KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2013-10-12 · Analisis dilakukan berdasarkan data ... Pekanbaru, 8...
Transcript of KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2013-10-12 · Analisis dilakukan berdasarkan data ... Pekanbaru, 8...
KAJIAN EKONOMI REGIONAL
TRIWULAN II
KAJIAN EKONOMI REGIONAL
2012
KAJIAN EKONOMI REGIONAL
VISI BANK INDONESIA :
nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai
strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi
MISI BANK INDONESIA :
pemeliharaan kestabilan moneter dan pengembangan stabilitas
sistem keuangan untuk pembangunan nasional jangka panjang yang
NILAI-NILAI STRATEGIS ORGANISASI BANK INDONESIA :
-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen, dan
pegawai untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri atas
Kompetensi, Integritas, Transparansi, Akuntabilitas, dan
GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Kata Pengantar
iii
BUKU Kajian Ekonomi Regional (KER) Provinsi Riau ini merupakan terbitan rutin
triwulanan yang berisi analisis perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi
Riau. Terbitan kali ini memberikan gambaran perkembangan ekonomi dan
perbankan di Provinsi Riau pada triwulan II-2012 dengan penekanan kajian pada
kondisi ekonomi makro regional (PDRB dan Keuangan Daerah), Inflasi, Moneter
dan Perbankan, Sistem Pembayaran, Kesejahteraan dan Prakiraan Perkembangan
Ekonomi Daerah pada triwulan III-2012. Analisis dilakukan berdasarkan data
laporan bulanan bank umum dan BPR, data ekspor-impor yang diolah oleh Kantor
Pusat Bank Indonesia, data PDRB dan inflasi yang diterbitkan Badan Pusat Statistik
(BPS) Provinsi Riau, serta data dari instansi/lembaga terkait lainnya.
Tujuan dari penyusunan buku KER ini adalah untuk memberikan informasi kepada
stakeholders tentang perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Riau,
dengan harapan kajian tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu sumber
referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak
lain yang membutuhkan.
Kami menyadari masih banyak hal yang harus dilakukan untuk menyempurnakan
buku ini. Oleh karena itu kritik, saran, dukungan penyediaan data dan informasi
sangat diharapkan.
Pekanbaru, 8 Agustus 2012
BANK INDONESIA PEKANBARU
ttd
Hari Utomo Pemimpin
KATA PENGANTAR
GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL
xi
Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II
Indeks Harga Konsumen :
- Kota Pekanbaru 124,57 127,44 129,35 130,20 131,64
- Kota Dumai 129,24 132,55 133,98 133,20 134,91
Laju Inflasi Tahunan (yoy, %) :
- Kota Pekanbaru 5,61 6,10 5,09 4,20 5,67
- Kota Dumai 5,42 5,78 3,10 2,75 4,38
PDRB - harga konstan (Rp juta)
- Pertanian 4.276.631 4.429.704 4.432.205 4.288.270 4.367.957
- Pertambangan & Penggalian 11.853.094 11.953.407 12.264.091 12.129.017 11.897.470
- Industri Pengolahan 2.888.736 3.044.214 3.110.746 2.965.843 3.017.927
- Listrik, gas dan Air Besih 57.505 59.567 58.434 58.578 59.486
- Bangunan 968.361 1.012.891 1.062.482 1.028.031 1.113.092
- Perdagangan, Hotel, dan restoran 2.417.986 2.553.129 2.622.699 2.614.065 2.727.816
- Pengangkutan dan Komunikasi 815.252 857.051 879.473 884.446 899.875
- Keuangan, Persewaan, dan Jasa 368.153 385.894 407.477 399.972 423.438
- Jasa 1.354.947 1.435.874 1.467.774 1.458.485 1.484.430
Pertumbuhan PDRB (yoy %, dengan migas) 3,44 3,93 4,63 5,02 3,96
Pertumbuhan PDRB (yoy %, tanpa migas) 7,54 7,64 7,40 7,36 7,50
INDIKATOR
(dalam Rp juta) Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II
Bank Umum
Total Aset 58.275.407 59.370.445 59.752.476 66.463.817 68.837.287
DPK 42.396.619 43.980.255 44.920.105 48.480.274 50.314.329
- Giro 11.252.402 11.567.327 10.837.130 13.012.413 14.452.073
- Tabungan 19.361.097 20.142.350 22.342.860 21.588.604 22.216.431
- Deposito 11.783.121 12.270.578 11.740.115 13.879.258 13.645.825
Kredit - berdasarkan lokasi proyek 47.521.153 50.011.231 51.090.943 51.475.647 54.197.279
LDR - Lokasi Proyek (%) 112,09 113,71 113,74 106,18 107,72
Kredit 32.170.427 33.623.173 36.082.932 37.414.869 40.303.169
- Modal Kerja 11.445.668 11.939.534 12.729.875 12.804.704 14.246.546
- Investasi 8.838.182 9.199.610 10.207.813 10.676.704 11.298.412
- Konsumsi 11.886.578 12.484.028 13.145.244 13.933.462 14.758.211
- LDR (%) 75,88 76,45 80,33 77,18 80,10
- NPL (%) 2,16% 2,39% 1,95% 2,22% 2,35%
Kredit UMKM
- Mikro 2.687.024 2.901.705 3.112.386 3.313.470 3.545.514
- Kecil 5.445.174 4.921.351 5.448.902 5.640.244 5.935.445
- Menengah 3.676.323 4.440.529 4.868.783 4.955.899 5.364.799
NPL MKM (%) 3,03% 3,13% 2,40% 3,06% 3,16%
BPR
Total Aset 824.011 848.125 920.404 972.275 977.523
DPK 609.595 624.634 642.785 685.220 679.522
Kredit - berdasarkan lokasi proyek 581.244 601.015 617.548 655.469 673.534
Rasio NPL 7,95% 8,75% 8,22% 10,51% 10,71%
LDR 95,35% 96,22% 96,07% 91,04% 99,12%
*) SBH 2007
2011
B. PERBANKAN
2012
2012
A. INFLASI DAN PDRB
INDIKATOR
2011
TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH
GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL
xii
Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II
C. SISTEM PEMBAYARAN
Posisi Kas Gabungan (Rp juta) 2.564.466 2.500.522 1.075.807 488.445 2.419.614
Inflow (Rp juta) 457.389 1.270.188 1.002.685 1.084.657 828.061
Outflow (Rp juta) 3.021.855 3.770.710 2.078.492 1.573.102 3.247.675
Pemusnahan Uang (Jutaan lembar/keping) 406.483 390.321 306.454 476.657 318.844
Nominal Transaksi RTGS (Rp miliar) 62.234 65.315 76.774 53.909 79.527
Volume Transaksi RTGS (lembar) 55.387 55.387 27.151 62.391 58.345
Rata-rata Harian Nominal Transaksi RTGS (Rp miliar) 1.020 1.071 1.200 856 1.262
Rata-rata Harian Volume Transaksi RTGS (lembar) 908 908 424 990 926
Nominal Tolakan Cek/BG Kosong 131.245 131.245 146.297 138.024 161.134
Volume Tolakan Cek/BG Kosong 4.946 4.946 5.615 5.042 5.680
Rata-rata Harian Nominal Cek/BG Kosong 2.152 2.152 2.286 2.191 2.558
Rata-rata Harian Cek/BG Kosong 81 81 88 80 90
2011INDIKATOR
2012
TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH
GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Ringkasan Eksekutif
1
I. GAMBARAN UMUM
Kondisi ekonomi Riau pada triwulan laporan mencatat perlambatan sejalan dengan
melemahnya kinerja sektor strategis setelah pada triwulan sebelumnya mengalami
akselerasi cukup tajam. Hal ini utamanya dipengaruhi oleh ketidakpastian
pemulihan ekonomi zona Eropa yang telah mengakibatkan harga komoditas global
menurun. Selain itu, tingginya curah hujan di Provinsi Riau selama triwulan laporan
telah mengakibatkan kinerja sektor pertanian dan pertambangan migas relatif
terganggu.
RINGKASAN EKSEKUTIF
Perekonomian Riau tumbuh melambat sejalan dengan melemahnya kinerja sektor strategis
GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Ringkasan Eksekutif
2
II. ASSESMEN MAKROEKONOMI REGIONAL
Pertumbuhan ekonomi Riau menunjukkan perkembangan yang kurang
menggembirakan dimana tumbuh melambat setelah pada dua triwulan
sebelumnya mengalami akselerasi. Terbatasnya produksi di sektor migas
diindikasikan menjadi faktor penyebab utama melambatnya pertumbuhan
Riau dalam triwulan laporan.
Dengan memasukkan unsur migas, secara tahunan (year-on-year/yoy),
pertumbuhan ekonomi Riau tercatat sebesar 3,96% dan berada dibawah
pertumbuhan ekonomi nasional. Sementara itu, dengan mengeluarkan
unsur migas, pertumbuhan ekonomi Riau tumbuh meningkat dari 7,36%
pada triwulan I-2012 menjadi 7,50% dan berada diatas pertumbuhan
ekonomi non migas nasional yang mencapai sebesar 6,90%.
Dari sisi penggunaan, permintaan domestik masih menjadi penopang
utama pertumbuhan khususnya konsumsi dengan andil sebesar 2,84%
atau turun dibandingkan dengan triwulan I-2012 yang mencapai 2,88%.
Di sisi lain, ekspor dan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) non migas
memberikan andil sebesar 6,88% terhadap pertumbuhan triwulan laporan
atau lebih tinggi dibandingkan triwulan I-2012 yang tercatat sebesar
2,99% sejalan dengan percepatan pembangunan infrastruktur PON.
Sementara itu, dari sisi sektoral, pada sektor tradables, motor penggerak
perekonomian Riau utamanya berasal dari sektor industri pengolahan non
migas dengan andil sebesar 0,97% (yoy). Sementara, pada sektor non
tradables, sektor perdagangan masih tetap menjadi roda penggerak utama
perekonomian dengan andil sebesar 2,42% (yoy) sejalan dengan
meningkatnya berbagai aktivitas kegiatan dunia usaha selama triwulan
laporan.
Kinerja sektor primer Riau terutama sektor perkebunan pada triwulan
laporan mengalami perlambatan yang disebabkan oleh faktor tingginya
curah hujan. Dari hasil penelusuran informasi kepada pelaku usaha
diketahui bahwa salah satu sentra produksi perkebunan mengalami
Pertumbuhan ekonomi Riau pada triwulan II-2012 melambat. Sementara, dengan mengeluarkan unsurmigas , pertumbuhan ekonomi berada di atas nasional dan menunjukkan peningkatan
Tingginya curah hujan mengakibatkan produksi di salah satu sentra produksi tanaman perkebunan kelapa sawit menurun hingga 70%
GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Ringkasan Eksekutif
3
dampak cukup parah adalah Kab. Rokan Hulu yang tercatat memiliki luas
lahan tanaman kelapa sawit terbesar di Provinsi Riau. Terjadinya banjir
besar pada bulan Mei 2012 telah mengakibatkan produksi tanaman kelapa
sawit turun hingga 70% dibandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya.
III. ASSESMEN INFLASI
Sejalan dengan perkiraan sebelumnya, dinamika perkembangan harga di
Provinsi Riau pada triwulan II-2012 secara umum menunjukkan
peningkatan, namun meningkat lebih tinggi dari perkiraan semula. Hal
tersebut utamanya terjadi pada kelompok volatile food, seiring dengan
adanya gangguan cuaca.
Inflasi Riau pada triwulan II-2012 mencapai 5,44% (yoy), mengalami
peningkatan dibandingkan dengan inflasi pada triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 3,94%. Inflasi tahunan Riau pada triwulan laporan juga
tercatat lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata inflasi triwulan II
dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun terakhir. Selain itu, inflasi Riau juga
mencatat angka yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan inflasi wilayah
Sumatera dan Nasional yang masing-masing tercatat sebesar 4,99% (yoy)
dan 4,53% (yoy). Hal ini utamanya bersumber dari melonjaknya harga
komoditas pangan, khususnya cabe merah keriting dan beras.
Berdasarkan kota yang disurvey di Provinsi Riau secara triwulanan, inflasi
tertinggi terjadi di Kota Dumai yaitu mencapai 1,28%. Sementara itu, Kota
Pekanbaru tercatan mengalami inflasi sebesar 1,10%. Inflasi pada kedua
kota tersebut tercatat mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya.
Berdasarkan disagregasi inflasi, kelompok Volatile Foods (VF) tercatat
mengalami inflasi. Peranan kelompok ini juga mengalami peningkatan
dibandingkan triwulan sebelumnya. Inflasi kelompok core tercatat
mengalami penurunan, namun peranannya masih tetap mendominasi.
Tekanan inflasi Riau pada triwulan laporan menunjukkan peningkatan dan berada diatas perkiraan sebelumnya
GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Ringkasan Eksekutif
4
IV. ASSESMEN KEUANGAN
Perbankan
Kegiatan usaha perbankan di Provinsi Riau pada triwulan II-2012 secara
umum menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Perkembangan
indikator utama perbankan terus menunjukkan peningkatan seperti jaringan
kantor, aset, Dana Pihak Ketiga (DPK) dan kredit. Di sisi risiko, rasio kredit
bermasalah yang dialami perbankan pada triwulan laporan relatif terjaga
meskipun mengalami kenaikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Total aset perbankan Riau pada triwulan laporan mencapai Rp69,84 triliun
atau naik sebesar 3,56% (qtq). Kenaikan aset perbankan tersebut utamanya
berasal dari meningkatnya jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK) yang berhasil
dihimpun yakni dari Rp49,16 triliun menjadi Rp51,01 triliun atau
naik 3,75% (qtq). Sejalan dengan meningkatnya penghimpunan DPK, jumlah
kredit yang disalurkan oleh perbankan Riau juga menunjukkan kenaikan,
yakni dari Rp38,07 triliun menjadi Rp40,99 triliun atau naik 7,68% (qtq).
Lebih tingginya kenaikan kredit dibandingkan DPK pada triwulan II-2012
telah mendorong Loan to Deposit Ratio (LDR) perbankan Riau meningkat,
yakni dari 77,43% menjadi 80,37%. Tingkat kredit bermasalah (NPL gross)
perbankan di Riau pada triwulan laporan tercatat sebesar 2,49%, atau relatif
lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar
2,36%. Meskipun meningkat, tingkat NPL yang tercatat pada triwulan
laporan masih berada di bawah batas yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
yakni sebesar 5%.
Sementara, berdasarkan lokasi proyek, jumlah kredit yang disalurkan oleh
perbankan mencapai Rp54,19 triliun atau meningkat 5,29% dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya. Dengan kondisi tersebut, LDR perbankan Riau
berdasarkan lokasi proyek tercatat lebih tinggi yaitu sebesar 106,28%.
Jumlah jaringan kantor bank umum di Riau pada triwulan laporan
mengalami kenaikan sebanyak 10 kantor sehingga menjad 634 kantor.
Total aset perbankan Riau pada triwulan II-2012 mencapai Rp69,81 triliun atau naik 3,53% (qtq).
Pada triwulan laporan, jaringan kantor bank di Riau meningkat 10 kantor sehingga totalnya menjadi 634 kantor. Peningkatan utamanya terjadi pada kantor cabangdan kantor cabang
pembantu
GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Ringkasan Eksekutif
5
Penambahan jaringan kantor tersebut terjadi pada jumlah kantor cabang
(1 unit), kantor cabang pembantu (6 unit) dan lainnya (3 unit).
Keuangan Daerah
Realisasi penyerapan anggaran pendapatan Pemerintah Provinsi Riau
sampai dengan semester pertama tahun 2012 mencapai Rp2,36 triliun atau
mencapai 42,92% dari target yang ditentukan. Prosentase realisasi
pendapatan pada semester I-2012 lebih rendah dibandingkan dengan
semester yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 47,83%. Di
sisi lain, realisasi anggaran belanja pemerintah provinsi Riau sampai dengan
periode yang sama tercatat sebesar Rp1,40 triliun atau sekitar 22,01% dari
rencana anggaran belanja tahun 2012. Realisasi anggaran belanja pada
semester I-2012 ini relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan realisasi
anggaran pada triwulan yang sama tahun sebelumnya yakni sebesar
28,25%%.
V. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
Perekonomian Riau pada triwulan III-2012 diperkirakan akan relatif lebih
baik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Hal ini diindikasikan tidak
terlepas dari menguatnya keyakinan konsumen terkait faktor pelaksanaan
PON ke-18 yang secara umum diperkirakan akan memberikan stimulus bagi
perekonomian Riau. Secara tahunan, dengan memasukkan unsur migas,
pertumbuhan ekonomi Riau pada triwulan I-2012 diperkirakan tumbuh
relatif stabil pada kisaran 4,0%-4,50% (yoy). Sementara itu, dengan
mengeluarkan unsur migas pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan
tumbuh pada kisaran 7,5%-7,9% (yoy).
Dari sisi penggunaan, permintaan domestik diperkirakan masih akan
menjadi penopang utama terutama PMTB non migas. Kondisi ini
bersumber dari masih berlangsungnya percepatan pembangunan
infrastruktur menjelang pelaksanaan PON pada bulan September
mendatang.
Secara umum, hingga semester I-2012, prosentase realisasi pendapatan dann belanja daerah mencatat angka yang lebih rendah jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya
Perekonomian Riau pada triwulan III-2012 diproyeksikan tumbuh meningkat
GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Ringkasan Eksekutif
6
Sementara, dari sisi sektoral, beberapa sektor yang diperkirakan akan
menjadi motor penggerak perekonomian pada triwulan mendatang
utamanya berasal dari sektor tersier yakni sektor bangunan, perdagangan,
dan jasa. Hal ini sejalan pelaksanaan PON ke-18 yang jatuh pada triwulan
III-2012 sehingga akan mendorong meningkatnya aktivitas perekonomian
baik yang berasal dari perdagangan domestik maupun perdagangan
internasional (ekspor dan impor).
Namun demikian, terdapat beberapa hal yang berpotensi membawa
pertumbuhan ekonomi Riau menyentuh batas bawah proyeksi (downside
risks) diantaranya terkait dengan ketidakpastian pemulihan ekonomi zona
Eropa yang diperkirakan masih akan memberikan tekanan terhadap
pergerakan harga komoditas energi global. Adanya prediksi curah hujan
yang relatif tinggi terkait Badai El-Nino di wilayah Asia diperkirakan juga
akan mengakibatkan kinerja sektor pertanian dan pertambangan relatif
terganggu..
Di sisi harga, inflasi Kota Pekanbaru pada triwulan mendatang
diproyeksikan berada pada kisaran 4,3% - 4,7% (yoy). Sedangkan secara
triwulanan, inflasi diperkirakan berkisar 1,0% - 1,4% (qtq). Kondisi ini
diperkirakan tidak terlepas dari potensi penguatan sisi permintaan (demand
pull inflation) terkait dengan pelaksanaan PON yang jatuh pada triwulan
laporan serta adanya pengaruh baseline effect.
Beberapa faktor lain yang diperkirakan akan mempengaruhi tekanan inflasi
pada triwulan mendatang antara lain (i) menguatnya permintaan domestik
sejalan dengan masih berlangsungnya percepatan pembangunan
infrastruktur pendukung PON, (ii) perkiraan tingginya curah hujan dalam
triwulan mendatang yang diindikasikan akan memberikan pengaruh cukup
signifikan terhadap sisi penawaran (cost push inflation), dan (iii) rencana
pemberlakuan pengaturan tata niaga impor hortikultura dan rencana
kenaikan LPG pada bulan September 2012 yang dapat memberikan
tekanan terhadap harga secara umum.
Tekanan inflasi triwulan III-2012 diperkirakan relatif terkendali yakni berkisar 4,30%-
4,70% (yoy)
Sumber pertumbuhan ekonomi pada triwulan mendatang diperkirakan berasal dari sektor tersier
GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
7
1. KONDISI UMUM
Pertumbuhan ekonomi Riau menunjukkan perkembangan yang kurang
menggembirakan, tumbuh melambat setelah pada dua triwulan sebelumnya
mengalami akselerasi pertumbuhan. Terbatasnya produksi di sektor migas dan
melemahnya daya beli masyarakat diindikasikan menjadi faktor penyebab utama
melambatnya pertumbuhan Riau dalam triwulan laporan. Dengan memasukkan
unsur migas, secara tahunan (year-on-year/yoy), pertumbuhan ekonomi Riau
tercatat sebesar 3,9% melambat dibandingkan triwulan I-2012 dan berada
dibawah pertumbuhan ekonomi nasional. Namun demikian, dengan mengeluarkan
unsur migas, pertumbuhan ekonomi Riau tumbuh meningkat dari 7,3% pada
Bab 1 KONDISI EKONOMI
MAKRO REGIONAL
GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
8
triwulan I-2012 menjadi 7,5% dan berada diatas pertumbuhan ekonomi non migas
nasional yang mencapai sebesar 6,9%. Pertumbuhan ekonomi non migas Riau
tumbuh lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya.
Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau dan Nasional (yoy,%)
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
2. PDRB SISI PENGGUNAAN
Pertumbuhan ekonomi Riau secara umum menunjukkan perlambatan akibat
menurunnya kinerja ekspor migas. Sementara itu, dengan mengeluarkan unsur
migas menunjukkan hal yang menggembirakan sebagaimana terlihat dari
pertumbuhan positif yang terjadi pada seluruh komponen. Secara umum,
permintaan domestik khususnya konsumsi masih menjadi penopang utama
pertumbuhan dengan andil sebesar 2,84% namun menurun dibandingkan dengan
andil pada triwulan I-2012 yang mencapai 2,88%. Di sisi lain, ekspor dan
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)1 memberikan andil sebesar 6,88%
terhadap pertumbuhan triwulan laporan atau lebih tinggi dibandingkan triwulan I-
2012 yang tercatat sebesar 2,99%. Sementara itu, jika memasukkan unsur migas,
kedua peran tersebut relatif menurun yakni dari 6,98% menjadi 3,92% sejalan
dengan melambatnya kinerja sektor migas dalam triwulan laporan. Konsumsi
sebagai motor penggerak utama mulai menurun dari 6,16% pada triwulan I-2012
menjadi 5,90% pada triwulan II-2012.
PPembentukan Modal Tetap Bruto merupakan salah cermin perkembangan investasi di Provinsi Riau
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2009 2010 2011 2012
Riau 5,1 2,1 1,6 3,0 2,9 3,7 4,7 5,2 4,0 3,4 3,9 4,6 5,0 3,9
Nasional 4,5 4,0 4,1 5,4 5,6 6,1 5,8 6,9 6,5 6,5 6,5 6,5 6,3 6,4
Riau (Tanpa Migas) 6,6 6,5 5,7 7,3 6,0 6,7 7,9 7,8 7,5 7,5 7,6 7,4 7,3 7,5
Nasional (Tanpa Migas) 4,9 4,4 4,5 5,8 6,2 6,5 6,2 7,4 6,9 7,0 6,9 6,9 6,7 6,9
-
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
9,00
yoy
(%)
GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
9
Pertumbuhan tertinggi pada triwulan laporan terjadi pada komponen impor yakni
sebesar 8,70% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Hal
tersebut utamanya didorong oleh meningkatnya impor barang modal seperti
pupuk, pasir dan bebatuan sejalan dengan tingginya kebutuhan pada industri non
migas dan pesatnya pembangunan infrastruktur menjelang akan digelarnya PON
ke-18 pada bulan September mendatang. Kondisi tersebut juga secara simultan
memberikan pengaruh terhadap PMTB tanpa migas Riau yang pada triwulan
laporan mengalami akselerasi dengan tumbuh sebesar 11,73% (yoy).
Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Penggunaan (yoy)
Tabel 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Penggunaan Tanpa Migas (yoy)
2.1. Konsumsi
Dalam triwulan II-2012, pertumbuhan konsumsi Riau tercatat tumbuh melambat
menjadi 6,65% (yoy). Peningkatan ini utamanya bersumber dari melambatnya
konsumsi rumah tangga Riau yakni dari 7,45% pada triwulan I-2012 menjadi
7,11% pada triwulan laporan. Kondisi ini diindikasikan tidak terlepas dari pengaruh
menurunnya harga CPO internasional yang berimbas pada harga TBS lokal
sehingga secara implisit mempengaruhi daya beli masyarakat Riau secara umum.
Selama triwulan laporan, harga rata-rata TBS lokal yang ditentukan berdasarkan
mekanisme kesepakatan antara Pemda dengan pelaku usaha mencapai Rp1.317/Kg
atau turun 18,88% dibandingkan dengan triwulan I-2012.
I II III IV I II III IV I II I-2012 II-2012
Konsumsi 7,22 7,21 7,53 7,30 6,90 6,31 5,68 5,83 7,25 6,65 2,88 2,84
8,91 8,98 8,27 7,58 7,74 8,79 8,85 8,12 6,27 5,98 1,79 1,71
Ekspor 2,93 3,10 3,79 5,18 -0,16 0,77 1,17 4,71 5,91 2,28 5,19 2,21
Impor 14,57 6,84 5,35 8,84 2,94 5,48 3,46 8,16 7,27 8,70 2,23 8,70
2,90 3,77 4,76 5,22 4,04 3,44 3,93 4,63 5,02 3,96 7,63 3,96Sumber : BPS Provinsi RiauKet : (p) prakiraan BI, ***) Data Sangat Sementara, **) data sementara
Andil
Pembentukan Modal Tetap Bruto
Total
Komponen 2011*** 2012***2010**
I II III IV I II III IV I II I-2012 II-2012
Konsumsi 7,22 7,21 7,53 7,30 6,90 6,31 5,68 5,83 7,25 6,65 2,88 2,84
18,91 15,02 12,22 11,24 8,28 10,38 8,85 10,22 10,44 11,73 3,01 3,18
Ekspor Non Migas 7,66 2,01 3,46 3,29 6,28 10,88 12,02 6,20 -0,04 6,24 -0,02 3,70
Impor Non Migas 15,65 6,09 5,06 7,73 2,60 6,17 4,35 9,65 4,51 8,75 2,66 4,97
6,01 6,75 7,95 7,84 7,51 7,54 7,64 7,40 7,36 7,50 7,36 7,50
Sumber : BPS Provinsi RiauKet : (p) prakiraan BI, ***) Data Sangat Sementara, **) data sementara
Andil
Pembentukan Modal Tetap Bruto
Komponen 2011*** 2012***
Total Tanpa Migas
2010**
GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
10
Berdasarkan survei yang dilakukan Bank Indonesia (survei konsumen), tingkat
optimisme masyarakat terhadap perekonomian Riau juga cenderung melemah
sebagaimana terlihat dari menurunnya Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Riau pada
triwulan laporan2. IKK3 Riau pada triwulan laporan mencapai 128,10 atau lebih
rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 126,90. Hal ini
disebabkan adanya penurunan pendapatan masyarakat saat ini sebagai dampak
dari menurunnya harga jual TBS lokal pada triwulan laporan.
Tabel 1.3. Pertumbuhan Konsumsi Riau Tahun 2010-2012
Keterangan : **) Angka Sementara, ***) Angka Sangat Sementara
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah
Grafik 1.2. Pergerakan Indeks Keyakinan Konsumen Riau
Grafik 1.3. Perkembangan Trend Harga CPO Lokal dan Dunia
Sumber : Survei Konsumen BI Sumber : Disbun Riau dan Bloomberg
Sejalan dengan kondisi diatas, penyaluran kredit konsumsi yang merupakan
cerminan konsumsi yang dibiayai dari dana perbankan juga menunjukkan
pertumbuhan yang melambat4 yakni dari 20,34% (yoy) menjadi 17,49% (yoy).
Beberapa indikator lain yang menunjukkan penguatan konsumsi diantaranya
adalah pertumbuhan indikator tingkat penjualan kendaraan bermotor yang pada
2 Data BPS Riau menunjukkan bahwa sekitar 60% penduduk di Riau bekerja di sektor perkebunan 3 Hasil Survei Konsumen Bank Indonesia Pekanbaru triwulan I-2012 4 Note : catatan dari Ibu Christin sebaiknya dibobot dengan IHK Riau bukan IHK Pekanbaru
I II III IV I II III IV I II
Konsumsi 7.22 7.21 7.53 7.30 6.90 6.31 5.68 5.83 7.25 6.65
- MigasRumah Tangga 7.52 8.06 8.51 9.08 7.85 6.93 6.39 5.65 7.45 7.11
- MigasSwasta Nirlaba -4.95 -5.20 0.65 4.55 8.16 6.30 6.15 5.23 6.75 4.21
- MigasPemerintah 5.96 2.55 1.82 -2.52 0.56 2.23 0.94 6.95 5.85 3.60
7.22 7.21 7.53 7.30 6.90 6.31 5.68 5.83 7.25 6.65
2010**
Total
2011*** 2012***Komponen
50
70
90
110
130
150
170
II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Indeks Keyakinan Konsumen
Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini
Indeks Ekspektasi Konsumen
Baseline
-
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
1.000
1.100
1.200
1.300
1.400
1.500
1.600
1.700
1.800
1.900
Jan-1
0Fe
b-1
0M
ar-
10
Apr-
10
May-
10
Jun-1
0Ju
l-10
Aug-1
0Sep-1
0O
ct-1
0N
ov-
10
Dec-
10
Jan-1
1Fe
b-1
1M
ar-
11
Apr-
11
May-
11
Jun-1
1Ju
l-11
Aug-1
1Sep-1
1O
ct-1
1N
ov-
11
Dec-
11
Jan-1
2Fe
b-1
2M
ar-
12
Apr-
12
May-
12
Jun-1
2
USD
/MT
Rp
/Kg
TBS Domestik (kiri) CPO Dunia (kanan)
GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
11
triwulan laporan mengalami pertumbuhan negatif sebesar 2,81%. Sementara itu,
konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) di Riau juga mencatat penurunan menjadi
344 ribu KL atau secara tahunan mengalami kontraksi sebesar 0,15% (yoy), setelah
pada triwulan sebelumnya juga mengalami kontraksi sebesar 18,67%
Grafik 1.4. Perkembangan Kredit Konsumsi di Riau
Grafik 1.5. Perkembangan Indikator Penjualan Kendaraan Bermotor di Riau
Sumber : Dispenda Provinsi Riau
Grafik 1.6. Perkembangan Konsumsi BBM di Riau
Sumber : PT. Pertamina Wilayah Riau
2.2. Investasi
Kinerja investasi di Riau sebagaimana dicerminkan dari PMTB Riau pada triwulan
laporan tercatat tumbuh melambat dari 6,27% (yoy) pada triwulan I-2012 menjadi
5,98% (yoy). Sementara itu, dengan mengeluarkan unsur migas, PMTB Riau
tercatat tumbuh lebih tinggi yakni sebesar 11,73% atau mengalami akselerasi
dibandingkan pertumbuhan pada dua triwulan sebelumnya. Terakselerasinya
20,34
17,49
-
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
-
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
16,00
I II III IV I II III IV I II
2010 2011 2012
%
Rp
tri
liu
n
K. Konsumsi (kiri) yoy (kanan)
(20,00)
-
20,00
40,00
60,00
80,00
100,00
120,00
140,00
-
20.000
40.000
60.000
80.000
100.000
120.000
I II III IV I II III IV I II
2010 2011 2012
%un
it
Penjualan Kendaraan yoy (kanan)
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
-
100
200
300
400
500
600
700
I II III IV I II III IV I II
2010 2011 2012
%
rib
u K
L
BBM yoy (kanan)
GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
12
pertumbuhan PMTB non migas pada triwulan laporan diperkirakan tidak terlepas
dari faktor pembangunan infrastruktur PON ke-18 seperti jalan layang, stadion,
kantor, apartemen, pusat perbelanjaan, tempat penginapan dan bandara udara
SSK II.
Kondisi tersebut tercermin dari relatif tingginya konsumsi semen Riau yang pada
triwulan II-2012 tercatat sebesar 361,46 ribu ton atau tumbuh sebesar 15,68%.
Meskipun mengalami pertumbuhan yang relatif melambat dibandingkan dengan
triwulan I-2012 namun tingkat konsumsi semen Riau pada triwulan laporan masih
relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan rata-rata konsumsi semen tahun 2011
yang tercatat sebesar mencapai 300 ribu ton. Selain itu, perkembangan indikator
penjualan truk juga masih tinggi dimana pada triwulan laporan tercatat tumbuh
sebesar 49,93% atau lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan I-
2012 yang tercatat sebesar 13,34% (yoy).
Grafik 1.7. Perkembangan Penjualan Semen di Riau
Grafik1.8. Perkembangan Kredit Investasi di Riau
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia
Grafik 1.9. Perkembangan Penjualan Kendaraan Jenis Truk
Grafik 1.10. Perkembangan Penanaman Modal Asing (PMA) Provinsi Riau
Sumber : Dispenda Provinsi Riau Sumber : BKPM
-20,00
-10,00
0,00
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
-
50
100
150
200
250
300
350
400
450
I II III IV I II III IV I II
2010 2011 2012
%
rib
u T
on
Konsumsi Semen (kiri) g.yoy (kanan)
-
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
30,00
-
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
I II III IV I II III IV I II
2010 2011 2012
%
Rp
tri
liu
n
K. Investasi yoy (kanan)
-
20,00
40,00
60,00
80,00
100,00
120,00
140,00
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
4500
5000
I II III IV I II III IV I II
2010 2011 2012
%un
it
Truck yoy (kanan)
139,16 289,01
-
500
1.000
1.500
2.000
2.500
2008 2009 2010 2011 I-2012 II-2012
USD
rib
u
GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
13
Sejalan dengan bertumbuhnya
investasi, jumlah investasi yang
dibiayai melalui kredit juga masih
tumbuh tinggi yakni sebesar 20,97%
dengan tingkat realisasi sebesar
Rp11,30 triliun. Sebagian besar kredit
investasi yang disalurkan perbankan
Riau utamanya diserap sektor
konstruksi yang diperkirakan sejalan
dengan tingginya kebutuhan dana
investasi dalam rangka PON ke-18
yang akan berlangsung di Riau pada tahun ini.
Sementara itu, pesatnya pembangunan investasi di Riau juga dapat dilihat dari
Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang
masuk ke Provinsi Riau. Dalam triwulan laporan jumlah PMA yang masuk tercatat
sebesar USD289,01 ribu atau meningkat 10,7,68% dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Sedangkan jumlah PMDN yang masuk ke Provinsi Riau pada triwulan
laporan mencapai Rp3.507 triliun meningkat signifikan sebesar 896,38%
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
2.3. Ekspor Impor
Kinerja perdagangan eksternal Riau pada triwulan laporan mencatat
perkembangan yang kurang menggembirakan dimana total ekspor tumbuh
melambat dari 5,91% (yoy) pada triwulan I-2012 menjadi 2,28% (yoy).
Perlambatan ekspor utamanya disebabkan oleh tidak optimalnya produksi migas
pada triwulan laporan sehingga mengakibatkan ekspor migas menurun. Di sisi lain,
impor mencatat kenaikan pertumbuhan yakni dari 7,27% (yoy) pada triwulan I-
2012 menjadi 8,70% (yoy) pada triwulan laporan yang utamanya bersumber dari
meningkatnya impor barang modal.
Grafik 1.11. Perkembangan Penanaman Modal Asing Dalam Negeri (PMDN) Provinsi
Riau
Sumber : BKPM
352
3.507
-
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
8.000
2008 2009 2010 2011 I-2012 II-2012
Rp
milia
r
GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
14
Grafik 1.12. Perkembangan Volume Ekspor CPO Riau
Grafik 1.13. Perkembangan Ekspor Pulp and Paper Riau
Grafik 1.14. Perkembangan Volume Ekspor Batubara Riau
Grafik 1.15. Perkembangan Volume Ekspor Karet Olahan Riau
Sementara itu, dengan mengeluarkan unsur migas, ekspor menunjukkan
peningkatan cukup signifikan bila dibandingkan triwulan sebelumnya.
Pertumbuhan ekspor non migas Riau pada triwulan II-2012 tumbuh meningkat
dipicu oleh meningkatnya ekspor komoditas pulp and paper ke negara mitra
dagang utama. Dalam triwulan laporan, volume ekspor komoditas pulp and paper
mencapai 562,31 ribu ton atau tumbuh sebesar 11,18% (yoy).
Di sisi lain, kenaikan yang berarti juga terjadi pada komponen impor non migas
yang tercatat tumbuh meningkat dari 4,51% (yoy) menjadi 8,75% (yoy). Kondisi ini
didorong oleh meningkatnya impor barang mentah terutama pupuk kimia dan
pasir. Hal ini diindikasikan tidak terlepas dari faktor pembangunan infrastruktur dan
(100,0)
(50,0)
-
50,0
100,0
150,0
200,0
0
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
%
USD
juta
Vol (kiri) yoy (kanan)
(100,0)
(50,0)
-
50,0
100,0
150,0
200,0
-
100,0
200,0
300,0
400,0
500,0
600,0
700,0
800,0
I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II
2006 2007 2008 2009 2010 20112012
%
USD
ju
ta
Vol (kiri) yoy (kanan)
(200,0)
(100,0)
-
100,0
200,0
300,0
400,0
500,0
600,0
700,0
-
200,0
400,0
600,0
800,0
1.000,0
1.200,0
1.400,0
1.600,0
I II IIIIVI IIIIIIV I IIIIIIV I IIIIIIV I IIIIIIV I IIIIIIV I II
2006 2007 2008 2009 2010 20112012
%
USD
ju
ta
Vol (kiri) yoy (kanan)
(500,0)
-
500,0
1.000,0
1.500,0
2.000,0
2.500,0
-
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
7,0
8,0
9,0
10,0
I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II
2006 2007 2008 2009 2010 20112012
%
USD
ju
ta
Vol (kiri) yoy (kanan)
GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
15
meningkatnya kebutuhan industri pengolahan non migas (CPO, pulp and paper
dan karet olahan) untuk meningkatkan produktivitas outputnya.
3. PDRB SEKTORAL
Kinerja ekonomi sektoral Riau pada triwulan laporan secara umum menunjukkan
hal yang menggembirakan dimana seluruh sektor mengalami pertumbuhan positif.
Pada sektor tradables, motor penggerak perekonomian Riau utamanya berasal dari
sektor industri pengolahan non migas dengan andil sebesar 0,97% (yoy).
Sementara, pada sektor non tradables, sektor perdagangan masih tetap menjadi
roda penggerak utama perekonomian dengan andil sebesar 2,42% (yoy) sejalan
dengan meningkatnya berbagai aktivitas kegiatan dunia usaha selama triwulan
laporan. Relatif tingginya pertumbuhan pada sektor perdagangan diindikasikan
tidak terlepas dari momentum PON ke-18 yang memberikan magnet tersendiri bagi
para pelaku usaha dalam membuka usahanya di Riau.
Pertumbuhan tertinggi secara sektoral terjadi pada sektor keuangan dan sektor
bangunan yakni masing-masing sebesar 15,02% dan 14,96% (yoy), lebih tinggi
jika dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan I-2012 yang masing-masing
tercatat sebesar 10,78% dan 12,38% (yoy).
Tabel 1.4. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Sektoral (yoy)
Keterangan : **) Angka Sementara, ***) Angka Sangat Sementara Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah
I II III IV I II III IV I II Tw I Tw II
Pertanian 2,90 3,03 4,73 4,86 4,55 3,94 3,58 2,41 2,88 2,14 0,48 0,36Pertambangan 0,08 -1,98 -1,39 2,66 0,89 -0,37 0,27 1,97 2,65 0,43 1,29 0,21 - Non Migas 9,60 9,64 11,06 8,66 12,89 13,94 13,65 12,62 7,62 6,94 0,16 0,14Ind. Pengolahan 4,94 5,86 7,78 7,92 7,42 7,42 7,66 5,19 4,97 4,63 0,56 0,53 - Non Migas 6,18 7,24 8,78 8,73 8,91 9,09 8,74 5,88 4,95 5,47 0,88 0,97Listrik, Gas & Air 3,71 4,89 8,78 4,62 5,46 7,56 9,21 6,73 5,47 3,45 0,01 0,01Bangunan 9,02 9,34 9,02 7,77 9,99 12,38 13,25 14,04 12,38 14,96 0,46 0,57Perdagangan 7,97 9,52 10,36 12,22 9,10 9,13 9,61 12,38 12,89 12,82 1,20 1,22Pengangkutan 7,80 9,30 11,22 8,97 8,91 9,02 9,59 11,12 11,30 10,38 0,36 0,33Keuangan 8,82 10,15 10,07 9,03 9,58 9,37 9,46 10,22 10,78 15,02 0,16 0,22Jasa-jasa 7,89 8,75 9,15 7,89 8,04 8,07 8,82 8,92 9,15 9,56 0,49 0,51
2,90 3,77 4,76 5,22 4,04 3,44 3,93 4,63 5,02 3,96 5,02 3,966,01 6,75 7,95 7,84 7,51 7,54 7,64 7,40 7,36 7,50 7,36 7,50
Sumber : BPS Provinsi RiauKet : (p) prakiraan BI, ***) Data Sangat Sementara, **) data sementara
Komponen Sektoral2011*** 2012***
Total (Tanpa Migas)
2010**
Total
Andil
GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
16
3.1. Sektor Pertanian
Pertumbuhan sektor pertanian Riau pada triwulan II-2012 tercatat tumbuh
melambat sebesar 2,14% (yoy). Melambatnya pertumbuhan sektor pertanian
disebabkan oleh tingginya curah hujan selama periode lapoan sehingga
mengakibatkan banjir dan mengganggu produksi tanaman perkebunan secara
umum. Berdasarkan hasil penelusuran informasi, diketahui bahwa salah satu
wilayah yang menerima dampak cukup parah adalah di Kab. Rokan Hulu dimana
sekitar produksi tanaman perkebunan menurun 70% dibandingkan dengan bulan-
bulan sebelumnya.
Grafik1.16. Perkembangan Curah Hujan di Provinsi Riau
Grafik 1.17. Perkembangan NTP Tanaman Perkebunan Riau
Sumber : USDA Sumber : BPS Provinsi Riau
Sebagaimana diketahui, Kab. Rokan Hulu dengan luas lahan tanaman perkebunan
kelapa sawit terbesar dengan kontribusi produksi sebesar 15,72 terhadap total
produksi TBS Riau. Disamping itu, menurunnya trend harga CPO dunia berimbas
kepada penurunan harga TBS lokal sehingga mengakibatkan penerimaan petani
relatif turun. Lebih lanjut, berdasarkan hasil ARAM I diketahui bahwa produksi
tanaman pangan terutama padi cenderung lebih rendah dibandingkan dengan
tahun sebelumnya. Kondisi ini utamanya disebabkan oleh menurunnya luas lahan
panen dari 1.831 ha menjadi 1.709 ha atau turun 6,66%.
Tabel 1.5. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Sektoral (yoy
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
12
96
98
100
102
104
106
108
I II III IV I II III IV I II
2010 2011 2012
%
ind
ek
s
NTP (kiri) yoy (kanan)
GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
17
3.2. Pertambangan dan Penggalian
Sektor pertambangan Riau pada triwulan laporan tercatat tumbuh melambat dari
2,65% (yoy) pada triwulan I-2012 menjadi 0,43% (yoy) pada triwulan II-2012.
Kondisi ini diindikasikan tidak terlepas dari faktor usia sumur minyak yang sudah
relatif tua serta minimnya penggunaan teknologi modern dalam penggalian sumur
minyak tua juga menjadi salah satu hal yang mengakibatkan rendahnya kinerja
sektor pertambangan migas di Riau secara umum.
Grafik 1.18. Perkembangan Volume Lifting Minyak Bumi Provinsi Riau
Sumber : Departmen ESDM
Disamping itu, relatif tingginya curah hujan yang terjadi pada bulan laporan juga
telah mengakibatkan proses ekstraksi minyak relatif terganggu. Berdasarkan data
yang dihimpun dari 9 Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang beroperasi di
2010 2012
ATAP ATAP ARAM I Absolut % Absolut %
a Luas Panen
- Januari - April 1,279 1,844 515 565 44 (1,329) (72.07)
- Mei - Agustus 2,449 1,831 1,709 (618) (25) (122) (6.66)
- September - Desember 1,524 2,750 2,417 1,384 91 (333) (12.11)
- Januari - Desember 5,252 6,425 4,641 1,331 25 (1,784) (27.77)
b Produkstivitas (ku/ha)
- Januari - April 10.84 10.84 11.13 0.18 1.69 0.29 2.68
- Mei - Agustus 11.28 11.28 11.40 0.01 0.11 0.12 1.06
- September - Desember 11.04 11.04 11.33 0.14 1.30 0.29 2.63
- Januari - Desember 11.10 11.05 11.33 0.07 0.59 0.28 2.53
c Produksi (ton)
- Januari - April 1,386 1,999 573 646 47 (1,426) (71.34)
- Mei - Agustus 2,762 2,065 1,948 (695) (25) (117) (5.67)
- September - Desember 1,682 3,036 2,738 1,569 93 (298) (9.82)
- Januari - Desember 5,830 7,100 5,259 1,520 26 (1,841) (25.93)
Periode Perkembangan
2010-2011 2011-2012Keterangan 2011
300,00
320,00
340,00
360,00
380,00
400,00
420,00
440,00
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2007 2008 2009 2010 2011 2012
rib
u b
are
l/h
ari
GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
18
Riau, volume lifting minyak pada triwulan II-2012 mencapai 377,24 ribu barel/hari
atau tumbuh 4,71% (yoy).
Sementara itu, dengan mengeluarkan unsur migas, laju pertumbuhan sektor
pertambangan mencatat angka yang lebih tinggi yaitu sebesar 6,94% (yoy) namun
relatif melambat jika dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan I-2012 yang
tercatat sebesar 7,62% (yoy). Berdasarkan hasil survei liasson kepada pelaku usaha,
diketahui bahwa kondisi ini utamanya disebabkan oleh terbatasnya produksi
batubara sejalan dengan faktor lokasi tambang yang sudah cukup dalam serta
relatif tingginya curah hujan yang mengakibatkan produksi tidak optimal.
3.3. Industri Pengolahan
Dalam triwulan laporan, sektor industri pengolahan Riau mencatat perlambatan
pertumbuhan yakni dari 4,97% (yoy) menjadi 4,63% (yoy). Kondisi ini bersumber
dari terbatasnya produksi industri migas yang pada triwulan laporan
pertumbuhannya tercatat melambat cukup tajam dari 5,04% pada triwulan
sebelumnya menjadi 0,87% (yoy). Sementara itu, dengan mengeluarkan unsur
migas, pertumbuhan sektor industri pengolahan mencatat peningkatan sejalan
dengan relatif stabilnya permintaan dan tidak ditemukannya selisih antara
penjualan dengan produksi.
Peningkatan yang terjadi pada sektor industri dalam triwulan laporan diperkirakan
dipengaruhi oleh meningkatnya produksi pada industri pengolahan strategis
terutama pulp and paper. Berdasarkan hasil survei liasson kepada pelaku usaha,
diketahui bahwa masih terdapat kenaikan produksi sekitar 80% (yoy) yang di
dorong oleh masih tingginya kebutuhan di pasar domestik. Disamping itu,
berdasarkan informasi dari contact liason di sektor industri karet olahan, diketahui
bahwa permintaan karet dunia saat ini masih relatif stabil dan juga beberapa
perusahaan penghasil karet telah menjalin kontrak penjualan baru dengan pabrik
ban berskala internasional dengan volume kontrak sekitar 400 ton/bulan.
3.4. Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR)
Sektor PHR Riau pada triwulan laporan tumbuh relatif stabil yaitu sebesar 12,82%
(yoy). Kondisi ini terkonfirmasi dari relatif stabilnya tingkat hunian hotel (hotel
berbintang 3,4,5) di Kota pekanbaru yakni dari 48,96% pada triwulan I-2012
GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
19
menjadi 53,54% pada triwulan laporan. Sementara, tingkat penjualan kendaraan
bermotor di Riau masih tumbuh positif meskipun relatif melambat dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya. Kondisi ini sejalan dengan adanya menurunnya
pendapatan masyarakat dan keyakinan terhadap ekonomi Riau dalam beberapa
bulan kedepan.
Grafik.1.19. Perkembangan Tingkat Hunian Hotel Bintang 3,4,5 Riau
Grafik.1.20. Perkembangan Penjualan Kendaraan di Riau
Sumber : Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Sumber : Dispenda Provinsi Riau
3.5. Pengangkutan dan Komunikasi
Secara umum perkembangan sektor pengangkutan dalam triwulan laporan
menunjukkan perlambatan. Pertumbuhan sektor pengangkutan dan komunikasi di
Riau mencapai 10,38% (yoy), melambat jika dibandingkan dengan pertumbuhan
triwulan I-2012 (11,30%) namun masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan
pertumbuhan pada periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai
9,02% (yoy).
Salah satu indikator yang mendukung kondisi tersebut adalah relatif tingginya arus
kedatangan dan keberangkatan penumpang dan pesawat di Bandara Sultan Syarif
Kasim (SSK) II. Pada triwulan laporan, arus kedatangan penumpang di Bandara SSK
II mencapai 331.684 jiwa, meningkat 10,30% (yoy) dan lebih tinggi dibandingkan
dengan kenaikan triwulan I-2012 yang mencapai 8,91% (yoy). Di sisi lain, jumlah
penumpang yang berangkat dari Bandara SSK II juga relatif tinggi yakni mencapai
333.841 jiwa atau naik 9,94% (yoy).
46,72%
54,41%
48,12%
56,06%
45,91%
51,33%
44,35%
52,42%
48,96%
53,54%
40,00%
42,00%
44,00%
46,00%
48,00%
50,00%
52,00%
54,00%
56,00%
58,00%
I II III IV I II III IV I II
2010 2011 2012
(20,00)
-
20,00
40,00
60,00
80,00
100,00
120,00
140,00
160,00
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
70000
80000
90000
100000
I II III IV I II III IV I II
2010 2011 2012
%un
it
Mobil dan Motor yoy (kanan)
GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
20
Grafik 1.21. Arus Kedatangan dan Keberangkatan Penumpang di Bandara
SSK II
Grafik 1.22 Arus Kedatangan dan Keberangkatan Pesawat di Bandara
SSK II
Sumber : PT. Angkasa Pura II
2000
2200
2400
2600
2800
3000
3200
3400
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2009 2010 2011 2012
datang berangkat
200000
220000
240000
260000
280000
300000
320000
340000
360000
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2009 2010 2011 2012
datang berangkat
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
31
1. KONDISI UMUM
Sejalan dengan perkiraan sebelumnya, dinamika perkembangan harga di
Provinsi Riau1 pada triwulan II-2012 secara umum menunjukkan peningkatan,
namun meningkat lebih tinggi dari perkiraan semula. Peningkatan tersebut
utamanya terjadi pada kelompok volatile food, seiring dengan adanya
gangguan cuaca. Di sisi lain meskipun nilai rupiah terdepresiasi, namun inflasi
core (inti) masih menunjukkan trend menurun. Kondisi ini terjadi karena
pengaruh penurunan harga global yang terus berlanjut dan adanya upaya
stabilisasi nilai tukar rupiah.
1 Perhitungan inflasi Riau diwakili oleh Kota Pekanbaru dan Kota Dumai dengan bobot masing-masing kota sebesar 82% dan 18%
Bab 2
PERKEMBANGAN
INFLASI DAERAH
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
32
2. INFLASI TRIWULANAN (QTQ)
Inflasi Riau pada triwulan II-2012 (qtq) mencapai 1,13%, mengalami
peningkatan dibandingkan dengan inflasi pada triwulan sebelumnya (0,43%)
maupun inflasi pada triwulan yang sama tahun sebelumnya (-0,31%). Namun
demikian, inflasi Riau pada triwulan laporan tercatat lebih rendah bila
dibandingkan dengan inflasi Wilayah Sumatera (1,29%) dan inflasi nasional
(1,96%). Kondisi ini menunjukkan bahwa rata-rata peningkatan harga yang
terjadi di Provinsi Riau selama triwulan laporan relatif lebih terjaga bila
dibandingkan dengan peningkatan harga pada kota-kota di wilayah Sumatera
dan kota-kota di Indonesia lainnya.
Grafik 2.1 Perkembangan Inflasi Triwulanan (qtq)Riau, Sumatera dan Nasional
Sumber : BPS, diolah
Berdasarkan kota yang disurvey di Provinsi Riau, inflasi tertinggi terjadi di Kota
Dumai yaitu mencapai 1,28%, tercatat mengalami peningkatan yang berarti
bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (-0,58%) maupun triwulan
yang sama tahun sebelumnya (-0,31%). Sementara itu, Kota Pekanbaru
tercatat mengalami inflasi sebesar 1,10%, juga mengalami peningkatan bila
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (0,66%) maupun triwulan yang
sama tahun sebelumnya (-0,30%).
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2
2009 2010 2011 2012
P.baru 0,48 -0,54 1,70 0,30 0,79 1,72 1,83 2,48 1,51 -0,30 2,30 1,50 0,66 1,10
Dumai -0,74 -0,77 3,52 -1,14 0,26 2,60 2,21 3,71 -0,25 -0,31 2,56 1,08 -0,58 1,28
Nasional 0,36 -0,15 2,07 0,49 0,99 1,41 2,79 1,59 2,25 2,23 2,88 1,76 2,33 1,96
Riau 0,25 -0,58 2,04 0,03 0,69 1,89 1,90 2,71 1,18 -0,31 2,35 1,43 0,43 1,13
Sumatera -0,49 2,80 0,16 0,91 1,97 2,12 2,62 0,58 0,09 2,74 0,55 0,35 1,29
-2,00
-1,00
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
33
Tabel 2.1 Komoditas yang Memberikan Andil Inflasi Selama Triwulan II-2012 di Pekanbaru
Sumber : BPS, diolah
Berdasarkan komoditasnya, maka kenaikan harga cabe merah dan bawang
merah telah memberikan andil yang besar terhadap meningkatnya inflasi
selama triwulan II-2012. Kondisi ini diperkirakan tidak terlepas dari gangguan
produksi akibat musim penghujan yang mengakibatkan terhambatnya
pasokan dari sentra produksi utama seperti Sumatera Barat dan Sumatera
Utara.
Di sisi lain komoditas beras secara berturut-turut pada triwulan II-2012 terus
menunjukkan penurunan harga. Kondisi ini terjadi sejalan dengan terjaganya
pasokan beras di Riau terutama beras Bulog sejak awal triwulan laporan yang
mencapai 15 ribu ton dan tersebar diseluruh gudang-gudang beras di Riau.
Beras-beras tersebut sebagian merupakan beras impor yang berasal dari India,
Vietnam dan Thailand. Selain itu, sejalan dengan rekomendasi dari TPID Riau,
Bulog juga telah melakukan penyaluran raskin dari alokasi April pada bulan
Maret.
Tabel 2.2 Komoditas yang Memberikan Andil Inflasi Selama Triwulan II-2012 di Dumai
Sumber : BPS, diolah
Perubahan
Harga Komoditas Inflasi (%) Andil (%) Komoditas Inflasi (%) Andil (%) Komoditas Inflasi (%) Andil (%)
1 Cabe Merah 13,86 0,13 Bawang Merah 8,41 0,05 Cabe Merah 36,63 0,44
2 Kontrak Rumah 1,31 0,03 Rokok Kretek Filter 1,02 0,03 Tarif Rumah Sakit 23,15 0,23
3 Rokok Kretek Filter 1,02 0,03 Keramik 11,63 0,03 Bawang Merah 18,65 0,13
4 Pisang 7,59 0,03 Mobil 0,80 0,02 Rekreasi 22,61 0,08
5 Teri 5,11 0,03 Surat Kabar Harian 6,71 0,02 Gula Pasir 7,69 0,07
1 Beras -1,44 -0,08 Beras -1,22 -0,06 Beras -1,17 -0,06
2 Serai -5,39 -0,05 Cabe Merah -3,30 -0,03 Minyak Goreng -3,89 -0,05
3 Daging Ayam Ras -3,48 -0,04 Emas Perhiasan -0,90 -0,02 Kentang -7,16 -0,02
4 Bawang Merah -5,71 -0,03 Telur Ayam Ras -2,26 -0,02 Serai -2,70 -0,02
5 Emas Perhiasan -1,19 -0,03 Serai -1,52 -0,01 Teri -2,41 -0,01
DEFLASI
INFLASI
April (0,021%) Mei (0,09%) Juni (0,80%)No.
Perubahan
Harga Komoditas Inflasi (%) Andil (%) Komoditas Inflasi (%) Andil (%) Komoditas Inflasi (%) Andil (%)
1 Bayam 25,05 0,36 Bayam 34,20 0,65 Cabe Merah 42,13 0,42
2 Sewa Rumah 1,57 0,09 Sewa Rumah 1,55 0,09 Jengkol 40,84 0,08
3 Cabe Merah 9,96 0,08 Serai 5,27 0,05 Bawang Putih 51,81 0,07
4 Rokok Kretek Filter 1,53 0,06 Bawang Merah 16,41 0,05 Celana Pannjng 7,25 0,04
5 Mobil 1,07 0,03 Kangkung 36,56 0,05 Buku Tulis Bergaris 15,83 0,04
1 Teri -9,89 -0,07 Teri -9,08 -0,06 Beras -0,82 -0,04
2 Serai -6,80 -0,06 Cabe Merah -7,45 -0,05 Daging yam ras -1,80 -0,03
3 Telur Ayam Ras -5,30 -0,05 Beras -0,28 -0,01 Tongkol -3,40 -0,03
4 Tongkol -6,03 -0,05 Emas Perhiasan -0,47 -0,01 Cabe Rawit -8,50 -0,01
5 Perhiasan -1,08 -0,02 Tomat Buah -2,22 -0,01 Kentang -2,50 -0,01
INFLASI
DEFLASI
No.April (0,33%) Mei (0,75%) Juni (0,19%)
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
34
2.1. Inflasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa
Jika dilihat berdasarkan kelompok barang dan jasa, maka terjadi inflasi pada
semua kelompok barang dan jasa yang disurvey, kecuali kelompok sandang
yang tercatat mengalami deflasi sebesar 0,20%. Inflasi tertinggi terjadi pada
kelompok kesehatan diikuti oleh kelompok bahan makanan. Namun,
kelompok bahan makanan tercatat memberikan kontribusi tertinggi dalam
pembentukan inflasi Riau, diikuti oleh kelompok makanan jadi.
Tabel 2.3. Perkembangan Inflasi Kelompok Barang dan Jasa secara Triwulanan (qtq)
Sumber : BPS, diolah
2.1.1. Kelompok Bahan Makanan
Pada triwulan laporan kelompok bahan makanan tercatat mengalami inflasi
sebesar 1,95%, mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya yang tercatat mengalami deflasi 0,02%. Inflasi tertinggi terjadi di
Kota Dumai yaitu mencapai 2,74% sementara Kota Pekanbaru sebesar
1,77%. Inflasi pada kedua kota dimaksud juga tercatat mengalami
peningkatan yang berarti bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang
tercatat mengalami deflasi.
Kelompok bahan makanan juga tercatat memberikan kontribusi tertinggi
dalam pembentukan inflasi Riau yaitu mencapai 0,53% pada triwulan II-2012.
Berdasarkan komoditasnya, kenaikan harga cabe merah dan bawang merah
selama triwulan laporan memberikan andil yang besar terhadap meningkatnya
inflasi kelompok bahan makanan. Kondisi ini diperkirakan karena adanya
gangguan produksi akibat musim penghujan yang mengakibatkan
terhambatnya pasokan dari sentra produksi utama seperti Sumatera Barat dan
Sumatera Utara. Sementara untuk komoditas bawang merah, sebagian besar
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
35
pasokannya berasal dari Jawab Barat, yang pada triwulan laporan mengalami
gangguan cuaca yaitu relatif tingginya curah hujan sehingga mengakibatkan
proses panen mengalami kendala.
Grafik 2.2. Perkembangan Harga Cabe Merah dan Bawang Merah di Kota Pekanbaru
Sumber : Dinas Perindag Provinsi Riau, diolah
Di sisi lain, menurunnya harga komoditas beras dan minyak goreng cukup
memberikan andil yang berarti untuk meredam kenaikan inflasi kelompok
bahan makanan selama triwulan laporan. Kecukupan stok beras Bulog dan
alokasi raskin April pada bulan Maret (rekomendasi TPID Riau) telah
memberikan faktor psikologis untuk mencegah kenaikan harga beras,
meskipun harga beras dunia menunjukkan peningkatan. Selain itu, stok yang
masih tercukupi karena adanya siklus panen di sentra produksi utama
beberapa bulan sebelumnya turut memberikan pengaruh terhadap relatif
rendahnya tingkat harga beras pada triwulan laporan. Sementara itu, adanya
tren penurunan harga CPO telah mendorong harga minyak goreng pada
tingkat yang lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya.
Grafik 2.3. Perkembangan Harga Beras Dunia dan Beras di Kota Pekanbaru
Sumber : Bloomberg dan Dinas Perindag Provinsi Riau, diolah
-
2,000
4,000
6,000
8,000
10,000
12,000
14,000
16,000
18,000
20,000
-
10,000
20,000
30,000
40,000
50,000
60,000
70,000
Mg
I
Mg
II
Mg
III
Mg
IV
Mg
I
Mg
II
Mg
III
Mg
I
Mg
II
Mg
III
Mg
IV
Mg
I
Mg
II
Mg
III
Mg
IV
Mg
I
Mg
II
Mg
III
Mg
IV
Mg
I
Mg
II
Mg
III
Mg
IV
Jan-12 Feb-12 Mar-12 Apr-12 May-12 Jun-12
Cabe Merah Bawang Merah (RHS)
4.000
5.000
6.000
7.000
8.000
9.000
10.000
11.000
12.000
Mg I
Mg II
Mg III
Mg IV
Mg I
Mg II
Mg III
Mg I
Mg II
Mg III
Mg IV
Mg I
Mg II
Mg III
Mg IV
Mg I
Mg II
Mg III
Mg IV
Mg I
Mg II
Mg III
Mg IV
Jan-12 Feb-12 Mar-12 Apr-12 Mei-12 Jun-12
Mundam (MDAS) Belida Sokan Harga Rata-Rata
300,00
350,00
400,00
450,00
500,00
550,00
600,00
1 2 3 4 5 6 7 8 91
01
11
2 1 2 3 4 5 6 7 8 91
01
11
2 1 2 3 4 56
*)
2010 2011 2012
Harga Beras Dunia (USD/Mt)
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
36
Grafik 2.4. Perkembangan Harga CPO Dunia dan Minyak Goreng di Kota Pekanbaru
Sumber : Bloomberg dan Dinas Perindag Provinsi Riau, diolah
2.1.2. Kelompok Makanan Jadi
Kelompok makanan jadi pada triwulan II-2012 tercatat mengalami inflasi
sebesar 1,06%, mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya yang mengalami inflasi sebesar 2,34%. Kenaikan harga
komoditas rokok kretek filter, gula pasir dan rokok putih merupakan faktor
pendorong terjadinya inflasi pada kelompok ini di triwulan II-2012. Kenaikan
harga rokok didorong oleh adanya kebijakan pemerintah untuk menaikkan
tarif cukai rokok dari 12,5% menjadi 15%. Sementara itu, informasi anekdotal
menunjukkan bahwa peningkatan harga gula pasir didorong oleh gagalnya
panen tebu di Jawa Tengah.
Grafik 2.5. Perkembangan Harga Gula Pasir di Kota Pekanbaru
Sumber : Dinas Perindag Provinsi Riau, diolah
5.000
7.000
9.000
11.000
13.000
15.000
17.000
Mg I
Mg II
Mg III
Mg IV
Mg I
Mg II
Mg III
Mg I
Mg II
Mg III
Mg IV
Mg I
Mg II
Mg III
Mg IV
Mg I
Mg II
Mg III
Mg IV
Mg I
Mg II
Mg III
Mg IV
Jan-12 Feb-12 Mar-12 Apr-12 Mei-12 Jun-12
Curah (tanpa merek) Migor bermerk Harga Rata-Rata
500,00
600,00
700,00
800,00
900,00
1.000,00
1.100,00
1.200,00
1.300,00
1 2 3 4 5 6 7 8 91
01
11
2 1 2 3 4 5 6 7 8 91
01
11
2 1 2 3 4 56
*)
2010 2011 2012
Harga CPO Dunia, USD/Metric
6.000
7.000
8.000
9.000
10.000
11.000
12.000
13.000
14.000
Mg I
Mg II
Mg III
Mg IV
Mg I
Mg II
Mg III
Mg I
Mg II
Mg III
Mg IV
Mg I
Mg II
Mg III
Mg IV
Mg I
Mg II
Mg III
Mg IV
Mg I
Mg II
Mg III
Mg IV
Jan-12 Feb-12 Mar-12 Apr-12 Mei-12 Jun-12
Harga Dalam Negeri (SHS) Harga Eks Luar Negeri
Harga Rata-Rata
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
37
2.1.3. Kelompok Perumahan
Pada triwulan laporan, inflasi kelompok perumahan mengalami penurunan
yaitu dari 0,93% pada triwulan I-2012 menjadi 0,72% pada triwulan laporan.
Berdasarkan subkelompoknya, maka inflasi tertinggi berasal dari subkelompok
biaya tempat tinggal yang tercatat sebesar 1,08%, diikuti oleh subkelompok
penyelenggaraan rumah tangga yaitu sebesar 0,91%. Di sisi lain, subkelompok
bahan bakar, penerangan dan air mengalami deflasi sebesar 0,01% yang
berasal dari penurunan harga pertamax. Deflasi pada subkelompok ini telah
mendorong terjadinya penurunan pada kelompok perumahan.
Dilihat dari kontribusinya, pada triwulan laporan subkelompok biaya tempat
tinggal juga memberikan andil tertinggi dalam mendorong terjadinya inflasi
kelompok perumahan diikuti oleh subkelompok penyelenggaraan rumah
tangga. Berdasarkan komoditasnya, maka andil tertinggi dalam mendorong
inflasi kelompok perumahan berasal dari kenaikan kontrak rumah, keramik
dan semen.
Grafik 2.6. Perkembangan Inflasi Kelompok Perumahan
Sumber : Dinas Perindag Provinsi Riau, diolah
2.1.4. Inflasi Kelompok Sandang
Kelompok sandang merupakan satu-satunya kelompok barang/jasa yang
mengalami deflasi pada triwulan laporan yaitu sebesar 0,20% setelah
mengalami inflasi sebesar 1,49% pada triwulan sebelumnya. Masih
berlanjutnya penurunan harga emas dunia telah mendorong menurunnya
harga jual emas perhiasan di Riau pada triwulan laporan. Menurunnya harga
0,13
(0,00)- 0,02
Biaya Tempat Tinggal Bahan Bakar, Penerangan dan Air
Perlengkapan Rumahtangga Penyelenggaraan Rumahtangga
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
38
emas dunia diperkirakan merupakan dampak dari adanya penukaran emas ke
minyak dari Iran oleh China sebagai negara pemilik cadangan emas terbesar di
dunia. Namun demikian, pada akhir triwulan laporan, harga emas dunia sudah
mulai menunjukkan peningkatan.
Grafik 2.7. Perkembangan Harga Emas Dunia
Sumber : Bloomberg, diolah
2.1.5. Inflasi kelompok Kesehatan
Pada triwulan laporan, kelompok kesehatan mengalami inflasi yang berarti
yaitu dari 0,56% pada triwulan I-2012 menjadi 3,69% pada triwulan laporan.
Satu-satunya yang menyebabkan kenaikan inflasi pada kelompok ini adalah
adanya peningkatan tarif rumah sakit pada akhir triwulan laporan yaitu pada
bulan Juni. Pada tahun 2011 yang lalu tarif rumah sakit juga menunjukkan
peningkatan. Sementara itu harga dari barang dan jasa lainnya dari kelompok
kesehatan tercatat relatif stabil.
2.1.6. Inflasi Kelompok Pendidikan
Kelompok pendidikan pada triwulan laporan tercatat mengalami inflasi
sebesar 1,33%, dan mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar 0,24%. Berdasarkan kelompok barang dan
jasa, maka kenaikan biaya rekreasi, harga surat kabar harian dan harga buku
tulir bergaris menjadi faktor pendorong kenaikan inflasi kelompok pendidikan
pada triwulan laporan. Peningkatan ini tidak terlepas dari faktor musiman
masa liburan sekolah yang memicu tingginya kegiatan rekreasi di Kota
Pekanbaru dan adanya persiapan memasuki tahun ajaran baru sehingga sudah
mulai mendorong peningkatan harga beberapa peralatan sekolah.
800,00
1.000,00
1.200,00
1.400,00
1.600,00
1.800,00
2.000,00
1 2 3 4 5 6 7 8 91
01
11
2 1 2 3 4 5 6 7 8 91
01
11
2 1 2 3 4 56
*)
2010 2011 2012
Harga Emas Dunia (USD/OZ)
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
39
2.1.7. Inflasi kelompok Transportasi
Inflasi kelompopk transportasi pada triwulan laporan relatif stabil yaitu sebesar
0,23%. Hampir semua subkelompok mengalami inflasi kecuali subkelompok
komunikasi dan pengiriman yang tercatat mengalami deflasi sebesar 0,02%.
Berdasarkan komoditasnya, maka peningkatan harga hanya terjadi pada
mobil, sepeda motor, service, dan pelumas/oli, selain komoditas tersebut
harga-harga pada kelompok transportasi tercatat stabil.
3. INFLASI TAHUNAN (YOY)
Pada triwulan laporan, inflasi tahunan (yoy)2 Riau mencapai 5,44%, meningkat
dibandingkan dengan inflasi pada triwulan I-2012 yang tercatat sebesar
3,94%. Inflasi pada triwulan laporan juga tercatat lebih tinggi jika
dibandingkan dengan rata-rata inflasi triwulan II dalam kurun waktu 3 (tiga)
tahun terakhir. Peningkatan harga komoditas pangan terutama cabe merah
dan beras menjadi faktor pendorong meningkatnya laju inflasi pada triwulan
laporan. Inflasi pada Provinsi Riau tercatat lebih tinggi bila dibandingkan
dengan inflasi wilayah Sumatera yang tercatat sebesar 4,99% maupun inflasi
nasional yang tercatat sebesar 4,53%.
Grafik 2.8. Perkembangan Inflasi Riau, Sumatera dan Nasional secara Tahunan (yoy)
Sumber : BPS, diolah
2 yoy (year on year) atau inflasi tahunan merupakan perbanndingan Indeks Harga Konsumen (IHK) pada
bulan laporan dengan IHK di bulan yang sama tahun sebelumnya
3,94
5,444,60
Inflasi Tw I-12 (yoy)
Inflasi Tw II-12 (yoy)
Rata-rata tw II-12 selama 2009-2011 (yoy)
3,974,53 4,75
3,754,99 4,82
Sumatera
Riau
Nasional
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
40
Berdasarkan kota yang disurvey, maka inflasi tertinggi terjadi di Kota
Pekanbaru yaitu sebesar 5,67%, mengalami peningkatan dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 4,20%, maupun triwulan
yang sama tahun sebelumnya sebesar 5,61%. Sementara itu, inflasi Kota
Dumai mencapai 4,38%, juga mengalami peningkatan dibandingkan triwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar 2,75%. Namun, lebih rendah dibandingkan
dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 5,42%.
Grafik 2.9 Perkembangan Pekanbaru dan Dumai secara Tahunan (yoy)
Sumber : BPS, diolah
Peningkatan harga di Kota Pekanbaru berasal dari kenaikan harga cabe merah,
rokok kretek filter, dan beras. Namun, penurunan harga mujair, serai, kelapa,
daging ayam ras dan bawang putih merupakan komoditas yang meredam
inflasi berada pada tingkat yang lebih tinggi. Sementara, kenaikan harga di
Kota Dumai didorong oleh adanya peningkatan harga bayam, beras, dan sewa
rumah. Beberapa komoditas yang meredam tingkat inflasi Dumai berada pada
tingkat yang lebih tinggi antara lain teri, udang basah, bawang merah, telepon
selular dan bawang putih.
Tabel 2.4. Komoditas yang Memberikan Andil Inflasi Selama Triwulan II-2012 (yoy)
Sumber : BPS, diolah
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2
2009 2010 2011 2012
Dumai 10,16 2,74 3,22 0,80 1,81 5,27 3,94 9,05 8,49 5,42 5,78 3,10 2,75 4,38
Riau 7,67 3,50 2,39 1,73 2,18 4,71 4,57 7,37 7,90 5,57 6,04 4,72 3,94 5,44
P.baru 6,99 3,68 2,20 1,94 2,26 4,58 4,72 7,00 7,76 5,61 6,10 5,09 4,20 5,67
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
Perubahan
Harga Komoditas Inflasi (%) Andil (%) Komoditas Inflasi (%) Andil (%)
1 Cabe Merah 155,06 1,85 Bayam 38,53 0,60
2 Rokok Kretek Filter 13,61 0,45 Beras 9,28 0,48
3 Beras 7,05 0,37 Sewa Rumah 7,36 0,42
4 Kontrak Rumah 11,84 0,31 Emas Perhiasan 19,78 0,36
5 Emas Perhiasan 10,60 0,23 Nasi 8,70 0,26
1 Mujair -15,96 -0,09 Teri -24,25 -0,16
2 Serai -5,61 -0,05 Udang Basah -15,80 -0,11
3 Kelapa -9,65 -0,04 Bawang Merah -17,49 -0,06
4 Daging Ayam Ras -2,01 -0,02 Telepon Selular -5,23 -0,05
5 Bawang Putih -7,00 -0,02 Bawang Putih -21,43 -0,03
Dumai Tw II-2012 (4,38%)No.
Pekanbaru Tw II-2012 (5,67%)
INFLASI
DEFLASI
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
41
3.1. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa
Berdasarkan kelompok barang dan jasa, pada triwulan laporan terjadi inflasi
pada semua kelompok barang dan jasa yang disurvey. Kelompok pendidikan
tercatat mengalami inflasi tertinggi yaitu mencapai 8,25%, mengalami
peningkatan bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (6,90%) maupun
triwulan yang sama tahun sebelumnya (5,93%). Namun, Jika dilihat dari
kontribusinya, inflasi pada kelompok bahan makanan memberikan andil
tertinggi dalam pembentukan inflasi Riau pada triwulan II-2012.
Tabel 2.5. Perkembangan Inflasi kelompok Barang dan Jasa Triwulan II-2012 (yoy)
Sumber : BPS, diolah
3.1.1. Inflasi Kelompok Bahan Makanan
Pada triwulan laporan, kelompok bahan makanan mengalami inflasi sebesar
7,49% meningkat cukup berarti dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
(1,28%). Berdasarkan kota yang disurvey maka inflasi tertinggi terjadi di Kota
Pekanbaru yaitu mencapai 8,01% diikuti inflasi Kota Dumai yaitu sebesar
5,19%. Peningkatan harga pada subkelompok bumbu-bumbuan tercatat
memberikan andil tertinggi dalam pembentukan inflasi kelompok bahan
makanan yang berasal dari kenaikan harga cabe merah dalam kurun waktu 1
(satu) tahun terakhir. Selanjutnya diikuti oleh peningkatan pada subkelompok
padi-padian, umbi dan hasilnya yang berasal dari peningkatan harga beras,
yang didorong oleh peningkatan harga beras dunia.
Pbr Dumai Riau Pbr Dumai Riau Pbr Dumai Riau Pbr Dumai Riau Pbr Dumai Riau
Bahan Makanan 7.07 3.22 6.33 1.82 -1.09 1.28 0.47 -0.31 0.34 8.01 5.19 7.49 2.07 1.47 2.03
Makanan Jadi 5.99 10.10 6.72 7.12 5.01 6.72 1.47 1.06 1.40 7.00 5.50 6.73 1.45 1.15 1.40
Perumahan 4.24 8.11 4.92 3.22 4.49 3.45 0.70 0.90 0.72 3.59 3.33 3.53 0.77 0.66 0.74
Sandang 7.57 7.88 7.62 7.69 10.84 8.22 0.58 0.77 0.61 5.45 8.91 6.03 0.40 0.62 0.44
Kesehatan 8.78 2.41 7.65 7.17 2.81 6.40 0.30 0.09 0.25 5.39 2.46 4.90 0.24 0.08 0.19
Pendidikan 6.69 2.44 5.93 7.05 6.14 6.90 0.42 0.28 0.37 8.40 7.53 8.25 0.50 0.34 0.44
Transportasi 2.48 1.05 2.20 2.23 0.48 1.89 0.32 0.08 0.28 2.03 0.57 1.74 0.29 0.09 0.25
UMUM 5.61 5.42 5.57 4.20 2.75 3.94 4.20 2.75 3.94 5.67 4.38 5.44 5.67 4.38 5.44
Kontribusi Inflasi KontribusiKelompok
II-12I-12
Inflasi
II-11
Inflasi
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
42
Grafik 2.10. Perkembangan Inflasi subkelompok Bahan Makanan Triwulan II-2012 (yoy)
Sumber : BPS, diolah
3.1.2. Inflasi Kelompok Makanan Jadi
Kelompok makanan jadi pada triwulan II-2012 tercatat mengalami inflasi
sebesar 6,73%, relatif stabil dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
maupun triwulan yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 6,72%.
Subkelompok tembakau dan minuman berakohol tercatat mengalami inflasi
tertinggi yang juga memberikan sumbangan tertinggi dalam pembentukan
inflasi kelompok makanan jadi pada triwulan laporan. Peningkatan
subkelompok ini didorong oleh meningkatnya tarif cukai rokok pada tahun
2012.
Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi subkelompok Bahan Makanan Triwulan II-2012 (yoy)
Sumber : BPS, diolah
-0,20
0,00
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00
1,20
-5,00
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
30,00
35,00
40,00
Inflasi
Kontribusi (RHS)
0,54
0,22
0,68Makanan Jadi
Minuman yang Tidak Beralkohol
Tembakau dan Minuman Beralkohol
4,72
6,41
11,60
Inflasi Kontribusi
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
43
3.1.3. Inflasi Kelompok Perumahan
Selanjutnya, kelompok perumahan pada triwulan laporan tercatat mengalami
inflasi sebesar 3,53%, sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan
saebelumnya (3,45%). Namun, masih lebih rendah bila dibandingkan dengan
triwulan yang sama pada tahun sebelumnya yang mencapai 4,92%. Dilihat
dari subkelompoknya, maka inflasi tertinggi terjadi pada subkelompok biaya
tempat tinggal (5,19%) diikuti oleh subkelompok penyelenggaraan rumah
tangga (3,58%). Kondisi ini juga sejalan dengan kontribusinya dalam
pembentukan inflasi dimana subkelompok biaya tempat tinggal dan
subkelompok penyelenggraan rumah tangga juga memberikan sumbangn
tertinggi. Meningkatnya biaya kontrak rumah dan sewa rumah menjadi faktor
pendorong terjadinya inflasi selama triwulan laporan.
3.1.4. Inflasi Kelompok Sandang
Inflasi yang terjadi pada kelompok sandang pada triwulan laporan tercatat
sebesar 6,03% mengalami penurunan bila dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya (8,22%), maupun triwulan yang sama tahun sebelumnya
(7,62%). Kondisi ini didorong oleh lebih tingginya peningkatan harga emas
dunia pada tahun 2011 yang lalu daripada tahun 2012.
Grafik 2.12. Perkembangan Pertumbuhan Harga Emas Dunia (yoy)
Sumber : Bloomberg, diolah
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
30,00
35,00
40,00
45,00
50,00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6*)
2010 2011 2012
yoy
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
44
3.1.5. Inflasi Kelompok Kesehatan
Inflasi kelompok kesehatan pada triwulan laporan juga tercatat sebesar 4,90%
lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (6,40%), maupun
triwulan yang sama tahun sebelumnya (7,65%). Subkelompok jasa kesehatan
tercatat memberikan inflasi tertinggi dan kontribusi tertinggi terhadap inflasi
kelompok kesehatan. Peningkatan tarif rumah sakit merupakan faktor yang
paling mendominasi inflasi pada triwulan laporan. Namun, peningkatan pada
tarif rumah sakit pada tahun 2011 yang lalu lebih tinggi dibandingkan dengan
peningkatan pada tahun 2012.
3.1.6. Inflasi kelompok Pendidikan
Kelompok pendidikan pada triwulan laporan tercatat mengalami inflasi
tertinggi dibandingkan dengan kelompok barang dan jasa lainnya yaitu
mencapai 8,25%. Namun, mengalami penurunan dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya (6,90%) maupun triwulan yang sama tahun sebelumnya
(5,93%). Inflasi tertinggi terjadi pada subkelompok rekreasi (13,91%), namun
kontribusi tertinggi berasal dari peningkatan pada subkelompok pendidikan.
Berdasarkan komoditasnya, maka kontribusi tertinggi berasal dari peningkatan
biaya rekreasi, biaya sekolah mulai dari Sekolah Dasar sampai dengan SLTA.
Kondisi ini sejalan dengan memasuki musim Tahun Ajaran Baru dan libur
sekolah.
3.1.7. Inflasi kelompok Transportasi
Inflasi kelompok barang dan jasa terendah pada triwulan laporan terjadi pada
kelompok transportasi yang tercatat sebesar 1,74%. Inflasi pada kelompok ini
juga tercatat mengalami penurunan bila dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya (1,89%) maupun triwulan yang sama tahun sebelumnya (2,20%).
Subkelompok sarana dan penunjang transpor tercatat mengalami inflasi
tertinggi (6,36%), namun demikian kontribusi tertinggi berasal dari
subkelompok transpor. Berdasarkan komoditasnya, maka inflasi pada triwulan
laporan berasal dari peningkatan biaya angkutan udara, angkutan antar kota,
mobil dan sepeda motor. Di sisi lain, penurunan harga terjadi pada harga
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
45
telepon selular, seiring dengan semakin beragam dan menjamurnya jenis-jenis
telepon selular yang diproduksi.
4. DISAGREGASI INFLASI
Berdasarkan disagregasi inflasi, secara tahunan (yoy) inflasi tertinggi terjadi
pada kelompok volatile food (VF) yaitu mencapai 7,53%, meningkat bila
dibandingkan triwulan sebelumnya maupun triwulan yang sama tahun
sebelumnya. Peningkatan inflasi kelompok ini berasal dari kenaikan harga cabe
merah dan beras. Secara triwulanan (qtq), kelompok volatile food juga tercatat
mengalami inflasi tertinggi yaitu sebesar 1,65%, yang berasal dari
peningkatan harga cabe merah dan bawang merah. Peranan kelompok VF
juga menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya,
sejalan dengan kenaikan harga pangan domestik.
Grafik 2.13. Perkembangan Disagregasi Inflasi secara Tahunan (yoy)
Sumber : BPS, diolah
Selanjutnya, sejalan dengan menurunnya tingkat ekspektasi pada akhir
triwulan laporan, maka secara tahunan inflasi kelompok core (inti) juga
mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan maupun triwulan yang
sama tahun sebelumnya sebelumnya yaitu menjadi menjadi sebesar 4,99%.
Menurunnya tingkat inflasi core pada triwulan laporan disebabkan relatif
menurunnya pertumbuhan harga emas dunia dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya maupun triwulan yang sama tahun sebelumnya. Bahkan jika
dilihat secara triwulanan, harga emas dunia tercatat mengalami pertumbuhan
negatif. Hal ini juga menjadi faktor pendorong relatif menurunnya inflasi
kelompok core dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu dari 1,33%
menjadi 0,95%. Secara tahunan, peranan kelompok core masih mendominasi.
-5,00
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2
2008 2009 2010 2011 2012
Core VF AP
-2,00
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2
2008 2009 2010 2011 2012
AP VF Core
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
46
Namun jika dilihat secara triwulanan dominasi kelompok ini telah
menunjukkan penurunan yang berarti.
Grafik 2.14. Pertumbuhan Harga Emas Dunia secara Tahunan (yoy) dan Triwulanan (qtq)
Sumber : Bloomberg, diolah
Inflasi kelompok administered price (AP) pada triwulan laporan (yoy) juga
tercatat mengalami penurunan bila dibandingkan triwulan sebelumnya
maupun triwulan yang sama tahun sebelumnya yaitu dari 2,74% menjadi
masing-masing sebesar 3,72% dan 4,62%. Selanjutnya, secara triwulanan
perkembangan inflasi kelompok AP juga masih terus menunjukkan trend
penurunan yang sudah dimulai sejak triwulan III-2011 yang lalu. Relatif
rendahnya inflasi kelompok AP didorong oleh minimnya kebijakan pemerintah
yang berdampak pada peningkatan harga. Inflasi yang terjadi pada kelompok
AP utamanya berasal dari peningkatan harga rokok yang didorong oleh
kenaikan cukai rokok. Secara tahunan, peranan kelompok AP masih
cenderung stabil, namun jika dilihat secara triwulanan, peranan kelompok AP
cenderung menurun, bahkan memberikan sumbangan negatif pada triwulan
laporan.
Grafik 2.15. Perkembangan Disagregasi Inflasi Secara Triwulanan (qtq)
Sumber : BPS, diolah
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
30,00
35,00
40,00
45,00
50,00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6*)
2010 2011 2012
yoy
-10,00
-5,00
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2
2009 2010 2011 2012
qtq
-6,00
-4,00
-2,00
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2
2008 2009 2010 2011 2012
%
Core VF AP
-1,50
-1,00
-0,50
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
3,00
3,50
4,00
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2
2008 2009 2010 2011 2012
AP VF Core
PENINGKATAN POPULASI DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT RIAU SEBAGAI
PELUANG EKSPANSI PERBANKAN DI RIAU
Perekonomian selalu dikaitkan dengan perubahan terhadap kesejahteraan
masyarakat. Menggeliatnya ekonomi suatu negara atau provinsi merupakan signal dari
akan semakin membaiknya kesejahteraan masyarakat. Masyakarat yang secara ekonomi
membaik maka akan memiliki daya beli atau purchasing power untuk memenuhi
kebutuhan, termasuk makan-minum, pendidikan, kesehatan, hiburan dan lain
sebagainya. Pemenuhan kebutuhan tersebut mencerminkan semakin membaiknya
tingkat kesejahteraan seseorang dan masyarakat. Oleh karenanya, pembangunan
ekonomi (economic development) sangatlah penting terutama dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Tabel 1. Pertumbuhan PDB Nasional, PDRB Sumatera dan Provinsi Riau
Sumber : BPS Nasional dan Provinsi Riau ** (data sementara), ***(data sangatsementara)
Dalam kerangka pertumbuhan ekonomi, Indonesia dipengaruhi oleh kinerja
ekonomi dari seluruh daerah di Indonesia. Membaiknyaekonomidaerahpadasaatinitelah
menyebabkan ekonomi Indonesia tumbuh pada kisaran 4,5-6,5% (dengan migas).
Relatif tingginya pertumbuhan ekonomi nasional atau produk domestik bruto (PDB)
tidak terlepas dari sumbangan ekonomi Sumatera dan khususnya provinsi Riau. Apabila
ekonomi Indonesia tidak memperhitungkan sektor minyak dan gas (migas) maka
pertumbuhan provinsi Riau yang relatif tinggi, yaitu dalam kisaran 6,5% sd. 8,66%
NO PROVINSITahun (yoy,%)
2005 2006 2007 2008** 2009** 2010*** 2011***
1 PROVINSI RIAU
- DENGAN MIGAS 5,41 5,15 3,41 5,65 2,97 4,17 5,01
- TANPA MIGAS 8,54 8,66 8,25 8,06 6,56 7,16 7,63
2 SUMATERA
- DENGAN MIGAS 3,57 5,26 4,96 4,98 3,50 5,49 6,00
- TANPA MIGAS 5,77 7,00 6,96 5,95 4,39 5,51 5,71
3 INDONESIA
- DENGAN MIGAS 5,69 5,50 6,28 6,06 4,50 6,10 6,50
- TANPA MIGAS 6,57 6,11 6,87 6,52 4,90 6,60 6,90
Boks 1
turut memberikan kontribusi atas tingginya pertumbuhan PDB nasional dalam kisaran
4,5% s.d 6,5% (lihat tabel 1). Kuatnya pertumbuhan ekonomi provinsi Riau telah
mendorong provinsi Riau menjadi kekuatan nomor lima dalam ekonomi nasional (lihat
tabel 2).
Tabel 2. Persentase PDRB Terhadap PDB (hargaberlaku)
Sumber : BPS Nasional (diolah)
Pembahasan terkait dengan economic development di provinsi Riau adalah
bagaimana pesatnya pertumbuhan ekonomi provinsi Riau berdampak terhadap
kesejahteraan masyarakat.Apakah yang dimaksud dengan economic development?.
Dalam pandangan ekonomi tradisional, “development” is meant the capacity of a
national economy to generate and sustain an annual increase in its gross national
product at significant rates (Tri Widodo, 2012). Atau dengan kata lain “Gross National
Product (GNP) per capita or Gross Domestic Product (GDP) per capita. For example,
World Bank (2009) defines:Low income countries: <935; Middle income countries: 936-
11,455; and High income countries: 11,456. Meanwhile, ssocial indicators gains in
literacy, schooling, health conditions and services and provision of housing, etc.”
Analisis economic development akan sangat berguna bagi kalangan usaha termasuk
jasa perbankan untuk dapat menangkap peluang melakukan aktifitas usahanya di
provinsi Riau terutama meningkatkan peranan perbankan dalam financial inclusion bagi
masyarakat yang selama ini belum memanfaatkan jasa pelayanan perbankan
Secara singkat dapat jabarkan bahwa sebagai salah satu daerah yang
ekonominya sedang berkembang, provinsi Riau memiliki karakteristik sangat unik.
Keunikan ekonomi provinsi Riau adalah kontribusi utama ekonomi berasal dari tiga
sektor, yaitu sektor pertanian/perkebunan, sektor pertambangan, dan sektor industri.
Ketiga sektor tersebut telah memberikan kontribusi sekitar 70%. Adapun salah satu
sektor yang memberikan kontribusi besar tehadap ekonomi provinsi Riau adalah aktifitas
No Wilayah 2007 2008 2009 2010 2011
1 DKI Jakarta 16,0 15,8 16,3 16,3 16,1
2 Jawa Timur 15,1 14,5 14,8 14,7 14,5
3 Jawa Barat 14,9 14,8 14,8 14,6 14,6
4 Jawa Tengah 8,8 8,6 8,6 8,4 8,4
5 Riau 5,9 6,5 6,4 6,5 6,1
6 Kalimantan Timur 6,3 7,4 6,1 6,1 5,7
7 Sumatera Utara 5,1 5,0 5,1 5,2 4,6
8 Banten 3,0 3,3 3,3 3,2 3,2
9 Sumatera Selatan 3,1 3,1 3,0 3,0 3,0
10 Sulawesi Selatan 2,0 2,0 2,2 2,2 2,2
Wilayah lain 19,7 19,0 19,6 19,8 19,8
Total 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0
ekonomi pada sektor pertanian/perkebunan, khususnya perkebunan sawit, kelapa dan
karet.
Luas perkebunan di provinsi Riau mencapai 3,2 juta hektar (lihat tabel 3). Areal
perkebunan terluas adalah kebun kelapa sawit, diikuti oleh kelapa dan karet. Besarnya
luas perkebunan di Riau telah menyebabkan penyerapan tenaga kerja sangat besar.
Bahkan tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian/perkebunan mencapai 44,8%
(tabel 4) dari total tenaga kerja se provinsi Riau atau sebanyak 1,75 juta orang.
Sedemikian besar kemampuan daya serap subsektor perkebunan terhadap tenaga kerja
sehingga perkebunan merupakan buffer bagi tersedianya lapangan pekerjaan di provinsi
Riau.
Tabel 3. Luas Areal Perkebunan di Provinsi Riau
Sumber : Dinas perkebunan Provinsi Riau (2012)
Tabel 4. Persentase Tenaga Kerja per Sektoral di Provinsi Riau
Sumber : BPS Provinsi Riau (diolah)
Meningkatnya areal perkebunan yang mampu menyerap tenaga kerja dalam
jumlah besar merupakan konsekuensi dari tingginya permintaan atas produk
perkebunan. Permintaan dalam negeri dan ekspor untuk komoditas hasil kelapa sawit,
kelapa, dan karet dalam beberapa tahun terakhir sangat besar. Besarnya permintaan
No KomoditiLuas Tanaman (Ha)
2006 2007 2008 2009 2010 2011
1 Kelapa sawit 1.530.141 1.612.382 1.673.551 1.925.342 2.103.176 2.176.864
2 Kelapa 551.612,78 552.021,69 553.656,50 527.598 525.398 n.a
3 Karet 514.469,72 532.900,79 528.654,89 516.474 499.490 n.a
4 Sagu 72.468,50 62.342,93 69.916,93 79.057 81.841 n.a
5 Kakao 5.586,18 5.777,55 6.419,71 7.016 6.688 n.a
6 Kopi 10.816,43 10.192,46 7.977,72 5.065 4.325 n.a
7 Gambir 5.112 4.901 5.702 4.903 5.012 n.a
Total 2.690.207 2.780.518 2.845.879 3.065.455 3.225.930 n.a
Feb-07 Feb-08 Feb-09 Feb-10 Feb-11 Feb-12
(%) (%) (%) (%) (%) (%)
Pertanian (kanan) 51,50 46,70 46,70 48,82 43,65 44,80
Pertambangan 2,80 2,90 2,90 2,21 1,16 1,11
Industri 4,00 5,40 5,40 6,47 6,14 5,99
Listrik, Gas & Air 0,40 0,20 0,20 0,22 0,21 0,26
Bangunan 6,20 5,90 5,90 5,14 4,03 3,87
Perdagangan 15,80 17,20 17,20 17,48 21,21 21,51
Angkutan & Perdagangan 7,20 5,90 5,90 5,82 4,41 3,98
Keuangan & Jasa Perusahaan 1,00 1,40 1,40 0,85 2,42 2,69
Jasa Kemasyarakatan 11,10 14,30 14,30 12,99 16,77 15,80
100 100 100 100 100 100
3.344.238 3.575.840 3.599.336 3.682.863 3.794.782 3.920.662
Lapangan Pekerjaan
Utama
Total
Penduduk 15+ (Jiwa)
tersebut telah mengakibatkan harga jual dari ketiga komoditas tersebut meningkat.
Implikasinya adalah terhadap peningkatan kesejahteraan petani berupa kenaikan
pendapatan, sebagaimana yang ditunjukkan oleh naiknya nilai tukar petani1 (grafik 3).
Grafik 2. Nilai Tukar petani di Provinsi Riau
Meningkatnya pendapatan petani telah mendorong pada peningkatan
kesejahteraan masyarakat di provinsi Riau. Salah satu indikatornya adalah turunnya
angka Gini Ratio2, yang mencerminkan bahwa kue ekonomi di provinsi Riau juga telah
dinikmati oleh masyarakat berpendapatan menengah dan rendah, atau dapat
dinyatakan bahwa distribusi pendapatan masyarakat di Riau semakin menyempit. Angka
gini ratio di provinsi Riau pada tahun terakhir menunjukkan angka 0,306 (2008), lebioh
rendah dari tahun sebelumnya yang mencapai 0,322 (2007)
Di sisi lain, membaiknya kesejahteraan dari sisi ekonomi juga diikuti dengan
kesejahteraan secara menyeluruh. Hal ini ditunjukkan oleh angka Indeks Pembangunan
Manusia provinsi Riau yang terus meningkat (Lihat tabel 5)
Tabel 5. Indeks Pembangunan Manusia
Sumber : BPS nasional
1 Nilai Tukar Petani (NTP) merupakan salah satu ukuran pendapatan petani yang dihitung dari selisih antara indeks yang diterima oleh petani dikurangi dibayar oleh petani (untuk kegiatan operasional bertani dan konsumsi sehari-hari) 2Gini ratio adalah ukuran disparitas kue ekonomi yang dapat dinikmati oleh masyarakat berpendapatan tinggi, menengah, dan bawah. Semakin kecil (mendekati nol) maka disparitas antara kelompok pendapatan tinggi dan pendapatan rendah menyempit dan sebaliknya.
86
88
90
92
94
96
98
100
102
104
106
108
4 6 8 1012 2 4 6 8 1012 2 4 6 8 1012 2 4 6 8 1012 2 4
2008 2009 2010 2011 2012
NTP
IPM Ranking IPM Ranking IPM Ranking
31. DKI Jakarta 77,03 1 77,36 1 77,60 1
71. Sulawesi Utara 75,16 2 75,68 2 76,09 2
14. Riau 75,09 3 75,60 3 76,07 3
34. Yogyakarta 74,88 4 75,23 4 75,77 4
64. Kalimantan Timur 74,52 5 75,11 5 75,56 5
20. Kepulauan Riau 74,18 6 74,54 6 75,07 6
62. Kalimantan Tengah 73,88 7 74,36 7 74,64 7
12. Sumatera Utara 73,29 8 73,80 8 74,19 8
13. Sumatera Barat 72,96 9 73,44 9 73,78 9
16. Sumatera Selatan 72,05 12 72,61 10 72,95 10
Indonesia 71,17 71,76 72,27
Provinsi
2008 2009 2010
Meningkatnya kesejahteraan masyarakat di provinsi Riau, terutama pada
masyarakat petani merupakan peluang bagi berkembangkan aktifitas ekonomi.
Perbankan merupakan salah satu sektor yang secara alamiah dikatakan sebagai “follows
the economic activity” juga telah menerima manfaat dari semakin besarnya kegiatan
ekonomi di provinsi Riau. Pesatnya aktifitas perbakan di Riau tercermin dari jaringan
kantor bank terus meningkat, penghimpunan dana dan penyaluran kredit yang besar.
Sementara kualitas kredit relatif masih baik. Indikator-indiaktor perkembangan
perbankan di provinsi Riau dapat ditemui dalam analisis Perkembangan Perbankan.
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah
27
1. Kondisi Umum
Kegiatan usaha perbankan di Provinsi Riau pada triwulan II-2012 secara umum
menunjukkan perkembangan yang menggembirakan seiring dengan
bertumbuhnya perekonomian Riau. Perkembangan indikator utama perbankan
terus menunjukkan peningkatan seperti jaringan kantor, aset, Dana Pihak Ketiga
(DPK) dan kredit. Di sisi risiko, rasio kredit bermasalah yang dialami perbankan
pada triwulan laporan relatif terjaga meskipun mengalami kenaikan
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Bab 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN
DAN SISTEM PEMBAYARAN
DAERAH
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah
28
2. Perkembangan Perbankan Riau
Perkembangan kondisi perbankan di Provinsi Riau pada triwulan laporan
menunjukkan peningkatan. Total aset perbankan Riau pada triwulan laporan
mencapai Rp69,84 triliun atau naik sebesar 3,56% (qtq). Kenaikan aset
perbankan tersebut utamanya berasal dari meningkatnya jumlah Dana Pihak
Ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun yakni dari Rp49,16 triliun menjadi
Rp51,01 triliun atau naik 3,75% (qtq).Sejalan dengan meningkatnya
penghimpunan DPK, jumlah kredit yang disalurkan oleh perbankan Riau juga
menunjukkan kenaikan, yakni dari Rp38,07 triliun menjadi Rp40,99 triliun atau
naik 7,68% (qtq).
Lebih tingginya kenaikan kredit dibandingkan DPK pada triwulan II-2012 telah
mendorong Loan to Deposit Ratio (LDR) perbankan Riau meningkat, yakni dari
77,43% menjadi 80,37%. Tingkat kredit bermasalah (NPL gross) perbankan di
Riau pada triwulan laporan tercatat sebesar 2,49%, atau relatif lebih tinggi
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 2,36%.
Meskipun meningkat, tingkat NPL yang tercatat pada triwulan laporan masih
berada di bawah batas yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yakni sebesar 5%.
Sementara, berdasarkan lokasi proyek, jumlah kredit yang disalurkan oleh
perbankan mencapai Rp54,19 triliun atau meningkat 5,29% dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya. Dengan kondisi tersebut, LDR perbankan Riau
berdasarkan lokasi proyek tercatat lebih tinggi yaitu sebesar 106,28%.
Tabel 3.1. Perkembangan Indikator Perbankan Riau (dalam Rp Juta)
\
I II yoy qtq
Jumlah Bank 75 77 78
- Bank Umum 44 44 45
- BPR 31 33 33
- Jaringan Kantor 619 624 634
Aset 60.672.880 67.436.092 69.835.127 18,17 3,56
Kredit 36.700.480 38.070.338 40.992.444 25,23 7,68
Kredit Lokasi Proyek 51.090.943 51.475.647 54.197.279 14,05 5,29
Dana Pihak Ketiga 45.562.890 49.165.494 51.007.244 18,60 3,75
LDR 80,55% 77,43% 80,37%
LDR (lokasi proyek) 112,13% 104,70% 106,25%
NPL 2,05% 2,36% 2,49%
20122011
Pertumbuhan
Tw II-2012 (%)Indikator
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah
29
3. Perkembangan Bank Umum
3.1. Perkembangan Jaringan Kantor
Jumlah jaringan kantor bank
umum di Riau pada triwulan
laporan mengalami kenaikan
sebanyak 10 kantor, sehingga
menjad 634 kantor. Penambahan
jaringan kantor tersebut terjadi
pada jumlah kantor cabang (1
unit), kantor cabang pembantu
(6 unit) dan lainnya (3 unit).
Sementara itu, pada tingkat
kabupaten/Kota, penyebaran
jaringan kantor bank umum masih
terpusat di Kota Pekanbaru
dengan jumlah mencapai 236 jaringan diikuti oleh Kabupaten Indragiri Hilir
dan Kampar. Namun, perbankan juga sudah mulai melihat potensi ekonomi
pada kabupaten/kota lain di Provinsi Riau sebagaimana tercermin dari
banyaknya jumlah kantor bank di wilayah lain.
Tabel 3.3. Perkembangan Jaringan Kantor Bank Umum Menurut Kab./Kota di Riau
Triwulan II-2012
KP Kanwil KC KCP KK Lainnya Total1 Pekanbaru 1 1 49 117 25 43 236 2 Bengkalis - - 8 21 2 10 41 3 Dumai - - 2 36 3 3 44 4 Indragiri Hulu - - 2 30 4 8 44 5 Indragiri Hilir - - 5 40 4 10 59 6 Kampar - - 2 29 4 5 40 7 Kuantan Singingi - - 2 20 3 2 27 8 Pelalawan - - 2 22 2 2 28 9 Rokan Hulu - - 4 27 5 5 41
10 Rokan Hilir - - 4 21 2 4 31 11 Siak - - 2 22 3 3 30 12 Meranti - - 3 7 1 2 13
1 1 85 392 58 97 634
Jumlah Kantor Bank Umum di Kabupaten/Kota
Total
No. Kab./Kota
Tw I-12 Tw II-12
1. Jumlah Bank 44 45
- Pemerintah 6 6
- Swasta 29 29
- Asing 0 0
- Syariah 5 5
- Unit Usaha Syariah 4 5
2. Kantor Pusat 1 1
3. Kantor Cabang 84 85
- Pemerintah 43 43
- Swasta 41 42
- Asing 0 0
4. Kantor Cab.Pembantu 386 392
5. Kantor Kas 58 58
6. Lainnya *) 95 98
Jumlah 624 634
*) Kantor Wilayah, Payment point , Kantor Fungsional,
Kantor Layanan Syariah, Gerai, Kas Mobil
KeteranganPeriode
Tabel 3.2. Perkembangan Jaringan Kantor Bank
Umum di Riau Triwulan II-2012
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah
30
3.2. Perkembangan Aset
Aset bank umum di Riau pada triwulan II-2012 tercatat sebesar Rp68,83 triliun
atau meningkat sebesar 3,53% dibandingkan dengan triwulan I-2012. Secara
tahunan, pertumbuhan aset bank umum Riau juga tetap menunjukkan
perkembangan yang positif dimana tumbuh sebesar 18,13%, meskipun
tumbuh lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang
mencapai 22,07%.
Grafik 3.1. Perkembangan Aset Bank Umum
Grafik 3.2. Pangsa Aset Bank Umum Menurut Kelompok Bank
Berdasarkan kelompoknya, komposisi aset bank umum di Riau tidak
mengalami perubahan yang signifikan dibandingkan periode-periode
sebelumnya. Aset bank milik pemerintah masih memiliki pangsa terbesar
dengan angka mencapai Rp49,60 triliun atau sekitar 70% terhadap total aset
bank umum di Riau.
3.3. Kredit
3.3.1. Perkembangan Penyaluran Kredit
Pada triwulan II-2012, kredit yang disalurkan bank umum di Riau mencapai
Rp40,30 triliun, atau meningkat sebesar 7,72% (qtq). Secara tahunan,
pertumbuhan kredit tercatat sebesar 25,28% atau lebih tinggi dibandingkan
dengan triwulan I-2012 yang tercatat sebesar 24,28%. Menurut jenis
kelompok bank, komposisi penyaluran kredit bank umum di Riau masih
didominasi oleh kelompok bank milik pemerintah dengan nilai mencapai
-
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
30,00
-
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
60,00
70,00
80,00
II III IV I II III IV I II III IV I II
2009 2010 2011 2012
yo
y, %
Rp
tri
liun
Aset (kiri) Pertumbuhan (kanan)
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
II III IV I II III IV I II III IV I II
2009 2010 2011 2012
Pemerintah Swasta
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah
31
Rp25,79 triliun, sedangkan pada kelompok bank milik swasta nilainya
mencapai Rp14,51 triliun. Sementara itu, dari sisi jenis valuta, lebih dari 90%
kredit yang disalurkan oleh bank umum di Riau utamanya berupa mata uang
Rupiah dengan nilai nominal sebesar Rp38,73 triliun (Tabel 3.4).
Tabel 3.4. Posisi Kredit Bank Umum Di Provinsi Riau (dalam Rp juta)
3.3.2. Konsentrasi Kredit
Menurut jenis penggunaan, penyaluran kredit produktif yang terdiri dari Kredit
Modal Kerja (KMK) dan Kredit Investasi (KI) masih tetap mendominasi dengan
pangsa mencapai 63,38% dari total kredit yang disalurkan dan mengalami
pertumbuhan tahunan yang meningkat yakni dari 23,62% menjadi 25,94%.
Secara spesifik, penyaluran Kredit Modal Kerja (KMK) pada triwulan I-2012
tercatat sebesar Rp14,24 triliun atau secara tahunan tumbuh sebesar 24,47%.
Sementara itu, KI yang disalurkan bank umum di Riau pada triwulan II-2012
mencapai Rp11,29 triliun atau mengalami pertumbuhan sebesar 27,84% (yoy).
Hal tersebut diperkirakan tidak terlepas dari pesatnya pembangunan berbagai
infrastruktur pendukung PON ke-18 yang akan dilaksanakan pada bulan
September 2012 serta masih prospektifnya perekonomian Riau sehingga
mampu mendorong peningkatan investasi yang dibiayai dari kredit.Di sisi lain,
penyaluran kredit konsumsi (KK) oleh bank umum pada triwulan laporan
mencapai Rp14,76 triliun. Secara tahunan, KK mencatat pertumbuhan sebesar
24,16% (yoy) atau lebih rendah dibandingkan dengan triwulan I-2012 yang
tercatat sebesar 24,28%.
II III IV I II
A. Kelompok Bank 1. Bank Pemerintah 20,855,994 21,700,994 23,295,168 24,077,457 25,791,245 2. Bank Swasta 11,314,434 11,922,179 12,787,764 13,337,413 14,511,924
B. V a l u t a 1. Rupiah 31,034,189 32,370,192 34,748,115 35,966,424 38,734,053 2. Valas 1,136,238 1,252,981 1,334,816 1,448,445 1,569,115
T o t a l 32,170,427 33,623,173 36,082,931 37,414,869 40,303,168
Keterangan2011 2012
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah
32
Grafik 3.3. Perkembangan Kredit Menurut Jenis Penggunaan
Grafik 3.4. Pertumbuhan (yoy,%) Kredit Menurut Jenis Penggunaan
Berdasarkan sektor usaha yang dibiayai, konsentrasi penyaluran kredit bank
umum di Riau utamanya masih ditujukan pada sektor perdagangan, hotel dan
restoran dengan nilai kredit mencapai Rp8,79 triliun atau porsinya sekitar
21,81% terhadap total kredit pada triwulan II-2012. Kredit yang disalurkan
sebagian besar tertuju pada sub sektor perdagangan eceran keliling dan
perdagangan yang didominasi makanan, minuman dan tembakau dengan nilai
masing-masing sebesar Rp1,25 triliun dan Rp1,13 triliun. sebesar 5,70% (yoy).
Sementara, pertumbuhan kredit perdagangan yang didominasi makanan,
minuman dan tembakau ini mencatat pertumbuhan yang lebih tinggi yakni
sebesar 30,80% (yoy). Kondisi ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi sektor
perdagangan yang relatif baik. Sektor ekonomi lain yang tercatat menyerap
kredit cukup besar adalah sektor pertanian, dimana sebagian besar kredit
diserap oleh sub sektor kelapa sawit seiring dengan peran kelapa sawit sebagai
komoditas primadona di Provinsi Riau.
35,3%
28,0%
36,6%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
I II III IV I II III IV I II
2010 2011 2012
Modal Kerja Investasi Konsumsi
-
5
10
15
20
25
30
35
40
II III IV I II III IV I II III IV I II
2009 2010 2011 2012
yoy,
%
Pertumb. MK Pertumb. Inv
Pertumb. Kons Total
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah
33
Tabel 3.5. Kredit Menurut Sektor Ekonomi di Provinsi Riau (Rp juta)
Pada triwulan laporan, kredit yang disalurkan ke sektor transportasi,
pergudangan dan komunikasi mengalami pertumbuhan tertinggi yakni sebesar
49,10% dengan nilai nominal mencapai Rp1,36 triliun. Relatif tingginya
pertumbuhan pada kredit ke sektor tersebut utamanya didorong oleh
peningkatan penyaluran kredit ke sub sektor angkutan jalan untuk barang
yang tercatat meningkat sebesar 63,64% (yoy) pada triwulan laporan. Hal ini
diindikasikan tidak terlepas dari tingginya frekuensi aktivitas perdagangan
lintas batas antar provinsi seperti halnya kebutuhan bahan pangan pokok serta
bahan bangunan mengingat kondisi Riau yang memiliki ketergantungan cukup
besar dari wilayah lain.
Tabel 3.6. Distribusi Penyaluran Kredit Lokasi Proyek Per Dati II di Provinsi Riau (Rp juta)
Menurut daerah tingkat II, kredit lokasi proyek yang diserap di Provinsi Riau
sebagian besar masih terkonsentrasi di Kota Pekanbaru dengan nilai mencapai
Rp22,61 triliun, diikuti oleh Kota Dumai dan Kabupaten Indragiri Hulu yang
masing-masing tercatat sebesar Rp5,16 triliun dan Rp3,74 triliun. Kabupaten
Indragiri Hilir dan Dumai tercatat menyerap jumlah kredit paling kecil.
I II III IV I II
1 Pertanian 5,129,220 5,200,799 5,207,971 6,662,578 6,936,742 7,548,586
2 Pertambangan 176,001 236,673 344,126 355,058 244,627 251,149
3 Perindustrian 1,573,092 1,623,518 1,654,884 1,763,623 1,758,769 1,870,186
4 Listrik, Gas dan Air 62,997 70,069 77,061 103,376 107,313 103,605
5 Konstruksi 953,155 984,813 1,076,537 983,619 895,840 977,907
6 Perdag., Resto. & Hotel 6,207,599 6,600,950 6,924,963 7,798,914 7,935,746 8,792,084
7 Pengangkutan, Pergud. 703,845 913,131 1,110,787 1,109,161 1,191,996 1,361,472
8 Jasa-jasa 2,612,464 2,807,117 2,863,246 3,065,079 3,070,879 3,366,105
9 Lain-lain 12,687,496 13,733,357 14,363,596 14,241,524 15,272,958 16,032,076
30,105,869 32,170,427 33,623,173 36,082,932 37,414,869 40,303,169
No. Sektor Ekonomi2011
Jumlah
2012
I II III IV I II
1 Pekanbaru 18,611,610 19,892,910 21,041,768 21,666,041 22,011,832 22,618,110
2 Bengkalis 3,065,804 3,185,970 3,447,018 3,395,686 3,219,482 3,274,797
3 Dumai 6,464,333 6,811,808 6,681,126 4,719,193 4,734,703 5,159,444
4 Indragiri Hilir 1,822,435 1,885,997 2,114,061 2,258,084 2,180,437 2,267,220
5 Indragiri Hulu 3,046,743 3,170,940 3,432,272 3,606,247 3,576,043 3,740,232
6 Lainnya 12,646,388 12,573,528 13,294,986 15,445,692 15,753,150 17,137,476
45,657,313 47,521,153 50,011,231 51,090,943 51,475,647 54,197,279
No Kab./Kota2011 2012
Jumlah
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah
34
3.3.3. Penyaluran Kredit UMKM
Pada triwulan laporan, penyaluran kredit kepada Usaha Mikro Kecil Menengah
(UMKM) oleh bank umum di Riau mencapai Rp14,85 triliun atau pangsanya
sebesar 36,84% dari total kredit bank umum di Riau. Kredit kepada sektor
UMKM di Provinsi Riau sebagian besar diserap oleh skala usaha kecil dengan
nilai kredit sebesar Rp5,94 triliun, diikuti oleh skala menengah dan mikro
masing-masing sebesar Rp5,36 triliun dan Rp3,55 triliun.
Menurut jenis penggunaan, seluruh penyaluran kredit kepada sektor UMKM
digunakan untuk kegiatan produktif (kredit modal kerja dan investasi). Hal ini
memberikan indikasi positif bagi pengembangan beberapa sektor ekonomi
yang banyak dilakukan oleh UMKM seperti perdagangan dan pertanian.
Tabel 3.7. Perkembangan Kredit UMKM (KUMKM) di Provinsi Riau (Rp juta)
Ket : Kriteria KUMKM mengikuti UU No.20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
Secara sektoral, kredit UMKM yang disalurkan oleh bank umum di Riau
utamanya diserap ke sektor perdagangan dan pertanian (Tabel 3.8). Pada
sektor perdagangan, penyaluran kredit UMKM utamanya diserap oleh sub
sektor perdagangan eceran keliling dan perdagangan yang didominasi oleh
makanan, minuman dan tembakau masing-masing sebesar Rp1,17 triliun dan
Rp.851,48 miliar. Sedangkan pada sektor pertanian, kredit UMKM sebagian
besar (83,4%) digunakan untuk sub sektor kelapa sawit seiring dengan
tingginya prospek sektor ini.
I II III IV I II
Mikro 2,495,251 2,687,024 2,901,705 3,112,386 3,313,470 3,545,514
Kecil 5,088,232 5,445,174 4,921,351 5,448,902 5,640,244 5,935,445
Menengah 3,287,614 3,676,323 4,440,529 4,868,783 4,955,899 5,364,799
Total Kredit UMKM 10,871,097 11,808,522 12,263,585 13,430,070 13,909,612 14,845,758NPL UMKM 3.14% 3.03% 2.98% 2.40% 3.06% 3.16%
Total Kredit 30,105,869 32,170,427 33,623,173 36,082,932 37,414,869 40,303,169
(% terhadap Total Kredit) 36.11% 36.71% 36.47% 37.22% 37.18% 36.84%
2012Skala Usaha
2011
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah
35
Tabel 3.8. Sebaran Kredit UMKM menurut Sektor Ekonomi (Rp juta)
3.3.4. Kelonggaran Tarik
Jumlah kredit yang belum dicairkan (undisbursed loan) pada triwulan laporan
tercatat sebesar Rp3,39 triliun atau sekitar 8,41% dari total kredit bank umum
di Provinsi Riau. Jumlah kredit yang belum dicairkan tersebut mengalami
penurunan sebesar 12,89% (Rp500 miliar) dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Jumlah kredit yang belum dicairkan tersebut sebagian besar
terdapat pada kelompok bank milik swasta yakni sebesar Rp1,95 triliun atau
turun 3,11% (qtq). Sementara itu, jumlah kredit yang belum dicairkan pada
kelompok bank milik pemerintah tercatat juga mengalami penurunan yakni
dari Rp1,88 triliun menjadi Rp1,44 triliun atau turun 23,34% (qtq).
Menurut jenis penggunaan, kredit yang belum dicairkan pada triwulan laporan
sebagian besar merupakan kredit modal kerja dengan nilai mencapai
Rp2,69 triliun diikuti oleh kredit investasi yakni sebesar Rp842,38 miliar.
Sementara itu, Jika dilihat menurut sektor ekonomi, jumlah kredit yang belum
dicairkan terbesar utamanya terdapat pada sektor perdagangan, hotel dan
restoran yaitu sebesar Rp1,35 triliun diikuti oleh sektor pertanian dan real
estate masing-masing sebesar Rp483,27miliar dan Rp406,75 miliar. Penurunan
jumlah kredit yang belum dicairkan pada triwulan laporan diperkirakan tidak
terlepas dari tingkat keyakinan pelaku usaha terhadap kondisi ekonomi Riau
selama tahun 2012.
% % % % % Jumlah %
1 Pertanian 23.5% 22.2% 21.2% 26.5% 26.6% 3,962,481 26.7%
2 Pertambangan 0.3% 0.3% 0.2% 0.3% 0.3% 80,070 0.5%
3 Perindustrian 2.7% 3.0% 2.9% 3.1% 3.0% 455,196 3.1%
4 Listrik, Gas dan Air 0.0% 0.0% 0.0% 0.1% 0.0% 6,618 0.0%
5 Konstruksi 3.5% 3.6% 3.7% 3.5% 3.3% 528,375 3.6%
6 Perdag., Resto. & Hotel 43.4% 42.2% 42.9% 44.9% 43.8% 6,593,722 44.4%
7 Pengangkutan, Pergud. 3.1% 3.8% 4.2% 3.8% 3.7% 540,282 3.6%
8 Jasa-jasa 9.4% 9.3% 9.4% 9.7% 9.6% 1,405,148 9.5%
9 Lain-lain 14.1% 15.6% 15.3% 8.2% 9.6% 1,273,865 8.6%
100% 100% 100% 100% 100% 14,845,758 100%Jumlah
No. Sektor EkonomiTw II-11Tw I-11 Tw II-12Tw III-11 Tw IV-11 Tw I-12
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah
36
Grafik 3.5. Jumlah Kredit yang Belum Dicairkan Bank Umum di Riau
3.3.5. Risiko Kredit
Risiko kredit bermasalah (Non Performing Loans/NPL1) yang terdapat di bank
umum di Riau masih relatif terjaga. Pada triwulan laporan, NPL bank umum di
Riau tercatat sebesar 2,35% sedikit meningkat dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya yang mencapai 2,22% namun masih berada dibawah batas
kewajaran yang ditetapkan Bank Indonesia yakni sebesar 5%.
Grafik 3.6. Perkembangan NPL Gross di Provinsi Riau
1 NPL Gross
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
3,00
3,50
4,00
Tw II 11 Tw III 11 Tw IV 11 Tw I 12 Tw II 12
Pemerintah 1,50 1,57 1,83 1,88 1,44
Swasta 1,97 2,19 2,00 2,01 1,95
Total 3,47 3,77 3,83 3,89 3,39
Rp T
riliu
n
2,20 2,16 2,39
1,95
2,22 2,35
-
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
3,00
0
100
200
300
400
500
600
700
Tw I 11 Tw II 11 Tw III 11 Tw IV 11 Tw I 12 Tw II 12
%Rp miliar
Kurang Lancar Diragukan Macet NPLs (kanan)
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah
37
Dalam triwulan laporan, sektor konstruksi masih mengalami NPL tertinggi
dibandingkan sektor-sektor lainnya yaitu sebesar 8,95%, namun demikian,
pangsa penyaluran kredit ke sektor ini relatif kecil, sehingga belum
memberikan dampak yang signifikan terhadap NPL secara umum. Oleh karena
itu, perlu menjadi perhatian ke depan. Selanjutnya, diikuti oleh NPL sektor jasa
sosial masyarakat dan sektor perdagangan yakni masing-masing sebesar
4,05% dan 3,87%.
Tabel 3.9. NPLs Per Sektor Ekonomi Di Provinsi Riau
Berdasarkan Kabupaten/Kota, dari 5 kota yang menyerap kredit terbesar risiko
kredit bermasalah tertinggi terdapat di Kabupaten Bengkalis, yaitu sebesar
3,52% sedangkan NPL terendah terdapat di Kabupaten Indragiri Hulu yaitu
sebesar 1,01%. Relatif tingginya risiko kredit bermasalah di Kabupaten
Bengkalis utamanya berasal dari sektor konstruksi yang diperkirakan sejalan
dengan pesatnya pembangunan infrastruktur.
Tabel 3.10. NPL Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi Riau
Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II
1 Pertanian 1.17% 1.27% 1.37% 1.11% 1.50% 1.42%
2 Pertambangan 0.67% 0.46% 0.24% 0.15% 0.45% 0.58%
3 Perindustrian 1.64% 1.46% 1.41% 1.24% 1.33% 1.31%
4 Listrik 0.20% 0.28% 0.13% 0.18% 0.09% 0.58%
5 Konstruksi 6.13% 6.80% 6.34% 6.82% 6.78% 8.95%
6 Perdagangan 4.17% 3.84% 4.68% 3.80% 4.11% 3.87%
7 Pengangkutan 1.78% 0.77% 0.57% 0.39% 0.17% 0.42%
8 Jasa Dunia Usaha 0.99% 1.26% 1.53% 1.07% 1.35% 1.50%
9 Jasa Sosial Masy. 1.32% 1.71% 1.93% 1.39% 4.51% 4.05%
10 Lain-lain 1.71% 1.73% 1.82% 1.42% 1.60% 1.92%
2.20% 2.16% 2.39% 1.95% 2.22% 2.35%
2011
Total
No. Sektor Ekonomi2012
I II III IV I II1 Pekanbaru 2.36% 2.31% 2.57% 2.10% 2.34% 2.39%
2 Dumai 1.58% 1.39% 1.60% 1.58% 2.18% 2.41%
3 Bengkalis 1.51% 1.81% 2.13% 1.89% 2.91% 3.52%
4 Indragiri Hulu 1.16% 1.32% 1.44% 1.09% 1.11% 1.01%
5 Indragiri Hilir 1.85% 1.34% 1.56% 1.29% 1.76% 2.32%
6 Lainnya 2.28% 2.29% 2.36% 1.78% 1.98% 2.28%
2011No. Kab./Kota
2012
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah
38
3.4. Kondisi Likuiditas
3.4.1. Dana Pihak Ketiga
Penghimpunan DPK oleh bank umum di Riau pada triwulan laporan
mengalami kenaikan sebesar Rp1,83 triliun menjadi Rp50,31triliun atau naik
3,78% (qtq). Kenaikan ini utamanya bersumber dari jumlah tabungan dan
deposito 6-12 bulan yang mengalami kenaikan masing-masing sebesar
Rp628 miliar dan Rp203 miliar. Sementara itu, jumlah penghimpunan dana
dalam bentuk giro juga menunjukkan kenaikan sebesar Rp1,44 triliun
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Tabel 3.11. Perkembangan DPK di Provinsi Riau (Rp miliar)
Berdasarkan kepemilikannya, kenaikan DPK bank umum di Riau utamanya
didorong oleh kenaikan dana milik Pemerintah Daerah serta dana milik
perorangan. Pada triwulan laporan, komposisi dana milik Pemerintah Daerah di
bank umum mencapai Rp12,38 triliun atau meningkat 1,84% dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya, sedangkan komposisi dana milik perorangan
yang memiliki pangsa terbesar mengalami kenaikan sebesar 1,18% (qtq)
menjadi Rp30,64 triliun.
I II III IV I II
1 Giro 10,461 11,252 11,567 10,837 13,012 14,452
2 Tabungan 18,359 19,361 20,142 22,343 21,589 22,216
3 Deposito 11,239 11,783 12,271 11,740 13,879 13,646
a. s.d 3 bln 9,162 9,579 10,137 9,446 11,566 11,160
b. > 3-6 bln 1,236 1,252 1,227 1,238 1,304 1,507
c. > 6-12 bln 585 698 652 818 788 812
d. > 12 bln 256 255 255 238 221 167
40,059 42,397 43,980 44,920 48,480 50,314
20122011
Total DPK
No Komponen DPK
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah
39
Tabel 3.12. Perkembangan DPK di Provinsi Riau Menurut Kepemilikan (Rp juta)
Penghimpunan DPK menurut Kabupaten/Kota dalam triwulan laporan relatif
tidak mengalami perubahan signifikan dibandingkan dengan triwulan-triwulan
sebelumnya. Kota Pekanbaru masih memberikan kontribusi terbesar dengan
jumlah DPK yang dihimpun mencapai Rp29,86 triliun atau sekitar 59,35%
terhadap total DPK bank umum, diikuti oleh Kabupaten Bengkalis dan Kota
Dumai masing-masing sebesar 9,69% dan 7,56% (Tabel 3.14).
Tabel 3.13. Penghimpunan DPK Berdasarkan Kota/Kabupaten di Provinsi Riau
I II III IV I II
8,470,216 10,124,673 10,614,233 7,354,226 12,437,605 13,368,237
1 Pemerintah Pusat 190,677 212,392 230,183 209,282 221,268 204,086
2 Pemerintah Daerah 5,924,026 9,181,928 9,694,791 6,484,913 11,488,233 12,378,411
3 Badan/ Lembaga Pemerintah 83,443 85,508 99,833 80,958 191,992 128,338
4 Badan Usaha Milik Negara 545,511 489,415 515,325 485,786 492,845 596,105
5 Badan Usaha Milik Daerah 1,726,559 155,370 74,101 93,287 43,267 61,297
5,580,482 5,006,127 5,055,840 6,354,088 5,976,678 6,307,174
6 Perusahaan Asuransi 43,561 56,414 57,926 74,236 81,437 103,593
7 Perusahaan Swasta 5,056,826 4,338,702 4,362,892 5,565,121 5,255,431 5,540,719
8 Yayasan dan Badan Sosial 328,060 447,239 499,537 564,985 485,323 529,553
9 Koperasi 134,762 144,689 124,545 134,565 140,598 124,062
10 Lainnya 17,274 19,083 10,940 15,181 13,890 9,246
26,008,014 27,265,819 28,310,181 31,211,791 30,065,991 30,638,917
40,058,712 42,396,619 43,980,255 44,920,105 48,480,274 50,314,329
2011
Jumlah
Sektor Swasta
Sektor Pemerintah
Perorangan
2012No Kepemilikan
% % % % % Rp Juta %
1 Pekanbaru 63.27 61.64 59.86 61.77 59.65 29,860,131 59.35
2 Bengkalis 10.01 10.83 11.17 10.52 9.80 4,875,790 9.69
3 Dumai 7.93 7.51 7.67 8.07 7.55 3,802,907 7.56
4 Indragiri Hilir 3.60 3.63 3.55 3.76 3.77 2,013,106 4.00
5 Indragiri Hulu 4.04 4.30 4.28 4.31 3.86 1,990,529 3.96
6 Lainnya 11.15 12.09 13.47 11.57 15.38 7,771,865 15.45
100 100 100 100 100 50,314,328 100
Tw II-11
Jumlah
No. Kab./KotaTw I-11 Tw II-12Tw III-11 Tw IV-11 Tw I-12
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah
40
3.4.2. Perkembangan Loan to Deposit Ratio (LDR)
Posisi LDR bank umum di Riau pada triwulan II-2012 tercatat sebesar 80,10%
atau meningkat dibandingkan dengan periode sebelumnya yang mencapai
77,18%. Kondisi ini didorong oleh lebih tingginya laju pertumbuhan kredit
(7,72% (qtq)) dibandingkan dengan laju pertumbuhan DPK (3,78% (qtq)).
Sementara itu, dengan memperhitungkan kredit berdasarkan lokasi proyek2,
LDR perbankan Riau dalam triwulan laporan mencapai angka yang lebih tinggi
yakni sebesar 107,72%, mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya yang mencapai 108,53% namun masih lebih tinggi dibandingkan
dengan LDR nasional3 yang tercatat 81,97%.
Grafik 3.7. Perkembangan LDR Di Provinsi Riau
Ket : LDR 1 = LDR berdasarkan kredit lokasi proyek
2data posisi Februari 2012 3 data posisi Februari 2012
0,00%
20,00%
40,00%
60,00%
80,00%
100,00%
120,00%
Tw I-11 Tw II-11 Tw III-11 Tw IV-11 Tw I-12 Tw II-12
LDR 75,15% 75,88% 76,45% 80,33% 77,18% 80,10%
LDR1 113,98% 112,09% 113,71% 113,74% 108,53% 107,72%
Nasional 77,18% 80,01% 81,70% 79,00% 80,61% 81,97%
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah
41
3.5. Profitabilitas
3.5.1. Spread Bunga
Pergerakan suku bunga rata-rata tertimbang bank umum di Riau pada
triwulan II-2012 menunjukkan penurunan baik pada suku bunga dana yang
tercermin dari deposito 3 bulan maupun suku bunga pinjaman. Suku bunga
pinjaman tertimbang bank umum pada triwulan laporan tercatat menurun
sebesar 16 bps menjadi 12,43%. Sementara itu, suku bunga dana tertimbang
mencatat penurunan sebesar 66 bps menjadi 5,54%. Kondisi ini mendorong
naiknya margin yang diterima bank umum sebesar 50 bps hingga menjadi
6,89%. Meskipun margin yang diterima oleh bank umum pada triwulan
laporan relatif meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya, namun masih
relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun
sebelumnya yang tercatat sebesar 7,20%.
Grafik 3.8. Perkembangan Suku Bunga Rata-rata Tertimbang Kredit dan Deposito 3 bulan
Dalam upaya meningkatkan good governance dan mendorong persaingan
yang sehat dalam industri perbankan, Bank Indonesia secara resmi telah
mengeluarkan kebijakan pemberlakuan transparansi Suku Bunga Dasar Kredit4.
Kebijakan ini bertujuan untuk menciptakan disiplin pasar yang lebih baik
4 Sebagaimana diatur dalam SE Ekstern No.13/5/DPNP tanggal 08 Februari 2011 tentang Transparansi Informasi Suku Bunga Dasar Kredit
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
16,00
18,00
20,00
%
MarginKreditDeposito 3 bulanBI rate
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah
42
melalui terbentuknya informasi yang simetris baik di tingkat pelaku usaha
maupun perbankan.
3.5.2. Pendapatan dan Beban Bunga
Jumlah pendapatan bunga yang diperoleh bank umum di Provinsi Riau pada
triwulan laporan mencapai Rp1,53 triliun atau meningkat Rp135,29 miliar
(9,63%) dibandingkan dengan triwulan I-2012. Peningkatan pendapatan
bunga sebagian besar bersumber didorong oleh pendapatan bunga kredit
yang tercatat meningkat sebesar Rp117,99 miliar menjadi Rp1,36 triliun sejalan
dengan bertumbuhnya penyaluran kredit di Riau pada triwulan laporan.
Grafik 3.9. Komposisi Pendapatan Bunga
Di sisi lain, beban bunga yang ditanggung oleh bank umum di Riau pada
triwulan laporan juga mengalami kenaikan yakni dari Rp505,73 miliar menjadi
Rp526,18 miliar atau naik 4,04%. Kondisi disebabkan oleh adanya kenaikan
yang relatif tinggi pada tingkat bunga deposito 6 bulan terutama pada bulan
April dan Mei yang tercatat mengalami kenaikan berturut-turut dari 6,36%
(Maret 2012) menjadi 6,57% (bulan April) dan 6,74% (bulan Mei). Kemudian,
kenaikan beban bunga juga tidak lepas dari peningkatan beban bunga pihak
ketiga bukan bank yang tercatat mengalami kenaikan dari Rp101,94 miliar
menjadi Rp212,22 miliar.
Tw II-11 Tw III-11 Tw IV-11 Tw I-12 Tw II-12
Lainnya 103.331 110.297 140.351 89.815 84.848
Antar Bank 40.561 43.497 34.926 21.331 43.242
Kredit 1.115.177 1.223.160 1.257.669 1.243.295 1.361.280
SBI dan surat berharga 42.674 50.359 55.070 40.550 39.914
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah
43
Grafik 3.10. Komposisi Beban Bunga
Pada triwulan laporan nilai pendapatan bunga bersih (net interest income)
bank umum di Riau mengalami kenaikan dibandingkan dengan
triwulan I-2012 yakni dari Rp889,26 miliar menjadi Rp1,00 triliun atau naik
Rp113,84 miliar.
3.5.3. Perkembangan Laba Rugi
Kondisi laba bank umum Provinsi Riau dalam triwulan laporan mengalami
peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Kondisi ini bersumber
dari meningkatnya pendapatan operasional khususnya pendapatan bunga.
Pendapatan operasional bank umum di Riau pada triwulan laporan tercatat
sebesar Rp1,95 triliun, naik Rp175,84 miliar (9,72%) dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya. Di sisi lain, beban operasional yang ditanggung
mencapai Rp1,30 triliun, atau naik sebesar Rp76,29 (6,18%) dibandingkan
triwulan sebelumnya.
Lebih tingginya kenaikan pendapatan operasional dibandingkan dengan beban
operasional triwulan laporan mendorong rasio BOPO bank umum di Riau
menurun yakni dari 68,15% menjadi 65,96%. Dengan kondisi tersebut, laba
bank umum di Riau pada triwulan laporan mencapai Rp676,06 miliar atau
lebih tinggi dibandingkan dengan periode sebelumnya yang mencapai
Rp578,64 miliar. Sementara dengan memperhitungkan transfer dan pajak,
maka jumlah perolehan laba bersih bank umum Riau mencatat angka yang
lebih tinggi yakni sebesar Rp677,05 miliar.
Tw II-11 Tw III-11 Tw IV-11 Tw I-12 Tw II-12
Lainnya 110.305 114.083 125.602 101.939 110.288
Antar Bank 16.623 23.254 11.794 7.039 6.131
Tabungan 128.970 133.592 129.016 124.369 110.321
Deposito 193.294 211.719 222.595 206.026 220.200
Giro 63.197 68.200 69.173 66.355 79.244
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah
44
Grafik 3.11. Perkembangan Laba Rugi
4. Perbankan Syariah
Kinerja perbankan syariah pada triwulan laporan menunjukkan perkembangan
yang lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya. Aset perbankan syariah Riau
pada triwulan II-2012 mencapai Rp3,91 triliun atau meningkat sebesar
13,13% secara triwulanan. Peningkatan aset perbankan syariah utamanya
didorong oleh meningkatnya penghimpunan dana yaitu dari Rp2,74 triliun
menjadi Rp2,86 triliun atau naik 4,55% (qtq). Dengan demikian, pangsa aset
Perbankan syariah terhadap total perbankan di Provinsi Riau saat ini telah
mencapai 6,46% dan diperkirakan akan mengalami peningkatan sejalan dengan
tingginya animo perbankan nasional untuk dalam melakukan penetrasi ke
provinsi Riau terutama di bidang perbankan syariah.
Sementara itu, selama triwulan II-2012, pembiayaan yang disalurkan oleh
Perbankan syariah di Riau pada triwulan laporan mencapai Rp2,58 triliun atau
meningkat sebesar 8,57% (qtq). Lebih tingginya kenaikan pembiayaan
dibandingkan dengan kenaikan DPK mengakibatkan FDR Perbankan syariah di
Riau relatif meningkat yaitu dari 86,51% pada triwulan I-2012 menjadi 89,83%.
Di sisi lain, risiko pembiayaan bermasalah yang dialami berada pada tingkat
relatif terjaga yakni sebesar 2,95% (Tabel 3.14).
77,51
64,45
77,29
65,2668,15 65,96
0,00
10,00
20,00
30,00
40,00
50,00
60,00
70,00
80,00
90,00
-
100.000
200.000
300.000
400.000
500.000
600.000
700.000
800.000
Tw I 11 Tw II 11 Tw III 11 Tw IV 11 Tw I 12 Tw II 12
%
Rp
ju
ta
L/R (sblm transfer & pajak) L/R (net) Rasio BOPO
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah
45
Tabel 3.14. Indikator Kinerja Utama Perbankan Syariah di Provinsi Riau (Rp juta)
Sebagian pembiayaan yang disalurkan oleh bank umum di Provinsi Riau
utamanya diserap dalam bentuk pembiayaan konsumsi yang mencapai 45,53%
terhadap total pembiayaan, diikuti pembiayaan modal kerja dan investasi
masing-masing sebesar 28,54% dan 25,93%. Pembiayaan konsumsi tercatat
meningkat sebesar 11,05% (qtq), sedangkan pembiayaan investasi dan modal
kerja masing-masing meningkat sebesar 7,10% (qtq) dan 6,25% (qtq).
Sementara itu, secara sektoral, pembiayaan perbankan syariah utamanya
ditujukan ke sektor lain-lain serta jasa dunia usaha dengan pangsa masing-
masing mencapai 45,49% dan 21,61%. Pembiayaan sektor lain yang juga relatif
besar salurkan ke sektor pertanian khususnya sub sektor perkebunan kelapa
sawit.
5. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR/S)
Secara umum kegiatan usaha BPR/S dalam triwulan laporan menunjukkan
perkembangan yang relatif membaik dibandingkan triwulan sebelumnya.
Kondisi ini terlihat dari meningkatnya aset BPR/S, DPK dan kredit yang
disalurkan. Aset BPR/S Riau per Juni 2012 mencapai Rp997,84 miliar atau
meningkat 2,63% dibandingkan dengan triwulan I-2012. Peningkatan ini
didorong oleh meningkatnya penyaluran kredit dimana pada triwulan laporan
mengalami kenaikan sebesar 5,16%.
I II III IV I II
1 Jumlah Bank 11 11 11 11 11 11
2 Aset 2,456,607 2,733,467 3,012,003 3,256,336 3,457,740 3,911,778
3 DPK 1,747,795 2,003,249 2,153,377 2,341,312 2,743,362 2,868,268
- Giro 229,345 318,899 331,289 328,209 416,494 445,583
- Tabungan 911,458 985,013 1,065,587 1,175,950 1,420,873 1,491,500
- Deposito 606,992 699,337 756,501 837,153 905,995 931,185
4 Pembiayaan 1,775,067 1,959,222 2,207,900 2,290,267 2,373,195 2,576,518
5 NPF 2.64% 3.04% 3.04% 2.58% 2.91% 2.95%
6 FDR 101.56% 97.80% 102.53% 97.82% 86.51% 89.83%
2012No. Keterangan
2011
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah
46
Tabel 3.15. Indikator Kinerja Utama BPR/S di Provinsi Riau (dalam Rp juta)
Sementara itu di sisi risiko, terjadi kenaikan risiko kredit bermasalah yakni dari
10,51% menjadi 10,88%. Hal ini utamanya disebabkan oleh belum optimalnya
kinerja debitur BPR mengingat sebagian besar segmen kreditnya berada pada
sektor informal. Tingkat NPLs ini sepatutnya menjadi perhatian bagi BPR/S di
Riau karena dapat mengakibatkan tingkat Kualitas Aktiva Produktif (KAP)
memburuk yang pada akhirnya berpotensi menurunkan tingkat kesehatan
bank dan mengganggu fungsi intermediasi bank.
6. Perkembangan Penyaluran KUR
Kredit Usaha Rakyat yang disalurkan oleh 6 (enam) bank pelaksanaan KUR di
Riau hingga triwulan II-2012 telah mencapai Rp2,57 triliun, naik 14,05% (qtq)
atau berada pada urutan ke-7 di tingkat nasional dan ke-2 di Sumatera.
Penyaluran KUR yang di Riau mencakup sekitar 3,23% dari total penyaluran
KUR secara nasional yang tercatat sebesar Rp73,15 triliun. Adapun jumlah
debitur penerima KUR di Provinsi Riau s.d triwulan II-2012 tercatat sebesar
110.260 jiwa. Dengan demikian, rata-rata KUR yang disalurkan meningkat
4,67% dibandingkan dengan posisi triwulan I-2012 menjadi Rp23,30 juta/jiwa.
Tabel 3.16. Perkembangan Penyaluran KUR di Riau
Sumber: Kantor Menko Perekonomian
I II III IV I II
1. Jumlah BPR/S 30 30 31 33 34 34
2. Asset 809.851 844.510 868.416 920.404 972.275 997.840
3. DPK 592.750 609.595 624.634 642.785 685.220 692.916
- Tabungan 284.186 299.335 296.773 302.472 317.379 316.892
- Deposito 308.564 322.723 327.861 340.313 367.841 376.024
4. Kredit 539.622 581.244 601.015 617.548 655.469 689.275
5. LDR 91,04% 95,35% 96,22% 96,07% 95,66% 99,47%
6. NPLs 8,46% 7,95% 8,75% 8,22% 10,51% 10,88%
Keterangan2011 2012
IV I II yoy qtq
Kredit Usaha Rakyat 1,963,716 2,255,137 2,569,548 90.28 13.94
- Jumlah Debitur 94,246 101,284 110,260 52.20 8.86
- Rata-rata (Rp juta/jiwa) 20.84 22.27 23.30 25.02 4.67
Indikator2011 Pertumbuhan Tw II-2012 (%)2012
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah
47
7. Perkembangan Transaksi Pembayaran
7.1. Kondisi Umum
Perkembangan transaksi pembayaran di Provinsi Riau pada triwulan laporan
menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, baik
transaksi tunai maupun non tunai. Peningkatan transaksi pembayaran
diperkirakan terkait dengan pembayaran berbagai proyek terkait pelaksanaan
PON XVIII pada bulan September mendatang, pembangunan gedung-gedung
kantor, apartemen dan pusat perbelanjaan. Secara umum, perkembangan
transaksi tunai di Riau masih terus menunjukkan net outflow, meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya. Di sisi lain, transaksi non tunai Riau masih
didominasi oleh transaksi yang terjadi di Kota Pekanbaru dan Kota Dumai. Hal
ini sejalan dengan perkembangan kedua kota tersebut sebagai pusat bisnis di
Riau.
7.2. Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai
7.2.1. Aliran Uang Masuk dan Keluar (Inflow Outflow)
Perkembangan peredaran uang kartal di Provinsi Riau dapat dilihat dari
pergerakan arus uang masuk (inflow) dan arus uang keluar (outflow)5. Pada
triwulan laporan, terjadi peningkatan pada sisi outflow yaitu dari Rp1,57 triliun
menjadi Rp3,24 triliun atau meningkat sebesar 106,45% dibandingkan
triwulan sebelumnya, juga meningkat sebesar 7,47% dibandingkan triwulan
yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan jumlah outflow pada triwulan
laporan merupakan kondisi musiman dalam rangka persiapan hari besar
keagamaan yaitu Ramadhan dan Lebaran.
Sementara itu, jumlah inflow ke Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
Riau pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp828 miliar atau menurun
sebesar 23,64% dibandingkan triwulan sebelumnya. Namun mengalami
peningkatan yang signifikan jika dibandingkan dengan triwulan yang sama
tahun sebelumnya yaitu mencapai 81,04%. Berdasarkan perkembangan
tersebut di atas, maka pada triwulan laporan transaksi pembayaran tunai di
5 Inflow-Outflow adalah uang tunai yang diterima dan dikeluarkan melalui KPw. Bank Indonesia Provinsi Riau
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah
48
Provinsi Riau masih menunjukkan net outflow dengan peningkatan yang
signifikan mencapai 395,11% dibandingkan triwulan sebelumnya sehingga
nilainya mencapai Rp2,4 triliun. Namun, mengalami penurunan sebesar 5,65%
dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya.
Grafik 3.12. Perkembangan Inflow dan Outflow
7.2.2. Penyediaan Uang Kartal Layak Edar
Dalam upaya pemenuhan jumlah nominal uang kartal menurut jenis pecahan
dan dalam kondisi layak edar (Clean Money Policy) bagi masyarakat, Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau secara berkala melakukan kegiatan
pemusnahan uang tidak layak edar (UTLE) yang diterima dari setoran bank
maupun penukaran uang dari masyarakat dan mengganti dengan uang yang
layak edar (fit for circulation). Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB) yang
menandakan pemusnahan uang tidak layak edar (UTLE) dalam triwulan
laporan mencapai 319 miliar, mengalami penurunan dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya maupun triwulan yang sama tahun sebelumnya yaitu
masing-masing sebesar 33,11% dan 21,56%.
Penurunan Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB) disebabkan oleh kondisi
fisik uang yang diterima oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
dari bank maupun dari masyarakat masih banyak dalam bentuk uang layak
edar. Kondisi tersebut mencerminkan masyarakat Riau semakin memahami
cara-cara memperlakukan uang dengan baik dan benar. Hal ini sejalan dengan
semakin intensifnya sosialisasi tentang cara memperlakukan uang dengan baik
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah
49
yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau kepada
masyarakat. Sosialisasi ini dilakukan guna memperpanjang usia manfaat fisik
uang dengan memperkenalkan prinsip 3D (Didapat, Disimpan, Disayang).
Grafik 3.13. Perkembangan Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB)
di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau (Rp miliar)
7.2.3. Uang Rupiah Tidak Asli
Jumlah dan nilai nominal uang rupiah tidak asli yang ditemukan di Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau pada triwulan laporan tercatat
mengalami kenaikan bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada
triwulan II-2012, jumlah uang rupiah tidak asli yang ditemukan mencapai 89
lembar dengan nilai nominal sebesar Rp6,48 juta. Sementara pada triwulan
sebelumnya tercatat sebanyak 84 lembar dengan nominal tercatat sebesar
Rp5,43 juta.
Uang rupiah tidak asli yang dikonfirmasi oleh Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Riau dalam triwulan laporan terdiri dari pecahan Rp100.000
sebanyak 42 lembar, Rp50.000 sebanyak 45 lembar, Rp20.000 sebanyak 1
lembar dan Rp10.000 sebanyak 1 lembar. Penemuan uang rupiah tidak asli
tersebut berdasarkan permintaan klarifikasi dari perbankan dan masyarakat
serta setoran bank-bank ke Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau.
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah
50
Grafik 3.14. Perkembangan Peredaran Uang Rupiah Tidak Asli di Provinsi Riau
Dalam upaya meningkatkan awareness masyarakat dalam mengidentifikasi
keaslian uang rupiah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau secara
rutin melakukan sosialisasi mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada
masyarakat termasuk kalangan perbankan melalui penerapan prinsip 3D
(Dilihat, Diraba, Diterawang). Dengan adanya sosialisasi ciri keaslian uang
rupiah, masyarakat diharapkan terhindar dari penyebaran uang rupiah tidak
asli.
7.3. PERKEMBANGAN TRANSAKSI PEMBAYARAN NON TUNAI
7.3.1. Transaksi Kliring
Transaksi pembayaran non tunai melalui kliring dalam triwulan laporan
mengalami peningkatan baik dari sisi nominal maupun jumlah warkat yang
digunakan bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya maupun triwulan
yang sama tahun sebelumnya. Transaksi nominal kliring pada triwulan II-2012
tercatat sebesar Rp7,66 triliun, atau meningkat sebesar 5,15% dan jumlah
warkat yang digunakan mencapai 297.206 lembar atau meningkat sebesar
3,86% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Selanjutnya, jumlah warkat
dan nominal transaksi non tunai melalui kliring mengalami peningkatan
sebesar 1,53% dan 8,24% jika dibandingkan dengan triwulan yang sama
tahun sebelumnya.
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah
51
Grafik 3.15. Perkembangan Transaksi Kliring di Provinsi Riau
Meningkatnya jumlah warkat maupun nominal transaksi non tunai tersebut
menunjukkan semakin tingginya nilai nominal transaksi kliring yang terjadi.
Kondisi ini tidak terlepas dari pesatnya perkembangan ekonomi Riau, antara
lain berasal dari pembayaran proyek-proyek pembangunan berbagai sarana
pendukung PON 2012.
7.3.2. Real Time Gross Settlement (RTGS)
Transaksi non tunai melalui Bank Indonesia Real Time Gross Settlement
(BI-RTGS) pada triwulan II-2012 di Provinsi Riau secara umum mengalami
peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya baik dari sisi nominal
maupun jumlah warkat (volume) yang digunakan. Dari sisi nominal, nilai
transaksi BI-RTGS di Provinsi Riau pada triwulan laporan mencapai Rp79,52
triliun atau meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya maupun
triwulan yang sama tahun sebelumnya yaitu masing-masing sebesar 68,13%
dan 27,79%. Dari sisi volume, jumlah warkat transaksi BI-RTGS di Provinsi Riau
pada triwulan laporan mencapai 58.345 warkat atau meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya dan triwulan yang sama tahun sebelumnya yaitu masing-
masing sebesar 8,14% dan 5,34%.
Secara umum, transaksi RTGS baik nilai maupun volume di dominasi oleh
Pekanbaru dan Dumai, hal ini sejalan dengan perkembangan kedua kota
tersebut sebagai pusat bisnis di Riau. Peningkatan transaksi RTGS yang
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran Daerah
52
signifikan pada kota Pekanbaru diperkirakan berasal dari pembayaran proyek-
proyek dalam rangka pembangunan berbagai infrastruktur PON menjelang
pelaksanaan PON pada bulan September 2012 yang akan dating,
pembangunan gedung kantor, pusat perbelanjaan, apartemen dan lain-lain.
Tabel 3.17. Perkembangan Nilai Transaksi BI-RTGS di Provinsi Riau Triwulan I-2012
(dalam Rp miliar)
*) angka koreksi
Tabel 3.18. Perkembangan Volume Warkat BI-RTGS di Riau Triwulan I-2012
*) angka koreksi
FROM*) TO*) FROM -
TO*)
Kumulatif
Nilai *) FROM TO FROM - TO
Kumulatif
Nilai
BENGKALIS 294 730 142 881 269 718 138 850
DUMAI 1.998 1.559 305 3.252 2.006 1.787 301 3.492
INDRAGIRI HULU 0 17 0 17 2 5 - 6
INDRAGIRI HILIR 1 4 - 5 3 0 - 3
KAMPAR 14 345 0 359 14 393 0 407
KUANTAN SINGINGI - 1 - 1 - 0 - 0
PEKANBARU 25.874 22.543 6.157 42.259 46.151 46.276 18.226 74.201
PELALAWAN 1 9 - 10 1 11 0 12
ROKAN HILIR - 3 - 3 - 3 - 3
ROKAN HULU 39 2 - 40 29 2 - 31 SIAK 93 382 4 471 115 411 5 522
RIAU 28.313 25.595 6.610 47.299 48.590 49.606 18.670 79.527
Jumlah nominal
Kabupaten/Kota
I-2012 II-2012
FROM*) TO*) FROM -
TO*)
Kumulatif
Volume *) FROM TO FROM-TO
Kumulatif
Volume
BENGKALIS 1.010 471 121 1.360 880 406 89 1.197
DUMAI 3.087 2.638 667 5.058 3.285 2.964 749 5.500
INDRAGIRI HULU 66 23 1 88 143 16 - 159
INDRAGIRI HILIR 74 5 - 79 102 9 - 111
KAMPAR 458 144 9 593 530 143 2 671
KUANTAN SINGINGI - 5 - 5 - 1 - 1
PEKANBARU 21.095 31.500 7.619 44.976 25.575 31.732 8.642 48.665
PELALAWAN 14 52 - 66 25 61 2 84
ROKAN HILIR - 18 - 18 - 12 - 12
ROKAN HULU 872 59 - 931 1.048 48 - 1.096 SIAK 475 325 23 777 549 325 25 849
RIAU 27.151 35.240 8.440 53.951 32.137 35.717 9.509 58.345
Jumlah nominal
Kabupaten/Kota
I-2012 II-2012
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kondisi Keuangan Daerah
51
1. Kondisi Umum
Realisasi penyerapan anggaran pendapatan Pemerintah Provinsi Riau sampai
dengan semester pertama tahun 2012 mencapai Rp2,36 triliun atau terealisasi
sebesar 42,92% dari rencana. Di sisi lain, realisasi anggaran belanja
pemerintah provinsi Riau sampai dengan periode yang sama tercatat sebesar
Rp1,40 triliun atau sekitar 22,01% dari rencana anggaran belanja tahun
2012. Secara umum, baik realisasi pendapatan maupun belanja daerah
Bab 4 KONDISI KEUANGAN
DAERAH
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kondisi Keuangan Daerah
52
Provinsi Riau relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan realisasi pada
periode yang sama tahun sebelumnya.
2. Realisasi APBD
Realisasi pendapatan Provinsi Riau sampai dengan semester I-2012 tercatat
sebesar Rp2,36 triliun atau mencapai 42,92% dari target yang ditentukan
sebesar Rp5,49 triliun. Sementara itu, jumlah anggaran belanja yang telah
direalisasikan sampai dengan semester I-2012 telah mencapai Rp1,40 triliun
atau mencakup sekitar 22,01% terhadap alokasi anggaran belanja
tahun 2012 yang mencapai Rp6,37 triliun. Realisasi anggaran belanja pada
semester I-2012 ini relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan realisasi
anggaran pada triwulan yang sama tahun sebelumnya yang mencapai
28,25%.
Tabel 4.1. Ringkasan Realisasi APBD Provinsi Riau Semester I-2012 (Rp miliar)
Sumber : Biro Perekonomian Provinsi Riau
Jumlah realisasi pendapatan yang lebih besar dibandingkan dengan belanja
mendorong anggaran Provinsi Riau pada semester I-2012 tercatat mengalami
surplus sebesar Rp954,04 miliar. Sementara itu, pembiayaan netto Provinsi
Riau pada semester I-2012 mencapai Rp1,26 triliun. Dengan demikian, maka
sampai dengan semester I-2012 Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA)
Provinsi Riau berada pada level yang positif yakni sebesar Rp2,21 triliun.
Alokasi
Anggaran
Nilai
Realisasi
Realisasi
Triwulan II, %
(1) (2) (2) / (1)
Pendapatan 5.487,78 2.355,56 42,92 47,83
Belanja 6.366,66 1.401,52 22,01 28,25
Surplus / Defisit (878,88) 954,04 - -
Pembiayaan 0 0 0
- Penerimaan Daerah 953,88 1.329,23 139,35 142,15
- Pengeluaran Daerah 75,00 74,00 98,67 57,14
Pembiayaan Netto 878,88 1.255,23 142,82 173,08
SILPA - 2.209,27 - -
Realisasi
Semester
I-2011, %
Uraian
2012
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kondisi Keuangan Daerah
53
2.1. Realisasi Pendapatan
Porsi realisasi anggaran pendapatan Provinsi Riau sampai dengan
semester I-2012 sebagian besar berasal dari pendapatan transfer yakni sebesar
Rp1,22 triilun, diikuti oleh pendapatan asli daerah dan lain-lain pendapatan
yang sah masing-masing sebesar Rp987,47 miliar dan Rp152,78 miliar.
Realisasi pendapatan asli daerah dan pendapatan transfer Provinsi Riau pada
semester I-2012 tercatat relatif lebih rendah jika dibandingkan periode yang
sama tahun sebelumnya (Tabel 4.2).
Tabel 4.2. Realisasi Pendapatan Provinsi Riau Semester I-2012 (Rp miliar)
Sumber : Biro Perekonomian Provinsi Riau
Sebagian besar (84,85%) dari realisasi pendapatan asli daerah berasal dari
pendapatan pajak daerah yang mencapai mencapai Rp837,89 miliar atau
sekitar 55,75% dari target yang ditentukan. Sementara, dari pendapatan
transfer, sebagian besar realisasinya berasal dari dana bagi hasil bukan pajak
(sumber daya alam) yaitu sebesar Rp716,71 miliar atau sekitar 36,06% dari
target yang ditentukan.
2.2. Realisasi Belanja
Realisasi anggaran belanja Provinsi Riau sampai dengan semester I-2012
tercatat sebesar Rp1,401 triliun atau sekitar 22,01% dari rencana anggaran
belanja tahun 2012. Realisasi anggaran belanja pada semester I-2012 ini
relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan realisasi anggaran pada triwulan
yang sama tahun sebelumnya yakni sebesar 28,25%%.
Realisasi anggaran belanja operasi pada triwulan laporan telah mencapai
Rp1,02 triliun atau mencapai sekitar 24,29% dari rencana anggaran tahun
2012. Realisasi anggaran belanja tersebut sebagian besar diserap dalam
Alokasi
Anggaran
Nilai
Realisasi
Realisasi
Triwulan II, %
(1) (2) (2) / (1)
Pendapatan Asli Daerah 1.824,50 987,47 54,12 62,31
Pendapatan Transfer 3.663,27 1.215,31 33,18 41,33
Lain-Lain Pendapatan Yang Sah - 152,78 - -
Pendapatan 5.487,78 2.355,56 42,92 47,83
Realisasi
Semester
I-2011, %
Uraian
2012
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kondisi Keuangan Daerah
54
bentuk belanja pegawai dan belanja hibah yaitu masing-masing sebesar
Rp413,04 miliar dan Rp370,84 miliar. Sementara itu, pada komponen belanja
modal, realisasi tersebut utamanya diserap dalam bentuk belanja jalan, irigasi
dan jaringan dengan realisasi sebesar Rp276,61 miliar pada semester I-2012.
Tabel 4.3. Realisasi Pendapatan Provinsi Riau Semester I-2012 (Rp miliar)
Sumber : Biro Perekonomian Provinsi Riau
Alokasi
Anggaran
Nilai
Realisasi
Realisasi
Triwulan II, %
(1) (2) (2) / (1)
Belanja Operasi 4.213,05 1.023,32 24,29 30,52
Belanja Modal 1.549,48 330,16 21,31 32,28
Belanja Tidak Terduga 10,78 0,00 0,00 -
Transfer 593,34 48,04 8,10 9,06
Belanja 6.366,66 1.401,52 22,01 28,25
Realisasi
Semester
I-2011, %
Uraian
2012
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kesejahteraan Daerah
68
1. KONDISI UMUM
Perkembangan tingkat kesejahteraan masyarakat di Provinsi Riau pada
tahun 2012 menunjukkan perkembangan yang menggembirakan
sebagaimana terlihat dari menurunnya tingkat kemiskinan dan jumlah
penduduk miskin. Kondisi ini mencerminkan bahwa tingkat kesejahteraan
penduduk di Riau telah mengalami peningkatan yang diperkirakan tidak
terlepas dari pesatnya pertumbuhan ekonomi Riau yang telah membuka
lapangan pekerjaan baru baik di sektor formal maupun informal. Meskipun
demikian, meningkatnya indeks kedalaman kemiskinan dan indeks keparahan
kemiskinan di kota perlu mendapat perhatian.
Bab 5
KESEJAHTERAAN DAERAH
MONETER, PERBANKAN
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kesejahteraan Daerah
69
2. KEMISKINAN
2.1 Penduduk Miskin Riau
Persentase penduduk miskin di Riau dalam kurun waktu 12 (dua belas) tahun
terakhir menunjukkan kecenderungan yang menurun. Pada tahun 20121,
jumlah persentase penduduk miskin di Riau mencapai 483 ribu jiwa atau
sekitar 8,22% dari jumlah penduduk Riau ini menunjukkan perkembangan
yang menggembirakan meskipun jumlah penduduk Riau terus menunjukkan
peningkatan.
Grafik 6.1. Perkembangan Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah
Sebaran penduduk miskin di Riau selama beberapa tahun terakhir tidak
mengalami perubahan signifikan. Penduduk miskin di Provinsi Riau sebagian
besar masih berada di daerah pedesaan, dimana pada tahun 2012 jumlahnya
mencapai 335 ribu jiwa. Jumlah penduduk miskin di daerah pedesaan ini
menurun dibandingkan dengan tahun 2011 yang tercatat sebesar 340 ribu
jiwa. Jika dilihat dari prosentasenya, tingkat penduduk miskin di daerah
pedesaan pada tahun 2012 mencapai 9,36% atau lebih rendah jika
dibandingkan tahun 2011 yang mencapai 9,83%.
Sementara itu, jumlah penduduk miskin Riau di daerah perkotaan mencatat
angka yang lebih rendah namun mengalami kenaikan sebesar 6 ribu jiwa
1 per Maret
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Jumlah (kiri) 491 635 661 659 600 565 575 567 528 500 482 483
% (kanan) 10,26 15,39 14,97 14,67 12,51 11,85 11,2 10,63 9,48 8,65 8,47 8,22
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
-
100
200
300
400
500
600
700
%jiw
a
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kesejahteraan Daerah
70
dibandingkan tahun 2011 sehingga menjadi 148 ribu jiwa pada tahun 2012.
Kenaikkan jumlah penduduk miskin telah mendorong peningkatan prosentase
penduduk miskin di daerah perkotaan sehingga mencapai 6,43% pada tahun
2012 atau lebih tinggi dibandingkan tahun 2011 yang tercatat sebesar 6,37%
Grafik 6.2. Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah
2.2 Garis Kemiskinan Riau
Garis Kemiskinan (GK) Riau selama 6 tahun terakhir terus menunjukkan
kecenderungan yang meningkat. Pada tahun 2012, Garis Kemiskinan Riau
mengalami peningkatan sebesar 6,48% menjadi Rp300.791,- perkapita/bulan.
Jika dilihat berdasarkan wilayahnya, maka GK di kota lebih tinggi dari GK di
desa. Pada tahun 2012, GK di Kota telah mencapai Rp326.725,-
perkapita/bulan meningkat 6,60% dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Sementara, GK di desa tercatat sebesar Rp284.089,- perkapita/bulan,
meningkat 6,40% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Peningkatan GK
Riau pada tahun 2012 secara umum meningkat lebih rendah dibandingkan
dengan peningkatan GK Riau tahun 2011 yang lalu, baik di desa maupun di
kota.
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kesejahteraan Daerah
71
Meningkatnya GK Riau pada tahun 2012 utamanya didorong oleh
meningkatnya GK makanan yaitu menjadi sebesar Rp220.546 (5,83%).
Sementara GK bukan makanan meningkat menjadi Rp80.245 (8,30%).
Namun demikian, meskipun setiap tahunnya GK terus menunjukkan kenaikan,
namun tingkat kemiskinan Riau masih terus menunjukkan penurunan baik di
kota maupun desa. Kondisi ini menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan di
Riau relatif meningkat. Hal ini diperkirakan tidak terlepas dari kestabilan
perekonomian Riau yang telah membuka lapangan kerja baru baik pada
sektor formal maupun informal.
Grafik 6.3. Perkembangan Garis Kemiskinan (GK) Riau
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah
2.3 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Keparahan
Kemiskinan (P2) Riau
Indeks Kedalamaman Kemiskinan (P1) Riau pada tahun 2012 telah
menunjukkan penurunan dibandingkan dengan tahun 2011 yang lalu, yaitu
dari 1,21% menjadi 1,17%. Dilihat dari wilayahnya, penurunan utamanya
terjadi pada Indeks Kedalaman di desa. Indeks Kedalaman Kemiskinan di desa
menurun sebesar 0,17% yaitu dari 1,49% menjadi 1,32% pada tahun 2012,
sementara itu Indeks Kedalaman Kemiskinan di kota justru meningkat sebesar
0,15% menjadi 0,92%. Hal ini berarti rata-rata pengeluaran penduduk miskin
di daerah perkotaan semakin menjauh dari garis kemiskinan, sebaliknya rata-
2007 2008 2009 2010 2011 2012
GK Kota 233.73 247.92 265.70 276.62 306.50 326.72
GK Desa 194.09 210.51 227.00 235.25 267.00 284.08
GK Riau 214.03 229.37 246.48 256.11 282.47 300.79
-
50.000
100.000
150.000
200.000
250.000
300.000
350.000
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kesejahteraan Daerah
72
rata pengeluaran penduduk miskin di daerah pedesaan semakin mendekat ke
garis kemiskinan.
Di sisi lain, Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Riau pada tahun 2012 juga
menunjukkan penurunan yaitu dari 0,29% menjadi 0,28%. Indeks Keparahan
Kemiskinan di desa mengalami penurunan tertinggi yaitu sebesar 0,06%
menjadi 0,37% pada tahun 2012. Sementara, Indeks Keparahan kemiskinan
di kota justru menunjukkan kenaikan yakni dari 0,16% pada tahun 2011
menjadi 0,24%. Menurunnya Indeks Keparahan Kemiskinan di daerah
pedesaan mengindikasikan bahwa bahwa ketimpangan pengeluaran
penduduk miskin di desa lebih rendah daripada pengeluaran penduduk miskin
di kota.
Grafik 6.4. Perkembangan Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Riau
Grafik 6.5. Perkembangan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Riau
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah
Secara umum, dapat dilihat bahwa tingkat kedalaman dan keparahan
kemiskinan di desa terus mengalami penurunan. Sementara, pada tahun 2012
tren penurunan tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan di kota tidak
lagi berlanjut. Kondisi ini perlu mendapat perhatian agar tidak berlanjut di
tahun 2013 yang akan datang.
0
0,5
1
1,5
2
2,5
2007 2008 2009 2010 2011 2012
%
Kota
Desa
Riau
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7
0,8
2007 2008 2009 2010 2011 2012
%
Kota
Desa
Riau
RISALAH PERTEMUAN TPID : LANGKAH ANTISIPATIF
PENGENDALIAN INFLASI MENJELANG PEKAN OLAHRAGA NASIONAL (PON) KE-XVIII
Perhelatan Pekan Olahraga Nasional1 yang dalam tidak lama lagi akan dilaksanakan
di Provinsi Riau tentunya diharapkan menjadi momentum berharga dan bermanfaat
sebagai stimulus perekonomian baik dalam jangka pendek maupun juga jangka
panjang. Salah satu manfaat yang diharapkan, terutama dalam jangka pendek, adalah
meningkatnya pertumbuhan ekonomi melalui pembangunan infrastruktur yang kelak
juga diharapkan dapat menjadi salah satu pusat pembangunan ekonomi antar wilayah
(interregional linkage). Namun demikian, perlu disadari bahwa harapan terhadap
meningkatnya pertumbuhan ekonomi umumnya akan disertai dengan risiko tekanan
inflasi yang justru berpotensi menggerus daya beli masyarakat miskin.
Jika kita perhatikan beberapa provinsi yang pernah menyelenggarakan PON dalam
dua periode terakhir terutama Kota Palembang2 terlihat bahwa inflasi yang terjadi pada
pelaksanaan saat PON mengalami kenaikan cukup signifikan yakni dari 0,24% (mtm)
menjadi 0,51% (mtm). Sementara, secara tahunan, tingkat inflasi yang terjadi juga
cenderung meningkat yakni dari 7,73% (yoy) menjadi 8,16% (yoy). Pada akhir tahun,
tingkat inflasi yang terjadi justru semakin hingga mencapai 8,94%. Sementara, pada
tahun 2003, pola pergerakan inflasi tahunan dan bulanan menunjukkan arah yang
berkebalikan.
Grafik 1. Perkembangan Inflasi Kota
Palembang (mtm) Tahun 2003-2004
0,51
(1,00)
(0,50)
-
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
3,00
jan feb mar apr may jun jul aug sep oct nov dec
2003 2004
Sumber : BPS
Grafik 2. Perkembangan Inflasi Kota Palembang
(yoy) Tahun 2003-2004
8,16
-
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
jan feb mar apr may jun jul aug sep oct nov dec
2003 2004
1 Pesta olahraga nasional yang diadakan setiap empat tahun sekali dan diikuti oleh seluruh provinsi yang ada di Indonesia 2 PON di Kota Palembang dilaksanakan pada tanggal 2-14 September 2004
Boks 2
PON PON
Meskipun perlu dilakukan pengujian ekonometrik lebih lanjut, namun dari gambaran
sederhana ini dapat kita petik sebuah implikasi atas pentingnya pengendalian inflasi
terutama menjelang dengan pelaksanaan PON yang akan dilaksanakan di Provinsi Riau
Terlebih Provinsi Riau bukanlah merupakan provinsi yang bersifat surplus produksi
pangan.Hampir sebagian besar kebutuhan pokok masyarakat (kepokmas) dipasok dari
daerah lain yang juga rentan terhadap praktek spekulasi.
Oleh karena itu beberapa langkah antisipatif yang dapat dilakukan dalam jangka
pendek untuk mencegah kenaikan inflasi yang cukup tinggi diantaranya :
1) Pemerintah daerah dan dinas/instansi terkait sebaiknya dapat menggalang
kerjasama dan koordinasi dengan institusi yang akan mengadakan kegiatan
pasar murah dan pembagian kebutuhan pokok masyarkat (kepokmas);
2) Pemerintah daerah bersama dinas/instansi terkait kiranya dapat mendorong
aksi monitoring lapangan dan operasi penjualan kebutuhan pokok
masyarakat (kepokmas) murah yang terkoordinasi dalam periode Agustus
dan menjelang akhir tahun, termasuk percepatan penyaluran raskin;
3) Pemerintah daerah bersama dinas/instansi terkait agar dapat melakukan
pertemuaan koordinasi dengan para pelaku usaha untuk mendorong
stabilisasi harga khususnya harga kebutuhan pokok masyarakat (kepokmas);
4) Pemerintah daerah bersama dinas/instansi sebaiknya dapat melakukan
pengawasan ketat terhadap praktek pungutan liar di jalan raya.
GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Prospek Perekonomian Daerah
57
1. PROSPEK MAKROREGIONAL
Kondisi ekonomi Riau pada triwulan III-2012 diperkirakan akan relatif lebih baik
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Hal ini diindikasikan tidak terlepas dari
menguatnya keyakinan konsumen terkait faktor pelaksanaan PON ke-18 yang
secara umum diperkirakan akan memberikan stimulus bagi perekonomian Riau,
khususnya yang bersumber dari konsumen. Secara tahunan, dengan memasukkan
unsur migas, pertumbuhan ekonomi Riau pada triwulan II-2012 diperkirakan
tumbuh relatif stabil pada kisaran 4,0%-4,50% (yoy). Sementara itu, dengan
PROSPEK PEREKONOMIAN
DAERAH
Bab 6
GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Prospek Perekonomian Daerah
58
mengeluarkan unsur migas pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan tumbuh pada
kisaran 7,5%-7,9% (yoy).
Tabel 6.1. Prakiraan Pertumbuhan Ekonomi Triwulan II-2012
Sumber : BPS Provinsi Riau Keterangan :***) Angka Sangat Sementara, p) Perkiraan Bank Indonesia
Dari sisi penggunaan, permintaan domestik diperkirakan masih akan menjadi
penopang utama terutama PMTB non migas. Kondisi ini bersumber dari masih
berlangsungnya percepatan pembangunan infrastruktur menjelang pelaksanaan
PON pada bulan September mendatang. Di sisi lain, pelaksanaan PON ke-18 yang
akan berlangsung pada triwulan mendatang tentunya diperkirakan juga secara
tidak langsung memberikan optimisme tersendiri bagi konsumen mengingat
momentum tersebut akan memberikan stimulus yang cukup signfikan bagi
peningkatan konsumsi.
Grafik 6.1. Perkembangan Keyakinan Konsumen
Grafik 6.2. Perkembangan Konsumsi Negara Konsumen CPO Terbesar
Sumber : USDA
Dari sisi sektoral, beberapa sektor yang diperkirakan akan menjadi motor
penggerak perekonomian pada triwulan mendatang diantaranya adalah sektor
tersier terutama sektor bangunan, perdagangan, dan jasa sejalan dengan
pelaksanaan PON ke-18 yang jatuh pada triwulan laporan. Sementara itu, sektor
lain yang diperkirakan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi triwulan
mendatang adalah sektor industri pengolahan non migas. Berdasarkan informasi
II III IV I II III IV I II IIIp)
Total 3,77 4,76 5,22 4,04 3,44 3,93 4,63 5,02 3,96 4,0 - 4,5
Tanpa Migas 6,75 7,95 7,84 7,51 7,54 7,64 7,40 7,36 7,50 7,5 -7,9
2012***Pertumbuhan
2011***2010***
50
70
90
110
130
150
170
II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Indeks Keyakinan Konsumen
Indeks Ekspektasi Konsumen
Baseline
-
10.000
20.000
30.000
40.000
50.000
60.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
8.000
9.000
Jan
-08
Fe
b-0
8M
ar-
08
Ap
r-0
8M
ay
-08
Jun
-08
Jul-
08
Au
g-0
8S
ep
-08
Oc
t-0
8N
ov
-08
De
c-0
8Ja
n-0
9F
eb
-09
Ma
r-0
9A
pr-
09
Ma
y-0
9Ju
n-0
9Ju
l-0
9A
ug
-09
Se
p-0
9O
ct-
09
No
v-0
9D
ec
-09
Jan
-10
Fe
b-1
0M
ar-
10
Ap
r-1
0M
ay
-10
Jun
-10
Jul-
10
Au
g-1
0S
ep
-10
Oc
t-1
0N
ov
-10
De
c-1
0Ja
n-1
1F
eb
-11
Ma
r-1
1A
pr-
11
Ma
y-1
1Ju
n-1
1Ju
l-1
1A
ug
-11
Se
p-1
1O
ct-
11
No
v-1
1D
ec
-11
Jan
-12
Fe
b-1
2M
ar-
12
Ap
r-1
2M
ay
-12
Jun
-12
India China EU-27 Indonesia Total (kanan)
GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Prospek Perekonomian Daerah
59
dari contact liason, diketahui bahwa meskipun saat ini pasar ekspor relatif lesu
dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, namun kapasitas terpakai kedua industri
tersebut masih relatif stabil bahkan berpotensi meningkat. Hal ini dikarenakan daya
serap industri domestik terhadap output yang dihasilkan oleh kedua industri
tersebut masih relatif baik.
Namun demikian, terdapat beberapa hal yang berpotensi membawa pertumbuhan
ekonomi Riau menyentuh batas bawah proyeksi (downside risks) diantaranya
terkait dengan ketidakpastian pemulihan ekonomi zona Eropa yang diperkirakan
masih akan memberikan tekanan terhadap pergerakan harga komoditas energi
global. Adanya prediksi curah hujan yang relatif tinggi terkait Badai El-Nino di
wilayah Asia diperkirakan juga akan mengakibatkan kinerja sektor pertanian dan
pertambangan relatif terganggu. Sebagaimana diketahui, curah hujan yang relatif
tinggi dalam triwulan II-2012 telah mengakibatkan gangguan produksi tanaman
perkebunan kelapa sawit (terutama di Kab. Rokan Hulu) dan tidak optimalnya
proses penambangan dan penggalian.
2. PERKIRAAN INFLASI
Perkembangan inflasi Kota Pekanbaru pada triwulan mendatang diproyeksikan
berada pada kisaran 4,3% - 4,7% (yoy). Sedangkan secara triwulanan, inflasi
diperkirakan berkisar 1,0% - 1,4% (qtq). Kondisi ini diperkirakan tidak terlepas dari
potensi penguatan sisi permintaan (demand pull inflation) terkait dengan
pelaksanaan PON yang jatuh pada triwulan laporan. Disamping itu, adanya
penyesuaian tarif angkut oleh Organda Riau sebesar 15%pada bulan Juli 2012 juga
diperkirakan akan mempengaruhi biaya distribusi bahan pangan secara umum.
Tabel 6.2. Perkembangan Inflasi Aktual dan Prakiraan Inflasi Triwulan II-2012
Sumber : BPS Provinsi Riau, Keterangan : p) Proyeksi Bank Indonesia
Terdapat beberapa faktor lain yang diperkirakan akan membawa tekanan inflasi
menyentuh batas atas prakiraan antara lain (i) menguatnya permintaan domestik
sejalan dengan masih berlangsungnya percepatan pembangunan infrastruktur
II III IV I II III IV I II IIIp)
yoy,% 4,58 4,72 7,00 7,76 5,61 6,10 5,09 4,20 5,68 4,3 - 4,7
qtq,% 1,72 1,83 2,48 1,51 -0,30 2,30 1,50 0,66 1,11 1,0 -1,4
2012***Inflasi
2011***2010***
GE KAJIAN EKONOMI REGIONAL
Prospek Perekonomian Daerah
60
pendukung PON, (ii) perkiraan tingginya curah hujan dalam triwulan mendatang
diindikasikan akan memberikan pengaruh cukup signifikan terhadap sisi penawaran
(cost push inflation) baik yang berasal dari hambatan pasokan maupun distribusi.
(iii) rencana pemberlakuan pengaturan tata niaga impor hortikultura dan rencana
kenaikan LPG pada bulan September 2012 yang dapat memberikan tekanan terhadap
harga secara umum.
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Daftar Istilah
xv
Aktiva Produktif
Adalah penanaman atau penempatan yang dilakukan oleh bank dengan tujuan
menghasilkan penghasilan/pendapatan bagi bank, seperti penyaluran kredit,
penempatan pada antar bank, penanaman pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan
surat-surat berharga lainnya.
Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR)
Adalah pembobotan terhadap aktiva yang dimiliki oleh bank berdasarkan risiko dari
masing-masing aktiva. Semakin kecil risiko suatu aktiva, semakin kecil bobot
risikonya. Misalnya kredit yang diberikan kepada pemerintah mempunyai bobot
yang lebih rendah dibandingkan dengan kredit yang diberikan kepada perorangan.
Kualitas Kredit
Adalah penggolongan kredit berdasarkan prospek usaha, kinerja debitur dan
kelancaran pembayaran bunga dan pokok. Kredit digolongkan menjadi 5 kualitas
yaitu Lancar, Dalam Perhatian Khusus (DPK), Kurang Lancar, Diragukan dan Macet.
Capital Adequacy Ratio (CAR)
Adalah rasio antara modal (modal inti dan modal pelengkap) terhadap Aktiva
Tertimbang Menurut Resiko (ATMR).
Dana Pihak Ketiga (DPK)
Adalah dana yang diterima perbankan dari masyarakat, yang berupa giro,
tabungan atau deposito.
DAFTAR ISTILAH
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Daftar Istilah
xvi
Financing to Deposit Ratio (FDR)
Adalah rasio antara pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah terhadap dana
yang diterima. Konsep ini sama dengan konsep LDR pada bank umum
konvensional.
Inflasi
Kenaikan harga barang secara umum dan terus menerus (persistent).
Inflasi Administered Price
Inflasi yang terjadi pergerakan harga barang-barang yang termasuk dalam
kelompok barang yang harganya diatur oleh pemerintah (misalnya bahan bakar).
Inflasi Inti
Inflasi yang terjadi karena adanya gap penawaran aggregat and permintaan
agregrat dalam perekonomian, serta kenaikan harga barang impor dan ekspektasi
masyarakat.
Inflasi Volatile Food
Inflasi yang terjadi karena pergerakan harga barang-barang yang termasuk dalam
kelompok barang yang harganya bergerak sangat volatile (misalnya beras).
Kliring
Adalah pertukaran warkat atau Data Keuangan Elektronik (DKE) antar peserta
kliring baik atas nama peserta maupun atas nama nasabah peserta yang
perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu.
Kliring Debet
Adalah kegiatan kliring untuk transfer debet antar bank yang disertai dengan
penyampaian fisik warkat debet seperti cek, bilyet giro, nota debet kepada
penyelenggaran kliring lokal (unit kerja di Bank Indonesia atau bank yang
memperoleh persetujuan Bank Indonesia sebagai penyelenggara kliring lokal) dan
hasil perhitungan akhir kliring debet dikirim ke Sistem Sentral Kliring (unit kerja
yang menangani SKNBI di KP Bank Indonesia) untuk diperhitungkan secara
nasional.
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Daftar Istilah
xvii
Kliring Kredit
Adalah kegiatan kliring untuk transfer kredit antar bank yang dikirim langsung oleh
bank peserta ke Sistem Sentral Kliring di KP Bank Indonesia tanpa menyampaikan
fisik warkat (paperless).
Loan to Deposit Ratio (LDR)
Adalah rasio antara jumlah kredit yang disalurkan terhadap dana yang diterima
(giro, tabungan dan deposito).
Net Interest Income (NII)
Adalah antara pendapatan bunga dikurangi dengan beban bunga.
Non Core Deposit (NCD)
Adalah dana masyarakat yang sensitif terhadap pergerakan suku bunga. Dalam
laporan ini, NCD diasumsikan terdiri dari 30% giro, 30% tabungan dan 10%
deposito berjangka waktu 1-3 bulan.
Non Performing Loans/Financing (NLPs/Ls)
Adalah kredit/pembiayaan yang termasuk dalam kualitas Kurang Lancar, Diragukan
dan Macet
Penyisihan Pengghapusan Aktiva Produktif (PPAP)
Adalah suatu pencadangan untuk mengantisipasi kerugian yang mungkin timbul
dari tidak tertagihnya kredit yang diberikan oleh bank. Besaran PPAP ditentukan
dari kualitas kredit. Semakin buruk kualitas kredit, semakin besar PPAP yang
dibentuk. Misalnya, PPAP untuk kredit yang tergolong Kurang Lancar adalah 15%
dari jumlah kredit Kurang Lancar (setelah dikurangi agunan), sedangkan untuk
kredit Macet, PPAP yang harus dibentuk adalah 100% dari total kredit macet
(setelah dikurangi agunan).
Rasio Non Performing Loans/Financing (NPLs/Fs)
Adalah rasio kredit/pembiayaan yang tergolong NPLs/Fs terhadap total
kredit/pembiayaan. Rasio ini juga sering disebut rasio NPLs/Fs gross. Semakin
rendah rasio NPLs/Fs, semakin baik kondisi bank ysb.
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Daftar Istilah
xviii
Rasio Non Performing Loans (NPLs) Net
Adalah rasio kredit yang tergolong NPLs, setelah dikurangi pembentukan
Penyisihan Pengghapusan Aktiva Produktif (PPAP), terhadap total kredit
Sistem Bank Indonesia Real Time Settlement (BI RTGS)
Adalah proses penyelesaian akhir transaksi pembayaran yang dilakukan seketika
(real time) dengan mendebet maupun mengkredit rekening peserta pada saat
bersamaan sesuai perintah pembayaran dan penerimaan pembayaran.
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKN-BI)
Adalah sistem kliring Bank Indonesia yang meliputi kliring debet dan kliring kredit
yang penyelesaian akhirnya dilakukan secara nasional.