KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY...

84
KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG RESTORASI LAMUN DI PULAU PRAMUKA, TAMAN NASIONAL KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA SKRIPSI PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN Oleh : SEANANDA FIRLY YUNIAR NIM. 135080600111015 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017

Transcript of KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY...

Page 1: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA

UNTUK MENUNJANG RESTORASI LAMUN DI PULAU PRAMUKA, TAMAN

NASIONAL KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA

SKRIPSI

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN

JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN ILMU

KELAUTAN

Oleh :

SEANANDA FIRLY YUNIAR

NIM. 135080600111015

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2017

Page 2: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA

UNTUK MENUNJANG RESTORASI LAMUN DI PULAU PRAMUKA, TAMAN

NASIONAL KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Kelautan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Universitas Brawijaya

Oleh: SEANANDA FIRLY YUNIAR

NIM. 135080600111015

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN

JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

AGUSTUS, 2017

Page 3: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG
Page 4: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

Judul : KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN

GASTROPODA MENUNJANG RESTORASI LAMUN DI

PULAU PRAMUKA, TAMAN NASIONAL KEPUALAUAN

SERIBU, DKI JAKARTA

Nama Mahasiswa : SEANANDA FIRLY YUNIAR

NIM : 135080600111015

Program Studi : Ilmu Kelautan

PENGUJI PEMBIMBING:

Pembimbing 1 : DR. H. RUDIANTO, MA.

Pembimbing 2 : DHIRA KHURNIAWAN S, S.Kel., M.Sc.

PENGUJI BUKAN PEMBIMBING:

Dosen Penguji 1 : FENI IRANAWATI, S.Pi., M.Si., Ph.D.

Dosen Penguji 2 : RARASRUM DYAH K, S. Kel., M.Si., M.Sc.

Tanggal Ujian : 24 Juli 2017

Page 5: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

iv

PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Seananda Firly Yuniar

NIM : 135080600111015

Program Studi : Ilmu Kelautan

Dengan ini saya, menyatakan bahwa dalam skrpisi yang saya tulis ini

benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, dan sepanjang pengetahuan

saya saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau

diterbitkan oleh orang lain kecuali yang tertulis dalam naskah ini dan disebutkan

dalam daftar pustaka.

Apabila kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil

penjiplakan (plagiasi), maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan

tersebut, sesuai hukum yang berlaku di Indonesia.

Malang, 2 Agustus 2017

Mahasiswa

Seananda Firly Yuniar NIM. 135080600111015

Page 6: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Seananda Firly Yuniar

NIM : 135080600111015

Tempat / Tgl Lahir : Jakarta/ 16 Juni 1995

No. Tes Masuk P.T. :3133002141

Jurusan : Manajemen Sumberdaya Perairan / Pemanfaatan SumberdayaPerikanan dan Kelautan / Sosial Ekonomi Perikanan dan Kelautan *)

Program Studi : Ilmu Kelautan

Status Mahasiswa : Biasa / Pindahan / Tugas Belajar / Ijin Belajar

Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan *)

Agama : Islam

Status Perkawinan : ( Sudah Kawin / Belum Kawin *)

Alamat : Jalan Jatipadang Poncol No. 14 Rt: 05 Rw: 08, Pasar Minggu, Jakarta Selatan

RIWAYAT PENDIDIKAN

No Jenis Pendidikan Tahun

Keterangan Masuk Lulus

1 S.D 2001 2007 SDI Al-Azhar 2

2 S.L.T.P 2007 2010 SMPN 41 Jakarta

3 S.L.T.A 2010 2013 SMAN 38 Jakarta

4 Perguruan Tinggi ..........

5 Perguruan Tinggi (Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan)

2013 2017 Universitas Brawijaya

Demikian riwayat hidup ini saya buat dengan sebenarnya dan apabila dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan saya sanggup menanggung segala akibatnya.

Malang, 2 Agustus 2017

Hormat saya

(Seananda Firly Yuniar)

NIM. 135080600111015

*) Coret yang tidak perlu

Page 7: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

vi

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada:

1. Allah SWT atas segala berkah, rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis

mampu menyelesaikan skripsi ini.

2. Orang tua penulis yaitu Eny Budy Lestari, SE dan Suhartono Trisantoso,

SAP., MAP yang selalu sabar dan ikhlas dalam mendukung, mendoakan,

dan memberikan motivasi kepada penulis beserta seluruh keluarga besar

Soeyono dan Sunarman.

3. Bapak Dr. H. Rudianto, MA dan Bapak Dhira Khurniawan S. S.Kel., M.Sc,

selaku dosen pembimbing yang sangat sabar dalam membimbing demi

terselesainya skripsi ini.

4. Ibu Feni Iranawati, S.Pi., M.Si., Ph.D. dan Ibu Rarasrum Dyah K, S.kel.,

M.Si., M.Sc. selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran

terhadap penulisan laporan ini.

5. Taman Nasional Kepulauan Seribu yang telah memberikan banyak fasilitas

untuk pengambilan data skripsi beserta staff Balai Taman Nasional

Kepulauan Seribu dan staff SPTN wilayah III Pulau Pramuka

6. Teman teman ilmu kelautan 2013 terutama Puspa, Mira, Mumu, Fanya,

Feri, Sanydo, Haris, dan Fikerman yang selalu menemani, membantu, dan

memberi motivasi kepada penulis mulai dari awal kuliah sampai saat ini

dan seterusnya.

7. Kepada teman teman satu bimbingan terutama hari dan alfadz yang telah

membantu penulis pada saat pengambilan data di lapang maupun saat

bimbingan skripsi.

Page 8: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

vii

RINGKASAN

SEANANDA FIRLY YUNIAR. Kajian Kondisi Lamun Terkait dengan Kelimpahan Gastropoda untuk Menunjang Restorasi Lamun di Pulau Pramuka, Taman Nasional Kepulauan Seribu, DKI Jakarta (dibawah bimbigan Dr. H. Rudianto, MA dan Dhira Khurniawan S, S.Kel., M.Sc) Lamun mempunyai beberapa fungsi penting di daerah pesisir. Banyak organisme yang bergantung pada keberadaan lamun. Salah satu biota yang juga memberikan manfaat bagi lamun adalah moluska. Moluska mengkonsumsi biomasa epifit yang menempel pada lamun sehingga menjadikan lamun bersih dari epifit. Salah satu kelas moluska yang berada di padang lamun adalah gastropoda. Gastropoda berpotensi sebagai bioindikator karena jumlahnya yang banyak, dapat mentoleransi berbagai kondisi lingkungan dan hidupnya relatif menetap. Kegiatan wisata dan pembangunan di Pulau Pramuka menghasilkan banyak sampah serta menjadi ancaman bagi ekosistem lamun. Apabila ancaman tersebut diabaikan ekosistem lamun semakin lama akan mengalami degradasi. Maka dari itu perlu adanya restorasi lamun. Data lamun dan gastropoda serta hubungan antara keduanya dapat digunakan sebagai penunjang dalam mendukung kegiatan restorasi. Kegiatan restorasi memerlukan data awal kondisi lamun dan hewan asosiasinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi dan hubungan lamun dengan gastropoda di Pulau Pramuka, serta strategi awal restorasi lamun apabila akan dilakukan restorasi. Pengambilan data lamun dan gastropoda menggunakan line transect sepanjang 50 m kearah laut. Ukuran transek yang digunakan berukuran 1x1m. Lamun dan gastropoda yang ditemukan kemudian dilakukan identifikasi. Hubungan kerapan lamun dan kepadatan gastropoda diperoleh melalui analisis korelasi dan regresi linier sederhana. Strategi restorasi diperoleh melalui analisis SWOT. Terdapat 5 spesies lamun yang ditemukan pada penelitian di Pulau Pramuka yaitu Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Halodule uninervis, Syringodium isoetifolium, dan Cymodocea rotundata. Spesies lamun yang memiliki nilai kerapatan jenis, tutupan jenis, frekuensi jenis, serta indeks nilai penting tertinggi adalah Cymodocea rotundata. Tutupan lamun di Pulau Pramuka

masuk pada kondisi rendah dengan kisaran tutupan tiap stasiun 10.64 – 17.07 %. Nilai indeks keanekragaman tertinggi berada pada stasiun 1 yaitu 1.34 (kategori sedang). Indeks keseragaman lamun tertinggi berada pada stasiun 1 yaitu 0.83. Nilai dominansi lamun di perairan Pulau Pramuka tertinggi yaitu pada stasiun 3 dengan nilai 0.84. Terdapat 16 Genus, dan 21 spesies gastropoda. Kepadatan gastropoda tertinggi yaitu spesies Rhinoclavis sp. B. Nilai keanekargaman gastropoda paling tinggi berada pada stasiun 1 yaitu 2.27 (kategori sedang). Nilai keseragaman gastropoda tertinggi berada pada stasiun 1 yaitu 0.86. Nilai dominansi gastropoda tertinggi di perairan Pulau Pramuka berada pada stasiun 2 yaitu 0.30. Hubugan antara kerapatan lamun dan kepadatan gastropoda di Pulau Pranuka menunjukkan hubungan korelasi yang sangat kuat (0.865) dimana semakin tinggi nilai kerapatan lamun maka semakin tinggi pula kepdatan gastropoda, Nilai koefisien determinasi sebesar 0.749 dimana kerapatan lamun dapat mempengaruhi kepadatan gastropoda sebesar 74,9%, sedangkan 25,1% sisanya dipengaruhi oleh faktor lain. Prioritas utama alternatif strategi restorasi lamun yaitu pertama membenahi pengelolaan lamun di Pulau Pramuka. Kedua mengajak masyarakat, instansi terkait serta akademisi melakukan monitoring, tranplantasi, dan sosialisasi tentang lamun. Ketiga pemerintah bersama pihak swasta perlu mengalokasian dana untuk kegiatan yang berhubungan dengan lamun.

Page 9: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

viii

KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA

UNTUK MENUNJANG RESTORASI LAMUN DI PULAU PRAMUKA, TAMAN

NASIONAL KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA

Seananda Firly Yuniar1), Rudianto2), Dhira Khurniawan Saputra2)

ABSTRAK

Lamun mempunyai beberapa fungsi penting di daerah pesisir. Banyak organisme yang bergantung pada keberadaan lamun. Salah satu biota yang juga memberikan manfaat bagi lamun adalah gastropoda. Kegiatan wisata dan pembangunan di Pulau Pramuka menghasilkan banyak sampah serta menjadi ancaman bagi ekosistem lamun. Perlu adanya restorasi lamun agar lamun tdak terus berkurang. Data lamun dan gastropoda diperlukan untuk menunjang kegiatan restorasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi dan hubungan lamun terhadap gastropoda serta strategi restorasi lamun. Pengambilan data lamun dan gastropoda berdasarkan prosedur tetap taman nasional menggunakan transek kuadrat 1x1m pada 3 area yang mewakili Pulau Pramuka Terdapat 5 spesies lamun. Tutupan lamun di Pulau Pramuka 10.64 – 17.07%, (kategori miskin). Terdapat 21 spesies gastropoda. Kepadatan gastropoda tertinggi spesies Rhinoclavis sp. B. Indeks biodiversitas gastropoda di Pulau Pramuka menunjukan kategori komunitas sedang. Nilai keseragaman gastropoda termasuk dalam kategori komunitas yang kondisinya stabil. Hubungan antara kerapatan lamun dan kepadatan gastropoda menunjukkan korelasi kuat (0.865). Berdasarkan data tersebut dapat dirumuskan strategi restorasi untuk meningkatkan kualitas manajemen konservasi meliputi membenahi pengelolaan lamun dengan mengajak masyarakat, instansi dan akademisi. Melakukan monitoring, tranplantasi, dan sosialisasi tentang lamun. Mengalokasian dana untuk kegiatan yang berhubungan dengan lamun oleh pemerintah dan swasta.

Kata kunci: Lamun, Gastropoda, Restorasi, Pulau Pramuka, Taman Nasional

STUDY OF SEAGRASS CONDITIONS RELATED TO GASTROPOD ABUNDANCE TO SUPPORT SEAGRASS RESTORATION IN PRAMUKA ISLAND, KEPULAUAN SERIBU

NATIONAL PARK, JAKARTA

ABSTRACT

Seagrass has several important functions in coastal areas. Many organisms including gastropod depend on the existence of seagrass. Anthropic activities in Pramuka Island produce a lot of waste and become threat to the seagrass habitat. Therefore, it is necessary monitoring program to prevent seagrass degradation. The purposes of this research is to know the seagrass cover and the relation between seagrass and gastropod as well as to formulate the strategy for seagrass restoration. The method reffering fixed procedure of collecting biological resource data by Kepulauan Seribu National Park of using 1x1m quadratic transects. Whereas, seagrass with gastropod abundance collected from the 3 representative areas of Pramuka Island. The result of this study shows that there were 5 species of seagrasses. Coverage percentage in Pramuka Island range from 10.64 - 17.07% (categorized as poor). There are 21 species of gastropods. Highest gastropod density was Rhinoclavis sp. B (North: 1.47 ind/m2; East: 0.6 ind/m2; South: 0.73 ind/m2). Index of biodiversity of gastropod show the stable condition. There was no dominant gastropod recorded in Pramuka Island. The relationship between seagrass and gastropod density indicated a strong correlation (0.865). Seagrass density could affect the density of gastropods by 74.9%. From the article above some seagrass restoration strategies are formulated to improve the quality of conservation management includes to improve the management of seagrass by involving local community. The government and the private sector need to allocate funds seagrass restoration.

Keywords: Seagrass, Gastropod, Restoration, Pramuka Island, National Park

1) Mahasiswa Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya

2) Dosen Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya

Page 10: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi

yang berjudul Kajian Kondisi Lamun Terkait dengan Kelimpahan Gastropoda

untuk Menunjang Restorasi Lamun Di Pulau Pramuka, Taman Nasional

Kepulauan Seribu, DKI Jakarta.

Akhir kata, dalam penulisan laporan ini penulis merasa masih banyak

kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi. Untuk itu kritik

dan saran dari semua pihak sangat diharapkan demi penyempurnaan pembuatan

laporan skripsi ini.

Malang, 2 Agustus 2017

Penulis

Seananda Firly Yuniar

Page 11: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

x

DAFTAR ISI

UCAPAN TERIMAKASIH ....................................................................................... vi

RINGKASAN .......................................................................................................... vii

KATA PENGANTAR ............................................................................................... ix

DAFTAR ISI ............................................................................................................. x

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xii

DAFTAR TABEL ................................................................................................... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ xiv

1. PENDAHULUAN ................................................................................................1

1.1. Latar Belakang ..........................................................................................1

1.2. Rumusan Masalah ....................................................................................4

1.3. Tujuan ........................................................................................................4

1.4. Manfaat ......................................................................................................5

1.5. Waktu dan Tempat ....................................................................................5

2. TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................6

2.1. Lamun ........................................................................................................6

2.2. Gastropoda ................................................................................................7

2.3. Hubungan Lamun dan Gastropoda ..........................................................9

2.4. Parameter Fisika dan Kimia Perairan .....................................................10

2.4.1. Suhu .............................................................................................10

2.4.2. Kecerahan ....................................................................................10

2.4.3. Salinitas ........................................................................................10

2.4.4. Substrat ........................................................................................11

2.4.5. pH .................................................................................................11

2.4.6. DO ................................................................................................11

2.5. Restorasi Lamun .....................................................................................11

2.6. Penelitian Terahulu .................................................................................13

3. METODE PENELITIAN....................................................................................15

3.1. Lokasi Penelitian .....................................................................................15

3.2. Alat dan Bahan Penelitian .......................................................................16

3.3. Alur Penelitian .........................................................................................17

3.4. Penentuan stasiun penelitian ..................................................................18

3.5. Pengamatan lamun dan gastropoda .......................................................18

3.6. Pengambilan sampel lamun dan gastropoda .........................................19

3.7. Identifikasi Lamun dan Gastropoda ........................................................20

3.8. Pengukuran parameter fisika dan kimia perairan ...................................20

Page 12: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

xi

3.9. Analisis substrat perairan ........................................................................20

3.10.Pengumpulan data analisis SWOT .........................................................21

3.11.Analisis data .............................................................................................21

3.11.1.Pengolahan data lamun ...............................................................21

3.11.2.Pengolahan data gastropoda ......................................................24

3.11.3.Asosiasi lamun terhadap gastropoda ..........................................26

3.11.4.Analisis SWOT .............................................................................27

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................28

4.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian ............................................................28

4.2. Identifikasi Lamun ...................................................................................29

4.3. Frekuensi Jenis Lamun ...........................................................................31

4.4. Tutupan Jenis Lamun ..............................................................................33

4.5. Kerapatan Jenis Lamun ..........................................................................34

4.6. Indeks Nilai Penting.................................................................................35

4.7. Indeks Ekologi Lamun .............................................................................36

4.8. Identifikasi Gastropoda ...........................................................................38

4.9. Kepadatan Gastropoda ...........................................................................42

4.10. Indeks Ekologi Gastropoda .....................................................................44

4.11. Parameter Lingkungan............................................................................45

4.12. Hubungan kerapatan lamun dan kepadatan gastropoda .......................47

4.13. Strategi Restorasi Lamun .......................................................................51

4.13.1.Analisis SWOT .............................................................................52

5. PENUTUP ........................................................................................................65

5.1. Kesimpulan ..............................................................................................65

5.2. Saran .......................................................................................................65

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................66

LAMPIRAN .............................................................................................................69

Page 13: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Peta stasiun penelitian ........................................................................15 Gambar 2. Alur Penelitian ......................................................................................17 Gambar 3. Ilustrasi transek ....................................................................................19 Gambar 4. Nilai Keanekaragaman (H'), Keseragaman (E) dan Dominansi

(C) spesies lamun pada tiga stasiun pengamatan .............................36 Gambar 5. Nilai Keanekaragaman (H'), Keseragaman (E) dan Dominansi

(C) spesies gastropoda pada tiga stasiun pengamatan.....................44 Gambar 6. Hubungan Kerapatan Lamun (ind/m2) dengan Kepadatan

Gastropoda (ind/m2) .............................................................................50 Gambar 7. Pohon Masalah ....................................................................................52

Page 14: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Penelitian terdahulu .................................................................................13 Tabel 2. Alat yang digunakan pada penelitian ......................................................16 Tabel 3. Bahan yang digunakan pada penelitian ..................................................17 Tabel 4. Kelas dominansi tutupan lamun ..............................................................23 Tabel 5. Kriteria Hubungan ....................................................................................27 Tabel 6. Identifikasi Lamun ....................................................................................30 Tabel 7. Frekuensi, Tutupan, Kerapatan dan Indeks Nilai Penting Lamun di

Pulau Pramuka........................................................................................31 Tabel 8. Spesies Gastropoda ................................................................................38 Tabel 9. Kepadatan Gastropoda (ind/m2) ..............................................................42 Tabel 10. Parameter Lingkungan ..........................................................................45 Tabel 11. Korelasi ..................................................................................................48 Tabel 12. Model Summary .....................................................................................49 Tabel 13.coefficient ................................................................................................49 Tabel 14. Kondisi Internal dan Eksternal Kawasan Lamun di Pulau Pramuka ....53 Tabel 15. Matriks Faktor Strategi Internal .............................................................59 Tabel 16. Matriks Faktor Strategi Eksternal ..........................................................60 Tabel 17. Matriks SWOT .......................................................................................61 Tabel 18. Peringkat alternatif strategi ....................................................................62

Page 15: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Baku Mutu Status Padang Lamun ....................................................69 Lampiran 2. Dokumentasi Penelitian .....................................................................70 Lampiran 3. Perhitungan Gastropoda ...................................................................72 Lampiran 4. Penentuan tipe sedimen ....................................................................75 Lampiran 5. Data kerapatan lamun dan kepadatan gastropoda pada setiap

transek penelitian dan kordinat stasiun penelitian ...........................77 Lampiran 6. Analisis Hubungan Kerapatan Lamun dan Kepadatan Gastropoda 78 Lampiran 7. Responden Penelitian .......................................................................79 Lampiran 8. Draft Kuesioner Masyarakat ..............................................................80 Lampiran 9. Draft pertanyaan wawancara ............................................................82 Lampiran 10. Hasil Kuesioner Masyarakat Pulau Pramuka .................................84 Lampiran 11. Hasil Wawancara Pemerintah / Instansi Terkait .............................85 Lampiran 12. Hasil wawancara dengan pengelola SPKP Samo Samo ...............86 Lampiran 13. Penentuan bobot faktor strategis internal dan eksternal ................87 Lampiran 14. Peta Zonasi Taman Nasional Kepulauan Seribu ............................89

Page 16: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

1

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Lamun merupakan salah satu ekosistem pesisir yang penting selain

mangrove dan terumbu karang. Lamun berada diantara mangrove dan terumbu

karang. Ketiga ekosistem tersebut menjadi penyangga bagi kehidupan laut dan

darat dan saling terkait antara satu dan lainnya. Selain itu lamun juga merupakan

salah satu mata rantai pada kehidupan akuatik. Meskipun merupakan ekosistem

yang penting, perhatian terhadap lamun masih kurang jika dibandingkan dengan

mangrove dan terumbu karang. Hal tersebut dapat dilihat dari sedikitnya kegiatan

konservasi lamun (Kordi, 2011).

Saat ini jika dibandingkan dengan tahun tahun sebelumnya menurut portal

berita LIPI (2016), padang lamun di dunia diperkirakan mengalami penurunan

sekitar 58%. Semakin lama lamun mengalami degradasi. Menurut Sains

Indonesia (2016), luas padang lamun di Indonesia diperkirakan seluas 25.742

hektar pada saat ini, dengan kondisi buruk 14 %. Sebagian besar penyebab lamun

mengalami kerusakan adalah kegiatan manusia. Beberapa penyebab kerusakan

lamun yang disebabkan oleh manusia berupa kegiatan pembangunan pesisir,

pengerukan pencemaran, penangkapan ikan di padang lamun dengan alat

tangkap yang merusak dan lain sebagainya.

Lamun merupakan kunci habitat perikanan yang memegang peran utama

sebagai pendukung proses dan fungsi lingkungan laut. Lamun menyediakan

pembibitan, pakan dan area peternakan untuk ikan dan krustasea. Padang lamun

memiliki fungsi lain sebagai penstabil dasar laut, penangkap sedimen yang

menjadikan perairan menjadi jernih, mengurangi erosi pantai dan sebagai bagian

dari rantai makanan melalui fotosintesis (Scott et al., 2000). Lamun mempunyai

beberapa fungsi penting di daerah pesisir. Banyak organisme yang berasosiasi

pada ekosistem lamun. Ekosistem tersebut merupakan sumber makanan penting

Page 17: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

2

bagi banyak organisme oleh sebab itu banyak biota laut yang memanfaatkan

padang lamun.

Pada padang lamun banyak terdapat biota asosiasi. Beberapa biota yang

berada di padang lamun yang menjadikan daerah tersebut menjadi habitat,

feeding, nursery, ataupun untuk spawning ground diantaranya yaitu moluska, alga,

meiofauna, Echinodermata, krustasea, ikan, penyu dan masih banyak lagi. Salah

satu biota yang juga memberikan manfaat bagi lamun adalah moluska. Menurut

Kordi (2011) moluska mengkonsumsi biomasa epifit yang menempel pada lamun,

sehingga menjadikan lamun bersih dari epifit. Salah satu kelas dari moluska yang

berada di padang lamun adalah gastropoda.

Gastropoda merupakan salah satu kelompok hewan yang kaya dan

beragam. Lebih dari setengah moluska yang ada adalah gastropoda. Salah satu

cara untuk menilai kontaminasi yang terjadi pada estuari yaitu dengan

menggunakan bioindikator. Pada umumnya organisme yang dijadikan bioindikator

pencemaran adalah organisme yang hidupnya menggelamkan diri di sedimen,

polychaeta, dan kerang. Gastropoda memenuhi banyak kriteria yang dibutuhkan

atau berpotensi untuk dijadikan sebagi bioindikator. Gastropoda dikatakan

berpotensi sebagai bioindikator karena jumlahnya yang banyak, dapat

mentoleransi berbagai kondisi lingkungan, hidupnya relatif menetap, dan dapat

berada pada daerah yang bersih maupun daerah yang sedang tercemar.

Pertumbuhan dan kelangsungan hidup gastropoda juga dapat dijadikan sebagai

alat untuk pemantauan efek dari perubahan tingkat nutrient dan pemulihan dari

eutrofikasi di estuari (Marsden dan Baharuddin, 2015).

Pulau Pramuka merupakan salah satu pulau pemukiman di Kepulauan

Seribu, DKI Jakarta. Selain sebagai pulau pemukiman Pulau Pramuka juga

merupakan salah satu destinasi wisata. Setiap minggu banyak sekali wisatawan

yang datang ke Pulau Pramuka. Banyaknya pengunjung yang datang dan

Page 18: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

3

padatnya jumlah penduduk di Pulau Pramuka menghasilkan banyak sampah atau

limbah domestik. Banyaknya jumlah penduduk di Pulau Pramuka mengakibatkan

terjadinya pembangunan secara terus menerus untuk mencukupi kebutuhan

masyarakat. Limbah domestik dan kegiatan pembangunan yang dilakukan secara

terus dapat menjadi ancaman bagi ekosistem yang ada di Pulau Pramuka, salah

satunya yaitu ekosistem lamun. Menurut Kordi (2011) gabungan antara padatnya

pemukiman. Perkembangan daera pesisir, pencemaran dan pertambangan

mengakibatkan ekosistem menjadi tidak seimbang. Salah satu contoh ekosistem

menjadi tidak seimbang adalah hilangnya luasan padang lamun beserta fungsing

dan biota asosiasnya.

Ekosistem lamun dan biota yang berasosiasi rentan terhadap gangguan.

Apabila ancaman tersebut diabaikan ekosistem lamun semakin lama akan

mengalami degradasi. Maka dari itu perlu adanya rencana jangka panjang untuk

mengmbalikan kondisi ekosistem lamun. Salah satu rencana jangka panjang untuk

mengatasi degradasi lamun adalah restorasi.

Kegiatan restorasi memerlukan baseline yang seharusnya di gunakan

dalam menentukan target restorasi. Menentukan tujuan perlu didasarkan oleh

atribut atau komposisi sebelumnya. Keberhasilan restorasi dipercaya dengan

membandingkan struktur dan fungsi atribut dari habitat yang masih alami dengan

wilayah yang telah direstorasi. Restorasi dapat dikatakan sukses apabila tidak

terdapat perbedaan signifikan antara habitat alami dan habitat yang direstorasi.

Epifauna yang ada pada lamun yang direstorasi merupakan tanda tanda awal

ketercapaian kegiatan pemulihan atau restorasi lamun (McSkimming et al., 2016).

Gastropoda merupakan salah satu epifauna yang ada di sekitar lamun.

Data lamun dan gastropoda dapat digunakan sebagai penunjang dalam

mendukung kegiatan restorasi sebagai tanda awal dari restorasi lamun. Dalam

kegiatan restorasi diperlukan data awal kondisi lamun dan hewan asosianya.

Page 19: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

4

Berdasarkan data tersebut kedepannya dapat dilihat perbedaan antara kondisi

lamun dan habitat asosianya yaitu gastropoda yang alami dengan hasil restorasi.

Semakin mirip kondisi lamun yang telah direstorasi dan semakin mendekati kondisi

atau kelimpahan dari gastropoda, dapat menunjukan tanda awal tercapainya

tujuan dari restorasi.

1.2. Rumusan Masalah

Kegiatan wisata yang ada di Pulau Pramuka dan pembangunan pesisir

yang terus terjadi seperti pembangunan pelabuhan baru dapat menjadikan

ancaman maupun gangguan terhadap lamun. Gangguan dan tekanan yang ada

pada ekosistem lamun apabila tidak diperbaiki dapat menyebabkan lamun yang

ada berkurang. Oleh karena itu perlu dilakukan rencana jangka panjang agar

lamun tidak terus berkurang, salah satunya yaitu dengan restorasi lamun. Kegiatan

restorasi lamun memerlukan data pendukung. Data gastropoda dan lamun dapat

dijadikan sebagai data pendukung kegiatan restorasi. Semakin mirip kondisi lamun

yang telah direstorasi dan semakin mendekati kondisi atau kelimpahan dari

gastropoda, dapat menunjukan tanda awal tercapainya tujuan dari restorasi.

Berdasarkan permaslahan yang ada dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana kondisi padang lamun dan gastropoda di Pulau Pramuka?

2. Bagaimana hubungan kerapatan lamun dan kepadatan gastropoda di

Pulau Pramuka?

3. Bagaimana rencana strategi restorasi lamun di Pulau Pramuka?

1.3. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah dalam penelitian mengenai kajian kondisi

lamun terkait dengan kelimpahan gastropoda untuk menunjang restorasi lamun di

Pulau Pramuka, Taman Nasional Kepulauan Seribu, DKI Jakarta dapat ditentukan

tujuan penelitian. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

Page 20: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

5

1. Mengetahui kondisi padang lamun dan gastropoda di Pulau Pramuka,

Taman Nasional Kepulauan Seribu, DKI Jakarta

2. Mengetahui hubungan kerapatan lamun dan kepadatan gastropoda di

Pulau Pramuka, Taman Nasional Kepulauan Seribu, DKI Jakarta

3. Mengetahui strategi restorasi lamun di Pulau Pramuka, Taman Nasional

Kepulauan Seribu, DKI Jakarta

1.4. Manfaat

Adapun manfaat dari penelitian ini untuk mengetahui kondisi lamun dan

hubungannya terhadap biota asosiasi yaitu gastropoda. Serta dapat dimanfaatkan

sebagai referensi penelitian selanjutnya dan data penunjang kegiatan restorasi

lamun di Pulau Pramuka.

1.5. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan di Taman Nasional Kepulauan Seribu, Seksi

Pengelolaan Taman Nasional Wilayah III Pulau Pramuka, DKI Jakarta pada bulan

Februari 2017 sampai Maret 2017.

Page 21: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

6

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Lamun

Lamun adalah tumbuhan yang memiliki bunga dan hidup di perairan

berpasir dan dangkal serta menyesuaikan diri terbenam di dalam laut. Lamun

memiliki akar, daun dan rhizome. Pembiakan lamun dilakukan melalui

penyerbukan. Penyerbukan lamun dilakukan di dalam air atau disebut juga dengan

hydrophilous pollination. Komunitas yang terbentuk dari lamun yang lebat disebut

padang lamun. Pada padang lamun terdapat banyak hewan atau fauna yang

berasosiasi seprti moluska, cacing, ikan, dan krustasea. Perairan di sekitar padang

lamun cenderung tenang, hal tersebut dikarenakan dengan diperlambatnya

pergerakan air oleh lamun. Lamun selain dapat memperlambat pergerakan air

dapat juga menjernihkan perairan karena lamun merpakan penangkap sedimen

serta pencegah erosi dan pelindung pantai (Nontji, 2005).

Vegetasi lamun dibagi menjadi dua yaitu vegetasi tunggal dan vegetasi

campuran. Pada vegetasi tunggal lamun terdiri dari satu jenis saja yang tumbuh

dengan lebat. Pada vegetasi Campuran lamun terdiri lebih dari 2 jenis lamun

sampai 12 jenis lamun yang tumbuh pada substrat yang sama.Beberpa spesies

seperti Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata,

Cymodocea serrulata, Halodule urinervis, Halophila ovalis, dan Thalassodendron

ciliatum biasa tumbuh dengan vegetasi tunggal. Indonesia memiliki 12 jenis lamun

dari 20 jenis lamun yang ada di dunia. Persebaaran lamun di Indonesia cukup

merata dari perairan Jawa, Sumatera, Bali, Kalimantan, Maluku, Nusa Tenggara,

hingga Irian Jaya. Spesies yang paling banyak ditemukan di Indonesia adalah

Thalassia hemprichii (Dahuri, 2003).

Lamun merupakan salah satu ekosistem pesisir yang penting selain

mangrove dan terumbu karang. Lamun berada diantara mangrove dan terumbu

karang. Produktivitas primer yang dihasilkan lamun. Ketiga ekosistem tersebut

Page 22: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

7

menjadi penyangga bagi kehidupan laut dan darat. Ketiga ekosistem tersebut

sangat terkait antar satu dan lainnya, selain itu lamun juga merupakan salah satu

mata rantai pada kehidupan akuatik. Meskipun merupakan ekosistem yang

penting, perhatian terhadap lamun masih kurang jika dibandingkan dengan

mangrove dan terumbu karang. Hal tersebut dapat dilihat dari sedikitnya kegiatan

konservasi lamun (Kordi, 2011).

Menurut Koesbino dalam Dahuri et al. (1996) Padang lamun dapat

menstabilkan dasar laut karena lamun memiliki perakaran yang padat dan saling

menyilang, sebagai penangkap sedimen yang diendapkan dan distabilkan

sehngga peraian disekitar lamun menjadi jernih, sebagai makanan bagi ikan

duyung, serasah dari lamun dijadikan makanan bagi ikan laut dan udang, sebagai

habitat bagi berbagai macam ikan kecil dan udang, sebagai nursery ground.

Lamun selain memiliki manfaat ekologi juga memiliki manfaat ekonomi.

Menurut Kordi (2011) buah lamun Enhalus acoroides pada bagian bijinya

dimanfaatkan sebagai bahan olahan makan oleh masyrakat Kepulauan Seribu.

Filipina telah mengembangkan lamun untuk dimanfaatkan sebagai bahan farmasi.

Selain Filipina Amerika dan Denmark juga telah memanfaatkan lamun sebagai

pengganti pakan hewan ternak dan pupuk. Pada ekosistem lamun terdapat pula

biota laut yang memiliki nilai ekonomis tinggi seperti ikan baronang, ikan kerapu,

moluska dan lain sebagainya.

2.2. Gastropoda

Kelompok biota perairan laut yang memiliki keragaman paling tinggi yaitu

moluska. Moluska hidup di berbagai daerah seperli karang, padang lamun, dan

mangrove. Pada saat ini Indonesia memiliki sekitar 40 % spesies moluska yang

ada di dunia. Salah satu kelas dari moluska adalah gastropoda. Ukuran dari

gastropoda bermacam–macam mulai dari yang berukuean kecil hingga yang

Page 23: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

8

berukuran besar. Gastropoda yang berukuran besar diantaranya yaitu Turbo

marmoratus, Trochus niloticus, dan Cassis cornuta (Dahuri, 2003).

Gastropoda berasal dari kata gaster yang memiliki arti perut dan pous yang

memiliki arti kaki, sehingga dapat disimpulkan gastropoda merupakan hewan yang

bergerak menggunakan perut sebagai kakinya. Organ tubuh yang terdapat pada

gastropoda menyesuaikan dengan ukuran cangkangnya. Apabila cangkang yang

dimiliki oleh suatu gastropoda kecil gastropoda hanya meiliki satu ginjal saja atau

satu insang saja. Gastopoda memiliki operkulum dan ada yang tidak. Operkulum

memiliki garis - garis yang merupakan penentu umur dari gastropoda. Bentuk

cangkang dari setiap gastropoda berbeda-beda. Perbedaan tersebut menunjukan

pola habitat dari tiap gastropoda (Romimohtarto dan Juwana, 2001).

Gastropoda masuk kedalam lima kelas besar moluska. Gastropoda lebih

sering dikenal dengan sebutan keong. Gastropoda memiiki banyak jenis dan

terdapat kurang lebih 1500 jenis di Indonesia. Gastropoda memilik cangkang,

cangkang tersebut memiliki karakteristik melingkar atau spiral ynang bentuknya

menyerupai tabung. Pada saat merayap gastropoda akan mengeluarkan kepala

dam kakinya keluar, akan tetapi apabila gastropoda merasa terancam kepala dan

kainya akan masuk kembali ke cangkang.Beberapa jenis gastropoda memakan

alga yang berada di batuan dengan menggunakan gigi parut. Selain alga makanan

dari gastropod diantaranya bangkai hewan atau bakan memangsa gastropoda

lainnya. Pada umunya keong laut memiliki insang untuk mendapatkan oksigen di

perairan (Nontji, 2005).

Gastropoda memiliki nilai ekonomis diantaranya yaitu sebagai bahan

makanan, bahan dekorasi, cenderamata, pembuatan pisau, dan lain sebagainya.

Spesies gastropoda yang dapat dimanfaatkan sebagi sumber bahan makanan

yaitu Rhinoclavis vertagus dan Strombus ureus (Kusnadi et al., 2008). Masyarakat

Page 24: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

9

dapat memanfaatkan gastropoda sebgai peluang ekonomi akan tetapi perlu

dilakukan pemanfaatan secara bijaksana agar kelestariannya tetap terjaga.

2.3. Hubungan Lamun dan Gastropoda

Ekosistem lamun berpengaruh pada gastropoda karena pada ekosistem

lamun terdapat rantai makanan sisa atau detritus food chain, dimana bakteri

menguraikan daun lamun yang telah gugur menjadi detritus (Dahuri, 2003). Salah

satu biota laut yang memakan detritus adalah gastropoda. Gastropoda adalah

komponen penting yang berada pada rantai makanan lamun, hal tersebut

dikarenakan gastropoda merupakan hewan pemakan detritus atau detritus feeder

dan serasah daun lamun (Hitalessy et al., 2015).

Menurut Kordi (2011) moluska epifauna mengkonsumsi biomasa epifit

yang menempel pada lamun, sehingga menjadikan lamun bersih karena tidak ada

epifit yang menempel. Moluska yang tergolong dalam kelompok epifauna

memanfaatkan epifit yang dijadikan sumber makanan seta protein. Bersihnya

daun lamun dari epifit menambah intesitas cahaya matahari yang diserap.

Menurut McSkimming et al. (2016) hubungan antara pemulihan epifauna

dan pemulihan lamun sangat berberkaitan. Pada kegiatan restorasi habitat

khususnya lamun di pantai Adelaide, Australia Selatan tanda awal kesuksesan

restorasi dapat dilihat apabila epifauna pulih lebih dahulu sebelum habitat pulih

sepenuhnya. Hal tersebut dikatakan sukses karena tujuan dari restorasi adalah

untuk mengembalikan fungsi habitat yang hilang, sehingga meskipun pemulihan

secara struktur tidak mirip seperti habitat alami akan tetapi kekayaan dan

kelimpahannya mirip.

Page 25: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

10

2.4. Parameter Fisika dan Kimia Perairan

Parameter fisika dan kimia perairan meliputi suhu, salinitas, kecerahan,

tipe substrat/sedimen, pH, dan oksigen terlarut (DO).

2.4.1. Suhu

Secara geografis spesies lamun menyebar luas, dengan penyebaran

lamun tersebut dapat dikeahui lamun toleransi suhu yang luas. Spesies lamun

yang berada pada daerah tropik memiliki toleransi yang rendah. Suhu optimal bagi

lamun yaitu 28-300C. Apabila suhu perairan di habitat lamun mengalami

perubahan diatas atau dibawah suhu optimal dapat menurunkan kemampuan

lamun secara signifikan untuk melakukan fotosintesis (Dahuri et al., 1996).

2.4.2. Kecerahan

Berdasarkan observasi, penyebaran lamun terbatas pada perairan yang

tidak terlalu dalam. Intensitas cahaya yang tinggi dibutuhkan oleh lamun untuk

melakukan fotosintesis. Lamun ditemukan hidup dalam kedalaman hingga 90

meter, hal tersebut dapat terjadi apabila sinar matahari masih dapat masuk ke

perairan. Penetrasi cahaya dapat berkurang apabila ada aktivitas di badan air yang

menngkatkan muatan sedimen. Aktivitas tersebut dapat mengganggu

produktivitas primer ekosistem lamun (Dahuri, 2003).

2.4.3. Salinitas

Salinitas optimum untuk ekosistem lamun adalah 35 ‰. Lamun dapat hidup

pada salinitas yang kisaranya luas. Pada umumnya lamun dapat hidup pada

kisaran salinnitas 10 – 40 ‰. Kemampuan fotosintesis lamun yang menurun dapat

diakibatkan oleh salinitas yang menurun. Salah satu faktor kerusakan ekosistem

lamun adalah meningkatnya salinitas perairan laut akibat kurangnya suplai air

tawar dari sungai (Dahuri, 2003).

Page 26: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

11

2.4.4. Substrat

Kedalaman substrat berperan penting dalam stabilitas sedimen. Peranan

kedalaman substrat bagi lamun yaitu sebagai pelindung dari arus laut dan tempat

pengolahan serta pemasok nutrient. Lamun dapat hidup pada tipe substrat yang

berbeda. Tipe substrat lamun diantaranya pasir, pasir berlumpur (Dahuri, 2003).

2.4.5. pH

Nilai pH di lingkungan perairan laut relatif stabil dan berada pada kisaran

yang sempit, biasanya berkisar antara 7,5-8,4 (Nybakken dan Eidman, 1992).

Batas toleransi organisme perairan terhadap pH bervariasi, tergantung kepada

suhu, DO, dan tingkat stadium dari biota bersangkutan. Nilai pH dapat juga dapat

digunakan untuk mengetahui tingkat kesuburan perairan.

2.4.6. DO

Jumlah kadar oksigen maksimum yang ada di perairan berada pada

permukaan perairan dengan kedalaman 10 – 20 meter. Kegiatan fotosintesis

tumbuhan dan difusi oksigen yang berasal dari atmosfer mengakibatkan kelewat

jenuhan. Semakin bertambah kedalaman kandungan oksigen di perairan semakin

menurun. Daerah oksigen minimum merupakan tanda adanya kegiatan biologik

yang menghabiskan oksigen (Nybakken dan Eidman, 1992).

2.5. Restorasi Lamun

Tujuan utama restorasi bukan hanya untuk memulihkan kondisi lamun saja

tetapi juga mengembalikan fauna yang berasosiasi dengan lamun serta

mengembalikan ecosystem service yang ada diperairan. Padang lamun

merupakan tempat bagi sebagian biota yang memiliki keanekaragaman jenis.

Restorasi habitat membantu mengurangi habitat yang hilang dan juga membantu

dalam pembentukan fungsi dan struktur ekosistem ulang. Kesuksesan kegiatan

restorasi berbeda-beda tergantung dari tingkat kesulitan yang ada dalam

Page 27: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

12

memulihkan lingkungan. Kesuksesan dari restorasi lamun sangat terbatas, hanya

sekitar 30 % saja yang dapat dikatakan berhasil. Hal tersebut dikarenakan oleh

pemilihan lokasi yang buruk. Teknik restorasi bisa dilakukan melalui transplantasi

lamun dan ada juga yang menggunakan teknik restorasi menggunakan karung

goni yang bersifat biodegradable (McSkimming et al., 2016).

Metode restorasi yang direkomendasikan salah satunya adalah

transplantasi lamun. Kegiatan transplantasi tersebut mengundang kontroversi

karena materi donor yang digunakan. Sebagai alternatif restorasi lamun dapat

menggunakan bibit yang telah dibiakan melalui teknik in vitro. Untuk meningkatkan

kesempatan hidup dari bibit lamun dapat dilakukan dengan melindunginya

menggunakan lamun buatan atau artificial seagrass yang terbuat dari plastik (Tuya

et al., 2017).

Berdasarkan analisis kegiatan restorasi lamun, kapal masuk kedalam

daftar yang dapat menyebabkan kegagalan dari restorasi lamun. Mengenai

pengelolaan dan pemantauan lamun, 16 dari 24 daerah di Florida menyarankan

kegiatan pengelolaan berupa pemantauan, meminimalisir, dan mengembalikan

kerusakan lamun yang disebabkan oleh baling baling propeller. Identifikasi lokasi

yang sesuai untuk kegiatan restorasi lamun melupakan hal yang sering menjadi

kesalahan dalam restorasi lamun. Mempertimbangkan lokasi yang dijadikan untuk

restorasi lamun minimal ada tiga hal, yaitu di lokasi tersebut sebelumnya harus

ada lamun, berkurangnya jumlah lamun disebabkan oleh aktivitas manusia, dan

menghilangkan hal yang menyebabkan kerusakan (Hotaling-Hagan et al., 2017).

Page 28: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

13

2.6. Penelitian Terahulu

Penelitian terdahulu terdahulu yang terkait dengan penelitian ini dapat

dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Penelitian terdahulu

1. Penulis

Husain Latuconsina,

Madehusen Sangadji, La

Dawar (2013)

2. Judul

Asosiasi Gastropoda

Pada Habitat Lamun

Berbeda di Perairan

Pulau Osi Teluk Kotania

Kabupaten Seram Barat

3. Metode

Kegiatan observasi lamun

dan gastropod dilakukan

dengan metode

systematic sampling

dengan transek kuadran.

Hubungan asosiasi lamun

dengan gastropoda diukur

meggunakan analisis

kolerasi yaitu pearson

product moment

4. Hasil

Hasil penelitian

menunjukkan Kepadatan,

jumlah, dan kompposisi

spesies gastropada paling

tinggi berada pada habitat

yang memiliki kerpatan

vegetasi lamun yang

tinggi, begitu pula

1. Penulis

Reinier B. Hitalessy,

Amin S. Leksono,

Endang Y. Herawati

(2015)

2. Judul

Struktur Komunitas

dan Asosiasi

Gastropoda dengan

Tumbuhan Lamun di

Perairan Pesisir

3. Metode

Menggunakan line

transek dan transek

kuadran. Jarak anatar

transek 100 m dan

jarank antar plot 20 m

4. Hasil

Hasil Penelitian

menunjukkan terdapat

4 spesies lamun dan 7

spesies gastropoda.

Strombus fasciatus

merupakan spesies

gastropoda yang

memiliki frekuensi dan

kepadatan paling

tinggi. Lamun yang

memiliki indeks nilai

penting tertinggi

1. Penulis

Chloe McSkimming,

Sean D. Connell,

Bayden D. Russell,

Jason E. Tanner (2016)

2. Judul

Habitat restoration:

Early signs and extent

of faunal recovery

relative to segrass

recovery

3. Metode

Uji coba restorasi

dilakukan dengan

menyebar karung goni

unutk mendapatkan

bibit A. Antartica

4. Hasil

Struktur lamun pada

plot restorasi

membutuhkan waktu

tiga tahun hingga

kondisinya mirip

dengan habitat alami.

Penelitian ini

menunjukkan meskipun

pemulihan habitat

secara struktur tidak

mirip dengan habitat

alami, tetapi dapat

Page 29: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

14

sebaliknya. Terdapat

asosiasi yang kuat dan

searah antara kerapatan

lamun dengan kepadatan

gastropoda.

adalah Cymodocea

rotundata. Indeks nilai

keragaman

gastropoda sedang

dan tidak ada

dominansi spesies.

Pola asosiasi positif

dan negatif tergantung

proporsi jumlah

spesies yang ada

pada transek. Pola

penyebaran umumnya

berkelompok.

mendukung kekayaan

dan kelimpahan yang

mirip.

Page 30: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

15

3. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pulau Pramuka, Taman Nasional Kepulauan

Seribu (Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah III Pulau Pramuka),

Kelurahan Pulau Panggang, DKI Jakarta. Pulau Pramuka merupakan Ibukota

Kabupaten Administraif Kepulauan Seribu. Lokasi penelitian dapat dicapai

menggunakan kapal kayu dari Pelabuhan Kali Adem, atau menggukan speedboat

dari Pelabuhan Marina Ancol dengan waktu tempuh kurang lebih satu jam tiga

puluh menit. Peta stasiun penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Peta stasiun penelitian

Penelitian dilakukan pada tiga stasiun. Stasiun 1 terletak disbelah utara

Pulau Pramuka. Stasiun 1 berada pada kondisi alami dan berada dekat dengan

hutan. Stasiun 2 terletak pada bagian timur Pulau Pramuka. Stasiun 2 berada pada

daerah pemukiman dimana berada dekat dengan pembangunan dermaga baru

dan pipa pembuangan limbah. Stasiun 3 berada pada sebelah selatan Pulau

Pramuka dimana berada pada daerah penginapan wisatawan.

Page 31: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

16

3.2. Alat dan Bahan Penelitian

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitan ini digunakan untuk

pengamatan lamun, pengambilan sampel lamun untuk diidentifikasi, kualitas

perairan, pengambilan sampel substrat untuk mengetahui tipe substrat,

pengamatan gastropoda, dan pengambilan sampel gastropoda untuk

diidentifikasi. Alat yang digunakan saat penelitian dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 1. Alat yang digunakan pada penelitian

No Nama Alat Merk Fungsi Alat

1 GPS Garmin Oregon

650

Menandai koordinat lokasi

penelitian

2 Kantong plastik - Tempat sampel lamun dan

gastropoda

3 Transek kuadrat - Menghitung kerapatan lamun

4 Roll meter Golden Bull Mengukur panjang transek

5 Alat selam dasar Aqualung Membantu melihat kondisi

lamun

6 Kamera Nikon Coolpix

AW 130 Mendokumentasikan kegiatan

7 Alat tulis - Mencatat hasil penelitian

8 Label - Menandai sampel yang telah

diambil

10 Thermometer

Digital AZ 8430 Mengukur suhu perairan

11 DO meter AZ 8430 mengukur oksigen terlarut

12 Refraktometer Atago ATA-247 Mengukur salinitas perairan

13 pH meter PH-02 Mengukur pH perairan

Page 32: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

17

Bahan yang digunakan pada saat pengambilan data gastropoda dan lamun

dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 2. Bahan yang digunakan pada penelitian

No Nama Bahan Fungsi Bahan

1 Lamun Sampel yang akan diidentifikasi

2 Gastropoda Sampel yang akan diidentifikasi

3 Sedimen Sampel yang akan diidentifikasi tipe substratnya

4 Formalin 4% Mengawetkan sampel gastropoda

3.3. Alur Penelitian

Tahapan penelitian kajian kondisi lamun terkait gastropoda menunjang

restorasi lamun secara garis besar dapat dilihat pada Gambar 2,

Gambar 2. Alur Penelitian

Penentuan Stasiun Penelitian

Pengukuran

Parameter

Lingkungan

(Fisika &kimia)

Pengamatan/

Penghitungan

Lamun dan

Gastropoda

Pengambilan

Sampel Lamun,

Gastropoda, dan

Substrat

Observasi

dan

wawancara

Identifikasi

Analisis Data

Lamun (Kerpatan, Frekuensi, Penutupan, Indeks Nilai Penting)

Gastropoda (Kepadatan, Dominansi, indeks keanekaragaman &

keseragaman)

Korelasi Pearrson dan regresi linier sederhana untuk

mengetahui asosiasi lamun terhadap gastropoda

Membandingkan kondisi lamun saat ini dengan data

sebelumnya

SWOT untuk menyusun strategi restorasi lamun

Laporan Skripsi

Page 33: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

18

3.4. Penentuan stasiun penelitian

Penelitian dilakukan secara purposive berdasarkan daerah yang terdapat

lamun. Penelitian dilakukan pada tiga stasiun. Stasiun 1 terletak di sebelah utara

Pulau Pramuka. Lokasi stasiun 1 jauh dari pemukiman penduduk. Stasiun 2

terletak di sebelah timur Pulau Pramuka, lokasi stasiun 2 tidak terlalu jauh dari

pemukiman, dekat dengan mangrove. Stasiun 3 terletak di sebelah selatan Pulau

Pramuka. Lokasi stasiun 3 dekat dari pemukiman penduduk dan guest house.

3.5. Pengamatan lamun dan gastropoda

Pengamatan lamun dan gastropoda dilakukan pada tiga. Setiap stasiun

terdiri dari tiga transek. Pengamatan lamun dan gastropoda menggunakan metode

line transek. Pada setiap transek diletakkan transek kuadrat berukuran 1 x 1 m.

Berdasarkan prosedur tetap sumber daya perairan Taman Nasional Kepulauan

Seribu transek kuadrat diletakkan setiap 10 m sepanjang 50 m. Pengamatan

dilakukan dengan menghitung jumlah tegakkan lamun, tutupan lamun dan

menghitung spesies gastropoda yang ada di transek kuadrat serta pengambilan

sampel lamun dan gastropoda.

Pengamatan komunitas lamun dan gastropoda dilakukan dengan bantuan

transek dan kuadran (1m2) yang diletakkan tegak lurus garispantai pasang surut.

Lamun yang diamati berupa jumlah tegakkan setiap spesies yang dibantu dengan

buku identifikasi. Gastropoda yang dilakukan pengamatan yaitu gastropoda yang

menempel pada lamun dan yang berada di permukaan substrat dibawah tajuk atau

daun lamun (Latuconsina et al., 2013). Transek yang digunakan dalam penelitin

ini mengacu pada prosedur tetap pengambilan data sumber daya hayati di Taman

Nasional Kepulauan Seribu. Ilustrasi transek untuk pengambilan data lamun dan

gastropoda di Pulau Pramuka dapat dilihat pada Gambar 3.

Page 34: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

19

Gambar 3. Ilustrasi transek

3.6. Pengambilan sampel lamun dan gastropoda

Pengambilan sampel lamun dan gastropoda dilakukan untuk identifikasi

spesies. Sampel diambil dari transek kuadrat yang sama dengan pengamatan

lamun dan gastropoda. Sampel lamun diambil hingga akarnya kemudian

dimasukkan kantong plastik dan diberi label. Sampel gastropoda diambil dan

dilakukan pengawetan menggunakan formalin 4%, kemudian dimasukaan ke

kantong plastik dan diberi label. Sampel yang sudah diambil kemudian di foto

menggunakan kamera dan dilakukan identifikasi.

Sampel gastropoda yang akan diambil dengan menggunakan transek linier

kuadrat berukuran 1 x 1m. Pengambilan sampel dilakukan pada saat air surut.

Setiap stasiun ditarik garsi transek kearah laut secara tegak lurus dari pantai.

Sampel gastropoda yang diambil berada didalam transk kuadrat, biasanya

gastropoda menempel pada lamun atau berada di permukaan sedimen.

Gastropoda yang telah diambil dimasukkan kedalam plastik dan diawetkan

menggunakan formalin 4%. Setelah dilakukan pengawetan kemudian gastropoda

diidentifikasi. Pengambilan sampel lamun juga dilakukan pada transek yang sama

dengan gastropoda (Hitalessy et al., 2015).

Page 35: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

20

3.7. Identifikasi Lamun dan Gastropoda

Lamun yang terdapat pada setiap transek diidentifikasi berdasarkan

KepmenLH no 200 tahun 2004, buku Field guide to seagrasses of the Red Sea (El

Shaffai, 2011) dan portal resmi seagrasswatch. Gastropoda yang terdapat pada

setiap transek diidentifaksi menggunakan buku Identification of marine and

freshwater molluscs shells (Dholakia, 2013), FAO Species Identification Guide for

Fishery Purposes (Carpenter et al., 1998), portal resmi gastropods.com, dan portal

resmi marinespecies.org.

3.8. Pengukuran parameter fisika dan kimia perairan

Pengukuran parameter fisika dan kimia dilakukan di ketiga stasiun

penelitian yang berada di Pulau Pramuka. Parameter fisika yang diukur meliputi

suhu menggunakan thermometer, kecerahan secara visual, dan salinitas

menggunakan refraktometer. Parameter kimia yang diukur meliputi pH

menggunakan pH meter, dan oksigen terlarut (DO) menggunakan DO meter.

Parameter fisika dan kimia perairan yang diukur meliputi suhu, salinitas,

pH, dan DO. Pengukuran kualitas perairan dilakukan saat pengambian sampel

gastropoda dan lamun. Parameter yang telah didapatkan hasilnya kemudian

dicatat pada lembar kerja. Setelah dilakukan pencatatan kemudian dilakukan

pengolahan dan analisis data (Hitalessy et al., 2015)

3.9. Analisis substrat perairan

Analisis substrat dilakukan di laboratorium. Sampel sedimen yang telah

diambil dari lokasi penelitian dikeringkan menggunakan oven. Setelah sampel

sedimen kering kemudian dilakukan pengayakan menggunakan sieve shaker.

Analisis substrat perairain dilakukan untuk mengetahu tipe substrat pada lokasi

penelitian.

Page 36: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

21

3.10. Pengumpulan data analisis SWOT

Data yang digunakan dihunakan dalam analisis swot adalah data hasil

wawancara, kuesioner, dan observasi. Wawancara dilakukan dengan stakeholder

dan pemerintah atau instansi terkait yang ada di Pulau Pramuka. Kuesioner

diberikan kepada masyarakat Pulau Pramuka. Observasi dilakukan dengan

melihat kondisi lamun yang ada di Pulau Pramuka serta menggunakan data

sekunder berupa jurnal atau data dari instansi terkait.

3.11. Analisis data

Analisis data dibagi menjadi tiga yaitu pengolahan data lamun, pengolahan

data gastropoda, asosiasi lamun terhadap gastropoda, dan analisis SWOT.

3.11.1. Pengolahan data lamun

Pengolahan data lamun meliputi frekuensi jenis, frekuensi relative,

kerapatn jenis, kerapatan relatif, penutupan jenis, penutupan relatif, dan indeks

nilai penting lamun.

a. Frekuensi jenis lamun

Merupakan peluang suatu jenis lamun yang dapat ditemukan pada lokasi

yang diamati. Perhitungan frekuensi jenis lamun dapat dihitung menggunakan

persamaan Kordi (2011) :

Fi =Pi

ΣP

Dimana :

Fi = Frekuensi jenis ke-i

Pi = Jumlah petak sampel tempat ditemukan jenis ke-I

ΣP = Jumlah total petak sampel yang diamati

Page 37: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

22

b. Frekuensi Relatif lamun

Merupakan perbandingan dari frekuensi jenis lamun dan keseluruhan

jumlah frekuensi jenis. Perhitungan frekuensi relatif lamun dapat dihitung

menggunakan persamaan Kordi (2011) :

FR =Fi

ΣF

Dimana :

FR= Frekuensi relatif

Fi = Frekuensi jenis ke-i

ΣF = Jumlah frekuensi seluruh jenis

c. Kerapatan jenis lamun

Merupakan jumlah total satu unit jenis lamun pada suatu area. Perhitungan

kerapatan jenis lamun dapat dihitung menggunakan persamaan Kordi (2011) :

Ki =ni

A

Dimana :

Ki = Kerapatan jenis ke-i

ni = Jumlah total individu dari jenis ke-I

A = Luas area total pengambilan sampel (m2)

d. Kerapatan relatif

Merupakan perbandingan dari jumlah individu suatu jenis dan total individu

seluruh jenis. Perhitungan kerapatan relatif lamun dapat dihitung menggunakan

persamaan Kordi (2011) :

KR =ni

Σn

Dimana :

KR = Kerapatan relatif

Page 38: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

23

ni = Jumlah total individu dari jenis ke-I

Σn = Jumlah individu seluruh jenis

e. Penutupan jenis lamun

Merupakan luas area yang ditutupi lamun. Perhitungan penutupan jenis

(Pi) lamun dapat dihitung menggunakan indeks kelas dominansi dan persamaan

English et al. (1994) :

C = Σ(Mi × ʄi )

Σʄ

Dimana :

C = Presentase penutupan jenis

Mi = Nilai tengah persentase kelas i

ʄ = Frekuensi (jumlah sektor dimana kelas dominansi sama (i)

Tabel kelas dominansi lamun untuk membantu perhitungan tutupan lamun dapat

dilihat pada Tabel 4.

Tabel 3. Kelas dominansi tutupan lamun

Kelas Luas area penutupan

penutupan % Penutupan

area % titik tengah

(M)

5 1/2 - penuh 50 - 100 75

4 1/4 - 1/2 25 - 50 37.5

3 1/6 - 1/4 12.5 - 25 18.75

2 1/16- 1/8 6.25 - 12.5 9.38

1 < 1/16 < 6.25 3.13

0 tidak ada 0 0

Sumber : (English et al., 1994)

f. Penutupan relatif lamun

Merupakan perbandingan antara penutupan individu suatu jenis dan total

penutupan relative lamun. Perhitungan penutupan relatif (Pi) lamun dapat dihitung

menggunakan persamaan Kordi ( 2011) :

PR = Penutupan jenis ke − I

Penutupan seluruh jenis − l

Page 39: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

24

g. Indeks Nilai Penting

Penggunaan indeks nilai penting untuk menduga serta menghitung

keseluruhan peranan jenis lamun suatu komunitas, dimana semakin tinggi nilai

INP suatu jenis relatif dibanding jenis lainnya semakin tinggi pula peranan suatu

jenis terhadap komunitas tersebut. Perhitungan Indeks Nilai Penting (INP) lamun

dapat dihitung menggunakan persamaan Kordi (2011) :

INP = FR + KR + PR

Dimana :

INP = Indeks Nilai Penting

FR = Frekuensi Relatif

KR = Kerapatan Relatif

PR = Penutupan Relatif

3.11.2. Pengolahan data gastropoda

Nilai struktur komunitas gastropoda meliputi Indeks Dominansi, Indeks

Keanekaragaman dan Indeks Keseragaman.

a. Kerapatan/kepadatam spesies

Perhitungan indeks dominansi dapat dihitung menggunakan persamaan

menurut Odum (1971) dalam Latuconsina et al. (2013):

Di = Ni

A

Dimana :

Di = Kerapatan/kepadatan spesies (ind/m2)

Ni= jumlah total individu spesies

A = Luas daerah yang dlakukan pengambilan smpel

b. Indeks Dominansi

Page 40: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

25

Perhitungan indeks dominansi dapat dihitung menggunakan indeks

dominansi Simpson (1949) dalam Odum and Srigandono (1993):

C = Σ(𝑛𝑖

𝑁)2

Dimana:

C = Indeks dominansi Simpson

ni = Jumlah individu dari jenis ke-i

N = Jumlah individu seluruh spesies

Menurut Fachrul (2007) nilai dominansi berikisar antara 0 – 1. Apabila nilai

dominansi mendekati nilai 0 maka tidak terdapat spesies yang mendominansi atau

struktur komunitas berada pada kondisi stabil. Apabila nilai dominansi mendekati

nilai 1 maka struktur komunitas berada pada kondisi labil atau tidak ada spesies

yang mendominasi. Hal tersebut dikarenakan terdapat tekanan ekologis apabila

ada spesies yang mendominasi.

c. Indeks Keanekaragaman

Perhitungan indeks keanekaragaman dapat dihitung menggunakan

persamaan menurut Shannon and Wiener (1949) dalam Odum dan Srigandono

(1993):

H′ = – ΣPi 𝑙𝑛(Pi)

Dimana:

H’ = Indeks Keanekaragaman

Pi = Proporsi jumlah individu (ni/N)

Dengan kriteria (Fachrul, 2007) :

H’<1 = Komunitas biota tidak stabil atau kualitas air tercemar berat

1<H’<3 = Stabilitas komunitas sedang atau kualitas air tercemar sedang

H’>3 = Stabilitas komunitas dalam kondisi prima (stabil) atau kualitas air bersih

Page 41: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

26

d. Indeks Keseragaman

Perhitungan indeks keanekaragaman dapat dihitung menggunakan

persamaan menurut Pielou (1966) dalam Odum dan Srigandono (1993):

E = H′

ln S

Dimana :

E = Indeks Keseragaman Evennes-Simpson

H’ = Indeks Keanekaragaman

S = Jumlah Spesies

Menurur Fachrul ( 2007) nilai keseragaman berikisar antara 0 – 1. Apabila

nilai keseragaman mendekati nilai 0 maka nilai keseragaman rendah atau terdapat

perbedaan nilai kekayaan antar individu. Apabila nilai keseragamani mendekati

nilai 1 maka nilai keseragaman cenderung hampir sama dan rata artinya jumlah

individu tiap spesies cenderung sama.

3.11.3. Asosiasi lamun terhadap gastropoda

Asosiasi antara lamun dan gastropoda dapat dibuktikan menggunakan

analisis korelasi dan regresi linier sederhana. Perhitungan asosiasi lamun

terhadap gastropoda menggunakan metode korelasi Pearson Product Moment

menurut Abdurahman et al. (2012) dalam Latuconsina et al. (2013) :

rxy=

NΣXY−(ΣX)(ΣY)

√[N ΣX2−(X)2][N ΣY2−(Y)2]

Dimana :

r = nilai koefisien korelasi

X = Kerapatan vegetasi lamun tiap transek

Y = Kepadatan gastropoda tiap transek

N = Jumlah sampling/transek

Hubungan antara variabel penelitian dapat dikategorikan berdasarkan Tabel 5.

Page 42: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

27

Tabel 4. Kriteria Hubungan

Interval Koefisien Hubungan

0,00 - 0,1999 Sangat rendah 0,20 - 0,3999 Rendah 0,40 - 0,5999 Sedang 0,60 - 0,7999 Kuat 0,80 - 1,000 Sangat Kuat

Sumber : (Sugiyono, 2014)

Uji regresi berfungsi untuk menduga besarnya nilai variable y apabila nilai

varibael x ditambah. Sebelum melakukan uji regresi perlu melakukan uji korelasi

karena uji regresi merupakan lanjutan dari uji korelasi. Uji regresi liner sederhana

digunakan untuk meramalkan hubungan antara dua variabel (Martono, 2010).

3.11.4. Analisis SWOT

Analisis SWOT dalam penelitian ini digunakan untuk merancang strategi

restorasi lamun di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Analisis SWOT

membandingkan antara faktor eksternal peluang (opportunities dan ancaman

(threats) dengan faktor internal kekuatan (strengths) dan kelemahan

(weaknesses). Pengumpulan data dilakukan melalui observasi dan wawancara.

Matriks SWOT merupakan tool untuk membantu mengembangkan empat

tipe strategi. Menurut Purwanto (2008) dalam (Suranta and Nifita, 2015)

mengatakan empat strategi tersebut adalah yang pertama Strategi SO (Strengths

Opportunities) digunakan dengan memaksimalakan atau mengoptimalkan

kekuatan yang dimiliki (Strengths) dalam pemanfaatan Opportunities (O). Kedua

yaitu strategi WO (Weaknesses Opportunities) digunakan secara maksimal untuk

meminimalisir kelemahan/Weaknesses (W) yang ada untuk memanfaatkan

peluang/Opportunities (O). Ketiga strategi ST (Strengths Threats) digunakan

dengan memanfaatkan atau memaksimalkan kekuatan yang dimiliki (Strengths/S)

untuk mengurangi berbagai macam ancaman (T/Threats) yang mungkin ada.

Keempat Strategi WT (Weaknesses Threats) dengan mengurangi kelemahan

(W/Weaknesses) untuk mengurangi atau menghindari ancaman (T/Threats).

Page 43: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

28

Page 44: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

28

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (TNLKpS) merupakan salah satu

kawasan pelestarian alam di Indonesia terletak di utara Jakarta yang secara

administratif berada di wilayah Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten

Administrasi Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Pengelolaan Taman Nasional Laut

Kepulauan Seribu dilaksanakan oleh Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu

(Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: 03/Menhut-II/2007 tanggal 1 Februari 2007

tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana teknis Taman Nasional)

terbagi dalam tiga wilayah kerja Seksi Pengelolaan Kawasan Taman

Nasional (SPTN) yaitu SPTN wilayah 1 Pulau Kelapa, SPTN wilayah 2 Pulau

Harapan, dan SPTN wilayah 3 Pulau Pramuka (tnlkepulauanseribu.net, 2017).

Menurut portal resmi tnlkepulauanseribu.net (2017). Pembagian wilayah

Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu dibagi sesuai wilayah pengelolaan atau

disebut zonasi. Zonasi pengelolaan Taman Nasional Kepulauan Seribu diatur

berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi

Alam Departemen Kehutanan Nomor SK.05/IV-KK/2004 tanggal 27 Januari 2004.

Taman Nasional Kepulauan Seribu terdiri dari empat zonasi yaitu zona inti, zona

perlindungan, zona pemanfaatan wisata, dan zona pemukiman. Berikut

merupakan penjelasan pembagian zonasi di Taman Nasional Kepulauan Seribu:

1. Zona inti merupakan daerah yang dilindungi sepenuhnya serta tidak

diperkenankan adanya kegiatan yang dapat merubah daerah tersebut. Zona

inti Taman Nasional Kepulauan Seribu memiliki luas 4.449 Hektar yang dibagi

menjadi 3 zona inti.

2. Zona Perlindungan merupakan daerah yang dijadikan sebagai penyangga dari

zona inti. Zona Perlindungan memiliki luas area 26.384,50 Hektar.

Page 45: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

29

3. Zona Pemanfaatan Wisata merupakan wilayah taman nasional yang

digunakan sebagai daerah untuk pariwisata dan rekreasi.

4. Zona Pemukiman merupakan wilayah yang digunakan sebagai pusat

pemerintahan serta tempat tinggal masyarakat. Salah satu pulau yang

termasuk dalam zona pemukiman adalah Pulau Pramuka.

Pulau Pramuka ditetapkan sebagai Ibukota Kabupaten Administrasi

Kepulauan Seribu berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun 2001.

Pulau Pramuka merupakan salah satu pulau pemukiman yang ada di Kepulauan

Seribu. Pulau Pramuka memiliki sarana dan prasarana bagi masyarakat Pulau

Pramuka seperti rumah sakit, masjid, instalasi pengolah air bersih dan sebagainya.

Pulau Pramuka juga dijadikan sebagai tujuan wisata dan terdapat berbagai macam

homestay (Jakarta.go.id, 2017).

4.2. Identifikasi Lamun

Sampel lamun yang dilakukan identifikasi berasal dari tiga stasiun. Ketiga

stasiun tersebut yaitu stasiun 1 yang terletak di bagian utara Pulau Pramuka,

stasiun 2 yang berada di bagian timur Pulau Pramuka dan satsiun 3 yang berada

di bagian selatan Pulau Pramuka. Setiap stasiun terdiri dari tiga line transect.

Identifikasi spesies lamun dilakukan berdasarkan (El Shaffai, 2011) dan (Lanyon,

1986) . Terdapat 5 spesies lamun yang ditemukan pada penelitian di Pulau

Pramuka. Spesies lamun yang ditemukan pada area pengamatan yaitu Enhalus

acoroides, Thalassia hemprichii, Halodule uninervis, Syringodium isoetifolium, dan

Cymodocea rotundata. Spesies lamun yang ditemukan pada ketiga stasiun

penelitian dapat dilihat padaTabel 6.

Page 46: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

30

Tabel 1. Identifikasi Lamun

Gambar Lapang Gambar Literatur

(El Shaffai, 2011)

Klasifikasi

(www.marinespecies.org)

Kingdom :Plantae Phylum :Tracheophyta Class :Magnoliopsida Order :Alismatales Family :Hydrocharitaceae Genus :Enhalus Spesies :Enhalus

acoroides

Kingdom :Plantae Phylum :Tracheophyta Class :Magnoliopsida Order :Alismatales Family :Hydrocharitaceae Genus :Thalassia Spesies :Thalassia

hemprichii

Kingdom :Plantae Phylum :Tracheophyta Class :Magnoliopsida Order :Alismatales Family :Cymodoceaceae Genus :Halodule Spesies :Halodule

uninervis

Kingdom :Plantae Phylum :Tracheophyta Class :Magnoliopsida Order :Alismatales Family :Cymodoceaceae Genus :Syringodium Spesies :Syringodium

isoetifolium

Kingdom :Plantae Phylum :Tracheophyta Class :Magnoliopsida Order : Alismatales Family :Cymodoceaceae Genus :Cymodocea Spesies :Cymodocea

rotundata

Page 47: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

31

4.2. Kondisi Ekosistem Lamun

Pengambilan data Frekuensi, kerapatan, dan tutupan lamun pada area

pengamatan di Pulau Pramuka menggunakan transek berukuran 1 x 1 m.

Pengambilan data di lakukan di tiga stasiun yaitu bagian utara, timur dan selatan

Pulau Pramuka, Data Frekuensi, kerapatan, tutupan dan indeks nilai penting

lamun pada area pengamatan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 2. Frekuensi, Tutupan, Kerapatan dan Indeks Nilai Penting Lamun di Pulau Pramuka

SPESIES Fi FR (%)

P (%)

PR (%)

Ki (ind/m2)

KR (%)

INP

Stasiun 1

Enhalus acoroides 0,67 20,83 3,93 23,04 27,40 17,88 61,75

Thalassia hemprichii 0,93 29,17 2,58 15,14 16,73 10,92 55,22

Halodule uninervis 0,27 8,33 0,57 3,32 7,60 4,96 16,61

Syringodium isoetifolium 0,33 10,42 0,60 3,52 24,60 16,05 29,99

Cymodocea rotundata 1,00 31,25 9,39 54,98 76,93 50,20 136,42

Stasiun 2

Enhalus acoroides 0,73 39,29 5,01 47,09 11,40 21,14 107,52

Halodule uninervis 0,13 7,14 0,12 1,10 1,87 3,46 11,70

Cymodocea rotundata 1,00 53,57 5,51 51,81 40,67 75,40 180,78

Stasiun 3

Thalassia hemprichii 0,67 47,62 0,75 4,94 11,33 8,55 61,11

Cymodocea rotundata 0,73 52,38 14,44 95,06 121,20 91,45 238,89

Sumber: Data primer diolah tahun 2017

Keterangan: Fi : Frekuensi Jenis FR : Frekuensi Relatif P : Tutupan Jenis PR : Tutupan Relatif Ki : Kerapatan Jenis KR : Kerapatan Relatif INP : Indeks Nilai Penting

4.3. Frekuensi Jenis Lamun

Spesies lamun yang memiliki peluang paling tinggi untuk ditemukan yaitu

pada stasiun 1 dari 5 spesies yang ditemukan adalah Cymodocea rotundata. Nilai

frekuensi jenis Cymodocea rotundata adalah 1,00. Nilai tersebut merupakan nilai

frekuensi tertinggi apabila dibandingkan dengan spesies lain. Berdasarkan Tabel

7, dapat dikatakan spesies tersebut ditemukan pada setiap stasiun pengamatan.

Page 48: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

32

Selain Cymodocea rotundata spesies lain yang paling banyak ditemukan pada

stasiun 1 adalah Thalassia hemprichii dengan nilai frekuensi jenis 0,93.

Sedangkan spesies yang paling sedikit ditemukan pada stasiun 1 adalah Halodule

uninervis.

Pada stasiun 2 yang berlokasi dibagian timur Pulau Pramuka dari 3 spesies

lamun yang ditemukan Cymodocea rotundata memiliki nilai frekuensi jenis paling

tinggi yaitu 1. Nilai frekuensi tersebut menunjukkan Cymodocea rotundata.

Ditemukan pada setiap transek penelitian. Spesies lamun yang paling sedikit

ditemukan pada stasiun 2 adalah Halodule uninervis.

Pada stasiun 3 hanya ditemukan 2 spesies lamun. Berdasarkan Tabel 7,

dapat dilihat spesies lamun yang paling banyak ditemukan adalah Cymodocea

rotundata dengan nilai frekuensi jenis 0,73. Pada stasiun 3 kedua spesies tersebut

porsi kedua spesies tersebut dtiemukan pada setiap transek cenderung seimbang

karena nilai frekuensi dari Thalassia hemprichii tidak jauh berbeda dengan nilai

frekuensi Cymodocea rotundata yaitu 0,67.

Berdasarkan data tersebut dari ketiga stasiun penelitian frekuensi

kehadiran spesies lamun yang paling tinggi atau yang paling banyak ditemukan

adalah Cymodocea rotundata. Hal tersebut dilihat dari nilai frekuensi dan

ditemukannya spesises Cymodocea rotundata pada setiap stasiun. Menurut

Dahuri (2003) Cymodocea rotundata adalah spesies lamun yang mendominasi

pada daerah intertidal, selain itu Cymodocea rotundata merupakan spesies pionir.

Cymodocea rotundata merupakan spesies lamun yang tersebar luas pada

indo-pasifik. Kedalaman maksimal spesies Cymodocea rotundata adalah 10m.

Spesies ini biasanya hidup pada perairan yang bersih dan berada pada high

intertidal zone. Cymodocea rotundata dapat bertahan pada kondisi marginal dan

dapat bertahan pada kondisi perairan yang terdapat tingkat gangguan sedang.

Cymodocea rotundata merupakan spesies pionir di Indonesia (IUCN, 2007).

Page 49: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

33

4.4. Tutupan Jenis Lamun

Tutupan jenis lamun dihitung menggunakan metode saito dan adobe

berdasarkan Keputasn Menteri Negara Lingkungan Hidup no 200 tahun 2004 dan

English et al. (1994). Berdasarkan Keputasn Menteri Negara Lingkungan Hidup no

200 tahun 2004 status atau kondisi lamun dapat dilihat berdasarkan nilai tutupan

tutupan lamun. Nilai tutupan jenis lamun pada area pengamatan di Pulau Pramuka

cukup rendah. Berdasarkan Tabel 7, nilai tutupan jenis lamun di Pulau Pramuka ≤

29,9% sehingga tergolong pada kategori miskin atau rusak.

Tutupan Jenis lamun Cymodocea rotundata memiliki nilai tertinggi pada

stasiun 1 yaitu 9,39%. Pada stasiun 2 tutupan jenis lamun Cymodocea rotundata

dan Enhalus acoroides memiliki nilai yang hampir sama yaitu 5,51% dan 5,01%.

Pada stasiun 3 nilai tutupan jenis lamun Cymodocea rotundata memiliki nilai paling

tinggi diantara seluruh spesies pada tiap stasiun yaitu 14,44%.

Tutupan jenis lamun berbeda dengan kerapatan jenis lamun. Tutupan jenis

lamun dihitung berdasarkan kemampuan lamun atau daun lamun menutupi

substrat. Nilai kerapatan tidak selalu sebanding dengan nilai tutupan. Semakin

lebat dan semakin besar ukuran helaian daun lamun semakin tinggi tutupan lamun

(Sugara, 2014). Nilai tutupan pada area pengamatan kecil hal tersebut dapat

disebabkan banyaknya daun yang patah atau rusak. Selain itu berdasarkan

observasi yang dilakukan, lamun yang berada di area pengamatan sebagian besar

memiliki ukuran yang relatif kecil sehingga daun lamun kurang dapat menutupi

subtrat.

Nilai total tutupan jenis lamun pada stasiun 1 yang terletak pada bagian

utara Pulau Pramuka adalah 17,07%, pada stasiun 2 yang terletak pada bagian

timur Pulau Pramuka adalah 10,64%, dan pada stasiun 3 yang terletak pada

bagian selatan Pulau Pramuka adalah 15,19%. Nilai tutupan lamun berkurang

apabila dibandingkan dengan tutupan lamun pada tahun 2012. Dibandingkan

Page 50: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

34

dengan temuan Feryatun et al. (2012) tutupan lamun pada bagian utara Pulau

Pramuka adalah 68%, pada bagian timur Pulau Pramuka adalah 59% dan pada

bagian selatan Pulau Pramuka adalah 48%. Penurunan nilai tutupan lamun Pulau

Pramuka mengalami penurunan 32-68 % dari tahun 2012 hingga tahun 2017.

Penurunan tutupan lamun di Pulau Pramuka berkurang 6-10 % setiap tahunnya

selama 5 tahun terakhir.

4.5. Kerapatan Jenis Lamun

Kerapatan jenis lamun yang paling tinggi pada area pengamatan yaitu

pada stasiun 1. Berdasarkan Tabel 7, kerapatan lamun di stasiun 1 memiliki total

nilai yang lebih tinggi dibandingkan stasiun 2 dan 3 karena pada stasiun 1 jenis

lamun yang ditemukan lebih banyak. Selain itu pada stasiun 1 kondisi

lingkungannya merupakan kondisi yang masih dapat dikatakan alami karena jauh

dari pemukiman dan terletak di dekat hutan. Pada area pengamatan di stasiun 1

kerapatan jenis lamun tertinggi berdasarkan Tabel diatas adalah Cymodocea

rotundata dengan nilai kearpatan jenis 76,93 ind/m2. Spesies lamun yang memiliki

nilai kerapatan jenis terendah adalah Halodule uninervis dengan nilai 7,60 ind/m2.

Kerapatan jenis lamun pada stasiun 2 memiliki kerapatan jenis yang paling

rendah dibandingkan dengan kedua stasiun penelitian lainnya. Rendahnya nilai

kerapatan yang rendah dapat disebabkan adanya tekanan terhadap lingkungan

karena pada stasiun 2 berada didekat saluran pembuangan limbah pulau

Pramuka. Selain dekat dengan instalasi pembuangan limbah (IPAL) terdapat pula

pembangunan dermaga baru dibagian timur Pulau Pramuka. Lamun yang memiliki

kerapatan jenis tertinggi pada stasiun 2 adalah Cymodocea rotundata dengan nilai

kerapatan jenis 40,67 ind/m2. Spesies lamun yang memiliki nilai kerapatan jenis

terendah adalah Halodule uninervis dengan nilai 1,87 ind/m2.

Page 51: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

35

Pada area pengamatan di stasiun 3 kerapatan jenis lamun tertinggi

berdasarkan Tabel 7 adalah Cymodocea rotundata dengan nilai kerapatan jenis

121,20 ind/m2. Spesies lamun yang memiliki nilai kerapatan jenis terendah adalah

Thalassia hemprichii dengan nilai 11,33 ind/m2. Kerapatan jenis tertinggi dari

ketiga stasiun penelitian adalah Cymodocea rotundata. Menurut Kordi (2011)

Cymodocea rotundata tumbuh pada daerah yang memiliki substrat tipe pasir

dengan sedikit berlumpur, dan terkadang pada daerah yang terdapat pecahan

karang. Subtrat yang ada di Pulau Pramuka adalah substrat tipe pasir, sehingga

cocok bagi pertumbuhan lamun Cymodocea rotundata. Menurut IUCN (2007)

Cymodocea rotundata dapat bertahan terhadap gangguan dengan tingkat

gangguan sedang dan dapat bertahan pada kondisi marginal atau tepi yang

berada pada daerah pasang surut. Lokasi penelitian berada pada zona pasang

surut, sehingga sesuai dengan kondisi habitat dari Cymodocea rotundata.

4.6. Indeks Nilai Penting

Indeks nilai pentig digunakan untuk mengetahui peranan lamun pada suatu

komunitas. Berdasarkan data pada Tabel 7, dapat dilihat bahwa spesies

Cymodocea rotundata memiliki peranan paling besar terhadap komunitas yang

ada di Pulau Pramuka. Cymodocea rotundata dikatakan memiliki peranan paling

tinggi karena memiliki nilai Indeks Nilai Penting paling tinggi dibandingkan spesies

lain yang baik pada setiap stasiun maupun keseluruhan stasiun penelitian. Selain

itu Cymodocea rotundata memiliki nilai tutupan, frekuensi, dan kerapatan yang

tinggi. Sebagian besar spesies lamun yang ada pada area pengamataan di Pulau

Pramuka adalah Cymodocea rotundata sehingga dapat dikatakan spesies

tersebut memegang peranan penting.

Cymodocea rotundata memiliki Indeks Nilai Penting tertinggi pada stasiun

3. Indeks nilai penting pada stasiun 3 adalah 238,89%, sedangkan pada stasiun 1

Page 52: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

36

dan 2 Indeks Nilai Penting yang diperoleh spesies Cymodocea rotundata yaitu

136,42% dan 238,89%. Indeks Nilai Penting pada stasiun 3 meperoleh nilai yang

paling tinggi karena pada stasiun 3 hanya terdapat 2 spesies saja, dibandingkan

dengan stasiun 1 yang terdapat 5 spesies lamun.

4.7. Indeks Ekologi Lamun

Grafik nilai keanekaragaman (H’), keseragaman (E), dan dominansi (C)

spesies lamun pada tiga stasiun penelitian di Pulau Pramuka dapat dilihat pada

Gambar 4.

Gambar 1. Nilai Keanekaragaman (H'), Keseragaman (E) dan Dominansi (C) spesies lamun pada tiga stasiun pengamatan

Nilai Keanekaragaman lamun di Pulau Pramuka yang paling tinggi berada

pada stasiun 1. Nilai keanekaragaman yang didapat yaitu sebesar 1.34, nilai

tersebut masuk kedalam kategori keanekaragaman sedang. Menurut

Setyobudiandi et al. dalam Latuconsina et al. (2013) dan menurut Fachrul (2007)

yang berdasarkan pada indeks Shannon dan Wiener nilai keanekargaman dengan

kisaran 1<H’<3 masuk kedalam kategori sedang. Pada stasiun 2 dan 3 nilai

keanekaragaman yang diperoleh yaitu 0,66 dan 0,29. Nilai tersebut berada pada

kisaran >1 dimana masuk kedalam kategori keanekaragaman rendah.

1.34

0.66

0.29

0.83

0.60

0.420.32

0.61

0.84

0.00

0.20

0.40

0.60

0.80

1.00

1.20

1.40

1.60

1 2 3

Nilai

Stasiun

H'

E

C

Page 53: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

37

Nilai keseragaman pada stasiun1 yaitu 0,83. Menurut Setyobudiandi et al.

dalam Latuconsina et al. (2013) yang berdasarkan pada indeks evenness nilai

keseragaman stasiun 1 berada pada kisaran 0.75<E≤1.00, sehingga termasuk

dalam kategori komunitas yang kondisinya stabil. Pada stasiun 2 nilai

keseragaman yaitu 0,60, nilai tersebut masuk kategori komunitas dalam kondisi

labil dengan kisaran 0,50<E≤0,75. Stasiun 3 masuk kategori komunitas dalam

kondisi tertekan karena nilai keseragamannya yaitu 0,42 dengan kisaran

0,00<E≤0,50. Menurut Fachrul (2007) nilai keseragaman lamun pada stasiun 1

dan stasiun 2 relatif sergam atau merata karena memiliki nilai yang mendekati 1,

sedangkan untuk stasiun 3 termasuk kedalam keseragaman rendah karena

mendekati nilai 0.

Nilai dominansi lamun di perairan Pulau Pramuka pada stasiun 1 adalah

0,32. Nilai tersebut menunjukkan dominansi lamun pada stasiun 1 termasuk dalam

kategori rendah. Menurut Setyobudiandi et al. dalam Latuconsina et al. (2013)

yang berdasarkan pada indeks dominansi Simpson nilai dominansi dengan

kisaran 0,00<C≤0,50 termasuk kedalam kategori rendah. Pada stasiun 2 nilai

dominansi lamun adalah 0,61 sehingga dapat dikatakan termasuk dalam kategori

dominansi sedang dengan kisaran 0,50<C≤0,75. Pada stasiun 3 dominansi

spesies lamun berada pada kategori tinggi dengan nilai 0,84. Dominiasnsi spesies

dikatakan tinggi apabila berada pada kisaran 0,75<C≤1,00. Menurut Fachrul

(2007) pada stasiun 1 tidak terdapat spesies lamun yang mendominansi, hal

tersebut dikarenakan nilai dominansi relatif medekati angka 0. Sedangkan pada

stasiun 2 dan 3 terdapat spesies lamun yang mendominansi karena nilai

dominansi cenderung mendekati angka 1.

Page 54: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

38

4.8. Identifikasi Gastropoda

Penelitian dilakukan pada tiga stasiun yaitu stasiun yang berada pada

bagian utara, timur dan selatan Pulau Pramuka. Transek kuadrat yang digunakan

untuk pengambilan data gastropoda sama dengan transek kuadrat yang

digunakan untuk pengambilan data lamun yaitu transek berkuran 1X1 m. Pada

area pengamatan di Pulau Pramuka terdapat 4 Ordo, 10 Family, 16 Genus, dan

21 spesies gastropoda. Spesies gastropoda yang ditemukan dapat dilihat pada

Tabel 8.

Tabel 3. Spesies Gastropoda

No Gambar Lapang Gambar Literatur Klasifikasi

1

,mxk x (www.gastropods.com)

Kingdom :Animalia Phylum :Mollusca Class :Gastropoda Order :Littorinimorpha Family :Strombidae Genus :Canarium Spesies :Canarium sp. A

(www.marinespecies.org)

2

(www.gastropods.

com)

Kingdom :Animalia Phylum :Mollusca Class :Gastropoda Order :Littorinimorpha Family :Strombidae Genus :Canarium Spesies :Canarium sp. B

(www.marinespecies.org)

3

(www.gastropods.com)

Kingdom :Animalia Phylum :Mollusca Class :Gastropoda Order :Littorinimorpha Family :Strombidae Genus :Canarium Spesies :Canarium sp. C

(www.marinespecies.org)

4

(www.gastropods.

com)

Kingdom :Animalia Phylum :Mollusca Class :Gastropoda Order :Caenogastropoda Family :Cerithiidae Genus :Rhinoclavis Spesies :Rhinoclavis sp A

(www.marinespecies.org)

Page 55: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

39

Tabel 8. Lanjutan

No Gambar Lapang Gambar Literatur Klasifikasi

5

(www.gastropods.com)

Kingdom :Animalia Phylum :Mollusca Class :Gastropoda Order :Caenogastropoda Family :Cerithiidae Genus :Rhinoclavis Spesies :Rhinoclavis sp. B (www.marinespecies.org)

6

(www.gastropods.com)

Kingdom :Animalia Phylum :Mollusca Class :Gastropoda Order :Littorinimorpha Family :Littorinidae Genus :Littoraria Spesies :Littoraria sp. (www.marinespecies.org)

7

(www.gastropods.com)

Kingdom :Animalia Phylum :Mollusca Class :Gastropoda Order :Littorinimorpha Family :Littorinidae Genus :Littorina Spesies :Littorina sp. (www.marinespecies.org)

8

(www.gastropods.com)

Kingdom :Animalia Phylum :Mollusca Class :Gastropoda Order :Littorinimorpha Family :Cypraeidae Genus :Monetaria Spesies :Monetaria sp. (www.marinespecies.org)

9

(www.marinespecies.org)

Kingdom :Animalia Phylum :Mollusca Class :Gastropoda Order :Littorinimorpha Family :Cypraeidae Genus :Lyncina Spesies :Lyncina sp.

(www.marinespecies.org)

10

(www.gastropods.com)

Kingdom :Animalia Phylum :Mollusca Class :Gastropoda Order :Neogastropoda Family :Columbelidae Genus :Euplica Spesies :Euplica sp.

(www.marinespecies.org)

Page 56: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

40

Tabel 7. Lanjutan

No Gambar Lapang Gambar Literatur Klasifikasi

11

(www.gastropods.com)

Kingdom :Animalia Phylum :Mollusca Class :Gastropoda Order :Caenogastropoda Family :Cerithiidae Genus :Cerithium Spesies :Cerithium sp. A

(Philippi, 1849) (www.marinespecies.org)

12

(www.gastropods.com)

Kingdom :Animalia Phylum :Mollusca Class :Gastropoda Order :Caenogastropoda Family :Cerithiidae Genus :Cerithium Spesies :Cerithium sp. B

(www.marinespecies.org)

13

(www.gastropods.com)

Kingdom :Animalia Phylum :Mollusca Class :Gastropoda Order :Littorinimorpha Family :Naticidae Genus :Polinices Spesies :Polinices sp.

(www.marinespecies.org)

14

(www.gastropods.com)

Kingdom :Animalia Phylum :Mollusca Class :Gastropoda Order :Littorinimorpha Family :Naticidae Genus :Mammilla Spesies :Mammilla sp. (www.marinespecies.org)

15

(www.gastropods.com)

Kingdom :Animalia Phylum :Mollusca Class :Gastropoda Order :Heterobranchia Family :Pyramidellidae Genus :Milda Spesies :Milda sp.

(www.marinespecies.org)

16

(www.gastropods.com)

Kingdom :Animalia Phylum :Mollusca Class :Gastropoda Order :Neogastropoda Family :Muricidae Genus :Ocenebra Spesies :Ocenebra sp. (www.marinespecies.org)

Page 57: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

41

Tabel 8. Lanjutan

No Gambar Lapang Gambar Literatur Klasifikasi

17

(www.gastropods.com)

Kingdom :Animalia Phylum :Mollusca Class :Gastropoda Order :Neogastropoda Family :Muricidae Genus :Drupella Spesies :Drupella sp. A (www.marinespecies.org)

18

(www.gastropods.com)

Kingdom :Animalia Phylum :Mollusca Class :Gastropoda Order :Neogastropoda Family :Nassariidae Genus :Nassarius Spesies :Nassarius sp.

(www.marinespecies.org)

19

(www.gastropods.com)

Kingdom : Animalia Phylum : Mollusca Class : Gastropoda Order : Littorinimorpha Family : Naticidae Genus : Natica Spesies : Natica sp. (www.marinespecies.org)

20

(www.gastropods.com)

Kingdom :Animalia Phylum :Mollusca Class :Gastropoda Order :Littorinimorpha Family :Ranelidae Genus :Gutturnium Spesies :Gutturnium sp.

(www.marinespecies.org)

21

(www.gastropods.com)

Kingdom :Animalia Phylum :Mollusca Class :Gastropoda Order :Neogastropoda Family :Muricidae Genus :Drupella Spesies :Drupella sp. B (www.marinespecies.org)

Page 58: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

42

4.9. Kepadatan Gastropoda

Nilai kepadatan gastropoda pada area pengamatan di Pulau Pramuka

dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 4. Kepadatan Gastropoda (ind/m2)

Famili Spesies Kepadatan Gastropoda (ind/m2)

Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

Strombidae Canarium sp. A 0,73 0 0,07

Canarium sp. B 0,40 0 0,07

Canarium sp. C 0,13 0 0

Littorinidae Littoraria sp. 0,07 0 0

Littorina sp. 0,07 0 0,07

Cypraeidae Monetaria sp. 0,4 0,13 0

Lyncina sp, 0 0 0,07

Naticidae Polinices sp. 0,33 0,13 0,27

Mammilla sp. 0 0 0,07

Natica sp. 0 0,07 0

Ranelidae Gutturnium sp. 0 0 0,07

Cerithiidae Rhinoclavis sp. A 0,40 0 0,13

Rhinoclavis sp. B 1,47 0,60 0,73

Cerithium sp. A 0,47 0 0,13

Cerithium sp. B 0,07 0 0,13

Columbelidae Euplica sp. 0,33 0,13 1,60

Muricidae Ocenebra sp. 0,13 0 0,13

Drupella sp. A 0 0,07 0,47

Drupella sp. B 0 0 0,13

Nassaridae Nassarius sp. 0 0,07 0

Pyramidelidae Milda sp. 0,20 0 0,27

Total Jumlah 5,20 1,20 4,40

Spesies gastropoda yang memiliki kepadatan paling tinggi pada stasiun 1

adalah Rhinoclavis sp. B dengan nilai kepadatan 1,47 ind/m2. Pada stasiun 2

spesies gastropoda yang memiliki nilai kepadatan paling tinggi adalah Rhinoclavis

sp. B dengan nilai kepadatan 0,60 ind/m2. Pada stasiun 3 spesies yang memiliki

nilai kepadatan gastropoda paling tinggi adalah Euplica sp. dengan nilai kepadatan

1,60 ind/m2.

Spesies Rhinoclavis sp. B memiliki kepadatan tertinggi di Pulau Pramuka

karena habitat spesies tersebut adalah sedimen yang bertipe pasir, dimana hal

tersebut sesuai dengan kondisi substrat Pulau Pramuka. Rhinoclavis sp. B

Page 59: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

43

termasuk dalam family certhiidae. Menurut Hansen dan Skilleter (1994) kepadatan

dari gastropoda spesies Rhinoclavis aspera memiki hubungan dengan ukuran

sedimen dimana termasuk dalam kategori pasir kasar. Spesies Rhinoclavis aspera

merupakan spesies yang sangat aktif pada kedalaman sedimen 1 hingga 2 cm

serta jarang menenggelamkan diri pada sedimen. Rhinoclavis sp. B memiliki

morfologi yang mirip dengan Rhinoclavis aspera sehingga diduga spesies tersebut

paling mudah ditemukan pada saat pengambilan data.

Kepadatan spesies gastropoda pada stasiun 1 memiliki nilai kepadatan

tertinggi, hal tersebu dipengaruhi oleh kerapatan lamun yang tinggi pada stasiun

1. Pada stasiun 2 nilai kepadatan gastropoda memiliki nilai kepadatan rendah hal

tersebut juga dipengaruhi oleh nilai kerapatan lamun pada stasiun 2 yang lebih

rendah dibandingkan dengan stasiun 1 dan 3.

Ekosistem lamun berpengaruh pada gastropoda karena pada ekosistem

lamun terdapat rantai makanan sisa atau detritus food chain, dimana bakteri

menguraikan daun lamun yang telah gugur menjadi detritus (Dahuri, 2003). Salah

satu biota laut yang memakan detritus adalah gastropoda. Gastropoda adalah

komponen penting yang berada pada rantai makanan lamun, hal tersebut

dikarenakan gastropoda merupakan hewan pemakan detritus atau detritus feeder

dan serasah daun lamun (Hitalessy et al., 2015). Selain itu, pada stasiun 2

berdasarkan observasi terdapat kegiatan pembangunan dermaga baru tidak jauh

dari area penelitian. Hal tersebut dapat memberikan tekanan bagi

keberlangsungan hidup gastropoda dan lamun.

Menurut OzCoasts Coastal indicators (2017) Enhalus, Thalassia, dan

Syringodium merupakan lamun yang memiliki produktivitas detritus dan epifit yang

tinggi. Lamun jenis Cymodocea dan Halodule termasuk dalam lamun yang

dimanfaatkan langsung atau direct grazing. Pada stasiun 1 dan 2 terdapat spesies

lamun yang menghasilkan detritus dan epifit yang tinggi yaitu spesies Enhalus

Page 60: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

44

acoroides, Thalassia hemprichii, dan Syringodium isoetifolium. Hal tersebut sesuai

dengan sumber makanan yang dimanfaatkan oleh gastropoda family Cherithiidae

yang merupakan detritus feeder (Carpenter et al., 1998).

4.10. Indeks Ekologi Gastropoda

Indeks ekologi gastropoda meliputi dari nilai keanekaragaman (H’),

keseragaman (E), dan dominansi (C) spesies gastropoda. Grafik nilai

keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 2. Nilai Keanekaragaman (H'), Keseragaman (E) dan Dominansi (C) spesies gastropoda pada tiga stasiun pengamatan

Nilai keanekargaman gastropoda di Pulau Pramuka yang paling tinggi

berada pada stasiun 1. Nilai keragaman yang didapat adalah 2,27, nilai tersebut

masuk kedalam kategori keaekaragaman sedang, menurut Setyobudiandi et al.

dalam Latuconsina et al. (2013) dan menurut Fachrul (2007) yang berdasarkan

pada indeks Shannon dan Wiener dengan kisaran 1<H’<3. Pada stasiun 2 dan 3

nilai keanekaragaman yang diperoleh yaitu 1,56 dan 2,15 berada padan kategori

keanekaragaman sedang. Berdasarkan area pengamatan dapat diketahui bahwa

kategori keanekaragaman gastropoda di Pulau Pramuka adalah sedang.

Berdasarkan indeks Evenness-Simpson menurut Setyobudiandi et al.

dalam Latuconsina et al. (2013) nilai keseragaman gastropoda stasiun 1, 2 dan 3

berada pada 0,75<E≤1,00, sehingga termasuk dalam kategori komunitas yang

kondisinya stabil. Nilai Keseragaman pada stasiun1 yaitu 0,86, pada stasiun 2

2.27

1.56

2.15

0.86 0.80 0.78

0.140.30 0.18

0.00

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

1 2 3

Nilai

Stasiun

H'

E

C

Page 61: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

45

adalah 0,80, dan pada stasiun 3 adalah 0,78. Stasiun penelitian yang memiliki nilai

keseragaman paling tinggi adalah stasiun 1 dan stasiun penelitian yang memiliki

nilai keseragaman paling rendah yaitu pada stasiun 3. Menurut Fachrul (2007)

pada stasiun 1, 2, dan 3 memiliki kesergaman spesies yang relatif merata karena

nilai keseragaman mendekati angka 1.

Nilai dominansi gastropoda di perairan Pulau Pramuka Menurut

Setyobudiandi et al. dalam Latuconsina et al. (2013) pada stasiun 1 adalah 0,14.

Pada stasiun 2 nilai dominansi gastropoda adalah 0,30. Pada stasiun 3 dominansi

spesies gastropoda adalah 0,18. Nilai tersebut menunjukkan dominansi

gastropoda pada stasiun 1, 2 dan 3 termasuk dalam kategori rendah dengan

kisaran 0,00<C≤0,50. Menurut Fachrul (2007) pada stasiun 1, 2, dan 3 tidak

terdapat spesies yang mendominasi karena nilai indeks dominansi mendekati

angka 0.

4.11. Parameter Lingkungan

Parameter Lingkungan yabg diukur pada ketiga stasiun penelitian yaitu ph,

salinitas, suhu, oksigen terlarut, arus, dan tipe subtrat. Data parameter lingkungan

pada area penelitian di Pulau Pramuka dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 5. Parameter Lingkungan

Parameter Lingkungan Stasiun 1 stasiun 2 stasiun 3

ph 8,51 8,5 8,2

salinitas (‰) 31 30 30

suhu (0C) 29,67 31,67 29,33

DO 5,41 5,19 5,34

Kecerahan (%) 100 100 100

Substrat Pasir Kasar Pasir Kasar Pasir Kasar

Sunber : Data primer diolah tahun 2017

Berdasarkan data pada Tabel 9 nilai rata-rata pH pada area penelitian di

Pulau Pramuka berkisar antara 8,2 – 8,51. Menurut Invers et al. (1997) lamun

dapat berfotisntesis secara maksimum hingga pH 8,8. Menurut Zupo et al. (2015)

Page 62: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

46

menyebutkan nilai pH minimal habitat lamun dan gastropoda untuk dijadikan

pembanding atau variabel terkontrol dalam penelitian yaitu pH dengan nilai 8,1.

Nilai pH pada perairan Pulau Pramuka masih sesuai untuk habitat lamun dan

gastropda.

Nilai rata-rata salinitas pada area pengamatan di Pulau Pramuka berkisar

antara 30 – 31 ‰. Menurut Dahuri (2003) lamun dapat mentoleransi salinitas

anatar 10 – 40 ‰, dengan nilai optimum bagi spesies lamun 35‰. Nilai salinitas

di Pulau Pramuka masih ideal untuk pertumbuhan lamun. Menurut Nybakken dan

Eidman (1992) gastropoda dapat tumbuh secara optimal pada perairan dengan

nilai salinitas 28-34‰.

Menurut Kordi (2011) spesies lamun memiliki suhu optimal untuk tumbuh

yaitu pada kisaran 28- 300C, selain itu pada negara tropis toleransi spesies lamun

terhadap suhu cenderung rendah. Menurut Hitalessy et al. (2015) gastropoda

dapat hidup pada kondisi perairan dengan suhu 28-340C. NIlai suhu pada area

pengamatan di Pulau Pramuka berkisar antara 29,33 – 31,670C. Nilai tersebut

masih sesuai untuk pertumbuhan lamun dan gastropoda.

Nilai oksigen terlarut atau DO pada area pengamatan di Pulau Pramuka

adalah 5,19 – 5,41 mg/l, nilai tersebut masih sesuai bagi habitat lamun dan

gastropoda. Menurut Riniatsih dan Endrawati (2013) nilai DO 4.67-6.28 masih

sesuai dalam batas optimal pertumbuhan lamun khususnya spesies Cymodocea

rotundata. Menurut Oktarina (2015) nilai oksigen terlarut diatas 5 ppm sesuai untuk

habitat biota air. Menurut Syamsurisal (2011) tingkat oksigen terlarut yang

dibutuhkan oleh makrozobentos untuk hidup adalah 1-3 mg/l.

Kecerahan perairan pada area penelitian di Pulau Pramuka adalah 100%.

NIlai tersebut berdasarkan observasi langsung dimana cahaya matahari dapat

menembus hingga dasar perairan pada area pengamatan. Area pengamatan

berada pada daerah intertidal dan termasuk pada perairan yang dangkal.

Page 63: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

47

Kecerahan perairan mempengaruhi pertumbuhan lamun. Pada perairan yang

memiliki tingkat kecerahan yang tinggi merupakan area yang sesuai untuk

pertumbuhan lamun karena dibutuhkan dalam proses fotosintesis. Menurut Kordi

(2011) lamun masih dapat ditemukan selama sinar matahari dapat masuk pada

kolom perairan sehingga lamun dapat melakukan fotosintesis.

Substrat atau sedimen yang berada di Pulau Pramuka pada area Penelitian

adalah pasir. Pada stasiun 1, 2 dan 3 subtrat atau sedimen berupa pasir kasar.

Menurut Nybakken dan Eidman (1992) hewan yang hidup pada subtrat dengan

tipe pasir merupakan hewan yang memiliki cangkang yang kuat serta dapat

berpindah atau memendam bersama butiran pasir. Gastropoda memiliki cangkang

yang kuat sehingga kondisi substrat dengan tipe pasir dapat menjadi habitat dari

gastropoda. Menurut Kordi (2011) lamun dapat hidup pada daerah yang berpasir,

sehingga dapat dikatakan Pulau Pramuka cocok sebagai habitat lamun karena

memiliki substrat yang berpasir.

4.12. Hubungan kerapatan lamun dan kepadatan gastropoda

Untuk mengerahui hubungan lamun dan gastropoda pada suatu perairan

dilakukan dengan membandingkan data kerapatan lamun dengan data kepadatan

gastropoda. Analisa hubungan kerapatan lamun dan kepadatan gastropoda di

Pulau Pramuka dilakukan menggunakan analisis korelasi dan regresi linier

sederhana dengan bantuan perangkat lunak SPSS. Berikut merupakan hasil

pengolahan data dari SPSS berupa hasil korelasi, koefisien determinasi,

persamaan regresi linier sederhana dan grafik hubungan antara kerapatan lamun

dan kepadatan gastropoda di Pulau Pramuka, Taman Nasional Kepulauan Seribu,

DKI Jakarta. Data hasil korelasi antaea kerpatan lamun dan kepadatan gastropoda

dapat dilihat pada Tabel 11.

Page 64: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

48

Tabel 6. Korelasi

Correlations

Kerapatan Lamun Kepadatan

Gastropoda

Kerapatan Lamun

Pearson Correlation 1 .865**

Sig. (2-tailed) .003

N 9 9

Kepadatan Gastropoda

Pearson Correlation .865** 1

Sig. (2-tailed) .003

N 9 9

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Tabel korelasi menunjukkan hasil analisis korelasi antara kerapatan lamun

dan kepadatan gastropoda di Pulau Pramuka. Nilai korelasi antara kerapatan

lamun dan kepadatan gastropoda sebesar 0,865 dan nilai p value (sig.) 0,003.

Analisis korelasi tersebut mendapatkan nilai koefisien korelasi positif atau dapat

dikatakan searah dan nilai p value menunjukkan hubungan yang signifikan karena

nilai p value tersebut ≤0,05. Hubungan antara kerapatan lamun dan kepadatan

gastropoda menunjukkan hubungan yang sangat kuat karena berada pada interval

koefisien 0,80-1,00. Nilai positif pada Tabel korelasi menunjukkan bahwa

hubungan antar variabel searah dimana semakin tinggi nilai kerapatan lamun

semakin tinggi kepadatan gastropoda. Semakin rendah kerapatan lamun semakin

rendah kepadatan gastropoda.

Kerapatan lamun mempengaruhi kepadatan gastropoda karena dengan

adanya lamun di perairan memberikan habitat dan sumber makanan yang

diperlukan oleh gastropoda. Gastropoda memakan detritus yang berasal dari

uraian daun lamun yang sudah mati dan epifit yang menempel pada daun lamun.

Hubungan yang kuat searah antara kerapatan lamun dan kepadatan gastropoda

membuktikan semakin tinggi kerapatan lamun mendukung kepadatan gastropoda

yang berada pada padang lamun (Latuconsina et al., 2013).

Page 65: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

49

Nilai koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui seberapa besar

pengaruh kerapatan lamun terhadapa kepadatan gastropoda. Regresi linier

sederhana dapat digunakan untuk memprediksi kepadatan gastropoda apabila

kerapatan lamun diketahui. Nilai koefisien determinasi dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 7. Model Summary

Model Summaryb

Model R R Square

1 .865a .749

a. Predictors: (Constant),Kerapatan Lamun

b. Dependent Variable: Kepadatan Gastropoda

Berdasarkan Tabel model summary dapat diketahui dari nilai R squre

antara variabel X (kerapatan lamun) dan variable Y (kepadatan lamun). Nilai R

square yang diperoleh adalah 0,749. Berdasarkan Tabel model summary

menunjukkan kerapatan lamun dapat mempengaruhi kepadatan gastropoda

sebesar 74,9%, sedangkan 25,1% sisanya dipengaruhi oleh faktor lain.

Persamaan regresi linier sederhana dapat diketahui melalui Tabel 13.

Tabel 8.coefficient

Coefficientsa

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1

(Constant) .583 .750 .777 .463

Kerapatan

Lamun .027 .006 .865 4.566 .003

a. Dependent Variable: Kepadatan Gastropoda

Persamaan garis regresi pada umumnya memiliki rumus persamaan

sebgai berikut

Ŷ = 𝑎 + 𝑏𝑥

Page 66: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

50

Berdasarkan Tabel coefficient menunjukkan rumus persamaan garis regresi

sebagai berikut

Ŷ = 0.583 + 0.27x

Persamaan tersebut menunjukkan apabila kerapatan lamun adalah 0 maka nilai

kepadatan gastropoda adalah 0,583. Grafik hubungan kerapatan lamun dengan

kepadatan gastropoda di Pulau Pramuka dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 3. Hubungan Kerapatan Lamun (ind/m2) dengan Kepadatan Gastropoda

(ind/m2)

Uji t hitung dilakukan untuk menguji validasi atau untuk menguji signifikasi

kostanta dan variable independen. Nilai t hitung berdasarkan Tabel coefficient

adalah 4,566. Hasil uji t didapatkan nilai t hitung > t Tabel (4,566>1,895) hal

tersebut memperkuat validitas nilai koefisien korelasi. Sehingga membuktikan

asosiasi antara lamun dan gastropoda kuat dan searah antara kerapatan lamun

dan kepadatan gastropoda. Nilai kerapatan lamun mendukukung nilai kepadatan

gastropoda atau semakin tinggi kerapatan lamun semakin tinggi pulau kepadatan

gastropoda di Perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu.

Page 67: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

51

4.13. Strategi Restorasi Lamun

Ekologi restorasi adalah ilmu ataupun praktik yang berkaitan dengan

pemulihan ekosistem, komunitas, dan populasi. Ekologi restorasi dapat

mendukung strategi restorasi dan memberikan kesempatan penyusunan

komunitas kembali seperti semula. Ekologi restorasi digunakan untuk mengatasi

berbagai macam ekosistem yang mengalami degradasi. Dalam mengembalikan

ekosistem terdapat empat macam pendekatan yaitu yang pertama adalah tanpa

tindakan dimana restorasi tidak dilakukan karena mahalnya biaya yang diperlukan

atau dapat disebabkan kegagalan restorasi sebelumnya, yang kedua adalah

rehabilitasi dimana mengganti ekosistem yang rusak dengan ekosistem yang

produktif, yang ketiga adalah restorasi parsial dimana memperbaiki sebagian dari

fungsi ekosistem, dan yang keempat adalah restorasi lengkap dimana

mengembalikan keseluruhan ekosistem seperti semula (Primack, 1998). Kegiatan

restorasi dapat dilakukan dengan menyusun rencana atau strategi awal.

Penyusunan rencana atau penentuan strategi yang menunjang restorasi lamun

perlu melihat kondisi lingkungan dan masyarakat Pulau Pramuka.

Tutupan lamun pada area pengamatan di Pulau Pramuka termasuk dalam

kategori misikin atau rusak. Berdasarkan Tabel 5 nilai total tutupan jenis lamun

pada stasiun 1 yang terletak pada bagian utara Pulau Pramuka adalah 17,07%,

pada stasiun 2 yang terletak pada bagian timur Pulau Pramuka adalah 10,64%,

dan pada stasiun 3 yang terletak pada bagian selatan Pulau Pramuka adalah

15,19%. Nilai tersebut termasuk dalam kategori miskin karena berada dibawah

≤29,9%.

Batas nilai penutupan lamun tersebut tercantum dalam Keputasn Menteri

Negara Lingkungan Hidup no 200 tahun 2004. Nilai tutupan lamun berkurang

apabila dibandingkan dengan tutupan lamun pada tahun 2012. Dibandingkan

dengan temuan Feryatun et al. (2012) tutupan lamun pada bagian utara Pulau

Page 68: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

52

Pramuka adalah 68%, pada bagian timur Pulau Pramuka adalah 59% dan pada

bagian selatan Pulau Pramuka adalah 48%. Penurunan nilai tutupan lamun Pulau

Pramuka dibandingkan 5 tahun sebelumnya membuktikan perlu dilakukannya

restorasi lamun di Pulau Pramuka.

Kegiatan restorasi lamun memerlukan data dasar atau baseline data

sebagai penunjang kegiatan restorasi lamun. Data tersebut digunakan untuk

mengetahui apakah lamun mengalami penurunan sehingga perlu dilakukan

restorasi. Baseline data juga diperlukan untuk membandingkan kondisi lamun

yang telah dilakukan restorasi dengan kondisi sebelumnya. Pohon masalah

mengenai ekosistem lamun di Pulau Pramuka dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 4. Pohon Masalah

4.13.1. Analisis SWOT

Kondisi internal merliputi faktor kekuatan dan kelemahan sedangkan faktor

eksternal meliputi faktor peluang dan ancaman. Kondisi internal dan eksternal

mengenai kawasan lamun di Pulau Pramuka dapat dilihat pada Tabel 14.

Ekosistem

lamun

kurang

diperhatikan

Pengelolaan

lamun belum

terintegrassi

Aktivitas

manusia di

sekitar

lamun

Kurangnya

dana

operasional

Program/

kegiatan

oleh

instansi /

stakeholder

belum

Memenuhi

kebutuhan

masyarakat

Anggaran

dipotong

Pengelolaan

terbatas/ tidak

maksimal

Biota Asosiasi

Berkurang

Tutupan lamun

rendah

Kegiatan

konservasi

lamun lambat/

lemah

Akibat Sebab

Page 69: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

53

Tabel 9. Kondisi Internal dan Eksternal Kawasan Lamun di Pulau Pramuka

Kondisi Internal Kondisi Eksternal

Faktor Kekuatan (Strength)

1. Data lamun dan gastropoda sebagai salah satu indikator keberhasilan restorasi karena memiliki hubungan yang kuat

2. Usaha melakukan monitoring lamun, transplantasi lamun dan sosialisasi mengenai lamun oleh Taman Nasional Kepulauan Seribu

3. Lamun merupakan salah satu target konservasi Taman Nasional Kepulauan Seribu

4. Masyarakat sudah mengetahui manfaat serta pentingnya lamun di perairan

Faktor Peluang (Opportunities)

1. Masyarakat bersedia membantu atau ikut kegiatan yang berhubungan dengan lamun

2. Recana pembangunan anjungan edukasi yang bertujuan untuk mengenalkan mangrove, dan lamun kepada pengunjung

3. Adanya penelitian mengenai lamun yang dilakukan oleh peneliti dan mahasiswa

4. UU no 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau Pulau Kecil dengan perubahan menjadi UU no 1 tahun 2014

Kondisi Internal Kondisi Eksternal

Faktor Kelemahan (Weakness)

1. Tutupan lamun termasuk pada kategori rendah atau miskin

2. Pengelolaan lamun masih belum konsisten

3. SPKP Samo Samo belum berjalan dengan baik mengenai hal yang berhubungan dengan lamun

4. Anggaran dana untuk pengelolaan lamun kurang

Faktor Ancaman (Threats )

1. Sampah yang berada di sekitar area lamun

2. Pembangunan Pesisir secara terus menerus (Dermaga baru, alur kapal, jalur lingkar luar pulau, breakwater)

3. Aktivitas nelayan atau masyarakat yang mencari ikan atau biota asosiasi lamun

Faktor strategi internal mencakup kekuatan (strength) dan kelemahan

(weakness) sedangkan faktor strategi eksternal mencakup dari peluang

(opportunities) dan Ancaman (threats). Identifikasi faktor strategi intenal dan

eksternal tentang kajian kondisi lamun terkait dengan kelimpahan gastropoda

untuk menunjang restorasi restorasi lamun di Pulau Pramuka, Taman Nasional

Kepulauan Seribu, DKI Jakarta.

1. Faktor Strategi Internal

Faktor strategi internal merupakan faktor yang berasal dari dalam Pulau

Pramuka. Identifikasi faktor strategi internal berasal dari observasi langsung di

Page 70: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

54

lapangan dan wawancara menggunakan kuesioner kepada masyarakat,

pemerintah / instansi terkait dan stakeholder.

a. Kekuatan (Strength)

Merupakan kondisi yang dapat menjadi kekuatan yang terdapat

dalam lamun beserta pengelolaanya di Pulau Pramuka. Kekuatan tersebut

antara lain:

Data lamun dan gastropoda sebagai salah satu indikator keberhasilan

restorasi karena memiliki hubungan yang kuat

Hubungan lamun dan gastropoda di Pulau Pramuka termasuk

dalam kategori kuat. Semakin tinggi kerapatan lamun maka kepadatan

gastropoda juga tinggi. Hal tersebut mempengaruhi satu sama lain,

sehingga untuk melihat restorasi lamun menunjukkan tanda

keberhasilan dapat dilakukan dengan melihat kepadatan gastropoda.

Usaha melakukan monitoring lamun, transplantasi lamun dan

sosialisasi mengenai lamun oleh Taman Nasional Kepulauan Seribu

Taman Nasional Kepulauan Seribu khususnya seksi pengelolaan

wilayah III Pualu Pramuka melakukan kegiatan konservasi lamun agar

lamun terjaga dan terlindungi, selain itu penanaman lamun juga pernah

dilakukan untuk menambah jumlah lamun yang ada di Pulau Pramuka.

Lamun merupakan salah satu target konservasi Taman Nasional

Kepulauan Seribu

Berdasarkan Keputusan Kepala Balai Taman Nasional Kepulauan

Seribu SK.35/BTNKpS-1/2014 yang tertera pada portal resmi

tnlkepseribu.net menyebutkan bahwa lamun merupakan termasuk

dalam 10 sumber daya alam penting yang dijadikan target konservasi

Taman Nasional Kepulauan Seribu.

Page 71: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

55

Masyarakat sudah mengetahui manfaat serta pentingnya lamun di

perairan

Berdasarkan kuesioner yang diberikan kepada masyarakat,

masyarakat Pulau Pramuka mengetahui manfaat lamun bagi biota

di perairan. Masyarakat mengetahui apabila lamun terjaga

kelestariannya biota yang berasosiasi dengan lamun seperti ikan

akan meningkat jumlahnya.

b. Kelemahan (weakness)

Kelemahan merupakan kondisi yang menjadi kekurangan yang

terdapat dalam lamun beserta pengelolaanya di Pulau Pramuka.

Kelemahan tersebut antara lain:

Tutupan lamun termasuk pada kategori rendah atau miskin

Kondisi lamun di Pulau Pramuka dapat dilihat dari tutupan lamun.

Tutupan lamun di Pulau Pramuka pada area pengamatan ≤ 29,9%

sehingga dapat dikatakan memiliki tutupan jenis lamun rendah.

Pengelolaan lamun masih belum konsisten

Pengelolaan lamun dikatakan belum konsisten karena tidak adanya

kesamaan jawaban dari beberapa narasumber mengenai intensitas

kegiatan monitoring lamun yang seharuusnya dilakukan secara berkala

pada rentang waktu tertentu. Selain itu dapat dilihat pula dari data

mengenai lamun yang kurang lengkap. Data lamun yang dimiliki oleh

Taman Nasional Kepulauan Seribu masih kurang lengkap padahal

sudah ada beberapa peneliti ataupun mahasiswa yang melakukan

mengenai lamun di Pulau Pramuka serta pernah dilakukan monitoring

lamun di Pulau Pramuka.

Page 72: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

56

SPKP Samo Samo belum berjalan dengan baik mengenai hal yang

berhubungan dengan lamun

Masyarakat binaan dari Taman Nasional Kepulauan Seribu yaitu

SPKP (Sentra Penyuluhan Kawasaan Pedesaan) Samo Samo masih

dirasa kurang melakukan kegiatan yang berhubungan dengan lamun.

Fokus utama keiatan dari asyarakat binaan ini lebih kearah

pengelolaan limbah sampah yang ada di Pulau Pramuka

Anggaran dana untuk pengelolaan lamun kurang

Anggaran dana merupakan salah satu hal yang perlu

dipertimbangkan dalam pengelolaan lamun. Menurut instansi terkait

yaitu SPTN wilayah III Pulau Pramuka anggaran dana untuk kegiatan

yang berkaita lamun masih kurang. Hal terseut dikarenakan kegiatan

mengenai lamun dipotong pada saat pembuatan DIPA (Daftar Isi

Pembuatan Anggaran)

2. Faktor Strategi Eksternal

Faktor strategi internal merupakan faktor yang berasal dari luar Pulau

Pramuka. Identifikasi faktor strategi eksternal berasal dari observasi langsung

di lapangan dan wawancara menggunakan kuesioner kepada masyarakat,

pemerintah / instansi terkait dan stakeholder.

a. Peluang (Opportunities)

Merupakan kondisi yang menjadi kesempatan yang berasal dari

luar lamun beserta pengelolaanya di Pulau Pramuka. Peluang tersebut

antara lain:

Masyarakat bersedia membantu atau ikut kegiatan yang berhubngan

dengan lamun

Page 73: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

57

Kemauan masyarakat untuk ikut membantu melakukan kegiatan

yang berkaitan dengan lamun merupakan bertambahnya sumberdaya

manusia yang dapat turut serta menjaga lamun. Hal tersebut juga

menunjukkan adanya motivasi ke arah yang lebih baik.

Recana pembangunan anjungan edukasi yang bertujuan untuk

mengenalkan mangrove dan lamun kepada pengunjung

Taman Nasional Kepulauan Seribu berencana membuat anjungan

edukasi berupa track mangrove dan lamun pada bagian timur Pulau

Pramuka. Pembangunan anjungan edukasi tersebut bertujuan untuk

mengenalkan lamun dan mangrove kepada pengunjung dan

masyarakat.

Adanya penelitian mengenai lamun yang dilakukan oleh peneliti dan

mahasiswa

Peneliti dan mahasiswa pernah melakukan penelitian mengenai

lamun yang ada di Pulau Pramuka. Dengan adanya penelitian yang

dilakukan dapat dijadikan sebagai sarana dalam penentuan kebijakan

atau hal yang dapat digunakan untuk memutuskan kegiatan mengenai

lamun.

UU no 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau Pulau

Kecil dengan perubahan menjadi UU no 1 tahun 2014

Pasal 35 pada UU no 27 tahun 2007 menyebutkan dalam

pemnafaatan wilayah pesisir dan pulau pulau kecil, setiap orang secara

langsung dan tidak langsung dilarang untuk menggunakan cara atau

metode yang merusak lamun.

b. Ancaman (threats)

Page 74: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

58

Merupakan kondisi yang menjadi mengganngu lamun yang berasal

dari luar lamun beserta pengelolaanya di Pulau Pramuka. Ancaman

tersebut antara lain:

Sampah yang berada di sekitar area lamun

Sampah yang berada di sekitar area lamun merupakan ancaman

bagi kelangsungan hidup lamun dan biotas disekitarnya. Sampah dan

limbah berasal dari kegiatan manusia. Sampah dapat berasal dari

penduduk Pulau Pramuka dan pengunjung yang datang untuk

berwisata.

Pembangunan Pesisir secara terus menerus (Dermaga baru, alur

kapal, jalur lingkar luar pulau, breakwater)

Pembangunan pesisir merupakan hal yang dibutuhkan oleh

masyarakat Pulau Pramuka. Akan tetapi pembangunan terus menerus

dapat berdampak bagi lamun yang berada disekitar area

pembangunan. Pembangunan di Pulau Pramuka untuk menunjang

kehidupan masyarakat yang baru–baru ini dilakukan adalah

pembangunan dermaga baru yang dilkakukan pada bagian timur Pulau

Pramuka.

Aktivitas nelayan atau masyarakat yang mencari ikan atau biota

asosiasi lamun

Masyarakat Pulau Pramuka mempunyai kegiatan yang biasa

dilakukan yaitu “ngoyok” yang merupakan kegiatan berjalan jalan di

sekitar lamun sambil mencari ikan dan biota asosiasi lainnya seperti

kerang ataupun keong. Kegiatan tersebut dapat menjadi ancaman

apabila secara terus menerus dilakukan tanpa memperhatikan

kelestarian lamun dan biota disekitarnya. Lamun yang sering terinjak

Page 75: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

59

akan patah sehinga dapat mengurangi tutupan lamun. Selain lamun

menjadi terinjak, alat yang digunakan untuk menngambil ikan atau biota

asosiasi lamun lain juga dapat berpotensi untuk merusak lamun.

Setelah identifikasi faktor internal dan eksternal, selanjutnya menentukan

skor faktor strategis Internal Factor Analysis Summary (IFAS) dan External Factor

Analysis Summary (EFAS). Matriks nilai faktor strategi internal dapat dilihat pada

Tabel 15.

Tabel 10. Matriks Faktor Strategi Internal

Faktor Internal Bobot Rating Skor

Strength 1. Data lamun dan gastropoda sebagai salah

satu indikator keberhasilan restorasi karena memiliki hubungan yang kuat 0,185 4 0,741

2. Usaha melakukan monitoring lamun, transplantasi lamun dan sosialisasi mengenai lamun oleh Taman Nasional Kepulauan Seribu 0,148 3 0,444

3. Lamun merupakan salah satu target konservasi Taman Nasional Kepulauan Seribu 0,148 3 0,444

4. Masyarakat sudah mengetahui manfaat serta pentingnya lamun di perairan 0,037 2 0,074

Subtotal 0,519 1,704

Faktor Internal Bobot Rating Skor

Weakness 1. Tutupan lamun termasuk pada kategori

rendah atau miskin 0,074 4 0,296

2. Pengelolaan lamun masih belum konsisten 0,148 4 0,593 3. SPKP Samo Samo belum berjalan dengan

baik mengenai hal yang berhubungan dengan lamun 0,037 2 0,074

4. Anggaran dana untuk pengelolaan lamun kurang 0,222 3 0,667

Subtotal 0,481 1,630

Total 1 3,333

Sumber: Data Primer diolah Tahun 2017

Hasil matriks IFAS diperoleh total skor 3,333 dengan faktor strength

memiliki subtotal skor 1,704 dan faktor weakness memiliki subtotal skor 1,630.

Nilai faktor strategi eksternal dapat dilihat pada Tabel 16.

Page 76: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

60

Tabel 11. Matriks Faktor Strategi Eksternal

Faktor Eksternal Bobot Rating Skor

Opportunities 1. Masyarakat bersedia membantu atau ikut kegiatan yang berhubungan dengan lamun 0,182 3 0,545 2. Recana pembangunan anjungan edukasi yang bertujuan untuk mengenalkan mangrove, dan lamun kepada pengunjung 0,091 2 0,182 3. Adanya penelitian mengenai lamun yang dilakukan oleh peneliti dan mahasiswa 0,182 3 0,545 4. UU no 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau Pulau Kecil dengan perubahan menjadi UU no 1 tahun 2014 0,182 3 0,545

Subtotal 0,636 1,818

Faktor Eksternal Bobot Rating Skor

Threats

1. Sampah yang berada di sekitar area lamun 0,182 3 0,545 2. Pembangunan Pesisir secara terus menerus (Dermaga baru, alur kapal, jalur lingkar luar pulau, breakwater) 0,136 4 0,545 4. Aktivitas nelayan atau masyarakat yang mencari ikan atau biota asosiasi lamun 0,045 3 0,136

Subtotal 0,364 1,227

Total 1 3,045

Sumber: Data Primer diolah Tahun 2017

Hasil matriks EFAS diperoleh total skor 3,045 dengan faktor opportunities

memiliki subtotal skor 1,818 dan faktor Threats memiliki subtotal skor 1,227.

Secara rinci nilai skor dari setiap faktor adalah sebagai berikut:

Faktor kekuatan (Strengths): 1,704

Faktor kelemahan (Weakness): 1,630

Faktor peluang (Opportunities): 1,818

Faktor ancaman (Threats): 1,227

Matriks SWOT berdasarkan faktor strategi internal dan eksternal mengenai

restorasi lamun di Pulau Pramuka dapat dilihat pada Tabel 17.

Page 77: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

61

Tabel 12. Matriks SWOT

IFAS EFAS

Strength (S) 1. Data lamun dan gastropoda sebagai salah

satu indikator keberhasilan restorasi karena

memiliki hubungan yang kuat

2. Usaha melakukan monitoring lamun,

transplantasi lamun dan sosialisasi

mengenai lamun oleh Taman Nasional

Kepulauan Seribu

3. Lamun merupakan salah satu target

konservasi Taman Nasional Kepulauan

Seribu

4. Masyarakat sudah mengetahui manfaat

serta pentingnya lamun di perairan

Weakness (W) 1. Tutupan lamun termasuk pada

kategori rendah atau miskin

2. Pengelolaan lamun masih belum

konsisten

3. SPKP Samo Samo belum

berjalan dengan baik mengenai

hal yang berhubungan dengan

lamun

4. Anggaran dana untuk

pengelolaan lamun kurang

Opportunities (O)

1. Masyarakat bersedia membantu atau ikut kegiatan yang berhubngan dengan lamun

2. Recana pembangunan anjungan edukasi yang bertujuan untuk mengenalkan mangrove, dan lamun kepada pengunjung

3. Adanya penelitian mengenai lamun yang dilakukan oleh peneliti dan mahasiswa

4. UU no 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau Pulau Kecil dengan perubahan menjadi UU no 1 tahun 2014

Strategi (SO)

1. Mengajak masyarakat, instansi terkait serta akademisi melakukan monitoring, tranplantasi, dan sosialisasi tentang lamun secara berkala. (S2, S4, O1, O3)

2. Meningkatkan penelitian mengenai lamun di Pulau Pramuka (S1,O3)

Strategi (WO)

1. Membenahi pengelolaan lamun di Pulau Pramuka (W2, W3,O4)

2. Mencoba beberapa metode tranplantasi lamun (W1,O3)

3. Pemerintah bersama pihak swasta perlu mengalokasian dana untuk kegiatan yang berhubungan dengan lamun (W4,O2,O4)

Threats (T)

1. Sampah yang berada di sekitar area lamun 2. Pembangunan Pesisir secara terus menerus

(Dermaga baru, alur kapal, jalur lingkar luar pulau, breakwater)

3. Aktivitas nelayan atau masyarakat yang mencari ikan atau biota asosiasi lamun

Strategi (ST) 1. Balai taman nasonal dan masyarakat

brsama sama melakukan aksi bersih bersih sampah disekitar lamun secara rutin (S4, T1)

2. Meminimalisir dampak pembangunan terhadap perairan Pulau Pramuka (S3,T2)

Strategi (WT)

1. Mengoptimalkan fungsi kelembagaan (SPKP Samo Samo) terutama mengenai lamun (W2,W3,T1)

2. Memberikan batasan area padang lamun yang diperbolehkan untuk dilakukan pembangunan dan pemanfaatan (W1,T2,T3)

Page 78: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

62

Peringkat alternatif strategi yang diperoleh dari matriks SWOT dapat

dilihat pada tabel 18.

Tabel 13. Peringkat alternatif strategi

Alternatif Strategi Keterkaitan Jumlah

Skor Peringkat

Strategi SO

1. Mengajak masyarakat, instansi terkait serta akademisi melakukan monitoring, tranplantasi, dan sosialisasi tentang lamun secara berkala.

(S2, S4, O1, O3)

1,609 2

2. Meningkatkan penelitian mengenai lamun di Pulau Pramuka

(S1,O3) 1,286 4

Strategi WO

1. Membenahi pengelolaan lamun di Pulau Pramuka

(W2, W3,O1,O4)

1,953 1

2. Mencoba beberapa metode tranplantasi lamun

(W1,O3) 0,842 8

3. Pemerintah bersama pihak swasta perlu mengalokasian dana untuk kegiatan yang berhubungan dengan lamun

(W4,O2,O4) 1,394 3

Strategi ST

1. Balai taman nasonal dan masyarakat bersama sama melakukan aksi bersih bersih sampah disekitar lamun secara rutin

(S4, T1) 0,620 9

2. Meminimalisir dampak pembangunan terhadap perairan Pulau Pramuka

(S3,T2) 0,990 6

Strategi WT

1. Mengoptimalkan fungsi kelembagaan (SPKP Samo Samo) terutama mengenai lamun

(W2,W3,T1) 1,212 5

2. Memberikan batasan area padang lamun yang diperbolehkan untuk dilakukan pembangunan dan pemanfaatan

(W1,T2,T3) 0,978 7

Sumber: Data Primer diolah Tahun 2017

Berdasarkan Tabel peringkat alternative strategi diperoleh sembilan

alternative strategi restorasi lamun di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Berikut

merupakan urutan alternative strategi restorasi lamun

1. Membenahi pengelolaan lamun di Pulau Pramuka

Page 79: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

63

2. Mengajak masyarakat, instansi terkait serta akademisi melakukan monitoring,

tranplantasi, dan sosialisasi tentang

3. Pemerintah bersama pihak swasta perlu mengalokasian dana untuk kegiatan

yang berhubungan dengan lamun

4. Meningkatkan penelitian mengenai lamun di Pulau Pramuka

5. Mengoptimalkan fungsi kelembagaan (SPKP Samo Samo) terutama mengenai

lamun

6. Meminimalisir dampak pembangunan terhadap perairan Pulau Pramuka

7. Memberikan batasan area padang lamun yang diperbolehkan untuk dilakukan

pembangunan dan pemanfaatan.

8. Mencoba beberapa metode tranplantasi lamun

9. Balai taman nasonal dan masyarakat bersama sama melakukan aksi bersih

bersih sampah disekitar lamun secara rutin

Terdapat 3 prioritas utama strategi restorasi lamun di Pulau Pramuka.

Strategi pertama adalah membenahi pengelolaan lamun di Pulau Pramuka.

Strategi ini dipilih untuk mengurangi faktor kelamahan yaitu pengelolaan lamun

yang belum konsisten dan kurang optimalnya Sentra Penyuluhan Kawasan

Pedesaan Samo Samo. Pengelolaan lamun di Pulau Pramuka dapat berupa

monitoring dan pemeliharaan ekosistem lamun. Kegiatan monitoring dan

pemeliharaan perlu dilakukan secara berkala dengan jadwal dan kegiatan yang

konsisten. Selain itu perlu dilakukan pencatatan data lamun oleh instansi terkait

(Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu) agar dapat diketahui perubahan yang

terjadi pada lamun di Pulau Pramuka. Untuk melakukan restorasi perlu adanya

baseline data atau data dasar lamun yang kuat. Kegiatan pemeliharaan dan

monitoring dapat pula dilakukan oleh stakeholder ataupun masyrakat umum.

Sampai saat in stakeholder yang berkaitan dengan lamun (SPKP Samo Samo)

Page 80: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

64

belum secara optimal ikut dalam monitoring maupun pemeliharaan, oleh karena

itu perlu dilakukannya evaluasi terhadap SPKP Samo Samo agar dapat turut serta

melakukan pengelolaan lamun.

Strategi kedua adalah mengajak masyarakat, instansi terkait serta

akademisi melakukan monitoring, tranplantasi, dan sosialisasi tentang lamun.

Peran dari masyarakat sangat dibutuhkan sebagai sumber daya manusia yang

dapat dibina dan diberikan arahan terhadap pengelolaan lamun. Restorasi lamun

tidak dapat dilakukan secara instan, tetapi membutuhkan waktu bertahun-tahun

untuk melihat apakah restorasi lamun dapat dikatan berhasil. Peran masyarakat

perlu ditingkatkan untuk membantu instansi terkait dalam melakukan

pemeliharaan dan monitoring lamun. Mengajak masyarakat juga merupakan

kegiatan untuk meningkatkan kesadaran serta kepedulian masyarakat terhadap

lamun. Apabila rasa kepedulian masyarakat bertambah dapat juga mengurangi

ancaman dari sampah dan aktivitas nelayan yang melakukan pengambilan ikan

atau biota asosiasinya. Kegiatan transplantasi lamun perlu mempertimbangkan

spesies alami yang ada di Pulau Pramuka. Lamun yang ada di Pulau Pramuka

merupakan lamun yang tumbuh secara alami. Spesies lamun yang paling banyak

ditemukan adalah Cymodocea rotundata.

Strategi ketiga yaitu Pemerintah bersama pihak swasta perlu

mengalokasian dana untuk kegiatan yang berhubungan dengan lamun. Salah satu

kendala dalam kegiatan rresorasi lamun adalah biaya. Kegiatan restorasi lamun

membutuhkan dana yang besar dan angaran pemerintah yang dialokasikan juga

tidak banyak. Oleh karena itu pemerintah perlu menggandeng pihak swasta agar

anggaran yang dialokasikan utnuk lamun bertambah. Selain itu pemerintah perlu

memberikan dana lebih atau dana khusus untuk pengelolaan lamun. Dalam

pelaksanaan strategi diperlukan kordinasi dengan Balai Taman Nasional selaku

Penegelola Taman Nasional Kepulauan Seribu, DKI Jakarta.

Page 81: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

65

5. PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian mengenai kajian kondisi lamun terkait dengan

kelimpahan gastropoda untuk menunjang restorasi lamun di Pulau Pramuka,

Kepulauan Seribu, DKI Jakarta adalah sebagai berikut

1. Terdapat 5 spesies lamun yang ditemukan pada area penelitian di Pulau

Pramuka. Tutupan lamun di Pulau Pramuka adalah 10.64 – 17.07%, termasuk

dalam kategori miskin atau rendah. Terdapat 16 Genus, dan 21 spesies

gastropod. Kepadatan gastropoda tertinggi spesies Rhinoclavis sp. B. Nilai

keanekargaman gastropoda di Pulau Pramuka yang paling tinggi berada pada

stasiun 1 yaitu 2.27 (kategori sedang). Nilai keseragaman gastropoda

termasuk dalam kategori komunitas yang kondisinya stabil. Nilai dominansi

gastropoda tertinggi di perairan Pulau Pramuka berada pada stasiun 2 yaitu

0.30.

2. Hubungan antara kerapatan lamun dan kepadatan gastropoda di Pulau

Pramuka menunjukkan hubungan korelasi kuat yaitu 0.865. Kerapatan lamun

dapat mempengaruhi kepadatan gastropoda sebesar 74,9%.

3. Prioritas utama alternatif strategi restorasi lamun yaitu membenahi

pengelolaan lamun di Pulau Pramuka. Kedua mengajak masyarakat, instansi

terkait serta akademisi melakukan monitoring, tranplantasi, dan sosialisasi

tentang lamun. Ketiga pemerintah bersama pihak swasta perlu mengalokasian

dana untuk kegiatan yang berhubungan dengan lamun.

5.2. Saran

Perlu dilakukannya monitoring serta pengambilan data secara berkala

mengenai lamun beserta biota asosiasinya. Hal tersebut dapat digunakan untuk

menentukan tindakan maupun kebijakan terhadap lamun dan dapat digunakan

sebagai indikator keberhasilan restorasi lamun dkemudian hari.

Page 82: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

66

DAFTAR PUSTAKA

Carpenter, K.E., Niem, V.H., Norsk utviklingshjelp, South Pacific Forum Fisheries

Agency, Food and Agriculture Organization of the United Nations (Eds.),

1998. The living marine resources of the Western Central Pacific, FAO

species identification guide for fishery purposes. Food and Agriculture

Organization of the United Nations, Rome.

Dahuri, R., 2003. Keanekaragaman hayati laut: aset pembangunan berkelanjutan

Indonesia. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Dahuri, R., Rais, J., Ginting, S.P., Sitepu, M.., 1996. Pengelolaan Sumber Daya

Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT Pradnya Paramita.

Dholakia, A.D., 2013. Identification of marine and freshwater molluscs shells. Daya

Pub. House, New Delhi.

El Shaffai, A., 2011. Field guide to seagrasses of the Red Sea. by: IUCN, Gland,

Switzerland and Total Foundation, Courbevoie, France.

English, S.A., Wilkinson, C., Baker, V., Australian Institute of Marine Science,

Australia Marine Science Project : Living Coastal Resources (ASEAN),

Australien (Eds.), 1994. Survey manual for tropical marine resources.

Australian Institute of Marine Science, Townsville.

Fachrul, M.F., 2007. Metode Sampling Bioekologi. PT Bumi Aksara, Jakarta.

Feryatun, F., Hendrato, B., Widyorini, N., 2012. Kerapatan dan Distribusi Lamun

(Seagrass) Berdasarkan Zona Kegiatan yang Berbeda di Perairan Pulau

Pramuka, Kepulauan Seribu. J. Manag. Aquat. Resour. 1–7.

Hansen, J.A., Skilleter, G.A., 1994. Effects of the gastropod Rhinoclavis aspera

(Linnaeus, 1758) on microbial biomass and productivity in coral-reef-flat

sediments. Mar. Freshw. Res. 45, 569–584.

Hitalessy, R.B., Leksono, A.S., Herawati, E.Y., 2015. Struktur Komunitas Dan

Asosiasi Gastropoda Dengan Tumbuhan Lamun di Perairan Pesisir

Lamongan Jawa Timur. J. Pembang. Dan Alam Lestari 6.

Hotaling-Hagan, A., Swett, R., Ellis, L.R., Frazer, T.K., 2017. A spatial model to

improve site selection for seagrass restoration in shallow boating

environments. J. Environ. Manage. 186, 42–54.

doi:10.1016/j.jenvman.2016.10.005

Invers, O., Romero, J., Pérez, M., 1997. Effects of pH on seagrass photosynthesis:

a laboratory and field assessment. Aquat. Bot. 59, 185–194.

IUCN, 2007. Cymodocea rotundata: Short, F.T. &amp; Waycott, M.: The IUCN Red

List of Threatened Species 2010: e.T173363A6999692.

doi:10.2305/IUCN.UK.2010-3.RLTS.T173363A6999692.en

Jakarta.go.id, 2017. Pulau Pramuka [WWW Document]. URL

http://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/3769/Pulau-Pramuka

(accessed 6.7.17).

Page 83: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

67

Kordi, M.G.H., 2011. Ekosistem Lamun (Seagrass). PT Rineka Cipta, Jakarta.

Kusnadi, A., Triandiza, T., Hermawan, U.E., 2008. Inventarisasi Jenis dan Potensi

Moluska Padang Lamun di Kepulauan Kei Kecil, Maluku Tenggara. LIPI

9, 30–34.

Lanyon, J., 1986. Guide to the identification of seagrasses in the Great Barrier

Reef region. Great Barrier Reef Marine Park Authority, Townsville, Qld.

Latuconsina, H., Sangadji, M., Dawar, L., 2013. Asosiasi Gastropoda Pada Habitat

Lamun Berbeda Di Perairan Pulau Osi Teluk Kotania Barat Kabupaten

Seram. TORANI J. Ilmu Kelaut. Dan Perikan. 23, 67–68.

LIPI, L.I.P.I., 2016. Miliki 25.742 Hektare Padang Lamun, Indonesia Harus Jaga

dan Optimalkan [WWW Document]. URL http://lipi.go.id/berita/miliki-

25.742-hektare-padang-lamun-indonesia-harus-jaga-dan-

optimalkan/15025 (accessed 12.29.16).

Marsden, I.D., Baharuddin, N., 2015. Gastropod growth and survival as

bioindicators of stress associated with high nutrients in the intertidal of a

shallow temperate estuary. Estuar. Coast. Shelf Sci. 156, 175–185.

doi:10.1016/j.ecss.2014.05.032

Martono, N., 2010. Statistik Sosial , Teori dan Aplikasi Program SPSS. Gaya

Media, Yogyakarta, Indonesia.

McSkimming, C., Connell, S.D., Russell, B.D., Tanner, J.E., 2016. Habitat

restoration: Early signs and extent of faunal recovery relative to

seagrass recovery. Estuar. Coast. Shelf Sci. 171, 51–57.

doi:10.1016/j.ecss.2016.01.028

Nontji, A., 2005. Laut Nusantara, Cet. 4., rev. ed. Djambatan, Jakarta.

Nybakken, J.W., Eidman, H.M., 1992. Biologi laut: suatu pendekatan ekologis. PT

Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Odum, E.P., Srigandono, B., 1993. Dasar-dasar ekologi. Gadjah Mada University

Press, Yogyakarta, Indonesia.

Oktarina, A., 2015. Keanekaragaman dan distribusi makrozoobentos di perairan

lotik dan lentik Kawasan Kampus Institut Teknologi Bandung, Jatinangor

Sumedang, Jawa Barat. doi:10.13057/psnmbi/m010210

OzCoasts Coastal indicators: Seagrass species [WWW Document], 2017. .

OzCoasts Aust. Online Coast. Inf. URL

http://www.ozcoasts.gov.au/indicators/seagrass_species.jsp (accessed

7.30.17).

Primack, R.B., 1998. Biologi konservasi. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

Riniatsih, I., Endrawati, H., 2013. Pertumbuhan Lamun Hasil Transplantasi Jenis

Cymodocea rotundata di Padang Lamun Teluk Awur Jepara. Bul.

Oseanografi Mar. 2, 34–40.

Page 84: KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN …repository.ub.ac.id/6320/1/SEANANDA FIRLY YUNIAR.pdf · KAJIAN KONDISI LAMUN TERKAIT DENGAN KELIMPAHAN GASTROPODA UNTUK MENUNJANG

68

Romimohtarto, K., Sri Juwana, 2001. Biologi laut: ilmu pengetahuan tentang biota

laut. Djambatan, Jakarta.

SainsIndonesia, 2016. 14% Padang Lamun Dalam Kondisi Buruk [WWW

Document]. URL http://www.sainsindonesia.co.id/index.php/kabar-

terkini/2129-14-padang-lamun-dalam-kondisi-buruk (accessed 1.11.17).

Scott, L.C., Boland, J.W., Edyvane, K.S., Jones, G.K., 2000. Development of a

seagrass-fish habitat model—I: A Seagrass Residency Index for

economically important species. Environmetrics 11, 541–552.

Sugara, G., 2014. Struktur Komunitas Vegetasi Lamun di Perairan Pantai Bama,

Taman Nasional Baluran, Jawa timur (Skripsi). Universitas Brawijaya,

Malang.

Sugiyono, 2014. Metode Penelitian Bisnis, 18th ed. Alfabeta, Bandung.

Suranta, G.F., Nifita, A.T., 2015. ANALISIS STRATEGI PEMASARAN JASA

MENGHADAPI PESAING. Dig. Mark. 1, 22–32.

Syamsurisal, 2011. Studi Beberapa Indeks Komunitas Makrozoobenthos Di Hutan

Mangrove Kelurahan Coppo Kabupaten Barru. Universitas Hasanuddin,

Makasar.

tnlkepulauanseribu.net, 2017. Profil Taman Nasional Kepulauan Seribu [WWW

Document]. URL http://tnlkepulauanseribu.net/profil/ (accessed 6.7.17).

Tuya, F., Vila, F., Bergasa, O., Zarranz, M., Espino, F., Robaina, R.R., 2017.

Artificial seagrass leaves shield transplanted seagrass seedlings and

increase their survivorship. Aquat. Bot. 136, 31–34.

doi:10.1016/j.aquabot.2016.09.001

Zupo, V., Maibam, C., Buia, M.C., Gambi, M.C., Patti, F.P., Scipione, M.B., Lorenti,

M., Fink, P., 2015. Chemoreception of the Seagrass Posidonia Oceanica

by Benthic Invertebrates is Altered by Seawater Acidification. J. Chem.

Ecol. 41, 766–779. doi:10.1007/s10886-015-0610-x