kajian kelembagaan dan regulasi untuk mendukung kebijakan ...

71
2015 DIREKTORAT KAWASAN KHUSUS DAN DAERAH TERTINGGAL

Transcript of kajian kelembagaan dan regulasi untuk mendukung kebijakan ...

Page 1: kajian kelembagaan dan regulasi untuk mendukung kebijakan ...

2015

DIREKTORAT KAWASAN KHUSUS DAN DAERAH TERTINGGAL

Page 2: kajian kelembagaan dan regulasi untuk mendukung kebijakan ...

i

KATA PENGANTAR

Kajian merupakan bagian dari pelaksanaan tugas dan fungsi Bappenas sebagai

lembaga perencanaan pembangunan dalam rangka meningkatkan efektifitasnya dalam

menjawab permasalahan terkait pelaksanan program/kegiatan pembangunan dan landasan

dalam penetapan kebijakan. Kegiatan Kajian Kesiapan Kelembagaan dan Regulasi dalam

Mendukung Kebijakan Penanggulangan Bencana dalam RPJMN 2015-2019 merupakan bagian

dari pelaksanaan RPJMN 2015-2019 bidang kebencanaan.

Proses penyusunan kajian ini dilakukan melalui seminar, diskusi kelompok terfokus

(Focus Group Discussion) dengan mitra kementerian/lembaga terkait di pusat dan SKPD

terkait di beberapa daerah dengan melibatkan narasumber terkait, pengumpulan data

penyebaran kuesioner ke kabupaten/kota.

Kajian ini dilakukan dengan maksud untuk mengetahui sejauh mana kesiapan

pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam mendukung dan melaksanakan kebijakan

penanggulangan bencana, dilihat dari kesiapan aspek regulasi dan kelembagaan terkait

penanggulangan bencana yang merupakan aspek dasar yang harus dipersiapkan oleh

pemerintah pusat dan daerah dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.

Meskipun hasil kajian ini masih jauh dari yang diharapkan, namun hasil kajian ini akan

dapat memberikan informasi terkait kesiapan regulasi dan kelembagaan penanggulangan

bencana dan membantu pihak-pihak terkait penanggulangan bencana terutama kepada

kementerian/lembaga dan pemerintah daerah dalam merumuskan strategi untuk

memperkuat kapasitas penanggulangan bencana nasional, khususnya dalam penguatan

regulasi dan kelembagaan penanggulangan bencana.

Pada kesempatan ini kami juga mengucapkan terima kasih kepada mitra

Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, Tim Penulis, pembicara, dan narasumber pada

seminar dan diskusi kelompok terfokus yang telah memberikan masukan bagi perumusan

rekomendasi penguatan kerangka regulasi dan kelembagaan penanggulangan bencana di

Indonesia, dalam rangka mendukung implementasi kebijakan Penanggulangan Bencana

dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun 2015-2019.

Jakarta, Desember 2015

Direktur Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal

Kementerian PPN/Bappenas

Page 3: kajian kelembagaan dan regulasi untuk mendukung kebijakan ...

ii

RINGKASAN EKSEKUTIF

PENDAHULUAN

Salah satu respon positif sekaligus kebijakan yang mendukung pengurangan risiko bencana di Indonesia adalah menjadikan lingkungan hidup dan pengelolaan bencana sebagai salah satu Prioritas Nasional dalam visi dan misi Presiden dan Wakil Presiden pada perioda 2010-2014. Dalam kerangka pengurangan risiko bencana dan kesiapsiagaan, RPJMN 2010-2014 menyediakan dukungan untuk penyusunan Kajian dan Peta Risiko Bencana, penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana pada 33 provinsi, pembangunan INA-TEWS dan penyusunan Kajian dan Pemetaan Risiko Bencana pada sekitar 20% kabupaten/kota. RPJMN 2015-2019 menetapkan kebijakan menurunkan risiko bencana dan meningkatkan kapasitas pemerintah, pemda dan masyarakat dalam menghadapi bencana. Berdasarkan IRBI (Indeks Risiko Bencana Indonesia) tahun 2013, pada 34 provinsi terdapat 322 kabupaten/kota berisiko tinggi dan 174 kabupaten/kota berisiko sedang. Sasaran penanggulangan bencana dalam RPJMN 2015-2019 adalah menurunkan Indeks Risiko Bencana pada pusat-pusat pertumbuhan berisiko tinggi. Berdasarkan kebijakan pengembangan 7 wilayah pulau yaitu Papua, Maluku, Sulawesi, Kalimantan, Sumatera, Jawa-Bali, Nusa Tenggara, terdapat 136 pusat-pusat pertumbuhan yang rata-rata berisiko tinggi dan hanya 10,59% berisiko sedang. Tujuan utama kajian ialah memetakan kesiapan Pemerintah dan terutama pemerintah daerah dan masyarakat dalam melaksanakan strategi penanggulangan bencana. Regulasi dan kelembagaan yang mendukung kesiapan pemerintah daerah dan masyarakat menjadi kebutuhan mendesak karena risiko bencana berada di daerah.

METODA PENELITIAN

Untuk memperoleh gambaran umum tentang pelaksanaan strategi nasional penanggulangan bencana, pendekatan dan metodologi yang digunakan adalah penelitian kualitatif untuk memahami pendapat dan pandangan subyek kajian yaitu pemerintah daerah terhadap konsep manajemen penanggulangan bencana. Melalui metoda penelitian kualitatif diharapkan memperoleh berbagai temuan yang terkait dengan aspek kebijakan dan kelembagaan pelaksanaan strategi nasional penanggulangan bencana, dengan: a) menggunakan lingkungan subyek penelitian sebagai sumber data, b) memperkaya informasi, mencari hubungan, membandingkan dan menemukan pola dasar, c) berorientasi pada proses, d) mengumpulkan fakta di lapangan dan e) menangkap persepsi subyek yang diteliti.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kebijakan penanggulangan bencana pada RPJMN 2015-2019 dilaksanakan melalui 3 (tiga) strategi yaitu 1) internalisasi penanggulangan bencana dalam pembangunan di daerah, 2) pengurangan kerentanan masyarakat terhadap bencana dan 3) peningkatan kapasitas pemda dan masyarakat. Pembahasan tentang internalisasi penanggulangan bencana dalam pembangunan di daerah menghasilkan temuan pokok sebagai berikut ini:

Kendala utama pengarusutamaan pengurangan risiko bencana adalah belum tersedianya Kajian dan Pemetaan Risiko tingkat kabupaten menggunakan peta skala 1:50.000 dan tingkat kota dengan peta skala 1:25.000

Diperlukan peningkatan kapasitas perencanaan pada BPBD kabupaten/kota untuk menyusun dokumen perencanaan fase pra bencana, tanggap darurat dan pasca bencana

Pembahasan tentang upaya pengurangan kerentanan menghasilkan temuan pokok sebagai berikut ini:

Kendala utama pengenalan ancaman dan kerentanan adalah belum tersedianya Kajian dan Pemetaan Risiko tingkat kabupaten menggunakan peta skala 1:50.000 dan tingkat kota dengan peta skala 1:25.000

Belum tersedianya sistim peringatan dini yang mudah diakses masyarakat

Page 4: kajian kelembagaan dan regulasi untuk mendukung kebijakan ...

iii

Konsep “tangguh bencana” belum dilembagakan dalam skema pemberdayaan masyarakat yang didukung Undang Undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa

Konsep pendidikan “aman bencana dan ramah lingkungan” untuk meningkatkan kesiapsiagaan pada usia dini belum dilembagakan

Berdasarkan temuan pokok tersebut diatas, rekomendasi bagi peningkatan kapasitas pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat untuk mencapai sasaran RPJMN tahun 2015-2019 adalah:

No Tahun Usulan kegiatan Penanggungjawab 1 2016 Penyesuaian regulasi dan kelembagaan

penanggulangan bencana di daerah dalam pelaksanaan UU no. 23/2014

Kem Dalam Negeri, Bappenas, BNPB

Penyusunan NSPK dan SPM Penanggulangan Bencana Kem Dalam Negeri, Bappenas, BNPB

Harmonisasi regulasi dan mekanisme pemberdayaan masyarakat tangguh bencana dalam pelaksanaaan UU no. 6/2014

Kem Dalam Negeri, Bappenas, BNPB

Pelembagaan konsep pendidikan aman bencana dan ramah lingkungan

Kem Dalam Negeri, Bappenas, BNPB, Kem Pendidikan & Kebudayaan

Pengawalan internalisasi PRB dalam RPJMD Bappenas, BNPB

Penyediaan peta IGD skala 1:50000 dan skala 1:25000 BIG, LAPAN

Fasilitasi Penyusunan Kajian dan Pemetaan Risiko BNPB

Fasilitasi peninjauan ulang RTRW yag ditetapkan tahun 2008-2011

Kem ATR, Kem Dalam Negeri

Penguatan sistim peringatan dini bencana BPPT, BMKG, LIPI, Kemen PUPR, Kemen ESDM, Kem Ristek & Dikti, Kem LH dan Kehutanan

Lokasi Kota Bogor, Bangkalan, Sidoarjo, Banda Aceh, Kota Bandung, Kab. Malang, Pacitan, Kota Bandar Lampung, Kota Yogyakarta, Kota Jayapura, Kota Merauke, Maluku Tengah, Halmahera Utara, Kep. Sula, Kota Mataram, Lombok Barat, Lombok Tengah, Lombok Utara, Dompu, Bima, Kota Kupang, Ende, Belu, Kota Gorontalo, Takalar, Luwu Timur, Parigi Moutong, Kota Palu, Kota Bitung, Kota Denpasar, Kota Bekasi, Kota Tangerang, Kota Cirebon, Kota Semarang, Kendal, Demak, Cilacap, Magelang, Lamongan, Bojonegoro, Tanggamus, Padang Pariaman, Kota Medan, Kota Cilegon

2 2017 Penyesuaian regulasi dan kelembagaan penanggulangan bencana di daerah dalam pelaksanaan UU no. 23/2014

Kem Dalam Negeri, Bappenas, BNPB

Penyusunan NSPK dan SPM Penanggulangan Bencana Kem Dalam Negeri, Bappenas, BNPB

Pengawalan internalisasi PRB dalam RPJMD Bappenas, Kem Dalam Negeri,

Penyediaan peta IGD skala 1:50000 dan skala 1:25000 BIG, LAPAN

Fasilitasi Penyusunan Kajian dan Pemetaan Risiko BNPB

Fasilitasi peninjauan ulang RTRW yang ditetapkan tahun 2012

Kementerian ATR, Kem Dalam Negeri

Penguatan sistim peringatan dini bencana BPPT, BMKG, LIPI, Kemen PUPR, Kemen ESDM, Kem Ristek & Dikti, Kem LH dan Kehutanan

Evaluasi pencapaian penurunan Indeks Risiko Bencana 2015-2016

Bappenas, BNPB, Kem Dalam Negeri

Lokasi Kep. Yapen, Sorong, Raja Ampat, Teluk Wondama, Teluk Bintuni, Kota Ambon, Seram Bagian Timur, Maluku Tenggara, Buru, Ternate, Morotai, Halmahera Timur, Lombok Timur, Bima, Ngada, Sikka, Manggarai, Polewali Mandar, Maros, Gowa, Bantaeng, Donggala, Poso, Morowali, Kolaka, Kota Kendari, Singkawang, Kotabaru, Baritokuala, Kota Balikpapan, Tarakan, Tabanan, Cianjur, Bandung Barat, Sukabumi, Tasikmalaya, Ciamis, Kebumen,

Page 5: kajian kelembagaan dan regulasi untuk mendukung kebijakan ...

iv

No Tahun Usulan kegiatan Penanggungjawab Bengkulu, Muko-muko, Rejang Lebong, Kerinci, Lampung Barat, Kota Padang, Banyuasin, Lahat, Simalungun

3 2018 Pengawalan internalisasi PRB dalam RPJMD Bappenas, Kem Dalam Negeri

Penyediaan peta IGD skala 1:50000 dan skala 1:25000 BIG, LAPAN

Fasilitasi Penyusunan Kajian dan Pemetaan Risiko BNPB

Fasilitasi peninjauan ulang RTRW yang ditetapkan tahun 2013

Kementerian ATR, Kem Dalam Negeri

Penguatan sistim peringatan dini bencana BPPT, BMKG, LIPI, Kemen PUPR, Kemen ESDM, Kem Ristek & Dikti, Kem LH dan Kehutanan

Evaluasi pencapaian penurunan Indeks Risiko Bencana 2017

Bappenas, BNPB, Kem Dalam Negeri

Lokasi Manokwari, Tidore Kepulauan, Alor, Minahasa Utara, Pontianak, Kutai Kartanegara, Badung, Buleleng, Jambi, Langkat

2019 Penyediaan peta IGD skala 1:50000 dan skala 1:25000 BIG, LAPAN

Fasilitasi Penyusunan Kajian dan Pemetaan Risiko BNPB

Fasilitasi peninjauan ulang RTRW yang ditetapkan tahun 2014 dst

Kementerian ATR, Kem Dalam Negeri

Penguatan sistim peringatan dini bencana BPPT, BMKG, LIPI, Kemen PUPR, Kemen ESDM, Kem Ristek & Dikti, Kem LH dan Kehutanan

Evaluasi pencapaian penurunan Indeks Risiko Bencana 2015-2019

Bappenas, BNPB, Kem Dalam Negeri

Lokasi Sarolangun dan kabupaten/kota yang berfungsi sebagai pusat pertumbuhan berisiko tinggi dengan RTRW yang ditetapkan pada tahun 2015 dan seterusnya

Dalam rangka mendukung Kawasan Strategis Nasional dalam RPJMN 2015-2019, melengkapi peta IGD

untuk Kajian dan Pemetaan Risiko Bencana dapat dilakukan pada lokasi sebagai berikut ini:

KSN Perkotaan Kabupaten/Kota Peserta Pilkada 2015 KSN Perkotaan Jabodetabekpunjur (Perpres 54/2008)

DKI Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Cianjur

Cianjur

KSN Perkotaan Sarbagita (Perpres 45/2011)

Denpasar, Bangli, Gianyar, Tabanan Denpasar, Bangli, Tabanan

KSN Perkotaan Cekungan Bandung Kab Bandung, Bandung Barat Kab Bandung

KSN Perkotaan Kedung Sepur Kendal, Demak, Ungaran, Salatiga, Semarang, Purwodadi

Kendal, Demak, Semarang

KSN Perkotaan Gerbang Kertasusila Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, Lamongan

Gresik, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, Lamongan

KSN Perkotaan Mataram Raya Mataram, Lombok Barat, Lombok Timur, Lombok Tengah, Lombok Utara

Mataram, Lombok Tengah, Lombok Utara

Sorong dan Jayapura menjadi PKN Sorong, Jayapura -

KSN Perkotaan Maminasata (Perpres 55/2011)

Makassar, Maros, Gowa, Takalar Maros, Gowa

KSN Perkotaan Mebidangro (Perpres 62/2011)

Medan, Binjai, Deli Serdang, Karo Medan, Binjai, Karo

Page 6: kajian kelembagaan dan regulasi untuk mendukung kebijakan ...

v

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................................... i

RINGKASAN EKSEKUTIF ........................................................................................................................... ii

DAFTAR ISI .............................................................................................................................................. v

DAFTAR TABEL ....................................................................................................................................... vi

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................................................vii

GLOSARIUM .......................................................................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................................. 1

1.1. Latar Belakang.......................................................................................................................... 1

1.2. Maksud dan Tujuan .................................................................................................................. 3

1.3. Hasil Yang Diharapkan .............................................................................................................. 4

BAB II RUANG LINGKUP DAN METODOLOGI ........................................................................................... 5

2.1 Ruang Lingkup Kajian ............................................................................................................... 5

2.2 Metodologi .............................................................................................................................. 6

BAB III TINJAUAN TERHADAP KEBIJAKAN PENANGGULANGAN BENCANA DI INDONESIA ...................... 7

3.1. Potensi Kerentanan Masyarakat Indonesia Terhadap Bencana ................................................. 7

3.2. Capaian Indonesia Dalam Pelaksanaan Penanggulangan Bencana Perioda 2004-2014 .............. 9

3.3. Pokok-Pokok Kebijakan Pemerintah dan Tantangan Pada Perioda 2015-2019 ........................ 13

3.4. Kerangka Sendai 2015-2030 dan Sustainable Development Goals di Indonesia ....................... 17

BAB IV PELAKSANAAN STRATEGI PENANGGULANGAN BENCANA TAHUN 2015 ................................... 23

4.1. Penanggulangan Bencana di Daerah ....................................................................................... 23

4.2. Pusat-Pusat Pertumbuhan Dalam RPJMN 2015-2019.............................................................. 32

4.3. Pelaksanaan Internalisasi PRB dalam Kerangka Pembangunan Perkelanjutan di Pusat dan

daerah ................................................................................................................................... 44

4.4. Pelaksanaan Pengurangan Kerentanan Terhadap Bencana ..................................................... 47

4.5. Pelaksanaan Peningkatan Kapasitas Pemerintah Daerah Dalam Penanggulangan Bencana ..... 49

4.6. Pelaksanaan Peningkatan Kapasitas Masyarakat Dalam Penanggulangan Bencana ................. 54

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ............................................................................................. 55

5.1. Kesimpulan ............................................................................................................................ 55

5.2. Rekomendasi ......................................................................................................................... 56

Page 7: kajian kelembagaan dan regulasi untuk mendukung kebijakan ...

vi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. 1: Data Kerusakan dan Kerugian Akibat Bencana di Indonesia .................................................... 2

Tabel 2. 1: Lingkup penelitian kualitatif.................................................................................................... 6

Tabel 3. 1: Proyeksi Penduduk Indonesia periode 2010-2035 ................................................................... 7

Tabel 3. 2: Indeks Multi Resiko Kabupaten/Kota ...................................................................................... 9

Tabel 3. 3: Capaian Penanggulangan Bencana s.d 2014 .......................................................................... 10

Tabel 3. 4: Capaian Pelaksanaan HFA ..................................................................................................... 11

Tabel 3. 5: Strategi Dalam Melestarikan Sumberdaya Alam, Lingkungan Hidup dan Pengelolaan

Bencana ................................................................................................................................................ 15

Tabel 4. 1: Perbandingan substansi Permendagri dan Perka BNPB tentang BPBD ................................... 23

Tabel 4. 2: Fungsi koordinasi, komando dan pengendalian berdasarkan Perka BNPB nomor 3/2008 ...... 26

Tabel 4. 3: Ilustrasi kapasitas penanggulangan bencana di daerah ......................................................... 28

Tabel 4. 4: Kegiatan strategis RPJMN 2015-2019 pada pusat pertumbuhan berisiko tinggi ..................... 32

Tabel 4. 5: Interpretasi Indeks Risiko...................................................................................................... 36

Tabel 4. 6: Status BPBD dan RTRW pada pusat-pusat pertumbuhan berisiko tinggi ................................ 37

Tabel 5. 1: Usulan kegiatan penanggulangan bencana pada RKP tahun 2016 ......................................... 57

Tabel 5. 2: Usulan kegiatan penanggulangan bencana pada RKP tahun 2017 ......................................... 57

Tabel 5. 3: Usulan kegiatan penanggulangan bencana pada RKP tahun 2018 ......................................... 57

Tabel 5. 4: Usulan kegiatan penanggulangan bencana pada RKP tahun 2019 ......................................... 58

Tabel 5. 5: Unsur-unsur pengurangan risiko bencana ............................................................................. 58

Tabel 5. 6: Kebutuhan peta IGD untuk kabupaten/kota berisiko tinggi ................................................... 59

Tabel 5. 7: Kebutuhan peta IGD untuk Kawasan Strategis Nasional Perkotaan ....................................... 60

Page 8: kajian kelembagaan dan regulasi untuk mendukung kebijakan ...

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. 1: Index Risiko Bencana Indonesia .......................................................................................... 1

Gambar 3. 1: Penanggulangan Bencana dalam Agenda Pembangunan Nasional .................................... 14

Gambar 3. 2: Kerangka Sendai 2015-2030 ............................................................................................. 18

Gambar 3. 3: Sustainable Development Goals ....................................................................................... 20

Gambar 4. 1: Rencana Tata Ruang Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana .......................... 45

Gambar 4. 2: Kedudukan Penanggulangan Bencana Dalam Sistim Perencanaan Pembangunan

Nasional ................................................................................................................................................ 46

Gambar 4. 3: Upaya Mengenali dan Pemetaan Potensi Genangan Banjir oleh Pemerintah Kota Tangerang

Selatan .................................................................................................................................................. 48

Gambar 4. 4: Komunikasi Visual untuk Kesiapsiagaan ............................................................................ 49

Gambar 4. 5: Perencanaan kesiapsiagaan dan tanggap darurat ............................................................. 50

Gambar 4. 6: Skema Peringatan Dini Bencana di Masyarakat ................................................................. 51

Gambar 4. 7: Kerangka Pemulihan Pasca Bencana ................................................................................. 52

Gambar 4. 8: Proses perencanaan pemulihan pasca bencana ................................................................ 52

Gambar 4. 9: Langkah dan proses PRBBK ............................................................................................... 54

Gambar 5. 1: Sinergi perencanaan dalam penyelanggaraan penanggulangan bencana .......................... 56

Page 9: kajian kelembagaan dan regulasi untuk mendukung kebijakan ...

viii

GLOSARIUM

RPJMN Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

RPJMD Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah

SPM Standar Pelayanan Minimum

NSPK Norma, Standar, Pedoman, Kriteria

HFA Hyogo Framework of Action for Disaster Risk Reduction

PRB Pengurangan Risiko Bencana

IRBI Indeks Risiko Bencana Indonesia

RENAS PB Rencana Nasional Penanggulangan Bencana

RPB Rencana Penanggulangan Bencana

Renkon Rencana Kontinjensi

Rencana RR Rencana (Aksi) Rehabilitasi dan Rekonstruksi

DaLA Damage and loss Assessment

HRNA Human Recovery Needs Assessment

RO Rencana Operasi (Tanggap Darurat)

RTRW Rencana Tata Ruang Wilayah

RTRWP3K Rencana Tata Ruang Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

RDTR Rencana Detil Tata Ruang

PZ Pedoman Zonasi

RTR KSN Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional

EWS Early Warning System/Sistem Peringatan Dini Bencana

PRBBK Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Komunitas

Pilkada Pemilihan Kepala Daerah

Page 10: kajian kelembagaan dan regulasi untuk mendukung kebijakan ...

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Berdasarkan letak geografis dan kondisi geologis, wilayah Indonesia berada pada kawasan rawan

bencana alam. Pertemuan tiga lempeng tektonik aktif yaitu Lempeng Indo-Australia di bagian selatan,

Lempeng Eurasia di bagian utara dan Lempeng Pasifik di bagian Timur yang saling bergerak dan

bertumbukan, sehingga menimbulkan jalur gempa bumi dan rangkaian gunung api aktif sepanjang Pulau

Sumatera, Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara yang sejajar dengan jalur penunjaman kedua lempeng

yaitu Lempeng Indo-Australia dengan Lempeng Eurasia. Lebih khusus lagi, jalur gempa bumi juga terjadi

pada jalur patahan regional seperti Patahan Sumatera/Semangko. Selain disebabkan oleh faktor geologi

tersebut, Indonesia terletak di sekitar Khatulistiwa yang beriklim tropis dan berbentuk kepulauan. Hal ini

menyebabkan, secara hidrogeografi wilayah Indonesia rawan banjir, tanah longsor, cuaca ekstrem,

gelombang ekstrem, kekeringan, kebakaran hutan dan abrasi. Dampak negatif dari perubahan iklim

global semakin membuat wilayah Indonesia rentan terhadap berbagai bencana terkait dampak

perubahan iklim.

Kerentanan ini dipengaruhi oleh masalah demografi, antropogenik dan masalah hukum yang tidak

terlaksana dengan baik. Perusakan lingkungan dan pemanfaatan sumberdaya alam yang tidak terkendali

misalnya, menambah frekuensi kejadian bencana yang mengakibatkan peningkatan jumlah korban jiwa

dan kerusakan di Indonesia.

Gambar 1. 1: Index Risiko Bencana Indonesia

Sumber: IRBI 2013, BNPB

Page 11: kajian kelembagaan dan regulasi untuk mendukung kebijakan ...

2

Dari berbagai kejadian bencana yang terjadi di wilayah Indonesia telah menyebabkan kerusakan dan

kerugian yang secara makro dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 1. 1: Data Kerusakan dan Kerugian Akibat Bencana di Indonesia

No. Kejadian Bencana Waktu

Kejadian

Kerusakan &

Kerugian

(Miliar Rp)

1 Gempabumi dan Tsunami, Aceh Des 2004 41.400

2 Gempabumi DIY & Jawa Tengah Mei 2006 29.150

3 Luapan Lumpur Sidoarjo Mei 2006 7.300

4 Banjir Jabodetabek, 2007 Feb 2007 5.184

5 Gempabumi–Sumatera Barat Mar 2007 1.080,7

6 Gempabumi- Bengkulu dan Sumatera Barat Sept 2007 1.790,9

7 Banjir dan Tanah Longsor– Jawa Timur Jan 2008 1.691,5

8 Gempabumi di Tasikmalaya, Jawa Barat Sept 2009 6.900

9 Gempabumi, Sumatera Barat Sept 2009 21.600

10 Banjir Bandang di Wasior, Papua Barat Sept 2010 280,6

11 Gempabumi dan Tsunami di Mentawai Okt2010 348,9

12 Erupsi Gunung Merapi Okt 2010 3.628,7

13 Bencana Lainnya 2004-2010 34.000

14 Banjir Jabodetabek, 2013 Jan 2013 8.340

15 Gempabumi Aceh Tengah dan Bener Meriah Jul 2013 1.356,6

16 Letusan Gunung Sinabung Jan 2014 865

17 Banjir Bandang Manado Jan 2014 1.569,9

18 Letusan Gunung Kelud Feb 2014 1.255,0

TOTAL 167.741,8

Pada umumnya risiko bencana alam meliputi bencana akibat faktor geologi (gempabumi, tsunami dan

letusan gunung api), bencana akibat faktor hydrometeorologi (banjir, tanah longsor, kekeringan, angin

topan), bencana akibat faktor biologi (wabah penyakit manusia, penyakit tanaman/ternak, hama

tanaman), akibat kegagalan teknologi (kecelakan industri, kecelakaan transportasi, radiasi nuklir,

pencemaran bahan kimia), serta kerusakan lingkungan (kebakaran hutan dan lahan, tumpahan minyak,

dan lain lain).

Penanganan dampak bencana alam telah menjadi beban fiskal dan dapat menghambat target

pertumbuhan ekonomi nasional. Pemerintah telah mempersiapkan langkah-langkah penanganan krisis

dari sisi pengelolaan fiskal, misalnya melalui penyediaan dana cadangan risiko fiskal, alokasi anggaran

Page 12: kajian kelembagaan dan regulasi untuk mendukung kebijakan ...

3

bantuan sosial, alokasi anggaran subsidi pangan, alokasi cadangan beras pemerintah dan belanja lainnya

yang bersifat mendesak.

Landasan utama penyelenggaraan penanggulangan bencana di Indonesia saat ini merujuk kepada UU

No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Berdasarkan regulasi ini maka diturunkan ke

dalam beberapa regulasi turunan berupa Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri,

Peraturan Kepala BNPB, dan peraturan perundang-undangan lainnya. Sejalan dengan regulasi tentang

penanggulangan bencana itu, terdapat kerangka regulasi lainnya yang memberikan panduan mengenai

penanggulangan bencana, antara lain; UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, UU No. 27 Tahun

2007 tentang tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil, UU No. 32 Tahun 2009 tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Didorong oleh pengalaman pahit pasca bencana gempa bumi dan tsunami Aceh-Nias pada Desember

2004 dan gempa bumi Yogyakarta-Jawa Tengah pada Mei 2006, telah terjadi pergeseran paradigma

kebijakan dalam penanggulangan bencana dari respon menjadi pencegahan. Para ilmuwan geologi

mencatat bahwa gempa bumi Aceh-Nias tahun 2004 merupakan salah satu yang terbesar pada abad 21.

Bencana alam di dua kawasan ini menjadi istimewa karena betapa banyaknya korban yang meninggal,

hilang, luka-luka dan jumlah kerusakan dan kerugian dialami.

Pergeseran paradigma yang tercermin dalam UU No. 24 Tahun 2007 juga dipengaruhi Hyogo Framework

of Action (HFA) 2005-2015, mengamanatkan 3 (tiga) tujuan strategis sebagai berikut:

1. Pengintegrasian pengurangan risiko bencana pada kebijakan, perencanaan dan program

pembangunan yang berkelanjutan, yang memprioritaskan pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan dan

penurunan tingkat kerentanan.

2. Pengembangan dan penguatan kapasitas kelembagaan nasional dan daerah, serta masyarakat, untuk

bersama-sama membangun ketangguhan menghadapi ancaman bencana.

3. Penyertaan pendekatan pengurangan risiko bencana pada perencanaan dan pelaksanaan

kesiapsiagaan, tanggap darurat dan pemulihan pascabencana.

Sejak penerapan Kerangka Aksi Hyogo pada tahun 2005-2015, yang didokumentasikan dalam laporan

kemajuan nasional dan regional dalam pelaksanaannya serta laporan global lainnya, kemajuan telah

dicapai dalam mengurangi risiko bencana di tingkat lokal, nasional, regional dan global dengan negara-

negara dan pihak terkait lainnya, yang mengarah ke penurunan angka kematian dalam kasus beberapa

ancaman bencana. Mengurangi risiko bencana merupakan investasi dengan biaya yang efektif dalam

mencegah kehilangan dimasa depan. Manajemen risiko bencana yang efektif memberikan sumbangan

untuk pembangunan berkelanjutan.

1.2. Maksud dan Tujuan

Salah satu respon positif sekaligus kebijakan Pemerintah tentang penanggulangan bencana adalah

memasukkan isu kebencanaan sebagai salah satu prioritas pembangunan RPJMN 2010-2014 dalam

Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana. Pemerintah melanjutkan arah kebijakan penanggulangan

bencana dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 pada Agenda

Prioritas “Mewujudkan Kemandirian Ekonomi Dengan Menggerakkan Sektor-Sektor Strategis Ekonomi

Domestik”, yang terdiri dari sub-agenda (i) Peningkatan Kedaulatan Pangan; (ii) Peningkatan Ketahanan

Air; (iii) Peningkatan Kedaulatan Energi; (iv) Melestarikan Sumber Daya Alam, Lingkungan Hidup dan

Pengelolaan Bencana; (v) Pengembangan Ekonomi Maritim dan Kelautan; (vi) Penguatan Sektor

Keuangan; dan (vii) Penguatan Kapasitas Fiskal Negara.

Page 13: kajian kelembagaan dan regulasi untuk mendukung kebijakan ...

4

Maksud dan tujuan kajian ini adalah untuk melakukan penelaahan terhadap kesiapan lembaga di tingkat

pusat dan daerah untuk melaksanakan Strategi Nasional penanggulangan bencana yang meliputi:

1) Penelaahan integrasi pengurangan risiko bencana dalam perencanaan pembangunan

2) Penelaahan terhadap upaya mengurangi kerentanan

3) Penelaahan terhadap kapasitas penanggulangan bencana di pusat dan daerah

Jenis ancaman bencana yang menjadi latar belakang penelaahan ini adalah dampak perubahan iklim yang

mengakibatkan berulangnya kejadian bencana seperti banjir, longsor, kekeringan serta kebakaran hutan

dan lahan. Ancaman bencana tersebut dapat diantisipasi sebelumnya sehingga memerlukan perhatian

para pemangku kepentingan di tingkat pusat dan daerah.

Kerangka Pengurangan Risiko Bencana pasca 2015 telah diadopsi pada saat penyelenggaraan Konferensi

Dunia ke-3 untuk Pengurangan Risiko Bencana, yang dilaksanakan pada tanggal 14 - 18 Maret 2015 di

Sendai, Miyagi, Jepang, yang merepresentasikan kesempatan yang unik bagi seluruh negara untuk:

1) Mengadopsi secara ringkas, terfokus, melihat kedepan, dan mengambil tindakan yang

berorientasi pada kerangka pengurangan risiko bencana pasca 2015;

2) Melengkapi penilaian dan review terhadap pelaksanaan Kerangka Aksi Hyogo 2005 - 2015:

Membangun ketangguhan bangsa dan komunitas terhadap bencana

3) Mempertimbangkan pengalaman yang diperoleh melalui strategi/kembaga regional dan

nasional serta perencanaan pengurangan risiko bencana dan rekomendasinya, sebagai

kesepakatan regional yang relevan dalam pelaksanaan Kerangka Aksi Hyogo

4) Mengidentifikasi modalitas kerjasama berdasarkan komitmen untuk menerapkan kerangka kerja

pengurangan risiko bencana pasca – 2015

5) Menentukan modalitas untuk melakukan review secara periodik terhadap pelaksanaan kerangka

pengurangan risiko bencana pasca – 2015

Selama Konferensi Dunia, Negara-negara peserta juga menegaskan komitmen mereka untuk

pengurangan risiko bencana dan pembangunan ketahanan terhadap bencana yang harus ditangani

secara serius dalam konteks pembangunan berkelanjutan dan pengentasan kemiskinan dan, jika perlu,

untuk diintegrasikan ke dalam kebijakan, perencanaan, program kerja, dan anggaran di semua tingkat

pemerintahan di daerah.

1.3. Hasil Yang Diharapkan

Hasil yang diharapkan dari kajian ini antara lain adalah:

1) Hasil identifikasi permasalahan dalam pelaksanaan kebijakan dan strategi pengurangan risiko

bencana

2) Tersusunnya input strategis bagi aspek regulasi dan kelembagaan untuk pelaksanaan strategi

pengurangan risiko bencana di Indonesia.

3) Rekomendasi untuk peran Pemerintah Pusat, pemerintah daerah dan masyarakat

Page 14: kajian kelembagaan dan regulasi untuk mendukung kebijakan ...

5

BAB II

RUANG LINGKUP DAN METODOLOGI

2.1 Ruang Lingkup Kajian

Ruang lingkup kajian mengacu pada Peraturan Presiden nomor 2 tahun 2015 tentang Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun 2015-2019 yang telah mencantumkan bahwa Strategi

Nasional Penangulangan Bencana dilaksanakan melalui langkah-langkah sebagai berikut ini:

1) Internalisasi pengurangan risiko bencana dalam kerangka pembangunan berkelanjutan di pusat

dan daerah, melalui:

a) Pengarusutamaan pengurangan risiko bencana dalam perencanaan pembangunan nasional dan

daerah;

b) Pengenalan, pengkajian dan pemantauan risiko bencana melalui penyusunan kajian dan peta

risiko skala 1:50.000 pada kabupaten dan skala 1:25.000 untuk kota, yang difokuskan pada

kabupaten/kota risiko tinggi terhadap bencana;

c) Pemanfaatan kajian dan peta risiko bagi penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana (RPB)

Kabupaten/Kota dan Rencana Aksi Daerah Pengurangan Risiko Bencana (RAD PRB), yang menjadi

referensi untuk penyusunan RPJMD Kabupaten/Kota;

d) Integrasi kajian dan peta risiko bencana dalam penyusunan dan review RTRW

Provinsi/Kabupaten/Kota;

e) Harmonisasi kebijakan dan regulasi penanggulangan bencana di pusat dan daerah;

f) Penyusunan rencana kontijensi pada kabupaten/kota yang berisiko tinggi sebagai panduan

kesiapsiagaan dan operasi tanggap darurat dalam menghadapi bencana.

2) Penurunan tingkat kerentanan terhadap bencana, melalui:

a) Mendorong dan menumbuhkan budaya sadar bencana serta meningkatkan pengetahuan

masyarakat tentang kebencanaan;

b) Peningkatan sosialisasi dan diseminasi pengurangan risiko bencana kepada masyarakat baik

melalui media cetak, radio dan televisi;

c) Penyediaan dan penyebarluasan informasi kebencanaan kepada masyarakat;

d) Meningkatkan kerjasama internasional, mitra pembangunan, Organisasi Masyarakat Sipil (OMS)

dan dunia usaha dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana;

e) Peningkatan kualitas hidup masyarakat di daerah pasca bencana, melalui percepatan

penyelesaian rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah pasca bencana alam;

f) Pemeliharaan dan penataan lingkungan di daerah rawan bencana alam; dan

g) Membangun dan menumbuhkan kearifan lokal dalam membangun dan mitigasi bencana.

3) Peningkatan kapasitas pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat dalam penanggulangan

bencana, melalui:

a) Penguatan kapasitas kelembagaan dan aparatur penanggulangan bencana di pusat dan daerah;

b) Penguatan tata kelola, transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan penanggulangan

bencana;

Page 15: kajian kelembagaan dan regulasi untuk mendukung kebijakan ...

6

c) Penyediaan sistem peringatan dini bencana kawasan risiko tinggi serta memastikan berfungsinya

sistem peringatan dini dengan baik;

d) Pengembangan dan pemanfaatan IPTEK dan pendidikan untuk pencegahan dan kesiapsiagaan

menghadapi bencana;

e) Melaksanakan simulasi dan gladi kesiapsiagaan mengha-dapi bencana secara berkala dan

berkesinambungan di kawasan rawan bencana;

f) Penyediaan infrastruktur mitigasi dan kesiapsiagaan (shelter/tempat evakuasi sementara, jalur

evakuasi dan rambu-rambu evakuasi) menghadapi bencana, yang difokuskan pada kawasan

rawan dan risiko tinggi bencana;

g) Pembangunan dan pemberian perlindungan bagi prasarana vital yang diperlukan untuk

memastikan keberlangsungan pelayanan publik, kegiatan ekonomi masyarakat, keamanan dan

ketertiban pada situasi darurat dan paska bencana;

h) Pengembangan Desa Tangguh Bencana di kawasan risiko tinggi bencana untuk mendukung

Gerakan Desa Hebat; dan

i) Peningkatan kapasitas manajemen dan pendistribusian logistik kebencanaan, melalui

pembangunan pusat-pusat logistik kebencanaan di masing-masing wilayah pulau, yang dapat

menjangkau wilayah pasca bencana yang terpencil.

Analisa mengenai kondisi terkini dalam pelaksanaan strategi penanggulangan bencana dilaksanakan

melalui penelitian kualitatif terhadap:

Tabel 2. 1: Lingkup penelitian kualitatif

Fase Pra Bencana Fase Pasca Bencana Pencapaian pada perioda 2005-2014 di bidang

regulasi dan pengelolaan bencana

Integrasi PRB dalam perencanaan pembangunan terutama pada pusat-pusat pertumbuhan

Pencapaian di bidang pemulihan pasca bencana

Kapasitas pengelolaan pemulihan pasca bencana

2.2 Metodologi

Untuk memperoleh gambaran umum tentang pelaksanaan strategi nasional penanggulangan bencana,

pendekatan dan metodologi yang digunakan adalah penelitian kualitatif untuk memahami pendapat dan

pandangan subyek kajian terhadap konsep manajemen penanggulangan bencana. Melalui metoda

penelitian kualitatif diharapkan memperoleh berbagai temuan yang terkait dengan aspek kebijakan dan

kelembagaan pelaksanaan strategi nasional penanggulangan bencana, dengan: a) menggunakan

lingkungan subyek penelitian sebagai sumber data, b) memperkaya informasi, mencari hubungan,

membandingkan dan menemukan pola dasar, c) berorientasi pada proses, d) mengumpulkan fakta di

lapangan dan e) menangkap persepsi subyek yang diteliti.

Adapun teknik pengumpulan data kualitatif adalah:

1) Melalui dokumen kuesioner untuk memperoleh informasi yang bermanfaat tentang pelaksanaan

strategi penanggulangan bencana

2) Melalui Diskusi Kelompok Terfokus untuk memperoleh informasi yang lebih mendalam

3) Catatan pengamatan langsung

4) Data sekunder tentang peraturan, kebijakan dari sumber yang syah

Page 16: kajian kelembagaan dan regulasi untuk mendukung kebijakan ...

7

BAB III

TINJAUAN TERHADAP KEBIJAKAN

PENANGGULANGAN BENCANA DI INDONESIA

3.1. Potensi Kerentanan Masyarakat Indonesia Terhadap Bencana

Indonesia merupakan salah satu negara yang sering dilanda bencana, baik bencana alam maupun

bencana non alam. Pencatatan data bencana (http://dibi.bnb.go.id) menunjukkan bahwa rata-rata

kejadian bencana dari tahun 2000-2014 lebih dari 1000 bencana. Data ini membuktikan bahwa bencana

merupakan ancaman yang sangat nyata bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Kesiapsiagaan menjadi

isu yang sangat penting dikembangkan ke depannya, sehingga semua masyarakat sadar akan bencana

disekitarnya dan mampu untuk mengurangi risikonya. Investasi dalam kesiasiagaan diharapkan mampu

untuk mengurangi jumlah korban dan kerusakan apabila terjadi bencana. Rata-rata korban meninggal

akibat bencana selama tahun 200-2014 lebih dari sepuluh ribu jiwa, angka ini cukup besar karena pada

tahun 2004 terjadi gempabumi dan tsunami Aceh yang menelan lebih dari 100 ribu jiwa.

Indonesia mempunyai peluang untuk dapat menikmati ‘bonus demografi’, yaitu percepatan

pertumbuhan ekonomi akibat berubahnya struktur umur penduduk yang ditandai dengan menurunnya

rasio ketergantungan (dependency ratio) penduduk non-usia kerja kepada penduduk usia kerja. Bonus

demografi yang dialami Indonesia juga disertai dengan dinamika kependudukan lain yang juga

berdampak luas, yaitu: (1) meningkatnya jumlah penduduk; (2) penuaan penduduk (population ageing)

yang ditandai dengan meningkatnya proporsi penduduk lanjut usia; (3) urbanisasi yang ditandai dengan

meningkatnya proporsi penduduk perkotaan; dan (4) migrasi yang ditandai dengan meningkatnya

perpindahan penduduk antar daerah.

Tabel 3. 1: Proyeksi Penduduk Indonesia periode 2010-2035

Kelompok Usia

2010 (juta)

2015 (juta)

2020 (juta)

2025 (juta)

2030 (juta)

2035 (juta)

Perubahan 2010-2035

(%) 0-14 68,1 69,9 70,7 70,0 67,9 65,7 -3,5

15-64 158,5 171,9 183,5 193,5 201,8 207,5 30,9

60+ 18,0 21,7 27,1 33,7 41,0 48,2 172,3

65+ 11,9 13,7 16,8 21,3 26,7 32,4 167,8

Total 238,5 255,5 271,1 284,8 296,4 305,7 28,2

Penduduk Perkotaan

(%) 49,8 53,3 56,7 60,0 63,4 66,6 33,4

Sumber: RPJMN 2015-2019.

Laju pertumbuhan penduduk yang masih tinggi dan proyeksi jumlah penduduk tahun 2035 yang

mencapai 305,7 juta jiwa menunjukkan bahwa kebutuhan akan lahan terbangun semakin meningkat

sehingga tidak menutup kemungkinan daerah rawan bencana menjadi kawasan terbangun.

Page 17: kajian kelembagaan dan regulasi untuk mendukung kebijakan ...

8

Kerentanan adalah adalah suatu keadaan atau kondisi yang dapat mengurangi kemampuan masyarakat

untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi bahaya atau ancaman bencana. Kondisi yang dimaksud

mencakup faktor fisik, sosio-ekonomi, politik dan budaya, yang berpotensi menyebabkan sekelompok

masyarakat lebih mudah tertimpa bencana, atau yang menghambat kemampuan masyarakat untuk

melakukan tindakan terhadap bencana.

Risiko adalah suatu peluang dari timbulnya akibat buruk atau kemungkinan kerugian dalam hal

kematian, luka-luka, kehilangan dan kerusakan harta benda, gangguan kegiatan mata pencaharian dan

ekonomi atau kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh interaksi antara ancaman bencana dan

kerentanan.

Berdasarkan perkiraan BNPB, jumlah total penduduk yang terpapar bahaya kelas sedang dan tinggi

adalah 148,4 juta jiwa atau 62,4% dari jumlah penduduk Indonesia. Dari jumlah tersebut dapat

dibedakan berdasarkan kelas yaitu 6,6 juta jiwa atau 2,79% terpapar bahaya kelas tinggi dan 141,8 juta

jiwa atau 59,69% terpapar bahaya kelas sedang. Penduduk yang terpapar bahaya kelas sedang

menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah yang padat penduduk berada pada kelas risiko sedang,

seperti masyarakat di wilayah sepanjang pantai selatan Pulau Jawa, sebagian pantai barat Pulau

Sumatera, dan wilayah utara Pulau Sulawesi. Dari total jumlah penduduk terpapar tersebut 74,6 juta jiwa

merupakan penduduk laki-laki dan 73,8 juta jiwa penduduk perempuan. Selain jumlah penduduk secara

keseluruhan, variabel lain yang juga perlu mendapat perhatian khusus adalah besarnya jumlah kelompok

rentan yang terpapar bahaya ini. Jumlah totalkelompok rentan yang terpapar bahaya gempabumi kelas

tinggi dan sedang sejumlah 27,2 juta jiwa, dari jumlah tersebut 51,8% merupakan balita, 44,09% lansia,

dan 4,02% penyandang disabilitas.

Gempabumi yang terjadi di dasar laut mampu untuk menciptakan bencana susulan seperti tsunami.

Penduduk Indonesia yang terpapar bahaya tsunami sebagian besar adalah masyarakat pesisir, terutama

di Provinsi Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, Sumatera Barat, Aceh, Banten, Bali dan Maluku.

Indonesia memiliki 129 (13% dari jumlah gunung aktif dunia) gunung aktif yang dapat meletus dan

menimbulkan kerugian dan dampak baik secara langung dan tidak langsung. Provinsi-provinsi yang

mempunyai persentase penduduk terpapar terbanyak akan bahaya gunungapi kelas tinggi dan sedang

adalah Provinsi Aceh, Maluku, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Bali, NTT, Sumatera Barat, Sulawesi

Utara, dan DI Yogyakarta.

Perubahan iklim meningkatkan frekuensi dan intensitas ancaman terkait iklim seperti banjir, kekeringan,

badai, gelombang ekstrem, tanah longsor dan kebakaran hutan dengan intensitas yang jauh lebih tinggi

dan dampak yang meluas. Perubahan Iklim meningkatkan kerentanan, akibat degradasi ekosistem

yang mengurangi ketersediaan air dan pangan yang berdampak terhadap kehidupan masyarakat

dan mempengaruhi kondisi kesehatan, keamanan, kehidupan terutama masyarakat miskin dan

kelompok rentan yang tinggal di daerah rawan bencana.

Pada awal musim penghujan dan memasuki awal musim kemarau atau yang lebih sering disebut musim

pancaroba, intensitas bencana tanah longsor, banjir dan puting beliung cenderung meningkat, dan

terjadi setiap tahun. Bencana kekeringan di berbagai daerah di Indonesia semenjak bulan Agustus 2015

semakin terasa, seiring meningkatnya fenomena EL-Nino saat ini. Perioda musim hujan mundur di

beberapa wilayah di Indonesia, khususnya di bagian timur dan selatan. Frnomena EL-Nino saat ini telah

mebawa dampak kekeringan panjang di beberapa daerah seperti Sumatera Selatan, Lampung, Jawa,

Bali, NTB, NTT dan Sulawesi Selatan.

Kebakaran hutan dan lahan yang telah terjadi semenjak bulan September 2015 tercatat lebih parah

dibandingkan kejadian yang sama pada tahun 1997. Berdasarkan data Terra Modis per 20 Oktober lalu,

total luas hutan dan lahan yang terbakar sudah menjapai sekitar 2 juta hektar.

Page 18: kajian kelembagaan dan regulasi untuk mendukung kebijakan ...

9

Dalam lima tahun mendatang, tantangan resiko bencana di Indonesia adalah: dinamika geologi,

perubahan iklim, degradasi lingkungan dan demografi. Dengan berkembangnya jumlah penduduk

perkotaan seiring dengan kebijakan untuk mendorong berkembangnya pusat-pusat pertumbuhan,

diperkirakan timbulnya peningkatan potensi keterpaparan pada kelompok rentan terutama pada

kelompok usia lanjut.

Berdasarkan Indeks Resiko Bencana Indonesia (IRBI) 2013 yang disusun BNPB; 322 kabupaten/kota (±

65%) dari seluruh Kabupaten/Kota di Indonesia memiliki indeks multi resiko bencana tinggi dan tidak

terdapat kabupaten/kota di Indonesia yang memiliki kelas multi resiko rendah terhadap ancaman

bencana alam geologi maupun hidrometeorologi.

Tabel 3. 2: Indeks Multi Resiko Kabupaten/Kota

Wilayah Kepulauan

Jumlah kabupaten/kota

Indeks multi risiko tinggi

Indeks multi risiko sedang

Kalimantan 36 Kab/Kota 19 Kab/Kota

Maluku 19 Kab/Kota 1 Kab/Kota

Nusa Tenggara 24 Kab/Kota 7 Kab/Kota

Sulawesi 60 Kab/Kota 13 Kab/Kota

Sumatera 81 Kab/Kota 70 Kab/Kota

Jawa – Bali 90 Kab/Kota 37 Kab/Kota

Papua 13 Kab/Kota 27 Kab/Kota

NASIONAL 323 Kab/Kota 174 Kab/Kota

Sumber: IRBI tahun 2013, BNPB

3.2. Capaian Indonesia Dalam Pelaksanaan Penanggulangan Bencana Perioda 2004-2014

Urusan penanggulangan bencana adalah urusan lintas bidang yang terkait dengan RPJPN 2005-2025. UU

nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 menegaskan

bahwa aspek wilayah/spasial harus diintegrasikan kedalam dan menjadi bagian dari kerangka

perencanaan pembangunan di semua tingkat pemerintahan. Lampiran Pidato Kenegaraan Presiden RI

pada tanggal 15 Agustus 2014 telah dengan jelas menguraikan upaya penanganan kerawanan bencana

pada berbagai bidang pembangunan yang ditetapkan dalam RPJPN 2005-2025.

Pencapaian penanggulangan bencana dan pengurangan risiko bencana1 pada kurun waktu 2004 sampai

dengan pertengahan tahun 2014, dalam kerangka sistem nasional penanggulangan bencana antara lain:

1 Lampiran Pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia, BAB XII Sumber Daya Alam Dan Lingkungan Hidup, BAPPENAS, Agustus 2014

Page 19: kajian kelembagaan dan regulasi untuk mendukung kebijakan ...

10

Tabel 3. 3: Capaian Penanggulangan Bencana s.d 2014

Bidang/Komponen Capaian RPJMN 2004-2009 dan RPJMN 2010-2014 Regulasi dan kelembagaan Ditetapkannya UU No. 24/2007 Tentang Penanggulangan

Bencana, yang dioperasionalkan melalui PP No. 21, 22, dan 23/2008, PP No. 8/2008 Tentang Pembentukan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)

Perumusan Deklarasi Yogyakarta pada penyelenggaraan AMCDRR di Yogyakarta bulan Oktober 2012

Pembentukan BPBD di 34 provinsi dan 441 BPBD kab/kota dengan dukungan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 46 Tahun 2008

Internalisasi PRB dalam perencanaan pembangunan

Terintegrasinya penanggulangan bencana dalam RPJMN 2010–2014 sebagai salah satu prioritas pembangunan nasional

Tersusunnya pemetaan risiko pada 33 provinsi

Tersusunnya Rencana Nasional Penanggulangan Bencana dan dan Rencana Penanggulangan Bencana pada 33 provinsi di Indonesia

Kesiapsiagaan Tersusunnya rencana kontinjensi pada 1 provinsi dan 21 kabupaten/kota

Pembentukan desa tangguh bencana di 80 kab/kota

Sertifikasi 10.000 orang relawan dari seluruh Indonesia

Penguatan forum pengurangan risiko bencana (Forum PRB) di 15 lokasi

Penyediaan logistik (buffer stock) dan peralatan untuk kesiapsiagaan kekeringan, banjir dan tanah longsor di 33 provinsi

Penyediaan gedung kantor, gudang dan pusdalops BPBD di 36 BPBD kab/kota

Pelaksanaan Geladi Nasional Penanggulangan Bencana di 29 prov/kab/kota

Penanganan darurat Pemberian bantuan tanggap darurat berupa paket logistik di 33 provinsi dan 26 kab/kota yang terkena bencana

Pemulihan pasca bencana Pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah pascabencana gempa bumi dan tsunami di Aceh-Nias tahun 2004 dan gempa bumi Yogyakarta-Jawa Tengah tahun 2006

Pembangunan perumahan berbasis komunitas bagi korban erupsi Gunung Merapi 2010 dan banjir lahar dingin sebanyak 2.397 unit, di DI Yogyakarta 1.991 unit dan di Magelang, Jawa Tengah sebanyak 406 unit serta dukungan pemulihan mata pencaharian bagi masyarakat di yang terkena dampak bencana

Mitigasi dan PRB Penyusunan Master Plan Tsunami

Pembangunan 1 pusat pengendali peringatan dini dan 7 unit sirine sederhana, yang terkoneksi dengan sistem peringatan dini nasional di BMKG, BNPB dan BPBD, dengan lokasi terpasang di 19 kab/kota di Pantai Barat Sumatera dan Pantai Selatan Pulau Jawa

Penyusunan peta jalur evakuasi di 14 kab/kota di pantai barat Pulau Sumatera dan Pantai Selatan Pulau Jawa

Page 20: kajian kelembagaan dan regulasi untuk mendukung kebijakan ...

11

Bidang/Komponen Capaian RPJMN 2004-2009 dan RPJMN 2010-2014 Pelatihan dan simulasi tsunami di 42 kab/kota, persiapan

pembangunan 37 unit shelter, dan pembangunan Greenbelt Tsunami seluas 52.54 Ha di Provinsi Sumatera Barat dan 44 ha di Provinsi Bengkulu

Tersedianya peta tematik kebencanaan antara lain banjir skala 1:50.000 dan multi rawan skala 1:25.000 sebanyak 27 NLP, peta tematik kebencanaan dan perubahan iklim sebanyak 2 NLP

Penyediaan kerangka geodesi dan geodinamika untuk system peringatan dini bencana gempa bumi dan tsunami

Pengoperasian 1 unit stasiun Superconducting Gravimeter yang berlokasi di kantor BIG di Cibinong Jawa Barat

Pengoperasian Jaring stasiun tetap GPS (Indonesian Permanent GPS Station Network) yang mengamati satelit GPS tiap hari (24 jam) secara terus menerus untuk pemeliharaan kerangka referensi geodetic nasional yang tunggal (single reference), Survei dan pemetaan, navigasi, dan transportasi serta mitigasi bencana gempa bumi dan tsunami (Ina-TEWS)

Pengoperasian Jaring Stasiun Pasang Surut menggunakan sistim digital real time yang digunakan untuk survei dan pemetaan, penelitian, studi iklim, kelautan, dan sebagai salah satu data pendukung Indonesia Tsunami Early Warning System (InaTEWS)

Bangsa-bangsa di dunia memandang bangsa Indonesia unggul dalam upaya penyelenggaraan

penanggulangan bencana (PB), khususnya di bidang pengurangan risiko bencana (PRB). Di bawah

kepemimpinan Presiden SBY, Indonesia dinilai oleh PBB telah mencapai kemajuan yang luar biasa dalam

PRB. Referensi utama pelaksanaan agenda PRB di Indonesia adalah Hyogo Framework of Action (HFA)

2005-2015; Indonesia telah mengambil beberapa langkah-langkah untuk mempromosikan PRB, yaitu

dengan mengangkat sebagai prioritas nasional dalam pembangunan nasional 2010-2014. Pemerintah

Indonesia melalui BNPB secara konsisten menyampaikan laporan implementasi HFA kepada UNISDR

setiap 2 tahun menggunakan perangkat “monitoring tools” yang akan mempermudah kegiatan

peninjauan ini, yang dikoordinasikan oleh BNPB, Bappenas, dan Planas PRB dengan melibatkan dengan

seluruh pemangku kepentingan, baik dari unsur pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga non

pemerintah dalam dan luar negeri dan kelompok masyarakat pemerhati kebencanaan. Capaian

implementasi2 HFA Indonesia pada periode 2013-2015 secara garis besar adalah:

Tabel 3. 4: Capaian Pelaksanaan HFA

Prioritas Aksi HFA 2005-2015 Capaian periode 2013-2015 Ensure that disaster risk reduction is a national and a local priority with a strong institutional basis for implementation.

Disaster risk is taken into account in national development planning, sectoral planning and climate change policies

The ratio of the budget allocation to risk reduction versus disaster relief and reconstruction at national budget 0.9%:0%, at sub-national budget 0.38%:0%

Estimated % of local budget allocation assigned to DRR is 0.1-0.38%

2 National progress report on the implementation of the Hyogo Framework for Action 2013-2015, Indonesia, United Nations for International Strategy for Disaster Reduction (UNISDR)

Page 21: kajian kelembagaan dan regulasi untuk mendukung kebijakan ...

12

Prioritas Aksi HFA 2005-2015 Capaian periode 2013-2015 Civil society organizations, national finance and planning

institutions, key economic and development sector organizations represented in the national platform

Identify, assess and monitor disaster risks and enhance early warning

National multi-hazard risk assessment available

Around 20% of the districts and cities have also developed their risk assessments, the key challenge is the lack of technical capacity in many BPBDs to conduct risk assessment

Disaster loss databases exist and are regularly updated, hazards are consistently monitored across localities and territorial boundaries by relevant authorities

Early Warning Systems in Indonesia has relatively been more advanced for hazards such as flood, tsunami, extreme weather, extreme waves, volcanic eruption and forest fires, however the challenges remain on the EWS outreach and community capacity to respond the warning

Indonesia plays a leading role in the management of trans-boundary risks through the AHA Center and in Pacific Tsunami Warning and Mitigation System (PTWS) and ASEAN Earthquake Information Center (AEIC)

Use knowledge, innovation and education to build a culture of safety and resilience at all levels

National disaster information system publicly available through internet, public information broadcasts - radio, TV

GoI needs to advocate further the integration of DRR and recovery concepts into school education particularly at the district/city governments as the actual service providers

Line ministries/agencies have developed methods and tools for risk assessments, the challenge is to establish assessment methods that will be commonly agreed and used by the different ministries and agencies

Needs an integrated and comprehensive research policy in disaster management and risk reduction that also covers the relevant cost-benefit analysis

A limited outreach of public awareness to stimulate a culture of disaster resilience at urban and rural communities, for the lack of local funding, coordination, insufficient knowledge and poor communication strategy

Reduce the underlying risk factors DRR has been linked to environmental management and mainstreamed into development

To protect and restore ecosystem services, a mechanism for Payment for Environmental Services is already in place, but the technical guidelines may need to be further refined

Key challenges encountered to protect and restore ecosystem are includes ineffective law enforcement, overlapping of regulations and lack of inter-agency coordination

Social safety nets policy exists to increase the resilience of risk prone households and communities, but the penetration has been limited to several areas only, needs further clarification on the definition of poor and vulnerables

Policies at the local level have not been systematic and mechanism to empower vulnerable people’s livelihoods has not been adequate

Page 22: kajian kelembagaan dan regulasi untuk mendukung kebijakan ...

13

Prioritas Aksi HFA 2005-2015 Capaian periode 2013-2015 Importance and benefit of DRR has not been internalized in the

economic and productive sectors at the local government

Indonesia has long made it obligatory for housing developers to conduct an environmental assessment, which contains risk reduction elements, prior to start building and to comply with building codes; the key challenge lies in the consistency in implementing policies and regulations related to spatial planning and infrastructure

Post-disaster programmes explicitly incorporate and budget for DRR for resilient recovery since 2006 Yogyakarta earthquake

Cost/benefits of disaster risk has not yet taken into account in the design and operation of major development projects, also, there has not been an adequate methodology for analyzing the disaster risk impacts of major development infrastructure projects

Strengthen disaster preparedness for effective response at all levels

The institutional mechanisms exist for the rapid mobilisation of resources in a disaster

Currently all provinces and more than 90% of the districts and cities in Indonesia have possessed BPBD however its have to be strengthened in implementing their duties and responsibilities.

More than 25 percent of all districts and cities have formulated contingency plans for various types of hazard

On-call budgets have been allocated at the national level by the line ministries and at the local level by a number of provincial and district/city governments, however the regulation that stipulate this issue are not clear so that the local government remain reliant on the central government assistance

Disaster risk insurance, catastrophe bonds and other risk transfer mechanisms have not been developed adequately in the country

Damage and loss assessment methodologies and capacities available, however the challenge remains to build capacity of nearly 500 districts nationwide to implement these procedures

Future outlook 1 The more effective integration of disaster risk considerations into sustainable development policies, planning and programming at all levels, with a special emphasis on disaster prevention, mitigation, preparedness and vulnerability reduction.

Future outlook 2 The development and strengthening of institutions, mechanisms and capacities at all levels, in particular at the community level, that can systematically contribute to building resilience to hazards

Future outlook 3 The systematic incorporation of risk reduction approaches into the design and implementation of emergency preparedness, response and recovery programmes in the reconstruction of affected communities.

3.3. Pokok-Pokok Kebijakan Pemerintah dan Tantangan Pada Perioda 2015-2019

Dalam RPJMN 2010-2014, penanggulangan bencana adalah salah satu prioritas nasional yang terintegrasi

dengan pengelolaan lingkungan hidup dengan program aksi sebagai berikut ini:

Page 23: kajian kelembagaan dan regulasi untuk mendukung kebijakan ...

14

1. Kerjasama lintas kementerian dalam merespon dampak Perubahan Iklim terutama di bidang

pengelolaan lahan gambut, reboisasi hutan dan menekan laju deforestasi

2. Pengendalian Kerusakan Lingkungan terutama di bidang pengendalian pencemaran air limbah

dan emisi, mengurangi hotspot kebakaran hutan dan tingkat polusi, penghentian kerusakan

lingkungan pada 11 Daerah Aliran Sungai

3. Penjaminan berjalannya fungsi Sistem Peringatan Dini Tsunami (TEWS) dan Sistem

Peringatan Dini Cuaca (MEWS) serta Sistem Peringatan Dini Iklim (CEWS) pada 2013

4. Peningkatan kemampuan penanggulangan bencana melalui: 1) penguatan kapasitas aparatur

pemerintah dan masyarakat dalam usaha mitigasi risiko serta penanganan bencana dan bahaya

kebakaran hutan di 33 propinsi, dan 2) pembentukan tim gerak cepat (unit khusus

penanganan bencana) dengan dukungan peralatan dan alat transportasi yang memadai

dengan basis di dua lokasi strategis (Jakarta dan Malang) yang dapat menjangkau seluruh wilayah

Indonesia.

Agenda Pembangunan Nasional 2015-2019 yang terkait dengan penanggulangan bencana termasuk

dalam Nawa Cita “Mewujudkan Kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis

ekonomi domestik”. Dalam rangka mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-

sektor strategis ekonomi domestik disusun 7 sub agenda prioritas sebagai berikut: (i) Peningkatan

Kedaulatan Pangan; (ii) Peningkatan Ketahanan Air; (iii) Peningkatan Kedaulatan Energi; (iv)

Melestarikan Sumber Daya Alam, Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana; (v) Pengembangan

Ekonomi Maritim dan Kelautan; (vi) Penguatan Sektor Keuangan; dan (vii) Penguatan Kapasitas Fiskal

Negara, yang seharusnya terkait satu dan lainnya untuk mewujudkan kemandirian ekonomi.

Gambar 3. 1: Penanggulangan Bencana dalam Agenda Pembangunan Nasional

Pokok-pokok kebijakan dalam “Melestarikan Sumber Daya Alam, Lingkungan Hidup dan Pengelolaan

Bencana” sebagaimana telah dituangkan dalam Perpres nomor 2 tahun 2014 tentang RPJMN 2015-2019

adalah sebagai berikut:

Page 24: kajian kelembagaan dan regulasi untuk mendukung kebijakan ...

15

1. Peningkatan konservasi dan tata kelola hutan dengan sasaran konservasi hutan dan tatakelola

hutan

2. Perbaikan kualitas lingkungan hidup dengan sasaran meningkatnya Indeks Kualitas Lingkungan

Hidup dan meningkatnya sikap dan perilaku hidup masyarakat yang peduli terhadap alam dan

lingkungan

3. Penanggulangan bencana dan pengurangan risiko bencana dengan sasaran menurunnya indeks

risiko bencana pada pusat-pusat pertumbuhan yang berisiko tinggi

Tabel 3. 5: Strategi Dalam Melestarikan Sumberdaya Alam, Lingkungan Hidup dan

Pengelolaan Bencana

Kebijakan Strategi Peningkatan konservasi dan tata kelola hutan

Konservasi hutan: a) Peningkatan efektivitas pengelolaan Resort Based Management (RBM)

pada seluruh kawasan hutan konservasi b) Pembentukan pusat penelitian terintegrasi tentang keanekaragaman hayati

di dalam taman nasional, dan KPHK c) Peningkatan kerja sama (kemitraan) dengan pihak ketiga dalam

pengelolaan penangkaran ex-situ tanaman dan satwa liar, serta penyelamatan 20 satwa dan tumbuhan langka

d) Pengembangan skema pendanaan (trust fund) bagi kawasan hutan konservasi

e) Meningkatkan sarana dan prasarana perlindungan hutan dan pengendalian kebakaran hutan

f) Peningkatan kuantitas dan kualitas Manggala Agni dalam rangka penanggulangan kebakaran hutan

g) Peningkatan pelestarian keanekaragaman hayati di luar kawasan hutan h) Peningkatan inventarisasi keanekaragaman hayati baik di dalam maupun di

luar kawasan hutan

Tatakelola hutan: a) Percepatan pengukuhan kawasan hutan melalui penataan batas, pemetaan

dan penetapan b) Mewujudkan unit manajemen yang handal di tingkat tapak pada seluruh

kawasan hutan dalam bentuk Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) untuk mendukung fungsi produksi, lindung dan konservasi

c) Meningkatkan kapasitas pengelola KPH d) Meningkatkan hubungan yang saling menguntungkan antara masyarakat,

termasuk masyarakat adat, dengan pemerintah dalam pengelolaan kawasan hutan

Perbaikan kualitas lingkungan hidup

a) Penguatan sistem pemantauan kualitas lingkungan hidup b) Peningkatan kualitas lingkungan hidup melalui peningkatan kualitas air,

peningkatan kualitas udara dan peningkatan kualitas tutupan lahan/hutan c) Peningkatan pelestarian dan pemanfaatan keekonomian keanekaragaman

hayati d) Penerapan pola produksi dan konsumsi berkelanjutan sebagai upaya

efisiensi penggunaan sumberdaya dan pengurangan beban pencemaran terhadap lingkungan hidup

e) Penguatan instrumen pengelolaan lingkungan serta sistem insentif dan disinsentif pengelolaan lingkungan hidup

f) Penegakan hukum lingkungan, meliputi: penyelesaian peraturan operasional turunan UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Page 25: kajian kelembagaan dan regulasi untuk mendukung kebijakan ...

16

Kebijakan Strategi Penanggulangan bencana dan pengurangan risiko bencana

a) Internalisasi pengurangan risiko bencana dalam kerangka pembangunan berkelanjutan di pusat dan daerah

b) Penurunan tingkat kerentanan terhadap bencana c) Peningkatan kapasitas pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat

dalam penanggulangan bencana

Sumber: RPJMN 2015-2019, Buku I

Upaya pengurangan resiko bencana terkait erat dengan Sasaran Pembangunan Kewilayahan dan Antar

Wilayah dalam RPJMN 2015-2019 yang meliputi:

1. Peran wilayah dalam pembentukan PDB Nasional di wilayah Pulau Sumatera, Jawa-Bali, Nusa

Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua

2. Pembangunan Perdesaan yang meliputi penurunan desa tertinggal dan peningkatan jumlah desa

mandiri

3. Pengembangan kawasan perbatasan yang meliputi Pusat Kegiatan Strategis Nasional

4. Pembangunan daerah tertinggal

5. Pembangunan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di luar Jawa

6. Pembangunan kawasan perkotaan yang berfungsi sebagai Pusat Kegiatan Nasional, Pusat

Kegiatan Wilayah dan Kota Baru

Isu utama pembangunan wilayah nasional saat ini adalah masih besarnya kesenjangan

antar wilayah, khususnya kesenjangan pembangunan antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan

Kawasan Timur Indonesia (KTI). Strategi kebijakan pembangunan berdimensi kewilayahan dilakukan

dengan mendorong percepatan pembangunan pusat - pusat pertumbuhan ekonomi, sebagai

penggerak utama pertumbuhan di masing-masing pulau, terutama di wilayah koridor ekonomi,

dengan menggali potensi dan keunggulan daerah. Upaya peningkatan pembangunan ekonomi di

semua pusat pertumbuhan tersebut, harus tetap mengacu Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan

Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Dalam pembangunan Bidang Tata Ruang diidentifikasi 3 (tiga)

isu strategis sebagai berikut:

1. Pemanfaatan dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang

Siklus pelaksanaan penataan ruang, sebagaimana diatur oleh UU Penataan Ruang, terdiri dari

perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Mempertimbangkan masih

ada RTR dan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP-3-K) yang belum

selesai, maka tahapan pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang belum dapat

dilaksanakan secara efektif. Salah satu faktor penyebab belum seluruh daerah memiliki RTR dan

RZWP-3-K adalah belum tersedianya peta berskala besar

2. Kelembagaan Penyelenggaraan Penataan Ruang

Permasalahan kelembagaan mencakup masih belum memadainya kualitas, kuantitas dan

kompetensi SDM Bidang Tata Ruang, yang berdampak pada cenderung rendahnya kualitas RTR.

Untuk Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bidang Tata Ruang, selain kualitas dan kuantitas yang

masih harus ditingkatkan, wadah dan tata kerjanya belum terdefinisikan dengan baik untuk

menunjang kinerjanya. Selain itu, masyarakat pengguna ruang juga belum berperan aktif dalam

penyelenggaraan penataan ruang. Minimnya pedoman yang dapat menjadi panduan bagi

Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan penataan ruang juga menimbulkan banyak kendala.

3. RTR sebagai acuan pembangunan berbagai sektor

Page 26: kajian kelembagaan dan regulasi untuk mendukung kebijakan ...

17

Sebagai peraturan perundangan yang mewadahi Bidang Tata Ruang, seluruh amanat UUPR harus

dilengkapi dan selaras dengan aturan sektoral lain. Namun saat ini RTR belum menjadi pedoman

bagi pembangunan sektoral. Selain itu, RTR juga belum selaras dengan rencana pembangunan

yang menjadi acuan pembiayaan pembangunan

Kebijakan meningkatkan ketangguhan terhadap bencana terutama dilaksanakan melalui strategi

internalisasi pengurangan risiko bencana dalam kerangka pembangunan berkelanjutan, yaitu : (i)

melakukan pengenalan, pengkajian dan pemantauan risiko bencana, melalui penyediaan peta ancaman

dan risiko bencana untuk perencanaan pembangunan dan perencanaan tata ruang, (ii) penurunan dan

pengendalian tingkat kerentanan wilayah dan masyarakat terhadap bencana, melalui penyediaan

dukungan bagi penegakan rencana tata ruang.

UU nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional mengamanatkan bahwa

perencanaan pembangunan harus didasarkan pada data dan informasi yang akurat dan dapat

dipertanggungjawabkan, termasuk di dalamnya data dan informasi geospasial. UU No. 26/2007 tentang

Penataan Ruang mengamanatkan perlunya data dan informasi geospasial dalam penentuan tata ruang,

baik nasional, provinsi maupun kabupaten/kota. UU nomor 4 tahun 2011 tentang Informasi Geospasial

menjelaskan urgensi informasi geospasial dalam mengelola sumberdaya alam dan sumberdaya lainnya

dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan wilayah yuridiksinya untuk dapat dimanfaatkan

sebesar-besarnya bagi kemakmuran seluruh rakyat Indonesia, antara lain dalam hal: (i) Pengelolaan

sumberdaya alam, (ii) Penanggulangan bencana, (iii) Penataan ruang, (iv) Penjagaan keutuhan wilayah

NKRI, (v) Pemudahan memperoleh Informasi Geospasial, (vi) Pengembangan Iptek dan Sumberdaya

Manusia, (vii) Efisiensi, (viii) Pelayanan public dan (ix) Pendorong inventasi ekonomi.

Isu strategis bidang Informasi Geospasial untuk lima tahun ke depan terkait dengan pembangunan

kewilayahan, terutama aspek tata ruang dan pertanahan adalah:

1. Koordinasi dalam penyelenggaraan Informasi Geospasial

Saat ini terdapat beberapa instansi Pemerintah yang berwenang dan bertanggung jawab dalam

pengelolaan data dan informasi geospasial. Khususnya untuk penanggulangan bencana data dan

informasi geospasial tematik yang tersedia masih memerlukan penyamaan dalam satu referensi

geospasial

2. Produksi data dan informasi geospasial

Upaya percepatan produksi yang selama ini dilakukan tidak sebanding dengan perkembangan

kebutuhan akan data dan informasi geospasial bagi perencanaan pembangunan dan kebijakan

publik.

3. Jaringan distribusi data dan informasi geospasial

Upaya penguatan distribusi data dan informasi geospasial telah dilakukan melalui pembangunan

Jaringan Informasi Geospasial Nasional (JIGN) yang dapat diakses oleh semua stakeholder

melalui jaringan internet. Namun simpul jaringan yang terkoneksi masih terbatas dan belum

terjadinya pertukaran data yang signifikan antarsimpul jaringan yang telah terkoneksi.

3.4. Kerangka Sendai 2015-2030 dan Sustainable Development Goals di Indonesia

Kerangka Pengurangan Risiko Bencana pasca 2015 telah diadopsi pada saat penyelenggaraan Konferensi

Dunia ke-3 untuk Pengurangan Risiko Bencana, yang dilaksanakan pada tanggal 14 - 18 Maret 2015 di

Sendai, Miyagi, Jepang, yang merepresentasikan kesempatan yang unik bagi seluruh negara untuk:

Page 27: kajian kelembagaan dan regulasi untuk mendukung kebijakan ...

18

1. Mengadadopsi secara ringkas, terfokus, melihat kedepan, dan mengambil tindakan yang

berorientasi pada kerangka pengurangan risiko bencana pasca 2015

2. Melengkapi penilaian dan review terhadap pelaksanaan Kerangka Aksi Hyogo 2005 -2015

3. Memanfaatkan pengalaman pelaksanaan Kerangka Aksi Hyogo untuk menyusun perencanaan

pengurangan resiko bencana

4. Mengidentifikasi modalitas kerjasama berdasarkan komitmen untuk menerapkan kerangka kerja

pengurangan risiko bencana pasca – 2015

5. Menentukan modalitas untuk melakukan review secara periodik terhadap pelaksanaan kerangka

pengurangan risiko bencana pasca - 2015.

Kerangka Sendai 2015 menggambarkan tujuan, target dan prioritas aksi sesuai gambar berikut ini.

Gambar 3. 2: Kerangka Sendai 2015-2030

Khususnya dalam pelaksanaan prioritas aksi memahami resiko bencana, ketersediaan data dan informasi

geospasial sangat diperlukan. Data geospasial merupakan salah satu alat untuk meningkatkan efisiensi

dan efektivitas Penanggulangan Bencana. Pada saat pra bencana, data geospasial yang diperlukan dapat

berupa: Peta Rawan Bencana/Multi Rawan Bencana, Peta Risiko Bencana, Peta Rencana Kontijensi, Peta

Tata Ruang Wilayah.

Dalam rangka menanggapi Kerangka Sendai 2015-2030, pada akhir peringatan Bulan Pengurangan Resiko

Bencana yang diselenggarakan pada bulan Oktober 2015 telah disepakati Deklarasi Surakarta yang pada

prinsipnya menyepakati hal-hal sebagai berikut ini:

1. Dalam hal pengurangan indeks risiko bencana, jumlah korban bencana, jumlah orang yang

terdampak bencana, jumlah kerugian ekonomi akibat bencana, mengurangi kerusakan akibat

Page 28: kajian kelembagaan dan regulasi untuk mendukung kebijakan ...

19

bencana pada infrastruktur penting serta gangguan pada layanan-layanan dasar, dan

meningkatkan kerjasama internasional serta meningkatkan ketersediaan dan akses terhadap

sistem peringatan dini multi ancaman dan informasi risiko bagi masyarakat sesuai Nawa Cita

dan Kerangka Sendai, dilaksanakan melalui:

a) Meningkatkan upaya Pengurangan Risiko Bencana pada semua tataran, terutama

pengarusutamaan Pengurangan Risiko Bencana ke dalam Rencana Pembangunan Nasional

dan Daerah dan menegaskan keterhubungan antara rencana dan penganggaran

pembangunan nasional dengan rencana pembangunan daerah;

b) Mempromosikan Gerakan Nasional Pengurangan Risiko Bencana untuk Masyarakat yang

Tangguh, Sejahtera dan Berkelanjutan melalui perencanaan dan implementasi terpadu

program Desa/Kelurahan Tangguh dan pengurangan risiko bencana berbasis komunitas,

program Kota dan Kabupaten Tangguh, Sekolah dan Rumah Sakit Aman, serta program

ketangguhan nasional melalui Konvergensi Adaptasi Perubahan Iklim dan Pengurangan

Risiko Bencana

c) Melaksanakan langkah-langkah nyata untuk mengatasi emerging risks dan trans-boundary

risks pada kebakaran hutan, lahan dan asap, kekeringan berkepanjangan akibat perubahan

iklim dan ancaman lainnya

d) Memberdayakan dan meningkatkan peran serta relawan dalam upaya kesiapsiagaan untuk

respons yang lebih baik dan pengurangan risiko bencana untuk ketangguhan masyarakat dan

bangsa

e) Meningkatkan pendidikan dan pelatihan bencana mulai dari usia dini, remaja sampai usia

dewasa demi membangun budaya aman, dengan memberi perhatian khusus kepada para

penyandang disabilitas dan kelompok rentan lainnya

f) Meningkatkan profesionalitas dan kemandirian ilmu pengetahuan dan teknologi

kebencanaan melalui peningkatan teknologi tepat guna dan inovasi teknologi kebencanaan

sebagai upaya untuk mewujudkan Indonesia sebagai pusat pengetahuan bencana dan center

of excellence

2. Dalam hal membangun ketangguhan kaum miskin dan mereka yang rentan, serta mengurangi

keterpaparan dan kerentanan terhadap bencana sesuai sasaran 1.5 SDGs: dilaksanakan melalui

peningkatan keterlibatan para pemangku kepentingan, terutama kaum miskin dan kelompok

rentan, termasuk masyarakat adat, ibu hamil, anak-anak, kaum lansia dan penyandang

disabilitas, dalam proses perencanaan, pengambilan keputusan dan penyelenggaraan

pengurangan risiko bencana di tingkat pusat dan daerah;

3. Dalam hal membangun kemandirian pangan sebagai bagian dari penguatan kapasitas untuk

beradaptasi terhadap perubahan iklim, cuaca ekstrem, kekeringan, banjir dan bencana-bencana

lainnya sesuai sasaran 2.4 SDGs dilaksanakan melalui bekerja sama dengan para pemangku

kepentingan bidang pangan dan pertanian untuk mendorong praktik-praktik pertanian dan tata

niaga pertanian yang lebih adil dan berkelanjutan, terutama di kawasan-kawasan dengan tingkat

risiko bencana yang tinggi;

4. Dalam hal pengembangan infrastruktur yang bermutu, handal, berkelanjutan dan tangguh untuk

mendukung pembangunan ekonomi dan kesejahteraan manusia sesuai sasaran 9.1 SDGs

dilaksanakan melalui mendorong pembangunan sarana-prasarana publik di pusat-pusat

pertumbuhan ekonomi yang berdasarkan analisis risiko, mendorong integrasi PRB ke dalam

perencanaan tataruang dan tata bangunan; meningkatkan investasi dalam pengelolaan

lingkungan hidup, pengelolaan sumber daya alam yang lebih baik dan berwawasan lingkungan,

Page 29: kajian kelembagaan dan regulasi untuk mendukung kebijakan ...

20

serta pengelolaan risiko yang berwawasan ekosistem dan penghidupan masyarakat yang

berkelanjutan;

5. Dalam hal membuat kota-kota dan permukiman menjadi inklusif, aman, tangguh dan

berkelanjutan sesuai tujuan 11 SDGs: dilaksanakan melalui mendorong Pemerintah Provinsi dan

Kota/Kabupaten untuk lebih berkomitmen dan bertanggung jawab dalam melaksanakan

Kerangka Sendai untuk PRB yang terintegrasi antara lain melalui penerapan manajemen risiko

yang terpadu dan menyeluruh, mendukung partisipasi dalam jejaring Kota/Kabupaten Tangguh;

mendukung prakarsa-prakarsa yang mendorong tercapainya sekolah dan rumah sakit serta aset

dan properti daerah penting lainnya yang aman dan berkelanjutan;

6. Dalam hal mengambil langkah yang segera untuk mengurangi dampak bencana yang

disebabkan oleh perubahan iklim sesuai dengan sasaran 13 SDGs: dilaksanakan melalui

peningkatan kapasitas seluruh masyarakat, terutama kaum miskin, anak, perempuan, lansia dan

para penyandang disabilitas, agar lebih tangguh dan mampu beradaptasi dengan bencana-

bencana alam dan bencana terkait iklim, melalui penerapan ilmu pengetahuan, pendidikan,

peningkatan kesadaran, serta peningkatan kapasitas manusia dan kelembagaan dalam hal

mitigasi, adaptasi dan pengurangan risiko perubahan iklim, dan sistem peringatan dini di semua

tataran, dengan mempertimbangkan karakteristik demografis dan geografis serta kearifan lokal

setiap daerah.

Gambar 3. 3: Sustainable Development Goals

Target 1.5: By 2030, build the resilience of the poor and those in vulnerable situations and reduce their exposure and vulnerability

to climate-related extreme events and other economic, social and environmental shocks and disasters

Target 2.4: By 2030, double the agricultural productivity and incomes of small-scale food producers, in particular women,

indigenous peoples, family farmers, pastoralists and fishers, including through secure and equal access to land, other productive

resources and inputs, knowledge, financial services, markets and opportunities for value addition and non-farm employment

Target 9.1: Develop quality, reliable, sustainable and resilient infrastructure, including regional and transborder infrastructure, to

support economic development and human well-being, with a focus on affordable and equitable access for all

Target 11.1: By 2030, ensure access for all to adequate, safe and affordable housing and basic services and upgrade slums

Page 30: kajian kelembagaan dan regulasi untuk mendukung kebijakan ...

21

Target 11.2: By 2030, provide access to safe, affordable, accessible and sustainable transport systems for all, improving road

safety, notably by expanding public transport, with special attention to the needs of those in vulnerable situations, women,

children, persons with disabilities and older persons

Target 11.3: By 2030, enhance inclusive and sustainable urbanization and capacity for participatory, integrated and sustainable

human settlement planning and management in all countries

Target 11.4: Strengthen efforts to protect and safeguard the world’s cultural and natural heritage

Target 11.5: By 2030, significantly reduce the number of deaths and the number of people affected and substantially decrease

the direct economic losses relative to global gross domestic product caused by disasters, including water-related disasters, with

a focus on protecting the poor and people in vulnerable situations

Target 11.6: By 2030, reduce the adverse per capita environmental impact of cities, including by paying special attention to air

quality and municipal and other waste management

Target 11.7: By 2030, provide universal access to safe, inclusive and accessible, green and public spaces, in particular for women

and children, older persons and persons with disabilities

Target 11.a: Support positive economic, social and environmental links between urban, per-urban and rural areas by

strengthening national and regional development planning

Target 11.b: By 2020, substantially increase the number of cities and human settlements adopting and implementing integrated

policies and plans towards inclusion, resource efficiency, mitigation and adaptation to climate change, resilience to disasters, and

develop and implement, in line with the Sendai Framework for Disaster Risk Reduction 2015-2030, holistic disaster risk

management at all levels

Target 11.c: Support least developed countries, including through financial and technical assistance, in building sustainable and

resilient buildings utilizing local materials

Target 13.1: Strengthen resilience and adaptive capacity to climate-related hazards and natural disasters in all countries

Target 13.2: Integrate climate change measures into national policies, strategies and planning

Target 13.3: Improve education, awareness-raising and human and institutional capacity on climate change mitigation,

adaptation, impact reduction and early warning

Target 13.a: Implement the commitment undertaken by developed-country parties to the United Nations Framework Convention

on Climate Change to a goal of mobilizing jointly $100 billion annually by 2020 from all sources to address the needs of developing

countries in the context of meaningful mitigation actions and transparency on implementation and fully operationalize the Green

Climate Fund through its capitalization as soon as possible

Target 13.b: Promote mechanisms for raising capacity for effective climate change-related planning and management in least

developed countries and Small Island developing States, including focusing on women, youth and local and marginalized

communities

Pada prinsipnya, Deklarasi Surakarta mendukung pelaksanaan strategi RPJMN 2015-2019 dalam

penanggulangan bencana dan mengisi kesenjangan aksi yang belum sepenuhnya sesuai dengan indikator

pelaksanaan HFA 2005-2015 di Indonesia.

Integrasi Adaptasi Perubahan Iklim dan Pengurangan Resiko Bencana kedalam perencanaan

pembangunan dapat menciptakan efektivitas sumberdaya manusia dan teknologi dalam mendukung

target pembangunan berkelanjutan dan efisiensi anggaran untuk pelaksanaan kedua program tersebut

dalam mendukung target pembangunan berkelanjutan. Arah kebijakan dan strategi untuk mencapai

sasaran Adaptasi Perubahan Iklim dalam RPJMN 2015-2019 sudah jelas yaitu : pertama, mendorong

pemerintah daerah menyusun strategi/rencana aksi adaptasi berdasarkan dokumen RAN-API dan kajian

kerentanan daerah; kedua, melaksanakan upaya adaptasi berdasarkan dokumen RAN-API terutama di

Page 31: kajian kelembagaan dan regulasi untuk mendukung kebijakan ...

22

lokasi 15 (limabelas) daerah rentan perubahan iklim; ketiga, meningkatkan pengetahuan dan kapasitas

masyarakat terkait dengan perubahan iklim. Bappenas memilih lokasi pilot RAN-API dengan kriteria

sebagai berikut:

1. Ketersediaan kajian kerentanan yang berisi kajian iklim, dampak potensial, sektor yang terkena

dampak, klaster dan rekomendasi aksi

2. Komitmen daerah, termasuk integrasi ke dalam perencanaan dan penganggaran

3. Adanya kegiatan adaptasi yang telah dan sedang dibiayai APBD atau sumber pendanaan lainnya

4. Tersedianya Pokja Perubahan Iklim Daerah

5. Kesesuaian dengan RAN-API

Berdasarkan kriteria tersebut diatas, lokasi yang menjadi sasaran RAN-API adalah Provinsi Bali, Kota

Semarang, Kota Pekalongan, Provinsi Jawa Barat, Kota Blitar, Kota Bandar Lampung, Provinsi Jawa Timur,

Kabupaten Malang, Kota Batu, Kota Malang, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Pulau Lombok, Kota Tarakan,

Provinsi Sumatera Selatan dan Provinsi Sumatera Utara.

Selain kegiatan tersebut diatas, pengendalian dampak perubahan iklim didukung program yang

mendorong peningkatan kapasitas adaptasi dan mitigasi perubahan iklim di tingkat lokal

berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 19 tahun 2012 tentang Program Kampung

Iklim (Proklim) yang bertujuan untuk mendorong pelaksanaan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.

Kegiatan adaptasi meliputi antara lain: (i) pengendalian kekeringan, banjir, dan longsor; (ii) peningkatan

ketahanan pangan; (iii) penanganan atau antisipasi kenaikan muka laut, rob, intrusi air laut, abrasi, ablasi,

dan gelombang tinggi; dan (iv) pengendalian penyakit terkait iklim.

Kegiatan mitigasi meliputi antara lain: (i) pengelolaan sampah dan limbah padat; (ii) pengolahan dan

pemanfaatan air limbah; (iii) penggunaan energi baru, terbarukan dan konservasi energi; (iv) budidaya

pertanian; (v) peningkatan tutupan vegetasi; dan (vi) pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan

dan lahan.

Page 32: kajian kelembagaan dan regulasi untuk mendukung kebijakan ...

23

BAB IV

PELAKSANAAN STRATEGI PENANGGULANGAN BENCANA TAHUN 2015

4.1. Penanggulangan Bencana di Daerah

Kelembagaan penanggulangan bencana di daerah dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri Dalam

Negeri Nomor 46 Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi Dan Tata Kerja Badan Penanggulangan

Bencana Daerah dan Peraturan Kepala BNPB nomor 3 Tahun 2008 tentang Pedoman Pembentukan

Badan Penanggulangan Bencana Daerah.

Tabel 4. 1: Perbandingan substansi Permendagri dan Perka BNPB tentang BPBD

Permendagri No. 46 tahun 2008 Perka BNPB No. 3 tahun 2008 Kedudukan: 1) BPBD Provinsi dan BPBD Kabupaten/Kota

berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Daerah.

2) BPBD Provinsi dan BPBD Kabupaten/Kota dipimpin Kepala Badan secara ex-officio dijabat oleh Sekretaris Daerah.

Pengaturan tentang kedudukan, tugas dan fungsi BPBD diatur dengan pedoman organisasi dan tata kerja BPBD yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri

BPBD provinsi/kabupaten/kota bertugas: 1) menetapkan pedoman dan pengarahan

terhadap usaha penanggulangan bencana yang mencakup pencegahan bencana, penanganan darurat, rehabilitasi, serta rekonstruksi secara adil dan setara;

2) menetapkan standarisasi serta kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan bencana berdasarkan peraturan perundang-undangan;

3) menyusun, menetapkan, dan menginformasikan peta rawan bencana;

4) menyusun dan menetapkan prosedur tetap penanganan bencana;

5) melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada Kepala Daerah setiap bulan sekali dalam kondisi normal dan setiap saat dalam kondisi darurat bencana;

6) mengendalikan pengumpulan dan penyaluran uang dan barang;

7) mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; dan

8) melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan

Penetapan pedoman dan pengarahan terhadap usaha penanggulangan bencana dilaksanakan sesuai dengan kebijakan Pemerintah Daerah dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana.

Pengaturan tentang kedudukan, tugas dan fungsi BPBD diatur dengan pedoman organisasi dan tata kerja BPBD yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri

BPBD Provinsi dan BPBD Kabupaten/Kota dalam menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 mempunyai fungsi: 1) perumusan dan penetapan kebijakan

penanggulangan bencana dan penanganan

Pengaturan tentang kedudukan, tugas dan fungsi BPBD diatur dengan pedoman organisasi dan tata kerja BPBD yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri

Page 33: kajian kelembagaan dan regulasi untuk mendukung kebijakan ...

24

Permendagri No. 46 tahun 2008 Perka BNPB No. 3 tahun 2008 pengungsi dengan bertindak cepat dan tepat, efektif dan efisien; dan

2) pengkoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu dan menyeluruh.

Susunan organisasi BPBD Provinsi dan BPBD Kabupaten/Kota terdiri atas: 1) Kepala; 2) Unsur Pengarah; dan 3) Unsur Pelaksana

BPBD terdiri dari : 1) Kepala 2) Unsur Pengarah Penanggulangan Bencana. 3) Unsur Pelaksana Penanggulangan Bencana. Kepala a) Kepala BPBD dijabat secara rangkap (ex-officio)

oleh Sekretaris Daerah. b) Kepala BPBD membawahi unsur pengarah

penanggulangan bencana dan unsur pelaksana penanggulangan bencana.

c) Kepala BPBD bertanggungjawab langsung kepada Kepala Daerah.

Pengaturan unsur Pengarah BPBD Provinsi dan Kabupaten/Kota ditetapkan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan

Unsur pengarah penanggulangan bencana yang selanjutnya disebut Unsur Pengarah berada di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada Kepala BPBD. Tugas dan fungsi unsur pengarah: 1) Unsur Pengarah mempunyai tugas

memberikan masukan dan saran kepada Kepala BPBD dalam penanggulangan bencana.

2) Unsur Pengarah menyelenggarakan fungsi : a) perumusan kebijakan penanggulangan

bencana daerah; b) pemantauan dan evaluasi dalam

penyelenggaraan penanggulangan bencana

Unsur Pengarah terdiri dari Ketua dan Anggota Ketua Unsur Pengarah dijabat oleh Kepala BPBD Anggota unsur pengarah berasal dari: 1) lembaga/instansi pemerintah daerah yakni

dari badan/dinas terkait dengan penanggulangan bencana sedangkan masyarakat profesional yakni dari pakar, profesional dan tokoh masyarakat di daerah

2) Anggota unsur pengarah BPBD provinsi berjumlah 11 (sebelas) anggota, terdiri dari 6 (enam) pejabat instansi/lembaga pemerintah daerah dan 5 (lima)anggota dari masyarakat profesional di daerah

3) Anggota unsur pengarah BPBD kabupaten/kota berjumlah 9 (sembilan) anggota, terdiri dari 5 (lima) pejabat instansi/lembaga pemerintah daerah dan 4 (empat) anggota dari masyarakat profesional di daerah

1) Unsur Pelaksana BPBD Provinsi berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala BPBD Provinsi.

Unsur pelaksana penanggulangan bencana berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala BPBD

Page 34: kajian kelembagaan dan regulasi untuk mendukung kebijakan ...

25

Permendagri No. 46 tahun 2008 Perka BNPB No. 3 tahun 2008 2) Unsur Pelaksana BPBD Provinsi dipimpin Kepala

Pelaksana yang membantu Kepala BPBD Provinsi dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi unsur pelaksana BPBD Provinsi sehari-hari

1) Unsur Pelaksana BPBD Kabupaten/Kota berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala BPBD Kabupaten/Kota.

2) Unsur Pelaksana BPBD Kabupaten/Kota dipimpin Kepala Pelaksana yang membantu Kepala BPBD Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi unsur pelaksana BPBD Kabupaten/Kota sehari-hari.

Unsur pelaksana penanggulangan bencana berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala BPBD

Unsur Pelaksana BPBD Kabupaten/Kota klasifikasi

A , terdiri atas:

a) Kepala Pelaksana;

b) Sekretariat Unsur Pelaksana;

c) Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan;

d) Bidang Kedaruratan dan Logistik; dan

e) Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi.

Sekretariat dan Bidang terdiri paling banyak 3 (tiga) Sub bagian dan masing -masing Bidang terdiri atas 2 (dua) Seksi Eselon dan kepegawaian BPBD klasifikasi A 1) Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten/Kota adalah

jabatan struktural eselon II.b 2) Kepala Sekretariat dan Kepala Bidang BPBD

adalah jabatan struktural eselon III.b 3) Kepala Subbagian BPBD Kabupaten/Kota

adalah jabatan struktural eselon IV.a.

Susunan organisasi Unsur Pelaksana BPBD (tanpa klasifikasi) terdiri atas; 1) Kepala Pelaksana; 2) Sekretariat Unsur Pelaksana; 3) Bidang/Seksi Pencegahan dan Kesiapsiagaan; 4) Bidang/Seksi Kedaruratan dan Logistik; dan 5) Bidang/Seksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi.

Unsur Pelaksana BPBD Kabupaten/Kota klasifikasi B terdiri atas: a) Kepala Pelaksana; b) Sekretariat Unsur Pelaksana; c) Seksi Pencegahan dan Kesiapsiagaan; d) Seksi Kedaruratan dan Logistik; dan e) Seksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi. Eselon dan kepegawaian BPBD kelas B a) Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten/Kota

jabatan struktural eselon III.a. b) Kepala Sekretariat dan Kepala Seksi BPBD

Kabupaten/Kota jabatan struktural eselon IV.a c) Kepala Seksi BPBD Kabupaten/kota adalah

jabatan struktural eselon IV.a.

Susunan organisasi Unsur Pelaksana BPBD (tanpa klasifikasi) terdiri atas; 1) Kepala Pelaksana; 2) Sekretariat Unsur Pelaksana; 3) Bidang/Seksi Pencegahan dan Kesiapsiagaan; 4) Bidang/Seksi Kedaruratan dan Logistik; dan 5) Bidang/Seksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi.

BPBD Provinsi dan BPBD Kabupaten/Kota dalam melaksanakan tugas menerapkan prinsip koordinasi,integrasi, dan sinkronisasi

Dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, BPBD mempunyai fungsi koordinasi, komando dan pelaksana, oleh karenanya hubungan kerja antara BPBD dengan instansi atau lembaga terkait dapat dilakukan secara koordinasi, komando dan pengendalian.

Tata Kerja 1) Hubungan Kerja antara BPBD Provinsi dengan

BPBD Kabupaten/Kota bersifat memfasilitasi dan/atau koordinasi dan pada saat penanganan darurat bencana

Mengatur secara rinci pelaksanaan koordinasi horizontal dan external, pelaksanaan fungsi komando dan pelaksanaan pengendalian

Page 35: kajian kelembagaan dan regulasi untuk mendukung kebijakan ...

26

Permendagri No. 46 tahun 2008 Perka BNPB No. 3 tahun 2008 2) BPBD Provinsi dapat melaksanakan fungsi

komando, koordinasi, dan pelaksana. 3) Hubungan kerja antara BPBD Provinsi dengan

Badan Nasional Penanggulangan Bencana bersifat koordinasi dan teknis kebencanaan dalam rangka upaya peningkatan kualitas penyelenggaraan penanggulangan bencana

Pembinaan Dan Pengawasan 1) Pembinaan dan pengawasan teknis

administratif serta fasilitasi penyelenggaraan penanggulangan bencana dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri.

2) Pembinaan dan pengawasan teknis operasional dilaksanakan oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana dengan berkoordinasi Menteri Dalam Negeri.

Pembinaan teknis: 1) pada tingkat masyarakat dilakukan oleh BPBD

Kabupaten/Kota secara terpadu dengan instansi teknis terkait.

2) pada tingkat BPBD Kabupaten/Kota dilakukan oleh BPBD Provinsi secara terpadu dengan instansi teknis terkait.

3) pada tingkat BPBD Provinsi dilakukan oleh BNPB secara terpadu dengan instansi teknis terkait

Pengawasan: Pengawasan terhadap penyelenggaraan penanggulangan bencana dilakukan oleh BNPB dan/atau lembaga pengawas sesuai peraturan perundang-undangan Pelaporan: 1) Laporan penyelenggaraan penanggulangan

bencana meliputi kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada prabencana, saat tanggap darurat dan pascabencana yang dibuat setiap bulan dan setiap tahun

2) Laporan penerimaan dan penyaluran bantuan yang berasal dari sumbangan masyarakat

3) Laporan pertanggungjawaban dana kontinjensi bencana, dana siap pakai, dan dana bantuan yang berasal dari BNPB.

Permendagri Nomor 46 tahun 2008 mengatur kedudukan, tugas dan fungsi BPBD provinsi dan

kabupaten/kota, organisasi termasuk aspek eselon dan kepegawaian, tata kerja, pembinaan dan

pengawasan. Perka BNPB Nomor 3 tahun 2008 mengatur secara terinci tentang unsur pengarah,

pelaksanaan fungsi koordinasi, fungsi komando dan pengendalian.

Berdasarkan Perka BNPB Nomor 3 tahun 2008, pelaksanaan fungsi koordinasi, komando dan

pengendalian meliputi:

Tabel 4. 2: Fungsi koordinasi, komando dan pengendalian berdasarkan Perka BNPB nomor

3/2008

Fungsi koordinasi Fungsi komando Fungsi pengendalian 1) Koordinasi BPBD dengan

instansi atau lembaga dinas/badan dilaksanakan secara horisontal pada tahap prabencana, saat tanggap darurat dan Pascabencana

2) Kerjasama yang melibatkan

peran serta negara lain,

1) Dalam hal status keadaan darurat bencana,

2) Gubernur/Bupati/Walikota menunjuk seorang komandan penanganan darurat bencana atas usulan Kepala BPBD untuk mengendalikan kegiatan operasional penanggulangan

1) Penggunaan teknologi yang secara tiba-tiba dan/atau berangsur menjadi sumber ancaman bahaya bencana.

2) Penguasaan dan pengelolaan sumberdaya alam yang berpotensi yang secara tiba-tiba dan/atau berangsur

Page 36: kajian kelembagaan dan regulasi untuk mendukung kebijakan ...

27

Fungsi koordinasi Fungsi komando Fungsi pengendalian lembaga internasional dan

lembaga asing non pemerintah

dilakukan melalui koordinasi

BNPB sesuai dengan ketentuan

yang berlaku

bencana dan bertanggung-jawab kepada Kepala Daerah

3) Komandan Penanganan Darurat Bencana memiliki kewenangan komando memerintahkan instansi/lembaga terkait meliputi: a. pengerahan sumber daya manusia; b. pengerahan peralatan; c. pengerahan logistik; dan d. penyelamatan;

4) Komandan Penanganan Darurat Bencana berwenang mengaktifkan dan meningkatkan Pusat Pengendalian Operasi menjadi Pos Komando.

berpotensi menjadi sumber bahaya bencana.

3) Pengurasan sumberdaya alam yang melebihi daya dukungnya yang menyebabkan ancaman timbulnya bencana.

4) Perencanaan dan penegakan rencana tata ruang wilayah dalam kaitan penanggulangan bencana.

5) Kegiatan penanggulangan bencana yang dilakukan oleh lembaga/organisasi pemerintah dan non-pemerintah.

6) Penetapan kebijakan pembangunan yang berpotensi menimbulkan bencana.

7) Pengumpulan dan penyaluran bantuan berupa uang dan/atau barang serta jasa lain (misalnya relawan) yang diperuntukan untuk penanggulangan bencana diwilayahnya, termasuk pemberian ijin pengumpulan sumbangan di wilayahnya.

Pada saat ini telah terbentuk 34 BPBD provinsi dan 427 BPBD kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Dasar

pembentukan BPBD provinsi adalah Perda dengan Klasifikasi A, namun payung hukum pembentukan

BPBD kabupaten/kota sangat bervariasi, ada yang dibentuk melalui Perda, Peraturan Bupati dan

Peraturan Walikota dengan Klasifikasi A maupun Klasifikasi B. Berdasarkan status kelembagaan BPBD

sampai dengan bulan Juni 2014, 43 BPBD diantaranya dibentuk dengan Peraturan Bupati/Walikota,

sedangkan 384 BPBD lainnya dibentuk berdasarkan Perda.

Seluruh BPBD provinsi telah menyusun Rencana Penanggulangan Bencana tingkat provinsi pada tahun

2012, namun hanya sekitar 15 persen dari BPBD kabupaten/kota yang dibentuk telah menyusun rencana

penanggulangan bencana di kabupaten masing-masing. Kendala kinerja BPBD kabupaten/kota pada

umumnya adalah: a) minimnya SDM yang berkualitas; b) minimnya pengetahuan tentang manajemen

bencana; c) minimnya sarana dan prasarana penanggulangan bencana serta d) minimnya anggaran bagi

pelaksanaan fungsi koordinasi, fungsi komando dan fungsi pengendalian. Tingkat eselon dan

kepegawaian turut mempengaruhi pelaksanaan fungsi-fungsi koordinasi, komando dan pengendalian

dalam kerangka kerjasama denngan SKPD lainnya di daerah.

Panduan penilaian kapasitas penanggulangan bencana di daerah berdasarkan Perka BNPB nomor 3 tahun

2012 meliputi:

1. Identifikasi ancaman bencana

2. Penilaian regulasi, kelembagaan dan perencanaan

3. Penilaian sistem informasi dan peringatan bencana

Page 37: kajian kelembagaan dan regulasi untuk mendukung kebijakan ...

28

4. Penilaian upaya penelitian, pendidikan dan pelatihan terkait penanggulangan bencana

5. Penilaian upaya pengurangan faktor-faktor risiko dasar.

6. Penilaian upaya kesiapsiagaan daerah untuk penanggulangan bencana.

Ilustrasi berikut ini memberikan gambaran umum tentang kapasitas penanggulangan bencana di Pulau

Jawa (dengan asumsi sebagai daerah maju), di daerah kepulauan (daerah tertinggal) dan di daerah

perbatasan yang kaya dengan sumber daya alam. Profil singkat ini diperoleh melalui diskusi kelompok

terfokus dengan Bappeda provinsi/kabupaten/kota dan BPBD provinsi/kabupaten/kota yang menjadi

obyek perbandingan.

Tabel 4. 3: Ilustrasi kapasitas penanggulangan bencana di daerah

Profil daerah dalam penanggulangan bencana

Provinsi Jawa Tengah Provinsi Jawa Timur

Identifikasi ancaman bencana

Telah tercantum dalam RPB 2012-2017

Telah tercantum dalam RPB 2012-2017

Regulasi dan kelembagaan

1) Perda Provinsi Jawa Tengah Nomor 10 Tahun 2008 tentang SOTK BPBD, klasifikasi A

2) Pergub Jawa Tengah Nomor 101 Tahun 2008 tentang Tupoksi dan Tata Kerja Sekretariat BPBD

3) Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 120/42/2010 tentang Penetapan Unsur Pengarah Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Jawa Tengah Periode 2010-2015

1) Perda 11 tahun 2012 tentang perubahan atas Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur nomor 2 tahun 2009 SOTK dan tata kerja lembaga lain provinsi jawa timur, klasifikasi A

2) Pergub Provinsi Jawa Timur Nomor 37 Tahun 2012 tentang Uraian Jabatan Pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Jawa Timur

3) Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 188/ 100 /KPTS/013/2012 tentang Unsur Pengarah Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Jawa Timur Periode tahun 2012 - 2017

PB dalam perencanaan pembangunan

Agenda PB dalam RPJMD 2013-2018: “Meningkatkan Infrastruktur untuk Mempercepat Pembangunan Jawa Tengah yang Berkelanjutan dan Ramah Lingkungan”

Agenda PB dalam RPJMD 2014-2019: “Memelihara kualitas dan fungsi lingkungan hidup, serta meningkatkan perbaikan pengelolaan sumber daya alam, dan penataan ruang”

Page 38: kajian kelembagaan dan regulasi untuk mendukung kebijakan ...

29

Profil daerah dalam penanggulangan bencana

Sistem informasi dan peringatan bencana

Belum terbangun sistem informasi dan komunikasi kebencanaan secara terpadu dan terintegrasi

Belum terbangun sistem informasi dan komunikasi kebencanaan secara terpadu dan terintegrasi

Upaya penelitian, pendidikan dan pelatihan terkait penanggulangan bencana

Simulasi tanggap daurat

Pelatihan dasar manajemen penanggulangan bencana

Simulasi tanggap daurat

Pelatihan dasar manajemen penanggulangan bencana

Pedoman bagi upaya pengurangan faktor-faktor risiko dasar

Perda 6/2010 RTRW Provinsi Jawa Tengah

Perda Nomor 11 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan PB

RPB 2012-2017

Perda 5/2012 RTRW Provinsi Jawa Timur

Perda Provinsi Jawa Timur Nomor 3 Tahun 2010 tentang Penanggulangan Bencana di Provinsi Jawa Timur

RPB 2012-2017

Upaya kesiapsiagaan untuk penanggulangan bencana

Telah disusun dalam Rencana Kontinjensi banjir dan longsor di Provinsi Jawa Tengah

Bimbingan Tekhnis Fasilitator penyusunan Rencana Kontijensi BPBD Kab/Kota se Jawa Timur untuk bahaya letusan gunung berapi, tsunami, banjir, longsor dan puting beliung

Wilayah Malang Raya Kabupaten Malang Kota Malang Kota Batu

Identifikasi ancaman bencana

Identifikasi kerawanan dan kerusakan lingkungan hidup

Penyusunan peta risiko bencana

Identifikasi kerawanan dan kerusakan lingkungan hidup

Pembaruan peta kerawanan bencana

Identifikasi kerawanan dan kerusakan lingkungan hidup

Regulasi, kelembagaan PB

BPBD Kabupaten Malang Raya: Perda nomor 4 tahun 2011 dan Perda nomor 7 tahun 2011 dengan klasifikasi A

BPBD Kota Malang: Perda nomor 19 tahun 2014 dengan klasifikasi A

Perwal no. 44/2014 Ttg tupoksi BPBD

Sedang menyusun Perda Penanggulangan Bencana

BPBD Kota Batu: Perda nomor 13 tahun 2014 dengan klasifikasi B

PB dalam perencanaan pembangunan

PRB tidak menjadi visi dan misi Kepala Daerah (RPJMD 2010-2015)

RTRW Kab. Malang tidak berpedoman pada UU 26/2007

Pengenalan kerawanan baru dicantumkan dalam

Agenda PB dalam Ranwal RPJMD 2013-2018: “Mengembangkan Potensi Daerah Yang Berwawasan Lingkungan yang berkesinambungan Adil, Dan Ekonomis”

Tidak ada data

Page 39: kajian kelembagaan dan regulasi untuk mendukung kebijakan ...

30

Profil daerah dalam penanggulangan bencana

Ranwal RPJMD 2016-2020

Sistem informasi dan peringatan bencana

Belum terbangun sistem informasi dan komunikasi kebencanaan secara terpadu dan terintegrasi

Belum terbangun sistem informasi dan komunikasi kebencanaan secara terpadu dan terintegrasi

Belum terbangun sistem informasi dan komunikasi kebencanaan secara terpadu dan terintegrasi

Upaya penelitian, pendidikan dan pelatihan terkait penanggulangan bencana

Identifikasi kerawanan dan kerentanan

Pelatihan dasar manajemen penanggulangan bencana

Identifikasi kerawanan dan kerentanan

Simulasi tanggap daurat

Pelatihan dasar manajemen penanggulangan bencana

Pelatihan Fasilitator Sistem Informasi Desa (SID)

Simulasi tanggap daurat

Pelatihan dasar manajemen penanggulangan bencana

Upaya pengurangan faktor-faktor risiko dasar

Perda 3/2010 RTRW Kabupaten Malang

Perda 4/2011 tentang Manajemen Bencana

Perda 4/2011 RTRW Kota Malang

Perda Penanggulangan Bencana sedang disusun

Perda 7/2011 RTRW Kota Batu

Perda Penanggulangan Bencana sedang disusun

Upaya kesiapsiagaan untuk penanggulangan bencana

Pembentukan Tim TRC

Sedang menyusun Rencana Kontinjensi banjir lahar gn. Kelud

Kesiapsiagaan melalui Sekolah Siaga Bencana

Kesiapsiagaan melalui Sekolah Siaga Bencana

Baru terbentuk, belum menyusun Rencana kontinjensi

Baru terbentuk, belum menyusun Rencana Kontinjensi

Sosialisasi kesiapsiagaan pada kegiatan kepramukaan dan penyiapan sekolah siaga bencana

Daerah lainnya Kabupaten Manggarai Barat (Prov. NTT)

Kabupaten Berau (Prov Kaltim)

Identifikasi ancaman bencana

- Menggunakan kajian AMDAL dan Perubahan Iklim

Regulasi, kelembagaan Perda nomor 2 tahun 2009 tentang pembentukan BPBD dengan Klasifikasi A

Terbentuk tahun 2014 dengan Klasifikasi B

PB dalam perencanaan pembangunan

PB menjadi agenda pembangunan dalam RPJMD 2011-2015

Perda 12/2011 tentang RPJMD Kabupaten Berau Tahun 2011-2015, terintegrasi dalam kebijakan dan strategi pengelolaan geologi dan sumber daya mineral

Sistem informasi dan peringatan bencana

Belum terbangun sistem informasi dan komunikasi

Belum terbangun sistem informasi dan komunikasi

Page 40: kajian kelembagaan dan regulasi untuk mendukung kebijakan ...

31

Profil daerah dalam penanggulangan bencana

kebencanaan secara terpadu dan terintegrasi

kebencanaan secara terpadu dan terintegrasi

Upaya penelitian, pendidikan dan pelatihan terkait penanggulangan bencana

Simulasi tanggap daurat

Pelatihan dasar manajemen penanggulangan bencana

Simulasi tanggap daurat

Pelatihan dasar manajemen penanggulangan bencana

Upaya pengurangan faktor-faktor risiko dasar

Perda 9/2012 RTRW Kabupaten Manggarai Barat

Perda 8/2014 RZWP3K Kabupaten Berau

RTRW Kabupaten Berau sedang diproses

Perda 16/2011 tentang Perlindungan Lingkungan Geologi

Upaya kesiapsiagaan untuk penanggulangan bencana

Belum menyusun Rencana Kontinjensi

Baru terbentuk, belum menyusun Rencana Kontinjensi

Hingga saat ini, belum semua provinsi/kabupaten/kota menyusun Perda Penyelenggaraan

Penanggulangan Bencana, meskipun telah membentuk BPBD. Substansi dan proses penyusunan

rancangan peraturan daerah tentang penanggulangan bencana dapat memberikan kesempatan kepada

lembaga eksekutif (Kepala Daerah, SKPD, DPRD) di daerah untuk menyamakan persepsi tentang

tanggung-jawab dan kewenangan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana di daerah. Peranan

peraturan daerah tentang penanggulangan bencana ternyata sangat mendukung komitmen Kepala

Daerah, SKPD dan DPRD dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana yang sistematik dan

komprehensif, yang diterjemahkan dalam prosedur tetap penanggulangan bencana. Pada daerah yang

telah membentuk BPBD namun belum memiliki payung hukum penanggulangan bencana di daerah,

program aksi yang dilakukan pada umumnya bersifat respon. Upaya mitigasi risiko bencana belum

diterjemahkan sebagai isu strategis dan kebijakan dalam perencanaan dan penganggaran pembangunan.

Garis besar substansi peraturan daerah tentang penanggulangan bencana pada prinsipnya memuat hal-

hal sebagaimana berikut ini:

1. Tanggung jawab dan wewenang Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan penanggulangan

bencana

2. Kelembagaan penanggulangan bencana

3. Hak dan kewajiban masyarakat dalam penanggulangan bencana

4. Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahapan pra bencana, tanggap darurat dan

pasca bencana

5. Pendanaan dan pengelolaan bantuan bencana

6. Pengawasan terhadap seluruh tahapan penanggulangan bencana

7. Penyelesaian sengketa

8. Penyidikan dan ketentuan pidana

Page 41: kajian kelembagaan dan regulasi untuk mendukung kebijakan ...

32

4.2. Pusat-Pusat Pertumbuhan Dalam RPJMN 2015-2019

RPJMN 2015-2019 menyajikan Indeks Multi Risiko pada 136 pusat-pusat pertumbuhan di wilayah Pulau

Papua, Kepulauan Maluku, Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi, Pulau Sumatera, Pulau Jawa-Bali dan

Kepulauan Nusa Tenggara. Indeks Multi Risiko pada pusat-pusat pertumbuhan tersebut mewakili situasi

ancaman bencana, potensi keterpaparan atau kerentanan terhadap jiwa, infrastruktur dan lingkungan

hidup serta kapasitas penanggulangan bencana di daerah pada perioda tahun 2012-2017. Indeks Multi

Risiko dapat dikurangi apabila dilakukan upaya mengurangi kerentanan dan keterpaparan terhadap

bencana serta peningkatan kapasitas pemerintah daerah dan masyarakat dalam penanggulangan

bencana.

Pusat-pusat pertumbuhan yang menunjukkan Indeks Multi Risiko dengan nilai 180-2503 yaitu:

1) Pulau Papua : Jayapura, Manokwari, Raja Ampat, Sorong, Nabire

2) Kepulauan Maluku : Maluku Tengah, Kepulauan Sula, Seram Bagian Barat, Halmahera Utara

3) Kepulauan Nusa Tenggara : Lombok Barat, Lombok Timur, Dompu, Bima, Ende, Sikka, Alor, Belu

4) Pulau Sulawesi : Mamuju, Polewali Mandar, Luwu Timur, Donggala, Palu, Kolaka

5) Pulau Kalimantan : Sambas, Ketapang, Kotabaru, Barito Kuala

6) Pulau Jawa-Bali : Badung, Tangerang, Cilegon, Cianjur, Cirebon, Sukabumi, Tasikmalaya, Ciamis, Pangandaran, Semarang, Demak, Cilacap, Kebumen, Pacitan, Banyuwangi, Jember

7) Pulau Sumatera : Muko-muko, Bandar Lampung, Tanggamus, Padang, Padang Pariaman, Kepulauan Mentawai

Rencana kegiatan strategis yang diperkirakan merupakan investasi pembangunan pada pusat-

pusat pertumbuhan dengan Indeks Multi Risiko tinggi tersebut diatas diantaranya adalah:

Tabel 4. 4: Kegiatan strategis RPJMN 2015-2019 pada pusat pertumbuhan berisiko tinggi

Pulau Papua

Perkeretaapian : Pembangunan Kereta Api Sorong-Manokwari

Perhubungan Udara : Pengembangan Bandara Domine Eduard Osok di Sorong

Pembangunan Bandara Segun di Sorong

Pengambangan Bandara Rendani di Manokwari

Perhubungan Laut : Pembangunan Pelabuhan Seget di Sorong

Pengembangan Pelabuhan Teminabuan di Sorong

Pengembangan Pelabuhan Saunek di Raja Ampat

Pembangunan Faspel Laut Arar di Sorong

Pembangunan Pelabuhan Saukorem di Manokwari

Pembangunan Pelabuhan Maruni di Kabupaten Manokwari

ASDP : Pengembangan Dermaga Penyeberangan Arar di Sorong

Pengembangan Dermaga Penyeberangan Waigeo di Raja Ampat

3 IRBI 2013 menunjukkan bahwa nilai indeks risiko tinggi minimum adalah 140 dan maksimum 250. Rentang 180-250 dipilih untuk pertimbangan pencegahan dan kesiapsiagaan terhadap bencana.

Page 42: kajian kelembagaan dan regulasi untuk mendukung kebijakan ...

33

Pengembangan Dermaga Folley (Pulau Missol) diRaja Ampat

Ketenagalistrikan : PLTU Klalin 30 MW di Sorong

PLTMG Mobile PP Manokwari 20 MW

PLTU Andai 14 MW di Manokwari

Pengembangan jaringan transmisi dan distribusi

Sumber Daya Air : Lanjutan Pembangunan Bendung Wariori di Kab. Manokwari

Peningkatan Jaringan Irigasi sekunder Oransbari di Manokwari

Pembangunan Jaringan Irigasi primer D. I Mariyat di Sorong

Pembangunan Jaringan Irigasi Rawa Wonosobo di Sorong

Pembangunan Jaringan Irigasi Rawa Kampung Segun di Sorong

Pengendalian banjir di Manokwari dan Sorong

Pengaman pantai di Manokwari dan Sorong

Kepulauan Nusa Tenggara

Perhubungan Udara

: Pengembangan Bandara Sultan Salahuddin Bima

Pengembangan Bandara Internasional Lombok*

Perhubungan Laut : Pengembangan Faspel Bima

Pembangunan Faspel Laut Pelabuhan Lombok*

Pengembangan Pelabuhan Lembar

Pengembangan Pelabuhan Penyeberangan Kayangan

ASDP : Pengembangan Dermaga Penyeberangan Plengsengan di Pel. Kayangan

Pembangunan Talud di Pelabuhan Penyeberangan Kayangan

Pengembangan Dermaga Penyeberangan Kayangan 2

Ketenagalistrikan : PLTGU Lombok Peaker 150 MW

PLTMG Bima 50 MW

PLTU Lombok (FTP 2) 2x50 MW

PLTU Lombok 2 100 MW

Pengembangan jaringan transmisi dan distribusi

Sumber Daya Air : Pembangunan Jaringan Irigasi DI. Rababaka Kompleks di Kabupaten Dompu

Pembangunan Pengendali Banjir Sungai Dodokan Lombok Barat

Rehabilitasi Tanggul Banjir Sungai Babak Lombok Barat

Pembangunan Pengaman Pantai Batu Nampar Lombok Timur

Pembangunan Bendung Pengalih dan Saluran Interbasin Bendungan Tanju dan Bendungan Mila Untuk Rababaka Komplek di Kabupaten Dompu

Pembangunan Bendungan Tanju dan Bendungan Mila Untuk Rababaka Kompleks Dompu

Pembangunan Bendungan Mujur Lombok Tengah

Pembangunan Bendungan Meninting Lombok Barat

Pembangunan Embung Rakyat 50 di WS Lombok Tersebar

Pembangunan Embung Rakyat 50 di WS Sumbawa Tersebar

Kepulauan Maluku

Perhubungan Udara : Pengembangan Bandar Udara Amahai di Maluku Tengah

Perhubungan Laut : Pelabuhan Loki di Seram Bagian Barat)

Pelabuhan Pelita Jaya di Seram Bagian Barat)

Pelabuhan Taniwel di Maluku Tengah)

Page 43: kajian kelembagaan dan regulasi untuk mendukung kebijakan ...

34

Pelabuhan Tulehu di Maluku Tengah)

Pelabuhan Amahai di Maluku Tengah)

Pelabuhan Saparua di Maluku Tengah)

Pengembangan Pelabuhan P.Buano di Seram Barat Daya

Ketenagalistrikan : PLTMG Seram Peaker 20 MW

PLTP Tulehu (FTP2) 2x10 MW di Maluku Tengah

Pengembangan jaringan transmisi dan distribusi

Sumber Daya Air : Pembangunan Waduk Way Sapalewa di Maluku Tengah

Pulau Sulawesi

Perhubungan Udara : Pengembangan Bandara Tampa Padang di Mamuju

Pengembangan Bandara Mutiara Sis Aljufri di Palu

Pengembangan Bandara Sangia Nibandera di Kolaka

Perhubungan Laut : Pengembangan Fasilitas pelabuhan laut Tanjung Silopo di Polewali Mandar

Pengembangan Pelabuhan Pantoloan di Donggala

Pengembangan Pelabuhan Ogoamas di Donggala

Pengembangan Pelabuhan Kolaka

ASDP : Pengembangan Dermaga Penyeberangan II di Mamuju

Ketenagalistrikan : PLTU Mamuju (FTP2) 2x25 MW

PLTU Palu 3 100 MW

Sumber Daya Air : Pengendalian banjir di Mamuju

Pengaman abrasi pantai di Mamuju

Pembangunan Revetment Pantai di Kab. Donggala

Pembangunan Intake dan Pipa Transmisi Air baku Sungai Tandayo Donggala

Pembangunan Intake dan Pipa Transmisi Air baku Sungai Tunu Donggala

Pembangunan Bendungan Ladongi di Kab. Kolaka

Pulau Kalimantan

Perhubungan Udara : Pengembangan Bandara Gusti Syamsir Alam di Kotabaru

Pulau Sumatera

Perkereta-apian : Pembangunan Jalur KA Shortcut Padang – Solok

Reaktivasi jalur KA antara Pariaman – Naras

Pembangunan jalur KA antara Duku – Bandara Internasional Minangkabau di Padang Pariaman

Pembangunan/reaktivasi jalur KA menuju Pelabuhan Panjang Bandar Lampung

Perhubungan Udara : -

Perhubungan Laut : Pengembangan Pelabuhan Teluk Bayur, Padang*

Pengembangan Pelabuhan Tiram di Padang Pariaman

Pengembangan Pelabuhan Pasapuat di Mentawai

Jalan : Pembangunan Jalan Padang – Mukomuko

ASDP : Pengembangan Dermaga Penyeberangan Tua Pejat di Mentawai

Pengembangan Dermaga Penyeberangan Sikakap di Mentawai

Pengembangan Dermaga Penyeberangan Pagai Selatan*di Mentawai

Pengembangan Dermaga Penyeberangan P. Padang

Page 44: kajian kelembagaan dan regulasi untuk mendukung kebijakan ...

35

Ketenagalistrikan : -

Sumber Daya Air Pembangunan Check Dam dan Perkuatan Tebing Bt. Kuranji-Limau Manis Kota Padang

Pembangunan Bangunan Terjun dan Perkuatan Tebing Bt. Timbalun Bungus Kota Padang

Pembangunan Sarana/Prasarana Pengamanan Pantai Padang Pariaman

Pembangunan Sarana/Prasarana Pengamanan Pantai Bungus Padang

Pembangunan Pengendali Banjir Mukomuko

Pembangunan Bangunan Pengaman Pantai Punggur-Air Dikit Mukomuko

Pembangunan Bangunan Pengaman Pantai Desa Ipuh Mukomuko

Pulau Jawa-Bali

Perkereta-apian : Pembangunan Jalur KA Bandung-Tanjungsari-Sumedang-Kertajati-Kadipaten-Cirebon

Pembangunan Jalur KA Bogor-Sukabumi-Cianjur-Padalarang

Pembangunan jalur KA antara Cangkring - Pelabuhan Cirebon

Pembangunan Jalur KA Stasiun Kejaksan-Pelabuhan Cirebon

Pembangunan jalur KA layang antara Jerakah - Semarang Poncol - Semarang Tawang - Alastua (perkotaan Semarang) termasuk flyover Kaligawe

Pembangunan jalur ganda KA antara Solo – Semarang

Pembangunan LRT dalam Kota Semarang termasuk akses ke bandara

Perhubungan Udara : Pengembangan Bandar Udara Nusawiru di Kab. Pangandaran

Pengembangan Bandar Udara Cakrabhuwana Kab. Cirebon

Pembangunan Airstrip Pangandaran

Pengembangan Bandara Ahmad Yani Semarang

Pengembangan Bandara Blimbingsari Banyuwangi

Perhubungan Laut : Pengembangan Pelabuhan Laut Cirebon di Kota Cirebon

Pengembangan Pelabuhan Pangandaran

Pembangunan Pelabuhan Cilacap*

Jalan : Pembangunan Jalan Tol Ciawi-Sukabumi

Pembangunan Jalan Tol Batang – Semarang

Pembangunan Jalan Tol Semarang – Solo

Pembangunan Jalan Situbondo-Garduatak-Silapak-Ketapang-Banyuwangi

Pembangunan Jalan Lingar (Mohoagung, Banyuwangi, Lamongan)

ASDP : -

Ketenagalistrikan : -

Sumber Daya Air : Perbaikan dan Pengaturan Sungai Cikidang di Ds. Babakan di Pangandaran

Pembangunan Acces Road Matenggeng Ciamis/Cilacap

Pembangunan Perkantoran Waduk Matenggeng Ciamis/Cilacap

Pembangunan Waduk Matenggeng Ciamis/Cilacap

Page 45: kajian kelembagaan dan regulasi untuk mendukung kebijakan ...

36

Pembangunan Pipa Transmisi Air Baku Tasikmalaya, Ciamis, Cilacap, Banyumas

Rehabilitasi DI Klambu Kab Grobogan – Demak

Normalisasi dan Perkuatan Tebing Sungai BKT Kota Semarang - Kab. Demak

Rehabilitasi DI Serayu Banyumas, Cilacap Kebumen

Rehabilitasi DI Wadaslintang Kebumen, Purworejo

Pembangunan Bendungan Wonodadi, Pacitan

Penyelesaian Pembangunan Waduk Tukul Kab. Pacitan

Tabel berikut ini menyajikan secara lengkap 136 pusat pertumbuhan disertai status hukum BPBD

kabupaten/kota dan status RTRW kabupaten/kota masing-masing. Berdasarkan tabel ini, dari sejumlah

136 pusat-pusat pertumbuhan, hanya 10, 29% yang berisiko sedang.

Indeks Risiko merupakan fungsi dari kerawanan, kerentanan dan kapasitas penanggulangan bencana;

sehingga indikasi risiko dapat dibaca dengan contoh sebagai berikut:

Tabel 4. 5: Interpretasi Indeks Risiko

Ancaman (index)

Kerentanan (index) Kapasitas PB

(index)

Probabilitas Risiko(index)

Jiwa terpapar

Kerusakan lingkungan

Kerugian fisik

Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Sedang-Rendah

Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Sedang Sedang-Tinggi

Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Rendah Tinggi

Sedang Sedang Sedang Sedang Tinggi Sedang-Rendah

Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang-Tinggi

Sedang Sedang Sedang Sedang Rendah Tinggi

Rendah Rendah Rendah Rendah Tinggi Rendah

Rendah Rendah Rendah Rendah Sedang Rendah

Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah

Yang perlu diperhatikan adalah bahwa ancaman bencana alam adalah faktor “given” (kecuali untuk

bencana non-alam), kerentanan dapat dicegah dan dikurangi, kapasitas dapat ditingkatkan sehingga

tingkat risiko dapat diturunkan.

Page 46: kajian kelembagaan dan regulasi untuk mendukung kebijakan ...

37

Tabel 4. 6: Status BPBD dan RTRW pada pusat-pusat pertumbuhan berisiko tinggi

No Wilayah Pulau Provinsi Kabupaten/

Kota Sasaran Indeks Risiko

Tingkat Risiko

Struktur Ruang BPBD RTRW

Perda/Perwal/Perbup Type Perdakot/Perdakab

1 PAPUA PAPUA Jayapura 203.2 TINGGI PKN Perda No.4 Th 2011 B No. 21 Th. 2011

2 PAPUA PAPUA Merauke 170 TINGGI PKW; Kawasan MIFEE Merauke

Perbup No.9 Th 2010 A No. 14 Th. 2011

3 PAPUA PAPUA Sarmi 171.6 TINGGI PKW Perda No. 5 Th 2010 B Perda No. 2 Tahun 2014

4 PAPUA PAPUA Kepulauan Yapen

117.2 SEDANG Pusat Pertumbuhan Lainnya Perda No 4 Tahun 2011 B No. 6 Th. 2012

5 PAPUA PAPUA BARAT Kota Sorong 183.2 TINGGI PKN Perwalkot no.13 Th 2010

A No.3 Th. 2012

6 PAPUA PAPUA BARAT Manokwari 204.8 TINGGI PKW Perda No. 10 Th 2010 A No.19 Th. 2013

7 PAPUA PAPUA BARAT Nabire 180.8 TINGGI PKW, Pusat Pertumbuhan Lainnya

Perda No.02 Th 2009 A Perda No. 13 Tahun 2009

8 PAPUA PAPUA BARAT Raja Ampat 200.8 TINGGI Kawasan Pariwisata Perbup No.6 Th 2010 A No.3 Th. 2012

9 PAPUA PAPUA BARAT Teluk Wondama 147.2 TINGGI Pusat Pertumbuhan Lainnya Perda No. 1 Th 2011 A No.11 Th. 2012

10 PAPUA PAPUA BARAT Teluk Bintuni 166.8 TINGGI Kawasan Industri (KI) Perbup No 05/TB/VII/2010

No. 4 Th. 2012

11 MALUKU MALUKU Kota Ambon 156.4 TINGGI PKN Perda No. 25 Th 2012 B No. 24 Th. 2012

12 MALUKU MALUKU Seram Bagian Barat

180.4 TINGGI PKW, Pusat Pertumbuhan Lainnya

Perbub 04 Th.2012 A Perda No. 3 Tahun 2014

13 MALUKU MALUKU Seram Bagian Timur

173.2 TINGGI PKW, Pusat Pertumbuhan Lainnya

Perda No. 19 Th 2010 A No. 9 Th. 2012

14 MALUKU MALUKU Maluku Tengah 214 TINGGI PKW, Pusat Pertumbuhan Lainnya

Perda No. 5 Th 2011 A No. 30 Th. 2011

15 MALUKU MALUKU Maluku Tenggara

179.2 TINGGI PKW Perda No.74 Th 2009 B No. 12 Th. 2012

16 MALUKU MALUKU Buru 179.6 TINGGI PKW Perda No. 2 Th 2010 A No. 19 Th. 2012

17 MALUKU MALUKU UTARA Kota Ternate 160.4 TINGGI PKN Perda No. 6 Th 2010 A No.2 Th. 2012

Page 47: kajian kelembagaan dan regulasi untuk mendukung kebijakan ...

38

No Wilayah Pulau Provinsi Kabupaten/ Kota Sasaran

Indeks Risiko

Tingkat Risiko

Struktur Ruang BPBD RTRW

18 MALUKU MALUKU UTARA Pulau Morotai 166.4 TINGGI KEK Morotai, PKSN Morotai, KSPN

Perda No 04 Th 2010 A No.3 Th. 2012

19 MALUKU MALUKU UTARA Halmahera Utara

194.8 TINGGI PKW Perda No. 4 Tahun 2012

A No.12 Th. 2011

20 MALUKU MALUKU UTARA Kota Tidore Kepulauan

164.4 TINGGI PKW Perda No. 8 Th 2011 A No. 25 Th.2013

21 MALUKU MALUKU UTARA Kepulauan Sula 219.2 TINGGI PKW Perda No 10 Th 2010 A No. 3 Th. 2011

22 MALUKU MALUKU UTARA Halmahera Timur

173.2 TINGGI KI Buli-Halmahera Timur Perda No. 30 Th 2011 A No.11 Th. 2012

23 NUSA TENGGARA

NUSA TENGGARA BARAT

Kota Mataram 149.2 TINGGI PKN Perda No. 20 Th 2009 A No. 12 Th. 2011

24 NUSA TENGGARA

NUSA TENGGARA BARAT

Lombok Barat 205.2 TINGGI Usulan KSPN Mataram Raya Perda No. 9 Th 2009 A No. 11 Th. 2011

25 NUSA TENGGARA

NUSA TENGGARA BARAT

Lombok Timur 180.4 TINGGI Usulan KSPN Mataram Raya Perda No. 16 Th 2009 A No. 2 Th. 2012

26 NUSA TENGGARA

NUSA TENGGARA BARAT

Lombok Tengah 168.4 TINGGI PKW, KEK Mandalika Perda No. 2B Th 2012 No. 7 Th. 2011

27 NUSA TENGGARA

NUSA TENGGARA BARAT

Lombok Utara 152.4 TINGGI Usulan KSPN Mataram Raya Perda No. 11 Th 2010 A No. 9 Th. 2011

28 NUSA TENGGARA

NUSA TENGGARA BARAT

Kota Bima 170.8 TINGGI Pusat Pertumbuhan Lainnya Perda No. 5 Th 2010 A No.4 Th. 2012

29 NUSA TENGGARA

NUSA TENGGARA BARAT

Dompu 184.4 TINGGI Pusat Pertumbuhan Lainnya Perda No. 10 Th 2010 B No. 48 Th. 2011

30 NUSA TENGGARA

NUSA TENGGARA BARAT

Bima 209.2 TINGGI Pusat Pertumbuhan Lainnya Perda No. 5 Th 2010 A No. 9 Th. 2011

31 NUSA TENGGARA

NUSA TENGGARA TIMUR

Kota Kupang 138 SEDANG PKN Perda No. 9 Th 2011 A No. 11 Th. 2011

32 NUSA TENGGARA

NUSA TENGGARA TIMUR

Ngada 158.8 TINGGI Pusat Pertumbuhan Lainnya Perda No. 6 Th 2010 A No. 3 Th. 2012

33 NUSA TENGGARA

NUSA TENGGARA TIMUR

Ende 186 TINGGI PKW Perda No. 6 Th. 2010 B No. 11 Th. 2011

34 NUSA TENGGARA

NUSA TENGGARA TIMUR

Sikka 200.8 TINGGI PKW Perda No.3 Th 2009 A No. 2 Th. 2012

Page 48: kajian kelembagaan dan regulasi untuk mendukung kebijakan ...

39

No Wilayah Pulau Provinsi Kabupaten/ Kota Sasaran

Indeks Risiko

Tingkat Risiko

Struktur Ruang BPBD RTRW

35 NUSA TENGGARA

NUSA TENGGARA TIMUR

Manggarai 174.8 TINGGI PKW Perda No.2 Th 2009 A No. 6 Th. 2012

36 NUSA TENGGARA

NUSA TENGGARA TIMUR

Alor 183.2 TINGGI PKSN Perda No.4 Th 2009 A No.2 Th. 2013

37 NUSA TENGGARA

NUSA TENGGARA TIMUR

Belu 181.2 TINGGI PKSN Perda No. 6 Th 2010 A No. 6 Th. 2011

38 SULAWESI GORONTALO Gorontalo 146.4 TINGGI PKN; KPB Pawonsari Perda No. 7 Th 2011 Perda No. 4 Tahun 2011

39 SULAWESI GORONTALO Kota Gorontalo 123.2 SEDANG PKN Perda No.17 Th 2008 A No. 40 Th. 2011

40 SULAWESI SULAWESI BARAT Mamuju 200.4 TINGGI PKW Perda. No. 10 Th2009 A N/A

41 SULAWESI SULAWESI BARAT Polewali Mandar 202 TINGGI PKW Perda No. 2 Th 2012 A No.12 Th. 2012

42 SULAWESI SULAWESI SELATAN Maros 168.4 TINGGI KSN Perkotaan Maminasata Perda No. 3 Th 2010 A No. 4 Th. 2012

43 SULAWESI SULAWESI SELATAN Takalar 144.4 TINGGI KSN Perkotaan Maminasata Perda No.6 Th.2010 A No. 6 Th. 2011

44 SULAWESI SULAWESI SELATAN Gowa 163.2 TINGGI KSN Perkotaan Maminasata Perda No.25 Th 2011 A No. 25 Th. 2012

45 SULAWESI SULAWESI SELATAN Luwu Timur 202 TINGGI KPB Kolonedale Perda No. 12 Th 2010 A No. 7 Th. 2011

46 SULAWESI SULAWESI SELATAN Kota Makasar 144.4 TINGGI PKN, KSN Perkotaan Maminasata

Perda No 2 Th 2011 A Perda No. 6 Tahun 2006

47 SULAWESI SULAWESI SELATAN Bantaeng 174.4 TINGGI KI Bantaeng Perda No. 2 Th 2011 B No. 2 Th. 2012

48 SULAWESI SULAWESI TENGAH Sigi 72 SEDANG Pusat Pertumbuhan Lainnya Perda No. 4 Th 2012 B No. 21 Th. 2011

49 SULAWESI SULAWESI TENGAH Donggala 189.2 TINGGI Pusat Pertumbuhan Lainnya Perda No 09 Th 2009 A No. 1 Th. 2012

50 SULAWESI SULAWESI TENGAH Kab. Poso 172.4 TINGGI KPB Tamporole Perda no.05 Th 2009 B No. 8 Th. 2012

51 SULAWESI SULAWESI TENGAH Parigi Moutong 173.6 TINGGI Pusat Pertumbuhan Lainnya Perda No.12 Th 2012 A No. 2 Th 2011

52 SULAWESI SULAWESI TENGAH Morowali 177.2 TINGGI KPB Kolonedale Perda No.01 Th 2010 A No. 2 Th. 2012

53 SULAWESI SULAWESI TENGAH Kota Palu 181.2 TINGGI PKN Perda No.02 Th 2009 A No.16 Th. 2011

54 SULAWESI SULAWESI TENGGARA

Kolaka 186.4 TINGGI Pusat Pertumbuhan Lainnya Perda No 12 Th 2009 A No.16 Th. 2012

55 SULAWESI SULAWESI TENGGARA

Konawe 173.6 TINGGI Pusat Pertumbuhan Lainnya Perda No 2 Th 2010 A Perda No 9 tahun 2014

56 SULAWESI SULAWESI TENGGARA

Kota Kendari 148.4 TINGGI PKN, Pusat Pertumbuhan Lainnya

Perda No 4 Th 2011 A No.1 Th. 2012

Page 49: kajian kelembagaan dan regulasi untuk mendukung kebijakan ...

40

No Wilayah Pulau Provinsi Kabupaten/ Kota Sasaran

Indeks Risiko

Tingkat Risiko

Struktur Ruang BPBD RTRW

57 SULAWESI SULAWESI UTARA Kota Bitung 163.2 TINGGI Pusat Pertumbuhan Lainnya Perda No.12 Th 2012 A No. 40 Th. 2011

58 SULAWESI SULAWESI UTARA Minahasa Utara 158.4 TINGGI KSN (Usulan) Perkotaan Manado Raya

Perda No. 08 2010 A No. 1 Th. 2013

59 SULAWESI SULAWESI UTARA Minahasa Selatan

173.6 TINGGI KSN (Usulan) Perkotaan Manado Raya

Perda No.1 Th 2009 A Perda No. 3 Tahun 2014

60 SULAWESI SULAWESI UTARA Kepulauan Sangihe

154.4 TINGGI PKSN Sangihe Perda No.3 Th 2009 A Perda No 1 tahun 2014

61 SULAWESI SULAWESI UTARA Kota Manado 130.4 SEDANG Pusat Pertumbuhan Lainnya Perwalkot No.32 Th 2010

A Perda No. 1 Tahun 2014

62 KALIMANTAN KALIMANTAN BARAT

Kota Pontianak 96.4 SEDANG PKN Perda No 1. Th 2010 A No.2 Th.2013

63 KALIMANTAN KALIMANTAN BARAT

Kota Singkawang

178 TINGGI Pusat Pertumbuhan Lainnya Perda No. 3 Th 2012 A No.2 Th. 2012

64 KALIMANTAN KALIMANTAN BARAT

Bengkayang 178 TINGGI Pusat Pertumbuhan Lainnya Perda No. 13 Th 2011 B N/A

65 KALIMANTAN KALIMANTAN BARAT

Sambas 180.4 TINGGI Pusat Pertumbuhan Lainnya N/A N/A

66 KALIMANTAN KALIMANTAN BARAT

Sintang 156.4 TINGGI Pusat Pertumbuhan Lainnya Perda No. 13 Th 2011 B N/A

67 KALIMANTAN KALIMANTAN BARAT

Kapuas Hulu 163.2 TINGGI Pusat Pertumbuhan Lainnya Perda No. 13 Th 2011 B Perda No 1 tahun 2014

68 KALIMANTAN KALIMANTAN BARAT

Ketapang 192.4 TINGGI KI Ketapang Perda Nomor 2 Tahun 2011

B N/A

69 KALIMANTAN KALIMANTAN BARAT

Landak 131.6 SEDANG KI Landak Perda No. 3 Th 2012 A N/A

70 KALIMANTAN KALIMANTAN SELATAN

Kotabaru 205.2 TINGGI Pusat Pertumbuhan Lainnya Perda No. 4 Th 2011 B No. 11 Th. 2012

71 KALIMANTAN KALIMANTAN SELATAN

Barito Kuala 190 TINGGI KSN Banjarbakula Perda No. 17 Th 2010 B No. 6 Th. 2012

72 KALIMANTAN KALIMANTAN SELATAN

Tanah Laut 178 TINGGI KSN Banjarbakula Perda No. 10 Th 2013 B N/A

73 KALIMANTAN KALIMANTAN TENGAH

Kota Palangkaraya

148.4 TINGGI PKN, Pusat Pertumbuhan Lainnya

N/A N/A

Page 50: kajian kelembagaan dan regulasi untuk mendukung kebijakan ...

41

No Wilayah Pulau Provinsi Kabupaten/ Kota Sasaran

Indeks Risiko

Tingkat Risiko

Struktur Ruang BPBD RTRW

74 KALIMANTAN KALIMANTAN TENGAH

Kapuas 179.2 TINGGI Pusat Pertumbuhan Lainnya Perda No. 2 Th 2012 N/A

75 KALIMANTAN KALIMANTAN TIMUR

Kota Samarinda 134.8 SEDANG PKN, Pusat Pertumbuhan Lainnya

Perda No.10 Th 2011 A N/A

76 KALIMANTAN KALIMANTAN TIMUR

Kota Balikpapan 159.2 TINGGI PKN, Pusat Pertumbuhan Lainnya

Perda No. 21 Th 2008 A No. 12 Th. 2012

77 KALIMANTAN KALIMANTAN TIMUR

Kutai Kertanegara

160.4 TINGGI Pusat Pertumbuhan Lainnya Perda No.10 Th 2011 A No. 9 Th. 2013

78 KALIMANTAN KALIMANTAN UTARA

Kota Tarakan 132.4 SEDANG PKN Perwalkot No.29 Th 2012

B No.4 Th. 2012

79 KALIMANTAN KALIMANTAN UTARA

Nunukan 173.2 TINGGI PKSN Perbatasan Perda No. 24 Th 2011 B Perda No. 19 Tahun 2013

80 JAWA-BALI BALI Kota Denpasar 167.2 TINGGI Kawasan Perkotaan Sarbagita

Perda No 14 Th 2012 B No. 27 Th. 2011

81 JAWA-BALI BALI Badung 179.2 TINGGI Kawasan Perkotaan Sarbagita

Perda No.3 Th 2011 A No. 26 Th. 2013

82 JAWA-BALI BALI Tabanan 174.4 TINGGI Kawasan Perkotaan Sarbagita

Perda No. 12 Th 2011 B No.11 Th. 2012

83 JAWA-BALI BALI Buleleng 167.2 TINGGI PKW Perda No.3 Th 2010 A No. 9 Th. 2013

84 JAWA-BALI BANTEN Tangerang 200.8 TINGGI PKN Jabodetabekjur No. 13 Th. 2011

85 JAWA-BALI BANTEN Cilegon 182.4 TINGGI PKN No.3 Th. 2011

86 JAWA-BALI DI YOGYAKARTA Kota Yogyakarta 124.8 SEDANG PKN Perda No.3 Th 2013 B Perda No. 2 Tahun 2010

87 JAWA-BALI DI YOGYAKARTA Sleman 153.6 TINGGI PKW Perda No. 12 Th. 2011 A Perda No.12 Tahun 2012

88 JAWA-BALI DKI JAKARTA DKI Jakarta 123.3 SEDANG PKN Jabodetabekjur Perda No. 11 Th. 2013 A Perda No. 1 Tahun 2012

89 JAWA-BALI JAWA BARAT Kota Bogor 107.2 SEDANG PKN Jabodetabekjur Perda No.02 Th. 2010 A No. 19 Th. 2008

90 JAWA-BALI JAWA BARAT Kota Depok 102.4 SEDANG PKN Jabodetabekjur N/A Perda No. 1 Tahun 2015

91 JAWA-BALI JAWA BARAT Bekasi 164.8 TINGGI PKN Jabodetabekjur Perda No 4 Tahun 2011 No. 12 Th. 2011

92 JAWA-BALI JAWA BARAT Cianjur 250 TINGGI PKN Jabodetabekjur Perda No. 34 Th 2010 A No. 17 Th.2012

Page 51: kajian kelembagaan dan regulasi untuk mendukung kebijakan ...

42

No Wilayah Pulau Provinsi Kabupaten/ Kota Sasaran

Indeks Risiko

Tingkat Risiko

Struktur Ruang BPBD RTRW

93 JAWA-BALI JAWA BARAT Kota Bandung 154 TINGGI PKN Bandung Raya N/A No. 3 Th. 2008

94 JAWA-BALI JAWA BARAT Bandung Barat 162 TINGGI PKN Bandung Raya Perda No 3 Tahun 2011 A No. 2 Th. 2012

95 JAWA-BALI JAWA BARAT Cirebon 181.2 TINGGI PKN N/A No. 17 Th. 2011

96 JAWA-BALI JAWA BARAT Sukabumi 231.2 TINGGI PKW Perda No.16 Th 2012 B No. 22 Th. 2012

97 JAWA-BALI JAWA BARAT Tasikmalaya 224.8 TINGGI PKW Perda No.6 Tahun 2013 B No. 2 Th. 2012

98 JAWA-BALI JAWA BARAT Ciamis 215.2 TINGGI PKW Perda No. 3 Th 2010 A No.15 Th. 2012

99 JAWA-BALI JAWA BARAT Pangandaran 215.2 TINGGI PKW Perda No.16 Th 2012 B N/A

100 JAWA-BALI JAWA TENGAH Kota Semarang 183.6 TINGGI PKN Kedungsepur Perda No.12 Th 2010 A No. 6 Th. 2011

101 JAWA-BALI JAWA TENGAH Kendal 167.2 TINGGI PKN Kedungsepur Perda No. 19 Th 2011 B No. 20 Th. 2011

102 JAWA-BALI JAWA TENGAH Demak 183.6 TINGGI PKN Kedungsepur Perda No. 6 Th. 2010 A No. 6 Th. 2011

103 JAWA-BALI JAWA TENGAH Cilacap 215.2 TINGGI PKN Perda No.16 Th 2010 A No. 9 Th. 2011

104 JAWA-BALI JAWA TENGAH Kebumen 203.2 TINGGI PKW Perda No 8 Th 2010 A No.23 Th. 2012

105 JAWA-BALI JAWA TENGAH Magelang 143.2 SEDANG PKW Perda No.3 Th 2011 A No. 5 Th. 2011

106 JAWA-BALI JAWA TIMUR Malang 219.2 TINGGI PKN Perda No.4 Th 2011 A No. 3 Th. 2010

107 JAWA-BALI JAWA TIMUR Gresik 175.2 TINGGI PKN Gerbangkertosusila Perda No. 8 Th 2010 A No. 8 Th. 2011

108 JAWA-BALI JAWA TIMUR Bangkalan 164.4 TINGGI PKN Gerbangkertosusila Perda No. 1 Th 2011 A No. 10 Th. 2009

109 JAWA-BALI JAWA TIMUR Kota Surabaya 166.8 TINGGI PKN Gerbangkertasusila N/A Perda No. 12 Tahun 2014

110 JAWA-BALI JAWA TIMUR Sidoarjo 149.6 TINGGI PKN Gerbangkertosusila Perda No. 13 Th 2011 A No. 9 Th. 2009

111 JAWA-BALI JAWA TIMUR Lamongan 174 TINGGI PKN Gerbangkertosusila Perda No. 1 Th 2010 A No. 15 Th. 2011

112 JAWA-BALI JAWA TIMUR Bojonegoro 150 TINGGI PKW Perda No.14 Th 2010 A No. 26 Th. 2011

113 JAWA-BALI JAWA TIMUR Pacitan 215.2 TINGGI PKW Perda No.7 Th 2010 A No. 3 Th. 2010

114 JAWA-BALI JAWA TIMUR Banyuwangi 219.2 TINGGI PKW Perda No.16 Th 2011 A No.8 Th.2012

115 JAWA-BALI JAWA TIMUR Jember 219.2 TINGGI PKW Perda No.7 Th 2012 A N/A

116 SUMATERA ACEH Kota Lhokseumawe

175.2 TINGGI PKN Perwalkot Nomor 14 Tahun 2010

A QANUN NO. 1 TAHUN 2014

117 SUMATERA ACEH Kota Banda Aceh 167.2 TINGGI PKN, Pusat Pertumbuhan Lainnya

Qanun Nomor 6 Tahun 2010

A No. 4 Th. 2009

Page 52: kajian kelembagaan dan regulasi untuk mendukung kebijakan ...

43

No Wilayah Pulau Provinsi Kabupaten/ Kota Sasaran

Indeks Risiko

Tingkat Risiko

Struktur Ruang BPBD RTRW

118 SUMATERA BENGKULU Kota Bengkulu 170.4 TINGGI PKW Perda No 03 Th 2010 A Perda No. 2 Tahun 2012

119 SUMATERA BENGKULU Mukomuko 191.2 TINGGI PKW Perda No. 08 Th 2009 A Perda No.6 Th. 2012

120 SUMATERA BENGKULU Rejang Lebong 146 TINGGI PKW Perda No. 6 Th. 2010 A Perda No.8 Th. 2012

121 SUMATERA JAMBI Kota Jambi 128 SEDANG PKN Perda No. 9 Tahun 2012

A Perda No.10 Tahun 2013

122 SUMATERA JAMBI Sarolangun 155.2 TINGGI PKW Perda No.6 Th 2012 A Perda No. 2 Th. 2014

123 SUMATERA JAMBI Kerinci 150 TINGGI PKW Perda No. 23 Th. 2009 A Perda No. 24 Th. 2012

124 SUMATERA LAMPUNG Kota Bandar Lampung

182 TINGGI PKN Perda No. 5 Th 2010 A Perda No. 1 Tahun 2010

125 SUMATERA LAMPUNG Lampung Barat 214 TINGGI PKW Perda No.13/2010 A Perda No.1 Th. 2012

126 SUMATERA LAMPUNG Tanggamus 201.2 TINGGI KI Tanggamus Perda No. 7 Th 2010 A Perda No. 16 Th. 2011

127 SUMATERA SUMATERA BARAT Kota Padang 209.2 TINGGI PKN Perda No.17 Th.2009 A No.5 Th. 2012

128 SUMATERA SUMATERA BARAT Padang Pariaman

196.8 TINGGI PKW Perda No. 15 Th 2011 A Perda No. 5 Th. 2011

129 SUMATERA SUMATERA BARAT Kepulauan Mentawai

197.2 TINGGI PKW Perda No. 35 Th.2008 A N/A

130 SUMATERA SUMATERA SELATAN

Banyuasin 156.4 TINGGI KSN (Usulan) Perkotaan Palembang Raya

Perda No.7 Th 2011 A Perda No. 28 Th. 2012

131 SUMATERA SUMATERA SELATAN

Lahat 162 TINGGI PKW Perda No 10 Th 2010 A Perda No.11 Th. 2012

132 SUMATERA SUMATERA UTARA Kota Medan 155.2 TINGGI KSN Perkotaan Mebidangro Perda No. 2 Th. 2011 A No. 13 Th. 2011

133 SUMATERA SUMATERA UTARA Langkat 155.2 TINGGI KSN Perkotaan Mebidangro Perda Nomor 12 Tahun 2011

A Perda No.9 Th.2013

134 SUMATERA SUMATERA UTARA Deli Serdang 155.2 TINGGI KSN Perkotaan Mebidangro N/A N/A

135 SUMATERA SUMATERA UTARA Karo 154 TINGGI KSN Perkotaan Mebidangro Perda No. 01 Th. 2014 A N/A

136 SUMATERA SUMATERA UTARA Simalungun 95.2 SEDANG KI Sei Mangke Perda Nomor 2 Tahun 2010

A Perda No. 10 Th. 2012

Catatan: dari sejumlah 136 pusat-pusat pertumbuhan, hanya 10,29% yang berisiko sedang.

Page 53: kajian kelembagaan dan regulasi untuk mendukung kebijakan ...

44

4.3. Pelaksanaan Internalisasi PRB dalam Kerangka Pembangunan Perkelanjutan di

Pusat dan daerah

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana mengamanatkan

pengurangan risiko bencana sebagai bagian penting dalam Perencanaan penanggulangan bencana.

Berdasarkan peraturan penanggulangan bencana, tujuh afirmasi mendasar dalam penanggulangan

bencana, yaitu sebagai dasar dan payung hukum; berorientasi/paradigma pengurangan risiko

bencana; mendukung pengarusutamaan pengurangan risiko Bencana termasuk pembiayaannya;

mendorong otonomi lokal; penetapan status dan tingkatan keadaan bencana; lembaga

penanggulangan bencana yang kuat; dan penjelasan terkait hak dan kewajiban masyarakat.

Terkait bidang kebencanaan, masih banyak dijumpai bahwa isu penanggulangan bencana belum

menjadi isu prioritas dalan dokumen RPJMD. Potensi ancaman bencana baru sebatas dijabarkan

dalam aspek geografis dan demografis namun pada umumnya belum diangkat menjadi isu strategis

pembangunan daerah, atau telah dicantumkan sebagai isu strategis dalam Rancangan Teknokratik

RPJMD namun tidak menjadi visi/misi politik calon kepala daerah. Dengan demikian, penganggaran

bagi penanggulangan bencana di daerah dari sumber BPBD tidak mencukupi kebutuhan pelaksanaan

tugas-tugas BPBD maupun SKPD lainnya dalam penanggulangan bencana.

Rencana pembangunan daerah memuat berbagai pertimbangan yang terkait dengan kerangka

ekonomi daerah, kebijakan umum dan prioritas pembangunan Daerah, program kewilayahan disertai

rencana kerja dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah maupun yang

ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat. Rencana penanggulangan bencana juga

memuat unsur kewilayahan, kebijakan dan strategi penanganan fase pra bencana, tanggap darurat

dan pasca bencana. Rencana Tata Ruang Wilayah, yang selanjutnya disingkat dengan RTRW adalah

dokumen yang memuat hasil perencanaan tata ruang wilayah.

Dalam UU No.26 tahun 2007 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, rencana tata ruang terdiri

dari (1) Rencana Umum Tata Ruang (RTRW Nasional, RTRW Provinsi, RTRW Kabupaten/Kota); dan (2)

Rencana Rinci Tata Ruang (RTR Pulau/Kepulauan dan RTR Kawasan Strategis Nasional, RTR Kawasan

Strategis Provinsi, RDTR Kabupaten/Kota dan RTR Kawasan Strategis Kabupaten/Kota, dan Peraturan

Zonasi). Berdasarkan landasan hukum dan peraturan, RTRW Kabupaten disusun berpedoman pada

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (PU) No. 16/PRT/M/2009, RTRW Kota disusun berpedoman pada

Peraturan Menteri PU No. 17/PRT/M/2009, RZWP3K (disetarakan dengan RTRW provinsi atau RTRW

kabupaten/kota) disusun berdasarkan UU No. 27/2007 dan PP No. 64/2010, dan RDTRW disusun

berpedoman pada Permen PU No. 20/PRT/M/2011.

Perencanaan penataan ruang memiliki tujuan untuk menghasilkan penggunaan ruang yang efektif,

termasuk diantaranya mengurangi risiko bencana melalui mitigasi dan pencegahan. Indonesia sebagai

negara yang sering mengalami bencana, baik karena faktor geografis atau peningkatan paparan

(exposure) terhadap bencana memerlukan upaya-upaya untuk mengurangi besarnya resiko bencana.

Bappeda memiliki posisi strategis sebagai ujung tombak untuk memastikan bahwa PRB menjadi isu

strategis pembangunan pusat-pusat pertumbuhan yang berisiko tinggi. Dengan memastikan

pengarusutamaan PRB, maka berimplikasi terhadap PRB dan pemaduan dengan pembangunan,

pelindungan masyarakat dari dampak bencana, penjaminan pemenuhan hak masyarakat sesuai

standar pelayanan minimum, pemulihan kondisi dari dampak bencana, dan pengalokasian anggaran.

Peranan Rencana Tata Ruang dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana dapat digambarkan

sebagai berikut ini.

Page 54: kajian kelembagaan dan regulasi untuk mendukung kebijakan ...

45

Gambar 4. 1: Rencana Tata Ruang Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana

Dokumen perencanaan yang terkait dengan penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah

Rencana Penanggulangan Bencana (RPB), Rencana Kontinjensi (Renkon), Rencana Operasi Tanggap

Darurat dan Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi.

Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada Fase Pra Bencana dituangkan dalam Rencana

Penanggulangan Bencana, yang memuat pengenalan ancaman dan kerentanan masyarakat, pilihan

tindakan pengurangan risiko bencana, penentuan mekanisme kesiapan dan penanggulangan

dampak bencana; dan alokasi tugas, kewenangan, dan sumber daya yang tersedia di daerah. Proses

penyusunan rencana penanggulangan bencana memberikan kesempatan untuk meningkatkan

koordinasi dan komunikasi antar SKPD dalam pembagian tugas dan mengenali kewenangan masing-

masing. Pengintegrasian Rencana Penanggulangan Bencana ke dalam RPJMD merupakan upaya

strategis untuk memastikan ketersediaan pendanaan bagi penyelenggaraan penanggulangan bencana

di daerah. Pada saat ini telah tersedia RPB untuk 33 provinsi, 3 diantaranya yaitu RPB Provinsi DKI

Jakarta, Banten dan Jawa Barat dimanfaatkan Sekretariat BKPRN di Bappenas untuk mereview RTR

Kawasan Strategis Nasional Jabodetabekpunjur pada tahun 2013.

Permasalahan yang dihadapi dalam menginterasikan penanggulangan bencana dalam RPJMD adalah:

1. Belum tersedianya peta IGD 1:50.000 dan 1:25.000 untuk semua kabupaten/kota

2. Belum tersedianya Kajian dan Peta Risiko Bencana yang diperlukan kabupaten/kota sehingga

belum menjadi masukan strategis bagi lembaga perencanaan di daerah

3. Belum tersedianya Rencana Penanggulangan Bencana kabupaten/kota sehingga belum

menjadi masukan strategis bagi lembaga perencanaan daerah

4. Belum tersedianya Perda Penanggulangan Bencana di daerah sehingga masih terdapat

perbedaan persepsi antara Kepala Daerah dengan DPRD

5. Penanggulangan bencana tidak menjadi visi dan misi politik Kepala Daerah

6. Belum tersedianya kapasitas perencanaan pada BPBD karena persepsi penyelenggaraan

penanggulangan bencana belum bergeser dari respon atau tanggap darurat

Berdasarkan Permendagri No. 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan PP No. 8 Tahun 2008 tentang

Tahapan, Tata cara Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan

Daerah; RPJMD disusun guna menjabarkan visi dan misi serta program Kepala Daerah kedalam tujuan

Page 55: kajian kelembagaan dan regulasi untuk mendukung kebijakan ...

46

dan sasaran, arah kebijakan, strategi, kebijakan umum dan program pembangunan, program prioritas

yang disertai kebutuhan pendanaan, serta indikator kinerja pembangunan. Untuk menjamin

tercapainya sasaran dan prioritas bidang pembangunan nasional yang ditetapkan dalam Rencana

Kerja Pemerintah Tahun 2015, maka Permendagri nomor 27 tahun 2014 mengatur tentang pedoman

penyusunan, pengendalian dan evaluasi rencana kerja pembangunan daerah tahun 2015. Pada

prinsipnya, RKPD tahun 2015 dapat dirubah untuk ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah dan

menjadi landasan penyusunan perubahan KUA dan perubahan PPAS untuk menyusun Perubahan

RAPBD Tahun 2015. Apabila perubahan yang dimaksud merupakan kebijakan nasional yang tercantum

dalam RKP, maka perubahan RPJMD tidak diperlukan. Perubahan dan/atau kegiatan baru dalam RKPD

harus ditindaklanjuti dengan perubahan dan/atau penambahan kegiatan dalam Renstra SKPD, sebagai

acuan penyusunan Renja SKPD.

Undang Undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menetapkan Urusan

Pemerintahan Wajib yang wajib diselenggarakan oleh semua Daerah, yaitu terdiri atas Urusan

Pemerintahan yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar dan Urusan Pemerintahan yang tidak berkaitan

dengan Pelayanan Dasar. Khususnya Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan

Dasar meliputi sebagai berikut:

a. pendidikan;

b. kesehatan;

c. pekerjaan umum dan penataan ruang;

d. perumahan rakyat dan kawasan permukiman;

e. ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan masyarakat; dan

f. sosial.

Urusan bencana merupakan Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Ketenteraman,

Ketertiban Umum dan Perlindungan Masyarakat yang terdiri dari Sub-Ketenteraman dan Ketertiban

Umum, Sub-Bencana dan Sub-Kebakaran. Berlakunya Undang Undang nomor 23 tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah membuka peluang terintegrasinya penanggulangan bencana dalam

perencanaan pembangunan di daerah, yang rencananya diperkuat dengan penyelenggaraan

penanggulangan kebakaran. Rencana Penanggulangan Bencana khususnya pada

Gambar 4. 2: Kedudukan Penanggulangan Bencana Dalam Sistim Perencanaan

Pembangunan Nasional

Page 56: kajian kelembagaan dan regulasi untuk mendukung kebijakan ...

47

4.4. Pelaksanaan Pengurangan Kerentanan Terhadap Bencana

Jenis-jenis kerentanan dalam perspektif penanggulangan bencana adalah:

1. Kerentanan Fisik: perumahan dan Infrastruktur dengan kualitas konstruksi yang tidak sesuai

standar

2. Kerentanan Sosial yang disebabkan oleh kemiskinan, konflik, tingkat pertumbuhan dan

kepadatan penduduk yang tinggi, kurangnya pengetahuan terhadap ancaman dan kesiagaan

menghadapi bahaya, yang terutama dapat menimbulkan lebih banyak korban pada kelompok

anak-anak dan wanita, penyandang cacat dan lansia

3. Kerentanan Lingkungan Hidup yang disebabkan eksploitasi yang berlebihan, pencemaran

lingkungan dan penyimpangan pemanfaatan ruang

Menurunkan tingkat kerentanan selalu terkait dengan menurunkan tingkat keterpaparan (exposures)

dan mengurangi dampak yang ditimbulkan. Sebagai contoh, kerentanan Kota Manado terhadap

perubahan iklim4 dapat dapat dikurangi dengan cara:

1. Memperbaiki kemampuan adaptasi dan mengurangi sensitivitas; misalnya dengan

memperbaiki sistem pelayanan publik dan meningkatkan kapasitas kelembagaan pemerintah

dalam merespon perubahan iklim, melaksanakan penataan ruang yang lebih baik dan

meningkatkan kesadaran masyarakat

2. Kerentanan dapat berubah, sejalan dengan dinamika urbanisasi kota; oleh karena itu

pemerintah daerah perlu memantau perubahan demografi dan penggunaan lahan untuk

menerapkan kebijakan yang tepat dalam merespon perubahan tersebut

3. Kerentanan dapat dikurangi dengan konservasi lingkungan dan juga perencanaan dan

manajemen kota yang baik

Pengenalan terhadap ancaman bencana merupakan langkah awal untuk mengurangi kerentanan dan

keterpaparan. Setiap daerah perlu memiliki kapasitas untuk mengenali kemungkinan ancaman yang

terjadi dan besaran dampak bencana yang tercatat untuk setiap jenis bencana: a) Gempabumi, b)

Tsunami, c) Banjir, d) Tanah Longsor, e) Letusan Gunung Api, f) Gelombang Ekstrim dan Abrasi, g)

Cuaca Ekstrim, h) Kekeringan, i) Kebakaran Hutan dan Lahan dan j) Kebakaran Gedung dan Pemukiman

sesuai dengan karakteristik kebencanaan di daerah. Berdasarkan Perka BNPB nomor 2 tahun 2012

tentang Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana, maka pengkajian risiko bencana dilaksanakan

berdasarkan:

1. Ketersediaan data segala bentuk rekaman kejadian yang ada dan peta dengan skala yang

sesuai

2. Analisis probabilitas kemungkinan ancaman dari berbagai sumber kajian ilmiah, pendapat

ahli dan berkembangnya kearifan lokal masyarakat

3. Proyeksi berdasarkan metoda perhitungan terhadap potensi jumlah jiwa terpapar, kerugian

harta benda dan kerusakan lingkungan

4. Kemampuan analisis untuk diterjemahkan menjadi kebijakan pengurangan risiko bencana

Contoh dibawah ini menggambarkan upaya mengenali ancaman banjir yang dilaksanakan oleh

Pemerintah Kota Tangerang Selatan untuk mengantisipasi banjir tahunan di wilayahnya. Dinas Bina

Marga dan Sumberdaya Air bekerjasama dengan BPBD dan kelurahan setempat memetakan potensi

genangan banjir berdasarkan rekaman kejadian sebelumnya.

4 Kajian Kerentanan Kota Manado terhadap Perubahan Iklim, USAID, September 2014.

Page 57: kajian kelembagaan dan regulasi untuk mendukung kebijakan ...

48

Gambar 4. 3: Upaya Mengenali dan Pemetaan Potensi Genangan Banjir oleh Pemerintah

Kota Tangerang Selatan

Peta ini dilengkapi dengan informasi lokasi genangan pada tingkat RT/RW, tinggi dan kecepatan surutnya genangan, jumlah penduduk yang berpotensi terpapar dalam kelompok usia, jumlah rumah serta fasilitas umum yang tergenang. Untuk mengantisipasi banjir, informasi ini digunakan BPBD Kota Tangerang Selatan untuk mengkoordinasikan upaya kesiapsiagaan termasuk identifikasi kebutuhan logistik, mengidentifikasi jalur evakuasi dan tempat penampungan sementara, lokasi pendirian Posko dan sosialisasi kepada masyarakat.

Secara umum, meskipun Kajian dan Pemetaan Risiko Bencana tingkat Kabupaten/Kota belum

menjawab kebutuhan 80% dari 514 kabupaten/kota di Indonesia, namun usaha untuk

memberdayakan masyarakat dalam mengenali potensi ancaman telah dilakukan oleh Pemerintah

melalui berbagai media komunikasi seperti radio, televisi, telepon seluler, media sosial, penyuluhan

dan pelatihan siaga bencana. Media komunikasi visual yang menarik untuk anak-anak usia SD telah

disusun dan disosialisasikan di sekolah serta fasilitas publik lainnya.

BNPB meluncurkan Pedoman Penerapan Sekolah/Madrasah Aman Bencana untuk jenis bencana

gempa bumi dan tsunami. Kerangka kerja penerapan sekolah/madrasah aman berdasarkan Perka

BNPB nomor 4 tahun 2012 tentang Pedoman Penerapan Sekolah/Madrasah aman dari bencana

adalah:

1. Dengan pendekatan struktural: lokasi aman dari bencana, struktur bangunan aman,

desain dan penataan kelas aman, dukungan sarana dan prasarana aman

2. Dengan pendekatan non-struktural: memberikan pengetahuan, sikap dan tindakan,

memberikan masukan bagi kebijakan sekolah/madrasah, mengajarkan perencanaan

kesiapsiagaan dan mobilisasi sumberdaya

Page 58: kajian kelembagaan dan regulasi untuk mendukung kebijakan ...

49

Beberapa contoh komunikasi visual untuk kesiapsiagaan menghadapi bencana diantaranya terdapat

pada gambar dibawah ini.

Gambar 4. 4: Komunikasi Visual untuk Kesiapsiagaan

BNPB telah menyiapkan situs mengenai siaga bencana seperti http://www.bnpb.go.id/pengetahuan-

bencana/siaga-bencana dan http://www.sigana.web.id/ yang memberikan informasi tentang: a)

mengenali ancaman bencana, b) panduan menghadapi bencana dan c) siaga sebelum bencana.

Selain Program Sekolah/Madrasah aman dari bencana, Program Desa Tangguh merupakan program

Nasional yang didukung BNPB sesuai Perka BNPB 01/2012 dalam rangka mewujudkan misi Indonesia

Tangguh. Prinsipnya, karena masyarakat merupakan penerima dampak langsung dari bencana, dan

sekaligus sebagai pelaku pertama yang akan merespon kejadian disekitarnya, maka pemberdayaan

masyarakat supaya tangguh menghadapi bencana menjadi sasaran utama program ini. Kegiatan desa

tangguh bencana adalah membuat peta risiko bencana, menyusun Rencana Penanggulangan Bencana

Desa, menyusun Rencana Kontinjensi dengan pendekatan partisipasi masyarakat yang kemudian

dituangkan ke dalam Rencana Aksi Komunitas. Selain kegiatan perencanaan, masyarakat difasilitasi

untuk membangun Sistem Peringatan Dini Yang Terpusat Pada Masyarakat, termasuk panduan

tentang bagaimana bertindak apabila ada peringatan untuk menghindari atau mengurangi kerentanan

dan keterpaparan.

Upaya menurunkan kerentanan harus dapat diukur melalui Indeks Risiko Bencana per jenis potensi

bencana yang disusun kabupaten/kota yang menjadi pusat-pusat pertumbuhan. Selain itu, Indeks

Risiko Bencana diperlukan untuk merevieu RTRW Kabupaten/Kota yang telah ditetapkan pada tahun

2010 dan tahun 2011. Kunci yang penting untuk mengurangi kerentanan dan keterpaparan adalah

peringatan dini, namun sistem peringatan dini yang sangat modern sekalipun belum tentu dapat

berfungsi sesuai harapan tanpa adanya sosialisasi kepada masyarakat.

4.5. Pelaksanaan Peningkatan Kapasitas Pemerintah Daerah Dalam Penanggulangan

Bencana

Sub-bab ini lebih mengutamakan pembahasan tentang peningkatan kapasitas pemerintah daerah dan

masyarakat dalam penanggulangan bencana, karena bencana terjadi di daerah kabupaten/kota.

Page 59: kajian kelembagaan dan regulasi untuk mendukung kebijakan ...

50

Hingga bulan Juni 2014, sudah terbentuk sebanyak 34 BPBD di tingkat provinsi dan 427 BPBD dari 514

kabupaten/kota di Indonesia. Hal itu berarti, masih terdapat 87 kabupaten/kota yang belum

memutuskan untuk membentuk BPBD. Kapasitas pemerintah daerah dalam fase pra bencana telah

diuraikan pada bab IV.3 yang menguraikan pengarusutamaan pengurangan risiko bencana dalam

pembangunan daerah. Dampak dari rendahnya kapasitas perencanaan pra bencana adalah sangat

minimnya investasi pengurangan risiko bencana di daerah kabupaten/kota.

Sesuai dengan kaidah penyelenggaraan penanggulangan bencana, kapasitas penanggulangan

bencana juga ditinjau pada fase terdapat potensi terjadinya bencana dan fase tanggap darurat.

Pelaksanaan penanggulangan bencana pada fase ini mengharuskan adanya kapasitas perencanaan

untuk menetapkan kebijakan, strategi yang efektif untuk menanggulangi bencana.

Gambar 4. 5: Perencanaan kesiapsiagaan dan tanggap darurat

Proses penyusunan Rencana Kontinjensi

Proses penyusunan Rencana Operasi

Gambar diatas mencoba menggambarkan hubungan antara proses penyusunan Rencana Kontinjensi

dengan Rencana Operasi tanggap darurat. Sistim Peringatan Dini dan Analisis risiko merupakan

tuntutan kapasitas untuk mengembangkan skenario, kebijakan dan strategi kontinjensi.

Kapasitas teknologi penurunan risiko bencana di Indonesia didukung oleh BPPT melalui Pusat

Teknologi Reduksi Risiko Bencana (PTRRB). Berdasarkan Peraturan Kepala BPPT nomor 1 Thn 2015

tentang Organisasi dan Tata Kerja BPPT, PTRRB mempunyai tugas melaksanakan pengkajian dan

penerapan di bidang teknologi reduksi risiko bencana. Dalam melaksanakan tugasnya, PTRRB

menyelenggarakan fungsi:

a. pelaksanaan pengkajian dan penerapan teknologi di bidang adaptasi dan penataan ruang

berbasis pengurangan risiko bencana;

b. pelaksanaan pengkajian dan penerapan teknologi di bidang mitigasi bencana;

c. pelaksanaan pengkajian dan penerapan teknologi di bidang instrumentasi kebencanaan;

d. penyiapan bahan rumusan kebijakan teknologi reduksi risiko bencana; dan

e. pelaksanaan perencanaan, monitoring, evaluasi program dan anggaran di lingkungan Pusat

Teknologi Reduksi Risiko Bencana

Page 60: kajian kelembagaan dan regulasi untuk mendukung kebijakan ...

51

Terkait dengan perubahan iklim, inisiatif strategis BPPT dalam RENSTRA BPPT tahun 2015-2019 adalah

Instrumentasi Kebencanaan Nasional dan Bencana Hidrometeorologi dengan target “Berkurangnya

risiko bencana di Propinsi paling rawan bencana alam dengan beroperasinya alat/instrumen

kebencanaan untuk mendeteksi hazard, peringatan dini dan siaga darurat”. Instrumentasi peringatan

dini BPPT diantaranya adalah AWLR (Automatic Water Level Recorder), LEWS (Landslide Early Warning

System), Rapid Timer (teknologi tangguh ketika komunikasi dan kelistrikan lumpuh). Penelitian yang

mendukung upaya mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim juga dilaksanakan oleh universitas

terkemuka seperti UGM, ITB, UI dan lain-lain. Universitas turut berperan dalam meningkatkan

kapasitas masyarakat dalam pengurangan bencana, misalnya dalam penyusunan peta risiko untuk

mewujudkan Desa Tangguh Bencana dan mengembangkan sistim peringatan dini berbasis

masyarakat.

Gambar 4. 6: Skema Peringatan Dini Bencana di Masyarakat

Sistim peringatan dini berbasis masyarakat yang efektif adalah: (i) mudah diakses masyarakat, (ii)

pesan yang disampaikan jelas, disajikan sesuai konteks sosial dan budaya setempat, (iii) pesan berasal

dari sumber resmi, (iv) digunakan untuk menghindari dan mengurangi risiko.

Rencana Kontinjensi yang disusun pada situasi terdapat potensi kejadian bencana harus

dapat digunakan sebagai acuan untuk evakuasi, mengurangi kerusakan dan kerugian dan penyediaan

tempat penampungan sementara. Jalur dan tempat evakuasi pada Rencana Tata Ruang menjadi acuan

Rencana Kontingensi yang sedapat mungkin dapat digambarkan pada peta dengan skala 1:5.000.

Ketersediaan peta dengan skala yang sesuai merupakan tantangan bagi pemerintah daerah untuk

menyusun Rencana Kontinjensi yang menjadi acuan pemerintah daerah untuk merespon terjadinya

bencana di daerah masing-masing.

Kapasitas penanggulangan bencana pada tingkat kabupaten/kota saat ini pada dasarnya masih

bersifat respon di lapangan, namun pelaksanaan fungsi komando seperti yang telah ditetapkan dalam

Perka BNPB nomor 24 tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Operasi Darurat Bencana

belum dilaksanakan dengan baik.

Page 61: kajian kelembagaan dan regulasi untuk mendukung kebijakan ...

52

Penyelenggaraan Komando Tanggap Darurat meliputi (1) Rencana operasi, (2) Permintaan

sumberdaya, (3) Pengerahan sumberdaya, dan (4) Pengakhiran. Pelaksanaan ini didukung dengan

fasilitas komando posko (tanggap darurat dan lapangan), personil, gudang, sarana dan prasarana,

transportasi, peralatan, alat komunikasi, serta informasi bencana dan dampaknya. Belum tersedianya

Rencana Kontinjensi yang kemudian menjadi Rencana Operasi berdampak pada tidak tersedianya

acuan rencana tindakan bagi setiap unsur pelaksana komando, termasuk acuan bagi mobilisasi

sumberdaya ke lokasi bencana. BPBD berfungsi mendukung mobilisasi sumber daya, namun dalam

praktek sumberdaya lokal masih terbatas sehingga ketergantungan pada BNPB masih signifikan.

Setelah fase tanggap darurat dinyatakan selesai oleh Kepala Daerah, tahap penanggulangan bencana

selanjutnya adalah proses rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana untuk pemulihan kehidupan

dan kegiatan sosial-ekonomi masyarakat di wilayah pasca bencana. Penyelenggaraan pemulihan

pasca bencana dilaksanakan dengan kerangka sebagai berikut ini:

Gambar 4. 7: Kerangka Pemulihan Pasca Bencana

BNPB secara ekstensif telah memberikan pelatihan Damages and Losses Assessment (DaLA) kepada

kabupaten/kota untuk memperkirakan kebutuhan pemulihan. Pada saat ini seluruh daerah

kabupaten/kota diwajibkan untuk mampu memperkirakan kebutuhan pemulihan pasca bencana dan

skema pembiayaan dengan pendekatan pembagian kewenangan pusat-daerah. Meskipun demikian,

dengan alasan bahwa APBD tidak memadai, ketergantungan daerah pada Pemerintah untuk

pembiayaan pasca bencana masih signifikan. Proses perencana rehabilitasi dan rekonstruksi adalah

sebagai berikut:

Gambar 4. 8: Proses perencanaan pemulihan pasca bencana

Page 62: kajian kelembagaan dan regulasi untuk mendukung kebijakan ...

53

Pada tahap rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun

2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, disebutkan bahwa apabila APBD

Pemerintah Kab/Kota tidak memadai, maka dapat meminta bantuan kepada Pemerintah Provinsi dan

apabila Pemerintah Provinsi juga tidak mampu, maka dapat disampaikan kepada Pemerintah melalui

BNPB. Sampai dengan tahun 2014, penyampaian bantuan dana bagi pemulihan pasca bencana dari

Pemerintah dilaksanakan dengan mekanisme bantuan sosial berpola hibah, yang dilaksanakan

semenjak tahun 2011. Dalam penganggaran dana bantuan rehabilitasi dan rekonstruksi tersebut,

BNPB melaksanakan tugas identifikasi dan verifikasi usulan Kepala Daerah, yang kemudian

ditindaklanjuti dengan usulan anggaran dana bantuan rehabilitasi dan rekonstruksi kepada Menteri

Keuangan dan DPR, untuk dicantumkan dalam DIPA BNPB dan disalurkan ke daerah yang mengusulkan

bantuan pemulihan pasca bencana. Dana rehabilitasi dan rekonstruksi tersebut tidak berada pada satu

Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), karena Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dibentuk pada BPBD

sedangkan pelaksanaannya berada di SKPD terkait.

Pada tahun 2015, mekanisme bantuan sosial berpola hibah dirubah dengan mekanisme Hibah dari

Pemerintah Pusat Kepada Pemerintah Daerah Dalam Rangka Bantuan Pendanaan Rehabilitasi dan

Rekonstruksi Pascabencana berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 162 tahun 2015. Hibah

untuk daerah ini dilaksanakan sesuai dengan mekanisme pengelolaan keuangan daerah dan

disalurkan sesuai dengan mekanisme APBN dan APBD dengan cara pemindahbukuan dari RKUN ke

RKUD. Pemerintah Daerah penerima hibah menyelenggarakan penatausahaan, akuntansi dan

pelaporan keuangan atas realisasi hibah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kementerian Keuangan dan BNPB melakukan monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan kegiatan dan

penggunaan dana hibah dalam rangka bantuan pendanaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi

pascabencana baik secara bersama-sama maupun sendiri sesuai dengan kewenangannya.

Undang Undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menyempurnakan mekanisme

bantuan dana pemulihan pasca bencana dengan tujuan penguatan kelembagaan dan regulasi dalam

penanggulangan bencana di daerah. Dana darurat dapat dialokasikan pada Daerah dalam APBN untuk

mendanai keperluan mendesak yang diakibatkan oleh bencana yang tidak mampu ditanggulangi oleh

Daerah dengan menggunakan sumber APBD, untuk mendanai perbaikan fasilitas umum dalam rangka

pemulihan pelayanan bagi masyarakat. Menteri Dalam Negeri berwenang mengkoordinasikan usulan

Dana darurat kepada Kementerian Keuangan, setelah sebelumnya hanya Kepala BNPB dan Menteri

Keuangan yang mengambil keputusan tentang alokasi bantuan kepada daerah yang tidak mampu

mendanai pemulihan pasca bencana dari sumber APBD. Penguatan kapasitas BPBD pada bidang

pemantauan dan evaluasi rehabilitasi dan rekonstruksi sangat relevan karena SPM penanggulangan

bencana sedang disusun untuk memastikan terselenggaranya mutu pelayanan dasar yang berhak

diperoleh setiap warga secara minimal di bidang penanggulangan bencana.

Untuk penguatan kapasitas BPBD, Kementerian Dalam Negeri sedang melakukan berbagai

pertimbangan untuk memperkuat kelembagaan penanggulangan bencana daerah yang dilebur

dengan fungsi pemadam kebakaran serta menyusun Standar Pelayanan Minimal Penanggulangan

Bencana dan Kebakaran. Opsi yang sedang dikembangkan adalah transformasi BPBD menjadi Dinas

dengan tugas dan fungsi untuk melaksanakan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan

Daerah atau tetap sebagai Badan yang dibentuk untuk melaksanakan fungsi penunjang Urusan

Pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah meliputi: a) Perencanaan, b) Keuangan, c)

Kepegawaian serta pendidikan dan pelatihan, d) Penelitian dan pengembangan, dan e) Fungsi lain

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Page 63: kajian kelembagaan dan regulasi untuk mendukung kebijakan ...

54

4.6. Pelaksanaan Peningkatan Kapasitas Masyarakat Dalam Penanggulangan Bencana

Tidak ditemukan bukti tertulis yang memadai terkait sejarah mitigasi dan pengetahuan kerangka kerja

Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Komunitas (PRBBK) di Indonesia. Pengelolaan Risiko Bencana

Berbasis Komunitas (PRBBK) adalah salah satu pilar penting dalam upaya pengelolaan risiko bencana

saat ini. Pengelolaan Risiko Bencana Berbasis Komunitas (PRBBK) atau Community Based Disaster Risk

Management (CBDRM) adalah sebuah pendekatan yang mendorong komunitas akar rumput dalam

mengelola risiko bencana di tingkat lokal. Upaya tersebut memerlukan serangkaian upaya yang

meliputi: a) melakukan interpretasi sendiri atas ancaman dan risiko bencana yang dihadapinya, b)

melakukan prioritas penanganan/ pengurangan risiko bencana yang dihadapinya, c) mengurangi serta

memantau dan mengevaluasi kinerjanya sendiri dalam upaya pengurangan bencana.

Berbagai inisiatif membangun Desa tangguh, Desa Siaga, Kampung Siaga Bencana, Mukim Daulat

Bencana dan berbagai sebutan lainnya dimulai dari proyek percontohan berbagai organisasi non

pemerintah maupun pemerintah dan donor. Proses PRBBK yang secara generik diadopsi dalam

berbagai inisiatif tersebut adalah sebagai berikut ini.

Gambar 4. 9: Langkah dan proses PRBBK

Salah satu kendala PRBBK adalah keberlanjutan, karena pada awalnya kegiatan PRBBK didukung

pendanaan dari Donor Internasional. Peluang terintegrasinya penanggulangan bencana dalam

rencana pembangunan desa didukung oleh Undang Undang nomor 23 tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah yang mencantumkan sub-penanggulangan bencana dan kebakaran dalam

urusan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar dibawah Ketenteraman dan Ketertiban Umum

dan Perlindungan Masyarakat.

Musrenbang Desa sebagai mekanisme perencanaan dan proses dialogis dapat dimanfaatkan untuk

mengidentifikasi dan menyepakati bersama prioritas kebutuhan/masalah dan kegiatan desa yang

akan menjadi bahan penyusunan Rencana Kerja Pembangunan Desa. Melalui proses Musrenbang

Desa, masyarakat dapat menyepakati: a) prioritas yang akan dilaksanakan oleh desa sendiri dan

dibiayai melalui dana swadaya desa/masyarakat; b) prioritas kegiatan desa yang akan dilaksanakan

oleh desa sendiri yang dibiayai melalui Alokasi Dana Desa dari APBD kabupaten/kota atau sumber

dana lain; c) Prioritas masalah daerah yang ada di desa yang akan diusulkan melalui Musrenbang

kecamatan untuk menjadi kegiatan pemerintah daerah dan dibiayai melalui APBD kabupaten/kota

atau APBD provinsi.

Page 64: kajian kelembagaan dan regulasi untuk mendukung kebijakan ...

55

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan pada Bab III dan Bab IV, kesimpulan pokok pada kajian ini adalah:

1. Internalisasi PRB dalam kerangka pembangunan berkelanjutan

Khususnya di daerah kabupaten/kota memerlukan Kajian dan Pemetaan Risiko Bencana skala

1:50.000 dan 1:25.000

Masih tersisa 80% dari 514 kabupaten/kota yang belum menyusun Kajian dan Pemetaan

Risiko Bencana

Belum tersedianya Rencana Penanggulangan Bencana di tingkat kabupaten/kota

berkontribusi langsung pada rendahnya investasi pengurangan risiko bencana di tingkat

kabupaten/kota

Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) tingkat provinsi belum dimanfaatkan untuk

memberikan masukan bagi reviu maupun perencanaan tata ruang kecuali RPB Provinsi DKI

Jakarta, Banten, Jawa Barat (semua disusun tahun 2012) yang digunakan untuk melengkapi

audit RTR-Kawasan Strategis Nasional Jabodetabekpunjur pada tahun 2013

Dengan berlakunya Undang Undang nomor 23 tahun 2014 diperlukan harmonisasi kebijakan

serta berbagai perubahan yang terkait dengan peraturan, kelembagaan, SDM, perencanaan,

keuangan, pengawasan dan sebagainya

2. Upaya mengurangi kerentanan

Untuk mengurangi kerentanan, diperlukan:

Ketersediaan data dan segala bentuk rekaman kejadian yang ada disertai peta dengan skala

yang sesuai dengan kebutuhan di daerah ( skala minimum 1:5000)

Kemampuan untuk melakukan analisis probabilitas kemungkinan ancaman dari berbagai

sumber kajian ilmiah, pendapat ahli dan berkembangnya kearifan lokal masyarakat

Kemampuan untuk melakukan proyeksi berdasarkan metoda perhitungan terhadap potensi

jumlah jiwa terpapar, kerugian harta benda dan kerusakan lingkungan

Kemampuan analisis untuk diterjemahkan menjadi kebijakan pengurangan risiko bencana

Dalam upaya mengurangi kerentanan, partisipasi masyarakat sangat diperlukan. Peluang

untuk bekerjasama dengan masyarakat akademis, dunia usaha, masyarakat internasional dan

berbagai pihak pemerhati kebencanaan perlu didukung dengan kebijakan yang mengatur

partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah, sesuai dengan Undang Undang nomor

23 tahun 2014

3. Peningkatan kapasitas pemerintah daerah dan masyarakat

Pembentukan BPBD pada umumnya tidak dilengkapi dengan Perda penyelenggaraan

penanggulangan bencana di daerah

Kapasitas perencanaan BPBD pada fase situasi tidak terdapat potensi bencana perlu diperkuat

untuk memberikan masukan kepada Bappeda dalam proses penyusunan RPJMD dan RTR dan

Pedoman Zonasi serta meningkatkan kualitas RENSTRA dan RENJA BPBD

Kapasitas perencanaan BPBD pada fase situasi terdapat potensi bencana perlu diperkuat

untuk mendukung penyelenggaraan Komando Tanggap Darurat

Page 65: kajian kelembagaan dan regulasi untuk mendukung kebijakan ...

56

Tersedianya SPM penanggulangan bencana sebagai urusan wajib pemerintahan daerah

menuntut penguatan kapasitas BPBD dalam pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan

penanggulangan bencana di daerah

Perencanaan penanggulangan bencana erat kaitannya dengan perencanaan tata ruang yang

berfungsi sebagai instrumen pencegahan dan mitigasi, referensi rencana kontinjensi dan

acuan relokasi pada fase pasca bencana.

Gambar 5. 1: Sinergi perencanaan dalam penyelanggaraan penanggulangan bencana

5.2. Rekomendasi 1. Internalisasi PRB dalam kerangka pembangunan berkelanjutan

Tujuan internalisasi PRB dalam kerangka pembangunan berkelanjutan adalah penurunan

Indeks Risiko Bencana di daerah dalam kerangka pencapaian sasaran RPJMN 2015-2019 dan

meningkatkan investasi pengurangan risiko bencana di daerah

Pemanfaatan Kajian dan Pemetaan Risiko Bencana atau minimal hasil pengenalan ancaman

dan potensi kerentanan bencana dalam RPJMD kabupaten/kota peserta Pilkada tahun 2015.

Bappeda dan seluruh SKPD memastikan bahwa penanggulangan bencana sebagai urusan

wajib pemerintahan menjadi salah satu fokus pembangunan daerah

Diperlukan percepatan penetapan Perda RTRW provinsi Sumatera, Riau, Sumatera Selatan,

Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara,

Sulawesi Tenggara dan Papua untuk melaksanakan pembagian kewenangan dalam

pelaksanaan Undang Undang nomor 23 tahun 2014

Berdasarkan amanat Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, semua

pemerintah daerah (provinsi, kabupaten dan kota) wajib menyusun Rencana Tata Ruang

Wilayah (RTRW) yang selanjutnya dilegalisasikan menjadi Peraturan Daerah (Perda), dengan

masa berlaku selama 20 tahun dan ditinjau kembali setiap 5 tahun.

Pemanfaatan hasil reviu Kajian dan Pemetaan Risiko Bencana tingkat provinsi tahun 2015

untuk melakukan tinjauan ulang RTRW Provinsi dan RTR KSN yang ditetapkan pada tahun

2009-2010-2011

Page 66: kajian kelembagaan dan regulasi untuk mendukung kebijakan ...

57

Penyusunan Kajian dan Pemetaan Risiko Bencana pada pusat-pusat pertumbuhan

kabupaten/kota berisiko tinggi dan peninjauan ulang RTRW

Tabel 5. 1: Usulan kegiatan penanggulangan bencana pada RKP tahun 2016

No Penetapan RTRW Provinsi/Kabupaten/Kota Tingkat Provinsi: pemanfaatan Kajian dan Pemetaan Risiko Bencana tahun 2015

1 2009-2010-2011 Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Banten Bali, NTB, NTT, Sulawesi Selatan, Gorontalo

Tingkat kabupaten/kota: penyusunan Kajian dan Pemetaan Risiko Bencana dan peninjauan ulang RTRW kabupaten/kota 1 2008-2009 Kota Bogor, Bangkalan, Sidoarjo, Banda Aceh, Kota Bandung

2 2010 Kab. Malang, Pacitan, Kota Bandar Lampung, Kota Yogyakarta

3 2011 Jayapura, Merauke, Maluku Tengah, Halmahera Utara, Kep. Sula, Kota Mataram, Lombok Barat, Lombok Tengah, Lombok Utara, Dompu, Bima, Kota Kupang, Ende, Belu, Kota Gorontalo, Takalar, Luwu Timur, Parigi Moutong, Kota Palu, Kota Bitung, Kota Denpasar, Kota Bekasi, Kota Tangerang, Kota Cirebon, Kota Semarang, Kendal, Demak, Cilacap, Magelang, Lamongan, Bojonegoro, Tanggamus, Padang Pariaman, Medan, Cilegon

Pemanfaatan hasil reviu Kajian dan Pemetaan Risiko Bencana tingkat provinsi tahun 2015

untuk melakukan tinjauan ulang RTRW Provinsi dan RTR KSN yang ditetapkan pada tahun 2012

Penyusunan Kajian dan Pemetaan Risiko Bencana kabupaten/kota pusat-pusat pertumbuhan

berisiko tinggi dan peninjauan ulang RTRW

Tabel 5. 2: Usulan kegiatan penanggulangan bencana pada RKP tahun 2017

No Penetapan RTRW Provinsi/Kabupaten/Kota Tingkat Provinsi: pemanfaatan Kajian dan Pemetaan Risiko Bencana tahun 2015

1 2012 Jawa Timur, Bengkulu, DKI Jakarta, Sumatera Barat

Tingkat kabupaten/kota: penyusunan Kajian dan Pemetaan Risiko Bencana dan peninjauan ulang RTRW kabupaten/kota

1 2012 Kep. Yapen, Sorong, Raja Ampat, Teluk Wondama, Teluk Bintuni, Ambon, Seram Bagian Timur, Maluku Tenggara, Buru, Ternate, Morotai, Halmahera Timur, Lombok Timur, Bima, Ngada, Sikka, Manggarai, Polewali Mandar, Maros, Gowa, Bantaeng, Donggala, Poso, Morowali, Kolaka, Kendari, Singkawang, Kotabaru, Baritokuala, Balikpapan, Tarakan, Tabanan, Cianjur, Bandung Barat, Sukabumi, Tasikmalaya, Ciamis, Kebumen, Bengkulu, Muko-muko, Rejang Lebong, Kerinci, Lampung Barat, Padang, Banyuasin, Lahat, Simalungun

Pemanfaatan hasil reviu Kajian dan Pemetaan Risiko Bencana tingkat provinsi tahun 2015

untuk melakukan tinjauan ulang RTRW Provinsi dan RTR KSN yang ditetapkan pada tahun 2013

Penyusunan Kajian dan Pemetaan Risiko Bencana kabupaten/kota pusat-pusat pertumbuhan

berisiko tinggi dan peninjauan ulang RTRW

Tabel 5. 3: Usulan kegiatan penanggulangan bencana pada RKP tahun 2018

Page 67: kajian kelembagaan dan regulasi untuk mendukung kebijakan ...

58

No Penetapan RTRW Provinsi/Kabupaten/Kota Tingkat Provinsi: pemanfaatan Kajian dan Pemetaan Risiko Bencana tahun 2015

1 2013 Jambi, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat, Sulawesi Tengara, Aceh

Tingkat kabupaten/kota: penyusunan Kajian dan Pemetaan Risiko Bencana dan peninjauan ulang RTRW kabupaten/kota

1 2013 Manokwari, Tidore Kepulauan, Alor, Minahasa Utara, Pontianak, Kutai Kartanegara, Badung, Buleleng, Jambi, Langkat

Pemanfaatan hasil reviu Kajian dan Pemetaan Risiko Bencana tingkat provinsi tahun 2015

untuk melakukan tinjauan ulang RTRW Provinsi yang ditetapkan pada tahun 2014 dan 2015

Penyusunan Kajian dan Pemetaan Risiko Bencana kabupaten/kota pusat-pusat pertumbuhan

berisiko tinggi dan peninjauan ulang RTRW

Tabel 5. 4: Usulan kegiatan penanggulangan bencana pada RKP tahun 2019

No Penetapan RTRW Provinsi/Kabupaten/Kota Tingkat Provinsi: pemanfaatan Kajian dan Pemetaan Risiko Bencana tahun 2015

1 2014-2015 Sulawesi Barat, Bangka Belitung, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Papua

Tingkat kabupaten/kota: penyusunan Kajian dan Pemetaan Risiko Bencana dan peninjauan ulang RTRW kabupaten/kota

1 2014 Sarolangun dan kabupaten/kota yang berfungsi sebagai pusat pertumbuhan berisiko tinggi yang ditetapkan pada tahun 2015 dan seterusnya

2. Upaya pengurangan kerentanan

Menurunkan risiko bencana adalah upaya yang kompleks, multi-dimensi dan memerlukan

partisipasi banyak pihak untuk mewujudkannya. Tabel dibawah ini menggambarkan unsur-

unsur pengurangan risiko bencana dengan pendekatan yang menyeluruh untuk mengurangi

kerentanan dan ancaman bencana.

Tabel 5. 5: Unsur-unsur pengurangan risiko bencana

Bidang tematik U Unsur-unsur utama Tata pemerintahan Kebijakan dan perencanaan

Sistem hukum dan tata peraturan

Sumber daya dan kapasitas

Pemaduan ke dalam pembangunan

Mekanisme, kapasitas dan struktur kelembagaan

Komitmen politik

Akuntabilitas dan partisipasi Pengkajian risiko Data dan analisis bahaya/risiko

Data/indikator-indikator kerentanan dan dampak

Sistem-sistem peringatan dini

Inovasi dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknis Pengetahuan dan pendidikan

Manajemen informasi dan saling berbagi informasi

Pendidikan dan pelatihan

Kesadaran masyarakat

Pembelajaran dan penelitian

Page 68: kajian kelembagaan dan regulasi untuk mendukung kebijakan ...

59

Bidang tematik U Unsur-unsur utama Manajemen risiko dan pengurangan kerentanan

Manajemen sumber daya alam dan lingkungan; adaptasi perubahan iklim

Penghidupan yang berkelanjutan

Perlindungan sosial

Ketahanan fiskal

Mitigasi struktural/non-struktural Kesiapsiagaan dan tanggap bencana

Koordinasi kelembagaan

Perencanaan kesiapsiagaan dan kontinjensi

Prosedur tanggap darurat

Partisipasi dan kerelawanan

Sumber: Tools for Mainstreaming DRR: Guidance Notes for Development Organisations, 2007

Pengkajian dan analisis risiko merupakan perangkat perencanaan yang wajib dimiliki oleh

pemerintah daerah dan masyarakat agar supaya dapat dimanfaatkan pada proses

perencanaan penanggulangan bencana, perencanaan pembangunan daerah, perencanaan

sektoral, dan perencanaan tata ruang

Melengkapi peta IGD skala 1:50.000, skala 1:25.000 untuk kabupaten/kota berisiko tinggi

sebagai berikut ini:

Tabel 5. 6: Kebutuhan peta IGD untuk kabupaten/kota berisiko tinggi

Tahun Kabupaten/Kota 2016 Kota Bogor, Bangkalan, Sidoarjo, Banda Aceh, Kota Bandung, Kab. Malang,

Pacitan, Kota Bandar Lampung, Kota Yogyakarta, Kota Jayapura, Kota Merauke, Maluku Tengah, Halmahera Utara, Kep. Sula, Kota Mataram, Lombok Barat, Lombok Tengah, Lombok Utara, Dompu, Bima, Kota Kupang, Ende, Belu, Kota Gorontalo, Takalar, Luwu Timur, Parigi Moutong, Kota Palu, Kota Bitung, Kota Denpasar, Kota Bekasi, Kota Tangerang, Kota Cirebon, Kota Semarang, Kendal, Demak, Cilacap, Magelang, Lamongan, Bojonegoro, Tanggamus, Padang Pariaman, Kota Medan, Kota Cilegon

2017 Kep. Yapen, Sorong, Raja Ampat, Teluk Wondama, Teluk Bintuni, Kota Ambon, Seram Bagian Timur, Maluku Tenggara, Buru, Ternate, Morotai, Halmahera Timur, Lombok Timur, Bima, Ngada, Sikka, Manggarai, Polewali Mandar, Maros, Gowa, Bantaeng, Donggala, Poso, Morowali, Kolaka, Kota Kendari, Singkawang, Kotabaru, Baritokuala, Kota Balikpapan, Tarakan, Tabanan, Cianjur, Bandung Barat, Sukabumi, Tasikmalaya, Ciamis, Kebumen, Bengkulu, Muko-muko, Rejang Lebong, Kerinci, Lampung Barat, Kota Padang, Banyuasin, Lahat, Simalungun

2018 Manokwari, Tidore Kepulauan, Alor, Minahasa Utara, Pontianak, Kutai Kartanegara, Badung, Buleleng, Jambi, Langkat

2019 Sarolangun dan kabupaten/kota yang berfungsi sebagai pusat pertumbuhan berisiko tinggi dengan RTRW yang ditetapkan pada tahun 2015 dan seterusnya

Melengkapi peta IGD skala 1:5.000, terutama untuk kabupaten/kota dengan Indeks (multi)

Risiko Bencana antara 180-250, sesuai kebutuhan pemerintah daerah, yaitu:

1) Pulau Papua : Jayapura, Manokwari, Raja Ampat, Sorong, Nabire

2) Kepulauan Maluku : Maluku Tengah, Kepulauan Sula, Seram Bagian Barat, Halmahera Utara

3) Kepulauan Nusa Tenggara : Lombok Barat, Lombok Timur, Dompu, Bima, Ende, Sikka, Alor, Belu

Page 69: kajian kelembagaan dan regulasi untuk mendukung kebijakan ...

60

4) Pulau Sulawesi : Mamuju, Polewali Mandar, Luwu Timur, Donggala, Palu, Kolaka

5) Pulau Kalimantan : Sambas, Ketapang, Kotabaru, Barito Kuala

6) Pulau Jawa-Bali : Badung, Tangerang, Cilegon, Cianjur, Cirebon, Sukabumi, Tasikmalaya, Ciamis, Pangandaran, Semarang, Demak, Cilacap, Kebumen, Pacitan, Banyuwangi, Jember

Kawasan Strategis Nasional ditetapkan berdasarkan kepentingan: a) pertahanan dan

keamanan, b) pertumbuhan ekonomi, c) social budaya, d) pendayagunaan sumber daya alam

dan/atau teknologi dan e) fungsi dan daya dukung lingkungan hidup. Dalam rangka

mendukung Kawasan Strategis Nasional dalam RPJMN 2015-2019, melengkapi peta IGD

untuk Kajian dan Pemetaan Risiko Bencana dapat dilakukan pada lokasi sebagai berikut ini:

Tabel 5. 7: Kebutuhan peta IGD untuk Kawasan Strategis Nasional Perkotaan

KSN Perkotaan Kabupaten/Kota Peserta Pilkada 2015 KSN Perkotaan Jabodetabekpunjur (Perpres 54/2008)

DKI Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Cianjur

Cianjur

KSN Perkotaan Sarbagita (Perpres 45/2011)

Denpasar, Bangli, Gianyar, Tabanan Denpasar, Bangli, Tabanan

KSN Perkotaan Cekungan Bandung

Kab Bandung, Bandung Barat Kab Bandung

KSN Perkotaan Kedung Sepur

Kendal, Demak, Ungaran, Salatiga, Semarang, Purwodadi

Kendal, Demak, Semarang

KSN Perkotaan Gerbang Kertasusila

Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, Lamongan

Gresik, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, Lamongan

KSN Perkotaan Mataram Raya

Mataram, Lombok Barat, Lombok Timur, Lombok Tengah, Lombok Utara

Mataram, Lombok Tengah, Lombok Utara

Sorong dan Jayapura menjadi PKN

Sorong, Jayapura -

KSN Perkotaan Maminasata (Perpres 55/2011)

Makassar, Maros, Gowa, Takalar Maros, Gowa

KSN Perkotaan Mebidangro (Perpres 62/2011)

Medan, Binjai, Deli Serdang, Karo Medan, Binjai, Karo

Peta IGD digunakan untuk menyusun peta risiko dan melakukan tinjauan ulang terhadap

Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional. Pengawalan internalisasi penangulangan

bencana dalam perencanaan pembangunan daerah dapat dilakukan pada kabupaten/kota

dalam Kawasan Strategis Nasional yang menjadi peserta Pemilihan Kepala Daerah tahun 2015

Percepatan penetapan peraturan pemerintah tentang partisipasi masyarakat dalam

pembangunan daerah untuk mendukung penguatan kapasitas pemerintah daerah dan

masyarakat dalam pelaksanaan urusan wajib pemerintahan di daerah

Pelatihan bagi Tim Reaksi Cepat untuk melakukan Analisis Risiko sebagai input bagi

penyusunan scenario, kebijakan dan strategi Rencana Kontinjensi

Page 70: kajian kelembagaan dan regulasi untuk mendukung kebijakan ...

61

Menyusun Rencana Kontinjensi berbasis komunitas untuk jenis bencana yang sering terjadi

pada kawasan dalam kabupaten/kota yang berisiko tinggi dalam rangka meningkatkan

pengetahuan tentang ancaman, kerentanan dan risiko

Pelembagaan pembangunan Desa Mandiri melalui harmonisasi kriteria konsep “tangguh

bencana” dan “kampung iklim” melalui Musrenbang Desa/Kelurahan memberikan peluang

bagi peningkatan kapasitas masyarakat dalam kesiapsiagaan pengurangan risiko bencana dan

desa ramah lingkungan dalam pengelolaan sumber daya alam

Pelembagaan konsep “sekolah aman bencana”dengan mengintegrasikan pendidikan ramah

lingkungan untuk pembentukan perilaku siswa yang peduli lingkungan melalui model

pembelajaran yang aplikatif dan menyentuh kehidupan sehari-hari, dengan memanfaatkan

sumber daya alam sekitar sekolah sebagai media pembelajaran

3. Peningkatan kapasitas pemerintah daerah dan masyarakat

Pada prinsipnya, peningkatan kapasitas pemerintah daerah dan masyarakat ditujukan bagi

meningkatkan investasi pengurangan risiko bencana dalam pembangunan daerah dan

meningkatkan kesiapsiagaan untuk mengurangi kerentanan dan keterpaparan

Undang Undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah mengisyaratkan

perubahan tata pemerintahan yaitu pada kebijakan, kelembagaan, SDM, keuangan,

pengawasan, insentif dan disinsentif pada urusan penanggulangan bencana.

BNPB, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian/Lembaga perlu berkoordinasi untuk

merumuskan dan menyepakati SPM Penanggulangan Bencana karena menjadi urusan

pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar.

Untuk penyesuaian bentuk, tugas pokok dan fungsi kelembagaan penanggulangan bencana di

daerah, perlu segera di-identifikasi kebutuhan SDM, anggaran, payung hukum dan

penyesuaikan NSPK penanggulangan bencana di daerah sesuai pembagian kewenangan

antara provinsi dan kabupaten/kota

Perubahan kebijakan dalam Undang Undang nomor 23 tahun 2014 digunakan untuk

meningkatkan koordinasi antar provinsi dan antar kabupaten/kota dalam penanganan

bencana yang berdampak luas.

Page 71: kajian kelembagaan dan regulasi untuk mendukung kebijakan ...

62