Kajian Budaya Pop Pada Musik Keroncong
-
Upload
mohammadfikri15 -
Category
Documents
-
view
16 -
download
0
description
Transcript of Kajian Budaya Pop Pada Musik Keroncong
-
KAJIAN BUDAYA POP PADA MUSIK KERONCONG
Perkembangan dan Pengaruh Budaya Musik Pop
INTERDISIPLINER II
Untuk memenuhi tugas analisis kajian budaya pada objek karya seni
Program Studi Penciptaan dan Pengkajian Seni
Minat Studi Pengkajian Musik
oleh
MOHAMMAD TSAQIBUL FIKRI
NIM. 14211125
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT SENI INDONESIA (ISI)
SURAKARTA
2016
-
2
A. LATAR BELAKANG ILMU KAJIAN BUDAYA
Penelitian mengenai kajian budaya cultural studies pada awalnya
berkembang di Inggris, lalu menyebar ke Amerika Utara dan Australia.
Chris Jenks (2013: 226-227) menjelaskan bahwa ada tiga tokoh yang
berperan pada ilmu kajian budaya, diantaranya: Richard Hoggart dengan
Uses of Literacy, Raymond Williams dengan Culture and Society, dan E. P.
Thompson dengan The Making of the English Working Class. Ketiganya
mampu membangun teori tentang landasan-landasan sosial dan politik
dari kebudayaan.
Cultural studies bukanlah sekumpulan teori dan metode yang
monolitik. Stuart Hall (1992) dalam Storey (2010: 1-2) menjelaskan bahwa :
Cultural studies mengandung wacana yang berlipat ganda; bidang ini memuat sejumlah sejarah yang berbeda. Cultural studies merupakan seperangkat formasi; ia merekam momen-momen di masa lalu dan kondisi krisisnya (conjuncture) sendiri yang berbeda. Cultural studies mencakup berbagai jenis karya yang berbeda... ia senantiasa merupakan seperangkat formasi yang tidak stabil... ia mempunyai banyak lintasan; kebanyakan orang telah mengambil posisi teoritis yang berbeda, kesemuanya teguh pada pendiriannya. (278)
Cultural studies merupakan wacana yang sudah lama
diperdebatkan, misalnya diawali pada akhir 1970an. Pada masa tersebut
cultural studies dikacaukan akan penegasan feminisme tentang pentingnya
gender, dan selanjutnya munculnya perdebatan mahasiswa mengenai
tidak munculnya perbedaan ras pada berbagai analisis cultural studies.
Berbeda dengan perdebatan saat ini, cultural studies banyak
mempermasalahkan tentang kegamangan segala kebenaran/pernyataan
yang dipertanyakan kembali di era post-modernisme.
Budaya dalam cultural studies lebih didefinisikan secara politis
ketimbang secara estetis. Objek kajian yang dipahami adalah sebagi teks
dan praktik hidup sehari-hari. John Storey (2010: 3) menjelaskan bahwa
-
3
cultural studies menganggap budaya bersifat politis dalam pengertian yang
sangat spesifik, yaitu sebagai ranah konflik dan pergumulan.
Cultural studies didasarkan pada marxisme. Dijelaskan bahwa
marxisme menerangkan cultural studies dalam dua cara fundamental:
pertama, untuk memahami makna dari teks atau praktek budaya; kita
harus menganalisisinya dalam konteks sosial dan historis produksi dan
konsumsinya sebagai satu bagian yang tidak terpisahkan. Asumsi kedua,
pengenalan bahwa masyarakat industrial kapitalis adalah masyarakat
yang disekat-sekat secara tidak adil menurut beberapa kelompok,
misalnya; garis etnis, gender keturunan, dan kelas (status sosial) yang
menyebabkan budaya bersifat ideologis.
John Storey menegaskan bahwa cultural studies memandang
budaya berasal dari fakta yang membantu membangun struktur dan
membentuk sejarah (2010: 4). Chris Jenks (2013: 233-235) dapat
menyimpulkan dalam sembilan daftar karakteristik yang diperoleh dari
rumusan Agger, bahwa kajian budaya merupakan;
1. Kajian budaya beroperasi dengan sebuah konsep kebudayaan
yang diperluas. Jenis kajian ini berpegang pada pandangan
antropologis tentang kebudayaan yang menyatakan bahwa
kebudayaan adalah seluruh cara hidup yang dijalani manusia
meskipun tidak sejalan dengan pandangan kebudayaan sebagai
sebuah totalitas.
2. Kajian budaya melegitimasi, membenarkan, memuji dan
mempolitisasikan seluruh aspek kebudayaan populer yang
memiliki makna di dalamnya.
3. Sosialisasi identitas kajian budaya melalui proses media massa
dan komunikasi massa yang berusaha mereka pahami.
-
4
4. Kebudayaan bersifat dinamis, sebagai sesuatu yang
sedang/terus terbentuk, terus memperbarui diri dan lebih
menekankan pada sebuah proses.
5. Kajian budaya lebih didasarkan pada konflik dibanding pada
keteraturan budaya itu sendiri.
6. Kajian budaya bersifat menjajah secara demokratis atau dapat
diartikan semua aspek kehidupan sosial saat ini adalah
berbudaya.
7. Kajian budaya merepresentasikan dalam segala tingkatan,
diantaranya; permulaan kemunculan, mediasi dan penerimaan,
atau produksi, distribusi dan konsumsi.
8. Kajian budaya bersifat interdisipliner yang melibatkan
pertemuan antar pokok bahasan disipliner dan mengakui
sebuah pemikiran akan terus berubah dan bergerak.
9. Peneliti kajian budaya menolak nilai-nilai mutlak dan
melakukan pengkajian berdasarkan apa yang diinginkan.
B. OBJEK KAJIAN BUDAYA: KERONCONG
Bentuk musik keroncong saat ini semakin berkembang sesuai
dengan selera masyarakatnya. Keroncong semakin banyak diminati baik
dari kalangan tua dan muda. Berbagai bentuk sajian seperti
penggabungan chamber orchestra1 mulai menjadi perhatian saat ini.
Adapun lagu-lagu pop-modern yang digubah/diaransemen menjadi
bentuk lagu keroncong, saat ini juga semakin marak disajikan.
1 Chamber orchestra adalah orkes dalam ukuran kecil dengan jumlah pemain yang
terbatas. (Banoe, 2003: 311)
-
5
Pada dasarnya keroncong di Indonesia memiliki 4 bentuk lagu,
yaitu; keroncong Asli, Langgam, Stambul dan bentuk baru yang muncul
saat ini yakni keroncong Ekstra/Kreatif.2 Pada dasarnya komposisi lagu
keroncong kreatif dapat dilihat dari bentuk; percampuran dua atau lebih
jenis genre lagu (keroncong-pop, keroncong-jazz, keroncong-dangdut, dan
sebagainya), medley penggabungan beberapa lagu (Rayuan Kelana
medley Rangkaian Melati, Moritsku medley Kemayoran, dan sebagainya),
aransemen lagu (tema nuansa musik Daerah, percampuran komposisi,
dan sebagainya), penambahan instrumen (saluang, pianika, accordeon,
dan sebagainya), maupun gaya sajian pertunjukan (teatrikal, drama
musikal, dan sebagainya) yang disajikan kepada penontonnya.
Adapun dari perkembangan keroncong kreatif, muncullah wacana
jenis baru; yaitu keroncong inkulturasi.3 Jenis keroncong inkulturasi
tersebut merupakan penggabungan alat musik keroncong dengan alat
musik daerah, sedangkan komposisi lagu keroncong tersebut disesuaikan
dengan suasana tema/ide musikal daerah. Contoh; grup DOemar Bakrie
menambahkan suling Sunda pada komposisi lagu Solo Kota Pusaka saat
kegiatan Solo Keroncong Festival 2014.
Selain itu, Hastanto dalam Kajian Musik Nusantara-1 menjelaskan
bahwa; jika dikelompokkan dalam pembagian era, keroncong dapat
dikategorikan ke dalam empat era, yakni; 1) Keroncong tempoe doeloe
(1880-1920), 2) Keroncong abadi (1920-1960), 3) Keroncong modern, dan 4)
Keroncong millenium (2000-sekarang) (2011: 86).
Keroncong saat ini masih dianggap hasil dari pecampuran musik
local genius masyarakat Indonesia yakni karawitan Jawa dengan
peninggalan gaya musik Portugis. Pada awalnya kedatangan bangsa
2 Keroncong kreatif adalah keroncong dengan perpaduan genre atau perpaduan
instrumen atau pola aransemen gubahannya. 3 Wacana ini muncul pada Solo Keroncong Festival 2015.
-
6
Eropa ke Indonesia di pulau Jawa, terjadi pada tahun 1513 ketika kapal
dagang Portugis di bawah pimpinan Tom Pires singgah di pelabuhan
Sunda Kelapa untuk mencari rempah-rempah. Kemudian pada tahun
1527 Sunda Kelapa direbut kembali oleh Fatahillah yang berhasil
menghalau kehadiran orang Portugis dan merubah nama menjadi
Jayakarta (saat ini Jakarta). Tahun 1596 kapal Belanda mulai berlabuh di
Jayakarta, setelah itu pada tahun 1619 Vereenigde Oost-Indische Compagnie
(VOC) menaklukkan Jayakarta serta menamainya Batavia. Setelah
penaklukan Jayakarta, VOC pada tahun 1641 berhasil merebut kekuasaan
Portugis dari Malaka dan membawa sejumlah tawanan perang ke Batavia.
Pembawaan tawanan tersebut akhirnya dibebaskan dari perbudakaan
dengan syarat para tawanan merubah keyakinan mereka untuk menganut
agama Katolik. Mereka ini disebut sebagai kelompok merdequas atau
mardjikers; berasal dari istilah Belanda yakni maharddhika yang berarti
pembebasan pajak.
Pada tahun 1661 Gereja Portugis di Batavia mendesak kepada VOC
untuk membebaskan 23 laskar Portugis asal Goa bersama keluarga yang
berasal dari Banda, tawanan ini adalah tahanan ketika tertangkap
melarikan diri dari Pulau Banda. Setelah 23 laskar Portugis tersebut
bersedia berpindah agama, VOC kemudian memberikan mereka sebuah
wilayah pemukiman di luar kota Batavia yang sekarang dikenal sebagai
wilayah kampung Tugu atau Toegoe (ejaan bahasa Melayu) berada di
Cilincing-Jakarta Utara.
Setelah memperoleh status bumiputera melalui Lembaran Negara
No. 2 tanggal 14 Januari 1840 oleh pemerintah Hindia Belanda, komunitas
Tugu tetap mempertahankan budaya Portugisnya. Salah satu budaya
Portugis yang hidup sampai saat ini di kampung Tugu adalah melalui
seni musik. Purcell dalam Victor Ganap menjelaskan bahwa, lagu rakyat
Portugis terdiri dari tiga jenis yaitu: 1). Ballada; 2). fado; dan 3). Lagu-lagu
-
7
lirik (2011: 88). Jenis lagu fado inilah yang dianggap sebagai dasar dari
musik keroncong di tanah air. Fado berasal dari istilah latin fatum yang
berarti takdir. Sebagai ciri khas fado, gitar mendominasi dari musik
tersebut. salah satu instrumennya adalah gitar portugis atau cavaquinho
yang berbentuk gitar kecil, panjang 50 cm serta memiliki empat dawai.
Selain itu ada juga gitar yang lebih kecil atau cavaco yang bentuknya sama
dengan cavaquinho, namun ukurannya lebih kecil.
Popularitas cavaquinho berawal dari abad 19 setelah mencapai
Hawaii dan disebut ukulele. Sebutan ukulele kemudian mendunia
sehingga orang menganggap gitar ini berasal dari Hawaii, sejalan dengan
punahnya popularitas cavaquinho di tanah Portugis. Instrumen cavaquinho
tidak semata-mata menjadi tonggak dari musik keroncong, salah satu
penyebab lainnya adalah latarbelakang pengaruh bangsa Moor terhadap
musik Portugis seperti peninggalan instumen rebana (pandeiro) yang
digunakan untuk mengiri tarian Moor. Cavaquinho dan pandeiro disebut-
sebut menjadi dasar musik kerontjong Toegoe terbentuk.
Pengaruh musik Portugis terhadap kerontjong Toegoe dari bentuk
lagu fado tersebut menjadi warisan budaya masyarakat kampung Toegoe
dari bangsa Portugis. Victor Ganap menjelaskan bahwa;
pengaruh musik Portugis abad ke-16 terhadap Krontjong Toegoe dapat dilihat dari enam point. 1). Struktur musiknya menurut tarian Portugis dalam dua dan tiga ketukan; 2). Progresi akordnya sebatas I-IV-V menurut gaya bassa dana Portugis masa lalu; 3). Syairnya berbentuk pantun model nyanyian duel Portugis dengan chorus; 4). Penggunaan instrumen keroncong ukulele atau macina yang identik dengan cavaquinho; 5). Penambahan instrumen jitera dan rebana yang identik dengan guitarra portugesa dan adufe atau pandeiro; 6) adanya lagu Portugis Moresco dan Prounga dalam repertoar Krontjong Toegoe, selain lagu-lagu berbahas Portugis cristo lainnya (2011: 97).
lagu moresco dapat dijadikan sebagai titik temu keroncong gaya Portugis
dan ide gagasan musikal gaya Indonesia mulai bertemu.
-
8
Setelah era moresco Kerontjong Toegoe, musik keroncong
dikembangkan oleh masyarakat Betawi di daerah Kemayoran dan
Gambir. Hal ini di tandai dengan munculnya lagu Keroncong Kemayoran
dan lagu Pasar Gambir yang sampai saat ini masih sering disajikan.
Perkembangan keroncong terus semakin berkembang dan digemari oleh
kalangan masyarakat di Indonesia. Perkembangan tersebut memunculkan
berbagai jenis dan genre baru yang terus berkembang atau dapat disebut
dalam tulisan ini sebagai keroncong Ekstra/Kreatif. Bahkan saat ini
keroncong menjadi sebuah ide musikal, sebagai contoh kasus; tanpa
adanya alat musik keroncong dan hanya menggunakan keyboard
electone dengan style keroncong, maka lagu apapun dapat dibawakan
dengan gaya musik keroncong. Fenomena kasus yang serupa yakni;
symphony orchestra atau chamber orchestra mengadopsi, mengubah dan
mengorkestrasi gaya keroncong ke dalam bentuk sajian orkestra. Adapun
perkembangan musik industri adalah; Bondan & Fade2Black
menggunakan gaya keroncong pada lagu Keroncong Protol. Dapat
ditegaskan bahwa keroncong saat ini menjadi sebuah ide musikal.
Keroncong kemudian berkembang pesat di Indonesia dan saat ini
keroncong memiliki cita rasa Indonesia dengan menggeser pengaruh
Portugisnya. Perkembangan tersebut juga mengiri budaya musik pop
yang semakin populer di Indonesia. Perkembangan musik pop ini
akhirnya mempengaruhi sajian musik keroncong yang mulai ikut-ikutan
mengadopsi dan mengaransemen lagu pop kedalam bentuk sajian musik
keroncong. Perkembangan ini tentunya dipengaruhi oleh industri musik
dan konsumen sebagai penentu utama kepopuleran keroncong.
-
9
C. KAJIAN BUDAYA POP PADA MUSIK KERONCONG
Perkembangan budaya musik pop akhirnya mempengaruhi gaya
musik keroncong saat ini. Hal tersebut diakibatkan kebutuhan pasar dan
selera masyarakat akan lagu-lagu pop, sehingga menimbulkan
kegaduhan pada beberapa seniman keroncong untuk ikut-ikutan
terjebak pada industri musik pop. Pada akhirnya banyak grup keroncong
mulai mengadopsi lagu-lagu pop saat ini untuk dibawakan dalam bentuk
sajian keroncong dan mengurangi bahkan meninggalkan lagu-lagu
keroncong.
Industri musik yang turut mempengaruhi gaya keroncong adalah
permintaan televisi, pemenuhan permintaan dalam event festival
keroncong, acara pernikahan/wedding party yang melibatkan permintaan
konsumen/request lagu-lagu pop, maupun pemenuhan permintaan
masyarakat pasar yang saat ini mulai terpengaruh globalisasi musik pop.
Adorno dalam Storey (2010: 118-119) menjelaskan bahwa tiga
pernyataan spesifik perihal musik pop. Pertama, musik pop bersifat
mekanis yang diartikan bahwa detail bagian tertentu pada musik pop bisa
diganti dari satu lagu ke lagu lainnya tanpa efek apapun dan standarisasi
sederhana. Para penikmat lupa bahwa apa yang didengarkan adalah
penyederhanaan dari karya-karya sebelumnya. Kedua, musik pop
mendorong pendengaran yang pasif. Ketiga, musik pop melakukan
penyesuaian fisik dengan mekanisme kehidupan saat ini. Masyarakat saat
ini kemudian dapat dikategorikan terhadap dua tipe, yakni; tipe penurut
yang ritmis dapat diartikan bahwa penikmat cenderung mengikuti
eksploitasi ritme lagu yang dibawakan dan tipe emosional yang sensitif
akan makna sentimentil, sehingga larut serta lupa pada eksistensi yang
nyata atau terbuai dengan interpretasi lagu.
-
10
Leon dalam Storey (2010: 121) menegaskan bahwa:
lebih dari setiap seni pertunjukan lain, dunia lagu didominasi oleh lelaki berduit di satu sisi dan sensor moral terhadap media di sisi lain. kemungkinan suara-suara alternatif yang membuat mereka didengarkan... (1979). Merupakan ilusi bahwa lagu adalah komoditas yang tersedia secara bebas... kenyataannya adalah bahwa lagu merupakan properti privat dari organisasi bisnis.
Asumsi saat ini pada kenyataan budaya musik pop adalah industri
musik yang menentukan nilai guna produk-produk yang dihasilkan.
Industri musik merupakan industri kapitalis kaum bermodal atau
golongan orang kaya. Hal ini tentunya dibenarkan pada fakta lapangan,
grup keroncong saat ini yang menjamur sebagai jasa hiburan - pengisi
acara, suka atau tidak suka menuruti permintaan dari pemilik modal
mengenai apapun yang disajikan. Industri musik akhirnya memiliki
kekuatan ekonomi dan penentu budaya yang sangat besar sehingga sulit
mengontrol selera musik konsumen.
Pendapat dan beberapa asumsi diatas akhirnya menegaskan bahwa
budaya musik pop tidak bisa dicegah seiring dengan permintaan
konsumen. Budaya musik pop juga mempengaruhi sajian musik
keroncong dengan pemenuhan pasar dan membentuk budaya baru akan
komoditas keroncong-pop.
Musik pop kaitannya dengan keroncong-pop sangat erat dengan
kaum muda saat ini yang mengembangkan musik keroncong untuk
pemenuhan industri musik. Stuart Hall dan Paddy Whannel (1964) dalam
Storey (2010: 125-126) menjelaskan bahwa potret anak muda sebagai
orang yang lugu yang dieksploitasi oleh industri musik pop. Konflik
eksploitasi ini menjadi ranah hiburan remaja dan juga menjadi wilayah
hiburan massa (global) dengan sebuah setting komersial atau
berhubungan dengan nilai guna perdagangan. Pada dasawarsa saat ini,
budaya remaja merupakan sebuah paduan kontradiktif antara yang
-
11
autentik dan yang dimanufakturkan sebagai area ekspresi bagi kaum
muda dan keuntungan yang melimpah bagi provider komersial.
Sedangkan dapat dijelaskan bahwa; konsumsi musik merupakan
salah satu cara bagi sebuah subkultur untuk memalsukan identitasnya
dan cara memproduksi dirinya sendiri secara kultural dengan menandai
pembedaan dan perbedaan dari anggota masyarakat lainnya. Hal ini
menjelaskan bahwa musik jenis pop (budaya pop yang disediakan secara
komersial) adalah sebuah wilayah yang bertentangan dengan jenis
budaya yang lainnya. Beberapa buaya keroncong seniman keroncong
mengatakan bahwa saat ini lagu-lagu keroncong tidak memiliki rasa
ngeroncongi atau sekedar sama dengan nuansa keroncong. Perbedaan
anggapan mengenai keroncong pada seni pop ini akhirnya memberikan
pertentangan tersendiri mengenai rasa musikal keroncong.
Perkembangan budaya pop ini juga berdampak pada dimensi
politik. Keroncong dipolitisasikan, dijadikan sebagai media kampanye,
dijadikan sebagai hadiah, dijadikan sebagai media diplomasi dan
dijadikan sebagai bagian pariwisata. Solo mewacanakan menjadi kota
keroncong dunia dan menegaskan bahwa Solo adalah kota budaya.
Akibat kepopuleran dan adanya nilai guna dibalik musik keroncong saat
ini para provider kapitalis berlomba-lomba untuk mencari kemanfaatan
dan keuntungan dibalik nilai adiluhung budaya musik keroncong.
Sebelum munculnya budaya musik pop ini, keroncong memiliki nilai
moral yang tinggi jika dilihat dari syair teks lagu-lagu keroncong. Irama
yang mendayu-dayu memberikan kesan ketenangan, namun sekali lagi
ditekankan bahwa budaya musik pop tidak mungkin terhindarkan dari
segala bentuk kesenian terutama dalam hal ini seni musik.
Berbanding terbalik jika dilihat dari sudut pandang yang berbeda,
kemanfaatan budaya musik pop ini juga tidak kalah pentingnya bagi
kehidupan musik keroncong. Bagong Chrisye (wawancara 2015)
-
12
menjelaskan bahwa munculnya budaya pop ini dapat membantu menjaga
keberlanjutan musik keroncong. Jika strategi musik pop mengindustrikan
dan menyederhanakan musik keroncong, maka dari industri tersebut
sebenarnya akan membiarkan kaum muda untuk terlebih dahulu tertarik
pada lagu-lagu pop yang dikeroncongkan, jika sudah tertarik pada lagu
keroncong tersebut; maka tidak menutup kemungkinan kaum muda
tersebut akan belajar budaya dan sejarah keroncong. Beberapa
pembuktian diantaranya adalah saat ini beberapa kaum muda mulai
tertarik untuk mulai melakukan penelitan-penelitan mengenai kajian
musik keroncong.
D. KESIMPULAN
Hakikat kajian ini mengungkap perkembangan dan pengaruh
budaya musik pop terhadap musik keroncong. Budaya musik pop tidak
dapat dicegah kedatangannya. Efek dan pengaruhnya juga terasa pada
musik keroncong karena saat ini lagu-lagu pop banyak diadopsi kedalam
bentuk keroncong. Para pelaku pasar ini sadar bahwa selera konsumen
mengenai musik-musik/lagu-lagu pop tidak dapat dibendung, maka
muncullah ide untuk mengeroncongkan lagu-lagu pop sebagai industri
musik keroncong.
Budaya musik pop tidak sepenuhnya mengurangi adiluhung
budaya keroncong. Jika dipolitisasikan, maka budaya musik pop menjadi
media untuk menjaga keberlangsungan musik keroncong tetap eksis dan
berkembang pada masyarakat saat ini. Tujuan politisasi ini adalah pada
generasi muda sebagai penerus, pewaris dan penjaga budaya musik
keroncong. Terlepas dari komersial musik keroncong itu sendiri, budaya
musik pop akan terus mengalami perkembangan yang menyesuaikan
dengan selera para konsumen dan dijaga oleh provider komersil.
-
13
E. DAFTAR RUJUKAN
Ganap, Victor. 2011. Krontjong Toegoe. Yogyakarta: BP ISI Yogyakarta.
Hastanto, Sri. 2011. Kajian Musik Nusantara-1. Surakarta: ISI Press Solo.
Jenks, Chris. 2013. Culture: Studi Kebudayaan. Terj. Erika Setyawati.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Storey, John. 2010. Cultural Studies and The Study of Popular Culture: Theories
and Methods, Cultural Studies dan Kajian Budaya Pop: Pengantar
Komprehensif Teori dan Metode. Terj. Layli Rahmawati. Yogyakarta:
Jalasutra.