JURNAL - itjen.pu.go.iditjen.pu.go.id/uploads/jurnal/JURNAL_AUDITOR_VOL_X... · dan Komunikasi...

52
Analisis Penerapan Probity Audit Dalam Proses Pengadaan Barang/Jasa Pada Kementerian Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Verifikasi Output DAK Reimburstment Loan 8438-ID (Sebuah kegiatan konsultansi Auditor Inspektorat Jenderal) Elbert Marangkup & Djoko Mursito Perancangan Campuran Adukan Dan Pengujian Beton Segar Self Compacting Concrete (SCC) Arif Budiyono & I Made Parindra Wibawa Utilization Of Waste From Plate Stone Mining In Giritirta Village, Banjarnegara, Province Of Cetral Java As Coarse Aggregate Of Normal And High Quality Concrete Arif Budiyono Volume X/No.19/Desember 2017 ISSN : 1979 - 7524 JURNAL Hari Primahadi & Nur Aini Utami

Transcript of JURNAL - itjen.pu.go.iditjen.pu.go.id/uploads/jurnal/JURNAL_AUDITOR_VOL_X... · dan Komunikasi...

Page 1: JURNAL - itjen.pu.go.iditjen.pu.go.id/uploads/jurnal/JURNAL_AUDITOR_VOL_X... · dan Komunikasi Publik. Anggota Redaksi: ... Kepala Sub Bagian Komunikasi Publik, Penyunting/ Editor:

Analisis Penerapan Probity Audit Dalam Proses Pengadaan Barang/Jasa Pada Kementerian Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat

Verifikasi Output DAK Reimburstment Loan 8438-ID (Sebuah kegiatan konsultansi Auditor Inspektorat Jenderal)Elbert Marangkup & Djoko Mursito

Perancangan Campuran Adukan Dan Pengujian Beton Segar Self Compacting Concrete (SCC)Arif Budiyono & I Made Parindra Wibawa

Utilization Of Waste From Plate Stone Mining In Giritirta Village, Banjarnegara, Province Of Cetral Java As Coarse Aggregate Of Normal And High Quality ConcreteArif Budiyono

Volume X/No.19/Desember 2017ISSN : 1979 - 7524

JURNAL

Hari Primahadi & Nur Aini Utami

Page 2: JURNAL - itjen.pu.go.iditjen.pu.go.id/uploads/jurnal/JURNAL_AUDITOR_VOL_X... · dan Komunikasi Publik. Anggota Redaksi: ... Kepala Sub Bagian Komunikasi Publik, Penyunting/ Editor:
Page 3: JURNAL - itjen.pu.go.iditjen.pu.go.id/uploads/jurnal/JURNAL_AUDITOR_VOL_X... · dan Komunikasi Publik. Anggota Redaksi: ... Kepala Sub Bagian Komunikasi Publik, Penyunting/ Editor:

iJurnal Auditor, Volume X, No.19, Desember 2017

Daftar IsiAnalisis Penerapan Probity Audit Dalam Proses Pengadaan Barang/Jasa Pada Kementerian Pekerjaan Umum Dan Perumahan RakyatHari Primahadi & Nur Aini Utami

Verifikasi Output DAK Reimburstment Loan 8438-ID(Sebuah kegiatan konsultansi Auditor Inspektorat Jenderal)Elbert Marangkup & Djoko Mursito

Perancangan Campuran Adukan Dan Pengujian Beton Segar Self Compacting Concrete (SCC)Arif Budiyono & I Made Parindra Wibawa

Utilization Of Waste From Plate Stone Mining In Giritirta Village, Banjarnegara, Province Of Cetral Java As Coarse Aggregate Of Normal And High Quality ConcreteArif Budiyono

Volume X/No.19/Desember 2017

1-13

15-20

23-33

35-42

Diterbitkan berdasarkan Keputusan Inspektur Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 16/KPTS/IJ/2016 tanggal 22 Februari 2016, dan Keputusan Inspektur Jenderal No. 03/KPTS/IJ/2017 tanggal 31 Januari 2017. Penanggung Jawab: Inspektur Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Redaktur/Koordinator: Sekretaris Inspektorat Jenderal. Anggota: Para Inspektur di Inspektorat Jenderal. Pemimpin Redaktur: Inspektur IV. Wakil Pemimpin Redaksi: Kepala Bagian Hukum dan Komunikasi Publik. Anggota Redaksi: Ir. M. Kamil, MM, Ir. Didiek Hardijanto, MT, Hari Primahadi, BAE, S.Sos, M.Ak, Drs. Slamet Haryono, MT, Mohamad Ikhsan, SH, Irnanda Kristandi, ST. Redaktur Palaksana: Kepala Sub Bagian Komunikasi Publik, Penyunting/Editor: Ridha Fauzy, SH, Dwita Gustiana. Desain Grafis: Ariyanto, Ari Sumadi Nugroho, M. Danang Sanjoyo. Fotografer: Hari Susyanto, Loka Secowicaksono. Sekretariat: Sangidan, Endang Sutisna, Indri Margianti. Staf Sekretariat: Susanto, Sulardi, Kholik Triyono, Rahmat Nursidiq. Alamat Redaksi/Tata Usaha: Inspektorat Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Jl. Pattimura No. 20 Lt. 15 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12110. No. Telepon (021)7226304. E-mail: [email protected]

JURNAL

Page 4: JURNAL - itjen.pu.go.iditjen.pu.go.id/uploads/jurnal/JURNAL_AUDITOR_VOL_X... · dan Komunikasi Publik. Anggota Redaksi: ... Kepala Sub Bagian Komunikasi Publik, Penyunting/ Editor:

ii Jurnal Auditor, Volume X, No.19, Desember 2017

Page 5: JURNAL - itjen.pu.go.iditjen.pu.go.id/uploads/jurnal/JURNAL_AUDITOR_VOL_X... · dan Komunikasi Publik. Anggota Redaksi: ... Kepala Sub Bagian Komunikasi Publik, Penyunting/ Editor:

iiiJurnal Auditor, Volume X, No.19, Desember 2017

Pengantar Redaksi

Tahun ini penerbitan Jurnal Auditor telah memasuki tahun kesepuluh, yaitu nomor 19 volume X yang mengetengahkan 4 (empat) tulisan dari para Auditor di Inspektorat Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, dimaksudkan untuk menggali beberapa masalah yang terjadi dan dikaji secara ilmiah.

Tulisan pertama didasarkan pada penelitian dengan metode kualitatif yang bertujuan untuk menganalisis apakah probity audit diperlukan dalam rangka mengawal proses pengadaan barang/jasa di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat serta apakah probity audit yang dilaksanakan telah berjalan secara optimal.

Tulisan berikutnya berupa kajian tentang perancangan campuran adukan dan pengujian beton segar Self Compacting Concrete (SCC) yang seharusnya dapat memenuhi semua kriteria kinerja beton dalam kondisi segar dan mengeras. Kajian ini dilakukan oleh dua orang Auditor, masing-masing dari Inspektorat III dan Inspektorat II.

Selanjutnya masih ada dua buah tulisan yang tidak kalah informatif. Hal yang menarik dari Jurnal Auditor edisi kali ini adalah adanya dua Inspektur yang ikut berpartisipasi menyumbangkan gagasannya. Semoga pada penerbitan berikutnya makin banyak kontributor yang memperkaya isi jurnal ini.

Selamat membaca, semoga segala informasi yang disajikan bermanfaat.

Redaksi Jurnal Auditor menerima tulisan yang mencakup hasil studi, kajian, penelitian, maupun pengalaman bidang pengawasan, pemeriksaan, administrasi, hukum dan

manajemen pembangunan bidang Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Naskah yang dimuat akan diberikan imbalan.

Page 6: JURNAL - itjen.pu.go.iditjen.pu.go.id/uploads/jurnal/JURNAL_AUDITOR_VOL_X... · dan Komunikasi Publik. Anggota Redaksi: ... Kepala Sub Bagian Komunikasi Publik, Penyunting/ Editor:

iv Jurnal Auditor, Volume X, No.19, Desember 2017

Page 7: JURNAL - itjen.pu.go.iditjen.pu.go.id/uploads/jurnal/JURNAL_AUDITOR_VOL_X... · dan Komunikasi Publik. Anggota Redaksi: ... Kepala Sub Bagian Komunikasi Publik, Penyunting/ Editor:

1Jurnal Auditor, Volume X, No.19, Desember 2017

ANALISIS PENERAPAN PROBITY AUDIT DALAM PROSES PENGADAAN BARANG/JASA

PADA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

Oleh :

Hari Primahadi BAE, S.Sos, M.Ak, C.Fr.A **) Inspektur III, Inspektorat Jenderal Kementerian PUPR

E-mail: [email protected]

Nur Aini Utami, SE., M.Ak **)Auditor Pertama Inspektorat II, Inspektorat Jenderal Kementerian PUPR

E-mail: [email protected]

Alamat Kantor: Jl.Pattimura No.20 Gd.Menteri Lt.15-16, Kebayoran Baru, JakartaSelatan 12110

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apakah probity audit diperlukan dalam mengawal proses pengadaan barang/jasa pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR)

dan apakah probity audit yang dilaksanakan telah berjalan secara optimal. Penelitian dilakukan dengan metode kualitatif. Analisis dilakukan terhadap sepuluh paket yang telah dilakukan probity

audit selama tahun 2011-2014 dan sepuluh paket yang tidak dilakukan probity audit dalam periode yang sama. Dilakukan juga analisis terhadap pelaksanaan probity audit yang telah dilaksanakan

oleh Kementerian PUPR. Hasil dari penelitian ini adalah probity audit diperlukan dan probity audit terbukti dapat memberikan keyakinan yang memadai atas ketaatan pada ketentuan dan mampu

mencegah pelanggaran peraturan. Probity audit yang dilaksanakan oleh Kementerian PUPR belum berjalan optimal karena pelaksanaannya belum sepenuhnya sesuai dengan Perka BPKP Nomor:

PER-362/K/D4/2012.

Kata kunci : Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat; penyimpangan; pengadaan barang/jasa; probity audit; quality assurance.

Page 8: JURNAL - itjen.pu.go.iditjen.pu.go.id/uploads/jurnal/JURNAL_AUDITOR_VOL_X... · dan Komunikasi Publik. Anggota Redaksi: ... Kepala Sub Bagian Komunikasi Publik, Penyunting/ Editor:

2 Jurnal Auditor, Volume X, No.19, Desember 2017

I. PENDAHULUANBerdasarkan survei yang dilakukan oleh lembaga independen internasional ternyata Indonesia dikategorikan sebagai negara yang memiliki tingkat korupsi tinggi. Negara-negara yang telah berhasil mencegah korupsi melakukan beberapa hal, antara lain mendirikan lembaga pemberantasan korupsi (seperti KPK di Indonesia), melakukan pengawasan intern yang efektif, menerapkan sistem pengendalian intern pemerintah, dan melakukan pengawasan terhadap pengadaan barang/jasa sejak perencanaan sampai dengan pemanfaatan. Di Australia dan negara persemakmuran, pengawasan dalam proses pengadaan barang/jasa dilakukan melalui probity audit.

Proses pengawasan barang/jasa hendaknya dilakukan oleh Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) yang mempunyai tugas untuk melakukan pengawasan melalui audit, evaluasi, telaah, pemantauan dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan fungsi dan tugas organisasi. Sedangkan pimpinan instansi pemerintah diwajibkan untuk melakukan pengawasan terhadap Unit Layanan Pengadaan (ULP) atau Pejabat Pengadaan dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di instansi masing-masing, serta menugaskan APIP yang bersangkutan untuk melakukan audit sesuai dengan peraturan (Aula, 2013).

Selama ini belanja keperluan publik telah menyerap sekitar 30% - 40% dari anggaran belanja negara. Pada beberapa kementerian, seperti Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), pengeluaran pengadaan barang/jasa publik berkisar antara 60% - 70% pada setiap tahun anggaran. Oleh sebab itu, belanja negara dalam pengadaan barang/jasa publik harus disertai dengan proses yang jujur dan pengelolaan secara

tepat. Berbagai langkah harus diambil untuk mengurangi dan meminimalisir potensi penyimpangan dan pelanggaran (Transparency International, 2006).

Berdasarkan fakta-fakta di atas, maka penelitian ini akan menganalisis tentang peran APIP dalam menjalankan fungsinya sebagai prevent, deter dan detect sebagai early warning system dalam proses pengadaan barang/jasa. Peran APIP tersebut dapat berpengaruh terhadap peningkatan kualitas akuntabilitas keuangan negara melalui pengelolaan keuangan negara yang transparan, efektif, efisien, dan akuntabel melalui probity audit.

II. TINJAUAN PUSTAKAProbity diartikan sebagai kebenaran (uprightness), kejujuran (honesty) dan integritas (integrity). Konsep probity tidak hanya digunakan untuk mencegah terjadinya korupsi atau ketidakjujuran tetapi juga untuk memastikan proses penyelenggaraan kegiatan sektor publik, seperti penjualan aset, proses pengadaan barang/jasa dan pemberian sponsor/hibah dilaksanakan secara objektif, wajar akuntabel dan transparan (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan, 2012).

Terkait dengan proses pengadaan barang/jasa, dan mengacu pada pengertian di atas, probity diartikan sebagai good process yaitu proses pengadaan barang/jasa dilakukan dengan prinsip-prinsip penegakan kebenaran, kejujuran dan integritas untuk memenuhi ketentuan perundangan yang berlaku. Berdasarkan pengertian dimaksud, probity audit dapat didefinisikan sebagai kegiatan penilaian untuk memastikan bahwa proses pengadaan barang/jasa telah dilaksanakan secara konsisten sesuai dengan prinsip penegakan kebenaran, kejujuran, integritas dan memenuhi ketentuan perundangan berlaku yang bertujuan meningkatkan akuntabilitas

Page 9: JURNAL - itjen.pu.go.iditjen.pu.go.id/uploads/jurnal/JURNAL_AUDITOR_VOL_X... · dan Komunikasi Publik. Anggota Redaksi: ... Kepala Sub Bagian Komunikasi Publik, Penyunting/ Editor:

3Jurnal Auditor, Volume X, No.19, Desember 2017

penggunaan dana sektor publik (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan, 2012).

Peraturan yang menjadi dasar dari pelaksanaan probity audit di Indonesia adalah Peraturan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Nomor: Per-362/K/D4/2012. Aturan ini dapat dijadikan sebagai pedoman bagi APIP Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah dan lnstansi lainnya dalam melakukan penilaian untuk memastikan bahwa proses pengadaan barang/jasa telah dilaksanakan secara konsisten sesuai dengan prinsip dan etika pengadaan serta memenuhi ketentuan perundangan yang berlaku.

Dalam memperoleh barang/jasa yang berkualitas maka pengadaan barang/jasa harus dilakukan secara transparan melalui persaingan adil, terbuka dan sehat, sehingga dapat tercapai efisiensi dan efektivitas pengadaan barang/jasa yang dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. Ketersediaan barang/jasa berkualitas dalam penyelenggaraan pemerintahan akan sangat berpengaruh dalam peningkatan pelayanan publik (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan, 2012).

Salah satu upaya untuk meningkatkan peran APIP dalam melakukan pengawasan adalah melaksanakan audit selama proses pengadaan barang/jasa berlangsung (realtime) yang disebut probity audit. Pelaksanaan probity audit merupakan salah satu cara yang dilakukan oleh APIP dalam rangka pengawasan terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi. Tujuan dilakukan pengawasan adalah untuk memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolok ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien untuk kepentingan pimpinan dalam mewujudkan tata pemerintahan yang baik (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan, 2012).

Probity audit dapat dilakukan mulai dari proses identifikasi kebutuhan sampai dengan barang/jasa dimanfaatkan atau hanya beberapa tahapan terpilih dari suatu proses pengadaan barang/jasa. Probity audit harus dilakukan sesuai dengan prinsip probity yang pada dasarnya merupakan prinsip-prinsip pengadaan barang/jasa. Prinsip-prinsip tersebut telah diatur dalam Perpres Nomor: 54/2010, yaitu (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan, 2012): bebas dari benturan kepentingan; akuntabel, yaitu seluruh proses pengadaan barang jasa dipertangungjawabkan sesuai dengan peraturan yang berlaku; terbuka, transparan, bersaing dan adil/tidak diskriminatif; serta efisien dan efektif sehingga belanja pengadaan barang/jasa dapat memaksimalkan nilai uang.

Dampak yang dihasilkan dari proses pengadaan barang/jasa yang memenuhi prinsip-prinsip probity yaitu (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan, 2012):1. Meminimalkan potensi adanya

permasalahan hukum;2. Memberikan keyakinan secara independen

dan objektif atas kejujuran (probity) proses pengadaan barang/jasa;

3. Memberi keyakinan kepada masyarakat bahwa penyelenggaraan kegiatan sektor publik telah dilakukan melalui proses yang berintegritas dan dapat dipercaya;

4. Meningkatkan integritas sektor publik melalui perubahan organisasi dan perubahan prilaku;

5. Menghindari praktik korupsi;6. Menghindari permasalahan dan konflik.

III. METODE PENELITIANMetode penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan objek pada Kementerian PUPR, khususnya pada Internal audit atau Inspektorat Jenderal (Itjen).

Page 10: JURNAL - itjen.pu.go.iditjen.pu.go.id/uploads/jurnal/JURNAL_AUDITOR_VOL_X... · dan Komunikasi Publik. Anggota Redaksi: ... Kepala Sub Bagian Komunikasi Publik, Penyunting/ Editor:

4 Jurnal Auditor, Volume X, No.19, Desember 2017

Sumber data yang digunakan berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dan kuesioner dengan pertanyaan terbuka pada objek penelitian. Wawancara dilakukan kepada Sekretaris Itjen Kementerian PUPR sedangkan kuesioner dengan tipe pertanyaan terbuka ditujukan kepada auditor yang pernah melaksanakan probity audit dan kepada auditi (Satuan Kerja) objek probity audit.

Data sekunder diperoleh dengan cara studi dokumentasi terhadap laporan-laporan pengawasan Itjen, peraturan internal, dan studi literatur teori terkait pengadaan barang/jasa dan internal audit khususnya probity audit, serta artikel dan jurnal yang terkait dengan penelitian. Laporan pengawasan Itjen yang digunakan adalah laporan probity audit tahun 2011 sampai dengan tahun 2014 dan laporan hasil pemeriksaan Itjen tahun 2012 sampai dengan tahun 2015.

Sampel pada penelitian ini berjumlah 20 paket pengadaan barang/jasa yang terdiri atas 10 paket pengadaan barang/jasa yang dilakukan probity audit selama tahun 2011 sampai dengan 2014 dan 10 paket yang tidak dilakukan probity audit selama tahun 2011 sampai dengan 2014. Teknik pengambilan sampel adalah purposive sampling, sedangkan teknik penarikan sampel non-probabilitas dengan menyeleksi paket pengadaan barang/jasa sesuai kriteria, sebagai berikut:1. Paket pengadaan barang/jasa yang telah

dilakukan probity audit tahun 2011 sampai dengan tahun 2014;

2. Paket pengadaan barang/jasa yang belum pernah dilakukan probity audit bernilai besar tahun 2011 sampai dengan tahun 2014;

3. Paket pekerjaan bersifat strategis, yang output-nya dapat dirasakan oleh masyarakat; serta

4. Paket dipilih secara acak.

Responden wawancara dan kuesioner bersifat purposive sampling. Kuesioner berbentuk pertanyaan terbuka sehingga responden bebas untuk menyatakan pendapatnya. Jumlah data yang berhasil dikumpulkan adalah 1 (satu) buah wawancara, 12 (dua belas) kuesioner dari auditor dan 2 (dua) kuesioner dari auditi.

Beberapa langkah analisis yang dilakukan untuk menjawab pertanyaan terkait penelitian, antara lain:1. Untuk menjawab pertanyaan: “Apakah

probity audit diperlukan dalam mengawal proses pengadaan barang/jasa?”, dilakukan analisis perbandingan pada sepuluh sampel paket pekerjaan yang telah dilakukan probity audit selama tahun 2011-2014 dan analisis terhadap sepuluh paket yang tidak dilakukan probity audit dalam periode yang sama. Sampel yang diambil adalah paket pekerjaan yang bernilai besar pada masing-masing tahunnya. Alur pikir analisis dapat dilihat pada Gambar 3.1 berikut.

Gambar 3.1. Kerangka Pemikiran Analisis 1

Dari gambar 3.1 dijabarkan bahwa analisis yang dilakukan antara lain:a. Melakukan analisis laporan hasil probity

audit terhadap sepuluh paket sampel;b. Melakukan analisis terhadap laporan

hasil audit rutin yang dilakukan pada pemeriksaaan rutin ditahun berikutnya terhadap sepuluh sampel paket probity audit;

Page 11: JURNAL - itjen.pu.go.iditjen.pu.go.id/uploads/jurnal/JURNAL_AUDITOR_VOL_X... · dan Komunikasi Publik. Anggota Redaksi: ... Kepala Sub Bagian Komunikasi Publik, Penyunting/ Editor:

5Jurnal Auditor, Volume X, No.19, Desember 2017

Gambar 3.2. Kerangka Pemikiran Analisis 2

c. Melakukan analisis terhadap paket yang dilakukan probity audit dengan paket yang tidak dilakukan probity audit dalam satu satker yang sama, hal ini berarti panitia pengadaan barang/jasa adalah pihak yang sama;

d. Melakukan analisis terhadap laporan hasil audit pada pemeriksaaan rutin terhadap sepuluh paket sampel yang tidak dilakukan.

Dalam analisis laporan hasil probity audit dan laporan hasil post audit terdapat beberapa titik fokus temuan, yaitu: (1) kelemahan harga perkiraan sendiri, (2) kelemahan dokumen pengadaan, dan (3) kelemahan dalam evaluasi penawaran dan kualifikasi, serta pembuktian kualifikasi. Tiga titik fokus ini dipilih karena probity audit yang dilakukan masih dalam tahapan sebelum pelelangan sehingga temuan tersebut diatas yang paling banyak ditemukan.

2. Untuk menjawab pertanyaan: “Apakah probity audit yang dilakukan sudah optimal?”, dilakukan beberapa langkah analisis seperti Gambar 3.2 dibawah ini.

Dilakukan analisis terhadap pelaksanaan probity audit yang telah dilaksanakan dan dibandingkan dengan pedoman probity audit yaitu Perka BPKP Nomor: PER-362/K/D4/2012. Untuk mendukung analisis dilakukan wawancara dan kuesioner berbentuk pertanyaan terbuka kepada auditor yang pernah melakukan probity audit dan auditi objek probity audit.

IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN4.1. Analisis Kebutuhan Probity Audit dalam Proses Pengadaan Barang/Jasa pada Kementerian PUPRBerdasarkan penelitian (Ryan & Ng, 2001), probity audit mampu memberikan kontribusi, khususnya yang berkaitan dengan mempertahankan kepercayaan masyarakat, terhadap proses pengadaan barang dan jasa yang kompetitif, transparan dan akuntabel. Analisis yang berkaitan dengan kebutuhan probity audit dalam proses pengadaan barang/jasa pada Kementerian PUPR dilakukan dengan beberapa cara, antara lain:1. Melakukan analisis laporan hasil probity

audit terhadap sepuluh paket sampel;2. Melakukan analisis terhadap laporan

hasil audit rutin pada pemeriksaaan rutin ditahun berikutnya terhadap sepuluh sampel paket probity audit;

3. Melakukan analisis terhadap paket yang dilakukan probity audit dengan paket yang tidak dilakukan probity audit dalam satu satker yang sama hal ini berarti panitia pengadaan barang/jasa adalah pihak yang sama;

4. Melakukan analisis terhadap laporan hasil audit pada pemeriksaaan rutin terhadap sepuluh paket sampel yang tidak dilakukan probity audit.

4.1.1. Analisis Laporan Hasil Probity Audit terhadap Sepuluh Paket Sampel

Berdasarkan penelitian pada sepuluh laporan

Page 12: JURNAL - itjen.pu.go.iditjen.pu.go.id/uploads/jurnal/JURNAL_AUDITOR_VOL_X... · dan Komunikasi Publik. Anggota Redaksi: ... Kepala Sub Bagian Komunikasi Publik, Penyunting/ Editor:

6 Jurnal Auditor, Volume X, No.19, Desember 2017

probity audit tahun 2011 sampai dengan tahun 2014 diketahui bahwa probity audit dapat mendeteksi adanya ketidaksesuaian pada proses pengadaan barang/jasa. Berdasarkan hasil analisis terhadap substansi laporan diketahui terdapat tiga jenis kelemahan utama dalam proses pengadaan barang/jasa, yaitu: (1) kelemahan harga perkiraan sendiri, (2) kelemahan dokumen pengadaan, (3) kelemahan dalam evaluasi penawaran dan kualifikasi, serta pembuktian kualifikasi.

Untuk menganalisis kebutuhan probity audit dalam proses pengadaan barang/jasa selain dilakukan analisis terhadap sepuluh paket yang menjadi sampel, juga dilakukan analisis terhadap laporan hasil audit pada pemeriksaaan rutin tahun berikutnya, dengan antara lain:1. Tidak terdapat temuan dalam proses

pengadaan barang/jasa; dan2. Tidak terdapat temuan kerugian negara

pada kegiatan pengadaan barang/jasa.

Langkah selanjutnya adalah menganalisis sepuluh paket yang dilakukan probity audit dengan paket yang tidak dilakukan probity audit dalam satu satker yang sama. Dilihat dari hasil post audit yang dilakukan pada Satker tersebut dapat disimpulkan bahwa walaupun dilakukan oleh panitia pengadaan yang sama tetapi untuk paket pekerjaan yang mendapatkan probity audit memiliki hasil pengadaan barang/jasa yang lebih baik, dibuktikan dengan tidak terdapatnya temuan dalam proses pengadaan barang/jasa, sedangkan pada paket yang tidak mendapatkan pendampingan probity audit terdapat temuan dalam proses pengadaan barang/jasa.

4.1.2. Analisis Laporan Hasil Audit terhadap Paket Sampel yang Tidak dilakukan Probity Audit

Hasil analisis terhadap substansi laporan hasil audit terhadap sepuluh paket yang dipilih

sebagai sampel, diketahui bahwa pada proses pengadaan barang/jasa terdapat tiga jenis kelemahan utama, yaitu: kelemahan HPS, kelemahan dokumen pengadaan, kelemahan dalam Evaluasi Penawaran dan Kualifikasi, serta pembuktian kualifikasi. Berdasarkan hasil analisis terhadap sepuluh paket sampel yang dilakukan probity audit dan sepuluh paket sampel yang tidak dilakukan probity audit, disimpulkan bahwa probity audit perlu untuk dilakukan karena probity audit dapat mendeteksi penyimpangan secara dini dan mencegah terjadinya penyimpangan.

Berdasarkan kuesioner yang disebarkan kepada auditor probity, seluruhnya atau 100% probity auditor menyatakan bahwa probity audit perlu dilakukan agar dapat meminimalisir terjadinya penyimpangan, serta mendeteksi secara dini potensi penyimpangan yang mungkin muncul dikemudian hari. Sedangkan Satuan Kerja objek dari probity audit yang menjadi responden seluruhnya (100%) menyatakan bahwa probity audit perlu dilakukan agar pelaksana pekerjaan memiliki dasar dalam menyusun RPB (Rencana Perkiraan Biaya), dan lebih percaya diri dalam melakukan pelelangan.

Seperti kita ketahui akhir-akhir ini banyak pengguna anggaran atau pelaksana kegiatan merasa gamang dan khawatir untuk menjalankan program pembangunan demi mencapai angka penyerapan anggaran yang optimal hanya karena takut bermasalah dengan hukum. Probity audit dapat dilakukan dalam rangka menjalankan peran assurance dan consulting dalam proses pengadaan barang/jasa. Probity audit dapat memberikan masukan yang dapat memelihara dan meningkatkan kualitas tata kelola penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah. Inspektorat Jenderal dapat menjadi mitra yang baik bagi auditi supaya dapat memperbaiki kinerja dan

Page 13: JURNAL - itjen.pu.go.iditjen.pu.go.id/uploads/jurnal/JURNAL_AUDITOR_VOL_X... · dan Komunikasi Publik. Anggota Redaksi: ... Kepala Sub Bagian Komunikasi Publik, Penyunting/ Editor:

7Jurnal Auditor, Volume X, No.19, Desember 2017

kualitas Kementerian PUPR di semua bidang secara bersama-sama.

4.2. Analisis Pelaksanaan Probity Audit yang dilaksanakan oleh Kementerian PUPR

Dilakukan analisis terhadap pelaksanaan probity audit untuk memberi keyakinan bahwa pelaksanaan pengadaan barang/jasa telah dilakukan oleh pelaksana pengadaan berdasarkan prinsip-prinsip probity.

Analisis dilakukan dengan membandingan pelaksanaan probity audit dengan standar pedoman yang berlaku yaitu Peraturan Kepala (Perka) BPKP Nomor: PER-362/K/D4/2012 tentang Pedoman Probity Audit Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Bagi APIP. Ruang lingkup perbandingan antara lain pada dasar hukum pelaksanaan, kriteria paket pekerjaan yang dilakukan probity audit, tahapan pelaksanaan audit, jangka waktu dan biaya pelaksanaan, auditor yang melaksanakan probity audit, serta hasil pelaksanaan probity audit.

Berdasarkan penelaahan dokumen terkait dengan probity audit seperti Surat Keputusan Inspektur Jenderal Kementerian PUPR, Surat Perintah Tugas (SPT), Laporan hasil probity audit dan hasil pengisian kuesioner oleh auditor yang melaksanakan probity audit serta auditi yang menjadi objek probity audit, didapatkan data-data sebagai berikut:

1. Dasar hukum pelaksanaan probity audit.

Kementerian PUPR belum memiliki standar atau pedoman yang sama dalam pelaksanaan probity audit. Berdasarkan kuesioner yang diisi oleh dua belas orang probity auditor, diketahui bahwa masing-masing auditor memiliki pedoman yang berbeda dalam melakukan probity audit.

Seperti kita ketahui, standar audit adalah ukuran mutu minimal atau kriteria untuk melakukan kegiatan audit intern yang wajib dijadikan pedoman oleh pimpinan APIP dan auditor agar pelaksanaan audit berkualitas. Jika probity audit dilaksanakan berdasarkan standar audit yang sama maka siapapun auditor yang melaksanakan audit diharapkan dapat menghasilkan mutu audit yang sama. Jika auditor dalam penugasannya tidak mengetahui harus memakai standar audit atau pedoman yang mana maka mutu hasil audit tidak akan sama. Hasil penelitian oleh Shead (2001) menyatakan pada instansi tempat dilakukannya penelitian tidak memiliki standar profesional yang mengatur probity audit (tidak seperti kebanyakan jenis audit yang lain). Maka penting bagi lembaga/instansi untuk memiliki pemahaman yang jelas tentang manfaat dan keterbatasan probity audit, serta keterampilan dan pengalaman yang diperlukan dari auditor yang melaksanakan probity audit (Shead, 2001).

2. Paket pekerjaan yang dilakukan probity audit.

Mandat dari pelaksanaan probity audit bisa berasal dari dua pihak, yaitu permintaan dari Satuan Kerja pelaksana kegiatan atau keharusan dari Inspektorat Jenderal. Terhadap mandat pertama, biasanya Satuan Kerja mengajukan permintaan kepada Inspektorat Jenderal untuk melakukan probity audit karena menilai pekerjaan yang ditanganinya berisiko tinggi dan bersifat kompleks. Mandat kedua karena keharusan dari Inspektorat Jenderal, biasanya terkait dengan nilai kegiatan yang cukup besar. Batas minimal nilai paket yang di-probity-pun terus meningkat tiap periodenya, yaitu senilai>Rp25 miliar (tahun 2010-2011), senilai>Rp50 miliar (tahun 2014) dan senilai >Rp100 miliar (tahun 2015).

Page 14: JURNAL - itjen.pu.go.iditjen.pu.go.id/uploads/jurnal/JURNAL_AUDITOR_VOL_X... · dan Komunikasi Publik. Anggota Redaksi: ... Kepala Sub Bagian Komunikasi Publik, Penyunting/ Editor:

8 Jurnal Auditor, Volume X, No.19, Desember 2017

Hal ini sesuai dengan Perka BPKP Nomor: PER-62/K/D4/2012 yang menyatakan bahwa kriteria paket pekerjaan pengadaan barang/jasa yang dapat dilakukan probity audit antara lain: pekerjaan bersifat kompleks dan berisiko tinggi; serta nilai paket pekerjaan yang relatif besar bila dibandingkan dengan nilai paket pekerjaan yang lain.

3. Tahapan pelaksanaan probity auditBerdasarkan Peraturan Kepala BPKP Nomor: PER-362/K/D4/2012, probity audit dapat dilakukan mulai dari proses identifikasi kebutuhan sampai dengan barang/jasa dimanfaatkan atau hanya beberapa tahapan terpilih dari suatu proses pengadaan barang/jasa. Namun berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu Direktur BPKP, probity audit dilakukan hanya pada tahapan tertentu yang memiliki risiko, yaitu kemungkinan terjadinya penyimpangan pada tahapan lainnya. Penyimpangan dapat terjadi pada tahapan sebelum atau sesudah tahap yang dilakukan probity, sehingga proses probity audit menjadi tidak optimal, akibatnya pengawalan terhadap proses pengadaan barang/jasa menjadi tidak sempurna.

Berdasarkan wawancara dan isian kuesioner dari auditor diketahui bahwa probity yang dilakukan hanya pada tahapan tertentu saja. Biasanya audit dilakukan pada tahapan sebelum lelang karena dinilai paling berisiko, sehingga jika dilakukan probity audit maka diharapkan tahapan selanjutnya dapat berjalan dengan baik. Keterbatasan sumber daya, baik jumlah auditor, waktu maupun biaya maka Itjen Kementerian PUPR belum dapat melaksanakan probity audit secara keseluruhan.

4. Waktu dan biaya pelaksanaan probity audit.

Terkait dengan pelaksanaan probity audit yang dilaksanakan hanya pada tahap tertentu saja

maka jangka waktu pelaksanaannya cukup singkat, yaitu lima hari kerja dan biaya auditnya berasal dari anggaran Inspektorat Jenderal.

Pada dasarnya proses probity audit merupakan kegiatan yang berkesinambungan, tidak seperti audit pada umumnya, probity auditor dapat datang berkali-kali tergantung kebutuhan. Jangka waktu pelaksanaannya juga panjang bahkan dapat berbulan-bulan, tergantung dari jadwal proses pengadaan barang/jasa, karena tujuannya adalah untuk mengawal proses pengadaan dari mulai proses perencanaan sampai dengan pemanfaatannya. Berdasarkan hasil pengisian kuesioner dari auditi, dikatakan bahwa terkadang waktu pelaksanaan probity audit kurang tepat. Audit dilakukan pada saat pengadaan sedang berlangsung, sehingga berpotensi menghambat pelaksanaan pekerjaan. Oleh karena itu sebaiknya pengalokasian waktu probity audit dikaji kembali agar dapat mencapai tujuan dan sasaran.

Biaya audit yang merupakan tanggung jawab Inspektorat Jenderal dinilai sudah tepat untuk menghindari risiko independensi auditor dalam melaksanakan tugasnya jika biaya ditanggung oleh pihak auditi (Ryan and Ng, 2002). Ketentuan pembiayaan tersebut juga telah sesuai dengan Peraturan Kepala BPKP Nomor: PER-362/K/D4/2012, yaitu biaya sehubungan dengan pelaksanaan probity audit dianggarkan dalam dokumen anggaran unit kerja yang melakukan probity audit atau dokumen anggaran instansi yang melaksanakan fungsi pengawasan internal.

5. Pelaksana probity audit.Berdasarkan wawancara dengan Sekretaris Itjen Kementerian PUPR, jumlah auditor yang mendapat penugasan untuk melakukan probity audit jumlahnya masih sangat terbatas. Dari

Page 15: JURNAL - itjen.pu.go.iditjen.pu.go.id/uploads/jurnal/JURNAL_AUDITOR_VOL_X... · dan Komunikasi Publik. Anggota Redaksi: ... Kepala Sub Bagian Komunikasi Publik, Penyunting/ Editor:

9Jurnal Auditor, Volume X, No.19, Desember 2017

keseluruhan auditor yang dimiliki Kementerian PUPR hanya 10.27% atau sekitar 15 dari 146 orang auditor yang pernah melakukan probity audit. Auditor-auditor tersebut dinilai memiliki kompetensi yang cukup, antara lain: pendidikan minimal S1; memiliki sertifikat jabatan auditor dan keahlian bidang pengadaan barang/jasa ditandai dengan sertifikat keahlian bidang pengadaan barang/jasa pemerintah; memiliki pengalaman yang cukup dalam pengadaan barang/jasa; independen; objektif; serta memiliki integritas.

Berdasarkan hasil isian kuesioner beberapa auditor, ada auditor yang masih sulit untuk membedakan antara probity audit dengan pendampingan pengadaan barang/jasa maupun audit lainnya. Hasil penelitian Ryan dan Ng (2001), menyatakan bahwa konsep probity audit belum sepenuhnya didefinisikan dengan baik, beberapa responden mengalami kesulitan membedakannya dengan kegiatan audit internal yang biasa mereka lakukan. Kurangnya pemahaman auditor terhadap probity audit disebabkan tidak adanya pedoman yang dapat dijadikan landasan terhadap pelaksanaan kegiatan, dan kurangnya sosialisasi dari instansi.

6. Hasil probity audit.Apabila dari kesimpulan hasil audit terdapat ketidaksesuaian dengan ketentuan dan pelanggaran terhadap prinsip probity, auditor menyampaikan kondisi yang ada kepada pihak yang bertanggungjawab terhadap ketidaksesuaian proses tersebut untuk dilakukan koreksi atau perbaikan. Laporan hasil probity audit disampaikan kepada Pejabat Eselon 1 dan pengendalian tindak lanjut terhadap rekomendasi menjadi kewenangannya.

Tidak ada tindak lanjut yang wajib diberikan kepada Inspektorat Jenderal dan tidak ada

sanksi bagi auditi yang tidak menjalankan rekomendasi tersebut seperti yang berlaku pada audit rutin. Akibatnya Inspektorat Jenderal tidak memiliki dokumentasi terhadap rekomendasi yang diberikan, apakah dilaksanakan atau tidak, jika dilaksanakan sudah sampai mana pelaksanaannya atau apakah tindak lanjut yang dilakukan sudah sesuai dengan rekomendasi yang diberikan. Berdasarkan Perka BPKP Nomor: 362/K/D4/2012, tindak lanjut yang dilakukan oleh auditi disampaikan atau diberitahukan kepada auditor dan ditembuskan kepada Pimpinan Lembaga/Menteri/Institusi/Kepala Daerah bersangkutan.

Berdasarkan analisis terhadap dasar hukum pelaksanaan, kriteria paket pekerjaan, tahapan pelaksanaan audit, waktu dan biaya pelaksanaan, auditor yang melaksanakan probity audit, serta hasil audit, dapat disimpulkan bahwa probity audit yang dilakukan belum optimal, karena ada beberapa unsur yang belum sesuai dengan Perka BPKP Nomor: PER-362/K/D4/2012 tentang pedoman probity audit pengadaan barang/jasa pemerintah bagi APIP.

Pedoman ini penulis jadikan sebagai parameter terhadap ukuran optimal pelaksanaan probity audit karena keterbatasan literatur akademik yang membahas tentang probity audit. Tujuan dari pedoman ini adalah untuk meningkatkan integritas pelayanan publik melalui efektivitas hasil audit atas proses pengadaan barang/jasa yang berdasarkan pada peraturan dan prosedur pengadaan barang/jasa. Jika pelaksanaan probity audit telah sesuai dengan pedoman tersebut, diharapkan tujuan dilaksanakannya probity audit, yaitu meyakinkan bahwa pelaksanaan pengadaan barang/jasa telah dilakukan oleh pelaksana pengadaan berdasarkan prinsip probity, dapat tercapai.

Page 16: JURNAL - itjen.pu.go.iditjen.pu.go.id/uploads/jurnal/JURNAL_AUDITOR_VOL_X... · dan Komunikasi Publik. Anggota Redaksi: ... Kepala Sub Bagian Komunikasi Publik, Penyunting/ Editor:

10 Jurnal Auditor, Volume X, No.19, Desember 2017

Berdasarkan isian kuesioner oleh para auditor, diperoleh data bahwa 91.67% atau 11 dari 12 auditor probity merasa bahwa kegiatan probity audit yang dilakukan belum optimal dengan alasan antara lain belum adanya pedoman pelaksanaan, kegiatan belum dilakukan secara berkesinambungan, pelaksanaan hanya pada tahap tertentu, rekomendasi tidak bersifat wajib untuk dilaksanakan, kurangnya komitmen dari pimpinan dan kurangnya SDM auditor. Sedangkan dari sudut pandang auditi, mereka sepakat menilai bahwa pelaksanaannya belum optimal karena waktu dikeluarkannya rekomendasi dinilai cukup lama sehingga menghambat pelaksanaan proses pengadaan barang/jasa.

V. SIMPULAN DAN SARAN5.1. Simpulan1. Berdasarkan analisis dari pelaksanaan

probity audit di Kementerian PUPR ditemukan beberapa kelemahan, antara lain:a. Probity audit dinilai penting namun

belum menjadi perhatian utama. b. Belum ditetapkannya standar atau

pedoman yang sama terhadap pelaksanaan probity audit, mengakibatkan tidak adanya keseragaman dalam melakukan kegiatan sehingga belum didapatkan hasil mutu yang sama.

c. Terbatasnya sumber daya auditor yang mampu melakukan probity.

d. Mengingat keterbatasan SDM maka probity audit hanya dilakukan pada tahap tertentu. Hal ini tidak menyalahi pedoman Perka BPKP Nomor: PER-362/K/D4/2012, yang menyebutkan bahwa probity audit dapat dilakukan mulai dari proses identifikasi kebutuhan pengadaan sampai dengan barang/jasa dimanfaatkan atau hanya dilakukan pada tahapan tertentu dari suatu proses

pengadaan barang/jasa.e. Tidak ada pemantauan terhadap

pelaksanaan rekomendasi karena belum ada ketentuan yang mengatur tentang perlakuan terhadap rekomendasi yang diberikan, sehingga auditi tidak memberikan tindak lanjut dalam bentuk laporan tertulis.

2. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut:a. Probity audit diperlukan dalam

mengawal proses pengadaan barang/jasa pada Kementerian PUPR untuk memberikan keyakinan yang memadai atas ketaatan pada ketentuan; mampu mencegah dan mendeteksi dini pelanggaran terhadap peraturan; dapat meminimalisir terjadinya penyimpangan dan mendeteksi secara dini potensi penyimpangan yang mungkin muncul dikemudian hari; menjadi dasar bagi Satker untuk menentukan HPS dalam proses pengadaan barang/jasa dan memberikan percaya diri saat melakukan pelelangan.

b. Dengan adanya probity audit, auditor dapat menjalankan peran assurance dan consulting dalam proses pengadaan barang/jasa; memberikan masukan yang dapat memelihara dan meningkatkan kualitas tata kelola penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah; serta dapat memperbaiki kinerja dan kualitas Kementerian PUPR di semua bidang.

c. Probity audit yang dilaksanakan oleh Kementerian PUPR belum berjalan secara optimal didasarkan pada: 1) Dilihat dari dasar hukum pelaksanan,

jangka waktu dan biaya pelaksanaan, kriteria paket pekerjaan, auditor yang melaksanakan audit, dan hasil pelaksanaannya, masih ada beberapa

Page 17: JURNAL - itjen.pu.go.iditjen.pu.go.id/uploads/jurnal/JURNAL_AUDITOR_VOL_X... · dan Komunikasi Publik. Anggota Redaksi: ... Kepala Sub Bagian Komunikasi Publik, Penyunting/ Editor:

11Jurnal Auditor, Volume X, No.19, Desember 2017

poin yang belum sepenuhnya sesuai dengan pedoman pelaksanaan probity audit bagi APIP di Indonesia, yaitu Perka BPKP Nomor: PER-362/K/D4/2012.

2) Belum adanya pedoman pelaksanaan, kegiatan belum dilakukan secara berkesinambungan, pelaksanaan hanya pada tahap tertentu, rekomendasi tidak bersifat wajib untuk dilaksanakan, dan kurangnya SDM auditor.

3) Lamanya penyampaian rekomendasi sehingga menghambat pelaksanaan proses pengadaan barang/jasa.

5.2. SaranBeberapa saran terkait pelaksanaan probity audit di Kementerian PUPR antara lain:a. Meningkatkan komitmen pimpinan

terhadap pelaksanaan probity audit, baik dengan memasukkan probity audit dalam rencana kerja tahunan maupun mengoordinasikan ketersediaan SDM auditor dalam melaksanakan tugas dan fungsi Inspektorat.

b. Membuat standar atau pedoman pelaksanaan probity audit.

c. Meningkatkan kompetensi dan pemahaman auditor terhadap probity audit.

d. Melaksanakan probity audit secara keseluruhan mulai dari proses identifikasi kebutuhan sampai dengan pemanfaatan.

e. Melakukan monitoring tindak lanjut terhadap rekomendasi yang diberikan.

f. Melakukan survei kepuasan terhadap hasil probity audit baik kepada auditi maupun auditor.

g. Melakukan penelaahan terhadap probity audit yang dilakukan oleh Kementerian/Lembaga lain, sebagai bahan perbandingan terhadap manfaat yang didapatkan.

h. Mengambil sampel yang lebih banyak pada penelitian berikutnya agar penilaian

terhadap probity audit dapat lebih akurat, serta menilai suatu pekerjaan secara menyeluruh sampai dengan hasil pelaksanaan pekerjaan.

DAFTAR PUSTAKAAlim, H. N. (2015). Probity Audit, Fungsi

Auditor Internal Sebagai Quality Assurance. Jurnal Auditor , 7-15.

Amiruddin. (2012). Analisis Pola Pemberantasan Korupsi dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Jurnal Kriminologi Indonesia Vol.8 , 26-27.

Arens, A. A., Beasley, M. S., & Elder, R. (2010). Auditing and Assurance Service, An Integrated Approach, 19tn Edition. New Jersey: Prentice Hall.

Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia. (2013). Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia. Jakarta: Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia.

Aula. (2013, Mei 30). Diunduh dari http://aulakehidupan.blogspot.com/2013/05/ apip-dan-tupoksinya.html#

Australia National Audit Office. (2007). Fairness and Transparency In Purchasing Decisions, Probity in australian Goverment Procurement. Canberra: ANAO.

Badan Pemeriksa Keuangan. (2007). Peraturan BPK RI Nomor 1 Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara. BPK.

Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan. (2012). Peraturan Kepala BPKP Nomor: PER-362/K/D4/2012 tentang Pedoman Probity Audit Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Bagi Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP). Jakarta: BPKP.

Bahagia, S. N. (2011). Sistem Pengadaan Publik dan Cakupannya. Jurnal LKPP: Senarai, 8-25.

Blue Mountains City Council. (2009). Probity Audit Policy. Diunduh dari www.bmcc.nsw.au.gov.au

Page 18: JURNAL - itjen.pu.go.iditjen.pu.go.id/uploads/jurnal/JURNAL_AUDITOR_VOL_X... · dan Komunikasi Publik. Anggota Redaksi: ... Kepala Sub Bagian Komunikasi Publik, Penyunting/ Editor:

12 Jurnal Auditor, Volume X, No.19, Desember 2017

Edquist, C., Hommen, L., & Tsipouri, L. (2000). Public Technology Procurement And Inovation. New York: Kluwer Academic Publishers.

Heriyana. (2013, Mei 31). Diunduh dari https://akangheriyana.wordpress.com/ 2013/05/31/probity-audit-pengadaan-barangjasa-sebagai-salah-satu-solusi-bagi-manajemen-puncak-pemerintahan-da lam-menge va luas i -keb erhas i lan-pembangunan- dan- terwujudnya- good- goverment- governance-serta-salah-satu/

Independent Commision Againts Corruption. (1996). Probity Auditing: When, Why, and How.

Independent Commision Againtst Corruption. (2011). Corruption Risk In NSW Government Procurement. NSW Australia: ICAC.

Independent Commission Against Corruption. Governance and Internal Control in Non-Governmental Organisations. Hong Kong: ICAC.

Indonesia Procurement Watch. (2009). Toolkit Anti Korupsi. Jakarta: Indonesia Procurement Watch.

Indonesia, P. R. (2004). Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaaan Pengelolaan dan Tanggung jawab Keuangan Negara. Jakarta.

Inspektorat Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum. (2015). Laporan Kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian PU Tahun 2014. Jakarta: Inspektorat Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum.

Kementerian Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara. (2008). Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: PER/05/M.PAN /03/ 2008. Jakarta.

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. (2015). Peraturan Menteri PUPR Nomor 15 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Kementerian PUPR.

Kementerian Pekerjaan Umum. (2015). Laporan Kinerja Kementerian PU 2014. Jakarta: Kementerian PU.

Komisi Pemberantasan Korupsi. (2015). Laporan Tahunan 2014. Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi.

Mulyadi. (2011). Auditing. Jakarta: Salemba Empat.

Nugroho, P. D. (2012). Mengenal Probity Audit.Organisation for Economic Co-Operation and

Development. (2007). Integrity in Public Procurement, Good Practice From A to Z. OECD.

Organisation for Economic Co-Operation and Development. (2009). OECD Principles For Integrity In Public Procurement. OECD.

Pemerintah Republik Indonesia. (2012). Peraturan Presiden Nomor 70 Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa. Jakarta.

Pemerintah Republik Indonesia. (2010). Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Jakarta.

Pemerintah Republik Indonesia. (1999). Tindak Pidana Korupsi. Jakarta: Lembaran Negara Republik Indonesia.

Procurement Transformation Division. (2014). Procurement guidance: Use of probity auditors and advisors in procurement. Queensland: The State of Queensland, Department of Housing and Public Works.

Queensland Government Chief Procurement Officer. (2011). Procurement Guidelines. Queensland: Queensland Government Chief Procurement Officer.

Queensland Purchasing, Depertment of Public Works. (2006). Ethics, Probity and Accountability in Procurement. Queensland: Queensland Purchasing, Depertment of Public Works.

Rai, I. G. (2008). Audit Kinerja Pada Sektor Publik, Konsep, Praktik, Studi Kasus.

Page 19: JURNAL - itjen.pu.go.iditjen.pu.go.id/uploads/jurnal/JURNAL_AUDITOR_VOL_X... · dan Komunikasi Publik. Anggota Redaksi: ... Kepala Sub Bagian Komunikasi Publik, Penyunting/ Editor:

13Jurnal Auditor, Volume X, No.19, Desember 2017

Jakarta: Salemba Empat.Ryan, C., & Ng, C. (2002). Australian Auditors-

General Involvement in Probity Auditing: Evidence and Implication. Queensland.

Ryan, C., & Ng, C. (2001). The practice of probity audits in one Australian. Managerial Auditing Journal , 69-75.

Shead, B. (2001). Probity Auditing: Keeping the Bureaucrats Honest? Australia: National Council of the Institute of Public Administration, Australia 2001.

Soesatyo, B. (2012). Diunduh dari http://www.wa-iki.blogspot.com/2012/01/ korupsi-dalam-pengadaan-barang-dan-jasa.html

Thai, K. V. (2009). International handbook of public procurement. CRC Pres.

The Institute of Internal Auditors. (2013). Quality Assessment Manual 6th Edition. The Institute of Internal Auditors Research Foundation.

The Institute of Internal Auditors. Quality Assessment Manual. 5th Edition. The Institute of Internal Auditors.

Transparency International. (2014, Desember 06). Diunduh dari http:// www.ti. or.id/ index.php/publication/ 2014/ 12/06corruption- p e r c e p t i o n s -index-2014

Transparency International. (2006). Buku Panduan Mencegah Korupsi Dalam Pengadaan Barang dan Jasa Publik. Berlin: Transparency International.

Yin, R. K. (1996). Case Study Research : Design And Methods.

Yudanti, W. S. (2015). Analisis Perbedaan Tingkat Penyimpangan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah pada Instansi yang Menerapkan dan yang Tidak Menerapkan Probity Audit. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti.

Zulkarnain, A. (2011). Bukan Watchdog, Konsultan, Juga Bukan Katalis! Tapi Pengawas Intern. Jakarta: BPKP.

Page 20: JURNAL - itjen.pu.go.iditjen.pu.go.id/uploads/jurnal/JURNAL_AUDITOR_VOL_X... · dan Komunikasi Publik. Anggota Redaksi: ... Kepala Sub Bagian Komunikasi Publik, Penyunting/ Editor:

14 Jurnal Auditor, Volume X, No.19, Desember 2017

Page 21: JURNAL - itjen.pu.go.iditjen.pu.go.id/uploads/jurnal/JURNAL_AUDITOR_VOL_X... · dan Komunikasi Publik. Anggota Redaksi: ... Kepala Sub Bagian Komunikasi Publik, Penyunting/ Editor:

15Jurnal Auditor, Volume X, No.19, Desember 2017

VERIFIKASI OUTPUT DAK REIMBURSTMENT LOAN 8438-ID

(SEBUAH KEGIATAN KONSULTANSI AUDITOR INSPEKTORAT JENDERAL)

Oleh :

Elbert Marangkup H, ST., MT **) Korwil Sumsel, Babel dan Lampung, Inspektorat I, Inspektorat Jenderal Kementerian PUPR

Alamat Kantor : Jl.Pattimura No 20 Gd.Menteri Lt.15 Kebayoran Baru, Jakarta Selatanemail : [email protected]

Ir. Djoko Mursito, Dipl.SE, MM **) Inspektur I, Inspektorat Jenderal Kementerian PUPR

Alamat Kantor : Jl.Pattimura No 20 Gd.Menteri Lt.15 Kebayoran Baru, Jakarta Selatanemail : [email protected]

ABSTRAK

Dana Alokasi Khusus Bidang Infrastruktur atau yang biasa disebut DAK Bidang Infrastruktur, adalah dana yang bersumber dari APBN, yang diterus alokasikan kepada Daerah tertentu

dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Berdasarkan Surat Menteri Keuangan S-584/Mk.07/2010 tanggal 23 November 2010 BPKP diminta menjadi Verification Agent untuk proyek Pemerintah Daerah dan desentralisasi, sedangkan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

sebagai kementerian teknis yang mengelola infrastruktur di bidang jalan, sumber daya air, perumahan dan keciptakaryaan mendapat tugas untuk mendefinisikan apakah output kegiatan

sudah memenuhi syarat Dana Alokasi Khusus tertuang dalam lampiran verification arangement. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah nomor 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, Auditor Inpektorat Jenderal diberi tugas untuk melaksanakan kegiatan audit, reviu, evaluasi, pemantauan dan kegiatan pengawasan lainnya. Verifikasi output Dana Alokasi Khusus

Reimburstment yang setiap tahun dilaksanakan bersama dengan BPKP merupakan salah satu kegiatan konsultansi Auditor Inpektorat Jenderal. Tugas Auditor Inpektorat Jenderal dalam kegiatan tersebut adalah memberikan konsultansi teknis kepada BPKP terkait available atau tidaknya output dana DAK yang dilaksanakan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Untuk itu diperlukan

auditor dengan latar belakang teknik yang memadai agar konsultansi teknis yang diberikan memadai dan dapat dipertanggungjawabkan.

Kata Kunci : Dana Alokasi Khusus, Konsultansi, Verifikasi.

Page 22: JURNAL - itjen.pu.go.iditjen.pu.go.id/uploads/jurnal/JURNAL_AUDITOR_VOL_X... · dan Komunikasi Publik. Anggota Redaksi: ... Kepala Sub Bagian Komunikasi Publik, Penyunting/ Editor:

16 Jurnal Auditor, Volume X, No.19, Desember 2017

I. PENDAHULUAN Sesuai dengan pengertiannya, Dana Alokasi Khusus Bidang Infrastruktur yang selanjutnya disebut DAK Bidang Infrastruktur, adalah dana yang bersumber dari APBN, yang dialokasikan kepada Daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional, terutama untuk membiayai kebutuhan prasarana dan sarana guna memenuhi kebutuhan masyarakat yang belum mencapai Standar Pelayanan Minimal atau untuk mendorong percepatan pembangunan daerah (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 47 tahun 2015). Sedangkan yang dimaksud dengan Infrastruktur Bidang Pekerjaan Umum dibagi menjadi:1. Subbidang Jalan; 2. Subbidang Infrastruktur Irigasi;3. Subbidang Air Minum dan Subbidang

Sanitasi; serta4. Subbidang Perumahan.

Perencanaan DAK Infrastruktur melalui Unit Organisasi yang membidangi masing-masing subbidang. Tahap pertama Direktorat Jenderal Bina Marga, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Direktorat Jenderal Cipta Karya dan Direktorat Jenderal Penyediaan Perumahan, masing-masing menyiapkan dokumen Perencanaan Jangka Menengah DAK Bidang Infrastruktur, dan Sekretariat Jenderal c.q. Biro Perencanaan Anggaran dan Kerjasama Luar Negeri menyusun dokumen Rencana Strategis DAK Bidang Infrastruktur untuk kurun waktu 5 (lima) tahun. Rencana Strategis bidang DAK Infrastruktur ini dapat ditinjau kembali dan disesuaikan dengan target dan sasaran serta isu strategis yang berkembang. Sesuai dengan perencanaan awal maka Pemerintah Daerah harus menyusun Dokumen Perencanaan yang mengacu pada RPJMN, RPJMD, dan Renstra Kementerian. Hal ini dimaksudkan agar

sinergi dalam pembangunan sesuai dengan konsep nawacita Presiden dapat terwujud bukan semata-mata berdasarkan keinginan pemangku jabatan di daerah. Sehingga seluruh Penyusunan Rencana Kegiatan (RK) dan usulan perubahannya harus mengacu pada Dokumen Perencanaan Bidang Infrastruktur yang telah disepakati.

Pemerintah telah menetapkan arah pembangunan infrastruktur dalam rangka mendukung implementasi Nawacita dan pencapaian Prioritas Nasional, dimana Prioritas Nasional pada penyelenggaraan masing-masing subbidang DAK adalah:1. Subbidang Jalan, yaitu meningkatkan

konektivitas nasional untuk meningkatkan integrasi fungsi jaringan jalan, meningkatkan akses-akses ke daerah potensial, membuka daerah terisolasi, terpencil, tertinggal, perbatasan serta kawasan pulau-pulau kecil dan terluar, serta pariwisata;

2. Subbidang Infrastruktur Irigasi, yaitu mendukung pemenuhan Kedaulatan Pangan yang pelaksanaannya dilakukan melalui kegiatan pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi untuk mencapai sasaran nasional rehabilitasi irigasi 3 juta ha, dan pembangunan irigasi 1 juta ha;

3. Subbidang Air Minum, yaitu meningkatkan jumlah Sambungan Rumah (SR) melalui optimalisasi sistem air minum terpasang (PDAM dan Sistem Penyediaan Air Minum Ibukota Kecamatan), penambahan kapasitas untuk Sistem Penyediaan Air Minum yang sudah mencapai kapasitas produksi maksimal serta pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum kawasan khusus di kawasan pulau-pulau kecil dan terluar, daerah rawan air, terpencil, tertinggal, serta perbatasan;

4. Subbidang Sanitasi, yaitu meningkatkan cakupan pelayanan sanitasi terutama

Page 23: JURNAL - itjen.pu.go.iditjen.pu.go.id/uploads/jurnal/JURNAL_AUDITOR_VOL_X... · dan Komunikasi Publik. Anggota Redaksi: ... Kepala Sub Bagian Komunikasi Publik, Penyunting/ Editor:

17Jurnal Auditor, Volume X, No.19, Desember 2017

untuk sarana pengelolaan air limbah, yang berupa sarana komunal maupun individual berbasis masyarakat dan/atau penambahan sambungan rumah terhadap sistem terpusat serta peningkatan kualitas sistem setempat; serta

5. Subbidang Perumahan, yaitu meningkatkan akses masyarakat terhadap rumah layak huni melalui peningkatan kualitas perumahan swadaya bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dalam rangka pencegahan perumahan dan kawasan permukiman kumuh di daerah tertinggal, perbatasan serta kawasan pulau-pulau kecil dan terluar.

Dengan adanya prioritas nasional tersebut maka Pemerintah Daerah berkewajiban untuk menyusun dokumen perencanaan yang sesuai dengan masing-masing subbidang sebagai berikut: 1. Pemerintah Provinsi harus menyusun

dokumen Perencanaan Bidang Infrastruktur khususnya untuk Subbidang Jalan dan Subbidang Infrastruktur Irigasi;

2. Pemerintah Kabupaten/Kota harus menyusun Dokumen Perencanaan Bidang Infrastruktur khususnya untuk Subbidang Jalan, Subbidang Infrastruktur Irigasi, Subbidang Air Minum, Subbidang Sanitasi, dan Subbidang Perumahan.

Sesuai dengan kewenangan Menteri PUPR dalam bidang Infrastruktur Menteri PUPR telah menetapkan Petunjuk pelaksanaan Dana DAK Infrastruktur melalui Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 47 tahun 2015 beserta dengan lampirannya.

II. PERAN MASING-MASING2.1. Peran Verification Agent dalam DAK Berdasarkan Surat Menteri Keuangan Nomor S-584/Mk.07/2010 tanggal 23 November 2010, BPKP diminta menjadi Verification

Agent untuk proyek Pemerintah Daerah dan desentralisasi. Kemudian pada tahun 2014 Pemerintah Indonesia menerima dana pinjaman dari IBRD dengan Loan Agreement Nomor 8438-ID tertanggal 27 November 2014 untuk pembiayaan dana desentralisasi bagi Pemerintah Daerah Tahap II. Kementerian Keuangan meminta BPKP untuk menjadi Verifier of Outputs. BPKP menerima hal ini dan membuat perjanjian pelaksanaan “Verification Arangement” dengan International Bank For Reconstruction And Development. Dalam perjanjian tersebut disebutkan tugas-tugas yang harus dilaksanakan oleh BPKP yaitu: 1. Memimpin pelaksanaan verifikasi dan

melaporkan output yang telah diverifikasi.2. Berdasarkan hasil verifikasi output

menyediakan penilaian dan rekomendasi pembayaran berdasarkan laporan verifikasi output.

3. Menyediakan informasi indikator outcome.

BPKP sebagai leader dalam verifikasi output DAK akan menyediakan program kerja yang seragam untuk verification agent di level Provinsi (Kantor Perwakilan BPKP). Kemudian BPKP akan melakukan verifikasi terhadap 20 % sampel dari total kontrak untuk setiap Pemerintah daerah yang ikut serta dalam program ini.

2.2. Peran Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

Sesuai dengan lampiran pada Verification Arangement, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mendapat tugas untuk mendefinisikan output yang memenuhi syarat DAK grants. Persyaratan tersebut ditetapkan dalam lampiran Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 47 tahun 2015, yaitu petunjuk teknis pelaksanaan masing-masing subbidang dan penetapan Reference Unit Cost (RUC) sesuai Verification Arangement pada pasal 6.2. Sesuai dengan

Page 24: JURNAL - itjen.pu.go.iditjen.pu.go.id/uploads/jurnal/JURNAL_AUDITOR_VOL_X... · dan Komunikasi Publik. Anggota Redaksi: ... Kepala Sub Bagian Komunikasi Publik, Penyunting/ Editor:

18 Jurnal Auditor, Volume X, No.19, Desember 2017

pasal 6.4.3. dalam pelaksanaan verifikasi BPKP melibatkan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat atau melibatkan ahli dalam bidang jalan, irigasi, air minum, dan sanitasi. Kemudian berdasarkan surat permintaan dari BPKP kepada Inspektur Jenderal, Auditor yang memiliki latar belakang teknik terkait dilibatkan sebagai tenaga kegiatan quality assurance verifikasi output bersama dengan BPKP Pusat dan BPKP Perwakilan. III. PELAKSANAAN DI LAPANGANSebagai tenaga quality assurance, auditor Inspektorat Jenderal dituntut untuk memahami beberapa tugas dalam pelaksanaan verifikasi dana DAK Reimburstment. Adapun beberapa hal yang dilakukan dalam kegiatan verifikasi di lapangan adalah sebagai berikut:1. Memberikan pemahaman tentang

perencanaan dan standar pelayanan minimal yang berlaku di Kementerian PUPR;

2. Memberikan advis teknis terhadap kaidah teknis yang berlaku umum dan fungsi dari pekerjaan yang telah terpasang;

3. Memberikan advis penggunaan Reference Unit Cost kepada SKPD dalam penyusunan rincian anggaran biaya yang dapat di reimburst dan tidak dapat di-reimburst (eligible dan non eligible);

4. Bersama dengan BPKP melakukan cek fisik untuk menilai pelaksanaan pekerjaan fisik di lapangan dan mendokumentasikannya.

Dari gambar 1 dapat dilihat bahwa dana DAK digunakan untuk membangun WTP guna memberi dukungan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di Kota Palembang. Setelah dilakukan pengecekan di lapangan, WTP tersebut telah berfungsi dan lokasi pembangunan WTP memang berada di dalam lingkungan perumahan masyarakat berpenghasilan rendah.

Gambar 1. Cek fisik fungsi dana DAK berupa dukungan SPAM untuk MBR

Gambar 2. IPAL Komunal di kampung padat penduduk

Pada gambar 2 terlihat pembangunan IPAL Komunal yang dibangun di sebelah pemakaman warga. Pembangunan ini dilakukan oleh Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang ditetapkan dengan Surat Keputusan Kelurahan yang berasal dari masyarakat sekitar. Muatan

Page 25: JURNAL - itjen.pu.go.iditjen.pu.go.id/uploads/jurnal/JURNAL_AUDITOR_VOL_X... · dan Komunikasi Publik. Anggota Redaksi: ... Kepala Sub Bagian Komunikasi Publik, Penyunting/ Editor:

19Jurnal Auditor, Volume X, No.19, Desember 2017

Gambar 3. Cek fisik fungsi IPAL Komunal A di kampung padat penduduk

lokal sangat terasa dari pembangunan tersebut, masyarakat dengan dana swadaya menambah atap diatas IPAL sebagai pelindung dari panas apabila ada pemakaman salah satu warga.

Pada gambar 3 terlihat pembangunan IPAL Komunal dibuat lebih tinggi dari lapangan. Hal ini dimaksudkan agar dapat difungsikan juga sebagai panggung bila ada kegiatan-kegiatan masyarakat yang biasa dilaksanakan di kampung tersebut, antara lain perkawinan dan gelar musik. Dengan adanya peran serta masyarakat dalam pembangunan maka dapat menumbuhkan rasa memiliki terhadap hasil pembangunan tersebut sehingga akan dijaga bersama oleh seluruh warga sebagai milik bersama, serta dapat langsung menjawab kebutuhan masyarakat, seperti kebutuhan tempat berkumpul ataupun panggung. Hal yang tidak kalah penting adalah bahwa tempat berkumpul warga tersebut tidak mengurangi kaidah teknis dan fungsi hasil pembangunan.

IV. PEMBAHASAN4.1. Hasil penilaian verifikasi outputBeberapa tim yang ditugaskan untuk menilai ouput dana DAK masih menemui beberapa kendala yang menyebabkan output dana DAK tidak available, antara lain:1. Pekerjaan ganda, seperti pekerjaan yang

diverifikasi ternyata sudah dilakukan oleh PDAM pada tahun sebelumnya.

2. Tidak terpenuhinya kaidah teknis penggunaan pipa. Salah satu contoh adanya pemasangan pipa secara terbuka yang menggunakan pipa pvc dan tanpa pelindung.

3. Ketidakjelasan penerima manfaat dari kegiatan yang dilaksanakan. Sebagai contoh untuk instalasi SPAM, seharusnya ditempatkan pada permukiman masyarakat berenghasilan rendah (MBR), tetapi pelayanannya hanya sampai hidran umum (HU) sedangkan untuk sambungan rumah (SR) menjadi tanggung jawab PDAM.

4. Terjadi perubahan spesifikasi tanpa ada persetujuan Kementerian Teknis. Contohnya jalan direncanakan menggunakan lapis AC-BC namun dalam pelaksanaannya diganti menjadi jalan tanah.

4.2. Pertanyaan di lapanganDalam pelaksanaan verifikasi output DAK Reimburstment terdapat beberapa pertanyaan yang timbul dari SKPD kepada tim Inspektorat Jenderal karena menurut pemahaman mereka: ”Kementerian PUPR sebagai penyusun RUC harus dapat menjamin atas setiap item pembayarannya”. Berdasarkan pengalaman pelaksanaan verifikasi yang sering menjadi pertanyaan SKPD adalah sebagai berikut:1. Item pembayaran RUC tidak lengkap. Masih adanya item pekerjaan yang belum di

akomodasi dalam RUC membuat beberapa item tidak dapat di-reimburst.

2. Verifikasi terhadap Item pembayaran yang

Page 26: JURNAL - itjen.pu.go.iditjen.pu.go.id/uploads/jurnal/JURNAL_AUDITOR_VOL_X... · dan Komunikasi Publik. Anggota Redaksi: ... Kepala Sub Bagian Komunikasi Publik, Penyunting/ Editor:

20 Jurnal Auditor, Volume X, No.19, Desember 2017

lebih/kurang dari RUC. Berdasarkan penelaahan terhadap rincian

anggaran biaya didapati adanya item pembayaran yang kurang dari RUC. Untuk item pekerjaan yang kurang dari RUC maka digunakan harga sesuai dengan kontrak untuk reimburst, sedangkan untuk item pembayaran yang lebih dari RUC maka nilai tertinggi reimburst adalah sesuai dengan RUC.

3. Kaidah teknis dan fungsi pelaksanaan di lapangan.

Untuk setiap pekerjaan yang tidak sesuai dengan kaidah teknis dan fungsinya maka tim Inspektorat Jenderal harus dapat menentukan apakah hasil pekerjaan lapangan eligible atau not eligible.

4. Penyesuaian terhadap satuan yang berbeda dengan RUC.

Masih adanya rincian anggaran biaya yang satuannya berbeda dengan RUC. Dalam hal ini tim dapat menyarankan kepada SKPD untuk menyesuaikan satuan apabila memungkinkan dengan konversi atau hal lain yang sesuai dengan kaidah teknis.

Gambar 4. Diskusi antara Itjen, Ketua KSM, BPKP, dan pihak World Bank

V. REKOMENDASI & KESIMPULAN5.1. Rekomendasi terhadap penggunaan

Reference Unit Cost (RUC)1. Perlu adanya penambahan dalam RUC

antara lain tiang pancang; Pipa dengan diameter > 10 inch.

2. Perlu adanya perbaikan atas adanya harga yang berbeda untuk item yang sama dalam RUC yaitu lapis resap pengikat pada bahu jalan dan badan jalan.

3. Perbaikan perencanaan kedepan karena pelaksanaan di lapangan belum mengacu seluruhnya kepada RUC. Hal ini terjadi karena orang yang ditugaskan untuk sosialisasi RUC bukan orang yang membuat perencanaan kegiatan.

5.2. Kesimpulan 1. Kelemahan-kelemahan dalam penyusunan

Reference Unit Cost belum dapat diselesaikan di lapangan, sehingga kebijakan di lapangan masih diperlukan karena belum seluruh item pekerjaan terakomodasi dalam RUC.

2. Kelemahan-kelemahan yang terjadi menjadi dasar dalam revisi RUC yang ditetapkan setiap tahunnya oleh Kementerian PUPR.

3. Dengan adanya agenda verifikasi output yang masih akan terus berjalan dengan BPKP, diharapkan Auditor Inspektorat Jenderal mampu melaksanakan tugasnya sebagai tenaga teknik yang mampu untuk memberikan penilaian teknis dan fungsi suatu pekerjaan.

DAFTAR PUSTAKAPeraturan Pemerintah Nomor 60 tahun

2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 47/PRT/M/2015 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Infrastruktur.

Reference Unit Cost (2016) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Page 27: JURNAL - itjen.pu.go.iditjen.pu.go.id/uploads/jurnal/JURNAL_AUDITOR_VOL_X... · dan Komunikasi Publik. Anggota Redaksi: ... Kepala Sub Bagian Komunikasi Publik, Penyunting/ Editor:

21Jurnal Auditor, Volume X, No.19, Desember 2017

Page 28: JURNAL - itjen.pu.go.iditjen.pu.go.id/uploads/jurnal/JURNAL_AUDITOR_VOL_X... · dan Komunikasi Publik. Anggota Redaksi: ... Kepala Sub Bagian Komunikasi Publik, Penyunting/ Editor:

22 Jurnal Auditor, Volume X, No.19, Desember 2017

Page 29: JURNAL - itjen.pu.go.iditjen.pu.go.id/uploads/jurnal/JURNAL_AUDITOR_VOL_X... · dan Komunikasi Publik. Anggota Redaksi: ... Kepala Sub Bagian Komunikasi Publik, Penyunting/ Editor:

23Jurnal Auditor, Volume X, No.19, Desember 2017

PERANCANGAN CAMPURAN ADUKAN DAN PENGUJIAN BETON SEGAR

SELF COMPACTING CONCRETE (SCC)

Oleh :

Arif Budiyono, ST, M. Eng, QIA **) Auditor Pada Inspektorat III, Inspektorat Jenderal Kementerian PUPR

Alamat Kantor: Jl. Pattimura Gd. Menteri Lt. 16, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12120Email: [email protected]

I Made Parindra Wibawa, ST, M. Eng **) Auditor Pada Inspektorat II, Inspektorat Jenderal Kementerian PUPR

Alamat Kantor: Jl. Pattimura Gd. Menteri Lt. 15, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12120Email: [email protected]

ABSTRAK

Kebutuhan akan beton yang memiliki ketahanan dan kekuatan tinggi saat ini terus meningkat. Untuk menghasilkan struktur beton yang tahan lama diperlukan pemadatan yang cukup oleh pekerja yang terampil. Namun penurunan jumlah tenaga terampil menyebabkan penurunan

kualitas pekerjaan konstruksi. Karena itu diperlukan solusi untuk mengatasi hal tersebut, yaitu beton yang tidak memerlukan pemadatan.

Perancangan adukan atau Mix Design SCC (Self Compacting Concrete) harus memenuhi semua kriteria kinerja beton dalam kondisi segar dan mengeras. Pada saat beton sudah mengeras harus memenuhi spesifikasi, kinerja, produksi dan kesesuaian beton sesuai standar. Dalam merancang

campuran beton, proporsi komponen utama lebih mudah mengacu kepada volume daripada massa.

Self Compacting Concrete harus memiliki tingkat workabilitas yang baik, yaitu harus memenuhi kriteria-kriteria Filling Ability, Passing Ability dan Segregation-Resistence.

Kata Kunci : Self Compacting Concrete, Mix Design, Filling Ability, Passing Ability, Segregation-Resistence

Page 30: JURNAL - itjen.pu.go.iditjen.pu.go.id/uploads/jurnal/JURNAL_AUDITOR_VOL_X... · dan Komunikasi Publik. Anggota Redaksi: ... Kepala Sub Bagian Komunikasi Publik, Penyunting/ Editor:

24 Jurnal Auditor, Volume X, No.19, Desember 2017

I. PENDAHULUAN1.1. UmumKebutuhan akan beton yang memiliki ketahanan dan kekuatan tinggi saat ini terus meningkat. Untuk menghasilkan struktur beton yang tahan lama, diperlukan pemadatan yang cukup oleh pekerja yang terampil. Namun penurunan jumlah tenaga terampil menyebabkan pula penurunan kualitas pekerjaan konstruksi. Karena itu diperlukan solusi untuk mengatasi hal tersebut, yaitu beton yang dapat memadat sendiri hingga memenuhi setiap sudut cetakan, murni akibat berat sendiri dan tidak memerlukan pemadatan (Okamura dan Ouchi, 1999).

Beton yang dapat memadat sendiri dikenal dengan self compacting concrete (SCC). Beberapa keuntungan penggunaan SCC antara lain: tidak diperlukan penggetaran beton segar sewaktu penempatan pada cetakan, penempatan beton lebih mudah, penempatan beton segar lebih cepat dan lebih efisien sehingga total waktu pengecoran berkurang, konsumsi energi berkurang, jumlah pekerja yang diperlukan bisa dikurangi, serta lingkungan bekerja yang lebih sehat dan aman bisa didapat.

Saat SCC telah mengeras maka: penempatan beton dengan kualitas tinggi dapat diraih, tanpa tergantung keterampilan pekerja; didapat ikatan yang kuat antara beton dan tulangan, walau pada tulangan yang rapat sekalipun; didapat permukaan beton berkualitas tinggi tanpa finishing lebih lanjut; permukaan beton lebih baik; permukaan tembok lebih halus dan lantai lebih datar sehingga tidak diperlukan lagi finishing; ketahanan struktur meningkat; serta biaya perawatan berkurang.

High range water reducer diperlukan untuk menghasilkan self compacting concrete dengan workability dan flowability yang

tinggi. Diperlukan juga penambahan filler yang berupa fly ash, silica fume ataupun limestone dalam pelaksanaan underwater concreting untuk meningkatkan homogenitas dan viskositas beton segar. Self Compacting Concrete mensyaratkan kemampuan mengalir yang cukup baik pada beton segar tanpa terjadi segregasi, sehingga viskositas beton juga harus diperhatikan untuk mencegah terjadinya segregasi (Okamura dan Ozawa, 1994). Hubungan antara penggunaan superplasticizer dan sifat beton segar pada proses produksi self compacting concrete ditunjukkan pada gambar 1.

Gambar 1. Prinsip Dasar Proses Produksi Self-Compacting Concrete (Dehn dkk, 2000)

Menurut Dehn dkk. (2000), perkembangan kuat tekan beton yang tergolong self compacting concrete lebih cepat dibandingkan dengan beton normal yang menggunakan fly ash sebagai pozolan tetapi lebih lambat jika dibandingkan dengan beton normal yang tidak

Gambar 2. Perkembangan Kuat Tekan SCC (Dehn dkk, 2000)

Page 31: JURNAL - itjen.pu.go.iditjen.pu.go.id/uploads/jurnal/JURNAL_AUDITOR_VOL_X... · dan Komunikasi Publik. Anggota Redaksi: ... Kepala Sub Bagian Komunikasi Publik, Penyunting/ Editor:

25Jurnal Auditor, Volume X, No.19, Desember 2017

menggunakan pozolan, sehingga disarankan untuk menggunakan kuat tekan pada umur 56 hari sebagai tolok ukur pengujian. Hasil penelitian tersebut dapat dilihat pada gambar 2.

Karena “High Performance Concrete” didefinisikan sebagai beton dengan ketahanan tinggi akibat fas yang rendah oleh Professor Aïtcin, maka sejak itu kata “High Performance Concrete” digunakan di seluruh dunia untuk menggambarkan beton dengan ketahanan tinggi. Karena itu, untuk beton ini digunakan istilah “Self Compacting High Performance Concrete” (Okamura dan Ouchi, 2003).

Gambar 3. Perbandingan Campuran Regular Mix dan SCC

1.2. Contoh Bangunan dari SCCSetelah sukses diterapkan di Jepang, SCC mulai digunakan pada konstruksi atau produksi precast di seluruh dunia. Pengetesan terhadap fisik dan mekanis dari karakteristik SCC banyak dilakukan, diikuti dengan analisa ekonomi yang mengakui keunggulan SCC. Penggunaannya meluas dari bangunan infrastruktur yang besar (jembatan, terowongan, tangki, dan lain-lain) menjadi bangunan arsitektural, sehingga selain digunakan sebagai material struktur dan menahan beban juga sebagai beton arsitektural.Beberapa contoh bangunan arsitektural baru dan modern yang menggunakan SCC antara lain:

(1) Burj Dubai Struktur Burj Dubai mewakili seni dari

bangunan tinggi. Saat dibangun seluruh teknologi masa kini disatukan, termasuk teknologi produksi beton, dimana diperlukan tempat untuk 230.000 m3 beton segar. Oleh karenanya beton didesain menggunakan PC yang dikombinasi dengan silica fume, fly ash dan ground slag sehingga didapat beton dengan daya tahan tinggi dan kuat tekan akhir yang tinggi.

(2) Arlanda Airport Control Tower, Stockholm, Swedia

Total tinggi tower 83 m. Struktur pilarnya terdiri dari dua poros dengan dimensi berbeda yang ditunjukkan dengan desain dua-warna. Saat pelaksanaan konstruksi, bekisting bagian dalam dibangun dengan menggunakan crane, sementara scaffolding luar dan bekistingnya dibangun tersendiri. SCC digunakan untuk mencapai kecepatan pengecoran dari tinggi standar lantai h=3,27 m dalam 4 hari penggantian pemasangan bekisting dan untuk mencapai penempatan beton kualitas tinggi tanpa penggetaran.

Gambar 4. Burj Dubai (Ruža dan Vasović, 2009)

Page 32: JURNAL - itjen.pu.go.iditjen.pu.go.id/uploads/jurnal/JURNAL_AUDITOR_VOL_X... · dan Komunikasi Publik. Anggota Redaksi: ... Kepala Sub Bagian Komunikasi Publik, Penyunting/ Editor:

26 Jurnal Auditor, Volume X, No.19, Desember 2017

Diharapkan pada masa yang akan datang penggunaan SCC akan lebih luas dan akan lebih sering digunakan (Ruža dan Vasović, 2009).

II. MIX DESIGNMix design harus memenuhi semua kriteria kinerja beton dalam kondisi segar dan mengeras. Kriteria beton segar dapat dilihat pada BAB III, sedangkan saat beton sudah mengeras harus memenuhi spesifikasi, kinerja, produksi dan kesesuaian beton sesuai dengan standar. Dalam merancang campuran beton maka proporsi komponen utama lebih mudah mengacu pada volume daripada massa.

Untuk memastikan bahwa beton mampu mempertahankan sifat beton segar meskipun bahan baku sudah diantisipasi kualitasnya,

Gambar 5. Arlanda Airport Control Tower (Ruža dan Vasović, 2009)

disarankan untuk merancang beton secara konservatif. Sedangkan pada tahap perancangan juga harus diperhitungkan beberapa variasi kadar air suatu agregat. Salah satu cara yang tepat untuk mengimbangi fluktuasi variasi gradasi pasir dan kadar air agregat adalah dengan memodifikasi viskositas admixture. Pada saat perancangan awal juga diperlukan uji laboratorium untuk melakukan verifikasi karakteristik komposisi campuran beton, agar jika diperlukan atau belum memenuhi sepesifikasi teknis yang direncanakan maka komposisi campurannya dapat disesuaikan. Setelah semua persyaratan terpenuhi selanjutya campuran harus diuji dalam skala besar di pabrik atau di lokasi pekerjaan. Bila kinerja yang diharapkan tidak tercapai, maka perlu dipertimbangkan untuk merancang ulang campuran.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada saat muncul permasalahan, antara lain:1. Menambahkan atau menggunakan filler

type lain;2. Memodifikasi proporsi pasir atau agregat

kasar;3. Modifikasi viskositas jika belum masuk

kedalam campuran;4. Menyesuaikan dosis dan atau modifikasi

viskositas plastisizer;5. Menggunakan plastisizer lain yang sesuai

dengan bahan lokal; atau6. Menyesuaikan dosis bahan tambah untuk

merubah kadar air serta rasio air/semen.

Waktu pencampuran SCC pada umumnya lebih lama dari beton normal, sehingga waktu dan prosedur penambahan admixtures harus disepakati dengan supplier setelah percobaan (initial) penambahan admixtures dilaksanakan. Jika persyaratan rasio air/semen terpenuhi maka kadar airnya dapat divariasikan untuk beberapa modifikasi yang diperlukan.

Page 33: JURNAL - itjen.pu.go.iditjen.pu.go.id/uploads/jurnal/JURNAL_AUDITOR_VOL_X... · dan Komunikasi Publik. Anggota Redaksi: ... Kepala Sub Bagian Komunikasi Publik, Penyunting/ Editor:

27Jurnal Auditor, Volume X, No.19, Desember 2017

Saat produksi, karena SCC lebih sensitif terhadap variasi agregat maka pengujian gradasi dan kadar air agregat sebaiknya dilakukan lebih sering dari biasanya. Jika belum mempunyai pengalaman dalam merancang SCC maka dimungkinkan menambah personil untuk mengawasi semua aspek sejak awal produksi SCC. Karena fluktuasi pada awal produksi SCC, disarankan untuk melakukan workability test pada tiap muatan sampai didapatkan hasil yang konsisten dan memenuhi syarat. Selanjutnya, sebelum dikirim ke lokasi proyek, setiap batch harus diperiksa secara visual dan dilakukan pengujian rutin beberapa waktu sekali sesuai dengan standar. Proporsi campuran sebaiknya lebih sering dilakukan penyesuaian, khususnya kadar air tergantung pada kadar air agregat.

Mengacu kepada Spesification and Guidelines for Self Compacting Concrete yang dikeluarkan oleh European Federation of National Associations Representing (EFNARC) prosedur perancangan SCC dapat dilaksanakan sesuai bagan alir berikut:

Gambar 6. Bagan Alir Perancangan SCC (EFNARC)

Fig. 1 Effect of aggregate packing factor on compressive strength

off SCC

Secara garis besar prosedur pembuatan mix design beton SCC dengan contoh mutu beton 34,3 Mpa (5000 psi) untuk pembangunan adalah sebagai berikut:Data-data awal perancangan:a. Maksimum ukuran agregat : 25 mmb. BJ agregat padat : 2.65c. Berat volume lepas agregat kasar : 1500 kg/m3d. BJ agregat halus : 2,64e. Berat volume lepas agregat halus : 1404 kg/m3f. BJ semen : 3.15g. BJ FA : 2.15h. BJ GGBS : 2.92i. Ratio antara FA dan GGBS : 7:3j. Ratio Pasir/Split : 58/42k. BJ naphthalene-based sulfonates : 1.064l. Kadar udara SCC : 1.5%

Dari data diatas maka dapat dihitung kebutuhan bahan dengan cara berikut:1. Proporsi campuran SCC dengan fc’=34.3

MPa (5000 psi) untuk 28 hari.2. Mengasumsikan PF = 1.16

3. Menentukan berat agregat kasar dan agregat halus

Page 34: JURNAL - itjen.pu.go.iditjen.pu.go.id/uploads/jurnal/JURNAL_AUDITOR_VOL_X... · dan Komunikasi Publik. Anggota Redaksi: ... Kepala Sub Bagian Komunikasi Publik, Penyunting/ Editor:

28 Jurnal Auditor, Volume X, No.19, Desember 2017

4. Menentukan berat semen Menganggap bahwa setiap kg semen dapat

menyediakan kuat tekan 20 psi untuk SCC di 28 hari

Jumlah kebutuhan semen dari SCC C = 5000/20 = 250 kg/m3

5. Menentukan faktor air semen. Menurut pengalaman ready mix beton,

rasio air/semen SCC yang diproduksi dengan FA dan GGBS adalah kira-kira 0,43 untuk memperoleh fc’

6. Menentukan Berat FA dan GGBS

7. Menentukan kebutuhan air di SCC Berat air yang diperlukan pada pasta FA

Berat air yang diperlukan pada pasta GGBS

8. Menentukan dosis SP Kadar solid SP adalah 40% dan menurut

hasil penelitian sebelumnya dosis SP adalah 1.8% dari kadar binder campuran SCC.

Dosis SP adalah: WSP = 0.018 x (250 + 154 + 66) = 8.5 kg/m3

9. Penyesuaian kadar air campuran yang diperlukan dalam beton SCC

Jumlah air dalam SP: WSP = (1-0.4) x 8.5 = 5.1 kg/m3 Jumlah kebutuhan air dalam campuran

SCC: W = WWC +WWf + WWB - WWSP W = 100 + 57 + 20 – 8.5 W = 170 kg/m3

Page 35: JURNAL - itjen.pu.go.iditjen.pu.go.id/uploads/jurnal/JURNAL_AUDITOR_VOL_X... · dan Komunikasi Publik. Anggota Redaksi: ... Kepala Sub Bagian Komunikasi Publik, Penyunting/ Editor:

29Jurnal Auditor, Volume X, No.19, Desember 2017

10. Melakukan trial dan tes pada sifat properties SCC

Uji coba dibuat menggunakan material berdasarkan hasil perhitungan yang diperoleh.

Kebutuhan bahan yang diperlukan adalah sebagai berikut:

Tabel. 1. Kebutuhan Bahan

Agregat Kasar (Kg)

Agregat Halus(Kg)

Semen(Kg)

FA(Kg)

GGBS(Kg)

Air(Kg)

SP(Kg)

731 945 250 154 66 170 8.5

2. Kemampuan campuran beton untuk melewati elemen struktur dengan tulangan yang rapat (Passing Ability).

3. Ketahanan beton terhadap segregasi (segregation-resistence).

3.2. Pengujian Beton SegarPada kondisi segar, benda uji beton dianalisa

dengan melakukan beberapa tes, yaitu:a. untuk menilai sifat self compacted-

nya, b. untuk mengetahui flowability dari

campuran beton bisa menggunakan test slump cone,

c. untuk mengetahui passing ability dari self compacting concrete bisa menggunakan L-box test, dan

d. untuk mengetahui flowability dari campuran beton bisa menggunakan Funnel test.

Selain menggunakan metode test tersebut diatas, terdapat beberapa pengujian karakteristik SCC yang umumnya dilakukan seperti tabel 2 dibawah ini.

Property measured Test method Material Recommended values

Flowability/ Filling ability

Slump flow Concrete 650 – 800 mm Average flow diameter

T50 Concrete 2 – 5 sec Time to flow 500 mm

V-funnel Concrete / mortar

6 – 12 sec Time for emptying of funnel

Orimet Mortar 0 – 5 sec Time for emptying of apparatus

Passing ability

U – box Concrete 0 – 30 mmDifference in heights in two limbs

L – box Concrete 0.8 – 1.0Ratio of heights at beginning and end of flow

J - ring Concrete 0 – 10 mmDifference in heights at the beginning and end of flow

Segregation potential

Settlement column test Concrete > 0.95 Segregation ratio

Sieve stability test Concrete 5 – 15% sample passing through 5 mm sieve

Penetration test Concrete Penetration depth < 8 mm

Tabel 2. Ringkasan metode test dan persyaratan nilai untuk SCC (http://www.theconcreteportal.com/scc.html)

III. METODE TEST SELF COMPACTING CONCRETE

3.1. Metode TestDi dalam pengujiannya, Self Compacting Concrete sebagai suatu varian beton yang memiliki karakteristik sebagai beton dengan tingkat workabilitas yang baik, maka harus memenuhi kriteria-kriteria (Efnarc Association, Spesification and Guideliness for self compacting concrete, 2002) sebagai berikut:1. Kemampuan campuran beton untuk

mengisi ruangan (Filling Ability).

Page 36: JURNAL - itjen.pu.go.iditjen.pu.go.id/uploads/jurnal/JURNAL_AUDITOR_VOL_X... · dan Komunikasi Publik. Anggota Redaksi: ... Kepala Sub Bagian Komunikasi Publik, Penyunting/ Editor:

30 Jurnal Auditor, Volume X, No.19, Desember 2017

3.3. Slump ConePengujian Slump Cone berbeda dengan pengujian Slump yang digunakan pada beton konvensional. Pada pengujian Slump Cone ini alat yang digunakan terbalik, yaitu diameter yang kecil diletakkan dibawah dan diameter yang besar berada diatas. Cara pengujian Slump Cone dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 7. Pengujian Slump Cone

Pengujian dengan Slump Cone dilakukan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan campuran beton untuk mengisi ruangan (Filling Ability). Hal ini dapat dilihat dari diameter lingkaran campuran beton untuk mengukur Filling Ability dari campuran beton. Metode pengujian dengan Slump Cone merupakan metode yang

simple, cepat dan mudah untuk dilakukan di lapangan. Batasan dalam penggunaan alat uji Slump Cone ini adalah bahwa campuran beton yang dikategorikan sebagai SCC harus mampu mencapai diameter 50 cm dalam waktu kurang

dari 6 detik dan apabila melebihi dari 6 detik maka beton tersebut bukan kategori SCC. (Setiawan, A., Self Compacting Concrete: Fenomena Baru Dunia Teknologi Beton, 2001).

3.4. V-Funnel Test Metode ini pertama kali dikembangkan di Jepang dan digunakan oleh Ozawa. Pengujian dengan V-Funnel berguna untuk mengukur flowabilitas dari campuran beton, dimana dapat dilihat kemampuan campuran beton untuk mengisi ruang (Filling Ability). Selain itu V–Funnel Test dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan campuran beton menahan segregasi (Segregation Resistance). Desain dari alat V–Funnel Test mengindikasikan bahwa apabila terlalu banyak komposisi agregat kasar pada campuran beton maka waktu yang diperlukan untuk mengalir akan semakin lama. Campuran beton yang dikategorikan SCC harus mampu mencapai waktu 8–12 detik (Efnarc Association, Spesification and Guideliness for Self Compacting Concrete, 2002). Alat ini terdiri dari corong berbentuk V yang dapat dilihat pada gambar 8.

Page 37: JURNAL - itjen.pu.go.iditjen.pu.go.id/uploads/jurnal/JURNAL_AUDITOR_VOL_X... · dan Komunikasi Publik. Anggota Redaksi: ... Kepala Sub Bagian Komunikasi Publik, Penyunting/ Editor:

31Jurnal Auditor, Volume X, No.19, Desember 2017

Gambar 9. Pengujian L–Shaped Box

3.5. L-Shaped BoxMetode ini dibuat berdasarkan standard Jepang yang diaplikasikan pada beton yang digunakan untuk konstruksi bawah air, dan diperkenalkan oleh Petersson. Alat ini berbentuk huruf L dan terbuat dari plat besi. Pada alat ini, antara arah horizontal dengan vertikal, dipasang pintu penutup yang cara membukanya dengan menarik ke arah atas dan diberikan alat tambahan di depannya berupa halangan dari tulangan baja. Halangan ini berfungsi agar dapat dikondisikan sesuai

Gambar 8. Pengujian V-Funnel

dengan keadaan di lapangan. Alat uji L–Shaped Box dapat dilihat gambar 9 dibawah ini.

Pengujian dengan mengggunakan metode L–Shaped Box ini terdapat suatu batasan dimana kategori SCC dikatakan masuk dalam syarat Passing Ability yang baik, dimana campuran beton yang dikategorikan SCC harus mampu memenuhi syarat H2/H1 > 0,8 (RILEM Publications S.A.R.L., Self Compacting Concrete, 1999).

Page 38: JURNAL - itjen.pu.go.iditjen.pu.go.id/uploads/jurnal/JURNAL_AUDITOR_VOL_X... · dan Komunikasi Publik. Anggota Redaksi: ... Kepala Sub Bagian Komunikasi Publik, Penyunting/ Editor:

32 Jurnal Auditor, Volume X, No.19, Desember 2017

3.6. Resistance segregasiResistance segregasi adalah prinsip dasar untuk kehomogenan dan kualitas SCC in-situ. SCC dapat tahan terhadap segregasi selama proses pelaksanaan dan juga setelah pelaksanaan sebelum beton tersebut mulai mengeras. Segregasi yang terjadi setelah pelaksanaan akan lebih merusak, terutama pada pelaksanaan pekerjaan bangunan tingkat tinggi dan pada plat. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan di permukaan beton seperti retak atau permukaan yang lemah. Pengujian ketahanan segregasi bisa dilakukan dengan metode Settlement column test, Sieve stability test, atau Penetration test sesuai gambar 10 berikut ini.

Settlement column test Sieve stability test

Gambar 10. Pengujian ketahanan segregasi

Penetration test

IV. KESIMPULAN DAN SARAN4.1. KesimpulanSelf Compacting Concrete (SCC) dikembangkan dengan tujuan untuk meningkatkan ketahanan dan keseragaman beton, memudahkan penempatan beton segar dengan kualitas tinggi, dan mengantisipasi kurangnya tenaga kerja terampil. SCC adalah campuran beton segar yang sangat plastis dan mampu mengalir karena beratnya sendiri, mengisi ke seluruh cetakan walaupun pada tulangan yang sangat rapat, memiliki sifat-sifat untuk

memadat sendiri tanpa adanya bantuan alat penggetar. Beton SCC yang baik harus tetap homogen, kohesif, tidak segregasi, tidak terjadi blocking, dan tidak bleeding. Metode pemadatan terdiri dari kemampuan untuk merubah bentuk yang tinggi dari pasta atau mortar, dan daya tahan terhadap pemisahan antara kerikil dan mortar ketika campuran beton mengalir melalui pembatas ataupun baja tulangan. Metodenya antara lain: kandungan agregat yang terbatas; faktor air semen rendah; serta penggunaan superplasticizer.

4.2. Saran Agar campuran beton dapat dikategorikan sebagai Self Compacting Concrete perlu dipilih material yang memenuhi syarat; Water Binder Ratio dijaga pada level ± 0.3; serta mix design yang mampu memenuhi kriteria filling ability, passing ability dan ketahanan terhadap segregasi. Sekarang sudah banyak struktur bangunan maupun arsitektural yang menggunakan SCC. Penggunaan SCC diharapkan akan lebih sering digunakan secara luas.

Page 39: JURNAL - itjen.pu.go.iditjen.pu.go.id/uploads/jurnal/JURNAL_AUDITOR_VOL_X... · dan Komunikasi Publik. Anggota Redaksi: ... Kepala Sub Bagian Komunikasi Publik, Penyunting/ Editor:

33Jurnal Auditor, Volume X, No.19, Desember 2017

DAFTAR PUSTAKABIBM, etc. 2005. The European Guidelines for

Self Compacting Concrete. Dehn, dkk. 2003. Self Compacting Concrete

(SCC) time development of the material properties and the bond behavior, Selbsstverdichtendem Beton.

Efnarc Association. 2002. Spesification and Guideliness for Self Compacting Concrete.

http://www.theconcreteportal.com/scc.html diakses tanggal 27 Oktober 2015

Okamura, dkk. 2003. Self-compacting Concrete. Journal of Advanced Concrete Technology.

Ouchi, dkk. 2003. Applications of Self-Compacting Concrete in Japan, Europe and the United States.

RILEM Publications S.A.R.L. 1999. Self Compacting Concrete.

Ruža dan Vasović. 2009. Self-Compacting Concrete And Its Application In Contemporary Architectural Practice: SPATIUM International Review.

Setiawan, A.,2001. Self Compacting Concrete: Fenomena Baru Dunia Teknologi Beton.

Page 40: JURNAL - itjen.pu.go.iditjen.pu.go.id/uploads/jurnal/JURNAL_AUDITOR_VOL_X... · dan Komunikasi Publik. Anggota Redaksi: ... Kepala Sub Bagian Komunikasi Publik, Penyunting/ Editor:

34 Jurnal Auditor, Volume X, No.19, Desember 2017

Page 41: JURNAL - itjen.pu.go.iditjen.pu.go.id/uploads/jurnal/JURNAL_AUDITOR_VOL_X... · dan Komunikasi Publik. Anggota Redaksi: ... Kepala Sub Bagian Komunikasi Publik, Penyunting/ Editor:

35Jurnal Auditor, Volume X, No.19, Desember 2017

THESIS SUMMARY

UTILIZATION OF WASTE FROM PLATE STONE MINING IN GIRITIRTA VILLAGE,

BANJARNEGARA, PROVINCE OF CETRAL JAVA AS COARSE AGGREGATE OF NORMAL AND HIGH

QUALITY CONCRETE

Oleh : Arif Budiyono, ST, M. Eng, QIA *

*) Inspektorat III, Inspektorat Jenderal Kementerian PUPR Jl. Pattimura Gd. Menteri Lt. 16, Kebayoran Baru,

Jakarta Selatan 12120Email: [email protected]

ABSTRACT

Activity of plate stone mining in the village of Giritirta, Pujawaran, Banjarnegara, Province of Central Java gives damage to the environment. An optimal utilization of mining waste as local building materials is an alternative to reduce waste and potentially enhances development in

Banjarnegara. However, there is still no research on the material properties for normal and high quality concrete. This research aims to learn the characteristic of plate stone and characteristic of

normal and high quality concrete that is made from the material.

The research materials include Merapi sand from Krasak river of Sleman and manually crushed stone of the plate stone mining waste from the village of Giritirta, Pujawaran, Banjarnegara, Province of Central Java. The cement is pozzolan portland cement and the admixture of Sika

products, i.e. SikaFume®, Sika® Viscocrete® -1003 and Plastiment® VZ. The design of normal concrete mixture is in accordance with SNI 03-2834-2002, the wcr variation of 0.4 and 0.5, and a slump

value of 10 ± 2 cm. The design of high quality concrete mixture uses a mixture of coarse aggregate ratio (4.75 to 10 mm) by 90% and fine aggregate (finer than 4.75 mm) by 10%, with the wcr of 0.26 and cement aggregate ratio (c/a ratio) of 2. Variations of silica fume level are 0%, 5% and 10%. The compressive strength test method is according to SNI 1974: 2011 and the tensile strength test method

is according to SNI 03-2491-2001.

Page 42: JURNAL - itjen.pu.go.iditjen.pu.go.id/uploads/jurnal/JURNAL_AUDITOR_VOL_X... · dan Komunikasi Publik. Anggota Redaksi: ... Kepala Sub Bagian Komunikasi Publik, Penyunting/ Editor:

36 Jurnal Auditor, Volume X, No.19, Desember 2017

The test results of coarse aggregate show that the specific gravity is 2.66, water absorption value is 2.1%, slump is 0.595%, fine grain modulus is 7.21, wear value of Los Angeles is 27.3% and the

value of pulverization (Rudeloff) is 13.93%., The coarse aggregate is qualified for the manufacture of normal and high quality concrete. The normal concrete which has wcr of 0.4 produces compressive

strength of 40.82 MPa (28 days), tensile strength of 3.23 Mpa, and modulus of elasticity of 29,142 MPa. The high quality concrete which has wcr of 0.26 and sikafume levels of 0% produces

compressive strength of 72.76 MPa (28 days) and tensile strength of 4.34 MPa.

Keywords : Merapi Sand of Krasak River, Crushed Stone of Giritirta, silica fume

CHAPTER IINTRODUCTION1.1 Research BackgroundActivity of plate stone mining in the village of Giritirta, Pujawaran, Banjarnegara, Province of Central Java gives damage to the environment. An optimal utilization of mining waste as local building materials is an alternative to reduce waste and potentially enhances development in Banjarnegara. Coarse aggregate which is used in this study is gravel that is manually cracked by local communities in the village of Giritirta, and fine aggregate comes from Merapi sand of Krasak River, in Sleman, DIY.

1.2 Research ObjectivesThe objectives of this research, i.e. : a. Learning the characteristics of plate stone

waste material of Giritirta village as the material for normal concrete and high quality concrete.

b. Learning the characteristics of concrete compressive strength and tensile strength that is produced from the mix design.

c. Learning the relationship of stress and strain and elasticity modulus of the produced concrete.

1.3 Research BenefitsThe study results will provide information of the usage of coarse aggregate derived from plate stone mining waste from Giritirta village. This

research can also provide feedback and insight knowledge on the manufacture of normal and high quality concrete using coarse aggregate that can be customized to suit the construction in the swamp area and seashore.

CHAPTER IILITERATURE REVIEWThe research of Damianus (2006) shows the result on the addition of silica fume with level of 0 % and 3 %, with sika viscocrete-10 level of 0.6% ; 0.8% ; 0.9% ; 1% towards compressive and tensile strength of the concrete. The water cement ratio (wcr) is 0.365 and maximum aggregate granule is 20 mm. The conclusion shows that the use of sikafume 3% and sika viscocrete-10 increases concrete compressive strength 10.44 % (516.3 kg/cm2) and tensile strength 16.276 % (50.154 kg/cm2).

Research of Suryadi (2008) shows the use of sand from Pecinan Island and gravel from Batanghari river of Muara Tebo, Tebo as material of normal concrete manufacture. According to the research, the equation for concrete elasticity modulus E=4421√(f ’c) slightly below the equation for elasticity modulus of normal concrete based on SNI 03-2847-2002, that is E=4700√(f ’c). The research result is compressive strength of the concrete which is between 24 MPa to 40MPa. Generally, the sand from Batanghari river of Muara Tebo,

Page 43: JURNAL - itjen.pu.go.iditjen.pu.go.id/uploads/jurnal/JURNAL_AUDITOR_VOL_X... · dan Komunikasi Publik. Anggota Redaksi: ... Kepala Sub Bagian Komunikasi Publik, Penyunting/ Editor:

37Jurnal Auditor, Volume X, No.19, Desember 2017

Tebo is a proper material for normal concrete by considering the mix design and production according to the standard. The research of Nugroho (2008) regarding the manufacture of high quality concrete (compressive strength of 80 MPa), the fine aggregate is derived from Krasak river, Sleman, and the coarse aggregate 10 mm maximum is derived from Watugajah village, Gedangsari, Gunung Kidul. The material includes cement of Portland type I, the admixture from Sika, i.e. Sikafume, viscocrete-10 and plastiment-VZ. The mixture used in this research is wcr of 0.22; 0.24; 0.26 and level of silica fume 0 %, 5 %, 10 %. The examination of fine aggregate from Krasak river shows the specific gravity 2.72, water absorption 1.28 %, and fineness modulus 2.94 with gradation of coarse sand. The examination of coarse aggregate of Watugajah village shows the specific gravity of 2.72, water absorption 3.46 %, wear resistance of Los Angeles 21.1% and hardness value (Rudellof) 7.82 %. The aggregates are qualified for high quality concrete. The mixture variation with comparison of fine aggregate to total aggregates is 10%, aggregate to cement is 2.0; cwr 0.22. Level of silica fume 10% has produced maximum concrete compressive strength (28 days) of 92.41; Specific gravity 2.54 ton/m3; compressive strength 92.41 MPa; tensile strength 7.76 MPa and elasticity modulus 71.107 Mpa.

CHAPTER IIIRESEARCH METHODOLOGY3.1 Research MaterialThe materials used in this research, i.e.: a. Cement of pozzolan portland of Gresik (40

kg/zak).b. Fine aggregate from Merapi sand of Krasak

river, Sleman. c. Coarse aggregate derived from manually

crushed stone of plate stone mining of

Giritirta village, Pejawaran, Banjarnegara, with maximum size of 40 mm for normal concrete and 10 mm for high quality concrete.

d. The admixture from Sika that consists of superplasticizer type F (high range water reduzing): Sika® Viscocrete® -1003 and retarder: Plastiment® VZ and silica fume of SikaFume®.

3.2 Test SpecimenThe test specimen consists of two types concrete cylinder, i.e. cylinder of 7,5 cm x 15 cm for high quality concrete, and cylinder of 15 cm x 30 cm for normal concrete, also concrete age (normal and high quality) of 7 days as the control. The compressive strength characteristic test of 7 days and 28 days, and tensile strength characteristic test of 28 days can be seen in Table 1.

3.3 Stage of Concrete Design This research uses normal concrete design with wcr variation of 0.4 and 0.5, and high quality concrete design with wcr variation of 0.26. Concrete mix for high quality concrete uses variation of silica fume 0 %, 5% and 10 %. Normal concrete design refers to SNI 03-2834-2002, and high quality concrete refers to the research of Parrott via Raju (1983) as it is shown in Table 2. The mix design of normal concrete is shown in Table 3, and high quality concrete in Table 4.

3.4 Test of SpecimenCompressive strength test is conducted to 7 days and 28 days concrete with maximum capacity of 20,000 kN of ELE, according to SNI 1974:2011. The tensile strength test is conducted to 28 days concrete according to SNI 03-2491-2001 by putting the cylinder in horizontal position, giving constant load velocity of 0,7 – 1,4 MPa per minutes until it reaches its maximum load and the cylinder splits.

Page 44: JURNAL - itjen.pu.go.iditjen.pu.go.id/uploads/jurnal/JURNAL_AUDITOR_VOL_X... · dan Komunikasi Publik. Anggota Redaksi: ... Kepala Sub Bagian Komunikasi Publik, Penyunting/ Editor:

38 Jurnal Auditor, Volume X, No.19, Desember 2017

Table 1. Type of test and number of test specimen

Table 2. Mix proportion of high quality concrete (source : Raju 1983)

Table 4. Mix design of high quality concrete per m3

Table 3. Mix design of normal concrete per m3

No Type of test Cylinder size Wcr Silica Flume

Number of test

specimen

High quality concrete

Normal concrete

Total

7 days 28 days

7 days

28 days

1 Compressive strength

Ø 150 x 300

0.26

0 % 3 3 3

5 % 3 3 3

10 % 3 3 3

0.4 - 4 4 4 8

0.5 - 4 4 4 8

Ø 75 x 150 0.26

0 % 4 4 4 8

5 % 4 4 4 8

10 % 4 4 4 8

2 Tensile strength

Ø 150 x 3000.4 - 4 4 4

0.5 - 4 4 4

Ø 75 x 150 0.26

0 % 4 4 4

5 % 4 4 4

10 % 4 4 4

Type of stone C/A FA/A W/C

Compressive strength (kg/cm2)

Lime 2 0.1 0.28 830

Basalt 2 0.1 0.28 990

Dolerite 2 0.1 0.28 1000

Material Unit Wcr : 0,4 Wcr : 0,5

Cement kg/m3 462.50 370.00

Fine aggregate kg/m3 533.25 561.00

Coarse Aggregate kg/m3 1244.25 1309.00

Water ltr/m3 185.00 185.00

Material UnitSilica Fume

0 % 5 % 10 %

Cement kg/m3 749.97 712.47 674.98

Fine aggregate kg/m3 149.99 149.99 149.99

Coarse Aggregate kg/m3 1349.95 1349.95 1349.95

Water ltr/m3 194.99 194.99 194.99

Sika Viscorete-10 ltr/m3 4.23 4.23 4.23

Plastiment VZ ltr/m3 0.95 0.91 0.86

SikaFume kg/m3 0.00 37.50 75.00

Page 45: JURNAL - itjen.pu.go.iditjen.pu.go.id/uploads/jurnal/JURNAL_AUDITOR_VOL_X... · dan Komunikasi Publik. Anggota Redaksi: ... Kepala Sub Bagian Komunikasi Publik, Penyunting/ Editor:

39Jurnal Auditor, Volume X, No.19, Desember 2017

3.4 Test of SpecimenCompressive strength test is conducted to 7 days and 28 days concrete with maximum capacity of 20,000 kN of ELE, according to SNI 1974:2011. The tensile strength test is conducted to 28 days concrete according to SNI 03-2491-2001 by putting the cylinder in horizontal position, giving constant load velocity of 0,7 – 1,4 MPa per minutes until it reaches its maximum load and the cylinder splits. CHAPTER IV RESULT AND DISCUSSION4.1 Test Result of Material The physical test of coarse and fine aggregate can be seen in Table 5 and 6.

Table 5. Test result of Sand from Krasak river, Sleman

Table 6. Test result of crushed stone of Giritirta, Banjarnegara

No Test material Result Reference value

1 Specific gravity 2.69 2.50-2.70

2 SSD specific gravity 2.73 2.50-2.70

3 Unit weight 1.47 gr/cm3 1.50-1.80

4 Water absorption value 1.389 %

5 Slump value 0.12 % Max 5 %

6 Fineness modulus 2.57 1.50-3.80

No Test material Result Reference value

1 Specific gravity 2.61 2.50-2.70

2 SSD specific gravity 2.66 2.50-2.70

3 Unit weight 1.44 gr/cm3 1.50-1.80

4 Water absorption value 2.10 %

5 Slump value 0.595 % Max 1 %

6 Wear resistance of Los Angeles 27.3 % Max 40 %

7 Roughness of Rudeloff 13.93 % Max 16 %

8 Fineness modulus 7.21 6.5-7.1

The tests results show that the material is qualified for normal and high quality concrete.

4.2 Conversion of Concrete Compressive TestWhen the size of specimen and ratio of L/D (length/diameter) not comply with the Standard, there will be conversion to size of standard cylinder. The conversion factor is shown in Table 7 and 8. Table 7. Compressive strength and conversion factor on

various size of cylinder (Neville, 1977)

Size of Cylinder Compressive strength (%)

Conversion factorD (mm) L (mm)

50 100 108 0.917

75 150 106 0.943

100 200 104 0.962

150 300 100 1

200 400 96 1.042

Table 8. Conversion factor of various ratios on length-diameter of concrete cylinder (Neville, 1977)

Ratio of L/D Conversion factor

2,00 1,00

1,75 0,98

1,5 0,96

1,25 0,94

1,00 0,92

4.3 Compressive Strength of Normal

Concrete The result of compressive strength test for normal concrete is shown in Figure 1, and its comparison to compressive test of SNI 03-2834-2002 is shown in Figure 2. The concrete compressive strength value of 7 and 28 days in this research is above the standard value on SNI 03-2834-2002. It shows that the average compressive strength of the conversion will be higher when the water cement ratio is lower.

Page 46: JURNAL - itjen.pu.go.iditjen.pu.go.id/uploads/jurnal/JURNAL_AUDITOR_VOL_X... · dan Komunikasi Publik. Anggota Redaksi: ... Kepala Sub Bagian Komunikasi Publik, Penyunting/ Editor:

40 Jurnal Auditor, Volume X, No.19, Desember 2017

sikafume admixture value addition that will decrease the slump value.

b. The use of sikafume admixture to the mixture of portland cement will change the pozzolan into filler. It is caused by the more reactive nature of silica fume than the pozzolan.

c. The use of vibrator as compacter on the concrete mixture with high level of superplasticizer cannot be conducted due to segregation and bleeding that may happen on the mixture. In this research, level of superplasticizer is only 0.6% and period of vibration is 20 seconds.

d. The shape of coarse aggregate is oval that may give effect on the durability of concrete, because this kind of aggregate tends to stay under water flat area (horizontal), thus there is void underneath (Tjokrodimulyo, 2007).

4.5 Elasticity Modulus of Normal Concrete Calculation result of elasticity modulus in normal concrete is shown in Figure 4.

4.4 Compressive Strength of High Quality Concrete

The result of compressive strength test for high quality concrete is shown in Figure 3.

Figure 2. Comparison of Compressive Strength to SNI

Figure 1. Graphic of Concrete Compressive Strength

Figure 3. Compressive strength test result on high quality concrete with wcr of 0.26 and various sikafume value

Figure 3 shows that the compressive strength of 28 days decreases along with the addition of sikafume as the cement replacement. It is caused by several factors, i.e.:a. Workability of the mixture, the influence of

Figure 4. Modulus elastisitas beton normal

4.6 Elasticity Modulus of High Quality Concrete

Calculation result of elasticity modulus in high quality concrete is shown in Figure 5. Figure 5 shows that elasticity modulus in this research is lower than the requirement in SNI-03-2847-2002 due to:a. The value intake of specimen shortening

Page 47: JURNAL - itjen.pu.go.iditjen.pu.go.id/uploads/jurnal/JURNAL_AUDITOR_VOL_X... · dan Komunikasi Publik. Anggota Redaksi: ... Kepala Sub Bagian Komunikasi Publik, Penyunting/ Editor:

41Jurnal Auditor, Volume X, No.19, Desember 2017

Figure 5. Elasticity modulus of high quality concrete

that uses different equipment with the specimen of normal concrete cylinder. On the high quality concrete, the tool is not attached to the specimen but to the test machine, and it is far from the specimen location.

b. The use of caping from Sulphur material that will be shortened first than the specimen with lower compressive strength.

CHAPTER V CONCLUSION AND RECOMMENDATION5.1 ConclusionsThe research draws several conclusions, i.e.: a. Compressive strength test result shows that

the value decreases along with the increase of sikafume (as replacement of cement) level that is caused by:1) Workability of the mixture, the

admixture of sikafume decreases the value of slump.

2) The admixture of sikafume to the mix of pozzolan Portland will change the function of pozzolan as the filler. It is caused by the more reactive silica fume than the pozzolan.

3) Vibrator compaction to the concrete mix that has higher superplasticizer value cannot be conducted due to segregation and bleeding in the mixture. The level of superplasticizer is only 0.6% and vibration period is 20 Seconds.

4) The shape of coarse aggregate is oval and it influences the concrete durability, because the aggregate tends to be under water flat area (horizontal), thus there is void underneath (Tjokrodimulyo, 2007).

b. The value of high quality concrete elasticity modulus in this research is low as a result of shortening value that is not attached to the specimen and the use of Sulphur as caping, thus the shortening value cannot give a good description on secant elasticity modulus.

5.2 RecommendationsAccording to the research, there are several recommendations, i.e.: a. It needs to conduct further research

with Portland type I or Portland type III to achieve higher compressive test on admixture variation of sikafume value.

b. It needs initial experiment with variation of superplastizicer to know its optimum value, and then the optimum value will be used to obtain optimum sikafume value variation.

c. It need further research on normal and high quality concrete to have value of water absorption, tensile strength test, and durability.

d. In order to minimize errors, it needs to use concrete shortening gauge to make it attached to the specimen and caping that has equal compressive strength to the specimen.

REFERENCESBadan Standarisasi Nasional, 2002. SNI 03-

2834-2002 : Tata cara pembuatan rencana campuran beton normal. Jakarta: BSN.

Badan Standarisasi Nasional, 2002. SNI 03-2491-2002 : Metode pengujian kuat tarik belah beton. Jakarta: BSN.

Badan Standarisasi Nasional, 2002. SNI 03-2847-2002 : Tata cara perhitungan struktur

Page 48: JURNAL - itjen.pu.go.iditjen.pu.go.id/uploads/jurnal/JURNAL_AUDITOR_VOL_X... · dan Komunikasi Publik. Anggota Redaksi: ... Kepala Sub Bagian Komunikasi Publik, Penyunting/ Editor:

42 Jurnal Auditor, Volume X, No.19, Desember 2017

beton untuk bangunan gedung. Jakarta: BSN.

Badan Standarisasi Nasional, 2011. SNI 1974:2011 : Metode pengujian kuat tekan beton. Jakarta: BSN.

Damianus, 2006. Pengaruh penambahan silica fume kadar 0% dan 3% dengan sika viscocrete-10 kadar 0,6 % ;0,8 % ; 0,9 % dan 1 % terhadap kuat tekan dan tarik beton (fas 0,365 dan butir agregat maksimum 20 mm). Tugas Akhir ed. Yogyakarta: Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada.

Neville, A. M., 1977. Properties of Concrete. Fourth and Final ed. London: Pearson Edication Limited.

Nugroho, 2008. Pembuatan Beton Mutu Tinggi Dengan Kuat Tekan Sekitar 80 MPa Menggunakan Agregat Lokal Yogyakarta. Tesis S-2. Yogyakarta: Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada.

Raju, N. K., 1983. Design of concrete mixes. Srinivasnagar, CBS Publishers & Distributors.

Suryadi, 2008. Pemanfaatan Pasir Pulau Pecinan Dan Kerikil Sungai Batanghari Wilayah Muara Tebo Kabupaten Tebo untuk Pembuatan Beton Normal. Tesis S-2. Yogyakarta: Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada.

Tjokrodimulyo, K., 2007. Teknologi Beton. Cetakan Ketiga. Yogyakarta: Biro Penerbit KMTS Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada.

Page 49: JURNAL - itjen.pu.go.iditjen.pu.go.id/uploads/jurnal/JURNAL_AUDITOR_VOL_X... · dan Komunikasi Publik. Anggota Redaksi: ... Kepala Sub Bagian Komunikasi Publik, Penyunting/ Editor:

43Jurnal Auditor, Volume X, No.19, Desember 2017

Page 50: JURNAL - itjen.pu.go.iditjen.pu.go.id/uploads/jurnal/JURNAL_AUDITOR_VOL_X... · dan Komunikasi Publik. Anggota Redaksi: ... Kepala Sub Bagian Komunikasi Publik, Penyunting/ Editor:

44 Jurnal Auditor, Volume X, No.19, Desember 2017

Petunjuk Penulisan Naskah

Page 51: JURNAL - itjen.pu.go.iditjen.pu.go.id/uploads/jurnal/JURNAL_AUDITOR_VOL_X... · dan Komunikasi Publik. Anggota Redaksi: ... Kepala Sub Bagian Komunikasi Publik, Penyunting/ Editor:
Page 52: JURNAL - itjen.pu.go.iditjen.pu.go.id/uploads/jurnal/JURNAL_AUDITOR_VOL_X... · dan Komunikasi Publik. Anggota Redaksi: ... Kepala Sub Bagian Komunikasi Publik, Penyunting/ Editor:

Inspektorat JenderalKementerian Pekerjaan Umum

Dan Perumahan Rakyat

771979 7524129

ISSN 1979-7524