Jurnal Sikap Peduli Lingkungan

download Jurnal Sikap Peduli Lingkungan

of 10

Transcript of Jurnal Sikap Peduli Lingkungan

  • 7/25/2019 Jurnal Sikap Peduli Lingkungan

    1/10

    PSIKOLOGIA Volume I No. 2 Desember 2005

    SIKAP TERHADAP LINGKUNGAN DAN RELIGIUSITAS

    Ari Widiyanta

    PS. Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

    Intisari

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat

    religiusitas dengan sikap terhadap lingkungan alam. Subjek penelitian

    adalah mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada dan

    beragama Islam. Jumlah subjek dalam penelitian ini sebanyak 90 orang.

    Data penelitian dikumpulkan melalui skala religiusitas, skala sikap

    ekosentris terhadap lingkungan alam, skala sikap antroposentris dan skala

    sikap apatis terhadap lingkungan alam Data yang terkumpul dianalisis

    dengan teknik korelasi product moment dari Pearson. Hasil analisis data

    menunjukkan besarnya koefisien korelasi (rxy) = 0.290 untuk hipotesis

    pertama. Artinya, ada hubungan positif yang sangat signifikan antara

    tingkat religiusitas dengan sikap ekosentris terhadap lingkungan alam.

    Koefisien korelasi (rxy) = 0.247 untuk hipotesis kedua. Artinya

    ada hubungan positif yang signifikan antara tingkat religiusitas dengan

    sikap antroposentris terhadap lingkungan alam. Koefisien korelasi (rxy) = -

    0.537 untuk hipotesis ketiga. Artinya, ada hubungan negatif yang sangat

    signifikan antara tingkat religiusitas dengan sikap apatis terhadap

    lingkungan alam.

    Kata Kunci:Religiusitas, Ekosentris, Antroposentris, Apatis.

    Abstract

    The purpose of this study is to investigate the correlation between religiously

    and the attitude nature environment. The subject was student of Psychology

    Faculty of Gadjah Mada University and moslem. The numbers of subject

    were 90. Data were collected from religiously scale, ecocentric attitude

    scale, anthropocentric attitude scale, apatic attitude scale. Data analised

    with product moment correlation from Pearson. The result shown number of

    correlation coeficient (rxy) = 0,290 for the first hypothesis. It is means there

    is positive and significant correlation between religiously and ecocentric

    attitude to the nature environment. Correlation coeficient (rxy) = 0,247 for

    the second hypothesis. It means there is positive and significant correlationbetween religiously and anthropocentric attitude toward nature

    environment. Correlation coeficient (rxy) = - 0,537 for the third hypothesis.

    It means there is a negative correlation between religiously and apatic

    attitude toward nature environment.

    Key words: religiously, ecocentric attitude, anthropocentric attitude, apatic

    attitude.

    Kemerosotan lingkungan hidup di

    banyak negara berkembang khususnya

    Indonesia berada pada situasi yang

    berbahaya. Seandainya pemerintah bersamamasyarakat tidak sanggup menginvestasikan

    sumber daya-sumber daya alam yang ada

    maka sistem lingkungan hidup akan rusak

    dan tidak dapat diperbaiki lagi.

    Pertumbuhan penduduk yang relatif cepatdan pembangunan yang juga melaju dengan

    86

  • 7/25/2019 Jurnal Sikap Peduli Lingkungan

    2/10

    Ari Widiyanta Sikap terhadap Lingkungan dan

    Religiusitas

    cepat agar kebutuhan penduduk dapat

    tercapai, tidak akan menimbulkan masalah

    jika eksploitasi lingkungan dapat

    dikendalikan. Kenyataan bahwa berbagai

    bentuk perilaku yang mencerminkanketidakpedulian terhadap lingkungan masih

    terus berlangsung (Muscat dalam

    Faturochman dan Himam, 1995).

    Selanjutnya Shaw (dalam Harahap, 1997)

    menyatakan bahwa fakta pokok yang

    menjadi masalah global adalah

    pengembangan teknologi yang sifatnya

    mencemari lingkungan (polluting

    technology), mendorong konsumsi

    kemewahan (affluent consumption), dan

    meraup sumber daya alam tanpamempertimbangkan dampaknya bagi masa

    depan.Berbicara tentang lingkungan berarti kita

    berbicara juga tentang lingkungan hidup.Lingkungan hidup merupakan keterpaduansecara holistik, evolusioner dan interaksiantara ekosistem yang bermoral alam dengansosiosistem yang bermoral manusia(Martopo, 1997). Lingkungan hidupmencakup dua hal yaitu sosiosistem(komponen sosial) dan ekosistem (daya

    dukung alam) yang saling berkaitan dan ikutpula menentukan kelangsungan hidupmanusia. (Wardhana, 1995).

    Sebagai makhluk hidup manusia dalam

    ekosistem bersifat imanen yaitu mempunyai

    kedudukan yang sama dengan makhluk

    lainnya di permukaan bumi ini. Sebenarnya

    manusia di dalam kehidupan ini juga bersifat

    transenden (exclusive) yaitu manusia

    bertanggung jawab lebih besar dari pada

    makhluk lainnya (Harahap, 1997).

    Telah dikemukakan di atas bahwamanusia dalam lingkungan bersifat imanen

    dan transenden, namun seringkali pemusatan

    perhatian pada manusia ini menimbulkan

    subyektivitas yang berlebihan tentang

    peranan, pengaruh, dan dominasi manusia

    dalam lingkungan hidup (Sorjani, 1985).

    Berdasarkan pengenalan tentang liku-liku

    dan seluk beluk lingkungan hidup, jelaslah

    manusia saat ini telah mengelola secara

    sepihak, yakni dengan kecenderungan dan

    perhatian yang besar bagi pencapaian

    kebutuhan sendiri dalam jangka yang

    pendek, bersikap sangat eksploratif dan

    tanpa disadari mengelabui diri sendiri karena

    berbagai kegiatannya dalam jangka panjang

    akan meracuni kelangsungan dan

    kesejahteraan sendiri.Farhati, (1995) menyatakan bahwa sikap

    dan perilaku seseorang dalam mengambil

    keputusan terhadap lingkungan merupakan

    kunci utama dalam usaha meningkatkan

    kualitas lingkungan.Sikap merupakan suatu

    bentuk evaluasi perasaan dan kecenderungan

    potensial untuk bereaksi yang merupakan

    hasil interaksi antara komponen kognitif,

    afektif dan konatif yang saling bereaksi di

    dalam memahami, merasakan dan

    berperilaku terhadap suatu objek (Azwar,1995).

    Loudon dan Bitta (1984) menulis bahwa

    sumber pembentuk sikap ada empat, yakni

    pengalaman pribadi, interaksi dengan orang

    lain atau kelompok, pengaruh media massa,

    dan pengaruh dari figur yang dianggap

    penting. Swastha dan Handoko (1982)

    menambahkan bahwa tradisi, kebiasaan,

    kebudayaan, dan tingkat pendidikan ikut

    mempengaruhi pembentukan sikap.

    Selanjutnya Azwar (1995) menyimpulkanbahwa faktor-faktor yang mempengaruhi

    pembentukan sikap adalah pengalaman

    pribadi, kebudayaan, orang lain yang

    dianggap penting, media massa, institusi,

    atau lembaga pendidikan, dan lembaga

    agama, serta faktor emosi dalam diri

    individu.

    Sikap dapat berubah dan berkembang

    karena hasil dari proses belajar, proses

    sosialisasi, arus informasi, pengaruhkebudayaan dan adanya pengalaman baru

    individu (Katz dan Oechsli, 1993).

    Menurut Thompson dan Barton (1994)

    Paling tidak ada tiga sikap yang mendasari

    dukungan individu terhadap permasalahan

    lingkungan, yaitu ekosentrik (ecocentric),

    antroposentrik (anthropocentric) dan apatis

    (apatic).

    Individu yang bersikap ekosentrik

    memandang bahwa perlindung terhadap

    lingkungan alam dilakukan untukkepentingan lingkungan itu sendiri. Sikap

    87

  • 7/25/2019 Jurnal Sikap Peduli Lingkungan

    3/10

    PSIKOLOGIA Volume I No. 2 Desember 2005

    ekosentrik menunjukkan dukungan terhadap

    permasalahan lingkungan karena merasa

    bahwa alam patut mendapat perlindungan

    bukan karena pertimbangan-pertimbangan

    ekonomis, tetapi lebih ke pertimbangan

    spiritual (Katz & Oescle, 1993) ataupertimbangan moral (Seligman dalam

    Thompson dan Barton, 1994).

    Antroposentrik adalah kecenderungan

    untuk memandang alam sebagai suatu

    sumber yang bisa dimanfaatkan untuk

    kepentingan manusia. Konsep ini

    menggunakan kesejahteraan manusia sebagai

    alasan utama dari setiap tindakannya

    (Shrivastava, 1995). Individu dengan

    kecenderungan antroposentrik berpendapat

    bahwa lingkungan perlu dilindungi karenanilai yang terkandung di dalam lingkungan

    sangat bermanfaat bagi kelangsungan hidup

    manusia. Perhatian orang dengan sikap

    antroposentris terhadap lingkungan alam

    lebih karena kepentingan dirinya (Thompson

    dan Barton, 1994).

    Maslow (dalam Mc. Afee dan

    Champagne, 1987) mengungkapkan bahwa

    individu mempunyai kebutuhan yang

    sifatnya hirarkis. Kebutuhan tersebut adalah

    fisiologis, rasa aman, sosial, harga diri danaktualisasi diri. Ditinjau dari teori ini wajar

    manusia memiliki sikap antroposentris

    terhadap lingkungan alam mengingat

    manusia memiliki kebutuhan tersebut yang

    antara lain dapat terpenuhi dengan

    memanfaatkan alam.

    Apatis adalah ketidakpedulian terhadap

    permasalahan-permasalahan lingkungan.

    Orang yang memiliki sikap apatis terhadap

    lingkungan alam tidak memiliki perhatian

    dan tidak mengadakan konservasi terhadap

    lingkungan alam (Thompson dan Barton,

    1994)

    Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa

    ekosentris dan antroposentris menunjukkan

    sikap yang positif terhadap permasalahan

    lingkungan alam, perbedaannya adalah pada

    alasan dari sikap tersebut, sedangkan apatis

    menunjukkan sikap yang negatif terhadap

    lingkungan alam.

    Sadar akan akibat ulah manusia yangternyata cukup serius tersebut, berbagai

    upaya telah dilakukan baik di tingkat lokal,

    regional, nasional maupun internasional.

    Sadar pula akan keterbatasan kemampuan

    daya pikirnya, manusia mulai mencari

    landasan agama sebagai salah satu alternatif.

    Sebagai bangsa yang mayoritaspenduduknya beragama Islam, pantas

    kiranya melihat bagaimana Islam menyikapi

    masalah lingkungan tersebut (Harahap,

    1997).

    Pembentukan sikap sangat dipengaruhi

    oleh sistem nilai yang dianut seseorang

    (Loudon dan Bitta, 1984). Agama sebagai

    sistem nilai ikut memberikan kontribusi bagi

    pembentukan sikap seseorang (Azwar, 1997,

    Adisubroto, 1987).

    Ada beberapa istilah lain dari agama,antara lain religi, religion (Inggris), religie

    (Belanda), religio(latin) danDien(Arab).

    Menurut Drikarya (1987) kata religi

    berasal dari bahasa latin religio yang akar

    katanya religare yang berarti mengikat.

    Maksudnya adalah suatu kewajiban-

    kewajiban atau aturan-aturan yang harus

    dilaksanakan, yang kesemuanya itu

    berfungsi untuk mengikat dan mengukuhkan

    diri seseorang atau sekelompok orang dalam

    hubungannya dengan Tuhan atau sesamamanusia, serta alam sekitarnya.

    Selanjutnya Adisubroto (1987)

    menjelaskan bahwa manusia religius adalah

    manusia yang struktur mental

    keseluruhannya secara tetap diarahkan

    kepada pencipta nilai mutlak, memuaskan

    dan tertinggi yaitu Tuhan.

    Menurut penelitian Kementerian Negara

    dan Lingkungan Hidup (1987) dan dalam

    penelitian yang dilakukan oleh Glock dan

    Stark (dalam Poloutzian, 1996), ada lima

    dimensi religiusitas, yang oleh peneliti akan

    dijadikan aspek-aspek dalam menyusun

    skala religiusitas yaitu:

    a. Religious practice (the ritualistic

    dimension)/Aspek IslamTingkatan sejauh mana seseorang

    mengerjakan kewajiban ritual di dalam

    agamanya, seperti shalat, zakat, puasa,

    haji, dan sebagainya.

    b.

    Religious belief (the ideologicaldimension)/Aspek Iman

    88

  • 7/25/2019 Jurnal Sikap Peduli Lingkungan

    4/10

    Ari Widiyanta Sikap terhadap Lingkungan dan

    Religiusitas

    Sejauh mana orang menerima hal-hal

    yang dogmatik di dalam ajaran

    agamanya. Misalnya kepercayaan

    tentang adanya Tuhan, malaikat, kitab-

    kitab, Nabi dan Rasul, hari kiamat, surga,neraka, dan yang lain-lain yang bersifat

    dogmatik.

    c. Religious knowledge (the intellectual

    dimension)/Aspek ilmu

    Seberapa jauh seseorang mengetahui

    tentang ajaran agamanya. Hal ini

    berhubungan dengan aktivitas seseorang

    untuk mengetahui ajaran-ajaran dalam

    agamanya.

    d. Religious feeling (the experiental

    dimension)/Aspek IkhsanDimensi yang terdiri dari perasaan-

    perasaan dan pengalaman-pengalamankeagamaan yang pernah dirasakan dandialami. Misalnya seseorang merasadekat dengan Tuhan, seseorang merasatakut berbuat dosa, seseorang merasadoanya dikabulkan Tuhan, dansebagainya.

    e. Religious effect (the consequential

    dimension)/Aspek AmalDimensi yang mengukur sejauh mana

    perilaku seseorang dimotivasikan olehajaran agamanya di dalam kehidupannya.Misalnya ikut dalam kegiatan konversasilingkungan, ikut melestarikan lingkunganalam dan lain-lain.

    Sebagai bangsa yang mayoritas

    penduduknya beragama Islam, pantas

    kiranya melihat bagaimana Islam menyikapi

    masalah lingkungan tersebut. Islam

    mengajarkan bahwa keberadaan manusia

    berfungsi sebagai hamba Tuhan yang harus

    mengabdi atau beribadah kepadaNya

    (Quran surat Adz Dzaariyaat:56). Sementara

    itu misi manusia adalah sebagai khalifah

    (wakil) Tuhan di muka bumi (Quran surat Al

    Baqrah:30) dengan kewajiban memakmurkan

    bumi (Quran surat Hud:51) dan menjaga

    kelestarian lingkungan (Quran surat Al

    Qashash:77). Jadi menurut pandangan Islam,

    fungsi manusia di dunia ini adalah sebagai

    wakil Tuhan. Dalam kaitannya dengan

    lingkungan alam, manusia mempunyai misi

    memanfaatkan sumber daya alam

    (memakmurkan bumi) dan melestarikan

    sumber daya alam. Dapat disimpulkan

    bahwa yang diinginkan oleh Islam adalahkeseimbangan antara ekosentris dan

    antroposentris yang dipayungi oleh

    keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan

    Yang Maha Esa (Martopo, 1997).

    Dalam kaitannya dengan lingkungan

    alam, Tuhan secara eksplisit menegaskan

    dengan firmanNya:

    Janganlah kamu berbuat kerusakan di

    muka bumi (lingkungan) sesungguhnya Allah

    tidak suka terhadap orang yang berbuatkerusakan. Allah juga juga berfirman

    (Quran surat Al Baqarah : 11): Dan bila

    dikatakan kepada mereka: Janganlah kamu

    berbuat kerusakan di muka bumi, mereka

    menjawab : kami tidak lain adalah berbuat

    kebaikan. Pada ayat yang lain, Tuhan

    berfirman: Dialah Allah yang menjadikan

    segala yang ada di bumi untuk kamu, dan

    Dia berkehendak menuju langit, lalu

    dijadikan-Nya tujuh langit dan Dia maha

    mengetahui segala sesuatu (Quran surat Al

    Baqarah: 29).

    Ayat-ayat yang ada ini menunjukkan

    bahwa manusia harus menyeimbangkan

    sikap ekosentris dan antroposentris serta

    menjauhi sikap apatis.

    Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti

    ingin melihat hubungan antara religiusitas

    dengan sikap ekosentris, sikap antroposentris

    dan sikap apatis terhadap lingkungan alam.

    Sehingga hipotesis yang diajukan adalah:Ada hubungan positif antara tingkat

    religiusitas dengan sikap ekosentris terhadap

    lingkungan alam (1); Ada hubungan positif

    antara tingkat religiusitas dengan sikap

    antroposentris terhadap lingkungan alam (2);

    Ada hubungan negatif antara tingkat

    religiusitas dengan sikap apatis terhadap

    lingkungan alam (3).

    89

  • 7/25/2019 Jurnal Sikap Peduli Lingkungan

    5/10

    PSIKOLOGIA Volume I No. 2 Desember 2005

    METODE PENELITIAN

    Subjek adalah mahasiswa Fakultas

    Psikologi Universitas Gadjah Mada yang

    beragama Islam dan berjumlah 90 orang.

    Ada dua pertimbangan dalam menentukan

    sampel penelitian ini, yaitu pertimbanganteoritis dan pertimbangan praktis.

    Pertimbangan teoritis untuk mendapatkan

    kecermatan statistik secara maksimal

    sedangkan pertimbangan praktis atas

    keterbatasan manusia yaitu tenaga, waktu,

    dan biaya. Pengambilan sampel

    menggunakan metode purposive sampling

    yaitu pengambilan sekelompok subjek yang

    didasarkan atas ciri-ciri atau sifat-sifat

    tertentu yang dipandang mempunyai sangkut

    paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat

    populasi yang sudah diketahui sebelumnya

    (Hadi, 2000).

    Alat-alat ukur yang dipergunakan dalam

    proses pengambilan data adalah:

    1. Skala Ekosentris terhadap

    Lingkungan Alam (adaptasi dari skala

    yang digunakan Tompson dan Barton,

    1994)Seleksi butir dilakukan dengan

    mengkorelasikan skor butir dengan skor total

    sedangkan reliabilitas diuji dengan teknik

    alpha pada item-item yang sudah terseleksi.

    Seleksi butir pada skala ini diperoleh 10

    butir terseleksi. Koefisien koreksi totalnya

    bergerak dari 0.070-0.446. Reliabilitas alpha

    pada penelitian Thompson dan Barton adalah

    0.630. Alat ukur ini pertama kali disusun

    oleh Thompson dan Barton (1994) yangkemudian diadaptasi oleh Farhati (1995).

    Selanjutnya peneliti mengadaptasi skala ini

    kembali dari Farhati (1995).

    2. Skala Antroposentris terhadap

    Lingkungan Alam (Adaptasi dari Skala

    Thompson dan Barton, 1994)

    Seleksi butir pada skala ini diperoleh 10

    butir terseleksi dengan koefisien koreksi

    totalnya bergerak dari 0.075-0.832 dankoefisien reliabilitas alpha 0.878. Reliabilitas

    Alpha pada lampiran Thompson dan Barton

    adalah 0.58. Alat ukur ini pertama kali

    disusun oleh Thompson dan Barton (1994)

    yang kemudian diadaptasi oleh Farhati

    (1995). Selanjutnya peneliti mengadaptasi

    skala ini kembali dari Farhati (1995).

    3. Skala Apatis terhadap Lingkungan

    Alam (Adaptasi dari Skala Thompson

    dan Barton, 1994)Dari seleksi butir pada skala ini diperoleh

    8 butir terseleksi. Koefisien koreksi totalnyabergerak dari 0.077-0.784 dan koefisienreliabilitas alpha sebesar 0.851 (0.83). Alatukur ini pertama kali disusun oleh Thompsondan Barton (1994) yang kemudian diadaptasioleh Farhati (1995). Selanjutnya penelitimengadaptasi skala ini kembali dari Farhati(1995).

    4. Skala Religiusitas.Skala religiusitas ini disusun oleh peneliti

    sendiri berdasarkan dimensi-dimensireligiusitas yang dipergunakan olehKementerian Negara dan Lingkungan Hidup(1987) yang sama dengan Dimensi-dimensireligiusitas yang dikemukakan oleh Glockdan Stark (dalam Polutzian, 1996). Seleksi

    butir dilakukan dengan jalanmengkorelasikan skor butir dengan skortotal. Reliabilitas diuji dengan teknik alpha

    pada butir-butir yang sudah terseleksi.Kemudian diperoleh 48 butir yang terseleksidengan koefisien koreksi total bergerak dari -0.012-0.545 dan diperoleh koefisienreliabilitas alpha sebesar 0.886.

    Teknik analisis data yang digunakanadalah analisis korelasi Product Moment dariPearson. Keseluruhan analisis dilakukandengan menggunakan fasilitas komputerisasiSPSS versi 10.0.

    HASIL PENELITIAN

    1. Hasil Utama Penelitian(1)

    Ada hubungan positif yang sangatsignifikan antara religiusitas dengansikap ekosentris terhadap lingkunganalam. Hasil analisis korelasi Product

    Momentmenunjukkan besarnya koefisienkorelasi (rxy = 0.290). Artinya makintinggi tingkat religiusitas makin kuat

    kecenderungan sikap ekosentris terhadaplingkungan alam yang dimiliki subjek.

    90

  • 7/25/2019 Jurnal Sikap Peduli Lingkungan

    6/10

    Ari Widiyanta Sikap terhadap Lingkungan dan

    Religiusitas

    91

    Hal ini menunjukkan bahwa hipotesisditerima.

    (2)Ada hubungan positif yang signifikanantara religiusitas dengan sikapantroposentris terhadap lingkungan alam.

    Hasil analisis korelasi Product Momentmenunjukkan besarnya koefisien korelasi(rxy = 0.247). Artinya makin tinggitingkat religiusitas makin kuatkecenderungan sikap antroposentristerhadap lingkungan alam yang dimilikisubjek. Hal ini menunjukkan bahwahipotesis diterima.

    (3)Ada hubungan negatif yang sangat

    signifikan antara religiusitas dengan

    sikap apatis terhadap lingkungan alam.

    Hasil analisis korelasi Product Momentmenunjukkan besarnya koefisien korelasi

    (rxy = -0.537 ). Artinya kenaikan tingkat

    religiusitas akan diikuti dengan

    penurunan tingkat sikap apatis terhadap

    lingkungan alam yang dimiliki subjek.

    Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis

    diterima.

    2. Hasil Tambahan Penelitian:

    Hasil penelitian ini juga sesuai dengan

    teori kebutuhan yang diungkapkan oleh

    Maslow (dalam Mc.Afee dan Champagne,

    1987) yang menunjukkan bahwa manusia

    memiliki kebutuhan fisiologis yang tentunya

    dapat terpenuhi antara lain oleh alam.

    Kebutuhan inilah yang mendorong manusia

    memiliki sikap antroposentris terhadap alam.

    Kebutuhan tertinggi manusia menurut teoriini adalah kebutuhan aktualisasi diri yang

    mengarahkan manusia memiliki sikap

    ekosentris terhadap lingkungan alam.

    Tabel 2 memperlihatkan bahwa secara

    umum tingkat religiusitas subjek tergolongtinggi karena rerata empirik (333,74) jauhlebih tinggi dari pada rerata hipotetiknya(240). Tingkat sikap ekosentris terhadaplingkungan alam yang dimiliki subjek

    tergolong tinggi karena rerata empirik(69,25) lebih tinggi dibandingkan denganrerata hipotetiknya (50). Tingkat sikapantroposentrik terhadap lingkungan alamyang dimiliki subjek tergolong tinggi karena

    rerata empirik (67.31) lebih tinggi daripadarerata hipotetik (50). Sikap apatis terhadaplingkungan alam yang dimiliki subjektergolong rendah karena rerata empirik(22,64) jauh lebih rendah dibandingkandengan rerata hipotetik (40).

    Berdasarkan hasil diatas maka subjek

    dalam penelitian ini memiliki tingkat religiusitas,

    sikap ekosentris terhadap lingkungan, sikap

    antoposentris terhadap lingkungan yang

    tinggi dan sikap apatis terhadap lingkungan

    yang rendah.

    DISKUSI

    Tabel 1. Uji Korelasi Product Moment

    religiusitas ekosentris Antroposentris Apatis

    PearsonCorrelations

    ReliguisitasEkosentris

    AntroposentrisApatis

    1.000.290**

    .247*-.537**

    .290**1.000

    .577**-.134

    .247*

    .577**

    1.000-.104

    -.537-.134-.1041.000

    Sig.(2-tailed)

    ReligiusitasEkosentris

    AntroposentrisApatis

    .

    .007

    .023

    .000

    .007

    .

    .000

    .222

    .023

    .000

    .

    .342

    .000

    .222

    .342

    .

    N ReligiusitasEkosentrisAntroposentrisApatis

    85858585

    858585

    85

    858585

    85

    858585

    85

    **.Correlations is significant at the 0.01 level (2-tailed)*. Correlations is significant at the 0.05 level (2-tailed)

  • 7/25/2019 Jurnal Sikap Peduli Lingkungan

    7/10

    PSIKOLOGIA Volume I No. 2 Desember 2005

    Tabel 2.Deskripsi Data Penelitian

    VARIABEL SKOR X SKOR X

    EMPIRIK HIPOTETIK

    X max X min mean SD X max X min mean SD

    Religiusitas 382 245 333,74 26,84 432 48 240 64

    Ekosentris 90 40 69,25 9,51 90 10 50 13,33

    Antroposentris 83 42 67,31 8,16 90 10 50 13,33Apatis 48 8 22,64 7,80 72 8 40 10,67

    92

  • 7/25/2019 Jurnal Sikap Peduli Lingkungan

    8/10

    Ari Widiyanta Sikap terhadap Lingkungan dan

    Religiusitas

    Dari hasil penelitian, terlihat posisi

    agama sebagai fungsi edukatif yang

    mencakup tugas mengajarkan dan

    membimbing, dalam hal ini mengajar dan

    membimbing yang berkaitan denganhubungan manusia dengan lingkungan alam.

    Pemahaman akan lebih baik atau buruk,

    garis pemisah antara yang boleh dan tidak

    boleh dilakukan diperoleh dari ajaran-ajaran

    agama, di sinilah fungsi agama sebagai

    pengawasan sosial yakni mengukuhkan yang

    baik dan menolak kaidah yang buruk agar

    selanjutnya ditinggalkan dan dianggap

    sebagai larangan (Hendropuspito, 1990).

    Penelitian ini juga membuktikan

    kebenaran fungsi sikap yang diungkapkanoleh Katz (dalam Azwar, 1995) yakni fungsi

    manfaat, di mana manusia akan membentuk

    sikap positif terhadap hal-hal yang akan

    mendatangkan keuntungan dalam hal ini

    sikap ekosentrik dan antroposentrik yang

    seimbang terhadap lingkungan dan

    membentuk sikap negatif terhadap hal-hal

    yang merugikan dalam hal ini sikap apatis

    terhadap lingkungan.

    Hasil penelitian ini membuktikan

    kebenaran bahwa sikap juga sebagai fungsipernyataan nilai (Katz dan Oechsli, 1993)

    yakni keseimbangan sikap ekosentris dan

    antroposentris serta menjauhi sikap apatis

    terhadap lingkungan alam, merupakan

    pernyataan dari nilai-nilai agama yang dianut

    oleh seseorang.

    Mengenai penerjemahan sikap ekosentrik

    dan antroposentrik yang seimbang serta

    penerjemahan sikap yang tidak apatis

    terhadap lingkungan alam ke dalam perilaku

    maka kalau dilihat dari postulat konsistensi

    tergantung yang ditulis oleh Werner dan

    Pepleur (dalam Azwar, 1995) bahwa norma-

    norma dalam hal ini norma agama

    merupakan kondisi ketergantungan yang

    dapat mempengaruhi sikap dan perilaku.

    Ajaran dalam agama Islam mendukung

    keseimbangan sikap ekosentris dan

    antroposentris terhadap lingkungan alam dan

    menentang sikap apatis terhadap lingkungan

    alam, sehingga kemungkinan untukterwujudnya sikap ekosentrik dan

    antroposentris terhadap lingkungan alam

    yang seimbang serta tidak terwujudnya sikap

    apatis terhadap lingkungan alam ke dalam

    perilaku adalah besar.

    Azwar (1995) juga mengatakan bahwajika terdapat hal-hal yang bersifat

    kontroversial maka pada umumnya orang

    akan mencari informasi untuk memperkuat

    posisi sikapnya atau mungkin juga seseorang

    tersebut mengambil sikap memihak maka

    dalam hal ini ajaran moral yang diperoleh

    dari agama sering kali menjadi determinan

    tunggal. Pernyataan ini juga mendukung

    besarnya kemungkinan sikap ekosentris dan

    antroposentris yang seimbang serta sikap

    yang tidak apatis terhadap lingkungan dalamterwujud dalam tindakan nyata.

    Dari uraian hasil penelitian di atas makapembangunan dengan pengembanganlingkungan haruslah ditopang dengan

    pengembangan sistem nilai (dalam konteksini adalah nilai-nilai Islam) sehingga tingkatreligiusitas masyarakat meningkat yang padaakhirnya akan menghasilkan sikap yang

    peduli terhadap lingkungan alam.

    SARAN

    1.

    Bagi Mahasiswa

    Mahasiswa juga merupakan calon

    pemimpin bangsa di masa depan yang akan

    menduduki berbagai bidang pemerintahan

    maupun swasta. Posisi mahasiswa tersebut

    adalah posisi yang strategis dalam upaya

    mengelola dan meningkatkan kepedulian

    masyarakat terhadap lingkungan hidup.

    Melihat pentingnya peran mahasiswa di

    masa depan maka mahasiswa perlu

    membekali dirinya dengan prinsip-prinsip

    moral yang berkaitan dengan lingkungan,

    salah satunya adalah dengan meningkatkan

    kondisi religiusitas masing-masing.

    2. Bagi Pemerintah

    Sebaiknya dalam pembangunan dengan

    pengembangan sistem lingkungan

    seharusnya didukung oleh pengembangan

    sistem nilai yang ada di masyarakat.

    Indonesia yang terdiri dari sebagian besar

    93

  • 7/25/2019 Jurnal Sikap Peduli Lingkungan

    9/10

    PSIKOLOGIA Volume I No. 2 Desember 2005

    penduduk yang beragama Islam yang

    mempunyai nilai-nilai yang memungkinkan

    pengembangan sikap yang positif terhadap

    lingkungan alam. Pengembangan sistem

    nilai-nilai akan memudahkan program

    pemerintah mengingat sikap yang didasari

    nilai-nilai agama akan menjadi determinan

    yang kuat untuk terjadinya perilaku, dalam

    hal ini perilaku peduli terhadap lingkungan

    alam.

    3. Bagi Pemuka Agama

    Para pemuka agama memegang posisi

    yang kuat bagi peningkatan kekuatan religius

    masyarakat di mana kekuatan religius ini

    yang akan mempengaruhi kepedulianmasyarakat terhadap permasalahan-

    permasalahan lingkungan alam, untuk itu

    penanaman nilai-nilai agama harus terus

    ditingkatkan dalam rangka meningkatkan

    religiusitas masyarakat.

    DAFTAR PUSTAKA

    Adisubroto, D., 1987. Orientasi Nilai Orang

    Jawa Serta Ciri-Ciri Kepribadiannya

    Disertasi. Yogyakarta: Fakultas Psikologi

    UGM.

    Al-Quran dan Terjemahannya, 1991.,

    Departemen Agama, Jakarta.

    Azwar, S., 1995. Sikap Manusia: Sikap dan

    Pengukurannya. Yogyakarta Liberty.

    _________, 1997. Reliabilitas dan Validitas.

    Yogyakarta: Liberty

    Driyarkara, N., 1978. Percikan Filsafat.Jakarta: PT. Pembangunan.

    Faturochman dan Hilman, F., 1995.

    Wawasan lingkungan masyarakat di

    daerah industri. Jurnal psikologi, No. 1,

    tahun. XXI. 31-40. Yogyakarta:

    Universitas Gadjah Mada.

    Farhati, F., 1995. Sikap ekosentrik dan

    antroposentrik terhadap lingkungan.

    Laporan studi kasus. Yogyakarta

    Fakultas Psikologi UGM

    Hadi, S., 2000. Metodologi Riset. Jilid1, Cet

    XXVII. Yogyakarta: Andi Offset.

    ---------, 2000. Metodologi Riset. Jilid2, Cet

    XXVII. Yogyakarta: Andi Offset.

    Harahap, A., Manany, I., dan Ramli, H.,

    1997. Islam dan Lingkungan Hidup.

    Swarna Bhumy. Jakarta.

    Hendropuspito, C., 1990. Sosiologi Agama.Yogyakarta: Kanisius dan BPK Gunung

    Mulia.

    Katz, E., Oescsli, L., 1993. Moving beyond

    antropocentrism: environmental ethics,

    development, and the Amazon

    environmental ethics, Vol. 15, Spring,

    49-59.

    Kementrian Negara kependudukan dan

    Lingkungan Hidup. 1987.

    Pengembangan kualitas non fisik.

    Laporan penelitian.Jakarta.

    Loudon, D.l. dan Bitta, A.J.D., 1984.Consumer behavior : concept and

    applicatios. (Second Editions) New

    York: Mc Graw Hill, Inc.

    Martopo, S., 1997. Keserasian lingkungan

    hidup. Makalah Dalam Diskusi Panel

    Islam dan Lingkungan Hidup. Tanggal

    19 April 1997.

    Mc. Afee, R.B. dan Champagne, PJ., 1987.

    Organizational behavior: a managers

    view. St. Paul: West Publishing

    Company.

    Poloutzian, F.R., 1996. Psychology of

    religion. Needham Heigthts,

    Massachusetts: A Simon & Schuster

    Comp.

    Salim, S. Pembangungan berkelanjutan.

    Diskusi Panel Islam dan Lingkungan

    94

  • 7/25/2019 Jurnal Sikap Peduli Lingkungan

    10/10

    Ari Widiyanta Sikap terhadap Lingkungan dan

    Religiusitas

    95

    Hidup. 19 April 1997. Universitas

    Gadjah Mada. Yogyakarta.

    Soerjani, M., 1985. Lingkungan Hidup.

    Pusat Penelitian Sumber Daya Manusiadan Lingkungan. Universitas Indonesia

    dan JKLH. Jakarta.

    Shrivasta, P., 1995. Ecocentric management

    for a risk society, Academy of

    Management Review, Vol 20, No. 1, 118-

    137.

    Swastha, B.D dan Handoko, H., 1982.

    Manajemen pemasaran: analisa perilaku

    konsumen. Yogyakarta: Liberty

    Thompson, S.C., Cagnon dan Barton, M.A.,

    1994. Ecocentric and anthroposentric

    attitudes toward the environment,

    Journal of Environment Psychology, 14,149-157.

    Wardhana, M.A., 1995. Dampak

    Pencemaran Lingkungan. Cetakan I.

    Andi Offset. Yogyakarta.

    Walgito, B. 1986. Pengantar Psikologi

    Umum. Cetakan IV. Yogyakarta:

    Yayasan Penerbitan Fakultas

    Psikologi.UGM.