JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA...

98
ANALISIS TERHADAP PEMIKIRAN WAHBAH AZ-ZUHAILI TENTANG ASURANSI SKRIPSI Oleh : WIWIN INDARTI NIM. 210213010 Pembimbing Dr. MIFTAHUL HUDA, M.Ag. NIP. 197605172002121002 JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO 2018

Transcript of JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA...

Page 1: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

ANALISIS TERHADAP PEMIKIRAN WAHBAH AZ-ZUHAILI

TENTANG ASURANSI

SKRIPSI

Oleh :

WIWIN INDARTI

NIM. 210213010

Pembimbing

Dr. MIFTAHUL HUDA, M.Ag.

NIP. 197605172002121002

JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO

2018

Page 2: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

ANALISIS TERHADAP PEMIKIRAN WAHBAH AZ-ZUHAILI

TENTANG ASURANSI

S K R I P S I

Diajukan untuk melengkapi sebagian syarat-syarat guna memperoleh

gelar sarjana program Strata Satu (S-1) pada Fakultas Syariah

Institut Agama Islam Negeri Ponorogo

Oleh:

WIWIN INDARTI

NIM. 210213010

Pembimbing:

Dr. MIFTAHUL HUDA, M.Ag.

NIP. 197605172002121002

JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO

2018

Page 3: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi atas nama saudara:

Nama : Wiwin Indarti

NIM : 210213010

Jurusan : Muamalah

Judul : Analisis Terhadap Pemikiran Wahbah az-Zuhaili Tentang

Asuransi

Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji dalam ujian munaqosah.

Ponorogo, 8 Juni 2018

Mengetahui, Menyetujui,

Ketua Jurusan Pembimbing

Atik Abidah, M.S.I. Dr. Miftahul Huda, M.Ag.

NIP.197605082000032001 NIP.197605172002121002

Page 4: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

KEMENTERIAN AGAMA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

PONOROGO

PENGESAHAN

Skripsi atas nama saudara:

Nama : Wiwin Indarti

NIM : 210213010

Jurusan : Muamalah

Judul : Analisis Terhadap Pemikiran Wahbah az-Zuhaili

Tentang Asuransi

Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

Agama Islam Negeri Ponorogo pada:

Hari : Senin

Tanggal : 09 Juli 2018

Dan telah diterima sebagai bagian dari persyaratan untuk memperoleh gelar

sarjana dalam Ilmu Syari’ah pada:

Hari : Senin

Tanggal : 16 Juli 2018

Tim Penguji:

1. Ketua Sidang : Unun Roudlotul Janah, M.Ag. ( )

2. Penguji I : Iza Hanifuddin, Ph.D. ( )

3. Penguji II : Dr. Miftahul Huda, M.Ag. ( )

Ponorogo, 16 Juli 2018

Mengesahkan

Dekan Fakultas Syari’ah

Dr. H. Moh. Munir, Lc, M.Ag.

NIP. 196807051999031001

Page 5: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

PERSEMBAHAN

Dengan seuntai doa dan rasa syukur, kupersembahkan karya ini untuk:

1. Orang tuaku tercinta (Bapak Parjan dan Ibu Partini) yang selalu memberi

semangat, membimbing dan mengarahkan hidupku untuk menjadi insan

yang lebih baik. Beliau yang selalu mendo’akan setiap kaki ini

melangkang serta dengan restunya skripsi ini bisa terselesaikan dengan

baik.

2. Guru dan Dosenku yang telah memberikan warna baru dalam hidupku,

terimakasih atas ilmu yang telah engkau berikan, semoga ini menjadi bekal

dalam menggapai kesuksesanku di masa mendatang.

3. Kepada seluruh teman-teman seperjuanganku jurusan muamalah

khususnya kelas SM.A.

Untuk kita semua, semoga Allah SWT senantiasa memudahkan langkah kita

dalam perjuangan hidup, sukses dunia akhirat, amin ya robbal alamin.

Page 6: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

MOTTO

ها يأ ين ٱ ي لذ لكم بينكم ب مو

أ كلوا

ل تأ ن ت لبطل ٱءامنوا

أ كون إلذ

نفسكم إنذ نكم ول تقتلوا أ ٱتجرة عن تراض م ٢٩كن بكم رحيما للذ

ومن لك عدونا وظلما فسوف نصليه نارا وكن ذ ٱلك عل يفعل ذ يسيرا للذ

٣٠

Artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta

sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan

yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah

kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang

kepadamu. Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak

dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka.

yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.”1 (Q.S. an-Nisa’ ayat 29-

30)

1al-Qur’an, 4:20-30.

Page 7: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

ABSTRAK

Indarti, Wiwin, NIM 210213010, 2018, “Analisis Terhadap Pemikiran Wahbah

az-Zuhaili Tentang Asuransi”, Skripsi, Jurusan Muamalah, Fakultas

Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ponorogo.

Pembimbing: Dr. Miftahul Huda, M.Ag

Kata Kunci: Asuransi

Asuransi sebagai salah satu lembaga keuangan bukan bank yang

bergerak dalam bidang pertanggungan merupakan institusi modern hasil temuan

dari dunia Barat yang lahir bersamaan dengan adanya semangat pencerahan

(renaissance). Asuransi adalah salah satu jenis transaksi baru yang tidak

dijelaskan secara terperinsi baik di dalam al-Qur’an, al-Hadits maupun dalam

fikih klasik. Di dalam praktiknya asuransi, mengandung beberapa unsur yang

dapat merugikan salah satu pihak yang terlibat dalam perjanjian tersebut, seperti

gharar, riba, maisir, dan jahalah. Asuransi dalam pandangan ajaran Islam

termasuk dalam masalah ijtihadiyah, sehingga para ulama cendekiwan berbeda

pendapat mengenai hukum asuransi. Berawal dari permasalahan di atas, peneliti

memfokuskan penelitian dengan rumusan masalah: 1). Apa yang

melatarbelakangi pemikiran Wahbah az-Zuhaili tentang penolakannya terhadap

asuransi bisnis? 2). Bagaimana implikasi pemikiran Wahbah az-Zuhaili tentang

penolakan asuransi bisnis terhadap perkembangan asuransi syariah di Indonesia?

Jenis penelitian yang digunakan penulis adalah penelitian pustaka

(library research), dimana peneliti meneliti sumber-sumber tertulis yang

memuat pemikiran Wahbah az-Zuhaili tentang asuransi. Adapun data-data yang

diambil berasal dari sumber data primer, yaitu kitab fiqh Isla>m wa Adillatuhu

dan sumber data sekunder dari literatur lain yang relevan dengan judul di atas.

Teknik pengumpulan data menggunakan teknik dokumentasi. Analisis data

yang digunakan adalah analisis data deskriptif induktif dengan metode

pendekatan kualitatif.

Adapun hasil dari penelitian ini adalah: 1). Yang melandasi pemikiran

Wahbah az-Zuhaili tentang pelarangan terhadap asuransi bisnis adalah surat al-

Baqarah ayat 275 tentang riba, surat al-Maidah ayat 90 tentang judi, hadits Nabi

s.a.w. yang melarang jual beli gharar, serta fatwa Ibn ‘Abidin tentang haramnya

asuransi laut. 2). Implikasi pemikiran Wahbah az-Zuhaili terhadap

perkembangan asuransi syariah di Indonesia adalah adanya akad tabarru’ serta

akad tija>rah dengan premi nonsaving dalam fatwa DSN-MUI tentang Pedoman

Umum Asuransi Syariah, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah tentang Ta’mi >n

dan I’adah Ta’mi >n tentang akad nontabungan. Hukum reasuransi sama dengan

hukum asuransi itu sendiri, asuransi kooperatif (at-ta’mi >n at-ta’awuni) bisa

melakukan transaksi asuransi dengan perusahaan asuransi kooperatif lainnya,

perusahaan asuransi syariah hanya dapat melakukan reasuransi kepada

perusahaan reasuransi yang berlandaskan prinsip syariah.

Page 8: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang, bahwa atas taufiq

dan hidayah-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

Skripsi yang berjudul: “ANALISIS TERHADAP PEMIKIRAN WAHBAH

AZ-ZUHAILI TENTANG ASURANSI” ini disusun untuk memenuhi salah satu

syarat guna memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S.1) Jurusan Muamalah

Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ponorogo.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bimbingan dan

saran-saran dari berbagai pihak sehingga penyusunan skripsi ini dapat

terselesaikan. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Dr. Hj. Siti Maryam Yusuf, M.Ag, selaku Rektor IAIN Ponorogo.

2. Dr. H. Moh. Munir, Lc, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Syariah IAIN

Ponorogo.

3. Atik Abidah, M.S.I, selaku Ketua Jurusan Muamalah IAIN Ponorogo.

4. Dr. Miftahul Huda, M.Ag, selaku Dosen Pembimbing yang telah bersedia

meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan dan

pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.

5. Segenap Civitas Akademika IAIN Ponorogo yang telah banyak

mengajarkan ilmunya kepada penulis selama perkuliahan serta segenap

karyawan-karyawati IAIN Ponorogo.

Page 9: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

Akhirnya hanya kepada Allah penulis berserah diri, dan semoga apa yang

tertulis dalam skripsi ini bisa bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan

para pembaca pada umumnya. Amin.

Ponorogo, 8 Juni 2018

WIWIN INDARTI

210213010

Page 10: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

PEDOMAN TRANSLITERASI

1. Penulisan transliterasi Arab-Latin dalam penelitian ini menggunakan

pedoman transliterasi berdasarkan buku pedoman penulisan skripsi Fakultas

Syariah IAIN Ponorogo 2017 sebagai berikut:

Arab Indonesia Arab Indonesia

{d ض ` ء

t ط b ب

{z ظ t ت

‘ ع th ث

gh غ j ج

f ف {h ح

q ق kh خ

k ك d د

l ل dh ذ

m م r ر

n ن z ز

w ه s س

w و sh ش

y ي {s ص

2. Untuk menunjukkan bunyi hidup panjang caranya dengan menuliskan

coretan horizontal di atas huruf a >, i>, dan u>.

3. Bunyi hidup dobet (diftong) Arab ditransliterasikan dengan menggabungkan

dua huruf “ay” dan “aw”

Contoh :

Bayna, ‘layhim, mawdu>’ah

Page 11: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

4. Kata yang ditransliterasikan dan kata-kata dalam bahasa asing yang belum

terserap menjadi bahasa baku Indonesia harus dicetak miring.

5. Bunyi huruf hidup akhir sebuah kata tidak dinyatakan dalam transliterasi.

Transliterasi hanya berlaku pada huruf konsonan akhir.

Contoh :

Ibn Taymi >yah bukan Ibnu Taymi >yah. Inna al-di>n `inda Alla>h al-Isla>m

bukan al-dina `inda Alla>hi al-Isla>mu. ….Fahuwa wajib bukan Fahuwa

wa>jibu dan bukan pula Fahuwa wa>jibun.

6. kata yang berakhir dengan ta>’ marbu>tah dan berkedudukan sebagai sifat

(na’at) dan ida>fah ditransliterasikan dengan “ah”. Sedangkan muda>f

ditransliterasikan dengan “at”.

Contoh :

a. Na’at dan Mud}a>f ilayh : Sunnah sayyi’ah, al-maktabah al-mis}riyah.

b. Mud}a>f : mat}ba’at al-‘a>mmah.

7. Kata yang berakhir dengan ya’ mushaddadah (ya’ bertashdid)

ditransliterasikan dengan i >. Jika i > diikuti dengan ta>’ marbu>tah maka

transliterasinya adalah i>yah. Jika ya’ bertashdid berada ditengah kata

ditransliterasikan dengan yy.

Contoh :

a. Al-Ghaza>li>, al-Nawa>wi>

b. Ibn Taymi>yah.Al-Jawzi>yah

c. Sayyid, mu’ayyid muqayyid

Page 12: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .......................................................................... i

HALAMAN JUDUL .............................................................................. ii

HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................ iii

HALAMAN PENGESAHAN………………………………………… . iv

PERSEMBAHAN .................................................................................. v

MOTTO ................................................................................................. v

ABSTRAK ............................................................................................. vii

KATA PENGANTAR ........................................................................... viii

PEDOMAN TRANSLITERASI ............................................................ x

DAFTAR ISI ................................................................................. ......... xii

BAB I: PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .............................................. ...... 1

B. Rumusan Masalah .............................................................. 5

C. Tujuan Penelitian ................................................................ 5

D. Manfaat Penelitian ............................................................. 6

E. Kajian Pustaka ................................................................... 6

F. Metode Penelitian .............................................................. 10

G. Sistematika Pembahasan .................................................... 13

BAB II: TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI

A. Asuransi Konvensional ....................................................... 15

1. Pengertian Asuransi Konvensional .............................. 15

2. Dasar Hukum Asuransi Konvensional ......................... 17

3. Jenis-Jenis Asuransi Konvensional .............................. 17

4. Prinsip-Prinsip Dasar Asuransi Konvensional … ......... 20

B. Konsep Asuransi dalam Fikih Klasik ................................. 22

1. Taka>ful ......................................................................... 22

2. Ta’mi >n ........................................................................... 25

3. Tadhamun ...................................................................... 27

4. Kafa>lah ......................................................................... 28

C. Pendapat Ulama Tentang Asuransi……………………… 30

Page 13: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

D. Asuransi Syariah di Indonesia ........................................... 32

1. Sejarah Asuransi Syariah di Indonesia……………… . 32

2. Kelembagaan Asuransi Syariah di Indonesia…… ....... 34

3. Produk-Produk Asuransi Syariah di Indonesia……... .. 37

4. Mekanisme Operasional Asuransi Syariah

di Indonesia............................................................... .... 39

BAB III: ASURANSI MENURUT WAHBAH AZ-ZUHAILI DAN

LANDASAN ASURANSI SYARIAH DI INDONESIA

A. Biografi Wahbah az-Zuhaili ............................................. 43

1. Latar Belakang Kehidupan dan Pendidikan Wahbah

az-Zuhaili ..................................................................... 43

2. Karya-Karya Wahbah az-Zuhaili ................................. 45

3. Latar Belakang Pemikiran Wahbah az-Zuhaili

Tentang Asuransi…………………………………….. 47

B. Asuransi Menurut Wahbah az-Zuhaili .............................. 49

1. Hukum Melakukan Asuransi dengan Perusahaan

Asuransi dalam Islam ................................................... 49

2. Macam-Macam Asuransi ............................................. 50

3. Pandangan Fiqih Islam terhadap Asuransi ................... 52

4. Reasuransi atau Asuransi Berantai ............................... . 54

5. Landasan tentang Larangan Asuransi .......................... 54

C. Landasan Asuransi Syariah di Indonesia .......................... 57

1. Fatwa DSN-MUI Tentang Pedoman Umun Asuransi

Syariah .......................................................................... 57

2. Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Tentang Ta’min . 59

BAB IV: ANALISIS

A. Analaisis Terhadap Apa yang Melandasi Pemikiran

Wahbah az-Zuhaili Tentang Ketidaksetujuannya

Terhadap Asuransi .............................................................. 68 69

Page 14: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

B. Analisis Tentang Bagaimana Implikasi Pemikiran

Wahbah az-Zuhaili Tentang Penolakan Asuransi

Terhadap Perkembangan Asuransi Syariah di Indonesia ... 73

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ........................................................................ 78

B. Saran ................................................................................. 79

DAFTAR PUSTAKA

BIOGRAFI PENULIS

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Page 15: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Di era yang modern ini, transformasi budaya mengakibatkan perubahan

pola-pola perilaku manusia baik di bidang sosial maupun ekonomi. Di bidang

sosial telah bermunculan karakter individualisme yang sekarang ini tumbuh dan

merebak di masyarakat perkotaan. Di bidang ekonomi peralihan pola bertani

kepada industrialisasi yang mengakibakan perpindahan penduduk dari desa ke

perkotaan untuk mengadu nasib.

Adanya kemajuan teknologi membawa banyak perubahan pada tata

kehidupan manusia. Di samping manfaat yang telah kita rasakan sekarang ini,

juga tidak luput dari bahaya yang menyebabkan kekhawatiran dan

ketidakpastian terhadap keamanan seseorang. Untuk menghindari dan mencegah

kekhawatiran tersebut ada berbagai cara yang di lakukan seseorang baik untuk

melindungi diri maupun hartanya, salah satunya dengan mengasuransikan jiwa

maupun hartanya.

Asuransi yang dalam bahasa Belanda disebut “assurantie” yang terdiri

dari asal kata “assaradeur” yang berarti penanggung dan “geassureede” yang

berarti tertanggung. Dalam bahasa Inggris kata asuransi disebut “insurance”

Page 16: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

2

yang berarti menanggung sesuatu yang mungkin atau tidak mungkin terjadi dan

“assurance” yang berarti menanggung sesuatu yang pasti.1

Adapun menurut Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 tentang

perasuransian: asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak

atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikat diri kepada tertanggung

dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada

tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang

diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin

akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti atau

untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau

hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.2 Pengertian asuransi juga dapat

dilihat dalam pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, asuransi atau

pertanggungan adalah suatu perjanjian yang dengan perjanjian tersebut

penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung untuk memberikan

penggantian kepadanya, karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan

keuntungan yang diharapkan yang mungkin dideritanya karena suatu peristiwa

yang tidak tertentu.3

Dalam bahasa Arab asuransi disebut at ta’mi >n, penanggung, sedangkan

tertanggung disebut mu’amman lahu/musa’min. At ta‘mi>n di ambil dari kata

1 Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam Tinjauan Teoritis Dan

Praktis (Jakarta: Kencana, 2010), 151. 2 Lihat Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia No. 2 Tahun 1992 Tentang Usaha

Perasuransian. 3 Heykal, Lembaga Keuangan Islam, 151-152.

Page 17: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

3

a>mana memiliki arti memberi perlindungan, ketenangan, rasa aman, dan bebas

dari rasa takut.4

Dari pengertian di atas jelas bahwa asuransi memberikan layanan berupa

jaminan kepada nasabah ketika mengalami kerugian. Akad di dalam asuransi

harus terbebas dari unsur gharar, perjudian, riba, penganiaaan, suap, barang

haram, dan maksiat. Akad antara perusahaan asuransi dan peserta harus jelas.

Apakah akad jual beli (aqd tabaduli) atau akad tolong-menolong (aqd taka>fuli)

atau akad lainnya.

Menurut DSN-MUI akad dalam asuransi terbagi menjadi dua, yaitu: akad

tija>rah dan akad tabarru’. Akad tija>rah adalah semua bentuk akad yang

dilakukan untuk tujuan komersial. Sedangkan akad tabarru’ adalah semua

bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan kebajikan dan tolong-menolong,

bukan semata untuk tujuan komersial. Yang di maksud akad tija>rah adalah akad

mudha>rabah, sedangkan akad tabarru’ adalah hibah.5

Asuransi atau pertanggungan merupakan lembaga keuangan bukan bank

yang hingga saat ini masih menimbulkan pro dan kontra (debatable) di kalangan

para ahli hukum Islam. Hal ini lebih disebabkan karena di dalam al-Qur’an dan

4Muhammad Sakir Sula, Asuransi Syariah (Life And General) (Jakarta : Gema Insani,

2004), 28. 5Hijrah Saputra, dkk, Himpunan Fatwa Keuangan Syariah Dewan Syariah Nasional MUI

(Jakarta: Erlangga, 2014), 503-504.

Page 18: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

4

al-Hadits tidak ada satu pun ketentuan yang secara eksplisit mengatur tentang

asuransi.6

Dengan demikian asuransi dalam pandangan ajaran Islam termasuk dalam

masalah ijtihadiyah, artinya hukumnya perlu dikaji sedalam mungkin karena

tidak dijelaskan oleh al-Qur’an dan Sunah secara eksplisit. Para Imam mujtahid,

seperti Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad bin Hambal dan

para mujtahid yang semasa dengannya tidak memberikan fatwa mengenai

asuransi, karena pada masanya asuransi belum dikenal.7 Ulama cendekiwan

berbeda pendapat mengenai hukum asuransi. Pertama: pendapat yang

mengharamkan asuransi dalam segala macam dan bentuknya, termasuk asuransi

jiwa. Kelompok ini antara lain Sayyid Sabiq yang diungkap dalam kitab fiqh al-

sunnah, Abdullah al Qalqili, Muhammad Yusuf al-Qardawi, dan Muhammad

Bakhit al-Muth’i Kedua: membolehkan asuransi dalam praktiknya sekarang ini.

Pendapat ini dikemukakan oleh Abdul Wahab Khalaf, Mustafa Ahmad Zarqa,

Muhammad Yusuf Musa. Ketiga: membolehkan asuransi yang bersifat sosial

dan mengharamkan yang bersifat komersial. Pendapat ini dianut oleh

Muhammad Abu Zahra (Guru Besar Hukum Islam pada Universitas Cairo,

Mesir). Keempat: menganggap syubhat.

Dengan memperhatikan perbedaan tersebut, Wahbah az-Zuhaili termasuk

pihak yang tidak memperbolehkan asuransi. Menurutnya akad asuransi termasuk

6 Abdul Ghofur Anshori, Asuransi Syariah Di Indonesian (Yogyakarta: UII Press, 2007),

9. 7 Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer (Bogor: Penerbit Ghalia

Indonesia, 2012), 303.

Page 19: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

5

akad yang gharar yaitu akad yang tidak jelas tentang ada tidaknya sesuatu yang

diakadkan. Padahal Nabi Muhammad SAW melarang jual beli gharar. Jika

diqiyaskan kepadanya akad pertukaran harta, maka akad asuransi memberi kesan

gharar sebagaimana gharar yang terdapat dalam akad jual beli.8

Berpijak pada masalah di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih

lanjut terkait pendapat Wahbah az-Zuhaili tentang asuransi dengan judul

ANALISIS TERHADAP PEMIKIRAN WAHBAH AZ-ZUHAILI TENTANG

ASURANSI.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang melandasi pemikiran Wahbah az-Zuhaili tentang

ketidaksetujuannya terhadap asuransi bisnis?

2. Bagaimana implikasi pemikiran Wahbah az-Zuhaili tentang penolakan

asuransi bisnis terhadap perkembangan asuransi syariah di Indonesia?

C. Tujuan Penelitian

Dengan melihat latar belakang dan pokok masalah di atas, maka penyusunan

skripsi ini bertujuan untuk:

1. Menjelaskan tentang apa yang melandasi pemikiran Wahbah az-Zuhaili

tentang ketidaksetujuannya terhadap asuransi bisnis.

2. Menjelaskan tentang bagaimana implikasi pemikiran Wahbah az-Zuhaili

tentang penolakan asuransi bisnis terhadap perkembangan asuransi syariah

di Indonesia.

8 Sula, Asuransi Sariah, 63.

Page 20: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

6

D. Manfaat Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitan diatas, penelitian ini

diharapkan memberikan manfaat dan kegunaan sebagai berikut:

1. Kajian ini diharapkan mampu memberikan sumbagan bagi pengembagan

kajian dan menambah khazanah pengetahuan pemikiran hukum Islam,

khususnya bagi jurusan muamalah serta menjadi referensi dan refleksi kajian

berikutnya yang berkaitan dengan muamalah, khususnya tentang asuransi.

2. Dari hasil penelitian, diharapkan adanya perhatian yang lebih mendalam

terhadap asuransi.

E. Kajian Pustaka

Untuk menghindari anggapan plagiasi karya tertentu, maka perlu

pengkajian terhadap karya-karya yang telah ada. Penelitian yang berkaitan

dengan pemikiran Wahbah az-Zuhaili memang bukan untuk pertama kalinya,

sebelumnya sudah ada penelitian dengan hal tersebut, dintaranya penelitian yang

sudah pernah dilakukan adalah sebagai berikut:

Pertama, skripsi yang ditulis oleh Laelatul Azizah “Pandangan Wahbah

az-Zuhaili terhadap Pematokan Harga Komoditi Perdagangan.” Hasil dari

penelitian tersebu bahwasanya Wahbah az-Zuhaili membolehkan adanya campur

tangan pemerintah dalam bentuk pematokan harga komoditi perdagangan

apabila tindakan itu memang sangat dibutuhkan. Yakni dalam kondisi adanya

kenaikan harga yang di sebabkan karena ulah pedagang. Kemudian berkaitan

dengan metode ijtihad yang digunakan Wahbah az-Zuhaili menggunakan kajian

maslahah yakni dengan mengutamakan kepentingan pembeli yang mana

Page 21: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

7

pembeli ini menggambarkan masyarakat luas dan kaidah-kaidah fiqhiyyah yang

menyatakan bahwa tidak boleh ada suatu bahaya dan tidak boleh menyebabkan

bahaya pada pihak lain. 9

Skripsi yang di tulis oleh Khilyatun Nikmah “Wahbah az-Zuhaili dan

Istidlalnya tentang Zakat Properti.” Hasil dari penelitian tersebut, bahwa

Wahbah az-Zuhaili memandang zakat properti termasuk harta atau kekayaan

yang wajib di keluarkan zakanya, meskipun tidak disebutkan dalam al-Qur’an

dan Hadis secara tekstual. Ketetapan ini didasarkan pada keumumam nash al-

Qur’an, yaitu QS. at-Taubah ayat 103 dan QS. al-Ma’arij ayat 24, dalam kedua

ayat tersebut disebukan kata amwal yang mengandung arti umum. Wahbah az-

Zuhaili mendefinisikan amwal dengan harta atau kekayaan yang dimiliki

seseorang tanpa membedakan satu kekayaan dengan kekayaan lainnya, termasuk

properti. Di samping itu properti juga harus memenuhi beberapa syarat wajib

zakat, yaitu milik penuh, harta yang produkif, cukup nisab, berlaku satu tahun

serta melebihi kebutuhan pokok.

Kaidah yang digunakan oleh Wahbah az-Zuhaili dalam memperluas

kategori harta wajib zakat, bersandar pada dalil-dalil umum, di samping

berpegang pada syarat harta wajib zakat. Adapun ijtihad yang digunakan oleh

Wahbah az-Zuhaili adalah ijithad al-qiyasi, yakni meletakkan hukum-hukum

syar’iyyah untuk kejadian atau perisiwa yang tidak terdapat di dalam al-Qur’an

9 Laelatul Azizah , Pandangan Wahbah Az-Zuhaili Terhadap Pemaokan Harga Komoditi

Perdagangan (Skripsi IAIN Purwokerto, 2017).

Page 22: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

8

dan as-Sunah dengan jalan menggunakan qiyas atas apa yang terdapat di dalam

nash hukum syar’i.10

Skripsi yang di tulis oleh Suryadi “Studi Pemikiran Wahbah al-Zuhaili

Tenang Pendistribusian Zakat Pada Asnaf Gharimin Sebagai Ibra’.” Hasil dari

penelitian tersebut adalah Wahbah al-Zuhaili berpendapat bahwa al-gharimin

yang berhak menerima zakat adalah mereka yang berutang untuk kemaslahatan

mereka sendiri dan bukan digunakan untuk maksiat, kemudian mereka tidak

sanggup untuk melunasinya dan mereka yang berutang untuk mendamaikan

orang yang berselisih walaupun orang kaya. Sedangkan al-ibra’ adalah

pengguguran oleh seseorang terhadap haknya yang berada pada tanggungan

orang lain, atau menerimanya. Wahbah al-Zuhaili berpendapat tidak boleh

menunaikan zakat dengan al-ibra’ karena tidak terpenuhinya sebagian syarat

penunaiaan zakat dan juga meskipun terdapa unsur kemudahan. Pendapanya

lebih mengikuti pendapa jumhur ulama karena menurutnya dalam salah satu

metode tarjihnya adalah pendapat yang didukung oleh banyak ulama lebih kuat

daripada yang sedikit, perbuatan tersebut tidak terdapat dalam sunah Nabawi dan

Khulafaurrasyidin.11

Selanjutnya, skripsi yang di tulis oleh Fajar Indriansyah “Pandangan

Wahbah az-Zuhaili Dan Muhammad Syahrur Tentang Kepemimpinan Politik

Perempuan.” Hasil penelitian tersebut adalah perempuan menurut Wahbah

10 Khilyatun Nikmah, Wahbah Az-Zuhaili dan Istidlalnya Tentang Zakat Properti (Skripsi

UIN Sunan Kalijaga, 2008). 11 Suryadi, Studi Pemikiran Wahbah Al-Zuhaili Pendistribusian Zakat Pada Asnaf

Gharimin Sebagai Ibra’ (Skripsi UIN Sultan Syarif Kasim Riau, 2012).

Page 23: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

9

az-Zuhaili tidak boleh menjalani perpolitikan menurut al-Qur’an, Hadis, dan

ijma’ ulama. Sementara Muhammad Syahrur membolehkan perempuan

menjalani perpolitikan al-qiwamah, baik eksekutif maupun legislatif

berdasarkan QS. an-Nisa’ ayat 34 dan QS. al-Isra’ ayat 21 yang memberikan

peluang kepada laki-laki dan perempuan untuk menjadi pemimpin asalkan

memiliki kecakapan dalam hal itu.

Dari peneliian ini diketahui bahwa pook-pokok pemikiran Wahbah az-

Zuhaili dan Muhammad Syahrur antara lain bahwa perempuan dan laki-laki

makhluk setara oleh karena iu kaum perempuan mempunyai hak yang sama

dengan laki-laki dalam hal kepemimpinan politik. Persamaan kedua pemikiran

tersebut adalah kaum perempuan dan laki-laki memiliki hak yang sama untuk

terjun ke wilayah politik. Sedangkan perbedaannya adalah pendekatan yang

digunakan, Wahbah az-Zuhaili menggunakan pendekatan historis berdasarkan

al-Qur’an, Hadis, dan Ijma’ , sedangkan Muhammad Syahrur menggunakan

pendekatan historis yang melihat langsung dari al-Qur’an.12

Dari penelitian dan tulisan yang ada, belum terdapat karya ilmiah yang

membahas secara khusus tentang asuransi menurut Wahbah az-Zuhaili. Maka di

sini, penulis akan membahas tentang ANALISIS TERHADAP PEMIKIRAN

WAHBAH AZ-ZUHAILI TENTANG ASURANSI.

12 Fajar Indriansyah, Pandangan Wahbah Az-Zuhaili Dan Muhammad Syahrur Tentang

Kepemimpinan Politik Perempuan (Skripsi UN Sunan Kalijaga: Yogyakarta, 2016).

Page 24: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

10

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah

penelitian pustaka (library researchi), artinya sebuah studi dengan mengkaji

buku-buku yang ada kaitannya dengan skripsi ini yang diambil dari

kepustakaan.13

Materi pembahasan didasarkan pada kajian atas karya-karya kepustakaan

yang membahas tentang permasalahan di sekitar pemikiran Wahbah az-

Zuhaili tepatnya pada permasalahan asuransi.

2. Data Penelitian

Mengingat objek penelitian ini adalah pemikiran Wahbah az-Zuhaili

tentang asuransi, data yang diteliti meliputi deskripsi pemikiran Wahbah az-

Zuhaili tentang asuransi.

3. Sumber Data

Sumber data yang dijadikan rujukan penulis dalam menyusun skripsi ini

merupakan data yang di peroleh dari bahan-bahan pustaka, terdiri dari:

a. Sumber data primer

Sumber data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari subjek

penelitian sebagai sumber informasi yang dicari. Data ini disebut juga

dengan data tangan pertama.14 Sumber primer dalam penelitian ini adalah

kitab Al Fiqh Al Isla>mi wa Adillatuhu jilid 4 karya Wahbah az-Zuhaili.

13 Sutrisno Hadi, Metodologi Research (Yogyakarta: Gajah Mada, 1980), 3. 14Saifuddin Azwar, Metode Penelitian (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), 91.

Page 25: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

11

b. Sumber data sekunder

Yang dijadikan sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah

buku- buku yang ditulis oleh pengarang lain yang relevan dengan pokok

permasalahan yang menjadi kaitan dalam skripsi ini. Menurut Sugiyono,

data sekunder adalah data yang tidak langsung memberikan data kepada

peneliti, misalnya peneliti harus mencari melalui orang lain atau mencari

melalui dokumen.15 Dalam skripsi ini yang dijadikan sumber data

sekunder adalah;

1. Buku Asuransi Syariah (Life and General) Konsep dan Sistem

Operasional yang ditulis oleh Muhammad Syakir Sula.

2. Buku Profil Para Mufasir al-Qur’an yang ditulis oleh Saiful Amin

Ghafur.

3. Buku Kumpulan Biografi Ulama Kontemporer yang ditulis oleh

Muhammad Khoirudin.

4. Ensiklopedi Hukum Islam yang ditulis oleh Abdul Aziz Dahlan, dkk.

5. Skripsi yang ditulis oleh Lisa Rahayu “Makna Qaulana dalam al-

Qur’an; Tinjauan Tematik Menurut Wahbah az-Zuhaili.”

6. Skripsi yang ditulis oleh Nila Sari Nasution “Hak Atas Air Irigasi

Menurut Wahbah az-Zuhili (Studi Kasus di Desa Panyabungan Tonga

Kec. Panyabungan).”

15 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2005), 62.

Page 26: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

12

c. Teknik Pengumpulan Data

Jenis penelitan ini adalah penelitian pustaka, maka metode

pengumpulan data menggunakan metode dokumentasi yaitu dengan cara

pegumpulan data terkait pemikiran Wahbah az-Zuhaili tentang asuransi

yang menghasilkan catatan-catatan penting yang berhubungan dengan

masalah asuransi sehingga akan diperoleh data yang lengkap, sah, dan

bukan dari perkiraan. Data mengenai asuransi tersebu berupa catatan atau

tulisan, surat kabar, majalah atau jurnal dan sebagainya yang diperoleh

dari sumber data primer dan sekunder.

4. Analisis Data

Untuk menganalisis data yang terkumpul dalam rangka mempermudah

pembahasan skripsi ini penulis menggunakan metode:

a. Deskriptif, yaitu dengan memaparkan sedetail mungkin pendapat

Wahbah az-Zuhaili tentang kerangka pemikirannya mengenai asuransi,

sehingga dapat diperoleh kesimpulan yang real, faktual, dan akurat

mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang

di selidiki. Sehingga dapat digunakan untuk membuat kesimpulan dengan

interpretasi yang tepat.

b. Induktif, yaitu suatu cara atau jalan yang di pakai untuk mendapakan

ilmu pengetahuan ilmiah dengan bertitik tolak dari pengamatan atas

pemikiran-pemikiran Wahbah az-Zuhaili secara terperinci, kemudian

menarik kesimpulan yang bersifa umum.16

16 Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), 57.

Page 27: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

13

G. Sistematika Pembahasan

Suatu upaya untuk mempermudah pembahasan masalah dalam skripsi ini,

dan mudah dipahami permasalahannya dengan teratur dan sistematis, maka

penulis kemukakan sistematika pembahasan. Perlu diketahui bahwa

pembahasan skripsi ini terdiri dari beberapa bab. Tiap-tiap bab dibagi dalam

beberapa sub bab, maka untuk lebih jelasnya penulis kemukakan sistematika

pembahasan sebagai berikut:

BAB I: PENDAHULUAN

Bab ini berfungsi sebagai pola dasar dari seluruh isi skripsi yang

meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan

manfaat penelitian, kajian pustaka, metode penelitian dan

sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI

Bab ini berisi tentang tinjauan umum tentang asuransi yang

meliputi asuransi konvensional dan Konsep Asuransi dalam Fikih

Klasik, Pendapat Ulama Tentang Asuransi dan Asuransi Syariah di

Indonesia.

BAB III: ASURANSI MENURUT WAHBAH AZ-ZUHAILI DAN

LANDASAN ASURANSI SYARIAH DI INDONESIA

Bab ini terdiri dari tiga sub bab. Pertama, pra data berisi tentang

biografi Wahbah az-Zuhaili, wawasan keilmuan, Pendidikan dan

karya-karyanya. Kedua, berisi tentang pemikiran Wahbah az-

Page 28: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

14

Zuhaili tentang asuransi. Ketiga, landasan asuransi syariah di

Indonesia.

BAB IV: ANALISIS TERHADAP PEMIKIRAN WAHBAH AZ-ZUHAILI

TENTANG ASURANSI

Bab ini berisi tentang analisis terhadap landasan pemikiran Wahbah

az-Zuhaili tentang ketidaksetujuannya terhadap asuransi bisnis dan

analisi terhadap implikasi pemikiran Wahbah az-Zuhaili tentang

penolakan asuransi bisnis terhadap perkembangan asuransi syariah

di Indonesia.

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan suatu kesimpulan dari seluruh uraian di atas,

yang merupakan inti dari maksud permasalahan, disertai dengan

saran-saran.

Page 29: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

15

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI

A. Asuransi Konvensional

1. Pengertian Asuransi Konvensional

Asuransi yang dalam bahasa Belanda disebut “assurantie” yang

terdiri dari asal kata “assaradeur” yang berarti penanggung dan

“geassureede” yang berarti tertanggung.1 Sedangkan dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia, asuransi adalah pertanggungan (perjanjian antara dua

pihak, pihak yang satu berkewajiban membayar iuran dan pihak yang lain

berkewajiban memberikan jaminan sepenuhnya kepada pembayar iuran

apabila terjadi sesuatu yang menimpa pihak pertama atau barang miliknya

sesuai dengan perjanjian yang dibuat).2

Pengertian asuransi menurut Undang-Undang No. 40 Tahun 2014

tentang Perasuransian, asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu

pihak perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi

penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk:

a. Memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis

karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan

keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang

mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya

suatu peristiwa yang tidak pasti; atau

1 Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam Tinjauan Teoritis Dan

Praktis (Jakarta: Kencana, 2010), 151. 2 Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), 73.

Page 30: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

16

b. Memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya

tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya

tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah dan/atau didasarkan

pada hasil pengelolaan dana.3

Asuransi adalah suatu kemauan untuk menetapkan kerugian-kerugian

kecil (sedikit) yang sudah pasti sebagai pengganti (substitusi) kerugian-

kerugian besar yang belum pasti.4

Dari rumusan tersebut dapat dikemukakan bahwa pada dasarnya

asuransi merupakan suatu ikhtiar dalam rangka menanggulangi adanya

risiko. Risiko adalah setiap kali orang tidak dapat menguasai dengan

sempurna, atau mengetahui lebih dahulu mengenai masa yang akan datang.5

Secara umum pengertian asuransi adalah perjanjian antara

penanggung dan tertanggung dimana penanggung menerima pembayaran

premi dari tertanggung dan penanggung berjanji mambayarkan sejumlah

uang atau dana pertanggungan manakala tertanggung:

1. Mengalami kerugian, kerusakan, atau hilangnya suatu barang atau

kepentingan yang dipertanggungkan karena suatu peristiwa yang tidak

pasti.

2. Berdasarkan hidup atau hilangnya nyawa seseorang.6

3 Lihat Pasal 1 ayar (1) Undang-Undang Republik Indonesia No.40 Tahun 2014 Tentang

Perasuransian. 4 Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah (Jakarta: Kencana, 2009), 244. 5Suhrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam (Jakarta: Sinar Grafika, 2000), 72.

6 Heykal, Lembaga Keuangan Islam, 152.

Page 31: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

17

2. Dasar Hukum Asuransi Konvensional

Dasar hukum berlakunya Asuransi di Indonesia adalah:

a. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian

b. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

c. Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) Buku 1 Bab 9 dan 10,

dan Buku II Bab 9 dan 10

d. Peraturan Pemerintah No. 81 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga

Peraturan Pemerintah No.73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan

Usaha Perasuransian.

3. Jenis-Jenis Asuransi Konvensional

Usaha perasuransian menurut pasal 2 Undang-Undang No. 40 Tahun

2014 dibagi menjadi 3 yaitu:

a. Perusahaan asuransi umum hanya dapat menyelenggarakan:

1. Usaha asuransi umum, termasuk ini usaha asuransi kesehatan dan

lini usaha asuransi kecelakaan diri; dan

2. Usaha reasuransi untuk risiko perusahaan asuransi umum lain.

b. Perusahaan asuransi jiwa hanya dapat menyelenggarakan usaha asuransi

jiwa termasuk lini usaha anuitas, lini usaha asuransi kesehatan, dan lini

usaha asuransi kecelakaan diri.

c. Perusahaan reasuransi hanya dapat menyelenggarakan usaha

reasuransi.7

7 Lihat Pasal 2 Undang-Undang No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian.

Page 32: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

18

Asuransi ditinjau dari segi kepemilikannya dibagi menjadi:

a. Asuransi milik swasta nasional, perusahaan asuransi yang dimiliki dan

dikelola oleh pihak swasta dan tetap dalam naungan pemerintah.

b. Asuransi milik pemerintah, perusahaan asuransi yang sepenuhnya

dimiliki oleh pemerintah dan dikelola oleh badan yang berwenang dalam

kepemerintahan.

c. Asuransi milik perusahaan asing, perusahaan asuransi yang

kepemilikannya adalah dari negara lain yang beroperasi dalam negeri

Indonesia.

d. Asuransi milik campuran, perusahaan asuransi yang saham dan

kepemilikannya milik beberapa pihak, baik pihak swasta maupun

pemerintah.8

Dari segi sifatnya asuransi dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Asuransi wajib, adalah asuransi yang mempunyai sifat wajib atau harus

diikuti oleh semua pihak yang berkaitan dengan peraturan perundang-

undangan atau ketentuan pemerintah. Contoh jenis asuransi ini adalah

asuransi jaminan sosial tenaga kerja dan asuransi kesehatan.

b. Asuransi sukarela, adalah asuransi sukarela adalah pertanggungan yang

dilakukan dengan cara sukarela. Contoh jenis asuransi ini adalah

asuransi kebakaran, asuransi risiko pada kendaraan, asuransi jiwa, dan

asuransi pendidikan.9

8 Seomitra, Bank dan Lembaga Keuangan, 270-271. 9 Ade Artesa dan Edia Handiman, Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank (Jakarta:

Permata Putri Media, 2006), 240-241.

Page 33: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

19

Dari segi objek dan bidang usahanya, asuransi dibagi menjadi empat,

yaitu:

a. Asuransi orang, meliputi

1. Asuransi jiwa meliputi asuransi jiwa seumur hidup, asuransi jiwa

anuitas, asuransi jiwa jangka warsa, dan asuransi jiwa dwiguna.

2. Asuransi kecelakaan

3. Asuransi kesehatan

4. Asuransi pendidikan

5. Asuransi dana pensiun

b. Asuransi umum atau kerugian, terdiri atas:

1. Asuransi untuk harta benda, meliputi asuransi kebakaran, asuransi

pengangkutan, asuransi kendaraan bermotor, asuransi kapal laut,

asuransi pesawat terbang, asuransi minyak dan gas, asuransi rekayasa,

dan asuransi tanggung gugat.

2. Perusahaan reasuransi umum, yaitu perusahaan asuransi yang bidang

usahanya menanggung risiko yang benar-benar terjadi dari

pertanggungan yang telah ditutup oleh perusahaan asuransi jiwa dan

asuransi kerugian.

3. Perusahaan reasuransi sosial, yaitu perusahaan yang bidang usahanya

menanggung risiko finansial masyarakat kecil kurang mampu.

Biasanya perusahaan ini diselenggarakan oleh pemerintah.

Page 34: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

20

4. Prinsip-Prinsip Dasar Asuransi Konvensional

Industri asuransi, baik asuransi kerugian maupun asuransi jiwa,

memiliki prinsip-prinsip yang menjadi pedoman bagi seluruh

penyelenggaraan kegiatan perasuransian di manapun berada, maka usaha

asuransi ditegakkan di atas prinsip-prinsip sebagai berikut:

a. Insurable Interest

Insurable Interest adalah prinsip asuransi yang berarti bahwa

kepentingan tertentu dapat diasuransikan. Setiap pihak yang bermaksud

mengadakan kesepakatan dalam perjanjian asuransi harus mempunyai

kepentingan yang dapat diasuransikan.

b. Utmost Good Faith

Utmost Good Faith adalah prinsip asuransi berdasarkan atas

kejujuran atau itikad baik. Prinsip ini menentukan adanya itikad baik

atas dasar kepercayaan antara pihak penanggung dengan pihak

tertanggung dalam perjanjian asuransi.

c. Indemnity

Indemnity adalah prinsip asuransi yang berdasarkan perjanjian

asuransi, pihak penanggung memberikan proteksi tertentu atas

kemungkinan kerugian ekonomi yang dapat terjadi pada pihak

tertanggung. Dengan demikian pada dasarnya perjanjian asuransi

mempunyai tujuan utama penggantian kerugian kepada pihak

tertanggung oleh pihak penanggung.

Page 35: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

21

d. Subrogation

Subrogation adalah prinsip asuransi yang menentukan bahwa

pihak penanggung yang telah membayar kerugian akan mendapatkan

semua hak yang ada pada pihak tertanggung terhadap pihak ketiga

mengenai kerugian tersebut. Subrogasi hanya dapat dilakukan apabila

pihak tertanggung mempunyai dua hak, yaitu hak terhadap pihak

penanggung dan hak terhadap pihak ketiga. Subrogasi ini juga dapat

timbul karena adanya kerugian atau berlaku pada asuransi kerugian.

e. Proximate Cause

Proximate cause adalah prinsip asuransi yang membebaskan pihak

penaggung dari tanggung jawab membayar ganti rugi. Hal ini dapat

terjadi bila pihak tertanggung menderita kerugian akibat kesalahan,

kesengajaan, dan kelalaian yang dilakukan oleh diri sendiri.10

f. Contribution

Penanggung berhak mengajak penanggung-penanggung lain yang

memiliki kepentingan yang sama untuk ikut bersama membayar ganti

rugi kepada seseorang tertanggung, meskipun jumlah tanggungan

masing-masing penanggung belum tentu sama besarnya.

10 Handiman, Bank dan Lembaga Keuangan, 241-243.

Page 36: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

22

B. Konsep Asuransi dalam Fikih Klasik

1. Taka>ful

a. Pengertian Takaful

Taka>ful secara bahasa bermakna كفل بعضهم بعضا berarti

“pertanggungan yang berbalasan” atau “hal saling menanggung”.

Adapun kata taka>ful ini sebenarnya tidak dijumpai dalam al-Qur’an.

Namun, ada sejumlah kata yang seakar dengan taka>ful, seperti dalam

surat Thaha ayat 40 Allah berfirman:

ۥ فله من يك على أدلكم تك فتقول هل أخ شي تم إذ

“(yaitu) ketika saudaramu yang perempuan berjalan, lalu ia

berkata kepada (keluarga Fir'aun): "Bolehkah saya menunjukkan

kepadamu orang yang akan memeliharanya?"11

Yakfulu dapat juga diartikan “memikul atau menjamin”.12 Seperti

dalam surat al-Nisa>’ ayat 85 Allah berfirman:

ن نصيب ۥيكن له عة حسنةشف فع من يش عةف ش فع ومن يش ها م

ن لف ك ۥيكن له سيئة على ٱوكان ها م قيت ءكل شي لل ا م

”Barangsiapa yang memberikan syafa'at yang baik, niscaya ia akan

memperoleh bahagian (pahala) dari padanya. dan Barangsiapa

memberi syafa'at yang buruk, niscaya ia akan memikul bahagian

(dosa) dari padanya. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”.13

11 Depag, al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: Indah Press, 1994), 479. 12 Haykal, Lembaga Keuangan Islam, 153. 13 Ibid.,

Page 37: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

23

Taka>ful dalam pengertian fiqh muamalah adalah jaminan sosial di

antara sesama muslim, sehingga antara satu dengan yang lainnya

bersedia saling menanggung risiko. Kesediaan menanggung risiko pada

hakikatnya merupakan wujud tolong-menolong atas dasar kebaikan

(tabarru’) untuk meringankan beban penderitaan saudaranya yang

tertimpa musibah. Dalam konteks kehidupan warga masyarakat yang

saling memberikan pertolongan dan perlindungan maka akan terwujud

kehidupan sosial yang stabil dan damai sebagai realisasi dari kesadaran

masyarakat untuk berbuat kebajikan yang didasari nilai keimanan kepada

Tuhannya.14

Apabila kita memasukkan asuransi taka>ful dalam lapangan

kehidupan muamalah, maka asuransi taka>ful mengandung pengertian

“saling menanggung risiko di antara sesama manusia sehingga di antara

satu sama lainnya menjadi penanggung atas risiko masing-masing.

Dengan demikian, gagasan mengenai asuransi taka>ful berkaitan dengan

unsur saling menanggung risiko di antara para peserta asuransi, dimana

peserta yang satu menjadi penanggung peserta yang lainnya.15 Tanggung

menanggung tersebut dilakukan atas dasar saling tolong-menolong

dalam kebaikan dengan cara masing-masing mengeluarkan dana yang

ditujukan untuk menanggung risiko tersebut. Dalam hal ini, perusahaan

14 Burhanuddin S, Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah (Yogyakarta: Graha Ilmu,

2010), 98. 15 Rahmat Husein, Asuransi Takaful Selayang Pandang Dalam Wawasan Islam Dan

Ekonomi (Jakarta: Lembaga Penerbit FE- UI,1997), 234.

Page 38: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

24

asuransi bertindak sebagai fasilitator yang saling menanggung di antara

para peserta asuransi.16

DSN-MUI dalam fatwanya tentang Pedoman Umum Asuransi Islam

mengartikan tentang asuransi menurutnya, asuransi Islam (ta’mi >n,

taka>ful, tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan saling menolong

di antara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk aset

dan atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk

menghadapi risiko tertentu melalui akad pertukaran yang sesuai dengan

syariah.17

b. Dalil Syar’i yang Melandasi Praktik Taka>ful

Di dalam Islam, ketetapan atas taka>ful merupakan aturan yang

bersifat komprehensip, aturan ini meliputi semua hal yang tercakup

dalam kata taka>ful itu sendirri, bahwa Islam telah mengukir dan

memberikan bermacam gambaran atas konsep taka>ful dalam nas al-

Qur’an dan al-Sunah sebagaimana berikut:

1. Dalam surat al-Hujurat ayat 10

لعلكم ٱتقوا ٱو كم ن أخوي لحوا بي فأص وةمنون إخ مؤ ل ٱإنما لل

حمون تر

“Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu

damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu

dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat”.18

16 Burhanuddin S, Aspek Hukum, 99. 17 Lihat Fatwa No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah. 18 Depag, Al-Qur’an dan Terjemahnya, 846.

Page 39: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

25

2. Dalam surat al-Maidah ayat 2

ٱول تعاونوا على وى لتق ٱبر و ل ٱتعاونوا على و ن و عد ل ٱم و ث ل

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan

takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan

pelanggaran”.19

3. Hadits Nabi s.a.w

صلىعن ابي عليه و مو سى قا ل قا ل رسول الله سلم الله

ق عليهد بعضه بعضا )متفالمؤ من للمؤمن كا لبنيا ن يش

“Diriwayatkan dari Abu Musa r.a. Ia berkata bahwa Rasulullah

s.a.w., bersabda: “seorang mukmin terhadap mukmin yang lain

adalah seperti bangunan di mana sebagiannya menguatkan sebagian

yang lain.”20

4. Hadits Nabi s.a.w, yang lainnya

عليه وسلم قال ل يؤمن عن ا نس عن النبي حدكم ا صلى الله

ه حتى يحب لخيه ما يحب لنفس

“Diriwayatkan dari Anas r.a.,Nabi s.a.w. bersabda, “tidak sempurna

keimanan seseorang mukmin sehingga ia menyukai sesuatu untuk

saudaranya sebagaimana ia menyukai sesuatu itu untuk dirinya

sendiri.”21

2. Ta’mi>n

Dalam bahasa Arab asuransi disebut at-ta’mi >n, penanggung disebut

mu’ammin, sedangkan tertanggung disebut mu’amman lahu atau

19 Al-Qu’an, 5:2. 20 Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari juz 3 (Lebanon: Dar al-Fikr, 1981), 98. 21 Al-Bukhari, Shahih 1, 9.

Page 40: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

26

must’amin. At-ta’mi >n diambil dari kata a>mana memiliki arti member

perlindungan, ketenangan, rasa aman, dan bebas dari rasa takut,

sebagaimana firman Allah dalam surat al-Quraisy ayat 4

“Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan

lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan.”

Dari kata tersebut muncul kata-kata yang berdekatan seperti:

.aman dari rasa takut : ال منة من الخوف

.amanah lawan dari khianat : ما نة دد الخيا نةال

.iman lawan dari kufur : ل يما ن دد الكفرا

.memberi rasa aman : اعطا ء ال منة / ال من

Dari arti terakhir di atas, dianggap paling tepat untuk mendefinisikan

istilah at-ta’mi>n.

Men-ta’mi >n-kan sesuatu, artinya adalah seseorang membayar/

menyerahkan uang cicilan untuk agar ia atau ahli warisnya mendapat

sejumlah uang sebagaimana yang telah disepakati, atau untuk mendapatkan

ganti terhadap hartanya yang hilang, dikatakan “seseorang

mempertanggungkan atau mengasuransikan hidupnya, rumahnya atau

mobilnya.”

Page 41: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

27

Ada tujuan dalam Islam yang menjadi kebutuhan mendasar, yaitu al-

kifayah “kecukupan dan al-amnu “keamanan” . sebagaimana firman Allah

”Dialah Allah yang mengamankan mereka dari ketakutan”, sehingga

sebagai masyarakat menilai bahwa bebas dari lapar merupakan bentuk

keamanan. Mereka menyebut dengan al-amnu al- qidza`i “aman konsumsi”.

Dari prinsip tersebut, Islam mengarahkan kepada umatnya untuk mencari

rasa aman baik untuk dirinya sendiri di masa mendatang maupun untuk

keluarganya, sebagaimana nasihat Rasulullah kepada Sa’ad bin Abi

Waqqash agar mensedekahkan sepertiga hartanya saja. Selebihnya

ditinggalkan untuk keluarganya agar mereka tidak menjadi beban

masyarakat.

3. At-tadhamun

Secara bahasa at-tadhamun berarti menanggung. Secara istilah berarti

seseorang yang menanggung untuk memberikan sesuatu kepada orang yang

ditanggung berupa penggantian (sejumlah uang atau barang) karena adanya

musibah yang menimpa tertanggung, dengan tujuan untuk menutupi

kerugian atas suatu peristiwa dan musibah.22

Seseorang yang menanggung memberikan pengganti kepada yang

ditanggung karena adanya musibah yang menimpa tertanggung. Tolong-

menolong merupakan makna yang ada di dalam at-tadhamun sehingga ada

rasa keharusan untuk saling tolong-menolong antar anggota masyarakat

yang terkena musibah.

22 Zainuddin Ali, Hukum Asuransi syariah (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), 4.

Page 42: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

28

4. Kafa>lah

Al-kafalah menurut bahasa berarti al-dhaman (jaminan), hamalah

(beban), dan za’amah (tanggungan).23 Al-kafa>lah merupakan jaminan yang

diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi

kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Dalam pengertian lain al-

kafalah juga berarti mengalihkan tanggung jawab seseorang yang dijamin

dengan berpegang pada tanggung jawaab orang lain sebagai penjamin.

Kafa>lah merupakan bentuk kegiatan sosial yang disyariatkan oleh al-Qur’an,

sebagaimana dalam surat Yusuf ayat 72.

“Penyeru-penyeru itu berkata: "Kami kehilangan piala Raja, dan siapa

yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan

(seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya".24

a. Rukun dan syarat yang harus dipenuhi dalam transaksi kafalah.

1. Kafil, yaitu orang yang berkewajiban melakukan tanggungan (makful

bih). Disyaratkan dewasa, berakal, berhak penuh untuk bertindak

dalam urusan hartanya, dan rela dengan kafalah.

2. Makful anhu, yaitu orang yang berutang, orang yang ditanggung.

23 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2010), 187. 24 Al-Qur’an, 12:72.

Page 43: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

29

3. Makful lahu, yaitu orang yang member utang. Disyaratkan diketahui

dan dikenal oleh orang yang menjamin.

4. Makful bih,yaitu sesuatu yang dijamin berupa orang atau barang atau

pekerjaan yang wajib dipenuhi oleh yang keadaannya ditanggung.

5. Lafadz, yaitu lafal yang menunjukkan arti menjamin.25

b. Macam-Macam Kafa>lah

Secara garis besar kafalah dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Kafa>lah dengan jiwa, yaitu keharusan bagi kafil untuk

menghadirkan orang yang ia tanggung kepada orang yang ia

janjikan tanggungan (orang yang berpiutang).

2. Kafa>lah harta, yaitu kewajiban yang harus dipenuhi oleh kafil

dengan pemenuhan berupa harta. kafalah dengan harta dibagi

menjadi tiga, yaitu:

1). Kafala>h bi al-dain, yaitu kewajiban membayar hutang yang

menjadi tanggungan orang lain.

2). Kafa>lah dengan menyerahkan materai, yaitu kewajiban

menyerahkan benda tertentu yang ada di tangan orang lain

seperti menyerahkan barang jualan kepada si pembeli.

3). Kafa>lah dengan aib, yaitu menjamin barang, dikhawatirkan

benda yang akan dijual tersebut terdapat masalah atau aib dan

cacat (bahaya).26

25Abdul Rahman Ghazaly, dkk, Fiqh Muamalah (Jakarta: Kencana, 2015), 206-207. 26Ibid, 207-209.

Page 44: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

30

Menurut Wahbah az-Zuhaili al-kafa>lah adalah kesediaan memberikan

hak sebagai jaminan pihak lain, menghadirkan seseorang yang mempunyai

kewajiaban membayar hak tersebut atau mengembalikan harta benda yang

dijadikan barang jaminan. Al-kafa>lah juga kerap digunakan sebagai istilah

sebuah perjanjian yang menyatakan kesiapan memenuhi semua hal yang

telah disebutkan sehingga al-kafa>lah itu sama dengan mengintegrasikan

suatu bentuk tanggungan ke tanggungan yang lain.

Kafa>lah adalah akad tabarru’ atau kebajikan yang akan diberi pahala

bagi kafil karena ia merupakan akad saling membantu dalam kebaikan.

Lebih baik jika tabarru’ tersebut berlangsung tanpa imbalan, namun bila

pihak yang dibantu memberi hibah atau hadiah kepada kafil maka

diperbolehkan.

Aplikasi kafa>lah pada asuransi taka>ful berbentuk kafa>lah bi al-mal,

merupakan jaminan pembayaran barang atau pelunasan hutang atau kafa>lah

yang berupa kewajiban yang harus dipenuhi oleh kafil dengan pemenuhan

berupa harta.

C. Pendapat Ulama Tentang Asuransi

1. Kelompok yang mengharamkam asuransi

Ulama pertama yang menbicarakan asuransi adalah Muhammah Amin

bin Umar yang terkenal dengan sebutan Ibn ‘Abidin, seorang ulama

Hanafia. Dalam kitab Hasyiyah Ibn ‘abidin yang mengangkat kasus asuransi

keselamatan barang dengan kapal laut, dimana para pedagang menyewa

Page 45: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

31

kapal dari seorang kafir Harbi. Selain membayar sejumlah uang untuk

seorang Harbi yang berada di negeri asal penyewa kapal yang disebut

sukarah atau premi asuransi, dengan ketentuan apabila barang-barang yang

diangkut itu musnah karena kebakaran, atau bajak laut, atau kapalnya

tenggelam maka penerima uang premi menjadi penanggung, sebagai

imbalan dari uang yang diambil dari pedagang itu. Menurut Ibn ‘Abidin

dalam kasus seperti ini para pedagang tidak diperbolehkan mengambil uang

pengganti atas barang-barangnya yang musnah.27

Sayyid Sabiq juga mengharamkan asuransi, menurutnya asuransi tidak

termasuk mudha>rabah yang shahih melainkan mudha>rabah yang fasid yang

tentu hukumnya secara syara’ bertentangan dengan hukum akad asuransi,

ditijau dari segi undang-undang. Hal ini terjadi karena tidak mungkin dapat

dikatakan bahwa perusahaan menyumbang orang yang mengasuransikan

dengan pembayarannya, akad asuransi ditinjau dari segi aturan mainnya

adalah akad perolehan berdasarkan perkiraan.28

Ulama lain yang mengharamkan asuransi adalah Abdullah al-Qalqiqi,

Yusuf Qardawi, dan Muhammad Bakhit al-Mutha’ (mufti Mesir).

2. Ulama yang menyatakan asuransi dihalal atau diperbolehkan adalah Abdul

Wahab Khalaf, Mustafa Ahmad Zarqa, Muhammad Yusuf Musa,

Muhammad Nejatullah Siddiqi, dan Abdurahman Nisa. Adapun alasan yang

mereka kemukakan adalah:

27Pendapat Ulama Tentang Asuransi dalam

http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/ab diakses pada tanggal 12 Juli 2018. 28Abdul Ghafur Anshori, Asuransi Syariah di Indonesia (Yogyakarta: UII Press, 2007),

10-11.

Page 46: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

32

a. Tidak ada nash (al-Qur’an dan Hadits) yang secara jelas dan tegas

melarang kegiatan asuransi.

b. Ada kesepakatan dan kerelaan kedua belah pihak.

c. Saling menguntungkan kedua belah pihak.asuransi dapat berguna bagi

kepentingan umum, sebab premi yang terkumpul dapat diinvestasikan

untuk proyek-proyek yang produktif dan pembangunan.

d. Asuransi dikelola berdasarkan akad mudha>rabah.

e. Asuransi termasuk kategori koperasi (syirkah taawuniyah).29

3. Membolehkan asuransi yang bersifat sosial dan mengharamkan yang

bersifat komersial semata.

Pendapat ini dikemukakan oleh Muhammad Abu Zahrah. Alasan yang

dapat digunakan untuk menbolehkan asuransi yang bersifat social sama

dengan alas an pendapat kedua, sedangkan alasan pengharaman asuransi

komersial semata-mata pada garis besarnya sama dengan alasan pendapat

pertama.

4. Menganggap asuransi bersifat syubhat karena tidak ada dalil-dalil syar’I

yang secara jelas mengharamkan ataupun secara jelas memhalalkannya.

Konsekuensinya umat Islam dituntut berhati-hati dalam menghadapi

asuransi. Umat Islam baru diperbolehkan menjadi polis atau mendirikan

perusahaan asuransi apabila dalam keadaan darurat.30

29Ibid., 30 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2005), 312.

Page 47: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

33

D. Asuransi Syariah di Indonesia

1. Sejarah Asuransi Syariah di Indonesia

Kajian asuransi dalam hukum Islam merupakan hal yang baru, dan

belum pernah ditemukan dalam literatur-literatur fiqih klasih. Pembahasan

asuransi dalam wilayah kajian ilmu keIslman baru muncul pada fase

lahirnya ulama kontemporer. Tercatat dalam literatur sederetan mana yang

menekuni kajian asuransi diantaranya adalah, Ibn Abidin, M.Nejatullah

Siddqi, M. Muslehuddin, Faslur Rahman, Mannan, Yusuf Qardawi

merupakan deretan nama ulama ternama yang hidup di era abad modern. Di

sisi lain, kajian tentang asuransi merupakan sebuah paket dari kajian

ekonomi Islam yang biasanya selalu dikaji bersama dengan pembahasan

perbankan dalam Islam.

Secara kelembagaan, perkembangan asuransi syariah global ditandai

antara lain Sudanese Islamic Insurance (1979), Islamic Arab Insurance

Company (1979), Dar al-Maal al-Islami, Geneva (1981), Islamic Taka>ful

Company, S.A. Luxembourg (1983), Islamic Taka>ful and Retaka>ful,

Company Bahamnas (1983) Sarikat al-Taka>ful al-Isla>miyah Bahrain

(1983), Taka>ful Malaysia (1985).

Adapun perkembangan asuransi syariah di Indonesia baru ada pada

akhir tahun 1994, yaitu dengan berdirinya Asuransi Taka>ful Indonesia pada

tanggal 25 Agustus 1994, dengan diresmikannya PT Asuransi Taka>ful

Keluarga melalui SK MenKeu No. Kep-385/KMK.017/1994. Pendirian

Asuransi Taka>ful Indonesia di prakarsai oleh Tim Pembentuk Asuransi

Page 48: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

34

Taka>ful Indonesia (TEPATI) yang dipelopori oleh ICMI melalui Yayasan

Abdi Bangsa, Bank Muamalat Indonesia, Asuransi Jiwa Tugu Mandiri,

Pejabat dari Departemen Keuangan, dan Pengusaha Muslim Indonesia.

Melalui berbagai seminar nasional dan setelah mengadakan studi

banding dengan suransi Taka>ful Malaysia, akhirnya berdirilah PT Syarikat

Taka>ful Indonesia (PT STI) sebagai Holding Company pada tanggal 24

Februari 1994. Kemudia PT STI mendirikan 2 anak perusahaan, yakni PT

Asuransi Taka>ful Keluarga (Life Insurance) dan PT Asuransi Taka>ful

Umum (General Insurance).

Setelah itu, beberapa perusahaan asuransi syariah yang lain lahir,

seperti PT Asuransi Syariah Mubharakah (1997), dan beberapa unit

asuransi syariah dari asuransi konvensional seperti MAA Assurance (2000),

Asuransi Great Eastern (2001), Asuransi Bumi Putra (2003), Asuransi

Beringin Jiwa Sejahtera (2003), Asuransi Tripakarta (2002), Asuransi

Jasindo Taka>ful (2003), Asuransi Binagriya (2003), Asuransi Bumida

(2003), Asuransi Staci Jasa Pratama (2004), Asuransi Central Asian (2004),

Asuransi Adira Syariah (2004), Asuransi BNI Jiwasraya Syariah (2004),

Asuransi Sinar Mas (2004), Asuransi Tokyo Marine Syariah (2004), Reindo

Divisi Syariah (2004).31 Sampai Februari 2017 terdapat 52 perusahaan

asuransi, baik asuransi jiwa syariah dan asuransi umum syariah, dan 3

perusahaan reasuransi syariah.

31Andri Seomitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah (Jakarta:Kencana, 2009), 249-

251.

Page 49: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

35

2. Kelembagaan Asuransi Syariah di Indonesia

a. Tujuan Berdirinya Asuransi Syariah

Asuransi syariah tidak hanya dituntut untuk mengejar profit dari

investasi yang dilakukan dengan sebagian dana peserta. Asuransi

syariah juga memiliki tanggung jawab social dalam memberikan

edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya tolong-menolong

sesama muslim dalam rangka menegakkan ajaran Islam ditengah-tengah

masyarakat.

Selain itu, tujuan berdirinya asuransi syariah adalah: pertama,

tolong-menolong dan bekerja sama. Kedua, saling menjaga keselamatan

dan keamanan. Beberapa kalangan berpendapat bahwa asuransi jiga

berorientasikan kepada pemberdayaan ekonomi masyarakat. Melalui

aktivitas investasi yang dilakukan pihak perusahaan akan memberikan

dampak kepada tumbuhnya perekonomian masyarakat.32

b. Misi dan Visi Asuransi Syariah33

1. Misi Aqidah

Asuransi syariah membawa misi untuk membersihkan umatnya

dari praktik-praktik muamalah yang bertentangan dengan syariat-

Nya. Oleh karena itu landasan iman dan komitmen syariah yang

mendasari pemikiran akan perlunya lembaga perasuransian yang

sesuai dengan ketentuan Allah. Asuransi syariah menjadi sarana

mensucikan diri melalui praktik muamalah yang Islami, yang

32Eja Armaz Hardi, “Studi Komparatif Takaful dan Asuransi Konvensional”, dalam

http://journal.stainkudus.ac.id/index.php/Bisnis/article...(diakses pada tanggal 25 April 2018). 33Sula, Asuransi Syariah, 321-325.

Page 50: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

36

dijalankan dengan prinsip-prinsip syariah, dan membersihkan jiwa

dari prektik gharar, maisir, dan riba.

2. Misi Ibadah (Ta’awun)

Asuransi syariah adalah asuransi yang bertumpu pada konsep

tolong-menolong dalam kebaikan dan ketakwaan, serta

perlindungan. Menjadikan semua peserta sebagai keluarga besar

yang saling menanggung.

3. Misi Ekonomi (Iqhtishodi)

Usaha asuransi syariah mencari keuntungan ekonomis bagi

peningkatan kesejahteraan dan perjuangan umat, membangun

jaringan ekonomi umat. Selain upaya untuk menegakkan syariat

Islam dibidang ekonomi, dan menciptakan kultur ekonomi yang

Islam.

4. Misi Pemberdayaan Umat (Sosial)

Misi mengemban beban sosial terasa melekat pada dirinya,

melalui produk-produk khusus yang dirancang untuk lebih

mengarah kepada kepentingan sosial dan pemberdayaan umat

daripada kepentingan komersial.

c. Dewan Pengawas Syariah

Salah satu perbedaan dari asuransi konvensional, bahwa pada

asuransi syariah terdapat Dewan Pengawas Syariah (DPS), yang

merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Dewan Syariah

Nassional (DSN-MUI).

Page 51: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

37

Peran utama DPS adalah mengawasi jalannya operasional sehari-

hari lembaga keuangan syariah agar sesuai dengan ketentuan-ketentuan

syariah. Fungsi DPS adalah: (1) melakukan pengawasan secara periodic

pada LKS yang berada di bawah pengawasannya, (2) berkewajiban

mengajukan usul-usul pengembangan LKS kepada pimpinan lembaga

yang bersangkutan dan DSN, (3) melaporkan perkembangan produk

dan operasional LKS yang diawasinya kepada DSN, (4) merumuskan

permasalahan-permasalahan yang memerlukan pembahasan-

pembahasan DSN.34

3. Produk-Produk Asuransi Syariah di Indonesia

Produk asuransi syariah dipahami sebagai suatu model jaminan

(proteksi) yang dihasilkan oleh sebuah perusahaan asuransi syariah untuk

ditawarkan kepada masyarakat luas agar ikut serta berperan sebagai

anggota (peserta) dari sebuah perkumpulan pertanggungan yang secara

materi mendapat keamanan bersama.

Proses marketing yang terjadi pada perusahaan asuransi syariah,

seharusnya tidak hanya bertumpu pada penjualan terhadap produk-produk

yang dikeluarkan oleh perusahaan tetapi lebih berorientasi pada penawaran

keikutsertaan untuk saling menanggung (taka>ful) pada suatu peristiwa yang

belum terjadi dalam jangka waktu tertentu. Sehingga uang yang disetor oleh

nasabah asuransi syariah merupakan dana tabarru’ yang sengaja diniatkan

34 Ibid, 300.

Page 52: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

38

untuk melindungi dia dan nasabah lainnya dalam menghadapi peril

(peristiwa asuransi).

Adapun produk asuransi syariah yang sering dipakai dalam operasional

sebuah perusahaan asuransi syariah secara garis besar dapat dipilih

menjadi dua, yaitu; produk asuransi syariah dengan unsur saving dan

produk asuransi syariah non saving.

Produk asuransi syariah dengan unsur saving adalah sebuah produk

asuransi yang didalamnya menggunakan dua buah rekening dalam setiap

pembayaran premi, yaitu rekening untuk dana tabarru’ (sosial) dan

rekening untuk dana saving (tabungan). Adapun status kepemilikan dana

pada rekening saving menjadi milik peserta (anggota) bukan menjadi milik

perusahaan asuransi, perusahaan hanya berfungsi sebagai lembaga. Karena

dana tersebut masih menjadi milik peserta asuransi, maka tatkala peserta

asuransi berkeinginan untuk menarik dana itu, pihak perusahaan tidak ada

dalih untuk menolaknya.

Rekening tabungan pada produk yang menggunakan unsur saving

adalah kumpulan dana yang merupakan milik peserta dan dibayarkan bila:

(a) perjanjian berakhir (b) peserta mengundurkan diri, dan (c) peserta

meninggal dunia. Adapun rekening tabarru’ (khusus) adalah rekening yang

berisi kumpulan dana yang diniatkan oleh peserta sebagai derma untuk

tujuan saling membantu dan dibayarkan bila; (a) peserta meninggal dunia,

dan (b) perjanjian berakhir, jika ada surplus dana.

Page 53: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

39

Model pembagian di atas dijadikan acuan dalam pengelolaan dana pada

PT Asuransi Taka>ful Keluarga (ATK). Secara spesifik produk pada PT

Asuransi Taka>ful Keluarga dapat dipilih menjadi dua macam; (a) produk

taka>ful dengan unsur tabungan, yang terdiri dari: Taka>ful Dana Investasi

(Fuldana), Taka>ful Dana Haji (Fulhaji), Taka>ful Dana Siswa (Fulsiswa), (b)

Produk taka>ful tanpa unsur tabungan, yang terdiri dari: Taka>ful Kesehatan

Individu, Taka>ful Kecelakaan Diri Individu, Taka>ful al-Khairat Individu,

Taka>ful Wisata dan perhalanan, Taka>ful Majlis Ta’lim.

Sedangkan produk yang dikeluarkan oleh PT Asuransi Taka>ful Umum

diantaranya adalah: Taka>ful Kebakaran, Taka>ful Kendaraan Bermotor,

Taka>ful Rekayasa (meliputi: Taka>ful Risiko Pembangunan, Taka>ful Risiko

Pemasangan, Taka>ful Mesin-Mesin, Taka>ful Peralatan Elektronik), Taka>ful

Pengangkutan (meliputi: Taka>ful Pengangkutan Laut, Taka>ful

Pengangkutan Udara, Taka>ful Pengangkutan Darat, Taka>ful Pengangkutan

Uang), Taka>ful Rangka Kafal, Taka>ful Aneka (meliputi: Taka>ful

Penyimpanan Uang, Taka>ful Kecelakaan Diri, Taka>ful Tanggung Gugat,

Taka>ful Ketidakjujuran, Taka>ful Kebongkaran, Taka>ful Lampu Reklame.

Di samping itu PT Asuransi Taka>ful Umum juga dapat memberikan produk

asuransi Property All Risk Insurance, Oil and Gas Insurance dan asuransi

lainnya sesuai kebutuhan perseorangan dan atau perusahaan.35

35Abdul Aziz dan Mariyah Ulfah, Kapita Selekta Ekonomi Islam Kontemporer (Bandung:

Alfabeta, 2010 ), 240-241.

Page 54: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

40

4. Mekanisme Oprasional Asuransi Syariah di Indonesia

Perusahaan asuransi berperan sebagai lembaga keuangan yang

menghimpun dana dari masyarakat melalui penyediaan jasa asuransi

(taka>ful) untuk memberikan jaminan perlindungan kepada pemakai jasa

terhadap kemungkinan timbulnya kerugian akibat suatu peristiwa yang

tidak terduga.

Untuk mendapatkan jaminan perlindungan asuransi (taka>ful),

seseorang perlu menghubungi perusahaan yang secara hukum berkompeten

menyelenggarakan jasa tersebut. Tindak lanjut dari hubungan antara

perusahaan dengan pengguna jasa, akan diikat oleh suatu perjanjian yang

berlaku dalam perusahaan asuransi. Menurut Fatwa No.21/DSN-

MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah, akad yang

dilakukan antara peserta dengan perusahaan terdiri atas akad tija>rah

dan/atau akad tabarru’. Dalam akad tijarah (mudha>rabah), perusahaan

bertindak sebagai mudha>rib (pengelola) dan peserta bertindak sebagai

sha>hib al-ma>l (pemegang polis). Sedangkan dalam akad tabarru’ (hibah),

perusahaan asuransi bertindak sebagai pengelola dana hibah yang diberikan

oleh peserta untuk menolong pihak yang terkena musibah.36

Penerapan akad mudha>rabah dalam perusahaan asuransi syariah dapat

dilihat dalam dua bidang usaha yaitu: (1) Asuransi Individu atau Asuransi

Jiwa (life insurance) dan (2) Asuransi Umum (general insurance).

Perbedaan karakteristik bisnis antara kedua jenis usaha tersebut

36Burhanuddin S, Aspek Lembaga Keuangan Syariah (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010),

120-121.

Page 55: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

41

menyebabkan penerapan akad mudha>rabah menjadi berbeda meskipun

secara prinsip tetap mengikuti kaidah konsep mudha>rabah di mana para

peserta asuransi berkedudukan sebagai sha>hib al-ma>l (pemilik modal) dan

perusahaan bertindak sebagai mudha>rib (pengelola).37

Berbeda dengan akad tija>rah (mudha>rabah), akad tabarru’ (gratuitous

contract) merupakan bentuk transaksi atau perjanjian kontrak yang bersifat

nir-laba (not-for-profit transaction) sehingga tidak boleh digunakan untuk

tujuan komersial atau bisnis tetapi semata-mata untuk tujuan tolong-

menolong dalam rangka kebaikan.38

Implementasi akad tija>rah dan tabarru’ dalam system asuransi syariah

direalisasikan dalam bentuk pembagian setoran premi menjadi dua macam.

Produk asuransi syariah dengan unsur saving adalah sebuah produk

asuransi yang di dalamnya menggunakan dua buah rekening dalam setiap

pembayaran premi, yaitu rekening untuk dana tabarru’ (sosial) dan

rekening untuk dana saving (tabungan). Adapun status kepemilikan dana

pada rekening saving masih menjadi milik peserta (anggota) bukan menjadi

milik perusahaan asuransi. Karena dana tersebut masih menjadi milik

peserta asuransi, maka tatkala peserta asuransi berkeinginan untuk menarik

dana itu, pihak perusahaan tidak ada dalih untuk menolaknya.

Rekening tabungan pada produk yang menggunakan unsure saving

adalah kumpulan dana yang merupakan milik peserta dan dibayarkan

apabila; (a) perjanjian berakhir, (b) peserta menggundurkan diri, dan (c)

37 Ibid, 121-122. 38Ibid.,

Page 56: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

42

peserta meninggal dunia. Adapun rekening tabarru’ (khusus) adalah

rekening yang berisi kumpulan dana yang diniatkan oleh peserta sebagai

derma untuk tujuan saling membantu dan dibayarkan bila; (a) peserta

meninggal dunia, (b) perjanjian berakhir, jika ada surplus dana.39

Adapun produk taka>ful yang tidak menggunakan unsure saving adalah

kumpulan dana dari peserta yang setelah dikurangi biaya pengelolaan

dimasukkan ke dalam rekening khusus (tabarru’ atau rekening dana sosial).

Kumpulan dana peserta diinvestasikan sesuai dengan prinsip syariah. Hasil

investasi dimasukkan ke dalam dana peserta kemudian dikurangi dengan

beban asuransi (klaim dan premi reasuransi). Surplus kumpulan dana

peserta dibagikan dengan sistem bagi hasil (al-mudha>rabah).40 Keberadaan

rekening tabarru’ menjadi sangat penting untuk menjawab peranyaan

seputar ketidakjelasan (gharar) asuransi dari sisi pembayaran klaim.41

39AM. Hasan Ali, Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam (Jakarta: Prenada Media,

2004), 168. 40Ibid, 169. 41Burhanuddin S, Aspek Hukum, 122.

Page 57: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

43

BAB III

ASURANSI MENURUT WAHBAH AZ-ZUHAILI DAN LANDASAN

ASURANSI SYARIAH DI INDONESIA

A. BIOGRAFI WAHBAH AZ-ZUHAILI

1. Latar Belakang Kehidupan dan Pendidikan Wahbah az-Zuhaili

a. Latar Belakang Kehidupan

Wahbah az-Zuhaili dilahirkan pada tahun 1932 M, bertempat di Dair

‘Atiyah kecamatan Faiha, provinsi Damaskus, Suriah. Nama lengkapnya

adalah Wahbah bin Musthafa al-Zuhaili, anak dari Musthafa al-Zuhaili.

Yakni, seorang petani yang sederhana dan terkenal dalam keshalihanya.1

Sedangkan ibunya bernama Hajjah Fatimah binti Mustafa Sa’adah.2

Wahbah az-Zuhaili adalah ulama ahli fiqh dan tafsir , Guru Besar

Universitas Damaskus Syiria.3 Hampir dari seluruh waktunya semata-mata

hanya difokuskan untuk mengembangkan bidang keilmuan. Beliau adalah

ulama yang hidup di abad ke-20 yang sejajar dengan tokoh-tokoh lainnya,

seperti Thahir ibnu Asyur, Said Hawwa, Sayyid Qutb, Muhammad Abu

Zahra, Mahmud Syaltut, Ali Muhammad al-Khafif, Abdul Ghani, Abdul

Khaliq, dan Muhammad Salam Madkur.4

Adapun kepribadian beliau adalah sangat terpuji di kalangan

masyarakat Syiria baik itu dalam amal-amal ibadahnya maupun

1 Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufasir al-Qur’an (Yogyakarta: Pustaka Insan

Madani, 2008), 174. 2Muhammad Khoirudin, Kumpulan Biografi Ulama Kontemporer (Bandung: Pustaka

Ilmi, 2003), 102. 3Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life and General) Konsep dan Sistem

Operasional (Jakarta: Gema Insani, 2004), 63. 4 Lisa Rahayu, “Makna Qaulan dalam al-Qur’an; Tinjauan Tafsir Tematik Menurut

Wahbah al-Zuhailī” (Skripsi Sarjana, Fakutas Ushuluddin Univesitas UIN SUSKSA Riau,

Pekanbaru, 2010), 18.

Page 58: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

44

ketawadhu’annya, di samping juga memiliki pembawaan yang sederhana.

Meskipun memiliki madhab Hanafi, namun dalam pengembangan

dakwahnya beliau tidak mengedepankan madhab atau aliran yang

dianutnya, tetapi bersifat netral dan proporsional.

Pada Sabtu 8 Agustus 2015 berpulang di Damaskus Suriah pada usia

83 tahun. Ia merupakan salah satu ulama Sunni terkemuka pada masa ini.

Popularitasnya tidak hanya di Suriah atau Timur Tengah saja, tapi juga

mendunia termasuk dikenal baik umat Islam Indonesia.5

b. Pendidikan

Dengan dorongan dan bimbingan dari ayahnya, sejak kecil Wahbah

az-Zuhaili sudah mengenal dasar-dasar keIslaman. Menginjak usia 7 tahun

sebagaimana juga teman-temannya beliau bersekolah di Ibtidaiyah di

kampungnya hingga sampai pada tahun 1946 M. Memasuki jenjang

pendidikan formalnya hampir 6 tahun beliau menghabiskan pendidikan

menengahnya, dan pada tahun 1952 M beliau mendapatkan ijazah, yang

merupakan langkah awal untuk melanjutkan keperguruan tinggi yaitu

Fakultas Syari’ah Universitas Damaskus, hingga meraih gelar sarjananya

pada tahun 1953 M. Kemudian untuk melanjutkan studi doktornya, beliau

memperdalam keilmuannya di Universitas Al-Azhar Kairo. Pada tahun

1963 maka resmilah beliau sebagai doctor dengan disertasinya yang

berjudul Atsār al-Harb fi al- Fiqh al-Islāmi.

5Nila Sari Nasution, Hak Atas Air Irigasi Menurut Wahbah az-zuhaili (Studi Kasus di

Desa Panyabungan Tonga Kec. Panyabungan) (Skripsi UIN SUMUT, Medan, 2017), 28-29.

Page 59: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

45

Pada tahun 1963, ia diangkat sebagai dosen di Fakultas Syari’ah

Universitas Damaskus dan secara berturut-turut menjadi Wakil Dekan

kemudian Dekan dan Ketua Jurusan Fiqh Isla>mi wa Madza>hibah di

fakultas yang sama. Ia mengabdi selama lebih dari tujuh tahun dan dikenal

alim dalam bidang Fiqh, Tafsir dan Dirasah Isla>miyyah.6

Adapun guru-gurunya adalah Muhammad Hashim al-Khatib al-Syaf’i

(w. 1958 M) guru fiqh al-Syafi’i, mempelajari ilmu fiqh dari Abdul Razaq

al-Hamasi (w. 1969 M), ilmu hadits dari Mahmud Yassin (w.1948 M),

ilmu faraid dan wakaf dari Judad al-Mardini (w. 1957 M), Hassan al-Shati

(w. 1962 M), ilmu tafsir dari Hasan Habnakah al-Midani (w. 1978 M),

ilmu bahasa Arab dari Muhammad Shaleh Farfur (w. 1986 M), ilmu ushul

fiqh dan mustalah hadits dari Muhammad Lutfi al-Fayumi (w. 1990 M),

ilmu akidah dan kalam dari Mahmud al-Rankusi.

Sementara selama di Mesir beliau berguru pada Muhammad Abu

Zuhrah (w. 1395 H), Mahmud Saltut (w.1963 M), Abdul Rahman Tajj, Isa

Manun, Ali Muhammad Khafif (w. 1978 M), Jad al-Rab Ramadhan (w.

1994 M), Abdul Ghani, Abdul Khalik, dan Muhammad Hafiz Ghanim,

dll.7 \

2. Karya-Karya Wahbah az-Zuhaili

Kecerdasan Wahbah az-Zuhaili telah dibuktikan dengan kesuksesan

akademisnya, hingga banyak lembaga-lembaga pendidikan dan lembaga

6Ibid., 7 Putri Ajeng Fatimah, Waris Kalalah Dalam Pandangan Wahbah az-Zuhaili (Skripsi

UIN Syarf Hidayatullah, 2011), 16-17.

Page 60: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

46

social yang dipimpinnya. Selain keterlibatannya dalam kelembagaan baik

pendidikan maupun social beliau juga memiliki perhatian besar terhadap

berbagai disiplin keilmuan, hal ini dibuktikan dengan keaktifan beliau dan

produktif dalam menghasilkan karya-karyanya. Meskipun karyannya bayak

dalam bidang tafsir dan fiqh akan tetapi dalam penyampaiannya memiliki

relefansi terhadap paradigma masyarakat dan perkembangan sains. Di sisi

lain beliau juga aktif dalam menulis artikel dan buku-buku. Diantara karya-

karyanya adalah:

1. Atsār al-Harb fi al-Fiqh al-Islāmi-Dirāsah Muqāranah, Dār al-Fikr,

Damaskus, 1963.

2. Al-Fiqh al-Islāmi fi Uslub al-Jadīd, Maktabah al-Hadits, Damaskus,

1967.

3. Nazāriat al-Darūrāt al-Syar’iyyah, Maktabah al-Farabi, Damaskus,

1969.

4. Al-Usūl al-‘Ᾱmmah li Wahdah al-Dīn al-Haq, Maktabah al- Abassiyah,

Damaskus, 1972.

5. Al-Alaqāt al-Dawliah fī al-Islām, Muassasah al-Risālah, Beirut, 1981.

6. Al-Fiqh al-Islām wa Adillatuhu, (8 Jilid ), Dār al-Fikr, Damaskus, 1984.

7. Ushūl al-Fiqh al-Islāmi (2 Jilid), Dār al-Fikr, Damaskus, 1986.

8. Fiqh al-Mawāris fi al-Shari’ah al-Islāmiah, Dār al-Fikr,

Damaskus,1987.

9. Al-Tafsīr al-Munīr fi al-Aqīdah wa al-Syarī’ah wa al-Manhaj, (16

Jilid), Dār al-Fikr, Damaskus, 1991.

Page 61: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

47

10. Al-Ruẖsah al-Syarī’ah-Aẖkāmuhu wa Dawabituhu, Dār al-Khair,

Damaskus, 1994.

11. Al-Asas wa al-Masādir al-Ijtihād al-Musytarikah Bayān al-Sunah wa

al-Syīah, Dār al-Maktabi, Damaskus, 1996.

12. Al-Ijtihād al-Fiqhi al-Hadīts, Dār al-Maktabi, Damaskus, 1997.

13. Al-Zirā’i fi al-Siyāsah al-Syar’iyyah wa al-Fiqh al-Islāmi, Dār al-

Maktabi, Damaskus, 1999.

14. Al-Islām wa Usūl al-Hadārah al-Insāniah, Dār al-Maktabi, Damaskus,

2001.

15. Usūl al-Fiqh al-Hanāfi, Dār al-Maktabi, Damaskus, 2001.8

Selain karya-karya di atas, masih banyak lagi hasil pemikiran Wahbah

az-Zuhaili.

3. Latar Belakang Pemikiran Wahbah az-Zuhaili Tentang Asuransi

Asuransi adalah istilah baru. Pertama kali muncul pada abad ke 14

Masehi di Italia dalam bentuk asuransi laut. Tipe asuransi yang berkembang

pada saat ini adalah asuransi dengan bayaran tetap yang mana orang yang

diberi jaminan bertanggung jawab untuk memberi bayaran tertentu kepada

pihak pemberi asuransi. Adapun pihak pemberi asuransi adalah sebuah

perusahaan asuransi yang terdiri dari sejumlah orang yang memiliki saham

tertentu. Berdasarkan jumlah pembayaran yang diberikan pihak penerima

asuransi bertanggung jawab untuk memberikan jasa asuransi tertentu ketika

terjadi bahaya atau bencana pada penerima asuransi. Kompensasi akan

8 Karya-Karya Wahbah az-Zuhaili dalam http://digilib.uinsby.ac.id/6439/5/Bab%202.pdf,

(diakses pada tanggal 7 Januari 2018).

Page 62: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

48

diberikan kepada orang tertentu yang telah dipercaya yang disebutkan

namanya dalam transaksi asuransi, atau pihak penerima asuransi sendiri,

ataukah ahli warisnya. Jadi, transaksi asuransi adalah salah satu bentuk

transaksi tukar-menukar yang memberikan hak dan kewajiban bagi kedua

belah pihak.

Adanya konferensi kedua ulama-ulama Islam di Kairo pada tahun 1965

M dan konferensi ketujuh tahun 1972 M, membolehkan dua bentuk asuransi

yaitu asuransi social dan asuransi kooperatif, dan keputusan ini disetujui oleh

lembaga fiqh Islam yang berpusat di Mekah tahun 1978 M. Berbeda halnya

dengan asuransi kooperatif dan asuransi sosial, asuransi bisnis atau asuransi

dengan sistem bayaran tetap tidak diperbolehkan dalam Islam, seperti

dinyatakan oleh mayoritas fuqaha saat ini, dan telah menjadi keputusan

konferensi internasional pertama ekonomi Islam di Mekah tahun 1976 M.9

Selain itu, latar belakang yang mempengaruhi pemikiran Wahbah az-

Zuhaili tentang larangannya terhadap asuransi bisnis diantaranya adalah

karena adanya fatwa Ibn ‘Abidin tentang haramnya asuransi laut.

Berdasarkan hal-hal di atas Wahbah az-Zuhaili melarang adanya asuransi

bisnis dan membolehkan asuransi kooperatif.

9Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Isla>m Wa Adillatuhu 5, terj. Abdul Hayyie al-Kattani

(Jakarta: Gema Insani, 2011), 105-111.

Page 63: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

49

B. Asuransi Menurut Wahbah az-Zuhaili

1. Hukum Melakukan Asuransi dengan Perusahaan Asuransi dalam Islam

Wahbah az-Zuhaili mendefinisikan asuransi berdasarkan pembagiannya.

Menurutnya asuransi itu ada dua bentuk, yaitu at ta’mi >n at ta’awuni

(asuransi tolong-menolong) dan at ta’mi >n bi qist sabit (asuransi dengan

pembagian tetap). At ta’mi >n at ta’awuni atau asuransi kooperatif adalah

beberapa orang sepakat agar masing-masing dari mereka membayar saham

uang dalam jumlah tertentu dengan tujuan memberi kompensasi bagi

anggota yang terkena musibah tertentu. Sedangkan At ta’mi >n bi qist sabit

atau asuransi dengan bayaran tetap adalah orang yang diberi jaminan

keamanan (asuransi) bertanggung jawab untuk memberi bayaran tertentu

kepada pihak pemberi asuransi. Lebih lanjut dikatakannya, bentuk asuransi

yang berkembang saat ini adalah at ta’mi >n bi qist sabit.

Perbedaan antara dua macam transaksi tadi adalah pelaku usaha dalam

asuransi kooperatif bukanlah sebuah organisasi yang berdiri sendiri dan

terpisah dari orang-orang penerima asuransi. Anggota yang terlibat dalam

asuransi ini tidak bertujuan untuk memperoleh keuntungan, namun bertujuan

untuk meringankan baban kerugian yang ditimbulkan oleh bencana yang

menimpa sebagian anggotanya. Adapun asuransi dengan sistem pembayaran

tetap maka pelaku utamanya adalah sebuah perusahaan yang tujuan

utamanya adalah memperoleh keuntungan dari orang-orang yang diberi

jaminan asuransi.

Page 64: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

50

Hukum asuransi kooperatif seperti yang sudah dijelaskan sudah pasti

boleh dalam Islam, karena asuransi ini termasuk dalam kategori tolong-

menolong dalam hal kebaikan. Karena setiap anggotanya membayar jumlah

uang tertentu dengan keikhlasan hatinya untuk meringankan kerugian dari

bencana yang menimpa sebagian anggotanya.

Hukum asuransi dengan premi (bayaran) tetap Zuhaili menyertakan

fatwa Ibnu ‘Abidin. Dalam fatwa tersebut, Ibnu ‘Abidin mengharamkan

asuransi laut, yaitu asuransi untuk memberi jaminan asuransi terhadap

barang atau komoditas impor lewat transportasi laut bila terjadi kerusakan di

kapal. 10

2. Macam-Macam Asuransi

Asuransi dari segi bentuknya terbagi menjadi dua, yaitu:

a. Asuransi gotong royong (kooperatif), yaitu beberapa orang berkumpul

lalu masing-masing bersepakat untuk membayar jumlah uang tertentu,

kemudian dari uang-uang yang terkumpul dari orang yang bersepakat

diberikan kompensasi kepada anggota yang terkena musibah.

b. Asuransi bisnis atau asuransi yang mengharuskan adanya premi

(bayaran) tetap. Dalam asuransi ini pihak penerima asuransi

bertanggung jawab akan membayar premi tertentu kepada perusahaan

asuransi yang memakai sistem saham. Konsekuensinya adalah pihak

pemberi asuransi bertanggung jawab akan memberi kompensasi atas

bahaya yang akan menimpa pihak penerima asuransi.

10 Ibid, 105-108.

Page 65: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

51

Asuransi bisnis dari segi kandungannya terbagi menjadi dua, yaitu:

a. Asuransi bahaya. Asuransi ini mencakup bahaya-bahaya yang bisa

menimpa hak milik penerima asuransi. Bertujuan untuk memberi

kompensasi atas kerugian-kerugian yang menimpa harta penerima

asuransi, dan ini mencakup asuransi tanggung jawab, seperti kecelakaan

lalu lintas. Juga mencakup asuransi barang, seperti asuransi kebakaran,

asuransi pencurian, asuransi banjir, dan asuransi musibah-musibah

pertanian.

b. Asuransi orang. Asuransi ini mencakup asuransi jiwa yaitu pihak

pemberi asuransi bertanggung jawab akan memberi jumlah uang

tertentu kepada pihak penerima atau ahli warisnya ketika dia meninggal

dunia, ketika lanjut usia, ketika sakit, atau cacat sesuai kriteria

musibahnya.

Asuransi bisnis dari segi keumuman dan kekhususannya terbagi

menjadi dua, yaitu:

a. Asuransi khusus atau asuransi pribadi. Asuransi ini khusus berlaku pada

satu orang penerima asuransi dari bahaya tertentu yang diasuransikan.

b. Asuransi sosial atau asuransi umum. Mencakup beberapa orang yang

mengandalkan usaha kerja mereka dari beberapa bahaya yang

diasuransikan seperti sakit, ketuaan, pengangguran, dan ketidaklayakan

kerja. Biasanya asuransi-asuransi seperti ini menjadi sebuah keharusan.

Page 66: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

52

Termasuk dalam kategori ini adalah asuransi-asuransi sosial, asuransi

kesehatan, dan asuransi pensiunan.11

3. Pandangan Fiqih Islam terhadap Asuransi

Seperti yang terlihat pada pembahasan sebelumnya bahwa tidak ada

keraguan mengenai bolehnya asuransi kooperatif dalam pandangan pakar

hukum kontemporer, karena asuransi ini termasuk sumbangan sukarela, juga

termasuk salah satu bentuk tolong menolong dalam hal kebaikan dan

kebajikan yang dianjurkan dalam syariat Islam.

Begitu pula boleh dan sah asuransi wajib yang diberlakukan oleh

pemerintah seperti pemberlakuan asuransi mobil, karena asuransi semacam

ini dianggap sama dengan membayar pajak kepada pemerintah. Begitupun

halnya asuransi sosial terhadap bahaya ketidakmampuan kerja, ketuaan,

sakit, pengangguran, pensiunan, karena negara dituntut untuk melindungi

rakyatnya dalam kondisi-kondisi seperti ini. Asuransi ini tidak mengandung

riba, gharar, dan unsur judi.

Pelarangan asuransi bisnis disebabkan oleh dua faktor, yaitu karena

asuransi ini mengandung riba dan gharar. Unsur riba yang dikandung

asuransi ini adalah hal yang tidak bisa dielakkan, karena kompensasi

asuransi dari sumber yang mengandung syubhat. Hal ini disebabkan semua

perusahaan asuransi menginvestasikan modalnya di perusahaan-perusahaan

yang menggalakkan riba.

11Ibid, 109.

Page 67: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

53

Terjadinya riba dalam asuransi ini juga sangat jelas kelihatan dari segi

jumlah yang didapat kedua pihak asuransi, pihak penerima dan pemberi.

Karena tidak ada pemerataan atau persamaan antara jumlah bayaran cicilan

yang diberikan oleh penerima asuransi dengan jumlah kompensasi yang

diberikan oleh pemberi asuransi. Kompensasi asuransi bisa jadi lebih

banyak atau lebih sedikit dari premi yang diberikan oleh penerima, atau

jumlah kompensasi sama dengan jumlah premi tapi ini jarang sekali terjadi.

Selain unsur riba, unsur gharar pun sangat jelas kelihatan dalam

asuransi bisnis. Karena pada dasarnya, transaksi asuransi berstatus transaksi

yang mengandung gharar yaitu transaksi spekulatif dimana objek transaksi

(barang atau harga) ada kemungkinan diperoleh atau tidak diperoleh.

Sementara ada hadits shahih yang diriwayatkan oleh perawi-perawi tsiqah

dari banyak sahabat Nabi yang menyatakan, “Nabi melarang jual beli yang

mengandung gharar”. Seperti hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim,

ه ا رسول نهي يعب عن و ةه الحصا يعه ب عن سلم و عليهه الل صل لل

الغرر

Rasulullah s.a.w melarang jual beli hasha>h dan jual beli gharar12

Hadits ini hanya menyebutkan jual beli, tetapi berlaku juga untuk

semua transaksi kompensasi finansial karena unsur gharar berpengaruh di

dalamnya seperti ia berpengaruh dalam transaksi jual beli.

Unsur gharar yang terkandung dalam asuransi bisnis memberi indikasi

bahwa asuransi juga mengandung unsur ketidakjelasan atau kekaburan

12 Imam Muslim, Shohih Muslin IX (Bairut: Darul Fikri, T.th), 127.

Page 68: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

54

(jahalah). Ketidakjelasan mengenai jumlah uang yang akan diberikan

masing-masing dari pihak penerima dan pemberi asuransi.

Selain unsur riba, gharar, dan jahalah, dalam kesimpulannya Wahbah

az-Zuhaili menyebutkan bahwa asuransi bisnis menjadi haram karena

adanya unsur gaban dan judi.

4. Reasuransi atau Asuransi Berantai

Hukum reasuransi sama dengan hukum asuransi itu sendiri. Dengan

demikian perusahaan asuransi kooperatif bisa melakukan transaksi asuransi

dengan perusahaan asuransi kooperatif lainnya, dan begitupun sebaliknya

mengenai reasuransi bisnis, dimana hukum asuransi bisnis berlaku

padanya.13

5. Landasan tentang Larangan Asuransi Bisnis

Dalam menentukan hukum asuransi Wahbah az-Zuhaili

mengelompokkan asuransi ke dalam dua bentuk, yaitu at-ta’mi >n at-ta’awuni

dan at-ta’mi >n bi qist sabit. hukum at-ta’mi>n at-ta’awuni menurut Wahbah

az-Zuhaili diperbolehkan, karena dalam asuransi tersebut terdapat unsur

tolong-menolong sebagaimana yang disebutkan dalam surat al-Maidah

ayat 2.

Hukum at-ta’mi >n biqist sabit tidak diperbolehkan menurut Wahbah az-

Zuhaili, karena dalam asuransi tersebut terdapat unsur gharar. Sebagaimana

yang terdapat dalam hadits Nabi s.a.w. yang melarang jual beli gharar.

13 Zuhaili, Fiqih Islam, 115.

Page 69: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

55

ه ا رسول نهي يعه ب عن و ةه الحصا بيعه عن سلم و عليهه الل صل لل

الغرر

”Rasulullah s.a.w. melarang jual beli hasha>h dan jual beli gharar”

Selain unsur gharar, unsur riba juga terdapat di dalam asuransi bisnis.

Perusahaan asuransi menginvestasikan modalnya di perusahaan-perusahaan

yang menggalakkan riba. Kadang-kadang dalam kasus asuransi jiwa,

perusahaan asuransi memberi bunga. Sementara itu riba diharamkan secara

pasti dalam Islam.

ين يأ ٱ بو ٱكلون لذه ن ط لشي ٱلذهي يتخبطه ٱا ل يقومون إهل كما يقوم لر

ن ث بي ل ٱا إهنما قالو لهك بهأنهم ذ مس ل ٱمه بو ٱل ع مه لر ع بي ل ٱلل ٱوأحل ا

بو لر ٱوحرم ا

“Orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri

melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran

(tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah

disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu

sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan

mengharamkan riba.”14

unsur judi yang terdapat dalam asuransi bisnis disebabkan karena ada

untung-untungan dalam kompensasi finansial, dimana pihak penerima

asuransi membayar premi yang jumlahnya sedikit dan menunggu

keuntungan yang besar. Di dalam Islam judi merupakan perbuatan yang

dilarang. Sebagaimana dalam surat al-Maidah ayat 90.

14 al-Qur’an, 2:275.

Page 70: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

56

Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar,

berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah

adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-

perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.15

Wahbah az-Zuhaili juga menyertakan farwa Ibn ‘Abidin tentang

haramnya asuransi laut, yaitu asuransi untuk memberi jaminan asuransi

terhadap barang atau komoditas impor lewat laut bila terjadi kerusakan di

kapal. Pedagang tidak boleh mengambil kompensasi barang yang rusak dari

pemberi asuransi. Karena, transaksi ini termasuk menjamin sesuatu yang

tidak wajib dijamin, asuransi tidak dapat disamakan dengan jaminan pihak

yang dititipi barang jika menerima upah dari pihak penitip barang dan barang

itu rusak, asuransi tidak bisa disamakan dengan penjaminan orang yang

memanipulasi barang.

Tidak boleh mengategorikan asuransi sebagai kongsi mudha>rabah

karena premi yang diberikan oleh penerima asuransi kepada pihak pemberi

asuransi menjadi milik perusahaan asuransi secara otomatis, ketika pihak

penerima asuransi dunia maka dalam aturan transaksi boleh jadi kompensasi

tidak diberikan kepada ahli warisnya tetapi kepada orang yang disebutkan

15 Ibid, 5:90.

Page 71: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

57

namanya transaksi asuransi. Dalam sistem mudha>rabah apabila pihak

pemodal meninggal dunia maka bisa berpindah kepada ahli warisnya.

Pada intinya, traksaksi asuransi merupakan salah satu bentuk transaksi

yang mengandung gharar, yaitu transaksi yang mengandung kemungkinan

adanya barang atau sebaliknya. Sedangkan Nabi s.a.w. melarang jual beli

gharar. Larangan jual beli yang mengandung gharar juga berlaku pada

transaksi kompensasi-kompensasi keuangan, karena gharar mempengaruhi

transaksi ini, sebagaimana berpengaruh pada jual beli.16

C. Landasan Asuransi Syariah di Indonesia

1. Fatwa No.21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi

Syariah

Dalam ketentuan umum fatwa DSN-MUI tentang pedoman asuransi

syariah menentukan:

“asuransi syariah (ta’mi >n, taka>ful atau tadha>mun) adalah usaha saling

melindungi dan tolong menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui

investasi dalam bentuk asset dan/ atau tabarru’ yang memberikan pola

pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan)

yang sesuai dengan syariah.”

“akad yang sesuai syariah adalah yang tidak mengandung gharar

(penipuan), maysir (perjudian), riba, zhulm (penganiayaan), risywah (suap),

barang haram, dan maksiat.”

Akad yang bisa digunakan dalam asuransi syariah, yaitu:

1. Akad tija>rah adalah semua bentuk akad yang dilakukan untuk tujuan

komersial.

16 Ibid, 106-108.

Page 72: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

58

2. Akad tabarru’ adalah semua bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan

kebajikan dan tolong-menolong, bukan semata untuk tujuan komersial.

Yang dimaksud dengan premi adalah kewajiban peserta asuransi untuk

memberikan sejumlah dana kepada perusahaan asuransi sesuai dengan

kesepakatan dalam akad. Sedangkan klaim adalah hak peserta aasuransi yang

wajib diberikan oleh perusahaan asuransi sesuai dengan kesepakatan dalam

akad.

Ketentuan akad dalam asuransi syariah yaitu akad tija>rah adalah akad

mudha>rabah, sedangkan akad tabarru’ adalah hibah. Dalam akad sekurang-

kurangnya harus disebutkan: (a) hak dan kewajiban peserta dan perusahaan;

(b) cara dan waktu pembayaran premi; (c) jenis akad tija>rah dan/atau akad

tabarru’ serta syarat-syarat yang disepakati, sesuai dengan jenis asuransi

yang diakadkan.

Kedudukan para pihak dalam akad tija>rah (mudha>rabah), perusahaan

bentindak sebagai mudha>rib (pengelola) dan peserta bertindak sebagai sha>hib

al-ma>l (pemegang polis). Sedangkan dalam akad tabarru’ (hibah), peserta

memberikan hibah yang akan digunakan untuk menolong peserta lain yang

terkena musibah, dan perusahaan bertindak sebagai pengelola dana hibah.

Ketentuan dalam akad Tija>rah dan Tabarru’ adalah jenis akad tija>rah

dapat diubah menjadi jenis akad tabarru’ bila pihak yang tertahan haknya,

dengan rela melepaskan haknya sehingga menggugurkan kewajiban pihak

yang belum menunaikan kewajibannya. Jenis akad tabarru’ tidak dapat

diubah menjadi jenis akad tija>rah.

Page 73: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

59

Jenis Asuransi dan Akadnya dalam asuransi syariah adalah segi jenis

asuransi terdiri atas asuransi kerugian dan asuransi jiwa. Sedangkan akad bagi

kedua jenis asuransi tersebut adalah mudha>rabah dan hibah.

Ketentuan premi dalam asuransi syariah adalah:

a. Pembayaran premi didasarkan atas jenis akad tija>rah dan jenis akad

tabarru’.

b. Untuk menentukan besarnya premi perusahaan asuransi syariah dapat

menggunakan rujukan, misalnya tabel moralita untuk asuransi jiwa dan

tabel morbidita untuk asuransi kesehatan, dengan syarat tidak

memasukkan unsur riba dalam perhitungannya.

c. Premi yang berasal dari jenis akad mudha>rabah dapat diinvestasikan dan

hasil investasinya dibagi-hasilkan kepada peserta.

d. Premi yang berasal dari jenis akad tabarru’ dapat diinvestasikan.

Ketentuan dalam pemberian klaim dalam asuransi syariah adalah:

a. Klaim dibayarkan berdasarkan akad yang disepakati pada awal

perjanjian.

b. Klaim dapat berbeda dalam jumlah, sesuai dengan premi yang

dibayarkan.

c. Klaim atas akad tija>rah sepenuhnya merupakan hak peserta, dan

merupakan kewajiban perusahaan untuk memenuhinya.

d. Klaim atas akad tabarru’ merupakan hak peserta dan merupakan

kewajiban perusahaan, sebatas yang disepakati dalam akad.

Page 74: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

60

Dalam melakukan investasi Perusahaan selaku pemegang amanah wajib

melakukan investasi dari dana yang terkumpul. Investasi wajib dilakukan

sesuai dengan syariah.

Asuransi syariah hanya dapat melakukan reasuransi kepada perusahaan

reasuransi yang berlandaskan prinsip syariah.17

2. Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah tentang Ta’mi>n

Dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, peraturan asuransi dan

reasuransi terdapat dalam bab XX tentang ta’mi >n pasal 548-568.

Asuransi (ta’mi >n) menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah adalah

perjanjian antara dua pihak atau lebih, yang pihak penanggung mengikatkan

diri kepada tertanggung dengan menerima premi untuk menerima

penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan

keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak

ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari peristiwa

yang tidak pasti.

Pasal 548 menyebutkan tentang akad yang dapat digunakan pada ta’mi >n

dan i’adah ta’mi >n adalah: Waka>>lah bil ujrah, Mudha>rabah, dan Tabarru’.

Pada pasal 549 menjelaskan tentang prinsip waka>lah bil ujrah pada

ta’mi >n dan i’adah ta’mi >n adalah:

1. Waka>lah bil ujrah boleh dilakukan antar perusahaan ta’mi >n, agen sebagai

bagian dari perusahaan dengan peserta.

17 Lihat Fatwa No.21/DSN-MUI/X/2001 Tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah

Page 75: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

61

2. Waka>lah bil ujrah dapat diterapkan pada produk ta’mi >n syariah yang

mengandung unsur tabungan maupun unsur nontabungan.

Objek waka>lah bil ujrah sebagaimana disebutkan dalam pasal 550

meliputi antara lain: kegiatan administrasi, pengelolaan dana, pembayaran

klaim, dhaman ishdar/underwrutung, pengelolaan portofolio risiko,

pemasaran, dan investasi.

Dalam akad waka>lah bil ujrah harus mencantumkan, antara lain (pasal

551):

1. Hak dan kewajiban peserta dan perusahaan;

2. Besaran, cara dan waktu pemotongan ujrah fee dari premi;

3. Syarat yang disepakati, sesuai dengan jenis ta’mi >n yang ditransaksikan.

Kedudukan para pihak dalam waka>lah bil ujrah sebagaimana diatur

dalam pasal 552.

1. Perusahaan bertindak sebagai wakil yang mendapat kuasa untuk

mengelola dana;

2. Peserta/pemegang polis sebagai individu, dalam produk tabungan dan

nontabungan bertindak sebagai pemberi kuasa untuk mengelola dana;

3. Peserta sebagai suatu badan/kelompok, dalam akun nontabungan,

bertindak sebagai pemberi kuasa untuk mengelola dana;

4. Wakil tidak boleh mewakilkan kepada pihak lain atas kuasa yang

diterimanya, kecuali atas izin pemberi kuasa/pemegang polis;

5. Akad waka>lah bersifat amanah dan bukan tanggungan sehingga wakil

tidak menanggung risiko terhadap kerugian investasi dengan mengurangi

Page 76: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

62

imbalan yang telah diterima oleh perusahaan ta’mi >n, kecuali karena

kecerobohan, wanprestasi, dan perbuatan melawan hukum, di samping

sifat akad pada umumnya;

6. Perusahaan ta’mi >n sebagai wakil tidak berhak memperoleh bagian dari

hasil investasi apabila transaksi yang digunakan adalah pelaksanaan akad

waka>lah.

Dalam menginvestasikan dananya sebagaimana dalam pasal 553,

perusahaan sebagai pemegang amanah wajib menginvestasikan dana yang

terkumpul dan investasi wajib dilakukan sesuai dengan syariah. Dalam

pengelolaan dana investasi, baik tabungan maupun nontabungan, dapat

digunakan akad waka>lah bil ujrah dengan mengikuti ketentuan seperti di atas

atau akad mudha>rabah dengan mengikuti ketentuan mudha>rabah.

Selain akad waka>lah bil ujrah, asuransi dan reasuransi syariah juga dapat

menggunakan akad mudha>rabah musytarakah. Pasal 554 menjelaskan tentang

ketentuan hukum dari akad mudha>rabah musytarakah:

1. Akad yang digunakan adalah akad mudha>rabah musytarakah merupakan

perpaduan akad mudha>rabah dengan transaksi musyarakah dengan

ketentuan yang mengikat pada masing-masing transaksi.

2. Perusahaan ta’mi >n sebagai mudha>rib menyertakan modal atau dananya

dalam investasi bersama peserta.

3. Modal atau dana perusahaan ta’mi >n dan dana peserta diinvestasikan

secara bersama-sama dalam portofolio.

4. Perusahaan ta’mi >n sebagai mudha>rib mengelola investasi dana tersebut.

Page 77: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

63

Dalam Pasal 555 menjelaskan tentang hak dan kewajiban masing-masing

pihak dalam transaksi mudha>rabah musytarakah, besaran, cara, dan waktu

pembagian hasil investasi, dan syarat-syarat lain yang disepakati, sesuai

dengan produk ta’mi >n yang ditransaksikan.

Pasal 556 menjelaskan tentang ketentuan hukum dari transaksi

mudha>rabah musytarakah pada ta’mi >n dan i’adah ta’mi >n:

1. Mudha>rabah musytarakah boleh dilakukan oleh perusahaan ta’mi >n,

karena merupakan bagian dari hukum mudha>rabah.

2. Mudha>rabah musytarakah dapat diterapkan pada produk ta’mi >n dan

i’adah ta’mi >n yang menggunakan unsur tabungan maupun nontabungan.

Pembagian hasil investasi dapat dilakukan dengan salah satu alternativ

sebagai yang terdapat dalam pasal 557 berikut:

1. Hasil investasi dibagi antara perusahaan sebagai pengelola modal dan

peserta sebagai pemilik modal sesuai dengan nisbah yang disepakati,

atau hasil investasi sesudah diambil oleh/dipisahkan untuk/disisihkan

untuk perusahaan sebagai pengelola modal, dibagi antara perusahaan

dengan para peserta sesuai dengan porsi masing-masing.

2. Hasil investasi dibagi secara proporsional atau bagian hasil investasi

sesudah diambil/dipisahka/disishkan untuk perusahaan, dibagi antara

perusahaan sebagai pengelola modal dengan peserta sesuai dengan

nisbah yang disepakati.

Page 78: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

64

Pasal 558 menjelaskan tentang apabila terjadi kerugian maka lembaga

keuangan syariah sebagai musytarik menanggung kerugian sesuai dengan

porsi modal yang disertakan.

Pasal 559 menjelaskan tentang perusahaan ta’mi >n selaku pemegang

amanah wajib melakukan investasi dari dana yang terkumpul. Investasi

sebagaimana dalam ayat (1) wajib dilakukan sesuai dengan prinsip syariah.

Ketentuan umum dari ta’mi >n dan i’adah ta’mi >n nontabungan adalah

sebagaimana disebutkan dalam pasal 560, yaitu:

1. Akad nontabungan harus melekat pada semua produk ta’mi>n dan i’adah

ta’mi >n.

2. Akad nontabungan pada ta’mi >n dan i’adah ta’mi >n berlaku pada semua

bentuk transaksi yang dilakukan antarpeserta pemegang polis.

3. Ta’mi >n dan i’adah ta’mi >n yang dimaksud pada huruf a adalah:

1) Ta’mi >n ‘ala hayat / ta’mi >n jiwa;

2) Ta’mi >n ‘ala khasarah / ta’mi >n kerugian.

Pasal 561 menjelaskan bahwa akad nontabungan pada ta’mi >n dan i’adah

ta’mi >n mengikat semua bentuk transaksi yang dilakukan dalam bentuk hibah

dengan tujuan tolong-menolong antarpeserta, bukan untuk tujuan komersial.

Pasal 562 menjelaskan tentang hak dan kewajiban masing-masing pihak,

tata cara pembayaran premi dan klaim serta syarat-syarat lain yang disepakati

dalam transaksi.

Kedudukan para pihak dalam transaksi nontabungan dalam pasal 563

adalah:

Page 79: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

65

1. Dalam transaksi nontabungan, peserta memberikan dana hibah yang

digunakan untuk menolong peserta atau peserta lain yang terkena

musibah;

2. Peserta secara individu merupakan pihak yang berhak menerima dana

nontabungan dan secara kolektif selaku penanggung; dan

3. Perusahaan bertindak sebagai pengelola dana hibah, atas dasar transaksi

waka>lah dari para peserta di luar pengelolaan investasi.

Pasal 564 menjelaskan tentang bagaimana pengelolaan dana

nontabungan, yaitu:

1. Pengelola ta’mi >n dan i’adah ta’mi >n hanya boleh dilakukan oleh suatu

lembaga yang berfungsi sebagai pemegang amanah.

2. Pembukuan dana nontabungan harus terpisah dari dana lainnya.

3. Hasil investasi dari dana nontabungan menjadi hak kolektif peserta dan

dibukukan dalam akun nontabungan.

4. Dari hasil investasi, perusahan ta’mi >n dan i’adah ta’mi>n dapat

memperoleh bagi hasil berdasarkan transaksi mudha>rabah atau transaksi

mudha>rabah musytarakah atau memperoleh upah berdasarkan transaksi

waka>lah bil ujrah.

Dalam pasal 565 dijelaskan tentang alternatif yang dapat digunakan

apabila terjadi kelebihan dana nontabungan, yaitu:

1. Diperlakukan seluruhnya sebagai dana cadangan dalam akun

nontabungan;

Page 80: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

66

2. Disimpan sebagian sebagai dana cadangan dan dibagikan sebagian

lainnya kepada para peserta yang memenuhi syarat aktuaria/manajemen

risiko; dan

3. Disimpan sebagian sebagai dana cadangan dan dapat dibagikan sebagian

lainnya kepada perusahaan ta’mi >n dan i’adah ta’mi >n dan para peserta

sepanjang disepakati oleh para peserta.

Bilamana terjadi kekurangan dana tabarru’ sebagaimana disebutkan

dalam pasal 566, maka perusahaan ta’mi >n dan i’adah ta’mi >n wajib

menanggulangi kekurangan tersebut dalam bentuk pinjaman. Pengembalian

dana pinjaman kepada perusahaan ditutup dari surplus dana nontabungan.

Pasal 567 menjelaskan tentang penyelenggaraan ta’mi >n haji yang dapat

dilakukan dengan prinsip sebagai berikut:

1. Berdasarkan prinsip-prinsip syariah;

2. Bersifat tolong-menolong antarsesama jemaah haji;

3. Transaksi bertujuan untuk menolong sesama jemaah haji yang terkena

musibah kecelakaan atau kematian; dan

4. Transaksi dilakukan antara jemaah haji sebagai peserta ta’mi >n

nontabungan dengan Lembaga Asuransi Syariah yang bertindak sebagai

pengelola dana nontabungan.

Pasal 568 menjelaskan tentang ketentuan penyelenggaraan ta’mi >n haji,

yaitu:

Page 81: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

67

1. Dalam penyelenggaraan ta’mi >n haji:

a. Menteri Agama bertindak sebagai pemegang polis induk dari seluruh

jamaah haji dan bertanggung jawab atas pelaksanaan ibadah haji,

sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

b. Jemaah haji berkewajiban membayar premi sebagai dana

nontabungan yang merupakan bagian dari komponen Biaya

Perjalanan Ibadah Haji (BPIH).

2. Premi ta’mi >n haji yang diterima harus dipisahkan dari premi ta’mi >n

lainnya.

3. Perusahaan ta’mi >n dapat menginvestasikan dana kebajikan.

4. Perusahaan ta’mi >n berhak memperoleh imbalan atas pengelolan dana

nontabungan yang besarnya ditentukan sesuai dengan prinsip adil dan

wajar.

5. Perusahaan ta’mi >n berkewajiban membayar klaim kepada jamaah haji

sebagai peserta ta’mi>n berdasarkan kesepakatan yang disepakati pada

awal perjanjian.

6. Kelebihan biaya operasional haji adalah hak jamaah haji yang

pengelolaannya diamanatkan kepada Menteri Agama sebagai pemegang

polis induk untuk kemaslahatan umat.18

18Lihat Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Bab XX tentang Ta’mi >n Pasal 548-568.

Page 82: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

68

BAB IV

ANALISIS

A. Analisis Terhadap Apa yang Melandasi Pemikiran Wahbah Az-Zuhaili

Tentang Ketidaksetujuannya Terhadap Asuransi Bisnis

Dalam Islam istilah asuransi dikenal dengan ta’mi >n disebabkan pemegang

polis sedikit banyak telah merasa aman begitu mengikatkan dirinya sebagai

anggota atau nasabah asuransi. Pengertian yang lain dari at-ta’mi >n adalah

seseorang membayar atau menyerahkan uang cicilan agar pemegang polis atau

ahli warisnya mendapat sejumlah uang sebagaimana yang telah disepakati, atau

untuk mendapatkan ganti rugi terhadap hartanya yang hilang.

Kontrak asuransi dibuat berdasarkan prinsip ketidakpastian, kejadian yang

tidak menentu yang meliputi spekulasi suatu risiko. Baik peserta asuransi

maupun pengusaha asuransi menyepakati suatu kesepakatan untuk menanggung

risiko, pihak pertama mengalihkan risiko kerugian dan pihak kedua memperoleh

premi.

Dalam menentukan hukum asuransi, Wahbah az-Zuhaili

menggelompokkan asuransi tersebut kedalam dua jenis asuransi, yaitu at-ta’mi >n

at-ta’awuni dan at-ta’mi >n bi qist sabit. At-ta’m >in at-ta’awuni atau asuransi

kooperatif adalah sekelompok orang yang sepakat agar masing-masing dari

mereka membayar saham uang dalam jumlah tertentu dengan tujuan memberi

kompensasi bagi anggota yang terkena musibah tertentu. At-ta’mi >n at-ta’awuni

senada dengan konsep taka>ful yang terdapat dalam fiqih muamalah. Taka>ful

Page 83: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

69

merupakan bentuk saling memikul resiko diantara sesama orang antara satu

dengan yang lainnya menjadi penanggung atas resiko yang lainnya.

Kesediaan menanggung risiko pada hakikatnya merupakan wujud tolong-

menolong atas dasar kebaikan (tabarru’) untuk meringankan beban penderitaan

saudaranya yang tertimpa musibah. Dalam konteks kehidupan warga masyarakat

yang saling memberikan pertolongan dan perlindungan maka akan terwujud

kehidupan sosial yang stabil dan damai sebagai realisasi dari kesadaran

masyarakat untuk berbuat kebajikan yang didasari nilai keimanan kepada

Tuhannya. Saling pikul ini dilakukan atas dasar saling menolong dalam kebaikan

dengan cara masing-masing mengeluarkan dana tabarru’ atau dana ibadah,

sumbangan, derma yang ditujukan untuk menanggung resiko. Sebagaimana

firman Allah s.w.t dalam QS. al-Ma’idah ayat 2 “dan tolong-menolonglah kamu

dalam kebaikan dan takwa, dan janganlah tolong-menolong dalam dosa dan

permusuhan”. Dalam ayat tersebut Allah memerintahkan agar dalam kehidupan

bermasyarakat ditegakkan nilai tolong-menolong dalam kebajikan dan takwa.

Hukum at-ta’mi >n at-ta’awuni menurut Wahbah az-Zuhaili adalah

diperbolehkan, karena dalam asuransi ini terdapat unsur tolong-menolong

(tabarru’) di antara para peserta asuransi. Tolong-menolong dalam hal kebaikan

di dalam Islam sangatlah dianjurkan. Dalam hal ini para peserta asuransi

membayar atau menghibahkan sejumlah uang tertentu sesuai dengan

kesepakatan bersama. Apabila salah satu dari peserta tersebut mendapat musibah

maka akan diberi pertanggungan dari dana yang terkumpul tersebut.

Page 84: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

70

Prinsip asuransi ini menekankan pada semangat kebersamaan dan tolong-

menolong (ta’awun). Semangat asuransi menginginkan berdirinya sebuah

masyarakat mandiri yang tegak di atas asas saling membantu dan saling

menopang, karena setiap muslim terhadap muslim yang lainnya sebagaimana

sebuah bangunan yang saling menguatkan sebagian kepada sebagian yang lain.

Dalam model asuransi ini, tidak ada perbuatan memakan harta manusia dengan,

karena apa yang telah diberikan adalah semata-mata sedekah dari hasil harta

yang dikumpulkan. Selain itu keberadaannya akan membawa kemajuan dan

kesejahteraan kepada perekonomian umat.

At ta’mi>n bi qist sabit atau asuransi dengan bayaran tetap adalah akad

yang mewajibkan seseorang membayar sejumlah uang kepada pihak asuransi

yang terdiri atas beberapa orang pemegang saham dengan perjanjian apabila

peserta asuransi mendapat kecelakaan, ia diberi ganti rugi. At ta’mi >n bi qist sabit

lebih di kenal dengan asuransi bisnis, disebut juga asuransi konvensional.

Konsep dasar asuransi ini adalah adalah jual beli antara peserta dan perusahaan

asuransi. Hal ini dapat dipahami dari arti asuransi secara umum yang berarti

“jaminan”. Berdasarkan definisi tersebut dapat diketahui bahwa prinsip

pengelolaan risiko asuransi bisnis (konvensional) adalah transfer risiko (risk

transfer) yaitu prinsip risiko dengan cara mentransfer atau memindahkan risiko

peserta asuransi ke perusahaan asuransi.

Hukum asuransi tersebut menurut Wahbah az-Zuhaili tidak diperbolehkan.

Yang menjadi landasan pelarangan asuransi bisnis, yaitu karena mengandung

riba, gharar, dan judi.

Page 85: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

71

Unsur riba dalam asuransi tersebut karena adanya kompensasi dari sumber

yang mengandung syubhat, perusahaan asuransi menginvestasikan modalnya di

perusahaan-perusahaan yang menggalakkan riba. Kita dapat melihat dari

manfaat asuransi bagi kedua belah pihak, beberapa jenis asuransi juga berfungsi

sebagai tabungan atau sumber pendapatan. Yakni, selain memberikan

perlindungan, penanggung juga memberikan manfaat berupa bunga dari hasil

akumulasi total premi yang dibayarkan. Sementara itu perusahaan asuransi juga

memperoleh bunga dari invesrasi disurat-surat berharga. Sebagaimana firman

Allah s.w.t dalam surat al-Baqarah ayat 275 tentang pelarangannya terhadap

riba.

“Orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri

melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran

(tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah

disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu

sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan

mengharamkan riba.

Adanya unsur gharar dalam asuransi bisnis menurut Wahbah az-Zuhaili

disebabkan karena pada dasarnya, transaksi asuransi berstatus transaksi yang

mengandung gharar yaitu transaksi spekulatif dimana objek transaksi (barang

atau harga) ada kemungkinan diperoleh atau tidak diperoleh.

Sebagaimana yang terdapat dalam asuransi bisnis, objek asuransi adalah

suatu peristiwa yang tidak diketahui kapan terjadinya, apabila peristiwa yang

diasuransikan terjadi maka ia akan memperoleh pertanggungan dan apabila

peristiwa yang diasuransikan tidak terjadi maka ia tidak memperoleh

pertanggungan. Pihak tertangung tidak mengetahui sumber dana pembayaran

klaim berasal manakala ia meninggal atau mendapat musibah sebelum premi

Page 86: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

72

yang harus dibayarkan terpenuhi. Sementara ada hadits shahih yang

diriwayatkan oleh perawi-perawi tsiqah dari banyak sahabat Nabi, seperti hadits

yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yang menyatakan,

“Rasulullah s.a.w. melarang jual beli hashah dan jual beli gharar”.

Hadits ini hanya menyebutkan jual beli, tetapi berlaku juga untuk semua

transaksi kompensasi finansial karena unsur gharar berpengaruh di dalamnya

seperti ia berpengaruh dalam transaksi jual beli.

Adanya unsur judi yang terdapat dalam asuransi bisnis disebabkan karena

ada untung-untungan dalam kompensasi finansial, dimana pihak penerima

asuransi membayar premi yang jumlahnya sedikit dan menunggu keuntungan

yang besar. Di dalam Islam judi merupakan perbuatan yang dilarang.

Sebagaimana dalam surat al-Maidah ayat 90.

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar,

berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah,

adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah

perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”

Asuransi merupakan suatu kemauan untuk menetapkan kerugian-kerugian

kecil yang sudah pasti sebagai pengganti kerugian besar yang belum pasti. Unsur

gharar yang terkandung dalam asuransi bisnis memberi indikasi bahwa asuransi

juga mengandung unsur ketidakjelasan atau kekaburan (jahalah). Ketidakjelasan

mengenai jumlah uang yang akan diberikan masing-masing dari pihak penerima

dan pemberi asuransi. Selain unsur riba, gharar, dan jahalah, dalam

kesimpulannya Wahbah az-Zuhaili menyebutkan bahwa asuransi bisnis menjadi

haram karena adanya unsur gaban dan judi.

Page 87: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

73

Wahbah az-Zuhaili juga menyertakan pendapat Ibn ‘Abidin, bahwa

asuransi bisnis tidak dapat disamakan dengan kafalah dan mudha>rabah.

Dapat disimpulkan bahwa yang dijadikan landasan oleh Wahbah az-

Zuhaili melarang asuransi bisnis adalah surat al-Baqarah ayat 275 tentang riba,

surat al-Maidah ayat 90 tentang judi, hadits Nabi s.a.w. yang melarang jual beli

gharar, serta fatwa Ibn ‘Abidin tentang haramnya asuransi laut.

B. Analisis Terhadap Implikasi Pemikiran Wahbah az-Zuhaili Tentang

Penolakan Asuransi terhadap Perkembangan Asuransi Syariah di

Indonesia.

Secara historis, kajian tentang pertanggungan telah dikenal sejak zaman

dahulu dan telah dipraktikkan di tengah-tengah masyarakat, walaupun dalam

bentuk yang sederhana. Ini dikarenakan nilai dasar penopang konsep

pertanggungan yang terwujud dalam bentuk tolong-menolong sudah ada

bersamaan dengan adanya manusia.

Kebutuhan akan kehadiran jasa asuransi yang berdasarkan syariah diawali

dengan mulai beroperasinya bank-bank syariah. Hal tersebut sesuai dengan

Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan Ketentuan

Pelaksanaan Bank Syariah. Pada tanggal 27 Juli 1993 dibentuk tim TEPATI

(Tim Pembentukan Takaful Indonesia) yang disponsori oleh Yayasan Abdi

Bangsa (ICMI), Bank Mu’amalat Indonesia, Asuransi Tugu Mandiri, dan

Departemen Keuangan (Depkeu). Selanjutnya beberapa orang anggota tim

TEPATI berangkat ke Malaysia untuk mempelajari operasional asuransi Islam

pada tanggal 7-10 September 1993. Setelah itu melakukan berbagai persiapan,

Page 88: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

74

termasuk melakukan seminar nasional bulan Oktober 1993 di Hotel Indonesia.

Pada tanggal 23 Agustus 1994, Asuransi Takaful Indonesia berdiri secara resmi

berdasarkan Surat Keputusan Nomor Kep-385/KMK.017/1994 tanggal 4

Agustus 1994.

Peraturan tentang asuransi syariah di Indonesia hingga saat ini masih

mengacu kepada Fatwa DSN-MUI dan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.

At’ta’mi >n at-ta’awuni menurut Wahbah az-Zuhaili, adalah sekelompok

orang yang sepakat agar masing-masing dari mereka membayar saham uang

dalam jumlah tertentu dengan tujuan memberi kompensasi bagi anggota yang

terkena musibah tertentu. Pelaku usaha dalam asuransi ini bukanlah sebuah

organisasi yang berdiri sendiri dan terpisah dari orang-orang penerima asuransi.

Anggota yang terlibat dalam asuransi ini tidak bertujuan untuk memperoleh

keuntungan, namun bertujuan untuk meringankan baban kerugian yang

ditimbulkan oleh bencana yang menimpa sebagian anggotanya.

Asuransi ini termasuk sumbangan sukarela, juga termasuk salah satu

bentuk tolong- menolong dalam hal kebaikan dan kebajikan yang dianjurkan

dalam syariat Islam. Setiap anggota dalam asuransi ini membayar cicilan atas

dasar keikhlasan demi meringankan beban dari dampak-dampak bahaya dan

memperbaiki hal-hal yang rusak akibat bahaya yang melanda salah seorang dari

anggotanya, bagaimanapun bentuk bahaya baik bahaya yang melanda jiwa,

jasmani, barang-barang akibat kebakaran, pencurian, kematian hewan,

kecelakaan-kecelakaan lalu lintas, maupun bahaya dalam dunia kerja.

Page 89: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

75

Fatwa DSN-MUI tentang pedoman umum asuransi syariah dijelaskan yang

dimaksud dengan asuransi syariah (ta’mi >n, taka>ful atau tadha>mun) adalah usaha

saling melindungi dan tolong menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui

investasi dalam bentuk asset dan/ atau tabarru’ yang memberikan pola

pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang

sesuai dengan syariah.

Dari definisi asuransi menurut fatwa DSN-MUI dan Wahbah az-Zuhaili

tersebut memiliki persamaan yaitu, akad yang dilakukan diantara sejumlah pihak

dengan membayar iuran sejumlah uang tertentu yang akan digunakan untuk

memberikan bantuan apabila salah satu dari anggota tersebut mendapat musibah.

Sedangkan perbedaannya adalah dalam definisi asuransi syariah menurut

DSN-MUI terdapat kata “investasi” yang mengindikasikan bahwa dalam

asuransi syariah tersebut tidak hanya menggunakan akad tabarru’ sebagaimana

konsep at-ta’mi >n at-ta’awuni.

Perjanjian antara peserta asuransi dan perusahaan asuransi dapat

menggunakan beberapa akad, yaitu dalam fatwa DSN-MUI tentang pedoman

umum asuransi syariah akad yang dilakukan antara peserta dan perusahaan

asuransi adalah akad tabarru’ dan akad tija>rah. Yang dimaksud akad tija>rah

adalah akad mudha>rabah. Selain akad mudha>rabah dalam perkembangannya

akad yang dapat digunkakan adalah mudha>rabah musytarakah, dan waka>lah bil-

ujrah. Dalam pasal 548 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah akad yang

digunakan pada ta’mi >n dan i’adah ta’mi >n adalah waka>lah bil ujrah,

mudha>rabah, dan tabarru’. Akad tersebut digunakan sebagai acuan dalam

Page 90: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

76

pembayaran premi. Dalam asuransi syariah di Indonesia terdapat dua jenis

premi, yaitu premi dengan unsur tabungan dan premi dengan unsur

nontabungan. Dengan ketentuan akad tabarru’ harus melekat pada setiap

perjanjian asuransi.

Dengan adanya akad-akad tijarah tersebut menjadikan konsep asuransi

syariah di Indonesia sangat berbeda dengan at-ta’min at-ta’awuni menurut

Wahbah az-Zuhaili. Sehingga dalam asuransi syariah tersebut yang dapat

dikatakan sebagai pertanggungan hanyalah asuransi dengan akad tabarru’ dan

asuransi dengan akad tija>rah dengan premi nontabungan. Akad tija>rah dengan

premi tabungan tidak dapat dikatakan sebagai asuransi. Sebagaimana kita

menabung di perbankkan, uang yang kita tabung tersebut akan kembali kepada

kita kapanpun kita membutuhkannya. Sementara itu dalam at-ta’mi >n at-

ta’awuni menggunakan akad hibah. Ketika seseorang dengan keikhlasan hatinya

memberikan sesuatu maka ia tidak diperkenankan untuk mengambil kembali apa

yang telah dihibahkan tersebut.

Dalam ketentuan akad asuransi, baik Wahbah az-Zuhaili maupun Fatwa

DSN-MUI menjelaskan bahwa akad di dalam asuransi harus terbebas dari unsur

gharar, riba, dan judi. Wahbah az-Zuhaili menambahkan bahwa akad asuransi

juga harus terbebas dari unsur gaban dan jahalah, sementara itu dalam fatwa

DSN-MUI akad asuransi juga harus terbebas dari unsur suap, barang haram, dan

maksiat.

Hukum reasuransi menurut Wahbah az-Zuhaili sama dengan hukum

asuransi itu sendiri. Dengan demikian perusahaan asuransi kooperatif bisa

Page 91: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

77

melakukan transaksi asuransi dengan perusahaan asuransi kooperatif lainnya,

dan begitupun sebaliknya mengenai reasuransi bisnis, dimana hukum asuransi

bisnis berlaku padanya. Sedangkan dalam fatwa DSN-MUI tentang pedoman

asuransi syariah dijelaskan bahwa asuransi syariah hanya dapat melakukan

reasuransi kepada perusahaan reasuransi yang berdasarkan prinsip syariah.

Dapat disimpulkan bahwa dampak (implikasi) pemikiran Wahbah az-

Zuhaili tentang penolakan asuransi bisnis terhadap asuransi syariah di Indonesia,

yaitu:

Menurut Wahbah az-Zuhaili akad yang dapat digunakan dalam asuransi

adalah akad hibah (pemberian), hal ini dituangkan dalam ketentuan akad

asuransi syariah dalam Fatwa DSN-MUI tentang pedoman umum asuransi

syariah pada akad tabarru’ serta akad tija>rah dengan premi nontabungan dan

pasal 560 tentang ketentuan umum dari ta’mi >n dan i’adah ta’mi >n nontabungan

dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah. Akad asuransi juga harus terbebas

dari unsur gharar, riba, dan judi. Menurut Wahbah az-Zuhaili hukum reasuransi

sama dengan asuransi itu sendiri. Perusahaan asuransi kooperatif bisa melakukan

transaksi asuransi dengan perusahaan asuransi kooperatif lainnya. Hal ini

terdapat dalam ketentuan reasuransi dalam Fatwa DSN-MUI bahwa asuransi

syariah hanya dapat melakukan reasuransi kepada perusahaan reasuransi yang

berlandaskan prinsip syariah.

Page 92: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

78

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Dalam menentukan hukum asuransi, Wahbah az-Zuhaili membagi asuransi

tersebut kedalam dua bentuk yaitu at-ta’mi >n at-ta’awuni dan at-ta’mi>n bi qist

sabit. Hukum at-ta’mi>n at-ta’awuni diperbolehkan karena adanya unsur

tolong-menolong yang dianjurkan dalam Islam. Sedangkan at-ta’mi >n bi qist

sabit tidak diperbolehkan karena adanya unsur gharar, riba, jahalah, dan judi.

Yang melandasi pemikiran Wahbah az-Zuhaili tentang pelarangan terhadap

asuransi bisnis adalah surat al-Baqarah ayat 275 tentang riba, surat al-Maidah

ayat 90 tentang judi, hadits Nabi s.a.w. yang melarang jual beli gharar, serta

fatwa Ibn ‘Abidin tentang haramnya asuransi laut.

2. Implikasi pemikiran Wahbah az-Zuhaili terhadap perkembangan asuransi

syariah di Indonesia adalah adanya akad tabarru’ serta akad tijarah dengan

premi nontabungan dalam fatwa DSN-MUI tentang Pedoman Umum

Asuransi Syariah maupun Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah tentang

Ta’mi >n dan I’adah Ta’mi >n pada akad nontabungan. Hukum reasuransi sama

dengan hukum asuransi itu sendiri, asuransi kooperatif (at-ta’mi >n a-ta’awuni)

bisa melakukan transaksi asuransi dengan perusahaan asuransi kooperatif

lainnya, perusahaan asuransi syariah hanya dapat melakukan reasuransi

kepada perusahaan reasuransi yang berlandaskan prinsip syariah.

Page 93: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

79

B. SARAN

Diharapkan dengan penelitian ini dapat memberikan informasi dan bahan

pertimbangan bagi perusahaan asuransi syariah dalam menawarkan produk-

produknya di masyarakat. Dimana, ketika menawarkan produk asuransi di

masyarakat terlebih dahulu benar-benar menjadikan al-Qur’an dan Sunnah Rasul

s.a.w. sebagai dasar dan pedoman dalam pelaksanaannya, yaitu dengan melihat

dari segi akad.

Diharapkan kepada pemerintah agar membentuk suatu badan yang

mengawasi jalannya operasional asuransi syariah, agar dalam operasionalnya

perusahaan asuransi syariah tersebut sesuai dengan ketentuan-ketentuan syariah.

Page 94: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

80

DAFTAR PUSTAKA

Ali, AM. Hasan. Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam. Jakarta: Prenada

Media, 2004.

Anshori, Abdul Ghofur Asuransi Syariah Di Indonesian. Yogyakarta: UII Press,

2007.

Azizah, Laelatul Azizah. Pandangan Wahbah az-Zuhaili Terhadap Pematokan

Harga Komoditi Perdagangan. Skripsi IAIN Purwokerto, 2017.

Azwar, Saifuddin Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.

Az-Zuhaili, Wahbah. Fiqh Isla>m Wa Adillatuhu 5, terj. Abdul Hayyie al-Kattani.

Jakarta: Gema Insani, 2011.

Biografi Wahbah az-Zuhaili dalam http://etheses.uin-

malang.ac.id/294/7/10210084%20Bab%203.pdf, (diakses pada tanggal 7

Januari 2018)

Bukhari, Imam. Shahih al-Bukhari juz 3. Lebanon: Dar al-Fikr, 1981.

Dahlan, Abdul Aziz Dkk. Ensiklopedi Hukum Islam. Jakarta: Ichtiar Baru Van

Heove, 1996.

Depag, al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Indah Press, 1994.

Depdiknas. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2002.

Fatwa No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah

Ghazaly, Abdul Rahman, dkk. Fiqh Muamalah. Jakarta: Kencana, 2015.

Ghofur, Saiful Amin Ghofur. Profil Para Mufasir al-Qur’an. Yogyakarta:

Pustaka Insan Madani, 2008.

Hadi, Sutrisno. Metodologi Research. Yogyakarta: Gajah Mada, 1980.

Handiman, Ade Artesa dan Edia. Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank.

Jakarta: Permata Putri Media, 2006.

Hardi, Eja Armaz. “Studi Komparatif Takaful dan Asuransi Konvensional”,

dalam http://journal.stainkudus.ac.id/index.php/Bisnis/article...(diakses

pada tanggal 25 April 2018).

Page 95: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

81

Heykal, Nurul Huda dan Mohamad. Lembaga Keuangan Islam Tinjauan

Teoritis Dan Praktis. Jakarta: Kencana, 2010.

http://m.hukumonline.com/klinik/detail/lt5837dfc66ac2d/kedudukan-fatwa-mui-

dalam-hukum-indonesia, diakses pada tanggal 25 April 2018.

Husein, Rahmat. Asuransi Takaful Selayang Pandang Dalam Wawasan Islam

Dan Ekonomi. Jakarta: Lembaga Penerbit FE- UI,1997.

Indriansyah, Fajar. Pandangan Wahbah Az-Zuhaili Dan Muhammad Syahrur

Tentang Kepemimpinan Poliik Perempuan. Skripsi UN Sunan Kalijaga,

Yogyakarta, 2016.

Karya-Karya Wahbaha z-Zuhaili dalam

http://digilib.uinsby.ac.id/6439/5/Bab%202.pdf, (diakses pada tanggal 7

Januari 2018).

Kasmir. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: RajaGrafindo Persada,

2001.

Khoirudin, Muhammad Khoirudin. Kumpulan Biografi Ulama Kontemporer.

Bandung: Pustaka Ilmi, 2003.

Lubis, Suhrawardi K. Hukum Ekonomi Islam. Jakarta: Sinar Grafika, 2000.

Muslim, Imam. Shohih Muslin IX . Bairut: Darul Fikri, t.th.

Nasution, Nila Sari. Hak Atas Air Irigasi Menurut Wahbah az-zuhaili (Studi

Kasus di Desa Panyabungan Tonga Kec. Panyabungan. Skripsi UIN

SUMUT, Medan, 2017.

Nikmah, Khilyatun. Wahbah Az-Zuhaili dan Istidlalnya tentang Zakat Properti.

Skripsi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2008.

Pendapat Ulama Tentang Asuransi dalam

http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/ab (diakses pada tanggal 12

Juli 2018).

Pusat Pengkajian Hukum Islam dan Masyarakat Madani (PPHIMM). Kompilasi

Hukum Ekonomi Syariah. Jakarta: Kencana, 2009.

Rahayu, Lisa. Makna Qaulan dalam al-Qur’an; Tinjauan Tafsir Tematik

Menurut Wahbah al-Zuhailī. Skripsi Fakutas Ushuluddin Univesitas UIN

SUSKSA Riau, 2010.

S, Burhanuddin. Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta: Graha

Ilmu, 2010.

Page 96: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

82

Salim, Abu Malik Kamal bin as Sayyid Shahih Fiqih Sunnah, Terj. M.

Nashiruddin Al-Albani, dkk. Jakarta: Pustaka At-Tazkia, 2006.

Saputra, Hijrah dkk, Himpunan Fatwa Keuangan Syariah Dewan Syariah

Nasional MUI. Jakarta: Erlangga, 2014.

Seomitra, Andri. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Kencana,

2009.

Shadily, John M. Echols dan Hassan. Kamus Inggris-Indonesia. jakarta:

Gramedia Pustaka Utama, 1993.

Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995.

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta, 2005.

Suhendi, Hendi. Fiqh Muamalah. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005.

Sula, Muhammad Syakir. Asuransi Sariah (Life And General). Jakarta : Gema

Insani, 2004.

Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI No. KMA/097/SK/X/2006.

Suryadi. Studi Pemikiran Wahbah Al-Zuhaili Pendistribusian Zakat Pada Asnaf

Gharimin Sebagai Ibra’. Skripsi UIN Sultan Syarif Kasim Riau, 2012.

Ulfah, Abdul Aziz dan Mariyah Kapita. Selekta Ekonomi Islam Kontemporer.

Bandung: Alfabeta, 2010.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 2 Tahun 1992 Tentang Usaha

Perasuransian.

Undang-Undang Republik Indonesia No.40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian.

Page 97: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : WIWIN INDARTI

NIM : 210213010

Fakultas : Syariah

Jurusan : Muamalah

Dengan ini menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis

ini adalah benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan

pengambilan alihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai hasil

tulisan atau pikiran saya sendiri.

Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil

jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Ponorogo, 8 Juni 2018

Yang Membuat Pernyataan,

WIWIN INDARTI

NIM: 210213010

Page 98: JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA …etheses.iainponorogo.ac.id/3962/1/SKRIPSI.pdf · Skripsi ini telah dipertahankan pada sidang Munaqosah Fakultas Syari’ah Institut

RIWAYAT HIDUP

Wiwin Indarti dilahirkan pada tanggal 26 Maret 1994 di Desa Gedangan

Kecamatan Ngrayun, Ponorogo, putri dari pasangan suami istri Parjan dan Partini.

Pendidikan dasar ditamatkan pada tahun 2007 di SDN 7 Baosan Kidul Kecamatan

Ngrayun.

Pendidikan berikutnya dijalani di MTs Ma’arif al-Hikmah Ngrayun

diselesaikan pada tahun 2010. Kemudian ia melanjutkan ke sekolah yang sama di

MA al-Hikmah Ngrayun lulus pada tahun 2013.

Dan pada tahun 2013 ia melanjutkan pendidikannya ke Institut Agama Islam

Negeri (IAIN) Ponorogo dengan mengambil jurusan Muamalah.