K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M...

122
KECENDERUNGAN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH TERHADAP PERADILAN AGAMA DAN BASYARNAS DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA EKONOMI SYARIAH Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy.) Oleh: Muhammad Amin 105044101376 K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AL-AHWALU AL-SYAKHSHIYYAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1431 H/2010 M

Transcript of K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M...

Page 1: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

KECENDERUNGAN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH TERHADAP PERADILAN AGAMA DAN BASYARNAS DALAM MENYELESAIKAN

SENGKETA EKONOMI SYARIAH

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Syariah (S.Sy.)

Oleh:

Muhammad Amin 105044101376

K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A

PROGRAM STUDI AL-AHWALU AL-SYAKHSHIYYAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1431 H/2010 M

Page 2: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

KECENDERUNGAN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH TERHADAP PERADILAN AGAMA DAN BASYARNAS DALAM MENYELESAIKAN

SENGKETA EKONOMI SYARIAH

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Syariah (S.Sy.)

Oleh:

Muhammad Amin 105044101376

Di Bawah Bimbingan

Dr. Hj. Mesraini, M.Ag. Hotnida Nasution, S.Ag., MA

150326895 1971063019970320

K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A

PROGRAM STUDI AL-AHWALU AL-SYAKHSHIYYAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

Page 3: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

1431 H/2010 M

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi robbil ‘alamin segala puji serta syukur penulis panjatkan

kehadirat Allah SWT., yang telah mencurahkan berbagai nikmat karunia-Nya yang

tak terhingga kepada seluruh makhluk-Nya tanpa pilah-pilih kasih sehingga penulis

dapat mengenyam pendidikan tinggi dan dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai

salah satu persyaratan kelulusan. Sholawat teriring salam tak lupa disematkan

keharibaan junjungan kita Nabi Muhammad saw beserta keluarga, sahabat-

sahabatnya dan orang-orang yang ikut berjasa berjuang demi tegaknya syariat Islam

di dunia.

Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang dada yang

hinggap dalam diri penulis, karena sebuah tanggung jawab telah terselesaikan.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini kemampuan dan ilmu yang

penulis miliki sangat terbatas sehingga penulisan skripsi ini sangat jauh dari kata

sempurna. Walaupun demikian, inilah yang dapat penulis persembahkan tentunya

dengan kerja keras dan usaha yang melelahkan.

Penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa adanya dukungan,

motivasi dan partisipasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini

perkenankan penulis menghaturkan ucapan terima kasih dan apresiasi yang setinggi-

tingginya kepada:

Page 4: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

1. Bapak Prof. Dr. KH. Muhammad Amin Suma, SH., MA, MM., Dekan

Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta serta Pudek I, II dan III yang telah membimbing dan memberikan

berbagai ilmu kepada penulis.

2. Bapak Drs. H. Ahmad Basiq Djalil, SH., MA., dan Bapak Kamarusdiana,

S.Ag., MH., selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Al-Ahwalus

Syakhshiyyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Dr. Hj. Mesraini, M.Ag. dan Ibu Hotnida Nasution, S.Ag., MA., selaku

dosen pembimbing yang telah membimbing penulis dengan penuh perhatian

dan kesabaran serta terus memberikan semangat dan motivasi kepada penulis.

4. Bapak H. JM Muslimin, Ph.D., yang dengan gaya tegasnya telah memotivasi

penulis

5. Seluruh dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu-ilmu yang bermanfaat.

6. Para pimpinan dan karyawan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu melayani keperluan

penulis.

7. Petugas perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu

menyediakan buku-buku dan referensi lain penunjang skripsi ini.

Page 5: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

8. Segenap pihak Pengadilan Agama Jakarta Pusat, Barat dan Selatan yang telah

menyiapkan data-data baik wawancara maupun dokumentasi yang penulis

perlukan.

9. Segenap jajaran Basyarnas khususnya Ibu Euis Nurhasanah selaku Bendahara

Basyarnas yang telah bersedia meluangkan waktu untuk diwawancarai.

10. Segenap jajaran pimpinan dan staff PT. Pegadaian Syariah yang telah

membantu penulis melengkapi data-data yang diperlukan.

11. Special Thanks’ untuk Ayahanda Muhammad Isa dan Ibunda Suhanah

tercinta yang telah dengan susah payah mendidik dan membesarkan penulis

dengan penuh rasa kasih sayang, sehingga sampai saat ini penulis bisa

menyelesaikan pendidikan tinggi.

12. Kakak-kakak tersayang yang telah banyak memberikan nasihat dan teguran

yang membangkitkan semangat penulis untuk terus berkembang. Keponakan-

keponakanku yang telah menjadi obat penawar lelah.

13. Guru-guru Majelis Ta’lim Al-Qur’an Ar-Rohimi yang telah menempa penulis

dan mendidik penulis untuk menjadi pribadi yang berilmu dan berwawasan

luas.

14. Guru-guru Yayasan Tarbiyah Islamiyah Al-Falah yang telah banyak

memberikan ilmu-ilmu yang manfaat untuk masa depan penulis. Wabil

khusus KH. Ghozi HK, H. Balya Isa, B.Sc., KH. Jamhuri Muhammad, dan

Dra. Ida Idris yang telah banyak memberikan perhatian lebih kepada penulis

Page 6: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

15. Sahabat-sahabatku tercinta wabil khusus julay, yang telah banyak sekali

membantu penulis dalam segala hal, yang dengan tulus dan ikhlas mengiringi

dan menemani setiap aktivitas, memotivasi di saat penulis goyah,

mengingatkan ketika penulis alfa dan memberi masukan-masukan guna

kemajuan penulis.

16. Rekan-rekan Ahwal Syakhshiyyah angkatan 2005, khususnya: Sofyani,

Matot, Azizah, Sugiyanto, Billy, Haris dan Uzy, thanks atas diskusi-diskusi

ilmiahnya.

17. Hikmah, Ela, Hifzi, Baina, Lya, Wati yang telah membantu dan terus

memberikan dorongan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

18. Rekan-rekan Fatihah Community sebagai tempat bertukar pikiran dan curah

gagasan untuk menambah ilmu.

19. Rekan-rekan BEM Jurusan PA, thanks atas ilmu, pengalaman, kesempatan

dan kepercayaannya dalam organisasi

20. Rekan-rekan IPNU, HIQMA, HARISMA dan IKRIMA terima kasih atas ilmu

organisasinya yang sangat berguna bagi penulis di masa yang akan datang.

Page 7: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

Penulis hanya dapat mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada

semua pihak yang telah banyak memberikan bantuan, dukungan dan bimbingannya.

Kepada Allah SWT penulis memohon semoga mereka diberikan pahala yang berlipat

ganda dan dicatat sebagai amal ibadah. Amin ya robbal ‘alamin.

Jakarta, April 2010

Penulis

Page 8: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI vi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 8

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 8

D. Tinjauan Pustaka 10

E. Metode Penelitian 13

F. Tehnik Penulisan Laporan 15

G. Sistematika Penulisan 16

BAB II KONSEPSI LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH

A. Pengertian Lembaga Keuangan Syariah 17

1. Sejarah Perkembangan Lembaga Keuangan

Syariah di Indonesia 20

2. Dasar hukum operasional Lembaga Keuangan Syariah di

Indonesia 25

Page 9: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

B. Profil Lembaga Keuangan Syariah (Pegadaian Syariah)

1. Sejarah Singkat Pegadaian Syariah 27

2. Visi dan Misi 30

3. Struktur Organisasi 30

4. Produk-Produk yang Dihasilkan 32

BAB III PERADILAN AGAMA DAN BASYARNAS SEBAGAI

LEMBAGA PENYELESAI SENGKETA EKONOMI SYARIAH

A. Peradilan Agama di Indonesia

1. Pengertian Peradilan Agama 35

2. Sejarah Peradilan Agama di Indonesia 36

3. Dasar Hukum dan Wewenang Peradilan Agama 40

4. Prosedur Penyelesaian Sengketa Ekonomi

Syariah di Pengadilan Agama 42

B. Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas)

1. Pengertian Basyarnas 51

2. Sejarah Basyarnas 54

3. Dasar Hukum dan Wewenang Basyarnas 56

4. Prosedur Penyelesaian Sengketa Ekonomi

Syariah di Basyarnas 60

Page 10: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

C. Analisis Dasar Hukum dan Wewenang Basyarnas

dan Peradilan Agama 72

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS

A. Kecenderungan Lembaga Keuangan Syariah Terhadap

Basyarnas dan Pengadilan Agama dalam

Menyelesaikan Sengketa Ekonomi Syariah 78

B. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan

Lembaga Keuangan Syariah terhadap Basyarnas

dalam Menyelesaikan Sengketa Ekonomi Syariah 86

C. Analisis 92

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan 99

B. Saran 100

DAFTAR PUSTAKA 101

Page 11: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

BAB I

A. Latar Belakang Masalah

Menurut Aristoteles manusia sebagai zoon politicon ingin selalu hidup

berdampingan dengan sesama bahkan dengan mahluk-mahluk lainnya.

Manusia tidak dapat melepaskan dirinya dari eksistensi lainnya dan akan

selalu bersimbiosis mutualisme satu sama lain1.

Pada saat manusia saling berinteraksi baik antar individu, kelompok

ataupun komunitas, ada kemungkinan terjadi ketidaksesuaian, pertentangan

dan wanprestasi. Fenomena semacam inilah yang akan menjadi landasan

pemikiran dibentuknya sebuah aturan yang nantinya akan mengatur pola

interaksi satu sama lain. Karena kalau dalam sebuah komunitas sosial tidak

memiliki sebuah sistem aturan yang akan mengatur segala tindak tanduk

masyarakatnya, maka akan terjadi kekacauan, konflik, sengketa dan sudah

barang tentu akan berlaku hukum rimba di mana yang lebih kuat akan

menindas golongan yang lemah, jangankan pada suatu komunitas yang tidak

memiliki aturan hukum, pada masyarakat yang telah mapanpun yang aturan

hukumnya telah tertata dengan rapi sedemikian rupa, masih saja terjadi aksi

main hakim sendiri. Oleh karena, itu perlu adanya hukum yang kuat yang

akan menegakkan keadilan berdasarkan standar kemanusiaan.

1Apiez, artikel ini diambil pada tanggal 13 Juni 2010 dari (http://www.idehist.uu.se/distans/ilmh/Ren/civic-citizen.htm)

Page 12: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

Pada satu sisi, hukum adalah ketentuan-ketentuan yang timbul dari

adanya interaksi dalam masyarakat, serta diciptakan berdasarkan rasa

kesadaran manusia itu sendiri tentang tingkah laku manusia lain di dalam

pergaulan hidupnya.2

Sengketa dan konflik kepentingan di antara para pihak yang

melakukan transaksi khususnya transaksi yang menyangkut perekonomian

sering terjadi dalam masyarakat kita. Hal ini terjadi lantaran masing-masing

pihak yang bertransaksi hanya mengacu pada sudut pandang keuntungan dan

kepentingan pribadi. Kedua belah pihak tidak ingin dirugikan oleh pihak lain

bahkan cenderung meraup keuntungan yang berlimpah dari pihak yang diajak

kerjasama.

Langkah-langkah yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan sebuah

sengketa atau perselisihan yang terjadi ada tiga, yaitu perdamaian, mediasi

dan lembaga peradilan.3

Arbitrase dapat difahami sebagai proses penyelesaian sengketa di luar

lembaga pengadilan. Kehadiran arbitrase di Indonesia merupakan suatu

keadaan yang tidak tabu lagi. Seperti kita ketahui bersama di Indonesia telah

berdiri Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) di bawah naungan

koordinasi Majelis Ulama Indonesia (MUI). Eksistensi BAMUI secara yuridis

2 Abdul Jamali, Pengantar Hukum Indonesia, (Jakarta: PT. Grafindo Persada,

2001), hal. 21 3 Miftahul Huda, Aspek Ekonomi Dalam Syariat Islam, (Mataram: Lembaga

Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) IAIN Mataram, 2007), hal. 85.

Page 13: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

formal dilihat dari status hukum yang berlaku di Indonesia memilih landasan

hukum yang kokoh4.

Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) merupakan cikal

bakal berdirinya Basyarnas (Badan Arbitrase Syariah Nasional). Lembaga ini

didirikan berdasarkan SK No. Kep. 392/MUI/V/1992 tentang Pembentukan

Kelompok Kerja Pembentukan Arbitrase Islam tanggal 4 Mei 1992 bertepatan

dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia. Tujuannya untuk menangani

masalah sengketa antar nasabah dan bank Syariah pertama di Indonesia itu.

Pada tahun 2003 beberapa Unit Usaha Syariah lahir sehingga BAMUI diubah

menjadi Basyarnas berdasarkan SK MUI No. Kep-09/MUI/XII/2003.

Basyarnas merupakan satu-satunya badan otonom milik MUI.5 Kehadiran

arbitrase Islam di Indonesia merupakan suatu sarana yang dapat dimanfaatkan

oleh umat Islam di Indonesia yang erat kaitannya dengan kegiatan

perkembangan perekonomian syariah.

Seiring dengan pesatnya perkembangan lembaga-lembaga keuangan

syariah di Indonesia, seperti perbankan syariah, asuransi syariah, pegadaian

syariah, pasar modal dengan instrument obligasi, surat berharga (sukuk) dan

reksadana syariah, serta banyak lagi kegiatan yang berlebel syariah. Dengan

4 PMII KOMFAKSYAHUM, “Mengurai Benang Kusut Badan Arbitrase Syariah

Nasional”, diakses pada September 2009 dari http://pmiikomfaksyahum.wordpress.com/2007/07/31/mengurai-benang-kusut-badan-arbitrase-syariah-nasional-basyarnas/

5 Ibid.

Page 14: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

boomingnya kegiatan ekonomi syariah sudah barang tentu banyak pula

masyarakat Indonesia yang bertransaksi di dalamnya, maka sangat

memungkinkan sengketa hukum di bidang ekonomi syariah terjadi.

Ada berbagai permasalahan yang potensial timbul dalam setiap

praktek kegiatan bisnis syariah. Kemungkinan-kemungkinan sengketa

biasanya berupa pengaduan karena terjadi ketidaksesuaian antara realitas

dengan penawarannya, tidak sesuai dengan spesifikasinya, tidak sesuai

dengan aturan main yang diperjanjikan, layanan dan alur birokrasi yang tidak

masuk dalam draft akad, serta komplain tentang lambatnya proses kerja6.

Membaca kondisi yang terjadi tersebut maka pemerintah berinisiatif

mengeluarkan UU No. 3 Tahun 2006 yang merupakan amandemen UU No. 7

Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, khususnya pada pasal 49, yang

menyatakan bahwa Peradilan Agama memiliki kompetensi atau kewenangan

untuk menerima, memeriksa dan memutus sengketa di bidang ekonomi

syariah. Amandemen ini membawa iklim baru dalam ranah hukum di

Indonesia. Selama ini wewenang untuk menangani perselisihan atau sengketa

dalam bidang ekonomi syariah ditangani oleh Pengadilan Negeri yang

notebene dianggap belum faham benar masalah ekonomi syariah. Aneh

rasanya kalau masalah syariah diselesaikan di Pengadilan Umum.

6 Abdul Ghofur Anshori, Perbankan Syariah di Indonesia, (Yogyakarta: Gajah

Mada University Press, 2007), hal. 182.

Page 15: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

Amandemen ini dirasakan begitu penting mengingat pesatnya

perkembangan kegiatan ekonomi syariah di Indonesia. Selama ini banyak

kasus sengketa ekonomi syariah ditangani oleh Badan Arbitrase Syariah

Nasional (Basyarnas), sesuai dengan akad perjanjian di lembaga keuangan

syariah. Nasabah dan lembaga perbankan secara “terpaksa” harus memilih

Basyarnas untuk menyelesaikan persengketaan. Setiap draft kontrak telah

memuat klausul Basyarnas. Keharusan menyelesaikan sengketa ke Basyarnas

karena belum dikeluarkannya UU No. 3 Tahun 2006. Tetapi setelah

dikeluarkan UU No. 3/2006, maka Pengadilan Agama harus diberikan

kesempatan yang seluas-luasnya untuk menanganinya7.

Menjadi permasalahan adalah dengan diterbitkannya UU No. 3 Tahun

2006 amandemen UU No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Antara

Peradilan Agama dan Basyarnas memiliki tugas, fungsi dan mengurusi

persoalan yang sama, yaitu menyelesaikan perkara yang terjadi antar lembaga

keuangan dan bisnis syariah dengan para nasabahnya8.

Memperhatikan kewenangan Peradilan Agama yang ada sekarang, jika

dilihat dari aspek filosofis menunjukkan bahwa perkembangan kebutuhan

hukum masyarakat muslim terhadap kesadaran menjalankan syariat Islam

7 Agustiano, “Pengadilan Agama dan Sengketa Ekonomi Syariah”, artikel ini

diakses pada 15 Februari 2009 dari http://www.scrib.com. 8 PKES, “Basyarnas Tidak Terpengaruh UU No. 3 Tahun 2006”, artikel ini diakses

pada 15 Februari 2009 dari www.hukumonline.com.

Page 16: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

sebagai konsekuensi dari keyakinan semakin tinggi9. Disamping itu hukum

keuangan dan perbankan syariah sarat dengan muatan substantif dan

peristilahan transaksi bisnis dan keuangan syariah. Oleh karenanya sangat

wajar jika penyelesaian sengketa diklakukan oleh Peradilan Agama. Sebab

seandainya sengketa yang muncul dari akad dan transaksi yang menggunakan

prinsip syariah diselesaikan di Peradilan lain, besar kemungkinannya tidak

memenuhi rasa keadilan bagi para pencari keadilan dalam hal ini umat

muslim10.

Setelah disahkannya UU No. 3 Tahun 2006, Peradilan Agama secara

otomatis menjadi lembaga yang berwenang menangani sengketa tentang

ekonomi syariah. Memang secara hierarki perundang-undangan Peradilan

Agama lebih memiliki kewenangan lebih dibandingkan Basyarnas. Karena

Peradilan Agama memiliki kekuatan hukum sebagai badan yang dibentuk dan

disahkan oleh pemerintah, sedangkan Basyarnas hanya berpijak pada SK

Majelis Ulama Indonesia (MUI). Namun kita jangan melupakan Basyarnas

sebagai lembaga hukum non-litigasi yang dibentuk dengan tujuan sebagai

tempat penyelesaian sengketa perkara ekonomi syariah. Basyarnas juga

9 Nyoman Nurjaya, “Reorientasi Paradigma Pembangunan Hukum Negara

dalam Masyarakat Multi Kultural (Perspektif Hukum Progesif)”, artikel ini diakses pada tanggal 11 Juni 2010, dari http://pademak.ptasemarang.net/index.php?option=com_content&task=view&id=18&itemid=1

10 Pernyataan Sikap Himpunan Ilmuan dan Sarjana Syariah Indonesia yang

Disampaikan Pada Sidang RDPU DPR RI dalam Dokumen Sekretariat Komisi XI DPR RI Periode 2004-2009.S

Page 17: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

memiliki fungsi yang sama dengan Peradilan Agama soal menangani sengketa

ekonomi syariah. Karena menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata,

dalam kegiatan kontrak kerja sama atau transaksi ekonomi masalah

penyelesaian sengketa diserahkan kepada masing-masing pihak yang

bersangkutan.11

Dari penjelasan di atas dapat difahami bahwa dengan disahkannya UU

No.3 Tahun 2006 berarti ada 2 lembaga yang memiliki tugas yang sama yaitu

Pengadilan Agama, yang secara absolut berwenang menyelesaikan sengketa

dalam bidang ekonomi syariah, dan Basyarnas selaku lembaga non-litigasi di

luar lingkungan peradilan.

Karena kedua lembaga ini memiliki kewenangan menyelesaikan

sengketa dalam bidang ekonomi syariah, maka menurut penulis permasalahan

lembaga mana (antara Peradilan Agama atau Basyarnas) yang dipilih oleh

lembaga-lembaga keuangan syariah untuk menyelesaikan sengketa ekonomi

syariah menarik untuk dibahas. Selanjutnya penulis ingin mengungkap faktor-

faktor yang mendasari kecenderungan Lembaga Keuangan Syariah untuk

memilih penyelesaian sengketa ekonomi syariah apakah ke Pengadilan

Agama atau Basyarnas.

Dari permasalahan di atas, penulis berkeinginan untuk membahas

masalah ini dalam bentuk skripsi, dengan judul “Kecenderungan Lembaga

11 Ibid.

Page 18: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

Keuangan Syariah Terhadap Peradilan Agama dan Basyarnas dalam

Menyelesaikan Sengketa Ekonomi Syariah”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Pada skripsi ini penulis membatasi permasalahan dalam hal:

1. Sengketa ekonomi syariah yang dimaksud di sini adalah dalam pengertian

sengketa dari awal proses persidangan (pengajuan gugatan atau

permohonan) sampai putusan hakim.

2. Data-data yang penulis ambil hanya dari tahun 2006 – 2009 tentang

gugatan sengketa ekonomi syariah, mengingat baru pada tahun 2006

Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 baru disahkan oleh DPR.

3. Research data dilakukan pada kedua lembaga penyelesai sengketa

(Pengadilan Agama dan Basyarnas) yang berdomisili di wilayah DKI

Jakarta.

4. Data yang diambil dari lembaga keuangan syariah adalah data yang

diwakili oleh Pegadaian Syariah12.

Dengan demikian rumusan permasalahannya adalah sebagai berikut:

12 Penulis hanya mengambil pegadaian syariah sebagai sample penelitian

karena dari beberapa Lembaga Keuangan Syariah yang penulis kunjungi untuk diambil datanya, hanya lembaga ini yang bersedia, sedangkan yang lainnya menolak untuk diambil keterangan dengan alasan privasi.

Page 19: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

1. Bagaimana kecenderungan lembaga keuangan syariah dalam

menyelesaikan sengketa ekonomi syariah terhadap Peradilan Agama dan

Basyarnas?

2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat kepercayaan Lembaga

Keuangan Syariah memilih Peradilan Agama atau Basyarnas dalam

menyelesaikan sengketanya?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui tingkat kecenderungan Lembaga Keuangan Syariah

dalam menyelesaikan perkara mereka di Peradilan Agama atau di

Basyarnas.

b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat

kecenderungan dan kepercayaan Lembaga Keuangan Syariah terhadap

kedua lembaga tersebut.

2. Kegunaan dari penelitian ini adalah:

a. Bagi penulis adalah untuk menambah khazanah keilmuan tentang

Peradilan Agama dan Basyarnas khusunya prosedur beracara pada

kedua lembaga tersebut serta menambah pengetahuan tentang ekonomi

syariah.

b. Memperkaya khazanah keilmuan khususnya di lingkungan Fakultas

Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 20: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

c. Dapat memberikan sedikit informasi untuk ditindaklanjuti oleh para

pemangku kepentingan demi perbaikan system birokrasi institusi

keuangan syariah, perkembangan dunia akademis dan profesionalitas

penegakan hukum di Indonesia.

D. Tinjauan Pustaka

Agar penelitian ini tidak mengulang penelitian-penelitian sebelumnya

dan supaya skema penulisan lebih terarah, maka penulis menelusuri

penelitian-penelitian yang telah ada dan memiliki hubungan dengan penelitian

ini.

Tema mengenai pembahasan dan perdebataan tentang sengketa

ekonomi syariah terkait dengan kompetensi absolut Peradilan Agama telah

banyak dikaji dalam bentuk karya-karya ilmiah, diantaranya adalah:

Judul Skripsi Penulis Substansi Perbedaan

Persepsi Advokat

dan Hakim

Terhadap

Kewenangan

Absolut Peradilan

Agama di Bidang

Ekonomi Syariah

Budi Susilo –

Administrasi

Keperdataan

Islam 2007

Hanya membahas

persepsi para advokat dan

hakim syariah tentang

kewenangan Peradilan

Agama menyelesaikan

sengketa ekonomi syariah

Dalam skripsi ini

membahas

pendapat para

hakim Peradilan

Agama, arbiter

dan pelaku bisnis

syariah.

Page 21: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

Eksistensi

Peradilan Agama

dalam

Penyelesaian

Sengketa

Perbankan

Syariah

Fathuddin –

Perdilan

Agama 2008

Skripsi ini menganalisis

Undang-undang Nomor

21 Tahun 2008 Tentang

Perbankan Syariah yang

dinilai meninggalkan

permasalahan (pasal 55

ayat 2) dalam hal hak

opsi penyelesaian

sengketa perbankan

syariah dan menimbulkan

ketidakpastian hukum

Tidak membahas

tentang UU No.

21 Tahun 2008

akan tetapi

implikasi UU No.

3 Tahun 2006

yang berkaitan

dengan sikap

pelaku bisnis

syariah dalam

membawa

perkara mereka.

Sengketa

Ekonomi Syariah

dan Kewenangan

Pengadilan

Agama

Muhammad

Isnur –

Peradilan

Agama 2007

Skripsi ini memuat

bahasan hadirnya

sengketa ekonomi syariah

dalam ranah kewenangan

Peradilan Agama

dipandang telah tepat.

Bukan hanya

membahas

tentang

kewenangan

Peradilan Agama,

tetapi

kewenangan

lembaga lain

Page 22: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

(Basyarnas) juga

dibaghas dalam

skripsi ini.

Peran Badan

Arbitrase Syariah

Nasional

(Basyarnas)

Dalam Terhadap

Penyelesaian

Sengketa Bank

Syariah

Ayatullah –

Peradilan

Agama 2005

Skripsi ini hanya fokus

membahas peran

Basyarnas dalam

menyelesaikan sengketa

niaga.

Selain membahas

tentang Basyarnas

skripsi ini juga

membahas

Peradilan Agama

dalam

menyelesaikan

sengketa bisnis

syariah.

Meskipun ada beberapa penulis yang membahas seputar sengketa

ekonomi syariah, namun menurut tinjauan penulis hingga saat ini belum

ada yang menjadikan judul penelitian seputar Kecenderungan Lembaga

Keuangan Syariah terhadap Pengadilan Agama dan Basyarnas dalam

menyelesaikan sengketa ekonomi syariah sebagai penelitian. Dari

penelitian ini penulis akan mendapatkan informasi mengenai tingkat

kecenderungan lembaga keuangan syariah terhadap lembaga Peradilan

Page 23: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

Agama dan Basyarnas, selain itu penulis juga ingin mengetahui penyebab

kecenderungan tersebut.

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan

penelitian survey. yaitu penulis mengumpulkan informasi dan data

sebanyak-banyaknya dari Pengadilan Agama dan Basyarnas untuk melihat

kecenderungan, kemudian menganalisis faktor-faktor penyebabnya dari

data wawancara dan studi pustaka.13.

2. Objek Penelitian

Objek penelitian adalah untuk Peradilan Agama adalah Pengadilan

Agama Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Barat, dan Jakarta Timur.

Sedangkan untuk Lembaga Keuangan Syariah penulis mendapatkan data-

data perusahaan yang diberikan oleh Basyarnas dan Pengadilan Agama

Jakarta Pusat untuk dijadikan objek penelitian, adalah Bank Muamalah

Indonesia, Bank Syariah Mandiri, PT. Asuransi Takaful Indonesia, Bank

DKI Syariah, BPRS As-Salam, dan Pegadaian Syariah. Akan tetapi dalam

proses penelitian penulis mengalami kesulitan mendapatkan data dari

perusahaan-perusahaan tersebut dengan alasan menjaga kerahasiaan

13 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), hal. 108.

Page 24: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

perusahaan, Hasilnya, hanya Pegadaian Syariah yang merespons

permohonan penulis untuk diambil keterangannya. Oleh karena itulah,

untuk mengetahui faktor penyebab kecenderungan Lembaga Keuangan

Syariah, data yang digunakan hanyalah hasil data yang diperoleh dari

Pegadaian Syariah ditambah dengan bahan-bahan kepustakaan lainnya.

3. Data Penelitian

a. Data Primer. Menurut Soerjono Soekanto data primer adalah data

empiris yang langsung diperoleh dari masyarakat14. Dalam skripsi ini

data primer yang digunakan adalah wawancara yang diperoleh dari

Basyarnas, Pengadilan Agama dan Pegadaian Syariah.

b. Data Sekunder. Data sekunder berupa data dokumentasi, referensi dari

buku-buku, artikel-artikel dari koran, majalah, internet dan dari

skripsi-skripsi terdahulu.

4. Tehnik Pengumpulan Data

Tehnik pengumpulan data skripsi ini terdiri dari:

a. Studi dokumentasi, yaitu data-data yang diambil dari pendokumentasian

dan pemberkasan15, dalam hal ini berupa eksplorasi data-data

dokumentasi terhadap pihak Basyarnas dan Peradilan Agama.

14 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1986),

hal. 51. 15 Sanapiah Faisal, Format-Format Penelitian Sosial, (Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 2001), hal. 33.

Page 25: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

b. Wawancara, yaitu penulis melakukan interview kepada pihak-pihak

terkait dalam hal ini pihak lembaga penyelesaian sengketa dan pihak

Lembaga Keuangan Syariah yang diwakili oleh Pegadaian Syariah.

c. Studi Kepustakaan, yaitu mengeksplorasi referensi buku-buku dan

artikel-artikel dari koran, majalah dan internet yang berhubungan dengan

tema penelitian.

5. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh dari PA Jakarta Pusat, Timur, Barat, Selatan, dan

Basyarnas serta hasil wawancara di Pegadaian Syariah akan dianalisis

dan ditinjau lebih jauh dengan didukung oleh referensi lain yang

berhubungan dengan bahasan skripsi ini.

Sedangkan pengolahan data akan menggunakan metode deskriptif

analisis. Metode deskriptif analisis yaitu metode yang menggambarkan

dan memberikan analisa terhadap kenyataan di lapangan yang diperoleh

dari hasil dokumentasi data dan wawancara dari PA, Basyarnas dan

Pegadaian Syariah. Hal tersebut dilakukan dengan cara mengedit data

yaitu memeriksa data yang terkumpul dan hal yang terkait dengan

pertanggungjawaban lembaga dipaparkan semua kemudian

menyajikannya secara sistematis.

F. Tehnik Penulisan Laporan

Page 26: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

Penulisan skripsi ini berpedoman pada Buku Pedoman Penulisan

Skripsi Tahun 2007 yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.16

G. Sistematika Penulisan

Agar penulisan skripsi ini lebih sistematis, penulis membagi skripsi ini

menjadi lima bab, masing-masing bab akan terurai dalam sub-sub bab dengan

perincian sebagai berikut:

Bab I merupakan pendahuluan, yang akan menjabarkan latar belakang

penelitian ini, pembatasan dan perumusan masalah, maksud dan tujuan

penulisan, manfaat penulisan, tinjauan pustaka, metode dan tehnik penulisan

serta sistematika penulisan.

Bab II berisi tentang pengertian, perkembangan, landasan operasional

Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia serta profil Pegadaian Syariah.

Bab III menguraikan tentang Peradilan Agama dan Basyarnas sebagai

lembaga penyelesaian sengketa ekonomi syariah, prosedur penyelesaian

sengketa ekonomi syariah pada pengadilan agama dan basyarnas. serta

analisis Peradilan Agama dan Basyarnas yang meliputi dasar hukum dan

kewewenangan absolutnya.

Bab IV memuat analisis kecenderungan Lembaga Keuangan Syariah

terhadap Peradilan Agama dan Basyarnas dalam penyelesaian sengketa

16 Fakultas Syariah dan Hukum, Pedoman Penulisan Skripsi, (Jakarta: Fakultas

Syariah dan Hukum, 2007).

Page 27: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

ekonomi syariah, serta faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat

kecederungan Lembaga Keuangan Syariah terhadap Peradilan Agama dan

Basyarnas dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah.

Bab V merupakan penutup yang terdiri atas kesimpulan dan saran-

saran.

BAB II

KONSEPSI LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH

A. Pengertian Lembaga Keuangan Syariah

Lembaga merupakan bentuk organisasi sosial yang mengorganisir

sekelompok orang yang memiliki tujuan, target, sasaran, dan visi yang sama

untuk menganggap sebuah usaha sosial tertentu.17

Menurut SK menteri keuangan RI No. 792/1990, lembaga keuangan

adalah semua badan yang memiliki kegiatan di bidang keuangan berupa

penghimpunan dana dan penyaluran dana kepada masyarakat terutama untuk

membiayai investasi perusahaan.18

Lembaga keuangan diberikan batasan sebagai semua badan yang

kegiatannya di bidang keuangan, menghimpun dan menyalurkan dana bagi

17 Ahmad Jazuli dan Yadi Janwari, Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat:

Sebuah Pengenalan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hal. 2. 18 Y. Sri Susilo dkk, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: Salemba

Empat, 2000), hal. 3.

Page 28: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

masyarakat terutama guna membiayai investasi bagi perusahaan. Meski dalam

peraturan tersebut lembaga keuangan diutamakan untuk membiayai investasi

perusahaan, namun peraturan tersebut tidak berarti membatasi kegiatan

pembiayaan lembaga keuangan hanya untuk investasi perusahaan. Dalam

kenyataannya kegiatan lembaga keuangan bisa diperuntukkan bagi kegiatan

perusahaan, konsumsi, dan kegiatan distribusi barang dan jasa.19

Dari definisi lembaga keuangan di atas dapatlah disebutkan bahwa

sekurang-kurangnya ada dua unsur utama bagi sebuah lembaga keuangan,

yaitu:

a. Badan usaha yang bergerak dalam bidang keuangan

b. Tugas dan fungsi lembaga keuangan ialah terutama menghimpun

dan menyalurkan uang dari dan kepada masyarakat.20

Lembaga keuangan yang ada di Indonesia dikelompokkan menjadi dua

macam, yakni lembaga keuangan bank dan bukan/non bank21. Lembaga

keuangan bank seperti yang tertera dalam Undang-Undang No. 10 Tahun

1998 Tentang Perbankan adalah badan usaha yang menghimpun dana dari

masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat

19 Ibid. 20 Muhammad Amin Suma, Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi Dan

Keuangan Islam, (Banten: Kholam Publishing, 2008), h. 245. 21 Y. Sri Susilo, Sigit Triandaru dan Totok Budi Santoso, Bank dan Lembaga

Keuangan Lain, hal. 2.

Page 29: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

dalam bentuk kredit dan atau dalam bentuk lainnya dalam rangka

meningkatkan taraf hidup orang banyak.22 Sedangkan yang dimaksud dengan

lembaga keuangan non bank adalah semua badan yang melakukan kegiatan di

bidang keuangan baik secara langsung atau tidak langsung menghimpun dana

dengan cara mengeluarkan kertas berharga dan menyalurkannya kepada

masyarakat untuk membiayai investasi perusahaan.23

Sementara kata syariah adalah satu derivasi dari kata syara’a yang

berarti al-bayan wal inzar (jelas) sedangkan menurut Manna al-Qattan syaria

adalah jalan atau tempat keluarnya air untuk minum. Kemudian bangsa Arab

mengunakan kata ini untuk konotasi jalan lurus dan padat saat dipakai dalam

pembahasan hukum menjadi bermakna segala sesuatu yang disyariatkan Allah

kepada hamba-Nya sebagai jalan untuk memperoleh kehidupan di dunia dan

akhirat.24

Jadi Lembaga Keuangan Syariah adalah lembaga yang berfungsi

sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat untuk dapat dimanfaatkan

22 Undang-Undang No. 10 Tahun1998 Tentang Perbankan, pasal 1 ayat 2. 23 Manna Al-Qattan, At-Tasyari’ Wa Al-Fiqhi Al-Islam Tarikhan Wa Manhajan,

dalam Y. Sri Susilo, Sigit Triandaru dan Totok Budi Santoso, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, h. 2-3.

24 Y. Sri Susilo, Sigit Triandaru dan Totok Budi Santoso, Bank dan Lembaga

Keuangan Lain, h. 2-3. 458

Page 30: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

secara optimal guna mensejahterakan taraf hidup mereka, dengan mengacu

pada ketentuan syariah.

Menurut Fathurrahman Djamil Lembaga Keuangan Syariah

merupakan lembaga atau badan usaha yang mengelola dana dari unit surplus

kepada defisit surplus atau dari pemilik dana/investor kepada pengguna dana

dengan berdasarkan pada nilai-nilai Islam.25

Menurut Chapra, Lembaga Keuangan Syariah menciptakan sosio

ekonomi Islam yang halal. Dengan target utamanya adalah kesejahteraan

ekonomi, perluasan kesempatan kerja peningkatan pertumbuhan dan keadilan

ekonomi, distribusi pendapatan kekayaan wajar, stabilitas nilai uang, dan

mobilisasi serta investasi tabungan untuk pembangunan ekonomi yang

mampu memberikan jaminan keuntungan bagi semua pihak yang terlibat.26

1. Sejarah Perkembangan Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia

Kalau kita berbicara tentang sejarah perkembangan Lembaga

keuangan syariah di Indonesia, maka tidak lain dan tidak bukan kita

membahas pergerakan perbankan syariah. Hal ini dikarenakan perbankan

syariahlah yang mendasari sekaligus peletak dasar berdirinya lembaga

keuangan syariah lainnya.

25 Fathurrahman Djamil, Kapita Selekta, hal. 117. 26 Umer Chapra, System Moneter Islam, dalam: Bank Indonesia Biro

Perbankan Syariah, Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah Indonesia, (Jakarta: Bank Indonesia Biro Perbankan Syariah, 2002), hal .4.

Page 31: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

Diawali dengan trial and error lembaga-lembaga informal seperti

koperasi syariah, baitul mal wattamwil oleh para aktivis dan pemuda Islam,

dan lokakarya Majelis Ulama Indonesia pada tahun 1990 yang menghasilkan

rekomendasi perlunya didirikan perbankan syariah, maka kemudian secara

yuridis-formil didirikan bank dengan prinsip bagi hasil yaitu Bank Muamalah

Indonesia pada tahun 1992 atas prakarsa berbagai pihak sebagai dasar awal

perkembangan Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia.27

Sejak pendirian Bank Muamalah sebagai pioneer bank dengan system

bagi hasil tersebut, kemudian adanya dukungan legal pada tahun 1998 berupa

diakomodasikannya pelaksanaan bank sesuai dengan syariah sebagaimana

yang termuat dalam Undang-Undang No. 10 tahun 1998 yang merupakan

perubahan terhadap Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang perbankan,

maka lembaga perbankan syariah mengalami pertumbuhan yang cukup pesat

hingga sekarang.28

Menurut Muhammad Amin Suma ada beberapa alasan yang mendasari

eksistensi Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia:29

a. Alasan agama30

27 Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Islam di Indonesia,

(Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002), hal. 84-85. 28 Fathurrahman Djamil, kapita selekta, hal. 127. 29 Muhammad Amin Suma, menggali akar, hal. 349. 30 Ibid. hal. 350

Page 32: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

Dalam ajaran Islam kita mengenal ada beberapa sendi pokok

kehidupan yang diatur secara apik. Bukan saja segi hubungan kita

kepada sang Kholiq yang termaktub dalam fiqh ibadah, melainkan

sendi-sendi lainnya seperti pola hubungan interaksi kita dalam

berniaga yang diatur dalam fiqih mu’amalah.

Berkaitan dengan bidang ekonomi, Islam sangat menganjurkan

penyelenggaraan ekonomi yang kuat dan tentunya sesuai dengan

syariah. Bukti care-nya Islam pada sektor ekonomi dan keuangan

adalah dengan disyariatkannya zakat, infak, shodaqoh, wakaf,

pegadaian, perniagaan dan lain-lain. Kecamannya terhadap riba,

judi, ghoror, penimbunan barang-barang kebutuhan, merupakan

bukti lain kepedulian Islam terhadap kesejahteraan sosial

masyarakat dengan pijakan dasar asas keadilan dan pemerataan.

b. Alasan sejarah31

Sejarah telah membuktikan sejak zaman Rosullulloh saw,

sampai dinasti Abbasiyah, Islam telah menguasai sepertiga dunia

dengan sistem ekonomi dan keuangannya yang non-bunga. Islam

tumbuh hidup dan berkembang secara meyakinkan sekaligus

menaklukkan dunia.

System keuangan dan ekonomi Islam di Indonesia sebenarnya

telah tumbuh sejak abad ke-20. System mudhorrobah telah

31 Ibid. hal. 350-352.

Page 33: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

dipraktekkan oleh para pedagang dan saudagar nusantara sejak

zaman dulu.

Pada awal dasawarsa 90-an Indonesia berupaya sedikit demi

sedikit melepaskan diri dari system ekonomi konvensional menuju

system ekonomi syariah. Hal ini diawali dengan berdirinya Bank

Muamalat Indonesia pada Desember 1992 yang merupakan bank

dengan prinsip syariah pertama di Indonesia.

c. Alasan penduduk32

Populasi jumlah penduduk Indonesia sebesar 210 juta orang

dan ± 80%nya adalah muslim. Keadaan ini yang menjadi salah

satu alasan perkembangan ekonomi Islam di Indonesia.

d. Alasan politik33

Sistem politik yang dianut oleh Negara kita ini adalah sistem

demokrasi pancasila. Demokrasi dalam lingkup ekonomi

mengandung pengertian kebebasan menganut sistem ekonomi apa

saja yang ada di dunia ini, seperti sosialis, liberalis atau syariah

(Islam).

e. Alasan yuridis34

32 Ibid. hal. 352-353. 33 Ibid. hal. 353-356. 34 Ibid. hal. 356-357.

Page 34: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

Indonesia sebagai Negara hukum menghormati seluruh peraturan

yang berlaku di seluruh wilayah nusantara. Sebagaimana yang

telah diatur dalam landasan konstitusional Negara kita UUD ’45,

yang berisi faham kedaulatan rakyat Indonesia, selain berkenaan

dengan demokrasi politik, juga berkenaan dengan demokrasi

ekonomi. Statemen ini mengisyaratkan Negara ini tidak

membatasi system ekonomi yang diberlakukan selama untuk

kesejahteraan rakyat.

f. Alasan demokrasi35

Kata demokrasi ekonomi yang tertera pada pasal 33 UUD

1945, seyogyanya diartikan dengan makna yang luwes dan tidak

kaku. Makna demokrasi dan demokratisasi ekonomi termasuk di

dalamnya ekonomi keagamaan di samping kerakyatan, dalam

istilah yang lebih popular di telinga bangsa Indonesia saat ini

adalah ekonomi kesyariahan. Ekonomi dan keuangan syariah

sejalan seirama dengan apa yang diinginkan oleh UUD ’45.

g. Alasan kebutuhan masyarakat36

Hantaman krisis finansial yang tengah melanda bukan saja di

Indonesia tetapi dunia menyebabkan masyarakat mencari alternatif

35 Ibid. hal. 357-359. 36 Ibid. hal. 359-360.

Page 35: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

sistem keuangan yang tahan krisis, stabil dan aplikatif. Kehadiran

system ekonomi syariah dirasakan dapat menjadi solusi cerdas

mengatasai resesi ekonomi yang tengah mewabah.

h. Alasan ekonomi37

Kehadiran ekonomi syariah dalam Negara ini sama sekali tidak

mengganggu stabilitas perekonomian nasional, malah sebaliknya

kehadiran ekonomi syariah di bumi pertiwi ini ikut serta dalam

rangka pembangunan ekonomi nasional baik secara makro maupun

mikro serta sedikit banyak mengurangi tingkat pengangguran.

i. Alasan akademik38

Kehadiran ekonomi dan keuangan syariah dewasa ini

merupakan kebutuhan bagi dunia akademisi.

Penyebaran jaringan kantor perbankan syariah misalnya, saat ini

mengalami pertumbuhan pesat. Jika pada 2006 jumlah jaringan kantor hanya

456 kantor, sekarang jumlah tersebut menjadi 1440 kantor (Data BI Oktober

2008). Dengan demikian jaringan kantor tumbuh lebih dari 200%. Jaringan

kantor itu telah menjangkau masyarakat di 33 propinsi dan di banyak

kabupaten/kota.

37 Ibid. hal. 360-361. 38 Ibid. hal. 361-362.

Page 36: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

Dengan mengacu pada data-data di atas rasanya tidak terlalu

berlebihan jika kita mengatakan praktek Lembaga Keuangan Syariah di

Indonesia sangat prospektif dan menjanjikan.

2. Dasar Hukum Operasional Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia

Lembaga Keuangan Syariah di tanah air mendapat pijakan yang kokoh

setelah adanya deregulasi sektor perbankan pada tahun 1983. Hal ini

karena sejak saat itu diberikan keluasan penentuan tingkat suku bunga nol

persen (termasuk tanpa bunga). Sungguhpun demikian kesempatan ini

belum bisa dimanfaatkan karena tidak diperkenankannya pembukaan

kantor baru. Hak ini berlangsung sampai tahun 1988 di mana pemerintah

mengeluarkan Pakto 1988 yang memperkenankan berdirinya bank-bank

baru. Kemudian posisi perbankan semakin pasti setelah disahkannya

Undang-Undang perbankan No. 7 Tahun 1992 dimana bank diberikan

kebebasan untuk menentukan jenis imbalan yang akan diambil dari

nasabahnya baik bunga maupun keuntungan bagi hasil.39

Berbarengan dengan disahkannya Undang-Undang tersebut, berdirilah

BMI sebagai bank murni syariah pertama, berarti menandakan bahwa

39 Muhammad, Dasar Falsafah dan Hukum Bank Syariah, dalam Muhammad

Syafi’i Antonio dkk, Bank Syariah: Analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman, (Yogyakarta: Ekonisa, 2006), h. 58-59.

Page 37: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

pada tahun itu merupakan awal kebangkitan kemballi ekonomi dan

keuangan Islam.40

Pada tahun 1998, UU No. 7 tahun 1992 diubah oleh UU No. 10 Tahun

1998. Keluarnya Undang-Undang ini dilatarbelakangi alasan bahwa

mudah-mudahan UU ini dapat memberikan tempat atau setidak-tidaknya

mengakomodir kehadiran bank syariah yang belum sempat disinggung

secara eksplisit dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1992. Sebagai contoh

perubahan yang terjadi pada pasal 1 ayat 3 UU No. 10 Tahun 1998

terhadap UU No. 7 tahun 1992 adalah menetapkan bahwa salah satu

bentuk usaha bank adalah “menyediakan pembiayaan dan/atau melakukan

kegiatan lain berdasarkan prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang

ditetapkan oleh Bank Indonesia”.

B. Profil Lembaga Keuangan Syariah (Pegadaian Syariah)

1. Sejarah Singkat Pegadaian Syariah

Pegadaian merupakan lembaga perkreditan dengan sistem gadai untuk

pertama kalinya. Hadir di Indonesia pada abad ke-17 dibawa dan

dikembangkan oleh maskapai perdagangan Belanda (VOC). Dalam rangka

memperlancar kegiatan perekonomiannya, pada tanggal 20 Agustus 1746

didirikanlah pegadaian yang bernama Bank van Leening. Lembaga kredit

40 Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah; Wacana Ulama dan

Cendikiawan, (Jakarta: Bank Indonesia dan Tazkia Institute, 1999), hal. 278-279.

Page 38: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

tersebut merupakan lembaga yang memberikan pinjaman uang kepada

masyarakat dengan jaminan gadai. Sejak saat itu bentuk pegadaian telah

mengalami beberapa kali perubahan sejalan dengan perubahan peraturan

yang mengaturnya41.

Pada masa selanjutnya pegadaian mengalami perubahan bentuk badan

hukumnya, yaitu pada 1969 Perusahaan Negara diubah menjadi

Perusahaan Jawatan (Perjan). Pada tahun 1990 Perjan diubah menjadi

Perusahaan Umum (Perum) lewat PP No. 10 Tahun 1990 tanggal 10 April

199042.

Seiring dengan dikeluarkannya fatwa DSN-MUI tentang keharaman

riba, maka Perum Pegadaian merespons dengan mendirikan Unit Layanan

Gadai Syariah (UPGS) sebagai diversifikasi produk gadai. Hal tersebut

bukan semata-mata merespons fatwa DSN-MUI melainkan dalam rangka

membentengi terhadap Pegadaian sendiri terhadap saingan dari Perbankan

Syariah. Perbankan Syariah pun telah meluncurkan produk-produk

pertolongan yang diperkuat dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun

41 Pirgon Matua, Sejarah Singkat Perum Pegadaian, (Jakarta: Perum

Pegadaian, 2003), hal 1. 42 Ibid.

Page 39: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

1998 yang isinya menyertakan Perbankan Syariah boleh mendirikan usaha

gadai43.

Bank Muamalat Indonesia dalam mengembangkan usahanya mencoba

untuk membuat produk gadai syariah, namun karena tidak mempunyai

SDM dan peralatan yang cukup memadai, kemudian Bank Muamalat

Indonesia mengajak Perum Pegadaian untuk join mendirikan Pegadaian

Syariah. Tawaran tersebut mendapatkan respons positif dari Perum

Pegadaian yang juga sedang mempelajari bentuk usaha pegadaian

syariah.44

Pada tahun 2002 penandatanganan nota kesepakatan kerjasama antara

Bank Muamalat Indonesia dengan Pegadaian dilakukan dengan nomor

446/sp.300.233.2002 dan 015/BMI/PKS/XII/2002. BMI melakukan

kerjasama dengan Pegadaian untuk menambah modal dengan bentuk

pembiayaan musyarokah sebesar Rp. 40.000.000.000,-. Kemudian pada

tanggal 14 Januari 2003 secara resmi dibuka pegadaian syariah dengan

nama Unit Layanan Gadai Syariah (ULGS) dan operasionalnya Dewan

Direksi Perum Pegadaian nomor 06.A/UL.3.00.22.3/2003 tentang

pemberlakuan Manual Operational Unit Layanan Gadai Syariah.45

43 Perum Pegadaian, Manual Operational Gadai Syariah, (Jakarta: Perum

Pegadaian, 2003). 44 Ibid. 45 Ibid.

Page 40: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

Pembentukan gadai syariah ini juga berdasarkan fatwa DSN-MUI

No.25/DSN-MUI/III/2002 tentang rahn dan fatwa DSN No. 26/DSN-

MUI/III/2002 tentang rahn emas. Konsep rahn syariah mengikuti sistem

administrasi modern yaitu asas rasionalitas, efisiensi, dan efektivitas yang

diselaraskan dengan nilai-nilai Islam. Fungsi operasi Pegadaian Syariah

itu sendiri dijalankan oleh kantor-kantor Cabang Pegadaian

Syariah/ULGS sebagai unit organisasi di bawah koordinasi Divisi Usaha

Lain Perum Pegadaian. Namun baru pada awal 2004 Perum Pegadaian

memisahkan Pegadaian Syariah kedalam divisi tersendiri yaitu Divisi

Usaha Syariah, serta menjadikan setiap cabangnya sebagai binaan Kantor

Wilayah (kanwil) Perum Pegadaian. Selain itu Pegadaian Syariah juga

telah memiliki Dewan Pengawas Syariah sendiri yang berfungsi

memberikan pengarahan dan pengawasan menyengkut kehalalan produk

yang dijalankan.46

2. Visi dan Misi

Visi Pegadaian: “Pegadaian Pada Tahun 2010 menjadi perusahaan yang

inovatif, dinamis, modern dengan usaha utama gadai”.

Misi Pegadaian: “Ikut membantu program pemerintah dalam upaya

meningkatkan kesejahteraan masyarakat golongan menengah ke bawah

46 Pegadaian Syariah, Manual Operasional ULGS, Jakarta.

Page 41: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

melalui kegiatan utama berupa penyaluran kredit gadai dan melakukan

usaha lain yang menguntungkan”47.

3. Struktur Organisasi

Struktur organisasi Pegadaian Syariah adalah sesuai dengan SK

Direksi Perum Pegadaian No. 1095/SDM.200322/2004 tanggal 28 April

200448 antara lain:

a. Manager, bertugas mengelola operasional kegiatan sehari-hari

yaitu menyalurkan uang pinjaman (qordh) secara hukum gadai

yang didasarkan pada penerapan prinsip syariat Islam. Selain itu

manager juga malaksanakan usaha-usaha lain yang telah

ditentukan oleh menejeman serta mewakili kepentingan

perusahaan dalam dalam hubungannya dengan pihak lain.

b. Penaksir, bertugas menaksir marhun (barang yang digadai) untuk

menentukan nilai dan mutu barang sesuai dengan ketentuan yang

belaku dalam rangka mewujudkan penetapan taksiran dan uang

pinjaman yang wajar serta citra baik perusahaan.

c. Kasir, bertugas melakukan penerimaan, penyimpanan, pembayaran

serta pembukuan sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk

kelancaran operasional perusahaan.

47 Perum Pegadaian, Manual Operasional Gadai Syariah, Jakarta. 48 Ibid.

Page 42: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

d. Pemegang Gudang, bertugas melakukan pemeriksaan,

penyimpanan, pemeliharaan dan penyimpanan serta pembukuan

marhun selain barang kantor sesuai dengan peraturan yang berlaku

dalam rangka ketertiban dan keamanan serta keutuhan marhun.

e. Penyimpan Marhun, bertugas mengelola gudang marhun emas

dengan menerima, merawat, menyimpan, mengeluarkan dan

mengadministrasikannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku

dalam rangka mengamankan searta menjaga keutuhan barang milik

rohin (penggadai).

f. Keamanan, bertugas mengamankan harta perusahaan rohin dalam

lingkungan kantor dan sekitarnya.

g. Staff, bertugas memelihara kebersihan, kenyamanan, keindahan

gedung ruang kerja. Mengirim dan mengambil surat/dokumen

untuk menunjang kelancaran tugas administrasi dan tugas

operasional perusahaan.

4. Produk-Produk yang Dihasilkan

a. Ar-Rahn (Gadai Syariah)

Usaha pokok dari usaha pegadaian Syariah adalah

menyalurkan marhum bih dalam jumlah sekala kecil dengan jaminan

harta bergerak maupun tidak bergerak atas dasar hukum gadai Syariah.

Hal ini sesuai dengan fatwa DSN No. 25/DSN-MUI/III/2002 tentang

Page 43: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

rahn tanggal 26 Juni 2002 dan No. 26/DSN-MUI/III/2002 tentang

rahn emas tanggal 28 Maret 2002.49

Dalam prakteknya rahin menyerahkan harta bergerak atau

tidak bergerak sebagai jaminan sekaligus memberi kuasa kepada

pegadaian syariah untuk menjual/melelang secara syariah jika setelah

jatuh tempo rahin tidak mampu/bersedia melunasinya. Jaminan yang

telah diuangkan digunakan untuk melunasi pinjaman pokok ditambah

biaya jasa simpan dan jasa lelang, kelebihannya deserahkan kepada

rahin, sedangkan kalau kurang, menjadi resiko pegadaian.50

Gadai Syariah merupakan produk dengan menggunakan sistem

penyaluran pinjaman secara gadai yang didasarkan pada sistem

syariah. Nasabah tidak dikenakan bunga pinjaman ataupun sewa

modal atas pinjaman yang diberikan. Nasabah dikenakan biaya

administrasi dan jasa pinjam yang dipungut dengan alasan agunan

yang diserahkan nasabah wajib disimpan, dirawat dan diasuransikan.51

b. Ar-Rum (Gadai Untuk Usaha Micro Kecil)

Pegadaian merupakan suatu institusi yang mengelola usaha

gadai, tetapi lebih luas dari pada itu menjadi institusi yang mengelola

49 Ahmad Kamil dan Muhammad Fauzan, Kitab Undang-Undang Hukum

Perbankan dan Ekonomi Syariah, (Jakarta: Kencana, 2007), hal 545. 50 Ibid. 51 Ibid.

Page 44: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

pembiayaan usaha micro kecil berbasis syariah. Sebagai langkah awal

untuk mengimplementasikan gagasan ini, maka sistem pembiayaan

dengan sistem ar-rahn kini dicoba untuk dikembangkan dengan

konsep pelunasan pinjaman secara angsuran baik dengan cara gadai

menahan agunan maupun fidusia (hanya dokumen kepemilikan yang

ditahan).52

Ar-Rahn untuk usaha kecil selanjutnya disebut skim Ar-Rum

adalah skim pembiayaan berprinsip syariah bagi para pengusaha mikro

kecil untuk usaha yang didasarkan pada kelayakan usaha. Tujuan

diluncurkannya pembiayaan ar-rum selain sebagai sebuah upaya

diversifikasi produk di pegadaian syariah juga dengan maksud

meningkatkan pemberdayaan para pengusaha mikro dan kecil yang

membutuhkan pembiayaan modal kerja atau investasi secara syariah.

Pembiayaan diberikan dalam jangka waktu tertentu dengan

pengembalian pinjaman dilakukan secara angsur dengan menggunakan

konstruksi pembiayaan secara gadai maupun fidusa. Skim ar-rum ini

merupakan pinjaman kepada individual pengusaha mikro kecil.53

52 Ibid. 53 Ibid.

Page 45: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

BAB III

PERADILAN AGAMA DAN BASYARNAS SEBAGAI LEMBAGA

PENYELESAI SENGKETA EKONOMI SYARIAH

A. Peradilan Agama di Indonesia

1. Pengertian Peradilan Agama

Peradilan dalam Islam lebih dikenal dengan sebutan qadha’, yang

berarti memutuskan, menyelesaikan dan melaksanakan (mengeksekusi).

Menurut istilah fiqh, qadha berarti lembaga hukum dan perkataan

yang harus dituruti yang diucapkan oleh seseorang yang memiliki wilayah

umum, atau menerangkan hukum agama atas dasar mengharuskan orang

mengikutinya.54

Peradilan adalah daya upaya untuk mencari keadilan dan penyelesaian

perselisihan hukum yang dilakukan menurut peraturan perundang-

undangan dan lembaga tertentu dalam pengadilan.55 Istilah lain yang

sering muncul mengiringi kata peradilan adalah pengadilan. Jika peradilan

54 Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shidieqy, Peradilan dan Hukum Acara Islam, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2001), hal. 34.

55 Ibid, h.252.

Page 46: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

didefinisikan sebagai sebuah proses daya upaya dalam mencari sebuah

keadilan, maka lain halnya dengan kata pengadilan, yang berarti secara

lughowi adalah badan yang melakukan proses peradilan. Menurut

Muhammad Daud Ali, pengadilan adalah sebagai lembaga atau badan

yang bertugas menerima, memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan setiap

perkara yang diajukan kepadanya atau yang menjadi wewenangnya.56

2. Sejarah Peradilan Agama di Indonesia

Bicara soal sejarah Indonesia tidak akan terlepas dari corak

pemerintahan bersistem kerajaan. Kerajaan Islam pertama yang

memperkenalkan peradilan Islam adalah kerajaan Mataram di bawah

pimpinan Sultan Agung, yang sebelumnya peradilan dipengaruhi oleh

ajaran Hindu. Dengan peralihan Mataram menjadi kerajaan Islam,

mulailah diadakan pembenahan peradilan dengan memasukkan unsur

ajaran Islam dengan cara memasukkan orang Islam ke dalam badan

pengadilan.57

Pada masa penjajahan terjadi intervensi penjajah pada setiap sektor

kehidupan bangsa Indonesia. Pada awalnya pemerintah Belanda ingin

menegakkan hukum yang mereka bawa dari negerinya baik perdata

56 Muhammad Daud Ali, Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata

Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Press, 1992), hal. 251. 57 R. Tresna, Peradilan di Indonesia dari Abad Ke Abad, (Jakarta: Pradnya

Paramitha, 1978), hal. 14.

Page 47: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

maupun pidana. Akan tetapi mereka tidak mampu seratus persen

menjalankannya, sehingga akhirnya penduduk pribumi dibiarkan

kebiasaan mereka yang beragama Islam.58

Pada tahun 1882 Van Den Berg berpendapat bahwa hukum mengikuti

agama yang dianut seseorang, oleh karena itu untuk orang Islam hukum

Islamlah yang beralaku baginya. Selaras dengan ucapan Van Den Berg,

Paul Scholten juga memiliki pemikiran serupa dalam menerapkan sebuah

peraturan, ia berpendapat guna meredam amarah uamt Islam orang-orang

pribumi yang beragama Islam tetap dibiarkan dan hidup dalam lingkungan

agama dan adat istiadat mereka.59

Selanjutnya Snouck mengeluarkan teori receptive. Teori ini

mengungkapkan bahwa hukum yang berlaku bagi orang Islam adalah

hukum adat mereka sendiri. Hukum Islam dapat berlaku jika telah

direceptie oleh hukum adat. Dengan kata lain hukum adatlah yang

menentukan hukum Islam.

Sejalan perjalanan sejarahnya tercatat jelas bahwa teori receptie

diadopsi menjadi kebijakan politik Belanda yang ternyata secara

sistematis dan konseptual telah mempersempit ruang gerak perkembangan

58 Jaenal Aripin, Peradilan Agama, hal. 262. 59 Daud Ali, Hukum Islam dan Peradilan Agama (Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2002), hal. 226.

Page 48: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

hukum Islam.60. Keberhasilan pemerintah Belanda menggantikan teori

receptie in complexu dengan mengusung teori receptie mengiyaratkan

bahwa hukum Islam jika ingin berlaku harus mendapat persetujuan

terlebih dahulu dari hukum adat.

Pada masa pendudukan Jepang eksistensi Peradilan Agama terancam.

Hal ini dibuktikan dengan pernyataan Dewan Pertimbangan Agung Jepang

(Sanyo-Aanyo Kaigi Jimushitsu) pada tanggal 14 April 1942 sebagai

berikut:

“Dalam Negara baru yang memisahkan urusan Negara dengan urusan agama tidak perlu mengadakan pengadilan agama sebagai peradilan istimewa, untuk mengadili urusan seseorang yang bersangkut dengan agamanya cukup segala perkara diserahkan kepada pengadilan biasa yang dapat meminta pertimbangan seorang ahli agama.”61

Pada pernyataan ini akan ada penyerahan tugas pengadilan agama

kepada pengadilan biasa. Akan tetapi sebelum peraturan itu diberlakukan

terlebih dahulu Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya dan

pengadilan agama tetap eksis dalam ranah peradilan nusantara.62

Pembaharuan Peradilan Agama terus dilakukan setelah penjajahan

berakhir. Setelah Indonesia merdeka atas usul menteri Agama yang

diamini oleh menteri Kehakiman, pemerintah menetapkan bahwa

Pengadilan Agama diserahkan dari kekuasaan Menteri Kehakiman kepada

60 Basik Djalil, Peradilan Agama di Indonesia, hal. 55. 61 Ibid, hal. 61 62 Zulfran Sabrie, Peradilan Agama di Indonesia, hal. 19.

Page 49: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

Kementerian Agama dengan ketetapan menteri No. 5 tanggal 25 Maret

1946.63

Pada tahun 1970 pemerintah telah mempertegas keberadaan Peradilan

Agama dengan dikeluarkannya UU No. 14 tahun 1970 tentang ketentuan-

ketentuan pokok kekuasaan kehakiman, dalam pasal 10 disebutkan ada 4

lingkungan peradilan di Indonesia yakni Peradilan Umum, Peradilan

Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara. Seluruh

peradilan tersebut disejajarkan posisinya secara hukum dan berinduk

kepada Mahkamah Agung.64

Setelah kurang lebih selama dua puluh empat tahun sejak tahun 1950,

Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan akhirnya

disahkan oleh DPR dan pemerintah pada tanggal 2 Januari 1974.

Menyusul pengesahan UU ini, pada tanggal 1 April 1975 pemerintah

mengeluarkan PP No. 9 Tahun 1975 sebagai peraturan pelaksana Undang-

Undang perkawinan tersebut.65

Puncak kemajuan eksistensial bagi hukum Islam dalam lika-liku

perkembangan hukum Indonesia adalah ketika diterapkannya UU No. 7

Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, sebuah lembaga peradilan yang

63 Jaenal Arifin, Pengadilan Agama Dalam Bingkai Reformasi, hal. 267. 64 Basiq Djalil, Pengadilan Agama di Indonesia, hal. 86. 65 Ibid, hal. 88.

Page 50: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

khusus diperuntukkan bagi orang Islam dan No. 1 Tahun 1991 tentang

Kompilasi Hukum Islam sebagai pedoman terutama bagi para hakim

agama dalam memutus perkara dalam lingkungan Peradilan Agama,

meskipun wilayah hukumnya masih sebatas perkawinan, kewarisan,

perwakafan, wasiat, hibah, dan sedekah.66

Proses metamorphosis Peradilan Agama akhirnya sampai pada tahap

paripurna di era reformasi, lewat Undang-Undang No. 3 Tahun 2006

sebagai amandemen Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan

Agama menandakan dipercayakannya Peradilan Agama oleh pemerintah

untuk menangani perkara ekonomi syariah.

3. Dasar Hukum dan Wewenang Peradilan Agama

Berdasarkan Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan

Agama disebutkan bahwa Perngadilan Agama bertugas dan berwewenang

memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat

pertama antara orang-orang yang beragama Islam dalam bidang:

1. Perkawinan

2. Kewarisan, wasiat, dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum

Islam

66 Jaenal Aripin, Peradilan Agama, hal. 280.

Page 51: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

3. Waqaf dan shodaqoh67

Undang-Undang Peradilan Agama tahun 1989 ini telah mengalami

perubahan pada tahun 2006, yakni dengan disahkannya UU No. 3 Tahun

2006. Terkait dengan kompetensi Peradilan Agama yang tertuang dalam

ketentuan pasal 49 huruf i, yaitu kewenangan menyelesaikan sengketa di

bidang ekonomi syariah. Adapun yang dimaksud dengan ekonomi syariah

dalam menurut pasal 49 huruf i Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 adalah

perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syariah,

meliputi; Perbankan Syariah, Asuransi Syariah, Reasuransi Syariah, Reksa

Dana Syariah, Obligasi Syariah dan Surat Berharga Berjangka Menengah,

Sekuritas Syariah, Pembiayaan Syariah, Pegadaian Syariah, Dana Pensiun

Lembaga Keuangan Syariah, Bisnis Syariah, dan Lembaga Keuangan

Mikro Syariah.

Mempertegas eksistensi Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006, maka

pada tahun 2008 lalu, DPR telah berhasil menyelesaikan RUU Perbankan

Syariah menjadi Undang-Undang Perbankan Syariah. Dalam salah satu

pasalnya yakni pasal 55 ayat 1 dijelaskan bahwa penyelesaian sengketa

Perbankan Syariah dilaksanakan oleh pengadilan dalam lingkungan

Peradilan Agama.

67 Abdul Ghofur Anshori, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Islam di Indonesia,

(Yogyakarta: Citra Media, 2006), hal. 144.

Page 52: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

Mengacu pada beberapa peraturan perundang-undangan di atas, maka

Peradilan Agama memiliki wewenang untuk menerima, memeriksa, dan

memutus sengketa di bidang ekonomi syariah.

4. Prosedur Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah di Pengadilan Agama68

Prosedur penyelesaian sengketa ekonomi syariah pada dasarnya sama

dengan prosedur penyelesaian sengketa-sengketa kasus perdata lainnya,

hal ini mengingat Hukum Acara Peradilan Agama sama dengan Hukum

Acara yang dipakai oleh Peradilan Umum. Adapun prosesnya sebagai

berikut:

a. Prosedur. Langkah-langkah yang harus ditempuh oleh penggugat

adalah:

1) Mengajukan gugatan secara tertulis atau lisan kepada

pengadilan (Pasal 118 HIR, 142 Rbg).

2) Gugatan diajukan kepada Pengadilan

a) Di mana daerah hukumnya meliputi kediaman hukum

tergugat.

b) Bila tempat kediaman tergugat tidak diketahui, maka

gugatan diajukan kepada pengadilan yang daerah hukumnya

meliputi tempat kediaman penggugat.

68 Fakultas ekonomi UMY, Penyelesaian Ekonomi Syariah II,

www.http//umy.ac.id/index.php?option=page&id=149&item=326 - 104k, artikel ini di download pada minggu 24 Mei 2009.

Page 53: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

c) Bila mengenai benda tetap, maka gugatan dapat diajukan

kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat

letak benda tersebut. Bila benda tetap tersebut terletak

dalam beberapa wilayah pengadilan, maka gugatan dapat

diajukan kepada salah satu pengadilan yang dipilih oleh

penggugat (Pasal 118 HIR, 142 Rbg).

3) Membayar biaya perkara (Pasal 121 ayat (4) HIR). Jika

penggugat tidak memiliki kemampuan secara financial untuk

membayar biaya perkara, maka dapat dilaksanakan secara

prodeo.69

4) Penggugat dan tergugat atau kuasanya menghadiri sidang

pemeriksaan berdasarkan panggilan pengadilan (Pasal 121,

124, dan 125 HIR, 145 Rbg).

b. Proses Penyelesaian Sengketa di Pengadilan Agama

1) Calon Penggugat menghadap ke meja I. Meja I yang bertugas

menerima surat gugatan dan salinannya, menaksir panjar biaya

perkara, dan membuat SKUM (Surat Kuasa untuk Membayar).

Besarnya panjar biaya perkara diperkirakan harus telah

mencukupi untuk menyelesaikan perkara tersebut70. Bagi yang

69 Ibid. 70 Pasal 90 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Perubahan Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, hal. 74.

Page 54: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

tidak mampu dapat diizinkan berperkara secara prodeo.

Ketidakmampuan tersebut dibuktikan dengan melampirkan

surat keterangan dari lurah/kepala desa setempat yang

dilegalisir oleh camat.71

2) Calon Penggugat/pemohon kemudian menghadap kepada kasir

dengan menyerahkan surat gugatan/permohonan tersebut dan

SKUM. Ia membayar panjar biaya perkara sesuai dengan yang

tertera pada SKUM tersebut. Kasir kemudian menerima uang

tersebut dan mencatat dalam jurnal biaya perkara,

menandatangani dan memberi nomor perkara serta tanda lunas

pada SKUM tersebut. Mengembalikan surat gugat/permohonan

dan SKUM kepada calon Penguggat/pemohon, menyerahkan

uang panjar tersebut kepada Bendaharawan perkara.72

3) Pendaftaran perkara73

Calon penggugat/pemohon kemudian menghadap pada Meja II

dengan menyerahkan surat gugatan/permohonan dan SKUM

yang telah dibayar tersebut. Selanjutnya penggugat melakukan:

71 M. Fauzan, Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata Pengadilan Agama Dan

Mahkamah Syariah di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2005), hal. 14. 72 Fakultas Ekonomi UMY, Penyelesaian Ekonomi Syariah II. 73 Ibid.

Page 55: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

a) Memberi nomor pada surat gugatan/permohonan sesuai

dengan nomor yang diberikan oleh kasir. Sebagai tanda

telah terdaftar maka petugas Meja Kedua membubuhkan

paraf.

b) Menyerahkan satu lembar surat gugatan/permohonan yang

telah terdaftar bersama satu helai SKUM kepada

penggugat/pemohon

c) Mencatat surat gugatan/permohonan tersebut pada Buku

Register Induk Perkara Permohonan atau Register Induk

Perkara Gugatan sesuai dengan jenis perkaranya.

d) Memasukkan surat gugatan/permohonan tersebut dalam

Map Berkas Perkara dan menyerahkan kepada Wakil

Panitera untuk disampaikan kepada Ketua Pengadilan

melalui Panitera.

4) Penetapan Majelis Hakim74

Dalam waktu selambat-lambatnya 7 hari, Ketua menunjuk

Majelis Hakim untuk memeriksa dan mengadili perkara dalam

sebuah Penetapan Majelis Hakim (Pasal 121 HIR jo Pasal 93

UU-PA). Ketua membagikan semua berkas perkara dan atau

surat-surat yang berhubungan dengan perkar yang diajukan ke

74 Ibid.

Page 56: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

Pengadilan kepada Majelis Hakim untuk diselesaikan. Ketua

menetapkan perkara yang harus diadili berdasarkan nomor

urut, tetapi apabila terdapat perkara tertentu karena

menyangkut kepentingan umum harus segera diadili, maka

perkara itu didahulukan (Pasal 94 UU-PA) yang berwenang

menentukan bahwa suatu perkara menyangkut kepentingan

umum adalah ketua Pengadilan. Penetapan Majelis Hakim

dibuat dalam bentuk penetapan dan ditandatangani oleh Ketua

PA dan dicatat dalam Register Induk Perkara yang

bersangkutan.

5) Penunjukan Panitera Sidang (PPS)75

Untuk membantu Majelis Hakim dalam menyelesaikan perkara

ditunjuk seorang atau lebih panitera sidang. Penunjukan

panitera sidang dilakukan oleh Panitera (Pasal 96 UU-PA).

Panitera pengadilan bertugas menyelenggarakan administrasi

perkara dan mengatur tugas wakil panitera, panitera muda, dan

panitera pengganti. Panitera, wakil panitera, panitera muda,

panitera pengganti bertugas membantu hakim dengan

menghadiri dan mencatat jalannya sidang pengadilan. Apabila

ternyata dikemudian hari, anggota majelis hakim ada

yang berhalangan untuk sementara, maka dapat diganti dengan

75 Ibid.

Page 57: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

anggota lain yang ditunjuk oleh Ketua dan dicatat dalam BAP.

Apabila Ketua majelis berhalangan, maka sidang harus ditunda

pada hari lain. Tetapi apabila Ketua Majelis atau anggota

majelis berhalangan tetap (karena pindah tugas atau meninggal

dunia atau alasan lain) maka harus ditunjuk majelis baru

dengan Penetapan Majelis Hakim baru. Apabila panitera

sidang berhalangan, maka ditunjuk panitera lainnya untuk

mengikuti sidang.

6) Penetapan Hari Sidang76

Ketua Majelis setelah menerima berkas perkara tersebut,

bersama-sama hakim anggotanya mempelajari berkas perkara.

Ketua kemudian menetapkan hari dan tanggal serta jam kapan

perkara itu akan disidangkan serta memerintahkan agar para

pihak dipanggil untuk datang menghadap pada hari, tanggal

dan jam yang telah ditentukan.

7) Tahap Pemeriksaan Perkara77

Berdasarkan penetapan hari sidang, petugas panggil yang

ditunjuk Ketua Pengadilan Agama memanggil pihak-pihak di

muka sidang menurut hari, tanggal, jam, tempat yang telah

76 Ibid. 77 Nur Lailatul Musyafa’ah dkk, Peradilan Agama di Indonesia, (Bandung:

Pustaka Bani Quroisy, 2004), hal 79.

Page 58: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

ditentukan. Adapun proses pemeriksaan perkara sebagai

berikut:

a) Tahap sidang pertama. Tahap ini terdiri dari: (1) hakim

membuka sidang, (2) hakim menanyakan identitas para

pihak, (3) anjuran untuk berdamai. Jika upaya mediasi

tidak berhasil maka sidang akan dilanjutkan dengan (4)

pembacaan surat gugatan atau permohonan oleh penggugat

atau pemohon.78

b) Tahap jawab menjawab (replik-duplik). Setelah pembacaan

gugatan/permohonan selesai, kemudian upaya mediasi

tidak berhasil hakim akan bertanya kepada tergugat atau

termohon apakah ia menjawab secara verbal atau tertulis.

Jika menjawab tertulis, maka akan ditanyakan kembali

apakah sudah siap. Jika belum siap, kapan

tergugat/termohon memiliki kesiapan. Sejak saat itu

masuklah pada proses replik-duplik, baik antar pihak

maupun hakim dengan para pihak.79

c) Tahap pembuktian. Tahap pembuktian dimulai ketika tiada

lagi yang akan dikemukakan oleh para pihak dan tiada lagi

78 R. Soeroso, Praktek Hukum Acara Perdata, Tata Cara dan Proses

Persidangan, (Jakarta:Sinar Grafika 2004), hal. 41-42. 79 Ibid.

Page 59: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

yang dipertanyakan oleh hakim. Setelah itu hakim

memeriksa bukti-bukti yang diajukan oleh para pihak yang

berperkara.80

d) Tahap penyusunan konklusi. Setelah hakim memeriksa

bukti-bukti, sebelum majelis hakim bermusyawarah, pihak-

pihak diperkenankan mengajukan konklusi (kesimpulan-

kesimpulan dari persidangan menurut para pihak). Karena

konklusi ini bersifat hanya untuk membantu majelis, pada

umumnya ini tidak diperlukan pada kasus-kasus ringan

sehingga hakim boleh meniadakannya.81

e) Musyawarah Majelis Hakim. Musyawarah majelis

dilakukan secara rahasia, tertutup untuk umum. Semua

pihak maupun hadirin diperintahkan meninggalkan ruang

sidang. Panitera sendiri, kehadirannya dalam sidang

musyawarah atas izin majelis hakim. Hasil musyawarah

ditandatangani oleh semua hakim tanpa panitera sidang. Ini

merupakan lampiran Berita Acara Sidang yang nanti akan

dituangkan dalam diktum keputusan.82

80 Fakultas Ekonomi UMY, Penyelesaian Ekonomi Syariah II. 81 Nur Lailatul Musyafa’ah dkk, Peradilan Agama di Indonesia, hal. 80 82 Ibid.

Page 60: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

f) Pengucapan Keputusan. Pengucapan keputusan selalu

dilakukan dalam sidang terbuka untuk umum. Selesai

keputusan diucapkan, ketua majelis akan bertanya kepada

penggugat atau tergugat, apakah menerima keputusan

tersebut atau tidak. Bagi pihak yang menyatakan

menerima, maka baginya tertutup kesempatan untuk

melakukan banding, sedangkan bagi pihak yang

menyatakan tidak menerima atau pikir-pikir dulu, baginya

masih terbuka melakukan upaya hukum.83

8) Eksekusi

Dengan dibacakannya putusan, maka selesailah proses

pemeriksaan perkara. Selanjutnya akan dilakukan proses

pelaksanaan keputusan (eksekusi) oleh jurusita yang ditunjuk.

Dalam proses eksekusi harus diperhatikan unsur-unsur

berikut:84

a) Dictum putusan yang dapat dieksekusi hanyalah yang

bersifat comdemnatoir, artinya berwujud menghukum

pihak untuk membayar sesuatu, menyerahkan sesuatu, atau

melepaskan sesuatu dan sejenisnya.

83 Ibid. hal. 81. 84 Raihan Abdul Rosyid, Hukum Acara Peradilan Agama, (Jakarta: Rajawali

Press, 1991), hal. 223.

Page 61: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

b) Diktum yang bersifat comdemnatoir tersebut harus jelas

dan rinci, misalnya wujudnya, bentuknya, batas-batasnya

dan sebagainya.

c) Barang atau benda yang akan digunakan untuk dibayarkan

atau diserahkan tersebut harus bebas dari sangkutan

dengan pihak ke tiga.

d) Untuk terjaminnya pelaksanaan putusan (eksekusi)

penggugat biasanya mengajukan permohonan sita jaminan

(conservatoir beslag) bersamaan dengan pengajuan

gugatan atau disusulkan.

B. Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS)

1. Pengertian Badan Arbitrase Syariah Nasioal

Arbitrase jika dilihat dari asal kata (bahasa latin adalah arbitrare dan

dalam bahasa Belanda arbitrage) yang berarti suatu kesatuan untuk

menyelesaikan sesuatu menurut kebijaksanaan. Artinya penyelesaian

sengketa yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa arbiter atas dasar

kebijaksanaannya dan para pihak akan tunduk atau menanti pada

keputusan yang yang diberikan oleh arbiter yang mereka pilih85.

85 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Wacana Ulama dan

Cendikiawan, (Bank Indonesia dan Tazkia Institute, 1999), hlm. 285.

Page 62: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

Menurut R. Soebekti yang pendapatnya dinukil oleh Zeini Asyhadie

menyatakan bahwa arbitrase adalah penyelesaian atau pemutusan sengketa

oleh seorang hakim atau para hakim berdasarkan persetujuan bahwa para

pihak akan tunduk dan menaati kepada keputusan yang diberikan oleh

hakim yang mereka pilih.86

Dalam pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No. 30 tahun 1999 tentang

Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, bahwa yang dimaksud

dengan arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar

peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat

secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.87

Arbitrase merupakan badan penyelesai sengketa non-litigasi (di luar

pengadilan) yang telah dikenal oleh pihak perusahaan. Arbitrase adalah

peradilan yang dipilih sendiri secara sukarela oleh masing-masing pihak

yang melakukan perjanjian. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan

Negara merupakan kehendak bebas pihak-pihak yang berkepentingan.

Kehendak bebas ini dituangkan dalam perjanjian tertulis yang mereka buat

86 Zeini Ayhadie, Hukum Bisnis: Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia,

(Jakarta: Raja Grafindo, 2005), h. 208. 87 Ibid. hal. 208

Page 63: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

sebelum dan sesudah terjadi sengketa sesuai dengan asas kebebasan

berkontrak dalam hukum perdata.88

Menurut Satria Effendi M. Zen, pengertian arbitrase dalam kajian fiqih

adalah suatu penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh hakam yang

dipilih atau ditunjuk secara sukarela oleh dua orang yang bersengketa

untuk mengakhiri sengketa di antara mereka dan kedua belah pihak akan

menaati penyelesain oleh hakam atau para hakam yang mereka tunjuk

itu.89

Menurut A. Wasil Auli terdapat nilai-nilai positif dan konstruktif yang

terkandung dalam prinsip perdamaian (arbitrase):90

a. Kedua belah pihak menyadari sepenuhnya perlunya penyelesaian

sengketa yang terhormat dan bertanggung jawab.

b. Secara sukarela mereka meyerahkan penyelesaian sengketa itu

kepada orang atau lembaga yang disetujui dan dipercayai.

c. Secara sukarela mereka akan melaksanakan putusan dari arbiter

sebagai konsekuensi atas kesepakatan mereka mengangkat arbiter.

Kesepakatan mengandung janji dan janji itu harus ditepati.

88 Abdul Kadir Muhammad, Pengantar Hukum Perusahaan Indonesia,

(Bandung: PT. Citra Aditya,1992), hal. 276. 89 Satria Effendi M. Zen, “Arbitrase dalam Syariat Islam”, dalam Abdul Rahman

Sholeh, dkk., Arbitrse Syariah Islam di Indonesia, (Jakarta, BAMUI, 1994), hal. 8. 90 Ahmad Wasit Aula’i, “Arbitrase Dalam Perspektif Islam”, dalam Abdul

Rahman Saleh, Arbitrase Islam di Indonesia, (Jakarta: BAMUI dan BMI, 1994), hal. 41.

Page 64: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

d. Mereka menghargai hak orang lain sekalipun orang lain itu adalah

lawannya.

e. Sesungguhnya pelaksanaan tahkim atau arbitrase mengandung makna

perdamaian dan musyawarah.

2. Sejarah Basyarnas

Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) yang dahulu bernama

Badan Arbitrase Muamalah Indonesia (BAMUI), didirikan oleh MUI

tanggal 5 Jumadil Awal 1414 H bertepatan dengan tanggal 21 Oktober

1993, didirikan dalam bentuk badan hukum yayasan, sabagaimana

dikukuhkan dalam akte notaris Yudo Paripurno, SH. No. 175 tanggal 21

Oktober 1993.91

HS. Projdokusumo (sekum MUI) menyebutkan bahwa gagasan

pembentukan badan ini tidak terlepas dari konteks perkembangan

kehidupan sosial ekonomi umat Islam. Konteks ini jelas dihubungkan

dengan Bank Muamalat dan Bank Perkreditan Rakyat berdasarkan prinsip

syariah (BPRS) yang terlebih dahulu lahir, bersesuaian dengan

diberlakukannya perangkat hukum yang mengandung beroperasinya

perbankan dengan prinsip Islam yaitu Undang-Undang No. 7 tahun 1992

dan PP No. 71 dan 72 tahun 199292.

91 Abdul Rahman Saleh, Arbitrase Islam di Indonesia, (Jakarta: BAMUI dan BMI,

1994), hal. 191. 92 Ibid,

Page 65: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

Kemudian berdasarkan hasil pertemuan antara Dewan Pimpinan

Majelis Ulama Indonesia dan Pengurus BAMUI tanggal 26 Agustus 2003,

serta memperhatikan surat Pengurus Badan Arbitrase Muamalat Indonesia

No. 82/BAMUI/07/X/2003, tanggal 07 Oktober 2003, maka MUI dengan

SK-nya No. Kep-09/MUI/XII/2003, tanggal 30 Syawwal 1424/24

Desember 2003, menetapkan bahwa:93

a. Mengubah nama Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI)

menjadi Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS).

b. Mengubah bentuk badan hukum BAMUI dari Yayasan menjadi badan

yang berada di bawah MUI, dan merupakan perangkat organisasi

MUI.

c. Dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya sebagai lembaga hakam,

BASYARNAS bersifat otonom dan independen.

Bergantinya nama BAMUI menjadi Basyarnas didasari dengan alasan:

a. Kedudukan BAMUI sebagai bentuk badan hukum yayasan tidak

sesuai lagi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 16 tahun

2001 tentang yayasan.

93 Ahmad Djauhari, Arbitrase Syariah Indonesia, (Jakarta: Badan Arbitrase

Syariah Nasional, 2006), hal. 42-43.

Page 66: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

b. Bahwa anggota Pembina dan pengurus BAMUI sudah banyak yang

meninggal dunia oleh karena itu perlu ditetapkan susunan dan

personalia baru.

c. Bahwa Rapat Kerja Nasional MUI pada tanggal 23-26 Desember 2002

merekomendasikan perubahan nama BAMUI menjadi Badan

Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas).

d. Adanya keinginan untuk menghilangkan asumsi masyarakat bahwa

BAMUI ada hubungan dengan Bank Muamalah Indonesia (BMI)

dalam arti kata hanya diperuntukkan bagi BMI saja ataupun bagian

dari manajemen BMI.

3. Dasar Hukum dan Wewenang Basyarnas

Eksistensi Basyarnas sebagai salah satu lembaga penyelesai sengketa

dalam bidang perdata khususnya ekonomi Islam tidak terlepas dari

keberadaan Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia khususnya BMI

yang pada saat itu merupakan satu-satunya bank dengan prinsip syariah.

Kemudian disusul dengan pendirian asuransi takaful dan Badan

Perkreditan Rakyat Syariah.

Adanya lembaga keuangan syariah merupakan indikator

perkembangan hukum perdata Islam yang terdiri dari masalah perkawinan,

kewarisan, hibah, wasiat, perceraian dan sekarang bertambah hukum

bisnis. Jika kemudian hari timbul sengketa antar pihak yang bermuamalah,

Page 67: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

maka proses penyelesaiannya diserahkan kepada pihak yang bertransaksi,

apakah lewat Basyarnas atau Peradilan Agama sesuai dengan klausula

yang disepakati oleh kedua belah pihak.

Basyarnas mempunyai landasan yuridis formal yang kuat di Indonesia.

Ada dasar hukum Negara sebagai hukum positif yang berlaku saat ini

memungkinkan penyelesaian sengketa yang menyangkut kegiatan

transaksi bisnis dilakukan tidak melalui jalur peradilan. Walaupun

penyelenggaraan kekuasaan kehakiman diserahkan sepenuhnya kepada

peradilan dengan berpedoman kepada Undang-Undang No. 14 tahun 1970

tentang Ketentuan Pokok-Pokok Kehakiman.

Basyarnas merupakan badan arbitrase (hakam), maka landasan

hukumnya pun tidak lepas dari pedoman konstitusi Islam yakni Al-Quran

dan Hadits. Karena penyelesaian sengketa melalui arbitrer merupakan

kebiasaan masyarakat Arab sejak pra Islam. Nabi Muhammad sering

ditunjuk sebagai juru damai oleh masyarakat Arab pada saat itu, saat

beliau belum menjadi Rosulullah. Peristiwa peletakkan hajarul aswad

merupakan salah satu bukti bahwa Rosulullah telah dianggap sabagai figur

yang mampu mendamaikan pihak-pihak yang bersengketa.

Dalam QS. An-Nisa ayat 35 dijelaskan:

وا حَكَمًا مِنْ أَهْلِهِ وَحَكَمَا مِنْ أَهْلِهَا وَإِنْ خِفْتُمْ شِقَاقُ بَيْنهما فَابْعَثُ

﴾٣٥﴿اِنْ يُرِيْدَا اِصْلاَحًا يُوَفِّقِ اللّهُ بِيْنَهُمَا اِنَّ اللّهَ آَانَ عَلِيْمًا خَبِيْرًا

Page 68: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

“Dan jika kaum khawatir ada persengketaan antara keduanya maka kirimilah seorang hakam dari keluarga keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah akan memberikan taufik kepada istri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dan Mengenal.”

Jika dilihat secara tekstual ayat ini mengandung pengertian hakam

dalam masalah keluarga dalam menyelesaikan masalah antara suami istri.

Namun kalau kita perhatikan ada semangat yang terkandung di dalamnya

yang berkaitan dengan penyelesaian sebuah masalah melalui islah.

Dasar hukum arbitrase selanjutnya adalah hadits yang diriwayatkan

oleh An-Nasa’i yang menceritakan dialog nabi dengan Abi Sureikh di

kalangan rakyat jika terjadi perselisihan dalam berbagai hal Abu Sureikh

sering kali diangkat menjadi wasit untuk menyelesaikan masalah di antara

mereka.

إن االله : أنه آان يكنى أبا الحكم ، فقال له النبي صلى االله عليه وسلم:عن أبي شريح في شيء أتوني فحكمت بينهم، إن قومي إذا اختلفوا: هو الحكم، وإليه الحكم، فقال

، ومسلم ، شريح: ما أحسن هذا، فما لك من الولد ؟ قال: فرضي آلا الفريقين، فقال رواه النّسائ ﴿ فأنت أبو شريح: ، قالشريح : فمن أآبرهم ؟ قلت: قال. د االله وعب

﴾و أبو داود

“Qutaibah telah menceritakan kepada kami, dia berkata: telah menceritakan kepada kami Yazid, dia adalah putera Miqdam bin Syureikh dari Syreikh Ibnu Hani, dari bapaknya yaitu Hani, bahwa dia (Hani) tatkala datang kepada Rosulullah, maka Rosulullah berkata kepadanya: “Sesungguhnya Allah Ta’ala adalah Hakim dan hanya kepada-Nya lah dikembalikan segala permasalahan hukum namun mengapa engkau digelari “Abu al-Hakim? Maka Hani berkata: sesungguhnya kaumku manakala terjadi permasalahan di antara mereka tentang sesuatu, maka mereka mendatangiku dan aku memberikan putusan hukum bagi mereka dan masing-masing pihak yang berselisish

Page 69: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

itu menerima keputusan dengan rela hati”. Rasulullah berkata: “alangkah baiknya hal demikian”…94

Di samping dalam kedua sumber pokok hukum Islam tersebut,

arbitrase atau tahkim juga telah diakui oleh mayoritas sahabat Rosulullah.

Persengketaan pernah terjadi yang diputuskan melalui arbitrase di

kalangan sahabat. Ini menunjukkan bahwa sesungguhnya arbitrase telah

menjadi keharusan bagi para pihak yang berkonflik untuk mengedepankan

rasa perdamaian dan persaudaraan di antara mereka.

Selain Al-Quran, Hadits dan konsensus ulama yang menjadi landasan

hukum bagi Basyarnas, dalam hukum positif juga dapat menjadi payung

hukum bagi Basyarnas, yakni pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No. 30 tahun

1999 tentang arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa, dalam UU

tersebut disebutkan bahwa arbitrase adalah penyelesaian sengketa perdata

di luar pengadilan yang didasarkan atas perjanjian arbitrase yang dibuat

secara tertulis oleh para pihak yang bersegketa.95

4. Prosedur Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah di Basyarnas

a. Pengajuan Permohonan

94 Sunan An-Nasa’i jilid VII hal. 199.

95 Abdul Ghofur Anshori, Perjanjian Islam, (Yogyakarta: Citra Media Hukum, 2006), hal. 148.

Page 70: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

Prosedur arbitrase dimulai dengan didaftarkannya surat permohonan

untuk mengadakan arbitrase oleh sekretaris dalam register Basyarnas.

Surat permohonan harus memuat sekurang-kurangnya:

1) Nama lengkap dan tempat tinggal atau tempat kedudukan

2) Suatu uraian singkat tentang duduknya sengketa

3) Apa yang dituntut96

Pada surat permohonan harus dilampirkan:97

a) Salinan dari naskah kesepakatan yang secara khusus

menyerahkan pemutusan sengketa kepada Basyarnas

b) Surat perjanjian yang memuat klausul arbitrase yaitu ketentuan

yang menetapkan bahwa sengketa-sengketa yang timbul dari

perjanjian tersebut akan diputus Basyarnas.

Apabila surat permohonan diajukan oleh juru kuasa, maka

surat kuasa khusus untuk mengajukan permohonan tersebut

harus dilampirkan

Apabila para pihak tidak mampu membayar biaya-

biaya pendaftaran, administrasi atau pemeriksaan yang dapat

dibuktikan dengan surat keterangan resmi sekurang-kurangnya

96 Zaeni Asyhadie, Hukum Bisnis, hal. 216-217. 97 Gunawan Wijaya dan Ahmad Yani, Hukum Arbitrase, (Jakarta: Raja

Grafindo Persada, 2003), hal. 105-106.

Page 71: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

dari Kepala Desa atau Lurah setempat, maka Ketua Bamui

dapat menetapkan kebijaksanaannya.98

b. Sikap Basyarnas terhadap permohonan99

Basyarnas akan menyatakan permohonan tidak dapat diterima, apabila

perjanjian yang menyerahkan pemutusan sengketa kepada Basyarnas

atau klausul arbitrase dianggap tidak cukup untuk dijadikan dasar

kewenangan Basyarnas untuk memeriksa sengketa yang diajukan.

Pernyataan tentang tidak dapat diterimanya permohonan tersebut

dilakukan dengan sebuah penetapan yang dikeluarkan oleh Ketua

Basyarnas selambat-lambatnya dalam waktu empat belas hari terhitung

sejak tanggal pendaftaran permohonan. Pernyataan tentang tidak dapat

diterimanya permohonan juga dapat dilakukan oleh arbiter tunggal

atau arbiter majelis yang telah ditunjuk dalam hal pemeriksaan telah

mulai. Penetapan tentang tidak dapat diterimanya permohonan yang

dikeluarkan oleh ketua Basyarnas disampaikan kepada pihak yang

bersangkutan selambat-lambatnya dalam waktu empat belas hari

terhitung sejak tanggal penetapan.

c. Penetapan Arbiter Tunggal atau Arbiter Majelis100

98 Ensiklopedia Ekonomi Islam, Penyelesaian Melalui Basyarnas, diakses pada 5 Maret 2010 dari http://fe.umy.ac.id/eei/index.php?option=page&id=149&item=32

99 Ensiklopedi Ekonomi Islam, Penyelesaian Melalui Basyarnas. 100 Ibid.

Page 72: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

Apabila perjanjian yang menyerahkan pemutusan sengketa

kepada Basyarnas atau klausul arbitrase dianggap sudah mencukupi

maka Ketua Basyarnas segera menetapkan dan menunjuk arbiter

tunggal atau arbiter majelis yang akan memeriksa dan memutus

sengketa dan sekaligus memerintahkan untuk menyampaikan salinan

surat permohonan kepada termohon disertai perintah untuk

menanggapi permohonan tersebut dan memberikan jawabannya

selambat-lambatnya dalam waktu tiga puluh hari terhitung sejak

tanggal diterimanya salinan surat permohonan dan surat panggilan.

Penetapan arbiter tunggal atau arbiter majelis dilakukan oleh

ketua Basyarnas berdasarkan klausul arbitrase atau apabila tidak

disebutkan yang demikian, ditetapkan berdasarkan berat ringannya

sengketa. Arbiter yang telah ditunjuk oleh Ketua Basyarnas dipilih

dari para anggota dewan arbiter yang telah terdaftar pada Basyarnas.

Namun demikian, dalam hal yang sangat diperlukan karena

pemeriksaan memerlukan suatu keahlian yang khusus, maka ketua

Basyarnas berhak menunjuk seorang ahli dalam bidang khusus yang

diperlukan untuk menjadi arbiter. Apabila salah satu atau kedua belah

pihak yang bersengketa mempunyai keberatan terhadap arbiter yang

telah ditunjuk oleh Ketua Basyarnas, maka selambat-lambatnya dalam

sidang pemeriksaan pertama, hal keberatan tersebut telah diajukan

oleh pihak yang bersangkutan disertai alasan-alasannya berdasar

Page 73: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

hukum. Segera setelah selesainya sidang pertama pemeriksaan atau

selambat-lambatnya dalam waktu tujuh hari arbiter tunggal atau arbiter

majelis meneruskan keberatan itu kepada ketua Basyarnas dan

selambat-lambatnya dalam waktu tiga hari ketua Basyarnas harus

sudah memberikan penetapan apakah keberatan itu diterima atau

ditolak berikut alasan-alasannya. Bila keberatan diterima, maka ketua

Basyarnas dalam penetapan yang sama menunjuk arbiter lain. Adanya

keberatan terhadap arbiter yang telah ditunjuk oleh Ketua Basyarnas

yang diajukan oleh satu atau kedua belah pihak, tidak mengurangi

kewajiban termohon untuk memberikan jawabannya secara tertulis

sebagaimana yang telah ditentukan.

d. Acara Pemeriksaan101

Pemeriksaan persidangan dilakukan di tempat kedudukan

Basyarnas kecuali ada persetujuan dari kedua belah pihak pemeriksaan

dapat dilakukan di tempat lain. Putusan harus diambil dan dijatuhkan

di tempat kedudukan Basyarnas. Selama proses dan pada setiap tahap

pemeriksaan berlangsung arbiter tunggal atau arbiter majelis harus

memberi perlakuan dan kesempatan yang sama sepenuhnya kepada

masing-masing pihak untuk membela dan mempertahankan

kepentingannya. Baik atas pendapat sendiri maupun atas permintaan

salah satu pihak arbiter tunggal atau arbiter majelis dapat melakukan

101 Ibid.

Page 74: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

pemeriksaan dengan mendengar keterangan saksi, termasuk saksi ahli

dan pemeriksaan secara lisan di antara para pihak. Setiap bukti atas

dokumen yang disampaikan salah satu pihak kepada arbiter tunggal

atau arbiter majelis, salinannya harus diberikan kepada pihak lawan.

Tata cara pemeriksaan dilakukan secara langsung dan tertulis di depan

persidangan yang ditetapkan untuk itu tanpa mengurangi kebolehan

pemeriksaan secara lisan. Pemeriksaan terdiri atas tahap jawab

menjawab (replik duplik), pembuktian dan putusan, yang

pentahapannya ditentukan berdasarkan kebijaksanaan arbiter tunggal

atau arbiter majelis.

e. Jawaban Termohon dan Tenggang Waktu102

Segera setelah diterimanya jawaban dari termohon, atas

perintah arbiter tunggal atau arbiter majelis, salinan dari jawaban

tersebut diserahkan kepada pemohon. Bersamaan dengan itu arbiter

tunggal atau ketua arbiter majelis memerintahkan kepada para pihak

untuk menghadap di muka sidang arbitrase pada tanggal yang

ditetapkan, selambat-lambatnya dalam waktu empat belas hari,

terhitung sejak tanggal dikeluarkannya perintah itu, dengan

pemberitahuan bahwa mereka boleh mewakilkan kepada kuasa dengan

surat kuasa khusus. Apabila termohon, setelah lewatnya waktu tiga

puluh hari tidak menyampaikan jawabannya, maka arbiter tunggal atau

102 Ibid.

Page 75: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

ketua arbiter majelis akan memerintahkan pemanggilan para pihak

sebagaimana ketentuan yang berlaku.

f. Tuntutan Balasan103

Dalam jawabannya, atau paling lambat pada hari sidang

pertama pemeriksaan, termohon dapat mengajukan suatu tuntutan

balasan (reconventie). Terhadap bantahan yang diajukan termohon,

pemohon dapat mengajukan jawaban yang dibarengi dengan tambahan

tuntutan (additional claim) asal hal itu mempunyai hubungan erat dan

langsung dengan pokok yang disengketakan serta termasuk menjadi

yurisdiksi Basyarnas. Tuntutan-tuntutan dari masing-masing pihak

terhadap pihak lainnya, akan diperiksa dan diputus oleh arbiter tunggal

atau arbiter majelis bersama-sama dan sekaligus dalam suatu putusan.

Apabila pada hari yang telah ditetapkan, pemohon tanpa suatu alasan

yang sah tidak datang menghadap, sedangkan ia telah dipanggil secara

patut, maka arbiter tunggal atau arbiter majelis akan menggugurkan

permohonan pemohon. Apabila pada hari yang telah ditetapkan itu,

termohon tanpa suatu alasan yang sah, sedangkan ia telah dipanggil

secara patut tidak datang menghadap, maka arbiter tunggal atau ketua

arbiter majelis memerintahkan supaya dipanggil lagi untuk terakhir

kali, guna menghadap di muka sidang pada waktu kemudian, yang

ditetapkan selambat-lambatnya dalam waktu empat belas hari sejak

103 Ibid.

Page 76: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

dikeluarkannya perintah itu. Apabila pada hari yang telah ditetapkan

lagi itu termohon tanpa suatu alasan yang sah tidak juga datang

menghadap, maka pemeriksaan akan diteruskan tanpa hadirnya

termohon dan tuntutan pemohon akan dikabulkan, kecuali tuntutan itu

oleh arbiter tunggal atau arbiter majelis dianggap tidak berdasarkan

hukum atau keadilan. Terhadap putusan arbiter tunggal atau arbiter

majelis dalam waktu empat belas hari setelah isi putusan diberitahukan

secara resmi kepadanya, termohon berhak mengajukan perlawanan

(verstek). Perlawanan diajukan dengan cara yang sama seperti yang

berlaku untuk mengajukan permohonan tanpa perlu membayar biaya-

biaya pendaftaran, administrasi dan pemeriksaan. Apabila pada hari

sidang pemeriksaan perlawanan yang telah ditetapkan oleh Basyarnas

pelawan meskipun telah dipanggil secara sah tidak datang hadir, maka

arbiter tunggal atau arbiter majelis akan menguatkan putusan. Apabila

kedua belah pihak datang menghadap, maka pemeriksaan dilakukan

dari permulaan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku.

g. Perdamaian104

Terlebih dahulu arbiter tunggal atau arbiter majelis akan

mengusahakan tercapainya perdamaian. Apabila usaha tersebut

berhasil, maka arbiter tunggal atau arbiter majelis akan membuatkan

104 Gunawan Wijaya dan Ahmad Yani, Hukum Arbitrase, hal. 109.

Page 77: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

akte perdamaian dan menghukum kedua belah pihak untuk memenuhi

dan menaati perdamaian tersebut. Apabila perdamaian tidak berhasil,

maka arbiter tunggal atau arbiter majelis akan meneruskan

pemeriksaan terhadap sengketa yang dimohon.

h. Pembuktian dan saksi/ahli105

Para pihak dipersilahkan untuk menjelaskan dalil-dalil

pendirian masing-masing serta mengajukan bukti-bukti yang dianggap

perlu untuk menguatkannya. Apabila dianggap perlu, arbiter tunggal

atau arbiter majelis, dapat memanggil saksi-saksi atau ahli-ahli

untuk didengar keterangannya. Pihak yang meminta dipanggilnya

saksi atau ahli, harus membayar lebih dahulu kepada sekretaris

Basyarnas, segala biaya pemanggilan dan perjalanan saksi atau ahli

yang bersangkutan. Dalam hal pemanggilan saksi atau ahli dilakukan

atas prakarsa arbiter tunggal atau arbiter majelis, maka biaya untuk itu

akan dibebankan kepada para pihak secara adil, namun terlebih dahulu

dibayar oleh pemohon kepada sekretaris Basyarnas.

Sebelum memberikan keterangan di muka sidang, para saksi atau ahli

dapat diminta oleh arbiter tunggal atau arbiter majelis untuk

mengucapkan sumpah terlebih dahulu, bahwa saksi atau ahli itu hanya

menerangkan apa yang mereka ketahui dengan sungguh-sungguh.

Seluruh pemeriksaan dilakukan secara tertutup.

105 Ensiklopedi Ekonomi Islam, Penyelesaian Melalui Basyarnas.

Page 78: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

i. Pencabutan permohonan106

Selama belum dijatuhkan putusan, pemohon dapat mencabut

permohonannya, apabila sudah ada jawaban dari termohon, maka

pencabutan tersebut hanya diperbolehkan dengan persetujuan

termohon. Apabila permohonan pencabutan itu dilakukan oleh

pemohon sebelum ketua Basyarnas menunjuk arbiter tunggal atau

arbiter majelis dan panggilan untuk menghadap sidang belum

dikeluarkan, maka seluruh biaya pemeriksaan dikembalikan kepada

pemohon. Apabila pemeriksaan oleh arbiter tunggal atau arbiter

majelis sudah dimulai, maka dari biaya-biaya yang telah dibayar oleh

pemohon akan dikembalikan sebagian menurut ketetapan Ketua

Basyarnas sebagaimana yang dianggap pantas.

j. Berakhirnya pemeriksaan107

Apabila arbiter tunggal atau arbiter majelis menganggap

pemeriksaan telah cukup, maka arbiter atau ketua arbiter majelis akan

menutup pemeriksaan itu dan menetapkan suatu hari sidang guna

mengucapkan putusan yang diambil. Apabila dianggap perlu arbiter

tunggal atau arbiter majelis baik atas inisiatif sendiri maupun atas

permintaan salah satu pihak, dapat membuka sekali lagi pemeriksaan

sebelum putusan dijatuhkan. Arbiter tunggal atau arbiter majelis akan

106 Ibid. 107 Ibid.

Page 79: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

mengambil dan mengucapkan putusan dalam suatu sidang yang

dihadiri oleh kedua belah pihak, dan apabila salah satu atau para pihak

tidak hadir, maka putusan akan diucapkan, sepanjang kepada para

pihak telah disampaikan secara patut. Persidangan Arbiter tunggal

atau arbiter majelis dilakukan Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan

Yang Maha Esa. Tiap penetapan dan putusan dimulai dengan kalimat

Bismillahirrahmanirrahim, diikuti dengan Demi Keadilan Berdasarkan

Ketuhanan Yang Maha Esa. Seluruh proses pemeriksaaan sampai

dengan diucapkannya putusan oleh Arbiter tunggal atau arbiter majelis

akan diselesaikan selambat-lambatnya sebelum jangka waktu enam

bulan habis, terhitung sejak tanggal dipanggilnya untuk pertama kali

para pihak untuk menghadiri sidang pertama pemeriksaan.

k. Gugurnya Hak Membantah108

Salah satu pihak yang mengetahui adanya bagian atau

ketentuan peraturan prosedur yang tidak diterapkan sebagaimana

mestinya, tetapi tidak langsung mengajukan bantahan atau

keberatan terhadap hal itu, dianggap menggugurkan haknya sendiri

untuk mengajukan bantahan.

l. Pengambilan Putusan109

108 Ibid. 109 Ibid.

Page 80: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

Apabila arbiter terdiri atas tiga orang, setiap putusan atau ketetapan

lain dari arbiter harus diambil berdasarkan suara terbanyak (suara

mayoritas) akan tetapi apabila suara terbanyak tidak tercapai, ketua

arbiter majelis dapat mengambil dan menjatuhkan putusan oleh dia

sendiri dan putusan dianggap dibuat oleh semua anggota arbiter.

Putusan harus memuat alasan-alasan kecuali para pihak menyetujui

putusan tidak perlu memuat alasan. Putusan Basyarnas yang sudah

ditandatangani oleh arbiter tunggal atau arbiter majelis langsung final

dan mengikat (final and binding) kepada para pihak yang bersengketa,

dan wajib menaati serta segera memenuhi pelaksanaannya. Putusan

tidak boleh diumumkan, kecuali disepakati oleh kedua belah pihak.

m. Perbaikan putusan110

Dalam tempo dua puluh hari sejak disampaikan, salah satu

pihak dapat mengajukan secara tertulis permintaan perbaikan putusan

tentang kesalahan yang berkenaan dengan jumlah perhitungan, salah

ketik atau salah cetak. Perbaikan putusan harus dibuat tertulis dan

ditandatangani paling lambat dalam waktu 20 hari sejak permintaan

disampaikan sekretaris kepada arbiter tunggal atau arbiter majelis,

sudah memberikan perbaikan yang diminta dan perbaikan

tersebut langsung menjadi bagian yang tidak terpisah dengan putusan.

110 Ibid.

Page 81: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

n. Pembatalan Putusan111

Salah satu pihak dapat mengajukan secara tertulis permintaan

pembatalan putusan yang disampaikan kepada sekretaris dan tembusan

kepada pihak lawan sebagai pemberitahuan, namun hal ini tidak

mengurangi kewajiban sekretaris untuk menyampaikan

pemberitahuan resmi kepada pihak lawan. Permintaan pembatalan

hanya dapat dilakukan berdasarkan salah satu alasan berikut:

1) Penunjukan arbiter tunggal atau arbiter majelis tidak sesuai dengan

ketentuan yang diatur dalam peraturan Prosedur Basyarnas

2) Putusan melampaui batas kewenangan Basyarnas

3) Putusan melebihi dari yang diminta oleh para pihak

4) Terdapat penyelewengan di antara salah seorang anggota arbiter

5) Putusan jauh menyimpang dari ketentuan pokok peraturan

prosedur Basyarnas

6) Putusan tidak memuat dasar-dasar alasan yang menjadi landasan

pengambilan putusan tanpa mengurangi ketentuan-ketentuan yang

berlaku

o. Biaya administrasi dan honorarium112

111 Ibid. 112 Ibid.

Page 82: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

Apabila tuntutan sepenuhnya dikabulkan atau pendirian si

pemohon seluruhnya dibenarkan, atau ditolak biaya administrasi dan

pemeriksaan dibebankan kepada si pemohon. Apabila tuntutan

sebagian dikabulkan, biaya administrasi dan pemeriksaan dibagi antara

kedua belah pihak menurut ketetapan yang dianggap adil oleh arbiter.

Honorarium bagi para arbiter selamanya dibebankan kepada kedua

belah pihak, masing-masing separuh.

C. Analisis Dasar Hukum dan Wewenang Basyarnas dan Peradilan Agama

Kompetensi peradilan agama dapat kita lihat dalam undang-undang

No. 3 Tahun 2003 tentang amandemen peradilan agama tepatnya pada pasal

49 yang menyebutkan bahwa:113

“Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: a. Perkawinan

b. Waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq

c. Shodaqoh, dan

d. Ekonomi Syariah”

Undang-undang peradilan agama tahun 1989 telah mengalami

amandemen pada tahun 2006 yaitu dengan lahirnya Undang-undang No.3

113 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006

Page 83: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

Tahun 2006. Berhubungan dengan kompetensi absolut Peradilan Agama yang

tertuang dalam ketentuan pasal 49 mengalami perluasan. Perluasan tersebut

berupa kewenangan menyelesaikan sengketa di bidang ekonomi syariah.

Menurut penjelasan pasal 49 huruf i, pengertian ekonomi syariah adalah

perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan berdasarkan prinsip syariah,

meliputi: perbankan syariah, asuransi syariah, reasuransi syariah, reksadana

syariah, obligasi syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah,

sekuritas syariah, pembiayaan syariah, pegadaian syariah, dana pensiun

lembaga keuangan syariah, bisnis syariah dan lembaga keuangan mikro

syariah.

Sebelum diamandemenkannya Undang-undang No. 7 Tahun 1989, ada

lembaga non litigasi yang menangani sengketa, yakni Badan Arbitrase

Syariah Nasional (Basyarnas). Pemilihan penyelesaian kasus sengketa yang

ditangani oleh basyarnas disepakati dalam akad perjanjian antara pihak yang

bermuamalah. Nasabah dan pihak lembaga keuangan syariah pada saat

disahkannya Undang-undang No. 3 Tahun 2006 harus memilih Basyarnas

untuk menyelesaikan sengketa mereka. Akan tetapi, setelah Pemerintah

melalui DPR mengetuk palu tanda disahkannya Undang-undang No. 3 Tahun

Page 84: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

2006 kewenangan menyelesaikan ekonomi syariah diberikan kepada peradilan

agama, sehingga tidak menjadi monopoli basyarnas114.

Dalam klausul perjajian antara nasabah dengan lembaga keuangan

syariah ditemukan redaksi yang mengindikasikan dualisme hukum yang

cukup mengherankan. Dalam klausul tersebut disebutkan bahwa “apabila

dikemudian hari terjadi perselisihan akan diselesaikan melalui basyarnas atau

pengadilan negeri”. Hal ini disebut mengherankan karena pelaksanaan

sengketa ekonomi syariah pada pengadilan negeri tidak tepat selain itu dalam

klausul perjanjian terkesan Peradilan Agama tidak diberikan kesempatan

dalam menangani sengketa ekonomi syariah padahal Peradilan Agama

memiliki wewenang dalam menanganinya.

Dengan lahirnya Undang-undang No. 3 Tahun 2006, kasus sengketa

ekonomi syariah harus diselesaikan di Peradilan Agama, kecuali para pihak

sepakat menyelesaikan perkara mereka melalui badan arbitrase. Satu hal lagi

selama ini (sebelum diundangkannya UU No. 3 Tahun 2006) eksekusi

keputusan badan arbitrase dilakukan oleh Pengadilan Negeri bukan Peradilan

Agama. Ketentuan ini merupakan amanat yang tertuang dalam undang-

undang arbitrase No. 30 Tahun 1999. Pasca lahirnya Undang-undang No. 3

Tahun 2006 seharusnya realita ini diubah. Dengan pengertian, Undang-

114 Pengadilan agama Bukit Tinggi, Peradilan Agama dan Sengketa Ekonomi

Syariah, artikel ini diakses pada 11 Oktober 2009 dari http://pa-bukittinggi.blogspot.com/2009/02/pa-sengketa-ekonomi-syariah.html.

Page 85: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

undang arbitrase harus direvisi karena merupakan upaya sinkronisasi terhadap

Undang-undang No. 3 Tahun 2006. Lahirnya Undang-undang ini juga

berimplikasi terhadap redaksi klausul perjanjian di lembaga keuangan syariah.

Bunyi klausul perjanjian akad di Lembaga Keuangan Syariah saat ini

adalah jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi

perselisihan diantara pihak-pihak terkait, maka penyelesaiannya dilakukan

melalui Basyarnas setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

Dengan amandemen ini seharusnya isi klausul perjanjian tersebut seharusnya

dirubah yang semula hanya mencantumkan basyarnas dalam penyelesaian

sengketa ditambah dengan Pengadilan Agama. Selain Undang-undang No.30

Tahun 1999 tentang arbitrase, klausul perjanjian, Peraturan Bank Indonesia

(PBI) dan fatwa DSN MUI juga harus direvisi.

Namun demikian Basyarnas tidak kehilangan peranannya dengan

keluarnya Undang-undang No. 3 Tahun 2006, sebab para pihak yang

bersengketa dapat memilih Basyarnas dalam menyelesaikan sengketa mereka.

Setelah Undang-undang No. 3 Tahun 2006 disahkan, maka ada dua lembaga

yang akan menyelesaikan sengketa ekonomi syariah yakni Peradilan Agama

atau Basyarnas. Amandemen ini dirasakan penting, mengingat perkembangan

lembaga syariah begitu cepat, seperti perbankan syariah, asuransi syariah,

Page 86: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

pasar modal syariah dan lembaga keuangan syariah yang disebutkan dalam

Undang-undang.

Sejak Undang-undang No. 3 Tahun 2006 disahkan, seharusnya

masalah sengketa keuangan syariah akan menemui titik terang. Undang-

undang itu menegaskan bahwa semua sengketa ekonomi syariah diselesaikan

di Peradilan Agama. Secara yuridis Peradilan Agama telah mempunyai

kewenangan memeriksa, mengadili, dan memutus sengketa ekonomi syariah.

Demikian juga upaya-upaya alternatif yang ditempuh sebelum

penyelesaian sengketa diserahkan ke pengadilan, terakhir melalui mekanisme

arbitrase syariah, maka pengadilan yang menyelesaikan sengketa tersebut

tentunya pengadilan yang aparatur penegak hukumnya memiliki kompetensi

basis keilmuan maupun spesifikasi kesyariahan. Sebab apabila suatu

pekerjaan jika diserahkan pada orang yang tidak kompeten dalam bidangnya

akan mengalami kehancuran. Oleh karena sengketa ekonomi syariah yang

menjadi kewenangan Pengadilan Agama sebagaimana ketentuan Undang-

undang No. 3 Tahun 2006, maka segala bentuk perundangan yang mengatur

hal-hal yang berdasarkan prinsip syariah dilakukan Peradilan Agama. Ditilik

dari segi syariah maqaoshid syariah melindungi atau (menolak) dari bahaya

dan mewujudkan kesejahteraan umat yang dikemas dalam konsep Rohmatan

Lil ‘Alamin oleh karena itu dalam subjek hukum Islam khusunya bagi

peradilan agama yang menyebutkan bagi orang-orang yang beragama Islam

Page 87: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

adalah mencakup orang atau badan hukum yang secara suka rela tunduk pada

hukum Islam. Sehingga dalam hal sengketa ekonomi syariah bagi para

nasabah yang non muslim yang beraktifitas menggunakan prinsip syariah, jika

terjadi kasus persengketaan, maka diselesaikan di Pengadilan Agama.

Page 88: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

BAB IV

PEMBAHASAN DAN ANALISIS

A. Kecenderungan Lembaga Keuangan Syariah Terhadap Basyarnas dan

Peradilan Agama dalam Menyelesaikan Sengketa Ekonomi Syariah

Kecenderungan berarti memilih, dalam bahasa inggris preferensi yang artinya

pilihan. Preferensi adalah sebuah konsep yang digunakan pada ilmu sosial khususnya

ekonomi. Ini mengasumsikan pilihan realitas atau imajiner antara alternative-alternativ

dan kemungkinan dari pemeringkatan alternative tersebut berdasarkan kesenangan,

kepuasan, pemenuhan, kegunaan yang ada, lebih luas lagi dapat dilihat sebagai sumber

motivasi115.

Preferensi digambarkan sebagai sikap konsumen terhadap produk dan jasa

sebagai evaluasi terhadap kognitif seseorang. Perasaan emosional dan kecenderungan

bertindak melalui objek atau ide. Dalam konsep prilaku konsumen, persepsi dari suatu

objek yang sama dapat diartikan berbeda-beda karena pada dasarnya manusia

memahami objek tersebut melalui perasaan dari penglihatan, pendengaran, penciuman,

sentuhan dan rasa, akhirnya persepsi yang sudah mengendap dan melekat akan

menjadi sebuah preferensi116.

115 http://id-wikipedia.org

116 Philip kotler, manager pemasaran, (Jakarta, Prehalindo, 2000). Ed.10 h. 154

Page 89: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

Menurut kamus bahasa Indonesia kata kecenderungan berarti keinginan akan,

menaruh minat kepada, dan condong117. Dalam hal ini jika kita condong kepada

sesuatu dari beberapa pilihan yang ada berarti kita merasa tertarik dan memilih

kepada sesuatu yang kita condongi tersebut, tentunya kecondongan tersebut tidak

serta merta ada begitu saja akan tetapi memiliki alasan dan sebab-sebab yang

melandasinya dan juga bukan berarti pilihan yang tidak kita condongi itu lebih buruk

dari yang kita pilih.

Lembaga Keuangan Syariah seperti yang dikatakan oleh Fathurrahman Djamil

tertera dalam pembahasan bab II adalah lembaga atau badan usaha yang mengelola

dana dari unit surplus kepada defisit surplus atau dari pemilik dana/investor kepada

pengguna dana dengan berdasarkan pada nilai-nilai Islam.

Berdasarkan Undang-undang No. 3 Tahun 2006 pasal 2 dijelaskan bahwa

Peradilan Agama adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari

keadilan yang beragama Islam mengenai perkara tertentu sebagaimana dimaksud

dalam undang-undang ini118. Sedangkan makna pengadilan menurut Muhammad

Daud Ali adalah lembaga atau badan yang bertugas menerima, memeriksa, mengadili,

dan menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya atau yang menjadi

wewenangnya. Jadi pengadilan agama adalah intitusi keadilan yang berada di bawah

117 JS Badudu dan Sultan Muhammad Zein, Kamus Umum Bahasa Indonesa,

(Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003), hal 276. 118 Amandemen Undang-Undang Peradilan Agama (Undang-Undang RI No.

3 Tahun 2006)

Page 90: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

naungan Mahkamah Agung yang bertugas menyelesaikan perkara-perkara tertentu

yang terjadi di kalangan umat muslim.

Dalam pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan

Alternatif Penyelesaian Sengketa, bahwa yang dimaksud dengan arbitrase adalah cara

penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada

perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.

Geliatnya sektor keuangan syariah di negeri ini ikut juga memaksa sektor

penegakan hukum Indonesia untuk berbenah diri dan berinovasi dalam melahirkan

produk-produk hukum agar up to date dengan perkembangan zaman.

Kita sama-sama mafhum bahwa dalam setiap transaksi bisnis ada kemungkinan

terjadinya konflik baik kecil yang cukup diselesaikan dengan jalan musyawarah

ataupun besar yang melibatkan pihak eksternal perusahaan dalam menyelesaikan

konflik tersebut.

Terdapat beberapa alternatif dalam penyelesaian sengketa ekonomi syariah di

Indonesia:

1. Sulhu/perdamaian/musyawarah

Konsep sulhu (perdamaian) sebagaimana yang tersebut dalam berbagai kitab

fiqih merupakan satu dokrin utama hukum Islam dalam bidang muamalah

untuk menyelesaikan suatu sengketa, dan ini sudah merupakan hal yang

lumrah dalam kehidupan masyarakat manapun, karena pada hakekatnya

Page 91: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

perdamaian bukalah suatu pranata positif belaka, melainkan lebih berupa

fitrah dari manusia. Jika suatu permasalahan tidak dapat terselesaikan dengan

jalan musyawarah atau perdamaian, maka akan ditempuh alternatif

penyelesaian lainnya yang diakui oleh Undang-undang. Cara ini bisa lewat

proses litigasi maupun non litigasi.

2. Arbitrase (tahkim)

Arbitrase merupakan suatu bentuk lain dari ajudikasi privat, namun mirip

dengan ajudikasi public dan sama-sama memiliki beberapa keuntungan dan

kelemahan119. Usaha penyelesaian sengketa dapat diserahkan kepada forum-

forum tertentu sesuai dengan kesepakatan. Dasar hukum pemberlakuan

arbitrase dalam penyelesaian sengketa dalam bidang bisnis adalah Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian

Sengketa. Dalam kaitannya dengan sengketa ekonomi syariah, badan arbitrase

yang berwewenang menyelesaikan sengketa ekonomi syariah adalah

Basyarnas, karena merupakan badan arbitrase yang dikhususkan menangani

masalah ekonomi dengan system syariah.

3. Peradilan agama

Dalam kontek ekonomi Syariah, Lembaga Peradilan Agama melalui pasal 49

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 yang telah diamandemen dengan

119 Sudiarto dan Zaenal Asyhadie, Mengenal Arbitrase: Salah Satu Alternative

Penyelesaian Sengketa Bisnis, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), hal 20.

Page 92: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama telah

menetapkan hal-hal yang menjadi kewenangan lembaga Peradilan Agama.

Adapun tugas dan wewenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan

perkara tertentu bagi yang beragama Islam dalam bidang perkawinan, waris,

wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah dan ekonomi syariah.

Dengan disahkannya UU No. 3 Tahun 2006 sebagai reaksi pemerintah dalam

memproteksi para pelaku bisnis syariah yang tengah menggeliat akhir-akhir ini

berarti ada 2 lembaga yang memiliki kewenangan yang sama dalam hal menangani

sengketa ekonomi syariah yakni Peradilan Agama dan arbitrase syariah atau

Basyarnas. Jika dipandang dari sisi keabsahannya keduanya menurut penulis

memiliki landasan yuridis yang kuat. Pengadilan Agama memiliki landasan UU No. 3

Tahun 2006 tentang perubahan atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama

serta Undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbakan Syariah, Basyarnas juga

memiliki landasan yuridis berupa Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang

Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Jadi menurut penulis baik Pengadilan

Agama maupun Basyarnas sama-sama berwewenang dalam menangani sengketa di

bidang ekonomi syariah.

Sekarang yang menjadi titik perhatian penulis bukan persoalan tarik menarik

diantara kedua lembaga ini siapa yang lebih berhak menangani sengketa ekonomi

syariah sebagaimana yang terus dikritisi oleh para praktisi dan pemerhati, akan tetapi

sampai saat ini diantara kedua lembaga ini mana yang dipilih oleh pihak pelaku bisnis

Page 93: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

syariah atau Lembaga Keuangan Syariah jika mereka tersangkut masalah hukum

dalam bisnis mereka.

Berdasarkan research yang penulis lakukan, didapatkan data-data yang akan

menjawab permasalahan yang diangkat sebagai berikut:

1. Pengadilan Agama.

Ekonomi syariah boleh dibilang merupakan sesuatu yang baru dalam

lingkup Peradilan Agama dalam tugasnya menyelesaikan perkara

keperdataan Islam, sebelumnya Peradilan Agama hanya menangani sengketa

nikah, cerai, talak, ruju, waris dan wakaf. Penugasan ini sempat menjadi

pembicaraan hangat di kalangan masyarakat. Ada beberapa pihak yang

menyanksikan kemampuan Peradilan Agama menerima limpahan kompetensi

dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah baik dari sisi pengalaman dan

kualitas hakim dalam menangani kasus ini maupun dari sisi kesiapan

kelembagaannya.

Lahirnya Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 yang memberikan

wewenang absolut kepada Peradilan Agama untuk menyelesaikan sengketa

muamalah atau ekonomi syariah ternyata belum mendapatkan renspons positif

dari para pelaku bisnis/keuangan syariah. Hal ini dibuktikan dengan hasil

penelusuran penulis pada dokumentasi lembaga Pengadilan Agama yang

berada di wilayah DKI Jakarta khususnya Jakarta Barat, Jakarta Selatan,

Jakarta Pusat dan Jakarta Timur. Ternyata dalam kurun waktu 2006 sampai

Page 94: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

Juli 2009, pihak lembaga keuangan syariah belum ada satu pun yang

membawa perkara atau sengketa bisnis mereka kepada Pengadilan Agama120.

Realita ini disebabkan oleh beberapa faktor yang salah satunya adalah

dibandingkan Basyarnas yang telah cukup lama menangani sengketa ekonomi

syariah, Peradilan Agama baru beberapa tahun mengemban tugas ini,

sehingga terkesan Basyarnas lebih popular dari Peradilan Agama.

Masyarakat atau pelaku bisnis syariah masih menunggu pembuktian

Peradilan Agama dalam menangani sengketa ekonomi syariah sembari

Peradilan Agama melakukan pembenahan intern dalam menyiapkan hakim

dan aparat-aparatnya.

Kita berharap ke depannya Peradilan Agama dapat menjawab

keraguan masyarakat dengan prestasi yang membanggakan, sehingga

masyarakat atau pelaku ekonomi dan bisnis syariah dapat mempercayaakan

sengketa mereka kepada Peradilan Agama.

2. Basyarnas

Sebagai partner Peradilan Agama dalam menyelesaikan perkara-

perkara di bidang bisnis atau ekonomi syariah, Basyarnas memiliki kontribusi

dalam upaya membantu menyelesaikan sengketa para pihak yang enggan

untuk membawa sengketa mereka ke lembaga Peradilan Agama. Selama ini

masyarakat telah mengakui kapasitas dan kapabilitas serta keunggulan-

120 Data dokumentasi tahun 2006 – 2009 dari Pengadilan Agama Jakarta Pusat, Barat, Timur dan Selatan

Page 95: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

keunggulan yang dimiliki Basyarnas dibandingkan Peradilan Agama. Hal ini

dibuktikan dengan ditemukannya informasi jumlah Lembaga Keuangan

Syariah yang telah membawa perkara mereka ke Basyarnas. Dari data yang

penulis peroleh bahwa dalam kurun waktu (2006-2009) pihak Basyarnas telah

menyelesaikan sebanyak 4 kasus dari total 17 kasus semenjak tahun 1993121.

Walaupun perkara yang diselesaikan oleh Basyarnas masih minim,

mungkin banyak kasus yang ada telah diselesaikan lewat jalan musyawarah

internal perusahaan sehingga tidak sampai kepada proses hukum selanjutnya

yang melibatkan pihak ketiga, namun kondisi ini telah memberikan informasi

kepada kita bahwa pada realitanya para pelaku bisnis dan ekonomi syariah

masih cenderung memilih Basyarnas dari pada Peradilan Agama dalam

menyelesaikan sengketa mereka.

Kita berharap Peradilan Agama dan Basyarnas dapat bekerjasama

dalam memperbaiki dan meningkatkan kualitas penegakkan hukum di

Indonesia. Tidak ada lagi perdebatan masalah siapa yang lebih berhak dalam

menangani sengketa ekonomi syariah, karena sebagaimana diketahui

keduanya memiliki landasan hukum, yang perlu dilakukan adalah

meningkatkan kualitas kedua lembaga tersebut dalam rangka penegakkan

hukum yang menjunjung tinggi keadilan.

121 Data ini diambil pada tanggal 2 Oktober 2009 di kantor Basyarnas

(gedung MUI Pusat)

Page 96: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

B. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan Lembaga Keuangan

Syariah terhadap Basyarnas dalam Menyelesaikan Sengketa Ekonomi Syariah

Dari data-data yang telah penulis paparkan122 dapat diketahui bahwa sampai

saat ini para pelaku bisnis/lembaga keuangan syariah masih lebih memilih Basyarnas

sebagai pihak yang menyelesaikan perkara mereka jika terjadi sengketa bisnis baik

dengan kolega maupun klien mereka yang tak dapat terselesaikan dengan cara

musyawarah kekeluargaan.

Memang dalam dunia bisnis banyak pertimbangan yang harus dilakukan

termasuk dalam memilih pihak yang akan menyelesaikan sengketa bisnis mereka. Hal

ini dilakukan guna menjaga kredibilitas mereka di mata masyarakat. Ada beberapa

faktor yang menjadi pertimbangan mereka mengapa masih memilih Basyarnas

ketimbang Pengadilan Agama padahal dengan keluarnya UU No. 3 Tahun 2006 pasal

49 (i) Pengadilan Agama memiliki hak yang sama dengan Basyarnas yakni

menyelesaikan sengketa di bidang ekonomi/bisnis syariah, bahkan dalam Undang-

undang perbankan syariah Pengadilan Agama lebih diprioritaskan.

Alasan-alasan yang mendasari pelaku bisnis syariah/lembaga keuangan

syariah memilih Basyarnas adalah sebagai berikut:

122 Data dari Basyanas menunjukan selama kurun waktu 2006-2009 ada 4

kasus yang ditangani. Berbeda dengan Pengadilan Agaman yang belum pernah menangani sengketa ekonomi syariah dalam kurun waktu tersebut.

Page 97: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

1. Kerahasiaan sengketa para pihak terjamin123

Suatu keuntungan bagi para pelaku bisnis jika terdapat persengketaan

dalam bisnis, mereka menyerahkannya kepada Basyarnas karena

pemeriksaan atau pemutusan perkara oleh majelis arbitrase dilakukan

secara tertutup tidak ada publikasi sehingga rahasia perusahaan tetap

terjamin.

Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan di lembaga Basyarnas,

ketika itu sedang digelar sidang perkara di sana dan penulis ingin

menyaksikan secara langsung jalannya sidang, akan tetapi keinginan

penulis tak tercapai karena pihak Basyarnas tidak mengizinkan penulis

untuk mengikutinya, dengan alasan ini telah menjadi ketentuan lembaga

arbitrase untuk menjaga kerahasiaan pihak yang bersengketa, menurut

mereka kalau penulis ingin mengikuti sidang perkara harus mendapat izin

dari kedua belah pihak (pihak yang bersengketa), ini pun sulit setelah

penulis meminta izin kepada mereka (pihak yang bersengketa), mereka

tidak mengizinkan penulis untuk mengikuti jalannya sidang walaupun

dengan alasan akademis. Bukan hanya itu, penulis juga meminta identitas

Lembaga Keuangan Syariah/bisnis syariah yang pernah menggelar sidang

perkara di Basyarnas, tetapi pihak Basyarnas tetap tidak memberikan data-

data yang penulis butuhkan.

123 Sudiarto dan Zaenal Asyhadie, Mengenal Arbitrase:Salah Satu Alternative

Penyelesaian Sengketa Bisnis, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), hal 33

Page 98: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

Berbeda dengan kondisi di Basyarnas yang sangat tertutup, di

Pengadilan Agama menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku,

jalannya sidang dilakukan dengan terbuka untuk umum. Bukan cuma

persidangan yang terbuka umum, data-data perusahaan pun dengan mudah

penulis dapatkan ketika penulis meminta keterangan tentang annmanning

atas eksekusi Pengadilan Agama Jakarta Pusat dalam sengketa yang

terjadi antara Bank Mandiri Syariah dengan PT. Angkasa Pura yang

sebelumnya telah dilakukan sidang perkara oleh Basyarnas. Dalam

kasus ini pihak Bank Mandiri Syariah (pihak yang kalah dalam

sidang arbitrase) tidak mau melaksanakan putusan

arbitrase124 secara sukarela. Berdasarkan pasal 61 UU No. 30

Tahun 1999 yang menyatakan apabila para pihak tidak mau

melaksanakan putusan secara sekarela, maka putusan

dilaksanakan atas perintah Ketua Pengadilan Agama

dengan permohonan salah satu pihak yang bersengketa.

Sebagai tahap awal atas permohonan eksekusi Peradilan

124 Dalam kasus ini jalannya persidangan dilakukan sampai tuntas semua acara persidangan. Oleh karena itu produk yang dilahirkan berupa putusan akhir,berbeda apabila para pihak bersedia untuk berdamai pada tahapan sidang perdamaian, maka produk yang dihasilkan berupa akta perdamaian. Prosedur beracara pada Basyarnas sama dengan yang dilaksanakan di Pengadilan Agama, begitu juga dengan putusan. Basyarnas juga memiliki produk putusan sama seperti Peradilan Agama yang membedakan hanyalah ketika majelis arbiter memberikan putusan, maka putusan itu bersifat final and banding artinya sudah tetap tidak ada upaya hukum lainnya. Berbeda dengan Peradilan Agama yang memperbolehkan para pihak melakukan upaya hukum.

Page 99: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

Agama melakukan annmaning terhadap pihak yang

bersengketa Hal ini mengindikasikan keterbukaan lembaga pengadilan.

2. Terhindar dari kelambatan proses yang diakibatkan oleh administrasi dan

prosedur125

Hal ini atas pertimbangan bahwa untuk menyelesaikan sengketa di

Pengadilan Agama diperlukan berbagai tahapan yang memerlukan waktu

tidak sedikit dari mulai menyiapkan gugatan sampai putusan hakim.

Belum lagi kalau ada pihak yang tidak puas dengan tingkat pertama, para

pihak dapat mengajukan banding ke PTA atau bahkan kasasi ke MA.

Tentu memakan waktu panjang untuk mendapatkan putusan yang pasti.

Kondisi ini tidak bersahabat dengan para pelaku bisnis yang notabene

sangat mempertimbangkan efektivitas dan efisiensi waktu dan memegang

prinsip time is money. Jadi tidak heran kalau mereka memilih lembaga

penyelesaian sengketa yang cepat.

3. Para pihak memiliki kebebasan dalam memilih arbiter, hukum yang

dipakai dan tempat penyelenggaraan arbitrase126

Jika di Pengadilan Agama para pelaku tidak bisa bebas memilih

hakim, dalam arbitrase para pihak dapat memilih arbiter yang akan

menangani kasus mereka. Begitu juga hukum dan lokasi penyelenggaraan

125 Sudiarto dan Zaenal Asyhadie, Mengenal Arbitrase: Salah Satu Alternative

Penyelesaian Sengketa Bisni, hal. 34 126 Ibid. hal. 35

Page 100: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

perkara, di Pengadilan Agama para pihak dibatasi oleh ketentuan

perundang-undangan yang berlaku termasuk lokasi penyelenggaraan

sidang yang kita kenal dengan istilah kompetensi relative Pengadilan

Agama. Sedangkan di Basyarnas para pihak dapat memilih hukum mana

yang dipakai dan di mana tempat pelaksanaan sidang.

4. Putusan bersifat final and binding dengan prosedur yang sederhana atau

dapat langsung dilaksanakan127

Maksudnya putusan yang dihasilkan oleh Basyarnas tidak dapat

digugat, diajukan banding, serta dapat langsung dilaksanakan putusan

tersebut. Berbeda dengan di Pengadilan Agama, pihak yang tidak puas

dapat mengajukan banding sampai kasasi. Kalaupun ada hukum yang

berlaku dalam yuridiksi yang bersangkutan menetapkan pelaksanaan

putusan (eksekusi) melalui Pengadilan Agama, Pengadilan Agama harus

mengesahkan dan tidak berhak meninjau kembali putusan tesebut.

5. Dalam klausula perjanjian antara pihak Lembaga Keuangan Syariah

dengan nasabahnya hanya mencantumkan kalimat “apabila terjadi

sengketa yang tak dapat terselesaikan melalui jalan musyawarah, maka

masalah tersebut harus diserahkan ke Basyarnas”

Dalam transaksi bisnis antara nasabah dengan pihak Lembaga

Keuangan Syariah/bisnis syariah ada perjanjian sebelum mereka

melanjutkan kerjasama mereka. Dalam perjanjian tersebut ada poin yang

127 Ibid.

Page 101: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

mengatur masalah persengketaan yang (jika) terjadi antara kedua belah

pihak. Dalam beberapa artikel yang ditulis oleh pengamat syariah

(khusunya bisnis syariah) disebutkan bahwa selama ini meskipun telah

dikeluarkanya Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 yang memberikan

kewenangan absolut kepada Pengadilan Agama dalam menangani

sengketa ekonomi syariah, Lembaga Keuangan Syariah/bisnis syariah

belum mencantukan Pengadilan Agama sebagai pihak penyelesai perkara,

dan hanya Basyarnas yang dicantumkan dalam klausula perjanjian.

Setelah penulis telusuri pada Pegadaian Syariah ternyata benar, dalam

klausula perjanjian mereka hanya mencantumkan Basyarnas sebagai

pihak yang akan menangani persengketaan mereka. Dengan alasan kalau

ingin mengubah klausula, berarti harus mengubah Manual Operational

perusahaan dan kalau ingin merubah Manual Operational perusahaan

memerlukan waktu serta pertemuan-pertemuan dengan berbagai kalangan

termasuk direksi dan DSN-MUI128. Sedangkan penulis beranggapan

belum ada i’tikad untuk mengubah Manual Operational mereka.

6. Fatwa DSN MUI dan Peraturan Bank Indonesia (PBI)129 yang selama ini

menjadi pedoman operasional lembaga keuangan syariah masih hanya

128 Wawancara dengan Rudy Kurniawan Manager Pegadaian Syariah,

Jakarta 15 Oktober 2009. 129 Bank Indonesia, Informasi Mengenai Peraturan Bank Indonesia Bagi Bank

Umum Berdasarkan Prinsip Syariah, (Jakarta: Bank Indonesia, 2008), lampiran hal. 9.

Page 102: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

menyebutkan Basyarnas sebagai pihak yang menangani jika terjadi

sengketa yang tak dapat diselesaikan dengan jalan mediasi130

Setiap Lembaga Keuangan Syariah harus memiliki DSN-MUI131

sebagai pedoman operational Lembaga Keuangan Syariah sekaligus

pengawas atas jalannya usaha dan otoritas pemberi fatwa yang

berhubungan dengan kegiatan ekonomi syariah di Indonesia. Fatwa MUI

yang menyangkut ekonomi syariah pada poin penyelesaian sengketa

belum mencantumkan Pengadilan Agama, meskipun UU No. 3 Tahun

2006 telah mengaturnya.

C. Analisis

Pada dasarnya kewenangan penegakan hukum di Indonesia dipegang penuh

oleh kekuasaan kehakiman (judicial power), dengan demikian lembaga peradilan

sebagai lembaga yang bernaung di bawah kekuasaan kehakiman dalam hal ini

Mahkamah Agung yang berwewenang menangani sengketa. Dalam Undang-

undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman dijelaskan bahwa

130 Wawancara dengan Rudy Kurniawan Manager Pegadaian Syariah,

Jakarta 15 Oktober 2009. 131 Setiap bank dengan prinsip bagi hasil harus memiliki sebuah badan

pengawas syariah yang dipercaya dapat melakukanfungsi pengawasan produk-produk syariah. Lihat: Zainul Arifin, Memahami Bank Syariah: Lingkup, Peluang dan Tantangan, (Jakarta: Alvabet, 1999), hal. 171.

Page 103: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

yang berwewenang dan berfungsi melaksanakan peradilan adalah lembaga

peradilan yang dibentuk berdasarkan Undang-undang132.

Pada amandemen ketiga UUD 1945 pasal 24 ayat (2) jo. pasal 10 Undang-

undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman ditegaskan bahwa

ada 4 peradilan dalam lingkup Mahkamah Agung, yakni Peradilan Umum,

Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara. Walaupun

dalam Undang-undang ini telah ditegaskan peradilan-peradilan yang berwenang

menyelesaikan sengketa, akan tetapi tidak menutup kemungkinan penyelesaian

perkara dilaksanakan oleh lembaga non-litigasi yakni arbitrase atau perdamaian

sebgaimana yang tertera dalam penjelasan pasal 3 ayat (1) Undang-undang Nomor

10 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Hal senada juga dapat kita peroleh dari keterangan pasal 16 ayat (2) Undang-

undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, disebutkan bahwa

suatu sengketa perdata selain diselesaikan melalui lembaga peradilan (litigasi)

dapat juga diselesaikan melalui lembaga non-litigasi seperti arbitrase.

Setelah disahkanya Undang-undang Nomor 3 tahun 2006 amandemen

Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama tepatnya pasal 49

(i) dan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah pasal 55

telah memberikan kewenanangan yang sebesar-besarnya pada Pengadilan Agama

132 Soehartono, Paradigma Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah di

Indonesia, artikel ini diambil pada tanggal 17 Juni 2010 dari http://www.badilag.net/data/ARTIKEL/EKONOMI%20SYARIAH/PARADIGMA%20PENYELESAIAN%20SENGKETA%20PERBANKAN%20SYARI.pdf.

Page 104: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

dalam menyelesaikan perkara di bidang ekonomi syariah. Kendati kemunculan

kedua Undang-undang tersebut telah menimbulkan multi intepretasi dan multi

persepsi dalam masyarakat menyangkut ambiguitas maknanya dalam hal siapa

yang lebih berwewenang menangani sengketa ekonomi syariah apakah Peradilan

Agama atau lembaga-lembaga lain baik dalam lingkungan lembaga litigasi

maupun non-litigasi, namun penulis beranggapan bahwa pendapat-pendapat

tersebut tidak perlu terlalu dipermasalahkan, karena dalam masalah perdata ada

kebebasan berkontrak dalam memilih lembaga mana yang akan para pelaku bisnis

tunjuk sebagai pihak yang menangani persengketaan bisnis mereka. Terlebih

dalam pasal 55 ayat (2) Undang-undang nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan

Syariah mengisyaratkan ada hak opsi terkait dengan penyelesaian sengketa

perbankan syariah dalam menentukan lembaga mana yang akan

menyelesaikannya. Pasal tersebut memberikan beberapa pilihan lembaga

penyelesaian yang dapat dipakai oleh para pihak yakni lembaga litigasi dalam hal

ini Pengadilan Agama dan lembaga non-litigasi seperti Basyarnas (jika jalan

musyawarah tak sampai kata sepakat).

Pengadilan sebagai the first and last resort dalam penyelesaian sengketa

ternyata masih dipandang oleh sebagian kalangan hanya menghasilkan

kesepakatan yang bersifat adversarial, belum mampu merangkul kepentingan

bersama, cenderung menimbulkan masalah baru, lambat dalam penyelesaiannya,

membutuhkan biaya yang mahal, tidak responsive, menimbulkan antagonisme di

Page 105: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

antara pihak yang bersengketa, serta banyak terjadi pelanggaran dalam

pelaksanaannya. Hal ini dipandang kurang menguntungkan dalam dunia bisnis

sehingga dibutuhkan institusi alternatif yang dipandang lebih efisien dan efektif133.

Sebagai solusinya, kemudian berkembanglah model penyelesaian sengketa

non litigasi, yang dianggap lebih dapat mengakomodir kelemahan-kelemahan

model litigasi dan memberikan jalan keluar yang lebih baik. Proses di luar litigasi

dipandang lebih menghasilkan kesepakatan yang win-win solution, menjamin

kerahasiaan sengketa para pihak, menghindari keterlambatan yang diakibatkan

karena hal prosedural dan administratif, menyelesaikan masalah secara

komprehensif dalam kebersamaan, dan tetap menjaga hubungan baik134.

Pengadilan Agama sebagai pihak yang diamanatkan untuk menyelesaikan

sengketa ekonomi syariah oleh Undang-undang ternyata masih memiliki berbagai

kelemahan yang berimplikasi pada sikap masyarakat dan para pelaku bisnis

syariah dalam hal penunjukan lembaga yang akan menyelesaikan sengketa

mereka. Sebagaimana hasil penelitian penulis bahwa sampai saat ini para pelalu

bisnis/Lembaga Keuangan Syariah masih condong kepada Basyarnas

dibandingkan Pengadilan Agama untuk menyelesaikan sengketa bisnis mereka.

133 Suhartono, “Paradigma Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah”, diakses

pada 6 Desember 2009 melalui www.badilag.net 134 Ibid.

Page 106: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

Ada beberapa alasan kurang tepat yang diungkapkan oleh pelaku

bisnis/lembaga keuangan syariah memilih Basyarnas dalam menyelesaiakan

perkara mereka. Diantaranya adalah faktor kepercayaan masyarakat pada lembaga

Peradilan Agama135 yang berkaitan dengan faktor belum begitu fahamnya para

hakim dalam hal dunia bisnis.

Menurut mereka Peradilan Agama sebagai lembaga yang baru menangani

sengketa ekonomi syaiah masih dikhawatirkan belum memahami secara

komprehensif seluk-beluk tentang kegiatan ekonomi syariah, sehingga

mempengaruhi kepercayaan kepada lembaga tersebut136.

Hal ini disanggah oleh Nuheri, SH (Hakim Pengadilan Agama Jakarta Pusat),

ia menyatakan bahwa setelah keluarnya UU No. 3 Tahun 2006 yang menandakan

kewenangan Peradilan Agama ditambah dengan bidang ekonomi syariah, pihak

peradilan agama terus meningkatkan keilmuan para hakimnya dengan diberikan

pembekalan materi-materi ilmu ekonomi syariah.137.

Senada dengan Nuheri, Manager Pegadaian Syariah juga mengeluarkan

pendapat yang menampik anggapan bahwa yang menyebabkan Lembaga

Keuangan Syariah/bisnis syariah belum menyerahkan sengketa mereka ke

Pengadilan Agama karena faktor kepercayaan. Menurutnya bukan karena alasan

135 Ibid. 136 Hasil wawancara dengan Euis Nurhasanah, bendahara Basyarnas 137 Wawancara pribadi dengan Nuheri (Hakim Pengadilan Agama Jakarta

Pusat). Jakarta, 13 Juli 2009.

Page 107: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

integritas hakim-hakim Pengadilan Agama akan tetapi lebih disebabkan faktor

perjanjian yang disepakati antara perusahaan dengan kliennya, sedangkan

perjanjian tersebut terangkum dalam draft klausula perjanjian, dan draft kalusula

perjanjian tersebut harus mengacu pada peraturan PBI dan fatwa MUI yang dalam

hal ini DSN138. Dalam PBI dan fatwa MUI ada peraturan yang menyebutkan

bahwa jika dikemudian hari terdapat sengketa yang tidak dapat diselesaikan

melalui musyawarah, maka perkara akan diserahkan kepada Basyarnas139. Dalam

hal ini Pengadilan Agama belum dicantumkan sebagaimana yang diamanatkan

oleh Undang-undang.

Kalaupun para hakim Pengadilan Agama belum menguasai bidang keuangan

dan bisnis, mereka bisa memanggil saksi ahli yang mengerti dan faham bidang ini.

Jadi menurut penulis alasan kekurangpercayaan akan kemampuan hakim di bidang

bisnis tidak tepat dan dapat dicarikan solusinya.

Selain faktor di atas, para pelaku bisnis juga berasumsi bahwa kalau

mengajukan perkara ke Pengadilan Agama itu memerlukan biaya yang mahal140.

Anggapan ini menurut penulis tidak sepenuhnya benar, karena menurut Dra. Euis

Nurhasanah biaya perkara pada Basyarnas bisa lebih mahal dibandingkan dengan

138 Hasil wawancara dengan Rudy Kurniawan (DIvisi Manager Pegadaian

Syariah), Jakarta, 15 Ottober 2009. 139 Ibid. 140 Suhartono, Paradigma Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah di

Indonesia.

Page 108: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

Pengadilan Agama. Hal ini mengingat biaya perkara didasarkan persentase, artinya

semakin besar nilai harta yang disengketakan semakin besar biaya perkara yang

harus dibayarkan141. Senada dengan pendapat di atas Mr. PA Stein menyatakan

bahwa arbitrase tidak selalu lebih murah karena pihak-pihak yang ikut

menyelesaikan sengketa tersebut harus diberi honor142 yang didasarkan pada

komplekstisitas perkara, sedangkan di Pengadilan Agama para pihak yang

berperkara hanya membayar biaya administrasi perkara, hakim, panitera dan yang

lainnya tidak perlu diberi honor karena telah dibiayai oleh Negara.

Kecenderungan yang dilatarbelakangi oleh beberapa faktor ini bukan berarti

Basyarnas dipandang lebih baik dan mampu dibandingkan Pengadilan Agama

dalam menangani sengketa ekonomi syariah, akan tetapi sebagai ilustrasi atas

realita yang terjadi di dunia penegakan hukum khususnya Pengadilan Agama di

Indonesia yaitu belum optimalnya Peradilan Agama dalam menjawab tantangan

yang ada dan melayani kebutuhan masyarakat. Mudah-mudahan realita ini dapat

mengingatkan berbagai pihak baik institusi pengadilan sebagai institusi penegak

keadilan maupun institusi pendidikan hukum yang mencetak generasi penerus

penegak supremasi kedaulatan hukum di Indonesia untuk selanjutnya diadakan

pembenahan-pembenahan, agar kedepannya lembaga litigasi dapat benar-benar

menjadi lembaga hukum yang sesuai dengan harapan masyarakat.

141 Wawancara Pribadi dengan Euis Nurhasanah (wakil bendahara

Basyarnas), Jakarta, 2 Oktober 2009. 142 Mr. P.A Stein, dipetik dari Ahmad Ikhsan, Compendium Tentang Arbitrase

Perdagangan Internasional, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1993), hal. 78-79.

Page 109: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

BAB V

A. Kesimpulan

1. Sampai saat ini lembaga keuangan syariah masih cenderung kepada Basyarnas

sebagai lembaga yang menangani sengketa ekonomi syariah mereka

dibandingkan dengan peradilan agama. Walaupun demikian, hal ini bukan

berarti bahwa kemampuan Basyarnas lebih baik dari pada Peradilan Agama..

Karena keberadaan Basyarnas dalam ranah hukum di Indonesia sangat

membantu sebagai partner lembaga litigasi dalam menjalankan tugasnya.

2. Kecenderungan ini didasarkan pada alasan:

a. Kerahasiaan pihak yang bersengketa lebih terjamin pada Basyarnas

dibandingkan Pengadilan Agama.

b. Para pelaku bisnis menginginkan proses yang cepat dalam segala hal

termasuk proses penyelenggaraan sengketa, oleh karena itu mereka

memilih Basyarnas yang akan menghindarkan mereka dari kelambatan

proses persidangan.

c. Mereka memiliki kebebasan dalam memilih arbiter, hukum yang dipakai

dan tempat penyelenggaraan arbitrase.

d. Putusan yang diberikan di Basyarnas bersifat final and bunding, langsung

dapat dieksekusi atau dilaksanakan karena tidak mengenal banding dan

kasasi yang akan memakan waktu lama.

Page 110: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

e. Klausula perjanjian yang “memaksa” nasabah dan perusahaan memilih

Basyarnas.

f. Eksistensi Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan

Agama belum diikuti oleh amandemen peraturan-peraturan lain yang

berhubungan dengan pasal tersebut. Sebagai contoh PBI dan fatwa DSN-

MUI belum mencantumkan Pengadilan Agama sebagai pihak yang akan

menyelesaikan sengketa ekonomi syariah.

B. Saran

Dari hasil penelitian yang penulis sajikan dalam skripsi ini ada beberapa hal

yang ingin penulis sampaikan untuk kemajuan sistem penegakkan hukum di

Indonesia.

1. Peradilan Agama harus mempersiapkan diri dalam menyambut tugas dan

wewenang barunya ini. Perlu diadakan peningkatan kualitas SDM dalam

bentuk pembekalan pendidikan, pelatihan-pelatihan dan sebagainya, serta

perbaikan sistem penyelenggaraan proses peradilan seperti

menyederhanakan proses administrasi dan prosedural, Undang-undang

yang pasti dalam artian tidak menimbulkan ambiguitas dan multi

intrepretasi. Dari faktor-faktor di atas, mengindikasikan bahwa lembaga-

lembaga penegak hukum khususnya Peradilan Agama harus membenahi

diri sehingga tercipta penyelenggaraan peradilan yang professional serta

sesuai dengan harapan masyarakat dan tuntutan zaman.

Page 111: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

2. Universitas lewat fakultas hukumnya dan lembaga-lembaga pendidikan

hukum sebagai pihak penyuplai yang mempersiapkan kader-kader

legislatif dan yudikatif agar membentuk kualitas anak didiknya sehingga

dapat mengaplikasikan ilmunya dalam rangka perbaikan kualitas system

penyelenggaraan peradilan di Indonesia.

Page 112: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mahmud Daud. Hukum Islam dan Peradilan Agama. Jakarta: Raja

Grafindo Persada, 2002.

Amin, Ma’ruf. Fatwa dalam Sistem Hukum Islam. Jakarta: elSAS, 2008.

Anshori, Abdul Ghofur. Perbankan Syariah di Indonesia. Yogyakarta:

Universitas Gajah Mada Press, 2007.

Anshori, Abdul Ghofur. Perjanjian Islam. Yogyakarta: Citra Media

Hukum, 2006.

Anshori, Abdul Ghofur. Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Islam di

Indonesia. Yogyakarta: Citra Media, 2006.

Antonio, Muhammad syafi’i. Bank Syariah Wacana Ulama dan

Cendikiawan. Bank Indonesia dan Tazkia Institute, 1999.

-------. Bank Syariah Bagi Bankir dan Praktisi Keuangan. Jakarta: Bank Indonesia

dan Tazkia Institute. 1999.

-------. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani Press. 2001.

Arifin, Zainul. Memahami Bank Syariah; Lingkup, Peluang, Tantangan dan Prospek.

Jakarta: Alvabet. 1999.

Page 113: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik.

Jakarta: Rineka Cipta. 2006.

Aripin, Jaenal. Peradilan Agama Dalam Bingkai Reformasi Hukum di

Indonesia. Jakarta: Kencana, 2008.

Aula’i, Ahmad Wasit, “Arbitrase Dalam Perspektif Islam”. Dalam Satria

Effendi dkk. Arbitrase Islam di Indonesia. Jakarta: Badan

Arbitrase Islam Indonesia, 1994.

Ayhadie, Zeini. Hukum Bisnis: Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia.

Jakarta: Raja Grafindo, 2005

Azra, Azyumardi. Perspektif Islam Asia Tenggara. Jakarta: Yayasan

Obor Indonesia, 1989.

Badudu, JS dan Muhammad, Sultan Zein. Kamus Umum Bahasa

Indonesa. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003.

Bank Indonesia Biro Perbankan Syaria. Cetak Biru Pengembangan

Perbankan Syariah Indonesia. Jakarta: Bank Indonesia Biro

Perbankan Syariah, 2002

Bank Indonesia. Informasi Mengenai Peraturan Bank Indonesia Bagi Bank Umum

Berdasarkan Prinsip Syariah. Jakarta: Bank Indonesia. 2008.

Page 114: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

Bisri, Cik Hasan. Peradilan Agama di Indonesia. Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada, 2003

Departemen Agama, Sketsa Peradilan Agama. Jakarta: Dirjen

Kelembagaan Agama Islam Direktorat Pembinaan Badan

Peradilan Agama Islam, 2000.

Direktori Syariah 2008. ”Dari Afrika Untuk Dunia, Replublika.” (16

February 2008): hal. 3.

Djalil, Basiq. Peradilan Agama di Indonesia. Jakarta: Kencana, 2006.

-------. Pengadilan Agama di Indonesia: Gemuruhnya Politik Hukum.

Jakarta: Pranada, 2006

Djauhari, Ahmad. Arbitrase Syariah di Indonesia. Jakarta: BASYARNAS.

2006.

Efendi, Satria. Arbirase Islam di Indonesia. Jakarta: Badan Arbitrase

Islam Indonesia, 1994.

Effendi, Satria M. Zen, Arbitrase dalam Syariat Islam, dalam Arbitrse

Syariah Islam di Indonesia. Jakarta: BAMUI, 1994.

Faisal, Sanapiah. Format-Format Penelitian Sosial. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 2001.

Page 115: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

Fauzan, Muhammad. Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata Pengadilan

Agama dan Mahkamah Syariah di Indonesia. Jakarta:

Kencana, 2005

Gautama, Sidarta. Pengantar Hukum Perdata Internasional. Bandung:

Bina Citra, 1987.

Hadi, Soetrisno. Metodologi Research. Yogyakarta: Andi. 2004.

Harahap, Muhammad Yahya. Arbitrase. Jakarta: Sinar Grafika, 2006.

Hasbi Ash-Shidieqy, Teungku Muhammad. Peradilan dan Hukum Acara

Islam. Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2001.

Huda, Miftahul. Aspek Ekonomi Dalam Syariat Islam. Mataram:

Lembaga Konsultasi dan Batuan Hukum (LKBH) IAIN Mataram,

2007.

Jamail, Abdul. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta: Grafindo

Persada, 2001.

Jamil, Fathurrahman. Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia, dalam

Mahkamah Agung Kapita Selekta Perbankan Syariah:

Menoingsong Berlakunya Undang-Undang No. 3 Tahun 2006

Tentang Perubahan Undang-Undang No. 7 Tahun 1989

Page 116: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

(Perluasan Wewenang Peradilan Agama). Jakarta: Mahkamah

Agung, 2007.

Jazuli, Ahmad dan Janwari, Yadi. Lembaga-Lembaga Perekonomian

Umat: Sebuah Pengenalan. Jakarta: Raja Grafindo Persasda,

2002

Kamarusdiana, Diktat Mata Kuliah Peradilan Agama di Indonesia.

Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, 2003-2004.

Kamil, Ahmad dan Fauzan, Muhammad. Kitab Undang-Undang

Hukum Perbankan dan Ekonomi Syariah. Jakarta: Kencana,

2007.

Martono. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Yogyakarta: Ekonisia. 2002.

Matua, Pirgon. Sejarah Singkat Perum Pegadaian. .Jakarta: Perum

Pegadaian, 2003.

Muhammad, “Dasar Falsafah dan Hukum Bank Syariah”, dalam

Muhammad Syafi’i Antonio dkk, Bank Syariah: Analisis

Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman. Yogyakarta:

Ekonisa, 2006.

Page 117: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

Muhammad, Abdul Kadir. Pengantar Hukum Perusahaan Indonesia.

Bandung: PT. Citra Aditya, 1992

Musyafa’ah, Nur Lailatul dkk, Peradilan Agama di Indonesia. Bandung:

Pustaka Bani Quroisy, 2004.

Pegadaian Syariah. Manual Operasional ULGS, Jakarta. 2006

Perum Pegadaian. Manual Operasional Gadai Syariah, Jakarta 2008

Rosyadi, Ahmad Rahmat. Arbitrase dalam Perspektif Islam dan Hukum Positif,

Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002.

Rosyid, Raihan Abdul. Hukum Acara Peradilan Agama. Jakarta:

Rajawali Press, 1991.

Sabrie, Zufran. Peradilan Agama di Indonesia: Sejarah Perkembangan

Lembaga dan Proses Pembentukan Undang-Undangnya.

Jakarta: Departemen Agama Direktorat Jendral Pembinaan

Kelembagaan Agama Islam Direktorat Pembinaan Badan

Peradilan Agama, 1999.

Saleh, Abdul Rahman. Arbitrase Islam di Indonesia. Jakarta: BAMUI dan

BMI, 1994.

Page 118: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

Siamat, Dahlan. Manajemen Lembaga Keuangan. Jakarta: Lembaga

Penerbit Fakultas Ekonomi Indonesia, 1999.

Soebekti, Raden dan Tjitrosoesibyo, Raden. Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata. Jakarta: Pradnya Paramita, 1992.

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press,

2007.

Soemitro, Markum. Perkembangan Hukum Islam di Tengah Dinamika

Sosial Politik Indonesia. Malang: Bayumedia, 2004.

Soenggono, Bambang. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: Raja

Grafindo Persada, 1998.

Stein, P.A dipetik dari Ahmad Ikhsan. Compendium Tentang Arbitrase

Perdagangan Internasional. Jakarta: Pradnya Paramita, 1993.

Sudiarto dan Asyhadie, Zaenal. Mengenal Arbitrase: Salah Satu

Alternative Penyelesaian Sengketa Bisnis. Jakarta: Raja

Grafindo Persada, 2004.

Sukandarumidji. Metodologi Penelitian (Petunjuk Praktis Untuk Peneliti

Pemula). Yogyakarta: gajah mada university. 2004.

Page 119: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

Suma, Muhammad Amin. Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi dan

Keuangan Islam. Banten: Kholam Publishing, 2008.

Soeroso, R. Praktek Hukum Acara Perdata, Tata Cara dan Proses

Persidangan. Jakarta:Sinar Grafika 2004

Susilo, Sri dkk. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Jakarta: Salemba

Empat, 2000.

S. Lev, Daniel. Hukum dan Politikdi Indonesia: Kesinambungan dan

Perubahan. Alih Bahasa Nirwoo dan AF Priyono. Jakarta: LP3ES.

1990.

-------. Islamic Court in Indonesia: A Study Political Basis of Legal

Institutional . Alih bahasa Zaenal Ahmad Noeh, Peradilan

Agama di Indonesia. Jakarta: Intermasa. 1999.

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Umum Bahasa Indosesia,

Jakarta: Balai Pustaka, 2005.

Tim Penyusun. Pedoman Penulisan Skripsi. Jakarta: Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah, 2007.

Tresna, Raden. Peradilan di Indonesia Dari Abad Ke Abad. Jakarta:

Pradnya Paramitha, 1978.

Page 120: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

Usman, Rachmadi. Aspek-Aspek Hukum Perbankan Islam di Indonesia. Bandung:

Citra Aditya Bakti. 2002.

Warkum Sumitro, Asas-Asas Perbankan Islam & Lembaga-lembaga Terkait

(BAMUI, Takaful dan Pasar Modal Syariah di Indonesia). Jakarta: Raja

Grafindo Persada, 2004.

Wawancara dengan Rudy Kurniawan. Jakarta 15 Oktober 2009.

Wawancara Pribadi dengan Euis Nurhasanah. Jakarta. 2 Oktober

2009.

Wawancara pribadi dengan Nuheri. Jakarta. 13 Juli 2009.

Wijaya, Gunawan dan Ahmad Yani, Hukum Arbitrase, Jakarta: Raja

Grafindo Persada, 2003.

UNDANG-UNDANG

Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 Amandemen Undang-Undang No. 7 Tahun 1989

Tentang Pengadilan Agama.

Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah.

Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternative Penyelesaian

Sengketa.

Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok

Kekuasaan Kehakiman.

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata.

Page 121: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang

Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan.

REFERENSI DARI WEBSITE

Anonim, Ada Apa Dengan Badan Arbitrase Syariah Nasional, diakses pada 21

November 2009. Dari www.hukumonline.com,

Anonim, Mengurai Benang Kusut Badan Arbitrase Syariah Nasional.

www.hukumonline.com. diakses pada September 2009.

Agustiano. Pengadilan Agama dan Sengketa Ekonomi Syariah, diakses pada 15

Februari 2009. Dari www.scrib.com,

Defry Yenni, “2009 Lembaga Keuangan Syariah Diprediksi Menjamur”, artikel ini

diakses pada 3 Mei 2009 dari http://www. MediaBisnis.com.

Fakultas ekonomi UMY, Penyelesaian Ekonomi Syariah II. diakses pada minggu 24

Mei 2009.

www.http//umy.ac.id/index.php?option=page&id=149&item=326 - 104k.

PKES, Basyarnas Tidak Terpengaruh UU No. 3 Tahun 2006. diakses pada 15

Februari 2009. Dari www.hukumonline.com

Page 122: K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M Arepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2060/1/MUHAM… · Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang