Churchill Livingstone.

McEntee K. 1990. Reproductive Pathology of Domestic Mammals. California

(US): Academic Pr.

Mckay JC. 1998. A poultry breeder’s approach to avian neoplasma. Avian

Pathology. 27:574–577.

Pagano L, Chaira M, Candoni A, Affidoni M, Martino B, Specchia G, Pastore D,

Stanzani M, Chattaneo C, Fanci R et al. 2006. Invasive aspergillosis in

patients with acute myeloid leukimia: a SEIFEM–2008 registry study.

Hematological. 95(4):644–650.

Permi HS, Shetty K, Padma SK, Teerthanath S, Mathias M, Kumar Y, Prasad H.L,

Chandrika. 2012. A histopathological study of granulomatous inflammation.

Nitte University Journal of Health Science. 1(2):15–19.

Payne LN. 1998. HPRS 103: a retrovirus strikes back. The emergence of

subgroup J avian leukosis virus . Avian Pathology. 27:536–545.

Pourceau G, Chevolot Y, Goudot A, Giroux F, Meyer A, Moules V, Lina B,

Cecioni S, Vidal S, Yun H et al. 2011. Measurement of enzymatic activity

and specificity of human and avian influenza neuraminidases from whole

virus by glycoarray and MALDI–TOF mass spectrometry. ChemBioChem.

12:2071–2081.

Radji M. 2010. Imunologi dan Virologi. Jakarta (ID): PT ISFI Penerbitan.

Riddell C. 1996. Avian Histopathology. Ed 2th

. Kota tidak diketahui (CA):

American Assosiation of Avian Pathology.

Sundaram C, Murthy JMK. 2011. Intracranial Aspergillus granuloma. Pathology

Research International.1–5.

Venugopal K. 1999. Avian Leukosis Virus subgroup J: a rapidly evolving group

of oncogenic retrovirus. Research in Veterinary Science. 67:113–119

Wu X, Qian K, Qin H, Wang P, Jin W, Eltahir YM. 2010. Recombinant avian

leukosis viruses of subgroup J isolated from field infected commercial layer

chickens with hemangioma and myeloid leukosis prossess an insertion in

the E element. Veterinary Research Communications. 34:619–632.

16

Xie Y, Sun HX, Li D. 2010. Platycodin D improves the immunogenicity of

newcastle desease virus based recombinand avian influenza vaccine in mice.

Chemistry and Biodeversity. 7:677–689.

17

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lamongan pada tanggal 29 September 1992, anak dari

pasangan Bapak Adi Suwito dan Ibu Nanik Susmiati. Pendidikan formal penulis

sampai dengan tingkat SMA diselesaikan di Lamongan, yaitu SDN Sidoharjo 1

Lamongan, SMPN 1 Lamongan, dan SMAN 2 Lamongan. Penulis lulus dari SMA

dan pada tahun yang sama diterima di jurusan kedokteran hewan melalui jalur

USMI.

Selama menjadi mahasiswa IPB, penulis bergabung dalam organisasi

mahasiswa. Adapun organisasi yang diikuti yaitu himpunan Minat dan Profesi

Ruminansia sebagai anggota (2011–2014). Penulis juga pernah mengikuti Pekan

Kreatifitas Mahasiswa dengan judul Kampung Kucing Liar Sejahtera untuk

Menerapkan Prinsip Animal Welfare dengan Alternatif Pakan dari Sisa Makanan,

serta beberapa kepanitiaan kegiatan kampus FKH IPB.