Jurnal pengembangan wilayah Gedebage Bandung

11
Potensi Kecamatan Gedebage sebagai Kawasan Pengembangan Kota Bandung (STUDI KASUS : Gedebage, Bandung) Aristyandi Ricky Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Gunadarma ABSTRAK Pertambahan kebutuhan rumah simultan dengan kebutuhan tanah di mana rumah itu berdiri. Di sisi lain, terdapat keterbatasan lahan di perkotaan untuk memenuhi kebutuhan tanah untuk perumahan. Pemenuhan kebutuhan perumahan secara formal dilakukan oleh pengembang perumahan. Pengembang perumahan dalam skala besar membutuhkan lahan yang harus dikuasai/dibebaskan pengembang dalam skala besar pula. Pengembang biasanya menemui kesulitan penguasaan dan pembebasan lahan untuk perumahan bila status kepemilikan atas tanah beragam. Kawasan Gedebage menjadi kawasan studi mengingat kawasan ini memang direncanakan untuk menjadi kawasan permukiman di Bandung Timur, Pengembang perumahan juga banyak melakukan pengembangan kawasan perumahan di kawasan Bandung Timur, khususnya Gedebage. Tulisan ini menguraikan bagaimana potensi dan kendala pengembangan kawasan perumahan oleh pengembang real estat di Gedebage, dengan melihat status tanah dan preferensi pengembang perumahan. Kata kunci : Perumahan, status tanah, pengembang perumahan, real estat, Gedebage . 1. Pendahuluan 1

description

pengembangan kawasan gedebage bandung

Transcript of Jurnal pengembangan wilayah Gedebage Bandung

Page 1: Jurnal pengembangan wilayah Gedebage Bandung

Potensi Kecamatan Gedebage sebagai Kawasan Pengembangan Kota Bandung(STUDI KASUS : Gedebage, Bandung)

Aristyandi RickyJurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan

Universitas Gunadarma

ABSTRAKPertambahan kebutuhan rumah simultan dengan kebutuhan tanah di mana rumah itu berdiri. Di sisi lain, terdapat keterbatasan lahan di perkotaan untuk memenuhi kebutuhan tanah untuk perumahan. Pemenuhan kebutuhan perumahan secara formal dilakukan oleh pengembang perumahan. Pengembang perumahan dalam skala besar membutuhkan lahan yang harus dikuasai/dibebaskan pengembang dalam skala besar pula. Pengembang biasanya menemui kesulitan penguasaan dan pembebasan lahan untuk perumahan bila status kepemilikan atas tanah beragam. Kawasan Gedebage menjadi kawasan studi mengingat kawasan ini memang direncanakan untuk menjadi kawasan permukiman di Bandung Timur, Pengembang perumahan juga banyak melakukan pengembangan kawasan perumahan di kawasan Bandung Timur, khususnya Gedebage. Tulisan ini menguraikan bagaimana potensi dan kendala pengembangan kawasan perumahan oleh pengembang real estat di Gedebage, dengan melihat status tanah dan preferensi pengembang perumahan. Kata kunci : Perumahan, status tanah, pengembang perumahan, real estat, Gedebage.

1. Pendahuluan

Salah satu sifat urbanisasi yang terjadi pada negara yang sedang berkembang umumnya dikatakan sebagai “Pseudo Urbanization” atau urbanisasi semu. Sebagai lawannya adalah sifat urbanisasi di negara-negara industri yang maju yang dikatakan sebagai “True urbanization” atau urbanisasi murni. Hal ini dikaitkan dengan kenyataan bahwa di negara-negara maju perpindahan penduduk dari desa ke kota telah dijamin oleh tersedianya lapangan pekerjaan non pertanian di kota-kota, tetapi umumnya di negara sedang berkembang pekerjaan non pertanian di kota tidak terjamin (Sujarto, 2013).

Kebanyakan kaum urbanis adalah mereka yang ingin berjualan di pasar dan sebagian besar mereka dari golongan ekonomi menengah ke bawah. Mereka mencari tempat tinggal di sekitar kawasan pusat perdagangan dan kawasan pusat aktivitas lainnya. Dengan adanya pemusatan kegiatan akan menyebabkan masalah bagi struktur perencanaan kota (Endang, 2006).

Tingginya laju urbanisasi penduduk menuju perkotaan di negara berkembang saat ini tidak diikuti dengan keterampilan yang cukup sehingga menyebabkan adanya sebagian penduduk yang tidak mampu bersaing sehingga menyebabkan penduduk tersebut tidak

1

Page 2: Jurnal pengembangan wilayah Gedebage Bandung

mempunyai kemampuan untuk menyediakan kebutuhan hidupnya salah satunya dibidang perumahan. Fenomena ini menyebabkan terjadinya kantung-kantung permukiman kumuh pada kawasan perkotaan. Persoalan permukiman kumuh ini harus diselesaikan untuk mewujudkan lingkungan permukiman yang layak dan sesuai standar hidup pada suatu kota.

Gambar 1. Kawasan Pengembangan Wilayah Gedebage

Permukiman kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat. Perumahan kumuh adalah perumahan yang mengalami penurunan kualitas fungsi sebagai tempat hunian (Undang Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan Dan Kawasan Permukiman).

Perkembangan pembangunan di Kota Bandung seperti di perkotaan lain di Indonesia, sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan populasi (manusia) akibat urbanisasi, terutama para pendatang yang akhirnya menetap. Pertumbuhan di semua sektor pembangunan lingkungan perkotaan adalah akibat gelombang urbanisasi yang dipacu oleh pembangunan fisik sarana dan prasarana kota yang merupakan daya tarik sekaligus daya dorong bagi para warga yang ingin memperoleh peluang kehidupan lebih baik. Laju pembangunan itu pula yang menyebabkan perkembangan kota seolah tanpa arah (Dwyangga, 2009).

2

Page 3: Jurnal pengembangan wilayah Gedebage Bandung

Pertumbuhan kebutuhan rumah di Kota Bandung terus meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk. Pertambahan kebutuhan rumah simultan dengan kebutuhan tanah di mana rumah itu berdiri, karena memang preferensi konsumen perumahan di Bandung masih berpihak pada landed house (rumah dengan tanah) dibandingkan dengan elevated house (apartemen/rumah susun). Pertumbuhan kebutuhan rumah itu diproyeksikan meningkat. Penyediaan rumah di Kota Bandung juga diproyeksikan meningkat dengan peran serta berbagai aktor. Pengembang perumahan merupakan pelaku pasar perumahan dari sisi supply, yang menyediakan sebagian besar stok perumahan baru secara formal. Berdasarkan perhitungan, masih terdapat gap antara kebutuhan (demand) dan penyediaan (supply) perumahan (Hilfan, 2004). Di sisi lain, ada keterbatasan lahan di perkotaan untuk memenuhi kebutuhan tanah untuk perumahan. Kota Bandung sendiri telah menetapkan kawasan Bandung Timur sebagai kawasan yang diperuntukkan bagi perumahan dan permukiman (RTRW Kota Bandung, 2011).

2. Kajian Teori

Kebutuhan dan Penyediaan Perumahan Beserta Tanahnya Pertambahan kebutuhan rumah simultan dengan kebutuhan tanah di mana rumah itu berdiri. Secara umum, laju kebutuhan rumah dan tanah sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk. Berdasarkan survey HOMI (2000) diketahui bahwa rata-rata luas tanah untuk rumah di Kota Surabaya (yang merepresentasikan kota di Pulau Jawa) sebesar 144m2 dengan rata-rata luas bangunan 67m2. Berdasarkan data BPS tahun 2004 dan 2007 didapatkan gambaran mengenai proporsi luas tanah untuk bangunan di Indonesia. Secara keseluruhan proporsi tanah dengan luasan 21-70m2 merupakan luasan tanah terbanyak (sekitar 60%) yang saat ini terdapat. Sementara, luas tanah lebih dari 70m2 dihuni oleh 39,58% pemilik rumah dan luas tanah kurang dari 20m2 dihuni oleh 5,57% pemilik rumah pada tahun 2007.Macam-macam Hak Atas Tanah Sebelum mengkategorisasi data status tanah/hak atas tanah berdasarkan zona, terlebih dahulu dipaparkan deskripsi mengenai status kepemilikan tanah. Definisi hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang yang mempunyai hak untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanah tersebut. Hak atas tanah berbeda dengan hak penggunaan atas tanah. Ciri khas dari hak atas tanah adalah seseorang yang mempunyai hak atas tanah berwenang untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanah yang menjadi haknya. Hak–hak atas tanah yang dimaksud ditentukan dalam pasal 16 jo pasal 53 UUPA, antara lain: 1. Hak Milik 2. Hak Guna Usaha 3. Hak Guna Bangunan 4. Hak Pakai

3

Page 4: Jurnal pengembangan wilayah Gedebage Bandung

5. Hak Sewa 6. Hak Membuka Tanah 7. Hak Memungut Hasil Hutan 8. Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang ditetapkan oleh undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagaimana disebutkan dalam pasal 53.

Dalam pasal 16 UU Agraria disebutkan adanya dua hak yang sebenarnya bukan merupakan hak atas tanah yaitu hak membuka tanah dan hak memungut hasil hutan karena hak–hak itu tidak memberi wewenang untuk mempergunakan atau mengusahakan tanah tertentu. Namun kedua hak tersebut tetap dicantumkan dalam pasal 16 UUPA sebagai hak atas tanah hanya untuk menyelaraskan sistematikanya dengan sistematika hukum adat. Kedua hak tersebut merupakan pengejawantahan (manifestasi) dari hak ulayat.Dalam Undang-undang Pokok Agraria (UUPA), hak–hak atas tanah dikelompokkan sebagai berikut: A. Hak atas tanah yang bersifat tetap:

Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Sewa Tanah Bangunan dan Hak Pengelolaan. B. Hak atas tanah yang bersifat sementara:

Hak Gadai, Hak Usaha Bagi Hasil, Hak Menumpang, dan Hak Sewa Tanah Pertanian. Hak terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah adalah hak milik. Hak Guna Bangunan dan Hak Guna Usaha. Sebagian besar dari hak ini adalah hasil konversi dari hak-hak barat sebagai kelanjutan dari masa sebelum Undang- undang Pokok Agraria.

Pengembangan Perumahan Vertikal Skala Besar Pengembangan perumahan merupakan tantangan karena berhadapan pada lahan yang semakin terbatas. Dalam mengatasi hal ini, pengembangan perumahan vertikal merupakan solusi untuk meminimalkan penggunaan lahan. Dengan demikian, terdapat lebih banyak ruang untuk pengembangan hal lain, terutama peningkatan ruang terbuka hijau dan ruang publik untuk memfasilitasi berbagai kegiatan penduduk. Mengingat perkembangan penduduk Metropolitan Bandung Raya yang sangat pesat dan akan bsangat besar pada tahun 2025, maka perumahan vertikal yang akan dikembangan merupakan perumahan skala besar. Setiap perumahan vertikal terdiri dari minimal 10 tower dengan masing-masing tower terdiri dari 10 lantai.Lokasi perumahan vertikal skala besar tersebut diutamakan di wilayah urban. Sementara itu, pengembangan perumahan di wilayah suburban akan disesuaikan dengan jumlah penduduk dan kondisi lingkungan, sehingga skala perumahan akan bervariasi dari skala menengah hingga rendah.

4

Page 5: Jurnal pengembangan wilayah Gedebage Bandung

Penataan Kawasan Pengembangan perumahan di Metropolitan Bandung Raya akan dilakukan melalui penataan kawasan/ redevelopment. Wilayah Metropolitan Bandung Raya dibagi menjadi blok-blok kawasan yang potensial untuk redevelopment. Pengembangan kawasan dapat dilakuan oleh BUMD, swasta, koperasi, atau masyarakat sesuai dengan ketentuan dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

3. Metode Penelitian

Metode penelitan yang dipakai adalah Model Concurrent (kombinasi campuran) antara pendekatan penelitian kuantitatif dan metode penelitian kualitatif.

Metode campuran atau concurrent mix method merupakan prosedur dimana didalamnya peneliti mempertemukan atau menyatukan data kuantitatif dan kualitatif untuk memperoleh analisis komprehensif atas masalah penelitian. Dalam metode ini, peneliti mengumpulkan dua jenis data pada satu waktu, kemudian menggabungkannya menjadi satu informasi secara keseluruhan. (John W. Creswell-Research Design, 2002)

Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data Sekunder, pengumpulan data dilakukan melalui kajian literatur terhadap dokumen-dokumen tertulis seperti penelitian-penelitian terdahulu, peraturan, buku teks, situs internet, surat kabar, dan lain sebagainya.

4. Hasil dan pembahasanStatus kepemilikan lahan yang ada di wilayah Gedebage yang didominasi tanah adat dan SHM merupakan salah satu faktor yang memudahkan pengembang untuk menguasai tanah di kawasan Gedebage untuk dikembangkan menjadi kawasan perumahan real estat. Dengan telah didapatnya izin prinsip, izin lokasi, dan telah dikuasainya tanah dari pemilik tanah lama, maka pengembang dapat mengalihkan status tanah menjadi Hak Guna Bangunan. Penguasaan tanah ini diwujudkan dalam sebuah sertifikat induk yang dimiliki atas nama pengembang dengan status Hak Guna Bangunan. Kawasan dengan status tanah didominasi HGB menandakan bahwa kawasan itu banyak dikuasai oleh pengembang perumahan yang memiliki sertifikat HGB atas tanah tersebut. Sertifikat HGB induk dapat di-split ke masing-masing konsumen pembeli rumah menjadi sertifikat HGB masing-masing petak tanah rumah. HGB tersebut dapat ditingkatkan statusnya menjadi sertifikat Hak Milik oleh masing-masing pemilik tanah/rumah dengan persyratan-persyaratan tertentu.Optimsi wadah diskusi masyarakat dengan membentuk forum seperti Kampung Kreatif (Bandung Creative City Forum). Program ini berupa pembentukan komunitas pada lokasi perumahan sehingga pihak BCCF dapat memberikan penyuluhan dan menggali potensi ekonomi masyarakat pada kawasan ini, Hal ini mengingat sebagian besar anggota keluarga tidak bekerja dan beraktifitas disekitar lokasi perumahan. Dengan adanya pelatihan dan sarana bertukar informasi terkait peluang dan potensi pengembangan kreatifitas pada lokasi perumahan. Program ini memberikan dampak jangka panjang terhadap warga yang terdapat pada lokasi perumahan.

5

Page 6: Jurnal pengembangan wilayah Gedebage Bandung

• Design Action (Bandung Creative City Forum). Dibentuknya forum diskusi pada lokasi perumahan terkait dengan pengembangan potensi masyarakat. Dengan adanya forum diskusi, masyarakat dapat bertukar fikiran dan saling memberi motivasi untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. BCCF juga

mengadakan forum diskusi regular pada setiap minggunya sehingga kader yang berada pada lokasi perumahan dapat berdiskusi tentang permasalahan yang dihadapi dengan fasilitator dari pihak BCCF setiap minggunya.

• Kelompok Kerja Kolaborasi Bandung (Program Bandung Juara Pemerintah Kota Bandung). Dengan adanya forum dan kegiatan yang bersifat terorganisir pada kawasan perumahan diharapkan akan mampu menyelesaikan dan menghadapi permasalahan sosial di lokasi perumahan pada masa yang akan datang.

• Kelompok Kerja Bandung Juara (Program Bandung Juara Pemerintah Kota Bandung). Program yang terdapat pada kelompok kerja Bandung Juara ini memiliki focus terhadap pengawasan dan pengendalian kondisi lingkungan perumahan. Dengan adanya program kelompok Bandung Juara pada kawasan ini diharapkan akan mampu menjaga kualitas perumahan sehingga tidak akan kumuh kembali pada masa yang akan datang. Pada kelompok kerja ini juga ada program terkait dengan kreatifitas warga yaitu “satu kampung, satu produk”. Sejalan dengan program BCCF pemerintah dapat menggali potensi ekonomi yang terdapat pada masyarakat di permukiman hasil slum upgrading sehingga dapat mengembangkan potensi yang memiliki nilai ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat.

5. KesimpulanStatus kepemilikan lahan yang ada di wilayah Gedebage yang didominasi tanah adat dan SHM merupakan salah satu faktor yang memudahkan pengembang untuk menguasai tanah di kawasan Gedebage untuk dikembangkan menjadi kawasan perumahan real estat. Dengan telah didapatnya izin prinsip, izin lokasi, dan telah dikuasainya tanah dari pemilik tanah lama, maka pengembang dapat mengalihkan status tanah menjadi Hak Guna Bangunan. Penguasaan tanah ini diwujudkan dalam sebuah sertifikat induk yang dimiliki atas nama pengembang dengan status Hak Guna Bangunan. Kawasan dengan status tanah didominasi HGB menandakan bahwa kawasan itu banyak dikuasai oleh pengembang perumahan yang memiliki sertifikat HGB atas tanah tersebut. Sertifikat HGB induk dapat di-split ke masing-masing konsumen pembeli rumah menjadi sertifikat HGB masing-masing petak tanah rumah. HGB tersebut dapat ditingkatkan statusnya menjadi sertifikat Hak Milik oleh masing-masing pemilik tanah/rumah dengan persyratan-persyaratan tertentu.

6. Referensi

Basri, Hasyim. (2010). Model Penanganan Permukiman Kumuh Studi Kasus Permukiman Kumuh Kelurahan Pontap Kecamatan Wara Timur Kota Palopo. Seminar Nasional Perumahan Permukiman Dalam Pembangunan Kota. Cahyono, Jaka E. (2003). Rumahku Istanaku: Panduan Membeli Rumah Untuk Hunian. Jakarta: Elex Media.

6

Page 7: Jurnal pengembangan wilayah Gedebage Bandung

Catanese, Anthony J. (1992). Perencanaan Kota (Terjemahan). Jakarta: Penerbit Erlangga Creswell, John. W. (2009). Design Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches, third edition. Thousand Oaks, California: Sage Publication. Drabkin, H. (1980). Land Policy and Urban Growth. London. Pergamon Press. Dywangga, Auliannisa. (2009). Permukiman Kumuh di Kota Bandung. Depok: Universitas Indonesia.

Instruksi Wali Kota Bandung Nomor 2 Tahun 2013 Tentang Rencana Aksi Menuju Bandung JuaraSuliestianson Erick, (2011) Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V3N

7

Page 8: Jurnal pengembangan wilayah Gedebage Bandung

8