KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di...

117
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT TRIWULAN IV-2008 KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG

Transcript of KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di...

Page 1: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

TRIWULAN IV-2008

KANTOR BANK INDONESIA BANDUNG

Page 2: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

Kantor Bank Indonesia Bandung Jl. Braga No. 108 BANDUNG Telp : 022 – 4230223 Fax : 022 – 4214326

Page 3: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

Visi Bank Indonesia Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya (kredibel) secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil. Misi Bank Indonesia Mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah melalui pemeliharaan kestabilan moneter dan pengembangan stabilitas sistem keuangan untuk pembangunan nasional jangka panjang yang berkesinambungan. Nilai-nilai Strategis Bank Indonesia Nilai-nilai yang menjadi dasar organisasi, manajemen dan pegawai untuk bertindak atau berperilaku yaitu kompetensi, integritas, transparansi, akuntabilitas dan kebersamaan. Visi Kantor Bank Indonesia Bandung Menjadi Kantor Bank Indonesia yang dapat dipercaya di daerah melalui peningkatan peran dalam menjalankan tugas-tugas Bank Indonesia yang diberikan. Misi Kantor Bank Indonesia Bandung Berperan aktif dalam mendukung pembangunan ekonomi daerah melalui peningkatan pelaksanaan tugas bidang ekonomi moneter, sistem pembayaran, pengawasan bank serta memberikan saran kepada pemerintah daerah dan lembaga terkait lainnya. Tugas Pokok Bank Indonesia Bandung adalah sebagai berikut : 1. Memberikan masukan kepada Kantor Pusat tentang kondisi ekonomi dan keuangan daerah di

wilayah kerjanya; 2. Melaksanakan kegiatan operasional sistem pembayaran tunai dan/atau non tunai sesuai dengan

kebutuhan ekonomi daerah di wilayah kerjanya; 3. Melaksanakan pengawasan terhadap perbankan di wilayah kerjanya; 4. Memberikan saran kepada Pemerintah Daerah mengenai kebijakan ekonomi daerah, yang

didukung dengan penyediaan informasi berdasarkan hasil kajian yang akurat; 5. Mengelola sumber daya internal yang dibutuhkan sebagai faktor pendukung terlaksananya fungsi-

fungsi utama.

Page 4: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat dan karunia-

Nya, buku “Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Barat Triwulan IV-2008” ini dapat diselesaikan.

Hasil kajian kami atas perkembangan ekonomi regional Provinsi Jawa Barat memberikan gambaran

bahwa krisis ekonomi global di paruh kedua tahun 2008 mulai terasa dampaknya terhadap

perekonomian Jawa Barat pada triwulan IV-2008. Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan

tersebut diperkirakan tumbuh 5,90% (yoy), lebih lambat dibandingkan triwulan sebelumnya, yang

tumbuh 6,38% (yoy). Perlambatan tersebut disebabkan oleh penurunan ekspor sebagai akibat dari

pelemahan daya beli pasar luar negeri. Selain itu, konsumsi rumah tangga juga mengalami

perlambatan yang disebabkan oleh ekspektasi penurunan daya beli konsumen domestik. Dari sisi

sektoral, penurunan kinerja terjadi pada sektor perdagangan, hotel, dan restoran, serta sektor

pertanian.

Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan

ekonomi global. Seiring dengan pelemahan permintaan internasional, harga komoditas mengalami

penurunan sejak semester kedua 2008. Sementara itu, depresiasi nilai tukar rupiah pada triwulan

laporan memberikan dampak yang relatif terbatas terhadap inflasi. Dari sisi domestik, penurunan

permintaan pasca bulan Ramadhan juga mengakibatkan berkurangnya tekanan inflasi. Faktor-faktor

tersebut mengakibatkan inflasi Jawa Barat pada triwulan IV-2008 tercatat sebesar 11,11% (yoy)

mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 12,30%.

Pengaruh krisis global kepada dunia perbankan semakin terasa imbasnya pada triwulan

laporan yang tercermin dari perlambatan kredit khususnya secara triwulanan. Pada triwulan IV-2008,

laju pertumbuhan kredit hanya sebesar 4,98% (qtq) lebih kecil dari triwulan sebelumnya yang sebesar

6,35%. Namun demikian, Dana Pihak Ketiga (DPK) pada triwulan IV-2008 tetap mengalami

peningkatan pertumbuhan dari 1,08% (qtq) menjadi 9,77%. Sejalan dengan perkembangan kedua

indikator tersebut, Loan to Deposit Ratio (LDR) mengalami penurunan dari 79,13% pada triwulan III-

2008 menjadi 75,68% pada triwulan IV-2008. Sementara itu, risiko kredit masih terkendali, tercermin

dari indikator Non Performing Loans (NPL) sebesar 3,78%.

Di lain pihak, keuangan daerah yang bersumber dari APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah) mampu menopang pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan ini. Sampai dengan

triwulan III-2008, realisasi belanja Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah mencapai 64,20% dari

anggaran yang direncanakan, sehingga realisasi pada akhir tahun 2008 diperkirakan akan mencapai

90%-95%. Belanja program terbesar yang dialokasikan pemerintah provinsi, yaitu program

pembangunan infrastruktur di sektor transportasi dan komunikasi. Hingga akhir Desember angka

realisasinya telah mencapai 98,81%. Hal ini merupakan suatu kinerja yang positif, mengingat realisasi

belanja pemerintah provinsi merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong kegiatan ekonomi

masyarakat. Sementara itu, pendapatan pemerintah provinsi hingga akhir tahun 2008 diperkirakan

i

Page 5: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

akan melebihi target APBD 2008. Hal ini tercermin dari besarnya angka realisasi pendapatan yang

sampai dengan triwulan III-2008 telah mencapai 96,78%. Peningkatan pendapatan pemerintah

provinsi pada tahun 2008 disebabkan oleh besarnya penerimaan dari pajak kendaraan bermotor dan

bea balik nama kendaraan bermotor.

Perlambatan ekonomi juga mempengaruhi kondisi ketenagakerjaan di Jawa Barat, terutama

dirasakan pada sektor ekonomi yang berorientasi ekspor. Selain itu, terdapat beberapa sektor yang

juga mengalami penurunan kinerja yang berdampak kepada penyerapan tenaga kerja. Berdasarkan

hasil survei kegiatan dunia usaha pada triwulan IV-2008, sebagian besar kalangan pengusaha

menyatakan bahwa terdapat penurunan jumlah karyawan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Penurunan jumlah karyawan, antara lain terjadi pada sektor pertambangan dan penggalian, listrik,

gas, dan air bersih, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, serta beberapa subsektor industri

pengolahan. Sementara itu, di sisi kesejahteraan, tingkat kesejahteraan petani relatif tidak banyak

mengalami perubahan, tercermin dari Nilai Tukar Petani (NTP) yang hanya mengalami sedikit

peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya.

Imbas dari krisis keuangan global diperkirakan semakin terasa pada perekonomian Jawa Barat

di periode triwulan I-2009. Secara tahunan laju pertumbuhan ekonomi diperkirakan melambat dengan

kisaran 5,20%-5,60% (yoy). Sementara itu, penurunan tekanan inflasi diperkirakan akan terus

berlanjut, sehingga angka inflasi pada triwulan I-2009 akan mengalami penurunan menjadi 8,5% –

9,5%.

Penyusunan kajian ini merupakan hasil analisa kami terhadap berbagai data dan informasi

yang kami peroleh melalui kerjasama dengan berbagai pihak. Untuk itu, perkenankanlah kami pada

kesempatan ini, mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah

membantu penulisan buku ini. Kami menyadari bahwa cakupan serta kualitas data maupun informasi

yang disajikan dalam buku ini masih perlu untuk disempurnakan. Oleh karena itu, kritik maupun saran

tetap kami harapkan dalam rangka penyempurnaan buku ini. Kiranya kerjasama yang telah berjalan

baik dengan berbagai pihak selama ini dapat terus ditingkatkan di masa yang akan datang.

Akhir kata, kami berharap semoga buku ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Semoga Tuhan

Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan ridha-Nya dan melindungi setiap langkah kita.

Bandung, 3 Februari 2009

Yang Ahmad Rizal Pemimpin

ii

Page 6: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

DAFTAR ISI Kata Pengantar ....................................................................................................................... i Daftar Isi ................................................................................................................................. iii Daftar Tabel............................................................................................................................ v Daftar Grafik........................................................................................................................... vi Tabel Indikator Ekonomi Jawa Barat........................................................................................ ix RINGKASAN EKSEKUTIF .......................................................................................................... 1 BAB 1 KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL ........................................................................... 5

1. Sisi Permintaan.................................................................................................................. 6 1.1. Konsumsi ................................................................................................................ 7 1.2. Investasi .................................................................................................................. 10 1.3. Ekspor-Impor ........................................................................................................... 13

2. Sisi Penawaran............ ...................................................................................................... 16 2.1. Sektor Pertanian......................................................................................................... 17 2.2. Sektor Industri Pengolahan......................................................................................... 19 2.3. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran.................................................................... 21 2.4. Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan.................................................... 22 2.5. Sektor Bangunan ....................................................................................................... 23 2.6. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi ....................................................................... 24 2.7. Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih ................................................................................ 25 2.8. Sektor Jasa-jasa.......................................................................................................... 26 Boks 1. Prospek Pengembangan Komoditas Kedelai di Jawa Barat ..................................... 27 Boks 2. Program Pengembangan Klaster Paprika di Jawa Barat .......................................... 30

BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH ........................................................................... 32

1. Inflasi Triwulanan ............................................................................................................. 33 1.1. Inflasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa .............................................................. 35

Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau..................................... 36 Kelompok Bahan Makanan...................................................................................... 37 Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga .......................................................... 38 Kelompok Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan........................................... 39

1.2. Inflasi Menurut Kota ................................................................................................ 40 2. Inflasi Tahunan ................................................................................................................. 42

2.1. Inflasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa ............................................................... 42 2.2. Inflasi Menurut Kota ................................................................................................. 43

Boks 3. Rantai Distribusi dan Rantai Nilai Komoditas Beras di Jawa Barat................................. 45 Boks 4. Distribusi Volatile Foods di Jawa Barat......................................................................... 48

BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH .................................................................. 51

1. Bank Umum Konvensional ................................................................................................ 52 1.1. Penghimpunan Dana Pihak Ketiga Bank Umum Konvensional..................................... 53 1.2. Penyaluran Kredit Bank Umum Konvensional ............................................................. 55

1.2.1. Kredit yang Disalurkan Bank Umum Konvensional di Jawa Barat ...................... 55 1.2.2. Kredit Bank Umum Nasional yang Berlokasi Proyek di Jawa Barat ...................... 56 1.2.3. Persetujuan Plafon Kredit Baru oleh Bank Umum Konvensional ........................ 58 1.2.4. Kualitas Kredit ................................................................................................. 58 1.2.5. Perkembangan Kredit Mikro, Kecil, dan Menengah (MKM) .............................. 59

2. Kinerja Bank Umum Konvensional yang Berkantor Pusat di Jawa Barat............................... 61 3. Bank Umum Syariah ......................................................................................................... 62 4. Bank Perkreditan Rakyat ................................................................................................... 62 Boks 5. Perkembangan Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Jawa Barat tahun 2008........................... 63

iii

Page 7: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 4 PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH .................................................................... 66 1. Perubahan APBD Jawa Barat................ ........................................................................ 67 2. Pendapatan Daerah............................................................................................................. 67

3. Belanja Daerah .................................................................................................................. 69 Boks 6. Program Pembangunan dan APBD Provinsi Jawa Barat Tahun 2009 ............................ 72

BAB 5 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN .................................................................. 76 1. Pengedaran Uang Kartal.................................................................................................. 77

1.1. Aliran Uang Kartal Masuk/Keluar (Inflow/Outflow) ................................................... 77 1.2. Penyediaan Uang Kartal Layak Edar ......................................................................... 79 1.3. Penukaran Uang Pecahan Kecil................................................................................ 79 1.4. Uang Palsu .............................................................................................................. 80

2. Sistem Pembayaran Non Tunai......................................................................................... 80 2.1. Kliring Lokal ............................................................................................................ 80 2.2. Real Time Gross Settlement (RTGS) .......................................................................... 81

BAB 6 PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH.......... 82

1. Ketenagakerjaan ............................................................................................................. 84 2. Kesejahteraan.................................................................................................................. 87

Bantuan Langsung Tunai ................................................................................................. 87 Kesejahteraan Petani ....................................................................................................... 87

BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH ....................................................................................... 91

1. Prospek Ekonomi Makro.................................................................................................. 91 2. Prakiraan Inflasi ............................................................................................................... 91

LAMPIRAN............................................................................................................................................ 95 DAFTAR ISTILAH ................................................................................................................................... 100

iv

Page 8: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Jawa Barat Dari Sisi Permintaan (%) ......... 7 Tabel 1.2. Kontribusi Komponen Sisi Permintaan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy)

Provinsi Jawa Barat (%)................................................................................................... 7 Tabel 1.3. Realisasi Investasi di Jawa Barat Menurut Sektor Usaha Tahun 2008 ................................ 11 Tabel 1.4. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Barat Dari Sisi Penawaran (%).................. 16 Tabel 1.5. Kontribusi Sektor Ekonomi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa

Barat (%)........................................................................................................................ 17 Tabel 1.6. Produksi Padi (Sawah dan Ladang) di Jawa Barat ............................................................. 18 Tabel 1.7. Perkembangan Komoditas Jagung di Jawa Barat ............................................................. 18 Tabel 1.8. Perkembangan Komoditas Kedelai di Jawa Barat ............................................................. 18 Tabel 1.9. Indikator Perhotelan di Jawa Barat .................................................................................. 22 Tabel 1.10. Nilai Tambah Bank Umum di Jawa Barat (Rp Miliar) ......................................................... 22 Tabel 1.11. Perkembangan Persewaan Bangunan.............................................................................. 23 Tabel 1.12. Perkembangan Properti Komersial ................................................................................. 23 Tabel 1.13. Jumlah Penumpang Kereta Api Daerah Operasi Jawa Barat (Bandung dan Cirebon) (Juta

Penumpang)................................................................................................................. ... 24 Tabel 1.14. Jumlah Penumpang Domestik dan Internasional di Bandara Husein Sastranegara............. 24 Tabel 1.15. Pemakaian Listrik di Jawa (Juta Kwh)............................................................................... 25 Tabel 2.1. Inflasi Triwulanan di Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%)........................ 35 Tabel 2.2. Inflasi Triwulanan di Jawa Barat Menurut Kota (% )......................................................... 40 Tabel 2.3. Inflasi Triwulanan Jawa Barat Menurut Kota dan Kelompok Barang dan Jasa (qtq,%)...... 41 Tabel 2.4. Inflasi Tahunan Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%) ............................... 42 Tabel 2.5. Inflasi Triwulanan di Jawa Barat menurut Kota (%)........................................................... 43 Tabel 2.6. Inflasi Tahunan Jawa Barat Menurut Kota dan Kelompok Barang dan Jasa (%)...... ......... 44 Tabel 3.1. Empat Kabupaten/Kota dengan Rasio NPL Tertinggi......................... ............................... 58 Tabel 3.2. Empat Kabupaten/Kota dengan Rasio NPL Terendah.................. ..................................... 58 Tabel 4.1. Realisasi APBD Pemerintah Provinsi Jawa Barat Triwulan III-2008...................................... 66 Tabel 4.2. APBD dan APBD-P Pemerintah Provinsi Jawa Barat Tahun 2008....................................... 67 Tabel 4.3. Realisasi Pendapatan Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Barat Triwulan II dan III Tahun

2008............................................................................................................................... 68 Tabel 4.4. Realisasi Belanja Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Barat Triwulan II dan III Tahun

2008............................................................................................................................... 69 Tabel 4.5. Lima Program Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan Jumlah Anggan Terbesar.............. 70 Tabel 4.6. APBD Pemerintah Provinsi Jawa Barat Tahun 2008 dan 2009........................................... 74 Tabel 4.7. Dana Tugas Pembantuan Provinsi Jawa Barat tahun 2009................................................ 75 Tabel 4.8. Dana Dekonsentrasi Provinsi Jawa Barat Tahun 2009....................................................... 75 Tabel 5.1. Perkembangan Outflow Uang Kertas dan Uang Logam melalui Bank Indonesia Bandung. 78 Tabel 5.2. Perkembangan Transaksi Kliring Lokal Rata-rata per Bulan di Jawa Barat (Rp Triliun) ........ 81 Tabel 5.3. Perkembangan Transaksi RTGS di Jawa Barat .................................................................. 81 Tabel 6.1. Saldo Bersih Jumlah Karyawan Triwulan IV-2008 ........................................................... 87 Tabel 6.2. Nilai Tukar Petani di Jawa Barat Bulan September dan November 2008 (2007 = 100) ...... 88 Tabel 6.3. Nilai Tukar Petani per Subsektor di Jawa Barat Bulan September dan November 2008

(2007 = 100) .................................................................................................................. 89 Tabel 6.4. Perbandingan NTP di 5 Provinsi di Pulau Jawa Bulan September dan November 2008

(2007 = 100) .................................................................................................................. 89

v

Page 9: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1.1. Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Provinsi Jawa Barat....................................................... 6 Grafik 1.2. Indeks Keyakinan Konsumen ........................................................................................... 7 Grafik 1.3. Komponen Indeks Ekspektasi ..................................................................................... 8 Grafik 1.4. Komponen Indeks Keyakinan Saat Ini............................................................................... 8 Grafik 1.5. Konsumsi Bahan Bakar ................................................................................................... 8 Grafik 1.6. Penjualan Perlengkapan Rumah Tangga........................................................................... 9 Grafik 1.7. Penjualan Pakaian dan Perlengkapannya.......................................................................... 9 Grafik 1.8. Posisi Baki Debet Kredit Konsumsi Bank Umum di Jawa Barat ....................................... 9 Grafik 1.9. Penyaluran Kredit Baru untuk Penggunaan Konsumsi oleh Bank Umum di Jawa Barat ...... 9 Grafik 1.10. Relisasi Investasi di Jawa Barat Berdasarkan Nilai .............................................................. 10 Grafik 1.11. Realisasi Investasi di Jawa Barat Berdasarkan Jumlah Proyek ............................................. 10 Grafik 1.12. Porsi Realisasi Investasi Berdasarkan Investor .................................................................... 11 Grafik 1.13. Impor Barang Modal........................................................................................................ 12 Grafik 1.14. Impor Barang Modal Utama ............................................................................................ 12 Grafik 1.15. Penjualan Semen di Jawa Barat........................................................................................ 12 Grafik 1.16. Penjualan Perlengkapan Konstruksi.................................................................................. 12 Grafik 1.17. Posisi Penyaluran Kredit Investasi oleh Bank Umum di Jawa Barat..................................... 13 Grafik 1.18. Penyaluran Kredit Baru Jenis Penggunaan Investasi oleh Bank Umum di Jawa Barat.......... 13 Grafik 1.19. Nilai dan Volume Ekspor Jawa Barat ................................................................................ 14 Grafik 1.20. Nilai dan Volume Impor Jawa Barat.................................................................................. 14 Grafik 1.21. Nilai dan Volume Ekspor Mesin dan Pesawat Mekanik, Perlengkapan Elektronik dan

Bagiannya ....................................................................................................................... 15 Grafik 1.22. Nilai dan Volume Ekspor Tekstil dan Barang dari Tesktil.................................................... 15 Grafik 1.23. Nilai dan Volume Impor Mesin dan Pesawat Mekanik, Perlengkapan Elektronik dan

Bagiannya ....................................................................................................................... 15 Grafik 1.24. Nilai dan Volume Impor Kendaraan, Pesawat Terbang, Kendaraan dan Perlengkapannya . 15 Grafik 1.25. Nilai Ekspor Jawa Barat Berdasarkan Negara Tujuan ......................................................... 16 Grafik 1.26. Luas Panen per Musim Tanam Padi Jawa Barat................................................................. 17 Grafik 1.27. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Pertanian ............................. 19 Grafik 1.28. Nilai dan Volume Ekspor Mesin dan Pesawat Mekanik, Perlengkapan Elektronik dan

Bagiannya Serta Kendaraan, Pesawat Terbang, Kendaraan dan Perlengkapannya............. 20 Grafik 1.29. Nilai dan Volume Ekspor Produk Tekstil dan Barang dari Tesktil serta Alas Kaki, Tutup

Kepala, Payung dan Bunga Tiruan.................................................................................... 20 Grafik 1.30. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Industri Pengolahan ............. 21 Grafik 1.31. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Perdagangan, Hotel dan

Restoran........................... ............................................................................................... 22 Grafik 1.32. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Konstruksi ........................... 23 Grafik 1.33. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Pengangkutan dan

Komunikasi ..................................................................................................................... 25 Grafik 1.34. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih.... 26 Grafik 1.35. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Jasa Dunia Usaha dan Sosial. 26 Grafik 1.36. Metode Analisa Penelitian ................................................................................................ 28 Grafik 2.1. Inflasi Triwulanan Jawa Barat dan Nasional ...................................................................... 32 Grafik 2.2. Inflasi Tahunan Jawa Barat dan Nasional.......................................................................... 32 Grafik 2.3. Perkembangan Harga Komoditas-komoditas Internasional................................................ 33 Grafik 2.4. Inflasi Bulanan Jawa Barat dan Nasional........................................................................... 33 Grafik 2.5. Perkembangan Harga Barang dan Jasa Menurut Pengusaha............................................. 34 Grafik 2.6. Ekspektasi Pedagang Eceran terhadap Harga Barang dan Jasa.......................................... 34 Grafik 2.7. Ekspektasi Konsumen terhadap Harga Barang dan Jasa.................................................... 34 Grafik 2.8. Ekspektasi Konsumen terhadap Pendapatan dan Konsumen............................................. 35 Grafik 2.9. Inflasi dan Andil Inflasi Jawa Barat Triwulanan Menurut Kelompok Barang dan Jasa

Triwulan IV-2008............................................................................................................. 36

vi

Page 10: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

Grafik 2.10. Inflasi Triwulanan Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau di Jawa Barat .............................................................................................................................. 36

Grafik 2.11. Inflasi Triwulanan Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau di Jawa Barat Menurut Subkelompok Triwulan IV-2008... ..................................................................... 36

Grafik 2.12. Inflasi Triwulanan Kelompok Bahan Makanan di Jawa Barat ............................................ 37 Grafik 2.13. Inflasi Triwulanan Kelompok Bahan Makanan di Jawa Barat Menurut Subkelompok

Triwulan IV-2008 ............................................................................................................ 37 Grafik 2.14. Inflasi Triwulanan Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga di Jawa Barat ............... 38 Grafik 2.15. Inflasi Triwulanan Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga di Jawa Barat Menurut

Subkelompok Triwulan IV-2008 ...................................................................................... 38 Grafik 2.16. Inflasi Triwulanan Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan di Jawa Barat. 39 Grafik 2.17. Inflasi Triwulanan Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan di Jawa Barat

Menurut Subkelompok Triwulan IV-2008 ........................................................................ 39 Grafik 2.18. Pergerakan Harga Minyak WTI.......................................................................................... 39 Grafik 2.19. Inflasi dan Andil Inflasi Triwulanan di Jawa Barat Menurut Kota Triwulan IV-2008 ........... 41 Grafik 2.20. Inflasi Tahunan di Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa Tahun 2008 .............. 42 Grafik 2.21. Inflasi dan Andil Inflasi Tahunan di Jawa Barat Menurut Kota Triwulan IV-2008 ............... 44 Grafik 3.1. Perkembangan Aset, DPK dan Kredit Bank Umum Konvensional...................................... 53 Grafik 3.2. Perkembangan LDR dan NPL Bank Umum Konvensional .................................................. 53 Grafik 3.3. Perkembangan Penghimpunan DPK Bank Umum Konvensional Berdasarkan Jenis

Simpanan ....................................................................................................................... 54 Grafik 3.4. Pangsa Penghimpunan DPK Bank Umum Konvensional Berdasarkan Kelompok Bank

Triwulan IV-2008 ............................................................................................................ 54 Grafik 3.5. Pangsa DPK Bank Umum Konvensional Berdasarkan Golongan Pemilik Triwulan IV-2008. 54 Grafik 3.6. Perkembangan DPK Bank Umum Konvensional Berdasarkan Golongan Pemilik................ 54 Grafik 3.7. Perkembangan Kredit Bank Umum di Jawa Barat ............................................................ 55 Grafik 3.8. Perkembangan Kredit Bank Umum Berdasarkan Kelompok Bank..................................... 55 Grafik 3.9. Pangsa Penyaluran Kredit Bank Umum Konvensional Berdasarkan Jenis Penggunaan

Triwulan IV-2008......................................... ................................................................... 55 Grafik 3.10. Perkembangan Kredit Bank Umum Konvensional Berdasarkan Jenis Penggunaan............. 55 Grafik 3.11. Pangsa Penyaluran Kredit Bank Umum Konvensional Terbesar Berdasarkan Sektor

Ekonomi Triwulan IV-2008.............................................................................................. 56 Grafik 3.12. Perkembangan Penyaluran Kredit Bank Umum Konvensional Terbesar Berdasarkan

Sektor Ekonomi .............................................................................................................. 56 Grafik 3.13. Perkembangan Kredit oleh Bank Umum Konvensional di Jawa Barat dan Kredit yang

Berlokasi di Jawa Barat.................................................................................................... 57 Grafik 3.14. Pangsa Kredit yang Berlokasi di Jawa Barat Berdasarkan Jenis Penggunaan Triwulan IV-

2008 .............................................................................................................................. 57 Grafik 3.15. Sektor Ekonomi Dominan Penyerap Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek ............................. 57 Grafik 3.16. Perkembangan Penyaluran Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek di Kabupaten/Kota Triwulan

IV-2008........................................................................................................................... 57 Grafik 3.17. Perkembangan Persetujuan Kredit Baru oleh Bank Umum Konvensional .......................... 58 Grafik 3.18. Perkembangan Kredit MKM Bank Umum Konvensional Menurut Kelompok Bank............ 59 Grafik 3.19. Perkembangan Kredit MKM Bank Umum Konvensional Menurut Jenis

Penggunaan......................................................................................................... ........... 59 Grafik 3.20. Perkembangan Kredit MKM Bank Umum Konvensional Menurut Plafon ......................... 59 Grafik 3.21. Distribusi Kredit MKM Bank Umum Konvensional Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan

IV-2008 .......................................................................................................................... 60 Grafik 3.22. Distribusi Kredit MKM Bank Umum Konvensional Berdasarkan Kabupaten/Kota Triwulan

IV-2008 .......................................................................................................................... 60 Grafik 3.23. Perkembangan Gross NPL Kredit MKM dan Gross NPL Total Kredit Bank Umum

Konvensional................................................................................................................... 60 Grafik 3.24. Perkembangan Kredit MKM yang Berlokasi di Jawa Barat ................. .............................. 60 Grafik 3.25. Perkembangan Kinerja Bank Umum Konvensional yang Berkantor Pusat di Jawa Barat .... 61 Grafik 3.26. Perkembangan Indikator Bank Umum Syariah ................................................................. 62 Grafik 3.27. Perkembangan Indikator Bank Perkreditan Rakyat ........................................................... 62

vii

Page 11: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

viii

Grafik 4.1. Pertumbuhan dan Jumlah Simpanan milik Pemerintah Daerah di Perbankan Jawa Barat ... 68 Grafik 4.2. Pertumbuhan Giro milik Pemerintah Daerah di Perbankan Jawa Barat .............................. 70 Grafik 4.3. Pertumbuhan dan Jumlah Giro milik Pemerintah Daerah di Perbankan Jawa Barat............ 70 Grafik 5.1. Perkembangan Inflow dan Outflow Uang Kartal di Jawa Barat ......................................... 78 Grafik 5.2. Perkembangan PTTB Kantor Bank Indonesia Bandung...................................................... 79 Grafik 6.1. Perkembangan Angkatan Kerja Jawa Barat ...................................................................... 84 Grafik 6.2. Penduduk 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Sektor Ekonomi................................ 85 Grafik 6.3. Penduduk 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama.................... 85 Grafik 6.4. Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja di Jawa Barat (SB/%) ........................................ 86 Grafik 7.1. Ekspektasi Realisasi Kegiatan Dunia Usaha ....................................................................... 91 Grafik 7.2. Ekspektasi Pedagang Eceran terhadap Harga Barang dan Jasa.......................................... 93 Grafik 7.3. Ekspektasi Konsumen terhadap Perkembangan Harga Barang dan Jasa............................ 93

Page 12: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

TABEL INDIKATOR EKONOMI JAWA BARAT I. MAKRO

2007 2008 INDIKATOR Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV*

PDRB - harga konstan (Rp Miliar)* 70.680 70.236 71.351 74.143 74.833

- Pertanian 9.090 10.400 9.400 10.208 8.508

- Pertambangan & Penggalian 1.510 1.450 1.385 1.454 1.388

- Industri Pengolahan 30.890 30.711 33.156 33.836 35.409

- Listrik. Gas. dan Air Bersih 1.570 1.563 1.476 1.456 1.494

- Bangunan 2.130 2.185 2.269 2.382 2.391

- Perdagangan. Hotel. dan Restoran 15.710 14.170 13.465 14.260 14.906

- Pengangkutan dan Komunikasi 3.040 3.037 3.264 3.395 3.359

- Keuangan. Persewaan. dan Jasa 2.050 2.032 2.255 2.378 2.531

- Jasa 4.690 4.688 4.680 4.773 4.847

Pertumbuhan PDRB (yoy %) 7,27 7,13 4,68 6,48 5,90

Ekspor-Impor** 1.768,92 1.687,56 2.140,62 2.037,24 1.401,49

Nilai Ekspor Nonmigas (USD Juta) 3.077,29 4.729,71 5.040,62 3.622,39 3.521,28

Volume Ekspor Nonmigas (ribu ton) 1.568,05 2.013,26 1.925,68 1.403,86 1.148,91

Nilai Impor Nonmigas (USD Juta) 1.308,37 3.042,15 2.900 1.585,16 2.119,79

Volume Impor Nonmigas (ribu ton) 377,79 891,07 789 322,91 529,69

Indeks Harga Konsumen*** 155,69 160,63 167,71 113,37 113,54

- Kota Bandung 157,96 162,40 171,84 112,78 112,70

- Kota Bekasi 152,62 157,67 163,95 112,68 112,71

- Kota Bogor 156,38 162,46 167,13 115,47 116,00

- Kota Sukabumi 151,81 155,98 161,74 112,83 114,32

- Kota Cirebon 149,62 154,52 161,94 116,96 117,18

- Kota Tasikmalaya 165,09 169,34 177,24 113,68 115,07

- Kota Depok NA NA NA 113,70 113,91

Laju Inflasi Tahunan (yoy %)*** 5,10 6,88 11,83 12,30 11,11

- Kota Bandung 5,25 7,00 13,52 10,31 10,23

- Kota Bekasi 4,65 6,62 11,17 10,07 10,10

- Kota Bogor 4,50 6,58 9,61 13,67 14,20

- Kota Sukabumi 4,34 7,09 12,03 9,94 11,39

- Kota Cirebon 7,87 8,17 13,19 13,93 14,14

- Kota Tasikmalaya 7,72 6,52 11,53 10,71 12,07

- Kota Depok NA NA NA 11,49 11,70

Keterangan: * Proyeksi KBI Bandung ** Data Ekspor-Impor Triwulan IV-2008 adalah data bulan Oktober s.d. November 2008 ** Data IHK Triwulan III-2008 menggunakan Tahun Dasar 2007

ix

Page 13: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

II. PERBANKAN

Tw. IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

Bank Umum

Total Aset (Rp Triliun) 136,39 133,59 139,72 145,03 154,91

DPK (Rp Triliun) 105,57 101,76 105,98 107,03 117,76

- Tabungan (Rp Triliun) 37,78 36,58 39,44 39,94 42,09

- Giro (Rp Triliun) 22,03 22,25 23,01 21,88 22,99

- Deposito (Rp Triliun) 45,77 42,93 43,53 45,22 52,68

Kredit (Rp Triliun) - berdasarkan lokasi proyek *) 122,52 127,22 140,15 151,22 163,33

- Investasi 19,19 19,39 20,79 22,68 25,30

- Modal Kerja 56,22 58,13 65,04 70,37 78,75

- Konsumsi 47,11 49,70 54,32 58,18 59,27

Kredit (Rp Triliun) - berdasarkan lokasi kantor cabang 69,74 70,98 77,92 82,86 87,35

- Modal Kerja 29,98 30,36 34,31 36,97 39,95

- Investasi 7,3 7,39 8,08 8,69 9,22

- Konsumsi 32,46 33,22 35,53 37,20 38,18

- LDR (%) 66,06 69,75 73,52 77,42 74,18

Rasio NPL Gross (%) 3,44 3,78 3,63 3,57 3,52

Rasio NPL Net (%) 1,66 2,06 1,72 1,5 1,43

Kredit MKM (triliun Rp) 54,76 55,82 60,77 63,85 65,27

Kredit Mikro (< Rp50 juta) (triliun Rp) 24,16 24,18 25,26 26,28 26,14

- Kredit Modal Kerja 2,99 3,27 3,76 4,22 4,21

- Kredit Investasi 0,59 0,41 0,48 0,45 0,45

- Kredit Konsumsi 20,58 20,50 21,02 21,61 21,47

Kredit Kecil (Rp50 juta s.d. Rp 500 juta) (triliun Rp) 15,56 16,38 18,61 20,19 21,33

- Kredit Modal Kerja 5,17 5,31 5,87 6,25 6,36

- Kredit Investasi 0,87 0,82 0,88 0,96 0,98

- Kredit Konsumsi 9,52 10,25 11,85 12,98 13,99

Kredit Menengah (Rp500 juta s.d.Rp5 miliar) (triliun Rp) 15,04 15,26 16,90 17,37 17,81

- Kredit Modal Kerja 10,78 10,84 12,07 12,38 12,76

- Kredit Investasi 2,16 2,22 2,46 2,66 2,73

- Kredit Konsumsi 2,1 2,20 2,38 2,33 2,31

Total Kredit MKM (triliun Rp) 54,76 55,82 60,77 63,85 65,27

Rasio NPL MKM gross (%) 3,41 3,71 3,55 3,32 3,06

Bank Umum Syariah *)

Total Aset (Rp Triliun) 4,07 4,05 4,73 4,91 4,91

DPK (Rp Triliun) 3,14 3,19 3,73 3,65 3,65

- Giro (Rp Triliun) 0,28 0,26 0,44 0,32 0,32

- Deposito (Rp Triliun) 1,35 1,47 1,62 1,63 1,63

- Tabungan (Rp Triliun) 1,52 1,46 1,66 1,71 1,71

Pembiayaan (Rp Triliun) - berdasarkan lokasi kantor cabang 2,84 2,95 3,07 3,37 3,37

- Modal Kerja 1,65 1,67 1,75 1,86 1,86

- Investasi 0,63 0,57 0,52 0,57 0,57

- Konsumsi 0,56 0,75 0,80 0,93 0,93

- FDR 90,34 92,34 82,28 92,21 92,21

BPR

Total Aset (Rp Triliun) 4,82 5,00 5,29 5,71 5,86

DPK (Rp Triliun) 3,31 3,52 3,64 3,88 4,03

- Tabungan (Rp Triliun) 0,74 0,78 0,83 0,79 0,90

- Deposito (Rp Triliun) 2,57 2,74 2,81 3,09 3,13

Kredit (Rp Triliun) - berdasarkan lokasi proyek 2,86 3,68 4,07 4,43 4,40

- Modal Kerja 1,62 2,06 2,22 2,46 2,43

- Investasi 0,15 0,15 0,15 0,16 0,15

- Konsumsi 1,10 1,47 1,70 1,80 1,82

Kredit MKM (triliun Rp) 2,86 3,68 4,07 4,43 4,40

*) Data bulan November 2008

Indikator2007 2008

x

Page 14: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

III. SISTEM PEMBAYARAN

Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV

Transaksi Tunai

Posisi Kas Gabungan (Rp Triliun) 4,74 3,66 1,90 0,95 3,11

Inflow (Rp Triliun) 5,85 1,43 2,72 4,75 5,68

Outflow (Rp Triliun) 3,75 3,66 1,54 3,75 2,03

Pemusnahan Uang (Jutaan lembar/keping) 114,93 146,69 127,22 114,05 155,88

Transaksi Non Tunai

BI-RTGS

Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp Triliun) 164,27 155,09 143,79 140,44 156,30

Volume Transaksi BI-RTGS 215.231 198.876 188.469 164.434 217.398

Rata-rata Harian Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp Triliun) 2,74 2,63 2,44 2,27 2,69

Rata-rata Harian Volume Transaksi BI-RTGS 3.587 3.371 3.194 2.652 3.748

Kliring

Nominal Perputaran Kliring (triliun Rp) 22,41 22,92 24,81 26,76 24,48

Volume Perputaran Kliring 1.096.667 1.167.549 1.127.945 1.148.823 1.017.938

Rata-rata Harian Nominal Perputaran Kliring (triliun Rp) 0,38 0,39 0,39 0,43 0,42

Rata-rata Harian Volume Perputaran Kliring 18.588 19.789 17.904 18.529 17.551

Indikator2007 2008

xi

Page 15: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

RINGKASAN EKSEKUTIF

Page 16: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

RINGKASAN EKSEKUTIF

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO

Ekonomi Jawa Barat triwulan IV-2008

diperkirakan tumbuh 5,90% (yoy) .

Krisis keuangan global yang melanda dunia diperkirakan mulai terasa dampaknya terhadap perekonomian Jawa Barat pada triwulan IV-2008. Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan tersebut diperkirakan sebesar 5,90% (yoy), lebih rendah dibandingkan laju pertumbuhan pada triwulan III-2008 yang sebesar 6,38% (yoy).

Dari sisi permintaan, perlambatan

pertumbuhan ekonomi Jawa Barat terutama

dipicu oleh melambatnya konsumsi rumah tangga

dan kinerja ekspor.

Dari sisi permintaan, dampak krisis global diperkirakan mulai mempengaruhi kinerja ekspor Jawa Barat. Hal ini terlihat dari tren penurunan nilai dan volume ekspor sejak Oktober 2008. Sementara, di sisi konsumsi yang merupakan motor penggerak perekonomian diperkirakan mengalami perlambatan. Hal ini antara lain disebabkan oleh penurunan permintaan pasca bulan Ramadhan yang untuk tahun ini jatuh lebih awal, yaitu pada triwulan III-2008. Selain itu, ketidakpastian atas kondisi perekonomian ke depan juga menyebabkan perlambatan konsumsi dan di sisi lain mengakibatkan penurunan investasi terutama pihak asing.

Dari sisi penawaran, perlambatan terjadi pada

dua sektor dominan, di Jawa Barat, yaitu sektor

pertanian serta perdagangan, hotel, dan

restoran.

Dari sisi penawaran, perlambatan pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh penurunan kinerja pada dua sektor dominan di Jawa Barat. Sektor pertanian diperkirakan mengalami kontraksi akibat faktor musiman berupa kekeringan serta penurunan luas lahan panen selama periode September – Desember 2008 dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Sektor perdagangan, hotel, dan restoran juga diperkirakan mengalami perlambatan, terutama pada subsektor perdagangan besar dan eceran, sejalan dengan perlambatan konsumsi rumah tangga. Sementara itu, ekspor kelompok tekstil dan barang dari tekstil mengalami penurunan.

PERKEMBANGAN INFLASI

Inflasi triwulan IV-2008 di Jawa Barat melambat

dibandingkan triwulan sebelumnya.

Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Harga komoditas di pasar internasional mengalami penurunan sejak semester kedua 2008 seiring dengan pelemahan permintaan di pasar internasional. Pada triwulan IV-2008, inflasi Jawa Barat melambat jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Secara triwulanan, inflasi mencapai 0,15% (qtq) dan secara tahunan mencapai 11,11% (yoy). Namun demikian, inflasi tahunan Jawa Barat tersebut masih lebih tinggi dibandingkan tahun 2007 (5,10%). Perlambatan inflasi pada triwulan laporan disebabkan berkurangnya tekanan permintaan terutama terhadap komoditas pada kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau serta kelompok bahan makanan, pasca bulan Ramadhan di triwulan III-2008. Selain itu, penurunan harga BBM sebanyak dua kali pada triwulan IV-2008, ternyata dapat mengurangi tekanan inflasi.

Perkembangan inflasi selama tahun 2008

terutama diwarnai oleh faktor eksternal

Sejak awal tahun hingga periode triwulan III-2008 faktor eksternal telah mendorong laju inflasi Jawa Barat melalui kenaikan harga komoditas di pasar internasional seperti minyak bumi, CPO, gandum, emas, dan kedelai. Kenaikan harga komoditas minyak dunia selanjutnya mempengaruhi kenaikan administered price sehingga inflasi Jawa Barat meningkat. Namun, pada triwulan IV-2008 harga komoditas-komoditas internasional menurun akibat penurunan permintaan dunia dan berkurangnya tekanan permintaan domestik pasca bulan Ramadhan di triwulan III-2008, menyebabkan inflasi Jawa Barat juga mengalami perlambatan.

2

Page 17: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

RINGKASAN EKSEKUTIF

PERKEMBANGAN PERBANKAN

Perkembangan perbankan di Jawa Barat menunjukkan

pertumbuhan ke arah yang lebih baik.

Dari sisi pembiayaan, pengaruh krisis global semakin terasa pada perbankan terutama pada triwulan laporan tercermin dari pertumbuhan kredit yang menurun dari 6,35% (qtq) menjadi sebesar 4,98% (qtq). Fungsi intermediasi perbankan, yang tercermin dari indikator loan to deposit ratio (LDR), juga mengalami sedikit penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Namun risiko kredit, yang tercermin dari non performing loan (NPL), masih cukup terkendali. Secara tahunan, perkembangan perbankan di Jawa Barat pada triwulan IV-2008, yang tercermin pada beberapa indikator seperti aset, penghimpunan dana masyarakat (DPK), dan penyaluran kredit masih menunjukkan angka pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya.

Aset perbankan Jawa Barat tumbuh 6,67% (qtq)

atau 14,27% (yoy).

Aset perbankan Jawa Barat pada triwulan IV-2008 tumbuh 6,67% (qtq) atau 14,27% (yoy) mencapai Rp166,02 triliun. Sebagian besar aset perbankan (93,30%) di Jawa Barat merupakan aset bank umum konvensional.

DPK tumbuh 9,99% (qtq) atau 12,26% (yoy).

Dana pihak ketiga (DPK) yang dihimpun bank umum konvensional di Jawa Barat pada triwulan ini tumbuh 9,77% (qtq) atau 12,26% (yoy) mencapai Rp125,76 triliun. Perkembangan ini didorong oleh naiknya simpanan baik dalam bentuk giro, tabungan, dan deposito yang diperkirakan sebagai akibat dari meningkatnya preferensi masyarakat untuk menabung sehubungan dengan tingkat suku bunga perbankan yang dirasakan masih cukup tinggi.

Kredit yang disalurkan tumbuh 4,98% (qtq) atau

25,08% (yoy).

Kredit yang disalurkan perbankan di Jawa Barat pada triwulan IV-2008 tumbuh 4,98% (qtq) atau 25,08% (yoy) mencapai Rp95,17 triliun. Pertumbuhan kredit yang lebih rendah dibandingkan dengan dana yang dihimpun bank umum konvensional di Jawa Barat menyebabkan loan to deposit ratio (LDR) perbankan turun dari 79,13% pada triwulan III-2008 menjadi 75,68% pada triwulan IV-2008. Realisasi kredit baru pada triwulan IV-2008 mengalami penurunan jika dibandingkan dengan triwulan III-2008 karena tingkat suku bunga kredit yang dirasakan masih cukup tinggi. Hal ini menyebabkan bank semakin selektif dalam menyalurkan kredit dan pelaku usaha lebih berhati-hati dalam pengajuan kredit.

Perkembangan tujuh bank umum yang berkantor

pusat di Jawa Barat terus meningkat.

Perkembangan tujuh bank umum konvensional yang berkantor pusat di Jawa Barat terus menunjukkan peningkatan. Aset ketujuh bank tersebut tumbuh 1,54% (qtq) atau 16,56% (yoy) mencapai Rp46,52 triliun. Kredit tumbuh sebesar 3,24% (qtq) atau 28,59% (yoy) mencapai Rp31,07 triliun. Di sisi lain, DPK turun sebesar 3,95% (qtq), namun secara tahunan masih tumbuh 15,24% (yoy) menjadi Rp36,48 triliun. Beberapa indikator kinerja bank lainnya seperti rasio efisiensi antara biaya operasional dan pendapatan operasional (BOPO), net interest income (NII) dan return on asset (ROA) bank-bank tersebut masih menunjukkan perkembangan yang baik dengan risiko kredit masih tetap rendah dan terkendali.

PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN

Transaksi sistem pembayaran menunjukkan peningkatan dibandingkan

triwulan sebelumnya.

Kegiatan sistem pembayaran di Jawa Barat pada triwulan IV-2008 menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Jumlah aliran uang masuk (inflow) ke Kantor Bank Indonesia di wilayah Jawa Barat, meningkat 19,52% (qtq) menjadi Rp5,68 triliun, sebaliknya jumlah aliran uang keluar (outflow) turun 45,98% menjadi Rp2,03 triliun.

3

Page 18: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

RINGKASAN EKSEKUTIF

Sejak pertengahan Oktober 2008, penyaluran uang kartal pecahan kecil dilakukan langsung oleh

Bank Indonesia.

Sementara itu, untuk transaksi kliring, rata-rata nominal dan volume transaksi per bulan turun masing-masing 4,67% (qtq) menjadi Rp8,16 triliun dan 10,58% menjadi 339.313 warkat. Sebaliknya, rata-rata nominal dan volume transaksi pembayaran melalui BI-RTGS per bulan meningkat masing-masing sebesar 11,30% (qtq) menjadi Rp52,10 triliun dan 32,21% menjadi sebanyak 72.466 transaksi.

Sejak tanggal 17 Oktober 2008, Perusahaan Penukaran Uang Pecahan Kecil (PPUPK) tidak lagi melakukan kegiatan penyaluran uang kartal pecahan kecil kepada masyarakat. Bagi masyarakat yang ingin menukar uangnya dengan uang kartal pecahan kecil, KBI Bandung membuka loket penukaran uang setiap hari Senin hingga Kamis dan menyediakan kas keliling untuk wilayah Bandung secara mingguan dan untuk wilayah Sumedang, Garut, Cianjur, Sukabumi, Purwakarta, dan Subang secara dwi mingguan.

PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

Realisasi belanja daerah pemerintah provinsi Jawa

Barat pada triwulan III-2008 mencapai 64,20%

dan diprediksi akan mencapai 90%-95%

hingga akhir tahun 2008

Keuangan daerah yang bersumber dari APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Pemerintah Daerah) mampu menopang pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan ini. Secara nominal realisasi belanja daerah meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya, walaupun demikian proporsi realisasi belanja daerah tidak mengalami perbaikan yang signifikan. Realisasi belanja pemerintah daerah (baik di provinsi maupun kabupaten/kota) di Jawa Barat pada triwulan IV-2008 juga diperkirakan mengalami peningkatan yang signifikan. Hal ini diindikasikan oleh penurunan posisi giro milik pemerintah daerah di perbankan Jawa Barat pada bulan November dan Desember 2008.

Realisasi pendapatan tahun 2008 diperkirakan

meningkat karena hingga triwulan III-2008 realisasi

pendapatan telah mencapai 96,78%.

Penerimaan pemerintah provinsi Jawa Barat diperkirakan akan melebihi target APBD 2008 yang terlihat dari realisasi pendapatan hingga triwulan III-2008 telah mencapai 96,78%. Peningkatan realisasi pendapatan disebabkan oleh besarnya pendapatan asli daerah yang berasal dari pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama kendaraan bermotor, dibandingkan tahun sebelumnya.

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

Kondisi ketenagakerjaan di Jawa Barat menunjukkan

perkembangan yang baik hingga Agustus 2008.

Hingga triwulan III-2008, krisis ekonomi global tampaknya belum berdampak terhadap ketenagakerjaan Jawa Barat. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, kondisi ketenagakerjaan di Jawa Barat per Agustus 2008 mengalami perkembangan yang baik dibandingkan Agustus 2007, yang ditandai oleh peningkatan jumlah angkatan kerja di Jawa Barat, peningkatan persentase masyarakat yang bekerja, dan penurunan tingkat pengangguran terbuka dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Penurunan kondisi ketenagakerjaan

diperkirakan terjadi di triwulan IV-2008.

Krisis ekonomi global diperkirakan mulai mempengaruhi kondisi ketenagakerjaan di Jawa Barat pada triwulan IV-2008. Khusus pada triwulan IV-2008, kondisi ketenagakerjaan diperkirakan mengalami penurunan. Hal ini diindikasikan oleh hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) triwulan IV-2008, yang menginformasikan penurunan jumlah karyawan pada perusahaan-perusahaan yang disurvei selama triwulan IV-2008 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Secara sektoral, penurunan jumlah karyawan terjadi pada sektor pertambangan dan penggalian, listrik, gas, dan air bersih, serta sektor perdagangan, hotel, dan restoran.

Tingkat kesejahteraan Dari sisi kesejahteraan, tingkat kesejahteraan petani Jawa Barat pada

4

Page 19: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

RINGKASAN EKSEKUTIF

5

petani relatif tidak banyak mengalami perubahan.

triwulan IV-2008 relatif tidak banyak mengalami perubahan dibandingkan kondisi pada triwulan sebelumnya. Hal ini antara lain tercermin dari Nilai Tukar Petani (NTP) Jawa Barat yang hanya mengalami sedikit peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Dari lima subsektor yang diamati, kenaikan NTP hanya terjadi pada subsektor Tanaman Pangan dan Peternakan. Sementara itu, tiga subsektor lainnya, yaitu subsektor Hortikultura, Tanaman Perkebunan Rakyat, dan Perikanan mengalami penurunan NTP. Penurunan NTP pada subkelompok tanaman perkebunan rakyat terkait dengan kecenderungan semakin menurunnya harga komoditas perkebunan di pasar internasional.

PROSPEK PEREKONOMIAN

Perekonomian Jawa Barat triwulan I-2009

diperkirakan tumbuh melambat,berkisar antara

5,20%-5,60% (yoy).

Perkembangan perekonomian Jawa Barat diperkirakan akan semakin melambat, pada triwulan I-2009, seiring dengan semakin terasanya imbas krisis keuangan global. Secara tahunan, laju pertumbuhan ekonomi diperkirakan melambat dengan kisaran 5,20%-5,60% (yoy). Di sisi permintaan, faktor utama perlambatan pertumbuhan ekonomi dipicu oleh perlambatan di sektor konsumsi dan ekspor, akibat pelemahan daya beli luar negeri serta respons masyarakat terhadap kondisi perekonomian ke depan yang penuh ketidakpastian. Sementara dari sisi penawaran, perlambatan pertumbuhan ekonomi terutama disebabkan oleh penurunan kinerja industri pengolahan.

Inflasi pada triwulan I-2009 diperkirakan akan

mengalami peningkatan, walaupun secara tahunan

akan melambat.

Pada triwulan I-2009, inflasi Jawa Barat diperkirakan akan meningkat secara triwulanan, yaitu berkisar antara 0,80% hingga 1,30% (qtq), namun secara tahunan melambat pada kisaran 8,5% hingga 9,5% (yoy). Tekanan inflasi pada awal triwulan I-2009 berasal dari kenaikan harga beras dan peningkatan permintaan menjelang pemilihan umum legislatif. Namun demikian, di akhir triwulan tekanan inflasi akan berkurang sehubungan penurunan harga komoditas-komoditas internasional dan meningkatnya pasokan beras (panen padi).

Page 20: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 1 KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

Page 21: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

6

Krisis keuangan global yang melanda dunia diperkirakan mulai berdampak terhadap

perekonomian Provinsi Jawa Barat pada triwulan IV-2008. Hal ini terlihat dari laju

pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan IV-2008 yang diperkirakan mengalami

perlambatan dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya (Grafik 1.1).

Setelah pada triwulan sebelumnya

mencatat laju pertumbuhan yang cukup

tinggi sebesar 6,38% (yoy),

pertumbuhan pada triwulan IV-2008

diperkirakan sebesar 5,90% (yoy).

Meskipun diperkirakan mengalami

perlambatan di akhir tahun, secara

keseluruhan perekonomian Jawa Barat

pada 2008 diperkirakan masih tumbuh

cukup tinggi.

Dari sisi permintaan, kegiatan konsumsi rumah tangga sebagai penggerak ekonomi

utama diperkirakan mengalami perlambatan, baik dari sisi konsumsi makanan maupun

non makanan. Perlambatan konsumsi diakibatkan oleh adanya pergeseran waktu bulan

Ramadhan dan hari raya Idul Fitri, yang pada tahun 2007 jatuh pada triwulan IV menjadi triwulan III

pada tahun 2008. Selain itu, ketidakpastian atas kondisi perekonomian ke depan menyebabkan

perlambatan konsumsi dan penurunan investasi terutama dari penanaman modal asing.

Dari sisi penawaran, perlambatan pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh penurunan

kinerja pada dua sektor dominan di Jawa Barat. Sektor pertanian diperkirakan mengalami

kontraksi sebagai akibat dari penurunan luas lahan serta faktor musiman (kemarau). Sektor

perdagangan, hotel, dan restoran (PHR) juga diperkirakan mengalami perlambatan, terutama

terjadi pada subsektor perdagangan besar dan eceran, yang merupakan penyumbang terbesar

dalam sektor PHR. Sementara itu, sektor industri pengolahan diperkirakan masih tumbuh cukup

tinggi, khususnya pada subsektor alat angkutan, mesin, dan peralatan.

1. SISI PERMINTAAN

Dari sisi permintaan, perlambatan pertumbuhan ekonomi terutama disebabkan oleh

menurunnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Kondisi yang serupa terjadi pada

investasi, yang mengalami perlambatan. Pelemahan daya beli internasional akibat dampak krisis

global diperkirakan mulai mempengaruhi kinerja ekspor Jawa Barat ke luar negeri.

Grafik 1.1. Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Provinsi Jawa Barat

5,71%6,22% 6,42%

7,23% 7,28%

4,18%

6,38%5,90%

0,00%

2,00%

4,00%

6,00%

8,00%

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV*)

2007 2008

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat *) Proyeksi KBI Bandung

Page 22: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

7

Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Jawa Barat

Dari Sisi Permintaan (%)

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV**)Konsumsi Rumah Tangga 4,56% 5,20% 8,17% 5,17% 6,30% 6,20% 8,10% 3,72% 7,79% 3,31% 5,69%

Konsumsi Pemerintah 15,90% -12,47% 5,88% -3,14% 28,06% 5,47% -2,81% -8,09% 10,92% 12,03% 4,05%

Pembentukan Modal Tetap Bruto 4,47% 5,95% 4,89% 9,99% 11,43% 8,13% 10,58% 9,47% 11,14% 9,01% 10,04%

Ekspor Barang dan Jasa -5,02% 8,21% 3,05% 2,71% -10,53% 0,52% -14,03% -18,28% -21,79% -22,50% -19,09%

Dikurangi Impor -10,76% -6,00% 3,38% 9,29% -6,02% -0,12% -5,39% -18,38% -26,70% -28,10% -19,99%PDRB 6,01% 5,71% 6,22% 6,42% 7,23% 6,41% 7,28% 4,18% 6,38% 5,90% 5,92%

JENIS PENGGUNAAN 20062007

2007*)2008

2008**)

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat *) Angka Sementara **) Proyeksi KBI Bandung

Tabel 1.2. Kontribusi Komponen Sisi Permintaan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Jawa Barat (%)

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV**)Konsumsi Rumah Tangga 3,00% 3,40% 5,21% 3,35% 4,14% 4,03% 5,28% 2,41% 4,98% 2,16% 3,68%

Konsumsi Pemerintah 0,97% -0,78% 0,39% -0,21% 1,99% 0,37% -0,14% -0,53% 0,68% 1,02% 0,27%

Pembentukan Modal Tetap Bruto 0,78% 1,02% 0,84% 1,71% 1,99% 1,40% 1,81% 1,60% 1,97% 1,63% 1,75%

Ekspor Barang dan Jasa -3,04% 4,39% 1,65% 1,42% -6,04% 0,28% -7,68% -9,61% -11,02% -10,77% -9,80%

Dikurangi Impor -5,79% -2,80% 1,49% 3,90% -2,91% -0,06% -2,24% -7,91% -11,50% -11,90% -8,49%PDRB 6,01% 5,71% 6,22% 6,42% 7,23% 6,41% 7,28% 4,18% 6,38% 5,90% 5,92%

JENIS PENGGUNAAN 20062007

2007*)2008

2008**)

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat *) Angka Sementara **) Proyeksi KBI Bandung

1.1. Konsumsi

Konsumsi rumah tangga pada triwulan IV-2008 diperkirakan tumbuh sebesar 3,31% (yoy)

atau melambat apabila dibandingkan dengan triwulan III-2008 (7,79%) maupun triwulan

yang sama tahun sebelumnya (6,30%). Perlambatan di sisi konsumsi antara lain diakibatkan

oleh adanya pergeseran waktu bulan Ramadhan dan hari raya Idul Fitri, yang pada tahun 2007

jatuh pada triwulan IV menjadi triwulan III pada tahun 2008. Peningkatan konsumsi rumah tangga

pada triwulan IV-2008 tidak setinggi pertumbuhan periode yang sama tahun lalu. Hal ini berkaitan

dengan bergesernya bulan Ramadhan dan hari raya Idul Fitri dari triwulan IV di tahun 2007 menjadi

triwulan III pada tahun 2008. Ketidakpastian atas kondisi perekonomian ke depan turut

menyebabkan perlambatan konsumsi dan penurunan investasi terutama dari penanaman modal

asing.

Perlambatan konsumsi tersebut sejalan

dengan perkembangan indikator yang

turut mengkonfirmasi penurunan

pertumbuhan konsumsi rumah tangga, di

antaranya adalah hasil Survei Konsumen

Bank Indonesia. Indeks Keyakinan Konsumen

(IKK) di triwulan IV-2008 mengalami

penurunan dibandingkan dengan triwulan III-

2008 (Grafik 1.2). Meskipun IKK sempat

mengalami peningkatan pada awal triwulan

IV-2008 (bulan Oktober), namun pada dua

bulan berikutnya terus mengalami penurunan.

Grafik 1.2. Indeks Keyakinan Konsumen

0

20

40

60

80

100

120

140

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2006 2007 2008

Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE)

Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) Garis 100

Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Bandung.

Page 23: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

8

Penurunan keyakinan konsumen terutama dipengaruhi oleh penurunan Indeks Kondisi

Ekonomi (IKE) saat ini (Grafik 1.2). Hasil Survei Konsumen memperlihatkan bahwa penurunan

IKE terutama disebabkan oleh turunnya indeks penghasilan saat ini dibandingkan dengan posisi

pada triwulan sebelumnya (Grafik 1.4). Seiring dengan terjadinya krisis keuangan global, terjadi

penurunan atas jumlah responden yang menyatakan mengalami kenaikan penghasilan, sementara

terdapat peningkatan jumlah responden yang menyatakan penghasilan mereka tetap.

Ekspektasi konsumen juga mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya, yang dipicu oleh penurunan ekspektasi ketersediaan lapangan kerja enam

bulan ke depan (Grafik 1.3). Walaupun dua indikator ekspektasi lainnya, yaitu ekspektasi

penghasilan dan ekspektasi kondisi perekonomian mengalami peningkatan, namun drastisnya

penurunan ekspektasi ketersediaan lapangan kerja mendorong penurunan indeks ekspektasi

konsumen. Hal ini dipicu oleh kekhawatiran masyarakat terhadap terjadinya PHK. Di sisi lain, angka

ekspektasi penghasilan dan ekspektasi kondisi perekonomian mengalami peningkatan, yang

diperkirakan karena harapan oleh kenaikan UMK pada tahun 2009 serta penurunan harga BBM di

Desember 2008.

Grafik 1.3. Komponen Indeks Ekspektasi

0

20

40

60

80

100

120

140

160

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2006 2007 2008

Ekspektasi penghasilan Ekspektasi kondisi perekonomian

Garis 100 Ekspektasi ketersediaan lap. Kerja

Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Bandung.

Grafik 1.4. Komponen Indeks Keyakinan Saat ini

0

20

40

60

80

100

120

140

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2006 2007 2008

Penghasilan saat ini Pembelian durable goods Garis 100

Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Bandung

Perlambatan kegiatan konsumsi diperkirakan

terjadi baik dari sisi konsumsi makanan

maupun non makanan. Penurunan konsumsi

makanan dipengaruhi oleh tingginya konsumsi

makanan yang dilakukan oleh masyarakat pada

triwulan III-2008, terkait dengan adanya momen

bulan Ramadhan dan hari raya Idul Fitri pada

triwulan tersebut. Sedangkan penurunan di sisi

konsumsi non makanan diperkirakan terjadi akibat

pelemahan daya beli masyarakat karena

peningkatan harga barang, terkait dengan pelemahan nilai tukar rupiah. Penurunan dari sisi

konsumsi non makanan diindikasikan dari hasil Survei Penjualan Eceran, melalui penurunan

Grafik 1.5. Konsumsi Bahan Bakar

0

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

30.000

10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2007 2008

Rp Juta

Sumber: Survei Penjualan Eceran Kota Bandung (Bank Indonesia Bandung).

Page 24: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

9

penjualan bahan bakar (Grafik 1.5), penjualan perlengkapan rumah tangga (Grafik 1.6), serta

penjualan pakaian dan perlengkapannya (Grafik 1.7). Khusus untuk barang tahan lama (durable

goods), terjadi tren penurunan dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun lalu (Grafik 1.4).

Kondisi ini tercermin dari indeks pembelian durable goods (barang tahan lama) yang mengalami

trend menurun, terutama sejak Februari 2008.

Grafik 1.6. Penjualan Perlengkapan Rumah Tangga

0

500

1.000

1.500

2.000

2.500

10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2007 2008

Rp Juta

Sumber: Survei Penjualan Eceran Kota Bandung (Bank Indonesia Bandung).

Grafik 1.7. Penjualan Pakaian dan Perlengkapannya

0

1.000

2.000

3.000

4.000

10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2007 2008

Rp Juta

Sumber: Survei Penjualan Eceran Kota Bandung (Bank Indonesia Bandung).

Perlambatan pertumbuhan konsumsi juga tercermin dari pembiayaan kredit konsumsi

oleh bank umum di Jawa Barat. Realisasi kredit baru untuk penggunaan konsumsi pada triwulan

IV-2008 mengalami pertumbuhan tahunan yang negatif, yaitu sebesar -0,08% (yoy), berbeda

dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh tinggi (41,33%). Dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya, realisasi kredit baru ini secara nominal mengalami penurunan sebesar Rp2,25 triliun,

dari Rp6,66 triliun di triwulan III-2008 menjadi Rp4,42triliun. Sementara itu, outstanding kredit

konsumsi mengalami kenaikan sebesar Rp979 miliar (Grafik 1.8).

Grafik 1.8. Posisi Baki Debet Kredit Konsumsi

Bank Umum di Jawa Barat

0

10

20

30

40

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

2006 2007 2008

Rp Triliun

0

10

20

30

40%

Posisi Baki Debet Pertumbuhan (yoy)

Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), KBI Bandung.

Grafik 1.9. Penyaluran Kredit Baru untuk Penggunaan Konsumsi oleh Bank Umum di

Jawa Barat

0

2

4

6

8

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

2006 2007 2008

Rp Triliun

-10

0

10

20

30

40

50%

Realisasi Kredit Pertumbuhan (yoy)

Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), KBI Bandung.

Page 25: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

10

1.2. Investasi

Pada triwulan IV-2008, investasi di Jawa Barat diperkirakan masih tumbuh pada level

yang cukup tinggi, meskipun melambat. Laju pertumbuhan investasi pada triwulan IV-2008

sebesar 9,01%, melambat bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (11,14%) maupun

triwulan yang sama tahun lalu (11,43%). Perlambatan ini diperkirakan didorong oleh penurunan

jumlah investasi yang dilakukan oleh investor asing (PMA).

Berdasarkan data dari Badan Promosi dan Penanaman Modal Daerah (BPPMD) Jawa Barat,

total realisasi investasi tahun 2008 di Jawa Barat mencapai Rp37,76 triliun untuk periode

Januari s.d. Desember 2008. Dari 26 kabupaten/kota di Jawa Barat, realisasi investasi untuk

Penanaman Modal Asing (PMA) terjadi di 18 kabupaten/kota dengan investasi sebesar Rp34,14

triliun, dan realisasi investasi untuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) terjadi di 9

kabupaten/kota dengan investasi sebesar Rp3,62 triliun. Khusus untuk triwulan IV-2008, angka

realisasi investasi pada Oktober – November 2008 mengalami pertumbuhan yang negatif, dengan

laju pertumbuhan sebesar -41,93% (yoy). Kondisi inilah yang mendorong terjadinya perlambatan

di sisi investasi. Dibandingkan dengan triwulan III-2008, pertumbuhan ini semakin menurun,

dimana angka pertumbuhan realisasi investasi pada triwulan tersebut mencapai 37,03% (yoy).

Dibandingkan dengan realisasi investasi pada tahun 2007, angka realisasi pada tahun

2008 mengalami kenaikan sebesar Rp14,22 triliun, atau naik 60,38%. Jumlah proyek juga

mengalami kenaikan sebesar 31 buah proyek atau 9,54%, serta penyerapan tenaga kerja

mengalami kenaikan 29.764 orang atau 41,14%. Dengan target pencapaian investasi PMA/PMDN

sebesar Rp20,72 triliun, angka realisasi tersebut telah melebihi target sebesar Rp17,04 triliun atau

naik 82,24%. Realisasi investasi terbesar berada di Kabupaten Bekasi (27,08%), Kota Bogor

(27,05%), kabupaten Karawang (13,08%), Kota Bandung (7,13%), dan Kota Depok (6,95%).

Penurunan jumlah proyek terjadi pada triwulan IV-2008, dimana jumlah proyek pada periode

Oktober – November 2008 mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan III-2008, dengan

penurunan laju pertumbuhan dari -6,67% menjadi -38,46% (yoy).

Grafik 1.10. Realisasi Investasi di Jawa Barat Berdasarkan Nilai

0

2.000

4.000

6.000

8.000

10.000

12.000

14.000

16.000

18.000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112*)

2007 2008

Rp Miliar

-100

0

100

200

300

400

%

Realisasi Investasi Pertumbuhan (yoy)

Sumber: Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah Jawa Barat Keterangan: *) Angka Sementara Pertumbuhan April 2008 = 3.084% (yoy)

Grafik 1.11. Realisasi Investasi di Jawa Barat Berdasarkan Jumlah Proyek

0

10

20

30

40

50

60

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12*)

2007 2008

-100

0

100

200

%

Jumlah Proyek Pertumbuhan (yoy)

Sumber: Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah Jawa Barat *) Angka Sementara

Page 26: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

11

Berdasarkan sektor usaha, sektor yang paling diminati oleh investor adalah sektor jasa

lainnya (Tabel 1.3). Nilai investasi pada sektor ini selama tahun 2008 adalah sebesar Rp10,87

triliun atau sebesar 28,78% dari total realisasi investasi, dan hanya datang dari PMA saja. Secara

total seluruh sektor, PMA menyumbangkan investasi sebesar Rp34,14 triliun, atau 90% dari

seluruh realisasi investasi di Jawa Barat (Grafik 1.12).

Tabel 1.3. Realisasi Investasi Di Jawa Barat Menurut Sektor Usaha Tahun 2008

Nilai InvestasiSektor Primer 37,48

Tanaman Pangan & Perkebunan 7,31 Peternakan 30,18 Kehutanan - Perikanan - Pertambangan -

Sektor Sekunder 22.646,87 Industri Makanan 1.700,27 Industri Tekstil 1.703,15 Ind. Barang Dari Kulit & Alas Kaki 246,91 Industri Kayu - Industri Kertas & Percetakan 1.643,23 Industri Kimia & Farmasi 1.885,49 Industri Karet & Plastik 1.224,43 Industri Mineral Non Logam 925,34 Ind. Logam, Mesin, & Elektronik 6.008,71 Ind. Instrumen, Kedokterna, Presisi, & Optik dan Jam 6,96 Ind. Kendaraan Bermotor & Alat Transportasi Lain 4.818,69 Industri Lainnya 2.483,70

Sektor Tersier 15.077,07 Listrik, Gas, dan Air 711,00 Konstruksi 1.058,13 Perdagangan & Reparasi 1.115,54 Hotel & Restoran 411,03 Transportasi, Gudang, dan Komunikasi 804,71 Perumahan, Kawasan Ind & Perkantoran 108,75 Jasa Lainnya 10.867,91

37.761,43

Sektor Usaha

Total Sumber: Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah Jawa Barat

Grafik 1.12. Porsi Realisasi Investasi Berdasarkan Investor

 3.622 10%

34.140 90%

PMA

PMDN

Sumber: Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah Jawa Barat

Page 27: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

12

Peningkatan investasi terutama didorong oleh komponen non bangunan. Salah satu

komponen non bangunan yang meningkat yaitu barang modal, seperti mesin industri dan

perlengkapannya serta mesin industri khusus. Hal ini diperlihatkan dengan adanya peningkatan di

sisi impor barang modal (Grafik 1.13) dan barang modal utama (Grafik 1.14). Nilai impor barang

modal pada periode Januari – November 2008 mengalami pertumbuhan sebesar 42,47% (yoy),

meningkat bila dibandingkan pertumbuhan impor pada Januari – Agustus 2008 yang sebesar

26,26% (yoy). Sementara itu untuk barang modal utama, nilai impor pada periode Januari –

November 2008 mengalami pertumbuhan sebesar 43,13% (yoy), meningkat bila dibandingkan

pertumbuhan impor pada Januari – Agustus 2008 yang sebesar 23,63% (yoy).

Grafik 1.13. Impor Barang Modal

0

100

200

300

400

500

600

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011

2006 2007 2008

USD Juta

`

Sumber: Statistik Ekonomi & Keuangan Daerah (Sekda) KBI Bandung

Grafik 1.14. Impor Barang Modal Utama

0

10

20

30

40

50

60

70

1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 91011

2006 2007 2008

USD Juta

Mesin Industri & Perlengkapannya Mesin Industri Tertentu

Sumber: Statistik Ekonomi & Keuangan Daerah (Sekda) KBI Bandung

Grafik 1.15. Penjualan Semen di Jawa Barat

0

200

400

600

800

1.000

1.200

1.400

1.600

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

2007 2008

Ribu Ton

-15

-5

5

15

25

35

45

%

Penjualan Semen Pertumbuhan (yoy)

Sumber: Asosiasi Semen Indonesia.

Grafik 1.16. Penjualan Perlengkapan

Konstruksi

0

50

100

150

200

250

300

350

10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2007 2008

Rp Juta

Sumber: Survei Penjualan Eceran Kota Bandung (Bank Indonesia Bandung).

Meskipun investasi meningkat, namun pertumbuhan secara tahunan mengalami

perlambatan, terutama terjadi pada investasi bangunan. Kondisi ini diperlihatkan melalui

penjualan semen di Jawa Barat, yang mengalami penurunan jumlah penjualan, dari 1,43 juta ton di

triwulan III-2008 menjadi 1,27 juta ton di triwulan IV-2008 (Grafik 1.15). Sedangkan secara tahunan,

pertumbuhan penjualan semen pada triwulan IV mengalami stagnasi dibandingkan dengan

pertumbuhan triwulan sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan usaha baru atau

perluasan usaha sudah banyak dilaksanakan pada triwulan sebelumnya. Hasil SPE juga

mengindikasikan terjadinya penurunan pada komponen bangunan, dimana penjualan perlengkapan

Page 28: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

13

konstruksi mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya dan juga dibandingkan dengan

triwulan yang sama tahun lalu (Grafik 1.16).

Perlambatan laju pertumbuhan investasi juga tercermin dari penurunan jumlah

penyaluran kredit baru untuk penggunaan investasi oleh bank umum di Jawa Barat

(Grafik 1.18). Penyaluran kredit baru investasi mengalami penurunan sebesar 36,64% (yoy), dari

Rp1.411 miliar pada triwulan IV-2007 menjadi Rp893 miliar pada triwulan IV-2008 ini.

Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, nilai realisasi kredit investasi juga menurun sebesar

Rp586 miliar.

Grafik 1.17. Posisi Penyaluran Kredit Investasi oleh Bank Umum di Jawa Barat

0

2

4

6

8

10

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

2006 2007 2008

Rp Triliun

0

10

20

30

40%

Posisi Baki Debet Pertumbuhan (yoy)

Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), KBI Bandung.

Grafik 1.18. Penyaluran Kredit Baru Jenis Penggunaan Investasi oleh Bank Umum di

Jawa Barat

0,00

0,50

1,00

1,50

2,00

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

2006 2007 2008

Rp Triliun

-50

0

50

100

150%

Realisasi Kredit Baru Pertumbuhan (yoy)

Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), KBI Bandung.

1.3. Ekspor-Impor

Melemahnya perekonomian global diperkirakan mulai memberikan dampak terhadap

kinerja ekspor untuk produk asal Jawa Barat. Laju pertumbuhan ekspor pada triwulan IV-2008

diperkirakan sebesar -22,50% (yoy), melambat bila dibandingkan dengan laju pertumbuhan pada

triwulan III-2008 yang sebesar -21,79% (yoy). Salah satu indikator perlambatan ini adalah tren

penurunan nilai dan volume ekspor Jawa Barat sejak Oktober 2008 (Grafik 1.19). Pelemahan daya

beli masyarakat di negara-negara tujuan ekspor utama sebagai dampak krisis global berimbas pada

penurunan permintaan luar negeri terhadap produk-produk lokal. Dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya, kinerja ekspor luar negeri mengalami perlambatan. Nilai ekspor untuk triwulan IV-

2008 (Oktober-November 2008) mengalami pertumbuhan sebesar 14,43% (yoy), melambat

dibandingkan pertumbuhan triwulan III-2008 (Juli – September 2008) yang sebesar 16,00%.

Walaupun masih mengalami pertumbuhan dari sisi nilai ekspor, kinerja ekspor tetap harus

diwaspadai. Hal ini terkait dengan terjadinya penurunan volume ekspor dibandingkan periode yang

sama tahun lalu, yang sebesar 419 ribu ton atau mengalami penurunan 26,73%. Hal ini

mengindikasikan bahwa permintaan terhadap produk sebenarnya sudah mulai melemah, namun

nilai ekspor tetap meningkat yang diperkirakan akibat kenaikan harga jual produk ekspor. Dalam

meningkatkan ekspor di Jawa Barat, salah satu komoditas yang dapat dikembangkan adalah

Page 29: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

14

paprika karena memiliki rasa yang manis dibandingkan produksi daerah lain (lihat Boks 2 Program

Pengembangan Klaster Paprika di Jawa Barat).

Kelompok barang penyumbang ekspor Jawa Barat terbesar adalah Mesin dan Pesawat

Mekanik, Perlengkapan Elektronik dan Bagiannya, serta Tekstil dan Barang dari Tekstil.

Selama bulan Oktober – November 2008, nilai ekspor dari kelompok Mesin dan Pesawat Mekanik,

Perlengkapan Elektronik dan Bagiannya mengalami peningkatan sebesar 31,12% dibandingkan

periode yang sama tahun lalu, sedangkan volume meningkat sebesar 5,11%. Sementara itu,

kinerja ekspor kelompok Tekstil dan Barang dari Tekstil terus mengalami penurunan, yaitu

penurunan nilai ekspor sebesar 1,87% (yoy) dengan penurunan volume yang lebih tajam, yaitu

8,56% (yoy). Kinerja ekspor kedua kelompok ini diperlihatkan pada Grafik 1.21 dan Grafik 1.22.

Sejalan dengan ekspor, kinerja impor di Jawa Barat pada triwulan IV-2008 diperkirakan

mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan impor pada

triwulan IV-2008 diperkirakan adalah sebesar -28,10 (yoy), melambat bila dibandingkan dengan

pertumbuhan pada triwulan III-2008 yang sebesar -26,7% (yoy).

Kelompok Mesin dan Pesawat Mekanik, Perlengkapan Elektronik dan Bagiannya, serta

Kendaraan, Pesawat Terbang, Kendaraan dan Perlengkapannya merupakan kelompok

penyumbang impor terbesar. Kemiripan kelompok barang ekspor dan impor ini menunjukkan

bahwa pemenuhan impor dilakukan untuk memenuhi sebagian besar kebutuhan bahan baku

produksi yang selanjutnya merupakan komoditas ekspor. Nilai impor untuk kelompok Mesin dan

Pesawat Mekanik, Perlengkapan Elektronik dan Bagiannya pada periode Oktober – November 2008

mengalami pertumbuhan sebesar 36,62% (yoy), sedangkan kelompok Kendaraan, Pesawat

Terbang, Kendaraan, dan Perlengkapannya mengalami pertumbuhan nilai impor sebesar 142,72%.

Grafik 1.19. Nilai dan Volume Ekspor

Jawa Barat

1.000

1.250

1.500

1.750

2.000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

2007 2008

USD Juta

250

350

450

550

650

750

850

950

Ribu Ton

Nilai Volume

Sumber: Statistik Ekonomi & Keuangan Daerah (SEKDA) Jabar, KBI Bandung.

Grafik 1.20. Nilai dan Volume Impor

Jawa Barat

0

250

500

750

1.000

1.250

1.500

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

2007 2008

USD Juta

0

100

200

300

400

500

Ribu Ton

Nilai Volume

Sumber: Statistik Ekonomi & Keuangan Daerah (SEKDA) Jabar, KBI Bandung.

Page 30: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

15

Grafik 1.21. Nilai dan Volume Ekspor Mesin dan Pesawat Mekanik,

Perlengkapan Elektronik dan Bagiannya

0

10

20

30

40

50

60

0

200

400

600

800

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

2007 2008

Ribu TonUSD Juta

Nilai Volume

Sumber: Statistik Ekonomi & Keuangan Daerah (SEKDA) Jabar, KBI Bandung.

Grafik 1.23. Nilai dan Volume Impor

Mesin dan Pesawat Mekanik, Perlengkapan Elektronik dan Bagiannya

0

50

100

150

0

200

400

600

800

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

2007 2008

Ribu TonUSD Juta

Nilai Volume

Sumber: Statistik Ekonomi & Keuangan Daerah (SEKDA) Jabar, KBI Bandung

Grafik 1.22. Nilai dan Volume Ekspor Tekstil dan Barang dari Tekstil

0

20

40

60

80

100

0

100

200

300

400

500

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

2007 2008

Ribu TonUSD Juta

Nilai Volume

Sumber: Statistik Ekonomi & Keuangan Daerah (SEKDA) Jabar, KBI Bandung.

Grafik 1.24. Nilai dan Volume Impor

Kendaraan, Pesawat Terbang, Kendaraan dan Perlengkapannya

0

20

40

60

80

0

50

100

150

200

250

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

2007 2008

Ribu TonUSD Juta

Nilai Volume

Sumber: Statistik Ekonomi & Keuangan Daerah (SEKDA) Jabar, KBI Bandung

Dilihat dari negara tujuan ekspor, nilai ekspor ke Amerika Serikat mengalami penurunan

yang cukup signifikan pada bulan Oktober – November 2008 dibandingkan dengan

triwulan III-2008 (Grafik 1.25). Sedangkan nilai ekspor untuk tujuan Eropa mengalami

peningkatan, sementara ekspor ke negara kawasan lainnya relatif stabil. Dibandingkan dengan

periode yang sama tahun lalu, pangsa pasar untuk tujuan Amerika Serikat menurun dari 19% pada

tahun 2007 menjadi 18% pada tahun 2008, sedangkan pangsa pasar untuk tujuan Eropa

mengalami peningkatan dari 15% pada tahun 2007 menjadi 17% pada tahun 2008, terutama

untuk negara-negara di kawasan Eropa Timur. Berdasarkan hasil Liaison pada industri tekstil di

Jawa Barat, negara tujuan ekspor baru seperti Eropa Timur memberikan prospek yang cukup cerah

bagi komoditas ekpor Jawa Barat.

Page 31: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

16

Grafik 1.25. Nilai Ekspor Jawa Barat Berdasarkan Negara Tujuan

0

200.000

400.000

600.000

800.000

1.000.000

1.200.000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

2008

USD Ribu

Afrika

Amerika Serikat

Asia

Australia & Oceania

Eropa

Afrika2% Amerika Serikat

19%

Asia61%

Australia & Oceania

3%

Eropa15%

Oktober - November 2007

Afrika2% Amerika Serikat

18%

Asia60%

Australia & Oceania

3%

Eropa17%

Oktober - November 2008

Sumber: Statistik Ekonomi & Keuangan Daerah (SEKDA) Jabar, KBI Bandung

2. SISI PENAWARAN

Perlambatan pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan IV-2008 dipicu oleh

penurunan kinerja dua sektor dominan di Jawa Barat. Pada triwulan ini, kinerja sektor

pertanian serta sektor perdagangan, hotel, dan restoran diperkirakan mengalami penurunan.

Adapun sektor industri pengolahan, yang memiliki pangsa nilai tambah terbesar diperkirakan masih

mengalami peningkatan pertumbuhan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Tabel 1.4. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Barat Dari Sisi Penawaran (%)

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV) Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV**)Pertanian -0,34% -16,43% -0,96% 1,88% 33,93% 2,49% 42,21% -14,20% -3,45% -6,71% 2,73%

Pertambangan & Penggalian -2,25% -2,08% -5,96% -5,36% -14,57% -7,03% -9,25% -7,11% -5,57% -8,00% -7,48%Industri Pengolahan 8,51% 9,47% 7,19% 6,08% 6,82% 7,35% 3,92% 10,63% 10,51% 11,81% 9,30%

Listrik, Gas, dan Air Bersih -3,93% 7,74% 5,39% 3,29% 7,48% 5,95% 6,98% 5,35% 3,65% 0,21% 3,59%

Bangunan/Konstruksi 5,81% 9,79% 11,32% 11,77% 1,31% 8,44% 2,12% 1,22% 13,43% 9,57% 6,64%Perdagangan, Hotel, dan Restoran 7,32% 10,28% 9,06% 11,12% 2,65% 8,03% 3,58% 7,20% 6,14% 0,57% 4,28%

Pengangkutan dan Komunikasi 7,88% 16,74% 13,86% 10,33% 0,96% 10,12% -4,06% -0,06% 2,28% 9,16% 1,84%Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 0,64% 19,04% 15,96% 13,08% 3,65% 12,68% -2,08% 3,46% 8,56% 20,51% 7,55%

Jasa-Jasa 8,20% 5,57% 2,13% 2,44% 1,59% 2,90% 1,07% -0,12% 2,38% 3,25% 1,65%

PDRB 6,02% 5,71% 6,22% 6,42% 7,23% 6,41% 7,28% 4,18% 6,38% 5,90% 5,92%

2008**)SEKTOR EKONOMI 20062007

2007*)2008

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat *) Angka Sementara **) Proyeksi KBI Bandung .

Page 32: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

17

Tabel 1.5. Kontribusi Sektor Ekonomi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Barat (%)

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV**)Pertanian -0,05% -2,46% -0,14% 0,26% 3,51% 0,34% 4,99% -2,00% -0,46% -0,87% 0,36%

Pertambangan & Penggalian -0,07% -0,06% -0,16% -0,14% -0,39% -0,19% -0,24% -0,17% -0,13% -0,17% -0,18%Industri Pengolahan 3,69% 4,15% 3,16% 2,71% 3,07% 3,26% 1,78% 4,72% 4,68% 5,29% 4,16%

Listrik, Gas, dan Air Bersih -0,09% 0,16% 0,11% 0,07% 0,16% 0,13% 0,15% 0,11% 0,08% 0,00% 0,08%

Bangunan/Konstruksi 0,19% 0,32% 0,36% 0,37% 0,04% 0,27% 0,07% 0,04% 0,45% 0,30% 0,22%Perdagangan, Hotel, dan Restoran 1,42% 1,94% 1,69% 2,14% 0,58% 1,58% 0,70% 1,38% 1,23% 0,12% 0,86%

Pengangkutan dan Komunikasi 0,34% 0,71% 0,58% 0,44% 0,04% 0,44% -0,19% 0,00% 0,10% 0,40% 0,08%Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 0,02% 0,55% 0,47% 0,39% 0,11% 0,38% -0,07% 0,11% 0,27% 0,61% 0,24%

Jasa-Jasa 0,57% 0,39% 0,15% 0,17% 0,11% 0,21% 0,08% -0,01% 0,16% 0,22% 0,11%

PDRB 6,02% 5,71% 6,22% 6,42% 7,23% 6,41% 7,28% 4,18% 6,38% 5,90% 5,92%

2008**)SEKTOR EKONOMI 20062007

2007*)2008

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat *) Angka Sementara **) Proyeksi KBI Bandung

2.1. Sektor Pertanian

Kinerja sektor pertanian pada triwulan IV-2008 diperkirakan tidak sebaik triwulan III-2008.

Pada triwulan ini, sektor pertanian diperkirakan akan mengalami kontraksi dengan laju

pertumbuhan sebesar -6,71% (yoy) (Tabel 1.4). Hampir seluruh sub sektor dalam sektor pertanian

diperkirakan akan mengalami penurunan, yang salah satunya disebabkan oleh kekeringan yang

mencapai puncaknya pada bulan Oktober 2008.

Penurunan kinerja sektor pertanian ini terutama dipengaruhi oleh penurunan pada

subsektor tanaman pangan. Penurunan kinerja subsektor tanaman pangan pada triwulan IV-

2008 ini dipengaruhi oleh beberapa faktor musiman. Keterlambatan datangnya musim penghujan

mengakibatkan tidak semua petani padi di wilayah Jawa Barat dapat menikmati panen, selain

adanya perubahan pergeseran pada pola musim tanam. Luas panen padi pada musim tanam

September – Desember 2008 juga mengalami penurunan sebesar 23,61% dibandingkan periode

masa tanam yang sama tahun 2007, yaitu dari 0,42 juta hektar menjadi 0,32 juta hektar (Grafik

1.26). Peningkatan produktivitas padi dari 54,20 kuintal per hektar di 2007 menjadi 55,84 kuintal

per hektar di 2008 diperkirakan tidak mampu mencegah penurunan produksi akibat penurunan

luas panen padi tersebut. Angka produksi pada periode tersebut diperkirakan akan turun sekitar

21%. Selain padi, tanaman palawija serta beberapa tanaman hortikultura lainnya juga mengalami

penurunan, akibat berakhirnya musim panen.

Grafik 1.26. Luas Panen per Musim Tanam Padi Jawa Barat

0,81

0,67

0,41

0,83

0,66

0,30

0,64

0,76

0,42

0,85

0,64

0,32

0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9

Jan - Apr

M ei - Agust

Sept - Des

Peri

od

e Ta

nam

Juta Ha

2005 2006 2007 2008

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat *) Angka Ramalan III

Page 33: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

18

Walaupun mengalami perlambatan pertumbuhan pada triwulan IV-2008, produksi padi

sepanjang tahun 2008 cukup baik. Berdasarkan Angka Ramalan III BPS, produksi padi Jawa

Barat sepanjang tahun 2008 diperkirakan akan tumbuh sebesar 1,96% (yoy), atau mencapai

produksi 10,11 juta ton GKG (Tabel 1.6) atau 6,39 juta ton produksi beras. Kondisi ini merupakan

salah satu hasil upaya dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan, berupa peningkatan penggunaan

benih padi unggul bermutu, penggunaan benih hibrida, penggunaan pupuk berimbang,

penggunaan pupuk organik, perbaikan jaringan irigasi, pemasyarakatan pengendalian Organisme

Pengganggu Tanaman melalui Program Pengendalian Hama Terpadu, penekanan kehilangan hasil

(losses) pasca panen, pemberdayaan kelembagaan petani, serta dukungan penyuluh pertanian dan

pendampingan.

Tabel 1.6. Produksi Padi (Sawah dan Ladang) di Jawa Barat

Gabah Beras Gabah Beras Gabah Beras

Padi Sawah 9.562.990 6.043.810 9.755.747 6.165.632 2,02% 2,02%

Padi Ladang 351.029 221.850 352.119 222.539 0,31% 0,31%

Total 9.914.019 6.265.660 10.107.866 6.388.171 1,96% 1,96%

Produksi2007 2008*) Pertumbuhan

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat *) Angka Ramalan III

Kondisi yang sama juga terjadi pada tanaman jagung dan kedelai, yang diperkirakan

akan mengalami peningkatan produksi selama tahun 2008, bila dibandingkan dengan

tahun sebelumnya. Perluasan lahan panen merupakan faktor utama pemicu peningkatan

produksi tersebut. Berdasarkan Angka Ramalan III BPS, peningkatan 7,71% lahan panen jagung di

tahun 2008 berhasil meningkatkan produksi jagung sebesar 12,84% (Tabel 1.7). Sedangkan

peningkatan 106,46% lahan panen kedelai berhasil meningkatkan produksi kedelai sebesar

105,34% (Tabel 1.8). Pada dasarnya, Jawa Barat memiliki potensi yang cukup besar untuk

pengembangan kedelai, dengan mewujudkan kawasan sentra produksi di beberapa kabupaten di

Jawa Barat (Lihat Boks 1. Prospek Pengembangan Komoditas Kedelai di Jawa Barat).

Tabel 1.7. Perkembangan Komoditas Jagung di Jawa Barat

Produksi Jagung (Ton) 577.513 651.643 12,84%

Luas Panen Jagung (Ha) 113.373 122.113 7,71%

Kondisi Jagung 2007 2008*) Pertumbuhan

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat *) Angka Ramalan III

Tabel 1.8. Perkembangan Komoditas Kedelai di Jawa Barat

Produksi Kedelai (Ton) 17.438 35.807 105,34%

Luas Panen Kedelai (Ha) 12.429 25.661 106,46%

Kondisi Kedelai 2007 2008*) Pertumbuhan

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat *) Angka Ramalan III

Page 34: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

19

Demikian juga untuk sub sektor peternakan, yang diperkirakan mengalami peningkatan

positif dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Peningkatan produksi peternakan terjadi

untuk mengantisipasi peningkatan permintaan terhadap hewan kurban, yang diperkirakan

mengalami peningkatan sebesar 15 – 20% menjelang hari raya Idul Adha, yang jatuh pada bulan

Desember 2008. Sebelumnya, Idul Adha terjadi pada bulan Januari 2008.

Sub sektor perikanan di Jawa Barat pada tahun 2008 juga mencatat pertumbuhan positif.

Produksi perikanan di tahun 2008 mencapai 615.293 ton, atau mengalami kenaikan 4,34%

dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang sebanyak 589.711 ton. Walaupun mengalami

peningkatan produksi, Jawa Barat belum mampu memenuhi permintaan lokalnya. Saat ini, Jawa

Barat masih memiliki potensi lahan perikanan seluas 514.386 hektar, sedangkan yang tergarap

baru mencapai 22,26%.

Posisi baki debet kredit ke sektor

pertanian masih mengalami

peningkatan pada triwulan IV-2008

(Grafik 1.27). Nilai kredit ke sektor

pertanian di triwulan IV-2008 mencapai

Rp1,69 triliun, atau tumbuh 10,29%

(qtq) dibandingkan triwulan

sebelumnya, namun secara tahunan

mengalami perlambatan dibandingkan

triwulan sebelumnya, dari 38,19% (yoy)

menjadi 18,98% (yoy).

2.2. Sektor Industri Pengolahan

Sektor industri pengolahan sebagai sektor penyumbang PDRB Jawa Barat terbesar

diperkirakan masih mengalami pertumbuhan positif di triwulan IV-2008. Sektor ini

diperkirakan tumbuh dengan laju pertumbuhan 11,81% (yoy), lebih tinggi dibandingkan

pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang sebesar 10,51% (yoy).

Pertumbuhan terjadi pada industri non migas, terutama sub sektor alat angkutan, mesin,

dan peralatannya. Hal ini diindikasikan oleh penjualan kendaraan bermotor nasional pada tahun

2008. Sebagian besar pabrik kendaraan bermotor di Indonesia berlokasi di Jawa Barat, khususnya

Bekasi dan Karawang. Realisasi penjualan sepeda motor di tahun 2008 mencatat rekor tertinggi

dalam sejarah industri tersebut, mengalami lonjakan penjualan sebesar 32,6% dibandingkan

dengan tahun 2007. Kondisi ini juga diikuti oleh industri mobil nasional yang juga mencatat rekor

penjualan dalam industri otomotif nasional, dengan nilai penjualan sebesar 607.151 unit.

Walaupun subsektor ini memiliki risiko yang sangat tinggi terhadap krisis keuangan global, namun

Grafik 1.27. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Pertanian

0,00

0,25

0,50

0,75

1,00

1,25

1,50

1,75

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

2006 2007 2008

Rp Triliun

-10

0

10

20

30

40

50%

Posisi Kredit Pertumbuhan (yoy)

Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), KBI Bandung

Page 35: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

20

peningkatan produksi masih tetap terjadi di triwulan IV-2008, yang dilakukan untuk memenuhi

pesanan permintaan yang masih tersisa hingga akhir tahun 2008.

Peningkatan kinerja subsektor alat angkutan, mesin, dan peralatan juga tercermin dari

pertumbuhan ekspor dari kelompok Mesin dan Pesawat Mekanik, perlengkapan Elektonik

dan Bagiannya serta Kendaraan, Pesawat Terbang, Kendaraan dan Perlengkapannya.

Kinerja ekspor untuk dua kelompok tersebut tercatat mengalami peningkatan pada bulan Oktober

– November 2008 sebesar 30,86%(yoy) untuk nilai ekspor dan 7,54%(yoy) untuk volume ekspor,

dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2007 (Grafik 1.28).

Kondisi yang bertolak belakang terjadi pada subsektor tekstil barang kulit dan alas kaki,

yang diperkirakan mengalami penurunan kinerja. Ekspor kelompok tekstil dan barang dari

tekstil serta alas kaki, tutup kepala, payung, dan bunga tiruan, pada bulan Oktober – November

2008 mengalami penurunan yang cukup drastis (Grafik 1.29). Pada periode tersebut, volume

ekspor mengalami penurunan sebesar 7,40% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun lalu,

walaupun mencatat peningkatan nilai penjualan sebesar 0,38% (yoy). Penurunan kinerja ini

diperkirakan akibat lemahnya daya saing harga produk tesktil lokal dibandingkan dengan produk

internasional, terutama setelah krisis ekonomi menimpa negara-negara tujuan ekspor tekstil, yaitu

Amerika Serikat dan Eropa Barat. Di pasar internasional, produk lokal memiliki harga jual yang

relatif lebih mahal, dibandingkan harga rata-rata dunia, dan memiliki kecenderungan untuk terus

mengalami peningkatan harga. Pelemahan nilai tukar rupiah juga berdampak negatif dalam

menaikkan biaya produksi, terkait dengan ketergantungan bahan baku impor yang sangat tinggi

pada industri tersebut.

Grafik 1.28. Nilai dan Volume Ekspor Mesin dan Pesawat Mekanik, Perlengkapan

Elektonik dan Bagiannya serta Kendaraan, Pesawat Terbang, Kendaraan dan

Perlengkapannya

0

200

400

600

800

1.000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

2007 2008

USD Juta

0

20

40

60

80

100

Ribu Ton

Nilai Volume

Sumber: Statistik Ekonomi & Keuangan Daerah (SEKDA) Jabar, KBI Bandung.

Grafik 1.29. Nilai dan Volume Ekspor Produk Tekstil dan Barang dari Tesktil serta Alas Kaki, Tutup Kepala, Payung, dan Bunga

Tiruan

0

20

40

60

80

100

0

100

200

300

400

500

600

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

2007 2008

Ribu TonUSD Juta

Nilai Volume

Sumber: Statistik Ekonomi & Keuangan Daerah (SEKDA) Jabar, KBI Bandung.

Page 36: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

21

Dilihat dari sisi pembiayaan, posisi

penyaluran kredit perbankan untuk sektor

industri pengolahan masih menunjukkan

peningkatan, meski melambat

dibandingkan pertumbuhan pada

triwulan III-2008. Dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya, outstanding kredit

meningkat sebesar Rp1,03 triliun

dibandingkan outstanding pada triwulan III-

2008, namun mengalami perlambatan

pertumbuhan, baik dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya, dari 22,76% (yoy)

menjadi 21,18% (yoy).

2.3. Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran

Pada triwulan IV-2008, perlambatan pertumbuhan diperkirakan akan dialami oleh sektor

perdagangan, hotel dan restoran. Laju pertumbuhan sektor PHR pada triwulan IV-2008

diperkirakan sebesar 0,57% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang

sebesar 6,14% (yoy) maupun periode yang sama tahun lalu sebesar 2,65% (yoy).

Perlambatan yang terjadi pada subsektor perdagangan besar dan eceran, yang

merupakan penyumbang terbesar dalam sektor PHR, merupakan pendorong utama

terjadinya perlambatan pada sub sektor PHR. Penurunan kinerja ini disebabkan oleh tingginya

nilai tambah sektor PHR pada triwulan III-2008, akibat adanya momen bulan Ramadhan dan hari

raya Idul Fitri, dimana permintaan masyarakat terhadap barang-barang konsumsi (produk dari

sektor perdagangan besar dan eceran) meningkat tajam. Selanjutnya pada triwulan IV-2008,

kinerja sektor PHR menurun seiring permintaan yang kembali normal.

Kinerja subsektor hotel diperkirakan mengalami peningkatan pada triwulan IV-2008. Hal

ini merupakan dampak dari adanya momen liburan Idul Fitri pada awal Oktober 2008, libur Idul

Adha, hari raya Natal dan tahun baru di bulan Desember 2008, dan liburan panjang yang biasanya

dimanfaatkan oleh para wisatawan, baik domestik maupun internasional, untuk melakukan

kunjungan wisata ke daerah-daerah di Jawa Barat. Pada triwulan ini, terjadi peningkatan pada

Tingkat Hunian Kamar (THK) di sejumlah hotel di Jawa Barat, terutama di kota Bandung dan

daerah wisata seperti kawasan Puncak, Pangandaran, dan kota-kota lainnya. Dibandingkan dengan

pertumbuhan rata-rata THK triwulan III-2008, pertumbuhan THK pada triwulan IV-2008 mengalami

peningkatan. Untuk hotel bintang, laju pertumbuhan THK meningkat dari 2% (yoy) pada triwulan

III-2008, menjadi 14% (yoy) pada triwulan IV-2008. Sedangkan untuk hotel non bintang, laju

pertumbuhan meningkat dari 12% (yoy) pada triwulan III-2008, menjadi 24% (yoy) pada triwulan

IV-2008.

Grafik 1.30. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat

ke Sektor Industri Pengolahan

0

5

10

15

20

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

2006 2007 2008

Rp Triliun

0

5

10

15

20

25

30%

Posisi Kredit Pertumbuhan (yoy)

Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), KBI Bandung

Page 37: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

22

Tabel 1.9. Indikator Perhotelan di Jawa Barat

Jul Agust Sep Okt Nov Des Apr Mei Jun Jul Agust Sep Tw.IVHotel Bintang (%) 41,09 37,87 38,95 40,88 48,36 53,29 37,19 43,26 43,74 46,01 47,53 26,54 54,30Hotel Non Bintang (%) 22,27 22,55 22,34 22,96 23,03 25,88 23,17 24,95 27,59 28,03 27,60 19,92 29,82

Hotel Bintang & Non Bintang (%) 31,74 29,80 29,86 31,18 33,38 37,28 28,63 29,19 35,84 36,78 38,39 23,35

Tingkat Hunian Kamar2007 2008

Sumber: BPS Provinsi Jabar

Sama dengan dua sektor dominan

lainnya di Jawa Barat, pertumbuhan

posisi kredit perbankan untuk sektor

perdagangan, hotel, dan restoran secara

tahunan mengalami perlambatan

dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya (Grafik 1.31). Outstanding

kredit pada triwulan IV-2008 mengalami

pertumbuhan dengan laju sebesar 28,47%

(yoy), lebih lambat dibandingkan

pertumbuhan pada triwulan III-2008 yang

sebesar 34,32% (yoy).

2.4. Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan

Sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan pada triwulan IV-2008 diperkirakan

mengalami pertumbuhan sebesar 20,51% (yoy), lebih tinggi daripada pertumbuhan pada

triwulan III-2008 yang sebesar 8,56%. Namun demikian, pertumbuhan sektor ini hanya

menyumbang 0,61% terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Barat. Pertumbuhan signifikan terjadi

subsector keuangan. Kondisi ini tercermin dari pertumbuhan nilai tambah bank umum di Jawa

Barat pada triwulan IV-2008, yang tumbuh 33,40% (qtq) dan 30,04% (yoy) (Tabel 1.10). Kinerja

subsektor persewaan pada triwulan IV-2008 juga mengalami peningkatan. Hal ini tercermin pada

hasil Survei Properti Komersial (Tabel 1.11), yang menunjukkan peningkatan sewa bangunan untuk

sewa kantor dan pusat perbelanjaan pada triwulan IV-2008, dibandingkan dengan triwulan yang

sama tahun sebelumnya.

Tabel 1.10. Nilai Tambah Bank Umum di Jawa Barat (Rp Miliar)

2007 Pertumbuhan PertumbuhanTw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV (qtq) (yoy)

Bank Umum Pemerintah 2.998 870 1.878 3.040 4.182 37,57% 39,50%

Bank Swasta Nasional 1.872 544 1.158 1.757 2.246 27,86% 19,96%

Bank Asing dan Campuran 153 37 72 100 104 3,99% -32,02%

Total 5.023 1.452 3.108 4.897 6.532 33,40% 30,04%

2008Nilai Tambah

Sumber: LBU KBI Bandung

Grafik 1.31. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat

ke Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran

0

5

10

15

20

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

2006 2007 2008

Rp Triliun

0

10

20

30

40%

Posisi Kredit Pertumbuhan (yoy)

Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), KBI Bandung

Page 38: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

23

Tabel 1.11. Perkembangan Persewaan Bangunan

2007 Pertumbuhan PertumbuhanTW IV TW I TW II TW III TW IV (qtq) (yoy)

Sewa Kantor 18.230 18.230 26.563 25.181 25.528 1,38% 40,03%

Sewa Pusat Perbelanjaan 57.620 57.880 58.325 58.437 58.580 0,24% 1,67%

Sewa Apartemen 474 474 474 474 474 0,00% 0,00%

Jenis Properti2008

Sumber: Survei Properti Komersial Kota Bandung

2.5. Sektor Bangunan

Pertumbuhan sektor bangunan diperkirakan melambat dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya, dari 13,43% (yoy) pada triwulan III-2008 menjadi 9,57% (yoy) pada triwulan

IV-2008. Kondisi ini tercermin dari hasil Survei Properti Komersial triwulan IV-2008 (Tabel 1.12),

yang memperlihatkan perlambatan pertumbuhan pada jenis properti pusat perbelanjaan sewa dan

jual (jenis properti dominan di Jawa Barat) dari 3,41% pada triwulan III-2008 menjadi 0,53% pada

triwulan IV-2008. Dari sisi luas area, pusat perbelanjaan sewa dan jual pada triwulan IV-2008

merupakan angka terendah dibandingkan triwulan-triwulan sebelumnya selama tahun 2008,

namun masih lebih tinggi dibandingkan dengan luas area pada triwulan IV-2007.

Tabel 1.12. Perkembangan Properti Komersial

Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV

Perkantoran Sewa (m2) 17.271 18.216 18.216 18.230 18.680 26.563 25.181 25.528 38,24 40,03

Pusat Perbelanjaan Sewa dan Jual (m2) 104.836 101.926 103.617 104.693 106.260 107.040 107.152 105.252 3,41 0,53Apartemen Jual (unit) 393 393 393 403 408 558 558 558 41,98 38,46

Hotel Bintang 3,4, dan 5 (jumlah kamar) 1.251 1.364 1.266 1.261 1.274 1.420 1.436 1.450 13,43 15,02

PertumbuhanTW IV yoy (%)

2008Jenis Properti

2007 PertumbuhanTW III yoy (%)

Sumber: Survei Properti Komersial Kota Bandung

Di sisi pembiayaan, posisi kredit

perbankan ke sektor bangunan

(konstruksi) pada triwulan IV-2008

tumbuh signifikan sebesar 42,33%

(yoy). Namun demikian, nominal posisi

kredit sektor bangunan sejak triwulan III-

2008 relatif stagnan.

Grafik 1.32. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat ke Sektor Konstruksi

0,00

0,50

1,00

1,50

2,00

2,50

3,00

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

2006 2007 2008

Rp Triliun

0

10

20

30

40

50%

Posisi Kredit Pertumbuhan (yoy)

Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), KBI Bandung

Page 39: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

24

2.6. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi

Pertumbuhan sektor pengangkutan dan komunikasi diperkirakan tumbuh dengan laju

sebesar 9,16% (yoy) pada triwulan IV-2008, lebih tinggi dibandingkan dengan

pertumbuhan pada triwulan III-2008 yang sebesar 2,28% (yoy). Sumbangan sektor ini

terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Barat triwulan IV-2008 hanya sebesar 0,40% (yoy).

Indikator yang mencerminkan peningkatan sektor tersebut adalah perkembangan jumlah

penumpang kereta api DAOP Jawa Barat. Penumpang kereta api di wilayah daerah operasi

Jawa Barat tumbuh 22,48% (yoy), lebih tinggi daripada pertumbuhan pada triwulan III-2008 yang

sebesar 14,96% (yoy) (Tabel 1.13). Kondisi yang berbeda terjadi pada angkutan udara. Jumlah

penumpang di Bandara Husein Sastranegara turun 16,25% (yoy) (Tabel 1.14), karena penurunan

jumlah penumpang untuk tujuan domestik, akibat penutupan beberapa rute domestik. Kenaikan

yang cukup signifikan terjadi pada jumlah penumpang untuk tujuan internasional, yang tumbuh

66,35% (yoy).

Tabel 1.13. Jumlah Penumpang Kereta Api Daerah Operasi Jawa Barat (Bandung dan Cirebon) (Juta Penumpang)

2007 Pertumbuhan PertumbuhanTw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV qtq yoy

Eksekutif 0,24 0,23 0,30 0,33 0,32 -2,17% 32,64%Bisnis 0,21 0,20 0,26 0,33 0,32 -3,50% 49,01%Ekonomi 0,42 0,37 0,41 0,46 0,49 7,64% 18,24%Lokal Bisnis 0,30 0,26 0,28 0,33 0,33 0,57% 10,66%Lokal Ekonomi 1,84 1,74 1,88 2,01 2,23 11,14% 20,93%

Total 3,01 2,80 3,12 3,45 3,69 7,01% 22,48%

2008Kelas

Sumber: PT Kereta Api DAOP Jawa Barat Catatan: terdiri dari DAOP Bandung dan Cirebon

Tabel 1.14. Jumlah Penumpang Domestik dan Internasional

di Bandara Husein Sastranegara

2007 Pertumbuhan PertumbuhanTW IV TW I TW II TW III TW IV qtq yoy

Keberangkatan 40.962 29.787 24.935 20.886 23.624 13,11% -42,33%

Kedatangan 37.609 27.516 23.745 20.400 20.816 2,04% -44,65%Total 78.571 57.303 48.680 41.286 44.440 7,64% -43,44%

2007 Pertumbuhan PertumbuhanTW IV TW I TW II TW III TW IV qtq yoy

Keberangkatan 12.722 17.662 20.947 19.199 21.263 10,75% 67,14%

Kedatangan 13.142 19.564 22.290 22.510 21.762 -3,32% 65,59%

Total 25.864 37.226 43.237 41.709 43.025 3,16% 66,35%2007 Pertumbuhan Pertumbuhan

TW IV TW I TW II TW III TW IV qtq yoyKeberangkatan 53.684 47.449 45.882 40.085 44.887 11,98% -16,39%

Kedatangan 50.751 47.080 46.035 42.910 42.578 -0,77% -16,10%Total 104.435 94.529 91.917 82.995 87.465 5,39% -16,25%

2008

2008

2008

Domestik

Internasional

Total

Sumber: PT Persero Angkasa Pura II

Page 40: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

25

Pertumbuhan sektor pengangkutan

dan komunikasi tidak terlepas dari

dukungan pembiayaan perbankan.

Posisi kredit ke sektor pengangkutan

dan komunikasi pada triwulan IV-2008

tumbuh signifikan sebesar 283,62%

(yoy), lebih tinggi dibandingkan

dengan triwulan III-2008 yang tumbuh

sebesar 130,64% (yoy). Nilai

outstanding untuk sektor ini pada

triwulan IV-2008 mencapai Rp3,09

triliun.

2.7. Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih

Sektor listrik, gas, dan air bersih pada triwulan IV-2008 diperkirakan hanya tumbuh

sebesar 0,21% (yoy), atau melambat dibandingkan triwulan sebelumnya (3,65%).

Perlambatan ini disebabkan oleh penurunan pada subsektor listrik, yang menggunakan sumber

energi yang semakin terbatas. Pertumbuhan subsektor listrik diindikasikan oleh peningkatan

pemakaian listrik di Jawa Barat pada triwulan IV-2008. Pemakaian listrik di Jawa Barat meningkat

2,07% (yoy) dibandingkan dengan triwulan IV-2007 (Tabel 1.15). Walaupun pemakaian listrik

untuk pengguna rumah tangga mengalami peningkatan baik dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya maupun triwulan yang sama tahun lalu, pemakaian listrik untuk industri mengalami

penurunan yang cukup signifikan. Hal ini diperkirakan terkait dengan krisis global, seiring dengan

penurunan produksi akibat lesunya permintaan. Konsumsi listrik industri di Kabupaten Purwakarta

dan Subang selama Oktober – Desember 2008 turun 6,82% dibandingkan dengan periode yang

sama tahun lalu.

Tabel 1.15. Pemakaian Listrik di Jawa Barat (Juta Kwh)

Rumah Tangga 2.379 2.455 2.463 2.611 3,55% 6,36%Industri 3.695 3.457 3.914 3.423 5,94% -0,99%

Total 6.074 5.912 6.377 6.034 5,00% 2,07%

Pertumbuhan Tw.IV (yoy)

Pengguna Tw.IV-07 Tw.III-08 Tw.IV-08Tw.III-07Pertumbuhan

Tw.III (yoy)

Sumber: PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Barat dan Banten.

Grafik 1.33. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat

ke Sektor Pengangkutan dan Komunikasi

0

1

2

3

4

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

2006 2007 2008

Rp Triliun

0

50

100

150

200

250

300%

Posisi Kredit Pertumbuhan (yoy)

Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), KBI Bandung

Page 41: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

26

Dilihat dari sisi pembiayaan,

penyaluran kredit ke sektor listrik, gas,

dan air bersih mengalami peningkatan,

namun melambat bila dibandingkan

dengan triwulan III-2008 (Grafik 1.34).

Laju pertumbuhan diperkirakan mencapai

297,17% (yoy), melambat dibandingkan

dengan pertumbuhan di triwulan

sebelumnya, yang sebesar 426,44% (yoy).

Peningkatan kredit ke sektor listrik ini

terkait dengan kebutuhan investasi yang

sangat besar untuk pembangunan

pembangkit tenaga listrik. Jawa Barat

memiliki potensi yang besar, terutama untuk pembangkit tenaga listrik tenaga panas bumi. Saat

ini, pemerintah Jawa Barat telah menandatangani izin 8 perusahaan untuk ikut lelang tahap

pertama dalam rangka pembangunan PLTU di lima lokasi, yaitu Gunung Papandayan, Gunung

Ciremai, Gunung Cikuray, Gunung Guntur, dan Gunung Masigit.

2.8. Sektor Jasa-Jasa

Pertumbuhan sektor jasa-jasa pada

triwulan IV-2008 diperkirakan akan

mencapai laju 3,25% (yoy). Laju

pertumbuhan ini mengalami peningkatan

dibandingkan dengan triwulan III-2008

yang mencatat laju pertumbuhan sebesar

2,38% maupun dibandingkan dengan

triwulan IV-2007 dengan laju

pertumbuhan sebesar 1,59%. Dari sisi

pembiayaan, posisi penyaluran kredit ke

sektor jasa-jasa mengalami peningkatan

dengan laju pertumbuhan sebesar 24,68%

(yoy). Pertumbuhan ini melambat dibandingkan triwulan III-2008 (31,32%) dan juga dibandingkan

dengan triwulan IV-2007 (37,35%). Nilai posisi kredit ini mengalami peningkatan sebesar Rp190

miliar dibandingkan triwulan sebelumnya.

Grafik 1.34. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat

ke Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih

0,00

0,05

0,10

0,15

0,20

0,25

0,30

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

2006 2007 2008

Rp Triliun

0

100

200

300

400

500%

Posisi Kredit Pertumbuhan (yoy)

Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), KBI Bandung

Grafik 1.35. Penyaluran Kredit oleh Bank Umum di Jawa Barat

ke Sektor Jasa Dunia Usaha dan Sosial

0

2

4

6

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

2006 2007 2008

Rp Triliun

0

10

20

30

40

50%

Posisi Kredit Pertumbuhan (yoy)

Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU), KBI Bandung

Page 42: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

27

BOKS 1

PROSPEK PENGEMBANGAN KOMODITAS KEDELAI DI JAWA BARAT

Rasio Ketergantungan Impor Indonesia terhadap kedelai pada 1999-2004 meningkat dari 48,49

menjadi 62,29 karena produksi kedelai dalam negeri masih sangat rendah, sementara di sisi lain,

permintaan kedelai dalam negeri meningkat tiap tahun. Ketergantungan ini berdampak negatif bagi

perekonomian nasional, terutama pada saat harga kedelai di pasar dunia melonjak naik, seperti yang

terjadi pada awal tahun 2008.

Secara nasional, produksi kedelai Jawa Barat menduduki posisi ke-5 terbesar setelah Jawa Timur,

Jawa Tengah, NTB dan DI Yogyakarta. Namun demikian, produksi kedelai Jawa Barat cenderung

menurun, selama tahun 2001 hingga 2007, laju penurunan produksi rata-rata 8,3% setiap

tahunnya. Penurunan terbesar terjadi pada tahun 2007 dibandingkan tahun 2006 yakni sebesar

29,37%. Seperti halnya daerah lain, penurunan produksi ini terutama disebabkan oleh penurunan

luas areal tanam akibat keengganan petani untuk menanam kedelai. Salah satu penyebab

keengganan petani tersebut adalah kurang menariknya harga jual kedelai karena kalah bersaing

dengan kedelai impor yang murah, terutama dari Amerika Serikat. Di sisi lain, kondisi tanah Jawa

Barat sangat potensial untuk ditanami kedelai.

Sehubungan dengan hal tersebut KBI Bandung bekerjasama dengan SOSEK INC melakukan

penelitian mengenai ”Potensi Pengembangan Usaha Tani Kedelai di Jawa Barat,” yang mencakup

berbagai aspek, yakni mengidentifikasi potensi sumberdaya untuk pengembangan kedelai di Jawa

Barat (lahan, sosial ekonomi petani, dan potensi produksi), menganalisa tingkat penerapan

teknologi, menganalisa daya saing kedelai di Jawa Barat, mengkaji peluang investasi agroindustri,

dan menganalisa efisiensi distribusi serta farmer’s share. Beberapa tujuan penelitian tersebut

dikembangkan dengan metode-metode analisa seperti Location Quotient, Koefisien Lokalisasi, dan

lain-lain, seperti tertuang dalam Grafik 1.36.

Hasil Penelitian

1. Hasil analisis LQ, menunjukkan bahwa terdapat beberapa kabupaten yang berpotensi melakukan

menjadi kawasan sentra produksi untuk pengembangan kedelai, yaitu Garut, Cianjur,

Sumedang, Ciamis dan Kuningan. Di Kabupaten Garut, adopsi teknologi cenderung dilakukan

oleh petani berlahan luas. Hal ini kemudian didukung dengan adanya pengaruh cukup nyata dari

penggunaan pupuk dan pestisida terhadap produksi pendapatan. Adopsi teknologi di Kabupaten

Cianjur dipengaruhi oleh besarnya pengeluaran untuk membayar tenaga kerja keluarga. Hal ini

didukung dengan hasil regresi dimana pemupukan berpengaruh signifikan terhadap besarnya

produksi.

2. Secara umum, usaha tani kedelai di Jabar memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif,

meskipun masih terdapat divergensi dalam komponen input tradable dan input faktor lainnya,

seperti divergensi yang terjadi pada input pupuk yang disebabkan oleh distorsi kebijakan berupa

subsidi positif terhadap input.

Page 43: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

28

Grafik 1.36. Metode Analisa Penelitian

3. Terdapat tiga kabupaten yang memiliki harga output kedelai yang lebih rendah dari harga dunia.

Apabila produktivitas kedelai menurun disertai peningkatan harga input, maka akan terdapat

membuat usaha tani kedelai hampir tidak memiliki keunggulan baik kompetitif maupun

komparatif.

4. Gambaran mengenai usaha agroindustri menunjukkan masing-masing jenis agroindustri berbasis

kedelai memiliki karakteristik yang berbeda, begitu pula dengan pengaruh peningkatan harga

kedelai yang berbeda-beda pada setiap jenis agroindustri (tahu, tempe, tauco, dan susu bubuk

kedelai).

5. Kedelai pada umumnya memiliki tiga rantai tataniaga, yaitu:

a. Petani -> Pedagang Desa -> Pedagang Kabupaten -> Agroindustri,

b. Petani -> Pedagang Desa -> Agroindustri, dan

c. Petani -> Agroindustri.

Rantai (a) merupakan rantai utama karena sebagian besar kedelai disalurkan melalui rantai ini,

namun dari sisi farmer’s share, efisiensi teknis maupun ekonomis, rantai utama ini memiliki nilai

peling kecil dibanding rantai lainnya. Di lain pihak, rantai (c) merupakan rantai yang paling

efisien, sehingga memberi keuntungan yg paling besar untuk petani.

Identifikasi Potensi Sumberdaya untuk

Pengembangan Kawasan Sentra Produksi Kedelai

Analisis Tingkat Penera pan

Teknologi Sistem Usahatani Kedelai

Analisis Daya -saing Komoditas Kedelai di Jabar dengan Policy Analysis Matrix

Kajian Peluang Investasi

Agroindustri Berbasis Kedelai

Analisis Farmer’s Share dan Efisiensi Saluran

Pemasaran Komoditas Kedelai di Kawasan

Sentra Produksi

Perspektif Pengembangan Komoditas Kedelai di Jawa

Barat

Manfaat Kedelai di Masyarakat : - Pangan non fermentasi - Minyak Kasar - Lesitin - Konsentra Protein - Bungkil

Permasalahan Kedelai: - Permintaan tinggi - Produksi rendah - Kedelai di pasar dunia

berkurang dan harga tinggi

- Analisis Location Quotient (LQ) - Analisis Koefisien Lokalisasi (?) - Koefisien Spesialisasi (?)

- Analisis regresi lin ear

berganda untuk mengetahui faktor -faktor yang mempengaruhi tingkat penerapan teknologi -

Analisis regresi sederhana untukmengetahui pengaruh tingkatpenerapan teknologi

terhadap produktivitas

Policy Analysis Matrix (PAM) digunakan untuk mengukur keuntungan pada

harga private (actual market ) dan harga sosial (efficiency )

- Net Present Value

(NPV) - Net B/C Ratio

-

Internal Rate of Return (IRR) -

Break Even Point (BEP)

- Farmer’s Share - Menentukan tingkat

efisiensi saluran pemasaran kedelai adalah dengan indeks efisiensi teknis (T) dan nilai indeks efi siensi ekonomis (E)

Tujuan Penelitian

Metode Analisis

Page 44: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

29

Rekomendasi

1. Pemerintah daerah sebaiknya mengembangkan kegiatan off-farm, mendukung infrastruktur

transportasi, dan menyalurkan kredit untuk pengembangan kedelai di daerah-daerah yang

berpotensi menjadi sentra produksi kedelai (Garut, Cianjur, Sumedang, Ciamis dan Kuningan)

sebaiknya dikembangkan.

2. Dinas pertanian sebaiknya menjamin ketersediaan pupuk bersubsidi dan nonsubsidi untuk

mempermudah adopsi teknologi.

3. Pemerintah daerah melakukan pembenahan struktur kebijakan proteksi agar memberikan

insentif bagi petani untuk bersedia menanam kedelai dan memacu pertumbuhan produksi dan

produktivitasnya.

4. Pengembangan agroindustri dapat dilakukan dengan pemasaran langsung dari petani ke

konsumen atau pengembangan rantai tataniaga terpendek memerlukan perhatian yang lebih

banyak. Hal ini dapat dicapai dengan adanya pergudangan sementara di tingkat kelompok tani

agar tercipta integrasi produsen dan konsumen (agroindustri).

Page 45: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 1. KONDISI MAKRO EKONOMI REGIONAL

30

BOKS 2

PROGRAM PENGEMBANGAN KLASTER PAPRIKA DI JAWA BARAT

Pada tahun 2007, KBI Bandung melaksanakan program pengembangan klaster paprika dalam

bentuk pelatihan Penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dan Budidaya Paprika yang Tepat

dan Benar. Melalui program ini, petani dibekali pengetahuan mengenai budidaya paprika yang baik

dan benar sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas paprika.

Paprika merupakan salah satu komoditas sayuran yang mempunyai nilai ekonomi tinggi karena

harga jual paprika relatif stabil. Paprika dari Jawa Barat memiliki daya saing yang relatif baik,

dengan rasa yang manis dan renyah sehingga banyak diminati oleh konsumen paprika di luar

negeri. Kondisi agroklimat Jawa Barat cocok untuk budidaya paprika, selain itu rentang distribusi

paprika tidak terlalu panjang sehingga paprika merupakan komoditas yang potensial untuk

dikembangkan.

Meski paprika dari Jawa Barat memiliki daya saing yang relatif baik di pasar luar negeri, namun

ekspor paprika pada tahun-tahun sebelumnya masih menemui beberapa kendala, yaitu: (i) paprika

yang dihasilkan masih banyak yang tidak memenuhi standar residu pestisida yang ditetapkan oleh

negara pengimpor, dan (ii) para petani paprika masih belum dapat memenuhi kuota ekspor.

Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut, KBI Bandung bekerjasama dengan Balai Penelitian

Sayuran Jawa Barat, CV. ASB Farm (eksportir), dan Koperasi Petani Mitra Suka Maju (Koptan MSM)

mengadakan program pengembangan klaster paprika. Program pelatihan tersebut pada akhirnya

mampu mendorong berbagai pihak yang terkait untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan program

pengembangan klaster, antara lain: Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Barat,

HPSP (Holticultural Partnership Support Programme), PT Joro (importir benih dan penjual sarana

produksi pertanian), serta Dinas Koperasi dan UMKM Jawa Barat.

Hasil Program Pengembangan Klaster

Pada akhir pelaksanaannya, program pengembangan klaster paprika berhasil meningkatkan

produktivitas dan kualitas paprika, meningkatkan volume ekspor, dan memperluas kesempatan

kerja. Produktivitas paprika yang dihasilkan meningkat dari 2-3kg per pohon per musim tanam,

menjadi 4-5kg per pohon per musim tanam. Peningkatan produktivitas ini mendorong peningkatan

volume ekspor dari 2 ton per minggu menjadi 4-6ton per minggu. Dari sisi kualitas, paprika yang

dihasilkan memenuhi standar residu pestisida yang ditetapkan oleh negara pengimpor.

Untuk memenuhi permintaan ekspor, Koptan MSM bersama eksportir sedang merencanakan

perluasan lahan penanaman paprika. Pembukaan lahan tersebut mampu menyerap banyak tenaga

kerja karena paprika merupakan tanaman yang perlu penanganan secara intensif.

Page 46: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

Page 47: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

32

Di tengah gejolak perekonomian global, tekanan inflasi Jawa Barat pada triwulan IV-2008

menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Secara triwulanan, inflasi Indeks Harga

Konsumen (IHK) Tahun Dasar (TD) 20071 Jawa Barat tercatat sebesar 0,15% (qtq) (Grafik 2.1), lebih

rendah baik dibandingkan dengan inflasi Jawa Barat pada triwulan III-2008, yang sebesar 3,14%,

maupun inflasi pada triwulan IV-2007, yang sebesar 1,44%. Angka tersebut lebih rendah

dibandingkan inflasi nasional pada triwulan IV-2008 yang mencapai 0,54%. Dengan

perkembangan tersebut, inflasi Jawa Barat secara tahunan lebih rendah dibandingkan inflasi pada

September 2008 yakni dari 12,30% menjadi 11,11% (yoy). Namun demikian, inflasi Jawa Barat

tersebut lebih tinggi dibandingkan inflasi pada tahun 2007 yang sebesar 5,10% dan sedikit di atas

inflasi nasional tahun 2008 yang sebesar 11,06% dan (Grafik 2.2).

Grafik 2.1. Inflasi Triwulanan Jawa Barat dan Nasional

0

1

2

3

4

5

Tw.IV* Tw.I* Tw.II* Tw.III** Tw.IV**

2007 2008

% (qtq)

Jabar Nasional

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, TD 2002. Keterangan: * Inflasi dengan Tahun Dasar 2002; ** Inflasi dengan Tahun Dasar 2007.

Grafik 2.2. Inflasi Tahunan Jawa Barat dan Nasional

0

2

4

6

8

10

12

14

Tw.IV* Tw.I* Tw.II* Tw.III** Tw.IV**

2007 2008

% (yoy)

Jabar Nasional

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, TD 2002. Keterangan: * Inflasi dengan Tahun Dasar 2002; ** Inflasi dengan Tahun Dasar 2007.

Perlambatan inflasi selama triwulan IV-2008 terutama disebabkan oleh berkurangnya

tekanan permintaan setelah bulan Ramadhan serta penurunan harga komoditas-

komoditas internasional. Krisis ekonomi global telah menyebabkan penurunan permintaan

sehingga mengakibatkan harga-harga komoditas internasional, terutama harga minyak, mengalami

penurunan. Penurunan harga minyak internasional mendorong pemerintah menurunkan harga

BBM sebanyak dua kali pada tanggal 1 dan 15 Desember 2008.

Sementara itu, faktor pendorong utama peningkatan laju inflasi di Jawa Barat selama

tahun 2008 adalah faktor eksternal. Pada awal tahun terjadi kenaikan harga beberapa

komoditas strategis di pasar internasional, seperti minyak bumi, CPO (Crude Palm Oil), gandum,

emas, dan kedelai sejak akhir tahun 2007, yang telah mendorong inflasi Jawa Barat sejak awal

tahun hingga triwulan III-2008. Depresiasi nilai tukar sebagai akibat dari peningkatan perceived risk

di negara-negara berkembang (emerging countries) yang diikuti oleh aliran modal keluar pada

akhirnya meningkatkan imported inflation.

1 Sejak publikasi data inflasi Juni 2008 oleh BPS melalui Berita Resmi Statistik, BPS menggunakan Tahun Dasar baru, dari semula tahun 2002 menjadi tahun 2007. Berdasarkan tahun dasar 2007, inflasi Jawa Barat merupakan inflasi gabungan tujuh kota, meliputi Bandung, Bekasi, Depok, Bogor, Cirebon, Sukabumi, dan Tasikmalaya.

Page 48: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

1. INFLASI TRIWULANAN

Secara triwulanan, laju inflasi di Jawa Barat selama triwulan IV-2008 mencapai 0,15%

(qtq), lebih rendah dibandingkan inflasi pada triwulan III-2008 yang mencapai 3,14%

(qtq). Faktor utama pendorong perlambatan inflasi tersebut adalah penurunan harga komoditas di

pasar internasional (Grafik 2.3) serta faktor musiman, yakni penurunan permintaan pasca Idul Fitri.

Beberapa komoditas yang memberikan sumbangan cukup besar terhadap inflasi di Jawa Barat

selama triwulan IV-2008 adalah nasi dengan lauk, mie dengan baso, kentang, sawi hijau, kacang

lanjang, cabe merah, dan bawang merah, sedangkan deflasi disumbangkan oleh bahan bakar

rumah tangga dan bensin.

Secara bulanan, inflasi pada triwulan IV-2008 memiliki tren menurun. Inflasi pada bulan

Oktober 2008 mencapai 0,41% (mtm), jauh lebih rendah dibandingkan bulan September 2008

yang mencapai 1,19%. Perlambatan inflasi disebabkan penurunan beberapa bahan makanan

setelah Idul Fitri (Grafik 2.4). Pada bulan berikutnya laju inflasi kembali melambat menjadi 0,27%,

karena penurunan harga beberapa bahan makanan, selanjutnya pada bulan Desember 2008 terjadi

deflasi 0,53% akibat penurunan harga BBM.

Grafik 2.3. Perkembangan Harga Komoditas-komoditas Internasional

400

500

600

700

800

900

1000

1100

1200

10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2007 2008

2

4

6

8

10

12

14

16

CPO (MYR/metric ton)Emas (USD/troy ons)Kedelai (USD/bushel) (RHS)Gandum (USD/bushel) (RHS)

Sumber: Bank Indonesia

. Grafik 2.4. Inflasi Bulanan Jawa Barat dan Nasional

-1,0

-0,5

0,0

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

3,0

10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2007 2008

% (mtm) Jabar Nasional

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat. Keterangan: data inflasi nasional bulan Juni 2008 tidak ditampilkan karena perbedaan tahun dasar. Pada grafik di atas, inflasi Jawa Barat berdasarkan Tahun Dasar 2002, sedangkan inflasi nasional sejak Juni 2008 berdasarkan Tahun Dasar 2007.

Sementara itu, para pelaku ekonomi (khususnya pengusaha, pedagang eceran, dan konsumen) di

Jawa Barat memiliki ekspektasi inflasi yang sejalan dengan perkembangan inflasi yang cenderung

menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Perkembangan ekspektasi tersebut diindikasikan oleh

hasil beberapa survei yang dilakukan oleh KBI Bandung, yaitu Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU),

Survei Penjualan Eceran (SPE), dan Survei Konsumen (SK).

33

Page 49: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

34

Kalangan pengusaha (responden SKDU)

memprediksi peningkatan harga jual/tarif

barang/jasa triwulan IV-2008 sangat

berkurang dibandingkan dengan triwulan III-

2008, terlihat dari angka SB (saldo bersih2)

hasil survei pada triwulan IV-2008 menjadi

17,94 dari 29,47 (Grafik 2.5). Peningkatan

jumlah pengusaha yang memprediksikan terjadi

penurunan harga pada triwulan IV-2008

disebabkan oleh kenaikan harga bahan baku tidak

sebesar triwulan sebelumnya. Peningkatan harga

yang relatif melambat ini terutama terjadi pada

sektor pengolahan dan sektor listrik, gas, dan air bersih.

Grafik 2.6. Ekspektasi Pedagang Eceran Terhadap Harga Barang dan Jasa

-1,0

-0,5

0,0

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

3,0

10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2007 2008

% (inflasi)

100

110

120

130

140

150

SB

Inflasi Gab.7 Kota (mtm) SPE*

SPE** SPE*** Sumber: SPE-KBI Bandung; BPS Provinsi Jawa Barat. Keterangan: SPE*=Ekspektasi pedagang terhadap harga pada bulan tsb. menurut SPE pada 3 bulan sebelumnya; SPE**= Ekspektasi pedagang terhadap harga pada bulan tsb. menurut SPE 6 bulan sebelumnya; SPE***= Ekspektasi pedagang terhadap harga selama tahun berjalan menurut SPE bulan ybs.

Grafik 2.7. Ekspektasi Konsumen Terhadap Harga Barang dan Jasa

-1,0

-0,5

0,0

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

3,0

10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2007 2008

% (inflasi)

100

110120

130140

150

160170

180190

200SB

Inflasi Gab.7 Kota (mtm) SK* SK** Sumber: Survei Konsumen-KBI Bandung. Keterangan: SK*= Ekspektasi konsumen terhadap harga pada bulan tsb. menurut SK 3 bulan sebelumnya; SK**= Ekspektasi konsumen terhadap harga pada bulan tsb. menurut SK 6 bulan sebelumnya.

Ekspektasi inflasi dari hasil SPE dan SK menunjukkan penurunan dibandingkan triwulan

III-2008 (Grafik 2.6 dan 2.7). Hasil ini sejalan dengan inflasi triwulan IV-2008 yang lebih rendah

dibandingkan dengan inflasi triwulan sebelumnya. Menurut konsumen, kelompok barang dan jasa

yang diperkirakan berpeluang mengalami kenaikan harga adalah kelompok bahan makanan;

kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau; serta kelompok perumahan, listrik, air,

gas, dan bahan bakar.

2 Saldo bersih (SB) adalah (net balance) adalah selisih antara persentase jumlah responden yang memberikan jawaban “meningkat” dengan persentase jumlah responden yang memberikan jawaban “menurun” dan mengabaikan jawaban “sama”. SB positif menunjukkan bahwa lebih banyak responden yang menyatakan bahwa harga jual meningkat dibandingkan yang menyatakan turun.

. Grafik 2.5. Perkembangan Harga Barang dan Jasa Menurut Pengusaha

-1

0

1

2

3

4

5

Tw.I* Tw.II* Tw.III** Tw.IV** Tw.I** Tw.II** Tw.III** Tw.IV**

2007 2008

% (inflasi)

0

10

20

30

40

50SB (SKDU)

SB hasil SKDU inflasi gab 7 kota (qtq)

Page 50: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

Grafik 2.8. Ekspektasi Konsumen terhadap

Pendapatan dan Konsumsi

405060708090

100110120130

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2008

SB

Penghasilan saat ini dibandingkan 6 bulan yang lalu

Saat yang tepat untuk membeli barang tahan lama Sumber: SK-KBI Bandung

Menurut hasil SK, selama triwulan IV-2008

ekspektasi konsumen untuk melakukan

konsumsi tidak jauh berbeda daripada

triwulan sebelumnya, sementara

ekspektasi konsumen terhadap

penghasilan relatif menurun (Grafik 2.8).

Peningkatan ekspektasi konsumsi diperkirakan

karena adanya penurunan harga BBM pada

akhir tahun 2008. Di lain pihak, kemampuan

masyarakat untuk mengkonsumsi (ekspektasi

pendapatan) mengalami penurunan karena

pengaruh krisis global terhadap pendapatan

masyarakat.

1.1. INFLASI MENURUT KELOMPOK BARANG DAN JASA

Pada triwulan IV-2008, enam kelompok barang dan jasa di Jawa Barat mengalami inflasi,

hanya kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan yang mengalami deflasi (Tabel

2.1). Inflasi tertinggi terjadi pada kelompok makanan jadi yang mencapai 1,82% (qtq), serta

kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga yang mencapai 1,54%. Kelompok transpor,

komunikasi, dan jasa keuangan mengalami deflasi sebesar 3,17% (qtq).

Tabel 2.1. Inflasi Triwulanan di Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%)

2007 2008 Andil No. Kelompok

Tw.IV* Tw.I* Tw.II* Tw.III** Tw.IV** Tw.IV** 1 Bahan makanan 2,65 6,30 3,21 4,79 0,81 0,19

2 Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 0,62 2,80 4,69 2,78 1,82 0,31

3 Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 0,45 2,27 3,15 2,98 0,25 0,06

4 Sandang 8,14 3,35 0,22 0,91 0,86 0,04

5 Kesehatan 1,20 6,18 1,81 1,50 0,74 0,03

6 Pendidikan, rekreasi dan olahraga 0,67 0,82 0,89 4,38 1,54 0,11

7 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan 0,32 0,18 11,93 2,07 -3,17 -0,60

Umum 1,44 3,17 4,41 3,14 0,15 0,15 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat. Keterangan: * Data inflasi Tahun Dasar 2002, gabungan tujuh kota (Bandung, Bekasi, Bogor, Sukabumi, Cirebon, Tasikmalaya, Banjar); ** Data inflasi Tahun Dasar 2007, gabungan tujuh kota (Bandung, Bekasi, Depok, Bogor, Sukabumi, Cirebon, dan Tasikmalaya).

35

Page 51: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

Selain mencatat angka inflasi tertinggi

dibandingkan kelompok lainnya, kelompok

makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau

juga memberikan sumbangan inflasi terbesar,

yakni sebesar 0,31% (Grafik 2.9). Meskipun

inflasi kelompok bahan makanan hanya 0,81%,

kelompok tersebut adalah penyumbang inflasi

kedua terbesar, yaitu sebesar 0,19% (qtq). Adapun

kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga yang

mencatat inflasi kedua terbesar dan memberikan

sumbangan inflasi sebesar 0,11%. Sementara itu

kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan

menyumbang deflasi 0,60%. Perkembangan inflasi

keempat kelompok barang dan jasa tersebut adalah

sebagai berikut:

Grafik 2.9. Inflasi dan Andil Inflasi Jawa Barat Triwulanan Menurut

Kelompok Barang dan Jasa Triwulan IV-2008

0,86

1,54

0,04

0,11

0,15

0,81

1,82

0,25

0,74

-3,17

0,15

0,19

0,31

0,06

0,03

-0,60

-4 -2 0 2

Bahanmakanan

Makananjadi

Perumahan

Sandang

Kesehatan

Pendidikan

Transpor

Total

Kel

ompo

k Ba

rang

dan

Jas

a%(qtq)

Andil

Inflasi

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, diolah. Keterangan: nama kelompok disingkat.

a. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau

Inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau melambat dibandingkan

dengan triwulan III-2008, yakni dari 2,78% menjadi 1,82% (qtq) (Grafik 2.10). Penurunan

inflasi kelompok ini antara lain disebabkan tekanan permintaan yang berkurang selepas bulan

Ramadhan. Dari tiga subkelompok pada kelompok tersebut, subkelompok makanan jadi mencatat

inflasi tertinggi sekaligus penyumbang inflasi terbesar. Dengan inflasi sebesar 2,15% (qtq),

kelompok ini menyumbang inflasi sebesar 0,24% (Grafik 2.11). Sementara itu, kelompok

tembakau dan minuman beralkohol mencatat inflasi kedua tertinggi (1,83%) dan memberi andil

inflasi kedua terbesar (0,07%).

Grafik 2.10. Inflasi Triwulanan Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan

Tembakau di Jawa Barat

0,62

2,80

4,69

2,78

1,82

0,00,51,01,52,02,53,03,54,04,55,0

Tw.IV* Tw.I* Tw.II* Tw.III** Tw.IV**

2007 2008

% (qtq)

Keterangan: *inflasi IHK Tahun Dasar 2002; **inflasi IHK Tahun Dasar 2007 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Grafik 2.11. Inflasi Triwulanan Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan

Tembakau di Jawa Barat Menurut Subkelompok Triwulan IV-2008

2,15

1,83

0,24

0,01

0,07

0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5

MakananJadi

Minumanyang TidakBeralkohol

Tembakau &MinumanBeralkohol

Sub

kelo

mp

ok

%(qtq)

Andil

Inflasi

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

36

Page 52: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

Besarnya inflasi pada subkelompok makanan jadi terutama disebabkan oleh kenaikan

harga nasi dengan lauk serta mie bakso pada bulan Oktober 2008. Pada bulan tersebut,

komoditas nasi dengan lauk menyumbangkan andil inflasi sebesar 0,05% (mtm) dan mie

memberikan andil inflasi sebesar 0,04% (mtm). Kenaikan harga makanan jadi disebabkan kenaikan

harga bahan bakunya seperti beras, daging ayam ras, daging sapi, tempe, ikan, dan bumbu-

bumbuan. Beras merupakan komoditas penyumbang inflasi yang cukup besar dan persisten

sepanjang tahun sehingga rantai distribusi beras perlu dipetakan untuk mengendalikan inflasi

komoditas tersebut (lihat Boks 3. Rantai Distribusi dan Rantai Nilai Komoditas Beras di Jawa Barat).

Sementara itu, inflasi kelompok tembakau dan minuman beralkohol terutama disebabkan kenaikan

harga rokok kretek dan rokok kretek filter pada bulan November 2008, yang pada bulan tersebut

menyumbang inflasi sebesar 0,04% (mtm). Kenaikan harga rokok kretek pada triwulan IV-2008

disebabkan oleh kenaikan cukai rokok oleh Pemerintah. Pada bulan November 2008, pemerintah

menaikkan cukai rokok sebesar 6-7% sehingga menaikkan harga rokok kretek di pedagang eceran.

b. Kelompok Bahan Makanan

Inflasi kelompok bahan makanan mencapai 0,81% (qtq), inflasi terendah sejak triwulan III-

2007, yang perkembangannya seiring dengan pergerakan harga komoditas pangan di

pasar internasional (Grafik 2.12). Namun demikian, dibandingkan kelompok lainnya,

sumbangan inflasi kelompok bahan makanan merupakan kedua terbesar. Kelompok ini

menyumbang inflasi sebesar 0,19% (qtq). Penyumbang inflasi terbesar berasal dari subkelompok

sayur-sayuran (kentang, sawi hijau, kacang panjang), bumbu-bumbuan (bawang merah, cabe

merah), dan ikan diawetkan (teri asin) (Grafik 2.13).

Grafik 2.12. Inflasi Triwulanan Kelompok Bahan Makanan di Jawa Barat

2,65

0,81

6,30

3,21

4,79

0,0

1,0

2,0

3,0

4,0

5,0

6,0

7,0

Tw.IV* Tw.I* Tw.II* Tw.III** Tw.IV**

2007 2008

% (qtq)

Keterangan: *inflasi IHK Tahun Dasar 2002; **inflasi IHK Tahun Dasar 2007

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Grafik 2.13. Inflasi Triwulanan Kelompok Bahan Makanan di Jawa Barat

Menurut Subkelompok Triwulan IV-2008

12,17

9,33

7,98

-5,56

1,27

0,12

0,16

0,01

0,13

0,00

1,36

-2,73

-2,58

-3,62

3,61

0,32

0,07

-0,09

-0,05

-0,10

0,05

-0,12

-10 -5 0 5 10 15

Padi-padian, Umbi-umbian &Hasilnya

Daging dan Hasil-hasilnya

Ikan Segar

Ikan Diawetkan

Telur, Susu & Hasil-hasilnya

Sayur-sayuran

Kacang-kacangan

Buah-buahan

Bumbu-bumbuan

Lemak & M inyak

Bahan M akanan Lainnya

Subk

elom

pok

%(qtq)

Andil

Inflasi

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

37

Page 53: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

Secara bulanan, inflasi subkelompok sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan meningkat

karena gangguan cuaca. Inflasi subkelompok sayur-sayuran relatif tinggi sejak November hingga

Desember 2008, terutama untuk komoditas sawi hijau dengan andil sebesar 0,03% (mtm) pada

bulan November 2008 dan kacang panjang dengan andil sebesar 0,04% (mtm) pada bulan

Desember 2008. Subkelompok bumbu-bumbuan mengalami deflasi pada bulan Oktober 2008

karena andil deflasi cabe merah yang tinggi sebesar 0,04% (mtm), tetapi pada bulan November

2008 bawang merah dan cabe merah mengalami inflasi dengan andil sebesar 0,05% (mtm) dan

0,02% (mtm). Pada bulan Desember 2008, cabe merah masih mengalami inflasi dengan andil

sebesar 0,14% (mtm). Inflasi sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan pada triwulan IV-2008 pada

umumnya terjadi karena kekurangan pasokan.

c. Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga

Inflasi kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga yang meencapai 1,54% (qtq)

merupakan kedua tertinggi dan menyumbangkan inflasi terbesar ketiga (0,11%).

Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, inflasi kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga

mengalami penurunan, setelah mencapai puncaknya pada triwulan III-2008 sehubungan dengan

kenaikan jasa pendidikan pada awal tahun ajaran baru (Grafik 2.14).

Grafik 2.14. Inflasi Triwulanan Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga

di Jawa Barat

0,67 0,820,89

4,38

1,54

0,0

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

3,0

3,5

4,0

4,5

5,0

Tw.IV* Tw.I* Tw.II* Tw.III** Tw.IV**

2007 2008

% (qtq)

Keterangan: *inflasi IHK Tahun Dasar 2002; ** inflasi IHK Tahun Dasar 2007 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Grafik 2.15. Inflasi Triwulanan Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga

di Jawa Barat Menurut Subkelompok Triwulan IV-2008

1,41

2,04

2,20

0,02

0,07

0,00

0,02

0,02

0,00

0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5

Jasa Pendidikan

Kursus-kursus/Pelatihan

Perlengkapan/PeralatanPendidikan

Rekreasi

Olahraga

Subk

elom

pok

%(qtq)

Andil

Inflasi

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Berdasarkan subkelompok, inflasi tertinggi terjadi pada subkelompok rekreasi dengan

inflasi sebesar 2,28% (qtq), namun andil inflasi terbesar disumbang oleh subkelompok

jasa pendidikan dengan andil inflasi sebesar 0,07% (qtq) (Grafik 2.15). Inflasi subkelompok

rekreasi disebabkan oleh kenaikan harga berbagai peralatan elektronik seperti TV berwarna,

CD/DVD player, playstation, dan komputer, sebagai akibat penurunan nilai tukar rupiah. Selama

triwulan IV-2008 rata-rata nilai tukar rupiah melemah 15,5% dari Rp9.221/USD menjadi

Rp10.914/USD. Pada subkelompok jasa pendidikan, kenaikan terjadi pada biaya pendidikan di

38

Page 54: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

akademi/perguruan tinggi. Selama bulan Oktober dan November 2008, tarif akademi/perguruan

tinggi memberikan andil inflasi masing-masing sebesar 0,04% (mtm) dan 0,03% (mtm).

d. Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan

Kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan mengalami deflasi 3,17% (qtq),

berbeda dengan triwulan III-2008 yang mengalami inflasi sebesar 2,07% (qtq) (Grafik

2.16). Deflasi pada kelompok ini disebabkan oleh penurunan harga BBM (yang tercatat pada

subkelompok transpor), terutama premium dan solar, pada bulan Desember 2008. Subkelompok

tersebut mengalami deflasi 4,56% (qtq) dengan andil deflasi 0,63% (Grafik 2.17), dengan

sumbangan deflasi bensin sebesar 0,62%. Sementara itu, subkelompok sarana dan penunjang

transpor mencatat inflasi terbesar, yakni 1,58%, karena kenaikan harga suku cadang kendaraan

bermotor (akibat depresiasi nilai tukar rupiah) serta kenaikan berbagai tarif jasa parkir dan

perawatan kendaraan.

Grafik 2.16. Inflasi Triwulanan Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa

Keuangan di Jawa Barat

2,070,32 0,18

11,93

-3,17-4,0

-2,0

0,0

2,0

4,0

6,0

8,0

10,0

12,0

14,0

Tw.IV* Tw.I* Tw.II* Tw.III** Tw.IV**

2007 2008

% (qtq)

Keterangan: *inflasi IHK Tahun Dasar 2002; ** inflasi IHK Tahun Dasar 2007 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Grafik 2.17. Inflasi Triwulanan Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan

di Jawa Barat Menurut Subkelompok Triwulan IV-2008

-4,56

0,00

-0,63

0,01

0,02

0,00

1,58

-6,0 -4,0 -2,0 0,0 2,0

Transpor

Komunikasidan

Pengiriman

Sarana danPenunjangTranspor

Jasa Keuangan

Sub

kelo

mp

ok

%(qtq)

AndilInflasi

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Grafik 2.18. Pergerakan Harga Minyak WTI (West Texas Intermediate)

30

50

70

90

110

130

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2008

USD/barrel

Rata-rata bulanan Rata-rata triwulanan

Sumber: Bloomberg (diolah)

Penurunan harga minyak dunia hingga

mencapai level USD40/barrel telah

mendorong pemerintah untuk menurunkan

harga BBM bersubsidi, khususnya premium

dan solar (Grafik 2.18). Pada tanggal 1

Desember 2008 pemerintah menurunkan

premium sebesar Rp500/liter, sementara

Pertamina menurunkan harga pertamax dex (BBM

tidak bersubsidi) sebesar Rp800/liter. Pada tanggal

15 Desember 2008 pemerintah kembali

menurunkan harga BBM bersubsidi, yakni

premium sebesar Rp500/liter menjadi

Rp5.000/liter dan solar sebesar Rp700/liter menjadi Rp4.800/liter. Dengan demikian, harga

premium dan solar kembali pada level yang sama sebelum kenaikan harga pada bulan Mei 2008.

39

Page 55: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

Penurunan BBM tersebut belum diikuti oleh penurunan tarif angkutan pada bulan yang

sama. Hingga akhir Desember 2008, Dinas Perhubungan (Dishub) Jawa Barat dan Organisasi

Angkutan Darat (Organda) Jawa Barat belum berhasil menyepakati persentase penurunan tarif

angkutan antarkota dalam provinsi (AKDP). Organda Jawa Barat tetap berharap penurunan tarif

berkisar antara 3,5%-4%. Menurut Dishub, penurunan harga premium dan solar tidak

berpengaruh signifikan terhadap biaya operasional AKDP. Untuk AKDP bus besar hingga sedang,

penurunan premium hanya berpengaruh sekitar 4,7% dari biaya operasional, sementara untuk

AKDP bus kecil yang menggunakan solar, hanya berpengaruh sekitar 7,4% karena porsi terbesar

biaya operasional angkutan adalah biaya spare part.

1.2. INFLASI MENURUT KOTA

Berdasarkan kota, tujuh kota di Jawa Barat mengalami penurunan laju inflasi

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya dan triwulan yang sama pada tahun

sebelumnya. Enam kota mengalami inflasi, dengan inflasi tertinggi terjadi di Kota Sukabumi

sebesar 1,32% (qtq) (Tabel 2.2). Tingginya inflasi di Kota Sukabumi selama triwulan IV-2008

terutama berasal dari sumbangan inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau

serta kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar. Meskipun inflasi tertinggi di

Sukabumi tercatat pada kelompok sandang, sebesar 4,13% (qtq), sumbangannya terhadap inflasi

relatif kecil karena bobot IHK kelompok tersebut relatif kecil (Tabel 2.3).

Tabel 2.2. Inflasi Triwulanan di Jawa Barat Menurut Kota (%) 2007 2008 Andil

No. Kota Tw.III* Tw.IV* Tw.I* Tw.II* Tw.III** Tw.IV** Tw.IV**

1 Bandung 2,48 1,82 2,81 5,81 2,28 -0,07 -0,02

2 Bekasi 2,65 0,81 3,31 3,98 3,82 0,03 0,01

3 Depok NA NA NA NA 3,49 0,18 0,04

4 Bogor 1,64 0,90 3,89 2,87 2,38 0,46 0,05

5 Cirebon 2,22 2,06 3,52 4,80 4,04 0,19 0,01

6 Sukabumi 1,88 3,21 2,75 3,69 3,42 1,32 0,05

7 Tasikmalaya 1,65 2,20 2,57 4,67 3,64 1,22 0,03

NA NA NA NA 3,14 0,15 0,15 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat. Keterangan: *inflasi IHK Tahun Dasar 2002; **inflasi IHK Tahun Dasar 2007

Satu-satunya kota yang mengalami deflasi adalah Kota Bandung, dengan deflasi sebesar

0,07%. Deflasi di kota Bandung terutama disebabkan oleh terjadinya deflasi pada empat kelompok

barang dan jasa, yaitu kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan; kelompok bahan

makanan; kelompok sandang; serta kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar.

40

Page 56: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

41

Tabel 2.3. Inflasi Triwulanan di Jawa Barat Menurut Kota & Kelompok Barang dan Jasa Triwulan IV-2008 (qtq,%)

Kota No. Kelompok

Bd Bks Dpk Bgr Cn Skbm Tsm Gab.

1 Bahan makanan -0,40 1,47 2,15 -0,42 -1,04 1,41 -0,56 0,81

2 Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 1,47 0,26 2,33 4,10 1,53 2,84 -1,36 1,82

3 Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar -0,04 0,98 -0,82 0,79 1,30 1,59 1,49 0,25

4 Sandang -0,60 1,01 1,74 1,61 1,42 4,13 1,87 0,86

5 Kesehatan 0,61 0,63 0,63 0,92 2,06 1,20 1,48 0,74

6 Pendidikan, rekreasi dan olahraga 4,57 0,26 0,24 0,00 0,16 0,07 3,55 1,54

7 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan -3,29 -3,55 -3,14 -2,67 -2,82 -1,71 -1,06 -3,17

Umum -0,07 0,03 0,18 0,46 0,19 1,32 1,22 0,15 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Berdasarkan sumbangannya (andil3)

terhadap inflasi Jawa Barat, kota

penyumbang terbesar inflasi di Jawa Barat

pada triwulan IV-2008 adalah Bogor dan

Sukabumi dengan sumbangan inflasi masing-

masing sebesar 0,05% (qtq) (Grafik 2.19).

Pendorong inflasi kota Bogor adalah makanan

jadi. Adapun pendorong inflasi di Kota Sukabumi,

seperti telah disebutkan di atas adalah bahan

makanan dan makanan jadi. Meskipun bobot

Kota Sukabumi (3,92%, ranking kelima) relatif

kecil, inflasi Kota Sukabumi yang sangat tinggi

telah menyebabkan sumbangan inflasi kota

tersebut relatif besar. Selain kedua kota tersebut,

sumbangan inflasi lima kota lainnya relatif kecil,

masing-masing kurang dari 0,05%.

Grafik 2.19. Inflasi dan Andil Inflasi Triwulanan di Jawa Barat

Menurut Kota Triwulan IV-2008

0,46

1,32

0,05

0,05

0,15

-0,07

0,03

0,18

0,19

1,22

0,15

-0,02

0,01

0,04

0,01

0,03

-1 0 1 2

Bandung

Bekasi

Depok

Bogor

Cirebon

Sukabumi

Tasikmalaya

Gabungan

Subk

elom

pok

%(qtq)

Andil

Inf lasi

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

2. INFLASI TAHUNAN

Inflasi tahunan (Januari-Desember) 2008 Jawa Barat mencapai 11,11% (Tabel 2.4). Angka

tersebut lebih rendah dibandingkan inflasi pada September 2008 yang sebesar 12,30% (yoy),

karena perlambatan laju inflasi pada triwulan IV-2008. Namun demikian, inflasi Jawa Barat selama

tahun 2008 lebih tinggi dibandingkan inflasi pada tahun 2007, yang sebesar 5,10% (yoy). Secara

umum, pengaruh faktor eksternal masih sangat tinggi terhadap inflasi Jawa Barat selama setahun

3 Andil inflasi=bobot x laju inflasi

Page 57: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

terakhir, khususnya pada tiga triwulan pertama, yaitu akibat kenaikan harga komoditas di pasar

internasional.

Tabel 2.4. Inflasi Tahunan Jawa Barat Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%) 2007 2008 Andil

No. Kelompok Tw.III* Tw.IV* Tw.I* Tw.II* Tw.III** Tw.IV** Tw.IV**

1 Bahan makanan 13,34 8,07 11,53 17,53 18,41 16,11 3,63

2 Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 4,73 4,46 5,05 9,51 10,96 12,45 2,22

3 Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 3,22 3,35 5,27 6,17 7,82 6,76 1,72

4 Sandang 5,13 11,63 13,76 6,80 7,03 3,69 0,17

5 Kesehatan 6,35 4,70 9,37 9,12 10,17 10,52 0,41

6 Pendidikan, rekreasi dan olahraga 8,88 7,31 7,94 6,59 7,78 8,61 0,64

7 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan

0,86 1,10 1,10 13,74 16,13 12,78 2,30

Umum 6,08 5,10 6,88 10,83 12,30 11,11 11,11 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat. Keterangan: *inflasi IHK Tahun Dasar 2002; **inflasi IHK Tahun Dasar 2007

2.1. INFLASI MENURUT KELOMPOK BARANG DAN JASA

Berdasarkan kelompok barang dan jasa, selain kelompok sandang inflasi tahunan enam

kelompok lainnya lebih tinggi dibandingkan inflasi pada triwulan yang sama pada tahun

sebelumnya. (Grafik 2.20). Namun demikian, inflasi tertinggi terjadi pada kelompok bahan

makanan, mencapai 16,11% (yoy) dan kelompok transpor, komuikasi, dan jasa keuangan.

Kelompok bahan makanan juga

merupakan penyumbang inflasi

terbesar, dengan sumbangan sebesar

3,63% (yoy) atau membentuk 33%

inflasi Jawa Barat dalam setahun

terakhir. Pendorong inflasi kelompok bahan

makanan adalah kenaikan harga komoditas

pangan di pasar dunia. Sejak akhir tahun

2007 hingga triwulan III-2008 komoditas

pangan seperti kedelai, gandum, minyak

kelapa sawit terus mengalami kenaikan dan

berdampak langsung terhadap harga bahan

makanan di dalam negeri.

Grafik 2.20. Inflasi Tahunan di Jawa Barat Menurut Kelompok Barang

dan Jasa Tahun 2008

3,69

8,61

0,17

0,64

11,11

16,11

12,45

6,76

10,52

12,78

11,11

3,63

2,22

1,72

0,41

2,30

0 5 10 15 20

Bahanmakanan

Makananjadi

Perumahan

Sandang

Kesehatan

Pendidikan

Transpor

Total

Kel

om

po

k B

aran

g d

an J

asa

%(yoy)

Andil

Inflasi

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, diolah. Keterangan: nama kelompok disingkat.

42

Page 58: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

Kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan sebagai kelompok dengan inflasi

kedua tertinggi sekaligus merupakan penyumbang terbesar kedua inflasi, yakni dengan

andil sebesar 2,30% (yoy). Inflasi kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan tahunan

yang tinggi disebabkan oleh kenaikan harga BBM pada triwulan II-2008 dan dampaknya terhadap

kenaikan tarif angkutan.

Berdasarkan komoditas, sumbangan inflasi terbesar berasal dari kenaikan tarif angkutan

dalam kota, bensin, nasi dan lauk-pauk, bahan bakar rumah tangga, daging ayam ras,

tahu mentah, telur ayam ras, beras, tempe, dan semen. Sementara itu beberapa komoditas

penyumbang deflasi adalah bawang merah, bawang putih, tarif pulsa ponsel, dan pete.

2.2. INFLASI MENURUT KOTA

Berdasarkan kota, inflasi tahunan di lima kota (Bogor, Cirebon, Tasikmalaya, Depok, dan

Cirebon) lebih tinggi daripada inflasi Jawa Barat. Hanya inflasi di Kota Bandung dan Bekasi

yang lebih rendah dibandingkan inflasi Jawa Barat yang sebesar 11,11%, sedangkan inflasi

tertinggi terjadi di Kota Bogor yang mencapai 14,20% (yoy) (Tabel 2.5).

Tabel 2.5. Inflasi Triwulanan di Jawa Barat Menurut Kota (%) 2007 2008 Andil

No. Kota Tw.III* Tw.IV* Tw.I* Tw.II* Tw.III** Tw.IV** Tw.IV**

1 Bandung 5,30 5,25 7,00 11,47 NA 10,23 10,23

2 Bekasi 6,47 4,65 6,62 9,31 NA 10,10 10,10

3 Depok NA NA NA 10,71 NA 11,70 11,70

4 Bogor 6,19 4,50 6,58 13,19 NA 14,20 14,20

5 Cirebon 10,16 7,87 8,17 13,34 NA 14,14 14,14

6 Sukabumi 9,13 7,72 6,52 10,28 NA 11,39 11,39

7 Tasikmalaya 9,66 8,23 9,77 10,47 NA 12,07 12,07

Gabungan NA NA NA 10,83 12,30 11,11 11,11 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat. Keterangan: *inflasi IHK Tahun Dasar 2002; **inflasi IHK Tahun Dasar 2007

Kelompok bahan makanan mempengaruhi tingginya inflasi di Kota Bogor selama tahun

2008 (Tabel 2.6). Inflasi kelompok bahan makanan yang mencapai 19,51% di Bogor (tertinggi

dibandingkan di kota-kota lain) menyumbang inflasi sekitar 4,3% atau membentuk 30% inflasi di

kota tersebut, walaupun demikian inflasi kelompok kesehatan di kota Bogor adalah yang terendah

dibandingkan dengan kota lainnya sebesar 4,31% (yoy). Inflasi bahan makanan di kota Bogor yang

relatif tinggi disebabkan oleh berkurangnya pasokan daging ayam ras dari daerah lain. Inflasi

daging ayam ras yang relatif volatile merupakan efek dari panjangnya rantai distribusi daging ayam

ras dari daerah lain (lihat Boks 4. Distribusi Volatile Foods di Jawa Barat). Di lain pihak, rendahnya

inflasi kelompok bahan makanan di kota Bandung yang sebesar 13,33% (yoy) menyebabkan

tingkat inflasi kota Bandung lebih rendah dibandingkan 6 kota lain di Jawa Barat.

43

Page 59: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

Tabel 2.6. Inflasi Tahunan di Jawa Barat

Menurut Kota & Kelompok Barang dan Jasa (%) Kota

No. Kelompok Bd Bks Dpk Bgr Cn Skbm Tsm

Gab.

1 Bahan makanan 13,33 16,82 16,90 19,51 16,37 15,69 14,82 16,14

2 Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau

15,16 6,36 15,12 13,63 15,34 13,81 7,61 12,41

3 Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 6,18 4,75 6,65 11,00 11,53 9,18 14,14 6,80

4 Sandang 0,61 4,96 4,43 5,73 7,28 7,69 6,27 3,62

5 Kesehatan 16,38 10,40 5,68 4,31 21,69 9,13 6,86 10,52

6 Pendidikan, rekreasi dan olahraga 8,81 7,09 7,23 14,88 23,56 0,95 12,98 8,54

7 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan 10,17 14,48 13,41 16,05 10,72 10,20 7,75 12,70

Umum 10,23 10,10 11,70 14,20 14,14 11,39 12,07 11,11 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Berdasarkan sumbangannya terhadap inflasi

Jawa Barat, kota penyumbang terbesar

inflasi di Jawa Barat pada selama tahun 2008

adalah Kota Bandung (Grafik 2.20). Meskipun

inflasi Kota Bandung yang sebesar 10,23% relatif

rendah dibandingkan inflasi di kota-kota lainnya,

sumbangan inflasinya mencapai 2,95% karena

bobot kotanya merupakan yang terbesar. Faktor

pendorong inflasi di Kota Bandung adalah

kenaikan berbagai komoditas pada kelompok

bahan makanan serta kelompok makanan jadi,

minuman, rokok, dan tembakau. Sumbangan

inflasi dua kelompok tersebut mencapai 5,7%,

atau membentuk lebih dari 50% inflasi Kota

Bandung.

Grafik 2.21 Inflasi dan Andil Inflasi Tahunan di Jawa Barat

Menurut Kota Triwulan IV-2008

14,20

11,39

1,68

0,45

11,11

11,11

12,07

14,14

11,70

10,10

10,23

0,34

0,59

2,36

2,85

2,95

0 5 10 15

Bandung

Bekasi

Depok

Bogor

Cirebon

Sukabumi

Tasikmalaya

Gabungan

Subk

elom

pok

%(yoy)

Andil

Inflasi

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

44

Page 60: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

BOKS 3

RANTAI DISTRIBUSI DAN RANTAI NILAI KOMODITAS BERAS

DI JAWA BARAT

Beras adalah komoditas bahan makanan yang memiliki sumbangan inflasi cukup besar terhadap

inflasi Jawa Barat. Berdasarkan Survei Biaya Hidup Tahun 2002, dari 408 komoditas, bobot beras

mencapai 4,92%, kedua terbesar setelah kontrak rumah. Oleh karena itu perlu upaya-upaya untuk

mengendalikan harga beras dalam rangka pengendalian inflasi secara umum di Jawa Barat. Untuk

mendalami masalah perberasan, pada tahun 2007 KBI Bandung telah melakukan penelitian

tentang Pola Pembentukan Harga Beras di Jawa Barat. Hasil penelitian tersebut menunjukkan

bahwa rantai distribusi memegang peranan penting dalam pembentukan harga, sehingga

dibutuhkan penelitian lebih lanjut yang mampu memetakan distribusi beras di Jawa Barat.

Sehubungan dengan hasil penelitian tersebut, pada tahun 2008 KBI Bandung bekerja sama dengan

Fakultas Pertanian-Universitas Padjadjaran melakukan penelitian tentang rantai distribusi (supply

chain) dan rantai nilai (value chain) beras di Jawa Barat. Hal-hal yang ingin diketahui dari penelitian

ini adalah (i) menggambarkan kondisi perberasan di Jawa Barat; (ii) supply chain dan value chain

beras; (iii) pola pembentukan harga beras; (iv) identifikasi pasar yang menjadi referensi utama

pelaku pasar, serta (v) identifikasi peluang pembiayaan bagi petani, pedagang dan pemrosesan

beras yang dapat meningkatkan efisiensi pasar beras Jawa Barat. Penelitian difokuskan pada 4

klaster sentra produksi padi Jawa Barat, yaitu Pantai Utara (Pantura), Priangan Barat, Priangan

Timur dan Jabar Selatan. Dalam pengukuran keterpaduan pasar beras baik secara horisontal

maupun vertikal digunakan perhitungan IMC (Inter of Market Connection).

Hasil Penelitian

1. Kondisi perberasan dan petani padi Jawa Barat

a. Produksi padi tahun 2008 menunjukkan peningkatan produktivitas dari 54,20 kuintal per

hektar di 2007 menjadi 55,84 kuintal per hektar di 2008. Namun di sisi lain, luas panen

padi terus menurun sebagai akibat tingginya konversi lahan yang menyebabkan semakin

turunnya kontribusi produksi Jawa`Barat pada pemenuhan kebutuhan pangan nasional.

b. Terjadi pergeseran masa puncak panen di Jawa Barat secara menyeluruh pada tahun 2007,

sebagai dampak dari adanya perubahan iklim. Musim panen yang pada tahun 2001 terjadi

pada bulan Maret (panen raya rendeng) dan Juli (panen gadu), pada tahun 2007 menjadi

bulan April dan Agustus. Kondisi tersebut akan berdampak pada kondisi ketersediaan dan

fluktuasi harga bulanan (terendah dan tertinggi). Hal yang perlu diantisipasi adalah

dampaknya pada kenaikan harga beras pada periode rendahnya panen.

c. Petani Jawa Barat rata-rata memiliki luas lahan garapan yang sempit (rata-rata 0,6 hektar),

namun dengan produktivitas yang relatif tinggi secara nasional. Kondisi sarana dan

45

Page 61: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

prasarana pertanian cukup baik, tetapi aspek kelembagaan pendukung belum secara serius

dan konsisiten dikembangkan untuk mendorong kemandirian petani.

2. Supply chain dan value chain beras Jawa Barat

a. Pasar distribusi beras yang terpenting dan menjadi referensi utama adalah Pasar Induk

Cipinang, Pasar Widasari (Indramayu) dan Pasar Johar (Karawang). Ketiga pasar tersebut

berperan cukup besar pada lalu lintas pasokan beras secara regional maupun jalur

pengiriman ke provinsi lain bahkan sampai Luar Jawa. Pasar Cipinang sendiri menyalurkan

kurang lebih 7-10% dari produksi total Jawa Barat.

b. Jalur pasokan (supply chain) terbagi berdasarkan kualitas beras yaitu jalur pasok beras

kualitas medium dan kualitas premium. Jalur pasokan beras kualitas medium meliputi

penyaluran ke pasar tradisional (lokal, regional, antar provinsi, dan kota besar), pengadaan

beras pemerintah melalui BULOG, dan sebagian kecil ke rumah makan di wilayah masing-

masing. Sementara itu, beras premium disalurkan melalui jalur pasokan ke pasar

tradisional, supermarket, rumah makan, dan jaringan restoran besar.

c. Bentuk kelembagaan pemasaran beras saat ini berpotensi menciptakan biaya transaksi

yang tinggi bagi petani dan proses nilai tambah yang rendah karena hanya memberikan

pilihan rasional dari kesempatan yang terbatas. Hal ini terjadi sebagai akibat terbatasnya

kepemilikan modal kerja petani dan lemahnya kelembagaan pedukung, sehingga petani

umumnya hanya terlibat pada proses memproduksi padi.

d. Pemeran utama yang berpengaruh pada keberlanjutan jalur pasok beras adalah produsen

input pertanian (benih dan pupuk), penggilingan dan pedagang skala sangat besar di Jawa

Barat termasuk para pedagang besar di Pasar Induk Cipinang. Walaupun secara volume

BULOG hanya menyerap 5-7% produksi Jawa Barat, namun langkah BULOG, sebagai

pelaksana kebijakan pemerintah, secara psikologis memiliki dampak yang cukup besar

pada harga pasar.

3. Pola pembentukan harga pasar

a. Terjadi perubahan mendasar pada tren (gejala dispoint) pergerakan harga bulanan beras

pada periode 1998-2000, 2001-2004, dan 2005-2008. Faktor yang memiliki kontribusi

pada perbedaan kondisi harga tersebut adalah kebijakan pemerintah untuk impor beras.

b. Harga beras di Pasar Induk Cipinang terkait secara vertikal dengan pembentukan harga di

semua wilayah sentra produksi Jawa Barat sedangkan harga beras di Kota Bandung terkait

secara vertikal dengan wilayah sentra produksi Priangan Barat, Priangan Timur, dan Jabar

Selatan tetapi tidak terkait dengan wilayah Pantura.

c. Perkembangan harga beras kualitas medium lebih stabil dan homogen daripada beras

kualitas premium. Harga beras antar kota dalam satu klaster menunjukkan harga dengan

homogenitas yang tinggi.

d. Value chain beras terbagi dua berdasarkan target konsumennya, yaitu value chain beras

46

Page 62: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

medium dan premium. Nilai tambah tertinggi beras medium berada pada saluran restoran

dan kios eceran pasar lokal di wilayah sekitar sentra produksi, sedangkan nilai tambah

tertinggi beras premium berada pada saluran ke supermarket dan restoran di kota besar

akan tetapi daya serap masih terbatas.

e. Penggunaan teknologi dan pengemasan yang lebih baik oleh penggilingan beras dapat

meningkatkan nilai tambah beras.

4. Potensi usaha terkait dengan perberasan

a. Produk sampingan dari padi (jerami, menir, dedak, dan sekam) belum semua

termanfaatkan padahal potensi perolehan nilai tambahnya cukup besar.

b. Peluang investasi dapat diarahkan pada aktivitas yang memberikan nilai tambah tinggi

tetapi hal ini masih terkendala dalam hal pembiayaan mekanisasi usaha tani misalnya

pengeringan, penggilingan, pergudangan dan transportasi.

Rekomendasi

1. Pemerintah daerah sebaiknya mengetatkan aturan tata guna lahan untuk mencegah

berlanjutnya konversi lahan demi menjaga keberlanjutan kontribusi Jawa Barat pada

ketersediaan pangan pokok nasional. Salah satu indikasinya adalah penurunan luas panen padi

pada musim tanam September – Desember 2008 sebesar 23,61% dibandingkan periode masa

tanam yang sama tahun 2007.

2. Untuk mengisi rendahnya jumlah panen pada masa tanam yang terjadi setiap awal tahun

sekitar bulan Januari–Februari, maka Badan Ketahanan Pangan sebaiknya memberlakukan

penyempurnaan manajemen logistik stok gabah/beras yang dapat mengurangi tekanan inflasi

dari sisi penawaran.

3. Pemerintah daerah perlu mengembangkan pasar induk distribusi di wilayah Jabar Selatan,

Priangan Barat dan Timur untuk meningkatkan keterkaitan pasar wilayah dengan sistem beras

nasional. Pasar induk ini juga perlu dilengkapi dengan sistem pasar lelang secara periodik untuk

mempercepat pergerakan gabah/beras ke pasar konsumen.

4. Pemerintah provinsi perlu mendorong investasi pihak swasta pada supply chain beras untuk

memperlancar pasokan, terutama pada kegiatan yang memberikan nilai tambah tinggi seperti

padi varietas premium dan penggilingan padi modern.

5. Dinas Pertanian sebaiknya membuat insentif untuk investasi swasta pada industri yang

memanfaatkan produk sampingan dari produk sampingan dari padi, seperti jerami, sekam dan

dedak. Hal ini akan meningkatkan nilai tambah produk padi, menciptakan lapangan kerja dan

mengurangi limbah pertanian.

47

Page 63: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

BOKS 4

DISTRIBUSI VOLATILE FOODS DI JAWA BARAT

nflasi kelompok bahan makanan selama beberapa tahun terakhir, memberikan sumbangan yang

signifikan terhadap inflasi di Jawa Barat. Pada tahun 2008, inflasi kelompok ini mencapai 16,14%,

tertinggi dibandingkan kelompok barang dan jasa lainnya, serta menyumbangkan inflasi terbesar

terhadap inflasi Jawa Barat, yakni sebesar 3,63% (yoy) dari inflasi Jawa Barat 11,11% (yoy).

Dengan demikian, 33% inflasi di Jawa Barat pada tahun 2008 disumbang oleh inflasi kelompok

bahan makanan. Inflasi kelompok bahan makanan Jawa Barat yang tinggi diduga merupakan

akibat dari ketidakseimbangan permintaan dengan penawaran, serta adanya kendala distribusi.

Sehubungan dengan hal tersebut pada tahun 2008, KBI Bandung bekerjasama dengan Fakutas

Ekonomi-Universitas Islam Bandung melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui

karakteristik arus distribusi beberapa komoditas bahan makanan yang harganya berfluktuatif

(volatile food) di Jawa Barat. Dari hasil penelitian tersebut diharapkan dapat diperoleh alternatif

solusi bagi permasalahan dalam distribusi volatile food di Jawa Barat.

Metodologi Penelitian

Kelompok bahan makanan dalam perhitungan inflasi terdiri atas sebelas subkelompok yang

meliputi 118 komoditas di Jawa Barat. Dari sebelas subkelompok tersebut, dalam penelitian ini

dipilih sembilan komoditas volatile food penyumbang inflasi terbesar pada delapan subkelompok,

yakni daging ayam ras, ikan mas, telur ayam ras, kol putih, tahu, pisang, bawang merah, cabe

merah, dan minyak goreng. Adapun komoditas pada tiga subkelompok lainnya, yaitu subkelompok

padi-padian, umbi-umbian dan hasilnya; subkelompok ikan diawetkan; dan subkelompok bahan

makanan lainnya, tidak masuk dalam cakupan penelitian ini, mengingat penelitian tentang

distribusi beras (subkelompok padi-padian) telah dilakukan pada penelitian terpisah, sementara dua

sumbangan inflasi dua subkelompok lainnya tidak terlalu signifikan.

Lokasi penelitian difokuskan di tujuh kota, yaitu Bandung, Depok, Bogor, Cirebon, Sukabumi,

Tasikmalaya, dan Banjar, dengan pertimbangan bahwa kota-kota tersebut disurvei BPS dalam

perhitungan inflasi Indeks Harga Konsumen Tahun Dasar 2002 serta lokasi kota yang relatif

menyebar.

Pengambilan sampel dilakukan dengan purposive sampling dengan jumlah responden 537 orang,

yang mewakili komponen petani, eksportir, importir, PBAK (Pedagang Besar Antar Kota), bandar,

pedagang besar lokal, pemasok swalayan, grosir, pengecer di pasar tradisional, pengecer pasar

swalayan, dan dinas-dinas terkait.

48

Page 64: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

Metode analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Metode Analisis

Analisis Indikator Efisiensi Distribusi

Analisis Saluran Distribusi (Panjang rantai distribusi)

Analisis Distribution Margin Ratio (DMR)

Analisis Biaya Distribusi Sebaran Marjin Distribusi

Rasio Marjin Distribusi

Analisis Cost Profit Ratio (CPR)

Analisis sebaran nilai DMR dan CPR dengan Nilai

Kurtosis

Farmer’s Share

Analisis Efisiensi dari Indikator: Panjang rantai distribusi, DMR,

CPR, dan Farmer’s Share

Hasil Penelitian

1. Secara umum kota-kota yang disurvei sangat tergantung pada luar daerah dalam memenuhi

kebutuhan sebagian besar dari sembilan komoditas bahan makanan yang diteliti.

2. Terdapat 5 pola sumber pasokan untuk sembilan komoditas bahan makanan, yakni: (i) dari

sentra produksi; (ii) dari petani daerah sekitar yang bukan merupakan sentra produksi; (iii) dari

pasar induk di kota lain; (iv) dari distributor utama di luar daerah; serta (v) dari produsen lokal.

3. Pola sumber pasokan menentukan model arus distribusi sehingga terbentuk 5 model arus

distribusi, yaitu:

a. Model Bandar (produsen memberikan ke bandar kemudian bandar mendistribusikan

langsung kepada grosir, pengecer, dan pasar swalayan), terjadi pada pisang, kubis,ikan

mas, dan daging ayam ras.

b. Model PBAK (produsen memberikan ke PBAK kemudian PBAK mendistribusikan langsung

kepada grosir), terjadi pada cabe merah dan bawang merah.

c. Model Campuran Bandar dan PBAK (produsen memberikan ke bandar dan PBAK kemudian

bandar dan PBAK mendistribusikan ke grosir atau pengecer), terjadi pada telur ayam.

d. Model Produsen (produsen langsung mendistribusikan ke pengecer dan pasar swalayan),

terjadi pada tahu.

e. Model Distributor (produsen langsung mengirim ke distributor, kemudian distributor

langsung memberikan kepada grosir lalu kepada pengecer), terjadi pada minyak goreng.

3. Hasil uji terhadap efisiensi distribusi diperoleh hasil bahwa:

a. Dari sembilan komoditas yang diteliti, hanya komoditas tahu yang terklasifikasi efisien,

karena rantai distribusi produk tersebut sangat pendek, sebaran CPR cukup merata di

sebagian besar kota yang disurvei, besarnya producer’s share di atas 50% di seluruh kota.

b. Telur dan daging ayam terklasifikasikan kurang efisien, karena memiliki rantai distribusi

49

Page 65: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 2. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

50

panjang, sebaran DMR dan CPR yang tidak merata, namun ternyata nilai farmer’s share di

atas 50%.

c. Komoditas kol, bawang merah, cabe merah, pisang, minyak goreng dan ikan mas

terklasifikasikan tidak efisien karena memiliki rantai distribusi panjang, sebaran DMR dan

CPR yang sangat tidak merata, nilai farmer’s share di bawah 50%.

Rekomendasi

1. Setiap pemerintah daerah sebaiknya memiliki informasi terkait neraca perdagangan (data

produksi, konsumsi, arus distribusi, masa tanam, tren produksi, harga jual di tingkat produsen

dan lembaga pemasaran) serta sistem informasi yang terintegrasi secara lengkap dan rutin

dalam rangka meminimalisasi informasi yang asimetris antara yang dimiliki daerah produsen

dengan daerah konsumen.

2. Pemerintah daerah sebaiknya mendorong implementasi collective farming dan pemasaran

bersama dalam wadah asosiasi petani/gabungan kelompok tani melalui mekanisme direct

selling dan manajemen pemasaran regional. Di samping itu, pemerintah provinsi sebaiknya

mendirikan pusat bursa komoditas.

3. Bawang merah: pemerintah daerah sebaiknya mendorong petani lokal di daerah Kadipaten,

Kab Cirebon untuk meningkatkan produksi bawang merah dan cabe merah melalui skema

kredit pertanian perbankan.

4. Ayam ras :

• Meningkatkan industri bibit ayam lokal yang dapat menghasilkan DOC. Selain untuk

mengurangi ketergantungan pada bibit impor, juga untuk mengendalikan harga ketika

terjadi lonjakan permintaan daging ayam di musim tertentu.

• Mengembangkan industri pakan ayam ras yang menggunakan bahan baku lokal dan

limbah organik.

• Membenahi mekanisme program kemitraan usaha peternakan ayam sehingga lebih adil

baik bagi plasma, buruh maupun bagi inti dilihat dari sisi pembagian risiko dan keuntungan

yang adil.

5. Tahu:

• Meningkatkan fungsi intermediasi perbankan dalam melayani petani, peternak dan

produsen tahu lokal.

• Meningkatkan produksi kedelai dalam jumlah signifikan terutama di daerah-daerah yang

sesuai.

• Pemerintah provinsi sebaiknya mempertahankan kebijakan pemerintah memberikan subsidi

harga kedelai untuk mendorong produksi olahan kedelai.

8. Ikan mas: melakukan studi kelayakan terhadap Waduk Darma Kuningan sebagai sentra

produksi ikan mas untuk memenuhi permintaan ikan mas dari daerah Priangan timur.

Page 66: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

Page 67: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

Secara tahunan, perkembangan perbankan di Jawa Barat pada triwulan IV-2008, yang

dicerminkan pada beberapa indikator seperti aset, penghimpunan dana masyarakat (DPK),

dan penyaluran kredit masih menunjukkan pertumbuhan dengan angka yang lebih tinggi

dibandingkan pertumbuhan year on year triwulan sebelumnya. Namun demikian, secara

triwulanan menunjukkan perkembangan yang lebih lambat. Sejalan dengan perkembangan tersebut,

fungsi intermediasi perbankan mengalami peningkatan yang tercermin dari meningkatnya indikator

loan to deposit ratio (LDR). Selain itu, risiko kredit yang tercermin dari indikator non performing loan

(NPL) juga menunjukkan perbaikan.

Aset perbankan Jawa Barat pada triwulan IV-2008 tumbuh 6,67% (qtq) atau 14,27% (yoy)

mencapai Rp166,02 triliun. Sebagian besar aset perbankan (93,30%) di Jawa Barat merupakan aset

bank umum konvensional. Sementara itu, sisanya sebesar 6,7% berasal dari aset bank umum syariah

(3,16%) dan BPR (3,53%).

Dana pihak ketiga (DPK) yang dihimpun perbankan di Jawa Barat pada triwulan ini tumbuh

9,77% (qtq) atau 12,26% (yoy) mencapai Rp125,76 triliun. Perkembangan ini didorong oleh

naiknya simpanan baik dalam bentuk giro, tabungan, dan deposito yang diperkirakan sebagai akibat

dari meningkatnya preferensi menabung masyarakat sehubungan dengan tingkat suku bunga

perbankan yang dirasakan masih cukup tinggi. Hal ini juga mengindikasikan bahwa perbankan masih

belum merespon terhadap penurunan tingkat suku bunga acuan (BI Rate).

Kredit yang disalurkan perbankan di Jawa Barat pada triwulan IV-2008 tumbuh 4,98% (qtq)

atau 25,08% (yoy) mencapai Rp95,17 triliun. Pertumbuhan tersebut antara lain disebabkan oleh

tingginya permintaan kredit modal kerja. Pertumbuhan kredit yang lebih rendah dibandingkan dana

yang dihimpun, menyebabkan loan to deposit ratio (LDR) pada triwulan IV-2008 turun dari 79,13%

pada triwulan III-2008 menjadi 75,68%. Realisasi kredit baru pada triwulan IV-2008 mengalami

penurunan jika dibandingkan dengan triwulan III-2008 karena tingkat suku bunga perbankan

dirasakan masih cukup tinggi dan menyebabkan bank semakin selektif dalam menyalurkan kredit dan

menyebabkan pelaku usaha menjadi hati-hati dalam pengajuan kredit sehubungan beban bunga yang

cukup tinggi.

1. BANK UMUM KONVENSIONAL

Kinerja perbankan di Jawa Barat pada triwulan IV-2008 menunjukkan peningkatan. Hal ini

tercermin dari meningkatnya beberapa indikator seperti aset, penghimpunan dana masyarakat (DPK),

outstanding kredit berdasarkan bank pelapor maupun lokasi proyek, serta menurunnya kredit

bermasalah (non performing loan/NPL).

Total aset bank umum konvensional pada triwulan IV-2008 tumbuh 6,81% (qtq) atau 13,58%

(yoy) mencapai Rp154,91 triliun. Meningkatnya pertumbuhan aset terutama disebabkan

meningkatnya dana pihak ketiga (DPK). DPK selama periode triwulan IV-2008 tumbuh 10,02% (qtq)

52

Page 68: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

atau 11,54% (yoy) mencapai Rp117,76 triliun. Pertumbuhan tersebut lebih besar jika dibandingkan

pertumbuhan pada triwulan III-2008, dimana DPK hanya mengalami peningkatan sebesar 1,00%

(qtq). Sementara itu, posisi (outstanding) kredit yang disalurkan oleh bank umum konvensional di

Jawa Barat pada triwulan IV-2008 tumbuh 5,41% (qtq) atau 25,25% (yoy), mencapai Rp87,35 triliun

(Grafik 3.1). Pertumbuhan kredit secara triwulanan (qtq) mengalami perlambatan dibandingkan

dengan pertumbuhan pada triwulan III-2008 yang mencapai 6,35% (qtq) atau 25,49% (yoy). Dari

total kredit tersebut, Rp65,27 triliun diantaranya merupakan kredit mikro, kecil dan menengah (MKM),

yang tumbuh 2,24% (qtq) atau 19,21% (yoy). Pertumbuhan kredit yang lebih rendah dibandingkan

dana yang dihimpun bank umum konvensional di Jawa Barat, menyebabkan loan to deposit ratio

(LDR) pada triwulan IV-2008 turun dari 77,42% menjadi 74,18% (Grafik 3.2). Dari sisi kualitas kredit,

rasio NPL (gross) turun dari 3,57% menjadi 3,52%.

Grafik 3.1. Perkembangan Aset, DPK dan Kredit Bank Umum Konvensional

Grafik 3.2. Perkembangan LDR dan NPL Bank Umum Konvensional

124,99136,39 133,59

139,72 145,03154,91

95,91105,57 101,76 105,98 107,03

117,76

66,03 69,74 70,9877,92 82,86 87,35

-

20

40

60

80

100

120

140

160

180

Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

2007 2008

Trili

un R

p

Aset DPK Kredit

74,1877,4273,5269,7566,0668,85

1,82 1,661,43

3,523,573,633,783,443,92

1,501,72

2,06

-

10

20

30

40

50

60

70

80

90

Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

2007 2008

Trili

un R

p

0%

50%

100%

150%

200%

250%

300%

350%

400%

450%

LDR(%) NPL Kredit (%) Gross NPL Kredit (%) Net

Sumber : LBU KBI Bandung

Outstanding kredit berlokasi proyek di Jawa Barat yang disalurkan perbankan nasional

tumbuh 8,00% (qtq) atau 33,31% (yoy) mencapai posisi Rp163,33 triliun. Masih menggeliatnya

kegiatan produktif di sektor riil pada triwulan laporan diperkirakan sebagai penyebab masih

meningkatnya kebutuhan akan pembiayaan perbankan, sebagaimana tercermin dari pertumbuhan

kredit modal kerja dan kredit investasi, yakni masing-masing mencapai 11,91% (qtq) dan 11,57%

(qtq) atau 40,06% (yoy) dan 31,89% (yoy). Sementara itu, outstanding kredit MKM berlokasi di Jawa

Barat yang disalurkan bank umum konvensional nasional tumbuh 1,63% (qtq) atau 25,16% (yoy)

mencapai posisi Rp93,82 triliun (bulan November 2008).

1.1. PENGHIMPUNAN DANA PIHAK KETIGA BANK UMUM KONVENSIONAL

Pada triwulan IV-2008, dana masyarakat yang dihimpun bank umum konvensional di Jawa

Barat tumbuh 10,02% (qtq) atau 11,54% (yoy) hingga mencapai posisi Rp117,76 triliun.

Berdasarkan jenis simpanan, sebagian besar DPK pada bank umum konvensional masih didominasi

oleh deposito, yang tumbuh 16,50% (qtq) atau 15,11% (yoy) menjadi Rp52,68 triliun, sehingga

pangsanya meningkat, dari 42,25% pada triwulan III-2008 menjadi 44,74% pada triwulan IV-2008

53

Page 69: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

(Grafik 3.3). Tabungan tumbuh 5,39% (qtq) atau 11,41% (yoy), namun pangsanya turun dari 37,31%

menjadi 35,74%. Giro turun 5,06% (qtq), atau 4,36% (yoy) menjadi Rp22,99 triliun. Porsi simpanan

giro turun dari 20,44% menjadi 19,52%. Kenaikan deposito dan tabungan mengindikasikan bahwa

preferensi menabung masyarakat masih cukup kuat akibat tingkat suku bunga yang dirasakan masih

cukup tinggi.

Berdasarkan kelompok bank, sebanyak masing-masing 48% DPK dihimpun oleh kelompok

bank pemerintah dan bank swasta nasional. Adapun pangsa DPK kelompok bank asing dan

campuran hanya 4,00% dari total DPK (Grafik 3.4). Selama triwulan IV-2008, DPK bank pemerintah,

bank umum swasta nasional (BUSN) dan bank swasta asing masing-masing naik Rp6,04 triliun (12%),

Rp3,86 triliun (7,40%) dan Rp0,82 triliun (18,35%).

Grafik 3.3. Perkembangan Penghimpunan DPK Bank Umum Konvensional

Berdasarkan Jenis Simpanan

21,32 22,03 22,25 23,01 21,88 22,99

33,5637,78 36,58

39,44 39,9442,0941,03

45,7742,93 43,53 45,22

52,68

-

10

20

30

40

50

60

Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

2007 2008

Trili

un R

p

Giro Tabungan Deposito

Sumber: LBU KBI Bandung

Grafik 3.4. Pangsa Penghimpunan DPK Bank Umum Konvensional Berdasarkan Kelompok

Bank Triwulan IV-2008

4%

48%48%

Bank Pemerintah Bank Swasta Nasional Bank Swasta Asing

Sumber: LBU KBI Bandung

Sementara itu, dilihat berdasarkan golongan pemilik, nasabah perorangan, perusahaan

swasta dan BUMN masih mendominasi DPK yang dihimpun oleh bank umum konvensional di

Jawa Barat, yang mencapai Rp104,94 triliun dengan pangsa 89,11%(Grafik 3.5).

Penghimpunan dana yang diperoleh berdasarkan golongan pemilik perseorangan tumbuh sebesar

9,54%, BUMN tumbuh 49,53% sedangkan perusahaan swasta tumbuh sebesar 25,32% (Grafik 3.6).

Grafik 3.5. Pangsa DPK Bank Umum Konvensional Berdasarkan Golongan

Pemilik Triwulan IV-2008

Grafik 3.6. Perkembangan DPK Bank Umum Konvensional Berdasarkan Golongan Pemilik

11%2%

72%

2%5%

8%

Pemerintah Daerah Badan Usaha Milik Negara Perusahaan Swasta Yayasan dan Badan Sosial Perorangan Lainnya

-

10

20

30

40

50

60

70

80

90

Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

2007 2008

Trili

un R

p

Perorangan Perusahaan Swasta Badan Usaha Milik Negara Pemerintah Daerah Yayasan dan Badan Sosial Lainnya

Sumber : LBU KBI Bandung Sumber : LBU KBI Bandung

54

Page 70: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

1.2. PENYALURAN KREDIT BANK UMUM KONVENSIONAL

1.2.1. KREDIT YANG DISALURKAN BANK UMUM KONVENSIONAL DI JAWA BARAT

Kredit yang disalurkan bank umum konvensional di Jawa Barat tumbuh 5,41% (qtq) atau

25,25% (yoy) sehingga posisinya pada triwulan IV-2008 mencapai Rp87,35 triliun (Grafik 3.7).

Masih menggeliatnya kegiatan dunia usaha terutama pada sektor perdagangan,hotel dan restoran

diperkirakan menjadi faktor pendorong meningkatnya kebutuhan pembiayaan dari perbankan.

Grafik 3.7. Perkembangan Kredit Bank Umum di Jawa Barat

66,0369,74 70,98

77,9282,86 87,35

5,83% 5,61% 5,41%

19,84% 20,73% 20,99%

24,88% 25,49% 25,25%

1,77%

9,78%

6,35%

-

10

20

30

40

50

60

70

80

90

Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

2007 2008

Trili

un

Rp

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

Kredit yoy qtq

Sumber LBU KBI Bandung

Grafik 3.8. Perkembangan Kredit Bank Umum Berdasarkan Kelompok Bank

34,32

25,72 26,59

40,72

11,93

48,15

29,1531,23 31,51

34,29 34,95 36,10

2,56 2,79 2,88 2,91 2,98 3,10

-

10

20

30

40

50

60

Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

2007 2008

Trili

un R

p

Bank Pemerintah Bank Swasta Nasional Bank Asing/Campuran

Sumber LBU KBI Bandung Berdasarkan kelompok bank, pangsa penyaluran kredit terbesar masih didominasi oleh

kelompok bank umum milik pemerintah dengan pangsa mencapai 55,12% meningkat

dibandingkan triwulan sebelumnya 54,22%. Adapun pangsa kredit yang disalurkan BUSN serta

bank swasta asing dan campuran mengalami penurunan (Grafik 3.8).

Grafik 3.9. Pangsa Penyaluran Kredit Bank Umum Konvensional Berdasarkan Jenis

Penggunaan Triwulan IV-2008

Grafik 3.10. Perkembangan Kredit Bank Umum Konvensional Berdasarkan Jenis Penggunaan

45%

11%

44%

Modal Kerja Investasi Konsumsi

6,75 7,30 7,39 8,08 8,69 9,22

27,7329,98

34,3134,55 33,2230,36

36,97

39,96

32,4635,53 38,1737,20

-

5

10

15

20

25

30

35

40

45

Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

2007 2008

Trili

un R

p

Investasi Modal Kerja Konsumsi

Sumber : LBU KBI Bandung Sumber : LBU KBI Bandung

Berdasarkan jenis penggunaannya, sebagian besar kredit bank umum konvensional di Jawa

Barat disalurkan untuk modal kerja dan konsumsi. Kredit modal kerja (KMK) dan konsumsi

masing-masing tercatat sebesar Rp39,96 triliun dan Rp38,17 triliun, dengan pangsa masing-masing

sebesar 45,75% dan 43,70% (Grafik 3.9). Sementara posisi kredit investasi (KI) mencapai Rp9,22

55

Page 71: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

56

trililun atau 10,55% dari total kredit. Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, kredit modal kerja,

kredit investasi dan kredit konsumsi tumbuh masing-masing sebesar 8,09%, 6,07% dan 2,60%

(Grafik 3.10).

Grafik 3.11. Pangsa Penyaluran Kredit Bank Umum Konvensional Terbesar Berdasarkan

Sektor Ekonomi Triwulan IV-2008

Grafik 3.12. Perkembangan Penyaluran Kredit Bank Umum Konvensional Terbesar

Berdasarkan Sektor Ekonomi

21,5%

19,2%

5,2%

44,1%

2,5%

1,9%1,6%

3,5%

0,2%

0,3%

Lain-lain Perdag., Rest & Hotel PerindustrianJasa Dunia Usaha Konstruksi PertanianJasa Sosial Pengktn, Gudg& Kmnks PertambanganListrik, Gas & Air

-

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

2007 2008

Trili

un

Rp

Perdag., Rest & Hotel Perindustrian Jasa Dunia Usaha

Konstruksi Pertanian Jasa Sosial

Sumber : LBU KBI Bandung Sumber : LBU KBI Bandung

Berdasarkan sektor ekonomi, tiga sektor yang menyerap kredit terbesar, adalah sektor

lainnya (konsumsi), sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR), dan sektor industri

pengolahan (Grafik 3.11). Pangsa ketiganya terhadap total kredit mencapai 84,78%. Berdasarkan

pertumbuhannya, sektor lainnya (konsumsi) tumbuh 2,44% (qtq) atau 17,96% (yoy), sektor PHR

tumbuh 4,64% (qtq) atau 28,52% (yoy), sedangkan sektor industri pengolahan tumbuh 6,61% (qtq)

atau 21,22% (yoy) dengan nominal masing-masing Rp38,52 triliun, Rp18,79 triliun dan Rp16,74 triliun

(Grafik 3.12).

1.2.2. KREDIT BANK UMUM NASIONAL YANG BERLOKASI PROYEK

1 DI JAWA BARAT

Seperti halnya kredit yang disalurkan bank umum konvensional di Jawa Barat, kredit yang

disalurkan perbankan nasional untuk kebutuhan pembiayaan di Jawa Barat juga mengalami

peningkatan. Outstanding kredit yang berlokasi proyek di Jawa Barat pada posisi bulan November

2008 tumbuh 8,00% (qtq) atau 33,31% (yoy). Kredit yang disalurkan ke wilayah Jawa Barat sampai

dengan bulan November mencapai Rp163,33 triliun. Dari total kredit tersebut, 53% dibiayai dari

bank umum konvensional di Jawa Barat, sedangkan 47% dibiayai dari bank umum konvensional yang

beroperasi di luar Jawa Barat (Grafik 3.13).

1 Kredit berdasarkan lokasi proyek adalah kredit yang disalurkan oleh bank umum konvensional baik yang berada di dalam maupun di luar wilayah Jawa Barat yang dipergunakan untuk membiayai kebutuhan kredit di Jawa Barat

Page 72: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

Grafik 3.13. Perkembangan Kredit oleh Bank

Umum Konvensional di Jawa Barat dan Kredit yang Berlokasi di Jawa Barat

-

20

40

60

80

100

120

140

160

180Tr

iliun

Rp

Kredit bank pelapor 58,67 62,39 66,03 69,74 70,98 77,92 82,86 87,35

Kredit Lokasi Proyek 102,05 109,46 115,50 122,52 127,22 140,15 151,22 163,33

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

2007 2008

Sumber: LBU dan SEKDA KBI Bandung

Grafik 3.14. Pangsa Kredit yang Berlokasi di Jawa Barat Berdasarkan Jenis Penggunaan

Triwulan IV-2008

16%

48%

36%

Investasi Modal Kerja Konsumsi

Sumber: SEKDA KBI Bandung

Sebagian besar kredit yang diserap di wilayah Jawa Barat merupakan kredit produktif,

meliputi kredit modal kerja sebesar Rp78,75 triliun dan kredit investasi sebesar

Rp25,30 triliun, dengan pangsa 63,71%. Adapun kredit konsumsi mencapai Rp59,27 triliun (Grafik

3.14). Berdasarkan sektor ekonomi, penyaluran kredit ke Jawa Barat terkonsentrasi pada sektor

industri pengolahan (Rp52,85 triliun) dan sektor PHR (Rp24,48 triliun), dengan pangsa 47,34%.

Sementara itu, sektor yang mengalami pertumbuhan kredit terbesar adalah sektor industri

pengolahan yang tumbuh sebesar 15,10% (qtq) atau 36,68 (yoy) menjadi sebesar Rp52,85 triliun

(Grafik 3.15).

Grafik 3.15. Sektor Ekonomi Dominan Penyerap Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek

10

20

30

40

50

60

70

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

2007 2008

Triliun

 Rp

Pertambangan Pertanian Jasa‐jasa

Perdagangan Jasa‐jasa Lain‐lain

Sumber: SEKDA KBI Bandung

Grafik 3.16. Perkembangan Penyaluran Kredit berdasarkan Lokasi Proyek di Kabupaten/Kota Triwulan IV-2008

12%

24%

5%5% 7% 0%

23%

24%

Kota Bandung Kab. Bekasi Kab. Bandung Kab. Bekasi

Kota Depok Kota Bekasi Kab. Karawang Lainnya

`

Sumber: SEKDA KBI Bandung

Berdasarkan kabupaten/kota penerima kredit, Kota Bandung sebagai ibukota Provinsi Jawa

Barat merupakan daerah penyerap kredit terbesar, yakni sekitar 18,95% dari total kredit

yang tersalurkan di Jawa Barat. Daerah lainnya yang menyerap kredit cukup besar adalah daerah

perkotaan atau daerah kawasan industri seperti Kabupaten Bekasi 19,96%, Kabupaten Bandung

10,35%, dan Kabupaten Bogor 9,28% (Grafik 3.16).

57

Page 73: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

1.2.3 PERSETUJUAN PLAFON KREDIT BARU OLEH BANK UMUM KONVENSIONAL

Persetujuan plafon kredit baru oleh bank

umum konvensional di Jawa Barat pada

triwulan IV-2008 turun 39,45% (qtq)

mencapai Rp9,86 triliun (Grafik 3.17). Hal ini

diperkirakan disebabkan karena penurunan

tingkat suku bunga acuan (BI rate) belum

berdampak pada suku bunga kredit perbankan,

sehingga pelaku usaha semakin hati-hati dalam

pengajuan kredit sehubungan beban bunga

yang dirasa masih cukup besar. Sekitar 55,20%

dari total persetujuan plafon kredit baru merupakan kredit produktif, yaitu kredit modal kerja Rp4,55

triliun dan kredit investasi Rp0,89 triliun. Adapun sisanya sebesar 44,80% merupakan kredit konsumsi,

yaitu mencapai Rp4,42 triliun.

1.2.4. KUALITAS KREDIT

Kualitas kredit bank umum konvensional di Jawa Barat pada triwulan IV-2008 membaik

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Hal ini dicerminkan oleh turunnya rasio kredit

bermasalah atau rasio gross non performing loan (NPL) dari 3,57% menjadi 3,52%. Sementara itu,

persentase kredit bermasalah bersih (net NPL) atau gross NPL setelah dikurangi dengan jumlah PPAP

(penyisihan penghapusan aktiva produktif) perbankan, juga mengalami penurunan dari 1,50%

menjadi 1,43%. Persentase NPL bank umum konvensional ini masih cukup aman, berada di bawah

batas maksimal yang ditentukan Bank Indonesia sebesar 5%.

Grafik 3.17. Perkembangan Persetujuan Plafon Kredit Baru Oleh

Bank Umum Konvensional

11,8814,10 13,62

18,3916,29

9,8612,19

22,76%

-39,47%

2,61%

15,63%

-3,39%

34,99%

-11,42%

-2468

101214161820

Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

2007 2008

Trirl

iun

Rp

-50%-40%

-30%-20%

-10%0%

10%20%

30%40%

Realisasi Kredit Baru Growth (qtq)

Tabel 3.1. Empat Kabupaten/Kota dengan Rasio NPL Tertinggi

Rasio NPL (%)

Wilayah Tw.III 2008

Tw.IV 2008

Kota Bandung 4,30 4,50 Kota Bogor 4,56 4,22 Kab, Purwakarta 4,05 3,86 Kota Tasikmalaya 4,36 3,39

Sumber: LBU KBI Bandung

Tabel 3.2. Empat Kabupaten/Kota dengan Rasio NPL Terendah

Rasio NPL (%)

Wilayah Tw.III 2008

Tw.IV 2008

Kab. Majalengka 0,11 0,11 Kab. Kuningan 0,59 0,28 Kota Cimahi 0,83 0,69 Kab. Kuningan 1,51 0,82

Sumber : LBU KBI Bandung

Sembilan dari dua puluh lima kabupaten/kota di Jawa Barat mengalami peningkatan jumlah kredit

bermasalah. Peningkatan nominal kredit bermasalah terbesar dialami oleh Kota Bandung, yaitu

sebesar Rp205,864 miliar Adapun rasio NPL di Kabupaten Majalengka (0,11%) merupakan yang

terendah dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya (Tabel 3.2).

58

Page 74: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

59

1.2.5. PERKEMBANGAN KREDIT MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (MKM)

Penyaluran kredit mikro, kecil dan

menengah (MKM) oleh bank umum

konvensional di Jawa Barat pada triwulan

IV-2008, tumbuh 2,24% (qtq) atau 19,21%

(yoy) menjadi Rp65,27 triliun. Pertumbuhan

kredit MKM tersebut tidak secepat

pertumbuhan total kredit yang tumbuh 5,41%

(qtq) atau 25,25% (yoy). Oleh karena itu,

pangsa kredit MKM terhadap total kredit

mengalami sedikit penurunan dari 75,05%

pada triwulan III-2008 menjadi 74,73% pada

triwulan IV-2008.

Grafik 3.19. Perkembangan Kredit MKM Bank Umum Konvensional Menurut Jenis Penggunaan

Grafik 3.20. Perkembangan Kredit MKM Bank Umum Konvensional

Menurut Plafon

17,93 18,94 19,43 21,70 22,85 23,33

3,54 3,62 3,44 3,82 4,08 4,16

31,37 32,20 32,9535,25 36,93 37,78

-

10

20

30

40

50

60

70

Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

2007 2008

Trili

un R

p

Modal Kerja Investasi Konsumsi

23,97 24,16 24,18 25,26 26,28 26,14

15,13 15,56 16,38 18,61 20,19 21,33

13,74 15,04 15,2616,90 17,37 17,81

-

10

20

30

40

50

60

70

Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

2007 2008

Trili

un R

p

Mikro Kecil Menegah

Sumber : LBU KBI Bandung Sumber : LBU KBI Bandung

Berdasarkan bank penyalur kredit, bank pemerintah di Jawa Barat menyalurkan lebih dari

setengah total kredit MKM (57,73%), sedangkan bank swasta dan bank asing campuran

menyalurkan masing-masing sebesar 40,60% dan 1,67% (Grafik 3.18). Sekitar 42,12% dari porsi

kredit MKM tersebut merupakan kredit modal kerja (35,74%) dan investasi (6,38%), sedangkan

57,88% dari porsi kredit MKM merupakan kredit konsumsi (Grafik 3.19). Menurut skala kreditnya,

40,04% kredit MKM disalurkan dalam bentuk kredit mikro, sedangkan untuk kredit kecil dan

menengah dengan pangsa 32,67% dan 27,28% (Grafik 3.20)

Grafik 3.18. Perkembangan Kredit MKM Bank Umum Konvensional Menurut

Kelompok Bank

29,09 29,75 30,49

33,70

36,62 37,68

22,8724,04 24,33

26,00 26,17 26,50

0,88 0,97 1,00 1,07 1,05 1,09

-

5

10

15

20

25

30

35

40

Tw.III Tw..IV Tw. I Tw.II Tw.III Tw.IV

2007

Trili

un R

p

Bank Umum Pemerintah Bank Swasta Nasional Bank Asing dan Campuran

D

Sumber : LBU KBI Bandung

Page 75: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

Berdasarkan sektor ekonomi, sektor PHR

adalah penyerap kredit MKM terbesar, yakni

mencapai Rp15,1 triliun atau 23,12% dari total

kredit MKM (Grafik 3.21). Selanjutnya, sektor

industri pengolahan adalah penyerap kredit MKM

terbesar kedua, mencapai Rp5,7 triliun (8,74%),

yang sebagian besar diserap oleh subsektor industri

tekstil, sandang, dan kulit. Di urutan ketiga adalah

sektor jasa dunia usaha yang menyerap sekitar

4,03% dari total kredit MKM atau sebesar Rp2,63

triliun.

Grafik 3.21. Distribusi Kredit MKM Bank Umum Konvensional Berdasarkan Sektor

Ekonomi Triwulan IV-2008

58%

23%

9%

4%

2% 2% 1%1%

0%

0%

Lain_Lain Perdagangan Industri

Jasa_Dunia Konstruksi Pertanian

Jasa_Sosial Angkutan Pertambangan

Listrik_Gas_Air

Sumber: LBU KBI Bandung

Grafik 3.22. Distribusi Kredit MKM Bank Umum Konvensional Berdasarkan Kabupaten/Kota Triwulan IV-2008

38%

9%8%

5%

33%

7%

Kodya Bandung Kotif Bekasi Kodya Bogor Kodya Cirebon Kotif Tasikmalaya Kab/Kota Lainnya

Sumber : LBU KBI Bandung

Grafik 3.23. Perkembangan Gross NPL Kredit MKM dan Gross NPL Total Kredit

Bank Umum Konvensional

3,793,41

3,71 3,553,32

3,06

3,923,44

3,78 3,63 3,57 3,52

-

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

3,0

3,5

4,0

4,5

Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

2007 2008

Pers

en

NPL Kredit MKM NPL Bank Umum

Sumber : LBU KBI Bandung

Penyebaran kredit MKM di Jawa Barat masih terpusat di kota-kota besar dan pusat industri.

Kota Bandung merupakan penyerap kredit MKM terbesar dengan pangsa sebesar 38,59% atau

Rp25,18 triliun. Di urutan kedua Kota Bekasi dengan pangsa 8,99% (Rp5,87 triliun), diikuti Kota

Bogor dengan pangsa 7,84% (Rp5,12 triliun) (Grafik 3.22). Kualitas kredit MKM bank umum

konvensional di Jawa Barat pada triwulan IV-2008 lebih baik dibandingkan kualitas total kredit. Gross

NPL kredit MKM adalah sebesar 3,06%, lebih rendah dibandingkan rasio gross NPL total kredit yang

sebesar 3,52% (Grafik 3.23).

Outstanding kredit MKM yang berlokasi

di Jawa barat mencapai Rp96,38 triliun

(posisi Novermber 2008) (Grafik 3.24).

Secara nasional, porsi kredit MKM

berdasarkan lokasi proyek di Jawa Barat

menempati urutan kedua setelah Jakarta,

dengan porsi sebesar 15,27% terhadap total

kredit MKM Nasional yang berjumlah Rp631

triliun.

Grafik 3.24. Perkembangan Kredit MKM yang Berlokasi di Jawa Barat

2004 s.d. Des 2006 termasuk Provinsi BantenSumber: Statistik Perbankan Indonesia

0

20

40

60

80

100

120

Jun Jul

Ags

Sept

Okt

Nov

Dec Jan

Feb

Mar

Apr

Mei

Jun Jul

Ags

Sept

Okt

Nov

2007 2008

Trili

un

Rp

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia

60

Page 76: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

Seiring dengan perkembangan kredit MKM tersebut, penyaluran kredit Usaha Rakyat (KUR) oleh

perbankan di Jawa Barat sampai dengan bulan Desember 2008 mencapai Rp1,35 triliun dan baki

debet sebesar Rp990 miliar, yang disalurkan kepada 259.751 debitur (lihat Boks 5 Perkembangan

Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Jawa Barat tahun 2008).

2. KINERJA BANK UMUM KONVENSIONAL YANG BERKANTOR PUSAT DI JAWA BARAT

Sampai dengan triwulan IV-2008, kinerja

tujuh bank umum konvensional yang

berkantor pusat di Bandung menunjukkan

perkembangan positif. Beberapa indikator

seperti total aset dan kredit yang disalurkan

mengalami peningkatan (Grafik 3.25). Total aset

tumbuh 1,54% (qtq) atau 16,56% (yoy)

mencapai Rp46,52 triliun.

DPK yang dihimpun bank yang berkantor

pusat di Jawa Barat turun 3,95% (qtq),

namun secara tahunan naik 15,24% (yoy) menjadi Rp35,04 triliun. Sebagian besar DPK berupa

deposito dengan pangsa 62,96% (Rp22,06 triliun), sementara porsi giro dan tabungan masing-masing

sebesar 23,53% dan 13,51%. Nilai DPK yang dihimpun ketujuh bank tersebut mencapai 29,76% dari

total DPK yang dihimpun perbankan di Jawa Barat.

Grafik 3.25. Perkembangan Kinerja Bank Umum Konvensional yang Berkantor Pusat

di Jawa Barat

39,37 39,9141,50 40,52

45,82 46,52

31,58 30,4033,84 32,51

36,48 35,04

24,08 24,16 24,99 24,55

30,09 31,07

-

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

Tw III Tw IV Tw I Tw II TW III Tw IV

2007 2008

Trili

un R

p

Aset DPK Kredit Sumber : LBU-KBI Bandung

Sementara itu, outstanding kredit tumbuh 3,24% (qtq) atau 28,59% (yoy) mencapai Rp31,07

triliun. Berdasarkan jenis penggunaannya, kredit konsumsi mempunyai porsi terbesar yakni 80,64%.

Sementara itu, porsi penyaluran kredit untuk kebutuhan modal kerja dan investasi masing-masing

tercatat hanya sebesar 15,71% dan 3,66%. Kredit non konsumsi tersebut terutama disalurkan untuk

sektor perdagangan, hotel dan restoran (7,47%), sektor jasa dunia usaha (3,26%), dan sektor

perindustrian (2,80%). Dengan kondisi pertumbuhan kredit yang lebih tinggi dibandingkan

pertumbuhan DPK mengakibatkan LDR untuk bank yang berkantor pusat di Jawa Barat mengalami

peningkatan dari 82,48% pada triwulan III-2008 menjadi 88,66% pada triwulan IV-2008. Adapun

resiko kredit bank umum yang berkantor pusat di Jawa Barat tetap rendah dan terkendali. Hal ini

terlihat dari persentase kredit bermasalah kotor (gross NPL) yang hanya 0,76% atau jauh di bawah

batas yang ditentukan BI maksimal 5%.

Tujuh bank umum yang berkantor pusat di Jawa Barat menunjukkan kinerja yang cukup

baik. Hal ini dapat dilihat dari laba yang berhasil diperoleh maupun tingkat efisiensi bank. Sampai

dengan bulan Desember 2008 Net Interest Income (NII) tercatat sebesar Rp3,46 triliun atau 9,7%.

Sementara itu, rasio Return on Asset (ROA) sampai dengan bulan Desember 2008 tercatat sebesar

3,32%, sedangkan rasio efisiensi antara Biaya Operasional dan Pendapatan Operasional (BOPO)

77,45%.

61

Page 77: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

3. BANK UMUM SYARIAH

Bank umum syariah pada triwulan IV-2008 menunjukkan perkembangan yang cukup baik.

Total aset tumbuh 6,92% (qtq) atau

28,95% (yoy) menjadi Rp5,25 triliun (Grafik

3.26). Pembiayaan yang diberikan (PYD)

tumbuh 1,84% (qtq) atau 20,78% (yoy)

menjadi Rp3,43 triliun. Di sisi lain, secara

triwulanan DPK naik 8,87% (qtq), dan

secara tahunan tumbuh 26,49% (yoy)

menjadi Rp3,97 triliun (Grafik 3.26).

Pertumbuhan PYD yang lebih lambat

dibandingkan dengan pertumbuhan DPK

mengakibatkan rasio PYD terhadap DPK atau financing to deposit ratio (FDR) bank umum syariah

menurun dari 92,21% pada triwulan sebelumnya menjadi 86,26% pada triwulan IV-2008.

Grafik 3.26. Perkembangan Indikator Bank Umum Syariah

3,554,07 4,10

4,73 4,915,25

2,593,14 3,22

3,73 3,653,97

2,76 2,84 2,843,07 3,37 3,43

-

1,0

2,0

3,0

4,0

5,0

6,0

Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

2007 2008

Triliu

n Rp

Aset DPK Pembiayaan

Sumber: LBU KBI Bandung

Sementara itu, risiko pembiayaan bank umum syariah di Jawa Barat pada triwulan IV-2008

menurun. Hal ini ditunjukkan oleh rasio persentase Gross non performing financing (NPF) pada

triwulan IV-2008 yang tercatat sebesar 3,55% atau lebih rendah dibandingkan dengan gross NPF

triwulan sebelumnya yang sebesar 4,81%. Bank syariah terus melakukan upaya untuk menurunkan

NPF dengan cara penyelesaian pembiayaan bermasalah secara lebih intensif serta tetap menerapkan

prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan pembiayaan.

4. BANK PERKREDITAN RAKYAT

Perkembangan BPR konvensional pada

triwulan IV-2008 mengalami kenaikan jika

dibandingkan dengan triwulan maupun

tahun sebelumnya. Total aset BPR naik 2,73%

(qtq) atau naik 21,57% (yoy) menjadi Rp5,86

triliun. Sementara itu DPK BPR naik sebesar

3,77% (qtq) atau 21,70 (yoy) menjadi Rp4,03

triliun. Sementara di sisi lain, kredit yang

disalurkan turun 0,78% (qtq), namun secara

tahunan naik 25,15% (yoy) menjadi Rp4,40 triliun

(Grafik 3.27). Sebagian besar kredit yang

disalurkan BPR merupakan kredit produktif (modal kerja dan investasi), mencapai sekitar 58,53% dari

total kredit BPR, sedangkan sisanya merupakan kredit konsumsi. Kredit modal kerja turun 1,56% (qtq)

menjadi Rp2,43 triliun, kredit investasi turun 9,27% (qtq) menjadi Rp0,15 triliun, sementara kredit

konsumsi naik1,05% (qtq) menjadi Rp1,82 triliun. Adapun resiko kredit BPR di Jawa Barat turun jika

dibandingkan dengan triwulan III-2008 sebesar 9,53% menjadi 9,21%.

Grafik 3.27. Perkembangan IndikatorBank Perkreditan Rakyat

145,29 142,70149,74

155,65

166,02

112,03 108,49113,35 114,57

125,76

76,09 77,5085,06

90,66 95,17

-

20,0

40,0

60,0

80,0

100,0

120,0

140,0

160,0

180,0

Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

2007 2008

Triliu

n Rp

ASET DPK Kredit

Sumber: LBU BPR

62

Page 78: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

63

BOKS 5

PERKEMBANGAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) DI JAWA BARAT

TAHUN 2008

Pada tanggal 5 November 2007 pemerintah menggulirkan program Kredit Usaha Rakyat (KUR), yaitu

adalah skim kredit dengan penjaminan yang bertujuan (i) mempercepat pengembangan sektor riil dan

pemberdayaan UMKM; (ii) meningkatkan akses pembiayaan kepada UMKM dan Koperasi; serta (iii)

menanggulangi kemiskinan dan memperluas kesempatan kerja.

Dalam KUR terdapat pembagian risiko antara bank penyalur kredit dengan lembaga penjamin yang

ditunjuk, yaitu PT Asuransi Kredit Indonesia (ASKRINDO) dan Perum Jaminan Kredit Indonesia

(Jamkrindo). KUR disalurkan melalui enam bank yang ditunjuk pemerintah, yaitu Bank Mandiri, BRI, BNI,

BTN, Bukopin dan Bank Syariah Mandiri. KUR hanya dapat diberikan untuk usaha produktif, yaitu kredit

untuk modal kerja dan kredit untuk investasi, dengan batas maksimum plafon kredit yang dapat

diberikan adalah sebesar Rp500 juta dan suku bunga KUR yang dapat diberikan adalah maksimum

sebesar 16% (efektif).

Berdasarkan laporan bank penyalur KUR di Jawa Barat (tidak termasuk yang berlokasi di Depok, Bogor,

Bekasi, dan Karawang), realisasi plafon kredit KUR hingga bulan Desember 2008 telah mencapai Rp1,35

triliun dan baki debet sebesar Rp990 miliar, yang disalurkan kepada 259.751 debitur. Angka plafon

tersebut mencapai 11% dari total penyaluran KUR nasional yang mencapai Rp12,6 triliun dengan 96%

disalurkan untuk kredit modal kerja (Grafik 3.28).

Pertumbuhan penyaluran KUR di Jawa Barat

menunjukkan perkembangan yang positif

selama tahun 2008 dengan rata-rata

pertumbuhan mencapai 13% per bulan dan

pertumbuhan debitur rata-rata sebesar 16% per

bulan. Penandatanganan Addendum MoU KUR

pada tanggal 14 Mei 2008 yang salah satu

isinya adalah pengaturan pemberian KUR Mikro

(KUR dengan plafon maksimal Rp5 juta)

menyebabkan pertumbuhan penyaluran KUR

pada bulan Juli 2008 meningkat 48% dengan

pertumbuhan debitur mencapai 63%.

Grafik 3.28. Perkembangan KUR di Jawa Barat

Sumber: Laporan Bulanan Bank Pelaksana KUR

Berdasarkan sektor ekonomi, penyaluran KUR paling banyak diserap oleh sektor perdagangan, hotel dan

restoran (PHR), yaitu sebesar Rp1,041 triliun (77% dari total penyaluran) dengan jumlah debitur

mencapai 214.978 unit usaha (83% dari total debitur). Sektor pertanian mampu menyerap 7% dari total

penyaluran yaitu sebesar Rp97 miliar kepada 17.836 debitur (7% dari total debitur). Di lain pihak, NPL

Jml Debitur (RHS)

Baki DebetPlafonRibu Orang

300

250

200

150

100

50

0

Rp Miliar

5 6 7 8 9 10 11 12

2008

1.600

1.400

1.200

1.000

800

600

400

200

0

Page 79: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

64

(Non Performing Loan) KUR relatif sangat rendah, meskipun sedikit meningkat sejak September 2008

karena pengaruh krisis global yang telah dirasakan oleh UMKM. Hingga Desember 2008, NPL hanya

sebesar 0,96%.

Page 80: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 4 PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

Page 81: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 4.PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

Peranan keuangan daerah terhadap perekonomian Jawa Barat pada triwulan III-2008

meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Hal ini antara lain tercermin dari

peningkatan realisasi belanja daerah Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Sampai dengan triwulan III-2008,

realisasi belanja daerah Pemerintah Provinsi Jawa Barat mencapai angka Rp3,88 triliun, atau 64,20%

dari total anggaran belanja daerah tahun 2008 yang sebesar Rp6,05 triliun. Dengan demikian terjadi

peningkatan belanja Pemerintah Provinsi Jawa Barat sebesar Rp1,69 triliun atau tumbuh 77%

dibandingkan realisasi belanja sampai dengan triwulan II-2008. Peningkatan ini antara lain didorong

oleh kegiatan pembangunan infrastruktur transportasi dan komunikasi. Dengan perkembangan

tersebut, sampai dengan akhir tahun 2008, realisasi belanja Pemerintah Provinsi Jawa Barat

diperkirakan akan mencapai angka 90%-95%, tidak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya yang

mencapai 92%. Sementara itu, realisasi belanja pemerintah daerah (baik di provinsi maupun

kabupaten/kota) di Jawa Barat pada triwulan IV-2008 juga diperkirakan mengalami peningkatan yang

signifikan. Hal ini diindikasikan oleh penurunan posisi giro milik pemerintah daerah di perbankan Jawa

Barat pada bulan November dan Desember 2008.

Sementara itu, di sisi pendapatan, sampai dengan akhir triwulan III-2008, realisasi

pendapatan daerah telah mencapai Rp5,51 triliun atau 96,78% dari target APBD tahun 2008

yang sebesar Rp5,70 triliun. Dengan demikian, sampai dengan akhir tahun, realisasi pendapatan

daerah diperkirakan dapat melebihi target pendapatan yang telah ditetapkan. Peningkatan

pendapatan pemerintah provinsi Jawa Barat disebabkan oleh peningkatan PAD (Pendapatan Asli

Daerah). Kontribusi terbesar peningkatan pendapatan pemerintah provinsi Jawa Barat berasal dari

meningkatnya pajak kendaraan bermotor dan pajak bea balik nama kendaraan bermotor sebesar

13,27% (yoy). Selain itu, pada tahun 2008 terdapat penambahan pendapatan lain-lain PAD yang sah

seperti pendapatan bunga.

Tabel 4.1. Realisasi APBD Pemerintah Provinsi Jawa Barat Triwulan III-2008

S.d. Tw.II-08 S.d. Tw.III-08 APBD 2008

No. Uraian Realisasi % Realisasi Realisasi % Realisasi (Rp Miliar) (Rp Miliar) thd APBD (Rp Miliar) thd APBD

I Pendapatan 5.696,29 3.290,52 57,77 5.513,13 96,78

1 Pendapatan Asli Daerah 4.055,12 2.526,52 62,30 4.021,91 99,18

2 Dana Perimbangan 1630,81 746,98 45,80 1.359,24 83,35

3 Lain-lain PAD yang Sah 10,36 17,03 164,38 129,56 1250,58

II Belanja 6.050,02 2.191,95 36,23 3.884,11 64,20

1 Belanja Tidak Langsung 4.313,03 1.789,64 41,49 2.974,03 68,95

2 Belanja Langsung 1.736,99 402,31 23,16 910,09 52,39

III Pembiayaan 353,73 - - -83,91 -23,72

1 Penerimaan Daerah 488,84 - - - -

2 Pengeluaran Daerah 135,12 - - 83,91 62,10

3 SILPA - - - - -

66

Page 82: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 4. PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

1. PERUBAHAN APBD JAWA BARAT TAHUN 2008

Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah menyampaikan usulan APBD-P Tahun 2008 kepada

DPRD Jawa Barat pada tanggal 15 September 2008 yang lalu. Beberapa pertimbangan yang

melandasi perubahan APBD Tahun 2008 diantaranya adalah: (i) adanya perubahan asumsi ekonomi

makro, yaitu inflasi yang diakibatkan oleh kenaikan harga BBM pada Mei 2008; (ii) terlampauinya

proyeksi pendapatan daerah pada triwulan II-2008; serta (iii) penggunaan SILPA (sisa lebih pembiayaan

anggaran tahun berkenaan) untuk mendanai kegiatan yang belum teranggarkan pada APBD 2008.

Tabel 4.2. APBD dan APBD-P Pemerintah Provinsi Jawa Barat tahun 2008

APBD 2008 APBD-P 2008 % Peningkatan No. Uraian

(Rp Miliar) (Rp Miliar) APBD-P 2008

I Pendapatan 5.696,29 6.285,55 10,34

1 Pendapatan Asli Daerah 4.055,12 4.593,24 13,27

2 Dana Perimbangan 1.630,81 1.681,95 3,14

3 Lain-lain PAD yang Sah 10,36 10,36 0,00

II Belanja 6.050,02 6.473,32 7,00

1 Belanja Tidak Langsung 4.313,03 4.688,78 8,71

2 Belanja Langsung 1.736,99 1.784,65 2,74

III Pembiayaan 353,73 1.118,75 216,27

1 Penerimaan Daerah 488,84 1.350,31 176,23

2 Pengeluaran Daerah 135,12 105,17 -22,17

3 SILPA - 126,39 100

Pada APBD-P 2008, pemerintah provinsi memperkirakan akan memperoleh peningkatan

pendapatan daerah dan penerimaan pembiayaan. Perkiraan pendapatan pada APBD-P tahun

2008 meningkat sebesar 10,34% menjadi Rp6,29 triliun dari APBD 2008 yang sebesar Rp5,70 triliun

(Tabel 4.2). Jumlah perkiraan pendapatan tersebut bersumber dari perkiraan peningkatan PAD sebesar

13,27%, peningkatan dana perimbangan sebesar 3,14%, dan peningkatan penerimaan pembiayaan

daerah sebesar 176,23% menjadi Rp1,35 triliun. Peningkatan penerimaan pembiayaan daerah

disebabkan oleh terdapat pencairan Dana Cadangan Daerah (DCD), dana LUEP (Lembaga Usaha

Ekonomi Pedesaan), dana hibah yang berasal dari kegiatan Pilgub dan pengadaan lahan jalan tol

Cisumdawu, Soroja dan SOR Gedebage.

2. PENDAPATAN DAERAH

Peningkatan pendapatan pada triwulan III-2008 disebabkan oleh peningkatan realisasi pajak

daerah yang berupa Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Bea Balik Kendaraan Bermotor

(Tabel 4.3). Berdasarkan laporan Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat, sampai dengan

September 2008 telah terhimpun pendapatan dari berbagai sumber. Pendapatan dari Pajak Kendaraan

67

Page 83: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 4.PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

Bermotor (PKB) dari target sebesar Rp1,49 triliun telah terealisasi sebesar Rp1,27 triliun. Pendapatan

dari Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) dari target Rp1,76 triliun telah terealisasi

sebesar Rp1,57 triliun. Pendapatan dari Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) dari target

sebesar Rp980 miliar realisasinya telah mencapai Rp823,36 miliar. Pendapatan yang bersumber dari

pajak air dari target Rp86 miliar realisasinya telah mencapai Rp67,93 miliar serta pendapatan yang

diperoleh dari retribusi daerah dari target sebesar Rp30 miliar realisasinya telah mencapai Rp24,79

miliar.

Tabel 4.3. Realisasi Pendapatan Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Barat Triwulan II dan III Tahun 2008

Triwulan II-2008 Triwulan III-2008 APBD 2008

No. Uraian (Rp Miliar)

% % Realisasi Realisasi

Realisasi Realisasi (Rp Miliar) (Rp Miliar)

thd APBD thd APBD

1 PAD 4.055,12 2.526,52 62.30 4.021,91 99,18

a. Pajak Daerah 3.796,64 2.292,66 60.39 3.728,96 98,22

b. Retribusi Daerah 29,48 14,23 48.26 24,81 84,16 c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah 125,32 138,14 110.22 138,57 110,57

d. Lain-lain PAD 103,67 81,49 78.60 129,56 124,97

2 Dana Perimbangan 1.630,81 746,98 45.80 1.359,24 83,35

a. Bagi Hasil Pajak 726,58 294,82 40.58 605,63 83,35

b. Dana Alokasi Umum 904,23 452,16 50.00 753,61 83,34

c. Dana Alokasi Khusus - - - - -

3 Lain-lain Pendapatan 10,36 17,03 164.39 131,98 1.274,18

a. Bantuan Keuangan 7,51 - - 5,87 78,14

b. Lain-lain Penerimaan 2,84 17,023 598.84 126,11 4.435,11 Total Pendapatan 5.696,29 3.290,53 57,77 5.513,13 96,78

Hingga akhir tahun 2008, realisasi pendapatan

diperkirakan akan melebihi target pendapatan

APBD 2008, terlihat dari pertumbuhan

simpanan pemerintah provinsi di perbankan

Jawa Barat yang meningkat sebesar 16,91%

(yoy). Sampai dengan akhir triwulan III-2008,

realisasi pendapatan daerah Provinsi Jawa Barat

telah mendekati target, yaitu mencapai Rp5,51

triliun atau 96,78% dari target pendapatan daerah

tahun 2008 yang sebesar Rp5,70 triliun (Tabel 4.2).

Sementara itu, pada Desember 2008, simpanan

pemerintah daerah tumbuh 16,91% (yoy) dan

lebih tinggi dibandingkan dengan Desember 2007

yang justru berkurang sebesar 34,49% (yoy).

Grafik 4.1. Pertumbuhan dan Jumlah Simpanan Milik Pemerintah Daerah

di Perbankan Jawa Barat

-50

-40

-30

-20

-10

0

10

20

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

2007 2008

%(yoy)Jumlah DPK Pertumbuhan

Rp Triliun

Sumber : Laporan Bank Umum (diolah)

68

Page 84: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 4. PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

3. BELANJA DAERAH

Sampai dengan triwulan III-2008, realisasi belanja daerah Pemerintah Provinsi Jawa Barat

baru mencapai Rp3,88 triliun, atau 64,20% dari total anggaran belanja daerah tahun 2008

yang sebesar Rp6,05 triliun (Tabel 4.4). Realisasi belanja tidak langsung mencapai Rp2,97 triliun,

atau 68,95% dari total belanja tidak langsung tahun 2008. Sementara itu, realisasi belanja langsung,

yaitu komponen belanja daerah yang terkait langsung dengan program/kegiatan pembangunan

daerah, hanya mencapai Rp910,09 miliar, atau 52,39% dari total belanja langsung pada tahun 2008

dengan selisih realisasi terbesar adalah belanja barang dan jasa sebesar Rp441,64 miliar.

Tabel 4.4. Realisasi Belanja Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Barat Triwulan II dan III Tahun 2008

Triwulan II-2008 Triwulan III-2008

% % APBD 2008 Realisasi Realisasi No. Uraian

Realisasi Realisasi (Rp Miliar) (Rp Miliar) (Rp Miliar)

thd APBD thd APBD

Belanja Tidak Langsung 4.313,03 1,789,64 41,49 2.974,03 68,95 1 a. Belanja Pegawai 892,10 413,26 46,32 682,52 76,51

b. Belanja Bunga 0,25 - - - -

c. Belanja Subsidi 16,45 9,36 56,87 12,98 78,93

d. Belanja Hibah 411,4 256,20 62,28 267,34 64,98 e. Belanja Bantuan Sosial 165,07 72,84 44,12 100,92 61,13

f. Belanja Bagi Hasil 1620,11 606,53 37,44 1.083,11 66,85 g. Belanja Bantuan Keuangan 1.157,65 431,45 37,27 827,15 71,45

h. Belanja Tidak Terduga 50 - - 13,59 0,03

Belanja Langsung 1.736,99 402,31 23,16 910,09 52,39 2 a. Belanja Pegawai 290,33 99,01 34,10 181,24 62,43

b. Belanja Barang dan Jasa 1030,52 269,17 26,12 588,88 57,14 c. Belanja Modal 416,13 34,13 8,20 139,97 33,63

Total Pendapatan 6.050,02 402,31 6,65 3.884,12 64,20

Pada triwulan IV-2008, realisasi belanja pemerintah daerah (baik di Provinsi maupun

kabupaten/kota) di Jawa Barat diperkirakan mengalami peningkatan yang signifikan,

terlihat dari perkembangan posisi giro milik pemerintah daerah pada perbankan. Pada bulan

Oktober 2008, posisi giro pemerintah daerah meningkat signifikan, sebesar 22,24% (mtm),

dibandingkan bulan sebelumnya. Peningkatan posisi giro tersebut diperkirakan telah disiapkan untuk

mengantisipasi kebutuhan pembayaran pada akhir tahun. Peningkatan pembayaran/realisasi belanja

tercermin pada posisi giro pemerintah daerah pada bulan November dan Desember 2008 yang

berkurang masing-masing sebesar 5,07% (mtm) dan 38,81% (mtm) (Grafik 4.2 dan Grafik 4.3).

69

Page 85: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 4.PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

Grafik 4.3. Pertumbuhan dan Jumlah Giro Pemerintah Daerah di Perbankan Jawa Barat

Grafik 4.2. Pertumbuhan Giro milik Pemerintah Daerah di Perbankan Jawa Barat

-80

-40

0

40

80

120

2

3

4

5

6

7

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

2007 2008

Jumlah giro PertumbuhanRp Miliar % (qtq)

22.24

-5.07

-38.81

-50

-40

-30

-20

-10

0

10

20

30

10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2007 2008

% (mtm)

Sumber : Laporan Bank Umum (diolah)

Sumber : Laporan Bank Umum (diolah)

Berdasarkan komponen belanja, realisasi belanja langsung (belanja yang ditujukan untuk

program pembangunan) pemerintah provinsi Jawa Barat hingga akhir tahun 2008

diperkirakan di atas 85%, tidak jauh berbeda dengan realisasi pada tahun 2007. Berdasarkan

data Bappeda (Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah) Provinsi Jawa Barat hingga minggu

ketiga Desember 2008, pemerintah Provinsi Jawa Barat telah mencatat dan merealisasikan belanja

langsung sebesar Rp1,41 triliun atau 79,13% dari total yang dianggarkan. Menurut Bappeda Jawa

Barat, masih rendahnya realisasi belanja langsung disebabkan oleh perubahan asumsi APBD terkait

dengan kenaikan harga BBM di pertengahan tahun 2008 sehingga beberapa program/kegiatan

dialihkan untuk dilaksanakan pada tahun anggaran 2009, masih minimnya panitia pengadaan barang

dan jasa yang memiliki sertifikasi, serta efisiensi belanja daerah di beberapa pos pengeluaran.

Tabel 4.5. Lima Program Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan Jumlah Anggaran Terbesar Tahun 2008

Perkembangan Kegiatan No Program

Jumlah Anggaran (Rp Miliar)

Jumlah (Rp Miliar)

% Keuangan

Sisa Anggaran

% Fisik (Miliar Rp)

Program Pengembangan 1 Infrastruktur Transportasi & 366,17 331,13 90,43 98,81 35,04

Telekomunikasi

Program Pelayanan Administrasi Perkantoran dan 2 311,67 246,11 78,97 87,74 65,56 Pemeliharaan Sarana & Prasarana

Program Peningkatan Sarana 3 180,56 102,18 56,59 79,81 78,38 dan Prasarana Aparatur

Program Pengembangan dan 4 Pengelolaan Infrastruktur 149,58 92,23 61,66 84,55 57,35

Sumber Daya Air dan Irigrasi

Program Pengembangan 5 77,66 64,63 83,22 93,23 13,03 Agribisnis

Keterangan : Data sementara hingga 23 Januari 2009. Beberapa dinas belum melaporkan realisasi anggarannya. Sumber : Bappeda Provinsi Jawa Barat

70

Page 86: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 4. PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

Dari 51 program pembangunan tahun 2008, anggaran belanja terbesar dialokasikan untuk

Program Pengembangan Infrastruktur Transportasi dan Telekomunikasi. Sampai dengan

minggu ketiga Desember 2008, program pembangunan tersebut telah terealisasi hingga 90,43% dari

anggaran sebesar Rp366,17 miliar, dengan realisasi pembangunan fisik hampir mencapai 100% (Tabel

4.5). Program pembangunan infrastruktur antara lain digunakan untuk perbaikan jalan, termasuk jalan

yang terkena longsor. Menurut Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Barat, terdapat sedikitnya 50 titik

rawan longsor dengan frekuensi perbaikan infrastruktur sebanyak 2 kali per tahun. Program

pembangunan infrastruktur juga menjadi prioritas pemabangunan pemerintah daerah pada tahun

2009 (lihat Boks 6 Program Pembangunan dan APBD Provinsi Jawa Barat tahun 2009).

Persentase realisasi anggaran program yang paling rendah adalah program peningkatan

sarana dan prasarana aparatur, yang baru mencapai Rp102,18 miliar atau 56,59% dari

rencana. Rendahnya realisasi program tersebut sesuai dengan kebijakan Gubernur Jawa Barat yang

mengarahkan efisiensi terutama dalam belanja aparatur daerah. Langkah-langkah efisiensi dilakukan

melalui pengurangan perjalanan dinas aparatur, pengurangan belanja kendaraan bagi pejabat,

optimalisasi anggaran pembelian seragam PNS (pegawai negeri sipil), dan penangguhan pemeliharaan

gedung-gedung yang dianggap masih bagus.

71

Page 87: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 4.PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

BOKS 6

PROGRAM PEMBANGUNAN DAN APBD PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2009

Dalam rangka memberikan stimulus untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Jawa Barat di

tengah krisis keuangan global yang terjadi saat ini, serta untuk mendukung kesuksesan pelaksanaan

Pemilu Tahun 2009, Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah menetapkan sembilan program

pembangunan yang menjadi perioritas di tahun 2009, yaitu pendidikan; kesehatan; ketahanan

pangan; ketenagakerjaan; otonomi daerah; pekerjaan umum, perhubungan dan lingkungan hidup;

kepemudaan, olahraga, kebudayaan dan pariwisata; bidang energi dan sumberdaya mineral; serta

pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.

• Bidang pendidikan diarahkan pada peningkatan indeks pendidikan, yaitu angka merek huruf

dan rata-rata lama sekolah diantaranya melalui penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun

dan rintisan wajib belajar 12 tahun dengan program utama: BOS provinsi mulai dari jenjang SD/MI

sampai SMA/SMK/MA, pengadaan buku paket pelajaran untuk mata pelajaran yang

diujinasionalkan dari kelas 1 hingga kelas 12, peningkatan kesejahteraan guru khususnya di

daerah terpencil, daerah perbatasan dan guru Madrasah serta penuntasan buta aksara.

• Bidang kesehatan diarahkan untuk meningkatkan indeks kesehatan yaitu meningkatkan Angka

Harapan Hidup, mengurangi angka kematian ibu dan bayi serta pengendalian penyebaran

penyakit menular dan khusus, dengan program utama: beasiswa bagi bidan desa yang berdomisili

di daerah terpencil, peningkatan sebagian fasilitas Puskesmas, gerakan Perilaku Hidup Sehat dan

Bersih, pencegahan dan penanggulangan gizi buruk, peningkatan pelayanan kesehatan bagi

masyarakat miskin serta bantuan untuk Jaminan Kesehatan Masyarakat.

• Bidang ketahanan pangan difokuskan pada pengembangan komoditas beras, jagung, kedelai,

ketersediaan protein hewani dan upaya diversifikasi pangan guna mencapai swasembada pangan

sejalan dengan kebijakan nasional. Khusus dalam rangka peningkatan pendapatan petani dan

daya beli masyarakat, dilakukan melalui Gerakan Multi Aktivitas Agribisnis (GEMAR JABAR),

Gerakan Pengembangan Perikanan Pantura dan Pantai Selatan (GAPURA JABAR), pemanfaatan

teknologi pertanian, penataan sistem niaga hasil produksi pertanian, pengembangan agro industri,

pemenuhan kebutuhan pupuk, stabilisasi harga gabah, peningkatan cadangan pangan daerah,

serta dalam rangka perlindungan pasar tradisional dilaksanakan Gerakan Pengembangan dan

Perlindungan Pasar Tradisional (GEMPITA JABAR).

• Bidang ketenagakerjaan diarahkan pada upaya perluasan kesempatan kerja, peningkatan

kualitas tenaga kerja dan perlindungan tenaga kerja dengan program utama: penempatan tenaga

kerja di dalam negeri, mengisi peluang kerja di luar negeri pada bidang tertentu serta peningkatan

aksesibilitas bagi para pencari kerja melalui pasar kerja dan jejaring kerja.

• Bidang Otonomi Daerah, difokuskan pada peningkatan mutu dan akuntabilitas

penyelenggaraan pemerintah serta peningkatan kualitas pelayanan publik. Langkah tersebut

ditandai dengan pembentukkan desk akuntabilitas pelaksanaan kegiatan pada Inspektorat Provinsi

72

Page 88: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 4. PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

Jabar, BPPTSP, penguatan unit pelaksana teknis Dinas/Badan serta implementasi LPSE untuk

pengadaan barang/jasa.

• Bidang pekerjaan umum, perhubungan dan lingkungan hidup, diarahkan pada

pembangunan dan pengelolaan infrastruktur transportasi, sumber daya irigasi, penanggulangan

bencana dan pengembangan sarana transportasi. Kegiatan tersebut akan direalisasikan melalui:

pembebasan tanah untuk pembangunan Bandara Kertajati, Tol Cisumdawu (Cileunyi-Sumedang-

Dawuan), Tol Soroja (Soreang-Pasirkoja), dan TPA Legok Nangka, peningkatan kualitas jalan

provinsi hingga jalan desa pada sentra-sentra pertanian dan industri terpilih dalam rangka desa

membangun serta perbaikan jaringan irigasi. Perbaikan jalan dimaksudkan guna mempermudah

lalu lintas perdagangan hasil pertanian Jawa Barat dan mobilisasi masyarakat. Besarnya anggaran

yang dialokasikan untuk peningkatan kualitas sarana jalan mencapai Rp466,98 miliar. Sebesar

Rp80 miliar diantaranya akan digunakan untuk membiayai proyek pembangunan Tol Cisumdawu

dan Soroja, masing-masing sebesar Rp50 miliar dan Rp30 miliar. Sementara itu, Rp100 miliar dari

total anggaran infrastruktur ditujukan bagi perbaikan dan pembangunan jalan di kawasan

produksi pertanian. Sehingga diharapkan dapat memperlancar akses petani dalam pemasaran

hasil panen. Menurut Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jabar, dengan

diperbaikinya infrastruktur jalan maka keuntungan yang diperoleh oleh petani akan bertambah

sekitar 20%.

• Bidang kepemudaan, olahraga, kebudayaan dan pariwisata, difokuskan pada peningkatan

daya saing pemuda, penyediaan fasilitas bagi masyarakat untuk berolahraga, peningkatan prestasi

olahraga dan kualitas kesehatan masyarakat melalui aktivitas olahraga serta pelestarian nilai-nilai

budaya Jabar.

• Bidang energi dan sumber daya mineral, difokuskan pada pengendalian aktivitas

pertambangan yang berorientasi kepada lingkungan, pemenuhan energi perdesaan melalui

pengembangan energi alternatif terbarukan termasuk energi panas bumi dan biofuel serta

perluasan jaringan listrik perdesaan dengan berbagai sumber energi.

• Bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, difokuskan dalam rangka

merumuskan perencanaan model keluarga produktif, pemberdayaan perempuan dalam

pembangunan daerah, pencegahan perdagangan perempuan, kekerasan dalam rumah tangga

serta pembinaan dan pendidikan organisasi perempuan.

Dalam mendukung program-program yang telah ditetapkan, pemerintah provinsi Jawa Barat telah

menetapkan volume Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) tahun 2009 sebesar Rp8,26 triliun,

meningkat 36,57% dibandingkan volume APBD tahun 2008 (Tabel 4.6). APBD 2009 terutama

dialokasikan untuk bidang pendidikan, yaitu sebesar Rp1,62 triliun, atau sebesar 20,26% dari jumlah

belanja daerah. Diikuti oleh bidang infrastruktur dan lingkungan hidup (Rp1,24 triliun atau 14,91%

dari total belanja daerah), bidang ekonomi (Rp674,15 miliar atau 8,06%), dan bidang kesehatan

(Rp306,98 miliar atau 3,67%).

73

Page 89: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 4.PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

Tabel 4.6. APBD Pemerintah Provinsi Jawa Barat tahun 2008 dan 2009

No. Uraian APBD 2008 (Rp Miliar) APBD 2009 (Rp Miliar)

I Pendapatan 5.696,29 6.951,98

1 Pendapatan Asli Daerah 4.055,12 5.176,29

2 Dana Perimbangan 1630,81 1.763,25

3 Lain-lain PAD yang Sah 10,36 12,44

II Belanja 6.050,02 8.262,58

1 Belanja Tidak Langsung 4.313,03 5.398,71

2 Belanja Langsung 1.736,99 2.863,87

III Pembiayaan 353,73 1.310,59

1 Penerimaan Daerah 488,84 1.310,76

2 Pengeluaran Daerah 135,12 0,17

3 SILPA - -

Dana yang diterima oleh daerah diperoleh dari pusat dan daerah, dimana daerah pusat dapat

berbentuk dana perimbangan yang termasuk dalam komponen pendapatan APBD dan DIPA (dana

dekonsentrasi, dana tugas pembantuan, dan dana instansi vertikal).

Gambar 4.2. Aliran Dana kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat

Selain melalui mekanisme APBD, dana lain yang mengalir ke daerah tercantum dalam DIPA (Daftar

Isian Pelaksanaan Anggaran). DIPA Jabar 2009 mencapai Rp23,9 triliun dibandingkan dengan tahun

2008 sebesar Rp19,17 triliun dengan rincian:

1. Dana Dekonsentrasi sebesar Rp4,68 triliun (61 DIPA), lihat Tabel 4.7.

2. Dana Tugas Pembantuan sebesar Rp1,144 triliun (250 DIPA), lihat Tabel 4.8.

3. Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan digunakan untuk membiayai program

departemen dan lembaga non departemen di Pusat, tetapi pelaksanaannya di daerah diserahkan

kepada Pemda.

4. Dana di lembaga-lembaga negara vertikal (seperti Polri atau Depkeu) sebesar Rp18,1 triliun.

5. Subsidi dan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat.

Pemerin h ta

Pusat

DIPA

Dana Perimbangan Pendapatan Asli Daerah

Pendapatan Daerah (APBD)

74

Page 90: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 4. PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

75

Tabel 4.7. Dana Tugas Pembantuan Provinsi Jawa Barat tahun 2009

No. Kabupaten/Kota Jumlah No. Kabupaten/Kota Jumlah 1 Kota Bandung Rp 933,85 juta 12 Kabupaten Ciamis Rp 58,94 miliar

2 Kota Banjar Rp 6,36 miliar 13 Kabupaten Cianjur Rp 75,28 miliar

3 Kota Bekasi Rp 505 juta 14 Kabupaten Cirebon Rp 50,07 miliar

4 Kota Bogor Rp 1,21 miliar 15 Kabupaten Garut Rp 113,46 miliar

5 Kota Cimahi Rp 156,82 juta 16 Kabupaten Indramayu Rp 43,22 miliar

6 Kota Cirebon Rp 1,8 miliar 17 Kabupaten Karawang Rp 33,69 miliar

7 Kota Depok Rp 2,29 miliar 18 Kabupaten Kuningan Rp 59 miliar

8 Kota Tasikmalaya Rp 6,06 miliar 19 Kabupaten Majalengka Rp 49,05 miliar

9 Kabupaten Bandung Rp 33,69 miliar 20 Kabupaten Purwakarta Rp 26,61 miliar

10 Kabupaten Bekasi Rp 14,58 miliar 21 Kabupaten Subang Rp 42,86 miliar

11 Kabupaten Bogor Rp 49,67 miliar 22 Kabupaten Sukabumi Rp 96,44 miliar Keterangan:

Dana Tugas Pembantuan paling banyak diterima oleh Kabupaten Garut sebesar Rp113 miliar. Kota Sukabumi

tidak mendapat alokasi dana tersebut, karena telah mendapatkannya pada tahun 2008, yakni untuk

pembangunan Balai Latihan Kerja (BLK). Kendati demikian, Kota Sukabumi tetap mendapat dana alokasi umum

(DAU) sekitar Rp287 miliar.

Tabel 4.8. Dana Dekonsentrasi Provinsi Jawa Barat tahun 2009

No. Dinas Jumlah 1 Dinas Pertanian Tanaman Pangan Rp 32,84 miliar

2 Dinas Peternakan Rp 5,71 miliar

3 Dinas Perkebunan Rp 4,59 miliar

4 Dinas Kehutanan Rp 3,55 miliar

5 Dinas Tenaga Kerja & Transmigrasi Rp 7,08 miliar

6 Dinas Kesehatan Rp 8,12 miliar

7 Dinas KUKM Rp 7,18 miliar

8 Dinas Pendidikan Rp 4,5 triliun

9 Dinas Perikanan dan Kelautan Rp 7,78 miliar

10 Dinas Perindustrian dan Perdagangan Rp 5,99 miliar

11 Dinas Pertambangan dan Energi Rp 1 miliar

12 Dinas Sosial Rp 25,21 miliar

13 Dinas Tata Ruang dan Permukiman Rp 1,15 miliar

14 Badan Arsip DAERAH Rp 95 juta

15 Badan Diklat Daerah Rp 228,4 juta

16 Badan Perpustakaan Daerah Rp 5,4 miliar

17 Bakesbanglismanda Rp 300 juta

18 Bapesitelda Rp 43,85 juta

19 Bappeda Rp 653,12 juta

20 Badan Ketahanan Pangan Rp 11,32 miliar

21 Biro Dekonsentrasi Rp 636 juta

22 BPLHD Rp 500 juta

23 BPPMD Rp 42,96 miliar

Jumlah Rp 4,68 triliun

Sumber : Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

Page 91: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 5 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN

Page 92: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 5 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN

77

Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran nasional baik tunai maupun non

tunai merupakan salah satu tugas Bank Indonesia sebagaimana diamanatkan undang-

undang. Bank Indonesia senantiasa berupaya untuk dapat memenuhi kebutuhan uang kartal di

masyarakat baik dalam nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu dan dalam

kondisi layak edar (clean money policy). Sementara itu kebijakan di bidang instrumen pembayaran

non tunai tetap diarahkan untuk menyediakan sistem pembayaran yang efektif, efisien, aman dan

handal dengan tetap memperhatikan aspek perlindungan konsumen.

Pada triwulan IV-2008, sistem pembayaran di Jawa Barat mengalami perkembangan yang

bervariasi dibandingkan triwulan sebelumnya. Jumlah aliran uang masuk (inflow) ke KBI-KBI di

wilayah Jawa Barat, secara total mengalami peningkatan, sebaliknya jumlah aliran uang keluar

(outflow) secara total mengalami penurunan. Sementara itu, nilai dan volume transaksi

pembayaran melalui kliring di wilayah Jawa Barat mengalami penurunan. Nilai dan volume

transaksi pembayaran melalui Bank Indonesia - Real Time Gross Settlement (BI-RTGS), untuk

wilayah Jawa Barat, mengalami peningkatan.

1. PENGEDARAN UANG KARTAL

1.1. Aliran Uang Kartal Masuk/Keluar (Inflow/Outflow)

Seperti halnya yang terjadi pada triwulan III-2008, perkembangan aliran uang kartal pada

triwulan IV-2008 di wilayah kerja KBI Bandung, Tasikmalaya dan Cirebon tetap

mengalami net inflow. Artinya jumlah aliran uang kartal yang masuk ke Bank Indonesia (inflow)

lebih besar dibandingkan dengan jumlah aliran uang kartal yang keluar ke masyarakat (outflow).

Pada triwulan IV-2008, inflow di KBI wilayah Jawa Barat mengalami peningkatan sebesar 19,52%

(qtq) menjadi Rp5,68 triliun, sedangkan secara tahunan turun 2,98% (yoy). Sementara outflow di

KBI wilayah Jawa Barat mengalami penurunan sebesar 45,98% (qtq) atau 45,91% (yoy) menjadi

Rp2,03 triliun (Grafik 5.1). Peningkatan inflow dan penurunan outflow tersebut merupakan pola

musiman peredaran uang pasca lebaran.

Peningkatan inflow di KBI wilayah Jawa Barat pada triwulan IV-2008 disebabkan oleh peningkatan

inflow di KBI Bandung sebesar 69,76% (qtq) atau 105,94% (yoy) menjadi Rp5,04 triliun.

Sementara inflow di KBI Tasikmalaya naik sebesar 39,74% (qtq) namun secara tahunan turun

83,22% (yoy) menjadi Rp0,29 triliun. Sebaliknya inflow di KBI Cirebon pada triwulan IV-2008,

mengalami penurunan sebesar 77,41% (qtq) atau 79,01% (yoy) menjadi Rp0,36 triliun.

Penurunan outflow di KBI wilayah Jawa Barat pada triwulan IV-2008 disebabkan oleh penurunan

outflow di KBI Bandung sebesar 39,21% (qtq) atau 39,53% (yoy) menjadi Rp1,72 triliun; di KBI

Tasikmalaya sebesar 75,13% (qtq) atau 94,94% (yoy) menjadi Rp0,02 triliun; dan di KBI Cirebon

sebesar 65,71% (qtq) atau 40,25% (yoy) menjadi Rp0,29 triliun.

Pada triwulan IV-2008, kegiatan transaksi sistem pembayaran tunai di Jawa Barat masih

didominasi transaksi di wilayah kerja KBI Bandung, dengan net inflow sebesar Rp3,32 triliun.

Page 93: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN

78

Sedangkan net inflow di wilayah kerja KBI Tasikmalaya dan KBI Cirebon pada triwulan IV-2008,

masing-masing adalah sebesar Rp0,26 triliun dan Rp0,07 triliun.

Grafik 5.1. Perkembangan Inflow dan Outflow Uang Kartal Di Jawa Barat

0

1

2

3

4

5

6

7

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

2007 2008

(Rp Triliun)

Inflow Outflow Net Inflow

Sumber: KBI Bandung, KBI Tasikmalaya & KBI Cirebon

Selama triwulan IV-2008, uang kertas maupun uang logam yang keluar (outflow) dari KBI

Bandung mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (Tabel 5.1).

Secara nominal, uang kertas yang keluar dari KBI Bandung selama triwulan IV-2008 adalah sebesar

Rp1.717,045 miliar atau turun 39,15% (qtq), begitu juga dengan uang logam yang keluar

mencapai Rp73,05 juta atau turun 97,71% (qtq). Sementara itu, jumlah bilyet uang kertas yang

keluar mencapai 35,11 juta bilyet atau turun 60,04% (qtq), serta uang logam mencapai 7,75 juta

keping atau turun 92,87% (qtq).

Tabel 5.1. Perkembangan Outflow Uang Kertas dan Uang Logam melalui KBI Bandung

Nominal Bilyet/Keping Nominal Bilyet/Keping Nominal Bilyet/Keping

(Rp Juta) (Juta) (Rp Juta) (Juta) (Rp Juta) (Juta)

Uang Kertas

100,000 1,268,540.40 12.69 687,927.30 6.88 -45.77 -45.77

50,000 1,260,780.35 25.22 992,680.55 19.85 -21.26 -21.26

20,000 119,728.20 5.99 8,662.68 0.43 -92.76 -92.76

10,000 69,646.58 6.96 9,064.87 0.91 -86.98 -86.98

5,000 82,475.70 16.50 14,592.12 2.92 -82.31 -82.31

1,000 20,514.71 20.51 4,117.61 4.12 -79.93 -79.93

Total 2,821,685.94 87.86 1,717,045.13 35.11 -39.15 -60.04

Uang Logam

1,000 636.00 0.64 0.00 - -100,00 -100,00

500 2,235.00 4.47 46.50 0.09 -97.92 -97.92

200 253.20 1.27 4.80 0.02 -98,10 -98,10

100 0.68 0.01 0.03 0.00 -95.59 -95.59

50 61.60 1.23 21.70 0.43 -64.77 -64.77

25 3.41 0.14 0.02 0.00 -99.41 -99.41

Total 3,189.89 7.75 73.05 0.55 -97.71 -92.87

Jenis PecahanTw. III-2008 Tw. IV-2008 Pertumbuhan (qtq %)

Sumber: KBI Bandung

Page 94: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 5 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN

79

1.2. Penyediaan Uang Kartal Layak Edar

Bank Indonesia secara berkesinambungan melakukan pemusnahan atau kegiatan

pemberian tanda tidak berharga (PTTB) terhadap uang kartal yang sudah tidak layak edar

(lusuh/rusak) sebagai upaya untuk memelihara kualitas uang kartal yang diedarkan di

masyarakat (clean money policy).

Selama triwulan IV-2008, Seiring dengan peningkatan aliran uang masuk, jumlah PPTB di wilayah

kerja KBI Bandung menunjukkan peningkatan. KBI Bandung melakukan pemusnahan uang kertas

sebanyak 83,60 juta lembar atau naik 49,16% (qtq) (Grafik 5.2). Berdasarkan jumlah lembar yang

dimusnahkan, yang paling banyak adalah pecahan Rp1.000, Rp5.000, Rp50.000, dan Rp10.000

masing-masing sebesar 51,90%, 16,12%, 11,73%, dan 10,35%.

Pada triwulan IV-2008, KBI Tasikmalaya melakukan pemusnahan uang kertas sebanyak 37,97 juta

lembar atau naik 32,27% (qtq), dan KBI Cirebon melakukan pemusnahan uang kertas sebanyak

34,31 juta lembar atau naik 121,12% (qtq).

Grafik 5.2. Perkembangan PTTB Kantor Bank Indonesia Bandung

73.766,10

79.023,68

67.576,37

56.047,44

83.602,66

50.000

55.000

60.000

65.000

70.000

75.000

80.000

85.000

90.000

Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

2007 2008

Ribu Bilyet

Sumber: KBI Bandung

1.3. Penukaran Uang Pecahan Kecil

Dalam manajemen pengedaran uang, salah satu misi yang diemban oleh Bank Indonesia

adalah menjamin tersedianya uang kartal dalam jumlah nominal yang cukup dan jenis

pecahan yang sesuai. Dalam rangka memenuhi misi tersebut, KBI Bandung menyediakan loket

penukaran uang dan kas keliling bagi masyarakat di wilayah kerja KBI Bandung. Sementara itu,

penyaluran uang kartal pecahan kecil kepada masyarakat umum melalui Perusahaan Penukaran

Uang Pecahan Kecil, tidak lagi dilakukan terhitung sejak tanggal 17 Oktober 2008.

Loket penukaran uang di KBI Bandung, buka setiap hari Senin sampai hari Kamis, jam 08.30

sampai dengan jam 11.30. Kas Keliling untuk wilayah Bandung dilaksanakan setiap minggu; dan

Page 95: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 5. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN

80

kas keliling untuk wilayah Sumedang, Garut, Cianjur, Sukabumi, Purwakarta, dan Subang

dilaksanakan secara dwimingguan. Kas Keliling tersedia di tiap-tiap wilayah kerja KBI Bandung

sekurang-kurangnya 1 – 2 kali dalam 1 bulan.

1.4. Uang Palsu

Selama triwulan IV-2008, KBI Bandung telah menemukan uang rupiah palsu di wilayah

kerjanya sebanyak 3.038 lembar atau naik 1.463 lembar dibandingkan triwulan

sebelumnya. Pecahan uang palsu yang paling banyak ditemukan selama triwulan IV-2008, adalah

uang kertas pecahan Rp50.000 sebanyak 55,30% dari total lembar uang palsu yang ditemukan.

Peningkatan jumlah uang palsu yang ditemukan di KBI Bandung pada triwulan IV-2008, dapat

menjadi indikator semakin baiknya pemahaman masyarakat terhadap ciri-ciri keaslian uang. Selain

itu, peningkatan ini merupakan salah satu hasil kinerja aparat hukum dalam rangka memberantas

jaringan peredaran uang palsu.

Meskipun demikian, KBI Bandung terus berupaya menekan perkembangan peredaran uang palsu,

diantaranya melalui sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada semua lapisan masyarakat,

menyediakan sarana informasi hotline service, serta iklan layanan masyarakat.

2. SISTEM PEMBAYARAN NON TUNAI

2.1 Kliring lokal

Pada triwulan IV-2008, transaksi sistem pembayaran non tunai melalui kliring di wilayah

Jawa Barat, baik secara nominal maupun volume mengalami penurunan dibandingkan

triwulan sebelumnya. Rata-rata nominal transaksi kliring per bulan, pada triwulan IV-2008,

adalah sebesar Rp8,16 triliun, secara triwulanan turun 4,67% (qtq), sedangkan secara tahunan

naik 9,24% (yoy). Rata-rata volume transaksi kliring per bulan, pada triwulan IV-2008, adalah

sebanyak 339.313 warkat, turun 10,58% (qtq) atau 7,18% (yoy) (Tabel 5.2).

Penurunan rata-rata nominal transaksi kliring per bulan di Jawa Barat pada triwulan IV-2008,

disebabkan oleh penurunan rata-rata nominal transaksi kliring per bulan di wilayah kerja KBI

Bandung sebesar 5,71% (qtq) menjadi Rp7,10 triliun. Rata-rata nominal transaksi kliring per bulan

di wilayah kerja KBI Tasikmalaya mengalami peningkatan sebesar 5,17% (qtq) atau 29,29% (yoy)

menjadi Rp0,61 triliun. Rata-rata nominal transaksi kliring per bulan di wilayah kerja KBI Cirebon

pada triwulan IV-2008, adalah sebesar Rp0,45 triliun atau 0,00% (qtq) namun turun 47,77% (yoy).

Penurunan rata-rata volume transaksi kliring per bulan di Jawa Barat pada triwulan IV-2008,

disebabkan oleh penurunan rata-rata volume transaksi kliring per bulan di wilayah kerja KBI

Bandung sebesar 10,81% (qtq) atau 2,01% (yoy) menjadi 289.773 warkat; di wilayah kerja KBI

Tasikmalaya sebesar 13,39% (qtq) namun naik 1,28% (yoy) menjadi 25.844 warkat; dan di wilayah

kerja KBI Cirebon sebesar 4,19% (qtq) atau 46,55% (yoy) menjadi 23.696 warkat.

Page 96: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 5 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN

81

Tabel 5.2. Perkembangan Transaksi Kliring Lokal Rata-rata per Bulan di Jawa Barat 2007 2008 Pertumbuhan (%) Wilayah Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV qtq yoy

Jawa Barat Nominal (Rp Triliun) 7,47 7,64 8,27 8,56 8,16 -4,67 9,24

Volume (Lembar) 365.556 389.183 375.982 379.457 339.313 -10,58 -7,18

Bandung

Nominal (Rp Triliun) 6,14 6,23 6,84 7,53 7,10 -5,71 15,70

Volume (Lembar) 295.709 314.112 305.248 324.885 289.773 -10,81 -2,01

Cirebon

Nominal (Rp Triliun) 0,86 0,95 0,97 0,45 0,45 0,00 -47,77

Volume (Lembar) 44.330 48.657 45.368 24.733 23.696 -4,19 -46,55

Tasikmalaya Nominal (Rp Triliun) 0,47 0,46 0,46 0,58 0,61 5,17 29,29

Volume (Lembar) 25.517 26.414 25.366 29.839 25.844 -13,39 1,28 Sumber: KBI Bandung, KBI Tasikmalaya, KBI Cirebon & Website BI

2.2 Real Time Gross Settlement (RTGS)

Transaksi RTGS masih mendominasi sistem pembayaran non tunai di Jawa Barat. Hal ini

disebabkan BI RTGS mempunyai keunggulan dalam kecepatan penyelesaian transaksi (seketika) dan

resiko penyelesaian transaksi yang dapat diperkecil. Perkembangan penyelesaian rata-rata nominal

dan volume transaksi RTGS per bulan (dari dan ke Jawa Barat), selama triwulan IV-2008,

mengalami peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Selama triwulan

IV-2008, rata-rata nominal transaksi RTGS per bulan adalah sebesar Rp52,10 triliun atau naik

11,30% (qtq), dan rata-rata volume transaksi RTGS per bulan adalah sebanyak 72.466 transaksi

atau naik 32,21% (qtq) (Tabel 5.3). Total nominal dan volume transaksi RTGS pada triwulan IV-

2008, masing-masing sebesar Rp156,30 triliun dan Rp217,399 triliun.

Tabel 5.3. Perkembangan Transaksi RTGS di Jawa Barat Dari KBI Bandung Ke KBI Bandung Total

Bulan Nominal (Triliun Rp) Volume

Nominal (Triliun Rp) Volume

Nominal (Triliun Rp) Volume

Januari 21,64 32.732 28,67 33.711 50,31 66.443 Februari 20,77 31.85 29,27 33.468 50,04 65.318 Maret 23,29 32.818 31,44 34.297 54,73 67.115

Tw.I

Rata-rata 21,90 32.467 29,79 33.825 51,70 66.292

April 21,09 31.987 27,76 33.748 48,85 65.735 Mei 19,99 29.41 25,23 30.581 45,22 59.991 Juni 21,40 30.612 28,33 32.131 49,72 62.743

Tw.II

Rata-rata 20,83 30.67 27,10 32.153 47,93 62.823 Juli 18,57 17.863 22,85 22.783 41,42 40.646 Agustus 17,03 24.448 24,69 26.711 41,73 51.159 September 23,42 30.286 33,87 42.343 57,29 72.629

Tw.III

Rata-rata 19,67 24.199 27,14 30.612 46,81 54.811 Oktober 22,58 30.134 29,15 34.648 51,73 64.782 November 19,92 31.86 26,86 36.797 46,78 68.657 Desember 23,59 38.451 34,20 45.509 57,79 83.96

Tw.IV

Rata-rata 22,03 33.482 30,07 38.985 52,10 72.466 Pertumbuhan 11,98% 38,36% 10,80% 27,35% 11,30% 32,21%

Sumber: www.bi.go.id

Page 97: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 6 PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH

Page 98: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH

Kondisi ketenagakerjaan di Jawa Barat hingga Agustus 2008 mengalami perkembangan

yang baik. Hal ini ditandai dengan meningkatnya jumlah angkatan kerja di Jawa Barat, yaitu dari

18,24 juta orang pada Agustus 2007 menjadi 18,74 juta orang pada Agustus 2008. Perkembangan

yang positif juga diperlihatkan melalui peningkatan persentase masyarakat yang bekerja, yaitu dari

86,92% pada Agustus 2007 menjadi 87,92% pada Agustus 2008. Tingkat pengangguran terbuka

juga mengalami penurunan pada Agustus 2008, yang diperkirakan disebabkan karena semakin

banyaknya tenaga kerja yang terserap pada sektor informal yang tidak memerlukan keahlian khusus.

Khusus untuk triwulan IV, kondisi ketenagakerjaan diperkirakan mengalami penurunan. Hal

ini diindikasikan melalui hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) triwulan IV-2008, yang

menginformasikan penurunan jumlah tenaga kerja pada triwulan IV-2008 dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya. Dilihat secara sektoral, terdapat 3 sektor yang mendorong terjadinya penurunan

jumlah karyawan, yaitu sektor pertambangan dan penggalian, listrik, gas, dan air bersih, serta

perdagangan, hotel, dan restoran. Walaupun secara sektoral industri pengolahan diperkirakan

mengalami kenaikan jumlah tenaga kerja melalui hasil SKDU, namun penurunan tenaga kerja terjadi

pada salah satu subsektor dominan di Jawa Barat, yaitu subsektor tekstil, barang kulit, dan alas kaki.

Kondisi ini diperkirakan terjadi akibat imbas penurunan kinerja ekspor subsektor tersebut pada

triwulan IV-2008 ini.

Kondisi kesejahteraan petani Jawa Barat pada triwulan IV-2008 relatif tidak banyak

mengalami perubahan dibandingkan kondisi pada triwulan sebelumnya. Hal ini antara lain

tercermin dari Nilai Tukar Petani (NTP), yang merupakan salah satu indikator tingkat kesejahteraan

petani, yang hanya mengalami sedikit peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Dari lima

subsektor yang diamati, kenaikan NTP hanya terjadi pada subsektor Tanaman Pangan dan Peternakan.

Sementara itu, tiga subsektor lainnya, yaitu subsektor Hortikultura, Tanaman Perkebunan Rakyat, dan

Perikanan mengalami penurunan NTP. Penurunan NTP pada subkelompok tanaman perkebunan rakyat

terkait dengan kecenderungan semakin menurunnya harga komoditas perkebunan di pasar

internasional.

83

Page 99: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH

1. KETENAGAKERJAAN

Jumlah angkatan kerja di Jawa Barat pada Agustus 2008 mengalami peningkatan

dibandingkan dengan kondisi pada bulan Agustus 2007. Pada Agustus 2008, jumlah angkatan

kerja tercatat sebanyak 18,74 juta orang, atau 63,09% dari total penduduk usia kerja. Jumlah ini

meningkat bila dibandingkan dengan Agustus 2007, yang memiliki jumlah tenaga kerja sebanyak

18,24 juta orang, atau sebesar 62,5% dari total penduduk usia kerja. Dari total angkatan kerja ini,

persentase masyarakat yang bekerja juga semakin tinggi, yaitu dari 86,92% pada Agustus 2007

menjadi 87,92% pada Agustus 2008 (Grafik 6.1).

Grafik 6.1. Perkembangan Angkatan Kerja Jawa Barat (juta)

15 15,85 16,48

2,56 2,39 2,26

0%

20%

40%

60%

80%

100%

Agustus  2006 Agustus  2007 Agustus  2008

Pengangguran

Bekerja

Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada bulan Agustus 2008 di Jawa Barat mengalami

penurunan dibandingkan dengan Agustus 2007, dari 13,08% menjadi 12,08%. Penurunan

angka TPT ini diperkirakan disebabkan karena semakin banyaknya tenaga kerja yang terserap dalam

pasar tenaga kerja, terutama penduduk yang bekerja pada sektor informal yang tidak memerlukan

keahlian khusus.

Peningkatan jumlah tenaga kerja di Jawa Barat pada Agustus 2008 terjadi hampir di seluruh

sektor ekonomi. Penurunan terjadi pada sektor pertanian (sebanyak 46.436 orang) serta sektor

transportasi dan komunikasi (sebanyak 72.025 orang). Meskipun terjadi penurunan, namun sektor

pertanian masih menjadi penyerap terbesar tenaga kerja di Jawa Barat (menyerap 28,10% dari total

jumlah tenaga kerja di Jawa Barat), diikuti oleh sektor perdagangan, hotel, dan restoran (27,92%),

serta sektor industri pengolahan (19,60%) (Grafik 6.2). Penurunan pada sektor pertanian diperkirakan

terjadi karena berkurangnya minat penduduk untuk bekerja pada sektor ini. Sedangkan penurunan

pada sektor transportasi dan komunikasi diperkirakan sebagai dampak dari kenaikan harga BBM pada

Mei 2008. Kenaikan ongkos angkutan umum dirasakan belum dapat menutupi kenaikan total biaya

yang harus dikeluarkan oleh para pengusaha angkutan umum akibat kenaikan harga BBM, sehingga

kemudian diperkirakan banyak pekerja di sektor tersebut yang kemudian beralih bekerja di sektor lain.

Sementara itu, peningkatan penyerapan tenaga kerja terbesar terjadi pada sektor jasa-jasa. Kondisi ini

84

Page 100: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH

diperkirakan terjadi karena sektor tersebut merupakan alternatif yang dapat menampung tenaga kerja

dari berbagai latar belakang pendidikan dan cenderung tidak membutuhkan keahlian spesifik.

Grafik 6.2. Penduduk 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Sektor Ekonomi Jasa-jasa; 15,57%

Transportasi ; 9,33%

PHR; 27,92%Konstruksi;

6,82%

LGA; 0,26%

Pengolahan; 19,60%

Pertambangan ; 0,65%

Pertanian; 28,10%

Keuangan; 1,78%

Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat

Berdasarkan status pekerjaan utama, penduduk 15 tahun ke atas yang bekerja sebagian

besar memiliki status pekerjaan sebagai buruh/karyawan/pegawai (32%), disusul oleh

berusaha sendiri (23,9%). Pekerja dengan status buruh/karyawan/pegawai mengalami peningkatan

sebesar 0,4%, dari 31,6% pada Agustus 2007 menjadi 32,0% pada Agustus 2008. Sedangkan status

berusaha sendiri pada bulan Agustus 2008 mengalami penurunan sebesar 1,2%, dari 25,1% pada

Agustus 2007 menjadi 23,9% pada Agustus 2008. Kondisi ini diperkirakan dipengaruhi oleh

ketidakmampuan mereka dalam mempertahankan usahanya atau disebabkan oleh ketidakberdayaan

konsumennya untuk membeli hasil usaha mereka.

Grafik 6.3. Penduduk 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama

Pekerja bebas di pertanian; 7,5%

Berusaha sendiri; 23,9%

Berusaha dibantu buruh tidak

tetap/buruh tidak dibayar; 16,3%

Berusaha dibantu buruh tetap; 3,1%

Buruh/karyawan/pegawai; 32,0%

Pekerja bebas di non pertanian;

7,9%

Pekerja keluarga/tak dibayar; 9,2%

Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat

Namun pada triwulan IV-2008, kondisi ketenagakerjaan di Jawa Barat diperkirakan

mengalami penurunan. Kondisi ini terkait pula dengan perlambatan yang terjadi terhadap

perekonomian Jawa Barat. Perkiraan menurunnya kondisi ketenagakerjaan di Jawa Barat pada

85

Page 101: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH

triwulan IV-2008 ini didukung pula oleh hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU). Survei tersebut

menginformasikan bahwa telah terjadi penurunan jumlah penyerapan tenaga kerja pada triwulan IV-

2008 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Penurunan ini dicerminkan oleh nilai Saldo Bersih

Tertimbang (SBT) pada triwulan IV-2008, yang membukukan nilai negatif, yaitu sebesar -3,02%

(Gambar 6.4).

Grafik 6.4. Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja di Jawa Barat (SB / %)

‐6,64

‐10,39

5,05

0,29

3,02 2,483,48

‐3,02

‐12

‐10

‐8

‐6

‐4

‐2

0

2

4

6

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV

2007 2008

Sumber : Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), KBI Bandung

Apabila dilihat dari sektor, terdapat tiga sektor yang terutama mendorong terjadinya

penurunan jumlah karyawan. Ketiga sektor ini adalah sektor pertambangan dan penggalian, listrik,

gas, dan air bersih, serta perdagangan, hotel, dan restoran. Penurunan jumlah karyawan ini terlihat

dari nilai Saldo Bersih Tertimbang (SBT) masing-masing sektor yang memberikan nilai negatif pada

triwulan IV-2008. Sementara itu, nilai SBT yang positif untuk sektor keuangan, persewaan, dan jasa

perusahaan, serta pertanian mengindikasikan terjadinya penambahan jumlah karyawan pada triwulan

IV-2008. Penurunan jumlah karyawan pada sektor pertambangan dan penggalian berasal dari

penurunan pada subsektor penggalian. Sementara itu, penurunan jumlah karyawan pada sektor

perdagangan, hotel, dan restoran dipicu oleh penurunan jumlah tenaga kerja pada subsektor

perdagangan dan restoran, akibat tingginya kinerja subsektor tersebut pada triwulan III-2008 terkait

dengan adanya momen bulan Ramadhan dan hari raya Idul Fitri. Untuk industri pengolahan,

peningkatan jumlah karyawan dipicu oleh subsektor logam dasar, besi, dan baja. Sementara itu,

subsektor lainnya yaitu subsektor tekstil, barang kulit, dan alas kaki mengalami penurunan jumlah

karyawan yang cukup tinggi, yang tercermin dari SBT subsektor tersebut sebesar -2,37. Kondisi ini

dipengaruhi oleh adanya krisis ekonomi global yang telah mengguncang subsektor tersebut, yang

menyebabkan turunnya permintaan, terutama dari sisi ekspor. Untuk mengurangi biaya produksi, serta

menyesuaikan volume produksi dengan permintaan yang datang, maka banyak perusahaan yang

bergerak di sub sektor tersebut yang merumahkan karyawannya, sehingga mengurangi jumlah tenaga

kerja.

86

Page 102: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH

Tabel 6.1. Saldo Bersih Jumlah Karyawan

Triwulan IV-2008

Sektor Saldo Bersih TertimbangPertanian 0,43

Pertambangan dan Penggalian (0,24)

Industri Pengolahan 0,61

Listrik, Gas, dan Air Bersih (0,69)

Bangunan 0,00

Perdagangan, Hotel, dan Restoran (3,14)

Pengangkutan dan Komunikasi (0,20)

Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 0,16

Jasa-jasa 0,04

Total Seluruh Sektor (3,02) Sumber : Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), KBI Bandung

2. KESEJAHTERAAN

Bantuan Langsung Tunai

Realisasi Bantuan Langsung Tunai (BLT) di Jawa Barat pada tahun 2008 mencapai kinerja

yang cukup baik. Penyaluran BLT Tahap I mencapai angka realisasi 99,83%, sedangkan

penyaluran Tahap II mencapai 99,61%. Secara nominal, angka realisasi penyaluran BLT di Jawa

Barat adalah sebesar Rp867,897 miliar untuk Tahap I dan Rp1,154 triliun untuk Tahap II. BLT tahap II

ini diberikan pada awal September 2008, untuk mengurangi beban masyarakat sebagai akibat dari

kenaikan harga BBM pada akhir Mei 2008. Jumlah penerima RTS (Rumah Tangga Sasaran) di Jawa

Barat mencapai 15,24% dari total RTS penerima BLT secara nasional, yaitu sebanyak 2.892.991 RTS

untuk tahap I dan 2.897.807 untuk Tahap II.

Kesejahteraan Petani

Kondisi kesejahteraan petani Jawa Barat pada triwulan IV-2008 relatif tidak banyak

mengalami perubahan dibandingkan kondisi pada triwulan sebelumnya. Hal ini antara lain

tercermin dari Nilai Tukar Petani (NTP), yang merupakan salah satu indikator tingkat kesejahteraan

petani, yang hanya mengalami sedikit peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Berdasarkan

hasil pemantauan BPS Jawa Barat terhadap perkembangan harga-harga di perdesaan di 16

kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat, NTP pada bulan Desember 2008 sebesar 96,94, sedikit

meningkat dibandingkan angka NTP pada bulan September 2008 yang sebesar 96,85, atau naik

0,09%.

Peningkatan NTP ini terjadi karena kenaikan Indeks Harga yang Diterima Petani (IT) lebih

tinggi dibandingkan kenaikan Indeks Harga yang Dibayar Petani (IB). IT, yang menunjukkan

fluktuasi harga komoditas pertanian yang dihasilkan petani, mengalami peningkatan sebesar 0,84%,

yaitu dari 113,76 pada triwulan III-2008 menjadi 114,72 pada triwulan IV-2008. Sedangkan IB, yang

87

Page 103: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH

menunjukkan fluktuasi harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat pedesaan serta

fluktuasi harga barang dan jasa yang diperlukan untuk memproduksi hasil pertanian, mengalami

kenaikan sebesar 0,73%. Kenaikan IB ini terutama dipengaruhi oleh peningkatan biaya produksi dan

penambahan barang modal yang meningkat sebesar 1,21%, dengan peningkatan tertinggi terjadi

pada subkelompok Penambahan Barang Modal (meningkat 1,90%) serta Obat-obatan dan Pupuk

(meningkat 1,86%). Indeks harga konsumsi rumah tangga juga mengalami peningkatan sebesar

0,67%, dengan kenaikan tertinggi terjadi pada subkelompok Perumahan, yang mencapai 2,51%.

Tabel 6.2. Nilai Tukar Petani di Jawa Barat Bulan September dan Desember 2008 (2007 = 100)

Persentase

No. Sektor, Kelompok, & Subkelompok Sep '08 Des '08 Perubahan

1 Indeks Harga yang Diterima Petani (IT) 113,76 114,72 0,84

2 Indeks Harga yang Dibayar Petani (IB) 117,47 118,33 0,73

2.1. Konsumsi Rumah Tangga 118,76 119,55 0,67

- Bahan Makanan 121,70 121,22 -0,39

- Makanan Jadi 113,12 114,08 0,85

- Perumahan 124,77 127,90 2,51

- Sandang 110,83 112,54 1,54

- Kesehatan 109,08 111,10 1,85

- Pendidikan, Rekreasi & Olahraga 110,06 112,01 1,77

- Transportasi & Komunikasi 114,72 116,31 1,39

2.2. Biaya Produksi & Penambahan Barang Modal 112,91 114,28 1,21

- Bibit 110,99 112,15 1,05

- Obat-obatan & Pupuk 109,94 111,98 1,86

- Sewa Lahan, Pajak & Lainnya 108,11 109,16 0,97

- Transportasi 117,85 116,76 -0,92

- Penambahan Barang Modal 113,87 116,03 1,90

- Upah Buruh Tani 113,56 114,87 1,15

3 Nilai tukar petani (NTP) 96,85 96,94 0,09

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Dari lima subsektor yang diamati, kenaikan NTP hanya terjadi pada subsektor Tanaman

Pangan dan Peternakan. Sementara itu, tiga subsektor lainnya, yaitu subsektor Hortikultura,

Tanaman Perkebunan Rakyat, dan Perikanan mengalami penurunan NTP. Penurunan NTP tertinggi

terjadi pada sub sektor tanaman perkebunan rakyat, diikuti oleh sub sektor hortikultura, dan

perikanan. Penurunan IT pada subkelompok tanaman perkebunan rakyat yang sebesar -5,27% terkait

dengan kecenderungan semakin menurunnya harga komoditas perkebunan di pasar internasional.

Sementara itu, penurunan IT pada subsektor hortikultura dan perikanan terjadi seiring dengan kembali

normalnya permintaan pasca Idul Fitri.

88

Page 104: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 6. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAERAH

89

Tabel 6.3. Nilai Tukar Petani per Subsektor di Jawa Barat Bulan September dan Desember 2008 (2007 = 100)

No. SubSektor Sep '08 Des '08

Persentase Perubahan

1 Tanaman Pangan 92,79 93.73 1.01

2 Hortikultura 97,38 96.49 -0.91

3 Tanaman Perkebunan Rakyat 111,64 104.25 -6.62

4 Peternakan 99,04 100.95 1.93

5 Perikanan 106,19 105.41 -0.73

6 Gabungan/Provinsi 96,85 96.94 0.09

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Selain Jawa Barat, kenaikan NTP pada triwulan IV-2008 di Pulau Jawa hanya terjadi pada

Provinsi Jawa Tengah. Tiga provinsi lainnya, yaitu D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, dan Banten

mengalami penurunan NTP, dengan penurunan masing-masing sebesar 3,26%, 5,50%, dan 0,80%.

Penurunan NTP yang sangat tinggi pada Provinsi Jawa Timur bahkan menurunkan indeks di provinsi

tersebut hingga dibawah 100. Sementara itu, Jawa Barat mengalami kenaikan posisi, dari posisi 5

pada triwulan sebelumnya menjadi posisi 4 pada triwulan ini. Walaupun demikian, NTP di Jawa Barat

masih berada dibawah 100, yang menandakan bahwa indeks yang diterima petani masih lebih kecil

dibandingkan dengan indeks yang dibayar petani.

Tabel 6.4. Perbandingan NTP di 5 Provinsi di Pulau Jawa Bulan September dan Desember 2008 (2007 = 100)

No. Provinsi Sep '08 Des '08

Persentase Perubahan

1 Jawa Barat 96,85 96.94 0.09

2 Jawa Tengah 102,27 102.7 0.42

3 D.I. Yogyakarta 109,39 105.82 -3.26

4 Jawa Timur 102,66 97.01 -5.50

5 Banten 97,43 96.65 -0.80

Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Page 105: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH

Page 106: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH

1. PROSPEK EKONOMI MAKRO

Perekonomian Jawa Barat diperkirakan semakin menunjukkan perlambatan pada triwulan

I-2009, sebagai imbas dari krisis keuangan global. Laju pertumbuhan ekonomi diperkirakan

melambat menjadi sebesar 5,20%-5,60% (yoy). Di sisi permintaan, turunnya laju pertumbuhan

ekonomi dipicu oleh perlambatan konsumsi dan kinerja ekspor. Sementara di sisi penawaran,

terjadi penurunan kinerja sektor industri pengolahan. Perkiraan ini didukung antara lain oleh Hasil

Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang mengindikasikan bahwa realisasi kegiatan usaha pada

triwulan I-2009 cenderung menurun dibandingkan triwulan IV-2008 (lihat Grafik 7.1).

Grafik 7.1. Ekspektasi Realisasi Kegiatan Dunia Usaha

0

10

20

30

40

Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV Tw.I*)

2006 2007 2008 2009

*) Perkiraan

Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) KBI Bandung

Di sisi permintaan, perlambatan pertumbuhan ekonomi terutama dipicu oleh perlambatan

konsumsi dan ekspor. Perlambatan konsumsi rumah tangga diperkirakan sebagai respons dari

masyarakat terhadap kondisi perekonomian ke depan yang masih penuh ketidakpastian. Turunnya

kinerja terutama di sektor industri pengolahan yang relatif banyak menyerap tenaga kerja di Jawa

Barat, serta adanya potensi melakukan rasionalisasi terhadap tenaga kerja di Jawa Barat

diperkirakan akan mendorong masyarakat untuk menahan konsumsinya. Kondisi ini juga didukung

dari hasil Survei Konsumen, yang mengindikasikan adanya penurunan ekspektasi ketersediaan

lapangan kerja. Perlambatan laju konsumsi rumah tangga diharapkan dapat sedikit tertahan

dengan diselenggarakannya Pemilu Legislatif pada bulan April 2009, sehingga diperkirakan akan

tetap tumbuh. Sementara itu, kinerja ekspor diperkirakan juga akan mengalami perlambatan,

akibat melemahnya daya beli di negara-negara tujuan ekpor terkait dengan krisis keuangan global,

khususnya untuk negara Amerika Serikat dan Eropa Barat.

Di sisi penawaran, penurunan kinerja di sektor industri pengolahan diperkirakan akan

mendorong perlambatan pertumbuhan ekonomi Jawa Barat di triwulan I-2009. Pelemahan

industri TPT diperkirakan sebagai akibat dari penurunan ekspor, seiring dengan relatif sedikitnya

kontrak baru yang dilakukan pada awal tahun 2009. Sementara industri otomotif juga diperkirakan

akan melambat, sebagai akibat kenaikan harga jual kendaraan bermotor, terkait dengan depresiasi

nilai tukar rupiah. Sementara dari sisi pembiayaan, masih tingginya suku bunga pinjaman serta

91

Page 107: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH

naiknya uang muka pembelian kendaraan bermotor diperkirakan menghambat penjualan

kendaraan bermotor. Untuk sektor pertanian, walaupun mengalami peningkatan nilai tambah,

namun pertumbuhan di triwulan I-2009 diperkirakan lebih rendah dibandingkan triwulan yang

sama tahun lalu. Kondisi ini terjadi akibat masa panen raya padi pada tahun 2009 diperkirakan

lebih mundur dibandingkan tahun 2008, yakni dari Februari – April 2008 menjadi Maret – Mei

2009. Sementara untuk sektor perdagangan, hotel, dan restoran, diperkirakan masih tumbuh

positif dibandingkan dengan triwulan I-2008, akibat perkembangan dan ekspansi usaha yang

dilakukan di subsektor perdagangan eceran dan hotel.

2. PRAKIRAAN INFLASI

Pada triwulan I-2009, inflasi Jawa Barat secara triwulanan diperkirakan lebih tinggi,

namun secara tahunan diperkirakan lebih rendah dibandingkan triwulan IV-2008. Secara

triwulanan inflasi Jawa Barat diperkirakan berkisar antara 0,80% hingga 1,30% (qtq), sementara

secara tahunan diperkirakan sekitar 8,5% hingga 9,5% (yoy). Kenaikan harga beras pada bulan

Januari dan Pemilu Legislatif pada bulan April 2009 diperkirakan sebagai penyebab utama

peningkatan laju inflasi secara triwulanan. Sementara itu, perlambatan laju inflasi secara tahunan

terjadi karena relatif rendahnya harga-harga komoditas di pasar internasional pada awal tahun

2009.

Musim tanam pada awal tahun 2009 diperkirakan akan mempengaruhi pasokan beras. Di

sisi lain, Pemilu Legislatif pada bulan April diperkirakan akan meningkatkan jumlah uang beredar

yang pada akhirnya dapat menimbulkan tekanan inflasi. Namun demikian, inflasi pada triwulan I-

2009 masih akan tertahan oleh penurunan harga BBM, serta dampak lanjutannya terhadap harga

barang dan jasa lainnya. Potensi risiko laju inflasi yang lebih tinggi di Jawa Barat pada triwulan I-

2009 dapat terjadi apabila distribusi bahan bakar mengalami hambatan, pasokan bahan makanan

kurang lancar, dan adanya depresiasi nilai tukar rupiah. Kelangkaan elpiji diprediksi mungkin terjadi

jika besarnya permintaan masyarakat setelah program konversi minyak tanah belum disertai

dengan kesiapan infrastruktur distribusi. Selain itu, ketidakstabilan politik menjelang Pemilu

dikhawatirkan dapat mempengaruhi nilai tukar rupiah dan meningkatkan imported inflation.

Ekspektasi harga pedagang eceran mengalami peningkatan pada tiga bulan ke depan.

Kalangan pedagang eceran, berdasarkan SPE, memperkirakan akan terjadi inflasi yang lebih besar

pada triwulan I-2009 terutama pada bulan Maret 2009 (Gambar 7.2). Hal ini diduga, berkaitan

dengan meningkatnya harga sebagai akibat tingginya permintaan pada triwulan I-2009 menjelang

penyelenggaran Pemilu. Sementara di kalangan konsumen, berdasarkan SK, memperkirakan akan

terjadi penurunan ekspektasi inflasi akibat penurunan daya beli dan penurunan beberapa harga

yang diatur pemerintah (administered price) (Gambar 7.3). Hal ini diduga berkaitan dengan

ekspektasi konsumen yang lebih dipengaruhi oleh tingkat harga yang saat ini mengalami tren

penurunan (bersifat adaptif).

92

Page 108: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

BAB 7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH

93

Grafik 7.2. Ekspektasi Pedagang Eceran

Terhadap Harga Barang dan Jasa

-1,0

-0,5

0,0

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

3,0

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3

2008 2009

% (inflasi)

100105

110115120125

130135140

145150

SB

Inflasi Gab.7 Kota (mtm) SPE*SPE** SPE***

Sumber: SPE-KBI Bandung; BPS Provinsi Jawa Barat. Keterangan: SPE*=Ekspektasi pedagang terhadap harga pada bulan tsb. menurut SPE pada 3 bulan sebelumnya; SPE**= Ekspektasi pedagang terhadap harga pada bulan tsb. menurut SPE 6 bulan sebelumnya; SPE***= Ekspektasi pedagang terhadap harga selama tahun berjalan menurut SPE bulan ybs.

Grafik 7.3. Ekspektasi Konsumen Terhadap Harga Barang dan Jasa

-1,0

-0,5

0,0

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

3,0

101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011 12 1 2 3

2007 2008 2009

% (inflasi)

100

110

120

130

140

150

160

170

180

190

200SB

Inflasi Gab.7 Kota (mtm) SK* SK** Sumber: Survei Konsumen-KBI Bandung. Keterangan: SK*= Ekspektasi konsumen terhadap harga pada bulan tsb. menurut SK 3 bulan sebelumnya; SK**= Ekspektasi konsumen terhadap harga pada bulan tsb. menurut SK 6 bulan sebelumnya.

Page 109: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

LAMPIRAN

Page 110: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

LAMPIRAN

1. EKONOMI MAKRO

Tabel 1.A. Perkembangan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jawa Barat Menurut Sektor Ekonomi (Miliar Rupiah)

2007 2008 SEKTOR EKONOMI Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV*)

Pertanian 9.233 9.120 11.012 8.227 8.915 8.508

Pertambangan dan Penggalian 1.646 1.509 1.532 1.530 1.555 1.388

Industri Pengolahan 31.000 31.668 30.932 33.486 34.260 35.408

Listrik, Gas, dan Air Bersih 1.442 1.490 1.515 1.476 1.495 1.493

Bangunan 2.308 2.182 2.242 2.269 2.618 2.391 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 13.966 14.821 13.367 14.037 14.824 14.905

Pengangkutan dan Komunikasi 3.084 3.077 2.932 3.050 3.155 3.359 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 2.233 2.100 2.087 2.254 2.424 2.531

Jasa-jasa 4.710 4.694 4.688 4.679 4.822 4.846

PDRB 69.627 70.664 70.309 71.012 74.070 74.833

*) Proyeksi KBI Bandung

Tabel 1.B. Perkembangan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jawa Barat Menurut Jenis Penggunaan (Miliar Rupiah)

2007 2008 SEKTOR EKONOMI Tw.III Tw.IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV*)

Konsumsi Rumah Tangga 44.529 46.000 46.160 45.932 47.997 47.524

Konsumsi Pemerintah 4.310 5.999 3.282 4.110 4.781 6.720 Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto 12.320 12.767 12.418 12.590 13.692 13.918

Perubahan Inventori 1.960 1.680 1.821 1.830 1.900 1.764

Deskrepansi Statistik 1.280 339 1.521 1.210 1,2 224

Ekspor barang dan jasa 35.219 33.812 30.822 29.281 27.544 26.205

Dikurangi impor barang dan jasa 29.990 29.933 25.715 23.941 21.983 21.521

PDRB 69.628 70.664 70.310 71.012 74.071 74.833

*) Proyeksi KBI Bandung

95

Page 111: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

LAMPIRAN

2. INFLASI

Tabel 2.A. Perkembangan Inflasi IHK Tahun Dasar 2007 Bulanan (mtm) di Jawa Barat Menurut Kota dan Kelompok Barang dan Jasa Bulan Oktober 2008 (%)

Kota No. Kelompok

Bd Bks Dpk Bgr Cn Skbm Tsm Gab.

1 Bahan makanan 1,75 -1,00 1,40 1,15 0,21 1,79 1,21 0,70

2 Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 0,73 0,10 1,30 0,07 0,99 1,22 2,87 0,70

3 Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 0,11 0,20 -0,37 0,75 0,79 1,52 0,39 0,16

4 Sandang -0,34 0,38 0,73 0,03 0,04 1,81 0,10 0,22 5 Kesehatan 0,40 0,00 0,06 0,00 0,11 0,76 0,86 0,18 6 Pendidikan, rekreasi dan olahraga 2,64 0,01 0,17 0,00 0,08 0,14 2,14 0,87 7 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan -0,02 0,00 0,06 0,00 -0,25 0,36 0,05 0,04

Umum 0,72 -0,17 0,48 0,51 0,45 1,27 1,20 0,41 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat. Keterangan: Bd= Bandung, Bks=Bekasi, Dpk=Depok, Bgr=Bogor, Cn=Cirebon, Skbm=Sukabumi, Tsm=Tasikmalaya Tabel 2.B. Perkembangan Inflasi IHK Tahun Dasar 2007 Bulanan (mtm) di Jawa Barat Menurut Kota dan Kelompok Barang dan Jasa Bulan November 2008 (%)

Kota No. Kelompok

Bd Bks Dpk Bgr Cn Skbm Tsm Gab.

1 Bahan makanan -1,02 3,25 -0,12 -2,28 -1,20 -1,31 -1,69 0,30

2 Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 0,30 0,16 0,62 3,92 0,58 1,11 0,10 0,87

3 Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar -0,26 0,59 -0,25 0,07 -0,22 -0,53 0,60 0,01

4 Sandang -1,33 0,65 -0,06 2,20 0,34 1,14 -0,04 0,00 5 Kesehatan 0,16 0,07 0,36 0,92 0,11 0,47 -0,44 0,25 6 Pendidikan, rekreasi dan olahraga 1,37 0,25 -0,02 0,00 -0,02 0,27 0,74 0,50

7 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan -0,12 0,03 0,07 0,17 -0,21 0,00 -1,18 -0,01

Umum -0,20 1,02 0,17 0,21 -0,20 -0,17 -0,31 0,27 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Tabel 2.C Perkembangan Inflasi IHK Tahun Dasar 2007 Bulanan (mtm) di Jawa Barat Menurut Kota dan Kelompok Barang dan Jasa Bulan Desember 2008 (%)

Kota No. Kelompok

Bd Bks Dpk Bgr Cn Skbm Tsm Gab.

1 Bahan makanan -1,09 -0,73 0,86 0,75 -0,05 0,95 -0,05 -0,19

2 Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 0,43 0,00 0,40 0,10 -0,04 0,48 -4,21 0,25

3 Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 0,12 0,19 -0,20 -0,03 0,72 0,61 0,50 0,08

4 Sandang 1,09 -0,03 1,06 -0,60 1,03 1,13 1,82 0,63

5 Kesehatan 0,05 0,56 0,21 0,00 1,84 -0,04 1,06 0,30

6 Pendidikan, rekreasi dan olahraga 0,50 0,00 0,08 0,00 0,10 -0,34 0,64 0,17

7 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan

-3,16 -3,59 -3,27 -2,83 -2,38 -2,06 0,08 -3,20

Umum -0,58 -0,82 -0,46 -0,26 -0,06 0,22 0,34 -0,53 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

96

Page 112: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

LAMPIRAN

Tabel 2.D. Perkembangan Inflasi IHK Tahun Dasar 2007 Triwulanan (qtq) di Jawa Barat Menurut Kota dan Kelompok Barang dan Jasa Triwulan IV-2008 (%)

Kota No. Kelompok

Bd Bks Dpk Bgr Cn Skbm Tsm Gab.

1 Bahan makanan -0,40 1,47 2,15 -0,42 -1,04 1,41 -0,56 0,81

2 Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 1,47 0,26 2,33 4,10 1,53 2,84 -1,36 1,82

3 Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar -0,04 0,98 -0,82 0,79 1,30 1,59 1,49 0,25

4 Sandang -0,60 1,01 1,74 1,61 1,42 4,13 1,87 0,86

5 Kesehatan 0,61 0,63 0,63 0,92 2,06 1,20 1,48 0,74

6 Pendidikan, rekreasi dan olahraga 4,57 0,26 0,24 0,00 0,16 0,07 3,55 1,54

7 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan -3,29 -

3,55 -3,14 -2,67 -2,82 -1,71 -1,06 -3,17

Umum -0,07 0,03 0,18 0,46 0,19 1,32 1,22 0,15 Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat.

Tabel 2.E. Perkembangan Inflasi IHK Tahun Dasar 2007 Tahun Kalender (ytd) di Jawa Barat Menurut Kota dan Kelompok Barang dan Jasa Bulan September 2008 (%)

Kota No. Kelompok

Bd Bks Dpk Bgr Cn Skbm Tsm Gab.

1 Bahan makanan 13,78 15,13 14,44 20,00 17,59 14,08 15,46 15,21

2 Makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 13,49 6,09 12,49 9,16 13,60 10,66 9,09 10,40

3 Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 6,22 3,73 7,54 10,13 10,11 7,47 12,47 6,54

4 Sandang 1,22 3,91 2,64 4,06 5,78 3,41 4,31 2,74

5 Kesehatan 15,67 9,70 5,01 3,36 19,24 7,83 5,30 9,71

6 Pendidikan, rekreasi dan olahraga 4,06 6,81 6,98 14,88 23,37 0,88 9,10 6,89

7 Transpor, komunikasi dan jasa keuangan 13,92 18,70 17,09 19,23 13,93 12,11 8,90 16,38

Umum 10,31 10,07 11,49 13,67 13,93 9,94 10,71 10,94

97

Page 113: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

LAMPIRAN

3. DATA PERBANKAN

Tabel 3.A. Indikator Bank Umum di Jawa Barat Posisi bulan Desember 2008 (Rp Triliun) Bank Umum Konvensional

2007 2008 Pertumbuhan Pos Tertentu

Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV q-t-q y-o-y

Total Aset 118,82 122,65 124,99 136,39 133,59 139,72 145,03 154,91 6,81% 13,58%

DPK 92,24 95,80 95,91 105,57 101,76 105,98 107,03 117,76 10,02% 11,54%

Kredit bank pelapor 58,67 62,39 66,03 69,74 70,98 77,92 82,86 87,35 5,41% 25,25%

Kredit lokasi proyek 102,05 109,46 115,50 122,52 127,22 140,15 151,22 163,33 8,00% 33,31%

LDR % 63,60 65,13 68,85 66,06 69,75 73,52 77,42 74,18 -4,19% 12,29%

Rasio NPLs (%) 4,31 4,13 3,92 3,44 3,78 3,63 3,57 3,52 -1,41% 2,34%

Sumber: LBU KBI Bandung

Bank Umum Syariah 2007 2008 Pertumbuhan

Indikator Tw. I Tw. II Tw. III Tw. IV Tw.I Tw.II Tw.III Tw.IV qtq yoy

Total Aset (Rp Triliun) 3,32 3,41 3,55 4,07 4,10 4,73 4,91 5,25 6,92% 29,05%

DPK (Rp Triliun) 2,46 2,5 2,59 3,14 3,21 3,73 3,65 3,97 8,87% 26,59%

Pembiayaan (Rp Triliun) 2,39 2,56 2,76 2,84 2,84 3,07 3,37 3,43 1,84% 20,73%

- FDR (%) 96,97 102,21 106,77 90,34 88,40 82,28 92,21 86,26 -6,45% -4,52%

NPF (%) 6,6 8,2 7,87 5,83 5,63 5,14 4,81 3,55 -26,20% -39,11%

Sumber: LBU KBI Bandung

98

Page 114: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

LAMPIRAN

99

Tabel 3.B. DPK, Kredit, dan NPL Kabupaten/Kota Bank Umum di Jawa Barat (Rp Juta) Desember 2008.

NPL KABUPATEN/KOTA DPK KREDIT LDR

NOMINAL % Kab. Kuningan 121,948 493,147 404,39 1,369 0,28 Kab. Ciamis 84,804 315,787 372,37 4,836 1,53

Kab. Majalengka 129,459 470,338 363,31 534 0,11

Kab. Tasikmalaya 149,376 306,584 205,24 10,008 3,26

Kab. Sukabumi 350,953 670,180 190,96 18,621 2,78

Kab. Sumedang 604,236 1,088,812 180,20 8,963 0,82

Kotif Banjar 423,892 736,123 173,66 9,291 1,26

Kab. Subang 1,118,141 1,901,387 170,05 27,921 1,47

Kab. Garut 1,055,600 1,749,924 165,78 24,697 1,41

Kab. Indramayu 723,075 1,132,829 156,67 24,596 2,17

Kab. Purwakarta 1,048,615 1,598,355 152,43 61,682 3,86

Kotif Bekasi 5,308,379 6,159,881 116,04 192,553 3,13

Kotif Tasikmalaya 3,044,016 3,381,688 111,09 114,688 3,39

Kab. Cianjur 1,154,796 1,253,938 108,59 15,687 1,25

Kotif Cimahi 1,085,575 1,074,367 98,97 7,423 0,69

Kab. Bandung 2,029,447 1,849,440 91,13 58,635 3,17

Kodya Cirebon 6,520,700 5,582,081 85,61 116,736 2,09

Kab. Karawang 2,866,443 2,157,834 75,28 48,436 2,24

Kodya Sukabumi 3,058,933 2,299,965 75,19 70,484 3,06

Kodya Bandung 64,303,853 41,759,223 64,94 1,877,700 4,50

Kab. Bogor 2,501,522 1,515,868 60,60 31,028 2,05

Kodya Bogor 11,880,133 6,391,014 53,80 269,721 4,22

Kab. Bekasi 3,805,061 1,757,596 46,19 26,892 1,53

Kotif Depok 4,387,059 1,700,927 38,77 51,966 3,06

Jawa Barat 117,756,016 87,347,288 74,18 3,074,467 3,52

Sumber: LBU KBI Bandung

Page 115: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

DAFTAR ISTILAH

Page 116: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

LAMPIRAN

DAFTAR ISTILAH

Administered price

Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan harganya diatur oleh pemerintah.

Andil inflasi Sumbangan perkembangan harga suatu komoditas/kelompok barang/kota terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan.

APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah.

Bobot inflasi Besaran yang menunjukkan pengaruh suatu komoditas terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan, yang diperhitungkan dengan melihat tingkat konsumsi masyarakat terhadap komoditas tersebut.

Dana Perimbangan

Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi daerah.

Imported inflation Salah satu disagregasi inflasi, yaitu inflasi yang berasal dari pengaruh perkembangan harga di luar negeri (eksternal)

Indeks Ekspektasi Konsumen

Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap ekspektasi kondisi ekonomi 6 bulan mendatang, dengan skala 1–100.

Indeks Harga Konsumen (IHK)

Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat pada suatu periode tertentu.

Indeks Kondisi Ekonomi

Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1–100.

Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)

Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan mendatang, dengan skala 1–100.

Indeks Pembangunan Manusia

Ukuran kualitas pembangunan manusia, yang diukur melalui pencapaian rata-rata 3 hal kualitas hidup, yaitu pendidikan, kesehatan dan daya beli.

Investasi Kegiatan meningkatkan nilai tambah suatu kegiatan produksi melalui peningkatan modal.

Migas Minyak dan gas. Merupakan kelompok sektor industri yang mencakup industri minyak dan gas.

Mtm Month to month. Perbandingan antara data satu bulan dengan bulan sebelumnya.

Omzet Nilai penjualan bruto yang diperoleh dari satu kali proses produksi.

PDRB Produk Domestik Regional Bruto. Pendapatan suatu daerah yang mencerminkan hasil kegiatan ekonomi yang ada di suatu wilayah tertentu.

Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi suatu daerah seperti hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah.

Perceived risk Persepsi risiko yang dimiliki oleh investor terhadap kondisi perekonomian sebuah negara

Qtq Quarter to quarter. Perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan sebelumnya.

Sektor ekonomi dominan

Sektor ekonomi yang mempunyai nilai tambah besar sehingga mempunyai pengaruh dominan pada pembentukan PDRB secara keseluruhan.

Share effect Kontribusi pangsa sektor atau subsektor terhadap total PDRB.

Share of Growth Kontribusi suatu sektor ekonomi terhadap total pertumbuhan PDRB.

101

Page 117: KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT - bi.go.id · Perkembangan harga barang dan jasa di Jawa Barat juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi global. Seiring dengan pelemahan

DAFTAR ISTILAH

102

Volatile food Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan harganya sangat bergejolak karena faktor-faktor tertentu.

West Texas Intermediate

Jenis minyak bumi yang menjadi acuan untuk transaksi perdagangan minyak dunia.

Yoy Year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya.