JURNAL_PTK_OVI.docx

17
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS PADA PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS MATERI TEKS PROCEDURE DI KELAS IX-E SMP NEGERI 5 NGAWI TAHUN PELAJARAN 2013/2014 1 Oviella Yuwono 1 SMP Negeri 5 Ngawi Jl. Sukowati No.46 Karangasri Ngawi 63218 [email protected] ABSTRAK Penelitian Tindakan Kelas ini bertujuan untuk mengetahui kualitas Pembelajaran Bahasa Inggris Materi Teks Procedure, khususnya peningkatan keterampilan menulis (writing skill) melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match di Kelas IX-E SMP Negeri 5 Ngawi Tahun Pelajaran 2013/2014. Kualitas tersebut dianalisis berdasarkan aspek-aspek motivasi, aktivitas belajar, serta kompetensi siswa. Penelitian dilakukan dalam 2 siklus. Masing-masing siklus terdiri atas tahapan: perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Penulis mengambil data aktivitas siswa pada tiap siklus, sedangkan data hasil belajar diperoleh dari tes tertulis di akhir siklus. Penulis juga mengambil data tes awal (pre-test) untuk memetakan kemampuan awal siswa. Kesimpulan dari Penelitian Tindakan Kelas ini adalah: 1) Penerapan model pembelajaran make a match terbukti berpengaruh positif terhadap peningkatan keterampilan menulis (writing skill) pada pembelajaran Bahasa Inggris materi Teks Procedure di Kelas IX-E SMP Negeri 5 Ngawi Tahun Pelajaran 2013/2014; 2) Penerapan model pembelajaran make a match terbukti dapat meningkatkan aktivitas dan motivasi belajar siswa dalam rangka peningkatan keterampilan menulis (writing skill) pada pembelajaran Bahasa Inggris materi Teks Procedure di Kelas IX-E SMP Negeri 5 Ngawi Tahun Pelajaran 2013/2014; 3) Penerapan model pembelajaran make a match terbukti dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam rangka peningkatan keterampilan menulis (writing skill) pada pembelajaran Bahasa Inggris materi Teks Procedure di Kelas IX-E SMP Negeri 5 Ngawi Tahun Pelajaran 2013/2014. Saran dari Peneliti adalah: 1) Guru sebaiknya lebih memperhatikan karakteristik siswanya, terutama sekali dalam sistem monitoring yang lebih efektif dan efisien, sehingga guru dapat mengontrol sikap dan perilaku siswa pada saat proses berlangsung; 2) Pihak guru, sekolah serta stakeholder lainnya sebaiknya memberikan dukungan dan kontribusi yang nyata terhadap berbagai upaya pengembangan lebih lanjut; 3) Bagi guru mitra yang akan menggunakan perangkat dan model pembelajaran ini, sebaiknya sebelum menggunakannya, terlebih dahulu melakukan simulasi dan selalu berkonsultasi dengan peneliti, sehingga kekurangan yang terjadi pada ujicoba ini dapat teratasi sebelum mengajarkan di kelas; serta 4) Bagi peneliti lain yang hendak mengembangkan ataupun mereplikasi penelitian 1

Transcript of JURNAL_PTK_OVI.docx

Page 1: JURNAL_PTK_OVI.docx

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN MAKE A MATCHUNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS PADA

PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS MATERI TEKS PROCEDUREDI KELAS IX-E SMP NEGERI 5 NGAWI

TAHUN PELAJARAN 2013/2014

1 Oviella Yuwono1SMP Negeri 5 Ngawi

Jl. Sukowati No.46 Karangasri Ngawi [email protected]

ABSTRAK

Penelitian Tindakan Kelas ini bertujuan untuk mengetahui kualitas Pembelajaran Bahasa Inggris Materi Teks Procedure, khususnya peningkatan keterampilan menulis (writing skill) melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match di Kelas IX-E SMP Negeri 5 Ngawi Tahun Pelajaran 2013/2014. Kualitas tersebut dianalisis berdasarkan aspek-aspek motivasi, aktivitas belajar, serta kompetensi siswa. Penelitian dilakukan dalam 2 siklus. Masing-masing siklus terdiri atas tahapan: perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Penulis mengambil data aktivitas siswa pada tiap siklus, sedangkan data hasil belajar diperoleh dari tes tertulis di akhir siklus. Penulis juga mengambil data tes awal (pre-test) untuk memetakan kemampuan awal siswa. Kesimpulan dari Penelitian Tindakan Kelas ini adalah: 1) Penerapan model pembelajaran make a match terbukti berpengaruh positif terhadap peningkatan keterampilan menulis (writing skill) pada pembelajaran Bahasa Inggris materi Teks Procedure di Kelas IX-E SMP Negeri 5 Ngawi Tahun Pelajaran 2013/2014; 2) Penerapan model pembelajaran make a match terbukti dapat meningkatkan aktivitas dan motivasi belajar siswa dalam rangka peningkatan keterampilan menulis (writing skill) pada pembelajaran Bahasa Inggris materi Teks Procedure di Kelas IX-E SMP Negeri 5 Ngawi Tahun Pelajaran 2013/2014; 3) Penerapan model pembelajaran make a match terbukti dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam rangka peningkatan keterampilan menulis (writing skill) pada pembelajaran Bahasa Inggris materi Teks Procedure di Kelas IX-E SMP Negeri 5 Ngawi Tahun Pelajaran 2013/2014. Saran dari Peneliti adalah: 1) Guru sebaiknya lebih memperhatikan karakteristik siswanya, terutama sekali dalam sistem monitoring yang lebih efektif dan efisien, sehingga guru dapat mengontrol sikap dan perilaku siswa pada saat proses berlangsung; 2) Pihak guru, sekolah serta stakeholder lainnya sebaiknya memberikan dukungan dan kontribusi yang nyata terhadap berbagai upaya pengembangan lebih lanjut; 3) Bagi guru mitra yang akan menggunakan perangkat dan model pembelajaran ini, sebaiknya sebelum menggunakannya, terlebih dahulu melakukan simulasi dan selalu berkonsultasi dengan peneliti, sehingga kekurangan yang terjadi pada ujicoba ini dapat teratasi sebelum mengajarkan di kelas; serta 4) Bagi peneliti lain yang hendak mengembangkan ataupun mereplikasi penelitian ini, sebaiknya mempertimbangkan berbagai keterbatasan penelitian yang telah diutarakan penulis.

Kata Kunci : Model Pembelajaran Make a Match, Keterampilan Menulis, Teks Procedure

PendahuluanBahasa Inggris merupakan alat atau media untuk

berkomunikasi, baik secara lisan dan tulis. Berkomunikasi adalah memahami dan mengungkapkan informasi, pikiran, perasaan, dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya. Kemampuan berkomunikasi dalam pengertian yang utuh adalah kemampuan berwacana, yakni kemampuan memahami dan/atau menghasilkan teks lisan dan/atau tulis yang direalisasikan dalam empat keterampilan bahasa, yaitu: mendengarkan (listening), berbicara (speaking), membaca (reading) dan menulis

(writing). Keempat keterampilan inilah yang digunakan untuk menanggapi atau menciptakan wacana dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, mata pelajaran Bahasa Inggris diarahkan untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan tersebut agar lulusan mampu berkomunikasi dan berwacana dalam bahasa Inggris pada tingkat literasi tertentu (Badan Standar Nasional Pendidikan, 2006).

Tingkat literasi tersebut mencakup performative, functional, informational, dan epistemic. Pada tingkat performative, orang mampu membaca, menulis, mendengarkan, dan berbicara dengan simbol-simbol yang digunakan. Pada tingkat

1

Page 2: JURNAL_PTK_OVI.docx

30

functional, orang mampu menggunakan bahasa untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari seperti membaca surat kabar, manual atau petunjuk. Pada tingkat informational, orang mampu mengakses pengetahuan dengan kemampuan berbahasa, sedangkan pada tingkat epistemic orang mampu mengungkapkan pengetahuan yang dimilikinya ke dalam bahasa sasaran (Wells, 1987).

Kemampuan berkomunikasi dengan Bahasa Inggris dalam pengertian yang utuh adalah kemampuan berwacana, yakni kemampuan memahami dan menghasilkan teks lisan dan tulis yang direalisasikan dalam keterampilan reseptif dan keterampilan produktif. Keterampilan reseptif meliputi menyimak / mendengarkan (listening) dan membaca (reading), sedangkan keterampilan produktif meliputi berbicara (speaking) dan menulis (writing). Keduanya perlu dikembangkan dalam proses pembelajaran Bahasa Inggris. Oleh karena itu, mata pelajaran Bahasa Inggris diarahkan untuk mengembangkan keterampilan agar siswa mampu berkomunikasi dan berwacana dalam Bahasa Inggris.

Writing (menulis) merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang dirasa sering menjadi masalah bagi siswa dalam proses pembelajaran Bahasa Inggris. Kegiatan menulis dalam pengajaran bahasa kedua (Bahasa Inggris) biasanya dianggap sebagai keterampilan sekunder yang nilai pentingnya terletak di bawah kemampuan menyimak, berbicara, dan membaca. Pada kenyataannya, menulis banyak digunakan sebagai cara untuk mempraktekkan unsur-unsur linguistik atau untuk mengekspresikan hal-hal yang bersifat personal bagi siswa (Ghazali, 2010:295). Menurut Ghazali (2010:295), pengembangan keterampilan menulis bahasa kedua, sama seperti keterampilan berbahasa lisan, yaitu memerlukan pemahaman tentang cara menggabungkan komponen-komponen linguistik (pengetahuan tentang kosakata, tata bahasa, ortografi, struktur (genre)) agar dapat menghasilkan sebuah teks.

Vygotsky (dalam Bodrova & Leong, 1996:102) beragumentasi bahwa, “...written speech is not just oral speech on paper but represents a higher level of thinking”. Dalam konteks mengenal kata-kata baru, Bloodgood (1999) menegaskan bahwa, “...found that names serve an ongoing role, helping children make connections to letters, words, sound, reading, and writing concepts”. Oleh karena itu, melatih memperkenalkan kosakata tentang benda-benda dan media tertentu akan menjadi bagian penting dalam membangun kemampuan bahasa dan kemampuan latihan menulis.

Sehubungan dengan keterampilan menulis (writing skill), sama pentingnya memberikan

kesempatan yang seluas-luasnya secara bebas tentang aktivitas sehari-hari terutama yang berhubungan dengan lingkungan sekitar karena itu akan mampu meningkatkan kemampuan bahasa dan memperluas kosakata serta perbendaharaan kosakata mereka. Kesemuanya itu akan berdampak pada perkembangan gagasan atau pikiran dan penguasaan bahasa, bahkan akan membantu membangun struktur dan ide baru secara jelas. Strategi tersebut lebih disukai dan membantu mereka memungkinkan terjadinya perluasan pemaknaan suatu konsep dalam tingkatan yang lebih tinggi dan lebih luas (Berk, 2008:329; Waxman & Lidz, 2006).

Oleh karenanya, usaha memperkaya kosakata, kalimat-kalimat sederhana dan pengenalan benda-benda di sekitar mereka melalui pengembangan model assessment untuk mendeteksi kemampuan penguasaan bahasa mesti dilakukan guna meningkatkan kemampuan bahasa mereka. Bersamaan dengan itu, pengembangan assessment guna mengukur dan menilai tingkat perkembangan kemampuan bahasa mereka menjadi penting.

Masih bertalian dengan perkembangan bahasa dan gagasan berpikir, tidak terlepas dari memperkenalkan dan mengajarkan kata-kata baru secara tepat. Kekayaan gagasan berpikir pada peserta didik merupakan implikasi dari usaha mengenalkan konsep/benda yang ada di alam dan lingkungan sekitarnya. Gagasan berpikir yang telah tumbuh dan berkembang dangan baik tersebut menurut Marlin et al (2003), dapat mendukung mereka dalam mengembangkan kemampuan menulis. Bertalian dengan hal tersebut, penelitian (Schilisselberg, 2004; Neoman, 2006; Leonard, 1976) menemukan bahwa identifikasi vocab berkorelasi dengan proses penguasaan merangkai dan menyusun beberapa vocab yang bertalian kedalam tulisan.

Dengan demikian, keterampilan menulis (writing skill) cenderung dipengaruhi oleh penguasaan kosakata, struktur bahasa dan kemampuan siswa dalam merangkai kata menjadi sebuah teks yang berterima. Selama ketiga faktor tersebut belum dikuasai, siswa akan mengalami kesulitan dalam mengasah kemampuan menulis dalam pembelajaran Bahasa Inggris. Beban siswa akan semakin bertambah karena terdapat perbedaan secara gramatikal antara Bahasa Inggris sebagai bahasa asing dan Bahasa Indonesia sebagai bahasa utama.

Blogspot Syam-Education saat menulis artikel “Collaborative Writing: Strategi Pengajaran Menulis dengan Menggunakan Pendekatan Proses”, menguraikan beberapa penyebab rendahnya keterampilan menulis (writing skill) siswa, yaitu:

Page 3: JURNAL_PTK_OVI.docx

31

1. keterampilan menulis (writing skill) cenderung jarang diajarkan di sekolah;

2. guru kesulitan dalam merencanakan dan mengajarkan ketrampilan ini;

3. guru lebih sering disibukkan dengan tindakan menjelaskan grammar serta bagian-bagian (generic structure) dari sebuah teks dibanding mengaplikasikan ke dalam sebuah tulisan siswa;

4. pembelajaran keterampilan menulis sangat menyita waktu, baik prosesnya maupun dalam pemberian umpan balik;

5. jumlah siswa terlalu banyak dalam satu kelas menyulitkan guru membimbing siswa secara efektif;

6. siswa tidak menguasai vocabulary serta kesulitan mengorganisisr ide mereka dan menuangkannya ke dalam paragraf sederhana;

7. dalam memberikan tugas menulis guru terkadang tidak memberikan contoh dan bimbingan tentang cara menuangkan ide dan mengembangkannya pada setiap proses menulis, sehingga pembelajaran keterampilan menulis hanya bertumpu pada hasil (product oriented) bukan pada proses (proccess oriented).Salah satu Kompetensi Dasar (KD) yang harus

dikuasai oleh siswa Kelas IX Sekolah Menengah Pertama (SMP) adalah kemampuan mengungkapkan makna dalam langkah retorika dalam esai pendek sederhana dengan menggunakan ragam bahasa tulis secara akurat, lancar dan berterima untuk berinteraksi dalam konteks kehidupan sehari-hari dalam teks berbentuk procedure dan report. Berdasarkan pengalaman peneliti saat mengajar mata pelajaran Bahasa Inggris di SMP Negeri 5 Ngawi, pembelajaran mengenai KD tersebut pada periode sebelumnya telah dilakukan secara klasikal.

Berdasarkan pengamatan peneliti, selama pembelajaran tersebut dilakukan secara klasikal / konvensional, keterampilan menulis (writing skill) siswa Kelas IX di SMP Negeri 5 Ngawi cenderung mengalami stagnansi. Kondisi tersebut lebih disebabkan adanya beberapa masalah / kendala, antara lain: 1) kurang bervariasinya metode atau teknik yang digunakan atau diterapkan oleh guru; 2) kurangnya media pembelajaran yang sesuai dan menarik bagi siswa; 3) kurangnya kompetensi guru dalam melaksanakan pembelajaran interaktif – inovatif khususnya yang menyangkut skill tersebut; 4) rendahnya motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran yang kurang menarik menurut mereka, 5) lemahnya keterampilan siswa dalam menulis.

Sehubungan dengan realitas yang berkembang, peneliti berusaha mencari metode dan strategi pembelajaran yang tepat sebagai solusinya. Guru

harus mampu mencari suatu teknik pembelajaran yang sesuai dengan situasi dan kondisi kelas. Prinsip PAIKEM (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan) harus dilaksanakan. Guru bukan lagi sosok yang ditakuti dan bukan pula sosok otoriter, tetapi guru harus jadi seorang fasilitator dan motor yang mampu memfasilitasi dan menggerakkan siswanya untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang mereka butuhkan.

Make a match adalah jenis model pembelajaran dimana siswa dituntut untuk aktif dalam mencari jawaban yang telah ada dan tersusun secara acak untuk dipasangkan pada pertanyaan yang telah diberikan oleh guru. Pembelajaran kooperatif tipe make a match dapat memberikan manfaat bagi siswa, di antaranya: a) mampu menciptakan suasana belajar aktif dan menyenangkan; b) materi pembelajaran yang disampaikan lebih menarik perhatian siswa; c) mampu meningkatkan motivasi belajar siswa; serta d) mampu meningkatkan hasil belajar siswa dalam mencapai taraf ketuntasan belajar yang telah ditentukan.

Metode PenelitianPenelitian ini dilaksanakan selama 2 bulan, yaitu

pada bulan September sampai dengan Oktober 2013. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 5 Ngawi, khususnya di Kelas IX-E. Lokasi ini dipilih karena peneliti merupakan guru pengajar mata pelajaran Bahasa Inggris di sekolah tersebut. Jumlah siswa Kelas IX-E adalah 32 orang yang terdiri dari 17 siswa laki-laki dan 15 siswa perempuan, dengan kemampuan siswa yang heterogen (tidak sama).

Penelitian Tindakan Kelas ini direncanakan dalam dua siklus. Setiap siklus disertai dengan perubahan yang ingin dicapai, yang diukur dan dievaluasi dengan instrumen tes (post-test) dan lembar observasi. Skenario 2 siklus tersebut kemudian dikembangkan ke dalam langkah-langkah berikut: 1) Perencanaan (planning); 2) Pelaksanaan tindakan (action); 3) Observasi (observation); kemudian 4) Refleksi (reflection).

Proses pembelajaran pada masing-masing siklus dilakukan peneliti dengan berpedoman kepada empat langkah teknik pembelajaran yang meliputi: Building Knowledge of The Field (BKOF), Modelling of the Text (MOT), Joint Contruction of the text (JCOT) dan Independent Contstruction of the Text (ICOT).

Pengambilan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a) data aktivitas kelas diambil melalui observasi pada saat pelaksanaan tindakan berlangsung dengan menggunakan lembar observasi; b) data hasil belajar siswa diambil setelah masing-masing siklus

Page 4: JURNAL_PTK_OVI.docx

32

berlangsung dengan instrumen tes; c) data tentang keterkaitan antara perencanaan dengan pelaksanaan didapat dari rencana pembelajaran dan observasi.

Data hasil penelitian yang telah dikumpulkan diklasifikasikan atas dua tipe data, yaitu: kualitatif dan kuantitatif. Data kuantitatif berupa nilai para siswa pada setiap siklus akan diolah dengan teknik tabulasi sesuai dengan RPP. Data kualitatif berupa hasil observasi akan diolah dengan cara: 1) mengklasifikasikan seluruh materi-materi data berdasarkan sumber-sumber data yang diperoleh; 2) editing, yakni penelaahan terhadap data yang telah terkumpul untuk diklasifikasikan berdasarkan satuan gejala yang diteliti; 3) melakukan pengkodean (coding) untuk diklasifikasikan sesuai dengan kebutuhan berdasarkan satuan gejala yang diteliti; dan 4) melakukan presentasi data untuk keperluan analisis.

Teknik analisis data yang digunakan peneliti dikembangkan berdasarkan kriteria penilaian RPP. Oleh karena itu, indikator keberhasilan tindakan yang digunakan adalah yang telah dirumuskan di RPP, ditambah dengan indikator hasil belajar siswa yang telah disepakati, yaitu: 1) KKM = 75; 2) Ketuntasan Klasikal = 80%.

Hasil Penelitian pada Siklus 1Hasil pengamatan observer menunjukkan

bahwa sebagian besar siswa di Kelas IX-E cenderung aktif terlibat dalam pembelajaran Bahasa Inggris materi teks procedure pada aspek peningkatan keterampilan menulis (writing skill) dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe make a match. Data analisis menunjukkan bahwa dari 32 siswa Kelas IX-E, sebanyak 15 siswa (46,88%) termasuk kategori Cukup Aktif, sebanyak 6 siswa (18,75%) termasuk kategori Sangat Aktif. Meski demikian, masih terdapat 11 siswa (34,38%) yang dinilai Kurang Aktif terlibat dalam eksperimen penelitian tindakan kelas.

Gambar 1. Pie Chart Proporsi Keaktifan Siswa pada Siklus 1

Analisis data dilanjutkan pada level indikator keaktifan, antara lain: a) perhatian siswa terhadap

materi pelajaran (1); b) kerjasama kelompok (2); dan c) partisipasi (3). Apabila jumlah siswa di Kelas IX-E yang terlibat adalah 32 siswa, maka jumlah minimal pencapaian adalah 32 indikator sementara jumlah maksimal pencapaian adalah 96 indikator. Jadi, pada interval 32 – 96 tersebut diperoleh nilai tengah yaitu (96 + 32)/2 = 64 (66,67%). Total jumlah indikator yang dicapai oleh 32 siswa di Kelas IX-E pada Siklus 1 tercatat sebanyak 59 indikator (61,46%). Oleh karena 59 < 64, maka tingkat keaktifan siswa pada level indikator keaktifan terbukti masih rendah.

Analisis data secara mendalam dilanjutkan pada masing-masing indikator, dengan tujuan untuk mengetahui secara detail indikator keaktifan siswa yang paling signifikan. Hasilnya adalah sebanyak 21 siswa (65,63%) aktif menunjukkan perhatian pada materi pelajaran (1), sebanyak 17 siswa (53,13%) aktif bekerjasama dalam kelompoknya (2), serta sebanyak 21 siswa (65,63%) cenderung aktif berpartisipasi dalam pelaksanaan pembelajaran Bahasa Inggris materi teks procedure pada aspek keterampilan menulis (writing skill) dengan menggunakan model make a match.

Gambar 2. Diagram Proporsi Keaktifan Siswa per Indikator pada Siklus 1

Analisis data hasil post-test pada Siklus 1 menunjukkan bukti bahwa sebanyak 24 siswa di Kelas IX-E (75%) berhasil memenuhi syarat KKM (tuntas belajar), dan sebanyak 8 siswa (25%) belum memenuhi syarat KKM. Nilai rata-rata yang dicapai adalah sebesar 81,15, sehingga verifikasi nilai membuktikan bahwa sebanyak 19 siswa (59,37%) memiliki nilai diatas rata-rata, dan sebanyak 13 siswa (40,63%) memiliki nilai dibawah rata-rata.

Nilai rata-rata siswa untuk indikator kompetensi “menentukan tujuan (goal)” adalah sebesar 16,88, sementara nilai maksimalnya adalah 20. Nilai rata-rata siswa untuk indikator kompetensi “menentukan bahan-bahan (materials)” adalah sebesar 26,25, sementara nilai maksimalnya adalah 30. Nilai rata-rata siswa untuk indikator kompetensi “menyusun

Page 5: JURNAL_PTK_OVI.docx

33

langkah-langkah (steps)” adalah sebesar 38,02, artinya siswa hanya mampu menyusun 4 – 5 langkah dalam teks procedure “how to make a toast” yang mempunyai susunan 6 langkah.

Berdasarkan pedoman penyusunan peringkat yang dirumuskan di dalam RPP, maka analisis data hasil post-test pada Siklus 1 membuktikan bahwa sebanyak 3 siswa (9,37%) berhasil menempati peringkat tertinggi, yaitu “excellent” yang berarti mendapatkan nilai 100. Temuan lain membuktikan bahwa sebanyak 6 siswa (18,75%) masih berada di peringkat terbawah, yaitu “poor” yang berarti mendapatkan nilai antara 60 – 69. Secara umum, hasil post-test siswa di Kelas IX-E cenderung berada di level “good” (80 – 89) dan “fair” (70 – 79), yaitu sebanyak 18 siswa (56,25%).

Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Post-Test Siklus 1

Gambar 3. Pie Chart Komposisi Peringkat Siswa pada Siklus 1

Peneliti melakukan analisis lebih lanjut dengan menggunakan pendekatan yang pernah digunakan observer saat melakukan penelitian tindakan kelas, yaitu pendekatan statistik. Caranya adalah mengkonversi hasil post-test pada Siklus 1 ke dalam format interval dengan range sebesar 10. Masing-masing interval nilai dicari frekuensi (F) dan nilai tengahnya (NT), kemudian dikalikan. Hasil kali dari (F) dengan (NT) dari masing-masing interval dijumlahkan, dan hasilnya dibagi dengan total jumlah frekuensi (F). Nilai yang dihasilkan merupakan indeks ketuntasan klasikal yang dinotifikasikan dalam persen.

Tabel 2. Tabulasi Ketuntasan Klasikal pada Siklus 1

Data pada Tabel 2. menunjukkan bahwa total nilai (F) X (NT) = 2606,0 dan total frekuensi (F) = 32, sehingga indeks ketuntasan klasikal yang diperoleh adalah = 2606,0 / 32 = 81,44; divalidasi menjadi 81,44%. Diketahui bahwa 81,44% > 80%, sehingga hasil post-test siswa di Kelas IX-E pada Siklus 1 telah memenuhi syarat ketuntasan klasikal sebesar 80%. Temuan ini didukung oleh bukti lain, yaitu sebanyak 19 siswa (59,37%) memiliki nilai di interval 81 – 100.

Gambar 4. Histogram Distribusi Frekuensi Hasil Post-Test pada Siklus 1

Hasil pengamatan terhadap tingkat keaktifan siswa menunjukkan bahwa aspek yang paling lemah dari siswa adalah kerjasama kelompok. Selain itu, perhatian dan partisipasi siswa juga dinilai belum optimal karena jumlah siswa yang memenuhi kedua aspek ini tidak sampai dua per tiga dari total siswa yang terlibat. Faktor inilah yang menjadi penyebab masih banyaknya siswa yang dinilai kurang aktif (KA) saat mengikuti proses pembelajaran.

Pengamatan terhadap hasil belajar siswa, yang difokuskan kepada hasil post-test, membuktikan bahwa hampir sepertiga siswa membuat kesalahan / ketidaktelitian saat menentukan tujuan (goal) dari teks procedure. Akibatnya, siswa yang seharusnya mendapatkan nilai maksimal 20 akhirnya hanya mendapatkan nilai 10. Kondisi yang sama juga ditemui saat mengamati kemampuan siswa dalam menentukan bahan-bahan (materials). Akibatnya, siswa yang seharusnya mendapatkan nilai maksimal 30 akhirnya hanya mendapatkan nilai 15. Berdasarkan hasil pengamatan tersebut, siswa dapat mengalami potensi kehilangan nilai dari 10 – 25.

Page 6: JURNAL_PTK_OVI.docx

34

Pada saat menyusun kembali kalimat acak menjadi rangkaian terstruktur berupa langkah-langkah (steps), cukup banyak siswa yang mendapatkan nilai sempurna (50), dimana siswa tersebut mampu menyusun 6 langkah dalam “how to make a toast” dengan benar. Persoalannya, sebanyak 15 siswa terbukti belum mampu menyusun lebih dari 4 langkah dengan benar. Bahkan, terdapat seorang siswa yang hanya mampu menyusun 2 langkah saja.

Nilai belum optimal di tiga indikator kompetensi inilah yang menyebabkan sebanyak 13 siswa memiliki nilai dibawah rata-rata, meskipun tercatat hanya 8 siswa yang belum memenuhi syarat KKM. Sementara itu, tercatat hanya 8 siswa yang memiliki nilai lebih dari 90, dan berada di peringkat “very good” bahkan “excellent”. Dengan demikian, meski ketuntasan klasikal sudah dicapai, tetapi jumlah siswa yang nilainya cenderung rendah masih banyak sedangkan yang nilainya tinggi cenderung lebih sedikit. Banyak siswa yang nilainya mencapai KKM tapi masih banyak siswa yang nilainya dibawah rata-rata mengindikasikan bahwa banyak siswa yang nilainya hanya sedikit diatas KKM, bahkan beberapa hanya sama dengan KKM.

Kekurangan-kekurangan tersebut menurut observer terjadi karena penggunaan media pembelajaran yang belum optimal, efektif dan efisien. Penggunaan media sangat penting dalam tahap BKOF dan MOT, karena pada tahap ini siswa seharusnya diberi penguatan materi secara spesifik mengenai langkah-langkah retorika membuat sebuah teks procedure. Aktivitas siswa di kelas cenderung kurang disiplin dan kurang efektif karena terdapat siswa yang tidak memperhatikan, canggung, ogah-ogahan, malu, bingung, tidak bisa bekerjasama, kurang pro aktif, serta cenderung beranggapan bahwa kegiatan itu hanya sebuah permainan. Selain itu, guru model hendaknya menjelaskan secara rinci aturan main dan batasan waktu dalam tahap JCOT (kerja kelompok) sehingga siswa tidak kebingungan dan mampu mengimplementasikan perintah yang diberikan oleh guru. Guru model juga dituntut untuk lebih bisa mengendalikan serta mengontrol situasi dan kondisi kelas. Perlu dipahami bahwa yang bersangkutan harus memberikan bimbingan dan perhatian yang sama kepada 7 kelompok belajar yang sudah dibentuk.

Hasil Penelitian pada Siklus 2Hasil pengamatan observer menunjukkan

bahwa sebagian besar siswa di Kelas IX-E cenderung aktif terlibat dalam pembelajaran. Data analisis menunjukkan bahwa dari 32 siswa Kelas IX-E, sebanyak 9 siswa (28,12%) termasuk kategori Cukup Aktif, sebanyak 14 siswa (43,76%) termasuk

kategori Sangat Aktif. Meski demikian, masih terdapat 9 siswa (28,12%) yang dinilai Kurang Aktif.

Gambar 5. Pie Chart Proporsi Keaktifan Siswa pada Siklus 2

Analisis data dilanjutkan pada level indikator keaktifan, dimana total jumlah indikator yang dicapai oleh 32 siswa di Kelas IX-E pada Siklus 2 tercatat sebanyak 69 indikator (71,88%). Oleh karena 69 > 64, maka tingkat keaktifan siswa pada level indikator keaktifan terbukti cukup tinggi. Secara rinci, sebanyak 23 siswa (71,88%) aktif menunjukkan perhatian pada materi pelajaran (1), sebanyak 21 siswa (65,62%) aktif bekerjasama dalam kelompoknya (2), serta sebanyak 25 siswa (78,12%) cenderung aktif berpartisipasi.

Gambar 6. Diagram Proporsi Keaktifan Siswa per Indikator pada Siklus 2

Analisis data hasil post-test pada Siklus 2 menunjukkan bukti bahwa sebanyak 28 siswa di Kelas IX-E (87,50%) berhasil memenuhi syarat KKM (tuntas belajar), dan sebanyak 8 siswa (12,50%) belum memenuhi syarat KKM. Nilai rata-rata yang dicapai adalah sebesar 83,83, sehingga verifikasi nilai membuktikan bahwa sebanyak 14 siswa (43,75%) memiliki nilai diatas rata-rata, dan sebanyak 18 siswa (56,25%) memiliki nilai dibawah rata-rata. Capaian ini lebih tinggi daripada di Siklus 1 karena memiliki nilai rata-rata cenderung lebih baik. Selain itu, jumlah siswa yang mencapai KKM juga semakin banyak.

Page 7: JURNAL_PTK_OVI.docx

35

Nilai rata-rata untuk indikator kompetensi “menentukan tujuan (goal)” adalah sempurna, yaitu 20. Nilai rata-rata untuk indikator kompetensi “menentukan bahan-bahan (materials)” adalah sebesar 26,72, sementara nilai maksimalnya adalah 30. Nilai rata-rata siswa untuk indikator kompetensi “menyusun langkah-langkah (steps)” adalah sebesar 37,11, artinya siswa hanya mampu menyusun 5 – 6 langkah dalam teks procedure “how to make an omelette” yang mempunyai susunan 8 langkah.

Analisis data hasil post-test pada Siklus 2 membuktikan bahwa sebanyak 3 siswa (9,37%) berhasil menempati peringkat tertinggi, yaitu “excellent” yang berarti mendapatkan nilai 100. Temuan lain membuktikan bahwa sebanyak 10 siswa (31,26%) masih berada di peringkat terbawah, yaitu “fair” yang berarti mendapatkan nilai antara 70 – 79. Secara umum, hasil post-test siswa di Kelas IX-E cenderung berada di level “good” (80 – 89), yaitu sebanyak 16 siswa (50,00%).

Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Post-Test Siklus 2

Gambar 7. Pie Chart Komposisi Peringkat Siswa pada Siklus 2

Peneliti tetap melakukan analisis lebih lanjut dengan menggunakan pendekatan yang pernah digunakan observer saat melakukan penelitian tindakan kelas, yaitu pendekatan statistik. Caranya sama dengan yang sudah dilakukan pada Siklus 1.

Tabel 4. Tabulasi Ketuntasan Klasikal pada Siklus 2

Gambar 8. Histogram Distribusi Frekuensi Hasil Post-Test pada Siklus 2

Data pada Tabel 4. menunjukkan bahwa total nilai (F) X (NT) = 2696,0 dan total frekuensi (F) = 32, sehingga indeks ketuntasan klasikal yang diperoleh adalah = 2696,0 / 32 = 84,25; divalidasi menjadi 84,25%. Diketahui bahwa 84,25% > 80%, sehingga hasil post-test siswa di Kelas IX-E pada Siklus 2 telah memenuhi syarat ketuntasan klasikal sebesar 80%. Temuan ini didukung oleh bukti lain, yaitu sebanyak 22 siswa (68,75%) memiliki nilai di interval 81 – 100.

Hasil pengamatan terhadap tingkat keaktifan siswa menunjukkan bahwa aspek terlemah dari siswa masih sama, yaitu kerjasama kelompok. Padahal, aspek tersebut cenderung meningkat secara signifikan. Perhatian dan partisipasi siswa juga dinilai meningkat, meski peningkatan paling signifikan hanya terjadi pada partisipasi aktif siswa. Berdasarkan kondisi tersebut, masih ditemui beberapa siswa yang dinilai kurang aktif (KA) saat mengikuti proses pembelajaran meski jumlahnya cenderung berkurang dari 11 menjadi 9 siswa.

Pengamatan terhadap hasil belajar siswa membuktikan bahwa semua siswa suah berhasil menentukan tujuan (goal) dari teks procedure dengan benar. Oleh karena itu, semua siswa mendapatkan nilai maksimal 20. Kondisi berbeda ditemui saat mengamati kemampuan siswa dalam menentukan bahan-bahan (materials). Siswa masih menemui kesulitan yang menyebabkan mereka mengalami potensi kehilangan nilai sebesar 15.

Pada saat menyusun kembali kalimat acak menjadi rangkaian terstruktur berupa langkah-langkah (steps), beberapa siswa berhasil mendapatkan nilai sempurna (50), dimana siswa tersebut mampu menyusun 8 langkah dalam “how to make an omelette” dengan benar. Namun yang menggembirakan adalah nilai minimal pada kompetensi ini adalah 25, dimana siswa mampu menyusun 4 langkah teks procedure dengan benar.

Page 8: JURNAL_PTK_OVI.docx

36

Meskipun hanya 6 siswa yang memiliki nilai lebih dari 90, dan berada di peringkat “very good” bahkan “excellent”, namun peringkat terendah siswa berada di “fair”, lebih baik daripada Siklus 1 yang berada di “poor”. Secara umum, peringkat siswa masih tetap di “good” tetapi jumlahnya meningkat menjadi 16 siswa (50%) dari sebelumnya 11 siswa. Peningkatan hasil belajar pada Siklus 2 juga terjadi pada pencapaian ketuntasan klasikal = 80%, dimana sebanyak 28 siswa berhasil mencapai KKM, serta indeks ketuntasan klasikal hasil perhitungan yang mencapai 84,25%.

Secara umum, eksperimen pada Siklus 2 relatif berhasil meningkatkan kompetensi siswa dalam hal keterampilan menulis (writing skill) pada materi teks procedure. Kuncinya adalah keberhasilan meningkatkan kemampuan siswa untuk menentukan tujuan (goal) dari teks procedure dengan benar. Guru model juga cukup berhasil meningkatkan kemampuan siswa dalam menentukan bahan-bahan (materials) meski belum se-optimal indikator menentukan tujuan (goal). Kemampuan siswa dalam menyusun kembali langkah-langkah (steps) dalam teks procedure perlu diasah terus agar meningkat signifikan.

Selama pelaksanaan tindakan dari Siklus 1 sampai dengan Siklus 2, peneliti masih menemui berbagai macam kendala, antara lain: 1) kemampuan siswa bekerjasama dalam kelompok belajar cenderung sulit ditingkatkan; 2) keterbatasan mengenai media pembelajaran, baik kualitas maupun kuantitas; 3) keterbatasan waktu; 4) keterbatasan biaya (PTK ini menggunakan biaya mandiri; serta 5) keterbatasan tenaga, pikiran dan perhatian. Beberapa kendala dapat diatasi sendiri maupun dengan meminta bantuan kepada observer, namun beberapa kendala belum dapat teratasi, misalnya: soal waktu dimana peneliti cenderung terikat dengan waktu yang sudah ditentukan di dalam RPP. Kemudian soal perhatian kepada kelompok yang berjumlah 7 kelompok belajar, dimana peneliti cenderung kesulitan membagi perhatian meskipun sudah dibantu oleh observer.

PembahasanPenelitian pada kelas eksperimen telah

menghasilkan beberapa temuan yang membuktikan bahwa aspek kognitif siswa cenderung mengalami peningkatan secara signifikan, khususnya dalam keterampilan menulis (writing skill) sebagai keterampilan dasar siswa dalam memahami dan menguasai pembelajaran Bahasa Inggris materi teks procedure. Mulai dengan hasil pre-test hingga post-test pada Siklus 2 telah menunjukkan bahwa nilai

siswa cenderung meningkat, baik secara individu maupun secara agregat.

Pada tahap pre-test, nilai tertinggi adalah 93,75 dan nilai terendah adalah 51,25, dengan nilai rata-rata sebesar 76,84. Sebanyak 18 siswa (56,25%) memiliki nilai di atas rata-rata, serta sebanyak 14 siswa (43,75%) memiliki nilai di bawah rata-rata. Komposisi yang sama juga terjadi pada saat menggunakan parameter KKM = 75, dimana sebanyak 18 siswa (56,25%) memiliki nilai di atas atau sama dengan KKM, serta sebanyak 14 siswa (43,75%) memiliki nilai di bawah KKM.

Pada tahap post-test dalam Siklus 1, nilai tertinggi adalah 100 dan nilai terendah adalah 65, dengan nilai rata-rata sebesar 81,25. Sebanyak 19 siswa (59,37%) memiliki nilai di atas rata-rata, serta sebanyak 13 siswa (40,63%) memiliki nilai di bawah rata-rata. Komposisi yang berbeda terjadi pada saat menggunakan parameter KKM = 75, dimana sebanyak 24 siswa (75,00%) memiliki nilai di atas atau sama dengan KKM, serta sebanyak 8 siswa (25,00%) memiliki nilai di bawah KKM. Tingkat keberhasilan secara klasikal pada Siklus I naik mencapai 81,44% dari ketentuan minimal 80% (sudah tercapai).

Pada tahap post-test dalam Siklus 2, nilai tertinggi adalah 100 dan nilai terendah adalah 72,50, dengan nilai rata-rata sebesar 83,83. Sebanyak 14 siswa (43,75%) memiliki nilai di atas rata-rata, serta sebanyak 18 siswa (56,25%) memiliki nilai di bawah rata-rata. Komposisi yang berbeda terjadi pada saat menggunakan parameter KKM = 75, dimana sebanyak 28 siswa (87,50%) memiliki nilai di atas atau sama dengan KKM, serta sebanyak 4 siswa (12,50%) memiliki nilai di bawah KKM. Tingkat keberhasilan secara klasikal pada Siklus 2 naik mencapai 84,25% dari ketentuan minimal 80% (sudah tercapai).

Mahyudin Syah, dkk. (2010) menyatakan bahwa dalam pembelajaran Bahasa Inggris, model make a match dapat meningkatkan kemampuan menulis siswa kelas IX A SMP Pasundan Banjar pada semester 2 tahun pelajaran 2009-2010. Sementara Indraeni (2011) menyatakan bahwa model make a match dapat juga meningkatkan hasil belajar siswa untuk mata pelajaran matematika di Kelas VIII SMP Paramarta Jombang – Ciputat. Dengan demikian, model make a match juga sudah dibuktikan oleh peneliti lain sebagai model pembelajaran yang inovatif dan user friendly. Guru cenderung mudah mengaplikasikannya dalam KBM, serta dapat meningkatkan kompetensi siswa.

Model make a match dapat memupuk kerjasama siswa dalam menjawab pertanyaan, proses pembelajaran lebih menarik dan nampak sebagian

Page 9: JURNAL_PTK_OVI.docx

37

besar siswa lebih antusias mengikuti proses pembelajaran, dan keaktifan siswa tampak sekali pada saat siswa mencari pasangannya masing-masing. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang menitikberatkan pada gotong royong dan kerjasama kelompok.

Hasil penelitian pada kelas eksperimen telah menghasilkan beberapa temuan yang membuktikan bahwa aspek aktivitas dan motivasi belajar siswa cenderung mengalami peningkatan secara signifikan, khususnya dalam keterampilan menulis (writing skill) sebagai keterampilan dasar siswa dalam memahami dan menguasai pembelajaran Bahasa Inggris materi teks procedure. Hasil eksperimen dalam Siklus 1 dan 2 menunjukkan adanya peningkatan keberanian dalam bekerjasama, berpartisipasi, berdiskusi dan mengeluarkan pendapat, serta menyusun kembali langkah-langkah dalam teks procedure menjadi teks yang berterima.

Secara spesifik, pada level (SA) peningkatan terjadi dari 6 siswa sangat aktif menjadi 14 siswa sangat aktif. Pada level (CA) justru penurunan terjadi dari 15 siswa cukup aktif menjadi 9 siswa cukup aktif. Pada level (KA) penurunan terjadi dari 11 siswa kurang aktif menjadi 9 siswa kurang aktif. Dengan demikian, penerapan model kooperatif tipe make a match cenderung mempengaruhi keaktifan siswa dari (KA) menjadi (CA), dan dari (CA) menjadi (SA). Salah satu yang menyebabkan tingkat keaktifan siswa cenderung meningkat adalah karena penerapan model make a match cenderung dapat meningkatkan motivasi belajar siswa di Kelas IX-E.

Mahyudin Syah, dkk. (2010) menyatakan bahwa dalam pembelajaran Bahasa Inggris, model make a match dapat meningkatkan motivasi belajar siswa kelas IX A SMP Pasundan Banjar pada semester 2 tahun pelajaran 2009-2010. Sementara Indraeni (2011) menyatakan bahwa model make a match dapat juga meningkatkan motivasi belajar siswa untuk mata pelajaran matematika di Kelas VIII SMP Paramarta Jombang – Ciputat. Dengan demikian, model make a match juga sudah dibuktikan oleh peneliti lain sebagai model pembelajaran yang dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.

Model pembelajaran kooperatif tipe make a match dapat mempengaruhi keterampilan siswa dalam mendalami, memahami, serta meningkatkan aktivitas dan kualitas menulis pada materi teks procedure. Model tersebut juga terbukti dapat memotivasi siswa dalam mendalami, memahami, serta meningkatkan aktivitas dan kualitas menulis siswa pada materi teks procedure. Motivasi yang dapat ditingkatkan dengan terlibat dalam proses

pembelajaran kooperatif tipe make a match terbukti dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa. Dengan kata lain, aspek afektif siswa ikut mengalami perbaikan saat mengaplikasikan model pembelajaran tersebut.

Kesimpulan dan Saran

A. KesimpulanBerdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di

atas maka dapat disimpulkan bahwa: 1) Penerapan model pembelajaran make a match terbukti berpengaruh positif terhadap peningkatan keterampilan menulis (writing skill) pada pembelajaran Bahasa Inggris materi Teks Procedure di Kelas IX-E SMP Negeri 5 Ngawi Tahun Pelajaran 2013/2014; 2) Penerapan model pembelajaran make a match terbukti dapat meningkatkan aktivitas dan motivasi belajar siswa dalam rangka peningkatan keterampilan menulis (writing skill) pada pembelajaran Bahasa Inggris materi Teks Procedure di Kelas IX-E SMP Negeri 5 Ngawi Tahun Pelajaran 2013/2014; 3) Penerapan model pembelajaran make a match terbukti dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam rangka peningkatan keterampilan menulis (writing skill) pada pembelajaran Bahasa Inggris materi Teks Procedure di Kelas IX-E SMP Negeri 5 Ngawi Tahun Pelajaran 2013/2014.

B. Saran1. Dalam rangka penerapan model pembelajaran

Make a Match ini, guru sebaiknya lebih memperhatikan karakteristik siswanya, terutama sekali dalam sistem monitoring yang lebih efektif dan efisien. Dengan demikian, guru dapat mengontrol sikap dan perilaku siswa pada saat proses berlangsung.

2. Pihak guru, sekolah serta stakeholder lainnya sebaiknya memberikan dukungan dan kontribusi yang nyata terhadap berbagai upaya pengembangan lebih lanjut.

3. Bagi guru mitra yang akan menggunakan perangkat dan model pembelajaran ini, sebaiknya sebelum menggunakannya, terlebih dahulu melakukan simulasi dan selalu berkonsultasi dengan peneliti, sehingga kekurangan yang terjadi pada ujicoba ini dapat teratasi sebelum mengajarkan di kelas.

4. Bagi peneliti lain yang hendak mengembangkan ataupun mereplikasi penelitian ini, sebaiknya mempertimbangkan berbagai keterbatasan penelitian yang telah diutarakan penulis pada pembahasan sebelumnya.

Page 10: JURNAL_PTK_OVI.docx

38

DAFTAR PUSTAKA

Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah: SK-KD SMP/MTs. Jakarta: BSNP.

Bodrova, Elena and Leong, Deborah.1996. Tools of The Mind: The Vygotskian Approach to Early Childhood Education. New Jersey: Merill Prentice Hall.

Ghazali, H.A. Syukur. 2010. Pembelajaran Keterampilan Berbahasa. Malang: Aditama.

Indraeni, Atik Tri. 2011. Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match terhadap Motivasi Belajar Matematika. Skripsi. Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta.

Mahyudin Syah, Friska, dkk. 2010. Upaya Meningkatkan Kemampuan Siswa Menulis Teks Berbentuk Procedure melalui Model Pembelajaran Make a Match di Kelas IX A SMP Pasundan Banjar. Penelitian Tindakan Kelas. MGMP Bahasa Inggris Kota Banjar.

Wells, M.A.1987. College English. New York: Harcourt: Brace and World, Inc.

http://syamedu.blogspot.com/2011/03/collaborative-writing-strategy.html

http://tarmizi.wordpress.com/2008/12/03/pembelajaran-kooperatif-make-a-match/

http://efitriani.wordpress.com/2013/06/22/upaya-meningkatkan-kemampuan-menulis-teks-report-siswa-kelas-ix-3-di-smp-negeri-1-gunung-megang-melalui-writing-process-approach-5/

http://dianpelita.wordpress.com/2011/02/21/pembelajaran-bahasa-inggris-berbasis-teks-di-smp/

http://s4iful4min.blogspot.com/2011/02/metode-make-match-tujuan-persiapan-dan.html

http://www.englishindo.com/2014/04/procedure-text.html

http://www.belajarbahasainggris.us/2014/02/procedure-text-penjelasan-contoh-update.html

http://syamedu.blogspot.com/2011/03/collaborative-writing-strategy.html

http://tarmizi.wordpress.com/2008/12/03/pembelajaran-kooperatif-make-a-match/

http://efitriani.wordpress.com/2013/06/22/upaya-meningkatkan-kemampuan-menulis-teks-report-siswa-kelas-ix-3-di-smp-negeri-1-gunung-megang-melalui-writing-process-approach-5/

http://dianpelita.wordpress.com/2011/02/21/pembelajaran-bahasa-inggris-berbasis-teks-di-smp/

http://s4iful4min.blogspot.com/2011/02/metode-make-match-tujuan-persiapan-dan.html

http://www.englishindo.com/2014/04/procedure-text.html

http://www.belajarbahasainggris.us/2014/02/procedure-text-penjelasan-contoh-update.html

http://syamedu.blogspot.com/2011/03/collaborative-writing-strategy.html

http://tarmizi.wordpress.com/2008/12/03/pembelajaran-kooperatif-make-a-match/

http://efitriani.wordpress.com/2013/06/22/upaya-meningkatkan-kemampuan-menulis-teks-report-siswa-kelas-ix-3-di-smp-negeri-1-gunung-megang-melalui-writing-process-approach-5/

http://dianpelita.wordpress.com/2011/02/21/pembelajaran-bahasa-inggris-berbasis-teks-di-smp/

http://s4iful4min.blogspot.com/2011/02/metode-make-match-tujuan-persiapan-dan.html

http://www.englishindo.com/2014/04/procedure-text.html

http://www.belajarbahasainggris.us/2014/02/procedure-text-penjelasan-contoh-update.html

http://syamedu.blogspot.com/2011/03/collaborative-writing-strategy.html

Page 11: JURNAL_PTK_OVI.docx

39

http://tarmizi.wordpress.com/2008/12/03/pembelajaran-kooperatif-make-a-match/

http://efitriani.wordpress.com/2013/06/22/upaya-meningkatkan-kemampuan-menulis-teks-report-siswa-kelas-ix-3-di-smp-negeri-1-gunung-megang-melalui-writing-process-approach-5/

http://dianpelita.wordpress.com/2011/02/21/pembelajaran-bahasa-inggris-berbasis-teks-di-smp/

http://s4iful4min.blogspot.com/2011/02/metode-make-match-tujuan-persiapan-dan.html

http://www.englishindo.com/2014/04/procedure-text.html

http://www.belajarbahasainggris.us/2014/02/procedure-text-penjelasan-contoh-update.html