KAJIAN DAYA DUKUNG LINGKUNGAN BERBASIS NERACA … · Ahmad Latiks untuk semua teladan, dorongan...

73
KAJIAN DAYA DUKUNG LINGKUNGAN BERBASIS NERACA AIR DI KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT MELINDA DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

Transcript of KAJIAN DAYA DUKUNG LINGKUNGAN BERBASIS NERACA … · Ahmad Latiks untuk semua teladan, dorongan...

KAJIAN DAYA DUKUNG LINGKUNGAN

BERBASIS NERACA AIR DI KABUPATEN CIANJUR,

JAWA BARAT

MELINDA

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Daya Dukung

Lingkungan Berbasis Neraca Air di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat adalah benar

karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam

bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal

atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain

telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014

Melinda

NIM F44100055

ABSTRAK

MELINDA. Kajian Daya Dukung Lingkungan Berbasis Neraca Air di Kabupaten

Cianjur, Jawa Barat. Dibimbing oleh PRASTOWO.

Untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan, penyusunan Rencana

Tata Ruang Wilayah (RTRW) harus disesuaikan dengan daya dukung lingkungan.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis 4 hirarki kajian daya dukung

lingkungan sumberdaya air serta membandingkannya dengan muatan lingkungan

yang terdapat dalam dokumen RTRW. Status daya dukung lingkungan didapatkan

dari rasio ketersedian air dan water footprint, tipe sumberdaya iklim pertanian

didapatkan dari klasifikasi Oldeman, potensi suplai air dapat dikaji dari data air

permukaan, air tanah maupun surplus dari analisis neraca air Tornthwaite.

Kabupaten Cianjur berada pada kondisi aman. Sungai Citarum sebagai salah satu

potensi air permukaan dalam memenuhi kebutuhan air aktualnya. Tipe pertanian

yang dapat dikembangkan adalah B1 dan B2 berupa padi terus menerus. Hutan

eksisting 23.71% masih kurang dari batas minimum 32% dan batas ideal 36%.

Indikator degradasi sumberdaya air yang terjadi anatara lain bencana banjir, longsor

dan kekeringan. Untuk itulah konservasi yang dapat dilakukan adalah dengan

membangun waduk dan sumur resapan sebanyak 1.25 juta di kawasan pemukiman.

Kata kunci: Daya dukung lingkungan, neraca air, pengelolaan limpasan, Rencana

Tata Ruang Wilayah (RTRW)

ABSTRACT

MELINDA. Environmental Carrying Capacity Assesment Based On Water

Balance in Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Supervised by PRASTOWO

To realize sustainable development, preparation of spatial planning (RTRW)

should consider the environmental carrying capacity. This research aims to analyze

the four hierarchical environmental capacity assessment of water resources and to

compare the results of this analysis to the charge contained in the environment of

the spatial planning documents. Status of environmental carrying capacity is

obtained by comparing the availability of water and water footprint area, the type

of agricultural climate resources is obtained by Oldeman classification, potential

water supply can be assessed from the data of surface water, ground water and water

balance analysis of Tornthwaite. Cianjur is located in a safe condition. The Citarum

River is one of potential surface water to sufficient the needs of actual water. Type

of agriculture that can be developed are B1 and B2 with a continuous rice. Existing

forest area is 23.71% less than the minimum area 32% and ideal area 36%.

Indicators of water resource degradation that occurs as floods, landslides,

drougth. For that conservation can be done is to construct reservoir, recharge wells

about 1.25 million in residential areas.

Keywords: Environmental carrying capacity, run off management, Spatial Planning

Document (RTRW ), water balance

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Teknik

pada

Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

KAJIAN DAYA DUKUNG LINGKUNGAN

BERBASIS NERACA AIR DI KABUPATEN CIANJUR,

JAWA BARAT

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

Judul Skripsi : Kajian Daya Dukung Lingkungan Berbasis Neraca Air

di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat

Nama : Melinda

NIM : F44100055

Disetujui oleh

Dr Ir Prastowo, M.Eng

Pembimbing

Diketahui oleh

Prof. Dr Ir Budi Indra Setiawan, M.Agr

Ketua Departemen

Tanggal Lulus: (tanggal penandatanganan skripsi oleh ketua departemen)

PRAKATA

Puji dan syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala

karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul “Kajian Daya Dukung

Lingkungan Berbasis Neraca Air di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat” ini berhasil

diselesaikan. Karya ilmiah ini dimaksudkan sebagai syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Teknik di Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr.Ir. Prastowo, M.Eng selaku

dosen pembimbing, Bapak Sutoyo, STP, Msi dan Bapak Andik Pribadi, STP, Msc

selaku dosen penguji atas semua saran perbaikannya. Pemda Kabupaten Lahat

selaku pihak sponsor BUD. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Cianjur, Badan Metereologi

Klimatologi dan Geofisika Kelas I Dramaga, Balai Pengelolaan Daerah Aliran

Sungai Citarum-Ciliwung yang telah membantu selama pengumpulan data.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, uni atika atas segala

doa dan kasih sayangnya. Ahmad Latiks untuk semua teladan, dorongan semangat

dan waktunya. Tak lupa ungkapan terima kasih diberikan untuk teman-teman SIL

47, Geng GP dan penyusupnya (aunty, buneg, tamima, ojep dll), teman-teman BUD

Kab. Lahat (Pipin, Ocit, Kiki, Erna, Era, Kiky dll) atas kebersamaannya selama ini

serta teman-teman satu bimbingan Rima, Libna, Annet, Nisa dan Riandy yang

selalu mengingatkan dan memberi dukungan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2014

Melinda

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Daya Dukung Lingkungan Sumberdaya Air 2

Neraca Air 5

Presipitasi 6

Evapotranspirasi 7

Simpanan Air 8

Limpasan 9

METODE 10

Waktu dan Tempat 10

Alat dan Bahan 10

Analisis Data 10

HASIL DAN PEMBAHASAN 13

Kondisi Umum Wilayah Kabupaten Cianjur 13

Daya Dukung Lingkungan Sumberdaya Air 17

Analisis Neraca Air 24

Analisis Muatan Lingkungan dalam dokumen RTRW Kabupaten Cianjur 28

Arahan Pengelolaan Limpasan 30

SIMPULAN DAN SARAN 34

Simpulan 34

Saran 34

DAFTAR PUSTAKA 35

LAMPIRAN 36

RIWAYAT HIDUP 61

DAFTAR TABEL

1 Kriteria penetapan status DDL-air 3 2 Zona agroklimat utama berdasarkan klasifikasi Oldeman 3 3 Penjabaran tipe agroklimat menurut Oldeman 4 4 Koefisien tanaman (Kc) 8 5 Data kepadan penduduk Kabupaten Cianjur 14 6 Daerah Aliran Sungai (DAS) di Wilayah Kabupaten Cianjur 14 7 Penggunaan lahan di Kabupaten Cianjur Tahun 2012 14 8 Hasil analisis water footprint Kabupaten Cianjur 18 9 Status daya dukung lingkungan Kabupaten Cianjur 19

10 Sumberdaya iklim untuk pertanian Kabupaten Cianjur 20 11 Debit Sungai Citarum 21

12 Kebutuhan air aktual Kabupaten Cianjur 21

13 Klasifikasi hujan berdasarkan intensitas hujan 23

14 Hasil analisis neraca air wilayah Kabupaten Cianjur 26

15 Hasil analisis neraca air untuk komposisi luas hutan 27

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka berpikir penelitian 12

2 Peta DAS Kabupaten Cianjur 15

3 Peta penggunaan lahan 16

4 Peta sebaran curah hujan Metode P.Thiessen 18

5 Penetapan status daya dukung lingkungan berdasarkan nomogram 19

6 Potensi suplai air permukaan dan kebutuhan air aktual 22

7 Skema sempadan sungai 24

8 Skema terjadinya longsor (landslide) 24

9 Grafik presipitasi dan ETP 25

10 Grafik defisit-surplus neraca air Kabupaten Cianjur 26

11 Kurva hasil analisis neraca air dengan komposisi luas hutan 28

12 Peta usulan lokasi pembangunan sumur resapan 31

13 Skema Dam Cisokan 32

14 Skema sumur resapan 33

DAFTAR LAMPIRAN

1 Peta curah hujan Kabupaten Cianjur 37

2 Perhitungan nilai CHandalan di Kabupaten Cianjur 38

3 Perhitungan curah hujan dengan Poligon Thiessen 42

4 Peta kalender tanam padi sawah Kabupaten Cianjur 43

5 Perhitungan kebutuhan air aktual 44

6 Perhitungan nilai koefisen tetimbang Kc, Sto dan C 45

7 Perhitungan neraca air wilayah Kabupaten Cianjur 46

8 Perhitungan neraca air berbagai komposisi luashutan 47

9 Peta rawan bencana Kabupaten Cianjur 59

10 Data iklim rata-rata Stasiun Pacet 60

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan untuk

mendukung kehidupan manusia dan makhluk hidup lain. Keterbatasan daya dukung

lingkungan menyebabkan manusia harus memperhatikan kelestarian lingkungan

agar fungsi-fungsi lingkungan dapat berjalan dengan baik. Saat ini, tata ruang suatu

wilayah cenderung mengalami indikasi penurunan kualitas dan daya dukung

lingkungan. Pencemaran dan kerusakan lingkungan bahkan makin terlihat secara

kasat mata baik di kawasan perkotaan mapun di kawasan pedesaan.

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Cianjur Tahun 2011-

2031 merupakan dasar dan acuan dalam pelaksanaan pembangunan di wilayah

Kabupaten Cianjur. Berhasil atau tidaknya pembangunan suatu wilayah dapat

diukur dari rencana struktur dan pola ruang yang terdapat dalam RTRW tersebut.

Berdasarkan UU No.26 Tahun 2007, alokasi pemanfaatan ruang harus didasarkan

pada daya dukung lingkungan setempat sehingga penyusunan rencana tata ruang

dan wilayah nasional, propinsi dan kabupaten harus memperhatikan daya dukung

dan daya tampung lingkungan. Hal ini diperlukan sebagai upaya untuk

mempertahankan keseimbangan dan keberlajutan sumberdaya dalam semua aspek

pembangunan. Menurut Prastowo (2010), analisis daya dukung lingkungan aspek

sumberdaya air (DDL-air) pada suatu wilayah dapat dilakukan melalui 4 (empat)

hirarki analisis, yaitu meliputi penetapan status daya dukung lingkungan berbasis

neraca air, kajian sumberdaya iklim untuk pertanian, analisis potensi suplai air dan

kajian indikator degradasi sumberdaya air.

Dalam sebuah dokumen RTRW, penetapan status daya dukung lingkungan

dan kajian sumberdaya iklim untuk pertanian merupakan salah satu unsur yang

wajib dimasukkan, sementara potensi suplai air dan indikator degradasi lingkungan

harus menjadi pertimbangan dalam KRP di RTRW tersebut. Penerapan analisis

neraca air pada wilayah Kabupaten Cianjur akan dapat menggambarkan kondisi

aktual ketersediaan air serta dampak lainnya pada wilayah tersebut. Hasil analisis

akan dapat dijadikan dasar usulan rekomendasi yang tepat dalam upaya

peningkatan kualitas daya dukung lingkungan.

Perumusan Masalah

Tantangan terbesar pengelolaan sumberdaya alam/ lingkungan hidup adalah

menciptakan dan mempertahankan keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan

hidup manusia dan keberlanjutan pemanfaatan serta keberadaan sumberdaya alam.

Kebijakan-kebijakan pengelolaan sumberdaya dalam aspek pembangunan

dituangkan dalam bentuk penyusunan RTRW. Tidak memadainya proses

penyusunan tata ruang dan rendahnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan

sumberdaya telah meningkatkan penyimpangan RTRW di kebanyakan daerah di

Indonesia. Salah satunya dapat diamati dari banyaknya penggunaan lahan yang

tidak sesuai dengan peruntukannya. Perubahan fungsi lahan ini akan

mengakibatkan penurunan daya dukung setempat, dengan semakin mengecilnya

luas areal hutan, semakin luasnya lahan untuk hunian dan prasarana dan semakin

banyaknya tanah terbuka atau lahan kritis. Akibat hancurnya DAS, banjir akan

2

terjadi di musim penghujan. Memperbaiki daya dukung DAS pada prinsipnya

adalah memperbanyak kemungkinan air hujan dapat meresap secara alamiah ke

dalam tanah sebelum masuk ke sungai atau mengalir ke hilir. Oleh sebab itu, daya

dukung lingkungan dapat dijadikan parameter dalam peninjauan kembali RTRW

setiap 5 tahun sekali agar dapat mewujudkan pembangunan berkelanjutan.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Menganalisis empat hirarki daya dukung lingkungan sumberdaya air (DDL-

air) di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat

2. Menganalisis muatan lingkungan dalam dokumen RTRW Kabupaten

Cianjur, Jawa Barat

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk pemerintah Kabupaten

Cianjur dan masyarakat setempat. Hasil analisis ini sebagai informasi penting

ataupun masukan tentang muatan lingkungan dalam dokumen RTRW Kabupaten

Cianjur kedepannya sehingga pengembangan struktur dan pola ruang Kabupaten

Cianjur disesuaikan dengan daya dukung lingkungannya.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dibatasi hanya pada wilayah administrasi Kabupaten Cianjur.

Analisis yang dilakukan dititik beratkan pada analisis daya dukung lingkungan

sumberdaya air meliputi analisis neraca air dan analisis muatan lingkungan RTRW.

TINJAUAN PUSTAKA

Daya Dukung Lingkungan Aspek Sumberdaya Air

Daya dukung lingkungan (DDL) adalah kemampuan lingkungan hidup untuk

mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain (UU 23/1997).

Penataan ruang sebagai suatu sistem perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang

dan pengendalian pemanfaatan ruang merupakan satu kesatuan yang tidak

terpisahkan antara yang satu dan yang lain dan harus dilakukan sesuai dengan

kaidah penataan ruang sehingga diharapkan dapat mewujudkan pemanfaatan ruang

yang berdaya guna serta mampu mendukung pengelolaan lingkungan hidup yang

berkelanjutan, tidak terjadi pemborosan pemanfaatan ruang dan tidak menyebabkan

terjadinya penurunan kualitas ruang.

Menurut Prastowo (2010), analisis daya dukung lingkungan aspek sumberdaya

air dapat dilakukan melalui 4 (empat) hirarki analisis, yaitu meliputi:

a. Penetapan status daya dukung lingkungan berbasis neraca air

b. Kajian sumberdaya iklim untuk pertanian (tipe agroklimat)

c. Analisis potensi suplai air

d. Kajian indikator degradasi sumberdaya air

3

Dalam menentukan status dengan nilai “rasio supply/demand”. Ketersediaan air

yang dinyatakan sebagai CHandalan dihitung dengan peluang kejadian hujan ≥ 50%,

daya dukung lingkungan akan digunakan rasio perbandingan ketersediaan air dan

kebutuhan air di suatu wilayah. Ketersediaan air dalam hal ini dapat dihitung dari

nilai CHandalan sedangkan kebutuhan air dapat dihitung dari nilai water footprint-

nya. Perhitungan kebutuhan air dapat dihitung dari hasil konversi terhadap

kebutuhan hidup layak, dengan menggunakan persamaan (1)

DA = N x KHLA (1)

dimana :

DA : Total kebutuhan air (m3/tahun)

N : Jumlah penduduk (jiwa)

KHLA : Kebutuhan air untuk hidup layak (1600 m3 air/kapita/tahun) 2 x 800 m3

air/kapita/tahun, dimana :

a. 800 m3 air/kapita/tahun adalah kebutuhan air untuk keperluan domestik dan

untuk menghasilkan pangan

b. 2,0 adalah faktor koreksi untuk memperhitungkan kebutuhan hidup layak yang

mencakup kebutuhan pangan, domestik dan lainnya.

Tabel 1 Kriteria penetapan status DDL-Air

Kriteria Status DDL-Air

Rasio supply/demand > 2 Daya dukung lingkungan aman (sustain)

Rasio supply/demand 1-2 Daya dukung lingkungan aman bersyarat

(conditional sustain)

Rasio supply/demand < 1 Daya dukung lingkungan telah terlampaui

(overshoot)

Sumber : Prastowo (2010)

Dalam kaitannya dengan kebutuhan air untuk pertumbuhan tanaman, khususnya

tanaman pangan pada suatu wilayah, Oldeman (1975) dalam Prastowo (2010), telah

mengembangkan konsep zona agroklimat, seperti yang disajikan pada Tabel 2 dan

Tabel3. Dengan mengetahui zona agroklimat suatu wilayah, dapat diperkirakan

daya dukung sumberdaya iklim untuk pengembangan pertanian di wilayah tersebut.

Tabel 2 Zona agroklimat utama berdasarkan klasifikasi Oldeman

Tipe Utama Jumlah bulan basah berturut-turut

A

B

C

D

E

9

7-9

5-6

3-4

<3

Sub Divisi Jumlah bulan kering berturut-turut

1

2

3

4

<2

2-3

4-6

>6

Sumber: Oldeman (1975) dalam Prastowo (2010)

4

Tabel 3 Penjabaran tipe agroklimat menurut Oldeman

Tipe

Agroklimat

Penjelasan

A1,A2 Sesuai untuk padi terus menerus tetapi produksi kurang karena

pada umumnya kerapatan fluks radiasi surya rendah sepanjang

tahun.

B1 Sesuai untuk padi terus menerus dengan perencanaan awal

musim tanam yang baik. Produksi tinggi bila panen pada

kemarau.

B2 Dapat tanam padi dua kali setahun dengan varietas umur

pendek dan musim kering yang pendek cukup untuk tanaman

palawija.

C1 Tanaman padi dapat sekali dan palawija dua kali setahun.

C2, C3, C4 Setahun hanya dapat satu kali padi dan penanaman palawija

yang kedua harus hati-hati jangan jatuh pada bulan kering.

D1 Tanam padi umur pendek satu kali dan biasanya produksi bias

tinggi karena fluks radiasi tinggi. Waktu tanam palawija cukup.

D2, D3, D4 Hanya mungkin satu ka li padi atau satu kali palawija setahun,

tergantung pada adanya persediaan air irigasi.

E Daerah ini umumnya terlalu kering, mungkin hanya dapat satu

kali palawija, itu pun tergantung adanya hujan.

Sumber: Oldeman (1975) dalam Prastowo (2010)

Curah hujan lebih (CHlebih) dalam bentuk limpasan maupun pengisian air tanah,

merupakan potensi suplai air yang dapat dikembangkan untuk memenuhi

kebutuhan air irigasi, domestik, industri, dan pembangkit listrik tenaga air. Salah

satu metode yang dapat digunakan untuk analisis neraca air adalah persamaan

Thornthwaite and Mather (1957). Untuk melakukan analisis tersebut diperlukan

perhitungan beberapa parameter seperti CHandalan, evapotranspirasi, dan perubahan

cadangan air tanah. Perhitungan evapotranspirasi yang lazim digunakan antara lain

adalah metode SCS Blaney-Criddle, Jensen-Haise, Thornthwaite, dan metode

Penman.

Dari hasil analisis neraca air, nilai CHlebih selanjutnya diturunkan dalam bentuk

limpasan dan pengisian air tanah. Besarnya limpasan sebanding dengan nilai

koefisien limpasan di wilayah tersebut, sedangkan besarnya pengisian air tanah

sebesar nilai CHlebih dikurangi limpasan. Besaran limpasan dan pengisian air tanah

dapat dikelola dan didayagunakan sebagai potensi suplai air (water supply).

Pada hirarki analisis ini, analisis potensi suplai air diperlukan untuk mengetahui

hubungan antara berbagai skenario kondisi tutupan hutan dengan parameter CHlebih,

limpasan dan pengisian air tanah. Selain itu, analisis ini juga perlu dilakukan untuk

mengetahui ketersediaan air permukaan dan airtanah, untuk memenuhi kebutuhan

air pertanian, domestik, industri, dan PLTA, melalui pengembangan prasarana

sistem suplai air.

Untuk keperluan analisis potensi suplai air, harus menggunakan data curah

hujan dan data iklim yang representative, yang dapat diperoleh dari stasiun iklim

terdekat, minimal data 10 tahun terakhir. Data potensi air permukaan dapat berupa

debit sungai, debit intake, volume dan muka air waduk/reservoir/embung/situ.

5

Adapun data potensi airtanah dapat berupa peta hidrogeologi, hasil analisis

cadangan airtanah, safe yields, debit pemompaan optimum, debit mata air, serta

parameter potensi air tanah lainnya.

Beberapa indikator terjadinya degradasi lingkungan hidup dapat terjadi pada

sumberdaya tanah/lahan, sumberdaya air, serta sumberdaya flora dan fauna.

Tinjauan atas daya dukung lingkungan aspek sumberdaya air, selain berbasis neraca

air, dapat pula dilihat dari berbagai indikator kerusakan lingkungan, seperti banjir

dan kekeringan. Untuk sumberdaya air, beberapa indikator terjadinya degradasi

lingkungan dapat diketahui dengan:

1. Semakin kecilnya debit sungai dari tahun ke tahun.

2. Semakin besarnya perbedaan debit air sungai pada musim hujan dan musim

kemarau

3. Semakin dalamnya permukaan air tanah dan mengeringnya sumur penduduk

di daerah ketinggian.

4. Adanya penetrasi air asin pada sumur penduduk di beberapa kota pantai/pesisir.

5. Semakin kecilnya “Catchment Water Areas” (daya serap lahan terhadap

curahan air hujan).

6. Semakin tingginya pencemaran air sungai

Neraca Air

Analisis neraca air merupakan persamaan yang menggambarkan prinsip bahwa

selama selang waktu tertentu, masukan air total pada suatu ruang tertentu harus

sama dengan keluaran total ditambah perubahan bersih cadangan (Seyhan, 1977).

Dalam perhitungan neraca air, penentuan jenis masukan dan keluaran air disesua

ikan dengan ruang lingkup dimana neraca air akan dianalisis. Menurut

Thornthwaite and Mather (1957), pada suatu daerah tangkapan, perhitungan neraca

air dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan (2).

P = ET + ΔSt (2)

dimana :

P : Presipitasi (mm/bulan)

ET : Evapotranspirasi (mm/bulan)

ΔSt : Perubahan cadangan air (mm/bulan)

Presipitasi adalah cara curahan atau jatuhnya air dari atmosfer ke permukaan

bumi dan laut dalam bentuk berbeda, yaitu curah hujan di daerah tropis dan curah

hujan berserta salju di daerah beriklim sedang. Dalam perhitungan neraca air lahan,

curah hujan merupakan variabel yang selalu berubah. Apabila perhitungan

dilakukan untuk keperluan jangka panjang, maka tahap awal yang penting adalah

menghitung peluang terjadinya curah hujan.

Evapotranspirasi adalah hasil akumulasi dari semua jenis kehilangan air pada

suatu lahan tertentu. Pada metode ini semua aliran masuk dan keluar serta nilai

kapasitas cadangan air tanah pada lokasi dengan kondisi tanaman tertentu

digunakan untuk mendapatkan besarnya kadar air tanah, kehilangan air, surplus air,

dan defisit air. Dalam proses anal isis neraca air dengan persamaan Thornthwaite,

diperlukan data curah hujan bulanan, suhu udara bulanan, penggunaan lahan, jenis

atau tekstur tanah, serta letak lintang daerah tersebut.

6

Perhitungan neraca air persamaan Thornthwaite dapat memberikan gambaran

surplus dan defisit air pada suatu wilayah. Setelah simpan air mencapai kapasitas

cadangan lengas tanah (water holding capacity), kelebihan curah hujan akan

dihitung sebagai surplus. Air ini merupakan kelebihan setelah air tanah terisi

kembali. Dengan demikian surplus dihitung sebagai nilai curah hujan dikurangi

dengan nilai evapotranspirasi dan perubahan kadar air tanah. selanjutnya, surplus

air akan menjadi limpasan dan pengisian air tanah. Jika curah hujan yang turun

lebih kecil dari evapotranspirasi aktual, akan terjadi defisit air. Nilai defisit air

merupakan jumlah air yang perlu ditambahkan untuk memenuhi keperluan

evapotranspirasi potensial (ETP) tanaman. Defisit air adalah selisih antara nilai

evapotranspirasi potensial (ETP) dan evapotranspirasi aktual (ETA).

Presipitasi

Linsley (1979) mendefinisikan presipitasi meliputi semua air yang jatuh dari

atmosfir ke permukaan bumi. Seyhan (1977) menyatakan bentuk-bentuk presipitasi

vertikal antara lain hujan, hujan gerimis, salju, hujan es batu dan sleet (campuran

hujan dan salju). Pada daerah tropis, termasuk Indonesia, presipitasi umumnya

berbentuk curah hujan.

Hujan terjadi karena ada penguapan air dari permukaan bumi seperti laut,

danau, sungai, tanah, dan tanaman. Pada suhu udara tertentu, uap air mengalami

proses pendinginan yang disebut dengan kondensasi. Selama kondensasi

berlangsung uap air yang berbentuk gas berubah menjadi titik-titik air kecil yang

melayang di angkasa. Kemudian, jutaan titik-titik air saling bergabung membentuk

awan. Ketika gabungan titik-titik air ini menjadi besar dan berat maka akan jatuh

ke permukaan bumi.Untuk mempelajari keadan suatu daerah tangkapan

sehubungan dengan curah hujannya, data curah hujan yang digunakan adalah data

curah hujan daerah yang ditentukan dari beberapa stasiun di daerah tersebut.

Analisis curah hujan dengan peluang tertentu dapat menggunakan persamaan (3):

𝑷 =𝒎

(𝒏+𝟏) (3)

dimana :

P : Peluang

m : Urutan kejadian menurut besarnya

n : Jumlah tahun pengukuran

Tinggi hujan dari suatu wilayah tangkapan air dapat diukur dengan pendekatan

rata-rata aritmatika, metode Isohiet maupun metode Polygon Thiessen. Cara paling

sederhana dalam menentukan presipitasi rata-rata adalah dengan menghitung rata-

rata aritmatika dari nilai-nilai presipitasi yang tercatat di stasiun-stasiun wilayah

tersebut. Menurut Linsley (1979), bila presipitasinya tidak seragam dan stasiun-

stasiun pencatatannya tidak tersebar dengan merata didalam daerah yang

bersangkutan, rata-rata aritmatika mungkin tidak tepat. Metode polygon Thiessen

didasarkan pada anggapan bahwa sebuah stasiun hujan dapat mewakili pengamatan

tebal hujan pada wilayah dengan unit luasan tertentu dan dibatasi oleh garis tegak

lurus yang menghubungkan stasiun hujan lainnya yang berada didekatnya. Bila

stasiun-stasiun yang ada terletak tersebar secara merata didaerah yang

7

bersangkutan, maka luas Thiessen akan sama, sehingga curah hujan rata-rata yang

dihitung akan sama. Persamaan yang digunakan adalah:

𝑷𝒓𝒂𝒕𝒂−𝒓𝒂𝒕𝒂 = 𝐏𝟏𝐀𝟏+ 𝐏𝟐𝐀𝟐+ ……+ 𝐏𝐧𝐀𝐧

𝐀𝟏+ 𝐀𝟐+ ……+ 𝐀𝐧. (4)

P= tinggi hujan (mm)

A= luas wilayah polygon Thiessen (km2)

Isohiet menggambarkan suatu garis dengan tebal hujan yang sama besarnya.

Persamaan yang digunakan adalah :

𝑷𝒓𝒂𝒕𝒂−𝒓𝒂𝒕𝒂 = 1 A

𝐏𝟏𝐀𝟏 + 𝐏𝟐𝐀𝟐 + … … + 𝐏𝐧𝐀𝐧 (5)

P= tinggi hujan (mm)

A= luas daerah diantara dua garis isohiet (km2)

Evapotranspirasi

Evapotranspirasi adalah perpaduan dua proses yakni evaporasi dan transpirasi.

Evaporasi adalah proses penguapan atau hilangnya air dari tanah dan badan-badan air

(abiotik), sedangkan transpirasi adalah proses keluarnya air dari tanaman (biotik) akibat

proses respirasi dan fotosistesis. Ada dua istilah evapotranspirasi yang umum

digunakan yaitu evapotranspirasi aktual dan potensial. Evapotranspirasi aktual

adalah air yang dikeluarkan yang tergantung pada kelembaban udara, suhu, dan

kelembaban relatif. Evapotranspirasi aktual merupakan nilai evapotranspirasi yang

sebenarnya terjadi pada suatu daerah. Sedangkan evapotranspirasi potensial adalah

sejumlah air yang menguap di bawah kondisi optimal diantara persediaan air yang

terbatas. Evapotranspirasi acuan (ETo) adalah nilai evapotranspirasi tanaman rumput-

rumputan yang terhampar menutupi tanah dengan ketinggian 8 – 15 cm, tumbuh secara

aktif dengan cukup air, untuk menghitung evapotranspirasi acuan (ETo) dapat

digunakan beberapa metode yaitu metode Penman, metode panci evaporasi, metode

radiasi, metode Blaney Criddle metode Penman modifikasi FAO (Sosrodarsono dan

Takeda 1983). Menurut Handayani 1992, ada beberapa tahap harus dilakukan dalam

menduga besarnya evapotranspirasi tanaman, yaitu menduga evapotranspirasi acuan,

menentukan koefisien tanaman kemudian memperhatikan kondisi lingkungan

setempat. Untuk wilayah dimana terdapat data suhu, kelembaban, arah dan

kecepatan angin, dan lama penyinaran matahari, disarankan untuk menggunakan

metode. Pendugaan nilai evapotranspirasi dengan metode Penman menggunakan

software Cropwat berdasarkan persamaan (6).

ETo = c [W.Rn + (1-W).f(u).(ea-ed)] (6)

dimana :

ETo : evapotransirasi tanaman acuan (mm/hari)

W : suhu-berhubungan dengan faktor pembobot

Rn : lama penyinaran matahari setara dengan evaporasi (mm/hari)

f(u) : faktor kecepatan angin

ea-ed : perbedaan antara tekanan jenuh dan aktual rata-rata

c : faktor penyesuaian

8

Doonrenbos dan Pruitt (1977) dalam Fitriana (2011), menjelaskan bahwa untuk

menghitung kebutuhan air tanaman berupa evapotranspirasi dengan persamaan (7).

ETc = Kc. Eto (7)

dimana :

ETc : Evapotranspirasi potensial tanaman (mm/hari)

ETo : evapotranspirasi acuan (mm/hari)

Kc : koefisien pertanaman

Koefisien konsumtif tanaman (Kc) didefinisikan sebagai perbandingan antara

besarnya evapotranspirasi potensial dengan evaporasi acuan tanaman pada kondisi

pertumbuhan tanaman yang tidak terganggu. Dalam hubungannya dengan

pertumbuhan dan perhitungan evapotranspirasi acuan tanaman (ETo), maka

dimasukkan nilai Kc yang nilainya tergantung pada musim, serta tingkat

pertumbuhan tanaman (Allen, et al., 1998).

Simpanan Air

Simpanan atau cadangan air merupakan besaran yang menunjukkan jumlah air

tersedia di dalam suatu batasan ruang tertentu, yang merupakan hasil interaksi

antara aliran masuk dan aliran keluar pada ruang tersebut. Menurut Thornthwaite

and Mather (1957), kapasitas cadangan lengas tanah bergantung pada dua faktor

yaitu jenis dan struktur tanah serta jenis tanaman yang terdapat pada permukaan

tanah tersebut. Kapasitas simpan air akan bergantung dengan laju infiltrasi yang

terjadi. Menurut Asdak (2007) Infiltrasi adalah aliran air masuk ke dalam tanah

sebagai akibat gaya kapiler (gerakan air ke arah lateral) dan gravitasi. Setelah

lapisan tanah bagian atas jenuh, kelebihan air tersebut mengalir ke tanah yang lebih

dalam sebagai akibat gaya gravitasi bumi dan dikenal sebagai perkolasi. Laju

maksimal gerakan air masuk ke dalam tanah dinamakan kapasitas infiltrasi.

Besarnya kadar air tanah pada suatu daerah perakaran dapat berubah-ubah dan

dipengaruhi oleh kapasitas infiltrasi serta daya menahan air (water holding

capacity) oleh tanah. Kemampuan tanah menahan air dipengaruhi antara lain oleh

tekstur tanah. Tanah-tanah bertekstur kasar daya menahan air lebih kecil daripada

tanah-tanah bertekstur halus. Perubahan kadar air tanah diidentifikasikan dengan

adanya perubahan kelembaban pada daerah perakaran. Batas maksimum simpanan

Tabel 4 Koefisien tanaman (Kc)

Jenis lahan Kc

Kebun campuran 0.8

Tegalan/ladang 0.9

Pemukiman 0

Sawah Irigasi 1.15

Semak belukar 0.8

Sawah tadah hujan 0.8

Rumput 0.8

Sumber : Doorenbos and Pruitt (1977) dalam Fitriana (2011)

9

air tanah adalah sebagian jumlah air yang dapat dipegang oleh tanah dengan

potensial sebesar 1/3 atmosfer (batas kapasitas lapang). Menurut Thonthwaite and

Mather (1957), kapasitas simpanan air tanah (Sto) dihitung dengan persamaan (8).

STo = (KLfc – KLwp) x dZ (8)

dimana :

KLfc : kadar lengas tanah kapasitas lapang (mm)

KLwp : kadar lengas tanah titik layu permanen (mm)

dZ : kedalaman jeluk tanah (mm)

Analisa perubahan cadangan lengas tanah pada suatu daerah, dapat dilakukan

dengan menggunakan persamaan (9):

△ST = STi – ST(i-1) (9)

dimana :

STi : cadangan lengas tanah pada bulan ke-i (mm/bulan)

Limpasan

Perhitungan neraca air dengan menggunakan persamaan Thornthwaite dapat

memberikan gambaran tentang CHlebih dan defisit air pada suatu wilayah. Jika curah

hujan yang turun lebih kecil dari evapotranspirasi aktual, akan terjadi defisit air.

Nilai defisit air merupakan jumlah air yang perlu ditambahkan untuk memenuhi

kebutuhan evapotranspirasi potensial (ETP) tanaman. Defisit air adalah selisih

antara nilai evapotranspirasi potensial (ETP) dan evapotranspirasi aktual (ETA)

yangditunjukkan dengan persamaan :

D = ETA - ETP (10)

dimana:

D : defisit air (mm/bulan)

Setelah simpan air mencapai kapasitas cadangan lengas tanah (water holding

capacity), kelebihan curah hujan akan dihitung sebagai CHlebih Air ini merupakan

kelebihan setelah air tanah terisi kembali. Dengan demikian CHlebih dihitung

sebagai nilai curah hujan dikurangi dengan nilai evapotranspirasi dan perubahan

kadar air tanah. Selanjutnya, CHlebih akan menjadi limpasan dan pengisian air tanah.

CHlebih dapat ditentukan dengan persamaan:

S = P – ETA (11)

dimana:

S : CHlebih (mm/bulan)

CHlebih kemudian akan diturunkan dalam bentuk limpasan dan pengisian air

tanah. Besarnya limpasan sebanding dengan nilai koefisien limpasan di wilayah

tersebut, sedangkan besarnya pengisian air tanah sebesar nilai CHlebih dikurangi

limpasan. Total limpasan dan pengisian air tanah dapat dikelola dan didayagunakan

sebagai suplai air (water supply).

10

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan, sejak bulan Februari sampai Mei

2014. Lokasi penelitian adalah wilayah administrasi Kabupaten Cianjur, Jawa

Barat. Analisis data dilakukan di Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut

Pertanian Bogor.

Alat dan bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat komputer dengan

program Microsoft Office (Word, Excel, Power Point), software Arc-Gis 10.1,

Software Cropwat 8.0, Software Giovanni-TRMM, Software Autocad 2010 dan alat

tulis. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan adalah data sekunder tentang kondisi

lingkungan Kabupaten Cianjur, seperti:

1. Peraturan daerah Kabupaten Cianjur tentang RTRW Kabupaten Cianjur tahun

2011-2031

2. Materi Teknis RTRW Kabupaten Cianjur Tahun 2011-2031

3. Peta RTRW Kabupaten Cianjur Tahun 2011-2031

4. Peta dan zonasi agroklimat Kabupaten Cianjur

5. Data suhu, kelembaban, lama penyinaran, ketinggian dan letak lintang, serta

kecepatan angin Kabupaten Cianjur

6. Data curah hujan bulanan Cianjur 10 tahun terakhir (Tahun 2004-2013)

7. Data jumlah penduduk dan kepadatannya di Kab. Cianjur

8. Data potensi air permukaan seperti debit sungai yang melintas

9. Data kejadian-kejadian degradasi lingkungan di Kabupaten Cianjur

Analisis Data

Tahapan penelitian terdiri dari:

1. Studi pustaka

Studi pustaka digunakan untuk mempelajari berbagai metode dalam

menentukan analisis daya dukung lingkungan berbasis neraca air serta

membandingkannya dengan kesesuaian Rencana Tata Ruang dan Wilayah

Kab. Cianjur Tahun 2011-2031.

2. Pengumpulan data dan informasi

Data yang diperlukan seluruhnya merupakan data sekunder. Data sekunder

yang dibutuhkan meliputi Dokumen Perda RTRW Kab. Cianjur, Peta RTRW

Kab. Cianjur, Peta agroklimat Kabupaten Cianjur, data curah hujan bulanan

Tahun 2004-2013, data suhu, kelembaban, lama penyinaran matahari,

ketingggian dan letak lintang, serta kecepatan angin, data jumlah dan

kepadatan penduduk Kab. Cianjur, data potensi air permukaan dan data potensi

air tanah Kab. Cianjur.

3. Pengolahan dan analisis data

a. Menghitung jumlah kebutuhan air dengan menggunakan persamaan (1)

11

b. Menghitung jumlah ketersediaan air dengan menentukan besarnya curah

hujan andalan pada masing-masing stasiun curah hujan. Curah hujan

andalan dihitung dengan metode Weibull, persamaan (2). Metode Weibull

tersebut dipilih dalam analisis ini karena metode Weibull merupakan

metode yang paling sering digunakan dalam penentuan curah hujan andalan

dengan asumsi nilai yang diperoleh paling mendekati kebenaran. Curah

hujan bulanan yang digunakan adalah curah hujan andalan dengan peluang

80%, hal ini berarti bahwa kisaran nilai curah hujan mulai dari nol hingga

nilai andalan dalam satu bulan memiliki peluang terlampaui sebesar 80%.

Menghitung rata-rata curah hujan andalan dalam wilayah Cianjur dengan

metode polygon Thiessen persamaan (4)

c. Menetukan status daya dukung lingkungan dengan membandingkan jumlah

ketersediaan air dan kebutuhan air di Kabupaten Cianjur menggunakan

Tabel 1.

d. Menentukan tipe agroklimat berdasarkan klasifikasi Oldeman (1975)

dengan menggunakan Tabel 2 dan Tabel 3.

e. Melakukan perhitungan evapotranspirasi dengan Persamaan (6) dan (7).

Nilai evapotranspirasi ditentukan dengan metode Penman.

f. Menghitung selisih hujan (P) dengan persamaan (2) dan evapotranspirasi

potensial (ETP).

g. Menghitung accumulated potential water losses (APWL) dengan akumulasi

air bulan ke-i = {Akumulasi air bulan ke-(i-1) + nilai P-ETP bulan i}. Nilai

negatif P-ETP menununjukkan potensi defisit air yang merupakan hasil

penjumlahan setiap bulannya. Untuk wilayah basah, jumlah P-E dari setiap

bulan bernilai positif. Oleh karena itu, perhitungan akumulasi kehilangan air

dimulai dari 0.

h. Menghitung kapasitas simpan air (water storage capacity (STo)). Tabel

penyimpanan air memberikan nilai penyimpanan air dalam tanah setelah

dikurangi dengan akumulasi kehilangan air yang terjadi. Nilai yang terdapat

pada tabel tersebut bergantung pada kapasitas cadangan lengas tanah dan

kedalaman akar. STo kemudian ditentukan dengan persamaan (5).

i. Menghitung cadangan lengas tanah (water holding capacity/St)

Nilai cadangan lengas tanah pada awal periode dianggap sama dengan nilai

cadangan lengas tanah maksimum (kapasitas simpan air tanah). Selanjutnya,

jika nilai P>ETP, nilai cadangan lengas tanah tidak akan berubah. Namun,

jika nilai P<ETP, nilai cadangan lengas tanah akan ditentukan dengan

persamaan (10), Jika Nilai STi> STo, maka:

STi=STo STi = {STi-1 + (P-ETP) } (12)

j. Menghitung perubahan cadangan lengas tanah (△St) dengan menggunakan

persamaan (6). Jika nilai cadangan lengas tanah sama dengan nilai kapasitas

simpannya, diasumsikan tidak terjadi perubahan dalam penyimpanan air.

k. Menghitung evapotranspirasi aktual (ETa)

Untuk bulan basah (P>ETp), maka ETa = ETp

Untuk bulan kering (P<ETp), maka ETa = P + | ∆St |

l. Menghitung defisit (D), dengan menggunakan persamaan (10).

m. Menghitung CHlebih/surplus air (S) yaitu pada kondisi P>Ep, dengan

persamaan neraca air Thornthwaite and Mather (11).

12

Perhitungan neraca air persamaan Thornthwaite dapat memberikan

gambaran surplus dan defisit air pada suatu wilayah. Setelah simpan air

mencapai kapasitas cadangan lengas tanah (water holding capacity),

kelebihan curah hujan akan dihitung sebagai surplus. Air ini merupakan

kelebihan setelah air tanah terisi kembali. Dengan demikian surplus dihitung

sebagai nilai curah hujan dikurangi dengan nilai evapotranspirasi dan

perubahan kadar air tanah. selanjutnya, surplus air akan menjadi limpasan

dan pengisian air tanah.

n. Membuat kurva neraca air.

o. Menghitung kontribusi nilai hasil neraca air dengan mengkonversi dalam

bentuk volume (m3) serta kurvanya.

p. Menentukan indikator degradasi lingkungan dengan me-review kejadian-

kejadian yang terkait dengan degradasi lingkungan, seperti kejadian banjir,

tanah longsor, kekeringan dan lain-lain.

q. Melakukan analisis kesesuaian status DDL dan agroklimat dengan dokumen

RTRW

r. Memberikan rekomendasi berupa rehabilitasi dan konservasi atau berupa

bangunan struktural teknik sipil dan vegetatif.

s. Melakukan pembuatan peta sebaran rencana konservasi berupa bangunan

struktur teknik sipil

Gambar 1 Kerangka Berpikir Penelitian

Analisis Daya Dukung Lingkungan Sumberdaya Air

Kepadatan

Penduduk

Curah Hujan

2004-2013 Data Iklim

2004-2013 Jenis Tanah

Data

Kejadian

Bencana

Water Footprint CHAndalan 80%

W.Bull

Evapotranspirasi

Potensial (ETp)

Penman

Water Holding

Capacity (WHC)

Status DDL-Air Tipe Agroklimat

Oldeman

Neraca Air

Thornthwaite

Indikator

Degradasi SDA

Analisis Muatan Lingkungan pada RTRW

13

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Wilayah Kabupaten Cianjur

Kondisi geografi Kabupaten Cianjur menjadi suatu aspek penting dalam

perencanaan pembangunan Kabupaten Cianjur berkaitan dengan potensi yang dapat

dikedepankan. Potensi pengembangan wilayah didasarkan pada hasil analisis

terhadap kondisi wilayah dan berbagai kemungkinan perkembangan di masa

mendatang. Beberapa kondisi umum geografis daerah yang dipertimbangkan antara

lain meliputi letak, luas, dan batas wilayah; kondisi geografi beberapa bagian

wilayah; karakteristik topografi, klimatologi, kondisi geologis, dan jenis tanah;

serta sumberdaya air berdasarkan hidrogeologi.

Secara geografis Kabupaten Cianjur terletak di tengah Propinsi Jawa Barat,

diantara 6021’ - 7025’ Lintang Selatan dan 106042’ - 107025’ Bujur Timur. Wilayah

Kabupaten Cianjur terbagi dalam 3 bagian : Wilayah Cianjur Utara, Wilayah

Cianjur Tengah, dan Wilayah Cianjur Selatan. Wilayah Cianjur Utara yang

merupakan dataran tinggi terletak di kaki Gunung Gede dengan titik tertinggi pada

ketinggian 2962 m dpl (meter di atas permukaan laut). Wilayahnya juga meliputi

daerah Puncak dengan ketinggian sekitar 1450 m, Kota Cipanas (Kecamatan

Cipanas dan Pacet) dengan ketinggian sekitar 1110 m, serta Kota Cianjur dengan

ketinggian sekitar 450 m di atas permukaan laut.

Sebagian wilayah ini merupakan dataran tinggi pegunungan dan sebagian

lagi merupakan perkebunan dan persawahan. Wilayah Cianjur Tengah merupakan

perbukitan, tetapi juga terdapat dataran rendah persawahan, perkebunan yang

dikelilingi oleh bukit - bukit kecil yang tersebar dengan keadaan struktur tanahnya

yang labil. Terakhir, Wilayah Cianjur Selatan merupakan dataran rendah yang

terdiri dari bukit - bukit kecil dan diselingi oleh pegunungan - pegunungan yang

melebar ke Samudra Hindia, di antara bukit-bukit dan pegunungan tersebut terdapat

pula persawahan dan ladang huma. Dataran terendah di selatan Cianjur mempunyai

ketinggian sekitar 7 m dpl. Setiap bagian wilayah memiliki kekhasan yang dapat

dimanfaatkan melalui pengembangan potensi dalam mendukung kegiatan

perekonomian masyarakatnya. Namun kondisi tersebut tidak terlepas pula dari

permasalahan yang dibatasi oleh kondisi geografis yang memiliki kerentanan dan

kelabilan tanah, sehingga dalam pengelolaannya diperlukan strategi yang tepat.

Secara Administrasi Wilayah Kabupaten Cianjur memiliki luas kurang lebih

361435 Ha (sumber : RTRW Kabupaten Cianjur), terdiri dari 32 kecamatan dengan

354 desa dan 6 kelurahan yang mencakup 2746 Rukun Warga dan 10384 Rukun

Tetangga. Kabupaten Cianjur berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Purwakarta

di sebelah Utara, Kabupaten Bandung dan Garut di sebelah Timur, Samudra

Indonesia di sebelah Selatan serta berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi di

sebelah Barat. Hingga Tahun 2012 jumlah penduduk di Kabupaten Cianjur

mencapai 2231107 jiwa. Hal ini mengalami peningkatan 0.94%dari tahun

sebelumnya. Data kepadatan penduduk dari Tahun 2006-2012 ditunjukkan dalam

Tabel 5.

14

Tabel 5 Data kepadatan penduduk Kabupaten Cianjur

Tahun

Jumlah Penduduk

(Jiwa)

Penambahan

(Jiwa)

Pertumbuhan (%)

2006 2125023

2007 2149121 24098 1.13

2008 2169984 20863 0.97

2009 2200346 30362 1.39

2010 2168514

2011 2210267 41753 1.89

2012 2231107 20840 0.94

Sumber : Cianjur dalam Angka 2012

Sungai Citarum merupakan sungai utama yang mengalir kebagian utara

dengan beberapa anak sungainya di Kabupaten Cianjur anatara lain Sungai Cibeet,

Sungai Cikundul, Sungai Cibalagung dan Sungai Cisokan. Sungai tersebut

membentuk sub-DAS yang merupakan bagian dari DAS Citarum yang bermuara di

Laut Jawa. Di bagian selatan terdapat Sungai Cibuni, Sungai Cisokan, Sungai

Cisadea, Sungai Ciujung dan Sungai Cilaki yang merupakan sub-DAS Cibuni-

Cilaki yang bermuara di Samudera Indonesia. DAS utama yang mengaliri wilayah

Cianjur seperti Tabel 6. Penggunaan lahan Cianjur seperti Tabel 7. Peta DAS di

Cianjur ditunjukkan dalam Gambar 2. Peta penggunaan lahan ditunjukkan dalam

Gambar 3.

Tabel 6 Daerah Aliran Sungai (DAS) di Wilayah Kabupaten/Kota

DAS & Sub. DAS Luas (Ha)

DAS Citarum 6540

Sub. Das Cibuni 279.4

Sumber: Dinas Pengelola Sumber Daya Air dan Pertambangan Kab. Cianjur

Tabel 7 Penggunaan lahan di Kabupaten Cianjur Tahun 2012

Penggunaan Lahan 2012 Luas (ha) Persentase

(%)

Sawah Irigasi 32999.01 9.13

Sawah Tadah Hujan 44539.60 12.32

Tegalan/Ladang 42329.00 11.71

Ladang/Huma 42694.00 11.81

Perkebunan 41416.00 11.46

Hutan Rakyat/Ditanami Pohon 85696.23 23.71

Belukar/Semak 9293.70 2.57

Sementara Tidak Diusahakan 1833.00 0.51

Pemukiman 3501.00 9.69

Air Tawar 25585.94 7.08

Rawa 33.50 0.01

Total 36143.98 100.00

Sumber: Cianjur Dalam Angka 2012

Gambar 2 Peta DAS di Kabupaten Cianjur

15

Gambar 3 Peta penggunaan lahan di Kabupaten Cianjur

16

17

Daya Dukung Lingkungan Sumberdaya Air

Status Daya Dukung Lingkungan

Pendekatan analisis daya dukung lingkungan berbasis neraca air yaitu

menggunakan nilai demand yang merupakan nilai Water Footprint. Pendekatan ini

dilakukan dengan membandingkan ketersediaan air hujan di Kabupaten Cianjur

(nilai CHandalan) dengan water footprint untuk menilai status daya dukung

lingkungannya. Ketersediaan air dinyatakan sebagai CHandalan dihitung dengan

peluang kejadian ≥ 50% (Prastowo, 2010). CHandalan yang digunakan adalah peluang

80%. Stasiun penakar hujan yang digunakan memiliki ketinggian berbeda antara

lain Stasiun Pacet, Stasiun Ciheulang, Stasiun Pasir Kuda dan Stasiun Leles.

Ketinggian stasiun tersebut berturut-turut 1130 m, 300 m, 450 m dan 117 m diatas

permukaan laut. Data curah hujan stasiun Pacet merupakan data pengukuran

lapangan dari Badan Metereologi dan Geofisika (BMKG) sedangkan data curah

hujan stasiun Ciheulang, Pasir Kuda dan Leles ini merupakan data citra satelit yang

didapat dengan menggunakan software Tropical Rainfall Measuring Mission

(TRMM). Data iklim stasiun Pacet dapat dilihat pada Lampiran 10. CHandalan dari

empat stasiun ini selanjutnya diolah dengan menggunakan Metode Poligon

Thiessen sehingga didapatkan CHandalan di Kabupaten Cianjur sebesar 2543.33

mm/tahun. Peta poligon Thiessen dapat dilihat pada Gambar 1. Peta sebaran curah

hujan Kabupaten Cianjur dapat dilihat pada lampiran 1. Perhitungan lengkap curah

hujan andalan ini dapat dilihat pada lampiran 2 dan lampiran 3.

Ketersediaan air dihitung dengan mengalikan nilai CHandalan dengan total

luasan wilayahnya. Sedangkan kebutuhan air didapatkan dengan mengalikan jumlah

penduduk dengan asumsi kebutuhan air untuk hidup layak sebesar 1600 m3

air/kapita/tahun. Dari hasil analisis yang dapat dilihat pada Tabel 8, pada tahun 2012

dengan jumlah penduduk 2231107 jiwa ketersediaan air di wilayah ini sebesar 9.16

x 109 m3/tahun dan kebutuhan air sebesar 3.57 x 109 m3/tahun, sehingga memiliki rasio

ketersediaan dan kebutuhan air sebesar 2.57. Berdasarkan Tabel 8 status daya

dukung lingkungan Kabupaten Cianjur adalah aman (sustain). Dilihat dari selisih

antara ketersediaan dan kebutuhan air di Kabupaten Cianjur terjadi surplus curah

hujan sebesar 5.59 x 109 m3/tahun.

Jika dilakukan analisis per bulan, dengan asumsi kebutuhan air tiap bulannya

adalah sama yaitu 2.97 x 108 m3/bulan, maka status daya dukung lingkungan setiap

bulannya akan berbeda. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 9. Pada bulan November-

Mei status daya dukung lingkungan adalah aman (sustain). Pada bulan Juni-

Agustus status daya dukung lingkungan adalah terlampaui (overshoot). Sedangkan

pada bulan September-Oktober status daya dukung lingkungannya aman bersyarat

(conditional sustain).

18

Gambar 4 Peta sebaran curah hujan Metode Poligon Thiessen

Tabel 8 Hasil analisis water footprint Kabupaten Cianjur

Sumber: Hasil Perhitungan

Parameter Nilai

Ketersediaan air (x109 m3/tahun) 9.16

Water Footprint (x109 m3/tahun) 3.57

Selisih (x109 m3/tahun) 5.59

Rasio 2.57

19

Tabel 9 Status daya dukung lingkungan Kabupaten Cianjur

Bulan Rasio Status DDL-air

Jan 3.86 Sustain

Feb 2.93 Sustain

Mar 3.75 Sustain

Apr 4.04 Sustain

Mei 2.48 Sustain

Jun 0.84 Overshoot

Jul 0.48 Overshoot

Agu 0.23 Overshoot

Sep 1.06 Conditional Sustain

Okt 1.61 Conditional Sustain

Nov 3.84 Sustain

Des 5.68 Sustain

Sumber: Hasil Perhitungan

Hubungan antara kepadatan penduduk dan curah hujan di Kabupaten Cianjur

dapat dilihat pada nomogram penetapan daya dukung lingkungan berbasis neraca air

pada Gambar 5. Dengan kepadatan penduduk 617 jiwa/km2 dan jumlah curah hujan

2534.3 mm/tahun. Kabupaten Cianjur pada tahun 2012 berada dalam status aman

(sustain). Maksud dari status sustain ini adalah wilayah Kabupaten Cianjur masih

dapat mendukung kegiatan produksi pangan, sandang, papan, dan industri sendiri.

Gambar 5 Penetapan status daya dukung lingkungan Kab. Cianjur dengan

menggunakan nomogram

20

Stasiun Pacet mewakili Cianjur bagian Utara dengan curah hujan 2974 mm dan

kepadatan penduduk sebesar 145 jiwa/km2 memiliki status daya dukung lingkungan

sustain. Stasiun Ciheulang mewakili Cianjur bagian Timur dengan curah hujan 2562

mm dan kepadatan penduduk 269 jiwa/km2 memiliki status daya dukung lingkungan

sustain. Stasiun Leles mewakili Cianjur bagian Barat dengan curah hujan 2501 mm

dan kepadatan penduduk 123 jiwa/km2 memiliki status daya dukung lingkungan

sustain. Stasiun Pasir Kuda mewakili Cianjur bagian Selatan dengan curah hujan

2487 mm dan kepadatan penduduk 98 jiwa/km2 juga memeiliki status daya dukung

lingkungan sustain.

Sumberdaya Iklim Untuk Pertanian (Agroklimat)

Dalam kaitannya dengan kebutuhan air untuk pertumbuhan tanaman,

khususnya tanaman pangan pada suatu wilayah, Oldeman (1975) dalam Prastowo

(2010), telah mengembangkan konsep zona agroklimat. Dengan mengetahui zona

agroklimat suatu wilayah, dapat diperkirakan daya dukung sumberdaya iklim untuk

mengembangkan pertanian pada wilayah tersebut. Berdasarkan konsep bulan basah

dan bulan kering menurut Oldeman (1975), bulan basah memiliki curah hujan

berturut-turut >200 mm/bulan dan bulan kering memiliki curah hujan berturut-turut

<100 mm/bulan. Untuk Pembagian zona agroklimat Kabupaten Cianjur seperti

Tabel 10.

Tabel 10 Sumberdaya iklim untuk pertanian Kabupaten Cianjur

Stasiun

Bulan

Basah

Bulan

Kering

Tipe

Zona

Penjelasan

Pacet, Pasir

Kuda dan

Leles

8 1 B1

Sesuai untuk padi terus menerus

dengan perencanaan awal musim

tanam yang baik. Produksi tinggi

bila panen pada kemarau.

Ciheulang

8

2 B2

Dapat tanam padi dua kali setahun

dengan varietas umur pendek dan

musim kering yang pendek cukup

untuk tanaman palawija.

Sumber: Hasil Perhitungan

Jika merujuk Peta Kalender Tanam Padi Sawah Kabupaten Cianjur yang

bersumber dari Balai Penelitian Agroklimat dan hidrologi, pada tahun 2012

Kabupaten Cianjur didominasi oleh pertanian tipe B1, yaitu sesuai untuk padi terus

menerus dengan perencanaan awal musim tanam yang baik. Produksi tinggi bila

panen pada kemarau. Terkecuali untuk Kecamatan Cugenang yang termasuk

kedalam zona agroklimat C1, yaitu Tanaman padi dapat sekali dan palawija dua

kali setahun serta Kecamatan Campaka yang termasuk kedalam zona agroklimat

A1 dan A2, yaitu sesuai untuk padi terus menerus tetapi produksi kurang karena

pada umumnya kerapatan fluks radiasi surya rendah sepanjang tahun. Peta Kalender

Tanam Padi Sawah ini dapat dilihat pada Lampiran 4.

Kab. Cianjur

21

Potensi Suplai Air

Pada hirarki analisis ini dapat menggunakan data potensi air permukaan

berupa debit sungai, debit intake, volume dan muka air

waduk/reservoir/embung/situ. Selain itu data potensi airtanah dapat berupa peta

hidrogeologi, hasil analisis cadangan airtanah, safe yields, debit pemompaan

optimum, debit mata air, serta parameter potensi airtanah lainnya. Pada penelitian

ini potensi suplai air dikaji dari data potensi air permukaan yang terdapat di

Kabupaten Cianjur berupa debit sungai Citarum.

Sungai Citarum merupakan sungai utama yang mengalir ke bagian utara

dengan beberapa anak sungainya di Kabupaten Cianjur antara lain Sungai Cibeet,

Sungai Cikundul, Sungai Cibalagung dan Sungai Cisokan. Sungai-sungai tersebut

membentuk sub-DAS Citarum yang bermuara ke Laut Jawa. Di bagian selatan

terdapat Sungai Cibuni, Sungai Cisokan, Sungai Cisadea, Sungai Ciujung dan

Sungai Cilaki yang merupakan sub-DAS Cibuni-Cilaku yang bermuara di

Samudera Indonesia. Debit air permukaan Sungai Citarum Tahun 2010 ditunjukkan

pada Tabel 11.

Tabel 11 Debit Sungai Citarum Tahun 2010

Bulan Q (m3/det)

Jan 4312.25

Feb 5997.5

Mar 6394

Apr 7034.5

Mei 4157.5

Jun 1631.75

Jul 1104.75

Agu 897.25

Sep 518

Okt 1056.25

Nov 1712.5

Des 3515.5

Sumber: PSDA Prov.Jabar dalam Profil Cianjur 2011

Tabel 12 Kebutuhan air aktual Kabupaten Cianjur Tahun 2012

Kebutuhan Air Debit (m3/detik)

Domestik 2.58

Pertanian 93.04

Peternakan 0.13

Perikanan 0.002

Industri 0.04

Non Domestik 1.03

Jumlah 96.82

Sumber: Hasil Perhitungan

22

Berdasarkan Tabel 12, jumlah kebutuhan air aktual untuk semua kegiatan

domestik, non-domestik, pertanian, peternakan, perikanan dan industri adalah

sebesar 96.82 m3/detik. Air permukaan berupa sungai maupun situ/rawa merupakan

potensi air yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan air berbagai sektor

kegiatan ini. Dengan debit minimum sebesar 518 m3/detik, Sungai Citarum

merupakan salah satu potensi air permukaan yang dapat dimanfaatkan untuk

memenuhi kebutuhan air aktual. Perhitungan lengkap kebutuhan air aktual terdapat

pada Lampiran 5.

Terdapat tiga buah waduk yang memanfaatkan aliran Sungai Citarum yaitu

Jatiluhur, Cirata dan Saguling. Waduk Cirata mempunya luas genangan 6400 Ha

dengan lebih dari 3400 Ha-nya menggenangi wilayah Kabupaten Cianjur.

Genangan tersebut merupakan sumber air permukaan/ penampung air yang dapat

dimanfaatkan sebagai pengairan persawahan, pembangkit tenaga listrik dengan

kapasitas 550 MW jam/tahun serta pengembangan budidaya perikanan darat dan

pariwisata. Selain sungai, potensi air permukaan di Kabupaten Cianjur adalah

adanya situ/rawa yang terdapat di Kecamatan Pagelaran, Tanggeung, Cibinong dan

Kadupandak. Terdapat sekitar 16 situ/rawa mencakup luas 33.50 Ha dengan

perkiraan volume air 594300 m3 dan mampu mengairi sawah sebanyak 1431 Ha.

Debit air situ/rawa di wilayah ini sebesar 2.042 m3/detik dan mampu memenuhi 6%

kebutuhan air aktual di Kabupaten Cianjur. Potensi suplai air dan kebutuhan air

aktual ditunjukkan Gambar 6.

Gambar 6 Grafik potensi suplai air permukaan dan kebutuhan air aktual

Menurut Ward dan William (1995) dalam Prastowo (2010), curah hujan lebih

(CHlebih) dalam bentuk limpasan maupun pengisian air tanah, merupakan potensi

suplai air yang dapat dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan air irigasi,

domestik, dan pembangkit listrik tenaga air. Oleh karena itulah diperlukan analisis

neraca air untuk menghitung potensi air dari nilai limpasan dan pengisisan air tanah

di Kabupaten Cianjur.

23

Indikator Degradasi Sumberdaya Air

Analisis daya dukung lingkungan sumberdaya air dapat ditinjau dari

berbagai indikator kerusakan lingkungan seperti banjir, kekeringan maupun tanah

longsor. Hal ini diakibatkan terjadinya penurunan kualitas daya dukung lingkungan

dan perubahan tata guna lahan akibat aktivitas manusia seperti penggundulan hutan

diwilayah tangkapan air serta meluasnya aktivitas penambangan diwilayah

kawasan lindung di Kabupaten Cianjur.

Pada tanggal 14 November 2008, banjir terjadi di Desa Cihaur, Desa

Cibokor dan Desa Muara Kecamatan Cibeber Kabupaten Cianjur sedangkan

longsor terjadi di Kampung Nyalindung, Desa Girimukti Kecamatan Campaka,

Kabupaten Cianjur. Kejadian ini mengakibatkan 15 orang meninggal dan puluhan

lainnya luka-luka, 310 orang terpaksa harus berada ditempat pengungsian, 30 unit

rumah tertimbun, 5 rumah hanyut dan 15 unit rusak berat. Pada tanggal 2 April

2012, tanah longsor terjadi di Kecamatan Mande. Kejadian ini mengakibatkan jalan

terputus, jembatan gantung terputus, irigasi rusak serta TPT Sungai Cibalagung

rusak sepanjang 79 m.

Berdasarkan peta rawan bencana Kabupaten Cianjur, tingkat kerawanan

daerah tempat kejadian bencana ini yaitu Kecamatan Cibeber, Kecamatan Campaka

dan Kecamatan Mande termasuk kedalam daerah rawan bencana banjir. Namun

berdasarkan hasil analisis tingkat kerawanan banjir dan longsor yang dilakukan

Balai Pengelola Daerah Aliran Sungai Citarum-Ciliwung (BPDASCW),

Kecamatan Campaka dan Mande juga dimasukkan kedalan daerah rawan longsor.

Kejadian ini dipengaruhi dua faktor, yaitu faktor alami dan faktor manajemen.

Secara alami, kejadian banjir ini disebabkan tingginya rata-rata hujan harian

maksimum yang mencapai 120mm/hari. Bentuk DAS yang agak bulat dengan

kerapatan drainase terlalu rapat sehingga potensi terjadinya banjir semakin tinggi

pula. Kejadian bencana tanah longsor jika dilihat dari faktor alami disebabkan oleh

hujan harian kumulatif 3 hari berurutan di tempat kejadian adalah sebesar >300

mm sehingga menimbulkan bencana banjir bandang. Selain itu tempat kejadian

tanah longsor ini berada pada patahan/sesar sehingga tempat kejadian ini masuk

kedalam kategori daerah rawan longsor tinggi. Penggunaan lahan untuk kebun

campuran/tegalan mengakibatkan daerah tersebut rawan longsor tinggi.

Secara umum hujan yang menyebabkan banjir adalah curah hujan >100 mm.

Di kabupaten Serang misalnya, hujan 130 mm sudah dapat menyebabkan banjir.

Namun lain halnya dengan Kabupaten Lebak, curah hujan 210 mm baru bisa

menyebabkan banjir. Berdasarkan klasifikasi BMKG, intensitas curah hujan yang

terjadi saat banjir tergolong disebabkan hujan lebat maupun sangat lebat. Hal ini

dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13 Klasifikasi hujan berdasarkan intensitas hujan

Jenis Hujan Intensitas Hujan

Hujan Ringan 5-20 mm/hari

Hujan Sedang 20-50 mm/hari

Hujan Lebat 50-100 mm/hari

Hujan Sangat Lebat >100 mm/hari

Sumber : Badan Metereologi, Klimatologi dan Geofisika

24

Kejadian banjir dan tanah longsor dapat diatasi dengan membangun sistem

waduk/situ/embung. Waduk/situ/embung dapat menampung kelebihan air saat

terjadi banjir. Selain itu waduk/embung/situ juga dapat dimanfaatkan sebagai

alternatif potensi pembangkit listrik tenaga air (PLTA). Skema kejadian banjir dan

longsor ditunjukkan pada Gambat 7 dan Gambar 8.

Gambar 7 Skema sempadan sungai

Sumber : Maryono (2007)

Gambar 8 Skema terjadinya tanah longsor ( landslide )

Analisis Neraca Air

Parameter masukan yang digunakan dalam perhitungan neraca air yaitu

presipitasi, evapotranspirasi dan kapasitas simpan air. Presipitasi (P) atau curah

hujan yang digunakan adalah curah hujan andalan (CHandalan) dengan peluang 80%.

Parameter selanjutnya yaitu nilai evapotranspirasi potensial (ETP). Menurut

Doorenbos dan Pruitt (1977), untuk wilayah dimana terdapat data suhu,

kelembaban, arah dan kecepatan angin, dan lama penyinaran matahari, disarankan

untuk menggunakan metode Penman. Nilai ETP didapat dengan mengalikan nilai

evapotranspirasi acuan (ETo) dengan koefisien tanaman (Kc). Nilai Kc sangat

25

berpengaruh terhadap besarnya nilai ETP. Gambaran grafik CHandalan dan nilai ETP

Tahun 2012 disajikan pada Gambar 9.

Gambar 9 Grafik presipitasi dan evapotranspirasi potensial (ETP)

Berdasarkan Gambar 9, pada bulan Juli dan Agustus nilai curah hujan (CH)

lebih kecil dibandingkan nilai evapotranspirasi potensial (ETP) nya. Hal ini

menunjukkan pada bulan-bulan tersebut terjadi defisit curah hujan. Pada bulan

September sampai Juni, nilai CH lebih besar dibandingkan ETP sehingga pada

bulan-bulan tersebut terjadi surplus air hujan. Nilai evapotranspirasi aktual pada

suatu wilayah sebenarnya bergantung dengan nilai koefisien tanaman pada jenis

tutupan lahannya. nilai Kc ditentukan secara tetimbang sesuai proporsi luasan

penutupan lahan. Dalam komposisi luas hutan, diasumsikan semua jenis tanaman

sama dan nilai Kc yg digunakan adalah 0.9 untuk wilayah hutan dan 0.4 untuk

wilayah lainnya. Untuk komposisi luas pemukiman, nilai Kc yg digunakan adalah

0 untuk pemukiman karena tidak ada tanaman dan 0.9 untuk wilayah lainnya.

Parameter masukan yang dibutuhkan selanjutnya adalah kapasitas simpan air.

Menurut Thornthwaite and Mather (1957), kapasitas cadangan lengas tanah

bergantung pada dua faktor yaitu jenis dan struktur tanah serta jenis tanaman yang

terdapat pada permukaan tanah tersebut. Nilai STo akan sangat dipengaruhi oleh

jenis penutupan lahan. Oleh sebab itu, nilai STo pada setiap persentase hutan akan

berbeda. Nilai STo ditentukan secara tertimbang sesuai proporsi luasan penutupan

lahan. Nilai STo ditentukan dengan cara tertimbang sesuai proporsi luasan

penutupan lahan. Kabupaten Cianjur pada umumnya terdiri dari tanah latosol dan

Grumusol yang bertekstur liat. Untuk jenis tanah di setiap persentase luas hutan dan

luas pemukian sama yaitu tanah liat. Dalam hal ini pada persentase wilayah hutan

digunakan nilai STo sebesar 350 mm untuk wilayah hutan dan 87,5 untuk wilayah

lainnya. Sedangkan pada persentase wilayah pemukiman digunakan nilai STo

sebesar 0 untuk pemukiman dan 175 untuk wilayah lainnya. Tabel perhitungan

lengkap nilai Kc, STo, dan C dapat dilihat pada Lampiran 6.

Dalam metode Neraca Air Thornthwaite & Mather dapat dihasilkan analisis

tentang awal penggunaan air dalam tanah oleh tanaman untuk evapotranspirasi, saat

terjadinya surplus air, saat terjadinya defisit air dan awal proses pengisian kembali

simpanan air tanah (recharge). Dalam perhitungan neraca air wilayah Kabupaten

Cianjur Tahun 2012 digunakan nilai Kctetimbang sebesar 0,74, STotetimbang 153,42 dan

Ctetimbang 0,46. Hasil analisis neraca air pada tahun 2012 dengan beberapa parameter

0

50

100

150

200

250

300

350

400

450

500

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

Pa

ram

eter

(m

m)

Bulan

Presipitasi ETP

26

dapat dilihat pada Tabel 14. Perhitungan lengkap neraca air untuk Tahun 2012

terdapat pada Lampiran 7.

Tabel 14 Hasil analisis neraca air wilayah Kab. Cianjur

Bulan Defisit air CHlebih Limpasan

Pengisian Air

Tanah

(mm) (mm) (mm) (mm)

Jan 0 253 116 137

Feb 0 181 83 98

Mar 0 244 112 132

Apr 0 266 122 143

Mei 0 142 65 77

Jun 0 7 3 4

Jul 3 0 0 0

Agu 18 0 0 0

Sep 0 0 0 0

Okt 0 0 0 0

Nov 0 229 105 123

Des 0 404 186 218

Jumlah 21 1724 793 931

Gambar 10 Grafik defisit-surplus neraca air Kab. Cianjur

Berdasarkan Tabel 14, dalam satu tahun nilai simpanan air tanah sebesar 931

mm dan limpasan air sebesar 793 mm. Meskipun demikian, pada bulan Juli sampai

Agustus terjadi defisit air sebesar 21 mm, sedangkan pada bulan November sampai

Juni mengalami surplus air sebesar 1724 mm. Kelebihan air pada bulan-bulan basah

ini dapat ditampung dengan memanfaatkan suatu bangunan konstruksi seperti

waduk/situ atau embung. Pasokan air yang ditampung saat bulan basah ini dapat

digunakan sebagai potensi sulai air ketika terjadi kekurangan air di bulan-bulan

kering. Kondisi surplus dan defisit neraca air dapat dinyatakan dalam Gambar 10.

-50,00

0,00

50,00

100,00

150,00

200,00

250,00

300,00

350,00

400,00

450,00

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

Nia

li P

aram

eter

Ner

aca

Air

(m

m)

Bulan

Defisit air CHlebih

27

Untuk mendapatkan hubungan ketersedian air dengan proporsi tutupan lahan

maka dapat digunakan analisis neraca air dengan berbagai komposisi tutupan lahan.

Dalam hal ini digunakan skenario komposisi luas hutan dan luas pemukiman.

Skenario komposisi luas hutan yang digunakan adalah 0%, 10%, 20%, 30%, 40%,

50%, 60%, 70%, 80%, 90%, dan 100%. Penambahan komposisi luas hutan akan

menyebabkan nilai CHlebih dan limpasan semakin menurun sedangkan pengisian air

tanah akan meningkat. Perbandingan ideal antara limpasan dan pengisisan air tanah

terhadap CHlebih adalah 50:50 (Falkenmark and Rockstrom 2004 dalam Fitriana

2011). Persentase luas hutan di Kabupaten Cianjur pada Tahun 2012 sebesar

23.71 %. Dari skenario luas hutan tersebut didapatkan hasil analisis neraca air

seperti Tabel 15 dan Gambar 11.

Penambahan komposisi luas hutan akan menyebabkan nilai CHlebih semakin

menurun. Hal tersebut juga berlaku untuk nilai limpasan, sebab limpasan memiliki

hubungan berbanding lurus dengan nilai CHlebih. Namun demikian nilai pengisian

air tanah akan semakin meningkat sebab pengisian air tanah memiliki hubungan

berbanding terbalik dengan limpasan. Pada Tahun 2012 dengan persentase luas

hutan 23.71%, CHlebih di Kabupaten Cianjur sebesar 1958 mm, Limpasan yang

terjadi sebesar 1054 mm sedangkan pengisian air tanahnya sebesar 903 mm.

Menurut Undang-Undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, luas hutan

minimum adalah 30 % sedangkan berdasarkan Gambar 11, kurva neraca air untuk

beberapa skenario komposisi luas hutan akan berada pada kondisi aman apabila

luas hutan minimal 32%. Kondisi eksisting masih jauh dari batas minimum

sehingga untuk memenuhi kekurangan ini diperlukan alih fungsi lahan pertanian

kering yang berada didekat hutan sebesar 7% untuk menjadi kawasan hutan

kembali. Apabila kondisi minimum ini tidak tercapai maka dengan nilai run off

sebesar 793 mm dan pengisisan air tanah sebesar 931 mm maka akan menyebabkan

banjir pada musim penghujan serta kekeringan pada musim kemarau. Perhitungan

lengkap neraca air untuk setiap komposisi luas hutan terdapat pada lampiran 8.

Tabel 15 Hasil analisis neraca air untuk komposisi luas hutan

Proporsi Luasan Skenario Luas Hutan

CHlebih (mm) Limpasan (mm) pengisian air tanah (mm)

0% 2088 1357 731

10% 2033 1220 813

20% 1978 1108 870

23.71% 1958 1054 903

30% 1923 981 942

40% 1869 860 1009

50% 1814 762 1052

60% 1759 651 1108

70% 1704 545 1159

80% 1650 452 1198

90% 1596 367 1229

100% 1544 278 1266

Sumber: Hasil Perhitungan

28

Gambar 11 Kurva hasil analisis neraca air untuk berbagai komposisi luas hutan

Analisis Muatan Lingkungan RTRW Kabupaten Cianjur

Perencanaan tata ruang wilayah Kabupaten Cianjur didasarkan pada kajian

yang bersifat objektif dan menjadi dasar dari sinergitas pengembangan Kabupaten

Cianjur dengan memperhatikan isu pengembangan wilayah, potensi yang dapat

dikedepankan, persoalan-persoalan yang dapat menghambat dalam proses

pengembangan wilayah. Untuk menjamin kelestarian lingkungan dan

keseimbangan pemanfaatan sumberdaya alam di Kabupaten Cianjur sesuai dengan

prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development), maka perlu

dimantapkan bagian-bagian wilayah yang akan atau tetap memiliki fungsi lindung

dan budidaya.

Muatan lingkungan dalam rencana struktur ruang wilayah ini disusun dalam

bentuk rencana jaringan sumberdaya air. Dalam kaitannya dengan kesesuaian daya

dukung lingkungan sumberdaya air, muatan lingkungan dalam rencana struktur

ruang dihubungkan dalam rencana sistem jaringan sumberdaya air. Berdasrkan

RTRW Kabupaten Cianjur, pengembangan sistem jaringan sumberdaya air di

Kabupaten Cianjur meliputi sistem wilayah sungai (WS), sistem situ, waduk dan

embung, sistem jaringan irigasi, sistem pengelolaan air baku untuk air minum,

sistem jaringan air bersih, serta sistem pengendalian banjir. Dari hasil analisis status

daya dukung lingkungan sumberdaya air yang di tuangkan dalam RTRW

Kabupaten Cianjur, untuk mengatasi kelebihan air pada saat tejadi surplus akan

digunakan sistem situ, waduk dan embung pada wilayah-wilayah yang mengalami

surplus air. Penampungan kelebihan air ini juga sebagai alternatif suplai air ketika

terjadi defisit air di wilayah-wilayah tertentu. Selain itu sistem pengendali banjir

yang dapat diterapkan dengan melakukan normalisasi sungai, pembangunan sumur

29

resapan pada kawasan pemukiman, pengelolaan daerah tangkapan air,

pembangunan dan rehabilitasi embung, reboisasi kawasan resapan air dan

pengendalian kawasan lindung sempadan sungai.

Dalam rencana pola ruang wilayah Kabupaten Cianjur, daya dukung

lingkungan (DDL) dijadikan pertimbangan dalam menyusun rencana kawasan

pertanian, kawasan kehutanan dan kawasan rawan bencana. Berdasarkan RTRW

Kabupaten Cianjur, kawasan peruntukan pertanian dipertahankan sebagai kawasan

tanaman pangan berkelanjutan yaitu berupa pertanian pangan lahan basah seluas

21502 Ha dan pertanian pangan lahan kering seluas 42936 Ha.

Pola ruang pertanian pangan lahan basah bertujuan untuk mendukung

perekonomian lokal di kawasan sekitarnya dan pengembangan perekonomian

wilayah Kabupaten Cianjur. Pengembangan kawasan pertanian pangan lahan basah

berdasarkan pada pertimbangan kondisi eksisting dan kemampuan daya dukung

lingkungannya. Wilayah potensial untuk pengembangan pertanian pangan lahan

basah dan lahan kering meliputi hampir seluruh kecamatan di Kabupaten Cianjur.

Padi, jagung dan kedelai ditetapkan sebagai komoditas utama dan prospektif

pengembangan komoditas lain adalah kacang tanah dan ubi jalar. Hal ini sesuai

dengan hasil analisis daya dukung lingkungan sumberdaya air yang menunjukkan

bahwa pola pertanian agroklimat yang dapat dikembangkan di Kabupaten Cianjur

berupa tanaman padi dan palawija yang pola penanamannya dapat disesuaikan

dengan curah hujan setempat. Pada tahun 2012 dapat ditanami pada duakali setahun

dan tanaman palawija pada bulan-bulan kering.

Pemanfaatan ruang untuk kawasan hutan dibagi menjadi dua, yaitu kawasan

hutan lindung dan kawasan hutan produksi. Hutan lindung merupakan kawasan

hutan yang karena keadaan sifat alamnya diperuntukkan guna pengaturan tata air,

pencegahan bencana banjir dan erosi serta pemeliharaan kesuburan tanah. Kondisi

kualitas dan kuantitas air di Kabupaten Cianjur semakin berkurang. Hal ini akan

berdampak pada degradasi lingkungan, dimana merupakan ancaman bagi mahluk

hidup dan lingkungannya. Salah satu penyebab penurunan kualitas dan kuantitas air

adalah terjadinya pengurangan luas hutan lindung.

Hutan produksi merupakan kawasan hutan yang diperuntukkan guna

produksi hasil hutan untuk memenuhi keperluan masyarakat pada umumnya dan

khususnya untuk pembangunan industri dan ekspor. Kawasan hutan produksi akan

dikembangkan dalam rangka mendukung perekonomian wilayah dan kelestarian

alam dan lingkungan (ekosistem). Dalam rangka mendukung perekonomian

wilayah, hutan produksi merupakan salah satu komponen yang dapat

diperhitungkan mengingat potensi dari sektor ini cukup dapat menunjang

perekonomian wilayah. Saat ini luas hutan produksi terus berkurang akibat adanya

alih fungsi lahan hutan produksi menjadi fungsi lain.

Berdasarkan hasil analisis daya dukung lingkungan sumberdaya air,

perhitungan neraca air menunjukkan bahwa persentase luas kawasan hutan

minimum yang sebaiknya dipenuhi adalah 32% dari total luas wilayahnya. Hal ini

sesuai dengan rencana pola ruang kawasan hutan yang tercantum dalam dokumen

RTRW Kabupaten Cianjur yaitu sebesar 32.74 %. Pada rencana pola ruang

dinyatakan bahwa luas kawasan hutan lindung sebesar 44809 Ha atau 12.39 % serta

kawasan hutan budidaya sebesar 73538 Ha atau 20.35 %. Pada kondisis eksisting,

Tahun 2012 luas kawasan hutan yang tersedia hanya mencapai 85696 Ha atau

sekitar 23.71 % saja. Kondisi ini menunjukkan penurunan luasan hutan dari tahun

30

sebelumnya, yaitu sekitar 91470.71 Ha atau 25.3 % pada tahun 2010 serta 89290.03

Ha atau 24.7 % pada tahun 2011. Indikasi penurunan luasan kawasan hutan ini

diantaranya diakibatkan menurunnya kualitas sumberdaya hutan yang berefek pada

penurunan hasil hutan serta adanya peralihan penggunaan lahan dari sektor

kehutanan ke sektor non-hutan seperti pemukiman, villa, perkebunan dan lain-lain.

Apabila persentase luas hutan tidak diperbaiki sesuai keadaan minimum maka

kedepannya semakin sedikit jumlah air yang mampu ditahan dan diserapkan

kedalam tanah. Keadaan ini lambat laun akan menurunkan jumlah muka air tanah

sehingga tidak jarang saat musim hujan kejadian erosi, banjir dan tanah longsor

semakin meningkat akibat tingginya laju limpasan yang terjadi sedangkan saat

musim kemarau terjadi kekeringan.

Salah satu pertimbangan terjadinya degradasi lingkungan adalah dengan

mereview kejadian-kejadian degradasi sumberdaya air. Dalam materi teknis RTRW

Kabupaten Cianjur, pemerintah menetapkan wilayah ini berada pada kawasan

rawan bencana banjir, tanah longsor dan tsunami. Kawasan rawan banjir meliputi

Kecamatan Ciranjang, Sukaluyu, Haurwangi, Cilaku, Cibeber, Kadupandak, Cijati,

Agrabinta, Sindangbarang, dan Cidaun. Kawasan rawan gerakan tanah longsor

meliputi Kecamatan Agrabinta, Bojong Picung, Campaka, Campakamulya,

Cianjur, Cibeber, Cibinong, Cidaun, Cijati, Cikadu, Cikalongkulon, Cilaku,

Cipanas, Ciranjang, Cugenang, Gekbrong, Haurwangi, Kadupandak,

Karangtengah, Leles, Mande, Naringgul, Pacet, Pagelaran, Pasirkuda, Sukaluyu,

Warungkondang. Kawasan rawan tsunami dan gelombang pasang meliputi

Kecamatan Agrabinta, Sindangbarang, dan Cidaun. Pada kondisi eksisting,

Kabupaten Cianjur termasuk kedalam wilayah rawan bencana banjir dan

kekeringan. Kejadian kekeringan di Kabupaten Cianjur belum dipetakan atau

dimasukkan kedalam kawasan rawan bencana, oleh karena itulah kedepannya perlu

dilakukan perbaikan dalam penyusunan RTRW setempat. Peta rawan bencana

dapat dilihat pada Lampiran 9.

Arahan Pengelolaan Limpasan

Nilai CHlebih merupakan nilai dalam bentuk limpasan dan pengisian air tanah.

Limpasan dan pengisian air tanah merupakan potensi air yang dapat dimanfaatkan.

Limpasan dan pengisian air tanah dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan penduduk

dengan cara yang berbeda. Metode konservasi yang dapat dilakukan adalah

pembuatan sumur resapan, embung/waduk dan lain-lain. Pada RTRW Kabupaten

Cianjur, waduk merupakan metode konservasi yang telah di kembangkan dengan

dibangunnya Waduk Cisokan di Kecamatan Ciheulang. Waduk Cisokan ini selain

berfungsi sebagai sumber potensi suplai air juga dimanfaatkan sebagai pembangkit

listrik tenaga air (PLTA) Cisokan. Tinggi dam ini direncanakan sekitar 200 m

dengan lebar puncak mencapai 10 m. Waduk ini direncanakan akan dibangun 2 unit

berupa waduk atas dan waduk bawah berkapasitas 10 juta m3.

Pembuatan sumur resapan juga efektif dalam pengelolaan limpasan dan

pengisian air tanah. Adanya sumur resapan akan memberikan dampak

berkurangnya limpasan permukaan. Air hujan yang semula jatuh keatas permukaan

genteng tidak langsung mengalir ke selokan tetapi dialirkan melalui pipa kemudian

ditampung kedalam sumur resapan. Akibatnya air hujan tidak menyebar ke halaman

31

atau langsung terbuang ke selokan sehingga akan mengurangi terjadinya limpasan

permukaan.

Sumur resapan air merupakan rekayasa teknik konservasi air yang berupa

bangunan yang dibuat sedemikian rupa sehingga menyerupai bentuk sumur gali

dengan kedalaman tertentu yang berfungsi sebagai tempat menampung air hujan

diatas atap rumah dan meresapkannya ke dalam tanah (Dephut,1994). Menurut

Pasaribu 1999, manfaat yang dapat diperoleh dengan pembuatan sumur resapan air

antara lain mengurangi aliran permukaan dan mencegah terjadinya genangan air

sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya banjir dan erosi, mempertahankan

tinggi muka air tanah dan menambah persediaan air tanah, mengurangi atau

menahan terjadinya intrusi air laut bagi daerah yang berdekatan dengan wilayah

pantai, mencegah penurunan atau amblasan lahan sebagai akibat pengambilan air

tanah yang berlebihan dan mengurangi konsentrasi pencemaran air tanah.

Menurut penelitian Santosa 2009, dengan intensitas hujan sebesar 16.89

mm/jam, dalam 1 hektar luas tanah/kavling yang tertutup bangunan beton dapat

dibangun 54 sumur resapan dengan ukuran 1m x 1m dan kedalaman 3m. Setiap

terjadi hujan, 1 buah sumur resapan ini mampu menampung dan meresapkan 1,6

m3 limpasan. Jika semua pemukiman diwajibkan membangun sumur resapan maka

jumlah sumur resapan yang wajib dibangun adalah 1.25 juta sumur.

s

lo

p

e

1

:3

.2

0

muka air norm

al

muka air banjir

SKEM

A PO

TON

GA

N M

ELINTA

NG

DA

M C

ISOK

AN

TIPE ROC

KFILL D

AM

Uru

ga

n B

atu

Filte

r

le

mp

un

g

DEPA

RTEM

EN TEK

NIK

SIPILD

AN

LING

KU

NG

AN

FAK

ULTA

S TEKN

OLO

GI PER

TAN

IAN

INSTITU

T PERTA

NIA

N B

OG

OR

2014

GA

MB

AR

13

SKEM

A D

AM

CISO

KA

N

SKA

LA :

C:\U

sers\U

ser pc\D

esktop\index.jpg

SATU

AN

:

NA

MA

:

MELIN

DA

NR

P :

F44100055

DO

SEN PEM

BIM

BIN

G :

DR

. IR. PR

ASTO

WO

, M.EN

G

JUD

UL PEN

ELITIAN

:

KA

JIAN

DA

YA

DU

KU

NG

LING

KU

NG

AN

BER

BA

SIS NER

AC

A A

IRD

I KA

BU

PATEN

CIA

NJU

R

cmnon skala

Spesifikasi :

Tinggi dam: 200 m

Lebar puncak dam: 10 m

Volum

e waduk

: 10 juta m3

32

DEPA

RTEM

EN TEK

NIK

SIPILD

AN

LING

KU

NG

AN

FAK

ULTA

S TEKN

OLO

GI PER

TAN

IAN

INSTITU

T PERTA

NIA

N B

OG

OR

2014

GA

MB

AR

14

SKEM

A SU

MU

R R

ESAPA

N

SKA

LA :

SATU

AN

:

NA

MA

:

MELIN

DA

NR

P :

F44100055

DO

SEN PEM

BIM

BIN

G :

DR

. IR. PR

ASTO

WO

, M.EN

G

JUD

UL PEN

ELITIAN

:

KA

JIAN

DA

YA

DU

KU

NG

LING

KU

NG

AN

BER

BA

SIS NER

AC

A A

IRD

I KA

BU

PATEN

CIA

NJU

R

CM

saluran air peluap

pipa peluap D

=4 inch

Pelat beton T

=15 cm

saringan kaw

at

bak kontrol

pipa talang P

VC

4"

pipa air hujan P

VC

4"

slope 2%

saluran air hujan halam

an

pasangan bata berlubang

lapisan batu kosong T

min=

40 cm

(alternatif: bata m

erah)

pasangan bata tanpa plester

atap rumah

talang air

bak kontrolplat beton bertulangtebal 10 cm

pagar

saluran drainase

pipa masuk air

hujan D4"

pipa pelimpah D

4"

SKE

MA

SUM

UR

RE

SAPA

N

SKE

MA

POT

ON

GA

N M

EL

INT

AN

G SU

MU

R R

ESA

PAN

Sumber : SN

I-0624051991

3000

1000

500

150

1400

33

1:1

34

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Dari hasil analisis kajian daya dukung lingkungan sumberdaya air Kabupaten

Cianjur dapat disimpulkan sebagai berikut.

a. Status daya dukung lingkungan berada dalam kondisi sustain (aman)

dengan nilai water footprint sebesar 3.57 x 109 m3/tahun dan ketersediaan

air sebesar 9.16 x 109 m3/tahun sehingga terjadi surplus air hujan sebesar

5.59 x 109 m3/tahun.

b. Sumberdaya iklim untuk pertanian yang dapat di kembangkan di

Kabupaten Cianjur adalah tanaman padi terus menerus dan palawija

dengan pola penanaman tipe B1 dan B2.

c. Debit minimum Sungai Citarum sebesar 518 m3/det merupakan salah satu

potensi air dalam memenuhi kebutuhan air aktual di Cianjur yang sebesar

96.82 m3/det.

d. Indikator degradasi sumberdaya air yang terjadi antara lain banjir, tanah

longsor serta perubahan tata guna lahan di kawasan lindung yang diperbuat

oleh manusia seperti penggundulan hutan didaerah tangkapan air dan

penambangan dikawasan lindung.

2. Dari hasil muatan lingkungan RTRW Kab.Cianjur disimpulkan sebagai

berikut.

a. Dokumen RTRW telah memuat pertimbangan lingkungan seperti:

1) Pengembangan sektor sumberdaya air dikembangkan dalam jaringan

WS Citarum dan WS Cisadea-Cibareno, pengembangan

waduk/situ/embung, jaringan irigasi, jaringan air bersih serta

pengendalian banjir berupa arahan pengelolaan limpasan dalam

bentuk bangunan konstruksi sumur resapan.

2) Sektor pertanian dikembangkan untuk tanaman pangan padi sebesar

21502 Ha dan pertanian pangan lahan kering seluas 42936 Ha.

3) Sektor kehutanan dikembangkan dengan peruntukan luas kawasan

hutan lindung 12.39 % dan kawasan hutan budidaya 20.35 %. Kondisi

eksisting luas hutan di Cianjur 23.71% masih kurang dari hasil analisis

DDL-airnya yang menujukkan luas hutan minimum yang harus

dipenuhi adalah 32%.

4) Kawasan rawan bencana di Kabupaten Cianjur difokuskan pada

kejadian bencana banjir, tanah longsor dan tsunami saja, sedangkan

menurut data BNPB Cianjur juga berada pada kawasan rawan bencana

kekeringan.

b. Muatan lingkungan yang belum dimuat dalam dokumen RTRW adalah

penetapan status daya dukung lingkungan Kabupaten Cianjur.

Saran

1. Untuk mempertahankan kondisi aman (sustain) maka kepadatan penduduk

perlu dipertahankan agar tidak melebihi 800 jiwa/km2.

35

2. Apabila pertanian adaktif (tanpa irigasi) akan dikembangkan maka pola tanam

yang dianjurkan adalah padi sawah terus menerus dan palawija pada musim

kemarau.

3. Luas hutan minimum yang sebaiknya dipenuhi adalah 32%, namun untuk

mengatasi defisit air maka luas hutan yang dianjurkan adalah 36%.

4. Pada lahan pemukiman dapat dibangun sumur resapan sebanyak 1.25 juta.

5. Perlu dilakukan peninjauan rencana pola ruang sesuai dengan daya dukung

lingkungan (DDL)

DAFTAR PUSTAKA

Allen, et al. 1998. Guidelines for Computing Crop Water Requirements. Rome:

Utah State University

Asdak C. 2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Jogjakarta :

Gadjah Mada University Press

BPPP. 2012. Kalender Tanam Terpadu Kabupaten Cianjur. MT Vol. II . Bogor

(ID): Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Dephut. 1994. Pedoman Penyusunan Rencana Pembuatan Bangunan Sumur

Resapan Air. Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan.

Departemen Kehutanan: Jakarta.

Doorenbos J, Pruitt WO. 1977. Crop Water Requirements. Rome : FAO Irrigation

And Drainage Paper. FAO

Fitriana, Farida Nur. 2011. Analisis Perubahan Kapasitas Simpan Air pada Sub-

DAS Cikeas Kali Bekasi. Skripsi. Bogor (ID): Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Linsley R, Franzini JB. 1989. Teknik Sumber Daya Air. Bandung : Erlangga

Maryono, A. 2007. Restorasi Sungai. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University

Press

Materi Teknis Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Cianjur Tahun 2011-2031

Pasaribu. 1999. Sumur Resapan Air mengurangi Genangan Banjir dan

Mengembalikan Persediaan Air. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat

Vol.5 No. 19 Th.V . Medan (ID): IKIP Medan:

Prastowo. 2010. Daya Dukung lingkungan Aspek Sumberdaya Air. Working Paper

P4W. Bogor (ID) : Crestpent Press

Santosa, Bing. 2010. Pemanfaatan Kolam Retensi dan Sumur Resapan Pada Sistem

Drainase Kawasan Padat Penduduk. Vol.5 No.2 Tahun 2009. Bandung (ID):

Universitas Kristen Maranatha

Sastrodarsono Suyono dan Kensaku Takeda. 1999. Hidrologi Untuk Pengairan.

Bandung

Seyhan, E. 1990. Dasar – dasar Hidrologi. Penerjemah : Ir. Sentot Subagyo.

Jogjakarta : Gadjah Mada University Press

Thornthwaite CW, Mather JR. 1957. Instruction and Table For Computing

Potensial Evaotrasnpiration and Water Balance. New Jersey : Centerton

Undang-Undang No. 12 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah

Kabupaten Cianjur Tahun 2011-2031

Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

36

LAMPIRAN

37

Lampiran 1 Peta Curah Hujan Kab. Cianjur

38

Lampiran 2. Perhitungan nilai curah hujan andalan (mm) di Kabupaten Cianjur

Curah hujan bulanan Stasiun Pacet

URUT JAN FEB MAR APR MEI JUNI JULI AGS SEPT OKT NOV DES JUMLAH p=m/(n+1)

1 580 473 590 209 389 198 158 212 492 458 475 320 4554 0.18

2 541 389 597 641 452 134 370 117 111 215 367 300 4234 0.09

3 277 358 191 479 347 137 58 96 121 269 533 810 3676 0.27

4 378 583 410 226 231 196 147 113 132 219 366 309 3310 0.36

5 291 316 617 369 150 34 31 100 273 274 457 301 3214 0.45

6 371 381 294 425 232 220 64 27 101 305 372 378 3170 0.55

7 419 350 326 424 392 83 47 15 239 194 257 332 3079 0.64

8 201 331 390 320 217 138 12 70 108 307 438 446 2978 0.73

9 234 184 280 414 305 111 91 68 159 292 488 204 2829 0.82

10 414 412 105 319 139 106 44 30 9 109 220 403 2310 0.91

CHandalan (mm) dengan peluang 80% di wilayah Stasiun Pacet

URUT JAN FEB MAR APR MEI JUNI JULI AGS SEPT OKT NOV DES JUMLAH Peluang

8 201 331 390 320 217 138 12 70 108 307 438 446 2978 0.73

9 234 184 280 414 305 111 91 68 159 292 488 204 2829 0.82

202 327 388 322 219 138 14 70 110 306 439 440 2974

Lampiran 2. lanjutan

Curah hujan bulanan Stasiun Leles

jan feb mar apr mei jun jul agu sep okt nov des jumlah peluang

1 274 310 392 198 313 226 222 215 420 464 442 315 3789 0.09

2 542 231 468 205 198 210 142 161 172 295 361 322 3305 0.18

3 391 232 349 361 361 201 265 83 37 225 299 484 3288 0.27

4 276 508 367 431 170 122 45 58 52 216 360 488 3093 0.36

5 250 238 397 335 122 71 44 78 91 258 611 323 2818 0.45

6 307 272 318 271 310 151 72 9 46 270 443 277 2743 0.55

7 286 267 235 329 138 62 48 30 63 235 467 557 2717 0.64

8 424 254 331 355 206 58 42 19 23 133 221 459 2524 0.73

9 245 176 297 297 186 37 121 14 121 128 368 506 2496 0.82

10 163 108 241 331 194 144 94 31 35 248 465 309 2363 0.91

CHandalan (mm) dengan peluang 80% di wilayah Stasiun Leles

8 424 254 331 355 206 58 42 19 23 133 221 459 2524 0.73

9 245 176 297 297 186 37 121 14 121 128 368 506 2496 0.82

281 192 304 309 190 41 105 15 101 129 339 497 2501 0.8

40

Lampiran 2. Lanjutan

Curah hujan bulanan Stasiun Ciheulang

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des jumlah Peluang

1 291 373 426 191 338 226 220 212 387 373 405 292 3735 0.09

2 528 273 450 251 175 220 137 159 153 279 317 309 3253 0.18

3 417 235 368 371 326 147 264 87 41 211 274 478 3218 0.27

4 281 515 340 470 178 124 45 58 55 219 343 491 3118 0.36

5 273 246 441 362 125 73 41 89 89 259 562 322 2884 0.45

6 306 274 354 258 320 130 61 10 49 253 449 269 2733 0.55

7 280 286 228 342 136 59 46 28 64 239 435 507 2650 0.64

8 416 289 290 384 189 54 39 20 23 115 221 602 2642 0.73

9 286 205 313 344 208 38 107 16 139 107 339 442 2542 0.82

10 154 113 237 318 188 147 87 30 35 269 449 292 2319 0.91

CHandalan (mm) dengan peluang 80% di wilayah Stasiun Ciheulang

8 415.7 289.3 289.8 383.6 189.1 53.9 39.0 20.2 23.4 114.9 221.0 601.5 2641.5 0.73

9 285.7 204.6 312.7 343.5 207.6 38.3 107.1 15.6 139.1 107.1 338.7 441.9 2541.7 0.82

311.7 221.5 308.1 351.6 203.9 41.4 93.4 16.5 115.9 108.6 315.2 473.8 2561.7 0.8

41

Lampiran. 2. Lanjutan

Curah hujan bulanan Stasiun Pasirkuda

jan feb mar apr mei jun jul agu sep okt nov des jumlah Peluang

1 280 317 466 184 300 221 187 219 363 359 347 246 3.489.4 0.09

2 472 245 359 394 350 132 266 100 51 226 261 505 3.359.1 0.18

3 449 288 398 241 190 286 129 172 147 241 268 291 3.099.7 0.27

4 282 514 349 430 166 115 46 52 69 223 354 500 3.097.7 0.36

5 268 284 391 374 131 71 45 102 96 273 523 276 2.833.4 0.45

6 274 239 352 367 248 43 102 10 183 162 340 343 2.660.6 0.55

7 263 295 222 335 208 70 46 16 86 255 423 441 2.660.3 0.64

8 306 278 300 244 307 148 52 11 42 289 385 237 2.598.6 0.73

9 419 305 290 345 191 54 37 11 8 86 228 485 2.458.6 0.82

10 164 129 212 310 199 149 89 20 33 259 409 240 2.212.2 0.91

CHandalan (mm) dengan peluang 80% di wilayah Stasiun Pasirkuda

8 306 278 300 244 307 148 52 11 42 289 385 237 2.598.6 0.73

9 419 305 290 345 191 54 37 11 8 86 228 485 2.458.6 0.82

396 300 292 325 215 72 40 11 15 126 259 436 2487 0.8

42

Lampiran 3. Perhitungan curah hujan keempat stasiun penakar hujan dengan Metode Poligon Thiessen

Bulan CHandalan x Luas Poligon Thiessen

CH poligon Thiessen

Pacet (L= 26452 Ha)

Ciheulang (L=89819

Ha)

Pasir Kuda

(L=162448 Ha)

Leles (L= 84480

Ha)

Jan 5343774 355976589 50630103 23733997 317

Feb 8661619 26906700 35987800 16178139 245

Mar 10261730 26226429 50050326 25648297 309

Apr 8512194 29194803 57108692 26101465 333

Mei 5781172 19265726 33120418 16051791 204

Jun 3641970 3594358 8392939 9427474 69

Jul 366213 6496949 3721974 3685165 39

Agu 1845056 994296 2679807 1234776 19

Sep 2897317 1311573 18831589 85441000 87

Okt 8107009 11351199 176493578 10912788 132

Nov 11615543 23276647 51200653 28624713 316

Des 11647814 39129539 76970006 41952515 467

Jumlah 78681415 223345883 416139968 211316684 2559

Lampiran 4 Peta K

alender Tanam Padi Saw

ah Kabupaten C

ianjur Tahun 201243

44

Lampiran 5 Perhitungan kebutuhan air aktual wilayah Kab Cianjur

Kebutuhan air

Operasional Asumsi Kebutuhan air Besaran Nilai Parameter Besaran jumlah kebutuhan air (m3/det)

Domestik 100 liter/hari/jiwa 2231107 Jiwa 2.5823

Irigasi 1,2 lt/det/ha 90049 ha 90.0490

Industri 0.7 l/det/ha 57 ha 0.0399

Ternak

-sapi/kerbau/kuda 40 lt/hari/ekor 44939 ekor 0.0208

-kambing/domba 5 lt/hari/ekor 514148 ekor 0.0298

-babi 6 lt/hari/ekor 0 ekor 0.0000

-unggas 0.6 lt/hari/ekor 11415704 ekor 0.0793

Perikanan 7 mm/hari/ha 5954.511 ha 0.0005

Non Domestik liter/hari/jiwa 0.6456

Total 96.82

45

Lampiran 6 Perhitungan nilai koefisien tanaman tertimbang. kapasitas simpan air. koefisien limpasan tertimbang tahun 2012

Penggunaan Lahan 2012 Luas (ha) Nilai Koefisien

Tanaman

Nilai

Kapasitas

Simpanan Air Nilai Koefisien Limpasan

Kc Kc*A Sto A*Sto C C*A

sawah irigasi 32999.01 1.2 37948.9 150 4949851.38 0.5 16499.50

sawah tadah hujan 44539.60 0.8 35631.7 150 6680940.68 0.5 22269.80

tegalan/ladang 42329.00 0.9 38096.1 200 8465800.00 0.4 16931.60

ladang/huma 42694.00 0.9 38424.6 200 8538800.00 0.4 17077.60

perkebunan 41416.00 0.8 33132.8 200 8283200.00 0.4 16566.40

hutan rakyat/ditanami pohon 85696.23 0.9 77126.6 200 17139246.00 0.35 29993.68

belukar/semak 9293.70 0.8 7435.0 150 1394055.72 0.35 3252.80

sementara tidak diusahakan 1833.00 0.0 0 0.00 0.7 1283.10

pemukiman 35015.00 0.0 0.0 0 0.00 0.7 24510.50

air tawar 25585.94 0.0 0.0 0 0.00 0.7 17910.15

rawa 33.50 0.0 0.0 0 0.00 0.7 23.45

Total 361434.98 267795.6 55451893.78 166318.59

Tetimbang 0.74 153.42 0.46

46

Lampiran 7 Perhitungan neraca air Kabupaten Cianjur Tahun 2012

Penutupan Lahan: Pemukiman, Hutan tanaman, semak belukar,pertanian lahan kering ,pertanian lahan kering campur semak, dan Hutan lahan kering

Kc 0.74

Sto 153.42

C 0.46

Parameter

Bulan

Jumlah

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

Presipitasi (P, mm) 317 242 309 333 204 69 39 19 87 132 316 467 2534

Evapotranspirasi (ETo, mm) 87 82 87 91 85 84 91 104 105 117 104 86 1122

Evapotranspirasi Potensial (ETP, mm) 65 61 65 67 63 62 68 77 77 86 77 64 830

P - ETP (mm) 253 181 244 266 142 7 -28 -58 10 46 239 404 1704

Akumulasi kehilangan air potensial (-) 0 0 0 0 0 0 -28 -86 0 0 0 0

St 153 153 153 153 153 153 128 87 97 143 153 153

delta ST 0 0 0 0 0 0 -26 -40 10 46 11 0 0

Evapotranspirasi Aktual (mm) 65 61 65 67 63 62 65 59 77 86 77 64 810

Defisit cadangan air (mm) 0 0 0 0 0 0 2 18 0 0 0 0 20

Surplus cadangan air (mm) 253 181 244 266 142 7 0 0 0 0 229 404 1724

Limpasan (mm) 116 83 112 122 65 3 0 0 0 0 105 186 793

Pengisian air tanah (mm) 137 98 132 143 77 4 0 0 0 0 123 218 931

47

Lampiran 8 Perhitungan neraca air dengan komposisi luas hutan Penutupan Lahan : Komposisi luas

hutan 100%, lainnya 0%

Kc 0.9

Sto (mm) 400

C 0.18

Parameter Bulan Jumlah

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

Presipitasi (P, mm) 317 242 309 333 204 69 39 19 87 132 316 467 2534

Evapotranspirasi (ETo,

mm) 87 82 87 91 85 84 91 104 105 117 104 86 1122

Evapotranspirasi Potensial

(ETP, mm) 79 74 79 82 76 76 82 93 94 105 93 77 1010

P - ETP (mm) 239 168 230 251 128 -7 -43 -75 -7 27 223 390 1524

Akumulasi kehilangan air

potensial (-) 0 0 0 0 0 -7 -50 -124 -132 0 0 0

St 400 400 400 400 400 393 353 293 288 315 400 400

delta ST 0 0 0 0 0 -7 -40 -60 -5 27 85 0 0

Evapotranspirasi Aktual

(mm) 79 74 79 82 76 76 79 79 92 105 93 77 990

Defisit cadangan air (mm) 0 0 0 0 0 0 3 15 2 0 0 0 19

Surplus cadangan air (mm) 239 168 230 251 128 0 0 0 0 0 138 390 1544

Limpasan (mm) 43 30 41 45 23 0 0 0 0 0 25 70 278

Pengisian air tanah (mm) 196 137 189 206 105 0 0 0 0 0 113 320 1266

48

Lampiran 8 lanjutan

Penutupan Lahan : Komposisi luas hutan 90%, lainnya 10%

Kc 0.85

Sto (mm) 368.75

C 0.23

Parameter Bulan Jumlah

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

Presipitasi (P, mm) 317 242 309 333 204 69 39 19 87 132 316 467 2534

Evapotranspirasi (ETo, mm) 87 82 87 91 85 84 91 104 105 117 104 86 1122

Evapotranspirasi Potensial (ETP,

mm) 74 70 74 77 72 71 78 88 89 99 88 73 954

P - ETP (mm) 243 172 235 256 132 -2 -38 -70 -2 33 228 394 1581

Akumulasi kehilangan air

potensial (-) 0 0 0 0 0 -2 -41 -110 -112 0 0 0

St 369 369 369 369 369 366 330 273 272 305 369 369

delta ST 0 0 0 0 0 -2 -36 -57 -1 33 64 0 0

Evapotranspirasi Aktual (mm) 74 70 74 77 72 71 75 75 88 99 88 73 938

Defisit cadangan air (mm) 0 0 0 0 0 0 2 13 1 0 0 0 16

Surplus cadangan air (mm) 243 172 235 256 132 0 0 0 0 0 164 394 1596

Limpasan (mm) 56 39 54 59 30 0 0 0 0 0 38 91 367

Pengisian air tanah (mm) 187 132 181 197 102 0 0 0 0 0 126 304 1229

49

Lampiran 8 lanjutan

Penutupan Lahan : Komposisi luas hutan 80%, lainnya 20%

Kc 0.8

Sto (mm) 337.5

C 0.27

Parameter Bulan Jumlah

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

Presipitasi (P, mm) 317 242 309 333 204 69 39 19 87 132 316 467 2534

Evapotranspirasi (ETo, mm) 87 82 87 91 85 84 91 104 105 117 104 86 1122

Evapotranspirasi Potensial

(ETP, mm) 70 66 70 73 68 67 73 83 84 93 83 69 898

P - ETP (mm) 248 176 239 260 137 2 -34 -64 3 39 233 399 1637

Akumulasi kehilangan air

potensial (-) 0 0 0 0 0 0 -34 -98 0 0 0 0

St 338 338 338 338 338 338 305 252 256 294 338 338

delta ST 0 0 0 0 0 0 -32 -53 3 39 43 0 0

Evapotranspirasi Aktual (mm) 70 66 70 73 68 67 71 72 84 93 83 69 885

Defisit cadangan air (mm) 0 0 0 0 0 0 2 11 0 0 0 0 13

Surplus cadangan air (mm) 248 176 239 260 137 2 0 0 0 0 190 399 1650

Limpasan (mm) 68 48 65 71 37 0 0 0 0 0 52 109 452

Pengisian air tanah (mm) 180 128 174 189 99 1 0 0 0 0 138 289 1198

50

Lampiran 8 Lanjutan

Penutupan Lahan : Komposisi luas hutan 70%, lainnya 30%

Kc 0.75

Sto (mm) 306.25

C 0.32

Parameter Bulan Jumlah

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

Presipitasi (P, mm) 317 242 309 333 204 69 39 19 87 132 316 467 2534

Evapotranspirasi (ETo, mm) 87 82 87 91 85 84 91 104 105 117 104 86 1122

Evapotranspirasi Potensial

(ETP, mm) 65 62 65 68 63 63 68 78 79 87 78 64 842

P - ETP (mm) 252 180 243 265 141 6 -29 -59 8 45 238 403 1693

Akumulasi kehilangan air

potensial (-) 0 0 0 0 0 0 -29 -88 0 0 0 0

St 306 306 306 306 306 306 278 229 238 283 306 306

delta ST 0 0 0 0 0 0 -28 -49 8 45 24 0 0

Evapotranspirasi Aktual (mm) 65 62 65 68 63 63 67 67 79 87 78 64 830

Defisit cadangan air (mm) 0 0 0 0 0 0 1 10 0 0 0 0 12

Surplus cadangan air (mm) 252 180 243 265 141 6 0 0 0 0 215 403 1704

Limpasan (mm) 81 58 78 85 45 2 0 0 0 0 69 129 545

Pengisian air tanah (mm) 171 122 166 180 96 4 0 0 0 0 146 274 1159

51

Lampiran 8 Lanjutan

Penutupan Lahan : Komposisi luas hutan 60%, lainnya 40%

Kc 0.7

Sto (mm) 275

C 0.37

Parameter Bulan Jumlah

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

Presipitasi (P, mm) 317 242 309 333 204 69 39 19 87 132 316 467 2534

Evapotranspirasi (ETo, mm) 87 82 87 91 85 84 91 104 105 117 104 86 1122

Evapotranspirasi Potensial

(ETP, mm) 61 58 61 64 59 59 64 73 73 82 73 60 785

P - ETP (mm) 256 184 248 269 145 10 -25 -54 14 51 243 407 1749

Akumulasi kehilangan air

potensial (-) 0 0 0 0 0 0 -25 -79 0 0 0 0

St 275 275 275 275 275 275 251 207 220 271 275 275

delta ST 0 0 0 0 0 0 -24 -45 14 51 4 0 0

Evapotranspirasi Aktual (mm) 61 58 61 64 59 59 63 63 73 82 73 60 775

Defisit cadangan air (mm) 0 0 0 0 0 0 1 9 0 0 0 0 10

Surplus cadangan air (mm) 256 184 248 269 145 10 0 0 0 0 239 407 1759

Limpasan (mm) 95 68 92 100 54 4 0 0 0 0 89 151 651

Pengisian air tanah (mm) 162 116 156 170 91 6 0 0 0 0 151 257 1108

52

Lampiran 8 Lanjutan

Penutupan Lahan : Komposisi luas hutan 50%, lainnya 50%

Kc 0.65

Sto (mm) 243.75

C 0.42

Parameter Bulan Jumlah

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

Presipitasi (P, mm) 317 242 309 333 204 69 39 19 87 132 316 467 2534

Evapotranspirasi (ETo, mm) 87 82 87 91 85 84 91 104 105 117 104 86 1122

Evapotranspirasi Potensial

(ETP, mm) 57 53 57 59 55 55 59 67 68 76 67 56 729

P - ETP (mm) 261 188 252 274 149 14 -20 -49 19 56 249 411 1805

Akumulasi kehilangan air

potensial (-) 0 0 0 0 0 0 -20 -69 0 0 0 0

St 244 244 244 244 244 244 224 184 203 244 244 244

delta ST 0 0 0 0 0 0 -19 -41 19 41 0 0 0

Evapotranspirasi Aktual

(mm) 57 53 57 59 55 55 59 59 68 76 67 56 721

Defisit cadangan air (mm) 0 0 0 0 0 0 1 8 0 0 0 0 9

Surplus cadangan air (mm) 261 188 252 274 149 14 0 0 0 15 249 411 1814

Limpasan (mm) 110 79 106 115 63 6 0 0 0 6 104 173 762

Pengisian air tanah (mm) 151 109 146 159 87 8 0 0 0 9 144 239 1052

53

Lampiran 8 Lanjutan

Penutupan Lahan : Komposisi luas hutan 40%, lainnya 60%

Kc 0.6

Sto (mm) 212.5

C 0.46

Parameter Bulan Jumlah

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

Presipitasi (P, mm) 317 242 309 333 204 69 39 19 87 132 316 467 2534

Evapotranspirasi (ETo, mm) 87 82 87 91 85 84 91 104 105 117 104 86 1122

Evapotranspirasi Potensial

(ETP, mm) 52 49 52 55 51 50 55 62 63 70 62 52 673

P - ETP (mm) 265 192 256 278 154 19 -16 -44 24 62 254 416 1861

Akumulasi kehilangan air

potensial (-) 0 0 0 0 0 0 -16 -59 0 0 0 0

St 213 213 213 213 213 213 198 161 185 213 213 213

delta ST 0 0 0 0 0 0 -15 -37 24 27 0 0 0

Evapotranspirasi Aktual

(mm) 52 49 52 55 51 50 54 55 63 70 62 52 666

Defisit cadangan air (mm) 0 0 0 0 0 0 1 7 0 0 0 0 8

Surplus cadangan air (mm) 265 192 256 278 154 19 0 0 0 35 254 416 1869

Limpasan (mm) 122 88 118 128 71 9 0 0 0 16 117 191 860

Pengisian air tanah (mm) 143 104 139 150 83 10 0 0 0 19 137 224 1009

54

Lampiran 8 Lanjutan

Penutupan Lahan : Komposisi luas hutan 30%, lainnya 70%

Kc 0.55

Sto (mm) 181.25

C 0.51

Parameter Bulan Jumlah

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

Presipitasi (P, mm) 317 242 309 333 204 69 39 19 87 132 316 467 2534

Evapotranspirasi (ETo, mm) 87 82 87 91 85 84 91 104 105 117 104 86 1122

Evapotranspirasi Potensial

(ETP, mm) 48 45 48 50 47 46 50 57 58 64 57 47 617

P - ETP (mm) 269 196 261 283 158 23 -11 -38 29 68 259 420 1917

Akumulasi kehilangan air

potensial (-) 0 0 0 0 0 0 -11 -49 0 0 0 0

St 181 181 181 181 181 181 171 138 167 181 181 181

delta ST 0 0 0 0 0 0 -11 -33 29 14 0 0 0

Evapotranspirasi Aktual

(mm) 48 45 48 50 47 46 50 51 58 64 57 47 611

Defisit cadangan air (mm) 0 0 0 0 0 0 0 6 0 0 0 0 6

Surplus cadangan air (mm) 269 196 261 283 158 23 0 0 0 54 259 420 1923

Limpasan (mm) 137 100 133 144 80 12 0 0 0 28 132 214 981

Pengisian air tanah (mm) 132 96 128 139 77 11 0 0 0 27 127 206 942

55

Lampiran 8 Lanjutan

Penutupan Lahan : Komposisi luas hutan 20%, lainnya 80%

Kc 0.5

Sto (mm) 150

C 0.56

Parameter Bulan Jumlah

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

Presipitasi (P, mm) 317 242 309 333 204 69 39 19 87 132 316 467 2534

Evapotranspirasi (ETo, mm) 87 82 87 91 85 84 91 104 105 117 104 86 1122

Evapotranspirasi Potensial

(ETP, mm) 44 41 44 45 42 42 46 52 52 58 52 43 561

P - ETP (mm) 274 200 265 287 162 27 -6 -33 35 74 264 424 1973

Akumulasi kehilangan air

potensial (-) 0 0 0 0 0 0 -6 -40 0 0 0 0

St 150 150 150 150 150 150 144 115 150 150 150 150

delta ST 0 0 0 0 0 0 -6 -29 35 0 0 0 0

Evapotranspirasi Aktual (mm) 44 41 44 45 42 42 46 47 52 58 52 43 556

Defisit cadangan air (mm) 0 0 0 0 0 0 0 5 0 0 0 0 5

Surplus cadangan air (mm) 274 200 265 287 162 27 0 0 0 74 264 424 1978

Limpasan (mm) 153 112 149 161 91 15 0 0 0 41 148 238 1108

Pengisian air tanah (mm) 120 88 117 126 71 12 0 0 0 32 116 187 870

56

Lampiran 8 Lanjutan

Penutupan Lahan : Komposisi luas hutan 10%, lainnya 90%

Kc 0.45

Sto (mm) 118.7

C 0.60

Parameter Bulan Jumlah

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

Presipitasi (P, mm) 317 242 309 333 204 69 39 19 87 132 316 467 2534

Evapotranspirasi (ETo, mm) 87 82 87 91 85 84 91 104 105 117 104 86 1122

Evapotranspirasi Potensial

(ETP, mm) 39 37 39 41 38 38 41 47 47 52 47 39 505

P - ETP (mm) 278 205 270 292 166 31 -2 -28 40 80 269 429 2029

Akumulasi kehilangan air

potensial (-) 0 0 0 0 0 0 -2 -30 0 0 0 0

St 119 119 119 119 119 119 117 92 119 119 119 119

delta ST 0 0 0 0 0 0 -2 -25 26 0 0 0 0

Evapotranspirasi Aktual

(mm) 39 37 39 41 38 38 41 43 47 52 47 39 501

Defisit cadangan air (mm) 0 0 0 0 0 0 0 3 0 0 0 0 3

Surplus cadangan air (mm) 278 205 270 292 166 31 0 0 13 80 269 429 2033

Limpasan (mm) 167 123 162 175 100 19 0 0 8 48 162 257 1220

Pengisian air tanah (mm) 111 82 108 117 67 12 0 0 5 32 108 171 813

57

Lampiran 8 lanjutan

Penutupan Lahan : Komposisi luas hutan 0%, lainnya 100%

Kc 0.4

Sto (mm) 87.5

C 0.65

Parameter Bulan Jumlah

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

Presipitasi (P, mm) 317 242 309 333 204 69 39 19 87 132 316 467 2534

Evapotranspirasi (ETo, mm) 87 82 87 91 85 84 91 104 105 117 104 86 1122

Evapotranspirasi Potensial

(ETP, mm) 35 33 35 36 34 34 37 41 42 47 41 34 449

P - ETP (mm) 283 209 274 297 171 35 3 -23 45 86 274 433 2085

Akumulasi kehilangan air

potensial (-) 0 0 0 0 0 0 0 -23 0 0 0 0

St 88 88 88 88 88 88 88 67 88 88 88 88

delta ST 0 0 0 0 0 0 0 -20 20 0 0 0 0

Evapotranspirasi Aktual

(mm) 35 33 35 36 34 34 37 39 42 47 41 34 446

Defisit cadangan air (mm) 0 0 0 0 0 0 0 3 0 0 0 0 3

Surplus cadangan air (mm) 283 209 274 297 171 35 3 0 25 86 274 433 2088

Limpasan (mm) 184 136 178 193 111 23 2 0 16 56 178 281 1357

Pengisian air tanah (mm) 99 73 96 104 60 12 1 0 9 30 96 152 731

58

Lampiran 8 Lanjutan

Penutupan Lahan : Komposisi luas hutan 23,71%, lainnya 76,29%

Kc 0.52

Sto (mm) 161.59

C 0.54

Parameter Bulan Jumlah

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

Presipitasi (P, mm) 317 242 309 333 204 69 39 19 87 132 316 467 2534

Evapotranspirasi (ETo,

mm) 87 82 87 91 85 84 91 104 105 117 104 86 1122

Evapotranspirasi Potensial

(ETP, mm) 45 43 45 47 44 44 47 54 54 60 54 45 582

P - ETP (mm) 272 199 264 286 160 25 -8 -35 33 72 262 423 1952

Akumulasi kehilangan air

potensial (-) 0 0 0 0 0 0 -8 -43 0 0 0 0

St 162 162 162 162 162 162 154 124 156 162 162 162

delta ST 0 0 0 0 0 0 -8 -30 33 5 0 0 0

Evapotranspirasi Aktual

(mm) 45 43 45 47 44 44 47 49 54 60 54 45 577

Defisit cadangan air (mm) 0 0 0 0 0 0 0 5 0 0 0 0 5

Surplus cadangan air (mm) 272 199 264 286 160 25 0 0 0 66 262 423 1958

Limpasan (mm) 147 107 142 154 86 14 0 0 0 36 141 228 1054

Pengisian air tanah (mm) 126 92 122 132 74 12 0 0 0 31 121 195 903

59

Lampiran 9 Peta Rawan Bencana Kab. Cianjur

60

Lampiran 10 Data iklim rata-rata Stasiun Pacet

BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN : Pacet

BALAI WILAYAH II Elevasi : 1130 m

STASIUN KLIMATOLOGI KELAS I Lokasi : 6°40’ LS

DARMAGA BOGOR : 107°00’ BT

Data Iklim Stasiun Pacet (2004-2013)

Bulan

Suhu rata-

rata Kelembaban

Lama

Penyinaran Kecepatan Angin Evapotranspirasi (ETo)

(°C) Relatif (%)

(% of day

lenght) km/jam m/det mm/hari mm/bulan

JAN 20.5 87.6 24.6 1.7 0.5 2.8 87.2

FEB 20.3 87.1 27.4 2.0 0.5 2.9 82.2

MAR 20.6 85.5 25.2 4.0 1.1 2.8 87.3

APR 20.7 86.0 41.4 3.2 0.9 3.0 90.9

MEI 21.2 84.7 38.9 2.9 0.8 2.7 84.6

JUNI 20.3 83.4 50.8 3.0 0.8 2.8 84.1

JULI 20.3 82.2 54.8 3.3 0.9 2.9 91.3

AGS 20.4 79.9 59.5 3.2 0.9 3.3 103.7

SEPT 20.9 79.0 52.1 3.4 0.9 3.5 104.7

OKT 21.5 79.2 54.3 3.1 0.9 3.8 116.7

NOV 21.6 82.5 40.4 3.1 0.8 3.5 103.6

DES 20.8 86.6 25.5 1.8 0.5 2.8 85.8

61

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lahat-Sumatera Selatan pada tanggal 20 Agustus 1992

dari ayah Zakaria dan ibu Yusni. Penulis adalah putri kedua dari dua bersaudara.

Tahun 2004, penulis lulus dari SD Negeri 47 Kabupaten Lahat, kemudian

melanjutkan ke SMP Negeri 5 Kabupaten Lahat dan lulus pada tahun 2007. Tahun

2010 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Kabupaten Lahat dan pada tahun yang sama

diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah di

Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian.

Selama perkuliahan penulis pernah berpartisipasi dalam kegiatan Pemantauan

Kualitas Udara di Wilayah Perkotaan Yang Bersifat Strategis Nasional yang

dilaksanakan di Kota Bogor oleh Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah

(BPLHD) Prov. Jabar. Penulis merupakan anggota dari Himpunan Mahasiswa

Teknik Sipil dan Lingkungan (HIMATESIL). Penulis melaksanakan praktik

lapangan di PT. Total Bangun Persada dengan judul Aspek Teknik Sipil dan

Lingkungan dalam Proyek Pembangunan Apartemen dan Mall Green Bay Pluit,

Jakarta Utara.