Kafein

21
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kafein 2.1.1. Pengertian dan struktur kimia kafein Kafein merupakan stimulansia system saraf pusat dan metabolik. Ia menghambat phosphodiesterase dan mempunyai efek antagonis pada reseptor adenosine sentral. Pengaruh pada sistem syaraf pusat terutama pada pusat-pusat yang lebih tinggi, yang menghasilkan peningkatan aktivitas mental dan tetap terjaga atau bangun (Reynolds, 1989). Kafein merupakan alkaloid putih dengan rumus senyawa kimia C8H10N4O2, dan rumus bangun 1,3,7-trimethylxanthine. Kafein mempunyai kemiripan struktur kimia dengan 3 senyawa alkaloid yaitu xanthin, theophylline, dan theobromine. C 8 H 10 N 4 O 2 Gambar 2.1. Struktur kimia kafein Universitas Sumatera Utara

Transcript of Kafein

Page 1: Kafein

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kafein

2.1.1. Pengertian dan struktur kimia kafein

Kafein merupakan stimulansia system saraf pusat dan metabolik. Ia

menghambat phosphodiesterase dan mempunyai efek antagonis pada reseptor

adenosine sentral. Pengaruh pada sistem syaraf pusat terutama pada pusat-pusat yang

lebih tinggi, yang menghasilkan peningkatan aktivitas mental dan tetap terjaga atau

bangun (Reynolds, 1989).

Kafein merupakan alkaloid putih dengan rumus senyawa kimia

C8H10N4O2, dan rumus bangun 1,3,7-trimethylxanthine. Kafein

mempunyai kemiripan struktur kimia dengan 3 senyawa alkaloid yaitu

xanthin, theophylline, dan theobromine.

C8H10N4O2

Gambar 2.1. Struktur kimia kafein

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Kafein

2.1.2. Sumber Kafein

Kafein ialah senyawa kimia yang dijumpai secara alami di didalam makanan

contohnya biji kopi, teh, biji kelapa, buah kola (cola nitide) guarana, dan mate. Teh

adalah sumber kafein yang lain, dan mengandung setengah dari kafein yang

dikandung kopi. Beberapa tipe teh yaitu teh hitam mengandung lebih banyak kafein

dibandingkan jenis teh yang lain. Kafein juga merupakan bahan yang dipakai untuk

ramuan minuman non alkohol seperti cola, yang semula dibuat dari kacang kola. Soft

drinks khususnya terdiri dari 10-50 miligram kafein. Coklat terbuat dari kokoa

mengandung sedikit kafein seperti terlihat pada tabel 2.1. Efek stimulan yang lemah

dari coklat dapat merupakan kombinasi dari theobromine dan theophyline sebagai

kafein. Indonesia sendiri dikenal sebagai negara penghasil kopi terbesar ke empat di

dunia dengan tingkat produksi sebesar 350 000 ton dengan nilai USD 376 juta

(Yahmadi, 2005).

Tabel 2.1

Makanan/ minuman Ounces Kafein (mg)

Susu coklat 8 5

Coca Cola 12 34.5

Kopi (Brewed) 8 107.5

Kopi Dekafein (Brewed) 8 5.6

Kopi Dekafein (Instan) 8 2.5

Kopi (Espresso) 1.5 77

Kopi (Instan) 8 57

Lipton Iced Tea 20 50

Krating Daeng 8.3 80

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Kafein

2.1.3 Farmakodinamik

Kafein mempunyai efek relaksasi otot polos, terutama otot polos bronchus,

merangsang susunan saraf pusat, otot jantung, dan meningkatkan diuresis (Sunaryo,

1995).

a. Jantung

Kadar rendah kafein dalam plasma akan menurunkan denyut jantung,

sebaliknya kadar kafein dan teofilin yang lebih tinggi menyebabkan tachicardi,

bahkan pada individu yang sensitif mungkin menyebabkan aritmia yang berdampak

kepada kontraksi ventrikel yang premature.

b. Pembuluh darah

Kafein menyebabkan dilatasi pembuluh darah termasuk pembuluh darah

koroner dan pulmonal, karena efek langsung pada otot pembuluh darah

c. Sirkulasi Otak

Resistensi pembuluh darah otak naik disertai pengurangan aliran darah dan

O2 di otak, ini diduga merupakan refleksi adanya blokade adenosineoleh Xantin

d. Susunan Saraf Pusat

Kafein merupakan perangsang SSP yang kuat. Orang yang mengkonsumsi

kafein tidak terlalu merasa kantuk, tidak terlalu lelah, dan daya pikirnya lebih cepat

serta lebih jernih. Tetapi, kemampuannya berkurang dalam pekerjaan yang

memerlukan koordinasi otot halus (kerapian), ketepatan waktu atau ketepatan

berhitung. Efek diatas timbul pada pemberian kafein 82-250 mg (1-3 cangkir kopi).

e. Diuresis

Kafein dapat menyebabkan diuresis dengan cara meninggikan produksi urin

atau menghambat reabsorbsi elektrolit ditubulus proksimal. Akan tetapi efek yang

ditimbulkan sangat lemah.

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Kafein

2.1.4 Farmakologi

Kafein adalah stimulan dari sistem saraf pusat dan metabolisme, digunakan

secara baik untuk pengobatan dalam mengurangi keletihan fisik dan juga dapat

meningkatkan tingkat kewaspadaan sehingga rasa ngantuk dapat ditekan. Kafein juga

merangsang sistem saraf pusat dengan cara menaikkan tingkat kewaspadaan,

sehingga fikiran lebih jelas dan terfokus dan koordinasi badan menjadi lebih baik

(Ware, 1995). Konsumsi kafein secara rutin dapat menyebabkan terjadinya toleransi.

Tanda-tanda dan gejala-gejala dari konsumsi kafein secara berlebihan antara lain

kecemasan, insomnia, wajah memerah, diuresis, gangguan saluran cerna, kejang otot,

takikardia, aritmia, peningkatan energi dan agitasi psikomotor. Kafein dapat

berinteraksi dengan siprofloksasin dimana mengakibatkan terjadinya penurunan

metabolism hepatic kafein sehingga efek farmakologi kafein dapat meningkat

(Sukandar dkk, 2008).

2.1.5. Farmakokinetik

Kafein diabsorpsi secara cepat pada saluran cerna dan kadar puncak dalam

darah dicapai selama 30 hingga 45 menit (Sukandar dkk, 2008). Pada orang dewasa

yang sehat jangka waktu penyerapannya adalah 3-4 jam, sedangkan pada wanita

yang memakai kontrasepsi oral waktu penyerapan adalah 5-10 jam. Pada bayi dan

anak memiliki jangka waktu penyerapan lebih panjang (30 jam). Kafein dapat

melewati plasenta dan lapisan darah-otak dikarenakan sifatnya yang hidrofobik

(Albina et al, 2002).

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Kafein

Kafein diuraikan dalam hati oleh sistem enzim sitokhrom P 450 oksidasi

kepada 3 dimethilxanthin metabolik, yaitu :

a. Paraxanthine (84%), mempunyai efek meningkatkan lipolisis, mendorong

pengeluaran gliserol dan asam lemak bebas didalam plasma darah

b. Theobromine (12%), melebarkan pembuluh darah dan meningkatkan volume

urin. Theobromine merupakan alkaloida utama didalam kokoa (coklat)

c. Theophyline (4%), melonggarkan otot saluran pernafasan, digunakan pada

pengobatan asma.

Hati merupakan tempat utama dalam proses metabolisme kafein. Masing

masing dari hasil metabolisme ini akan dimetabolisme lebih lanjut dan akan

dikeluarkan melalui urin (Stavric dan Gilbert 1990, Arnaud 1999).

Waktu paruh eliminasi berkisar antara 3 -7 jam dan dapat dipengaruhi oleh

berbagai faktor, meliputi jenis kelamin, usia, penggunaan kontrasepsi oral, kehamilan

dan merokok. Telah dilaporkan bahwa waktu paruh kafein pada wanita lebih singkat

dibandingkan dengan laki-laki (Nawrot et al, 2003).

2.1.6. Intoksikasi

Pada manusia, kematian akibat keracunan kafein jarang terjadi. Gejala yang

biasanya paling mencolok pada penggunaan kafein dosis berlebihan ialah muntah dan

kejang. Walaupun dosis letal akut kafein pada orang dewasa antara 5-10 g, namun

reaksi yang tidak diinginkan telah terlihat pada penggunaan kafein 1g (15 mg/kg BB)

yang menyebabkan kadar dalam plasma di atas 30 µg/ml. Gejala permulaan berupa

sukar tidur, gelisah dan eksitasi yang dapat berkembang menjadi delirium ringan.

Gangguan sensoris berupa tinitus dan kilatan cahaya sering dijumpai. Otot rangka

menjadi tegang dan gemetar, sering pula ditemukan takikardi dan ekstrasistol:

sedangkan pernapasan menjadi lebih cepat (Sunaryo, 1995).

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Kafein

2.2. Tidur

2.2.1. DEFINISI TIDUR

Tidur merupakan keadaan tidak sadar yang relatif lebih responsif terhadap

rangsangan internal. Seseorang masih dapat dibangunkan dengan pemberian rangsang

sensorik atau lainnya (Guyton and Hall, 1997). Perbedaan tidur dengan keadaan tidak

sadar lainnya adalah pada keadaan tidur siklusnya dapat diprediksi dan kurang

respons terhadap rangsangan eksternal. Otak berangsur-angsur menjadi kurang

responsif terhadap rangsang visual, auditori dan rangsangan lingkungan lainnya.

Tidur dianggap sebagai keadaan pasif yang dimulai dari input sensorik walaupun

mekanisme inisiasi aktif juga mempengaruhi keadaan tidur. Faktor homeostatik

(faktor S) maupun faktor sirkadian (faktor C) juga berinteraksi untuk menentukan

waktu dan kualitas tidur. Belakangan disebutkan bahwa tidur adalah suatu proses

aktif dan bukannya soal pengurangan impuls spesifik saja. Proses aktif tersebut

merupakan aktivitas sinkronisasi bagian ventral dari substansia retikularis medulla

oblongata (Mardjono, 2008).

2.2.2. FUNGSI TIDUR

Fungsi tidur adalah restorative (memperbaiki) kembali organ – organ tubuh.

Kegiatan memperbaiki kembali tersebut berbeda saat Rapid Eye Movement (REM)

dan Nonrapid Eye Movement (NREM). Nonrapid Eye Movement akan

mempengaruhi proses anabolik dan sintesis makromolekul ribonukleic acid (RNA).

Rapid Eye Movement akan mempengaruhi pembentukan hubungan baru pada korteks

dan sistem neuroendokrin yang menuju otak. Selain fungsi di atas tidur, dapat juga

digunakan sebagai tanda terdapatnya kelainan pada tubuh yaitu terdapatnya gangguan

tidur yang menjadi peringatan dini keadaan patologis yang terjadi di tubuh.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Kafein

2.2.3. FISIOLOGI TIDUR

Tidur adalah suatu periode istirahat bagi tubuh berdasarkan atas kemauan

serta kesadaran dan secara utuh atau sebagian fungsi tubuh yang akan dihambat atau

dikurangi. Tidur juga digambarkan sebagai suatu tingkah laku yang ditandai dengan

karakteristik pengurangan gerakan tetapi bersifat reversible terhadap rangsangan dari

luar.

Tidur dibagi menjadi dua tahap secara garis besarnya yaitu :

1. Fase rapid eye movement (REM) disebut juga active sleep.

2. Fase non rapid eye movement (NREM) disebut juga quiet sleep.

Non Rapid Eye Movement merupakan keadaan aktif yang terjadi melalui

osilasi antara talamus dan korteks. Tiga sistem utama osilasi adalah kumparan tidur,

delta osilasi, dan osilasi kortikal lambat. Kumparan tidur merupakan sebuah ciri tahap

tidur NREM yang dihasilkan dari hiperpolarisasi neuron GABAnergic dalam nukleus

retikulotalamus. Hiperpolarisasi ini menghambat proyeksi neuron kortikotalamus.

Sebagai penyebaran diferensiasi proyeksi kortikotalamus akan kembali ke

sinkronisasi talamus. Gelombang delta dihasilkan oleh interaksi dari retikulotalamus

dan sumber piramidokortikal sedangkan osilasi kortikal lambat dihasilkan di jaringan

neokorteks oleh siklus hiperpolarisasi dan depolarisasi.

Fase awal tidur didahului oleh fase NREM yang terdiri dari 4 stadium,

lalu diikuti oleh fase REM. Keadaan tidur normal antara fase NREM dan REM

terjadi secara bergantian antara 4-7 kali siklus semalam. Bayi baru lahir total tidur 16-

20 jam/hari, anak-anak 10-12 jam/hari, kemudian menurun 9-10 jam/hari pada umur

diatas 10 tahun dan kira-kira 7-7,5 jam/hari pada orang dewasa (Ganong, 2003).

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Kafein

Tipe NREM dibagi dalam 4 stadium yaitu:

1. Tidur stadium Satu.

Fase ini merupakan antara fase terjaga dan fase awal tidur. Fase ini didapatkan

kelopak mata tertutup, tonus otot berkurang dan tampak gerakan bola mata kekanan

dan kekiri. Fase ini hanya berlangsung 3-5 menit dan mudah sekali dibangunkan.

Gambaran EEG biasanya terdiri dari gelombang campuran alfa, betha dan kadang

gelombang theta dengan amplitudo yang rendah. Tidak didapatkan adanya

gelombang sleep spindle dan kompleks K

2. Tidur stadium dua

Pada fase ini didapatkan bola mata berhenti bergerak, tonus otot masih

berkurang, tidur lebih dalam dari pada fase pertama. Gambaran EEG terdiri dari

gelombang theta simetris. Terlihat adanya gelombang sleep spindle, gelombang

verteks dan komplek K.

3. Tidur stadium tiga

Fase ini tidur lebih dalam dari fase sebelumnya. Gambaran EEG terdapat

lebih banyak gelombang delta simetris antara 25%-50% serta tampak gelombang

sleep spindle.

4. Tidur stadium empat

Merupakan tidur yang dalam serta sukar dibangunkan. Gambaran EEG

didominasi oleh gelombang delta sampai 50% tampak gelombang sleep spindle. Fase

tidur NREM, ini biasanya berlangsung antara 70 menit sampai 100 menit, setelah itu

akan masuk ke fase REM. Pada waktu REM jam pertama prosesnya berlangsung

lebih cepat dan menjadi lebih insten dan panjang saat menjelang pagi atau bangun.

Pola tidur REM ditandai adanya gerakan bola mata yang cepat, tonus otot yang

sangat rendah, apabila dibangunkan hampir semua organ akan dapat menceritakan

mimpinya, denyut nadi bertambah dan pada laki-laki terjadi eraksi penis, tonus otot

menunjukkan relaksasi yang dalam. Pola tidur REM berubah sepanjang kehidupan

seseorang seperti periode neonatal bahwa tidur REM mewakili 50% dari waktu total

tidur. Periode neonatal ini pada EEG-nya masuk ke fase REM tanpa melalui stadium

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Kafein

1 sampai 4. Pada usia 4 bulan pola berubah sehingga persentasi total tidur REM

berkurang sampai 40% hal ini sesuai dengan kematangan sel-sel otak, kemudian akan

masuk ke periode awal tidur yang didahului oleh fase NREM kemudian fase REM

pada dewasa muda dengan distribusi fase tidur sebagai berikut:

- NREM (75%) yaitu stadium 1: 5%; stadium 2 : 45%; stadium 3 : 12%; stadium

4 : 13%

- REM; 25 %.

Pada manusia, tidur dibagi menjadi lima fase yaitu :

1. Tahapan terjaga

Fase ini disebut juga fase nol yang ditandai dengan subjek dalam keadaan

tenang mata tertutup dengan karakteristik gelombang alfa (8–12,5 Hz) mendominasi

seluruh rekaman, tonus otot yang tinggi dan beberapa gerakan mata. Keadaan ini

biasanya berlangsung antara lima sampai sepuluh menit.

2. Fase 1

Fase ini merupakan fase perpindahan dari fase jaga ke fase tidur disebut juga

twilight sensation. Fase ini ditandai dengan berkurangnya gelombang alfa dan

munculnya gelombang teta (4-7 Hz), atau disebut juga gelombang low voltage mix

frequencies (LVM). Pada EOG tidak tampak kedip mata atau REM, tetapi lebih

banyak gerakan rolling (R) yang lambat dan terjadi penurunan potensial EMG. Pada

orang normal fase 1 ini tidak berlangsung lama yaitu antara lima sampai sepuluh

menit kemudian memasuki fase berikutnya.

3. Fase 2

Pada fase ini, tampak kompleks K pada gelombang EEG, sleep spindle (S)

atau gelombang delta (maksimum 20%). Elektrokulogram sama sekali tidak terdapat

REM atau R dan kedip mata. EMG potensialnya lebih rendah dari fase 1. Fase 2 ini

berjalan relatif lebih lama dari fase 1 yaitu antara 20 sampai 40 menit dan bervariasi

pada tiap individu.

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Kafein

4. Fase 3

Pada fase ini gelombang delta menjadi lebih banyak (maksimum 50%) dan

gambaran lain masih seperti pada fase 2. Fase ini lebih lama pada dewasa tua, tetapi

lebih singkat pada dewasa muda. Pada dewasa muda setelah 5 –10 menit fase 3 akan

diikuti fase 4.

5. Fase 4

Pada fase ini gelombang EEG didominasi oleh gelombang delta (gelombang

delta 50%) sedangkan gambaran lain masih seperti fase 2. Pada fase 4 ini berlangsung

cukup lama yaitu hampir 30 menit.

6. Fase REM

Gambaran EEG tidak lagi didominasi oleh delta tetapi oleh LVM seperti fase

1, sedangkan pada EOG didapat gerakan mata (EM) dan gambaran EMG tetap sama

seperti pada fase 3. Fase ini sering dinamakan fase REM yang 6 biasanya

berlangsung 10 –15 menit. Fase REM umumnya dapat dicapai dalam waktu 90-110

menit kemudian akan mulai kembali ke fase permulaan fase 2 sampai fase 4 yang

lamanya 75-90 menit. Setelah itu muncul kembali fase REM kedua yang biasanya

lebih lama dari eye movement (EM) dan lebih banyak dari REM pertama. Keadaan

ini akan berulang kembali setiap 75 – 90 menit tetapi pada siklus yang ketiga dan

keempat , fase 2 menjadi lebih panjang fase 3 dan fase 4 menjadi lebih pendek. Siklus

ini terjadi 4 – 5 kali setiap malam dengan irama yang teratur sehingga orang normal

dengan lama tidur 7 – 8 jam setiap hari terdapat 4-5 siklus dengan lama tiap siklus 75

– 90 menit.

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Kafein

Waktu tidur

Waktu tidur dapat dibagi tiga bagian yaitu sepertiga awal, sepertiga tengah, sepertiga

akhir. Pada orang normal, sepertiga awal tidur lebih banyak dalam fase 3 dan 4,

sepertiga tengah lebih banyak tidur dangkal (fase 2) serta sepertiga akhir lebih banyak

fase REM. Siklus tidur pada tiap individu berbeda dan relative dipengaruhi oleh usia,

sebagai contoh pola tidur pada laki – laki muda (20 – 29 tahun ), pertengahan (40-49

tahun) dan tua (70 – 90 tahun) akan memberikan gambaran pola tidur yang

berbeda.1,5 Pertambahan umur seseorang dapat menyebabkan total waktu tidur

menurun sedangkan waktu terjaga tetap. Pada orang tua tidur sering terlihat gelisah

dan waktu terjaganya menjadi lebih lama. Sedangkan pada orang muda 15% waktu

tidurnya dihabiskan pada fase 4. Fase 4 biasanya tidak ditemukan pada orang tua,

demikian juga lama fase REM akan mengalami penurunan yaitu 28 % dari

pascapubertas menjadi 18% pada orang tua. Hal ini menunjukkan bahwa tidur

menjadi lebih singkat sehingga menyebabkan berkurangnya kesegaran sesuai

bertambahnya usia.

2.2.4. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TIDUR

Kualitas dan kuantitas tidur dipengaruhi oleh beberapa faktor. Kualitas

tersebut dapat menunjukkan adanya kemampuan individu untuk tidur dan

memperoleh jumlah istirahat sesuai dengan kebutuhannya. Di antara faktor yang

dapat memengaruhinya adalah :

1. Penyakit

Sakit dapat memengaruhi kebutuhan tidur seseorang. Banyak penyakit yang

dapat memperbesar kebutuhan tidur seperti penyakit yang disebabkan oleh infeksi,

terutama infeksi limpa. Infeksi limpa berkaitan dengan keletihan, sehingga

penderitanya membutuhkan lebih banyak waktu tidur untuk mengatasinya. Banyak

juga keadaan sakit yang menjadikan pasien kurang tidur, bahkan tidak bisa tidur.

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Kafein

2. Latihan dan kelelahan

Keletihan akibat aktivitas yang tinggi dapat memerlukan lebih banyak tidur

untuk menjaga keseimbangan energi yang telah dikeluarkan. Hal tersebut terlihat

pada seseorang yang telah melakukan aktivitas dan mencapai kelelahan. Maka, orang

tersebut akan lebih cepat untuk dapat tidur karena tahap tidur gelombang lambatnya

diperpendek.

3. Stres psikologis

Kondisi stres psikologis dapat terjadi pada seseorang akibat ketegangan jiwa.

Seseorang yang memiliki masalah psikologis akan mengalami kegelisahan sehingga

sulit untuk tidur.

4. Obat

Obat dapat juga memengaruhi proses tidur. Beberapa jenis obat yang

mempengaruhi proses tidur jenis golongan obat diuretik dapat menyebabkan

insomnia, antidepresan dapat menekan, kafein dapat meningkatkan saraf simpatis

yang menyebabkan kesulitan untuk tidur, golongan beta bloker dapat berefek pada

timbulnya insomnia dan golongan narkotik dapat menekan RF:M sehingga mudah

mengantuk.

5. Nutrisi

Terpenuhinya kebutuhan nutrisi yang cukup dapat mempercepat proses tidur.

Konsumsi protein yang tinggi maka sescorang tersebut akan mempercepat proses

tcrjadinya tidur, karena dihasilkan triptofan yang merupakan asam amino hasil

pencernaan protein yang dicerna dapat membantu mudah tidur. Demikian sebaliknya,

kebutuhan gizi yang kurang dapat juga memengaruhi prosca tidur, bahkan terkadang

sulit untuk tidur.

6. Lingkungan

Keadaan lingkungan yang aman dan nyaman bagi seseorang dapat

mempercepat proses terjadinya tidur. Sebaliknya lingkungan yang tidak aman dan

nyaman bagi seseorang dapat menyebabkan hilangnya ketenangan sehingga

mempengaruhi proses tidur.

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Kafein

7. Motivasi

Motivasi merupakan suatu dorongan atau keinginan seseorang untuk tidur,

dapat memengaruhi proses tidur. Selain itu, adanya keinginan untuk tidak tidur dapat

mcnimbulkan gangguan proses tidur.

2.2.5 GANGGUAN TIDUR

Menurut International Classification of Sleep Disorders, gangguan tidur terbagi atas:

1. Dissomnia

Adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami kesukaran menjadi jatuh

tidur, mengalami gangguan selama tidur bangun terlalu dini atau kombinasi di

antaranya.

A. Gangguan tidur spesifik

• Narkolepsi

Ditandai oleh serangan mendadak tidur yang tidak dapat dihindari pada siang hari,

biasanya hanya berlangsung 10-20 menit atau selalu kurang dari 1 jam, setelah itu

pasien akan segar kembali dan terulang kembali 2-3 jam berikutnya. Gambaran

tidurnya menunjukkan penurunan fase REM 30-70%. Pada serangan tidur dimulai

dengan fase REM.

Berbagai bentuk narkolepsi:

- Narkolepsi kataplesia, adalah kehilangan tonus otot yang sementara baik sebagian

atau seluruh otot tubuh seperti jaw drop, head drop

- Hypnagogic halusinasi auditorik/visual adalah halusinasi pada saat jatuh tidur

sehingga pasien dalam keadaan jaga, kemudian ke kerangka pikiran normal.

- Sleep paralis adalah otot volunter mengalami paralis pada saat masuk tidur

sehingga pasien sadar ia tidak mampu menggerakkan ototnya.

• Gangguan gerakan anggota gerak badan secara periodik (periodic limb

movement disorders) / mioklonus nortuknal

Ditandai adanya gerakan anggota gerak badan secara streotipik, berulang selama

tidur. Paling sering terjadi pada anggota gerak kaki baik satu atau kedua kaki.

Universitas Sumatera Utara

Page 14: Kafein

Bentuknya berupa sktensi ibu jari kaki dan fleksi sebagian pada sendi lutut dan tumit.

Gerak itu berlangsung antara 0,5 - 5 detik, berulang dalam waktu 20 - 60 detik atau

mungkin berlangsung terusmenerus dalam beberapa menit atau jam. Bentuk tonik

lebih sering dari pada mioklonus.

Sering timbul pada fase NREM atau saat onset tidur sehingga menyebabkan

gangguan tidur kronik yang terputus. Lesi pada pusat kontrol pacemaker batang otak.

Insidensi 5% dari orang normal antara usia 30-50 tahun dan 29% pada usia lebih dari

50 tahun. Berat ringan gangguan ini sangat tergantung dari jumlah gerakan yang

terjadi selama tidur, bila 5-25 gerakan/jam: ringan, 25-50 gerakan/jam: sedang,

danlebih dari 50 kali/jam : berat. Didapatkan pada penyakit seperti mielopati kronik,

neuropati, gangguan ginjal kronik, PPOK, rhematoid arteritis, sleep apnea,

ketergantungan obat, anemia.

• Sindroma kaki gelisah (Restless legs syndrome)/Ekboms syndrome

Ditandai oleh rasa sensasi pada kaki/kaku, yang terjadi sebelum onset tidur.

Gangguan ini sangat berhubungan dengan mioklonus nokturnal. Pergerakan kaki

secara periodik disertai dengan rasa nyeri akibat kejang otot M. tibialis kiri dan kanan

sehingga penderita selalu mendorong-dorong kakinya. Ditemukan pada penyakit

gangguan ginjal stadium akut, parkinson, wanita hamil. Lokasi kelainan ini diduga

diantara lesi batang otakhipotalamus

• Gangguan bernafas saat tidur (sleep apnea)

Terdapat tiga jenis sleep apnea yaitu central sleep apnea, upper airway obstructive

apnea dan bentuk campuran dari keduanya. Apnea tidur adalah gangguan pernafasan

yang terjadi saat tidur, yang berlangsung selama lebih dari 10 detik. Dikatakan apnea

tidur patologis jika penderita mengalami episode apnea sekurang kurang lima kali

dalam satu jam atau 30 episode apnea selama semalam. Selama periodik ini gerakan

dada dan dinding perut sangat dominan.

Apnea sentral sering terjadi pada usia lanjut, yang ditandai dengan intermiten

penurunan kemampuan respirasi akibat penurunan saturasi oksigen. Apnea sentral

ditandai oleh terhentinya aliran udara dan usaha pernafasan secara periodik selama

Universitas Sumatera Utara

Page 15: Kafein

tidur, sehingga pergerakan dada dan dinding perut menghilang. Hal ini kemungkinan

kerusakan pada batang otak atau hiperkapnia.

Gangguan saluran nafas (upper airway obstructive) pada saat tidur ditandai dengan

peningkatan pernafasan selama apnea, peningkatan usahas otot dada dan dinding

perut dengan tujuan memaksa udara masuk melalui obstruksi. Gangguan ini semakin

berat bila memasuki fase REM. Gangguan saluran nafas ini ditandai dengan nafas

megap-megap atau mendengkur pada saat tidur. Mendengkur ini berlangsung 3-6 kali

bersuara kemudian menghilang dan berulang setiap 20-50 detik. Serangan apnea pada

saat pasien tidak mendengkur. Akibat hipoksia atau hipercapnea, menyebabkan

respirasi lebih aktif yang diaktifkan oleh formasi retikularis dan pusat respirasi

medula, dengan akibat pasien terjaga danrespirasi kembali normal secara reflek.

Baik pada sentral atau obstruksi apnea, pasien sering terbangun berulang kali

dimalam hari, yang kadang-kadang sulit kembali untuk jatuh tidur. Gangguan ini

sering ditandai dengan nyeri kepala atau tidak enak perasaan pada pagi hari. Pada

anak-anak sering berhubungan dengan gangguan kongenital saluran nafas,

dysotonomi syndrome, adenotonsilar hypertropi. Pada orang dewasa obstruksi saluran

nafas septal defek, hipotiroid, atau bradikardi, gangguan jantung, PPOK, hipertensi,

stroke, GBS, arnord chiari malformation.

• Paska trauma kepala

Sebagian besar pasien dengan paska trauma kepala sering mengeluh gangguan tidur.

Jarak waktu antara trauma kepala dengan timbulnya keluhan gangguan tidur setelah

2-3 tahun kemudian. Pada gambaran polysomnography tampak penurunan fase REM

dan peningkatan sejumlah fase jaga. Hal ini juga menunjukkan bahwa fase koma

(trauma kepala) sangat berperan dalam penentuan kelainan tidur. Pada penelitian

terakhir menunjukkan pasien tampak selalu mengantuk berlebih sepanjang hari tanpa

diikuti oleh fase onset REM. Penanganan dengan proses program rehabilitasi seperti

sleep hygine. Litium carbonat dapat menurunkan angka frekwensi gangguan tidur

akibat trauma kepala.

Universitas Sumatera Utara

Page 16: Kafein

B. Gangguan tidur irama sirkadian

Sleep wake schedule disorders (gangguan jadwal tidur) yaitu gangguan

dimana penderita tidak dapat tidur dan bangun pada waktu yang dikehendaki,

walaupun jumlah tidurnya tatap. Gangguan ini sangat berhubungan dengan irama

tidur sirkadian normal. Bagian-bagian yang berfungsi dalam pengaturan sirkadian

antara lain temperatur badan,plasma darah, urine, fungsi ginjal dan psikologi. Dalam

keadan normal fungsi irama sirkadian mengatur siklus biologi irama tidurbangun,

dimana sepertiga waktu untuk tidur dan dua pertiga untuk bangun/aktivitas. Siklus

irama sirkadian ini dapat mengalami gangguan, apabila irama tersebut mengalami

peregseran. Menurut beberapa penelitian terjadi pergeseran irama sirkadian antara

onset waktu tidur reguler dengan waktu tidur yang irreguler (bringing irama

sirkadian). Perubahan yang jelas secara organik yang mengalami gangguan irama

sirkadian adalah tumor pineal. Gangguan irama sirkadian dapat dikategorikan dua

bagian :

1. Sementara (acute work shift, Jet lag)

2. Menetap (shift worker)

Keduanya dapat mengganggu irama tidur sirkadian sehingga terjadi perubahan

pemendekan waktu onset tidur dan perubahan pada fase REM

Berbagai macam gangguan tidur gangguan irama sirkadian adalah sebagai berikut :

1. Tipe fase tidur terlambat (delayed sleep phase type).

2. Tipe Jet lag

3. Tipe pergeseran kerja (shift work type).

4. Tipe fase terlalu cepat tidur (advanced sleep phase syndrome).

5. Tipe bangun-tidur beraturan

6. Tipe tidak tidur-bangun dalam 24 jam.

Universitas Sumatera Utara

Page 17: Kafein

C. Lesi susunan saraf pusat (neurologis)

Sangat jarang. Les batang otak atau bulber dapat mengganggu awal atau

memelihara selama tidur, ini merupakan gangguan tidur organik. Feldman dan wilkus

et al menemukan fase tidur pada lesi atau trauma daerah 8 ventral pons, yang mana

fase 1 dan 2 menetap tetapi fase REM berkurang atau tidak ada sama sekali. Penderita

chroea ditandai dengan gangguan tidur yang berat, yang diakibatkan kerusakan pada

raphe batang otak. Penyakit seperti Gilles de la Tourettes syndrome, parkinson,

khorea, dystonia, gerakan-gerakan penyakit lebih sering timbul pada saat pasien tidur.

Gerakan ini lebih sering terjadi pada fase awal dan fase 1 dan jarang terjadi pada fase

dalam. Pada dememsia sinilis gangguan tidur pada malam hari, mungkin akibat

diorganisasi siklus sirkadian, terutama perubahan suhu tubuh. Pada penderita stroke

dapat mengalami gangguan tidur, bila terjadi gangguan vaskuler didaerah batang otak

epilepsi seringkali terjadi pada saat tidur terutama pada fase NREM (stadium ½)

jarang terjadi pada fase REM.

D. Gangguan kesehatan, toksik

Seperti neuritis, carpal tunnel sindroma, distessia, miopati distropi, low back

pain, gangguan metabolik seperti hipo/hipertiroid, gangguan ginjal akut/kronik, asma,

penyakit, ulkus peptikus, gangguan saluran nafas obstruksi sering menyebabkan

gangguan tidur seperti yang ditunjukkan mioklonus nortuknal.

E. Obat-obatan

Gangguan tidur dapat disebabkan oleh obat-obatan seperti penggunaan obat

stimulan yang kronik (amphetamine, kaffein, nikotine), antihipertensi, antidepresan,

antiparkinson, antihistamin, antikholinergik. Obat ini dapat menimbulkan terputus-

outus fase tidur REM.

Universitas Sumatera Utara

Page 18: Kafein

2. PARASOMNIA

Yaitu merupakan kelompok heterogen yang terdiri dari kejadian-kejadian

episode yang berlangsung pada malam hari pada saat tidur atau pada waktu antara

bangun dan tidur. Kasus ini sering berhubungan dengan gangguan perubahan tingkah

laku danaksi motorik potensial, sehingga sangat potensial menimbulkan angka

kesakitan dan kematian, Insidensi ini sering ditemukan pada usia anak berumur 3-5

tahun (15%) dan mengalami perbaikan atau penurunan insidensi pada usia dewasa

(3%).

Ada 3 faktor utama presipitasi terjadinya parasomnia yaitu:

a. Peminum alkohol

b. Kurang tidur

c. Stress psikososial

Kelainan ini terletak pada aurosal yang sering terjadi pada stadium transmisi antara

bangun dan tidur. Gambaran berupa aktivitas otot skeletal dan perubahan sistem

otonom. Gejala khasnya berupa penurunan kesadaran (confuse), dan diikuti arousal

dan amnesia episode tersebut. Seringkali terjadi pada stadium 3 dan 4.

• Gangguan tidur berjalan (sleep walking)/somnabulisme)

• Gangguan teror tidur (sleep terror)

• Gangguan tidur berhubungan dengan fase REM

Universitas Sumatera Utara

Page 19: Kafein

2.2.6 Kualitas tidur

Kualitas tidur meliputi aspek kuantitatif dan kualitatif tidur, seperti lamanya

tidur, waktu yang diperlukan untuk bisa tertidur, frekuensi terbangun dan aspek

subjektif seperti kedalaman dan kepulasan tidur (Daniel et al, 1998; Buysse, 1998).

Persepsi mengenai kualitas tidur itu sangat bervariasi dan individual yang dapat

dipengaruhi oleh waktu yang digunakan untuk tidur pada malam hari atau efesiensi

tidur. Beberapa penelitian melaporkan bahwa efisiensi tidur pada usia dewasa muda

adalah 80-90% (Dament et al, 1985; Hayashi & Endo, 1982 dikutip dari Carpenito,

1998). Di sisi lain, Lai (2001) dalam Wavy (2008) menyebutkan bahwa kualitas tidur

ditentukan oleh bagaimana seseorang mempersiapkan pola tidurnya pada malam hari

seperti kedalaman tidur, kemampuan tinggal tidur, dan kemudahan untuk tertidur

tanpa bantuan medis. Kualitas tidur yang baik dapat memberikan perasaan tenang di

pagi hari, perasaan energik, dan tidak mengeluh gangguan tidur.

3. Mekanisme kafein mempengaruhi tidur

Secara khusus, kafein dapat mempercepat tindakan otak agar tetap lebih

waspada. Kafein berikatan dangan reseptor adenosin di otak.

Gambar2.2. Kafein sebagai antagonis adenosin

Universitas Sumatera Utara

Page 20: Kafein

Secara khusus, kafein dapat mempercepat tindakan otak agar tetap lebih

waspada. Kafein berikatan dangan reseptor adenosin di otak. Adenosin ialah

senyawa nukleotida yang berfungsi mengurangi aktivitas sel saraf saat tertambat pada

sel tersebut. Seperti adenosin, molekul kafein juga tertambat pada reseptor yang

sama, tetapi akibatnya berbeda. Kafein tidak akan memperlambat aktivitas sel

saraf/otak sebaliknya menghalang adesonin untuk berfungsi. Dampaknya aktivitas

otak meningkat dan mengakibatkan hormon epinefrin dirembes. Hormon tersebut

akan menaikkan detak jantung, meninggikan tekanan darah, menambah penyaluran

darah ke otot-otot, mengurangi penyaluran darah ke kulit dan organ dalam, dan

mengeluarkan glukosa dari hati. Tambahan, kafein juga menaikkan

permukaan neurotransmitter dopamin di otak.

Sebagian besar dari efek farmakologi dari adenosin di otak hewan dapat

ditekan dengan konsentrasi kafein yang relatif rendah (kurang dari 100 umol, yang

setara dengan 1-3 cangkir kopi). Adenosin menurunkan pelepasan neuron dan

menghambat transmisi sinaptik dan pelepasan neurotransmiter . Kafein juga

meningkatkan turnover neurotransmiter, termasuk monoamin dan asetilkolin.

Reseptor A1 dan adenosin A2A adalah subtipe utama yang terlibat dalam efek

kafein, sedangkan A2b dan A3 reseptor hanya memainkan peran kecil. Reseptor A1

dihubungkan negatif terhadap adenyl adenilat, sedangkan reseptor A2A dihubungkan

positif terhadap enzim ini. Reseptor adenosin A1 didistribusikan luas ke seluruh otak,

di hipokampus, korteks serebral dan serebelar, dan thalamus. Sebaliknya, reseptor

A2A terletak hampir secara eksklusif di striatum, nucleus accumbens, dan tuberkel

olfaktorius. Di daerah yang terakhir, reseptor A2A yang coexpressed dengan

enkephalin dan reseptor dopamin D2 dalam neuron striatal. Telah terbukti bahwa

terdapat interaksi fungsional antara pusat A2A adenosin dan reseptor dopamin D2.

Pemberian agonis reseptor adenosin A2A menurunkan afinitas dopamin untuk

berikatan dengan reseptor D2 di membran striatal.

Universitas Sumatera Utara

Page 21: Kafein

Interaksi antara reseptor adenosin A2A dan reseptor dopamin D2 di striatum

mungkin mendasari beberapa efek dari methylxanthines. Dengan pertentangan

dengan efek modulatory negatif dari reseptor adenosin pada reseptor dopamin, kafein

menyebabkan hambatan dan blokade reseptor adenosin A2, menyebabkan potensiasi

dari neurotransmisi dopaminergik. Interaksi yang terakhir mungkin menjelaskan

peningkatan reseptor antagonis diinduksi adenosin dalam perilaku yang berkaitan

dengan dopamin (Chawla, 2011)

Universitas Sumatera Utara