k

15
Kluckhohn #1. Clyde Kluckhohn Kay Maben lahir pada 11 Januari 1905, di Le Mars, Iowa, anak dari pasangan Clyde Clofford dan Caroline Mabem. Ibunya meninggal saat melahirkan Kluckhohn dan ketika ia berusia lima tahun ia diadopsi oleh paman dari pihak ibunya, George Wesley Kluckhohn. Ia sekolah menengah di Le Mars lalu pindah di Culver Military Academy dan di tahun 1921-1922 di Lawrenceville School (New Jersey). Karena kesehatanya yang buruk Kluckhohn berhenti kuliah dan diharuskan untuk tinggal di tempat beriklim kering. Akhirnya ia tinggal di peternakan domba milik bibinya, Evon Z. Vogt di tepi sebuah reservasi Navajo di Mexico. Setelah tujuh bulan di peternakan dan setelah ulang tahunnya yang kedelapan belas, Kluckhohn berkelana sendirian menggunakan kuda sejauh 3000 mil di Negara Amerika bagian selatan. Selama berminggu-minggu ia tidak bertemu dengan bahasa Inggris, hanya Spanyol-Amerika, Zuni dan Navajo Indian. Dibulan Desember 1922 Kluckhohn menerbitkan makalah pertama berbahasa Navajo berjudul El Palacio, jurnal untuk New Mexico State Musium. Perhatian Kluckhohn terhadap bidang penyelidikan Culture and Personality mulai sewaktu ia menulis buku berjudul Navaho Witchcraft dimana ia membuat gambaran yang sangat baik tentang ilmu dukun dan ilmu sihir orang Navaho dengan menganalisa secara psikoanalisa dalam berbagai gejala dan unsur-unsur dalam ilmu sihir tersebut untuk mencapai pengertian yang mendalam tentang berbagai unsur kebudayaan tertentu. Konsep dalam bidang penyelidikan kebudayaan dan watak manusia dikembangkan Kluckhohn bersama dengan ahli psikologi O.H. Mowrer untuk mempertajam pengertian mengenai pengaruh kebudayaan terhadap watak manusia dan sebaliknya dan konsep itu diumumkan kepada dunia ilmiah melalui sebuah karangan yang berjudul Culture and Personality, A Conceptual Scheme (1941) , ia menyimpulkan bahwa watak manusia merupakan suatu

description

biography

Transcript of k

Kluckhohn#1.

Clyde Kluckhohn Kay Maben lahir pada 11 Januari 1905, di Le Mars, Iowa, anak dari pasangan Clyde Clofford dan Caroline Mabem. Ibunya meninggal saat melahirkan Kluckhohn dan ketika ia berusia lima tahun ia diadopsi oleh paman dari pihak ibunya, George Wesley Kluckhohn. Ia sekolah menengah di Le Mars lalu pindah di Culver Military Academy dan di tahun 1921-1922 di Lawrenceville School (New Jersey). Karena kesehatanya yang buruk Kluckhohn berhenti kuliah dan diharuskan untuk tinggal di tempat beriklim kering. Akhirnya ia tinggal di peternakan domba milik bibinya, Evon Z. Vogt di tepi sebuah reservasi Navajo di Mexico.Setelah tujuh bulan di peternakan dan setelah ulang tahunnya yang kedelapan belas, Kluckhohn berkelana sendirian menggunakan kuda sejauh 3000 mil di Negara Amerika bagian selatan. Selama berminggu-minggu ia tidak bertemu dengan bahasa Inggris, hanya Spanyol-Amerika, Zuni dan Navajo Indian.Dibulan Desember 1922 Kluckhohn menerbitkan makalah pertama berbahasa Navajo berjudul El Palacio, jurnal untuk New Mexico State Musium. Perhatian Kluckhohn terhadap bidang penyelidikan Culture and Personality mulai sewaktu ia menulis buku berjudul Navaho Witchcraft dimana ia membuat gambaran yang sangat baik tentang ilmu dukun dan ilmu sihir orang Navaho dengan menganalisa secara psikoanalisa dalam berbagai gejala dan unsur-unsur dalam ilmu sihir tersebut untuk mencapai pengertian yang mendalam tentang berbagai unsur kebudayaan tertentu.Konsep dalam bidang penyelidikan kebudayaan dan watak manusia dikembangkan Kluckhohn bersama dengan ahli psikologi O.H. Mowrer untuk mempertajam pengertian mengenai pengaruh kebudayaan terhadap watak manusia dan sebaliknya dan konsep itu diumumkan kepada dunia ilmiah melalui sebuah karangan yang berjudul Culture and Personality, A Conceptual Scheme (1941) , ia menyimpulkan bahwa watak manusia merupakan suatu rangkaian dari proses-proses fungsional yang berpusat kepada alam rohani yang letaknya di daerah otak dan saraf dari individu tersebut. Proses-proses fungsional tersebut dipengaruhi oleh lingkungan sekitar individu yaitu wilayah sekitar fisiknya (alam dan gejala-gejala fisik sekitarnya), wilayah sekitar sosialnya (sesame manusia dan kelompok-kelompok manusia sekitarnya), wilayah sekitar kebudayaannya (nilai-nilai, adat istiadat dan benda-benda kebudayaan sekitarnya) dan juga alam rohani sub-sadar individu tersebut).Pengertian Kebudayaan A.L Krober dan C.KluckhonKebudayaan adalah manifestasi atau penjelmaan kerja jiwa manusia dalam arti seluas-luasnya.Unsur kebudayaan (menurut C.kluckhohn) :1. Sistem Religi2. Sistem organisasi kemasyarakatan3. Sistem pengetahuan4. Sistem mata pencaharian hidup dan system-sistem ekonomi5. Sistem Teknologi dan Peralatan6. Bahasa7. KesenianOrientasi nilai budayaKebudayaan sebagai karya manusia memiliki system nilai. Menurut C.Kluckhohn dalam karyanya Variations in Value Orientation (1961) system nilai budaya dalam semua kebudayaan di dunia, secara Universal menyangkut 5 masalah pokok kehidupan manusia, yaitu:1. Hakekat hidup manusia (MH)Hakekat hidup untuk setiap kebudayaan berbeda secara ekstern; ada yang berusaha untuk memadamkan hidup, ada pula yang dengan pola-pola kelakuan tertentu menganggap hidup sebagai suatu hal yang baik, mengisi hidup.2. Hakekat karya manusia (MK)Setiap kebudayaan hakekatnya berbeda-beda, diantaranya ada yang beranggapan bahwa karya bertujuan untuk hidup, karya memberikan kedudukan atau kehormatan, karya merupakan gerak hidup untuk menambah karya lagi.3. Hakekat waktu manusia (WM)Hakekat waktu untuk setiap kebudayaan berbeda; ada yang berpandangan mementingan orientasi masa lampau, ada pula yang berpandangan untuk masa kini atau masa yang akan datang.4. Hakekat alam manusia (MA)Ada kebudayaan yang menganggap manusia harus mengeksploitasi alam atau memanfaatkan alam semaksimal mungkin, ada pula kebudayaan yang beranggapan manusia harus harmonis dengan alam dan manusia harus menyerah kepada alam.5. Hakekat hubungan manusia (MN)Dalam hal ini ada yang mementingkan hubungan manusia dengan manusia, baik secara horizontal (sesamanya) maupun secara vertikal (orientasi kepada tokoh-tokoh). Ada pula yang berpandangan individualistis ( menilai tinggi kekuatan sendiri ).Pengaruh budaya pada perilakuDalam essainya yang berjudul A Mirror for Man dia berpendapat bahwa yang menentukan perilaku individu bukan dari faktor genetic, namun pengaruh budaya dalam pola pengasuhan. Kluckhohn berpendapat bahwa mengapa suatu individu berperilaku demikian karena mereka dibesarkan seperti itu. Budaya ditempat seseotang sibesarkan mencerminkan nilai-nilai mereka, sikap dan perilaku. Dalam sebuah pencarian terus-menerus untuk lebih memahami perilaku manusia, orang ditantang untuk melihat ke dalam. . Memahami akar dari psikologi manusia adalah kunci untuk memahami mengapa manusia menampilkan perilaku tertentu, sikap tertentu pelabuhan, dan bereaksi terhadap situasi dengan emosi tertentu. Kluckhohn menggunakan beberapa paradigma untuk menggambarkan pengaruh budaya terhadap perilaku dia melibatkan adat perkawinan yang berbeda dari Amerika Serikat dan orang-orang Koryak Siberia.

#2. 1.Teori Kluckhohn dalam bidang penyelidikan Culture and personality

Perhatian Kluckhohn terhadap bidang penyelidikan Culture and Personality mulai sewaktu ia menulis buku berjudul Navaho Witchcraft dimana ia membuat gambaran yang sangat baik tentang ilmu dukun dan ilmu sihir orang Navaho dengan menganalisa secara psikoanalisa dalam berbagai gejala dan unsur-unsur dalam ilmu sihir tersebut untuk mencapai pengertian yang mendalam tentang berbagai unsur kebudayaan tertentu.

Konsep dalam bidang penyelidikan kebudayaan dan watak manusia dikembangkan Kluckhohn bersama dengan ahli psikologi O.H. Mowrer untuk mempertajam pengertian mengenai pengaruh kebudayaan terhadap watak manusia dan sebaliknya dan konsep itu diumumkan kepada dunia ilmiah melalui sebuah karangan yang berjudul Culture and Personality, A Conceptual Scheme (1941) , ia menyimpulkan bahwa watak manusia merupakan suatu rangkaian dari proses-proses fungsional yang berpusat kepada alam rohani yang letaknya di daerah otak dan saraf dari individu tersebut. Proses-proses fungsional tersebut dipengaruhi oleh lingkungan sekitar individu yaitu wilayah sekitar fisiknya (alam dan gejala-gejala fisik sekitarnya), wilayah sekitar sosialnya (sesame manusia dan kelompok-kelompok manusia sekitarnya), wilayah sekitar kebudayaannya (nilai-nilai, adat istiadat dan benda-benda kebudayaan sekitarnya) dan juga alam rohani sub-sadar individu tersebut).

Pemikiran mengenai unsur-unsur yang menyebabkan watak individu dalam hubungan erat dengan unsur-unsur yang menyebabkan masyarakat dan kebudayaan menurut konsep Kluckhohn, dilakukan secara konkrit olehnya bersama-sama dengan berbagai ahli psikologi dan antropologi dan terbit dalam sebuah buku kumpulan karangan-karangan berjudul Personality in Nature , Society and Culture (1954) dengan pimpinan redaksi dari Kluckhohn dan A.A.Murray.

2.Teori Kluckhohn dalam buku mirror for man

Selain sumbangannya yang besar terhadap penelitian dan penyelidikan Culture and Personality, Kluckhohn juga memberi sumbangan yang besar terhadap usaha memperjelas pengertian mengenai kebudayaan. Bersama dengan Kroeber, ia mengumpulkan dan menganlisa berbagai defenisi mengenai pengertian kebudayaan dan mendapatkan lebih dari 160 pengertian mengenai kebudayaan dari berbagai ahli fakir. Sedangkan konsepnya mengenai pengertian kebudayaan ditulisnya dalam sebuah buku berjudul Mirror for Man dimana ia menerangkan mengenai tujuan antropologi sebagai suatu ilmu dimana manusia dapat mengerti tentang manusia dengan seolah-olah melihat diri manusia sendiri melalui cermin.Dalam konsepnya sendiri, ia merumuskan defenisi budaya sebagai :Total cara hidup manusiaWarisan social dari individu yang diperoleh dari kelompoknyaSebuah cara berpikir, perasaan, dan kepercayaanSebuah abstraksi dari tingkah lakuSebuah teori dalam ilmu antropologi tentang bagaimana cara sekelompok orang dalam kelompok bertingkah lakusebuah gabungan dari apa yang dipelajariSegenap pedoman dasar untuk menyelesaikan masalahTingkah laku yang dipelajariSebuah mekanisme peraturan yang baku tentang tingkah lakuSegenap teknik untuk menyesuaikan diri ke lingkungan luar dan ke orang lainSebuah penerapan dari sejarahDan berbalik, mungkin dalam keputus-asaan, sebagai kiasan, seperti peta, seperti sebuah saringan, dan seperti susunan angka-angka.

3.Teori Kluckhohn mengenai masalah universal pada semua manusia

Kluckhohn juga mengembangkan konsep mengenai masalah universal dengan pandangan bahwa di dalam aneka ragam kebudayaan di dunia, masih ada hal-hal yang bersifat universal yang ada pada semua manusia. Pendirian ini dikembangkannya dengan cara membandingkan kebudayaan-kebudayaan yang beraneka warna antara satu dengan yang lain dan juga melalui cara menerapkan konsep-konsep psikologi dan teori belajar kepada bahan etnografi, terutama pada kebudayaan Navaho yang sangat dikenalnya. Ia membuat banyak karangan-karangan mengenai masalah-masalah universal, namun salah satu yang terkenal diantaranya adalah sebuah karangan yang berjudul Universal Values and Anthropological Relativism (1952) dan juga ia mengembangkan beberapa paham mengenai hal nilai kebudayaan itu untuk dapat dipergunakan untuk perbandingan secara cross-cultural .

Kluckhohn juga ikut dalam kegiatan penyelidikan terhadap watak kebudayaan dan watak bangsa seperti yang dilakukan oleh ahli-ahli antropologi lain, dan ia juga ditugaskan untuk memimpin penyelidikan secara besar-besaran terhadap kebudayaan dan masyarakat Uni Soviet yang dilakukan Universitas Harvard. Ia juga pernah menulis tentang beberapa unsur dari kebudayaan dan masyarakatnya sendiri, yaitu kebudayaan dan masyarakat Amerika, yaitu dalam The Dynamics of American Democracy (1950) dan American Culture and Military Life (1951).

Selain itu juga, Kluckhohn juga memikirkan masalah hubungan antara ilmu-ilmu sosial. Yang tampak dari karya-karyanya, Are There Unifying Concepts That Can Be Applied Across Various Disciplines (1955) dan juga melalui hubungan kerjasamanya dengan ahli sosiologi dari Harvard yaitu Talcott Parsons dan ahli-ahli lain.

4.Teori Kluckhohn sebagai pengaruh dari Levi-Strauss

Teori Clyde Kluckhohn mengenai pertentangan dan klasifikasi dualisme diadik dan konsentrikal dalam analisa mitologi memperlihatkan ketertarikan terhadap konsep-konsep dari Levi-Strauss. Hal ini dapat dimengerti karena Kluckhohn sebagai ahli khusus masalah nilai-nilai budaya, tentu berkaitan dengan analisa terhadap mitologi,dan upacara-upacara keagamaan. Selain itu, Kluckhohn juga memakai analisa Levi-Strauss dalam buku-bukunya, seperti pada karangan Levi-Strauss tentang penerapan analisa linguistik pada ilmu antropologi. Kluckhohn juga mengembangkan konsep yang disebutnya kebudayaan terpendam (covert culture), yaitu gagasan manusia yang terpendam dalam jiwanya yang secara universal melandasi segala tingkah lakunya. Dan apabila dipahami lebih jauh, konsep Kluckhohn ini seolah-olah mengingatkan pada struktur-struktur elemanter Levi-Strauss, yang secara universal menganggap berada dalam akal manusia serta menjadi landasan dari tingkah laku simboliknya dalam interaksi dengan sesamanya. Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa Kluckhohn mengembangkan suatu metode analisa mitologi yang hampir sama dengan Levi-Strauss, akan tetapi tidak secara langsung dari Levi-Strauss.

Kluckhohn bersama dengan istrinya, F.Kluckhohn menyatakan bahwa tiap sistem nilai budaya dalam tiap kebudayaan itu mengenai lima masalah dasar dalam kehidupan manusia. Atas dasar itu, ia membuat suatu kerangka teori yang dapat dipakai para ahli antropologi untuk menganalisa secara universal tiap variasi dalam sistem nilai budayadalam semua macam kebudayaan di dunia. Menurut C.Kluckhohn, kelima masalah dasar dalam kehidupan manusia yang menjadi landasan bagi kerangka variasi sistem nilai budaya adalah : Masalah mengenai hakikat dari hidup manusia (selanjutnya disingkat dengan MH) Masalah mengenai hakikat dari karya manusia (selanjutnya disingkat dengan MK) Masalah mengenai hakikat dari kedudukan manusia dalam ruang waktu (selanjutnya disingkat MW) Masalah mengenai hakikat dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya (selanjutnya disingkat MA) Masalah mengenai hakikat dari hubungan manusia dengan sesamanya (selanjutnya disingkat MM)

Berbagai kebudayaan mengkonsepsikan kelima masalah universal itu mungkin berbeda-beda, misalnya :1. Untuk masalah hakikat hidup manusia (MH), ada kebudayaan yang memandang bahwa hidup itu buruk, maka perlu dihindari. Ada juga kebudayaan lain yang memandang bahwa hidup itu baik adanya, ada juga kebudayaan lain yang menganggap bahwa hidup itu buruk adanya, tetapi manusia dapat mengusahakannya untuk menjadi baik.2. Untuk masalah hakikat karya (MK), ada kebudayaan yang memandang bahwa karya manusia itu bertujuan untuk menafkahi hidup, ada juga kebudayaan lain yang menganggap bahwa karya itu untuk memberikannya suatu kedudukan yang terhormat dalam masyarakat. Ada juga kebudayaan lain yang menganggap bahwa karya manusia itu merupakan suatu gerak hidup untuk menghasilkan lebih banyak karya lagi.3. Untuk masalah persepsi manusia mengenai waktu (MW), ada kebudayaan yang memandang penting hidup manusia itu masa yang lampau, ada juga kebudayaan yang memandang penting hidup manusia itu masa kini. Ada juga kebudayaan yang memandang penting ke masa depan.4. Untuk masalah pandangan manusia mengenai alam (MA), ada kebudayaan yang menganggap bahwa manusia hanya dapat tunduk pada kekuasaan alam yang dahsyat saja, ada juga kebudayaan yang menganggap bahwa manusia harus berusaha mencari keselarasan hidup dengan alam. Ada juga kebudayaan yang menganggap bahwa alam itu merupakan sesuatu yang harus ditaklukkan dan dikuasai manusia.5. Untuk masalah hakikat hubungan manusia dengan sesamanya (MM), ada kebudayaan-kebudayaan yang sangat mementingkan hubungan vertikal antara manusia dengan sesamanya (hubungan antara manusia dengan sesama manusia yang termasuk tokoh-tokoh berpangkat dan atasan), ada juga kebudayaan lain yang lebih mementingkan hubungan antara manusia dengan manusia lainnya dalam hubungan yang horizontal, artinya lebih mengutamakan hubungan yang saling bekerja sama atau gotong royong dengan sesamanya. Ada juga kebudayaan-kebudayaan lain yang menganggap bahwa hidup manusia itu tidak perlu tergantung dengan manusia lain, kebudayaan-kebudayaan seperti ini, sangat mementingkan individualisme , sangat menilai tinggi anggapan bahwa manusia harus mampu berdiri sendiri dan untuk mencapai tujuannya, berusaha melakukannya sendiri dan jika memerlukan bantuan, sedikit mungkin memerlukan bantuan orang lain.

Setelah Kluckhohn meninggal, istrinya, F.Kluckhohn menerapkan kerangka itu malalui suatu penelitian kuantitatif dengan suatu kuesioner proyektif pada sampel-sampel dari orang Amerika kulit bule dari Texas, orang Amerika keturunan Spanyol, orang Indian dari suku bangsa Navaho, dan orang Indian dari suku bangsa Pueblo Hopi. Hasil penelitian ini diterbitkan dalam buku tebal berjudul Variations in Value Orientation (1961)

Geert HoftstedeGeert Hofstede (1980; 1991) dalam penelitiannya berhasil mengidentifikasi 5 model karakteristik untuk mengukur sebuah kultur di masyarakat lintas negara. Dengan mengambil sampel di 40 negara, Geert Hofstede menemukan bahwa manager dan karyawan memiliki lima dimensi nilai kultur nasional yang berbeda-beda. Kelima kultur tersebut adalah :1. Jarak kekuasaan merupakan sifat kultur nasional yang mendeskripsikan tingkatan dimana masyarakat menerima kekuatan dalam institusi dan organisasi didistribusikan tidak sama.menyangkut tingkat kesetaraan masyarakat dalam kekuasaan. Jarak kekuasaan yang kecil menunjukkan masyarakat yang setara. Semua pihak kekuataanya relatif sama.Indonesia bersama Ekuador urutan ke 8/9 dari 53 negara yang menunjukkan jarak kekuasaan masih tinggi. Ada perbedaan yang mencolok antara orang yang berkuasa secara budaya ataupun politik terhadap orang yang tidak punya kuasa. Sebagai perbandingan masyarakat yang paling setara adalah Austria dan no. 2 adalah Israel.

Hal positif dari masing-masing perbedaan budaya ini adalah:Jarak Kekuasaan kecil maka orang pada budaya tersebut mudah menerima tanggungjawab. Sementara pada Jarak Keuasaan besar maka orang lebih disiplin karena rasa takut akan kekuasaan.2. Individualisme/Kolektivisme. Individualisme merupakan sifat kultur nasional yang mendeskripsikan tingkatan dimana orang lebih suka bertindak sebagai individu daripada sebagai kelompok. Kolektivisme menunjukkan sifat kultur nasional yang mendeskripsikan kerangka social yang kuat dimana individu mengharap orang lain dalam kelompok mereka untuk menjaga dan melindungi mereka.Indonesia bersama Pakistan ada di urutan 47/48 dari 53 negara yang menunjukkan orang Indonesia cenderung hidup secara berkelompok. Ini cocok dengan semboyan kita: gotong royong. Sebagai perbandingan negara yang paling individual adalah Amerika Serikat dan no.2 adalah Australia.

Hal positif dari masing-masing perbedaan budaya ini adalah:

Kolektivisme maka orang/karyawan pada budaya tersebut mudah berkomitmen. Sementara pada Individulisme maka pemberian wewenang manajemen lebih mudah disebarluaskan, karena pepimpin-pemimpin baru mudah diciptakan.3. Maskulinitas-Feminimitas. merupakan tingkatan dimana kultur lebih menyukai peran-peran maskulin tradisional seperti pencapaian, kekuatan, dan pengendalian versus kultur yang memandang pria dan wanita memiliki posisi sejajar. Penilaian maskulinitas yang tinggi menunjukkan bahwa terdapat peran yang terpisah untuk pria dan waniya, dengan pria yang mendominasi masyarakat.Indonesia bersama Afrika Barat ada di urutan 30/31 dari 53 negara. Ini menunjukkan Indonesia dalam posisi sedang-sedang saja. Sebagai perbandingan yang paling maskulin adalah Jepang dan yang paling feminin adalah Swedia. Pantaslah Swedia adalah negara dengan tingkat kekerasan terhadap perempuan yang paling kecil di dunia.

Hal positif dari masing-masing perbedaan budaya ini adalah:

Pada budaya Maskulin maka orang pada budaya tersebut cocok untuk produksi massal, efisiensi, industri berat dan bulk chemistry. Sementara pada budaya Feminin cocok untuk industri pelayanan pribadi, produksi yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan pelanggan, pertanian dan biochemistry.4. Penghindaran ketidakpastian merupakan tingkatan dimaan individu dalam suatu negara lebih memilih situasi terstruktur dibandingkan tidak tersetruktur.Indonesia bersama Kanada berada di urutan 41/42 dari 53 negara. Ini berarti Indonesia tidak takut dengan perubahan dan lebih toleran terhadap perbedaan pendapat. Sebagai perbandingan Singapura adalah negara yang paling bisa menerima ketidakpastian dan Yunani adalah negara yang tidak.

Hal positif dari masing-masing perbedaan budaya ini adalah:

Budaya Penghindaran ketidakpastian besar maka orang pada budaya tersebut cocok untuk hal yang menuntut presisi. Sementara pada budaya Penghindaran ketidakpastian kecil cocok untuk melakukan inovasi dasar.5. Orientasi jangka panjang merupakan tipologi terbaru dari Hofstede. Poin ini berfokus pada tingkatan ketaatan jangka panjang masyarakat terhadap nilai-nilai tradisional. Individu dalam kultur orientasi jangka panjang melihat bahwa ke masa depan dan menghargai penghematan, ketekunan dan tradisi.Cina, Jepang dan negara-negara Asia cenderung memiliki orientasi jangka panjang, sementara bangsa-bangsa barat cenderung pada jangka pendek. Dan negara yang sangat tertinggal juga cenderung memiliki orientasi jangka pendek. Pada budaya ini Cina memegang skor tertinggi, sementara Pakistan adalah skor terendah.#2.Konsep budaya telah menjadi arus utama dalam bidang antropologi sejak awal mula dan memperoleh perhatian dalam perkembangan awal studi perilaku organisasi. Geert Hofstede telah mengajukan konsep budaya dalam teori organisasi, dalam hal ini sebagai salah satu dimensi dalam memahami perilaku organisasi. Konsep ini menjadi penting dalam teori ekonomi dan manajemen saat ini, dalam era globalisasi, ketika banyak perusahaan mutinasional beroperasi di berbagai negara dengan berbagai ragam budaya yang berbeda.Power DistanceMenurut Hofstede, power distance adalah suatu tingkat kepercayaan atau penerimaan dari suatu power yang tidak seimbang di antara orang. Budaya di mana beberapa orang dianggap lebih superior dibandingkan dengan yang lain karena status sosial, gender, ras, umur, pendidikan, kelahiran, pencapaian, latar belakang atau faktor lainnya merupakan bentuk power distance yang tinggi. Pada negara yang memiliki power distance yang tinggi, masyarakat menerima hubungan kekuasaan yang lebih autokratik dan patrenalistik. Sementara itu budaya dengan power distance yang rendah cenderung untuk melihat persamaan di antara orang dan lebih fokus kepada status yang dicapai daripada yang disandang oleh seseorang.Individualisme vs. KolektivismeIndividualisme adalah lawan dari kolektivisme, yaitu tingkat di mana individu terintegrasi ke dalam kelompok. Dari sisi individualis kita melihat bahwa terdapat ikatan yang longgar di antara individu. Setiap orang diharapkan untuk mengurus dirinya masing-masing dan keluarga terdekatnya. Sementara itu dari sisi kolektivis, kita melihat bahwa sejak lahir orang sudah terintegrasi ke dalam suatu kelompok. Bahkan seringkali keluarga jauh juga turut terlibat dalam merawat sanak saudara dan kerabatnya.Uncertainty AvoidanceSalah satu dimensi dari Hofstede adalah mengenai bagaimana budaya nasional berkaitan dengan ketidakpastian dan ambiguitas, kemudian bagaimana mereka beradaptasi terhadap perubahan. Pada negara-negara yang mempunyai uncertainty avoidance yang besar, cenderung menjunjung tinggi konformitas dan keamanan, menghindari risiko dan mengandalkan peraturan formal dan juga ritual. Kepercayaan hanyalah diberikan kepada keluarga dan teman yang terdekat. Akan sulit bagi seorang negotiator dari luar untuk menjalin hubungan dan memperoleh kepercayaan dari mereka. Pada negara dengan uncertainty avoidance yang rendah, atau memiliki toleransi yang lebih tinggi untuk ketidakpastian, mereka cenderung lebih bisa menerima risiko, dapat memecahkan masalah, memiliki struktur organisasi yang flat, dan memilki toleransi terhadap ambiguitas. Bagi orang dari masyarakat luar, akan lebih mudah untuk menjalin hubungan dan memperoleh kepercayaan.Contoh kasus: Mutasi GM dari AS ke KoreaJohn Denver, seorang GM berasal dari Amerika Serikat, baru saja dipindahtugaskan ke Korea Selatan. Guna mempelajari perbedaan budaya kerja di Korea Selatan, John Denver dapat menggunakan hasil studi Hofstede yang membandingkan berbagai negara pada dimensi Power Distance, Uncertainty Avoidance dan Individualism.Kajian Hofstede yang secara ringkas membandingan Amerika Serikat dan Korea Selatan (dan Thailand) adalah sebagaimana terlihat pada Gambar di bawah. Dengan mengacu pada Hofstede Framework tersebut, maka dapat dilihat bahwa Korea Selatan (dan Thailand) relatif terhadap Amerika Serikat adalah:1. Lebih tidak dapat menerima ketidakpastian2. Power distance tinggi dan3. Tingkat individualisme rendah.

Diolah dari sumber: Han, et. Al. (2006) International Business, 3rd Ed. Pp. 76-77Gambar Hofstede FrameworkDengan demikian, sebagaimana disampaikan oleh Hofstede, seorang John Denver yang berasal dari Amerika Serikat, ketika ditugaskan di Korea Selatan haruslah dapat:1. Memahami perilaku masyarakat/komunitas Korea Selatan yang menganggap beberapa orang lebih superior dibandingkan dengan yang lain karena status sosial, gender, ras, umur, pendidikan, kelahiran, pencapaian, latar belakang dan lainnya.2. Menyesuaikan dengan budaya Korea Selatan yang cenderung menjunjung tinggi konformitas dan keamanan3. Memahami bahwa kebanyakan orang Korea Selatan lebih suka menghindari risiko4. Memiliki kemampuan untuk mengikuti peraturan formal dan juga ritual yang berlaku di Korea Selatan5. Memahami bahwa di Korea Selatan, kepercayaan hanyalah diberikan kepada keluarga dan teman yang terdekat6. Memahami bahwa masyarakat Korea Selatan menerima hubungan kekuasaan yang lebih autokratik dan patrenalistik. Bawahan mengenal kekuasaan orang lain melalui formalitas, misalnya posisi hierarki.

EdwardEdward T. Hall menggolongkan dua kelompok masyarakat dalam dimensi budaya: partikularisme dan universalisme. Partikularisme lebih mengedepankan aspek-aspek personal yang dilandasi dengan adanya hubungan emosional dibanding peraturan yang berlaku, sedangkan universalisme memfokuskan diri terhadap tanggung jawab tiap personal kepada peraturan-peraturan yang ada daripada memikirikan nasib orang lain walaupun masih ada hubungan saudara. Hasil riset Hall menunjukkan, di masyarakat di Asia partikularisme lebih dominan daripada universalisme.