K post magang

16
Keadilan Post Magang 2014 | 1 Keadilan Post Informatif, Komunikatif, Aspiratif MAGANG Oleh: Surayya Azzuhra Sinaga Rani/Keadilan • Jadwal waktu pelayanan perpustakaan yang tertempel di ruang referensi perpustakaan FH UII (5/01/2015). Edisi Magang 2014 FOKUS UTAMA Yogyakarta-Keadilan. Berdasarkan Pasal 41 ayat (1) UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi bahwa “Sumber belajar pada lingkungan pendidikan tinggi wajib disediakan, difasilitasi, atau di- miliki oleh Perguruan Tinggi sesuai dengan Program Studi yang dikembangkan”. Salah satu fasilitas pokok yang harus dimiliki perguruan tinggi adalah perpustakaan. Dalam Pasal 1 angka 10 PP Nomor 24 Tahun 2014. “Perpustakaan Perguruan Tinggi adalah perpustakaan yang merupakan bagian integral dari kegiatan pendidikan, penelitian dan pengabdian ke- pada masyarakat serta berfungsi sebagai pusat Antara Krisis dan Kebutuhan Perpustakaan sebagai sarana penunjang pembelajaran dengan pengguna utama mahasiswa, dinilai masih kurang memberikan pelayanan maksimal, bahkan cenderung kurang memuaskan. Kurangnya waktu pelayanan, sedikitnya jumlah buku dalam setiap jenisnya, hingga berdampak pada karya tulis mahasiswa. sumber belajar untuk mendukung tercapainya tujuan pendidikan yang berkedudukan di per- guruan tinggi.” Tujuan pengadaan perpus- takaan tertuang dalam Pasal 4 UU Nomor 43 Tahun 2007. “Perpustakaan bertujuan memberikan layanan kepada pe- mustaka, meningkatkan kegemaran membaca serta memperluas wawasan dan pengetahuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa”. Pengertian ini menunjukkan bahwa per- pustakaan bukan hanya tempat penyim- panan buku, seperti definisi tradisional. Untuk menunjang kegiatan bel- ajar, perpustakaan menjadi bagian yang vital bagi mahasiswa, tidak terkecuali di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII). Hanafi Amrani, Kepala Program Studi (Kaprodi) FH UII, menilai keberadaan perpustakaan sangat penting bagi mahasiswa. Dia mencontohkan bahwa di Belanda animo mahasiswa yang pergi ke perpustakaan lebih besar dibandingkan di Indonesia. Bagi mereka perpustakaan menjadi ru- mah kedua, bahkan pertama. Senada dengan Hanafi, Hari Muhammad Jazuri, Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) FH UII mengatakan, “Maha- siswa tanpa buku bukanlah mahasiswa

description

 

Transcript of K post magang

Page 1: K post magang

Keadilan Post Magang 2014 | 1 Keadilan Post Magang 2014 | 1

Keadilan PostInformatif, Komunikatif, Aspiratif

MAGANG

Oleh: Surayya Azzuhra Sinaga

Rani/Keadilan

• Jadwal waktu pelayanan perpustakaan yang tertempel di ruang referensi perpustakaan FH UII (5/01/2015).

Edisi Magang 2014

FOKUS UTAMA

Yogyakarta-Keadilan. Berdasarkan Pasal 41 ayat (1) UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi bahwa “Sumber belajar pada lingkungan pendidikan tinggi wajib disediakan, difasilitasi, atau di-miliki oleh Perguruan Tinggi sesuai dengan Program Studi yang dikembangkan”. Salah satu fasilitas pokok yang harus dimiliki perguruan tinggi adalah perpustakaan. Dalam Pasal 1 angka 10 PP Nomor 24 Tahun 2014. “Perpustakaan Perguruan Tinggi adalah perpustakaan yang merupakan bagian integral dari kegiatan pendidikan, penelitian dan pengabdian ke-pada masyarakat serta berfungsi sebagai pusat

Antara Krisis dan KebutuhanPerpustakaan sebagai sarana penunjang pembelajaran dengan pengguna utama mahasiswa, dinilai masih kurang memberikan pelayanan maksimal, bahkan cenderung kurang memuaskan. Kurangnya waktu pelayanan, sedikitnya jumlah buku dalam setiap jenisnya, hingga berdampak pada karya tulis mahasiswa.

sumber belajar untuk mendukung tercapainya tujuan pendidikan yang berkedudukan di per-guruan tinggi.” Tujuan pengadaan perpus-takaan tertuang dalam Pasal 4 UU Nomor 43 Tahun 2007. “Perpustakaan bertujuan memberikan layanan kepada pe-mustaka, meningkatkan kegemaran membaca serta memperluas wawasan dan pengetahuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa”. Pengertian ini menunjukkan bahwa per-pustakaan bukan hanya tempat penyim-panan buku, seperti definisi tradisional. Untuk menunjang kegiatan bel- ajar, perpustakaan menjadi bagian yang

vital bagi mahasiswa, tidak terkecuali di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII). Hanafi Amrani, Kepala Program Studi (Kaprodi) FH UII, menilai keberadaan perpustakaan sangat penting bagi mahasiswa. Dia mencontohkan bahwa di Belanda animo mahasiswa yang pergi ke perpustakaan lebih besar dibandingkan di Indonesia. Bagi mereka perpustakaan menjadi ru-mah kedua, bahkan pertama. Senada dengan Hanafi, Hari Muhammad Jazuri, Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) FH UII mengatakan, “Maha-siswa tanpa buku bukanlah mahasiswa

Page 2: K post magang

Keadilan Post Magang 2014 | 2

• Hanafi Amrani, Kepala Program Studi FH UII, saat diwawancarai mengenai perpustakaan, kantor dekanat FH UII (29/12).

Fahmi/Keadilan

dan buku tanpa mahasiswa untuk apa kan tidak ada gunanya. Mahasiswa dan perpustakaan itu bagai dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan.” Perpustakaan FH UII memiliki hampir 13 ribu judul buku serta terda-pat tiga sampai lima eksemplar dalam setiap judul, selain itu juga tersedia read file skripsi, tesis, dan disertasi yang ter-kumpul mulai tahun 2008. Neva Della, mahasiswa FH UII angkatan 2014 me-rasa koleksi buku-buku perpustakaan kurang. “Kalau untuk wawasan yang di luar-luar (negeri) kurang, kayak misalnya yang baru-baru (buku) kurang. Kalau kita pengen lebih gitu, misalnya demokrasi yang dari negara mana negara mana,” jelasnya. Hal terse-but seirama dengan yang diungkapkan Anang Zubaidy, dosen FH UII, bahwa koleksi buku perpustakaan memang belum lengkap, namun sudah cukup. Dia menceritakan pernah beberapa kali menugaskan mahasiswa untuk men-cari buku tertentu tentang antropologi namun tidak ada. “Saya enggak tahu apakah enggak adanya itu karena su-dah habis atau memang enggak punya koleksi eksemplarnya, nah bisa jadi be-gitu. Memang enggak ada koleksi atau ada koleksi tapi terbatas karena itu jelas, itu ada buktinya,” jelasnya. Jam pelayanan perpustakaan dibuka mulai pukul 08.00-12.00 dan 13.00-15.30. Mahasiswa sebagai peng-guna utama merasa tidak puas dengan jam pelayanan tersebut. Hal ini seperti yang dinyatakan, Amalia Dyah Apriliani, mahasiswa FH UII angkatan 2011. Ke-tika mengerjakan skripsi sering kali dia merasa terganggu, karena jeda istirahat para pegawai memintanya meninggal-kan ruangan. “Kita tuh ngerasa terganggu

gitu loh ketika lagi ngerjain, sudah kayak diusir saja,” tambahnya. Selain waktu istirahat yang mengganggu, ketepatan waktu pegawai perpustakaan dalam menutup pelayanan saat jeda juga menjadi masalah bagi ma-hasiswa. Neva, mengeluhkan ketidak-disiplinan pegawai dalam menerapkan aturan jam pelayanan. “Ya, harusnya fakultas itu bikin kebijakan, kalau jam istirahat kan pada umumnya dari jam 12 sampai jam 1. Jadi, walaupun azan berkumandang kalau belum jam 12, ya harusnya belum tutup. Biasanya kan jam 11.20 (siang) itu sudah tutup,” keluhnya. Bambang Hermawan, Ketua Divisi Per-pustakaan (KDP) FH UII, menjelaskan bahwa waktu pelayanan yang ditutup lebih awal dari jadwal, untuk memper-siapkan penggunaan perpustakaan setelah jeda istirahat berakhir. “Yang setengah jam itu untuk statistik, selfing, pengembalian ini, sebetulnya setengah jam itu enggak cukup loh Mbak, Anda bisa lihat sendiri. Apa lagi kalau open kayak gini bukunya berantakan sekali,” jelas Bambang. Jam buka pelayanan perpus-takaan juga dianggap kurang dan tidak sesuai dengan padatnya jadwal kuliah mahasiswa yang dimulai dari pukul 07.00-17.00. Hanafi menjelaskan bahwa kebijakan pelayanan dibuat oleh pihak universitas, dan penerapannya dise-rahkan kepada masing-masing fakultas. Penambahan waktu pelayanan dilihat dari animo mahasiswa ke perpustakaan, jika rendah maka tidak ditambah. Selain itu, penambahan waktu pelayanan juga dilihat dari kemampuan fakultas terkait anggaran dan staf pegawai. Melihat permasalahan perpus-takaan FH UII, dapat berdampak pada

karya tulis mahasiswa, khususnya karya tulis ilmiah yang merupakan hal terpen-ting bagi mahasiswa. Hal tersebut diami-ni oleh Raisa Rizani, mahasiswa FH UII angkatan 2012. Dia mengatakan, karya tulis ilmiah membiasakan mahasiswa un-tuk membuat suatu tulisan berdasarkan pada keakuaratan data-data yang didapat dari berbagai referensi. “Fungsinya tuh banyak banget, karena contohnya ajalah misalnya kita dikasih tugas sama dosen. Jadi kita sudah tahu gimana sistematika-nya yang baik dan benar,” ujarnya. Senada dengan Raisa, menurut Anang salah satu output mahasiswa FH UII harus bisa melakukan suatu pene-litian hukum, sehingga saat memasuki jenjang profesional di bidang hukum dapat membantu. “Nah, pelajaran atau latihan menulis karya ilmiah itu adalah cara untuk bisa memetakan masalah ke-mudian mencoba menganalisa apa yang ditemukan dari bahan-bahan untuk menjawab permasalahan dan memberi-kan rekomendasi apa yang harus dilaku-kan,” tambahnya. Namun jumlah karya tulis yang dihasilkan tidak sebanding dengan kuantitas mahasiswa yang ada. Anang menjelaskan dari 2 ribu mahasiswa, tidak lebih dari 20 orang yang mem-buat karya tulis ilmiah dan dilombakan, sedangkan sisanya berupa tugas dosen seperti makalah. “Persoalannya adalah di kualitas, apakah kualitas karya ilmiah dan karya tulis mahasiswa kita sudah memenuhi syarat atau belum. Karena saya banyak menemukan makalah mi-salnya satu kelas 70 orang atau 50 orang, tidak lebih dari 10-nya yang karya ilmi-ahnya orisinal,” ungkapnya. Perpustakaan sebagai penyedia literatur utama dalam pembuatan karya tulis ilmiah memiliki pengaruh yang sa-ngat besar. Jumlah referensi yang dibu-tuhkan dalam penulisan karya ilmiah tidak sedikit. Raisa mengatakan, “Kare-na kan seperti yang kita ketahui, di situ ada bagian terkait tinjauan pustaka ya jadi benar-benar semua itu kita dapatkan dari buku, jadi benar-benar membutuh-kan referensi, dan biasanya itu lebih dari 10 buku.” Dwi Ayu Lestari mahasiswa FH UII angkatan 2012, yang juga aktif dalam Unit Kegiatan Mahasiswa Forum Kajian dan Penulisan Hukum menjelas-kan, referensi literasi ada untuk mence-gah plagiarisme. Ketika penyeleksian

Page 3: K post magang

Keadilan Post Magang 2014 | 2 Keadilan Post Magang 2014 | 3

• Alfiah, KDP FE UII, menuturkan terkait bentuk pelayanan di perpustakaan FE UII (29/12).

Dewi/Keadilan

• Aunur, Dekan FH UII.

tulisan dalam suatu lomba tidak men-cantumkan sumber dan terbukti mel-akukan plagiarisme, hal itu dapat men-coreng almamater UII. Jam pelayanan perpustakaan juga berpengaruh terhadap kualitas karya tulis mahasiswa. Banyak maha-siswa yang melakukan copy paste dari internet ber- alasan ke-pepet de- ngan tugas yang hanya diberi wak-tu satu hari dan perpus-takaan telah menutup jam p e l ay a n a n . Dimas Setya Nugraha ma-hasiswa FH UII angkatan 2012 meng- ungkapkan terpaksa me-lakukan copy paste dari internet jika keadaan tidak memungkinkan untuk mencari buku. Begitupun dengan Dwi, dia mengata-kan, “Ketika perpustakaan tutup jam 4 (sore), kita kan enggak mungkin ngerjain. Apalagi dosennya ngasih ketentuan harus minimal referensi. Lah terus kita dapat bukunya dari mana?” Dwi mengeluhkan bahwa ke-bijakan waktu pelayanan tidak sesuai dengan tugas dan kegiatan mahasiswa yang padat. “Menurut saya itu waktu- nya enggak bisa kalau cuma setengah empat,” imbuhnya. Setali tiga uang de- ngan Dwi, Raisa juga merasa jam wak-tu pelayanan perpustakaan sangat ku-rang dan berpengaruh terhadap karya tulis mahasiswa dibandingkan dengan perpustakaan pusat yang buka hingga pukul 20.00. “Kalau misalnya lagi nge-buat karya tulis ilmiah itu kan biasanya sampai malam, dan itu kita kalau misal- nya bukunya belum kita pinjam. Itu emang kendala, jadi bingung gitu loh mau nyari di mana, cuma perpustakaan ini kan tutup,” kesah Raisa.

Menelisik Perpustakaan Lain Berbeda dengan Fakultas Ekonomi (FE) UII, jam pelayanan perpustakaan dimulai dari pukul 08.00-20.00. Alfiah, KDP FE UII menjelaskan

hal yang mendasari waktu pelayanan perpustakaan hingga malam hari, yakni untuk membiasakan budaya membaca kepada mahasiswa. “Mahasiswa kan se- nang kalau kuliah sampai malam, masih ada yang buka (perpustakaan). Kita kan, kampusnya seperti hidup,” terang Alfi-ah. Dia juga menambahkan bahwa pihak

p e r p u s t a k a a n FE berusaha memberikan pe-layanan semak-simal mungkin, sehingga ma-hasiswa dapat menikmati wak-tunya di perpus-takaan. P e l a y a n a n p e r p u s t a k a a n FE dalam hal pinjam-memin-jam dijadwalkan setiap hari Senin sampai Jumat. Untuk hari Sab-tu hanya me-

layani mahasiswa pascasarjana, namun mahasiswa lain masih bisa berkunjung. Alfiah juga menjelaskan bahwa untuk pegawai perpustakaan tidak mengalami kekurangan, sebab membuka kesem-patan bekerja part time bagi mahasiswa. Batas peminjaman buku yang berjumlah tiga buah dirasa cukup untuk keperlu-an mahasiswa. Pihak FE menyediakan mesin photocopy yang terletak di samping perpustakaan untuk mengganda-kan buku, hal ini memudah-kan mahasiswa yang ingin meminjam buku lebih dari tiga. Melihat per-bandingan yang cukup signifikan antara per-pustakaan FE dan FH, yang lokasinya sama-sama terpisah dari kampus terpadu UII. Aunur Rohim Faqih, Dekan FH UII, mengata-kan, “Ya memang kalau di FE kan jauh lebih besar, karena terdiri dari tiga prodi, dan perpustakaannya cuma satu sehing-ga pegawainya harus lebih besar, kalau di sini kan hanya satu prodi”. Selain itu dia mengatakan perpustakaan yang ideal dapat membuka pelayanan hingga malam hari. “Kendalanya adalah tempat kita kurang representatif, kalau perpus-

takaan itu di pusat semuanya bagus itu, jam 10 (malam) semuanya terlayani,” tambahnya. Terkait sedikitnya jum-lah pegawai, Hanafi beralasan bahwa penambahan pegawai itu, memerlukan laporan anggaran yang akan dikeluarkan untuk menggaji pegawai baru tersebut. Beberapa waktu lalu Kaprodi FH UII mengeluarkan kebijakan baru, peminjaman buku yang semula hanya berjumlah dua buku menjadi empat buku. Hanafi menjelaskan kebijakan ini didasari bahwa peminjaman buku yang berjumlah dua buah tidak cukup untuk memenuhi referensi mahasiswa. Selain itu, pihak kampus melakukan perpan-jangan waktu pelayanan perpustakaan sampai dengan pukul 22.00 selama se- minggu menjelang ujian. Perpanjangan waktu tersebut merupakan hasil nego-siasi pihak DPM dengan dekanat. Hari mengatakan, “Terkait dengan jam ope-rasional perpustakaan, Kaprodi akan mencoba H-7 ujian, perpustakaan akan dibuka sampai jam 10 malam, dengan alasan H-7 sampai H+7 ujian akan di-coba, apabila efektif akan dilanjutkan. Harapannya untuk mahasiswa akan giat untuk ke perpustakaan.” Amalia mengungkapkan hal yang berbeda, dia sedikit ‘geli’ dengan kebijakan baru tersebut, pasalnya atu-ran itu dikeluarkan untuk ‘mengobati’ masalah yang ditimbulkan pegawai per-pustakaan beberapa waktu lalu. “Kena-pa peraturan diubah ketika memang ada masalah, apakah setiap kita melakukan

perubahan itu, harus ada masalah gitu loh. Kenapa kita tidak

melakukan pencegahan daripada pengobatan seperti itu kan?” ungkap- nya. Namun, ke-tika pihak kampus dita-

nya dasar kebijakan baru, Hanafi menjelaskan, wak-

tu pelayanan perpustakaan hingga malam hari tersebut,

sebagai uji coba untuk melihat animo mahasiswa. Jika mahasiswa ba- nyak yang menggunakan perpustakaan, maka akan dilanjutkan untuk ke depan-nya. Saat ditanya perihal penambahan waktu, Aunur berkata, “Kan pelan-pelan untuk menuju ideal, tidak spontan.” Untuk menarik mahasiswa se- ring berkunjung ke perpustakaan, selain dari pelayanan yang baik juga dibutuh-

Page 4: K post magang

Keadilan Post Magang 2014 | 4

LIPUTAN

Yogyakarta-Keadilan. Universitas Islam Indonesia (UII) sebagai pergu-ruan tinggi swasta dan nasional tertua di Indonesia, telah banyak mencetak cendekiawan-cendekiawan ulung. Ba- nyak alumni dari UII yang bekerja dan mengabdi di lembaga-lembaga peme- rintah. Maka dari itu, mutu tenaga dosen menjadi bagian terpenting dalam me- ngajar dan membimbing mahasiswa, se-hingga melahirkan lulusan-lulusan baru yang berkualitas. Pengontrolan dan pengawasan menjadi sebuah upaya bagi perguruan tinggi, khususnya UII dalam menjaga kinerja kualitas dosen. Salah satu upaya yang dilakukan oleh pihak kampus UII dalam meningkatkan mutu dosen, de- ngan mengevaluasi kinerja tenaga pengajar melalui Nilai Kinerja Dosen (NKD). NKD adalah satu dari tujuh ba-gian parameter dalam mengukur sasaran mutu UII yang tertuang dalam Peraturan Rektor Universitas Islam Indonesia (PR UII) Nomor: 09/PR/REK/III/2011 tentang Pedoman Pengukuran Sasaran Mutu (PPSM) UII. Dalam NKD ter-dapat beberapa indikator-indikator pe-nilaian dosen. Yaitu, kinerja pedagogik, kinerja professional, dan kemudian ki-nerja sosial, hingga mengatur konsep pengukurannya.

Lemahnya Efek Kuesioner DosenKuesioner Nilai Kinerja Dosen yang diharapkan dapat mendongkrak mutu dosen, belum terlihat benar hasilnya. Mahasiswa yang menjadi subjek penilai seperti tidak peduli, dan kerap asal-asalan dalam mengisi kuesioner.

Oleh: Muhammad Ariel Fahmi

Mahasiswa sebagai objek dalam melakukan civitas akademika menjadi golongan pertama yang merasakan se-cara langsung kinerja dosen. Kinerja pedagogik menjadi salah satu kom-ponen indikator dalam penilaian ki-

nerja dosen yang melibatkan mahasiswa secara langsung. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pedagogik atau peda-gogis adalah sifat mendidik dalam ilmu pengajaran, yang merupakan salah satu syarat penting bagi seorang guru. Istilah ini merujuk pada strategi pembelajaran atau gaya pembelajaran dan penggunaan

strategi mengajar. Pada PPSM UII sendiri, ki- nerja pedagogik adalah skor akhir yang diperoleh dari skor kuesioner yang diisi oleh mahasiswa dan skor ketersediaan Satuan Acara Perkuliahan (SAP), Course Outline (CO), modul, diktat, buku, keha- diran mengajar, dan pengumpulan nilai. Pedagogik dengan nilai baik minimal 90 persen. Konsep pengukuran diatur di dalam (PR UII). “Penilaian persepsional oleh teman sejawat dosen minimal tiga orang, dan penilaian oleh mahasiswa minimal lima orang dari setiap kelas yang diampu. Penilaian komponen empiris bersifat biner, bernilai satu, jika “ada”, dan bernilai nol jika “tidak ada” untuk ketersediaan SAP, CO, modul, diktat atau buku, sedangkan kehadiran mengajar dan pengumpulan nilai, bernilai satu jika “sesuai” dan skor nol jika “tidak sesuai”, sesuai tidaknya akan ditentukan kemudian.”Pengukuran kinerja dosen dilakukan di tingkat fakultas dan universitas. Pe- ngukuran pada tingkat fakultas dilaku-kan oleh dekan dibantu oleh Kepala Program Studi (Kaprodi). Pengukuran kinerja dosen dilakukan setiap semes-ter dan direkapitulasi selama satu tahun akademik. Kuesioner Nilai Kinerja Dosen (KNKD) adalah bentuk konkret pe- nerapan NKD di Fakultas Hukum (FH)

Himah/Keadilan• Lembar Kuesioner Nilai Kinerja Dosen FH UII.

Himah/Keadilan

kan cara yang menarik. Seperti yang di-lakukan pihak perpustakaan pusat UII. Joko S. Prianto, Direktur Perpustakaan Pusat UII menuturkan bahwa diberikan reward bagi mahasiswa yang rajin ke per-pustakaan, berupa buku, sertifikat, dan lain-lain. Dia juga menjelaskan fungsi dari perpustakaan sebagai tempat pe-nyedia fasilitas membaca, tempat berin-teraksi antar mahasiswa, tempat diskusi dan tempat rekreasi. “Kami juga menye-diakan wifi, kalau perpustakaan kurang ada sarana yang lengkap atau mungkin kurang up to date untuk pemustaka, nanti enggak mau ke perpustakaan,” jelasnya. Perpustakaan menurut Joko diadakan

untuk mendukung civitas akademika di perguruan tinggi. “Kalau perpus-takaan ada tapi enggak ada pengun- jungnya mending enggak usah diada-kan,” tegasnya. Selain berupaya menjadikan perpustakaan sebagai tempat rekreasi dengan memberikan pelayanan yang maksimal. Joko juga menjelaskan ala-san jam pelayanan perpustakaan yang dibuka mulai pukul 08.00-22.00. “Kita kan berorientasinya ke pemustaka, user oriented. Pemakai maunya apa? Mau-nya sampai malam, ya kita usul sampai malam. Kalau pimpinan setuju ya berja-lan,” ujarnya.

Hari berharap perpustakaan benar-benar dalam artian sebenarnya. Maksudnya dilihat dari segi waktu ope-rasional dan buku, serta perpustakaan menjadi wadah mengumpulkan karya tulis mahasiswa, walaupun hanya se-batas tugas makalah. “Salah satu cara bagaimana membanggakan maupun menghargai mahasiswa kalau ingin membuat mahasiswa lebih giat lagi itu caranya,” ujar Ketua DPM FH UII tersebut.

Reportase bersama: Fajri Nur I., Tri Wijay-anti K. D., Aisyah Humaida, Nurul Aulia

Page 5: K post magang

Keadilan Post Magang 2014 | 4 Keadilan Post Magang 2014 | 5

UII. Namun dalam penerapannya masih terdapat kekurangan, beberapa maha-siswa dipandang belum menyadari dan memahami pentingnya pengisian kue-sioner untuk penilaian dosen. Perihal pengisian KNKD se-lama ini, Aunur Rohim Faqih, Dekan FH UII yang ditemui Keadilan (30/12), berpendapat masih ada mahasiswa yang terkesan asal-asalan dalam mengisi ku-esioner. Padahal hasil dari KNKD terse-but dilaporkan ke Yayasan Badan Wakaf UII dan Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta, serta dilaporkan kepada Badan Akreditasi Nasional. “Ya mungkin kalau mahasiswa, anda tahu sendiri, kadang-kadang ngisinya asal saja lah, cepat-cepat keluar kelas kan gitu,” terang Aunur. Sependapat dengan Aunur, Hari Muhammad Jazuri, selaku Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa FH UII, menyayangkan masih kurangnya kepedulian ma-hasiswa dalam menyadari fungsi dan tujuan dari KNKD. “Kue-sioner itu ketika dikasihkan ke mahasiswa, ma-hasiswa itu masih seenaknya saja menilai,” tam-bahnya. Terkait pembagian kue-sioner yang ha- nya lima lembar di setiap kelas, Hari meragukan kualitasnya. Dia menganggap jumlah lima orang mahasiswa di setiap kelas be-lum bisa mewakili seluruh suara maha-siswa. Hari juga mempertanyakan atas dasar apa dipilihnya lima orang maha-siswa itu. Terkait hal itu, Aunur menga-takan belum mengetahui latar belakang pembagian kuesioner, yang sebelumnya dibagikan ke seluruh mahasiswa men-jadi lima lembar saja, untuk dosen di setiap kelas. Aunur juga menjelaskan pihak kampus baru dua atau tiga bulan ini mempelajari penerapan kuesioner tersebut dan berapapun jumlah kuesio- ner yang dibagikan, baik lima ataupun lebih, akan sama saja apabila tidak ada kesadaran dari mahasiswa itu sendiri. Mengenai pemahaman KNKD,

pihak universitas telah memberikan fasilitas, berupa buku PPSM UII yang dapat diakses di www.uii.ac.id, di dalam- nya memuat tentang penjelasan me- ngenai penerapan sistem NKD. “Hanya mahasiswanya mungkin tidak baca buku pedoman, ya toh? Masa mahasiswa harus dituntun seperti SD, ya toh? Kan buku pedoman sudah ada yang menyatakan tentang itu semua, ada evaluasinya, pokoknya kan ada semua,” ujar Aunur. Dia juga menegaskan, mahasiswa se-harusnya berinisiatif mencari tahu terkait penjelasan adanya KNKD serta harus peka mengenai terhadap hal ini. Hal tersebut dinafikan oleh Alfin Saputra, mahasiswa angkatan 2010 FH UII. Dia berpendapat bahwa pihak kampus kurang memberikan pemaha-man kepada mahasiswa terkait tujuan kuesioner. “Ya kalau teman-teman tuh

malah disuruh ngisiin teman yang lain atau sudahlah ngisinya samain se-mua aja,” terang-nya. Dosen yang menjadi objek penilaian KNKD pun terkesan acuh tidak acuh. Ketika di dalam kelas, hanya beberapa dosen yang mem-berikan pemaha-man terkait tujuan kuesioner dibagi-kan. “Buktinya kan sebagian do- sen enggak peduli,

ada juga sebagian yang peduli gitu. Seba-gian yang diletakin di depan, ya terserah mau ngambil apa enggak,” tambah Alfin. Mukmin Zakie selaku dosen FH UII, berpendapat bahwa kuesioner merupakan hal yang penting, terutama bagi dosen yang mempunyai komit-men besar dalam memberikan penilai- an kinerja dosen dari sudut pandang mahasiswa. “Hasil kuesioner itu juga menjadi tempat ‘bercermin’ bagi dosen. Saya enggak bisa menilai diri sendiri ntar hebat terus,” tambahnya. Mukmin men-jelaskan bahwa hasil penilaian dari ku-esioner yang diisi oleh mahasiswa akan dibuat tabulasi oleh pihak kampus. Dia juga mengatakan, “Kalau ada kekura- ngan, akan mengevaluasi saya. Jujur saja sesubyektif kalian, kalau misalnya saya

enggak membangkitkan belajar, ya su-dah tulis gitu.” Hanafi Amrani, Kaprodi FH UII menjabarkan bahwa dosen sama halnya dengan mahasiswa. Dosen akan memperoleh penilaian kinerja selama menjalankan aktivitas akademik. Apa-bila ada pemberian nilai indeks prestasi yang rendah kepada dosen, bukanlah sebagai sanksi tetapi upaya memberi-kan efek psikologis dan bentuk peringa-tan yang diberikan oleh pihak kampus terhadap dosen yang tidak memenuhi parameter NKD. Dia juga menjelaskan bahwa hasil yang terkait dengan penilai- an kinerja dosen dipublikasikan di si-dang dewan dosen dan hanya terbatas bagi yang menghadiri sidang tersebut. Hari mengusulkan pada pihak kampus untuk membentuk tim yang terdiri dari mahasiswa atau lembaga-lembaga kemahasiswaan FH UII guna membantu memberikan penilaian terha-dap dosen. Dia berharap dengan adanya kuesioner, pihak kampus dapat menge-tahui dosen yang tidak memiliki kapasi-tas dalam mengajar dan menyampaikan materi. Selain itu, Hari meminta dosen dapat memberikan motivasi untuk me- rangsang semangat anak didiknya, se-hingga ketika keluar kelas dapat menge- tahui jati dirinya sebagai mahasiswa. Dalam mengisi kuesioner, Muk-min meminta mahasiswa untuk tidak main-main dalam memberi penilaian terhadap kinerja dosen. “Enggak usah takut karena memang tidak pernah ada identitas yang dapat dilacak. Kalau pun ada dosen yang mengancam, ada me-kanisme yang melindungi kalian,” tam-bah Mukmin. Bagi para dosen, Aunur berharap dapat menyadari dan menem-patkan diri sebagai guru yang baik dan siap ditiru oleh mahasiswa. “Itu kembali kepada niat awalnya. Kalau memang hatinya menjadi guru, ya sesibuk apapun dia tetap harus ke sini untuk mengajar,” ujar Aunur.

Reportase bersama: Himahinayah, Rizma Rosyta, Aisyah Humaida

• Mukmin Zakie, dosen FH UII saat ditemui di kantor Pusat Studi Hukum Agraria FH UII (29/12).

Himah/Keadilan

Page 6: K post magang

Keadilan Post Magang 2014 | 6

Semarak Puisi untuk Yogyakarta“Acara ini sebagai media tegur sapa antara sastrawan, penerbit, penulis, dan juga masyarakat, baik dari komunitas kampus dan luar kampus,” ujar Sukandar, panitia bagian publikasi acara.

Oleh: Sehabuddin Ardiansyah

SEKITAR KITA

Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) memberikan waktu pelayanan dari pukul

08.00-12.00 dan 13.00-15.30. Namun, mahasiswa merasa tidak puas dengan waktu pelayanan tersebut. Selain itu, ketidakdi- siplinan jeda istirahat dan minimnya jumlah buku dalam koleksinya juga menjadi masalah. Sepintas hal tersebut terlihat sepele, tetapi apabila didiamkan terlalu lama dan tidak ada perubahan dari pihak kampus akan berdampak cukup serius. Masalah-masalah tersebut tidak sekadar berimbas pada kepuasan mahasiswa, tetapi juga pada karya tulis mahasiswa. Terlebih tugas-tugas yang dikerjakan dengan plagiarisme. Sering kali mahasiswa terhambat untuk men-cari literatur dalam penulisan, sebab waktu pelayanan perpustakaan yang pendek. Di sisi lain, pihak kampus menjanjikan perpanjangan waktu pelayanan perpustakaan, apabila geliat mahasiswa dalam menggunakan perpustakaan meningkat. Untuk merealisasikannya, pihak kampus melakukan uji coba dengan memperpanjang waktu pelayanan, pada saat seminggu menjelang ujian akhir semester. Dari percobaan tersebut pihak kampus akan menilai animo mahasiswa dalam menggunakan perpustakaan. Apabila bertambah, maka akan dilanjutkan. Sebab penambahan waktu pelayanan berkaitan dengan anggaran gaji dan tenaga pegawai. Terwujudnya perpustakaan impian tidak hanya bergantung pada pemangku kebijakan, mahasiswa sebagai pengguna utama memiliki andil yang sangat besar dalam perubahannya. Geliat mahasiswa dalam membaca dan menggunakan perpus-takaan menjadi pertimbangan yang besar dalam mewujudkan perpustakaan dambaan. Tak hanya perpustakaan, tenaga pendidik yang berkompeten juga menjadi hal penting dalam mewujudkan mahasiswa yang berkualitas. Peningkatan mutu anak didik dalam suatu lembaga pendidikan berkaitan erat dengan kualitas tenaga pen-didik, tidak terkecuali di UII sebagai kampus swasta tertua di Indonesia. Pihak kampus memberikan Kuesioner Nilai Kinerja Dosen (KNKD) untuk melibatkan mahasiswa dalam peningkatan mutu dosen. Namun, sikap suka asal mahasiswa dan kurangnya dosen dalam memberi pemahaman terkait pentingnya KNKD menjadi penghambat dalam mewujudkan tujuan KNKD. KNKD yang diharapkan sebagai tempat bercermin dosen dinilai tidak memberikan efek. Terlibatnya mahasiswa dalam pengisian juga sebagai bentuk partisipasi yang diharapkan dapat mem-berikan penilaian terhadap dosen secara langsung, juga tidak memberikan dampak yang signifikan. Untuk tetap berkomitmen dalam meningkatkan mutu pendidikan, pembenahan sarana dan prasarana penunjang, se- perti perpustakaan yang dimanfaatkan dengan maksimal oleh mahasiswa harus terus dilakukan. Para pengajar perlu dievalusi untuk menambah kualitasnya, sebab menjadi hal utama dalam mencetak anak didik yang berkualitas. Keseriusan mahasiswa dalam memberikan penilaian evaluasi terhadap dosen juga wajib ditingkatkan. Mahasiswa, dosen, dan perpustakaan merupakan sebuah mata rantai yang tidak bisa dipisahkan. Ketiganya saling memberikan efek. Dosen merupakan tokoh utama dalam mentransformasi ilmu, dan perpustakaan merupakan sarana yang digunakan sebagai penunjang pembelajaran di luar kelas. Mahasiswa sebagai subjek sekaligus objek dalam mata rantai tersebut. Apabila ketiga hal tersebut berlaku sesuai dengan kapasitas dan kualitasnya, maka lembaga pendidikan yang bermutu akan

terwujud.

Yogyakarta-Keadilan. Studio Pertun-jukan Sastra (SPS), Sabtu (27/12), me- ngadakan acara bincang-bincang sastra yang digelar di halaman depan Taman Budaya Yogyakarta pada pukul 20.00. Acara ini merupakan pementasan yang ke-111 dengan tema “Pesta Puisi Akhir Tahun”. Selain digelar secara gratis, para penonton disuguhkan makanan dan minuman yang dapat diambil di meja belakang tempat duduk mereka. Di

dalam acara tersebut juga terdapat stand penjualan buku-buku sastra karangan sastrawan-sastrawan terkenal, seperti Dewa Plo. Dari beberapa buku yang di-jual terdapat buku yang sudah ditandata-ngani oleh penulisnya sendiri. Acara ini diselenggarakan se-bulan sekali untuk mempererat tali per-saudaraan antar sastrawan, penulis, pe- nyair, komunitas-komunitas sastra, baik dari dalam kampus maupun dari luar

kampus. “Acara ini sebagai media tegur sapa antara sastrawan, penerbit, penulis, dan juga masyarakat, baik dari komuni-tas kampus dan luar kampus,” ujar Su-kandar, panitia bagian publikasi acara. Para sastrawan muda, komu-nitas sastra dari berbagai daerah dan universitas turut meramaikan acara ini, diantaranya dari Universitas Ahmad Dahlan, Universitas Gadjah Mada, Uni-versitas PGRI Yogyakarta, Unit Study

EDITORIAL

Page 7: K post magang

Keadilan Post Magang 2014 | 6 Keadilan Post Magang 2014 | 7

• Yuono Agus Dewantoro yang ikut memeriahkan.acara ‘Puisi Akhir Tahun’ di Taman Budaya Yogyakarta (27/12).

Sastra dan Teater Universitas Negeri Yogyakarta. Selain itu ada juga Ngopi- nyastro dan Teater Topi yang merupa-kan komunitas sas-tra dari luar kampus turut mengisi acara tersebut. Dalam aca-ra ini banyak meng-hardirkan satrawan senior salah satunya, Mustofa W. Hasyim. Dia merupakan pe-nulis puisi, cerpen, novel, naskah dra-ma, dan tulisan hu-mor sejak tahun 70-an. Dia pun aktif di berbagai komunitas sastra, salah satunya Komunitas Teater Melati. Sukandar, selaku pembawa acara, membuka pementasan dengan membacakan nama sastrawan yang akan tampil, seperti Dewo Plo feat Sof- yan Death Vomit, Kukuh Lutfi, Teater Topi, Slamet Riyadi Sabrawi, Nayla Hakim, Whisnu Aji-tama, dan Raedu Basha. Acara dimulai dengan pembacaan puisi yang berjudul Mesin Kawin oleh sastrawan muda Yuo-no Agus Dewantoro. Gerak tubuhnya menyesuaikan teks puisi yang dibaca, sehingga mengundang tawa penonton. Dilanjutkan pembacaan puisi oleh sas-trawan lainnya, baik itu karangan sendiri atau karangan orang lain. “Ini pesta pu-isi kebanyakan yang diangkat puisi, ada yang membacakan puisinya sendiri, ada yang dari karya orang,” jelas Sukandar. Berbeda dengan acara pada u- mumnya, hal yang menarik dalam per-tunjukan ini adalah para pengisi acara duduk berbaur dengan penonton, se-hingga di antara mereka dapat berbin-cang-bincang langsung. Para pengisi acara juga berpakian layaknya penonton lain, tidak ada pembeda antara mereka. “Kita semua di sini itu tamu, kita hor-mati, SPS itu menjadi media untuk sia-papun yang mengharap membuat puisi bukan hanya menjadi teks, tapi juga dalam pertunjukan,” ujar Sukandar. Menurut Adi Utomo, salah seorang

penonton mengatakan, bagian yang me-narik dari puisi itu adalah dapat mem-buka cakrawala bagi pendengarnya.

Sukandar menjelaskan dalam acara ini tidak hanya ada pembacaan puisi saja, tetapi terdapat juga penampi-lan musikalisasi puisi, teaterikal puisi, dan deklamasi puisi. Ketika ditanya me- ngenai banyaknya penampilan puisi, Su-kandar mengatakan, “Sastra itu kan ada cerpen, novel, kita diskusi, tapi memang kita tidak bisa pungkiri dari 110 acara itu 60 persennya puisi, rata-rata puisi. Karena puisi itu banyak diminati”. Se-lain itu juga ditampilkan jenis puisi baru yaitu puisi yang dipadukan dengan salah satu aliran musik underground, bernama puisi underground. Pembacaan dibawakan oleh sastrawan senior, Dewo Plo yang berkolaborasi dengan Sofyan, gitaris dari Death Vomit band underground asal Yogyakarta. Dibacakannya puisi underground pada pukul 22.30 tersebut, maka bera-khirlah acara bincang-bincang sastra bu-lan ini. Walaupun dalam penampilannya terdapat sedikit kesalahan teknis, yakni sound yang digunakan oleh Sofyan sang gitaris terkadang mati saat pembacaan puisi, namun mereka tetap mendapat

tepuk tangan dari penonton. Kemu-dian di akhir acara diadakan foto ber-sama para pengisi acara sebagai kenang-

kenangan. Mustofa yang merupakan sas-trawan senior, seka-ligus ketua SPS, sa- ngat mengapresiasi puisi underground tersebut. Dia me- ngatakan, “Menurut saya memperkaya jenis keindahan pu-isi, kan puisi itu ada yang dibaca biasa, ada yang dinyanyi-kan, ada yang diun-dergroundkan, dan ada yang diteater-kan, ada yang di-dramakan, dan itu saya kira itu sah-sah saja”. Sukandar me-nambahkan bahwa perkembangan sas-tra saat ini sangat menggembirakan. Karena semakin banyak event tentang sastra yang diadakan baik lingkup univer-

sitas maupun komunitas-komunitas di luar kampus. Berbeda halnya dengan Mus- tofa dan Sukandar, Adi mengatakan bahwa perkembangan sastra saat ini cenderung memprihatinkan, karena kebanyakan kaum muda berseni tanpa memperhatikan roh dan esensi seni tersebut. Adanya pertunjukan ini, di-harapkan dapat membuat masyarakat semakin peduli untuk menghidupkan, mengembangkan, serta membudayakan sastra, khususnya di daerah Yogyakarta. “Seni harus tetap dibudayakan, kota Yog- yakarta kan kota budaya, jadi seni harus dihidupkan,” ujar Adi. Menurutnya aca-ra ini lumayan bagus, dan lebih hidup, karena puisi ternyata tidak hanya dapat dinikmati melalui majalah saja, melain-kan juga dapat dipentaskan.

Reportase bersama: Fajri Nur Imam

Sehab/Keadilan

Page 8: K post magang

FRAGMEN

Keunikan yang Tidak Tergerus Zaman

Sebuah keharusan bagi pekerja pabrik mi lethek un-tuk memperoleh hasil yang sempurna. Bergulat dengan waktu yang lama dalam pembuatannya, serta suhu yang panas dan pengap menjadi hal yang biasa mereka jalani. Pabrik mi lethek terletak di Dusun Bendo, Desa Trimurti, Kecamatan Sranda-kan, Kabupaten Bantul, Yogyakarta, telah berdiri sejak tahun 40-an dan tetap mempertahankan cara tradisional dalam pem-buatannya.

Peracikan mi lethek diawali dengan merendam tepung gaplek ke dalam bak berisi air selama dua hari. Saat proses perendaman akan tercium aroma yang tidak sedap. Tahap selanjutnya, tepung gaplek diangkat dan ditiriskan. Lalu di-padukan dengan tepung tapioka menggunakan alat penggiling batu besar yang ditarik sapi, agar menghasilkan adonan yang lebih pulen ketimbang menggunakan alat modern. Sapi yang digunakan dalam proses pembuatan adonan berjumlah tiga ekor, akan tetapi dalam sekali produksi hanya digunakan dua ekor sapi dan digilir dalam setiap tahap yang berbeda. Untuk pengovenan adonan mi, juga masih menggunakan tungku kuno berbahan bakar kayu, dimana adonan berubah menjadi ke-coklatan. Namun dalam pembentukan adonan menjadi mi, menggunakan mesin pres modern.

Penjemuran mi masih bergantung pada sinar ma-tahari. Musim yang tidak bersahabat menyebabkan terham-batnya proses pengeringan dan berimbas pada kualitas mi. Hal ini terkadang membuat para pekerja menganggur. Selain itu, hujan membuat kayu bakar menjadi basah dan sukar terba-kar. “Jadi untung-untungan produksinya,” keluh salah seorang pekerja. Semua hasil pretelan mi lethek yang telah siap, disortir untuk memilah kualitas baik, sedang, dan buruk. Mi lethek yang buruk dijual untuk pakan unggas.

Mi lethek dijual dengan harga 65 ribu rupiah per lima kilogram untuk kualitas bagus, 8.000 rupiah dan 2.000 rupiah per satu kilogram untuk kualitas sedang dan buruk. Seolah memikat calon pembeli, persediaan mi lethek selalu ha-bis terjual.

Fajri/Keadilan

Pencampuran tepung gaplek dan tepung tapioka

2

Aryo/Keadilan

Pemotongan adonan

3

Aryo/Keadilan

Pengadukan tepung gaplek

1

Aryo/Keadilan

Page 9: K post magang

Aryo/Keadilan

Pengepresan adonan menjadi mi

Narasi: Aryo Budi Prasetyo

Foto: Aryo Budi P., Aisyah Humaida, Fajri Nur I.

Aryo/Keadilan

Pengovenan adonan

45

Hasil mi yang sudah kering

Aisyah/Keadilan

6

Aryo/Keadilan

Penyortiran mi lethek

7

Page 10: K post magang

Keadilan Post Magang 2014 | 10

RESENSI

‘Denting’ Hukum, Harmonikan Keluarga“My father is a lot of unpleasant things, but murderer is not one of them.” -Henry Hank Palmer

Oleh: Nurul Aulia

Sutradara : David Dobkin

Penulis : Nick Schenk, Bill Dubuque

Pemain : Robert Downey, Jr., Robert Duvall, Vincent D’onofrio, Jeremy Strong

Tanggal rilis : 10 Oktober 2014

Durasi : 142 menit

The Judge berawal dari kembalinya seorang pengacara muda, Henry Hank Palmer (Robert Downey,

Jr.) ke kampung halamannya, Carlinville, Indiana. Kepulangan Hank dari Chicago sebab kabar kematian ibunya yang di- sampaikan Glen Palmer, kakaknya (Vin-cent D’onofrio). Hank tidak memiliki hubungan harmonis dengan sang ayah, Joseph Palmer (Robert Duvall). Dia tidak dapat menyembunyikan kecang-gungannya, ketika melihat Joseph ke-luar dari kamar jenazah ibunya dan me- nyalami para tamu. Begitupun dengan sang ayah, terkejut melihat Hank berdiri tidak jauh di depannya. Hank mendekati ayahnya dengan langkah pelan dan ber-jabat tangan, tidak ada pelukan hangat, hanya sapaan dan jabat tangan. Kematian sang ibu mem-buat Hank kembali berkumpul dengan ayahnya, Glen, dan Dale Palmer (Jeremy Strong), adiknya. Dale yang mengalami keterbelakangan mental, memiliki hobi mengambil video dengan kamera yang tak pernah lepas dari tangannya. Berbe-da dengan Dale, kecelakaan menyebab-kan sebelah tangan Glen patah tulang, sehingga dia harus mengubur mimpinya menjadi pemain baseball, akibat kesala-han Hank di masa lalu. Hal ini menjadi salah satu penyebab kurang baiknya hubungan Hank dan Joseph. Karena hubungan dengan ayahnya semakin buruk, Hank tidak ingin tinggal berlama-lama di Carlin-

ville. Apalagi ketika ayahnya memba-has perselingkuhan istrinya, Lisa (Sarah Lancaster). Namun, niat untuk segera meninggalkan Carlinville gagal. Ayahnya dituduh telah melakukan pembunuhan terhadap Mark Blackwell (Mark Kiely). Hank menjadi satu-satunya orang yang dapat membela di persidangan. Hanya saja, fakta bahwa dia dan ayahnya tidak memiliki hubungan yang baik membuat hal tersebut sedikit sulit. Joseph sempat menolak Hank menjadi pengacaranya dan lebih memilih C.P. Kennedy sebagai pembelanya. Hank memiliki watak keras kepala, arogan, ambisius, percaya diri, dan berotak cerdas, membuatnya men-jadi pengacara sukses yang telah berhasil memenangkan banyak kasus. Ayahnya, seorang hakim senior yang telah meng-abdi selama 42 tahun, membuatnya di-hormati oleh masyarakat Carlinville. Kemiripan watak keduanya, ditambah dengan sifat Joseph yang tegas dan otoriter juga menjadi penyebab hubu- ngannya dengan Hank menjadi lebih buruk dan sering berselisih paham. The Judge merupakan sebuah film drama keluarga sekaligus hukum, menceritakan tentang hubungan yang tidak harmonis antara ayah dan anak. Banyak pesan moral yang dapat dija- dikan pelajaran dalam kehidupan. Sikap seorang hakim yang bijaksana dalam menjalani proses hukum demi nilai keadilan. Nilai-nilai kekeluargaan yang terdapat di dalamnya, membuat film ini mengharukan. Robert Downey, Jr. membawa-kan peran Henry Hank Palmer dengan totalitas dan penuh pesona. Downey yang menjadi salah satu nominasi Acade-my Awards ini, berhasil menjadi pengaca-ra terkenal yang handal dan lihai dengan sangat baik. Downey yang biasanya ber-peran dalam film fantasi kini mendapat-kan peran yang sedikit berbeda, lebih se-rius dibandingkan peran-perannya yang lain. Walaupun begitu dalam film ini

dia tidak selalu tampil serius, dibebera-pa dialognya Hank juga memberikan sedikit humor. Namun tetap saja, pe- rannya sebagai Hank Palmer, Tony Stark (Iron Man) ataupun detektif Sherlock Holmes, tidak dapat menyembunyikan karakter asli Downey sebagai orang yang ceplas-ceplos, sangat percaya diri, dan cuek. Joseph Palmer diperankan oleh aktor senior berumur 83 tahun ini mem-berikan kesan tersendiri. Robert Duvall masih mampu berakting dengan sangat baik dan tampil luar biasa. Pengalaman-nya yang telah banyak membintangi film Hollywood, mendukung Duvall meme- rankan Joseph sebagai hakim yang be-gitu dihormati dengan maksimal.Robert Downey, Jr. dan Robert Du-vall merupakan dua aktor terbaik yang memberi harapan tinggi terhadap film ini. The Judge terlihat sangat menarik ketika menampilkan hubungan antara ayah dan anak. Namun terkesan mem-bosankan, saat adegan-adegan persida- ngan mendominasi isi film. David Dob-kin sering menghadirkan konflik baru dan potongan cerita yang belum tuntas, sehingga terkesan sangat lama. Seperti hubungan Hank dengan kekasihnya, Samantha (Vera Farmiga). Film ini akan

dok.

Page 11: K post magang

Keadilan Post Magang 2014 | 10 Keadilan Post Magang 2014 | 11

lebih efektif jika berpusat eksklusif pada dinamika keluarga. The Judge merupakan film per-tama David yang bergenre nonkomedi. Dia berusaha terlalu keras dalam pem-buatannya sehingga terkesan memak-sakan. Penonton yang menyukai drama ‘berbau’ hukum akan kecewa karena aspek ceritanya yang datar. Namun, ke-hebatan akting dua aktor utama dalam memerankan hubungan ayah dan anak yang tidak harmonis, mampu menutupi kekurangan film ini. Nick Schenk dan

Bill Dubuque sebagai penulis skenario terkesan cukup kasar dalam memberi-kan kalimat-kalimat dialog. Ada bebera-pa percakapan yang sangat tajam. Teru-tama saat pertengkaran antara Hank dan Joseph. Terlepas dari kekurangannya, The Judge merupakan film yang menarik untuk ditonton. Kolaborasi hebat yang memikat antara Robert Downey, Jr. dan Robert Duvall membuat perasaan penonton campur aduk. Alur cerita yang disusun dengan sangat baik mem-

buat emosi turun naik saat menonton film ini. Soundtrack yang dipilih dari al-bum Water Tower Music oleh Thomas Newman, sang komposer musik, men-dukung akting para pemain dalam setiap adegannya dan memberi efek tersendiri bagi penonton. David Dobkin berhasil mempersembahkan sebuah film yang memberikan pesan bahwa harta yang paling berharga adalah keluarga. The Judge adalah film yang baik untuk diton-ton bersama keluarga.

DARI KAMI

Assalamu’alaikum Wr. Wb.Salam sejahtera untuk kita semua. Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, kami dapat menghadirkan Keadilan Post edisi Magang dengan informasi yang berimbang dan aktual bagi para pembaca. Kami ucapkan terima kasih kepada para pihak yang turut dalam proses pembuatan hingga penyelesaian buletin ini. Atas nama LPM Keadilan kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam Keadilan Post edisi Magang ini. Pembaca dapat mengirimkan kabar permasalahan yang terjadi di lingkup UII dan/atau Yogyakarta pada kolom Surat Pembaca. Kami membuka peluang untuk maha-siswa, dosen ataupun publik untuk menulis dalam rubrik Opini. Kami juga menerima kritik dan saran sebagai koreksi untuk terbitan selanjutnya.Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

REPORTER : SELURUH KADER LPM KEADILAN

W

Keadilan PostInformatif, Komunikatif, Aspiratif

[email protected]. TAMAN SISWA 158 YOGYAKARTA 65515

TELP (0274) 377043 - 379171/ HP 082120986712

PIMPINAN REDAKSI:

REDAKTUR PELAKSANA:-FAJRI NUR IMAM

SEKRETARIS REDAKSI: -NURUL AULIA

EDITOR BAHASA: -TRI WIJAYANTI K. D. -HIMAHINAYAH

DESAIN: -RIZMA ROSYTA-SEHABUDDIN ARDIANSYAH

PERUSAHAAN: -ARYO BUDI P.-PAISAL SALMAN A.

KEADILAN POSTDITERBITKAN OLEH

LPM KEADILAN

MAGANG

-MUHAMMAD ARIEL F.

-AISYAH HUMAIDA

FOTOGRAFI: -RANI PUTI MELINDA -SURAYYA AZZUHRA S.

Page 12: K post magang

Keadilan Post Magang 2014 | 12

OPINI

Mengembalikan Marwah UII Sebagai Kampus Perjuangan“Aku titip UII, tolong dijaga dan dikembangkan.” -Prof. KH. Abdul Kahar Muzakkir

Oleh: M. Yasin al-Arif*

Universitas Islam Indonesia (UII) dibangun dengan sema- ngat perjuangan integrasi anta-

ra ilmu pengetahuan umum dan ilmu agama Islam. Semangat ini didukung pula dengan keprihatinan, karena tidak adanya sebuah lembaga pendidikan tinggi Islam yang mampu mengajar-kan Islam secara mendalam. Sehingga lulusan yang dihasilkan dapat menjadi cendekiawan yang berwawasan ilmiah dan agamis. Menurut Muhsin (2002: 27), awal mula pendirian UII bukanlah se-bagai universitas, melainkan sebagai Sekolah Tinggi Islam (STI) yang resmi didirikan pada tanggal 8 Juli 1945. Pen-dirian STI ini diprakarsai oleh empat organisasi besar. Tergabung dalam Ma-jelis Islam A‘la Indonesia (MIAI), yaitu NU –Nahdlatul Ulama-, Muhammadi-yah, PUI –Persatuan Umat Islam- yang berpusat di Majalengka, dan PUII –Per-satuan Umat Islam Indonesia- yang ber-pusat di Sukabumi. Empat organisasi tersebut kemudian bergabung dalam satu wadah, yaitu Masjoemi, yang meru-pakan penjelmaan baru dari MIAI. Kemudian pada tahun 1948 STI dikembangkan menjadi UII. Hal terse-but didasarkan oleh beberapa pertim-bangan. Dalam buku Sejarah dan Dina-mika UII (2002) dikemukakan dua versi pertimbangan tersebut. Versi pertama, menyebutkan ada enam pertimbangan perlunya STI dimekarkan. Yaitu, kesatu, dalam Islam tidak ada pemisahan antara paham kenegaraan dan paham agama. Kedua, ada kewajiban bagi umat Islam untuk melaksanakan hukum-hukum Allah. Ketiga, belum ada perguruan tinggi yang berlandaskan Islam dan mampu menyiapkan tenaga ahli dalam berbagai lapangan. Keempat, di zaman penjajahan, pendidikan hanya diseleng-garakan untuk mendukung kepentingan penjajah. Kelima, umat Islam kekura- ngan tenaga ahli dalam berbagai bidang. Keenam, memberi kesempatan kepada sekolah agama dan pelajar pesantren un-tuk dapat meneruskan pelajaran pergu-

ruan tinggi yang memberikan ilmu-ilmu keahlian praktis kemasyarakatan (Trias Setiawati, 2007:81). Versi kedua disinggung dalam buku Setiawati (2007: 81), yaitu pernya- taan panitia perbaikan STI yang ter-kandung dalam do-kumen panitia: “Sudah berpuluh-puluh tahun anak-anak kita yang berji-wa nasional terpaksa mengembara ke negeri orang, me- ninggalkan kaum ke-luarga dan tanah air, berbulan-bulan bah-kan bertahun-tahun menderita untuk menjadi pelajar pada bermacam-macam university, terserak di Eropah, Mesir, Me-kah, bertaburan di Baghdad dan India dan sebagainya, jauh dan terasing dari tiap-tiap pergaulan masyarakat dan per-juangan bangsa. Apa-kah kita tidak sang-gup dan tidak mampu mendirikan university sendiri? Apakah umat Islam Indonesia de- ngan penjajahan ga-nas selama 350 tahun telah menjadi lumpuh sehingga tidak mampu mendirikan dan memelihara se-kolah-sekolah tinggi dan university sendi-ri.” (Trias Setiawati, 2007:81). Dua pertimbangan tersebut-lah yang menjadi tonggak dasar tujuan pengalihan STI menjadi UII. Marwah UII terletak pada niat tulus para pen-diri untuk memperjuangkan pendidikan Islam yang berpengetahuan umum. Di samping itu mereka pun mengupayakan para peserta didik untuk menjadi sarjana unggul yang berguna bagi pembangu-nan bangsa dan negara.

Selain itu, peran pengajar sa-ngat menentukan kualitas peserta didik yang dihasilkan. Mereka merupakan pengajar yang luar biasa, meskipun pada saat itu kekurangan fasilitas, seperti tem-pat kuliah yang tidak menetap. Walau-

pun sebagian besar dosen merupakan tokoh-tokoh pendiri bangsa yang sibuk melakukan perjuangan kemerdekaan, namun mereka tetap setia mendampingi mahasiswa yang menyimpan jiwa ksatria untuk menuntut ilmu. Seperti disebutkan dalam buku Muhsin (2002: 53), bahwa tempat kuliah untuk “tingkat pendahuluan” di Pendopo Ngadiwinatan (sampai tahun 1951), sedangkan perkuliahan untuk fakultas-fakultas yang ada dilaksana-kan secara berpindah-pindah, di Masjid Syuhada, Terban Taman (Jl. Cik Ditiro

Page 13: K post magang

Keadilan Post Magang 2014 | 12 Keadilan Post Magang 2014 | 13

sekarang) atau rumah-rumah dosen. Di antara rumah dosen yang dijadikan tem-pat kuliah adalah KH. Hannad Noor (Kauman), Prof. Mr. Notosusanto (Jl. Taman Siswa), Prof. Mr. A.G. Pringgo- digdo (Jetis), dan Mr. Soenarjo. Bahkan ujian-ujian untuk ma-hasiswa tidak dilaksanakan di kelas, tetapi di rumah para dosen (misalnya rumah Prof. KH. A. Kahar Muzakkir). Terlebih lagi ujian mahasiswa dilakukan di atas kereta seperti yang sering dilaku-kan oleh Prof. Mr. R. H. Kasman Si- ngodimedjo, salah seorang dosen yang

sering melaksanakan ujian di atas kereta api, dalam perjalanan pulang atau pergi ke Jakarta. Di samping tempat kuliah tidak menetap, gedung sekretariat UII juga berpindah-pindah yang masa ini masih bertempat di Jl. Ngabean No. 15 Yogyakarta (Djauhari Muhsin,et.al,2002:53). Dengan niat tulus dan jiwa pengorbanan para dosen untuk menga-jar inilah, kemudian melekat dalam diri peserta didik setelah mereka lulus men-jadi sarjana. UII oleh mahasiswa saat itu dijadikan Kawah Candradimuka, tempat

pertapaan dalam ikhtiar menuntut ilmu dengan penuh keprihatinan. Tidak he- ran jika peserta didik yang dihasilkan UII saat itu, seperti Mahfud MD, Ar-tidjo Al-Kostar, dan Busyro Muqoddas tampil sebagai tokoh yang disegani saat ini.

Meneropong Kelemahan UII Perkembangan UII semakin pesat. Berbagai perbaikan terus digulir-kan. Mulai dari peningkatan sarana dan prasarana, peningkatan program studi, usaha meningkatkan mutu staf penga-

jar, dan peningkatan usaha-usaha kerja sama dalam negeri dan luar negeri. Se-mua perbaikan dan inovasi ini dimaksud-kan untuk menunjang proses belajar dan mengajar di lingku- ngan UII. UII sudah mendapatkan simpati dan kepercayaan dari masyarakat. Dibukti-kan dengan semakin meningkatnya jum-lah mahasiswa setiap tahun. Pada periode Tahun Akademik 2012/2013 menun-jukkan peningkatan yang signifikan, de- ngan jumlah pendaf-tar mencapai 18.163. Menurut Nandang Sutrisno (Mantan Wakil Rektor I), pendaftar UII terse-bar di 33 provinsi di Indonesia, artinya semua provinsi ter-

wakili dan reputasi UII telah diakui oleh masyarakat. Berdasarkan data yang dilansir dari www.uii.ac.id persentase ter- tinggi 23,5 persen pendaftar dari Jawa Tengah, disusul Daerah Istimewa Yog- yakarta 19 persen dan Jawa Barat de- ngan 7 persen. Berbagai keberhasilan tersebut membawa UII mencapai puncaknya dengan mendapatkan akreditasi A dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi. Di sisi lain, menurut pengamatan penulis, dewasa ini UII telah kehilangan semangat perjuangan mencetak sarjana

yang tangguh dan berintegritas, serta dipercaya di masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari bebera-pa indikasi yang penulis peroleh selama belajar di Fakultas Hukum UII. Adapun indikasi tersebut adalah pertama, para dosen pengajar sebagian tidak mem-berikan pelajaran moral ketika mengajar. Mereka seolah hanya mengemban ama- nat untuk penyampaian materi kuliah saja dan melupakan kewajiban sebagai seorang pendidik untuk mendidik hati, bukan hanya mendidik pikiran dengan memberikan pelajaran akhlak dan mo- ral. Kedua, di satu sisi mahasiswa dilarang untuk menitipkan absensi ke-hadiran. Namun di sisi lain banyak dari dosen yang hanya memberikan satu sesi mata kuliah tetapi menandata- ngani absen kehadiran dengan dua kali tanda tangan. Alasan dosen melakukan hal tersebut diantaranya yaitu, mempu- nyai banyak kegiatan di luar kampus dan tidak sempat untuk mengganti jamnya. Hal tersebut dilakukan guna memenuhi syarat pertemuan, karena dalam satu semester harus melakukan tatap muka sebanyak 14 kali jika mata kuliah terse-but dua sistem kredit semester. Kadang dosen setengah hati dalam mengajar dan terkesan lebih mementingkan uru-san luar yang lebih menjanjikan. Ketiga, ketidakberhasilan kam-pus dalam mendidik moral dan karakter yang baik mahasiswa UII. Hal ini dapat dibuktikan berdasarkan fakta di lapang- an bahwa banyak dari mahasiswa yang melakukan titip absen (TA). TA sudah dianggap sebagai hal biasa di lingkung- an kampus sehingga hal ini menjadi budaya. Kebiasaan TA memang diang-gap hal kecil. Namun sekecil apapun perbuatan tersebut adalah kecurangan yang dilarang oleh agama maupun oleh lingkungan masyarakat. Kebiasaan me-lakukan perbuatan curang ini akan ber-dampak pada pembentukan pribadi ke-tika mereka bekerja kelak. Keempat, kampus FH UII mempunyai fasilitas yang lengkap dengan didirikannya berbagai lembaga yang bergerak di bidang hukum. Con-tohnya, Pusat Studi Hukum dan Hak Asasi Manusia (PUSHAM), Lembaga Konsultan dan Bantuan Hukum, dan lain-lain. Namun di kampus FH UII sendiri tidak memberikan fasilitas ter-hadap difabel, yaitu orang-orang yang

Ilustrasi oleh: Fajri

Page 14: K post magang

Keadilan Post Magang 2014 | 14

mempunyai kemampuan berbeda atau kemampuan khusus. Seharusnya PUS- HAM sebagai lembaga yang bergerak di bidang hak asasi manusia dapat mem-perjuangkan hal tersebut. Difabel juga mempunyai hak yang sama untuk me- nempuh pendidikan di kampus FH UII. Kelima, kebijakan kampus yang memberikan gaji karyawan di bawah Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK). Berdasarkan Keputusan Dae-rah Istimewa Yogyakarta Nomor 370/KEP/2012 tentang Upah Minimum Kabupaten/Kota Tahun 2013 di Dae-rah Istimewa Yogyakarta, UMK kota Yogyakarta sebesar 1.065.247 rupiah. Berdasarkan wawancara penulis de- ngan Supardi sebagai pegawai kontrak, dia menyatakan bahwa gaji sebulan hanya diberikan sebesar 900 ribu ru-piah. Ngadirin, sebagai pegawai kontrak yang bertugas sebagai pengantar minum dosen, menyatakan bahwa dia hanya digaji 812.000 per bulan. Tentu hal ini mencederai kampus UII sebagai kam-pus perjuangan. Mengacu pada lima indikasi yang telah penulis sebutkan di atas, maka dapat dikatakan FH UII atau UII kehilangan marwah sebagai kampus perjuangan. Perjuangan untuk membela hak-hak kaum minoritas dalam men-dapatkan pendidikan, menyejahterakan kaum lemah, serta menjadikan peserta didik menjadi lulusan yang berintegritas.

Menuju UII yang Lebih Baik Dengan melihat kelemahan-kelemahan yang telah penulis paparkan di atas, maka perlu adanya perbaikan-perbaikan guna mengembalikan UII se-bagai kampus perjuangan, seperti yang telah di cita-citakan dan diamanatkan para pendiri UII. Adapun perbaikan yang harus dilakukan yaitu, pertama, membangun moralitas serta integritas peserta didik. Tenaga dosen pengajar di UII harus menjadi rule model, serta mampu mem-berikan pelajaran moral serta mempu-nyai niat tulus dalam mengajar. Dalam pencarian tenaga pengajar, tidak hanya kepintaran intelektual semata, namun juga harus mempunyai kepintaran spir-itual. Kedua, memberikan pelajaran akhlak kepada setiap mahasiswa guna membentuk mahasiswa yang berinteg-ritas dan bertanggungjawab. Pemben-tukan akhlak secara sempurna kepada mahasiswa tersebut, diharapkan dapat menghilangkan budaya TA dan dapat menyadari bahwa perbuatan tersebut merupakan akhlak mazmumah. Ketiga, memberikan fasilitas terhadap kaum minoritas, seperti difa-bel untuk mendapatkan hak yang sama dalam memperoleh pendidikan. Mem-berikan kesejahteraan kepada karyawan yang tergolong tidak mampu sebagai amal jariah UII, bukan memberikan upah yang di bawah UMK.

Sebagai usaha untuk menjang-kau arus globalisasi dan ketatnya per-saingan dengan berbagai universitas, kampus UII harus terus dikembangkan baik dari sistem pembelajaran, pening-katan sarana dan prasarana, maupun peningkatan program studi. Pengem-bangan tersebut tidak boleh meng-hilangkan nilai-nilai keislaman dan semangat juang untuk menghasilkan lu-lusan yang berkualitas. Sesuai dengan pesan terakhir Prof. Abdul Kahar Muzakir, yaitu un-tuk menjaga dan mengembangkan UII. Maka UII terus memajukan diri, hingga mendapat pengakuan di lingkup nasio- nal maupun internasional. UII juga harus tetap menjaga nilai-nilai keluhuran dan semangat juang, menanamkan ke-pada mahasiswa nilai-nilai moral serta menjunjung tinggi akhlak. Kampus UII merupakan kam-pus perjuangan, karena didirikan di za-man penjajahan. Ketika itu, penduduk Indonesia sebagian besar tidak mem-punyai pendidikan. Untuk mendalami keilmuan agama Islam, hampir tidak ada perguruan tinggi yang memberi-kan pemahaman tentang agama Islam. Sehingga para tokoh pendiri UII, beru-saha membangun perguruan tinggi yang menampung orang-orang tidak mampu. Tidak lepas dari kepribadian para pengajar yang memberikan pelajar-an moral, serta mencontohkan perilaku yang baik dalam kesehariannya, para pengajar saat itu benar-benar menjadi teladan bagi peserta didik. Hal ini mele-kat dalam diri peserta didik untuk men-jadi pribadi yang bertanggung jawab, serta mempunyai integritas ketika mere-ka bekerja. Dengan demikian, sangat di-sayangkan jika kampus perjuangan UII dicederai dengan hal-hal yang telah pe-nulis sebutkan di atas. Maka dari itu, UII harus mampu mengembalikan ‘sema-ngat perjuangan’ tersebut . Di tengah-tengah tergerusnya nilai-nilai moral dan akhlak saat ini, perjuangan UII dituju-kan untuk membangun moral dan me-negakkan akhlak pada semua peserta didik. Salah satu cara yang dapat dilaku-kan, para dosen harus menjadi panutan bermoral dan berakhlak baik. Sehingga peserta didik dapat menjadikan dosen-dosen sebagai teladan dan panutan.

*Mahasiswa FH UII angkatan 2011

Ilustrasi oleh Fajri

Page 15: K post magang

Keadilan Post Magang 2014 | 14 Keadilan Post Magang 2014 | 15

Mahasiswa kurang motivasi buat bikin karya ilmiah.

Wong dosen juga jarang yang bikin. (Guru: digugu dan ditiru)

Kuesioner penilaian dosen cuma lima lembar.

Padahal mahasiswanya ratusan.

Mahasiswa suka ngasal ngisi kuesionernya.

Lah terus gimana dosen mau ‘ngaca’?

Kuesioner penting enggak sih ?

Ah palingan cuma formalitas.

Mahasiswanya banyak, pustakawannya cuma empat.

Kuantitas belakangan, yang penting kualitas.

Tugasnya dikasih sore, perpustakaannya tutup sore.

Jangan heran mahasiswanya pilih copas.

Eh, perpustakaan pusat ada reward untuk pengunjung yang sering datang. Di FH ada enggak?

Boro-boro ada reward, baru masuk saja sudah diusir.

DIALEK

Lek DI

Bang ALEK

KARIKATUR

Page 16: K post magang

Keadilan Post Magang 2014 | 16