Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id
Transcript of Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id
JURNALINOVASI JURNALPENELITIAN,PENGEMBANGANDANINOVASI
BADANPERENCANAAN,PENELITIANDANPENGEMBANGANDAERAH
(BAPPEDA)PROVINSIBENGKULU
AlamatRedaksi:BadanPerencanaan,PenelitiandanPengembanganDaerahProvinsiBengkulu
Jl.PembangunanNo.15PadangHarapan–BengkuluTelp/Fax:073621255
Website:www.bappeda.bengkuluprov.go.ide-mail:[email protected]
JURNALINOVASI
Vol.5 No.2Halaman105–202
BengkuluSEPTEMBER
2019ISSN:2459–9972
i
Volume 5 Nomor 2, September 2019 ISSN : 2459 – 9972
JURNAL INOVASI JURNAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI
Jurnal Inovasi memuat pemikiran ilmiah, hasil-hasil kelitbangan daerah,
tinjauan atau telaah bidang pemerintahan, pembangunan, ekonomi, teknologi, inovasi, hukum, sosial budaya dan kebijakan daerah, yang terbit dua kali setahun
SUSUNAN REDAKSI
Pelindung Penanggung Jawab Redaktur
Penyunting/Editor Desain Grafis Sekretariat
: : :
: : :
Gubernur Bengkulu Kepala Badan Perencanaan, Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Bengkulu Kabid Penelitian dan Pengembangan Kasubbid Inovasi dan Teknologi Kasubbag Keuangan Ari Winarti, S.E
Dr. Gushevinalti, S.Sos., M.Si (Ilmu Sosial, UNIB) Relinda Puspita, S.Pi., M.A., M.T (Bahasa Inggris, PemProv Bengkulu) Vera Isabella, S.E., M.Si (Ekonomi, PemProv Bengkulu) Harwindah, S.Si Nurdin Gultom, S.E Ronggigaga Sianipar, S.E
Alamat Redaksi : Badan Perencanaan, Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Bengkulu Jl. Pembangunan No. 15 Padang Harapan – Bengkulu Telp/Fax : 0736-21255 Website : www.bappeda.bengkuluprov.go.id Email : [email protected]
Penerbit : Perum Percetakan Negara RI Cabang Bengkulu Jl. Mahakam No. 7 Lingkar Barat - Kota Bengkulu e-mail : [email protected]
ii
Volume 5 Nomor 2, September 2019 ISSN : 2459 – 9972
JURNAL INOVASI JURNAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI
SALAM REDAKSI
Alhamdulillah Syukur Kehadirat Allah SWT, atas Rahmat dan Karunia-Nya sehingga redaksi dapat menerbitkan Jurnal Inovasi Edisi September 2019 ini. Terbitnya Jurnal INOVASI ini merupakan sebuah upaya Bidang Penelitian dan Pengembangan (Litbang) pada Badan Perencanaan, Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Bengkulu dan Dewan Redaksi Jurnal INOVASI untuk bersama-sama meningkatkan peran dan eksistensi kelembagaan litbang di daerah, serta pemberdayaan SDM fungsional, khususnya peneliti pada kegiatan kepenulisan ilmiah. Pada Edisi September 2019 ini, redaksi menyajikan 7 (Tujuh) tulisan yang
merupakan kiriman dari Pejabat Fungsional di lingkup Badan Perencanaan,
Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Bengkulu, serta Instansi lainnya yang
ada di Provinsi Bengkulu dan institusi perguruan tinggi. Ketujuh tulisan tersebut
membahas tentang : Analisis Pertumbuhan Ekonomi, Klasifikasi Daerah Dan
Ketimpangan Pembangunan Pada Kabupaten Pemekaran Di Provinsi Bengkulu;
Analisis Hukum Pidana Terhadap Putusan Pengadilan Dalam Menangani Tindak
Pidana Korupsi Melalui Operasi Tangkap Tangan (OTT) Pada Kasus Pidana Ridwan
Mukti; Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa)“Luhur Sepakat” Dan
Pendapatan Asli Desa Sido Luhur Sebagai Wadah Kemajuan Desa Sido Luhur;
Eksistensi Hukum Korban Tindak Pidana Dalam Sistem Peradilan Pidana Di
Indonesia; Karakteristik BUMDes Tuah Sepakat Dan Bumdes Harapan Jaya, Serta
Dampak Ekonominya Bagi Masyarakat; Potensi Wisata Di Kota Bengkulu; dan Strategi
Penguatan Sistem Otonomi Daerah.
Jurnal INOVASI menjadi media ilmiah berkala yang diharapkan dapat mendorong produktivitas para peneliti/ calon peneliti serta SDM Fungsional lainnya di berbagai bidang dan disiplin ilmu, khususnya peneliti yang berkiprah di pemerintahan. Akhir kata, segenap redaksi Jurnal Inovasi mengucapkan selamat membaca, semoga bermanfaat.
Salam Redaksi
Volume 5 Nomor 2, September 2019 ISSN: 2459 *9972
ruRNAr TNOVASTJUR,NAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI
Alhamdulillah, Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan Rahmatdan Karunia-Nya, sehingga kami dapat menghadirkan Jurnal limiah (|urnal InovasiJedisi kedua pada tahun 201"9 ini kehadapan pembaca sekalian. Penerbitan Jurnalinovasi ini dilatarbelakangi oleh kondisi bahwa SDM fungsional, khususnyafungsional peneliti yang memerlukan wadah dalam menuiis dan mempublikasikankarya tulis/ karya ilmiah. Oleh karena itu, penerbitan jurnal ini sebagai salah satulangkah dalam upaya memfasilitasi fungsional peneliti untuk meningkatkankompetensi menulisnya, serta mempublikasikannya ke khalayak umum.
Dengan adanya lurnal Inovasi ini pula, diharapkan hasil-hasil kajian/ penelitian dariBadan Perencanaan, Fenelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Bengkulu, sertatulisan-tulisan ilmiah dari para SDM Fungsional dilingkup Pemerintah ProvinsiBengkulu serta unsur perguruan tinggi ini dapat dibaca, serta diharapkan dapatbermanfaat bagi berbagai pihak" Kemudian, kepada semua pihak yang telahmembantu dalam penerbitan jurnal ini, kami ucapkan terima kasih.
Akhirnya, semoga dapat terus rnemberi manfaat bagi perkembangan ilmupengetahuan, riset dan langkah inovasi bagi pembangunan di Frovinsi Bengkulu.Selamat membaca!!l
Penelitian danProvinsi Bengkulu
rk. r (rvlb)NIP.19660620 198703 1 009
lIl
KATA PENGANTAR
iv
Volume 5 Nomor 2, September 2019 ISSN : 2459 – 9972
JURNAL INOVASI JURNAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI
DAFTAR ISI .............................................................................................................................................................. i
SUSUNAN REDAKSI ............................................................................................................... i SALAM REDAKSI ................................................................................................................... ii KATA PENGANTAR ............................................................................................................... iii DAFTAR ISI ............................................................................................................................. iv Analisis Pertumbuhan Ekonomi, Klasifikasi Daerah Dan Ketimpangan Pembangunan Pada Kabupaten Pemekaran Di Provinsi Bengkulu Harry Anggara Putra Analisis Hukum Pidana Terhadap Putusan Pengadilan Dalam Menangani Tindak Pidana Korupsi Melalui Operasi Tangkap Tangan (OTT) Pada Kasus Pidana Ridwan Mukti Yusran Konazomi Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa)“Luhur Sepakat” Dan Pendapatan Asli Desa Sido Luhur Sebagai Wadah Kemajuan Desa Sido Luhur Surjadi Eksistensi Hukum Korban Tindak Pidana Dalam Sistem Peradilan Pidana Di Indonesia
Serly Lika Sari Karakteristik BUMDes Tuah Sepakat Dan BUMDes Harapan Jaya, Serta Dampak Ekonominya Bagi Masyarakat Harwindah
Potensi Wisata Di Kota Bengkulu
Ferdy Rosbarnawan Strategi Penguatan Sistem Otonomi Daerah Sitti Aminah
105 – 123 124 – 138 139 – 148 149 – 159 160 – 172 173 – 187 188 – 202
LAMPIRAN
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
105
ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI, KLASIFIKASI DAERAH DAN
KETIMPANGAN PEMBANGUNAN PADA KABUPATEN PEMEKARAN DI
PROVINSI BENGKULU
ECONOMIC GROWTH ANALYSIS, REGIONAL CLASSIFICATION AND
DEVELOPMENT INEQUALITY IN EXPANDED DISTRICTS IN BENGKULU
PROVINCE
Harry Anggara Putra
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Bengkulu
Jalan WR Supratman, Kandang Limun–Kota Bengkulu
email : [email protected]
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis : (1) tingkat pertumbuhan
ekonomi pada Kabupaten Pemekaran di Provinsi Bengkulu; (2) klasifikasi daerah pada
Kabupaten Pemekaran di Provinsi Bengkulu; (3) ketimpangan pembangunan daerah
pada Kabupaten Pemekaran di Provinsi Bengkulu, dan (4) untuk membandingkan antar
Kabupaten Pemekaran di Provinsi Bengkulu dilihat dari aspek pertumbuhan ekonomi,
klasifikasi daerah dan ketimpangan pembangunan daerah. Jenis penelitian ini adalah
deskriptif kualitatif-induktif, data yang digunakan adalah data sekunder berupa Data
PDRB, dokumen dari instansi terkait lainnya, internet serta literatur lainnya. Metode
analisis yang digunakan adalah analisis pertumbuhan ekonomi, analisis tipologi
klassen dan analisis indeks entropi theil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Pertumbuhan ekonomi untuk masing-masing kabupaten dari tahun 2012–2016 secara
rata-rata berada pada angka 5,09%–5,97%. Klasifikasi daerah untuk masing-masing
kabupaten dari mengalami pergeseran, dimana pada awal periode penelitian semua
kabupaten berada pada kuadran III (daerah yang berkembang cepat), dan pada akhir
periode penelitian 5 (lima) kabupaten yang bergeser ke kuadran II (daerah yang maju
tapi tertekan), hanya Kabupaten Kaur yang berada pada kuadran I (daerah yang maju
dan cepat tumbuh). Perbandingan perekonomian antara keenam kabupaten pemekaran
dilihat dari sisi pertumbuhan ekonominya, Kabupaten Mukomuko merupakan daerah
dengan rata-rata pertumbuhan tertingi. Sementara berdasarkan tipologi klassen,
Kabupaten Kaur merupakan kabupaten dengan klasifikasi daerah terbaik yaitu daerah
yang maju dan cepat tumbuh, dimana pendapatan tinggi dan pertumbuhan tinggi.
Kemudian jika melihat angka indeks entropi theil, maka Kabupaten Lebong merupakan
daerah dengan tingkat ketimpangan pembangunan paling rendah, dan Kabupaten
Bengkulu Tengah dengan tingkat ketimpangan pembangunan paling tinggi.
Kata Kunci : Pertumbuhan ekonomi, klasifikasi daerah, ketimpangan pembangunan,
daerah pemekaran
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
106
ABSTRACT
The objectives of this study were to analyze : (1) economic growth rate in expanded
Districts in Bengkulu Province, (2) regional classification in expanded Districts in
Bengkulu Province, (3) Inequality of regional development in expanded districts in
Bengkulu Province, and (4) to compare between the expanded Districts in Bengkulu
Province viewed from the aspect of economic growth, regional classification and
regional development imbalance. This type of research is descriptive qualitative-
inductive, the data used are secondary data in the form of Regional GPD data,
documents from other related institutions, internet and other literatures . The analytical
method used is economic growth analysis, klassen typology analysis and index analysis
of entropy theil.Results of research indicate that economic growth for each district from
year 2012-2016 on average is at 5.09% -5.97%. The classification of regions for each
district from pergese ran, where at the beginning of the study period all districts were in
quadrant III (fast growing region), and at the end of 5 (five) districts shifting to
quadrant II (advanced but depressed) regions, only Kaur District was in quadrant I (a
developed and fast growing region). The economic comparison between the six regency
divisions is seen from the side of economic growth, Mukomuko regency is the region
with the highest growth average. While based on the klassen typology, Kabupaten Kaur
is the district with the best regional classification that is the developed region and fast
growing, whereas high income and high growth. Then if looked at theil entropy index
number, then Lebong Regency is the region with the lowest level of development
inequality, and Central Bengkulu Regency with the highest level of development
inequality.
Keywords : Economic growth, regional classification, development inequality, regional
expansion
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Berdasarkan Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2014, yang kemudian direvisi
menjadi Undang-Undang Nomor 9
Tahun 2015 tentang perubahan kedua
atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah,
maka perwujudan pelaksanaan otonomi
daerah adalah memberikan kewenangan
yang lebih luas kepada pemerintah
daerah dalam mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat dan daerahnya.
Otonomi daerah membuka jalan bagi
pemerintah daerah untuk lebih mandiri
dan memberikan keleluasaan
(discretionary power) dalam melakukan
perencanaan, pengambilan keputusan,
dan pelaksanaan pembangunan daerah
dalam batas kewenangan yang diberikan
(Kuncoro, 2004).
Pemerintah melalui Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional,
menyebutkan bahwa perencanaan
pembangunan nasional maupun regional
merupakan kegiatan yang berlangsung
terus menerus dan berkesinambungan
mengikuti pola tertentu berdasarkan
hasil telaah yang cermat terhadap situasi
dan kondisi yang ada. Pembangunan
yang bersifat menyeluruh dan tuntas
perlu dilakukan, sehingga sasaran
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
107
pembangunan yang optimal dapat
tercapai.
Pembangunan daerah bertujuan untuk
meningkatkan taraf hidup dan
kesejahteraan rakyat didaerah, melalui
pembangunan ekonomi yang tinggi dan
berkelanjutan, baik antar sektor maupun
antar pembangunan sektoral dengan
perencanaan pembangunan oleh daerah
yang efisien dan efektif menuju
kemandirian daerah dan kemajuan yang
merata (Tambunan, 2001). Namun pada
kenyataanya, selama ini pembangunan
hanya ditujukan untuk pencapaian
tingkat pertumbuhan ekonomi, bukan
peningkatan taraf hidup masyarakatnya.
Artinya, tingkat pertumbuhan yang
tinggi tidak diimbangi dengan tingkat
pemerataan distribusi hasil
pembangunannya. Jadi, pembangunan
ekonomi dikatakan berhasil apabila
suatu daerah/wilayah dapat
meningkatkan pertumbuhan ekonomi
dan meningkatkan taraf hidup
masyarakat secara merata.
Kemampuan setiap daerah untuk
membangun daerahnya masing-masing
berbeda, karena dipengarui oleh adanya
perbedaan potensi sumber daya yang
dimiliki, seperti sumber daya manusia,
sumber daya alam, sumber daya buatan,
serta sumber daya sosial. Dalam proses
pembangunan, ada daerah yang
melimpah sumber daya alam tetapi
kurang dalam sumber daya manusia.
Namun ada daerah yang sebaliknya.
Keadaan ini selanjutnya menyebabkan
perbedaan dalam perkembangan
pembangunan yang mengakibatkan
perbedaan tingkat pertumbuhan
ekonomi dan ketimpangan
pembangunan di masing-masing daerah.
Pada tahun 2003 dan tahun 2008,
Provinsi Bengkulu mengalami
pemekaran kabupaten, dimana
Kabupaten Rejang Lebong mengalami
pemekaran menjadi 3 Kabupaten, yaitu
Kabupaten Rejang Lebong sebagai
kabupaten induk dan kabupaten
pemekarannya disahkan melalui
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2003
adalah Kabupaten Lebong dan
Kabupaten Kepahiang. Kabupaten
Bengkulu Utara mengalami pemekaran
menjadi 3 Kabupaten, yaitu Kabupaten
Bengkulu Utara sebagai Kabupaten
induk dan Kabupaten pemekarannya
disahkan melalui Undang-Undang
Nomor 03 Tahun 2003 adalah
Kabupaten Mukomuko dan Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2008 adalah
Kabupaten Bengkulu Tengah.
Kemudian, Kabupaten Bengkulu
Selatan mengalami pemekaran menjadi
3 Kabupaten, yaitu Kabupaten
Bengkulu Selatan sebagai kabupaten
induk dan kabupaten pemekarannya
disahkan melalui Undang-Undang
Nomor 03 Tahun 2003 adalah
Kabupaten Kaur dan Kabupaten
Seluma. Pemekaran ini menjadikan
Kabupaten/Kota di Provinsi Bengkulu
menjadi 9 Kabupaten/Kota.
Kabupaten pemekaran di wilayah
Provinsi Bengkulu saat ini adalah 6
(enam) kabupaten, yang masing-masing
merupakan daerah yang memiliki
karakteristik dan potensi daerah yang
berbeda. Pemekaran daerah memberi
ruang dan wewenang yang lebih luas
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
108
bagi pemerintah daerah dalam
memajukan daerah dan
mensejahterakan masyarakatnya.
Perbedaan tingkat pembangunan akan
mengakibatkan terjadinya perbedaan
tingkat pendapatan per kapita dan
pertumbuhan ekonomi di daerah
Kabupaten dalam wilayah Provinsi
Bengkulu. Perbedaan tingkat
pendapatan per kapita dan pertumbuhan
ekonomi akan membawa dampak
perbedaan tingkat kesejahteraan antar
daerah yang pada akhirnya akan
menyebabkan ketimpangan antar daerah
di Provinsi Bengkulu.
Perbedaan tingkat pembangunan antar
daerah dapat juga dilihat dari perbedaan
peranan sektor ekonomi pembentuk
PDRB. Secara hipotesis dapat
dirumuskan bahwa semakin besar peran
dari sektor-sektor ekonomi yang
memiliki nilai tambah tinggi terhadap
pembentukan atau pertumbuhan PDRB
di suatu wilayah, maka akan semakin
tinggi pertumbuhan PDRB di wilayah
tersebut (Tambunan, 2001).
Ketimpangan ekonomi regional dalam
suatu perekonomian merupakan
fenomena yang hampir terjadi diseluruh
negara. Persoalan ketimpangan ini
masih merupakan masalah yang
menarik untuk diteliti, mengingat
karakteristik setiap daerah berbeda.
Ketimpangan antar daerah di Provinsi
Bengkulu dapat dilihat melalui
disparitas antar wilayah yang diukur
melalui Index Entropy Theil. Disparitas
ekonomi tersebut apabila tidak
mendapatkan prioritas dalam
penanganannya dikhawatirkan akan
menimbulkan konflik sosial antar
masyarakat dan antar daerah.
Otonomi daerah mengharuskan
pemerintah daerah untuk lebih kreatif
menggali dan mengembangkan potensi
ekonomi secara mandiri, sehingga
ketimpangan antara lapangan usaha
ekonomi, ketimpangan distribusi
pendapatan antar masyarakat dapat
diminimalisir. Adanya potensi ekonomi
disuatu daerah tidak akan mempunyai
arti bagi pembangunan ekonomi daerah
tersebut bila tidak ada upaya untuk
memanfaatkan dan mengembangkan
potensi daerah tersebut secara optimal.
Keberhasilan pembangunan ekonomi
suatu daerah diantaranya dapat dilihat
dari pertumbuhan ekonomi, struktur
ekonomi dan kecilnya ketimpangan
ekonomi antar kabupaten/kota.
Rumusan Masalah
1) Bagaimana tingkat pertumbuhan
ekonomi pada Kabupaten Pemekaran di
Provinsi Bengkulu?; 2) Bagaimana
klasifikasi daerah pada Kabupaten
Pemekaran di Provinsi Bengkulu?; 3)
Bagaimana ketimpangan pembangunan
daerah pada Kabupaten Pemekaran di
Provinsi Bengkulu?; dan 4) Bagaimana
perbandingan antar Kabupaten
Pemekaran di Provinsi Bengkulu
dilihat dari aspek pertumbuhan
ekonomi, klasifikasi daerah dan
ketimpangan pembangunan daerah?
Tujuan Penelitian
1. Untuk menganalisis tingkat
pertumbuhan ekonomi pada
Kabupaten Pemekaran di Provinsi
Bengkulu.
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
109
2. Untuk menganalisis klasifikasi
daerah pada Kabupaten Pemekaran
di Provinsi Bengkulu.
3. Untuk menganalisis ketimpangan
pembangunan daerah pada
Kabupaten Pemekaran di Provinsi
Bengkulu.
4. Untuk membandingkan antar
Kabupaten Pemekaran di Provinsi
Bengkulu dilihat dari aspek
pertumbuhan ekonomi, klasifikasi
daerah dan ketimpangan
pembangunan daerah.
KAJIAN PUSTAKA
Pembangunan Ekonomi
Pembangunan ekonomi diartikan
sebagai suatu proses yang menyebabkan
pendapatan per kapita penduduk suatu
masyarakat meningkat dalam jangka
panjang. Dari definisi ini mengandung
tiga unsur, yaitu pembangunan sebagai
suatu proses yang berarti bahwa
perubahan yang terus menerus dan
memiliki unsur kekuatan untuk
investasi baru, usaha meningkatkan
penadapatan per kapita, serta kenaikan
pendapatan per kaipta harus
berlangsung dalam jangka panjang
(Suryana, 2000).
Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah
satu indikator yang sangat penting
dalam analasis pembangunan ekonomi
suatu wilayah. Pertumbuhan ekonomi
menunjukkan sejauh mana aktivitas
perekonomian menghasilkan tambahan
pendapatan masyarakat pada suatu
periode tertentu. Pada dasarnya,
aktivitas perekonomian adalah suatu
proses penggunaan faktor produksi
untuk menghasilkan output, maka
proses ini pada akhirnya akan
menghasilkan balas jasa terhadap faktor
produksi yang dimiliki oleh masyarakat.
Dengan adanya pertumbuhan ekonomi,
diharapkan pendapatan masyarakat
sebagai pemilik faktor produksi akan
meningkat (BPS, 2017).
Otonomi Daerah
Menurut Undang-Undang Nomor 23
tahun 2014, yang kemudian direvisi
menjadi Undang-Undang Nomor 9
Tahun 2015 tentang perubahan kedua
atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah
tentang Pemerintah Daerah, disebutkan
bahwa Otonomi Daerah adalah hak,
wewenang, dan kewajiban daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai
dengan peratuaran perundang-
undangannya. Selanjutnya yang
dimaksud dengan daerah otonom adalah
kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai batas-batas wilayah yang
berwewenag mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat menurut aspirasi
masyarakat dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) dan PDRB per kapita
PDRB menggambarkan kemampuan
suatu wilayah untuk menciptakan
output (nilai tambah) pada suatu waktu
tertentu. Untuk menyusun PDRB
digunakan 2 (dua) pendekatan, yaitu
lapangan usaha dan pengeluaran. PDRB
dari sisi lapangan usaha merupakan
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
110
penjumlahan seluruh komponen nilai
tambah bruto yang mampu diciptakan
oleh sektor-sektor ekonomi atas
berbagai aktivitas produksinya.
Sedangkan dari sisi pengeluaran
menjelaskan tentang penggunaan dari
nilai tambah tersebut. Rata-rata
pendapatan yang diterima oleh setiap
penduduk disuatu region pada periode
waktu tertentu dicerminkan oleh
pendapatan per kapita, yaitu pendapatan
regional dibagi jumlah penduduk.
PDRB per kapita adalah nilai PDRB
dibagi dengan jumlah penduduk pada
pertengahan tahun, pada suatu wilayah
dan tahun tertentu (BPS, 2017).
Ketimpangan Pembangunan
Regional
Ketimpangan pembangunan yang
terjadi antar wilayah di suatu daerah
merupakan aspek yang umum terjadi
dalam kegiatan ekonomi di daerah
tersebut. Ketimpangan yang terjadi
antar wilayah disebabkan oleh
perbedaan kandungan sumber daya
alam dan perbedaan kondisi demografi
yang terdapat pada masing-masing
wilayah, sehingga kemampuan suatu
daerah dalam mendorong proses
pembangunan menjadi berbeda.
Perbedaan kekayaan daerah ini yang
pada akhirnya menimbulkan adanya
wilayah maju dan wilayah terbelakang
(Sjafrizal, 2008).
Pemekaran Daerah
Menurut Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan
daerah, pemekaran daerah dapat
diartikan sebagai pemisahan suatu
daerah dari daerah induknya dengan
tujuan mendapatkan status yang lebih
tinggi dan meningkatkan pembangunan
daerah otonom yang baru. Pembentukan
daerah dapat berupa penggabungan
beberapa daeraah atau bagian daerah
yang bersandingan, atau pemekaran dari
satu daerah menjadi dua atau lebih
daerah otonom.
Tipologi Klassen
Untuk mengetahui gambaran tentang
pola dan struktur pertumbuhan ekonomi
daerah dapat digunakan Tipologi
Klassen sebagai alat analisis. Sjafrizal
(1997) menjelaskan bahwa dengan
menggunakan alat analisis ini dapat
diperoleh empat klasifikasi
pertumbuhan masing-masing daerah
yaitu daerah cepat maju dan cepat
tumbuh (high growth and high income),
daerah maju tapi tertekan (high income
but low growth), daerah berkembang
cepat (high growth but low income) dan
daerah relatif tertinggal (low growth
and low income).
Indeks Entropi Theil
Indeks ini digunakan untuk mengukur
kesenjangan ekonomi dan konsentrasi
industri. Untuk mengukur kesenjangan
ekonomi regional digunakan rumus
Indeks Entropi Theil sebagai berikut
(Kuncoro, 2004):
I theil = ∑ (yj / Y) x log (yj / Y)/ (xj/ X)
Analisis Deskriptif, Kualitatif dan
Induktif
Analisis deskriptif merupakan teknik
analisis untuk mendesripsikan atau
menggambarkan keadaan suatu daerah
berdasarkan data yang sudah
dikumpulkan, diolah, maupun yang
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
111
sudah ada dalam penyajian informasi-
informasi yang berkaitan dengan
penelitian. Analisis ini dapat berupa
gambaran perekonomian suatu daerah,
potensi daerah, kondisi pemerintahan,
strategi kebijakan, dan hal-hal yang
berkaitan dengan tujuan peneliitian
(Sugiyono, 2007)
Penelitian kualitatif adalah penelitian
tentang riset yang bersifat deskriptif dan
cenderung menggunakan analisis.
Proses dan makna (perspektif subyek)
lebih ditonjolkan dalam penelitian ini,
landasan teori dimanfaatkan sebagai
pemandu agar fokus penelitian sesuai
dengan fakta dilapangan. Selain itu
landasan teori juga bermanfaat untuk
memberikan gambaran umum tentang
latar penelitian dan sebagai bahan
pembahasan hasil penelitian. Riset
kualitatif bertujuan untuk menjelaskan
fenomena dengan sedalam-dalamnya
melalui pengumpulan data yang
didapatkan oleh peneliti. Semakin
dalam dan detail data yang didapatkan,
maka semakin baik kualitas dari
penelitian kualitatif ini (Kriyantono,
2006).
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif
kualitatif-induktif. Penelitian kualitatif
adalah penelitian tentang riset yang
bersifat deskriptif dan cenderung
menggunakan analisis. Penelitian
kualitatif sifatnya induktif, karena
penelitian kualitatif tidak dimulai dari
deduksi teori, tetapi dimulai dari
lapangan yakni fakta empiris. Penelitian
kualitatif menggunakan proses induktif
artinya dari data yang terpisah-pisah
namun saling berkaitan erat
(Kriyantono, 2006). Data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
data time series atau data rentang waktu
dari tahun 2012-2016.
Metode Analisis
Analisis Pertumbuhan Ekonomi
Analisis petumbuhan ekonomi
menggunakan analisis deskripsi, yang
memberikan gambaran berdasarkan data
yang ada dengan menggunakan rumus
pertumbuhan, yaitu :
PEt = PDRBt – PDRBt-1 x 100%
PDRBt-1
Dimana :
PEt : Pertumbuhan Ekonomi
tahun tertentu
PDRBt : Nilai PDRB tahun tertentu
PDRBt-1 : Nilai PDRB tahun
sebelumnya
Analisis Tipologi Klassen
Untuk mengetahui gambaran tentang
pola dan struktur pertumbuhan ekonomi
daerah dapat digunakan tipologi
Klassen sebagai alat analisis. Sjafrizal
(1997) menjelaskan bahwa dengan
menggunakan alat analisis ini dapat
diperoleh empat klasifikasi
pertumbuhan masing-masing daerah
yaitu daerah cepat maju dan cepat
tumbuh (high growth and high income),
daerah maju tapi tertekan (high income
but low growth), daerah berkembang
cepat (high growth but low income) dan
daerah relatif tertinggal (low growth
and low income).
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
112
PDRB
perkapita
(y)
Laju
Pertumbuhan (r)
( yi > y ) ( yi < y)
( ri > r )
Pendapatan tinggi dan Petumbuhan Tinggi
Pendapatan rendah dan Pertumbuhan tinggi
( ri < r )
Pendapatan tinggi dan Pertumbuhan rendah
Pendapatan rendah dan Pertumbuhan rendah
Gambar 1. Tipologi Klassen
Dimana :
r : rata-rata pertumbuhan ekonomi
kabupaten/kota
y : rata-rata PDRB per kapita
kabupaten/kota
ri : pertumbuhan ekonomi
kabupaten/kota yang diamati (i)
yi : PDRB per kapita kabupaten/kota
yang diamati (i)
Analisis Indeks Entropi Theil
Untuk mengukur kesenjangan ekonomi
kabupaten/kota digunakan rumus Indeks
Entropi Theil sebagai berikut (Ying,
2000) :
I theil = ∑ (yj / Y) x log (yj / Y) / (xj/
X)
Dimana :
I theil : Indeks Entropi Theil
yj : PDRB per kapita kabupaten j
Y : rata-rata PDRB per kapita
Provinsi Bengkulu
xj : jumlah penduduk kabupaten j
X : jumlah penduduk Provinsi
Bengkulu
Indeks Entropi Theil (IET) mengukur
ketimpangan antar daerah/wilayah,
dimana (Kuncoro, 2014) :
- IET = 0 (nol) atau dibawah nol (0),
artinya ketimpangan semakin kecil
(merata)
- IET = 1 (satu) atau diatas 1 (satu),
artinya ketimpangan semakin besar
(tidak merata).
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Analisis Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi ini diukur
dengan Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) dan laju
pertumbuhannya atas dasar harga
konstan. Pertumbuhan ekonomi pada
kabupaten pemekaran di Provinsi
Bengkulu dapat dilihat pada tabel 1.
dibawah ini :
Tabel 1. Pertumbuhan PDRB Provinsi Bengkulu, Kabupaten Lebong, Mukomuko,
Kaur, Kepahiang, Seluma dan Bengkulu Tengah Tahun 2012-2016 (Persen)
Kabupaten 2012 2013 2014 2015 2016 Rata-Rata
Lebong - 5.54 5.43 4.99 5.21 5.29
Mukomuko - 6.36 6.01 5.68 5.83 5.97
Kaur - 6.09 4.81 4.96 5.35 5.30
Kepahiang - 6.23 5.89 5.72 5.74 5.89
Seluma - 5.74 5.30 4.32 5.01 5.09
Bengkulu Tengah - 5.59 5.46 5.01 5.04 5.28
Provinsi Bengkulu - 6.07 5.48 5.13 5.30 5.49
Sumber : Data diolah, 2017
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
113
Berdasarkan tabel 1. di atas, terlihat
bahwa rata-rata pertumbuhan ekonomi
pada masing-masing kabupaten
pemekaran selama periode penelitian
dengan angka tertinggi berada di
kabupaten Mukomuko, dengan nilai
rata-rata pertumbuhan sebesar 5,97%.
Sementara itu, angka pertumbuhan
terendah berada di kabupaten Seluma
dengan nilai rata-rata pertumbuhan
sebesar 5,09%. Nilai rata-rata
pertumbuhan ekonomi Provinsi
Bengkulu selama periode penelitian
adalah sebesar 5,49%, berarti nilai rata-
rata pertumbuhan ekonomi Kabupaten
Mukomuko berada diatas nilai rata-rata
pertumbuhan ekonomi Provinsi
Bengkulu. Selain Kabupaten
Mukomuko, daerah yang memiliki
angka rata-rata pertumbuhan ekonomi
diatas nilai rata-rata Provinsi Bengkulu
adalah Kabupaten Kepahiang dengan
nilai rata-rata pertumbuhan sebesar
5,89%.
Berdasarkan angka pertumbuhan, dapat
dilihat juga bahwa pada beberapa
kabupaten pemekaran di Provinsi
Bengkulu menunjukkan trend nilai
angka pertumbuhan yang menurun.
Dimana Kabupaten Mukomuko,
meskipun secara rata-rata
pertumbuhannya tinggi, namun angka
pertumbuhan ekonominya cenderung
terus menurun setiap tahunnya selama
periode penelitian. Tahun 2013, angka
pertumbuhan ekonomi Kabupaten
Mukomuko sebesar 5,54%, tahun 2014
sebesar 5,43%, tahun 2015 sebesar
4,99%, dan meningkat pada tahun 2016
menjadi sebesar 5,21%. Meskipun
meningkat pada tahun 2016, namun
angka pertumbuhan tersebut belum
sebesar angka pertumbuhan pada awal
periode penelitian (tahun 2013).
Analisis Topologi Klassen
Tipologi Klasen digunakan untuk
mengetahui klasifikasi daerah
berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan
pendapatan perkapita daerah. Provinsi
Bengkulu dalam hal ini Kabupaten
Rejang Lebong, Kabupaten Kepahiang
dan Kabupaten Lebong dapat
diklasifikasikan menjadi empat
kelompok, yaitu : Kabupaten yang cepat
maju dan cepat tumbuh (high growth
and high income) berada pada kuadran
satu, Kabupaten yang berkembang cepat
(high growth but low income) berada
pada kuadran dua, Kabupaten yang
maju tapi tertekan (high income but low
growth) berada pada kuadran tiga,
Kabupaten relatif tertinggal (low
growth and low income) berada pada
kuadran empat.
Perbandingan antara 6 (enam)
Kabupaten pemekaran di Provinsi
Bengkulu berdasarkan analisis tipologi
klassen dapat dilihat pada tabel di
bawah ini :
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
114
Tabel 2. Klasifikasi Daerah Berdasarkan Tipologi
Klasen Kabupaten Lebong, Mukomuko,
Kaur, Kepahiang, Seluma dan Lebong
Tahun 2012-2016 Tahun Kuadran
I Kuadran
II Kuadran
III Kuadran
IV
2012 - - - -
2013
- -
LEB, MM, KA,
KPH, SEL, BT
-
2014
SEL -
LEB, MM,
KPH, BT
KA
2015
-
LEB, MM, KPH, SEL, BT
- KA
2016
KA
LEB, MM,
KPH, SEL, BT
- -
Sumber : Hasil Perhitungan, 2017
Keterangan :
Kuadran I : Daerah cepat maju cepat
tumbuh
Kuadran II : Daerah maju tapi tertekan
Kuadran III : Daerah berkembang
cepat
Kuadran IV : Daerah relatif tertinggal
LEB : Kabupaten Lebong
MM : Kabupaten Mukomuko
KA : Kabupaten Kaur
KPH : Kabupaten Kepahiang
SEL : Kabupaten Seluma
BT : Kabupaten Bengkulu
Tengah
Analisis Indeks Entropi Theil (IET)
Analisis ketimpangan ini dimaksudkan
untuk melihat seberapa besar
ketimpangan yang terjadi di masing-
masing kabupaten, yaitu di Kabupaten
Lebong, Mukomuko, Kaur, Kepahiang,
Seluma dan Bengkulu Tengah. Dari
perhitungan dengan menggunakan
Indeks Entropi Theil (IET), diperoleh
nilai ketimpangan untuk masing-masing
kabupaten seperti terlihat pada tabel 3.
di bawah ini :
Tabel 3. Hasil Perhitungan Indeks Entropi Theil Kabupaten Lebong, Mukomuko, Kaur,
Kepahiang, Seluma dan Bengkulu Tengah Tahun 2012-2016
Tahun
Indeks Entropi Theil
Lebong Mukomuko Kaur Kepahiang Seluma Bengkulu Tengan
2012 -1,649 -1,124 -1,591 -1,202 -1,353 0,190
2013 -1,551 -1,066 -1,453 -1,064 -1,318 0,381
2014 -1,397 -0,976 -1,322 -0,879 -1,269 0,688
2015 -1,250 -0,887 -1,168 -0,681 -1,227 0,984
2016 -1,080 -0,788 -0,983 -0,453 -1,168 1,301
Rata-Rata -0,770 -0,538 -0,724 -0,475 -0,704 0,394
Sumber : Hasil Perhitungan, 2017
Daerah yang memiliki angka IET yang
semakin tinggi dikategorikan sebagai
daerah yang semakin timpang
pembangunannya. Pada enam (6)
Kabupaten diatas, berdasarkan angka
IET masing-masing kabupaten, maka
hanya Kabupaten Bengkulu Tengah
yang termasuk dalam kategori daerah
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
115
yang pembangunan tidak merata,
sementara itu Kabupaten Lebong,
Mukomuko, Kaur, Kepahiang dan
Seluma angka IET masih di bawah 0
(nol) artinya belum terlihat
ketimpangan pembangunan di daerah
tersebut. Namun, jika dilihat trend
perkembangan angka IET semua
kabupaten selama periode penelitian,
maka keenam kabupaten tersebut
cenderung bergerak pada semakin
timpangnya pembangunan dimasing-
masing daerah. Angka IET masing-
masing kabupaten pemekaran bergerak
naik mendekati angka 0 (nol), bahkan
kabupaten Bengkulu Tengah angka IET
nya di tahun 2016 telah melampaui
angka 1 (satu). Hal ini berarti 6 (enam)
kabupaten pemekaran tersebut memiliki
pertumbuhan angka IET yang secara
perlahan terus bergerak kearah
ketimpangan ekonomi di masing-
masing daerah.
Dari hasil perhitungan IET
menunjukkan bahwa selama periode
tahun 2012-2016 angka IET selalu
meningkat. Angka ketimpangan
tertinggi terjadi di Bengkulu Tengah,
dimana tahun 2012 angka IET sebesar
0,190, tahun 2013 meningkat menjadi
0,381, tahun 2014 terus bergerak naik
menjadi sebesar 0,688, tahun 2015
kembali naik menjadi sebesar 0,984,
serta tahun 2016 dengan angka IET
tertinggi dan telah melampaui angka 1,
yaitu 1,301. Rata-rata angka IET
kabupaten Bengkulu Tengah selama
tahun 2012 – 2016 adalah sebesar
0,394.
Kabupaten Lebong merupakan daerah
yang angka IET nya paling kecil,
dimana tahun 2012 angka IET terjauh
dari 0 (nol), yaitu sebesar -1,649.
Namun angka IET tersebut memiliki
trend yang semakin naik, dimana tahun
2013 menjadi sebesar -1.551, tahun
2014 kembali meningat menjadi -1,397,
tahun 2015 menjadi sebesar 1,250, serta
tahun 2016 menjadi sebesar 1,080.
Rata-rata angka IET kabupaten Lebong
selama periode penelitian adalah
sebesar -0,770, nilai ini masih belum
mencapai angka 0 (nol) bahkan masih
jauh dari angka 1, artinya belum terjadi
ketimpangan pembangunan di
kabupaten Lebong.
Pembahasan.
Dari hasil perhitungan dengan
menggunakan analisis rumus
pertumbuhan ekonomi, Tipologi Klasen
dan Indeks Entropi Theil maka dapat
diketahui pertumbuhan ekonomi,
klasifikasi daerah serta ketimpangan
pembangunan di Kabupaten Lebong,
Mukomuko, Kaur, Kepahiang, Seluma
dan Bengkulu Tengah seperti yang
terangkum dalam Tabel 4. dibawah ini :
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
116
Tabel 4. Hasil Analisis Pertumbuhan Ekonomi, Tipologi Klassen, dan Indeks Entropi
Theil Tahun 2012-2016
Kabupaten
Rata-Rata
Pertumbuhan
Ekonomi
Tipologi
Klassen
(Kuadran)
Indeks Entropi Theil
Lebong 5,29 III – III – II – II Merata /Tidak Timpang
Mukomuko 5,97 III – III – II – II Merata /Tidak Timpang
Kaur 5,30 III – IV – IV – I Merata /Tidak Timpang
Kepahiang 5,89 III – III – II – II Merata /Tidak Timpang
Seluma 5,09 III – I – II – II Merata /Tidak Timpang
Bengkulu
Tengah 5,28 III – III – II – II Tidak Merata/Timpang
Sumber : Hasil Perhitungan, 2017
Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten
Pemekaran
Pertumbuhan ekonomi pada 6 (enam)
kabupaten pemekaran dapat dilihat pada
tabel 1. dan table 4 diatas, dimana rata-
rata pertumbuhan ekonomi masing-
masing kabupaten berada di atas angka
5%. Hal ini menunjukkan bahwa jika
dilihat dari indikator pertumbuhan
ekonomi, maka kabupaten pemekaran di
Provinsi Bengkulu berada pada kondisi
yang hampir sama, dengan rentang
pertumbuhan antara 5,09% - 5,97%.
Sementara pada periode yang sama,
rata-rata perumbuhan ekonomi Provinsi
Bengkulu adalah sebesar 5,49%.
Artinya, ada 2 (dua) kabupaten
pemekaran yaitu kabupaten Mukomuko
dan Kabupaten Kepahiang dengan rata-
rata agka pertumbuhan ekonomi diatas
rata-rata pertumbuhan provinsi. Hal ini
menunjukkan bahwa kinerja ekonomi
kedua kabupaten tersebut lebih baik
dibandingkan daerah pemekaran lainnya
bahkan provinsi Bengkulu.
Angka pertumbuhan ekonomi ini
menunjukkan bahwa proses perubahan
perekonomian daerah pemekaran terus
bergerak kearah yang lebih baik selama
periode penelitian, dimana stabilitas
kegiatan ekonomi dapat terus
dipertahankan untuk tumbuh dan
berkembang. Angka pertumbuhan
ekonomi yang rata-rata diatas 5% ini
menunjukkan proses kapasitas produksi
pada perekonomian daerah pemekaran
diwujudkan dalam bentuk kenaikan
PDRB-nya. Pertumbuhan ekonomi yang
dapat dikategorikan pada angka yang
bagus ini merupakan indikator
keberhasilan pembanguan ekonomi
sekaligus keberhasilan pemerintah
daerah. Perekonomian yang tumbuh
diatas 5% merupakan dampak postif
dari pergerakan sektor-sektor ekonomi
pembentuk PDRB, hal ini sekaligus
menunjukkan tumbuhnya kegiatan
ekonomi masyarakat dan daerah.
Angka pertumbuhan ekonomi yang
positif di seluruh kabupaten pemekaran
menggambarkan bahwa perekonomian
daerah semakin membaik dari tahun ke
tahunnya. Angka pertumbuhan
ekonomi pada kabupaten pemekaran
yang relatif sama menunjukkan
aktivitas ekonomi masyarakat di 6
(enam) kabupaten tersebut tidak terlalu
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
117
jauh berbeda memberikan kontribusi
dalam perekonomian daerahnya
masing-masing. Kabupaten Mukomuko
sebagai daerah pemekaran dengan
angka pertumbuhan ekonomi tertinggi
ditunjukkan dengan nilai PDRB
kabupaten Mukomuko dari tahun ke
tahunnya lebih tinggi dari kabupaten
lainnya. Aktivitas ekonomi masyarakat
di bidang perkebunan (terutama sawit)
memberikan kontribusi yang cukup
besar dalam perekonomian daerah
kabupaten Mukomuko.
Setiap daerah mengalami perubahan
terhadap keadaan perekonomiannya,
dalam hal pertumbuhan ekonomi maka
setiap daerah yang mempunyai angka
pertumbuhan ekonomi positif berarti
terjadi peningkatan produksi barang dan
jasa (peningkatan kapasitas produksi)
dari tahun ke tahunnya yang
diwujudkan dalam bentuk kenaikan
PDRB. Kegiatan ekonomi pada 6
(enam) Kabupaten Pemekaran di
Provinsi Bengkulu secara rata-rata per
tahunnya bergerak stabil diangka rata-
rata antara 5,09% - 5,97%. Dalam
kegiatan ekonomi yang sebenarnya,
pertumbuhan ekonomi dapat diartikan
sebagai perkembangan ekonomi secara
fisik yang terjadi, yaitu seperti
pertambahan jumlah dan produksi
barang industry, perkembangan
infrastruktur, perkembangan barang
manufaktur dan sebagainya.
Tingkat pertumbuhan ekonomi rata-rata
di setiap Kabupaten pemekaran di
Provinsi Bengkulu relatif tidak terlalu
jauh berbeda, hal ini juga dimungkinkan
karena sektor-sektor ekonomi potensial
pada 6 (enam) daerah tersebut relatif
sama. Dalam penyusunan perencanaan
sektoral, pemerintah daerah masing-
masing dapat lebih memperhatikan
sektor-sektor ekonomi potensial yang
dimiliki, karena kebijakan
pembangunan pada saat ini lebih
berorientasi pada pertumbuhan
ekonomi.
Klasifikasi Daerah Kabupaten
Pemekaran
Pola pertumbuhan ekonomi dan
klasifikasi daerah pemekaran di
Provinsi Bengkulu digambarkan melalui
tipologi Klassen, dimana
pengelompokkan daerah berdasarkan
pada perbandingan tingkat pertumbuhan
(r) dan pendapatan (y) Kabupaten
Pemekaran dengan tingkat pertumbuhan
dan pendapatan rata-rata provinsi.
Tipologi daerah untuk masing-masing
kabupaten dari tahun 2012–2016
mengalami pergeseran, dengan kondisi
ada 5 (lima) kabupaten yaitu Lebong,
Mukomuko, Kaur, Kepahiang dan
Bengkulu Tengah menuju kuadran II,
yaitu daerah yang maju tapi tertekan
(pendapatan tinggi, pertumbuhan
rendah). Daerah yang relatif maju tetapi
dalam beberapa tahun terakhir laju
pertumbuhannya menurun akibat
tertekannya kegiatan utama kabupaten
yang bersangkutan. Karena itu,
walaupun daerah ini merupakan
kabupaten telah maju, tetapi dimasa
mendatang diperkirakan
pertumbuhannya tidak akan begitu
cepat, walaupun potensi pembangunan
yang dimiliki pada dasarnya sangat
besar. Daerah ini dapat memperbaiki
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
118
kondisi daerahnya, antara lain dengan
perbaikan faktor aksesibilitas, serta
optimalisasi sumber daya alam
potensial.
Daerah maju tapi tertekan dapat
mengembangkan sektor unggulan
lainnya yang tidak mengalami
penekanan. Hal ini dilakukan agar
pertumbuhan ekonomi pada daerah ini
tidak hanya bergantung pada kegiatan
ekonomi utamanya. Pengembangan
produk bernilai tambah juga diperlukan
bagi daerah dalam tipologi ini, hal ini
ditujukan agar memberikan nilai
tambah pada hasil produksi daerah.
Dimana dalam hal ini kegiatan
pengolahan hasil produksi sehingga
produk yang dipasarkan tidak hanya
produk mentah tetapi produk yang
terlah memiliki nilai tambah (produk
jadi atau produk setengah jadi).
Pengembangan ini dilakukan untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi
dan pendapatan masyarakat setempat.
Sementara itu, kabupaten Kaur
merupakan daerah yang bergeser pada
kondisi terbaik diakhir periode
penelitian, yaitu berada pada kuadran I.
Dimana daerah ini menjadi daerah yang
maju dan cepat tumbuh (pendapatan
tinggi dan pertumbuhan tinggi). Daerah
ini mengalami laju pertumbuhan PDRB
dan tingkat pendapatan per kapita yang
lebih tinggi dari rata-rata kabupaten
pemekaran di Provinsi Bengkulu. Pada
dasarnya daerah tersebut merupakan
kabupaten yang paling maju, baik dari
segi tingkat pembangunan maupun
kecepatan pertumbuhan. Daerah ini
merupakan kabupaten yang mempunyai
potensi pembangunan yang sangat besar
dan telah dimanfaatkan secara baik
untuk kemakmuran masyarakat
setempat, karena itu diperkirakan
kabupaten ini akan terus berkembang
dimasa mendatang. Hal ini
dimungkinkan karena adanya
pemanfaatan sumber daya alam yang
ada secara lebih optimal, tingkat
aksesiblitas cukup tinggi yang ditunjang
dengan transportasi yang lancar, letak
daerah yang strategis yaitu berada pada
jalur lintas sumatera.
Namun, tujuan pembangunan bukan
semata-mata mengejar pertumbuhan
ekonomi, karena salah satu tolok ukur
keberhasilan pembangunan adalah
tingkat pemerataan pembangunan dan
hasil-hasilnya. Dalam rangka
pembangunan daerah, pemerintah
daerah perlu menyusun prioritas
kebijakan pembangunan. Penentuan
prioritas kebijakan ini dilakukan agar
pembangunan daerah dapat lebih terarah
dan berjalan secara efektif dan efisien
dibawah kendala keterbatasan anggaran
dan Sumber Daya yang dimiliki daerah.
Ketimpangan Pembangunan
Kabupaten Pemekaran
Dalam mengukur tingkat ketimpangan
pembangunan antar kabupaten/kota di
Provinsi Bengkulu digunakan alat
analisis Indeks Entropi Thei (IET).
Adapun hasil perhitungan dengan
menggunakan indeks entropi theil dapat
dilihat pada Tabel 1. Tabel 9. dan tabel
10. diatas. Secara umum, Sumber Daya
Alam dan kondisi demografis antara
kabupaten pemekaran relatif tidak jauh
berbeda. Namun selama periode
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
119
penelitian, Bengkulu Tengah memiliki
tingat ketimpangan pembangunan yang
semakin tinggi. Hal ini ditunjukkan
dengan angka IET yang telah melewati
angka 1, yang artinya menggambarkan
bahwa pendapatan per kapita kabupaten
Bengkulu Tengah masih belum merata,
serta konsentrasi kegiatan ekonomi
diwilayahnya juga belum merata.
Untuk mengurangi ketimpangan
pembangunan, maka setiap kabupaten
harus meningkatkan pendapatan dan
laju pertumbuhan ekonomi dengan cara
mengembangkan sektor unggulan yang
dimiliki masing-masing daerah. Dengan
meningkatkan/ mengembangkan sektor
unggulan maka akan memacu kenaikan
tingkat pendapatan dan pertumbuhan
ekonomi. Dengan meningkatnya
pendapatan maka kabupaten akan
menjadi daerah yang lebih maju dan
berkembang cepat.
Meskipun berada pada kondisi
pertumbuhan ekonomi yang cukup baik,
namun sulit mengelak bahwa
ketimpangan pembangunan pada 5
(Lima) daerah pemerkaran di Provinsi
Bengkulu bergerak semakin tinggi,
walaupun masih dibawah angka nol.
Hal ini terlihat pada angka indeks
entropi theil pada masing-masing
daerah yang terus bergerak naik, dan
diharapkan tidak semakin naik agar
tetap berada dibawah angka nol. Jika
hasil analisis mendekati angka 1 (satu)
maka hal ini menunjukkan bahwa
distribusi pendapatan mulai tidak
merata dari tahun ke tahunnya. Nilai
indeks yang meningkat semakin
mendekati 1 (satu) berarti distribusi
pendapatan perkapita menurut
kabupaten (daerah pemekaran) di
Provinsi Bengkulu mulai tidak merata.
Hal ini berarti nilai kesenjangan
pendapatan perkapota antar kabupaten
pemekaran di Provinsi Bengkulu mulai
menunjukkan tingkat kemerataan yang
tidak baik.
Berdasarkan hasil perhitungan, maka
untuk saat ini hanya Kabupaten
Bengkulu Tengah yang masuk dalam
kategori daerah pemekaran di Provinsi
Bengkulu dengan tingkat kemerataan
yang tidak baik (timpang). Dengan
potensi sumber daya yang melimpah
serta sebagai daerah otonom, dimana
kepentingan dan pembangunan daerah
menjadi tanggung jawab / wewenang
pemerintah daerah, maka diperlukan
kebijakan–kebijakan yang sesuai
dengan potensi serta kondisi daerah.
Hal ini harus dilakukan oleh pemerintah
daerah agar kondisi perekonomian di
daerah yang terus tumbuh dan
berkembang tersebut ditunjukkan pula
dengan berkurangnya ketimpangan
pembangunan atau semakin meratanya
distribusi pendapatan antar penduduk
daerah tersebut.
PENUTUP
Simpulan
1. Pertumbuhan ekonomi untuk
masing-masing kabupaten dari tahun
2012 – 2016 secara rata-rata berada
pada angka 5,09%–5,97%, dimana
Kabupaten Lebong dengan
pertumbuhan ekonomi rata-rata
sebesar 5,29%, Mukomuko sebesar
5,97%, Kaur sebesar 5,30%,
Kepahiang sebesar 5,89%, Seluma
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
120
sebesar 5,09% dan Bengkulu Tengah
sebesar 5,28%. Pertumbuhan
ekonomi rata-rata terendah adalah
kabupaten Seluma, yaitu sebesar
5,09%, dan tertinggi adalah
kabupaten Mukomuko sebesar
5,97%.
2. Klasifikasi daerah untuk masing-
masing kabupaten dari tahun 2012–
2016 mengalami pergeseran, dimana
pada awal periode penelitian semua
kabupaten berada pada kuadran III
(daerah yang berkembang cepat),
yaitu daerah ini memiliki
pertumbuhan yang tinggi namun
pendapatan rendah. Pada akhir
periode penelitian (tahun 2016), ada
5 (lima) kabupaten yang bergeser ke
kuadran II (daerah yang maju tapi
tertekan), yaitu daerah dengan
pendapatan tinggi namun
pertumbuhan rendah, daerah tersebut
adalah Kabupaten Lebong,
Mukomuko, Kepahiang, Seluma dan
Bengkulu Tengah. Kabupaten Kaur
menjadi satu-satunya daerah yang
berada pada kuadran I pada akhir
periode penelitian, yaitu daerah yang
maju dan cepat tumbuh, dimana
pendapatan tinggi dan pertumbuhan
tinggi.
3. Secara umum, Sumber Daya Alam
dan kondisi daerah antar kabupaten
pemekaran di Provinsi Bengkulu
relatif tidak jauh berbeda. Selama
periode penelitian (2012–2016),
kabupaten pemekaran tersebut
menunjukkan kondisi pada tingkat
ketimpangan pembangunan dengan
trend meningkat. Hal ini ditunjukkan
dengan angka Indeks Entropi Theil
(IET) yang semakin besar bahkan
ada yang telah melampaui angka 1.
Angka IET ini menggambarkan
bahwa pendapatan per kapita di
masing-masing Kabupaten masih
tergolong merata. Dimana kabupaten
Lebong, Mukomuko, Kaur,
Kepahiang dan Seluma memiliki
angka IET dibawah nol, sementara
itu hanya kabupaten Bengkulu
Tengah yang berada pada kondisi
ketimpangan pembagunan atau
pembangunan tidak merata.
4. Perbandingan perekonomian antara
keenam kabupaten pemekaran dilihat
dari sisi pertumbuhan ekonominya,
Kabupaten Mukomuko merupakan
daerah dengan rata-rata pertumbuhan
tertingi. Sementara berdasarkan
tipologi klassen, Kabupaten Kaur
merupakan kabupaten dengan
klasifikasi daerah terbaik yaitu
daerah yang maju dan cepat tumbuh,
dimana pendapatan tinggi dan
pertumbuhan tinggi. Kemudian jika
melihat angka indeks entropi theil,
maka Kabupaten Lebong merupakan
daerah dengan tingkat ketimpangan
pembangunan paling rendah, dan
Kabupaten Bengkulu Tengah dengan
tingkat ketimpangan pembangunan
paling tinggi.
Rekomendasi
1. Klasifikasi daerah mayoritas
kabupaten pemekaran berada pada
kuadran daerah berkembang cepat,
dimana pertumbuhan ekonomi telah
cukup tinggi dan pendapatan masih
rendah. Untuk itu, kabupaten
pemekaran harus terus meningkatkan
pendapatan dan pertumbuhan
ekonominya secara maksimal,
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
121
dengan menyusun arah dan
kebijakan pembangunan yang fokus
dan memprioritaskan pada sektor
ekonomi dominan dalam PDRB
Kabupatennya.
2. Berdasarkan perhitungan Indeks
Entropi Theil (IET), dimana tingkat
ketimpangan pembangunan di
masing-masing Kabupaten mulai
bergerak naik, maka dalam
mengurangi angka ketimpangan
pembangunan ini diharapkan
kabupaten pemekaran dapat
menyusun program/kegiatan yang
mendukung pada upaya peningkatan
pendapatan per kapita daerah
masing-masing dimasa mendatang.
3. Trend meningkatnya angka IET di
masing-masing kabupaten
pemekaran merupakan bukti
ketimpangan pembangunan ekonomi
ditengah kebanggaan daerah
terhadap angka pertumbuhan
ekonomi daerah yang cukup tinggi.
Untuk itu, ke depannya pemerintah
daerah tidak hanya fokus pada upaya
peningkatan angka pertumbuhan
ekonomi, tetapi juga pada kebijakan
dan program/kegiatan pada upaya
peningkatan pendapatan
masyarakatnya.
4. Pemerintah Provinsi Bengkulu dapat
memperbesar ekspansi pembangunan
hingga ke daerah kabupaten/kota,
baik dari sektor ekonomi maupun
fasilitas dan aksesibilitas agar tidak
terjadi kesenjangan yang terlampau
besar antar kabupaten/kota di
wilayah Provinsi Bengkulu.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Lincolyn. 2004. Ekonomi
Pembangunan. Yogyakarta :
STIE YKPN
Bhinadi. 2003. “Disparitas
pertumbuhan Ekonomi Jawa
dengan luar Jawa, Jurnal
Ekonomi Pembangunan Volume
8 No. 1 Hal.39-48, Juni 2003.
BPS Provinsi Bengkulu. 2016.
Bengkulu Dalam Angka.
BPS Provinsi Bengkulu. 2017.
Bengkulu Dalam Angka.
Caska dan Riadi, RM. 2008.
Pertumbuhan dan Ketimpangan
Pembangunan Ekonomi Antar
Daerah di Provinsi Riau. Jurnal
Industri dan Perkotaan, Volume
XII 1629 Nomor 21, Februari
2008.
Dumairy. 1997. Perekonomian
Indonesia. Jakarta : Erlangga
Frediyanto, Yanuar. 2010. Analisis
Kemampuan Keuangan
Kabupaten/Kota di Provinsi
Jawa Tengah sebelum dan
sesudah Kebijakan Otonomi
Daerah. Skripsi. Fakultas
Ekonomi, Universitas
Diponegoro, Semarang.
Hidayat, Syarif. 2000. Refleksi Realita
Otonomi Daerah dan Tantangan
kedepan. Jakarta : Pustaka
Quantum.
Khairunnisa, Astari. 2012. Analisis
Disparitas Pembangunan
Ekonomi Antar Kecamatan di
Kota Medan. Jurnal Ekonomi
dan Pembangunan, Vol. 3 No. 7.
Kriyantono, Rachmat. 2006. Teknik
Prakits Riset Komunikasi.
Jakarta : Prenada.
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
122
Kuncoro, Mudrajat. 2004, Otonomi dan
Pembangunan Daerah
(Reformasi, Perencanaan,
Strategi, dan Peluang). Jakarta :
Erlangga.
……………….... 2004. Analisis Spasial
dan Regional. Yogyakarta :
AMP YKPN
Mopangga, Herwin. 2011. Analisis
Ketimpangan Pembangunan dan
Pertumbuhan Ekonomi di
Provinsi Gorontalo. Jurnal
Trikonomika, Vol. 10 No. 1,
Juni 2011.
Partadiredja, Ace. 1997. Perhitungan
Pendapatan Nasional. Jakarta :
LP3ES
Rasyid, Ryaas. 1998. Desentralisasi
Dalam Rangka Menunjang
Pembangunan Daerah Dalam
Pembangunan Administrasi
Indonesia. Jakarta : LP3ES.
Sjafrizal. 1997. Pertumbuhan Ekonomi
dan Ketimpangan Regional
Wilayah Indonesia Bagian
Barat. Jakarta : Prisme LP3ES.
............... 2008. Ekonomi Regional :
Teori dan Aplikasi. Padang :
Baduose Media.
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian
Kuantitatif Kualitatif dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
Sukirno, Sadono. 2006. Ekonomi
Pembangunan (Proses, Masalah
dan Dasar Kebijakan). Jakarta :
LPFE UI.
Suparmoko, Irawan. 2002, Ekonomi
Pembangunan, BPFE – UGM,
Yogyakarta.
Supriyanto. 2006. Struktur Ekonomi
Wilayah di Provinsi Hasil
Pemekaran. Jakarta : LIPI Press.
Suryana. 2000. Ekonomi Pembangunan
(Problemantika dan
Pendekatan). Bandung :
Salemba Empat.
Sutarno, Kuncoro. 2003, Pertumbuhan
Ekonomi dan Ketimpangan
antar Kecamatan di Kabupaten
Banyumas, 1993 - 2000, Jurnal
Ekonomi Pembangunan,
Volume 8 No. 2, Desember
2003 : 97-110.
Tadjoeddin, M. Z. 2001. Aspirasi
Terhadap Ketidakmerataan :
Disparitas Regional dan Konflik
Vertikal di Indonesia. Jakarta :
UNSFIR Working Paper.
Tambunan, T. H. 2001. Perekonomian
Indonesia : beberapa masalah
penting. Jakarta : Ghalia
Indonesia
Teguh, Muhammad. 2004. Penelitian
Ekonomi, Edisi Kedua. Raja
Grafindo Persada. Jakarta.
The Kian Wie. 1988. Industrialisasi
Indonesia : Analisis dan
Catatan Kritis. Jakarta : Kompas
Media.
Todaro, Michael P dan Smith, Stephen
C. 2003. Pembangunan
Ekonomi di Dunia Ketiga, Jilid
1 Edisi ke delapan. Jakarta :
Erlangga.
Todaro, Michael P. 2009.
Pembangunan Ekonomi di
Dunia Ketiga (Edisi
Kesembilan. Jakarta : Erlangga.
Widodo, Tri. 2006. Perencanaan
Pembangunan. Yogyakarta :
UPP STIM YKPN.
Wijayanti. 2003. Analisis Kesenjangan
Pembangunan Regional :
Indonesia, 1992-2001, Jurnal
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
123
Ekonomi Pembangunan Volume
9 No. 2 Hal.129-142, Desember
2003.
Yadiansyah. 2007. Analisis
Pertumbuhan Ekonomi dan
Ketimpangan Pendapatan antar
Propinsi di Indonesia periode
1993-2005, Jurnal Ekonomi
Pembangunan Vol. 5 No. 1,
Tahun 2007 : 59-78.
Yunan Y, Zuhairan. 2012. Tipologi
Sektoral sebagai Pengukur
dalam Menentukan Sektor
Potensial Kabupaten Lampung
Selatan. Jurnal Signifikan Vol I
No.1,. hlm. 15 – 30
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
124
ANALISIS HUKUM PIDANA TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN DALAM
MENANGANI TINDAK PIDANA KORUPSI MELALUI OPERASI TANGKAP
TANGAN (OTT) PADA KASUS PIDANA RIDWAN MUKTI
ANALYSIS OF CRIMINAL LAW ON VERDICT TOWARDS RIDWAN
MUKTI’S CAUGHT RED-HANDED CASE
Yusran Konazomi
Fakultas Hukum, Universitas Prof. Dr. Hazairin, SH Bengkulu
Jalan Ahmad Yani Nomor 1 Bengkulu
Email : [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah sudah tepat pertimbangan hakim
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Bengkulu dalam putusan
Tingkat Pertama Nomor : 45/Pid.Sus-TPK/2017/PN Bgl Tahun 2018 dan Putusan
Tingkat Banding Pengadilan Tinggi Bengkulu Nomor : 4/Pid.Sus-TPK/2018/PT.BGL.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang menggunakan pendekatan normatif
yuridis. Data yang digunakan adalah data primer yang didapat melalui wawancara,
serta data sekunder didapat melalui studi pustaka dan dokumentasi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pertimbangan hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada
Pengadilan Negeri Bengkulu Nomor : 45/Pid.Sus-TPK/2017/PN Bgl Tahun 2018 sudah
benar dan tepat sesuai dengan fakta hukum di persidangan dan ketentuan Perundang-
undangan yang berlaku, hal ini terbukti dengan dikuatkannya putusan tersebut oleh
Pengadilan Tinggi Bengkulu dengan Putusan Nomor : 4/Pid.Sus-TPK/2018/PT.BGL
yang memperbaiki putusan Tingkat Pertama mengenai kualifikasi dan lamanya pidana
yang dijatuhkan kepada terdakwa I Ridwan Mukti dan terdakwa II Lily Martiani
Maddari.
Kata Kunci : Hukum pidana, putusan pengadilan, tindak pidana korupsi, operasi
tangkap tangan
ABSTRACT
This study aims to confirm the verdict of corruption from Judge of District Court of
BengkuluNumber 45/Pid.Sus-TPK/2017/PN Bgl of 2018 andHigh Court of Bengkulu
Number 4/Pid.Sus-TPK/2018/PT.BGL. It is descriptive study using juridical normative
approach. Primary data isobtained from interview, and secondary data is collected
from literatures and documentation. Result of study shows that verdictfrom the judge of
Bengkulu District Court Number 45/Pid.Sus-TPK/2017/PN Bgl of 2018 is correct and
properbased on facts on the court and laws, then it is confirmed by verdict of Bengkulu
High Court Number 4/Pid.Sus-TPK/2018/PT.BGLwhich revises about qualification and
duration of detention to RidwanMukti and Lili Martiani Maddari as defendants.
Keywords: criminal law, verdict, corruption, caught red-handed
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
125
PENDAHULUAN
Pemberantasan tindak pidana korupsi,
ada upaya penangkapan pelaku yang
merupakan salah satu tindakan hukum
yang telah dilakukan Penyidik yang
diatur dalam ketentuan perundang-
undangan yang berlaku, yaitu orang
yang dapat/boleh ditangkap sedang
melakukan tindak pidana dengan bukti
yang cukup. Karena penangkapan
merupakan bentuk perampasan hak
asasi manusi, maka penyidik harus hati-
hati dalam melakukan penangkapan.
Penegakan hukum untuk memberantas
tindak pidana korupsi yang dilakukan
secara konvensional selama ini
mengalami berbagai kendala dan
hambatan, untuk itu diperlukan metode
penegakan hukum secara luar biasa
melalui pembentukan suatu badan
khusus yang mempunyai kewenangan
yang luas, independen, serta bebas dari
kekuasaan manapun dalam upaya
pemberantasan tindak pidana korupsi.
Dalam rangka mewujudkan supremasi
hukum, pemerintah telah membuat
landasan yang kuat dalam usaha
memerangi tindak pidana korupsi
melalui berbagai regulasi yang telah
ada, serta membentuk badan khusus
yang disebut Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) yang memiliki
kewenangan melakukan koordinasi dan
supervisi, termasuk melakukan
penyelidikan, penyidikan, dan
penuntutan. Kinerja KPK dari tahun ke
tahunnya terus menunjukkan
peningkatan, hal ini terlihat dari
banyaknya pejabat negara dan pejabat
daerah yang melakukan tindak pidana
korupsi terjaring dalam Operasi
Tangkap Tangan (OTT) KPK.
Di Provinsi Bengkulu, KPK telah
menangkap beberapa pejabat daerah,
anggota DPRD, hakim, pengusaha,
maupun keluarga pejabat, diantaranya
salah satu kasus yang menarik perhatian
publik yaitu Operasi Tangkap Tangan
yang dilakukan KPK terhadap Gubernur
Bengkulu Non Aktif, Ridwan Mukti.
Dimana Ridwan Mukti bersama istri
dan pengusaha/kontraktor di Provinsi
Bengkulu, terjaring dalam operasi
tangkap tangan KPK terkait fee proyek
infrastruktur pada tanggal 20 Juni 2017,
yang kemudian ditetapkan sebagai
tersangka pelaku dugaan tindak pidana
korupsi.
Pada tanggal 11 Januari 2018,
Pengadilan Negeri Bengkulu yang
mengadili perkara tersebut menyatakan
bahwa terdakwa Ridwan Mukti terbukti
secara sah dan meyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana korupsi
melalui putusan tingkat pertama
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada
Pengadilan Negeri Bengkulu Nomor :
45/Pid.Sus-TPK/2017/PN Bgl.
Kemudian terdakwa Ridwan Mukti
mengajukan banding dan Pengadilan
Tinggi Bengkulu tanggal 28 Maret 2018
menguatkan putusan Pengadilan Negeri
Bengkulu yang menyatakan terdakwa
Ridwan Mukti bersalah dan
menjatuhkan pidana yang semula
diputuskan oleh Pengadilan Negeri
Bengkulu 8 (delapan) Tahun penjara
menjadi 9 (sembilan) Tahun penjara,
serta pidana tambahan berupa
pencabutan hak untuk dipilih dalam
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
126
jabatan publik yang semula 2 (dua)
tahun menjadi selama 5 (lima) tahun
setelah terdakwa menjalani hukuman
pokoknya. Putusan Pengadilan Tinggi
Bengkulu tersebut tertuang melalui
putusan tingkat banding Pengadilan
Tinggi Bengkulu Nomor : 4 /Pid.Sus-
TPK/2018/PT.BGL.
Berdasarkan latar belakang diatas, yang
menjadi rumusan masalah adalah
apakah pertimbangan hakim Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan
Negeri Bengkulu dalam putusan
Tingkat Pertama Nomor : 45/Pid.Sus-
TPK/2017/PN Bgl Tahun 2018 dan
Putusan Tingkat Banding Pengadilan
Tinggi Bengkulu Nomor : 4/Pid.Sus-
TPK/2018/PT.BGL sudah tepat?.
Tujuan dalam penelitian ini adalah
untuk mengetahui apakah sudah tepat
pertimbangan hakim Pengadilan Tindak
Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri
Bengkulu dalam putusan Tingkat
Pertama Nomor : 45/Pid.Sus-
TPK/2017/PN Bgl Tahun 2018 dan
Putusan Tingkat Banding Pengadilan
Tinggi Bengkulu Nomor : 4/Pid.Sus-
TPK/2018/PT.BGL.
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Tindak Pidana Korupsi
Secara harfiah, menurut Nitibaskara
(2000), dimana korupsi memiliki arti
yang sangat luas, antara lain sebagai
berikut :
a. Korupsi adalah penyelewengan atau
penggelapan (uang Negara atau
perusahaan dan sebagainya) untuk
kepentingan pribadi dan orang lain.
b. Korupsi adalah busuk, rusak, suka
memakai barang atau uang yang
dipercayakan kepadanya, dapat
disogok melalui kekuasaan untuk
kepentingan pribadi.
Menurut Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi, mendefinisikan
pengertian korupsi ke dalam Pasal 2
Ayat (1) yaitu : “Setiap orang yang
secara melawan hukum melakukan
perbuatan memperkaya diri sendiri atau
orang lain atau suatu korporasi yang
dapat merugikan keuangan Negara atau
perekonomian Negara…”.
Secara umum, gambaran mengenai
unsur-unsur suatu perbuatan dapat
dikatakan sebagai tindak pidana korupsi
terdapat pada Pasal 2 dan Pasal 3
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001
tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Menurut Prints (2002) unsur-unsurnya,
yaitu:
a. Setiap orang;
b. Memperkaya/menguntungkan diri
sendiri, orang lain atau suatu
korporasi;
c. Dengan cara melawan hukum;
d. Menyalahgunakan kewenangan,
kesempatan atau sarana yang ada
padanya karena jabatan atau
kedudukan;
e. Dapat merugikan keuangan Negara
atau perekonomian Negara.
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
127
Pengertian Operasi Tangkap Tangan
Pengaturan tentang tangkap tangan
terdapat dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Menurut Pasal 1 butir 19 KUHAP :
“Tertangkap tangan adalah
tertangkapnya seorang pada waktu
sedang melakukan tindak pidana atau
dengan segera sesudah beberapa saat
tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat
kemudian diserukan oleh khalayak
ramai sebagai orang yang
melakukannya, atau apabila sesaat
kemudian padanya ditemukan benda
yang diduga keras telah dipergunakan
untuk melakukan tindak pidana itu yang
menunjukkan bahwa ia adalah
pelakunya atau turut melakukan atau
membantu melakukan tindak pidana
itu”.
Menurut Chaeruddin dkk (2008),
bahwa: “Penangkapan terhadap pelaku
dugaan tindak pidana korupsi akhir-
akhir ini semakin marak terjadi,
khususnya yang dilakukan oleh Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK)
sehingga menjadi pembahasan menarik
baik di media cetak, elektronik maupun
seminar-seminar ilmiah lainnya. Hal ini
dikarenaka korupsi telah menjadi
masalah yang serius di Indonesia,
khsususnya yang melibatkan pejabat
negara dan pejabat daerah, yang
kemudian merambah ke seluruh lini
kehidupan masyarakat, yang dilakukan
secara sistematis sehingga
menimbulkan stigma negatif bagi
bangsa dan negara dalam pergaulan
masyarakat internasional. Berbabagi
cara telah ditempuh untuk memberantas
korupsi seiring dengan semakin
canggihnya (sophisticated) modus
operandi tindak pidana korupsi”.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 Butir 19
KUHAP tersebut, bahwa terhadap
pelaku yang tertangkap tangan tersebut
dapat segera dilakukan penahanan. Hal
ini sesuai dengan bunyi Pasal 18
KUHAP yang menyebutkan dalam hal
tertangkap tangan penangkapan
dilakukan tanpa surat perintah dengan
ketentuan bahwa penangkap harus
segera menyerahkan pelaku beserta
barang bukti kepada penyidik atau
penyidik pembantu. Dalam hal
tertangkap tangan ini, tidak hanya
penyidik yang boleh melakukan
penangkapan, tetapi setiap orang atau
petugas keamanan boleh melakukan
penangkapan tersangka yang merupaka
pelaku tindak pidana, dengan syarat
setelah itu menyerahkan tersangka dan
barang bukti kepada penyidik.
Putusan Hakim
Menurut Mulyadi (2007) ditinjau dari
visi teoritik dan praktik, Putusan
pengadilan adalah : “Putusan yang
diucapkan oleh hakim karena
jabatannya dalam persidangan perkara
pidana yang terbuka untuk umum,
setelah melakukan proses dan
prosedural hukum acara pidana, pada
umumnya berisikan amar pemidanaan
atau bebas atau pelepasan dari segala
tuntutan hukum, dibuat dalam bentuk
tertulis dengan tujuan penyelesaian
perkaranya”.
Bentuk putusan hakim menurut
Mulyadi (2007)
1) Putusan Bebas (Vrijspraak)
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
128
Secara teoritik, putusan bebas dalam
rumpun hukum Eropa Kontinental
lazim disebut dengan istilah putusan
Vrijspraak, sedangkan dalam
rumpun Anglo-Saxon disebut
putusan Acquittal. Pada dasarnya,
esensi putusan bebas terjadi karena
terdakwa dinyatakan tidak terbukti
secara sah dan meyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana
sebagaimana didakwakan Jaksa atau
Penuntut Umum dalam surat
dakwaan. Putusan bebas dijatuhkan
oleh Majelis Hakim oleh karena hasil
pemeriksaan di sidang pengadilan,
kesalahan terdakwa atas perbuatan
yang didakwakan kepadanya tidak
terbukti secarah sah dan meyakinkan
menurut hukum. Akan tetapi,
menurut penjelasan Pasal demi Pasal
atas Pasal 191 Ayat (1) KUHAP,
menyebutkan bahwa yang dimaksud
dengan perbuatan yang didakwakan
kepadanya tidak terbukti sah dan
meyakinkan adalah tidak cukup
terbukti menurut penilaian hakim
atas dasar pembuktian dengan
menggunakan alat bukti menurut
ketentuan hukum acara pidana.
Secara yuridis, dapat disimpulkan
bahwa putusan bebas diberikan
apabila majelis hakim setelah
memeriksa pokok perkara dan
bermusyawarah beranggapan bahwa:
a. Ketiadaan alat bukti seperti
ditentukan asas minimum
pembuktian menurut Undang-
Undang secara negatif (Negatieve
wettelijke bewijs theorie)
sebagaimana diatur dalam
KUHAP. Dalam hal ini, pada
prinsipnya majelis hakim dalam
persidangan tidak cukup
membuktikan tentang kesalahan
terdakwa, serta hakim tidak yakin
terhadap kesalahan tersebut;
b. Majelis hakim berpandangan
terhadap asas minimum
pembuktian yang ditetapkan oleh
Undang-undang telah terpenuhi,
tetapi majelis hakim tidak yakin
akan kesalahan terdakwa.
2) Putusan Lepas dari Segala Tuntutan
Hukum (Onslag van alle
Rechtsvervolging)
Ketentuan Pasal 191 Ayat (2)
KUHAP mengatur secara eksplisit
tentang putusan pelepasan dari
segala tuntutan hukum. Pada Pasal
tersebut diatas, putusan pelepasan
dari segala tuntutan hukum
disebutkan sebagai berikut : “Jika
pengadilan berpendapat bahwa
perbuatan yang didakwakan kepada
terdakwa terbukti, tetapi perbuatan
itu tidak merupakan suatu tindakan
pidana, maka terdakwa diputus lepas
dari segala tuntutan hukum”. Dengan
demikian bahwa titik tolak ketentuan
Pasal 191 Ayat (2) KUHAP ditarik
suatu konklusi dasar bahwa pada
putusan pelepasan, tindak pidana
yang didakwakan oleh Jaksa atau
penuntut umum memang terbukti
secara sah dan meyakinkan menurut
hukum, tetapi terdakwa tidak dapat
dipidana karena perbuatan yang
dilakukan terdakwa bukan
merupakan perbuatan pidana.
3) Putusan Pemidanaan (Veroordeling)
Putusan pemidanaan atau
Veroordeling pada dasarnya diatur
dalam Pasal 193 Ayat (1) KUHAP,
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
129
yang menyebutkan bahwa : “Jika
pengadilan berpendapat bahwa
terdakwa bersalah melakukan tindak
pidana yang didakwakan kepadanya,
maka pengadilan menjatuhkan
pidana”.
Menurut Makarao (2004), “Pemberian
putusan apapun bentuknya akan
berpengaruh besar bagi pelaku,
keluarga, masyarakat setra hukum itu
sendiri. Oleh karena itu, semakin besar
dan banyaknya pertimbangan hakim,
maka akan semakin mendekati
keputusan yang rasional dan dapat
diterima oleh semua pihak. Untuk
mencapainya, maka hakim harus
memperhatikan beberapa hal,
diantaranya adalah :
1) Sifat tindak pidana (apakah itu suatu
tindak pidana yang berat atau
ringan);
2) Ancaman hukuman terhadap tindak
pidana;
3) Keadaan dan suasana waktu
melakukan tindak pidana tersebut
(yang memberatkan atau
meringankan);
4) Pribadi terdakwa yang menunjukkan
apakah dia seorang penjahat yang
telah berulang-ulang dihukum atau
seseorang penjahat untuk satu kali ini
saja; atau apakah dia seorang yang
masih muda ataupun seorang yang
telah berusia lanjut.
5) Sebab-sebab untuk melakukan tindak
pidana;
6) Sikap terdakwa dalam pemeriksaan
perkara (apakah dia menyesal akan
kesalahannya, atau dengan keras
menyangkal meskipun telah ada
bukti yang cukup akan
kesalahannya);
7) Kepentingan umum”.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif yang menggunakan
pendekatan normatif yuridis.
Pendekatan normatif yuridis adalah
penelitian berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan
dikaitkan dengan teori-teori hukum
pidana serta pelaksanaannya. Data yang
digunakan adalah data primer yang
didapat melalui wawancara, serta data
sekunder didapat melalui studi pustaka
dan dokumentasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ketentuan Pasal 50 Ayat (1) dan Ayat
(2) dan Pasal 51 Undang-Undang
Nomor 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman, menyatakan
bahwa : “Putusan pengadilan selain
harus memuat alasan dan dasar putusan,
juga memuat pasal tertentu dari
peraturan perundang-undangan yang
bersangkutan atau sumber hukum tak
tertulis yang dijadikan dasar untuk
mengadili. Tiap putusan pengadilan
harus ditandatangani oleh ketua serta
hakim yang memutus dan panitera yang
ikut serta bersidang. Penetapan, ikhtisar
rapat permusyawaratan, dan berita acara
pemeriksaan sidang ditandatangani oleh
ketua majelis hakim dan panitera
sidang”.
Ketentuan Pasal 53 Ayat (1) dan Ayat
(2) UU tersebut juga menyebutkan
bahwa : “Dalam memeriksa dan
memutus perkara, hakim
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
130
bertanggungjawab atas penetapan dan
putusan yang dibuatnya. Penetapan dan
putusan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus memuat pertimbangan
hukum hakim yang didasarkan pada
alasan dan dasar hukum yang tepat dan
benar”.
Berdasarkan Pasal 50 dan Pasal 51
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman, dalam
Pasal 50 disebutkan bahwa :
1) Putusan pengadilan selain harus
memuat alasan dan dasar putusan,
juga memuat Pasal tertentu dari
Peraturan-Peraturan yang
bersangkutan atau sumber hukum tak
tertulis yang dijadikan dasar untuk
mengadili.
2) Tiap putusan pengadilan harus
ditandatangani oleh Ketua serta
Hakim yang memutus dan Panitera
yang ikut serta bersidang.
Dan dalam pasal 51 disebutkan bahwa :
“Penetapan, ikhtiar rapat
permusyawaratan dan berita acara
pemeriksaan sidang ditandatangani oleh
Ketua Majelis Hakim dan Panitera
sidang”.
Putusan hakim sangat berkaitan dengan
bagaimana hakim dalam
mengemukakan pendapat atau
pertimbangannya berdasarkan fakta-
fakta serta alat bukti di persidangan
serta keyakinan hakim atas suatu
perkara. Oleh sebab itu, hakim memiliki
peran sentral dalam menjatuhkan
putusan pengadilan. Pertimbangan
mengenai hal-hal yang memberatkan
dan meringankan terdakwa diatur dalam
Pasal 197 huruf d dan Pasal 197 huruf f
KUHAP.
Fakta-fakta persidangan yang
dihadirkan berorientasi dari lokasi
kejadian (locus delicti), waktu kejadian
(tempus delicti), dan modus operandi
tentang bagaimana tindak pidana itu
dilakukan. Selain itu, harus diperhatikan
akibat langsung atau tidak langsung dari
perbuatan terdakwa, barang bukti yang
digunakan, dan terdakwa dapat
mempertanggungjawabkan perbuatan-
nya atau tidak. Setelah fakta-fakta
dalam persidangan telah diungkapkan,
baru kemudian putusan hakim
mempertimbangkan unsur-unsur tindak
pidana yang didakwakan oleh penuntut
umum yang sebelumnya telah
dipertimbangkan korelasi antara fakta-
fakta, tindak pidana yang didakwakan,
dan unsur-unsur kesalahan terdakwa.
Setelah itu, majelis mempertimbangkan
dan meneliti apakah terdakwa telah
memenuhi unsur-unsur tindak pidana
yang didakwakan dan terbukti secara
sah dan meyakinkan menurut hukum.
Pertimbangan yuridis dari tindak pidana
yang didakwakan harus memenuhi
aspek teoritis, pandangan doktrin,
yurisprudensi, dan posisi kasus yang
ditangani, kemudian secara limitatif
ditetapkan pendiriannya dalam putusan.
Pertimbangan Majelis Hakim
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada
Pengadilan Negeri Bengkulu tentunya
berdasarkan fakta-fakta hukum yang
adat, bahwa apa yang dilakukan
terdakwa II. Lily Martiani Maddari
menerima uang fee proyek sebesar
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
131
Rp.1.000.000.000,00 (satu milyar
rupiah) dari saksi Jhoni Wijaya melalui
saksi Rico Diansari adalah
sepengetahuan dari terdakwa I. Ridwan
Mukti. Pengetahuan terdakwa I. Ridwan
Mukti tersebut dapat dinilai dari
rangkaian peristiwa sebelum terjadinya
pemberian uang dari saksi Jhoni Wijaya
kepada saksi Rico Diansari yang
kemudian oleh saksi Rico Diansari uang
itu diserahkan kepada terdakwa II. Lily
Martiani Maddari. Selain itu maksud
dari saksi Jhoni Wijaya memberikan
uang sebesar Rp.1.000.000.000,00 (satu
milyar rupiah) tersebut kepada terdakwa
I. Ridwan Mukti sebagai Gubernur
Bengkulu melalui saksi Rico Diansari
dan terdakwa II. Lily Martiani Maddari
adalah sebagai tanda terima kasih
karena PT. Statika Mitra Sarana telah
mendaptkan proyek pembangunan/
peningkatan jalan dari Dinas PU
Pemerintah Provinsi Bengkulu Tahun
2017.
Melihat rangkaian peristiwa tersebut
secara utuh, maka ketika uang dari saksi
Jhoni Wijaya telah beralih penguasaan
fisiknya dan telah diterima oleh
terdakwa II. Lily Martiani Maddari,
secara hukum haruslah dianggap telah
diterima oleh terdakwa I. Ridwan
Mukti. Dalam konteks dakwaan Pasal
12 huruf a Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
perbuatan menerima hadiah tidak
disyaratkan bahwa pihak penerima
hadiah itu menerima sendiri
hadiah/uangnya melainkan dapat
dilakukan oleh orang lain yang telah
bekerja sama atau yang mempunyai
hubungan khusus dengan penerima
hadiah itu seperti halnya dalam perkara
ini terdakwa I. Ridwan Mukti dan
terdakwa II. Lily Martiani Maddari
adalah suami istri.
Majelis Hakim Tingkat Pertama
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada
Pengadilan Negeri Bengkulu juga
mempertimbangkan sehubungan dengan
kedudukan Terdakwa I. Ridwan Mukti
pada saat melakukan tindak pidana
korupsi adalah sebagai Gubernur
Bengkulu yang dipilih langsung oleh
rakyat di daerah pemilihannya, sudah
barang tentu masyarakat memiliki
harapan besar agar terdakwa I. Ridwan
Mukti yang didampingi oleh isterinya,
yaitu terdakwa II. Lily Martiani
Maddari dapat berperan aktif dalam
upaya pencegahan dan pemberantasan
tindak pidana korupsi di wilayah hukum
Brovinsi Bengkulu serta diharapkan
mampu menjadi suri tauladan bagi
masyarakat yang dipimpinnya.
Demikian juga dengan kedudukan
terdakwa I. Ridwan Mukti selaku
Gubernur Bengkulu merupakan jabatan
strategis dalam sistem politik di
Indonesia, merupakan perwakilan
pemerintah pusat yang ada di daerah,
maka perbuatan terdakwa I. Ridwan
Mukti bersama-sama dengan terdakwa
II. Lily Martiani Maddari bukan saja
telah menciderai tatanan demokrasi
yang sedang dibangun tetapi juga
semakin memperbesar ketidakpercayaan
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
132
masyarakat, khususnya masyarakat di
wilayah Provinsi Bengkulu kepada
lembaga negara dan pemerintahan yang
sah.
Majelis hakim juga memberi
pertimbangan sehubungan dengan hal-
hal untuk menghindarkan negara
dan/atau pemerintah Indonesia,
khususnya Pemerintah Provinsi
Bengkulu dan kemungkinan dipimpin
oleh orang yang pernah dijatuhi
hukuman akibat melakukan tindak
pidana korupsi, maka khsusu terhadap
Terdakwa I. Ridwan Mukti dapat
dijatuhi pidana tambahan berupa
pencabutan hak-hak tertentu selama
waktu tertentu sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Atas memori banding yang disampaikan
oleh tim penasihat hukum para
terdakwa, dan kontra memori yang
disampaikan oleh Penuntut Umum
Komisi Pemberantasan Korupsi,
Pengadilan Tinggi Bengkulu
memberikan pendapat yaitu :
1) Terdakwa Ridwan Mukti/
Pembanding I melakukan pertemuan
dengan memerintahkan saksi
Kuntadi agar memanggil para
rekanan pemenang lelang itu untuk
menemui dirinya di Jakarta.
2) Terdakwa II (Lili Martiani Maddari)
memiliki pengetahuan dan keinginan
yang sama dengan terdakwa I
(Ridwan Mukti) dengan cara
memerintahkan saksi Rico Maddari
menghubungi saksi Rico Diansari
dan saksi Kuntadi agar memanggil
para rekanan pemenang lelang
datang ke Jakarta untuk menemui
terdakwa I (Ridwan Mukti).
3) Terdakwa I (Ridwan Mukti)
bersama-sama dengan terdakwa II
(Lily Martiani Maddari) melakukan
pertemuan dengan saksi Rico
Diansari, saksi Rico Maddari, saksi
Teza Arizal dan saksi Rahman
Saifullah di Coffe Shop Hotel Mulia
Jakarta pada tanggal 1 Juni 2017
sekitar jam 19.00 WIB, dan pada
pertemuan tersebut saksi Rico
Maddari melaporkan kepada
terdakwa II (Lily Martiani Maddari)
bahwa yang hadir hanya 4 (empat)
pengusaha.
4) Terdakwa II (Lily Martiani Maddari)
pada tanggal 2 Juni 2017 sekitar
pukul 20.00 WIB bertempat di
Coffee Club Senayan City Jakarta,
melakukan pertemuan dengan saksi
Rico Diansari dan saksi Rico
Maddari, dimana dalam pertemuan
itu terdakwa II (Lily Martiani
Maddari) meminta saksi Rico
Diansari menyediakan fee atas
proyek-proyek PUPR Provinsi
Bengkulu dari rekanan-rekanan yang
telah dinyatakan sebagai pemenang
dengan besara fee sebagaimana yang
pernah disampaikan terdakwa II
(Lily Martiani Maddari) kepada saksi
Rico Diansari pada pertemuan-
pertemuan sebelumnya sekitar bulan
Oktober 2016 di Kemang Jakarta,
yaitu sebesar 10% dari nilai kontrak
pada tanggal 2 Juni 2017. Hal itu
dilakukan oleh terdakwa II (Lily
Martiani Maddari) dengan statusnya
sebagai istri dari terdakwa I (Ridwan
Mukti).
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
133
5) Terdakwa I (Ridwan Mukti)
menyampaikan kalau dirinya sebagai
Gubernur bisa saja membatalkan
lelang yang telah dimenangkan itu
dan melakukan blacklist bagi
perusahaan-perusahaan tersebut.
Kemudian pada akhir pertemuan
terdakwa I (Ridwan Mukti) meminta
kepada para rekanan agar
berkoordinasi dengan saksi Rico
Diansari, dimana sebelumnya
terdakwa I (Ridwan Mukti)
menyampaikan kedekatannya dengan
saksi Rico Diansari.
6) Terdakwa I (Ridwan Mukti) pada
tanggal 5 Juni 2017 bertempat di
Kantor Gubernur Bengkulu marah-
marah dengan para kontraktor dan
diakhir pembicaraan terdakwa I
(Ridwan Mukti) meminta para
kontraktor untuk menghubungi saksi
Rico Diansari.
7) Saksi Jhoni Wijaya pada sekitar
tanggal 7 atau 8 Juni 2017
berkoordinasi dengan saksi Rico
Diansari untuk menanyakan besaran
kontribusi yang harus disiapkan,
dimana menurut saksi Rico Diansari
ada permintaan fee dari terdakwa I
(Ridwan Mukti) melalui terdakwa II
(Lily Martiani Maddari).
8) Saksi Jhoni Wijaya pada tanggal 20
Juni 2017 bertempat di kantor PT
Rico Putra Selatan di Jalan Bakti
Husada Nomor 71-A Bengkulu
menyerahkan uang sebesar Rp.
1.000.000.000,00 (satu milyar
rupiah) yang dibungkus
menggunakan kardus A4 warna
hitam merk Mirage 70 gram kepada
Rico Diansari disertai kuitansi (tanda
terima) uang seakan-akan untuk
keperluan pembelian material dari
saksi Jhoni Wijaya kepada saksi Rico
Diansari sesuai saran dari terdakwa
II (Lily Martiani Maddari).
9) Saksi Rico Diansari sekitar pukul
09.00 WIB bertempat di rumah
pribadi Gubernur Bengkulu
menyerahkan uang sejumlah Rp.
1.000.000.000,00 (satu milyar
rupiah) yang dibungkus
menggunakan kardus A4 warna
hitam merk Mirage 70 gram kepada
terdakwa II (Lily Martiani Maddari)
sambil mengatakan : “ini yuk ada
dari curup, dari pak Jhoni,
jumlahnya satu”. Kemudian
terdakwa II (Lily Martiani Maddari)
menanyakan : “aman gak? Takut
ayuk”. Dijawab oleh saksi Rico
Diansari : “Insya Allah aman yuk”.
Selanjutnya terdakwa II (Lily
Martiani Maddari) menyampaikan :
“co, kata om kau, ndak usah pake
tanda terima, kelak bahayo”, hal itu
dikatakan oleh terdakwa II (Lily
Martiani Maddari) dikarenakan ada
kekhawatiran terdakwa I (Ridwan
Mukti) jika uang dimaksud
menggunakan tanda terima.
Berdasarkan uraian sebagaimana
tersebut diatas dapat diambil suatu
petunjuk bahwa uang yang berjumlah
Rp.1.000.000.000,00 (satu milyar
rupiah) bukan merupakan uang
tunjangan hari raya (THR) akan tetapi
merupakan fee yang akan diberikan
kepada terdakwa I (Ridwan Mukti).
Walaupun tim penasihat hukum para
terdakwa menerangkan uang yang
berjumlah Rp.1.000.000.000,00 (satu
milyar rupiah) sebagaimana keterangan
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
134
saksi Jhoni Wijaya yang menyatakan
bahwa uang tersebut bukan merupakan
“fee” akan tetapi sebagai “tanda terima
kasih” atau apapun juga istilahnya
bahwa pemberian tersebut jelas
bertentangan dengan hukum maupun
Undang-Undang karena yang diberi
adalah Ridwan Mukti sebagai Gubernur
yang masih aktif, apalagi yang member
hadiah adalah pemenang lelang proyek
yang berjumlah keseluruhannya sebesar
Rp.54.000.000.000,00 (lima puluh
empat milyar rupiah) dan nilai tersebut
setelah dikurangi pajak maka nilai
proyek yang dikerjakan saksi adalah
sekitar Rp. 47.000.000.000,00 (empat
puluh tujuh milyar rupiah), sehingga
10% (sepuluh persen) dari jumlah
tersebut adalah sekitar
Rp.4.700.000.000,00 (empat milyar
tujuh ratus juta rupiah).
Secara umum dapat dilihat bahwa
dalam memutuskan perkara Ridwan
Mukti, para majelis hakim baik dalam
putusan tingkat pertama Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan
Negeri Bengkulu maupun putusan
banding pada Pengadilan Tinggi
Bengkulu, memperhatikan petunjuk dan
pertimbangan dalam membuat putusan,
antara lain :
1) Terdakwa I (Ridwan Mukti)
mengadakan pertemuan dengan
memerintahkan saksi Kuntadi agar
memanggil para rekanan pemenang
lelang untuk menemui dirinya di
Jakarta, dimana pertemuan ini
diuraikan hal-hal yang diinginkan
oleh Terdakwa I kepada para
pengembang/para rekanan.
2) Terdakwa II (Lily Martiani Maddari)
memiliki pengetahuan dan keinginan
yang sama dengan Terdakwa I
(Ridwan Mukti) dengan cara
memerintah saksi Rico Maddari
menghubungi Rico Diansari dan
saksi Kuntadi agar memanggil para
rekanan pemenang lelang datang ke
Jakarta untuk menemui terdakwa I
(Ridwan Mukti).
3) Terdakwa II (Lily Martiani Maddari)
seharusnya tidak ada kewenangan
untuk memerintah saksi Rico
Maddari untuk menghubungi Rico
Diansari, walaupun Rico Maddari
adalah adik kandung terdakwa II,
akan tetapi tidak punya kapasitas
untuk mengkoordinir para rekanan
pemenang lelang untuk menemui
terdakwa I (Ridwan Mukti).
4) Perintah terdakwa II (Lily Martiani
Maddari) atas sepengetahuan dan
perintah dari terdakwa I (Ridwan
Mukti), hal tersebut bisa dikaitkan
dengan terdakwa I bersama-sama
dengan terdakwa II yang melakukan
pertemuan dengan Rico Diansari,
saksi Rico Maddari, saksi Teza
Arizal dan saksi Rahmani Saifullah
di Coffee Shop Hotel Mulia Jakarta
pada tanggal 1 Juni 2017 sekitar jam
19.00 WIB dan pada pertemuan
tersebut saksi Rico Maddari
melaporkan kepada terdakwa II
bahwa yang hadir hanya 4 (empat)
pengusaha.
5) Keterangan saksi Kuntadi dan saksi
Jhoni wijaya berkesesuaian dengan
keterangan saksi Teza Arizal, saksi
Ahmad Irfansyah, saksi Haryanto
alias Lolak, saksi Syaifuddin Firman,
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
135
saksi Taufik Adun, dan saksi Soehito
Sadikin.
6) Dari keterangan beberapa saksi
sebagaimana tersebut diatas dapat
diambil suatu petunjuk bahwa
pemberian uang sejumlah
Rp.1.000.000.000,00 (satu milyar
rupiah) dari Jhoni Wijaya ke
terdakwa II (Lily Martiani Maddari)
atas sepengetahuan terdakwa I
(Ridwan Mukti).
Majelis Hakim Tingkat Banding telah
mempelajari dengan seksama berkas
perkara, berita acara sidang yang
memuat keterangan para saksi maupun
keterangan para terdakwa, barang bukti,
tuntutan penuntut umum Komisi
Pemberantasan Korupsi, Nota
Pembelaan Tim Penasihat Hukum Para
Terdakwa dan pembelaan pribadi
Terdakwa I Ridwan Mukti dan
Terdakwa II Lily Martiani Maddari,
turunan resmi putusan Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan
Negeri Bengkulu Nomor 45/Pid.Sus-
TPK/2017/PN.Bgl tanggal 11 Januari
2018, memori banding dari Tim
Penasihat Hukum Para Terdakwa,
kontra memori banding dari Tim
Penasihat Hukum Para Terdakwa,
kontra memori banding dari Tim
Penuntut Umum Komisi Pemberantasan
Korupsi, Majelis Hakim Tingkat
Banding memperbaiki pertimbangan
hukum Majelis Hakim Tingkat Pertama
dalam putusannya yang menyatakan
bahwa terdakwa I Ridwan Mukti dan
terdakwa II Lily Martiani Maddari telah
terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana
korupsi secara bersama-sama
sebagaimana dalam dakwaan Pasal 12
huruf a Undang-Undang RI Nomor 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang
RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP,
dakwaan alternatif pertama.
Putusan Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi Pada Pengadilan Negeri
Bengkulu Nomor 45/Pid.Sus-
TPK/2017/PN.Bgl tanggal 11 Januari
2018 yang dimintakan banding tersebut
diperbaiki mengenai kualifikasi dan
lamanya pidana yang dijatuhkan
kepada terdakwa I Ridwan Mukti
dan terdakwa II Lily Martiani
Maddari. Majelis Hakim Banding
Pengadilan Tinggi Bengkulu telah
menimbang bahwa putusan Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan
Negeri Kelas IA Bengkulu dalam
perkara ini tidak bertentangan dengan
hukum dan/atau Undang-Undang, akan
tetapi putusan tersebut harus diperbaiki
mengenai kualifikasi tindak pidana
yang dilakukan oleh para terdakwa oleh
karena sudah diuraikan dalam
konsideran/pertimbangan hukum, maka
kalimat dalam amar putusan yang
berbunyi : “Sebagaimana dalam
dakwaan Pasal 12 huruf a Undang-
Undang RI Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang RI Nomor 20
Tahun 2001 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
136
Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1)
ke-1 KUHP, yang perlu dihilangkan
sehingga kualifikasinya menjadi
“Korupsi secara bersama-sama” dan
lamanya pidana yang dijatuhkan kepada
para terdakwa perlu diperbaiki
sebagaimana dituangkan dalam amar
putusan.
Kemudian Majelis hakim banding juga
menimbang bahwa oleh karena para
terdakwa ditahan di dalam Rumah
Tahanan Negara, maka berdasarkan
Pasal 22 Ayat (4) KUHAP, lamanya
para terdakwa berada dalam tahanan
dikurangkan seluruhnya dari pidana
yang dijatuhkan, serta sebelum putusan
mempunyai kekuatan hukum tetap
sesuai dengan Pasal 193 Ayat (2) huruf
b KUHAP, menetapkan agar para
terdakwa tetap berada dalam tahanan.
Kemudian terhadap barang bukti dalam
perkara ini akan diputuskan
sebagaimana dalam amar putusan
dibawah ini. Majelis hakim juga
mempertimbangkan bahwa oleh karena
para terdakwa dijatuhi pidana, maka
berdasarkan Pasal 222 Ayat (1)
KUHAP para terdakwa dibebani untuk
membayar biaya perkara dalam tingkat
banding yang jumlahnya akan
ditentukan dalam amar putusan ini.
Dalam menjatuhkan pidana kepada para
terdakwa, maka perlu dipertimbangkan
terlebih dahulu hal-hal yang
memberatkan dan yang meringankan
terdakwa. Majelis hakim telah
membuktikan unsur-unsur dari tindak
pidana yang menunjukkan perbuatan
terdakwa Ridwan Mukti telah
memenuhi dan sesuai dengan tindak
pidana yang didakwakan oleh Penuntut
Umum.
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang
Nomor 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman, pertimbangan
hakim adalah pemikiran-pemikiran atau
pendapat hakim dalam menjatuhkan
putusan dengan melihat hal-hal yang
dapat meringankan atau memberatkan
pelaku. Setiap hakim wajib
menyampaikan pertimbangan atau
pendapat tertulis terhadap perkara yang
sedang diperiksa dan menjadi bagian
yang tidak terpisahkan dari putusan.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas, dapat
disimpulkan bahwa : Pertimbangan
hakim Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi Pada Pengadilan Negeri
Bengkulu Nomor : 45/Pid.Sus-
TPK/2017/PN Bgl Tahun 2018 sudah
benar dan tepat sesuai dengan fakta
hukum di persidangan dan ketentuan
Perundang-undangan yang berlaku, hal
ini terbukti dengan dikuatkannya
putusan tersebut oleh Pengadilan Tinggi
Bengkulu dengan Putusan Nomor :
4/Pid.Sus-TPK/2018/PT.BGL yang
memperbaiki putusan Tingkat Pertama
mengenai kualifikasi dan lamanya
pidana yang dijatuhkan kepada
terdakwa I Ridwan Mukti dan terdakwa
II Lily Martiani Maddari.
Rekomendasi
Berdasarkan uraian diatas maka harapan
yang dapat disampaikan, antara lain :
1. Kepada Hakim Tindak Pidana
Korupsi Pada Pengadilan Negeri
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
137
Bengkulu agar selalu rasa keadilan
dalam menjatuhkan sanksi atau
hukuman bagi terdakwa untuk
memberikan efek jera bagi pelaku
serta peringatan bagi pejabat/ ASN
dan masyarakat lainnya agar berhati-
hati dalam menjalankan jabatan dan
wewenang yang dimiliki.
2. Khusus kepada Aparatur Sipil
Negara (ASN) agar bekerja secara
proporsional dan profesional dalam
menjalankan pekerjaannya sehingga
tidak melakukan perbuatan yang
dapat merugikan keuangan negara.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Rifai, 2010. Penemuan
Hukum oleh Hakim dalam
Perspektif Hukum Progresif,
Jakarta, Sinar Grafika.
Andi Hamzah, 1996. KUHP dan
KUHAP, Jakarta, Rineka Cipta.
A. Zainal Abidin Farid, 2007. Hukum
Pidana I, Jakarta, Sinar Grafika.
Amir Ilyas, 2012. Asas-Asas Hukum
Pidana, Makassar, Rangkang
Education.
Bambang Waluyo, 2004. Pidana dan
Pemidanaan, Jakarta, Sinar
Grafika.
Barda Nawawi Arief, 2001. Masalah
Penegakan Hukum dan
Kebijakan Penanggulangan
Kejahatan, Bandung, PT Citra
Aditya Bakti.
………………………, 2010. Bunga
Rampai Kebijakan Hukum
Pidana, Bandung, PT Citra Aditya
Bakti.
Chaerudin, dkk, 2008. Strategi
Pencegahan dan Penegakan
Hukum Tindak Pidana Korupsi,
Jakarta, Refika Aditama.
Darwan Prinst, 2002. Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi,
Bandung, PT Citra Aditya Bakti.
Evi Hartanti, 2005. Tindak Pidana
Korupsi, Semarang, Sinar Grafika.
J.C.T Simorangkir, dkk, 2004. Kamus
Hukum, Jakarta, Sinar Grafika.
Leden Marpaung, 2001. Tindak
Pidana Korupsi : Pemberantasan
dan Pencegahan, Jakarta, Sinar
Grafika.
Lilik Mulyadi, 2007. Hukum Acara
Pidana : Normatif, Teoritik,
Praktik dan Permasalahannya,
Bandung : PT Alumni.
……………., 2010. Kompilasi Hukum
Pidana dalam Perspektif Teoritis
dan Praktek Peradilan, Jakarta,
Mandar Maju
Moeljatno, 2008. Asas-asas Hukum
Pidana, Jakarta, Rieneka Cipta
Moh. Taufik Makarao, 2004. Pokok-
Pokok Hukum Acara Pidana,
Jakarta, PT Rineka Cipta.
Ronny Hanitijo Soemitro, 1994.
Metode Penelitian Hukum,
Jakarta, Ghalia Indonesia
Ronny Rahman Nitibaskara, 2000.
Tegakkan Hukum Gunakan
Hukum, Jakarta, PT Kompas
Media Nusantara.
Satjipto Rahardjo, 1998. Bunga
Rampai Permasalahan Dalam
Sistem Peradilan Pidana, Jakarta,
Pusat Pelayanan Keadilan dan
Pengabdian Hukum Jakarta.
Sudarto, 2007. Hukum dan Hukum
Acara Pidana, Bandung, PT
Alumni.
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
138
Sudikno Mertokusumo, 1993. Hukum
Acara Perdata Indonesia,
Jogyakarta, Liberty.
Sutiyoso, 2006. Metode Penelitian
Hukum, Jogyakarta, Liberty.
Teguh Prasetyo, 2011. Hukum Pidana
Edisi Revisi, Jakarta, PT Raja
Grafindo Persada.
Tri Andrisman, 2010. Hukum Acara
Pidana, Lampung, Universitas
Lampung.
Yahya M Harahap, 2000. Pembahasan
Permasalahan dan Penerapan
KUHAP Penyidikan dan
Penuntutan, Edisi Kedua, Jakarta,
Sinar Grafika.
Peraturan Perundang-Undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi.
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman
139
PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDESA)“LUHUR
SEPAKAT” DAN PENDAPATAN ASLI DESA SIDO LUHUR SEBAGAI
WADAH KEMAJUAN DESA SIDO LUHUR
MANAGEMENT OF VILLAGE-OWNEDENTERPRISE (BUMDESA) “LUHUR
SEPAKAT” AND LOCAL-OWN REVENUE OF SIDO LUHUR VILLAGE
Surjadi
Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Provinsi Bengkulu
Jl. Raya Padang Kemiling Km. 14 Kota Bengkulu 38216
email : [email protected]
ABSTRAK
BUMDESA merupakan badan usaha milik desa yang didirikan atas dasar kebutuhan
dan potensi desa sebagai upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat.Desa
SidoLuhur adalah contoh desa tertinggal yang mampu memanfaatkan potensi
desasebagai upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat desa melalui pembentukan
BUMDESA “Luhur Sepakat”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mekanisme
dan faktor apa saja yang mempengaruhi mekanisme pengelolaan BUMDESA pada
Desa SidoLuhur. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Mekanisme
yang digunakan dalam pengelolaan BUMDESA ini adalah pengelolaan keuangan yang
bersumber dari penyertaan modal dana desa untuk mensejahterakan Desa Sido Luhur
serta warga sekitar. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder.Data
primer diperoleh melalui observasi dan wawancara sedangkan data sekunder
merupakan data yang dimiliki olehBUMDESA“Luhur Sepakat”. Hasil dari penelitian
ini bahwa Desa Sido Luhur memiliki banyak potensi pengembangan dimana Sumber
Daya Alam dan Sumber Daya Manusia cukup berpotensi memajukan desa melalui
penyertaan modal yang bersumber dari dana desa sebagai wujud otonomi desa.
Kata Kunci : BUMDESA, Sejahtera, Potensi
ABSTRACT
BUMDESA is avillage-owned enterprise established based on needs and effort to
improve local wellness. SidoLuhur Village is a model of remote village which is able to
utilize its resources to improveprosperity of thecommunity by creating BUMDESA
“LuhurSepakat”. This study aims to identify mechanism and factors affecting
BUMDESA management in SidoLuhur Village. This is descriptive qualitative study.
Primary data is obtained by observation and interview, then secondary data is collected
from BUMDESA “LuhurSepakat” itself. Finally, this study reveals that management of
village funds for capital is the mechanism to increase prosperity of the community.
Then, plenty of natural resources and human resources in the village are potential to
develop as supported by village funds.
Keywords : BUMDESA, prosperity, resource
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
140
PENDAHULUAN
BUMDESA merupakan badan usaha
milik desa yang didirikan atas dasar
kebutuhan dan potensi desa sebagai
upaya peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Berkenaan dengan
perencanaan dan pendirian, BUMDESA
juga merupakan perwujudan partisipasi
masyarakat desa secara keseluruhan,
sehingga tidak menciptakan model
usaha yang dihegemoni oleh kelompok
tertentu ditingkat desa artinya tata
aturan ini terwujud dalam mekanisme
kelembagaan yang solid. Penguatan
kapasitas kelembagaan akan terarah
pada adanya tata aturan yang mengikat
seluruh anggota (Anonim, 2007).
Melalui BUMDESA, Desa berpeluang
untuk mengelola pembangunan
ekonomi sebagai hak otonom yang
dimiliki desa. Tujuan BUMDESA yaitu
mengoptimalkan pengelolaan aset desa,
memajukan perekonomian desa, serta
meningkatkan kesejahteraan masyarakat
desa. Sifat usaha BUMDESA adalah
berorientasi pada keuntungan. Sifat
pengelolaan usahanya adalah
keterbukaan, kejujuran, partisipasif dan
berkeadilan. Fungsi BUMDESA adalah
sebagai motor penggerak perekonomian
desa, sebagai lembaga usaha yang
menghasilkan Pendapatan Asli Desa
(PADes), serta sebagai sarana untuk
mendorong percepatan peningkatan
kesejahteraan masyarakat desa.
Secara konseptual pemberdayaan
BUMDESA tidak jauh berbeda dengan
konsep-konsep pemberdayaan
masyarakat yang sudah banyak dikenal,
misalnya sebagai upaya memperkuat
unsur-unsur keberdayaan untuk
meningkatkan harkat dan martabat
lapisan masyarakat yang berada dalam
kondisi tidak mampu dengan cara
mengandalkan kekuatannya sendiri
sehingga dapat keluar dari perangkap
kemiskinan dan keterbelakangan, atau
konsep memampukan dan
memandirikan masyarakat.
Pemberdayaan BUMDESA merupakan
proses pemberdayaan potensi-potensi
pembangunan yang ada di desa yang
bersumber dari, oleh dan untuk
masyarakat (Kartasasmita, 1997).
Lahirnya Undang-Undang No 6 Tahun
2014 Tentang Desa memberikan
paradigma dan konsep baru mengenai
kebijakan tata kelola desa secara
nasional. Undang-undang desa ini tidak
lagi menempatkan desa sebagai latar
belakang Indonesia tapi halaman depan
Indonesia. Undang-Undang Desa yang
disahkan pada akhir tahun 2013 juga
mengembangkan prinsip keberagaman
(Kurniawan, 2015).
Dengan berlakunya Undang-Undang
Desa No 6 tahun 2014, desa memiliki
kewenangan untuk mengurus dan
mengelola desanya sendiri dalam
mewujudkan kesejahteraan rakyat.
Undang-undang tersebut juga mengakui
adanya otonomi desa. Menyadari akan
pentingnya pembangunan di tingkat
desa, Pemerintah melakukan berbagai
program untuk mendorong percepatan
pembangunan kawasan pedesaan,
namun hasilnya masih belum signifikan
dalam meningkatkan kualitas hidup dan
kesejahteraan masyarakat. Oleh karena
itu, pembangunan desa harus dilakukan
secara terencana dengan baik dan harus
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
141
menyentuh kebutuhan riil masyarakat
desa sehingga pembangunan yang
dilakukan di kawasan pedesaan dapat
maksimal (Zatalini, 2015).
Kebijakan berupa desentralisasi fiskal
ke desa (dana desa) menunjukkan
bentuk keberpihakan yang besar dan
progresif dari pemerintah pusat akan
prioritas peningkatan pembangunan
daerah dalam pelayanan masyarakat
demi terwujudnya kesejahteraan
masyarakat desa. Dana tersebut dapat
digunakan sebagai modal pembangunan
desa melalui BUMDESA sesuai pasal
pada UU No. 6 Tahun 2014 dengan
maksud untuk mendorong peningkatan
skala ekonomi produktif rakyat desa
(Sidik, 2015).
Provinsi Bengkulu yang terdiri dari 9
kabupaten, 117 kecamatan dan 1341
desa memiliki 1032 BUMDESA. Dari
1032 BUMDESA yang ada, terdapat
722 BUMDESA berstatus aktif dan 310
BUMDESA berstatus tidak aktif.
Pemerintah Provinsi Bengkulu melalui
Dinas PMD Provinsi Bengkulu pada
Tahun 2018 melakukan penilaian
terhadap BUMDESA berprestasi se-
Provinsi dan ditetapkan BUMDESA
“Luhur Sepakat” Desa Sido Luhur,
Kecamatan Padang Jaya, Kabupaten
Bengkulu Utara sebagai juara I pada
kategori desa tertinggal. Mekanisme
pengelolaan BUMDESA pada Desa
Sido Luhur dapat dijadikan sebuah
model untuk diterapkan pada desa-desa
lainnya. Sehingga, yang menjadi
rumusan masalah yaitu bagaimana tata
kelola BUMDESA Luhur Sepakat
dalam memanfaatkan potensi desa
sehingga mampu memberikan
kontribusi pendapatan asli desa untuk
kemajuan desa. Penelitian ini dilakukan
dengan tujuan untuk mengetahui
mekanisme pengelolaan BUMDESA
pada Desa Sido Luhur dan mengetahui
faktor apa saja yang mempengaruhi
mekanisme pengelolaan BUMDESA
Sido Luhur.
TINJAUAN PUSTAKA
Beberapa pengertian dari Badan Usaha
Milik Desa (BUMDESA) diantaranya
yaitu :
1. BUMDESA merupakan salah satu
strategi kebijakan untuk
menghadirkan institusi Negara
(kementerian Desa PDTT) dalam
kehidupan bermasyarakat dan
bernegara di Desa (selanjutnya
disebut tradisi desa).
2. BUMDESA merupakan salah satu
strategi kebijakan membangun
Indonesia dari pinggiran melalui
pengembangan usaha ekonomi Desa
yang bersifat kolektif.
3. BUMDESA merupakan salah satu
strategi kebijakan untuk
meningkatkan kualitas hidup
manusia Indonesia.
4. BUMDESA merupakan salah satu
bentuk kemandirian ekonomi Desa
dengan menggerakkan unit-unit
usaha yang strategis bagi usaha
ekonomi kolektif Desa (Putra, 2015).
Dinyatakan di dalam peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2010
pasal 5 ayat 1 Tentang Badan Usaha
Milik Desa bahwa BUMDESA dapat
didirikan sesuai dengan kebutuhan dan
potensi desa yaitu:
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
142
1. Kebutuhan masyarakat terutama
dalam pemenuhan kebutuhan pokok
2. Tersedia sumberdaya desa yang
belum dimanfaatkan secara optimal
terutama kekayaan desa dan terdapat
permintaan di pasar.
3. Tersedianya sumber daya manusia
yang mampu mengelola badan usaha
sebagai asset penggerak
perekonomian masyarakat.
4. Adanya unit-unit yang merupakan
kegiatan ekonomi warga masyarakat
yang dikelola secara parsial dan
kurang terakomodasi.
Asas-asas Pengelolaan Keuangan Desa
sebagaimana tertuang dalam
Permendagri Nomor 113 Tahun 2014
yaitu transparan, akuntabel, partisipatif
serta dilakukan dengan tertib dan
disiplin anggaran (BPKP, 2015),
dengan uraian sebagai berikut:
1. Transparan yaitu prinsip keterbukaan
yang memungkinkan masyarakat
untuk mengetahui dan mendapat
akses informasi seluas-luasnya
tentang keuangan desa. Asas yang
membuka diri terhadap hak
masyarakat untuk memperoleh
informasi yang benar, jujur, dan
tidak diskriminatif tentang
penyelenggaraan pemerintahan desa
dengan tetap memperhatikan
ketentuan peraturan perundang-
undangan;
2. Akuntabel yaitu perwujudan
kewajiban untuk
mempertanggungjawabkan
pengelolaan dan pengendalian
sumber daya dan pelaksanaan
kebijakan yang dipercayakan dalam
rangka pencapaian tujuan yang telah
ditetapkan. Asas akuntabel yang
menentukan bahwa setiap kegiatan
dan hasil akhir kegiatan
penyelenggaraan pemerintahan desa
harus dapat dipertanggungjawabkan
kepada masyarakat desa sesuai
dengan ketentuan peraturan
perundangundangan;
3. Partisipatif yaitu penyelenggaraan
pemerintahan desa yang
mengikutsertakan kelembagaan desa
dan unsur masyarakat desa;
4. Tertib dan disiplin anggaran yaitu
pengelolaan keuangan desa harus
mengacu pada aturan atau pedoman
yang melandasinya.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sido
Luhur sebagai desa tertinggal di
Kecamatan Padang Jaya, Kabupaten
Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu.
Penelitian ini menggunakan metode
Deskritif kualitatif. Metode kualitatif
adalah penelitian yang digunakan untuk
menyelidiki,menemukan,menggambark
an dan menjelaskan kualitas dari
pengaruh sosial yang tidak dapat
dijelaskan, diukur atau digambarkan
secara kuantitatif (Saryono, 2010).
Teknik pengumpulan data di dalam
penelitian ini melalui observasi,
wawancara, dokumentasi dan studi
pustaka. Data yang digunakan adalah
data primer yaitu data yang diperoleh
melalui observasi dan wawancara dan
data sekunder yaitu data yang telah ada
di BUMDESA Luhur Sepakat. Data
yang sudah diperoleh kemudian
dianalisis dan diinterpretasi melalui
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
143
reduksi dengan mengelompokan hal-hal
pokok, kemudian disajikan dan
dilakukan penarikan kesimpulan atas
jawaban-jawaban yang diperoleh dari
informan. Kualitas atau keabsahan data
menggunakan teknik triangulasi dengan
membandingkan hasil wawancara
antara informan satu dengan informan
lainnya untuk keperluan pengecekan
atau sebagai pembanding terhadap data
tersebut.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Mekanisme pengelolaan yang terdapat
pada BUMDESA “Luhur Sepakat”
Desa Sido Luhur adalah dengan
naungan hukum sebuah peraturan desa
yaitu Perdes Nomor 006 Tahun 2016
Tanggal 28 Oktober 2016 Tentang
Pendirian Badan Usaha Milik Desa.
Dalam operasionalnya BUMDESA di
Desa Sido Luhur digunakan untuk
mensejahterakan desa itu sendiri. Desa
Sido Luhur dalam observasi deskriptif
memberikan hasil sangat baik yang
dibuktikan melalui berjalan lancarnya
pengelolaan aset (lihat Tabel 1)
walaupun dengan beberapa kendala.
Tabel 1. Kegiatan Usaha yang Sedang Berjalan
No Nama Unit Usaha Produk/Kegiatan yang dilaksanakan atau dihasilkan
1 Simpan Pinjam Memberikan pinjaman untuk warga desa Sido Luhur dengan bunga 1,5%/Bulan
2 Jasa rental tenda dan
kursi
Menyewakan tenda dan kursi untuk pesta desa Sido Luhur
maupun di luar desa Sido Luhur
3 Jasa Rental molen Menyewakan molen untuk pembangunan desa,maupun pribadi baik didalam maupun di luar desa Sido Luhur
4 Jasa Transaksi Online Menerima pembayaran seca online seperti :listrik, listrik
pulsa, BPJS, tiket pesawat,PDAM,FIF,Dll
5 Jasa perdagangan Menjual produk hasil olahan ibu-ibu pkk desa sido luhur dan penjualan pulsa elektrik All operator
6 Jasa BRI link Melayani transfer, tarik tunai,setoran tabungan,setoran
pinjaman,pembayaran listrik,briva,PDAM,tiketing,cek saldo,
Dll
Tabel 1 menunjukkan bahwa
BUMDESA Luhur Sepakat selain
ditunjuk sebagai lembaga legal
perekonomian desa untuk peningkatan
layanan umum dan optimalisasi aset
desa, BUMDESA berperan pula sebagai
pendukung kegiatan usaha dan
perekonomian masyarakat desa dalam
memfasilitasi dan mengkoordinasikan
upaya-upaya ekonomi produktif milik
masyarakat desa. BUMDESA sendiri
merupakan wadah masyarakat dalam
mengembangkan potensi desa yang
belum tersentuh oleh pemerintah.
Potensi tersebut berguna untuk warga
masyarakat sekitar. Seperti kegiatan
simpan pinjam yang memiliki bunga
1,5%, hal tersebut bukan memberatkan
warga namun justru meringankan.
Peminjaman dapat dilakukan untuk
modal usaha warga dan perputaran
bunga bukan untuk pemerintah namun
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
144
digunakan untuk kemajuan desa Sido
Luhur, agar BUMDESA ini dapat
berkembang dan menjadi lembaga
perekonomian yang memiliki daya
saing, maka perlu dilakukan
kategorisasi tingkat perkembangannya.
Kategorisasi ini bertujuan agar
pemerintah dapat lebih mudah dalam
mengklasifikasi kekuatan dari masing-
masing BUMDESA.
Tabel 2. Kegiatan Bimbingan teknis
BUMDESA No Kegiatan Pelaksana
1 Bimbingan Teknis
Pengembangan
BUMDESA
Provinsi
Bengkulu
2 Pembukaan Pelatihan
BUMDESA
Angkatan XXI
KEMENDES
3 Pelatihan
BUMDESA
BALATMAS
Pekan Baru
4 Pelatihan
BUMDESA
Dinas DPMD
Bengkulu Utara
Bukan hanya kegiatan yang sedang
berjalan saja namun ada juga kegiatan
usaha yang direncanakan akan
dikembangkan seperti pada Tabel 2.
Kegiatan pengembangan ini fokus
dengan rencana pengembangan usaha
yang disertai dengan upaya peningkatan
kualitas SDM pengelola BUMDESA.
Tabel 3. Kegiatan usaha yang direncanakan akan dikembangkan
No Nama Unit Usaha Produk/Kegiatan yang dilaksanakan atau dihasilkan
1 Pembentukan unit usaha pembenihan ikan
Pembenihan benih ikan yang berkualitas, serta mampu memenuhi kebutuhan benih didesa SidoLuhur dan sekitarnya
yang akan bekerjasama dengan Unit Pembenihan Rakyat
(UPR)
2 Pembentukan unit cetak batako
Pembuatan batako yang berkualitas, akan bekerjasama dengan karang taruna desa
3 Penanaman modal
usaha simpan pinjam
Jasa keuangan, mampu membantu perekonomian masyarakat
dengan bunga ringan
4 Pendirian pangkalan Gas LPG 3 Kg
Gas LPG subsidi 3 Kg mampu memenuhi kebutuhan Gas LPG untuk masyarakat Desa Sido Luhur dan dapat bekerja
sama dengan warung manisan di dalam maupun di luar Desa
Sido Luhur
Dari Tabel 3 menunjukkan bahwa
perencanaan pengembangan kegiatan
usaha dari BUMDESA memiliki
potensi yang baik. Pembentukan unit
usaha pembenihan ikan adalah
perencanaan usaha yang baik karena
perencanaan tersebut sangat berpotensi
bagi Desa Sido Luhur dalam
mendapatkan benih ikan berkualitas.
Ikan dengan kualitas yang baik dapat
mensejahterakan warga sekitar melalui
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
145
pendapatan penjualan yang diperkirakan
dapat di ekspor ke luar daerah.
Masyarakat memiliki peranan yang
sangat penting karena memiliki posisi
sebagai obyek dan subyek dari
perekonomian itu sendiri. Artinya,
masyarakat tidak hanya menjadi target
atau tujuan dari suatu pembangunan
tetapi juga dilibatkan di dalam
perekonomian. Partisipasi masyarakat
dalam perekonomian sangat penting
karena dengan melibatkan masyarakat
dalam pelaksanaan perekonomian maka
perekonomian yang dilaksanakan bisa
sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Perekonomian yang dilaksanakan di
desa tentu kebutuhannya akan berbeda
dengan perekonomian yang
dilaksanakan di daerah perkotaan.
Dalam penelitian ini partisipasi secara
langsung oleh masyarakat desa dimulai
dari tahap merencanakan,
melaksanakan, sampai pada kegiatan
pengawasan melalui kegiatan
pemanfaatan dana BUMDESA yang
berbasis potensi lokal.
Meskipun dalam perekonomian desa
ada dua paradigma yang berbeda yaitu
kegiatan usaha ekonomi yang dilakukan
oleh masyarakat secara individu
(swasta) di satu sisi dan usaha kolektif
masyarakat dalam wadah BUMDESA
disisi lain. Namun keduanya memiliki
tujuan yang sama yaitu masyarakat bisa
berpartisipasi dalam perekonomian.
Partisipasi masyarakat diperlukan dalam
perekonomian karena dari
masyarakatakan diperoleh informasi
guna identifikasi mengenai kondisi
eksisting, kebutuhan, serta sikap
terhadap perekonomian. Dalam
perekonomian menggunakan
BUMDESA akan mendapatkan omset
dari usaha yang sedang dijalankan dan
dikembangkan. Omset digunakan untuk
melihat kemajuan dari usaha yang
dilakukan serta pemutaran modal yang
akan memajukan usaha yang dijalankan
saat ini.
Tabel 4. Omset Usaha
No Nama Unit
Usaha
Jumlah Omset
Per Bulan(Rp)
1 Transaksi
Online
Rp 10.000.000,-
2 Pulsa Elektrik Rp 3.000.000,-
3 Sewa Menyewa Rp 300.000,-
4 BRI Link Rp 100.000.000,-
5 Simpan Pinjam Rp 10.000.000,-
Jumlah Rp 123.300.000,-
Omset dari BUMDESA kurang lebih
123 juta rupiah per tahun (lihat Tabel
4). Hasil bersih dari BUMDESA
dialokasikan sebesar 20% untuk Desa,
BKM 20%, BUMDESA 20%,
kemudian Dusun 15%. Jumlah yang
cukup besar, Hal ini perlu diperdalam
karena menyangkut akuntabilitas dari
BUMDESA dan kepercayaan
masyarakat kepada BUMDESA.
Beberapa partisipan juga mengharapkan
adanya peninjauan kembali proporsi
pembagian SHU, dimana Dusun yang
bersentuhan langsung dengan
masyarakat hanya mendapat sedikit dari
bagian SHU. Kecilnya alokasi untuk
pedukuhan ini menjadi salah satu faktor
penyebab masyarakat tidak merasakan
manfaat dari keberadaan BUMDESA.
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
146
Pelembagaan BUMDESA untuk
pemberdayaan dan penggerakan potensi
ekonomi desa bertujuan untuk
mendukung kebijakan makro
pemerintah (UU No.32/2004) dalam
upaya pengentasan kemiskinan
khususnya di pedesaan. Pemberdayaan
BUMDESA secara melembaga di
tingkat desa diharapkan akan
mendinamisasi segala potensi desa
untuk kesejahteraan masyarakatnya.
Oleh sebab itu beberapa unsur penting
sebagai prasyarat pendirian,
pemberdayaan, dan pelembagaan
BUMDESA dijadikan sebagai tujuan
khusus yang akan dihasilkan melalui
penelitian ini, yaitu :
1. Model kelembagaan pemberdayaan
masyarakat dalam pengelolaan
potensi ekonomi desa (penjabaran
Pasal 213 UU No.32/2004).
2. Model organisasi dan manajemen
BUMDESA
3. Model fasilitasi, yang terdiri dari :
a. partisipasi masyarakat dan
pemberdayaan ekonomi,
b. pendampingan usaha, dan
c. pola kemitraan eksternal terhadap
lembaga keuangan (bank,
koperasi, atau penanam modal),
dan mitra usaha lainnya.
Istilah pemberdayaan yang pada
awalnya hanya bersifat mikro-
individual, telah berkembang secara
luas menjadi sebuah strategi preverensi
dan intervensi kelompok dan bahkan
masyarakat. Sebagai stratetgi,
pemberdayaan dewasa ini banyak
digunakan sebagai suatu aksi atau
gerakan dalam rangka mengatasi
masalah-masalah individual, kelompok,
dan masyarakat pengeluaran yang
dialokasikan akan lebih diperdalam lagi
sebab jika pengeluaran lebih besar dari
pemasukan maka akan menjadi rugi
yang melebihi 10% dari modal yang
didapat.
Tabel 5. Pembagian Hasil Usaha N
o
Uraian Pembagian Uraian Hasil
1 Penambahan modal usaha Rp 106.800,-
2 Pendapatan asli desa Rp 35.600,-
3 Penasihat Rp 17.800,-
4 Badan Pengawas @5 Orang
Rp 26.700,-
5 Pelaksana Operasional @ 3 Orang
Rp 133.500,-
6 Pendidikan dan Sosial Rp 14.420,-
7 Cadangan Rp -
Walaupun banyak kelebihan dan
kelancaran didalam pengelolaan
BUMDESA namun masih banyak
kendala yang terjadi didalam
Pengelolaan BUMDESA. Permasalahan
yang timbul didalam pengelolaan
BUMDESA ini antara lain belum
memiliki kantor sendiri sehingga
selama ini berjalannya kegiatan
BUMDESALuhur Sepakat menumpang
di Balai Pertemuan KP2a Desa Sido
Luhur dengan ruangan yang cukup
sempit sehingga pelayanan belum bisa
maksimal. Serta BUMDESA belum bisa
memberikan Salary kepada pengurus
BUMDESALuhur Sepakat menjadi
permasalahan pokok dalam
menjalankan kegiatan usaha
BUMDESA Luhur Sepakat. Namun
kondisitersebut tidak terlalu menjadi
kendala sebab bila dilihat dari ukuran
waktu BUMDESA ini juga baru
berjalan 3 tahun sehingga berdasarkan
Tabel 5, minimnya kontribusi terhadap
Pendapatan Asli Desa (PADes) dan
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
147
besaran jasa pengurus justru dapat
dijadikan peluang atau ruang untuk
pengambilan kebijakan terutama pada
perlunya penambahan akumulasi modal
yang bersumber dari penyertaan dana
desa.
PENUTUP
KESIMPULAN
BUMDESA dibentuk dengan tujuan
untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat lokal desa dan
meningkatkan pendapatan asli desa
serta meningkatkan pengelolaan potensi
desa.Sebagai badan usaha desa yang
bertujuan untuk meningkatkan
pendapatan desa dan masyarakat,
program BUMDESA Luhur Sepakat
Desa Sido Luhur sudah dapat menjadi
unit usaha yang dijalankan sebagai
salah satu upaya peningkatan pelayanan
ekonomi masyarakat desa, disamping
sebagai sumber pendapatan untuk
BUMDESA dalam meningkatkan
Pendapatan Asli Desa (PADes).
Program ini dapat dijadikan sebagai
salah satu penopang perekonomian
masyarakat Desa Sido Luhur.
Mekanisme pengelolaan BUMDESA
“Luhur Sepakat” Desa Sido Luhur yaitu
mengikuti alur proseduryang diberikan
oleh pemerintah dan sesuai peraturan
yang ada. Faktor yang mempengaruhi
mekanisme pengelolaan BUMDESA
“Luhur Sepakat” adalah masalah
kepemilikan kantor BUMDESA dan
Salary untuk pengurus BUMDESA.
REKOMENDASI
Kehadiran BUMDESA sebagai wujud
nyata untuk membantu perekonomian
masyarakat desa khususnya di desa
tertinggal dirasa menjadi kebutuhan
mutlak. BUMDESA Luhur Sepakat
dalam menjalankan programnya
membutuhkan pendampingan dan
fasilitasi dari semua stakeholder
termasuk peran Pemeritah Daerah baik
Provinsi maupun Kabupaten. Fasilitasi
dan pendampingan dapat berupa
suntikan modal usaha, pemasaran hasil
usaha, peningkatan SDM pengurus
dalam rangka pengelolaan BUMDESA
melalui pelatihan yang terintegrasi.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (2007). Buku Panduan
Pendirian dan Pengelolaan
Badan Usaha Milik Desa
(BUMDes). Departemen
Pendidikan Nasional Pusat Kajian
Dinamika Sistem Pembangunan
(PKDSP) Fakultas Ekonomi
Universitas Brawijaya. Jakarta.
PP-RPDN.
BPKB. (2015). Petunjuk Pelaksanaan
Bimbingan & Konsultasi
Pengelolaan Keuangan Desa.
Jakarta. Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan.
Putra, Anom Surya. (2015). Buku 7
Badan Usaha Milik Desa: Spirit
Usaha Kolektif Desa. Jakarta.
Kurniawan, Boni. (2015). Desa
Mandiri, Desa Membangun.
Kementeran Desa, Pembangunan
Desa Tertinggal dan
Transmigrasi Republik Indonesia.
Jakarta.
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
148
Kartasasmita, Ginanjar. (1997).
Pemberdayaan masyarakat.
Yogyakarta. Universitas Gadjah
Mada.
Sidik, Fajar. (2015). Menggali Potensi
Lokal Mewujudkan Kemandirian
Desa. Jurnal Kebijakan &
Administrasi Publik Vil. 19 No 2
e-ISSN 0852-9213, e-ISSN 2477-
4693.
Saryono. (2010). Metodologi Penelitian
Kualitatif. Yogyakarta.Mitra
Cendikia.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
Tentang Desa.
Zatalini, Farah. (2015). Kewenangan
Otonomi Desa dalam
Perencanaan Pembangunan Desa
Bagian. Hukum Administrasi
Negara Fakultas Hukum
Universitas Lampung. Lampung.
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
149
EKSISTENSI HUKUM KORBAN TINDAK PIDANA DALAM SISTEM
PERADILAN PIDANA DI INDONESIA
EXISTENCE OF LAW FORVICTIM IN THE CRIMINAL COURT SYSTEM IN
INDONESIA
Serly Lika Sari
Fakultas Hukum Universitas Prof. Dr. Hazairin, SH Bengkulu
Jalan Ahmad Yani Nomor 1 Bengkulu
email : [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana eksistensi hukum Korban Tindak
Pidana dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia. Penelitian ini merupakan
penelitian deskriptif yang menggunakan pendekatan normatif yuridis. Pendekatan
normatif yuridis adalah penelitian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan dikaitkan dengan teori-teori hukum pidana serta pelaksanaannya. Data
yang digunakan data sekunder didapat melalui studi pustaka dan dokumentasi. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa perhatian hukum terhadap korban tindak pidana dalam
KUHAP belum optimal, walaupun perhatian pengaturan hukum atas dasar
penghormatan HAM dari pelaku tindak pidana cukup banyak. Pengertian mengenai
kepentingan korban dalam kajian viktimologi, tidak hanya dipandang dari perspektif
hukum pidana atau kriminologi saja, melainkan berkaitan pula dengan aspek
keperdataan. Posisi hukum korban tindak pidana dalam sistem peradilan pidana, tidak
menguntungkan bagi korban tindak pidana, karena terbentur dalam masalah mendasar
yaitu korban hanya sebagai saksi (pelapor atau korban), dimana korban tindak pidana
tidak termasuk bagian dari unsur yang terlibat dalam sistem peradilan pidana,
sebagaimana terdakwa, polisi dan jaksa.
Kata Kunci : Korban, tindak pidana, peradilan.
ABSTRACT
This study aims to recognize existence oflaw for victim in the criminal court system in
Indonesia. This is descriptive study using juridical normative. Secondary data is
obtained from literatures and documentation. Result shows that The Criminal Law
Procedure Code (KUHAP) is less-attentive for victim although there is quite a lot of
laws based on Human Rights for criminal. Considering study of victimology, victim is
not only viewed by criminal law perspective, but also civil law. A victim in criminal
court tends to be less-benefit forhim since he acts as witness as well (whistle blower or
victim).A victim seems to be excluded of criminal courtas a defendant, police, and
attorney.
Keywords : Victim, criminal, court
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
150
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan Negara yang
berdasarkan atas hukum, maka setiap
tindakan harus sesuai dengan pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD
1945) sebagai dasar hukum yang paling
hakiki, disamping produk-produk
hukum lainnya. Hukum tersebut harus
selalu ditegakkan guna mencapai cita-
cita dan tujuan Negara Indonesia.
Namun demikian, dalam
pelaksanaannya penegakan hukum
kadang tidak selalu sesuai dengan yang
tertulis dalam peraturan perundang-
undangan. Hal ini dikarenakan interaksi
antar manusia (individu) kadangkala
menimbulkan hubungan yang bersifat
negatif atau merugikan salah satu pihak.
Dan disinilah terkadang tindak pidana
terjadi di masyarakat, dimana pihak
yang terlibat didalamnya yaitu pelaku
dan korban.
Jenis tindak pidana di masyarakat
sangatlah banyak, diantaranya
pembunuhan, perampokan, pencabulan,
pencemaran nama baik, pemerkosaan,
pencurian, dan lain sebagainya.
Perkembangan kasus hukum di
masyarakat, dimana perhatian kita
umumnya lebih banyak menyoroti
kepada pelaku, karena dalam ilmu
tindak pidana perhatian terhadap pelaku
harus dibuktikan tindakannnya untuk
menjatuhkan sanksi pidana. Masih
sedikit perhatian diberikan kepada
korban kejahatan, dimana mereka
sebenarnya merupakan elemen
(partisipan) dalam peristiwa pidana.
Korban tidak hanya merupakan sebab
dan dasar proses terjadinya kriminalitas,
tetapi berperan penting dalam usaha
mencari kebenaran materil yang
dikehendaki hukum pidana materil.
Korban mempunyai peranan fungsional
ketika terjadinya tindak pidana, baik
dalam keadaan sadar maupun tidak
sadar, secara langsung ataupun tidak
langsung.
Salah satu latar belakang pemikiran
victimologis adalah “pengamatan
meluas terpadu”, yaitu segala sesuatu
harus diamati secara meluas terpadu
(makro-integral), disamping diamati
secara mikro-klinis. Apabila kita ingin
mendapatkan gambaran kenyataan
menurut proporsi yang sebenarnya
secara dimensional, mengenai sesuatu
terutama mengenai relevansi sesuatu,
maka usaha pengembangan victimologi
sebagai suatu sub-kriminologi yang
merupakan studi ilmiah tentang korban
kejahatan sangat dibutuhkan terutama
dalam usaha mencari kebenaran materil
dan perlindungan hak asasi manusia
dalam Negara pancasila ini.
Dalam sistem hukum nasional, korban
dalam suatu tindak pidana merupakan
pihak yang sangat dirugikan, namun
posisinya tidak begitu mendapat
perhatian. Dalam sistem peradilan
pidana, korban dianggap hanya sebagai
“figuran” bukan sebagai pemeran
utama, atau hanya berperan sebagai
saksi korban. Namun dalam kenyataan
tindak pidana, korban bahkan tidak
hanya mengalami cedera fisik namun
juga cedera psikis, bahkan sampai
meninggal dunia. Dalam hal ini dapat
dikatakan bahwa posisi korban dalam
suatu tindak pidana adalah tidak mudah
dipecahkan dari sudut hukum.
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
151
Dalam sejarah hukum, perhatian lebih
terfokus pada masalah aspek penologist
dari hukum pidana, yaitu bagaimana
supaya pelaku tindak pidana dapat
dihukum sesuai dengan tindak pidana
yang terbukti dilakukannya, akibatnya
masalah-masalah mengenai korban
tidak begitu mendapat perhatian. Disini
kedudukan korban menjadi tidak
mendapat perlindungan hukum dan
keadilan yang semestinya, maka
dicarilah jalan keluar alternatif dengan
restitusi jika sifatnya kearah privat, atau
kompensasi jika sifatnya kearah publik.
Sistem peradilan melalui produk
peraturan perundang-undangan di
Indonesia, khususnya Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP) yang diundangkan dalam
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
menjadi dasar dari penyelenggaraan
sistem peradilan pidana di Indonesia.
Sistem peradilan pidana sebagai basis
penyelesaian perkara pidana belum
mengakui eksistensi korban tindak
pidana selaku pencari keadilan, dimana
seorang korban tindak pidana akan
menderita kembali sebagai akibat dari
sistem hukum itu sendiri, karena korban
tindak pidana tidak dapat dilibatkan
secara aktif seperti halnya dalam
beracara perdata, tidak dapat langsung
mengajukan sendiri perkara pidana ke
pengadilan melainkan harus melalui
instansi yang ditunjuk (kepolisian dan
kejaksaan).
Dari uraian diatas, menunjukkan bahwa
sudah selayaknya sistem peradilan
pidana harus dikaji ulang dan harus
melihat kepentingan yang lebih luas,
tidak hanya terfokus pada pembahasan
bagi si pelaku tindak pidana saja, akan
tetapi kepentingan korban tindak pidana
yang sudah selayaknya harus
diperhatikan juga. Perlindungan yang
ada dalam KUHAP lebih banyak
melindungi hak asasi si pelaku tindak
pidana dibandingkan dengan hak
asasi/kepentingan korban tindak pidana,
dimana yang dikemukakan ketentuan-
ketentuan yang
melindungi/memperhatikan kepentingan
korban hanya mengenai praperadilan
dan gabungan gugatan ganti kerugian.
Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa
sistem yang dianut oleh KUHAP adalah
retributive justice, yaitu suatu kebijakan
yang titik perlindungannya adalah si
pelaku tindak pidana (offender oriented)
bukan restorative justice yang fokus
kebijakan perlindungan terhadap korban
tindak pidana (Victim Oriented).
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah bagaimana Eksistensi Hukum
Korban Tindak Pidana dalam Sistem
Peradilan Pidana di Indonesia?. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui
bagaimana eksistensi hukum Korban
Tindak Pidana dalam Sistem Peradilan
Pidana di Indonesia.
TINJAUAN PUSTAKA
Victimologi
Victimologi pada hakikatnya
merupakan pelengkap atau
penyempurnaan dari teori-teori
etimologi kriminal yang ada. Berbeda
dengan kriminologi, ilmu ini berusaha
menjelaskan mengenai masalah
terjadinya berbagai kejahatan atau
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
152
munculnya korban kejahatan dari sudut
pandang yang berbeda, yaitu bukan dari
aspek pelaku dan penderitaan korban,
melainkan juga bagaimana korban
kadangkala menjadi pemicu dan
mengakibatkan terjadinya kejahatan
(Atmasasmita, 2010).
Obyek studi atau ruang lingkup
victimologi adalah sebagai berikut
(Gosita, 2002) :
1) Berbagai macam viktimisasi kriminal
atau kriminalistik;
2) Teori-teori etiologi viktmisasi
criminal;
3) Para peserta yang terlibat dalam
terjadinya atau eksistensi suatu
viktimisasi kriminal atau
kriminalistik, seperti para korban,
pelaku, pengamat, pembuat undang-
undang, polisi, jaksa, hakim,
pengacara dan sebagainya;
4) Reaksi terhadap suatu viktimisasi
kriminal;
5) Respon terhadap suatu viktimisasi
kriminal, argumentasi kegiatan-
kegiatan penyelesaian suatu
viktimisasi atau viktimologi, usaha-
usaha prevensi, refresi, tindak lanjut
(ganti kerugian); dan
6) Faktor-faktor
viktimogen/kriminogen.
Suatu viktimisasi dapat dirumuskan
sebagai suatu penimbulan penderitaan
(mental, fisik, sosial, ekonomi, moral)
pada pihak tertentu dan dari
kepentingan tertentu. Paradigma
viktimisasi meliputi :
a. Viktimisasi politik, dapat
memasukkan aspek penyalahgunaan
kekuasaan, perkosaan hak-hak asasi
manusia, campur tangan angkatan
bersenjata diluar fungsinya,
terorisme, intervensi, dan peperangan
lokal atau dalam skala internasional;
b. Viktimisasi ekonomi, terutama yang
terjadi karena ada kolusi antara
pemerintah dan konglomerat,
produksi barang-barang tidak
bermutu atau merusak kesehatan,
termasuk aspek lingkungan hidup;
c. Viktimisasi media, dalam hal ini
dapat disebut penyalahgunaan obat
bius, alkoholisme, malpraktek
dibidang kedokteran, dan lain-lain;
d. Viktimisasi yuridis, dimensi ini
cukup luas, baik yang menyangkut
aspek peradilan dan lembaga
permasyarakatan maupun yang
menyangkut dimensi diskriminasi
undang-undang, termasuk
menerapkan kekuasaan dan
stigmatisasi walaupun sudah
diselesaikan aspek peradilannya.
Korban
Dalam Pasal 1 Angka 2 Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Perlindungan Saksi dan Korban
menyatakan bahwa : “Korban adalah
seseorang yang mengalami penderitaan
fisik, mental, dan/atau kerugian
ekonomi yang diakibatkan oleh suatu
tindak pidana. Sedangkan menurut
Gosita (2002), yang dimaksud dengan
korban adalah mereka yang menderita
jasmaniah dan rohaniah sebagai akibat
tindakan orang lain yang bertentangan
dengan kepentingan diri sendiri atau
orang lain yang mencari pemenuhan
kepentingan diri sendiri atau orang lain
yang bertentangan dengan kepentingan
hak asasi yang menderita”.
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
153
Korban merupakan pihak yang
mengalami penderitaan dan kerugian
dalam terjadinya suatu tindak pidana
atau kejahatan, korban tentunya
memiliki hak-hak yang termuat dalam
Pasal 5 Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi
dan Korban yang menyatakan bahwa
korban berhak untuk :
a. Memperoleh perlindungan atas
keamanan pribadi, keluarga dan
harta bendanya, serta bebas dari
ancaman yang berkenaan dengan
kesaksian yang akan, sedang, atau
telah diberikannya;
b. Ikut serta dalam proses memilih
dan menentukan perlindungan dan
dukungan keamanannya;
c. Memberikan keterangan tanpa
tekanan;
d. Mendapat penerjemah;
e. Bebas dari pertanyaan yang
menjerat;
f. Mendapatkan informasi mengenai
perkembangan kasus;
g. Mendapatkan informasi mengenai
putusan pengadilan;
h. Mengetahui dalam hal terpidana
dibebaskan;
i. Mendapat identitas baru;
j. Mendapatkan tempat kediaman
baru;
k. Memperoleh penggantian biaya
transportasi sesuai dengan
kebutuhan;
l. Mendapat nasihat; dan/atau
m. Memperoleh bantuan biaya hidup
sementara sampai batas waktu
perlindungan berakhir.
Sementara itu, hak dan kewajiban
korban adalah sebagai berikut (Gosita,
2002) :
a. Hak korban, antara lain :
1) Mendapat kompensasi atas
penderitaan, sesuai dengan
kemampuan pelaku;
2) Korban berhak menolak
kompensasi karena tidak
memerlukannya;
3) Korban berhak mendapatkan
kompensasinya untuk ahli
warisnya, bila korban meninggal
dunia karena tindakan tersebut;
4) Mendapat pembinaan dan
rehabilitasi;
5) Mendapatkan kembali hak
miliknya;
6) Menolak menjadi saksi, bila hal
ini membahayakan dirinya;
7) Memperoleh perlindungan dari
ancaman pihak pelaku bila
melapor dan/atau menjadi saksi;
8) Mendapat bantuan penasihat
hukum;
9) Mempergunakan upaya hukum
(rechtsmiddelen).
b. Kewajiban korban, antara lain :
1) Korban tidak main hakim
sendiri;
2) Berpartisipasi dengan
masyarakat mencegah timbulnya
korban lebih banyak lagi;
3) Mencegah kehancuran si pelaku
baik oleh diri sendiri, maupun
orang lain;
4) Ikutserta membina pembuat
korban;
5) Bersedia dibina atau membina
diri sendiri untuk tidak menjadi
korban lagi;
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
154
6) Tidak menuntut restitusi yang
tidak sesuai dengan kemampuan
pelaku;
7) Memberi kesempatan kepada
pelaku untuk memberi restitusi
kepada pihak korban sesuai
dengan kemampuannya; dan
8) Menjadi saksi bila tidak
membahayakan diri sendiri dan
ada jaminan keamanannya.
Peranan Korban dalam Terjadinya
Kejahatan
Peran yang dimaksud adalah sebagai
sikap dan keadaan diri seseorang yang
akan menjadi calon korban ataupun
sikap dan keadaan yang dapat memicu
seseorang untuk berbuat kejahatan.
Pihak korban yang mempunyai status
sebagai partisipan aktif maupun pasif
dalam suatu kejahatan, memainkan
berbagai macam peranan yang
mempengaruhi oleh situasi dan kondisi
tertentu secara langsung maupun tidak
langsung.
Peranan korban kejahatan ini antara lain
berhubungan dengan apa yang
dilakukan pihak korban, bilamana
dilakukan sesuatu, serta dimana hal
tersebut dilakukan. Peranan korban ini
mempunyai akibat dan pengaruh bagi
diri korban serta pihaknya, pihak lain,
dan lingkungannya. Pihak korban dapat
berperan dalam keadaan sadar atau
tidak sadar, secara langsung maupun
tidak langsung, sendiri maupun
bersama-sama, bertanggungjawab atau
tidak, secara aktif maupun pasif, dengan
motivasi positif maupun negatif, dimana
semuanya tergantung pada situasi dan
kondisi pada saat kejahatan
berlangsung.
Peranan korban dalam menimbulkan
kejahatan, antara lain (Mulyadi, 2007) :
a. Tindakan kejahatan memang
dikehendaki oleh si korban untuk
terjadi;
b. Kerugian akibat tindak kejahatan
mungkin dijadikan si korban untuk
memperoleh keuntungan yang lebih
besar;
c. Akibat yang merugikan si korban
mungkin merupakan kerjasama
antara si pelaku dan si korban;
d. Kerugian akibat tindak kejahatan
sebenarnya tidak terjadi bila tida ada
provokasi si korban.
Sistem Peradilan Pidana Indonesia
Sistem Peradilan melalui produk
Peraturan Perundang-Undangan
Indonesia, khususnya Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP) yang diundangkan dalam
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
menjadi dasar dari penyelenggaraan
sistem peradilan pidana. Kepentingan
korban tindak pidana telah diwakili oleh
alat Negara yaitu kepolisian dan
kejaksaan sebagai penyelidik, penyidik
dan penuntut umum. Hubungan antara
korban tindak pidana dengan pihak
kepolisian dan kejaksaan adalah bersifat
simbolik, sementara hubungan antara
terdakwa dengan penasihat hukumnya
secara prinsip adalah murni dalam
hubungan hukum antara pengguna jasa
dan pemberi jasa yang diatur dalam
hukum perdata. Polisi dan jaksa
bertindak untuk melaksanakan tugas
Negara sebagai wakil korban tindak
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
155
pidana dan atau masyarakat, sedangkan
penasihat hukum bertindak atas kuasa
langsung dari terdakwa yang bertindak
mewakili terdakwa sendiri.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif yang menggunakan
pendekatan normatif yuridis.
Pendekatan normatif yuridis adalah
penelitian berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan
dikaitkan dengan teori-teori hukum
pidana serta pelaksanaannya. Data yang
digunakan data sekunder didapat
melalui studi pustaka dan dokumentasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Aspek Viktimologi pada Korban
Tindak Pidana
Pengembangan dan manfaat viktimologi
adalah selaras dengan kehidupan
masyarakat, dimana viktimologi
dirumuskan sebagai studi yang
mempelajari masalah korban, penimbul
korban, serta sebab-akibat penimbulan
korban, yang merupakan masalah
manusia sebagai kenyataan sosial. Yang
dimaksud dengan korban dan
menimbulkan korban disini dapat
berupa individu, suatu kelompok,
korporasi swasta dan pemerintah.
Dilihat dari sudut Hak Asasi Manusia
(HAM), masalah kepentingan korban
tindak pidana merupakan bagian dari
persoalan hak asasi manusia pada
umumnya. Prinsip universal
sebagaimana termuat dalam The
Universal Declaration of Human Right
(10 Desember 1948) dan The
International Convenant on Civil and
Political Rights (16 Desember 1948)
mengakui bahwa semua orang adalah
sama terhadap Undang-Undang dan
berhak atas perlindungan hukum yang
sama tanpa perlakuan atau sikap
diskriminasi apapun. Setiap tindakan
pelanggaran hak-hak asasi yang dijamin
oleh ketentuan peraturan perundang-
undangan nasional.
Perkembangan di dalam hukum
nasional, awalnya tidak begitu responsif
terhadap kepentingan korban. Tetapi
dengan berbagai kongres internasional
yang membahas masalah victim, maka
perhatian terhadap korban tindak pidana
mulai terangkat. Seperti diketahui,
setidaknya ada 3 (tiga) pertemuan
internasional mengenai tema yang
sama, yaitu : Kongres di Geneva
membahas “New Form and Dimension
of Crime; Kongres di Caracas tahun
1980 menindaklanjuti tentang Crime
and the Abuse of Power, Offenses and
Offender Beyond the Reach of Law; lalu
kemudian Kongres di Milan Tahun
1985 yang membahas Victim of Crime,
Which it Connect the New Dimentions
of Criminality and Crime Prevention in
the Context of Development,
Convention and Non Conventional
Crime, Illegal Abuse of Economic and
Publik Power.
Dimensi ganti rugi atas penderitaan
korban dikaitkan dengan sistem
restitusi, yang dalam pengertian
viktimologi adalah berhubungan dengan
perbaikan atau restorasi atas kerugian
fisik, moril, harta benda dan hak-hak
korban yang diakibatkan oleh tindak
pidana. Berbeda dengan kompensasi
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
156
merupakan permintaan atas dasar
pemohonan, dan jika dikabulkan harus
dibayar oleh masyarakat atau Negara,
sedangkan restitusi dituntut oleh korban
agar diputus oleh pengadilan, jika
diterima tuntutannya maka harus
dibayar oleh pelaku tindak pidana
tersebut. Karena hakikat perbedaan
demikian masih belum direalisasikan
dalam kenyataan, maka seringkali tidak
ada bedanya antara kedua pembayaran
tersebut, karena yang terpenting
perhatian terhadap korban terlebih
dahulu, baru kemudian menyusul
begaimana bentuk pembayaran atas
kerugian korban.
Dalam perkembangan tentang korban
ini, telah dituangkan dalam Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Perlindungan Saksi dan Korban.
Kepentingan korban dikuasakan pada
suatu lembaga yang dibentuk oleh
Undang-Undang yakni Lembaga
Perlindungan Saksi dan Korban
(LPSK). Kepentingan korban melalui
LPSK tersebut tertuang dalam Pasal 7
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006
tersebut, yaitu :
1) Korban melalui LPSK berhak
mengajukan ke pengadilan beruba :
a. Hak atas kompensasi dalam
kasus pelanggaran hak asasi
manusia yang berat;
b. Hak atas restitusi atau ganti
kerugian yang menjadi
tanggungjawab pelaku pidana.
2) Keputusan mengenai kompensasi
dan restitusi yang diberikan oleh
pengadilan.
3) Ketentuan lebih lanjut mengenai
pemberian kompensasi dan restitusi
diatur dengan peraturan
pemerintah.
Aspek Viktimologi dalam hukum
nasional dapat dilihat terutama dalam
KUHAP, selain itu dengan dibentuknya
Pengadilan HAM yang telah
dilaksanakan secara efektif sejak tahun
2002, berdasarkan Undang-Undang
Nomor 26 Tahun 2000. Selanjutnya
implementasi Undang-Undang tentang
HAM tersebut dituangkan dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun
2000 tentang Kompensasi, Restitusi,
dan Rehabilitasi terhadap Korban
Pelanggaran HAM yang Berat.
Sebagaimana dimuat dalam Pasal 1
butir 3 yang berbunyi :
“ Korban adalah orang perorangan atau
kelompok orang yang mengalami
penderitaan, baik fisik, mental maupun
emosional, kerugian ekonomi, atau
mengalami pengabaian, pengurangan
atau perampasan hak-hak dasarnya
sebagai akibat pelanggaran hak asasi
manusia yang berat, termasuk korban
adalah ahli warisnya’.
Dalam hal tersebut diatas, disebutkan
hanya korban pelanggaran HAM berat
saja, maka perlu dikaji lebih lanjut
terkait korban tindak pidana biasa agar
dapat masuk dalam ketentuan tersebut,
sehingga korban tindak pidana biasa
dapat masuk pula dalam proses
peradilan HAM.
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
157
Eksistensi Hukum Korban Tindan
Pidana Dalam Peradilan Pidana
Pengertian korban dalam aspek hukum
sangatlah luas, namun dalam
pembahasan makalah ini adalah korban
dalam pengertian sebab-akibat adanya
tindak pidana (Victim Against Crime).
Dimana dalam praktiknya, korban dapat
dilihat dari sudut pandang :
1) Korban dilihat dari pembentukan
hukum;
a. Korban dari Over Legislation
dan Sweeping Legislation;
b. Korban dari kekosongan atau
kesesalan hukum.
2) Korban dilihat dari perilaku
kriminal atau anti sosial;
a. Korban dari Crime Against the
Person;
b. Korban dari Against the
Property;
c. Korban dari Drug Abuse;
d. Korban dari Sex Offences/rape;
e. Korban dari White Collar
Crime/Organized Crime;
f. Korban dari New Crime
Forms.
3) Korban dilihat dari dalam lingkup
HAM dan Kesejahteraan Sosial.
a. Korban Pelanggaran HAM
berat, terdiri dari :
- Pelanggaran yang bersifat
criminal dan ada pula yang
bersifat fealusence;
- Korban pelanggaran berat
terbagi dalam Genocide,
Torture, enforced
Displacement, Crime
Against Women and
Children, Extrajudicial
Killing, Schorsing Rubbel.
b. Korban dari pelanggaran HAM
tidak langsung, seperti
keluarga, kelompok korban
yang menderita tekanan jiwa
atau kemiskinan.
c. Korban pelanggaran
kesejahteraan.
Lingkup bahasan mengenai korban pada
penulisan ini adalah korban perilaku
kriminal/anti sosial, yang dapat diproses
berdasarkan KUHAP sebagai landasan
operasional penyelenggaraan peradilan
pidana. Ketentuan-ketentuan dalam
hubungannnya dengan aspek
viktimologi di dalam KUHAP secara
relatif dapat dikatakan banyak, dimana
pengaturan KUHAP yang terkait
dengan viktimologi diantaranya terlihat
dalam Pasal 1 ayat (10) dan ayat (22),
Pasal 81, Pasal 82 ayat (3) dan ayat (4),
Pasal 95 ayat (1) hingga ayat (5), Pasal
96 ayat (1), Pasal 98 ayat (1), Pasal 99
ayat (1), Pasal 100 ayat (1), Pasal 101,
Pasal 274, Pasal 275, dimana fokusnya
lebih banyak berkaitan dengan ganti
rugi.
Berdasarkan KUHAP, maka hak-hak
korban dapat dirumuskan ada 4 (empat)
aspek, yaitu :
1) Hak untuk melakukan kontrol
terhadap tindakan penyidik dan
penuntut umum, yakni hak
mengajukan keberatan atas
tindakan penghentian penyidikan
dan /atau penuntutan dalam
kapasitasnya sebagai pihak ketiga
yang berkepentingan. Ini diatur
dalam pasal 109 dan Pasal 140 ayat
(2) KUHAP;
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
158
2) Hak korban dalam kedudukannnya
sebagai saksi, sebagaimana dalam
Pasal 168 KUHAP;
3) Hak bagi keluarga korban dalam
hal korban meninggal dunia, untuk
mengizinkan atau tidak atas
tindakan polisi melalukan bedah
mayat atau penggalian kubur untuk
otopsi. Hal demikian diatur dalam
pasal 134–136 KUHAP;
4) Hak menuntut ganti rugi atas
kerugian yang diderita akibat dari
tindak pidana dalam kapasitasnya
sebagai pihak yang dirugikan.
Tercantum dalam Pasal 98–101
KUHAP.
Posisi hukum korban tindak pidana
dalam sistem peradilan pidana tidak
menguntungkan bagi korban tindak
pidana, karena terbentur pada masalah
mendasar yaitu korban hanya sebagai
saksi (pelapor atau korban). Korban
tidak termasuk dalam bagian dari unsur
yang terlibat dalam sistem peradilan
pidana, berbeda dengan terdakwa, polisi
dan jaksa. Hal tersebut berakibat bagi
korban tindak pidana tidak mempunyai
upaya hukum, apabila ia keberatan
terhadap suatu putusan pengadilan,
misalnya banding atau kasasi apabila
putusan pengadilan yang dipandang
tidak adil atau merugikan dirinya.
Kepentingan korban tindak pidana
masih harus diperjuangkan dari sudut
mekanisme peradilan pidana, karena
regulasi yang ada belum berpihak
secara utuh pada korban tindak pidana
sehingga asas keseimbangan dan
pengayoman dari pemerintah
diharapkan dalam memprioritaskan
perlindungan HAM tidak hanya bagi
pelaku tetapi juga bagi korban tindak
pidana.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas, disimpulkan
bahwa :
1. Perhatian hukum terhadap korban
tindak pidana dalam KUHAP
belum optimal, walaupun perhatian
pengaturan hukum atas dasar
penghormatan HAM dari pelaku
tindak pidana cukup banyak.
2. Pengertian mengenai kepentingan
korban dalam kajian viktimologi,
tidak hanya dipandang dari
perspektif hukum pidana atau
kriminologi saja, melainkan
berkaitan pula dengan aspek
keperdataan.
3. Posisi hukum korban tindak pidana
dalam sistem peradilan pidana,
tidak menguntungkan bagi korban
tindak pidana, karena terbentur
dalam masalah mendasar yaitu
korban hanya sebagai saksi
(pelapor atau korban), dimana
korban tindak pidana tidak
termasuk bagian dari unsur yang
terlibat dalam sistem peradilan
pidana, sebagaimana terdakwa,
polisi dan jaksa.
Rekomendasi
1. Diharapkan agar semua pihak
terkait, baik kepolisian, lembaga-
lembaga bantuan hukum,
pemerintah hingga masyarakat
dapat secara terpadu meingkatkan
kerjasama dalam mencegah
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
159
terjadinya tindak kejahatan
dilingkungan sekitarnya.
2. Pemerintah daerah dapat
melakukan kerjasama dengan pihak
kepolisian dan/atau lembaga
bantuan hukum dalam upaya
melakukan sosialisasi untuk
meningkatkan pemahaman dan
pengetahuan mencegah/mengatasi
terjadinya tindak kejahatan.
DAFTAR PUSTAKA
Atmasasmita, Romli. 2010. Teori dan
Kapita Selekta Victimologi, Edisi
Kedua Cetakan Ketiga. Bandung :
PT Refika Aditama.
Gosita, Arif. 1986. Viktimologi dan
KUHP. Jakarta : Akamedika
Presindo.
…………... 2002. Masalah Korban
Kejahatan. Jakarta : PT. Bhuana
Ilmu Populer.
Mulyadi, Lilik. 2007. Kapita Selekta
Hukum Pidana Kriminologi dan
Viktomologi. Jakarta : Djambatan.
Soeparman. Kepentingan Korban
Tindak Pidana Dilihat Dari
Sudut Viktimologi. Majalah
Hukum Tahun ke XXII No. 260,
Juli 2007. Varia Peradilan.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006
tentang Perlindungan Saksi dan
Korban.
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
160
KARAKTERISTIK BUMDes TUAH SEPAKAT DAN BUMDes HARAPAN
JAYA, SERTA DAMPAK EKONOMINYA BAGI MASYARAKAT
CHARACTERISTIC OF BUMDes“TUAH SEPAKAT” AND
BUMDes“HARAPAN JAYA” AND THEIR ECONOMY IMPACTS TO THE
COMMUNITY
Harwindah
Badan Perencanaan, Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Bengkulu
Jalan Pembangunan Nomor 15, Kota Bengkulu
Email : harwindah@
ABSTRAK
Mengadopsi nawa cita Presiden Joko Widodo yang ketiga, yaitu membangun Indonesia
dari pinggiran sdengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara
kesatuan, maka dicanangkanlah dana desa dengan jumlah yang fantastis yaitu satu
desa satu milyar. Dana Desa diperuntukkan membiayai penyelenggaraan
pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan
pemberdayaan masyarakat. Salah satu pemanfaatan dana tersebut adalah untuk
mendirikan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Dari hasil usaha BUMDes,
pemerintah mengharapkan terjadinya peningkatan pendapatan masyarakat, untuk
mengetahui apakah berdirinya BUMDes di masing-masing desa memberikan pengaruh
atau dampak terhadap perekonomian masyarakat. Tujuan dari kajian ini adalah untuk
mengetahui jenis unit usaha diadopsi oleh BUMDes Tuah Sepakat dan BUMDes
Harapan Jaya serta untuk mengetahui dampak BUMDes tersebut terhadap
perekonomian masyarakat. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah penelitian deskriptif. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan
kaulitatif. Metode berpikir yang dipakai pada penelitian ini adalah perumusan
masalah, observasi lapangan, analisis data dan penarikan kesimpulan yang dikaitkan
dengan fakta-fakta di lapangan. Dari penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut: Unit usaha yang dilaksanakan oleh BUMDes Tuah
Sepakat adalah unit keuangan (simpan pinjam) dan perdagangan (pertokoan)
sedangkan BUMDes Harapan Jaya memiliki 6 unit usaha yaitu, Perkebunan;
Transportasi; Simpan Pinjam; Perusahaan Air Bersih; BRI Link; dan Pengolahan
arang cangkang sawit; BUMDes Tuah Sepakat dan Harapan Jaya berdampak secara
ekonomi terhadap kehidupan masyarakat seperti meningkatkan Pendapatan Asli Desa,
membuka lapangan kerja, menaikkan pendapatan masyarakat melalui simpan pinjam
dan menjadi pengurus BUMDes.
Kata Kunci : BUMDes, dana desa, unit usaha, PADes
ABSTRACT
One of priority programs from Jokowi called NawaCita mentions about developing
Indonesia’s rural areas. Therefore, there is program called Dana Desa (village funds),
1 billion rupiah for each village. This fund aims to finance governance, development,
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
161
community building, and community empowerment. One of implementation is
establishing Village-owned Enterprise (BUMDes). Thus, this study aims to figure out
type of business unit adopted by BUMDes “TuahSepakat” dan “Harapan Jaya” and its
impact to community income. It is a descriptive study using qualitative approach.
Frame of work of this study consists of identifying problems, field observation, data
analysis, and conclusion based on facts on site. Result shows that BUMDes
“TuahSepakat” runs savings and loan (finance unit) and stores (trade unit).
Meanwhile, BUMDes “Harapan Jaya” has 6 business units, i.e.: plantation,
transportation, savings and loan, clean water, BRI Link, and palm-shell charcoal. It is
known that both BUMDes economically affect to the community income, for example
increasing villageown-source revenue, creating employment, increasing income
through savings and loan, and being staff at BUMDes.
Keywords : BUMDes, village funds, business unit, PADes (village own-source revenue.
PENDAHULUAN
Dalam pembukaan UUD 1945 pada
alinea ke IV bahwa pembangunan
nasional ditujukan untuk kesejahteraan
umum untuk mencapai kemandirian
ekonomi. Pembangunan nasional
Indonesia adalah paradigma
Pembangunan yang terbangun atas
pengalaman Pancasila yaitu
pembangunan manusia Indonesia
seutuhnya dan pembangunan
masyarakat Indonesia seluruhnya,
dengan Pancasila sebagai dasar, tujuan,
dan pedomannya (Wikipedia). Tujuan
pembangunan nasional adalah
mewujudkan masyarakat adil dan
makmur yang merata material dan
spiritual berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945 (Benny,
2016).
Bengkulu merupakan provinsi termiskin
di antara 10 Provinsi di Pulau Sumatra,
yaitu sebesar 16,45% pada bulan maret
2017. Namun pada bulan maret 2018
terjadi penurunan angka kemiskinan
sebesar 1.02% menjadi 15,43%
sehingga menjadikan Bengkulu
beranjak naik diperingkat kesembilan
setelah Provinsi Nangroe Aceh
Darussalam (NAD) (BPS Provinsi
Bengkulu, 2018). Penurunan angka
kemiskinan ini menunjukkan bahwa
telah terjadi penambahan pendapatan
perkapita dan penurunan konsumsi
makanan dan non-makanan. Berarti
telah terjadi pengurangan penduduk
yang berada pada garis kemiskinan.
Banyak faktor penyebab penurunan
angka penduduk miskin, salah satunya
adalah terciptanya lapangan kerja baru.
Prioritas penggunaan dana desa untuk
pembangunan desa dialokasikan untuk
mencapai tujuan pembangunan desa
yaitu meningkatkan kesejahteraan
masyarakat desa dan kualitas hidup
manusia serta penanggulangan
kemiskinan, melalui:
a. pemenuhan kebutuhan dasar;
b. pembangunan sarana dan prasarana
Desa;
c. pengembangan potensi ekonomi
lokal; dan
d. pemanfaatan sumber daya alam dan
lingkungan secara berkelanjutan.
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
162
Salah satu pemanfaatan dana tersebut
adalah untuk mendirikan Badan Usaha
Milik Desa (BUMDes). Hal ini tertuang
dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2014 tentang desa. Pendirian BUMDes
diharapkan dapat mengentaskan
kemiskinan dan menaikkan
kesejahteraan masyarakat melalui
meluasnya kesempatan kerja dan
meningkatnya pendapatan penduduk
sehingga masyarakat Indonesia menjadi
sejahtera dan mandiri.
BUMDes juga diharapkan bisa
mengerem arus urbanisasi dan migrasi.
Swakelola yakni mengutamakan tenaga
kerja dan material lokal desa yang
berasal dari desa setempat sehingga
mampu menyerap tenaga kerja lokal
dan meningkatkan pendapatan
masyarakat desa. Hasil usaha BUMDes
dapat dimanfaatkan untuk
pengembangan usaha dan pembangunan
desa, pemberdayaan masyarakat desa
dan pemberian bantuan untuk
masyarakat miskin melalui hibah,
bantuan sosial, dan kegiatan dana
bergulir yang ditetapkan dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja
Desa. Dari hasil usaha BUMDes,
pemerintah mengharapkan terjadinya
peningkatan pendapatan masyarakat,
untuk mengetahui apakah berdirinya
BUMDes di masing-masing desa
memberikan pengaruh atau dampak
terhadap perekonomian masyarakat.
Oleh karena itu kami mengadakan
kajian mengenai hal tersebut. Sebagai
bahan evaluasi dana desa yang
dimanfaatkan untuk pendirian BUMDes
serta untuk mengetahui unit usaha yang
berada di BUMDes Tuah Sepakat dan
Harapan Jaya.
Rumusan masalah dari kajian ini adalah
unit usaha apa yang berada di BUMdes
Tuah Sepakat dan Harapan jaya serta
apa pengaruh/dampak berdirinya
BUMDes pada perekonomian
masyarakat di desa tersebut?Tujuan dari
kajian ini adalah untuk mengetahui jenis
unit usaha yang dijalankan oleh
BUMDes Tuah Sepakat dan Harapan
Jaya dan apa pengaruh kedua BUMDes
tersebut terhadap perekonomian
masyarakat di Desa Mandi Angin Jaya
dan Desa Mekar Jaya.
TINJAUAN PUSTAKA
Pembangunan
Tujuan dan sasaran pembangunan
Indonesia adalah membangun manusia
Indonesia seutuhnya yang adil dan
makmur berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945. Tujuan dan sasaran
pembangun an nasional sebagaimana
tercantum dan tersirat dalam
Pembukaan UUD 1945 adalah:
1. Melindungi segenap bangsa dan
seluruh tumpah darah Indonesia,
2. Memajukan kesejahteraan umum,
3. Mencerdaskan kehidupan bangsa,
dan
4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan
sosial (Zein Sakti, 2016).
Pemerintah Daerah mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan
menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan (Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2014). Program prioritas
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
163
pembangunan Kabupaten Mukomuko
tahun 2016-2021 diantaranya bidang
pendidikan, kesehatan, bidang
infrastruktur, bidang pertanian, bidang
kelautan dan perikanan, bidang
perindagkop dan UKM. Kementerian
Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal
dan Transmigrasi telah menetapkan
sebanyak 24 desa di Kabupaten
Mukomuko, Bengkulu, sebagai desa
yang menjadi skala prioritas
pembangunan di dalam program kerja
kementerian tersebut. Kabid Pemerintah
Desa Dinas Pemberdayaan Masyarakat
dan Desa Kabupaten Mukomuko Eka
Purwanto di Mukomuko, mengatakan
sebanyak 24 desa yang menjadi skala
prioritas program kerja kementrian
tersebar di 12 kecamatan (Antaranews,
2018).
Perencanaan pembangunan desa dan
dana desa dalam kerangka implementasi
nawa cita dan RPJMN 2015-2019.
RPJMN 2015-2019 merupakan visi,
misi, dan agenda (Nawa cita) yang
berfungsi untuk menjadi pedoman
Kementerian/Lembaga dalam menyusun
rencana strategis dan acuan dasar dalam
pemantauan dan evaluasi RPJMN.
RPJMN juga dapat menjadi acuan bagi
masyarakat berpartisipasi dalam
pelaksanaan pembangunan nasional.
CITA Ke-3 NAWA CITA adalah
membangun Indonesia dari pinggiran
dengan memperkuat daerah-daerah dan
Desa dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Tujuan pembangunan kawasan
perdesaan (Buku Saku Dana Desa,
2017) :
Mewujudkan kemandirian
masyarakat; dan
Menciptakan desa-desa mandiri dan
berkelanjutan yang memiliki
ketahanan sosial, ekonomi, dan
ekologi, serta penguatan keterkaitan
kegiatan ekonomi kota-desa.
Dana Desa
Melalui Undang-Undang Nomor Tahun
2014 tentang Desa, disebutkan bahwa
dana desa memberikan fokus yang lebih
besar pada pengentasan kemiskinan dan
ketimpangan, prioritas penggunaan
Dana Desa digunakan untuk
pembangunan dan pemberdayaan
masyarakat dalam rangka meningkatkan
kualitas hidup masyarakat desa untuk
mengurangi kemiskinan, mengurangi
kesenjangan penyediaan infrastruktur
dasar, serta memperluas kesempatan
kerja.
BUMDes
Pembangunan desa berbasiskan
kekuatan lokal (keuangan dan aset desa)
berwujud pembentukan dan
pengembangan produk unggulan desa
dan/atau produk unggulan kawasan
perdesaan, digerakkan dan dikelola oleh
desa melalui Badan Usaha Milik Desa
(BUMDes) pada lingkup desa atau
BUMDesa bersama pada lingkup antar
desa. Undang Undang No 6 Tahun 2014
tentang Desa. Pasal 87 Pasal 88 Desa
dapat mendirikan Badan Usaha Milik
Desa yang disebut BUM Des. (2) BUM
Desa dikelola dengan semangat
kekeluargaan dan kegotongroyongan.
(3) BUM Desa dapat menjalankan
usaha di bidang ekonomi dan/atau
pelayanan umum sesuai dengan
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
164
ketentuan peraturan perundang-
undangan. (1) Pendirian BUM Desa
disepakati melalui Musyawarah Desa.
(2) Pendirian BUM Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dengan Peraturan Desa.
Sifat BUMDes adalah menjadi alat desa
bagi gerakan perekonomian di desa
yang bercirikan semangat kolektif dan
kegotongroyongan. Maksud BUMDes
yaitu melaksanakan tugas desa dalam
menyelenggarakan cabang-cabang
produksi yang penting bagi desa dan
yang menguasai hajat hidup orang
banyak Tujuannya untuk meningkatkan
kemampuan masyarakat dalam
mengendalikan perekonomian di desa
untuk sebesarbesarnya kesejahteraan
masyarakat dan kemandirian ekonomi
di tingkat Desa (Buku Saku Dana Desa,
56).
Gambar 1. Dampak Ekonomi BUMDes (Buku Saku Dana Desa, 2017)
Klasifikasi Jenis BUMDes
(Permendesa Nomor 04 Tahun 2015)
BUMDes dapat menjalankan bisnis
sosial (social business) sederhana yang
memberikan pelayanan umum(serving)
kepada masyarakat dengan memperoleh
keuntungan finansial. Unit usaha dalam
BUMDes dapat memanfaatkan sumber
daya lokal dan teknologi tepat guna,
meliputi:
a. air minum Desa;
b. usaha listrik Desa;
c. lumbung pangan; dan
d. sumber daya lokal dan teknologi
tepat guna lainnya.
BUMDes dapat menjalankan bisnis
penyewaan (renting) barang untuk
melayani kebutuhan masyarakat Desa
dan ditujukan untuk memperoleh
Pendapatan Asli Desa. Unit usaha
dalam BUMDes dapat menjalankan
kegiatan usaha penyewaan meliputi:
a. alat transportasi;
b. perkakas pesta;
c. gedung pertemuan;
d. rumah toko;
e. tanah milik BUM Desa; dan
f. barang sewaan lainnya.
BUMDes dapat menjalankan usaha
perantara (brokering) yang memberikan
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
165
jasa pelayanan kepada warga. Unit
usaha dalam BUMDes dapat
menjalankan kegiatan usaha perantara
yang meliputi:
a. jasa pembayaran listrik;
b. pasar Desa untuk memasarkan
produk yang dihasilkan
masyarakat; dan
c. jasa pelayanan lainnya.
BUMDes dapat menjalankan bisnis
yang berproduksi dan/atau berdagang
(trading) barang-barang tertentu untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat
maupun dipasarkan pada skala pasar
yang lebih luas. Unit usaha dalam
BUMDes dapat menjalankan kegiatan
perdagangan (trading) meliputi:
a. pabrik es;
b. pabrik asap cair;
c. hasil pertanian;
d. sarana produksi pertanian;
e. sumur bekas tambang; dan
f. kegiatan bisnis produktif lainnya.
BUMDes dapat menjalankan bisnis
keuangan (financial business) yang
memenuhi kebutuhan usaha-usaha skala
mikro yang dijalankan oleh pelaku
usaha ekonomi Desa. Unit usaha dalam
BUMDes dapat memberikan akses
kredit dan peminjaman yang mudah
diakses oleh masyarakat Desa.
BUMDes dapat menjalankan usaha
bersama (holding) sebagai induk dari
unit-unit usaha yang dikembangkan
masyarakat Desa baik dalam skala lokal
Desa maupun kawasan perdesaan. Unit
usaha dalam BUMDes dapat
menjalankan kegiatan usaha bersama
meliputi:
a. pengembangan kapal Desa berskala
besar untuk mengorganisasi
nelayan kecil agar usahanya
menjadi lebih ekspansif;
b. Desa Wisata yang mengorganisir
rangkaian jenis usaha dari
kelompok masyarakat;dan
c. kegiatan usaha bersama yang
mengkonsolidasikan jenis usaha
lokal lainnya.
METODOLOGI PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah penelitian
deskriptif. Pendekatan penelitian yang
digunakan adalah pendekatan kaulitatif.
Metode berpikir yang dipakai pada
penelitian ini adalah perumusan
masalah, observasi lapangan, analisis
data dan penarikan kesimpulan yang
dikaitkan dengan fakta-fakta di
lapangan.
Jenis data yang diperlukan pada
penelitian ini adalah data primer
(wawancara, dan observasi) serta data
sekunder (dokumen, laporan,
peraturan/produk hukum). Dan metode
pengumpulan data yang digunakan pada
penelitian ini adalah: Metode
Dokumentasi, Metode Observasi, dan
Metode Wawancara.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Kabupaten
Mukomuko
Secara astronomis, Kabupaten
Mukomuko terletak antara 020 16’ 32”
– 030 07’ 46” Lintang Selatan dan
antara 1010 01’ 15” – 101
0 51’ 29,6”
Bujur Timur. Berdasarkan posisi
geografisnya, Kabupaten Mukomuko
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
166
memiliki batas-batas: Utara –
Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera
Barat; Selatan – Kabupaten Bengkulu
Utara; Barat – Samudera Hindia; Timur
– Kabupaten Kerinci dan Kabupaten
Merangin, Jambi. Kabupaten
Mukomuko terdiri dari 15 kecamatan,
148 desa dan tiga kelurahan.
BUMDes Kabupaten Mukomuko
Badan Usaha Milik Desa (BUMDes),
sebagai lembaga ekonomi masyarakat
yang perannya cukup strategis dalam
menggerakkan perekonomian
masyarakat di pedesaan. Sehingga,
Bumdes sebagai lembaga ekonomi
rakyat yang juga menjadi pilar
demokrasi. Bumdes yang diciptakan
dengan tujuannya untuk meningkatkan
perekonomian desa, mengoptimalkan
aset desa, meningkatkan usaha
masyarakat, menciptakan peluang
usaha, menciptakan lapangan pekerjaan,
pengembangan ekonomi desa serta
meningkatkan pendapatan desa. Jika
pengelolaan Bumdes optimal, maka
desa akan menjadi desa yang mandiri.
BUMDes sebagai salah satu mitra
pemerintah desa dalam mewujudkan
rencana-rencana pembangunan
perekonomian ekonomi dituntut mampu
menyediakan kebutuhan-kebutuhan
masyarakat dalam mengembangkan
usaha. Badan Usaha Milik Desa adalah
usaha yang dibentuk/didirikan oleh
pemerintah desa yang kepemilikan
modal dan pengelolaanya dilakukan
oleh pemdes dan masyarakat. Peran
BUMDes bagi desa yang
menjalankannya:
1. Meningkatlan kesejahteraan
masyarakat dan BUMDes
pemerintah desa.
2. Membantu melakukan pengawasan
terhadap pelaksanaan
penyelenggara kegiatan ekonomi
desa.
3. Membantu pemerintah desa dalam
upaya mengembangkan sumber
sumber potensi alam dan manusia
didesa untuk dikembangkan
menjadi sumber sumber sumber
ekonomi
4. Menjadi media pemerintah desa
untuk mewujudkan mewujudkan
rencana pembangunan khususnya
dibidang ekonomi.
Pengaturan BUMDes diatur di dalam
pasal 23 ayat (1) Undang-Undang No.
23 Tahun 2014, bahwa desa dapat
mendirikan Badan Usaha Milik Desa
sesuai dengan kebutuhan dan potensi
desa. Tujuan BUMDes yaitu
mengoptimalkan pengelolaan aset-aset
desa yang ada, memajukan
perekonomian desa, serta meningkatkan
kesejahteraan masyarakat desa. Sifat
usaha BUMDes adalah berorientasi
pada keuntungan. Sifat pengelolaan
usahanya adalah keterbukaan,
kejujuran, partisipatif, dan berkeadilan.
Dengan kehadiran BUMDes ini
diharapkan desa menjadi lebih mandiri
dan masyarakat menjadi lebih sejahtera
(Ovi, 2013).
Pendirian BUMDes didasarkan pada
kebutuhan dan potensi desa, sebagai
upaya peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Berkenaan dengan
perencanaan dan pendiriannya,
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
167
BUMDes dibangun atas prakarsa
masyarakat, serta mendasari pada
prinsip prinsip kooperatife, partisipatif,
transparasi, emansipatif, akuntabel, dan
sustainable. Dari semua itu yang
terpenting adalah bahwa pengelolaan
BUMDes harus dilakukan secara
professional dan mandiri (Eka, 2016).
Kabupaten Mukomuko memiliki 148
Desa dan tiga Kelurahan. Dari 148 Desa
dari 148 Desa yang memiliki BUMDes
baru 78 Desa (Data Dinas
Pemberdayaan Masyarakat Desa
Kabupaten Mukomuko Tahun 2017).
Dari jumlah tersebut, hanya 10%
BUMDes yang aktif, yang berarti
sekitar ±8 BUMDes. Dari ke delapan
BUMDes tersebut kami memilih
BUMDes Tuah Sepakat, Desa Mandi
Angin Jaya, Kecamatan Teramang Jaya
dan BUMDes Harapan Jaya, Desa
Mekar Jaya, Kecamatan Teras
Terunjam sebagai sample kami. Hal
tersebut karena BUMDes tersebut
semenjak berdiri dapat berkembang
dengan pesat dan mampu memberikan
dampak bagi kesejahteraan masyarakat
serta lokasinya mudah dijangkau, jalan
menuju desa tersebut masih bisa dilalui
dengan transportasi mobil. Walau untuk
menuju ke Desa Mekar Jaya jalannya
masih berupa tanah merah dan berbukit-
bukit tetapi masih bisa dilalui jika hari
sedang cerah.
Menurut Kepala Bidang Pengembangan
Usaha Ekonomi Masyarakat, Dinas
Pemberdayaan Masyarakat Desa
Kabupaten Mukomuko, sampai saat ini
belum ada BUMDes yang
keberhasilannya signifikan, masih
banyak BUMDes berada pada tahap
pembelajaran. Dana BUMDes dapat
berasal dari pemerintah, pihak ketiga
dan masyarakat. Dana berasal dari Dana
Desa yang diserahkan melalui jalur
langsung ke APBDes.
Selain itu masih banyak BUMDes yang
membagi keuntungan BUMDes lebih
besar ke modal dibandingkan untuk
honor pengurus dan pengawas.
Sehingga masih banyak masyarakat
yang enggan untuk ditunjuk mejadi
penegelola BUMDes. Kebanyakan
pembagian keuntungan sebesar 15%
untuk pengelola; 30% untuk PADes ;
40% untuk modal ; dan 15% untuk lain-
lain. Idelanya menurut Kabid PUEM
pembagiannya adalah 40% untuk
pengelola ; 40% untuk PADes; dan 20%
untuk modal. Sehingga perekonomian
masyarakat dapat terangkat.
Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)
Tuah Sepakat
BUMDes Tuah Sepakat didirikan
berdasarkan Peraturan Desa Nomor 1
Tahun 2015/1 dengan SK Pengesahan
Nomor: 100-237 Tahun 2016. BUMDes
Tuah Sepakat Terletak di Desa Mandi
Angin Jaya, Kecamatan Teramang Jaya.
Visi BUMDes Tuah Sepakat adalah
“mewujudkan lembaga usaha ekonomi
desa yang sehat, kuat berdaya saing
tinggi dan terpercaya yang mampu
melayani kebutuhan ekonomi
masyarakat dalam mencapai kehidupan
masyarakat yang sejahtera” sedangkan
misi BUMDesini adalah “ Menjadikan
BUMDes Tuah Sepakat sebagai
lokomotif penggerak ekonomi
masyarakat menuju desa mandiri”.
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
168
Adapun tujuan dari BUMDes ini
adalah:
a. Meningkatkan pendapatan asli desa
(PAD) untuk peningkatan
pembangunan desa dan
peningkatan elayanan masyarakat;
b. Mendorong perkembangan
perekonomian masyarakat desa;
c. Meningkatkan kreativitas dan
peluang usaha ekonomi produktif
bagi masyarakat desa yang
berpenghasilan rendah;
d. Mendorong berkembangnya usaha
mikro sector informal; dan
e. Melakukan kerjasama dengan pihak
lain yang saling menguntungkan.
Sumber dana BUMDes ini berasal dari
APBDes yang merupakan dana desa
dan penyertaan modal masyarakat bagi
usaha simpan pinjam. Pembagian sisa
hasil usaha BUMDes Tuah Sepakat
ditetapkan berdasarkan ketentuan dalam
Peraturan Desa Mandi Angin Jaya
Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pendirian
Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)
Tuah Sepakat, sebagai berikut:
a. Dana Cadangan = 35%
b. Pendapatan Asli Desa (PADes) =
20%
c. Pengurus unit Usaha = 25%
d. Badan Pengawas BUMDes = 15%
e. Pendidikan = 2,5%
f. Dana Sosial = 2,5%
Sedangkan untuk pengeluaran gaji
karyawan unit tiap bulannya sebesar
40% dari pendapatan bersih tiap bulan
dan 20% digunakan untuk honor
pengelola BUMDes. Pengelola atau
pelaksana operasional BUMDes dipilih
berdasarkan musawarah desa, terdiri
dari:
1. Badan pengawas yang diketuai oleh
sekretaris kecamatan, yaitu Bapak
Marhidi, SE;
2. Penasehat yang merupakan kepala
desa mandi angina jaya, yaitu
Bapak Hanasrum; dan
3. Direktur BUMDes yaitu Dedi
Nopian
BUMDes ini memiliki dua unit usaha
yaitu, unit keuangan (simpan pinjam)
dan perdagangan (pertokoan). Simpan
pinjam yang dilakukan serupa dengan
simpan pinjam yang dilakukan oleh
perbankkan nasional. Bagi masyarakat
yang ingin meminjam uang di BUMDes
ini juga harus menyerahkan surat-surat
berharga sebagai jaminan. Untuk
peminjaman di bawah 10 juta, surat
berharga yang harus dijaminkan adalah
Bukti Pemilik Kendaraan Bermotor
(BPKB) dan untuk peminjaman diatas
10 juta yang harus dijaminkan adalah
sertifikat tanah. Unit perdagangan atau
pertokoan BUMDes tuah sepakat
menjual berbagai jenis pupuk
nonsubsidi karena rata-rata penduduk di
Desa Mandi Angin berprofesi sebagai
petani.
BUMDes Tuah Sepakat tercatat di
Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa
(PMD) Kabupaten Mukomuko sebagai
BUMDes yang memiliki
administrasi/laporan keuangan paling
lengkap. BUMDes Tuah sepakat
memiliki neraca akhiir, Laporan
Perhitungan Hasil Usaha, Laporan Arus
Kas (Cash Flow), Perubahan Modal
(equitas) dan Catatan Atas Laporan
Keuangan (CALK).
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
169
Dampak berdirinya BUMDes Tuah
Sepakat yang dirasakan oleh masyarakat
adalah:
1. Meningkatnya Pendapatan Asli
Desa, sesuai dengan tujuan
BUMDes Tuah Sepakat dan Perdes
Nomor 1 tahun 2015 bahwa 20%
dari keuntungan BUMDes
diperuntukkan untuk PADes.
2. Kemudahan mendapatkan pupuk
untuk pertanian, tidak mengharus
petani ke kota untuk mendapatkan
pupuk yang lumayan memakan
waktu dan biaya.
3. Menambahkan penghasilan
masyarakat bagi para karyawan dan
pengelola BUMDes, untuk
pengelola dialokasikan 25% dan
untuk pengawas 15%.
4. Membuka lapangan kerja bagi
masyarakat dengan diangkat
sebagai karyawan unit.
5. Menambah penghasilan masyarakat
yang ikut serta dalam keangggotan
simpan pinjam dimana setiap
tahunnya akan dibagikan SHU
simpan pinjam.
Sedangkan kendala yang masih
dirasakan oleh BUMDes Tuah Sepakat
adalah:
1. Posisinya yang di pelosok sehingga
konsumen terbatas dari desa Mandi
Angin saja.
2. Keputusan Kepala Desa yang
mengkhususkan nasabah atau
konsumen dari masyarakat dari
Desa Mandi Angin Jaya saja,
sehingga terbatas dan sedikit
nasabah yang bergabung.
3. Kredit macet dari nasabah.
Harapan dari BUMDes Tuah sepakat
adalah didirikannya BUMDes Bersama
agar lebih luas jangkauan dan
berkembang lebih pesat. Sumber daya
manusia yang kurang memiliki
keterampilan dalam manajemen
lembaga, usaha dan keuangan sehingga
menyulitkan pengelola dalam
mewujudkan administrasi yang tertata.
BUMDes Harapan Jaya
BUMDes Harapan Jaya didirikan
berdasarkan Peraturan Desa Nomor 3
Tahun 2015/3 dengan SK Pengesahan
Nomor: 100-237 Tahun 2016. BUMDes
Harapan Jaya disahkan Oleh Kepala
Desa Mekar Jaya No.
06/SK.BHJ/MJ/TT/2016, untuk jangka
waktu yang tidak terbatas.BUMDes
Harapan Jaya Terletak di Desa Mekar
Jaya, Kecamatan Teras Terunjam.
BUMDes Harapan Jaya memiliki enam
unit usaha, yaitu: Perkebunan;
Transportasi; Simpan Pinjam;
Perusahaan Air Bersih; BRI Link; dan
Pengolahan arang cangkang sawit
Sumber dana BUMDes ini berasal dari
APBDes yang merupakan bantuan dari
pemerintah dan penyertaan modal
masyarakat. Bantuan pemerintah yang
telah diterima BUMDes Harapan Jaya
adalah Tahun 2016 sebesar 59 Juta
rupiah, Tahun 2017 sebesar 77 Juta
Rupiah, dan Tahun 2018 sebesar 150
Juta Rupiah
Penyertaan modal masyarakat berupa
pemberian alat tungku rotari cangkang
sawit. Saat ini tungku rotari milik
masyarakat jumlahnya sebanyak 22
buah. Pembagian keuangan Bumdes
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
170
Harapan Jaya diatur dalam AD/ART
sebagai berikut:
a. Pemupukan Modal Usaha Unit =
90%
b. Operasional Bumdes = 5 %
c. Dana Cadangan = 5 %
Sedangkan pembagian hasil usaha
BUMDes setiap tahun dipergunakan
untuk :
1. Pemupukan modal usaha = 50 %
2. Pendapatan desa = 20 %
3. Pengurus dan pengawas bumdes =
15 %
4. Dana sosial = 5%
5. Operasional = 5 %
6. Dana Cadangan = 5%
Pengelola atau pelaksana operasional
BUMDes dipilih berdasarkan
musawarah desa, terdiri dari:
1. Penasehat yang merupakan kepala
desa Mekar Jaya, yaitu Bapak H.
Yundan Akhsan; dan
2. Direktur BUMDes yaitu
Mulyatman
Dampak didirikannya BUMDes
Harapan Jaya adalah sbb:
1. Meningkatnya Pendapatan Asli
Desa dimana sebesar 20% dari
keuntungan BUMDes dialokasikan
untuk pendapatan desa.
2. Menambahkan penghasilan
masyarakat bagi para karyawan dan
pengelola BUMDes. Pendapatan
masyarakat meningkat seiring
dengan berdirinya unit arang dari
cangkang sawit. Setiap pagi hingga
siang Ibu-Ibu bekerja membakar
cangkang sawit, malam-malam
giliran Bapak-Bapak yang
membakar cangkang. Mereka
digaji perhari sebesar Rp 600,- per
kg arang sawit
3. Membuka lapangan kerja bagi
masyarakat dengan diangkat
sebagai karyawan unit dan
karyawan BUMDes.
4. Menambah penghasilan masyarakat
yang ikut serta dalam keangggotan
simpan pinjam dimana setiap
tahunnya akan dibagikan SHU
simpan pinjam.
5. Unit usaha BRI Link sangat
membantu masyarakat untuk
menarik atau menyimpan uang
mereka tanpa harus pergi ke Kota
dan mengantri di Bank.
6. Kemudahan air bersih bagi
masyarakat yang rumahnya sulit
terjangkau air bersih.
7. Kemudahan transportasi dari dan ke
dalam Desa Mekar Jaya.
8. Bunga yang rendah membantu
masyarakat dalam memenuhi
kebutuhan dalam simpan pinjam di
BUMDes Harapan Jaya.
Kendala yang dirasakan oleh BUMDes
Harapan Jaya adalah:
1. Lokasinya yang dipelosok
ditambah infrastruktur jalan yang
belum memadai. Jalan masih
berupa tanah merah dan sempit
sehingga menyulitkan truk-truk
pengangkut arang siap jual dan
pengangkut cangkang sawit sulit
menembus lokasi. Struktur
tanahnya yang juga landai,
menyulitkan truk-truk besar untuk
sampai di lokasi.
2. Harga bahan baku cangkang yang
semakin mahal. Awalnya cangkang
sawit dianggap sampai oleh pabrik-
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
171
pabrik sawit sehingga dijual murah.
Kemudian karena mengetahui
cangkang tersebut menjadi barang
yang dapat diolah kembali dan
permointaan BUMDes Harapan
Jaya semakin besar maka harga
cangkang sawit dinaiikan oleh
pihak pabrik.
3. Keterbatasan peralatan untuk
membakar cangkang sawit
sehingga arang yang dihasilkan
dibawah permintaan pasar.
PENUTUP
Kesimpulan
Dari kajian yang telah dilakukan dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Unit usaha yang berada pada
BUMDes Tuah Sepakat adalah unit
keuangan (simpan pinjam) dan
perdagangan (pertokoan)
sedangkan BUMDes Harapan Jaya
memiliki 6 unit usaha yaitu,
Perkebunan; Transportasi; Simpan
Pinjam; Perusahaan Air Bersih;
BRI Link; dan Pengolahan arang
cangkang sawit.
2. BUMDes Tuah Sepakat dan Harpan
Jaya Kabupaten Mukomuko
berdampak secara ekonomi
terhadap kehidupan masyarakat
seperti meningkatkan Pendapatan
Asli Desa, membuka lapangan
kerja, menaikkan pendapatan
masyarakat melalui simpan pinjam
dan menjadi pengurus BUMDes.
Saran/Rekomendasi
Saran atau rekomendasi :
1. Dinas Pemberdayaan Masyarakat
Desa Kabupaten Mukomuko
diharapkan dapat melakukan
pembinaan dan pelatihan pengurus
BUMDes di Kabupaten Mukomuko
mengenai praktek dalam menyusun
manajemen keuangan, pelaporan
dan perekrutan.
2. Pada saat musyawarah desa, dalam
penentuan AD/ART, disarankan
untuk memperbesar dana alokasi
peruntukan pengelola BUMDes
sehingga masyarakat tertarik
mengurus dan mengembangkan
BUMDes.
DAFTAR PUSTAKA
Aranto, Ferry. (2018). Diambil dari
https://bengkulu.antaranews.com
/berita/47877/ kementerian-
prioritaskan-pembangunan-24-
desa-di-mukomuko. [diakses 22
Agustus 2019]
Badan Pusat Statistik Kabupeten
Mukomuko. (2017). Kabupaten
Mukomuko dalam Angka 2017.
Mukomuko: Percetakan Demy.
Benny Ferdianto. (2016). Eksistensi
Badan Usaha Milik Desa
Terhadap Peningkatan
Pendapatan Asli Desa Di Tiyuh
Candra Kencana Kecamatan
Tulang Bawang Tengah
Kabupaten Tulang Bawang
Barat. Skripsi: Lampung:
Universitas Lampung.
Eka, Ade Kurniawan. (2016). Peranan
Badan Usaha Milik Desa
(Bumdes) Dalam Peningkatan
Pendapatan Asli Desa (Desa
Lanjut Kecamatan Singkep
Pesisir Kabupaten Lingga
Tahun 2015). Skripsi. Tanjung
Pinang: Universitas Maritim
Raja Ali Haji.
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
172
https://bulelengkab.go.id/detail/artikel/
makna-hakikat-dan-tujuan-
pembangunan-nasional-17.
[diakses 22 Agustus 2019]
https://id.wikipedia.org/wiki/Pembangu
nan_nasional_Indonesia.
[diakses 11 Oktober 2018)
Kementerian Keuangan Republik
Indonesia. (2017). Buku Saku
Dana Desa Dana Desa Untuk
Kesejahteraan Rakyat. Jakarta.
Lellyana, Garnies Sagit. (2017). Peran
Badan Usaha Milik Desa
(Bumdes) Dalam Meningkatkan
Kesejahteraan Masyarakat Desa
Berdasarkan Uu No. 6 Tahun
2014 Tentang Desa (Studi Kasus
Di Bumdes Tirta Mandiri
Klaten).Skripsi. Solo:
Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Ovi, Dantika Era Tama. (2013).
Dampak Badan Usaha Milik
Desa (Bumdes)Bagi
Kesejahteraan Masyarakat Di
Desa KarangrejekKecamatan
Wonosari Kabupaten Gunung
Kidul. Skripsi. Yogyakarta:
Universitas Negeri Yogyakarta.
Peraturan Menteri DesaPembangunan
Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi Republik
Indonesia.Nomor 4 Tahun 2015.
Tentang Pendirian, Pengurusan
Dan Pengelolaan, Dan
Pembubaran Badan Usaha Milik
Desa.
Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat Mandiri. Paket
Informasi 2012-2013.
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 6 Tahun 2014 Tentang
Desa..
Zein Sakti. (2016). Diambil dari
https://www.awalilmu.com/2016/
02/tujuan-dan-sasaran-
pembangunan-nasional-
indonesia.html [diakses 22
Agustus 2019].
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
173
POTENSI WISATA DI KOTA BENGKULU
THE TOURISM POTENTIAL OF BENGKULU CITY
Ferdy Rosbarnawan Badan Perencanaan, Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Bengkulu
Jl. Pembangunan No.15- Padang Harapan, Bengkulu
e-mail : [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi wisata di Kota Bengkulu.
Penelitian ini adalah penelitian deskrifitf menggunakan pendekatan kualitatif, dengan
analisis bersifat induktif, serta hasil penelitian lebih menekankan pada makna daripada
generalisasi. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder, dimana data
primer diperoleh melalui wawancara dan observasi, serta data sekunder melalui
dokumentasi dan studi pustaka/literatur. Analisa data dilakukan secara deskriptif
kualitatif melalui : reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa potensi wisata di Kota Bengkulu adalah Fort
Marlborough,Rumah Kediaman Bung Karno, Pantai Panjang, Pantai Jakat, Danau
Dendam Tak Sudah dan Pulau Tikus.
Kata Kunci : Potensi, wisata
ABSTRACT
This study aims to identify tourism potential in Bengkulu City. This is descriptive study
using qualitative approach which its analysis is inductive. Therefore the result of this
study emphasizes to the meaning more than generalization. It uses primary data
obtained from interview and observation. Also secondary data collected from
documentation and literatures. A qualitative descriptive analysis is conducted by data
reduction, data presentation, and conclusion. Result shows that tourism potential in the
city of Bengkulu areBenteng Marlborough (Marlborough Fort), RumahKediaman Bung
Karno (Seclusion House), PantaiJakat (Jakat Beach), DendamTakSudah Lake, and
PulauTikus (Tikus Island).
Keywords : Potency, tourism
PENDAHULUAN
Pariwisata menjadi salah satu
primadona bagi hampir semua negara
dalam meningkatkan sumber
pendapatannya diluar migas dan pajak.
Sebagaimana diungkapkan oleh Menteri
Pariwisata bahwa pariwisata Indonesia
merupakan salah satu sektor prioritas
untuk memperkuat perekonomian tanah
air (Yanita, 2019).
Bisnis pariwisata merupakan bisnis
unggulan dan sangat menjanjikan, hal
ini disebabkan adanya tren peralihan
konsumsi, dari kebutuhan barang
menjadi kebutuhan mengisi waktu
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
174
senggang (leisure). Berdasarkan data
Badan Pusat Statistik (BPS) yang
dikutip oleh Galih (2018) , konsumsi
yang berkaitan dengan rekreasi dan
budaya melonjak ke level 6,5 %, angka
ini jauh lebih cepat dari pertumbuhan
konsumsi masyarakat, pada komponen
pembentuk Produk Domestik Bruto
(PDB) yang hanya 4,95 %. Data
pendukung lainnya menyebutkan, rata-
rata biaya hiburan (per kapita per bulan)
selama tahun 2015-2017 naik 30,96%
sedangkan biaya belanja makanan
pokok mengalami penurunan sebesar
2,9%. Angka-angka itu secara tersirat
menunjukkan adanya perubahan pada
kecenderungan pola konsumsi. Perilaku
konsumsi masyarakat berkebalikan
dengan aturan ekonomi konservatif.
Menurut Deddy (2014), pariwisata
merupakan bagian integral dari
pembangunan nasional yang dilakukan
secara sistematis, terencana, terpadu,
berkelanjutan dan bertanggungjawab
dengan tetap memberikan perlindungan
terhadap nilai-nilai agama, budaya yang
hidup dalam masyarakat, kelestarian
dan mutu lingkungan hidup serta
kepentingan nasional. Pertumbuhan
industri pariwisata harus didukung oleh
seluruh sektor. Kebijakan ini
memberikan beberapa implikasi antara
lain perlu adanya pembenahan yang
menyeluruh diberbagai sektor dan
upaya pembangunan kepariwisataan
harus berorientasi kepada tren
kepariwisataan global, masa kini dan
masa depan.
Kota Bengkulu merupakan ibukota dari
Provinsi Bengkulu. Kota ini merupakan
kota terbesar kedua di pantai barat
Pulau Sumatera, setelah Kota Padang.
Destinasi wisata di Kota Bengkulu
sangat potensial menjadi daya tarik
wisatawan sekaligus sumber
penerimaan daerah. Menjelang agenda
pariwisata terbesar di Provinsi
Bengkulu yakni “Visit 2020 Wonderfull
Bengkulu” Pemerintah Provinsi
mengadakan berbagai kegiatan yang
salah satunya adalah Bencoolen festival
guna mempromosikan daerah-daerah
wisata yang terletak di Kota Bengkulu.
Dalam rangka identifikasi potensi
wisata daerah serta melihat kondisi dan
kesiapan pemerintah daerah di sektor
pariwisata daerah, dalam mendukung
program prioritas gubernur. Maka
penelitian ini mengangkat topik
penelitian, tentang potensi wisata
daerah kota Bengkulu. Rumasan
masalah dalam penelitian ini adalah :
Apa saja potensi wisata dan potensi
wisata unggulan di Kota Bengkulu?.
Tujuan penelian ini untuk
Mengidentifikasi potensi wisata dan
mengetahui potensi wisata unggulan di
Kota Bengkulu
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Wisata
Menurut UU Nomor 10 Tahun 2009,
Wisata adalah kegiatan perjalanan yang
dilakukan oleh seseorang atau
sekelompok orang dengan mengunjungi
tempat tertentu untuk tujuan rekreasi,
pengembangan pribadi atau
mempelajari keunikan daya tarik wisata
yang kunjungi dalam jangka waktu
sementara. Menurut Nyoman (2003)
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
175
Pariwisata merupakan berbagai macam
kegiatan wisata dan didukung berbagai
fasilitas serta layanan yang disediakan
oleh masyarakat, pengusaha,
pemerintah dan pemerintah daerah
Potensi Wisata
Potensi wisata adalah obyek atau atraksi
wisata yang dapat dipublikasikan,
dipasarkan, dikelola serta
dikembangkan menjadi tempat
peristirahatan atau bersenang-senang
dalam sementara waktu dan dapat
diambil manfaatnya dari obyek wisata
tersebut. Menurut Yoety (2002) Potensi
wisata terdiri dari dua faktor, yaitu :
Faktor fisik (faktor yang menunjang
sebagai obyek wisata yang merupakan
elemen alam). Dan Faktor non fisik
(pendukung untuk pengembangan
obyek wisata).
Unsur-Unsur Pariwisata
Menurut Isa Wahyudi (2017), Unsur
pokok yang harus mendapat perhatian
guna menunjang pengembangan
pariwisata di daerah tujuan wisata yang
menyangkut perencanaan, pelaksanaan
pembangunan dan pengembangannya
meliputi lima unsur :
1. Daya Tarik Wisata
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 10 tahun 2009 tentang
kepariwisataan disebutkan bahwa
daya tarik wisata adalah segala
sesuatu yang memiliki keunikan,
keindahan dan nilai berupa
keanekaragaman kekayaan alam,
budaya dan hasil buatan manusia
yang menjadi sarana atau tujuan
kunjungan wisatawan.
Daya Tarik wisata juga harus
mengaju pada studi kelayakan
finansial (Studi kelayakan ini
dilakukan untuk melihat apakah
investasi yang ditanamkan untuk
membangun suatu objek wisata juga
akan memilki dampak sosial
ekonomi secara regional, dapat
menciptakan lapangan pekerjaan,
dapat meningkatkan devisa dan
sebagainya.), Layak Teknis
(Pembangunan objek wisata harus
dapat dipertanggung-jawabkan
secara teknis dengan melihat daya
dukung yang ada) dan Layak
Lingkungan (Analisis dampak
lingkungan dapat dipergunakan
sebagai acuan kegiatan
pembangunan suatu objek wisata).
2. Prasarana Pariwisata
Prasarana wisata dibagi atas tiga
komponen :
a. Prasarana Umum, yaitu prasarana
yang menyangkut kebutuhan
umum bagi kelancaran
perekonomian. Adapun yang
termasuk dalam kelompok ini
diantaranya ialah : Jaringan Air
bersih, Jaringan Listrik, Jaringan
Jalan, Dainase : Sanitasi dan
Penyaluran Limbah, Sistem
Persampahan dan Jaringan
Telekomunikasi dan Internet
b. Prasarana Penunjang : RS,Apotek,
Pusat Perdagangan, Kantor
Pemerintah, Perbankan
c. Prasarana Wisata : Kantor
Informasi, Tempat Promosi dan
Tempat Rekreasi, pengawas
pantai.
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
176
3. Sarana Pariwisata
Sarana wisata merupakan
kelengkapan daerah tujuan wisata
yang diperlukan untuk melayani
kebutuhan wisatawan dalam
menikmati perjalanan wisatanya.
Dalam kepariwisataan dikenal ada
tiga macam sarana, yakni :
a. Sarana Pokok Kepariwisataan
(main tourism superstructure)
b. Sarana Pelengkap Kepariwisataan
(supplementing tourism
superstructure)
c. Sarana Penunjang Kepariwisataan
(supporting tourism
superstructure)
4. Tata Laksana/ Infrastruktur
Infrastruktur adalah situasi yang
mendukung fungsi sarana dan
prasarana wisata, baik yang berupa
sistem pengaturan maupun bangunan
fisik di atas permukaan tanah dan di
bawah tanah seperti:
a. Sistem pengairan, distribusi air
bersih, sistem pembuangan air
limbah yang membantu sarana
perhotelan/restoran.
b. Sumber listrik dan energi serta
jaringan distribusinya yang
merupakan bagian vital bagi
terselenggaranya penyediaan
sarana wisata yang memadai.
c. Sistem jalur angkutan dan
terminal yang memadai dan lancar
akan memudahkan wisatawan
untuk mengunjungi objek-objek
wisata.
d. Sistem komunikasi yang
memudahkan para wisatawan
untuk mendapatkan informasi
maupun mengirimkan informasi
scara tepat dan tepat.
e. Sistem keamanan atau
pengawasan yang memberikan
kemudahan di berbagai sektor
bagi para wisatawan.
5. Masyarakat/ Lingkungan
Adapun yang ikut berperan dalam
pengembangan suatu objek dan daya
tarik wisata adalah sebagai berikut :
a. Masyarakat : Masyarakat di
sekitar objek wisatalah yang akan
menyambut kehadiran wisatawan
tersebut dan sekaligus akan
memberikan layanan yang
diperlukan oleh para wisatawan.
Untuk ini masyarakat di sekitar
objek wisata perlu mengetahui
berbagai jenis dan kualitas
layanan yang dibutuhkan oleh
para wisatawan.
b. Lingkungan : Di samping
masyarakat di sekitar objek
wisata, lingkungan sekitar objek
wisatapun perlu diperhatikan
dengan seksama agar tak rusak
dan tercemar. Lalu lalang manusia
yang terus meningkat dari tahun
ke tahun dapat mengakibatkan
rusaknya ekosistem dari fauna dan
flora di sekitar objek wisata. Oleh
sebab itu perlu ada upaya menjaga
kelestarian lingkungan melalui
penegakan berbagai aturan dan
persyaratan dalam pengelolaan
suatu objek wisata.
c. Budaya : Lingkungan masyarakat
dalam lingkungan alam di suatu
objek wisata merupakan
lingkungan budaya yang menjadi
pilar penyangga kelangsungan
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
177
hidup suatu masyarakat. Oleh
karena itu lingkungan budaya,
kelestariannya tidak boleh
tercemar oleh budaya asing, tetapi
harus ditingkatkan kualitasnya
sehingga dapat memberikan
kenangan yang mengesankan bagi
setiap wisatawan yang
berkunjung.
Program prioritas pemerintah
Provinsi Bengkulu
Adapun festival yang telah disusun
dalam mewujudkan Visit 2020
Wonderfull Bengkulu adalah
1. Bengkulu Marine Festival (Sail
Enggano)
2. Mountain Valley Festival (Kebun
Teh Kabawetan)
3. River Lake Festival ( Danau Tes,
dan Semua Danau di Bengkulu )
4. Garden Flower Festival (danau
Mas Harun Bastari)
5. Bencoolen Festival (Kota
Bengkulu).
METODOLOGI PENELITIAN
Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian
deskrifitf (descriptive research)
menggunakan pendekatan kualitatif,
dengan analisis bersifat induktif, serta
hasil penelitian lebih menekankan pada
makna daripada generalisasi (Sugiyono,
2010).
Lokasi Penenelitian
Lokasi penelitian adalah wilayah dan
instansi pemerintah Kota Bengkulu.
Pemilihan Lokasi penelitian dilakukan
secara purpose sampling karena alasan
–alasan tertentu yang diketahui dari
sifat–sifat sampel (Sugiyono, 2012).
Kota Bengkulu dipilih sebagai lokasi
penelitian karena :
1. Kota Bengkulu Merupakan Ibu
Kota Provinsi Bengkulu sebagai
pusat kunjungan wisatawan dari
berbagai daerah.
2. Kota Bengkulu termasuk dalam
program prioritas Pemerintah
Provinsi Bengkulu yaitu visit 2020
Wonderfull Bengkulu, dengan even
wisata Bencoolen Festival
Jenis Data dan Metode Pengumpulan
Data
Data yang digunakan dalam penelitian
ini dalah data primer dan data skunder.
Data primer diperoleh dari hasil
wawancara dan observasi. Data
Sekunder diperoleh melalui studi
literatur, buku, jurnal Ilmiah, Internet,
Publikasi BPS, Serta dokumen dari
Instansi Terkait. Metode penelitian yang
digunakan adalah metode descriptif
survey, dimana penelitian ini didasarkan
pada kajian pustaka, informasi dari
instansi terkait seperti dinas Pariwisata,
Dinas Perindustrian, UKM dan
Perdagangan, Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan, dan Bapelitbang serta
observasi lapangan. Metode
Pengumpulan Data yang digunakan
adalah : Wawancara (Interview) dengan
Informan dalam penelitian ini adalah :
Kepala Dinas Pariwisata Kota
Bengkulu; Kepala Dinas Pariwisata
Provinsi Bengkulu; Kepala Dinas
Perindustrian, Koperasi dan UMKM
Kota Bengkulu; dan Kabid Penelitian
dan Pengembangan Bappeda Provinsi
Bengkulu, serta Observasi, dan
Dokumentasi/ Studi Pustaka.
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
178
Metode Analisa Data
Metode Analisa Data yang digunakan
adalah deskriftif kualitatif, tehnik
analisa data dilakukan dalam penelitian
ini adalah analisa data secara deskriftif
kualitatif, mengikuti konsep Miles dan
Huberman (1984) yaitu melalui :
1. Data Reduction (Reduksi Data)
2. Data Display (Penyajian Data)
3. Conclucion Drawing/Verification
(Penarikan Kesimpulan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran umum Kota Bengkulu
Kota Bengkulu merupakan ibukota dari
Provinsi Bengkulu. Kota ini merupakan
kota terbesar kedua di pantai barat
Pulau Sumatera, setelah Kota Padang.
Sebelumnya kawasan ini berada dalam
pengaruh kerajaan Inderapura dan
kesultanan Banten. Kemudian dikuasai
Inggris sebelum diserahkan kepada
Belanda. Kota ini juga menjadi tempat
pengasingan Bung Karno dalam kurun
tahun 1939 - 1942 pada masa
pemerintahan Hindia Belanda dan
menjadi kota kelahiran salah satu
istrinya, Fatmawati. Kota Bengkulu
memiliki luas wilayah sebesar
144,52 km²dengan jumlah penduduk
sebesar 351.298 jiwa yang terdiri atas
176.535 orang laki-laki dan 174.763
orang perempuan pada tahun 2015.
Kota Bengkulu dengan luas wilayah
144,52 km², terletak di pantai barat
pulau Sumatera dengan panjang pantai
sekitar 525 km. Kawasan kota ini
membujur sejajar dengan pegunungan
Bukit Barisan dan berhadapan langsung
dengan Samudra Hindia.
Potensi Wisata Kota Bengkulu
Kota Bengkulu memiliki beberapa
bangunan dan benteng peninggalan
Inggris yang merupakan potensi wisata
sejarah diantaranya adalah Fort
Marlborough, dan Rumah Kediaman
Bung Karno. Sedangkan untuk Potensi
wisata alam berupa Pantai Panjang,
Pantai Jakat, Danau Dendam Tak Sudah
dan Pulau Tikus. Berdasarkan Peraturan
Gubernur No L.82 Dispar Tahun 2018
tentang Penetapan Potensi Wisata
Unggulan Provinsi Bengkulu
menyebutkan 22 potensi wisata
unggulan Provinsi Bengkulu, dan 4
diantaranya terdapat di Kota Bengkulu,
yakni Fort Marlborough, Rumah
Kediaman Bung Karno, Pantai Panjang
dan Pulau Tikus.
Berdasarkan hasil wawancara yang
dilakukan penulis dengan Kepala Dinas
Pariwisata Kota Bengkulu menjelaskan
bahwa pengembangan potensi wisata
yang ada di Kota Bengkulu menjadi
tanggungjawab Dinas Pariwisata
Provinsi Bengkulu, pemerintah Kota
Bengkulu bertanggungjawab terhadap
kebersihan tempat wisata tersebut, hal
ini dipertegas dengan penjelasan yang
dipaparkan oleh Bapak Kepala Dinas
Pariwisata Provinsi Bengkulu melalui
kepala bidang Destinasi yakni proses
alih pengembangan Potensi Wisata
memang telah disepakati kedua belah
pihak, akan tetapi dalam proses
pembangunan infrastruktur menjadi
tanggung jawab bersama pemerintah
provinsi Bengkulu yang tak hanya
melibatkan Dinas PU Provinsi tetapi
juga PU Pusat baik dalam hal
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
179
pembangunannya maupun
pendanaannya.
Dalam penjelasannya Kabid Penelitian
dan Pengembangan Bappeda Provinsi
Bengkulu menyebutkan prospek
pengembangan potensi wisata yang ada
di Kota Bengkulu, harus didukung
dengan sarana dan prasarana yang
memadai baik secara kuantitatif maupun
kualitatif, sehingga pengunjung tak
hanya merasa tertarik dengan panorama
alam ataupun budaya yang disajikan
tetapi juga merasa nyaman dan aman
Kepala Dinas Perindustrian, Koperasi
dan UMKM Kota Bengkulu
menjabarkan secara keseluruhan potensi
wisata yang ada di Kota Bengkulu
menjadi penguat sektor usaha mikro
kecil dan menengah sebab Bengkulu
bukan daerah industri, dan hanya dua
komoditas perkebunan yang menjadi
andalan yakni karet dan kelapa sawit,
yang harganyapun fluktuatif. Jika nanti
sudah terbentuk potensi wisata dengan
berbagai macam destinasi sehingga
jumlah kunjungan wisatawan baik lokal
maupun asing meningkat, maka UMKM
dan pariwisata akan menjadi sektor
penguat perekonomian Bengkulu.
Berikut penjelasan potensi wisata yang
berada di Kota Bengkulu :
Fort Marlborough
Benteng Marlborough (Inggris:Fort
Marlborough) adalah benteng
peninggalan Inggris di kota Bengkulu.
Benteng ini didirikan oleh East India
Company (EIC) tahun 1714-1719 di
bawah pimpinan gubernur Joseph Callet
sebagai benteng pertahanan Inggris.
Benteng ini didirikan di atas bukit
buatan, menghadap ke arah kota
Bengkulu dan memunggungi samudera
Hindia. Benteng ini berada di tanah
seluas 44.000 meter2; Ukuran fisiknya
sekitar 240 x 170 m. Ketinggian dinding
bervariasi dari 8 sampai 8.50 meter,
dengan ketebalan 1.85 sampai 3 meter.
Pertahanan benteng terdiri dari 72
meriam. Di dalam benteng terdapat
beberapa baris bangunan dengan atap
berbentuk segitiga. Bangunan tersebut
memiliki (krepyak) teras dengan barisan
tiang besi. Benteng Marlborough
terlihat seperti kura-kura: kepala kura-
kura adalah pintu utama, badannya
adalah benteng itu sendiri. Bentuk ini
merupakan tipikal benteng dari Eropa.
(Kemendikbud, 2012).
Benteng ini pernah dibakar oleh rakyat
Bengkulu, sehingga penghuninya
terpaksa mengungsi ke Madras. Mereka
kemudian kembali tahun 1724 setelah
diadakan perjanjian. Tahun 1793,
serangan kembali dilancarkan.
Marlborough masih berfungsi sebagai
benteng pertahanan hingga masa Hindia
Belanda tahun 1825-1942, Jepang tahun
1942-1945, dan pada perang
kemerdekaan Indonesia. Sejak Jepang
kalah hingga tahun 1948, benteng itu
menjadi markas Polri. Namun, pada
tahun 1949-1950, benteng Marlborough
diduduki kembali oleh Belanda. Setelah
Belanda pergi tahun 1950, benteng
Marlborough menjadi markas TNI-AD.
Hingga tahun 1977, benteng ini
diserahkan kepada Depdikbud untuk
dipugar dan dijadikan bangunan cagar
budaya (Media Andalas, 2015).
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
180
Menurut Dinas Pariwisata Provinsi
Bengkulu, bahwa Benteng Marlborough
merupakan satu – satu nya bukti sejarah
terbesar kerajaan Inggris disumatera
yang dipelihara oleh Balai Pelestarian
Cagar Budaya yang terpusat di Provinsi
Jambi. Hal tersebut menjadi dasar
penetapan Potensi Pariwisata Unggulan
di Kota Bengkulu. Potensi wisata
sejarah yang ditawarkan menjadi
komoditas penelitian yang menarik dan
memiliki nilai yang besar dalam
memperkaya kajian keilmuan.
Berkembangnya sektor pariwisata fort
Marlborough telah berdampak positif
terhadap usaha kecil dan menengah
yang ada disekitarnya, nanti semakin
majunya pariwisata akan berpengaruh
terhadap terangkatnya usaha mikro
menengah dan dampaknya tentunya
keberadaan koperasi akan lebih hidup,
hal ini dijelaskan oleh Kepala Dinas
Perindustrian, Koperasi dan UMKM
Kota Bengkulu. Kabid Litbang Bappeda
Provinsi Bengkulu menyebutkan dalam
prospek perkembangan Benteng
Marlborough sebagai cagar budaya
salah satunya adalah upaya pelestarian
dengan melibatkan masyarakat.
Keterlibatan masyarakat akan membuat
masyarakat terkhusus yang tinggal
disekitar Benteng Marlborough
mengedepankan sifat menghargai dan
mengakui bahwa Benteng Malborough
menjadi potensi wisata unggulan yang
harus dijaga sehingga masyarakat
memiliki rasa tanggungjawab dalam hal
itu. Kesadaran jati diri suatu bangsa
yang banyak dipengaruhi oleh
pengetahuan tentang masa lalu bangsa
yang bersangkutan, sehingga
keberadaan kebangsaan itu pada masa
kini dan proyeksinya ke masa depan
bertahan kepada ciri khasnya sebagai
bangsa yang tetap berpijak pada
landasan falsafah dan budayanya sendiri
salah satunya melalui cagar budaya.
Penataan dan perawatan bangunan perlu
kembali ditingkatkan, serta perlu
adanya sarana dan prasarana yang dapat
menciptakan kenyamanan, kemudahan,
keamanan dan keselamatan wisatawan
dalam melakukan kunjungan wisata.
Beberapa hal yang perlu dikembangkan
adalah Revitalisasi pusat jajanan/
kuliner yang bersih dan terstandar,
Pembangunan tempat parkir yang
terpola dengan baik, Penataan Taman
yang terdiri dari pembuatan pagar
pembatas dan pemasangan lampu taman
akan menjadikan wisata fort
Marlborough magnet tersendiri bagi
para pengunjung.
Gambar 1. Fort Marlborough Kota
Bengkulu
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
181
Rumah Pengasingan Bung Karno
Lokasi Rumah Pengasingan Bung
Karno terletak di Jalan Jeruk yang
sekarang berganti nama menjadi Jalan
Soekarno-Hatta, Kelurahan Anggut
Atas, Kecamatan Gading Cempaka,
Kota Bengkulu. Di rumah ini tersimpan
benda-benda peninggalan Bung Karno
yang memiliki nilai sejarah termasuk
saat Beliau menyusun strategi-strategi
perjuangan selama di pengasingan.
Pembagian ruangan dan penataan
koleksi benda bersejarah di rumah ini
rapi dan teratur.
Soekarno menempati rumah tersebut
dari tahun 1938 hingga tahun 1942.
Rumah ini berjarak sekitar 1,6 km dari
Benteng Malborough. Rumah yang
berada pada koordinat 0,3o 47l 85,1ll
Lintang Selatan dan 102o15l 41,7ll
Bujur Timur ini berada di ketinggian 64
m di atas permukaan laut. Rumah
pengasingan ini berukuran asli adalah
162 m² dengan bangunan 9 x 18 m.
Bentuk bangunannya empat persegi
panjang tidak berkaki dan dindingnya
polos. Memiliki halaman yang cukup
luas dengan atap berbentuk limas. Pintu
utamanya berdaun ganda berbentuk
persegi panjang dengan jendela persegi
panjang berhias kisi-kisi. Belum
diketahui kapan rumah ini pertama kali
didirikan, namun diperkirakan dibangun
awal abad ke-20 atau tahun 1918.
Mulanya rumah tersebut merupakan
milik pengusaha Tionghoa bernama Tan
Eng Cian, penyumplai sembako untuk
Pemerintah Hindia Belanda pada masa
itu. Rumah tersebut berornamen Lokal,
Eropa, dan Cina. Lokal diambil dari
permukaan tanah. Ornamen Eropa
diambil dari tingginya permukaan
bangunan. Dan Ornamen Cina terdapat
pada lubang angin yang ada di atas
jendela dan pintu yang bermotif huruf
Cina. Rumah ini kemudian disewa oleh
Pemerintah Hindia Belanda untuk
menempatkan Bung Karno selama
diasingkan di Bengkul Bersumber dari
Dinas Pariwisata Provinsi Bengkulu
bahwa promosi – promosi Rumah
Kediaman Bung Karno telah gencar
dianggarkan dan even – even daerah
sering kali di pusatkan di rumah
tersebut dengan harapan dapat memacu
daya tarik wisata baik dari dalam
maupun luar daerah. Dan untuk
pengembangan UMKM sendiri, tak jauh
dari rumah kediaman bung karno
merupakan pusat oleh-oleh Bengkulu,
baik berupa Outlet-outlet besar maupun
penjaja makanan ada di depan Rumah
Kediaman Bung Karno hal tersebut
dipaparkan oleh Kepala Dinas
Perindustrian, Koperasi dan UMKM
Kota Bengkulu.
Gambar 2. Rumah Pengasingan Bung Karno Gambar 3. Pantai Panjang Kota Bengkulu
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
182
Pantai Panjang
Pantai Panjang merupakan pantai yang
berada di Provinsi Bengkulu. Pantai ini
memiliki garis pantai yang mencapai 7
km dan lebar pantai sekitar 500 meter.
Pantai Panjang terletak di Kecamatan
Ratu Agung, Kecamatan Teluk Segara,
& Kecamatan Ratu Samban. Letaknya
sekitar 4 km dari pusat kota. Pantai
Panjang terletak sejajar dengan Pantai
Tapak Paderi dan Pantai Jakat. Tepat
bersebrangan dengan pantai panjang
terdapat Sport Center sebagai arena
olahraga. Destinasi Pantai Panjang
didukung dengan fasilitas diantaranya
terdapat restoran, cafe, penginapan, area
bermain, pusat perbelanjaan, hingga
fasilitas olahraga serta sarana
transportasi yang mudah dan lancar.
Pantai Panjang merupakan icon wisata
alam di Kota Bengkulu, dengan jumlah
kunjungan terbanyak di akhir pekan.
Beberapa event-event besar juga sering
diselenggarakan di Pantai Panjang.
Namun, belum adanya atraksi atau
pertunjukan budaya atau kesenian khas
Bengkulu yang terjadwal setiap
minggunya membuat aktivitas yang
dilakukan terkesan monoton, ini
menjadi PR bersama Pemerintah
Bengkulu dalam upaya peningkatan
jumlah wisatawan baik dalam dan luar
negeri begitu penjelasan yang
disampaikan oleh Kasubbag
Perencanaan Dinas Pariwisata Provinsi
Bengkulu
Pengembangan daya tarik wisata Pantai
Panjang sebagai upaya peningkatan
kualitas fasilitas daya tarik wisata
adalah pembangunan pusat informasi
wisata, pembangunan kios cenderamata,
pembangunan tempat ibadah dan
Pembuatan Rambu-rambu petunjuk arah
juga belum terpenuhi dengan baik,
sebagaimana yang tertuang dalam
Peraturan Menteri Pariwisata tahun
2018 bahwa secara Internasional rambu-
rambu dibagi menjadi: Rambu Panduan
dan Informasi dan Rambu Atraksi dan
Layanan Pariwisata, TODS (Torism
Orientation Directional Sign), Rambu
Berlogo dan Rambu Interpretasi. Kabid
Litbang Bappeda Provinsi Bengkulu
menyebutkan, terpusatnya sentral oleh-oleh
di kelurahan anggut memiliki sisi positif
dan negatif, jika para wisatawan hanya
memiliki sedikit waktu berkunjung ke
Pantai Panjang maka oleh-oleh khas
Bengkulu belum tersaji di sekitaran Pantai
Panjang, hal ini tentu akan berpengaruh
terhadap pemasaran kerajinan khas
Bengkulu menjadi belum optimal begitu
dipaparkan oleh Kepala Dinas
Perindustrian, Koperasi dan UMKM
Kota Bengkulu.
Aktivitas berselancar di Pantai Panjang
menjadi daya tarik tersendiri bagi para
peselancar baik dari dalam maupun luar
negeri. Pantai Panjang yang berhadapan
langsung dengan Samudra Hindia
memiliki spot selancar atau surfing
berkelas Internasional. Ketinggian
ombak yang bisa mencapai 5 meter dan
hamparan pasir putih menjadikan pantai
Bengkulu menjadi magnet bagi para
peselancar. Tingginya minat para
wisatawan asing untuk berselancar perlu
didukung dengan adanya Menara
Pandang (Veiwing Deck) yang berfungsi
sebagai pos penjagaan untuk menjaga
keselamatan dan keamanan wisatawan
serta sebagai fasilitas penunjang
aktifitas wisatawan untuk menikmati
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
183
kawasan dalam birdview atau
sightseeing (Permenpar, 2018). Tidak
hanya itu, Pantai Panjang yang memberi
peluang paling besar terhadap
peningkatan jumlah kunjungan
wisatawan mancanegara, juga perlu
adanya surfing center yang berfungsi
sebagai pusat pelayanan informasi,
pelayanan wisatawan, penyediaan
surfing equipment, penanganan
keselamatan wisatawan dan pelatihan.
Kasubbag Perencanaan Dinas
Pariwisata Provinsi Bengkulu
menuturkan perencanaan
pengembangan Pantai Panjang
merupakan salah satu tupoksi Bidang
Destinasi Dinas Pariwisata Provinsi
Bengkulu, akan tetapi dalam proses
pembangunan infrastruktur menjadi
tanggung jawab bersama pemerintah
provinsi Bengkulu yang tak hanya
melibatkan Dinas PU Provinsi tetapi
juga PU Pusat baik dalam hal
pembangunannya maupun
pendanaannya. Sementara itu, Kepala
Dinas Pariwisata Kota Bengkulu
menjawab pertanyaan penulis terkait
kebersihan pantai panjang, berdasarkan
penuturan beliau bahwa kebersihan
Pantai Panjang merupakan tanggung
jawab bersama baik Dinas Pertamanan
dan Kebersihan Kota Bengkulu dan
semua kalangan baik masyarakat
sekitar, penjaja makanan serta
peningkatan kesadaran pengunjung
untuk peduli akan kebersihan pantai
panjang juga menjadi elemen penting.
Pengawasan kebersihan dan
penambahan kuantitas ruang ganti atau
toilet perlu mendapat perhatian, karena
sangat terkait dengan kenyamanan para
wisatawan.
Pulau Tikus
Pulau Tikus adalah pulau kecil yang
terletak di perairan Pantai Bengkulu.
Pulau Tikus ini merupakan bagian dari
wilayah pemerintah Kota Bengkulu,
Provinsi Bengkulu. Pulau ini berada di
sebelah barat dari kota Bengkulu
dengan jarak 10 km dari pusat Kota
Bengkulu dan terhubung langsung
dengan samudera hindia. Pulau ini
sering dikunjungi para wisatawan dan
dapat ditempuh dengan menyewa
perahu nelayan dari Pantai Zakat
maupun Pantai Tapak Paderi. Pulau
Tikus merupakan pulau karang kecil
yang terletak dalam wilayah
administrasi Kota Bengkulu Kecamatan
Teluk Segara Kelurahan Malabero yang
dikelilingi karang dan kaya dengan
sumber daya alam. Di perairan sekitar
Pulau Tikus terdapat panorama alam
laut yang indah dengan potensi fauna
berupa ekosistem karang dan biota laut.
Ini sangat cocok bagi wisatawan yang
senang menyelam. Kondisi pulau yang
berpasir putih dan kawasan lautnya
terdapat lokasi-lokasi aman untuk
kegiatan penyelaman dasar laut, dengan
airnya yang jernih dan batu karangnya
yang indah merupakan pilihan tempat
wisata bahari yang menarik.
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
184
Gambar 4. Pulau Tikus Kota Bengkulu
Kabid Litbang Bappeda Provinsi
Bengkulu menjelaskan wisata Snorkeling
menjadi salah satu daya tarik tersendiri
bagi para wisatawan, jika dikelola
dengan baik tentu pulau tikus akan
menjadi destinasi wisata unggulan bagi
kota Bengkulu. Guna mencapai pola
peningkatan jumlah kunjungan, maka
perlu adanya peningkatan amenitas
pariwisata yakni dengan adanya sarana
Dive center yang memenuhi standar
yakni : Standar eksterior, interior,
tempat bilas dan kamar ganti, ruang
pelatihan, ruang penyewaan peralatan,
ruang perbaikan alat, ruang pengisian
tangki udara, kepegawaian, pelatihan
penyelam dan aktivitas yang ditawarkan
harus menarik dan tidak monoton.
Pengembangan daya tarik wisata Pulau
Tikus yang perlu dilakukan adalah
pembangunan pusat informasi wisata,
pembangunan kios cenderamata,
pembangunan tempat ibadah dan
Pembuatan Rambu-rambu petunjuk
arah, pembuatan ruang ganti/toilet yang
terstandar, pembuatan gazebo dan
pembangunan gapura identitas serta
Revitalisasi pusat jajanan/ kuliner yang
bersih dan terstandar. Sehingga
memberi warna tersendiri di dunia
kepariwisataan di Provinsi Bengkulu.
Danau Dendam Tak Sudah (DDTS)
Danau Dendam Tak Sudah (DDTS)
adalah sebuah danau yang terletak di
Provinsi Bengkulu. Danau ini berlokasi
di Kelurahan Dusun Besar, Kecamatan
Singgaran Pati, Kota Bengkulu. Danau
Dendam Tak Sudah memiliki luas
keseluruhan 557 dan luas permukaan 67
hektare. Danau Dendam Tak Sudah
diperkirakan terbentuk dari aktifitas
gunung berapi di daerah. Dengan
mengingat penting dan strategisnya
keberadaannya, pada tahun 1963, Danau
Dendam Tak Sudah ditetapkan sebagai
cagar alam dengan luas 11,5 Hektare.
Pada tahun 1999 wilayah cagar alam
diperluas menjadi 577 hektare, Danau
Dendam Tak Sudah memiliki beberapa
jenis flora khas, diantaranya anggrek
matahari, plawi, bungan kangkung,
gelam, terentang, sikeduduk, brosong,
ambacang rawa, dan pakis. Selain flora
terdapatnya pula beberapa fauna khas
seperti kera ekor pajang, lutung, burung
kutilang, babi hutan, ular phyton,
siamang siput dan berbagai jenis ikan
termasuk ikan langka, seperti kebakung
dan palau.
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
185
Gambar 5. Danau Dendam Tak Sudah Kota Bengkulu Gambar 6. Pantai Jakat Kota Bengkulu
Destinasi Danau Dendam Tak Sudah
belum mampu menjadi magnet bagi
para wisatawan, hal ini disebabkan
karena lokasi parkir yang belum terpola
dengan baik serta tatanan taman untuk
menunjang kenyaman wisatawan
menikmati keindahan Danau belum
terkonsep dengan baik. Perlu adanya
pengembangan lanjutan guna
menjadikan Danau Dendam Tak Sudah
menjadi salah satu potensi wisata
unggulan di kota Bengkulu seperti
pembangunan Gapura Identitas,
Revitalisasi pusat jajanan/ kuliner yang
bersih dan terstandar, Pembangunan
tempat parkir yang terstandar, Penataan
Taman Daya Tarik Wisata yang terdiri
dari pembuatan Gazebo, pagar
pembatas dan pemasangan lampu
taman. Proses pengembangan DDTS
sebagai salah satu potensi wisata
menurut Dinas Pariwisata Provinsi
Bengkulu masih dalam masa peralihan
sebagai cagar alam oleh BKSDA (Balai
Konservasi Sumber Daya Alam),
Pantai Jakat
Pantai Jakat merupakan salah satunya
wisata yang cukup digemari oleh
masyarakat sekitar Bengkulu dan
banyak juga wisatawan yang berasal
dari luar Bengkulu bahkan juga banyak
wisatawan mancanegara yang
berkunjung ke pantai ini. Pantai Jakat
ini menyuguhkan pesona panorama
alam yang sangat indah, apalagi
dipantai ini terdapat sunset sempurna
yang bisa anda saksikan jika berkunjung
ke pantai ini, pancaran senja jingga
yang memberikan keindahan yang tidak
tertandingi dengan sunset di pantai yang
lainnya yang ada di Provinsi Bengkulu.
Pantai Jakat memiliki pasir yang
berwarna agak kegelapan, pantainya
cukup luas dan kandang berombak
tinggi. Untuk bisa menikmati keindahan
pantai ini anda bisa berjalan kaki
menyusuri pantai Jakat, atau pun hanya
sekedar duduk santai disekitar tepi
pantai sambil menikmati jagung bakar
yang dijual di sekitar kawasan wisata.
Pantai Jakat merupakan kawasan pantai
yang direkomendasikan aman untuk
berenang ataupun berseluncur
menggunakan banana boat.
Kabid Litbang Bappeda Provinsi
Bengkulu mengatakan Sama halnya
dengan Pantai Panjang, Pantai Jakat
juga perlu adanya tatanan yang
mendukung daya tarik dan kenyamanan
dan keamanan bagi pengunjung, seperti
pembuatan Menara Pandang (Veiwing
Deck), surfing center. Rambu-rambu
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
186
petunjuk arah, Kebersihan sarana dan
prasarana yang ada di pantai Jakat juga
perlu mendapat perhatian.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka
dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Potensi Wisata Kota Bengkulu
adalah Fort Marlborough, Rumah
Kediaman Bung Karno . Pantai
Panjang, Pantai Jakat, Danau
Dendam Tak Sudah dan Pulau
Tikus.
2. Berdasarkan Peraturan Gubernur
No L. 82 Dispar Tahun 2018
tentang penetapan Potensi
Unggulan provinsi Bengkulu, 4
diantaranya terdapat di Kota
Bengkulu yakni : Fort
Marlborough, Rumah Kediaman
Bung Karno, Pantai Panjang dan
Pulau Tikus.
Rekomendasi
Rekomendasi disusun berdasarkan hasil
penelitian yang telah dilakukan peneliti.
Rekomendasi diberikan kepada
pemerintah daerah selaku pembuat
kebijakan pengembangan pariwisata
daerah dan bagi masyarakat yang ada di
lingkungan Destinasi Wisata maupun
masyarakat selaku pengunjung.
Berdasarkan hasil penelitian, maka
dirumuskan rekomendasi yaitu :
1. Pemerintah Provinsi Bengkulu perlu
melakukan pengembangan daya tarik
wisata dan peningkatan amenitas
pariwisata sebagai upaya
peningkatan kualitas fasilitas daya
tarik wisata dan mendukung
kesiapan destinasi pariwisata dan
peningkatkan daya saing pariwisata
yang mencakup : pembangunan
Pusat informasi Wisata, pembuatan
dan peningkatan kualitas ruang
ganti/toilet, pembuatan gazebo,
pemasangan lampu taman,
pembuatan pagar pembatas,
pembangunan kios
cenderamata,pusat jajanan kuliner,
tempat ibadah, menara pandang
(viewing deck), gapura identitas,
pembuatan rambu-rambu petunjuk
arah, pembangunan dive center dan
surfing center dan peralatannya.
2. Melakukan promosi wisata dengan
menawarkan aktivitas yang tidak
monoton, seperti adanya atraksi
mingguan terjadwal yang
menyuguhkan keberagaman budaya
dan kesenian yang ada di Kota
Bengkulu.
3. Mayarakat juga turut berpartisipasi
dalam menjaga keberadaan objek
wisata, dengan tidak merusak sarana
dan prasarana, serta menjaga
kebersihan objek wisata tersebut.
Dalam hal ini pemerintah melalui
instansi-instansi terkait juga perlu
menyelenggarakan berbagai
penyuluhan kepada masyarakat.
Salah satunya adalah dalam bentuk
bina masyarakat sadar wisata
DAFTAR PUSTAKA
Adisasmita, Rahardjo. (2010).
Pembangunan Kawasan dan
Tata Ruang. Yogyakarta : Graha
Ilmu.
Deddy Prasetya. (2014). Pengembangan
Potensi Pariwisata Kabupaten
Sumenep, Madura, Jawa Timur
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
187
Jurnal Politik Muda, Vol. 3 No.
3, Agustus-Desember 2014
Ferti. 2015. Sejarah Tugu Thomas
Parr
http://fhertysusi.blogspot.com/2
013/12/sejarah-tugu-thomas-
parr.html
Galih, G. (2018). BPS : Tren Konsumsi
Leisure Masih akan bergeliat
2018. Diambil dari.https: //m.
cnnindonesia.com/ekonomi/201
80205142550-92-273890/BPS-
tren-konsumsi-leisure-masih-
akan-bergeliat-2018.(Diakses 05
Februari 2018).
Isa Wahyudi. (2017). Konsep
Pengembangan Pariwisata.
Diambil
dari.https://cvinspireconsulting.c
om/Konsep-Pengembangan-
Pariwisata/(Diakses 1 November
2017).
_________. (2017). Metode
Pengembangan Agrowisata.
Diambil dari
.https://cvinspireconsulting.com/
Metode-Pengembangan-
Agrowisata/(Diakses 1
November 2017)
Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik
Indonesia.(2012).Forts In
Indonesia : Jakarta
Media Andalas.2015.Catatan Sejarah
dari Benteng Marlborough
Bengkulu. Diambil dari
:http://www. Inditou
rist.com/read/catatan-sejarah-
dari-benteng-marlborough-
bengkulu (Diakses 11 November
2015)
Milles, M.B and Huberman, M.A.
(1984). Qualitative Data
Analysis. London : Sage
Publication
Pandit, Nyoman S. (2003). Ilmu
Pariwisata : Sebuah Pengantar
Perdana. Jakarta : PT. Pradnya
Paramita.
Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 3
Tahun 2018 tentang petunjuk
operasional pengelolaan dana
alokasi khusus fisik bidang
pariwisata.
Sirojuzilam, dan Kasyful Mahali.
(2010). Ekonomi Regional :
Pembangunan, Perencanaan, dan
Ekonomi. Medan : USU Press.
Sugiyono. (2010). Memahami
Penelitian Kualitatif. Bandung :
Alfabeta.
________. (2012). Metode penelitian
Kuantitatif Kualitatif dan R&D.
Bandung : Alfabeta
Suwardjoko dan Warpani, P.
(2007). Pariwisata Dalam Tata
Ruang Wilayah. ITB : Bandung.
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 10 Tahun 2009 Tentang
Kepariwisataan.
Yanita. (2019). Perkuat ekonomi,
pariwisata jadi sektor prioritas
tanah air. Diambil dari
.https://ekonomi.bisnis.com/
Perkuat -ekonomi-pariwisata-jadi-
sektor-prioritas tanah-air
/(Diakses 11 Febuari 2019)
Yoety, A.O. (2002). Perencanaan
Strategis Pemasaran Dearah
Tujuan Wisata. Jakarta: Pradnya
Paramita.
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
188
STRATEGI PENGUATAN SISTEM OTONOMI DAERAH
STRENGTHENING STRATEGY OF AUTONOMY REGIONAL SYSTEM
Sitti Aminah
Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Dalam Negeri
Jalan Kramat Raya 132-Jakarta Pusat
email: [email protected]
ABSTRAK
Implementasi kebijakan otonomi daerah belum optimal berdampak terhadap kinerja
pemerintahan daerah. Kajian bertujuan merumuskan strategi untuk mengoptimalkan
kinerja implementasi kebijakan otonomi daerah. Desain penelitian menggunakan
pendekatan kualitatif yang didukung oleh data kuantitatif. Pengumpulan data melalui
pelaksanaan Focus Group Discussion (FGD) dengan menghadirkan pakar dan pejabat
pemerintah daerah yang dilaksanakan pada Juni 2019. Data diolah dan dianalisis
menggunakan teknik analisis deskriptif. Hasil kajian menunjukkan bahwa untuk
penguatan sistem otonomi daerah perlu langkah-langkah perbaikan sebagai berikut:
(1) Mengoptimalkan dukungan faktor lingkungan; (2) Meningkatkan harmonisasi
hubungan antar organisasi (3) Meningkatkan kapasitas lembaga pelaksana; dan (4)
mengefektifkan pemanfaatan sumber daya.
Kata kunci : Otonomi daerah, strategi penguatan, sistem
ABSTRACT
The implementation of regional autonomy policies has not optimally impacted the
performance of regional government. The study aims to formulate a strategy to optimize
the performance of the implementation of the regional autonomy policy. The research
design uses a qualitative approach supported by quantitative data. Data collection
through the implementation of Focus Group Discussion (FGD) by presenting local
government experts and local government official that held in June 2019. Data was
processed and analyzed using descriptive analysis techniques.The results of the study
show that the strengthening of the regional autonomy system needs improvement as
follows: (1) Optimizing support for environmental factors; (2) Increasing
harmonization of relations between organizations (3) Increasing the capacity of
implementing institutions; and (4) effective in use of resources.
Keywords : Regional autonomy, strengthening strategy, system
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
189
PENDAHULUAN
Perjalanan penyelenggaraan
pemerintahan daerah dengan kebijakan
otonomi daerah di Indonesia, dimulai
sejak proklamasi kemerdekaan
hinggazaman Orde Lama telah
diberlakukan Undang-Undang
Pemerintahan Daerah, berturut-turut
yaitu: (1) UU Nomor 1 Tahun 1945; (2)
UU Nomor 22 Tahun 1948; (3) UU
Nomor 1 Tahun 1957 (sistem
pemerintahan tunggal/Kepala Daerah
sebagai alat daerah dan pusat); (4) UU
Nomor 18 Tahun 1965 (kebijakan
otonomi daerah dengan prinsip otonomi
yang seluas-lasnya); (5) UU Nomor 5
Tahun 1974 tetang pemerintahan daerah
dengan prinsip otonomi nyata dan
bertanggung jawab.
Kemudian memasuki era reformasi,
hadir UU Nomor 22 Tahun 1999 dalam
paradigma baru pemerintahan dengan
meletakan otonomi luas dan utuh pada
daerah kabupaten/kota. Implementasi
UU Nomor 22 Tahun 1999
menimbulkan konflik kepentingan di
kaum elit politisi, birokrat pemerintahan
bahkan cendekiawan yang
memunculkan disharmoni dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Puncaknya dikeluarkan TAP MPR
Nomor IV/MPR-RI/2000 untuk
merevisi UU Nomor 22 tahun 2000
yang berfokus pada penyesuaian secara
konsistensi terhadap Pasal 18 UUD
1945, dengan menetapkan otonomi
bertingkat yakni negara kesatuan terdiri
dari daerah provinsi dan daerah provinsi
dibagi menjadi daerah-daerah
Kabupaten/Kota. Dalam perjalanan
selanjutnya terbit UU Nomor 32 tahun
2004 yang kemudian direvisi dengan
UU Nomor 23 Tahun 2014 (Supriatna,
2016).
Penyelengaraan pemerintahan daerah
dengan penerapan otonomi daerah
bertujuan untuk mempercepat
terwujudnya kesejaheraan masyarakat
melalui peningkatan pelayanan publik,
pemberdayaan dan partisipasi
masyarakat dan peningkatan daya saing
daerah. Namun faktanya, implementasi
otonomi daerah belum berhasil
memenuhi tujuan tersebut, meskipun
silih berganti kebijakan otonomi daerah
telah diimplementasikan di Indonesia.
Beberapa fenomena belum efektif
kinerja implementasi otonomi daerah.
Pertama, belum optimalnya capaian
kesejahteraan masyarakat di daerah.
Hasil pengukuran indeks kesejahteraan
rakyat (IKRAR) oleh Kementerian
Koordinator PMK berdasarkan
pengukuran variabel sosial, ekonomi
dan demokrasi menunjukkan hanya ada
3 (tiga) provinsi yang berada diatasgaris
batas bawah sejahtera I (skor diatas
60,01) yakni Provinsi DKI Jakarta, Bali
dan DIY
.
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
190
Gambar 1 Capain Indeks Kesejahteraan Rakyat Tahun 2015 (Sumber : Kementerian PMK, 2015)
Kedua, penyelenggaraan otonomi daerah juga belum memenuhi ekspektasi masyarakat
akan kualitas pelayanan publik yang
memuaskan masyarakat. Data
Ombudsman RI menyebutkan dari
6859 (enam ribu delapan ratus lima
puluh sembilan) laporan atau
pengaduan masyarakat Tahun 2015,
sebanyak 41,59 persen atau 2853 (dua
ribu delapan ratus lima puluh tiga)
mengeluhkan rendahnya kualitas
pelayanan publik di pemerintah daerah,
seperti disajikan pada Gambar 1.
Gambar 2. Grafik Laporan Pengaduan Masyarakat Per Instansi Pemerintah dan Pemerintah Daerah, Tahun 2015(Sumber: Ombudsman RI, 2018).
Ketiga, maraknya perilaku korupsi
dalam jabatan-jabatan di unsur
eksekutif, legislatif, yudikatif (termasuk
sektor swasta)di daerah. Data KPK RI
per Bulan Mei Tahun 2017
menunjukkan penanganan pelaku
korupsi dalam jabatan-jabatan pada
struktur kelembagaan dalam periode
2004 - 2016 mencapai 650 kasus,
seperti disajikan pada Tabel 1.
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
191
Tabel 1 Penanganan Pelaku Korupsi oleh KPK RI berdasarkan Jabatan di kelembagaan
Legislatif, Eksekutif dan yudikatif serta sektor swasta No Jabatan 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 Jumlah
1. Anggota DPR
dan DPRD
- - - 2 7 8 27 5 16 8 9 19 23 5 129
2. Kepala
Lembaga/
Kementerian
- 1 1 - 1 1 2 - 1 4 9 3 2 0 25
3. Duta Besar - - - 2 1 - 1 - - - - 0 0 0 4
4. Komisioner - 3 2 1 1 - - - - - - 0 0 0 7
5. Gubernur 1 - 2 1 1 2 1 - - 2 3 3 1 0 17
6. Walikota/Bupati
dan Wakil
- - 3 6 6 5 4 3 3 3 12 4 9 2 60
7. Eselon I,II, dan
III
2 9 15 10 22 14 12 15 8 7 2 7 10 15 148
8. Hakim - - - - - - 1 2 2 3 2 3 1 1 15
9. Swasta 1 4 5 3 12 11 8 10 16 24 16 18 28 8 164
10. Lain-lain - 6 1 2 4 4 9 3 3 8 8 5 25 3 81
JUMLAH 4 23 29 27 55 45 65 38 49 59 61 62 99 34 650
(Sumber: acch.KPK.go.id)
Tabel 1 diatas menunjukkan maraknya
perilaku korupsi pejabat dalam struktur
kelembagaan negara menempati tempat
teratas yakni pada jenjang jabatan
eselon I, II dan III (148 kasus yang
ditangani KPK). Perilaku korupsi
anggota DPR dan DPRD yang
mencapai 129 kasus dan korupsi Bupati
dan Walikota serta Gubernur masing
masing 60 kasus dan 17 kasusyang
mengindikasikan korupsi di lembaga
pemerintahan sangat
memprihatinkan.Masalah korupsi yang
marak di pemerintahan daerah turut
berkontribusi pada tingginya indeks
korupsi di Indonesia. Terjadi
peningkatan trend indeks korupsi
(1999-2016) secara signifikan rata-rata
sebesar 2,0 kalah jauh dengan
penurunan korupsi di negara-negara
seperti Thailand (0,8), Malaysia (-0,2),
Filipina (-0,1) dan China (0,6).
Keempat, kurang harmonisnya
hubungan pusat dan daerah juga masih
menyimpan ancaman sekaligus
harapan. Menjadi sebuah ancaman
karena berbagai tuntutan yang
mengarah kepada disintegrasi bangsa
semakin besar. Berbagai gelombang
tuntutan disintegrasi juga terjadi di
beberapa daerah seperti di Aceh dan
Papua. Sejumlah isu disintegrasi
bermunculan akibat dari persoalan
hubungan kewenangan antar pusat dan
daerah yang belum tuntas. Munculnya
perbedaan pemaknaan terhadap konten
kebijakan seringkali menimbulkan
ketegangan hubungan pusat-daerah.
Berbagai persoalan belum optimalnya
kinerja pemerintah daerah dalam
layanan publik, maraknya kasus
korupsi, lemahnya kapasitas pemerintah
daerah dan konflik kewenangan turut
mempengaruhi produktivitasdan daya
saing perekonomian daerah. Daya saing
di Indonesia di Tahun 2018 hanya
menempati posisi 85 dari 143 negara
tertinggal dari Malaysia posisi 35,
Thailand 44, juga Vietnam dan Pilipina
posisi 45.Data World Bank (2018)
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
192
menunjukan kemudahan berbisnis (Ease
of Doing Busines) di Tahun 2017 hanya
menempati ranking 91 dari 190 negara,
dengan score 61,52, meningkat di
Tahun 2018 menjadi 72 dengan score
66,47 dari 190 negara. Sebagai contoh,
jumlah prosedur di Indonesia sebanyak
10 jenis, di Malaysia hanya 3 jenis. Di
Indonesia waktu pengurusan 48 hari, di
Malaysia hanya 6 hari. Kualitas
regulasi bisnis lebih banyak, rumit dan
tidak memperbaiki kualitas layanan.
Faktor yang menghambat daya saing
bisnis adalah masalah korupsi, birokrasi
pemerintah yang tidak efisien,
infrastruktur yang tidak memadai, akses
terhadap pembiayaan, dan inflasi.
Korupsi dipresepsi merupakan
permasalah paling utama di Indonesia
dan menempati urutan teratas, seperti
disajikan pada Gambar3 dibawah ini :
Gambar 3 Faktor-Faktor Penghambat Daya Saing
Terakhir, fenomena kesenjangan
pembangunan antar daerah juga
menunjukkan belum optimalnya upaya
mewujudkan pemerataan pembangunan
dalam penyeleggaraan otonomi daerah.
Ketimpangan ekonomi antar daerah
data dilihat dari penyumbang terbesar
perekonomian Indonesia masih
didominasi oleh pulau Jawa yang
mencapai 58,5 persen terhadap PDB
sementara Sumatera menyumbang 22
persen, Kalimantan 7,9 persen,
Sulawesi 6,0 persen, Bali dan Nusa
Tenggara 3,1 persen, serta Maluku dan
Papua hanya 2,5 persen (BPS, 2018).
Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang menjadi fokus
dalam kajian ini adalah “Bagaimana
strategi yang tepat untuk penguatan
sistem otonomi daerah?”
Tujuan Kajian
Kajian ini bertujuan untuk merumuskan
strategi dan upaya yang tepat untuk
penguatansistem otonomi daerah.
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
193
TINJAUAN PUSTAKA
Konsep implementasi kebijakan dan
desentralisasi menjadi acuan kajian ini.
Definisi kebijakan paling popular oleh
Dye (2012:2) yang mengatakan bahwa
kebijakan publik “whatever government
choose to do or not to do” (apapun yang
pemerintah pilih untuk melakukan atau
tidak melakukan). Konsep kebijakan di
atas mengandung makna bahwa
meskipun pemerintah diam pun atas
suatu isu atau permasalahan juga
merupakan suatu kebijakan publik.
Definisi ini tidak memberikan kerangka
analisis yang jelas dan pemahaman
yang visioner, karena tanpa
memberikan kategorisasi atas kegiatan
pemerintah. Merujuk pada Lasswell
dan Kaplan (2010:12) menyatakan
bahwa kebijakan sebagai suatu program
pencapaian tujuan, nilai-nilai dan
praktek yang terarah. Kebijakan adalah
serangkaian tindakan yang diusulkan
oleh seseorang, kelompok atau
pemerintah dalam suatu lingkungan
tertentu dengan menunjukkan hambatan
dan kesempatan terhadap pelaksanaan
usulan kebijaksanaan tersebut dalam
rangka mencapai tujuan tertentu.
Implementasi dapat dipahami sebagai
sebuah proses untuk mencapai sebuah
tujuan. Tujuan yang ingin dicapai
berupa tindakan dari keputusan yang
diambil untuk kesejahteraan bersama.
Implementasi juga merupakan suatu
keluaran (output) maupun sebagai suatu
dampak (outcome) dari sebuah
keputusan kebijakan yang dilaksanakan
oleh aparat pemerintah. Program
kebijakan yang telah diimplementasikan
akan menghasilkan dampak yang
bersifat positif maupun negatif. Masalah
yang timbul dari pelaksanaan program
perlu penyelesaian mengacu pada
peraturan perundang-undangan. Daniel
A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier
(1983:269) menjelaskan makna
implementasi adalah upaya
melaksanakan keputusan kebijakan.
Menurutnya: “Implementation is the
carrying out of basic policy decision,
usually incorporated in a statute but
which can also take the form of
important executives orders or court
decision. Ideally, that decision identifies
the problem(s) to be addressed,
stipulates the objective(s) to be pursued,
and in a variety of ways, structure the
implementation process”.
Smith (1985:227) mengartikan
desentralisasi sebagai pengurangan
pemusatan administrasi pada suatu
pusat tertentu dan pemberian kekuasaan
kepada pemerintah daerah. Pengertian
ini sekaligus menyatakan gagasan
desentralisasi sebagai suatu gejala
politik yang melibatkan administrasi
dan pemerintahan. Dalam konteks
kebijakan, UU Nomor 23 tahun 2014
mendefinisikan desentralisasi sebagai
penyerahan urusan Pemerintahan oleh
Pemerintah Pusat kepada daerah
otonom berdasarkan Asas
Otonomi.Sehingga proses
desentralisasi mencakup aktifitas
urusan-urusan pemerintahan yang
semula termasuk wewenang dan
tanggungjawab pemerintah pusat
sebagian diserahkan kepada
badan/lembaga pemerintah daerah agar
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
194
menjadi urusan rumah tangganya
sehingga urusan tersebut beralih dan
menjadi tanggungjawab pemerintah
daerah.
Konsekuensi logis dari desentralisasi
pemerintahan dari pemerintah pusat ke
pemerintahan daerah berdasarkan azas
desentralisasi, maka daerah
melaksanakan otonomi daerah.
Otonomi Daerah adalah hak,
wewenang, dan kewajiban daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan yang
diserahkan oleh Pemerintah Pusat
kepada Pemerintahan Daerah
berdasarkan azas desentralisasi dengan
mendayagunakan potensi dan sumber-
sumberdaya yang optimal guna
meningkatkan pelayanan,
pemberdayaan untuk kesejahteraan
masyarakat (Supryatna, 2016). Makna
konsep otonomi adalah keleluasaan atau
kemandirian tetapi bukan kemerdekaan,
yang didalamnya mengandung arti:
pertama, pemberian tugas dan
kewenangan untuk melaksanakan dan
menyelesaikan urusan yang diserahkan
kepada daerah; Kedua, pemberian
kewenangan dan wewenang untuk
memikirkan dan menetapkan sendiri
cara-cara penyelesaian tugas tersebut.
Kesemuanya bersifat delegatif dan
atributif dalam satuan masyarakat
hukum untuk kepentingan nasional dan
kepentingan negara dalam koridor
NKRI.
Faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap implementasi kebijakan
otonomi daerah dengan aspek-aspek
sebagai berikut: (1) Kondisi lingkungan
(environmental conditions), yang terdiri
dari: struktur politik; proses pembuatan
kebijakan; struktur kekuasaan lokal;
faktor sosio-kultural; organisasi
penerima manfaat dan kecukupan
infrastruktur fisik. (2) Hubungan antar
organisasi (inter organizational
relationship), yang terdiri atas: tujuan
program yang jelas dan konsisten,
Efektivitas Perencanaan, penganggaran
dan prosedur implementasi, kualitasi
komunikasi inter-organisasional dan
efektivitas dari jaringan organisasi.(3)
Ketersediaan Sumber daya (available
resources), yang terdiri atas:
pengawasan atas pembiayaan,
kecukupan anggaran, ketersediaan
sumberdaya keuangan, dukungan
pimpinan politik nasional, dukungan
pimpinan politik local, dukungan
birokrasi dan (4) Ciri-ciri atau sifat
badan/instansi pelaksana (characteristic
of implementing agencies), yang terdiri
atas:Keterampilan teknis dan
keterampilan manajerial dari staf,
Kemampuan koordinasi, integrasi dan
pengawasan keputusan, Sumberdaya
dan dukungan dari dinas atau badan,
Efektivitas komunikasi internal,
Hubungan dengan DPRD, Kualitas
kepemimpinan dinas atau badan terkait
dan Komitmen staf atas program dinas
atau badan.Kajian merujuk pada konsep
Rondinelli dan Cheema (1983) sebagai
acuan dalam menyusun model
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
195
sistempenguatan penyelenggaraan otonomi daerah.
Gambar 4. Faktor-Faktor yang mempengaruhi implementasi desentralisasi (Sumber: Cheema dan
Rondinelli, 1983)
METODE KAJIAN
Untuk merumuskan strategi yang tepat
untuk penguatan sistem otonomi daerah,
kajian menggunakan pendekatan
kualitatif dengan teknik pengumpulan
data primer melalui Diskusi Kelompok
Terfokus (Focus Group
Discussion/FGD). FGD difasilitasi oleh
Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementerian Dalam Negeri (BPP
Kemendagri) pada Bulan Juni 2019
bertempat di BPP Kemendagri, dengan
menghadirkan pakar pemerintahan dan
unsur pemerintah daerah sebagai peserta
FGD. Tujuan FGD adalah menghimpun
masukan pakar pemerintahan (dari
perguruan tinggi) dan praktisi (Karo dan
Kabag Pemerintahan) tentang kondisi,
permasalahan dan solusi implementasi
kebijakan otonomi daerah.Selain FGD,
juga dilakukan pengumpulan data
sekunder untuk memberikan penjelasan
tambahan tentang implementasi
kebijakan otonomi daerah. Data hasil
FGD diolah dan dianalisismenggunakan
teknik analisis deskriptif untuk
selanjutnya dirumuskan strategi
penguatan sistem inovasi daerah.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Strategi penguatan dibangun dengan
mengidentifikasi masalah dalam
penyelenggaraan otonomi daerah pada
faktor lingkungan, hubungan antar
organisasi, ketersediaan sumberdaya
dan karakteristik instansi pelaksana dan
menemukan alternatif langkah-langkah
penanganannya.
Identifikasi Masalah pada Faktor
Lingkungan dan Solusi Penanganan
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
196
Faktor lingkungan yang kondusif akan
mempengaruhi penyelenggaraan
otonomi daerah, pada bagian ini akan
diidentifikasi masalah sekaligus
langkah-langkah penanganan aspek-
aspek: (1) Struktur lembaga
pemerintahan daerah, (2) Kualitas
proses pembentukan Perda (2)
pelayanan publik dan partisipasi
masyarakat dan (3) kecukupan sarana
prasarana.
Tabel 2 Identifikasi Masalah Pada Faktor Lingkungan dan Langkah Penanganan
Aspek Masalah/Hambatan Langkah Penanganan 1 2 3
(1) Struktur
Organisasi
Pemerintah
Daerah
- Kelemahan dalam penataan struktur OPD
sesuai PP No 18/2016, hasil evaluasi menunjukan OPD belum tepat dalam
menentukan derajat urgensi suatu urusan
yang berdasarkan kriteria yang objektif dan
terukur.
- Penataan OPD tidak didahului oleh evaluasi
dan penelitian yang komprehensif untuk
menentukan besaran yang tepat (right size)
dan desain tipologi OPD.
- Peningkatan kapasitas pemerintah
daerah dalam menentukan besaran struktur sesuai kebutuhan dan fungsi
berdasarkan prinsip “right sizing” yakni
ramping struktur dan kaya fungsi.
- Melakukan evaluasi dan mengkaji
implementasi PP Nomor 18 Tahun
2016 terutama evaluasi pembentukan
struktur organisasi dan efektivitas
kinerja OPD untuk menjamin
tercapainya visi dan misi serta program
prioritas pembangunan daerah.
(2) Proses
Pembentukan
Kebijakan
- Munculnya perda-perda bermasalah yang bernuansa SARA yang berdampak pada
timbulnya disharmoni sosial dan keresahan
masyarakat.
- Belum semua daerah mengakomodasi
pluralisme dalam kebijakan daerah.
- Melakukan perbaikan pada proses pembentukan kebijakan
(Perda)melalui mekanisme
pengawasan (preventif dan represif)
dan terhadap proses legislasi peraturan
perudang-undangan di level
pemerintah provinsi dan pemerintah
kabupaten/kota serta membangun
meknisme untuk menguji sinkronisasi
peraturan perundangan guna
mengeleminir adanya tumpang tindih,
ketidakjelasan, multi tafsir dan
pertentangan secara vertikal, horizontal antar peraturan pada jenjang
yang berbeda.
(3) Pelayanan publik
dan Partisipasi
masyarakat
- Belum adanya pengaturan tentang pelayanan
publik dalam UU Pemda sehingga kerap
membuat daerah kurang perduli terhadap
penyelenggaraan pelayanan publik.
- Partisipasi masyarakat dalam UU Pemda,
menyebabkan banyak daerah yang
mengabaikan pentingnya mendorong
partisipasi masyarakat dalam proses
kebijakan di daerah.
-
- Pengaturan tentang penyelenggaraan
pelayanan publik pada UU pemda, agar
daerah memiliki pedoman dan strandar
yang jelas untuk pelayanan publik
yang berkualitas.
- Menginstruksikan pemerintah daerah
untuk mengoptimalkan pemanfaatan
sistem pelayanan terpadu satu pintu
untuk pelayanan perizinan dan non
perizinan di daerah. - Pengaturan tentang partisipasi
masyarakat dalam UU Pemda yang
mengatur hak-hak warga dalam proses
kebijakan dan kewajiban daerah untuk
memberi ruang kepada warganya
terlibat dalam proes pembentukan
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
197
Aspek Masalah/Hambatan Langkah Penanganan 1 2 3
kebijakan
(4) Kecukupan
infrastruktur
Fisik dan sarana
pemerintahan
daerah
- Ketidaksiapan infrastruktur dan sarana
prasarana pemerintahan dapat menghambat
layanan masyarakat, mengingat masih ada beberapa daerah di Indonesia yang
menghadapi masalah konektivitas dalam
insfrastruktur dan soft infrastruktur (TIK)
- Peningkatan konektivitas antar wilayah
dengan pembangunan infrastruktur dan
dukungan sarana prasarana pemerintahan(hard dan soft) untuk
meningkatkan layanan publik.
- Meningkatkan inovasi pelayanan
publik tyang efektif dan efisien melalui
penerapan e-government.
Sumber : Hasil FGD
Identifikasi Masalah pada Faktor
Hubungan Antar Organisasi dan
Solusi Penanganan
Hubungan kerja antar organisasi baik
antar tingkat pemerintahan, antar sektor
dan antar instansi yang harmonis dapat
memberi penguatan terhadap
penyelenggaraan otonomi daerah.
Identifikasi masalah dan penguatan
pada faktor ini mencakup aspek-aspek:
(1) Hubungan kewenangan antar
pemerintah daerah, (2) Hubungan
kepala daerah dengan DPRD dan (3)
kualitas perencanaan dan penganggaran
daerah.
Tabel 3 Identifikasi Masalah Pada Faktor Hubungan Antar Organisasi dan LangkahPenanganan
Aspek Masalah/Hambatan Langkah Penanganan
(1)Hubungan
kewenangan
- Timbul benturan kewenangan antar
tingkat pemerintahan Provinsi dan
Kabupaten/Kota, sehubungan
pelaksanaan kewenangan urusan
pemerintahan untuk pengelolaan bidang pendidikan menengah, pertambangan
dan pengelolaan sumberdaya pesisir
sebagaimana diatur dalam UU
No23/2014.
- Evaluasi dampak pengalihan kewenangan
dari Kabupaten ke Provinsi bidang
pendidikan menengah, pertambangan dan
pengelolaan wilayah pesisir untuk
mencegah ketidakjelasan kewenangan dan tanggung jawab dan menemukan solusi
untuk penanganannya.
(2) Hubungan
Kepala Daerah-
DPRD
- Hubungan antar pemerintah daerah dan
DPR bersifat dinamis dan diwarnai
benturan kepentingan terutama terkait
pengelolaan APBD dan KUAserta
penetapan RKPD.
- Reformasi penyelenggaraan pemerintahan
dengan penerapan e-government untuk
meningkatkan transparansi, akuntabilitas
dan partisipasi dalam perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi APBD.
Penerapan e-planning, e-budgeting dan e-
procurement dalam APBD
(3) Kualitas
perencanaan pembangunan
daerah
- Belum semua daerah menciptakan
perencanaan pembangunan daerah yang terintegrasi, baik lintas Provinsi,
Kab/Kota maupun antar OPD sehingga
perencanaan daerah masih ada kesan
tumpang tindih program dan kegiatan.
- Kurangnya sinergitas program dan
kegiatan antar perangkat daerah/sektor
dan antar Provinsi dan Kab/Kota.
- Membangun keterpaduan perencanaan dan
sinergi pembangunan daerah - Evaluasi terhadap masterplan
pembangunan terintegrasi yang telah
disusun sebelumnya untuk menciptakan
pemerataan pembangunan antar daerah.
Sumber : Hasil FGD
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
198
Identifikasi Masalah pada Faktor
Pemanfaatan Sumberdaya
Sumberdaya adalah sumberdaya yang
berpengaruh terhadap pelaksanaan
otonomi daerah, yakni kebijakan
pemerintah daerah dan penguatan
potensi daerah. Identifikasi masalah
dan penanganan pada sumberdaya
pelaksanaan program mencakup aspek-
aspek: (1) kualitas koordinasi dan
pengawasan pembiayaan, (2) kesiapan
anggaran dan (3) kesiapan sumber-
sumber anggaran.
Tabel 4 Identifikasi Masalah dan Langkah Penanganan Faktor Dukungan Sumberdaya
Aspek Hambatan/Kendala Langkah Penanganan
(1) Kualitas
koordinasi, Pengawasan
Pembiayaan
- Peran Lembaga Pengawasan Pusat dan
daerah belum optimal melaksanakan fungsi pengawasan: BPK, BPKP,
Insektorat, Kemendagri, DPRD,
akademisi dan masyarakat
- Peningkatan peran lembaga pengawasan Pusat
(BPK, BPKP dan Kemendagri, Inspektorat Daerah) dalam pembinaan dan pengawasan
- Peningkatan peran pengawasan anggaran oleh
DPRD
- Pelibatan akademisi dan masyarakat untuk
pengawasan penggunaan APBD.
(2)Efektivitas
Penggunaan
Anggaran
- Daerah-daerah kaya sumberdaya alam
sering bertumpu di sektor
pertambangan sehingga rentan bila
diterpa inflasi.
- Pertumbuhan investasi belum
berdampak pada penurunan angka
kemiskinan - Adanya kesenjangan pendapatan desa-
kota, Jawa-luar jawa
- Fokus pemanfaatan anggaran daerah untuk sektor
Non Migas, terutama sektor pertanian dan industry
hilir.
- Peningkatan investasi seiring penyiapan regulasi,
sumberdaya manusia dan infrastruktur serta
efisiensi layanan birokrasi
- Pemda wajib menyusun master plan atau rencana induk untuk jangka panjang (minimal 20 tahun)
sehingga pemanfaatan anggaran fokus pada tujuan
jangka panjang bukan nuansa proyek .
- Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah dari sektor
SDA dan Pajak serta mencari dari sektor lain
seperti jasa dan pariwisata digunakan untuk
kesejahteraan masyarakat.
(3)Kecukupan
Anggaran
- Meskipun anggaran daerah meningkat
namun seringkali penggunaannya tidak fokus menjawab isu dan masalah
pembangunan dan peningkatan daya
saing daerah. Misalnya
penanggulangan kemiskinan secara
terintegrasi antar perangkat daerah dan
antar provinsi dan kabupaten/kota.
- Koordinasi penyusunan program antar sektor dan
kegiatan untuk merumuskan program jangka panjang dan terintegrasi mengatasi isu daerah,
seperti kemiskinan (menghindari perencanaan
pembangunan yang berorientasi proyek).
- Koordinasi antar Kabupaten/Kota dalam
implementasi master plan untuk pengembangan
kawasan berdasarkan potensi daerah, master plan
pembangunan daerah memberi gambaran umum
tentang pembangunan daerah, permasalahan,
potensi, serta strategi pembangunan untuk setiap
sektor.
Sumber : Hasil FGD
Identifikasi Masalah pada Faktor
Karakteristik Instansi Pelaksana dan
Solusi Penanganan
Karakteristik instansipelaksana
mencakup identifikasi masalah dan
langkah penanganan untuk penguatan
kapasitas aparat pelaksana, kapasitas
DPRD, kualitas kepemimpinan kepala
daerah.
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
199
Tabel 5 Identifikasi Hambatan/Kendala dan Langkah Penanganan pada Faktor Karakteristik
Instansi Pelaksana
Aspek Hambatan/Kendala Langkah Penanganan (1) Kapasitas Aparat
Pelaksana (Kapasitas ASN Pemda)
- Rekrutmen pegawai belum disesuaikan
dengan kebutuhan untuk peningkatan kualitas pelayanan publik, belum adanya
job analysis sebagai persyaratan job
requirement.
- Menonjolnya hubungan-hubungan
persaudaraan dan afiliasi dan
kecenderungan mengutamakan putra
daerah.
- Faktor dominan yang membuat kinerja
ASN tidak efektif dan belum optimal
dalam pelayanan publik adalah karena
kebijakan perekrutmen tidak didasarkan
sistem merit dengan mengutamakan kompetensi tetapi lebih pada berapa
formasi yang dibutuhkan.
- Penyesuaian jabatan dengan keahlian
ASN, penerapan fit and proper test dan pengembangan kapasitas individu
disesuaikan dengan jabatan.
- mengevaluasi pengelolaan SDM
aparatur di daerah mulai dari
perencanaan, penempatan dan
pengembangan karier aparatur untuk
mengeliminasi intervensi politik dan
memperkuat independensi ASN di
daerah dari tekanan politik dan
kepentingan elit daerah;
(3) Kapasitas DPRD - Kapasitas DPRD belum optimal dalam
menjalankan fungsi pembentukan perda,
anggaran da pengawasan.
- Tingginya anggota DPRD yang terjerat
kasus hukum
Langkah-langkah penguatan
kapasitas DPRD:
(1) Rekrutmen Parpol Diperketat
dengan menyertakan persyaratan
(2) Pendidikan, rekrutmen melibatkan
Pakar dari luar unsur
pemerintahan;
(3) mantan Koruptor/Napi Dilarang
mengikuti pencalonan legislatif dan pilkada karena dapat memberi
contoh pendidikan politik yang
buruh bagi rakyat
(4) Bakal calon legislatif diikutkan
dalam Uji Publik Oleh Tim yang
terdiri atas unsur Akademisi,
Tomas, Komisioner KPU);
(5) Perlu adanya pendidikan politik
(diklat dan kursus) bagi anggota
DPRD.
(4)Kualitas
Kepemimpinan Kepala Daerah
- Kurangnya kemampuan membangun
relasi eksekutif dan legislatif/ DPRD dalam penyelenggaraan fungsi dan peran
pemerintahan daerah serta komunikasi ke
vertikal dengan pemerintah.
- Meningkatkan komunikasi dan
harmonisasi hubungan eksekutif-legilatif.
- Meningkatkan kualitas komunikasi
dengan Forkopimda
Sumber: Hasil FGD
Berdasarkan hasil identifikasi
permasalahan dan solusi penanganan
terhadap permasalahan dalam
penyelenggaraan otonomi daerah, maka
formulasi strategi untuk penguatan
sistem otonomi daerah dalam rangka
mempercepat pencapaian tujuan
otonomi daerah disajikan pada Gambar
3 (terlampir) dengan menampilkan
langkah-langkah perbaikan dari
keempat faktor diatas sebagaimana
terdapat dalam model penguatan sistem
otonomi daerah.
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
200
- Pengawasan Preventif dan represif proses legislasi Prov/Kab/Kota
- Snkronisasi Perat.
perUUan
- Membentuk Struktur dengan sistim Rihgt Sizing, Miskin Struktur Kaya Fungsi
- evaluasi dan mengkaji implementasi PP Nomor 18 Than 2016
- Pengaturan Layanan Publik dalam UU Pemda (pedoman & standar Layanan)
- Pengaturan Partisipasi Warga dalam UU pemda proses kebijakan
Proses pembentukan
kebijakan
Struktur Pemda
Peningkatan layanan Publik dan Partisipasi Masyarakat
- Peningkatan konektivitas melalui pembangunan infrastruktur wilayah dan sarpras peman (hard & Soft/TIK)
Dukungan Infrastruktur
Wilayah & Sarpras Pem
Optimalisasi Faktor Lingkungan
MODEL STRATEGI PENGUATAN SISTEM OTONOMI DAERAH
- -Peningkatan peran lembaga pengawasan untuk penggunaan APBD dan Dana Otsus baik dari unusr lembaga Pengawasan Pemerintah Pusat dn Daerah, DPRD,akademisi dan masyarakat.
-
- Penggunaan anggarn daerah digeser ke sektor pertanian & indstri hilir
- Peningkatan Investasi bersamaan dengan peningkatan kapasitas SDM daerah
- Peninkatan PAD dengan ekstensifikasi pada sektor jasa
- Perencanaan/master plan untuk
jangka panjang
Penggunaan
anggaran daerah
- Koordinasi pembangunan atar sektor untuk merumuskan program pembangunan jangka panjang.
- Koordinasi pembangunan antar Kab/Kota untuk pengembangan
kawasan Aceh
Efektivitas Pemanfaatan Sumberdaya
Perencanaan Pembangunan
Daerah
Koordinasi Lembaga untuk
Binwas
- -Atasi konfflik kewenangan dengan melakukan Evaluasi terhadap dampak Pengalihan kewenangan dari Kab/Kota ke Provinsi bidang urusan pertambangan, perikanan dan pendidikan
- -
- Penerapan e-Government untuk transparansi, akuntabilitas dan partisipasi untuk manajemen APBD, e planning, e-budgeting & e-procurement
- PAda mater plan dan rencana induk untuk dipedomani oleh SKPA dipedomani
Hubungan KDH-
DPRD - Membangun sinergi dan
integrasi Perencanaan pembangunan Daerah
- Evaluasi terhadapmaterplan pengembangan wilayah Aceh
Harmonisasi Hubungan Antar Organisasi
Perencanaan
Pembangunan Daerah
Hubungan Kewenangan
OPTIMALISASI TUJUAN OTONOMI DAERAH PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT
Meningkatnya kualitas layanan publik
Meningkatnya Kapasitas daerah
Meningkatnya Partisipasi dan Keberdayaan masyarakat
Meningkatnya daya saing daerah
- Meningkatkan komunikasi dan harmonisasi hubungan
eksekutif-legilatif. - Meninkatkan komunikasi
dan koordinasi dengan
FORKOPIMDA
- Penyesuaian jabatan ASN dengan kebutuhan daerah, penerapan fit and porper test, pengembangan kapasitas sesuai kebutuhan jabatan
- Evaluasi terhadap mmanajemen SDM Daerah
Kualitas
kepemimpinan KDH
Kapasitas SDM ASN Daerah
Kapasitas DPRD
- Rekrutemen Parpol diperketat dengan persyaratan pendidikan; pelibatan pakar dari luar
- Mantan koruptor/Napi dilarang ikut pencalonan legislatf (pendidikan politik yang buruk)
- Bakal calon legislatif diikutkan dalam uji publik yang diseleksi oleh unsur akademisi, tomas dan komisi KPU
- Pendiikian politik yang memadai bagi anggota DPRD
Kapasitas Instansi Pelaksana
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
201
PENUTUP
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil kajian, disimpulkan
strategi penguatan sistem otonomi
daerah mencakup upaya-upaya
perbaikan sebagai berikut:
1. Mengoptimalkandukungan faktor
lingkungan, mencakup: (1)
Perbaikan terhadap struktur
organisasi pemerintahan daerah
untuk menciptakan organisasi
perangkat daerah yang efisien dan
efektif (2) Perbaikan proses
pembentukan Perda (3)
Peningkatan kualitas pelayanan
publik dan partisipasi masyarakat
serta (3) Peningkatan infrastruktur
dan sarana prasarana pemerintahan
termasuk infrastruktur TIK untuk
mendukung penerapan e-
government.
2. Melakukan harmonisasi hubungan
antar organisasi, mencakup: (1)
Meningkatkan harmonisasi
hubungan kewenangan antar
tingkat pemerintahan; (2)
Meningkatkan harmonisasi
hubungan kepala daerah dengan
DPRD; (3) meningkatkan kualitas
perencanaan pembangunan daerah
yang berorientasi ada pencapaian
visi dan misi dan pencapaian
tujuan.
3. Meningkatan efektivitas
pemanfaatan sumberdaya, yakni:
(1) Meningkatkan kualitas
koordinasi lembaga pengawasan
terhadap pemanfaatan penggunaan
anggaran daerah; (2) Meningkatkan
efektivitas penggunaan anggaran
pembangunan daerah dan (3)
meningkatkan kualitas perencanaan
pembangunan daerah.
4. Peningkatan kapasitas instansi
pelaksana yang mencakup: (1)
Meningkatkan kapasitas ASN
pemda; (2) Meningkatkan kapasitas
DPRD dan (3) Meningkatkan
kualitas kepemimpinan kepala
daerah.
REKOMENDASI
Kajian ini merekomendasikan 3 (tiga)
hal, yaitu Pertama, Pemerintah dalam
hal ini Kemendagri dapat
mempertimbangkan strategi penguatan
sistem otonomi daerah dan model yang
diajukan (terlampir) untuk perbaikan
terhadap masalah-masalah yang timbul
dalam pimplementasi kebijakan
otonomi daerah pada aspek lingkungan,
hubungan antar organisasi, pemanfaatan
sumberdaya dan karakteristik instansi
pelaksana. Kedua, perlu
mempertimbangkan evaluasi secara
menyeluruh terhadap implementasi
kebijakan otonomi daerah, terutama
mencakup: (1) struktur organisasi dan
efektivitas kinerja OPD untuk
menjamin tercapainya visi dan misi
serta tujuan pembangunan daerah. (2)
Kapasitas sumberdaya manusia dan
kinerja DPRD untuk mendukung
implementasi otonomi daerah. (3)
Kapasitas sumberdaya manusiaASN
daerah untuk mendukung implementasi
otonomi daerah.
Ketiga, diperlukan perbaikan sistem
dengan prioritas pada: (1) peningkatan
harmonisasi hubungan antara legislatif
dan eksekutif, (2) peningkatan
mekanisme pengawasan (preventif dan
Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019
202
represi) dan terhadap proses legislasi
peraturan perudang-undangan di level
pemerintah provinsi dan pemerintah
kabupaten/kota.(3) Peningkatan
pengawasan pengelolaan anggaran
daerah yang melibatkan
multistakeholder baik dari unsur
pemerintah,unsur akademisi/perguruan
tinggi, unsur masyarakat (LSM).
DAFTAR PUSTAKA
Cheema, G. Shabbir and Dennis A.
Rondinelli. 1983. Decentralization
and Development: Policy
Implementation and Developing
Countries. United States: Sage
Publication (
Dye, Thomas R.2013. Understanding
Public policy, 13th
Edition. New
York: Pearson Education INC:
Daniel H. Mazmanian dan Paul A.
Sabatier. Implementation and
Public Policy. New York. Harper
Collins. 1983. Hlm. 269.
Harold D. Lasswell and Abraham
Kaplan dalam Olu Awofeso.
2010. Democracy and Democratic
Practice in Nigeria: Issues,
Challenges and Prospect.
Kementerian PMK. 2015. Indeks
Kesejahteraan Rakyat.
Ombudsman RI, 2018. Laporan
Pengaduan Masyarakat Per
Instansi Pemerintah dan
Pemerintah Daerah, Tahun 2015
Smith, BC. 1985. Decentralization, the
Territorial Dimensuin of The
State London: George Allen &
Unwim
Tjahya S.2016. persektif otonomi
daerah dalam desentralisasi.
Jurnal Wahan Bina Praja Vol 3
No 1, Mei 2016.Hal. 111-123)
World Economic Forum (2015). The
GlobalCompetitiveness Report
BIODATA PENULIS
Harry Anggara Putra, Lahir di Curup pada tanggal 7 September 1993.
Menyelesaikan pendidikan Strata Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Universitas Bengkulu pada tahun 2013, dan pendidikan Strata 2 pada
Program Magister Ekonomi Terapan Universitas Bengkulu pada tahun 2018.
Yusran Konazomi, Lahir di Curup pada tanggal 25 Agustus 1996. Saat ini telah
menyelesaikan pendidikan pada jurusan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas
Hazairin Bengkulu.
Surjadi, Lahir di Magelang pada tanggal 5 April 1960. Menyelesaikan Pendidikan di
Program Sarjana Fisipol Universitas Gajah Mada pada Tahun 1985 dan Strata 2 pada
Program Magister Manajemen Pendidikan Universitas Bengkulu pada tahun 2008.
Pernah bertugas sebagai Wakil Kepala Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Bengkulu,
Wakil Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bengkulu, Kabid Pengembangan Desa Dinas
Pemberdayaan Masyarakat Desa Provinsi Bengkulu, dan saat ini sebagai Widyaiswara
Ahli Madya di BPSDM Provinsi Bengkulu.
Serly Lika Sari, Lahir di Bengkulu pada tanggal 13 Januari 1996. Saat ini telah
menyelesaikan pendidikan pada jurusan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas
Hazairin Bengkulu.
Harwindah, Lahir di Bogor pada tanggal 24 Oktober 1989. Menyelesaikan
pendidikan di Program Sarjana MIPA Kimia di Universitas Sriwijaya tahun 2013.
Lulus CPNS Pemda Provinsi Bengkulu formasi peneliti pada tahun 2014, dan bertugas
sebagai Kandidat Peneliti di Badan Perencanaan, Penelitian dan Pengembangan
Daerah Provinsi Bengkulu.
Ferdy Rosbarnawan, Lahir di Bengkulu pada tanggal 2 November 1986.
Menyelesaikan pendidikan di Program Sarjana Jurusan Ekonomi Pembangunan di
Universitas Bengkulu pada tahun 2008, serta Pasca Sarjana pada Program Magister
Perencanaan Pembangunan di Universitas Bengkulu pada tahun 2013. Sejak 31 Maret
2017 hingga sekarang bertugas sebagai peneliti pertama (Kepakaran Bidang
Administrasi dan Kebijakan) di Badan Perencanaan, Penelitian dan Pengembangan
Daerah Provinsi Bengkulu.
Sitti Aminah, Lahir di Ambon pada tanggal 4 Oktober 1970. Menyelesaikan
pendidikan Diploma di Sekolah Tinggi Pemerintah Dalam Negeri (STPDN) Jatinangor,
Jawa Barat pada Tahun 1993 dan pendidikan Strata 1 di Institut Ilmu Pemerintahan
(IIP) Jakarta Tahun 1998. Melanjutkan pendidikan Strata 2 pada Program Magister
Perencanaan Kota dan Daerah (MPKD) di Universitas Gadjah Mada Tahun 2002, dan
meraih gelar Doktor Tahun 2013 pada program studi Komunikasi dan
Pengembangan Masyarakat di Institut Pertanian Bogor (IPB). Saat ini bertugas
sebagai peneliti madya (Kepakaran Bidang Politik dan Pemerintahan) di Kementerian
Dalam Negeri.
PEDOMAN PENULISAN JURNAL INOVASI BAPPEDA PROVINSI BENGKULU
KETENTUAN UMUM Persyaratan Naskah yang diajukan untuk dimuat dalam Jurnal Inovasi : 1. Naskah tulisan harus mempunyai relevansi dengan bidang Ekonomi dan
Pembangunan, Pemerintahan, Sosial Budaya, Kebijakan Daerah dan Inovasi Daerah
2. Naskah yang akan dimuat dalam Jurnal Inovasi belum pernah dimuat dan dicetak dalam media/publikasi mana pun.
3. Redaksi Jurnal Inovasi menerima tulisan baik dari para SDM fungsional Bappeda Provinsi Bengkulu maupun dari pihak lain diluar Bappeda Provinsi Bengkulu.
4. Setiap naskah yang masuk akan melalui proses koreksi/review dari tim editor, dan penulis wajib memperbaiki sesuai rekomendasi dari reviewer. Naskah yang masuk (diterima/tidak diterima) tidak dikembalikan ke penulis.
5. Setiap naskah yang masuk harus mengikuti pedoman penulisan naskah (sesuai template)
MATERI ARTIKEL
Materi artikel merupakan hasil penelitian primer/sekunder, hasil-hasil kelitbangan, maupun pemikiran berupa tinjauan/telaah yang sistematis dan kritis, ditulis menurut kaidah ilmiah. Penelitian primer adalah penelitian yang dilakukan berdasarkan data dari sumber pertama (sumber asli), sedangkan penelitian sekunder adalah penelitian yang dilakukan berdasarkan data yang sudah tersedia atau sudah terkoreksi. Tulisan harus memenuhi kaidah penulisan Karya Tulis Ilmiah dengan penggunaan bahasa yang baik, benar dan baku (bukan bahasa popular). PENULISAN NASKAH 1. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris, disertai dengan
abstrak dalam bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. 2. Abstrak memuat ringkasan penelitian, yang memuat : latar belakang,
masalah/tujuan, metode, dan hasil penelitian. Ditulis dalam 1 paragraf, dengan jarak 1 spasi. Abstrak dalam bahasa Indonesia maksimal 250 kata, dan dalam bahasa Inggris maksimal 150 kata (dicetak miring/italic).
3. Kata kunci (Key Word) ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, berjumlah antara 3 – 5 kata, berupa kata tunggal atau kata majemuk
4. Naskah diketik maksimal 16 Halaman. 5. Naskah diketik dalam format huruf Times New Roman, ukuran font 12, spasi 1,5,
margin masing-masing 3cm, dan menggunakan kertas berukuran A4 (210mm x 297mm), dan tidak dibuat dalam 2 (dua) kolom, tidak perlu diberi penomoran halaman (Layout akan dikerjakan oleh tim redaksi).
6. Judul ditulis dalam bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris, dan diketik menggunakan huruf kapital dan ditebalkan (bold).
7. Nama penulis diketik dibawah judul, ditulis lengkap tanpa menyebutkan gelar. 8. Alamat penulis (nama dan alamat instansi tempat bekerja) ditulis lengkap dengan
jarak 1 spasi, ditulis dibawah nama penulis. Alamat email ditulis dibawah alamat penulis.
SISTEMATIKA PENULISAN 1. a) JUDUL b) Nama Penulis, Alamat Instansi Penulis, dan Alamat Email Penulis c) Abstrak (dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris) d) Kata Kunci (Dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris) 2. PENDAHULUAN (memuat latar belakang, rumusan masalah, tujuan) 3. TINJAUAN PUSTAKA 4. METODOLOGI PENELITIAN 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 6. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 7. DAFTAR PUSTAKA 8. LAMPIRAN (Optional) 9. Judul tabel ditampilkan di bagian atas tabel sebelah kiri dan ditulis menggunakan
huruf Times New Roman ukuran 12. Tulisan “tabel” dan “nomor” ditulis tebal (bold), sedangkan judul tabel ditulis normal. Gunakan angka arab (1,2,3 dst) untuk penomoran tabel. Contoh:
Tabel 3. PDRB Provinsi Bengkulu Tahun 2011 – 2015 (Jutaan Rupiah)
Sektor Ekonomi Tahun
2011 2012 2013 2014 2015 Pertanian Pertambangan Dst….
Sumber : BPS Provinsi Bengkulu (2016)
Isi tabel menggunakan huruf Times New Roman ukuran 8-11 dengan jarak 1 spasi. Pencantuman sumber atau keterangan diletakkan dibawah tabel sebelah kiri, menggunakan Times New Roman ukuran 10.
10. Gambar, grafik, foto atau diagram ditampilkan di tengah halaman (center). Keterangan gambar, grafik, foto, atau diagram ditulis dibawah ilustrasi menggunakan huruf Times New Roman ukuran 12 dan ditempatkan di tengah (center). Tulisan “Gambar, grafik foto atau diagram” dan “nomor” ditulis tebal (bold) sedangkan isi keterangan ditulis normal. Gunakan angka arab (1,2,3 dst) untuk penomoran gambar, grafik foto atau diagram. Contoh :
Gambar 1. Inovasi Kelitbangan
11. Format penulisan daftar pustaka disusun dengan format APA yaitu mengikuti urutan abjad dengan memuat : nama pengarang (nama belakang terlebih dahulu), tahun terbit, judul, jilid/volume, edisi/nomor, tempat penerbitan, nama penerbit. Rujukan dengan sumber yang sama ditulis dengan mendahulukan tahun terbitnya. Jika tahun terbitnya sama, gunakan abjad di belakang tahun terbit.
Contoh penulisan : Buku (satu penulis) Thee, K.W. (2012). Indonesia’s Economy Since Independence. Singapore : Institute of
Southeast Asian Studies. (dua penulis) Forouzan, B.A., & Fegan, S.C. (2007). Data Communications and Networking (4th ed.).
New York : McGraw-Hill. (lebih dari tiga penulis) Firdausy, C.M. (ed) (2012). Konsep dan Ukuran Kemiskinan Alternatif. Jakarta : Pusat
Penelitian Ekonomi LIPI. Buku tanpa nama pengarang, tetapi ditulis atas nama lembaga Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. (2011). Pedoman Akreditasi Majalah Ilmiah.
Jakarta : LIPI Jurnal Sambodo, M.T dan Negara, S.D. (2012). Designing Conceptual Framework and State of
Energy Security in Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Pembangunan, 20 (1), 1-17. Prosiding Muljawan, D. (2003). An Analysis of Potential Systemic Costs in an Islamic Banking System.
Dalam Prosiding International Conference on Islamic Banking : Risk Management, Regulation and Supervision. (hal. 279-298). Jakarta : Bank Indonesia.
Sumber online Khudori. (2006). Belajar Pengembangan Biofuel dari Brazil. Diambil dari
http://www.unisosdem.org/article_detail.php?aid=5665&coid=1&caid=58&gid=5 [diakses 16 Maret 2019].
Skripsi, Tesis, dan Disertasi Wiranta, S. (1987). Japanese Economic Development Statistical Analysis Approach.
Tesis, Tokyo : Nihon University. Media Massa Pungut, U.H. 2013. Konsolidasi Usaha Tani. Kompas. 31 Desember 2012.
Sumber acuan minimal 80% merupakan terbitan dalam 10 tahun ke belakang. Jumlah daftar pustaka minimal 10 buah. PENUTUP (PENTING DIPERHATIKAN) 1. Penulis wajib mengikuti semua format sistematika penulisan jurnal inovasi ini. 2. Penulis wajib mengikuti prosedur penerbitan naskah dalam jurnal Inovasi, dimulai
dari proses review naskah oleh tim editor/penyunting hingga perbaikan naskah menjadi artikel ilmiah yang layak terbit. Penulis diberi waktu dalam memperbaiki naskahnya artikelnya sesuai dengan jadwal yang ditentukan.
3. Redaksi berhak menyunting tulisan tanpa mengurangi substansi materi tulisan 4. Jurnal Inovasi terbit 2 (dua) kali setahun, yaitu bulan Maret dan September.
Naskah diterima paling lambat 1 (Satu) Bulan sebelum jadwal terbit. 5. Naskah dikirim dalam bentuk soft copy ke alamat : REDAKSI JURNAL INOVASI Bidang Litbang BAPPEDA Provinsi Bengkulu Jl. Pembangunan No.15 Padang Harapan, Bengkulu Telp/Fax (0736) 21255 email : [email protected]