Jurnal skipsi.pdf
-
Upload
ama-millaeo -
Category
Documents
-
view
64 -
download
11
Transcript of Jurnal skipsi.pdf
-
PENERAPAN METODE PENAMPANG DALAM PERHITUNGAN CADANGAN BATUGAMPING DI DOROMESMESAN KM 3
PADA PT. WEDA BAY NICKEL DESA LELILEF KABUPATEN HALMAHERA TENGAH
Oleh :
Rama Pratama
2004 31 028
SARI
PT. Weda Bay Nickel merupakan perusahaan pertambangan yang bergerak di
bidang pertambangan nikel dan kobalt. Perusahaan ini berlokasi di Tanjung Ulie,
Kabupaten Halmahera Tengah. Kontrak karya pertamanya disahkan berdasarkan
dikeluarkannya Keputusan Presiden No. B.53/PRESS/1/1998 bertanggal 19 Januari 1998.
Sejauh ini, PT. WBN tengah melakukan tahap konstruksi dan persiapan untuk melakukan
tahapan penambangan.
Perhitungan cadangan merupakan bagian yang penting dalam kegiatan eksplorasi
karena berorientasi pada kuantitas dari endapan bahan galian. Dewasa ini, perhitungan
cadangan telah dilakukan dengan menggunakan teknologi yang lebih modern (komputer).
Namun diperlukan evaluasi dengan metode-metode konvensional agar nantinya dapat
dijadikan bahan pertimbangan, tanpa mengesampingkan keakuratan penaksiran data dari
metode yang digunakan tersebut.
Metode perhitungan cadangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penampang (cross-section) dengan pendekatan menggunakan satu penampang (Step
Change Method). Dari hasil penelitian didapatkan volume untuk metode penampang
adalah 299.824,17 m3 dengan tonase 761.553,38 ton
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perhitungan cadangan merupakan
bagian yang penting dalam kegiatan
eksplorasi karena berorientasi pada
kuantitas dari endapan bahan galian.
Selain itu, perhitungan cadangan juga
dijadikan dasar evaluasi keekonomisan
suatu endapan mineral. Pada dasarnya
perhitungan cadangan ini dibagi
menjadi dua elemen yaitu volume
(kauntitas) dan kadar (kualitas). Volume
merupakan elemen yang berhubungan
dengan geometri endapan sedangkan
kadar merupakan representasi nilai
yang terkandung dalam geometri
tersebut. Banyak metode yang dapat
dipakai dalam perhitungan cadangan,
namun dalam pemakaian metode
tersebut harus diperhatikan beberapa
-
parameter antara lain: kadar,
ketebalan, dan bentuk penyebarannya.
Dewasa ini, perhitungan cadangan
telah dilakukan dengan menggunakan
teknologi yang lebih modern
(komputer). Namun diperlukan evaluasi
dengan metode-metode konvensional
agar nantinya dapat dijadikan bahan
pertimbangan, tanpa bermaksud
mengesampingkan tingkat keakuratan
penaksiran data dari metode yang
digunakan tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Identifikasi Masalah
Dalam penelitian ini, permasalahan
yang dapat diidentifikasi adalah:
1. Kandungan batugamping dari tiap
lubang bor yang beragam.
2. Penyebaran tiap macam
batugamping yang tidak merata.
3. Bentuk endapan yang berbentuk
bukit.
1.2.2 Masalah Penelitian
1. Bagaimana bentuk penyebaran
endapan bahan galian
batugamping di lokasi penelitian
dari data pemboran eksplorasi.
2. Berapa jumlah cadangan dari
endapan batugamping di daerah
penelitian.
1.2.3 Batasan Masalah
Dalam penelitian ini batasan
masalahnya adalah sebagai berikut :
1. Metode perhitungan yang
digunakan adalah Metode
Penampang.
2. Parameter pehitungan cadangan
hanya dibatasi pada parameter fisik
endapan bahan galian.
3. Perhitungan cadangan dilakukan
hanya untuk mengetahui kuantitas
dari endapan batugamping.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui :
1. Penyebaran endapan bahan galian
di daerah penelitian.
2. Jumlah cadangan pada daerah
penelitian.
1.4 Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, metode
penelitian yang digunakan dalam
pembuatan laporan ini adalah.
1. Studi literatur, yaitu meliputi kajian
pustaka mengenai genesa endapan
batugamping, mempelajari tulisan
para peneliti terdahulu, serta bahan
dan dokumentasi lainnya yang
mendukung dan berkaitan dengan
objek penelitian ini.
-
2. Teknik Pengambilan Data
a. Data primer adalah data yang
didapatkan dari hasil observasi
langsung di lapangan.
b. Data sekunder adalah data hasil
olahan yang diperoleh dari data
lapangan yang telah dimiliki oleh
perusahaan, seperti Peta Topografi,
Data lubang bor, Data kondisi
geologi, Logging, dan Density.
3. Teknik Pengolahan Data
Dalam penelitian ini, data yang
telah dikumpulkan selanjutnya
diolah untuk digunakan pada
perhitungan cadangan dengan
metode penampang (cross-section).
1.5 Pemecahan Masalah
Untuk memecahkan masalah
digunakan beberapa cara, yaitu :
1. Membuat penampang yang
mewakili profil endapan secara
vertikal berdasarkan data
pemboran eksplorasi.
2. Menentukan metode perhitungan
cadangan yang tepat berdasarkan
pola pemboran eksplorasi dan
kondisi topografi daerah penelitian.
3. Menghitung jumlah cadangan dari
endapan batugamping di daerah
penelitian.
II. TINJAUAN UMUM
2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah.
PT. Weda Bay Nickel berlokasi di
Tanjung Ulie yang merupakan daerah
pesisir pantai di Teluk Weda. Secara
administratif Tanjung Ulie terletak di
Kecamatan Weda Tengah, Kabupaten
Halmahera Tengah, Provinsi Maluku
Utara. Daerah Tanjung Ulie terletak
antara Desa Lelilef dan Desa Gemaf. Dan
secara geografis terletak pada titik
koordinat 00o 27 46,67 sampai 00o 29
26,66 Lintang Utara dan 127o 57
13,33 sampai 127o 59 26,66 Bujur
Timur.
Rute yang ditempuh untuk
mencapai lokasi MakassarTernate
dengan pesawat terbang, Ternate
Sofifi dengan speedboat, Sofifi- Weda
dengan menggunakan mobil, dan
Weda-Tanjung Ulie dengan Speedboat.
2.2 Cuaca Dan Iklim
Daerah Tanjung Ulie memiliki
iklim yang sama dengan daerah di
Indonesia pada umumnya yaitu
beriklim tropis dan memiliki 2 musim
yaitu musim kemarau dan hujan.
Curah hujan pada daerah ini sekitar 2,5
m3 per tahun, dan temperatur berkisar
antara 25 sampai 32oC.
-
Gambar 1.
Peta Tunjuk Lokasi Penelitian
2.3 Geologi Regional
2.3.1 Fisiografi
Berdasarkan Peta Geologi lembar
Ternate, Maluku Utara, fisiografi Pulau
Halmahera dibagi menjadi 3 (tiga)
bagian utama yaitu :
1. Mendala Fisiografi Halmahera
Timur
Mendala Halmahera Timur
meliputi lengan timur laut, lengan
tenggara, dan beberapa pulau kecil
di sebelah timur Pulau Halmahera.
Morfologi mendala ini terdiri dari
pegunungan berlereng terjal dan
torehan sungai yang dalam, serta
sebagian mempunyai morfologi
karst. Jenis batuan penyusun
pegunungan ini adalah batuan
ultrabasa. Morfologi karst terdapat
pada daerah batugamping dengan
perbukitan yang relatif rendah dan
lereng yang landai.
2. Mendala Fisiografi Halmahera
Barat
Mendala Halmahera Barat bagian
utara dan lengan selatan
Halmahera. Morfologi mendala
berupa perbukitan yang tersusun
atas batuan sedimen, pada
batugamping berumur Neogen dan
morfologi karst dan dibeberapa
tempat terdapat morfologi kasar
yang merupakan cerminan batuan
gunung api berumur oligosen.
-
3. Mendala Busur Kepulauan Gunung
Api Kuarter
Mendala ini meliputi pulau-pulau
kecil di sebelah barat pulau
Halmahera. Deretan pulau ini
membentuk suatu busur kepulauan
gunung api kuarter. Sebagian
pulaunya mempunyai kerucut
gunung api yang masih aktif.
Gambar 2.
Fisiografi Pulau Halmahera
2.3.2 Stratigrafi
Urutan formasi batuan pada daerah
Halmahera disusun dari tua kemuda
adalah :
1. Satuan Batuan Ultrabasa ; terdiri dari
serpentinit, piroksenit, dan dunit,
umumnya berwarna hitam
kehijauan, getas, terbreksikan,
mengandung asbes dan garnierit.
Satuan batuan ini dinamakan
Formasi Watileo dan hubungannya
dengan satuan batuan yang lebih
muda berupa bidang
ketidakselarasan atau bidang sesar
naik.
2. Satuan Batuan Beku Basa ; terdiri
dari gabro piroksen, gabro
hornblende, dan gabro olivine,
tersingkap pada komplek batuan
ultrabasa dan dinamakan Formasi
Wato-Wato.
3. Satuan Batuan Intermediete ; terdiri
dari batuan diorit kuarsa dan
hornblende, tersingkap juga dalam
batuan ultrabasa.
4. Formasi Dodaga ; berumur kapur,
tersusun oleh serpih berselingan
dengan batugamping coklat muda
dan sisipan rijang. Selain itu
ditutupi pula oleh batuan yang
berumur Paleosen-Eosen (Formasi
Dorosagu, satuan konglomerat, dan
satuan batugamping).
5. Satuan Batugamping ; berumur
Paleosen-Eosen, dipisahkan dengan
batuan yang lebih tua (ultrabasa)
oleh ketidakselarasan dan dengan
yang lebih muda dari sesar dengan
tebal + 400 meter.
-
Gambar 3.
Peta Geologi Halmahera Tengah
6. Formasi Dorosagu ; terdiri dari
batupasir berselingan dengan serpih
merah, batugamping. Formasi ini
berumur Paleosen-Eosen.
Hubungan dengan batuan yang
lebih tua (ultrabasa) oleh
ketidakselarasan dan sesar naik,
tebal +250 meter. Formasi ini
identik dengan Formasi Saolat.
7. Satuan Batuan Konglomerat ; tersusun
oleh batuan konglomerat sisipan
batupasir, batulempung, dan
batubara. Satuan ini berumur kapur
dan tebalnya lebih dari 500 meter.
Hubungannya dengan batuan yang
lebih tua (ultrabasa) dan formasi
yang lebih muda (Formasi Tingteng)
adalah ketidakselarasan sedangkan
dengan satuan batugamping
hubungannya menjemari. Setelah
pengendapan sejak Eosen akhir-
Oligosen Awal selesai, baru terjadi
aktifitas gunung api Oligosen atas-
Miosen bawah, membentuk bagian-
bagian yang disatukan sebagai
Formasi Bacan.
8. Formasi Bacan ; tersusun atas batuan
gunung api berupa lava, breksi, dan
tufa sisipan konglomerat dan
batupasir. Dengan adanya sisipan
batupasir maka dapat diketahui
umur Formasi Bacan yaitu oligosen-
Miosen Bawah. Dengan batuan
yang lebih tua (Formasi Dorosagu)
dibatasi oleh bidang sesar dan
dengan batuan yang lebih muda
-
(Formasi Weda) oleh bidang
ketidakselarasan.
Setelah pengendapan miosen
bawah bagian atas selesai,
terbentuk cekungan luas yang
berkembang sejak Miosen Atas-
Pliosen. Pada cekungan tersebut
diendapkan Formasi Weda, satuan
konglomerat, dan Formasi Tingteng.
9. Formasi Weda ; terdiri dari batupasir
berselingan napal, tufa,
konglomerat, dan batugamping,
berumur Miosen Tengah Awal-
Pliosen, bersentuhan secara tidak
selaras dengan Formasi Kayasa yang
berumur lebih muda dan
hubungannya secara menjemari
dengan Formasi Tingteng.
10. Formasi Tingteng ; tersusun oleh
batugamping hablur dan
batugamping pasiran, sisipan napal
dan batupasir, umur Miosen Akhir-
Pliosen Awal, tebal +600 meter.
Setelah pengendapan Formasi
Tingteng, terjadi terjadi
pengangkatan pada kuarter,
sebagaimana ditunjukkan oleh
batugamping terumbu di pantai
daerah lengan timur Halmahera.
14. Satuan Konglomerat ; berkomponen
batuan ultrabasa, basal, rijang,
diorit, dan batusabak setebal +100
meter, menutupi batuan ultrabasa
secara tidakselaras, diduga berumur
Miosen Tengah-Pliosen Awal.
Gambar 4.
Stratigrafi Umum Daerah Halmahera
2. 4 Klasifikasi Fasies Batugamping
Fasies dapat di defenisikan sebagai
karakter dari tubuh batuan yang
berdasarkan pada kombinasi aspek
litologi, aspek fisik, dan aspek
biologinya yang mempengaruhi
perbedaan dengan tubuh batuan
lainnya. Penentuan batugamping
didasarkan pada pengamatan terhadap
komponen penyusunnya (biota, micrit,
semen), tekstur, struktur, dan porositas
pada pengamatan megaskopis.
Umumnya, pengklasifikasian fasies
batugamping merujuk dua klasifikasi,
yaitu klasifikasi karbonat menurut
Dunham (1962) dan Folk (1952).
-
1. Klasifikasi Dunham (1962)
Klasifikasi ini didasarkan pada
tekstur deposisi dari batugamping,
karena menurut Dunham dalam
sayatan tipis, tekstur deposisional
merupakan aspek yang tetap. Kriteria
Dunham lebih condong pada fabrik
batuan, misalnya mud supported atau
grain supported bila dibandingkan
dengan komposisi batuan. Variasi
kelas-kelas dalam klasifikasi
didasarkan pada perbandingan
kandungan lumpur.
Pada klasifikasi Dunham (1962)
istilah - istilah yang muncul adalah
grain dan mud. Nama-nama yang
dipakai oleh Dunham berdasarkan atas
hubungan antar butir seperti
mudstone, wackestone, packstone,
grainstone, dan boundstone. Mudstone
dan Wackestone memiliki banyak
kandungan yang didominasi oleh
lumpur tetapi untuk mudstone
memiliki kandungan butir kurang dari
10%, sedangkan wackestone memiliki
kandungan butir lebih dari 10%.
Packstone dan Grainstone memiliki
kandungan butir yang banyak. Yang
membedakan keduanya adalah
packstone hadir dengan matriks,
sedangkan grainstone tidak memiliki
matriks tetapi bisa diisi oleh sparry
cement. Dan Boundstone memiliki
kandungan butir yang diikat bersama
selama pengendapan. Untuk lebih
jelasnya, klasifikasi Dunham (962)
dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 5.
Klasifikasi Dunham (1962)
2. Klasifikasi Folk (1952)
Batugamping yang memiliki lebih
dari 10% allochems (butiran karbonat
yang telah mengalami transportasi)
diklasifikasikan dengan klasifikasi
Folk. Berdasarkan persentase material
antar butir, batugamping dapat
dibedakan lagi menjadi dua kelompok,
yaitu batugamping sparry dan
batugamping mikrokristalin.
Batugamping sparry adalah
batugamping yang mengandung kristal
kalsit (sparry). Sedangkan batugamping
mikrokristalin adalah batugamping
yang mengandung kalsit
mikrokristalin, mikrit, yang berwarna
-
abu-abu hingga kecoklatan berukuran
lebih kecil dari 5 mikron.
Klasifikasi Folk lebih cocok
digunakan pada deskripsi sayatan (thin
section). Hal yang perlu diingat adalah
dalam klasifikasi ini, batugamping
yang memiliki matriks cukup banyak
dinamakan micrites, sedangkan
batugamping yang tidak memiliki
matriks dan tersusun atas semen kalsit
(sparry calcite) disebut sparites.
Klasifikasi Folk (1959) dapat dilihat
pada gambar berikut.
Gambar 6.
Klasifikasi Folk (1959)
III. LANDASAN TEORI
3.1 Pengertian Sumberdaya dan
Cadangan.
Sumberdaya (Resources) adalah
longgokan alamiah dari zat padat, zat
cair atau gas yang terdapat di alam,
mengandung satu jenis atau lebih
komoditas, diharapkan diperoleh nyata
dan bernilai ekonomis.
Cadangan (Reserves) adalah bagian
dari sumberdaya teridentifikasi dari
komoditas mineral ekonomi dapat
diperoleh dan tidak bertentangan
dengan ketentuan hukum atau
kebijaksanaan pada saat itu atau
volume cebakan bahan galian yang
mempunyai nilai ekonomis
3.2 Klasifikasi Sumberdaya
Pada uumnya, Sumberdaya bahan
galian dapat diklasifikasikan sebagai
berikut.
1. Sumberdaya hipotetik (hypothetical
resource) adalah jumlah bahan
galian di daerah penyelidikan atau
bagian dari daerah penyelidikan
yang dihitung berdasarkan data
yang memenuhi syarat-syarat
survey tinjau.
2. Sumberdaya tereka (inferred
resource) adalah jumlah endapan
bahan galian di daerah
penyelidikan atau bagian dari
daerah penyelidikan yang dihitung
berdasarkan data yang memenuhi
syarat-syarat yang ditetapkan untuk
tahap prospeksi.
3. Sumberdaya terunjuk (indicated
resource) adalah jumlah endapan
bahan galian di daerah
penyelidikan atau bagian dari
-
daerah penyelidikan yang dihitung
berdasarkan data yang memenuhi
syarat-syarat yang ditetapkan untuk
tahap eksplorasi pendahuluan.
4. Sumberdaya terukur (measured
resource) adalah jumlah endapan
bahan galian di daerah
penyelidikan atau bagian dari
daerah penyelidikan yang dihitung
berdasarkan data yang memenuhi
syarat-syarat yang ditetapkan untuk
tahap eksplorasi rinci.
3.3 Klasifikasi Cadangan
Cadangan endapan bahan galian
dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Cadangan Terkira (Probable Reserve)
adalah sumber daya mineral
terunjuk dan sebagian sumberdaya
mineral terukur yang tingkat
keyakinan geologinya masih lebih
rendah, yang berdasarkan studi
kelayakan tambang semua faktor
yang terkait telah terpenuhi,
sehingga penambangan dapat
dilakukan secara ekonomik
2. Cadangan Terbukti (Proved Reserve)
adalah sumber daya mineral
terukur yang berdasarkan studi
kelayakan tambang semua faktor
yang terkait telah terpenuhi,
sehingga penambangan dapat
dilakukan secara ekonomik.
Selain itu, klasifikasi cadangan di
berbagai negara yaitu Klasifikasi
cadangan di Inggris, Klasifikasi
Cadangan di Amerika, Klasifikasi
Cadangan di Rusia, dan Klasifikasi
Cadangan menurut Mc Kelvey.
Gambar 7.
Kriteria dan Klasifikasi Sumberdaya Mineral dan Cadangan (SNI)
-
3.4 Perhitungan Cadangan Metode
Penampang
Untuk menghitung luas penampang
yang akan dihitung deposit
cadangannya, digunakan Rumus
Simpson 1/3. Rumus ini
mengamsumsikan bahwa batas dari
setiap penampang diwakili oleh
lengkung parabolik yang melewati
titik-titik yang berurutan.
Gambar 8.
Perhitungan Luas Cara Simpson 1/3
Perhitungan volume dengan
metode penampang dibagi menjadi
dua pendekatan yaitu Step Change
Method dan Gradual Change Method. Step
Change Method menggunakan satu
penampang untuk menghitung volume
daerah penampang tersebut,
sedangkan Gradual Change Method
menggunakan dua atau tiga buah
penampang, untuk menghitung
volume diantara penampang tersebut.
Rumus yang digunakan untuk
menghitung volume dengan
menggunakan satu penampang adalah.
Ket : A = Luas endapan (m2)
d1 = Jarak pengaruh ke arah 1
d2 = Jarak pengaruh ke arah 2
Gambar 9.
Perhitungan Volume Satu Penampang
3.5 Perhitungan Tonase
Jumlah cadangan suatu endapan
bahan galian biasanya dinyatakan
dalam satuan ton (tonase). Dimana nilai
tonase didapatkan dari hasil perkalian
antara volume total endapan bahan
galian dengan nilai density dari bahan
galian tersebut.
Ket : Vtotal = Volume endapan (m3)
= Density endapan bahan
galian (ton/m3)
Tonase = Vtotal x
Volume = (A x d1) + (A x d2)
-
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Distribusi Lubang Bor
Distribusi lubang bor di daerah km
3 (tiga) Doromesmesan cukup teratur.
Lubang bor dibuat dari Utara ke
Selatan dengan spasi antar titik bor
kurang lebih 20 meter dan berjumlah
16 lubang dengan kedalaman rata-rata
30 meter. Bentuk penyebarannya
cenderung berbentuk linier.
Endapan bahan galian batugamping
memiliki tingkat homogenitas yang
tinggi, dimana data sebaran ketebalan
dan kadar cukup kontinu. Jarak antar
titik bor sejauh 20 meter sudah dapat
menghasilkan tingkat keyakinan yang
cukup baik. Adapun titik-titik bor di
daerah penelitian dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel 1.
Koordinat Titik Pemboran
No. Hole ID Easting Northing Elevasi (m) Depth (m)
1 SL 092 54119 378772 82 23.00
2 SL 093 54102 378772 84 27.50
3 SL 094 54086 378816 88 32.00
4 SL 095 54060 378816 89 32.00
5 SL 096 54039 378816 91 34.00
6 SL 097 54019 378816 87 33.50
7 SL 098 54004 378816 88 28.75
8 SL 099 53983 378816 89 30.00
9 SL 100 53964 378816 88 26.50
10 SL 101 53946 378816 88 28.50
11 SL 102 53922 378835 87 34.00
12 SL 103 53902 378835 89 34.00
13 SL 104 53885 378835 88 31.50
14 SL 105 53869 378835 88 32.00
15 SL 106 53845 378835 87 32.00
16 SL 107 53826 378835 88 33.50
Sumber : PCMC Department PT. Weda Bay Nickel
Penampang yang dibuat
didasarkan pada data koordinat,
elevasi, kedalaman pemboran, dan data
hasil logging. Pemodelan penampang
digambar dengan Software Surfer 8.0
dan kemudian diperhalus dengan
Software Coreldraw. Untuk penentuan
ketebalan dari tiap-tiap zona
didasarkan pada data pemboran
eksplorasi dan data logging. Lintasan
penampang dibuat penomoran dari
Selatan ke Utara.
Adapun penampang-penampang
tersebut, yaitu:
-
Gambar 10.
Penampang Logbor A-B
Gambar 11.
Penampang Logbor B-C
Gambar 12.
Penampang Logbor C-D
Pemodelan penampang ini,
bertujuan untuk menginterpretasikan
kondisi stratigrafi dan geologi daerah
penelitian secara vertikal
4.2 Karakteristik Batugamping
Batugamping di daerah
Doromesmesan Km 3 (tiga) ini
diklasifikasikan menjadi dua jenis
batugamping, yaitu batugamping
kristalin (Crystalline) dan batugamping
kapuran (Chalky). Batugamping
kristalin secara megaskopis lebih keras
dengan komposisi mineral didominasi
oleh kristal, sedangkan batugamping
kapuran (chalky) secara megaskopis
masih menampakan adanya lumpur
karbonatan serta butiran yang tidak
tersementasikan dengan baik oleh
semen karbonat, sehingga memiliki
kekerasan yang lebih rendah.
Gambar 13.
Batugamping Kapuran
Gambar 14.
Batugamping Kristalin
-
4.3 Volume dan Tonase
Dari hasil pengolahan data didapatkan nilai volume dan tonase adalah :
Tabel 2.
Hasil Perhitungan Volume Dan Tonase Batugamping Doromesmesan
Parameter Chalky Crystalline Total
Volume (m3) 132.114,56 167.709,61 299.824,17
Tonase (Ton) 335.570,97 425.982,41 761.553,38
4.4 Penyebaran Batugamping
Pemodelan endapan bertujuan
untuk mengetahui pola penyebaran
zona endapan batugamping secara
horizontal. Dimana bentuk
penyebaran dari batugamping
tersebut tidak tetap. Pada
umumnya daerah permukaan
didominasi oleh batugamping
kapuran, sedangkan untuk
batuagamping kristalin terletak
pada bagian dalam dan hanya
sebagian kecil yang tersingkap ke
permukaan. Informasi ini
didapatkan berdasarkan pada
pengamatan langsung di lapangan,
data hasil pemboran dan data
logging.
Gambar 15.
Peta Penyebaran Endapan Batugamping
-
4.5 Succesfull Factor
Dalam proses perhitungan
cadangan sering terjadi penyimpangan
hasil terhadap realisasi
penambangannya. Untuk itu
diperlukan suatu parameter yang
menentukan keberhasilan perhitungan
cadangan yang dilakukan. Besarnya
successful factor ditentukan oleh
kerapatan spasi titik bor, dimana
semakin rapat spasi pemboran maka
nilai successful factor pun semakin
besar.
Pada daerah penelitian spasi titik
bor adalah 20 meter, maka digunakan
successful factor rate sebesar 90%.
Adapun hasil perhitungannya dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.
Succesful Factor untuk Metode Penampang
No. Jenis Limestone Tonase (Ton) Succesful Factor
% Ton
1. Chalky 330.233,58 90 297.210,23
2. Crystalline 397.435,07 90 357.691,56
Total 726.510,98 653.859,88
Kesimpulan
1. Bentuk penyebaran endapan
batugamping tidak tetap, dimana
penyebaran batugamping kapuran
(chalky) terbentuk setempat-
setempat saling mengisi dengan
batugamping kristalin. Secara
umum keterdapatan endapan
batugamping daerah penelitian
terletak di atas zona ultrabasa
dengan kedalaman rata-rata 28,56
meter.
2. Dari hasil perhitungan dengan
menggunakan metode penampang
didapatkan volume total endapan
adalah 299.824,17 m3 dengan tonase
sebesar 761.553,38 ton.
Saran
1. Sebaiknya dilakukan juga analisis
kimia dari batugamping daerah
penelitian agar dapat diketahui
kadar/kualitas dari endapan
batugamping tersebut.
2. Sebaiknya diadakan penambahan
lubang bor di daerah penelitian
agar bentuk dan arah
penyebarannya dapat diketahui
lebih rinci.
-
DAFTAR PUSTAKA
1. Rauf Abdul, 1998, Perhitungan Cadangan Endapan Mineral, UPN Yogyakarta, Yogyakarta.
2. Haris Agus, 2005, Modul Responsi Metode Perhitungan Cadangan, ITB, Bandung.
3. Usman Dudi Nasrudin, 2004, Diktat Perencanaan Tambang
Terbuka, UNISBA, Bandung.
4. Setia Graha Doddy, 1987, Batuan dan Mineral, NOVA, Bandung.
5. Anggayana Komang, 1999, Pemboran Eksplorasi dan Penampang Lubang Bor, ITB, Bandung.
6. Nurhakim, 2006, Bahan Kuliah Teknik Eksplorasi, Universitas Lambung Mangkurat, BanjarBaru.
7. Prodjosumarto Partanto, Arif Irwandi, 1989, Pengantar Teknologi Mineral Penambangan, ITB, Bandung.
8. Suyartono, 2004, Good Mining Practice, Konsep dan Implementasi, Direktorat Teknik Mineral dan Batubara, DESDM, Jakarta.
9. Darijanto Totok, 2000, Geostatistik, Rekayasa Pertambangan ITB, Bandung.
10. , 1998, Pengambilan Conto dan Perhitungan Cadangan dengan Metoda-Metoda Konvensional, ITB, Bandung.
11. , 2004, The JORC Code, Australian Institute of Mining and Metalurgy, Australia.
12. , 1998, Klasifikasi Sumberdaya Mineral Dan Cadangan, Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.