Jurnal Tobacco Smoking and Subgingival Dental Calculus

29
Merokok Tembakau dan Kalkulus Subgingiva Bergstr ¨om J: Tobacco smoking and subgingival dental calculus. J Clin Periodontol 2005; 32: 81–88.doi: 10.1111/j.1600-051X.2004.00638.x. r Blackwell Munksgaard, 2004. Abstrak Tujuan Sebuah penelitian radiografi dalam hubungan antara merokok tembakau dan kalkulus subgingiva yang dilakukan pada populasi orang dewasa, yaitu 48 orang perokok, 57 orang mantan perokok, dan 125 orang bukan perokok. Material dan Metode Penilaian kalkulus subgingiva berdasarkan pada satu set lengkap radiografi. Permukaan mesial dan distal akar dinilai ada atau tidaknya deposit radiopak dari akar sampai batas CEJ. Tingkat keparahan deposisi kalkulus subgingiva, ditandai penumpukan kalkulus subgingiva, diperkirakan berasal dari kedua jumlah dan proporsi sisi proksimal yang terkena.

description

Jurnal Tobacco Smoking and Subgingival Dental Calculus

Transcript of Jurnal Tobacco Smoking and Subgingival Dental Calculus

Merokok Tembakau dan Kalkulus SubgingivaBergstr om J: Tobacco smoking and subgingival dental calculus. J Clin Periodontol2005; 32: 8188.doi: 10.1111/j.1600-051X.2004.00638.x. r Blackwell Munksgaard,2004.

AbstrakTujuanSebuah penelitian radiografi dalam hubungan antara merokok tembakau dan kalkulus subgingiva yang dilakukan pada populasi orang dewasa, yaitu 48 orang perokok, 57 orang mantan perokok, dan 125 orang bukan perokok.

Material dan MetodePenilaian kalkulus subgingiva berdasarkan pada satu set lengkap radiografi. Permukaan mesial dan distal akar dinilai ada atau tidaknya deposit radiopak dari akar sampai batas CEJ. Tingkat keparahan deposisi kalkulus subgingiva, ditandai penumpukan kalkulus subgingiva, diperkirakan berasal dari kedua jumlah dan proporsi sisi proksimal yang terkena.

Hasil Prevalensi keseluruhan individu menunjukkan setidaknya satu kalkulus subgingival positif sebesar 43%, berkisar dari 15% di usia 20-34 tahun sampai 72% pada usia 50-69 tahun. Prevalensi masing-masing antara perokok, mantan perokok, dan bukan perokok adalah 71%, 53%, dan 28%. Perbedaan antara kelompok merokok secara statistik signifikan (p10 tahun (n=58); dan merokok selamahi dupnya (1) 1-200 rokok/tahun (n=58) dan (2) >200 rokok/tahun (n544). Dalam regresi linear, pendekatan terhadap rokok menjadi dua model variabel, saat ini merokok, perokok dibandingkan dengan mantan perokok dan non-perokok, dan mantan merokok, yaitu mantan perokok dibandingkan perokok dan non-perokok.

Kesalahan PengukuranPenilaian radiografi secara independen dilakukan oleh dua pengamat, setiap pengamat menilai jumlah individu dan dirahasiakan mengenaistatus perokok individu.Kesepakatan antar-pengamat menyepakati uji menurut Pearsoproduk-korelasi moment. Koefisien korelasi r= 0.93 dan p = 0.000. Antar-pengamat telah menguji reproduktifitas kedalam 25 orang yang dipilih secara acak dan diperkirakan dari salinan pengukuran dalam jangka waktu 2 hari.Reproduktifitas itu dicatat sebagai presisi (s), yaitu standar deviasi pengukuran tunggal, menurut di dimana perbedaan antara salinan dan n jumlah salinan. Estimasi presisi mengacu pada pengukuran tunggal beban kalkulus subgingiva s1=0.9 dan s2=0.1 untuk dua pengamat, masing-masing. Karena masing-masing individu diwakili oleh dua pengamat 'pembaca, presisi mengacu pada rata-rata tunggal s3=0.6. Ketepatan yang berkaitan dengan kelompok berarti (sm) adalah urutan 0,05-0,10. Hal ini menyimpulkan bahwa pengaruh pengukuran kesalahan pada kelompok berarti diabaikan.

HasilPrevalensi Bukti radiografi menunjukkan prevalensi kalkulus subgingival pada tiap individu, satu atau lebih pada daerah proksimal sebanyak 43% untuk total populasi, meningkat dari 15% pada usia 20-34 tahun sampai 72% pada usia 50-69 tahun (Gbr. 1). Secara statistik ada peningkatan signifikan dilihat dari usia (X2=62.1, p=0.000).Prevalensi perokok yang masih aktif adalah 71% sedangkan pada mantan perokok adalah 53% dan 28% pada golongan tidak merokok (Gbr. 2). Secara statistik terdapat perbedaan yang signifikan diantara kelompok perokok (X2=28.3, p=0.000). Secara statistik ada perbedaan signifikan yang spesifik antara perokok aktif dan bukan perokok, serta mantan perokok dan bukan perokok (Yates X2=24.4, p=0.000 dan 9.1, p=0.002). Perbedaan antara perokok aktif dan mantan perokok hampir signifikan (Yates 'X2=2.9, p=0.087). Prevalensi secara signifikan didominasi oleh perokok aktif dan hal ini berlaku pada semua golongan usia. Prevalensi lebih tinggi pada perokok berat dari pada perokok ringan dalam hal durasi merokok. Hal ini terbukti benar untuk perokok saat ini saja (Yates X2=5.7, p=0.017 dan 4.2, p=0.041) serta untuk perokok dan mantan perokok bila digabungkan (Yates X2=17.0, p=0.000 dan 9.0, p=0.003).

Gambar 1. Prevalensi (%) dari individu dengankalkulus subgingiva menurut usia

Tingkat Keparahan Distribusi frekuensi setiap individu berdasarkan jumlah kalkulus subgingival miring ke kiri, hal ini menunjukkan hubungan antara penurunan frekuensi dengan meningkatnya jumlah. Dengan pengecualian terdapat satu orang yang menunjukkan gejala ekstrem yang mencapai angka 50, frekuensi maksimum pada lokasi yang terinfeksi per orang adalah 11. Hanya 14 orang (5%) menunjukkan lebih dari enam (10%) lokasi yang terinfeksi. Secara keseluruhan rata-rata jumlah kalkulus subgingival adalah 1,4 (2,5%) lokasi yang terinfeksi per orang, meningkat dengan usia dari 0,3 (0,5%) di usia 20-34 tahun menjadi 2,3 (4,4%) di usia 50-69 tahun (Gambar. 3). Jenis Kelamin secara statistik tidak terlalu penting dikaitkan dengan jumlah kalkulus subgingiva saat usia ditentukan.

Gambar 2. Prevalensi (%) menurut individu dengan kalkulus subgingiva menurut status merokok.

Gambar 3. Jumlah kalkulus subgingival (n) dan proporsi (%) dari lokasi terinfeksi. Rata-rata dan SEM usia.

Rata-rata jumlah kalkulus subgingival pada perokok aktif adalah 3,4 (6,2%) lokasi yang terinfeksi per orang, 1,2 (2,4%) untuk mantan perokok, dan 0,6 (1,1%) untuk bukan perokok (Gbr. 4). Hubungan tetap penting secara statistik ketika umur ditentukan (F(2,2) =24,1 dan 32,8, masing-masing, p=0.000). Selanjutnya, hubungan antara merokok dan jumlah kalkulus subgingiva tetap penting secara statistik ketika mengendalikan pengaruh faktor penting lainnya, satu per satu, seperti indeks gingiva, tinggi tulang periodontal, poket periodontal, indeks plak, atau kalkulus supragingival kedalam dua faktor.

Jumlah kalkulus subgingival (n) dan proporsi (%) dari lokasi yang terinfeksi.Rata-rata dan SEM oleh status merokok

Jumlah kalkulus subgingival (n) dan proporsi (%) dari lokasi yang terkena dampak.Usia rata-rata disesuaikan dan SEM oleh konsumsi rokok

Model multivariat dan risiko Penilaian Regresi linier berganda termasuk jumlah kalkulus subgingival sebagai variable dependen dan usia, perokok, mantan merokok, indeks gingiva, tinggi tulang periodontal, indeks plak, dan kalkulus supragingival sebagai gejala awal, diperlihatkan dalam satu blok, dengan catatan bahwa jumlah kalkulus subgingiva dapat diprediksi dari kombinasi variable, terhitung 43% dari varians dalam variabel dependen (F=20.3, p=0.000, R2(adj) = 0,43). Secara statistik gejala terbesar pada usia, perokok aktif, dan kalkulus supragingival tetap signifikan (OR = 11,0, p = 0.000). Selanjutnya, risiko kalkulus subgingival menunjukan 8.5- kali lipat meningkat di kalangan individu perokok dibandingkan dengan bukan perokok setelah penyesuaian usia (OR = 8.5, p = 0.000, Tabel 5). Risiko antara mantan perokok sedikit lebih tinggi (OR = 2.2, p = 0.051).

Tabel 3.Analisis regresi berganda dengan beban kalkulus subgingival sebagai variable dependen. R2=0.43

Tabel 4. Jumlah kalkulus subgingival (n) dan proporsi (%) dari lokasi yang terinfeksi. Rata-rata usia yang disesuaikan dan SEM pada perokok.

Secara signifikan penggabungan penigkatan perokok yang diamati mengenai konsumsi, durasi, serta paparan rokok seumur hidup antara perokok aktif dan mantan perokok akan semakin tinggi risiko relatifnya, dibandingkan dengan bukan perokok, perokok yang telah mengkonsumsi rokok 15-20 batang/hari selama 15-20 tahun akan meningkat 15-20 kali lipat mendapat risiko kalkulus subgingival setelah penyesuaian usia yang mungkin telah dilakukan.

DiskusiPrevalensikalkulus subgingivalpada populasiindividuyang peduli pada kesehatan gigi dan mulutadalah43% menunjukkan bahwamayoritas individu tidak memiliki kalkulus.Nilai bebankalkulussubgingival hanya 5 % yang memiliki nilai lebih dari enam(10%), menunjukkan bahwa tingkat keparahan masing-masing individu adalah rendah sampai sedang.Radiografi digunakan untuk mendeteksi kalkulus dariujung akarapikalkecemento-enamel junctionyang mungkin tidakterlihat klinis.Seiring denganretraksiperiodontaldanreduksiketinggian tulang alveolar yang disebabkan oleh pertambahanusia dan/atau perjalanan penyakit, pada gusi yang menempel padaakar mungkindapatterbuka danbeberapadiantaranya terdapat deposit plak, penilaianradiografidapatmenunjukan sebagaikalkulus subgingivallokalisata mungkin secara klinis kalkulussupragingival lokalisata, demikian pula sebaliknya.Penilaian klinistidak dilakukansecara paralel dengan radiografi sehingga terjadi keambiguan antarakalkulus subgingivaldankalkulussupragingiva mungkin tidak dimungkinkan untuk dinilai.Namun, karenakalkulussupragingivadimasukankedalamperhitungan, setiapfaktor pengganggu initidakmemengaruhiperbandingan antarakelompokperokok.Sedikit ketidakpastianuntukkalkuluslokalisata,tidak akan mempengaruhiperbandingan kelompok.Metodepenilaianradiografikenyataannya hanya menilaiaspekproksimal permukaan akar, meskipun kalkulus subginggival predominan di proksimal(Anerud etal.,1991, Corbett&Dawes,1998), sehingga penggunaan hasil penilaianradiografisajapasti akan diremehkan/ tidak diterima. Bagaimanapun,sistematika tersebut tidak akanmempengaruhiperbandingan antarakelompokperokok. Metoderadiografi saat ini, dapat memproduksipenilaiandenganpresisi yang tinggi, Oleh karena itu, dianggapsesuaidengan tujuanpenelitian.Hipotesisyang tertera dalam penelitian sebelumnyamenunjukanbahwamerokok tembakaumeningkatkandeposisi kalkulus subgigival di permukaanakar. Konsistendengan hipotesis, pada penelitian ini terjadipeningkatan kadarkalkulussubgingivalberkaitan denganmerokok. Bersamaandengantemuansebelumnyadiberbagai populasi(Pindborg 1949, Alexander1970, Ainamo1971, Sheiham1971, Anerudetal. 1991)sertayang sekarang(Bergstrom1999), ada hubungan positif antaramerokok dansupragingivakalkulus, menunjukkan bahwa klasifikasi kalkulussubgingival meningkat karenamerokok. Observasi yang memperkuattemuandaribeberapalaporan sebelumnya(Alexander 1970, Linden&Mullally1994), dapat dikatakanbahwahubungan antarakalkulus subgingivadan merokokhanya mencerminkan pengaruh tambahan darimorbiditas periodontalsebagai penyakit periodontalyang lebihsering dan lebih parahpada perokok(Bergstrom&Floderus-Myrhed 1983, Bergstrom1989, Haber&Kent1992, Haberetal. 1993, Bergstrom&Preber1994, Grossietal. 1994, 1995, Martinez-Canut etal. 1995, Bergstrometal. 2000a, b). efekdarimerokokkemungkinanfaktor presdiposisi yang menyebabkanperadangan ginggiva, menimbulkan poket periodontal, penurunan tulang alveolar, plaksupragingivadankalkulus supragingivadan dapat dipertanggungjawabkan. Dengan demikian,efek yang diamatidarimerokokadalah fokus padakeparahan penyakitdankondisi kebersihan mulut. Pendapatini adalahselanjutnya didukungolehpengamatan tambahan bahwadeposisi kalkulussubgingivalmeningkat dengan meningkatnyakadar dosis merokok. Dengancara yang sama,berhenti merokoktampaknyadapat mengembalikkanefekseperti sebelumnyadengan harapanbahwa mantanperokokyang telah berhentimerokokdi masa laluterjadi penurunan klasifikasi kalkulusdibandingkan dengan perokok. Belum adahipotesis dasar yangmenjelaskan mekanismedeposisi kalkulusgigikarenamerokok, sepertihipotesismenjelasankategori dari kalkulussupragingivadansubgingiva pada gigidanpato-fisiologis kalsifikasitempat laindalam tubuh. Pembentukan darikalkulus subgingivalumumnyadianggap sebagaiproses klasifikasi kalsium dan fosforyang berasaldaricairan crevikular gingiva yangdiserap ke dalamplakataubiofilm di subgingival(White, 1997). Proseskalsifikasibiofilm merupakan penggabungan dari unsurtertentu bakteriseperti asamlipoteikoatdan proteinyang mungkin menjadiperan pentingmenjadifaktor kontribusi(Nancollas &Johnson1994). Walaupunberbagai jenisbakteri dengan potensi klasifikasi yang berbeda mungkin tidak terpengaruh dalam konteks merokok, karenakebanyakan studisetuju bahwaflora mikro subgingival berhubungan denganmerokok(Preber etal. 1992, 1995, Stoltenbergetal. 1993, Bostrometal. 1998, 1999, 2001, Renvertetal. 1998).Merokokakanmemengaruhiproseskalsifikasidengan menggangguflora normalsubgingival. Sebuahstimulasidari efekmerokok memicuperadangan danmemproduksi cairan crevikular. Merokoksering dikaitkan dengantanda-tanda klinisperadangan, danbuktibahwa merokokdapat meningkatkan gejala dan tanda peradanganperiodontaltermasukmeningkatkan flow dari cairan crevicular(Preber&Bergstrom1985, Bergstrom&Preber1986, Bergstrometal. 1988, Bergstrom1990, Perssonetal. 1999, Bergstrom&Bostrom2001, Rezavandietal. 2002).Penekanan cairan crevicular di gingiva, menghambat proses pembersihandanmemperpanjangwaktu kontakantaracairandanpermukaan akaryang memungkinkanterjadinya peningkatan pertukaran konstituen dari cairan, termasukionmineral, dalamsulkus gingivaatau poketperiodontal. Selanjutnya, dapat dipahamibahwapenguranganflowdapat menyebabkanpeningkatankonsentrasi kalsium dan fosfat. Dengan demikian, secara paradoks, merokokmungkin dapat meningkatkankalsifikasidariplak subgingival dengan cara peristiwa penekananyangpada beberapaperistiwadalamperadanganPembentukan kalkulussubgingivamungkinmemiliki kesamaandengankalsifikasi ektopik tempat lain ditubuh sepertiaterosklerosisdinding endothelium pembuluh darahmayor , pankreas, plasentadan klasifikasi ginjal(Anderson 1983, Wexleretal. 1996, Wallinetal. 2001). Meskipun mekanismedarikalsifikasiyangtidak begitu lengkap, fitur umumdariklasifikasi penyakitadalah pembentukankristal, larutan , kalsiumphopsphatemineraldalam bentukhidroksiapatit(Anderson 1983, LeGeros2001, Proudfoot&Shanahan2001, Dohertyetal. 2003). Merokok tembakau merupakanfaktor risiko utamauntuk terjadinyakalsifikasiektopikdan penyakit kalsifikasi(Danielsen etal. 1996, Maheretal. 1996, Klesgesetal. 1998, Imoto&DiMagno2000, Iribarrenetal. 2000, Newmanetal.2001, Mangeretal. 2003). Sering dilaporkanbahwaklasifikasi ektopikdapat terjadi bersamaandengankehilangan jaringantulang alveolar, dan banyak faktor regulasi osteogenic dalampembentukan tulangyangterdapat dalamlesi aterosklerotik, hal tersebut menunjukkan mekanisme yang sama dengan deposisidan resorpsi mineral(Demer 2002). Selain itu, peradangandiperkirakanmemilikiperandalam regulasivaskularkalsifikasi. Dilaporkan bahwaFaktor-a nekrosistumor(TNF-a), danbeberapa faktorpelarutterlibat dalamproseskalsifikasiektopik(Tintut etal. 2002). Peradanganpenyakitperiodontalmelibatkan beberapamediatorperadangansepertiinterleukin(IL) -1dan-6, dan(TNF)-a yang adaketika terjadikerusakan jaringan(Birkedal-Hansen 1993, Alexander&Damoulis1994). Menariknya, telah ada penelitian sebelumnya mengenaipeningkatan kadarTNF-a pada cairancrevikular pasienperokok yang menyebabkan pembentukan tulang yang tidak adekuat selama perawatan (Bostrometal. 1998). Oleh karena ituresorpsi tulangperiodontaldisebabkan oleh faktor lokal yaitumerokok. Merokokbertindak sebagai pencetusmediatorperadanganuntuk menghasilkaneksudatsulkus denganelemen tertentuyang meningkatkankalsifikasidaribahan selularpada permukaanakargigi.Dengan demikian, jumlahpeningkatankalsifikasi kalkulus subgingivalyang diamati padaperokok menjadi tahap dariresorpsi tingkattinggitulangperiodontal(Bergstrometal. 2000a, b, Bergstrom2004). Singkatnya,penelitian ini menunjukkanhubungan kuatantara merokokdandeposis kalkulussubgingiva meliputipengaruhusia, kebersihan mulutdanperiodontalmorbiditas. Hubungankemungkinan besar mencerminkanresikoumumuntukkalsifikasiyang dibawaolehmerokok tembakau.Penelitian ini dibutuhkan penelitian lebih lanjutke dalamhubunganantara merokoktembakau, kalsifikasidepositgigi, dankalsifikasi ektopikjaringan lain.