KAJIAN dan PENULISAN ETNOGRAFI (SOA256) …journal.unair.ac.id/filerPDF/aun023fbb36c1full.doc ·...

40
Cara Pengasuhan Anak ( Studi Deskriptif Masyarakat Nelayan di Kelurahan Kingking, Kecamatan Tuban, Kabupaten Tuban) Ja’far Shodiq Al Arif [email protected] Mahasiswa Departemen Antropologi, Fisip, Universitas Airlangga 85

Transcript of KAJIAN dan PENULISAN ETNOGRAFI (SOA256) …journal.unair.ac.id/filerPDF/aun023fbb36c1full.doc ·...

Page 1: KAJIAN dan PENULISAN ETNOGRAFI (SOA256) …journal.unair.ac.id/filerPDF/aun023fbb36c1full.doc · Web viewHasil penelitian menunjukkan adanya faktor keadaan ekonomi keluarga yang lemah

Cara Pengasuhan Anak

( Studi Deskriptif Masyarakat Nelayan di Kelurahan Kingking, Kecamatan

Tuban, Kabupaten Tuban)

Ja’far Shodiq Al [email protected]

Mahasiswa Departemen Antropologi, Fisip, Universitas Airlangga

85

Page 2: KAJIAN dan PENULISAN ETNOGRAFI (SOA256) …journal.unair.ac.id/filerPDF/aun023fbb36c1full.doc · Web viewHasil penelitian menunjukkan adanya faktor keadaan ekonomi keluarga yang lemah

Abstrak

Penelitian ini merupakan studi untuk mengkaji pola pengasuhan yang berupa cara perawatan dan cara mendidik anak oleh orang tua nelayan di Kelurahan Kingking, Kecamatan Tuban, Kabupaten Tuban. Kondisi ekonomi masyarakat Kingking yang lemah dan menggantungkan diri pada kondisi alam berpengaruh pada cara berperilaku masyarakat setempat. Selain itu pengalaman di masa kecil dan sosialisasi yang dialami anak menjadi salah satu akibat terbentuknya kepribadian dasar. Pola pengasuhan yang diteliti bertujuan untuk mengetahui latar belakang yang mengakibatkan anak nelayan Kingking memiliki kepribadian yang dianggap unik oleh masyarakat luar nelayan. Teknik pengumpulan data yang dilakukan menggunakan pengamatan (observasi) dan wawancara agar dapat diperoleh data kualitatif serta penggambaran bersifat deskriptif. Informan berasal dari instansi yang berkaitan dengan masalah nelayan Tuban, orang tua (nelayan), anak nelayan, dan orang di luar keluarga nelayan di Kingking. Hasil penelitian menunjukkan adanya faktor keadaan ekonomi keluarga yang lemah berpengaruh pada perhatian orang tua untuk mengasuh anak karena orang tua sibuk bekerja. Ibu menjadi subyek terdekat anak dalam proses pengasuhan meskipun perann yang dijalankan kurang maksimal. Anak mendapatkan pengasuhan di masa kecil berupa perawatan dan didikan. Perawatan yang dilakukan misalnya memandikan anak, menggendong, melotek, menceboki anak setelah buang hajat, memberi makan, dan sebagainya. Didikan yang dilakukan yaitu menceritakan pengetahuan orang tua (cerita lisan dan realita kehidupan sehari-hari), mengajari sopan santun, dan menyekolahkan anak. Anak yang kurang mendapat perhatian orang tua juga terpengaruh lingkungan alam dan lingkungan sosial, sedangkan pengaruh yang ada tidak dikontrol orang tua dengan maksimal. Akibatnya, anak terpengaruh oleh pengaruh buruk lingkungan terutama lingkungan sosial teman sebaya. Akibat bagi anak yaitu berpendidikan rendah terutama anak laki-laki, terbiasa minum minuman keras tradisional (tuak), mengonsumsi narkoba, dan berperilaku kurang sopan santun bagi masyarakat Jawa pada umumnya.

Kata Kunci:

Pola pengasuhan, anak, lingkungan, pranata pertama, pranata kedua, kepribadian

Abstract

This research is a study to examine the child rearing in the form of how to care and how to educate children by parents as fishermen in Kingking village, sub-district of Tuban, Tuban. The weaknesses of economic conditions Kingking weak and depend on natural conditions affect the way of behaving the local community. Moreover childhood experiences and socialization experienced by the child to be one due to the formation of basic personality. Studied child rearing aims to determine the background which led to the Kingking fisherman’s child has a unique personality that is considered outside the fishing communities. Data collection techniques made by using the observations and interviews in order to obtain qualitative data and descriptive depiction. Informants came from institution relating to Tuban fishermen problem, parents (fishermen), children of fishermen, and people outside the family of fishermen in Kingking. The results showed

86

Page 3: KAJIAN dan PENULISAN ETNOGRAFI (SOA256) …journal.unair.ac.id/filerPDF/aun023fbb36c1full.doc · Web viewHasil penelitian menunjukkan adanya faktor keadaan ekonomi keluarga yang lemah

the presence of factors that weak economic conditions affect families parental concern to care for the child because the parents are busy working. Mother became the closest subject to the child care though the role is less than the maximum. Children receive rearing in the form of childhood care and education. The care is done by bathing the child, holding, melotek, cleaning a child after toileting, feeding, and so on. Education is done by telling the parents knowledge (folklores and realities of everyday life), taught manners, and sending children to school. Children who received less parental attention also affected the natural environment and social environment, whereas there was no effect with maximum controllable parents. As a result, children affected by the bad influence of the environment, especially the social environment of peers. Due to the children are low-educated children mainly for boys, used to drink traditional liquor (tuak), consuming drugs, and behave less manners for the Java community at large.

Keywords:

Child rearing,environment, first institutions, second institutions, personality

Pendahuluan

Manusia berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya sehari hari dan cara pemenuhan

kebutuhan yang ditempuh adalah bermacam-macam sesuai dengan kondisi georafis,

keahlian turun-temurun, dan konsep ide yang dimiliki. Sehingga sistem mata

pencaharian dapat lebih dirincikan lagi ke dalam beberapa sub-unsur seperti: perburuan

perladangan, pertanian, peternakan, perikanan, perdagangan, perkebunan, industri, dan

kerajinan (Koentjaraningrat, 1990:207). Perikanan merupakan satu sektor sub-unsur

mata pencaharian yang berfokus pada hasil perairan. Negara Indonesia memiliki

panjang garis pantai yaitu sepanjang 104.000 kilometer (BPS, 2012:3) dan luas laut

zona ekonomi eksklusif sebesar 2.981.211 km2 dari total luas Indonesia 4.892.142 km2

(BPS, 2012:119). Hal tersebut cukup menggambarkan keberadaan Indonesia sebagai

negara maritim dengan 60% luas negara merupakan wilayah laut. Hal ini menyebabkan

sub-unsur mata pencaharian perikanan menarik dibahas karena terdapat banyak

kelompok-kelompok masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada sektor

perikanan.

Keberadaan kelompok-kelompok nelayan di Indonesia cukup banyak dan tiap-tiap

kelompok memiliki karakteristik berbeda antara satu dengan yang lain. Banyaknya

kelompok nelayan tersebut didukung oleh komoditi perikanan di Indonesia yang cukup

besar serta mempengaruhi jumlah nelayan di Indonesia. Menurut data Kementrian

87

Page 4: KAJIAN dan PENULISAN ETNOGRAFI (SOA256) …journal.unair.ac.id/filerPDF/aun023fbb36c1full.doc · Web viewHasil penelitian menunjukkan adanya faktor keadaan ekonomi keluarga yang lemah

Perikanan dan Kelautan (2011:19), jumlah nelayan Indonesia pada tahun 2011

mencapai angka 2.730.510 orang. Dalam kelompok-kelompok tersebut masing-masing

memiliki karakteristik kebudayaan yang berbeda karena berada dalam latar belakang

suku dan letak geografis. Termasuk diantaranya adalah kehidupan kelompok nelayan di

Kelurahan Kingking Kecamatan Tuban Kabupaten Tuban. Kehidupan nelayan yang

dimaksud tidak hanya dalam lingkup pekerjaannya saja, namun mengenai kehidupan

masyarakat nelayan yang ditinjau dari keberadaan keluarga sebagai kelompok terkecil

dalam masyarakat.

Dalam sebuah keluarga inti terdiri atas ayah, ibu, dan anak-anak mereka yang

belum menikah. Anak tiri dan anak yang secara resmi diangkat dalam kondisi ideal

memiliki porsi hak dan kewajiban yang sama dengan anak, dan karena itu dianggap pula

sebagai anggota dari keluarga inti (Koentjaraningrat, 1997:106). Di dalam keluarga

kecil itu terjadi proses sosialisasi yang dialami oleh seorang anak di rumahnya, proses

sosialisasi di rumah tersebut bisa disebut sebagai pola pengasuhan (child rearing) orang

tua terhadap anak, karena masyarakat menganggap ayah dan ibu yang merupakan

penggerak inti dari keluarga dan bertanggung jawab penuh terhadap pengasuhan anak.

Namun yang menjadi ketertarikan bagi penulis adalah mengenai karakteristik pola

pengasuhan yang terdapat di keluarga nelayan Kelurahan Kingking. Cara pengasuhan

ini berada dalam artian mengenai sebagian dari proses sosialisasi seorang anak ketika

berada dalam lingkungan keluarganya (Danandjaja, 1980: 497-516). Anak di keluarga

nelayan Kelurahan Kingking mendapat perlakuan yang sama dengan anak bukan

nelayan dari pendidik di institusi pendidikan formal yaitu sekolah. Namun pendidikan

dan sosialisasi di keluarga yang berbeda antara anak nelayan dan bukan nelayan. Hal

inilah yang menjadi karakteristik pola pengasuhan masyarakat nelayan yaitu mengenai

perbedaan yang berangkat dari keberadaan anak bersosialisasi dalam keluarganya yang

berdampak pada tingkah laku anak. Keberadaan keluarga, termasuk keluarga nelayan,

sangat mempengaruhi proses belajar dari kebudayaan tiap individu yang berangkat dari

sosialisasi yang ia alami selama dalam lingkungan keluarga (Koentjaraningrat,

1990:229).

Seperti yang diuraikan di atas bahwa keluarga menjadi tempat pertama dalam

pembentukan kepribadian yang diterima oleh anak secara intensif. Dr. Josep S. Roucek

(dalam Simandjutak, 1983: 129) mengungkapkan bahwa keluarga adalah buaian

88

Page 5: KAJIAN dan PENULISAN ETNOGRAFI (SOA256) …journal.unair.ac.id/filerPDF/aun023fbb36c1full.doc · Web viewHasil penelitian menunjukkan adanya faktor keadaan ekonomi keluarga yang lemah

kepribadian. Setelah anak mulai bertambah dewasa hal yang sangat berpengaruh besar

adalah lingkungan di mana dijadikan tempat tinggal serta berinteraksi dalam kehidupan

sehari-hari turut mempengaruhi kehidupan individual anak-anak yang ada di dalamnya.

Pola pengasuhan anak dalam masyarakat nelayan akan menjadi menarik untuk di

teliti, karena kehidupan masyarakat nelayan sangat bergantung pada lingkungan alam

beserta isinya yaitu berupa ikan dan hasil lautnya yang menjadi sumber mata

pencahariannya. Menurut Acheson (dalam Andriati, 2012:20) ada kendala khusus yang

dihadapi masyarakat nelayan yaitu gangguan dan fluktuasi alam seperti ombak besar,

badai, angin kencang sehingga nelayan tidak dapat melaut. Akibatnya nelayan

mengalami fluktuasi sosial di dalam kehidupan yaitu ketidakpastian pendapatan.

Sedangkan menurut ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Yussuf

Solichien, 90 persen nelayan diantaranya berada dalam garis kemisikinan

(http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/

2014/06/11/205358/Pemerintahan-Baru-Harus-Berpihak-Kepada-Nelayan diakses pada

tanggal 15 Juni 2014 pukul 14.43).

Berbagai studi telah banyak membuktikan kondisi masyarakat nelayan yang

memiliki cara hidup berbeda dan para ibu yang memiliki tugas mencari nafkah di antara

anggota keluarga (dalam Andriati, 2005). Dalam fenomena tersebut, anak adalah pihak

terdampak atas kondisi perekonomian keluarga. Selain itu dalam Andriati (2012:47),

juga menjelaskan ibu memiliki beban ganda atas ketimpangan gender di keluarga

nelayan Tuban. Berdasarkan hal tersebut, penelitian mengenai cara pengasuhan anak di

Kelurahan Kingking, Tuban cukup menarik dilakukan sebagai relasi atas dampak yang

disebabkan oleh beban ganda istri nelayan tersebut.

Berdasarkan materi-materi yang diperoleh di atas baik secara langsung maupun

literatur maka peneliti memiliki pemikiran bahwa cara pengasuhan masyarakat nelayan

khususnya di Kelurahan Kingking Kecamatan Tuban Kabupaten Tuban, Jawa Timur

menjadi fokus yang menjadi perhatian untuk mengangkat sebagai sebuah tema

penelitian. Sehingga dalam penelitian ini pokok permasalahan yang akan dikaji adalah

mengenai bagaimana cara pengasuhan anak pada masyarakat nelayan di Kelurahan

Kingking Kecamatan Tuban Kabupaten Tuban?

89

Page 6: KAJIAN dan PENULISAN ETNOGRAFI (SOA256) …journal.unair.ac.id/filerPDF/aun023fbb36c1full.doc · Web viewHasil penelitian menunjukkan adanya faktor keadaan ekonomi keluarga yang lemah

Metode Penelitian

Tahap awal sebelum memfokuskan penelitian ini ialah melakukan pengamatan

yang bersifat penjajakan obyek lapangan secara umum (grand tour observation). Istilah

grand tour mengacu pada (Spradley, 1997:110) yaitu pengalaman yang diperoleh

peneliti ketika pertama kali mulai mempelajari suatu lingkup budaya. Penjajakan dalam

obyek penelitian digunakan untuk memperhatikan unsur-unsur utama dari konteks

sosial yaitu suasana budaya masyarakat.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yang

diperoleh secara kualitatif. Penelitian yang bersifat deskriptif, bertujuan

menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok

tertentu untuk menentukan frekuensi atau penyebaran suatu gejala dan gejala lain dalam

masyarakat (Tan, Mely G. Dalam Koentjaraningrat, 1997: 29).

Gambaran Umum Masyarakat Nelayan Kingking

Kelurahan Kingking adalah sebuah wilayah pesisir pantai utara di kawasan

Kecamatan Tuban Kabupaten Tuban. Luas Kelurahan Kingking sebesar 35,25 Ha

dengan batas-batas wilayah yaitu: sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan

Karangsari, sebelah selatan yaitu Kelurahan Ronggomulyo, sebelah barat dengan

Kelurahan Karangsari dan Latsari, dan sebelah timur yaitu Kelurahan Sidomulyo dan

Karangsari.

Jumlah penduduk di Kelurahan Kingking adalah 1.605 orang. Sekitar 228 orang

diantaranya merupakan nelayan laut. Dari total tersebut, 53 orang merupakan juragan

nelayan (pemilik perahu) dan 175 orang menjadi buruh nelayan. Faktor pendorong

adanya jumlah nelayan yang banyak ini adalah letak geografis yang sangat dekat dengan

laut. Meskipun tidak langsung berhadapan dengan laut, namun masih dikategorikan

sebagai kawasan pesisir. Hasil laut para nelayan juga menjadi sumber mata pencaharian

pedagang. Pedagang membeli ikan segar dan ikan olahan dari nelayan untuk dijual

kembali.

Nelayan Kingking dalam kesehariannya melaut yang biasa disebut nelayan

sebagai miyang atau mbelah. Pekerjaan mencari ikan ini adalah satu-satunya pekerjaan

yang dilakukan para nelayan. Adapun tiga tipe nelayan menurut Andriati (2012:26)

90

Page 7: KAJIAN dan PENULISAN ETNOGRAFI (SOA256) …journal.unair.ac.id/filerPDF/aun023fbb36c1full.doc · Web viewHasil penelitian menunjukkan adanya faktor keadaan ekonomi keluarga yang lemah

yaitu tipe nelayan lautan bebas dan tipe nelayan pantai, dan nelayan sungai. Di

Kelurahan Kingking terdapat dua dari tiga tipe nelayan tersebut yaitu nelayan lautan

bebas dan pantai. Nelayan lautan bebas yang melaut selama 3 hari hingga berminggu-

minggu hingga berbulan-bulan. Kegiatan mbelah ini dilakukan pada saat muson angin

timur karena pada musim inilah saat ikan mudah didapat (musim ikan). Musim ini

terdapat pada bulan Juni sampai bulan Oktober. Di saat tersebut, baik nelayan lautan

bebas ataupun nelayan pantai, dapat melaut dengan normal. Pada musim ini, hasil

tangkapan biasanya berupa ikan teri, ikan layur, ikan ethek, dan ikan tongkol. Pada

umumnya masyarakat nelayan sekarang telah banyak mengalami penurunan

pendapatan, hal itu disebabkan oleh beberapa faktor yaitu sudah banyak terumbu karang

yang sudah rusak, over fishing, dan pola pikir masyarakat yang masih tradisional.

Kesulitan melakukan pekerjaannya untuk melaut hanya dapat tertutup dengan

bantuan istri. Hasil pekerjaan nelayan rata-rata hampir tidak dapat mencukupi

kebutuhan sehari-hari dalam keluarga (Andriati, 2012:70). Sang nelayan, sebagai kepala

keluarga, telah memaklumi keberadaan dan posisi istri yang wajib bekerja membantu

perekonomian. Jadi tidak terdapat batasan kebudayaan yang membedakan seorang

wanita, baik istri maupun anak perempuan nelayan, untuk bekerja. Dalam kehidupan

nelayan yang tidak pasti tersebut, istri nelayan akhirnya melaksanakan beban ganda.

Beban ganda ini diantaranya mengurus rumah tangga, mengasuh anak, dan membantu

mencukupi kebutuhan keluarga yang kurang. Selain itu mereka juga berjualan kue dan

hasil laut suami, terdapat sedikit diantara istri nelayan yang terpaksa meminta-minta

(mengemis) untuk menyambung kehidupan ekonomi. Hal ini diakibatkan karena

seringnya mereka mengalami kerugian jika berjualan ikan atau kue. Ketika mengemis,

mereka menganggap hal tersebut tidak membutuhkan modal dan tenaga yang sama

dengan ketika berjualan. Pada umunya istri-istri nelayan diharuskan untuk bekerja

disamping mereka harus mengurusi urusan-urusan keluarga. Istri nelayan ini

kebanyakan dari kelompok nelayan menengah kebawah dan buruh nelayan, mereka

lebih banyak mengambil keputusan sendiri untuk mengatur pengeluaran keuangan

rumah tangganya. Namun suaminya dominan dalam mengambil keputusan tentang

pendidikan dan perkawinan anak (Andriati 2012:77).

Dalam sistem kekerabatan masyarakat nelayan tidak membeda-bedakan

kedudukan keluarga pihak wanita maupun pihak laki-laki. Tapi keputusan penuh untuk

91

Page 8: KAJIAN dan PENULISAN ETNOGRAFI (SOA256) …journal.unair.ac.id/filerPDF/aun023fbb36c1full.doc · Web viewHasil penelitian menunjukkan adanya faktor keadaan ekonomi keluarga yang lemah

pemilihan jodoh diambil penuh oleh seorang kepala keluarga, sedangkan keputusan

untuk mengatur kepentingan keluarga diambil penuh oleh seorang istri nelayan.

Dari sistem kekerabatan ini akan mempengaruhi adat istiadat masyarakat nelayan

terutama adat ketika menetap setelah menikah atau saat pelamaran. Adat menetap

setelah menikah masyarakat nelayan Kingking tidak jauh berbeda dengan masyarakat

Tuban lainnya meskipun saat ini sudah agak berbeda dengan dahulu. Dahulu adat

menetap setelah menikah adalah ke pihak suami atau tinggal di lingkungan keluarga

suami sesuai dengan bentuk perkawinan patrilokal. Saat ini pergeseran adat menikah

mulai ke bentuk perkawinan bebas dimana suami atau istri tidak ditentukan secara tegas

dimana mereka akan tinggal. Ketika suami istri belum memiliki tempat tinggal sendiri,

biasanya mereka untuk sementara tinggal di rumah keluarga suami. Kondisi ekonomi

keluarga muda nelayan ini juga mempengaruhi tempat tinggal mereka. Jika keluarga

suami memiliki saudara maka dalam satu rumah diisi lebih dari satu keluarga. Namun

jika istri kurang cocok dengan mertua atau keluarga suami yang lain maka

kecenderungan untuk tinggal di tempat lain adalah di rumah kontrakan sederhana

karena mereka belum mampu membeli lahan/rumah baru.

Dalam kehidupan sehari-hari penduduk masyarakat Kingking umumnya

mengikuti ormas (organisasi masyarakat) keagamaan Nahdlatul Ulama (NU). Hal ini

diperkuat adanya pondok pesantren As- Shomadiyah dan lembaga pendidikan diniyah

Yayasan pendidikan Mamba’ul Ma’arif milik NU. Keberadaan Pondok Pesantren dan

lembaga diniyah ini mempengaruhi kepercayaan agama masyarakat setempat. Dahulu

sebelum adanya kedatangan ulama di lingkungan masyarakat setempat, mereka masih

banyak yang menganut kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Dalam Nahdlatul Ulama, kiai/ulama dianggap sebagai orang yang dihormati

karena kiai dianggap orang pintar yang mengetahui segala hal. Kiai juga menjadi

panutan dan patron utama dalam menjalani kehidupan, terutama masalah ibadah.

Meskipun masyarakat tidak sepenuhnya dapat melakukan hal yang sama seperti kiai,

namun mereka mencoba menaati kata-kata dari kiai.

Sedangkan untuk masyarakat yang menganut kepercayaaan kejawen adalah

penganut kejawen sejati tanpa embel-embel islam kejawen, kristen kejawen, atau hindu

kejawen. Mereka percaya pada Manunggaling Kawulo Gusti yang berarti bahwa jiwa

dan raga mereka dianggap telah menyatu dengan obyek Tuhan (Gusti). Clifford Geertz

92

Page 9: KAJIAN dan PENULISAN ETNOGRAFI (SOA256) …journal.unair.ac.id/filerPDF/aun023fbb36c1full.doc · Web viewHasil penelitian menunjukkan adanya faktor keadaan ekonomi keluarga yang lemah

dalam bukunya The Religion of Java (1981) menyebutkan bahwa kejawen juga dapat

disebut agami jawi. Dalam kejawen tidak ditetapkan jenis peribadatan yang baku untuk

menyembah Gusti Pangeran (Tuhan). Mereka biasanya memiliki aji-aji (jimat) berupa

keris, batu, atau cincin yang dianggap magis. Mereka juga memiliki mantra-mantra

khusus sebagai lambang doa kepada Tuhan.

Fenomena Masyarakat Nelayan Kingking

Terdapat fenomena di masyarakat nelayan Kelurahan Kingking yang berhubungan

dengan keberadaan etika dan etiket. Fenomena yang dimaksud adalah adanya cara

berperilaku masyarakat nelayan.

Etika adalah sesuatu yang membahas tentang moralitas. Menurut Kamus Besar

Bahasa Indonesia, etika berarti nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi

pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.

Sedangkan etiket adalah sopan santun berupa perbuatan dalam pergaulan yang sifatnya

jauh lebih relatif dari etika. Yang dianggap sopan dalam kebudayaan, bisa menjadi

sesuatu yang tidak sopan dalam kebudayaan lain (Bertens, 2004:9).

Etika dalam masyarakat nelayan berupa tingkah laku moral yaitu adat kebiasaan,

anggapan-anggapan tentang baik dan buruk, dan tindakan yang diperbolehkan dan tidak

diperbolehkan. Di dalam masyarakat setempat, keberadaan ketiga hal tersebut berasal

dari adanya norma agama Islam yang cukup berpengaruh pada masyarakat muslim Jawa

pada umumnya. Orang Jawa memiliki aturan mengenai molimo. Molimo dalam

masyarakat Jawa Kuno diartikan sebagai wujud kesempurnaan seseorang atas usaha

(tirakat) untuk (1) ojo maling (jangan mencuri), (2) ojo madon (jangan main

perempuan/jangan berzina), (3) ojo madat (jangan mengonsumsi narkoba), (4) ojo

mendem (jangan mabuk-mabukan), dan (5) ojo main (jangan berjudi). Jika kelima hal

itu diakukan sepenuhnya oleh orang tersebut, maka ia dipercaya akan memiliki

kekuatan magis tertentu.

Namun dalam pandangan masyarakat Kingking, molimo adalah sekumpulan

aturan tingkah laku yang harus dilakukan yaitu untuk tidak mencuri, main perempuan,

jangan memakai narkoba, jangan mabuk, dan jangan judi. Masyarakat nelayan Kingking

memahami keberadaan etika yang harus ddipatuhi. Namun tidak semua molimo

dilaksanakan sepenuhnya. Masyarakat nelayan tidak suka mencuri, mereka memahami

93

Page 10: KAJIAN dan PENULISAN ETNOGRAFI (SOA256) …journal.unair.ac.id/filerPDF/aun023fbb36c1full.doc · Web viewHasil penelitian menunjukkan adanya faktor keadaan ekonomi keluarga yang lemah

bahwa hak masing-masing individu adalah hal yang tidak boleh diambil. Namun masih

ada beberapa nelayan yang sengaja mengambil hak nelayan lain ketika di laut. Rumpon

(alat perangkap ikan di tengah laut) sering dicuri ikannya oleh nelayan lain yang tidak

turut memiliki. Pengambilan ikan yang tidak diketahui nelayan menyebabkan konflik di

antara para nelayan. Konflik yang timbul dapat menyebabkan tawuran di tengah laut.

Tawuran yang terjadi dapat menyebabkan luka-luka hingga meninggal.

Mengenai kebiasaan minum-minuman keras berjenis tuak yang merupakan

minuman keras tradisional khas Tuban, keberadaan Tuak di Tuban yang telah

membudaya kini mulai dilarang produksinya. Namun dengan adanya tuak yang telah

membudaya tersebut, masih banyak masyarakat Tuban yang masih memproduksi dan

mengonsumsi. Tuak bagi para nelayan muda juga memiliki fungsi aktualisasi diri.

Dalam Dio (2008:105) Fungsi aktualisasi diri dalam kebiasaan noak adalah sarana

nelayan untuk menunjukkan diri bahwa “Saya orang pantura”. Noak bagi masyarakat

nelayan Kingking adalah satu ciri khas yang selayaknya mereka tunjukkan. Mereka

menganggap bahwa orang pantura (pantai utara) adalah orang-orang yang berani dan

jagoan.

Selain itu etika dalam kehidupan sosial yang masih dilanggar adalah madat

(mengonsumsi narkoba). Pemuda Kingking saat ini banyak terlibat kasus

penyalahgunaan narkoba. Dalam satu berita (http://kotatuban.com/head-lie/diduga-

industri-karnopen-berada-di-bumi-wali/ diakses pada tanggal 23 Juni 2014 pukul 21.25)

pengedar & pembuat (home industry) narkoba incaran Polres Tuban berada di wilayah

Kelurahan Kingking, Tuban. Posisi pemuda nelayan Kingking adalah sebagai

pengonsumsi/pembeli narkoba tersebut. Harga narkoba berjenis karnopen yang dijual

seharga Rp 10.000,00/paket dengan isi 5 butir pil. Dengan harga dan tempat membeli

yang terjangkau, pemuda nelayan dapat membeli pil narkoba dengan mudah.

Etiket dalam masyarakat nelayan Kingking berbeda dengan masyarakat Kingking

bukan nelayan. Etiket dalam masyarakat nelayan Kingking tidak terlalu diperhatikan

dan cenderung bersikap adanya. Dari segi berpakaian, mereka tidak terlalu membeda-

bedakan pakaian yang dikenakan pada setiap acara yang berbeda. Saat bepergian,

pakaian yang digunakan tidak jauh berbeda dengan ketika melaut. Hal tersebut bagi

orang bukan nelayan dianggap kurang sopan dan tidak layak. Bagi masyarakat Kingking

bukan nelayan, pakaian ketika bepergian dan menerima tamu tidak seharusnya

94

Page 11: KAJIAN dan PENULISAN ETNOGRAFI (SOA256) …journal.unair.ac.id/filerPDF/aun023fbb36c1full.doc · Web viewHasil penelitian menunjukkan adanya faktor keadaan ekonomi keluarga yang lemah

disamakan ketika sedang melaut. Meskipun demikian, mereka memahami hal tersebut

dan tidak mempersoalkan penampilan masyarakat nelayan Kingking.

Selain itu cara berbicara masyarakat nelayan Kingking juga tergolong bervolume

keras dibanding masyarakat Jawa pada umumnya. Kebiasaan bercakap-cakap ketika di

laut yang tidak dapat menggunakan volume pelan karena angin cukup besar, dibawa ke

daratan untuk bercakap-cakap dengan orang lain. Mereka juga cenderung menggunakan

bahasa Jawa ngoko terutama pada masyarakat nelayan yang masih muda (di bawah 30

tahun). Hal ini berbeda dengan nelayan Kingking yang berusia lebih tua yang cenderung

menggunakan bahasa Jawa alus (tingkatan bahasa Jawa yang lebih sopan) pada tamu

yang berusia tua atau muda. Selain itu ketika masyarakat nelayan sedang minum tuak,

mereka meminumnya di trotoar pinggir jalan ketika akan mbelah (melaut). Tempat di

trotoar berada di pinggir Jalan Surabaya-Semarang yang merupakan jalan provinsi yang

ramai. Mereka biasa duduk di kawasan tersebut sembari membenahi jaring dan

mempersiapkan perlengkapan mbelah. Mereka minum tuak di tempat tersebut tanpa

memperhatikan keadaan sekitar yang masih siang hari dan banyak anak kecil yang

merupakan anak nelayan.

Lingkungan Berpengaruh pada Anak

Menurut Ralph Linton (dalam Simandjuntak, 1983:127) lingkungan merupakan

tempat paling lebar untuk memasukkan seluruh orang-orang di sekitar dengan

kepribadiannya, sekaligus fenomena obyek dan alam yang melakukan kontak dengan

subyek tersebut. Sehingga perbedaan kondisi lingkungan dapat berpengaruh pada

kepribadian anak. Lingkungan terbagi menjadi dua yaitu lingkungan alam dan

lingkungan sosial.

Tidak dapat dipungkiri lingkungan alam mempengaruhi proses belajar anak

dalam bertingkah laku karena lingkungan alam adalah tempat anak tinggal dan

menjalankan aktivitas. Lingkungan alam anak nelayan adalah kawasan pesisir pantai

yang berhadapan dengan laut Jawa. Sejak kecil anak telah berhadapan langsung dengan

ekosistem pantai dan laut. Hal tersebut secara tidak langsung akan mempengaruhi

kepribadian anak. Ia menjadi menggantungkan diri pada laut dan hal itu terus terjadi

hingga anak tumbuh dewasa. Akibat yang didapatkan ketika ia dewasa adalah

ketergantungan pada pesisir dan laut. Ketika sumber penghasilan dari melaut tidak dapat

95

Page 12: KAJIAN dan PENULISAN ETNOGRAFI (SOA256) …journal.unair.ac.id/filerPDF/aun023fbb36c1full.doc · Web viewHasil penelitian menunjukkan adanya faktor keadaan ekonomi keluarga yang lemah

diharapkan karena tidak sedang musim ikan atau cuaca buruk, maka nelayan tersebut

kesulitan mendapatkan pekerjaan lain.

Sedangkan Lingkungan sosial berperan secara bertahap berperan pada anak mulai

dari anak lahir hingga ia tua. Bentuk hubungan antara seorang anak dan lingkungan

sosialnya berupa proses sosialisasi. Sosialisasi bersangkutan pada proses belajar

kebudayaan dalam sistem sosial. Dalam proses ini seorang individu dari masa anak-

anak hingga tuanya belajar pola-pola tindakan dalam interaksi dengan segala macam

individu yang berada di sekeliingnya, yang menduduki beraneka macam peran sosial

yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Pola-pola tersebut akan membentuk cara

bersikap anak dan berinteraksi.

Pola Interaksi

Masyarakat Kelurahan Kingking tergolong masyarakat yang cenderung

berinteraksi hanya pada kelompok masyarakat sesama nelayan. Meskipun secara

geografis berada di kawasan ibu kota Kabupaten Tuban, namun perkembangan sosial

tidak sepenuhnya berubah dari masa sebelum orde baru. Perubahan yang terjadi seperti

sifat mereka yang telah mulai terbuka pada pihak di luar nelayan untuk berinteraksi.

Namun, interaksi yang dilakukan tidak seterbuka masyarakat bukan nelayan.

Nampaknya mereka lebih memilih untuk meneruskan apa yang sudah mereka peroleh

dari orang tua mereka untuk menjadikan suatu kebudayaan yang sudah cukup

memuaskan bagi masyarakat setempat.

Selain itu, perubahan sosial yang terjadi disebabkan adanya pergeseran budaya

yang berasal dari interaksi sosial. Salah satu media tempat pergeseran itu terbentuk

adalah dari institusi pendidikan. Pendidikan membuat pelajarnya memiliki sikap terbuka

dan menyukai hal-hal baru. Masuknya pendidikan pada anak nelayan ini lambat laun

semakin banyak berpengaruh karena mereka merupakan agen penerus komunitas bagi

orang tuanya. Pola pikir yang demikian juga terbentuk karena dinamika masyarakat

yang menimbulkan pengaruh cukup dramatis (Mead dalam Friedman & Schustack,

2006:81).

Pola interaksi anak yang terjadi adalah dengan orang tua, saudara kandung,

kerabat, tetangga, dan teman sebaya. Pada era tahun 1990-1998an hubungan anak

terhadap orang tua masih sangat menjunjung tinggi nilai kesopanan atau unggah-

96

Page 13: KAJIAN dan PENULISAN ETNOGRAFI (SOA256) …journal.unair.ac.id/filerPDF/aun023fbb36c1full.doc · Web viewHasil penelitian menunjukkan adanya faktor keadaan ekonomi keluarga yang lemah

ungguh misalnya penggunaan bahasa Kramamadya pada orang tua. Contoh lain yaitu

ketika anak lewat di depan orang tuanya maka sang anak menundukkan kepalanya

sebagai etika anak terhadap oang tuanya. Kemudian ketika berbicara mengenai

kepatuhan anak, masih terus dilaksanakan tugas anak untuk patuh kepada orang tua

dalam setiap perintah. Berbeda dengan masa kini dimana konsep-konsep kesopanan

zaman dahulu mulai ditinggalkan generasinya. Telah dijelaskan di atas bahwa anak kini

telah menggunakan bahasa Jawa ngoko.

Pada pola interaksi anak nelayan dengan saudara kandung, interaksi yang terjadi

merupakan adanya kebersamaan diantara mereka sebab aktivitas mereka cenderung

terarah pada kegiatan kerja dan keseharian sebagai keluarga anggota keluarga nelayan.

Terlebih lagi apabila dalam keluarga tersebut terdiri atas lebih dari 1 anak, maka

pekerjaan pokok dalam kehidupan rumah tangga menjadi lebih terbantu atau sebaliknya

menjadi lebih kompleks atau rumit.Keberadaan interaksi antar saudara sekandung,

khususnya pada masyarakat setempat, menjadi tugas orang tua untuk mengatur

keberadaan mereka dalam posisi secara horizontal dalam keluarga. Posisi tersebut

mengatur tugas masing-masing individu yaitu misalnya kakak menjadi pembimbing

bagi adiknya serta adik menjadi pihak yang wajib dilindungi keberadaannya oleh kakak.

Dalam tugas tersebut, orang tua menganjurkan pada anak-anaknya untuk menghormati

kepada anak yang lebih tua.

Dalam hubungan persaudaraan tidak jarang terjadi konflik. Persaingan atas hal-hal

rutin dalam rumah terkadang dapat memicu konflik. Misalnya ketika saudara sekandung

berebut makanan dan salah satu diantara mereka tidak mau mengalah, ketika berebut

siaran televisi, kecemburuan salah seorang anak yang merasa tidak mendapat kasih

sayang lebih dari orang tua dibanding saudaranya. Ini akan menimbulkan kecemburuan

sosial karena sang anak akan masing-masing memainkan peranan memperlihatkan

keunggulannya dari pengalaman-pengalamannya pada proses belajarnya sebagai

individu-individu tertentu (Simandjuntak B., 1983:130-131).

Interaksi anak dengan kerabat terkadang anak nelayan Kingking dapat lebih dekat

dengan paman atau saudara sepupunya dibanding dengan orang tua, biasanya hal ini

terjadi apabila sedang terjadi kerenggangan antara anak dengan orang tuanya. Anak pun

mencari solusi kepada saudara yang umurnya sebaya. Hal ini menjadi salah satu pilhan

bagi anak ketika menghadapi konflik karena saudara masih merupakan kelompok

97

Page 14: KAJIAN dan PENULISAN ETNOGRAFI (SOA256) …journal.unair.ac.id/filerPDF/aun023fbb36c1full.doc · Web viewHasil penelitian menunjukkan adanya faktor keadaan ekonomi keluarga yang lemah

kekerabatannya dan karena saudara sebaya dengannya. Ada perasaan malu apabila ia

mencurahkan hatinya pada orang yang lebih tua. Sehingga pelarian anak atas masalah

yang ia hadapi adalah meminta bantuan pada kerabat untuk menyelesaikan atau

melupakan masalahnya dengan mengonsumsi narkoba.

Dalam sistem kekerabatan masyarakat nelayan Kingking masih mengenal sayan

atau gotong-royong. Hal ini hampir terdapat pada seluruh kegiatan yang diadakan oleh

salah satu keluarga. Sehingga akan membentuk kekeluargaan yang sangat erat serta

mengarah pada keserasian misalnya pada saat mereka membangun rumah keluarga yang

berjarak lebih dekat akan membantu tanpa meminta upah dari pemilik rumah yang juga

kelurganya tersebut

Orang-orang di luar lingkup keluarga nelayan dipahami anak hanya sebagai orang

lain yang ketika mereka membutuhkan bantuan maka mereka mulai berinteraksi, namun

di luar kepentingan itu maka hampir tidak ada interaksi yang terjadi. Masyarakat bukan

nelayan di Kingking menganggap bahwa anak keluarga nelayan adalah anak yang nakal,

bermoral rendah, dan kotor. Mereka menganggap rendah (underestimate) anak nelayan

atas pandangan ketidakbecusan orang tua nelayan dalam mendidik anaknya. Tetangga

bukan nelayan juga membeda-bedakan sikapnya terhadap anak nelayan dan bukan

nelayan. Mereka mengizinkan anak-anak mereka berteman dengan anak nelayan namun

dengan anjuran agar menjaga jarak dengan anak nelayan tersebut. Mereka takut apabila

anak mereka disakiti secara fisik oleh anak nelayan, meskipun pada faktanya tidak

sepenuhnya demikian. Sementara bagi tetangga yang keluarganya berlatang belakang

nelayan, anak nelayan baginya tidak dibedakan dengan anak lain pada umumnya. Hal

tersebut dibuktikan dengan sikap terbuka tetangga tersebut ketika ibu dari anak nelayan

meminta bantuan untuk menjaga sang anak.

Wujud interaksi yang ada antara anak dan teman sepermainan dapat dipahami

sebagai hubungan interaksi antara anak-anak yang memiliki kesamaan tingkatan umur.

Biasanya teman sepermainan anak juga berhubungan dengan tingkatan pendidikan yang

sedang ditempuh (untuk anak yang masih sekolah). Interaksi yang dilakukan anak

dengan teman sepermainan dilakukan cukup sering dengan intensits pertemuan hampir

setiap hari. Interaksi dapat berupa saling bercerita dan melakukan permainan. Anak-

anak berkumpul di depan rumah salah seorang teman atau tempat lapang yang telah

ditentukan untuk bermain, atau dapat pula di dalam lingkungan sekolah ketika waktu

98

Page 15: KAJIAN dan PENULISAN ETNOGRAFI (SOA256) …journal.unair.ac.id/filerPDF/aun023fbb36c1full.doc · Web viewHasil penelitian menunjukkan adanya faktor keadaan ekonomi keluarga yang lemah

istirahat saja. Mereka biasa berkumpul pada siang hari sepulang sekolah hingga sore

hari ketika akan mengaji. Permainan yang sering dilakukan adalah bal-balan (sepak

bola), kelereng, sketeng, dan delik’an.

Cara Pengasuhan Anak

Cara pengasuhan berada dalam artian mengenai sebagian dari proses sosialisasi

seorang anak ketika berada dalam lingkungan keluarganya (James Danandjaja, 1980:

497-516). Cara pengasuhan tersebut menimbulkan adanya pola atas cara yang dilakukan

terus menerus. Pola pengasuhan anak masyarakat nelayan menyangkut cara perawatan

dan cara mendidik yang dilakukan pada anak-anak nelayan Kingking. Pola pengasuhan

dalam subbab ini didapat dari referensi buku Keluarga Jawa (Geerts, 1982). Dalam

Keluarga Jawa dijelaskan mengenai keberadaan anak dalam keluarga yang merupakan

bekerjanya sistem pertalian keluarga Jawa. Anak sejak dalam kandungan mulai

diperhatikan hingga ia lahir dan bertumbuh dewasa. Perhatian yang dilakukan berupa

cara-cara perawatan dan pengajaran agar anak “beradab” Jawa. Cara-cara demikian

berkaitan dengan cara merawat dan cara mendidik.

Cara Perawatan Menurut Golongan Usia Anak

Pada usia 0-5 tahun anak masih mendapatkan perlakuan yang khusus dari

keluarga lebih khususnya dari sang ibu karena anak belum dapat mengurus dirinya

sendiri. Ketika ibu akan melahirkan biasanya ibu akan dibawa ke bidan atau dukun bayi.

Jika dahulu istri nelayan melahirkan di dukun bayi saja maka akhir-akhir ini mereka

mulai pergi ke bidan meskipun tidak seluruhnya. Dukun bayi dipakai jasanya dengan 2

alasan: magis dan ekonomi. Dukun bayi dianggap dapat memberikan doa-doa khusus

atau suwuk yang berguna bagi keselamatan dan rezeki bayi. Alasan kedua karena faktor

ekonomi, keluarga nelayan tidak mampu membayar jasa bidan.

Ibu tidak mendapatkan perlakuan khusus dari sang suami mereka sekedar

mengantar istri ke dukun atau ke bidan untuk periksa dan melahirkan. Tidak ada

perhatian suami akan keinginan khusus istri (ngidam) atau nasehat khusus bagi istri

ketika mengandung. Ini disebabkan karena fokus suami berada pada kewajibannya

mencari nafkah yang sibuk dan banyak menyita waktunya di laut. Ketika anak baru saja

lahir, anak langsung diadzani lewat telinga kanan diiqomahi di telinga kiri oleh ayahnya

99

Page 16: KAJIAN dan PENULISAN ETNOGRAFI (SOA256) …journal.unair.ac.id/filerPDF/aun023fbb36c1full.doc · Web viewHasil penelitian menunjukkan adanya faktor keadaan ekonomi keluarga yang lemah

dengan suara pelan. Setelah itu anak dimandikan dengan air hangat oleh dukun bayi

atau bidan. Pada usia 8 hari bayi diberi nama dan dipuput (pupak puser) yang ritus di

saat lepasnya tali pusar dari perut sang bayi. Hal yang diadakan pada ritus ini adalah

orang tua mengadakan selamatan1. Selamatan diadakan sekaligus pemberian nama pada

bayi tersebut. Pada proses ini keluarga yang mampu juga aqiqah untuh sang bayi yaitu

selamatan sekaligus menyembelih kambing yang juga merupakan anjuran dalam agama

Islam dimana jumlah kambing yang disembelih bergantung pada jenis kelamin bayi.

Satu kambing untuk bayi perempuan dan dua kambing untuk bayi laki-laki. Aqiqah

tidak dititikberatkan pada proses penyembelihan tapi acara slametan setelah kambing

dimasak dan siap makan. Setelah rangkaian ritus yang dilakukan, tubuh dan pikiran bayi

mulai berkembang sesuai dengan perkembangan usianya. Bayi pada usia 4 bulan

biasanya dapat tengkurap, usia 7 bulan dapat rinjo-rinjo (posisi berdiri sambil dipegangi

kedua sisi tubuhnya lalu ia dapat loncat-loncat), usia 8 bulan dapat merangkak, dan 12

bulan dapat berjalan. Pada umur dua tahun rata-rata bayi sudah disapih. Sapih atau

penyapihan adalah suatu proses singkat saat bayi sudah menginjak usia 2 tahun dimana

kebiasaan memium ASI diganti dengan makanan lain. Menurut masyarakat nelayan

Kingking apabila anak sudah berusia lebih dari dua tahun belum disapih maka anak

akan lebih sulit lepas dari kebiasaan meminum air susu Ibu. Dalam pemahaman

masyarakat setempat, kelak bayi dianggap akan menjadi bodoh dan manja karena

bersembunyi di ketiak ibunya terus. Cara penyapihan dengan memberikan air doa dari

orang pintar kepada sang bayi, cara lain yaitu mengoleskan air dalam biji pohon mahoni

yang pahit ke puting ibu. Makanan yang diberikan setelah proses penyapihan berupa

bubur bayi, susu, atau buah-buahan yang dihaluskan. Pemberian susu formula pada bayi

di masyarakat setempat tidak diberikan pada setiap bayi, namun hanya beberapa.

Pemberian tergantung pada kondisi ekonomi keluarga.

Pada usia dua sampai lima tahun, bayi sudah kurang mendapatkan perhatian

karena sibuknya sang ibu bekerja. Meskipun ibu masih mengikutsertakan keberadaan

1Selamatan adalah upacara pokok bagi orang Jawa dalam hampir semua ritus dan upacara dalam sistem religi orang Jawa. Selamatan adalah tradisi untuk mengundang kerabat dan tetangga yang melambangkan kesatuan mistis dan sosial mereka yang ikut di dalamnya, dengan melibatkan handai-taulan, arwah setempat, nenek moyang yang sudah mati duduk bersama untuk diminta perlindungannya, restunya dan kesediaannya untuk tidak mengganggu. Baca Clifford Geertz, Abangan, Santri dan Priyayi dalam masyarakat Jawa, terj. Aswab Mahasin (1981: 13).

100

Page 17: KAJIAN dan PENULISAN ETNOGRAFI (SOA256) …journal.unair.ac.id/filerPDF/aun023fbb36c1full.doc · Web viewHasil penelitian menunjukkan adanya faktor keadaan ekonomi keluarga yang lemah

anak saat ibu bekerja, namun kualitas komunikasi diantara keduanya berbeda. Ibu yang

berkonsentrasi bekerja tidak dapat sepenuhya mengawasi anak atau melakukan interaksi

yang mendidik. Keberadaan solusi dimana anak dititipkan kepada tetangga atau

keluarga terdekatnya terkadang justru membawa masalah baru. Rasa kasih sayang dan

tanggung jawab yang berbeda antara ibu dan tetangga kepada anak berpengaruh pada

pribadi anak sendiri. Jika perhatian ibu lebih dianggap anak lebih besar daripada

tetangga atau kerabat, anak akan cenderung lebih dekat pada ibu. Sebaliknya, jika

perhatian tetangga atau kerabat dianggap lebih besar daripada ibu maka anak cenderung

dekat pada tetangga atau kerabat tersebut.

Pada usia 6-10 tahun, Mengenai perawatan anak, ibu mulai tidak memperhatikan

kegiatan sehari-hari anak. Kegiatan sehari-hari seperti mandi, berpakaian, dan

kewajiban beribadah mulai dilakukan sendiri oleh anak sebab pada usia ini anak mulai

bisa melakukannya sendiri tanpa bantuan orang tua. Meskipun begitu anak masih

membutuhkan koreksi dan pembenahan dari kegiatan yang ia lakukan. Kegiatan lain

yang mulai diajarkan pada anak pada usia di atas 6 tahun adalah pemberian tugas pada

anak. Anak perempuan diminta ibu melakukan pekerjaan sederhana seperti menyapu

teras, mencuci piring, membelikan salah satu bahan memasak untuk ibu, dan melipat

pakaiannya sendiri. Anak perempuan biasanya cenderung menurut pada orang tua.

Sementara bagi anak laki-laki, di usia 6-7 tahun anak masih sepenuhnya dalam

perawatan dan pengasuhan oleh ibu. Anak laki-laki di usia tersebut juga masih

mendapat banyak tugas dari ibu seperti halnya anak perempuan. Lalu kemudian di usia

8 tahun ke atas ia mulai diminta membantu pekerjaan ayah.

Anak laki-laki pada usia ini sudah banyak yang ikut miyang atau melaut sebagai

proses pembelajaran mengenai kondisi lingkungan. Ia dihadapkan pada keseharian dan

tempat bekerja ayah yang selama ini menyita waktu bertemu antara ayah dan keluarga.

Selain itu pada usia 6-10 tahun banyak anak laki-laki nelayan yang mulai bekerja.

Pekerjaan yang dilakukan adalah menjadi alang-alang. Alang-alang adalah satu jenis

pekerjaan yang dilakukan dengan membantu membawakan hasil tangkapan nelayan dari

perahu di pinggir laut ke pasar ikan atau Tempat Pelelangan Ikan (TPI) setempat.

Alang-alang biasa mendapat upah dari nelayan berupa uang tunai senilai Rp

10.000,00 atau berupa sebagian kecil ikan hasil tangkapan nelayan tersebut. Kegiatan

alang-alang ini dilakukan pada waktu nelayan pulang ke darat seteah sebelumnya

101

Page 18: KAJIAN dan PENULISAN ETNOGRAFI (SOA256) …journal.unair.ac.id/filerPDF/aun023fbb36c1full.doc · Web viewHasil penelitian menunjukkan adanya faktor keadaan ekonomi keluarga yang lemah

mereka menunggu di tempat nelayan biasa mendarat. Orang tua cenderung membiarkan

anaknya alang-alang dengan alasan mereka menyadari bahwa mereka tidak mampu

memberikan uang jajan yang cukup untuk anak. Disamping itu mereka tidak pula

mendukung secara jelas kegiatan anak karena orang tua memberikan kebebasan yang

sifatnya tidak menentang norma. Kegiatan alang-alang dianggap hal yang tidak

melanggar norma dan wajar, didukung pula atas pengalaman orang tua yang masa

kecilnya juga menjadi alang-alang.

Hal di atas menunjukkan bahwa pengalaman masa kecil orang tua ketika ia masih

anak-anak dalam bekerja dan sikap orang terdahulu membenarkan adanya alang-alang,

terus terjadi pada generasi selanjutnya dan menjadi salah satu kepribadian anak

mengenai kebiasaan bekerja sejak masih kecil. Anak juga cukup banyak dinasehati

mengenai cara menghormati orang yang lebih tua, kewajiban patuh pada orang tua,

kewajiban menjalankan ibadah dengan baik, dan belajar sebagai tugas anak sebagai

pelajar. Namun sayangnya dari seluruh aktivitas yang diwajibkan orang tua kepada

anak, tidak disertai pengawasan yang baik dari orang tua. Orang tua hanya mengawasi

anak hanya ketika mereka bertemu langsung dengan anak. Mereka terlalu sibuk dan

menganggap remeh perbuatan-perbuatan anak, sehingga terjadi pembiaran yang secara

tidak sadar dilakukan.

Pada usia 11 tahun hingga akil baliq atau dewasa seorang anak akan mengalami

masa transisi atau masa peralihan. Koentjoroningrat (1997:92) menyebutkan bahwa

masa peralihan adalah daur hidup dari satu tingkat hidup atau lingkungan sosial ke

tingkat hidup atau lingkungan sosial berikutnya, proses ini merupakan saat-saat yang

penuh bahaya, baik yang nyata maupun gaib.

Dalam masyarakat nelayan setempat, anak yang menjelang dewasa ini sudah

kelihatan pembawaan dan kepribadian mereka, sebab pada kebanyakan anak nelayan

pada usia ini sudah kelihatan karaktiristik dari individu masing-masing, pada

masyarakat nelayan seorang anak laki-laki pada usia 11 tahun kebanyakan sudah

banyak yang ikut melaut atau miyang. Hal ini berbeda dengan anak perempuan yang

masih banyak menempuh pendidikan. Orang tua pada umumnya hanya memberikan

nasihat-nasihat, petuah, serta larangan-larangan melakukan hal buruk. Anak dituntut

menjadi orang yang berguna bagi keluarga dan tidak membuat malu nama baik

102

Page 19: KAJIAN dan PENULISAN ETNOGRAFI (SOA256) …journal.unair.ac.id/filerPDF/aun023fbb36c1full.doc · Web viewHasil penelitian menunjukkan adanya faktor keadaan ekonomi keluarga yang lemah

keluarga. Namun kembali lagi pada permasalahan pengawasan orang tua yang sangat

minim dan terkesan tidak mempedulikan anak pada usia ini.

Ketika anak memutuskan untuk berhenti sekolah pada tingkat sekolah menengah,

orang tua cukup kecewa. Tapi dari kekecewaan tersebut anak tidak melakukan inisiatif

untuk kembali bersekolah karena teman sepermainannya juga banyak yang putus

sekolah. Sehingga keberadaan anak putus sekolah di Kelurahan Kingking seakan

menjadi hal biasa. Sementara itu untuk masalah pribadi anak, orang tua sudah

menganggap anak telah sepenuhnya mandiri. Meskipun masih mendapatkan makanan

dan tempat tinggal bersama orang tua, namun untuk uang jajan telah didapatkan secara

mandiri hal ini hanya belaku pada anak laki-laki. Sementara untuk anak perempuan,

mereka cenderung patuh pada peraturan di rumah dan bergantung pada pendapatan

orang tua.

Mendidik Anak

Dalam keluarga nelayan, anak mendapatkan didikan yang berasal dari orang tua

sebagai sarana terbentuknya kepribadian dasar anak tersebut. Didikan yang diberikan

berupa pemberian pengetahuan pada anak lewat cerita lisan, realita kehidupan sehari-

hari, pengajaran etika dan etiket, dan lewat lembaga pendidikan formal.

Pada masyarakat nelayan Kingking terdapat sangat sedikit cerita lisan (foklor)

yang didokumentasikan ke dalam tulisan. Masyarakat setempat bahkan memiliki versi

yang berbeda-beda mengenai cerita lisan misalnya asal mula Kingking dan cerita

pewayangan. Dan keberadaan versi-versi tersebut menyebabkan eksistensi cerita lisan

diabaikan. Pengabaian juga diakibatkan karena anak mulai berpikir rasional atas cerita

lisan yang diceritakan oleh orang tuanya. Anak mendapatkan cerita lisan tersebut ketika

ia sedang bercakap-cakap dengan ibu atau didongengkan oleh ibu ketika akan tidur,

meskipun hal ini sangat jarang dilakukan pada saat ini.

Mengenai pemberian didikan realita kehidupan sehari-hari, kebanyakan anak laki-

laki diarahkan oleh ayahnya terutama jika ia telah dianggap telah memiliki cukup

tenaga. Biasanya anak laki-laki diminta membantu pekerjaan ayah yaitu membersihkan

dan memperbaiki jaring, membersihkan dan memperbaiki perahu, memperbaiki mata

pancing, dan pukat. Hal semacam ini bukan berarti ayah telah sepenuhnya

menginginkan anak menjadi pencari ikan juga, tapi atas dasar kebutuhan ayah untuk

103

Page 20: KAJIAN dan PENULISAN ETNOGRAFI (SOA256) …journal.unair.ac.id/filerPDF/aun023fbb36c1full.doc · Web viewHasil penelitian menunjukkan adanya faktor keadaan ekonomi keluarga yang lemah

dibantu dan pengetahuan ayah yang dapat ia ajarkan pada anak hanya sebatas

pengetahuan tentang pekerjaan nelayan.

Sementara bagi anak perempuan, masyarakat nelayan setempat mengarahkannya

pada ibu dari anak tersebut. Pengetahuan ibu yang juga terbatas pada pengetahuan

tentang rumah tangga dan berjualan menyebabkan arahan pada anak perempuan

cenderung kepada hal-hal sederhana seperti pekerjaan rumah tangga, mengasuh adik,

dan membantu pekerjaan ibu berjualan. (Andriati 2012:159).

Anak perempuan nelayan Kingking berada pada rata-rata lulusan pendidikan

SMA dan lebih tinggi dibanding anak laki-laki nelayan Kingking yang rata-rata

merupakan lulusan SMP. Perbedaan tingkat rata-rata tersebut sedikit banyak

dipengaruhi tingkat kepatuhan anak perempuan yang lebih tinggi. Mereka berada dalam

pemikiran bahwa menjadi ibu rumah tangga di masa depan merupakan hal yang harus

diperbaiki baginya, maka ia berpikir untuk meninggikan prestise di bidang pendidikan.

Anak juga diajari beretika dan etiket. Sejak masih digendong, seorang anak telah

mulai diajari sopan santun pada orang dewasa. Ia diajari cara menggunakan masing-

masing tangan untuk fungsi tertentu. Tangan kanan untuk memberi dan menerima

sesuatu dari orang lain dan tangan kiri untuk cebok (membersihkan anus setelah buang

hajat). Mengenai etika molimo, ibu dan ayah hanya sebatas memberikan nasihat. Namun

keberadaan nasihat tersebut tidak didukung dengan pengawasan akan tindakan yang

dilakukan anak. Anak diberi kebebasan untuk memilih jalan hidupnya sejak ia mulai

dirasa dewasa. Anak sudah dianggap telah mampu memilih jalan hidupnya ketika ia

telah khitan bagi anak laki-laki. Sementara untuk anak perempuan tidak terlalu

dibebaskan karena anak perempuan cenderung penurut dan dianggap merupakan anak

yang harus didampingi hingga ia telah menikah di masa dewasa (di atas usia 17 tahun).

Sesuai dengan perkembangan dan pertumbuhan anak pada masa kini orang tua

mulai memperhatikan pendidikan anak. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya anak

nelayan yang didaftarkan ke playgroup atau PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini)

setempat di Kecamatan Tuban. Meskipun dengan biaya yang tidak sedikit, mereka tidak

segan-segan mendaftarkan anak ke PAUD. Selain ingin memperhatikan pendidikan

anak, orang tua juga memiliki tujuan lain dalam mendaftarkan anak yaitu tujuan

prestise. Ketika anak disekolahkan ke PAUD, pelajaran yang disampaikan adalah

mengenai hal-hal ringan seperti bermain, menggambar, menyanyi, dan berhitung

104

Page 21: KAJIAN dan PENULISAN ETNOGRAFI (SOA256) …journal.unair.ac.id/filerPDF/aun023fbb36c1full.doc · Web viewHasil penelitian menunjukkan adanya faktor keadaan ekonomi keluarga yang lemah

sederhana. Sedangkan bagi ibu yang berjualan, maka anak sangat jarang disekolahkan

ke PAUD. Ibu yang memiliki anak usia 4 tahun dan memilih untuk tidak

menyekolahkan anak ke PAUD merupakan ibu-ibu yang keluarganya berada dalam

kesulitan ekonomi dan tidak mampu membayar biaya pendaftaran, seragam, buku, dan

uang bulanan. Mereka menganggap jauh lebih rasional untuk mencari uang saja

ketimbang menyekolahkan anak ke tingkat pendidikan yang belum wajib.

Pendidikan anak selanjutnya adalah Taman Kanak-Kanak (TK). Pada umumnya

warga Kingking telah menyekolahkan anak ke jenjang TK. Pendidikan TK ini

merupakan salah satu persyaratan bagi anak untuk meneruskan pendidikan ke sekolah

dasar (SD). Kemudian anak disekolahkan ke SD untuk syarat masuk ke jenjang sekolah

menengah dan seterusnya hingga bangku kuliah meskipun anak nelayan sangat sedikit

yang mampu meneruskan pendidikan ke perguruan tinggi.Mengenai pendidikan formal

anak di sekolah dasar, orang tua menganggap bahwa sekolah merupakan tempat

menitipkan anak secara penuh dalam hal mengasuh dan mendidik pada jam sekolah.

Mereka berpikir bahwa uang bulanan dan buku-buku yang harus mereka bayar harus

mendapatkan timbal balik pada pengetahuan anak

Mereka menganggap bahwa dengan telah membayar biaya sekolah anak, anak

dapat terbentuk kepribadian dan kecerdasannya hanya di lingkup sekolah. Hal ini

menyebabkan adanya pembiaran dari pihak orang tua untuk menata perilaku anak

sebagai salah satu kewajiban sebagai orang tua. Padahal menurut Kardiner pengalaman

yang didapat pada saat anak-anak akan membentuk suatu kepribadian dasar

(Danandjaja,1980:11). Sementara itu pengalaman yang dialami anak tidak hanya berasal

dari lingkungan sekolah.

Apabila terjadi pelanggaran atas hal yang tidak boleh dilakukan oleh anak, maka

orang tua menjadi penentu kebijakan apakah ia akan mengambil sikap atau tidak. Hal

tersebut juga dipengaruhi oleh usia anak tersebut. Apabila anak masih berusia di bawah

10 tahun dan ia nakal, maka ibu/ayah akan memarahi atau nuturi dengan bahasa

sederhana pada anak. Terkadang kemarahan disertai hukuman fisik yang ringan seperti

mencubit atau menjewer telinga anak. Kenakalan yang dilakukan di usia tersebut

biasanya karena anak rewel, usil, sekedar mencari perhatian secara berlebihan.

Apabila anak telah berusia di atas 10 tahun, maka sikap orang tua berbeda dengan

sebelumnya. Orang tua akan lebih menekankan hukuman fisik lebih berat disamping

105

Page 22: KAJIAN dan PENULISAN ETNOGRAFI (SOA256) …journal.unair.ac.id/filerPDF/aun023fbb36c1full.doc · Web viewHasil penelitian menunjukkan adanya faktor keadaan ekonomi keluarga yang lemah

memarahi. Hal ini berarti orang tua hHukuman fisik ini biasanya berupa pukulan.

Namun hukuman fisik itu juga tidak sepenuhnya dilakukan orang tua pada anak jika ia

nakal. Hal itu bergantung pada jenis kesalahan dan kenakalan yang anak perbuat.

Kenakalan yang dianggap orang tua pantas mendapatkan hukuman fisik adalah ketika

anak mengonsumsi obat-obatan terlarang. Biasanya obat yang digunakan ini berjenis pil

karnopen.

Pada masyarakat Indonesia pada umumnya, minum minuman keras adalah hal

tabu untuk dilakukan anak apalagi bersama dengan orang tuanya. Namun di masyarakat

nelayan Kingking, minum minuman keras (berjenis tuak) adalah hal biasa. Keberadaan

tuak ini sebenarnya didukung keberadaan tuak di Tuban yang juga dianggap hal biasa.

Terlebih lagi meminum tuak bersama antara sesama nelayan, termasuk antara ayah dan

anak yang telah bekerja.

Kesimpulan

Keluarga nelayan Kelurahan Kingking dalam mengasuh anaknya menggunakan

cara-cara yang ia alami di masa kecil berupa cara merawat dan cara mendidik. Cara

merawat berupa usaha orang tua melakukan perawatan yang dibedakan dengan umur

anak yaitu 0-5 tahun, 6-10 tahun, dan 11-18 tahun. Anak usia 0-5 tahun mendapatkan

perawatan dan pengasuhan secara intensif. Perawatan tersebut dilakukan hampir setiap

waktu khususnya pada anak yang masih minum ASI. Ia dilotek (diberi makan dengan

paksa) agar dapat belajar memakan makanan selain ASI. Pengalaman anak dilotek

tersebut menjadi pengalaman masa kecil yang sulit dan membentuk perangai emosional

dan mudah stres. Kemudian pada usia 6-10 tahun anak mulai dilatih mandiri dan

membantu mengerjakan pekerjaan orang tua secara sederhana. Anak juga mulai

mendapatkan memperoleh pendidikan formal. Interaksi yang dilakukan sudah bersama

teman sepermainannya. Pada usia 11 tahun ke atas anak telah dianggap cukup mandiri

dalam mengurus kegiatan sehari-hari. Orang tua hanya sebatas mengontrol agar anak

tidak menyalahi aturan/norma masyarakat dan norma hukum agar nama baik keluarga

tetap terjaga.

Pengasuhan yang dilakukan juga dengan cara mendidik anak. Anak diberi

pengetahuan mengenai realita kehidupan sehari-hari dan cerita lisan yang berisi pesan

moral penting. Selain itu anak disekolahkan ke lembaga pendidikan formal yaitu TPQ

106

Page 23: KAJIAN dan PENULISAN ETNOGRAFI (SOA256) …journal.unair.ac.id/filerPDF/aun023fbb36c1full.doc · Web viewHasil penelitian menunjukkan adanya faktor keadaan ekonomi keluarga yang lemah

(Taman Pembelajaran Qur’an) untuk bekal sebagai anak muslim dan sekolah umum

mulai dari PAUD hingga universitas. Selain itu cara pengasuhan juga disertai adanya

hubungan antara anak dan lingkungan. Lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan

alam dan lingkungan sosial. Lingkungan alam membuat anak bergantung pada

kehidupan laut dan potensinya. Lingkungan sosial membuat adanya interaksi sosial

yang dilakukan sebagai proses anak belajar kebudayaan sendiri. Ia melakukan interaksi

dengan orang tua, saudara sekandung, kerabat, tetangga, dan teman sepermainan.

Hubungan antara anak dengan orang-orang di sekitarnya juga mendukung terbentuknya

kepribadian dasar. Interaksi yang terjadi pada orang-orang dalam lingk up kekerabatan

cukup baik dan dekat. Interaksi yang dekat akan membuat pengaruh terbesar dalam

pembentukan kepribadian.

Dalam pengawasan yang dilakukan orang tua, mereka cenderung tidak aktif

mengawasi secara total. Pengawasan yang dilakukan tidak sepenuhnya membuat anak

jera dan patuh terutama bagi anak laki-laki. Pengawasan juga disertai pembebasan yang

sifatnya terpaksa kepada anak yang terlanjur melakukan kesalahan dan menyalahi

aturan di masyarakat. Mengenai etika molimo yang telah dijelaskan di bab 2, ibu dan

ayah hanya sebatas memberikan nasihat. Namun keberadaan nasihat tersebut tidak

didukung dengan pengawasan akan tindakan yang dilakukan anak. Anak diberi

kebebasan untuk memilih jalan hidupnya sejak ia mulai dirasa dewasa. Anak sudah

dianggap telah mampu memilih jalan hidupnya ketika ia telah khitan bagi anak laki-laki.

Sementara untuk anak perempuan tidak terlalu dibebaskan karena anak perempuan

cenderung penurut dan dianggap merupakan anak yang harus didampingi hingga ia

telah menikah di masa dewasa (di atas usia 17 tahun). Adapun sanksi yang diberikan

pada anak yang telah melakukan pelanggaran atas norma di masyarakat berasal dari

orang tua. Namun sanksi dari orang tua hanya sebatas bentuk ekspresi kemarahan orang

tua. Ketika orang tua telah reda amarahnya, ia tidak terlalu mengurusi kesalahan anak.

Anak dibebaskan atas jalan hidupnya sendiri, sementara orang tua hanya membimbing

dengan pengawasan yang minim.

Hasil kepribadian yang berada pada anak-anak nelayan Kingking berupa pranata

pertama yaitu cara pengasuhan dari orang tua semasa ia kecil. Anak mendapatkan

pengaruh mengenai sikap ibu pada anak tersebut melalui cara-cara yang dilakukan ibu.

Munculnya sifat animistis pada anak yang turut mempercayai adanya kesakralan pohon

107

Page 24: KAJIAN dan PENULISAN ETNOGRAFI (SOA256) …journal.unair.ac.id/filerPDF/aun023fbb36c1full.doc · Web viewHasil penelitian menunjukkan adanya faktor keadaan ekonomi keluarga yang lemah

kelapa pada saat sedekah laut; sikap acuh tak acuh membuang sampah ke laut yang

dilakukan ibu yang menurun pada anak menjadi sikap anak pada obyek tertentu; dan

kefrustasian anak atas uang jajan yang tidak cukup diberikan orang tua membuat anak

bekerja pada usia dini; serta penggunaan pil narkoba sebagai bentuk kenakalan yang

disebabkan stres anak pada kehidupannya, menjadi gambaran kepribadian anak nelayan

Kingking. Hal tersebut memunculkan adanya pranata kedua berupa larangan dan

kepercayaan yang timbul atas kepribadian mereka.

Daftar Pustaka

Andriati, Retno, 2012. Buku Ajar Antropologi Maritim. Surabaya: PT.REVKA PETRA

MEDIA

Andriati, Retno & Endah, Sri N, 2005. Relasi Kekuasaan Suami Istri Pada Masyarakat

Nelayan. Surabaya: Universitas Airlangga

Bertens, K, 2007. Etika. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Danandjaja, James, 1980. Kebudayaan Petani Desa Trunyan Di Bali. Jakarta: PT

Djaya Pirusa.

Friedman, Howard S & Schustack, Miriam W, 2006. Personality Classic Theories and

Modern Research 3Th Edition. English: Allyn&Bacon (terjemahan Benedictine

Widyasinta)

Geertz, Clifford, 1981. Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa. Bandung: PT

Dunia Pustaka Jawa

Geertz, Hildred, 1982. Keluarga Jawa. Jakarta: Grafiti Pers

Kelompok Kerja Penyelarasan Data Kelautan dan Perikanan, 2011. Kelautan dan

Perikanan Dalam Angka 2011. Jakarta: Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik

Indonesia.

Koentjaraningrat, 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT. RINEKA CIPTA.

Koentjaraningrat, 1997. Metode-metode Penelitian Masyarakat (Edisi Ketiga). Jakarta:

PT Gramedia Pustaka Utama.

Randupitoyo, Darundiyo, 2009. Skripsi Tradisi Nitik: STudi Etnogrfi Trdisi Minum

Toak di Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Antropologi FISIP. Universitas Airlangga.

Simandjutak, E.B, 1983. Latar Belakang Kenakalan Remaja. Bandung: Alumni

Bandung.

108

Page 25: KAJIAN dan PENULISAN ETNOGRAFI (SOA256) …journal.unair.ac.id/filerPDF/aun023fbb36c1full.doc · Web viewHasil penelitian menunjukkan adanya faktor keadaan ekonomi keluarga yang lemah

Sumber Internet:

http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news

2014/06/11/205358/Pemerintahan-Baru-Harus-Berpihak-Kepada-Nelayan diakses pada

tanggal 15 Juni 2014 pukul 14.43

109