KAJIAN DRAMA TIU - sipadu.isi-ska.ac.id

32
1 KAJIAN DRAMA Mata Kuliah: Kajian Drama Sks : 3 Sks TIU : Setelah menempuh perkuliahan ini mahasiswa dapat mengkaji naskah drama baik secara intrinsic maupun ekstrinsik dan pada akhirnya dapat mengungkap nilai-nilai dalam naskah drama. Deskripsi : Mata kuliah ini membahas struktur dalam dan struktur luar drama (strukturalisme genetik) yang meliputi aspek ideologi, agama, latar blakang sosial pngarang, dan psikologi pengarang berpengaruh terhadap sebuah naskah drama. Materi : Pengertian intrinsik dan ekstrinsik; unsur intrinsik (tema, alur, pnokohan, seting, bahasa) ; unsur kstrinsik (ideologi pengarang, agama, latar blakang sosial budaya, psikologi). Daftar Pustaka: Sifat perkuliahan : dialog, diskusi saling mengisi antara satu dengan yang lain. Dosen bertugas sebagai pemandu dan penentu materi. Perkuliahan diawali dengan kontrak perkuliahan yang berisi ketentuan-ketentuan akaademis atau lembaga, dan esepakatan-kesepakatan antara dosen dengan mahasiswa. Materi Perkuliahan meliputi : I. Hakikat Kajian Drama (pertemuan 1) ( Mempelajari : Pengertian Drama, Ragam Drama, Sifat Drama, Logika drama, ciri bahasa seni). Hakekat Kajian : Kajian umumnya menyaran kepada kegiatan pnelaahan atau penyelidikikan. Untuk melakukan pengkajian terhadap karya fiksi drama pada umumnya disertai oleh kerja analisis.. Istilah analisis berarti mengurai atas unsur-unsur pembentuknya, yaitu yang berupa unsur-unsur intrinsiknya. Sebuah fiksi dibangun dari sejumlah unsur, dan setiap unsur akan saling berhubungan secara saling menentukan, yang kesemuaanya itu akan menyebabkan fiksi menjadi sebuah karya yang bermakna, dan hidup. Di pihak lain, setiap unsur pembangun fiksi itupun hanya akan bermakna jika ada kaitannya dengan keseluruhannya (Nurgiyantoro, 1995: 30-31). Sebuah analisis bukan merupakan tujuan, melainkan sebagai sarana untuk memahami fiksi sebagai satu kesatuan, bukan sekedar bagian perbagian. Tujuan Kajian Drama Sebuah naskah drama dikaji setidaknya mempunyai dua tujuan. Yang pertama, kegiatan kajian drama dilakukan dalam rangka dipentaskan. Kedua, kajian drama dilakukan dalam kegiatan penyelidikan atau penelitian secara ilmiah

Transcript of KAJIAN DRAMA TIU - sipadu.isi-ska.ac.id

Page 1: KAJIAN DRAMA TIU - sipadu.isi-ska.ac.id

1

KAJIAN DRAMA

Mata Kuliah: Kajian Drama

Sks : 3 Sks

TIU : Setelah menempuh perkuliahan ini mahasiswa dapat mengkaji naskah

drama baik secara intrinsic maupun ekstrinsik dan pada akhirnya dapat

mengungkap nilai-nilai dalam naskah drama.

Deskripsi: Mata kuliah ini membahas struktur dalam dan struktur luar drama

(strukturalisme genetik) yang meliputi aspek ideologi, agama, latar blakang sosial

pngarang, dan psikologi pengarang berpengaruh terhadap sebuah naskah drama.

Materi : Pengertian intrinsik dan ekstrinsik; unsur intrinsik (tema, alur, pnokohan,

seting, bahasa) ; unsur kstrinsik (ideologi pengarang, agama, latar blakang sosial

budaya, psikologi).

Daftar Pustaka:

Sifat perkuliahan : dialog, diskusi saling mengisi antara satu dengan yang lain.

Dosen bertugas sebagai pemandu dan penentu materi.

Perkuliahan diawali dengan kontrak perkuliahan yang berisi ketentuan-ketentuan

akaademis atau lembaga, dan esepakatan-kesepakatan antara dosen dengan

mahasiswa.

Materi Perkuliahan meliputi :

I. Hakikat Kajian Drama (pertemuan 1)

( Mempelajari : Pengertian Drama, Ragam Drama, Sifat Drama, Logika

drama, ciri bahasa seni).

Hakekat Kajian :

Kajian umumnya menyaran kepada kegiatan pnelaahan atau penyelidikikan.

Untuk melakukan pengkajian terhadap karya fiksi drama pada umumnya

disertai oleh kerja analisis.. Istilah analisis berarti mengurai atas unsur-unsur

pembentuknya, yaitu yang berupa unsur-unsur intrinsiknya.

Sebuah fiksi dibangun dari sejumlah unsur, dan setiap unsur akan saling

berhubungan secara saling menentukan, yang kesemuaanya itu akan

menyebabkan fiksi menjadi sebuah karya yang bermakna, dan hidup. Di

pihak lain, setiap unsur pembangun fiksi itupun hanya akan bermakna

jika ada kaitannya dengan keseluruhannya (Nurgiyantoro, 1995: 30-31).

Sebuah analisis bukan merupakan tujuan, melainkan sebagai sarana untuk

memahami fiksi sebagai satu kesatuan, bukan sekedar bagian perbagian.

Tujuan Kajian Drama Sebuah naskah drama dikaji setidaknya mempunyai dua tujuan. Yang pertama,

kegiatan kajian drama dilakukan dalam rangka dipentaskan. Kedua, kajian

drama dilakukan dalam kegiatan penyelidikan atau penelitian secara ilmiah

Page 2: KAJIAN DRAMA TIU - sipadu.isi-ska.ac.id

2

demi kepentingan akademis. Ketiga, kajian dilakukan dalam rangka

menangkap makna, atau pesan yang terkandung di dalamnya sehingga dapat

dimanfaatkan untuk kepentingan kehidupan yang luas (pendidikan: seks,

bermasyarakat, sopan santun, kesehatan, religiusitas, politik).

Kajian Drama pada perkuliahan ini disarankan pada proses mengnalisis naskah

drama, dapat menangkap makna atau manfaat dari teks drama yang dikaji.

Pengertian Drama:

Kata Drama berasal dari bhs Yunani yg berarti action, gerak.

1. Secara sederhana drama adalah salah satu jenis karya seni yg berusaha

mengunkapkan perihal kehidupan manusia melalui gerak atau action dan

percakapan atau dialog.

2. Naskah drama dikelompokkan dalam jenis sastra. Sebagai karya sastra,

drama mempunyai keunikan tersediri. Ia diciptakan tidak untuk dibaca, tetapi

untuk dipentaskan. Drama yang dipertunjukkan inilah yang sering disebut

teater. Oleh karena itu penulis drama tidak memiliki kebebasan

sebagaimana penulis sastra, karena ia harus memikirkan kemungkinan-

kemunkinan agar dapat dipentaskan.

3. Di Indonesia drama sering disebut sandiwara, lakon, atau toneel. Konon

katanya istilah sandiwara diciptakan oleh Mangunegara VII. Sandiwara berasal

dari kata sandi + warah. Sandi berarti tersamar, rahasia, semu (Jawa), hal ini

sesuai dengan salah satu sifat orang Jawa, yakni semu, kurang transparan.

Sedangkan warah berarti nasihat, atau ajaran. Istilah sandiwara diciptakan

untuk mengganti istilah toneel. Kata lakon dari bahasa Jawa yang berarti kisah,

cerita atau laku.

4. Di Yunani drama bersifat ritual, diciptakan dan dipentaskan untuk

mengormati dewa Dionysus.

5. Balthazar Verhagen dalam bukunya Dramaturgie mengatakan bahwa drama

adalah kesenian yang melukiskan sifat dan sikap manusia dengan gerak.Kata

gerak mendapat tekanan khusus, sebab hakikat drama adalah gerak. Yang

dimaksud dengan gerak dalam hal ini segala sesuatu yang dilakukan pemain di

atas panggung, misalnya tertawa, berbicara, menyanyi, silat. Semua itu disebut

gerak yang dalam bahasa Jawa disebut tingkah-laku, yang terjadi, teraba,

terlihat, terdengar di atas panggung yang disusun menurut rencana yang telah

ditentukan (Slametmoeljana, 1953: 210).

II. Drama sebagai karya Fiksi yang indah (pertemuan 2-3) meliputi logika

drama, Imajinasi dan Fantasi, dan ciri bahasa seni.

Logika drama (fiksi) adalah logika imainatif. Kebenaran peristiwa atau

kejadian hanya terjadi pada imajinasi manusia sehingga kebenarannya tidak

perlu diperdebatkan. Malaekat, jin, bidadari, dewa-dewa, kahyangan, dan

makluk-makluk halus lainnya hanya dibenarkan dalam imajinasi manusia.

Ketampanan Arjuna, kecantikan Sumbadra, kesaktian Gathotkaca merupakan

hasil imajinasi manusia. Langit Makin Mendung merupakan sebuah contoh

kebenaran imajinatif yang dipersoalan kebenarannya berdasarkan kebenaran

faktual. Jaka Tingkir yang mempunyai pasukan buaya; Gathotkaca yang dapat

Page 3: KAJIAN DRAMA TIU - sipadu.isi-ska.ac.id

3

terbang; Bima yang bersenjatakan kuku pancanaka; kemaluan Ken Dedes yang

memancarkan cahaya. Logika imajinatif hanya dapat dibuktikan lewat

pengalam pribadi, pengalaman batin, pengalaman bahasa, dan

pengalaman estetis pengarangnya. Fantasi= khayalan, sesuatu yang tidak nyata, lamunan. Manusia terbang;

manusia menjadi Tuhan atau malaekat; anak kecil membayangkan dirinya

menjadi superman.

Imajinasi : membuat sesuatu dengan angan-angan.

Ciri bahasa seni: adalah bahasanya bergaya, konotatif, multi interpretable.

Oleh karena sifat konotatif dan kemampuan pembaca yang berbeda itulah yang

membuat drama menjadi multi interpertable.

Contoh:

1. Pertama kali diciptakan oleh Sang Pencipta dari wujud bagian sebuah telur.

Telur yang ketika itu dilemparkan ke dunia wayang, pecah ketika menyentuh

tanah. Kulit telurnya berubah menjadi wujud bangsa raksasa yang kemudian

dikenal dengan nama Lurah Togog. Putih telur menjilma menjadi seorang

bangsa manusia yang tak lain adalah Ki Lurah Semar. Sedang kuning telur

menjadi seorang bangsa dewa yang kemudian menjadi pemimpin para dewa,

Sang Hyang Batara Guru (Pitoyo Amrih, 2006: 30).

2. Dengan tergesa-gesa Arya Penangsang mengendarai kuda kesayangannya

Gagak Rimang namanya menuju Bengawan Sore. Di sana ia bertemu dengan

Suta Wijaya yang mengendarai kepel betinanya. Begitu melihat kepel, Gagak

Rimang melonjak-lonjak kegirangan tak terkendali. Pada saat itulah

Sutawijaya menyerangnya dengan tombak Kyai Pleret.

3. Akulah Jibril, malaikat yang suka membagi-bagikan wahyu. Aku suka

berjalan di antara pepohonan, jika angin mendesir: itulah aku; jika pohon

bergoyang: itulah aku; yang sarat beban wahyu, yang dipercayakan

Tuhan ke pundakku. Sering wahyu itu kunaikkan seperti layang-layang,

sampai jauh tinggi di awan dengan seutas benang yang

menghubungkannya; sementara itu langkahku melentur-lentur melayang

di antara batang pisang dan mangga.

III. Bentuk / Garap Teater (pertemuan 4).

Ada dua bentuk drama, yaitu tradisional dan non tradisional

(modern).Keduanya hidup berdampingan dan saling mempengaruhi. Meskipun

ada kesamaan dalam menggunakan alat ekspresi sebagai bentuk pengucapan

seni, namun karena konsep dan titik tolaknya berbeda maka keduanya

berbeda. Cara menyajikan, cara memainkan, bahkan kelompok pendukungnya

pun berbeda.

Teater Tradisional

Merupakan teater yang dihasilkan oleh kreativitas kebersamaan suku-suku

bangsa Indonesia, dari suatu daerah etnis yang bertolak dari sastra lisan, yang

berupa: legenda, mitos, dongeng, atau cerita rakyat setempat.

Karena bertolak dari sastra lisan maka cara mengungkapkan dalam

pementasannya dilakukan dengan spontan, melalui ungkapan yang

Page 4: KAJIAN DRAMA TIU - sipadu.isi-ska.ac.id

4

improvisasis. Dari istilah tradisional itu kemudian muncul istilah teater istana

dan teater rakyat, yang masing-masing mempunyai kode yang berbeda.

Teater istana hidup untuk kalangan istana, sedangkan teater rakyat hidup dan

berkembang di kalangan rakyat. Teater rakyat banyak dilakukan melalui gaya

banyolan. Di balik banyolan itulah tersembunyi nilai-nilai tertentu.

Teater istana didukung para intelektual istana dan agama budha serta hindu.

Seni dijadikan lambang kebesaran raja. Seni yang terbaik yang diakui

sebagai seni istana. Siapa yang memberi legitimasi? Tentu para empu seni.

Drama tradisional sering disebut teater rakyat, karena lahir dari aktifitas turun-

temurun. Lakon umumnya digali dari cerita lokal atau sejarah klasik.

Ciri Drama Tradisional:

- Tidak memakai naskah karena umumnya para pelaku telah hafal dengan ceritanya.

- Lebih mengutamakan jalan cerita, dialog diserahkan sepenuhnya kepada kreatifitas pemain.

- Gerak lebih cenderung berbentuk tarian.

- Cerita bersumber cerita rakyat atau cerita asing yang klasik

- Tata rias dan tata busana bersifat spesifik

- Menggunakan musik tradisional

- Sutradara berperan sebagai pengatur cerita. Contoh drama tradisional adalah srandul; kethoprak; calung (Kebumen); Lenong; wayang orang;

ludrug; sintren; langendriyan; langen mandra wanaran.

Ciri Drama Modern:

- Menggunakan naskah, dialog telah diatur dalam naskah

- Mementingkan jalan cerita dan unsur literernya.

- Gerak-gerik menirukan tingkah laku manusia

- Sumber cerita dari kehidupan manusia dan segala problematikanya seperti materi yang diangkat ke dalam prosa fiksi.

- Musik telah terpengaruh musik modern.

- Sutradara bertindak sebagai pengatur laku. Sebagai contoh Manusia Baru karya Sanusi Pene; Genderang Bratayuda karya Sri Murtono; Domba-

domba Revolusi karya B. Soelarto.

Drama Kontemporer drama yang berusaha melepaskan diri dari ikatan

konvensional. Struktur sering kurang jelas, karaktersasi tokoh-tokoh cerita

terasa kabur, tidak logis bahkan terlampau metafisis, digarap secara absurd

sehingga terasa sulit dipahami. Kadang-kadang diwujudkan dalam bentuk

perpaduan antara unsur modern dan tradisional. Misalnya dalam hal tata

busana, musik, bahkan cerita. Contoh Jaka Tarub karya Akhudiat; Aduh

karya Putu Wijaya.

IV. Ragam dan Sifat Drama (pertemuan 5).

(Mengenal berbagai ragam drama ; drama tradisional dan drama modrn).

Ragam drama sangat ditentukan oleh isi dan cara penyajiannya. Bebarapa

ragam drama adalah sebagai berikut.

Page 5: KAJIAN DRAMA TIU - sipadu.isi-ska.ac.id

5

a. Opera: drama yang ditampiklan dengan memakai nyanian untuk mengganti

dialog. Contoh Yulius Caesar karya Moh. Yamin.

b. Operet : opera pendek, biasanya berupa fragmen atau penggalan dari

sebuah lakon. Contoh: Srikandhi-Mustakaweni; Damarwulan –

Menakjingga.

c. Pantomim: berusaha menggantikan dialog dengan gerak. Biasanya

dilengkapi dengan tata rias yang lucu.

d. Tablo: tokoh-tokohnya tidak bergerak hanya dalam posisi diam sambil

menghayati apa yang dikatakan sang narator.

e. Dagelan atau Lawak: lebih menonjolkan unsur humor. Biasanya

improvisasif dari masing-masing pemain.

f. Sendratari: ditampilkan tarian sebagai pengganti dialog dan gerak.

g. Drama Mini Kata: pementasannya hampir tidak memakai dialog. Drama

semacam ini akan lebih menonjolkan unsur improvisasi dan bunyi-bunyi

itu saja. Contoh Bip Bip Bop karya Rendra.

h. Sandiwara Radio: unsur dominannya adalah pembacaan dialog yang harus

mampu membangkitkan imajinasi pendengar (Brama Kumbara, Nini Pelet,

Api Di Bukit Menoreh).

i. Drama Bersajak : dialognya berupa puisi, sehingga drama seperti ini sering

disebut sebagai puitis drama. Contoh Bebasari karya Rustam Efendi; Suling

karya Utuy Tatang Sontani.

j. Langen Mandrawanaran: Drama tradisional keraton Jogjakarta. Semua

pemain dalam posisi duduk atau jongkok, dialog dilagukan secara

monoton.

Adapun sifat drama adalah:

- Tragedi: berakhir dengan suasana menyedihkan. Sebagai contoh Kapai-kapai karya Arifin C Noer; Nyai Dasima karya S.M. Ardan; Ken Arok dan

Ken Dedes karya Moh Yamin; Aduh karya Putu Wijaya; Hamlet karya

Shakespeare.

- Komedi : berakhir denga suka-cita. Drama komedi menuntut nilai sastra dalam ceritanya, sedangkan lawak mementingkan kelucuan.

- Tragikomedi: perpaduan antara yang menyedihkan dengan yang menggembirakan. Sebagai contoh Malam jahanam karya Motinggo

Boesye; Api karya Usmar Ismail.

- Melodrama: sangat menonjolkan perasaan yang sangat didukung oleh alunan musik. Dua Orang Algojo karya Fernando Arrabal diterjemahkan

Sori Siregar.

- Farce: menonjolkan gerak-gerik karikarural, sehingga kadang-kadang tidak logis, dibuat-buat. Contoh Si Bedul kaera Elwy Mitchel.

-

V. Langkah menangkap makna (pertemuan 6 dan 7)

Dalam rangka memahami karya seni yang mengunakan bahasa sebagai alat

ekspresi, dikenal adanya istilah heuristik (heuristic) dan hermeneutik

(hermenuetic). Kedua istilah itu yang secara lengkap disebut sebagai

pembacaan heuristik dan pembacaan hermenuetik, biasanya dikaitkan

Page 6: KAJIAN DRAMA TIU - sipadu.isi-ska.ac.id

6

dengan pendekatan semiotik (Riffaterre, 1980: 4-6). Hubungan antara

heuristik dan hermenuetik merupakan hubungan gradasi. Kegiatan

pembacaan hermeneutik harus didahului oleh pembacaan heuristik. Kerja

hermeunetik ini oleh Riffaterre juga disebut sebagai pembacaan retroaktif,

memerlukan pembacaan berkali-kali dan kritis.

Kerja heuristik merupakan pembacaan karya pada semiotik tingkat

pertama. Ia merupakan pemahaman makna sebagaimana dikonvensikan

oleh bahasa ybs. Dalam hal ini bekal yang dibutuhkan adalah pengetahuan

tentang sistem bahasa itu, kompetansi terhadap kode bahasa.

Jika yang dihadapi adalah teks berbahasa Jawa, maka mutlak dibutuhkan

kemampuan berbahasa Jawa. Begitu pula jika yang dihadapi teks berbahasa

Indonesia maka penguasaan bahasa Indonesia mutlak dibutuhkan, tanpa

penguasaan bahasa yang bersangkutan maka mustahil dapat menangkap

maknanya. Dengan kata lain kerja heuristik menghasilkan makna secara

harafiah, makna tersurat atau actual meaning, makna luaran, pada

halsesungguhnya makna sebenarnya yang disampaikan pada umumnya

adalah secara tersirat, dan inilah yang disebut makna intensional, intentional

meaning. Untuk itu, kerja penafsiran karya sastra harus lah sampai pada

tataran semiotik tingkat kedua. Berdasarkan makna hasil kerja heuristik

dicobatafsirkan makna tersiratnya, signifikasinya. Jika pada tataran

heuristik dibutuhkan pengetahuan tentang kode bahasa, maka pada tataran

hermeneutik dibutuhkan pengetahuan tentang kode-kode yang lain,

khususnya kode sastra dan kode budaya. Dalam hal drama, teater

dibutuhkan kode budaya.

Perhatikan teks singkat berikut ini :

1. Ketika Dang Hyang Lohgawe berada di pakuwon Tumapel, setelah tiba

di Jambudwipa, di hadapan Akuwu Tunggul Ametung ia menyatakan

rahasia agung marcapada pada diri seorang perempuan Jawa bernama

Dedes, sang perempuan nareswari. Amatlah istimewa perempuan itu.

Dari kewanitaannya rahasianya memancarkan cahaya hingga disebutlah

ia perempuan utama. Siapa pun lelaki yang mampu memasukkan

kamanya ke rahim anak Empu Purwa dari Panawijen itu dan

membuahkan janin, maka lelaki itu, pendosa sekalipun, akan dapat

bertahta selaku raja (Gamal Kamandoko, Sanggrama Wijaya, 2009: 9).

2. Sampai di situ dijumpainya Senopati tidur di batu gegilang. Kyai Juru

segera membangunkan, katanya “Senopati, bangunlah. Katanya ingin

jadi raja, kenapa tidur melulu”. Lalu ada bintang jatuh dari langit,

bercahaya sebesar kelapa dengan sabutnya, jatuh di atas ulu hatinya . . .

Senopati segera terjaga melihat seraya bertanya “Apa dan siapakan

engkau ini, mencorong di atas tidurku. Selama hidupku belum pernah

aku melihatnya” Bintang bercahaya itu menjawab “Ketahuilah aku ini

bintang penjuru, memberi tahu kepadamu, bahwa ketekunanmu

mengheningkan hati, memohon perkenan Allah, sekarang sudah diterima

Page 7: KAJIAN DRAMA TIU - sipadu.isi-ska.ac.id

7

Allah . . . Engkau akan menjadi raja menguasai tanah Jawa, turun-

temurun ke anak-cucumu . . . cicitmu kelak yang mengakhiri kekuasan di

Mataram . . . Bintang kemukus tiap malam kelihatan, gunung-gunung

meletus, hujan batu dan abu, itu tanda-tandanya negara akan rusak

(Babad Tanah Jawa 2011: 155-156).

3. Jasa Sopir

Pintu surga terkenal sempit, sulit utuk dapat masuk. Maka tidak

mengherankan kalau orang brdesak-desakan berebut masuk melalui

pintu yang sempit itu. Seorang pastur tidak sabar menunggu ketika

malaikat menunjuk seorang sopir untuk masuk mendahului. “Maaf,

bukankah saya lebih duluan datang kemari?” tanyanya kepada malaikat.

“Ya, mengapa?”

“Mengapa Anda mendahulukan sopir daripada saya?”

“Dia lebih berjasa!”.

“Lho, saya seorang imam. Setiap Minggu saya berkotbah, hari-hari

kuhabiskan untuk pelayanan kepada Tuhan dan sesama. Apa jasa

seorang sopir?”

“Pastor!” kata malaikat dengan sabar dan senyum lebar, “ketika Pastor

berkotbah, semua orang tidur. Tetapi, ketika sopir ini mengendarai

busnya, semua orang berdoa”.

VI. Unsur Pembentuk Drama/ Segi Intrinsik Drama (pertemuan 8 - 11).

Yang dimaksud dengan segi intrinsik adalah halhal yang membangun

drama dari dalam, misalnya tokoh dan penokohan, setting, alur, suspense

(kejutan).

a. Plot atau Alur dalam drama tidak jauh berbeda dengan plot dalam

fiksi lainnya (tahap permulaan, tahap pertikaian, perumitan, puncak,

peleraian, tahap akhir).Perbedaannya bahwa plot dalam drama dibagi

menjadi babak-babak dan adegan-adegan. Babak adalah bagian dari

plot yang ditandai dengan perubahan seting. Jika drama terdiri dari 7

babak, maka dapat dipastikan mengalami 7 kali pergantian lokasi

peristiwa atau seting. Adegan merupakan bagian dari babak yang

ditandai dengan perubahan jumlah tokoh atau pun perubahan

masalah yang dibicarakan.

Jenis plot dalam drama adalah jalinan sirkuler, linear, dan episodic. Sirkuler

adalah plot disusun dari peristiwa A kembali ke A. Linear adalah A sampai

Z, sedangkan episodic adalah jalinan plotnya terpisah, dalam sebuah drama

mengandung dua atau lebih jalinan peristiwa.

b. Tokoh dan penokohan: siapa nama tokoh, dan bagaimana ia

ditampilkan.

Plot akan bergerak jika ada yang menggerakkan. Adapun yang

menggarakkan plot adalah tokoh atau karakter.

Nama dalam setiap fiksi bukan sekedar nama, setiap nama tentu

bermakna. Nama adalah harapan, doa. Dari nama itu kadang-kadang

tampak karakter tokoh. Contoh Jaka Umbaran dalam lakon

Page 8: KAJIAN DRAMA TIU - sipadu.isi-ska.ac.id

8

Damarwulan Menak Jingga ; Arjuna; Wrekodara; Kresna;

Panembahan Senapati; Paku Buwana, Mangkubumi, Dasamuka,

Brama Kumbara, Setyawati , Werdiningsih, Sri Sumarah, Pariyem,

Bratasena.

Dalam seni tradisi, nama mempunyai makna tersendiri, sehingga

nama merupakan bagian yang penting. Berbeda dengan seni modern,

nama sering tidak dimaknai apa pun. Nama hanyalah sekedar nama,

sehingga sering terdengar ungkapan „apalah arti sebuah nama‟.

Karakter adalah segala sesuatu yang melekat pada setiap tokoh

rekaan.

Penokohan, siapa tokohnya, dan bagaimana tokoh-tokoh itu

ditampilkan. Ada dua cara menampilkan tokoh, yaitu dengan

ekspositori atau deskriptif, mendeskripsikan secara langsung, dan

secara dramatik. Secara dramatik artinya bahwa karakter tokoh

ditampilkan melalui Fisiologis, psikologis, ujaran tokoh lain, reaksi

terhadap ujaran orang lain, reaksi terhadap persoalan yang dihadapi.

Fisiologis artinya yang tampak secara fisik. Psikologis artinya

karakter tokoh tampak dari apa yang dipikirkan, diharapkan atau

diinginkan, rencana-rencananya. Sedangkan ujaran tokoh lain,

artinya bagaimana sikap atau tanggapan tokoh-tokoh lainnya dalam

fiksi itu menanggapi tentang dirinya.

Teknik Deskriptif

Pengarang menguraikan karakter tokoh secara langsung sehingga

audience akan dengan sangat mudah menangkap karakter tokoh.

Sebagai contoh:

Dia anak orang kaya yang hidupnya serba berkelimpahan. Pada

lehernya tergantung kalung emas yang berkilau, kacamatanya

menggunakan frame emas, bajunya buatan Singapura, celananya

buatan US, sepatunya buatan Itali, kalau berjalan nggembelo keberatan

kepala.

Yu Lurik pembantu yang setia, meskipun tetangganya sanggup memberi

upah lebih tinggi, tetapi ia tetap ikut pak guru karena orangnya sopan,

ramah, dan menghormati dirinya yang miskin.

Secara Dramatik meliputi fisiologis, psikologis, dan teknik ujaran.

Teknik Fisiologis, pelukisan keadaan tubuhnya. Misalnya tangan kanannya

ceko, kaki kirinya pincang, rambut panjang gimbal, rambutnya cepak,

matanya bundar, hidungnya pesek, kulitnya hitam manis dsb.

Teknik psikologis: memperhatikan apa yang dipikirkan, yang di inginkan,

apa yang akan dilakukan, citacita, sikap hatinya terhadap orang lain, sikap

hatinya ketika menghadapi suka atau un duka.

Dialog/teknik cakapan.

S Effendi berpendapat bahwa ciri formal drama adalah dialog. Hal ini

mengisyaratkan betapa pentingnya dialog dalam drama. Dialog dalam

drama mempunyai berbagai fungsi:

Page 9: KAJIAN DRAMA TIU - sipadu.isi-ska.ac.id

9

Melukiskan watak tokoh-tokohnya

Mengembangkan plot dan menjelaskan isi cerita kepada pembaca

Memberi isyarat peristiwa yang mendahului

Memberi isyarat peristiwa yang akan datang

Memberi komentar terhadap peristiwa yang sedang terjadi

dialog dengan lawan bicara, dengan diri sendiri (ngudarasa), berkeluh kesah, mengadu kepada Tuhan dll. Dalam dialog ini kualitas diksi sangat

menentukan keberhasilan penyampaian pesan, sangat menentukan

menyampaikan karakter tokoh. Sebagai contoh:

P : “Hai, kamu (bukan engkau) yang berdiri di situ, apa yang sedang kau

lakukan?”

O: “ Aku sedang mencari sesuatu, yang barang mungkin bisa dijadikan

uang”.

P : “ Jangan macammacam lo!”

O: “Aku hanya mencari barang yang sudah tidak dipakai dan dibuang”.

Dialog antara seseorang dengan pemulung sampah.

B: “Hai, matamu taruh dimana, ha?!”

G: “Maaf, Pak, tidak sengaja”.

B: “Sengaja atau pun tidak, tidak ada bedanya. Yang jelas aku jatuh, kaki dan

tanganku terluka, motorku rusak. Bagaimana tanggung jawabmu?”.

G: Maaf, luka bapak cuma sedikit, cukup dikasih tentir saja. Begitu pun

motor Bapak Cuma lecet sedikit”.

B: “O . . . dasar tua, miskin tidak tahu diri, sok tahu. Memangnya kamu ini

siapa, ha? Dokter?. Kalau aku infensi bagaimana?”.

G: “Hai kamu, yang kakehan bacot, apa maumu? Urusan Polisi? Ayo. Mau

ngajak rame, ya ayo aku siap. Sekalipun tua, aku siap diajak apa pun. Kasar

alus tak ladeni. Tangan kosong atau senjata aku layani. Single atau keroyokan

juga tak layani. Ayo wong sombong, apa maumu?!”.

Perhatikan diksi yang digunakan dalam cakapan di atas yang menunjukkan

karakter tokoh.

Dialog Trijatha dan Hanoman yang sedang jatuh cinta:

“Anoman, kemanakah kita akan pergi? Lihatlah, ada taman sari dari mega,

bidadari menyanyi gembira dalam terang purnama meski patah tali-tali

siternya?” kata Trijatha bahagia.

“Trijatha, maukah kau ke sana? Tidakkah permata malam sedang meleleh

dalam cahaya kunang-kunang? Mari kurangkaikan karangan bunga pada

dadamu, sebelum hari keburu pagi”. Jawab hanoman.

“Mengapa kautakuti hari yang menjadi pagi, Anoman?”.

“Aku takut akan bayang-bayang, Trijatha. Pagi dengan mataharinya yang

indah selalu menyusahkanku karena bayang-bayang yang ditimbulkannya”.

“Tapi bayang-bayang apa Anoman? Kau boleh takut akan bayang-bayangmu.

Tapi perlukan kau takut akan bayang-bayang cintamu? Jangan takut,

Page 10: KAJIAN DRAMA TIU - sipadu.isi-ska.ac.id

10

Anoman. Lihatlah di malam ini sedu-sedan derita siang hari pun reda tertidur

dalam pelukan bulan-bulan” kata Trijatha (Sindhunata, 1984: 283).

Diksi lainnya misalnya sebutan atau panggilan terhadap seseorang mengapa

digunakan kata paman, dan bukan oom; bibi bukan tante; bapak bukan papa;

ibu dan bukan mama; dewa dan bukan tuhan; simbah. Kata-kata lainnya

misalnya dipilihnya kata-kata seperti Kau, engkau bukan kamu atau anda;

hamba, sahaya, saya, aku masing-masing mempunyai nilai rasa tersendiri.

Tokoh, setting dan dialog ini biasanya disebut tekstur drama.

Relvansi tokoh:

Tokoh rekaan sering memberi reaksi emotif tertentu seperti merasa akrap,

simpati, empati, anti pati, benci dan lain-lain. Audience sering

mengidentifikasikannya dengan tokoh-tokoh rekaan tertentu, seolah-olah ia

ikut mengalami apa yang dialami sang tokoh. Bahkan banyak tokoh rekaan

yang menjadi pujaan. Tokoh rekaan yang dipuja digandrungi audience

berarti merupakan tokoh rekaan yang mempunyai relevansi (Kenny, How

to AnalyzeFiction. 1966: 27). Salah satu bentuk kerelevansian tokoh sering

dihubungkan dengan kesepertian hidup, lifelikeness. Kerelevansian tokoh

tidak terletak realistis atau tidak realistis, tetapi dikaitkan dengan

pengalaman hidup audience. Dengan kata lain dapat diajukan dengan

pertanyaan, apakah relevansi tokoh itu bagi kita? Bukan apakah tokoh

cerita it seperti kita.

Contoh tokoh yang mempunyai relevansi dengan hidup manusia antara

lain:

Superman yang selalu dirindukan anakanak. Banyak anak-anak yang

berperilaku sebagai superman; Sincan yang digandrungi baya orang karena

kelucuan dan kecerdasannya; Bhima tokoh Pandawa, banyak orang yang

menamai anaknya dengan Bhima, Bratasena, Sena; Permadi nama lain

Arjuna; Sengkuni pengkhianat ulung, tukang adu-domba; tokoh-tokoh

wayang dianggap benar-benar pernah hidup di alam nyata, hal itu didukung

dengan adanya nama-nama lokasi tempat kejadian misalnya Grojogan

Sewu di Tawangmangu; Candi Bima di Diyeng; kawah Candradimuka di

Diyeng.

Tokoh Utama dan tokoh Protagonis

Tokoh utama merupakan tokoh yang mendominasi sebuah cerita. Tokoh

utama belum tentu merupakan tokoh protagonis. Secara teoritis tokoh

protagonis adalah tokoh yang mencerminkan harapan dan atau norma

ideal kita. Namun kenyataan membuktikan bahwa sering sulit untuk

menentukan tokoh protagonis. Misalnya dalam Damarwulan Menak

Jingga; Sakuni Gugur; Salya Gugur; Dursasana Gugur; Dasamuka Gugur;

Ken Arok Ken Dedes. Jika demikian maka tokoh yang lebih banyak diberi

kesempatan untuk mengemukakan visinya itulah yang kemungkinan besar

memperoleh simpati, dan empati dari audience (Luxemburg dkk, 1992:

145). Tokoh protagonis adalah tokoh yang sedang meraih cita-cita.

Page 11: KAJIAN DRAMA TIU - sipadu.isi-ska.ac.id

11

Sedangkan tokoh, dikagumi, hero merupakan pengejawantahan norma-

norma, nilai-nilai yang ideal bagi kita (Altenbernd & Lewis, 1966: 59).

Sedangkan tokoh antagonis adalah tokoh yanag menjadi penyebab konflik.

Penyebab konflik yang tidak disebabkan oleh manusia disebut kekuatan

antagonis, antagogistic force. Misalnya bencana alam, kecelakaan,

lingkungan alam, lingkungan sosial, kekuatan dan kekuasaan yang lebih

tinggi.

c. Setting, tempat dan waktu kejadian.

Fiksi, cerita rekaan termasuk di dalamnya drama adalah sebuah dunia,

dunia di dalam kemungkinan, yang membutuhkan tokoh, cerita, dan plot,

serta latar.

Latar atau setting juga disebut sebagai landas tumpu tempat terjadinya

peristiwa yang diceritakan (Abrams, 1981: 175). Stanton mengelompokkan

latar bersama dengan tokoh dan plot ke dalam fakta cerita, sebab ketiga hal

itulah yang akan dihadapi, dan diimajinasi uadience. Tokoh adalah pelaku

penderita kejadian yang bersebab akibat, dan itu memerlukan pijakan kapan

dan di mana.

Setting selalu memenuhi keseluruhan cerita. Cerita umumnya berawal

penyituasian dan berakhir dengan situasi tertentu pula

Setting memberi pijakan cerita secara konkrit dan jelas sehingga terasa

realistis, seolah sungguh-sungguh ada. Misalnya di Diyeng (Wonosobo)

terdapat candi Bima, sumur Jalatunda tempat hidup Antareja dan ibunya,

Naga Gini; kawah Candradumuka tempat pennggodogan Gathotkaca, bau

kentut Semar (belerang), telaga Warna. Di Tawang mangu terdapat goa

Pringgondani, Gerojogan Sewu tempat Baladewa bertapa. Pengging

(Boyolali) tempat kediaman Kiageng Pengging; Tegal Reja, dan Goa

Selarong tempat kediaman Dipanegara dlsb.

Latar Fisik dan Spiritual:

Latar tempat : desa, kota, kamar, pasar, kampus ISI Ska, sawah tempat

terjadinya peristiwa.

Latar waktu : pagi, siang, senja, malam, tahun, bulan dan tanggal, gerimis

di awal bulan.

Latar suasana: gelap, mendung, angin ribut, pengap, ramai, riuh, gaduh,

damai, tenang, duka.

Tempat dan waktu yang menyaran secara jelas itu disebut latar fisik.

Sedangkan latar spiritual adalah latar yang berwujud tata-cara, adat-istiadat,

kepercayaan dll dan nilai-nilai yang berlaku di tempat itu. Jadi latar

spiritual adalah nilai-nilai yang dimiliki oleh latar fisik (Kenny 1966:

39). Kehadiran latar spiritual inilah yang memperkuat latar fisik sehingga

seolah-olah menjadi logis dan faktual.

Latar spiritual :

Semua orangDukuh Paruk tahu Ki Secamanggala, moyang mereka,

dahulu menjadi musuh kehidupan masyarakat, tetapi mereka memujanya.

Kubur Ki Secamenggala yang terletak di punggung bukit kecil di tengah

Dukuh Paruk menjadi kiblat kehidupan batin mereka. Gumpalan abu

Page 12: KAJIAN DRAMA TIU - sipadu.isi-ska.ac.id

12

kemenyan pada nisan Ki Secamenggala membuktikan polah-tingkah

kebantinan orang Dukuh Paruk berpusat di sana.

Tidak seperti biasanya, sore itu sudah lebih dari dua hari Sri Kresna

berdiam di sanggar pamujan, tanpa makan dan minum. Di situ dia hanya

duduk bersila di tengah ruangan. Tangannya bersandar pada kedua ujung

lutut, setengah menunduk, pandangannya seperti menerawang dan terlihat

samar-samar titik air mata menetes. . . . Terlihat dari kain penutup

sanggar pamujan yang tembus pandang, Sang Baginda Kresna

menggunakan busana serba putih, dan tidak biasanya, saat itu sang

baginda melepas mahkota kerajaannya, membiarkan rambutnya terurai

sampai bahu. Sebagian rambutnya terlihat mulai memutih (Pitoyo Amrih,

2006: 57).

Latar suasana:

Panas terik siang itu seakan menambah trenyuh suasana bagi siapa saja

yang mendengar tangisan bayi itu. Ah, bukan lagi seperti sebuah tangisan,

lebih mirip sebagai jeritanmenggema. Jelas sekali suara dari seorang bayi

yang menjerit seperti kesakitan atau kelaparan, entahlah (Pitoyo Amrih.

Perjalanan Sunyi Bhisma Dewabrata. 2010 : 11)

Latar sosial: lingkungan tertentu yang sangat berpengaruh dalam

pembentukn karakter. Misalnya pesantren, seminari, desa maling, kampus,

terminal, seniman.

Latar netral dan latar tipikal Latar sebuah fiksi kadang-kadang hanya sekedar sebagai pijakan terjadinya

peristiwa, tidak banyak mempunyai berperan dalam pengembangan cerita

secara keseluruhan. Latar yang demikian disebut latar netral. Latar netral

tidak memiliki dan tidak mendeskripsikan sifat khas tertentu yang

menonjol yang terdapat dalam sebuah latar yang justru membedakannya

dengan latar lainnya. Latar yang demikian merupakan bersifat umum,

misalnya hutan, pasar, Yogyakarta. Jika nama latar itu diganti dengan nama

latar lainnyatidak akan berpengaruh pemploan atau penokohan. Sebagai

lawannya adalah latar tipikal.

Latar tipikal adalah latar yang khas baik menyangkut tempat, waktu,

maupun sosial. Misalnya di Yogyakarta tepatnya Malioboro sekitar

pemberontakan G 30 S/PKI; 17 Agustus 1945 di Jakarta; tahun 1980

nonton kethoprak lakon Arya Penangsang di Sasana Inggil Dwi Abad

Yogyakarta.

Latar dan Unsur Fiksi Lainnya:

Antara latar dengan penokohan mempunyai hubungan yang erat bersifat

timbal-balik. Sifat-sifat latar dalam banyak hal akan mempengaruhi sifat

tokoh, bahkan tokoh sering dibentuk oleh latar. Misalnya sifat orang desa

jauh di pedalaman akan sangat berbeda dengan yang tinggal di kota, lebih-

Page 13: KAJIAN DRAMA TIU - sipadu.isi-ska.ac.id

13

lebih yang tinggal di kota besar. Cara berfikir dan bersikap orang desa

berbeda dengan orang kota. Hal itu terjadi karena adanya perbedaan tradisi,

konvensi, keadaan sosial. Begitu pula dengan status sosial, penampilan

secara fisik.

Contoh:

Di sebuah kamar terdapat poster tokoh pemimpim tertentu. Besar

kemungkinannya bahwa penghuni kamar itu mengagumi orang dalam

poster tersebut. Ia terinspirasi dengan tokoh dalam poster tersebut.

Di ruang tamu terajang ayat-ayat suci dari Al Quran; atau terpajang

gambar-gambar tokoh-tokoh rohani tertentu. Hal itu mencerminkan iman

yang dianut penghuni atau pemilik ruangan.

Sebagian besar wilayah kerajaan ini adalah desa nelayan. Dengan garis

pantai yang cukup panjang, menghadap samudera luas yang memiliki

ombak sangat ganas. . . . sebagian besar penduduknya berkehidupan pas-

pasan. Kerajaan dipimpin oleh raja yang sudah sangat tua bernama

Matswapati. Seorang raja yang hidup sederhana, tetapi kadang-kadang

memiliki sifat yang sangat temperamental mudah marah (Pitoyo Amrih,

2006: 40).

Aristoteles berpendapat bahwa drama dituntut memenuhi syarat perihal

tiga kesatuan, yaitu kesatuan gerak (unity of action), kesatuan waktu (unity

of time), dan kesatuan tempat (unity of place). Dari setting sering dapat

ditangkap mengenai karakter tokoh. Misalnya di kamar orang yang hidup

pada masa perjuangan kemerdekaan akan merasa dirinya adalah pahlawan,

sedangkan generasi berikutnya hanya dianggap sebagai penikmat

kemerdekaan. Setting di rempat-tempat yang sakral akan memberi warna

tersendiri dalam sebuah fiksi.

Setting atau latar meliputi latar tempat, waktu, latar sosial.

Topik dan Tema

Topik adalah pokok pembicaraan. Biasanya topik cukup dirumuskan dalam

tiga, dua, atau bahkan satu kata saja. Misalnya, kawin paksa; tua-tua

keladi; cinta terlarang; perceraian; perebutan kekuasaan; sayembara

pilih; pelanggaran HAM; seks di luar nikah dlsb.

Kata tema berasal dari bahasa Yunani, tithenia yang berarti menempatkan

atau meletakkan. Dalam perkembangannya, tema berarti sesuatu yang

telah diuraikan atau sesuatu yang telah ditempatkan.

Pengertian tema, dalam karang-mengarang dapat dilihat dari dua (2) sudut,

yaitu karangan sudah jadi 9dari sudut pembaca) dan sudut proses

penyusunan sebuah karangan (sudut pengarang). Dilihat dari sudut

karangan yang sudah jadi, tema adalah suatu amanat utama yang

disampaikan oleh penulis melalui karangannya. Amanat utama akan

diketahui misalnya bila seseorang membaca roman atau novel, maka

meresaplah ke dalam pikiran pembaca suatu inti sari atau makna dari

seluruh karangan.

Page 14: KAJIAN DRAMA TIU - sipadu.isi-ska.ac.id

14

Contoh rumusan sebuah tema adalah :

1. “karena kuatnya pengaruh adat-istiadat, maka setiap perjuangan kaum

muda untuk menentukan sendiri kawan hidupnya di sekitar tahun

duapuluhan, akan selalu menemui kegagalan”.

2. “hiruk-pikuk kebisingan kota metropolitan”.

3. “Tuhan akan selalu menolong umatnya yanag tabah dan penuh pasrah

pada Tuhan dalam menghadapi segala macam cobaan”.

Dari sudut proses karangan itu sedang terjadi (pengarang) maka tema

merupakan suatu perumusan dari topik yang akan dijadikan landasan

pembicaraan dan tujuan yang akan dicapai melalui topik tadi. Penjelasannya,

bahwa setiap pengarang harus menentukan pokok pembicaraan (topik).

Berdasarkan topik yang telah ditentukannya itulah ia menempatkan suatu tujuan

yang akan dicapai. Denagn demikian bagi pengarang yang terpenting adalah

menentukan topik dan tujuan yang akan dicapai. Melalui topik inilah kebebasan

pengarang dibatasi.

Menafsirkan tema:

Menafsirkan tema bukan pekerjaan yang mudah. Sampai saat ini belum ada teori

yang memadai mengenai bagaimana cara merumuskan tema. Menurut Stanton

(1965: 88) dan Kenny (1966: 20) tema adalah makna yang dikandung oleh sebuah

cerita. Tema merupakan makna keseluruhan yang didukung cerita, dengan

demikian ia akan tersembunyi dibalik cerita yang mendukungnya. Oleh karena

sifatnya yangtersembunyi itulah yang menyebabkan tema sulit ditafsirkan.

Berhubungan dengan tema yang tersembunyi di balik cerita, maka penafsiran

terhadapnya harus dilakukan berdasarkan fakta-fakta yang ada yang secara

keseluruhan membangun cerita itu. Kita harus mulai dengan cara memahami

cerita itu, mencari kejelasan ide-ide perwatakan, peristiwa-peristiwa konflik, dan

latar.

Tokoh utama biasanya dibebani tugas membawakan tema. Untuk itu maka bisa

diajukan pertanyaan seperti: apa motivasinya, permasalahan yang dihadapi,

bagaimana perwatakannya, bagaimakanah sikap dan pandangannya terhadap

persoalan yang dihadapi, apa dan bagaimana cara berpikir, dirasa sentralnya, ini

penting karena konflik erat kaitannya dengan tema.

Pertemuan 12 ujian tengah semester (mengkaji sebuah dama)

Pertemuan 13 nonton bareng sebuah pertunjukan, mengkaji bersama

Pertemuan 14

Membaca tanda-tanda dalam fiksi, sinema, teater

Page 15: KAJIAN DRAMA TIU - sipadu.isi-ska.ac.id

15

T I K : setelah mengikuti perkuliahan ini mahasiswa dapat menganalisis,

menciptakan atau menggunakan tanda-tanda dalam karya seninya.

Tanda, lambang, dan simbol

Dalam KBI tampak tidak dibedakan antara tanda, lambang dan simbol. Tanda

(sign, dr bhs Latin signum), dipahami sebagai suatu alamat atau yang menyatakan

sesuatu, gejala, bukti, pengenal, lambang, atau petunjuk.

Manusia dan Tanda

Filosof jerman, Ernes Cassirer mengatakan, bahwa semua gerak yg bersifat

manusiawi adalah bersumber dr kesanggupan asasi yg dimiliki manusia utk

memberi suatu arti pada setiap hal serta melambangkannya dengan suatu lambang

tertentu. Kemampuan yg khas seperti itu oleh Cassirer disebut sebagai HOMO

SYMBOLICUM, atau hewan yg dapat melambangkan gagasannya. Manusia

adalah makluk yg penuh dengan tanda-tanda. Ada banyak hal yang

ditandakannya, hampir semua perasaan manusia dpt dilambangkan dengan tanda-

tanda tertentu, itulah sebabnya manusia juga disebut Homo Semioticus.

Semiotika dilibatkan jika manusia disibukkan dg perilaku-perilaku interpretatif,

dg penunjuk (ini yg menggantikan itu), dg tanda (cara keberadaannya, fungsinya,

hubungannya dg tanda itu, penggunaannya, timbul tenggelamnya dan sebagainya),

dg pembentuk arti, kebiasaan-kebiasaan arti dst.

Jenis Tanda

Ada 3 jenis tanda, yaitu ikon, indeks, simbol.

Ikon: tanda yang menunjukkan adanya hubungan yang bersifat alamiah antara

penanda dan petandanya. Misalnya potret menandai orang yang dipotret. Gambar

kuda (penanda) menandai kuda (petanda).

Indeks: tanda yang menunjukkan hubungan kausal antara petanda dan penanda.

Misalnya asap menandakan adanya api; alat penanda angin menunjukkan arah

angin.

Simbol: tanda yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan alamiah antara

penanda dengan petandanya, hubungannya bersifat arbitrer. Arti tanda ditentukan

oleh konvensi masyarakat bahasa. Misalnya kata ibu (Indonesia), mother

(Inggris), simbok, biyung (Jawa daerah tertentu).

Simbol sama dengan lambang, sesuatu yang menyatakan sesuatu hal yang

mengandung maksud tertentu, tanda pengenal yang tetap (menyatakan sifatm,

keadaan).

Page 16: KAJIAN DRAMA TIU - sipadu.isi-ska.ac.id

16

Tanda, simbol, lambang memiliki suatu ciri pokok yang sama, yakni menyunjuk

sesuatu yang lain. Lambang atau simbol termasuk tanda, tetapi tidak semua tanda

dapat disebut simbol.

Simbol atau lambang bukan tanda biasa. Ada 4 macam ciri pokok simbol:

1. Simbol adalah tanda yang menunjuk suatu realitas atau tindakan yang real.

Misalnya, ungkapan janji perkawinan merupakan simbol yang amat

bermakna dan bahkan memiliki dampak yuridis.

2. Simbol adalah realitas yang mengatasi hal inderawi, bukan seperti tanda

lalu-lintas. Lampu merah bukan simbol, tetapi tanda. Contoh simbol

adalah air melambangkan kekudusan (air baptis, wudlu, tapa kungkum,

mandi air dari 7 sumber mata air).

3. Simbol selalu dalam kontek masyarakat atau kebersamaan. Tanpa

masyarakat, suatu simbol tidak akan berarti apa-apa. Merah putih

mempunyaai arti karena dipahami dan dihayati oleh seluruh rakyat

Indonesia sebagai identitas diri, nasional, bahkan internasional.

4. Simbol bukan sekedar ada dalam tataran rasional saja, melainkan menyapa

dan menyentuh seluruh diri manusia dan benar-benar mentyentuh seluruh

pengalaman hidup manusia. Contoh foto ayah, pacar, orang-rang kudus

dsb.

Tanda Alamiah: tanda yang bersifat alami, seperti tangisan bayi karena ia lapar

atau haus; nyalak anjing karena ada orang asing; langit mendung karena akan

hujan; asap mengepul karena ada sesuatu yang terbakar.

Tanda konvensional: tanda yang dibuat berdasarkan kesepakatan dalam

masyarakat atau komunitas. Contoh, semua huruf dan tulisan, bahasa, tanda lalu

lintas, kode-kode atau sandi termasuk tanda konvensional. Contoh kata “bunga”

(Ind). Kembang (Jw), flower (Ingg), blumen (Jerman), fiori (Itali). Bunyi

kentongan.

Membaca tanda-tanda melalui karakter atau watak tokoh.

Setiap tokoh cerita mempunyai karakter atau watak. Yang dimaksud karakter

adalah segala sesuatu yang melekat pada tokoh. Misalnya keadaan fisik, pakaian

yang dikenakan, cara berbicara, apa yang dibicarakan, apa yang di pikirkan, apa

yang menjadi cita-cita atau keinginan.

Dalam keseniana tradisional karakter tokoh dapat dibaca melalui keadaan tubuh

tokoh, misalnya dari wajah dan cara berpakaian. Tokoh jahat selalu ditampilkan

dengan keadaan yang tidak menyenangkan. Hal itu tampak dalam cerita

pewayangan. Arjuna selalu disebut sebagai tokoh yang cakap, tampan, disukai

para perempuan, sakti tak terkalahkan bahkan disebut lelananging jagad,

Page 17: KAJIAN DRAMA TIU - sipadu.isi-ska.ac.id

17

sebaliknya tokoh antagonis selalu dilukiskan sebagai hal yang buruk. Misalnya

buruk rupa (bertaring), tidak sopan, rakus dsb.

Karakter tokoh juga dapat dihubungkan dengan seting. Mahasiswa yang nakal

biasanya dilukiskan memiliki kamar pribadi yang kurang sedap, kurang enak

dipandang mata.

Teori tradisional di atas telah gugur, karena kenyataan membuktikan bahwa

kejahatan justru dilakukan oleh orang-orang yang cakap, cantik, sopan dsb.

Membaca kualitas manusia melalui katuranggan:

Kepala agak kecil = bakal orang kaya

Perempuan bungkuk udang = kualitas seksual yang baik

Kencet sebesar lingkaran genggaman sendiri = kualitas seksual yang baik

Pandangan lurus = tegas, jujur

Pandangan tidak tenang = kurang jujur

Diajak berbicara pandangan menuju ke berbagai arah = minder

Kulit hitam = perkasa

Firasat.

Bunyi gareng-pong – permulaan musim kemarau

Bunyi burung prenjak – ada tamu

Bunyi burung gagak – kematian

Ayam berkokok malam hari – perawan hamil

Kejatuhan cecak – mendapat kesusahan

Mimpi diserang ular, buaya, gajah, kidang, binatang berkuku

(buas), kancil, garuda, burung hantu (pertanda tidak baik meskipun

tidak selalu).

Bunga:

Mawar – cinta kasih

Melati – kesucian

Janur mlengkung

Blangkon

Warna:

Kuning – ketuhanan

Merah – keberanian

Gelap – perkabungan

Biru – kesetiaan

Page 18: KAJIAN DRAMA TIU - sipadu.isi-ska.ac.id

18

Hijau – ramah, tenteram

Hitam – keabadian

a.

Sikap tubuh:

Sangga uwang – sedih

Ongkang-ongkang – nganggur

Malang kerik – nantang

Jegang – tdk sopan

Njegadul – marah

Ndomblong – heran

Lenger-lenger – memikirkan sesuatu

Plenggang-plenggong – heran

Duduk sila – sopan

Membuka topi – hormat

Meludah di depan orang – benci,menghina

Kelompok Burung:

Burung gagak = maut

Merpati = cinta kasih, roh kudus

Kulik tuhu/ hantu = tidak aman

Garuda = kepahlawanan

Tanda- tanda alam

Hujan, petir, kilat = akan terjadi sesuatu yag negatif

Bulan purnama = berkaitan dengan kebahagiaan, hadirnya peranan roh jahat

Bintang = pertanda baik

Badai = peristiwa kurang menyenangkan

Kejatuhan, meraih bulan = kemuliaan

Hanyut = kemalangan

Naik pesawat = sukses

Mengendarai mobil pada jalan menanjak = keberhasilan

b.

Tanda-tanda lain:

Membuka jendela (sinetron) persoalan sudah terurai

Hujan, petir – akan terjadi sesuatu yang buruk

Gelas, piring jatuh dan pecah – akan terjadi sesuatu yang buruk

Air, api, tanah, angin

Mimpi tanggal gigi – akan kehilangan saudara, atau orang yng dicintai

Mimpi kebakaran – dpt rejeki

Mempi mendapat tai manusia – akan mendapatkan rejeki

Mimpi berak – akan kehilangan

Mimpi mandi – akan sakit

Page 19: KAJIAN DRAMA TIU - sipadu.isi-ska.ac.id

19

Mimpi meraih bulan – meraih cita-cita

Mimpi yang menakutkan – akan ada yang sakit

Mimpi kendaraan rusak – rejeki a lot

Cincin – keabadian

Lingga –yoni

Nama orang

Nama tempat

Bacaan Tugas :

Pesan atau tema apa yang anda tangkap? Jawablah sesuai denga pengalaman

spiritual dan iltelektual anda.

Jawaban berupa uraian, minimal 1 halaman folio diketik dengan 1,5 spasi.

Melupakan Tuhan*

Doa calon pemimpin kepada Tuhan: “Tuhan, yang maha mendengar, negeri kami

sedang mengalami krisis. Banyak partai berebut kekuasaan”.

Tuhan : “Dan para pemimpin saling menjual pengaruh?”

Kata calon pemimpin : “ Ya. Bahkan untuk menarik massa, satu menjatuhkan

yang lain”.

“Ah, itu biasa!” kata Tuhan tenang.

“Tetapi tampaknya akan sangat berbahaya, Tuhan !”. Tambah calon pemimpin.

“Manusia selalu saja berambisi membangun kekuasaan tertinggi” kata-Nya lirih.

“Bahkan mereka hampir tak mengenal Aku, karena begitu yakin akan kemampuan

mereka sendiri”. Dengan nada cukup kecewa Tuhan megakhiri dialog doa itu

“Mereka baru datang pada-Ku ketika menyadari posisi mereka lemah”.

Sementara itu diseberang rumah ada ibu yang ngrumpi dengan tetangganya. Kata

ibu itu : “Kau tidak beribadah lagi?”

Jawab ibu yang lain : “Tidak. Memangnya kenapa?”

“Beberapa waktu yang lalu Kau begitu aktif mengunjungi tempat ibadah, juga

berziarah”.

Jawabnya : “ O . . ., itu ta . . . Ketika itu suamiku lagi suka nyeleweng. Dan aku

mohon bantuan Tuhan. Tetapi, sekarang ia sudah bertobat kok. Memangnya

masalah buat lo!”.

(Agus S. Gunadi. 101 Kisah Inspirasional, Seinci Waktu Sekaki Permata 2,

2006: 82-83)

Petisi Para Malaikat

Keberatan para malaikat ketika Tuhan mrencanakan menciptakan manusia

sekarang terbukti benar, bahkan sangat benar. Pada waktu itu para malaekat

datang kepada Tuhan dan berkata:

“Tuhan, kami tidak begitu setuju jika Tuhan akan menciptakan manusia”.

“Memangnya kenaapa?” menanggapi dengan santai.

“Terlalu riskan untuk kelestarian semesta yang indah ini. Menurut prototipenya,

mereka akan terlalu bengis. Alam akan rusak karenanya. Satu akan meniadakan

yang lain, alias saling membunuh. Mereka penuh ambisi untuk berkuasa

Page 20: KAJIAN DRAMA TIU - sipadu.isi-ska.ac.id

20

menyamai Tuhan. Sebagai citra Tuhan, mereka tidak dapat menampakkan citra

Tuhan yang agung!”.

Tetapi Allah toh tetap menciptakan manusia. Diciptakan pria dan wanita sebagai

citra-Nya yang dikasihi-Nya.

Dan benar, sudah sejak awal gejala-gejala yang dikawatirkan malaikat terbukti.

Mereka makan buah terlarang untuk menyamai Tuhan. Ketika Tuhan meminta

prtanggungjawaban, Adam dan Hawa saling mengingkari kesalahan, dan

melemparkan dosa itu kepada ular. Kain membunuh Abel; Firaun menindas

bangsa Yahudi. Dari hari ke hari daftar kejahatan manusia semakin panjang.

Begitu penatnya mendampingi manusia, para malaikat mengadakan informal

meeting. Muncul perdebatan antara malaikat pencatat keburukan dan maleikat

pencatat kebaikan.

“Makin hari pekerjaanku makin menumpuk. Aku tidak sempat ke firdaus utuk

sekedar refreshing. Kau begitu enak”.

“Enak? Aku kawatir kehilangan pekerjaan. Hidupku selalu dibayangi ketakutan

tidak punya kegiatan apa-apa lagi. Tidak ada yang bisa kucatat sebagai kebaikan

manusia”.

“Lihat, berapa sehari aku mendapat laporan tentang kebobrokan manusia:

penggusuran, kesewenang-wenangan, pemerkosaan, perusakan lingkungan,

pembungkaman, korupsi, kolusi, fitnah! Aku tak tahan!”.

“Kita bikin petisi supaya Tuhan mencabut semua nyawa manusia?”.

“Ya, setuju kita kompak menghadap Tuhan” jawab yang lain.

Sementara belum reda ribut, Tuhan masuk ke dalam ruangan mereka itu. Tuhan

menyambut petisi itu dengan berkata : “Aku masih berharap mereka, citra-Ku,

mereka gambaran-Ku yang agung”. (Agus S Gunadi, 2006: 90-91).

Sastra Jendra

“ Ayahku, ketika itu aku bermimpi berada di suatu dunia yang tak mengenal

malam, tak mengenal siang. Dalam dunia itu ada alun-alun bercahaya

gemerlapan. Kendaraan makluknya adalah kereta kencana dihela binatang-

binatang elok. Di atasnya ada pelangi berupa seekor naga yang sisiknya emas

yang senantiasa menetes bagaikan hujan berkah. Ayahku, dalam keadaan

demikian itu aku menerima Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu.

Aku tidak tahu maknanya, tetapi siapa yang dapat mengupasnya bagiku, hanya

kepadanyalah aku mau menyerahkan hidupku,” kata Dewi Sukeksi. Wajahnya

bersinar seperti surya di fajar pagi. Tiba-tiba bumi bergoncang. Kilat menggeledek. Dan hujan tangis seakan runtuh

dari kahyangan. Gelap sejenak, menutupi bumi Alengka. Burung-burung

mengurungkan niatnya untuk terbang. Dan ibu-ibu Alengka memeluk

puterinya erat-erat, seperti takut digondhol Batara Kala (Sindhunata, 1984: 8).

Ah . . .

Seorang petani tua duduk di ujung pematang sawahnya menatap ke langit dan

bekata lirih: “Bapa, adakah Engkau masih disitu? Mengapa engkau berdiam diri

Page 21: KAJIAN DRAMA TIU - sipadu.isi-ska.ac.id

21

sehingga keringatMu tak mengucuri bumi, ibuku. Kau bapaku yang menaungi

aku dan ibuku, kemanakah Engkau? Aku, anakmu dan ibuku lama menunggu di

sini”.

Di tempat lain penggembala berjalan perlahan sambil menatap bumi dan

berseru:” Ibu, ibu, apa salah anakmu ini. Lihat ibu, ternak kita yang haus dan lapar

karena lama kau tak beri makanan dan minuman. Aku sadar, karena anak-anakmu

yang nakal yang membuat ibu merana. Karena anak-anakmu Bapa kita tidak mau

meneteskan keringatnya. Ampunilah anak-anakmu. Kini aku datang kepadamu

membawa persembahan sebagai tanda anak-anakmu mau berdamai. Kubawakan

sisa hasil bumi sesendok nasi, ikan asin, dan dupa. Hantarkanlah semuanya ke

hadapan Bapa kita supaya berbelas kasih kepada kita. Jika ibu mati maka aku pun

pasti mati”.

Ibu tidak menjawab sepatah kata pun, begitu pula dengan sang Bapa yang ada di

langit yang tetap berdiam diri. Persembahan yang ku bawa bukan membuat Bapa

melunak, justru membuat nya semakin murka, karena aku munafik, kataNya.

Setiap hari banjir dimana-mana, buah pekerjaan ibuku, ibu Sri yang murah hati

habis terbawa air. Ikan-ikan hanyut entah kemana, bahkan gubug-gubuh hanyut

karenanya. Akhirnya ibu berbisik kepadaku: “Anakku, itu semua karena kamu.

Pergilah ke puncak gunung. Disitu kamu akan bertemu Bapamu, diamlah disitu

tataplah dan masuklah ke lorong hatimu, dengarkanlah Dia”.

VII Unsur Ekstrinsik

Sebagaimana unsur intrinsik, unsur ekstrinsik juga terdiri dari sejumlah unsur.

Unsur-unsur itu antara lain (Weelek & Warren, 1956: 75 – 135) keadaan

subjektifitas indivdu pengarang yang memiliki sikap, keyakinan, dan pandangan

hidup yang kesemuanya itu akan mempengaruhi karya-karyanya. Singkatnya,

bahwa unsur biografis pengarang akan sangat menentukan corak karya yang

dihasilkan. Keadaan di lingkungan pengarang seperti ekonomi, politik,

kebudayaan, agama juga merupkan unsur ekstrinsik yang sangat berpengaruh

terhadap karya-karyanya. Unsur eksintrik lainnya misalnya pandangan idup suatu

bangsa, berbagai karya seni lainnya.

Unsur ekstrinsik sering dianggap kurang bahkan tidak penting, padahal

sesungguhnya untuk dapat menangkap suatu karya penting memperhatikan unsur

ekstrinsik, karena dari latar belakang itulah gagasan-gagasan lahir.

Sebagai contoh:

Langit MakinMendung karya Ki Panji Kusmin. Ia menggambarkan Tuhan sebagai

orang tua berambut putih gondrong sepanjang bahu, berkacamata emas, berjubah.

Penggambaran itu dilatarbelakangi oleh pengarang adalah seorang pemuda yang

dibesarkan dalam lingkungan keluarga beragama Roma Katolik. Latar belakang

pendidikannya adalah sekolah Seminari.

Dalam tradisi agama Katolik dikenal adanya ikon-ikon orang-orang kudus yang

disebut santa dan santo. Berdasarkan ikon-ikon itulah ia menggambarkan Tuhan

secara fisik.

Page 22: KAJIAN DRAMA TIU - sipadu.isi-ska.ac.id

22

Mangunwijaya Pr, hampir semua karya-karyanya bercorak masa lampau.

Triloginya Lara Mendut, Gendhuk Dhuku, dan Lusi Lindri berkisah tentang

tokoh-tokoh mitos masa Mataram; Burung-burung Manyar tokoh-tokohnya

merupakan ekologis dari cerita pewayangan; Durga Umayi bercerita masa

peristiwa G 30 S PKI.

Ashadi Siregar banyak bercerita tentang gagalnya pemuda dalam berpacaran.

Konon katanya, novel-novelnya menceritakan perjalanan cintanya yang selalu

kandas di tengah jalan.

Kajian Drama: Analisis Struktur Naskah Drama Badai Sepanjang Malam

Karya Max Arifin

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sastra adalah suatu seni yang hidup bersama-sama dengan Bahasa.Tanpa bahasa

sastra tidak mungkin ada. Melalui bahasa ia dapat mewujudkan dirinya berupa

sastra lisan, maupun tertulis. Walaupun perwujudan sastra menggunakan bahasa,

kita tidak dapat memisahkan sastra dari bahasa, ataupun membuangnya dari

peradaban bahasa itu sendiri, karena itu merupakan suatu perbuatan yang sangat

Page 23: KAJIAN DRAMA TIU - sipadu.isi-ska.ac.id

23

biadab, Karena sastra adalah sebuah “hidup” bagi seorang penulis.

Dilihat dari bentuknya, sastra terdiri atas 4 bentuk, yaitu (1) Prosa, bentuk sastra

yang diuraikan menggunakan bahasa bebas dan panjang tidak terikat oleh aturan-

aturan seperti dalam puisi. (2) Puisi, bentuk sastra yang diuraikan dengan

menggunakan habasa yang singkat dan padat serta indah. Untuk puisi lama, selalu

terikat oleh kaidah atau aturan tertentu (3) Prosa liris, bentuk sastra yang disajikan

seperti bentuk puisi namun menggunakan bahasa yang bebas terurai seperti pada

prosa.(4)Drama, yaitu bentuk sastra yang dilukiskan dengan menggunakan

bahasa yang bebas dan panjang, serta disajikan menggunakan dialog atau

monolog.Drama ada dua pengertian, yaitu drama dalam bentuk naskah dan

drama yang dipentaskan.

Naskah lakon atau drama sebagai salah satu jenis pengucapan kesusastraan, selain

memiliki elemen-elemen yang sama dengan roman pada umumnya yakni alur,

tema dan penokohan. Naskah lakon dibedakan dengan bentuk-bentuk lainnya

terutama dalam hal pemenuhan tuntutan kebutuhan penyajian kembali di atas

pentas.Dalam hal ini, pelaku dituntut untuk memerankan perwatakan tokoh-

tokohnya serta melaksanakan dialog-dialognya demi mendukung kelancaran

cerita.

Dengan demikian, drama atau naskah lakon sebagai sastra adalah cerita yang

unik.Ia hadir bukan untuk dibaca saja, melainkan dipertunjukkan sebagai

tontonan.Drama belum mencapai „kesempurnaan-nya‟ apabila belum sampai pada

tahap pementasan teater sebagai bentuk perwujudannya. Untuk itu pemakaian

gaya bahasa naskah lakon merupakan sesuatu hal yang „unik‟ dan telah

diperhitungkan baik oleh sang pengarang, sutradara, maupun para pemain yang

terlibat proses pementasan. Selain sebagai sarana untuk membangun atmosfir dan

suasana baik pembaca maupun penonton, bahasa juga digunakan sebagai media

untuk menyampaikan ide atau gagasan dasar pengarang sehingga drama hadir

tidak dalam kondisi yang „kosong‟.

Drama Badai Sepanjang Malam Karya Max Arifin sangat menarik untuk diangkat

sebagai kajian, karena berceritakan tentang keadaan sekitar kita.seseorang yang

lahir dan dibesarkan dikota dengan keharusan dia harus menetap di desa terpencil

menjadi seorang guru muda. Desa yang jauh, angker, tidak bersahabat: panas dan

debu melecut tubuh. Ia kering kerontang, gersang.

Penulisan yang dilakukan oleh Karya Max Arifin menggunakan gaya bahasa yang

ringan, bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Hal inilah yang

membawa penulis mengkaji Drama Badai sepanjang malam dengan pendekatan

stuktural.

1.2 Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah dalam suatu kajian sangatlah penting hal ini dimaksudkan

Page 24: KAJIAN DRAMA TIU - sipadu.isi-ska.ac.id

24

agar permasalahan yang akan di kaji lebih terarah dan tidak terjadi penyimpangan

yang terlampau jauh dari permasalahan semula.

Berdasarkan latar belakang yang demikian luas dan umum, penulis akhirnya

membatasi permasalahan hanya dalam bidang Struktural dalam drama Badai

Sepanjang Malam karya Max Arifin.

1.3 Perumusan masalah

Berdasarkan urayan latar belakang di atas, penulis akan merumuskan masalah

dalam bentuk pertanyaan pengkajian sebagai berikut:

a. Apa yang dimaksud dengan drama?

b. Bagaimana stuktur atau unsur-unsur intrinsik drama Badai Sepanjang Malam

tersebut?

1.4 Tujuan dan Manfaat Kajian

Adapun tujuan penulisan makalah ini selain untuk memenuhi tugas mata kuliah

kajian Prosa, adalah:

a) Mendeskripsikan Struktur drama Badai Sepanjang Malam.

b) Mendeskripsikan metode struktur drama.

c) Memaparkan satu contoh mengkaji Prosa secara struktural.

LANDASAN TEORETIS

2.1 Drama

2.1.1 Pengertian Drama

Drama adalah sebuah genre sastra penampilan fisiknya memperlihatkan

secara verbal adanya dialogue atau cakapan di antara tokoh-tokoh yang ada.

Selain itu, lazimnya sebuah karya drama juga memperlihatkan adanya

semacam petunjuk pemanggungan yang akan memberikan gambaran

tentang suasana, lokasi, atau apa yang dilakukan oleh tokoh (Wahyudi, 2006:

95). Oleh karena itu, berbeda dengan prosa dan puisi, drama diciptakan tidak

hanya untuk dibaca, melainkan juga untuk dipentaskan.

Aristoteles mendeskripsikan bahwa drama adalah tiruan atas lakuan (the

imitation of an act).Hal ini dapat diartikan juga bahwa drama adalah sebuah

tiruan dari kehidupan manusia yang kemudian dilakonkan dalam sebuah

drama.Dinamika kehidupan manusia yang mencakup berbagai persoalan

Page 25: KAJIAN DRAMA TIU - sipadu.isi-ska.ac.id

25

dalam kehidupan sehari-hari ditirukan dalam drama.Dengan demikian, jika

kita menonton drama, kita dapat merasakan perasaan takut, tegang, senang,

dan kasihan berdasarkan cerita yang dipentaskan (Sarumpaet, 1999:2-3).

2.1.2 Jenis-jenis Drama

Pada umumnya drama di bagi menjadi enam bagian. Dibawah ini akan dibahas ke

enam drama tersebut.

2.1.2.1 Tragedi

Yaitu drama yang mengisahkan kehidupan sehari-hari yang mengandung cerita

tentang kemalangan dan kesedihan.

2.1.2.2 Komedi

Yaitu drama yang mengutarakan kehidupan sehari-hari dengan pelbagai peristiwa

lucu yang menyebapkan penonton tertawa.

2.1.2.3 Tragedi-komedi

Yaitu drama yang mengisahkan kehidupan sehari-hari yang mengandung cerita

kesedihan dan unsur-unsur lucu.

2.1.2.4 Opera

Yaitu drama yang mengemukakan cerita yang digabungkan dengan musik.

2.1.2.5 Pantonim

Yaitu lakonan yang dipersembahkan melalui gerak badan dan mimik muka untuk

menyatakan aksi dan perasaan watak.

2.1.2.6 Bangsawan

Pada jenis drama ini, para pelakon membentuk dan mengubah sendiri dialog-

dialog yang ingin disampaikan.

2.1.3 Struktur Drama

unsur-unsur pokok atau struktur drama (atau sering juga disebut sebagai unsur

intrinsik) antara lain;

2.1.3.1 Tema

Setiap drama selalu mengandung unsur pokok pembicaraan yang

Page 26: KAJIAN DRAMA TIU - sipadu.isi-ska.ac.id

26

dikemukakan oleh pengarang, walaupun letaknya tersembunyi, dan

pembaca harus mencarinya sendiri. Esten (1978 : 22) mengemukakan bahwa

tema adalah sesuatu yang menjadi pemikiran, sesuatu yang menjadi

persoalan bagi pengarang. Selanjutnya Sukada (1987 : 70) mengatakan,

bahwa tema adalah ide pokok, ide sentral yang dominan dalam karya sastra.

2.1.3.2 Dialog

Menurut kamus istilah sastra yang diterbitkan oleh balai pustaka, dialog adalah

percakapan di dalam karya sastra antara dua tokoh atau lebih yang biasanya

mencerminkan pertukaran pikiran atau pendapat.

2.1.3.3 Peristiwa

Menurut kamus istilah sastra yang diterbitkan oleh balai pustaka, Peristiwa atau

kejadian merupakan unsur alur yang merupakan kejadian yang

penting.Atau kisaran pendek yang berhubungan dengan suatu situasi. Jika

peristiwa dirangkai secara berkaitan, ia menjadi episode dalam alur.

2.1.3.4 Latar atau seting

Yang dimaksud latar atau seting adalah tempat atau masa terjadinya cerita.

Sebuah cerita harus jelas dimana berlangsungnya suatu kejadian dan kapan

(Sumardjo : 1984), sedangkan menurut Zakaria (1981 : 23) mengatakan

bahwa latar merupakan tempat terjadinya peristiwa atau tempat berlakunya

peristiwa.

2.1.3.5 Penokohan atau Perwatakan

Penokohan dalam suatu cerita drama merupakan suatu hasil kreatif pengarang

secara imajinatif dalam melukiskan watak dan pribadi para tokoh melalui sikap,

cakapan serta perbuatannya. Penokohan yang baik yaitu penokohan yang berhasil

mengembangkan tokoh-tokoh dan mengembangkan watak dari tokoh-tokoh

tersebut yang mewakili tipe-tipe manusia yang dikehendaki tema dan amanat

(esten : 27)

Untuk mengenal dan memahami para watak tokohyang ada di dalam sebuah cerita

, kita dapat meneliti: (1) apa yang dilakukan, (2) apa yang dikatakannya, (3) apa

sikapnya dalam menghadapi persoalan, (4) bagaimana penilaian tokoh lain atas

dirinya (Sumardjo, 1984 : 67).

2.1.3.6 Alur atau Plot

Alur atau plot adalah jalan cerita yang merupakan rangkaian peristiwa yang saling

berhubungan sehingga terjalin suatu cerita. Seperti dikemukakan oleh Rusyana

(1978 : 67), yang dimaksud alur atau jalannya cerita adalah rangkaian cerita yang

Page 27: KAJIAN DRAMA TIU - sipadu.isi-ska.ac.id

27

di bentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu cerita.

2.1.3.7 Gaya Bahasa

Gaya bahasa yang digunakan pengarang akan menentukan kenikmatan dalam

membca karya sastra, karena gaya bahasa yang digunakan dalam cerita

merupakan susunan rangkayian atau perkataan kalimat yang timbul atau terjadi

dari perasaan yang tumbuh atau hidup dalam hati penulis.

Menurut selamet dan simanjuntak (sekada, 1987 : 84), mengatakan bahwa gaya

bahasa merupakan susunan perkataan yang terjadi karena perasaan yang tumbuh

atau yang hidup dalam hati penulis, dan yang sengaja ataupun tidak sengaja

menimbulkan suatu perasaan tertentu dalam hati pembaca.

METODE KAJIAN

3.1 Metode Kajian

Adapun metode yang dilakukan penulis yaitu dengan menggunakan metode

Deskriptif. Penulis akan mendeskripsikan data untuk menemukan unsur-unsurnya.

Studi untuk menyusun makalah ini berupa pencarian referensi dari beberapa buku

yang dapat dijadikan acuan untuk menggali informasi yang aktual dan tetap

berpegang pada prinsip representatif.Selain berbagai buku apresiasi dan kajian

Drama, penulis juga menggunakan media Maya untuk mencari data yang relevan

dengan pembuatan makalah.

3.2 Sumber Data

Objek yang diteliti adalah Naskah Drama Badai Sepanjang Malam Karya Max

Arifin.naskah ini pernah dimuat dalam buku Kumpulan Drama Remaja, editor

A.Rumadi. Penerbit PT Gramedia Jakarta, 1988, halaman 25-33.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data, penulis menggunakan studi pustaka, yaitu teknik yang

digunakan untuk memperoleh bahan penunjang yang berhubungan dengan

permasalahan.

3.4 Teknik Pengolahan Data

Dalam pengolahan data, penulis menggunakan pendekatan Struktural untuk

menganalisis data, sesuai dengan judul makalah ini.

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1 Struktural

Page 28: KAJIAN DRAMA TIU - sipadu.isi-ska.ac.id

28

Drama (karya sastra) merupakan sebuah struktur.Struktur di sini dalam arti bahwa

karya sastra itu merupakan susunan unsur-unsur yang bersistem, yang antara

unsur-unsurnya terjadi hubungan yang timbal balik, saling menentukan.Jadi,

kesatuan unsur-unsur dalam sastra bukan hanya berupa kumpulan atau tumpukan

hal-hal atau benda-benda yang berdiri sendiri-sendiri, melainkan hal-hal itu saling

terikat, saling berkaitan, dan saling bergantung.

Dalam pengertian struktur ini terlihat adanya rangkaian kesatuan yang

meliputi tiga ide dasar, yaitu ide kesatuan, ide transfomasi, dan ide

pengaturan diri sendiri.

Pertama, struktur itu merupakan keseluruhan yang bulat, yaitu bagian-

bagian yang membentuknya tidak dapat berdiri sendiri di luar struktur itu.

Kedua, struktur itu berisi gagasan transformasi dalam arti bahwa struktur itu tidak

statis.

Ketiga, struktur itu mengatur diri sendiri, dalam arti struktur itu tidak memerlukan

pertolongan dari luar dirinya untuk mensahkan prosedur transformasi.Jadi, setiap

unsur itu mempunyai fungsi tertentu berdasarkan aturan dalam struktur itu.Setiap

unsur mempunyai fungsi tertentu berdasarkan letaknya dalam struktur itu.

Strukturalisme itu pada dasarnya merupakan cara berfikir tentang dunia

yang terutama berhubungan dengan tanggapan dan deskripsi struktur-

srukturnya. Menurut pikiran strukturalisme, dunia (karya sastra

merupakan dunia yang diciptakan pengarang) lebih merupakan susunan-

susunan hubungan daripada susunan benda-benda.Oleh karena itu, kodrat

tiap unsur dalam struktur itu tidak mempunyai makna dengan sendirinya,

melainkan maknanya ditentukan oleh hubungannya dengan semua unsur

lainnya yang terkandung dalam struktur itu.(Hawkes, 1978:17-18).

Menurut Nyoman Kutha Ratna, unsur-unsur pokok yang terkandung di dalam

Drama antara lain:

4.1.1 Tema

Tema sebuah drama merupakan permasalahan yang mendasari sebuah cerita.

Pokok permasalahan itu mungkin berupa kehidupan, pandangan hidup atau

komentar tentang lingkungan.Tema berkedudukan sangatlah penting karena

merupakan titik sentral yang melatar belakangi suatu cerita atau peristiwa.

Drama Badai sepanjang malam merupakan sebuah cerita tentang komentar

terhadap lingkungan. Hal ini dapat kita lihat dari kutipan berikut:

Saenah: [Membaca] “Sudah setahun aku bertugas di Klaulan. Suatu tempat yang

Page 29: KAJIAN DRAMA TIU - sipadu.isi-ska.ac.id

29

terpacak tegak seperti karang di tengah lautan, sejak desa ini tertera dalam peta

bumi. Dari jauh dia angker, tidak bersahabat: panas dan debu melecut tubuh. Ia

kering kerontang, gersang. Apakah aku akan menjadi bagian dari alam yang tidak

bersahabat ini?

4.1.2 Dialog

Dialog yang dibangun dalam drama Badai Sepanjang Malam Karya Max Arifin

ini merupakan dialog yang selalu bergantian, atau dialog yang teratur antara dua

tokoh utama.

4.1.3 Peristiwa atau Kejadian

Seseorang yang lahir dan dibesarkan dikota dengan keharusan dia harus menetap

di desa terpencil menjadi seorang guru muda. Desa yang jauh, angker, tidak

bersahabat: panas dan debu melecut tubuh. Ia kering kerontang, gersang, namun

dengan semangatnya juga dorongan istrinya mereka bisa tetap bertahan.

4.1.4 Latar atau seting

Latar dalam suatu cerita drama merupakan gambaran tentang tempat,

suasana, dan waktu terjadinya suatu peristiwa secara umum. Adapun latar

dalam drama Badai Sepanjang Malam dapat penulis uraikan di bawah ini.

4.1.4.1 Latar Tempat

Adapun latar tempat yang terdapat dalam Drama Badai Sepanjang Malam Karya

Max Arifin yaitu Ruangan depan sebuah rumah desa pada malam hari. Di dinding

ada lampu minyak menyala.Ada sebuah meja tulis tua.Diatasnya ada beberapa

buku besar.Kursi tamu dari rotan sudah agak tua.Dekat dinding ada balai

balai.Sebuah radio transistor juga nampak di atas meja.

4.1.4.2 Latar Suasana

Adapun latar suasana yang terdapat dalam Drama Badai Sepanjang Malam Karya

Max Arifin yaitu Suasana pada setiap dialog yang ada pada drama tersebut

menunjukkan suasana penyesalan yang mengekang.

4.1.4.3 Latar Waktu

Adapun latar waktu yang terdapat dalam Drama Badai Sepanjang Malam Karya

Max Arifin yaitu larut malam.hal ini dapat kita lihat dari kutipan berikut:

Saenah: Kau belum tidur juga? kukira sudah larut malam. Beristirahatlah, besok

kan hari kerja?

Page 30: KAJIAN DRAMA TIU - sipadu.isi-ska.ac.id

30

Jamil: Sebentar, Saenah.Seluruh tubuhku memang sudah lelah, tapi pikiranku

masih saja mengambang ke sana kemari.Biasa, kan aku begini malam malam.

4.1.5 Penokohan atau Perwatakan

Drama Badai Sepanjang Malam karya Max Arifin mempunyai tiga tokoh. Tapi

satu tokoh yaitu Kepala Desa, hanya ada pada flashback saja.dibawah ini akan di

uraikan tokoh-tokoh tersebut sesuai dengan penokohan atau perwatakkannya.

(1) Jamil, seorang guru SD di Klaulan, Lombok Selatan, berumur 24 tahun. Dia

seorang yang memiliki pendirian dan idialis sejati.Seperti pada kutipan berikut.

Saenah: [Keras]Tidak! Mesti ada sesuatu yang hilang antara kau dengan

masyarakatmu.Selama ini kau membanggakan dirimu sebagai seorang

idealis.Idealis sejati, malah.Apalah arti kata itu bila kau sendiri tidak bisa dan

tidak mampu bergaul akrab dengan masyarakatmu. [Pause]

(2) Saenah, istri Jamil berusia 23 tahun, seorang istri yang kuat yang mau

mengikuti suaminya kemanapun dan dalam keadaan apapun. seperti pada kutipan

berikut.

Saenah: Aku akan tetap bersamamu.Yakinlah. [Jamil menuntun istrinya ke kamar

tidur.Musik melengking keras lalu pelan pelan,sendu dan akhirnya berhenti].

(3) Kepala Desa,suara pada flashback,

4.1.6 Alur atau Plot

Alur merupakan susunan peristiwa yang terpilih dan diatur oleh pengarang

secarara logis dalam hubungan sebap akibat, sehingga memebentuk suatu

cerita yang utuh.

Alur yang terdapat dalam drama Badai Sepanjang malam karya Max Arifin yaitu

alur sorot balik atau flashback. Hal ini dapat kita lihat dari kutipan berikut:

Saenah: Aku tidak berpikir sampai ke sana. Pikiranku sederhana saja.kau masih

ingat tentunya, ketika kita pertama kali tiba di sini, ya setahun yang lalu. Tekadmu

untuk berdiri di depan kelas, mengajar generasi muda itu agar menjadi pandai.

Idealismemu menyala nyala.Waktu itu kita disambut oleh Kepala Desa dengan

pidato selamat datangnya.[S aenah lari masuk.Jamil terkejut.tetapi sekejap mata

Saenah muncul sambil membawa tape recorder!]Ini putarlah tape ini.Kaurekam

peristiwa itu.[Saenah memutar tape itu, kemudian terdengarlah suara Kepala

Desa]‟…Kami ucapkan selamat datang kepada Saudara Jamil dan istri.Inilah

tempat kami.Kami harap saudara betah menjadi guru di sini.Untuk tempat saudara

berlindung dari panas dan angin, kami telah menyediakan pondok yang barangkali

tidak terlalu baik bagi saudara.Dan apabila Anda memandang bangunan SD yang

Page 31: KAJIAN DRAMA TIU - sipadu.isi-ska.ac.id

31

cuma tiga kelas itu.Dindingnya telah robek, daun pintunya telah copot, lemari

lemari sudah reyot, lonceng sekolah bekas pacul tua yang telah tak terpakai

lagi.Semunya, semuanya menjadi tantangan bagi kita bersama. Selain itu,kami

perkenalkan dua orang guru lainnya yang sudah lima tahun bekerja di sini.Yang

ini adalah Saudara Sahli, sedang yang berkaca mata itu adalah Saudara Hasan.

Kedatangan Saudara ini akan memperkuat tekad kami untuk membina generasi

muda di sini. Harapan seperti ini menjadi harapan Saudara Sahli dan Saudara

Hasan tentunya.”[Saenah mematikan tape.Pause, agak lama.Jamil menunduk,

sedang Saenah memandang pada Jamil.Pelan pelan Jamil mengangkat mukanya.

Mereka berpandangan]

4.1.7 Gaya Bahasa

Peranan bahasa merupakan hal sangat penting dalam mengungkapkan isi hati,

pikiran, dan perasaan seseorang khususnya pengarang. Pengungkapan hal tersebut

akan lebih baik apabila penggunaan bahasa itu ditafsirkan dengan gaya bahasa,

yang akan menimbulkan serta memberikan keindahan, kenikmatan, dan perasaan

tertentu bagi pembaca.

Gaya bahasa yang digunakan oleh Max Arifin dalam drama Badai Sepanjang

Malam adalah gaya bahasa sehari-hari. di bawah ini akan dibahas beberapa gaya

bahasa yang disajikan oleh pengarang.

Klimaks, dimana pengarang melukiskan sesuatu yang mempunyai pola struktur

menaik. Hal ini dapat kita lihat pada kutipan berikut: Suara jangkerik. suara

burung malam. gonggongan anjing di kejauhan. Suara Adzan subuh.

KESIMPULAN

Berdasarkan analisis dan kajian terhadap drama Badai Sepanjang Malam karya

Max Arifin pada bab 4, maka penulis dapat menyimpulkan beberapa hal sebagai

berikut:

1) Aspek unsur stuktur atau intrinsik drama Badai Sepanjang Malam karya Max

Arifin yang meliputi tema, dialog, peristiwa atau kejadian, latar atau seting,

penokohan atau perwatakan, alur atau plot serta gaya bahasa tergambar dengan

jelas dan utuh.

2) Gaya bahasa yang digunakan oleh pengarang dalam drama tersebut adalah gaya

bahasa sehari-hari. Namun pengarang menuliskannya secara penuh tanpa kata-

kata yang seharusnya tidak perlu.

DAFTAR RUJUKAN

Aminudin. 1987. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung : Sinar Baru.

Page 32: KAJIAN DRAMA TIU - sipadu.isi-ska.ac.id

32

Ratna, nyoman kutha, 2004. Teori, Metode, dan teknik Penelitian Sastra,

yogyakarta: Pustaka pelajar.

Santoso, Puji, 1993, ancangan semiotika dan pengkajian susastra, Bandung:

Angkasa

http://sastradewa.blogspot.com/2008/03/pengertian-fungsi-dan-ragam-sastra.html

Penulis: Ferdinaen Saragih

Dukung Ferdinaen Writer dalam Kontes Mobil Keluarga Ideal Terbaik

Indonesia Posted by: Ferdinaen Saragih Penulis Mania , Updated at: 2:07 PM

ateh75 said...

wah tulisan lengkap tentang sastra nih..makasih ya dah sharing.

July 28, 2009 at 4:29 PM

Anonymous said...

mz....

bisa dijelaskan lebih lengkap lg g tentang naskah badai sepanjang malam?

cz aq butuh buat bahan kuliah...

d tunggu d [email protected]

October 18, 2009 at 8:19 AM