Jurnal reading THT

download Jurnal reading THT

of 12

description

RSUD dr. Slamet Garut

Transcript of Jurnal reading THT

Kejadian Pecahnya Round Window Membrane pada Pasien dengan Tuli Sensorineural MendadakFrank Haubner1*, Christian Rohrmeier1, Christoph Koch1, Veronika Vielsmeier1, Jrgen Strutz1 and Tobias Kleinjung2 ABSTRAK Latar Belakang: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi terjadinya ruptur round of window dan efeknya pada pemulihan pendengaran setelah dilakukan tympanotomy eksplorasi dan penutupan lubang RWM yang ruptur pada pasien dengan penurunan pendengaran mendadak unilateral.Metode: analisis retrospektif dari grafik pasien di sebuah pusat rujukan tersier. Grafik dari 69 pasien dengan tuli mendadak diikuti oleh tympanotomy eksplorasi secara retrospektif dianalisis. Data murni-nada audiometry sebelum dan sesudah tympanotomy dibandingkan untuk menentukan hasil dari mendengar pemulihan. Nilai tes pendengaran pasca operasi didokumentasikan 3 minggu setelah tympanotomy. Semua laporan bedah Ulasan berkaitan dengan teknik bedah yang dilakukan dan temuan intraoperatif.Hasil: 18,8% dari pasien terdapat fistula perilymphatic terlihat di RWM. 89,8% dari pasien melaporkan tidak ada riwayat khas untuk rupture RWM. Semua pasien diobati dengan tympanotomy eksplorasi di bawah anestesi lokal dan rejimen pengobatan kortikosteroid intravena. Sebagian besar ahli bedah menggunakan plomb lemak untuk menutup bagian rupture dari RWM. Pendengaran pasca operasi secara signifikan meningkat dibandingkan dengan data tes pendengaran pra operasi. Tidak ada pasien menunjukkan kurva pendengaran memburuk setelah perawatan.Kesimpulan: Sebagian besar pasien yang menderita tuli mendadak unilateral tidak terdapat fistula perilymphatik. Dalam populasi penelitian kami, mayoritas pasien melaporkan tidak ada riwayat yang khas dari peningkatan tekanan di telinga bagian dalam. Tympanotomy eksplorasi merupakan prosedur yang aman yang dapat mendukung mendengar pemulihan pada pasien dengan tuli mendadak selain dengan pengobatan yang dikenal yaitu steroid dosis tinggi.

Latar BelakangPerhatian yang cukup besar telah ditunjukkan kepada kejadian penurunan pendengaran mendadak pada tuli sensorineural dalam beberapa tahun terakhir, tuli ini juga disebabkan oleh adanya gangguan mekanik pada telinga bagian dalam. RWM adalah satu-satunya jaringan lunak penghalang antara telinga tengah dan telinga dalam. RWM terdiri dari 3 lapisan dasar dan membrane semipermeable. Ketebalan rata-rata dari RWM yang normal ditemukan sekitar 67 mikrometer.Fistula perilymphatic di telinga tengah disebabkan oleh adanya kelainan pada RWM dan dapat mengakibatkan gejala gangguan pendengaran, tinnitus dan vertigo, baik semata-mata atau dalam kombinasi. Banyak dari pasien ini seharusnya memiliki predisposisi dengan berurutan adalah peningkatan tekanan di telinga bagian dalam. Barotrauma baik didapatkan dalam perjalanan udara dan kecelakaan saat menyelam, tetapi ada juga pasien yang menderita tuli mendadak terkait dengan pecahnya RWM tanpa barotrauma apapun.Sementara tampak bahwa vertigo saja merespon sangat memuaskan terhadap pengobatan operatif, peningkatan pada gangguan pendengaran dan tinnitus lebih sulit untuk di prediksi. Tingkat gangguan pendengaran bervariasi pada pasien dengan fistula perilymphatic, dan penyebab variabilitas ini belum dipahami dengan baik. Salah satu faktor yang mungkin aliran darah koklea yang tampak menurun setelah rupturnya RWM.Defek pada timpani sebetulnya sulit untuk di diagnosa dan tidak ada konsensus pengobatan pasti yang telah tercapai. Ada laporan yang berbeda dari temuan intraoperatif dan instrumen diagnostik untuk memvisualisasikan fistula perilymphatik. Banyak lembaga merekomendasikan timpanotomi eksplorasi, dengan anasthesi local.Tujuan dari studi adalah untuk menentukan terjadinya ruptur pada round of window pada pasein dengan penurunan pendengaran mendadak pada tuli sensori neural. Termasuk menganalisa hasil dari timpanoplasti yang disarankan dan keamanan dari bahan yang dipakai sebagai penutup lubang.

MetodeGrafik klinis dari 69 pasien dengan riwayat tuli mendadak unilateral antara 2004 dan 2011 dilibatkan dalam penelitian tersebut. Tuli mendadak didefinisikan sebagai gangguan pendengaran sensorineural lebih dari 50 dB HL dalam tiga atau lebih frekuensi bersebelahan pada nada murni Audiometri dibandingkan dengan telinga pendengaran normal. Beberapa penelitian menyangkut evaluasi hasil timpanotomi eksplorasi teramsuk pasien dnegan SSNHL yaitu dengan pendengaran lebih dari 40 dB HL. Penulis lain melaporkan sekitar 60 dB HL sebagai definisi untuk tuli unilateral. Oleh karena itu kami memutuskan untuk lebih dari 50 dB HL dalam setidaknya tiga frekuensi yang berdekatan dibandingkan dengan telinga kontralateral untuk mendefinisikan gangguan pendengaran parah dan sebagai indikasi untuk tympanotomy eksplorasi.Audiometri Nada Murni (ANM) digunakan untuk menghitung ambang batas suara yang dapat didengar. Untuk menghitung batas nilai ANM ditetapkan untuk 120 dB gangguan pendengaran. Peningkatan dihitung sehubungan dengan nilai ini di masing-masing frekuensi.Tidak ada evaluasi nilai ANM sebelum peristiwa tuli mendadak. Semua pasien diobati dengan steroid dosis tinggi. The tympanotomi eksplorasi dilakukan dalam waktu 48 jam setelah didapatkan adanya gangguan pendengaran parah jika tidak ada perbaikan.Presentasi klinis termasuk vertigo dan tinnitus dimasukkan, tetapi indikasi untuk operasi dalam semua kasus adalah gangguan pendengaran. Riwayat medis lengkap termasuk riwayat paparan kebisingan dibutuhkan. Semua pasien memperoleh tympanotomy eksplorasi di bawah anestesi lokal dan mendapatkan reparasi penutupan round of window. Prosedur yang dilakukan melalui pendekatan endaural ke telinga tengah setelah membesarkantimpanomeatal flap. Menggunakan mikroskop operasi, chorda tympani dipertahankan dan tulang tulang pendengaran diperiksa. Dalam beberapa kasus itu perlu untuk menghapus bagian-bagian dari dinding atas lateral memperoleh pandangan berlebihan lengkap plat kaki stapes dan RWM. RWM sebagian besar tersembunyi di dalam. Pengeboran tulang bukan bagian dari prosedur .Ruptur dari RWM yang sangat terlihat adalah adanya cairan yang menetap pada RWM walaupun sudah dilakukan penyedotan adalah kriteria pasti fistula.

HasilKarakteristik Pasien69 grafik pasien dengan dugaan putaran membran jendela pecah dianalisis antara tahun 2004 dan 2011. Usia rata-rata adalah 56,9 tahun (17-92 tahun). 30 perempuan dan 39 laki-laki dimasukkan ke dalam penelitian. 56,5% dari kasus menunjukkan gangguan pendengaran di sisi kiri. 43,5% dari pasien memiliki gangguan pendengaran di telinga kanan. Sehubungan dengan populasi penelitian secara keseluruhan, 44,9% dilaporkan vertigo dan 50,7% tinnitus.89,8% persen pasien tidak memiliki riwayat khas untuk rupturnya RWM. 10,2% dari pasien melaporkan sejarah khas dengan latihan fisik diving, trauma kepala atau paparan kebisingan bertepatan dengan dimulainya keluhan.

Analisis korelasiAda hubungan yang signifikan (p = 0,001) dari usia dan jumlah gangguan pendengaran pra operasi di telinga yang terkena (koefisien pearson = 0,467), serta usia dan sidang pasca operasi pada telinga yang terkena (koefisien pearson= 0,363).Didapatkan tidak signifikannya pengaruh dari adanya riwayat terdahulu dnegan operasi yang dilakukan. Dilaporkan ula tidak ada hubugan yang signifikan saat operasi pada pasein yang sebelumnya memiliki riwayat tinnitus dan vertigo dengan fistula perilimfatik.

Analisis intra operatif dan teknik bedahEvaluasi dari laporan operasi pada 59,4% kasus dan sebanyak 18,8% tanpa fistula, fistula meragukan sebnayak 21,7%. Kemudian semua pasien dalam anasthesi local dan mendapat tatalaksana tympanoplasti dengan penutupan RWM. Prosedur dilakukan via pendekatan endaural ke tulang tengah setelah mendapat flam tympanomeatal. Dengan menggunakan mikroskop corda timpani dapat terlihat dan tulang tu;ang pendengaran pun dapat terlihat. Pada beberapa kasus mungkin saja dilakukan pengambilan dari bagiana ats dinding dindingnyauntuk mengetahui lebih jauh kaki kaki stapes dan RWM yang terkena. 81,24% pasien dilakukan penutupan dengan bahan lemak, 11,8% dengan bahan jaringan lunak seperti fasia/perikondrium. Dan 5 pasien dengan kombinasi dari keduanya sehingga membentuk lem fibrosa. Ternyata 3 dari 5 pasien tersebut menunjukkan hasil yang jauh lebih baik dalam kenaikan fungsi pendengaran yaitu 20dB. Untuk itu didapatkan tidak adanya hubungan yang signifikan anara perbedaan teknik operasi dengan hasil perbaikan setelah operasi.

Untuk pengobatan steroid yang dilgunakan adalah preds=nison 500mg dengan tapering off selama 12 hari.

Evaluasi Post OperasiPendengaran dengan kenaikan lebih dari 20dB terlihat dalam 43% kasus. Pada 18 pasien (25%) didapatkan adanya kenaikan pendengaran. 31% memperlihatkan kenaikan kecil pada fungsi pendengaran sekitar 5 20 dB. Perbaikan pendegaran post operasi memang terlihat signifikan pada data terakhir.Pada grup dengan fistula perilimfatik, 7 pasien terlihat adanya kenaikan pada pendengaran ;ebih dari 20 dB. Dan 10 orang lainnya terlihat tidka aadanya perubahan dari fungsi pendengaran. Konduksi tulang dan udara dilakukan evaluasi setelalh 3 minggu dilakukan operasi. 17 pasien tanpa adanya fistula didapatkan adanya kenaikan apda fungsi pendengaran setelah operasi. Untuk itu didapatkan kembali bahwa tidak adanya perbedaan pendengaran yang signifikan antara RWM dengan fistula pasti, meragukan dan tanpa fistula. Untuk komplikasi dari timpantomi eksplorasi sendiri tidak di perlihatkan disini.

DiskusiKehilangan pendengaran sensorineural secara mendadak (SSNHL) adalah gangguan berat bagi orang yang terkena. Selama beberapa tahun terakhir, tidak ada rejimen pengobatan khusus bisa menjadi gold standar. Salah satu alasan untuk itu mungkin fakta bahwa mayoritas pasien dengan gangguan pendengaran sensorineural idiopatik menunjukkan tingkat pemulihan yang tinggi bahkan tanpa pengobatan spesifik. Tympanotomy eksplorasi sering diindikasikan untuk pengelolaan SSNHL terjadi dalam konteks trauma kepala, barotrauma dan otitis media kronis dengan cholesteatoma dan pada pasien dengan kelainan bawaan dalam telinga. Terutama untuk pasien setelah kecelakaan menyelam, ada sinyal akan adanya yang jelas untuk melakukan sebuah tympanotomy eksplorasi. Tapi masih belum jelas apakah pasien yang tidak memiliki riwayat khas untuk RWM dapat dilakukan dengan prosedur ini. Beberapa studi, melakukan inspeksi endosopic dari rongga telinga tengah, mengamati tidak ada tulang lanjutnya retak perilymphatic di 265 kasus pasien dengan SSNHL dan vertigo. Sehubungan dengan mikrooperasi telinga tengah dan infeksi mungkin selama telinga tengah endoskopi, namun visualisasi yang lebih baik dari RWM melalui lingkup operasi mikro. Laporan dari pasien yang menjalani tympanotomy eksplorasi di lembaga kami karena tiba-tiba tuli selama 6 tahun terakhir secara retrospektif dianalisis. Hanya ada sebagian kecil 10% dari pasien dengan nilai sejarah khas peningkatan tekanan telinga dalam sehubungan dengan timbulnya gejala. Hal ini berbeda dengan laporan 18 dari 20 pasien dengan riwayat peningkatan tekanan dalam konteks dengan gangguan pendengaran. Sebuah studi retrospektif serupa oleh Maier melaporkan 22% pasien memiliki riwayat khas perilymph fistula. Kami mengamati intraoperatif rupture RWM di sekitar 20% dari kasus. Hal ini kontras dengan penelitian lainnya yang mendokumentasikan kenaikan tekanna perilymph fistula spontan dalam 60% dari populasi penelitian mereka. Yang menganalisis kategori yang sama dari temuan intraoperatif (fistula, tidak ada fistula dan fistula diragukan), ditemukan fistula yang pasti di 35% dan tidak ada fistula di 37%.

Oleh karena itu RWM dianggap sebagai kriteria untuk diagnosis fistula perilymphatic diragukan dalam penelitian ini. Apakah metode lain seperti fluorescein intratekal untuk perilymph pewarnaan berguna dalam masalah ini masih belum jeals. Poe et al. menganalisis nilai aplikasi fluorescein intravena pada hewan model dan menyimpulkan bahwa fluorescein diberikan menyebabkan fluoresensi dramatis kapal dan transudat yang dapat ditafsirkan secara salah sebagai fluoresensi perilymph.Hanya 4 pasien kami dengan fistula yang pasti atau ragu melaporkan riwayat yang khas. Salah satu kesimpulan tentang pengamatan ini mungkin bahwa riwayat pasien tidak memprediksi temuan intraoperative. 18 pasien (26%) tidak memiliki peningkatan pendengaran dalam pemeriksaan kontrol setelah 3 minggu dalam penelitian populasi. Hasil ini mirip dengan yang melakukan penelitian retrospektif dengan 60 pasien setelah tympanotomy dan menemukan tidak ada perbaikan dalam 33% dari pasien mereka.Ada korelasi antara usia dan nilai-nilai Audiometri nada murni, yang menunjukkan bahwa orang tua memiliki gangguan yang lebih parah mendengar sebelum dan pasca operasi. Tidak ada korelasi antara riwayat pasien, temuan intraoperatif dan diagnosis tinnitus atau vertigo sebelum operasi. Itu berarti bahwa kita tidak bisa memprediksi temuan fistula perilimfatik. Analisis nilai nada murni Audiometri sebelum dan setelah operasi mengungkapkan secara signifikan meningkatkan pendengaran pasca operasi. Hampir setengah dari pasien memiliki peningkatan rata-rata pendengaran lebih dari 20 dB. Hasil ini mungkin disebabkan karena tympanotomy dan penutupan lubang RWM. Tapi kita harus mempertimbangkan efek lain yang mungkin: Semua pasien secara bersamaan diobati dengan steroid intravena dimulai dengan 500 mg prednisone berikut tapering off lebih dari 12 hari. Juga efek plasebo dan pemulihan spontan harus disebutkan dan tidak bisa dikecualikan. Sehubungan dengan keterbatasan ini, timpanotomi eksplorasi tampaknya menjadi prosedur yang aman, karena tidak ada pasien menderita komplikasi utama. Mengenai masalah teknis, sebagian besar ahli bedah di lembaga kami digunakan penyegelan dengan lemak untuk menutupi RWM. Berbagai teknik lain termasuk lem fibrin dan kolagen postaurikuler dijelaskan dalam literatur.

Terjadinya RWM pada pasien SSNHL berada di bawah 20% dalam penelitian populasi. Sejarah pasien tidak memprediksi temuan membran jendela bulat pecah intraoperatif. Jadi anamnesis mengenai insiden predisposisi tidak indikasi yang dapat diandalkan untuk operasi.Tidak ditemukannya korelasi antara pemulihan pendengaran pasien SSNHL dengan dan tanpa kebocoran perilymphatic. Namun demikian, tympanotomy eksplorasi merupakan prosedur yang aman yang mungkin menjadi tambahan yang berguna untuk steroid dosis tinggi dalam kasus yang parah pada SSNHL. Sehubungan dengan hasil, tympanotomy eksplorasi harus dipertimbangkan untuk pasien dengan tidak ada perbaikan mendengar dalam waktu 48 jam setelah pengobatan dengan steroid dosis tinggi dan SSNHL lebih dari 50 dB HL di tiga frekuensi yang berdekatan.

KesimpulanKebanyakan pasien yang menderita tuli mendadak unilateral dengan fistula perilymphatic yang tidak terlihat. Dalam studi populasi, mayoritas pasien melaporkan tidak ada riwayat yang khas dari peningkatan tekanan di telinga bagian dalam. Eksplorasi timpanotomi merupakan prosedur yang aman yang dapat mendukung pemulihan fungsi pendengaran pada pasien dengan penurunan pendengaran mendadak selain dengan pengobatan utama yaitu steroid dosis tinggi.