KAJIAN KUALITAS AIR KOLAM IKAN BAWAL PADA …/kajian... · DAFTAR PUSTAKA ... TDS, dan TSS maka...
Transcript of KAJIAN KUALITAS AIR KOLAM IKAN BAWAL PADA …/kajian... · DAFTAR PUSTAKA ... TDS, dan TSS maka...
KAJIAN KUALITAS AIR KOLAM IKAN BAWAL PADA KELOMPOK PEMBUDIDAYA IKAN (KPI) MINA MULYA
TEMPELSARI, MAGUWOHARJO, DEPOK, SLEMAN, D.I.YOGYAKARTA
TESIS
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Menyelesaikan Studi Strata Dua Dan Memperoleh Gelar Magister Sains (M.Si.)
Disusun Oleh : Jaka Purwanta
NIM. A130908003
PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2010
ii
LEMBAR PENGESAHAN TESIS
KAJIAN KUALITAS AIR KOLAM IKAN BAWAL PADA KELOMPOK PEMBUDIDAYA IKAN (KPI) MINA MULYA
TEMPELSARI, MAGUWOHARJO, DEPOK, SLEMAN, D.I.YOGYAKARTA
Disusun Oleh : Jaka Purwanta
NIM. A130908003
Surakarta,................................
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II Prof. Dr. H. Ashadi Dr. Prabang Setyono, S.Si., M.Si. NIP.19510102-197501-1-001 NIP.19720524-199903-1-002
iii
LEMBAR PENGESAHAN TESIS
KAJIAN KUALITAS AIR KOLAM IKAN BAWAL PADA KELOMPOK PEMBUDIDAYA IKAN (KPI) MINA MULYA
TEMPELSARI, MAGUWOHARJO, DEPOK, SLEMAN, D.I.YOGYAKARTA
Disusun Oleh : Jaka Purwanta
NIM. A130908003
Telah disetujui dan disahkan oleh Tim Penguji Pada Tanggal ...................
Jabatan Nama Tanda tangan Ketua merangkap anggota Dr. Sunarto, M.S. ..................... NIP.19540605-199103-1-002 Sekretaris merangkap anggota Dr. Ir. Mth. Sri Budiastuti, M.P. ...................... NIP.19591205-198503-2-001 Anggota Penguji : 1. Prof. Dr. H. Ashadi ...................... NIP. 19510102-197501-1-001 2. Dr. Prabang Setyono, S.Si., M.Si. ...................... NIP.19720524-199903-1-002
Surakarta,................................... Mengetahui
Direktur Program Pascasarjana Ketua Program Studi Ilmu Lingkungan Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D. Dr. Prabang Setyono, S.Si., M.Si. NIP.19570820-198503-1-004 NIP.19720524-199903-1-002
iv
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Jaka Purwanta
NIM : A130908003
Program Studi : Ilmu Lingkungan
Universitas : Sebelas Maret Surakarta
menyatakan bahwa tesis ini adalah hasil pekerjaan saya sendiri. Sepanjang
pengetahuan saya, tesis ini tidak berisi materi yang ditulis orang lain, kecuali
bagian-bagian tertentu yang saya ambil sebagai acuan dengan mengikuti tata
cara dan etika penulisan tesis yang lazim.
Apabila ternyata terbukti bahwa pernyataan ini tidak benar, sepenuhnya
menjadi tanggung jawab saya.
Surakarta, Juli 2010
Penulis
Jaka Purwanta
v
HALAMAN MOTTO
Berupayalah tidak hanya menjadi manusia yang sukses, tetapi juga manusia yang bernilai.
(Albert Einstein)
Jika kamu punya keinginan yang kuat, seluruh alam semesta akan bersatu membantumu mewujudkan keinginan.
(Paulo Coelho)
Tidak ada yang dapat membuat seseorang menjadi kaya dan kuat selain apa yang ada di dalam dirinya, kekayaan itu ada di dalam hati,
bukan di dalam genggaman. (John Milton)
vi
KATA PENGANTAR
Penulis mengucapkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini
dengan judul ” KAJIAN KUALITAS AIR KOLAM IKAN BAWAL PADA
KELOMPOK PEMBUDIDAYA IKAN (KPI) MINA MULYA TEMPELSARI,
MAGUWOHARJO, DEPOK, SLEMAN, D.I.YOGYAKARTA” ini dengan
lancar. Ujian kualifikasi sudah dilaksanakan pada hari Senin, 7 Juni 2010.
Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H. Ashadi, selaku dosen pembimbing I
2. Bapak Dr. Prabang Setyono, S.Si., M.Si., selaku dosen pembimbing II
3. Seluruh dosen dan karyawan di lingkungan Program Studi Ilmu Lingkungan
Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta
4. Rekan-rekan mahasiswa angkatan September 2008 di Program Studi Ilmu
Lingkungan Program Pascasarjana. Unversitas Sebelas Maret Surakarta
5. Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu atas semua
bimbingan dan bantuan kepada penulis.
Semoga semua bantuan yang telah diberikan kepada penulis tesebut, dapat
menjadi amal baik bapak dan ibu semua, amin.
Tidak ada gading yang tidak retak, demikian juga dengan tesis ini, maka
kritik dan saran yang bersifat membangun demi lebih baiknya tesis ini, kami
terima dan kami ucapkan terima kasih. Harapan penulis, semoga tesis ini dapat
bermanfaat bagi siapa saja yang memerlukannya, khususnya pada bidang
lingkungan.
Surakarta, Juli 2010
Penulis
Jaka Purwanta
vii
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL …………………………………………… i LEMBAR PENGESAHAN....………………………………….. ii LEMBAR PENGESAHAN.......................................................... iii PERNYATAAN........................................................................... iv HALAMAN MOTTO................................................................... v KATA PENGANTAR …………………………………………. vi DAFTAR ISI................................................................................ vii DAFTAR TABEL........................................................................ viii DAFTAR GAMBAR................................................................... ix ABSTRAK.................................................................................... x BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah.......................................................... 1 B. Perumusan Masalah.................................................................. 4 C. Tujuan. Penulisan..................................................................... 4 D. Manfaat Penelitian................................................................... 5 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Lingkungan............................................................ 6 B. Sumber Daya Air..................................................................... 10 C. Ekosistem Perairan.................................................................. 20 D. Pencemaran air Tawar............................................................. 25 E. Ikan Bawal…………………………………………………... 27 F. Azas-azas Ilmu Lingkungan..................................................... 32 G. Penelitian Terdahulu………………………………..……….. 32 H. Kerangka Berpikir……………………………………………. 33 I. Hipótesis……………………………………………………… 35 BAB III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian................................................... 36 B. Alat dan Bahan Penelitian......................................................... 36 C. Variabel Penelitian………………………................................. 37 D. Cara Kerja…………………………………………………….. 38 BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN........... 51 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan.............................................................................. 89 B. Saran........................................................................................ 90
DAFTAR PUSTAKA................................................................... 91 Lampiran 1. Jadual Penelitian....................................................... 95
viii
Lampiran 2. Data Penelitian......................................................... 96 Lampiran 3. Denah Lokasi Pengambilan Air Contoh Uji............ 107 Lampiran 4. Peta Lokasi Obyek Penelitian................................... 108 Lampiran 5. Foto-foto Pengambilan Data Penelitian................... 109 Lampiran 6. Peraturan Pemerintah RI No.82 tahun 2001........... 111 Lampiran 7. Peraturan Gubernur DIY No. 20 tahun 2008.......... 112
ix
DAFTAR TABEL Halaman 1. Klasifikasi Mutu Air Berdasarkan PP N0.82 tahun 2001 pasal 8 12 2. Baku Mutu Air Berdasarkan PP No.82 tahun 2001 pasal 8…..... 13 3. Klasifikasi Mutu Air Berdasarkan Peraturan Gubernur DIY No.20 tahun 2008 pasal 5 .......................................................... 14 4. Baku Mutu Air di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta....... 14 5. Data Hasil Penelitian..................................................…………. 52 6. Data Suhu (T) Air Contoh Uji Pada Berbagai Letak.................. 54 7. Data Residu Terlarut (TDS) Air Contoh Uji Pada Berbagai Letak 57 8. Data Residu Tersuspensi (TSS) Air Contoh Uji Pada Berbagai Letak 59 9. Data pH Air Contoh Uji Pada Berbagai Letak............................ 62 10. Data BOD Air Contoh Uji Pada Berbagai Letak........................ 64 11. Data COD Air Contoh Uji Pada Berbagai Letak........................ 67 12. Data DO Air Contoh Uji Pada Berbagai Letak......................... . 69 13. Data Pospat Air Contoh Uji Pada Berbagai Letak..................... 73 14.Klasifikasi tingkat kesuburan perairan berdasarkan kandungan unsur hara P (Pospor) ................................................................... 75 15.. Data Nitrat Air Contoh Uji Pada Berbagai Letak...................... 80 16. Data Amonia Air Contoh Uji Pada Berbagai Letak.................. 82
x
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Kolam Ikan Bawal................................ ……………………….......... 16 2. Ikan Bawal Air Tawar....................................……………………….. 28 3. Kerangka Berpikir............................................................................... . 34 4. Hubungan antara Suhu terhadap Waktu Pengambilan Air Contoh Uji pada Berbagai Letak................................... ........……………………. 54 5. Hubungan antara TDS terhadap Waktu Pengambilan Air Contoh Uji pada Berbagai Letak..........................................................…………. 57 6. Hubungan antara TSS terhadap Waktu Pengambilan Air Contoh Uji pada Berbagai Letak...........................................................………… 60 7. Hubungan antara pH terhadap Waktu Pengambilan Air Contoh Uji pada Berbagai Letak......................................…………………….... 62 8. Hubungan antara BOD terhadap Waktu Pengambilan Air Contoh Uji pada Berbagai Letak.......................................................................... 65 9. Hubungan antara COD terhadap Waktu Pengambilan Air Contoh Uji pada Berbagai Letak............................................................................. 67 10. Hubungan antara DO terhadap Waktu Pengambilan Air Contoh Uji pada Berbagai Letak........................................……………………. 70 11. Hubungan antara Pospat terhadap Waktu Pengambilan Air Contoh Uji pada Berbagai Letak..........................................……………………. 74 12. Hubungan antara Nitrat terhadap Waktu Pengambilan Air Contoh Uji pada Berbagai Letak........................................……………………. 80 13. Hubungan antara Amonia terhadap Waktu Pengambilan Air Contoh Uji pada Berbagai Letak...........................................................…………… 82 14. Denah lokasi pengambilan air contoh uji.............................................. 107 15. Kolam ikan Bawal (obyek penelitian).................................................. 108 16. Laboran sedang mengambil air contoh uji pada inlet.......................... 108 17. Laboran sedang mengukur kualitas air contoh uji................................ 109 18. Laboran sedang mengambil air contoh uji pada kolam bawah........... 109 19. Air keluar dari kolam bawah dan mengalir ke Sungai Kuning (outlet) 109
xi
ABSTRAK KAJIAN KUALITAS AIR KOLAM IKAN BAWAL
PADA KELOMPOK PEMBUDIDAYA IKAN (KPI) MINA MULYA TEMPELSARI, MAGUWOHARJO, DEPOK, SLEMAN,
D.I.YOGYAKARTA
Oleh : Jaka Purwanta PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN
PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
Kelompok Pembudidaya Ikan (KPI) Mina Mulya adalah suatu kelompok
pembudidaya ikan yang berlokasi di Tempelsari, Maguwoharjo, Depok, Sleman, DIY dan salah satu ikan yang dibudidayakan adalah Bawal. Latar belakang penelitian ini yaitu air kolam ikan yang berbau menyengat, pertumbuhan ikan Bawal yang kurang cepat, dan daerah pertanian yang teraliri air sungai Kuning yang sudah tercampur dengan air kolam ikan, produksinya tidak baik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas air kolam ikan bawal tersebut jika ditinjau dari sifat fisika, kimia, dan derajat eutrofikasinya.
Pada penelitian ini, sampel air kolam ikan bawal diambil dari empat lokasi dan masing-masing lokasi diambil 5 titik pengambilan sampel. Pengambilan sampel dilakukan setiap interval waktu 2 minggu sebanyak 5 kali. Pencarian data dilakukan menggunakan teknik dokumenter yaitu mencari sumber-sumber data primer (yaitu menggunakan metode time series, yaitu metode mengambil sampel atau cuplikan dengan interval waktu dan ukuran tertentu) atau pun sumber data sekunder, juga analisis kualitas air di laboratorium untuk mengetahui terjadi perubahan atau tidaknya kualitas air di lokasi penelitian.
Kesimpulan dari penelitian ini, secara umum kualitas air yang masuk dan keluar kolam ikan Bawal secara fisika yang ditinjau dari suhu, TDS, dan TSS maka kualitas air masih baik. Namun secara kimia yang di tinjau dari nilai pH, DO, COD, BOD, NH3, NO3
-, dan PO4-3, kualitas air menurun tetapi masih bisa
digunakan untuk mengairi pertanian. Derajat eutrofikasi dapat dilihat dari kadar nitrat dan pospat, yaitu bahwa dengan memberikan makanan alternatif yang berupa sisa makanan (50 kg/hari/kolam kurang lebih 500m2) ke kolam ikan Bawal, menimbulkan nitrat sebanyak 0,35-4,43 mg/l, sedangkan Baku Mutu Lingkungan untuk nitrat adalah 10 mg/l artinya kualitas air kolam jika ditinjau dari kadar nitrat adalah masih baik dan dapat digunakan untuk pertanian. Sedangkan kadar pospat yang terkandung dalam air kolam ikan adalah 0,6701 – 0,9126 mg/l dan ini lebih tinggi dari Baku Mutu Lingkungan untuk pospat yaitu 0,2 mg/l, artinya kualitas air kolam ditinjau dari sisi pospat adalah tidak baik. Berdasarkan hal tersebut maka derajat/tingkat eutrofikasinya tinggi.
Kata Kunci : ikan Bawal, kualitas air kolam, eutrofikasi
xii
ABSTRACT THE STUDY OF BAWAL FISH WATER POND QUALITY
AT MINA MULYA FISH CULTIVATION GROUP, TEMPELSARI, MAGUWOHARJO, DEPOK, SLEMAN,
D.I.YOGYAKARTA
Author : Jaka Purwanta ENVIRONMENTAL SCIENCE STUDIES DEPARTMENT
GRADUATE SCHOOL SEBELAS MARET UNIVERSITY OF SURAKARTA
Mina Mulya Fish Cultivation Group is a group of fish breeder located at
Tempelsari, Maguwoharjo, Depok, Sleman, D. I. Yogyakarta and the fish species which is cultivated is Bawal. The background of research are the Bawal fish pond water that very smell, the Bawal fish grow that less fast, and the farming area was restreamed by Kuning river water that be mixed with the Bawal fish pond water, production is not good. This research is intended to study the quality of the water used at the bawal fish ponds evaluated from physical and chemical properties and the degree of eutrofication.
In this research, the water ponds samples is picked up from 4 locations dan each locations were taken five points of sampling. Sampling is done every 2 weeks interval each 5 times per occasion. Data collecting is done by documentary technique i.e. searching primary data sources (using time series method, sampling method with certain time interval and size). This research also using secondary data sources and water quality laboratory analysis to find out water quality change occurence at the research location.
The research conclusion is generally the water quality of bawal fish pond’s inlet and outlet flow, evaluated from temperature, TDS and TSS, is physically good enough. However, evaluated from pH, DO, COD, BOD, NH3, NO3
- and PO4
-3 values, chemically the water quality is degrade although not very significant and still could be used for farming irrigation. The degree of eutrofication could be acknowledged from nitrate and phosphate concentration. By feeding the bawal fish with alternative menu in the form of food remains (50 kg/day/pond approximately 500 m2 area), will generate nitrate as much as 0,35-4,43 mg/l while Environmental Quality Standard for nitrate is 10 mg/l. This means from nitrate concentration point of view the water quality is acceptable and still could be used for farming irrigation. Meanwhile, the bawal fish pond’s phosphate concentration is 0,6701 – 0,9126 mg/l. This is higher than Environmental Quality Standard for phosphate which is 0,2 mg/l. Therefore, from the phosphate concentration point of view, the water quality is not acceptable and based on that fact it is concluded that the degree of eutrification is high.
Keywords : Bawal fish, pond’s water quality, eutrofication
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Keberlanjutan terpeliharanya fungsi lingkungan hidup merupakan
kepentingan rakyat sehingga menuntut tanggung jawab, keterbukaan, dan
partisipasi seluruh anggota masyarakat, yang dapat disalurkan melalui
perseorangan, organisasi lingkungan hidup, perguruan tinggi, dan wadah-
wadah lainnya. Hal ini jika dapat diwujudkan maka akan tercipta kondisi
bahwa pembangunan nasional yang di laksanakan telah melibatkan atau
mengikutkan lingkungan hidup sebagai bagian yang penting, termasuk
sumber daya air, sehingga menjadi sarana untuk terlaksananya
pembangunan yang berkesinambungan untuk mencapai kesejahteraan
hidup masyarakat.
Pada zaman teknologi maju ini, pengaruh manusia terhadap
lingkungan sangat besar. Hal ini terlihat dari peran manusia yang mampu
mengubah lingkungan hidup alami menjadi lingkungan hidup binaan. Hal
ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan bahan hidup, walaupun ini juga
membawa resiko yang tidak kecil. Dampak terhadap lingkungan fisik dan
biotik biasanya akan lebih cepat dirasakan oleh manusia, hal ini
disebabkan telah terjadi penurunan kualitas lingkungan. Dampak-dampak
tersebut diakibatkan oleh masuknya unsur-unsur polutan ke dalam
2
lingkungan sehingga lingkungan kurang atau bahkan tidak dapat berfungsi
sesuai dengan peruntukannya.
Peneliti menentukan sebagai obyek penelitian adalah air kolam
ikan Bawal. Hal ini dilatarbelakangi bahwa dekat tempat tinggal peneliti,
yaitu di Tempelsari, Maguwoharjo, Depok, Sleman, DIY, terdapat banyak
kolam ikan, yang salah satu jenis ikannya adalah ikan Bawal. Munculnya
banyak kolam ikan ini dikarenakan para petani yang semula menggarap
sawah, ternyata penghasilan dari bertaninya belum bisa mencukupi
kebutuhan hidup keluarganya sehingga kemudian dilakukan upaya
terobosan untuk mendapatkan alternatif solusi meningkatkan kesejahteraan
petani. Sesudah mendapat pengarahan dari PPL (Petugas Penyuluh
Lapangan) Dinas Perikanan Kabupaten Sleman dan mencermati sumber
daya yang dimiliki oleh wilayah tersebut, yaitu adanya sumber daya air
Sungai Kuning yang masih cukup banyak dan jernih, maka diputuskan
untuk mengkonversi lahan sawah menjadi kolam ikan, dengan
pertimbangan jika suatu saat dikehendaki, kolam ikan masih bisa
dikonversi lagi menjadi sawah. Hal yang menunjukkan kualitas air sungai
Kuning masih baik yang mudah dilihat yaitu air sungai yang masih
jernih/tidak keruh dan tidak terdapat sampah-sampah di badan sungai.
Dipilih ikan Bawal karena ikan Bawal mempuyai beberapa
keistimewaan antara lain :
3
a. Nafsu makan tinggi serta termasuk pemakan segalanya (Omnivora)
yang condong lebih banyak makan dedaunan
b. Ketahanan yang tinggi terhadap kondisi limnologis yang kurang baik,
artinya meskipun air sudah agak keruh tetapi ikan masih dapat hidup.
c. Disamping itu rasa dagingnya pun cukup enak, hampir menyerupai
daging ikan Gurami (Anonim , 2001a).
Namun pada perkembangan pemeliharaan ikan selanjutnya, timbul
berbagai masalah yaitu air kolam ikan yang berbau menyengat,
pertumbuhan ikan Bawal yang kurang cepat, dan daerah pertanian yang
teraliri air sungai Kuning yang sudah tercampur dengan air kolam ikan,
produksinya tidak baik/menurun.
Berdasarkan berbagai masalah yang muncul tersebut, kemudian
dikaji tentang kemungkinan-kemungkinan penyebabnya, yang salah
satunya adalah kualitas air kolam ikan. Air sungai yang sudah digunakan
untuk mengaliri kolam ikan Bawal ini, selanjutnya akan dipakai untuk
mengaliri daerah pertanian. Namun pemanfaatan air untuk usaha perikanan
akan membawa perubahan-perubahan baik terhadap kualitas maupun
kuantitasnya. Dampak tersebut disebabkan oleh masuknya polutan ke air
sungai Kuning sehingga air sungai akan turun kualitasnya dan seberapa
besar penurunan kualitas air sungai Kuning tersebut, akan dapat diketahui
dengan melakukan suatu penelitian. Jika melihat sepintas dari air
sungai/Kali Kuning yang akan digunakan untuk mengisi kolam ikan
Bawal di KPI Minamulya, air sungainya cukup jernih/tidak keruh, dan
4
volume airnya relatif sedikit. Sesudah dibendung, maka volume air sungai
Kuning menjadi banyak dan ketersediaannya menjadi terjaga. Salah satu
pemanfaatannya yaitu untuk mengaliri kolam ikan Bawal tersebut. Namun
sesudah digunakan pada kolam ikan, tentu air kolam tersebut akan
berubah kualitasnya, namun seberapa jauh perubahan kualitas air kolam
ikan Bawal tersebut, ini belum jelas.
Semua hal inilah yang melatarbelakangi peneliti untuk melakukan
penelitian air kolam ikan Bawal tersebut untuk tesis dengan judul
”KAJIAN KUALITAS AIR KOLAM IKAN BAWAL PADA
KELOMPOK PEMBUDIDAYA IKAN (KPI) MINA MULYA
TEMPELSARI, MAGUWOHARJO, DEPOK, SLEMAN,
D.I.YOGYAKARTA”.
B. Perumusan Masalah
1. Bagaimana kualitas air kolam ikan Bawal KPI Mina Mulya jika ditinjau
dari sifat fisika dan sifat kimianya?
2. Bagaimana derajat/tingkat eutrofikasinya?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui kualitas air kolam ikan Bawal KPI Mina Mulya jika
ditinjau dari sifat fisika dan sifat kimianya.
2. Untuk mengetahui derajat/tingkat eutrofikasinya.
5
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para peneliti lain
pada khususnya maupun para pembaca pada umumnya, yaitu dapat
memberikan informasi tentang kualitas air kolam ikan Bawal KPI Mina
Mulya dan derajat/tingkat eutrofikasinya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Lingkungan
Berdasarkan Undang-undang No.23 tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup pasal 1 ayat (1) bahwa lingkungan hidup adalah segala
kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup,
termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan
perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain (Anonim,
1997). Dari bunyi undang-undang tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
lingkungan terdiri dari 2 komponen yaitu komponen hidup (makhluk hidup)
dan komponen tak hidup yang saling berinteraksi membentuk suatu sistem.
Organisme-organisme hidup dengan lingkungannya berhubungan erat
tak terpisahkan dan saling pengaruh mempengaruhi satu dengan lainnya.
(Odum, 1996). Hal ini berarti bahwa hubungan antara komponen hidup
dengan komponen tak hidup bersifat dinamis dan membentuk suatu sistem
ekologis. Satuan yang mencakup semua organisme di dalam komunitas pada
suatu daerah yang saling berinteraksi dengan lingkungan fisiknya dan hal ini
mengakibatkan terjadinya arus energi dan siklus materi yang mengarah ke
struktur makanan. Sedangkan pengertian ekosistem yaitu tatanan unsur
lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan saling
7
mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas
lingkungan hidup (Anonim, 1997a).
Sumber daya adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumber
daya manusia (SDM), sumber daya alam hayati (SDH), sumber daya alam
non-hayati/fisik (SDF), dan sumber daya buatan (SDB) (Tandjung, 1992).
Sumber energi utama adalah energi matahari, lalu oleh tumbuhan hijau, energi
matahari tersebut digunakan pada proses fotosintesis dan menghasilkan bahan
makanan. Dalam ekosistem, tumbuhan hijau berfungsi sebagai organisme
autotrof atau produsen. Pada proses selanjutnya, energi yang tersimpan pada
produsen akan berpindah ke konsumen pertama, kedua, dan ketiga melalui
rantai makanan atau peristiwa makan dimakan. Sedangkan contoh siklus
materi di dalam ekosistem yaitu siklus karbon, air, hara, pospat, dan nitrogen.
Siklus materi ini dapat berlangsung dengan bantuan organisme pengurai, yang
berfungsi untuk menguraikan unsur organik menjadi unsur anorganik atau
mineral.
Menurut Fandeli (1988), ciri-ciri lingkungan hidup sebagai suatu
sistem yaitu :
1) Dinamis
Lingkungan hidup sebagai suatu ekosistem berkembang dari waktu ke
waktu. Perubahan dan perkembangan ini dapat dilihat dari gejala dan
fenomena sebagai berikut :
a) Fenomena fisik
8
Hubungan antara energi, air, dan iklim dalam suatu ekosistem terlihat
nyata. Suhu udara dan kelembaban merupakan contoh parameter iklim.
Nilai suhu udara dan kelembaban akan selalu berubah mengikuti
perubahan yang terjadi pada aliran energi dan siklus air yang terjadi di
bumi dan atmosfer (Handoko, 1995). Hal ini sesuai dengan Hukum
Termodinamika kedua yaitu energi yang masuk ke suatu sistem sama
dengan energi yang keluar dari sistem tersebut (Soeriaatmadja, 1989).
Teori ini berlaku untuk jangka waktu yang lama tetapi untuk jangka
waktu yang singkat berlaku sebagai berikut :
Energi masuk = Energi Keluar + Energi yang tersimpan/terlepaskan
Pada suatu sistem, yang menjadi input adalah faktor atau variabel yang
menyebabkan terjadinya perubahan perilaku atau mempercepat
terjadinya perubahan perilaku. Contoh pada industri adalah faktor
produksi, pada bidang pertanian yaitu pupuk, pestisida, air, tanah,bibit
unggul, dan cara bercocok tanam. Contoh-contoh tersebut merupakan
controllable input, yaitu faktor yang dapat dikuasai dan dikendalikan,
sedangkan untuk faktor yang tidak dapat dikuasai, merupakan faktor
eksternal disebut uncontrollable input (Manetsech, 1979). Sedangkan
faktor atau variabel yang dihasilkan dalam suatu sistem disebut input.
Pada proses metabolisme tubuh tumbuhan, sebagai input yaitu
karbohidrat yang merupakan hasil dari proses fotosintesis, dan
akibatnya ukuran tumbuhan menjadi semakin besar (Sigit, 2001).
b) Fenomena biologis
9
Komunitas hidup mulai dari bentuk yang terkecil sampai bentuk yang
terbesar yaitu sel, jaringan, organ, sistem organ, populasi, dan
komunitas. Masing-masing membentuk sistem yang dipengaruhi dua
faktor yaitu faktor internal (biotis potential) dan faktor eksternal
(environmental resistance). Sedangkan fenomena yang juga
berkembang dari waktu ke waktu yaitu fenomena fisik, kimia, biologis,
sosial, ekonomi, dan budaya.
2) Saling berinteraksi
Untuk mencapai keseimbangan maka tiap-tiap komponen di dalam suatu
ekosistem saling berinteraksi secara terus menerus. Hal ini dapat
diwujudkan ke dalam bentuk siklus materi yang meliputi siklus hara, air,
karbon, nitrogen, pospor, dan lain-lain.
3) Interdepedensi
Komponen-komponen dari suatu sistem tidak hanya saling mengkait dan
berhubungan tetapi juga adanya saling memerlukan.
4) Integrasi
Pengertian integrasi yaitu salah satu konsep pendekatan secara sistem
dapat menunjukkan keberhasilan untuk memecahkan masalah yang terjadi
di dalam suatu ekosistem. Semua komponen di dalam ekosistem
dirancang secara terintegrasi untuk mencapai tujuan tertentu.
5) Tujuan Sistem
Bentuk tujuan dari suatu sistem adalah output. Untuk itu hasil pengukuran
tujuan sistem diusahakan berbentuk ukuran kuantitatif dan jelas sehingga
10
di dalam pengambilan keputusan dalam sistem secara keseluruhan akan
terpusat untuk selalu konsisten dengan tujuannya.
6) Organisasi sistem
Organisasi sistem menyangkut fungsi, struktur, dan hierarkis. Pada
pengorganisasian sistem diusahakan agar komponen-komponen mencapai
tujuan yang selaras dengan tujuan keseluruhan.
B. Sumber Daya Air
Habitat-habitat perairan dibagi menjadi 3 yaitu sistem air tawar,
estuaria (air payau), dan air laut. Meskipun jumlah habitat air tawar adalah
relatif kecil dibandingkan dengan habitat air lainnya, namun mempunyai
fungsi yang cukup penting untuk manusia. Penggunaan air tahun 2000 oleh
manusia kira-kira 4350 km3 air dalam satu tahun. Dari jumlah tersebut 60%
digunakan untuk keperluan air irigasi pertanian, 30% untuk keperluan proses
industri dan pendingin, dan 10% digunakan untuk keperluan domestik
(memasak, mencuci, dan minum) (Raven, 1993)
Sumber daya air merupakan sumber daya alam non hayati dan dapat
diperbaharui, artinya air termasuk sumber daya alam yang jika habis dapat
diperbaharui lagi. Namun jika badan air terus menerus tercemar limbah maka
suatu saat air yang bersih akan langka. Untuk itu penggunaan air harus efisien
dan selalu dijaga agar tidak tercemar zat-zat berbahaya. Dalam ilmu hidrologi
modern, ketiga siklus di alam yaitu siklus hidrologi, siklus erosi, dan siklus
biokimia, akan berinteraksi dengan faktor-faktor ekonomi seperti
11
pembangunan dan urbanisasi serta dengan faktor sosial yaitu pertumbuhan
penduduk dan perubahan kebiasaan/budaya kehidupan (Pusposutardjo dan
Susanto, 1993)
Siklus hidrologi yaitu suatu pola pendauran umum yang terdiri dari
susunan gerakan-gerakan air dan transformasinya, meliputi proses kondensasi,
presipitasi, infiltrasi, dan perkolasi. Siklus air atau daur air dimulai dari
peristiwa pemanasan terhadap air laut oleh sinar matahari, kemudian air laut
menguap dan terjadilah kondensasi yang berpengaruh terhadap iklim di suatu
tempat, sesudah itu terjadi presipitasi atau hujan yang merupakan sumber air
bagi semua makhluk hidup. Air hujan yang jatuh di permukaan tanah akan
mengalami 2 peristiwa yaitu mengalir di permukaan tanah sebagai air
permukaan dan infiltrasi yaitu air masuk kembali ke dalam tanah lalu terjadi
perlokasi yaitu aliran air di lapisan-lapisan tanah serta batuan. Air permukaan
digunakan manusia untuk keperluan sehari-hari seperti untuk irigasi,
transportasi, dan keperluan domestik lainnya. Sedangkan air tanah merupakan
cadangan air bersih bagi manusia dan tumbuhan. Aktivitas manusia dalam
memanfaatkan air tanah dan air permukaan sangat mempengaruhi kelestarian
sumber daya air tersebut.
Pengertian Mutu Air adalah kondisi kualitas air yang diukur dan atau
diuji berdasarkan parameter tertentu dan metoda tertentu berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan Klasifikasi Mutu Air
adalah pengelompokan air ke dalam kelas air berdasarkan mutu air. Baku
Mutu Air adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau
12
komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang
keberadaannya di dalam air (Anonim, 2008d). Sedangkan pengertian baku
mutu lingkungan adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi,
atau komponen yang ada atau harus ada dan/ atau unsur pencemar yang
ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur
lingkungan hidup (Anonim, 1997a).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.82 tahun 2001 tanggal 14
Desember 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air, pasal 8, sumber daya air dapat diklasifikasikan menurut
peruntukannya dan ditunjukkan pada tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi Mutu Air Berdasarkan PP No.82 tahun 2001 pasal 8
No. Kelas Keterangan 1 I Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum,
dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
2 II Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
3 III Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
4 IV Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
(Anonim, 2001b)
13
Sedangkan baku mutu air berdasarkan Peraturan Pemerintah R.I. No.82 tahun
2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air adalah
sebagai berikut :
Tabel 2. Baku Mutu Air berdasarkan PP No.82 tahun 2001 pasal 8
PARAMETER SATUAN KELAS Keterangan I II III IV
A. FISIKA 1. Temperatur oC deviasi 3 deviasi 3 deviasi 3 deviasi 5 Deviasi temperatur dari keadaan alamiahnya 2. Residu Terlarut (TDS)
mg/l 1000 1000 1000 2000
3. Residu Tersusensi (TSS)
mg/l 50 50 400 400 Bagi pengolahan air minum secara konvensional, TSS≤5000mg/l
B. KIMIA ANORGANIK 1. Ph 6-9 6-9 6-9 5-9 Apabila secara alamiah di luar rentang tersebut,
maka ditentukan berdasarkan kondisi alamiah. 2. BOD mg/l 2 3 6 12 3. COD mg/l 10 25 50 100 4. DO mg/l 6 4 3 0 Angka batas minimum 5. Total pospat sbg.P mg/l 0,2 0,2 1 5 6. Nitrat sebagai N mg/l 10 10 20 20 7. NH3-N mg/l 0,5 (-) (-) (-) Bagi perikanan, kandungan ammonia bebas
untuk ikan yang peka<0,02 mg/l sebagai NH3
Keterangan : (-) : tidak dipersyaratkan mg : milligram l : liter (Anonim, 2001b)
Sehubungan dengan lokasi penelitian ini berada di Daerah Istimewa Yogyakarta
maka peraturan yang akan digunakan adalah merujuk pada Peraturan yang lebih
khusus yang mengatur tentang baku mutu air di Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta yaitu Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta No.20 tahun
2008 tanggal 14 Agustus 2008 tentang Baku Mutu Air di Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta yaitu sebagai berikut :
14
Tabel 3. Klasifikasi Mutu Air Berdasarkan Peraturan Gubernur DIY No.20 tahun 2008 pasal 5
No. Kelas Keterangan 1 I Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum,
dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
2 II Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
3 III Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
4 IV Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
(Anonim, 2008d)
Sedangkan baku mutu air dari Peraturan Gubernur Daerah Istimewa
Yogyakarta No.20 tahun 2008 tanggal 14 Agustus 2008 tentang baku mutu air di
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta adalah sebagai berikut :
Tabel 4. Baku Mutu Air di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Parameter Baku Mutu Air DIY
Satuan Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV Keterangan Kandungan
A. Fisika 1. Suhu oC ± 3oC
Terhadap suhu udara
± 3oC Terhadap
suhu udara
± 3oC Terhadap
suhu udara
± 3oC Terhadap
suhu udara
Deviasi suhu dari keadaan alamiah
2. Residu Terlarut (TDS)
mg/l 1000 1000 1000 2000
3. Residu Tersuspensi (TSS)
mg/l 0 50 400 400 Bagi pengolahan air minum secara kon-vensional, TSS≤5000mg/l
B. Kimia 1. Ph 6-8,5 6-8,5 6-9 5-9 2. BOD mg/l 2 3 6 12 3. COD mg/l 10 25 50 100 4. DO mg/l 6 5 4 0 Angka batas minimum 5. Pospat mg/l 0,2 0,2 1 5 6. Nitrat mg/l 10 10 20 20 7. Amoniak (NH3) mg/l 0,5 (X) (X) (X) Bagi perikanan, kan-dungan ammonia bebas
untuk ikan yang peka<0,02 mg/l sebagai NH3
Keterangan :
15
(X) : tidak dipersyaratkan mg : milligram l : liter (Anonim, 2008d)
Berdasarkan Peraturan Pemerintah maupun Peraturan Gubernur tersebut
dapat dilihat batas-batas kandungan bahan-bahan kimia atau sifat fisik air
yang disesuaikan dengan fungsi dan golongan air. Air yang digunakan untuk
pembudidayaan ikan air tawar termasuk air kelas II. Sedangkan air yang
digunakan untuk irigasi pertanian adalah air kelas IV. Kualitas air klas IV
lebih rendah dibandingkan dengan air klas I, klas II, maupun klas III, hal ini
disebabkan oleh adanya toleransi yang lebih tinggi bagi tanaman terhadap
perubahan-perubahan sifat fisik maupun kimia air.
Usaha membesarkan Ikan Bawal merupakan usaha yang cukup
prospektif. Hal ini disebabkan kebutuhan pangan di Indonesia dengan jumlah
penduduk yang semakin meningkat dan tentunya banyak memberikan
peluang bagi siapa saja yang mau dan mampu memanfaatkannya. Apalagi
kekayaan alam Indonesia sangat melimpah sehingga sangat mendukung dalam
pengembangan usaha pangan. Sebagai negara beriklim tropis, Indonesia
sangat diuntungkan dengan curah hujan yang cukup tinggi sehingga
mendukung pengairan baik untuk pertanian maupun perikanan air tawar.
Potensi akan kebutuhan ikan air tawar di wilayah Yogya cukup besar dimana
selama ini untuk memenuhi kebutuhan tersebut harus dipenuhi dari luar kota.
Kondisi aliran irigasi yang cukup baik untuk pembesaran ikan, wilayah
di Kabupaten Sleman tersebut sangat prospek untuk budidaya ikan air tawar.
Selain itu, kelebihan budidaya ikan air tawar dibanding binatang ternak yaitu
tidak membutuhkan modal yang cukup besar tetapi hasilnya cukup maksimal
16
serta pemeliharaan yang relatif mudah. Melihat perkembangan usaha
pembesaran ikan air tawar cukup bagus. Hasilnya,ternyata hasil dari 1 kolam
setara dengan hasil panen padi 1 lahan penuh. Keberhasilan petani ikan ini
membuat para peternak ikan Bawal tersebut berkeinginan untuk mulai
mengajak saudara-saudara dan tetangganya untuk mengembangkan usaha ini
sehingga terbentuklah kelompok pembudidaya ikan Mina Mulya (Anonim,
2010e). Gambar 1 di bawah merupakan kolam ikan Bawal yang menjadi obyek
penelitian.
Gambar 1. Kolam ikan Bawal
Jenis ikan yang dibudidayakan oleh Kelompok Pembudidaya Ikan (KPI)
Mina Mulya adalah bawal dan nila yang relatif mudah pemeliharaannya dan cepat
siklus panennya ±2 bulan. Kelompok tersebut memiliki 36 kolam dan 4 kolam
terpisah dimana 1 kolam bisa menghasilkan 50-80 kg sekali panen dimana setiap
kolam ditebar bibit ±1000 ekor ikan yang berukuran 15-40 ekor/ kg. Bibit tersebut
diperoleh dari kelompok pembibit dan dinas perikanan. Harga bibit bawal Rp
20.000,- dan nila Rp 25.000,- per kg. Sedangkan untuk pakannya dilakukan
substitusi, terutama pakan alami dari daun-daunan dan sisa makanan rumah
17
tangga serta industri makanan. Sebagai nutrisi, digunakan ikan teri rancah. Pakan
alami tersebut mereka peroleh dari daerah sekitarnya. Sedangkan pakan pabrikan
hanya sedikit yang digunakan. Berdasarkan pengamatan mereka, penggunaan
pakan alami lebih efektif dan kualitas ikan lebih baik terutama untuk bobot ikan
dan rasanya lebih gurih. Biaya pakan yang dibutuhkan selama 1 siklus total 20%
dari harga jual. Pada proses pemeliharaannya, masing-masing anggota mengelola
sendiri kolamnya. Saat panen, mereka saling bergotong royong membantu
memanen anggota lainnya sehingga untuk tenaga kerja tidak membutuhkan biaya
besar.
Proses budidaya pembesaran ikan bawal dan nila cukup sederhana. Setelah
panen, kolam dikeringkan yang bertujuan untuk membunuh bakteri-bakteri yang
ada dan meningkatkan kandungan oksigen dalam tanah. Agar hasil lebih
maksimal, ditambahkan pupuk kandang untuk menciptakan plankton yang
berfungsi sebagai pakan bagi bibit ikan. Kemudian kolam diairi air dan bibit siap
ditebarkan.
Pemanfaatan air di saluran irigasi sekunder untuk pengairan kolam ikan
tidak sampai mengganggu irigasi pertanian karena air dialirkan kembali menuju
irigasi pertanian. Untuk 1 meter persegi, idealnya populasi ikan 50 ekor.
Disesuaikan dengan ransum dan sirkulasi air dimana sirkulasi air mempengaruhi
kandungan oksigen sehingga berpengaruh terhadap nafsu makan dan pertumbuhan
ikan. Bibit diberi pakan pabrikan dan kombinasi daun singkong. Pada proses
pembesarannya, kolam yang dipakai oleh setiap petani berbeda. Bila hanya
18
menggunakan 1 kolam, maka dilakukan penjarangan. Panen ikan dilakukan secara
bertahap supaya populasi ikan dalam 1 area bisa optimal. Sedangkan bila
menggunakan beberapa kolam, maka setelah mencapai ukuran tertentu, ikan
dipindahkan ke kolam yang telah disiapkan. Untuk bibit ikan yang berukuran
besar, terkadang diberi pakan menggunakan gulma yang ada di tanaman padi.
Ikan dikatakan siap panen bila berukuran 2-3 ekor/kg supaya harga jual maksimal.
Keunggulan budidaya Mina Mulya ada di ransum yang variatif, biaya
produksi lebih murah dan rasa ikan yang lebih gurih serta bobot ikan lebih baik.
Ransum tersebut tidak sengaja diciptakan secara khusus tetapi karena penyesuaian
kondisi ekonomi masyarakat sehingga mereka mencoba untuk menemukan pakan
alternatif. Pembeli hasil panen mereka mayoritas pedagang ikan yang kemudian
mereka distribusikan ke rumah makan atau pemancingan. Harga jual ke pedagang
besar tersebut berkisar Rp 9500/kg untuk bawal dan untuk nila Rp10.000-
Rp.12.000/kg. Padahal di tingkat pembeli rumah makan atau pemancingan, harga
bawal mencapai Rp.12.000,-/kg dan nila Rp.15.000,-/kg.
Setiap usaha tentu tidak lepas dari kendala. Sedangkan kendala yang
dihadapi dalam usaha budidaya pembesaran ikan Bawal ini yaitu pengembangan
usaha terbatas lahan, masyarakat belum terbuka untuk beralih ke perikanan
daripada pertanian padi. Selain itu dalam proses pemasaran, sulit untuk memutus
rantai penjualan langsung ke pembeli akhir dan di satu sisi biasanya pembeli,
seperti pihak rumah makan atau pemancingan, meminta suplai rutin setiap
bulannya yang tidak bisa dipenuhi oleh petani sampai saat ini. Saat ini dirasa juga
19
perlu penyeragaman harga jual dalam kelompok tani supaya harga tidak
dipermainkan tengkulak. Hanya saja kebutuhan uang yang mendesak terkadang
membuat petani menjual cepat dengan harga murah.
Rencana ke depan, kelompok pembudidaya ikan sedang mengajukan
proposal ke dinas perikanan untuk pengembangan kolam penampungan yang akan
digunakan untuk pembelian hasil panen anggota untuk menampung sementara
supaya harga jual bisa maksimal. Selain itu juga mencoba memberi peluang usaha
untuk penjualan eceran ke perumahan-perumahan di sekitarnya. Karena kolam
belum siap, kolam yang ada dimanfaatkan dengan bekerjasama pengelolaan
dimana bibit disediakan oleh kelompok, dipelihara salah 1 anggota, kemudian
setelah dipotong biaya bibit, sisanya bagi hasil 40% untuk kelompok tani dan 60
untuk pengelola.
Sedangkan analisis ekonominya yaitu dengan asumsi :
Penebaran bibit tiap jenis setiap 1.000 ekor.
Tingkat kematian dari penebaran sampai panen 25%.
Jika pengeluaran pakan sebesar 20% dari harga jual.
Ukuran konsumsi 3 ekor/kg.
Pengeluaran :
Pembelian bibit bawal = 40 kg x Rp 20.000,00 = Rp 800.000,00
Pembelian bibit Nila = 40 kg x Rp 25.000,00 = Rp 1.000.000,00
Total biaya Bibit = Rp 1.800.000,00
Pakan :
20
Pembelian pakan = 20% x Rp5.125.000,00 = Rp 1.025.000,00
Biaya Penjualan = 5% x Rp 5.125.000,00 = Rp 256.250,00
Total = Rp 1.281.250,00
Total Pengeluaran = biaya bibit + biaya pakan
= Rp1.800.000,00 + Rp1.281.250,00
= Rp 3.081.250,00
Pendapatan :
Penjualan Ikan Bawal = 250 kg x Rp 9.500,00 = Rp 2.375.000,00
Penjualan Ikan Nila = 250 kg x Rp11.000,00 = Rp 2.750.000,00
Total Penjualan = Rp 5.125.000,00
Keuntungan = Rp. 5.125.000,00 - Rp. 3.081.250,00 = Rp 2.043.750,00.
(Anonim, 2010h)
Secara ekonomi, usaha pembudidayaan ikan Bawal ini menguntungkan karena
produktivitas ikan Bawal yang tinggi. Namun perlu dicermati tentang kemung-
kinan adanya eutrofikasi yang merupakan sisi negatif dari usaha ini.
C. Ekosistem Perairan
Air bersifat sebagai pelarut yang sangat baik sehingga semua makhluk
hidup memerlukan air untuk proses metabolisme tubuh. Manusia mempunyai
peranan yang penting dalam memelihara kelestarian sumber daya air. Namun
begitu ekosistem perairan di pengaruhi oleh kondisi geologis, fisiografis,
iklim,flora-fauna, tata guna lahan, dan kegiatan manusia lainnya.
21
Unsur-unsur biotik dalam ekosistem, berdasarkan fungsinya dapat
dibedakan menjadi 2 macam yaitu :
a. Autotrof yaitu organisme yang mampu menyediakan makanan sendiri
berupa bahan-bahan anorganik dengan bantuan sinar matahari.
b. Heterotrof yaitu organisme yang hanya mampu memanfaatkan bahan-
bahan oganik dari organisme lain sebagai bahan makanan.
Makhluk hidup autotrof yaitu makhluk hidup yang berperan utama sebagai
pengubah energi cahaya matahari menjadi energi kimiawi. Contoh tumbuhan
yang memiliki zat hijau daun dan akan menjadi produsen primer pada
komunitas tersebut. Sedangkan makhluk hidup heterotrof yaitu makhluk hidup
yang hidupnya tergantung dari produsen atau makhluk hidup autotrof., dan
ini disebut konsumen tingkat pertama.
Menurut Odum (1996), klasifikasi organisme pada lingkungan perairan
yaitu :
a. Plankton, yaitu makhluk hidup yang melayang-layang di permukaan
perairan. Plankton terdiri dari fitoplankton dan zooplankton.
b. Nekton yaitu makhluk hidup yang hidup diperairan dengan gerakan bebas
yang terdiri jenis ikan, katak, dan serangga air.
c. Benthos yaitu makhluk hidup yang hidup di dasar perairan, biasanya
terdiri dari organisme dekomposer, cacing, udang, dan larva serangga.
Fitoplankton merupakan produsen di dalam ekosistem perairan, yang terdiri
jenis alga atau ganggang bersel satu. Sedangkan zooplankton merupakan
konsumen tingkat pertama atau herbivora.
22
Menurut Sigit (2001), faktor-faktor kimia suatu perairan yaitu :
a. pH (derajat keasaman)
pH adalah derajat keasaman atau menunjukkan kadar asam atau basa
dalam suatu larutan yang menentukan distribusi dan kemelimpahan
organisme perairan. Kondisi yang baik adalah jika pH netral, sedangkan
pH air tawar berkisar 6,0-8,8. pH air dipengaruhi oleh CO2 terlarut, jika
CO2 terlarut banyak maka pH semakin rendah (semakin asam).
b. Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen=DO)
DO adalah oksigen terlarut yang langsung terlarut dari udara dan oksigen
dari tumbuhan. Harga DO berkisar antara 6-9 ppm. Harga DO dalam suatu
perairan berfluktuasi dipengaruhi oleh salinitas, suhu, turbulensi, tekanan
atmosfer, dan jumlah serta jenis tumbuhan air. (Jeffries&Mills, 1996).
Harga DO air tawar dingin lebih tinggi dari pada harga DO air asin.
Hampir semua organisme memerlukan oksigen untuk respirasi. Oksigen
terlarut (DO) pada perairan bersumber dari atmosfer dan proses
fotosintesis tumbuhan hijau di perairan. Jika pada batas tertentu oksigen
yang terlarut di perairan habis maka air menjadi keruh. Hal ini disebabkan
oleh penguraian bahan organik secara anaerob dan meninggalkan residu
karbon dioksida, metana, hidrogen sulfida,dan senyawa organik sulfur
sehingga menimbulkan bau perairan yang tidak sedap.
c. BOD (Biochemical Oxygen Demand)
BOD yaitu menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dbutuhkan oleh
mikroba aerob untuk mengoksidasi bahan organik menjadi
23
karbondioksida dan air atau jumlah oksigen terlarut yang digunakan
tumbuhan dan hewan untuk proses oksidasi kimia karbon (metabolisme)
(Alaerts dan Santika, 1984)
Harga BOD berkisar 1-2 ppm. Tingkat pencemaran suatu perairan dapat
dilihat berdasarkan nilai BOD-nya, yaitu semakin tinggi nilai BOD maka
mengindikasikan bahwa perairan tersebut sudah tercemar oleh bahan
organik (Lee et al, 1978).
d. COD (Chemical Oxygen Demand)
COD adalah banyaknya oksigen dalam ppm atau miligram per liter yang
dibutuhkan dalam kondisi khusus untuk menguraikan benda organik
secara kimiawi (Lee et al, 1978).
e. Materi Organik
Ekosistem air tawar ada yang telah terpolusi oleh sampah domestik,
limbah industri, dan pertanian. Penguraian bahan organik di perairan
dilakukan bakteri dan jamur, yang menggunakan oksigen untuk
merespirasinya. Jika timbunan materi atau bahan organik cukup banyak
maka akan terjadi kematian hewan-hewan air dan menimbulkan bau yang
tidak sedap.
f. Kadar Nitrogen
Nitrogen berasal dari atmosfer, tetapi ada beberapa organisme yang dapat
memanfaatkan nitrogen dari udara dan mengubahnya menjadi materi
organik, hal ini disebut fiksasi nitrogen. Tumbuhan air menggunakan
nitrogen dalam bentuk senyawa nitrit, nitrat, dan amonia. Pengambilan
24
nitrogen juga dapat dari penguraian bahan organik. Bahan organik
diuraikan oleh bakteri atau dideaminasi, melepaskan amonia. Sedangkan
proses nitrifikasi yaitu proses yang dilakukan bakteri untuk mengubah
amonia menjadi nitrit, lalu menjadi nitrat. Jika kadar nitrat dalam air cukup
tinggi maka akan menurunkan kualitas perairan sehingga tumbuhan-
tumbuhan air akan subur. (Boyd, 1988)
g. Pospor
Di perairan tidak ditemukan unsur pospor dalam bentuk bebas sebagai
elemen tetapi pada umumnya dalam bentuk anorganik yang terlarut
(ortopospat dan polipospat) dan pospat organik partikulat. Sumber
pencemaran phospat berasal dari penggunaan deterjen berpospat. Jika
kadar pospat melebihi batas maka derajat eutrofikasi akan besar. Perikanan
atau budidaya ikan merupakan salah satu alternatif untuk memperoleh
produktivitas yang tinggi dan efisien, apabila dibandingkan dengan
mengandalkan sumber daya ikan liar di air. Kolam-kolam ikan direkayasa
untuk menyederhanakan ekosistem, yaitu membatasi komponen yang
terlibat langsung pada mata rantai makanan linier yang mengarah pada
hasil yang diinginkan. Hal ini dapat dilakukan dengan jalan mengatur
ukuran dan kedalaman badan air, dosis pemupukan, dan komposisi jenis
serta perbandingan ukuran populasi ikan. Hal lain yang tidak boleh
dilupakan yaitu perbandingan ikan peramban (forage fish) dengan ikan
karnivora utama (carnivora fish) (Sigit, 2001).
h. Amonia
25
Amonia (NH3) dan garam-garamnya bersifat mudah larut dalam air.
Amonia yang terdapat pada mineral masuk ke badan air melalui erosi
tanah. Sumber amonia di perairan adalah hasil pemecahan nitrogen
organik (protein &urea) nitrogen anorganik yang terdapat dalam tanah.
Amonia juga dapat berasal dari dekomposisi biota akuatik yang telah mati
yang dilakukan oleh mikroba dan jamur, proses ini disebut amonifikasi.
NH3 dalam air akan membentuk NH4OH dan NH4OH ini jika tidak
terionisasi sempurna maka akan bersifat toxid terhadap organisme aquatik.
D. Pencemaran Air Tawar
Adanya pemanfaatan air sungai oleh manusia untuk kolam pemeliharaan
ikan maka akan menyebabkan penurunan kualitas air. Hal ini dapat terjadi
karena masuknya limbah atau bahan-bahan buangan ke badan air. Sedangkan
pengertian pencemaran air yaitu masuknya atau dimasukkannya makhluk
hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia
sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air
tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya (Anonim, 1997a).
Sumber-sumber pencemar air dapat dibagi menjadi 3 macam yaitu :
a. Pencemaran fisik : pencemaran warna, kekeruhan, zat tersuspensi, busa,
radioaktivitas, dan suhu.
b. Pencemaran kimiawi, ada 2 macam yaitu :
1) Polutan organik berupa protein, lipid, sabun, deterjen sintetik,
karbohidrat, resin, batubara, minyak, dan ter.
26
2) Polutan anorganik berupa asam, alkali, logam berat, dan garam.
c. Pencemaran fisiologi berupa rasa dan bau.
Untuk daerah tropis, pencemaran perairan banyak disebabkan oleh limbah
organik, yang dapat mengakibatkan :
a. Jumlah oksigen terlarut (DO/Dissolved Oxygen) di perairan berkurang dan
nilainya lebih kecil dari nilai standarnya.
b. Timbulnya zat makanan anorganik seperti amonia, nitrat, dan phospor.
Zat-zat ini dapat menyebabkan bertambah tingginya kadar hara di dalam
ekosistem perairan sehingga meningkatkan pertumbuhan tumbuhan air
seperti alga. Jika jumlah alga banyak maka dapat mengakibatkan fluktuasi
kadar oksigen perairan (Cummin, 1977).
Proses perombakan bahan organik oleh bakteri berlangsung secara aerob,
artinya respirasi bakteri memerlukan oksigen. Jumlah unsur hara nitrogen dan
phospor yang melimpah akan menyebabkan terjadinya eutrofikasi yaitu proses
pengkayaan unsur hara yang terjadi pada suatu perairan sehingga kualitas air
tidak layak bagi kebutuhan sehari-hari atau rekreasi. Ciri-ciri biotik perairan
yang mengalami eutrofikasi yaitu adanya pertumbuhan pesat tumbuhan air
terutama golongan alga dan cyanobacteria (Allaby, 1996).
Tumbuhan air tersebut sangat berpengaruh terhadap kondisi kimiawi perairan
yaitu pH, DO, COD, BOD, NH3, NO3-, PO4
-3. Sedangkan pengaruh terhadap
kualitas fisik perairan yaitu dapat dilihat dari suhu, TSS, TDS, dan tingkat
kekeruhan air. Hal ini disebabkan karena banyaknya materi organik yang
27
terlarut dan meningkatnya endapan di perairan. Sebagai akibatnya, toksisitas
perairan naik sehingga air menjadi beracun bagi kehidupan.
Satuan individu akan membentuk populasi, dan satuan-satuan populasi
akan membentuk komunitas. (Odum, 1996). Komunitas memiliki 5
karakteristik yaitu diversitas jenis, struktur dan bentuk pertumbuhan,
dominasi, kemelimpahan relative dan struktur trofik. (Krebs, 1978)
E. Ikan Bawal
Di dalam lingkungannya, kumpulan tumbuhan, hewan, dan
mikroorganisme hidup saling bergantung dan membentuk komunitas yang
dapat diidentifikasikan fungsi dari masing-masing organisme. Pada tesis ini
dipilih air kolam ikan bawal sebagai objek penelitian. Usaha pembesaran ikan
Bawal air tawar (Colossoma Macropomum) dilakukan dengan maksud untuk
memperoleh ikan Bawal ukuran konsumsi atau ukuran yang disenangi oleh
konsumen. Pembesaran ikan bawal dapat dilakukan di kolam tanah maupun
kolam permanen, baik secara monokultur maupun polikultur.
Ikan Bawal air tawar saat ini banyak diminati sebagai ikan konsumsi dan
cocok untuk dibudidayakan di Kabupaten Sleman. Hal ini terbukti dengan
terdapat banyak kolam ikan sebagai tempat pembudidaya ikan Bawal yang
terletak di kabupaten Sleman dan para pemilik kolam ikan tersebut
membentuk Kelompok Pembudidaya Ikan (KPI) seperti KPI Mina Mulya
yang sedang kami jadikan obyek penelitian. Gambar 2 merupakan wujud ikan
Bawal air tawar.
28
Gambar 2. Ikan Bawal air tawar
Ikan Bawal mempunyai beberapa keistimewaan antara lain :
d. Nafsu makan tinggi serta termasuk pemakan segalanya (Omnivora)
yang condong lebih banyak makan dedaunan
e. Ketahanan yang tinggi terhadap kondisi limnologis yang kurang baik
f. Disamping itu rasa dagingnya pun cukup enak, hampir menyerupai
daging ikan Gurami (Anonim , 2001c).
Tahap selanjutnya adalah mempersiapkan Kolam. Kolam untuk
pemeliharaan ikan bawal dipersiapkan seperti halnya ikan air tawar lainnya.
Persiapan kolam ini dimaksudkan untuk menumbuhkan makanan alami
dalam jumlah yang cukup. Langkah-langkahnya yaitu :
a. Mula-mula kolam dikeringkan sehingga tanah dasarnya benar-benar
kering. Tujuan pengeringan tanah dasar antara lain :
1) Membasmi ikan-ikan liar yang bersifat predator atau kompetitor
(penyaing makanan).
29
2) Mengurangi senyawa-senyawa asam sulfida (H2S) dan senyawa
beracun lainnya yang terbentuk selama kolam terendam.
3) Memungkinkan terjadinya pertukaran udara (aerasi) dipelataran
kolam, dalam proses ini gas-gas oksigen (02) mengisi celah-
celah dan pori-pori tanah.
b. Sambil menunggu tanah dasar kolam kering, pematang kolam
diperbaiki dan diperkuat untuk menutup kebocoran-kebocoran yang
ada.
c. Setelah dasar kolam benar-benar kering dasar kolam perlu dikapur
dengan kapur tohor maupun dolomit dengan dosis 25 kg per 100
meter persegi. Hal ini untuk meningkatkan pH tanah, juga dapat
untuk membunuh hama maupun patogen yang masih tahan terhadap
proses pengeringan.
d. Kolam pembesaran tidak mutlak harus dipupuk. Ini dikarenakan
makanan ikan bawal sebagian besar diperoleh dari makanan
tambahan atau buatan. Tapi bila dipupuk dapat menggunakan pupuk
kandang 25 - 50 kg/100 m2 dan TSP 3 kg/100 m2. Pupuk kandang
yang digunakan harus benar-benar yang sudah matang, agar tidak
menjadi racun bagi ikan.
e. Setelah pekerjaan pemupukan selesai, kolam diisi air setinggi 2-3 cm
dan dibiarkan selama 2-3 hari, kemudian air kolam ditambah sedidit
demi sedikit sampai kedalaman awal 40-60 cm dan terus diatur
sampai ketinggian 80-120 cm tergantung kepadatan ikan. Jika warna
30
air sudah hijau terang, baru benih ikan ditebar (biasanya 7~10 hari
setelah pemupukan). (Anonim, 2010f)
Sedangkan proses pemilihan dan Penebaran Benih ikan Bawal terdiri dari:
a. Pemilihan benih.
Pemilihan benih mutlak penting, karena hanya dengan benih yang
baik ikan akan hidup dan tumbuh dengan baik. Adapun ciri-ciri benih
yang baik antara lain sehat, anggota tubuh lengkap, aktif bergerak,
ukuran seragam, tidak cacat, tidak membawa penyakit, dan jenis
unggul.
b. Penebaran benih
Sebelum benih ditebar perlu diadaptasikan, dengan tujuan agar benih
ikan tidak dalam kondisi stress saat berada dalam kolam. Cara
adaptasi : ikan yang masih terbungkus dalam plastik yang masih
tertutup rapat dimasukan ke dalam kolam, biarkan sampai dinding
plastik mengembun. Ini tandanya air kolam dan air dalam plastik
sudah sama suhunya, setelah itu dibuka plastiknya dan air dalam
kolam masukkan sedikit demi sedikit ke dalam plastik tempat benih
sampai benih terlihat dalam kondisi baik. Selanjutnya benih
ditebar/dilepaskan dalam kolam secara perlahan-lahan.
Hasil ikan yang baik juga ditentukan oleh kualitas pakan dan
cara pemberiannya pada ikan. Kualitas dan kuantitas pakan sangat
31
penting dalam budidaya ikan karena hanya dengan pakan yang baik
maka ikan dapat tmbuh dan berkembang sesuai dengan yang
diinginkan. Kualitas pakan yang baik adalah pakan yanq mempunyai
gizi yang seimbang baik protein, karbohidrat maupun lemak serta
vitamin dan mineral. Ikan bawal bersifat omnivora sehingga makanan
yang diberikan kepada ikan Bawal dapat berupa daun-daunan, pellet,
sisa-sisa makanan yang berasal dari rumah tangga, warung
makan/restoran, atau hotel. (Anonim, 2010g).
Pakan yang diberikan sejumlah 3-5 % berat badan (perkiraan
jumlah total berat ikan yang dipelihara) dan pemberian pakan dapat
dilakukan dengan cara ditebar secara langsung pada kolam.
Pemungutan hasil usaha pembesaran dapat dilakukan setelah ikan
bawal dipelihara 4-6 bulan dan waktu tersebut, ikan bawal telah
mencapai ukuran kurang lebih 500 gram/ekor, dengan kepadatan 4
ekor/m2. (Anonim, 2010h)
F. Asas-Asas Ilmu Lingkungan
Menurut Soeriaatmadja (1989:3), pengertian asas ilmu lingkungan
adalah penyamarataan kesimpulan secara umum, yang kemudian digunakan
sebagai landasan untuk menguraikan gejala (fenomena) dan situasi yang lebih
spesifik. Sedangkan asas-asas ilmu lingkungan yang berhubungan dengan
penelitian ini antara lain :
32
1. Asas 2. Tak ada sistem pengubahan energi yang betul-betul efisien. Hal ini
sesuai dengan Hukum Termodinamika kedua yaitu energi tidak pernah
hilang di alam raya, tetapi energi tersebut akan terus diubah ke dalam
bentuk lain yang kurang bermanfaat.
2. Asas 3. Materi, energi, ruang, waktu, dan keanekaragaman, semuanya
termasuk kategori sumber alam. Air merupakan salah satu sumber daya
alam yang bermanfaat bagi seluruh bentuk kehidupan di alam.
3. Asas 5. Ada dua jenis sumber alam dasar yaitu sumber alam yang
pengadaannya dapat merangsang penggunaan seterusnya dan yang tidak
mempunyai daya rangsang penggunaan lebih lanjut. Air merupakan
sumber alam yang tidak dapat diperbaharui sehingga penggunaan air
haruslah efektif dan efisian serta dihindarkan dari proses pencemaran
sehingga air dapat digunakan tidak hanya untuk satu keperluan.
(Soeriaatmadja, 1989)
G. Penelitian Terdahulu
Penelitian-penelitian yang relevan dengan penelitian ini yaitu :
1. Dinas Perikanan Propinsi Jawa Tengah, 1994/1995, ”Pengelolaan
Budidaya Ikan di Perairan Umum”. Penelitian ini menyimpulkan bahwa
di Klaten terdapat sumber daya air yang melimpah yang dapat
dimanfaatkan untuk budidaya jenis ikan air tawar dengan sistem kolam
air deras. Jenis ikannya yaitu nila merah, kakap, tombro, dan lele dumbo.
33
2. Sigit, 2001, ”Perubahan Kualitas Air dan Sosial Ekonomi akibat
Kegiatan Usaha Pemancingan di Janti Kabupaten Klaten”. Penelitian ini
menyimpulkan bahwa usaha pemancingan telah mengubah kualitas air
sungai menjadi lebih buruk, namun jika ditinjau dari segi sosial ekonomi,
usaha pemancingan ini cukup menguntungkan bagi para pengelola
pemancingan ikan.
3. Subaningsih, 2000, ”Pengaruh Budidaya Ikan Sistem Karamba
terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Nelayan di Waduk Rawa Jombor
Klaten”. Penelitian ini menyimpulkan bahwa tingkat sosial ekonomi dari
nelayan dengan sistem karamba adalah lebih sejahtera dibandingkan
dengan nelayan tradisional.
H. Kerangka Berpikir
Komponen biotik, abiotik, dan lingkungan manusia merupakan tiga
komponen penyusun lingkungan, yang membentuk suatu ekosistem yang
terjadi hubungan timbal balik antar komponen tersebut.
Air merupakan salah satu komponen fisik yang sangat berpengaruh
terhadap komponen biotik serta lingkungan manusia karena air digunakan
tumbuhan, hewan, dan manusia dalam kehidupannya. Adanya kolam-kolam
pemeliharaan ikan dapat menyebabkan kualitas air yang masuk ke kolam
ikan menjadi lebih buruk karena adanya pakan ikan yang merupakan bahan
organik yang dimasukkan ke dalam kolam, di mana sebagian dimakan ikan
namun ada yang tersisa dan berubah menjadi limbah organik. Limbah organik
34
tersebut akan mengakibatkan turunnya kualitas air kolam, selain juga
disebabkan adanya perilaku sebagian masyarakat yang membuang limbah
domestik dan limbah pertanian ke badan air.
Pada penelitian ini memilih jenis ikan bawal karena ikan bawal air tawar atau
Colossoma macropomum adalah salah satu ikan unggulan budi daya
perikanan air tawar. Kelebihan ikan bawal ini, ukuran badannya cukup besar,
dagingnya gurih, dan tidak banyak duri. Dari sisi rasa, ikan bawal air tawar
tidak kalah lezat dibanding ikan bawal air laut (Azahari, 2008).
Sedangkan kerangka berpikir adalah sebagai berikut :
Gambar 3. Kerangka berpikir
Air Sungai Kuning
Limbah dari : - Sisa makanan ikan - Kotoran ikan - Sisa pupuk
Kualitas air menurun
Eutrofikasi tinggi
-Limbah domestik -Limbah pertanian
Pakan ikan : (Pellet&makanan alternative ikan)
Kolam ikan Bawal
35
I. Hipotesis
Berdasarkan kajian-kajian tersebut maka dapat disusun hipotesis bahwa :
1. kualitas air kolam ikan bawal akan menurun jika ditinjau dari sifat fisika
dan sifat kimia.
2. derajat eutrofikasinya tinggi.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat penelitian
Penulis melakukan penelitian pada air kolam ikan Bawal Kelompok
Pembudidaya Ikan (KPI) Mina Mulya di Tempelsari, Maguwoharjo,
Depok, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Air contoh uji (sampel air)
dianalisis di Laboratorium Kimia Balai Besar Teknik Kesehatan
Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular Yogyakarta.
2. Waktu penelitian
Penulis melaksanakan penelitian pada bulan Oktober 2009 sampai dengan
Januari 2010, yang meliputi tahap pengambilan air contoh uji dan analisis
laboratorium yang dilaksanakan setelah air contoh uji diambil.
B. Alat dan Bahan Penelitian
1. Alat penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah termometer elektrik,
TDS meter, Spektrofotometer DR/2010, pH meter, gelas piala 100 ml, DO
Meter Hach model 16046, timbangan listrik, gelas ukur (ukuran 10 ml dan
50 ml), botol BOD, COD reaktor, pipet volumetrik (ukuran 5 ml, 10 ml, 20
ml, dan 25 ml), labu ukur (ukuran 25 ml, 50 ml, 100 ml, 250 ml, dan 1000
ml)), pipet gondok (ukuran 5 ml dan 10 ml), tabung reaksi bertutup 20 ml,
39
labu erlenmeyer (ukuran 100 ml dan 250 ml), Buret 50 ml, pipet Pasteur,
pipet tetes, corong gelas, botol sampel, dan kertas tisu.
2. Bahan penelitian
Penelitian ini menggunakan bahan-bahan sebagai berikut : air contoh uji
(air sampel), aquades, larutan buffer pH 4,01 dan 7,00, larutan MgSO4,
larutan CaCl2, larutan FeCl3, larutan penyangga pospat, larutan baku
kalium dikromat (K2Cr2O7) 0,01667M, larutan ferro amonium sulfat
[Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O] atau FAS (0,1 M dan 0,05M), larutan asam sulfat
(H2SO4) (1N dan 5N), larutan induk amonia 1000 mg/l, larutan kalium
antimonil tartrat [K(SbO)C4H4.1/2 H2O], larutan amonium molibdat
[(NH4)6Mo7O24.4H2O], larutan asam askorbat [C6H8O6] 0,1M, larutan
campuran (50 ml larutan H2SO4 5N, 5ml larutan kalium antimonil tartrat,
15 ml larutan amonium molibdat, dan 30 ml larutan asam askorbat),
larutan SRM 1000 g P//L, larutan baku pospat 10 mg P/L, larutan kerja
pospat, larutan HCl (1N dan 6N), larutan induk Standart Referensi
Material (SRM) 1000 mg/l NO3- dan 1000 mg/L NO2
-, butir cadmium (Cd)
ukuran 20-100 mesh, kertas saring bebas nitrat berpori yang berdiameter
0,45 mikrometer, larutan Nesser, larutan NaOH 6N.
C. Variabel Penelitian
Pada penelitian ini , akan dikaji kualitas air dari inlet (air pada saluran air
sebelum masuk kolam), air kolam atas, air kolam bawah, dan outlet (air
sungai Kuning yang telah tercampur dengan air buangan kolam ikan Bawal).
40
Pada setiap pengambilan sample, dilakukan pengambilan air contoh uji
(sample) pada 4 titik dan selanjutnya akan diukur/diuji parameter-parameter
yaitu sebagai berikut :
a. Parameter fisik : suhu, TSS, dan TDS.
2. Parameter kimia : pH, DO, COD, BOD, , NO3-, PO4
-3, NH3.
Pengambilan sample dilakukan setiap 2 minggu dan diulangi sampai 5 kali
pengambilan sample.
D. Cara Kerja
1. Penentuan titik sampel dan jenis sampel
Tujuan dasar pengambilan sampel yaitu untuk memperoleh air
contoh uji/ cuplikan sampel air yang cukup (dalam jumlah kecil) tetapi
sudah memadai untuk mewakili populasi atau lokasi yang dikaji secara
akurat (Wetzel, 1983). Hal ini berarti bahwa pengambilan air contoh uji
dalam jumlah yang sedikit agar lebih mudah dibawa ke laboratorium
untuk dianalisis tetapi air contoh uji dapat mewakili kondisi dan situasi
ekosistem.
Mengambil air contoh uji (sample) dari badan air yang akan diteliti
yang dapat mewakili karena sifat-sifatnya sama dengan badan air
tersebut, perlu kecermatan khusus untuk menentukan lokasi pengambilan
air contoh uji pada badan air yang mengalir. Hal ini disebabkan karena
adanya aliran air, saluran-saluran air yang masuk ke badan air, dan
musim yang tidak merata. Pada umumnya, titik pengambilan sampel
41
dipilih agar sampel benar-benar dapat mewakili badan air tersebut, debit
dapat diukur dengan teliti, dan daerah drainase yang menyebabkan
pencemaran dapat diketahui secara tepat. Daerah-daerah tersebut terdiri
dari sumber pencemaran setempat dan sumber pencemaran yang tersebar.
Titik pengambilan sampel merupakan bagian dari badan air yang dapat
menangkap semua sumber pencemaran baik yang tersebar maupun
setempat. (Alaerts dan Santika, 1984)
Juga ada penjelasan tentang jenis-jenis air contoh uji yaitu bahwa air
contoh uji di ekosistem perairan dibedakan menjadi dua yaitu grab
sample dan composite sample. Pembagian jenis-jenis sampel tersebut
berdasarkan jenis penelitian variabilitas temporal dan spasial
(Goldman&Horne, 1983)
Penelitian ini menggunakan jenis air contoh uji jenis grab sample
yaitu air contoh uji yang dikoleksi seketika pada suatu titik tunggal pada
suatu waktu di perairan. Penentuan titik sampel dilakukan di setiap lokasi
pengambilan sampel pada lima titik sampel yaitu pada aliran air masuk
(inlet), tepi kiri, tepi kanan, tengah kolam, dan aliran keluar (outlet).
Penentuan titik sampel pada air sungai Kuning mempertimbangkan lebar
sungai, kedalaman, kecepatan aliran air, dan debit air.
2. Pengambilan sampel
Yang dimaksud dengan metode penelitian adalah pendekatan yang
digunakan dalam mengkaji masalah-masalah dalam penelitian. Metode
42
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode time series, yaitu
metode mengambil air contoh uji atau cuplikan dengan interval waktu
dan ukuran tertentu. Pada penelitian ini, air contoh uji air kolam ikan
Bawal diambil dari empat lokasi pengambilan sampel. Pada kolam
pemeliharaan ikan yang menjadi lokasi penelitian, terdapat satu saluran
air yang masuk ke kolam dan air kolam keluar dari kolam lalu
bercampur dengan air Sungai Kuning. Sumber pencemar dapat
diidentifikasi dari kolam-kolam ikan sehingga air contoh uji diambil dari
saluran air masuk (inlet), 2 titik pada badan kolam (kolam atas dan
kolam bawah), dan air sungai Kuning yang tercampur dengan air kolam
(outlet). Pada masing-masing lokasi pengambilan sampel, diambil sampel
pada lima titik pengambilan sampel, kemudian lima data tersebut
dihitung nilai rata-ratanya.
Pengambilan sampel dilakukan setiap interval waktu 2 minggu
sebanyak 5 kali. Harapannya akan dapat dianalisis hubungan antara
waktu pengambilan air contoh uji dengan kualitas air kolam dan derajat
eutrofikasi air kolam sehingga akan dapat membuktikan kebenaran
hipotesis. Pencarian data dilakukan menggunakan yaitu mencari sumber-
sumber data primer atau pun sumber data sekunder, juga analisis kualitas
air di laboratorium untuk mengetahui terjadi perubahan atau tidaknya
kualitas air di lokasi penelitian. Air contoh uji kolam ikan Bawal diambil
dengan menggunakan botol-botol steril serta botol gelap untuk
pengukuran BOD dan COD. Untuk mendapatkan kejelasan dan kajian
43
yang tajam maka kami melakukan pembatasan parameter yang akan diuji
yaitu :
a. Parameter fisika : suhu, TSS, dan TDS.
b. Parameter kimia : pH, DO, COD, BOD, NO3-, PO4
-3, NH3.
c. Derajat eutrofikasi air kolam.
3. Cara kerja pengukuran parameter fisika
i. Suhu (T)
1) Melakukan pemeriksanaan suhu udara di lokasi dengan
menempatkan termometer dan termometer tidak boleh kontak
langsung dengan sinar matahari, biasanya termometer dilindungi
dengan bayangan badan sampai stabil dan mencatat suhunya.
2) Kemudian langsung mencelupkan termometer ke dalam air yang
akan diukur suhunya, sampai batas skala baca, membiarkan 2-5
menit sampai skala suhu pada alat stabil. Melakukan pembacaan
tanpa mengangkat termometer dari air tersebut
ii. Total Dissolved Solid (TDS)
Menghidupkan alat dengan menekan tombol ON/OFF dan memilih
menu Measure dengan menekan tombol ppm. Selanjutnya
memasukkan elektrode ke dalam air contoh uji dan membaca
langsung hasil TDS pada layar.
44
iii. Total Suspended Solid (TSS)
Menekan power ON pada alat Spektrofotometer DR/2010, lalu
memasukkan program 630 dan tekan ENTER. Selanjutnya mengatur
panjang gelombang 810 nm dan memasukkan aquades sebagai blanko
dalam botol sample dan menempatkannya dalam cell sample,
menutup, dan menekan ZERO. Menggojog contoh uji dan segera
memasukkannya ke dalam botol sample dan menempatkannya ke
dalam cell sample, menutupnya dan menekan READ. Selanjutnya
membaca konsentrasi TSS pada layar monitor spektrofotometer.
4. Cara kerja pengukuran parameter kimia
i. pH dan DO
Pengukuran pH dan DO perairan dilakukan langsung di lapangan
sehingga menghasilkan data yang akurat sesuai dengan kondisi yang
sebenarnya. Alatnya yaitu DO meter Hach model 16046.
Sebelumnya peralatan dikalibrasi terlebih dahulu yaitu :
1. Membilas elektrode dengan larutan penyangga 7,00 sebanyak 3
kali lalu mengeringkannya dengan kertas tisu yang lembut,
mengukur pH larutan buffer dan mengatur alat sehingga skala pH
menunjukkan angka 7,00.
2. Membilas-bilas elektrode dengan larutan penyangga 4,01
sebanyak 3 kali lalu mengeringkannya dan mengukur pH larutan
buffer.
45
3. Mengatur alat sehingga skala pH menunjukkan angka 4,01 dan
alat siap untuk digunakan untuk pengujian.
Cara kerja pengukuran pH dan DO adalah :
1) Membilas elektrode dengan aquades sebanyak tiga kali dan
mengeringkannya dengan kertas tisu yang lembut. Lalu merendam
elektrode ke dalam air contoh uji selama kurang lebih 1 menit
kemudian mengeringkannya dengan kertas tisu.
2) Mengganti air contoh uji dan merendam elektrode ke dalam air
contoh uji tersebut sampai pH meter menunjukkan pembacaan
yang tetap pada layar display. Begitu pula dengan kadar DO,
nilainya juga akan tampak pada display.
ii. BOD (Biological Oxygen Demand)
Pengukuran BOD dilakukan dengan Metode Winkler yaitu :
1. Mengambil air contoh uji dengan botol Winkler lalu memindahkan
75 ml ke dalam labu erlenmeyer dan mengencerkannya sampai 375
ml dengan aquades.
2. Memasukkan air contoh uji tersebut ke dalam 2 botol winkler.
3. Langsung melakukan pengukuran terhadap oksigen terlarut nol hari
pada botol pertama.
4. Menyimpan botol kedua dalam inkubator dalam suhu 20oC
selama 5 hari. Sesudah 5 hari, memeriksa kadar oksigen terlarut 5
hari.
46
5. Membuat blanko dengan cara yang sama dengan menggunakan
aquades dan mentitrasinya dengan duplo dan hasilnya dirata-rata.
Menghitung kadar BOD dengan rumus sebagai berikut :
- Sample tanpa diencerkan
BOD = C0 – C5
- Sample yang diencerkan
BOD = {(CO-C5)-k(AP0-AP5)} x p
Keterangan :
CO = kadar oksigen terlarut mg/l nol hari benda uji
C5 = kadar oksigen terlarut mg/l lima hari benda uji
AP0 = kadar oksigen terlarut mg/l nol hari larutan pengencer
AP5 = kadar oksigen terlarut mg/l nol hari larutan pengencer
k = koreksi sebesar (p-1)/p
p = faktor pengenceran
iii. COD (Chemical Oxygen Demand)
1. Mengencerkan air contoh uji dengan aquades bila taksiran COD air
contoh uji lebih dari 800 mg O2 /liter sehingga COD berada di
sekitar 50 – 800 mg O2/liter.
2. Kemudian menambahkan HgSO4 0,4 gram ke dalam erlenmeyer
untuk analisis COD dan menambahkan 20 ml air contoh uji dan 10
ml larutan K2Cr2O7 0,25 N.ke dalam erlenmeyer. Memindahkan
larutan H2SO4 ke dalam erlenmeyer COD (gelas refluks) dan
47
menggojognya. Kemudian mengalirkan air pendingin pada
kondensor dan meletakkan erlenmeyer diatasnya. Lalu
menuangkan sedikit demi sedikit 25 ml larutan H2SO4 ke dalam
erlenmeyer melalui kondensor .
3. Kemudian menggoyangkan gelas refluks agar reagen dan
tercampur. Sesudah itu memanaskan kondensor dan gelas refluks
pada bunsen selama 2 jam, lalu mendinginkannya dan membilas
kondensor dengan aquades.
4. Sesudah dingin, mengencerkan larutan dengan aquades sampai
volume dua kalinya dengan penambahan sebesar 150-200 ml. Lalu
larutan didinginkan kembali hingga suhu mencapai suhu kamar dan
menambahkan indikator feroin 3-4 tetes. Kemudian mentitrasi sisa
dikromat dalam larutan dengan larutan standar ferro amonium
sulfat (FAS) 0,1 N sampai warna hijau biru berubah menjadi coklat
merah. Titrasi dilakukan secara duplo dan hasilnya dirata-rata.
5. Melakukan prosedur yang sama untuk membuat blanko dengan 20
ml aquades.
Menghitung kandungan COD dengan menggunakan rumus :
COD = [(a-b)xNx800]//ml sample
Keterangan : COD : Chemical Oxygen Demand
a : ml FAS yang digunakan untuk titrasi blanko
b : ml FAS yang digunakan untuk titrasi sample
N : normalitas larutan FAS
48
iv. Pospat
1. Pembuatan kurva kalibrasi
Mengoptimalkan alat spektrofotometer sesuai dengan
petunjuk alat untuk pengujian kadar pospat. Langkah pertama
yaitu mempipet 50 ml larutan kerja dan memasukkan masing-
masing ke dalam erlenmeyer dan menambahkan ke dalamnya 1
tetes indikator PP. Jika terbentuk warna merah muda maka
menambahkan ke dalamnya setetes demi setees larutan H2SO4
5N sampai warna hilang.
Kemudian menambahkan 8 ml larutan campuran dan
menggojognya hingga homogen. Lalu memasukkannya ke
dalam kuvet pada alat spektrofotometer, baca dan mencatat
serapannya pada panjang gelombang 880 nm dalam kisaran
waktu antara 10 menit – 30 menit. Selanjutnya membuat kurva
kalibrasi dari data di atas dan menentukan persamaan garis
lurusnya.
2. Prosedur pengujian pospat
Mempipet 50 ml air contoh uji secara duplo dan
memasukannya ke dalam erlenmeyer. Lalu menambahkan ke
dalamnya 1 tetes indikator Fenolftalin (PP) dan jika terbentuk
warna merah muda maka menambahkan ke dalamnya setetes
49
demi setetes larutan H2SO4 5N sampai warna merah muda
tersebut hilang.
Selanjutnya menambahkan ke dalamnya 8 ml larutan
campuran dan menggojognya sampai homogen. Lalu
memasukkannya ke dalam kuvet pada alat spektrofotometer,
membaca dan mencatat serapannya pada panjang gelombang
880 nm dalam kisaran waktu antara 10 menit sampai 30 menit.
Sedangkan perhitungan kadar pospat yaitu :
Kadar pospat (mg P/L) = C x fp
Keterangan :
C : kadar yang didapat dari hasil pengukuran (mg/l)
fp : faktor pengenceran
v. NO3-
1. Persiapan dan pengawetan air contoh uji
Menyaring aquades bebas nitrat melalui kertas saring bebas
nitrat yang berukuran pori 0,45 µm dan menampung hasil
saringannya (filtrat). Larutan ini digunakan sebagai blanko
penyaringan. Kemudian menyaring air contoh uji dengan kertas
saring bebas nitrat yang berukuran 0,45 µm dn filtratnya ke
dalam botol gelap dan bebas kontaminasi nitrat. Apabila tidak
segera dianalisis maka air contoh uji diawetkan dengan cara
menambahkan 2 ml larutan H2SO4 per liter larutan air contoh uji
50
dan menyimpannya pada temperature 4oC dan tidak lebih dari
48 jam.
2. Persiapan pengujian
a) Pembuatan larutan baku nitrat (NO3-N) 100 mg/l
Mempipet 10 ml larutan induk nitrat dan memasukkannya ke
dalam labu ukur 100 ml, lalu menambahkan aquades bebas
nitrat sampai tepat tanda tera/batas.
b) Pambuatan larutan kerja nitrat
Mempipet 0 ml, 1 ml, 2 ml, 3 ml, 4 ml, 4,5 ml dan 5 ml
larutan induk Standart Referensi Mataerial (SRM) 1000 mg/l/
NO3- dan memasukkannya ke dalam labu ukur 100 ml, lalu
menambahkan aquades sampai tanda tera sehingga diperoleh
kadar 0, 10, 20, 30, 40, dan 50 mg/l NO3-. Sekarang larutan
baku siap diuji.
c) Pembuatan kurva kalibrasi
Pembuatan kurva kalibrasi dengan metoda ultra violet yaitu
mengatur alat spektrofotometer sesuai dengan petunjuk
penggunaan alat untuk menguji kadar NO3-. Lalu
menyiapkan larutan baku nitrat dan menambahkannya ke
dalamnya masing-masing 1 ml larutan HCl 1N. Kemudian
membaca absorbansi/serapan larutan baku nitrat dimulai dari
konsentrasi terkecil pada panjang gelombang 220 nm dan
275 nm. Selanjutnya membuat kurva kalibrasi dari dua data
51
absorbansi 220 nm dikurangi dua kali data absorbansi 275
nm dan menentukan persamaan garisnya.
3. Prosedur pengujian NO3- dengan metoda ultra violet
Mengambil air contoh uji 50 ml dari pengujian awal benda uji
dengan pipet volume, lalu memasukkannya ke dalam erlenmeyer
100 ml dan menambahkan ke dalamnya 1 ml HCl 1N. Lalu air
contoh uji siap diuji N03- dan baca absorbansi pada panjang
gelombang 220 nm dan 275 nm pada masing-masing air contoh
uji.
Sedangkan perhitungannya adalah sebagai berikut :
Kadar NO3- (mg/l) =[(Abs220nm)-(2xabs275mm)]/K1
Jika kadar NO3- yang terhitung adalah lebih besar dari 50 mg/l
maka mengulangi pengujian dengan cara mengencerkan air
contoh uji menggunakan aquades. Namun jika kadar NO3- lebih
kecil dari limit deteksi maka dalam penulisan pelaporan kadar
NO3- dalam air contoh uji lebih kecil dari limit deteksi (<LD).
vi. Amonia
Mengukur 50 ml air contoh uji dan memasukkannya ke dalam
erlenmeyer 100 ml. Kemudian menambahkan 1 ml larutan Nessler ke
dalamnya, menggojognya, dan membiarkan proses reaksi berlangsung
kurang lebih 10 menit. Selanjutnya memasukkannya ke dalam kuvet
53
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Peneliti mengambil data penelitian di kolam ikan Bawal di Kelompok
Pembudidaya Ikan (KPI) Mina Mulya Tempelsari, Maguwoharjo, Depok, Sleman,
D.I.Yogyakarta sejak 17 November 2009 sampai dengan 12 Januari 2010. Interval
waktu pengambilan data ke 1 dengan pengambilan data ke 2 adalah 2 minggu,
demikian juga dengan interval waktu pengambilan data ke 2 dengan yang ke 3,
dan seterusnya sampai pengambilan data ke 5.
Pengambilan air contoh uji dilakukan pada 4 lokasi dan masing-masing lokasi
diambil lima titik pengambilan sampel. Lima lokasi pengambilan sampel yaitu :
1. Lokasi 1 yaitu pada inlet/ air selokan/irigasi yang akan masuk ke kolam ikan
Bawal.
2. Lokasi 2 yaitu pada kolam atas.
3. Lokasi 3 yaitu pada kolam bawah.
4. Lokasi 4 yaitu pada outlet/air Sungai Kuning yang telah tercampur dengan
air yang sudah digunakan/keluar dari kolam ikan Bawal.
Lima data pada setiap lokasi pengambilan sampel, diukur 10 parameter dan
dibedakan menjadi 2 macam yaitu :
b. Parameter fisik yaitu suhu (T), padatan terlarut/Total Dissolved Solid (TDS),
dan padatan tersuspensi/Total Suspended Solid (TSS).
c. Parameter kimia : pH, DO, COD, BOD, PO4-3, NO3
-, NH3.
Sedangkan data hasil penelitian dapat dilihat pada tabel 4 sebagai berikut :
56
Berdasarkan data tersebut maka dapat dianalisis sebagai berikut :
i. Suhu
Untuk perubahan suhu air pada inlet sampai dengan outlet adalah :
Tabel 6. Data suhu air contoh uji pada berbagai letak
WAKTU (MINGGU KE-)
SUHU, oC BML
INLET KOLAM ATAS KOLAM BAWAH OUTLET 1 28 29 29 27 ± 3oC
Terhadap suhu udara
3 27 28 28 27 5 29 29 29 29 7 29 31 28 28 9 27 27 27 27
Sumber : data primer
Keterangan : BML : Baku Mutu Lingkungan air klas II berdasarkan Peraturan Gubernur Daerah
Istimewa Yogyakarta No.20 tahun 2008 tentang baku mutu air di Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta.
Berdasarkan data tersebut di atas maka dapat dibuat grafik suhu pada inlet sampai dengan
outlet yaitu sebagai berikut :
,, Gambar 4. Hubungan antara suhu terhadap waktu pengambilan air contoh uji pada berbagai letak
57
Pembahasan hasil data penelitian tersebut dapat dilihat dari berbagai aspek. Untuk
aspek abiotik, cuaca pada saat akan dilakukan pengambilan air contoh uji, sangat
berpengaruh. Cuaca yang mendung akan mempengaruhi pengukuran suhu air kolam
ikan Bawal menjadi lebih rendah dari yang seharusnya, demikian sebaliknya jika cuaca
yang panas akan membuat suhu kolam ikan menjadi lebih tinggi. Berdasarkan data tersebut
dapat dilihat bahwa suhu air kolam masih dalam kriteria baku mutu lingkungan, yaitu
suhu air kolam lebih tinggi atau lebih rendah dari suhu udara.
Cahaya merupakan faktor penting yang mendukung pertumbuhan produsen seperti
fitoplankton dan tumbuhan air serta organisme yang bergantung pada fitoplankton atau
tumbuhan tersebut. Pada umumnya, penetrasi intensitas cahaya pada danau-danau dangkal
dapat mencapai permukaan sedimen atau dasar perairan (Wetzel, 2001). Zone pada ekosis-
tem yaitu profundal, limnetik, dan litoral. Pada kolam ikan, penetrasi intensitas cahaya
dapat mencapai dasar perairan. Kondisi seperti ini yang menyebabkan kolam-kolam
ikan menjadi subur dan produktif. Pada konteks ini berlaku asas ilmu lingkungan
khususnya asas ke 2 yang berbunyi tak ada sistem pengubahan energi yang betul-betul
efisien, artinya energi panas dari sinar matahari akan mengenai dan diserap oleh air
kolam, namun demikian perpindahan panas tersebut tidak dapat berlangsung secara sem-
purna. Hal ini disebabkan penetrasi intensitas cahaya selain ditentukan oleh kedalaman-
nya, juga ditentukan oleh kandungan partikel terlarut dan jasat renik yang melayang
atau tingkat kesuburan perairan.
Peneliti mengambil air contoh uji pada bulan November 2009 sampai dengan bulan
Januari 2010. Pada waktu itu, terjadi musim hujan dan profil suhu yang menurun tajam
pada bagian tengah perairan dan meningkat kembali pada bagian dalam dan dasar perairan.
58
Profil suhu ini diduga karena masuknya air dari aliran permukaan yang membawa padatan
tersuspensi yang berasal dari lahan erosi yang mempunyai densitas yang lebih tinggi
dan meningkatkan kebutuhan oksigen kimiawi (COD) yang pada gilirannya akan menu-
runkan kandungan oksigen (DO) pada kedalaman tersebut (Hartoto, 1989)
Selain aspek abiotik, data juga dapat dianalisis dari aspek biotik. Selain cuaca yang
mendung atau cerah, aspek biotik juga turut berpengaruh pada suhu air kolam ikan.
Keberadaan vegetasi seperti pohon-pohon yang agak tinggi, berdaun lebar dan banyak,
akan sangat berpengaruh pada suasana di sekitar kolam ikan, yaitu membuat suasana
menjadi tidak panas dan lebih sejuk. Hal ini tentu akan mempengaruhi suhu air baik pada
inlet, kolam atas dan bawah serta outlet sehingga suhu air yang terukur akan lebih obyektif.
Analisis dari aspek kultur/budaya yaitu kebiasaan pemilik kolam ikan pada khususnya
yang berusaha mengintensifkan tanah yang mereka miliki sehingga selain kolam digunakan
untuk budidaya ikan Bawal, maka tanah-tanah pembatas kolam ikan/pematang biasanya
dibuat agak lebar sehingga selain dapat digunakan untuk berjalan kaki juga ada bagian
pematang yang ditanami dengan tanaman seperti ketela pohon, lombok, atau tanaman
lainnya sehingga pemilik ikan selain akan panen ikan juga dapat memanen ketela pohon,
lombok, dan sebagainya. Hal ini tentu akan dapat menambah pendapatan dari para pemilik
kolam ikan tersebut. Sedangkan kegunaan dari tanaman-tanaman di pematang batas kolam
ikan tersebut, selain untuk membuat suasana menjadi lebih sejuk dan meningkatkan
pendapatan pemilik kolam, akar tanaman-tanaman tersebut akan semakin memperkuat
kekompakan/posisi tanah pematang batas kolam pematang tersebut sehingga tidak mudah
terjadi erosi pengikisan tanah.
59
ii. Residu terlarut (TDS : Total Dissolved Solid) Tabel 7. Data residu terlarut (TDS) air contoh uji pada berbagai letak
WAKTU (MINGGU KE-)
Residu Terlarut (TDS), mg/l BML INLET KOLAM ATAS KOLAM BAWAH OUTLET
1 139 140 139 142
1000 3 204 163 179 202 5 205 200 205 207 7 135 105 108 135 9 137 116 123 141
Sumber : data primer
Keterangan : BML : Baku Mutu Lingkungan air klas II berdasarkan Peraturan
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta No.20 tahun 2008
tentang baku mutu air di Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta
Berdasarkan data tersebut di atas maka dapat dibuat grafik residu terlarut (TDS)
pada inlet sampai dengan outlet yaitu sebagai berikut :
Gambar 5. Hubungan antara TDS terhadap waktu pengambilan air contoh uji pada berbagai letak
60
Berdasarkan data hasil pengukuran air contoh uji pada keempat titik, semuanya
berada masih di bawah ambang batas yang ditoleransi, artinya air masih berkualitas
baik. TDS menunjukan jumlah bahan-bahan terlarut dengan diameter kurang dari 10-6
mm dan koloid dengan diameter antara 10-6 sampai 10-3 mm. TDS berupa senyawa-
senyawa kimia dan bahan-bahannya lainnya yang tidak tersaring pada kertas saring
berdiamter pori 0,45 mm. Sedangkan nilai TDS sangat dipengaruhi oleh pelapukan,
limpasan dari tanah, dan pengaruh antropogenik (yang berasal dari limbah domestik
dan industri). Hasil pengukuran menunjukan bahwa pelapukan dan limpasan dari
tanah jumlahnya kecil, sedangkan tentang pengaruh antropogenik, di sepanjang
aliran Sungai Kuning tidak terdapat industri sehingga jika ada pengaruh antropo-
genik, lebih disebabkan oleh limbah domestik yang berupa limbah rumah tangga.
Analisis dari sudut pandang biotik yaitu para pemilik kolam ikan dianjurkan
menanam vegetasi di sekeliling kolam seperti tanaman ketela pohon, pepaya, atau
pada tanah yang cukup luas yang merupakan pertemuan pematang-pematang sawah,
ditanami dengan tanaman yang berakar kuat seperti pohon talok atau waru sehingga
daun-daunnya yang rimbun dan jumlahnya banyak, akan dapat membuat suasana
lingkungan kolam ikan akan menjadi sejuk dan akar-akar pohon akan memperkuat
pematang/batas tanah kolam sehingga tidak mudah terjadi erosi.
Sedangkan analisis dari aspek kultur/budaya, dapat dilakukan dengan cara
memberikan motivasi masyarakat agar mau menjaga kelestarian lingkungan dan
memberikan penyuluhan serta menghimbau masyarakat agar tidak membuang limbah
domestik/rumahtangga secara langsung ke sungai Kuning, namun limbah domestik
tersebut sudah di alirkan ke peresapan dulu sehingga cairan menjadi tidak berbahaya.
61
Pembahasan TDS (Total Dissolved Solid) ini sesuai dengan asas ilmu lingkungan
khususnya asas ke 5 yang berbunyi bahwa ada dua jenis sumber alam dasar yaitu
sumber alam yang pengadaannya dapat merangsang penggunaan seterusnya dan
yang tidak mempunyai daya rangsang penggunaan lebih lanjut, artinya jika nilai
TDS air contoh uji relatif rendah maka air kolam Ikan Bawal masih berkualitas cukup
baik dan memungkinkan air yang sudah digunakan untuk mengisi kolam ikan Bawal
tersebut, dapat merangsang untuk dapat memanfaatkan air bekas kolam tersebut untuk
keperluan lain, misalkan untuk irigasi pertanian karena air untuk irigasi pertanian me-
rupakan air klas III yang kriteria airnya adalah lebih longgar/tidak baik dibandingkan
dengan air kolam.
iii. Residu Tersuspensi (TSS : Total Suspensed Solid)
Tabel 8. Data residu tersuspensi (TSS) Air Contoh Uji pada berbagai letak
WAKTU (MINGGU
KE-)
Residu Tersuspensi (TSS), mg/l BML
INLET KOLAM
ATAS KOLAM BAWAH OUTLET
1 2 14 5 1
50 3 0 0 0 0 5 0 0 0 0 7 0 0 0 0 9 0 0 0 0
Sumber : data primer
Keterangan : BML : Baku Mutu Lingkungan air klas II berdasarkan Peraturan Gubernur Daerah
Istimewa Yogyakarta No.20 tahun 2008 tentang baku mutu air di Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta.
Berdasarkan data tersebut di atas maka dapat dibuat grafik residu tersuspensi (TSS) pada
62
inlet sampai dengan outlet yaitu sebagai berikut :
Gambar 6. Hubungan antara TSS terhadap waktu pengambilan air contoh uji pada berbagai letak
Berdasarkan data hasil pengukuran air contoh uji pada ke 4 titik, semuanya di
bawah ambang batas toleransi, artinya air masih berkualitas baik. Nilai TSS menun-
jukan jumlah bahan-bahan tersuspensi dengan diameter lebih dari 1 mm yang tertahan
pada kertas saring dengan diameter pori 0,45 mm. TSS terdiri dari lumpur dan pasir
halus serta jasad renik.
Sedangkan penyebab utama TSS adalah kikisan/erosi tanah yang terbawa ke
badan air yang memberikan dampak negative. Apabila nilai TSS lebih besar daripada
ambang batas yang diperbolehkan maka berakibat akan terjadinya kekeruhan pada
air kolam sehingga akan dapat menghambat penetrasi cahaya matahari masuk ke
dalam kolam sehingga akan mengganggu proses fotosintesis di perairan. Akibat
lainnya yaitu akan mempercepat terjadi pendangkalan. Para pemilik kolam ikan
dianjurkan menanam vegetasi di sekeliling kolam sehingga diharapkan tanaman-
tanaman tersebut akan memperkuat ikatan antar tanah dan antara tanah dengan akar
63
tanaman sehingga akan dapat meminimalkan pengikisan/erosi tanah. Jika pengikisan/
erosi tanah dapat dicegah atau diminimalisir maka nilai TSS akan kecil/di bawah
ambang batas. Sedangkan untuk menangkap TSS beserta bahan-bahan pencemar lain
diperlukan pohon yang besar.
Sedangkan analisis dari sisi kultur/budaya, dapat dilakukan dengan cara yang sama
seperti pada TDS yaitu dengan cara memberikan motivasi masyarakat agar mau
menjaga kelestarian lingkungan dan memberikan penyuluhan serta menghimbau
masyarakat agar tidak membuang limbah domestik/rumahtangga secara langsung
ke sungai Kuning, namun limbah domestik tersebut sudah di alirkan ke peresapan
dulu sehingga yang dibuang ke sungai adalah cairan yang tidak berbahaya.
Pembahasan TSS ini sesuai dengan asas ilmu lingkungan khususnya asas ke 5 yang
Berbunyi bahwa ada dua jenis sumber alam dasar yaitu sumber alam yang pengada-
annya dapat merangsang penggunaan seterusnya dan yang tidak mempunyai daya
rangsang penggunaan lebih lanjut, artinya jika nilai TSS air contoh uji relatif rendah
maka air masih berkualitas cukup baik dan memungkinkan air yang sudah digunakan
untuk mengisi kolam ikan Bawal tersebut, dapat merangsang untuk dapat memanfaat-
kan air bekas kolam tersebut untuk keperluan lain, misalkan untuk irigasi pertanian.
64
d. pH
Tabel 9. Data pH Air Contoh Uji pada berbagai letak
WAKTU (MINGGU KE-)
Ph BML INLET KOLAM ATAS KOLAM BAWAH OUTLET
1 5,8 6,6 6,6 6,5
6-8,5 3 6,1 6,4 6,8 6,7 5 6,3 6,9 6,6 6,4 7 6,4 6,2 6,2 6,1 9 6,6 6,4 6,2 6,1
Sumber : data primer
Keterangan : BML : Baku Mutu Lingkungan air klas II berdasarkan Peraturan Gubernur Daerah
Istimewa Yogyakarta No.20 tahun 2008 tentang baku mutu air di Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta.
Berdasarkan data-data tersebut di atas maka dapat dibuat grafik pH pada inlet sampai dengan outlet sebagai berikut :
Gambar 7. Hubungan antara pH terhadap waktu pengambilan air contoh uji pada berbagai letak
65
Sebagian besar pH masih ada pada kisaran ambang batas Baku Mutu Lingkungan
(BML), artinya air pada kondisi layak digunakan untuk hidup ikan dan tidak tercemar
oleh zat-zat yang tercampur pada air baik pada inlet maupun pada kolam yang berasal
dari pakan ikan. Namun pada titik inlet minggu ke 1 nilai pH=5,8, hal ini mungkin disebab-
kan adanya sampah yang masuk ke sungai sehingga air sungai menjadi sedikit asam.
Ikan Bawal adalah termasuk jenis ikan yang tahan terhadap asam pada musim-musim
yang selalu silih berganti. Hal ini terbukti dengan adanya penelitian tentang toleransi/daya
tahan ikan Bawal terhadap perubahan pH. Prosedur penelitiannya yaitu ikan Bawal dima-
sukkan yang maing-masing berbeda nilai pH nya, yaitu diatur agar pH air kolam 4, 6, dan
8. Ikan Bawal ada dalam kolam selama 40 hari. Hasilnya ternyata ikan Bawal mampu
bertahan dalam air asam, juga mampu beradaptasi pada air yang bersifat basa. air asam
terhadap perubahan pH. (Aride et al., 2007)
Analisis secara biotik yaitu bahwa kondisi air yang masih pada kisaran Baku Mutu
Lingkungan artinya ikan masih layak hidup, namun jika air kolam bersifat asam atau
basa maka ikan tidak dapat hidup. Demikian juga dengan tanaman-tanaman air di
sekitar kolam ikan, jika air kolam bersifat sangat asam atau sangat basa maka tanaman-
tanaman air akan mati.
Sedangkan analisis secara kultur/budaya yaitu bahwa berdasarkan data di atas
dapat dilihat bahwa pada pengambilan air contoh uji pada hampir semua letak baik
pada inlet, kolam atas, kolam bawah, dan outlet mempunyai nilai pH pada kisaran
Baku Mutu Lingkungan, hal ini berarti perilaku masyarakat di sepanjang Sungai
Kuning pada umumnya sudah baik. Dalam menjaga lingkungan maupun takaran ikan
66
pada kolam ikan yang sudah cukup, artinya tidak terlalu berlebih. Pembahasan pH
ini sesuai dengan asas ilmu lingkungan khususnya asas ke 5 yang berbunyi bahwa
ada dua jenis sumber alam dasar yaitu sumber alam yang pengadaannya dapat
merangsang penggunaan seterusnya dan yang tidak mempunyai daya rangsang
penggunaan lebih lanjut, artinya jika nilai pH air contoh uji relatif rendah maka air
masih berkualitas cukup baik dan memungkinkan air yang sudah digunakan untuk
mengisi kolam ikan Bawal tersebut, dapat merangsang untuk dapat memanfaatkan air
bekas kolam tersebut untuk keperluan lain, misalkan untuk irigasi pertanian.
e. BOD
Tabel 10. Data BOD air contoh uji pada berbagai letak
WAKTU (MINGGU KE-)
BOD, mg/l BML INLET KOLAM ATAS KOLAM BAWAH OUTLET
1 3,5 8,5 11,7 4,5 3
3 3,1 8,1 8,6 3,9 5 2,5 3,3 6,6 4,7 7 2,3 3,3 3,9 2,5 9 1,6 2,3 2,7 2,1
Sumber : data primer Keterangan : BML : Baku Mutu Lingkungan air klas II berdasarkan Peraturan Gubernur Daerah
Istimewa Yogyakarta No.20 tahun 2008 tentang baku mutu air di Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta
Berdasarkan data tersebut di atas maka dapat dibuat grafik BOD pada inlet sampai dengan
outlet yaitu sebagai berikut :
67
Gambar 8. Hubungan antara BOD terhadap waktu pengambilan air contoh uji pada
berbagai letak
Biological Oxygen Demand (BOD) adalah angka yang menunjukan jumlah oksigen
terlarut yang dibutuhkan oleh mikroba aerob untuk mengoksidasi bahan organik menjadi
karbondioksida dan air. Dengan kata lain BOD menunjukan jumlah oksigen yang
dikonsumsi oleh proses respirasi mikroba aerob. Analisis secara abiotik yaitu bahwa ber-
dasarkan data hasil pengukuran air contoh uji pada ke 4 titik, menunjukan sebagian
besar data ada lebih besar dari Baku Mutu Lingkungan. Hal ini berarti bahwa diperlukan
oksigen dalam jumlah yang lebih banyak dari yang seharusnya yang digunakan oleh
mikroba aerob untuk mengoksidasi bahan organik menjadi karbondioksida dan air. Jika
ditinjau dari sudut pandang nilai BOD maka air kolam tersebut tidak memenuhi syarat
untuk kehidupan organisme akuatik.
Sedangkan analisis secara biotik bahwa berdasarkan hasil pengukuran dan nilai
BOD lebih besar dari Baku Mutu Lingkungan maka nilai DO yang nilainya berkebalikan
68
dengan BOD, akan lebih kecil dari Baku Mutu Lingkungan. Hal ini berarti organism
akuatik seperti ikan tidak layak hidup di kolam ikan karena nanti akan kekurangan
oksigen.
Sedangkan berdasarkan analisis secara kultur/budaya yaitu bahwa berdasarkan data-
data di atas dapat dilihat bahwa nilai BOD lebih tinggi dari Baku Mutu Lingkungan,
artinya terdapat banyak sisa-sisa bahan organik yang ada dalam air kolam sehingga
untuk mengubah bahan-bahan organik tersebut menjadi CO2 dan air, diperlukan oksigen
yang lebih banyak dari yang seharusnya. Untuk menanggulangi hal itu maka para
pemberi makan ikan harus dikurangi jumlah pakan yang diberikan ke kolam ikan
sehingga dapat meminimalkan sisa makanan ikan/zat-zat organik yang tertinggal di
kolam ikan.
Pembahasan BOD ini sesuai dengan asas ilmu lingkungan khususnya asas ke 2 yang
berbunyi bahwa tak ada sistem pengubahan energi yang betul-betul efisien, artinya
jika nilai BOD air contoh relatif rendah maka air masih berkualitas cukup baik dan
memungkinkan air yang sudah digunakan untuk mengisi kolam ikan Bawal tersebut,
dapat merangsang untuk dapat memanfaatkan air bekas kolam tersebut untuk keperluan
lain, misalkan untuk irigasi pertanian.
69
f. COD
Tabel 11. Data COD Air Contoh Uji pada berbagai letak
WAKTU
(MINGGU KE-)
COD, mg/l BML
INLET KOLAM
ATAS KOLAM BAWAH OUTLET
1 12 28 28 16
25 3 12 24 24 164 5 8 12 20 20 7 7 12 16 8 9 7 8 12 8
Sumber : data primer
Keterangan : BML : Baku Mutu Lingkungan air klas II berdasarkan Peraturan Gubernur
Daerah Istimewa Yogyakarta No.20 tahun 2008 tentang baku mutu
air di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Berdasarkan data tersebut di atas maka dapat dibuat grafik COD pada inlet sampai
dengan outlet yaitu sebagai berikut :
Gambar 9. Hubungan antara COD terhadap waktu pengambilan air contoh uji pada
berbagai letak
70
Analisis secara abiotik yaitu bahwa nilai Chemical Oxigen Demand
(COD)/kebutuhan oksigen kimiawi artinya angka yang menunjukan jumlah
jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi secara kimiawi
bahan organik, baik yang bisa digradasi secara biologis (biodegradable)
maupun yang sukar didegradasi secara biologis (non biodegradable), menjadi
CO2 dan H2O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara
denagn dengan jumlah dikromat yang diperlukan dalam mengoksidasi air
contoh. Pada pengambilan data minggu ke 1 dan 3, jumlah COD kebanyakan
lebih tinggi dari Baku Mutu Lingkungan, kondisi ini mungkin disebabkan
banyak makanan alternatif ikan Bawal yang berupa makanaan sisa yang
berminyak dari hotel yang sulit didegradasi secara kimia. Namun pada
pengambilan data minggu ke 3 sampai ke 7, nilai COD nya sudah lebih kecil
dibandingkan Baku Mutu Lingkungan. Hal ini berarti di perairan, tidak banyak
bahan-bahan organik yang didegradasi secara kimiawi, tetapi kebanyakan
secara biologi.
Sedangkan analisis biotik yaitu jika dilihat dari sudut pandang nilai
COD pada Minggu ke 5, 7, dan 9 maka nilai COD nya di bawah Baku Mutu
Lingkungan. Hal ini berarti sudah tidak banyak sisa-sisa makanan yang
berminyak yang ada di kolam sehingga DO akan lebih tinggi.
. Analisis secara kultur/budaya yaitu bahwa ada suatu program untuk
menghimbau para peternak ikan agar membatasi pemberian makanan alternatif
ke ikan sehingga diharapkan jumlah makanan yang tidak termakan yang
mengendap di dasar kolam, akan dapat diminimalisir. Demikian juga agar
71
masyarakat di sepanjang Sungai Kuning agar membuang sampah jangan di
sungai karena selain akan dapat menyebabkan banjir di musim penghujan, juga
dapat memacu tingginya nilai COD.
Pembahasan COD ini sesuai dengan asas ilmu lingkungan khususnya asas ke
2 yang berbunyi bahwa tak ada sistem pengubahan energi yang betul-betul
efisien, artinya jika nilai COD air contoh relatif rendah maka air masih berku-
alitas cukup baik dan memungkinkan air yang sudah digunakan untuk me-
ngisi kolam ikan Bawal tersebut, dapat merangsang untuk dapat memanfaat-
kan air bekas kolam tersebut untuk keperluan lain, misalkan untuk irigasi per-
tanian.
g. DO (Dissolved Oxygen/oksigen terlarut)
Tabel 12. Data DO air contoh uji pada berbagai letak
Sumber : data primer
Keterangan : BML : Baku Mutu Lingkungan air klas II berdasarkan Peraturan
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta No.20 tahun 2008
tentang baku mutu air di Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta
WAKTU (MINGGU
KE-)
DO, mg/l BML
INLET KOLAM
ATAS KOLAM BAWAH OUTLET
1 5,4 3,8 2,8 5 5
3 5,4 3,2 2,6 4,4 5 4,9 4,5 3,3 3,6 7 5,8 4,4 2,8 5,6 9 5,8 3,2 2,4 4,4
72
Berdasarkan data tersebut di atas maka dapat dibuat grafik DO pada inlet sampai
outlet yaitu sebagai berikut :
Gambar 10. Hubungan antara DO terhadap waktu pengambilan air contoh uji pada
berbagai letak
Dissolved Oxigen (DO)/ oksigen terlarut merupakan kebutuhan dasar
oksigen untuk kehidupan tumbuhan dan binatang di air. DO berfluktuasi
tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi, tekanan beratmosfer, jumlah dan
jenis tumbuhan air serta waktu siang, malam, atau kedudukan matahari. DO
akan seakin kecil angkanya dengan semakin meningkatnya suhu, ketinggian,
dan berkurangnya tekanan atmosfer. (Jeffries & Mills, 1996).
Berdasarkan data dapat dilihat bahwa DO lebih kecil dari Baku Mutu
Lingkungan, artinya telah terjadi dekomposisi bahan organik dan oksidasi
bahan anorganik sehingga diperlukan oksigen yang cukup besar untuk proses
dekomposisi dan oksidasi.
Perairan yang diperuntukkan bagi kepenting bagi kepentingan perikanan
sebaiknya memiliki kadar oksigen tidak kurang dari 5 mg/l. Jika kadar
73
oksigen kurang 4 mg/l maka air kurang baik untuk bagi semua organisme
perairan, namun jika kadar oksigen kurang 2 mg/l dapat mengakibatkan
kematian ikan. (UNESCO/WHO/UNEP, 1992)
Sedangkan analisis biotiknya yaitu bahwa jika dilihat dari nilai DO maka
air kolam sudah tidak layak untuk kehidupan ikan karena nilai DO lebih kecil
dari 4 mg/l, namun demikian ikan masih belum mati. Kemurnian air sungai
yang baru keluar dari sumbernya di pegunungan, dalam perjalanannya ke laut
secara bertahap mulai membawa bahan pencemaran. Mula-mula oleh
kegiatan perkebunan/pertanian di daerah hulu yang berupa limbah sisa
tanaman dan sisa pupuk/pestisida (agro-chemical residue). Begitu alirannya
melewati daerah pemukiman, beban masukannya bertambah dengan limbah
sisa rumahtangga (domestic waste), dan begitu melewati daerah industri di
hilir maka beban masukannya bertambah dengan limbah proses industri
(industrial waste) yang dapat berupa bahan beracun berbahaya (B3).
Sebagai akibat beban limbah yang semakin meningkat maka kandungan
oksigen terlarut (DO) air sungai yang umumnya tinggi akan menurun drastis.
Rendahnya kandungan oksigen selain akan mengganggu pernafasan
organisme air juga dapat pula menambah beben timbunan amonia (NH3) yang
bersifat racun. Apabila keadaan perairan berlanjut menjadi anaerob
(kandungan oksigen nihil, kandungan karbondioksida meningkat) maka akan
timbul gas-gas methana (CH4) dan asam sulfida (H2S) yang bersifat racun.
Analisis berdasarkan aspek kultur/budaya yaitu menghimbau para
peternak ikan agar membatasi pemberian makanan alternatif ke ikan sehingga
74
diharapkan jumlah makanan ynag tidak termakan yang mengendap di dasar
kolam, akan dapat diminimalisir karena jika terlalu banyak pakan organik
maka nantinya nilai BOD akan lebih tinggi dari Baku Mutu Lingkungan dan
sebagai akibatnya, nilai DO akan turun. Demikian juga agar masyarakat di
sepanjang Sungai Kuning agar membuang sampah jangan di sungai karena
selain akan dapat menyebabkan banjir di musim penghujan, juga dapat
memacu tingginya nilai COD dan berdampak pada nilai DO yang semakin
kecil.
Pembahasan DO ini sesuai dengan asas ilmu lingkungan khususnya
asas ke 5 yang berbunyi bahwa ada dua jenis sumber alam dasar yaitu
sumber alam yang pengadaannya dapat merangsang penggunaan seterusnya
dan yang tidak mempunyai daya rangsang penggunaan lebih lanjut,
artinya jika nilai DO air contoh uji relatif tinggi maka air masih berkualitas
cukup baik dan memungkinkan air dapat digunakan lagi untuk mengisi
kolam ikan Bawal tersebut.
Ikan Bawal adalah jenis ikan asli dari perairan Amazone, yang pernah
dilakukan tes untuk mengevaluasi daya hidup dan ekonominya, yaitu dengan
memelihara ikan Bawal dalam karamba yang berukuran 6m3 dengan jumlah
ikan Bawal divariasi 20, 30, 40, dan 50 ikan per m3. Ikan diberi makan
ekstraksi protein kapur 34% selama 2 bulan, diberi makan protein kapur 28%
untuk 6 bulan, lalu 240 hari. Kecepatan pertumbuhan ikan cukup baik, hal ini
dapat dilihat dari kapasitas muat per karamba yang semakin tidak terjangkau.
Karamba yang diisi dengan 40 dan 50 ekor ikan/m3 mempunyai FCR/Food
75
Conversion Ratio/ratio konversi makanan yang lebih rendah daripada
karamba yng diisi dengan 20 dan 30 ikan kapasitas ikan. FCR adalah
kebalikan dengan densitas sehingga FCR lebih rendah, sedangkan densitas
lebih tinggi. (Gomes et al., 2006)
h. P sebagai Pospat
Tabel 13. Data Pospat air contoh uji pada berbagai letak
Sumber : data primer
Keterangan : BML : Baku Mutu Lingkungan air klas II berdasarkan Peraturan
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta No.20 tahun 2008
tentang baku mutu air di Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta
Berdasarkan data tersebut di atas maka dapat dibuat grafik pospat pada inlet sampai
dengan outlet yaitu sebagai berikut :
WAKTU (MINGGU
KE-)
Pospat, mg/l BML
INLET KOLAM
ATAS KOLAM BAWAH OUTLET
1 0,0085 0 0,7334 0,9126
0,2 3 0,6422 0,2956 0,3952 0,819 5 0,081 0,184 0,0816 0,7268 7 0,94 0,2311 0,7641 0,6701 9 0,5807 0,3521 0,4542 0,7033
76
Gambar 11. Hubungan antara pospat terhadap waktu pengambilan air contoh uji pada berbagai letak
Unsur hara merupakan parameter yang penting dalam menentukan
kesuburan suatu perairan yang dapat diklasifikasi dengan menentukan tingkat
produktivitas primer. Unsur-unsur utama nutrien yang terikat dengan
produktivitas primer seperti fitoplankton antara lain yaitu nitrogen dan fosfor.
Danau-danau dangkal seperti situ cenderung menjadi tempat akumulasinya bahan-
bahan organik yang berasal dari daratan sekitarnya dan nutrien serta sejumlah
material lainnya yag dibawa aliran ke perairan danau. Masukan nutrien ke dalam
perairan danau dangkal ini lebih tinggi dibandingkan dengan danau-danau dalam.
(Wetzel, 2001). Kolam-kolam ikan mempunyai kemiripan kedalaman
perairannya, bahkan lebih dangkal dibandingkan danau dangkal sehingga
memungkinkan banyak nutrien yang masuk ke dalam kolam ikan.
Namun demkian, unsur hara terpenting dalam proses penyuburan perairan
yaitu unsur P (Pospor) yang merupakan unsur hara pembatas pertumbuhan
tumbuhan. Unsur ini bersama-sama unsur N (Nitrogen) bila meningkat
77
konsentrasinya ke dalam perairan kolam menimbulkan penyuburan yang
berlebihan atau eutrofikasi. Eutrofikasi ini muncul dengan ciri-ciri yang mudah
dikenali seperti ledakan pertumbuhan (blooming) gulma dan tumbuhan tertentu,
yaitu baik yang berupa fitoplankton seperti Microcystis spp atau tumbuhan
semacam Salvinia spp (apu-apu) atau Eichornia crassipes (enceng gondok).
Dampak dari eutrofikasi ini adalah penurunan kualitas air, biodiversitas ikan,
pendangkalan estetika dan sebagainya yang pada akhirnya secara ekonomi akan
merugikan masyarakat sekitarnya. Kesuburan perairan dapat diidentifiikasi
melalui besaran kandungan unsur-unsur hara yang salah satunya adalah pospat
(Payne, 1986).
Pembahasan pospat ini sesuai dengan asas ilmu lingkungan khususnya
asas ke 5 yang berbunyi bahwa ada dua jenis sumber alam dasar yaitu
sumber alam yang pengadaannya dapat merangsang penggunaan seterusnya
dan yang tidak mempunyai daya rangsang penggunaan lebih lanjut,
artinya jika nilai pH air contoh uji relatif rendah maka air masih berkualitas
cukup baik dan memungkinkan air yang sudah digunakan untuk mengisi
kolam ikan Bawal tersebut, dapat merangsang untuk dapat memanfaatkan air
bekas kolam tersebut untuk keperluan lain, misalkan untuk irigasi pertanian.
Untuk mengklasifikasikan tingkat kesuburan suatu perairan, dapat dilihat pada
tabel 14 di bawah ini.
78
Tabel 14. Klasifikasi tingkat kesuburan perairan berdasarkan kandungan unsur
hara P (Pospor)
Parameter Rata-rata & kisaran
Oligotrofik (tidak rusak
tak produktif)
Mesotrofik (normal)
Eutrofik (rusak)
Hipereutrofik (rusak parah)
Total Pospor (mg/l)
Rata-rata 0,008 0,0267 0,0844 Kisaran 0,003-0,0177 0,0109-
0,0956 0,0162- 0,75-1,2
(Wetzel, 2001)
Di perairan tidak ditemukan unsur pospor dalam bentuk bebas sebagai
elemen tetapi umumnya dalam bentuk anorganik yang terlarut (ortopospat dan
polipospat) dan pospor organik partikulat. Pospor yang membentuk kompleks
dengan ion besi dan kalsium pada kondisi aerobik bersifat tidak larut dan
mengendap pada sedimen sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh alga akuatik.
(Jeffries & Mills, 1996)
Analisis dari sisi abiotik yaitu bahwa berdasarkan data hasil penelitian bahwa
nilai pospat lebih tinggi dari Baku Mutu Lingkungan, hal ini berarti air
mempunyai nutrien yang cukup banyak dan cukup baik untuk pertanian tetapi
rawan terjadi eutrofikasi yang ditandai dengan terjadinya peledakan (blooming)
gulma, misal enceng gondok. Pencemaran pospat tersebut dapat disebabkan oleh
usaha pertanian yang mengalirkan air buangan ke sungai ataupun berasal dari
penggunaan detergen berpospat. Deterjen juga mengandung polifosfat yang
79
diperkirakan memberi kontribusi sekitar 50% pospat di perairan dan pospat ini
memacu terjadinya eutrofikasi/pengayaan air kolam (Haslam, 1995)
Jika eutrofikasi ini terjadi dan dibiarkan maka gulma akan menutupi
permukaan air kolam sehingga gulma akan menghalangi penetrasi sinar matahari
ke dalam air kolam ikan dan hal ini akan menggangu proses fotosintesis tumbuhan
air. Akibat eutrofikasi yang lain yaitu jumlah DO dalam air akan lebih kecil dari
Baku Mutu Lingkungan karena permukaan air kolam tertutup gulma. Akibatnya,
ikan dan tanaman air tidak bisa hidup pada kolam ikan tersebut.
Sedangkan pengelolaan kolam jika sudah terjadi eutrofikasi yaitu
menghimbau para peternak ikan agar jika muncul gulma seperti enceng gondok
pada permukaan air kolam agar segera mengambil dan membuangnya dari air
kolam sehingga dapat mencegah jumlah gulma yang semakin banyak. Selain
mencegah semakin banyaknya jumlah gulma, mengambil tumbuhan air/gulma
pada kolam secara terus menerus juga bertujuan untuk mengurangi kesuburan air
kolam, yaitu secara bertahap unsure N dan P yang telah menjadi jaringan
tumbuhan akan dapat diangkat dari kolam. Alternatif cara yang lain yaitu
menghimbau masyarakat agar mengurangi penggunaan deterjen berpospat.
Pengendalian penggunaan deterjen berpospat ini sudah saatnya mulai dilakukan di
Indonesia karena di negara-negara maju seperti Jepang dan Eropa sudah
melakukannya. Sedangkan untuk air yang sudah terlanjur mengandung pospat
yang terlalu tinggi maka pospat yang terkandung dalam air tersebut dapat diserap
tumbuhan air tertentu yang banyak tumbuh di pinggir kolam.
80
Untuk mengatasi air kolam yang sudah keruh/kotor maka dapat
menggunakan biofilter melalui tanaman air. Tanaman air berfungsi sebagai
bagian dari sistem filter biologi yang telah terbukti efektif menjaga kejernihan
kualitas air. Teknologi sederhana ini selain ekonomis, juga mudah merawatnya
dan ramah lingkungan. Di alam, sistem biofilter dapat terjadi dengan sendirinya.
Tanaman air ini terbukti dapat menyerap zat racun yang dikeluarkan oleh kotoran
dan urine ikan. Zat racun juga bisa berasal dari limbah seperti logam berat dan
bahan polutan lainnya. Dalam hal ini tanaman air dapat sangat efektif untuk
mengontrol pertumbuhan lumut sehingga serapan hara untuk ikan dapat
maksimal. Tanaman air juga efektif meningkatkan kadar oksigen dalam air
melalui proses fotosintesis. Dalam hal ini karbondioksida dalam air diserap dan
digantikan oleh oksigen. Kita mengetahui bahwa kadar karbondioksida yang
berlebihan mengganggu kestabilan pertumbuhan ikan di dalam air.
Proses fotosintesis dari tanaman air seperti inilah yang diterapkan pada
sistem biofilter melalui tanaman. Sebagai contoh penerapan teknologi sederhana
dan ramah lingkungan dari sistem filter seperti ini telah diterapkan pada sebuah
kolam ikan koi di The Cibodas, sebuah vila di Puncak Jawa Barat. Kolam utama
untuk memelihara ikan ini berbentuk persegi panjang dan sangat luas dengan
sebuah pendopo ˜mengapungâ di bagian tengahnya. Kolam yang difungsikan
untuk filter selebar 150 cm ini mengelilingi kolam utama yang dibagi lagi menjadi
petak-petak selebar 200 cm. Di dalam petak-petak kecil itulah proses filterisasi
secara biologi terjadi.
81
Cara kerjanyapun sangat sederhana yaitu pada setiap petak yang
kedalamannya sekitar 20 cm, dilapisi dengan batu zeolit yang fungsinya
melekatkan lumut di seluruh permukaannya. Untuk tanaman air dapat digunakan
eceng gondok (Eichornia crassipes) yang tumbuhnya mengapung di permukaan
air. Air dari kolam masuk ke dalam pipa melalui saluran pralon yang diberi
lubang di seluruh permukaannya. Selanjutnya, air akan tersaring secara alami oleh
tanaman eceng gondok sehingga air menjadi lebih jernih. Kemudian air yang
jernih ini dialirkan kembali ke dalam kolam secara alami melalui proses gravitasi
berdasarkan perbedaan ketinggian tempat. Selain bermanfaat dalam membantu
menjernihkan air kolam, tanaman eceng gondok yang berbunga juga dapat
menjadi elemen dekoratif mempercantik tampilan kolam.
TIPS : Luasan untuk area filter minimal 10 % dari total luas kolam. Semakin
tinggi persentasenya semakin sempurna pula proses penyaringannya. Jenis
tanaman air yang dapat membantu filterisasi adalah yang mengapung seperti
eceng gondok, jenis tanaman terendam seperti Hydrilla dan jenis tanaman yang
perakarannya tertanam di bagian dasar seperti lotus. Pertumbuhan tanaman air
harus dikontrol jumlahnya. Jumlah yang terlalu berlebihan dalam setiap petak
filter dapat mengganggu aliran air baik dari kolam maupun ke dalam kolam.
Kejernihan air dengan sistem biofilter melalui tanaman memang tidak sejernih
sistem buatan lainnya. Namun, teknologi sederhana ini merupakan salah satu
upaya dalam menjaga lingkungan. (Anonim, 2010d)
82
i. Nitrat
Tabel 15. Data Nitrat air contoh uji pada berbagai letak
Sumber : data primer
Keterangan : BML : Baku Mutu Lingkungan air klas II berdasarkan Peraturan
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta No.20 tahun 2008
tentang baku mutu air di Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta
Berdasarkan data tersebut di atas maka dapat dibuat grafik nitrat pada inlet sampai
dengan outlet yaitu sebagai berikut :
WAKTU (MINGGU KE-)
Nitrat, mg/l BML
INLET KOLAM ATAS KOLAM BAWAH OUTLET
1 4,76 1,1 1,2 4,43
10 3 1,14 0,63 1,03 1,24 5 0,93 <0,01 0,18 0,87 7 1,28 1,08 1,01 0,35 9 0,97 0,37 0,37 0,55
83
Gambar 12. Hubungan antara nitrat terhadap waktu pengambilan air contoh uji pada berbagai letak Analisis secara abiotik yaitu berdasarkan data hasil penelitian menun-
jukan bahwa nilai nitrat lebih kecil dari Baku Mutu Lingkungan. Hal ini berarti air
kolam kurang begitu mengandung unsur hara karena unsur hara didukung oleh
kadar nitrat dan pospat yang lebih tinggi dari Baku Mutu Lingkungan.
Sedangkan analisis secara biotik dapat dilihat dari sudut pandang nilai
nitrat maka air mengandung nutrien yang tidak begitu banyak sehingga tidak perlu
dikhawatirkan terjadi eutriofikasi yang berupa ledakan populasi gulma. Ikan pun
juga dapat hidup tenang. Untuk analisis secara culture/budaya yaitu dengan cara
menghimbau para peternak ikan agar jika muncul gulma pada permukaan air
kolam agar segera mengambil dan membuangnya dari air kolam sehingga dapat
mencegah jumlah gulma yang semakin banyak.
Pembahasan nitrat ini sesuai dengan asas ilmu lingkungan khususnya
asas ke 5 yang berbunyi bahwa ada dua jenis sumber alam dasar yaitu
sumber alam yang pengadaannya dapat merangsang penggunaan seterusnya
84
dan yang tidak mempunyai daya rangsang penggunaan lebih lanjut,
artinya jika nilai nitrat air contoh uji relatif tinggi maka air masih berkualitas
kurang baik karena memungkinkan tumbuhnya gulma dan hal ini dapat mengaki-
batkan terjadinya eutrofikasi.
j. Amonia
Tabel 16. Data Amonia air contoh uji pada berbagai letak
Istimewa Yogyakarta No.20 tahun 2008 tentang baku mutu air di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Sumber : data primer
Keterangan : BML : Baku Mutu Lingkungan air klas II berdasarkan Peraturan Gubernur
Daerah Istimewa Yogyakarta No.20 tahun 2008 tentang baku mutu
WAKTU (MINGGU KE-)
Amonia, mg/l BML
INLET KOLAM ATAS KOLAM BAWAH OUTLET 1 0 0 0 0
X
3 0 0 0,0051 0,0002 5 0 0 0 0 7 0 0 0 0 9 0 0 0 0
85
air di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Berdasarkan data tersebut di atas maka dapat dibuat grafik amonia pada inlet sampai
dengan outlet yaitu sebagai berikut :
Gambar 13.. Hubungan antara Amonia terhadap waktu pengambilan air contoh uji pada berbagai letak
Analisis secara abiotik yaitu amonia dan garam-garamnya bersifat mudah larut
dalam air. Amonia yang terdapat pada mineral yang masuk ke badan air melalui erosi
tanah. Sumber amonia dalam perairan adalah hasil pemecahan nitrogen organik
(protein dan urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat dalam tanah. Amonia juga dapat
berasal dari dekomposisi biota akuatik yang telah mati yang dilakukan oleh mikroba
dan jamur proses ini disebut amonifikasi. Tinja dan biota akuatik yang merupakan limbah
aktivitas metabolisme juga banyak mengeluarkan amonia. Amonia bersifat toksik terhadap
organisme akuatik, artinya jika kadar amonia pada suatu perariran tinggi maka akan dapat
mengganggu proses pengikatan oksigen oleh darah dan pada akhirnya dapat mengakibatkan
86
kesulitan bernafas seolah tercekik dan akhirnya mati. Berdasarkan hasil penelitian, didapat
data bahwa nilai amonia cukup kecil sehingga tidak mengganggu kualitas air.
Sedangkan analisis secara biotik yaitu jika dilihat dari sudut pandang nilai amonia
maka air hanya tidak perlu dikhawatirkan kadar amonia pada perairan kolam sehingga
ikan dapat hidup pada kolam. Untuk analisis yang ditinjau dari kultur/budaya yaitu
menghimbau para peternak ikan agar meminimalkan membuang bangkai pada kolam ikan
sehingga dapat meminimalkan munculnya amonia pada air kolam. Untuk menghindari
terjadinya penumpukan ammonia di suatu tempat khususnya di kolam-kolam ikan maka
perlu dihindari pemasukan sampah ke dalam perairan Pengambilan sampah yang sudah
terlanjur masuk ke dalam perairan secara terus menerus merupakan cara yang paling
tepat saat ini untuk meminimalkan terjadinya ammonia yang ditimbulkan sampah.
Pembahasan amonia ini sesuai dengan asas ilmu lingkungan khususnya asas
ke 2 yang berbunyi tak ada sistem pengubahan energi yang betul-betul optimal,
artinya jika nilai amonia air contoh uji relatif rendah maka air masih berkualitas
cukup baik dan memungkinkan air yang sudah digunakan untuk mengisi kolam
ikan Bawal tersebut, dapat merangsang untuk dapat memanfaatkan air bekas
kolam tersebut untuk keperluan lain, misalkan untuk irigasi pertanian.
Pembahasan NH3 ini sesuai dengan asas ilmu lingkungan khususnya
asas ke 5 yang berbunyi bahwa ada dua jenis sumber alam dasar yaitu
sumber alam yang pengadaannya dapat merangsang penggunaan seterusnya
dan yang tidak mempunyai daya rangsang penggunaan lebih lanjut,
artinyajika nilai NH3 air contoh uji relatif rendah maka air masih berkualitas
cukup baik dan tidak menimbulkan pencemaran udara.
87
Berdasarkan pembahasan di atas maka eutrofikasi adalah proses pengkayaan
hara yaitu kadar NO3- (nitrat) dan PO4
-3 (pospat) yang terkandung dalam air
kolam, jumlahnya melebihi dari batas yang ditoleransi. Pospat yang terkandung
dalam air kolam tersebut dapat berasal dari air limbah pertanian maupun dari air
limbah domestik/rumahtangga yang menggunakan deterjen yang mengandung
pospat, yang dialirkan ke sungai dan air sungai digunakan untuk mengisi air
kolam ikan. Sedangkan keberadaan nitrat dalam air kolam berasal dari makanan
ikan Bawal, yaitu sebagian kecil pellet dan sebagian besar makanan alternative
yang berupa sisa-sisa makanan dari hotel dan restoran. Semua makanan tersebut
merupakan senyawa-senyawa organik yang dapat bereaksi dan menghasilkan
senyawa ammonia (NH3), gas H2S (asam sulfide), dan NO2- (nitrit). Senyawa
ammonia akan tereduksi/bereaksi dengan air dan berubah menjadi NH4OH.
Sedangkan gas H2S akan menguap. Sedangkan NO2- (nitrit) akan teroksidasi
menjadi NO3- (nitrat). Proses Oksidasi nitrit menjadi nitrat berlangsung pada pH
air kolam dari 6 sampai dengan 8,5.
Kolam ikan Bawal yang diteliti luasnya kurang lebih 500 m2 dan memberi
makan ikan Bawal 3 kali setiap hari dengan jumlah rata-rata makanan ikan Bawal
yang diberikan adalah 50 kg/hari. Kemudian makan alternative ini dimakan ikan
Bawal dan setelah makan, ikan Bawal akan mengeluarkan kotoran dan kotoran
ikan Bawal ini merupakan sumber dari senyawa nitrit yang selanjutnya akan
teroksidasi menjadi senyawa nitrat. Jumlah nitrat yang terukur adalah berkisar
0,35 sampai dengan 4,43 mg/l sehingga dapat ditarik suatu korelasi antara jumlah
makanan alternative yang diberikan (50 kg/hari/kolam kurang lebih 500m2) ke
88
ikan-ikan Bawal pada kolam dengan jumlah nitrat yang ditimbulkan (0,35-4,43
mg/l). Kadar nitrat tersebut masih di bawah standar pada Baku Mutu Lingkungan
yaitu 10 mg/l artinya kualitas air kolam ditinjau dari kadar nitrat adalah masih
baik.
Pencemaran pospat tersebut dapat disebabkan oleh usaha pertanian yang
mengalirkan air buangan ke sungai ataupun berasal dari penggunaan detergen
berpospat. Deterjen juga mengandung polifosfat yang diperkirakan memberi
kontribusi sekitar 50% pospat di perairan dan pospat ini memacu terjadinya
eutrofikasi/pengayaan air kolam (Haslam, 1995). Nilai pospat yang lebih tinggi
dari Baku Mutu Lingkungan berarti terjadi pengkayaan unsur hara pada air kolam
ikan Bawal sehingga air mempunyai nutrien yang cukup banyak. Adanya nutrien
yang cukup banyak tersebut dimanfaatkan komponen biotik seperti gulma untuk
tumbuh dan berkembang dengan pesat sehingga terjadi ledakan (blooming) gulma
dan kondisi ini disebut eutrofikasi. Jumlah gulma yang bertambah dengan cepat
mengakibatkan permukaan air kolam tertutupi dengan gulma sehingga berdampak
negatif yaitu menurunnya oksigen terlarut atau DO (Dissolved Oxygen) dan
terjadinya pendangkalam kolam ikan. Kondisi DO yang menurun dan dibawah
baku mutu lingkungan berakibat pada kelangsungan hidup ikan Bawal di kolam
menjadi terancam. (Wetzel, 2001)
Sedangkan kualitas air kolam Bawal yang ditinjau berdasarkan kadar pospat
yang terkandung dalam air kolam adalah 0,6701 – 0,9126 mg/l dan ini lebih
tinggi dari Baku Mutu Lingkungan untuk pospat adalah 0,2 mg/l, artinya kualitas
89
air kolam ditinjau dari kadar pospat, sudah tidak baik. Untuk mengetahui sejauh
mana tingkat eutrofikasi yang terjadi pada air kolam maka dilihat pada tabel :
Tabel 14. Klasifikasi tingkat kesuburan perairan berdasarkan kandungan unsur
hara P (Pospor)
Parameter Rata-rata & kisaran
Oligotrofik (tidak rusak
tak produktif)
Mesotrofik (normal)
Eutrofik (rusak)
Hipereutrofik (rusak parah)
Total Pospor (mg/l)
Rata-rata 0,008 0,0267 0,0844 Kisaran 0,003-0,0177 0,0109-
0,0956 0,0162- 0,75-1,2
Berdasarkan tabel data pospor di atas maka air kolam ikan Bawal tersebut pada
derajat/tingkat eutrofikasitinggi. Adanya penelitian ini maka dapat dibuat early
warning system yaitu sistem peringatan dini yang berfungsi untuk
menentukan.derajat/tingkat eutrofikasi suatu perairan sehingga dapat segera dicari
penyelesaian/solusi untuk mengatasinya.
Pada suatu eksperimen penelitian yang meneliti air kolam ikan Bawal maka
ikan-ikan Bawal dipelihara selama 2 bulan dalam 3 kolam yang berbeda, yaitu :
a. Kolam alami
b. Kolam berkapur
c. Kolam berkapur dan berpupuk.
Selanjutnya dilakukan pengukuran kualitas air setiap 15 hari. Berdasarkan
eksperimen tersebut diperoleh kesimpulan bahwa nilai pH, kesadahan, dan
alkanitas pada air kolam yang berkapur serta kolam yang berkapur dan berpupuk
adalah lebih tinggi dari kolam yang alami. (Gomes & Silva, 2009)
90
Pada eksperimen yang lain yaitu analisis bunga Bakung Air yang digunakan
sebagai pupuk anorganik jentik-jentik/bibit ikan Bawal dalam kolam. Bunga
Bakung air dapat menghasilkan pupuk anorganik pada rasio 100 gr/m2 dalam
kolam-kolam ikan Bawal. Pada tahap awal, masing-masing 5000 larva ikan Bawal
dimasukkan ke dalam 2 kolam ikan dengan dan tanpa pupuk bunga Bakung air
dan dibiarkan selam 43 hari. Hasil eksperimen ini adalah bahwa kolam yang
berpupuk bunga Bakung air adalah lebih banyak menghasilkan jumlah plankton
dan plankton ini merupakan makanan untuk larva-larva ikan Bawal sehingga
disarankan agar pada kolam ikan Bawal ditanami bunga Bakung air. Bunga
Bakung air adalah tanaman yang murah harganya dan mudah mendapatkannya di
sekitar kita. (Sipauba-Tavares & Braga, 2007)
Pemberian makan pada ikan Bawal dilakukan 3 kali dalam 1 hari. Pada
pemeliharaan ikan Bawal di kolam secara alami, biaya untuk pemberian makanan
ikan berkontribusi 60% dari beaya variable. (Silva et al., 2007). Namun pada
kenyataannya, untuk menghemat beaya operasional, makanan ikan Bawal tidak
selalu pellet tetapi juga makanan alternatif yang berupa sisa-sisa makanan yang
didapatkan dengan cara bekerjasama dengan pihak hotel Sheraton.
Pemindahan bibit ikan Bawal dari tempat pembibitan ikan ke kolam
pemeliharaan ikan dan jaraknya cukup jauh maka perlu dilakukan suatu prosedur
agar dapat meminimalkam ikan Bawal yang mati saat dipindahkan. Selain tempat
membawa bibit ikan harus diberi oksigen , maka densitas air harus dijaga agar
tetap sesuai dengan kondisi ikan sehingga ke dalam air diberi zat additive seperti
garam dapur, gypsum, atau benzocaine (Gomes et al., 2006).
92
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Kesimpulan dari penelitian ini adalah secara umum, kualitas air yang
masuk dan keluar kolam ikan Bawal secara fisik yang ditinjau dari
suhu, TDS, dan TSS maka kualitas air masih cukup baik. Namun
secara kimia yang di tinjau dari nilai pH, DO, COD, BOD, NH3, NO3-,
dan PO4-3, kualitas air menurun, meskipun penurunan tidak terlalu
signifikan dan masih bisa digunakan untuk mengairi pertanian.
2. Derajat eutrofikasinya, dapat dilihat dari kadar nitrat dan pospat, yaitu
bahwa dengan memberikan makanan alternatif yang berupa sisa
makanan (50 kg/hari/kolam kurang lebih 500m2) ke kolam ikan Bawal,
menimbulkan nitrat sebanyak 0,35-4,43 mg/l, sedangkan Baku Mutu
Lingkungan untuk nitrat adalah 10 mg/l artinya kualitas air kolam jika
ditinjau dari kadar nitrat adalah masih baik dan dapat digunakan untuk
pertanian. Sedangkan kadar pospat yang terkandung dalam air kolam
ikan adalah 0,6701 – 0,9126 mg/l dan ini lebih tinggi dari Baku Mutu
Lingkungan untuk pospat yaitu 0,2 mg/l, artinya kualitas air kolam
ditinjau dari kandungan pospat adalah tidak baik. Berdasarkan hal
tersebut maka derajat/tingkat eutrofikasinya adalah tinggi.
B. Saran
93
1. Suasana di sekitar kolam ikan yang panas , dapat ditanggulangi dengan
cara menanam vegetasi alam seperti menanam pohon-pohon yang
rindang di sekitar kolam sehingga suasana di sekitar kolam menjadi
lebih sejuk
2. Adanya dana untuk pelestarian lingkungan yang diambilkan dari nilai
jual produk ikan Bawal sebesar 10%. Dana ini digunakan untuk
pelestarian lingkungan seperti untuk mengeruk lumpur dan sisa-sisa
makanan ikan yang ada di dasar kolam yang akan menimbulkan
pendangkalan kolam dan membuat kualitas air kolam ikan menjadi
menurun, juga untuk membeli bibit-bibit pohon yang akan ditanam di
sekitar kolam ikan. Adanya dana lingkungan ini menimbulkan istilah
pembudidayaan ikan Bawal yang berwawasan lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Alaerts dan Santika, S. S., 1984, ”Metode Penelitian Perairan”, Usaha Nasional,
Surabaya. Allaby, M., 1996, “Basic of Environmental Science”, Routlegde, London and
New York, p.86. Anonim, 1997a, “Undang-undang Republik Indonesia No. 23 tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup”, BAPEDAL, Jakarta. Anonim, 2001b, “Peraturan Pemerintah No.82 tahun 2001 tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air”, BAPEDAL, Jakarta, 14 Desember 2001.
Anonim, 2001c, “Teknologi Tepat Guna Budidaya Perikanan : Pembesaran
Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma Macropomum)”, Http://www.iptek.net.id/ind/warintek/, Maret 2001.
Anonim, 2008d, “Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta No.20 tahun
2008 tentang Baku Mutu Air di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta”, Pemerintah Provinsi DIY, Yogyakarta, 14 Agustus 2008.
Anonim, 2010e, “Budidaya Ikan Bawal Air Tawar”, http://www.tentaramoutong.
co.cc/2010/03/budidaya-ikan-bawal-air- tawar/, 09 Maret 2010. Anonim, 2010f, “Filter Vegetasi Untuk Menjaga Kualitas Air : Biofilter Melalui
Tanaman Air”, Http://Zonaikan.wordpress.com/2010/01/07/filter-vegetasi-untuk-menjaga-kualitas-air/, 07 Januari 2010
Anonim, 2010g, “ Mengenal Budidaya Ikan Bawal (colossoma macropomum)”, Http://www.asianbrain.com/.
Anonim, 2010h, “Usaha Membesarkan Ikan Bawal dan Nila”, Http://bisnisukm.com/usaha-membesarkan-ikan-bawal-dan-nila.html, 08 Maret 2010.
Aride, P.H.R., Roubach, R., & Val, A.L., 2007, ”Tolerance Response of
Tambaqui Colossoma Macropomum (Cuvier) to Water pH”, Journal Compilation @ 2010 Blackwell Publishing Ltd., Volume 38 Issue 6, Pages 588-594.
95
Azahari, H., 2008, “Budidaya Ikan Bawal”, Http://keset.wordpress.com/2008 /09/16/Budidaya-ikan-bawal/, 16 September 2008.
Boyd, C.E., 1988, “Water Quality in Warmwater Fish Ponds”, Fourth Printing,
Auburn Univ.Agricultural Experiment Station, Alabama, USA, page 359. Cummin, 1977, “From Head Water to Rivers”, The American Biology Teacher. Fandeli, C., 1988, ”Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Hidup”, Yayasan
Pembina Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, hal.16. Goldman and Horne, 1983, “Lymnology”, McGraw Hill Inc, New York. Goldman, 1994, “Lymnology: Laboratory Manual EST 15 IL”, University of
California Davis (Unpublished), California. Gomes, L.C., Chagas, E.C., & Martins, H., 2006, ”Cage Culture of Tambaqui
(Colossoma Macropomum) in a Central Amazon floodplain Lake”, Journal @ 2006 Elsevier B.V., Volume 253 Issues 1-4, Pages 374-384.
Gomes, L.C., Araujo-Lima, C.A.R.M., Chippari-Gomes, A.R., & Roubach, R.,,
2006, ”Transportation of Juvenile Tambaqui (Colossoma Macropomum) in A Closed System”, Brazilian Journal of Biology, Volume 66 No.2a.
Gomes, L.C. & Silva, C.R., 2009 , ”Impact of Pond Management on Tambaqui,
Colossoma Macropomum (Cuvier), Production during Growth-Out Phase”, Journal Compilation @ 2010 Blackwell Publishing Ltd., Volume 40 Issue 7, Pages 825-832.
Handoko, 1995, ”Klimatologi Dasar”, Pustaka Jaya, Bogor. Hartoto, D.I., 1989, ”Profil Oksigen dan Suhu”, Puslitbang Limnologi-LIPI. Haslam, S.M., 1995, ”River Pollution and Ecological Perspective”, John Willey
& Sons Chichester, UK, Page 253. Jeffries, M. & Mills, D., 1996,”Freshwater Ecology Principles and
Applications”, John Willey & Sons Chichester, UK., Page 285. Krebs, C.J., 1978, “Ecology the Experimental Analysis of Distribution and
Abundance, second edition”, Harper & Row Oublisher, New York. Lee, C.D., Wong, S.B., & Kuo, C.L., 1978, “Benthic Macroinvertebrates and
Fish as Biological Indicator of Water Quality”, Countries Asian Institute, Bangkok.
96
Manetsech, 1979, “System Analysis and Simulation with Applications to Economic and Social System, Part 1, Third Edition”, Dept. of Electrical Engineering and System Science Michigan State University East Lansing, Michigan.
Martopo, S., 1990, “Kumpulan Mata Kuliah Amdal”, Kantor Menteri Negara
Lingkungan Hidup dan Pusat Studi Lingkungan Hidup Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Odum, 1996, “Dasar-dasar Ekologi”, Universitas Gadjah Mada Press,
Yogyakarta. Payne, A.I., 1986, “The Ecology of Tropical Lakes & Rivers”, John Wiley &
Sons, Chichester, Great Britain. Pusposutardjo, S. dan Susanto, S., 1993, “Perspektif dari Pengembangan
Manajemen Sumber Air dan Irigasi untuk Pengembangan Pertanian”, Kumpulan Karangan, Liberty, Yogyakarta.
Raintre, J.B., 1983, “Bioeconomic Consideration in the Design of Agroforestry
Croping System”, International Council for Researcah in Agroforestry, Kenya, Nairobi.
Raven, 1993, “Environment”, Saunders College Publishing, Orlando. Reksohadiprodjo, S., 1992, “Ekonomi Lingkungan”, BPFE, Yogyakarta. Sigit, D.R., 2001, “Perubahan Kualitas Air dan Sosial Ekonomi akibat Kegiatan
Usaha Pemancingan di Janti Kabupaten Klaten”, Program Pasca Sarjana Program Studi Ilmu Lingkungan Universitas Sebelas Maret, Surakarta, hal.9 dan 30.
Silva, C.R., Gomes, L.C., & Brandao, F.R., 2007, “Effect of Feeding Rate and
Frequency on Tambaqui (Colossoma Macropomum) Growth, Production, and Feeding Costs during The First Growth Phase in Cages”, Journal @ 2007 Elsevier B.V., Volume 264 Issues 1-4, Pages 135-139.
Sipauba-Tavares, L.H. & Braga, F.M.S., 2007, “The Feeding Activity of
Colossoma Macropomum (Tambaqui) in Fishponds with Water Hyacinth (Eichhornia Crassipes) Fertilizer”, Brazilian Journal of Biology, Volume 67 No.3.
Soeriaatmadja, R.E., 1989, “Ilmu Lingkungan”, Institut Teknologi Bandung,
Bandung, hal.21. Strorer and Usinger, 1974, “Zoology”, McGraw Hill, New York.
97
Subaningsih, W., 2000, “Pengaruh Budidaya Ikan Sistem Karamba terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Nelayan di Waduk Rawa Jombor Klaten”, Program Pasca Sarjana Program Studi Ilmu Lingkungan Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Supardi, 1994, “Lingkungan Hidup dan Kelestariannya”, Alumni, Bandung. Tandjung, S.D, 1992, “Ekologi dan Pengantar Ilmu Lingkungan, Bagian I :
Dasar-dasar Ekologi”, Program Studi Ilmu Lingkungan Program Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta, hal.80.
UNESCO/WHO/UNEP, 1992, “Water Quality Assessments”, Edited by
Chapman, D.Chapman & Hall Ltd., London, Page 585. Wetzel, 1983, “Lymnology, Second Edition”, Saunders Co, Philadelphia.