K ERUSAKAN POHON PENEDUH DI WILAYAH JAKARTA SELATAN ... · di Wilayah Jakarta Selatan” adalah...
Transcript of K ERUSAKAN POHON PENEDUH DI WILAYAH JAKARTA SELATAN ... · di Wilayah Jakarta Selatan” adalah...
K
KERUSA
HAR
D
IN
AKAN PO
JAK
RISFAN N
DEPART
FAKUL
NSTITUT
OHON PE
KARTA SE
NOPIANS
EMEN H
LTAS KE
T PERTA
BOGO
2012
NEDUH
ELATAN
SYAH BA
HASIL HU
EHUTAN
ANIAN BO
OR
2
DI WILA
N
ATUBARA
UTAN
NAN
OGOR
AYAH
A
1
2
KERUSAKAN POHON PENEDUH DI WILAYAH
JAKARTA SELATAN
HARISFAN NOPIANSYAH BATUBARA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan
DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
3
RINGKASAN
HARISFAN NOPIANSYAH BATUBARA. Kerusakan Pohon Peneduh di Wilayah Jakarta Selatan. Dibimbing Oleh DODI NANDIKA dan LINA KARLINASARI.
Keberadaan pohon peneduh (shade trees) di wilayah perkotaan sangat penting. Hal ini terkait dengan besarnya nilai dan manfaat pohon tersebut, baik secara estetika, sosial, dan ekologis. Sehubungan dengan hal tersebut, pemantauan kesehatan pohon di wilayah perkotaan sangat penting. Namun demikian saat ini perhatian terhadap kesehatan pohon peneduh di kota-kota di Indonesia masih relatif rendah. Hal ini tercermin antara lain dari kurangnya informasi tentang kesehatan pohon peneduh dan kurangnya antisipasi sebagian besar pemerintah kota terhadap kemungkinan tumbangnya pohon peneduh di wilayah masing-masing. Salah satu cara yang paling sederhana untuk mengetahui kesehatan pohon adalah dengan pengamatan secara visual terhadap fisik pohon. Selain itu, dapat digunakan teknologi pemantauan kesehatan pohon secara Nondestructive Evaluation/Testing (NDE/T) berbasis gelombang ultrasonik. Teknologi ini sangat sesuai untuk mengetahui kondisi bagian dalam batang pohon berdiri, seperti keberadaan gerowong yang sering tidak terdeteksi dari luar.
Suatu penelitian telah dilakukan untuk mengetahui kesehatan pohon peneduh di wilayah Jakarta Selatan, Provinsi DKI Jakarta, baik secara visual maupun dengan memanfaatkan rambatan gelombang ultrasonik yang dihasilkan dari alat Sylvatest Duo® (frekuensi 22 KHz). Pengamatan secara visual dilakukan terhadap ada tidaknya gejala deteriorasi pada pohon sasaran, dari pangkal batang hingga tajuk pohon. Sementara itu penilaian kesehatan pohon dengan alat Sylvatest Duo® didasarkan atas kecepatan rambatan gelombang di dalam batang pohon sasaran pada ketinggian setinggi dada (DBH). Pohon peneduh yang berdiameter ≥ 45 cm dipilih sebagai pohon sasaran. Pohon sasaran tersebar di 11 ruas jalan contoh di seluruh kecamatan (10 kecamatan) di wilayah Jakarta Selatan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya 13,85% pohon peneduh di wilayah Jakarta Selatan yang secara visual tidak menunjukkan gejala deteriorasi, sedangkan sisanya (86,15%) menunjukkan adanya gejala deteriorasi berupa kanker (16,45%); luka terbuka (16,02%); gerowong (9,52%); perubahan warna daun (9,10); mata kayu (6,49%); keropos akibat serangan rayap (5,20%); kerusakan kuncup, daun atau tunas (4,33%); kematian ranting atau cabang (dieback) (3,46%); lapuk (3,46%); lapuk hati (konk) (3,03%); tumbuhan pengganggu (2,60%); resinosis (0,43%); dan lain-lain (6,06%). Hal ini sejalan dengan hasil evaluasi berbasis gelombang ultrasonik, dimana sebanyak 11,26% pohon sasaran termasuk ke dalam kategori kecepatan I (kondisi pohon sehat), sisanya (88,74%) mengalami deteriorasi yang terdiri dari kategori II (14,71%); III (23,81%); dan IV (17,75%), sementara itu untuk pohon yang masuk kategori V
4
(sakit) mencapai 32,47%. Pada pohon sakit, rambatan gelombang ultrasonik mengalami hambatan internal dalam batang pohon akibat adanya gerowong, lapuk atau bentuk deteriorasi lainnya. Adanya deteriorasi dalam batang pohon sasaran tersebut mempengaruhi sifat fisis kayu, khususnya kadar air.
Upaya pemeliharaan dan perawatan pohon peneduh di Jakarta Selatan perlu diintensifkan sebagai bagian dari sistem pengelolaan pohon peneduh. Perhatian khusus perlu diberikan terhadap kondisi kesehatan pohon glodogan dan pohon angsana, bahkan perlu dipertimbangkan kembali kebijakan penggunaan kedua jenis pohon tersebut sebagai pohon peneduh.
Kata Kunci: Kesehatan pohon, Pohon peneduh, Pengamatan visual pohon, Pengujian non destruktif, Gelombang ultrasonik.
5
INTRODUCTION : The shade trees in Southern Jakarta plays important roles in aesthetical, social, as well as ecological aspects. Therefore, regular monitoring and evaluation of their health condition is quite critical. However, the awarness on that issue is not sufficient. One of the simple ways to determine tree’s health is by visual observation. In addition, today’s latest technique to determine tree’s health, particularly tree’s stem condition, is by using ultrasonic wave propagation accros the targeted tree’s stem. This technique could assess inner part of targeted trees’s stem which is hard to detected by visual observation. A study was conducted to evaluate health condition of shade trees grown in Southern Jakarta area by visual observation and ultrasonic wave propagation measurement.
MATERIAL AND METHODS : 231 shade trees (DBH ≥ 45 cm) that growth along the sample streets (1% of total length of streets) in South Jakarta area was elected purposively as targeted trees. Visual observation on each targeted trees was conducted to determine any deterioration evidence in any parts of the tree (from stem base until tree’s crown). Whereas a SylvatestDuo® (ultrasonic wave propagation system) was used to determine inner parts of each targeted tree’s stem.
RESULT AND DISCUSSION: The result showed that only 13,85% of shade trees in South Jakarta were not showing deterioration indication, and the rest of them (86,15%) shows deterioration such as tree cancer about (16,45%); open wound (16,02%); hole (9,52%); leaf discolor (9,10%); knot (6,49%); termite attack (5,20%); shoot and bud damages (4,33%); dieback (3,46%); decayed (3,46%); konk (3,03%); weeds (2,60%); resinosis (0,43%); and other (6,06%). Those were in line with ultrasonic wave test results, where were 11,26% of targeted tree include in speed category I (health). The rest of them (88,74%) include in speed category II (14,71%); III (23,81%); and IV (17,75%), whereas for category V (sick) about 32,47%. In deteriorated tree, the ultrasonic wave propagation met the internal obstacle inside the tree due to hole existance inside. Deterioration inside the targeted tree were affected on physical properties of wood, especially moisture content.
KEYWORDS: Tree’s health, shade tree, tree’s visual monitoring, non destructive testing, ultrasonic wave.
1) Student of Forest Products Department, Faculty of Forestry, IPB
2) Lecturer of Forest Products Department, Faculty of Forestry, IPB
E/THH
Deterioration of Shade Trees in Southern Jakarta Area
By : 1) Harisfan Nopiansyah Batubara, 2) Dodi Nandika,
2) Lina Karlinasari
6
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi : Kerusakan Pohon Peneduh di Wilayah Jakarta Selatan
Nama Mahasiswa : Harisfan Nopiansyah Batubara
NIM : E24070012
Program Studi : Teknologi Hasil Hutan
Menyetujui,
Dosen Pembimbing 1 Dosen Pembimbing 2
Prof. Dr. Ir. Dodi Nandika, MS. Dr. Lina Karlinasari, S.Hut, M.Sc.F.Trop
NIP : 19511207 198203 1 001 NIP : 19731126 199802 2 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Hasil Hutan
Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc
NIP: 19660212 199103 1 002
Tanggal Lulus :
7
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi “Kerusakan Pohon Peneduh
di Wilayah Jakarta Selatan” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan
bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah
pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir skripsi ini.
Bogor, Maret 2012
Harisfan Nopiansyah Batubara
NIM E24070012
8
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pekanbaru, Riau pada tanggal 13 November 1988 dari
ayah H. Harun Alrasyid Batubara dan ibu Hj. Hafni Erta Nasution. Penulis
merupakan anak ketiga dari empat bersaudara.
Penulis memulai pendidikannya di SD Negeri 029 Rintis Pekanbaru pada
tahun 1995, kemudian melanjutkan pendidikan pada tahun 2001 di SLTP Negeri 1
Pekanbaru. Tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 8 Pekanbaru dan pada
tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Hasil Hutan,
Fakultas Kehutanan di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan
Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama mengikuti pendidikan di Fakultas Kehutanan IPB, penulis aktif di
sejumlah organisasi kemahasiswaan yakni Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan
(HIMASILTAN) sebagai Kepala Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia
(PSDM) tahun 2009-2010, anggota divisi Olahraga dan Seni Ikatan Keluarga
Pelajar Mahasiswa Riau Bogor (IKPMR) tahun 2008-2009, dan anggota Unit
Kegiatan Mahasiswa (UKM) Tenis Meja IPB. Selain itu penulis juga melakukan
Praktek Kerja Lapang di PT. Intracawood Manufacturing Tarakan, Kalimantan
Timur pada tahun 2011.
Untuk memperoleh gelar sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan
skripsi dengan judul Kerusakan Pohon Peneduh di Wilayah Jakarta Selatan.
Selama penyelesaian skripsi penulis dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. Dodi Nandika,
MS. dan Dr. Lina Karlinasari, S.Hut, M.Sc.F.Trop.
9
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala curahan rahmat dan kasih
sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun
skripsi yang berjudul “Kerusakan Pohon Peneduh di Wilayah Jakarta
Selatan”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam proses penyusunan skripsi. Penulis menyadari bahwa skripsi ini
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk penyempurnaannya sangat diharapkan. Penulis juga berharap
semoga skripsi ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis dan pihak-pihak yang
membutuhkan.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Bogor, Maret 2012
Penulis
10
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan kontribusi kepada penulis dalam melakukan penelitian ini dan
selama menempuh pendidikan di Fakultas Kehutanan. Untuk itu, ucapan terima
kasih penulis sampaikan kepada :
1. Kedua orang tua dan segenap keluarga besar yang telah memberikan cinta
dan kasih sayang selama ini serta selalu memberikan motivasi dan semangat
bagi penulis dalam menyelesaikan studi.
2. Prof. Dr. Ir. Dodi Nandika, MS dan Dr. Lina Karlinasari S.Hut, M.Sc.F.Trop
selaku Dosen Pembimbing I dan II atas segala bimbingan dan pengarahannya.
3. Ir. Ahmad Hadjib, MS selaku dosen penguji dan Dr. Ir. I Wayan Darmawan,
M.Sc selaku ketua sidang komprehensif.
4. Segenap jajaran para Dosen dan Staf Departemen Hasil Hutan IPB yang telah
memberikan ilmu dan pelayanan terbaik selama kuliah.
5. Kepala Suku Dinas Pertamanan Jakarta Selatan beserta staf yang telah
memberikan izin dan membantu pelaksanaan penelitian ini.
6. Teman-teman seperjuangan Ferry, Reza, Mukhlas, Ivana, Werdhy, Januar,
Jauhar, Ika, Dendi, Hafidz, Syamsi, Anas, Iftor, Barus, Putu, Sisharyanto,
Agung dan Amin yang telah banyak membantu penelitian ini.
7. Keluarga besar HIMASILTAN atas kebersamaannya selama ini.
8. Seluruh pihak yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat terutama bagi penulis dan pihak lain
yang membutuhkan serta memajukan kehutanan Indonesia.
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ................................................................................................... i
DAFTAR TABEL.......................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR..................................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. vi
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2 Tujuan ................................................................................................. 2
1.3 Manfaat ............................................................................................... 2
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pohon Peneduh di Perkotaan dan Fungsinya ...................................... 3
2.2 Jenis – Jenis Pohon Peneduh ............................................................... 5
2.3 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kerusakan Pohon .................... 6
2.4 Tipe – Tipe Kerusakan Pada Pohon .................................................... 8
2.5 Pengujian Nondestruktif Berbasis Gelombang Ultrasonik ................. 10
3 METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat .............................................................................. 12
3.2 Alat dan Bahan .................................................................................... 12
3.3 Prosedur Penelitian.............................................................................. 12
3.3.1 Pemilihan Sasaran Pengamatan.................................................. 12
3.3.2 Penentuan Pohon Sasaran dan Posisi Geografisnya .................. 13
3.3.3 Pengukuran Dendrometri Pohon Sasaran................................... 13
3.3.4 Evaluasi Kesehatan Pohon Sasaran ............................................ 14
3.3.5 Pengujian Sifat Fisis Kayu ......................................................... 15
3.3.6 Analisis Data .............................................................................. 17
4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Kondisi Geografi ................................................................................. 18
4.2 Jaringan Jalan Kota Jakarta Selatan .................................................... 18
5 HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Karakteristik Pohon Sasaran ............................................................... 22
ii
5.2 Evaluasi Kesehatan Pohon Secara Visual ........................................... 25
5.3 Evaluasi Berbasis Gelombang Ultrasonik ........................................... 34
5.4 Sifat Fisis Kayu ................................................................................... 39
5.4.1 Kadar Air .................................................................................... 39
5.4.2 Kerapatan ................................................................................... 40
6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan .......................................................................................... 42
6.2 Saran ..................................................................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 43
LAMPIRAN .................................................................................................... 46
iii
DAFTAR TABEL
No Halaman
1 Nama jalan dan panjang jalan contoh di setiap kecamatan ....................... 13
2 Intensitas kepadatan jalan di wilayah Jakarta Selatan............................... 19
3 Standar intensitas kepadatan jalan ............................................................ 20
4 Sebaran pohon sasaran di setiap kecamatan di wilayah Jakarta Selatan ... 23
iv
DAFTAR GAMBAR
No Halaman 1 Skema penempatan alat SylvatestDuo® pada batang pohon sasaran :
penampang memanjang /vertikal (a) dan penampang melintang (b) ........ 14
2 Penempatan transduser SylvatestDuo® pada batang pohon sasaran ........ 15
3 Pengambilan contoh uji kayu dengan menggunakan bor riap ................... 16
4 Contoh uji kerapatan kayu pohon sasaran .................................................. 16
5 Contoh kayu dari batang pohon sasaran yang telah dibungkus aluminium foil ........................................................................................... 17
6 Jalur hijau di Kota Jakarta Selatan yaitu jalur median jalan (a) dan jalur tepian jalan (b) .................................................................................. 21
7 Persentase jenis pohon peneduh di Jakarta Selatan ................................... 23
8 Klasifikasi diameter pohon sasaran ............................................................ 24
9 Contoh jenis pohon peneduh Kota Jakarta Selatan: angsana (a) dan mahoni (b) ................................................................................................ 25
10 Kondisi pohon sasaran berdasarkan gejala deteriorasi yang ditemukan ........... 26
11 Kanker pada batang mahoni ..................................................................... 27
12 Luka terbuka pada batang pohon angsana ............................................... 28
13 Gerowong pada pangkal batang pohon angsana ...................................... 28
14 Serangan rayap pada batang pohon glodogan (a) dan keropos pada batang pohon angsana (b) ....................................................................... 29
15 Kerusakan mata kayu lepas pada batang pohon angsana ......................... 30
16 Daun gugur pada pohon mahoni .............................................................. 31
17 Serangan jamur pada batang pohon saga ................................................. 31
18 Indikator lapuk lanjut berupa tubuh buah jamur pada batang pohon angsana .................................................................................................... 32
19 Tumbuhan pengganggu yang melilit batang pohon saga ..................... 33
20 Resinosis pada batang pohon mahoni ...................................................... 33
21 Luka mekanis pada batang pohon angsana .............................................. 34
22 Jumlah pohon sasaran berdasarkan kategori kecepatan rambatan gelombang ultrasonik ............................................................................. 35
23 Jumlah pohon sasaran di setiap kecamatan berdasarkan kategori kecepatan rambatan gelombang ultrasonik ............................................. 36
v
24 Rata-rata nilai kadar air kayu pohon sasaran setiap kecamatan ............... 39
25 Rata-rata nilai kerapatan kayu pohon sasaran setiap kecamatan ............. 41
vi
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
1 Posisi jalan contoh di setiap kecamatan di wilayah Jakarta Selatan ......... 47
2 Sebaran jenis pohon sasaran Jakarta Selatan ............................................ 48
3 Sebaran kesehatan pohon di wilayah Jakarta Selatan .............................. 49
4 Peta Kota Jakarta Selatan .......................................................................... 50
5 Dimensi, sifat fisis, dan posisi geografis pohon sasaran ........................... 51
6 Hasil evaluasi kesehatan pohon sasaran secara visual dan gelombang ultrasonik .................................................................................................. 62
7 Jumlah dan jenis pohon sasaran di wilayah Jakarta Selatan ..................... 81
8 Contoh pohon sasaran dan penampakan daunnya ..................................... 82
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keberadaan pohon peneduh di wilayah perkotaan sangatlah penting. Hal ini
terkait dengan besarnya nilai dan manfaat pohon tersebut, baik secara arsitektural,
sosial, dan ekologis. Menurut Nowak (2004), pohon peneduh antara lain berperan
sebagai identitas kota, pelestarian lingkungan, penyaring udara kotor, peredam
kebisingan, menurunkan suhu kota, memperindah kota dan pelestarian tanah.
Sementara itu pengalaman menunjukkan bahwa pada musim hujan dan
angin kencang, tumbangnya pohon peneduh sangat besar. Hal ini misalnya terjadi
di Jakarta Selatan yang banyak memiliki jalur hijau di pinggir maupun median
jalan. Pada awal tahun 2012, kejadian pohon tumbang di wilayah tersebut tercatat
26 pohon tumbang, 12 pohon sempal dan sekitar 2500 pohon rawan tumbang
yang mengakibatkan empat mobil, satu bajaj rusak, dan satu orang tewas tertimpa
pohon peneduh yang tumbang (Kompas, 4 Februari 2012). Dampak yang
ditimbulkan oleh kejadian tersebut tidak hanya kerugian materi saja tetapi juga
keselamatan jiwa.
Melihat banyaknya manfaat yang dapat diberikan, pohon di lingkungan
perkotaan jelas merupakan aset yang perlu dipelihara dan dipertahankan
keberadaannya. Sejalan dengan itu, kondisi kesehatan pohon peneduh di
lingkungan perkotaan selayaknya dipantau secara berkala sebagai bagian dari
sistem pemeliharaannya. Namun saat ini belum banyak informasi mengenai
pemantauan kesehatan pohon peneduh. Salah satu cara yang paling sederhana
untuk mengetahui kesehatan pohon adalah dengan pemantauan secara visual
terhadap fisik pohon. Selain itu, saat ini dapat digunakan suatu teknologi
memantau kesehatan pohon secara Nondestructive Evaluation/Testing (NDE/T)
berbasis gelombang ultrasonik. Hal ini sangat mendukung untuk mengetahui
kondisi bagian dalam batang pohon berdiri, seperti keberadaan gerowong yang
sering tidak terdeteksi dari luar.
Berdasarkan hal tersebut di atas, dirasa perlu melakukan evaluasi dan
penilaian kondisi kesehatan pohon peneduh di Kota Jakarta Selatan terutama pada
2
ruas-ruas jalan utama kota dengan menggunakan teknologi berbasis kecepatan
rambatan gelombang ultrasonik untuk mendukung pengamatan secara visual.
1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesehatan pohon peneduh di
wilayah Jakarta Selatan berdasarkan pengamatan secara visual dan dengan teknik
yang memanfaatkan kecepatan rambatan gelombang ultrasonik.
1.3 Manfaat
Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi
Pemerintah Kota Jakarta Selatan dalam pengembangan sistem pengelolaan pohon
peneduh, termasuk upaya mencegah tumbangnya pohon peneduh tersebut.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pohon Peneduh di Perkotaan dan Fungsinya
Pada hakikatnya pohon dalam suatu tata kota merupakan unsur pelembut
dalam lanskap. Pohon dalam suatu tatanan kehidupan tertentu tidak saja sebagai
bagian dari lanskap yang berfungsi untuk keindahan dan fungsi ekologis, lebih
jauh keberadaan pohon seringkali sebagai bagian dari monumental sejarah yang
memiliki nilai umur, fungsi, dan sejarah itu sendiri (Karlinasari dan Surjokusumo
2010).
Pohon merupakan aset lingkungan yang utama. Keberadaan pepohonan
yang dikelola dengan baik dapat memberikan manfaat yang besar. Menurut
Nowak (2004), peranan pohon di lingkungan perkotaan antara lain :
a. Identitas kota
Dapat menggambarkan identitas kota melalui koleksi jenis tanaman
dan hewan yang merupakan simbol atau lambang suatu kota di areal
tersebut.
b. Pelestarian lingkungan
Seiring bertambahnya jumlah penduduk maka tentunya kualitas
lingkungan akan mengalami penurunan. Akibat pencemaran lingkungan
hidup kota yang kemungkinan sangat tinggi, baik oleh kendaraan bermotor
maupun aktivitas industri.
c. Penahan dan penyaring partikel padat dari udara
Udara yang kotor akibat kegiatan manusia seperti penggunaan
kendaraan bermotor, aktivitas kawasan industri dan partikel padat yang
tersuspensi pada lapisan biosfer bumi akan dapat dibersihkan oleh tajuk
pohon melalui proses jerapan dan serapan.
d. Peredam kebisingan
Pohon dapat meredam suara dengan cara mengabsorpsi gelombang
suara oleh daun, cabang dan ranting. Jenis tumbuhan yang paling efektif
untuk meredam suara ialah yang mempunyai tajuk tebal dengan daun yang
rindang. Dedaunan dapat menyerap kebisingan sampai 95%. Menanam
4
berbagai jenis tanaman dengan berbagai strata yang cukup rapat dan tinggi
akan dapat mengurangi kebisingan, khususnya kebisingan yang sumbernya
berasal dari bawah (Dahlan 1992).
e. Menurunkan suhu kota
Keadaan dibawah tegakan pohon pada siang hari suhunya lebih
rendah jika dibandingkan dengan diluar tegakan pohon, karena sinar
matahari diabsorbsi oleh tajuk pohon, sebaliknya pada malam hari didalam
tegakan pohon lebih tinggi suhunya dibandingkan dengan diluar tegakan
pohon karena radiasi sinar matahari ditahan oleh tajuk pohon (Dahlan
1992).
f. Memperindah kota
Dengan penataan yang baik, desain vegetasi pohon dalam jajaran jalur
hijau jalan dapat secara efektif mengatasi permasalahan lingkungan yang
dihadapi dengan keindahan yang bersifat alami. Karena pada dasarnya
benda-benda di sekeliling manusia dapat ditata dengan indah menurut garis,
bentuk, warna, ukuran dan teksturnya sehingga dapat diperoleh suatu bentuk
komposisi yang menarik (Irwan 1994).
g. Pelestarian air tanah
Pada daerah hulu yang berfungsi sebagai daerah resapan air,
hendaknya ditanami dengan tanaman yang mempunyai daya
evapotranspirasi yang rendah. Di samping itu sistem perakaran dan
serasahnya dapat memperbesar porositas tanah, sehingga air hujan banyak
yang masuk ke dalam tanah sebagai air infiltrasi dan hanya sedikit yang
menjadi air limpasan. Sistem perakaran tanaman dan serasah yang berubah
menjadi humus akan memperbesar jumlah pori tanah. Karena humus
bersifat lebih higroskopis dengan kemampuan menyerap air yang besar. Di
daerah perkotaan, erosi air hujan hampir mencapai 100%. Hal ini
dikarenakan sedikitnya area tanah yang terbuka antara pinggiran jalan
dengan trotoar dimana tanaman pinggir jalan menyerap air dengan tidak
optimal (Hartman et al. 2000).
Pohon dapat memberikan nilai estetika tertentu yang terkesan alamiah dari
garis, bentuk, warna, dan tekstur yang ada dari tajuk, daun, batang, cabang, kulit
5
batang, akar, bunga, buah maupun aroma yang ditimbulkan dari daun, bunga
maupun buahnya (Nor 2009).
Pohon peneduh merupakan pohon dengan percabangan yang tingginya lebih
dari dua meter, dapat memberikan keteduhan dan penahanan silau sinar matahari
bagi pejalan kaki. Pohon peneduh merupakan penetralisir sumber pencemar gas
buangan kendaraan bermotor, tajuknya yang rindang memberikan keteduhan,
sistem perakarannya dapat meningkatkan infiltrasi air permukaan dan mengurangi
air limpasan sehingga meningkatkan jumlah air pada reservoar tanah, menciptaka
iklim mikro yang lebih sejuk (Anonim 2004).
2.2 Jenis - Jenis Pohon Peneduh
Kebanyakan pohon peneduh yang ditanam baik di taman-taman kota
maupun di tepian jalan merupakan tanaman yang menjadi ciri khas dari wilayah
tersebut karena dinggap sebagai aset kawasan selain memang sebagai jenis lokal
yang cocok dengan kondisi setempat. Disamping itu, kadang juga ditanami
tanaman-tanaman yang memang tren untuk ditanam. Misalnya saja di wilayah
Jakarta Selatan yang kebanyakan di tepian jalannya ditanami pohon angsana,
flamboyan, mahoni, trembesi, tanjung dan lain sebagainya.
Menurut Aryadi (2009), persyaratan umum tanaman untuk ditanam di
wilayah perkotaan adalah disenangi dan tidak berbahaya bagi warga kota, mampu
tumbuh pada lingkungan yang marjinal (tanah tidak subur, udara dan air yang
tercemar), tahan terhadap gangguan fisik (vandalisme), perakaran dalam sehingga
tidak mudah tumbang, tidak gugur daun, cepat tumbuh, bernilai hias dan
arsitektural, dapat menghasilkan O2
dan meningkatkan kualitas lingkungan kota,
bibit/benih mudah didapatkan dengan harga yang murah/terjangkau oleh
masyarakat, prioritas menggunakan vegetasi endemik/lokal, dan keanekaragaman
hayati. Pemilihan jenis pohon perkotaan haruslah sesuai dengan kriteria. Menurut
Sulistyantara (2006) kriteria tanaman jalan dalam kota adalah pohon penaung
dengan tinggi sedang atau tinggi <15 m, bentuk tajuk pohon bulat atau kolumar,
tinggi cabang paling bawah 5 m, tidak membahayakan pengguna jalan, tidak
berduri, berbiji besar, percabangan kuat dan perakaran tidak ektensif, sehingga
tidak merusak trotoar dan saluran drainase.
6
2.3 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kerusakan Pohon
Pohon dikatakan sehat atau normal ketika pohon tersebut masih dapat
menjalankan fungsi fisiologisnya. Sebaliknya, dikatakan tidak sehat apabila pohon
yang secara struktural mengalami kerusakan baik secara keseluruhan ataupun
sebagian pohon. Penyebab utama penyakit tersebut dapat berupa organisme hidup
patogenik ataupun faktor lingkungan fisik (Karlinasari dan Surjokusumo 2010).
Selain faktor patogen sebagai salah satu penyebab kerusakan pohon,
serangan serangga, polusi udara, aktivitas manusia dan faktor biologi serta usia
pohon yang makin meningkat diduga berperan pula menurunkan kualitas pohon.
Penurunan kualitas pohon ini dapat diketahui melalui tingkat kerusakan yang
diderita pohon tersebut.
Menurut Djafaruddin (1996), secara alamiah yang termasuk pengganggu
tanaman dapat dikelompokkan menjadi :
1. Pengganggu yang termasuk jasad hidup
Hama adalah jasad pengganggu yang merupakan makhluk hidup yang
termasuk dalam kelompok hewan atau binatang. Serangga dapat merusak
tanaman dengan cara memakan bagian tanaman, menghisap cairan sel-sel
tanaman terutama daun, menyebabkan bengkak/puru pada bagian tertentu,
menyebabkan kanker pada batang/bagian berkayu, meletakkan telur pada
bagian tanaman, mengambil bagian tanaman untuk dijadikan sarang dan
menularkan jasad pengganggu.
Gulma adalah jasad pengganggu yang merupakan sebangsa jenis
tumbuhan tingkat tinggi yang bukan termasuk ke dalam penyebab penyakit
biotis. Gulma bersifat mengganggu, merugikan dan merusak apabila ditinjau
dari segi sifat dan keberadaannya.
2. Pengganggu yang bukan jasad hidup
Bencana alam lingkungan seperti banjir, erosi, kekeringan, longsor
yang disebabkan oleh faktor dan unsur iklim serta cuaca merupakan faktor
pengganggu yang secara tidak langsung sebagai akibat kurang pekanya
terhadap alam.
Unsur lain yang berpengaruh terhadap kerusakan pohon yaitu kerusakan
mekanis. Kerusakan mekanis pada pohon dapat terjadi disebabkan oleh
7
tumbangnya suatu pohon yang menyebabkan luka pada kulit dan kayu pohon,
kebakaran pada pohon, hujan es atau salju yang menyebabkan daun rontok dan
sambaran petir (Soeratmo 1974).
Menurut Widyastuti et al. (2005) faktor abiotik penyebab kerusakan pohon
adalah faktor fisik dan kimia penyusun lingkungan tempat tumbuh yang tingkat
keberadaannya tidak mendukung pertumbuhan atau perkembangan normal pohon
penyusun hutan yang diantaranya adalah :
a. Suhu
Tiap jenis tumbuhan mempunyai kisaran persyaratan suhu yang dapat
ditoleransi dalam pertumbuhannya. Perubahan suhu yang melampaui batas
toleransi akan menyebabkan tumbuhan mengalami penyimpangan fisiologis
dan dapat menyebabkan kematian.
b. Kelembaban
Saat kelembaban nisbi tinggi, penguapan dari tumbuhan menjadi
rendah, sehingga dapat terjadi penghambatan penyerapan hara. Kekurangan
hara ini dapat berakibat gangguan formasi sel dan daun tumbuhan.
c. Iklim
Pada hutan yang jenis tumbuhan penyusunnya merupakan jenis
eksotik atau dibangun pada lahan-lahan marginal maka faktor iklim atau
faktor tempat tumbuh dapat merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan
tanaman. Bila faktor tersebut berada di atas atau di bawah batas kemampuan
adaptasi tumbuhan maka dapat terjadi kerusakan fisiologis atau mekanis.
d. Unsur hara
Kerusakan tanaman dapat terjadi jika ketersediaan unsur hara dalam
tanah tidak mencukupi jumlah yang diperlukan tumbuhan yang hidup di
tempat tersebut. Selain itu kelebihan unsur hara juga mampu menyebabkan
kerusakan pada tumbuhan akibat kerusakan sel secara langsung oleh unsur
hara tertentu.
e. Polusi udara
Kerusakan tumbuhan oleh polutan pada umumnya meningkat seiring
dengan peningkatan intensitas cahaya, kelembaban tanah dan kelembaban
nisbi udara, suhu dan keberadaan polutan yang lain.
8
f. Kekurangan oksigen
Kondisi kekurangan oksigen di alam secara umum berasosiasi dengan
kelembaban tanah atau suhu udara yang tinggi. Kombinasi antara
kelembaban dan suhu tinggi dalam tanah atau udara menyebabkan
kerusakan perakaran tumbuhan.
g. Cahaya
Kekurangan cahaya menghambat pembentukan klorofil dan
merangsang pemanjangan ruas sehingga daun berwarna pucat, jaringan
menjadi lemah dan daun serta bunga gugur lebih awal.
2.4 Tipe – Tipe Kerusakan Pada Pohon
Pohon dalam proses perkembangan hidupnya memang tidak bisa dilepaskan
dari interaksi dengan lingkunganya termasuk dengan faktor-faktor pengganggu
atau perusak. Kerusakan atau gangguan dapat diakibatkan oleh patogen, serangga,
polusi udara, dan daya alam serta kegiatan manusia. Kerusakan yang disebabkan
oleh salah satu dari agen-agen ini, baik sendiri-sendiri atau dalam kombinasi dapat
secara nyata mempengaruhi tingkat kesehatan pohon atau menyebabkan kematian
(Sudintanhut 2008).
Kesehatan pohon dipengaruhi oleh kerusakan yang terjadi pada pohon
tersebut. Kerusakan atau cacat yang dimaksud adalah segala macam kerusakan
yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman selanjutnya. Menurut Mangold
(1997), kerusakan yang dapat terjadi pada pohon antara lain :
a. Kanker
Gejala kerusakan kanker berupa pembengkakan pada batang yang
berkembang meluas kebagian atas dan bawah. Jaringan kayu pada batang
yang membengkak umumnya menjadi lunak, rapuh, retak-retak, dan sering
digunakan untuk tempat berlindung serangga. Kanker mungkin dapat
disebabkan oleh berbagai agen tetapi lebih sering disebabkan oleh jamur. Di
daerah yang topografinya miring (bergelombang) dan banyak angin, pohon
yang menderita kanker batang mudah patah dan tumbang (Rahayu 2000).
9
b. Busuk hati, tubuh buah dan indikator lapuk lanjut.
Gejala yang terjadi berupa pembusukkan pada pangkal batang, lalu
disertai dengan adanya daun-daun pada tajuk yang menguning dan
mengering. Kondisi ini terjadi karena kematian sel-sel jaringan pada
tanaman. Kematian jaringan tanaman biasanya didahului dengan adanya
perubahan warna dari hijau ke kuning kemudian menjadi coklat atau
kemerah-merahan akibat serangan patogen. Kerusakan ini sukar diamati dari
luar, tetapi timbulnya tubuh buah menjadi indikator lapuk yang sudah lanjut
yang disebabkan oleh fungi.
c. Luka terbuka
Luka terbuka adalah suatu luka atau serangkaian luka yang
ditunjukkan dengan mengelupasnya kulit atau kayu bagian dalam kayu telah
terbuka dan tidak ada tanda lapuk lanjut. Biasanya luka terbuka disebabkan
oleh luka pangkasan yang memotong ke dalam kayu.
d. Resinosis dan Gumosis
Resinosis merupakan keluarnya cairan yang berupa resin dari bagian
tanaman yang sakit, dan disebut gumosis apabila berupa gum. Terjadi hanya
jika batang atau cabang terluka atau dilukai hingga mengenai xylem dan
terserang patogen. Tipe kerusakan ini akan membuat pohon sakit karena
kehilangan banyak getah dan mengundang serangan penyakit.
e. Brum
Brum adalah suatu gerombolan ranting yang padat, tumbuh di suatu
tempat yang sama terjadi di dalam daerah tajuk hidup, termasuk struktur
vegetatif dan organ yang bergerombol tidak normal. Brum terjadi akibat
adanya infeksi oleh benalu kerdil.
f. Dieback
Dieback merupakan kerusakan dimana terjadinya kematian ranting
atau cabang dari bagian ujung dan meluas ke bagian kambium. Dieback
bukan serta merta hasil dari satu faktor seperti akibat adanya organisme
perusak atau musim kering berkepanjangan saja, melainkan karena
akumulasi dari kurangnya nutrisi sehingga memicu organisme perusak.
10
g. Akar patah atau mati
Akar patah atau mati baik karena galian atau apapun penyebabnya
yang melukai dapat mengundang penyebab penyakit lain untuk datang.
h. Hilangnya ujung dominan, mati ujung
Gejala mati ujung adalah kematian yang dimulai dari ujung atau titik
tumbuh seperti ujung akar, pucuk, dan cabang yang terus menjalar ke bagian
yang lebih tua. Mati ujung biasanya disebabkan oleh faktor cuaca, serangga
dan penyakit, ataupun sebab-sebab lainnya. Serangan mati ujung
mengakibatkan pertumbuhan menjadi tidak lurus, jaringan pucuk menjadi
kering, rapuh dan busuk serta kualitas pertumbuhan pun menurun. Menurut
Rahayu (2000), mati ujung umumnya terjadi karena kerusakan jaringan
tanaman atau penyumbatan xylem.
i. Kerusakan kuncup, daun atau tunas.
Kerusakan yang memiliki gejala yaitu daun yang termakan serangga,
terkerat atau daun terkeliat termasuk kuncup atau tunas terserang jamur.
j. Perubahan warna daun
Gejala yang tampak yaitu daun tidak lagi berwarna hijau atau daun
menjadi layu. Hal ini dikarenakan tidak terbentuknya klorofil yang
disebabkan oleh patogen, racun, kekurangan mineral, pencemaran udara,
kekeringan, kelebihan atau terbakar karena bahan kimia (Sumardi dan
Widyastuti 2002).
2.5 Pengujian Nondestruktif Berbasis Gelombang Ultrasonik
Saat ini pengujian nondestrukif telah luas digunakan untuk mengevaluasi
sifat kayu. Pengujian nondestruktif didefinisikan sebagai kegiatan
mengidentifikasi sifat fisis dan mekanis suatu bahan tanpa merusak atau
mengganggu produk akhirnya sehingga diperoleh informasi yang tepat terhadap
sifat dan kondisi bahan tersebut yang akan berguna unuk menentukan keputusan
akhir pemanfaatannya (Ross dan Pellerin 2002). Pengujian nondestruktif juga
didefinisikan sebagai metode pengujian yang digunakan untuk memeriksa suatu
objek, bahan atau sistem tanpa merusak atau mempengaruhi kegunaanya di masa
yang akan datang (ASNT 2011).
11
Dalam menilai kesehatan pohon, khususnya pelapukan yang terjadi di
bagian dalam, seringkali tidak tampak sebagai indikator eksternal yang jelas.
Untuk itu metode NDT efektif dapat digunakan untuk membantu mendeteksi
kerusakan yang terjadi. Hal ini tentu saja sangat berguna dalam mengidentifikasi
tingkat keparahan serangan, mencegah penyebaran serangan, serta untuk
meningkatkan kondisi kualitas pohon. Metode NDT digunakan pada tegakan
berdiri untuk mendeteksi adanya lapuk/decay yang akan membantu pengelola
hutan dalam memperbaiki tegakan, memilih tebangan, membuat harga jual kayu
lebih tinggi, menduga besarnya kehilangan volume kayu, mengidentifikasi pohon
yang penuh resiko dan mencegah melebarnya lapuk/decay (Wang et al. 2004).
Salah satu pengujian secara nondestruktif adalah metode gelombang
suara/bunyi. Gelombang suara adalah gangguan yang ditimbulkan pada medium
elastik yang dapat berupa gas, cair dan padat. Berdasarkan frekuensinya, suara
dibagi menjadi empat jenis yaitu infrasonik (0 Hz – 20 Hz), audiosonik (20 Hz –
20 KHz), ultrasonik (20 KHz – 1 GHz), dan hipersonik (1 GHz – 10 THz)
(Tsoumis 1991).
Gelombang ultrasonik merupakan gelombak mekanik longitudinal dengan
frekuensi diatas 20 kHz. Gelombang ini dapat merambat dalam medium padat,
cair dan gas. Hal ini disebabkan karena gelombang ultrasonik merupakan
rambatan energi dan momentum mekanik sehingga merambat sebagai interaksi
dengan molekul dan sifat enersia medium yang dilaluinya (Fajar 2011).
Dalam Nondestructive Testing (NDT), pengukuran kecepatan gelombang
ultrasonik pada kayu didasarkan pada sifat elastis dan viscoelastisnya. Pendugaan
kualitas kayu yang dilakukan berdasarkan pada pengukuran kecepatan perambatan
gelombang ultrasonik yang dibangkitkan melalui getaran. Parameter yang diukur
adalah rambatan gelombang ultrasonik yang digunakan untuk menentukan
kecepatan perambatannya (Bucur 1995).
12
BAB III
METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2011 di
Kota Jakarta Selatan, Provinsi DKI Jakarta. Pengujian sifat fisis kayu (kerapatan
dan kadar air) dilakukan di Laboratorium Anatomi dan Fisika Kayu, Bagian
Teknologi Peningkatan Mutu Kayu, Departemen Hasil Hutan, Fakultas
Kehutanan, Institut Pertanian Bogor (IPB).
3.2 Alat dan Bahan
Alat - alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat uji kualitas batang
pohon merk Sylvatest Duo® (frekuensi 22 KHz), kamera digital, haga hypsometer,
GPS Garmin 12XL, kompas brunton, bor riap, phiband, kaliper, oven, desikator,
dan timbangan elektrik. Adapun bahan yang digunakan adalah aluminium foil,
plastik, dan kertas label.
3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1 Pemilihan Sasaran Pengamatan
Pengamatan dilakukan di ruas-ruas jalan contoh yang tersebar di seluruh
kecamatan (10 kecamatan) di wilayah Jakarta Selatan (Lampiran 1). Panjang
seluruh ruas jalan contoh di masing-masing kecamatan adalah 1 % dari
keseluruhan panjang jalan di wilayah tersebut. Ruas jalan contoh di masing-
masing kecamatan dipilih secara sengaja (purposive) berdasarkan tingkat
kepadatan pohon dan tingkat kepadatan lalu lintasnya. Nama jalan dan panjang
jalan contoh di masing-masing kecamatan disajikan pada Tabel 1.
13
Tabel 1 Nama jalan dan panjang jalan contoh di setiap kecamatan
No Kecamatan Nama Jalan (ruas)
Panjang jalan (km)
1 Pasar Minggu Raya Pasar Minggu
Tanjung Barat 2,00 0,60
2 Jagakarsa Moh. Kahfi II 2,20 3 Kebayoran Lama Sultan Iskandar Muda 1,99 4 Kebayoran Baru Pangeran Antasari 1,68 5 Pancoran Raya Pasar Minggu 1,56 6 Cilandak Fatmawati 1,42 7 Pesanggrahan Ciledug Raya 1,36 8 Tebet Dr. Soepomo 1,21 9 Mampang Prapatan Mampang Prapatan 1,15 10 Setiabudi HR. Rasuna Said 0,86 Jumlah 11 16,23
3.3.2 Penentuan Pohon Sasaran dan Posisi Geografisnya
Seluruh pohon yang berdiameter ≥ 45 cm yang tumbuh di masing-masing
jalan contoh dipilih sebagai pohon sasaran. Masing-masing pohon sasaran
ditentukan posisi geografisnya dengan menggunakan GPS (Global Position
System) Garmin 12XL.
3.3.3 Pengukuran Dendrometri Pohon Sasaran
Terhadap masing-masing pohon sasaran dilakukan pengukuran tinggi
menggunakan haga hypsometer dan pengukuran diameter batang setinggi dada
(diameter at the breast height, DBH) menggunakan phiband.
3.3.4 Evaluasi Kesehatan Pohon Sasaran
a. Secara Visual
Evaluasi kesehatan pohon sasaran secara visual dilakukan dengan
mengamati seluruh bagian pohon sasaran, dari bagian pangkal pohon sampai tajuk
pohon. Kondisi bagian pohon sasaran, termasuk adanya gejala atau tanda
deteriorasi, dicatat dalam tally sheet, serta dibuat dokumentasinya dalam bentuk
foto
14
b. Dengan Menggunakan Alat SylvatestDuo®
Untuk mendukung pengamatan secara visual, dilakukan juga evaluasi
kondisi internal setiap batang pohon sasaran dengan menggunakan alat pengujian
nondestruktif (merk SylvatestDuo®). Cara kerja alat ini adalah berbasis kecepatan
rambatan gelombang ultrasonik yang secara sengaja dilintaskan ke dalam jaringan
batang pohon sasaran dari transduser pengirim menuju transduser penerima.
Pengujian dilakukan pada ketinggian DBH, dalam hal ini digunakan empat
titik penempatan transduser pada satu bidang horizontal batang (penampang
melintang), dua titik pada arah utara (U) – selatan (S) dan dua titik pada arah
timur (T) – barat (B). Masing-masing transduser ditempatkan pada liang (diameter
5 mm, kedalaman ± 2 cm) yang dibuat terlebih dahulu pada masing-masing
batang pohon sasaran (Gambar 1). Setelah selesai pengujian menggunakan
SylvatestDuo®, liang bor ditutup kembali dengan lilin malam. Hal ini bertujuan
agar liang pohon tidak menjadi akses masuknya serangan patogen ke dalam
pohon.
(a) (b)
Gambar 1 Skema penempatan alat SylvatestDuo® pada batang pohon sasaran : penampang memanjang /vertikal (a) dan penampang melintang (b)
Sebelum alat SylvatestDuo® dioperasikan, terlebih dahulu masukkan data
diameter pohon sasaran (D) yang nilainya ditentukan dengan formula sebagai
berikut :
Batang pohon sasaran
15
D = Dint – 14
dimana : D = Diameter pohon sasaran yang telah terkoreksi (cm) Dint = Hasil pengukuran jarak antar dua transduser yang
berseberangan pada batang pohon sasaran (cm) 14 = Total panjang dua kepala transduser yang masing-masing
masuk ke dalam liang penempatan yang berseberangan pada pohon sasaran (cm)
Data yang ditampilkan pada alat SylvatestDuo® sesaat setelah alat tersebut
dioperasikan pada batang pohon sasaran adalah waktu (micro second, µs),
kecepatan (meter per second, m/s), dan energi (milivolt, mv) perambatan
gelombang ultrasonik antar dua transduser yang posisinya berseberangan pada
batang pohon sasaran (Gambar 2).
Gambar 2 Penempatan transduser SylvatestDuo® pada batang pohon sasaran
3.3.5 Pengujian Sifat Fisis Kayu
Selain pengujian gelombang ultrasonik, dilakukan juga pengujian sifat fisis
kayu yaitu pengujian kadar air dan kerapatan kayu pohon berdiri. Contoh kayu
untuk pengujian kadar air dan kerapatan kayu diambil dari batang pohon sasaran
pada ketinggian setinggi dada (DBH) menggunakan bor riap. Bor riap memiliki
panjang selongsong 30 cm dan diameter selongsong 0,6 cm (Gambar 3).
16
Gambar 3 Pengambilan contoh uji kayu dengan menggunakan bor riap
a. Pengujian Kerapatan
Contoh kayu yang diambil dari selongsong bor riap ditimbang berat pada
kondisi basah, kemudian dihitung volumenya (Gambar 4). Kerapatan batang kayu
dihitung dengan menggunakan persamaan:
dimana: ρ = Kerapatan (g/cm3)
BB = Berat awal (g) Vol = Volume (cm3)
Gambar 4 Contoh uji kerapatan kayu pohon sasaran
Selongsong Bor riap
17
b. Pengujian Kadar Air
Untuk pengukuran kadar air kayu digunakan contoh kayu yang sama
seperti pada pengujian kerapatan kayu. Contoh kayu yang diambil dari pohon
dibungkus dengan aluminium foil dan dimasukkan ke dalam plastik (Gambar 5).
Hal ini dilakukan untuk mengurangi air yang menguap pada contoh kayu agar
nilai kadar air yang diperoleh adalah nilai kadar air segar. Kadar air ditentukan
dengan menimbang berat awal (berat basah) contoh kayu yang selanjutnya
dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 103±2oC sampai beratnya konstan untuk
memperoleh berat kering tanurnya. Nilai kadar air ditentukan dengan persamaan
sebagai berikut :
KABB BKT
BKT 100
dimana: KA = Kadar Air (%) BB = Berat awal (g) BKT = Berat Kering Tanur (g)
Gambar 5 Contoh kayu dari batang pohon sasaran yang telah dibungkus aluminium foil
3.3.6 Analisis Data
Data kondisi pohon sasaran ditabulasi dan dianalisis secara statistik
deskriptif sederhana untuk mengetahui persentase pohon yang sehat dan yang
mengalami deteriorasi berdasarkan jenis pohon dan lokasinya.
18
BAB IV
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Kondisi Geografi
Jakarta Selatan merupakan nama sebuah kota administrasi di sebelah selatan
Daerah Khusus Ibukota Jakarta terletak pada 106o22’42”BT dan 6o22’54”LS.
Jakarta Selatan adalah salah satu dari lima kota administrasi dan satu kabupaten
administrasi DKI. Di sebelah utara, Jakarta Selatan berbatasan dengan Jakarta
Barat dan Jakarta Pusat, di sebelah timur berbatasan dengan Jakarta Timur, di
sebelah selatan berbatasan dengan Kota Depok dan sebelah barat berbatasan
dengan Kota Tangerang (Lampiran 4). Kota Jakarta Selatan merupakan salah satu
kota administrasi dan ekonomi utama di Provinsi DKI Jakarta. Hal ini ditandai
dengan banyaknya perumahan warga kelas menengah ke atas dan tempat pusat
bisnis utama. Perkembangan di berbagai sektor terutama di sektor usaha, jasa dan
perumahan cukup pesat. Hal ini dapat dilihat dengan tingginya intensitas
perdagangan dan transaksi jual beli. Kota Jakarta Selatan memiliki luas wilayah
yaitu 145,73 km2 dengan jumlah penduduk pada sensus tahun 2010 berjumlah
2.057.080 jiwa. Rata-rata tingkat kepadatan penduduk adalah sebanyak 14.115
orang per kilometer persegi (BPS 2010).
4.2 Jaringan Jalan Kota Jakarta Selatan
Lingkungan di wilayah Jakarta Selatan didominasi oleh gedung-gedung
perkantoran, area pemukiman, fasilitas pemerintahan dan tempat hiburan. Kota
Jakarta Selatan memiliki jalan utama yang cukup banyak. Jalan tersebut terbagi
atas jalur untuk pengendara sepeda motor, kendaraan roda empat dan terdapat
juga jalur busway. Intensitas pemakaian jalan terutama pada jalan utama sangat
tinggi. Hal ini dapat dilihat dari padat dan macetnya jalan di wilayah Jakarta
Selatan terutama di hari kerja. Intensitas kepadatan jalan di wilayah Jakarta
Selatan dapat dilihat selengkapnya pada Tabel 2.
19
Tabel 2 Intensitas kepadatan jalan di wilayah Jakarta Selatan
No Nama Jalan Arah Lokasi Waktu V/C
Ratio
1 Jl. Ciledug Raya Pasar Keb.
Lama
Depan
IEC/Komp.
Sangrila II
06.00 – 09.00
16.00 – 19.00
1,67
0,62
2 Jl. Iskandar Muda Pondok Indah
Depan
Kampus
USNI
06.00 – 09.00
16.00 – 19.00
1,83
1,78
3 Jl. Pangeran Antasari Blok M
Depan
Masjid Al
Ikhlas
06.00 – 09.00
16.00 – 19.00
2,28
0,71
4 Jl. Tebet Barat
Dalam IX Tugu Pancoran
Depan RM.
Sederhana
06.00 – 09.00
16.00 – 19.00
0,11
0,11
5 Jl. Lebak Bulus I
Raya RS. Fatmawati
Belakang
Apart Bona
Vista
06.00 – 09.00
16.00 – 19.00
2,32
1,19
6 Jl. Pejaten Raya Pasar Minggu Halte
Pejaten
06.00 – 09.00
16.00 – 19.00
1,28
1,27
7 Jl. K. P. Tendean Pancoran JPO R Sona
Motor
06.00 – 09.00
16.00 – 19.00
2,30
2,73
8 Jl. H. Nawi Raya Fatmawati LeXcorp 06.00 – 09.00
16.00 – 19.00
2,48
1,17 Sumber : Suku Dinas Perhubungan Jakarta Selatan (2011)
Kondisi jalan di Kota Jakarta Selatan terutama jalan utama pada setiap
kecamatan sangatlah baik. Hal ini dapat dilihat dari adanya jalur hijau berupa
pohon peneduh di tepian dan median jalan (Gambar 6) Seperti pada jalan Sultan
Iskandar Muda, Kecamatan Kebayoran Lama yang jalur hijau terletak pada
median jalan. Sebagian besar jalur hijau yang berada di median jalan merupakan
jalan yang dilewati busway, namun jalur hijau yang dominan di wilayah Jakarta
Selatan berada di tepian jalan.
20
Intensitas kepadatan jalan (V/C Ratio) merupakan rasio antara volume lalu
lintas dengan kapasitas ruas jalan. Intensitas kepadatan jalan yang sesuai standar
penggunaan jalan yaitu berkisar antara 0,45 – 0,75. Standar intensitas kepadatan
jalan disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Standar intensitas kepadatan jalan
Tingkat
Pelayanan Karakteristik V/C Ratio
A
Kondisi arus bebas
Kecepatan tinggi
Volume lalu lintas rendah
0,00 – 0,20
B Arus stabil
Kecepatan mulai dibatasi oleh kondisi lalu lintas 0,21 – 0,44
C
Arus stabil
Kecepatan dan gerak kendaraan dikendalikan
0,45 – 0,75
D
Arus mendekati tidak stabil
Kecepatan masih dapat dikendalikan
V/C masih dapat ditolerir
0,76 – 0,84
E
Arus tidak stabil
Kecepatan kadang terhenti
Permintaan mendekati kapasitas
0,85 – 1,00
F
Arus dipaksakan
Kecepatan rendah
Volume dibawah kapasitas
Antrian panjang (macet)
> 1,00
Keterangan : V/C Ratio = Rasio perbandingan volume lalu lintas dengan kapasitas ruas
Sumber : Suku Dinas Perhubungan Jakarta Selatan (2011)
21
(a)
(b) Gambar 6 Jalur hijau di Kota Jakarta Selatan yaitu jalur median jalan (a) dan jalur
tepian jalan (b)
22
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Karakteristik Pohon Sasaran
Hasil penelitian menunjukkan jumlah pohon peneduh di seluruh ruas jalan
contoh di Jakarta Selatan adalah 880 pohon, 231 pohon diantaranya termasuk
pohon sasaran (diameter batang ≥ 45 cm) (Lampiran 3). Pohon sasaran tersebut
tersebar di seluruh kecamatan di wilayah Jakarta Selatan. Kecamatan Pancoran
merupakan kecamatan yang memiliki jumlah pohon sasaran yang paling banyak
(41 pohon), kemudian di wilayah Kecamatan Kebayoran Baru (37 pohon),
kecamatan Jagakarsa (11 pohon), Kecamatan Setiabudi (26 pohon), Kecamatan
Kebayoran Lama (20 pohon), Kecamatan Tebet (19 pohon), Kecamatan Cilandak
(17 pohon), Kecamatan Pesanggrahan (15 pohon), Kecamatan Pasar Minggu (12
pohon), dan Kecamatan Mampang Prapatan (11 pohon). Jumlah pohon peneduh
yang berada di setiap kecamatan berbeda, sehingga jumlah pohon sasaran yang
akan diuji juga berbeda jumlahnya. Sebaran pohon sasaran dapat dilihat
selengkapnya pada Tabel 4.
Pohon angsana merupakan jenis pohon yang paling banyak ditemukan,
terutama di Kecamatan Kebayoran Lama dan Kecamatan Kebayoran Baru.
Jumlah pohon angsana yang diuji berjumlah 92 pohon atau sekitar 39,82% dari
total keseluruhan pohon yang diuji. Kemudian jenis mahoni juga mendominasi
sebagai pohon peneduh di wilayah Jakarta Selatan. Pohon mahoni yang diuji
berjumlah 78 pohon atau sekitar 33,77% . Selain itu, pohon peneduh yang banyak
ditemukan dan dilakukan pengujian yaitu pohon glodogan (16,88%) dan pohon
saga (6,50%). Ada beberapa jenis lain yang ditemukan dan dilakukan pengujian,
hanya persentasenya kurang dari 1% (Gambar 7).
23
Tabel 4 Sebaran pohon sasaran di setiap kecamatan di wilayah Jakarta Selatan
No Kecamatan Ag Mh Gl Sg Kh Br Tj Kt Al Jumlah
Pohon
1 Pancoran 41 41 (17,75%)
2 Keb. Baru 37 37 (16,02%)
3 Jagakarsa 2 3 12 15 1 33 (14,29%)
4 Setiabudi 26 26 (11,25%)
5 Keb. Lama 18 2 20 (8,66%)
6 Tebet 3 13 1 1 1 19 (8,22%)
7 Cilandak 1 15 1 17 (7,36%)
8 Pesanggrahan 15 15 (6,49%)
9 Pasar minggu 7 4 1 12 (5,19%)
10 Mampang
Prapatan 9 1 1 11 (4,77%)
Total 92 78 39 15 2 2 1 1 1 231 (100%) Keterangan : Ag = Angsana (Pterocarpus indicus); Gl = Glodogan (Polyalthia longifolia); Kh = Khaya (Khaya spp); Tj = Tanjung (Mimusops elengi); Al = Asam Londo (Pithecellobium dulce); Mh = Mahoni (Swietenia macrophylla); S = Saga (Adenanthera povonina); Br = Beringin (Ficus benjamina); Kt = Ketapang (Terminalia catappa)
Gambar 7 Persentase jenis pohon peneduh di Jakarta Selatan
39,82%
33,77%
16,88%
6,50%
3,03%
Angsana
Mahoni
Glodogan
Saga
Lain‐lain
Ditin
Kebayoran
Pesanggra
Pancoran
Sementara
(11,25%)
penelitian
Berd
berdiamet
angsana y
sasaran ya
Kecamata
diameter p
dengan di
dapat dilih
Sem
(24 m) ad
terendah (
0
10
20
30
40
50
60
Jum
lah
Poho
n (N
)
njau dari lo
n Baru (16,
ahan (6,49%
(17,75%), K
a itu pohon
dan Keca
di 10 kecam
dasarkan d
ter 45cm -
yang lebih
ang memili
an Pancoran
paling kecil
iameter 45
hat pada Ga
Ga
mentara itu r
dalah jenis a
(5,5 m) juga
45≤DBH
56
43
35
okasinya, po
01%), Keca
%). Pohon
Kecamatan
n glodogan
amatan Jag
matan Jakar
diameter po
60cm dan
banyak did
ki diameter
n dengan dia
l yaitu jeni
cm. Klasif
ambar 8.
ambar 8 Kla
rata-rata tin
angsana yan
a jenis angs
H≤60 (65,37%)
14
1 1 1
Kelas
ohon angsan
amatan Keb
mahoni s
Cilandak (6
sebagian b
gakarsa (5,
rta Selatan d
ohon, sebag
34,63% be
dapati pada
r paling bes
ameter 114
is glodogan
fikasi diame
asifikasi dia
ggi pohon s
ng berada d
sana di Kec
) D
36 3
1
s Diameter
na sebagian
bayoran Lam
ebagian be
6,49%), dan
besar berad
,19%). Leb
disajikan pa
gian besar
erdiameter
a dua kelas
sar yaitu je
cm dan po
n yang bera
eter pohon
ameter poho
sasaran ada
di Kecamata
camatan Keb
DBH>60 (34,6
35
41 1 1
Pohon
besar berad
ma (7,79%)
esar berada
n Kecamatan
da di Kecam
bih detail
ada Lampira
(65,37%)
diatas 60 c
s diameter
enis mahoni
ohon sasaran
ada di Keca
sasaran di
on sasaran
alah 11,9 m,
an Tebet, s
bayoran Ba
3%)
1 1 1
da di Kecam
, dan Kecam
a di Kecam
n Tebet (5,6
matan Seti
sebaran p
an 2.
pohon sa
cm dengan
tersebut. P
i yang bera
n yang mem
amatan Seti
i Jakarta Se
, pohon tert
edangkan p
aru. Contoh
Angsana
Mahoni
Glodoga
Saga
Khaya
Beringin
Tanjung
Ketapan
Asam Lo
24
matan
matan
matan
63%).
abudi
pohon
asaran
jenis
Pohon
ada di
miliki
abudi
elatan
tinggi
pohon
jenis
a
i
an
n
g
ng
ondo
25
pohon peneduh yang sebagian besar berada di Kota Jakarta Selatan dapat dilihat
pada Gambar 9.
(a) (b)
Gambar 9 Contoh jenis pohon peneduh Kota Jakarta Selatan: angsana (a) dan mahoni (b)
5.2 Evaluasi Kesehatan Pohon Secara Visual
Hasil pemantauan kesehatan pohon secara visual menunjukkan bahwa
sebagian besar (86,15%) pohon sasaran yang diuji mengalami kerusakan yang
diakibatkan penyakit, serangga dan penyebab abiotik lainnya. Hanya 13,85 %
pohon sasaran tampak sehat dan tidak mengalami gejala kerusakan (Lampiran 6).
Kerusakan yang dialami yaitu kanker (16,45%), luka terbuka (16,02%), gerowong
(9,52%), keropos akibat serangan rayap (5,20%). Hampir seluruh pohon peneduh
di setiap kecamatan Kota Jakarta Selatan mengalami kerusakan dan abnormal
dalam pertumbuhan. Hal ini dapat diakibatkan oleh beberapa faktor yang
ditimbulkan dari internal pohon dan eksternal berupa kegiatan manusia yang
sering merusak dan mengganggu keberadaan pohon. Kondisi pohon sasaran
berdasarkan gejala deteriorasi yang ditemukan dapat dilihat pada Gambar 10.
26
Gambar 10 Kondisi pohon sasaran berdasarkan gejala deteriorasi yang ditemukan
Banyaknya faktor yang menimbulkan kerusakan pada pohon peneduh,
sehingga mengakibatkan pohon menjadi rawan tumbang dan mengancam
keselamatan pengguna jalan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya gejala kerusakan
fisik yang dapat ditemukan pada pohon peneduh. Gejala deteriorasi yang sering
dijumpai adalah sebagai berikut :
1. Kanker
Gejala kerusakan visual berupa kanker merupakan kerusakan yang sering
dijumpai pada pohon sasaran. Tipe deteriorasi ini sebagian besar menyerang
pohon angsana dan mahoni. Kerusakan ini banyak dijumpai pada pohon angsana
yang berada di Kecamatan Kebayoran Baru dan Kecamatan Pesanggrahan. Selain
itu, sebagian kecil juga dijumpai pada jenis mahoni yang berada di Kecamatan
Pancoran dan Kecamatan Cilandak (Gambar 11). Gejala kerusakannya
ditunjukkan dengan permukaan kulit yang biasanya tertekan kebawah atau bagian
kulitnya pecah sehingga terlihat bagian kayunya. Selain itu, kanker menyerang
pada bagian berkambium sehingga mematikan fungsi pengangkutan unsur hara
dan penyaluran nutrisi.
Sementara itu, hasil pengujian nondestruktif yang juga digunakan dalam
mengevaluasi kesehatan pohon sasaran menunjukkan nilai kecepatan rambatan
16,02%
9,52%
9,10%
16,45%6,49%
5,20%
23,37%
13,85%
Luka terbuka
Gerowong
Perubahan warna daun
Kanker
Mata kayu
Keropos akibat serangan rayap
lain‐lain
tidak ada kerusakan fisik
27
gelombang ultrasonik yang rendah pada pohon sasaran yang mengalami
kerusakan kanker. Hal ini memberikan pengaruh terhadap kerusakan yang terjadi
pada bagian dalam batang pohon tersebut.
Gambar 11 Kanker pada batang mahoni
2. Luka terbuka
Tipe deteriorasi ini ditemukan hampir di seluruh kecamatan di Jakarta
Selatan. Luka terbuka dapat diakibatkan oleh benda tajam seperti tebasan golok
dan luka akibat sambaran petir. Luka ini nantinya akan menjadi tempat berbagai
jenis patogen untuk hidup di dalam batang. Menurut Dahlan (1992), luka terbagi
menjadi 2 bagian yaitu : a) luka yang terbatas hanya pada kulit luar saja dan b)
luka yang terjadi pada kulit luar, kulit dalam dan juga luka pada kayu gubal dan
kayu teras. Sebagian besar luka terbuka yang dialami oleh pohon sasaran yaitu
luka hingga kulit dalam (Gambar 12).
Sebagian besar luka terbuka dijumpai pada jenis angsana yang banyak
disebabkan oleh perlukaan benda tajam berupa vandalisme. Apabila luka
dibiarkan terbuka maka akan sangat mudah bagi patogen memasuki batang
sehingga dapat menimbulkan kerusakan yang lebih parah seperti kanker.
28
Gambar 12 Luka terbuka pada batang pohon angsana
3. Gerowong
Kerusakan visual berupa gerowong dapat dicirikan dengan adanya lubang
pada batang pohon yang cukup besar (Gambar 13). Sebagian besar tipe deteriorasi
ini banyak dijumpai pada pangkal batang pohon terutama pada jenis angsana yang
berada di Kecamatan Kebayoran Baru. Selain itu pohon yang mengalami
deteriorasi ini juga megalami kerusakan berupa batang pohon yang keropos,
tampak lapuk, dan banyak tunnel. Kondisi ini diperparah dengan banyaknya luka
mekanis berupa goresan benda tajam dan menjadi tempat membakar sampah yang
dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Gambar 13 Gerowong pada pangkal batang pohon angsana
29
4. Perubahan warna daun
Tipe kerusakan daun berubah warna banyak dijumpai pada jenis angsana
dan mahoni yang berada di Kecamatan Cilandak, Kecamatan Kebayoran Baru,
dan Kecamatan Pesanggrahan. Salah satu faktor yang mempengaruhi kesehatan
daun yaitu gas-gas yang dikeluarkan oleh emisi dari kendaraan bermotor.
Misalnya di Kecamatan Cilandak dimana padatnya lalu lintas terutama jalan
Fatmawati sebagai jalan sasaran secara tidak langsung memberikan tekanan
terhadap pohon. Menurut Fakuara (1986), pohon dan segala jenis tanaman paling
sensitif terhadap SO2, polutan ini masuk ke dalam daun melalui stomata dan
bereaksi di dalam sel menyebabkan rusaknya daun/matinya jaringan tanaman.
Kerusakan dapat kronis/tidak tergantung pada tingkat pencemaran dan tingkat
ketahanan dari tanaman itu sendiri.
5. Keropos akibat serangan rayap
Tipe kerusakan ini sebagian besar ditemukan pada jenis glodogan dan
angsana dengan persentase 5,20%. Pohon glodogan yang berada di jalan HR
Rasuna Said Setiabudi rata-rata mengalami keropos akibat serangan rayap. Hal ini
dapat dilihat dari kondisi pohon tampak lapuk dan ketika kulit pohon dikelupas,
banyak rayap yang sudah menggerogoti pohon glodogan (Gambar 14).
(a) (b)
Gambar 14 Serangan rayap pada batang pohon glodogan (a) dan keropos pada batang pohon angsana (b)
30
6. Mata kayu
Kerusakan visual berupa mata kayu sebagian besar ditemukan pada jenis
angsana yang berada di Kecamatan Kebayoran Baru. Mata kayu yang ditemukan
pada pohon sasaran yaitu mata kayu lepas seperti pada Gambar 15. Nilai
kecepatan rambatan gelombang ultrasonik yang juga digunakan sebagai
pendekatan dalam mendeteksi kondisi pohon akan menurun apabila melewati
mata kayu dan serat miring di sekitar mata kayu, karena dengan adanya mata
kayu orientasi serat akan menyimpang.
Gambar 15 Kerusakan mata kayu lepas pada batang pohon angsana
7. Kerusakan kuncup, daun atau tunas
Tipe kerusakan ini ditemukan sebagian besar pada jenis mahoni dengan
persentase 4,33% yang tersebar di beberapa kecamatan Jakarta Selatan. Gejala
kerusakannya berupa daun yang termakan serangga, terkerat atau terkeliat ataupun
terserang jamur termasuk kuncup atau tunas, akibatnya daun-daun rontok dan
proses fotosintesis menjadi terganggu. Selain itu kerusakan yang dapat terjadi
yaitu cabang pohon yang mati dan tidak terdapat daun yang tumbuh (Gambar 16).
Matinya cabang ini dapat disebabkan oleh gugurnya daun akibat terserang
penyakit gugur daun dan dapat pula disebabkan oleh patahnya cabang, akan tetapi
cabang ini masih melekat pada batang tajuk utama dan masih memiliki daun yang
tumbuh, biasanya hal ini dikarenakan pohon tersambar petir.
31
Gambar 16 Daun gugur pada pohon mahoni
8. Lapuk
Gejala yang terlihat dari kerusakan ini adalah adanya jamur yang
menyerang batang pohon. Kondisi ini mengakibatkan pohon menjadi lapuk dan
mudah terserang patogen lainnya. Tipe kerusakan seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 17, sebagian besar dialami oleh pohon saga yang berada di Kecamatan
Jagakarsa dan juga beberapa pohon angsana.
Gambar 17 Serangan jamur pada batang pohon saga
32
9. Konk atau lapuk hati
Tipe kerusakan lapuk hati/konk menunjukkan gejala bagian batang
terserang mati, terurai dan berwarna coklat. Identifikasi untuk lapuk hati antara
lain adanya tubuh buah. Tubuh buah yang dijumpai tampak di permukaan bagian
pohon yan terserang berbentuk seperti benjolan bulat berwarna coklat (Gambar
18). Tipe kerusakan ini menyebabkan meningkatnya resiko penurunan penyerapan
air dan unsur hara sehingga mengakibatkan pohon mudah roboh oleh angin
(Widyastuti et al. 2005). Sebagian besar kerusakan ini ditemukan pada jenis
angsana yang tersebar di beberapa kecamatan Jakarta Selatan. Keberadaan tubuh
buah pada pohon mengindikasikan pohon tersebut mengalami lapuk hati. Hal ini
diperkuat dengan hasil pengujian non destruktif yang menunjukkan bahwa nilai
kecepatan rambatan gelombang yang dirambatkan pada pohon tersebut menjadi
lebih lambat, dikarenakan adanya hambatan internal dalam batang.
Gambar 18 Indikator lapuk lanjut berupa tubuh buah jamur pada batang pohon angsana
10. Tumbuhan pengganggu
Tipe deteriorasi ini sebagian besar ditemukan pada jenis pohon saga dan
glodogan yang berada di Kecamatan Jagakarsa. Tumbuhan pengganggu berupa
benalu melilit batang pohon sehingga kondisi pohon hampir seluruhnya tertutupi
(Gambar 19).
33
Gambar 19 Tumbuhan pengganggu yang melilit batang pohon saga
11. Eksudasi berupa resinosis
Eksudasi adalah keluarnya cairan dari bagian tanaman yang sakit. Eksudasi
yang ditemukan pada jenis mahoni di Kecamatan Pasar Minggu yaitu resinosis,
yang artinya cairan yang keluar berupa resin. Tipe kerusakan ini hanya sebagian
kecil dijumpai yaitu sebanyak 0,43%. Resinosis pada mahoni dapat dilihat pada
Gambar 20.
Gambar 20 Resinosis pada batang pohon mahoni
Sebagian besar masyarakat kurang sadar akan pentingnya manfaat dan
fungsi pohon peneduh. Hal ini dapat dilihat banyaknya pohon peneduh yang
beralih fungsi menjadi tempat sandaran baliho dan penempelan iklan (Gambar
34
21). Paku atau benda tajam yang berfungsi menyandarkan baliho atau iklan
mengakibatkan luka mekanis pada batang pohon. kerusakan ini akan
menimbulkan kerusakan yang lebih parah apabila patogen menyerang luka
tersebut.
Gambar 21 Luka mekanis pada batang pohon angsana
Kecamatan Pasar Minggu terdapat jenis yang jarang difungsikan sebagai
pohon peneduh yaitu jenis pohon khaya (khaya spp). Pohon khaya termasuk ke
dalam keluarga pohon Mahagony yang aslinya berasal dari negara tropis Afrika
dan Madagaskar. Pohon khaya memiliki ciri-ciri yaitu dapat mencapai tinggi 50
m, diameter 150 cm, batang lurus dan silindris, kulit batang halus, warna abu-abu
dan coklat bercoreng (Bpthbalinusra 2009). Secara visual, jenis khaya spp ini
tidak mengalami kerusakan. Pertumbuhan pohon yang baik dengan batang lurus
mengindikasikan bahwa pohon dalam kondisi sehat. Hal ini di dukung oleh nilai
pengujian kecepatan rambatan gelombang ultrasonik yang bernilai tinggi.
5.3 Evaluasi Berbasis Gelombang Ultrasonik
Hasil penelitian menunjukkkan bahwa hanya 11,26% pohon di Kota Jakarta
Selatan memiliki nilai kecepatan rambatan gelombang ultrasonik > 1600 m/detik
yang sebagian besar adalah jenis mahoni dan angsana. Nilai kecepatan rambatan
tersebut mengartikan bahwa pohon tidak mengalami kerusakan dibagian dalam
batang. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Wang dan Robert (2002), bahwa nilai
kecepatan rambatan pada pohon berdiri yang sehat yaitu sekitar 1500 m/detik
untuk jenis hardwoods dan 1000 m/detik untuk jenis softwoods. Persentase pohon
35
sasaran yang sehat berdasarkan kecepatan gelombang ultrasonik tidak berbeda
jauh dengan persentase penilaian kesehatan pohon secara visual yaitu 13,85%.
Sebagian besar pohon yang tidak mengalami kerusakan fisik memiliki nilai
kecepatan rambatan gelombang ultrasonik > 1600 m/detik.
Sementara itu pohon yang mengalami tanda adanya deteriorasi pada bagian
dalam batangnya mencapai 88,74% dimana merupakan jenis glodogan dan
angsana yang memiliki nilai kecepatan rambatan < 500 m/detik. Nilai kecepatan
rambatan yang rendah dapat mengindikasikan bahwa pohon mengalami kerusakan
dalam batang. Adanya kerusakan dalam batang pohon membuat rambatan
gelombang ultrasonik terganggu sehingga waktu rambatan menjadi lebih lama.
Hal ini didukung dengan pernyataan Wang et al. (2004) bahwa waktu transmisi
untuk kayu yang mengalami kerusakan jauh lebih lama dibandingkan kayu yang
tidak mengalami kerusakan. Sebaran kesehatan pohon di wilayah Jakarta Selatan
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3.
Ditinjau dari jenis pohonnya, sebagian besar jenis pohon yang termasuk ke
dalam kategori kecepatan I adalah jenis angsana dan mahoni, sementara itu jenis
pohon yang termasuk ke dalam kategori kecepatan V adalah jenis glodogan dan
angsana. Jumlah pohon sasaran berdasarkan kategori kecepatan rambatan
gelombang ultrasonik dapat dilihat selengkapnya pada Gambar 22.
Gambar 22 Jumlah pohon sasaran berdasarkan kategori kecepatan rambatan gelombang ultrasonik
0
5
10
15
20
25
30
I II III IV V
Angsana Mahoni Glodogan Saga Beringin Khaya Asam Londo Tanjung Ketapang Ju
mla
h (N
)
Kategori Kecepatan Rambatan Gelombang Ultrasonik
KATEGORI vI : SehatII : Cukup sehatIII : SedangIV : Cukup sakitV : Sakitv > 1600 1200 < v ≤ 1600 800 < v ≤ 1200 500 < v ≤ 800 v ≤ 500
36
Sementara itu ditinjau dari lokasinya, sebagian pohon yang termasuk ke
dalam kategori kecepatan I (sehat) berada di Kecamatan Tebet dan Kecamatan
Pasar Minggu, sedangkan pohon yang termasuk ke dalam kategori kecepatan V
atau yang mengalami kerusakan pada bagian dalam batang sebagian besar berada
di Kecamatan Kebayoran Baru dan Kecamatan Jagakarsa. Jumlah pohon sasaran
setiap kecamatan berdasarkan kategori kecepatan rambatan gelombang ultrasonik
dapat dilihat selengkapnya pada Gambar 23.
Gambar 23 Jumlah pohon sasaran di setiap kecamatan berdasarkan kategori
kecepatan rambatan gelombang ultrasonik
Jenis angsana, mahoni dan glodogan merupakan jenis pohon peneduh yang
mendominasi wilayah Jakarta Selatan. Pemantauan kesehatan pohon ini sangat
penting karena keberadaanya hampir di setiap kecamatan. Pada jenis mahoni,
hanya 11 pohon sasaran atau 14,10% yang menunjukkan nilai kecepatan rambatan
gelombang ultrasonik > 1600 m/detik dari 78 pohon mahoni yang diuji, tersebar
di Kecamatan Cilandak, Kecamatan Pasar Minggu, Kecamatan Jagakarsa,
Kecamatan Tebet, Kecamatan Pancoran, dan Kecamatan Kebayoran Lama.
Rata-rata nilai kecepatan rambatan gelombang ultrasonik pohon mahoni di
Kecamatan Pancoran dan Kecamatan Kebayoran Lama lebih rendah dibandingkan
dengan kecamatan lain yang juga memiliki pohon mahoni yaitu sebesar 847
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
I II III IV V
PancoranKebayoran BaruJagakarsaSetiabudiKebayoran LamaTebetCilandakPasar MingguPesanggrahan Mampang PrapatanJu
mla
h(N
)
Kategori Kecepatan Rambatan Gelombang Ultrasonik
KATEGORI v I : SehatII : Cukup sehatIII : SedangIV : Cukup sakitV : Sakit
37
m/detik dan 536 m/detik. Hal ini dapat diakibatkan oleh kondisi tempat tumbuh
pohon di Jalan Raya Pasar Minggu Pancoran yang berada di bagian trotoar jalan.
Kondisi ini dapat mengganggu proses penyerapan unsur hara pada pohon
sehingga pertumbuhan pohon menjadi terganggu dan rentan terserang patogen.
Berbeda dengan tempat tumbuh jenis mahoni di Jalan Tanjung Barat Pasar
Minggu yang tumbuh di atas tanah tanpa ditutupi oleh trotoar maupun aspal jalan
dan memiliki rata-rata nilai kecepatan rambatan yang cukup tinggi yaitu 1368
m/detik. Selain itu intensitas kepadatan Jalan Raya Pasar minggu Pancoran dan
Jalan Sultan Iskandar Muda Kebayoran Lama yang sangat tinggi juga
memberikan pengaruh terhadap kondisi pohon. Meskipun demikian, kualitas
udara di kedua kecamatan tersebut dapat terjaga dikarenakan jumlah pohon
peneduh yang sangat banyak disepanjang jalan tersebut.
Jenis angsana termasuk jenis yang keberadaanya sangat mendominasi di
setiap kecamatan. Jenis angsana yang termasuk ke dalam kategori kecepatan
rambatan gelombang ultrasonik > 1600 m/detik hanya berjumlah 13 pohon atau
14,13% dari 92 pohon yang diuji, yang tersebar hampir diseluruh kecamatan di
Jakarta Selatan. Kondisi ini mengindikasikan bahwa banyak pohon angsana
mengalami kerusakan dalam batang pohon. Rata-rata nilai kecepatan rambatan
gelombang ultrasonik jenis angsana setiap kecamatan yaitu 1669 m/detik untuk
Kecamatan Tebet, 1526 m/detik untuk Kecamatan Pasar Minggu, 1128 m/detik
untuk Kecamatan Kebayoran Lama, 937 m/detik untuk Kecamatan Mampang
Prapatan, 786 m/detik untuk Kecamatan Kebayoran Baru, 773 m/detik untuk
Kecamatan Pesanggrahan, 422 m/detik untuk Kecamatan Cilandak, dan 405
m/detik untuk Kecamatan Jagakarsa.
Sebagian besar jenis angsana yang memiliki nilai kecepatan < 500 m/detik
berada di Jalan Pangeran Antasari Kebayoran Baru. Banyaknya jenis angsana
yang mengalami kerusakan pada bagian dalam batang yang dilihat dari nilai
kecepatan rambatan juga didukung oleh kondisi visual dimana kerusakan berupa
gerowong maupun keropos sering dijumpai teutama jenis angsana di Kecamatan
Kebayoran Baru.
Sebanyak 39 jenis pohon glodogan yang tersebar di Kecamatan Setiabudi,
Kecamatan Jagakarsa, dan Kecamatan Mampang Prapatan memiliki rata-rata nilai
38
kecepatan rambatan gelombang ultrasonik yang rendah yaitu 583 m/detik, 429
m/detik, dan 319 m/detik. Nilai kecepatan rambatan gelombang ultrasonik yang
paling tinggi untuk jenis glodogan yaitu 1055 m/detik dan paling rendah bernilai
302 m/detik yang berada di Kecamatan Setiabudi. Banyaknya jenis glodogan yang
memiliki nilai kecepatan rambatan > 500 m/detik mengindikasikan bahwa ada
kerusakan di dalam batang pohon. Kondisi ini didukung dengan kerusakan fisik
dan penyakit yang menyerang pohon, seperti di Kecamatan Setiabudi yang rata-
rata pohon sudah keropos akibat serangan rayap. Banyaknya gedung perkantoran
dan intensitas jalan yang cukup padat seperti Jalan HR Rasuna Said di Kecamatan
Setiabudi memberikan pengaruh terhadap pohon glodogan yang sebagian besar
tumbuh di daerah tersebut.
Jenis pohon saga, asam londo, ketapang, tanjung memiliki rata-rata nilai
kecepatan rambatan gelombang ultrasonik 849 m/detik, 681 m/detik, 1619
m/detik, 524 m/detik. Untuk jenis khaya dan beringin memiliki rata-rata nilai
kecepatan rambatan gelombang ultrasonik 1424 m/detik dan 586 m/detik. Pohon-
pohon tersebut tersebar merata pada setiap kecamatan di Jakarta Selatan sesuai
dengan koordinat posisi geografisnya.
Perbedaan nilai pengujian gelombang ultrasonik pohon-pohon sasaran tidak
hanya dipengaruhi oleh kerusakan bagian dalam batang dan faktor lingkungan
saja, melainkan juga dipengaruhi oleh diameter setiap pohon yang akan diuji.
Sebagian besar nilai kecepatan rambatan diatas 1600 m/detik memiliki diameter
dibawah 60 cm. Semakin besar diamater maka kecepatan gelombang ultrasonik
yang merambat semakin kecil. Hal ini dipengaruhi oleh hambatan yang ditemukan
di dalam pohon sehingga membuat intensitas gelombang ultrasonik menurun.
Pemeliharaan terhadap pohon peneduh di Kota Jakarta Selatan harus
ditingkatkan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara pemangkasan cabang atau
ranting yang membahayakan, pengecekan kesehatan pohon secara berkelanjutan,
memberi air sesuai kebutuhan dan menyemprotkan anti hama. Pemeliharaan ini
perlu dilakukan untuk menghindari tumbangnya pohon secara tiba-tiba yang bisa
disebabkan karena faktor alam seperti angin kencang dan hujan lebat. Pendugaan
kesehatan pohon tidak bisa dengan melihat kondisi luar dari pohon. perlu
pengecekan secara menyeluruh agar pohon bisa berfungsi sebagaimana mestinya.
39
5.4 Sifat Fisis Kayu
5.4.1 Kadar Air
Salah satu sifat fisis adalah kadar air. Menurut Pansin dan Zeeuw (1980),
kadar air merupakan jumlah air yang dikandung kayu yang dinyatakan dalam
persen berat kering ovennya. Sedangkan menurut Haygreen et al. (2003), kadar
air kayu didefinisikan sebagai berat air dalam kayu yang dinyatakan dalam persen
terhadap berat kering tanur (BKT).
Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata nilai kadar air yang paling tinggi
dimiliki jenis pohon beringin (F. benjamina) yaitu sebesar 105,56% yang berada
di Kecamatan Mampang Prapatan dan Kecamatan Cilandak, sedangkan rata-rata
nilai kadar air paling rendah dimiliki oleh jenis Asam londo (P. dulce) yaitu
sebesar 35,92% yang berada di Kecamatan Tebet (Gambar 24).
Gambar 24 Rata-rata nilai kadar air kayu pohon sasaran setiap kecamatan
Setiap jenis kayu memiliki nilai kadar air yang berbeda. Hal ini sesuai
dengan apa yang dikemukakan oleh Pansin dan Zeeuw (1980) bahwa jumlah air
yang dikandung kayu bervariasi tergantung dari jenis kayu, berkisar antara 40%-
200% berat kering kayu. Selain itu faktor kondisi iklim tempat pohon berada juga
mempengaruhi nilai kadar air akibat dari perubahan suhu dan kelembaban udara.
Kecepatan rambatan gelombang ultrasonik dapat dipengaruhi oleh nilai
kadar air. Wang dan Robert (2002) mengemukakan bahwa kadar air kayu
46.28%
61.21%
83.89%
55.38%
105.56%
52.19%
35.92%48.16%
59.18%
0
20
40
60
80
100
120
Rat
a-ra
taka
dar
Air
(%)
Jenis Pohon Sasaran
40
memberikan pengaruh pada kecepatan rambatan dan kerapatan. Nilai kadar air
yang tinggi seperti pada jenis F. benjamina dan glodogan (P. longifolia) memiliki
nilai kecepatan rambatan gelombang ultrasonik yang lebih rendah dibandingkan
dengan jenis mahoni (S. macrophylla), Khaya (Khaya spp) dan angsana (P.
indicus) yang memiliki nilai kadar air yang lebih rendah. Hal ini diperkuat oleh
Oliveira et al. (2002), yang mengemukakan bahwa kadar air yang tinggi
cenderung memperlambat kecepatan rambatan gelombang. Bucur (1995)
menyatakan bahwa kecepatan menurun secara drastis dengan kenaikan kadar air
sampai titik jenuh serat dan kemudian variasinya sangat kecil. Selain itu, kadar air
juga bisa menunjukkan kondisi bagian dalam batang pohon. Batang kayu yang
kering karena kadar air yang rendah menunjukkan kondisi bagian dalam batang
kayu terganggu. Hal ini dapat diakibatkan oleh proses penyerapan unsur hara dan
proses fotosintesis pohon yang tidak sempurna akibat gangguan terhadap pohon
seperti perakaran yang tertekan.
5.4.2 Kerapatan
Definisi kerapatan menurut Tsoumis (1991) adalah perbandingan suatu
massa terhadap volumenya, dan menurut Haygreen et al. (2003) adalah
perbandingan berat dan atau massa suatu bahan terhadap volumenya yang
dinyatakan dengan satuan g/cm3 atau kg/m3. Kerapatan kayu berhubungan
langsung dengan porositasnya, yaitu proporsi volume rongga kosong. Nilai
kerapatan yang diperoleh merupakan kerapatan kayu segar pada saat pohon masih
berdiri.
Dari penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa rata-rata nilai kerapatan
yang diperoleh dari pengujian pohon sasaran dilapangan yaitu jenis pohon Asam
londo (P. dulce) di Kecamatan Tebet memiliki nilai kerapatan tertinggi dengan
nilai 0,64 g/cm3 dan kerapatan yang paling rendah yaitu jenis pohon glodogan (P.
longifolia) yang berada di Kecamatan Mampang prapatan, Kecamatan Setiabudi,
dan Kecamatan Jagakarsa dengan nilai 0,41 g/cm3. Rata-rata nilai kerapatan
masing-masing jenis pohon dapat dilihat secara lengkap pada Gambar 25.
Nilai kerapatan pada jenis yang sama tidak mengalami perbedaan walaupun
berada pada kecamatan yang berbeda. Jenis S. macrophylla yang berada di
41
Kecamatan Tebet, Kecamatan Cilandak, Kecamatan Pancoran, Kecamatan
Jagakarsa, Kecamatan Pasar minggu, dan Kecamatan Kebayoran Lama memiliki
rata-rata nilai kerapatan yang sebagian besar berada pada kisaran antara 0,51
g/cm3 - 0,59 g/cm3. Begitu juga dengan jenis angsana yang merupakan pohon
peneduh Kota Jakarta Selatan yang sebagian besar memiliki rata-rata nilai
kerapatan dengan kisaran 0,43 g/cm3 - 0,52 g/cm3. Nilai kerapatan dan dimensi
pohon sasaran selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5.
Menurut Haygreen et al. (2003), kerapatan kayu yang tinggi menunjukkan
besarnya proporsi sel dengan dinding sel yang tebal dan rongga sel yang kecil
sehingga akan menghasilkan kayu dengan kekuatan yang tinggi. Sementara itu
menurut Oliveira et al. (2002), semakin besar kerapatan maka gelombang
ultrasonik merambat makin cepat. Hal ini dikarenakan dengan semakin tingginya
kerapatan kayu maka dinding sel kayu semakin tebal, yang berarti tersedianya
media untuk gelombang merambat dimana interaksi partikel didalamnya semakin
kuat. Sementara itu, dinding sel dengan porositas dan permeabilitas tinggi akan
memperlambat kecepatan gelombang ultrasonik. Jenis glodogan yang memiliki
niali kerapatan yang rendah juga memiliki rata-rata nilai kecepatan rambatan
gelombang ultrasonik yang rendah. Hal ini dapat menggambarkan kondisi bagian
dalam batang pohon glodogan yang mengalami deteriorasi.
Gambar 25 Rata-rata nilai kerapatan kayu pohon sasaran setiap kecamatan
0.50 0.53
0.410.48
0.42
0.50
0.64
0.540.48
0.00
0.10
0.20
0.30
0.40
0.50
0.60
0.70
Rat
a-ra
take
rapa
tan
(g/c
m3 )
Jenis Pohon Sasaran
42
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Berdasarkan pemantauan secara visual dan pengujian kecepatan rambatan
gelombang ultrasonik, sebagian besar (86,15% - 88,74%) pohon peneduh di
Jakarta Selatan mengalami deteriorasi. Deteriorasi pada pohon peneduh
tersebut terutama berupa kanker, luka terbuka, gerowong, mata kayu, dan
keropos akibat serangan rayap.
2. Pohon yang tidak mengalami deteriorasi secara visual (13,85%) dan secara
rambatan gelombang ultrasonik (11,26%) terutama adalah jenis mahoni (S.
macrophylla). Hal ini diduga terkait dengan karakteristik jenis pohon tersebut
yang relatif lebih tahan terhadap berbagai agen penyebab deteriorasi.
3. Jenis pohon yang paling banyak mengalami deteriorasi adalah pohon
glodogan (P. longifolia) dan angsana (P. indicus)
6.2 Saran
1. Pemerintah Kota Jakarta Selatan selayaknya melakukan pemantauan
kesehatan pohon peneduh secara reguler berdasarkan prosedur standar
sehingga kemungkinan tumbangnya pohon peneduh dapat diantisipasi.
2. Upaya pemeliharaan dan perawatan pohon peneduh di Jakarta Selatan perlu
diintensifkan sebagai bagian dari sistem pengelolaan pohon peneduh.
3. Perhatian khusus perlu diberikan terhadap kondisi kesehatan pohon glodogan
dan pohon angsana, bahkan perlu dipertimbangkan kembali kebijakan
penggunaan kedua jenis pohon tersebut sebagai pohon peneduh.
4. Kesadaran masyarakat perlu ditingkatkan dalam hal menjaga pohon peneduh
kota dengan tidak merusak dan menyalahgunakan fungsinya.
5. Perlu penelitian lebih lanjut tentang kesehatan pohon di Jakarta Selatan
dengan menggunakan alat yang lebih mutakhir misalnya sonic tomograph.
43
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2004. Pedoman Penanaman Turus (kanan-kiri) Jalan Nasional Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN). http://dephut.go.id/files/l1_7_p03_04.pdf [10 Desember 2010].
Aryadi EWS. 2009. Fungsi dan Manfaat Ruang Terbuka Hijau. http://semuatentangkota.blogspot.com/2009/04/fungsi-dan-manfaat-ruang-terbuka-hijau.html [10 Desember 2010].
[ASNT] The American Society for Nondestructive Testing. 2011. Introduction To Nondestructive Testing. http://www.asnt.org/ndt/primer2.html [16 November 2011].
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Data Agregat per Kecamatan-Badan Pusat Statistik. http:/bps.go.id/hasilSP2010/dki/3171.pdf [16 November 2011].
[Bpthbalinusra] Balai Perbenihan Tanaman Hutan Bali Nusra. 2009. Mahoni Afrika ( Khaya anthotheca C.DC). http://bpthbalinusra.net/.../199-mahoni-afrika-khaya-anthotheca-cdc.html [12 Desember 2011].
Bucur V. 1995. Acoustic of Wood. Institut National de la Recherche Agronomigue Centre de Recherches Forestieres. Nancy. France.
Dahlan EN. 1992. Hutan Kota Untuk Pengelolaan dan Peningkatan Kualitas Lingkungan. Jakarta: APHI.
Djafaruddin. 1996. Dasar-dasar Perlindungan Tanaman. PT Bumi Aksara. Jakarta.
Fajar A. 2011. Catatan kuliah di teknik elektro. http://kuliah.Andifajar.com/tag/ karakteristik-gelombang-ultrasonik.html [30 November 2011].
Fakuara Y. 1986. Hutan Kota : Peranan dan Permasalahanya. Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB, Bogor.
Hartman JR, Pirone TP. 2000. Pirone’s Tree Maintenance: Seventh Edition. New York: Oxford Unibersity Press.
Haygreen JG, Shmulsky R, Bowyer JL. 2003. Forest Products and Wood Science an Introduction. Iowa: The Iowa State University Press AMES.
Irwan ZD. 1994. Peranan Bentuk dan Struktur Kota Terhadap Kualitas Lingkungan Kota. [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Karlinasari L dan Surjokusumo S. 2010. Kebugaran Pohon Berdiri (Standing Tree) Sebagai Aset Lingkungan Perkotaan dan Perumahan. Workshop Pemantauan Kesehatan Hutan Pada Ruang Terbuka Hijau di Lingkungan Perkotaan. Hlm: IV-1 – IV-8.
44
Kompas. 2012. Sepanjang Januari, 204 pohon tumbang di Jakarta. http://megapolitan.kompas.com/read/2012/02/04/15413734/Sepanjang. Januari.204.Pohon.Tumbang.Di.Jakarta. [4 Februari 2012].
Mangold R. 1997. Forest Health Monitoring: Field Methods Guide. USDA Forest Service.
Nor IA. 2009. Ruang Terbuka Hijau. http://simpangmahar.blogspot.com/2010/02/ ruang-terbuka-hijau-rth.html. [10 Desember 2010].
Nowak DJ. 2004. The Effect Of Urban Trees On Air Quality. www.earthowners.net/effect on urban areas.htm. [22 November 2011].
Oliveira FGR, Campos JAO de, Sales A. 2002. Ultrasonic Measurements in Brazilian Hardwoods. Materials Research Journal 5 (1): 51-55.
Pansin AJ dan C de Zeeuw. 1980. Textbook of Wood Technology Vol I. Structure, Identification, Uses, and Propertiesof The Commercial Wood of The United States and Canada. Mc Graw Hill Book Co. New York.
Rahayu S. 2000. Penyakit Tanaman Hutan di Indonesia (Gejala, Penyebab, dan Teknik Pengendalian). Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Ross and Pellerin. 2002. Nondestructive Evaluation of Wood. Madison: Forest Product Society.
Soeratmo FG. 1974. Plant Diseases 3 rd Edition. Oxford & IBH Publishing CO. New Delhi.
Suku Dinas Perhubungan Jakarta Selatan. 2011. Kajian Volume Lalu Lintas Wilayah Jakarta Selatan. Jakarta: PT. Andalusia Konsulindo.
[Sudintanhut] Suku Dinas Pertanian dan Kehutanan Jakarta Selatan. 2008. Laporan Akhir Pembangunan Basis Inventarisasi dan Penilaian Pohon Pada RTH di Jakarta Selatan. Jakarta: PT. Tritis Bina Mandiri.
Sulistyantara B. 2006. Taman Rumah Tinggal. Jakarta: Penebar Swadaya.
Sumardi dan SM Widyastuti. 2002. Bahan Ajar Perlindungan Hutan Proyek Peningkatan Penelitian Pendidikan Tinggi. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Jakarta.
Tsoumis G. 1991. Science and Technology of wood (Structure, Properties, Utilization). New York: Van Nostrand Reinhold.
Wang X, JR Robert. 2002. Nondestructive Evaluation of Wood. Chapter 10: Nondestructive Evaluation of Green Materials – Recent Research and Development Activities. Madison, WI; Washington State University, Pullman WA; and USDA Forest Service, Forest Product Laboratory. Hlm: 149-171.
45
Wang X, Divos F, Pilon C, Brashaw KB, Ross JR, Pellerin FR. 2004. Assessmentof decay in standing timber using stress wave timing nondestructive evaluation tools. Forest Service. United States Department of Agriculture.
Widyastuti, Sumardi, Harjono. 2005. Patologi Hutan. Gadjah Mada University Press. Bulaksumur Yogyakarta.
46
LAMPIRAN
47
Lampiran 1 Posisi jalan contoh di setiap kecamatan di wilayah Jakarta Selatan
Sumber : Pribadi (Arc View)
48
Lampiran 2 Sebaran jenis pohon sasaran Jakarta Selatan
Sumber : Pribadi (Arc View)
49
Lampiran 3 Sebaran kesehatan pohon di wilayah Jakarta Selatan
Sumber : Pribadi (Arc View)
50
Lampiran 4 Peta Kota Jakarta Selatan
Sumber : www.jakarta.go.id
51
Lampiran 5 Dimensi, sifat fisis, dan posisi geografis pohon sasaran
No Kecamatan Jenis Pohon
Tinggi (m)
TBC (m)
Dbh (cm)
Koordinat Kadar Air (%)
Kerapatan (g/cm3) LS BT
1 Cilandak Mahoni 8,0 2,0 56,2 698641 9304417 59,23 0,53 2 Cilandak Mahoni 9,0 3,0 45,7 698602 9304515 64,90 0,53 3 Cilandak Mahoni 11,5 5,0 47,2 698610 9304561 52,93 0,53 4 Cilandak Mahoni 10,0 3,5 46,3 698620 9304718 57,00 0,53 5 Cilandak Mahoni 10,5 3,5 46,2 698636 9304761 52,21 0,58 6 Cilandak Mahoni 9,5 3,0 45,1 698657 9304884 48,44 0,60 7 Cilandak Mahoni 10,0 3,5 45,4 698659 9304893 58,57 0,56 8 Cilandak Mahoni 9,5 3,5 45,2 698669 9304910 68,56 0,52 9 Cilandak Mahoni 12,5 3,0 52,6 698693 9305279 52,96 0,56 10 Cilandak Mahoni 10,5 3,0 48,0 698678 9304984 57,78 0,48 11 Cilandak Mahoni 13,0 3,5 45,1 698676 9304945 42,31 0,65 12 Cilandak Mahoni 11,0 4,5 50,5 698669 9304895 53,49 0,58 13 Cilandak Mahoni 10,5 3,5 51,8 698658 9304772 53,37 0,58 14 Cilandak Mahoni 13,0 3,5 47,2 698608 9304339 58,61 0,57 15 Cilandak Mahoni 10,5 3,5 49,9 698606 9304270 68,38 0,55 16 Cilandak Angsana 13,0 3,5 51,8 698639 9304642 37,37 0,51 17 Cilandak Beringin 15,5 2,5 76,9 698636 9304540 98,84 0,46 18 Kebayoran baru Angsana 10,5 3,0 50,5 700035 9308018 43,63 0,49 19 Kebayoran baru Angsana 11,5 2,5 56,2 700044 9307931 38,83 0,39 20 Kebayoran baru Angsana 13,5 5,5 50,6 700045 9307897 44,00 0,53 21 Kebayoran baru Angsana 16,0 8,0 56,7 700046 9307883 38,79 0,64 22 Kebayoran baru Angsana 10,5 5,5 59,3 700037 9307817 112,97 0,38
51
52
Lanjutan lampiran 5
No Kecamatan Jenis Pohon
Tinggi (m)
TBC (m)
Dbh (cm)
Koordinat Kadar Air (%)
Kerapatan (g/cm3) LS BT
23 Kebayoran baru Angsana 10,5 5,5 49,4 700042 9307632 66,20 0,40 24 Kebayoran baru Angsana 12,5 7,5 58,0 700048 9307633 47,26 0,62 25 Kebayoran baru Angsana 10,5 6,5 51,0 700057 9307615 53,11 0,58 26 Kebayoran baru Angsana 11,5 6,5 55,5 700062 9307568 46,94 0,47 27 Kebayoran baru Angsana 12,0 5,5 46,9 700060 9307559 48,11 0,49 28 Kebayoran baru Angsana 12,5 5,5 49,1 700064 9307522 37,00 0,63 29 Kebayoran baru Angsana 13,5 7,5 51,8 700062 9307516 48,23 0,50 30 Kebayoran baru Angsana 11,5 5,5 68,2 700068 9307361 53,85 0,50 31 Kebayoran baru Angsana 10,5 4,5 48,3 700067 9307359 80,02 0,39 32 Kebayoran baru Angsana 16,5 7,5 59,4 700071 9307347 43,15 0,69 33 Kebayoran baru Angsana 14,5 6,5 58,6 700074 9307283 109,90 0,38 34 Kebayoran baru Angsana 12,5 7,5 51,1 700075 9307278 76,74 0,76 35 Kebayoran baru Angsana 14,5 5,5 55,1 700078 9307205 53,10 0,43 36 Kebayoran baru Angsana 16,5 6,5 70,3 700079 9307200 37,95 0,57 37 Kebayoran baru Angsana 14,5 6,5 63,3 700076 9307168 37,99 0,62 38 Kebayoran baru Angsana 8,0 4,0 62,0 700081 9307127 64,34 0,38 39 Kebayoran baru Angsana 9,0 4,5 66,4 700078 9307124 48,04 0,48 40 Kebayoran baru Angsana 12,0 5,0 70,1 700075 9307118 44,94 0,49 41 Kebayoran baru Angsana 8,0 3,0 57,0 700028 9307757 50,05 0,45 42 Kebayoran baru Angsana 14,0 4,0 66,2 700039 9307646 49,90 0,43 43 Kebayoran baru Angsana 12,5 6,0 47,4 700048 9307599 48,78 0,44 44 Kebayoran baru Angsana 9,5 3,0 62,7 700041 9307515 49,09 0,38 45 Kebayoran baru Angsana 11,0 5,0 57,9 700060 9307381 36,88 0,53
52
53
Lanjutan lampiran 5
No Kecamatan Jenis Pohon
Tinggi (m)
TBC (m)
Dbh (cm)
Koordinat Kadar Air (%)
Kerapatan (g/cm3) LS BT
46 Kebayoran baru Angsana 9,5 4,0 59,0 700059 9307319 37,31 0,54 47 Kebayoran baru Angsana 9,5 4,5 54,4 700059 9307309 41,94 0,45 48 Kebayoran baru Angsana 5,5 3,0 57,0 700058 9307303 69,10 0,35 49 Kebayoran baru Angsana 9,5 3,0 56,0 700062 9307275 41,11 0,46 50 Kebayoran baru Angsana 9,0 5,0 57,3 700061 9307271 40,19 0,45 51 Kebayoran baru Angsana 9,0 3,5 51,7 700062 9307266 36,86 0,50 52 Kebayoran baru Angsana 9,0 4,0 51,2 700061 9307217 76,94 0,35 53 Kebayoran baru Angsana 12,0 5,0 49,0 700067 9307193 37,31 0,51 54 Kebayoran baru Angsana 9,0 4,0 49,0 700054 9307190 39,75 0,38 55 Tebet Tanjung 15,5 3,5 61,2 704095 9309782 48,16 0,54 56 Tebet Mahoni 16,0 3,5 63,6 704128 9309848 63,19 0,53 57 Tebet khaya 20,0 2,5 80,0 704150 9309875 57,00 0,50 58 Tebet Mahoni 14,0 2,5 45,5 704166 9309967 60,20 0,46 59 Tebet Mahoni 16,0 3,5 49,4 704183 9309978 53,46 0,51 60 Tebet Mahoni 15,0 3,5 49,6 704156 9309990 61,75 0,51 61 Tebet Mahoni 16,5 3,0 59,0 704163 9310008 68,56 054 62 Tebet Mahoni 18,0 7,5 59,4 704128 9310039 59,99 0,56 63 Tebet Mahoni 17,0 5,5 61,1 704127 9310048 60,55 0,58 64 Tebet Mahoni 12,0 2,5 47,2 704122 9310065 54,48 0,56 65 Tebet Mahoni 15,0 3,0 72,9 704100 9310080 58,47 0,55 66 Tebet Mahoni 16,5 3,5 64,6 704063 9310164 53,66 0,53 67 Tebet Mahoni 15,5 7,0 72,2 704052 9310212 61,67 0,48
53
54
Lanjutan lampiran 5
No Kecamatan Jenis Pohon
Tinggi (m)
TBC (m)
Dbh (cm)
Koordinat Kadar Air (%)
Kerapatan (g/cm3) LS BT
68 Tebet Asam 19,5 5,5 94,5 704072 9310700 35,92 0.64 69 Tebet Angsana 18,0 5,0 72,2 704248 9310887 35,96 0.55 70 Tebet Mahoni 16,5 4,5 74,6 704060 9310547 60,33 0.58 71 Tebet Mahoni 12,5 3,5 72,8 704009 9310226 65,64 0.55 72 Tebet Angsana 22,0 5,5 63,2 704187 9309939 41,05 0.51 73 Tebet Angsana 24,0 8,0 79,0 704181 9309917 61,40 0.48 74 Pancoran Mahoni 11,0 3,5 61,0 704016 9307038 60,95 0.52 75 Pancoran Mahoni 10,0 3,0 59,0 704009 9307044 58,98 0.51 76 Pancoran Mahoni 10,5 6,0 51,0 703997 9307089 63,27 0.46 77 Pancoran Mahoni 8,5 4,0 51,4 703989 9307094 49,97 0.54 78 Pancoran Mahoni 13,5 7,0 78,7 703967 9307132 52,48 0.54 79 Pancoran Mahoni 15,0 6,0 90,2 703950 9307171 55,52 0.48 80 Pancoran Mahoni 13,0 7,5 84,5 703930 9307243 83,45 0.45 81 Pancoran Mahoni 13,0 3,0 80,3 703925 9307286 56,76 0.48 82 Pancoran Mahoni 11,5 3,0 61,7 703916 9307344 61,29 0.55 83 Pancoran Mahoni 12,0 4,5 91,2 703919 9307362 58,25 0.46 84 Pancoran Mahoni 11,5 2,0 61,5 703915 9307393 58,31 0.49 85 Pancoran Mahoni 14,0 3,0 56,2 703907 9307414 57,76 0.44 86 Pancoran Mahoni 13,0 2,0 57,5 703907 9307422 52,60 0.50 87 Pancoran Mahoni 12,0 3,0 49,6 703908 9307444 94,40 0.44 88 Pancoran Mahoni 14,0 2,5 73,0 703914 9307458 84,40 0.48 89 Pancoran Mahoni 11,0 2,5 50,5 703908 9307489 58,34 0.51
54
55
Lanjutan lampiran 5
No Kecamatan Jenis Pohon
Tinggi (m)
TBC (m)
Dbh (cm)
Koordinat Kadar Air (%)
Kerapatan (g/cm3) LS BT
90 Pancoran Mahoni 16,5 3,0 77,6 703912 9307570 72,79 0,50 91 Pancoran Mahoni 13,5 4,0 62,8 703913 9307663 69,65 0,52 92 Pancoran Mahoni 15,0 8,0 85,0 703923 9307734 54,77 0,56 93 Pancoran Mahoni 10,0 1,5 56,8 703927 9307751 51,35 0,50 94 Pancoran Mahoni 11,0 7,0 69,0 703928 9307759 53,44 0,58 95 Pancoran Mahoni 16,0 4,5 110,0 703931 9307777 60,62 0,54 96 Pancoran Mahoni 12,0 2,5 47,0 703936 9307790 62,02 0,54 97 Pancoran Mahoni 18,0 1,0 114,0 703935 9307800 76,63 0,50 98 Pancoran Mahoni 15,0 4,0 67,4 703935 9307824 67,32 0,54 99 Pancoran Mahoni 12,0 4,0 48,0 703933 9307843 45,93 0,57 100 Pancoran Mahoni 16,0 4,0 82,0 703934 9307859 67,52 0,48 101 Pancoran Mahoni 14,0 4,5 74,9 703938 9307882 66,37 0,54 102 Pancoran Mahoni 14,0 6,0 70,0 703940 9307889 84,80 0,44 103 Pancoran Mahoni 11,5 5,5 54,5 703939 9307900 63,78 0,47 104 Pancoran Mahoni 12,5 6,0 55,0 703939 9307906 54,32 0,56 105 Pancoran Mahoni 12,0 6,5 63,1 703939 9307935 52,84 0,53 106 Pancoran Mahoni 15,0 4,0 96,8 703942 9307950 83,57 0,43 107 Pancoran Mahoni 13,0 6,5 88,0 703945 9307975 67,52 0,50 108 Pancoran Mahoni 11,5 5,5 64,0 703924 9308007 125,62 0,40 109 Pancoran Mahoni 12,0 4,0 49,7 703939 9308014 54,73 0,53 110 Pancoran Mahoni 14,0 5,5 71,5 703925 9308013 70,16 0,50 111 Pancoran Mahoni 12,5 6,5 74,9 703924 9308030 66,65 0,48
55
56
Lanjutan lampiran 5
No Kecamatan Jenis Pohon
Tinggi (m)
TBC (m)
Dbh (cm)
Koordinat Kadar Air (%)
Kerapatan (g/cm3) LS BT
112 Pancoran Mahoni 17,0 5,5 87,9 703929 9308053 61,36 0,52 113 Pancoran Mahoni 16,5 5,5 66,6 703920 9308075 63,33 0,57 114 Pancoran Mahoni 15,0 4,5 55,2 703906 9308136 62,33 0,57 115 Pasar Minggu Mahoni 13,0 2,5 48,0 703576 9303567 67,00 0,53 116 Pasar Minggu khaya 16,0 2,5 45,5 703586 9303646 47,37 0,49 117 Pasar Minggu Mahoni 14,0 4,0 54,6 703767 9304177 52,19 0,59 118 Pasar Minggu Angsana 14,5 3,5 76,4 703845 9304384 41,19 0,50 119 Pasar Minggu Mahoni 14,0 6,5 55,1 703580 9303214 61,38 0,51 120 Pasar Minggu Mahoni 8,0 2,0 47,3 703592 9303181 45,65 0,56 121 Pasar Minggu Angsana 15,0 5,0 56,2 703559 9303052 41,67 0,49 122 Pasar Minggu Angsana 10,0 4,5 51,0 703556 9303051 40,60 0,50 123 Pasar Minggu Angsana 9,0 2,5 51,4 703557 9303048 40,13 0,49 124 Pasar Minggu Angsana 10,0 5,5 50,7 703566 9303033 47,36 0,55 125 Pasar Minggu Angsana 12,0 5,0 51,1 703565 9303013 41,55 0,53 126 Pasar Minggu Angsana 9,0 5,5 63,8 703544 9303005 92,25 0,42 127 Jagakarsa Ketapang 13,0 4,0 51,3 700450 9297626 59,18 0,48 128 Jagakarsa Angsana 6,0 3,0 47,5 700505 9297761 68,90 0,42 129 Jagakarsa Mahoni 13,0 4,0 49,1 700526 9297801 62,76 0,51 130 Jagakarsa Mahoni 10,0 5,0 46,5 700620 9298021 49,22 0,60 131 Jagakarsa Saga 7,0 4,0 48,1 701507 9298947 48,93 0,57 132 Jagakarsa Saga 8,0 5,0 47,0 701478 9298925 73,64 0,41 133 Jagakarsa Saga 8,5 4,0 58,4 701472 9298920 57,39 0,52
56
57
Lanjutan lampiran 5
No Kecamatan Jenis Pohon
Tinggi (m)
TBC (m)
Dbh (cm)
Koordinat Kadar Air (%)
Kerapatan (g/cm3) LS BT
134 Jagakarsa Saga 6,0 3,0 52,0 701443 9298897 43,37 0,54 135 Jagakarsa Saga 7,0 4,0 54,3 701419 9298874 52,49 0,48 136 Jagakarsa Saga 7,0 5,0 48,2 701409 9298868 78,77 0,36 137 Jagakarsa Saga 8,0 4,0 46,5 701364 9298811 49,85 0,47 138 Jagakarsa Saga 9,0 5,0 528 701255 9298676 40,08 0,49 139 Jagakarsa Saga 11,0 5,0 50,2 700838 9298272 56,38 052 140 Jagakarsa Saga 9,0 2,0 69,0 700768 9298187 62,81 0,43 141 Jagakarsa Saga 8,0 3,0 47,4 700739 9298157 57,22 0,46 142 Jagakarsa Saga 7,0 2,0 48,0 700714 9298131 47,55 0,50 143 Jagakarsa Saga 10,5 60 47,6 700548 9297847 73,36 0,41 144 Jagakarsa Mahoni 8,0 3,5 65,2 700498 9297725 51,88 0,54 145 Jagakarsa Angsana 12,5 3,5 78,3 700495 9297715 92,75 0,44 146 Jagakarsa Glodogan 11,0 4,0 46,5 700397 9297494 99,82 0,39 147 Jagakarsa Glodogan 10,5 4,5 48,1 700356 9297402 65,33 0,43 148 Jagakarsa Glodogan 9,0 2,0 61,5 700354 9297394 75,05 0,45 149 Jagakarsa Glodogan 12,5 4,0 48,4 700343 9297368 69,88 0,46 150 Jagakarsa Glodogan 11,5 3,5 54,6 700340 9297362 86,24 0,42 151 Jagakarsa Glodogan 10,0 4,5 48,7 700334 9297347 70,03 0,45 152 Jagakarsa Glodogan 11,0 5,5 57,7 700323 9297320 74,60 0,42 153 Jagakarsa Glodogan 11,5 4,0 52,8 700319 9297310 73,35 0,45 154 Jagakarsa Glodogan 10,5 4,0 48,6 700314 9297299 72,57 0,42 155 Jagakarsa Glodogan 10,0 5,0 46,0 700311 9297294 75,53 0,42
57
58
Lanjutan lampiran 5
No Kecamatan Jenis Pohon
Tinggi (m)
TBC (m)
Dbh (cm)
Koordinat Kadar Air (%)
Kerapatan (g/cm3) LS BT
156 Jagakarsa Saga 10,0 6,5 53,1 700309 9297290 43,73 0,54 157 Jagakarsa Saga 9,5 4,5 52,2 700307 9297284 45,19 0,54 158 Jagakarsa Glodogan 11,0 6,5 48,1 700297 9297267 72,69 0,42 159 Jagakarsa Glodogan 12,0 5,0 51,0 700291 9297251 79,89 0,43 160 Setiabudi Glodogan 10,0 2,5 45,4 702773 9311595 87,22 0,42 161 Setiabudi Glodogan 10,0 2,5 47,6 702772 9311596 81,48 0,44 162 Setiabudi Glodogan 12,5 3,5 47,0 702767 9311613 75,03 0,45 163 Setiabudi Glodogan 10,0 4,0 45,2 702759 9311659 82,84 0,42 164 Setiabudi Glodogan 10,0 3,5 45,0 702769 9311676 77,74 0,40 165 Setiabudi Glodogan 12,0 3,0 61,5 702767 9311705 85,97 0,39 166 Setiabudi Glodogan 11,5 6,0 56,5 702748 9311718 85,38 0,41 167 Setiabudi Glodogan 10,0 5,0 46,0 702751 9311713 82,32 0,36 168 Setiabudi Glodogan 10,0 3,0 48,8 702745 9311718 9531 0,38 169 Setiabudi Glodogan 10,0 4,5 48,0 702748 9311737 86,03 0,41 170 Setiabudi Glodogan 10,0 4,0 46,4 702750 9311742 105,83 0,35 171 Setiabudi Glodogan 9,0 4,0 47,7 702746 9311762 83,38 0,38 172 Setiabudi Glodogan 9,0 3,0 64,0 702743 9311767 84,69 0,40 173 Setiabudi Glodogan 9,5 4,5 51,5 702719 9311862 86,92 0,36 174 Setiabudi Glodogan 10,0 3,5 53,0 702725 9311872 89,45 0,38 175 Setiabudi Glodogan 12,0 5,5 48,0 702692 9311880 91,15 0,38 176 Setiabudi Glodogan 10,0 4,0 58,2 702707 9311892 89,87 0,37 177 Setiabudi Glodogan 10,0 4,0 46,5 702709 9311894 91,64 0,39
58
59
Lanjutan lampiran 5
No Kecamatan Jenis Pohon
Tinggi (m)
TBC (m)
Dbh (cm)
Koordinat Kadar Air (%)
Kerapatan (g/cm3) LS BT
178 Setiabudi Glodogan 7,0 2,0 63,0 702700 9311888 84,37 0,49 179 Setiabudi Glodogan 10,0 5,0 59,0 702710 9311920 93,08 0,38 180 Setiabudi Glodogan 13,0 3,0 50,0 702710 9311933 88,67 0,36 181 Setiabudi Glodogan 8,5 2,5 47,5 702708 9311945 93,69 0,40 182 Setiabudi Glodogan 10,0 5,5 45,3 702632 9312718 105,76 0,38 183 Setiabudi Glodogan 10,0 4,5 47,5 702632 9312170 74,48 0,43 184 Setiabudi Glodogan 8,0 6,5 46,5 702616 9312192 85,29 0,40 185 Setiabudi Glodogan 8,5 3,0 50,2 702618 9312189 94,45 0,43 186 Mampang Prapatan Angsana 15,5 2,0 57,2 702033 9309148 39,64 0,50 187 Mampang Prapatan Beringin 11,5 3,0 47,0 702158 9308418 112,27 0,38 188 Mampang Prapatan Glodogan 11,0 4,0 46,2 702268 9307994 74,82 0,43 189 Mampang Prapatan Angsana 11,5 3,5 73,0 702327 9307681 41,43 0,48 190 Mampang Prapatan Angsana 18,0 4,0 66,0 702488 9307242 82,26 0,45 191 Mampang Prapatan Angsana 13,5 2,5 64,9 702455 9307413 34,57 0,51 192 Mampang Prapatan Angsana 14,5 2,5 48,0 702448 9307423 40,29 0,51 193 Mampang Prapatan Angsana 11,5 2,5 66,0 702421 9307439 37,76 0,55 194 Mampang Prapatan Angsana 14,0 4,5 64,3 702306 9307698 30,17 0,58 195 Mampang Prapatan Angsana 14,0 4,0 64,0 702290 9307773 24,92 0,58 196 Mampang Prapatan Angsana 13,5 4,0 57,0 702287 9307764 38,29 0,49 197 Pesanggrahan Angsana 16,5 6,0 60,6 696517 9310210 40,31 0,53 198 Pesanggrahan Angsana 16,0 6,5 68,2 696395 9310189 37,15 0,54 199 Pesanggrahan Angsana 14,5 5,5 60,7 696378 9310160 40,93 0,50
59
60
Lanjutan lampiran 5
No Kecamatan Jenis Pohon
Tinggi (m)
TBC (m)
Dbh (cm)
Koordinat Kadar Air (%)
Kerapatan (g/cm3) LS BT
200 Pesanggrahan Angsana 12,0 5,0 52,8 696360 9310157 41,94 0,50 201 Pesanggrahan Angsana 14,0 7,5 68,0 696361 9310152 37,64 0,49 202 Pesanggrahan Angsana 12,0 3,5 70,7 696135 9310144 38,71 0,49 203 Pesanggrahan Angsana 10,5 6,0 62,8 696125 9310146 36,54 0,59 204 Pesanggrahan Angsana 10,5 2,5 58,6 695842 9310149 34,72 0,54 205 Pesanggrahan Angsana 10,0 4,5 65,5 695788 9310163 44,61 0,50 206 Pesanggrahan Angsana 14,5 7,5 58,2 695777 9310161 38,38 0,49 207 Pesanggrahan Angsana 14,0 5,5 56,6 695767 9310157 33,26 0,55 208 Pesanggrahan Angsana 13,0 5,0 62,9 695753 9310157 38,34 0,48 209 Pesanggrahan Angsana 14,0 8,5 52,7 695738 9310157 58,89 0,46 210 Pesanggrahan Angsana 15,0 8,0 67,3 695728 9310158 41,77 0,47 211 Pesanggrahan Angsana 17,0 4,5 81,1 695438 9310148 40,03 0,51 212 Kebayoran Lama Angsana 11,0 3,0 52,5 697112 9309174 35,18 0,54 213 Kebayoran Lama Angsana 10,0 4,5 55,9 697108 9309164 35,82 0,52 214 Kebayoran Lama Angsana 8,0 3,0 68,0 697093 9309102 43,31 0,49 215 Kebayoran Lama Angsana 13,0 6,0 64,6 697074 9309001 49,49 0,52 216 Kebayoran Lama Angsana 12,5 5,0 59,2 697090 9308918 48,98 0,46 217 Kebayoran Lama Angsana 9,0 2,5 64,2 697086 9308846 41,54 0,58 218 Kebayoran Lama Angsana 9,0 4,0 46,5 697091 9308825 39,53 0,58 219 Kebayoran Lama Angsana 9,0 4,5 49,4 697086 9308788 51,33 0,47 220 Kebayoran Lama Angsana 9,0 5,0 56,2 697090 9308769 50,49 0,47 221 Kebayoran Lama Angsana 9,0 5,0 54,8 697095 9308744 50,09 0,49
60
61
Lanjutan lampiran 5
No Kecamatan Jenis Pohon
Tinggi (m)
TBC (m)
Dbh (cm)
Koordinat Kadar Air (%)
Kerapatan (g/cm3) LS BT
222 Kebayoran Lama Angsana 10,0 4,0 60,0 697103 9308709 36,94 0,50 223 Kebayoran Lama Angsana 11,0 4,0 71,0 697104 9308701 42,05 0,49 224 Kebayoran Lama Angsana 12,0 8,0 49,7 697097 9308687 34,68 0,53 225 Kebayoran Lama Angsana 10,0 4,5 52,3 697100 9308682 32,72 0,58 226 Kebayoran Lama Angsana 9,0 3,5 49,3 697111 9308647 29,96 0,56 227 Kebayoran Lama Angsana 9,0 3,5 46,7 697104 9308636 31,52 0,51 228 Kebayoran Lama Angsana 9,0 4,0 52,0 697108 9308619 35,73 0,55 229 Kebayoran Lama Mahoni 8,5 2,5 47,5 697098 9308328 41,01 0,61 230 Kebayoran Lama Mahoni 9,0 4,0 49,5 697103 9308337 46,24 0,56 231 Kebayoran Lama Angsana 10,5 3,5 72,3 697092 9308364 33,40 0,53 Keterangan : TBC : Tinggi bebas cabang Dbh : Diameter setinggi dada (Diameter at The Breast Height) LS : Lintang Selatan BT : Bujur Timur
61
62
Lampiran 6 Hasil evaluasi kesehatan pohon sasaran secara visual dan gelombang ultrasonik
No Kecamatan Jenis Pohon
Hasil Pengukuran Dengan Alat Sylvatest Duo® Kondisi Visual Pohon v rata-rata
(m/s) t rata-rata
(µs) e rata-rata
(mv)
1 Cilandak Mahoni 1521 374 3823 Penampakkan sehat, hanya pertumbuhan pohon miring
2 Cilandak Mahoni 1787 223 3825 Penampakkan sehat
3 Cilandak Mahoni 651 752 3823 luka terbuka di bagian atas batang, terdapat
ranting yang patah, beberapa sisi kulit terkelupas, adanya mata kayu
4 Cilandak Mahoni 1991 244 3825 terdapat tunnel, banyak luka mekanis (paku) dan pertumbuhan pohon miring
5 Cilandak Mahoni 511 1401 3825 luka terbuka akibat pemangkasan cabang, terdapat 2 benjolan besar seperti kanker
6 Cilandak Mahoni 1407 469 3825 beberapa daun menguning, adanya
pemangkasan cabang, pertumbuhan pohon miring
7 Cilandak Mahoni 1190 303 3825 growong dibagian bawah batang, ada bekas pemangkasan ranting, pohon miring
8 Cilandak Mahoni 597 1153 3825 terdapat luka pada batang seperti luka sayatan,
cabang yang mati dan banyak benjolan dibatang
9 Cilandak Mahoani 1782 253 3825 Penampakkan sehat, hanya pertumbuhan pohon miring
10 Cilandak Mahoni 556 788 3825 banyak ujung ranting yang mati (dieback), daun menguning dan memerah serta kulit
terkelupas 11 Cilandak Mahoni 1441 454 3825 Penampakkan sehat 62
63
Lanjutan lampiran 6
No Kecamatan Jenis Pohon
Hasil Pengukuran Dengan Alat Sylvatest Duo® Kondisi Visual Pohon v rata-rata
(m/s) t rata-rata
(µs) e rata-rata
(mv)
12 Cilandak Mahoni 1059 652 3825 daun banyak yang sudah mati, terdapat luka terbuka yang cukup besar
13 Cilandak Mahoni 498 908 3825 gerowong dibagian bawah batang yang cukup parah, banyak pemangkasan cabang, terdapat
tunnel
14 Cilandak Mahoni 715 585 3825 beberapa sisi batang terkelupas kulitnya,
beberapa daun menguning dan terdapat cabang yang dipangkas
15 Cilandak Mahoni 1100 575 3825 luka terbuka, luka mekanis dan sisa pemangkasan cabang
16 Cilandak Angsana 422 1042 3825 terdapat luka terbuka, kayu tampak keropos, ada pemangkasan cabang
17 Cilandak Beringin 512
1679
3825
terdapat ranting yang patah, terdapat luka terbuka seperti akibat pemangkasan cabang
18 Kebayoran Baru Angsana 1063 699 3823 Penampakkan sehat, hanya ada 1 luka terbuka kecil
19 Kebayoran Baru Angsana 968 708 3825 gerowong dibagian bawah, kayu sudah tampak
keropos dan lapuk terutama dibagian bawah batang,
20 Kebayoran Baru Angsana 1123 375 3825 banyak luka terbuka dan tunnel, terdapat 2 benjolan, kayu sudah tampak keropos
21 Kebayoran Baru Angsana 492 1000 3825 banyak daun yang sudah menguning, luka terbuka dan terdapat bekas pemangkasan
cabang
63
64
Lanjutan lampiran 6
No Kecamatan Jenis Pohon
Hasil Pengukuran Dengan Alat Sylvatest Duo® Kondisi Visual Pohon v rata-rata
(m/s) t rata-rata
(µs) e rata-rata
(mv) 22 Kebayoran Baru Angsana 1424 367 3823 penampakkan sehat
23 Kebayoran Baru Angsana 428 1237 3823 gerowong, luka terbuka, kulit terkelupas dan luka mekanis
24 Kebayoran Baru Angsana 459 1191 3823 gerowong, kulit terkelupas, daun menguning 25 Kebayoran Baru Angsana 1678 309 3823 Penampakkan sehat
26 Kebayoran Baru Angsana 910 841 3823 daun banyak yang mati dan layu, gerowong pada bagian bawah batang
27 Kebayoran Baru Angsana 1521 279 3824 Penampakkan sehat
28 Kebayoran Baru Angsana 418 947 3825 luka terbuka hingga tampak batang bagian
dalam, gerowong memanjang hingga bagian tengah pohon
29 Kebayoran Baru Angsana 1617 299 3825 banyak luka terbuka kecil, dan terdapat benjolan pada batang
30 Kebayoran Baru Angsana 391 1531 3825 banyak bekas pemangkasan cabang, luka terbuka, tunnel di batang dan benjolan
31 Kebayoran Baru Angsana 471 998 3825 pertumbuhan pohon miring, luka terbuka dan ada lubang pada batang
32 Kebayoran Baru Angsana 414 1425 3825 banyak luka terbuka dan daun banyak yang sudah menguning
33 Kebayoran Baru Angsana 442 1337 3825 banyak benjolan kecil dibagian bawah pohon, luka tergores dan terbuka
34 Kebayoran Baru Angsana 504 993 3825 kulit terkelupas, ujung ranting mati (dieback), beberapa daun menguning dan terdapat luka
terbuka 64
65
Lanjutan lampiran 6
No Kecamatan Jenis Pohon
Hasil Pengukuran Dengan Alat Sylvatest Duo® Kondisi Visual Pohon v rata-rata
(m/s) t rata-rata
(µs) e rata-rata
(mv)
35 Kebayoran Baru Angsana 431 1534 3825 luka terbuka, daun tampak layu dan pohon terserang jamur
36 Kebayoran Baru Angsana 367 1643 3826 gerowong, luka terbuka, terdapat tunnel dan bekas pemangkasan cabang
37 Kebayoran Baru Angsana 427 1392 3826 gerowong dibagian bawah batang, banyak tunnel, ada jamur pada luka terbuka
38 Kebayoran Baru Angsana 320 1875 3824 kuli terkelupas, luka terbuka, terdapat tunnel dan daun menguning
39 Kebayoran Baru Angsana 506 1147 3823 luka terbuka, kuli tekelupas dan ada benjolan kecil pada batang
40 Kebayoran Baru Angsana 366 1786 3823 banyak luka mekanis (paku), daun tampak layu dan menguning dan kulit terkelupas
41 Kebayoran Baru Angsana 1658 384 3825 Penampakkan sehat 42 Kebayoran Baru Angsana 475 1910 3825 dieback, daun mulai menguning, luka terbuka 43 Kebayoran Baru Angsana 515 1238 3825 luka terbuka, terdapat tunnel dan luka mekanis 44 Kebayoran Baru Angsana 1425 376 3825 Penampakkan sehat 45 Kebayoran Baru Angsana 1641 313 3825 Penampakkan sehat
46 Kebayoran Baru Angsana 792 740 3825 terdapat benjolan kecil disekitar batang tengah, beberapa daun mulai menguning
47 Kebayoran Baru Angsana 1468 367 3825 Penampakkan sehat 48 Kebayoran Baru Angsana 722 896 3825 luka terbuka, daun tampak layu
49 Kebayoran Baru Angsana 917 728 3825 luka terbuka yang cukup dalam, pertumbuhan pohon miring, banyak luka gores
50 Kebayoran Baru Angsana 457 1160 3825 terdapat beberapa benjolan, luka terbuka
65
66
Lanjutan lampiran 6
No Kecamatan Jenis Pohon
Hasil Pengukuran Dengan Alat Sylvatest Duo® Kondisi Visual Pohon v rata-rata
(m/s) t rata-rata
(µs) e rata-rata
(mv) 51 Kebayoran Baru Angsana 905 768 3825 Penampakkan sehat, hanya ada 1 luka terbuka
52 Kebayoran Baru Angsana 445 1107 3825 kulit terkelupas menimbulkan getah pohon yang mengering, luka terbuka
53 Kebayoran Baru Angsana 525 950 3824 penampakkan sehat hanya ada patahan ranting dan kuli terkelupas
54 Kebayoran Baru Angsana 401 1285 3825 banyak luka mekanis berupa paku, luka terbuka dan pertumbuhan pohon miring
55 Tebet Tanjung 524 1100 3825 terdapat luka terbuka, gerowong dibagian bawah batang, dan ada benjolan kecil di
batang
56 Tebet Mahoni 544 1075 3825 penampakkan sehat, hanya pertumbuhan pohon miring
57 Tebet khaya 1242 599 3825 Penampakkan sehat
58 Tebet Mahoni 1919 200 3826 penampakkan sehat, hanya ada sisa pemangkasan cabang
59 Tebet Mahoni 1220 456 3825 Penampakkan sehat
60 Tebet Mahoni 1870 239 3825 terdapat luka terbuka akibat pemangkasan
cabang, ada benjolan kecil seprti mata kayu dan pertumbuhan pohon tidak normal
61 Tebet Mahoni 1377 453 3825 gerowong pada bagian bawah batang dan terdapat 2 benjolan besar pada batang
62 Tebet Mahoni 1209 663 3825 banyak benjolan kecil dan mata kayu
63 Tebet Mahoni 1176 654 3825 terdapat benjolan besar disisi bawah batang dan luka terbuka akibat pemangkasan cabang
66
67
Lanjutan lampiran 6
No Kecamatan Jenis Pohon
Hasil Pengukuran Dengan Alat Sylvatest Duo® Kondisi Visual Pohon v rata-rata
(m/s) t rata-rata
(µs) e rata-rata
(mv)
64 Tebet Mahoni 1697 236 3824 Penampakkan pohon sehat, hanya pertumbuhan pohon miring
65 Tebet Mahoni 628 951 3825 cacat mata kayu, terdapat pemangkasan cabang
66 Tebet Mahoni 1182 697 3826 Penampakkan pohon sehat
67 Tebet Mahoni 488 1297 3825 gerowong, pertumbuhan pohon miring dan ada sisa pemangkasan cabang
68 Tebet Asam 681 1492 3825 banyak luka terbuka 69 Tebet Angsana 1759 369 3825 Penampakkan pohon sehat
70 Tebet Mahoni 457 1418 3825 terdapat ranting yang mati
(dieback),pertumbuhan pohon miring dan luka mekanis (paku)
71 Tebet Mahoni 544 1269 3825 banyak daun yang mati dan menguning, ujung
ranting banyak yang mati (dieback), luka terbuka dan pertumbuhan pohon miring
72 Tebet Angsana 1639 460 3825 Penampakkan pohon sehat 73 Tebet Angsana 1611 336 3825 Penampakkan pohon sehat
74 Setiabudi Glodogan 359 1263 3825 beberapa daun ada yang mati, cabang patah dan ada benjolan kecil pada batang
75 Setiabudi Glodogan 881 621 3825 cabang yang patah dan daun yang mati, beberaoa benjolan kecil
76 Setiabudi Glodogan 1055 344 3825 luka mekanis (paku), kulit terbuka, daun ada yang menguning
77 Setiabudi Glodogan 949 523 3825 bagian bawah pohon pada kulit ada tumbuh seperti benjolan kecil yang menyatu 67
68
Lanjutan lampiran 6
No Kecamatan Jenis Pohon
Hasil Pengukuran Dengan Alat Sylvatest Duo® Kondisi Visual Pohon v rata-rata
(m/s) t rata-rata
(µs) e rata-rata
(mv)
78 Setiabudi Glodogan 875 649 3825 beberapa daun ada yang mati/coklat,banyak benjolan kecil
79 Setiabudi Glodogan 350 1475 3825 terdapat ranting yang mati (dieback) dan daunya juga mati, ada pemangkasan cabang
80 Setiabudi Glodogan 382 1040 3825 pohon berjamur, kulit terbuka dan ada gerowong kecil dibagian tengah pohon
81 Setiabudi Glodogan 332 1158 3825 banyak benjolan kecil dan pohon tampak keropos
82 Setiabudi Glodogan 316 1186 3825 ada pemangkasan cabang, kulit terbuka dan benjolan kecil
83 Setiabudi Glodogan 663 799 3825 ada sarang semut dan telurnya, pohon tampak lapuk
84 Setiabudi Glodogan 313 1143 3825 kulit terbuka, daun ada yang menguning dan mati, benjolan kecil dibagian bawah
85 Setiabudi Glodogan 384 1025 3825 kulit terbuka, benjolan kecil dan banyak semut pada batang pohon
86 Setiabudi Glodogan 302 1547 3825 banyak kulit terbuka dan benjol serta gerowong pada bagian bawah
87 Setiabudi Glodogan 328 1283 3825 batang pohon seperti lapuk, banyak benjolan dan beberapa daun menguning
88 Setiabudi Glodogan 890 720 3825 ada rayap, ada jalur semut, kulit terbuka dan banyak daun menguning
89 Setiabudi Glodogan 417 1123 3825 kulit pohon seperti ada pasir dan tanah, banyak benjol dan ada jalur semut
90 Setiabudi Glodogan 376 1152 3825 kulit terbuka, kayu lapuk ketika dibor, benjol 68
69
Lanjutan lampiran 6
No Kecamatan Jenis Pohon
Hasil Pengukuran Dengan Alat Sylvatest Duo® Kondisi Visual Pohon v rata-rata
(m/s) t rata-rata
(µs) e rata-rata
(mv)
91 Setiabudi Glodogan 892 663 3825 penampakkan sehat hanya ada pemangkasan cabang
92 Setiabudi Glodogan 376 1365 3825 ada rayap, pohon lapuk, ada benjolan besar seperti kanker
93 Setiabudi Glodogan 875 706 3825 benjolan kecil dan ada sisa pemangkasan cabang
94 Setiabudi Glodogan 764 491 3825 kayu tampak lapuk saat dibor, ada cabang yang patah
95 Setiabudi Glodogan 720 752 3825 lapuk saat dibor, beberapa daun menguning, benjolan
96 Setiabudi Glodogan 819 882 3826 kulit terbuka, benjol dan luka mekanis
97 Setiabudi Glodogan 389 1118 3825 benjol besar (kanker), pertumbuhan pohon tidak normal (bengkok)
98 Setiabudi Glodogan 331 1226 3825 beberapa daun mati dan benjol kecil
99 Setiabudi Glodogan 813 480 3825 penampakkan sehat, hanya ada benjol kecil sedikit
100 Pancoran Mahoni 1034 658 3823 Penampakkan sehat, hanya ada beberapa luka mekanis (paku)
101 Pancoran Mahoni 922 677 3823 ada benjolan besar seperti kanker, pertumbuhan pohon miring
102 Pancoran Mahoni 1648 271 3823 Penampakkan sehat
103 Pancoran Mahoni 1474 302 3823 banyak luka terbuka, ada cabang yang mati dan terdapat sisa pemangkasan cabang
104 Pancoran Mahoni 411 1732 3823 benjol besar di bagian bawah pohon, luka mekanis (paku) dan sisa pemangkasan cabang 69
70
Lanjutan lampiran 6
No Kecamatan Jenis Pohon
Hasil Pengukuran Dengan Alat Sylvatest Duo® Kondisi Visual Pohon v rata-rata
(m/s) t rata-rata
(µs) e rata-rata
(mv)
105 Pancoran Mahoni 518 1606 3823 terdapat luka terbuka besar dibagian bawah,
adanya mata kayu, luka mekanis berupa papan iklan yang ditempel
106 Pancoran Mahoni 367 1978 3824 gerowong dibagian bawah batang, adanya benjolan seperti kanker, luka terbuka dan
banyak paku
107 Pancoran Mahoni 491 1592 3824 gerowong dibagian bawah pohon, mata kayu, luka terbuka
108 Pancoran Mahoni 493 1410 3824 luka terbuka, banyak luka mekanis dan pertumbuhan pohon miring
109 Pancoran Mahoni 367 2297 3824 gerowong, kanker, banyak kerusakan mekanis,
cabang dan ranting banyak yang mati (dieback)
110 Pancoran Mahoni 794 817 3825 terdapat 1 luka terbuka kecil dan ada sisa pemangkasan cabang
111 Pancoran Mahoni 1510 344 3825 Penampakkan sehat
112 Pancoran Mahoni 1260 569 3825 Penampakkan sehat, hanya ada 1 pemangkasan cabang
113 Pancoran Mahoni 511 902 3825 banyak benjolan dan luka terbuka, beberapa luka mekanis (paku)
114 Pancoran Mahoni 458 1526 3825 benjolan besar dan terdapat gerowong dibagian bawah, terdapat luka mekanis
115 Pancoran Mahoni 1316 613 3825 terdapat luka goresan dan luka mekanis, banyak semut dikulit pohon dan luka terbuka
70
71
Lanjutan lampiran 6
No Kecamatan Jenis Pohon
Hasil Pengukuran Dengan Alat Sylvatest Duo® Kondisi Visual Pohon v rata-rata
(m/s) t rata-rata
(µs) e rata-rata
(mv)
116 Pancoran Mahoni 477 1385 3825 gerowong dibagian bawah pohon, luka terbuka
yang cukup lebar, ada bagian pohon yang membusuk oleh getahnya
117 Pancoran Mahoni 434 1469 3825 banyak benjolan kecil seperti mata kayu, luka mekanis
118 Pancoran Mahoni 397 1911 3825 luka terbuka dan keluarnya getah dari lauka terbuka tersebut, benjolan seperti kanker,
banyak daun yang mati
119 Pancoran Mahoni 1259 382 3825 benjolan besar, terdapat luka terbuka dan ranting yang mati
120 Pancoran Mahoni 491 1317 3825 banyak benjolan besar seperti kanker, ada luka terbuka dan banyak pemangkasan cabang
121 Pancoran Mahoni 1137 1388 3825 gerowong dibagian bawah pohon, luka terbuka yang cukup besar dan luka mekanis
122 Pancoran Mahoni 1372 338 3823 banyak luka mekanis (paku), banyak getah
yang keluar di beberapa titik dibagian pohon,pertumbuhan pohon miring
123 Pancoran Mahoni 1039 1626 3824 gerowong, banyak luka mekanis dan luka terbuka, banyak benjolan kecil
124 Pancoran Mahoni 580 1090 3825 tumbuh jamur disekitar luka terbuka, ujung
ranting mati, beberapa daun mati, pertumbuhan pohon miring
125 Pancoran Mahoni 767 669 3825 banyak tunnel, gerowong,batang keropos, luka terbuka
126 Pancoran Mahoni 822 1218 3825 banyak benjolan besar dan luka mekanis 71
72
Lanjutan lampiran 6
No Kecamatan Jenis Pohon
Hasil Pengukuran Dengan Alat Sylvatest Duo® Kondisi Visual Pohon v rata-rata
(m/s) t rata-rata
(µs) e rata-rata
(mv)
127 Pancoran Mahoni 1219 913 3823 terdapat luka terbuka yang cukup besar, dan banyak luka mekanis
128 Pancoran Mahoni 886 1161 3823 gerowong di bagian bawah batang, luka terbuka, benjolan seperti mata kayu
129 Pancoran Mahoni 968 707 3825 banyak luka mekanis (paku), ada benjolan
disis tengah pohon dan pertumbuhan pohon miring
130 Pancoran Mahoni 1097 602 3825 excess branching (cabang berlebih), luka terbuka dan terdapat sisa pemangkasan cabang
131 Pancoran Mahoni 1650 307 3825 Penampakkan sehat
132 Pancoran Mahoni 358 2847 3825 gerowong dibagian bawah, pertumbuhan
pohon tidak normal karena berada dibagaian trotoar, banyak benjolan
133 Pancoran Mahoni 379 2003 3825 Penampakkan sehat, hanya ada benjolan kecil
134 Pancoran Mahoni 1142 843 3825 Penampakkan sehat, hanya pertumbuhan pohon miring
135 Pancoran Mahoni 1493 300 3825 penampakkan sehat
136 Pancoran Mahoni 775 1027 3825 kulit dominan terkelupas, ada beberapa benjolan kecil
137 Pancoran Mahoni 427 1743 3824 terdapat benjolan-benjolan besar dibagian bawah pohon seperti kanker, luka terbuka
138 Pancoran Mahoni 511 1634 3825 kulit dominan terkelupas, banyak luka mekanis (paku) dan luka terbuka
139 Pancoran Mahoni 409 1463 3825 banyak benjolan besar dan ada pemangkasan cabang 72
73
Lanjutan lampiran 6
No Kecamatan Jenis Pohon
Hasil Pengukuran Dengan Alat Sylvatest Duo® Kondisi Visual Pohon v rata-rata
(m/s) t rata-rata
(µs) e rata-rata
(mv)
140 Pancoran Mahoni 1110 630 3825 beberapa ujung ranting mati (dieback), ada mata kayu dan pertumbuhan pohon miring
141 Jagakarsa Ketapang 1619 251 3823 Penampakkan sehat
142 Jagakarsa Angsana 310 1191 3825 luka terbuka, gerowong, kulit terkelupas dan cabang banyak yang patah
143 Jagakarsa Mahoni 990 383 3825 terdapat luka mekanis (paku), pertumbuhan pohon miring, ujung ranting mati (dieback)
144 Jagakarsa Mahoni 1712 201 3825 Penampakkan sehat
145 Jagakarsa Saga 491 936 3824 gerowong dibagian bawah, benjolan dibagian tengah batang dan banyak luka mekanis
146 Jagakarsa Saga 1457 294 3825 penampakkan sehat, hanya pertumbuhan pohon miring
147 Jagakarsa Saga 504 1119 3825 sebagian sisi batang berlumut, beberapa daun tampak layu, luka terbuka dan pertumbuhan
pohon miring
148 Jagakarsa Saga 965 684 3825 kulit berlumut, luka tebuka yang cukup dalam, banyak pemangkasan cabang
149 Jagakarsa Saga 441 1157 3825 luka terbuka, pertumbuhan pohon miring dan berlumut
150 Jagakarsa Saga 491 931 3825 pohon dililit liana, luka terbuka, berlumut dan beberapa daun menguning
151 Jagakarsa Saga 950 505 3825 terdapat benjolan dipohon, gerowong dibagian bawah pohon
152 Jagakarsa Saga 425 1142 3824 terdapat luka terbuka dan luka mekanis yang cukup dominan 73
74
Lanjutan lampiran 6
No Kecamatan Jenis Pohon
Hasil Pengukuran Dengan Alat Sylvatest Duo® Kondisi Visual Pohon v rata-rata
(m/s) t rata-rata
(µs) e rata-rata
(mv)
153 Jagakarsa Saga 1102 628 3825 terdapat jamur pada batang pohon,kulit terkelupas dan cabang ranting patah
154 Jagakarsa Saga 473 1327 3825 terdapat jamur, cabang ranting patah dan banyak spanduk yang menempel dipohon
155 Jagakarsa Saga 931 646 3825 Penampakkan pohon sehat, hanya ada 1 luka terbuka
156 Jagakarsa Saga 1073 497 3825 batang pohon tampak lapuk, ada gerowong dibagian bawah dan pertumbuhan pohon
melengkung
157 Jagakarsa Saga 1187 437 3825 terdapat jamur dan sedikit lumut pada batang
pohon, pertumbuhan pohon tidak normal (bengkok), luka mekanis
158 Jagakarsa Mahoni 498 1048 3825 pertumbuhan pohon miring, mata kayu 159 Jagakarsa Angsana 500 1527 3825 dililit liana, ada jalur semut, luka terbuka 160 Jagakarsa Glodogan 339 1235 3825 kulit terbuka, pertumbuhan pohon miring
161 Jagakarsa Glodogan 337 1268 3825 penampakkan sehat hanya ada sedikit luka mekanis dan kulit terbuka
162 Jagakarsa Glodogan 309 1735 3825 banyak kulit terbuka dan pertumbuhan pohon miring
163 Jagakarsa Glodogan 334 1182 3825 banyak luka mekanis dan gerowong dibagian bawah pohon
164 Jagakarsa Glodogan 365 1351 3825 kulit terbuka dan terdapat luka mekanis berupa tempelan spanduk
165 Jagakarsa Glodogan 354 1186 3825 pertumbuhan pohon miring dan kulit terbuka 74
75
Lanjutan lampiran 6
No Kecamatan Jenis Pohon
Hasil Pengukuran Dengan Alat Sylvatest Duo® Kondisi Visual Pohon v rata-rata
(m/s) t rata-rata
(µs) e rata-rata
(mv)
166 Jagakarsa Glodogan 336 1374 3825 terdapat kerusakan kulit terbuka yang cukup panjang dan luka mekanis
167 Jagakarsa Glodogan 318 1337 3825 terdapat lubang di batang pohon, kulit terbuka dan luka mekanis
168 Jagakarsa Glodogan 855 714 3825 penampakkan sehat hanya ada sedikit luka terbuka
169 Jagakarsa Glodogan 324 1162 3825 pertumbuhan pohon miring, kulit terbuka dan luka mekanis
170 Jagakarsa Saga 1138 417 3825 terdapat jamur pada batang pohon, gerowong dibagian tengah batang dan luka terbuka
171 Jagakarsa Saga 1101 524 3825 terdapat jamur, luka mekanis dan adanya pemangkasan cabang
172 Jagakarsa Glodogan 319 1305 3825 pohon dililit liana, luka terbuka dan luka mekanis
173 Jagakarsa Glodogan 956 742 3825 batang lapuk ketika dibor, ada jalur semut
174 Pasar Minggu Mahoni 872 495 3825 luka mekanis akibat tempelan spanduk dan luka terbuka
175 Pasar Minggu khaya 1606 212 3825 Penampakkan sehat
176 Pasar Minggu Mahoni 1736 272.5 3825 Penampakkan sehat, hanya ada sedikit luka mekanis
177 Pasar Minggu Angsana 1460 273 3825 lapuk dibagian bawah pohon, kulit terbuka dan
pertumbuhan pohon tidak normal (tumbuh dibawah ban)
178 Pasar Minggu Mahoni 1082 674 3825 pertumbuhan pohon miring, kulit terkelupas, getah keluar dari batang seperti resinosis 75
76
Lanjutan lampiran 6
No Kecamatan Jenis Pohon
Hasil Pengukuran Dengan Alat Sylvatest Duo® Kondisi Visual Pohon v rata-rata
(m/s) t rata-rata
(µs) e rata-rata
(mv) 179 Pasar Minggu Mahoni 1782 214 3825 Penampakkan sehat 180 Pasar Minggu Angsana 1446 320 3823 Penampakkan sehat, hanya ada 1 luka terbuka 181 Pasar Minggu Angsana 1394 269 3823 Penampakkan sehat 182 Pasar Minggu Angsana 1613 282 3823 Penampakkan sehat
183 Pasar Minggu Angsana 1610 271 3823 Penampakkan sehat, hanya pertumbuhan pohon miring
184 Pasar Minggu Angsana 1518 317 3823 pertumbuhan cabang yang berlebihan, daun agak menguning dan luka terbuka
185 Pasar Minggu Angsana 1632 262 3823 Penampakkan sehat, hanya ada 1 luka mekanis
186 Mampang Prapatan Angsana 1515 320 3825 Penampakkan sehat, hanya ada beberapa luka terbuka
187 Mampang Prapatan Beringin 659 776 3825 luka mekanis dan luka terbuka dibagian akar
pohon, pohon berdempetan dengan tiang listrik
188 Mampang Prapatan Glodogan 319 1160 3825 beberapa daun mati, luka mekanis
189 Mampang Prapatan Angsana 738 885 3825 banyak luka terbuka, gerowong dibagian bawah pohon
190 Mampang Prapatan Angsana 865 723 3825 luka terbuka, luka mekanis (menjadi tempat sandaran baliho besar)
191 Mampang Prapatan Angsana 799 802 3824 ada gerowong dibagian bawah pohon, luka terbuka
192 Mampang Prapatan Angsana 947 758 3823 Penampakkan sehat, hanya ada sedikit luka mekanis
193 Mampang Prapatan Angsana 975 759 3823 terdapat luka mekanis dan ada semacam lubang besar dibagian tengah pohon 76
77
Lanjutan lampiran 6
No Kecamatan Jenis Pohon
Hasil Pengukuran Dengan Alat Sylvatest Duo® Kondisi Visual Pohon v rata-rata
(m/s) t rata-rata
(µs) e rata-rata
(mv) 194 Mampang Prapatan Angsana 802 657 3823 banyak luka terbukadan luka mekanis
195 Mampang Prapatan Angsana 791 897 3823 terdapat jamur pada batang pohon, lapuk dan keropos dibagian bawah, luka terbuka
196 Mampang Prapatan Angsana 1000 548 3825 luka terbuka besar dibagian bawah pohon, kayu tampak lapuk
197 Pesanggrahan Angsana 730 882 3824 banyak luka terbuka dan luka mekanis
198 Pesanggrahan Angsana 998 852 3824 terdapat lubang pada bagian tengah pohon,
banyak serangga, luka mekanis, daun tampak layu dan mulai menguning
199 Pesanggrahan Angsana 1016 847 3825 gerowong yang cukup panjang, banyak tunnel,
luka mekanis, luka terbuka dan beberapa ranting sudah mati
200 Pesanggrahan Angsana 1249 421 3825 luka terbuka cukup besar dibagian bawah pohon, daun bercak-bercak berwarna kuning
201 Pesanggrahan Angsana 796 977 3825 banyak luka terbuka dan luka mekanis
202 Pesanggrahan Angsana 570 1322 3825 Tampak kayu bagian dalam akibat luka terbuka yang cukup panjang, kerusakan
mekanis dan daun tampak layu
203 Pesanggrahan Angsana 294 2007 3825 gerowong dibagian bawah, luka terbuka yang mengeluarkan getah dan luka mekanis (paku)
204 Pesanggrahan Angsana 1488 325 3823 Penampakkan sehat
205 Pesanggrahan Angsana 393 1666 3823 daun tampak layu dan mulai menguning,
banyak percabangan ranting, luka terbuka dan luka mekanis
77
78
Lanjutan lampiran 6
No Kecamatan Jenis Pohon
Hasil Pengukuran Dengan Alat Sylvatest Duo® Kondisi Visual Pohon v rata-rata
(m/s) t rata-rata
(µs) e rata-rata
(mv)
206 Pesanggrahan Angsana 1028 480 3823 gerowong dibagian akar, pohon tampak lapuk dan keropos terutama dibagian bawah, banyak
luka terbuka
207 Pesanggrahan Angsana 471 1175 3823 beberapa ranting mati, daun mulai menguning,
ada seperti bolong dibagian bawah pohon, luka terbuka
208 Pesanggrahan Angsana 1062 837 3825 kulit terkelupas memanjang dibagian atas pohon,luka terbuka seperti batang pohon
bolong
209 Pesanggrahan Angsana 451 1207 3823 bolong dibagian bawah pohon, luka mekanis dan luka terbua
210 Pesanggrahan Angsana 488 1309 3823 terdapat 1 cabang ranting yang kesemua daunya menguning,gerowong dibagian akar
211 Pesanggrahan Angsana 564 1467 3823 banyak ujung ranting yang mati (dieback),
luka mekanis, luka terbuka yang cukup panjang
212 Kebayoran Lama Angsana 1405 266 3823 Penampakkan sehat
213 Kebayoran Lama Angsana 769 543 3825 gerowong dibagian bawah pohon, luka mekanis dan luka terbuka
214 Kebayoran Lama Angsana 943 643 3825 gerowong dibagian bawah pohon, banyak
kerusakan mekanis diakibatkan pohon dijadikan tempat pangkalan ojek
215 Kebayoran Lama Angsana 370 1375 3825 gerowong dibagian bawah pohon, batang tampak keropos, luka terbuka
78
79
Lanjutan lampiran 6
No Kecamatan Jenis Pohon
Hasil Pengukuran Dengan Alat Sylvatest Duo® Kondisi Visual Pohon v rata-rata
(m/s) t rata-rata
(µs) e rata-rata
(mv)
216 Kebayoran Lama Angsana 558 998 3825 gerowong dibagian akar, mata kayu, beberapa daun tampak menguning, kulit terkelupas
217 Kebayoran Lama Angsana 395 1338 3824 kulit terbuka, mata kayu dan beberapa daun menguning dan tampak layu
218 Kebayoran Lama Angsana 1605 200 3823 Penampakkan sehat
219 Kebayoran Lama Angsana 1469 247 3826 Penampakkan pohon sehat, hanya ada bekas pemangkasan cabang
220 Kebayoran Lama Angsana 503 913 3825 beberapa cabang ranting yang patah dan mati, ada benjolan seperti mata kayu
221 Kebayoran Lama Angsana 1440 277 3825 Penampakkan sehat 222 Kebayoran Lama Angsana 1419 343 3825 Penampakkan sehat
223 Kebayoran Lama Angsana 1438 328 3825 penampakkan sehat hanya banyak cabang ranting yang tumbuh
224 Kebayoran Lama Angsana 1367 336 3825 mata kayu, beberapa daun menguning dan luka terbuka
225 Kebayoran Lama Angsana 1448 248 3825 Penampakkan sehat 226 Kebayoran Lama Angsana 1630 245 3826 Penampakkan sehat
227 Kebayoran Lama Angsana 1640 226 3826 Penampakkan sehat, hanya pertumbuhan pohon miring
228 Kebayoran Lama Angsana 976 419 3825 kulit yang mengelupas cukup panjang
dibagian atas pohon, beberapa cabang ranting yang sudah mati dan benjolan kecil
229 Kebayoran Lama Mahoni 597 725 3825 Penampakkan sehat 230 Kebayoran Lama Mahoni 475 896 3825 luka terbuka dan luka mekanis 79
80
Lanjutan lampiran 6
No Kecamatan Jenis Pohon
Hasil Pengukuran Dengan Alat Sylvatest Duo® Kondisi Visual Pohon v rata-rata
(m/s) t rata-rata
(µs) e rata-rata
(mv)
231 Kebayoran Lama Angsana 942 818 3825 penampakkan sehat hanya ada sedikit luka terbuka
Keterangan : v : Kecepatan rambatan gelombang ultrasonik t : Waktu rambatan gelombang ultrasonik e : Energi rambatan gelombang ultrasonik
80
81
Lampiran 7 Jumlah dan jenis pohon sasaran di wilayah Jakarta Selatan
No Nama Lokal Nama Ilmiah Jumlah Pohon Persentase (%)1 Angsana Pterocarpus indicus 92 39,82 2 Mahoni Swietenia macrophylla 78 33,77 3 Glodogan Polyalthia longifolia 39 16,88 9 Saga Adenanthera povonina 15 6,50 4 Khaya Khaya spp 2 0,87 5 Beringin Ficus benjamina 2 0,87 6 Tanjung Mimusops elengi 1 0,43 7 Ketapang Terminalia catappa 1 0,43 8 Asam londo Pithecellobium dulce 1 0,43
Total 231 100,00
82
Lampiran 8 Contoh pohon sasaran dan penampakan daunnya
Pohon saga Daun saga
Pohon mahoni Daun mahoni
Pohon glodogan Daun glodogan
83
Pohon angsana Daun angsana
Pohon khaya Daun khaya
Pohon beringin Daun beringin
84
Pohon tanjung Daun tanjung
Pohon ketapang Daun ketapang
Pohon Asam londo