Jurnal skipsi.pdf

download Jurnal skipsi.pdf

of 16

Transcript of Jurnal skipsi.pdf

  • PENERAPAN METODE PENAMPANG DALAM PERHITUNGAN CADANGAN BATUGAMPING DI DOROMESMESAN KM 3

    PADA PT. WEDA BAY NICKEL DESA LELILEF KABUPATEN HALMAHERA TENGAH

    Oleh :

    Rama Pratama

    2004 31 028

    SARI

    PT. Weda Bay Nickel merupakan perusahaan pertambangan yang bergerak di

    bidang pertambangan nikel dan kobalt. Perusahaan ini berlokasi di Tanjung Ulie,

    Kabupaten Halmahera Tengah. Kontrak karya pertamanya disahkan berdasarkan

    dikeluarkannya Keputusan Presiden No. B.53/PRESS/1/1998 bertanggal 19 Januari 1998.

    Sejauh ini, PT. WBN tengah melakukan tahap konstruksi dan persiapan untuk melakukan

    tahapan penambangan.

    Perhitungan cadangan merupakan bagian yang penting dalam kegiatan eksplorasi

    karena berorientasi pada kuantitas dari endapan bahan galian. Dewasa ini, perhitungan

    cadangan telah dilakukan dengan menggunakan teknologi yang lebih modern (komputer).

    Namun diperlukan evaluasi dengan metode-metode konvensional agar nantinya dapat

    dijadikan bahan pertimbangan, tanpa mengesampingkan keakuratan penaksiran data dari

    metode yang digunakan tersebut.

    Metode perhitungan cadangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

    penampang (cross-section) dengan pendekatan menggunakan satu penampang (Step

    Change Method). Dari hasil penelitian didapatkan volume untuk metode penampang

    adalah 299.824,17 m3 dengan tonase 761.553,38 ton

    I. PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Perhitungan cadangan merupakan

    bagian yang penting dalam kegiatan

    eksplorasi karena berorientasi pada

    kuantitas dari endapan bahan galian.

    Selain itu, perhitungan cadangan juga

    dijadikan dasar evaluasi keekonomisan

    suatu endapan mineral. Pada dasarnya

    perhitungan cadangan ini dibagi

    menjadi dua elemen yaitu volume

    (kauntitas) dan kadar (kualitas). Volume

    merupakan elemen yang berhubungan

    dengan geometri endapan sedangkan

    kadar merupakan representasi nilai

    yang terkandung dalam geometri

    tersebut. Banyak metode yang dapat

    dipakai dalam perhitungan cadangan,

    namun dalam pemakaian metode

    tersebut harus diperhatikan beberapa

  • parameter antara lain: kadar,

    ketebalan, dan bentuk penyebarannya.

    Dewasa ini, perhitungan cadangan

    telah dilakukan dengan menggunakan

    teknologi yang lebih modern

    (komputer). Namun diperlukan evaluasi

    dengan metode-metode konvensional

    agar nantinya dapat dijadikan bahan

    pertimbangan, tanpa bermaksud

    mengesampingkan tingkat keakuratan

    penaksiran data dari metode yang

    digunakan tersebut.

    1.2 Rumusan Masalah

    1.2.1 Identifikasi Masalah

    Dalam penelitian ini, permasalahan

    yang dapat diidentifikasi adalah:

    1. Kandungan batugamping dari tiap

    lubang bor yang beragam.

    2. Penyebaran tiap macam

    batugamping yang tidak merata.

    3. Bentuk endapan yang berbentuk

    bukit.

    1.2.2 Masalah Penelitian

    1. Bagaimana bentuk penyebaran

    endapan bahan galian

    batugamping di lokasi penelitian

    dari data pemboran eksplorasi.

    2. Berapa jumlah cadangan dari

    endapan batugamping di daerah

    penelitian.

    1.2.3 Batasan Masalah

    Dalam penelitian ini batasan

    masalahnya adalah sebagai berikut :

    1. Metode perhitungan yang

    digunakan adalah Metode

    Penampang.

    2. Parameter pehitungan cadangan

    hanya dibatasi pada parameter fisik

    endapan bahan galian.

    3. Perhitungan cadangan dilakukan

    hanya untuk mengetahui kuantitas

    dari endapan batugamping.

    1.3 Tujuan Penelitian

    Tujuan dari penelitian ini adalah

    untuk mengetahui :

    1. Penyebaran endapan bahan galian

    di daerah penelitian.

    2. Jumlah cadangan pada daerah

    penelitian.

    1.4 Metode Penelitian

    Dalam penelitian ini, metode

    penelitian yang digunakan dalam

    pembuatan laporan ini adalah.

    1. Studi literatur, yaitu meliputi kajian

    pustaka mengenai genesa endapan

    batugamping, mempelajari tulisan

    para peneliti terdahulu, serta bahan

    dan dokumentasi lainnya yang

    mendukung dan berkaitan dengan

    objek penelitian ini.

  • 2. Teknik Pengambilan Data

    a. Data primer adalah data yang

    didapatkan dari hasil observasi

    langsung di lapangan.

    b. Data sekunder adalah data hasil

    olahan yang diperoleh dari data

    lapangan yang telah dimiliki oleh

    perusahaan, seperti Peta Topografi,

    Data lubang bor, Data kondisi

    geologi, Logging, dan Density.

    3. Teknik Pengolahan Data

    Dalam penelitian ini, data yang

    telah dikumpulkan selanjutnya

    diolah untuk digunakan pada

    perhitungan cadangan dengan

    metode penampang (cross-section).

    1.5 Pemecahan Masalah

    Untuk memecahkan masalah

    digunakan beberapa cara, yaitu :

    1. Membuat penampang yang

    mewakili profil endapan secara

    vertikal berdasarkan data

    pemboran eksplorasi.

    2. Menentukan metode perhitungan

    cadangan yang tepat berdasarkan

    pola pemboran eksplorasi dan

    kondisi topografi daerah penelitian.

    3. Menghitung jumlah cadangan dari

    endapan batugamping di daerah

    penelitian.

    II. TINJAUAN UMUM

    2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah.

    PT. Weda Bay Nickel berlokasi di

    Tanjung Ulie yang merupakan daerah

    pesisir pantai di Teluk Weda. Secara

    administratif Tanjung Ulie terletak di

    Kecamatan Weda Tengah, Kabupaten

    Halmahera Tengah, Provinsi Maluku

    Utara. Daerah Tanjung Ulie terletak

    antara Desa Lelilef dan Desa Gemaf. Dan

    secara geografis terletak pada titik

    koordinat 00o 27 46,67 sampai 00o 29

    26,66 Lintang Utara dan 127o 57

    13,33 sampai 127o 59 26,66 Bujur

    Timur.

    Rute yang ditempuh untuk

    mencapai lokasi MakassarTernate

    dengan pesawat terbang, Ternate

    Sofifi dengan speedboat, Sofifi- Weda

    dengan menggunakan mobil, dan

    Weda-Tanjung Ulie dengan Speedboat.

    2.2 Cuaca Dan Iklim

    Daerah Tanjung Ulie memiliki

    iklim yang sama dengan daerah di

    Indonesia pada umumnya yaitu

    beriklim tropis dan memiliki 2 musim

    yaitu musim kemarau dan hujan.

    Curah hujan pada daerah ini sekitar 2,5

    m3 per tahun, dan temperatur berkisar

    antara 25 sampai 32oC.

  • Gambar 1.

    Peta Tunjuk Lokasi Penelitian

    2.3 Geologi Regional

    2.3.1 Fisiografi

    Berdasarkan Peta Geologi lembar

    Ternate, Maluku Utara, fisiografi Pulau

    Halmahera dibagi menjadi 3 (tiga)

    bagian utama yaitu :

    1. Mendala Fisiografi Halmahera

    Timur

    Mendala Halmahera Timur

    meliputi lengan timur laut, lengan

    tenggara, dan beberapa pulau kecil

    di sebelah timur Pulau Halmahera.

    Morfologi mendala ini terdiri dari

    pegunungan berlereng terjal dan

    torehan sungai yang dalam, serta

    sebagian mempunyai morfologi

    karst. Jenis batuan penyusun

    pegunungan ini adalah batuan

    ultrabasa. Morfologi karst terdapat

    pada daerah batugamping dengan

    perbukitan yang relatif rendah dan

    lereng yang landai.

    2. Mendala Fisiografi Halmahera

    Barat

    Mendala Halmahera Barat bagian

    utara dan lengan selatan

    Halmahera. Morfologi mendala

    berupa perbukitan yang tersusun

    atas batuan sedimen, pada

    batugamping berumur Neogen dan

    morfologi karst dan dibeberapa

    tempat terdapat morfologi kasar

    yang merupakan cerminan batuan

    gunung api berumur oligosen.

  • 3. Mendala Busur Kepulauan Gunung

    Api Kuarter

    Mendala ini meliputi pulau-pulau

    kecil di sebelah barat pulau

    Halmahera. Deretan pulau ini

    membentuk suatu busur kepulauan

    gunung api kuarter. Sebagian

    pulaunya mempunyai kerucut

    gunung api yang masih aktif.

    Gambar 2.

    Fisiografi Pulau Halmahera

    2.3.2 Stratigrafi

    Urutan formasi batuan pada daerah

    Halmahera disusun dari tua kemuda

    adalah :

    1. Satuan Batuan Ultrabasa ; terdiri dari

    serpentinit, piroksenit, dan dunit,

    umumnya berwarna hitam

    kehijauan, getas, terbreksikan,

    mengandung asbes dan garnierit.

    Satuan batuan ini dinamakan

    Formasi Watileo dan hubungannya

    dengan satuan batuan yang lebih

    muda berupa bidang

    ketidakselarasan atau bidang sesar

    naik.

    2. Satuan Batuan Beku Basa ; terdiri

    dari gabro piroksen, gabro

    hornblende, dan gabro olivine,

    tersingkap pada komplek batuan

    ultrabasa dan dinamakan Formasi

    Wato-Wato.

    3. Satuan Batuan Intermediete ; terdiri

    dari batuan diorit kuarsa dan

    hornblende, tersingkap juga dalam

    batuan ultrabasa.

    4. Formasi Dodaga ; berumur kapur,

    tersusun oleh serpih berselingan

    dengan batugamping coklat muda

    dan sisipan rijang. Selain itu

    ditutupi pula oleh batuan yang

    berumur Paleosen-Eosen (Formasi

    Dorosagu, satuan konglomerat, dan

    satuan batugamping).

    5. Satuan Batugamping ; berumur

    Paleosen-Eosen, dipisahkan dengan

    batuan yang lebih tua (ultrabasa)

    oleh ketidakselarasan dan dengan

    yang lebih muda dari sesar dengan

    tebal + 400 meter.

  • Gambar 3.

    Peta Geologi Halmahera Tengah

    6. Formasi Dorosagu ; terdiri dari

    batupasir berselingan dengan serpih

    merah, batugamping. Formasi ini

    berumur Paleosen-Eosen.

    Hubungan dengan batuan yang

    lebih tua (ultrabasa) oleh

    ketidakselarasan dan sesar naik,

    tebal +250 meter. Formasi ini

    identik dengan Formasi Saolat.

    7. Satuan Batuan Konglomerat ; tersusun

    oleh batuan konglomerat sisipan

    batupasir, batulempung, dan

    batubara. Satuan ini berumur kapur

    dan tebalnya lebih dari 500 meter.

    Hubungannya dengan batuan yang

    lebih tua (ultrabasa) dan formasi

    yang lebih muda (Formasi Tingteng)

    adalah ketidakselarasan sedangkan

    dengan satuan batugamping

    hubungannya menjemari. Setelah

    pengendapan sejak Eosen akhir-

    Oligosen Awal selesai, baru terjadi

    aktifitas gunung api Oligosen atas-

    Miosen bawah, membentuk bagian-

    bagian yang disatukan sebagai

    Formasi Bacan.

    8. Formasi Bacan ; tersusun atas batuan

    gunung api berupa lava, breksi, dan

    tufa sisipan konglomerat dan

    batupasir. Dengan adanya sisipan

    batupasir maka dapat diketahui

    umur Formasi Bacan yaitu oligosen-

    Miosen Bawah. Dengan batuan

    yang lebih tua (Formasi Dorosagu)

    dibatasi oleh bidang sesar dan

    dengan batuan yang lebih muda

  • (Formasi Weda) oleh bidang

    ketidakselarasan.

    Setelah pengendapan miosen

    bawah bagian atas selesai,

    terbentuk cekungan luas yang

    berkembang sejak Miosen Atas-

    Pliosen. Pada cekungan tersebut

    diendapkan Formasi Weda, satuan

    konglomerat, dan Formasi Tingteng.

    9. Formasi Weda ; terdiri dari batupasir

    berselingan napal, tufa,

    konglomerat, dan batugamping,

    berumur Miosen Tengah Awal-

    Pliosen, bersentuhan secara tidak

    selaras dengan Formasi Kayasa yang

    berumur lebih muda dan

    hubungannya secara menjemari

    dengan Formasi Tingteng.

    10. Formasi Tingteng ; tersusun oleh

    batugamping hablur dan

    batugamping pasiran, sisipan napal

    dan batupasir, umur Miosen Akhir-

    Pliosen Awal, tebal +600 meter.

    Setelah pengendapan Formasi

    Tingteng, terjadi terjadi

    pengangkatan pada kuarter,

    sebagaimana ditunjukkan oleh

    batugamping terumbu di pantai

    daerah lengan timur Halmahera.

    14. Satuan Konglomerat ; berkomponen

    batuan ultrabasa, basal, rijang,

    diorit, dan batusabak setebal +100

    meter, menutupi batuan ultrabasa

    secara tidakselaras, diduga berumur

    Miosen Tengah-Pliosen Awal.

    Gambar 4.

    Stratigrafi Umum Daerah Halmahera

    2. 4 Klasifikasi Fasies Batugamping

    Fasies dapat di defenisikan sebagai

    karakter dari tubuh batuan yang

    berdasarkan pada kombinasi aspek

    litologi, aspek fisik, dan aspek

    biologinya yang mempengaruhi

    perbedaan dengan tubuh batuan

    lainnya. Penentuan batugamping

    didasarkan pada pengamatan terhadap

    komponen penyusunnya (biota, micrit,

    semen), tekstur, struktur, dan porositas

    pada pengamatan megaskopis.

    Umumnya, pengklasifikasian fasies

    batugamping merujuk dua klasifikasi,

    yaitu klasifikasi karbonat menurut

    Dunham (1962) dan Folk (1952).

  • 1. Klasifikasi Dunham (1962)

    Klasifikasi ini didasarkan pada

    tekstur deposisi dari batugamping,

    karena menurut Dunham dalam

    sayatan tipis, tekstur deposisional

    merupakan aspek yang tetap. Kriteria

    Dunham lebih condong pada fabrik

    batuan, misalnya mud supported atau

    grain supported bila dibandingkan

    dengan komposisi batuan. Variasi

    kelas-kelas dalam klasifikasi

    didasarkan pada perbandingan

    kandungan lumpur.

    Pada klasifikasi Dunham (1962)

    istilah - istilah yang muncul adalah

    grain dan mud. Nama-nama yang

    dipakai oleh Dunham berdasarkan atas

    hubungan antar butir seperti

    mudstone, wackestone, packstone,

    grainstone, dan boundstone. Mudstone

    dan Wackestone memiliki banyak

    kandungan yang didominasi oleh

    lumpur tetapi untuk mudstone

    memiliki kandungan butir kurang dari

    10%, sedangkan wackestone memiliki

    kandungan butir lebih dari 10%.

    Packstone dan Grainstone memiliki

    kandungan butir yang banyak. Yang

    membedakan keduanya adalah

    packstone hadir dengan matriks,

    sedangkan grainstone tidak memiliki

    matriks tetapi bisa diisi oleh sparry

    cement. Dan Boundstone memiliki

    kandungan butir yang diikat bersama

    selama pengendapan. Untuk lebih

    jelasnya, klasifikasi Dunham (962)

    dapat dilihat pada gambar berikut.

    Gambar 5.

    Klasifikasi Dunham (1962)

    2. Klasifikasi Folk (1952)

    Batugamping yang memiliki lebih

    dari 10% allochems (butiran karbonat

    yang telah mengalami transportasi)

    diklasifikasikan dengan klasifikasi

    Folk. Berdasarkan persentase material

    antar butir, batugamping dapat

    dibedakan lagi menjadi dua kelompok,

    yaitu batugamping sparry dan

    batugamping mikrokristalin.

    Batugamping sparry adalah

    batugamping yang mengandung kristal

    kalsit (sparry). Sedangkan batugamping

    mikrokristalin adalah batugamping

    yang mengandung kalsit

    mikrokristalin, mikrit, yang berwarna

  • abu-abu hingga kecoklatan berukuran

    lebih kecil dari 5 mikron.

    Klasifikasi Folk lebih cocok

    digunakan pada deskripsi sayatan (thin

    section). Hal yang perlu diingat adalah

    dalam klasifikasi ini, batugamping

    yang memiliki matriks cukup banyak

    dinamakan micrites, sedangkan

    batugamping yang tidak memiliki

    matriks dan tersusun atas semen kalsit

    (sparry calcite) disebut sparites.

    Klasifikasi Folk (1959) dapat dilihat

    pada gambar berikut.

    Gambar 6.

    Klasifikasi Folk (1959)

    III. LANDASAN TEORI

    3.1 Pengertian Sumberdaya dan

    Cadangan.

    Sumberdaya (Resources) adalah

    longgokan alamiah dari zat padat, zat

    cair atau gas yang terdapat di alam,

    mengandung satu jenis atau lebih

    komoditas, diharapkan diperoleh nyata

    dan bernilai ekonomis.

    Cadangan (Reserves) adalah bagian

    dari sumberdaya teridentifikasi dari

    komoditas mineral ekonomi dapat

    diperoleh dan tidak bertentangan

    dengan ketentuan hukum atau

    kebijaksanaan pada saat itu atau

    volume cebakan bahan galian yang

    mempunyai nilai ekonomis

    3.2 Klasifikasi Sumberdaya

    Pada uumnya, Sumberdaya bahan

    galian dapat diklasifikasikan sebagai

    berikut.

    1. Sumberdaya hipotetik (hypothetical

    resource) adalah jumlah bahan

    galian di daerah penyelidikan atau

    bagian dari daerah penyelidikan

    yang dihitung berdasarkan data

    yang memenuhi syarat-syarat

    survey tinjau.

    2. Sumberdaya tereka (inferred

    resource) adalah jumlah endapan

    bahan galian di daerah

    penyelidikan atau bagian dari

    daerah penyelidikan yang dihitung

    berdasarkan data yang memenuhi

    syarat-syarat yang ditetapkan untuk

    tahap prospeksi.

    3. Sumberdaya terunjuk (indicated

    resource) adalah jumlah endapan

    bahan galian di daerah

    penyelidikan atau bagian dari

  • daerah penyelidikan yang dihitung

    berdasarkan data yang memenuhi

    syarat-syarat yang ditetapkan untuk

    tahap eksplorasi pendahuluan.

    4. Sumberdaya terukur (measured

    resource) adalah jumlah endapan

    bahan galian di daerah

    penyelidikan atau bagian dari

    daerah penyelidikan yang dihitung

    berdasarkan data yang memenuhi

    syarat-syarat yang ditetapkan untuk

    tahap eksplorasi rinci.

    3.3 Klasifikasi Cadangan

    Cadangan endapan bahan galian

    dapat diklasifikasikan menjadi :

    1. Cadangan Terkira (Probable Reserve)

    adalah sumber daya mineral

    terunjuk dan sebagian sumberdaya

    mineral terukur yang tingkat

    keyakinan geologinya masih lebih

    rendah, yang berdasarkan studi

    kelayakan tambang semua faktor

    yang terkait telah terpenuhi,

    sehingga penambangan dapat

    dilakukan secara ekonomik

    2. Cadangan Terbukti (Proved Reserve)

    adalah sumber daya mineral

    terukur yang berdasarkan studi

    kelayakan tambang semua faktor

    yang terkait telah terpenuhi,

    sehingga penambangan dapat

    dilakukan secara ekonomik.

    Selain itu, klasifikasi cadangan di

    berbagai negara yaitu Klasifikasi

    cadangan di Inggris, Klasifikasi

    Cadangan di Amerika, Klasifikasi

    Cadangan di Rusia, dan Klasifikasi

    Cadangan menurut Mc Kelvey.

    Gambar 7.

    Kriteria dan Klasifikasi Sumberdaya Mineral dan Cadangan (SNI)

  • 3.4 Perhitungan Cadangan Metode

    Penampang

    Untuk menghitung luas penampang

    yang akan dihitung deposit

    cadangannya, digunakan Rumus

    Simpson 1/3. Rumus ini

    mengamsumsikan bahwa batas dari

    setiap penampang diwakili oleh

    lengkung parabolik yang melewati

    titik-titik yang berurutan.

    Gambar 8.

    Perhitungan Luas Cara Simpson 1/3

    Perhitungan volume dengan

    metode penampang dibagi menjadi

    dua pendekatan yaitu Step Change

    Method dan Gradual Change Method. Step

    Change Method menggunakan satu

    penampang untuk menghitung volume

    daerah penampang tersebut,

    sedangkan Gradual Change Method

    menggunakan dua atau tiga buah

    penampang, untuk menghitung

    volume diantara penampang tersebut.

    Rumus yang digunakan untuk

    menghitung volume dengan

    menggunakan satu penampang adalah.

    Ket : A = Luas endapan (m2)

    d1 = Jarak pengaruh ke arah 1

    d2 = Jarak pengaruh ke arah 2

    Gambar 9.

    Perhitungan Volume Satu Penampang

    3.5 Perhitungan Tonase

    Jumlah cadangan suatu endapan

    bahan galian biasanya dinyatakan

    dalam satuan ton (tonase). Dimana nilai

    tonase didapatkan dari hasil perkalian

    antara volume total endapan bahan

    galian dengan nilai density dari bahan

    galian tersebut.

    Ket : Vtotal = Volume endapan (m3)

    = Density endapan bahan

    galian (ton/m3)

    Tonase = Vtotal x

    Volume = (A x d1) + (A x d2)

  • IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Distribusi Lubang Bor

    Distribusi lubang bor di daerah km

    3 (tiga) Doromesmesan cukup teratur.

    Lubang bor dibuat dari Utara ke

    Selatan dengan spasi antar titik bor

    kurang lebih 20 meter dan berjumlah

    16 lubang dengan kedalaman rata-rata

    30 meter. Bentuk penyebarannya

    cenderung berbentuk linier.

    Endapan bahan galian batugamping

    memiliki tingkat homogenitas yang

    tinggi, dimana data sebaran ketebalan

    dan kadar cukup kontinu. Jarak antar

    titik bor sejauh 20 meter sudah dapat

    menghasilkan tingkat keyakinan yang

    cukup baik. Adapun titik-titik bor di

    daerah penelitian dapat dilihat pada

    tabel berikut.

    Tabel 1.

    Koordinat Titik Pemboran

    No. Hole ID Easting Northing Elevasi (m) Depth (m)

    1 SL 092 54119 378772 82 23.00

    2 SL 093 54102 378772 84 27.50

    3 SL 094 54086 378816 88 32.00

    4 SL 095 54060 378816 89 32.00

    5 SL 096 54039 378816 91 34.00

    6 SL 097 54019 378816 87 33.50

    7 SL 098 54004 378816 88 28.75

    8 SL 099 53983 378816 89 30.00

    9 SL 100 53964 378816 88 26.50

    10 SL 101 53946 378816 88 28.50

    11 SL 102 53922 378835 87 34.00

    12 SL 103 53902 378835 89 34.00

    13 SL 104 53885 378835 88 31.50

    14 SL 105 53869 378835 88 32.00

    15 SL 106 53845 378835 87 32.00

    16 SL 107 53826 378835 88 33.50

    Sumber : PCMC Department PT. Weda Bay Nickel

    Penampang yang dibuat

    didasarkan pada data koordinat,

    elevasi, kedalaman pemboran, dan data

    hasil logging. Pemodelan penampang

    digambar dengan Software Surfer 8.0

    dan kemudian diperhalus dengan

    Software Coreldraw. Untuk penentuan

    ketebalan dari tiap-tiap zona

    didasarkan pada data pemboran

    eksplorasi dan data logging. Lintasan

    penampang dibuat penomoran dari

    Selatan ke Utara.

    Adapun penampang-penampang

    tersebut, yaitu:

  • Gambar 10.

    Penampang Logbor A-B

    Gambar 11.

    Penampang Logbor B-C

    Gambar 12.

    Penampang Logbor C-D

    Pemodelan penampang ini,

    bertujuan untuk menginterpretasikan

    kondisi stratigrafi dan geologi daerah

    penelitian secara vertikal

    4.2 Karakteristik Batugamping

    Batugamping di daerah

    Doromesmesan Km 3 (tiga) ini

    diklasifikasikan menjadi dua jenis

    batugamping, yaitu batugamping

    kristalin (Crystalline) dan batugamping

    kapuran (Chalky). Batugamping

    kristalin secara megaskopis lebih keras

    dengan komposisi mineral didominasi

    oleh kristal, sedangkan batugamping

    kapuran (chalky) secara megaskopis

    masih menampakan adanya lumpur

    karbonatan serta butiran yang tidak

    tersementasikan dengan baik oleh

    semen karbonat, sehingga memiliki

    kekerasan yang lebih rendah.

    Gambar 13.

    Batugamping Kapuran

    Gambar 14.

    Batugamping Kristalin

  • 4.3 Volume dan Tonase

    Dari hasil pengolahan data didapatkan nilai volume dan tonase adalah :

    Tabel 2.

    Hasil Perhitungan Volume Dan Tonase Batugamping Doromesmesan

    Parameter Chalky Crystalline Total

    Volume (m3) 132.114,56 167.709,61 299.824,17

    Tonase (Ton) 335.570,97 425.982,41 761.553,38

    4.4 Penyebaran Batugamping

    Pemodelan endapan bertujuan

    untuk mengetahui pola penyebaran

    zona endapan batugamping secara

    horizontal. Dimana bentuk

    penyebaran dari batugamping

    tersebut tidak tetap. Pada

    umumnya daerah permukaan

    didominasi oleh batugamping

    kapuran, sedangkan untuk

    batuagamping kristalin terletak

    pada bagian dalam dan hanya

    sebagian kecil yang tersingkap ke

    permukaan. Informasi ini

    didapatkan berdasarkan pada

    pengamatan langsung di lapangan,

    data hasil pemboran dan data

    logging.

    Gambar 15.

    Peta Penyebaran Endapan Batugamping

  • 4.5 Succesfull Factor

    Dalam proses perhitungan

    cadangan sering terjadi penyimpangan

    hasil terhadap realisasi

    penambangannya. Untuk itu

    diperlukan suatu parameter yang

    menentukan keberhasilan perhitungan

    cadangan yang dilakukan. Besarnya

    successful factor ditentukan oleh

    kerapatan spasi titik bor, dimana

    semakin rapat spasi pemboran maka

    nilai successful factor pun semakin

    besar.

    Pada daerah penelitian spasi titik

    bor adalah 20 meter, maka digunakan

    successful factor rate sebesar 90%.

    Adapun hasil perhitungannya dapat

    dilihat pada tabel berikut.

    Tabel 3.

    Succesful Factor untuk Metode Penampang

    No. Jenis Limestone Tonase (Ton) Succesful Factor

    % Ton

    1. Chalky 330.233,58 90 297.210,23

    2. Crystalline 397.435,07 90 357.691,56

    Total 726.510,98 653.859,88

    Kesimpulan

    1. Bentuk penyebaran endapan

    batugamping tidak tetap, dimana

    penyebaran batugamping kapuran

    (chalky) terbentuk setempat-

    setempat saling mengisi dengan

    batugamping kristalin. Secara

    umum keterdapatan endapan

    batugamping daerah penelitian

    terletak di atas zona ultrabasa

    dengan kedalaman rata-rata 28,56

    meter.

    2. Dari hasil perhitungan dengan

    menggunakan metode penampang

    didapatkan volume total endapan

    adalah 299.824,17 m3 dengan tonase

    sebesar 761.553,38 ton.

    Saran

    1. Sebaiknya dilakukan juga analisis

    kimia dari batugamping daerah

    penelitian agar dapat diketahui

    kadar/kualitas dari endapan

    batugamping tersebut.

    2. Sebaiknya diadakan penambahan

    lubang bor di daerah penelitian

    agar bentuk dan arah

    penyebarannya dapat diketahui

    lebih rinci.

  • DAFTAR PUSTAKA

    1. Rauf Abdul, 1998, Perhitungan Cadangan Endapan Mineral, UPN Yogyakarta, Yogyakarta.

    2. Haris Agus, 2005, Modul Responsi Metode Perhitungan Cadangan, ITB, Bandung.

    3. Usman Dudi Nasrudin, 2004, Diktat Perencanaan Tambang

    Terbuka, UNISBA, Bandung.

    4. Setia Graha Doddy, 1987, Batuan dan Mineral, NOVA, Bandung.

    5. Anggayana Komang, 1999, Pemboran Eksplorasi dan Penampang Lubang Bor, ITB, Bandung.

    6. Nurhakim, 2006, Bahan Kuliah Teknik Eksplorasi, Universitas Lambung Mangkurat, BanjarBaru.

    7. Prodjosumarto Partanto, Arif Irwandi, 1989, Pengantar Teknologi Mineral Penambangan, ITB, Bandung.

    8. Suyartono, 2004, Good Mining Practice, Konsep dan Implementasi, Direktorat Teknik Mineral dan Batubara, DESDM, Jakarta.

    9. Darijanto Totok, 2000, Geostatistik, Rekayasa Pertambangan ITB, Bandung.

    10. , 1998, Pengambilan Conto dan Perhitungan Cadangan dengan Metoda-Metoda Konvensional, ITB, Bandung.

    11. , 2004, The JORC Code, Australian Institute of Mining and Metalurgy, Australia.

    12. , 1998, Klasifikasi Sumberdaya Mineral Dan Cadangan, Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.