jurnal-penelitian-komunikasi

download jurnal-penelitian-komunikasi

of 143

Transcript of jurnal-penelitian-komunikasi

  • Majalah Ilmiah ISSN : 1410 - 8291

    SK Kep. LIPI No. 536/D/2007 tanggal 26 Juni 2007

    1

    JURNAL

    PENELITIAN

    KOMUNIKASI

    DEPARTEMEN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA RI

    BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SDM

    BALAI PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KOMUNIKASI

    DAN INFORMATIKA BANDUNG

  • ii Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No.1

    JURNAL

    PENELITIAN

    KOMUNIKASI

    Merupakan terbitan berkala setiap caturwulan, yang menyajikan hasil-hasil penelitian : pendapat khalayak, mencakup : praktek dan teori, tinjauan buku, gagasan dan ide-ide baru serta

    pengembangan dan rekayasa di bidang komunikasi dan informatika.. Merupakan media informasi dan sarana pengembangan ilmu yang diharapkan dapat menjadi

    masukan bagi Departemen Komunikasi dan Informatika dalam menyusun kebijakan di bidang

    komunikasi dan informatika. Sasaran penyebaran ditujukan bagi masyarakat ilmiah, para peneliti dan praktisi komunikasi.

    PENERBIT Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika Bandung

    PENANGGUNG

    JAWAB

    Kepala Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika Bandung

    KETUA

    PENYUNTING

    C. Suprapti Dwi Takariani, SH.

    PENYUNTING

    AHLI

    Prof. Ris. Rusdi Mukhtar, MA. Dr. Atie Rachmiati, M.Si. Drs. Dian Wardiana Sjuchro, M.Si. Dra. Siti Karlinah, M.Si.

    PENYUNTING

    PELAKSANA

    Drs. Ramon, M.Si. Drs. Mulyono Yalia Drs. Nana Suryana

    SEKRETARIS

    PENYUNTING

    Dra. Betty Djuliati

    ADMINISTRASI

    Yoyo Suhawaya, Sm. Hk.

    DISAIN & TATA

    LETAK

    Widdie Budhiarta, A.Md.

    KOREKTOR

    Ati Sumiati

    PELAKSANA

    DISTRIBUSI

    Hj. Rosariah (Distribusi : Cuma-cuma, tukar menukar, dihadiahkan)

    ALAMAT

    REDAKSI

    Jl. Pajajaran No. 88 Bandung 40173; Telp. : (022) 6017493. Fax. (022) 6021740 E-mail : [email protected]

    PENGIRIMAN

    NASKAH

    Redaksi menerima kiriman naskah dari pembaca yang ditujukan pada alamat redaksi. Naskah yang

    diterima harus asli dan belum pernah diterbitkan/dimuat di media lain, diketik dengan spasi 1,5 pada

    kertas A4 minimal 15 halaman maksimal 20 halaman, dilengkapi dengan identitas jati diri penulis.

    Sumber dituliskan : nama pengarang, tahun karangan dan halaman sumber di antara kurung.

    Contoh : (Amri Jahi, 1988 : 33). Daftar Pustaka ditulis pada halaman terpisah dan disusun menurut

    abjad, dengan urutan : nama pengarang atau penyunting, tahun penerbitan, judul buku, artikel, kota dan nama penerbit.

    Contoh : Costanza R. (ed.) 1991, Ecological Economic, New York : Colombia University Press. Naskah yang tidak diterbitkan menjadi hak milik redaksi dan tidak dapat diminta kembali

    ISSN : 1410-8291

    Jurnal Edisi Perdana Terbit Tahun 1997

  • Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1 iii

    KATA PENGANTAR

    Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi saat ini

    begitu pesat dan telah merambah di segala bidang kehidupan

    masyarakat. Beberapa lembaga-lembaga masyarakat telah

    memanfaatkan TIK sebagai sarana untuk memberdayakan

    masyarakatnya, namun masih banyak ditemukan berbagai kendala

    dalam memanfaatkan TIK tersebut. Dalam Jurnal volume 12 No. 1

    Tahun 2009 ini, disajikan tujuh tulisan yang merupakan resume hasil

    penelitian.

    Ketersediaan alat komunikasi dan informasi yang belum cukup

    dan belum maksimal serta kemampuan Sumber Daya Manusia yang

    masih terbatas dalam menggunakan TIK menjadi salah satu kendala

    dalam menyongsong Manado Kota Pariwisata Dunia (MKPD), hal

    tersebut terungkap dalam hasil penelitian yang diangkat oleh Ramon,

    dengan judul tulisan Kesiapan Infrastruktur Komunikasi Informasi Menyongsong Manado Kota Pariwisata Dunia (MKPD) 2010. Kendala tersebut juga ditemukan dalam lembaga-lembaga masyarakat

    yang mencoba memanfaatkan TIK untuk memberdayakan

    masyarakatnya, seperti terungkap dalam penelitian tentang BALAI INFORMASI MASYARAKAT (BIM) CIHIDEUNG :

    Memberdayakan Masyarakat Perdesaan Melalui Teknologi Informasi

    dan Komunikasi yang diangkat oleh Sumarsono. Sementara itu keberadaan Warung Masyarakat Informasi (warmasif) yang

    merupakan model pengembangan Community Access Point (CAP)

    dan dibangun untuk mempercepat tercapainya masyarakat informasi

    ternyata belum dimanfaatkan oleh masyarakat sesuai dengan tujuan

    dan sasarannya. Syarif Budhirianto dalam tulisannya, Motivasi Pengguna Warung masyarakat Informasi dalam Pemenuhan

    Kebutuhan Bermedia di Propinsi Jawa Barat, menyimpulkan keberadaan warmasif untuk pemenuhan kebutuhan informasi dan

    komunikasi kurang optimal, warmasif baru dimanfaatkan sebatas

    untuk memenuhi kebutuhan hiburan bagi masyarakat.

    Perkembangan TIK dewasa ini telah dimanfaatkan oleh

    Perguruan Tinggi Negeri dengan mempraktekkan penggunaan social

    software sebagai media komunikasi dalam proses pengajaran. Dalam

    tulisan, Social Software sebagai Media Komunikasi dalam Proses Pengajaran di Perguruan Tinggi Negeri, Akhmad Riza Faizal dan Wulan Suciska, menyimpulkan penggunaan social software sebagai

  • iv Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No.1

    media komunikasi dalam proses pengajaran mampu mendorong

    kemampuan menulis siswa, menyebarkan materi perkuliahan,

    menerbitkan hasil ujian semester. Namun di sisi lain perkembangan

    TIK telah mengubah dunia jurnalistik yakni dengan hadirnya citizen

    journalism, dimana setiap warga bisa melaporkan peristiwa yang

    terjadi kepada media. Bagaimana sikap Jurnalis terhadap citizen

    journalism? Permasalahan tersebut diangkat oleh Dida Dirgahayu

    dalam penelitiannya yang berjudul Sikap Jurnalis Terhadap Citizen Journalism

    Dalam tulisan lainnya, Konstruksi Identitas Sosial Kaum Remaja Marjinal studi kasus di kalangan remaja pengamen jalanan di Purwokerto, Agus Ganjar Runtiko, mengkaji mengenai kaum

    pengamen jalanan yang selama ini selalu identik dengan

    ketidaktertiban, dan selalu ditertibkan, namun jumlah mereka dari

    tahun ke tahun tidak pernah menyusut. Hasil penelitian tersebut adalah

    terbentuknya model penanganan yang lebih tepat bagi para pengamen

    jalanan.

    Sementara itu, dalam tulisan Perilaku Politik Pemilih Pada Pemilihan Gubernur Jawa Timur Periode 2008-2013, yang ditulis oleh Irtanto, menyimpulkan bahwa preferensi pemilih lebih banyak

    karena kesamaan asal daerah, agama, kesamaan jenis kelamin

    terutama pada budaya arek, budaya mataraman, dan budaya

    pandalungan.

    Penyunting

  • Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1 v

    VOL. 12 No. 1 Tahun 2009 ISSN : 1410 - 8291

    JURNAL

    PENELITIAN

    KOMUNIKASI

    DAFTAR ISI

    STUDI KESIAPAN INFRASTRUKTUR KOMUNIKASI

    INFORMASI MENYONGSONG MANADO KOTA

    PARIWISATA DUNIA (MKPD) 2010

    Ramon ...................................................................................... 1-22

    KONSTRUKSI IDENTITAS SOSIAL KAUM REMAJA

    MARJINAL (Studi Kasus di Kalangan Remaja Pengamen

    Jalanan di Purwokerto)

    Agus Ganjar Runtiko ............................................................... 23-42

    PERILAKU POLITIK PEMILIH PADA PEMILIHAN

    GUBERNUR JAWA TIMUR PERIODE 2008-2013

    Irtanto ....................................................................................... 43-62

    BALAI INFORMASI MASYARAKAT (BIM)

    CIHIDEUNG : Memberdayakan Masyarakat Perdesaan

    Melalui Teknologi Informasi dan Komunikasi

    Sumarsono ................................................................................ 63-80

    SOCIAL SOFTWARE SEBAGAI MEDIA KOMUNIKASI

    DALAM PROSES PENGAJARAN DI PERGURUAN

    TINGGI NEGERI

    Akhmad Riza Faizal dan Wulan Suciska ............................... 81-98

  • vi Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No.1

    MOTIVASI PENGGUNA WARUNG MASYARAKAT

    INFORMASI DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN

    BERMEDIA DI PROVINSI JAWA BARAT

    Syarif Budhirianto ................................................................. 99-118

    SIKAP JURNALIS TERHADAP CITIZEN

    JOURNALISM Dida Dirgahayu ...................................................................... 119-137

  • Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1 1

    STUDI KESIAPAN INFRASTRUKTUR

    KOMUNIKASI INFORMASI MENYONGSONG

    MANADO KOTA PARIWISATA DUNIA (MKPD) 2010

    Ramon*

    Abstraksi

    Penelitian ini ingin melihat kesiapan infrastruktur komunikasi

    informasi dalam menyongsong Manado Kota Pariwisata Dunia

    (MKPD) tahun 2010. Jenis penelitian adalah kualitatif dengan

    analisis deskriptif, sedangkan metode penelitian bersifat

    sosiologis/empiris. Instrumen utama interview guide bersifat terbuka

    dan terstruktur. Ketersediaan alat komunikasi dan informasi belum

    cukup serta belum maksimal sebagai dukungan sarana dan prasarana

    menyongsong MKPD tahun 2010. Yang menjadi kendala lainnya

    kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) -nya. Penggunaan internet

    hanya dipakai untuk mengakses informasi saja belum sampai pada

    taraf penambahan pengetahuan/referensi tentang dunia wisata dalam

    persiapan menyongsong MKPD tahun 2010. Oleh karena itu perlu

    sosialisasi secara kontinyu kepada wisatawan mancanegara dan

    domestik baik melalui dunia maya maupun secara langsung.

    Kata kunci : Infrastruktur, MKPD 2010, Komunikasi Informasi.

    PENDAHULUAN

    Latar Belakang

    Indonesia terkenal kaya sumber daya alamnya, baik yang bisa

    diperbaharui (renewable resources) maupun yang tidak bisa di

    perbaharui (non-renewable resources). Laut Indonesia itu seluas dua

    per tiga dari kawasan Nusantara, namun baru dimanfaatkan sebagian

    kecil saja-terutama potensi ikannya saja. Padahal dari laut ini bisa

    * Drs. Ramon, M.Si., Penulis adalah Peneliti Madya bidang Komunikasi Politik

    pada Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BP2KI)

    Bandung.

  • 2 Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1

    dihasilkan sebagai energi melalui pemanfaatan gelombang air laut

    atau angin laut yang dihasilkannya.

    Persoalan saat ini adanya pengkaplingan batas-batas territorial

    oleh pemerintah daerah dalam menyikapi implementasi desentralisasi

    dan Otonomi Daerah saluas-luasnya itu. Pengkaplingan tersebut

    berimplikasi pada pembagian 18.100 pulau di Indonesia ke dalam

    wilayah-wilayah territorial kabupaten dan kota. Hal ini berakibat

    pengelolaan kelautan semakin runyam dengan berbagai pengkaplingan

    dan diberlakukannya Otonomi Daerah dan Otonomi Khusus. Tentu,

    ini membuat munculnya berbagai konflik antara nelayan dan nelayan,

    nelayan dengan pemangku kekuasaan daerah dan antar pemangku

    kekuasaan daerah walaupun ikan yang akan ditangkap para nelayan itu

    tidak paham batas territorial daerah. Selanjutnya akan terdapat keengganan daerah untuk

    memberdayakan kekayaan alam yang terkandung di daerah batas

    wilayah tersebut, sebelum batas wilayah ini jelas. Penetapan batas

    titik-titik itu sekaligus tak hanya menetapkan diantara peran dan

    fungsinya, tetapi juga terkait kewenangan daerah untuk

    mengeksploitasikan. Hal ini terkait dengan pelaksanaan Otonomi

    Daerah yang memberikan kewenangan kepada daerah untuk

    mengurus rumah tangganya sendiri dengan mengandalkan pada

    sumber daya alam sekaligus sumber daya manusianya.

    Pembangunan sebagai program yang direncanakan untuk

    melakukan perubahan-perubahan dengan sengaja untuk

    menyejahterakan masyarakat, dan dipandu oleh visi tertentu dalam tahapan tertentu pula. Oleh karena adanya Otonomi Daerah ini, maka

    pembangunan daerah harus bertumpu pada kemampuan daerah dengan

    segala sumber yang ada serta juga dituntut adanya kreatifitas daerah

    dalam mewujudkan pembangunan Propinsi Sulawesi Utara khususnya

    ibukota propinsinya yaitu Kota Manado, dalam usaha mencapai

    tujuannya menetapkan visi Kota Manado sebagai Manado Kota Pariwisata Dunia 2010.

    Hal ini tertuang dalam Peraturan Daerah Kota Manado No.04

    Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah

    (RPJMD) Kota Manado Tahun 2005-2010. Visi Kota Manado secara

    lebih lengkap adalah Manado Kota Pariwisata Dunia Tahun 2010 menuju terwujudnya masyarakat Kota Manado yang aman, berdaya

    saing, sejahtera, berkeadilan dan bermartabat.

  • Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1 3

    Untuk mewujudkan Visi tersebut dirumuskan Misi:

    Menciptakan lingkungan perkotaan yang menyenangkan dimana setiap orang dapat mewujudkan potensi dan impiannya. Dalam melaksanakan misi tersebut telah ditetapkan 4 (empat) sasaran

    strategis yaitu: terlaksananya sistem pemerintahan dan pelayanan

    publik yang efisien dan efektif; terwujudnya tata ruang kota berbasis

    pariwisata; terwujudnya infrastruktur perkotaan bertaraf internasional;

    terciptanya lingkungan perkotaan yang menyenangkan.

    Salah satu sasaran strategisnya adalah terbangunnya infrastuktur perkotaan bertaraf internasional yang akan diwujudkan melalui strategi-strategi pembangunan yaitu : Infrastruktur Telekomunikasi dan Informasi yang handal dan mampu

    menghubungkan masyarakat kota Manado dengan dunia

    internasional. Dari ketentuan ini, maka sektor infrastruktur komunikasi informasi menjadi faktor penunjang keberhasilan

    mewujudkan visi dan misi Kota Manado.

    Manado yang terletak di pulau Sulawesi menjadi salah satu

    andalan Indonesia dari keindahan alamnya untuk mendatangkan

    devisa negara melalui pariwisata. Berdasarkan kekayaan alam yang

    dimiliki Pulau Sulawesi khususnya wisata bahari, maka kita dapat

    tampilkan kekayaan dasar laut yang dikenal dengan nama BUNAKEN

    sebagai salah satu obyek wisatanya.

    Upaya-upaya untuk mewujudkan pembangunan ditopang oleh

    berbagai faktor salah satu yang berperan ialah komunikasi. Sesuai

    dengan strategi pembangunan yang salah satunya peran komunikasi -

    dan informasi, dalam hal ini akan terwujud jika ditunjang oleh

    infrastruktur yang dibutuhkan, terutama infrastruktur komunikasi

    informasi.

    Namun ternyata belum terlihat adanya kesiapan infrastruktur

    komunikasi informasi di Kota Manado dalam menyongsong Manado

    Kota Pariwisata Dunia Tahun 2010. Hal ini terbukti dengan masih

    kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana komunikasi informasi

    serta pengelolaan informasi dan diseminasi yang efektif dari kalangan infrastruktur secara terorganisasi, terkoordinasi, terintegrasi dan

    sinergis, untuk dapat secara cepat mengakses berbagai informasi di

    bidang pariwisata di Kota Manado yang akan ditawarkan kepada

    publik.

    Untuk mendapatkan gambaran tentang peran komunikasi dan

    informasi dalam pembangunan menuju Manado Kota Pariwisata

  • 4 Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1

    Dunia Tahun 2010, maka perlu dilakukan penelitian tentang Studi

    Kesiapan Infrastruktur Komunikasi Informasi di Kota Manado dalam rangka menuju Manado Kota Pariwisata Dunia di tahun 2010.

    Perumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang pemasalahan di atas, maka

    dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut:

    Bagaimana Kesiapan Infrastruktur Komunikasi Informasi Kota

    Manado Menyongsong Manado Kota Pariwisata Dunia Tahun 2010 ?

    Tujuan dan Kegunaan Penelitian

    Tujuan

    Untuk mengetahui Kesiapan Infrastruktur Komunikasi

    Informasi Kota Manado Menyongsong Manado Kota Pariwisata

    Dunia Tahun 2010.

    Kegunaan

    1. Secara Teoretis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu

    komunikasi informatika, dan agar dapat menjadi referensi bagi

    penelitian selanjutnya dibidang teknologi informasi dan

    komunikasi.

    2. Secara Praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan informasi tentang kesiapan infrastruktur komunikasi

    informasi kota Manado Menyongsong Manado Kota Pariwisata

    Dunia Tahun 2010 untuk menjadi bahan masukan kepada

    Pemerintah Kota Manado dan pimpinan Departemen Komunikasi

    dan Informatika dalam pengambilan kebijakan.

    Tinjauan Teori

    Sarjana komunikasi sepakat bahwa tujuan utama teori ialah

    eksplanasi (Hawes, 1975, Miller & Nicholson, 1976; Monge, 1973;

    Tucker et al, 1981). Monge (1973) mengatakan :

    The primary purpose of a scientific theory is scientific explanation To establish a theory of communication is to seek a set of propositians

    that explain how communication operates, i.e. why various

    communication events are related. (pp. 5-6) (Tujuan utama suatu teori

  • Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1 5

    ilmiah adalah memberi eksplanasi secara ilmiah. Untuk membangun

    suatu teori komunikasi diperlukan adanya seperangkat proposisi yang

    mampu menjelaskan bagaimana komunikasi memiliki keterkaitan satu

    sama lain).

    Dalam ilmu pengetahuan, eksplanasi untuk satu peristiwa

    memerlukan spesifikasi sebab-sebab atau kondisi-kondisi anteseden

    yang menyebabkan peristiwa itu dan menguraikan kondisi-kondisi

    bagaimana sehingga eksplanasi itu berlaku (Monge, 1973; Harre,

    1983).

    Dalam penelitian ini, akan dilihat faktor-faktor yang

    menyebabkan peristiwa yang terkait dengan kesiapan infrastruktur

    komunikasi informasi sebagai salah satu strategi pembangunan yang

    akan diwujudkan dalam Misi Manado Kota Wisata Dunia 2010.

    Kesiapan, berasal dari kata dasar siap, (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1990:835) yang berarti sudah sedia; sudah disediakan

    (tinggal memakai atau menggunakan saja) ; sudah selesai (dibuat atau

    dikerjakan). Dalam penelitian ini, yang dimaksudkan kesiapan

    komunikasi informasi adalah sebagai kesudah-tersediaan sarana dan

    prasarana komunikasi dan informasi yang dapat digunakan untuk

    mendukung program Manado Kota Wisata Dunia Tahun 2010.

    Sri Astuti, (2001) berpendapat bahwa penggunaan teknologi

    informasi, pemanfaatan informasi oleh individual, kelompok atau

    organisasi merupakan variabel inti dalam riset sistem informasi,

    sebab sebelum digunakan pertama terlebih dahulu dipastikan tentang

    penerimaan atau penolakan di gunakannya teknologi informasi

    tersebut, hal ini berkaitan dengan perilaku yang ada pada individu/

    organisasi yang menggunakan teknologi komputer.

    Dalam dekade terakhir ini sangat dirasakan peran teknologi

    komunikasi informasi bagi kehidupan manusia. Oleh karena itu, dalam

    rangka menunjang kesuksesan Manado sebagai Kota Wisata Dunia di

    Tahun 2010, sangat besar peran komunikasi informasi di dalamnya.

    Teknologi informasi dapat digunakan untuk memfasilitasi hampir

    semua kegiatan manusia. Pada saat yang bersamaan dan dalam

    perkembangan kebutuhan akan akses informasi yang cepat terlebih

    informasi yang terkait dengan pariwisata di Kota Manado, maka

    kehadiran perangkat infrastruktur komunikasi informasi menjadi suatu

    keharusan yang sangat mendesak.

    Infrastruktur yang dimaksud dalam hal ini berupa peralatan

    komputerisasi, internet serta sarana dan prasarana lain yang

  • 6 Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1

    menggunakan teknologi informasi dalam mengomunikasikan

    pariwisata di Kota Manado guna mendukung program Manado Kota

    Wisata Dunia di Tahun 2010.

    Kesiapan untuk menuju Manado menjadi Kota Wisata Dunia

    tersebut telah dimulai sejak tahun 2005 sebagaimana tertuang dalam

    Peraturan Daerah Kota Manado No. 04 Tahun 2005 tentang Rencana

    Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Manado

    Tahun 2005-2010.

    Jika kesiapan telah dilakukan sejak Tahun 2005, maka

    kesiapan infrastruktur komunikasi informasi dalam hal ini mengenai

    ketersediaan alat komunikasi yang telah menggunakan teknologi informasi dan komputerisasi juga seharusnya telah dilakukan sejak

    tahun 2005.

    Dalam beberapa tahun terakhir, telah terjadi perubahan

    paradigma. Pandangan jauh kedepan untuk menumbuhkan

    perekonomian yang berkelanjutan, dengan kekuatan yang bertumpu

    pada keunggulan potensi daerah. Selain mendatangkan manfaat nyata berupa pendapatan daerah yang akan meningkat, upaya menggali dan

    mengoptimalkan potensi daerah juga bisa menjadi masukan penting

    untuk branding suatu daerah ungkap Gubernur Sulawesi Utara, Sinyo Harry Sarundayang. Bagi Harry, branding yang tepat dan bagus

    niscaya membuat suatu daerah tampil lebih atraktif dan eksotis,

    sehingga memikat para investor untuk berlomba-lomba menanamkan

    investasinya . Ujung-ujungnya, sumber pendapatan daerah juga akan timbul dengan sendirinya. Ragamnya pun akan semakin banyak, dan

    multifier effect yang ditimbulkan jauh lebih banyak. tandasnya. Tujuh tahun sudah implementasi Desentralisasi dan Otonomi

    Daerah (OTDA) seluas-luasnya di Indonesia. Hasil yang tampak jelas,

    jumlah propinsi meningkat dari 26 menjadi 33 Propinsi, sementara

    jumlah Kabupaten/Kota meningkat, dari 300 menjadi 458

    Kabupaten/Kota.

    Namun yang menyedihkan, bahwa arogansi lokal muncul

    diantara propinsi, kabupaten maupun kota dalam menjalankan

    berbagai kewenangan yang telah diserahkan pemerintah pusat kepada

    pemerintah daerah. Di lain sisi, keengganan pemerintah pusat untuk

    menyerahkan kewenangan yang harus dimiliki Pemerintah Daerah

    (berdasarkan Undang-Undang yang berlaku), tampaknya masih belum

    secara tegas dan jelas. Hal ini diperkuat oleh statement Johnny

    Karinda Manado sebagai pusat kegiatan nasional di Sulawesi Utara

  • Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1 7

    sebagaimana arahan RTRWN (Rencana Tata Ruang Wilayah

    Nasional) menjadi penting sebagai kota tujuan utama (Primary

    Destination) maupun sebagai kota transit sekaligus pusat pertumbuhan

    wilayah di kawasan Indonesia Timur. (Manado Post, 13 juli 2008, hal 4 ).

    Dengan kedudukan dan posisi strategis dalam konstalasi

    ekonomi lokal, regional maupun nasional secara geografis berada di

    kawasan Pasifik Rim memberi peluang bagi Kota Tinutuan ini

    berkembang menjadi kota pariwisata penting dan unggulan di skala

    nasional maupun internasional.

    Kini Sulawesi Utara bertekad menggarap sektor pariwisata,

    perkebunan kelapa dan perikanan sebagai tumpuan ekonominya.

    Apalagi Manado Kota Pariwisata Dunia Tahun 2010 sudah dijadikan Peraturan Daerah. Selanjutnya sedang gencar-gencarnya

    pula Walikota Manado Jimmy Rimba Rogi, S.Sos. dan Gubernur

    Sulawesi Utara SHS Sarundayang mempromosikannya secara

    domestik maupun ke mancanegara secara besar-besaran.

    Metode Penelitian

    Jenis Penelitian

    Metode Penelitian dalam hal ini adalah sosiologis atau empiris

    atau non doctrinal, dalam hal ini adalah terhadap ketersediaannya

    sarana dan prasarana komunikasi dan informasi sekaligus sumber daya

    manusianya dalam menyongsong Manado Kota Pariwisata Dunia

    Tahun 2010.

    Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini

    adalah pendekatan sosiologis terhadap kasus, yaitu suatu pendekatan

    yang dilakukan untuk mempelajari secara mendalam terhadap suatu

    individu, kelompok, institusi, atau interaksi-interaksi (sosial) yang

    terjadi di dalamnya.

    Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan

    analisis yang bersifat deskriptif analitis, artinya bahwa data

    dikumpulkan dengan menggunakan interview guide (pedoman

    wawancara) yang bersifat terbuka dan terstruktur, yang akan menjadi

    instrumen utama dalam analisis data, kemudian didukung oleh

    perolehan data dari informan yang terkait dengan permasalahan yang

    akan diteliti.

  • 8 Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1

    Populasi dan Sampel

    1. Populasi

    Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat Kota

    Manado sebagai responden yang menggunakan teknologi informasi

    dalam kaitannya dengan persiapan menyambut Manado Kota

    Pariwisata Dunia Tahun 2010.

    2. Sampel

    Dalam penarikan sampelnya digunakan teknik purposive

    random sampling yang dipilih secara sengaja. Yang berarti bahwa

    setiap individu yang menjadi responden akan dipilih secara sengaja

    dan dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu yang dalam hal ini

    adalah :

    Masyarakat yang menggunakan alat komunikasi informasi

    untuk mengakses informasi terkait dengan kepariwisataan di Kota

    Manado, sehingga terpilih: Dosen Pariwisata, Pengamat Pariwisata,

    Akademisi bidang IT, Pakar Komunikasi, Tokoh Masyarakat, Tokoh

    Lintas Agama, Sosiolog, Pengusaha yang tergabung dalam PHRI,

    LSM bidang terkait, Pengusaha Warnet, Dunia Hiburan (Pub,

    Diskotik, Karaoke, Caf, Bar).

    Aparat Pemerintah Kota Manado yang terkait bidang tugasnya dengan

    kepariwisataan di kota Manado, dalam hal ini terpilih : Dinas

    Pariwisata dan Kebudayaan Kota Manado, Dinas Komunikasi dan

    Informatika, Dinas Tata Kota, Dinas Pekerjaan Umum dan Pengelola

    Pelabuhan Darat Laut maupun Udara, BPDE, Sekertariat MKPD

    Provinsi dan Kota, Bappeda Kota Manado.

    Selanjutnya untuk kebutuhan akurasi data akan dilakukan

    cross check (cek silang) terhadap informan yang menjadi sasaran

    penelitian ini dengan melakukan wawancara mendalam (eksploratif),

    dalam hal ini adalah masyarakat umum pihak dinas terkait yakni

    Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, Pengelola Pelabuhan (laut, darat,

    dan udara), Balai Pengelola Data Elektronik (BPDE), PT. Pos dan

    Giro, PT. Telkom dan Dinas Kominfo Kota Manado.

    Teknik Pengumpulan Data

    1. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh di lapangan yang akan

    dilakukan data dikumpulkan dengan menggunakan interview

  • Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1 9

    guide (pedoman wawancara) yang bersifat terbuka dan

    terstruktur, yang akan menjadi instrumen utama dalam analisis

    data, kemudian didukung oleh perolehan data dari informan yang

    terkait dengan permasalahan yang akan di teliti. Dengan demikian

    saat berlangsungnya wawancara sangat dimungkinkan

    berkembang sesuai dengan kenyataan yang diperoleh di

    lapangan. Artinya walaupun jawaban sedikit diluar kuesioner

    asalkan dalam koridor substansi masih dimungkinkan diteruskan

    pertanyaan lanjutan.

    Wawancara yang dilakukan bersifat terbuka dan terstruktur

    tersebut sangat tergantung pada tanggapan para responden

    maupun informan yang menjadi sasaran penelitian. Pertanyaan

    yang diajukan akan berkisar pada kesiapan infrastruktur

    komunikasi informasi dalam menyongsong Manado Kota

    Pariwisata Dunia Tahun 2010. Demikian juga faktor-faktor

    pendorong yang menyebabkan ketidaksiapan infrastruktur

    komunikasi informasi dalam menyongsong Manado Kota

    Pariwisata Dunia 2010.

    2. Data Sekunder Data sekunder diperoleh melalui berbagai literatur, majalah, koran

    yang terkait dengan permasalahan penelitian serta juga diperoleh

    melalui internet.

    Analisis Data

    Analisis data yang bersifat deskriptif, artinya bahwa data yang

    diperoleh akan dianalisis dengan cara menggambarkan secara kritis

    data dikumpulkan dengan menggunakan interview guide (pedoman

    wawancara) yang bersifat terbuka dan terstruktur. Data yang diperoleh

    akan menjadi instrumen utama dalam analisis deskriptif tersebut,

    kemudian didukung oleh perolehan data dari informan yang terkait

    dengan permasalahan yang akan diteliti untuk memberikan gambaran

    secara kritis.

    Definisi Konsep

    1. Kesiapan Kesiapan adalah sebagai kesudah-tersediaan sarana dan prasarana

    komunikasi dan informasi yang dapat digunakan untuk

    mendukung program Manado Kota Pariwisata Dunia 2010.

  • 10 Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1

    2. Infrastruktur Komunikasi Informasi Infrastruktur komunikasi informasi yang dimaksud dalam hal ini

    berupa peralatan komputerisasi, internet serta sarana dan prasarana

    lain yang menggunakan teknologi informasi yang dapat digunakan

    untuk mengakses informasi yang cepat terkait dengan pariwisata

    di Kota Manado guna mendukung program Manado Kota

    Pariwisata Dunia Tahun 2010.

    3. Menyongsong Manado Kota Pariwisata Dunia Tahun 2010 Yang dimaksud dalam hal ini adalah menyambut diadakannya

    perhelatan besar Pemerintah Kota Manado sebagai tujuan

    wisatawan baik domestik maupun wisatawan mancanegara yang

    puncaknya di tahun 2010.

    Definisi Operasional

    1. Kesiapan Dengan indikator telah tersedianya komputer, internet, telepon dan

    semua peralatan komunikasi di tempat-tempat yang berhubungan

    dengan kepariwisataan untuk menginformasikan pariwisata di

    Kota Manado; yang dalam hal ini diambil di hotel-hotel,

    perusahaan biro perjalanan, pusat-pusat perbelanjaan, warung

    internet, warung telepon dan juga kantor pemerintah maupun

    swasta yang berhubungan dengan dunia pariwisata.

    2. Infrastruktur Komunikasi Informasi Infrastruktur komunikasi informasi yang dimaksud dalam hal ini

    berupa peralatan komputer, internet, telepon serta sarana dan

    prasarana lain yang menggunakan teknologi informasi yang dapat digunakan untuk mengakses informasi yang cepat terkait dengan

    pariwisata di Kota Manado guna mendukung program Manado

    Kota Pariwisata Dunia 2010.

    GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

    Kondisi Geografis

    Kota Manado terletak diujung utara pulau Sulawesi dan

    merupakan kota terbesar di belahan Sulawesi Utara sekaligus sebagai

    ibukota Propinsi Sulawesi Utara secara geografis Kota Manado

  • Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1 11

    terletak diantara : 10 25 88-10 39 50 LU dan 1240 47 00-1240 56 00 BT.

    Sedangkan batas administratif adalah sebagai berikut :

    a. Sebelah Utara : Kecamatan Wori dan Teluk Manado Kabupaten Minahasa Utara.

    b. Sebelah Timur : Kecamatan Dimembe Kabupaten Minahasa. c. Sebelah Selatan : Kecamatan Pineleng Kabupaten Minahasa. d. Sebelah Barat : Laut Manado /Laut Sulawesi.

    Luas Kota Manado adalah 15.726 hektar (157,26 Km2). Kota Manado

    mempunyai 3 wilayah pulau dan berpenghuni, yaitu Pulau Manado

    Tua, Pulau Bunaken dan Pulau Siladen.

    Jumlah Penduduk

    Jumlah penduduk tahun 2006 berdasarkan data Survei Sosial

    Ekonomi Nasional (SUSENAS 2005) berjumlah 417.700 jiwa.

    Dengan luas wilayah 157,26 Km2, berarti kepadatan penduduknya

    mencapai 2.656 jiwa/Km2. Berdasarkan SUSENAS 2006, rasio jenis

    kelamin penduduk Kota Manado lebih dari 100 dengan angka 93,41

    persen. Hal ini menggambarkan bahwa jumlah penduduk laki-laki di

    Kota Manado lebih kecil daripada jumlah penduduk perempuan.

    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    Kesiapan Infrastruktur Komunikasi Informasi

    Tabel 1

    Ketersediaan Alat Komunikasi Informasi Menyongsong

    Manado Kota Pariwisata Dunia Tahun 2010

    No Ketersediaan alat komunikasi informasi N F

    (%) Keterangan

    1 Ya 91 100 Internet

    2 Tidak - - -

    3 Belum - - -

    4 Jawaban lain - - -

    Jumlah 91 100

    n = 60 responden + 31 informan

    Sumber : Data diolah oleh peneliti.

  • 12 Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1

    Bahwa telah tersedia alat komunikasi dan informasi (100%)

    dalam rangka menunjang persiapan menyambut Manado Kota

    Pariwisata Dunia Tahun 2010, hal ini terlihat dari telah banyak

    dijumpai internet. Pengertian telah tersedia dalam hal ini dapat dikonotasikan relatif tersedia, karena kalau ditinjau dari jenis sarana

    dan prasarana yang tersedia sebagian besar dari masyarakat hanya

    melihat ketersediaan atau ketidak tersedianya internet, jadi yang

    menjadi barometernya adalah tersedia atau tidaknya internet. Padahal

    alat komunikasi informasi tidak hanya internet saja, namun yang

    dijadikan barometer masyarakat saat ini adalah internet.

    Kemudian bila dilihat lebih lanjut ketersediaan internet harus

    juga di barengi dengan kemanfaatannya sekitar persiapan menyambut

    Manado Kota Pariwisata Dunia 2010. Inilah yang menjadi tanda tanya lebih lanjut apakah internet yang ada telah digunakan

    sebagaimana yang dimaksud dalam penelitian ini ?

    Ternyata berdasarkan cross check di lapangan dari informan

    dapat dicermati bahwa penggunaan internet masih terbatas untuk

    kepentingan pribadi masing-masing pengguna, sehingga belum

    maksimal sebagai dukungan sarana dan prasarana menyongsong

    Manado Kota Pariwisata Dunia Tahun 2010. Sehingga dapat dikatakan bahwa ketersediaan infrastruktur komunikasi informasi

    kurang menunjang program Manado Kota Pariwisata Dunia Tahun 2010.

    Jumlah Ketersediaan Alat Komunikasi dan Informasi

    Tabel 2

    Ketersediaan Alat Komunikasi Informasi Berdasar Jumlah

    Dalam Menunjang Manado Kota Pariwisata Dunia Tahun 2010

    No Ketersediaan alat

    komunikasi informasi N

    F

    (%) Keterangan

    1 Sangat memadai - - Internet

    2 Cukup memadai 21 23,08 -

    3 Kurang memadai 57 62,63 -

    4 Tidak memadai 13 14,29 -

    Jumlah 91 100

    n = 60 responden + 31 informan

    Sumber : Data diolah oleh peneliti.

  • Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1 13

    Data yang diperoleh menunjukkan bahwa ketersediaan alat

    komunikasi informasi dalam menunjang program Manado Kota Pariwisata Dunia Tahun 2010 Kurang memadai (62,63%), maka selama ini persiapan dari sisi infrastuktur komunikasi informasi masih

    dapat dikatakan belum cukup. Oleh karena itu, jika dirasa dari sisi

    jumlah Pemerintah Kota Manado tidak dapat memenuhi jumlah

    idealnya, tidak salah jika pihak swasta yang terkait dengan

    penyelenggaraan kepariwisataan di kota Manado terlibat maupun

    dilibatkan, karena sektor swasta lebih merasakan dampak dari

    keterbatasan jumlah alat komunikasi informasi dari sisi promosi

    produknya untuk di jual kepada masyarakat.

    Hal tersebut didukung juga oleh sebuah artikel dari Johnny

    Karinda yang mengatakan : Kegiatan promosi dan pemasaran pariwisata tampak kurang padu antara pihak-pihak yang berkompeten

    (Pemprov, Pemkot, serta stakeholder) masing-masing berjalan sendiri-

    sendiri sehingga sasaran yang dituju kurang maksimal. Tidak heran

    bila pariwisata Manado kalah bersaing dengan DTW (Daerah Tujuan

    Wisata) lain seperti Bali, Lombok dan lain-lain di Nusantara (Manado Post, 16 juli 2008, hal 4).

    Kemudian jika dilihat dari sisi jumlahnya, ketersediaannya alat

    komunikasi informasi masih dikategorikan kurang memadai (62,63%)

    jika dibandingkan dengan jumlah penduduk kota Manado. Dengan

    demikian dapat dikatakan bahwa ketersediaan alat komunikasi

    informasi dalam menunjang program Manado Kota Pariwisata Dunia Tahun 2010 secara kuantitatif dapat dikatakan cukup memadai, tetapi secara kualitatif masih sangat kurang.

    Tabel 3

    Ketersediaan Alat Komunikasi Informasi Menunjang

    Manado Kota Pariwisata Dunia Tahun 2010

    No Ketersediaan alat komunikasi informasi

    dalam menunjang MKPD N

    F

    (%) Keterangan

    1 Telah menunjang 7 7,70 Internet

    2 Kurang menunjang 11 12,09 -

    3 Belum menunjang 60 65,93 -

    4 Tidak menunjang 13 14,28 -

    Jumlah 91 100

    n = 60 responden + 31 informan

    Sumber : Data diolah oleh peneliti.

  • 14 Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1

    Dengan demikian menjadi bahan perenungan bersama, apakah

    alat komunikasi informasi yang belum menunjang tersebut akan

    segera dapat diatasi permasalahannya?. Sangat kompleks

    permasalahan yang ada di dalamnya, karena menyangkut semua

    komponen kepariwisataan yang ada di Kota Manado. Dengan

    demikian masih perlu ditingkatkan lagi ketersediaan alat komunikasi

    informasi sekaligus dibarengi dengan ketersediaan sumber daya

    manusia yang kapabel.

    Apapun program yang dikampanyekan, kalau tidak dibarengi

    dengan upaya untuk secara nyata dan terarah segala kemampuan

    terfokus pada program tersebut, maka kita menjadi pesimis melihat

    perencanaan waktu yang tidak lama lagi yaitu tahun 2010 tersebut.

    Hal selaras dengan pendapat informan dari hasil wawancara yang

    menunjukkan bahwa ada keyakinan bahwa program Manado Kota Pariwisata Dunia 2010 akan tercapai, tetapi terdapat keraguan kerena waktu yang sudah dekat, namun pembenahan tidak segencar

    kampanyenya.

    Menurut observasi peneliti sudah lebih dari cukup (minimal 20

    kali) berkunjung ke Bandara Sam Ratulangi Manado tapi ternyata

    Ruangan Tourist Information Centre (TIC) kosong melompong tidak

    ada penjaganya. Hal ini sangat disesalkan pengamat Pariwisata Sulut

    Chefie Nelwan SE, Par dengan mengatakan : Mestinya Disparbud Sulut tetap stand by untuk memberikan informasi sebanyak mungkin

    obyek wisata yang ada di Sulut, lanjutnya lagi dengan adanya

    informasi yang jelas tentang potensi pariwisata membuat wisatawan

    tidak ragu-ragu untuk memperpanjang Length Of Stay di Sulut. (Manado Post, 3 Oktober 2008, hal 8).

    Untuk itu diperlukan kerja sama yang baik dari semua

    komponen masyarakat yang terlibat baik langsung maupun tidak

    langsung dalam kesiapan menyongsong program Manado Kota Pariwisata Dunia 2010. Disamping itu informan juga menambahkan perlu adanya satu pusat informasi yang dapat diakses dengan mudah

    tentang program Manado Kota Pariwisata Dunia 2010 yang akan dapat memberikan informasi secara lengkap kepada semua pihak

    terkait dengan program tersebut. Informasi yang diberikan baik berupa

    informasi langsung maupun tidak langsung, lisan maupun tulisan serta

    media lain yang tersedia.

  • Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1 15

    Sebaran Lokasi Ketersediaan Alat Komunikasi dan Informasi

    Selanjutnya dapat dilihat pada tabel 4 bahwa sebaran

    keberadaan alat tersebut belum merata, karena berdasarkan data di

    lapangan alat tersebut masih berada ditempat tertentu selain di kampus

    (33,50%) ataupun perkantoran swasta (11,49%) maupun pemerintah

    (5,74%), hanya terdapat disekitar pusat perbelanjaan tertentu (Mall

    sebesar 5,26%), Warung Internet (16,74%) serta biro perjalanan

    (21,53%) dan juga lain-lain yang dalam hal ini dimaksud adalah

    internet maupun komputer milik pribadi sebesar 5,74%.

    Tabel 4

    Sebaran Lokasi Ketersediaan Alat Komunikasi Informasi

    Dalam Menunjang Manado Kota Pariwisata Dunia 2010

    No Lokasi Ketersediaan

    alat komunikasi informasi N

    F

    (%) Keterangan

    1 Kampus 70 33,50 Internet,computer

    2 Kantor Pemerintah 12 5,74 Internet,computer

    3 Kantor swasta 24 11,49 Internet,computer

    4 Mall 11 5,26 Internet

    5 Warung Internet 35 16,74 Internet

    6 Biro Perjalanan 45 21,53 Internet

    7 Lain-Lain 12 5,74 Internet,computer

    Jumlah 209 100

    n = 60 responden + 31 informan, responden boleh memilih jawaban lebih dari satu.

    Sumber : Data diolah oleh peneliti.

    Berdasarkan hasil wawancara rechecking dengan informan

    dari PHRI (Perusahaan Hotel dan Restoran Indonesia) cabang

    Manado, sebaran alat komunikasi informasi tersebut belum dibarengi

    dengan kemampuan sumber daya manusianya atau SDM nya, karena

    masih sangat kurangnya pengetahuan maupun kemampuan

    penggunaan alat-alat teknologi informasi yang tersedia. Lebih lanjut

    diungkapkan bahwa sebenarnya dari alat yang tersedia itupun masih

    kurang dibandingkan jumlah penduduk di Kota Manado, namun

    karena yang dapat menggunakan hanya sebagian kecil masyarakat,

    maka tampaknya ketersediaan alat komunikasi untuk sementara dapat

    dikatakan cukup memadai, namun belum dapat menunjang

    sepenuhnya persiapan Program Manado Kota Pariwisata Dunia Tahun 2010.

  • 16 Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1

    Selanjutnya terkait dengan ketersediaan infrastruktur

    komunikasi informasi data di lapangan menunjukkan bahwa di

    samping perlu disediakan infrastruktur komunikasi informasi juga

    perlu sumber daya manusia yang handal di bidang tersebut. Untuk

    tingkat pemanfaatan komputer yang dalam hal ini penggunaan fasilitas

    internet, masih terbatas pada fasilitas standar, karena fungsi internet

    belum dapat dimaksimalkan sebagai media mengakses informasi,

    mempermudah komunikasi. Penggunaan internet sampai saat ini

    hanya untuk mengakses informasi saja, belum sampai pada taraf

    penambahan pengetahuan atau mencari referensi yang diperlukan

    tentang dunia wisata di Kota Manado terkait dengan persiapan

    Manado Kota Pariwisata Dunia Tahun 2010. Selanjutnya terkait dengan penyediaan fasilitas komunikasi

    informasi sebagai infrastruktur, sebagian besar responden maupun

    informan menghendaki sebaiknya persiapan alat komunikasi informasi

    pertama-tama diawali dari pihak Pemerintah Kota Manado khususnya

    Dinas Pariwisata Kebudayaan,

    Pengetahuan Tentang Manado Kota Pariwisata Dunia Tahun

    2010

    Sementara itu, kalau ditinjau dari konten info yang disediakan

    melalui internet maupun media massa lain, info tentang Manado Kota Pariwisata Dunia Tahun 2010 tetapi apa itu dan bagaimana itu, masih sangat kurang memuat informasi dan pengetahuan seputar

    rencana besar tersebut, Walaupun data menunjukkan bahwa responden

    sangat mengetahui adanya program Manado Kota Pariwisata Dunia Tahun 2010 sebagaimana tertuang dalam tabel berikut :

    Tabel 5

    Pengetahuan Tentang

    Manado Kota Pariwisata Dunia Tahun 2010

    No. Mengetahui tentang MKPD N F

    (%)

    1 Ya 91 100

    2 Tidak - -

    3 Jawaban lain - -

    Jumlah 91 100

    n = 60 responden + 31 informan

    Sumber : Data diolah oleh peneliti.

  • Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1 17

    Berdasarkan tabel tersebut di atas tampak sangat menyakinkan

    bahwa semua komponen masyarakat, pariwisata di Kota Manado

    mengetahui adanya program Pemerintah Kota Manado yakni Manado Kota Pariwisata Dunia Tahun 2010. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa program ini telah diketahui oleh masyarakat Manado

    seluruhnya khususnya masyarakat yang terkait langsung dengan

    penyelenggaraan pariwisata di Kota Manado. Selanjutnya tahunya perlu dipertanyakan lebih lanjut, apakah benar-benar tahu adanya

    Program Manado Kota Pariwisata Dunia Tahun 2010 tersebut dalam artian bahwa konten dari isi pesan kampanye Pemerintah Kota

    Manado tersebut benar diketahui?. Ternyata tampak penyajian

    informasi terkait dengan program Manado Kota Pariwisata Dunia Tahun 2010 sebagai pesan, belum efektif, hal ini terbukti dengan ketidaktahuan secara mendalam konten dari pesan kampanye

    Pemerintah Kota Manado tersebut.

    Dalam efektifitas penyajian informasi dalam bentuk gambar,

    secara deskriptif menunjukkan tingkat efektifitas yang tinggi, terhadap

    komponen afeksi dari masyarakat usaha pariwisata yang sebagian

    besar memiliki tingkat intensitas penerimaan tinggi. Jelas di sini,

    bahwa pesan yang berbentuk gambar atau foto dengan latar belakang

    musik, lebih menyentuh perasaan seseorang, sehingga menimbulkan

    rasa senang untuk mengamatinya. Namun tidak begitu tinggi efeknya

    terhadap tingkat pemahaman dan komunikasi dari isi pesan tersebut.

    Hal ini terungkap dari hasil observasi di lapangan melalui wawancara

    dengan para pengusaha yang tergabung dalam PHRI.

    Pengaruh penyajian pesan dalam bentuk naturalis persuatif

    terhadap perilaku masyarakat mengenai program Pemerintah Kota

    Manado menuju Manado Kota Pariwisata Dunia Tahun 2010, ada kecenderungan persamaan dengan penyajian pesan dalam bentuk

    atraktif informatif, yaitu pengaruh terhadap perilaku menunjukkan

    lebih besar dibandingkan dengan pengaruh terhadap sikap mengenai

    Program Manado Kota Pariwisata Dunia Tahun 2010.

    Pendidikan Terakhir Responden

    Penyajian pesan dalam bentuk gambar, efektif dalam

    memengaruhi perilaku, sudah barang tentu tidak terlepas dari variabel

    lain yang dimiliki oleh masyarakat usaha pariwisata, diantaranya

    unsur pendidikan. Mereka yang berpendidikan tinggi mampu

  • 18 Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1

    memahami pesan yang sangat abstrak yaitu berupa gambar. Teori

    mengatakan : Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin tinggi kemampuannya untuk memahami pesan-pesan

    (stimulus) yang bersifat visual, non verbal dan emosional. (Betinghaus EP. 1973).

    Tabel 6

    Pendidikan Terakhir Responden

    No. Pendidikan Terahir N F

    (%)

    1 Tamat SD - -

    2 Tamat SMP 1 1,67

    3 Tamat SMU 25 41,67

    4 Tamat D 1/2/3 21 35

    5 Tamat S1/Sederajat 11 18,33

    6 Tamat S2/Sederajat 2 3,33

    7 Tamat S3/Sederajat - -

    Jumlah 60 100

    n = 60 responden.

    Sumber : Data diolah oleh peneliti.

    Berdasarkan tingkat pendidikan terakhir, data memperlihatkan

    bahwa tingkat pendidikan terakhir responden tamatan SMU yakni

    sebanyak 41,67%, tidak ada yang tamatan SD dan S3; Sedangkan

    yang terkecil adalah tamatan SMP yakni 1,67%.

    Dalam penelitian ini, ditemukan bahwa tingkat pendidikan,

    intensitas penerimaan suatu pesan, dan tingkat persuasibilitas yang

    ditentukan oleh pengetahuan pemahaman, perhatian, motif, dan

    kemampuan mendapatkan informasi, ikut menentukan adanya

    kesenjangan efek komunikasi. Hal ini mendukung pada penemuan-

    penemuan terdahulu yang dilakukan oleh Schramm, 1977; Schramm,

    Nelson, dan Betham, 1981; yang menyatakan ketrampilan

    berkomunikasi yang diperlukan, penggunaan media yang tinggi, juga

    melengkapi mereka dengan tingkat pengetahuan yang lebih tinggi

    dalam beberapa topik. (Rager, 1983).

    Kesenjangan efek komunikasi terjadi karena :

    1. Perbedaan tingkat ketrampilan berkomunikasi di antara segmen-segmen suatu khalayak secara keseluruhan;

  • Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1 19

    2. Tingkat pengetahuan tentang suatu isu yang dikuasai sebelumnya; 3. Kontak sosial yang relevan dengan orang-orang yang memiliki

    lebih banyak informasi;

    4. Persepsi selektif; 5. Kerelevanan fungsional atau utilitas; 6. Akses yang berbeda pada sumber daya yang terbatas; 7. Bias urban pada media massa; 8. Bantuan yang tidak memadai dari badan yang melakukan

    intervensi sosial;

    9. Kurangnya partisipasi dari khalayak sasaran dalam pembuatan keputusan dan implementasi keputusan tersebut;

    10. Perbedaan pendidikan, minat, atau motivasi, (Esman dan Uphoff, 1984; Fett, 1972; Goulet, 1983; Hyman dan Sheatley, 1974; Shingi

    dan Mody, 1976; Techenor, dkk, 1973).

    Memang masyarakat yang sedang membangun sangat

    berkepentingan dengan inovasi, disertai dengan penemuan-penemuan

    atau rangsangan-rangsangan, baik yang berupa gagasan, tindakan atau

    informasi yang relevan dengan kebutuhannya. Apabila faktor ini

    dipenuhi, maka peran serta masyarakat akan lebih tergugah.

    Penekanan pada peran serta atau partisipasi masyarakat sangat popular

    dalam program pembangunan, yang menunjukkan adanya komunikasi

    umpan balik (komunikasi resiprokal ).

    Umpan balik dapat diperoleh dengan sengaja, misalnya dengan

    mengadakan riset tentang salah satu unsur kepariwisataan. Riset

    mengenai kepariwisataan merupakan umpan balik yang dicari dan

    dilakukan secara formal. Sebab masih ada umpan balik yang bersifat

    non-formal. Misalnya dengan adanya keluhan-keluhan dari

    masyarakat yang mengunjungi suatu obyek wisata, karena fasilitas

    yang tidak bersih atau keadaan kurang aman di tempat rekreasi,

    kurangnya informasi rambu-rambu di tempat strategis, perlunya buku

    petunjuk/guide, dan lain-lain.

    Menurut kaum behaviorism, orang cenderung mengulangi

    kembali pengalaman yang menyenangkan selama hidupnya. Tugas

    usaha pariwisata adalah menciptakan kondisi yang menyenangkan ini.

    Tidak hanya mengadakan perbaikan obyek-obyek wisata, tetapi

    mampu memasyarakatkan pemahaman yang baik mengenai psikologi

    wisatawan melalui komunikasi antar budaya, sebab bukan lingkungan

  • 20 Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1

    yang menyenangkan dan menyusahkan kita, tetapi persepsi kita yang

    memberi makna terhadap lingkungan tersebut.

    Kemudian dalam meninjau persiapan infrastruktur komunikasi

    informasi, data di lapangan menunjukkan bahwa infrastruktur

    komunikasi informasi yang telah ada sudah dapat dikatakan siap untuk menyongsong Manado Kota Pariwisata Dunia Tahun 2010, artinya bahwa kata siap ini belum dapat dikatakan siap yang sesungguhnya sesuai dengan tingkat kebutuhan akan alat komunikasi

    informasi seputar dunia wisata di Kota Manado.

    Berkaitan dengan obyek wisata yang ditawarkan, terlihat baik

    responden maupun informan menghendaki tidak hanya wisata bahari

    yakni Pulau Bunaken yang ditawarkan, tetapi juga wisata lain yang

    saat ini belum dikelola secara baik namun cukup punya potensi untuk

    dikembangkan sebagai alternatif pilihan yaitu Pulau Siladen, Pulau

    Manado Tua kemudian misalnya keindahan kota sekitar Manado

    seperti Kota Bunga Tomohon, Pantai Malalayang, kemudian Obyek

    wisata lain di luar Kota Manado yang menarik seperti Bukit Kasih,

    Danau Tondano, Makam Imam Bonjol, Rurukan, dan lain-lain.

    Suatu kenyataan, bahwa keberhasilan dari program ini

    bergantung pada daya tarik pribadi yang dirasakan oleh sebagian

    khalayak. Hampir semua jenis informasi, tidak menjadi soal

    bagaimana cara pelaksanaannya, akan tetapi diterima bergantung pada

    hal ini. Intensitas dari kebutuhan yang pasti akan adanya informasi

    adalah faktor yang merupakan kunci untuk memperkirakan tingkat

    penerimaan suatu kampanye.

    Di bawah faktor inilah elemen-elemen kualitatif dari pesan

    yang akan disampaikan, dikonsepkan dan di produksi secara baik.

    Program ini menggunakan gaya hiburan yang cukup tinggi guna

    menghadirkan atau mengangkat keadaan yang sesungguhnya melalui

    bahasa yang mampu dipahami serta berasal dari sumber yang

    terpercaya, meskipun durasinya pendek namun program ini

    dipublikasikan lewat jaringan luas ke seluruh jaringan komunikasi

    informasi yang telah dipercaya dan mempunyai kredibilitas.

    Dengan demikian WOC (World Ocean Converence) atau

    Konferensi Kelautan Sedunia yang akan dilangsungkan tanggal 5-11

    Mei 2009, sangat membantu implementasi MKPD 2010, sebab untuk

    mendukung kesuksesan WOC tersebut pemerintah dan stakeholder

    sudah melakukan persiapan-persiapan yang selanjutnya dapat

  • Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1 21

    dimanfaatkan secara optimal dalam upaya mendukung MKPD tahun

    2010.

    KESIMPULAN DAN SARAN

    Kesimpulan

    Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan di atas, maka

    dapat disimpulkan bahwa kesiapan infrastruktur komunikasi informasi

    Kota Manado Menyongsong Manado Kota Pariwisata Dunia Tahun

    2010 dapat dikatakan belum siap, karena masih kurangnya

    ketersediaan alat komunikasi informasi yang terfokus untuk

    memberikan informasi Seputar Dunia Wisata Kota Manado sebagai

    pusat informasi.

    Saran-saran

    1. Kepada Pemerintah Kota Manado, perlu adanya kerja keras dalam penyediaan infrasruktur komunikasi informasi yang terfokus pada

    info tentang dunia wisata di Kota Manado. Seperti : Penambahan

    Baliho, Spanduk, Brosur, Leaflet, Banner, di lokasi-lokasi

    strategis.

    2. Pemerintah Kota Manado diharapkan dapat bekerjasama dengan pihak swasta yang terkait dengan dunia wisata di Kota Manado

    untuk bersama-sama mengusahakan Pusat Informasi Wisata dalam

    rangka Program Manado Kota Pariwisata Dunia Tahun 2010. 3. Perlunya segera menyediakan tenaga yang terampil

    mengoperasikan peralatan komunikasi informasi yang semakin

    canggih (SDM IT), termasuk kemampuan bahasa Inggris sebagai

    bahasa Internasional.

    4. Pemerintah Kota Manado perlu memberikan alternatif obyek wisata dengan bekerjasama dengan Pemerintah Kota maupun

    Kabupaten yang ada di Propinsi Sulawesi Utara, yang mempunyai

    obyek wisata yang layak jual sebagai satu paket wisata. Misalnya

    membuat MOU atau pertukaran informasi antar Kabupaten/Kota

    dengan Pemkot Manado yang ada di Propinsi Sulawesi Utara

    tentang infrastruktur komunikasi dan informasi, serta seputar

    obyek pariwisata yang belum dikelola dengan baik.

    5. Perlu segera dilakukan sosialisasi yang sifatnya sustainable di era globalisasi, salah satunya dengan memasukkan program MKPD

    2010 ke dunia maya (internet) secara berkesinambungan.

  • 22 Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1

    DAFTAR PUSTAKA

    Betinghaus EP. 1973. Persuasive Communication. New York : Holt,

    Rinehart and Winston, Inc.

    Sawyer, 2003. Berkomunikasi Dengan Teknologi. Jakarta :

    Gunadarma.

    Suryadarma, 2003. Perkembangan Teknologi Informatika. Bandung :

    Armico.

    Fransisca, Wesart, 2004. Komputerisasi dan Perkembanganny.

    Bandung : Yrama Widya.

    Haris, Blade, 2005. E-Governance Dalam Era Informasi. Jakarta :

    Sentra Informasi Mandala.

    Ginsu, A, 2006. Birokrasi dan Teknologi informatika. Jakarta : Elex

    Media Komputindo.

    Ishadi, 2006. Teknologi Komputerisasi Dalam Pemerintahan.

    Bandung : Yrama Widya.

    Peraturan Perundang-undangan :

    Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2001 tentang Pemanfaatan Teknologi

    Informasi.

    Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

    Peraturan Daerah Kota Manado No.04 Tahun 2005 tentang Rencana

    Pembangunan

    Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Manado Tahun 2005-2010.

    Bacaan Tambahan :

    Kamus Besar Bahasa Indonesia, Penerbit Balai Pustaka Depdikbud

    Jakarta, 1990.

    Harian Manado Post : Rabu, 16 Juli 2008, halaman 4.

    Harian Manado Post : Jumat, 3 Oktober 2008, halaman 8.

    Artikel judul Mewujudkan Manado Tujuan Utama Pariwisata Oleh Drs. Johnny Karinda.

    Harian Komentar Manado.

  • Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1 23

    KONSTRUKSI IDENTITAS SOSIAL

    KAUM REMAJA MARJINAL

    (Studi Kasus di Kalangan Remaja Pengamen Jalanan

    di Purwokerto)

    Agus Ganjar Runtiko*

    Abstraksi

    Kaum pengamen jalanan selama ini selalu identik dengan

    ketidaktertiban. Di mana-mana para pengamen ini selalu

    ditertibkan. Kebanyakan mereka diarahkan untuk menghuni panti-panti yang telah didirikan oleh pemerintah. Namun, jumlah mereka

    dari tahun ke tahun tidak pernah menyusut. Dengan mengkaji tentang

    konstruksi identitas sosial mereka, memahami faktor-faktor penyebab,

    respon remaja pengamen ketika penertiban akan membentuk model

    penanganan yang lebih tepat terhadap mereka.

    Kata kunci : identitas sosial, remaja marjinal.

    PENDAHULUAN

    Latar Belakang

    Pemberitaan di media massa seputar penertiban pengamen

    jalanan sudah bukan hal asing lagi ditemui di negeri ini. Lewat berita

    di surat kabar atau tayangan televisi, kita disuguhi pemandangan yang

    memprihatinkan bahwa ternyata tidak sedikit kaum muda atau remaja

    yang tidak bisa meneruskan sekolah dengan berbagai sebab tentunya

    dan harus memilih mengisi hidupnya dengan mengamen. Wacana

    yang berkembang di media, tidak jauh dari persoalan klasik bahwa

    pengamen adalah salah satu faktor pengganggu ketertiban dan

    kenyamanan masyarakat.

    Ironisnya, jumlah remaja pengamen jalanan dari tahun ke

    tahun cenderung mengalami peningkatan. Secara kuantitatif, jumlah

    remaja pengamen jalanan di Purwokerto menurut data dari Sub Dinas

    * Agus Ganjar Runtiko, S.Sos., adalah pengajar di FISIP Universitas Jendral

    Sudirman Purwokerto Jurusan Ilmu Komunikasi.

  • 24 Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1

    Kesejahteraan Sosial Banyumas tahun 2003 menunjukkan angka

    mencapai 723 remaja, sementara pada tahun 2000 hanya terdapat 354

    remaja (Suara Merdeka, Senin, 24 Agustus 2003). Khusus di

    Purwokerto, pada tahun 2003 terdapat 214 remaja pengamen jalanan.

    Jumlah ini menunjukkan semakin banyaknya remaja yang memilih

    jalanan sebagai tempat mencari uang dan menjalani

    kehidupannya.

    Bila kita mencoba menengok kehidupan remaja pengamen

    sesungguhnya kita perlu tergugah untuk bisa menanganinya dengan

    pendekatan yang tidak semata represif. Para pengamen jalanan ini

    tidak harus selalu ditempatkan sebagai semata penyakit sosial tanpa

    melihat terlebih dahulu akar penyebab timbulnya tindakan seperti itu.

    Bagaimanapun remaja pengamen adalah sebagian generasi bangsa

    yang kepada mereka pemerintah dan lembaga sosial lainnya turut

    bertanggung jawab mempersiapkannya agar tidak terlanjur menjadi

    generasi tanpa masa depan. Mereka tidak perlu dianggap semata-mata

    sebagai penyakit atau seonggok persoalan yang harus disingkirkan

    melainkan harus ditempatkan sebagai bagian masyarakat yang

    memiliki hak hidup yang sama dan tentu saja memiliki segenap

    kemungkinan yang sama untuk tumbuh dan berkarya di negeri ini.

    Berangkat dari fenomena inilah maka penelitian ini beranjak.

    Dengan mencoba mengkaji persoalan dengan pendekatan

    konstruktivis penelitian ini mencoba memahami secara mendalam

    bagaimana kaum remaja pengamen ini membangun/mengkonstruksi

    identitas sosial mereka.

    Melakukan kajian dengan fokus sebagaimana dimaksud di atas

    maka setidaknya akan diperoleh konsepsi pemahaman menurut

    kacamata mereka sendiri tentang siapa dan bagaimana identitas sosial

    kaum remaja pengamen ini. Informasi ini akan sangat bermanfaat

    sebagai dasar bagi perumusan berbagai kebijakan pemerintah yang

    utamanya ditujukan untuk kaum remaja terpinggirkan ini.

    Pertanyaan Penelitian

    Masalah pokok yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah :

    1. Bagaimana proses pembentukan/konstruksi identitas sosial di kalangan remaja pengamen jalanan di Purwokerto?

    2. Apa yang menjadi faktor penyebab sehingga kaum remaja ini memilih tinggal di jalanan dan menjadi pengamen?

  • Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1 25

    3. Bagaimana respon kaum remaja pangamen terhadap segala bentuk tindakan penertiban yang dilakukan oleh pemerintah?

    4. Bagaimana model penanganan terhadap persoalan remaja pengamen jalanan yang telah dilakukan pemerintah dan lembaga-

    lembaga terkait?

    Tujuan Penelitian

    Penelitian ini mengarahkan kajiannya secara teliti mengenai :

    1. Proses pembentukan/konstruksi identitas sosial di kalangan remaja pengamen jalanan di Purwokerto

    2. Faktor-Faktor penyebab sehingga kaum remaja ini memilih tinggal di jalanan dan menjadi pengamen

    3. Model penanganan terhadap persoalan remaja pengamen jalanan yang telah dilakukan pemerintah dan lembaga-lembaga terkait

    4. Respon kaum remaja pangamen terhadap segala bentuk tindakan penertiban yang dilakukan oleh pemerintah

    Kajian Pustaka dan Kerangka Pemikiran

    Kajian Pustaka

    Penelitian mengenai remaja marjinal, atau lazim disebut

    sebagai anak-anak jalanan salah satunya dilakukan oleh Astutik

    (2004). Penelitian yang membahas mengenai model pembinaan anak

    jalanan ini memilih perspektif pemerintah dalam membina anak

    jalanan. Artinya disini, perspektif yang diambil adalah dari

    stakeholder. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pelaksanaan

    pembinaan anak jalanan selama ini sesuai dengan standar layanan dari

    Dinas Sosial. Terdapat variasi pengembangan sesuai kebutuhan di

    lapangan menurut perkiraan para penentu dan pelaksana program.

    Semuanya dinyatakan masih dalam taraf proses program pembinaan

    dengan menggunakan gabungan beberapa pendekatan yang ada.

    Selain mengenai anak jalanan, penelitian yang berhubungan

    adalah mengenai konsep diri, yang dilakukan oleh Rahman (2004).

    Penelitian yang berlokasi di Jakarta ini berfokus pada konsep diri

    pengguna narkoba. Kesimpulan penelitian ini antara lain adalah bahwa

    para pengguna narkoba ini rata-rata mempunyai konsep diri yang

    negatif, diantaranya adalah rendah diri. Selain itu para pengguna

    narkoba juga cenderung susah untuk kembali ke hubungan

    komunikasi antarpribadi yang normal seperti sebelum memakai

  • 26 Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1

    narkoba, sekali lagi karena diakibatkan konsep diri mereka yang

    negatif.

    Kerangka Pemikiran

    1. Remaja Pengamen dalam Tinjauan Sosiologis

    Remaja pengamen di kawasan perkotaan secara teoritis dapat

    ditinjau dari perspektif struktur sosial dalam masyarakat. Kelompok

    ini bisa dikatakan sebagai kelas rendah di perkotaan.

    Radikal, kriminal, apatis dan patologis adalah kata-kata yang sering

    dilabelkan pada kelas proletar marjinal oleh baik kelas borjuis maupun

    kelas menengah. Gambaran negatif tentang kelas proletar marjinal ini

    beberapa bahkan didapatkan oleh seorang antropolog (Lihat Lewis,

    dalam Keesing, 1992 : 233 249). Labelisasi seperti ini akan terus menjebak kelas proletar marjinal ke dalam kemiskinan struktural (lihat

    Soemardjan, dalam Alfian et. al., 1980 :1-11), sehingga mereka

    semakin tak berdaya untuk keluar dari kungkungan marjinalisasi

    struktural.

    UNICEF (dalam Musyarofah, 2006 : 27) mengelompokkan

    remaja/anak-anak yang mencari penghidupannya dijalanan sebagai on

    the street dan of the street. Pengelompokan tersebut terkait dengan

    periode mereka dijalanan. Dalam kategori on the street, adalah remaja

    /anak-anak yang berada dijalanan dalam tempo sesaat. Mereka antara

    lain terbagi dalam kelompok :

    a. Remaja/Anak-Anak Miskin Perkotaan Kelompok ini berasal dari dalam kota dan masih tinggal bersama

    orangtuanya, yang merupakan penduduk asli maupun para

    urbanisan yang mendiami tempat-tempat kumuh (slum area)

    perkotaan. Sebagian anak-anak ini masih sekolah dan berada di

    jalanan sekadar mencari tambahan bagi nafkah keluarga.

    b. Remaja/Anak-Anak yang memberontak dan lepas dari orangtua Kelompok ini biasanya masih memiliki orangtua, tetapi

    memberontak dan sepenuhnya melepaskan diri dari keluarga.

    c. Remaja/Anak-Anak dari Luar Kota Kelompok ini tinggal bersama teman sebaya dan orang yang lebih

    tua, sementara orangtua berada di kampung. Remaja kelompok ini ada

    yang memiliki bos terkait dengan pekerjaan mereka, adapula bos sebagai penguasa kelompok tempat ia berada, yakni orang yang

  • Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1 27

    mewajibkan setoran untuk kelangsungan pekerjaan atau jaminan

    keamanan.

    Sedangkan, kelompok yang dikategorikan sebagai of the street,

    adalah mereka yang berpartisipasi penuh baik secara ekonomi maupun

    sosial di jalanan. Mereka tidak mempunyai rumah, tinggal di emperan

    toko, stasiun, terminal, kolong jembatan atau taman-taman kota.

    Umumnya berasal dari keluarga yang berkonflik atau tidak tahu siapa

    orang tuanya dan dimana keluarganya.

    2. Konsep Diri dalam Perspektif The Social Construction Of

    Reality

    Konsep diri menjadi perhatian utama tidak saja bagi teoritisi

    yang menggeluti fenomena sosial dalam perspektif interaksi simbolik

    namun juga bagi para ahli yang mengembangkan teori konstruksi

    realitas sosial. Premis dasar teori ini tentang self adalah bahwa

    seseorang memahami dirinya sendiri dengan menggunakan teori yang mendefinisikan dirinya (Littlejohn, 2002).

    Adapun thesis dasar tentang realitas menurut teori konstruksi realitas sosial adalah bahwa reality is not an objective set of arrangements outside ourselves, but is constructed through a process

    of interaction in groups, communities, and culture (Littlejohn, 2002). Konsep diri termasuk realitas, yang sesungguhnya adalah

    hasil konstruksi sosial. Demikian menurut Rom Harre (seperti dikutip

    Littlejohn, 2002: 168) the idea of self as a socially constructed object is profound and important in the constructionist movement.

    Selanjutnya masih menurut Rom Harre, terdapat dua sisi yang

    melekat pada personalitas seseorang : yakni Person dan Self. Person

    adalah karakteristik yang melekat pada diri seseorang yang bisa dilihat

    atau dikenali oleh publik yang ditandai oleh beberapa atribut dan

    karakter yang relatif mapan dalam sebuah kebudayaan atau kelompok

    sosial tertentu. Sedangkan Self adalah gambaran pribadi seseorang

    atas dirinya sendiri. Ini didapat dari interaksi seseorang itu dengan

    orang-orang lain.

    Self terdiri dari seperangkat elemen yang bisa dikaji secara

    relatif terpisah. Pertama, Display yakni sejauh mana aspek-aspek

    dalam diri seseorang bisa diketahui oleh publik atau sebaliknya tetap

    menjadi bagian pribadi seseorang. Kedua, Realization, sejauh mana

    gambaran terhadap diri seseorang diyakini berasal dari orang itu

  • 28 Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1

    sendiri atau dari kelompok-keompok yang ada di sekeliling dia.

    Ketiga, Agency : sejauh mana kekuatan aktif menjadi atribusi diri

    seseorang. Di sini ada dua elemen; Active elemen seperti percakapan

    dan Passive elements seperti mendengarkan.

    3. Identitas Sosial

    Identitas sosial berkenaan dengan bagaimana seseorang

    menggunakan kelompok sosial tertentu yang dipandangnya dapat

    memberikan perasaan positif tertentu pada dirinya. Secara umum

    konsep ini diterjemahkan menjadi 3 (tiga) ide utama, yaitu

    kategorisasi, identifikasi dan komparasi (Tajwel, 1978)

    Menurut Hogg & Abrams (1998) pada dasarnya proses

    kategorisasi menghasilkan persepsi stereotype, yaitu persepsi terhadap

    anggota suatu kelompok yang memiliki karakteristik tertentu yang

    dapat dijadikan acuan untuk membedakannya dari kelompok lain.

    Berkaitan dengan hal ini, proses kategorisasi merupakan proses

    pengelompokkan obyek yang dilakukan untuk memahami obyek

    tersebut. Kategorisasi individu, merupakan proses pengelompokkan

    individu dalam upaya memahami lingkungan sosialnya. Penggunaan

    kategorisasi misalnya murid, guru, Muslim, Kristiani, hitam, putih,

    dan seterusnya. Sedangkan proses identifikasi terjadi pada saat

    seseorang mengidentifikasikan dirinya dengan kelompok tempat ia

    bergabung. Tajfel (1978) menyatakan bahwa, identitas sosial

    dikonsepsikan dengan mengaitkan pengetahuan individu tentang

    perasaan memiliki suatu kelompok sosial tertentu dan emosi, juga

    evaluasi signifikan yang dihasilkan dari keanggotaan suatu kelompok.

    Setiap individu mengidentifikasikan dirinya lebih dengan in-

    groupnya dan hal ini akan mengurangi perbedaan di antara diri dan in-

    groupnya. Jika terjadi peningkatan identifikasi terhadap kelompok (in-

    group). Seseorang merubah dari kutub personal ke intergorupnya.

    Seseorang menggunakan penanda adalah dalam rangka mencari

    konsep diri yang dipandang positif, dan hal ini merupakan bagian dari

    fungsi normal psikologi seseorang. Untuk menghadapi dunia ini,

    individu membutuhkan pandangan positif yang melekat pada sikap

    dan perilaku dirinya. Pernyataan tentang baik, buruk, pintar, bodoh,

    bersih, tinggi dan lainnya lahir dari adanya komparasi (perbandingan).

    Identitas sosial menghadirkan relasi antar kelompok dalam

    konteks sosial yang nyata (Tajfel 1978; Tajfel & Turner 1979) di

  • Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1 29

    mana secara komprehensif memaparkan relasi antar kelompok dalam

    perubahan sosial dalam masyarakat yang terkelompokkan secara

    sosial, konflik sosial, serta relasi antar kelompok. Secara sederhana,

    masyarakat membutuhkan identitas sosial positif yang menuntut

    mereka untuk membangun nilai pembeda yang positif bagi kelompok

    mereka sendiri yang dibandingkan dengan kelompok lain.

    Keanggotaan dalam kelompok itu membuat individu memiliki

    identitas diri dan self esteem. Pada saat kelompok memperolah

    kesuksesan, self esteem individu akan ikut naik, dan sebaliknya ketika

    kelompok mendapatkan kegagalan maka self esteem individu turut

    terancam. Pada keadaan itu individu merasa harus mempertinggi

    ketertarikan kepada kelompoknya dan meningkatkan rasa nyaman

    kepada kelompok lain. Alih-alih identitas personal yang berhubungan

    dengan perilaku interpersonal yang berarti perbedaan di antara diri

    dan orang lain maka identitas sosial terkait dengan perilaku

    intergroupnya yang berarti perbedaan di antara kelompok atau kita dan mereka

    Identitas sosial, dalam bentuk kategorisasi seperti nasionalitas,

    religiusitas, gender, profesi, etnisitas, atau orientasi politik,

    terinternalisasi dan membentuk suatu bagian penting yang potensial

    dari self-concept seseorang di mana fokus pada konsep ini adalah pada

    definisi ke-kita-an (we-ness) suatu anggota kelompok dalam konteks kita milik dari satu kelompok.

    Konsepsi awal menunjukkan bahwa keyakinan kelompok

    termasuk semua keyakinan terdapat di dalam alam pikir individu.

    Namun saat ini, konsepsi tersebut digambarkan melalui fenomena

    yang dikenal luas, di mana anggota kelompok berbagi keyakinan dan

    keyakinan itu dipandang menghadirkan dasar bagi identitas sosial

    anggota, selain itu juga diartikan sebagai esensi kelompok.

    4. Cultural Biases dalam Intercultural Communication

    Konsepsi teoritik yang dipakai dalam melihat respon kaum

    remaja pengamen jalanan dalam menghadapi tindakan pemerintah

    diambil dari perspektif teori komunikasi antar budaya.

    Komunikasi antarbudaya didefinisikan sebagai interaksi di

    antara orang-orang yang setidaknya memiliki satu perbedaan budaya

    di antara mereka (Lustig & Koester, 2003). Dalam konteks

    komunikasi antar budaya semacam ini akan membawa persoalan

  • 30 Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1

    dalam hal rasa aman, kenyamananan dan tingkat sejauh mana kita bisa

    memprediksikan lawan interaksi kita. Terdapat beberapa situasi dan

    nilai-nilai yang kemudian memengaruhi respon atau persepsi

    seseorang terhadap orang lain yang berbeda budayanya. Dalam

    konteks penelitian ini, kaum remaja pengamen jalanan diasumsikan

    memiliki identitas kultural yang berbeda dengan misalnya kaum

    remaja umumnya yang bisa menikmati kehidupan rumah tangga biasa

    dan menjalankan aktivitas hidup layaknya remaja mapan (sekolah, dan

    lain-lain). Faktorfaktor yang memengaruhi proses pengolahan informasi tentang orang lain dalam konteks komunikasi antarbudaya

    lalu diidentifikasi sebagai aspek yang dikenal dengan cultural biases.

    Secara singkat, bagan kerangka pemikiran penelitian ini adalah

    sebagai berikut:

    Metode Penelitian

    a. Bentuk dan Strategi Penelitian Berdasarkan masalah yang diajukan dalam penelitian ini, yang

    lebih menekankan pada masalah proses dan makna (konstruksi

    identitas sosial), maka jenis penelitian dengan strateginya yang

    terbaik adalah penelitian kualitatif deskriptif. Jenis penelitian ini

  • Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1 31

    akan mampu menangkap berbagai informasi kualitatif dengan

    deskriptif teliti dan penuh nuansa, yang lebih berharga daripada

    sekedar pernyataan jumlah atau pun frekuensi dalam bentuk

    angka.

    Strategi yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah studi

    kasus, dan karena sasaran studi kasus ini hanyalah di kalangan

    kaum remaja pengamen jalanan. Maka studi kasus ini termasuk

    penelitian dengan strategi kasus tunggal (Yin, 1987). Selain itu,

    karena permasalahan dan fokus penelitian sudah ditentukan dalam

    usul penelitian ini maka jenis strategi penelitian kasus ini secara

    khusus bisa disebut studi kasus terpancang (embedded case study

    research).

    b. Jenis dan Informasi Sumber Data Data atau informasi yang paling penting untuk dikumpulkan dan

    dikaji dalam penelitian ini sebagian besar adalah data kualitatif.

    Informasi tersebut akan digali dari beragam sumber data, dan jenis

    sumber data yang akan dimanfaatkan dalam penelitian ini

    meliputi:

    1. Informan atau nara sumber, dalam hal ini adalah kaum remaja pengamen jalanan di Purwokerto, pemerintah

    Kabupaten Banyumas, dan lembaga terkait.

    2. Dokumen, baik hasil liputan media atau browsing internet

    c. Teknik Pengumpulan Data Sesuai dengan bentuk penelitian kualitatif dan juga jenis sumber

    data yang dimanfaatkan, maka teknik pengumpulan data yang

    akan digunakan dalam penelitian ini adalah :

    1. Wawancara mendalam (in-depth interviewing) Wawancara jenis ini bersifat lentur dan terbuka, tidak

    terstruktur ketat, tidak dalam suasana formal, dan bisa

    dilakukan berulang pada informan yang sama (Sutopo, 2002)

    2. Observasi langsung Observasi ini dalam penelitian kualitatif sering disebut sebagai

    observasi berperan pasif (Spradley, 1980)

    3. Focus Group Discussion (FGD). Metode ini bermanfaat untuk memperoleh data bagaimana

    individu sebagai bagian dari sebuah kelompok mendiskusikan

    sesuatu topik atau isu tertentu, jadi tidak semata melihat

  • 32 Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1

    informan sebagai individu. Dengan kata lain, FGD diterapkan

    untuk memahami orang menanggapi berbagai pandangan

    orang-orang lain dalam kelompok diskusi, dan bagaimana

    kemudian informan membangun sebuah pandangan tersendiri

    berdasarkan interaksi yang dilakukannya dalam sebuah

    kelompok. (Bryman, 2001)

    Sampling

    Penelitian kualitatif cenderung menggunakan teknik cuplikan

    yang bersifat selektif dengan menggunakan pertimbangan berdasarkan

    konsep teoritis yang digunakan, keingintahuan pribadi peneliti,

    karakteristik empirisnya, dan lain-lain. Oleh karena itu cuplikan yang

    akan digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat purposive

    sampling, atau lebih tepat disebut sebagai cuplikan dengan criterion-based selection (Goetz & Le Compte, 1984). Dalam hal ini peneliti akan memilih informan yang dipandang paling tahu, sehingga

    kemungkinan pilihan informan dapat berkembang sesuai dengan

    kebutuhan dan kemantapan peneliti dalam memperoleh data (Patton,

    1980).

    Pengembangan Validitas

    Guna menjamin dan mengembangkan validitas data yang akan

    dikumpulkan dalam penelitian ini maka diperlukan teknik

    pengembangan validitas data sebagaimana biasa digunakan dalam

    penelitian kualitatif yaitu teknik triangulasi. Dari empat teknik

    triangulasi yang ada (Patton, 1980), hanya akan digunakan tiga di

    antaranya yakni (1) Triangulasi data (sumber) yaitu mengumpulkan

    data sejenis dari beberapa sumber data yang berbeda. (2) Triangulasi

    peneliti yaitu mendiskusikan data yang diperoleh dengan peneliti lain

    dalam hal ini adalah rekan sejawat dalam sebuah forum diskusi

    informal yang menyajikan draft awal hasil penelitian lapangan. (3)

    Triangulasi teori dilakukan dengan menggunakan perspektif lebih

    dari satu teori dalam membahas permasalahan yang dikaji.

    Model Analisis

    Proses analisis dalam penelitian kualitatif pada dasarnya

    bersifat induktif di mana analisis dilakukan secara bersamaan dengan

  • Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1 33

    proses pelaksanakan pengumpulan data. Ada tiga komponen analisis

    yang saling berkaitan dan berinteraksi, tak bisa dipisahkan dengan

    kegiatan pengumpulan data yaitu reduksi data, sajian data dan

    penarikan kesimpulan. Model analisis yang akan dipakai dalam

    penelitian ini adalah model analisis interaktif (Miles dan Huberman

    1984). Dalam model analisis ini, tiga komponen aktivitasnya

    dilakukan dalam bentuk interaktif dengan proses pengumpulan data

    sebagai suatu proses siklus. Dalam melaksanakan proses ini peneliti

    aktivitasnya tetap bergerak di antara komponen analisis dengan

    pengumpulan datanya selama proses pengumpulan data masih

    berlangsung. Kemudian selanjutnya peneliti hanya bergerak di antara

    tiga komponen analisis tersebut sesudah pengumpulan data selesai

    pada setiap unitnya dengan menggunakan waktu yang masih tersisa

    dalam penelitian ini.

    GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

    Eks-Kota Administratif Purwokerto terletak di sebelah barat

    daya Propinsi Jawa Tengah, dan merupakan bagian dari Kabupaten

    Banyumas. Terletak di antara garis Bujur Timur 108 39' 17'' sampai

    109 27' 15'' & di antara garis Lintang Selatan 7 15' 05'' sampai 7 37'

    10'' yang berarti berada di belahan selatan garis khatulistiwa. Jumlah

    penduduk Purwokerto sebanyak 239.532 jiwa, yang terbagi menjadi

    73.019 jiwa di Kecamatan Purwokerto Selatan, 52.922 jiwa penduduk

    Kecamatan Purwokerto Barat, 63.360 jiwa penduduk Kecamatan

    Purwokerto Timur, dan 50.231 penduduk Kecamatan Purwokerto

    Utara (www.banyumas.go.id diakses pada 2 Juli 2008).

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Profil Pelaku Penelitian dan Informan Pendukung

    Terdapat beberapa orang remaja marjinal yang diwawancarai

    dalam proses penelitian ini. Pertama, Andri yang berusia 24 tahun.

    Andri adalah seorang lulusan SMU tahun 2001, semenjak tahun 2002

    sudah mangkal di pertigaan Sri Ratu Purwokerto. Andri merupakan

  • 34 Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1

    salah seorang remaja marjinal yang selalu memperhatikan

    perkembangan politik dan berita yang terjadi saat ini.

    Pelaku penelitian kedua adalah Jalak, berusia 21 tahun. Jalak

    baru lulus STM tiga tahun lalu (2005). Alasan Jalak masuk STM

    adalah agar bisa meneruskan pekerjaan bapaknya di bengkel. Jalak

    mengerti sedikit-sedikit tentang mesin. Jalak hidup dalam keluarga

    yang utuh, artinya bukan keluarga berantakan.

    Pelaku penelitian ketiga adalah Tomi, 27 tahun. Tomi ini

    merupakan salah satu anggota senior dalam komunitas mereka. Namun, saat disebut sebagai ketua dalam komunitas, Tomi

    menolaknya. Alasannya bahwa komunitas tersebut muncul untuk

    menolak segala bentuk keteraturan (komunitas remaja marjinal yang

    peneliti masuki ternyata adalah komunitas Punk dan komunitas

    Skinheads), sehingga dalam komunitasnya tidak dikenal adanya ketua,

    wakil atau sebagainya.

    Pelaku penelitian keempat adalah Anjar. Anjar hanya

    bersekolah sampai tingkat SMP saja. Keluarga yang berantakan

    mendorongnya untuk masuk ke jalanan. Awalnya dia mengamen,

    berdagang asongan, selanjutnya jalanan menjadi rumahnya, dan dia

    salah seorang anggota komunitas yang paling rajin mangkal.

    Informan pendukung dalam penelitian ini antara lain adalah

    Pak Rujito. Pak Rujito berusia 52 tahun. Beliau adalah Ketua RW di

    Kampung Sri Rahayu, atau lebih banyak dikenal sebagai Kampung

    Dayak. Kampung Dayak sendiri merupakan sebuah kampung yang

    terletak di belakang terminal lama Purwokerto. Di kampung ini

    terdapat banyak komunitas marjinal, dan memang kampung ini identik

    dengan dunia marjinal; seperti wanita tuna susila, waria, serta anak-

    anak jalanan.

    Informan pendukung kedua adalah Pak Budi. Pak Budi adalah

    pemilik ruko yang terasnya sering dijadikan tempat mangkal oleh

    anak-anak komunitas. Pak Budi sampai hapal siapa-siapa yang sering

    mangkal, bagaimana tingkah polah mereka, serta perbedaan-

    perbedaan antara beberapa komunitas yang mangkal di depan rukonya

    tersebut.

    Informan pendukung ketiga adalah Bapak Adi. Bapak Adi

    adalah pegawai Dinas Sosial yang sering berhubungan dengan anak-

    anak jalanan, waria dan sebagainya. Pak Adi telah bekerja di Dinas

    Sosial Purwokerto semenjak tahun 1991.

  • Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1 35

    Masalah Kaum Remaja Marjinal

    Masalah kaum remaja marjinal tidak hanya dirasakan

    pemerintah atau masyarakat semata, namun juga dirasakan oleh

    mereka sendiri. Sebagaimana diungkapkan oleh informan pendukung,

    yakni Pak Rujito, seorang sesepuh di Kampung Sri Rahayu, yang

    dikenal sebagai tempat berkumpulnya para kaum marjinal, Kadang-kadang malah (kegiatannya di rumah singgah) ndak sesuai.

    Sebenarnya disuruh bertempat ke rumah singgah buat istirahat, tapi

    malah digunakan yang lain, kadang-kadang fasilitas disitu juga hilang.

    Mereka yang kesitu seringnya nggak punya identitas, sehingga

    bingung mendatanya. Masalah kaum remaja marjinal ini juga muncul berkaitan

    dengan interaksi sesama mereka. Sebagaimana diceritakan oleh Jalak,

    (Kita itu) akrab, tapi kalau ada masalah apa gitu dipanjang-panjangin. Misalnya pakaian, apa kaos atau sepatu, kan punyanya cuma sedikit,

    jadi sering barter. Aku pakai ini, kamu pakai itu, terus lama nggak

    balik-balik, ilang atau dibarter sama yang lain, jadi masalah. Jadi

    kayak masalah-masalah sepele gitu. Keberadaan rumah singgah bagi kaum remaja marjinal ini

    nampaknya juga merupakan masalah tersendiri. Karena rumah

    singgah yang biasanya dijadikan tempat mereka berkumpul ternyata

    sudah tidak difungsikan lagi, seperti kata Pak Rujito, Dulu kan ada rumah singgah, tapi sekarang rumah singgahnya sudah nggak ada,

    sudah dirusak sama anak-anak. Sekarang mereka sudah ndak punya

    rumah singgah. Jadi nggak mesti kumpul-kumpul, kumpul-kumpulnya

    ya kalau ada kegiatan-kegiatan.

    Konsep Diri

    Terdapat beberapa nilai yang menjadi bentuk-bentuk identitas

    sosial. Salah satunya adalah keharusan untuk berkarya. Anjar, salah

    seorang pelaku penelitian mengatakan, Jangan bicara kematian dong, belum mempunyai karya nih. Kalau mati, apa yang ditinggalkan di

    dunia ini? Harus meninggalkan karya. Sosialisme kamu, komunisme

    kamu itulah karya kamu! Komunitas remaja marjinal ini juga bukan tidak percaya

    Tuhan. Terbukti, ketika diwawancara mereka juga sempat

    membicarakan puasa. Seperti Anjar yang mengatakan, Kalau puasa aku nggak kaget, masalah laper-laper aku nggak kaget, sebelum bulan

  • 36 Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1

    puasa sering nggak makan, sering laper. Tetapi konsep kepercayaan kepada Tuhan ini tidak diaplikasikan sebagaimana umumnya pemeluk

    agama. Seperti yang dikatakan Jalak, Kalau aku nggak puasa sih, tapi ada orang baik yang ngasih makananlah, rokok, kadang-kadang duit.

    Pernah dulu waktu tidur disini, pas saur ada orang yang ngasih

    makanan. Konsep kepercayaan kepada Tuhan diaplikasikan oleh para remaja marjinal sebagai perilaku sosial manusia. Sehingga, mereka

    cenderung membedakan orang berdasarkan terminologi orang baik dan orang tidak baik. Orang baik menurut remaja marjinal ini adalah orang yang mempunyai rasa keberpihakan kepada mereka.

    Adapun pihak-pihak yang dianggap tidak menaruh keberpihakan

    kepada mereka akan mendapat label sebagai orang tidak baik. Uniknya konsep baik yang kita kenal dengan simbolisasi kanan, tidak dikenal mereka secara sama, sebagaimana yang dikatakan Tomi,

    Malem kalau mau di sini, ya disini, kalau mau pulang ya pulang. Kalau di sini paling dibelakang sana, di empang. Masalahnya kalau

    tidur di sini (di emper toko) nanti di garuk juga sama orang-orang

    kanan (orang-orang yang tidak mau kehilangan tempat tinggal

    mereka). Para remaja marjinal ini mengkonstruksi identitas sosial mereka sebagai orang kiri, orang yang senantiasa selalu berbagi.

    Konstruksi identitas sosial yang mereka miliki selanjutnya

    adalah bahwa sebenarnya mereka tidak begitu menikmati menjadi

    remaja marjinal. Sebagaimana yang dikatakan Jalak, Pernah dulu aku ditanyain, cari kerja (aja) kenapa mas? Apa enak jadi pengamen mas?

    Gimana jawabnya, bingung kan! Tomi ketika itu menambahkan, Ya ngomong enak bae. Bahkan Jalak merasa bahwa kehidupannya saat ini merupakan titik nadhir, bahwa dia sedang berada di bawah, bahwa

    dia sedang merasa tidak enak, tapi dia mempunyai keyakinan

    mengenai kemungkinannya kembali menikmati hidup, sebagaimana

    dikatakannya, Ya udah pernah sih ngrasain kerja, jadi orang enak. Ada siang ada malem, ada baik ada buruk, ada kaya ada miskin, ada

    gundul ada gondrong.

    Model Penanganan

    Pemerintah Kabupaten Banyumas menyerahkan penanganan

    anak-anak jalanan ini kepada Dinas Sosial. Pada keadaan-keadaan

    tertentu, Dinas Sosial bekerja sama dengan Satpol PP dan kadang-

    kadang juga melibatkan aparat kepolisian. Pelibatan aparat kepolisian

  • Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 12 No. 1 37

    ini sebagai bentuk antisipasi apabila terdapat pelaku kriminal diantara

    anak-anak jalanan. Selain dua instansi pemerintah ini, Dinas Sosial

    juga bekerja sama dengan LSM yang bergerak dalam penanganan

    anak jalanan. Sebagaimana yang dikatakan Bapak Adi, Kabid Dinas

    Sosial Banyumas, Selama ini penanganannya bekerja sama dengan pihak-pihak terkait, terutama dengan beberapa LSM. Ada beberapa

    LSM yang sering berhubungan dengan kita, antara lain Biyung Emban

    dan Kuncup Mas. Model penanganan yang dilakukan oleh Dinas Sosial selama

    ini melalui metode pemantian, yakni anak jalanan dirazia, untuk

    dimasukkan ke panti-panti yang umumnya ada di luar kota. Di panti-

    panti ini pembinaan dilakukan. Umumnya pembinaan itu berupa

    materi-materi yang dianggap dapat membekali anak jalanan ini,

    sehingga mereka tidak perlu kembali lagi ke jalan.

    Selain panti-panti, bagi anak jalanan juga tersedia rumah

    singgah. Sifat rumah singgah sendiri sebenarnya bukan merupakan

    tempat pendidikan, melainkan tempat anak-anak jalanan ini

    berkumpul saja. Tujuannya disamping anak-anak jalanan ini lebih

    terkontrol, rumah singgah juga dapat digunakan pengelola untuk

    menyisipkan pesan-pesan mengenai hal-hal positif. Pendekatan

    penanganan di rumah singgah ini bermacam-macam, ses