Jurnal Roasting (Indonesia)

16
KEGUNAAN PEMOTONGAN DAGING DAN PEMANGGANGAN UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS DAGING ITIK AFKIR Adi Magna Patriadi Nuhriawangsa *) dan Lilik Retna Kartikasari *) ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas kimia dan interaksi antara cara pemotongan dan waktu pemanggangan pada daging bebek afkir. Penyembelihan dengan metode Islam yaitu dzakah (Nuhriawangsa, 1999), pemotongan bagian-bagian karkas menggunakan metode Swatland (1984), sampel menggunakan daging dada (Cahaner et al., 1986) dan pemanggangan dengan suhu 90 o C, selama 0, 45 dan 90 menit. Penelitian menggunakan itik afkir berjumlah 18 ekor yang diambil dari peternak yang terkontrol. Cara pemotongan dengan daging dengan kulit (A 1 ), menghilangkan kulit dari daging (A 2 ) dan menghilangkan kulit dan lemak subkutan (trimming) yang kemudian dipotong dengan ketebalan 1 cm berlawanan arah dengan serat daging (A 3 ) menggunakan metode menurut Smith et al. (1987) yang dimodifikasi. Uji protein (PK) dengan cara Kjeldahl (AOAC, 1975), lemak (LK) dengan ekstraksi Soxhlet (Atkinson et al., 1972), kholesterol (chol) Nollet (1996) dan protein terlarut (PL) Lowry (Mulyadi, 1990). Rancangan percobaan yang digunakan Analisis Variansi Completely Randomized Design (CRD) Pola Faktorial 3 x 3 (Astuti, 1980), dengan faktor cara pemotongan daging (A) dan lama pemanggangan (B). Sampel menggunakan daging dada berjumlah 18 dengan replikasi dua. Perhitungan statistik menggunakan program komputer Minitab 2000. Hasil analisis menunjukkan perbedaan nyata (P<0,01) pada PK, LK dan Chol terhadap cara pemotongan daging, tetapi terdapat perbedaan tidak nyata (P>0,05) pada PL. Hasil analisis menunjukkan terdapat perbedaan nyata (P<0,05) pada PK, Chol dan PL terhadap waktu panggang, tetapi tidak terdapat perbedaan nyata (P>0,05) pada LK. Terdapat interaksi antara cara pemotongan dan waktu panggang (P<0,01) pada PK, LK dan Chol tetapi tidak (P>0,05) pada PL. Daging dipanggang selama 90 menit mempunyai kandungan PK dan khol tertinggi. Daging yang dihilangkan kulit dan lemak subkutan (trimming) dan dipotong dengan ketebalan 1 cm mempunyai kandungan PK dan khol tertinggi tetapi LK terendah. Pemasakan 45 menit dengan suhu 90 o C pada daging yang dihilangkan kulit, di-trimming dan dipotong dengan ketebalan 1 cm mempunyai kualitas kimia yang terbaik. (Kata Kunci: Cara Pemotongan Daging, Waktu Panggang, PK, LK, Chol, PL, Daging Itik Afkir) 1

description

Jurnal tentang roasting and baking (pembakaran) berbahasa Indonesia

Transcript of Jurnal Roasting (Indonesia)

Page 1: Jurnal Roasting (Indonesia)

KEGUNAAN PEMOTONGAN DAGING DAN PEMANGGANGAN UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS DAGING ITIK AFKIR

Adi Magna Patriadi Nuhriawangsa*) dan Lilik Retna Kartikasari*)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas kimia dan interaksi antara cara pemotongan dan waktu pemanggangan pada daging bebek afkir. Penyembelihan dengan metode Islam yaitu dzakah (Nuhriawangsa, 1999), pemotongan bagian-bagian karkas menggunakan metode Swatland (1984), sampel menggunakan daging dada (Cahaner et al., 1986) dan pemanggangan dengan suhu 90oC, selama 0, 45 dan 90 menit. Penelitian menggunakan itik afkir berjumlah 18 ekor yang diambil dari peternak yang terkontrol. Cara pemotongan dengan daging dengan kulit (A1), menghilangkan kulit dari daging (A2) dan menghilangkan kulit dan lemak subkutan (trimming) yang kemudian dipotong dengan ketebalan 1 cm berlawanan arah dengan serat daging (A3) menggunakan metode menurut Smith et al. (1987) yang dimodifikasi. Uji protein (PK) dengan cara Kjeldahl (AOAC, 1975), lemak (LK) dengan ekstraksi Soxhlet (Atkinson et al., 1972), kholesterol (chol) Nollet (1996) dan protein terlarut (PL) Lowry (Mulyadi, 1990). Rancangan percobaan yang digunakan Analisis Variansi Completely Randomized Design (CRD) Pola Faktorial 3 x 3 (Astuti, 1980), dengan faktor cara pemotongan daging (A) dan lama pemanggangan (B). Sampel menggunakan daging dada berjumlah 18 dengan replikasi dua. Perhitungan statistik menggunakan program komputer Minitab 2000. Hasil analisis menunjukkan perbedaan nyata (P<0,01) pada PK, LK dan Chol terhadap cara pemotongan daging, tetapi terdapat perbedaan tidak nyata (P>0,05) pada PL. Hasil analisis menunjukkan terdapat perbedaan nyata (P<0,05) pada PK, Chol dan PL terhadap waktu panggang, tetapi tidak terdapat perbedaan nyata (P>0,05) pada LK. Terdapat interaksi antara cara pemotongan dan waktu panggang (P<0,01) pada PK, LK dan Chol tetapi tidak (P>0,05) pada PL. Daging dipanggang selama 90 menit mempunyai kandungan PK dan khol tertinggi. Daging yang dihilangkan kulit dan lemak subkutan (trimming) dan dipotong dengan ketebalan 1 cm mempunyai kandungan PK dan khol tertinggi tetapi LK terendah. Pemasakan 45 menit dengan suhu 90oC pada daging yang dihilangkan kulit, di-trimming dan dipotong dengan ketebalan 1 cm mempunyai kualitas kimia yang terbaik.(Kata Kunci: Cara Pemotongan Daging, Waktu Panggang, PK, LK, Chol, PL, Daging Itik Afkir)

*Jurusan/Program Studi Produksi Ternak, Fakultas Pertanian, Universitas Negeri Sebelas Maret, Surakarta

1

Page 2: Jurnal Roasting (Indonesia)

THE UTILITY OF MEAT TRIMMING AND BROILING FOR INCREASING ON MEAT QUALITY OF POST LAYING DUCK

Adi Magna Patriadi Nuhriawangsa*) dan Lilik Retna Kartikasari*)

ABSTRACT

The research was conducted to see the chemical quality in meat trimming and time of broiling and its interaction two factors. The external thermal of broiling on 90oC. This research used 18 local post laying duck was taken from farming with manajemen’s control. The method of slaughter was Islamic or dzakah (Nuhriawangsa, 1999) and cut of part of carcasses by Swatland (1984). The factors of trimming were breast with skin (A1), breast without skin (A2) and breast without skin and subcutan fat that was trimmed on thickness 1 cm longitudinal miofibril (A3) by Smith et al. (1987) with modification on poultry. Broiled on 90oC temperature on 0 (B1), 45 (B2) and 90 (B3) minutes. The samples were analysis crude protein, crude fat, cholestrol and dissovable protein content with breast meat (Cahaner et al., 1986). Crude protein content was used Kjeldahl (AOAC, 1975), crude lipid with Soxhlet extraction (Atkinson et al., 1972), cholestrol with Nollet (1996) and protein dissovable with Lowry (Mulyadi, 1990).The statistical analysis were used of variance from Completely Randomized Design (CRD) of Factorial Pattern 3x3, with Factor of meat trimmed (A) and broiled time (B), and followed by Duncan’s Test (Astuti, 1980). The samples were 18 breast ducks with two replications. The statical analysis was used Minitab 2000 computer programs. The results of this experiment indicated were significant (P<0.01) on CP, CF and Chol content on meat trimmed, but non significant (P>0.05) on DP. The result indicated were significant (P<0.01) on CP, Chol and DP on broiled time, but non significant (P>0.05) on CL. There were interaction (P<0.01) between meat trimmed and broiled time on CP, CL and Chol, but non significant (P>0.05) on DP. The meat broiled on 90 minutes was higher CP and Chol. The meat without skin and subcutan fat that was trimmed on thickness 1 cm longitudinal miofibril was higher on CP and Chol, but lower CL. The broiled meat 45 minutes and the meat without skin and subcutan fat that trimmed on thickness 1 cm longitudinal miofibril was the best of chemistry quality.(Key words: Trimming of meat, Time of broiling, CP, CL, Chol, DP, Meat of post laying duck)

*Study Program of Animal Production, Faculty of Agriculture, Sebelas Maret University, Surakarta

2

Page 3: Jurnal Roasting (Indonesia)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Daging itik afkir belum banyak dimanfaatkan, padahal mempunyai kandungan protein yang

lebih tinggi dibanding daging unggas yang lain. Daging itik afkir dibanding daging unggas yang lain

terutama daging ayam mempunyai kelemahan, yaitu lemak tinggi dan bau anyir. Kandungan lemak

yang tinggi disebabkan pemanenan itik pada kondisi afkir dan bau anyir karena adanya asam lemak

volatil.

Kandungan lemak yang tinggi terutama asam lemak jenuh dan kholesterol perlu dihindari

untuk kalangan umur tertentu, karena akan mempengaruhi kesehatan tubuh manusia dengan

timbulnya gangguan pada jaringan pembuluh darah dan jantung. Bau anyir menurunkan tingkat

kesukaan pada daging itik, karena mengakibatkan flavor yang tidak disukai oleh konsumen.

Ada beberapa teknologi yang bisa digunakan untuk mengurangi kandungan lemak pada

daging, diantaranya pemanggangan dan pemotongan daging. Pemanggangan yang biasa dilakukan

dengan menggunakan suhu tinggi dan waktu tertentu. Pemanggangan tersebut dapat mengurangi

kandungan lemak dengan mencairnya lemak, baik lemak subkutan maupun lemak dalam daging,

sehingga dapat mengurangi kandungan lemak daging. Pemanggangan pada suhu tinggi mempunyai

kelemahan dengan rusaknya protein, perubahan warna dan flavor daging. Kerusakan ini dapat

dikurangi dengan menggunakan suhu pemanggangan lebih rendah dengan waktu yang lebih lama.

Cara pemotongan dengan menghilangkan kulit, lemak pada daging dan memperluas

permukaan daging dapat digunakan untuk mengurangi kandungan lemak daging. Pemanggangan

suhu lebih rendah dan waktu lebih lama dengan dikombinasikan cara pemotongan diharapkan dapat

lebih banyak mengurangi lemak daging dengan terbukanya lapisan luar daging dan lebih luasnya

permukaan daging. Hal tersebut akan mempercepat penyesuaian suhu internal daging, sehingga lemak

akan lebih mudah keluar dari struktur mikro daging dan kerusakan protein daging dapat diperkecil.

B. Perumusan Masalah

Faktor yang menyebabkan daging itik afkir mempunyai kandungan lemak tinggi karena

dipotong pada umur tua, sehingga telah terjadi deposisi lemak pada keseluruhan daging. Deposisi

lemak setelah dewasa kelamin dan masa produksi akan meningkat dan meliputi keseluruhan daging,

baik pada bagian subkutan, intra muskular dan intermuskular. Bau amis daging disebabkan karena

asam lemak terbang yang spesifik pada daging itik yang terletak pada lemak subkutan.

Pemanfaatan pemanggangan dapat mengurangi kandungan lemak subkutan dan lemak daging,

sehingga dapat meningkatkan kualitas gizi daging itik afkir. Pemanggangan tersebut mempunyai

keterbatasan dengan suhu yang tinggi, sehingga dapat menyebabkan denaturasi protein, perubahan

warna dan flavor daging. Pemanggangan dengan menggunakan suhu rendah dan waktu yang lebih 3

Page 4: Jurnal Roasting (Indonesia)

lama pada daging utuh kurang dapat mengeluarkan lemak dari dalam daging, sehingga perlu

diterapkan cara pemotongan daging untuk membuka dan memperluas permukaan daging. Permukaan

daging yang lebih luas tersebut bermanfaat untuk mempercepat tercapainya suhu internal daging yang

sesuai dengan titik lebur lemak daging ketika dipanggang, sehingga lemak dapat mencair dan

memperkecil denaturasi protein daging. Pemotongan dengan mengambil kulit dan lemak yang

menempel di permukaan daging (trimming) juga dapat mengurangi kandungan lemak dan

mempermudah keluarnya lemak dari permukaan daging ketika pemanggangan. Penelitian perlu

dilaksanakan untuk mengetahui sampai seberapa jauh pengurangan kadar lemak, kholesterol, asam

lemak, tingkat kerusakan kadar protein kasar dan protein terlarut yang terjadi pada daging itik

afkir.Faktor yang menyebabkan daging alot adalah adanya kandungan protein jaringan ikat, yaitu

kolagen yang mempunyai struktur sangat kompleks dan saling tumpang tindih. Salah satu enzim yang

dapat digunakan untuk mendegradasi struktur protein jaringan ikat adalah enzim papain. Degradasi

oleh enzim papain akan mengakibatkan protein kolagen, aktomiosin dan elastin berubah menjadi

struktur yang lebih sederhana, sehingga daging akan lebih empuk, dengan demikian kualitas daging

bebek dapat ditingkatkan.

Pada umur tua daging itik mempunyai kandungan lemak yang tinggi karena adanya lemak

subkutan dan marbling. Lemak daging dapat mencair dengan pemanasan, karena tecapai titik didih

lemak. Pemanasan yang biasa digunakan untuk daging unggas adalah pemanggangan.

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan protein kasar, lemak kasar, kholesterol

dan protein terlarut yang mengalami variasi cara pemotongan daging, waktu pemanggangan dan

interaksinya pada daging itik afkir yang dipanggang pada suhu eksternal sekitar 90oC.

Manfaat penelitian ini untuk mengetahui efektifitas cara pemotongan daging dan waktu

pemanggangan terhadap kualitas daging itik afkir, sehingga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan

masyarakat.

4

Page 5: Jurnal Roasting (Indonesia)

II. METODE PENELITIAN

Penyembelihan itik afkir dengan menggunakan metode secara Islam yaitu dzakah

(Nuhriawangsa, 1999), pemotongan bagian-bagian karkas menggunakan metode menurut Swatland

(1984) dan pemanggangan dengan suhu 90oC, selama 0, 45 dan 90 menit. Cara pemotongan dengan

daging dengan kulit, menghilangkan kulit dari daging dan menghilangkan kulit dan lemak subkutan

(trimming) yang kemudian dipotong dengan ketebalan 1 cm berlawanan arah dengan serat daging

dengan metode menurut Smith et al. (1987) yang dimodifikasi untuk unggas. Sampel untuk uji

protein kasar, lemak kasar, kholesterol dan protein terlarut menggunakan daging dada (Cahaner et al.,

1986).

Uji daging untuk kandungan protein dengan cara Kjeldahl (AOAC, 1975), lemak dengan

ekstraksi Soxhlet (Atkinson et al., 1972), kholesterol menurut Nollet (1996) dan protein terlarut

dengan metode Lowry (Mulyadi, 1990).

Rancangan percobaan yang digunakan Analisis Variansi Completely Randomized Design

(CRD) Pola Faktorial 3 x 3 (Astuti, 1980), dengan faktor cara pemotongan daging (A) dan lama

pemanggangan (B). Masing-masing sampel menggunakan 2 ulangan dengan jumlah sampel 18. Jika

terjadi interaksi antar faktor dianalisis dengan Duncan’s New Multiple Range Test (Astuti, 1980).

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil perhitungan kualitas kimia daging itik afkir dengan cara pemotongan dan waktu

pemanggangan yang berbeda yang dipanggang pada suhu 90oC ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Rerata kualitas kimia daging bebek afkir dengan cara pemotongan dan waktu pemanggangan yang berbeda yang dipanggang pada suhu 90oC

Waktu PanggangCara Pemotongan Daging B1 B2 B3 RerataProtein Kasar (%) )**

A1 17,780x 26,925 31,050n 25,252d

A2 20,035 32,040 42,985 31,687e

A3 20,535m 37,805y 53,235 37,192f

Rerata** 19,450a 32,257b 42,423c

Lemak Kasar (%) )**A1 18,055 18,860x 15,955o 17,623d

A2 7,200 5,655 5,650 6,168d

A3 4,585m 4,225n 6,635y 5,148e

Reratans 9,947 9,580 9,413Kholesterol (mg %) )**

A1 86,695 98,972x 86,327o 90,664d

A2 94,120m 102,142n 152,469y 116,244e

A3 112,222 107,987 143,379 121,196e

Rerata** 97,679a 103,034a 127,391b

Protein Larut (mg/ 100 mg) )ns

A1 9,430 6,655 6,505 7,530A2 11,175 6,500 6,195 7,957

5

Page 6: Jurnal Roasting (Indonesia)

A3 10,765 6,350 6,025 7,713Rerata** 10,457a 6,502a 6,242b

**P<0,01nsBerbeda tidak nyata (P>0,05)a-c Rerata pada lajur yang sama dengan superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan yang

nyata (P<0,01)x,yRerata dengan superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,01)m-oRerata dengan superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,01)d-fRerata pada kolom yang sama dengan superskrip yang berbeda menunjukkan perbadaan yang sama

(P<0,01)A. Protein Kasar

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata (P<0,01) protein

kasar daging (%) antara cara pemotongan daging. Data menunjukkan terdapat tren kenaikkan protein

kasar. Perbedaan ini disebabkan karena adanya pengurangan kandungan lemak kasar pada cara

pemotongan dengan penghilangan kulit dan jaringan lemak subkutan. Hal ini sesuai dengan pendapat

Soeparno (1992) dan Nuhriawangsa (1994) bahwa kandungan lemak mempengaruhi variasi

kandungan kimia lain termasuk protein. Kandungan lemak berkorelasi secara positif dengan kadar

protein, penurunan kadar lemak akan diikuti oleh kenaikkan kadar protein (Uzu, 1981).

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata (P<0,01) protein

kasar daging (%) antara waktu pemanggangan. Perbedaan nampak dengan adanya tren kenaikkan

kadar protein dengan adanya penambahan lama pemasakan. Lama pemasakan mempengaruhi

kandungan kadar air yang mengakibatkan penyusutan berat (Desrorier, 1988) dengan turunnya kadar

air pada daging (Nuhriawangsa, 2004a). Hal ini disebabkan kadar air pada daging merupakan faktor

terbesar penyusun daging tersebut (Lawrie, 1989). Penyusutan kadar air tersebut menyebabkan

kenaikkan kadar protein pada satuan berat daging yang sama (Nuhriawangsa dan Sudiyono, 2004).

Terdapat interaksi antara cara pemotongan dan waktu pemanggangan (P<0,01) pada kadar

protein kasar daging (%). Cara pemotongan daging dengan penghilangan kulit dan lemak subkutan

(di-trimming) yang dipotong tebal 1 cm berlawanan arah dengan serat daging (A3) mengakibatkan

terjadi pembukaan pada sistem pelindung daging sehingga akan mempercepat pengeluaran air

dibanding perlakuan yang lain (A1 dan A2) dengan adanya peningkatan waktu pemanggangan.

Menurut Nuhriawangsa (2004a) pada daging yang dipanggang mempunyai DIA (Daya Ikat Air) yang

lebih rendah, sehingga penguapan lebih cepat. Hal tersebut akan menyebabkan peningkatan

kandungan protein pada daging dengan bertambahnya waktu pemanggangan (Nuhriawangsa, 2004b).

B. Lemak Kasar

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata (P<0,01) lemak

kasar daging (%) antara cara pemotongan daging. Cara pemotongan daging dengan penghilangan

kulit dan lemak subkutan (di-trimming) yang dipotong tebal 1 cm berlawanan arah dengan serat

6

Page 7: Jurnal Roasting (Indonesia)

daging (A3) berbeda dengan perlakuan A1 dan A2 dengan kandungan lemak terendah. Hal tersebut

disebabkan karena adannya penghilangan kulit dan lemak subkutan. Menurut Soeparno (1992)

kandungan lemak daging pada ternak tua salah satunya dipengaruhi oleh kandungan lemak subkutan

atau lemak yang terletak di bawah kulit.

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata (P<0,01)

lemak kasar daging (%) antara waktu pemanggangan. Hasil ini tidak sesuai dengan pendapat

Mountney (1976) dan Hadiwiyoto (1992) yang menyatakan bahwa pemanggngan dapat

mengeluarkan cairan lemak sehingga menurunkan kadar lemak pada ding. Hal ini dimungkinkan

dengan pemanggangan dengan suhu 90oC selama 45 dan 90 menit belum cukup untuk mengeluarkan

secara maksimal lemak daging meskipun terdapat tren penurunan kadar lemak meskipun secara

statistik tidak berbeda nyata.

Terdapat interaksi antara cara pemotongan dan waktu pemanggangan (P<0,01) pada kadar lemak

kasar daging (%).Cara pemotongan daging dengan penghilangan kulit dan lemak subkutan (di-

trimming) yang dipotong tebal 1 cm berlawanan arah dengan serat daging (A3) mengakibatkan terjadi

pembukaan pada sistem pelindung daging termasuk dalam sistem lemak intra dan intra muskular

sehingga dengan adanya penambahan waktu pemasakan akan mempengaruhi tingkat pengeluaran

lemak dari daging.

C. Kholesterol

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata (P<0,01)

kholesterol daging (mg %) antara cara pemotongan daging. Hasil menunjukkan terdapat peningkatan

kholesterol dibanding kontrol. Hal ini dimungkinkan karena lemak subkutan merupakan lemak depot

dengan adanya ketidakefisienan pemanfaatan energi, sehingga lemak subkutan merupakan cadangan

energi yang berupa asam lemak dan gliserol (Soeparno, 1994). Selain itu itik yang digunakan adalah

itik petelur akhir sehingga di dalam tubuhnya masih dimungkinkan terdapat hormon-hormon

reproduksi (hormon kelamin) yang prekusornya merupakan kholesterol. Menurut Nelson dan Cox

(2000) kholesterol merupakan penyusun membran utama sel dan hormon-hormon kelamin. Begitu

pula pada daging itik. Penurunan kandungan asam lemak dan gliserol dengan adanya penghilangan

kulit dan lemak subkutan akan mempengaruhi proporsi jenis-jenis lemak yang lain, dengan demikian

kandungan kholesterol mengalami kenaikkan.

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata (P<0,01)

kholesterol daging (mg %) antara waktu pemanggangan. Hasil penelitian menunjukkan kenaikkan

kandungan kholesterol meningkat dengan bertambahnya waktu pemanggangan. Kholesterol memiliki

gugus polar dan non polar (Lehninger, 1990). Sifat tersebut memungkinkan kholesterol lebih tahan

panas dibanding lemak lainnya, sehingga pada kondisi pemanasan 90oC masih relatif stabil.

7

Page 8: Jurnal Roasting (Indonesia)

Sementara itu dengan pemanggangan akan menurunkan kadar air (Desrorier, 1988), hal ini

dibuktikan dengan adanya penurunan nilai susut masaknya (Nuhriawangsa, 2002), sehingga dapat

menaikkan kandungan kholesterol pada kondisi berat yang sama dengan meningkatnya waktu

pemanggangan.

Terdapat interaksi antara cara pemotongan dan waktu pemanggangan (P<0,01) pada

kholesterol daging (mg %). Interaksi tampak nyata pada pemanggangan 90 menit pada daging

terhadap cara pemotongan. Hal ini dimungkinkan dengan adanya waktu 90 menit, suhu internal

daging sudah mampu mencairkan kholesterol, sehingga dapat keluar dari daging, dengan demikian

dapat mempengaruhi kandungan kholestrol daging. Menurut Soeparno (1992) lemak akan mencair

ketika dipanggang dan menempati rongga-rongga daging membentuk emulsi dengan protein menjadi

gelatin dan tertahan pada jaringan lemak subkutan. Trimming dan pemotongan dapat membuka

selaput pelindung daging, sehingga lemak yang tertahan dapat keluar dari dalam daging.

D. Protein Terlarut

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata (P<0,01)

protein terlarut daging (mg/ 100 mg) antara cara pemotongan daging. Hasil penelitian menunjukkan

PL tidak berbeda nyata. Menghilangkan kulit dan menghilangkan lemak yang menempel pada daging

(trimming) merupakan cara untuk mengurangi kandungan lemak pada daging (Smith, 1997),

sehingga tidak berpengaruh secara nyata terhadap kandungan protein terlarut daging, hal ini yang

menyebabkan kandungan lemak terlarut daging tidak berbeda.

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata (P<0,01) protein

terlarut daging (mg/ 100 mg) antara waktu pemanggangan. Hasil menunjukkan bertambahnya waktu

pemanggangan menurunkan nilai PL yang tampak nyata pada waktu 90 menit. Hal ini sesuai dengan

penelitian Nuhriawangsa (2004b) dan Pertiwiningrum (1993) bahwa semakin lama waktu pemasakan

akan menurunkan protein terlarut. Protein berasosiasi dengan air dalam bentuk koloidal berupa air

bebas yang akan keluar ketika pemanasan (Sudarmadji et al., 1989). Selain itu protein miofibrilar

akan terdenaturasi karena pemanasan membentuk gelatin yang tersimpan dalam ruang daging

(Swatland, 1984), yang akhirnya akan mencair dan dapat keluar dari dalam daging. Bertambahnya

waktu pemanggangan akan mengakibatkan cairan daging tereksudatif (Soeparno, 1994). Hal tersebut

yang mengakibatkan terjadinya penurunan kandungan PL daging itik.

Tidak terdapat interaksi antara cara pemotongan dan waktu pemanggangan (P<0,01) pada protein

terlarut daging (mg/ 100 mg). Hal ini disebabkan karena air bebas akan keluar ketika terjadi

pemanasan dari dalam daging (Judge et al., 1989), sehingga tidak dipengaruhi oleh faktor cara

pemotongan daging.

8

Page 9: Jurnal Roasting (Indonesia)

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Semakin lama waktu pemanggangan akan meningkatkan kandungan protein kasar dan

kholesterol. Daging yang dipanggang selama 90 menit mempunyai kandungan protein kasar dan

kholesterol tertinggi.

Penghilangan kulit, lemak sukutan dan pemotongan daging dapat meningkatkan kandungan

protein kasar dan kholesterol daging, tetapi menurunkan kandungan lemak daging. Daging yang

dihilangkan kulit dan lemak subkutan (trimming) dan dipotong dengan ketebalan 1 cm mempunyai

kandungan protein kasar dan kholesterol tertinggi tetapi lemak kasar terendah.

Waktu pemasakan 45 menit dengan suhu 90oC pada daging yang dihilangkan kulit, di-trimming

dan dipotong dengan ketebalan 1 cm mempunyai kualitas kimia yang terbaik.

B. Saran

Waktu pemasakan 45 menit dengan suhu 90oC pada daging itik afkir yang dihilangkan kulit, di-

trimming dan dipotong dengan ketebalan 1 cm dapat dimanfaatkan sebagai teknologi pemasakan

daging.

Perlu penelitian lebih lanjut untuk melihat kandungan asam lemak (PUFA dan MUFA) pada

daging itik dengan faktor penelitian yang sama.

Konsumsi daging itik pada penelitian ini perlu diperhatikan dengan melihat kandungan

kholesterolnya untuk kebutuhan konsumen.

V. UCAPAN TERIMA KASIH

Peneliti mengucapkan terimakasih kepada Direktur, Direktur Lembaga Penelitian UNS, Dekan

Fakultas Pertanian, Ketua Jurusan/Program Studi Produksi Ternak, Ketua Laboratorium Produksi

Ternak, Ayah, Istri tercinta dan anak-anakku dan semua pihak yang telah mendukung terselesaikan

penelitian dan penulisan artikel ilmiah

DAFTAR PUSTAKA

Astuti, M., 1980. Rancangan Perecobaan dan Analisis Statistik. Bagian ke-1. Bagian Pemuliaan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

AOAC, 1975. Official Methods of Analysis. 12th ed. Association of Official Analytical Chemist, Washington D.C.

Atkinson, T., V. R. Fowler, G. A. Garton dan A. Lough, 1972. A rapid methode for determination on lipid in animal tissues. Analist, London. 97:563-568.

9

Page 10: Jurnal Roasting (Indonesia)

Cahaner, A., Z. Nitsan dan I. Nir, 1986. Weight and fat content of adipose and non-adipose tissues in broilers selected for or againts abdominal adipose tissue. Poultry Sci. 65:212-222.

Desrorier, N.W., 1988. The Tecnology of Food Preservation. 3rd ed. Penterjemah: M Muljohardjo. UI-Press, Jakarta.

Hadiwiyoto, S., 1992. Kimia dan Teknologi Daging Unggas. Buku Monograf. PAU Pangan dan Gizi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Lawrie, R.A., 1995. Meat Science. Pent. A. Parakkasi. Penerbit Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Lehninger, A. L., 1990. Principles of Biochemistry. Penterjemah: Maggy Thenawidjaja. Penerbit Erlangga, Jakarta.

Mountney, G.J., 1976. Poultry Product Tecnology. 2nd ed. The Avi Pub., Co., Inc., Westport, Connecticut.

Mulyadi, 1990. Analisis Makromolekul. PAU Bioteknologi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Nelson, D. L. dan M. M. Cox, 2000. Lehninger Principles of Biochemistry. 3rd ed. Worth Pub., New York.

Nollet, L.M.L., 1996. Handbook of Food Analysis. Volume 1. Marcel Deccker, Inc., New York-Basel-Hong Kong.

Nuhriawangsa, A. M. P., 1994. Komposisi Kimia Daging Dada dan Non Dada pada Karkas Ayam Broiler Jantan dan Betina Umur Enam Minggu. Skripsi Sarjana Peternakan. Fakulatas Peternakan UGM, Yogyakarta.

Nuhriawangsa, A.M.P., 1999. Pengantar Ilmu Ternak Dalam Pandangan Islam: Suatu Tinjauan Tentang Fiqih Ternak. Program Studi Produksi Ternak, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Nuhriawangsa, A. M. P., 2002. Kegunaan Enzim Papain dan Pemanggangan untuk Meningkatkan Kualitas Daging Itik Afkir. Penelitian Dosen Muda. Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Nuhriawangsa, A. M. P., 2004a. Pengaruh Presentase Daging Buah Pepaya dan Pemanggangan terhadap Kualitas Daging itik Afkir. Vol. 1 No. 1, Maret 2004. Sains Peternakan. Jurusan/Program Studi Produksi Ternak FP-UNS.

Nuhriawangsa, A. M. P., 2004b. Pengaruh Waktu dan Lama Pemanggangan terhadap Kualitas Daging Itik Afkir. Jurnal Pengembangan Peternakan Tropis UNDIP. Edisi Khusus Nopember. Hal: 122-127.

Nuhriawangsa, A. M. P. dan Sudiono, 2004. Pengaruh Waktu dan Lama Pemanggangan terhadap Kualitas Organoleptik Daging Itik Afkir. Vol. 1 No. 2, September 2004. Sains Peternakan. Jurusan/Program Studi Produksi Ternak FP-UNS. Hal: 90-98.

Pertiwiningrum, A., 1993. Pengaruh level dan Lama Perebusan terhadap Kandungan Albumin Telur Ayam Rebus yang Disinpan Selama Dua Minggu. Buletin Peternakan UGM, Yogyakarta. Desember, 17:93-97.

10

Page 11: Jurnal Roasting (Indonesia)

Smith, G.C, G.T. King dan Z.L. Carpenter, 1978. Laboratory Manual for Meat Science. 2nd ed. American Press, Boston, Massachusetts.

Smith, D.M., 1997. Low Fat and Low Salt Poultry Products. Dalam: Advances in Meat Research: Production and Processing of Healthy Meat, Poultry and Fish Product. A.M. Pearson and T.R. Dutson, Eds. Vol. 11. Blackie Academic & Professional, London-Weinheim-New York-Tokyo-Melbour-ne-Madras.

Soeparno, 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University-Press, Yogyakarta.

Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi, 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Cet. Ke-1. Liberty, Yogyakarta.

Swatland, H.J., 1984. Structure and Development of Meat Science. Prentice-Hall Inc., Englewood Cliffs, New Jersey.

Uzu, G., 1981. Pengaruh Pengurangan Kadar Protein terhadap Performan dan Perlemakan Broiler Selama Periode Finishing. Proseeding Seminar. Dalam: Seminar AEC tentang New Development and Poultry Nutrition, Jakarta.

11