KAJIAN EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH DI … · APBD yang baik secara langsung maupun tidak...
-
Upload
truongthuy -
Category
Documents
-
view
220 -
download
1
Transcript of KAJIAN EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH DI … · APBD yang baik secara langsung maupun tidak...
LAPORAN AKHIR
KAJIAN EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH
DI KABUPATEN BALANGAN (ASPEK KEUANGAN DAERAH)
OLEH
Tim Peneliti LPPM ULM
KERJASAMA ANTARA
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH
KABUPATEN BALANGAN
DENGAN
LEMBAGA PENELITIAN DAN PENNGABDIAN KEPADA
MASYARAKAT
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2017
TIM PENELITI
Drs. Nurul Azkar, M.Si
Syahrituah Siregar, SE.,MA.
M. NurIman Riduan, S.Sos.,M.Si
Dr.Hj. Rabiatu Adawiah, M.Si
Dr.Hj. Sri Setiti, MM
Muzdalifah, SE.M.Si
Dr. Nasrudin, M.Sc
Dr.Hj. Darmiyati
Drs.Heru PujiWinarso, M.Si
ii
KATA PENGANTAR
Assalamualakum Wr.Wb.
Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah
memberikan rahmat dan kekuatan sehingga Kajian Evaluasi Kinerja Pembangunan
Daerah di Kabupaten Balangan (Aspek Keuangan Daerah) ini dapat diselesaikan.
Penyusunan dan penyelesaian laporan ini dilaksanakan melalui proses yang
cukup panjang dengan melibatkan berbagai pihak baik di antara SOPD di lingkungan
Pemerintah Kabupaten Balangan juga kalangan akademisi dari Lembaga Penelitian dan
Pengabdian Masyarakat Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin yang merupakan
mitra Pemerintah Kabupaten Balangan dalam penyusunan dokumen ini.
Akhirnya, kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan kajian ini
mulai dari persiapan, pengumpulan data sampai dokumen ini selesai disusun, kami
ucapkan terima kasih.
Harapan kami, dokumen ini bisa dimanfaatkan secara optimal dan dijadikan
instrumen untuk melakukan langkah strategis dalam peningkatan kinerja di Kabupaten
Balangan.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Banjarmasin, Oktober 2017
Kepala Balitbangda Balangan
iii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................ ii
DAFTAR ISI .............................................................................................. iii
DAFTAR TABEL ....................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. viii
DAFTAR GRAFIK ………………………………………………………. ix
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1
1.1. Latar Belakang Penelitian .................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................... 4
1.3. Tujuan Penelitian .................................................................. 4
1.4. Manfaat Penelitian ................................................................ 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 6
2.1 Pengertian Otonomi Daerah ………………………………. 6
2.2 Pemerintahan Daerah …………………………………….. 7
2.3 Pengukuran Kinerja Pemerintah …………………………. 8
2.4 Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah Dalam Era
Otonomi Daerah …………………………………………. 9
2.5 Pentingnya Evaluasi Kinerja Instansi Pemerintah Daerah 10
2.6 Pengelolaan Keuangan Daerah dan Ruang Lingkupnya 12
2.7 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ……………… 14
2.8 Laporan Realisasi Anggaran ……………………………. 17
2.9 Proses dan Prinsip Penyusunan dan Pelaksanaan APBD 19
2.10 Asas Umum APBD ……………………………………… 20
2.11 Kinerja Keuangan Daerah ……………………………….. 21
iv
BAB III METODE PENELITIAN ........................................................... 23
3.1. Jenis Penelitian …………………………………………… 23
3.2. Unit Analisis ……………………………………………… 23
3.3. Teknik Analisis Data .......................................................... 23
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………………. 35
4.1. Rasio Keuangan Daerah 2010-2015 ................................. 35
4.2. Ukuran Kemampuan Keuangan Daerah 2010-2015 .......... 47
4.3. Pembahasan Rasio Keuangan dan Kemampuan
Keuangan …………………………………………………. 54
4.4 Analisis Penyebab ………………………………………… 58
4.5 Proyeksi Rasio Keuangan Daerah 2016-2021 …………… 64
4.6. Proyeksi Ukuran Kemampuan Keuangan Daerah ………… 72
4.7. Kompilasi Proyeksi Rasio Keuangan dan Kemampuan
Keuangan ………………………………………………… 77
4.8. Proyeksi Pendapatan Asli Daerah ……………………….. 78
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI .................................. 81
5.1. Kesimpulan ……………………………………………… 81
5.2. Rekomendasi ……………………………………………. 82
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 84
v
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Kriteria dan Pola Hubungan Kemandirian Keuangan ................ 24
Tabel 3.2.Kriteria Penilaian Ketergantungan Keuangan Daerah ………… 25
Tabel 3.3 Kriteria Penilaian Tingkat Desentralisasi Fiskal ……………… 26
Tabel 3.4 Kriteria Penilaian Efektivitas Pendapatan ……………………. 27
Tabel 3.5 Kriteria Penilaian Efisiensi Pendapatan ……………………… 28
Tabel 3.6 Klasifikasi Status Kemampuan Keuangan Daerah
Berdasarkan Metode Kuadran ………………………………. 30
Tabel 3.7 Peta Kemampuan Keuangan Berdasarkan Metode
Kuadran …………………………………………………….. 31
Tabel 3.8 Kriteria Tingkat Kemampuan Keuangan Daerah ……………. 33
Tabel 4.1 Rasio Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Kabupaten Balangan
Tahun Anggaran 2010-2015 ……………………… 35
Tabel 4.2 Rasio Tingkat Keteragantungan Keuangan Daerah
Kabupaten Balangan Tahun Anggaran 2010-2015 ……….. 38
Tabel 4.3 Derajat Desentralisasi Fiskal Kabupaten Balangan Tahun Anggaran
2010-2015 ……………………………………….. 40
Tabel 4.4 Rasio Efektifitas Pendapatan Kabupaten Balangan Tahun
Anggaran 2010-2015 ………………………………………… 42
Tabel 4.5 Rasio Efisiensi Pendapatan Kabupaten Balangan Tahun Anggaran
2010-2015 …………………………………………………… 44
Tabel 4.6 Derajat Kontribusi Laba Perusahaan Pemerintah Tahun Anggaran
2010-2015 ……………………………………………………. 46
Tabel 4.7 Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten
Balangan Tahun Anggaran 2010-2015 ………………………. 48
Tabel 4.8 Peran Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Daerah Kabupaten
Balangan Tahun Anggaran 2010-2015 …………… 50
vi
Tabel 4.9 Indeks Growth (Pertumbuhan) …………………………………. 52
Tabel 4.10 Indeks Share (Peran) ………………………………………….. 53
Tabel 4.11 Indeks Elastisitas …………………………………………….. 54
Tabel 4.12 Persentase Rasio Keuangan Daerah dan Ukuran
Kemampuan Keuangan ……………………………………… 55
Tabel 4.13 Proyeksi Pendapatan Daerah Kabupaten Balangan
Tahun Anggaran 2016-2021 ……………………………….. 65
Tabel 4.14 Proyeksi Belanja dan Pembiayaan Daerah Kabupaten
Balangan Tahun Anggaran 2016-2021 …………………….. 66
Tabel 4.15 Proyeksi Rasio Kemandirian Keuangan Daerah
Kabupaten Balangan Tahun Anggaran 2016-2021
Berdasarkan Tahun Anggaran 2006-2014 ………………… 67
Tabel 4.16 Proyeksi Rasio Tingkat Ketergantungan Keuangan
Daerah Kabupaten Balangan Tahun Anggaran
2016-2021 ………………………………………………… 68
Tabel 4.17 Proyeksi Derajat Desentralisasi Fiskal Kabupaten
Balangan Tahun Anggaran 2016-2021……………………. 69
Tabel 4.18 Proyeksi Rasio Efesiensi Pendapatan Kabupaten
Balangan Tahun Anggaran 2016-2021 …………………… 70
Tabel 4.19 Proyeksi Derajat Kontribusi Laba Perusahaan
Pemerintah Tahun Anggaran 2016-2021 ………………… 71
Tabel 4.20 Proyeksi Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah
Kabupaten Balangan Tahun Anggaran 2016-2021 ………. 72
Tabel 4.21 Proyeksi Peran Pendapatan Asli Daerah Terhadap
Belanja Daerah Kabupaten Balangan Tahun Anggaran
2016-2021 …………………………………………………… 73
Tabel 4.22 Proyeksi Indeks Growth (Pertumbuhan) …………………….. 75
Tabel 4.23 Proyeksi Indeks Share (Peran) ………………………………. 75
Tabel 4.24 Indeks Elastisitas …………………………………………….. 76
vii
Tabel 4.25 Kompilasi Proyeksi Rasio Keuangan Daerah dan
Kemampuan Keuangan …………………………………….. 77
Tabel 4.26 Kode dan Sektor dalam PDRB yang Terpilih Menjadi
Variabel Regresi …………………………………………… 79
Tabel 4.27 Proyeksi Derajat Desentralisasi Fiskal Kabupaten
Balangan Tahun 2016-2021 dan Perbadingannya
dengan 2010-2015 …………………………………………. 80
viii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 4.1. Peta Kemampuan Keuangan Berdasarkan Metode
Kuadran ………………………………………………….. 51
Gambar 4.2. Peta Kemampuan Keuangan Berdasarkan Metode
Kuadran ………………………………………………….. 73
ix
DAFTAR GRAFIK
Halaman
Grafik 4.1 Kemanndirian Keuangan ……………………………….. 37
Grafik 4.2. Ketergantungan Daerah …………………………………. 39
Grafik 4.3. Desentralisasi Fiskal …………………………………….. 41
Grafik 4.4 Efektivitas Pendapatan ………………………………….. 43
Grafik 4.5 Efisiensi Pendapatan ……………………………………. 45
Grafik 4.6 Derajat Kontribusi Laba Perusahaan Pemerintah ………. 47
Grafik 4.7 Growth ………………………………………………….. 49
Grafik 4.8 Share ……………………………………………………. 51
Grafik 4.9 Pertumbuhan Pendapatan dan Belanja Daerah Balangan
2011-2015 ………………………………………………. 60
Grafik 4.10 Share Pendapatan Daerah Balangan Berdasarkan Komponen
2010 - 2015 (%) ………………………………………….. 61
Grafik 4.11 Pertumbuhan Pendapatan Daerah Balangan Berdasarkan
Komponennya 2011-2015 ………………………………….. 62
Grafik 4.12 Share PAD Berdasarkan Sumbernya 2010-2015 …………… 63
Grafik 4.13 Pertumbuhan PAD Balangan Berdasarkan Sumbernya 2010-2015 64
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Pemerintah adalah suatu organisasi yang diberi kekuasaan untuk
mengatur dan mengurus kepentingan bangsa dan Negara. Tujuan utama dari
suatu pemerintah adalah untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat, serta
meningkatkan layanan tersebut dimasa yang akan datang. Peningkatan
pelayanan tersebut akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Peningkatan tingkat kesejahteraan masyarakat salah satunya dapat
dilihat dari tingkat pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Pertumbuhan ekonomi
suatu wilayah dipengaruhi oleh terpadunya kontribusi beberapa faktor, seperti
inflasi, pemberdayaan PAD, investasi, laju pertumbuhan penduduk, kontribusi
angkatan kerja, dan lain-lain. Untuk mencapai suatu wilayah dengan
pertumbuhan ekonomi yang tinggi, strategi dan kebijakan ekonomi
pembangunan harus fokus pada sektor-sektor strategis dan potensial pada
wilayah tersebut baik sektor riil, financial, maupun infrastruktur agar dapat
meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Selain itu, monitoring dan evaluasi
terhadap hasil-hasil pembangunan juga sangat penting dilakukan secara berkala
melalui sajian data statistik yang berkualitas. Peran pemerintah daerah dalam
mengelola keuangan sangat menentukan keberhasilan peningkatan
pertumbuhan ekonomi disuatu daearah. Oleh karena itu, evaluasi terhadap
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sangat diperlukan untuk mengukur
kinerja pemerintah daerah setiap periode, sehingga pemerintah terpacu untuk
meningkatkan kinerjanya di tahun berikutnya.
2
Pemberian otonomi yang luas dan desentralisasi, membuka jalan bagi
pemerintah daerah untuk melakukan pengelolaan keuangan daerah yang
berorientasi pada kepentingan publik. Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun
2000 Pasal 4 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah
menegaskan bahwa pengelolaan keuangan daerah harus dilakukan secara tertib,
taat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, efisien, efektif,
transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan dan
kepatuhan. Kemampuan daerah dalam mengelola keuangan dituangkan dalam
APBD yang baik secara langsung maupun tidak langsung mencerminkan
kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai pelaksanaan tugas-tugas
pemerintahan, pembangunan daerahnya dan pelayanan kepada sosial
masyarakat.
Kemampuan pemerintah daerah dalam mengelola keuangannya
dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang
mengambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai kegiatan
pelaksanaan tugas pembangunan. Dalam menjalankan otonomi daerah,
pemerintah daerah dituntut untuk menjalankan roda pemerintahan secara efisien
dan efektif, mampu mendorong peran serta masyarakat dalam pembangunan,
serta meningkatkan pemerataan dan keadilan dengan mengembangkan seluruh
potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah.
Tuntutan kinerja yang tinggi terhadap kinerja dan akuntabilitas kinerja
pemerintah daerah ini berujung pada kebutuhan pengukuran kinerja pemerintah
daerah. Pengukuran kinerja pemerintah daerah mempunyai banyak tujuan.
Tujuan tersebut paling tidak untuk meningkatkan kinerja dan meningkatkan
3
akuntabilitas pemerintah daerah menurut Audit Comission UK (1999) dalam
Mardiasmo (2002). Menurut Fadilah (2004), untuk mengukur kinerja keuangan
pemerintah daerah perlu dikembangkan sebagai berikut a) Standar Analisa
Belanja (SAB) adalah standar untuk menganalisis anggaran belanja yang
digunakan dalam suatu program atau kegiatan untuk menghasilkan tingkat
pelayanan tertentu sesuai dengan kebutuhan masyarakat, b) Tolok ukur kinerja
adalah ukuran keberhasilan yang dicapai pada setiap unit kerja yang ditetapkan
dalam bentuk standar pelayanan oleh masing-masing daerah, c) Standar biaya
adalah harga satuan unit biaya yang berlaku bagi masing-masing daerah.
Pengembangan standar biaya harus dilakukan secara terus menerus sesuai
dengan perubahan harga yang berlaku dimasing-masing daerah.
Salah satu teknik yang paling banyak digunakan untuk menganalisis
laporan keuangan adalah analisis rasio keuangan. Menurut Widodo (Halim,
2001), Analisis keuangan adalah suatu usaha untuk mengidentifikasi ciri-ciri
keuangan berdasarkan laporan keuangan yang tersedia. Analisis rasio keuangan
terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dilakukan dengan
cara menghitung Kinerja Pembangunan Daerah (aspek keuangan daerah) dan
kemampuan Keuangan Daerah. Ada beberapa cara untuk menghitung Kinerja
Pembangunan Daerah (aspek keuangan daerah), diantaranya adalah dengan
menghitung Rasio Kemandirian, Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal, Rasio
Efektifitas, Rasio Efesiensi dan Rasio Keserasian Belanja Anggaran Pendapat
dan Belanja Daerah. Sedangkan untuk menghitung Kemampuan Keuangan
Daerah, yaitu dengan cara menghitung Share dan Growth, peta kemampuan
keuangan Daerah, dan Indeks Kemampuan Keuangan, Anggaran Pendapatan
4
dan Belanja Daerah. Kemudian dari masing-masing perhitungan dilakukan
analisis dengan cara membandingkan hasil yang dicapai oleh suatu daerah dari
satu periode terhadap periode-periode sebelumnya, sehingga dapat diketahui
bagaimana kecenderungan yang terjadi. Analisis rasio keuangan anggaran
pendapatan dan belanja daerah (APBD) diharapkan dapat menjadi suatu alat
ukur untuk menilai kinerja pemerintah daerah sebagai pengambil andil
terbanyak dalam upaya perkembangan suatu daerah.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, masalah dalam
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana analisis rasio keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) kaitannya dengan kinerja pemerintah daerah.
2. Bagaimana kemampuan keuangan pemerintah daerah kabupaten Balangan
1.3. Tujuan Penelitian
Mengacu pada perumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini
adalah :
1. Untuk mendeskripsikan kinerja pemerintah daerah Kabupaten Balangan
berdasarkan hasil dari perhitungan Rasio Kemandirian, Rasio
Ketergantungan Daerah, Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal, Rasio
Efektifitas Pendapatan, Rasio Efesiensi Pendapatan, dan Derajat Kontribusi
Laba Perusahaan Pemerintah selama tahun anggaran 2010 sampai dengan
2015.
5
2. Untuk mendeskripsikan kemampuan keuangan pemerintah daerah
kabupaten Balangan diukur melalui Share dan Growth, peta kemampuan
keuangan Daerah, dan Indeks Kemampuan Keuangan (IKK) selama Tahun
Anggaran 2010 sampai dengan 2020.
3. Proyeksi Kemampuan Keuangan Daerah Kabupaten Balangan Tahun 2016
- 2020
4. Rekomendasi untuk pemerintah daerah dalam upaya meningkatkan kinerja
pemerintahannya.
1.4. Manfaat Penelitian
Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan referensi sebagai
acuan dalam menilai kinerja pemerintah daerah kabupaten Balangan
berdasarkan perhitungan analisis rasio keuangan daerah terhadap Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Balangan, sehingga pemerintah
terpacu untuk meningkatkan kualitas kinerjanya pada periode-periode
berikutnya.
Bagi masyarakat diharapkan dapat memberikan informasi secara
transparan kepada masyarakat mengenai laporan pertanggungjawaban APBD
yang dibuat oleh Pemerintah Kabupaten Balangan.
6
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
2.1.Pengertian Otonomi Daerah
Otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah. Otonomi Daerah adalah
hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam
sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kata otonomi berasal dari bahasa yunani, yaitu kata autos dan namos.
Autos berarti sendiri dan namos berarti aturan atau peraturan. Sedangkan
daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas
wilayah berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat menurut Undang - Undang Repubik
Indonesia Nomor 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara
pemerintah pusat dan pemerintahan daerah. Dalam kepustakaan Belanda,
otonomi yakni “Pemerintah sendiri” (Zelfregering). Van Vollenhoven
membagi otonomi lebih dalam yakni Zelfwetgeving (membuat undang-undang
sendiri), Zelfuitvoering (melaksanakan sendiri), Zeltfrechtspraak (mengadili
sendiri) dan Zelffolitie (menindaki sendiri) (Yani, Ahmad. (2008), p.5). Hal ini
dapat disimpulkan otonomi daerah adalah hak dan kewajiban untuk mengurus
sendiri rumah tangga pemerintahan sesuai dengan aturan yang telah ditentukan
untuk melayani masyarakat secara transparan, partisipatif, dan akuntabel.
7
Sedangkan Tujuan otonomi daerah adalah mensejahterakan rakyat
dengan memberikan pelayanan publik kepada masyarakat berdasarkan tujuan
negara yang berkeadilan secara transparan, partisipatif, dan akuntabel sesuai
dengan aturan yang telah dibuat. Menurut Mardiasmo terdapat tiga tujuan
utama dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal yaitu
meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan kesejahteraan
masyarakat, menciptakan efisiensi dan efektifitas pengelolaan sumber daya
daerah dan memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk
berpartisipasi dalam proses pembangunan. Puspitasari, Elfayang Rizky Ayu.
2014, p.16). Dengan adanya otonomi daerah dalam penyelenggaraan
pemerintah daerah diharapkan pemerintah mampu melaksanakan tujuan
otonomi daerah dengan luas, nyata, dan bertanggung jawab.
Menurut Mudrajad Kuncoro (1997) (dalam Puspitasari, Elfayang
Rizky Ayu; 2014, p.17) hal yang mendasari daerah kabupaten atau kota
menjadi titik berat dalam pelaksanaan otonomi daerah, yaitu:
1. Dari dimensi politik, daerah kabupaten atau kota kurang mempunyai
fantisme kedaerahan sehingga risiko gerakan separatisme dan peluang
berkembangnya aspirasi masyarakat federalisme secara relatif bisa
minim.
2. Dari dimensi administratif, penyelenggaraan pemerintahan dan
pelayanan kepada masyarakat relatis dapat lebih efektif.
2.2.Pemerintahan Daerah
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 tahun
2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintahan pusat dan
8
pemerintahan daerah. Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan
pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan
tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2.3.Pengukuran Kinerja Pemerintah
Secara umum kinerja merupakan gambaran pencapaian pelaksanaan
suatu kegiatan atau program dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi, dan misi
organisasi (Indra Bastian: 274). Namun menurut PP No. 8 Tahun 2006, kinerja
adalah keluaran atau hasil dari kegiatan atau program yang hendak atau telah
dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan
kualitas terukur. Dengan demikian kinerja mencerminkan hasil atau prestasi
kerja yang dapat dicapai oleh seseorang, unit kerja, dan atau suatu organisasi
pada periode tertentu sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya dalam
upaya mencapai tujuan secara legal serta sesuai moral dan etika.
Adapun pengukuran kinerja merupakan suatu aktivitas penilaian
pencapaian target-target tertentu yang diderivasi dari tujuan strategi organisasi
(Lohman, 2003). Pengukuran kinerja dapat dilakukan dengan menggunakan
sistem penilaian (rating) yang relevan. Rating tersebut harus mudah
digunakan sesuai dengan yang akan diukur, dan mencerminkan hal-hal yang
memang menentukan kinerja (Werther dan Davis, 1996:346).
Dalam SAKIP (Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah),
pengukuran kinerja digunakan sebagai dasar untuk menilai keberhasilan dan
kegagalan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah
9
ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi dan misi instansi pemerintah.
Pengukuran dilakukan melalui penilaian yang sistematik bukan hanya pada
input, tetapi juga pada output, dan benefit, serta impact (dampak) yang
ditimbulkan. Dengan demikian pengukuran kinerja merupakan dasar yang
reasonable untuk pengambilan keputusan dan melalui pengukuran kinerja
akan dapat dilihat seberapa jauh kinerja yang telah dicapai dalam satu periode
tertentu dibandingkan yang telah direncanakan dan dapat juga untuk
mengukur kecenderungan dari tahun ke tahun.
2.4.Pengukuran Kinerja Pemerintah daerah dalam Era Otonomi Daerah
Dalam rangka pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah sesuai
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, berdasarkan
asas money follows functions, juga diikuti dengan penyerahan sumber-sumber
pembiayaan yang sebelumnya masih dipegang oleh pemerintah pusat, maka
timbul hak dan kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan uang. Sehingga
perlu dikelola dalam suatu sistem pengelolaan keuangan daerah. Keuangan
daerah harus dilaksanakan dengan pembukuan yang terang, rapi, dan
pengurusan keuangan daerah harus dilaksanakan secara sehat termasuk sistem
administrasinya. Dengan demikian, diharapkan daerah menyusun dan
menetapkan APBDnya sendiri (Azhari, 1995:39-40).
Masalah keuangan berhubungan dengan ekonomi daerah, terutama
menyangkut tentang pengelolaan keuangan suatu daerah, tentang bagaimana
sumber penerimaan digali dan didistribusikan oleh Pemerintah Daerah
(Devas, 1995:179). Sedangkan keberhasilan perkembangan daerah
10
terfleksikan oleh besar kecilnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam
membiayai pembangunan daerah. Potensi dana pembangunan yang paling
besar dan lestari adalah bersumber dari masyarakat sendiri yang dihimpun dari
pajak dan retribusi daerah (Basri, 2003:94).
Oleh karena itu, peningkatan peran atau porsi PAD terhadap APBD
tanpa membebani masyarakat dan investor merupakan salah satu indikasi
keberhasilan pemerintah daerah dalam melaksanakan otonomi daerah, yang
lebih penting adalah bagaimana pemerintah daerah mengelola keuangan
daerah secara efisien dan efektif (Saragih, 2003: 133).
2.5.Pentingnya Evaluasi Kinerja Instansi Pemerintah Daerah
Evaluasi kinerja merupakan bagian penting dari manajemen kinerja,
dimana di dalamnya memuat rangkaian kegiatan dari mulai perencanaan
kinerja, implementasi kinerja dan evaluasi kinerja. Dalam perkembangan
konsep tentang kinerja, keseluruhan aktivitas tersebut selanjutnya terintegrasi
ke dalam apa yang dikenal saat ini sebagai manajemen kinerja. Hal ini
disebabkan ketiga aktivitas penilaian kinerja dari tahap perencanaan sampai
evaluasi kinerja merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan (Chang, R.,
2011).
Lebih lanjut Chang, R. (2011) menyatakan bahwa dalam siklus
manajemen kinerja, ukuran kinerja memainkan peran sentral. Ukuran kinerja
berperan sebagai parameter pencapaian sasaran yang telah ditetapkan. Ukuran
kinerja berperan apakah sasaran yang diharapkan organisasi tercapai atau tidak
akan tercapai. Pengukuran kinerja diterapkan baik pada tahap perencanaan
11
maupun evaluasi. Manajemen kinerja menurut Amstrong dan Baron (1998)
merupakan suatu pendekatan stratejik dan terintegrasi untuk menghantarkan
kesuksesan kepada organisasi secara berkelanjutan dengan memperbaiki
kinerja orang yang bekerja di dalamnya dan dengan mengembangkan
kapabilitas tim dan kontribusi individu. Di dalam pengertian manajemen
kinerja terdapat beberapa kata kunci yaitu;
a. Stratejik yang bermakna bahwa manajemen kinerja memberi perhatian
pada isu-isu yang dihadapi oleh organisasi agar organisasi dapat berfungsi
secara efektif terhadap lingkungannya, dan dengan arah dimana organisasi
bermaksud capai untuk sasaran jangka panjang.
b. Terintegrasi bermakna: integrasi vertikal - terkait dengan tujuan-tujuan
organisasi, tim dan individu; integrasi fungsional – terkait dengan strategi
fungsional dalam bagian-bagain yang berbeda di dalam organisasi;
integrasi sumberdaya manusia – terkait dengan aspek-aspek sumberdaya
manusia yang berbeda, terutama pengembangan organisasi dan
sumberdaya manusia beserta penghargaan untuk mncapai pendekatan
yang bertalian dengan pengelolaan pengembangan orang.
c. Memberi perhatian perbaikan kinerja untuk mencapai efektivitas
organisasi, tim, dan individu. Kinerja tidak hanya tentang apa yang dicapai
tetapi uga mengenai bagaimana dicapai. Pimpinan terlibat di dalam
memberi arah, mengukur dan mengontrol, tetapi ini bukanlah memberi
khusus pada pimpinan tetapi juga tim dan individu berpatisipasi untuk
bekerjasama sebagai stakeholders.
12
d. Memberi perhatian pada pengembangan, dimana mungkin fungsi yang
paling penting dari manajemen kinerja. Perbaikan kinerja tidak akan
dicapai kecuali ada proses yang efektif terkait pengembangan yang
berlanjut. Hal ini merupakan kompetensi utama dari organisasi dan
kapabilitas individu dan tim. Karena itu, manajemen kinerja harus benar-
benar dapat disebut manajemen kinerja dan pengembangan.
2.6.Pengelolaan Keuangan Daerah dan Ruang Lingkupnya
Berdasarkan Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006
Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Pengelolaan keuangan
daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan,
penatausahaan, pelaporan, pertanggung-jawaban, dan pengawasan keuangan
daerah. Pengelolaan APBD mempunyai tiga tahapan yakni mulai dari tahapan
penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan/pengendalian. Dalam paradigma
baru pengelolaan keuangan daerah dalam perencanaan harus memenuhi
karekteristik yakni berorientasi pada kepentingan publik, disusun berdasarkan
pendekatan kinerja, mempunyai keterkaitan yang erat antara pengambilan
kebijakan (decision maker) di DPRD dengan perencanaan operasional oleh
pemerintah daerah dan penganggaran pada unit kerja (SKPD) dan terdapat
upaya-upaya untuk mensinergikan hubungan antara APBD sistem dan
prosedur pengelolaan keuangan daerah, lembaga pengelola keuangan aerah
dan unit-unit pengelola layanan publik dan pengambila keputusan (Rencana
Kerja Pembangunan Daearah (RKPD). 2016, p.100)
13
Ruang lingkup keuangan daerah meliputi hak daerah dalam memungut
pajak daerah dan retribusi daerah serta melakukan pinjaman, kewajiban daerah
untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah dan membayar tagihan
pihak ketiga, mengatur penerimaan daerah dan pengeluaran daerah, kekayaan
daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga,
piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk
kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan daerah, kekayaan pihak lain yang
dikuasai oleh pemerintah daerah dalam rangka penyelenggaraan tugas
pemerintahan daerah dan kepentingan umum (Ahmad yani, 2008; p.357).
Menurut Mahmudi (2011) laporan keuangan untuk lingkup
pemerintah daerah meliputi laporan keuangan satuan kerja perangkat daerah
dan laporan konsolidasi dari seluruh laporan keuangan SKPD yang disusun
dalam bentuk Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) meliputi Neraca Pemerintah Daerah,
Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Laporan Operasional (LO), Laporan
Perubahan Saldo Anggaran Lebih (Laporan Perubahan SAL), Laporan
Perubahan Ekuitas (LPE), Laporan Arus Kas (LAK), dan Catatan Atas
Laporan Keuangan (CaLK); serta Laporan keuangan yang disusun oleh Satuan
Kerja Perangkat Daerah, meliputi Neraca-SKPD, Laporan Realisasi
Anggaran-SKPD, Laporan Operasiona-SKPD, dan Catatan Atas Laporan
Keuangan.
Format Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) hampir sama
dengan format Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP). Yang
membedakan hanyalah pada beberapa elemen atau komponen aset pada
14
neraca, pendapatan, belanja, dan pembiayaan pada Laporan Realisasi
Anggaran, Laporan Operasional, dan Laporan Arus Kas. Sedangkan format
Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih dan Laporan Perubahan Ekuitas
sama untuk Pemerintah Pusat dan daerah (p.154).
Dalam melakukan pengelolaan keuangan daerah, terdapat beberapa
asas umum yang menjadi norma dan prinsip dasar yang selalu harus diikuti
dan dipedomani agar pengelolaan keuangan daerah dapat mencapai tujuan
yang diharapkan. Berikut asas-asas pengelolaan keuangan daerah menurut
peraturan pemerintah nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah yaitu:
1. Keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-
undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab
dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk
masyarakat.
2. Pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan dalam suatu sistem yang
terintegrasi yang diwujudkan dalam APBD yang setiap tahun ditetapkan
dengan peraturan daerah.
2.7.Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar
dalam pelayanan publik. Anggaran menjadi relavan dan penting dilingkungan
pemerintahan daerah karena hal ini merupakan kinerja pemerintah daerah
sebagai mana fungsi masyarakat menuntut adanya peningkatan pelayanan
15
diberbagai sektor terutama sektor publik (Hidayah, Nurul dan Hari
Setiyawati; 2014, p.46).
Anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) adalah rencana
keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama
oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah.
APBD merupakan instrumen kebijakan yang utama pemerintah daerah, yang
memuat rencana pendapatan, belanja dan pembiayaan serta memberikan
otorisasi bagi penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Pelaksanaan otonomi
daerah, sebagai konsekuensi logis, menyebabkan perlunya reformasi atau
perubahan dalam manajemen keuangan daerah (Mulyana, Budi., Subkhan.,
dan kuwat Slamet; 2006, p.104).
Berdasarkan Peraturan Menteri dalam Negeri nomor 6 tahun 2007
tentang petunjuk teknis penyusunan dan penetapan standar pelayanan minimal
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disebut APBD
adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan
disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD dan ditetapkan dengan
Peraturan daerah. Hal ini dapat disimpulkan APBD adalah Anggaran daerah
untuk melakukan kegiatan pemerintahan dalam jangka waktu 1 tahun yang
disetujui pemerintah daerah dan DPRD yang ditetapkan dengan peraturan.
Anggaran pemerintah merupakan dokumen formal hasil kesepakatan
antara eksekutif dan legislatif tentang belanja yang ditetapkan untuk
melaksanakan kegiatan pemerintah. Anggaran mengkoordinasikan aktivitas
belanja pemerintah dan memberi landasan bagi upaya perolehan pendapatan
yang diharapkan untuk menutup keperluan belanja tersebut atau pembiayaan
16
yang diperlukan bila diperkirakan akan terjadi defisit atau surplus dalam suatu
periode tertentu yang biasanya mencakup periode tahunan. Dengan demikian,
fungsi anggaran di lingkungan pemerintah mempunyai pengaruh penting
dalam pelaporan keuangan, antara lain karena (Darise, Nurlan; 2008, p.133):
1. Anggaran merupakan pernyataan kebijakan publik
2. Anggaran merupakan target fiskal yang menggambarkan
keseimbangan antara belanja, pendapatan, dan pembiayaan yang
diinginkan
3. Anggaran menjadi landasan pengendalian yang memiliki konsekuensi
hukum
4. Anggaran memberi landasan penilaian kinerja pemerintah
5. Hasil pelaksanaan anggaran dituangkan dalam laporan keuangan
pemerintah sebagai pernyataan pertanggungjawaban pemerintah
kepada publik.
Berdasarkan peraturan menteri dalam negeri nomor 59 tahun 2007
tentang perubahan atas peraturan menteri dalam negeri nomor 13 tahun 2006
tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah APBD mempunyai fungsi
yaitu:
1. Fungsi otorisasi yaitu anggaran daerah menjadi dasar untuk
melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan.
2. Fungsi perencanaan yaitu anggaran daerah menjadi pedoman bagi
manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang
bersangkutan.
3. Fungsi pengawasan yaitu anggaran daerah menjadi pedoman untuk
menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
4. Fungsi alokasi yaitu daerah harus diarahkan untuk menciptakan
lapangan kerja/mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber
daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian.
5. Fungsi distribusi yaitu kebijakan anggaran daerah harus
memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
Anggaran dalam sektor publik dapat dipresentasikan dalam APBN dan
APBD yang menggambarkan tentang rencana keuangan dimasa datang
17
mengenai jumlah pendapatan, belanja, surplus/defisit, pembiayaan, serta
program kerja dan aktivitas yang akan dilakukan (Mahmudi ; 2011, p.60-69).
Mahmudi peran anggaran dalam sektor publik terbagi kedalam aspek
makro dan aspek mikro:
1. Peran anggaran dari aspek makro
Anggaran sektor publik dapat berperan dalam melaksanakan tugas
dan fungsi pemerintah yaitu melakukan alokasi, distribusi, dan stabilisasi.
Anggaran sektor publik dari sudut pandang makro berfungsi sebagai alat
untuk mengalokasikan sumber daya publik melakukan distribusi ekonomi,
dan menciptakan stabilisasi ekonomi, sosial dan politik.
2. Peran anggaran dari aspek mikro
Peran anggaran dari sektor mikro terkait dengan fungsi anggaran
dalam sistem perencanaan dan pengendalian manajerial organisasi. Peran
anggaran dalam organisasi sektor publik antara lain:sebagai alat perencanaan,
sebagai alat pengendalian, sebagai alat koordinasi dan komunikasi, sebagai
alat penilaian kinerja, dan sebagai alat motivasi
2.8.Laporan Realisasi Anggaran
Laporan realisasi anggaran menyajikan ikhtisar sumber, alokasi, dan
pemakaian sumber daya ekonomi yang dikelola oleh pemerintah daerah, yang
menggambarkan perbandingan antara anggaran dan realisasinya dalam satu
periode pelaporan (Darise, Nurlan ; 2008, p.49). Berdasarkan Mahmudi (2011)
laporan realisasi anggaran merupakan alat transparansi dan akuntabilitas
publik yang dapat mengindikasikan kualitas pengelolaan keuangan publik
18
(p.127). Jadi, Laporan Realisasi anggaran adalah penyajian hasil dari
pengelolaan keuangan publik yang mengambarkan perbandingan antara
anggaran dengan realisasi dalam satu periode pelaporan.
Informasi laporan realisasi anggaran berguna bagi para pengguna
laporan dalam mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber-sumber
daya ekonomi, akuntabilitas dan ketaatan entitas pelaporan terhadap anggaran.
Laporan realisasi anggaran juga bermanfaat dalam memprediksi sumber daya
ekonomi yang akan diterima untuk mendanai kegiatan pemerintah pusat dan
pemerintah daerah dalam periode mendatang dengan cara menyajikan laporan
secara komparatif (Mahmudi; 2011, p.127).
Tujuan pelaporan realisasi anggaran adalah memberikan informasi
tentang realisasi dan anggaran entitas pelaporan secara tersanding.
Penyandingan antara anggaran dan realisasinya menunjukkan tingkat
ketercapaian target-target yang telah disepakati antara legislatif dan eksekutif
sesuai dengan perundang-undangan (Darise, Nurlan; 2008, p.49).
Berdasarkan Nurlan Darise (2008) manfaat informasi laporan realisasi
anggaran mencakup hal-hal sebagai berikut:
1. Laporan realisasi anggaran menyediakan informasi mengenai
realisasi pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit, dan
pembiayaan dari suatu entitas pelaporan yang masing-masing
diperbandingkan dengan anggarannya. Informasi tersebut berguna
bagi para pengguna laporan dalam mengevaluasi keputusan
mengenai alokasi sumber daya ekonomis, akuntabilitas, dan
ketaatan entitas pelaporan terhadap anggaran dengan:
a. Menyediakan informasi mengenai sumber alokasi dan
penggunaan sumber daya ekonomis
b. Menyediakan informasi mengenai realisasi anggaran secara
menyeluruh yang berguna dalam mengevaluasi kinerja
pemerintah dalam hal efisiensi dan efektivitas penggunaan
anggaran
19
2. Laporan realisasi anggaran menyediakan informasi yang berguna
dalam memprediksi sumber daya ekonomis yang akan diterima
untuk mendanai kegiatan pemerintah pusat dan daerah dalam
periode mendatang dengan cara menyajikan laporan secara
komparatif. Laporan realisasi anggaran dapat menyediakan
informasi kepada para pengguna laporan tentang indikasi perolehan
dan penggunaan sumber daya ekonomis:
a. Telah dilaksanakan secara efisiensi, efektif, dan hemat
b. Telah dilaksanakan sesuai dengan anggarannya
c. Telah dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan
Manfaat suatu laporan realisasi angggaran berkurang, jika laporan
tersebut tidak tersedia tepat pada waktunya. Faktor-faktor seperti kompleksitas
operasi pemerintah tidak dapat dijadikan pembenaran atas ketidakmampuan
entitas pelaporan untuk menyajikan laporan keuangan tepat waktu. Laporan
realisasi anggaran dapat berfungsi sebagai dasar pengambilan keputusan,
sehingga laporan tesebut harus dibuat secara sederhana agar mudah di pahami
pembuat laporan.
2.9.Proses dan Prinsip Penyusunan dan pelaksanaan APBD
Proses penyusunan dan pelaksanaan APBD hendaknya difokuskan
pada upaya untuk mendukung pelaksanaan program dan kegiatan yang
menjadi prioritas daerah yang bersangkutan dan tentunya harus
memperhatikan asas umum APBD. Pengaturan pada aspek perencanaan
diarahkan agar seluruh proses penyusunan APBD semaksimal mungkin dapat
menunjukkan latar belakang pengambilan keputusan dalam penetapan arah
kebijakan umum, skala prioritas dan penetapan alokasi serta distribusi sumber
daya dengan melibatkan partisipasi masyarakat (Mulyana, Budi., Subkhan.,
dan kuwat Slamet; 2006, p.104).
20
Sedangkan prinsip dalam disiplin anggaran yang perlu diperhatikan
dalam penyusunan anggaran daerah antara lain bahwa (1) Pendapatan yang
direncanakan merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat
dicapai untuk setiap sumber pendapatan, sedangkan belanja yang dianggarkan
merupakan batas tertinggi pengeluaran belanja; (2) Penganggaran pengeluaran
harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam
jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan melaksanakan kegiatan yang belum
tersedia atau tidak mencukupi kredit anggarannya dalam APBD/Perubahan
APBD; (3) Semua penerimaan dan pengeluaran daerah dalam tahun anggaran
yang bersangkutan harus dimasukkan dalam APBD dan dilakukan melalui
rekening Kas Umum Daerah (Mulyana, Budi., Subkhan., dan kuwat Slamet;
2006, p.104).
2.10. Asas umum APBD
Dalam pelaksanaan APBD harus diperhatikan asas umum sebagai
berikut (Mulyana, Budi., Subkhan., dan kuwat Slamet; 2006, p.104):
1. Semua penerimaan daerah dan pengeluaran daerah dalam rangka
pelaksanaan urusan pemerintahan daerah dicatat dan dikelola
dalam APBD
2. Setiap SKPD yang mempunyai tugas memungut dan/atau
menerima pendapatan daerah wajib melaksanakannya berdasarkan
ketentuan yang ditetapkan dalam perda
3. Jumlah belanja yang dianggarkan dalam APBD merupakan batas
tertinggi untuk setiap pengeluaran belanja
4. Setiap pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat
pengeluaran atas beban APBD apabila tidak tersedia atau tidak
cukup tersedia anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut.
21
Berdasarkan peraturan menteri dalam negeri nomor 59 tahun 2007
tentang perubahan atas peraturan menteri dalam negeri nomor 13 tahun 2006
tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah:
1. APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan
pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah.
2. Penyusunan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berpedoman kepada RKPD dalam rangka mewujudkan pelayanan
kepada masyarakat untuk tercapainya tujuan bernegara.
3. APBD mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan,
alokasi, distribusi, dan stabilisasi.
4. APBD, perubahan APBD, dan pertanggungjawaban pelaksanaan
APBD setiap tahun ditetapkan dengan peraturan daerah.
Hal ini dapat disimpulkan dalam pelaksanaan APBD harus
memperhatikan asas-asas umum agar dalam pengelolaan keuangan
dapat berjalan sesuai peraturan yang ada dengan memperhatikan
kewajiban untuk melayani masayarakat agar tercapai tujuan bernegara.
2.11. Kinerja Keuangan Daerah
Salah satu tujuan dan manfaat laporan keuangan adalah untuk
memberikan informasi keuangan sebagai pertimbangan pembuatan keputusan
serta untuk mengukur dan evaluasi kinerja. Pengukuran dan evaluasi kinerja
keuangan dapat dilakukan dengan memanfaatkan data dan informasi dalam
laporan keuangan yang dipublikasikan (Mahmudi, 2013; p.169-171).
Kinerja keuangan daerah digunakan untuk melihat kemampuan daerah
dalam menjalankan dan membiayai pemerintah daerah dalam era otonomi
daerah (Ronald, Andreas dan Dewi Sarmiyatiningsih; 2010, p.31).
Kinerja keuangan daerah adalah tingkat pencapaian dari hasil kerja
dibidang keuangan daerah yang meliputi penerimaan dan belanja daerah
22
dengan menggunakan sistem laporan keuangan yang tercermin dari APBD
yang ditetapkan melalui perundang-undangan dan kebijakan-kebijakan yang
telah dibuat pemerintah daerah yang berlaku selama satu periode anggaran
(boedi, Soelistijono; 2012, p.185). Kinerja keuangan daerah dapat diukur
menggunakan rasio keuangan dan ukuran kemampuan keuangan daerah.
23
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis penelitian
Jenis penelitian adalah deskriptif kuantitatif, yang menuturkan pemecahan
masalah menggunakan angka yang diolah, ditafsirkan dan ditampilkan serta
dianalisa untuk menjawab tujuan penelitian
3.2 Unit analisis
Unit analisis menggunakan Data sekunder berupa data APBD Kabupaten
Balangan periode 2010 – 2015 yang bersumber dari Badan Keuangan Daerah
Kabupaten Balangan
3.3 Teknik Analisis Data
a. Rasio Keuangan Daerah
1) Rasio Kemandirian Keuangan daerah
Rasio kemandirian daerah dihitung dengan cara membandingkan
jumlah penerimaan Pendapatan Asli Daerah dibagi dengan jumlah
pendapatan transfer. Semakin tinggi angka rasio ini maka menunjukkan
pemerintah daerah semakin tinggi kemandirian keuangan daerahnya. Yang
dapat kita tuliskan rumusnya sebagai berikut:
24
Tabel 3.1. Kriteria dan Pola Hubungan Kemandirian Keuangan
Sumber: Halim, 2014
2) Rasio Ketergantungan Daerah
Rasio ketergantungan keuangan daerah dihitung dengan cara
membandingkan jumlah pendapatan transfer yang diterima oleh
penerimaan daerah dengan total penerimaan daerah. Semakin tinggi rasio
ini maka semakin besar tingkat ketergantungan pemerintah daerah
(Mahmudi, 2013; p.170). Yang dapat kita tuliskan rumusnya sebagai
berikut:
25
Tabel 3.2 Kriteria Penilaian Ketergantungan Keuangan Daerah
Sumber: Tim Litbang Depdagri-Fisipol UGM, 1991
3) Derajat Desentralisasi fiskal
Derajat desentralisasi fiskal dihitung berdasarkan perbandingan
antara jumlah Pendapatan Asli Daerah dengan total penerimaan daerah.
Semakin tinggi kontribusi Pendapatan Asli Daerah maka semakin tinggi
kemampuan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan desentralisasi
(Mahmudi, 2013; p.169). Yang dapat kita tuliskan rumusnya sebagai
berikut:
26
Tabel 3.3 Kriteria Penilaian Tingkat Desentralisasi Fiskal
Sumber: Tim Depdagri- Fisipol UGM, 1991
4) Rasio Efektivitas Pendapatan
Rasio efektivitas pendapatan dihitung dengan cara
membandingkan realisasi penerimaan pendapatan dengan target
penerimaan pendapatan yang dianggarkan. Rasio efektifitas pendapatan
menunjukkan kemampuan pemerintah dalam memobilisasi penerimaan
pendapatan sesuai dengan yang ditargetkan (Mahmudi, 2013; p.169).
Yang dapat kita tuliskan rumusnya sebagai berikut:
27
Tabel 3.4 Kriteria Penilaian Efektifitas Pendapatan
Sumber: Depdagri, Kepmendagri No. 690900.327 Tahun 1996
5) Rasio Efisiensi Pendapatan
Rasio efisiensi pendapatan dihitung dengan cara membandingkan
biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan dengan realisasi
penerimaan pendapatan. Semakin kecil rasio efisiensi ini maka semakin
baik kinerja pemerintah dalam melakukan pemungutan pendapatan
(Mahmudi, 2013; p.171). Yang dapat kita tuliskan rumusnya sebagai
berikut:
28
Tabel 3.5 Kriteria Penilaian Efisiensi Pendapatan
Sumber: Depdagri, Kepmendagri No. 690900.327 Tahun 1996
6) Derajat kontribusi Laba Perusahaan Pemerintah
Rasio ini bermanfaat untuk mengetahui tingkat kontribusi
perusahaan pemerintah dalam mendukung pendapatan daerah. Rasio ini
dihitung dengan cara membandingkan penerimaan daerah dari hasil
pengelolaan kekayaan pemerintah yang dipisahkan dengan total
penerimaan pendapatan (Mahmudi, 2013; p.171). Yang dapat kita
tuliskan rumusnya :
b. Ukuran Kemampuan Keuangan Daerah
Mengukur kemampuan keuangan daerah menggunakan ukuran growth,
ukuran share yang dipetakan dengan menggunakan metode kuadran dan
Indeks Kemampuan Keuangan Daerah (IKK) (BAPPENAS, 2003, p.3)
1) Ukuran Growth
29
Ukuran growth (pertumbuhan) dilakukan untuk mengetahui
perkembangan kinerja keuangan serta kecenderungan baik berupa
kenaikkan atau penurunan kinerja selama kurun waktu tertentu. Analisis
pertumbuhan dapat diaplikasikan misalnya untuk menilai pertumbuhan
pendapatan asli daerah, pertumbuhan aset, utang, ekuitas, belanja,
pendapatan, surplus/ defisit, SILPA dan sebagainya yang dapat kita
tuliskan rumusnya sebagai berikut:
Keterangan :
PADi = Pendapatan Asli Daerah periode i,
PADi-1 = Pendapatan Asli Daerah periode i-1
2) Share
Share merupakan rasio PAD terhadap belanja tidak langsung dan
belanja langsung. Rasio ini mengukur seberapa jauh kemampuan
keuangan daerah membiayai kegiatan belanja pemerintah daerah. Rasio ini
dapat digunakan untuk melihat kapasitas kemampuan keuangan daerah
yang dapat kita tuliskan rumusnya sebagai berikut:
Setelah mendapatkan perhitungan growth dan share, kemudian hasil
perolehan growth dan share dipetakan menurut peta kemampuan keuangan
berdasarkan metode kuadran. Berdasarkan Badan Perancanaan Pembangunan
30
Nasional (BAPPENAS) peta kemampuan keuangan berdasarkan metode
kuadran adalah salah satu cara menampilkan masing-masing kuadran yang
ditentukan oleh besaran nilai growth dan share. Dengan nilai growth dan share
maka dapat melihat kondisi pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
dengan peran Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap belanja daerah. Badan
Perancanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) mengklasifikasi status
kemampuan keuangan daerah berdasarkan metode kuadran sebagai berikut.
Tabel 3.6 Klasifikasi Status Kemampuan Keuangan Daerah Berdasarkan
Metode Kuadran
KUADRAN KONDISI
I
Kondisi paling ideal. PAD mengambil peran besar
dalam total belanja, dan daerah mempunyai
kemampuan mengembangkan potensi lokal. Kondisi
ini ditunjukkan dengan besarnya nilai share dan
growth yang tinggi.
II
Kondisi ini belum ideal, tetapi daerah mempunyai
kemampuan mengembangkan potensi lokal sehinga
PAD berpeluang memiliki peran besar dalam Total
Belanja. Sumbangan PAD terhadap Total Belanja
masih rendah namun pertumbuhan (growth) PAD
tinggi.
III
Kondisi ini juga belum ideal. Peran PAD yang besar
dalam Total Belanja mempunyai peluang yang kecil
karena pertumbuhan PAD nya kecil. Sumbangan
31
PAD terhadap Total Belanja tinggi, namun
pertumbuhan PAD rendah.
IV
Kondisi ini paling buruk. Peran PAD belum
mengambil peran yang besar dalam Total Belanja,
dan daerah belum mempunyai kemampuan
mengembangkan potensi lokal. Sumbangan PAD
terhadap Total Belanja dan pertumbuhan PAD
rendah.
Sumber : BAPPENAS, 2003
Klasifikasi status kemampuan keuangan daerah diatas dapat
digambarkan dalam bentuk kuadran sebagai berikut:
Tabel 3.7 Peta Kemampuan Keuangan Berdasarkan Metode Kuadran
Rata-rata GROWTH(%)
SHARE (%)
KUADRAN II
Share : Rendah
Growth : Tinggi
KUADRAN I
Share : Tinggi
Growth : Tinggi
KUADRAN IV
Share : Rendah
Growth : Rendah
KUADRAN III
Share : Tinggi
Growth : Rendah
Sumber : BAPPENAS, 2003
3) Indeks Kemampuan Keuangan (IKK)
Indeks Kemampuan Keuangan (IKK) merupakan rata-rata hitung dari
indeks growth (pertumbuhan), Indeks Share dan Indeks Elastisitas. Indeks
pertumbuhan adalah perbandingan Pendapatan Asli Daerah (PAD) antara
tahun i dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) tahun i-t, Indeks elastisitas
32
adalah proporsi dari belanja langsung terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD)
dan Indeks Share adalah proporsi dari Pendapatan Asli Daerah (PAD)
terhadap belanja daerah. Hal tersebut dapat dituliskan rumusnya sebagai
berikut:
Pertumbuhan (PAD)
Elastisitas
Share
Menyusun indeks ketiga komponen tersebut sebelumnya ditetapkan
nilai maksimum dan minimum dari masing-masing komponen. Menyusun
indeks untuk setiap komponen IKK dilakukan dengan menggunakan
persamaan umum:
Berdasarkan persamaan di atas, maka persamaan IKK dapat ditulis
sebagai berikut :
33
Keterangan :
XG = Indeks Pertumbuhan (PAD),
XE = Indeks Elastisitas (Belanja Langsung Terhadap PAD),
XS = Indeks Share (PAD terhadap belanja)
Tabel 3.8 Kriteria Tingkat Kemampuan Keuangan Daerah
Sumber : BAPPENAS, 2003
4) Proyeksi Kemampuan Keuangan Daerah
• Proyeksi didasarkan atas perkiraan kelangsungan pendapatan dan kebutuhan
belanja daerah.
• Sumber-sumber penerimaan daerah dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya
• Arah belanja dan pembiayaan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya
• Proyeksi dan Prediksi
34
5) Mekanisme Prediksi Pendapatan
Mekanisme Prediksi Sumber Penerimaan 1
Jenis Pendapatan
Sumber 5
Sumber 4
Sumber 3
Sumber 2
Sumber 1 Faktor a
Faktor b
Faktor c
Faktor d
Faktor e
Faktor e
Faktor f
Faktor g
Sumber 1
Faktor a
Faktor b
Q = a + b1 Ln a + b2 Ln b
35
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pengukuran kinerja keuangan menggunakan berbagai rasio keuangan dan
ukuran kemampuan keuangan daerah pada Anggaran Pendapatan dan Belanja
(APBD) pemerintah Kabupaten Balangan. Adapun hasil pengukuran kinerja
keuangan Kabupaten Balangan beserta analisisnya dapat diuraikan sebagai berikut.
4.1.Rasio Keuangan Daerah 2010 – 2015
4.1.1. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah
Rasio kemandirian keuangan daerah diukur dengan membandingkan
perolehan realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dibagi dengan jumlah transfer.
Tabel 4.1
Rasio Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Kabupaten Balangan Tahun
Anggaran 2010-2015
Tahun PAD (Rp) Pendapatan Transfer Rasio
(%)
Pola
Hubungan
2010 21.970.085.000,00 428.233.183.000,00 5,13 Instruktif
2011 24.417.333.000,00 472.321.697.000,00 5,17 Instruktif
2012 26.194.760.000,00 588.950.927.000,00 4,45 Instruktif
2013 30.653.377.000,00 597.125.579.000,00 5,13 Instruktif
2014 48.948.351.000,00 573.076.781.000,00 8,54 Instruktif
2015 49.966.703.403,89 751.547.774.738,00 6,65 Instruktif
Rata-rata 33.691.768.233,98 568.542.656.956,33 5,85 Instruktif
Sumber : Badan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Balangan (data diolah)
Berdasarkan rasio tingkat kemandirian keuangan pada tabel 4.1 di atas dapat
diketahui bahwa pada periode tahun anggaran 2010 – 2015 menunjukkan persentase
36
tingkat kemandirian yang terus meningkat setiap tahunnya kecuali tahun 2012
mengalami penurunan dari tahun sebelumnya sebesar 0,72% menjadi 4,45% dan
tahun 2015 yang turun 1,89% menjadi 6,65%. Rata-rata rasio kemandirian keuangan
selama 6 tahun yaitu tahun 2010-2015 adalah sebesar 5,85% yang artinya tingkat
kemandirian keuangan daerah Kabupaten Balangan dikatakan rendah sekali (kategori
kisaran 0,00% -25,00%). Dengan tingkat kemandirian yang rendah sekali dalam
membiayai kegiatan pemerintahannya maka pemerintah daerah Kabupaten Balangan
memiliki pola hubungan yang bersifat instruktif yaitu peranan pemerintah pusat masih
dominan.
Selain dilihat dari kondisi Kabupaten Balangan itu sendiri juga dapat dilihat
dari perbandingannya dengan capaian Kota/Kabupaten lainnya. Dalam penelitian ini
dipilih beberapa daerah di Kalimantan Selatan sebagai perbandingan yang dapat
mewakili karakteristik kota (Kota Banjarmasin), karakteristik daerah yang relatif
setara (Kabupaten Tabalong dan Kabupaten Tapin) berada di wilayah Banua Enam
dengan Sektor Pertambangan sebagai penyumbang utama ekonominya, dan
karakteristik daerah induk pemekaran Balangan (Kabupaten Hulu Sungai Utara).
Rendahnya tingkat kemandirian Balangan yang menyebabkan hubungan
keuangan dengan pemerintah pusat bersifat instruktif patut menjadi perhatian. Tingkat
capaian ini lebih bermakna lagi jika dibandingkan dengan beberapa daerah
Kabupaten/Kota di Kalimantan Selatan. Kemandirian Balangan terlihat relatif lebih
rendah dibanding Kota Banjarmasin, Kabupaten HSU, Kabupaten Tabalong dan
Kabupaten Tapin, selama periode 2010 – 2015 ini. Hal ini dapat digambarkan secara
lebih rinci pada grafik berikut ini.
37
Grafik 4.1
Sumber : Dirjen Perimbangan Keuangan, Kementrian Keuangan RI, beberapa tahun (data
diolah)
4.1.2. Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah
Rasio ketergantungan keuangan daerah dihitung dengan membandingkan
perolehan pendapatan trasnfer dengan total penerimaan daerah.
Tabel 4.2
38
Rasio Tingkat Ketergantungan Keuangan Daerah Kabupaten Balangan Tahun
Anggaran 2010 – 2015
Tahun Total Pendapatan
(Rp)
Pendapatan Transfer
(Rp)
Rasio
(%)
Kriteria
2010 542.028.342.000,00 428.233.183.000,00 79.01 Sangat tinggi
2011 555.805.129.000,00 472.321.697.000,00 84.98 Sangat tinggi
2012 720.942.061.000,00 588.950.927.000,00 81.69 Sangat tinggi
2013 721.741.852.000,00 597.125.579.000,00 82.73 Sangat tinggi
2014 714.106.409.000,00 573.076.781.000,00 80.25 Sangat tinggi
2015 957.043.829.462,89 751.547.774.738,00 78.53 Sangat tinggi
Rata-rata 701.944.603.743,82 568.542.656.956,33 81.20 Sangat tinggi
Sumber : Badan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Balangan (data diolah)
Berdasarkan rasio tingkat ketergantungan keuangan pada tabel 5.2 di atas
dapat diketahui bahwa pada periode tahun anggaran 2010 – 2015 menunjukkan
persentase tingkat ketergantungan yang naik turun setiap tahunnya. Pada tahun 2011
tingkat ketergantungan mengalami kenaikkan 5,97% dari 79,01% pada tahun
sebelumnya menjadi 84,90%. Rata-rata rasio tingkat ketergantungan Kabupaten
Balangan sebesar 81,20% atau sangat tinggi (kategori kisaran >50% ). Ini artinya
Kabupaten Balangan masih tergantung dari pemerintah pusat dalam hal keuangan
untuk menjalankan kegiatan pemerintahannya. Hal tersebut mempengaruhi arah
kebijakan pembangunan yang diambil sekaligus keberlangsungan anggaran kegiatan
di daerah. Jika besaran dana perimbangan yang diberikan pemerintah pusat turun
maka volume dan jumlah kegiatan pembangunan di daerah juga akan menurun.
Tingginya tingkat ketergantungan Balangan kepada dana perimbangan dari
pemerintah pusat patut menjadi perhatian. Tingkat capaian ini lebih bermakna lagi
jika dibandingkan dengan beberapa daerah Kabupaten/Kota di Kalimantan Selatan.
39
Kondisi ketergantungan Balangan terlihat relatif tidak jauh berbeda dibanding
Kabupaten HSU, Kabupaten Tabalong dan Kabupaten Tapin, selama periode 2010 –
2015 ini. Hanya Kota Banjarmasin yang terlihat tingkat ketergantungannya lebih
rendah dibanding daerah lainnya. Hal ini dapat digambarkan secara lebih rinci pada
grafik berikut ini.
Grafik 4.2
Sumber : Dirjen Perimbangan Keuangan, Kementrian Keuangan RI, beberapa tahun (data
diolah)
4.1.3. Derajat Desentralisasi Fiskal
Derajat desentralisasi fiskal dihitung dengan membandingkan antara jumlah
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan total penerimaan daerah.
Tabel 4.3
40
Derajat Desentralisasi Fiskal Kabupaten Balangan
Tahun Anggaran 2010 – 2015
Tahun PAD (Rp) Total Pendapatan
(Rp)
Rasio
(%)
Kriteria
2010 21.970.085.000,00 542.028.342.000,00 4,05% Sangat
Kurang
2011 24.417.333.000,00 555.805.129.000,00 4,39% Sangat
Kurang
2012 26.194.760.000,00 720.942.061.000,00 3,63% Sangat
Kurang
2013 30.653.377.000,00 721.741.852.000,00 4,25% Sangat
Kurang
2014 48.948.351.000,00 714.106.409.000,00 6,85% Sangat
Kurang
2015 49.966.703.403,89 957.043.829.462,89 5,22% Sangat
Kurang
Rata-rata 33.691.768.233,98 701.944.603.743,82 4,73% Sangat
Kurang
Sumber : Badan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Balangan (data diolah)
Berdasarkan hasil perhitungan derajat desentralisasi fiskal pada tabel 4.3
diatas dapat diketahui bahwa pada periode tahun anggaran 2010 – 2015 tingkat
desentralisasi fiskal terus meningkat setiap tahunnya kecuali pada tahun 2012 yang
mengalami penurunan dari tahun sebelumnya sebesar 0,76% menjadi 3,63% dan 2015
yang mengalami penurunan 1.63% menjadi 5,22%. Rata-rata derajat desentralisasi
Kabupaten Balangan sebesar 4,73% atau Sangat Kurang (masuk kategori kisaran
0,00-10,00%) yang artinya kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap
penerimaan daerah masih sangat rendah. Kemampuan pemerintah daerah dalam
penyelenggaraan desentralisasi yaitu melaksanakan tanggung jawab dan tugas-tugas
yang menjadi porsi urusan daerah dengan kemampuan keuangan sendiri masih
rendah.
Rendahnya tingkat derajat desentralisasi Balangan sampai pada kategoti
sungat kurang patut menjadi perhatian. Tingkat capaian ini lebih bermakna lagi jika
41
dibandingkan dengan beberapa daerah Kabupaten/Kota di Kalimantan Selatan.
Kondisi derajat desentralisasi Kabupaten Balangan terlihat relatif berada di bawah
dibanding sebagian besar Kabupaten/kota pembanding. Capaian Balangan sangat
dekat dengan capaian Kabupaten Tapin yang sama-sama merupakan daerah yang
perekonomiannya disumbang terutama oleh pertambangan. Kota Banjarmasin diikuti
Tabalong dan HSU memiliki tingkat desentralisasinya relatif lebih tinggi. Hal ini
dapat digambarkan secara lebih rinci pada grafik berikut ini.
Grafik 4.3
Sumber : Dirjen Perimbangan Keuangan, Kementrian Keuangan RI, beberapa tahun (data
diolah)
4.1.4. Rasio Efektifitas Pendapatan
Rasio efektifitas pendapatan dihitung dengan cara membandingkan realisasi
penerimaan pendapatan dengan target penerimaan pendapatan.
Tabel 4.4
42
Rasio Efektifitas Pendapatan Kabupaten Balangan
Tahun Anggaran 2010 – 2015
Tahun Realisasi Pendapatan
(Rp)
Target Pendapatan
(Rp)
Rasio
(%)
Kriteria
2010 542.028.342.000,00 421.091.822.632,00 128,72% Sangat efektif
2011 555.805.129.000,00 494.866.518.120,00 112,31% Sangat efektif
2012 720.942.061.000,00 439.836.872.665,00 163,91% Sangat efektif
2013 721.741.852.000,00 594.384.390.000,00 121,43% Sangat efektif
2014 714.106.409.000,00 700.634.971.050,00 101,92% Sangat efektif
2015 957.043.829.462,89 706.513.312.100,00 135,46% Sangat efektif
Rata-rata 701.944.603.743,82 559.554.647.761,17 127,29% Sangat efektif
Sumber : Badan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Balangan (data diolah)
Berdasarkan perolehan perhitungan rasio efektifitas pendapatan pada tabel 4.4
di atas dapat diketahui bahwa pada periode tahun anggaran 2010 – 2015 tingkat
efektifitas pendapatan daerah tergolong sangat efektif (pada kategori tingkat efektifitas
diatas 100%). Rasio efektifitas pendapatan Kabupaten Balangan rata-rata 127,29%.
Dengan kenyataan ini hal yang diharapkan dari pemerintah daerah adalah untuk terus
mempertahankan dan memelihara sumber pendapatan. Lebih jauh lagi adalah untuk
mempertimbangkan besaran target operasional agar upaya mobilisasi pendapatan dapat
benar-benar optimal. Penentuan target selayaknya sejalan dengan tingkat potensi
dimana seberapa besar potensi yang dimiliki dapat diperkirakan dengan baik
berdasarkan hasil kajian studi atau riset.
Jika dibandingkan dengan beberapa kota/kabupaten lain di Kalimantan
Selatan terlihat rasio efektifitas Kabupaten Balangan cenderung lebih tinggi. Selama
rentang 2010 – 2015 rasio efektifitas Kabupaten Balangan lebih tinggi dibandingkan
Kota Banjarmasin, Kabupaten HSU, Kabupaten Tabalong, dan Kabupaten Tapin
43
kecuali pada 2014 berada dibawah Kabupaten HSU. Hal ini dapat dilihat pada grafik
berikut ini.
Grafik 4.4
Sumber : Dirjen Perimbangan Keuangan, Kementrian Keuangan RI, beberapa tahun (data
diolah)
4.1.5. Rasio Efisiensi Pendapatan
Rasio efisiensi pendapatan dihitung dengan membandingkan biaya yang
dikeluarkan dengan realisasi penerimaan pendapatan. Dalam hal ini biaya yang
dikeluarkan diukur dengan pendekatan nilai pengeluaran belanja dalam APBD.
44
Tabel 4.5
Rasio Efesiensi Pendapatan Kabupaten Balangan
Tahun Anggaran 2010 – 2015
Tahun Pengeluaran
Belanja (Rp)
Realisasi
Pendapatan (Rp)
Rasio
(%) Kriteria
2010 521.633.589.000,00 542.028.342.000,00 96,24% Kurang efisien
2011 524.602.621.000,00 555.805.129.000,00 94,39% Kurang efisien
2012 611.427.998.000,00 720.942.061.000,00 84,81% Cukup efisien
2013 693.940.676.000,00 721.741.852.000,00 96,15% Kurang efisien
2014 773.606.700.000,00 714.106.409.000,00 108,33% Tidak efisien
2015 942.542.321.697,24 957.043.829.462,89 98,48% Kurang efisien
Rata-Rata 677.958.984.282,87 701.944.603.743,82 96,40% Kurang efisien
Sumber : Badan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Balangan (data diolah)
Berdasarkan hasil perhitungan tingkat efisiensi pendapatan pada tabel 4.5
diatas dapat diketahui bahwa pada periode tahun anggaran 2010 – 2015 rata-rata
tingkat efisiensi dari belanja daerah sebesar 96,40% atau tergolong kurang efisien
(masuk kategori kisaran 90-100%). Bahkan pada 2014 tergolong tidak efisien karena
di atas 100% atau berada pada tingkat 108,33%. Hal tersebut menggambarkan
permerintah daerah dalam menjaga keseimbangan belanja dan penerimaannya kurang
berhasil. Apalagi jika untuk pengeluaran belanja bagi kegiatan pemerintah daerah
tidak disusun dengan cermat maka akan menimbulkan resiko defisit. Pemerintah
daerah diharapkan mampu untuk terus meningkatkan penerimaan pendapatan
sekaligus pandai untuk menyusun prioritas belanja bagi kegiatan pemerintah daerah
dengan tepat.
45
Posisi tingkat efisiensi pendapatan Kabupaten Balangan relatif tidak jauh
berbeda jika dibandingkan dengan beberapa kota/kabupaten lain di Kalimantan
Selatan. Dengan demikian kesemua daerah tersebut selama rentang 2010 – 2015 rata-
rata terkategori antara kurang efisien dan tidak efisien. Hal ini dapat dilihat pada grafik
berikut ini.
Grafik 4.5
Sumber : Dirjen Perimbangan Keuangan, Kementrian Keuangan RI, beberapa tahun (data
diolah)
4.1.6. Derajat Kontribusi Laba Perusahaan Pemerintah
Derajat kontribusi laba perusahaan pemerintah dihitung dengan cara
membandingkan penerimaan daerah hasil pengelolaan kekayaan pemerintah yang
dipisahkan dengan total penerimaan pendapatan.
46
Tabel 4.6
Derajat Kontribusi Laba Perusahaan Pemerintah
Tahun Anggaran 2010 – 2015
Tahun
Penerimaan Daerah Hasil
Pengelolaan kekayaan yang
Dipisahkan
Realisasi Pendapatan Rasio (%)
2010 1.778.299.000,00 542.028.342.000,00 0,33%
2011 4.378.180.000,00 555.805.129.000,00 0,79%
2012 4.627.392.000,00 720.942.061.000,00 0,64%
2013 5.730.384.000,00 721.741.852.000,00 0,79%
2014 10.515.720.000,00 714.106.409.000,00 1,47%
2015 12.217.690.095,00 957.043.829.462,89 1,28%
Rata-rata 6.541.277.515,83 701.944.603.743,82 0,88%
Sumber : Badan keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Balangan (data diolah)
Berdasarkan derajat kontribusi laba perusahaan pemerintah tahun anggaran
2010-2015 tingkat kontribusi penerimaan daerah hasil pengelolaan kekayaan yang
dipisahkan rata-rata sebesar 0,88%. Hal ini menggambarkan tingkat kemampuan
pemerintah dalam pengelolaan pembiayaan untuk menghasilkan Pendapatan Asli
Daerah (PAD).
Capaian sebesar 0,88% tersebut belum menggambarkan tingkat keberhasilan
yang dialami karena ukuran ini tidak memiliki suatu standarisasi tertentu. Jika
dibandingkan dengan beberapa daerah Kabupaten/Kota di Kalimantan Selatan maka
posisi Balangan dapat terlihat jelas. Kemampuan Balangan terlihat relatif lebih tinggi
dibanding Kota Banjarmasin, Kabupaten HSU, Kabupaten Tabalong dan Kabupaten
Tapin, terutama sejak 2013 ke depan. Hal ini dapat digambarkan secara lebih rinci
pada grafik berikut ini.
47
Grafik 4.6
Sumber : Dirjen Perimbangan Keuangan, Kementrian Keuangan RI, beberapa tahun (data
diolah)
4.2.Ukuran Kemampuan Keuangan Daerah 2010 – 2015
4.2.1. Ukuran Growth
Ukuran growth menghitung seberapa besar pertumbuhan Pendapatan Asli
Daerah (PAD) dari tahun 2010-2015.
Tabel 4.7
48
Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Balangan
Tahun Anggaran 2010 – 2015
Tahun PAD (Rp) Growth(%)
2010 21.970.085.000,00 -
2011 24.417.333.000,00 11,14%
2012 26.194.760.000,00 7,28%
2013 30.653.377.000,00 17,02%
2014 48.948.351.000,00 59,68%
2015 49.966.703.403,89 2,08%
Rata-Rata Growth 19,44%
Sumber : Badan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Balangan (data diolah)
Berdasarkan tabel 4.7 dapat dilihat pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah
(PAD) dari tahun 2010-2015 mengalami fluktuasi. Rata-rata pertumbuhan
Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Balangan sepanjang periode 2010 – 2015 tersebut
adalah sebesar 19,44%.
Capaian tingkat pertumbuhan PAD Kabupaten Balangan tersebut dapat lebih
didalami maknanya dengan membandingkannya terhadap sejumlah Kota/Kabupaten
lainnya di Kalimantan Selatan. Terlihat bahwa pada 2012 Kabupaten Balangan
mengalami tingkat pertumbuhan PAD terendah dibandingkan dengan Banjarmasin,
HSU, Tabalong, dan Tapin. Sementara itu pada 2014 ketika Balangan tumbuh tinggi
mencapai 59,68% Kabupaten Tabalong dan Kabupaten HSU tumbuh jauh lebih tinggi
lagi dalam pencapaian PADnya. Hal ini dapat digambarkan secara lebih rinci pada
grafik berikut ini.
49
Grafik 4.7
Sumber : Dirjen Perimbangan Keuangan, Kementrian Keuangan RI, beberapa tahun (data
diolah)
4.2.2. Ukuran Share
Ukuran share menghitung seberapa besar peran Pendapatan Asli Daerah
(PAD) terhadap belanja daerah dari tahun 2010-2015.
50
Tabel 4.8
Peran Pendapatan Asli Daerah terhadap belanja daerah
Kabupaten Balangan
Tahun Anggaran 2010 – 2015
Tahun PAD (Rp) Belanja (Rp) Peran(%)
2010 21.970.085.000,00 521.633.589.000,00 4,21%
2011 24.417.333.000,00 524.602.621.000,00 4,65%
2012 26.194.760.000,00 611.427.998.000,00 4,28%
2013 30.653.377.000,00 693.940.676.000,00 4,42%
2014 48.948.351.000,00 773.606.700.000,00 6,33%
2015 49.966.703.403,89 942.542.321.697,24 5,30%
Rata-Rata share 4,87
Sumber : Badan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Balangan (data diolah)
Berdasarkan tabel 4.8 dapat dilihat peran Pendapatan Asli Daerah (PAD)
terhadap belanja daerah dari tahun 2010-2015 cenderung mengalami peningkatan dari
periode sebelumnya kecuali pada tahun 2012 dan 2015 Rata-rata peran Pendapatan
Asli Daerah (PAD) terhadap belanja Kabupaten Balangan selama periode 2010 – 2015
adalah sebesar 4,87%.
Share PAD atas belanja Kabupaten Balangan tersebut dapat lebih didalami
maknanya dengan membandingkannya atas sejumlah Kota/Kabupaten lainnya di
Kalimantan Selatan. Terlihat bahwa epanjang 2010 - 2015 share PAD Kabupaten
Balangan relatif terendah dibandingkan dengan Banjarmasin, HSU, Tabalong, dan
relatif sebanding dengan Tapin. Sementara itu pada 2014 ketika Balangan memiliki
share PAD tertinggi mencapai 6,33% ternyata masih jauh di bawah tingkat capaian
Kota Banjarmasin, Kabupaten Tabalong dan Kabupaten HSU. Hal ini dapat
digambarkan secara lebih rinci pada grafik berikut ini.
51
Grafik 4.8
Sumber : Dirjen Perimbangan Keuangan, Kementrian Keuangan RI, beberapa tahun (data
diolah)
Tingkat capaian Kabupaten Balangan dalam hal ukuran growth dan share pada
tabel 4.7 dan tabel 4.8 jika disajikan dalam metode kuadran akan menghasilkan status
kemampuan keuangan daerah. Hal ini dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Rata-rata GROWTH(%)
SHARE (%)
KUADRAN II
Share : Rendah (4.87%)
Growth : Tinggi (19,44%)
KUADRAN I
Share : Tinggi
Growth : Tinggi
KUADRAN IV
Share : Rendah
Growth : Rendah
KUADRAN III
Share : Tinggi
Growth : Rendah
Sumber : BAPPENAS, 2003
Gambar 4.1 Peta Kemampuan Keuangan Berdasarkan Metode Kuadran
Berdasarkan kriteia yang dibangun Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional (BAPPENAS) yang disajikan pada Gambar 4.1, Kabupaten Balangan berada
di kuadran II. Perolehan growth Pendapatan Asli Daerah (PAD) pemerintah
52
KabupatenBalangan sebesar 19,44% terkategori tinggi dan share Pendapatan Asli
Daerah (PAD) terhadap belanja daerah pemerintah Kabupaten Balangan sebesar 4,87%
terkategori rendah. Kondisi ini belum ideal tetapi daerah mempunyai kemampuan
mengembangkan potensi lokal sehinga PAD berpeluang memiliki peran besar dalam
Total Belanja. Sumbangan PAD terhadap total belanja masih rendah namun
pertumbuhan (growth) PAD mampu mencapai tingkat yang tinggi.
4.2.3. Ukuran Indeks Kemampuan Keuangan (IKK)
Indeks Kemampuan Keuangan (IKK) merupakan rata-rata hitung dari indeks
growth, indeks share, dan indeks elastisitas.
1) Indeks Growth
Growth merupakan pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah tahuni dari tahuni-1
Tabel 4.9
Indeks Growth (Pertumbuhan)
Tahun Nilai (%) Kondisi
Maksimum (%)
Kondisi Minimum
(%) Indeks (%)
2010 0
59,68 2,08 -0,036
2011 11,14 59,68 2,08 0,157
2012 7,28 59,68 2,08 0,090
2013 17,02 59,68 2,08 0,259
2014 59,68 59,68 2,08 1,000
2015 2,08 59,68 2,08 0,000
Jumlah 1,471
Indeks growth = Jumlah indeks/n = 1,471/6 = 0,245
1. Indeks Share
Share menghitung perolehan rasio Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap
Belanja.
53
Tabel 4.10
Indeks Share (Peran)
Tahun Nilai (%) Kondisi
Maksimum (%)
Kondisi Minimum
(%) Indeks (%)
2010 4,21% 6,33% 4,21% 0,000
2011 4,65% 6,33% 4,21% 0,209
2012 4,28% 6,33% 4,21% 0,034
2013 4,42% 6,33% 4,21% 0,097
2014 6,33% 6,33% 4,21% 1,000
2015 5,30% 6,33% 4,21% 0,515
Jumlah 1,856
Indeks share = Jumlah indeks/n = 1,856/6 = 0,309
2. Indeks Elastisitas
Indeks elastisitas menghitung persentase pertumbuhan belanja
langsungdengan persentase perubahan pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Tabel 4.11
Indeks Elastisitas
54
Tahun Nilai
(%)
Kondisi
Maksimum (%)
Kondisi Minimum
(%)
Indeks (%)
2010 2,8514 -0,3036 0,096
2011 -0,3036 2,8514 -0,3036 0,000
2012 2,8514 2,8514 -0,3036 1,000
2013 1,0766 2,8514 -0,3036 0,437
2014 0,1531 2,8514 -0,3036 0,145
2015 1,0983 2,8514 -0,3036 0,444
Jumlah 2,123
Indeks elastistas = Jumlah indeks/n = 2,123/6 = 0,354
Jadi Indeks Kemampuan Keuangan Daerah (IKK) :
IKK = =
(0,245+ 0,309 + 0,354)
= 0,303
3
Berdasarkan pengukuran Indeks Kemampuan Keuangan (IKK) Kabupaten
Balangan berada pada skala 0,00-0,33.Menurut kriteria yang berlaku maka
kemampuan keuangan daerah Kabupaten Balangan tahun anggaran 2010-2015 adalah
pada klasifikasi tingkat kemampuan keuangan daerah rendah.
4.3. Pembahasan Rasio Keuangan dan Kemampuan Keuangan
Berbagai ukuran kinerja keuangan daerah pemerintah Kabupaten Balangan
tahun anggaran 2010-2015 yang telah dikalkulasi dengan menggunakan rasio
keuangan dan ukuran kemampuan keuangan terdapat hubungan antara indikator yang
satu dengan yang lainnya. Secara keseluruhan indikator-indikator tersebut dapat
dilihat dari tabel 4.12 berikut ini.
55
Tabel 4.12
Persentase Rasio Keuangan daerah dan Ukuran Kemampuan Keuangan
Rasio 2010
(%)
2011
(%)
2012
(%)
2013
(%)
2014
(%)
2015
(%)
Rata-
Rata
(%)
Rasio Keuangan Daerah
Kemandirian Keuangan 5,13 5,17 4,45 5,13 8,54 6,65 5,85
Ketergantungan Daerah 126,57 117,68 122,41 120,87 124,61 127,34 123,25
Desentralisasi Fiskal 4,05 4,39 3,63 4,25 6,85 5,22 4,73
Efektivitas Pendapatan 128,72 112,31 163,91 121,43 101,92 135,46 127,29
Efisiensi Pendapatan 96,24 94,39 84,81 96,15 108,33 98,48 96,40
Derajat Kontribusi Laba
Perusahaan Pemerintah
0,33 0,79 0,64 0,79 1,47 1,28 0,88
Ukuran Kemampuan Keuangan
Growth - 11,14 7,28 17,02 59,68 2,08 19,44
Share 4,21 4,65 4,28 4,42 6,33 5,30 4,87
IKK 0,303
Berdasarkan tabel 4.12 diketahui rasio kemandirian keuangan pemerintah
Kabupaten Balangan yang rendah menyebabkan pola hubungan dengan pemerintah
pusat bersifat instruktif. Pemerintah pusat masih dominan dalam membantu
pemerintah daerah. Kabupaten Balangan belum mandiri dalam mengurus
pemerintahannya dan belum mampu melaksanakan otonomi daerah. Hal ini diperkuat
dengan rasio ketergantungan keuangan daerah Kabupaten Balangan yang masih
sangat tinggi. Ketergantungan Kabupaten Balangan kepada pemerintah pusat sangat
56
tinggi dalam hal sumber pendanaan yang berupa pendapatan transfer, yaitu dana
perimbangan, pendapatan transfer pemerintah daerah lainnya, dan pendapatan transfer
pemerintah pusat lainnya. Hal ini sangat beresiko terhadap kelangsungan sumber
pendanaan jika terjadi perubahan kebijakan pemerintah pusat akan pendapatan
transfer ini.
Tingkat desentarlisasi fiskal Kabupaten Balangan masih sangat kurang akibat
kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sangat rendah. Kemampuan
pemerintah daerah dalam penyelenggaraan desentralisasi masih rendah sehingga
belum bisa mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya tanpa bantuan
keuangan dari pusat. Hal ini sejalan dengan kondisi tingkat kemandirian yang rendah
sekali dan rasio ketergantungan yang tinggi sekali. Oleh karena itu amanat Undang-
Undang Dasar 1945 yang tentang penyelenggaraan otonomi seluas-luasnya bagi
daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia belum dapat dijalankan
secara optimal.
Komponen pengukur kinerja keuangan daerah lainnya adalah rasio efektifitas
pendapatan dan efisiensi pendapatan. Dalam hal ini dapat dikatakan Kabupaten
Balangan efektif memobilisasi penerimaan pendapatan karena umumnya berada
diatas nilai capaian yang ditargetkan. Disisi lain capaian rata-rata rasio efisiensi
pendapatan Kabupaten Balangan terkategori kurang efisien. Sesuai kriteria ini dapat
dikatakan kinerja pemerintah Kabupaten Balangan dalam pemungutan pendapatan
kurang baik karena kurang efisien atau mengharuskan penyeluaran yang relatif besar.
Ini menghasilkan kemungkinan terbentuknya surplus bagi pembiayaan relatif kecil.
Laba perusahaan sebagai sumber yang dapat berkontribusi pada penerimaan daerah
relatif masih kecil. Sumber yang berasal dari hasil pengelolaan kekayaan yang
57
dipisahkan, terutama dalam bentuk penyertaan modal,masih sangat kecil dibanding
keseluruhan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Kendati kondisi ini relatif tidak jauh
berbeda dengan kondisi capaian Kabupaten/Kota pembanding di daerah sekitar
namun pemerintah daerah patut untuk mencari sumber lainnya untuk meningkatkan
sumber penerimaan dari pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang semamin
produktif.
Capaian growth atau pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
pemerintah Kabupaten Balangan tergolong tinggi namun share atau bagian kontribusi
Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap belanja daerah pemerintah Kabupaten
Balangan relatif rendah sehingga kinerjanya termasuk kedalam kelompok kuadran II.
Artinya berdasarkan klasifikasi status kemampuan keuangan kondisi ini belum ideal
tetapi daerah mempunyai kemampuan mengembangkan potensi lokal sehinga PAD
berpeluang memiliki peran besar dalam Total Belanja. Sumbangan PAD terhadap
total belanja masih rendah namun pertumbuhan (growth) PAD tinggi.
Selain itu berdasarkan Indeks Kemampuan Keungan (IKK) maka Kabupaten
Balangan memiliki indeks yang rendah. Hasil ini merupakan ukuran rata-rata dari
kompilasi nilai growth, share, dan elatisitas PAD. Kabupaten Balangan masih sangat
perlu meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) nya agar semakin tumbuh dan
memiliki peran besar untuk membiayai sendiri pembangunannya. Disisi lain tanggung
jawab ini juga berada ditangan pemerintah pusat untuk menciptakan kebijakan yang
adil dan kondusif. Hal ini sejalan dengan amanat Undang-Undang Republik Indonesia
1945 tentang penyelenggaraan otonomi seluas-luasnya dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
58
4.4.Analisis Penyebab
Seperti telah disinggung pada uraian sebelumnya terdapat berbagai penyebab
dari rendahnya kinerja keuangan daerah kabupaten Balangan. Untuk itu secara singkat
dan lebih terfokus akan sampaikan beberapa penyebab utama pada uraian berikut ini.
- Pertumbuhan ekonomi turun, tambang turun drastis
Dengan dilatarbelakangi menurunnya pertumbuhan ekonomi yang dirasakan
sejak 2015 lalu maka berdampak pada kemampuan pemerintah untuk menggenjot
penerimaan. Hal ini dialami sebagian besar perekonomian baik ditingkat regional,
nasional, maupun daerah, termasuk Kabupaten Balangan.
Wilayah yang paling terdampak oleh penurunan ekonomi global adalah yang
ketergantungannya pada ekspor komoditas relatif besar seperti Kalimantan Selatan
dan Balangan salah satu wilayahnya. Kalimantan Selatan pada 2016 hanya tumbuh
dengan rata-rata 4,38% meskipun telah naik dari tahun sebelumnya 2015 sebesar
3,83%. Hal ini disebabkan terutama karena meningkatnya kembali kinerja sektor
pertambangan dan pertanian yang telah terpuruk tetapi belum cukup signifikan
memulihkan kondisi yang berkembang.
Faktor yang dapat memperberat perjalanan ekonomi Indonesia ke depan adalah
dinamika lingkungan yang kerap berubah. Secara eksternal kebijakan pengetatan
likuiditas di China dan naiknya Trump menjadi presiden AS disertai berlanjutnya
kenaikan suku bunga akan diprediksi akan berdampak negative kedepan. Dari sisi
internal pemangkasan anggaran pemerintah dipercaya ikut memperlambat
perekonomian meskipun ada sedikit geliat positif arus likuiditas akibat dampak
59
kebijakan amnesti pajak. Peangkasan anggaran berdampak lebih dalam terhadap
daerah yang nota bene masih tinggi ketergantungannya dengan dana pemerintah.
- Pertumbuhan Pendapatan Daerah hanya mampu mengimbangi pertumbuhan
Belanja sementara porsi PAD cenderung stagnan
Rendahnya kemampuan keuangan daerah Balangan ini tidak lepas dari
rendahnya tingkat pendapatan yang pertumbuhannya cenderung tidak stabil. Selama
periode 2011 – 2015 ini pertumbuhan pendapatan tidak jauh berbeda dengan
pertumbuhan belanja yaitu mengalami pertumbuhan yang sangat fluktuatif.
Akibatnya sulit terbentuk akumulasi surplus anggaran pada setiap tahunnya untuk
dapat mendorong perkembangan dan percepatan anggaran.
Grafik 4.9
60
Sumber : Dirjen Perimbangan Keuangan, Kementrian Keuangan RI, beberapa tahun
(data diolah)
Permasalahan yang terjadi lebih jauh lagi adalah bahwa daerah ini cenderung
kurang mampu meningkatkan PAD nya. Selama sekian tahun porsi PAD dalam total
pendapatan daerah relatif stagnan. Share/ bagian PAD jauh lebih kecil dibandingkan
dengan sumber pendapatan lain berupa Pendapatan Transfer dan Lain-lain Pendapatan
Daerah yang Sah. Oleh karenanya jalan untuk menuju otonomi daerah sangat sulit
untuk dicapai
61
Grafik 4.10
Sumber : Dirjen Perimbangan Keuangan, Kementrian Keuangan RI, beberapa tahun (data
diolah)
- Pertumbuhan PAD tidak stabil sehingga masih jauh untuk mengejar dominasi
Dana Perimbangan
Dengan bagian PAD yang paling kecil selama ini maka harus terjadi
percepatan tingkat PAD untuk mengimbangi peranan sumber pendapatan lainnya.
Akan tetapi yang terjadi justru tingkat pertumbuhan PAD sangat tidak stabil terlebih
pada 2015 mengalami penurunan.
Pada 2015 PAD mengalami pertumbuhan terendah dibanding sumber-sumber
lainnya dan rata-rata tingkat pertumbuhan total pendapatan. Hal ini menunjukkan
menurunnya perekonomian sangat berpengaruh bagi pertumbuhan PAD. Sementara
sumber-sumber pendapatan yang ada belum bervariasi.
62
Grafik 4.11
Sumber : Dirjen Perimbangan Keuangan, Kementrian Keuangan RI, beberapa tahun (data
diolah)
- PAD terlalu bertumpu pada komponen Lain-lain PAD yang Sah yang
pertumbuhannya sangat fluktuatif dan cenderung menurun.
Sumber PAD berdasarkan jenisnya terlihat sangat didominasi jenis Lain-lain
PAD yang Sah dimana sumber ini cenderung kurang dapat dikendalikan
keberlangsungannya. Berbeda dengan pajak dan retribusi yang besarannya relatif
terkendali karena objeknya bersifat pasti. Akan tetapi baik pajak maupun retribusi
peranannya masih sangat rendah.
63
Grafik 4.12
Sumber : Dirjen Perimbangan Keuangan, Kementrian Keuangan RI, beberapa tahun (data
diolah)
Dari sisi pertumbuhannya jika dibandingkan antara berbagai jenis sumber
PAD maka jenis Pajak daerah secara rata-rata tumbuh paling tinggi sementara jenis
Lain-lain PAD yang Sah sebagai penyumbang PAD paling dominan mengalami
pertumbuhan paling rendah. Hal ini lah yang menyebabkan pendapatan total tidak
mampu tumbuh secara signifikan. Sumber utama PAD sangat berpengaruh pada pola
tingkat pertumbuan total pendapatan daerah yang terjadi. Sebagaimana terlihat pada
grafik 4.13 terlihat bahwa tingkat pertumbuhan Lain-lain PAD yang Sah cenderung
sangat berfluktuasi.
Grafik 4.13
64
Sumber : Dirjen Perimbangan Keuangan, Kementrian Keuangan RI, beberapa tahun (data
diolah)
-
4.5.Proyeksi Rasio Keuangan Daerah 2016 - 2021
Proyeksi kemampuan keuangan bagi Kabupaten Balangan dibangun dari
model yang didasarkan atas perkiraan kelangsungan dan kebutuhan belanja
daerah. Ketersedian data proyeksi yang ada yaitu yang bersumber dari proyeksi
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah di dalam dokumen RKPD Kabupaten
Balangan yang berlaku. Data tersebut menjadi dasar analisis proyeksi kinerja
keuangan yang dibuat peneliti untuk periode 2016 – 2021. Dengan pertimbangan
dan anggapan bahwa proyeksi yang dilakukan dalam dokumen formal cukup
terpercaya karena sudah di olah oleh tim ahli maka pemanfaatannya cukup valid
dan memenuhi kecukupan.
Proyeksi pendapatan dan belanja serta neraca pembiayaan dalam Proyeksi
APBD Kabupaten Balangan 2016 – 2021 akan dijadikan dasar analisis kinerja
65
berikut ini. Adapun Poryeksi Belanja Daerah Kabupaten Balangan adalah
sebagaimana tabel berikut ini.
Tabel 4.13
Proyeksi Pendapatan Daerah Kabupaten Balangan Tahun Anggaran
2016-2021
URAIAN
TAHUN
2016 (APBD) 2017 2018 2019 2020 2021
PENDAPATAN 1,113,027.45 1,777,410.29 2,131,561.45 2,501,493.00 2,890,185.85 3,302,089.87
PENDAPATAN ASLI DAERAH
38,187.00 47,309.90 55,043.89 61,890.58 68,414.14 76,293.55
Pendapatan Pajak Daerah
5,109.00 5,619.90 6,181.89 6,800.08 7,480.09 8,228.10
Hasil Retribusi Daerah
1,418.00 2,140.00 2,557.00 3,255.00 3,350.00 4,550.00
Hasil Pengelolaan
Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
11,160.00 17,000.00 21,500.00 24,550.00 27,570.00 30,500.00
Lain-lain Pendapatan Asli
Daerah yang Sah
20,500.00 22,550.00 24,805.00 27,285.50 30,014.05 33,015.46
DANA
PERIMBANGAN
923,155.86 1,563,247.34 1,892,979.21 2,237,710.23 2,599,690.30 2,981,506.77
Bagi Hasil
Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak
335,025.00 896,617.81 1,126,355.24 1,356,092.67 1,585,830.11 1,815,567.54
Dana Alokasi Umum 389,434.43 447,849.60 515,027.04 592,281.09 681,123.26 783,291.75
Dana Alokasi
Khusus
198,696.43 218,779.94 251,596.93 289,336.47 332,736.94 382,647.48
LAIN-LAIN
PENDAPATAN DAERAH YANG
SAH
151,684.59 166,853.05 183,538.36 201,892.19 222,081.41 244,289.55
Dana Bagi Hasil
Pajak dari Provinsi dan Pemerintah
Daerah Lainnya
55,393.80 60,933.18 67,026.50 73,729.15 81,102.06 89,212.27
Dana Penyesuaian
dan Otonomi Khusus
92,090.79 101,299.87 111,429.86 122,572.84 134,830.13 148,313.14
Pendapatan Lainnya 4,200.00 4,620.00 5,082.00 5,590.20 6,149.22 6,764.14
Sumber : Badan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Balangan (data diolah)
Proyeksi belanja dan neraca pembiayaan dalam Proyeksi APBD Kabupaten
Balangan 2016 – 2021 yang akan dijadikan dasar analisis kinerja adalah sebagai
berikut ini.
Tabel 4.14
Proyeksi Belanja dan Pembiayaan Daerah Kabupaten Balangan
Tahun Anggaran 2016-2021
66
URAIAN
TAHUN
2016 (APBD)
2017 2018 2019 2020 2021
BELANJA 1,025,187.79 1,742,410.29 2,146,561.45 2,516,493.00 2,905,185.85 3,317,089.87
BELANJA TIDAK
LANGSUNG
569,503.34 626,453.68 689,099.04 758,008.95 833,809.84 917,190.83
Belanja Pegawai 379,896.19 417,885.81 459,674.39 505,641.83 556,206.01 611,826.61
Belanja Hibah 18,875.31 20,762.84 22,839.12 25,123.03 27,635.33 30,398.87
Belanja Bantuan Sosial 3,297.80 3,627.58 3,990.34 4,389.37 4,828.31 5,311.14
Belanja Bagi Hasil kepada
Provinsi/Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa
646.70 711.37 782.51 860.76 946.83 1,041.52
Belanja Bantuan Keuangan kepada
Provinsi/Kabupaten/Kota dan Pemerintahan Desa
165,069.80 181,576.78 199,734.45 219,707.90 241,678.69 265,846.56
Belanja Tidak Terduga 1,717.55 1,889.31 2,078.24 2,286.06 2,514.66 2,766.13
BELANJA LANGSUNG 455,684.45 1,115,956.61 1,457,462.41 1,758,484.06 2,071,376.01 2,399,899.04
SURPLUS / (DEFISIT) 87,839.66 35,000.00 (15,000.00) (15,000.00) (15,000.00) (15,000.00)
PENERIMAAN
PEMBIAYAAN DAERAH
62,160.34 65,000.00 65,000.00 65,000.00 65,000.00 65,000.00
Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun
Anggaran Sebelumnya
62,150.34 65,000.00 65,000.00 65,000.00 65,000.00 65,000.00
Penerimaan kembali
penyertaan modal
10.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
PENGELUARAN PEMBIAYAAN
DAERAH
150,000.00 100,000.00 50,000.00 50,000.00 50,000.00 50,000.00
Penyertaan Modal
(Investasi) Pemerintah Daerah
150,000.00 100,000.00 50,000.00 50,000.00 50,000.00 50,000.00
Pembayaran Pokok Utang
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
PEMBIAYAAN NETTO (87,839.66) (35,000.00) 15,000.00 15,000.00 15,000.00 15,000.00
SISA LEBIH PEMBIAYAAN
ANGGARAN TAHUN BERKENAAN
0.00 0.00 0.00 (0.00) (0.00) 0.00
Sumber : Badan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Balangan (data diolah)
4.5.1 Proyeksi Rasio Kemandirian Keuangan Daerah 2016 - 2021
67
Rasio kemandirian keuangan daerah diukur dengan membandingkan
perolehan realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dibagi dengan jumlah
transfer.
Tabel 4.15
Proyeksi Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Kabupaten Balangan
Tahun Anggaran 2016-2021 Berdasarkan Tahun Anggaran 2006-
2014
Tahun PAD (Rp) Pendapatan Transfer Rasio
(%)
Pola
Hubungan
2016 38.187.000.000,00 923.155.858.020,00 4,14% Instruktif
2017 47.309.900.000,00 1.563.247.341.000,00 3,03% Instruktif
2018 55.043.890.000,00 1.892.979.205.392,00 2,91% Instruktif
2019 61.890.579.000,00 2.237.710.234.320,00 2,77% Instruktif
2020 68.414.136.900,00 2.599.690.302.465,00 2,63% Instruktif
2021 76.293.550.590,00 2.981.506.765.709,00 2,56% Instruktif
Rata-rata 57.856.509.415,00 2.033.048.284.484,33 3,00% Instruktif
Sumber : Badan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Balangan (data diolah)
Berdasarkan rasio tingkat kemandirian keuangan dapat diketahui
bahwa pada periode proyeksi tahun anggaran 2016 – 2021 menunjukkan
tingkat kemandirian yang terus menurun setiap tahunnya. Rata-rata rasio
kemandirian keuangan selama masa proyeksi 6 tahun yaitu tahun 2016-2021
adalah sebesar 3,00% yang artinya tingkat kemandirian keuangan daerah
Kabupaten Balangan dikatakan rendah sekali. Hal ini dapat dilihat dari rasio
kemandirian yang dihasilkan masih kisaran 0,00-25,00%. Hal ini
menggambarkan bahwa pemerintah daerah Kabupaten Balangan rendah sekali
tingkat kemandiriannya dalam membiayai kegiatan pemerintahannya dan
68
memiliki pola hubungan instruktif yaitu peranan pemerintah pusat masih
dominan.
4.5.2. Proyeksi Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah
Rasio ketergantungan keuangan daerah dihitung dengan
membandingkan perolehan pendapatan transfer dengan total penerimaan
daerah.
Tabel 4.16
Proyeksi Rasio Tingkat Ketergantungan Keuangan Daerah Kabupaten
Balangan Tahun Anggaran 2016 – 2021
Tahun Total Pendapatan
(Rp)
Pendapatan Transfer
(Rp)
Rasio
(%)
Kriteria
2016 1.113.027.449.020,00 923.155.858.020,00 82,94% Sangat
tinggi
2017 1.777.410.291.100,00 1.563.247.341.000,00 87,95% Sangat
tinggi
2018 2.131.561.450.502,00 1.892.979.205.392,00 88,81% Sangat
tinggi
2019 2.501.493.003.941,00 2.237.710.234.320,00 89,45% Sangat
tinggi
2020 2.890.185.849.048,00 2.599.690.302.465,00 89,95% Sangat
tinggi
2021 3.302.089.866.950,00 2.981.506.765.709,00 90,29% Sangat
tinggi
Rata-
Rata
2.285.961.318.426,83 2.033.048.284.484,33 88,23% Sangat
tinggi
Sumber : Badan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Balangan (data diolah)
Berdasarkan rasio tingkat ketergantungan keuangan dapat diketahui
bahwa pada periode proyeksi tahun anggaran 2016 – 2021 tingkat
ketergantungan yang terus meningkat setiap tahunnya. Rata-rata dari
perolehan tingkat ketergantungan Kabupaten Balangan sebesar 88,23% yang
69
artinya Kabupaten Balangan masih tergantung dari pusat dalam menjalankan
kegiatan pemerintahannya. Hal tersebut dapat dilihat dari kriteria penilaian
ketergantungan keuangan pada kisaran >50%. Tingkat ketergantungan
Kabupaten Balangan terhadap dana transfer dari pusat masih sangat tinggi.
4.5.3. Proyeksi Derajat Desentralisasi Fiskal
Derajat desentralisasi fiskal dihitung dengan membandingkan antara
jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan total penerimaan daerah.
Tabel 4.17
Proyeksi Derajat Desentralisasi Fiskal Kabupaten Balangan
Tahun Anggaran 2016 – 2021
Tahun PAD (Rp) Total Pendapatan (Rp) Rasio (%) Kriteria
2016 38.187.000.000,00 1.113.027.449.020,00 3,43% Sangat
Kurang
2017 47.309.900.000,00 1.777.410.291.100,00 2,66% Sangat
Kurang
2018 55.043.890.000,00 2.131.561.450.502,00 2,58% Sangat
Kurang
2019 61.890.579.000,00 2.501.493.003.941,00 2,47% Sangat
Kurang
2020 68.414.136.900,00 2.890.185.849.048,00 2,37% Sangat
Kurang
2021 76.293.550.590,00 3.302.089.866.950,00 2,31% Sangat
Kurang
Rata-rata 57.856.509.415,00 2.285.961.318.426,83 2,64% Sangat
Kurang
Sumber : Badan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Balangan (data diolah)
Berdasarkan hasil perhitunganderajat desentralisasi dapat diketahui
bahwa pada periode proyeksi tahun anggaran 2016 – 2021 menunjukan derajat
desentralisasi fiskal yang terus menurun setiap tahunnya. Rata-rata dari
perolehan derajat desentralisasi Kabupaten Balangan sebesar 2,64% yang
artinya kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap penerimaan daerah
70
masih rendah. Kemampuan pemerintah daerah dalam menjalankan
penyelenggaraan desentralisasi masih rendah. Hal tersebut dapat dilihat dari
kriteria penilaian derajat desentralisasi fiskal pada kisaran 0,00-10,00%.
4.5.4. Proyeksi Rasio Efisiensi Pendapatan
Rasio efisiensi pendapatan dihitung dengan membandingkan biaya
yang dikeluarkan dengan realisasi penerimaan pendapatan.
Tabel 4.18
Proyeksi Rasio Efesiensi Pendapatan Kabupaten Balangan
Tahun Anggaran 2016 – 2021
Tahun Pengeluaran Belanja
(Rp)
Realisasi Pendapatan
(Rp)
Rasio
(%) Kriteria
2016 1.025.187.793.247,00 1.113.027.449.020,00 92,11% Kurang
efisien
2017 1.742.410.291.100,00 1.777.410.291.100,00 98,03% Kurang
efisien
2018 2.146.561.450.502,00 2.131.561.450.502,00 100,70% Tidak efisien
2019 2.516.493.003.941,00 2.501.493.003.941,00 100,60% Tidak efisien
2020 2.905.185.849.048,00 2.890.185.849.048,00 100,52% Tidak efisien
2021 3.317.089.866.950,00 3.302.089.866.950,00 100,45% Tidak efisien
Rata-
rata
2.275.488.042.464,67 2.285.961.318.426,83 98,74% Kurang
efisien
Sumber : Badan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Balangan (data diolah)
Berdasarkan hasil perhitungan tingkat efisiensi dapat diketahui bahwa
pada periode proyeksi tahun anggaran 2016 – 2021 tingkat efisiensi dari
belanja daerah tergolong kurang efisien karena masuk kategori tingkat
efesiensi 90-110%, yakni sebesar rata-rata 98,74%. Hal tersebut
menggambarkan permerintah daerah dalam membelanjakan penerimaan
daerah untuk kegiatan pemerintah daerah tergolong boros maka diharapkan
71
pemerintah daerah terus memperhatikan dalam pemungutan pendapatan untuk
membiayai kegiatan pemerintah daerah.
4.5.5. Proyeksi Derajat Kontribusi Laba Perusahaan Pemerintah
Derajat kontribusi laba perusahaan pemerintah dihitung dengan cara
membandingkan penerimaan daerah hasil pengelolaan kekayaan pemerintah
yang dipisahkan dengan total penerimaan pendapatan.
Tabel 4.19
Proyeksi Derajat Kontribusi Laba Perusahaan Pemerintah
Tahun Anggaran 2016 – 2021
Tahun
Penerimaan Daerah Hasil
Pengelolaan kekayaan
yang Dipisahkan
Realisasi Pendapatan Rasio (%)
2016 11.160.000.000,00 1.113.027.449.020,00 1,00%
2017 17.000.000.000,00 1.777.410.291.100,00 0,96%
2018 21.500.000.000,00 2.131.561.450.502,00 1,01%
2019 24.550.000.000,00 2.501.493.003.941,00 0,98%
2020 27.570.000.000,00 2.890.185.849.048,00 0,95%
2021 30.500.000.000,00 3.302.089.866.950,00 0,92%
Rata-rata 22.046.666.666,67 2.285.961.318.426,83 0,97%
Sumber : Badan keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Balangan (data diolah)
Berdasarkan derajat kontribusi laba perusahaan pemerintah proyeksi
tahun anggaran 2016-2021 tingkat kontribusi penerimaan daerah atas hasil
pengelolaan kekayaan yang dipisahkan adalah sebesar 0,97%. Hal ini relatif
lebih tinggi dari capaian riil rata-rata 2010 – 2015.
72
4.6. Proyeksi Ukuran Kemampuan Keuangan Daerah
4.6.1. Proyeksi Ukuran Growth
Melalui ukuran growth dihitung seberapa besar proyeksi pertumbuhan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari tahun 2016-2021.
Tabel 4.20
Proyeksi Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten
BalanganTahun Anggaran 2016 – 2021
Tahun PAD (Rp) Growth(%)
2016 38.187.000.000,00 0
2017 47.309.900.000,00 23,89%
2018 55.043.890.000,00 16,35%
2019 61.890.579.000,00 12,44%
2020 68.414.136.900,00 10,54%
2021 76.293.550.590,00 11,52%
Rata-Rata Growth 14,95%
Sumber : Badan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Balangan (data
diolah)
Berdasarkan tabel 5.20 dapat dilihat proyeksi pertumbuhan Pendapatan
Asli Daerah (PAD) dari tahun 2016-2021 mengalami fluktuasi. Berdasarkan
perolehan perhitungan maka rata-rata pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah
Kabupaten Balangan sebesar 14,95%.
4.6.2. Proyeksi Ukuran Share
Ukuran share menghitung seberapa besar peran Pendapatan Asli
Daerah (PAD) terhadap belanja daerah dari tahun 2016-2021.
73
Tabel 4.21
Proyeksi Peran Pendapatan Asli Daerah terhadap belanja daerah
Kabupaten BalanganTahun Anggaran 2016 – 2021
Tahun PAD (Rp) Belanja (Rp) Peran (%)
2016 38.187.000.000,00 1.025.187.793.247,00 3,72
2017 47.309.900.000,00 1.742.410.291.100,00 2,72
2018 55.043.890.000,00 2.146.561.450.502,00 2,56
2019 61.890.579.000,00 2.516.493.003.941,00 2,46
2020 68.414.136.900,00 2.905.185.849.048,00 2,35
2021 76.293.550.590,00 3.317.089.866.950,00 2,30
Rata-Rata share 2,69
Sumber : Badan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Balangan (data
diolah)
Berdasarkan hasil perhitungan dapat dilihat proyeksi peran
Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap belanja daerah dari tahun 2016-2021
mengalami penurunan. Perolehan rata-rata peran Pendapatan Asli Daerah
(PAD) terhadap belanja Kabupaten Balangan sebesar 2,69%.
Berdasarkan ukuran growth dan share yang telah dihitung di atas dapat
kita lihat proyeksi kemampuan keuangan daerah berdasarkan metode kuadran
dan status kemampuan keuangan daerah sebagai berikut ini..
Rata-rata GROWTH(%)
SHARE (%)
KUADRAN II
Share : Rendah (2,69%)
Growth : Tinggi (14,95%)
KUADRAN I
Share : Tinggi
Growth : Tinggi
KUADRAN IV
Share : Rendah
Growth : Rendah
KUADRAN III
Share : Tinggi
Growth : Rendah
Sumber : BAPPENAS, 2003
Gambar 4.2 Peta Kemampuan Keuangan Berdasarkan Metode Kuadran
74
Berdasarkan kriteria yang dibangun Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional (BAPPENAS) yang disajikan pada Gambar 4.2, Kabupaten
Balangan berada di kuadran II. Perolehan growth Pendapatan Asli Daerah
(PAD) pemerintah KabupatenBalangan sebesar 14,95% dan share Pendapatan
Asli Daerah (PAD) terhadap belanja daerah pemerintah Kabupaten Balangan
sebesar 2,69%. Dengan demikian Kabupaten Balangan termasuk ke dalam
golongan kuadran II yang artinya kondisi ini belum ideal tetapi daerah
mempunyai kemampuan mengembangkan potensi lokal sehinga PAD
berpeluang memiliki peran besar dalam Total Belanja. Sumbangan PAD
terhadap total belanja masih rendah namun pertumbuhan (growth) PAD tinggi.
4.6.3. Proyeksi Ukuran Indeks Kemampuan Keuangan (IKK)
Indeks Kemampuan Keuangan (IKK) merupakan rata-rata hitung dari
indeks growth, indeks share, dan indeks elastisitas.
75
4.6.3.1. Proyeksi Indeks Growth
Growth merupakan pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah tahuni dari tahuni-1
Tabel 4.22
Proyeksi Indeks Growth (Pertumbuhan)
Tahun Nilai
(%)
Kondisi Maksimum
(%)
Kondisi Minimum
(%) Indeks (%)
2016 0 23,89% 10,54% -0,790
2017 23,89% 23,89% 10,54% 1,000
2018 16,35% 23,89% 10,54% 0,435
2019 12,44% 23,89% 10,54% 0,142
2020 10,54% 23,89% 10,54% 0,000
2021 11,52% 23,89% 10,54% 0,073
Jumlah 0,861
Indeks growth = Jumlah indeks/n = 0,861/6 = 0,143
4.6.3.2.Indeks Share
Share menghitung perolehan rasio Pendapatan Asli Daerah (PAD)
terhadap Belanja.
Tabel 4.23
Proyeksi Indeks Share (Peran)
Tahun Nilai
(%)
Kondisi Maksimum
(%)
Kondisi Minimum
(%) Indeks (%)
2016 3,72 3,72 2,30 1,000
2017 2,72 3,72 2,30 0,291
2018 2,56 3,72 2,30 0,185
2019 2,46 3,72 2,30 0,112
2020 2,35 3,72 2,30 0,039
2021 2,30 3,72 2,30 0,000
Jumlah 1,627
Indeks share = Jumlah indeks/n = 1,627/6 = 0,271
76
4.6.3.3.Proyeksi Indeks Elastisitas
Indeks elastisitas menghitung persentase pertumbuhan belanja
langsung dengan persentase perubahan pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah
Tabel 4.24
Indeks Elastisitas
Tahun Nilai
(%)
Kondisi Maksimum
(%)
Kondisi Minimum
(%)
Indeks
(%)
2016 6,0651 1,3771 -0,294
2017 6,0651 6,0651 1,3771 1,000
2018 1,8720 6,0651 1,3771 0,106
2019 1,6605 6,0651 1,3771 0,060
2020 1,6881 6,0651 1,3771 0,066
2021 1,3771 6,0651 1,3771 0,000
Jumlah 0,939
Indeks elastistas = Jumlah indeks/n = 0,939/6 = 0,156
Jadi Indeks Kemampuan Keuangan Daerah (IKK) :
IKK =
(0,143+ 0,271 + 0,156)
= 0,190
3
Berdasarkan pengukuran Indeks Kemampuan Keuangan (IKK)
Kabupaten Balangan pada skala 0,00-0,33 menurut kriteria kemampuan
keuangan daerah, maka kemampuan keuangan daerah Kabupaten Balangan
tahun anggaran 2016-2021 adalah kemampuan keuangan daerah klasifikasi
rendah.
77
4.7. Kompilasi Proyeksi Rasio Keuangan dan Kemampuan Keuangan
Pemerintah Kabupaten Balangan diperkirakan akan memiliki kinerja
keuangan yang belum memuaskan pada periode 2016 – 2021. Dari sekian indikator
dan rasio yang telah dihitung maka kinerja masih sangat rendah jika diukur dari
keadaan ideal yang diinginkan dalam rangka otonomi. Kompilasi indikator disajikan
pada tabel berikut ini.
Tabel 4.25
Kompilasi Proyeksi Rasio Keuangan Daerah dan
Kemampuan Keuangan
Rasio 2016
(%)
2017
(%)
2018
(%)
2019
(%)
2020
(%)
2021
(%)
Rata-
Rata
(%)
Rasio Keuangan Daerah
Kemandirian
Keuangan
4,14 3,03 2,91 2,77 2,63 2,56 3,00
Ketergantungan
Daerah
82,94 87,95 88,81 89,45 89,95 90,29 88,23
Desentralisasi
Fiskal
3,43 2,66 2,58 2,47 2,37 2,31 2,64
Efektivitas
Pendapatan
- - - - - - -
Efisiensi
Pendapatan
92,11 98,03 100,70 100,60 100,52 100,45 98,74
Derajat
Kontribusi Laba
Perusahaan
Pemerintah
1,00 0,96 1,01 0,98 0,95 0,92 0,97
Ukuran Kemampuan Keuangan
Growth 0,00 23,89 16,35 12,44 10,54 11,52 14,95
Share 3,72 2,72 2,56 2,46 2,35 2,30 2,69
IKK 0,190
78
4.8. Proyeksi Pendapatan Asli Daerah
Salah satu kunci utama untuk meningkatkan kinerja keuangan daerah
dalam kerangka otonomi daerah adalah dengan meningkatkan capaian
penerimaan dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Untuk itu peneliti membuat
proyeksi penerimaan PAD periode 2016 – 2021 dengan menggunakan teknik
regresi linear.
Setelah mengkompilasi data yang tersedia dan mengamati
konsistensinya maka peneliti membuat proyeksi untuk Pajak Daerah (Y1),
Retribusi Daerah (Y2) dan Total PAD (Y3) saja. Disaat yang sama peneliti
menganggap variable yang dapat mempengaruhi besaran pajak daerah, retribusi
daerah dan total PAD adalah perkembangan ekonomi yang diwakili oleh
perkembangan PDRB.
Peneliti menganggap sektor-sektor yang akan berpengaruh penting bagi
PAD adalah sector-sektor yang memiliki kontribusi relatif tinggi dan taxable
atau memiliki keterkaitan yang jelas baik langsung maupun tidak langsung pada
komponen post penerimaan PAD. Setelah mengamati data PDRB berdasarkan
sector-sektor dan melakukan pengujian atas model-model regresi maka peneliti
sampai kepada sektor-sektor terpilih yang menjadi variable X1, X2, X3, dan X4
pada tiga model regresi yang dijalankan. Adapun sektor-sektor terpilih dan
sebutan variabelnya adalah seperti dalam tabel berikut ini.
79
Tabel 4.26
Kode dan Sektor dalam PDRB yang Terpilih Menjadi Variable Regresi
Kode Sektor Variable Regresi
B Pertambangan dan Penggalian B = X1
G Perdagangan Besar, Eceran, Reparasi mobil motor
G + H + I + L = X2 H Transportasi dan Pergudangan
I Penyediaan Akomodasi dan makan minum
L Real Estate (Hotel)
O Admin Pemerintahan, Pertahanan dan Jamsos Wajib O = X3
Total PDRB dgn minyak bumi dan pertamb batu bara X4
Hasil olah data
Hasil proyeksi dari penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang
diperoleh peneliti dengan menggunakan model regresi ternyata memiliki nilai
sedikit lebih tinggi dari proyeksi yang dibuat tim RKPD Kabupaten Balangan.
Hal ini cukup beralasan karena faktor-faktor pengaruh baik dari sisi ekonomi
maupun trend PAD itu sendiri secara historis memang memiliki pola yang
berhubungan namun kecendrungannya bisa berbeda.
Adapun hasil proyeksi PAD Kabupaten Balangan 2016 – 2021 dengan
proyeksi derajat desentralisasinya beserta perbandingannya dengan periode riil
2010 – 2015 dapat dilhat pada tabel berikut ini.
80
Tabel 4.27
Dari hasil perhitungan tersebut dapat dilihat bahwa nilai derajat desentralisasi
rata-rata hasil proyeksi 2016 – 2021 adalah 2,95% sedangkan realisasi 2010 – 2015
adalah 4,73%. Jika dibandingkan dengan perhitungan menggunakan data RKPD rata-
rata derajat disentralisai periode 2016 – 2021 diproyeksikan 2,64% atau paling
rendah. Kendati berbeda namun ketiganya sama-sama terkategori sangat kurang. Ini
patut penjadi perhatian serius dari pemerintah Balangan untuk mencari solusi
peningkatan PAD.
81
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDSI
5.1. Kesimpulan
1. Secara umum kinerja keuangan kabupaten Balangan dari sisi Rasio masih
memiliki kelemahan kecuali dalam hal efektifitas pencapaian target.
Dibandingkan dengan beberapa daerah yang setara Balangan tidak lebih baik
dan tidak menunjukkan keunggulan tertentu. Pertumbuhan pendapatan
cenderung tidak stabil.
2. Hasil proyeksi yang dilakukan baik berbasis data perencanaan dalam RKPD
maupun kalkulasi menggunakan faktor perekonomian (PDRB) menghasilkan
tingkat kinerja yang serupa dimana terdapat kecendrungan menurunnya
kinerja.
3. Diperlukan peningkatan pencapaian PAD secara intensif dan ekstensif baik
dengan meningkatkan pembangunan fasilitas publik bagi kegiatan-kegiatan
taxable (misal hiburan, rekreasi, property, perdagangan, transportasi, dan lain-
lain) serta melalui strategi yang menyeluruh dalam menciptakan kondisi yang
kondusif bagi perkembangan bisnis dengan menurunkan biaya inestasi,
kemudahan perijinan dan lain sebagainya. Berusaha mendorong penurunan
harga tanah juga termasuk langkah strategis yang patut dipertimbangkan
karena secara relatif harga lahan di Kabupaten ini lebih tinggi sehingga
berpotensi untuk kalah daya saingnya dengan daerah-daerah tetangga.
4. Hasil pengelolaan kekayaan yang dipisahkan merupakan komponen PAD
yang tumbuh pesat meskipun share paling kecil. Untuk itu patut
82
dipertimbangkan untuk memperluas dan mengintensifkan investasi seperti
melalui penyertaan modal ataupun melalui kemungkinan peluang-peluang
lainnya.
5.2. Rekomendasi
1. Kabupaten Balangan dapat meningkatkan kinerja keuangannya dengan
sungguh-sungguh menggali sumber pendapatan selain Dana Perimbangan
yaitu dari sumber-sumber PAD dan lain-lain pendapatan yang sah.
2. Beberapa jenis pendapatan yaitu Pajak, Retribusi dan Pengelolaan
Kekayaan Daerah yang dipisahkan secara historis pernah mencapai tingkat
pertumbuhan yang tinggi hendaknya ini dianggap sebagia sumber keuatan
sehingga bisa lebih serius lagi digali agar kembali menjadi sumber
pendapatan yang signifikan tidak lagi menurun.
3. Meningkatkan kembali Pajak dan Retribusi Daerah yang sempat tumbuh
pesat misalnya dengan memperbaharui target penerimaan, mendata ulang
potensi di lapangan, dan mengontrol tertib pungut agar tidak terjadi
kebocoran.
4. Dalam hal pajak daerah terdapat beberapa objek pajak potensial untuk
ditingkatkan seperti pajak restoran, Hotel, BPHTB, dan pajak Penerangan
Jalan.
5. Mengembalikan perolehan retribusi jasa umum yang turun drastis akibat
menurunnya retribusi jasa kesehatan yang pindah pos menjadi lain-lain PAD
yang Sah.
83
6. Meningkatkan retribusi layanan persampahan, parkir tepi jalan, dan
pengujian kendaraan bermotor
7. Mengembalikan perolehan retribusi perijian tertentu yang cenderung
menurun
84
DAFTAR PUSTAKA
Armstrong, Mechael. 1998. Performance Management: Key Strategies And
Practical Guidelines. London and Philadelphia: Kogan Page.
Azhari, A.S. 1995. Perpajakan di Indonesia, Keuangan Pajak dan Retribusi Daerah.
Jakarta : PT Gramedia
Basri, Yuswar Zainul Dan Mulyadi Subir. 2003. Keuangan Negara Dan Kebijakan
Utang Luar Negeri. PT Grafindo Persada, Jakarta.
Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah. Edisi Revisi, Yogyakarta : AMP
YKPN.
Bastian, Indra. 2006. Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar. Jakarta: Erlangga.
Bungin, M.Burhan. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Edisi Kedua. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Hidayat, Syarif dan Halim, Abdul. 2001. Akuntansi Sektor Publik-Akuntansi
Keuangan Daerah. Jakarta: Salemba Empat.
Halim, Abdul. 2002. Akuntansi Sektor Publik Akuntansi Keuangan Daerah. Edisi
Pertama, Jakarta : Salemba Empat. . 2004.
Halim, Abdul. 2004. Akuntansi Keuangan Daerah, Edisi Revisi. Jakarta: Salemba
Empat.
Halim, Abdul. 2008. Akuntansi Keuangan Daerah. Jakarta: Salemba Empat.
Harun. 2009. Reformasi Akuntansi dan Manajemen Sektor Publik Di Indonesia.
Jakarta: Salemba Empat.
Hidayat, Paidi, Wahyu, Pratomo Ario, dan D.Agus Harjito. 2007. Analisis Kinerja
Keuangan Kabupaten/Kota Pemekaran di Sumatra Utara. Jurnal Ekonomi
Pembangunan. Vol.12,No.3, Desember 2007.
Indriantoro, Nur dan Supomo Bambang. 2009. Metode Penelitian dan Bisnis.
Yogyakarta: BPFE.
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah.
85
Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta : Andi.
………….. 2002. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah.Yogyakarta : Andi.
Mulyana, Budi. 2006. Perspektif Desentralisasi Fiskal dan Pengelolaan APBD di
Indonesia. Edisi Pertama, Jakarta : LPKPAP.
Nur Indriantoro, Bambang Supomo, 2002. Metode Penelitian. Jakarta: Salemba
Empat. Noerdiawan, Deddi. 2006. Akuntansi Sektor Publik. Jakarta:
Salemba Empat.
Mahmudi. 2011. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: UII Press.
Mahsun, M. 2006. Pengukuran Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: BPFE-UGM.
Mahmudi. 2013. Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Edisi
Dua.Yogyakarta : UPP STIM YKPN.
Mardiasmo. 2002. Akuntansi Keuangan Sektor Publik. Yogyakarta: Andi.
Mardiasmo. 2004. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Andi.
Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Andi.
Munandar, M. 2000. Budgeting Perencanaan Kerja, Pengkoordinasian Kerja,
Pengawasan Kerja. Yogyakarta: BPFE-UGM.
Munawir. 2002. Analisis Laporan Keuangan. Yogyakarta: Liberty.
Nordiawan, Deddi dan Hertianti Ayuningtyas. 2010. Akuntansi Sektor Publik, Edisi
2. Jakarta: Salemba Empat.
Peraturan Mentri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Laporan Keuangan
Daerah.
Peraturan Mentri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Aggaran 2013.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan.
Saragih, Juli Panglima. 2003. Desentralisasi Fiskal Dan Keuangan Daerah
Dalam Otonomi, PT Ghalia Indonesia, Jakarta.
Sazali, Munawir. 2004. Analisa Laporan Keuangan. Yogyakarta: Liberty.
Setiaji, Wirawan dan Adi Priyo Hari. 2007. Peta kemampuan keuangan daerah
sesudah otonomi daerah apakah mengalami pergeseran. SNA.10, 26-28 Juli
2007.
86
Supriyono, R. A. 1993. Akuntansi Manajemen 1 (Konsep Dasar Akuntansi
Manajemen dan Proses Perencanaan). Yogyakarta: BPFE-UGM.
Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 32 Tahun 2004. tentang Pemerintah
Daerah.
Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 33 Tahun 2004. tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah.
Widodo. 2001. Analisa Rasio Keuangan Daerah dalam Menghadapi Otonomi Daerah,
Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: UPP YKPN.