KAB. SEMARANG TAHUN 2016 DI DSN. GONDANG, DS...
Transcript of KAB. SEMARANG TAHUN 2016 DI DSN. GONDANG, DS...
1
PERILAKU BERIBADAH KELOMPOK SENI REOG
DI DSN. GONDANG, DS. TAWANG, KEC. SUSUKAN,
KAB. SEMARANGTAHUN 2016
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Oleh
Fajriyatur Rofikoh
NIM 11111122
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2016
2
3
PERILAKU BERIBADAH KELOMPOK SENI REOG
DI DSN. GONDANG, DS. TAWANG, KEC. SUSUKAN,
KAB. SEMARANG TAHUN 2016
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Oleh
Fajriyatur Rofikoh
NIM 11111122
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2016
4
5
6
7
MOTTO
“Tuhan( yang menguasai ) langit dan bumi dan
apa- apa yang ada diantara keduanya, maka
sembahlah Dia
dan berteguh hatilah dalam beribadat kepada-Nya”
(QS. Maryam, 19: 65)
8
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan untuk:
Kedua orang tuaku yang sangat aku hormati dan cintai ( Bpk Maryoto &
Ibu Jumiah) atas semua yang telah diberikan selama ini, juga untuk setiap
do‟a yang dengan tulus diberikan, semoga Allah meridhai. Tanpa mereka
penulis tidak bisa menjadi seperti sekarang ini.
Untuk semua kakakku dan adiku yang telah memberikan motivasi dan
nasihat kepada penulis, aku menyayangi kalian.
Seseorang yang selalu menemaniku dan memberikan aku semangat serta
arahan, terimakasih untuk kamu.
Tak lupa kepada seluruh teman- temanku PAI angkatan 2011, keluarga
besar MENWA 953 Kalimosodo, PPL MTS Aswaja, KKN di Papringan,
serta teman- temanku semua yang tidak dapat aku sebutkan satu persatu,
terimakasih untuk persahabatan yang tak tergantikan ini.
9
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikna skripsi ini. Sholawat dan salam semoga
senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menerangi dunia dengan
kesempurnaan agama islam, semoga pada akhir kelak kita diakui oleh umatnya dan
mendapat syafa‟atnya, amin.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana
Pendidikan Islam (S. Pd. I.) pada Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Adapun judul
skripsi ini adalah “Perilaku Beribadah Kelompok Seni Reog di Dsn. Gondang Ds.
Tawang Kec. Susukan Kab. Semarang Tahun 2016 ”.
Keberhasilan penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan
semua pihak yang terkait. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih yang
tak terhingga kepada yang terhormat:
1. Bapak Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga Dr. Rahmat
Hariyadi, M.Pd.
2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbuyah dan Ilmu
Keguruan.
3. Ketua Jurusan Studi Pendidikan Agama Islam, Siti Rukhayati, M.Ag.
4. Dosen Pembimbing Bapak Drs. Juz‟an, M.Hum. atas bimbingan, arahan,
dan motivasi yang diberikan.
10
11
ABSTRAK
Rofikoh, Fajriyatur. 2016. Perilaku Beribadah Kelompok Seni
Reog di Dsn. Gondang Ds. Tawang Kec. Susukan Kab.
Semarang Tahun 2016. Skripsi. Jurusan Tarbiyah.
Program Studi Institut Agama Islam Negeri Salatiga.
Pembimbing:Drs. Juz‟an, M.Hum
Kata Kunci: Perilaku beribadah dan kelompok seni reog
Penelitian ini membahas tentang pengaruh perilaku
beribadah aktivitas kelompok seni reog pada sebuah paguyuban
yang ada di daerah Gondang Tawang Kec. Sususkan Kab.
Semarang. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui perilaku beribadah kelompok seni reog, mengetahui
bentuk aktivitas kelompok seni reog, dan untuk mengetahui
dampak dari seni reog terhadap perilaku beribadah.
Sesuai dengan pendekatan kualitatif, maka kehadiran
peneliti di lapangan sangat penting sekali mengingat peneliti
bertindak langsung sebagai pengumpul data dari hasil observasi
yang mendalam serta terlibat aktif dalam penelitian. Data yang
berbentuk kata-kata berupa keterangan dari para informan dari
hasil wawancara, sedangkan data tambahan berupa dokumen.
Keseluruhan data tersebut selain wawancara diperoleh dari
observasi dan dokumentasi. Analisa data dilakukan dengan cara
menelaah data yang ada, lalu mengadakan reduksi data, penyajian
data, menarik kesimpulan dan tahap akhir dari analisa data ini
adalah mengadakan keabsahan data dengan menggunakan
ketekunan pengamatan triangulasi.
Dari penelitian yang dilakukan dapat ditarik kesimpulkan
bahwa; sebuah kesenian tradisional reog yang ditampilkan oleh
paguyuban Ngesti Budoyo ini merupakan kesenian yang berfungsi
sebagai sarana hiburan semata. Reog merupakan kesenian dan
kebudayaan yang ingin dilestarikan dan dipertahankan
keberadaannya jangan sampai hilang. Dengan demikian aktivitas
yang berlangsung sedikit mengalami pengendoran ibadahnya,
namun pada dasarnya mereka telah melaksanakan kewajibannya
beribadah kepada Tuhan sesuai hati nurani tanpa terpengaruh hal-
hal lain.
12
DAFTAR ISI
SAMPUL……………………………………………………………….. i
LEMBAR BERLOGO………………………………………………… ii
HALAMAN JUDUL………………………………………………….. iii
HALAMAN PERSETUJUAN……………………………………….. iv
HALAMAN PENGESAHAN KELULUSAN……………………… v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN…………… vi
HALAMAN MOTO…………………………………………………. vii
HALAMAN PERSEMBAHAN…………………………………….. viii
KATA PENGANTAR………………………………………………. ix
ABSTRAK…………………………………………………………… xi
DAFTAR ISI………………………………………………………… xii
DAFTAR TABEL…………………………………………………... xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah…………………………………... 1
B. Fokus Penelitian…………………………………………... 2
C. Tujuan Penelitian………………………………………….. 3
D. Kegunaan Penelitian……………………………………….. 4
13
E. Penegasan Istilah…………………………………………… 5
F. Metode Penelitian………………………………………….. 6
1. Pendekatan dan jenis penelitian……………………… ... 6
2. Kehadiran peneliti……………………………………… 6
3. Lokasi penelitian……………………………………….. 6
4. Sumber data…………………………………………...... 7
5. Prosedur pengumpulan data……………………………. 8
6. Analisis data…………………………………………….. 9
7. Pengecekan keabsahan data……………………………. 10
8. Tahap- tahap penelitian………………………………… 11
G. Sistematika Penulisan……………………………………… 12
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Teori Ketaatan Beribadah
1. Pengertian perilaku beribadah……………………… 13
2. Bentuk- bentuk perilaku beribadah………………… 14
a. Ibadah mahdlah………………………………… 14
b. Ibadah ghairu mahdlah………………………… 21
3. Aqidhah dalam beribadah …………………………. 23
a. Do‟a…………………………………………… 23
b. Menegakan syiar- syiar agama………………… 24
c. Menjalankan hukum Allah…………………… . 24
B. Teori Aktivitas Kelompok Seni Reog
1. Pengertian aktivitas kelompok seni reog…………… 25
14
2. Peralatan kesenian reog……………………………. 26
3. Struktur pertunjukan………………………………. 27
4. Fungsi kesenian reog……………………………… 31
5. Mantra dalam pertunjukan reog…………………… 32
C. Ibadah Anggota Kelompok Seni Reog………………….. 33
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Gambaran Lokasi Penelitian
1. Sejarah desa Gondang Tawang…………………… 39
2. Luas dan batas…………………………………….. 40
3. Jumlah penduduk berdasarkan usia………………. 40
4. Jumlah penduduk berdasarkan pendidikan……….. 41
5. Struktur mata pencahariaan/ pekerjaan…………… 41
6. Jumlah penduduk berdasarkan agama……………. 42
7. Sarana peribadatan………………………………… 42
B. Temuan Penelitian
1. Perilaku beribadah kelompok kesenian tradisional
reog ngesti budoyo di Gondang Tawang Kec. Sususkan
Kab. Semarang……………………………………… 42
2. Kesenian Tradisional Reog Ngesti Budoyo ……… … 43
a. Sejarah berdirinya kesenian tradisional reog ngesti
budoyo di Gondang Tawang Kec. Sususkan
Kab. Semarang………………………………… 43
15
b. Bentuk kesenian reog ngesti budoyo di Gondang
Tawang Kec. Sususkan Kab. Semarang………… 44
c. Tujuhan dan fungsi kesenian tradisional reog
ngesti budoyo di Gondang Tawang Kec. Sususkan
Kab. Semarang ….................................................. 53
d. Daftar anggota paguyuban ngesti budoyo ngesti
budoyo di Gondang Tawang Kec. Sususkan
Kab. Semarang ………………………………….. 53
3. Faktor pendukung dan penghambat kesenian tradisional
reog ngesti budoyo di Gondang Tawang Kec. Sususkan
Kab. Semarang………............................................... 55
BAB IV PEMBAHASAN ………………………………………….. 56
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan …………………………………………………… 61
B. Saran…………………………………………………………. 63
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
LAMPIRAN
16
17
DAFTAR TABEL
TABEL I BATAS WILAYAH
TABEL II JUMLAH PENDUDUK BERDASARKAN USIA
TABEL III JUMLAH PENDUDUK BERDASAKAN PENDIDIKAN
TABEL IV STRUKTUR MATA PENCAHARIAAN
TABEL V JUMLAH PENDUDUK BERDASARKAN AGAMA
TABEL VI SARANA PERIBADATAN
TABEL VII DAFTAR ANGGOTA PAGUYUBAN
18
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia diciptakan dimuliakan dan diistimewakan oleh Allah,
karenanya selanyaknya manusia haruslah selalu tunduk, rukuk, dan sujud,
selalu menjalankan perintah dan menjahui larangannya, selalu bermunajat
dan berdoa kepada Allah Yang Maha Hak, Maha Pemurah, Yang Maha
Memberi kepada siapa saja yang memintanya. Ketatatan beribadahnya
inilah yang selalu diharapkan tanpa memberontak atau merasa bosan, dan
jenuh, atau gelisah lalu berhenti dari ketaatan ini.
Demikian pula manusia dikaruniai insting merendahkan diri dan
tunduk untuk menghormati dan mematuhi seseorang. Seperti tampak
dalam kehidupannya yaitu, memuji kekuatan alam semesta, tunduk kepada
orang yang dianggap suci, dukun, rahib, jin, dan arwah leluhur, serta
kepada segala sesuatu yang sukar dicerna oleh akal (Zainuddin, 1992: 5).
Manusia memiliki unsur- unsur potensi budaya yaitu yaitu pikiran
(cipta), rasa dan kehendak (karsa). Hasil ketiga potensi budaya itulah yang
disebut kebudayaan. Dengan kata lain kebudayaan adalah hasil cipta, rasa
dan karsa manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Manusia tidak
hanya semata- mata ingin memenuhi kebutuhan “isi perut” saja, tetapi
mereka perlu mendapat pandangan mata yang indah atau suara yang
merdu. Semuanya itu dapat dipenuhi melalui kesenian.
19
Dalam konteks kesenian tari, bentuk-bentuk tarian tidak ada
batasannya, sehingga mudah untuk dipelajari atau dikembangkan. Dengan
beragam bentuk tarian yang tidak ada batasnya ini, dijumpailah kesenian
tari yang disebut kesenian reog atau barongan. Kesenian tari ini muncul
masih sederhana, baik dalam bentuk tarian, instrument, music, kostum,
maupun sarana lainnya.
Dalam kepercayaan masyarakat Jawa, kesurupan merupakan
sesuatu yang dilandasi adanya masuknya roh dalam diri seseorang
disamping itu diperlukannya sesaji yang merupakan suatu cara untuk
memuja roh melalui suatu barang atau benda. Hal ini mengingat kesenian
reog banyak sekali menggunakan gerakan antraktif atau akrobatik yang
dianggap penuh dengan magic serta sulit diterima dengan akal sehat
(Kussunartini, 2009:19).
Namun begitu, ada sesuatu hal yang terasa indah melalui suatu
karya seni reog , tanpa kita sadari didalamnya mengandung energi mistis
karena masuknya roh kedalam tubuh mereka yang secara tidak langsug itu
adalah suatu hal yang bertentangan dengan nilai-nilai ajaran agama Islam.
Aktivitas semacam ini tentu mendatangkan sebab yang menjadikan
mereka mengurangi bahkan melupakan ketaatan ibadah yang selama ini
mereka kerjakan. Dari hal tersebut bisa kita lihat bagaimana ketaatan
beribadah terhadap aktivitas kelompok dalam kegiatan kesenian reog.
Dari uraian diatas, merupakan beberapa hal yang melatarbelakangi
serta menghantarkan kepada si penulis untuk meneliti tentang”
20
PERILAKU BERIBADAH KELOMPOK SENI REOG DI DSN.
GONDANG, DS. TAWANG, KEC. SUSUKAN, KAB. SEMARANG
TAHUN 2016”.
B. Fokus Penelitian
1. Bagaimana perilaku beribadah kelompok seni reog di desa
Gondang Tawang, Kec. Susukan, Kab. Semarang?
2. Bagaimana bentuk seni reog di desa Gondang Tawang, Kec.
Susukan, Kab. Semarang?
3. Apa dampak seni reog terhadap perilaku ibadahnya di desa
Gondang Tawang, Kec. Susukan, Kab. Semarang?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui perilaku beribadah kelompok seni reog di desa
Gondang Tawang, Kec. Susukan, Kab. Semarang.
2. Untuk mengetahui bentuk seni reog di desa Gondang Tawang,
Kec. Susukan, Kab. Semarang.
3. Untuk mengetahui dampak dari seni reog terhadap perilaku
ibadahnya di desa Gondang Tawang, Kec. Susukan, Kab.
Semarang.
21
D. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat diambil kegunaannya sebagai
beriku:
1. Bagi Pemerintah, Hasil penelitian ini dapat berguna untuk
melestarikan budaya kesenian yang terdapat di Indonesia.
2. Bagi masyarakat, Sebagai sumbangan informasi bagi semua lapisan
masyarakat agar sadar dan faham agama dalam melakukan sebuah
kesenian tersebut.
3. Bagi IAIN Salatiga, Untuk memperkaya perbendaharaan
perpustakaan Institut Agama Islam Negri (IAIN) Salatiga.
4. Bagi Peneliti, Sebagai bahan masukan unntuk mengembangkan
wawasan dan bahan dokumentasi untuk penelitian lebih lanjut.
E. Penegesan Istilah
Dimulai dari penegasan judul sebuah penelitian maka penulis
mempunyai kepentingan untuk mempertegas judul dengan harapan tidak
ada kesalahpahaman dalam proses penelitian tersebut.
Sedangkan istilah-istilah yang digunakan dalam judul tersebut
antara lain:
1. Pengertian Perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu terhadap
lingkungan (Depdikbud,, 1998: 671).
2. Beribadah berasal dari kata Ibadah. Ibadah adalah “bakti manusia
kepada Allah SWT karena didorong dan dibangkitkan oleh aqidah
22
tauhid”. Beribadah adalah suatu amalan atau perbuatan yang ditujukan
kepada Allah, sebagai wujud bakti dari seorang hamba kepada
Tuhannya (Abudin, 2010:81-82).
3. Kesenian reog adalah suatu bentuk tarian tradisional yang ritual dan
mengandung unsur magic dengan masuknya roh atau setan yang
memerlukan sesaji yang merupakan suatu cara untuk memuja roh
tersebut.(Kussunartini,2009: 19)
Jadi maksud pengambilan judul skripsi ini adalah apa pengaruh
dari serangkaian tingkah laku dalam melaksanakan perbuatan kepada
Allah, sebagai wujud bakti dari seorang hamba kepada Tuhannya yang
hamba-Nya tersebut mengikuti kegiatan suatu bentuk kesenian yang
mengandung ritual dan unsure megic dan memerlukan sesajen yang
merupakan cara untuk memuja roh.
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan dan penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah pendekatan kualitatif. Metodelogi kualitatif sebagai prosedur
penelitian yang banyak dituangkan kedalam bentuk laporan dan
uraian. Penelitian ini tidak mengutamakan angka- angka dan statistik,
walaupun tidak menolak data kuantitatif (Nasution, 2003: 9).
23
2. Kehadiran Peneliti
Peneliti melakukan penelitian dengan metode interview atau
wawancara kepada para pemain kesenian reog dan orang- orang yang
terlibat didalamnya.
Para peneliti disini adalah sebagai pengamat penuh dimana
peneliti melakukan pengamatan terhadap kehidupan kesenian reog
yang berlangsung didaerah ini.
3. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Paguyuban Seni Reog Ngesti
Budoyo di desa Gondang Tawang, Kecamatan Susukan, Kabupaten
Semarang. Sebuah desa yang mata pencaharianya sebagai petani
buruh dan sebuah kesenian yang menghasilkan uang.
4. Sumber Data
Menurut Maryaeni (2005:41-42)“Peneleiti dapat memperoleh
sumber data berupa: catatan hasil observasi, wawancara, foto,
rekaman auditif dan sebagainya”. Data dalam penelitian ini adalah
semua data atau informasi yang diperoleh dari informan yang di
anggap penting, selain itu data juga dihasilkan dari dokumentasi yang
menunjang. Adapun yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Kata-kata atau Tindakan
Data yang berbentuk kata-kata diambil dari para informan/
responden pada waktu mereka diwawancarai. Dengan kata lain
data-data tersebut berupa keterangan dari para informan dari
24
beberapa pihak diantaranya: Pejabat desa, Tokoh agama, dan
masyarakat yang penulis anggap mampu untuk memberikan
keterangan yang relevan.
b. Data Tertulis (Dokumentasi)
Data yang berbentuk tulisan diperoleh dari pejabat desa
dan dokumen-dokumen lain yang tentunya masih berkaitan
dengan subjek penelitian.
c. Foto
Dalam penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti
diperoleh beberapa foto tentang “Paguyuban Seni Reog Ngesti
Budoyo di desa Gondang Tawang, Kecamatan Susukan,
Kabupaten Semarang”.
5. Prosedur Pengumpulan Data
a. Metode Observasi
Observasi adalah suatu kegiatan pengamatan. Observasi
bisa diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan dengan
sistematik fenomena-fenomena yang diselidiki dalam arti luas,
observasi tidak hanya sebatas pada pengamatan yang dilakukan
baik secara langsung maupun tidak langsung, pengamatan yang
tidak langsung melalui kuesioner dan tes (Suharsimi Arikunto,
1998: 234). Menurut Sutrisno Hadi (1989: 136), observasi yaitu
pengamatan dan pencatatan secara sistematik fenomana-fenomena
yang diselidiki baik secara langsung maupun tidak langsung.
25
b. Metode Interview atau Wawancara
Interview adalah percakapan dengan maksud tertentu yang
dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara atau yang
mengajukan pertanyaandan terwawancara atau yang menjawab
pertanyaan (Suharsimi Arikunto, 1998:126). Adapun bentuk
wawancara dari penelitian ini dengan mengajukan beberapa
pertanyaan kepada pemain kesenian reog di masyarakat Gondang
Tawang Kec. Susukan, kemudian jawaban mereka nantinya
dijadikan data penelitian.
c. Metode Dokumentasi
Dokumentasi berasal dari kata dokume, yang artinya
barang-barang tertulis. Didalam melakukan dokumentasi, peneliti
menyelidiki benda-benda seperti buku, dokumen, peraturan,
notulen rapat, catatan harian dan sebagainya (Suharsimi, 1998: 51).
Dalam metode dokumentasi peneliti berusaha mencari dokumen-
dokumen penting atau arsip-arsip yang sekiranya mendukung
tentunya yang berkaitan dengan penelitian.
6. Analisis Data
Dalam penelitian kualitatif analisis data harus dimulai sejak
awal, sehingga data yang diperoleh dalam lapangan segera harus
dituangkan dalam bentuk tulisan dan dianalisis (Nasution, 2003: 129).
Dalam penelitian ini analisis dilakukan sebelum dan sesudah
penelitian.
26
Adapun yang digunakan peneliti dalam penelitian ini yaitu
analisis kualitatif, yaitu dengan langkah- langkah sebagai berikut:
a. Pengumpulan Data
Usaha yang dilakukan peneliti untuk memperoleh data
melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Kualitas data
ditentukan oleh alat pengambilan data atau alat ukur. Jikalau alat
pengambilan datanya cukup variable dan valid, maka datanya
cukup variable dan valid juga (Ruandi dalam skripsi Indah
Kurniati, 2009: 15). Hal ini untuk membuktikan bahwa penelitian
ini penting untuk dikaji dan diteliti serta diketahui keasliannya.
b. Reduksi Data
Data yang direduksi dapat memberi gambaran yang lebih
tajam tentang hasil pengamatan, juga mepermudah penelitian untuk
mencari kembali data yang diperoleh bila diperlukan. Dapat pula
membantu dalam memberikan kode kepada aspek- aspek tertentu
(Nasution, 2003: 129)
c. Penyajian Data
Penyajian data ini diatasi sebagai sekumpulan informasi
yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan
penarikan tindakan. Penyajian data diharapkan agar pembaca lebih
cepat memahami isi dalam penelitian.
d. Penarikan Kesimpulan
27
Kegiatan analisis selanjutnya adalah penarikan kesimpulan
atau verifikasi. Analisis yang dilakukan selama pengumpulan data
dan sesudah pengumpulan data digunakan untuk menarik
kesimpulan, sehingga dapat menemukan pola peristiwa yang
terjadi. Penarikan kesimpulan ini diharapkan agar dapat
memberikan gambaran umum secara singkat seluruh isi dalam
penulisan penelitian.
7. Pengecekan Keabsahan Data
Dalam penelitian ini peneliti berusaha memperoleh keabsahan
temuannya. Keabsahan data dalam penelitian ini ditentukan dalam
meggunakan kriteria kreadibilitas. Hal ini dimaksudkan untuk
membuktikan bahwa apa yang berhasil dikumpulkan sesuai dengan
kenyatan yang ada dalam latar penelitian.
8. Tahap- Tahap Penelitian
Tahap-tahap penelitian yang digunakan oleh peneliti sebagai
berikut :
a. Tahap pra lapangan
1) Megajukan judul penelitian
2) Menyusun proposal penelitian
3) Konsultasi penelitian kepada pembimbing
b. Tahap perkerjaan lapangan, yang meliputi:
1) Persiapan diri untuk memasuki lapangan penelitian
28
2) Pengumpulan data atau informasi yang terkait dengan fokus
penelitian
3) Pencatatan data yang telah dikumpulkan
c. Tahap analisis data, meliputi kegiatan:
1) Penemuan hal-hal yang penting dari data penelitian
2) Pengecekan keabsahan data
d. Tahap penulisan laporan penelitian
1) Penulisan hasil penelitian.
2) Konsultasi hasil penelitiaan kepada pembimbing.
3) Perbaikan hasil konsultasi.
4) Pengurusan kelengkapan persyaratan ujian.
5) Ujian munaqosah skripsi
29
G. Sistematika penulisan
BAB I Pendahuluan, meliputi : Latar Belakang Masalah, Fokus
Penelitian, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian,
Penegasan Istilah, Metodologi Penelitian, dan Sistematika
Penulisan.
BAB II Kajian Pustaka, meliputi: Teori ketaatan beribadah dan
kegiatan kesenian reog.
BAB III Paparan Data dan Temuan Penelitian
BAB IV Pembahasan, berisi tentang analisis data dari deskriptif
penelitian.
BAB V Penutup, mencakup: Kesimpulan dan Saran.
30
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Ketaatan Beribadah
1. Pengertian perilaku beribadah
Perilaku beribadah berasal dari dua kata yaitu perilaku dan
beribadah. Perilaku secara bahasa (KBBI) adalah tanggapan atau reaksi
individu yang terwujud dari gerakan (sikap), tidak saja badan atau
ucapan (KBBI, 1989: 671). Adapun kata ibadah menurut istilah berarti
penghambaan diri yang sepenuh-penuhnya untuk mencapai keridaan
Allah dan mengharap pahala-Nya di akhirat (Ash- Shiddiqy, 1954: 4).
Berdasarkan definisi tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa
perilaku beribadah adalah serangkaian tingkah laku seseorang yang
ditandai oleh ajaran-ajaran agama islam. Selain itu perilaku beribadah
juga dapat dikatakan perbuatan seseorang dalam bentuk pengabdian
kepada Allah atau ibadah ritual dan perbuatan seseorang dengan sesama
atau juga bisa dikatakan sebagai suatu muamalah.
Allah menetapkan perintah ibadah sebenarnya merupakan suatu
keutamaan yang besar kepada makhluknya, karena apabila
direnungkan, hakikat perintah beribadah itu berupa peringatan agar kita
menunaikan kewajiban terhadap Allah yang telah melimpahkan
karunia- Nya.
31
Dasar hukum ibadah itu firman Allah QS.Al-Baqarah 2:21 yang
berbunyi :
Artinya ; “Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu
dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa” (Rahim
Faqih, 1998: 5).
2. Bentuk-bentuk perilaku beribadah
Ibadah dilihat dari segi umum dan khusus dibagi menjadi dua
macam:
a. Ibadah khoshoh adalah ibadah yang ketentuanya telah ditetapkan dalam
nash (dalil atau dasar hukum) yang jelas, yaitu sholat, zakat, puasa, dan
haji.
b. Ibadah ammah adalah semua perilaku baik yang dilakukan semata-mata
karena Allah SWT seperti bekerja, makan, minum, semua itu dilakukan
untuk menjaga kelangsungan hidup dan kesehatan jasmani maupun
rohani supaya dapat mengabdi kepada-Nya (Fuad, 2000:8).Secara garis
besar dalam buku Pengantar Studi Islam ibadah dibagi menjadi
dua,yaitu:
1) Ibadah mahdlah merupakan bentuk pengabdian langsung hamba
kepada sang khaliq secara vertikal (Amin, 2000:83), seperti:
32
a) Shalat
Kata “shalat” telah disebutkan tidak kurang dari 90 ayat
dalam Al- Qur’an. Kata shalat mempunyai arti yaitu “doa”,
“rahmat”, dan “berkat” (Ash Shiddiqy, 1954: 84 dan priksa
juga: Basyir, 1984: 29).
Shalat menurut bahasa Arab ialah “doa”, yang dimaksud
disini adalah “ibadah yang tersusun dari beberapa perkataan dan
perbuatan yang di mulai dengan takbir, disudahi dengan salam,
dan memenuhi beberapa syarat yang ditentukan” (Sulaiman,
2002: 53).
Adapun shalat menurut istilah hukum adalah hubungan
antara hamba dengan Tuhan yang tata caranya diatur dan
dituntun sesuai dengan ajaran Nabi Muhammad SAW.
Shalat merupakan salah satu pilar Islam yang lima. Ia
merupakan bagian dari ibadah khusus dalam rangka menyembah
Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya.
Allah mewajibkan shalat, demikian juga Allah
mewajibkan zakat. Firman Allah dalam surat Al Muzammil 73:
20 yang berbunyi:
… …
Artinya: “… dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat …”
( Rahim Faqih, 1998:21-23).
33
Ibadah shalat juga merupakan kewajiban yang bersifat
individual (fardlu’ain) disunnahkan dikerjakan di masjid secara
berjamaah. Salat menjadi pertanda lurus atau tidaknya amaliyah
lain yang dikerjakan, bahka kata Nabi, salat juga merupakan
garis yang membedakan kemusliman dan kekufuran seseorang
(Asep, 2006:286).
Kaum muslimin sepakat bahwa sholat lima waktu harus
dikerjakan pada waktunya, dalilnya adalah firman Allah
Subhanahu wa Ta‟ala,
وقوتا ةا كااوات عالاى المؤمىيها كتاابا ما إن الصلا
Artinya :“Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu/wajib yang
ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”.
(QS. An Nisa‟ 4 : 103)
Di sini akan kita bahas bersama-sama mengenai waktu
pelaksanaan shalat 5 waktu dengan batas waktu tertentu. Shalat
wajib bagi umat muslim ada 5 waktu dalam sehari:
Shalat Dzuhur
Waktu shalat dzuhur yaitu sesaat setelah memasuki
waktu istiwa. Dimana waktu istiwa adalah ketika posisi
matahari tepat berada pada posisi puncak. Para ulama bersilisih
pendapat mengenai akhir waktu zhuhur namun pendapat yang
lebih tepat dan ini adalah pendapat jumhur atau mayoritas ulama
adalah hingga panjang bayang-bayang seseorang semisal dengan
34
tingginya (masuknya waktu ashar). Shalat dzuhur dilaksanakan
sebanyak 4 rakaat.
Shalat Ashar
Waktu shalat ashar yaitu lanjutan dari batas akhir shalat
dzuhur. Ketika panjang bayangan benda yang terkena sinar
matahari sudah melebihi ukuran asli dari benda tersebut. Dan
batas waktu shalat ashar sendiri berakhir ketika panjang
bayangan benda sudah mencapai dua kali ukuran aslinya. Atau
menurut Jawaz, yaitu waktu dimana masih diperbolehkannya
untuk melaksanakan shalat, adalah hingga matahari terbenam.
Shalat ashar dilakukan sebanyak 4 rakaat.
Shalat Maghrib
Waktu shalat maghrib dimulai ketika matahari sudah
tenggelam (perubahan dari terang menjadi gelap). Lebih jelas,
yaitu waktu shalat maghrib dimulai ketika matahari telah hilang
seutuhnya dan tenggelam di ufuk barat. Batas waktu shalat
maghrib berakhir apabila mega merah (syafaq) telah menghilang
dan tidak terlihat lagi. Shalat maghrib sendiri dilakukan
sebanyak 3 rakaat.
Shalat Isya
Waktu shalat isya dimulai sejak mega merah di langit
sudah menghilang. Batas waktu shalat isya berakhir hingga
35
terbitnya fajar kedua (menurut waktu jawaz). Shalat isya
sebanyak 4 rakaat.
Shalat Subuh
Waktu shalat subuh dimulai sejak terbitnya fajar kedua.
Menurut waktu jawaz, batas waktu shalat subuh sendiri adalah
ketika matahari mulai terbit. Shalat subuh sebanyak 2 rakaat.
b) Puasa
Dari segi etimologi atau kebahasaan, puasa berarti
“menahan diri dari sesuatu atau meninggalkan sesuatu, seperti
meninggalkan makan, minum, berbicara atau aktivitas apa pun (
Rahim Faqih, 1998:67).”
Dari segi termologi agama atau istilah syara’, puasa
ialah menahan diri dari makan, minum, jima‟dan lain- lain yang
ditentukan oleh Syara‟, di siang hari menurut cara yang
disyaratkan. Atau menahan diri dari makan, minum dan jama‟
dari terbit fajar sampai terbenam matahari, karena mengharap
pahala dari Allah (Ash Shiddiqy, 1954:179).
Terdapat beberapa macam ibadah puasa yang dapat
dilaksanakan oleh umat Islam meliputi:
1. Puasa ramadhan, yang menjadi kewajiban bagi setiap
mukallaf untuk menunaikannya selama satu bulan penuh.
2. Puasa qada’, termasuk puasa fardu yang diwajibkan bagi
setiap muslim yang berhalangan menunaikan puasa
36
ramadhan pada waktunya karena datangnya uzur, sehingga
dapat ditunaikan pada waktu setelah bulan ramadhan di luar
hari- hari larangan atau tasyriq.
3. Puasa kafarat, yaitu puasa yang wajib dilaksanakan setiap
muslim yang tidak berpuasa pada bulan ramadhan karena
khilaf, bukan karena uzur yang dibenarkan syara’.
4. Puasa nazar, yaitu puasa yang diwajibkan sendiri oleh
seseorang muslim atas dirinya untuk mendekatkan diri
kepada Allah. Puasa ini wajib ditunaikan menurut nazar
yang telah dinazarkannya.
5. Puasa tatawwu‟, puasa ini tidak wajib hukumnya, tetapi bagi
yang mengerjakannya akan mendapat pahala. Puasa ini
meliputi: puasa 6 hari setelah satu syawal, puasa hari asyura‟
(10 muharram), dan sehari sebelum dan sesudahnya, puasa
arafah (bagi yang tidak sedang haji), puasa di kebanyakan
hari sya’ban, puasa di bulan- bulan haram, yaitu zul qa‟idah,
zulhijjah, muharram dan rajab, dan lain-lain (Rahim Faqih,
1998:74-76).
c) Zakat
Ditinjau dari segi etimologi, zakat memiliki pengertian
pengembangan dan penyucian. Zakat berarti pengembangan
karena dengan melaksanakannya menjadi sebab berkembang
suburnya pahala atau kewajiban. Zakat juga berarti penyucian
37
karena dengan melaksanakanya menjadi sebab diperolehnya
kesucian jiwa, terutamanya dari sifat kikir.
Dari segi terminology agama, zakat adalah bagian
tertentu dari harta benda yang diwajibkan Allah untuk sejumlah
orang yang berhak menerimanya (1998: 55).
Zakat itu wajib atas segala ummat Islam, sama dengan
wajib sembahyang. Allah telah memfardlukan zakat atas hamba-
hamba-Nya. Barang siapa yang mengingkari kefardluan zakat,
maka ia menjadi kafir.
Zakat merupakn ibadah yang wajib pula hukumnya atas
orang kaya yang memiliki harta benda melebihi kebutuhannya
dan kebutuhan keluarga yang berada dalam tanggungannya
(Syaltut, 1966: 138).
d) Haji
Haji menurut istilah syara‟ atau agama adalah pergi
menuju baitullah (Kakbah) untuk melaksanakan ibadah ibadah
yang telah ditetepkan Allah SWT. Haji juga dapat diartikan
sebagai berpergian (kedatangan) menuju Makkah pada bulan-
bulan tertentu untuk melaksanakan bentu- bentuk ibadah
tertentu demi karena Allah (Rahim Faqih, 1998:77-78).
Haji merupakan ibadah yang sudah dikenal, yang
manusia dituntut untuk menunaikannya dengan hati, badan dan
hartnya, sehingga ia membeda dari ibadah- ibadah lainnya.
38
Ibadah haji ini dikerjakan oleh seorang muslim yang
mampu didalam masa- masa dan tempat- tempat yang telah
diketahui, karena ketaatan kepada perintah Allah dan mencari
keridhaannya. Ibadah ini dimulai dengan niat haji, ikhlas
semata- mata karena Allah, tanpa menyandang pakaian yang
berjahit, tanpa memakai perhiasan dan kemewahan, serta
diakhiri dengan thawaf mengelilingi Baitu‟l-Lab al Haram
(Syaltut, 1966:168).
2) Ibadah ghairu mahdlah
Ibadah ghairu mahdlah merupakan ibadah horizontal (sosial)
yang berhubungan dengan makhluk atau lingkungan. Ibadah yang
merupakan kebaikan dan dilakukan oleh orang muslim yang ingin
mencapai muslim yang sholeh. Seseorang melaksanakan ibadah atas
kesadaran, keinginan dan kebutuhan sendiri atau sukarela (Amin,
2000: 83). Ibadah yang dilakukan semata-mata hanya karena Allah
SWT dengan menirukan yang telah dicontohkan oleh Rasulullah
saw. Namun sebagian ibadah ghairu mahdlah diserahkan kepada
manusia sesuai dengan keinginan dan kebutuhan seperti: Makan,
minum, Tolong-menolong, Kasih sayang, bersedekah, berdo‟a,
berdzikir, bersholawat, bekerja dan lain sebagainya. Semua itu
dilakukan hanya untuk menjaga kelangsungan hidup dan kesehatan
jasmani maupun rohani supaya dapat mengabdi kepada-Nya (Fuad,
2000:8).
39
Setiap perbuatan atau perkataan yang dilakukan dengan niat
karena Allah itu sudah mengandung nilai ibadah. Dengan demikian,
segala kegiatan dalam kehidupan dapat dijadikan ibadah jika sesuai
dengan peraturan dan dikerjakan karena Allah SWT.
Berdasarkan uraian di atas dijelaskan bahwa ketaatan
beribadah merupakan kepatuhan dan kesetiaan kepada Tuhan untuk
menjalankan dan menjauhi perintah-Nya dengan cara berbagai
macam bentuk ibadah yang dapat dilakukan oleh seseorang seperti
ibadah mahdlah dan ghairu mahdlah.
Semua orang tentunya mengamalkan ibadah, baik yang
khusus maupun yang umum. Dari bentuk-bentuk ibadah yang telah
disampaikan ibadah dapat disimpulkan sebagai bentuk pengabdian
yang dilakukan dengan rendah hati hikmat kepada Allah dengan
jalan mematuhi seruanya dan menjauhi laranganya, segala
perbuatan dan perkataan yang dilakukan dengan niat karena Allah
dapat dijadikan ibadah asalkan sesuai dengan aturan dan
dilaksanakan ikhlas karena Allah, ibadah dapat dilakukan oleh
manusia apabila manusia tersebut mau memanfaatkan segala
potensi yang ada untuk beribadah kepada Allah. Dengan kata lain,
ibadah tidak dapat dipisahkan. Antar satu sama lain ada keterkaitan
sebagai hubungan vertikal dan horizontal.
40
3. Aqidah dalam Beribadah
Tauhid dalam hal ketaatan ialah tiadanya siapa pun yang wajib
ditaati secara mutlak kecuali Allah SWT. Dialah satu- satunya yang wajib
ditunjukkan ketaatan kepada-Nya dan yang wajib dipatuhi perintah-
perintah-Nya. Sedangkan ketaatan selain kepada Dia hanya boleh dengan
izin dan perintah-Nya semata- mata. Tanpa izin dan perintah-Nya, ketaatan
tersebut menjadi haram, bahkan dapat menjurus kepada kemusyrikan.
Maka ada yang harus ditaati secara mutlak karena dirinya sendiri, yaitu
Allah SWT. Sedangkan siapa saja selain-Nya, hanya ditaati demi perintah-
Nya saja (Ja‟far Subhani, 1987:26).
Kata ibadah mengandung dua makna dan kedua makna itu
mengkristal menjadi makna yang satu, yaitu: puncak kepatuhan yang
dibarengi dengan puncak kecintaan. Kepatuhan yang menyeluruh yang
dipadukan dengan kecintaaan yang menyeluruh itulah yang dinamakan
dengan ibadat.
Peribadatan tidak terbatas kepada satu bentuk saja sebagaimana
sangkaan sebagian manusia, tapi mempunyai berbagai macam bentuk dan
jenis, antara lain:
a) Doa
Doa adalah menghadap diri kepada Allah untuk memohon
sesuatu yang bermanfaat atau agar terhindar dari kemudharatan dan
bencana, ataupun agar dimenangkan atas musuh dan lain- lain.
41
Penghadapan diri dengan permohonan yang tulus dari lubuk hati yang
dalam kepada Allah itu adalah dasar dan jiwanya ibadah.
b) Menegakan syiar- syiar agama
Ibadah dalam bentuk menegakkan syiar- syiar agama ialah
shalat, puasa, sedekah, haji, nadzar, menyembelih qurban, dan bentuk-
bentuk peribadatan lain yang seperti itu. Syiar- syiar agama itu tidak
boleh ditunjukkan kepada selain Allah.
c) Menjalankan hukum Allah
Yaitu menerapkan dan melaksanakan hukum- hukum agama
yang telah disyari‟atkan oleh Allah menghalalkan yang telah
dihalalkan, dan mengharamkan yang telah diharamkan. Menerapkan
hukum pidana dan hukum perdata (Qardhawi, 1992: 31-33).
Tauhid dalam ibadah, serta pembebasan diri dari belenggu
kemusyrikan dan keberhalaan (watsaniyah), merupakan yang
terpenting diantara ajaran- ajaran agama- agama samawi, dan yang
paling menonjol diantara risalah- risalah para Nabi (1987:31).
Membatasi tauhid dalam ibadah ini ialah menunjukkan ibadah
hanya kepada Allah, menghindarkan diri dari ibadah kepada selain-
Nya, mengingat bahwa segala sesuatu selain-Nya adalah makhluk-
Nya semata- mata. Tauhid jenis ini adalah lawan “syrik dalam
ibadah”, yaitu perbutan seseorang yang menunjukkan ibadah kepada
makhluk apa pun disebabkan alasan- alasan tertentu, tetapi ia diwaktu
yang sama mempercayai Keesaan Tuhan Pencipta alam raya ini.
42
Masalah syrik yang menjadi bahan perbincangan sekarang
yang bukan, bukannya tentang kepercayaan adanya beberapa Tuhan
atau tentang kepercayaan adanya Tuhan- Tuhan pencipta yang ikut
menciptakan alam semesta ini disamping Allah. Akan tetapi yang
dipermasalahkan ialah tentang perbuatan ibadah yang ditunjukkan
kepada selain Allah SWT, namun tetap diakui tentang Keesaan-Nya
(Ja‟far Subhani, 1987: 35- 37).
Secara umum ibadah berarti manusia kepada Allah karena
didorong dan dibangkitkan oleh aqidah tauhid. Ibadah itulah tujuan
hidup manusia. Islam mengajarkan manusia tentang akhlak dimana
akhlak ini bersumber dari tauhid sebagai dasar, inti dan akhir dari
seruan Islam, dan atas dasar tauhid itulah Islam mendidik manusia
mengenal hakikat dan tujuan hidupnya yaitu ibadah kepada Allah
(Razak, 1993: 48).
B. Aktifitas Kelompok Seni Reog
1. Pengertian
Aktifitas adalah kegiatan atau kesibukan (Moeliono, 1988: 17).
Menurut Kussunartini reog merupakan iringan pasukan dalam
barongan. Kata barongan sendiri itu sering diidentifikasi dari kata
“singabarong”, yaitu seekor binatang besar yang dapat berbicara
seperti manusia pada sebuah cerita rakyat tentang kisah Raden Panji.
Oleh karena itu kata “barongan” juga selalu berdampingan dengan kata
43
“reog” yang menggambarkan kesatuan dan biasanya dalam
pementasan reog harus disertai barongan (Kussunartini, 2009: 8).
Aktifitas kelompok seni reog merupakan kegitan atau
kesibukan sebuah kelompok dalam kesenian yang dikemas menjadi
sebuah cerita dengan adanya iringan pasukan yang ditampilkan pada
saat acara upacara adat atau acara tertentu yang ada di daerahnya
masing- masing.
2. Peralatan kesenian reog
Menariknya suatu pertunjukan reog tidak terlepas dari
perlengkapan yang terdiri dari alat musik, rias, dan busana yang
digunakan oleh para pemain kesenian reog.
Kesenian tari ini muncul masih sederhana, baik dalam bentuk
tarian, instrument, musik, kostum, maupun sarana lainnya. Proses
berkembangnya hanya dengan melihat atau mendengar saja, tanpa ada
latihan-latihan khusus. Begitu juga dengan bentuk tariannya, hanya
berdasarkan hasil penglihatan atau pengamatan pada waktu ada
pementasan dan ditirukan kemudian ditambah serta diolah sendiri
(2009: 9).
Sementara dalam musik, tabuhan sebagai musik pengiring tidak
menggunakan “gendhing- gendhing” yang rumit. Selain itu, sarana
lainnya juga diusahakan yang mudah didapat di daerah sendiri sehingga
tidak memerlukan biaya yang begitu banyak untuk memperolehnya.
44
Alat musik berupa gamelan yang terdiri dari kendhang, gong, demung,
saron, kethuk dan kempyak (Kussunartini, 2009: 85).
Sementara rias berfungsi untuk mengubah karakter pribadi,
untuk memperkuat ekspresi dan untuk menambah daya tarik
penampilan seorang penari. Dari segi persiapan kostum yang bisa
digunakan dalam kesenian ini menggunakan konsep yang sederhana.
Sedangkan fungsi penataan busana untuk mendukunng isi atau tema
dari tarian dan untuk memperjelas peranan- peranan tertentu.
Dalam acara pementasan ini reog juga dilengkapi dengan
adanya sesaji yang merupakan suatu cara untuk memuja roh melalui
suatu barang atau benda, yang terdiri dari menyan wangi, kembang
setaman, endog pithik, gedhang, suruh, dan beras kuning. Sesaji ditaruh
diarea pertunjukan kemudian pawang membaca doa dengan tujuan agar
dalam pertunjukan diberi kelancaran (Kussunartini, 2009: 85).
3. Struktur Pertunjukan
Struktur pertunjukan kesenian ini meliputi pengorganisasian,
penataan dan hubungan antara bagian-bagian tertentu untuk
membentuk satu kesatuan wujud. Dengan demikian pertunjukan ini
meliputi bagian- bagian yang saling terkait dan terorganisir guna
terwujudnya satu kesatuan dalam bentuk pertunjukan. Elemen- elemen
tersebut tidak dapat terlepaskan dengan elemen yang lain dan masing-
masing bagian terkait, menunjang, dan mendukung. Sehingga antar
elemen memiliki hubungan yang saling mempengaruhi hingga tercipta
45
suatu pertunjukan reog. Elemen- elemen ini meliputi tema, gerak,
iringan, tata rias, dan busana serta property. Property dalam
pertunjukan ini adalah sesaji (2009: 78).
Dalam kesenian reog ini memiliki urutan-urutan penyajian
sebagai berikut: ritual sesaji, adegan sembahan, adegan pentulan,
adegan barongan, adegan lawakan, adegan jaranan dan adegan trans.
Dalam penyajian kesenian reog terdapat sebuah fenomena “ndadi”
dalam istilah populernya disebut dengan trance.
Trance adalah kemasukan setan atau roh, orang yang
kemasukan roh maka mereka tidak sadar lagi. Hal ini mengalami
keadaan di luar kesadaran manusia kemudian tidak ingat apa-apa,
karena ia berada dialam lain dan penari telah dikuasai oleh roh yang
masuk ke dalam tubuh penari melalui pawang.
Dalam setiap pertunjukan diperlukan seorang pawang atau tua-
tua. Dalam hal ini pawang berfungsi sebagai penyembuh atau
mengembalikan kesadaran seorang pemain jika terjadi trans
(kehilangan kesadaran).untuk menjadi pawang yang memiliki
kemampuan yang mumpuni dalam membacakan doa- doa atau mantra-
mantra, diperlukan berbagai persyaratan dan kemampuan kekuatan
batin.
Mengenai persyaratan yang biasa dilakukan oleh generasi
terdahulu seperti melakukan puasa agar penari khususnya reog
memiliki kekuatan batin, tetap diterapkan atau harus dilakukan oleh
46
penari meskipun pemainnya tersebut masih berusia muda. Sehingga
penari tidak mudah dikendalikan oleh kekuatan jahat yang sewaktu-
waktu mempengaruhinya (Kussunartini, 2009: 19).
Sebelum pertunjukan dimulai pengiring music memainkan
iringan ini hampir satu jam maksudnya agar msasa mendengar adanya
pertunjukan seni reog. Dalam acara pementasan ini reog juga
dilengkapi dengan adanya sesaji yang ditaruh di area pertunjukan.
Pertunjukan dimulai dengan tampilnya pemain memasuki area
pertunjukan tepatnya ditengah area lapangan. Tampil dengan menolah-
nolehkan kepalanya dengan tarian yang dibawakannya. Kemudian
muncul pemain yang akan melakukan akrobatik setelah mengalami
trance.
Bersama seorang pawang, pemain yang trance memasuki area
pertunjukan. Pawang berperan dan berwenang membuat pemain
intrance. Setelah pemain intrance dan pawang sudah berada di area
pertunjukan, pawang mulai membacakan „mantra‟. Kemudian pemain
intrance mulai ada tanda- tanda sudah kemasukan, pemain intrance
kejang dan pandangan kosong. Oleh pawang pemain intrance segera
dibaringkan dan mata pemain intrance mulai terpejam. Pawang
kemudian menutupi tubuh pemain intrance dengan property jaran
kepang. Atas perintah pawang dengan tanda cambukan pecut tiba- tiba
pemain intrance bangun dan menaiki kuda lumping. Setelah menaiki
dan berlari kesana kemari, pawang lalu pawang membacakan mantra
47
lagi. Selanjutnya pawang mengambil tampah yang berisi kaca beling
dan memberikan kepada pemain untuk dimakan. Dengan lahapnya
pemain intrance memakan kaca beling yang kemudian disusul dengan
memakan padi. Setelah seluruh rangkaian demonstrasi sudah
diperagakan pemain intrance, pawang membacakan mantra dan
mengusap wajah pemain sebanyak tiga kali. Tubuhnya tiba- tiba
terbujur lemas dengan mata tertutup, kemudian oleh pawang
dibaringkan. Selang beberapa menit pemain membuka mata, terbangun
dan sadarlah diri.
Dengan sadarnya semua pemain intrance memasuki arena
pertunjukan, mereka menari- nari bersama- sama seraya diiringi lagu-
lagu. Setelah berhentinya iringan lagu dalam pertunjukan maka
berakhirlah pertunjukan seni reog.
Pada intinya pertunjukan dibagi menjadi tiga bagian, yaitu
pembuka, inti, sajian, dan bagian penutup. Bagian pembuka sering
disebut pra penonton yang dimaksud untuk mengundang datangnya
penonton. Bagian inti terdiri dari atas dua bagian, yaitu bagian
peperangan dan mendem atau intrace. Adapun bagian penutup adalah
bagian akhir yang dimaksud untuk menutup pertunjukan secara
keseluruhan(Kussunartini, 2009: 78- 81).
48
4. Fungsi Kesenian Reog
Pertunjukan kesenian reog di Kabupaten Semarang hampir
sama fungsinya dengan daerah lain. Beberapa fungsi tersebut antara
lain:
a. Sarana kebutuhan estetika
Kesenian ini menyuguhkan berbagai macam atraksi seeperti
adegan tarian. Penggarapan ragam gerak tari maupun urutan-
urutan sajian pertunjukan adalah wujud dari pemenuhan selera
estetis masyarakat.
b. Sarana tolak balak
Menurut Soedarsono ada tiga fungsi primer dari seni
pertunjukan diantaranya yaitu sebagai sarana ritual yang
penikmatnya adalah kekuatan- kekuatan yang tidak kasat mata.
Mengacu dari pendapat tersebut tolak- balak merupakan wujud
upacara tradisional yang bertujuan untuk mengusir roh jahat yang
mengganggu kelangsungan hidup. Salah satunya kesenian ini yang
merupakan ritual penangkal malapetaka seperti wabah penyakit,
menolak hama tanaman atau kegagalan panen.
c. Sarana ungkapan rasa syukur
Pementasan ini tidak lain adalah untuk mengucapkan rasa
syukur atas limpahan rejeki dalam bentuk panen yang melimpah,
kebahagian, kesuksesan, ataupun terhindar dari marabahaya.
49
d. Sarana hiburan
Kesenian yang atraktif dan dinamis adalah tontonan yang
memberikan hiburan tersendiri bagi masyarakat. Untuk keperluan
hiburan, kesenian ini dapat dipentaskan sesuai acara baik yang
bersifat pribadi, kolektif, maupun acara kedinasan.
e. Sarana pendidikan
Kesenian tradisional dapat berfungsi untuk mengingatkan,
menyarankan, mendidik dan menyampaikan pesan kepada
masyarakat. Banyak nilai- nilai yang bisa kita ambil untuk
dijadikan pelajaran khususnya pendidikan moral (Kussunartini,
2009: 88).
5. Mantra dalam Pertunjukan Reog
Adapun mantra yang dibacakan pawang untuk membuat
pemain intrance sadar adalah sebagai berikut:
Bismillahirrohmanirrohim
“Niyatingsun semedi nutupi babahan hawa sanga.
Seperlu minta srayaning kang akarya jagat.
Mugi- mugi kasirnakno kaki danyang nyai danyang kang
manggon ono ing jiwa ragane ………
(sebut nama asli pemainnya) teko welas teko asih.
Welas asih ana ing jabang bayine ……..
(sebut nama sipemain) kang manggon ana ing keblat sekawan
lima pancer.
50
Awoh huma amin, mugo keparingana Kabul”.
“Niat saya berdoa untuk menutupi Sembilan hawa nafsu untuk
memohon perlindungan Tuhan Yang Maha Esa. Semoga
dihilangkan dari pengaruh jin dan syetan yang ada pada tubuh
…….. (sebut nama asli pemain). Datanglah rasa kasih sayang.
Rasa kasih sayang di dalam jabang bayi …….. (sebut nama
pemain ) yang menempati lima penjuru. Semoga Allah
mengabulkan” (Kussunartini, 2009: 81).
C. Ibadah Anggota Kelompok Seni Reog
Suatu penilaian terhadap bagaimana hubungan Islam Jawa dengan
tradisi yang lebih besar memerlukan pula penilaian terhadap sumber- sumber
sejarahnya, proses Islam ditegarkan sebagai agama Jawa dan suatu
pembahasan bagaimana orang Jawa menafsirkan tradisi- tradisi tekstual,
mistis, dan ritual. Penafsiran- penafsiran Jawa mengenai Islam, setidaknya
sejak abad ke- 16 berpusat pada persoalan yang berhubbungan dengan teologi,
ritual, dan hubungan politik antara bentuk- bentuk mistis dan kesalehan Islam
normatif. Proses penafsiran ini tidak memunculkan satu, tetapi beragam tipe
Islam lokal Jawa (Woodward, 1999:82).
Seperti lazimnya manusia yang hidup ditengah alam liar yang bebas,
para penghuni pulau Jawa yang telah memiliki keyakinan tertentu seperti
Hindu maupun Budha, tetapi karena mereka bersentuhan langsung dengan
kekuatan alam yang kemudian secara empiris berkesan dalam alam pemikiran
51
mereka, maka mau tidak mau hal itu lebih berpengaruh dalam ranah
teologisnya. Dari pergaulannya secara langsung dengan kekuatan alam itu
timbullah pemahaman baru di kalangan orang Jawa bahwa setiap gerakan,
kekuatan dan kejadian di alam ini disebabkan oleh makhluk- makhluk yang
berada di sekitarnya. Anggapan adanya kekuatan alam dan roh makhluk halus
ini disebut animisme. Keyakinan animisme dalam masyarakat ini, menurut
penjelasan Suryono terbagi dalam dua macam yaitu: fetitisme dan spiritisme.
Fititisme adalah pemujaan kepada benda- benda berwujud yang tampak
memiliki jiwa atau roh, sedangkan spiritisme adalah pemujaan terhadap roh-
roh leluhur dan makhluk hidup lainnya yang ada di alam.
Keyakinan semacam itu terus terpelihara dalam tradisi dan budaya
masyarakat Jawa, bahkan hingga saat ini masih dapat disaksikan berbagai
ritual yang jelas merupakan peninggalan jaman tersebut. Keyakinan yang
demikian dalam kepustakaan budaya disebut dengan “Kejawen”, yaitu
keyakinan atau ritual campuran antara agama formal dengan keyakinan yang
mengakar kuat dikalangan masyarakat Jawa (Khalil, 2008: 45).
Keyakinan manusia yang mengarah kepada praktik
mempersonifikasikan alam sebagai Tuhan (mitologi alam),
mempersonifikasikan roh- roh leluhur sebagai Tuhan (annimisme), maupun
meyakini benda- benda yang dianggap memiliki kekuatan magis (dinamisme),
tidaklah bisa dihindari lagi. Sekalipun dalam keyakinan mereka yang paling
dalam tetap mengatakan bahwa perilaku ini tidaklah berarti politeisme atau
syirik, karena adanya Tuhan yang Esa, bagi mereka tidaklah disangkal. Karena
52
itu, manusia bisa saja menyembah benda- benda hidup, tetumbuhan, berhala,
Tuhan yang ghaib, seorang manusia yang kudus atau suatu karakter yang
jahat. Manusia bisa menyembah apa saja yang mereka miliki, namun dalam
batin mereka tetap mampu membedakan keyakinan- keyakinan religius itu
dari yang bukan religius. Sebab dorongan manusia untuk menyembah Tuhan
merupakan suatu keniscayaan yang pasti (Roibin, 2009: 69).
Kesurupan merupakan ketimpangan yang menimpa akal manusia
sehingga tidak dapat menyadari apa yang diucapkannya dan tidak dapat pula
menghubungkan antara apa yang telah diucapkan dengan apa yang akan
diucapkannya. Orang yang terkena hal ini akan mengalami kehilangan ingatan
sebagai akibat dari ketimpangan pada saraf otak. Ketimpangan akal ini akan
diiringi dengan ketimpangan pada gerakan- gerakan orang yang kesurupan
sehingga berjalan berhuyung- huyung dan tidak dapat mengendalikan jalannya
bahkan mungkin akan kehilangan kemampuan memperkirakan langkah-
langkah yang seimbang bagi kedua kakinya atau menghitung jarak yang benar
untuknya. Kesurupan bisa jadi karena gangguan jin dan tidak terjadi kecuali
dari mereka yang berjiwa kotor, kemungkinan karena baiknya sebagai jenis
manusia atau karena menimpakan gangguan kepadanya semata- mata (Abdus
Salam, 1995: 81).
Inilah yang disebut sebagai pengenduran semangat dan pemalasan dari
setan dengan perbuatannya. Terkadang setan melakukannya dengan bisikan
(bujukan), angan- angan yang berkepanjangan, menunda- nunda ibadah, dan
mengakhirkan taubat. Bagi orang yang teguh hatinya hendaknya selalu
53
mengetahui waktunya, bersegera dalam bertaubat, berhati- hati agar tidak
menunda- nunda ibadah, dan menyesali waktu yang telah terlewati tanpa
ibadah karena lengah dan lalai. Perjalanan sudah panjang namun bekalnya
hanya sedikit (Abdul Hamid, 2002:55).
Tauhid yang diemban para Rasul Allah dan menjadi pusat perhatian
Islam untuk diyakini dan dipelihara itu tidak akan terealisasi, akar- akarnya
tidak akan tertanam dan cabang- cabangnya tidak akan memekar, kecuali bila
memenuhi unsure- unsure tersebut.
1. Keikhlasan beribadat karena Allah semata.
2. Pengingkaran semua thagut dan pembebasan diri dari siapa saja yang
menyembah dan mengangkat pemimpin selain Allah.
3. Penjernihan diri dari semua bentuk kemusyrikan dan tingkatanya, serta
menutup celah- celah perbuatan yang dapat menjurus kepada syirik
(Qardhawi, 1992: 42).
Persoalan yang terlihat dalam suatu kelompok seni tradisional reog ini
mengenai pelaksanaan ibadahnya. Penulis melihat bahwa aktifitas kegiatan
reog ini mempengaruhi ibadahnya, karena sepertinya mereka jarang
menjalannkan shalad lima waktu. Ketika di bulan puasa yang melaksanakan
shalad tarawih juga hanya sebagian saja serta puasanya tidak penuh. Untuk
masalah zakat dan sodakoh Isyallah semuanya melaksanakan sesuai syariat
Islam.
Selain itu juga ada kegiatan- kegiatan lainnya yang bernafaskan Islam
yang dapat dilakukan, diantaranya ketika mendatangi suatu pengajian
54
kebanyakan yang mengikuti hanyalah orang tua saja, mungkin ada pemudanya
namun hanya sebagian kecil. Disamping itu dalam membaca Al- qur‟an juga
masih banyak yang sadar untuk membacanya secara rutin dalam setiap
harianya walaupu hanya beberapa ayat saja. Namun dalam hal social yang
begitu dijunjung tinggi seperti mendatangi orang yang kesusahan atau
takziyah, semua orang baik yang tua mau pun muda berdatangan untuk
membantu atau menjalankan kewajiban untuk mengurus segala sesuatunya
hingga selesai, tak luput juga selama menggelar pengajian selama tujuh
hariannya.
Sehingga penulis beranggapan bahwa dalam suatu aktifitas kelompok
paguyuban itu bisa mempengaruhi pelaksanaan ibadahnya dalam kehidupan
sehari- hari.
55
BAB III
PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Gambaran Lokasi Penelitian
1. Sejarah Desa Gondang Tawang
Desa Tawang dahulu berupa padang ilalang, terhampar luas dan
tanahnya kering. Konon disana tinggal seorang nenek yang bernama Nyi
Wono. Nyi Wono mempunyai saudara laki- laki bernama Kyai Agung
Alim, yang tinggal di Jangkrian Rogomulyo. Keduanya saling berlomba
untuk memperluas lahannya dengan cara membakar ilalang tersebut,
sedagkan Kyai Ageng Alim memakai sabit sehingga mendapatkan lahan
sempit sekali. Oleh karena itu lahan yang didapatkan Nyi Wono luas sekali,
seolah- olah seperti awang- awang sehingga daerah ini dinamakan Tawang
Gantungan atau Gunawang.
Suatu ketika Desa Tawang terkena musibah atau pagebluk,
kemudian para sesepuh desa mengadakan ruwatan, maksud dan tujuannya
ini adalah untuk membersihkan desa dari marabahaya atau musibah.
Ruwatan dilaksanakan pada hari Jum‟at Legi dan sampai sekarang upacara
adat tersebut masih diperingati dan dilestarikan yang disebut dengan nama
“bersih desa atau merti desa”.
Untuk lebih mendalami Bagaimana kondisi dan keadaan lokasi
objek penelitian sehingga terwujud akan adanya kesesuaian antara realitas
sosial dengan data yang menggambarkan tentang kondisi yang terjadi di
56
lapangan, maka perlu penulis untuk di deskripsikan profil objek penelitian
berdasarkan data geografis desa Gondang Tawang Kecamatan Susukan
Kabupaten Semarang tahun 2015 sebagai berikut:
2. Luas dan Batas
Desa Tawang merupakan bagian dari Kecamatan Susukan,
Kabupaten Semarang. Letak geografis wilayah Kab. Semarang yang
bagian tenggara berbatasan dengan Kab. Boyolali. Dilihat dari topografi,
ketinggian wilayah Desa Tawang berada pada 620 m dari permukaan air
laut dengan curah hujan rata- rata 176- 250 mm/tahun, serta suhu rata- rata
per tahun adalah 19- 32 drajat C.
Luas wilayahnya adalah 688,139 Ha. Adapun secara geografis, desa
Tawang berbatasan dengan beberapa desa atau kelurahan disekitanya. Hal
ini bersumber pada Buku Data Dasar Profil Dsn. Gondang, Ds. Tawang,
Kec. Sususkan, Kab. Semarang Tahun 2015 yaitu:
No Letak Desa/ Kelurahan Kecamatan
1. Sebelah Utara Bakarejo Susukan
2. Sebelah Timur Pentur Simo
3. Sebelah Selatan Rogomulyo Kaliwungu
4. Sebelah Barat Timpik Susukan
57
3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia
No Kelompok Umur Jenis Kelamin Jumlah
L P
1. 0 – 14 787 758 1545
2. 15 – 29 757 774 1531
3. 30 – 49 677 698 1375
4. 50 keatas 576 511 1087
Jumlah 2797 2741 5538
4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan
No Jenjang Pendidikan Jumlah
1. Perguruan Tinggi 94
2. SLTA 1270
3. SLTP 1332
4. SD 1075
5. Belum tamat SD 878
6. Tidak tamat SD 43
7. Tidak sekolah 846
Jumlah 5538
58
5. Struktur Mata Pencaharian/ Pekerjaan
No. Jenis Mata Pencaharian Jumlah
1. Petani 1077
2. Pengusaha -
3. Nelayan -
4. Buruh tani 565
5. Buruh industry 149
6. Buruh bangunan 370
7. Pedagang 355
8. PNS/ TNI 29
9. Pengangguran 30
10. Pensiunan 20
11. Lain- lain 1655
Jumlah 4249
6. Jumlah penduduk berdasarkan agama
No Agama Jumlah
1. Islam 5533
2. Kristen katolik 4
3. Kristen protestan 1
4. Hindu -
5. Budha -
Jumlah 5538
59
7. Sarana peribadahan
No Nama tempat Jumlah
1. Masjid dan Mushola 34
2. Gereja -
3. Vihara -
4. Pura -
B. Temuan Penelitian
1. Perilaku Beribadah Kelompok Kesenian Tradisional Reog di Gondang
Tawang Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang
Menurut Mas Karyono wawancara pada Tanggal 1 Desember 2015
pukul 13.00 WIB “ semua agg ota paguyuban Ngesti Budoyo ini semuanya
agama Islam maka semua anggota juga melaksanakan sholad lima waktu
tapi dilakukan sendiri- sendiri tidak berjama‟ah. Selain itu juga mengikuti
acara penagajian yang diadakan di wilayah ini, namun peminatnya tidak
begitu banyak, sering dijumpai hanya orang tuanya saja”.
Ditambahkan oleh Bapak Ngatemin wawancara pada Tanggal 1
Desember 2015 pukul 16.30 WIB “ yang terlihat para anggota juga
melakukan sholat Jum‟at dan ketika di bulan puasa juga melakukan sholad
taraweh, untuk puasanya sendiri yang mengetahui hanyalah individunya
masing- masing,tapi saya rasa mereka melakukannya. Ketika ada orang
meninggal ereka juga bersegera datang untuk bertakziah dan mengadakan
nyasinan serta tahlilan sebagian besar juga datang untuk melakukannya.
60
2. Aktivitas Kesenian Tradisional Reog Ngesti Budoyo
a. Sejarah Berdirinya Reog Ngesti Budoyo di Gondang Tawang Kec.
Susukan Kab. Semarang
Menurut bapak Hasim wawancara pada Tanggal 20 November
2015 pukul 11.30 WIB “ Dahulu pada tahun 1965 berdirilah sebuah
Paguyupan Mego Mendung yang dibina oleh Bapak Niti Ngiso, orang
yang pertama kali mengenalkan kesenian tradisional reog di daerah sini.
Menurut beliau kata Mego berari awan dan Mendung berarti hujan, jadi
Mego Mendung artinya awan yang meyebabkan turun hujan. Memang
benar karena kesakralannya setiap pementasannya dipastikan selalu
mengalami hujan. Pembuatan kuda lumpingnya pun dikhususkan hari
Selasa kliwon tidak boleh hari lain.”
Ditambahkan bapak Ngatemin wawancara pada Tanggal 20
November 2015 pukul 15.10 WIB “ Setelah beberapa tahun berlangsung
kesenian tradisional tersebut luntur akibat tidak ada yang melestarikannya
lagi dan ditahun 2010 ini didirikan lagi dengan nama yang berbeda yakni
Paguyuban Ngesti Budoyo. Menurut beliau Ngesti berarti nguri- uri atau
melestarikan dan Budoyo berarti kebudayaan, sehingga Ngesti Budoyo
artinya melestarikan kebudayaan yang ada.”
Pendapat bapak Roslan wawancara pada Tanggal 22 November
2015 pukul 10.40 WIB “ tujuan didirikannya kembali paguyupan tersebut
adalah untuk melestarikan kebudayaan Jawa yang pada saat itu,
mengenalkan pada pemuda di desa Gondang Tawang Kecamatan
61
Susukan Kabupaten Semarang dengan kebudayaan tradisional Jawa.
Ditambahkan oleh Bapak Bakir wawancara pada Tanggal 22 November
14.05 WIB “ Tarian yang diusung oleh paguyuban ini adalah jenis tarian
keprajuritan, pesisiran dan geng yang berasal dari daerah Sumatera.”
Dijelaskan oleh Bapak Paidi wawancara pada taggal 22
November 2015 pukul 17.15 WIB“ paguyuban ini didirikan oleh Bapak
Roslan yang memiliki bekal atau bibit tentang kesenian Reog ini dan
diketuai oleh Bapak Ngatemin serta didukung oleh para remaja yang juga
berkeinganan untuk melestarikan kebudayaan kesenian tradisional, melalui
musyawarah bersama di rumah ketua paguyupan tersebut.”
b. Bentuk Kesenian Reog Paguyuban Ngesti Budoyo di Gondang
Tawang Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang
1) Lokasi pertunjukan
Sebagai sebuah kesenian rakyat yang menyatu dengan
lingkungan, Kesenian tradisional reog biasa dipertunjukan pada
lapangan terbuka atau halaman rumah orang yang mempunyai acara
(memanggil) kelompok kesenian tersebut untuk acara tertentu seperti
syukuran, bersih desa, tujuh belasan, sunatan dan perkawinan. Pada
banyak kesempatan, kesenian tradisional reog ditampilkan di tempat-
tempat terbuka seperti tanah lapang dengan tujuan agar lebih mudah
berinteraksi dengan penonton.
2) Waktu Pertunjukan
62
Dikatakan oleh Mas Sidik wawancara pada Tanggal 23
November 2015 pukul 10.00 WIB “ Untuk kebutuhan pesanan,
biasanya Kesenian tradisional reog disesuaikan dengan permintaan
pemesan. Pada kebanyakan acara dilakukan pada malam hari sampai
dini hari. Pemilihan waktu ini oleh ketuanya dianggap tepat karena
kebanyakan para pemain pada waktu siang hari memiliki kesibukan
masing- masing sehingga memiliki waktu senggang di malam hari
untuk bisa mengikuti pementasan tersebut.” Ditambahkan oleh Giyono
wawancara pada tanggal 23 November 2015 pukul 13.10 WIB “ selain
itu pemilihan waktu pada malam hari pukul 21.00 WIB itu karena
tidak mengganggu pelaksanaan ibadah sholad lima waktu yang
dikerjakan. Kebanyakan pemetasan ini masih satu wilayah dan jarang
keluar wilayah.”
3) Yang ada dalam pertunjukan
a. Sajen
Dalam pertunjukan kesenian tradisional reog yang saya lihat
pertunjukan terakhir pada Tanggal 4 Oktober 2015 pukul 21.00 WIB
terdapat benda- benda yang digunakan yaitu sesajen, diantaranya:
Kembang setaman(berbagai macam bunga yang ada disekitar)
Kemeyan
Dupa tumpeng
Dupa sunduk
Minyak duyung
63
Menyan madu
Telur ayam kampong
Berbagai macam buah- buahan khususnya kelapa muda
Pupus pisang rojo
Linting (rokok yang diracik sendiri)
Benda-benda tersebut diletakan pada sebuah nampan
berukuran sedang yang terbuat dari anyaman bambu, yang kemudian
diletakan pada sebuah meja di depan panggung alat musik tepatnya
di pojokan sebelah kanan.
Dikarenakan kesenian ini berhubungan dengan hal- hal yang
gaib maka sesajen tersebut digunakan agar hal- hal yang gaib itu
tidak mengganggu pemainnya.
b. Kostum atau busana
Dalam paguyuban tersebut ada beberapa kostum yang
dimiliki para pemain reog, pemain musik, pengawas serta pawang.
Yang terlihat dalam pertunjukan terakhir itu pemain music
menggunakan baju yang bercorak batik berwarna abu- abu, untuk
pawangnya menggunakan baju hitam dan celana hitam dilengkapi
iket kepala berwarna hitam pula. Untuk pengawas atau panitia
menggunakan kaos hitam yang bercorak kuda lumping.
Untuk pemain reognya sendiri memiliki beberapa corak
kostum yang setiap pertunjukan bisa menggunakan corak yang
berbeda. Diantaranya yang berwarna merah corak bunga, warna
64
hitam dengan motif bunga warna merah muda dan ada yang warna
hijau, ada pula yang berwarna kuning. Sedang untuk jenis celananya
berwarna hitam tanggung panjangnya dibawah lutut dan
menggunakan setagen dan dibalut kain bercorak batik berwarna
hitam putih dilengkapi kain sari berwarna merah muda, serta tidak
lupa menggunakan ikat kepala batik hitam putih.
c. Pemain musik
Para pemain musik dalam paguyuban tersebut kebanyakan
dari desa sebelah namun sudah bergabung dengan paguyuban
kesenian ini, karena orang- orang yang di desa tersebut kurang mahir
dalam memainkan musik baru beberapa saja.
Pada paguyuban ini ada 6 orang yang menempati pemain
musik yang dilakukan secara bergantian di antaranya, posisi
kendhang, posisi saron, posisi demung, posisi gong.
Terkadang dalam memainkan musik tersebut dikalaborasikan
atau dipadukan dengan mengundang orgen tunggal dan menambah
satu atau dua penyayi dari luar daerah.
d. Penonton
Biasanya pihak penyelenggara telah mengaturnya sejak pagi
hari, seperti menyiapkan tempat, menyusun alat musik dan sajen
serta mengadakan peralatan pengeras suara.
Sebelum pertunjukan dimulai dilakukan doa bersama terlebih
dahulu kepada Tuhan agar dilancarkan pertunjukannya, kemudian
65
para pemain musik sudah memainkan alat musiknya untuk
memanggil penonton. Para penonton pertunjukan terdiri dari
berbagai lapisan usia, mulai dari anak-anak, remaja, dewasa sampai
orang tua. Biasanya posisi dari penonton mengelilingi area
pertunjukan yang sudah diberi batas. Tidak kurang dari satu desa ini
menyaksikan pertunjukan tersebut belum lagi ditambah dengan
warga lain atau pemuda- pemuda disekitar desa.
Terbukti dengan tidak sepinya penonton yang datang dalam
pertunjukan itu untuk menyaksikan kesenian tradisional reog yang
dalam adegan kesurupan.
e. Pedagang
Dengan adanya pertunjukan tradisional reog ini memberikan
beberapa keuntungan, terutama bagi para pedagang yang mengetahui
pertunjukan tersebut. Sehingga menambah suasana menjadi lebih
semarak lagi.
Bagi penonton anak- anak yang datang menyaksikan
pertunjukan itu, mereka cenderung untuk membeli makanan ringan
atau minuman segar. Sehingga pedagang ini juga bisa menjadi daya
tarik penonton untuk menyaksikan kesenian tradisional reog di desa
tersebut.
4) Tahap-tahap Pertunjukan
Dalam sebuah pertunjukan kesenian reog sering kali masih
dalam satu wilayah, biasanya telah ada kesepakatan antara kelompok
66
kesenian dengan pemesan mengenai waktu dan tempat pertunjukan.
Tempat pertunjukan yang disediakan oleh pemesanan seperti di
halaman rumahnya, akan mempermudah rombongan kesenian dalam
menyiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan pertunjukan,
namun rombongan kesenian ini juga terjun langsung untuk
mempersiapkan segala sesuatuya karena masih satu wilayah, seperti
halnya dalam menyusun arena pertunjukan, menyusun alat pengeras
suara, persiapan penari dalam berpakaian dan tata rias, persiapan
pemusik dalam berpakaian dan menata alat gamelan dan persiapan
pawang dalam mengantisipasi jalannya pertunjukan.
Pada hari yang telah ditentukan, seluruh anggota kelompok
berkumpul di rumah orang yang telah memesan atau yang
mempunyai hajad, kelompok kesenian tersebut mepersiapkan segala
sesuatunya. Tahap persiapan pertunjukan dilakukan selama kurang
lebih satu sampai dua jam. Pada tahap ini para penari
mempersiapkan kebutuhannya sendiri seperti memakai kostum tari
dan berdandan , pemusik menyusun gamelan di lapangan berikut alat
pengeras suaranya ,dan setelah itu berpakaian untuk pertunjukan,
sedang pawang menyiapkan sesajen yang telah ditentukan.
Setelah itu, masih dalam tahap persiapan para penari
menyusun properti kuda-kudaan di tengah area pertunjukan dengan
posisi berbaris ke belakang dan berdiri berpasangan. Setelah itu
67
pawang akan membakar kemenyan dan membaca mantra-mantra
jawa, yang berbunyi :
“Assalamualaikum
Ya Nini Dayang, Kiki Danyang
Seng manggoni kawasan iki
Aku jalok sawap pandonganne
Yo, yo.
ya Allah, ya Allah
Aku dikongkon bukak gelanggang iki
Biso podo selamat kabeh
Wong seng main jarang
semberani iki
Kabeh sak enengi
Ya yo, ya Allah, ya Allah.
Ya Nini Dayang, Kiki Danyang
Seng manggone awang-awangan
Seng jenenge Jaran Semberani
Aku njalok turun semurup
Supoyo seng main Jaran Semberani iki
Podo selamet kabeh
Yo yo.
Bi `s-mi `llahi `r-rahmani `r-rahim
Kerusi belakangku, mutu jalil dipangku
68
Kadimu kananku, kan juga naiiranya empat
Ojo merosak, ojo membinasa ahli kumpulan aku.”
Kemudian meletakkan sesaji di tempat-tempat seperti dekat
properti tari dan sekitar arena pertunjukan. Ritual tersebut bertujuan
untuk membuka pintu gaib melainkan bukan untuk mengundangnya.
Dijelaskan Bapak Ngatemin wawancara pada Tanggal 20
November 2015 pukul 15.10 WIB, “ Pada tahap berikutnya yaitu
tahap pertunjukan diawali dengan masuknya penari ke arena
pertunjukan dan mengambil posisi di sebelah kuda yang terbuat dari
anyaman bambu dan membentuk formasi dan garis vertikal dengan
satu penari di depan sebagai pemimpin yang memegang cambuk
untuk aba-aba”. Ditambahkan bapak Bakir wawancara pada Tanggal
22 November 2015 pukul 14.05 WIB,“ Mereka menari dengan
iringan lagu dan setiap perubahan gerak ditandai dengan suara
cambuk dan pada awal tarian penari melakukan gerak sembahan
jengkeng ke empat arah yaitu depan, samping kanan, belakang dan
samping kiri. Gerak ini dilakukan di samping untuk menghormati
penonton yang melingkari arena pertunjukan juga untuk
menghormati para roh-roh halus yang diyakini sudah hadir di sekitar
mereka. Di tengah- tengah tarian sang pawang akan memberikan
minuman berupa kembang ke masing- masing penari.
Setelah menari dalam berbagai formasi, perlahan iringan
musik berubah tempo menjadi semakin pelan, dan adegan tari yang
69
penuh semangat mulai mengendur. Penari yang berjumlah 10 orang
tersebut nantinya akan ada beberapa saja yang akan mengalami
kesurupan. Matanya mulai tertutup dan terbuka dengan nyalang. Ini
adalah tanda-tanda kesurupan,dengan keadaan jatuh, berdiri, berjalan
dan menari diiringi oleh music dengan tempo yang cepat menjadi
tidak terkendali. Sampai akhirnya meminta sesuatu yang tidak lazim
untuk dimakan, namun dipertunjukan ini tidak meyediakan hal- hal
yang berbahaya sehingga yang dimakan hanya yang tadinya
disiapkan untuk sesaji dan mengupas kelapa dengan menggunakan
gigi. Hal ini dilakukan agar nantinya tidak membahayakan
pemainnya. Situasi kesurupan ini biasanya berlangsung paling lama
satu jam.
Setelah itu pawang akan mengeluarkan roh dari dalam tubuh
penari. Ketika roh halus yang mendiami tubuh penari keluar ia pun
mengalami pingsan.
5) Do‟a untuk menyadarkan dari kesurupan
Ditegaskan oleh Mas Karyono sebagai pawang pula
wawancara pada Tanggal 24 November 2015 pukul 09.20 WIB “
bahwa untuk menjadi pawang itu harus puasa 3 hari. Sedangkan do‟a
untuk menyadarkan pemain yang kesurupan itu adalah, membaca
surat Al- Fatihah dilanjutkan membaca Syahadat 3x.
70
c. Tujuan dan Fungsi Kesenian Tradisional Reog di Gondang Tawang
Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang
Menurut Bapak Roslan wawancara pada Tanggal 20 November
2015 pukul 10.40 WIB, ” Kesenian tradisional reog ini memiliki tujuan
untuk melestarikan kebudayaan peninggalan nenek moyang yang hingga
sekarang masih ada. Kesenian semula berfungsi sebagai tari upacara untuk
metri deso atau membersihkan desa. Kemudian berubah menjadi hiburan
semata yang memperlihatkan kejadian- kejadian supra natural”.
Dengan demikian kesenian tradisional reog berubah fungsi, dari
semula terbentuknya hingga keberadaanya saat ini. Dari bentuknya sebagai
tari, kerasukan sampai menjadi tari perang dan fungsinya sebagai fungsi
ritual sampai fungsi pertunjukan.
d. Daftar Anggota Paguyuban Ngesti Budoyo di Gondang Tawang
Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang
No Nama Tempat/Tgl Lahir Keterangan
1. Ngatemin Kab. Semarang, 6 September 1973 Ketua
2. Darman Kab. Semarang, 3 Juli 1988 Sekertaris
3. Karyono Kab. Semarang, 27 Maret 1987 Bendahara
4. Suparno Kab. Semarang, 9 November 1946 Pawang I
5. Supino Kab. Semarang, 1 Juli 1961 Pawang II
6. Sumirah Kab. Semarang, 6 November 1970 Sinden
71
7. Nurudin Kab. Semarang, 29 November 1995 Pemain
8. Andri Kab. Semarang, 10 Oktober 1995 Pemain
9. Tiyono Kab. Semarang, 11 Mei 1996 Pemain
10. Supriyadi Kab. Semarang, 10 Maret 1996 Pemain
11. Eko Kab. Semarang, 21 Maret 1995 Pemain
12. Wandi Kab. Semarang, 31 Desember 1947 Pemain
13. Tugiman Kab. Semarang, 12 Agustus 1967 Pemain
14. Supomo Kab. Semarang, 1 April 1973 Pemain
15. Triyono Kab. Semarang, 10 Febuari 1973 Pemain
16. Sidik Kab. Semarang, 9 September 1988 Pemain
17. Susilo Kab. Semarang, 7 Juli 1990 Pemain
18. Tarso Kab. Semarang, 18 Januari 1994 Pemain
19. Ariyanto Kab. Semarang, 9Agustus 1996 Pemain
20. Sayoga Kab. Semarang,23 Juni 1995 Pemain
21. Widodo Kab. Semarang, 7 Desember 1993 Pemain
22. Wiyono Kab. Semarang,14 Desember 1993 Pemain
23. Heri Kab. Semarang, 20 Febuari 1996 Pemain
24. Nur Yanto Kab. Semarang, 2 Mei 1981 Musik
25. Sutono Kab. Semarang, 1 Juli 1953 Musik
26. Giyono Kab. Semarang, 5 April 1980 Musik
27. Rusidi Kab. Semarang, 21 Desember 1965 Musik
28. Rukandi Kab. Semarang, 15 Juli 1968 Musik
72
29. Bero Kab. Semarang, 7 Maret 1960 Musik
30. Nardi Kab. Semarang, 6 Febuari 1972 Properti
31. Paidi Kab. Semarang, 1 Juli 1965 Tata rias
3. Faktor Pendukung dan Penghambat Kesenian Tradisional Reog di
Gondang Tawang Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang
Menurut Mas Sidik wawancara pada Tanggal 23 November 2015
pukul 12.20 WIB, ” Banyak faktor yang mendukung adanya kegiatan
kesenian kebudayaan di daerah pedesaan di antaranya masih adanya
sesepuh desa yang memegang kendali atas kesenian reog dan masih ingin
melestarikannya.”
Ditegaskan Mas Karyono wawancara pada Tanggal 24 November
2015 pukul 09.40 WIB, ” Hal ini juga didasarkan pada keinginan tiap
individu yang berkeinginan bergabung dalam paguyuban yang telah
didirikan ini terutama generasi mudanya dengan menunjukkan pelestarian
kebudayaannya.
Faktor penghambat kegiatan kesenian kebudayaan adalah
adanaya anggapan bahwa hal seperti itu identik dengan mistis, serta
beranggapan bahwa hal itu bertentangan dengan agama Islam sehingga
hukumnya haram tidak sesuai ajaran agama.”
73
BAB IV
PEMBAHASAN
Kumpulan data yang dianalisa dalam skripsi ini bersumber dari hasil
wawancara Pejabat desa, anggota paguyuban dan masyarkat yang penulis anggap
mampu untuk memberikan keterangan yang relevan, dilengkapi dengan dokumen
yang ada. Mengacu pada fokus peneltian dalam skripsi ini, maka penulis akan
menganalisa dan menyajikanya secara sistematis tentang perilaku beribadah
kelompok seni reog di paguyuban Ngesti Budoyo.
1. Perilaku beribadah kelompok seni reog
Dalam pelaksanaanyapun bisa dilihat bahwa mereka menggunakan
waktu yang tidak mengganggu aktifias pemainnya dan menggangggu
ibadadahnya yang utama yaitu melaksanakan sholad lima waktu.
“Dikatakan oleh Mas Sidik wawancara pada Tanggal 23 November 2015
pukul 10.00 WIB “ Untuk kebutuhan pesanan, biasanya Kesenian
tradisional reog disesuaikan dengan permintaan pemesan. Pada
kebanyakan acara dilakukan pada malam hari sampai dini hari. Pemilihan
waktu ini oleh ketuanya dianggap tepat karena kebanyakan para pemain
pada waktu siang hari memiliki kesibukan masing- masing sehingga
memiliki waktu senggang di malam hari untuk bisa mengikuti
pementasan tersebut.” Ditambahkan oleh Giyono wawancara pada
tanggal 23 November 2015 pukul 13.10 WIB “ selain itu pemilihan
waktu pada malam hari pukul 21.00 WIB itu karena tidak mengganggu
pelaksanaan ibadah sholad 5 waktu yang dikerjakan. Kebanyakan
pemetasan ini masih satu wilayah dan jarang keluar wilayah.”
Kehidupan beragama di daerah tersebut mayoritas beragama Islam,
termasuk seluruh anggota paguyuban Ngesti Budoyo yang menganut agama
Islam. Di setiap harinya mereka juga menjalankan kewajibanya yaitu
74
melaksanakan ibadah sholad lima waktu,melaksanakan sholad Jum‟at yang
menjadi kewajiban laki- laki, berpuasa dibulan Ramadhan, membayar zakat
sesuai kententuan, serta merayakan hari raya. Kesemuanya itu dilaksanakan
dengan tingkat keimanan yang sewajarnya tidak ada yang berlebihan.
Sebelum mengikuti atau pun sesudah mengikuti paguyuban
tersebut tidak ada perubahan secara jelas yang terlihat dalam menjalankan
ibadahnya. Semua berjalan dengan sewajarnya tanpa terlihat ada yang
menyimpang dari apa yang seharusnya dikerjakan.
Dalam pelaksanaanyapun bisa dilihat bahwa mereka menggunakan
waktu yang tidak mengganggu aktifias pemainnya dan menggangggu
ibadadahnya yang utama yaitu melaksanakan sholad lima waktu.
“Dikatakan oleh Mas Sidik wawancara pada Tanggal 23 November 2015
pukul 10.00 WIB “ Untuk kebutuhan pesanan, biasanya Kesenian
tradisional reog disesuaikan dengan permintaan pemesan. Pada
kebanyakan acara dilakukan pada malam hari sampai dini hari. Pemilihan
waktu ini oleh ketuanya dianggap tepat karena kebanyakan para pemain
pada waktu siang hari memiliki kesibukan masing- masing sehingga
memiliki waktu senggang di malam hari untuk bisa mengikuti
pementasan tersebut.” Ditambahkan oleh Giyono wawancara pada
tanggal 23 November 2015 pukul 13.10 WIB “ selain itu pemilihan
waktu pada malam hari pukul 21.00 WIB itu karena tidak mengganggu
pelaksanaan ibadah sholad 5 waktu yang dikerjakan. Kebanyakan
pemetasan ini masih satu wilayah dan jarang keluar wilayah.”
Dari hasil pemikiran di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
pelaksanaannya tidak mengganggu aktivitas sehari- hari yang sebagian
besar mata pencahariannya petani dan para pemuda yang masih mengeyam
bangku sekolah. Selain itu tidak menggangggu dalam melaksanakan ibadah
sholad lima waktu, tidak mengganggu pengajian, tidak menggaggu sholad
75
Jum‟at pula. Jarang juga di desa dijumpai pementasan kesenian reog di
bulan Ramadhan bahkan tidak pernah ada, sehingga mereka dapat
melaksanakan puasa sebulan penuh serta tidak lupa untuk membayar zakat.
Dapat dipastikan pementasan kesenian tersebut tidak mengganggu
pelaksanaan ibadah mereka.
2. Aktifitas kelompok seni reog
Hasil penelitian di paguyuban tentang keberadaan kesenian reog di
desa tersebut memang benar- benar murni untuk melestarikan kebudayaan
saja bukan lagi untuk kebutuhan tolak balak atau sarana upacara yang
sakral, dapat terlihat jelas sebagaimana arti dari nama paguyuban dan dari
tujuannya tersebut.
“Ditambahkan bapak Ngatemin wawancara pada Tanggal 20 November
2015 pukul 15.10 WIB “ Setelah beberapa tahun berlangsung kesenian
tradisional tersebut luntur akibat tidak ada yang melestarikannya lagi
dan ditahun 2010 ini didirikan lagi dengan nama yang berbeda yakni
Paguyuban Ngesti Budoyo. Menurut beliau Ngesti berarti nguri- uri atau
melestarikan dan budoyo berarti kebudayaan, sehingga Ngesti Budoyo
artinya melestarikan kebudayaan yang ada.” Pendapat bapak Roslan
wawancara pada Tanggal 22 November 2015 pukul 10.40 WIB “ tujuan
didirikannya kembali paguyupan tersebut adalah untuk melestarikan
kebudayaan Jawa yang pada saat itu, mengenalkan pada pemuda di
desa Gondang Tawang Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang
dengan kebudayaan tradisional Jawa.”
Kehadiran kesenian ini muncul memberikan warrna yang baru,
yaitu menghibur warga masyarakat yang penat dengan aktivitas
kehidupanya sehari- hari, selain itu juga dapat mendatangkan para pedagang
untuk mengais rejeki di pertunjukan tersebut.
76
Dalam pelaksanaanya kesenian tradisional reog ini juga
memperhatikan pemilihan waktu yang dipergunakan, seperti halnya selalu
memperhatikan waktu ibadah yang mereka kerjakan. Selain itu juga
memperhatikan kesibukan para anggotanya yang memiliki pekerjaan di
waktu siang hari, maka hal tersebut tidak akan menggangu salah satu
aktivitas yang mereka kerjakan.
3. Dampak seni reog terhadap perilaku ibadahnya
Menurut penulis, sudah banyak perubahan fungsi, sikap maupun
pemikiran tentang kesenian reog yang dijelaskan oleh Kussunartini dengan
kesenian reog yang berkembang dipedesaan ini, yaitu saat ini kesenian
tradisional reog ini hanya sekedar hiburan semata, tidak syirik selama peran
jin tidak termasuk dalam pertunjukan. Reog hanya merupakan jenis
kesenian dan kebudayaan. Misalnya, semua unsur yang tidak berasal dari
agama Islam tidak diperbolehkan dalam pertunjukan tradisionl reog,
seperti mantra atau dupa. Doa-doa kepada Allah harus dipanjatkan dengan
tidak memakai mantra atau memberi sesaji kepada roh dan jin.
Meskipun di dalam proses kegiatan pertunjukan tersebut terdapat
unsur gaib atau mistis namun kepercayaan kepada Tuhan tetaplah ada.
Kepercayaan terhadap Tuhan dalam hal ini digambarkan pada saat
pertunjukan akan dimulai seluruh orang yang terlibat melakukan doa
bersama terlebih dahulu kepada Tuhan agar dilancarkan pelaksanaannya.
Selain hal tersebut pawang dalam mengembalikan kesadaran para penari
77
juga dibacakan doa secara Islam pula karena diyakini bahwa kemampuan
manusia itu terbatas dan segala sesuatunya terjadi karena kehendak Tuhan.
Dampak yang ditimbulkan untuk para pemain reog terhadap
ibadahnya sendiri pun tidaklah begitu mencolok, namun ternyata mengalami
pengendoran dari tingkat pelaksanaanya. Terlihat dalam semangat ketika
menghadiri sebuah pengajian yang saat ini tidak sebanyak duluh, bahkan
ada beberapa pengajian yang dibubarkan karena kurang kompaknya para
anggota yang menghadiri hanya kalangan bapak- bapak saja. Kesenian reog
ini dalam pelaksnaanya juga menghormati waktu- waktu pelaksanaan
ibadahnya.
Dari sudut lain, setiap orang mempunyai pendapat yang berbeda
tentang reog dan kesurupan. Ritual reog itu boleh-boleh saja, selama tidak
mengganggu ibadah kepada Allah SWT yang merusak aqidah. Dari uraian
di atas, dapat disimpulkan bahwa jika pertunjukan hanya seputar pada
tarian dan musik yang berkenaan dengan adat dan tradisi Jawa sangat
diperbolehkan. Dilihat dari pandangan agama diperbolehkan untuk tetap
dilestarikan dan dikembangkan dengan catatan hanya sebatas tarian dan
musiknya saja karena dengan begitu hal tersebut sudah mampu
mencerminkan kekayaan kebudayaan yang dimiliki.
78
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dalam kesenian
tradisional reog di paguyuban Ngesti Budoyo dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Perilaku beribadah
Seperti halnya orang- orang lain diluar paguyuban Ngesti Budoyo,
mereka juga melaksanakan ibadah sesuai yang disyariadkan oleh agama
Islam yaitu, melaksanakan sholad lima waktu, berdo‟a, mengaji, mengikuti
pengajian- pengajian yang ada di daerahnya, melaksanakan sholat Jum‟at,
tarawih, puasa, dan lain sebagainya.
Selama pelaksanaanya mereka mampu melaksanakan tanpa adanya
hambatan dari kegiatan kesenian tradisional reog itu sendiri. Bahkan
dalam pementasannya pun memilih waktu yang senggang yaitu di malam
hari ketika mereka semua sudah menyelesaikan kewajibanya
melaksanakan ibadah sholat lima waktu.
2. Aktivitas kesenian tradisional reog
Setelah beberapa tahun kesenian tradisional reog vakum dalam
pelestariannya, sekarang muncul kembali kesenian tradisional reog ini
untuk menarik perhatian kaum muda untuk menjaga kelestarian
79
peninggalan nenek moyang. Dalam kesenian ini hadir dalam tampilan
hiburan, bukan lagi dalam bentuk kemistisan.
Selama berjalanya paguyuban ini masih saja ada pembenahan-
pembenahan baik dari tarian, music, kostum, alat musik dan lain
sebagainya. Di paguyuban ini memang tujuannya untuk melestarikan
kebudayaan namun masih saja ada yang menganggap bahwa keseniannya
ini mistis atau haram dalam Islam, hal ini yang menjadi penghambat
berkembangnya kebudayaan tradisional reog di desa tersebut.
3. Dampak kesenian reog terhadap perilaku beribadah
Suatu kesenian tradisional pada saat ini hanyalah menjadi sebuah
hiburan semata, meskipun mengandung unsur- unsur mistis atau sacral
akan tetapi tidak begitu berpengaruh terhadap ibadah yang mereka
kerjakan. Sehingga apa yang dilakukan seorang seniman itu memberi
dampak sedikit mengalami pengenduran ibadah yang mereka laksanakan,
namun sebelum bergabung ataupun sesudah bergabung mereka juga
melaksanakan ibadah sesuai dengan kewajibannya sebagai seorang yang
memeluk agama Islam. Tetapi jika budaya itu menimbulkan penghinaan
terhadap Agama, maksiat dsb, maka harus diluruskan. Namun biarkan
budaya Jawa yang ada tetap lestari dan jangan dimusuhi ataupun dibenci,
bagaimanapun itu warisan nenek moyang yang perlu kita jaga.
80
B. Saran
Sebagai akhir dari penulisan ini ada beberapa saran dari penulis yang
akan disampaikan
1. Kepada masyarakat umum diharapkan agar dapat memberikan dukungan
serta menghargai kesenian tradisional reog sebagai salah satu asset warisan
budaya nenek moyang bangsa Indonesia. Karena bagaimanapun juga
bentuk kesenian tradisional reog merupakan identitas dan salah satu
kekayaan budaya bangsa Indonesia yang patut untuk dilestarikan.
2. Kesenian tradisional reog bukan merupakan kesenian yang difungsikan
untuk menyekutukan atau menyembah selain Allah (syirik) melainkan
sebagai sarana untuk pelestarian budaya adat istiadat, tetapi sebenarnya
kesenian tradisional reog merupakan salah satu bentuk kesenian yang
berinteraksi dengan kebudayaan Islam yang mempengaruhi. Maka dari itu
bagi insan seni diharapkan untuk lebih meningkatkan mutu dan kualitas
serta tetap menjaga norma- norma yang berlaku dalam akidah Islam.
3. Kepada insan pemerintah diharapkan agar selalu membina dan
mengembangkan kesenian tradosional reog serta memberikan arahan-
arahan yang dilakukan secara bertahab, sehingga kesenian tradisional reog
tetap menjadi tontonan yang menarik dan sehat bagi masyarakatnya, serta
sebagai wahana kerukunan hidup bermasyarakat.
Dengan demikian segala kritik dan saran yang bersifat membangun
dalam perbaikan skripsi ini sangat penulis harapkan. Karena penulis
menyadari bahwa tulisan ini masih amat banyak kekurangan, baik dari
81
pengumpulan data, analisis data, maupun kata- kata yang kurang tepat,
sehingga penulis ini amatlah jauh dari kesempurnaan, karena
kesempurnaan hanya milik Allah SWT, maka dari itu penulis sebagai
manusia awam tentu masih banyak kelemahan dan kekurangan. Semoga
tulisan yang singkat ini dapat bermanfaat bagi penulis secara khusus dan
bagi pembaca pada umumnya.
82
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Khalil. 2008. Islam Jawa dalam Etika dan Tradisi Jawa. Malang: UIN
Press
Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta
Aunur, Rahim Faqih. 1998. Ibadah dan Akhlak dalam Islam. Yogyakarta: UII
Press
Hasbi, Ash Shiddieqy. 1954. Kuliah Ibadah. Jakarta: Bulan Bintang
Hasbi, Fuad.2000. Kuliah Ibadah. Semarang : Pustaka Rizki Putra.
Kusunartini, dkk. 2009. Kesenian Barongan di Jawa Tengah. Semarang:
Pemerintah Prov. Jawa Tengah
Lexy, Moleong. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Mahmud, Syaltut. 1966. Islam Aqidah dan Syari’ah. Bandung: Pustaka
Mark, Woodward. 1999. Islam Jawa Kesalehan Normatif Versus Kebatinan.
Yogyakarta: LKiS
Maryaeni. 2005. Metode Penelitian Kebudayaan. Jakarta: Bumi Aksara
83
Muhyiddin, Abdul Hamid. 2002. Obati Dirimu dari Sihir, Dengki, Hipnotis dan
Kerasukan Setan. Yogyakarta: Mitra Pustaka
Nasruddin, Razak. 1993. Dienul Islam. Bandung: Alma‟rif
Nasution. 2003. Metodologi Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito
Rasjid, Sulaiman. 2002. Fikih Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo
Roibin. 2009. Relasi Agama dan Budaya Masyarakat Kontemporer. Malang: UIN
Press
Syukur, Amin. 2000. Pengantar Studi Islam. Semarang: Bima Sejati
Sumanto. 1995. Metodelogi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Yogyakarta: Andi
Offset
Syaikh, Ja‟far Subhani. 1987. Tauhid dan Syirik. Bandung: Mizan
Syaikh, Wahid Abdus Salam Bali. 1995. Kesurupan Jin dan Cara Pengobatannya
Secara Islam. Jakarta: Robbani Press
Yunus, Mahmud. 1996. Kamus Arab Indonesia. Departemen Agama
Yusuf, Qardhawi. 1992. Tauhidullah dan Fenomena Kemusyikan. Jakarta:
Pustaka Progressif
Zainuddin,dkk. 1992. Empat Sendi Agama Islam. Jakarta: Rineka Cipta
84
85
PEDOMAN DAN HASIL WAWANCARA
Responden : Hasim
Data : wawancara
Hari/tanggal : Jum‟at, 20 November 2015
Waktu : 13.00 WIB
1. Kapan Paguyuban Ngesti Budoyo mulai dikenalkan di desa Gondang
Tawang?
Kesenian reog ini dikenalkan dengan nama Ngesti Budoyo ini pada
pertengahan tahun 2010 mbak…..
2. Bagaimana sejarah kesenian tradisional reog di Paguyuban Ngesti
Budoyo?
Hmmm……Dahulu ada mungkin kurang lebih 45 tahun berdiri sebuah
paguyuban yang bernama Mego Mendung yang kemudian mati
mbak……..kemudian terinspirasi dari paguyuban terdahulu maka
didirikanlah paguyuban Ngesti Budoyo begitu.
3. Apa tujuhannya mendirikan Paguyuban Ngesti Budoyo di desa Gondang
Tawang?
Tujuannya untuk mengenalkan kesenian pada masyarakat disekitar.
4. Bagaimana perkembangan kesenian tradisional reog di Paguyuban Ngesti
Budoyo?
86
Wah…….. kalau untuk perkembangannya sendiri lumayan baik karena
dari awal dibentuk hingga sekarang selalu bertambah anggotanya.
5. Apa saja jenis tarian yang diusung Paguyuban Ngesti Budoyo?
Oh…..untuk tariannya jenis tarian keprajuritan.
6. Bagaimana dengan pemilihan waktu pelaksanan pertunjukan kesenian
tradisional reog di desa Gondang Tawang?
Kebanyakan acara dilakukan pada malam hari sampai dini hari.
7. Bagaimana alur pertunjukan kesenian reog di desa Gondang Tawang?
Seperti yang mbak lihat dalam setiap pememntasanya itu, tahap
pertunjukan diawali dengan masuknya penari ke arena pertunjukan
dengan gerakan tarian, kemudian ditengah pertunjukan ada adegan
kesurupan, penari yang berjumlah 10 orang tersebut nantinya akan ada
beberapa saja yang akan mengalami kesurupan. Situasi kesurupan ini
biasanya berlangsung paling lama satu jam. Dan di akhir pertunjukan para
penari disadarkan kembali oleh pawangnya
8. Apa isi dari mantra yang digunakan?
Bacaan mantranya itu mantra jawa,
87
PEDOMAN DAN HASIL WAWANCARA
Responden : Roslan
Data : wawancara
Hari/tanggal : Minggu, 22 November 2015
Waktu :10.40 WIB
1. Kapan Paguyuban Ngesti Budoyo mulai dikenalkan di desa Gondang
Tawang?
Kalau gak salah baru tahun 2010 ini
2. Bagaimana sejarah kesenian tradisional reog di Paguyuban Ngesti
Budoyo?
Dahulu ada reog yang berkembang tapi disini tapi mati kemudian didirikan
lagi sampai saat ini.
3. Apa tujuhannya mendirikan Paguyuban Ngesti Budoyo di desa Gondang
Tawang?
Kami mendirikan ini memiliki tujuan untuk melestarikan kebudayaan
peninggalan nenek moyang yang hingga sekarang masih ada mbak…..
4. Bagaimana perkembangan kesenian tradisional reog di Paguyuban Ngesti
Budoyo?
88
Ada hal yang menghambat mbak yakni ada yang beranggapan bahwa hal
seperti itu identik dengan mistis, serta bertentangan dengan agama Islam
sehingga hukumnya haram tidak sesuai ajaran agama.
5. Apa saja jenis tarian yang diusung Paguyuban Ngesti Budoyo?
Oh…..untuk tariannya yang diusung oleh paguyuban ini adalah jenis tarian
keprajuritan, pesisiran dan geng yang berasal dari daerah Sumatera.
6. Bagaimana dengan pemilihan waktu pelaksanan pertunjukan kesenian
tradisional reog di desa Gondang Tawang?
Pemilihan waktu malam oleh ketuanya dianggap tepat karena kebanyakan
para pemain pada waktu siang hari memiliki kesibukan masing- masing.
7. Bagaimana alur pertunjukan kesenian reog di desa Gondang Tawang?
Diawali dengan membaca doa, kemudian penari masuk kearena lapangan
menari dalam berbagai formasi, kemudian terjadi kesurupan lalu perlahan
iringan musik berubah tempo menjadi semakin pelan, dan adegan tari yang
penuh semangat mulai mengendur. Kemudian pawang akan menyadarkan
pemainnya.
8. Bagaimana dengan isi dari mantra yang digunakan?
Do‟a untuk menyadarkan pemain yang kesurupan itu adalah, membaca
surat Al- Fatihah dilanjutkan membaca Syahadat 3x.
89
PEDOMAN DAN HASIL WAWANCARA
Responden : Bakir
Data :wawancara
Hari/tanggal :Minggu, 22 November 2015
Waktu :14.05 WIB
1. Kapan Paguyuban Ngesti Budoyo mulai dikenalkan di desa Gondang
Tawang?
Baru akhir- akhir ini sekitaran empat sampai lima tahunan mbak…
2. Bagaimana sejarah kesenian tradisional reog di Paguyuban Ngesti
Budoyo?
Unttuk sejarahnya sendiri kurang begitu paham ya mbak…. Tapi yang
saya tahu duluhpernah ada reog tapi berhenti tidak ada yang menjaganya
lagi, la sekarang ini dimulai lagi untuk melestarikannya.
3. Apa tujuhannya mendirikan Paguyuban Ngesti Budoyo di desa Gondang
Tawang?
Tujuannya untuk melestarikan kesenian reog agar tidak hilang ditelan
waktu.
4. Bagaimana perkembangan kesenian tradisional reog di Paguyuban Ngesti
Budoyo?
90
Untuk perkembangannya ini semakin baik dari segi penampilan, musik,
maupun kostumnya.
5. Apa saja jenis tarian yang diusung Paguyuban Ngesti Budoyo?
Tarianya itu yang diguakan jenis pesisir seperti yang berasal dari
Sumatera.
6. Bagaimana dengan pemilihan waktu pelaksanan pertunjukan kesenian
tradisional reog di desa Gondang Tawang?
Biasanya malam hari tapi juga pernah siang hari tapi itu jarang terjadi.
7. Bagaimana alur pertunjukan kesenian reog di desa Gondang Tawang?
Pertunjukan diawali dengan masuknya penari ke arena pertunjukan dan
mengambil posisi di sebelah kuda yang terbuat dari anyaman bambu dan
membentuk formasi dan garis vertikal dengan satu penari di depan
sebagai pemimpin yang memegang cambuk untuk aba-aba. Mereka menari
dengan iringan lagu dan setiap perubahan gerak ditandai dengan suara
cambuk dan pada awal tarian penari melakukan gerak sembahan jengkeng
ke empat arah yaitu depan, samping kanan, belakang dan samping kiri.
Gerak ini dilakukan di samping untuk menghormati penonton yang
melingkari arena pertunjukan juga untuk menghormati para roh-roh halus
yang diyakini sudah hadir di sekitar mereka. Di tengah- tengah tarian sang
pawang akan memberikan minuman berupa kembang ke masing- masing
penari.
Setelah menari dalam berbagai formasi, perlahan iringan musik berubah
tempo menjadi semakin pelan, dan adegan tari yang penuh semangat
91
mulai mengendur. Matanya mulai tertutup dan terbuka dengan nyalang.
Ini adalah tanda-tanda kesurupan, dengan keadaan jatuh, berdiri, berjalan
dan menari diiringi oleh music dengan tempo yang cepat menjadi tidak
terkendali. Sampai akhirnya meminta sesuatu yang tidak lazim untuk
dimakan, namun dipertunjukan ini tidak meyediakan hal- hal yang
berbahaya sehingga yang dimakan hanya yang tadinya disiapkan untuk
sesaji dan mengupas kelapa dengan menggunakan gigi.
Setelah itu pawang akan mengeluarkan roh dari dalam tubuh penari.
Ketika roh halus yang mendiami tubuh penari keluar ia pun mengalami
pingsan.
8. Apa isi dari mantra yang digunakan?
“Assalamualaikum Ya Nini Dayang, Kiki Danyang Seng manggoni
kawasan iki . Aku jalok sawap pandonganne Yo, yo. ya Allah, ya Allah
Aku dikongkon bukak gelanggang iki . Biso podo selamat kabeh. Wong
seng main jarang semberani iki .Kabeh sak enengi . Ya yo, ya Allah, ya
Allah.
Ya Nini Dayang, Kiki Danyang. Seng manggone awang-awangan . Seng
jenenge Jaran Semberani. Aku njalok turun semurup. Supoyo seng main.
Jaran Semberani iki. Podo selamet kabeh. Yo yo. Bi `s-mi `llahi `rrahmani
`r-rahim. Kerusi belakangku, mutu jalil dipangku. Kadimu kananku, kan
juga naiiranya empat. Ojo merosak, ojo membinasa ahli kumpulan aku.”
92
PEDOMAN DAN HASIL WAWANCARA
Responden : Karyono
Data :wawancara
Hari/tanggal :Selasa, 1 Desember 2015
Waktu :13.00 WIB
1. Apakah kalian melaksanakan shalat lima waktu?
Insyallah kita semua melaksanakan walaupun tidak berjama‟ah.
2. Bagaimana dengan ibadah puasa dan shalat tarawih?
Kami juga melaksanakan sholat tarawih tapi untuk puasanya tiadak ada
yang tahu kebenarannya.
3. Apakah kalian membayar zakat?
Pasti, karena itu tanggung jawab diri sendiri.
4. Bagaimana dengan adanya pengajian di lingkungan sekitar?
Sebagian mengikuti, kebanyakan orang tua saja.
5. Bagaimana jika ada orang yang kesusahan?
Semua orang berdatangan untuk membantunya dan tiap malam selama
tujuh hari juga melakukan pengajian, namun hanya sebagian saja.
93
PEDOMAN DAN HASIL WAWANCARA
Responden : Sidik
Data :wawancara
Hari/tanggal :Senin, 23November 2015
Waktu :10.00 WIB
1. Apakah kalian melaksanakan shalat lima waktu?
Iya saya mengerjakan sholat
2. Bagaimana dengan ibadah puasa dan shalat tarawih?
Di bulan Ramadhan ya saya melaksanakan puasa dan tarawih tapi untuk
puasa sunahnya masih jarang.
3. Apakah kalian membayar zakat?
Oh…tentu saya membayarnya biasanya tiga hari sebelum lebaran .
4. Bagaimana dengan adanya pengajian di lingkungan sekitar?
Ya saya berangkat utuk pengajian
5. Bagaimana jika ada orang yang kesusahan?
Ya kita semua berkewajiban untuk bertakziah ketumah yang berduka, dan
membantu apa yang dibutuhkan.
94
PEDOMAN DAN HASIL WAWANCARA
Responden : Giyono
Data :wawancara
Hari/tanggal :Senin, 23 November 2015
Waktu :13.10 WIB
1. Apakah kalian melaksanakan shalat lima waktu?
Setiap hari saya menjalankan shalat
2. Bagaimana dengan ibadah puasa dan shalat tarawih?
Untuk puasa saya puasa, tapi utuk sholat tarawih terkadang tidak
berangkat
3. Apakah kalian membayar zakat?
Iya membayar, kan sekalian membayar untuk orang serumah semua.
4. Bagaimana dengan adanya pengajian di lingkungan sekitar?
Terkadang yang berangkat hanya beberapa saja, tidak penuh.
5. Bagaimana jika ada orang yang kesusahan?
Membantu sebisanya, lalu malam harinya juga mengaji dirumahnya
selama tujuh hari.
95
PEDOMAN DAN HASIL WAWANCARA
Responden : Ngatemin
Data :wawancara
Hari/tanggal :Jumat, 20 November 2015
Waktu :15.10 WIB
1. Apakah kalian melaksanakan shalat lima waktu?
Tentu mengerjakan, walau terkadang tidak tepat pada waktunya karena
suatu pekerjaan.
2. Bagaimana dengan ibadah puasa dan shalat tarawih?
Ya mengerjakan walaupun puasa sunahnya tidak pernah mengerjakan.
3. Apakah kalian membayar zakat?
Hm….ya membayar zakat berbondong- bonding ke masjid tempatnya.
4. Bagaimana dengan adanya pengajian di lingkungan sekitar?
Duluh banyak kegiatan pengajian namun karna tidak kompak, sekarang
hanya ada beberapa saja dan saya terkadang berangkat
5. Bagaimana jika ada orang yang kesusahan?
Datang untuk membantu, dan ikut serta dalam yasinan tiap malamnya.
96
97
98
99
100