Kesenjangan Diri Aktual-Ideal Guru Bimbingan dan Konseling ...
KAJIAN EKONOMI DAN Pertumbuhan Ekonomi Aktual..... 95 Tabel 7.2. Outlook Perekonomian Global..... 97...
-
Upload
truongtuyen -
Category
Documents
-
view
221 -
download
0
Transcript of KAJIAN EKONOMI DAN Pertumbuhan Ekonomi Aktual..... 95 Tabel 7.2. Outlook Perekonomian Global..... 97...
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
MEI
website : www.bi.go.id
KAJIAN EKONOMI DAN
2017
KEUANGAN REGIONAL
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
VISI BANK INDONESIA :
kredibel dan terbaik di regional
melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian
inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil
MISI BANK INDONESIA :
1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi
kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi
yang berkualitas;
2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien
serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk
mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi
pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional;
3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang
berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan
stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan
akses dan kepentingan nasional;
4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia
yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta
melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka
NILAI-NILAI STRATEGIS ORGANISASI BANK INDONESIA :
-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen, dan pegawai
untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri atas Trust and Integrity,
Professionalism, Excellence, Public Interest, dan Coordination and Teamwork
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Kata Pengantar
iii
BUKU Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Riau ini merupakan
kajian triwulanan yang berisi analisis perkembangan ekonomi dan perbankan di
Provinsi Riau. Terbitan kali ini memberikan gambaran perkembangan ekonomi dan
perbankan di Provinsi Riau pada triwulan I-2017 dengan penekanan pada kondisi
ekonomi makro regional antara lain, Asesmen Pertumbuhan Ekonomi Daerah,
Asesmen Inflasi Daerah, Asesmen Keuangan Pemerintah, Asesmen Stabilitas
Keuangan Daerah dan Pengembangan Ekonomi, Asesmen Penyelenggaraan Sistem
Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah, Asesmen Ketenagakerjaan dan
Kesejahteraan, serta Prospek Perekonomian tahun 2017 berdasarkan indikator
terkini. Analisis dilakukan berdasarkan data bulanan bank umum, data ekspor-
impor yang diolah oleh Kantor Pusat Bank Indonesia, hasil survei Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Provinsi Riau, data PDRB dan Inflasi yang diterbitkan Badan Pusat
Statistik (BPS) Provinsi Riau, serta data pendukung yang diperoleh dari Organisasi
Perangkat Daerah (OPD) Provinsi Riau dan instansi/lembaga lainnya, termasuk
informasi anekdotal terkait.
Tujuan dari penyusunan buku KEKR ini adalah untuk memberikan informasi kepada
stakeholders tentang perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Riau,
dengan harapan kajian tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu sumber
referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak
lain dalam pengambilan keputusan.
Pekanbaru, Mei 2017
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
Siti Astiyah Direktur
KATA PENGANTARR
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Kata Pengantar
iv
duduk di rumah memegang amanah
duduk di tanah memegang petuah
duduk di kampung menjadi payung
duduk di banjar bertunjuk ajar
duduk di ladang tenggang menenggang
duduk di negeri tahukan diri
duduk di dusun ia penyantun
duduk beramai elok perangai
apa tanda Melayu bertuah,
tahu berguru pada yang sudah
tahu berbuat pada yang ada
tahu memandang jauh ke muka
apa tanda Melayu terbilang,
dada lapang pandangan panjang
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Daftar Isi
v
HALAMAN
Kata Pengantar ..................................................................................................... iii
Daftar Isi ............................................................................................................... v
Daftar Tabel .......................................................................................................... viii
Daftar Grafik ......................................................................................................... ix
Daftar Gambar....................................................................................................... xiii
Tabel Indikator Ekonomi Terpilih............................................................................ xiv
RINGKASAN EKSEKUTIF ........................................................................................ 1
BAB 1. ASESMEN PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
1.
2.
Kondisi Umum........................................................................
PDRB Sisi Penggunaan............................................................
10
12
2.1 Konsumsi ..................................................................... 13
2.2 Investasi (PMTB)............................................................. 15
2.3 Ekspor dan Impor ......................................................... 17
2.3.1. Ekspor ................................................................
2.3.2. Impor .................................................................
17
20
3. PDRB Sektoral ........................................................................ 21
3.1 Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan.................. 23
3.2 Sektor Pertambangan dan Penggalian .......................... 25
3.3 Sektor Industri Pengolahan ........................................... 27
3.4 Sektor Perdagangan, Besar dan Eceran, dan
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor.................................
28
3.5 Sektor Konstruksi.......................................................... 29
Boks 1. Kemandirian Ekonomi Pesantren
DAFTAR ISI
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Daftar Isi
vi
BAB 2. ASESMEN INFLASI DAERAH
1. Kondisi Umum............................................................................. 31
2.
Perkembangan Inflasi Provinsi Riau...............................................
2.1. Inflasi Kota............................................................................
2.1.1. Inflasi Kota Pekanbaru.................................................
2.1.2. Inflasi Kota Dumai.......................................................
2.1.3. Inflasi Kota Tembilahan...............................................
2.2. Disagregasi Inflasi (yoy).........................................................
2.2.1. Inflasi Inti (Core)..........................................................
2.2.2. Inflasi Volatile Foods....................................................
2.2.3. Inflasi Administered Price............................................
2.3. Program Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID)...................
32
38
38
39
40
42
43
44
45
46
BAB 3.
BAB 4.
ASESMEN KEUANGAN PEMERINTAH
1. Kondisi Umum..............................................................................
1. 2. Realisasi APBD Provinsi Riau Tahun 2016.......................................
2. 2.1 Realisasi Pendapatan..........................................................
3. 2.2 Realisasi Belanja.................................................................
4.
5. ASESMEN STABILITAS KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN UMKM
48
50
51
52
1. Perkembangan Sistem Keuangan Riau.......................................... 56
1.1. Ketahanan Sektor Korporasi.. ................................... 57
1.2. Ketahanan Sektor Rumah Tangga. ................................... 59
2. Kondisi Umum Perbankan Riau.................................................... 61
2.1. Perkembangan Bank Umum.............................................. 64
2.2. Perkembangan Perbankan Syariah.................................... 67
2.3. Perkembangan Kinerja Bank Perkreditan Rakyat................ 69
2.4. Perkembangan Kredit UMKM........................................... 71
BAB 5.
ASESMEN PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
1. Kondisi Umum Sistem Pembayaran Tunai dan Non Tunai.............
73
Boks 2. Ekspektasi Jelang Ramadhan
Boks 3. Pengembangan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Riau
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Daftar Isi
vii
2. Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai................................ 74
2.1. Aliran Uang Masuk dan Keluar (Inflow - Outflow)............ 74
2.2. Penyediaan Uang Kartal Layak Edar..................................
2.3. Uang Rupiah Tidak Asli....................................................
3. Perkembangan Transaksi Pembayaran Non Tunai.........................
3.1. Transaksi Kliring..............................................................
3.2. Layanan Keuangan Digital (LKD).....................................
77
78
79
79
80
BAB 6 ASESMEN KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN DAERAH
1. Kondisi Umum........................................................................... 84
2.
3.
Ketenagakerjaan........................................................................
Kesejahteraan Daerah................................................................
3.1. Penduduk Miskin Riau.......................................................
3.2. Garis Kemiskinan Riau.......................................................
3.3. Indeks Kedalaman ..............
3.4. Nilai Tukar Petani..............................................................
85
89
89
90
91
92
BAB 7
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
1. Prospek Makro Regional.......................................................... 94
2. Perkiraan Inflasi....................................................................... 100
3. Rekomendasi........................................................................... 102
Boks 4. Proteksi Perdagangan Kelapa Sawit
Daftar Istilah
xvi
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Tabel
viii
HALAMAN
Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Penggunaan (yoy).............................. 12
Tabel 1.2. Realisasi Belanja Pemerintah Daerah Provinsi Riau................................ 15
Tabel 1.3. Realisasi Investasi PMA dan PMDN Per Sektor Provinsi Riau.................. 16
Tabel 1.4. Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau (Ribu Ton).................. 17
Tabel 1.5. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Sektoral Dengan Migas (yoy,%)......... 22
Tabel 3.1. Ringkasan Realisasi APBD Provinsi Riau................................................ 55
Tabel 4.1. Kredit Lokasi Bank Menurut Sektor Ekonomi....................................... 58
Tabel 4.2. Pangsa Kredit UMKM Pulau Sumatera................................................. 71
Tabel 6.1. Tingkat Pengangguran Terbuka Pulau Sumatera.................................. 85
Tabel 6.2. Penduduk Usia 15 tahun keatas yang bekerja...................................... 86
Tabel 6.3. Garis Kemiskinan Provinsi Riau Tahun 2016......................................... 90
Tabel 7.1. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Aktual..................................... 95
Tabel 7.2. Outlook Perekonomian Global............................................................. 97
Tabel 7.3. Perkembangan Inflasi Aktual Riau........................................................ 100
DAFTAR TABEL
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Grafik
ix
HALAMAN
Grafik 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Riau dan Nasional Secara Tahunan............. 11
Grafik 1.2 Perkembangan Indeks Survei Ekspektasi Konsumen Riau................ 13
Grafik 1.3 UMP Riau....................................................................................... 14
Grafik 1.4 LS Permintaan................................................................................ 14
Grafik 1.5 Kredit Kendaraan Bermotor............................................................ 14
Grafik 1.6 Kredit Konsumsi............................................................................. 14
Grafik 1.7 Likert Scale Investasi....................................................................... 15
Grafik 1.8 Perkembangan Nilai Realisasi PMDN di Provinsi Riau....................... 16
Grafik 1.9 Perkembangan Nilai Realisasi PMA di Provinsi Riau......................... 16
Grafik 1.10 Perkembangan Volume Ekspor CPO dan Turunan Riau................. 18
Grafik 1.11 Perkembangan Volume Ekspor Pulp Riau...................................... 18
Grafik 1.12 Perkembangan Volume Ekspor Batubara Riau............................... 18
Grafik 1.13 Perkembangan Voume Ekspor Karet Olahan Riau......................... 18
Grafik 1.14 Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau Tujuan................ 19
Grafik 1.15 Konsumsi CPO Dunia................................................................... 19
Grafik 1.16 Ending Stocks CPO Dunia............................................................. 19
Grafik 1.17 Impor Non Migas......................................................................... 20
Grafik 1.18 Impor Barang Modal.................................................................... 20
Grafik 1.19 Impor Barang Intermedier............................................................. 20
Grafik 1.20 Impor Barang Konsumsi............................................................... 20
Grafik 1.21 Nilai Tukar Rupiah Terhadap......................................................... 21
Grafik 1.22 Perkembangan Pertumbuhan Subsektor Pertanian........................ 23
Grafik 1.23 Likert Scale Pertanian................................................................... 23
Grafik 1.24 Perkembangan Harga Karet.......................................................... 24
Grafik 1.25 Perkembangan Harga Sawit......................................................... 24
Grafik 1.26 Nilai Tukar Petani......................................................................... 24
Grafik 1.27 Inflasi Pedesaan............................................................................ 24
Grafik 1.28 Pertumbuhan Sektor Pertambangan dan Penggalian.................... 25
DAFTAR GRAFIK
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Grafik
x
Grafik 1.29 Perkembangan Lifting Minyak Bumi Provinsi Riau......................... 25
Grafik 1.30 Perkembangan Kegiatan Usaha Pertambangan ......................... 25
Grafik 1.31 Harga Batubara............................................................................ 26
Grafik 1.32 Perkemban ......................... 26
Grafik 1.33 Pertumbuhan Industri Pengolahan................................................ 27
Grafik 1.34 Likert Scale Industri Pengolahan................................................... 27
Grafik 1.35 Produksi CPO Dunia..................................................................... 27
Grafik 1.36 Pertumbuhan Sektor Perdagangan Berdasarkan Subsektor........... 28
Grafik 1.37 Perkiraan Pengeluaran Konsumen................................................ 28
Grafik 1.38 Likert Scale Perdagangan.............................................................. 29
Grafik 1.39 Indeks Barang Tahan Lama........................................................... 29
Grafik 1.40 Kredit Konstruksi.......................................................................... 30
Grafik 1.41 Konsumsi Semen.......................................................................... 30
Grafik 2.1 Inflasi dan Sumbangan Kelompok Barang dan Jasa (yoy)................. 34
Grafik 2.2 Perkembangan Inflasi Nasional, Riau dan Sumatera (yoy)................ 35
Grafik 2.3 Perkembangan Inflasi Ketiga Kota di Riau (yoy)............................... 35
Grafik 2.4 Inflasi dan Kontribusi Kelompok Barang dan Jasa (yoy)................... 35
Grafik 2.5 Perkembangan Inflasi Riau Nasional secara Triwulanan (qtq)........... 36
Grafik 2.6 Historis Inflasi selama Tw I 2017 di Provinsi Riau (qtq)..................... 36
Grafik 2.7 Inflasi dan Kontribusi Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa........ 37
Grafik 2.8 Perkembangan Inflasi Kota Pekanbaru dan Rata-rata Historis.......... 39
Grafik 2.9 Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Pekanbaru........... 39
Grafik 2.10 Perkembangan Inflasi Dumai......................................................... 40
Grafik 2.11 Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Dumai............... 40
Grafik 2.12 Perkembangan Inflasi Tembilahan................................................ 41
Grafik 2.13 Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Tembilahan...... 41
Grafik 2.14 Inflasi IHK dan Disagregasi Inflasi (mtm).......................................... 42
Grafik 2.15 Inflasi IHK dan Disagregasi Inflasi (yoy).......................................... 42
Grafik 2.16 Perkembangan Inflasi Inti (core) di Riau (yoy)................................ 43
Grafik 2.17 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap USD......................... 43
Grafik 2.18 Perkembangan Harga Emas Dunia................................................ 43
Grafik 2.19 Perkembangan Inflasi Tradables Goods dan Non Tradable............ 43
Grafik 2.20 Perkembangan Inflasi Volatile Food di Riau (yoy)........................... 44
Grafik 2.21 Perkembangan Harga Komoditas Bumbu-bumbuan Pekanbaru..... 44
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Grafik
xi
Grafik 2.22 Perkembangan Harga Komoditas Beras di Pekanbaru................... 44
Grafik 2.23 Perkembangan Harga Daging dan Telur....................................... 44
Grafik 2.24 Perkembangan Inflasi Administered Price (yoy)............................. 46
Grafik 3.1 Perkembangan Anggaran APBD di Provinsi Riau 2015-2017........... 49
Grafik 3.2 ........................................................ 50
Grafik 3.3 Realisasi Pendapatan Provinsi Riau.................................................. 51
Grafik 3.4 Realisasi Pos Belanja Tidak Langsung Provinsi Riau.......................... 52
Grafik 3.5 Realisasi Pos Belanja Langsung Provinsi Riau................................... 53
Grafik 3.6 Perkembangan Pengeluaran Daerah Provinsi Riau........................... 54
Grafik 4.1 Growth Subsektor Pertanian dan Perdagangan............................... 58
Grafik 4.2 Pangsa Subsektor Pertanian dan Perdagangan................................ 58
Grafik 4.3 Hasil Survei Konsumen Bank Indonesia........................................... 59
Grafik 4.4 Perkembangan Kredit Perumahan.................................................. 59
Grafik 4.5 Perkembangan Kredit Kendaraan Bermotor.................................... 60
Grafik 4.6 Pertumbuhan Kredit Multiguna...................................................... 60
Grafik 4.7 Perkembangan Kredit Durable Goods............................................. 61
Grafik 4.8 Hasil Survei Konsumen Bank Indonesia........................................... 62
Grafik 4.9 Perkembangan Aset Perbankan Riau.............................................. 62
Grafik 4.10 Perkembangan DPK Provinsi Riau................................................. 63
Grafik 4.11 Perkembangan Kredit Perbankan Riau.......................................... 63
Grafik 4.12 Perke ................................... 68
Grafik 4.13 Perkembangan Aset Perbankan Syariah........................................ 68
Grafik 4.14 DPK Perbankan Syariah Menurut Jenis Simpanan.......................... 69
Grafik 4.15 Pertumbuhan Pembiayaan Perbankan Syariah............................... 69
Grafik 4.16 Perkembangan Aset BPR/S............................................................ 69
Grafik 4.17 Perkembangan DPK BPR/S............................................................ 70
Grafik 4.18 Perkembangan Kredit BPR/S......................................................... 70
Grafik 4.19 Perkembangan NPL BPR/S............................................................. 71
Grafik 4.20 Perkembangan dan Pertumbuhan Kredit UMKM.......................... 71
Grafik 4.21 Pangsa Kredit UMKM Pulau Sumatera.......................................... 72
Grafik 4.22 Perkembangan NPL Kredit UMKM................................................ 72
Grafik 5.1 Perkembangan Inflow dan Outflow................................................ 74
Grafik 5.2 Perkembangan Inflow dan Outflow................................................ 74
Grafik 5.3 Pergerakan Pertumbuhan Konsumsi (qtq) dan Outflow (qtq).......... 76
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Grafik
xii
Grafik 5.4 Perkembangan UTLE yang di musnahkan....................................... 78
Grafik 5.5 Perkembangan Peredaran Uang Rupiah Tidak Asli.......................... 79
Grafik 5.6 Perkembangan Nilai Transaksi Kliring.............................................. 80
Grafik 5.7 Perkembangan Volume Transaksi Kliring........................................ 80
Grafik 5.8 Jumlah Agen LKD Spasial............................................................... 82
Grafik 6.1 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Agustus 2016................ 85
Grafik 6.2 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Agustus 2016....................... 85
Grafik 6.3 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja............................... 86
Grafik 6.4 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja............................... 87
Grafik 6.5 Jumlah Jam Kerja Per Minggu Agustus 2016.................................. 88
Grafik 6.6 Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan........................................... 88
Grafik 6.7 Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan...................... 88
Grafik 6.8 Perkembangan Penduduk Miskin Riau............................................ 89
Grafik 6.9 Sebaran Penduduk Miskin Riau....................................................... 89
Grafik 6.10 Perkembangan Indeks Kedalaman Kemiskinan Riau...................... 91
Grafik 6.11 Perkembangan Indeks Keparahan Kemiskinan Riau...................... 91
Grafik 6.12 Perkembangan Nilai Tukar Petani................................................. 92
Grafik 7.1 Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen.................................. 96
Grafik 7.2 Perkembangan Indeks Ekspektasi Konsumen.................................. 96
Grafik 7.3 Tracking Inflasi SPH dan BPS........................................................... 101
Grafik 7.4 Perkiraan Harga Mendatang........................................................... 101
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Gambar
xiii
HALAMAN
Gambar 2.1. Inflasi Riau, Sumatera dan Nasional Tw I 2017 dibandingkan
dengan Historisnya (yoy)............................................................
32
Gambar 2.2. Framework Program TPID 2017.................................................. 47
DAFTAR GAMBAR
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Tabel Indikator
xiv
2017
I II III IV I II III IV IIndeks Harga Konsumen*) :
- Provinsi Riau 118,39 120,73 121,55 123,08 123,63 123,04 123,53 128,05 129,85
- Kota Pekanbaru 117,98 120,31 121,04 122,80 123,16 122,29 125,12 127,95 129,53
- Kota Dumai 118,50 120,83 122,16 122,75 124,23 124,48 125,91 127,63 130,85
- Kota Tembilahan 122,58 124,94 125,77 126,62 127,48 128,23 129,02 129,89 131,26
Laju Inflasi Tahunan (yoy, %) :
- Provinsi Riau 6,17 7,39 5,70 2,65 4,42 1,92 3,27 4,04 5,02
- Kota Pekanbaru 6,16 7,53 5,70 2,71 4,39 1,65 3,37 4,19 5,17
- Kota Dumai 6,50 7,29 6,21 2,63 4,84 3,02 3,07 3,98 5,33
- Kota Tembilahan 5,63 6,23 4,71 2,06 4,00 2,63 2,58 2,58 2,97
Pertumbuhan PDRB (yoy %, dengan migas) (0,03) (2,06) (1,36) 4,39 2,74 2,75 1,26 2,22 2,82
Nilai Ekspor Non Migas (Juta USD) 2.596,67 3.009,73 2.558,21 2.670,62 2.220,90 2.633,10 2.825,90 3.542,48 3.675,30
Volume Ekspor Non Migas (ribu Ton) 4.348,07 5.124,70 4.697,83 5.378,75 4.183,82 4.311,28 4.667,19 5.726,23 5.466,24
Nilai Impor Non Migas (Juta USD) 304,74 280,97 303,32 195,42 265,06 308,58 269,62 230,97 211,25
Volume Impor Non Migas (ribu Ton) 723,88 531,30 482,82 390,43 670,27 657,14 635,96 607,88 614,64
2017
I II III IV I II III IV IBank Umum
Total Aset (dalam Rp Juta) 90.534.888 98.451.429 95.323.470 81.686.208 84.514.141 87.150.773 87.903.910 88.418.334 97.413.710
DPK (dalam Rp Juta) 66.525.297 70.420.859 69.189.487 62.050.178 62.588.183 65.616.219 66.367.322 66.694.915 72.224.755
- Giro 15.108.109 15.301.001 14.785.606 9.874.611 11.909.735 11.691.981 11.296.303 10.170.171 12.952.275
- Tabungan 27.139.376 27.688.804 28.427.087 31.117.804 28.694.078 30.903.236 31.178.733 34.332.524 33.449.661
- Deposito 24.277.812 27.431.054 25.976.795 21.057.764 21.984.370 23.021.002 23.892.287 22.192.220 25.822.819
Kredit (dalam Rp Juta) 52.401.716 54.012.485 54.946.577 56.538.247 56.252.232 58.325.238 58.407.053 58.391.877 57.877.680
- Modal Kerja 16.078.784 16.801.235 16.801.524 17.653.632 17.488.673 18.650.406 18.611.309 18.292.928 17.889.152
- Investasi 16.716.814 17.125.784 17.428.770 17.480.648 17.203.391 17.571.645 17.133.957 16.796.593 16.377.748
- Konsumsi 19.606.118 20.085.465 20.716.283 21.403.968 21.560.168 22.103.187 22.661.787 23.302.356 23.610.780
- LDR (%) 78,77 76,70 79,41 91,12 89,88 88,89 88,01 87,55 80,14
- NPL (%) 3,64 4,16 4,34 3,71 4,07 3,98 3,91 3,44 3,53
Kredit UMKM (dalam Rp Juta) 19.809.940 20.212.276 19.894.360 19.884.668 19.905.368 20.633.645 20.495.810 20.384.469 20.172.660
- Mikro 5.461.112 5.531.045 5.465.328 5.645.990 5.835.773 6.105.089 6.081.458 6.201.696 6.191.162
- Kecil 7.439.193 7.775.301 7.771.320 7.687.958 7.791.884 8.063.526 8.000.244 7.987.938 7.819.176
- Menengah 6.909.635 6.905.929 6.657.713 6.550.721 6.277.711 6.465.029 6.414.108 6.194.835 6.162.322
NPL UMKM (%) 6,20 6,71 7,41 6,76 7,65 7,69 7,29 6,26 6,54
BPR
Total Aset (dalam Rp Juta) 1.189.489 1.185.757 1.186.762 1.228.315 1.246.785 1.252.252 1.289.943 1.330.013 1.359.583
DPK (dalam Rp Juta) 847.560 857.250 881.188 877.171 895.393 911.325 947.369 983.399 1.008.430
- Tabungan 364.632 349.230 353.742 348.011 347.972 337.076 359.182 363.207 375.372
- Deposito 482.929 508.020 527.447 529.160 547.421 574.250 588.187 620.193 633.058
Kredit (dalam Rp Juta) - berdasarkan lokasi proyek 864.307 911.096 916.504 907.081 916.870 957.829 953.911 957.239 947.477
Rasio NPL (%) 14,45 13,84 14,39 12,92 14,08 13,76 14,07 13,21 14,40
LDR (%) 101,98 106,28 104,01 103,41 102,40 105,10 100,69 97,34 93,96
20162015
B. PERBANKAN
INDIKATOR
A. INFLASI DAN PDRB
INDIKATOR20162015
TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Tabel Indikator
xv
C. SISTEM PEMBAYARAN
2017
I II III IV I II III IV I
(111.261) 2.575.811 1.801.608 3.405.622 (264.922) 5.668.369 175.963 3.999.341 365.956
1.798.608 1.405.848 2.414.612 1.224.352 2.253.374 1.293.835 3.014.802 1.521.300 2.708.511
1.687.347 3.981.659 4.216.220 4.629.974 1.988.452 6.962.203 3.190.765 5.520.641 3.074.467
Pemusnahan Uang (Jutaan lembar/keping) 185.727 303.590 171.823 313.207 799.259 614.941 955.228 766.843 1.561.072
Nominal Transaksi RTGS (Rp miliar) *) 89.640 109.603 88.477 68.937 - - - - -
Volume Transaksi RTGS (lembar) *) 31.363 32.636 30.853 13.564 - - - - -
Rata-rata Harian Nominal Transaksi RTGS (Rp miliar) 1.446 1.797 1.404 1.094 - - - - -
Rata-rata Harian Volume Transaksi RTGS (lembar) 506 535 490 215 - - - - -
Nominal Transaksi Kliring (Rp miliar) 7.881 5.163 8.684 7.366 6.890 6.560 6.374 6.607 6.149
Volume Transaksi Kliring (lembar) 254.005 135.164 237.984 206.110 209.067 194.424 191.425 201.373 190.181
Rata-rata Harian Nominal Transaksi Kliring (Rp miliar) 127 85 138 117 113 104 106 105 99
Rata-rata Harian Volume Transaksi Kliring (lembar) 62 61 63 63 61 63 60 63 62
2015 2016
Inflow (dalam Rp Juta)
Outflow (dalam Rp Juta)
Posisi Kas Gabungan (dalam Rp Juta)
INDIKATOR
TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Ringkasan Eksekutif
1
GAMBARAN UMUM
Perekonomian Riau pada triwulan I 2017 tumbuh sebesar 2,82% (yoy), mengalami
peningkatan jika dibandingkan triwulan IV 2016 yang sebesar 2,22% (yoy).
Demikian juga dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang menunjukkan
peningkatan dari 4,94% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 5,01% (yoy)
pada triwulan laporan. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Sumatera pada
triwulan I 2017 mengalami perlambatan dari 4,49% (yoy) pada triwulan IV 2016
menjadi 4,05% (yoy). Namun demikian, angka pertumbuhan ekonomi tersebut
Perekonomian Riau pada triwulan I-2017 tercatat sebesar 2,82% (yoy), meningkat jika dibandingkan triwulan IV-2016 yang sebesar
2,22% (yoy).
RINGKASAN EKSEKUTIF
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Ringkasan Eksekutif
2
menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Riau masih lebih rendah dibandingkan
Nasional dan Sumatera.
I. ASSESMEN PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Peningkatan dari sisi penggunaan terutama bersumber dari kenaikan
konsumsi, investasi, dan perbaikan ekspor. Disisi lain, meningkatnya
pertumbuhan ekonomi Riau juga disumbang oleh kenaikan sektor utama
seperti pertanian, industri pengolahan, dan perdagangan besar eceran.
Namun demikian, pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi tertahan oleh
menurunnya kinerja sektor konstruksi seiring dengan menurunnya
konsumsi semen, impor barang modal, dan menurunnya pertumbuhan
kredit konstruksi. Hal ini juga dipengaruhi oleh realisasi keuangan fisik
Pemerintahan Kabupaten yang masih rendah akibat minimnya ketersediaan
anggaran sehingga OPD belom bisa melaksanakan kegiatan dengan
maksimal.
Memasuki triwulan II 2017, indikasi perbaikan perekonomian masih cukup
kuat. Kinerja perekonomian Riau pada triwulan mendatang diperkirakan
masih ditopang oleh permintaan domestik yang kuat. Perekonomian Riau
pada triwulan II 2017 diperkirakan berada pada kisaran 2,40 3,40% (yoy),
lebih tinggi dibandingkan capaian triwulan I 2017. Peningkatan ini
utamanya didorong oleh peningkatan konsumsi rumah tangga, konsumsi
pemerintah, dan investasi. Sedangkan dari sisi penawaran, sumber
pertumbuhan ekonomi didorong oleh kinerja sektor konstruksi, dan
perdagangan besar eceran ke depan. Meskipun demikian, masih terdapat
beberapa faktor risiko yang mewarnai perekonomian Riau ke depan yang
perlu diantisipasi lebih lanjut. Kondisi ini terindikasi dari menurunnya harga
komoditas perkebunan global seperti CPO dan Karet pada awal triwulan II
2017 sehingga berpengaruh terhadap perlambatan kinerja sektor
perkebunan dan industri pengolahan yang juga berimbas terhadap
melambatnya net ekspor.
Meningkatnya pertumbuhan ekonomi Riau triwulan I-2017 bersumber dari meningkatnya konsumsi, investasi, dan perbaikan net ekspor. Sedangkan dari sisi penawaran, pertumbuhan didorong sektor pertanian, industri pengolahan, dan
perdagangan
Perkembangan berbagai indikator ekonomi terkini mengindikasikan membaiknya kinerja ekonomi Riau
triwulan II-2017.
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Ringkasan Eksekutif
3
II. ASSESMEN INFLASI DAERAH
Inflasi Riau pada triwulan I 2017 tercatat 5,02% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan triwulan IV 2016 yang sebesar 4,04% (yoy), dan lebih tinggi
dibandingkan triwulan I 2016 yang sebesar 4,42% (yoy). Kondisi ini sejalan
dengan perkembangan inflasi nasional yang menunjukkan peningkatan
dari 3,02% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi 3,61% (yoy) pada triwulan
I 2017, meskipun realisasi inflasi nasional tersebut lebih rendah
dibandingkan inflasi triwulan I 2015 yang sebesar 4,45% (yoy).
Secara tahunan, meningkatnya tekanan inflasi Riau bersumber dari
komponen administered price dan inflasi core. Peningkatan tekanan inflasi
administered price secara tahunan didorong oleh kenaikan tarif listrik
sebagai dampak lanjutan adanya kebijakan pemerintah dalam memberikan
subsidi tepat sasaran. Kebijakan tersebut membedakan golongan tariff
listrik dengan daya 900VA menjadi rumah tangga mampu dan rumah
tangga miskin, dimana golongan tariff listrik R-1/900 VA khusus rumah
tangga mampu terkena pemberlakuan kenaikan bertahap setiap 2 bulan
yaitu 1 Januari 2017, 1 Maret 2017, 1 Mei 2017 dan 1 Juli 2017.
Inflasi tahunan tertinggi terjadi di Kota Dumai mencapai 5,33% (yoy),
diikuti oleh Kota Pekanbaru dan Kota Tembilahan masing-masing 5,17%
dan 2,97% (yoy). Tekanan inflasi di ketiga kota tersebut menunjukkan
peningkatan bila dibandingkan dengan triwulan IV 2016 yang masing-
masing tercatat 3,98%, 4,19%, dan 2,58% (yoy). Tingkat inflasi antar
ketiga kota (terutama Tembilahan dengan Pekanbaru dan Dumai)
mencerminkan disparitas inflasi yang relatif mengecil.
Tekanan inflasi Riau pada triwulan II 2017 diperkirakan meningkat pada
kisaran 7,0+0,5% (yoy) dengan tendensi bias ke atas dari sasaran inflasi
nasional. Meningkatnya tekanan inflasi diperkirakan terutama berasal dari
inflasi kelompok volatile food karena meningkatnya harga barang seiring
dengan meningkatnya permintaan masyarakat menjelang ramadhan dan
Idul Fitri. Selain itu, dampak lanjutan reformasi subsidi energi diperkirakan
Secara tahunan, meningkatnya tekanan inflasi terutama bersumber dari komponen administered price dan inflasi
core.
Inflasi Provinsi Riau pada triwulan I-2017 tercatat sebesar 5,02% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan IV-2016 sebesar 4,04%
(yoy).
Inflasi tahunan tertinggi terjadi di Kota Dumai, diikuti Pekanbaru dan Tembilahan.
Inflasi Riau pada triwulan II-2017 diperkirakan meningkat dengan tendensi bias ke atas dari sasaran
inflasi nasional.
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Ringkasan Eksekutif
4
masih akan terus berlanjut pasca dicabutnya subsidi listrik tahap III per 1
Mei Tahun 2017.
III. ASSESMEN KEUANGAN PEMERINTAH
Perkembangan realisasi APBD Provinsi Riau hingga triwulan I 2017 secara
umum tercatat lebih baik apabila dibandingkan dengan periode yang sama
pada tahun 2016. Hingga Maret 2017, pendapatan daerah Provinsi Riau
tercatat terealisasi sebesar Rp1,78 triliun atau secara prosentase mencapai
20,11% dari total yang dianggarkan. Realisasi pendapatan ini lebih baik
apabila dibandingkan dengan realisasi yang tercapai pada periode yang
sama di tahun 2016 yang mencapai Rp1,46 triliun atau secara prosentase
19,25% dari total yang dianggarkan.
Dari sisi belanja daerah, selama triwulan I 2017 angka realisasi belanja
tercatat sebesar Rp562,35 miliar atau secara persentase mencapai 5,11%
dari total yang dianggarkan sebesar Rp11,008 triliun. Realisasi tersebut
lebih baik apabila dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2016
yang terealisasi sebesar Rp504,49 miliar atau secara persentase 4,60% dari
total Rp10,972 triliun yang dianggarkan. Peningkatan berasal dari
komponen belanja tidak langsung dan belanja langsung.
IV. ASSESMEN STABILITAS KEUANGAN DAERAH DAN
PENGEMBANGAN EKONOMI
Tekanan stabilitas keuangan Riau pada triwulan I 2017 cukup terjaga
seiring dengan membaiknya kinerja ekonomi. Pertumbuhan aset dan DPK
perbankan Riau pada triwulan pelaporan meningkat menjadi masing-
masing sebesar 15,26%(yoy) dan 15,40% (yoy), dari sebesar masing-
masing 8,24% (yoy) dan 7,49% (yoy) di triwulan sebelumnya. Sementara
itu, sesuai pola musiman kredit yang biasanya melambat di awal tahun,
pertumbuhan kredit perbankan Riau juga melambat menjadi sebesar
2,89% (yoy), dibandingkan triwulan IV 2016 yang tercatat 3,28% (yoy).
Seiring dengan melambatnya penyaluran kredit, risiko kredit perbankan
sedikit naik dari 3,44% menjadi 3,53% di triwulan I 2017 terutama karena
Tekanan stabilitas keuangan di Provinsi Riau pada pada triwulan I 2017 cukup terjaga seiring dengan membaiknya kinerja ekonomi.
Realisasi APBD Provinsi Riau hingga Triwulan I-2017 secara umum tercatat
lebih baik.
Realisasi belanja APBD per 30 Maret 2017 tercatat 5,11% lebih tinggi dibandingkan periode yang sama 2016 sebesar
4,60%.
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Ringkasan Eksekutif
5
dipengaruhi oleh base effect, namun secara umum masih dalam batas
wajar atau threshold non-performing loan (NPL) .
Indikator utama kinerja perbankan di Riau pada triwulan I 2017
menunjukkan kinerja yang meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya. Total aset bank umum di Riau pada triwulan I 2017
tercatat sebesar Rp97,41 triliun. Total aset perbankan Riau tercatat
mengalami pertumbuhan sebesar 15,26% (yoy) pada triwulan
laporan, atau meningkat dibandingkan triwulan lalu yang tumbuh
sebesar 8,24% (yoy).
Sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan aset, pertumbuhan
DPK perbankan Riau pada triwulan I 2017 juga mengalami
peningkatan. Pada triwulan I 2017, DPK tumbuh sebesar 15,40%
(yoy), atau meningkat dibandingkan triwulan IV 2016 yang tumbuh
sebesar 7,49% (yoy). Posisi DPK pada triwulan laporan tercatat
sebesar Rp72,22 triliun. Komposisi DPK Riau relatif tidak berubah
dalam kurun waktu lima tahun terakhir, dengan porsi utama
berupa tabungan (46,31%), diikuti oleh deposito (35,75%) dan
giro (17,93%).
Seiring meningkatnya pertumbuhan aset dan DPK, penyaluran
kredit tetap tumbuh positif meskipun mengalami perlambatan
karena faktor musiman. Pada triwulan I 2017, kredit perbankan
Riau tumbuh 2,89% (yoy), melambat dibandingkan triwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar 3,28% (yoy). Total kredit
perbankan Riau pada triwulan I 2017 tercatat sebesar Rp57,88
triliun, sedikit lebih rendah dari outstanding kredit triwulan IV 2016
yang tercatat sebesar Rp58,39 triliun.
Dipengaruhi oleh menurunnya outstanding kredit, kualitas kredit
perbankan Riau sedikit meningkat pada triwulan laporan. Pada
triwulan I 2017, Non-Performing Loan (NPL) berada pada level
3,53%, atau naik tipis dibandingkan NPL Riau pada triwulan lalu
yang tercatat sebesar 3,44%.
Indikator utama kinerja perbankan di Provinsi Riau pada triwulan I-2017 menunjukkan kinerja yang
meningkat.
Pada triwulan I-2017 DPK tumbuh sebesar 15,40% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan IV-2016 yang sebesar 7,49%
(yoy).
Pada triwulan I-2017 kredit perbankan Riau tumbuh 2,89% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar
3,28% (yoy).
Kualitas kredit pada triwulan laporan
sedikit meningkat.
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Ringkasan Eksekutif
6
Loan to deposit ratio (LDR) perbankan Riau pada triwulan I
2017 mengalami penurunan. LDR pada triwulan laporan tercatat
sebesar 80,14%, sedikit lebih rendah dari triwulan IV 2016 yang
tercatat sebesar 87,69%. Penurunan LDR ini disebabkan oleh laju
pertumbuhan penyaluran pembiayaan yang lebih rendah
dibandingkan penghimpunan DPK yang dilakukan oleh bank.
V. ASSESMEN PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN
PENGELOLAAN UANG RUPIAH
Perkembangan transaksi pembayaran tunai di Provinsi Riau pada triwulan I
2017 tercatat mengalami net outflow, hal ini sedikit berbeda dengan
kondisi yang terjadi pada triwulan yang sama pada tahun sebelumnya.
Apabila dibandingkan dengan triwulan I 2016, transaksi pembayaran tunai
di Provinsi Riau mencatat pertumbuhan outflow hingga 238%. Secara
umum pada triwulan I 2017 terjadi peningkatan inflow sebesar Rp455
miliar atau meningkat hingga 78,04% (qtq) jika dibandingkan dengan
triwulan IV 2016, sementara outflow tercatat mengalami penurunan
sebanyak Rp1,08 triliun atau turun hingga 44,31% (qtq) yang utamanya
didorong oleh seasonal factor akibat masih rendahnya konsumsi
pemerintah dan masyarakat di awal tahun anggaran. Apabila dibandingkan
dengan posisi triwulan I 2016, arus uang masuk (inflow) meningkat sebesar
20.20% (yoy) sejalan dengan arus uang keluar (outflow) yang juga
meningkat drastis sebesar 54.62% (yoy). Sementara itu, transaksi non tunai
melalui kliring mengalami penurunan baik dari sisi nominal maupun
volume. Dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya,
transaksi kliring dari sisi nominal dan volume mengalami kontraksi secara
berturut-turut sebesar 10,75% dan 9,03%.
Untuk meningkatkan kualitas uang beredar di masyarakat, KPw BI Provinsi
Riau melakukan kerjasama dengan 48 Bank Umum di Provinsi Riau untuk
melayani masyarakat dalam hal penukaran uang lusuh. Selain itu Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau juga rutin melakukan kegiatan kas
keliling wholesale untuk perbankan dan kas keliling retail untuk melayani
masyarakat umum di Provinsi Riau. Upaya lain yang dilakukan oleh Kantor
Perkembangan transaksi pembayaran tunai di Provinsi Riau pada triwulan I-2017 mengalami net
outflow.
Secara berkala Bank Indonesia melakukan layanan penukaran uang lusuh, kas keliling, dan membuka kas titipan.
Seiring dengan menurunnya kredi dan tumbuh meningkatnya DPK, rasio LDR mengalami penurunan.
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Ringkasan Eksekutif
7
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau adalah membuka kas titipan
perbankan untuk mendukung penyebaran uang layak edar agar dapat
didistribusikan sampai ke pelosok daerah. Kas titipan yang sudah
beroperasi normal berada di Kota Dumai dengan plafon sebesar Rp100
miliar sejak Triwulan IV-2016 yang sebelumnya hanya sebesar Rp50 miliar.
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau juga telah membuka kas
titipan baru yang mulai beroperasi pada Triwulan IV-2016 di Kota Rengat
(Rokan Hulu) dengan plafon sebesar Rp100 miliar.
VI. ASSESMEN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Perkembangan ketenagakerjaan dan kesejahteraan di Provinsi Riau pada
Februari 2017 menunjukkan perkembangan yang terus membaik. Sejumlah
indikator memperlihatkan terjadinya peningkatan kualitas ketenagakerjaan,
antara lain menurunnya angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Riau
dari 5,94% pada Februari 2016 menjadi 5,76% pada Februari 2017.
Sementara perkembangan kesejahteraan di Provinsi Riau juga membaik
terlihat dari penurunan persentase jumlah penduduk miskin dibanding
jumlah penduduk di Riau yakni dari 8,82% pada September 2015 menjadi
7,67% pada September 2016 dan peningkatan Nilai Tukar Petani dari
102,23 pada triwulan IV 2016 menjadi 103,50 pada triwulan I 2017.
VII. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
Perkembangan ekonomi Riau pada triwulan III 2017 secara umum
diperkirakan tumbuh meningkat, berada pada kisaran 2,5+0,5%(yoy)
dengan tendensi ke arah batas atas. Sumber pertumbuhan dari sisi
penggunaan diperkirakan berasal dari konsumsi rumah tangga, dan net
ekspor yang tumbuh positif dan meningkat jika dibandingkan triwulan I
2017. Sementara itu, secara sektoral peningkatan kinerja diperkirakan
berasal dari sektor pertanian, industri pengolahan dan perdagangan besar
dan eceran. Di sisi lain pertumbuhan ekonomi Riau tertahan oleh
melambatnya konsumsi pemerintah, dan investasi. Disisi lain, melambatnya
investasi mempengaruhi kinerja sektor konstruksi, serta masih berlanjutnya
Perkembangan ekonomi Riau pada triwulan II-2017 secara umum diperkirakan tumbuh meningkat, berada pada kisaran 2,5+0,5%(yoy) dengan tendensi ke
arah batas atas.
Perkembangan ketenagakerjaan dan kesejahteraan daerah periode Februari 2017 terindikasi
membaik.
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Ringkasan Eksekutif
8
kontraksi sektor pertambangan dan penggalian diperkirakan menahan laju
pertumbuhan ekonomi Riau.
Secara keseluruhan tahun 2017, pertumbuhan ekonomi Riau diperkirakan
akan mencapai 2,5-3,5% (yoy), lebih tinggi jika dibandingkan tahun 2016
yang sebesar 2,23% (yoy). Laju pertumbuhan tertinggi dari sisi
penggunaan diperkirakan bersumber dari net ekspor, konsumsi
pemerintah, investasi, dan konsumsi rumah tangga. Sementara dari sisi
sektoral, sektor pertanian, industri pengolahan, konstruksi, dan
perdagangan yang menjadi sektor unggulan Riau juga mengalami
peningkatan. Namun peningkatan yang lebih tinggi tertahan oleh sektor
pertambangan dan penggalian yang diperkirakan mengalami kontraksi
yang lebih dalam dibandingkan tahun lalu.
Inflasi Provinsi triwulan III 2017 diperkirakan berada pada kisaran 6,0+0,5%
(yoy) dengan tendensi ke arah batas atas. Tingkat inflasi triwulan III 2017
diperkirakan lebih tinggi jika dibandingkan triwulan yang sama tahun
2016. Secara keseluruhan tahun 2017, tingkat inflasi diperkirakan berkisar
antara 4,0-5,0% (yoy) dengan tendensi ke arah batas atas, lebih tinggi
dibandingkan capaian tahun 2016 yang sebesar 4,04% (yoy). Peningkatan
tersebut disebabkan oleh peningkatan harga terutama bahan makanan
yang cukup tinggi pada awal tahun 2017, penyesuaian tarif listrik dan
penyesuaian harga BBM.
Faktor pendorong inflasi Riau pada tahun 2017 diperkirakan terutama
berasal dari inflasi kelompok administered price seiring dengan dampak
lanjutan penyesuaian tarif listrik yang sudah memasuki tahap III sejak 1 Mei
2017, serta adanya rencana kenaikan harga BBM non subsidi turut menjadi
faktor yang memberikan tekanan terhadap laju inflasi kelompok
administered price. Selain itu, meningkatnya tekanan inflasi volatile food
bersumber dari kenaikan harga bahan makanan akibat keterbatasan
pasokan seiring dengan kemungkinan terjadinya la nina yang menguat
sehingga mengganggu pasokan dari beberapa sentra produksi yang
banyak memasok kebutuhan ke wilayah Riau.
Secara keseluruhan tahun 2017, pertumbuhan ekonomi Riau diperkirakan
meningkat
Faktor pendorong inflasi Riau pada tahun 2017 diperkirakan terutama berasal dari inflasi administered price
dan volatile food
Inflasi Provinsi Riau triwulan III-2017 diperkirakan berada pada kisaran 6,0+0,5% (yoy) dengan tendensi ke
arah batas atas.
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
10
1. KONDISI UMUM
Perekonomian Riau pada triwulan I 2017 tumbuh sebesar 2,82% (yoy), mengalami
peningkatan jika dibandingkan triwulan IV 2016 yang sebesar 2,22% (yoy). Kondisi
tersebut searah dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang meningkat dari 4,94%
(yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi 5,01% (yoy) pada triwulan I 2017. Sementara
itu, pertumbuhan ekonomi Sumatera pada triwulan I 2017 mengalami perlambatan
dari 4,49% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi 4,05% (yoy). Namun demikian,
angka pertumbuhan tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Riau
masih lebih rendah dibandingkan Nasional dan Sumatera (Grafik 1.1). Apabila dilihat
dari pertumbuhan ekonomi tanpa migas Riau triwulan I 2017 tercatat sebesar 4,86%
(yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 4,37% (yoy).
Bab 1 ASESMEN PERTUMBUHAN
EKONOMI DAERAH
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
11
Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau dan Nasional Secara Tahunan (yoy,%)
Sumber: BPS
Peningkatan dari sisi penggunaan terutama bersumber dari kenaikan konsumsi,
investasi, dan perbaikan ekspor, sementara dari sisi sektoral faktor utama pendorong
pertumbuhan berasal dari sektor pertanian, industri pengolahan, dan perdagangan
besar eceran. Namun demikian, pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi tertahan
oleh menurunnya kinerja sektor konstruksi seiring dengan menurunnya konsumsi
semen, impor barang modal, dan menurunnya pertumbuhan kredit konstruksi. Hal
ini dipengaruhi oleh realisasi keuangan fisik Pemerintahan Kabupaten yang masih
rendah akibat minimnya ketersediaan anggaran sehingga Organisasi Perangkat
Daerah (OPD) belum bisa melaksanakan kegiatan dengan optimal.
Memasuki triwulan II 2017, indikasi perbaikan perekonomian masih cukup kuat.
Kinerja perekonomian Riau pada triwulan mendatang diperkirakan masih ditopang
oleh permintaan domestik yang kuat. Perekonomian Riau pada triwulan II 2017
diperkirakan berada pada kisaran 2,40 3,40% (yoy), lebih tinggi dibandingkan
capaian triwulan I 2017. Peningkatan ini utamanya didorong oleh peningkatan
konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, dan investasi. Sedangkan dari sisi
penawaran, sumber pertumbuhan ekonomi didorong oleh kinerja sektor konstruksi,
dan perdagangan besar eceran ke depan. Meskipun demikian, masih terdapat
beberapa faktor risiko yang mewarnai perekonomian Riau ke depan yang perlu
diantisipasi lebih lanjut. Kondisi ini terindikasi dari menurunnya harga komoditas
perkebunan global seperti CPO dan Karet pada awal triwulan II 2017 sehingga
diperkirakan berpengaruh terhadap perlambatan kinerja sektor perkebunan dan
industri pengolahan yang juga berimbas terhadap melambatnya net ekspor Riau.
5,14 4,96 4,97 5,04
4,73 4,66 4,74
5,04 4,79 4,79
5,02 4,94 5,01 5,03
4,55 4,52
4,20
3,53
2,99 3,14
4,46
4,19
4,47
4,03
4,49
4,05 4,07
2,83 2,60
1,41
(0,03)
(2,06)
(1,36)
4,39
2,74 2,75
1,26
2,22
2,82
I II III IV I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016 2017
Nasional
Sumatera
Riau
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
12
2. PDRB SISI PENGGUNAAN
Perekonomian Riau pada triwulan I 2017 mengalami peningkatan dari 2,22% (yoy)
pada triwulan lalu menjadi 2,82% (yoy). Sumber pertumbuhan ekonomi Riau pada
triwulan I 2017 didorong oleh peningkatan dari sisi domestik maupun global.
Peningkatan terutama bersumber dari kenaikan konsumsi, investasi, dan perbaikan
ekspor (Tabel 1.1). Konsumsi pemerintah pada triwulan I 2017 mengalami
peningkatan seiring dengan lebih tingginya realisasi belanja pemerintah daerah
triwulan I 2017 dibandingkan periode yang sama tahun 2016. Sementara itu
kenaikan konsumsi swasta dipengaruhi oleh pelaksanaan Pilkada di beberapa
Kabupaten di Provinsi Riau pada triwulan I 2017 seperti di Kampar dan Pekanbaru.
Meningkatnya pertumbuhan konsumsi juga didorong oleh kenaikan konsumsi
rumah tangga yang terkompensasi dari kenaikan ekspor terutama ekspor CPO
sebagai salah satu komoditas unggulan di Provinsi Riau. Kenaikan ekspor tersebut
juga dipengaruhi oleh kenaikan harga komoditas global seiring dengan membaiknya
kondisi negara mitra dagang seperti India dan Tiongkok yang cukup kuat.
Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Penggunaan (yoy)
Perekonomian Riau pada triwulan II 2017 diperkirakan berada pada kisaran 2,40
3,40% (yoy), lebih tinggi dibandingkan capaian triwulan I 2017. Kinerja
perekonomian Riau pada triwulan mendatang diperkirakan masih ditopang oleh
permintaan domestik yang kuat. Peningkatan ini utamanya didorong oleh
peningkatan konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, dan investasi.
Momentum Ramadhan dan perayaan hari besar keagamaan diperkirakan
mendorong peningkatan permintaan masyarakat sehingga mendorong
I II III IV I I II III IV I
1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 6,42 5,76 5,08 4,32 5,38 4,85 2,30 2,05 1,79 1,50 1,90 1,79
2. Pengeluaran Konsumsi LNPRT 2,89 3,14 2,77 1,82 2,65 6,76 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,03
3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah (1,69) 6,88 (4,50) 4,07 1,34 6,96 (0,05) 0,26 (0,15) 0,17 0,05 0,23
4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 2,96 3,32 3,57 4,48 3,60 6,26 0,94 1,07 1,16 1,48 1,17 2,08
5. Ekspor Luar Negeri (4,60) (13,09) (5,42) (34,34) (15,35) 1,38 (1,18) (3,33) (1,44) (8,00) (3,88) 0,40
6. Impor Luar Negeri (3,97) 14,64 11,61 27,43 11,99 -13,76 (0,16) 0,60 0,45 1,19 0,49 0,15
7. Net Ekspor (1,43) (1,85) (4,32) (2,69) (2,61) (2,44) (0,38) (0,48) (1,15) (0,70) (0,69) (0,61)
PDRB 2,74 2,75 1,26 2,22 2,23 2,82 2,74 2,75 1,26 2,22 2,23 2,82
Komponen Pengeluaran
Growth (% yoy) Kontribusi Pertumbuhan (% yoy)
2016 2016
2017 2016 2016
2017
Sumber : BPS
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
13
pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Selain itu, berbagai upaya yang dilakukan
pemerintah daerah untuk percepatan realisasi APBD juga diperkirakan dapat
mendorong kenaikan konsumsi pemerintah, sekaligus mendorong peningkatan
investasi meskipun masih terbatas.
2.1. Konsumsi
Konsumsi rumah tangga
Provinsi Riau pada triwulan I
2017 tercatat sebesar
4,85%(yoy), meningkat jika
dibandingkan triwulan IV
2016 yang tercatat sebesar
4,32% (yoy). Meningkatnya
konsumsi rumah tangga
tercermin dari meningkatnya
Indeks Keyakinan Konsumen
(IKK) dan Indeks Keyakinan Ekonomi (IKE) bulan April yang masing-masing tercatat
sebesar 88,92 dan 83,08. Meskipun berada pada level pesimis (dibawah batas 100)
namun angka tersebut masih lebih tinggi dibandingkan level indeks pada periode
sebelumnya yang sebesar 84,92 dan 78,92 (Grafik 1.2).
Peningkatan konsumsi rumah tangga terkompensasi dari kenaikan ekspor CPO,
dimana sebagian besar masyarakat di Provinsi Riau bekerja di sektor perkebunan
kelapa sawit sehingga kondisi tersebut meningkatkan penghasilan dan mendorong
daya beli masyarakat. Selain itu, adanya kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) Riau
pada awal tahun 2017 (Grafik 1.3) semakin meningkatkan kinerja konsumsi rumah
tangga yang tercermin dari meningkatnya likert scale permintaan domestik
sebagaimana Grafik 1.4 dibawah ini.
Grafik 1.2. Perkembangan Indeks Survei Ekspektasi Konsumen Riau
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia
70
80
90
100
110
120
130
140
150
160
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Apr
2012 2013 2014 2015 2016 2017
IKK
IKE
IEK
Garis 100
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
14
Grafik 1.3 UMP Riau Grafik 1.4 LS Permintaan
Sumber: SK Gubernur Riau No.1058/XI/2016 Sumber: Liaison Bank Indonesia
Berdasarkan hasil Survei Ekspektasi Konsumen (SEK) yang dilakukan oleh Bank
Indonesia, keyakinan konsumen terhadap kondisi ke depan cukup baik. Hal ini
tercermin dari Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) April yang mengalami peningkatan
dari 90,92 menjadi 94,75. Keyakinan tersebut juga diiringi dengan kenaikan Indeks
Konsumsi Barang Tahan Lama yang pada bulan April mencapai 103,75 lebih tinggi
dibandingkan periode sebelumnya yang sebesar 90,50. Meningkatnya ekspektasi
konsumen terhadap kondisi saat ini juga terindikasi dari kredit kendaraan bermotor
(Grafik 1.4) dan kredit durable goods yang tumbuh meningkat (Grafik 1.5).
Sementara itu, konsumsi LNPRT pada triwulan laporan tercatat tumbuh 6,76% (yoy),
lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan IV 2016 yang sebesar 1,82% (yoy).
Meningkatnya pertumbuhan konsumsi LNPRT ini didorong oleh penyelenggaraan
PILKADA di Kabupaten Kampar dan Pekanbaru. Selain itu, pertumbuhan konsumsi
1.1
40
.00
0
1.2
87
.00
0
1.5
20
.00
0
1.7
20
.00
0
1.9
10
.00
0
2.1
29
.65
0
2.3
05
.34
6
-
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
-
500.000
1.000.000
1.500.000
2.000.000
2.500.000
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
gro
wth
(%
yo
y)
Rp
UMK (Rp)
Growth (% yoy)
-1,50
-1,00
-0,50
0,00
0,50
1,00
1,50
-3,00
-2,50
-2,00
-1,50
-1,00
-0,50
0,00
0,50
1,00
1,50
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015 2016 2017
Penjualan Ekspor
Penjualan Domestik
Grafik 1.4. Kredit Kendaraan Bermotor
Sumber: LBU Bank Indonesia
Grafik 1.5. Kredit Konsumsi
Sumber: LBU Bank Indonesia
-40
-20
0
20
40
60
80
100
-
100
200
300
400
500
600
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016 2017
% y
oy
Rp
Mil
iar
Kredit Kendaraan Bermotor Growth (% yoy)
0
5
10
15
20
25
30
-
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016 2017
% y
oy
Rp
Mil
iar
Kredit Konsumsi Growth (% yoy)
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
15
pemerintah tercatat mencapai 6,96% (yoy), mengalami peningkatan dibandingkan
triwulan sebelumnya yang sebesar 4,07% (yoy). Apabila dilihat dari realisasi belanja
pemerintah sebagaimana Tabel 1.2, pada triwulan I 2017 realisasi belanja mencapai
Rp562,35 miliar atau 5,11% (yoy) dari total yang dianggarkan sebesar Rp11,008
triliun, lebih tinggi dibandingkan triwulan yang sama tahun 2016 yang sebesar
4,60% (yoy) dari total anggaran Rp10,972 triliun. Peningkatan utamanya terjadi
pada realisasi belanja barang dan jasa, serta belanja pegawai sehingga produktivitas
dan multiplier efek terhadap pembangunan ekonomi relatif rendah.
Tabel 1.2. Realisasi Belanja Pemerintah Daerah Provinsi Riau
Pada triwulan II 2017, konsumsi secara umum tumbuh meningkat. Meningkatnya
pertumbuhan konsumsi rumah tangga dilatarbelakangi oleh potensi peningkatan
permintaan menjelang Ramadhan dan perayaan hari besar keagamaan. Di sisi lain,
berbagai upaya yang dilakukan pemerintah daerah untuk percepatan realisasi APBD
juga diperkirakan dapat mendorong kenaikan konsumsi pemerintah pada Semester
I tahun 2017.
2.2. Investasi (PMTB)
Perkembangan investasi (PMTB)
di Riau pada triwulan I 2017
tercatat tumbuh sebesar 6,26%
(yoy), meningkat jika
dibandingkan triwulan IV 2016
yang tercatat sebesar 4,48%
(yoy). Perkembangan indikator
terkini menunjukkan adanya
Jumlah
Anggaran
(triliun)
Realisasi
(triliun)
%
Realisasi
Jumlah
Anggaran
(triliun)
Realisasi
(triliun)
%
Realisasi
Jumlah
Anggaran
(triliun)
Realisasi
(triliun)
%
Realisasi
Pendapatan Daerah 7,407 6,911 93,3 7,233 6,736 93,13 8,859 1,781 20,11
Belanja Daerah 11,388 7,761 68,15 10,365 8,625 83,22 11,008 0,562 5,11
Pembiayaan Daerah 3,981 3,982 100,01 3,132 3,132 100,01 2,149 1,343 62,5
Surplus/(Defisit) -3,981 -0,850 21,35 -3,132 -1,889 60,33 -2,149 -1,219 56,74
Uraian
2015 2016 Tw I 2017 (Posisi 30 Maret)
Grafik 1.6. Likert Scale Investasi
Sumber: Liaison Bank Indonesia
-0,50
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
-0,20
0,00
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00
1,20
1,40
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015 2016 2017
Perkiraan Investasi
Investasi
Sumber : BPKAD Provinsi Riau
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
16
kenaikan realisasi investasi baik Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman
Modal Dalam Negeri (PMDN) sebagaimana grafik dibawah.
Pada Tabel 1.3 dibawah terlihat bahwa meningkatnya kinerja investasi PMDN
bersumber dari ketiga sektor yaitu primer, sekunder, dan tersier. Sementara itu,
kenaikan tertinggi nilai investasi PMA bersumber dari sektor sekunder sedangkan
nilai investasi total sektor primer dan tersier mengalami penurunan.
Tabel 1.3. Realisasi Investasi PMA dan PMDN Per Sektor Provinsi Riau
Tw IV-2016 Tw I 2017 Tw IV-2016 Tw I 2017
Tanaman Pangan dan Perkebunan 37.604 106 146.021 207.801
Peternakan 15 8 -
Kehutanan 328 10
Pertambangan 37.946 123
Total 72.985 16.496 146.021 207.801
Industri Makanan 280 131.898 545.350
Industri Kayu 284 399
Industri Kertas, Barang dari kertas dan Percetakan - 83.731 440.330
Industri Kimia Dasar, Barang Kimia dan Farmasi 4.353 93.636 204.335 526.335
Industri Karet, Barang dari karet dan Plastik 2.163 - - 520
Industri Mineral Non Logam - -
Industri Logam Dasar, Barang Logam, Mesin dan Elektronik 1.318 2.486 28.147 2.110
Industri Alat Angkutan dan Transportasi Lainnya
Industri Lainnya 239 154 4.500
Total 81.341 113.451 448.110 1.519.146
Listrik, Gas dan Air - 5 2.100 932.815
Konstruksi - 493 17.535
Perdagangan dan Reparasi 831 301 5.877 19.860
Hotel dan Restoran 225
Transportasi, Gudang dan Telekomunikasi 3.282 6 25.485 31.500
Perumahan, Kawasan Industri dan Perkantoran 555 219 63.833 257.874
Jasa Lainnya - 58 14.925
Total 4.668 590 97.788 1.274.734
123.955 114.164 691.920 3.001.680 Total
SektorPMDN (Rp. Juta)PMA (US$. Ribu)
PRIMER
SEKUNDER
TERSIER
Grafik 1.7. Perkembangan Nilai Realisasi PMDN di Provinsi Riau
Grafik 1.8. Perkembangan Nilai Realisasi PMA di Provinsi Riau
Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal
-200
-100
0
100
200
300
400
500
600
-
500.000
1.000.000
1.500.000
2.000.000
2.500.000
3.000.000
3.500.000
4.000.000
4.500.000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015 2016 2017
growh (% yoy)Rp RibuRealisasi PMDN growth (yoy)
-500
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
-
100.000
200.000
300.000
400.000
500.000
600.000
700.000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015 2016 2017
% yoyUSD RibuRealisasi PMA growth (yoy)
Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
17
Kenaikan nilai investasi PMDN tertinggi dari sektor primer bersumber dari tanaman
pangan dan perkebunan. Sedangkan pada sektor sekunder, kenaikan nilai investasi
tertinggi bersumber dari industri makanan, industri kertas, dan industri kimia. Jika
dilihat dari realisasi belanja pemerintah triwulan I 2017, realisasi belanja modal relatif
rendah sehingga peningkatan nilai investasi konstruksi di sektor tersier relatif kecil.
Kenaikan nilai investasi tertinggi sektor tersier utamanya berasal dari investasi listrik
dan perumahan. Di sisi lain, kenaikan tertinggi nilai investasi sektor sekunder PMA
bersumber dari industri kimia dasar, industri logam, industri tekstil, dan industri kayu.
Sejalan dengan percepatan realisasi APBD dalam rangka pembangunan infrastruktur
yang lebih baik, kinerja investasi pada triwulan II 2017 juga diperkirakan tumbuh
meningkat. Beberapa proyek strategis yang masih terus berlanjut diantaranya, jalan
tol trans Sumatera yang melewati Pekanbaru-Dumai seluar 131.475 Km, serta
pembangunan jalur kereta api di 4 titik yakni Rantau Prapat-Dumai (249 Km), Duri-
Pekanbaru (90 Km), Pekanbaru-Muaro (164 Km), Pekanbaru-Jambi (350 Km). Selain
itu, upaya maintenance yang dilakukan oleh sejumlah perusahaan dapat menjaga
tingkat pertumbuhan investasi di Provinsi Riau.
2.3 Ekspor dan Impor
2.3.1. Ekspor
Pertumbuhan net ekspor Provinsi Riau pada triwulan I 2017 (Tabel 1.4) tercatat
kontraksi sebesar 2,44% (yoy), membaik jika dibandingkan kontraksi pada triwulan
IV 2016 yang sebesar 2,69% (yoy).
Tabel 1.4. Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau (ribu ton)
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
I II III IV I 2016 I-17 2016 I-17Makanan dan Hewan Bernyawa 385,3 343,4 363,7 515,4 1.607,7 443,8 8,51 8,12 (7,24) 15,18 Tembakau dan Minuman 7,5 8,3 4,6 5,2 25,5 6,8 0,14 0,12 (8,53) (9,20) Barang Mentah 685,8 774,1 792,9 894,3 3.147,1 838,4 16,66 15,34 7,76 22,26 Bahan Bakar Mineral dan Pelumas 40,1 23,2 - - 63,2 - 0,33 - (46,89) (100,00) Minyak dan Lemak Nabati 2.455,3 2.562,9 2.861,6 3.731,3 11.611,1 3.597,3 61,47 65,81 (7,58) 46,51 Bahan Kimia 172,3 169,4 179,7 140,4 661,8 75,3 3,50 1,38 22,13 (56,29) Barang Manufaktur 437,4 429,9 464,7 439,6 1.771,5 503,2 9,38 9,21 7,80 15,04 Mesin dan Peralatan 0,3 0,2 - 0,0 0,5 1,5 0,00 0,03 0,00 0,00 Hasil Olahan Manufaktur - - - 0,0 0,0 - 0,00 - (96,79) - Koin, bukan mata uang - - - - - - - - - -
4.183,8 4.311,3 4.667,2 5.726,2 18.888,5 5.466,2 100,00 100,00 (3,38) 30,65
yoy (%)201720162016
Pangsa (%)
Total
Jenis
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
18
Membaiknya net ekspor pada triwulan laporan, terutama disumbang oleh kenaikan
ekspor luar negeri dari kontraksi 34,34% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi
tumbuh positif 1,38% (yoy). Peningkatan ekspor ini juga diikuti oleh menurunnya
impor sehingga mendorong kinerja net ekspor.
Berdasarkan hasil liaison Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau,
meningkatnya ekspor terutama bersumber dari hasil pengolahan kelapa sawit,
khususnya CPO seiring dengan meningkatnya permintaan CPO dunia pada awal
tahun 2017 (Grafik 1.9).
Grafik 1.9. Perkembangan Volume Ekspor CPO dan Turunan Riau
Grafik 1.10. Perkembangan Volume Ekspor Pulp Riau
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
Grafik 1.11. Perkembangan Volume Ekspor Batubara Riau
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
Grafik 1.12 Perkembangan Volume Ekspor Karet Olahan Riau
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
Berdasarkan negara tujuan ekspornya, meningkatnya ekspor terutama berasal dari
India yaitu dari 863 ribu ton pada triwulan IV 2016 menjadi 926 ribu ton pada
triwulan laporan (Grafik 1.13). Meningkatnya pertumbuhan ekonomi India ditopang
oleh aktivitas konsumsi yang turut mendorong meningkatnya permintaan terhadap
CPO. Dengan meningkatnya permintaan dan harga, ekspor CPO luar negeri secara
langsung mengalami peningkatan.
(40,00)
(20,00)
-
20,00
40,00
60,00
80,00
0
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500
4.000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015 2016 2017
%y
oy
rib
u t
on
Volume growth
(20,00)
(10,00)
-
10,00
20,00
30,00
40,00
-
100,00
200,00
300,00
400,00
500,00
600,00
700,00
800,00
900,00
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015 2016 2017
%y
oy
rib
u t
on
Volume growth
(120,00)
(100,00)
(80,00)
(60,00)
(40,00)
(20,00)
-
20,00
40,00
60,00
-
100,00
200,00
300,00
400,00
500,00
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015 2016 2017
%yo
y
rib
u t
on
Volume growth
-100
-50
0
50
100
150
200
250
-
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
3,00
3,50
4,00
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015 2016 2017
%y
oy
rib
u t
on
Volume growth
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
19
Grafik 1.13 Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau Menurut Wilayah Tujuan
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
Total konsumsi CPO dunia hingga Maret 2017 tercatat sebanyak 188.905 ribu MT,
meningkat dibandingkan triwulan IV 2016 yang tercatat sebanyak 187.022 ribu MT
sebagaimana Grafik 1.14. Kondisi ini juga dipicu oleh kenaikan harga komoditas
global sejalan dengan membaiknya kondisi perekonomian negara mitra dagang.
Namun demikian, harga CPO masih dibayangi oleh peningkatan produksi kedelai
sebagai subsitusi CPO dimana dengan stok berlimpah harga kedelai menjadi semakin
rendah (Grafik 1.15). Penurunan harga CPO juga diakibatkan penurunan permintaan
dari Amerika Serikat, negara-negara Uni Eropa akibat resolusi sawit terhadap
Indonesia. Selain itu , adanya peraturan terkait restorasi gambut diperkirakan
memperlambat pertumbuhan ekspor pada triwulan II 2017.
Grafik 1.14 Konsumsi CPO Dunia Grafik 1.15 Ending Stocks CPO Dunia
Sumber : USDA Sumber : USDA
786 762 1.078 1.034 678 759 766 1.024 965 780 869 942 681 891 971 1.188
773 797 849 1.154 1.093
511 481
787 675 835 818 635
920 598
538 651 990
510 798 644
720
524 677 822 863 926 783 733
842 922 851 662 814
920
691 651 548
518
580
637 606 787
622 550 576
719 604 734 563
600 901 644 585 658
609
573 432
589
759
592
570 587
756
501 545 584
764 730
1.343 1.257
1.433 1.457
1.830 1.657 1.558
1.667
1.617 1.717
1.892
1.988
1.985
2.228
1.890
1.928
1.763 1.741 1.837
2.226 2.113
-
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016 2017
rib
u t
on
Cina India ASEAN MEE Lainnya
-
10.000
20.000
30.000
40.000
50.000
60.000
70.000
Th
ou
san
ds
Me
tric
To
n
Other Colombia Egypt Bangladesh United States
Nigeria Thailand Pakistan Malaysia Europa Union
China India Indonesia
-
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
8.000
9.000
20
10
20
11
20
12
20
13
20
14
De
c-1
5
Jan
-16
Fe
b-1
6
Ma
r-2
01
6
Ap
ril-
20
16
Ma
y 2
01
6
Jun
-20
16
Jul-
20
16
Au
g-2
01
6
Se
p-2
01
6
Ok
t-2
01
6
No
v-2
01
6
De
s-1
6
Jan
-17
Fe
b-1
7
Ma
r-1
7
Other China Europa Union India Indonesia Malaysia
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
20
2.3.2. Impor
Perkembangan impor barang dan jasa Provinsi Riau pada triwulan I 2017 tercatat
kontraksi 46,26% (yoy), lebih dalam dibandingkan kontraksi triwulan IV 2016 yang
sebesar 2,54% (yoy). Lebih dalamnya kontraksi pada triwulan laporan disebabkan
oleh menurunnya impor luar negeri maupun antar daerah masing-masing dari
27,43% (yoy) dan kontraksi 14,91% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 3,76%
(yoy) dan kontraksi 81,99% (yoy). Penurunan impor tertinggi bersumber dari impor
barang modal dari 50,15 ribu ton pada triwulan IV 2016 turun 9,50% menjadi 7,26
ribu ton pada triwulan I 2017. Penurunan ini sejalan dengan belum optimalnya
belanja modal APBD dan menurunnya kinerja sektor konstruksi. Berdasarkan
informasi yang diperoleh dari pemerintah daerah, belum optimalnya serapan
anggaran untuk kegiatan produktif tersebut juga disebabkan oleh belum selesainya
permasalahan RTRW yang menghambat sejumlah pembangunan infrastruktur yang
memerlukan izin lahan.
Grafik 1.16. Impor Non Migas Grafik 1.17. Impor Barang Modal
Grafik 1.18. Impor Barang Intermedier Grafik 1.19. Impor Barang Konsumsi
-100
0
100
200
300
400
500
600
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016 2017
% yoyRibu Ton Impor Non Migas growth
(200)
(100)
-
100
200
300
400
500
600
700
800
-
20
40
60
80
100
120
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016 2017
% yoyRibu Ton Barang Modal growth
(100)
-
100
200
300
400
500
600
700
-
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016 2017
% yoyRibu Ton Barang Intermedier growth
(200)
(100)
-
100
200
300
400
500
600
-
5
10
15
20
25
30
35
40
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016 2017
% yoyRibu Ton Barang Konsumsi growth
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
21
Impor barang dan jasa Provinsi Riau pada triwulan II 2017 diperkirakan membaik jika
dibandingkan triwulan I 2017. Perbaikan impor terutama bersumber dari kenaikan
impor luar negeri. Hal ini juga dipengaruhi oleh momentum meningkatnya
permintaan menjelang Ramadhan dan perayaan hari besar keagamaan. Selain itu,
meningkatnya impor diperkirakan sejalan dengan meningkatnya realisasi anggaran
produktif pemerintah terkait belanja modal. Disamping itu, relatif terjaganya
volatilitas rupiah turut mendorong peningkatan impor. Rata-rata nilai tukar rupiah
terhadap USD pada bulan April 2017 tercatat sebesar Rp13.307/USD menguat
dibandingkan triwulan I 2017 yang sebesar Rp13.348/USD. Namun masih belum
optimalnya kapasitas utilisasi perusahaan di tengah ketidakpastian ekonomi global
berpotensi menahan laju impor.
Grafik 1.20 Nilai Tukar Rupiah terhadap USD
3. PDRB SEKTORAL
Kinerja sektor utama perekonomian Provinsi Riau pada triwulan I 2017 secara umum
menunjukkan peningkatan. Meningkatnya pertumbuhan dari sisi penawaran
terutama bersumber dari empat sektor utama yaitu pertanian, industri pengolahan,
dan perdagangan besar eceran. Meningkatnya sektor pertanian terutama bersumber
dari kenaikan pertumbuhan subsektor kehutanan dan penebangan kayu. Kondisi
tersebut juga diikuti oleh kenaikan pertumbuhan industri pengolahan kertas dan
barang dari kertas yang pada triwulan laporan tumbuh positif dari triwulan
sebelumnya yang tercatat kontraksi. Selain itu, industri makanan dan minuman juga
turut mengalami peningkatan sejalan dengan kenaikan sektor perdagangan besar
eceran sejalan dengan membaiknya daya beli masyarakat. Terlepas dari hal tersebut,
-10
-5
0
5
10
15
12.400
12.600
12.800
13.000
13.200
13.400
13.600
13.800
14.000
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr
2016 2017
% y
oy
Ku
rs T
en
gah
Rp Thd USD Growth (% yoy)
Sumber : Bank Indonesia
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
22
sektor pertambangan dan penggalian menunjukkan perbaikan kontraksi terutama
subsektor pertambangan migas dan batubara yang tercermin dari peningkatan lifting
minyak dan kenaikan harga komoditas tambang.
Tabel 1.5. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Sektoral Dengan Migas (yoy,%)
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Kinerja perekonomian Riau pada triwulan mendatang diperkirakan masih ditopang
oleh permintaan domestik yang kuat. Perekonomian Riau pada triwulan II 2017
diperkirakan berada pada kisaran 2,40 3,40% (yoy), lebih tinggi dibandingkan
capaian triwulan I 2017. Peningkatan tersebut turut mendorong kinerja sektor
konstruksi karena terealisasinya sejumlah proyek strategis pemerintah. Disamping
itu, momentum Ramadhan dan perayaan Idul Fitri mendorong mendorong kinerja
sektor perdagangan besar eceran ke depan. Sementara itu, lifting migas diperkirakan
masih terkontraksi dan belum menunjukkan perbaikan yang signifikan. Meskipun
demikian, masih terdapat beberapa faktor risiko yang mewarnai perekonomian Riau
ke depan yang perlu diantisipasi lebih lanjut. Kondisi ini terindikasi dari menurunnya
harga komoditas perkebunan global seperti CPO dan Karet pada awal triwulan II-
2017 sehingga berpengaruh terhadap perlambatan kinerja sektor perkebunan dan
industri pengolahan yang juga berimbas terhadap melambatnya ekspor.
I II III IV I I II III IV I
1 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 3,66 4,63 3,06 4,55 3,98 5,37 0,84 1,07 0,71 1,08 0,92 1,27
2 Pertambangan dan Penggalian -1,53 -3,19 -5,26 -6,81 -4,22 -6,72 -0,44 -0,91 -1,45 -1,82 -1,18 -1,82
3 Industri Pengolahan 5,13 4,15 3,20 5,94 4,61 7,30 1,24 1,01 0,80 1,49 1,13 1,82
4 Pengadaan Listrik, Gas 15,90 15,64 14,79 8,28 13,52 5,45 0,01 0,01 0,01 0,00 0,01 0,00
5 Pengadaan Air 2,00 -1,15 -0,79 -1,70 -0,45 5,14 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
6 Konstruksi 3,84 4,87 5,25 5,63 4,92 3,15 0,31 0,40 0,44 0,49 0,41 0,26
7 Perdagangan Besar, Eceran, Rep. Mobil Motor 4,93 6,60 3,61 4,46 4,88 5,99 0,46 0,62 0,34 0,42 0,46 0,57
8 Transportasi dan Pergudangan 4,52 4,46 2,46 1,02 3,06 4,08 0,04 0,04 0,02 0,01 0,03 0,03
9 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 5,47 6,10 1,67 -0,12 3,17 3,30 0,03 0,03 0,01 0,00 0,02 0,02
10 Informasi dan Komunikasi 4,21 5,19 6,26 4,12 4,95 2,79 0,03 0,03 0,04 0,03 0,03 0,02
11 Jasa Keuangan 1,83 8,47 5,96 6,53 5,65 0,26 0,02 0,08 0,05 0,06 0,05 0,00
12 Real Estate 1,91 0,51 1,12 2,52 1,52 3,37 0,02 0,00 0,01 0,02 0,01 0,03
13 Jasa Perusahaan 0,19 1,34 1,64 7,11 2,64 9,56 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
14 Adm Pemerintahan, Pertahanan & Jam. Sos. -3,53 3,31 -2,69 1,58 -0,30 6,97 -0,05 0,05 -0,04 0,03 0,00 0,10
15 Jasa Pendidikan 0,63 2,64 0,98 -1,34 0,68 3,67 0,00 0,01 0,01 -0,01 0,00 0,02
16 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 0,17 1,03 0,93 0,13 0,56 5,76 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,01
17 Jasa lainnya 5,65 6,27 6,02 7,39 6,35 6,12 0,03 0,03 0,03 0,04 0,03 0,03
2,74 2,75 1,26 2,22 2,23 2,82 2,74 2,75 1,26 2,22 2,23 2,82
Sektor
PDRB
2016 2017
Growth (% yoy)
2016
Kontribusi Pertumbuhan (% yoy)
2016 2016
2017
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
23
3.1. Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan Provinsi Riau pada triwulan I 2017
tercatat tumbuh sebesar 5,37% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan
pertumbuhan triwulan IV 2016 yang sebesar 4,55% (yoy). Peningkatan tersebut
utamanya bersumber dari subsektor kehutanan dan penebangan kayu (Grafik 1.21)
yang tercatat sebesar 9,77% (yoy), tumbuh meningkat dibandingkan pertumbuhan
triwulan sebelumnya yang sebesar 2,04% (yoy).
Grafik 1.21. Perkembangan Pertumbuhan Subsektor Pertanian
Sumber: BPS Provinsi Riau
Grafik 1.22. Likert Scale Pertanian
Sumber : Liaison Bank Indonesia
Meningkatnya kinerja sektor pertanian, kehutanan dan perikanan pada triwulan
laporan juga terindikasi dari hasil liaison triwulan I 2017 yang menyatakan bahwa
perbaikan produksi kelapa sawit pasca musim trek awal tahun 2016 dan dampak
kabut asap 2015 baru dirasakan mulai semester kedua di tahun 2016 hingga awal
tahun 2017. Selain itu, peningkatan produksi didorong oleh permintaan dalam
negeri dan ekspor (Grafik 1.22). Kondisi ini tercermin dari peningkatan konsumsi
CPO domestik Indonesia pada triwulan I 2017 yang mencapai 9,6 juta MT/bulan,
meningkat dibandingkan triwulan I 2016 yang sebesar 8,6 juta MT/bulan. Disamping
itu, ekspor CPO pada triwulan I 2017 juga meningkat dari rata-rata 24,5 juta
MT/bulan pada triwulan I 2016 menjadi 25,7 juta MT/bulan. Meningkatnya
permintaan ekspor tidak terlepas dari faktor perbaikan ekonomi global yang
berimbas pada perbaikan harga komoditas internasional.
-10
-5
0
5
10
15
I II III IV I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016 2017
% yoyKehutanan dan Penebangan Kayu
Pertanian, Peternakan, Perburuan dan Jasa Pertanian
Perikanan
-1,50
-1,00
-0,50
0,00
0,50
1,00
1,50
-3,00
-2,50
-2,00
-1,50
-1,00
-0,50
0,00
0,50
1,00
1,50
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015 2016 2017
Penjualan Ekspor
Penjualan Domestik
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
24
Grafik 1.23. Perkembangan Harga Karet
Sumber: Bloomberg
Grafik 1.24. Perkembangan Harga Sawit
Sumber : Bloomberg
Meningkatnya kinerja sektor pertanian juga diikuti oleh peningkatan Nilai Tukar
Petani (NTP) Provinsi Riau pada triwulan I 2017 tercatat sebesar 103,5 atau lebih
tinggi jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 102,23 (Grafik 1.25). Hal
ini mengindikasikan bahwa nilai yang diterima petani lebih besar dibandingkan biaya
yang dikeluarkan. Selain itu, tekanan inflasi pedesaan juga mengalami penurunan
sehingga menyebabkan daya beli petani masih relatif baik (Grafik 1.26).
Grafik 1.25. Nilai Tukar Petani
Sumber : LBU Bank Indonesia
Grafik 1.26. Inflasi Pedesaaan
Sumber : LBU Bank Indonesia
Perkembangan indikator terkini mengindikasikan perlambatan kinerja sektor
pertanian pada triwulan berjalan. Hal ini terlihat dari melambatnya harga komoditas
unggulan sejak awal April 2017 akibat oversupply minyak nabati dunia yang
menimbulkan preferensi negara mitra dagang untuk mulai menggunakan kedelai
dibandingkan dengan kelapa sawit karena selisih harga yang rendah. Kondisi ini juga
diwarnai oleh ketidakpastian global dan isu geopolitik seperti resolusi sawit Uni Eropa
dan restorasi gambut yang berdampak terhadap fluktuasi harga dan
ketenagakerjaan perusahaan kelapa sawit. Perlambatan tersebut juga diikuti oleh
1,30
1,50
1,70
1,90
2,10
2,30
2,50
2,70
13.000
15.000
17.000
19.000
21.000
23.000
25.000
27.000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015 2016 2017
Bokar
Karet Dunia
Rp/Kg $/MT
-
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
1.000
1.100
1.200
1.300
1.400
1.500
1.600
1.700
1.800
1.900
2.000
I II II IV
I II II IV
I II II IV
I II II IV
I II II IV
I II II IV
I II III
IV
I
Ap
r
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
TBS CPO
Rp/Kg $/MT
86
88
90
92
94
96
98
100
102
104
106
100
105
110
115
120
125
130
135
I II III IV I II III IV I Apr
2015 2016 2017
Indeks Diterima Petani
Indeks Dibayar Petani
Nilai Tukar Petani
(20)
(15)
(10)
(5)
-
5
86
88
90
92
94
96
98
100
102
104
106
I II III IV I II III IV I Apr
2015 2016 2017Nilai Tukar Petani g Total Inflasi Pedesaan
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
25
menurunnya nilai tukar petani dari 103,5 pada triwulan I 2017 menjadi 103,1 bulan
April 2017.
3.2. Sektor Pertambangan dan Penggalian
Kinerja sektor pertambangan Riau pada triwulan I 2017 masih mengalami kontraksi
sebesar 6,72% (yoy), sedikit membaik
dibandingkan triwulan IV 2016 yang
sebesar 6,81% (yoy). Subsektor
pertambangan minyak dan gas bumi
juga mengalami perbaikan namun
masih terkontraksi. Perbaikan tersebut
tercatat dari kontraksi 7,49% (yoy)
pada triwulan IV 2016 menjadi
kontraksi 6,53% (yoy). Kondisi ini juga
tercermin dari peningkatan lifting
minyak bumi (Grafik 1.28) yang juga
disertai dengan kenaikan harga minyak
dunia (Grafik 1.27).
Grafik 1.28. Perkembangan Lifting Minyak Bumi Provinsi Riau
Sumber: Kementerian ESDM
Grafik 1.29. Perkembangan Kegiatan Usaha Pertambangan di Provinsi Riau
Sumber: Sumber : Bloomberg
Selain itu, perbaikan kontraksi sektor pertambangan juga didorong oleh subsektor
pertambangan batubara dan lignit yang pada triwulan I 2017 tumbuh positif sebesar
0,85% (yoy) dari yang sebelumnya kontraksi sebesar 3,96% (yoy) pada triwulan IV
2016 (Grafik 1.27). Meningkatnya pertumbuhan pertambangan batubara dipicu oleh
meningkatnya harga batubara dunia (Grafik 1.30) sehingga mendorong pelaku
usaha memanfaatkan momentum tersebut dengan meningkatkan volume produksi.
(16,00)
(14,00)
(12,00)
(10,00)
(8,00)
(6,00)
(4,00)
(2,00)
-
2,00
4,00
-
50,00
100,00
150,00
200,00
250,00
300,00
350,00
400,00
450,00
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I*
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
yo
y,%
rib
u b
are
l/h
ari
Lifting growth
0
20
40
60
80
100
120
140
I III I III I III I III I III I III I III I
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
US
D/b
bl
Minyak WTI
Minyak Minas
Sumber: BPS Provinsi Riau
Grafik 1.27. Pertumbuhan Sektor Pertambangan dan Penggalian
-80
-60
-40
-20
0
20
40
I II III IV I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016 2017
% yoy Pertambangan Batubara dan Lignit Pertambangan Minyak dan Gas Bumi
Pertambangan Bijih Logam Pertambangan dan Penggalian Lainnya
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
26
Grafik 1.30. Perkembangan Harga Batubara
Grafik 1.31. Perkembangan Kegiatan Usaha Pertambangan di Provinsi Riau
Sumber: Bloomberg
Sumber: SKDU Bank Indonesia
Contact liaison pada triwulan laporan menginformasikan lifting minyak bumi secara
total di Provinsi Riau pada triwulan I 2017 mencapai 232,01 juta barel/hari, menurun
3,37% (yoy) dibandingkan triwulan I 2016 yang mencapai 240,1 juta barel/hari.
Sementara itu, total produksi gas di Provinsi Riau pada triwulan I 2017 mencapai
33,06 ribu MMBTU/hari, meningkat 9,59% (yoy) dibandingkan periode yang sama
pada tahun sebelumnya yang mencapai 30,17 ribu MMBTU/hari. Semakin
menipisnya cadangan minyak bumi (natural declining), rendahnya harga minyak
dunia, dan mahalnya teknologi yang dibutuhkan untuk meningkatkan lifting, serta
kendala waktu perizinan yang akan habis semakin menekan kinerja subsektor
pertambangan dan penggalian migas. Sejak pertengahan tahun 2016, harga minya
dunia mulai beranjak naik namun berdasarkan hasil liaison perbaikan harga tersebut
belum memberikan insentif bagi produsen minyak dan gas bumi.
Kinerja lifting minyak bumi di Riau pada triwulan II 2017 diperkirakan akan semakin
menurun akibat penurunan produktivitas sumur minyak yang sudah tua (natural
declining) dan keterbatasan untuk melakukan eksplorasi baru akibat terkendala izin
AMDAL yang mengharuskan adanya izin pembebasan lahan ditengah persoalan
RTRW yang belum selesai. Selain itu, pertumbuhan sektor pertambangan juga
disertai dengan risiko kembali menurunnya harga karena kenaikan harga selama ini
lebih dipengaruhi oleh oversupply di Amerika Serikat.
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
-
10
20
30
40
50
60
70
80
90
I III I III I III I III I III I III I III I
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
%
US
DCoal Growth
-80
-60
-40
-20
0
20
40
60
I II III IV I II III IV I II III IV Tw-I Tw-II Tw-IIITw-IV Tw-I
2013 2014 2015 2016 2017
SBT
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
27
3.3. Sektor Industri Pengolahan
Sejalan dengan meningkatnya
kinerja sektor pertanian, kinerja
sektor industri pengolahan juga
tercatat meningkat (Grafik 1.32).
Pada triwulan I 2017 sektor
industri pengolahan tumbuh
sebesar 7,30% (yoy), lebih tinggi
jika dibandingkan triwulan IV
2016 yang sebesar 5,94% (yoy).
Peningkatan ini utamanya dipengaruhi oleh peningkatan produksi perkebunan sawit
pasca musim trek dan dampak kabut asap tahun 2015 yang perbaikan produksinya
baru dirasakan akhir tahun 2016 hingga awal tahun 2017. Selain itu, peningkatan
produksi juga didukung oleh kenaikan harga komoditas dan ekspor (Grafik 1.33).
Pada triwulan I 2017 ekspor CPO tercatat meningkat dari rata-rata 24,5 juta
MT/bulan pada triwulan I 2016 menjadi 25,7 juta MT/bulan.
Grafik 1.33 Likert Scale Industri Pengolahan
Sumber : Liaison Bank Indonesia
Grafik 1.34. Produksi CPO Dunia
Sumber: USDA
Kinerja industri pengolahan pada triwulan berjalan diperkirakan meningkat sejalan
dengan kebijakan 15% biodiesel kelapa sawit dalam BBN semakin digencarkan
sehingga meningkatkan penyerapan domestik. Selain itu, peningkatan penjualan
domestik di subsektor industri pengolahan CPO menjadi Biodiesel terjadi akibat
meningkatnya permintaan dari Pemerintah untuk mensuplai Pertamina.
-1,50
-1,00
-0,50
0,00
0,50
1,00
1,50
-3,00
-2,50
-2,00
-1,50
-1,00
-0,50
0,00
0,50
1,00
1,50
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015 2016 2017
Penjualan Ekspor
Penjualan Domestik
-
10.000
20.000
30.000
40.000
50.000
60.000
70.000
2010
2011
2012
2013
2014
Dec
-15
Jan-
16
Feb-
16
Mar
-201
6
April
-201
6
May
201
6
Jun-
2016
Jul-2
016
Aug-
2016
Sep-
2016
Okt
-201
6
Nov
-201
6
Des
-16
Jan-
17
Feb-
17
Mar
-17
Other Nigeria Colombia Thailand Malaysia Indonesia
Grafik 1.32. Pertumbuhan Industri Pengolahan
Sumber: BPS Prov. Riau (diolah)
-5
0
5
10
15
20
I II III IV I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016 2017
% yoy Industri Makanan dan Minuman
Industri Kertas dan Barang dari Kertas,Percetakan dan Reproduksi Media RekamanIndustri Batubara dan Pengilangan Migas
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
28
Adapun faktor yang berpotensi menahan laju pertumbuhan sektor ini antara lain:
ketidakpastian ekonomi global yang dapat berimbas terhadap fluktuasi harga
komoditas unggulan yang sejak awal April 2017 mengalami penurunan akibat
oversupply minyak nabati dunia. selain itu adanya isu politik restorasi gambut dan
resolusi Uni Eropa juga turut mempengaruhi perkiraan Bank Indonesia terhadap
kondisi pertumbuhan industri pengolahan triwulan II 2017 yang relatif melambat
dibandingkan triwulan I 2017.
3.4. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan
Sepeda Motor
Kinerja sektor perdagangan besar dan eceran, dan reparasi mobil dan sepeda motor
pada triwulan I 2017 tercatat meningkat dari 4,46% (yoy) pada triwulan IV 2016
menjadi 5,99% (yoy) pada triwulan laporan. Meningkatnya pertumbuhan sektor ini
didorong oleh peningkatan kinerja perdagangan besar dan eceran yang pada
triwulan I 2017 tumbuh sebesar 7,45% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan
sebelumnya yang sebesar 4,17% (yoy) sebagaimana Grafik 1.35. Kondisi ini sejalan
dengan pengeluaran rumah tangga (Grafik 1.36) yang secara umum menunjukkan
peningkatan. Meningkatnya kinerja sektor perdagangan didorong oleh
meningkatnya daya beli masyarakat seiring dengan meningkatnya penghasilan
sebagai dampak dari membaiknya harga komoditas unggulan di Provinsi Riau.
Grafik 1.35. Pertumbuhan Sektor Perdagangan berdasarkan subsektor
Sumber: BPS Provinsi Riau
Grafik 1.36 Perkiraan Pengeluaran Konsumen
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia
Meningkatnya kinerja perdagangan diperkirakan akan terus berlanjut hingga
triwulan II 2017 seiring dengan meningkatnya permintaan menjelang Ramadhan dan
Idul Fitri. Hal tersebut terindikasi dari peningkatan kinerja sektor perdagangan besar
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
I II III IV I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016 2017
% yoy Perdagangan Mobil, Sepeda Motor dan Reparasinya
Perdagangan Besar dan Eceran
140
145
150
155
160
165
170
175
180
185
190
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Apr
2013 2014 2015 2016 2017
Perkiraan Harga 3 Bulan Mendatang
Perkiraan Harga 6 Bulan Mendatang
Perkiraan Harga 12 Bulan Mendatang
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
29
dan eceran juga berdasarkan Indeks Konsumsi Barang Tahan Lama (Grafik 1.38)
bulan April yang berada pada level optimis 103,75 lebih tinggi dibandingkan capaian
triwulan I 2017 yang berada pada level pesimis 90,50. Peningkatan konsumsi barang
tahan lama ini juga didorong oleh apresiasi nilai tukar rupiah yang menyebabkan
harga sparepart, suku cadang dan aksesoris lebih murah dan terjangkau sehingga
mendorong kinerja sektor perdagangan ke depan. Ke depan kinerja sektor
perdagangan juga terus didorong dengan relatif terjaganya tingkat inflasi sehingga
diharapkan dapat mendorong daya beli masyarakat.
Grafik.1.37. Likert Scale Perdagangan Grafik.1.38. Indeks Barang Tahan Lama
3.5. Sektor Konstruksi
Kinerja sektor konstruksi pada triwulan I 2017 tercatat sebesar 3,15% (yoy),
melambat dibandingkan triwulan IV 2016 yang sebesar 5,63% (yoy). Hal ini juga
terkonfirmasi dari kredit konstruksi (Grafik 1.39) dan konsumsi semen (Grafik 1.40)
pada triwulan I 2017. Melambatnya kinerja sektor konstruksi tercermin dari
menurunnya realisasi penyaluran dan pertumbuhan kredit konstruksi berdasarkan
lokasi bank di Provinsi Riau yang pada triwulan laporan tercatat menurun dari
kontraksi 2,01% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi kontraksi 6,38% (yoy)
sebagaimana ditunjukkan pada Grafik 1.39. Selain itu, volume realisasi konsumsi
semen yang pada triwulan laporan tumbuh positif sebesar 4,93% (yoy), lebih rendah
jika dibandingkan triwulan IV 2016 yang tumbuh sebesar 5,45% (yoy). Dilihat dari
volumenya, konsumsi semen pada triwulan I 2017 sebanyak 392,28 ribu ton,
menurun jika dibandingkan capaian triwulan IV 2016 yang sebesar 576,20 ribu ton.
(Grafik 1.40). Melambatnya kinerja sektor konstruksi dipengaruhi oleh belum
optimalnya serapan anggaran APBD untuk kegiatan produktif sebagai dampak
-1,50
-1,00
-0,50
0,00
0,50
1,00
1,50
-3,00
-2,50
-2,00
-1,50
-1,00
-0,50
0,00
0,50
1,00
1,50
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015 2016 2017
Penjualan Ekspor
Penjualan Domestik
99
,00
94
,50
98
,40
10
0,0
0
10
0,0
0
10
4,0
0
11
8,5
0
10
5,0
0
10
8,7
3
90
,33
77
,00
99
,00
81
,20
10
5,7
4
10
4,7
5
10
7,2
5
90
,50
10
3,7
5
0
20
40
60
80
100
120
140
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Apr
2013 2014 2015 2016 2017
Sumber: Liaison Bank Indonesia Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Kondisi Ekonomi Makro Regional
30
terkendalanya pembangunan infrastruktur terkait dengan pembebasan lahan karena
masalah RTRW yang belum selesai.
Memasuki triwulan II 2017, kinerja sektor konstruksi diperkirakan terus meningkat.
Kondisi ini sejalan dengan pola belanja pemerintah dan realisasi investasi yang
kecenderungannya mulai meningkat pada triwulan kedua. Masih tumbuh positifnya
kinerja sektor ini dapat menimbulkan optimisme bagi pelaku usaha terhadap
membaiknya daya beli masyarakat ke depan. Sebaliknya, apabila pelaku swasta
khawatir dalam merealisasikan investasinya terkait dengan kepatuhan wajib pajak,
terutama untuk penjualan rumah premium yang tercermin dari undisbursed loan
konstruksi dapat menghambat pertumbuhan sektor konstruksi. Demikian juga
dengan belum disahkannya RTRW masih menjadi faktor penghambat dalam
pengembangan sektor tersebut.
Grafik.1.39. Kredit Konstruksi
Sumber: LBU Bank Indonesia
Grafik.1.40. Konsumsi Semen
Sumber: Asosiasi Semen Indonesia
-20
0
20
40
60
80
100
-
500
1.000
1.500
2.000
2.500
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016 2017
% y
oy
Rp
Mil
iar
Kredit Konstruksi Growth (% yoy)
-80
-60
-40
-20
0
20
40
60
0
100
200
300
400
500
600
700
I II III
IV
I II III
IV
I II III
IV
I II III
IV
I II III
IV
I II III
IV
I II III
IV
I
Ap
r
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
%
Rib
u T
on
Konsumsi Semen g-yoy
Islam merupakan agama mayoritas yang dianut oleh penduduk Provinsi Riau, yaitu
mencapai 89,86% beragama Islam (BPS, Sensus 2013). Dalam kehidupan sehari-hari
budaya Islam juga dipegang oleh masyarakat Riau pada umumnya. Pada bidang
pendidikan, Pesantren merupakan lembaga pendidikan keagamaan yang telah berdiri
sejak lama. Saat ini terdapat 183 pesantren dengan 33 ribu santri yang terdaftar di
seluruh Riau. Seiring dengan perkembangan zaman, pesantren sekarang diharapkan
tidak hanya menjalankan fungsi tradisional, yaitu untuk pengajaran ilmu-ilmu Islam,
pemeliharaan tradisi Islam, dan regenerasi ulama, tetapi juga menjadi pusat
pemberdayaan ekonomi masyarakat dan sekitarnya.
Tidak tepat bila kita membandingkan kondisi Pesantren di Riau dengan Pesantren di Jawa
yang telah berkembang, namun beberapa pesantren telah melakukan usaha
pemberdayaan ekonomi dengan berbagai pola, antara lain : usaha ekonomi yang berpusat
pada figur kyai sebagai orang yang paling bertanggung jawab mengembangkan pesantren,
dan usaha ekonomi untuk santri dengan memberi ketrampilan dan kemampuan bagi santri
agar kelak ketrampilan itu dapat dimanfaatkan selepas lulus dari pesantren.
Sebagai langkah awal pengembangan kemandirian ekonomi pesantren, Forum Komunikasi
Pondok Pesantren (FKPP) Riau melakukan identifikasi awal potensi usaha yang dmiliki
masing-masing pesantren, untuk mendapatkan informasi bagaimana model bisnis yang
sesuai dan sektor ekonomi yang paling tepat dikembangkan oleh pesantren. Selanjutnya
KPw BI Provinsi Riau menyelenggarakan pelatihan kewirausahaan dan pertanian organik
pada tanggal 16 s/d 21 Mei 2017 berlokasi di Ponpes AL Amin Dumai yang diikuti oleh 5
pesantren dari berbagai daerah di Riau.
Sebagai informasi awal, sektor ekonomi yang bisa berpotensi dikembangkan oleh
pesantren adalah sektor pertanian dan perikanan, industri pengolahan (makanan jadi), dan
sektor perdagangan.
Boks
KEMANDIRIAN EKONOMI PESANTREN
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
31
1. KONDISI UMUM
Sejalan dengan perkiraan Bank Indonesia, inflasi Provinsi Riau pada triwulan I
2017 mengalami peningkatan. Meningkatnya tekanan inflasi terutama bersumber
dari peningkatan inflasi administered price akibat penyesuaian tarif listrik,
peningkatan biaya perpanjangan STNK, serta kenaikan tarif cukai rokok. Selain itu,
peningkatan juga terjadi pada inflasi inti akibat kenaikan tarif pulsa ponsel untuk
menutup biaya investasi penambahan BTS operator jasa telekomunikasi, serta
meningkatnya daya beli masyarakat akibat kenaikan Upah Minimum Regional.
Namun demikian tekanan inflasi yang lebih tinggi pada kedua kelompok tersebut
tertahan oleh penurunan inflasi volatile food, karena membaiknya pasokan
komoditas beras dan bumbu-bumbuan (cabai merah dan bawang merah) dari sentra
penghasil terutama Sumatera Barat dan Sumatera Utara. Relatif terkendalinya laju
ASESMEN
INFLASI DAERAH
Bab 2
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
32
inflasi di Provinsi Riau juga tidak terlepas dari peningkatan koordinasi aktif Bank
Indonesia, Pemerintah Daerah, dan instansi terkait lainnya akan terus dilakukan dan
difokuskan pada upaya menjamin ketersediaan pasokan dan kelancaran distribusi
untuk meminimalisir tekanan inflasi yang lebih tinggi, terutama pada saat terjadi
banjir Sumbar dan Riau di triwulan I 2017.
2. PERKEMBANGAN INFLASI PROVINSI RIAU
Inflasi Riau pada triwulan I-2017 tercatat 5,02% (yoy), lebih tinggi dibandingkan
triwulan IV-2016 yang sebesar 4,04% (yoy), dan lebih tinggi dibandingkan triwulan
I 2016 yang sebesar 4,42% (yoy). Kondisi ini sejalan dengan perkembangan inflasi
nasional yang menunjukkan peningkatan dari 3,02% (yoy) pada triwulan IV-2016
menjadi 3,61% (yoy) pada triwulan I-2017, meskipun realisasi inflasi nasional
tersebut lebih rendah dibandingkan inflasi triwulan I-2015 yang sebesar 4,45% (yoy).
Jika dilihat realisasi inflasi provinsi di Sumatera pada triwulan I 2017, inflasi terendah
terjadi di Provinsi Jambi sebesar 2,85% (yoy), sementara tertinggi terjadi di Provinsi
Bangka Belitung 6,40% (yoy) .
Gambar 2.1. Inflasi Riau, Sumatera dan Nasional Tw I 2017 dibandingkan dengan Historisnya (yoy)
Inflasi se-Sumatera Tahun 2016
Inflasi 3 Tahun Terakhir
Sumber : BPS, diolah
Sumbar
3,82
Aceh
3,45
Sumut
3,91
Riau5,02%
Babel
6,40
Bengkulu
6,01
Lampung
3,67
Kepri
3,08
Sumsel
3,71
Jambi
2,85
Sumatera 3,91%Nasional 3,61%
7,32
6,38
4,45
3,61
7,75
6,17
4,425,02
7,23
6,12 5,71
4,75
0
2
4
6
8
10
I I I I
2014 2015 2016 2017
% yoyNasional Riau Sumatera
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
33
Secara tahunan, meningkatnya tekanan inflasi Riau bersumber dari komponen
administered price dan inflasi core. Peningkatan tekanan inflasi administered price
secara tahunan didorong oleh kenaikan tarif listrik sebagai dampak lanjutan adanya
kebijakan pemerintah dalam memberikan subsidi tepat sasaran. Kebijakan tersebut
membedakan golongan tariff listrik dengan daya 900VA menjadi rumah tangga
mampu dan rumah tangga miskin, dimana golongan tariff listrik R-1/900 VA khusus
rumah tangga mampu terkena pemberlakuan kenaikan bertahap setiap 2 bulan yaitu
1 Januari 2017, 1 Maret 2017, 1 Mei 2017 dan 1 Juli 2017.
Selain kenaikan tarif listrik, peningkatan inflasi administered prices di triwulan I 2017
juga bersumber dari kenaikan biaya perpanjangan STNK, Rokok Kretek Filter, Bensin,
dan Rokok Putih yang terjadi di bulan Januari 2017. Kenaikan biaya perpanjangan
STNK mengacu pada PP No.60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas Penerimaan
Negara Bukan Pajak (PNBP), menggantikan ketentuan PP No.50 Tahun 2010 dan
berlaku sejak 6 Januari 2017. Kenaikan harga rokok disebabkan oleh kenaikan tarif
cukai rokok tahun 2017 mulai 10,54% s/d 13% sehingga kenaikan harga jual eceran
(HJE) rata-rata menjadi sebesar 12,26%. Sementara itu, komoditas bensin juga
mengalami inflasi akibat kenaikan harga bensin non subdisi seperti Pertamax,
Pertalite, Pertamina Dex, dan Dexlite masing-masing sebesar Rp300/liter sejak
tanggal 5 Januari 2017 seiring dengan kenaikan harga minyak dunia.
Dari kelompok inflasi inti peningkatan disebabkan oleh meningkatnya tarif pulsa
ponsel, sewa rumah, ditambah kenaikan harga mobil terutama terjadi pada Januari
2017. Meningkatnya tarif pulsa ponsel terpantau sejak September 2016 disebabkan
operator jasa telekomunikasi bermaksud untuk menutup biaya investasi setelah
terjadi kompetisi harga pada periode sebelumnya. Selain itu, perubahan tarif pulsa
juga dilakukan untuk mengantisipasi lonjakan permintaan pada momentum tertentu
seperti tahun baru dan hari kebesaran agama sehingga untuk memenuhi kenaikan
permintaan tersebut perusahaan harus melakukan ekspansi dengan penambahan
infrastruktur Base Transceiver Station (BTS) yang berdampak pada penambahan biaya
operasional. Sementara itu peningkatan harga sewa rumah mengikuti pola musiman
kenaikan harga pada awal tahun, serta akibat adanya kenaikan tarif listrik.
Sedangkan kenaikan harga mobil dipengaruhi oleh faktor kenaikan upah minimum
dan kebijakan terkait bea balik nama.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
34
Di sisi lain, kelompok volatile food justru mengalami penurunan, yang didorong oleh
penurunan tekanan harga beras, harga bumbu-bumbuan (cabai merah dan bawang
merah), dan sejumlah sayuran akibat membaiknya kondisi pasokan dari Sumatera
Barat dan Sumatera Utara. Faktor yang menahan penurunan harga beras adalah
meningkatnya harga komoditas ikan segar terutama ikan nila dan ikan serai akibat
keterbatasan pasokan baik lokal maupun dari luar wilayah Riau.
Grafik 2.1. Inflasi dan Sumbangan/Kontribusi Kelompok Barang dan Jasa (yoy)
Bila dilihat dari kota yang disurvei di Provinsi Riau, inflasi tahunan tertinggi terjadi di
Kota Dumai mencapai 5,33% (yoy), diikuti oleh Kota Pekanbaru dan Kota
Tembilahan masing-masing 5,17% dan 2,97% (yoy). Tekanan inflasi di ketiga kota
tersebut menunjukkan peningkatan bila dibandingkan dengan triwulan IV-2016
yang masing-masing tercatat 3,98%, 4,19%, dan 2,58% (yoy). Tingkat inflasi antar
ketiga kota (terutama Tembilahan dengan Pekanbaru dan Dumai) mencerminkan
disparitas inflasi yang relatif mengecil.
Peningkatan upah minimum regional (UMPRiau meningkat Riau 8,2%)
Peningkatan tarif pulsa ponsel akibatoperator jasa telekomunikasi bermaksudmenutup biaya investasi penambahan BTS
Perbaikan harga komoditas meningkatkandaya beli masyarakat
Ekspektasi ke depan diperkirakanmeningkat
Penurunan harga beras, bawang merah, dantomat sayur secara tahunan akibat kondisipasokan yang relatif baik
Harga cabai merah mulai menurun padatriwulan I akibat membaiknya pasokan dariSumbar dan Sumut
Peningkatan harga ikan segar terutama ikannila dan ikan serai, karena gangguanpasokan baik dari dalam maupun luar Riau
Penyesuaian tarif listrik secara bertahap(pencabutan subsidi tarif listrik 900 VA padapelanggan mampu)
Peningkatan biaya perpanjangan STNK danbea balik nama
Kenaikan tarif cukai rokok Penyesuaian harga BBM non subsidi seperti
Pertamax, Pertalite, Pertamina Dex, Dexlite
INFLASI RIAU
INFLASI CORE
2.65
4.42
1.92
3.274.04
5.02
IV I II III IV I
2016 2017
3.23 2.982.60 2.50
3.19
3.79
IV I II III IV I
2016 2017
3.99
9.22
2.59
8.839.76
7.40
IV I II III IV I
2016 2017
VOLATILE FOOD
0.31
3.46
-0.26 0.020.42
6.23
IV I II III IV I
2016 2017
ADMINISTERED PRICE
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
35
Grafik 2.2. Perkembangan Inflasi Nasional,
Riau, Sumatera (yoy)
Grafik 2.3. Perkembangan Inflasi Ketiga Kota
di Riau (yoy)
Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah
Jika dilihat berdasarkan kelompok barang dan jasa yang disurvei di Provinsi Riau,
sumber peningkatan tekanan inflasi secara tahunan pada triwulan I 2017 terutama
berasal dari peningkatan yang cukup signifikan pada kelompok bahan makanan,
kelompok makanan jadi, dan kelompok perumahan yang masing-masing
memberikan kontribusi sebesar 1,90%, 1,48%, dan 1,01% pada triwulan I-2017.
Kontribusi inflasi pada kelompok bahan makanan mengalami penurunan
dibandingkan triwulan lalu yang sebesar 2,56% (yoy), sebaliknya pada kelompok
makanan jadi dan kelompok perumahan mengalami kenaikan dari triwulan lalu yang
sebesar 1,32% dan 0,24% (yoy). Kenaikan kontribusi cukup tinggi juga terjadi pada
kelompok transportasi dan komunikasi dimana pada triwulan IV 2016 memberikan
kontribusi -0,15%, pada triwulan I 2017 menunjukkan peningkatan kontribusi yang
cukup tinggi 0,41% (yoy).
Grafik 2.4. Inflasi dan Kontribusi Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Tw I 2017 di Riau (yoy)
0
2
4
6
8
10
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3
2015 2016 2017
% yoy Nasional Riau Sumatera
0
2
4
6
8
10
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3
2015 2016 2017
% yoy Pekanbaru Dumai Tembilahan
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
36
Sementara itu, perkembangan inflasi Riau secara triwulanan tercatat sebesar 1,41%
(qtq), mengalami penurunan dibandingkan realisasi inflasi triwulanan di triwulan IV
2016 yang sebesar 2,01% (qtq). Namun demikian, realisasi inflasi Riau pada triwulan
I 2017 tercatat lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata historisnya dalam
kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir yang sebesar 0,63% (qtq).
Grafik 2.5. Perkembangan Inflasi Riau Nasional secara Triwulanan (qtq)
Sumber : BPS, diolah
Tekanan inflasi Riau secara triwulanan didorong oleh kenaikan harga kelompok
perumahan dan kelompok transportasi dan komunikasi. Berdasarkan komoditasnya,
peningkatan tekanan inflasi pada kelompok perumahan terjadi pada subkelompok
bahan bakar, penerangan dan air akibat penyesuaian tarif listrik dan sub kelompok
biaya tempat tinggal akibat meningkatnya biaya sewa rumah. Sementara itu
peningkatan pada kelompok transportasi komunikasi berasal dari meningkatnya sub
kelompok transportasi dan sub kelompok sarana dan penunjang transpor akibat
meningkatnya harga BBM non subsidi dan harga mobil.
Grafik 2.6. Historis Inflasi selama Tw I 2017 di Provinsi Riau (qtq)
Sumber : BPS, diolah
-2
-1
0
1
2
3
I II III IV I II III IV I
2015 2016 2017
(% qtq) Riau Nasional Sumatera
-2
-1
0
1
2
3
I II III IV I II III IV I
2015 2016 2017
(% qtq) Pekanbaru Dumai Tembilahan
0.98
0.63 0.630.47
0.880.56
1.191.41
1.23
2.52
1.05
0.36
-0.5
0.5
1.5
2.5
3.5
Nasional Riau Pekanbaru Dumai Tembilahan Sumatera
% (qtq) Historis 2012-2016 Tw I-2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
37
Jika dilihat berdasarkan kelompok barang dan jasa yang disurvei, Inflasi tertinggi
berasal dari kelompok perumahan, kelompok transportasi dan komunikasi, dan
kelompok makanan jadi dengan tingkat inflasi masing-masing sebesar 3,41%,
2,41%, dan 1,40% (qtq), atau masing-masing memberikan andil inflasi sebesar
0,74%, 0,37% dan 0,29%. Sementara itu, realisasi inflasi triwulanan terendah
terjadi pada kelompok bahan makanan dan kelompok pendidikan rekreasi olahraga
dengan tingkat inflasi sebesar -0,68% dan 0,24% (qtq).
Grafik 2.7. Inflasi dan Kontribusi Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa Tw I 2017 di Riau (qtq)
Sumber : BPS, diolah
Ke depan, tekanan inflasi Riau pada triwulan II-2017 diperkirakan meningkat dengan
tendensi bias ke atas dari sasaran inflasi nasional. Meningkatnya tekanan inflasi
diperkirakan terutama berasal dari inflasi kelompok volatile food karena
meningkatnya harga barang seiring dengan meningkatnya permintaan masyarakat
menjelang ramadhan dan Idul Fitri. Selain itu, dampak lanjutan reformasi subsidi
energi diperkirakan masih akan terus berlanjut pasca dicabutnya subsidi listrik tahap
III per 1 Mei Tahun 2017. Disisi lain, tekanan inflasi inti juga diperkirakan sedikit
meningkat akibat sejalan dengan berlanjutnya realisasi belanja pemerintah pada
triwulan berjalan sehingga meningkatkan harga dari sisi permintaan. Secara spasial,
inflasi tertinggi diperkirakan berasal dari Pekanbaru, diikuti Dumai dan Tembilahan.
Adapun beberapa faktor yang berpotensi membawa inflasi melewati batas atas
kisaran proyeksi antara lain penyesuaian tarif listrik secara bertahap, kenaikan
permintaan bahan makanan menjelang Ramadhan dan hari raya Idul Fitri, perbaikan
-1,0
-0,5
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
5
6
BhnMakanan
MakananJadi
Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan,Rekreasi
TransportKomunikasi
% Kontribusi% (qtq) Inf.qtq Tw IV 2016 Inf.qtq Tw I 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
38
harga komoditas dan UMR yang meningkatkan daya beli, potensi penyesuaian harga
BBM dan terbatasnya BBM premium, kenaikan cukai rokok sebesar 10,54-13,00%
per tahun, dan kenaikan biaya operasional pelaku usaha. Sedangkan beberapa faktor
yang berpotensi membawa inflasi melewati batas bawah kisaran proyeksi antara lain
menguatnya nilai tukar rupiah terhadap USD sehingga menekan imported inflation,
program peningkatan populasi sapi, terjaganya ekspektasi inflasi masyarakat,
kelanjutan realisasi infrastruktur pangan & distribusi, program ketahanan pangan
pemerintah pusat dengan mendorong perluasan lahan pertanian, kebijakan impor
pangan, dan monitoring harga yang semakin intensif.
2.1. Inflasi Kota
2.1.1. Inflasi Kota Pekanbaru
Pada triwulan I-2017, Kota Pekanbaru mengalami inflasi sebesar 5,17% (yoy), lebih
tinggi jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 4,19% (yoy).
Meningkatnya tekanan inflasi di Kota Pekanbaru terutama bersumber dari kelompok
administered price yang tercatat mengalami inflasi 5,63% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya yang deflasi sebesar 0,30% (yoy). Tingginya
inflasi kelompok administered price disebabkan oleh meningkatnya tarif listrik akibat
pencabutan subsidi pelanggan 900 VA mampu secara bertahap, kenaikan biaya
perpanjangan STNK dan kenaikan harga rokok kretek filter akibat kenaikan tarif
cukai rokok.
Selain itu, sumber tekanan inflasi juga bersumber dari kelompok inti yang tercatat
4,12% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan IV-2016 yang sebesar 3,50% (yoy).
Meningkatnya laju inflasi inti disebabkan oleh kenaikan tarif pulsa ponsel akibat
kebijakan operator jasa telekomunikasi yang menaikkan tarif untuk menutup biaya
investasi penambahan BTS pada akhir tahun 2016. Di sisi lain, inflasi volatile food
mengalami penurunan dari 10,46% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi 7,49%
(yoy) pada triwulan I 2017. Penurunan inflasi volatile food bersumber dari
menurunnya harga komoditas beras dan bumbu-bumbuan (cabai merah dan
bawang merah), serta beberapa jenis sayuran (tomat sayur, kol, kentang) akibat
membaiknya pasokan terutama dari Sumatera Barat dan Sumatera Utara. Penurunan
lebih dalam tekanan inflasi volatile food tertahan oleh peningkatan harga ikan segar
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
39
terutama ikan mujair, ikan serai, dan ikan nila karena gangguan produksi di beberapa
daerah penghasil di Riau maupun dari luar Riau terutama Sumatera Barat.
Dilihat berdasarkan kelompok barang jasa, inflasi di Pekanbaru pada triwulan I 2017
bersumber dari semua kelompok. Tekanan inflasi tertinggi berasal dari kelompok
bahan makanan dan makanan jadi yang masing-masing memberikan andil sebesar
1,78% dan 1,56%, dengan tingkat inflasi sebesar 7,58% dan 7,67% (yoy). Laju
inflasi kelompok bahan makanan tersebut tercatat lebih rendah dibandingkan
triwulan IV-2016 yang tercatat 10,34%(yoy), sementara laju inflasi kelompok
makanan jadi tercatat lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2016 yang sebesar
6,56% (yoy).
Grafik 2.8 Perkembangan Inflasi Pekanbaru dan Rata-rata Historis Tw I (2012-2016)
Sumber : BPS, diolah
Grafik 2.9. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Pekanbaru Tw I 2017
2.1.2. Inflasi Kota Dumai
Sejalan dengan perkembangan inflasi kota Pekanbaru, inflasi Kota Dumai juga
tercatat mengalami peningkatan, dari 3,98% di triwulan IV 2016 menjadi 5,33%
(yoy) pada triwulan I 2017. Meningkatnya tekanan inflasi di Kota Dumai terutama
bersumber dari kelompok administered price yang meningkat dari 2,93% di triwulan
IV 2016 menjadi 6,46% (yoy) di triwulan I 2017. Peningkatan juga disebabkan oleh
meningkatnya tarif listrik dan peningkatan biaya perpanjangan STNK sebagaimana
halnya terjadi di kota Pekanbaru. Kenaikan tekanan inflasi juga terjadi pada
kelompok core yang mengalami peningkatan inflasi dari 2,52% menjadi 3,62%
(yoy). Hal ini disebabkan oleh meningkatnya tarif pulsa ponsel dan biaya sewa rumah.
Sebaliknya, penurunan tekanan inflasi terjadi pada kelompok volatile food yang
turun dari 8,24% di triwulan IV 2016 menjadi 8,06% (yoy) di triwulan I 2017, hal
-1
0
1
2
3
4
5
-2
0
2
4
6
8
10
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015 2016 2017
% (qtq)% (yoy) Inflasi Triwulanan Inflasi Tahunan avg yoy 5th
7.58 7.67
4.55
2.32 2.252.65 2.85
1.781.56
0.95
0.13 0.11 0.210.49
-1.0
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
-2
0
2
4
6
8
10
BahanMakanan
MakananJadi
Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan,Rekreasi
Transport &Kom
% kontribusiInflasi (% yoy) Inf.yoy Tw I 2017 Kont.yoy Tw I 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
40
tersebut seiring dengan penurunan harga komoditas bumbu-bumbuan seperti cabai
merah, cabai rawit, dan cabai hijau, beberapa komoditas daging segar (daging ayam
ras, daging sapi, dan telur ayam ras), serta beberapa jenis sayuran seperti bayam,
buncis, kangkung. Penurunan harga komoditas tersebut juga didorong oleh
melimpahnya pasokan dari daerah sentra produksi di Sumatera Utara dan Sumatera
Barat. Penurunan tekanan kelompok volatile food tertahan oleh meningkatnya harga
komoditas ikan segar terutama ikan kembung, ikan serai, ikan nila, ikan tongkol, dan
udang basah karena keterbatasan pasokan.
Apabila dilihat per kelompok komoditas, kelompok bahan makanan dan makanan
jadi memiliki kontribusi terbesar terhadap inflasi Kota Dumai pada triwulan I-2017
masing-masing sebesar 2,16% dan 1,38%, dengan tingkat inflasi 8,26% dan 6,57%
(yoy). Kontribusi tersebut sedikit menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang
sebesar 2,17% dan 1,41% dengan tingkat inflasi 8,36% dan 6,65% (yoy).
Peningkatan andil inflasi tahunan cukup tinggi terjadi pada kelompok perumahan
yang meningkat dari 0,39% menjadi 1,06% akibat kenaikan tarif listrik dan biaya
sewa rumah, serta peningkatan pada kelompok transportasi dan komunikasi yang
meningkat dari andil -0,11% menjadi 0,47% akibat meningkatnya biaya
perpanjangan STNK ditambah peningkatan harga bensin non subsidi.
2.1.3. Inflasi Kota Tembilahan
Searah dengan kedua kota perhitungan inflasi lainnya, tekanan inflasi Kota
Tembilahan pada triwulan laporan tercatat meningkat dari 2,58% di triwulan IV
2016 menjadi sebesar 2,97% (yoy) di triwulan I 2017. Tekanan inflasi bersumber dari
kelompok administered price yang tercatat meningkat dari 0,87% menjadi 6,78%
(yoy). Peningkatan tekanan kelompok administered price tersebut bersumber dari
Grafik 2.10. Perkembangan Inflasi Kota Dumai
Sumber : BPS, diolah
Grafik 2.11. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw I-2017
-1
0
1
2
3
4
5
-2
0
2
4
6
8
10
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015 2016 2017
% (qtq)% (yoy) Inflasi Triwulanan Inflasi Tahunan avg yoy 5th
8.26
6.57
5.16
2.653.30
0.422.90
-1.0
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
-2
0
2
4
6
8
10
12
BahanMakanan
MakananJadi
Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan,Rekreasi
Transport &Kom
% kontribusiInflasi (% yoy) Inf.yoy Tw I 2017 Kont.yoy Tw I 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
41
meningkatnya tarif listrik dan biaya perpanjangan STNK sebagaimana terjadi di
Pekanbaru dan Dumai.
Di sisi lain penurunan tekanan inflasi terjadi pada kelompok volatile food yang
menurun dari 6,24% menjadi 3,85% (yoy), dan kelompok inflasi core yang menurun
dari 1,36% menjadi 1,27% (yoy). Penurunan inflasi volatile food bersumber dari
menurunnya harga bumbu-bumbuan antara lain cabai merah, cabai rawit, bawang
merah, dan bawang putih akibat ketersediaan stock dari daerah pemasok.
Penurunan inflasi volatile food lebih rendah tertahan oleh meningkatnya harga beras
dan beberapa komoditas ikan segar (udang basah, ikan kembung dan mujair) akibat
gangguan pasokan. Sementara itu penurunan inflasi core, bersumber dari penurunan
harga emas perhiasan dan beberapa produk elektronik seperti lemari es, televisi
berwarna, kipas angin.
Berdasarkan kelompok barang dan jasa, kelompok perumahan memiliki kontribusi
terbesar di Kota Tembilahan yaitu 1,18% dengan tingkat inflasi 4,69% (yoy).
Kontribusi tersebut meningkat dibandingkan triwulan IV 2016 yang sebesar 0,10%
dengan tingkat inflasi 0,41% (yoy). Kelompok penyumbang inflasi terbesar kedua
adalah kelompok bahan makanan dengan kontribusi 1,07% dan tingkat inflasi
3,78% (yoy), mengalami penurunan jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang
memberikan kontribusi 1,74% dengan tingkat inflasi 6,04% (yoy). Kelompok
pendidikan, rekreasi dan olahraga serta kelompok transportasi dan komunikasi
menjadi kelompok dengan kontribusi terendah terhadap inflasi Kota Tembilahan,
yaitu sebesar 0,03% dan 0,07%, atau tercatat inflasi sebesar 0,51 dan 0,72%(yoy).
Grafik 2.12. Perkembangan Inflasi Kota Tembilahan
Sumber : BPS, diolah
Grafik 2.13. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Tembilahan Tw I-2017
-1
-1
0
1
1
2
2
3
3
4
4
-2
0
2
4
6
8
10
12
14
I II III IV I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016 2017
% (qtq)% (yoy) Inflasi Triwulanan Inflasi Tahunan avg yoy 2th
3.78
1.65
4.69
2.523.33
0.51
0.72
-1.0
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
-2
0
2
4
6
8
BahanMakanan
MakananJadi
Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan,Rekreasi
Transport &Kom
% kontribusiInflasi (% yoy) Inf.yoy Tw I 2017 Kont.yoy Tw I 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
42
2.2. Disagregasi Inflasi1 (yoy)
Meningkatnya inflasi Riau pada triwulan I 2017 didorong oleh tekanan inflasi
terutama berasal dari kelompok administered price. Kenaikan inflasi administered
price tersebut utamanya disebabkan oleh kenaikan tarif listrik akibat pencabutan
subsidi pelanggan listrik 900 VA mampu secara bertahap dan peningkatan biaya
perpanjangan STNK. Peningkatan tekanan juga tejadi pada kelompok inflasi inti yang
disebabkan meningkatnya tarif pulsa ponsel pada bulan Januari 2017 dan
peningkatan biaya sewa rumah yang juga terjadi pada bulan Januari 2017 terutama
di Pekanbaru dan Dumai. Sebaliknya penurunan tekanan terjadi pada kelompok
volatile food akibat menurunnya harga bumbu-bumbuan terutama cabai merah,
cabai rawit, dan bawang merah dikarenakan terjaganya kondisi pasokan pada
triwulan I 2017.
Grafik 2.14. Inflasi IHK dan Disagregasi Inflasi (mtm)
Grafik 2.15. Inflasi IHK dan Disagregasi Inflasi (yoy)
Sumber : BPS, diolah
1 Disagregasi dilakukan dengan pendekatan subkelompok
-4
-2
0
2
4
6
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3
2013 2014 2016 2017
(% yoy)CPI Core Volatile Food Administered
-5
0
5
10
15
20
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3
2013 2014 2016 2017
(% yoy)CPI Core Volatile Food Administered
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
43
2.2.1. Inflasi Inti (Core)
Laju inflasi core pada triwulan I-2017 tercatat sebesar 3,79% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan triwulan IV-2016 yang mencapai 3,19% (yoy). Meningkatnya tekanan
inflasi core bersumber dari peningkatan tarif pulsa ponsel yang dilakukan oleh
operator jasa telekomunikasi untuk menutup biaya investasi penambahan BTS, serta
peningkatan biaya sewa rumah yang selain pola seasonal awal tahun juga
disebabkan oleh peningkatan tarif listrik akibat pencabutan subsidi kepada
pelanggan 900 VA secara bertahap. Faktor yang menahan peningkatan laju inflasi
core lebih tinggi adalah penurunan harga komoditas gula pasir dan akibat
menurunnya harga komoditas emas dan CPO di pasar internasional. Selain itu relatif
terjaganya pasokan komoditas core secara umum, relatif stabilnya nilai tukar rupiah,
terkendalinya ekspektasi masyarakat, dan cenderung moderatnya tekanan
permintaan secara umum juga menahan laju peningkatan inflasi core di triwulan I
2017.
Grafik 2.16. Perkembangan Inflasi Inti (core) di Riau (yoy)
Sumber : BPS, diolah
Grafik 2.17. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap USD
Sumber : Bank Indonesia
Grafik 2.18. Perkembangan Harga Emas Dunia
Sumber : Bloomberg, diolah
Grafik 2.19. Perkembangan Inflasi Tradables Goods dan Non Tradable Goods (yoy)
Sumber : BPS, diolah
0
2
4
6
8
10
I II III IV I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016 2017
% (yoy) RIAU Pekanbaru Dumai Tembilahan
6,000
8,000
10,000
12,000
14,000
20
Ma
y 2
01
3
1 J
uly
20
13
16
Au
gu
st 2
01
3
26
Se
pte
mb
er…
11
No
ve
mb
er…
20
De
ce
mb
er…
6 F
eb
rua
ry 2
01
4
19
Ma
rch
20
14
5 M
ay
20
14
18
Ju
ne
20
14
6 A
ug
ust
20
14
16
Se
pte
mb
er…
27
Octo
be
r 2
01
4
5 D
ece
mb
er
20
14
20
Ja
nu
ary
20
15
3 M
arc
h 2
01
5
14
Ap
ril 2
01
5
27
Ma
y 2
01
5
8 J
uly
20
15
25
Ag
ust
20
15
6 O
kt
20
15
16
No
p 2
01
5
30
De
s 2
01
5
9-F
eb
-17
23
-Ma
r-1
7
-30
-20
-10
0
10
20
30
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2014 2015 2016
g (% yoy)$/OZ Harga Emas growth (yoy)
0
2
4
6
8
10
12
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3
2013 2014 2015 2016 2017
% (yoy)Tradeable Non Tradeable
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
44
Jika dilihat berdasarkan kota yang disurvei, inflasi core terendah pada triwulan I-2017
terjadi di Kota Tembilahan sebesar 1,27% (yoy), sementara inflasi core tertinggi
terjadi di Pekanbaru dan Dumai masing-masing sebesar 4,12%dan 3,62% (yoy).
2.2.2. Inflasi Volatile Food
Perkembangan harga kelompok volatile food pada periode triwulan I 2017 tercatat
sebesar 7,40% (yoy), menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar
9,76% (yoy). Menurunnya tekanan inflasi volatile food terutama didorong oleh
penurunan harga beras dan subkelompok bumbu-bumbuan (cabai merah dan
bawang merah), dan sebagian jenis sayuran (tomat sayur, bayam, kol).
Jika dilihat dari ketiga kota perhitungan inflasi di Riau, inflasi volatile food tertinggi
pada triwulan I-2017 terjadi di Kota Dumai sebesar 8,06% (yoy), diikuti oleh
Pekanbaru dan Tembilahan masing-masing sebesar 7,49% dan 3,85% (yoy). Inflasi
volatile food di ketiga kota tersebut tercatat menurun bila dibandingkan triwulan IV-
2016 yang masing-masing tercatat 8,24%, 10,46%, dan 6,24% (yoy).
Grafik 2.20. Perkembangan Inflasi Volatile Food di Riau (yoy)
Sumber : BPS, diolah
Grafik 2.22. Perkembangan Harga Komoditas Beras di Kota Pekanbaru
Grafik 2.21. Perkembangan Harga Komoditas Bumbu-bumbuan di Pekanbaru
Sumber : Survei Pemantantauan Harga BI
Grafik 2.23. Perkembangan Harga Daging dan
Telur di Kota Pekanbaru
-4
0
4
8
12
16
20
24
28
I II III IV I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016 2017
% (yoy) RIAU Pekanbaru Dumai Tembilahan
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
45
Berdasarkan hasil Survei Pemantauan Harga (SPH) Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Riau, harga cabai merah mulai mengalami peningkatan mulai September
sampai dengan November 2016 pada kisaran harga Rp.60.000-93.000/Kg. Kenaikan
harga tersebut dipicu oleh kenaikan harga dari daerah pemasok seperti Sumatera
Utara dan Sumatera Barat akibat curah hujan tinggi yang menyebabkan gagal panen
di sentra produksi sehingga supply cabai di pasar menjadi terbatas. Pada triwulan I
2017 harga cabai merah mulai turun dan berada pada kisaran Rp.35.000/Kg.
2.2.3. Inflasi Administered Prices
Pada triwulan I-2017 kelompok administered prices mengalami inflasi sebesar 6,23%
(yoy), meningkat tinggi dibandingkan triwulan IV-2016 yang mengalami inflasi
sebesar 0,42% (yoy). Peningkatan tekanan inflasi administered price secara tahunan
didorong oleh kenaikan tarif listrik sebagai dampak lanjutan adanya kebijakan
pemerintah dalam memberikan subsidi tepat sasaran. Kebijakan tersebut
membedakan golongan tariff listrik dengan daya 900VA menjadi rumah tangga
mampu dan rumah tangga miskin, dimana golongan tariff listrik R-1/900 VA khusus
rumah tangga mampu terkena pemberlakuan kenaikan bertahap setiap 2 bulan yaitu
1 Januari 2017, 1 Maret 2017, 1 Mei 2017 dan 1 Juli 2017. Diperkirakan di provinsi
Riau terdapat sekitar 400 ribu rumah yang terkena pencabutan subsidi secara
bertahap. Sebagai ilustrasi seberapa besar peningkatan tarif listrik, saat mendapatkan
subsidi golongan 900 VA hanya membayar Rp585 setiap konsumsi listrik per kWh,
sementara itu dengan dicabutnya subsidi maka tagihan listrik menjadi Rp1.450 per
kWh (mekanisme pencabutan subsidi dilakukan secara bertahap). Dampak
pencabutan subsidi/peningkatan tarif listrik tahap I yang sudah dilakukan pada pada
1 Januari 2017 untuk pelanggan pra bayar sudah berdampak pada peningkatan
inflasi tarif listrik di bulan Januari, sementara untuk pelanggan pasca bayar baru
terjadi pada peningkatan tarif listrik bulan Februari 2017.
Selain kenaikan tarif listrik, peningkatan inflasi administered prices di triwulan I 2017
juga bersumber dari kenaikan biaya perpanjangan STNK, Rokok Kretek Filter, Bensin,
dan Rokok Putih yang terjadi di bulan Januari 2017. Kenaikan biaya perpanjangan
STNK mengacu pada PP No.60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atas Penerimaan
Negara Bukan Pajak (PNBP), menggantikan ketentuan PP No.50 Tahun 2010 dan
berlaku sejak 6 Januari 2017. Sedangkan, kenaikan harga rokok disebabkan oleh
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
46
kenaikan tarif cukai rokok tahun 2017 mulai 10,54% s/d 13% sehingga kenaikan
harga jual eceran (HJE) rata-rata menjadi sebesar 12,26%. Selain itu, komoditas
bensin juga mengalami inflasi akibat kenaikan harga bensin non subdisi seperti
Pertamax, Pertalite, Pertamina Dex, dan Dexlite masing-masing sebesar Rp300/liter
sejak tanggal 5 Januari 2017 seiring dengan kenaikan harga minyak dunia.
Jika dilihat per kota perhitungan inflasi di Provinsi Riau, tekanan inflasi administered
price tertinggi terjadi di Kota Tembilahan dengan tingkat inflasi sebesar 6,78% dikuti
Kota Dumai sebesar 6,46% (yoy), dan Kota Pekanbaru sebesar 5,63% (yoy).
Grafik 2.24. Perkembangan Inflasi Administered Price (yoy)
Sumber : BPS, diolah
2.3 Program Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Riau
Pada periode laporan diselenggarakan pertemuan TPID di Kota Pekanbaru pada
tanggal 16 Maret 2017 dan TPID Kota Dumai tanggal 22 Maret 2017, pokok
pembahasan dalam pertemuan dimaksud yaitu (i) review implementasi program
pengendalian inflasi yang telah dilakukan oleh TPID Kota Pekanbaru dan Kota Dumai,
(ii) identifikasi dampak bencana banjir terhadap volatilitas harga di Kota Pekanbaru
dan Kota Dumai dan (iii) penyusunan roadmap pengendalian inflasi sebagai rencana
tindak lanjut yang perlu menjadi perhatian TPID dalam upaya pengendalian inflasi.
Adapun respon kebijakan TPID Kota Pekanbaru yaitu (i) memberikan bantuan cabai
seluas 30 ha yang tersebar di Kec. Rumbai Pesisir, Kec. Rumbai dan Kec. Payung
Sekaki, (ii) memberikan bantuan bawang merah melalui dana APBN seluas 15 ha
yang tersebar di Kec. Tenayan Raya, Kec. Marpoyan Damai dan Kec. Tampan, (iii)
menyalurkan benih cabai merah yang berasal dari anggaran Dinas Pertanian Kota
-4
0
4
8
12
16
20
24
28
I II III IV I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016 2017
% (yoy) RIAU Pekanbaru Dumai Tembilahan
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah
47
Pekanbaru dan bekerjasama dengan instansi terkait dan (iv) mendorong gerakan Ayo
Menanam Cabai yang merupakan serangkaian dari program Rumah Pangan Lestari
dimana disetiap kecamatan di Kota Pekanbaru akan terdapat minimal 1 kelompok
yang akan menanam cabai merah dan cabai keriting. Sementara, respon dari TPID
Kota Dumai yaitu (i) mengembangkan kawasan pertanian di Sungai Sembilan dengan
luas ±570 ha yang berasal dari dana APBN dan APBD, (ii) mengalokasikan dana
provinsi untuk kegiatan pasar murah serta berupaya bersinergi dengan pihak swasta
dan (iii) melakukan pembersihan saluran air untuk mengantisipasi terjadinya banjir
akibat curah hujan yang tinggi. Pengendalian inflasi selama tahun 2017 ke depan,
tetap akan dilakukan implementasi framework secara konsisten dan akan dimonitor
dan dievaluasi secara intensif.
Gambar 2.2. Framework Program Pengendalian Inflasi Tahun 2017
Dalam hitungan beberapa hari lagi kita akan memasuki bulan suci Ramadhan yang akan
disambut penuh suka cita oleh sebagian besar penduduk Indonesia yang beragama Islam.
Bulan yang penuh berkah dan ampunan bagi mereka yang mampu memaknainya secara
sahih. Namun, seakan kontras dengan nilai dan kebesaran bulan Ramadhan yang selalu
dinantikan kedatangannya, karena pada saat itu pula masyarakat harus menanggung
beban ekonomi akibat kenaikan harga barang kebutuhan pokok setiap Ramadhan tiba.
Peristiwa ini melanda secara merata hampir di semua penjuru wilayah Indonesia. Apa
yang sebenarnya terjadi dan bagaimana seharusnya masyarakat menyikapi?
Seolah menjadi hal yang lumrah ketika bulan Ramadhan menjelang harga sebagian bahan
pangan pokok masyarakat mulai merangkak naik. Mulai dari beras, daging sapi, daging
ayam, tak terkecuali jenis bumbu-bumbuan seperti bawang merah, bawang putih dan
cabe yang juga turut naik. Bahkan beberapa hari jelang Idul Fitri harga komoditas
panganpun menapaki puncaknya. Meski kemudian diikuti dengan penurunan harga
secara perlahan seiring berlalunya perayaan Idul Fitri, namun penurunannya tidak bisa
mengembalikan harga pada posisi semula. Kondisi ini terjadi setiap jelang Ramadhan dan
Idul Fitri setiap tahunnya. Masyarakatpun menjadi terbiasa dengan siklus tahunan ini
meskipun seharusnya hal ini dapat dihindari asalkan semua pihak bisa dan mau menahan
diri.
Dalam ilmu ekonomi dikenal adanya teori permintaan (demand) dan penawaran (supply).
Teori ini menyatakan bahwa harga suatu produk dibentuk oleh keseimbangan antara
tingkat produksi pada harga tertentu (penawaran) dan tingkat keinginan dari mereka
yang memiliki kekuatan membeli pada harga tertentu (permintaan). Oleh karenanya,
harga yang berlaku adalah harga keseimbangan yaitu harga yang terbentuk pada titik
antara penawaran dan permintaan. Sederhananya, dalam setiap transaksi perdagangan
harga suatu produk selalu dipengaruhi oleh aspek permintaan pembeli dan penawaran
pedagang. Ketika permintaan tinggi sementara penawarannya rendah maka hampir
dipastikan harga akan naik dan sebaliknya. Fenomena inilah yang terjadi dalam siklus
tahunan yang dialami masyarakat Indonesia pada umumnya setiap menghadapi bulan
Ramadhan dan Idul Fitri.
Boks
MENJAGA EKSPEKTASI JELANG RAMADHAN
Faktor Permintaan
Sebagai negara yang mayoritas berpenduduk muslim, momentum Ramadhan dan Idul
Fitri di Indonesia menjadi salah satu perayaan keagamaan yang disambut gegap gempita
oleh masyarakat. Tidak seperti di negara lain yang mayoritas penduduknya beragama
Islam, penyambutan terhadap datangnya bulan Ramadhan dan perayaan Idul Fitri di
Indonesia seakan menyatu ke dalam budaya dan kearifan lokal Indonesia. Bermacam
budaya dan adat istiadat menyertai perjalanan umat Islam menjalani ibadah di bulan
Ramadhan hingga Idul Fitri tiba.
Untuk menggambarkan hal tersebut, beberapa indikator sederhana misalnya, kebiasaan
masyarakat Indonesia pada bulan Ramadhan yang umumnya melakukan kebiasaan buka
puasa dan sahur bersama keluarga di rumah. Indikator lain, tidak dapat dipungkiri bahwa
masyarakat muslim di Indonesia masih menganut budaya atau kepercayaan bahwa
sebagai bentuk ekspresi suka cita menyambut Idul Fitri, masyarakat terutama usia anak-
anak dan remaja lebih bangga jika memakai busana baru di hari lebaran. Bahkan lebih
jauh, lebaran Idul Fitri oleh sebagian masyarakat masih dimaknai atau diidentikkan
dengan sesuatu yang serba baru, dari mulai gadget baru, kendaraan baru, hingga rumah
baru. Tidak terkait langsung dengan ibadah selama bulan Ramadhan, namun bertujuan
untuk mendukung penampilan di hari lebaran.
Dalam konteks ini telah terjadi perubahan perilaku rumah tangga yang cenderung lebih
konsumtif dari sebelumnya. Betapa tidak, untuk urusan dapur ibu rumah tangga harus
membelanjakan lebih uangnya untuk menyiapkan masakan untuk berbuka puasa dan
sahur seluruh anggota keluarga. Sementara untuk urusan selain dapur, kepala keluarga
harus rela menyisihkan sebagian tambahan penghasilannya untuk kebutuhan konsumsi
ekstra keluarga dari mulai borong pakaian, mengganti gadget baru bahkan kebutuhan
non-primer lainnya yang bersifat jangka panjang. Dari sudut pandang teori penawaran
dan permintaan yang telah dijelaskan di atas maka pada periode jelang Ramadhan dan
Idul Fitri faktor permintaan mengalami peningkatan yang berpotensi memicu kenaikan
harga bahan pokok.
Faktor Penawaran
Sedangkan dari sisi penawaran, pasokan kebutuhan bahan pokok memiliki fleksibilitas
yang cukup baik, karena pada prinsipnya Indonesia adalah negara produsen untuk bahan
pokok tersebut. Meskipun untuk momen jelang Ramadhan dan Idul Fitri kebutuhan
bahan pokok tertentu seperti daging sapi masih disokong oleh impor dari luar negeri.
Namun demikian bukan tanpa kendala karena faktor distribusi masih menjadi tantangan
utama dalam menjaga rantai supply yang terjamin keandalannya. Karakter wilayah
Indonesia berupa kepulauan dan infrastruktur pendukung yang belum memadai menjadi
komponen biaya tersendiri bagi produsen. Akibatnya untuk menutupi biaya-biaya
tersebut, pihak produsen memasukkan dalam komponen harga bahan pokok yang pada
akhirnya harus ditanggung oleh konsumen.
Masih dari sisi penawaran, momen jelang Ramadhan pun tak luput dimanfaatkan oleh
pihak tertentu untuk melancarkan aksi ambil untung yang berlebihan. Pasokan bahan
pokok yang sebenarnya cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumen selama bulan
Ramadhan ditahan/ditimbun dengan tujuan menciptakan kelangkaan bahan pokok di
pasar. Setelah terjadi kelangkaan, oknum memanfaatkan situasi untuk menaikkan harga
bahan pokok di pasar. Dari sudut pandang ekonomi sekilas tidak ada yang salah dengan
aksi ambil untung ini sepanjang masih dalam batas wajar. Namun apabila kondisi ini
dibiarkan dapat merugikan masyarakat secara luas dan tidak sehat bagi roda
perekonomian negara.
Faktor Ekspektasi Konsumen
Di luar faktor penawaran dan permintaan, faktor ekspektasi konsumen juga turut
mempengaruhi pembentukan harga. Ekspektasi terbentuk dan dipengaruhi oleh perilaku
konsumen dan pelaku ekonomi dalam memprediksi pergerakan harga komoditas,
termasuk barang kebutuhan pokok. Meski faktor ekspektasi konsumen cenderung lebih
sulit dikelola karena masing-masing punya asumsi yang berbeda, namun ekspektasi dapat
penawaran dan permintaan. Hal ini dapat dirasakan secara jelas saat bulan Ramadhan
dan Idul Fitri tiba, meskipun pasokan barang secara umum diperkirakan mencukupi untuk
memenuhi permintaan, namun harga barang tetap naik bahkan kenaikannya melampaui
harga kesimbangan yang telah memperhitungkan faktor penawaran dan permintaan. Hal
serupa terjadi pula pada saat penentuan upah minimum yang biasanya diikuti dengan
kenaikan harga barang dan jasa dengan level yang lebih tinggi dari kenaikan upah
minimum itu sendiri.
Lantas bagaimana hubungan antara ekspektasi dengan pembentukan harga barang dan
How do Inflation Expectations Impact
Consumer Behaviou (Commission of The European
Communities) di tahun 2016, meneliti secara empiris hubungan antara ekpekstasi
masyarakat terhadap inflasi -yang merupakan representasi dari harga barang dan jasa-
dengan pengeluaran konsumsi individu. Studi tersebut mengambil sampel sebanyak
41.060 konsumen yang tersebar di 28 negara yang tergabung dalam Uni Eropa. Dari studi
tersebut diperoleh kesimpulan yaitu, pertama, terdapat korelasi yang positif antara
ekspektasi konsumen dengan tingkat pengeluaran konsumsi masyarakat. Kedua, ketika
masyarakat berekspektasi harga barang dan jasa akan naik (terjadi inflasi) maka mereka
akan melakukan konsumsi lebih besar, ketimbang menyimpan uang mereka untuk tujuan
investasi. Kesimpulan kedua, lebih menggambarkan kondisi yang dialami konsumen di
Indonesia jelang Ramadhan dan Idul Fitri.
Semua Pihak Harus Bijak
Menyikapi fenomena kenaikan harga kebutuhan pokok jelang Ramadhan hendaknya
semua pihak harus bersikap bijak. Ramadhan harus dimaknai sebagai momen untuk
memperbanyak amal ibadah, menebar kebaikan dan memupuk kepedulian kepada
sesama. Oleh karenanya, guna menciptakan kondisi Ramadhan yang nyaman konsumen
harus pandai mengelola ekspektasi dan tidak mengubah pola konsumsi secara drastis.
Pola konsumsi yang berlebih hendaknya dihindari, termasuk dalam urusan konsumsi
kebutuhan bahan pokok selama Ramadhan. Dalam hal ini, peran pemerintah sangat
dibutuhkan untuk mengelola ekspektasi masyarakat agar selalu terjaga dan positif.
Pemerintah harus mampu meyakinkan masyarakat bahwa pasokan kebutuhan bahan
pokok cukup, sehingga tidak terjadi kelangkaan. Sedangkan dari sisi pelaku bisnis,
momen Ramadhan sebaiknya tidak dimanfaatkan sebagai kesempatan ambil untung
-masing.
Jika Anda adalah konsumen maka jadilah konsumen yang bijak. Jika Anda adalah pelaku
bisnis maka jadikan kewajaran sebagai tolok ukur dalam keputusan pengambilan
keuntungan.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Keuangan Pemerintah
50
1. Kondisi Umum
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) merupakan tolak ukur penting
keberhasilan suatu daerah dalam meningkatkan potensi perekonomian daerah.
APBD menunjukkan alokasi belanja untuk melaksanakan program/kegiatan dan
sumber-sumber pendapatan, serta pembiayaan yang digunakan untuk mendanai
program/kegiatan dimaksud, dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi
daerah, pemerataan pendapatan, serta pembangunan di berbagai sektor.
Pencapaian tujuan tersebut diharapkan dapat dilakukan melalui peningkatan
potensi penerimaan Ppajak dan Rretribusi daerah ditambah dengan Ddana
ASESMEN KEUANGAN
PEMERINTAHA
AH
Bab 3
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Keuangan Pemerintah
51
Ttransfer dari Ppemerintah PPusat yang digunakan untuk mendanai
penyelenggaraan layanan publik dalam jumlah yang mencukupi juga berkualitas.
Selama tiga tahun terakhir, rencana APBD Provinsi Riau mengalami perbaikan.
Apabila dibandingkan dengan tahun 2016 dan tahun 2015 dan 2016, rencana
belanja APBD Provinsi Riau meningkat cukup signifikan. Sementara itu begitu pula
dengan rencana pendapatan APBD 2017 meningkat cukup signifikan jika
dibandingkan tahun 2016, meskipun namun apabila dibandingkan dengan tahun
2015 , rencana pendapatan APBD 2017 masih lebih rendah. hHal tersebutini
dikarenakan turunnya Ppendapatan Aasli Ddaerah (PAD) akibat rendahnya
penerimaan pajak dan pendapatan yang bersumber dari migas akibat gejolak harga
komoditas dunia serta menurunnya produksi minyak (natural declining).
Grafik 3.1. Perkembangan anggaran APBD Provinsi Riau 2015-2017
Sumber: BPKAD
Pada tahun 2017, rencana APBD murni Provinsi Riau mengalami
peningkatan dibandingkan tahun 2016. Dari sisi pendapatan, direncanakan Provinsi
Riau mampu memperoleh pendapatan daerah sebesar Rp8,85 triliuntriliun, . Nilai
tersebut meningkat sebesar 22,47% dibandingkan rencana pendapatan tahun
2016. Hal tersebut juga diikuti oleh peningkatan rencana dari sisi belanja daerah.
Untuk tahun 2017, belanja pemerintah Provinsi Riau untuk tahun 2017 meningkat
sebesar 6,2% dibandingkan tahun 2016 atau tercatat sebesar Rp11 triliuntriliun.
Adapun selisih defisit anggaran untuk tahun 2017 sebesar Rp2,149 triliuntriliun
akan dibiayai menggunakan SILPA tahun 2016. Rencana APBD murni Provinsi Riau
7,407
11,388
7,233
10,365
8,859
11,008
Pendapatan
Daerah
Belanja
Daerah
Pendapatan
Daerah
Belanja
Daerah
Pendapatan
Daerah
Belanja
Daerah
2015 2016 2017
Trili
un
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Keuangan Pemerintah
52
secara umum untuk tahun 2017 dapat dikatakan sedikit lebih baik dibandingkan
tahun 2016 dan hingga saat ini masih dalam tahap konsolidasi rasionalisasi seluruh
Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di SKPD-SKPD yang dibawahi oleh Pemerintah
Provinsi Riau.
2. Realisasi APBD Provinsi Riau Tahun 2016
Perkembangan realisasi APBD Provinsi Riau hingga triwulan I 2017 secara umum
tercatat lebih baik apabila dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun
2016. Hingga Sampai dengan Maret 2017, realisasi pendapatan daerah Provinsi
Riau tercatat terealisasi sebesar Rp1,78 triliuntriliun atau secara perrosentase
mencapai 20,11% dari total yang dianggarkan. Realisasi pendapatan ini lebih baik
apabila dibandingkan dengan realisasi yang tercapai pada periode yang sama di
tahun 2016 yang mencapai Rp1,46 triliuntriliun atau secara perrosentase 19,25%
dari total yang dianggarkan. Begitu pula dengan realisasi belanja daerah provinsi
Riau mengalami peningkatan dibandingkan periode yang sama di tahun
sebelumnya. Untuk Pada triwulan I 2017, belanja daerah Provinsi Riau mampu
terealisasi sebesar Rp562,35 miliarmiliar atau secara perrosentase mencapai 5,11 %
dari total yang dianggarkan, lebih dibandingkan triwulan I 2016 yang secara
perrosentase hanya sebesar 4,6%..
Grafik 3.2. Realisasi APBD Provinsi Riau Tahun 2015-Triwulan I 2017
93.395.87
68.15
84.19
19.25 20.11
4.6 5.11
0
20
40
60
80
100
120
0
2
4
6
8
10
12
2015 2016 2015 2016 Tw I-16 Tw I-17 Tw I-16 Tw I-17
Pendapatan Daerah Belanja Daerah Pendapatan Daerah Belanja Daerah
%Triliun Anggaran Realisasi % Realisasi
Formatted: Indent: First line: 0 cm
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Keuangan Pemerintah
53
Sumber : BPKAD
Apabila ditelaah lebih dalam, meningkatnya realisasi pendapatan Provinsi Riuau
pada triwulan I 2017 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya
dikarenakan adanya peningkatan realisasi Ddana Pperimbangan yang utamanya
bersumber dari Ddana BBagi HHasil (DBH) pPajak yang terealisasi sebesar Rp
321,39 miliarmiliar atau secara perrosentase 30,29%, DBHana Bagi Hasil sSumber
dDaya yang terealisasi sebesar Rp323,10 miliarmiliar atau secara perrosentase
34,43% serta Dana Alokasi Umum (DAU) yang terealisasi sebesar Rp455,88
miliarmiliar atau secara perrosentase 31,78% dari total yang dianggarkan.
Sedangkan Sementara itu kinerja PADendapatan Asli Daerah Provinsi Riau pada
periode laporan mengalami penurunan dibandingkan periode yang sama di tahun
sebelumnya. Hingga triwulan I 2017, PAD hanya dapat terealisasi sebesar Rp356
miliarmiliar atau secara perrosentase sebesar 9,54% dari total yang dianggarkan.
Hal ini jauh menurun dibandingkan periode yang sama di tahuntriwulan I tahun
2016 yang tercatat terealisasi sebesar Rp552 miliarmiliar atau secara perrosentase
sebesar 15,80% dari total yang dianggarkan. Penurunan terjadi pada pos
pendapatan pajak daerah yang hanya terealisasi sebesar Rp314 miliarmiliar atau
secara perrosentase sebesar 10,49%, jauh lebih rendah dibandingkan periode
yang sama di tahun 2016 yang tercatat sebesar Rp424 miliarmiliar atau secara
perrosentase sebesar 15,35% dari total yang dianggarkan. Penurunan juga terjadi
pada pos pendapatan lain PAD yang sah yang hanya terealisasi sebesar Rp39
miliarmiliar atau secara perrosentase hanya sebesar 7,74%, jauh menurun
dibandingkan periode yang sama di tahun 2016 yang terealisasi sebesar Rp86
miliarmiliar atau secara perrosentase sebesar 17,33% dari total yang dianggarkan .
93,3 95,87
68,15
84,19
19,25 20,11
4,6 5,11
0
20
40
60
80
100
120
0
2
4
6
8
10
12
2015 2016 2015 2016 Mar-16 Mar-17 Mar-16 Mar-17
Pendapatan Daerah Belanja Daerah Pendapatan Daerah Belanja Daerah
%
Tril
iun
Anggaran Realisasi % Realisasi
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Keuangan Pemerintah
54
Grafik 3.3. Realisasi Pendapatan Provinsi Riau triwulan I-2017
Sumber : BPKAD
Dari sisi belanja daerah, selama triwulan I 2017 angka realisasi belanja tercatat
sebesar Rp562,35 miliarmiliar atau secara prosentasepersentase mencapai 5,11 %
dari total yang dianggarkan sebesar Rp11,008 triliuntriliun. Realisasi tersebut lebih
baik apabila dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2016 yang
terealisasi sebesar Rp504,49 miliarmiliar atau secara prosentasepersentase 4,60%
dari total Rp10,972 triliuntriliun yang dianggarkan. Peningkatan berasal dari
komponen Bbelanja Ttidak Llangsung dan Bbelanja Llangsung.
0.552
0.908
0.000
1.460
0.356
1.425
0.001
1.782
0.000
0.400
0.800
1.200
1.600
2.000
Pendapatan AsliDaerah
Dana Transfer-Perimbangan
Lain-Lain PendapatanDaerah yang Sah
Pendapatan
Rp. Miliar Tw I-16 Tw I-17
0%
20%
40%
60%
80%
100%
Maret 2016
Maret 2017
0,552
0,356
0,908
1,425
0,0000,001
Pendapatan Asli Daerah
Dana Transfer-Perimbangan
Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah
Mar-16 Mar-17
15.80% 9.54%
22.24% 27.83%
0.00% 23.42%
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Keuangan Pemerintah
55
Belanja Ttidak Llangsung pemerintah Provinsi Riau pada triwulan I 2017 terealisasi
sebesar Rp13,78 miliarmiliar atau meningkat 3,14%(yoy) dibandingkan periode
yang sama di tahun 2016. Namun demikian peningkatan Bbelanja Tidak Llangsung
masih didominasi oleh Bbelanja Ppegawai yang meningkat sebesar Rp110,16
miliarmiliar atau meningkat hingga 98,65%(yoy) dari total realisasi pada periode
yang sama di tahun 2016. Peningkatan juga terjadi padadi pos Bbelanja Bbagi
Hhasil kepada Prov/Kab/Kota yang terealisasi sebesar Rp6,46 miliarmiliar atau
sebesar 0,47% dari total yang dianggarkan. Sedangkan pada pos Bbelanja Hhibah
mengalami penurunan sebesar Rp102,83 miliarmiliar atau turun 34,48% (yoy)
dibandingkan periode yang sama pada tahun 2016.
Grafik 3.4. Realisasi Pos Belanja Tidak Langsung Provinsi Riau
Sumber : BPKAD
111.7
0.0 0.0
298.3
0.0 0.0 0.0 0.0
221.8
0.0 0.0
195.5
0.0 6.5 0.0 0.00
50
100
150
200
250
300
350
Belanja Pegawai Belanja Bunga Belanja Subsidi Belanja Hibah Belanja BantuanSosial
Belanja Bagi Hasilkepada
Provinsi/Kab/Kota
Belanja BantuanKeuangan
Belanja TidakTerduga
Rp Miliar Realisasi Tw I-16 Realisasi Tw I-17
111,7
0,0 0,0
298,3
0,0 0,0 0,0 0,0
221,8
0,0 0,0
195,5
0,0 6,5 0,0 0,0
Belanja Pegawai Belanja Bunga Belanja Subsidi Belanja Hibah Belanja BantuanSosial
Belanja Bagi Hasilkepada
Provinsi/Kab/Kota
Belanja BantuanKeuangan
Belanja TidakTerduga
Miliar rupiah
Realisasi s.d 30 Maret 2016 Realisasi s.d 31 Maret 2017
Formatted: Centered, Line spacing: Multiple 1,15 li
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Keuangan Pemerintah
56
Sejalan dengan peningkatan realisasi belanja, pada triwulan I 2017, pos Bbelanja
Llangsung juga mengalami peningkatan dibandingkan periode yang sama di tahun
2016. Hingga triwulan I 2017, Bbelanja Llangsung terealisasi sebesar Rp138,60
miliarmiliar atau secara prosentasepersentase mencapai 2,51% dari total yang
dianggarkan. Nilai ini meningkat sebesar Rp44,07 miliarmiliar atau meningkat
hingga 47% (yoy) dibandingkan periode yang sama di tahun 2016.
Sejalan dengan peningkatan pada pos belanja tidak langsung, pPeningkatan pada
pos Bbelanja Llangsung juga berasal dari peningkatan Bbelanja Ppegawai yang
terealisasi sebesar Rp43,45 miliarmiliar atau secara prosentasepersentase mencapai
10,05% dari total yang dianggarkan. Nilai tersebut jauh meningkat apabila
dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2016 yang hanya tercatat
sebesar Rp17,52 miliarmiliar atau meningkat hingga 148% (yoy). Peningkatan juga
terjadi pada pos Bbelanja Bbarang&J dan jasa yang terealisasi sebesar Rp92,81
miliarmiliar atau secara prosentasepersentase mencapai 3,74%. Nilai realisasi
tersebut meningkat hingga 24%(yoy) apabila dibandingkan dengan periode yang
sama di tahun 2016 yang hanya terealisasi sebesar Rp74,89 miliarmiliar atau
hanya mencapai 2,76% dari total yang dianggarkan. Namun Di sisi lain
peningkatan yang berarti tidak terjadi pada pos Bbelanja Mmodal tidak mengalami
peningkatan signifikan, dimana padaselama tTriwulan I 2017 Bbelanja Mmodal
APBD Provinsi Riau hanya terealisasi sebesar Rp2,33 miliarmiliar atau secara
prosentasepersentase hanya mencapai 0,09% dari total yang dianggarkan. Namun
demikian, realisasi tersebut, hanya meningkat 10% (yoy) dibandingkan periode
yang sama di tahun 2016 yang terealisasi sebesar Rp2,11 miliarmiliar atau secara
prosentasepersentase mencapai 0,08% dari total yang dianggarkan.
Grafik 3.5. Realisasi Pos Belanja Langsung Provinsi Riau
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Keuangan Pemerintah
57
Sumber : BPKAD
Berdasarkan rincian pos realisasi APBD Provinsi Riau hingga triwulan I 2017,
dapat disimpulkan telah terjadi perbaikan realisasi dibandingkan periode yang sama
di tahun sebelumnya, namun realisasi yang lebih tinggi tersebut perlu di
waspadaikualitas realisasi APBD perlu mendapatkan perhatian. Hal ini disebabkan
peningkatan terjadi bukan pada pos-pos yang mampu memberikan multiplier efek
berkelanjutan bagi pembangunan perekonomian terutama pada pos belanja.
Realisasi pos belanja APBD Provinsi Riau hingga triwulan I 2017 didominasi oleh
Bbelanja Ppegawai yang produktivitas serta multiplier efek terhadap pembangunan
ekonomi tergolong rendah. Sedangkan realisasi Bbelanja Mmodal masih cenderung
sedikit bahkan hampir sama apabila dibandingkan dengan realisasi pada periode
yang sama di tahun sebelumnya.
Kondisi tersebut perlu diwaspadai karena sebaiknya pengeluaran belanja
pemerintah semakin diarahkan untuk pembelanjaan yang bersifat produktif seperti
belanja modal bukan untuk pengeluaran yang bersifat administratif dan habis pakai
seperti belanja pegawai, perjalanan dinas dan belanja perlengkapan habis pakai.
Hal ini diharapkan dan diharapkan agar pengeluaran belanja pemerintah yang
semakin besar dan diarahkan pada pos produktif dapat sehingga mendorong
pembangunan ekonomi dan akan memberikan dampak langsung pada
peningkatan konsumsi masyarakat.
Masih rendahnya daya dorong Bbelanja Mmodal pemerintah Provinsi Riau
terhadap perkembangan konsumsi masyarakat Provinsi Riau dapat terlihat pada
grafik 3.6 dibawah. Terlihat bahwa peningkatan realisasi belanja pemerintah
Provinsi Riau tidak sejalan dengan peningkatan konsumsi masyarakat yang tercatat
dalam PDRB. Hal ini dikarenakan pengeluaran pemerintah dalam APBD lebih
17,5
74,9
2,1
43,5
92,8
2,3
0,0
20,0
40,0
60,0
80,0
100,0
Belanja Pegawai Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal
Rp. Miliar Realisasi s.d 30 Maret 2016 Realisasi s.d 31 Maret 2017
Formatted: English (United States)
Formatted: Indent: First line: 0 cm, Space Before: 0 pt,After: 0 pt
Formatted: Space Before: 0 pt, After: 0 pt
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Keuangan Pemerintah
58
banyak terserap untuk Bbelanja Ppegawai baik dalam Bbelanja Llangsung maupun
Ttidak Llangsung, . Bbukan terserap dalam belanja yang bersifat produktif seperti
bBelanja Mmodal yang dapat memberikan efek keberlanjutan lebih besar terhadap
perekonomian yang pada akhirnya mendorong konsumsi rumah tangga secara
signifikan.
Grafik 3.6. Perkembangan Pengeluaran Konsumsi Masyarakat, Pengeluaran Pemerintah
dan Belanja Pemerintah Daerah Provinsi Riau
Sumber : BPS dan BPKAD (diolah)
Secara keseluruhan, kondisi realisasi APBD Provinsi Riau hingga Triwulan I 2017
lebih baik disbanding periode yang sama ditahun sebelumnya. Dari sisi belanja,
realisasi belanja pemerintah Provinsi Riau kedepan masih perlu mendapat perhatian
terutama terkait belanja yang bersifat administratif seperti belanja pegawai. Untuk
Adapun demi semakin meningkatkan kinerja realisasi APBD ke depan, Ppemerintah
daerah Provinsi Riau semakin memperkuat pemantauan pelaksanaan
program/kegiatan yang telah direncanakan di awal agar berjalan dan terealisasi
sesuai timeline sehingga penyerapan dan realisasi anggaran diharapkan dapat
tercapai lebih dengan baik dari periode tahun-tahun sebelumnya. Untuk itu perlu
diberlakukannya reward dan punishment bagi OPDSKPD-SKPD yang tidak dapat
merealisasikan anggaran sesuai dengan programapa yang telah direncanakan
dalam RAB.
55.575
57.359
58.702 58.924
60.299
61.903
62.846 64.087
1.412
3.240
7.761
504
2.578
4.244
8.625
562
5.349 5.878
7.389
5.267
6.327
5.962
7.552
5.727
-
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
8.000
9.000
10.000
-
10.000
20.000
30.000
40.000
50.000
60.000
70.000
80.000
90.000
100.000
Tw II- 2015 Tw III-2015 Tw IV-2015 Tw I-2016 Tw II-2016 Tw III-2016 Tw IV-2016 Tw I-2017
Miliar rupiahMiliar rupiah
Pengeluaran Konsumsi Masyarakat (RT+LNPRT)-LHSBelanja Daerah-RHSPengeluaran Konsumsi Pemerintah
Formatted: Indonesian
Formatted: Left
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Keuangan Pemerintah
59
Tabel 3.1. Ringkasan Realisasi APBD Provinsi Riau Tahun 2016 dan Maret 2017
Formatted: Indonesian
Formatted: Justified, Space Before: 12 pt, Line spacing: 1,5lines, Tab stops: Not at 10,05 cm
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Keuangan Pemerintah
60
Uraian Jumlah Anggaran Realisasi s.d 31 Maret 2017 % (Maret 17) Realisasi s.d 30 Maret 2016 % (Maret 16)
PENDAPATAN DAERAH
Pendapatan Asli Daerah 3,735,800,000,000.00 356,306,962,258.01 9.54 552,092,775,441.41 15.80
Pendapatan Pajak Daerah 3,000,000,000,000.00 314,618,335,656.80 10.49 424,448,079,139.65 15.35
Pendapatan Retribusi Daerah 14,000,000,000.00 2,677,525,799.00 19.13 39,986,191,762.00 363.51
Pendapatan hasil Pengelolaan Kekayaan 218,000,000,000.00 - - 833,388,605.27 0.38
Lain-lain PAD yang Sah 503,800,000,000.00 39,011,100,802.21 7.74 86,825,115,934.49 17.33
Pendapatan Dana Perimbangan 5,120,242,595,981.00 1,424,778,080,684.00 27.83 908,365,773,269.00 22.24
Pendapatan Dana Bagi Hasil Pajak 1,060,950,200,947.00 321,399,265,019.00 30.29 219,826,745,707.00 11.61
Pendapatan Dana Bagi Hasil Sumber Daya
Alam
938,495,645,034.00 323,109,545,665.00 34.43 204,954,619,562.00 10.83
Pendapatan Dana Alokasi Umum 1,434,458,151,000.00 455,889,504,000.00 31.78 184,436,139,000.00 25.03
Pendapatan Dana Alokasi Khusus 1,686,338,599,000.00 324,379,766,000.00 19.24 299,148,269,000.00 20.57
Lain-lain Pendapatan yang Sah 3,125,000,000.00 732,000,000.00 23.42 - -
Hibah 3,125,000,000.00 732,000,000.00 - - -
Dana Darurat - - - - -
Dana Bagi Hasil Pajak dari provinsi dan - - - - -
Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus - - - - -
Bantuan Keuangan dari Provinsi dan
Pemda lainnya
- - - - -
Lain-lain pendapatan yang Sah - - - - -
Jumlah Pendapatan 8,859,167,595,981.00 1,781,817,042,942.01 20.11 1,460,458,548,710.41 19.25
BELANJA DAERAH
Belanja Tidak Langsung 5,488,381,710,605.40 423,753,677,397.79 7.72 409,964,578,405.00 7.61
Belanja Pegawai 2,311,534,133,882.33 221,830,813,746.00 9.60 111,667,878,405.00 9.29
Belanja Bunga - - - - -
Belanja Subsidi - - - - -
Belanja Hibah 1,099,543,199,500.00 195,457,000,000.00 17.78 298,296,700,000.00 23.07
Belanja Bantuan Sosial 10,000,000,000.00 - - - 0.00
Belanja Bagi Hasil kepada 1,390,025,920,891.01 6,465,863,651.79 0.47 - 0.00
Belanja Bantuan Keuangan 565,920,131,761.52 - - - 0.00
Belanja Tidak Terduga 111,358,324,570.54 - - - 0.00
Belanja Langsung 5,519,918,330,673.60 138,603,246,462.00 2.51 94,531,058,990.56 1.69
Belanja Pegawai 432,512,911,540.00 43,458,513,650.00 10.05 17,528,941,006.00 5.16
Belanja Barang dan Jasa 2,480,762,254,016.60 92,811,198,297.00 3.74 74,890,057,284.56 2.76
Belanja Modal 2,606,643,165,117.00 2,333,534,515.00 0.09 2,112,060,700.00 0.08
Jumlah Belanja 11,008,300,041,279.00 562,356,923,859.79 5.11 504,495,637,395.56 4.60
Surplus/ (Defisit) (2,149,132,445,298.00) 1,219,460,119,082.22 (56.74) 955,962,911,314.85 (28.26)
PEMBIAYAAN DAERAH
Penerimaan Pembiayaan Daerah 2,149,132,445,298.00 1,343,194,800,537.31 62.50 3,133,468,479,014.79 92.55
Silpa Tahun Anggaran Sebelumnya 2,149,132,445,298.00 1,343,194,800,537.31 62.50 3,133,468,408,514.79 92.55
Pencairan Dana Cadangan - - - - -
Hasil Penjualan kakayaan Daerah yang - - - - -
Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman - - - 70,500.00 -
Penerimaan Piutang Daerah - - - - -
Jumlah Penerimaan Pembiayaan 2,149,132,445,298.00 1,343,194,800,537.31 62.50 3,133,468,479,014.79 92.55
Pengeluaran Pembiayaan Daerah - - - - -
Pembentukan Dana Cadangan - - - - -
Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah
Daerah
- - - - -
Pembayaran Pokok Utang - - - - -
Pemberian Pinjaman Daerah - - - - -
Jumlah Pengeluaran Pembiayaan - - - - -
Pembiayaan Neto 2,149,132,445,298.00 1,343,194,800,537.31 62.50 3,133,468,479,014.79 92.55
SILPA TAHUN BERKENAN - 2,562,654,919,619.53 - 4,089,431,390,329.64 -
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Keuangan Pemerintah
61
Sumber : BPKAD Provinsi Riau
Uraian Jumlah A nggaranR ealisasi s .d 31 M aret
2017
%
(M aret
17)
R ealisasi s .d 30 M aret
2016
% (M aret
16)
PENDAPATAN DAERAH
Pendapatan Asli Daerah 3,735,800,000,000.00 356,306,962,258.01 9.54 552,092,775,441.41 15.80
Pendapatan Pajak Daerah 3,000,000,000,000.00 314,618,335,656.80 10.49 424,448,079,139.65 15.35
Pendapatan Retribusi Daerah 14,000,000,000.00 2,677,525,799.00 19.13 39,986,191,762.00 363.51
Pendapatan hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang
Dipisahkan
218,000,000,000.00 - - 833,388,605.27 0.38
Lain-lain PAD yang Sah 503,800,000,000.00 39,011,100,802.21 7.74 86,825,115,934.49 17.33
Pendapatan Dana Perimbangan 5,120,242,595,981.00 1,424,778,080,684.00 27.83 908,365,773,269.00 22.24
Pendapatan Dana Bagi Hasil Pajak 1,060,950,200,947.00 321,399,265,019.00 30.29 219,826,745,707.00 11.61
Pendapatan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam 938,495,645,034.00 323,109,545,665.00 34.43 204,954,619,562.00 10.83
Pendapatan Dana Alokasi Umum 1,434,458,151,000.00 455,889,504,000.00 31.78 184,436,139,000.00 25.03
Pendapatan Dana Alokasi Khusus 1,686,338,599,000.00 324,379,766,000.00 19.24 299,148,269,000.00 20.57
Lain-lain Pendapatan yang Sah 3,125,000,000.00 732,000,000.00 23.42 - -
Hibah 3,125,000,000.00 732,000,000.00 - - -
Dana Darurat - - - - -
Dana Bagi Hasil Pajak dari provinsi dan Pemda Lainnya - - - - -
Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus - - - - -
Bantuan Keuangan dari Provinsi dan Pemda lainnya - - - - -
Lain-lain pendapatan yang Sah - - - - -
Jumlah Pendapatan 8,859,167,595,981.00 1,781,817,042,942.01 20.11 1,460,458,548,710.41 19.25
BELANJA DAERAH
Belanja Tidak Langsung 5,488,381,710,605.40 423,753,677,397.79 7.72 409,964,578,405.00 7.61
Belanja Pegawai 2,311,534,133,882.33 221,830,813,746.00 9.60 111,667,878,405.00 9.29
Belanja Bunga - - - - -
Belanja Subsidi - - - - -
Belanja Hibah 1,099,543,199,500.00 195,457,000,000.00 17.78 298,296,700,000.00 23.07
Belanja Bantuan Sosial 10,000,000,000.00 - - - 0.00
Belanja Bagi Hasil kepada Provinsi/Kab/Kota 1,390,025,920,891.01 6,465,863,651.79 0.47 - 0.00
Belanja Bantuan Keuangan 565,920,131,761.52 - - - 0.00
Belanja Tidak Terduga 111,358,324,570.54 - - - 0.00
Belanja Langsung 5,519,918,330,673.60 138,603,246,462.00 2.51 94,531,058,990.56 1.69
Belanja Pegawai 432,512,911,540.00 43,458,513,650.00 10.05 17,528,941,006.00 5.16
Belanja Barang dan Jasa 2,480,762,254,016.60 92,811,198,297.00 3.74 74,890,057,284.56 2.76
Belanja Modal 2,606,643,165,117.00 2,333,534,515.00 0.09 2,112,060,700.00 0.08
Jumlah Belanja 11,008,300,041,279.00 562,356,923,859.79 5.11 504,495,637,395.56 4.60
Surplus/ (Defisit) (2,149,132,445,298.00) 1,219,460,119,082.22 (56.74) 955,962,911,314.85 (28.26)
PEMBIAYAAN DAERAH
Penerimaan Pembiayaan Daerah 2,149,132,445,298.00 1,343,194,800,537.31 62.50 3,133,468,479,014.79 92.55
Silpa Tahun Anggaran Sebelumnya 2,149,132,445,298.00 1,343,194,800,537.31 62.50 3,133,468,408,514.79 92.55
Pencairan Dana Cadangan - - - - -
Hasil Penjualan kakayaan Daerah yang Dipisahkan - - - - -
Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman - - - 70,500.00 -
Penerimaan Piutang Daerah - - - - -
Jumlah Penerimaan Pembiayaan 2,149,132,445,298.00 1,343,194,800,537.31 62.50 3,133,468,479,014.79 92.55
Pengeluaran Pembiayaan Daerah - - - - -
Pembentukan Dana Cadangan - - - - -
Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah Daerah - - - - -
Pembayaran Pokok Utang - - - - -
Pemberian Pinjaman Daerah - - - - -
Jumlah Pengeluaran Pembiayaan - - - - -
Pembiayaan Neto 2,149,132,445,298.00 1,343,194,800,537.31 62.50 3,133,468,479,014.79 92.55
SILPA TAHUN BERKENAN - 2,562,654,919,619.53 - 4,089,431,390,329.64 -
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
58
Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan Riau
Tekanan terhadap stabilitas sistem keuangan daerah Riau pada triwulan I 2017
cukup terjaga seiring dengan membaiknya kinerja perekonomian.
Kerentanan sektor korporasi Riau pada triwulan I 2017 secara umum
terjaga, sementara kerentanan sektor rumah tangga relatif menurun
dibandingkan triwulan sebelumnya.
Kinerja perbankan Riau pada triwulan I 2017 secara umum membaik
dibandingkan triwulan sebelumnya
Bab 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH,
PENGEMBANGAN AKSES
KEUANGAN dan
UMKM
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
59
1. Perkembangan Sistem Keuangan Riau
Tekanan stabilitas keuangan Riau pada triwulan I 2017 cukup terjaga seiring
dengan membaiknya kinerja perekonomian. Pertumbuhan aset dan DPK perbankan
Riau pada triwulan pelaporan meningkat menjadi masing-masing sebesar
15,26%(yoy) dan 15,40% (yoy), dari sebesar masing-masing 8,24% (yoy) dan
7,49% (yoy) di triwulan sebelumnya. Sementara itu, sesuai pola musiman kredit
yang biasanya melambat di awal tahun, pertumbuhan kredit perbankan Riau juga
melambat menjadi sebesar 2,89% (yoy), dibandingkan triwulan IV 2016 yang
tercatat 3,28% (yoy). Seiring dengan melambatnya penyaluran kredit, risiko kredit
perbankan sedikit naik dari 3,44% menjadi 3,53% di triwulan I 2017 terutama
karena dipengaruhi oleh turunnya outstanding kredit, namun secara umum masih
dalam batas wajar atau threshold non-performing loan (NPL) .
1.1. Ketahanan Sektor Korporasi
Penyerapan kredit di Provinsi Riau pada triwulan I 2017 masih didominasi oleh
sektor pertanian dan perdagangan yang memiliki pangsa masing-masing 21,81%
dan 21,59%, dengan nilai kredit masing-masing sebesar Rp12,62 triliun dan
Rp12,49 triliun. Tingginya penyerapan kredit pada dua sektor itu tidak terlepas dari
dominasi kedua sektor tersebut dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Provinsi
Riau. Penyaluran kredit kepada sektor pertanian masih didominasi oleh subsektor
perkebunan kelapa sawit dengan pangsa 93,13% dari total kredit sektor pertanian
atau sebesar Rp11,76 triliun. Sementara itu, subsektor perdagangan didominasi
oleh subsektor perdagangan eceran makanan, minuman dan tembakau dengan
pangsa 17,69% dari total kredit sektor perdagangan atau sebesar Rp2,21 triliun.
Pada triwulan I 2017, penyaluran kredit kepada sektor pertanian tumbuh sebesar
0,66% (yoy), melambat dibandingkan triwulan IV 2016 yang tumbuh sebesar
1.93% (yoy). Hal serupa juga terjadi pada penyaluran kredit di sektor perdagangan,
yang tumbuh melambat dari sebesar 3,89% (yoy) di triwulan IV 2016, menjadi
sebesar 2,57% (yoy) di triwulan I 2017.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
60
Tabel 4.1. Kredit Lokasi Bank Menurut Sektor Ekonomi di Provinsi Riau (RpTriliun)
Sumber : Bank Indonesia
Menurunnya penyaluran kredit sektor pertanian terutama didorong oleh
penurunan subsektor perkebunan kelapa sawit yang pada triwulan I 2017 tumbuh
sebesar 1,48% (yoy), melambat dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh
sebesar 3,15% (yoy). Penurunan penyaluran kredit ke perkebunan kelapa sawit
disebabkan oleh pengaruh trend penurunan harga CPO dan peningkatan
permintaan sawit yang cukup stagnan di triwulan I 2017. Sementara itu
menurunnya penyaluran kredit sektor perdagangan terutama didorong oleh
menurunnya penyaluran kredit pada sub sektor perdagangan eceran makanan,
minuman dan tembakau, dimana pada triwulan I 2017 mengalami kontraksi
sebesar 8,68% (yoy), lebih dalam dibanding triwulan IV 2016 yang juga mengalami
kontraksi sebesar 1,98% (yoy).
Grafik 4.1. Growth Subsektor Pertanian dan Perdagangan
Sumber : Bank Indonesia
Grafik 4.2. Pangsa Subsektor Pertanian dan Perdagangan
Sumber : Bank Indonesia
Secara sektoral, NPL sektor pertanian relatif stabil pada triwulan I 2017 berada
pada level 3,20%, hampir sama dengan di triwulan IV 2016 yang sebesar 3,21%,
dengan penyumbang penurunan terbesar pada perkebunan kelapa sawit.
2017
I II III IV I II III IV I
Pertanian 11.45 11.87 12.14 12.62 12.54 13.43 13.29 12.87 12.62 21.81 0.66
Pertambangan 0.39 0.50 0.42 0.45 0.36 0.40 0.38 0.33 0.25 0.44 (29.90)
Perindustrian 2.14 2.26 2.28 2.31 2.43 2.52 2.38 2.49 2.48 4.29 2.10
Listrik, gas dan air 0.11 0.10 0.11 0.22 0.21 0.20 0.19 0.17 0.17 0.29 (19.92)
Konstruksi 1.76 1.88 2.14 1.90 1.73 1.85 2.01 1.86 1.62 2.81 (6.38)
Perdagangan, restoran dan hotel 11.20 11.47 11.48 12.04 12.18 12.76 12.62 12.51 12.49 21.59 2.57
Pengangkutan, pergudangan 1.62 1.57 1.55 1.51 1.46 1.38 1.33 1.27 1.12 1.93 (23.57)
Jasa 4.08 4.24 4.08 4.05 3.76 3.64 3.51 3.57 3.50 6.04 (6.89)
Rumah Tangga dan Lainnya 19.65 20.11 20.74 21.43 21.58 22.15 22.68 23.32 23.62 40.81 9.46
Total 52.40 54.01 54.95 56.54 56.25 58.33 58.41 58.39 57.88 100.00 2.89
Pangsa (yoy)RpTriliun2015 2016
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
61
Sementara NPL di sektor perdagangan pada triwulan I 2017 berada pada level
5,48%, sedikit meningkat jika dibandingkan triwulan IV 2016 yang sebesar 5,15%.
Namun demikian level tersebut berada di atas treshold yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia yaitu 5%, sehingga penyaluran kredit secara ekspansif di sektor
perdagangan diharapkan harus dengan tetap mempertimbangkan prinsip kehati-
hatian.
1.2. Kerentanan Sektor Rumah Tangga
Pertumbuhan kredit konsumsi di Provinsi Riau pada triwulan I 2017 meningkat jika
dibandingkan dengan triwulan IV 2016, dimana pada triwulan ini kredit konsumsi
tercatat tumbuh sebesar 9,51% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang
tumbuh 8,87% (yoy).
Grafik 4.4. Perkembangan Kredit Perumahan
Sumber : Bank Indonesia
Grafik 4.5. Perkembangan Kredit Kendaraan Bermotor
Sumber : Bank Indonesia
Meningkatnya pertumbuhan kredit konsumsi tercermin dari penyaluran kredit ke
sektor perumahan dan kendaraan bermotor. Pada triwulan laporan, kredit
perumahan tercatat sebesar Rp7,98 triliun atau tumbuh sebesar 3,56% (yoy), lebih
tingg dibandingkan dengan triwulan IV 2016 yang tercatat Rp7,85 triliun atau
tumbuh 2,33% (yoy). Naiknya penyaluran kredit di sektor perumahan selain
ditopang oleh kredit rumah tangga kepemilikan rumah tipe 22 s.d 70 yang tumbuh
relatif stabil di kisaran 22% (yoy) (dengan pangsa 63,20%), juga bersumber dari
kredit rumah tangga kepemilikan rumah flat tipe di atas 70 yang pada triwulan I
2017 tercatat tumbuh sebesar 28,57% (yoy), setelah mengalami kontraksi di
triwulan sebelumnya sebesar 43,42% (yoy).
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
62
Kredit kendaraan bermotor pada triwulan I 2017 tercatat sebesar Rp323,06 miliar,
masih mengalami kontraksi namun lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya
yakni dari kontraksi 20,67% menjadi kontraksi 13,47% (yoy). Peningkatan kredit
kerndaraan bermotor ini ditopang oleh meningkatnya kredit kendaraan roda dua
yang tumbuh signifikan dari Rp8,21 miliar menjadi Rp23,55 (pangsa 7,29% dari
total kredit kendaraan bermotor). Selain itu, peningkatan juga terjadi pada kredit
kendaraan roda empat (pangsa 91,11%), meskipun masih mengalami kontraksi
namun lebih kecil dari kontraksi triwulan sebelumnya, yaitu 15,78% (yoy) menjadi
11,29% (yoy).
Sementara itu, kredit konsumsi lainnya yaitu kredit multi guna dan kredit durable
goods tumbuh cukup stabil, dengan angka pertumbuhan tahunan yang masih
Penyaluran kredit untuk kepemilikan durable goods tumbuh positif sebesar 93,76%
(yoy) pada triwulan I 2017, dengan nilai yang meningkat dari Rp89,83 miliar di
triwulan IV 2016 menjadi Rp107,74 miliar di triwulan I 2017. Kredit multiguna juga
mengalami peningkatan tipis dari sisi nilai, dengan outstanding sebesar Rp13,78
miliar atau tumbuh sebesar 8,48% (yoy), tumbuh sedikit lebih rendah disbanding
triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 9,06%.
Grafik 4.6. Perkembangan Kredit Multiguna
Sumber : Bank Indonesia
Grafik 4.7. Perkembangan Kredit Durable Goods
Sumber : Bank Indonesia
Konsumsi rumah tangga yang meningkat ini sejalan dengan hasil survei penjualan
eceran di bulan Maret 2017, dimana terjadi peningkatan Indeks Penjualan Riil (IPR)
Maret 2017 yang berada pada posisi optimis sebesar 111,73, lebih tinggi dari
Desember 2016 yang berada pada posisi 102,23. Selain itu Ini sejalan dengan
hasil survei konsumen yang dilakukan Bank Indonesia, dimana Indeks Kondisi
Ekonomi (IKE) dan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) berada pada level pesimis (di
bawah batas 100). Pada triwulan laporan, Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK)
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
63
tercatat sebesar 103,83%, juga lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya
yang sebesar 124,67%. Namun demikian masyarakat memandang bahwa pada
triwulan mendatang kinerja perekonomian akan terakselerasi, hal ini terlihat dari
yang mengalami peningkatan dari 104,42 pada triwulan III 2016 menjadi 124,7 di
triwulan IV 2016.
Grafik 4.8. Indeks Riil Penjualan Eceran
Sumber : Bank Indonesia
2. Kondisi Umum Perbankan Riau
Indikator utama kinerja perbankan di Riau pada triwulan I 2017
menunjukkan kinerja yang meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya.
Pertumbuhan aset perbankan Riau pada triwulan I 2017 meningkat dibandingkan
triwulan IV 2016 sejalan dengan membaiknya kinerja perekonomian Riau. Total
aset perbankan Riau tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 15,26% (yoy) pada
triwulan laporan, atau meningkat dibandingkan triwulan lalu yang tumbuh sebesar
8,24% (yoy). Total aset bank umum di Riau pada triwulan I 2017 tercatat sebesar
Rp97,41 triliun.
Jika dilihat per kelompok Bank, penyumbang utama kenaikan aset adalah bank
BUMN (pangsa 72,80%) yang tumbuh 18,89% (yoy) pada triwulan laporan, lebih
besar dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 10,30% (yoy). Berdasarkan
jenis kegiatan bank, yang menyumbangkan kenaikan adalah bank konvensional
(pangsa 93,91%) yang mengalami kenaikan pertumbuhan tahunan dari triwulan
sebelumnya, meskipun bank syariah juga mengalami pertumbuhan asset yang
91,63
102,59
111,73
102,51
70
80
90
100
110
120
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4*)
2016 2017
Indeks Total
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
64
positif dari 12,19% (yoy) menjadi 20,79% (yoy) di triwulan laporan. Bank
konvensional tumbuh sebesar 14,92% (yoy) pada triwulan laporan, lebih tinggi dari
triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar 7,97% (yoy).
Grafik 4.9. Perkembangan Aset Perbankan Riau
Sumber : Bank Indonesia
Sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan aset, pertumbuhan DPK
perbankan Riau pada triwulan I 2017 juga mengalami peningkatan. Pada
triwulan I 2017, DPK tumbuh sebesar 15,40% (yoy), atau meningkat dibandingkan
triwulan IV 2016 yang tumbuh sebesar 7,49% (yoy). Posisi DPK pada triwulan
laporan tercatat sebesar Rp72,22 triliun. Komposisi DPK Riau relatif tidak berubah
dalam kurun waktu lima tahun terakhir, dengan porsi utama berupa tabungan
(46,31%), diikuti oleh deposito (35,75%) dan giro (17,93%).
Grafik 4.10. Perkembangan DPK Perbankan Riau
Sumber : Bank Indonesia
15,26
-20
0
20
40
0
50
100
150
I II III IV I II III IV I
2015 2016 2017
Persen (%)
Rp Triliun Aset Riau g (yoy)
7,49
15,40
-10-50510152025
0
20
40
60
80
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015 2016 2017
(%)(Rp, T)Giro Tabungan
Deposito g DPK (yoy) -skala kanan
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
65
Seiring meningkatnya pertumbuhan aset dan DPK, penyaluran kredit tetap
tumbuh positif meskipun mengalami perlambatan karena faktor musiman.
Pada triwulan I 2017, kredit perbankan Riau tumbuh 2,89% (yoy), melambat
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,28% (yoy). Total kredit
perbankan Riau pada triwulan I 2017 tercatat sebesar Rp57,88 triliun, sedikit lebih
rendah dari outstanding kredit triwulan IV 2016 yang tercatat sebesar Rp58,39
triliun.
Grafik 4.11. Perkembangan Kredit Perbankan Riau
Sumber : Bank Indonesia
Turut dipengaruhi oleh faktor musiman perlambatan kredit di awal tahun, kualitas
kredit perbankan Riau sedikit meningkat pada triwulan laporan. Pada triwulan I
2017, Non-Performing Loan (NPL) berada pada level 3,53%, atau naik tipis
dibandingkan NPL Riau pada triwulan lalu yang tercatat sebesar 3,44%.
Grafik 4.12. Perkembangan Risiko Kredit Perbankan Riau
Sumber : Bank Indonesia
2,89 0
5
10
15
20
0
20
40
60
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015 2016 2017
(%)(Rp,T)Bank PemerintahBank Swastag Kredit (yoy) -skala kanan
3,53
0,0
2,0
4,0
6,0
-0,5
0,5
1,5
2,5
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015 2016 2017
(%)(%)
Kurang lancar Diragukan
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
66
Loan to deposit ratio (LDR) perbankan Riau pada triwulan I 2017 mengalami
penurunan. LDR pada triwulan laporan tercatat sebesar 80,14%, sedikit lebih
rendah dari triwulan IV 2016 yang tercatat sebesar 87,69%. Penurunan LDR ini
dipengaruhi oleh faktor musiman awal tahun, dimana laju pertumbuhan
penyaluran kredit lebih rendah dibandingkan penghimpunan DPK yang diperoleh
bank.
4.2.1 Perkembangan Bank Umum
4.2.1.1. Perkembangan Penghimpunan DPK
Peningkatan pertumbuhan DPK pada triwulan I 2017 didorong oleh
kenaikan pertumbuhan seluruh jenis DPK. Pertumbuhan deposito perbankan
Riau pada triwulan I 2017 tercatat sebesar 17,46% (yoy) atau naik signifikan
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 5,39% (yoy).
Pertumbuhan deposito Riau tersebut terutama didorong oleh kenaikan
pertumbuhan deposito swasta menjadi sebesar 80,07% (yoy) dibanding triwulan IV
2016 yang tercatat sebesar 27,71% (yoy). Peningkatan deposito milik pemerintah
juga turut menyumbang kenaikan tersebut, dengan pangsa 17,43% dari
keseluruhan deposito di Riau. Pangsa deposito terhadap keseluruhan DPK pada
triwulan I 2017 tercatat sebesar 35,75%.
Pertumbuhan tabungan pada triwulan laporan tercatat sebesar 16,57% (yoy) atau
naik dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 10,33% (yoy).
Peningkatan tersebut terutama didorong oleh tabungan penduduk perseorangan
yang tumbuh sebesar 16,64% (yoy), naik dari 10,54% (yoy) pada triwulan IV 2016.
Peningkatan tabungan penduduk perseorangan tersebut memberikan dampak
yang besar kepada pertumbuhan tabungan sejalan dengan pangsanya yang besar,
yakni 95,99% dari keseluruhan tabungan di Riau. Pangsa tabungan terhadap total
DPK Riau pada triwulan I 2017 tercatat sebesar 46,31%.
Selain itu, komponen giro juga tercatat mengalami peningkatan pertumbuhan
pada triwulan I 2017 menjadi sebesar 8,75% (yoy) dibandingkan triwulan lalu yang
tercatat sebesar 2,99% (yoy). Peningkatan pertumbuhan tersebut terutama
didorong oleh peningkatan pertumbuhan giro pemerintah meskipun masih negatif
sebesar 11,78% (yoy) pada triwulan laporan, meningkat dibandingkan triwulan lalu
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
67
yang tercatat tumbuh -21,81% (yoy). Giro swasta juga mengalami peningkatan
pertumbuhan menjadi 30,01% (yoy), lebih tinggi dari triwulan IV 2016 yang
tercatat sebesar 9,34%. Sementara pangsa giro terhadap keseluruhan DPK tercatat
sebesar 17,93%.
Berdasarkan kepemilikan, peningkatan pertumbuhan DPK pada triwulan I 2017
terutama didorong oleh golongan pemerintah. DPK sektor pemerintah mengalami
perbaikan level kontraksi pada triwulan I 2017 sebesar -0,51% (yoy), atau tidak
sedalam triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar -28,80% (yoy). DPK nasabah
sektor swasta tumbuh sebesar 40,84% (yoy), atau naik signifikan dari triwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar 14,25% (yoy). DPK perseorangan, yang memiliki
pangsa terbesar yaitu 71,97% dari keseluruhan DPK, juga tetap tumbuh meningkat
menjadi sebesar 14,36% (yoy), naik dari triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar
11,03% (yoy).
4.2.1.2. Penyaluran Kredit
Pertumbuhan kredit perbankan Riau sedikit melambat pada triwulan I 2017.
Kredit perbankan pada triwulan I 2017 tercatat mengalami pertumbuhan sebesar
2,89% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar
3,28% (yoy), akibat pengaruh pola musiman dimana penyaluran kredit cenderung
melambat di awal tahun.
Ditinjau berdasarkan sektor ekonomi, penyaluran kredit perbankan Riau pada
triwulan laporan masih didominasi oleh sektor Pertanian dengan pangsa 21,81%
dari total kredit. Sektor utama daerah lainnya, yaitu Industri Perdagangan, juga
memiliki pangsa kredit signifikan sebesar 21,59%, disusul oleh sektor Jasa sebesar
6,04%.
Apabila ditinjau berdasarkan penggunaannya, penyaluran kredit perbankan Riau
pada triwulan laporan masih didominasi oleh kredit konsumsi dengan pangsa
40,79%. Sementara itu, kredit modal kerja dan investasi menempati urutan kedua
dan ketiga dengan pangsa masing-masing sebesar 30,91% dan 28,30% dari total
kredit.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
68
Berdasarkan sektor ekonominya, perlambatan penyaluran kredit Riau di triwulan IV
2016 terjadi hampir pada seluruh sektor, dengan perlambatan terbesar di sektor
pertanian dan perdagangan besar dan eceran. Laju pertumbuhan kredit sektor
pertanian melambat menjadi sebesar 0,66% (yoy) pada triwulan IV 2016, setelah
sebelumnya tumbuh 1,93% (yoy). Laju pertumbuhan kredit untuk sektor industri
perdagangan juga melambat menjadi 2,57% (yoy) pada triwulan laporan, dari
3,89% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Selain sektor perindustrian, seluruh sektor
lainnya mengalami kontraksi atau pertumbuhan negatif, dengan penurunan
terbesar pada sektor pertambangan serta pengangkutan dan pergudangan. Sektor
pertambangan tumbuh -29,90% (yoy) pada triwulan I 2017, lebih dalam
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar -26,28% (yoy).
Sementara sektor pengangkutan dan pergudangan tumbuh -23,57% (yoy) pada
triwulan laporan, lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar
15,97% (yoy).
4.2.1.3. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum
Suku bunga simpanan di bank umum secara umum mengalami
perkembangan yang bervariasi pada triwulan I 2017. Suku bunga simpanan
dalam bentuk deposito sedikit meningkat di triwulan laporan menjadi 6,91% dari
6,80% pada triwulan sebelumnya. Peningkatan suku bunga deposito ini terjadi
pada hampir seluruh tenor, kecuali untuk tenor panjang lebih dari 24 bulan. Suku
bunga giro juga mengalami peningkatan menjadi 2,65% pada triwulan laporan,
lebih tinggi dibandingkan triwulan lalu yang sebesar 2,33%. Berbeda dengan
deposito dan giro, suku bunga tabungan justru sedikit menurun, dari 1,53%
menjadi 1,50%.
Berdasarkan jenis penggunaannya, suku bunga pinjaman pada triwulan I 2017
secara umum mengalami penurunan dibandingkan triwulan IV 2016. Suku bunga
kredit modal kerja pada triwulan laporan tercatat sebesar 12,26%; atau menurun
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 12,46%. Suku bunga kredit
investasi pada triwulan laporan tercatat sebesar 11,76% atau menurun
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 11,92%. Sejalan dengan
kredit modal kerja dan kredit investasi, suku bunga kredit konsumsi pada triwulan
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
69
laporan juga mengalami penurunan menjadi 12,44%, menurun dibandingkan
triwulan sebelumnya yang sebesar 12,49%.
Berdasarkan sektor ekonominya, penurunan suku bunga perbankan Riau pada
triwulan I 2017 terjadi pada hampir seluruh sektor. Suku bunga kredit sektor
perdagangan besar dan eceran pada triwulan I 2017 mengalami penurunan
dibandingkan triwulan IV 2016, yakni dari 11,50% menjadi sebesar 11,29%. Suku
bunga kredit sektor industri pertanian juga mengalami penurunan pada triwulan
laporan dari 11,86% di triwulan lalu menjadi 11,48%. Suku bunga kredit sektor
lainnya juga juga mengalami penurunan, kecuali sektor listrik gas dan air yang
mengalami peningkatan suku bunga dari 10,20% menjadi 10,35%.
4.2.1.4. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank Umum
Kualitas kredit Riau pada triwulan I 2017 sedikit menurun dibandingkan
triwulan sebelumnya. Non Performing Loan (NPL) sebagai indikator kualitas
kredit yang disalurkan perbankan pada periode ini tercatat sebesar 3,53% atau
naik tipis dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,44%. Diiringi
oleh pola musiman penyaluran kredit yang cenderung melambat di awal tahun,
risiko kredit perbankan ini terkesan meningkat cukup tinggi secara rasio, namun
secara nominal peningkatan NPL cukup wajar, yaitu naik 2% dari nominal triwulan
sebelumnya. Secara umum, rasio NPL ini masih berada dalam batas wajar rasio
non-performing loan (NPL).
Berdasarkan sektor ekonominya, penurunan kualitas kredit perbankan Riau pada
triwulan I 2017 terutama didorong oleh sektor perdagangan, restoran dan hotel
yang merupakan sektor dominan. NPL sektor ini pada triwulan laporan tercatat
sebesar 5,48%; atau naik dari triwulan lalu yang sebesar 5,15%. NPL sektor
konstruksi juga mengalami penurunan dari 6,28% pada triwulan IV 2016 menjadi
8,04% pada triwulan I 2017.
4.2.2 Perkembangan Perbankan Syariah
Industri perbankan syariah pada triwulan I 2017 di Riau menunjukkan
pertumbuhan yang meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
70
Pertumbuhan aset perbankan syariah di triwulan I 2017 meningkat dari 12,30%
(yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi 20,91% (yoy).
Grafik 4.13. Perkembangan Aset Perbankan
Syariah
Grafik 4.14. DPK Perbankan Syariah Menurut Jenis Simpanan
Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia
Sejalan dengan pertumbuhan aset, laju pertumbuhan DPK perbankan syariah Riau
juga mengalami peningkatan pada triwulan I 2017. DPK perbankan syariah Riau
mencatatkan pertumbuhan sebesar 15,80% (yoy); atau meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tercatat 12,34% (yoy). Tabungan masih mendominasi
struktur DPK perbankan Syariah dengan pangsa 53,04%, disusul oleh Deposito dan
Giro dengan pangsa masing-masing sebesar 37,06% dan 9,89%.
Sementara itu, pada triwulan I 2017 pembiayaan perbankan syariah Riau tumbuh
sebesar 23,19% (yoy); meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar
22,98% (yoy). Pembiayaan jenis Konsumsi dengan pangsa terbesar (51,59%)
memiliki laju pertumbuhan yang meningkat di triwulan I 2017, yaitu dari 22,81%
(yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi sebesar 25,43% (yoy). Selain itu, pembiayaan
Modal Kerja (pangsa 17,20%) juga turut menyumbang pertumbuhan pembiayaan
perbankan syariah Riau dengan laju sebesar 4,90% (yoy), lebih tinggi dibandingkan
pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 2,67% (yoy).
Sebaliknya, pembiayaan Investasi (pangsa 31,20%) mengalami perlambatan
pertumbuhan dari sebesar 37,69% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi 31,99%
(yoy). Namun demikian kualitas pembiayaan syariah yang tercermin dari Non
Performing Financing (NPF) sedikit menurun. Indikator NPF menunjukkan kenaikan
dari 4,18% di triwulan IV 2016 menjadi 4,29% di triwulan laporan.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
71
Sejalan dengan laju pertumbuhan pembiayaan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan peningkatan DPK, angka Financing to Deposit Ratio (FDR) perbankan
syariah Riau pada triwulan I 2017 mengalami peningkatan ke level 101,92% dari
100,24% di triwulan IV 2016.
Grafik 4.15. Pertumbuhan Pembiayaan Perbankan Syariah
Berdasarkan Jenis Penggunaan
Sumber : Bank Indonesia
4.2.3 Perkembangan Kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Aset BPR di Provinsi Riau pada triwulan I 2017 tumbuh positif. Pertumbuhan
aset BPR pada triwulan laporan tercatat sebesar 10,27% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 8,28% (yoy).
Sejalan dengan pergerakan tumbuh aset BPR di Riau, pertumbuhan DPK BPR Riau
pada triwulan I 2017 mengalami peningkatan. Pertumbuhan DPK BPR pada
triwulan laporan tercatat sebesar 13,40% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan
sebelumnya yang tumbuh sebesar 12,11% (yoy). Peningkatan pertumbuhan
tersebut didorong terutama oleh komponen deposito (pangsa 63,23%) yang naik
sebesar 17,28% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 17,20% (yoy).
Selain itu, komponen tabungan (pangsa 36,77%) juga tumbuh lebih tinggi pada
triwulan laporan, sebesar 7,29% (yoy) dari 4,37% (yoy) pada triwulan yang lalu.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
72
Grafik 4.16. Perkembangan Aset BPR/S Grafik 4.17. Perkembangan DPK BPR/S
Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia
Di sisi penyaluran kredit, pertumbuhan kredit BPR Riau pada triwulan I 2016
tumbuh positif namun melambat, seiring pola musiman kredit. Pertumbuhan kredit
BPR Riau pada triwulan laporan tercatat sebesar 3,86% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 5,53% (yoy). Perlambatan
pertumbuhan tersebut disumbang oleh seluruh jenis penggunaan kredit. Kredit
modal kerja konsumsi BPR Riau tumbuh sebesar 2,56% (yoy) pada triwulan
laporan, lebih rendah dari sebesar 4,01% (yoy) pada triwulan lalu. Kredit investasi
BPR Riau mengalami kontraksi sebesar 1,70% (yoy) pada triwulan laporan, yang
pada triwulan sebelumnya tumbuh positif sebesar 0,10% (yoy). Sementara itu,
kredit konsumsi pada triwulan laporan tumbuh melambat dari 10,36% (yoy) di
triwulan lalu menjadi sebesar 8,33% (yoy).
Bila ditinjau berdasarkan sektor ekonominya, perlambatan pertumbuhan kredit BPR
Riau pada triwulan laporan terutama disumbang oleh kredit sektor pertanian,
sebagai kredit sektoral dengan pangsa terbesar, yang mengalami kontraksi sebesar
-0,38% (yoy), dari tumbuh positif 1,94% (yoy) pada triwulan lalu.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
73
Grafik 4.18. Perkembangan Kredit BPR/S
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah.
Grafik 4.19. Perkembangan NPL BPR/S
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah.
NPL BPR Riau pada triwulan I 2017 sedikit meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya. Pada triwulan laporan NPL BPR Riau tercatat sebesar 14,97%; lebih
tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 13,21%. Sementara itu,
indikator Loan to Deposit Ratio (LDR) BPR Riau pada triwulan laporan turun dari
sebelumnya 97,34% pada triwulan IV 2016 menjadi 93,79% pada triwulan
laporan. Penurunan rasio disebabkan oleh DPK yang tumbuh lebih tinggi
dibandingkan Kredit.
4.2.4 Perkembangan Kredit Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM)
Peran perbankan dalam membiayai kegiatan UMKM di Riau pada triwulan I
2017 sedikit menurun dibandingkan triwulan IV 2016. Kredit UMKM Provinsi
Riau tercatat tumbuh sebesar 1,34% (yoy) di triwulan laporan, atau melambat
dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 2,51% (yoy). Riau
merupakan provinsi dengan pangsa penyaluran kredit UMKM terbesar ketiga di
regional Sumatera yaitu sebesar 11,50%, setelah Sumatera Utara dan Sumatera
Selatan dengan pangsa masing-masing sebesar 34,4% dan 14,0%.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
74
Grafik 4.20 Perkembangan dan Pertumbuhan
Kredit UMKM
Tabel 4.21. Pangsa Kredit UMKM Pulau Sumatera
Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia
Berdasarkan kategori debitur, kredit UMKM perbankan Riau disalurkan berimbang,
dengan yang terbesar ke usaha Kecil dengan porsi 38,76% dari total kredit yang
diberikan kepada UMKM. Sementara itu, kredit yang disalurkan ke usaha Mikro
dan usaha Menengah memiliki pangsa masing-masing sebesar 30,69% dan
30,55%. Kredit yang disalurkan ke usaha Mikro pada triwulan I 2017 melambat
sebesar 6,09% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 9,84% (yoy).
Hampir sejalan dengan kredit ke 0,35% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya
yang tumbuh 3,90% (yoy). Sementara itu, laju kredit yang disalurkan ke usaha
Menengah pada triwulan laporan menunjukkan kondisi yang positif, dengan
pertumbuhan di triwulan I 2017 sebesar negatif 1,84% (yoy), meningkat dari
triwulan IV 2016 yang tercatat sebesar negatif 5,43% (yoy).
Berdasarkan lapangan usahanya, perlambatan kredit UMKM Riau pada triwulan I
2017 terutama didorong oleh kinerja sektor perdagangan. Kredit UMKM sektor
perdagangan tercatat tumbuh sebesar 2,88% (yoy) pada triwulan laporan, atau
melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 5,87%.
Pertumbuhan kredit UMKM sektor konstruksi juga mengalami perlambatan pada
triwulan laporan menjadi sebesar 14,15% (yoy) atau melambat dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 27,31% (yoy). Selain itu, pertumbuhan
kredit UMKM sektor listrik, gas dan air tercatat negatif sebesar 65,04% (yoy) atau
Kredit
UMKM
(Rp, triliun)
Aceh 9.66 5.5%
Sumatera Utara 60.19 34.4%
Sumatera Barat 14.83 8.5%
Riau 20.17 11.5%
Jambi 11.03 6.3%
Sumatera Selatan 24.52 14.0%
Bengkulu 5.78 3.3%
Lampung 17.04 9.7%
Kep. Bangka Belitung 4.09 2.3%
Kep. Riau 7.83 4.5%
Total Sumatera 175.14 100.0%
1,018
17.2%
Pangsa Kredit
UMKM Pulau Sumatera
Pangsa P. Sumatera terhadap Nasional
Kredit UMKM Nasional (Rp, triliun)
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
75
turun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang masih tumbuh positif
sebesar 75,41% (yoy).
Risiko kredit UMKM pada triwulan I 2017 sedikit meningkat dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya. Non Performing Loan (NPL) kredit UMKM di Riau pada
triwulan laporan tercatat sebesar 6,54%, lebih tinggi dari triwulan sebelumnya
sebesar 6,26%. Angka ini lebih tinggi dibandingkan NPL kredit UMKM nasional
triwulan IV 2016 yang tercatat sebesar 4,12%, dan NPL Provinsi-Provinsi lainnya di
Pulau Sumatera yang tercatat sebesar 5,20%.
Grafik 4.22. Perkembangan Kredit UMKM
Berdasarkan Segmen
Grafik 4.23. Perkembangan NPL Kredit UMKM
Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia
Bila ditinjau berdasarkan pangsanya, porsi kredit UMKM perbankan di Riau
terhadap total kredit yang diberikan pada triwulan I 2017 sedikit menurun menjadi
34,85%, dari sebelumnya sebesar 34,91%. Penyaluran kredit UMKM di Riau
mayoritas ditujukan kepada sektor perdagangan (46,18%), diikuti sektor industri
pertanian (32,76%), dan sektor jasa (9,30%).
Riau pada HUT Provinsi Riau ke 58 dengan menggunakan tagline Riau the Homeland of
Melayu. Promosi pariwisata di Provinsi Riau dilatarbelakangi oleh karakteristik Provinsi
Riau yang kuat dengan aspek kebudayaan Melayu dan Islamnya, merupakan asal
kerajaan Melayu tua (yang tertua adalah kerajaan Muara Takus, muncul pada abad ke 4,
terletak di garis khatulistiwa dan tepat di tengah Pulau Sumatera). Riau dikelilingi oleh
empat 4 sungai besar: Sungai Siak, Kampar, Indragiri dan Batang kuantan. Keempat
sungai ini mempunyai sejarah peradaban dan kebudayaan tersendiri.
Riau memiliki sejumlah objek atau event wisata dengan karakter unik baik di domestik
maupun mancanegara. Untuk tahun 2016-2017, beberapa yang dipromosikan antara
lain:
1. Bono: di Pelalawan (Sungai Kampar) dan Rokan Hilir (Sungai Rokan), ombak yang
bisa digunakan untuk surfing.
2. Bakar Tongkang: di Bagansiapiapi, setiap tanggal 16 bulan 5 penanggalan Imlek,
merupakan upacara tradisional masyarakat keturunan Tionghoa, dihadiri oleh
masayarakat domestik dan mancanegara karena memiliki nilai sejarah yang unik.
3. Pacu Jalur: di Kuantan Singingi, setiap peringatan hari kemerdekaan RI, diikuti 40-
60 orang pendayung yang berpacu Jalur sekitar 15-30 meter dengan lebar 1,5
meter.
Riau termasuk dalam Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun
2010 2025 (PP No. 50 Tahun 2011): Kawasan Pengembangan Pariwisata Nasional
(KPPN) dan Destinasi Pariwisata Nasional (DPN): DPN Pekanbaru Rupat , KPPN Muara
Takus Kampar, KPPN Pekanbaru Kota, KPPN Rupat Bengkalis, KPPN Pulau Jemur
Rokan Hilir, KPPN Siak Inderapura.
Kerjasama yang saat ini dilakukan antara lain:
1. Kerjasama memajukan Pariwisata antara Indonesia - Thailand Malaysia - Srilanka -
China. Menjajaki konsorsium flight utk kseimbangan kunjungan wisatawan untuk 6
Boks Pengembangan Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif Riau
kota: Pekanbaru, Colombo, Penang, Phuket, Bangkok, Wuhan. Target 2017: 1 juta
wisatawan (jumlah wisatawan 2016: 66 ribu; 2015: 47 ribu).
2. Kerjasama dengan Garuda Indonesia untuk mempromosikan pariwisata Riau di bulan
April 2017.
3. CSR dari sejumlah BUMN (BRI, Telkom dsb.) untuk membantu mempromosikan
objek-objek wisata potensial.
Selain itu, dalam mendukung program pengembangan kemitraan pariwisata, sedang
dilakukan pengembangan usaha masyarakat di bidang kuliner, dengan mengedepankan
menu makanan dari komoditas sagu (saat ini sudah terdapat 369 menu makanan sagu
dan sudah mendapatkan rekor MURI, lebih tinggi dari Papua yang memiliki 309 menu).
Kopi Liberika (dari lahan gambut Meranti) juga dipromosikan, yang sudah dinyatakan
sebagai hasil pertanian terbaik oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Nasional RI
(sudah memiliki sertifikat Indikator Geografis). Disisi lain, untuk mendukung program
pengembangan ekonomi kreatif berbasis seni budaya, saat ini sedang dilakukan
pengembangan seni pertunjukan masyarakat tradisional (salah satunya adalah Zapin Api).
Adapun kendala utama pengembangan industri pariwisata (untuk memenuhi aspek
attractive, accessibility dan amenities sebagai syarat wajib destinasi wisata) adalah:
1.
dilakukan program peningkatan partisipasi masyarakat di bidang pariwisata dalam
bentuk kegiatan dan lomba, seperti Lomba Sapta Pesona, Lomba Sadar Wisata, dan
Pengembangan Homestay di kawasan-kawasan wisata setiap kabupaten/kota.
2. Investasi infrastruktur. Masih terbatasnya akses transportasi menuju daerah wisata,
relatif buruknya jalan dalam kondisi baik sehingga memperlambat waktu tempuh,
dan belum tersedianya fasilitas penginapan yang memadai.
3. Usaha ekonomi kreatif di Provinsi Riau cukup berpotensi terutama di kalangan
mahasiswa, (desain grafis, animasi dsb, dengan client yang berasal dari domestik dan
mancanegara (Eropa)). Untuk pengembangan ekonomi kreatif, yang menjadi
kendala adalah tidak teradministrasikannya pelaku usaha, sehingga fokus saat ini
lebih dititikberatkan pada pendataan dan mengumpulkan pelaku usaha tersebut
dalam suatu perkumpulan.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah
87
1. Kondisi Umum Sistem Pembayaran Tunai dan Non Tunai
Perkembangan transaksi pembayaran tunai di Provinsi Riau pada triwulan I 2017
tercatat mengalami net outflow, hal ini sedikit berbeda dengan kondisi yang terjadi
pada triwulan yang sama pada tahun sebelumnya. Apabila dibandingkan dengan
triwulan I 2016, transaksi pembayaran tunai di Provinsi Riau mencatat
pertumbuhan outflow hingga 238%. Secara umum pada triwulan I 2017 terjadi
peningkatan inflow sebesar Rp455 miliarMiliarmiliar atau meningkat hingga
78,04% (qtq) jika dibandingkan dengan triwulan IV 2016, sementara outflow
tercatat mengalami penurunan sebanyak Rp1,08 triliuntTriliun atau turun hingga
Bab 5 ASESMEN PENYELENGGARAAN
SISTEM PEMBAYARAN DAN
PENGELOLAAN UANG
RUPIAH
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah
88
44,31% (qtq) yang utamanya didorong oleh seasonal factor akibat masih
rendahnya konsumsi pemerintah dan masyarakat di awal tahun anggaran. Apabila
dibandingkan dengan posisi triwulan I pada tahun 2016, arus uang masuk (inflow)
meningkat sebesar 20,.20% (yoy), sejalan dengan arus uang keluar (outflow) yang
juga meningkat drastis sebesar 54,.62% (yoy). Sementara itu, transaksi non tunai
melalui kliring mengalami penurunan baik dari sisi nominal maupun volume.
Dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, transaksi kliring dari
sisi nominal dan volume mengalami kontraksi secara berturut-turut sebesar
10,,75% dan 9,03% (yoy).
2. Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai
2.1. Aliran Uang Masuk dan Keluar (Inflow Outflow)
Perkembangan peredaran
uang kartal di Provinsi Riau
dapat terlihat dari
pergerakan arus uang
masuk (inflow) dan arus
uang keluar (outflow).
Sesuai dengan pola
seasonalnya, penarikan
uang kartal (outflow)
menurun signifikan
(outflow) dari Rp5,52
triliunTtriliun pada tTriwulan
IV 2016 menjadi Rp3,.07 triliunTtriliun pada triwulan I 2017, atau menurun
dibanding Triwulan sebelumnya sebesar 44,31% (qtq). Kondisi ini tersebut disertai
dengan peningkatan jumlah setoran tunai (inflow) pada tTriwulan I 2017
dibandingkan dengan tTriwulan sebelumnya yaitu Rp1,52 triliunTtriliun menjadi
Rp2,709 triliunTtriliun atau meningkat 78,04% (qtq).
Penurunan jumlah penarikan uang kartal (outflow) pada tTriwulan I 2017 utamanya
didorong oleh seasonal factor akibat masih rendahnya pengeluaran konsumsi
pemerintah pada awal tahun anggaran serta masih rendahnya konsumsi
masyarakat di awal tahun dibandingkan tTriwulan sebelumnya yang cukup tinggi
akibat perayaan Nnatal dan Tpergantian tahun Baru. Penurunan jumlah outflow ini
Grafik 5.1. Perkembangan Inflow dan Outflow di Provinsi Riau
Sumber : Bank Indonesia
-265 366
(7.000)
(5.000)
(3.000)
(1.000)
1.000
3.000
5.000
I II III IV I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016 2017
Rp Miliar Inflow Outflow Net Cashflow
Commented [HS1]: axis kanan satuannya apa ya? dan siapa yang menggunakan axis kanan??
Commented [HS2]: kalau di word koma, koma aja ya jangan
diganti titik
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah
89
juga diikuti oleh peningkatan jumlah setoran tunai (inflow) pada tTriwulan I 2017
dikarenakan masih rendahnya konsumsi pemerintah dan kebutuhan masyarakat di
awal tahun anggaran. Hal ini menyebabkan, secara umum pada tTriwulan I 2017,
perkembangan transaksi tunai di Provinsi Riau hanya mencatat net cash outflow
sebesar Rp366 miliarMiliarmiliar.
Grafik 5.2. Perkembangan Inflow dan Outflow Triwulan IV-2016
Sumber : Bank Indonesia
Apabila dilihat dari sisi permintaan, kebutuhan uang oleh masyarakat tercermin dari
pergerakan aliran uang outflow. Sesuai dengan polanya, permintaan uang sangat
dipengaruhi oleh pengeluaran konsumsi entitas ekonomi seperti pemerintah dan
rumah tangga termasuk organisasi masyarakat (LNPRT). Hal tersebut dapat terlihat
pada grafik 5.3, yang menggambarkan pertumbuhan permintaan uang yang
direpresentasikan oleh aliran outflow secara historis selama tiga tahun terakhir
yang pergerakannya searah dengan pertumbuhan pengeluaran entitas ekonomi
pada umumnya.
Untuk ttahun Triwulan I tahun 2017 terjadi penurunan pertumbuhan aliran outflow
secara tajam dibandingkan tTriwulan IV sebelumnya hingga yang mencapai
Rp1,086 triliuntTriliun atau turun hingga 44,31% (qtq). Hal tersebut dipengaruhi
oleh turunnya pengeluaran entitas ekonomi antara lain menurunnya tingkat
pengeluaran konsumsi pemerintah pada tTriwulan I 2017 dikarenakan
terlambatnya penetapan APBD sehingga pada awal tahun anggaran masih minim
rencana belanja pemerintah yang terealisasi. Berdasarkan data BPKAD Provinsi Riau
2.709
(3.074)
366
(4.000)
(3.000)
(2.000)
(1.000)
-
1.000
2.000
3.000
Rp. Miliar Inflow Outflow Net Cashflow
Commented [HS3]: net cash outflow atau net outflow
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah
90
hingga triwulan I 2017 realisasi belanja pemerintah masih relatif rendah yaitu hanya
mencapai 5,11% dari total yang dianggarkan. Adapun dari total realisasi belanja
daerah tersebut 47% nya adalah realisasi belanja untuk pegawai baik belanja
langsung maupun tidak langsung yang lebih bersifat administratif. Dari sisi
masyarakat terjadi penurunan permintaan uang tunai dibandingkan tTriwulan IV
2016 yang tinggi akibat perayaan hari raya Nnatal dan Tahun Baru, persiapan
menjelang akhir tahun dan libur sekolah.
Grafik 5.3. Pergerakan Pertumbuhan Konsumsi (qtq) dan Outflow (qtq) di Provinsi Riau
-2
-1,5
-1
-0,5
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
-100
-50
0
50
100
150
200
250
300
I II III IV I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016 2017
% Kons RT% Outflow Outflow Pengeluaran Konsumsi RumahTangga
-6-5-4-3-2-10123456
-300
-200
-100
0
100
200
300
I II III IV I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016 2017
% Kons LNPRT% Outflow Outflow Pengeluaran Konsumsi LNPRT
Commented [HS4]: judul grafik dibedakan 3 ya
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah
91
Sumber : Bank Indonesia
Berdasarkan Grafik 5.3 dapat terlihat bahwa selain tingkat pengeluaran konsumsi
rumah tangga, tingkat pengeluaran pemerintah juga memiliki pengaruh yang
sangat signifikan terhadap permintaan uang tunai dengan proporsi yang dominan
dibandingkan tingkat pengeluaran masyarakat pada umumnya.
2.2. Penyediaan Uang Kartal Layak Edar
Dalam melaksanakan fungsi dan wewenang mengeluarkan dan mengedarkan uang
Rupiah di wilayah Indonesia, Bank Indonesia senantiasa berupaya untuk memenuhi
kebutuhan uang kartal masyarakat dalam nominal yang cukup, jenis pecahan yang
sesuai serta tepat waktu dan layak edar (fit for circulation), maka secara berkala
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau melakukan pelayanan baik secara
langsung maupun tidak langsung melalui perbankan. Pelayanan secara langsung
dilakukan dalam bentuk kas keliling dan program/gerakan peduli uang lusuh.
Untuk meningkatkan kualitas uang beredar di masyarakat, KPw BI Provinsi Riau
melakukan kerjasama dengan 48 Bank Umum di Provinsi Riau untuk melayani
masyarakat dalam hal penukaran uang lusuh. Selain itu Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Riau juga rutin melakukan kegiatan kas keliling wholesale untuk
perbankan dan kas keliling retail untuk melayani masyarakat umum di Provinsi Riau.
Upaya lain yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau
secara tidak langsung untuk memenuhi uuang llayak bereedar di Provinsi Riau
adalah dengan membuka kas titipan di perbankan. Kas titipan diharapkan dapat
membantu Bank Indonesia untuk mendukung penyebaran uang layak edar agar
-35
-25
-15
-5
5
15
25
35
-350
-250
-150
-50
50
150
250
350
I II III IV I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016 2017
% Kons Pmrt% Outflow Outflow Pengeluaran Konsumsi Pemerintah
Commented [HS5]: maksudnya dengan proporsi yang dominan????
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah
92
dapat didistribusikan sampai ke pelosok pelosok daerah. Kas titipan yang sudah
beroperasi normal berada di Kota Dumai dengan plafon sebesar Rp100
miliarMiliarmiliar sejak tTriwulan IV 2016 yang sebelumnya hanya sebesar Rp50
miliarMiliarmiliar. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau juga telah
membuka kas titipan baru yang mulai beroperasi pada tTriwulan IV 2016 di kKota
Rengat (Rokan Hulu) dengan plafon sebesar Rp100 miliarMiliarmiliar.
Terkait dengan upaya menjaga kualitas uang yang beredar, Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Riau secara rutin melakukan kegiatan pemusnahan Uang Tidak
Layak Edar (UTLE) yang diterima dari setoran bank maupun penukaran uang dari
masyarakat. Adapun untuk jumlah UTLE yang dimusnahkan oleh Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Provinsi Riau pada triwulan I 2017 tercatat sebesar Rp1,56
triliuntTriliun, meningkat 103,57% (qtq), dengan rasio UTLE terhadap inflow
sebesar 57,64%. Meningkatnya pemusnahan UTLE secara signifikan pada triwulan I
2017 tersebut sejalan dengan peningkatan jumlah inflow pada tTriwulan laporan
hingga 78,04%(qtq) dibanding tTriwulan sebelumnya.
Grafik 5.4. Perkembangan UTLE yang Dimusnahkan
Sumber : Bank Indonesia
2.3. Uang Rupiah Tidak Asli
Bank Indonesia terus berupaya untuk mengantisipasi penggunaan dan peredaran
uang Rupiah palsu salah satunya selain melakukan koordinasi yang intensif dan
-50
0
50
100
150
200
250
300
350
(500)
-
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500
I II III IV I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016 2017
(%)Rp MiliarUTLE (miliar) Inflow (miliar)Rasio UTLE/Inflow (%) g - yoy UTLE (%)
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah
93
rutin dengan berbagai pihak (termasuk kepolisian), Bank Indonesia juga berupaya
untuk meningkatkan tingkat keamanan uang Rupiah melalui peresmian uang
Rupiah tahun emisi 2016 dengan feature pengaman yang lebih canggih
dibandingkan sebelumnya di bulan Desember 2016.
Dalam upaya meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mengidentifikasi keaslian
uang rupiah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau juga secara rutin
melakukan sosialisasi mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada masyarakat di
beberapa daerah termasuk kalangan perbankan melalui prinsip 3D (Dilihat, Diraba,
Diterawang). Hingga bulan Maret 2017, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
Riau telah melakukan sosialisasi CIKUR sebanyak 6 kali melalui kunjungan industri
yang dilakukan oleh sekolah-sekolah maupun event khusus seperti Expo di
beberapa daerah dan kegiatan Car Free Day.
Jumlah uang rupiah tidak asli yang ditemukan oleh Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Riau pada Triwulan I-2017 tercatat hanya sebanyak 55 lembar,
menurun siginifikan apabila dibandingkan dengan tTriwulan IV-2016 yang tercatat
sebanyak 171 lembar. Uang rupiah tidak asli yang dikonfirmasi oleh Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau tersebut terdiri dari 32 lembar menyerupai
pecahan Rp100 ribu dan 23 lembar menyerupai pecahan Rp50 ribu. Penemuan
tersebut berdasarkan permintaan klarifikasi perbankan dan masyarakat serta
setoran bank-bank ke Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau.
Grafik 5.5. Perkembangan Peredaran Uang Rupiah Tidak Asli di Provinsi Riau
Sumber : Bank Indonesia
3. PERKEMBANGAN TRANSAKSI PEMBAYARAN NON TUNAI
-85.09
31.06
134,13
-100
0
100
200
300
400
500
-100
0
100
200
300
400
500
I II III IV I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016 2017
(% yoy)LembarLembar Uang Palsu Growth Lembar Uang Palsu
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah
94
3.1. Transaksi Kliring
Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk melihat aktivitas ekonomi di
suatu daerah selain melalui peredaran uang tunai juga dapat melalui transaksi non
tunai yang tercatat di daerah tersebut. Bank Indonesia memiliki SKNBI (Sistem
Kliring Nasional Bank Indonesia) sebagai sarana transfer dana non tunai secara ritel
baik yang dilakukan oleh Bank Indonesia maupun penyelenggara kliring lokal yang
ditunjuk oleh Bank Indonesia.
Berdasarkan pencatatan yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Riau, pada triwulan I 2017 transaksi non tunai dengan menggunakan
sistem kliring di Provinsi Riau secara umum men urun, baik dari segi nominal
transaksi maupun jumlah warkat yang digunakan. Nilai transaksi kliring pada
tTriwulan I 2017 tercatat sebesar Rp6,149 triliuntriliun dengan volume transaksi
mencapai 190.181 lembar, menurun jika dibandingkan tTriwulan IV 2016 yang
nilainya tercatat sebesar Rp6,607 triliuntriliun dengan volume transaksi 201.373
lembar. Penurunan transaksi kliring pada periode laporan dikarenakan menurunnya
transaksi terkait seasonal factor dimana tTriwulan I anggaran masih dalam tahap
droping dari pemerintah Provinsi kepada masing-masing Organisasi Perangkat
Daerah (OPD)SKPD-SKPD daerah dan pada awal tahun anggaran proyek pekerjaan
masih dalam tahap pemilihan tender.
Grafik 5.6. Perkembangan Nilai Transaksi Kliring di Provinsi Riau
Sumber : Bank Indonesia
Grafik 5.7. Perkembangan Volume Transaksi Kliring di Provinsi Riau
S Sumber : Bank Indonesia
Terjadinya penurunan transaksi pembayaran dengan kliring baik dari segi nominal
transaksi maupun jumlah warkat yang digunakan, diikuti pula dengan penurunan
-30
-25
-20
-15
-10
-5
0
5
10
(3.000)
(1.500)
-
1.500
3.000
4.500
6.000
7.500
9.000
I II III IV I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016 2017
(%)-yoyRp. Miliar Nominal Kliring (lhs)
-25
-15
-5
5
15
25
(25.000) (5.000) 15.000 35.000 55.000 75.000 95.000
115.000 135.000 155.000 175.000 195.000 215.000 235.000 255.000 275.000
I II III IV I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016 2017
(%-yoy)WarkatWarkat Kliring (lhs)
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah
95
nilai rata-rata transaksi per warkat dibandingkan tTriwulan sebelumnya yaitu dari
Rp32,81 juta menjadi 32,33 juta per warkat atau menurun 1,45% (qtq).
3.2. Layanan Keuangan Digital (LKD)
Dalam upaya melaksanakan fungsi dan tugasnya sebagai penyelenggara sistem
pembayaran, Bank Indonesia berupaya untuk selalu mengembangkan alat
pembayaran yang semakin dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat baik
secara tunai maupun non tunai. Sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan
layanan keuangan terutama non tunai, Bank Indonesia mendukung
penyelenggaraan LKD (Layanan Keuangan Digital) yang berpotensi besar dalam
menjangkau seluruh pelosok Indonesia.
Definisi LKD sebagaimana tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia 16/8/PBI/2014
tentang Uang Elektronik (Electronic Money) adalah kegiatan layanan jasa sistem
pembayaran dan keuangan yang dilakukan melalui kerjasama dengan pihak ketiga
serta menggunakan sarana dan perangkat teknologi berbasis mobile/web dalam
rangka keuangan inklusif. LKD akan memberikan kesempatan kepada masyarakat
yang tidak terjangkau oleh layanan resmi perbankan seperti kantor cabang bank
atau ATM (unbanked) untuk mendapatkan layanan keuangan yang efisien, aman
dan cepat.
Fasilitas LKD memberikan manfaat baik bagi konsumen maupun penyedia layanan.
Bagi konsumen, fasilitas LKD memungkinkan transaksi keuangan dilakukan dengan
efisien, aman dan cepat. Dengan memanfaatkan teknologi, transaksi keuangan
dapat dilakukan dengan biaya transaksi serta risiko kehilangan uang yang lebih
rendah. Sedangkan bagi penyelenggara/penyedia layanan, LKD memberikan
peluang untuk dapat mengakses pasar yang baru serta memperkenalkan layanan
baru untuk transaksi bernilai kecil dengan frekuensi tinggi. Selain itu, layanan
tersebut juga dapat mendorong pengembangan pelayanan, khususnya pada
produk inti. Dengan demikian bagi penyedia layanan selain dapat menjadi sumber
pendapatan baru, kegiatan ini juga memberi peluang untuk cross selling antar
penyedia layanan. Sedangkan bagi masyarakat, fasilitas LKD dapat membantu
masyarakat serta pengusaha mikro kecil, yang paling rentan dengan transfer tunai
sebagai salah satu alat pembayaran non-tunai serta menghindari .
Penyelenggaraan LKD dapat dilakukan bank dengan agen LKD badan hukum
maupun agen LKD individu. Khusus untuk implementasi LKD menggunakan agen
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah
96
LKD individu, hingga saat ini di Provinsi Riau telah terdapat 3 (tiga) bank yang
memberikan layanan LKD kepada masyarakat berbasis uang elektronik antara lain
Bank Rakyat Indonesia, Bank Mandiri, dan Bank Nasional Indonesia dan hingga
Maret 2017 jumlah agen LKD di Provinsi Riau adalah sebanyak 4284 agen.
Saat ini LKD di Provinsi Riau sudah tersebar hampir di seluruh kabupaten/kota yang
ada meskipun secara umum rasio penyebarannya masih terpusat di daerah
kabupaten/kota dengan tingkat pangsa PDRB yang tinggi seperti Kota Pekanbaru,
Kampar, Bengkalis dan Siak dengan total rasio sebesar 63,64%. Adapun daerah
dengan jumlah agen terbanyak berada di Kota Pekanbaru sebanyak 1.179 agen,
sedangkan daerah dengan jumlah agen terendah berada di Kabupaten Kuantan
Singingi yaitu sebanyak 124 agen (pangsa 3,78%).
Di tahun 2017,
sebagai salah satu
upaya penggalakan keuangan inklusif dan pengembangan LKD, Bank Indonesia
melalui salah satu program strategisnya akan melakukan monitoring penyaluran
bantuan sosial (bansos) non tunai dan optimalisasi pemanfaatan LKD, melakukan
perluasan pelaksanaan program edukasi keuangan dalam rangka elektronifikasi
dan keuangan inklusif kepada masyarakat termasuk penyaluran bansos, melakukan
perluasan program elektronifikasi transaksi penerimaan dan pembayaran
pemerintah di daerah serta melakukan implementasi penerapan LKD di Pondok
Pesantren. Upaya menggalakkan LKD yang selaras dengan program pemerintah
sangat penting untuk dilakukan. Dengan bersinergi serta memfasilitasi program
pemerintah seperti Bantuan Pangan Non Tunai, Program Keluarga Harapan (PKH)
Grafik 5.8. Jumlah Agen LKD Spasial Provinsi Riau
Sumber: LBBU Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.8. Jumlah Agen LKD Spasial Provinsi Riau
Sumber: LBBU Bank Indonesia, diolah
3,78%
35,93%
Kab. Kampar
Kab. Bengkalis
Kab. Indragiri Hulu
Kab. Indragiri Hilir
Kab. Rokan Hulu
Kab. Rokan Hilir
Kab. Pelalawan
Kab. Siak
Kab. Kuantan Singingi
Kab. Kepulauan Meranti
Kota Pekanbaru
Kota Dumai
Kab./Kota Lainnya di Riau
3,78%
35,93%
Kab. Kampar
Kab. Bengkalis
Kab. Indragiri Hulu
Kab. Indragiri Hilir
Kab. Rokan Hulu
Kab. Rokan Hilir
Kab. Pelalawan
Kab. Siak
Kab. Kuantan Singingi
Kab. Kepulauan Meranti
Kota Pekanbaru
Kota Dumai
Kab./Kota Lainnya di Riau
Formatted Table
Formatted: Font: 10,5 pt
Formatted Table
Formatted: Font: 10,5 pt
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Asesmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah
97
dan bantuan sosial lainnya dalam bentuk non tunai akan menjadi salah satu
pendorong kuat agar keuangan inklusif semakin bisa menyentuh rakyat yang
selama ini tidak terjamah fasilitas perbankan.
Untuk Provinsi Riau, tepatnya Kota Pekanbaru masuk menjadi salah satu kota dari
44 kota pilot project pelaksanaan bantuan sosial (bansos) non tunai melalui
Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non Tunai (yang dahulu
dikenal dengan rastra/raskin). Penyaluran Bansos non tunai melibatkan berbagai
instansi antara lain Kementerian Sosial, Bank Himbara (BNI, BRI, Mandiri dan BTN),
Bulog, dan Bank Indonesia. Instrumen penyaluran bantuan sosial non tunai yang
dilakukan berbentuk kartu combo yang memiliki fungsi Basic Saving Account dan
E-Wallet. Basic Saving Account berfungsi untuk kegiatan transaksi seperti
menabung/menyimpan uang dengan maksimum Rp. 10 juta serta transaksi dana
tarik setor dan transfer tanpa biaya. Sedangkan E-wallet berfungsi untuk
menampung berbagai jenis bantuan sosial yang tersedia hingga 20 kantong. Untuk
wilayah Pekanbaru saat ini kartu COMBO yang telah didistribusikan sebanyak 7.146
kartu dari total jumlah Keluarga Penerima Manfaat sebesar 20.467 Keluarga
Penerima Manfaat (KPM).
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
85
1. KONDISI UMUM
Kondisi ketenagakerjaan dan kesejahteraan di Provinsi Riau pada Februari 2017
menunjukkan perkembangan yang terus membaik. Sejumlah indikator
memperlihatkan terjadinya peningkatan kualitas ketenagakerjaan, antara lain
menurunnya angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Riau dari 5,94% pada
Februari 2016 menjadi 5,76% pada Februari 2017. Sementara perkembangan
kesejahteraan di Provinsi Riau juga membaik terlihat dari penurunan persentase
jumlah penduduk miskin dibanding jumlah penduduk di Riau yakni dari 8,82%
pada September 2015 menjadi 7,67% pada September 2016 dan peningkatan
Nilai Tukar Petani dari 102,23 pada triwulan IV 2016 menjadi 103,50 pada triwulan
I 2017.
Bab 6
ASESMEN
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN DAERAH
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
86
2. KETENAGAKERJAAN
Grafik 6.1. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Agustus - 2016
Sumber : BPS - diolah
Grafik 6.2. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Agustus - 2016
Sumber : BPS - diolah
Kondisi ketenagakerjaan Provinsi Riau pada periode Februari 2017 menunjukkan
bahwa 3,13 juta (atau 68,42%) dari 4,57 juta jiwa penduduk Riau dengan usia 15
tahun ke atas merupakan angkatan kerja. Angka Tingkat Pengangguran Terbuka
(TPT) mengalami penurunan dari periode Februari 2016 yang tercatat sebesar
5,94% menjadi 5,76%. Trend penurunan TPT Riau searah dengan pergerakan TPT
secara nasional yang tercatat 5,50% pada Februari 2016 menjadi 5,33% di
Februari 2017, sehingga mengindikasikan terjadinya peningkatan ketenagakerjaan
secara nasional. Hal ini juga searah dengan arah perbaikan perekonomian Riau
sampai dengan triwulan I tahun 2017 dibandingkan tahun 2016. Di tingkat
regional, Riau merupakan provinsi dengan angka TPT tertinggi kelima di Sumatera,
dengan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) yang cukup rendah dibandingkan
provinsi-provinsi lainnya.
Tabel 6.1 Tingkat Pengangguran Terbuka Pulau Sumatera (%)
Sumber: BPS. - diolah
Provinsi Aceh Sumut Sumbar Riau Jambi Sumsel Bengkulu Lampung Babel Kepri
Agt 2014 9,02 6,23 6,50 6,56 5,08 4,96 3,47 4,79 5,14 6,69
Feb 2015 7,73 6,39 5,99 6,72 2,73 5,03 3,21 3,44 3,35 9,05
Agt 2015 9,93 6,71 6,89 7,83 4,34 6,07 4,91 5,14 6,29 6,20
Feb 2016 8,13 6,49 5,81 5,94 4,66 3,94 3,84 4,54 6,17 9,03
Agt 2016 7,57 5,84 5,09 7,43 4,00 4,31 3,30 4,62 2,60 7,69
Feb 2017 7,39 6,41 5,80 5,76 3,67 3,80 2,81 4,43 4,46 6,44
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
87
Tabel 6.2 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama
Sumber: BPS Provinsi Riau
Berdasarkan sektor ekonomi, penyerapan tenaga kerja di Riau masih didominasi
oleh sektor pertanian yaitu mencapai 40,56% dari total tenaga kerja, diikuti oleh
sektor perdagangan rumah makan dan jasa akomodasi serta sektor jasa
kemasyarakatan, sosial dan perorangan dengan share penyerapan tenaga kerja
masing-masing mencapai 21,02% dan 20,28%. Penyerapan tenaga kerja pada
sektor pertanian tercatat menurun dibandingkan periode yang sama pada tahun
sebelumnya yaitu dari 41,44% menjadi 40,56%. Seiring dengan penurunan
penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian, penyerapan tenaga kerja pada
sektor perdagangan rumah makan dan jasa akomodasi juga menurun, yaitu dari
22,04% menjadi 21,02%. Sementara sektor jasa kemasyarakatan, sosial dan
perorangan meningkat dari 18,26% menjadi 20,28%.
Grafik 6.3 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama
2016 2017
Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perburuan dan Perikanan 41,44 40,56
Pertambangan dan Penggalian 1,91 0,80
Industri 6,06 5,68
Listrik, Gas dan Air Minum 0,32 0,37
Konstruksi 5,39 4,49
Perdagangan, Rumah Makan dan Jasa Akomodasi 22,04 21,02
Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi 2,14 4,65
Lembaga Keuangan, Real Estate, Usaha Persewaan dan Jasa Perusahaan 2,44 2,14
Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan 18,26 20,28
Total 100 100
Lapangan Pekerjaan UtamaFebruari
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
88
Sebagian besar penduduk bekerja di Provinsi Riau memiliki status pekerjaan sebagai
buruh/karyawan/pegawai dengan pangsa sebesar 41,36%. Angka ini sedikit
meningkat dibandingkan Februari 2016 yang tercatat sebesar 41,20%. Naiknya
porsi penduduk yang bekerja sebagai buruh/karyawan/pegawai diperkirakan sejalan
denga membaiknya perekonomian Riau, dimana lay-off karyawan bekurang dan
pencari kerja terutama lulusan-lulusan sekolah atau pendidikan tinggi telah terserap
oleh lapangan pekerjaan. Sebagai dampaknya dari keadaan tersebut, penduduk
yang bekerja dengan berusaha sendiri mengalami penurunan dari 21,01% pada
Februari 2016 menjadi 19,50% pada Februari 2017.
Grafik 6.4 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama
Dilihat dari jumlah jam kerja per hari, mayoritas tenaga kerja di Riau menghabiskan
waktu jam kerjanya selama 0*1 dan lebih dari 35 jam seminggu (atau pekerja
waktu penuh), yaitu sebanyak 62,87%. Pekerja dengan waktu lebih dari 35 jam
seminggu merupakan pekerja penuh, sementara pekerja dengan waktu kurang dari
35 jam seminggu merupakan pekerja tidak penuh. Dengan demikian, mayoritas
angkatan kerja yang bekerja di Riau pada Februari 2017 merupakan pegawai
dengan waktu kerja penuh. Hal ini sesuai dengan jumlah status pekerja terbesar di
Riau yang berprofesi sebagai buruh/karyawan/pegawai. Pekerja tidak penuh di Riau
didominasi oleh pekerja yang berprofesi sebagai wirausaha, pekerja keluarga dan
buruh bebas.
1 Termasuk penduduk yang sementara tidak bekerja.
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
89
Grafik 6.5. Jumlah Jam Kerja per Minggu Agustus - 2016
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah.
Grafik 6.6. Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah.
Grafik 6.7 Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah.
Tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan oleh tenaga kerja di Riau mayoritas
merupakan tamatan SMP ke bawah, dengan prosentase sebesar 56,71%. Kondisi
ini tidak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya yang mencapai 55,24%dari total
angkatan kerja yang bekerja. Pekerja dengan tingkat pendidikan Diploma dan
Universitas hanya mencapai 11,86%, sementara pekerja yang menamatkan tingkat
pendidikan SMA dan SMK mencapai 31,43%. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa tingkat pendidikan tenaga kerja di Riau masih tergolong
rendah.
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
90
Berdasarkan tingkat pendidikan yang ditamatkan, Tingkat Pengangguran Terbuka
(TPT) terbesar berada pada kelompok penduduk dengan tingkat pendidikan SMA
dan SMK yaitu mencapai 17,22%. Sementara TPT kelompok penduduk dengan
tingkat pendidikan perguruan tinggi mengalami penurunan dari 21,59% pada
Februari 2016 menjadi 14,84% pada Februari 2017. Kondisi ini menunjukkan
adanya perbaikan kondisi ketenagakerjaan bahwa lapangan kerja yang tersedia di
Provinsi Riau semakin optimal dalam menyerap tenaga kerja dengan tingkat
pendidikan yang lebih tinggi.
3. KESEJAHTERAAN DAERAH
3.1 Penduduk Miskin Riau
Jumlah penduduk miskin di Riau pada bulan September 2016 sebesar 501,59 ribu
atau 7,67% dari jumlah penduduk Riau. Jumlah ini menurun sebanyak 61,33 ribu
jiwa jika dibandingkan dengan penduduk miskin pada September 2015 yang
berjumlah 562,92 ribu atau 8,82% dari jumlah penduduk Riau.
Grafik 6.8. Perkembangan Penduduk Miskin Riau
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah.
Grafik 6.9. Sebaran Penduduk Miskin Riau
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah.
Jumlah penduduk miskin di Riau baik yang tinggal di daerah pedesaan maupun
perkotaan pada September 2016 mengalami penurunan. Di daerah pedesaan
jumlah penduduk miskinnya mencapai 337,47 ribu penduduk, turun sebesar 50,66
ribu penduduk atau sekitar 13,05% (yoy) jika dibandingkan dengan September
2015 yang sebanyak 388,13 ribu penduduk. Sementara itu, jumlah penduduk
miskin di Riau yang tinggal di daerah perkotaan September 2016 sebesar 164,12
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
91
ribu jiwa, juga turun sebesar 10,67 ribu jiwa atau sebesar 6,10%(yoy) jika
dibandingkan dengan September 2015 yang sebesar 174,79 ribu jiwa.
3.2 Garis Kemiskinan Riau
Besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh GK, karena
penduduk miskin adalah penduduk yang memiki rata-rata pengeluaran per kapita
per bulan di bawah GK. Semakin tinggi GK, semakin banyak penduduk yang
tergolong sebagai penduduk miskin.
Tabel 6.3 Garis Kemiskinan Provinsi Riau Tahun 2016
Sumber : BPS Provinsi Riau
Garis Kemiskinan (GK) Riau di tahun 2016 mencapai angka Rp437.259 per
kapita/bulan, atau meningkat 4,82% (yoy) dari tahun 2015 yang tercatat
Rp417.164 per kapita/bulan. Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan
yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non
Makanan (GKNM), terlihat bahwa komoditas makanan memiliki peranan yang jauh
lebih besar dibandingkan komoditas bukan makanan (perumahan, sandang,
pendidikan, dan kesehatan). Peranan GKM terhadap GK pada September 2016
mencapai 73,59%, sementara peranan GKNM terhadap GK adalah 26,41%.
Peningkatan GK di daerah perdesaan pada tahun 2016 mencapai 4,12% (yoy)
sementara peningkatan GK di daerah perkotaan pada tahun 2016 mencapai
5,30% (yoy). Kondisi tersebut menggambarkan bahwa GK di daerah perkotaan
mengalami peningkatan yang lebih besar dibandingkan perdesaan sehingga
Makanan Bukan Makanan Total
Sep-15 288.596 128.812 417.408
Sep-16 301.570 137.972 439.542
Sep-15 318.195 98.585 416.780
Sep-16 333.174 100.786 433.960
Sep-15 306.835 110.329 417.164
Sep-16 321.762 115.497 437.259
Perkotaan
DaerahGaris Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln)
Kota + Desa
Perdesaan
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
92
mengakibatkan jumlah peningkatan penduduk miskin di Riau relatif lebih cepat
bertambah.
3.3 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Keparahan Kemiskinan
(P2) Riau
Indeks kedalaman kemiskinan (P1) pada tahun 2016 menunjukkan adanya trend
penurunan. Indeks kedalaman kemiskinan turun dari 1,453 pada September 2015
menjadi 1,355 pada September 2016. Penurunan indeks ini mengindikasikan
bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung mendekati garis
kemiskinan.
Grafik 6.10. Perkembangan Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Riau
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah.
Grafik 6.11. Perkembangan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Riau
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah.
Apabila dilihat secara terpisah, tingkat kedalaman kemiskinan di daerah perkotaan
mengalami peningkatan yaitu dari 0,834 pada September 2015 menjadi 1,330
pada September 2016, berbanding terbalik dengan tingkat kedalaman kemiskinan
di daerah perdesaan yang mengalami penurunan yaitu dari 1,847 pada September
2015 menjadi 1,370 pada September 2016. Hal ini mengindikasikan bahwa rata-
rata pengeluaran penduduk miskin di daerah perkotaan semakin menjauh dari garis
kemiskinan sementara rata-rata pengeluaran penduduk miskin di daerah perdesaan
semakin mendekati garis kemiskinan.
Kondisi yang sama juga terjadi pada Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Riau yang
menunjukkan tren penurunan, yaitu tercatat turun dari 0,446 pada September
2015 menjadi 0,399 pada September 2016. Penurunan indeks ini mengindikasikan
bahwa ketimpangan pengeluaran penduduk miskin mengalami penurunan. Jika
dibandingkan antara daerah perdesaan dan perkotaan tercatat bahwa Indeks
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
93
Keparahan Kemiskinan (P2) di daerah perdesaan mengalami penurunan dari 0,599
pada September 2015 menjadi 0,364 pada September 2016, sedangkan di daerah
perkotaan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) mengalami peningkatan dari 0,206
pada September 2015 menjadi 0,454 pada September 2016, hal ini
mengindikasikan terjadi penurunan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin di
daerah perdesaan sementara di daerah perkotaan terjadi kenaikan ketimpangan
pengeluaran penduduk miskin.
3.4 Nilai Tukar Petani
Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan I-2017 meningkat dibandingkan dengan
triwulan IV-2016 yakni dari 102,23 menjadi 103,50. Kenaikan NTP pada triwulan I-
2017 disebabkan oleh kenaikan indeks harga yang diterima petani sebesar 1,70%,
lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan indeks harga yang dibayar petani
sebesar 0,46%. Nilai NTP di atas 100 secara umum memberikan gambaran bahwa
kegiatan pertanian di Provinsi Riau mulai membaik dan memberikan nilai tambah
dalam peningkatan taraf hidup petani, tercermin dari besarnya pendapatan yang
diperoleh petani dibanding biaya yang dikeluarkan oleh petani.
Grafik 6.12. Perkembangan Nilai Tukar Petani
Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah.
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Asesmen Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
94
Jika dilihat per subsektor, peningkatan NTP disumbang oleh kenaikan indeks pada
subsektor tanaman perkebunan rakyat dan perikanan, sementara subsektor lainnya
yaitu tanaman pangan, hortikultura dan peternakan menjadi subsektor penyusun
NTP yang mengalami penurunan indeks. Berdasarkan Nilai Tukar Usaha Rumah
Tangga Pertanian (NTUP), yang lebih mencerminkan kemampuan produksi petani
karena hanya membandingkan produksi dengan biaya produksi, NTUP tertinggi
masih dicatatkan oleh subsektor perikanan sebesar 121,24. Sementara NTUP
terendah dicatatkan oleh subsektor hortikultura sebesar 106,22.
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Prospek Perekonomian Daerah
94
1. PROSPEK MAKROREGIONAL
Perkembangan ekonomi Riau pada triwulan III 2017 secara umum diperkirakan
tumbuh meningkat, berada pada kisaran 2,5+0,5%(yoy) dengan tendensi ke arah
batas atas. Sumber pertumbuhan dari sisi penggunaan diperkirakan berasal dari
konsumsi rumah tangga, swasta dan net ekspor yang tumbuh positif dan meningkat
jika dibandingkan perkiraan triwulan II 2017. Sementara itu, secara sektoral
peningkatan kinerja diperkirakan berasal dari sektor pertanian, industri pengolahan
dan perdagangan besar dan eceran. Di sisi lain pertumbuhan ekonomi Riau tertahan
oleh melambatnya konsumsi pemerintah, dan investasi. Disisi lain, melambatnya
investasi mempengaruhi kinerja sektor konstruksi, serta masih berlanjutnya kontraksi
PROSPEK PEREKONOMIAN
DAERAH
Bab 7
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Prospek Perekonomian Daerah
95
sektor pertambangan dan penggalian diperkirakan menahan laju pertumbuhan
ekonomi Riau.
Secara keseluruhan tahun 2017, pertumbuhan ekonomi Riau diperkirakan akan
mencapai 2,5-3,5% (yoy), lebih tinggi jika dibandingkan tahun 2016 yang sebesar
2,23% (yoy). Laju pertumbuhan tertinggi dari sisi penggunaan diperkirakan
bersumber dari net ekspor, konsumsi pemerintah, investasi, dan konsumsi rumah
tangga. Sementara dari sisi sektoral, sektor pertanian, industri pengolahan,
konstruksi, dan perdagangan yang menjadi sektor unggulan Riau juga mengalami
peningkatan. Namun peningkatan yang lebih tinggi tertahan oleh sektor
pertambangan dan penggalian yang diperkirakan mengalami kontraksi yang lebih
dalam dibandingkan tahun lalu. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi 2017
didukung oleh membaiknya ekonomi Amerika Serikat dan negara emerging, serta
diikuti peningkatan harga komoditas yang disertai dengan stabilnya permintaan baik
domestik maupun luar negeri. Kondisi tersebut mendorong iklim investasi yang
membaik dan kinerja ekspor yang tetap positif khususnya pada sektor pertanian dan
industri pengolahan. Hal ini pada akhirnya mendorong daya beli masyarakat yang
disertai pula dengan meningkatnya realisasi anggaran pemerintah pada akhir tahun
sehingga mendorong konsumsi tumbuh lebih tinggi dan memberikan kontribusi
terhadap pertumbuhan sektor konstruksi dan perdagangan.
Tabel 7.1. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Riau Aktual dan Prakiraan Pertumbuhan Ekonomi Riau Tahun 2017 (% yoy)
P Proyeksi Bank Indonesia
Indikasi perbaikan perekonomian masih cukup kuat. Berdasarkan perkembangan
indikator terkini, ekspor CPO menunjukkan peningkatan, realisasi APBD lebih tinggi
dibandingkan 2016, meningkatnya realisasi investasi PMA dan PMDN, meningkatnya
kredit konsumsi, indeks keyakinan dan ekspektasi konsumen, kenaikan harga karet
dunia dan domestik, meningkatnya permintaan domestik dan ekspor, peningkatan
penyaluran kredit perdagangan, dan SBT bangunan.
I II III IV I II III I
PDRB 2,71 -0,03 -2,06 -1,36 4,39 0,22 2,74 2,75 1,26 2,22 2,23 2,82 2,40-3,40 2,60-3,60 2,5-3,5
2014 20152015
Komponen2016 2017
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Prospek Perekonomian Daerah
96
Grafik 7.1. Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia
Grafik 7.2. Perkembangan Indeks Ekspektasi Konsumen
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia
Sementara itu, konsumsi pemerintah juga diperkirakan akan meningkat jika
dibandingkan triwulan berjalan. Hal tersebut didorong oleh lebih tingginya anggaran
APBD Provinsi Riau Tahun 2017. APBD 2017 disahkan pada bulan November 2016,
lebih cepat dibandingkan APBD tahun sebelumnya yang biasanya baru disahkan
pada bulan Desember. Percepatan pengesahan APBD tersebut diharapkan
mendorong percepatan realisasi anggaran. Peningkatan belanja pemerintah tersebut
juga diikuti oleh peningkatan investasi seiring dengan berlanjutnya proyek strategis
yang prosesnya terus dipercepat. Adapun beberapa proyek strategis yang masih
terus berlanjut antara lain adalah pembangunan jalan tol trans sumatera yang
melewati Pekanbaru-Dumai seluar 131.475 Km, pembangunan jalur kereta api di 4
titik yakni Rantau Prapat-Dumai (249 Km), Duri-Pekanbaru (90 Km), Pekanbaru-
Muaro (164 Km), Pekanbaru-Jambi (350 Km), serta adanya program peningkatan
dan pembangunan jalan dan jembatan yang terus dilakukan dalam rangka
peningkatan kualitas jalan dalam rangka mendukung kelancaran distribusi barang
dan jasa.
Dari sisi eksternal, kinerja ekspor pada triwulan II 2017 diperkirakan tumbuh positif
sejalan dengan mulai pulihnya kondisi perekonomian global yang berdampak
terhadap peningkatan permintaan negara mitra dagang dan harga komoditas
internasional. Jika dilihat secara lebih rinci, ekspor barang dan jasa Riau triwulan ke
depan didominasi oleh ekspor luar negeri yang memiliki pangsa mencapai 88,29%.
Melihat outlook ekonomi global ke depan, pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat
semakin solid yang didukung oleh konsumsi dan investasi yang membaik. Demikian
juga dengan perekonomian Eropa yang berpotensi membaik ditopang perbaikan
70
80
90
100
110
120
130
140
150
160
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Apr
2012 2013 2014 2015 2016 2017
IKK
IKE
IEK
Garis 100
40
50
60
70
80
90
100
110
120
130
140
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Apr
2013 2014 2015 2016 2017
Indeks Kegiatan Usaha Indeks Penghasilan Konsumen
Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Garis 100
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Prospek Perekonomian Daerah
97
konsumsi dan ekspor, serta pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang diperkirakan tetap
kuat karena didukung oleh konsumsi dan investasi infrastruktur.
Tabel 7.2 Outlook Perekonomian Global
Sumber: Recent Economic Development Bank Indonesia, April 2017
Dari sisi penawaran, peningkatan kinerja sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan
pada triwulan II 2017 diperkirakan relatif stabil. Faktor pendorong meningkatnya
pertumbuhan diperkirakan berasal dari subsektor perkebunan sawit. Kurang
optimalnya produksi sawit pada tahun 2016 disebabkan oleh musim trek yang
berlangsung sejak Januari-Agustus tahun 2016, sehingga pada semester II-2016
sampai dengan awal tahun 2017 produksi berpotensi meningkat, disamping mulai
berproduksinya tanaman yang direplanting. Dengan demikian, meningkatnya
produksi dan meningkatnya harga TBS lokal yang juga dipengaruhi oleh perbaikan
harga komoditas internasional mendorong laju pertumbuhan sektor pertanian,
kehutanan, dan perikanan ini.
Sejalan dengan peningkatan kinerja sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan
Riau, kinerja sektor industri pengolahan juga diperkirakan meningkat. Membaiknya
perekonomian negara mitra dagang dan meningkatnya harga komoditas
perkebunan mendorong capaian pertumbuhan sektor ini, terutama subsektor
industri pengolahan CPO dan produk turunannya termasuk biodiesel, serta industri
pengolahan pulp and paper. Meningkatnya pertumbuhan sektor industri pengolahan
juga dipengaruhi oleh mandatori campuran biodiesel ke dalam bahan bakar nabati.
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Prospek Perekonomian Daerah
98
Hal tersebut dikonfirmasi oleh contact liaison yang menyatakan terjadi peningkatan
yang siginifikan terhadap permintaan biodiesel dalam negeri sejak tahun 2016.
Dengan demikian, peningkatan permintaan sektor industri pengolahan tidak hanya
bersumber dari luar negeri tetapi juga domestik.
Di sisi lain, sektor pertambangan dan penggalian migas masih cenderung
melanjutkan tren menurun. Secara natural, produksi turun 8-12% jika tidak
melakukan investasi apapun. Contact liaison Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Riau, menginformasikan bahwa cadangan minyak bumi masih cukup
banyak, namun mahalnya teknologi yang dibutuhkan untuk kegiatan lifting minyak
bumi melalui secondary recovery belum mampu memenuhi nilai keekonomisannya.
Turunnya lifting migas menjadi faktor penahan pertumbuhan ekonomi Riau seiring
dengan proporsinya yang besar terhadap perekonomian Riau, yang pada tahun 2016
mencapai 27,93%.
Selanjutnya, perkembangan sektor konstruksi diperkirakan menunjukkan
peningkatan yang cukup baik. Hal ini didorong oleh peningkatan APBD pemerintah
yang digunakan untuk melanjutkan sejumlah proyek infrastruktur strategis.
Pertumbuhan sektor konstruksi ini juga tercermin dari meningkatnya konsumsi
semen di Riau. Hingga akhir tahun 2017, pertumbuhan sektor ini diperkirakan masih
terus berlanjut. Adapun faktor yang dapat menghambat perkembangan sektor ini
antara lain perkembangan aktivitas swasta yang sampai dengan triwulan berjalan
diperkirakan masih berjalan relatif lambat yang terindikasi dari lambatnya
pertumbuhan kredit investasi. Hal ini juga dipengaruhi oleh kondisi investor yang
masih wait and see terhadap perkembangan ekonomi Riau ke depan.
Sektor perdagangan besar dan eceran juga diperkirakan meningkat hingga akhir
tahun 2017. Peningkatan tersebut juga dipengaruhi oleh kondisi daya beli
masyarakat yang menunjukkan perbaikan. Secara umum, meningkatnya kinerja
sektor ini didorong oleh perbaikan harga komoditas yang terus berlanjut, kenaikan
Upah Minimum Provinsi Riau, apresiasi nilai tukar rupiah, relatif terjaganya tingkat
inflasi.
Dengan demikian, faktor pendorong meningkatnya pertumbuhan secara umum
diperkirakan berasal dari perbaikan kondisi ekonomi negara mitra dagang yang
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Prospek Perekonomian Daerah
99
memberikan dampak positif terhadap meningkatnya harga komoditas, permintaan
ekspor dan penyerapan domestik, volume produksi seiring dengan berakhirnya
musim trek dan mulai berproduksinya tanaman yang telah direplanting, lebih
tingginya APBD 2017 dibandingkan tahun lalu, percepatan realisasi anggaran
pemerintah daerah dan terus berlanjutnya pembangunan proyek infrastruktur
strategis, serta membaiknya kondisi perekonomian yang mendorong ekspektasi
investor yang lebih baik terhadap kondisi ekonomi ke depan.
Meskipun demikian, kondisi perekonomian ke depan dibayangi beberapa risiko
eksternal dan domestik. Dari pasar keuangan global, risiko antara lain bersumber dari
wacana penurunan besaran neraca bank sentral Amerika Serikat dan dampaknya
terhadap pasar keuangan global, kelanjutan kenaikan suku bunga di Amerika
Serikat, resolusi sawit Uni Eropa, restorasi gambut dan perkembangan terkini
geopolitik lainnya. Dari sisi domestik, risiko terkait dengan penyesuaian administered
prices terhadap inflasi dan berlanjutnya konsolidasi korporasi dan perbankan
sehingga menyebabkan stimulus perekonomian menjadi kurang optimal.
Terdapat risiko yang berpotensi membawa pertumbuhan ekonomi Riau menyentuh
batas bawah proyeksi (downside risks). Kondisi ini utamanya terkait dengan kondisi
sumur minyak yang tidak produktif (natural declining), tidak optimalnya penggunaan
teknologi injeksi untuk optimalisasi produksi, serta eksplorasi sumur baru yang
terkendala proses perizinan sehingga diperkirakan berpotensi mengakibatkan
kontraksi yang lebih dalam pada sektor pertambangan migas. Selain itu, potensi
pemulihan kinerja sektor pertanian masih cukup rendah, terutama terhadap
subsektor perkebunan kelapa sawit sehubungan dengan dampak el nino dan la nina
yang berpotensi menyebabkan kebakaran hutan dan lahan, serta kondisi banjir
sehingga produksi pertanian relatif terganggu. Musim kemarau secara signifikan
diprediksi pada bulan Mei hingga September 2017. Prediksi curah hujan Riau pada
bulan Januari-Juni 2017 didominasi kriteria menengah (150-200mm/bulan) dan
mulai berkurang pada bulan Mei Juni 2017.
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Prospek Perekonomian Daerah
100
2. PERKIRAAN INFLASI
Tabel 7.3. Perkembangan Inflasi Aktual Riau dan Prakiraan Inflasi Riau Triwulan II-2017 dan Tahun 2017
Inflasi Provinsi Riau triwulan III 2017 diperkirakan berada pada kisaran 6,0+0,5%
(yoy) dengan tendensi ke arah batas atas. Tingkat inflasi triwulan III 2017
diperkirakan lebih tinggi jika dibandingkan triwulan yang sama tahun 2016. Secara
keseluruhan tahun 2017, tingkat inflasi diperkirakan berkisar antara 4,0-5,0% (yoy)
dengan tendensi ke arah batas atas, lebih tinggi dibandingkan capaian tahun 2016
yang sebesar 4,04% (yoy). Peningkatan tersebut disebabkan oleh peningkatan harga
terutama bahan makanan yang cukup tinggi pada awal tahun 2017, penyesuaian
tarif listrik dan penyesuaian harga BBM.
Faktor pendorong inflasi Riau pada tahun 2017 diperkirakan terutama berasal dari
inflasi kelompok administered price seiring dengan dampak lanjutan penyesuaian
tarif listrik yang sudah memasuki tahap III sejak 1 Mei 2017, serta adanya rencana
kenaikan harga BBM non subsidi turut menjadi faktor yang memberikan tekanan
terhadap laju inflasi kelompok administered price. Selain itu, meningkatnya tekanan
inflasi volatile food bersumber dari kenaikan harga bahan makanan akibat
keterbatasan pasokan seiring dengan kemungkinan terjadinya la nina yang menguat
sehingga mengganggu pasokan dari beberapa sentra produksi yang banyak
memasok kebutuhan ke wilayah Riau. Beberapa komoditas seperti aneka cabai,
beras, bawang merah, daging ayam ras, dan daging sapi diperkirakan akan
meningkat karena keterbatasan pasokan. Selain itu tekanan inflasi volatile food juga
didorong oleh meningkatnya permintaan masyarakat periode perayaan Hari Besar
Keagamaan pada triwulan III 2017. Sementara itu, meskipun relatif stabil tekanan
inflasi inti diperkirakan sedikit meningkat akibat mulai membaiknya daya beli
masyarakat karena meningkatnya penghasilan seiring dengan perbaikan harga
komoditas global dan berlanjutnya realisasi belanja pemerintah sehingga akan
meningkatkan sisi permintaan.
I II III IV I II III IV I
INFLASI 6,17 7,40 5,70 2,65 4,42 1,92 3,27 4,04 5,03 6,50-7,50 5,50-6,50 4,0-5,0
Keterangan2015 20172016
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Prospek Perekonomian Daerah
101
Grafik 7.3. Tracking Inflasi SPH dan BPS Grafik 7.4. Perkiraan Harga Mendatang
Sumber: SPH Bank Indonesia dan Rilis Inflasi BPS Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia
Beberapa faktor yang berpotensi membawa inflasi melewati batas atas kisaran
proyeksi antara lain menguatnya kemungkinan terjadinya la nina yang berpotensi
menganggu produksi daerah sentra pertanian, kenaikan permintaan pada
momentum liburan sekolah dan hari besar keagamaan, penyesuaian tarif listrik,
kenaikan harga BBM non subsidi, kenaikan cukai rokok tahunan, kenaikan harga
pakan ternak, dan sebagainya. Sementara itu, faktor yang berpotensi membawa
inflasi ke batas bawah yaitu perkembangan harga minyak dunia yang masih belum
membaik sehingga meminimalisir tekanan inflasi dari kelompok administered prices,
apresiasi nilai rupiah, melimpahnya pasokan pada saat musim panen yang terjadi
bersamaan di beberapa daerah sentra produksi, kebijakan pemerintah yang semakin
baik di bidang ketahanan pangan, kebijakan impor, penurunan tingkat suku bunga,
dan sebagainya. Pada tingkat regional, koordinasi aktif forum Tim Pengendalian
Inflasi Daerah terus ditingkatkan baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota,
dengan beberapa fokus pembahasan antara lain implementasi roadmap TPID Provinsi
dan menyusun roadmap TPID di tingkat Kota/Kabupaten, serta sosialisasi dan
membuat rencana tindak lanjut arahan Presiden dalam Rakornas VII TPID antara lain:
1. Mengintensifkan koordinasi dan mengoptimalkan program/kegiatan
pengendalian inflasi di tingkat Kota/Kabupaten, disertai dengan evaluasi
secara berkala.
2. Merumuskan dukungan program intervensi dalam rangka stabilisasi harga
atau program pengendalian harga lain yang diperlukan dengan alokasi APBD
yang memadai
(1,40)
(0,90)
(0,40)
0,10
0,60
1,10
1,60
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5
2016 2017
%mtm
Rilis Inflasi BPS Tracking Inflasi SPH
140
145
150
155
160
165
170
175
180
185
190
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I Apr
2013 2014 2015 2016 2017
Perkiraan Harga 3 Bulan Mendatang
Perkiraan Harga 6 Bulan Mendatang
Perkiraan Harga 12 Bulan Mendatang
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Prospek Perekonomian Daerah
102
3. Melakukan monitoring kewajaran harga dan stok pangan di pasaran dan
gudang-gudang distributor besar secara berkala dengan berkoordinasi
dengan aparat penegak hukum
4. Monitoring kondisi dan pengembangan infrastruktur distribusi pangan
daerah, melakukan respon perbaikan secara cepat, serta koordinasi intensif
dengan Pemerintah Pusat jika terjadi kendala
5. Mengidentifikasi faktor-faktor yang memicu disparitas harga seperti biaya
transportasi, biaya dan kondisi bongkar muat, kondisi penyimpanan barang,
serta faktor-faktor lainnya.
3. REKOMENDASI
Sehubungan dengan upaya pengendalian inflasi, dan upaya peningkatan
pertumbuhan ekonomi, maka diusulkan hal-hal sebagai berikut:
1. Jangka pendek
a. Meningkatnya tantangan inflasi terutama dari kelompok administered
price perlu diantisipasi dengan pengendlian inflasi kelompok volatile
food yang lebih baik. Beberapa upaya pengendalian inflasi yang perlu
menjadi perhatian adalah (i) Monitoring pencapaian Roadmap
Pengendalian Inflasi Provinsi Riau yang telah disusun pada tahun 2016;
(ii) Pembentukan BUMD Pangan sebagai lembaga penyangga cadangan
pangan daerah serta modal dasar penyusunan rencana kerjasama antara
daerah; (iii) Percepatan realisasi APBD dan proyek pembangunan
infrastruktur pangan antara lain pasar induk, jalan tol, pengembangan
pelabuhan serta perbaikan kualitas jalan untuk kelancaran distribusi
pangan; (iv) Pelaksanaan rapat koordinasi yang di dalamnya kondisi
pasokan dan kebutuhan pangan, monitoring perkembangan harga
pangan utama memanfaatkan aplikasi Pusat Informasi Harga Pangan
Strategis secara harian, melakukan pengawasan dan inspekasi ke pasar
dan gudang distributor, publikasi secara masif upaya pengendalian
inflasi dalam rangka pengelolaan ekspektasi masyarakat dan
menghimbau untuk antisipasi upaya aksi borong, penimbunan dan
profit taking berlebihan, penyelenggaraan bazaar murah dengan
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Prospek Perekonomian Daerah
103
melibatkan pihak swasta dalam pelaksanaanya, mengkomunikasikan
rencana program ke tingkat Kabupaten/Kota untuk dapat ditindaklanjuti
di daerah; (v) Memperkaya data basis pangan regional (kebutuhan,
kemampuan pasokan domestik, pasokan dari luar dan daerah pemasok
pangan); dan (iv) Monitoring finalisasi penyusunan Roadmap
Pengendalian Inflasi Kabupaten/Kota sesuai hasil Capacity Building TPID
tanggal 18-20 April 2017.
b. Mendorong berbagai kegiatan Meeting, Incentive, Convention, and
Exchibition (MICE) dalam rangka penguatan permintaan domestik
melalui aktivitas konsumsi seperti berbagai event pariwisata/budaya
berskala nasional dan internasional, melalui media pemasaran yang
massive dan terpusat, serta penciptaan budaya masyarakat sadar wisata.
c. Membangun persepsi positif terhadap iklim investasi melalui publikasi
perkembangan kemajuan pembangunan infrastruktur melalui media
komunikasi yang lebih luas dan terintegrasi, dengan kredibilitas
informasi yang lebih tinggi (Regional Investor Relation Unit/RIRU). Hal ini
juga disertai dengan informasi terkait kebijakan-kebijakan di daerah
yang memberikan insentif khusus bagi para investor di Provinsi Riau.
2. Jangka Menengah Panjang
a. Percepatan proyek pembangunan infrastruktur, terutama jalan, listrik
dan pelabuhan. Pada dasarnya, pembangunan infrastruktur yang
memadai akan memberikan dampak positif terhadap peningkatan nilai
tambah perekonomian. Selain dapat meningkatkan kualitas kehidupan
masyarakat, kondisi infrastruktur yang baik juga akan mendorong
pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan penyerapan tenaga kerja. Hal
ini sejalan dengan simulai kebijakan yang dilakukan oleh Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau dengan menggunakan model
CGE-INDOTERM bahwa untuk melakukan akselerasi pertumbuhan
ekonomi di Provinsi Riau, percepatan pembangunan infrastruktur jalan,
listrik dan pelabuhan menjadi salah satu fokus pembangunan
pemerintah daerah.
GE KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
Prospek Perekonomian Daerah
104
b. Perlunya penyusunan roadmap pengembangan kemaritiman di Provinsi
Riau mengingat potensi perikanan dan kelautan yang cukup besar. Hal
ini tercermin dari total produksi perikanan yang terus meningkat setiap
tahunnya. Namun fokus pengembangan terhadap sektor kemaritiman di
Riau relatif minim. Sampai dengan saat ini, masih belum terdapat industri
pakan ikan sehingga biaya pengembangan perikanan di Riau menjadi
lebih mahal. Selain itu, pemerintah daerah Provinsi Riau perlu untuk
memperketat pengawasan kapal yang beroperasi di wilayah perairan
Riau terutama di daerah perbatasan yang rawan tindakan dan
perdagangan ikan ilegal, mendata kembali seluruh kapal penangkap
ikan, optimalisasi alokasi bantuan anggaran untuk nelayan, peningkatan
kualitas pelabuhan perikanan, dan mengaktifkan kembali galangan
kapal.
c. Diperlukan optimalisasi pengembangan potensi wisata bahari Riau,
antara lain melalui percepatan perbaikan infrastruktur, peningkatan
fasilitas pendukung dan kondisi akomodasi agar lebih memadai,
penguatan Sumber Daya Manusia (SDM) di sektor Pariwisata dan Jasa
Pendukung.
Provinsi Riau juga terkenal memiliki luas areal perkebunan kelapa sawit terluas di
Indonesia tahun 2015 mencapai 2,4 juta hektar atau hampir 25% dari luas areal
nasional yang mencapai sekitar 11,3 juta hektar. Luas areal perkebunan tersebut
mampu mendorong Riau menjadi daerah produsen terbesar nasional dengan
produksi tahun 2015 mencapai 7,84 juta ton. Berdasarkan data cognos Bank
Indonesia, volume ekspor CPO Riau triwulan I-2017 mencapai 3.366,77 ribu ton
atau 61,59% dari total ekspor Riau yang sebesar 5.466,24 ribu ton. Sebanyak
24,78% CPO tersebut di ekspor ke India, 22,44% ke Eropa, dan 14,55% ke
Tiongkok. Hal ini menunjukkan bahwa India, Eropa, dan Tiongkok merupakan
negara importir utama CPO Provinsi Riau.
Grafik Negara Tujuan Utama Ekspor Riau Grafik Negara Tujuan Ekspor CPO Riau
Namun demikian, pada awal bulan April lalu, Parlemen Uni Eropa mengeluarkan
resolusi sawit yang tertuang dalam Report On Palm Oil and Deforestation of
Rainforest. Dalam laporan tersebut, Parlemen Uni Eropa menganggap
pengembangan industri sawit di Indonesia tidak memperhatikan lingkungan
sehingga merusak hutan. Sentimen negatif ini turut mempengaruhi harga CPO
dan TBS pada awal triwulan II-2017 masing-masing turun dari USD 708/MT dan
Rp1.903/Kg pada triwulan IV-2016 menjadi USD 631/MT dan Rp1.593/Kg. Namun
kondisi ini diperkirakan terjadi dalam jangka pendek sebagai bentuk proteksi
dagang minyak nabati di Pasar Eropa karena CPO merupakan minyak yang paling
kompetitif seiring dengan harganya yang relatif murah dan ketersediaan yang
relatif stabil sepanjang tahun.
18,90 20,07 22,74 20,73 14,01 16,93 17,28 19,92 21,72 18,95 19,11 18,13 13,29 17,39 20,66 22,08 18,48 18,49 18,18 20,15 20,00
12,30 12,67
16,60 13,53
17,26 18,26 14,34
17,90 13,45 13,07 14,31 19,06
9,95 15,58
13,71 13,39 12,53 15,71 17,60 15,08 16,94
18,83 19,31
17,76
18,47 17,59
14,77 18,36
17,90 15,55
15,81 12,04 9,97
11,32
12,43 12,90 14,64
14,87 12,76 12,35 12,56 11,05
17,65 14,84 12,66 18,06
13,30 13,06 14,85 11,85
12,89 10,49 12,94
14,60
11,55 11,11
12,50 14,05
11,97 12,65 12,51 13,35 13,35
32,31 33,11 30,24 29,21 37,83 36,99 35,16 32,43
36,39 41,68 41,60 38,25
38,73 43,48 40,23 35,84
42,14 40,39 39,36 38,87 38,66
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016 2017
Lainnya
MEE
ASEAN
India
Cina
India24,78%
Eropa22,44%Tiongkok
14,55%
ASEAN13,61%
Pakistan 7,90%
Afrika11,14%
Boks
Proteksi Perdagangan Kelapa Sawit
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Istilah
xvi
Aktiva Produktif
Adalah penanaman atau penempatan yang dilakukan oleh bank dengan
tujuan menghasilkan penghasilan/pendapatan bagi bank, seperti penyaluran
kredit, penempatan pada antar bank, penanaman pada Sertifikat Bank
Indonesia (SBI), dan surat-surat berharga lainnya.
Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR)
Adalah pembobotan terhadap aktiva yang dimiliki oleh bank berdasarkan
risiko dari masing-masing aktiva. Semakin kecil risiko suatu aktiva, semakin
kecil bobot risikonya. Misalnya kredit yang diberikan kepada pemerintah
mempunyai bobot yang lebih rendah dibandingkan dengan kredit yang
diberikan kepada perorangan.
Kualitas Kredit
Adalah penggolongan kredit berdasarkan prospek usaha, kinerja debitur dan
kelancaran pembayaran bunga dan pokok. Kredit digolongkan menjadi 5
kualitas yaitu Lancar, Dalam Perhatian Khusus (DPK), Kurang Lancar,
Diragukan dan Macet.
Capital Adequacy Ratio (CAR)
Adalah rasio antara modal (modal inti dan modal pelengkap) terhadap Aktiva
Tertimbang Menurut Resiko (ATMR).
Dana Pihak Ketiga (DPK)
Adalah dana yang diterima perbankan dari masyarakat, yang berupa giro,
tabungan atau deposito.
DAFTAR ISTILAH
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Istilah
xvii
Financing to Deposit Ratio (FDR)
Adalah rasio antara pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah terhadap
dana yang diterima. Konsep ini sama dengan konsep LDR pada bank umum
konvensional.
Inflasi
Kenaikan harga barang secara umum dan terus menerus (persistent).
Inflasi Administered Price
Inflasi yang terjadi pergerakan harga barang-barang yang termasuk dalam
kelompok barang yang harganya diatur oleh pemerintah (misalnya bahan
bakar).
Inflasi Inti
Inflasi yang terjadi karena adanya gap penawaran aggregat and permintaan
agregrat dalam perekonomian, serta kenaikan harga barang impor dan
ekspektasi masyarakat.
Inflasi Volatile Food
Inflasi yang terjadi karena pergerakan harga barang-barang yang termasuk
dalam kelompok barang yang harganya bergerak sangat volatile (misalnya
beras).
Kliring
Adalah pertukaran warkat atau Data Keuangan Elektronik (DKE) antar peserta
kliring baik atas nama peserta maupun atas nama nasabah peserta yang
perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu.
Kliring Debet
Adalah kegiatan kliring untuk transfer debet antar bank yang disertai dengan
penyampaian fisik warkat debet seperti cek, bilyet giro, nota debet kepada
penyelenggaran kliring lokal (unit kerja di Bank Indonesia atau bank yang
memperoleh persetujuan Bank Indonesia sebagai penyelenggara kliring lokal)
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Istilah
xviii
dan hasil perhitungan akhir kliring debet dikirim ke Sistem Sentral Kliring (unit
kerja yang menangani SKNBI di KP Bank Indonesia) untuk diperhitungkan
secara nasional.
Kliring Kredit
Adalah kegiatan kliring untuk transfer kredit antar bank yang dikirim langsung
oleh bank peserta ke Sistem Sentral Kliring di KP Bank Indonesia tanpa
menyampaikan fisik warkat (paperless).
Loan to Deposit Ratio (LDR)
Adalah rasio antara jumlah kredit yang disalurkan terhadap dana yang
diterima (giro, tabungan dan deposito).
Net Interest Income (NII)
Adalah antara pendapatan bunga dikurangi dengan beban bunga.
Non Core Deposit (NCD)
Adalah dana masyarakat yang sensitif terhadap pergerakan suku bunga.
Dalam laporan ini, NCD diasumsikan terdiri dari 30% giro, 30% tabungan dan
10% deposito berjangka waktu 1-3 bulan.
Non Performing Loans/Financing (NLPs/Ls)
Adalah kredit/pembiayaan yang termasuk dalam kualitas Kurang Lancar,
Diragukan dan Macet
Penyisihan Pengghapusan Aktiva Produktif (PPAP)
Adalah suatu pencadangan untuk mengantisipasi kerugian yang mungkin
timbul dari tidak tertagihnya kredit yang diberikan oleh bank. Besaran PPAP
ditentukan dari kualitas kredit. Semakin buruk kualitas kredit, semakin besar
PPAP yang dibentuk. Misalnya, PPAP untuk kredit yang tergolong Kurang
Lancar adalah 15% dari jumlah kredit Kurang Lancar (setelah dikurangi
agunan), sedangkan untuk kredit Macet, PPAP yang harus dibentuk adalah
100% dari total kredit macet (setelah dikurangi agunan).
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Daftar Istilah
xix
Rasio Non Performing Loans/Financing (NPLs/Fs)
Adalah rasio kredit/pembiayaan yang tergolong NPLs/Fs terhadap total
kredit/pembiayaan. Rasio ini juga sering disebut rasio NPLs/Fs gross. Semakin
rendah rasio NPLs/Fs, semakin baik kondisi bank ysb.
Rasio Non Performing Loans (NPLs) Net
Adalah rasio kredit yang tergolong NPLs, setelah dikurangi pembentukan
Penyisihan Pengghapusan Aktiva Produktif (PPAP), terhadap total kredit
Sistem Bank Indonesia Real Time Settlement (BI RTGS)
Adalah proses penyelesaian akhir transaksi pembayaran yang dilakukan
seketika (real time) dengan mendebet maupun mengkredit rekening peserta
pada saat bersamaan sesuai perintah pembayaran dan penerimaan
pembayaran.
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKN-BI)
Adalah sistem kliring Bank Indonesia yang meliputi kliring debet dan kliring
kredit yang penyelesaian akhirnya dilakukan secara nasional.
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)
Adalah persentase jumlah angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
Adalah persentase jumlah pengangguran terhadap jumlah angkatan kerja.