Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

109
JURNAL INOVASI JURNAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI BADAN PERENCANAAN, PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH (BAPPEDA) PROVINSI BENGKULU Alamat Redaksi : Badan Perencanaan, Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Bengkulu Jl. Pembangunan No. 15 Padang Harapan – Bengkulu Telp/Fax : 0736 21255 Website : www.bappeda.bengkuluprov.go.id e-mail : [email protected] JURNAL INOVASI Vol. 5 No. 2 Halaman 105 – 202 Bengkulu SEPTEMBER 2019 ISSN : 2459 – 9972

Transcript of Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Page 1: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

JURNALINOVASI JURNALPENELITIAN,PENGEMBANGANDANINOVASI

BADANPERENCANAAN,PENELITIANDANPENGEMBANGANDAERAH

(BAPPEDA)PROVINSIBENGKULU

AlamatRedaksi:BadanPerencanaan,PenelitiandanPengembanganDaerahProvinsiBengkulu

Jl.PembangunanNo.15PadangHarapan–BengkuluTelp/Fax:073621255

Website:www.bappeda.bengkuluprov.go.ide-mail:[email protected]

JURNALINOVASI

Vol.5 No.2Halaman105–202

BengkuluSEPTEMBER

2019ISSN:2459–9972

Page 2: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

i

Volume 5 Nomor 2, September 2019 ISSN : 2459 – 9972

JURNAL INOVASI JURNAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI

Jurnal Inovasi memuat pemikiran ilmiah, hasil-hasil kelitbangan daerah,

tinjauan atau telaah bidang pemerintahan, pembangunan, ekonomi, teknologi, inovasi, hukum, sosial budaya dan kebijakan daerah, yang terbit dua kali setahun

SUSUNAN REDAKSI

Pelindung Penanggung Jawab Redaktur

Penyunting/Editor Desain Grafis Sekretariat

: : :

: : :

Gubernur Bengkulu Kepala Badan Perencanaan, Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Bengkulu Kabid Penelitian dan Pengembangan Kasubbid Inovasi dan Teknologi Kasubbag Keuangan Ari Winarti, S.E

Dr. Gushevinalti, S.Sos., M.Si (Ilmu Sosial, UNIB) Relinda Puspita, S.Pi., M.A., M.T (Bahasa Inggris, PemProv Bengkulu) Vera Isabella, S.E., M.Si (Ekonomi, PemProv Bengkulu) Harwindah, S.Si Nurdin Gultom, S.E Ronggigaga Sianipar, S.E

Alamat Redaksi : Badan Perencanaan, Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Bengkulu Jl. Pembangunan No. 15 Padang Harapan – Bengkulu Telp/Fax : 0736-21255 Website : www.bappeda.bengkuluprov.go.id Email : [email protected]

Penerbit : Perum Percetakan Negara RI Cabang Bengkulu Jl. Mahakam No. 7 Lingkar Barat - Kota Bengkulu e-mail : [email protected]

Page 3: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

ii

Volume 5 Nomor 2, September 2019 ISSN : 2459 – 9972

JURNAL INOVASI JURNAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI

SALAM REDAKSI

Alhamdulillah Syukur Kehadirat Allah SWT, atas Rahmat dan Karunia-Nya sehingga redaksi dapat menerbitkan Jurnal Inovasi Edisi September 2019 ini. Terbitnya Jurnal INOVASI ini merupakan sebuah upaya Bidang Penelitian dan Pengembangan (Litbang) pada Badan Perencanaan, Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Bengkulu dan Dewan Redaksi Jurnal INOVASI untuk bersama-sama meningkatkan peran dan eksistensi kelembagaan litbang di daerah, serta pemberdayaan SDM fungsional, khususnya peneliti pada kegiatan kepenulisan ilmiah. Pada Edisi September 2019 ini, redaksi menyajikan 7 (Tujuh) tulisan yang

merupakan kiriman dari Pejabat Fungsional di lingkup Badan Perencanaan,

Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Bengkulu, serta Instansi lainnya yang

ada di Provinsi Bengkulu dan institusi perguruan tinggi. Ketujuh tulisan tersebut

membahas tentang : Analisis Pertumbuhan Ekonomi, Klasifikasi Daerah Dan

Ketimpangan Pembangunan Pada Kabupaten Pemekaran Di Provinsi Bengkulu;

Analisis Hukum Pidana Terhadap Putusan Pengadilan Dalam Menangani Tindak

Pidana Korupsi Melalui Operasi Tangkap Tangan (OTT) Pada Kasus Pidana Ridwan

Mukti; Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa)“Luhur Sepakat” Dan

Pendapatan Asli Desa Sido Luhur Sebagai Wadah Kemajuan Desa Sido Luhur;

Eksistensi Hukum Korban Tindak Pidana Dalam Sistem Peradilan Pidana Di

Indonesia; Karakteristik BUMDes Tuah Sepakat Dan Bumdes Harapan Jaya, Serta

Dampak Ekonominya Bagi Masyarakat; Potensi Wisata Di Kota Bengkulu; dan Strategi

Penguatan Sistem Otonomi Daerah.

Jurnal INOVASI menjadi media ilmiah berkala yang diharapkan dapat mendorong produktivitas para peneliti/ calon peneliti serta SDM Fungsional lainnya di berbagai bidang dan disiplin ilmu, khususnya peneliti yang berkiprah di pemerintahan. Akhir kata, segenap redaksi Jurnal Inovasi mengucapkan selamat membaca, semoga bermanfaat.

Salam Redaksi

Page 4: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Volume 5 Nomor 2, September 2019 ISSN: 2459 *9972

ruRNAr TNOVASTJUR,NAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI

Alhamdulillah, Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan Rahmatdan Karunia-Nya, sehingga kami dapat menghadirkan Jurnal limiah (|urnal InovasiJedisi kedua pada tahun 201"9 ini kehadapan pembaca sekalian. Penerbitan Jurnalinovasi ini dilatarbelakangi oleh kondisi bahwa SDM fungsional, khususnyafungsional peneliti yang memerlukan wadah dalam menuiis dan mempublikasikankarya tulis/ karya ilmiah. Oleh karena itu, penerbitan jurnal ini sebagai salah satulangkah dalam upaya memfasilitasi fungsional peneliti untuk meningkatkankompetensi menulisnya, serta mempublikasikannya ke khalayak umum.

Dengan adanya lurnal Inovasi ini pula, diharapkan hasil-hasil kajian/ penelitian dariBadan Perencanaan, Fenelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Bengkulu, sertatulisan-tulisan ilmiah dari para SDM Fungsional dilingkup Pemerintah ProvinsiBengkulu serta unsur perguruan tinggi ini dapat dibaca, serta diharapkan dapatbermanfaat bagi berbagai pihak" Kemudian, kepada semua pihak yang telahmembantu dalam penerbitan jurnal ini, kami ucapkan terima kasih.

Akhirnya, semoga dapat terus rnemberi manfaat bagi perkembangan ilmupengetahuan, riset dan langkah inovasi bagi pembangunan di Frovinsi Bengkulu.Selamat membaca!!l

Penelitian danProvinsi Bengkulu

rk. r (rvlb)NIP.19660620 198703 1 009

lIl

KATA PENGANTAR

Page 5: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

iv

Volume 5 Nomor 2, September 2019 ISSN : 2459 – 9972

JURNAL INOVASI JURNAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI

DAFTAR ISI .............................................................................................................................................................. i

SUSUNAN REDAKSI ............................................................................................................... i SALAM REDAKSI ................................................................................................................... ii KATA PENGANTAR ............................................................................................................... iii DAFTAR ISI ............................................................................................................................. iv Analisis Pertumbuhan Ekonomi, Klasifikasi Daerah Dan Ketimpangan Pembangunan Pada Kabupaten Pemekaran Di Provinsi Bengkulu Harry Anggara Putra Analisis Hukum Pidana Terhadap Putusan Pengadilan Dalam Menangani Tindak Pidana Korupsi Melalui Operasi Tangkap Tangan (OTT) Pada Kasus Pidana Ridwan Mukti Yusran Konazomi Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa)“Luhur Sepakat” Dan Pendapatan Asli Desa Sido Luhur Sebagai Wadah Kemajuan Desa Sido Luhur Surjadi Eksistensi Hukum Korban Tindak Pidana Dalam Sistem Peradilan Pidana Di Indonesia

Serly Lika Sari Karakteristik BUMDes Tuah Sepakat Dan BUMDes Harapan Jaya, Serta Dampak Ekonominya Bagi Masyarakat Harwindah

Potensi Wisata Di Kota Bengkulu

Ferdy Rosbarnawan Strategi Penguatan Sistem Otonomi Daerah Sitti Aminah

105 – 123 124 – 138 139 – 148 149 – 159 160 – 172 173 – 187 188 – 202

LAMPIRAN

Page 6: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

105

ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI, KLASIFIKASI DAERAH DAN

KETIMPANGAN PEMBANGUNAN PADA KABUPATEN PEMEKARAN DI

PROVINSI BENGKULU

ECONOMIC GROWTH ANALYSIS, REGIONAL CLASSIFICATION AND

DEVELOPMENT INEQUALITY IN EXPANDED DISTRICTS IN BENGKULU

PROVINCE

Harry Anggara Putra

Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Bengkulu

Jalan WR Supratman, Kandang Limun–Kota Bengkulu

email : [email protected]

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis : (1) tingkat pertumbuhan

ekonomi pada Kabupaten Pemekaran di Provinsi Bengkulu; (2) klasifikasi daerah pada

Kabupaten Pemekaran di Provinsi Bengkulu; (3) ketimpangan pembangunan daerah

pada Kabupaten Pemekaran di Provinsi Bengkulu, dan (4) untuk membandingkan antar

Kabupaten Pemekaran di Provinsi Bengkulu dilihat dari aspek pertumbuhan ekonomi,

klasifikasi daerah dan ketimpangan pembangunan daerah. Jenis penelitian ini adalah

deskriptif kualitatif-induktif, data yang digunakan adalah data sekunder berupa Data

PDRB, dokumen dari instansi terkait lainnya, internet serta literatur lainnya. Metode

analisis yang digunakan adalah analisis pertumbuhan ekonomi, analisis tipologi

klassen dan analisis indeks entropi theil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

Pertumbuhan ekonomi untuk masing-masing kabupaten dari tahun 2012–2016 secara

rata-rata berada pada angka 5,09%–5,97%. Klasifikasi daerah untuk masing-masing

kabupaten dari mengalami pergeseran, dimana pada awal periode penelitian semua

kabupaten berada pada kuadran III (daerah yang berkembang cepat), dan pada akhir

periode penelitian 5 (lima) kabupaten yang bergeser ke kuadran II (daerah yang maju

tapi tertekan), hanya Kabupaten Kaur yang berada pada kuadran I (daerah yang maju

dan cepat tumbuh). Perbandingan perekonomian antara keenam kabupaten pemekaran

dilihat dari sisi pertumbuhan ekonominya, Kabupaten Mukomuko merupakan daerah

dengan rata-rata pertumbuhan tertingi. Sementara berdasarkan tipologi klassen,

Kabupaten Kaur merupakan kabupaten dengan klasifikasi daerah terbaik yaitu daerah

yang maju dan cepat tumbuh, dimana pendapatan tinggi dan pertumbuhan tinggi.

Kemudian jika melihat angka indeks entropi theil, maka Kabupaten Lebong merupakan

daerah dengan tingkat ketimpangan pembangunan paling rendah, dan Kabupaten

Bengkulu Tengah dengan tingkat ketimpangan pembangunan paling tinggi.

Kata Kunci : Pertumbuhan ekonomi, klasifikasi daerah, ketimpangan pembangunan,

daerah pemekaran

Page 7: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

106

ABSTRACT

The objectives of this study were to analyze : (1) economic growth rate in expanded

Districts in Bengkulu Province, (2) regional classification in expanded Districts in

Bengkulu Province, (3) Inequality of regional development in expanded districts in

Bengkulu Province, and (4) to compare between the expanded Districts in Bengkulu

Province viewed from the aspect of economic growth, regional classification and

regional development imbalance. This type of research is descriptive qualitative-

inductive, the data used are secondary data in the form of Regional GPD data,

documents from other related institutions, internet and other literatures . The analytical

method used is economic growth analysis, klassen typology analysis and index analysis

of entropy theil.Results of research indicate that economic growth for each district from

year 2012-2016 on average is at 5.09% -5.97%. The classification of regions for each

district from pergese ran, where at the beginning of the study period all districts were in

quadrant III (fast growing region), and at the end of 5 (five) districts shifting to

quadrant II (advanced but depressed) regions, only Kaur District was in quadrant I (a

developed and fast growing region). The economic comparison between the six regency

divisions is seen from the side of economic growth, Mukomuko regency is the region

with the highest growth average. While based on the klassen typology, Kabupaten Kaur

is the district with the best regional classification that is the developed region and fast

growing, whereas high income and high growth. Then if looked at theil entropy index

number, then Lebong Regency is the region with the lowest level of development

inequality, and Central Bengkulu Regency with the highest level of development

inequality.

Keywords : Economic growth, regional classification, development inequality, regional

expansion

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Berdasarkan Undang-Undang Nomor

23 Tahun 2014, yang kemudian direvisi

menjadi Undang-Undang Nomor 9

Tahun 2015 tentang perubahan kedua

atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2014 tentang Pemerintahan Daerah,

maka perwujudan pelaksanaan otonomi

daerah adalah memberikan kewenangan

yang lebih luas kepada pemerintah

daerah dalam mengatur dan mengurus

kepentingan masyarakat dan daerahnya.

Otonomi daerah membuka jalan bagi

pemerintah daerah untuk lebih mandiri

dan memberikan keleluasaan

(discretionary power) dalam melakukan

perencanaan, pengambilan keputusan,

dan pelaksanaan pembangunan daerah

dalam batas kewenangan yang diberikan

(Kuncoro, 2004).

Pemerintah melalui Undang-Undang

Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem

Perencanaan Pembangunan Nasional,

menyebutkan bahwa perencanaan

pembangunan nasional maupun regional

merupakan kegiatan yang berlangsung

terus menerus dan berkesinambungan

mengikuti pola tertentu berdasarkan

hasil telaah yang cermat terhadap situasi

dan kondisi yang ada. Pembangunan

yang bersifat menyeluruh dan tuntas

perlu dilakukan, sehingga sasaran

Page 8: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

107

pembangunan yang optimal dapat

tercapai.

Pembangunan daerah bertujuan untuk

meningkatkan taraf hidup dan

kesejahteraan rakyat didaerah, melalui

pembangunan ekonomi yang tinggi dan

berkelanjutan, baik antar sektor maupun

antar pembangunan sektoral dengan

perencanaan pembangunan oleh daerah

yang efisien dan efektif menuju

kemandirian daerah dan kemajuan yang

merata (Tambunan, 2001). Namun pada

kenyataanya, selama ini pembangunan

hanya ditujukan untuk pencapaian

tingkat pertumbuhan ekonomi, bukan

peningkatan taraf hidup masyarakatnya.

Artinya, tingkat pertumbuhan yang

tinggi tidak diimbangi dengan tingkat

pemerataan distribusi hasil

pembangunannya. Jadi, pembangunan

ekonomi dikatakan berhasil apabila

suatu daerah/wilayah dapat

meningkatkan pertumbuhan ekonomi

dan meningkatkan taraf hidup

masyarakat secara merata.

Kemampuan setiap daerah untuk

membangun daerahnya masing-masing

berbeda, karena dipengarui oleh adanya

perbedaan potensi sumber daya yang

dimiliki, seperti sumber daya manusia,

sumber daya alam, sumber daya buatan,

serta sumber daya sosial. Dalam proses

pembangunan, ada daerah yang

melimpah sumber daya alam tetapi

kurang dalam sumber daya manusia.

Namun ada daerah yang sebaliknya.

Keadaan ini selanjutnya menyebabkan

perbedaan dalam perkembangan

pembangunan yang mengakibatkan

perbedaan tingkat pertumbuhan

ekonomi dan ketimpangan

pembangunan di masing-masing daerah.

Pada tahun 2003 dan tahun 2008,

Provinsi Bengkulu mengalami

pemekaran kabupaten, dimana

Kabupaten Rejang Lebong mengalami

pemekaran menjadi 3 Kabupaten, yaitu

Kabupaten Rejang Lebong sebagai

kabupaten induk dan kabupaten

pemekarannya disahkan melalui

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2003

adalah Kabupaten Lebong dan

Kabupaten Kepahiang. Kabupaten

Bengkulu Utara mengalami pemekaran

menjadi 3 Kabupaten, yaitu Kabupaten

Bengkulu Utara sebagai Kabupaten

induk dan Kabupaten pemekarannya

disahkan melalui Undang-Undang

Nomor 03 Tahun 2003 adalah

Kabupaten Mukomuko dan Undang-

Undang Nomor 24 Tahun 2008 adalah

Kabupaten Bengkulu Tengah.

Kemudian, Kabupaten Bengkulu

Selatan mengalami pemekaran menjadi

3 Kabupaten, yaitu Kabupaten

Bengkulu Selatan sebagai kabupaten

induk dan kabupaten pemekarannya

disahkan melalui Undang-Undang

Nomor 03 Tahun 2003 adalah

Kabupaten Kaur dan Kabupaten

Seluma. Pemekaran ini menjadikan

Kabupaten/Kota di Provinsi Bengkulu

menjadi 9 Kabupaten/Kota.

Kabupaten pemekaran di wilayah

Provinsi Bengkulu saat ini adalah 6

(enam) kabupaten, yang masing-masing

merupakan daerah yang memiliki

karakteristik dan potensi daerah yang

berbeda. Pemekaran daerah memberi

ruang dan wewenang yang lebih luas

Page 9: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

108

bagi pemerintah daerah dalam

memajukan daerah dan

mensejahterakan masyarakatnya.

Perbedaan tingkat pembangunan akan

mengakibatkan terjadinya perbedaan

tingkat pendapatan per kapita dan

pertumbuhan ekonomi di daerah

Kabupaten dalam wilayah Provinsi

Bengkulu. Perbedaan tingkat

pendapatan per kapita dan pertumbuhan

ekonomi akan membawa dampak

perbedaan tingkat kesejahteraan antar

daerah yang pada akhirnya akan

menyebabkan ketimpangan antar daerah

di Provinsi Bengkulu.

Perbedaan tingkat pembangunan antar

daerah dapat juga dilihat dari perbedaan

peranan sektor ekonomi pembentuk

PDRB. Secara hipotesis dapat

dirumuskan bahwa semakin besar peran

dari sektor-sektor ekonomi yang

memiliki nilai tambah tinggi terhadap

pembentukan atau pertumbuhan PDRB

di suatu wilayah, maka akan semakin

tinggi pertumbuhan PDRB di wilayah

tersebut (Tambunan, 2001).

Ketimpangan ekonomi regional dalam

suatu perekonomian merupakan

fenomena yang hampir terjadi diseluruh

negara. Persoalan ketimpangan ini

masih merupakan masalah yang

menarik untuk diteliti, mengingat

karakteristik setiap daerah berbeda.

Ketimpangan antar daerah di Provinsi

Bengkulu dapat dilihat melalui

disparitas antar wilayah yang diukur

melalui Index Entropy Theil. Disparitas

ekonomi tersebut apabila tidak

mendapatkan prioritas dalam

penanganannya dikhawatirkan akan

menimbulkan konflik sosial antar

masyarakat dan antar daerah.

Otonomi daerah mengharuskan

pemerintah daerah untuk lebih kreatif

menggali dan mengembangkan potensi

ekonomi secara mandiri, sehingga

ketimpangan antara lapangan usaha

ekonomi, ketimpangan distribusi

pendapatan antar masyarakat dapat

diminimalisir. Adanya potensi ekonomi

disuatu daerah tidak akan mempunyai

arti bagi pembangunan ekonomi daerah

tersebut bila tidak ada upaya untuk

memanfaatkan dan mengembangkan

potensi daerah tersebut secara optimal.

Keberhasilan pembangunan ekonomi

suatu daerah diantaranya dapat dilihat

dari pertumbuhan ekonomi, struktur

ekonomi dan kecilnya ketimpangan

ekonomi antar kabupaten/kota.

Rumusan Masalah

1) Bagaimana tingkat pertumbuhan

ekonomi pada Kabupaten Pemekaran di

Provinsi Bengkulu?; 2) Bagaimana

klasifikasi daerah pada Kabupaten

Pemekaran di Provinsi Bengkulu?; 3)

Bagaimana ketimpangan pembangunan

daerah pada Kabupaten Pemekaran di

Provinsi Bengkulu?; dan 4) Bagaimana

perbandingan antar Kabupaten

Pemekaran di Provinsi Bengkulu

dilihat dari aspek pertumbuhan

ekonomi, klasifikasi daerah dan

ketimpangan pembangunan daerah?

Tujuan Penelitian

1. Untuk menganalisis tingkat

pertumbuhan ekonomi pada

Kabupaten Pemekaran di Provinsi

Bengkulu.

Page 10: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

109

2. Untuk menganalisis klasifikasi

daerah pada Kabupaten Pemekaran

di Provinsi Bengkulu.

3. Untuk menganalisis ketimpangan

pembangunan daerah pada

Kabupaten Pemekaran di Provinsi

Bengkulu.

4. Untuk membandingkan antar

Kabupaten Pemekaran di Provinsi

Bengkulu dilihat dari aspek

pertumbuhan ekonomi, klasifikasi

daerah dan ketimpangan

pembangunan daerah.

KAJIAN PUSTAKA

Pembangunan Ekonomi

Pembangunan ekonomi diartikan

sebagai suatu proses yang menyebabkan

pendapatan per kapita penduduk suatu

masyarakat meningkat dalam jangka

panjang. Dari definisi ini mengandung

tiga unsur, yaitu pembangunan sebagai

suatu proses yang berarti bahwa

perubahan yang terus menerus dan

memiliki unsur kekuatan untuk

investasi baru, usaha meningkatkan

penadapatan per kapita, serta kenaikan

pendapatan per kaipta harus

berlangsung dalam jangka panjang

(Suryana, 2000).

Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah

satu indikator yang sangat penting

dalam analasis pembangunan ekonomi

suatu wilayah. Pertumbuhan ekonomi

menunjukkan sejauh mana aktivitas

perekonomian menghasilkan tambahan

pendapatan masyarakat pada suatu

periode tertentu. Pada dasarnya,

aktivitas perekonomian adalah suatu

proses penggunaan faktor produksi

untuk menghasilkan output, maka

proses ini pada akhirnya akan

menghasilkan balas jasa terhadap faktor

produksi yang dimiliki oleh masyarakat.

Dengan adanya pertumbuhan ekonomi,

diharapkan pendapatan masyarakat

sebagai pemilik faktor produksi akan

meningkat (BPS, 2017).

Otonomi Daerah

Menurut Undang-Undang Nomor 23

tahun 2014, yang kemudian direvisi

menjadi Undang-Undang Nomor 9

Tahun 2015 tentang perubahan kedua

atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2014 tentang Pemerintahan Daerah

tentang Pemerintah Daerah, disebutkan

bahwa Otonomi Daerah adalah hak,

wewenang, dan kewajiban daerah

otonom untuk mengatur dan mengurus

sendiri urusan pemerintahan dan

kepentingan masyarakat setempat sesuai

dengan peratuaran perundang-

undangannya. Selanjutnya yang

dimaksud dengan daerah otonom adalah

kesatuan masyarakat hukum yang

mempunyai batas-batas wilayah yang

berwewenag mengatur dan mengurus

urusan pemerintahan dan kepentingan

masyarakat setempat menurut aspirasi

masyarakat dalam sistem Negara

Kesatuan Republik Indonesia.

Produk Domestik Regional Bruto

(PDRB) dan PDRB per kapita

PDRB menggambarkan kemampuan

suatu wilayah untuk menciptakan

output (nilai tambah) pada suatu waktu

tertentu. Untuk menyusun PDRB

digunakan 2 (dua) pendekatan, yaitu

lapangan usaha dan pengeluaran. PDRB

dari sisi lapangan usaha merupakan

Page 11: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

110

penjumlahan seluruh komponen nilai

tambah bruto yang mampu diciptakan

oleh sektor-sektor ekonomi atas

berbagai aktivitas produksinya.

Sedangkan dari sisi pengeluaran

menjelaskan tentang penggunaan dari

nilai tambah tersebut. Rata-rata

pendapatan yang diterima oleh setiap

penduduk disuatu region pada periode

waktu tertentu dicerminkan oleh

pendapatan per kapita, yaitu pendapatan

regional dibagi jumlah penduduk.

PDRB per kapita adalah nilai PDRB

dibagi dengan jumlah penduduk pada

pertengahan tahun, pada suatu wilayah

dan tahun tertentu (BPS, 2017).

Ketimpangan Pembangunan

Regional

Ketimpangan pembangunan yang

terjadi antar wilayah di suatu daerah

merupakan aspek yang umum terjadi

dalam kegiatan ekonomi di daerah

tersebut. Ketimpangan yang terjadi

antar wilayah disebabkan oleh

perbedaan kandungan sumber daya

alam dan perbedaan kondisi demografi

yang terdapat pada masing-masing

wilayah, sehingga kemampuan suatu

daerah dalam mendorong proses

pembangunan menjadi berbeda.

Perbedaan kekayaan daerah ini yang

pada akhirnya menimbulkan adanya

wilayah maju dan wilayah terbelakang

(Sjafrizal, 2008).

Pemekaran Daerah

Menurut Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2014 tentang Pemerintahan

daerah, pemekaran daerah dapat

diartikan sebagai pemisahan suatu

daerah dari daerah induknya dengan

tujuan mendapatkan status yang lebih

tinggi dan meningkatkan pembangunan

daerah otonom yang baru. Pembentukan

daerah dapat berupa penggabungan

beberapa daeraah atau bagian daerah

yang bersandingan, atau pemekaran dari

satu daerah menjadi dua atau lebih

daerah otonom.

Tipologi Klassen

Untuk mengetahui gambaran tentang

pola dan struktur pertumbuhan ekonomi

daerah dapat digunakan Tipologi

Klassen sebagai alat analisis. Sjafrizal

(1997) menjelaskan bahwa dengan

menggunakan alat analisis ini dapat

diperoleh empat klasifikasi

pertumbuhan masing-masing daerah

yaitu daerah cepat maju dan cepat

tumbuh (high growth and high income),

daerah maju tapi tertekan (high income

but low growth), daerah berkembang

cepat (high growth but low income) dan

daerah relatif tertinggal (low growth

and low income).

Indeks Entropi Theil

Indeks ini digunakan untuk mengukur

kesenjangan ekonomi dan konsentrasi

industri. Untuk mengukur kesenjangan

ekonomi regional digunakan rumus

Indeks Entropi Theil sebagai berikut

(Kuncoro, 2004):

I theil = ∑ (yj / Y) x log (yj / Y)/ (xj/ X)

Analisis Deskriptif, Kualitatif dan

Induktif

Analisis deskriptif merupakan teknik

analisis untuk mendesripsikan atau

menggambarkan keadaan suatu daerah

berdasarkan data yang sudah

dikumpulkan, diolah, maupun yang

Page 12: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

111

sudah ada dalam penyajian informasi-

informasi yang berkaitan dengan

penelitian. Analisis ini dapat berupa

gambaran perekonomian suatu daerah,

potensi daerah, kondisi pemerintahan,

strategi kebijakan, dan hal-hal yang

berkaitan dengan tujuan peneliitian

(Sugiyono, 2007)

Penelitian kualitatif adalah penelitian

tentang riset yang bersifat deskriptif dan

cenderung menggunakan analisis.

Proses dan makna (perspektif subyek)

lebih ditonjolkan dalam penelitian ini,

landasan teori dimanfaatkan sebagai

pemandu agar fokus penelitian sesuai

dengan fakta dilapangan. Selain itu

landasan teori juga bermanfaat untuk

memberikan gambaran umum tentang

latar penelitian dan sebagai bahan

pembahasan hasil penelitian. Riset

kualitatif bertujuan untuk menjelaskan

fenomena dengan sedalam-dalamnya

melalui pengumpulan data yang

didapatkan oleh peneliti. Semakin

dalam dan detail data yang didapatkan,

maka semakin baik kualitas dari

penelitian kualitatif ini (Kriyantono,

2006).

METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif

kualitatif-induktif. Penelitian kualitatif

adalah penelitian tentang riset yang

bersifat deskriptif dan cenderung

menggunakan analisis. Penelitian

kualitatif sifatnya induktif, karena

penelitian kualitatif tidak dimulai dari

deduksi teori, tetapi dimulai dari

lapangan yakni fakta empiris. Penelitian

kualitatif menggunakan proses induktif

artinya dari data yang terpisah-pisah

namun saling berkaitan erat

(Kriyantono, 2006). Data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah

data time series atau data rentang waktu

dari tahun 2012-2016.

Metode Analisis

Analisis Pertumbuhan Ekonomi

Analisis petumbuhan ekonomi

menggunakan analisis deskripsi, yang

memberikan gambaran berdasarkan data

yang ada dengan menggunakan rumus

pertumbuhan, yaitu :

PEt = PDRBt – PDRBt-1 x 100%

PDRBt-1

Dimana :

PEt : Pertumbuhan Ekonomi

tahun tertentu

PDRBt : Nilai PDRB tahun tertentu

PDRBt-1 : Nilai PDRB tahun

sebelumnya

Analisis Tipologi Klassen

Untuk mengetahui gambaran tentang

pola dan struktur pertumbuhan ekonomi

daerah dapat digunakan tipologi

Klassen sebagai alat analisis. Sjafrizal

(1997) menjelaskan bahwa dengan

menggunakan alat analisis ini dapat

diperoleh empat klasifikasi

pertumbuhan masing-masing daerah

yaitu daerah cepat maju dan cepat

tumbuh (high growth and high income),

daerah maju tapi tertekan (high income

but low growth), daerah berkembang

cepat (high growth but low income) dan

daerah relatif tertinggal (low growth

and low income).

Page 13: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

112

PDRB

perkapita

(y)

Laju

Pertumbuhan (r)

( yi > y ) ( yi < y)

( ri > r )

Pendapatan tinggi dan Petumbuhan Tinggi

Pendapatan rendah dan Pertumbuhan tinggi

( ri < r )

Pendapatan tinggi dan Pertumbuhan rendah

Pendapatan rendah dan Pertumbuhan rendah

Gambar 1. Tipologi Klassen

Dimana :

r : rata-rata pertumbuhan ekonomi

kabupaten/kota

y : rata-rata PDRB per kapita

kabupaten/kota

ri : pertumbuhan ekonomi

kabupaten/kota yang diamati (i)

yi : PDRB per kapita kabupaten/kota

yang diamati (i)

Analisis Indeks Entropi Theil

Untuk mengukur kesenjangan ekonomi

kabupaten/kota digunakan rumus Indeks

Entropi Theil sebagai berikut (Ying,

2000) :

I theil = ∑ (yj / Y) x log (yj / Y) / (xj/

X)

Dimana :

I theil : Indeks Entropi Theil

yj : PDRB per kapita kabupaten j

Y : rata-rata PDRB per kapita

Provinsi Bengkulu

xj : jumlah penduduk kabupaten j

X : jumlah penduduk Provinsi

Bengkulu

Indeks Entropi Theil (IET) mengukur

ketimpangan antar daerah/wilayah,

dimana (Kuncoro, 2014) :

- IET = 0 (nol) atau dibawah nol (0),

artinya ketimpangan semakin kecil

(merata)

- IET = 1 (satu) atau diatas 1 (satu),

artinya ketimpangan semakin besar

(tidak merata).

HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

Analisis Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi ini diukur

dengan Produk Domestik Regional

Bruto (PDRB) dan laju

pertumbuhannya atas dasar harga

konstan. Pertumbuhan ekonomi pada

kabupaten pemekaran di Provinsi

Bengkulu dapat dilihat pada tabel 1.

dibawah ini :

Tabel 1. Pertumbuhan PDRB Provinsi Bengkulu, Kabupaten Lebong, Mukomuko,

Kaur, Kepahiang, Seluma dan Bengkulu Tengah Tahun 2012-2016 (Persen)

Kabupaten 2012 2013 2014 2015 2016 Rata-Rata

Lebong - 5.54 5.43 4.99 5.21 5.29

Mukomuko - 6.36 6.01 5.68 5.83 5.97

Kaur - 6.09 4.81 4.96 5.35 5.30

Kepahiang - 6.23 5.89 5.72 5.74 5.89

Seluma - 5.74 5.30 4.32 5.01 5.09

Bengkulu Tengah - 5.59 5.46 5.01 5.04 5.28

Provinsi Bengkulu - 6.07 5.48 5.13 5.30 5.49

Sumber : Data diolah, 2017

Page 14: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

113

Berdasarkan tabel 1. di atas, terlihat

bahwa rata-rata pertumbuhan ekonomi

pada masing-masing kabupaten

pemekaran selama periode penelitian

dengan angka tertinggi berada di

kabupaten Mukomuko, dengan nilai

rata-rata pertumbuhan sebesar 5,97%.

Sementara itu, angka pertumbuhan

terendah berada di kabupaten Seluma

dengan nilai rata-rata pertumbuhan

sebesar 5,09%. Nilai rata-rata

pertumbuhan ekonomi Provinsi

Bengkulu selama periode penelitian

adalah sebesar 5,49%, berarti nilai rata-

rata pertumbuhan ekonomi Kabupaten

Mukomuko berada diatas nilai rata-rata

pertumbuhan ekonomi Provinsi

Bengkulu. Selain Kabupaten

Mukomuko, daerah yang memiliki

angka rata-rata pertumbuhan ekonomi

diatas nilai rata-rata Provinsi Bengkulu

adalah Kabupaten Kepahiang dengan

nilai rata-rata pertumbuhan sebesar

5,89%.

Berdasarkan angka pertumbuhan, dapat

dilihat juga bahwa pada beberapa

kabupaten pemekaran di Provinsi

Bengkulu menunjukkan trend nilai

angka pertumbuhan yang menurun.

Dimana Kabupaten Mukomuko,

meskipun secara rata-rata

pertumbuhannya tinggi, namun angka

pertumbuhan ekonominya cenderung

terus menurun setiap tahunnya selama

periode penelitian. Tahun 2013, angka

pertumbuhan ekonomi Kabupaten

Mukomuko sebesar 5,54%, tahun 2014

sebesar 5,43%, tahun 2015 sebesar

4,99%, dan meningkat pada tahun 2016

menjadi sebesar 5,21%. Meskipun

meningkat pada tahun 2016, namun

angka pertumbuhan tersebut belum

sebesar angka pertumbuhan pada awal

periode penelitian (tahun 2013).

Analisis Topologi Klassen

Tipologi Klasen digunakan untuk

mengetahui klasifikasi daerah

berdasarkan pertumbuhan ekonomi dan

pendapatan perkapita daerah. Provinsi

Bengkulu dalam hal ini Kabupaten

Rejang Lebong, Kabupaten Kepahiang

dan Kabupaten Lebong dapat

diklasifikasikan menjadi empat

kelompok, yaitu : Kabupaten yang cepat

maju dan cepat tumbuh (high growth

and high income) berada pada kuadran

satu, Kabupaten yang berkembang cepat

(high growth but low income) berada

pada kuadran dua, Kabupaten yang

maju tapi tertekan (high income but low

growth) berada pada kuadran tiga,

Kabupaten relatif tertinggal (low

growth and low income) berada pada

kuadran empat.

Perbandingan antara 6 (enam)

Kabupaten pemekaran di Provinsi

Bengkulu berdasarkan analisis tipologi

klassen dapat dilihat pada tabel di

bawah ini :

Page 15: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

114

Tabel 2. Klasifikasi Daerah Berdasarkan Tipologi

Klasen Kabupaten Lebong, Mukomuko,

Kaur, Kepahiang, Seluma dan Lebong

Tahun 2012-2016 Tahun Kuadran

I Kuadran

II Kuadran

III Kuadran

IV

2012 - - - -

2013

- -

LEB, MM, KA,

KPH, SEL, BT

-

2014

SEL -

LEB, MM,

KPH, BT

KA

2015

-

LEB, MM, KPH, SEL, BT

- KA

2016

KA

LEB, MM,

KPH, SEL, BT

- -

Sumber : Hasil Perhitungan, 2017

Keterangan :

Kuadran I : Daerah cepat maju cepat

tumbuh

Kuadran II : Daerah maju tapi tertekan

Kuadran III : Daerah berkembang

cepat

Kuadran IV : Daerah relatif tertinggal

LEB : Kabupaten Lebong

MM : Kabupaten Mukomuko

KA : Kabupaten Kaur

KPH : Kabupaten Kepahiang

SEL : Kabupaten Seluma

BT : Kabupaten Bengkulu

Tengah

Analisis Indeks Entropi Theil (IET)

Analisis ketimpangan ini dimaksudkan

untuk melihat seberapa besar

ketimpangan yang terjadi di masing-

masing kabupaten, yaitu di Kabupaten

Lebong, Mukomuko, Kaur, Kepahiang,

Seluma dan Bengkulu Tengah. Dari

perhitungan dengan menggunakan

Indeks Entropi Theil (IET), diperoleh

nilai ketimpangan untuk masing-masing

kabupaten seperti terlihat pada tabel 3.

di bawah ini :

Tabel 3. Hasil Perhitungan Indeks Entropi Theil Kabupaten Lebong, Mukomuko, Kaur,

Kepahiang, Seluma dan Bengkulu Tengah Tahun 2012-2016

Tahun

Indeks Entropi Theil

Lebong Mukomuko Kaur Kepahiang Seluma Bengkulu Tengan

2012 -1,649 -1,124 -1,591 -1,202 -1,353 0,190

2013 -1,551 -1,066 -1,453 -1,064 -1,318 0,381

2014 -1,397 -0,976 -1,322 -0,879 -1,269 0,688

2015 -1,250 -0,887 -1,168 -0,681 -1,227 0,984

2016 -1,080 -0,788 -0,983 -0,453 -1,168 1,301

Rata-Rata -0,770 -0,538 -0,724 -0,475 -0,704 0,394

Sumber : Hasil Perhitungan, 2017

Daerah yang memiliki angka IET yang

semakin tinggi dikategorikan sebagai

daerah yang semakin timpang

pembangunannya. Pada enam (6)

Kabupaten diatas, berdasarkan angka

IET masing-masing kabupaten, maka

hanya Kabupaten Bengkulu Tengah

yang termasuk dalam kategori daerah

Page 16: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

115

yang pembangunan tidak merata,

sementara itu Kabupaten Lebong,

Mukomuko, Kaur, Kepahiang dan

Seluma angka IET masih di bawah 0

(nol) artinya belum terlihat

ketimpangan pembangunan di daerah

tersebut. Namun, jika dilihat trend

perkembangan angka IET semua

kabupaten selama periode penelitian,

maka keenam kabupaten tersebut

cenderung bergerak pada semakin

timpangnya pembangunan dimasing-

masing daerah. Angka IET masing-

masing kabupaten pemekaran bergerak

naik mendekati angka 0 (nol), bahkan

kabupaten Bengkulu Tengah angka IET

nya di tahun 2016 telah melampaui

angka 1 (satu). Hal ini berarti 6 (enam)

kabupaten pemekaran tersebut memiliki

pertumbuhan angka IET yang secara

perlahan terus bergerak kearah

ketimpangan ekonomi di masing-

masing daerah.

Dari hasil perhitungan IET

menunjukkan bahwa selama periode

tahun 2012-2016 angka IET selalu

meningkat. Angka ketimpangan

tertinggi terjadi di Bengkulu Tengah,

dimana tahun 2012 angka IET sebesar

0,190, tahun 2013 meningkat menjadi

0,381, tahun 2014 terus bergerak naik

menjadi sebesar 0,688, tahun 2015

kembali naik menjadi sebesar 0,984,

serta tahun 2016 dengan angka IET

tertinggi dan telah melampaui angka 1,

yaitu 1,301. Rata-rata angka IET

kabupaten Bengkulu Tengah selama

tahun 2012 – 2016 adalah sebesar

0,394.

Kabupaten Lebong merupakan daerah

yang angka IET nya paling kecil,

dimana tahun 2012 angka IET terjauh

dari 0 (nol), yaitu sebesar -1,649.

Namun angka IET tersebut memiliki

trend yang semakin naik, dimana tahun

2013 menjadi sebesar -1.551, tahun

2014 kembali meningat menjadi -1,397,

tahun 2015 menjadi sebesar 1,250, serta

tahun 2016 menjadi sebesar 1,080.

Rata-rata angka IET kabupaten Lebong

selama periode penelitian adalah

sebesar -0,770, nilai ini masih belum

mencapai angka 0 (nol) bahkan masih

jauh dari angka 1, artinya belum terjadi

ketimpangan pembangunan di

kabupaten Lebong.

Pembahasan.

Dari hasil perhitungan dengan

menggunakan analisis rumus

pertumbuhan ekonomi, Tipologi Klasen

dan Indeks Entropi Theil maka dapat

diketahui pertumbuhan ekonomi,

klasifikasi daerah serta ketimpangan

pembangunan di Kabupaten Lebong,

Mukomuko, Kaur, Kepahiang, Seluma

dan Bengkulu Tengah seperti yang

terangkum dalam Tabel 4. dibawah ini :

Page 17: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

116

Tabel 4. Hasil Analisis Pertumbuhan Ekonomi, Tipologi Klassen, dan Indeks Entropi

Theil Tahun 2012-2016

Kabupaten

Rata-Rata

Pertumbuhan

Ekonomi

Tipologi

Klassen

(Kuadran)

Indeks Entropi Theil

Lebong 5,29 III – III – II – II Merata /Tidak Timpang

Mukomuko 5,97 III – III – II – II Merata /Tidak Timpang

Kaur 5,30 III – IV – IV – I Merata /Tidak Timpang

Kepahiang 5,89 III – III – II – II Merata /Tidak Timpang

Seluma 5,09 III – I – II – II Merata /Tidak Timpang

Bengkulu

Tengah 5,28 III – III – II – II Tidak Merata/Timpang

Sumber : Hasil Perhitungan, 2017

Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten

Pemekaran

Pertumbuhan ekonomi pada 6 (enam)

kabupaten pemekaran dapat dilihat pada

tabel 1. dan table 4 diatas, dimana rata-

rata pertumbuhan ekonomi masing-

masing kabupaten berada di atas angka

5%. Hal ini menunjukkan bahwa jika

dilihat dari indikator pertumbuhan

ekonomi, maka kabupaten pemekaran di

Provinsi Bengkulu berada pada kondisi

yang hampir sama, dengan rentang

pertumbuhan antara 5,09% - 5,97%.

Sementara pada periode yang sama,

rata-rata perumbuhan ekonomi Provinsi

Bengkulu adalah sebesar 5,49%.

Artinya, ada 2 (dua) kabupaten

pemekaran yaitu kabupaten Mukomuko

dan Kabupaten Kepahiang dengan rata-

rata agka pertumbuhan ekonomi diatas

rata-rata pertumbuhan provinsi. Hal ini

menunjukkan bahwa kinerja ekonomi

kedua kabupaten tersebut lebih baik

dibandingkan daerah pemekaran lainnya

bahkan provinsi Bengkulu.

Angka pertumbuhan ekonomi ini

menunjukkan bahwa proses perubahan

perekonomian daerah pemekaran terus

bergerak kearah yang lebih baik selama

periode penelitian, dimana stabilitas

kegiatan ekonomi dapat terus

dipertahankan untuk tumbuh dan

berkembang. Angka pertumbuhan

ekonomi yang rata-rata diatas 5% ini

menunjukkan proses kapasitas produksi

pada perekonomian daerah pemekaran

diwujudkan dalam bentuk kenaikan

PDRB-nya. Pertumbuhan ekonomi yang

dapat dikategorikan pada angka yang

bagus ini merupakan indikator

keberhasilan pembanguan ekonomi

sekaligus keberhasilan pemerintah

daerah. Perekonomian yang tumbuh

diatas 5% merupakan dampak postif

dari pergerakan sektor-sektor ekonomi

pembentuk PDRB, hal ini sekaligus

menunjukkan tumbuhnya kegiatan

ekonomi masyarakat dan daerah.

Angka pertumbuhan ekonomi yang

positif di seluruh kabupaten pemekaran

menggambarkan bahwa perekonomian

daerah semakin membaik dari tahun ke

tahunnya. Angka pertumbuhan

ekonomi pada kabupaten pemekaran

yang relatif sama menunjukkan

aktivitas ekonomi masyarakat di 6

(enam) kabupaten tersebut tidak terlalu

Page 18: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

117

jauh berbeda memberikan kontribusi

dalam perekonomian daerahnya

masing-masing. Kabupaten Mukomuko

sebagai daerah pemekaran dengan

angka pertumbuhan ekonomi tertinggi

ditunjukkan dengan nilai PDRB

kabupaten Mukomuko dari tahun ke

tahunnya lebih tinggi dari kabupaten

lainnya. Aktivitas ekonomi masyarakat

di bidang perkebunan (terutama sawit)

memberikan kontribusi yang cukup

besar dalam perekonomian daerah

kabupaten Mukomuko.

Setiap daerah mengalami perubahan

terhadap keadaan perekonomiannya,

dalam hal pertumbuhan ekonomi maka

setiap daerah yang mempunyai angka

pertumbuhan ekonomi positif berarti

terjadi peningkatan produksi barang dan

jasa (peningkatan kapasitas produksi)

dari tahun ke tahunnya yang

diwujudkan dalam bentuk kenaikan

PDRB. Kegiatan ekonomi pada 6

(enam) Kabupaten Pemekaran di

Provinsi Bengkulu secara rata-rata per

tahunnya bergerak stabil diangka rata-

rata antara 5,09% - 5,97%. Dalam

kegiatan ekonomi yang sebenarnya,

pertumbuhan ekonomi dapat diartikan

sebagai perkembangan ekonomi secara

fisik yang terjadi, yaitu seperti

pertambahan jumlah dan produksi

barang industry, perkembangan

infrastruktur, perkembangan barang

manufaktur dan sebagainya.

Tingkat pertumbuhan ekonomi rata-rata

di setiap Kabupaten pemekaran di

Provinsi Bengkulu relatif tidak terlalu

jauh berbeda, hal ini juga dimungkinkan

karena sektor-sektor ekonomi potensial

pada 6 (enam) daerah tersebut relatif

sama. Dalam penyusunan perencanaan

sektoral, pemerintah daerah masing-

masing dapat lebih memperhatikan

sektor-sektor ekonomi potensial yang

dimiliki, karena kebijakan

pembangunan pada saat ini lebih

berorientasi pada pertumbuhan

ekonomi.

Klasifikasi Daerah Kabupaten

Pemekaran

Pola pertumbuhan ekonomi dan

klasifikasi daerah pemekaran di

Provinsi Bengkulu digambarkan melalui

tipologi Klassen, dimana

pengelompokkan daerah berdasarkan

pada perbandingan tingkat pertumbuhan

(r) dan pendapatan (y) Kabupaten

Pemekaran dengan tingkat pertumbuhan

dan pendapatan rata-rata provinsi.

Tipologi daerah untuk masing-masing

kabupaten dari tahun 2012–2016

mengalami pergeseran, dengan kondisi

ada 5 (lima) kabupaten yaitu Lebong,

Mukomuko, Kaur, Kepahiang dan

Bengkulu Tengah menuju kuadran II,

yaitu daerah yang maju tapi tertekan

(pendapatan tinggi, pertumbuhan

rendah). Daerah yang relatif maju tetapi

dalam beberapa tahun terakhir laju

pertumbuhannya menurun akibat

tertekannya kegiatan utama kabupaten

yang bersangkutan. Karena itu,

walaupun daerah ini merupakan

kabupaten telah maju, tetapi dimasa

mendatang diperkirakan

pertumbuhannya tidak akan begitu

cepat, walaupun potensi pembangunan

yang dimiliki pada dasarnya sangat

besar. Daerah ini dapat memperbaiki

Page 19: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

118

kondisi daerahnya, antara lain dengan

perbaikan faktor aksesibilitas, serta

optimalisasi sumber daya alam

potensial.

Daerah maju tapi tertekan dapat

mengembangkan sektor unggulan

lainnya yang tidak mengalami

penekanan. Hal ini dilakukan agar

pertumbuhan ekonomi pada daerah ini

tidak hanya bergantung pada kegiatan

ekonomi utamanya. Pengembangan

produk bernilai tambah juga diperlukan

bagi daerah dalam tipologi ini, hal ini

ditujukan agar memberikan nilai

tambah pada hasil produksi daerah.

Dimana dalam hal ini kegiatan

pengolahan hasil produksi sehingga

produk yang dipasarkan tidak hanya

produk mentah tetapi produk yang

terlah memiliki nilai tambah (produk

jadi atau produk setengah jadi).

Pengembangan ini dilakukan untuk

meningkatkan pertumbuhan ekonomi

dan pendapatan masyarakat setempat.

Sementara itu, kabupaten Kaur

merupakan daerah yang bergeser pada

kondisi terbaik diakhir periode

penelitian, yaitu berada pada kuadran I.

Dimana daerah ini menjadi daerah yang

maju dan cepat tumbuh (pendapatan

tinggi dan pertumbuhan tinggi). Daerah

ini mengalami laju pertumbuhan PDRB

dan tingkat pendapatan per kapita yang

lebih tinggi dari rata-rata kabupaten

pemekaran di Provinsi Bengkulu. Pada

dasarnya daerah tersebut merupakan

kabupaten yang paling maju, baik dari

segi tingkat pembangunan maupun

kecepatan pertumbuhan. Daerah ini

merupakan kabupaten yang mempunyai

potensi pembangunan yang sangat besar

dan telah dimanfaatkan secara baik

untuk kemakmuran masyarakat

setempat, karena itu diperkirakan

kabupaten ini akan terus berkembang

dimasa mendatang. Hal ini

dimungkinkan karena adanya

pemanfaatan sumber daya alam yang

ada secara lebih optimal, tingkat

aksesiblitas cukup tinggi yang ditunjang

dengan transportasi yang lancar, letak

daerah yang strategis yaitu berada pada

jalur lintas sumatera.

Namun, tujuan pembangunan bukan

semata-mata mengejar pertumbuhan

ekonomi, karena salah satu tolok ukur

keberhasilan pembangunan adalah

tingkat pemerataan pembangunan dan

hasil-hasilnya. Dalam rangka

pembangunan daerah, pemerintah

daerah perlu menyusun prioritas

kebijakan pembangunan. Penentuan

prioritas kebijakan ini dilakukan agar

pembangunan daerah dapat lebih terarah

dan berjalan secara efektif dan efisien

dibawah kendala keterbatasan anggaran

dan Sumber Daya yang dimiliki daerah.

Ketimpangan Pembangunan

Kabupaten Pemekaran

Dalam mengukur tingkat ketimpangan

pembangunan antar kabupaten/kota di

Provinsi Bengkulu digunakan alat

analisis Indeks Entropi Thei (IET).

Adapun hasil perhitungan dengan

menggunakan indeks entropi theil dapat

dilihat pada Tabel 1. Tabel 9. dan tabel

10. diatas. Secara umum, Sumber Daya

Alam dan kondisi demografis antara

kabupaten pemekaran relatif tidak jauh

berbeda. Namun selama periode

Page 20: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

119

penelitian, Bengkulu Tengah memiliki

tingat ketimpangan pembangunan yang

semakin tinggi. Hal ini ditunjukkan

dengan angka IET yang telah melewati

angka 1, yang artinya menggambarkan

bahwa pendapatan per kapita kabupaten

Bengkulu Tengah masih belum merata,

serta konsentrasi kegiatan ekonomi

diwilayahnya juga belum merata.

Untuk mengurangi ketimpangan

pembangunan, maka setiap kabupaten

harus meningkatkan pendapatan dan

laju pertumbuhan ekonomi dengan cara

mengembangkan sektor unggulan yang

dimiliki masing-masing daerah. Dengan

meningkatkan/ mengembangkan sektor

unggulan maka akan memacu kenaikan

tingkat pendapatan dan pertumbuhan

ekonomi. Dengan meningkatnya

pendapatan maka kabupaten akan

menjadi daerah yang lebih maju dan

berkembang cepat.

Meskipun berada pada kondisi

pertumbuhan ekonomi yang cukup baik,

namun sulit mengelak bahwa

ketimpangan pembangunan pada 5

(Lima) daerah pemerkaran di Provinsi

Bengkulu bergerak semakin tinggi,

walaupun masih dibawah angka nol.

Hal ini terlihat pada angka indeks

entropi theil pada masing-masing

daerah yang terus bergerak naik, dan

diharapkan tidak semakin naik agar

tetap berada dibawah angka nol. Jika

hasil analisis mendekati angka 1 (satu)

maka hal ini menunjukkan bahwa

distribusi pendapatan mulai tidak

merata dari tahun ke tahunnya. Nilai

indeks yang meningkat semakin

mendekati 1 (satu) berarti distribusi

pendapatan perkapita menurut

kabupaten (daerah pemekaran) di

Provinsi Bengkulu mulai tidak merata.

Hal ini berarti nilai kesenjangan

pendapatan perkapota antar kabupaten

pemekaran di Provinsi Bengkulu mulai

menunjukkan tingkat kemerataan yang

tidak baik.

Berdasarkan hasil perhitungan, maka

untuk saat ini hanya Kabupaten

Bengkulu Tengah yang masuk dalam

kategori daerah pemekaran di Provinsi

Bengkulu dengan tingkat kemerataan

yang tidak baik (timpang). Dengan

potensi sumber daya yang melimpah

serta sebagai daerah otonom, dimana

kepentingan dan pembangunan daerah

menjadi tanggung jawab / wewenang

pemerintah daerah, maka diperlukan

kebijakan–kebijakan yang sesuai

dengan potensi serta kondisi daerah.

Hal ini harus dilakukan oleh pemerintah

daerah agar kondisi perekonomian di

daerah yang terus tumbuh dan

berkembang tersebut ditunjukkan pula

dengan berkurangnya ketimpangan

pembangunan atau semakin meratanya

distribusi pendapatan antar penduduk

daerah tersebut.

PENUTUP

Simpulan

1. Pertumbuhan ekonomi untuk

masing-masing kabupaten dari tahun

2012 – 2016 secara rata-rata berada

pada angka 5,09%–5,97%, dimana

Kabupaten Lebong dengan

pertumbuhan ekonomi rata-rata

sebesar 5,29%, Mukomuko sebesar

5,97%, Kaur sebesar 5,30%,

Kepahiang sebesar 5,89%, Seluma

Page 21: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

120

sebesar 5,09% dan Bengkulu Tengah

sebesar 5,28%. Pertumbuhan

ekonomi rata-rata terendah adalah

kabupaten Seluma, yaitu sebesar

5,09%, dan tertinggi adalah

kabupaten Mukomuko sebesar

5,97%.

2. Klasifikasi daerah untuk masing-

masing kabupaten dari tahun 2012–

2016 mengalami pergeseran, dimana

pada awal periode penelitian semua

kabupaten berada pada kuadran III

(daerah yang berkembang cepat),

yaitu daerah ini memiliki

pertumbuhan yang tinggi namun

pendapatan rendah. Pada akhir

periode penelitian (tahun 2016), ada

5 (lima) kabupaten yang bergeser ke

kuadran II (daerah yang maju tapi

tertekan), yaitu daerah dengan

pendapatan tinggi namun

pertumbuhan rendah, daerah tersebut

adalah Kabupaten Lebong,

Mukomuko, Kepahiang, Seluma dan

Bengkulu Tengah. Kabupaten Kaur

menjadi satu-satunya daerah yang

berada pada kuadran I pada akhir

periode penelitian, yaitu daerah yang

maju dan cepat tumbuh, dimana

pendapatan tinggi dan pertumbuhan

tinggi.

3. Secara umum, Sumber Daya Alam

dan kondisi daerah antar kabupaten

pemekaran di Provinsi Bengkulu

relatif tidak jauh berbeda. Selama

periode penelitian (2012–2016),

kabupaten pemekaran tersebut

menunjukkan kondisi pada tingkat

ketimpangan pembangunan dengan

trend meningkat. Hal ini ditunjukkan

dengan angka Indeks Entropi Theil

(IET) yang semakin besar bahkan

ada yang telah melampaui angka 1.

Angka IET ini menggambarkan

bahwa pendapatan per kapita di

masing-masing Kabupaten masih

tergolong merata. Dimana kabupaten

Lebong, Mukomuko, Kaur,

Kepahiang dan Seluma memiliki

angka IET dibawah nol, sementara

itu hanya kabupaten Bengkulu

Tengah yang berada pada kondisi

ketimpangan pembagunan atau

pembangunan tidak merata.

4. Perbandingan perekonomian antara

keenam kabupaten pemekaran dilihat

dari sisi pertumbuhan ekonominya,

Kabupaten Mukomuko merupakan

daerah dengan rata-rata pertumbuhan

tertingi. Sementara berdasarkan

tipologi klassen, Kabupaten Kaur

merupakan kabupaten dengan

klasifikasi daerah terbaik yaitu

daerah yang maju dan cepat tumbuh,

dimana pendapatan tinggi dan

pertumbuhan tinggi. Kemudian jika

melihat angka indeks entropi theil,

maka Kabupaten Lebong merupakan

daerah dengan tingkat ketimpangan

pembangunan paling rendah, dan

Kabupaten Bengkulu Tengah dengan

tingkat ketimpangan pembangunan

paling tinggi.

Rekomendasi

1. Klasifikasi daerah mayoritas

kabupaten pemekaran berada pada

kuadran daerah berkembang cepat,

dimana pertumbuhan ekonomi telah

cukup tinggi dan pendapatan masih

rendah. Untuk itu, kabupaten

pemekaran harus terus meningkatkan

pendapatan dan pertumbuhan

ekonominya secara maksimal,

Page 22: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

121

dengan menyusun arah dan

kebijakan pembangunan yang fokus

dan memprioritaskan pada sektor

ekonomi dominan dalam PDRB

Kabupatennya.

2. Berdasarkan perhitungan Indeks

Entropi Theil (IET), dimana tingkat

ketimpangan pembangunan di

masing-masing Kabupaten mulai

bergerak naik, maka dalam

mengurangi angka ketimpangan

pembangunan ini diharapkan

kabupaten pemekaran dapat

menyusun program/kegiatan yang

mendukung pada upaya peningkatan

pendapatan per kapita daerah

masing-masing dimasa mendatang.

3. Trend meningkatnya angka IET di

masing-masing kabupaten

pemekaran merupakan bukti

ketimpangan pembangunan ekonomi

ditengah kebanggaan daerah

terhadap angka pertumbuhan

ekonomi daerah yang cukup tinggi.

Untuk itu, ke depannya pemerintah

daerah tidak hanya fokus pada upaya

peningkatan angka pertumbuhan

ekonomi, tetapi juga pada kebijakan

dan program/kegiatan pada upaya

peningkatan pendapatan

masyarakatnya.

4. Pemerintah Provinsi Bengkulu dapat

memperbesar ekspansi pembangunan

hingga ke daerah kabupaten/kota,

baik dari sektor ekonomi maupun

fasilitas dan aksesibilitas agar tidak

terjadi kesenjangan yang terlampau

besar antar kabupaten/kota di

wilayah Provinsi Bengkulu.

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, Lincolyn. 2004. Ekonomi

Pembangunan. Yogyakarta :

STIE YKPN

Bhinadi. 2003. “Disparitas

pertumbuhan Ekonomi Jawa

dengan luar Jawa, Jurnal

Ekonomi Pembangunan Volume

8 No. 1 Hal.39-48, Juni 2003.

BPS Provinsi Bengkulu. 2016.

Bengkulu Dalam Angka.

BPS Provinsi Bengkulu. 2017.

Bengkulu Dalam Angka.

Caska dan Riadi, RM. 2008.

Pertumbuhan dan Ketimpangan

Pembangunan Ekonomi Antar

Daerah di Provinsi Riau. Jurnal

Industri dan Perkotaan, Volume

XII 1629 Nomor 21, Februari

2008.

Dumairy. 1997. Perekonomian

Indonesia. Jakarta : Erlangga

Frediyanto, Yanuar. 2010. Analisis

Kemampuan Keuangan

Kabupaten/Kota di Provinsi

Jawa Tengah sebelum dan

sesudah Kebijakan Otonomi

Daerah. Skripsi. Fakultas

Ekonomi, Universitas

Diponegoro, Semarang.

Hidayat, Syarif. 2000. Refleksi Realita

Otonomi Daerah dan Tantangan

kedepan. Jakarta : Pustaka

Quantum.

Khairunnisa, Astari. 2012. Analisis

Disparitas Pembangunan

Ekonomi Antar Kecamatan di

Kota Medan. Jurnal Ekonomi

dan Pembangunan, Vol. 3 No. 7.

Kriyantono, Rachmat. 2006. Teknik

Prakits Riset Komunikasi.

Jakarta : Prenada.

Page 23: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

122

Kuncoro, Mudrajat. 2004, Otonomi dan

Pembangunan Daerah

(Reformasi, Perencanaan,

Strategi, dan Peluang). Jakarta :

Erlangga.

……………….... 2004. Analisis Spasial

dan Regional. Yogyakarta :

AMP YKPN

Mopangga, Herwin. 2011. Analisis

Ketimpangan Pembangunan dan

Pertumbuhan Ekonomi di

Provinsi Gorontalo. Jurnal

Trikonomika, Vol. 10 No. 1,

Juni 2011.

Partadiredja, Ace. 1997. Perhitungan

Pendapatan Nasional. Jakarta :

LP3ES

Rasyid, Ryaas. 1998. Desentralisasi

Dalam Rangka Menunjang

Pembangunan Daerah Dalam

Pembangunan Administrasi

Indonesia. Jakarta : LP3ES.

Sjafrizal. 1997. Pertumbuhan Ekonomi

dan Ketimpangan Regional

Wilayah Indonesia Bagian

Barat. Jakarta : Prisme LP3ES.

............... 2008. Ekonomi Regional :

Teori dan Aplikasi. Padang :

Baduose Media.

Sugiyono. 2007. Metode Penelitian

Kuantitatif Kualitatif dan R&D.

Bandung: Alfabeta.

Sukirno, Sadono. 2006. Ekonomi

Pembangunan (Proses, Masalah

dan Dasar Kebijakan). Jakarta :

LPFE UI.

Suparmoko, Irawan. 2002, Ekonomi

Pembangunan, BPFE – UGM,

Yogyakarta.

Supriyanto. 2006. Struktur Ekonomi

Wilayah di Provinsi Hasil

Pemekaran. Jakarta : LIPI Press.

Suryana. 2000. Ekonomi Pembangunan

(Problemantika dan

Pendekatan). Bandung :

Salemba Empat.

Sutarno, Kuncoro. 2003, Pertumbuhan

Ekonomi dan Ketimpangan

antar Kecamatan di Kabupaten

Banyumas, 1993 - 2000, Jurnal

Ekonomi Pembangunan,

Volume 8 No. 2, Desember

2003 : 97-110.

Tadjoeddin, M. Z. 2001. Aspirasi

Terhadap Ketidakmerataan :

Disparitas Regional dan Konflik

Vertikal di Indonesia. Jakarta :

UNSFIR Working Paper.

Tambunan, T. H. 2001. Perekonomian

Indonesia : beberapa masalah

penting. Jakarta : Ghalia

Indonesia

Teguh, Muhammad. 2004. Penelitian

Ekonomi, Edisi Kedua. Raja

Grafindo Persada. Jakarta.

The Kian Wie. 1988. Industrialisasi

Indonesia : Analisis dan

Catatan Kritis. Jakarta : Kompas

Media.

Todaro, Michael P dan Smith, Stephen

C. 2003. Pembangunan

Ekonomi di Dunia Ketiga, Jilid

1 Edisi ke delapan. Jakarta :

Erlangga.

Todaro, Michael P. 2009.

Pembangunan Ekonomi di

Dunia Ketiga (Edisi

Kesembilan. Jakarta : Erlangga.

Widodo, Tri. 2006. Perencanaan

Pembangunan. Yogyakarta :

UPP STIM YKPN.

Wijayanti. 2003. Analisis Kesenjangan

Pembangunan Regional :

Indonesia, 1992-2001, Jurnal

Page 24: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

123

Ekonomi Pembangunan Volume

9 No. 2 Hal.129-142, Desember

2003.

Yadiansyah. 2007. Analisis

Pertumbuhan Ekonomi dan

Ketimpangan Pendapatan antar

Propinsi di Indonesia periode

1993-2005, Jurnal Ekonomi

Pembangunan Vol. 5 No. 1,

Tahun 2007 : 59-78.

Yunan Y, Zuhairan. 2012. Tipologi

Sektoral sebagai Pengukur

dalam Menentukan Sektor

Potensial Kabupaten Lampung

Selatan. Jurnal Signifikan Vol I

No.1,. hlm. 15 – 30

Page 25: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

124

ANALISIS HUKUM PIDANA TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN DALAM

MENANGANI TINDAK PIDANA KORUPSI MELALUI OPERASI TANGKAP

TANGAN (OTT) PADA KASUS PIDANA RIDWAN MUKTI

ANALYSIS OF CRIMINAL LAW ON VERDICT TOWARDS RIDWAN

MUKTI’S CAUGHT RED-HANDED CASE

Yusran Konazomi

Fakultas Hukum, Universitas Prof. Dr. Hazairin, SH Bengkulu

Jalan Ahmad Yani Nomor 1 Bengkulu

Email : [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah sudah tepat pertimbangan hakim

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Bengkulu dalam putusan

Tingkat Pertama Nomor : 45/Pid.Sus-TPK/2017/PN Bgl Tahun 2018 dan Putusan

Tingkat Banding Pengadilan Tinggi Bengkulu Nomor : 4/Pid.Sus-TPK/2018/PT.BGL.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang menggunakan pendekatan normatif

yuridis. Data yang digunakan adalah data primer yang didapat melalui wawancara,

serta data sekunder didapat melalui studi pustaka dan dokumentasi. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa pertimbangan hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada

Pengadilan Negeri Bengkulu Nomor : 45/Pid.Sus-TPK/2017/PN Bgl Tahun 2018 sudah

benar dan tepat sesuai dengan fakta hukum di persidangan dan ketentuan Perundang-

undangan yang berlaku, hal ini terbukti dengan dikuatkannya putusan tersebut oleh

Pengadilan Tinggi Bengkulu dengan Putusan Nomor : 4/Pid.Sus-TPK/2018/PT.BGL

yang memperbaiki putusan Tingkat Pertama mengenai kualifikasi dan lamanya pidana

yang dijatuhkan kepada terdakwa I Ridwan Mukti dan terdakwa II Lily Martiani

Maddari.

Kata Kunci : Hukum pidana, putusan pengadilan, tindak pidana korupsi, operasi

tangkap tangan

ABSTRACT

This study aims to confirm the verdict of corruption from Judge of District Court of

BengkuluNumber 45/Pid.Sus-TPK/2017/PN Bgl of 2018 andHigh Court of Bengkulu

Number 4/Pid.Sus-TPK/2018/PT.BGL. It is descriptive study using juridical normative

approach. Primary data isobtained from interview, and secondary data is collected

from literatures and documentation. Result of study shows that verdictfrom the judge of

Bengkulu District Court Number 45/Pid.Sus-TPK/2017/PN Bgl of 2018 is correct and

properbased on facts on the court and laws, then it is confirmed by verdict of Bengkulu

High Court Number 4/Pid.Sus-TPK/2018/PT.BGLwhich revises about qualification and

duration of detention to RidwanMukti and Lili Martiani Maddari as defendants.

Keywords: criminal law, verdict, corruption, caught red-handed

Page 26: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

125

PENDAHULUAN

Pemberantasan tindak pidana korupsi,

ada upaya penangkapan pelaku yang

merupakan salah satu tindakan hukum

yang telah dilakukan Penyidik yang

diatur dalam ketentuan perundang-

undangan yang berlaku, yaitu orang

yang dapat/boleh ditangkap sedang

melakukan tindak pidana dengan bukti

yang cukup. Karena penangkapan

merupakan bentuk perampasan hak

asasi manusi, maka penyidik harus hati-

hati dalam melakukan penangkapan.

Penegakan hukum untuk memberantas

tindak pidana korupsi yang dilakukan

secara konvensional selama ini

mengalami berbagai kendala dan

hambatan, untuk itu diperlukan metode

penegakan hukum secara luar biasa

melalui pembentukan suatu badan

khusus yang mempunyai kewenangan

yang luas, independen, serta bebas dari

kekuasaan manapun dalam upaya

pemberantasan tindak pidana korupsi.

Dalam rangka mewujudkan supremasi

hukum, pemerintah telah membuat

landasan yang kuat dalam usaha

memerangi tindak pidana korupsi

melalui berbagai regulasi yang telah

ada, serta membentuk badan khusus

yang disebut Komisi Pemberantasan

Korupsi (KPK) yang memiliki

kewenangan melakukan koordinasi dan

supervisi, termasuk melakukan

penyelidikan, penyidikan, dan

penuntutan. Kinerja KPK dari tahun ke

tahunnya terus menunjukkan

peningkatan, hal ini terlihat dari

banyaknya pejabat negara dan pejabat

daerah yang melakukan tindak pidana

korupsi terjaring dalam Operasi

Tangkap Tangan (OTT) KPK.

Di Provinsi Bengkulu, KPK telah

menangkap beberapa pejabat daerah,

anggota DPRD, hakim, pengusaha,

maupun keluarga pejabat, diantaranya

salah satu kasus yang menarik perhatian

publik yaitu Operasi Tangkap Tangan

yang dilakukan KPK terhadap Gubernur

Bengkulu Non Aktif, Ridwan Mukti.

Dimana Ridwan Mukti bersama istri

dan pengusaha/kontraktor di Provinsi

Bengkulu, terjaring dalam operasi

tangkap tangan KPK terkait fee proyek

infrastruktur pada tanggal 20 Juni 2017,

yang kemudian ditetapkan sebagai

tersangka pelaku dugaan tindak pidana

korupsi.

Pada tanggal 11 Januari 2018,

Pengadilan Negeri Bengkulu yang

mengadili perkara tersebut menyatakan

bahwa terdakwa Ridwan Mukti terbukti

secara sah dan meyakinkan bersalah

melakukan tindak pidana korupsi

melalui putusan tingkat pertama

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada

Pengadilan Negeri Bengkulu Nomor :

45/Pid.Sus-TPK/2017/PN Bgl.

Kemudian terdakwa Ridwan Mukti

mengajukan banding dan Pengadilan

Tinggi Bengkulu tanggal 28 Maret 2018

menguatkan putusan Pengadilan Negeri

Bengkulu yang menyatakan terdakwa

Ridwan Mukti bersalah dan

menjatuhkan pidana yang semula

diputuskan oleh Pengadilan Negeri

Bengkulu 8 (delapan) Tahun penjara

menjadi 9 (sembilan) Tahun penjara,

serta pidana tambahan berupa

pencabutan hak untuk dipilih dalam

Page 27: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

126

jabatan publik yang semula 2 (dua)

tahun menjadi selama 5 (lima) tahun

setelah terdakwa menjalani hukuman

pokoknya. Putusan Pengadilan Tinggi

Bengkulu tersebut tertuang melalui

putusan tingkat banding Pengadilan

Tinggi Bengkulu Nomor : 4 /Pid.Sus-

TPK/2018/PT.BGL.

Berdasarkan latar belakang diatas, yang

menjadi rumusan masalah adalah

apakah pertimbangan hakim Pengadilan

Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan

Negeri Bengkulu dalam putusan

Tingkat Pertama Nomor : 45/Pid.Sus-

TPK/2017/PN Bgl Tahun 2018 dan

Putusan Tingkat Banding Pengadilan

Tinggi Bengkulu Nomor : 4/Pid.Sus-

TPK/2018/PT.BGL sudah tepat?.

Tujuan dalam penelitian ini adalah

untuk mengetahui apakah sudah tepat

pertimbangan hakim Pengadilan Tindak

Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri

Bengkulu dalam putusan Tingkat

Pertama Nomor : 45/Pid.Sus-

TPK/2017/PN Bgl Tahun 2018 dan

Putusan Tingkat Banding Pengadilan

Tinggi Bengkulu Nomor : 4/Pid.Sus-

TPK/2018/PT.BGL.

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Tindak Pidana Korupsi

Secara harfiah, menurut Nitibaskara

(2000), dimana korupsi memiliki arti

yang sangat luas, antara lain sebagai

berikut :

a. Korupsi adalah penyelewengan atau

penggelapan (uang Negara atau

perusahaan dan sebagainya) untuk

kepentingan pribadi dan orang lain.

b. Korupsi adalah busuk, rusak, suka

memakai barang atau uang yang

dipercayakan kepadanya, dapat

disogok melalui kekuasaan untuk

kepentingan pribadi.

Menurut Undang-Undang Nomor 31

Tahun 1999 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi, mendefinisikan

pengertian korupsi ke dalam Pasal 2

Ayat (1) yaitu : “Setiap orang yang

secara melawan hukum melakukan

perbuatan memperkaya diri sendiri atau

orang lain atau suatu korporasi yang

dapat merugikan keuangan Negara atau

perekonomian Negara…”.

Secara umum, gambaran mengenai

unsur-unsur suatu perbuatan dapat

dikatakan sebagai tindak pidana korupsi

terdapat pada Pasal 2 dan Pasal 3

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001

tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Menurut Prints (2002) unsur-unsurnya,

yaitu:

a. Setiap orang;

b. Memperkaya/menguntungkan diri

sendiri, orang lain atau suatu

korporasi;

c. Dengan cara melawan hukum;

d. Menyalahgunakan kewenangan,

kesempatan atau sarana yang ada

padanya karena jabatan atau

kedudukan;

e. Dapat merugikan keuangan Negara

atau perekonomian Negara.

Page 28: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

127

Pengertian Operasi Tangkap Tangan

Pengaturan tentang tangkap tangan

terdapat dalam Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Menurut Pasal 1 butir 19 KUHAP :

“Tertangkap tangan adalah

tertangkapnya seorang pada waktu

sedang melakukan tindak pidana atau

dengan segera sesudah beberapa saat

tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat

kemudian diserukan oleh khalayak

ramai sebagai orang yang

melakukannya, atau apabila sesaat

kemudian padanya ditemukan benda

yang diduga keras telah dipergunakan

untuk melakukan tindak pidana itu yang

menunjukkan bahwa ia adalah

pelakunya atau turut melakukan atau

membantu melakukan tindak pidana

itu”.

Menurut Chaeruddin dkk (2008),

bahwa: “Penangkapan terhadap pelaku

dugaan tindak pidana korupsi akhir-

akhir ini semakin marak terjadi,

khususnya yang dilakukan oleh Komisi

Pemberantasan Korupsi (KPK)

sehingga menjadi pembahasan menarik

baik di media cetak, elektronik maupun

seminar-seminar ilmiah lainnya. Hal ini

dikarenaka korupsi telah menjadi

masalah yang serius di Indonesia,

khsususnya yang melibatkan pejabat

negara dan pejabat daerah, yang

kemudian merambah ke seluruh lini

kehidupan masyarakat, yang dilakukan

secara sistematis sehingga

menimbulkan stigma negatif bagi

bangsa dan negara dalam pergaulan

masyarakat internasional. Berbabagi

cara telah ditempuh untuk memberantas

korupsi seiring dengan semakin

canggihnya (sophisticated) modus

operandi tindak pidana korupsi”.

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 Butir 19

KUHAP tersebut, bahwa terhadap

pelaku yang tertangkap tangan tersebut

dapat segera dilakukan penahanan. Hal

ini sesuai dengan bunyi Pasal 18

KUHAP yang menyebutkan dalam hal

tertangkap tangan penangkapan

dilakukan tanpa surat perintah dengan

ketentuan bahwa penangkap harus

segera menyerahkan pelaku beserta

barang bukti kepada penyidik atau

penyidik pembantu. Dalam hal

tertangkap tangan ini, tidak hanya

penyidik yang boleh melakukan

penangkapan, tetapi setiap orang atau

petugas keamanan boleh melakukan

penangkapan tersangka yang merupaka

pelaku tindak pidana, dengan syarat

setelah itu menyerahkan tersangka dan

barang bukti kepada penyidik.

Putusan Hakim

Menurut Mulyadi (2007) ditinjau dari

visi teoritik dan praktik, Putusan

pengadilan adalah : “Putusan yang

diucapkan oleh hakim karena

jabatannya dalam persidangan perkara

pidana yang terbuka untuk umum,

setelah melakukan proses dan

prosedural hukum acara pidana, pada

umumnya berisikan amar pemidanaan

atau bebas atau pelepasan dari segala

tuntutan hukum, dibuat dalam bentuk

tertulis dengan tujuan penyelesaian

perkaranya”.

Bentuk putusan hakim menurut

Mulyadi (2007)

1) Putusan Bebas (Vrijspraak)

Page 29: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

128

Secara teoritik, putusan bebas dalam

rumpun hukum Eropa Kontinental

lazim disebut dengan istilah putusan

Vrijspraak, sedangkan dalam

rumpun Anglo-Saxon disebut

putusan Acquittal. Pada dasarnya,

esensi putusan bebas terjadi karena

terdakwa dinyatakan tidak terbukti

secara sah dan meyakinkan bersalah

melakukan tindak pidana

sebagaimana didakwakan Jaksa atau

Penuntut Umum dalam surat

dakwaan. Putusan bebas dijatuhkan

oleh Majelis Hakim oleh karena hasil

pemeriksaan di sidang pengadilan,

kesalahan terdakwa atas perbuatan

yang didakwakan kepadanya tidak

terbukti secarah sah dan meyakinkan

menurut hukum. Akan tetapi,

menurut penjelasan Pasal demi Pasal

atas Pasal 191 Ayat (1) KUHAP,

menyebutkan bahwa yang dimaksud

dengan perbuatan yang didakwakan

kepadanya tidak terbukti sah dan

meyakinkan adalah tidak cukup

terbukti menurut penilaian hakim

atas dasar pembuktian dengan

menggunakan alat bukti menurut

ketentuan hukum acara pidana.

Secara yuridis, dapat disimpulkan

bahwa putusan bebas diberikan

apabila majelis hakim setelah

memeriksa pokok perkara dan

bermusyawarah beranggapan bahwa:

a. Ketiadaan alat bukti seperti

ditentukan asas minimum

pembuktian menurut Undang-

Undang secara negatif (Negatieve

wettelijke bewijs theorie)

sebagaimana diatur dalam

KUHAP. Dalam hal ini, pada

prinsipnya majelis hakim dalam

persidangan tidak cukup

membuktikan tentang kesalahan

terdakwa, serta hakim tidak yakin

terhadap kesalahan tersebut;

b. Majelis hakim berpandangan

terhadap asas minimum

pembuktian yang ditetapkan oleh

Undang-undang telah terpenuhi,

tetapi majelis hakim tidak yakin

akan kesalahan terdakwa.

2) Putusan Lepas dari Segala Tuntutan

Hukum (Onslag van alle

Rechtsvervolging)

Ketentuan Pasal 191 Ayat (2)

KUHAP mengatur secara eksplisit

tentang putusan pelepasan dari

segala tuntutan hukum. Pada Pasal

tersebut diatas, putusan pelepasan

dari segala tuntutan hukum

disebutkan sebagai berikut : “Jika

pengadilan berpendapat bahwa

perbuatan yang didakwakan kepada

terdakwa terbukti, tetapi perbuatan

itu tidak merupakan suatu tindakan

pidana, maka terdakwa diputus lepas

dari segala tuntutan hukum”. Dengan

demikian bahwa titik tolak ketentuan

Pasal 191 Ayat (2) KUHAP ditarik

suatu konklusi dasar bahwa pada

putusan pelepasan, tindak pidana

yang didakwakan oleh Jaksa atau

penuntut umum memang terbukti

secara sah dan meyakinkan menurut

hukum, tetapi terdakwa tidak dapat

dipidana karena perbuatan yang

dilakukan terdakwa bukan

merupakan perbuatan pidana.

3) Putusan Pemidanaan (Veroordeling)

Putusan pemidanaan atau

Veroordeling pada dasarnya diatur

dalam Pasal 193 Ayat (1) KUHAP,

Page 30: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

129

yang menyebutkan bahwa : “Jika

pengadilan berpendapat bahwa

terdakwa bersalah melakukan tindak

pidana yang didakwakan kepadanya,

maka pengadilan menjatuhkan

pidana”.

Menurut Makarao (2004), “Pemberian

putusan apapun bentuknya akan

berpengaruh besar bagi pelaku,

keluarga, masyarakat setra hukum itu

sendiri. Oleh karena itu, semakin besar

dan banyaknya pertimbangan hakim,

maka akan semakin mendekati

keputusan yang rasional dan dapat

diterima oleh semua pihak. Untuk

mencapainya, maka hakim harus

memperhatikan beberapa hal,

diantaranya adalah :

1) Sifat tindak pidana (apakah itu suatu

tindak pidana yang berat atau

ringan);

2) Ancaman hukuman terhadap tindak

pidana;

3) Keadaan dan suasana waktu

melakukan tindak pidana tersebut

(yang memberatkan atau

meringankan);

4) Pribadi terdakwa yang menunjukkan

apakah dia seorang penjahat yang

telah berulang-ulang dihukum atau

seseorang penjahat untuk satu kali ini

saja; atau apakah dia seorang yang

masih muda ataupun seorang yang

telah berusia lanjut.

5) Sebab-sebab untuk melakukan tindak

pidana;

6) Sikap terdakwa dalam pemeriksaan

perkara (apakah dia menyesal akan

kesalahannya, atau dengan keras

menyangkal meskipun telah ada

bukti yang cukup akan

kesalahannya);

7) Kepentingan umum”.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian

deskriptif yang menggunakan

pendekatan normatif yuridis.

Pendekatan normatif yuridis adalah

penelitian berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku dan

dikaitkan dengan teori-teori hukum

pidana serta pelaksanaannya. Data yang

digunakan adalah data primer yang

didapat melalui wawancara, serta data

sekunder didapat melalui studi pustaka

dan dokumentasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ketentuan Pasal 50 Ayat (1) dan Ayat

(2) dan Pasal 51 Undang-Undang

Nomor 48 Tahun 2009 tentang

Kekuasaan Kehakiman, menyatakan

bahwa : “Putusan pengadilan selain

harus memuat alasan dan dasar putusan,

juga memuat pasal tertentu dari

peraturan perundang-undangan yang

bersangkutan atau sumber hukum tak

tertulis yang dijadikan dasar untuk

mengadili. Tiap putusan pengadilan

harus ditandatangani oleh ketua serta

hakim yang memutus dan panitera yang

ikut serta bersidang. Penetapan, ikhtisar

rapat permusyawaratan, dan berita acara

pemeriksaan sidang ditandatangani oleh

ketua majelis hakim dan panitera

sidang”.

Ketentuan Pasal 53 Ayat (1) dan Ayat

(2) UU tersebut juga menyebutkan

bahwa : “Dalam memeriksa dan

memutus perkara, hakim

Page 31: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

130

bertanggungjawab atas penetapan dan

putusan yang dibuatnya. Penetapan dan

putusan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) harus memuat pertimbangan

hukum hakim yang didasarkan pada

alasan dan dasar hukum yang tepat dan

benar”.

Berdasarkan Pasal 50 dan Pasal 51

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009

tentang Kekuasaan Kehakiman, dalam

Pasal 50 disebutkan bahwa :

1) Putusan pengadilan selain harus

memuat alasan dan dasar putusan,

juga memuat Pasal tertentu dari

Peraturan-Peraturan yang

bersangkutan atau sumber hukum tak

tertulis yang dijadikan dasar untuk

mengadili.

2) Tiap putusan pengadilan harus

ditandatangani oleh Ketua serta

Hakim yang memutus dan Panitera

yang ikut serta bersidang.

Dan dalam pasal 51 disebutkan bahwa :

“Penetapan, ikhtiar rapat

permusyawaratan dan berita acara

pemeriksaan sidang ditandatangani oleh

Ketua Majelis Hakim dan Panitera

sidang”.

Putusan hakim sangat berkaitan dengan

bagaimana hakim dalam

mengemukakan pendapat atau

pertimbangannya berdasarkan fakta-

fakta serta alat bukti di persidangan

serta keyakinan hakim atas suatu

perkara. Oleh sebab itu, hakim memiliki

peran sentral dalam menjatuhkan

putusan pengadilan. Pertimbangan

mengenai hal-hal yang memberatkan

dan meringankan terdakwa diatur dalam

Pasal 197 huruf d dan Pasal 197 huruf f

KUHAP.

Fakta-fakta persidangan yang

dihadirkan berorientasi dari lokasi

kejadian (locus delicti), waktu kejadian

(tempus delicti), dan modus operandi

tentang bagaimana tindak pidana itu

dilakukan. Selain itu, harus diperhatikan

akibat langsung atau tidak langsung dari

perbuatan terdakwa, barang bukti yang

digunakan, dan terdakwa dapat

mempertanggungjawabkan perbuatan-

nya atau tidak. Setelah fakta-fakta

dalam persidangan telah diungkapkan,

baru kemudian putusan hakim

mempertimbangkan unsur-unsur tindak

pidana yang didakwakan oleh penuntut

umum yang sebelumnya telah

dipertimbangkan korelasi antara fakta-

fakta, tindak pidana yang didakwakan,

dan unsur-unsur kesalahan terdakwa.

Setelah itu, majelis mempertimbangkan

dan meneliti apakah terdakwa telah

memenuhi unsur-unsur tindak pidana

yang didakwakan dan terbukti secara

sah dan meyakinkan menurut hukum.

Pertimbangan yuridis dari tindak pidana

yang didakwakan harus memenuhi

aspek teoritis, pandangan doktrin,

yurisprudensi, dan posisi kasus yang

ditangani, kemudian secara limitatif

ditetapkan pendiriannya dalam putusan.

Pertimbangan Majelis Hakim

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada

Pengadilan Negeri Bengkulu tentunya

berdasarkan fakta-fakta hukum yang

adat, bahwa apa yang dilakukan

terdakwa II. Lily Martiani Maddari

menerima uang fee proyek sebesar

Page 32: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

131

Rp.1.000.000.000,00 (satu milyar

rupiah) dari saksi Jhoni Wijaya melalui

saksi Rico Diansari adalah

sepengetahuan dari terdakwa I. Ridwan

Mukti. Pengetahuan terdakwa I. Ridwan

Mukti tersebut dapat dinilai dari

rangkaian peristiwa sebelum terjadinya

pemberian uang dari saksi Jhoni Wijaya

kepada saksi Rico Diansari yang

kemudian oleh saksi Rico Diansari uang

itu diserahkan kepada terdakwa II. Lily

Martiani Maddari. Selain itu maksud

dari saksi Jhoni Wijaya memberikan

uang sebesar Rp.1.000.000.000,00 (satu

milyar rupiah) tersebut kepada terdakwa

I. Ridwan Mukti sebagai Gubernur

Bengkulu melalui saksi Rico Diansari

dan terdakwa II. Lily Martiani Maddari

adalah sebagai tanda terima kasih

karena PT. Statika Mitra Sarana telah

mendaptkan proyek pembangunan/

peningkatan jalan dari Dinas PU

Pemerintah Provinsi Bengkulu Tahun

2017.

Melihat rangkaian peristiwa tersebut

secara utuh, maka ketika uang dari saksi

Jhoni Wijaya telah beralih penguasaan

fisiknya dan telah diterima oleh

terdakwa II. Lily Martiani Maddari,

secara hukum haruslah dianggap telah

diterima oleh terdakwa I. Ridwan

Mukti. Dalam konteks dakwaan Pasal

12 huruf a Undang-Undang Nomor 31

Tahun 1999 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi sebagaimana

telah diubah dengan Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2001 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,

perbuatan menerima hadiah tidak

disyaratkan bahwa pihak penerima

hadiah itu menerima sendiri

hadiah/uangnya melainkan dapat

dilakukan oleh orang lain yang telah

bekerja sama atau yang mempunyai

hubungan khusus dengan penerima

hadiah itu seperti halnya dalam perkara

ini terdakwa I. Ridwan Mukti dan

terdakwa II. Lily Martiani Maddari

adalah suami istri.

Majelis Hakim Tingkat Pertama

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada

Pengadilan Negeri Bengkulu juga

mempertimbangkan sehubungan dengan

kedudukan Terdakwa I. Ridwan Mukti

pada saat melakukan tindak pidana

korupsi adalah sebagai Gubernur

Bengkulu yang dipilih langsung oleh

rakyat di daerah pemilihannya, sudah

barang tentu masyarakat memiliki

harapan besar agar terdakwa I. Ridwan

Mukti yang didampingi oleh isterinya,

yaitu terdakwa II. Lily Martiani

Maddari dapat berperan aktif dalam

upaya pencegahan dan pemberantasan

tindak pidana korupsi di wilayah hukum

Brovinsi Bengkulu serta diharapkan

mampu menjadi suri tauladan bagi

masyarakat yang dipimpinnya.

Demikian juga dengan kedudukan

terdakwa I. Ridwan Mukti selaku

Gubernur Bengkulu merupakan jabatan

strategis dalam sistem politik di

Indonesia, merupakan perwakilan

pemerintah pusat yang ada di daerah,

maka perbuatan terdakwa I. Ridwan

Mukti bersama-sama dengan terdakwa

II. Lily Martiani Maddari bukan saja

telah menciderai tatanan demokrasi

yang sedang dibangun tetapi juga

semakin memperbesar ketidakpercayaan

Page 33: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

132

masyarakat, khususnya masyarakat di

wilayah Provinsi Bengkulu kepada

lembaga negara dan pemerintahan yang

sah.

Majelis hakim juga memberi

pertimbangan sehubungan dengan hal-

hal untuk menghindarkan negara

dan/atau pemerintah Indonesia,

khususnya Pemerintah Provinsi

Bengkulu dan kemungkinan dipimpin

oleh orang yang pernah dijatuhi

hukuman akibat melakukan tindak

pidana korupsi, maka khsusu terhadap

Terdakwa I. Ridwan Mukti dapat

dijatuhi pidana tambahan berupa

pencabutan hak-hak tertentu selama

waktu tertentu sesuai ketentuan

peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

Atas memori banding yang disampaikan

oleh tim penasihat hukum para

terdakwa, dan kontra memori yang

disampaikan oleh Penuntut Umum

Komisi Pemberantasan Korupsi,

Pengadilan Tinggi Bengkulu

memberikan pendapat yaitu :

1) Terdakwa Ridwan Mukti/

Pembanding I melakukan pertemuan

dengan memerintahkan saksi

Kuntadi agar memanggil para

rekanan pemenang lelang itu untuk

menemui dirinya di Jakarta.

2) Terdakwa II (Lili Martiani Maddari)

memiliki pengetahuan dan keinginan

yang sama dengan terdakwa I

(Ridwan Mukti) dengan cara

memerintahkan saksi Rico Maddari

menghubungi saksi Rico Diansari

dan saksi Kuntadi agar memanggil

para rekanan pemenang lelang

datang ke Jakarta untuk menemui

terdakwa I (Ridwan Mukti).

3) Terdakwa I (Ridwan Mukti)

bersama-sama dengan terdakwa II

(Lily Martiani Maddari) melakukan

pertemuan dengan saksi Rico

Diansari, saksi Rico Maddari, saksi

Teza Arizal dan saksi Rahman

Saifullah di Coffe Shop Hotel Mulia

Jakarta pada tanggal 1 Juni 2017

sekitar jam 19.00 WIB, dan pada

pertemuan tersebut saksi Rico

Maddari melaporkan kepada

terdakwa II (Lily Martiani Maddari)

bahwa yang hadir hanya 4 (empat)

pengusaha.

4) Terdakwa II (Lily Martiani Maddari)

pada tanggal 2 Juni 2017 sekitar

pukul 20.00 WIB bertempat di

Coffee Club Senayan City Jakarta,

melakukan pertemuan dengan saksi

Rico Diansari dan saksi Rico

Maddari, dimana dalam pertemuan

itu terdakwa II (Lily Martiani

Maddari) meminta saksi Rico

Diansari menyediakan fee atas

proyek-proyek PUPR Provinsi

Bengkulu dari rekanan-rekanan yang

telah dinyatakan sebagai pemenang

dengan besara fee sebagaimana yang

pernah disampaikan terdakwa II

(Lily Martiani Maddari) kepada saksi

Rico Diansari pada pertemuan-

pertemuan sebelumnya sekitar bulan

Oktober 2016 di Kemang Jakarta,

yaitu sebesar 10% dari nilai kontrak

pada tanggal 2 Juni 2017. Hal itu

dilakukan oleh terdakwa II (Lily

Martiani Maddari) dengan statusnya

sebagai istri dari terdakwa I (Ridwan

Mukti).

Page 34: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

133

5) Terdakwa I (Ridwan Mukti)

menyampaikan kalau dirinya sebagai

Gubernur bisa saja membatalkan

lelang yang telah dimenangkan itu

dan melakukan blacklist bagi

perusahaan-perusahaan tersebut.

Kemudian pada akhir pertemuan

terdakwa I (Ridwan Mukti) meminta

kepada para rekanan agar

berkoordinasi dengan saksi Rico

Diansari, dimana sebelumnya

terdakwa I (Ridwan Mukti)

menyampaikan kedekatannya dengan

saksi Rico Diansari.

6) Terdakwa I (Ridwan Mukti) pada

tanggal 5 Juni 2017 bertempat di

Kantor Gubernur Bengkulu marah-

marah dengan para kontraktor dan

diakhir pembicaraan terdakwa I

(Ridwan Mukti) meminta para

kontraktor untuk menghubungi saksi

Rico Diansari.

7) Saksi Jhoni Wijaya pada sekitar

tanggal 7 atau 8 Juni 2017

berkoordinasi dengan saksi Rico

Diansari untuk menanyakan besaran

kontribusi yang harus disiapkan,

dimana menurut saksi Rico Diansari

ada permintaan fee dari terdakwa I

(Ridwan Mukti) melalui terdakwa II

(Lily Martiani Maddari).

8) Saksi Jhoni Wijaya pada tanggal 20

Juni 2017 bertempat di kantor PT

Rico Putra Selatan di Jalan Bakti

Husada Nomor 71-A Bengkulu

menyerahkan uang sebesar Rp.

1.000.000.000,00 (satu milyar

rupiah) yang dibungkus

menggunakan kardus A4 warna

hitam merk Mirage 70 gram kepada

Rico Diansari disertai kuitansi (tanda

terima) uang seakan-akan untuk

keperluan pembelian material dari

saksi Jhoni Wijaya kepada saksi Rico

Diansari sesuai saran dari terdakwa

II (Lily Martiani Maddari).

9) Saksi Rico Diansari sekitar pukul

09.00 WIB bertempat di rumah

pribadi Gubernur Bengkulu

menyerahkan uang sejumlah Rp.

1.000.000.000,00 (satu milyar

rupiah) yang dibungkus

menggunakan kardus A4 warna

hitam merk Mirage 70 gram kepada

terdakwa II (Lily Martiani Maddari)

sambil mengatakan : “ini yuk ada

dari curup, dari pak Jhoni,

jumlahnya satu”. Kemudian

terdakwa II (Lily Martiani Maddari)

menanyakan : “aman gak? Takut

ayuk”. Dijawab oleh saksi Rico

Diansari : “Insya Allah aman yuk”.

Selanjutnya terdakwa II (Lily

Martiani Maddari) menyampaikan :

“co, kata om kau, ndak usah pake

tanda terima, kelak bahayo”, hal itu

dikatakan oleh terdakwa II (Lily

Martiani Maddari) dikarenakan ada

kekhawatiran terdakwa I (Ridwan

Mukti) jika uang dimaksud

menggunakan tanda terima.

Berdasarkan uraian sebagaimana

tersebut diatas dapat diambil suatu

petunjuk bahwa uang yang berjumlah

Rp.1.000.000.000,00 (satu milyar

rupiah) bukan merupakan uang

tunjangan hari raya (THR) akan tetapi

merupakan fee yang akan diberikan

kepada terdakwa I (Ridwan Mukti).

Walaupun tim penasihat hukum para

terdakwa menerangkan uang yang

berjumlah Rp.1.000.000.000,00 (satu

milyar rupiah) sebagaimana keterangan

Page 35: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

134

saksi Jhoni Wijaya yang menyatakan

bahwa uang tersebut bukan merupakan

“fee” akan tetapi sebagai “tanda terima

kasih” atau apapun juga istilahnya

bahwa pemberian tersebut jelas

bertentangan dengan hukum maupun

Undang-Undang karena yang diberi

adalah Ridwan Mukti sebagai Gubernur

yang masih aktif, apalagi yang member

hadiah adalah pemenang lelang proyek

yang berjumlah keseluruhannya sebesar

Rp.54.000.000.000,00 (lima puluh

empat milyar rupiah) dan nilai tersebut

setelah dikurangi pajak maka nilai

proyek yang dikerjakan saksi adalah

sekitar Rp. 47.000.000.000,00 (empat

puluh tujuh milyar rupiah), sehingga

10% (sepuluh persen) dari jumlah

tersebut adalah sekitar

Rp.4.700.000.000,00 (empat milyar

tujuh ratus juta rupiah).

Secara umum dapat dilihat bahwa

dalam memutuskan perkara Ridwan

Mukti, para majelis hakim baik dalam

putusan tingkat pertama Pengadilan

Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan

Negeri Bengkulu maupun putusan

banding pada Pengadilan Tinggi

Bengkulu, memperhatikan petunjuk dan

pertimbangan dalam membuat putusan,

antara lain :

1) Terdakwa I (Ridwan Mukti)

mengadakan pertemuan dengan

memerintahkan saksi Kuntadi agar

memanggil para rekanan pemenang

lelang untuk menemui dirinya di

Jakarta, dimana pertemuan ini

diuraikan hal-hal yang diinginkan

oleh Terdakwa I kepada para

pengembang/para rekanan.

2) Terdakwa II (Lily Martiani Maddari)

memiliki pengetahuan dan keinginan

yang sama dengan Terdakwa I

(Ridwan Mukti) dengan cara

memerintah saksi Rico Maddari

menghubungi Rico Diansari dan

saksi Kuntadi agar memanggil para

rekanan pemenang lelang datang ke

Jakarta untuk menemui terdakwa I

(Ridwan Mukti).

3) Terdakwa II (Lily Martiani Maddari)

seharusnya tidak ada kewenangan

untuk memerintah saksi Rico

Maddari untuk menghubungi Rico

Diansari, walaupun Rico Maddari

adalah adik kandung terdakwa II,

akan tetapi tidak punya kapasitas

untuk mengkoordinir para rekanan

pemenang lelang untuk menemui

terdakwa I (Ridwan Mukti).

4) Perintah terdakwa II (Lily Martiani

Maddari) atas sepengetahuan dan

perintah dari terdakwa I (Ridwan

Mukti), hal tersebut bisa dikaitkan

dengan terdakwa I bersama-sama

dengan terdakwa II yang melakukan

pertemuan dengan Rico Diansari,

saksi Rico Maddari, saksi Teza

Arizal dan saksi Rahmani Saifullah

di Coffee Shop Hotel Mulia Jakarta

pada tanggal 1 Juni 2017 sekitar jam

19.00 WIB dan pada pertemuan

tersebut saksi Rico Maddari

melaporkan kepada terdakwa II

bahwa yang hadir hanya 4 (empat)

pengusaha.

5) Keterangan saksi Kuntadi dan saksi

Jhoni wijaya berkesesuaian dengan

keterangan saksi Teza Arizal, saksi

Ahmad Irfansyah, saksi Haryanto

alias Lolak, saksi Syaifuddin Firman,

Page 36: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

135

saksi Taufik Adun, dan saksi Soehito

Sadikin.

6) Dari keterangan beberapa saksi

sebagaimana tersebut diatas dapat

diambil suatu petunjuk bahwa

pemberian uang sejumlah

Rp.1.000.000.000,00 (satu milyar

rupiah) dari Jhoni Wijaya ke

terdakwa II (Lily Martiani Maddari)

atas sepengetahuan terdakwa I

(Ridwan Mukti).

Majelis Hakim Tingkat Banding telah

mempelajari dengan seksama berkas

perkara, berita acara sidang yang

memuat keterangan para saksi maupun

keterangan para terdakwa, barang bukti,

tuntutan penuntut umum Komisi

Pemberantasan Korupsi, Nota

Pembelaan Tim Penasihat Hukum Para

Terdakwa dan pembelaan pribadi

Terdakwa I Ridwan Mukti dan

Terdakwa II Lily Martiani Maddari,

turunan resmi putusan Pengadilan

Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan

Negeri Bengkulu Nomor 45/Pid.Sus-

TPK/2017/PN.Bgl tanggal 11 Januari

2018, memori banding dari Tim

Penasihat Hukum Para Terdakwa,

kontra memori banding dari Tim

Penasihat Hukum Para Terdakwa,

kontra memori banding dari Tim

Penuntut Umum Komisi Pemberantasan

Korupsi, Majelis Hakim Tingkat

Banding memperbaiki pertimbangan

hukum Majelis Hakim Tingkat Pertama

dalam putusannya yang menyatakan

bahwa terdakwa I Ridwan Mukti dan

terdakwa II Lily Martiani Maddari telah

terbukti secara sah dan meyakinkan

bersalah melakukan tindak pidana

korupsi secara bersama-sama

sebagaimana dalam dakwaan Pasal 12

huruf a Undang-Undang RI Nomor 31

Tahun 1999 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi sebagaimana

telah diubah dengan Undang-Undang

RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP,

dakwaan alternatif pertama.

Putusan Pengadilan Tindak Pidana

Korupsi Pada Pengadilan Negeri

Bengkulu Nomor 45/Pid.Sus-

TPK/2017/PN.Bgl tanggal 11 Januari

2018 yang dimintakan banding tersebut

diperbaiki mengenai kualifikasi dan

lamanya pidana yang dijatuhkan

kepada terdakwa I Ridwan Mukti

dan terdakwa II Lily Martiani

Maddari. Majelis Hakim Banding

Pengadilan Tinggi Bengkulu telah

menimbang bahwa putusan Pengadilan

Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan

Negeri Kelas IA Bengkulu dalam

perkara ini tidak bertentangan dengan

hukum dan/atau Undang-Undang, akan

tetapi putusan tersebut harus diperbaiki

mengenai kualifikasi tindak pidana

yang dilakukan oleh para terdakwa oleh

karena sudah diuraikan dalam

konsideran/pertimbangan hukum, maka

kalimat dalam amar putusan yang

berbunyi : “Sebagaimana dalam

dakwaan Pasal 12 huruf a Undang-

Undang RI Nomor 31 Tahun 1999

tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi sebagaimana telah diubah

dengan Undang-Undang RI Nomor 20

Tahun 2001 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun

1999 tentang Pemberantasan Tindak

Page 37: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

136

Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1)

ke-1 KUHP, yang perlu dihilangkan

sehingga kualifikasinya menjadi

“Korupsi secara bersama-sama” dan

lamanya pidana yang dijatuhkan kepada

para terdakwa perlu diperbaiki

sebagaimana dituangkan dalam amar

putusan.

Kemudian Majelis hakim banding juga

menimbang bahwa oleh karena para

terdakwa ditahan di dalam Rumah

Tahanan Negara, maka berdasarkan

Pasal 22 Ayat (4) KUHAP, lamanya

para terdakwa berada dalam tahanan

dikurangkan seluruhnya dari pidana

yang dijatuhkan, serta sebelum putusan

mempunyai kekuatan hukum tetap

sesuai dengan Pasal 193 Ayat (2) huruf

b KUHAP, menetapkan agar para

terdakwa tetap berada dalam tahanan.

Kemudian terhadap barang bukti dalam

perkara ini akan diputuskan

sebagaimana dalam amar putusan

dibawah ini. Majelis hakim juga

mempertimbangkan bahwa oleh karena

para terdakwa dijatuhi pidana, maka

berdasarkan Pasal 222 Ayat (1)

KUHAP para terdakwa dibebani untuk

membayar biaya perkara dalam tingkat

banding yang jumlahnya akan

ditentukan dalam amar putusan ini.

Dalam menjatuhkan pidana kepada para

terdakwa, maka perlu dipertimbangkan

terlebih dahulu hal-hal yang

memberatkan dan yang meringankan

terdakwa. Majelis hakim telah

membuktikan unsur-unsur dari tindak

pidana yang menunjukkan perbuatan

terdakwa Ridwan Mukti telah

memenuhi dan sesuai dengan tindak

pidana yang didakwakan oleh Penuntut

Umum.

Berdasarkan ketentuan Undang-Undang

Nomor 48 Tahun 2009 tentang

Kekuasaan Kehakiman, pertimbangan

hakim adalah pemikiran-pemikiran atau

pendapat hakim dalam menjatuhkan

putusan dengan melihat hal-hal yang

dapat meringankan atau memberatkan

pelaku. Setiap hakim wajib

menyampaikan pertimbangan atau

pendapat tertulis terhadap perkara yang

sedang diperiksa dan menjadi bagian

yang tidak terpisahkan dari putusan.

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan uraian diatas, dapat

disimpulkan bahwa : Pertimbangan

hakim Pengadilan Tindak Pidana

Korupsi Pada Pengadilan Negeri

Bengkulu Nomor : 45/Pid.Sus-

TPK/2017/PN Bgl Tahun 2018 sudah

benar dan tepat sesuai dengan fakta

hukum di persidangan dan ketentuan

Perundang-undangan yang berlaku, hal

ini terbukti dengan dikuatkannya

putusan tersebut oleh Pengadilan Tinggi

Bengkulu dengan Putusan Nomor :

4/Pid.Sus-TPK/2018/PT.BGL yang

memperbaiki putusan Tingkat Pertama

mengenai kualifikasi dan lamanya

pidana yang dijatuhkan kepada

terdakwa I Ridwan Mukti dan terdakwa

II Lily Martiani Maddari.

Rekomendasi

Berdasarkan uraian diatas maka harapan

yang dapat disampaikan, antara lain :

1. Kepada Hakim Tindak Pidana

Korupsi Pada Pengadilan Negeri

Page 38: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

137

Bengkulu agar selalu rasa keadilan

dalam menjatuhkan sanksi atau

hukuman bagi terdakwa untuk

memberikan efek jera bagi pelaku

serta peringatan bagi pejabat/ ASN

dan masyarakat lainnya agar berhati-

hati dalam menjalankan jabatan dan

wewenang yang dimiliki.

2. Khusus kepada Aparatur Sipil

Negara (ASN) agar bekerja secara

proporsional dan profesional dalam

menjalankan pekerjaannya sehingga

tidak melakukan perbuatan yang

dapat merugikan keuangan negara.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Rifai, 2010. Penemuan

Hukum oleh Hakim dalam

Perspektif Hukum Progresif,

Jakarta, Sinar Grafika.

Andi Hamzah, 1996. KUHP dan

KUHAP, Jakarta, Rineka Cipta.

A. Zainal Abidin Farid, 2007. Hukum

Pidana I, Jakarta, Sinar Grafika.

Amir Ilyas, 2012. Asas-Asas Hukum

Pidana, Makassar, Rangkang

Education.

Bambang Waluyo, 2004. Pidana dan

Pemidanaan, Jakarta, Sinar

Grafika.

Barda Nawawi Arief, 2001. Masalah

Penegakan Hukum dan

Kebijakan Penanggulangan

Kejahatan, Bandung, PT Citra

Aditya Bakti.

………………………, 2010. Bunga

Rampai Kebijakan Hukum

Pidana, Bandung, PT Citra Aditya

Bakti.

Chaerudin, dkk, 2008. Strategi

Pencegahan dan Penegakan

Hukum Tindak Pidana Korupsi,

Jakarta, Refika Aditama.

Darwan Prinst, 2002. Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi,

Bandung, PT Citra Aditya Bakti.

Evi Hartanti, 2005. Tindak Pidana

Korupsi, Semarang, Sinar Grafika.

J.C.T Simorangkir, dkk, 2004. Kamus

Hukum, Jakarta, Sinar Grafika.

Leden Marpaung, 2001. Tindak

Pidana Korupsi : Pemberantasan

dan Pencegahan, Jakarta, Sinar

Grafika.

Lilik Mulyadi, 2007. Hukum Acara

Pidana : Normatif, Teoritik,

Praktik dan Permasalahannya,

Bandung : PT Alumni.

……………., 2010. Kompilasi Hukum

Pidana dalam Perspektif Teoritis

dan Praktek Peradilan, Jakarta,

Mandar Maju

Moeljatno, 2008. Asas-asas Hukum

Pidana, Jakarta, Rieneka Cipta

Moh. Taufik Makarao, 2004. Pokok-

Pokok Hukum Acara Pidana,

Jakarta, PT Rineka Cipta.

Ronny Hanitijo Soemitro, 1994.

Metode Penelitian Hukum,

Jakarta, Ghalia Indonesia

Ronny Rahman Nitibaskara, 2000.

Tegakkan Hukum Gunakan

Hukum, Jakarta, PT Kompas

Media Nusantara.

Satjipto Rahardjo, 1998. Bunga

Rampai Permasalahan Dalam

Sistem Peradilan Pidana, Jakarta,

Pusat Pelayanan Keadilan dan

Pengabdian Hukum Jakarta.

Sudarto, 2007. Hukum dan Hukum

Acara Pidana, Bandung, PT

Alumni.

Page 39: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

138

Sudikno Mertokusumo, 1993. Hukum

Acara Perdata Indonesia,

Jogyakarta, Liberty.

Sutiyoso, 2006. Metode Penelitian

Hukum, Jogyakarta, Liberty.

Teguh Prasetyo, 2011. Hukum Pidana

Edisi Revisi, Jakarta, PT Raja

Grafindo Persada.

Tri Andrisman, 2010. Hukum Acara

Pidana, Lampung, Universitas

Lampung.

Yahya M Harahap, 2000. Pembahasan

Permasalahan dan Penerapan

KUHAP Penyidikan dan

Penuntutan, Edisi Kedua, Jakarta,

Sinar Grafika.

Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001

tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi.

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009

tentang Kekuasaan Kehakiman

Page 40: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

139

PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDESA)“LUHUR

SEPAKAT” DAN PENDAPATAN ASLI DESA SIDO LUHUR SEBAGAI

WADAH KEMAJUAN DESA SIDO LUHUR

MANAGEMENT OF VILLAGE-OWNEDENTERPRISE (BUMDESA) “LUHUR

SEPAKAT” AND LOCAL-OWN REVENUE OF SIDO LUHUR VILLAGE

Surjadi

Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Provinsi Bengkulu

Jl. Raya Padang Kemiling Km. 14 Kota Bengkulu 38216

email : [email protected]

ABSTRAK

BUMDESA merupakan badan usaha milik desa yang didirikan atas dasar kebutuhan

dan potensi desa sebagai upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat.Desa

SidoLuhur adalah contoh desa tertinggal yang mampu memanfaatkan potensi

desasebagai upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat desa melalui pembentukan

BUMDESA “Luhur Sepakat”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mekanisme

dan faktor apa saja yang mempengaruhi mekanisme pengelolaan BUMDESA pada

Desa SidoLuhur. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Mekanisme

yang digunakan dalam pengelolaan BUMDESA ini adalah pengelolaan keuangan yang

bersumber dari penyertaan modal dana desa untuk mensejahterakan Desa Sido Luhur

serta warga sekitar. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder.Data

primer diperoleh melalui observasi dan wawancara sedangkan data sekunder

merupakan data yang dimiliki olehBUMDESA“Luhur Sepakat”. Hasil dari penelitian

ini bahwa Desa Sido Luhur memiliki banyak potensi pengembangan dimana Sumber

Daya Alam dan Sumber Daya Manusia cukup berpotensi memajukan desa melalui

penyertaan modal yang bersumber dari dana desa sebagai wujud otonomi desa.

Kata Kunci : BUMDESA, Sejahtera, Potensi

ABSTRACT

BUMDESA is avillage-owned enterprise established based on needs and effort to

improve local wellness. SidoLuhur Village is a model of remote village which is able to

utilize its resources to improveprosperity of thecommunity by creating BUMDESA

“LuhurSepakat”. This study aims to identify mechanism and factors affecting

BUMDESA management in SidoLuhur Village. This is descriptive qualitative study.

Primary data is obtained by observation and interview, then secondary data is collected

from BUMDESA “LuhurSepakat” itself. Finally, this study reveals that management of

village funds for capital is the mechanism to increase prosperity of the community.

Then, plenty of natural resources and human resources in the village are potential to

develop as supported by village funds.

Keywords : BUMDESA, prosperity, resource

Page 41: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

140

PENDAHULUAN

BUMDESA merupakan badan usaha

milik desa yang didirikan atas dasar

kebutuhan dan potensi desa sebagai

upaya peningkatan kesejahteraan

masyarakat. Berkenaan dengan

perencanaan dan pendirian, BUMDESA

juga merupakan perwujudan partisipasi

masyarakat desa secara keseluruhan,

sehingga tidak menciptakan model

usaha yang dihegemoni oleh kelompok

tertentu ditingkat desa artinya tata

aturan ini terwujud dalam mekanisme

kelembagaan yang solid. Penguatan

kapasitas kelembagaan akan terarah

pada adanya tata aturan yang mengikat

seluruh anggota (Anonim, 2007).

Melalui BUMDESA, Desa berpeluang

untuk mengelola pembangunan

ekonomi sebagai hak otonom yang

dimiliki desa. Tujuan BUMDESA yaitu

mengoptimalkan pengelolaan aset desa,

memajukan perekonomian desa, serta

meningkatkan kesejahteraan masyarakat

desa. Sifat usaha BUMDESA adalah

berorientasi pada keuntungan. Sifat

pengelolaan usahanya adalah

keterbukaan, kejujuran, partisipasif dan

berkeadilan. Fungsi BUMDESA adalah

sebagai motor penggerak perekonomian

desa, sebagai lembaga usaha yang

menghasilkan Pendapatan Asli Desa

(PADes), serta sebagai sarana untuk

mendorong percepatan peningkatan

kesejahteraan masyarakat desa.

Secara konseptual pemberdayaan

BUMDESA tidak jauh berbeda dengan

konsep-konsep pemberdayaan

masyarakat yang sudah banyak dikenal,

misalnya sebagai upaya memperkuat

unsur-unsur keberdayaan untuk

meningkatkan harkat dan martabat

lapisan masyarakat yang berada dalam

kondisi tidak mampu dengan cara

mengandalkan kekuatannya sendiri

sehingga dapat keluar dari perangkap

kemiskinan dan keterbelakangan, atau

konsep memampukan dan

memandirikan masyarakat.

Pemberdayaan BUMDESA merupakan

proses pemberdayaan potensi-potensi

pembangunan yang ada di desa yang

bersumber dari, oleh dan untuk

masyarakat (Kartasasmita, 1997).

Lahirnya Undang-Undang No 6 Tahun

2014 Tentang Desa memberikan

paradigma dan konsep baru mengenai

kebijakan tata kelola desa secara

nasional. Undang-undang desa ini tidak

lagi menempatkan desa sebagai latar

belakang Indonesia tapi halaman depan

Indonesia. Undang-Undang Desa yang

disahkan pada akhir tahun 2013 juga

mengembangkan prinsip keberagaman

(Kurniawan, 2015).

Dengan berlakunya Undang-Undang

Desa No 6 tahun 2014, desa memiliki

kewenangan untuk mengurus dan

mengelola desanya sendiri dalam

mewujudkan kesejahteraan rakyat.

Undang-undang tersebut juga mengakui

adanya otonomi desa. Menyadari akan

pentingnya pembangunan di tingkat

desa, Pemerintah melakukan berbagai

program untuk mendorong percepatan

pembangunan kawasan pedesaan,

namun hasilnya masih belum signifikan

dalam meningkatkan kualitas hidup dan

kesejahteraan masyarakat. Oleh karena

itu, pembangunan desa harus dilakukan

secara terencana dengan baik dan harus

Page 42: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

141

menyentuh kebutuhan riil masyarakat

desa sehingga pembangunan yang

dilakukan di kawasan pedesaan dapat

maksimal (Zatalini, 2015).

Kebijakan berupa desentralisasi fiskal

ke desa (dana desa) menunjukkan

bentuk keberpihakan yang besar dan

progresif dari pemerintah pusat akan

prioritas peningkatan pembangunan

daerah dalam pelayanan masyarakat

demi terwujudnya kesejahteraan

masyarakat desa. Dana tersebut dapat

digunakan sebagai modal pembangunan

desa melalui BUMDESA sesuai pasal

pada UU No. 6 Tahun 2014 dengan

maksud untuk mendorong peningkatan

skala ekonomi produktif rakyat desa

(Sidik, 2015).

Provinsi Bengkulu yang terdiri dari 9

kabupaten, 117 kecamatan dan 1341

desa memiliki 1032 BUMDESA. Dari

1032 BUMDESA yang ada, terdapat

722 BUMDESA berstatus aktif dan 310

BUMDESA berstatus tidak aktif.

Pemerintah Provinsi Bengkulu melalui

Dinas PMD Provinsi Bengkulu pada

Tahun 2018 melakukan penilaian

terhadap BUMDESA berprestasi se-

Provinsi dan ditetapkan BUMDESA

“Luhur Sepakat” Desa Sido Luhur,

Kecamatan Padang Jaya, Kabupaten

Bengkulu Utara sebagai juara I pada

kategori desa tertinggal. Mekanisme

pengelolaan BUMDESA pada Desa

Sido Luhur dapat dijadikan sebuah

model untuk diterapkan pada desa-desa

lainnya. Sehingga, yang menjadi

rumusan masalah yaitu bagaimana tata

kelola BUMDESA Luhur Sepakat

dalam memanfaatkan potensi desa

sehingga mampu memberikan

kontribusi pendapatan asli desa untuk

kemajuan desa. Penelitian ini dilakukan

dengan tujuan untuk mengetahui

mekanisme pengelolaan BUMDESA

pada Desa Sido Luhur dan mengetahui

faktor apa saja yang mempengaruhi

mekanisme pengelolaan BUMDESA

Sido Luhur.

TINJAUAN PUSTAKA

Beberapa pengertian dari Badan Usaha

Milik Desa (BUMDESA) diantaranya

yaitu :

1. BUMDESA merupakan salah satu

strategi kebijakan untuk

menghadirkan institusi Negara

(kementerian Desa PDTT) dalam

kehidupan bermasyarakat dan

bernegara di Desa (selanjutnya

disebut tradisi desa).

2. BUMDESA merupakan salah satu

strategi kebijakan membangun

Indonesia dari pinggiran melalui

pengembangan usaha ekonomi Desa

yang bersifat kolektif.

3. BUMDESA merupakan salah satu

strategi kebijakan untuk

meningkatkan kualitas hidup

manusia Indonesia.

4. BUMDESA merupakan salah satu

bentuk kemandirian ekonomi Desa

dengan menggerakkan unit-unit

usaha yang strategis bagi usaha

ekonomi kolektif Desa (Putra, 2015).

Dinyatakan di dalam peraturan Menteri

Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2010

pasal 5 ayat 1 Tentang Badan Usaha

Milik Desa bahwa BUMDESA dapat

didirikan sesuai dengan kebutuhan dan

potensi desa yaitu:

Page 43: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

142

1. Kebutuhan masyarakat terutama

dalam pemenuhan kebutuhan pokok

2. Tersedia sumberdaya desa yang

belum dimanfaatkan secara optimal

terutama kekayaan desa dan terdapat

permintaan di pasar.

3. Tersedianya sumber daya manusia

yang mampu mengelola badan usaha

sebagai asset penggerak

perekonomian masyarakat.

4. Adanya unit-unit yang merupakan

kegiatan ekonomi warga masyarakat

yang dikelola secara parsial dan

kurang terakomodasi.

Asas-asas Pengelolaan Keuangan Desa

sebagaimana tertuang dalam

Permendagri Nomor 113 Tahun 2014

yaitu transparan, akuntabel, partisipatif

serta dilakukan dengan tertib dan

disiplin anggaran (BPKP, 2015),

dengan uraian sebagai berikut:

1. Transparan yaitu prinsip keterbukaan

yang memungkinkan masyarakat

untuk mengetahui dan mendapat

akses informasi seluas-luasnya

tentang keuangan desa. Asas yang

membuka diri terhadap hak

masyarakat untuk memperoleh

informasi yang benar, jujur, dan

tidak diskriminatif tentang

penyelenggaraan pemerintahan desa

dengan tetap memperhatikan

ketentuan peraturan perundang-

undangan;

2. Akuntabel yaitu perwujudan

kewajiban untuk

mempertanggungjawabkan

pengelolaan dan pengendalian

sumber daya dan pelaksanaan

kebijakan yang dipercayakan dalam

rangka pencapaian tujuan yang telah

ditetapkan. Asas akuntabel yang

menentukan bahwa setiap kegiatan

dan hasil akhir kegiatan

penyelenggaraan pemerintahan desa

harus dapat dipertanggungjawabkan

kepada masyarakat desa sesuai

dengan ketentuan peraturan

perundangundangan;

3. Partisipatif yaitu penyelenggaraan

pemerintahan desa yang

mengikutsertakan kelembagaan desa

dan unsur masyarakat desa;

4. Tertib dan disiplin anggaran yaitu

pengelolaan keuangan desa harus

mengacu pada aturan atau pedoman

yang melandasinya.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sido

Luhur sebagai desa tertinggal di

Kecamatan Padang Jaya, Kabupaten

Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu.

Penelitian ini menggunakan metode

Deskritif kualitatif. Metode kualitatif

adalah penelitian yang digunakan untuk

menyelidiki,menemukan,menggambark

an dan menjelaskan kualitas dari

pengaruh sosial yang tidak dapat

dijelaskan, diukur atau digambarkan

secara kuantitatif (Saryono, 2010).

Teknik pengumpulan data di dalam

penelitian ini melalui observasi,

wawancara, dokumentasi dan studi

pustaka. Data yang digunakan adalah

data primer yaitu data yang diperoleh

melalui observasi dan wawancara dan

data sekunder yaitu data yang telah ada

di BUMDESA Luhur Sepakat. Data

yang sudah diperoleh kemudian

dianalisis dan diinterpretasi melalui

Page 44: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

143

reduksi dengan mengelompokan hal-hal

pokok, kemudian disajikan dan

dilakukan penarikan kesimpulan atas

jawaban-jawaban yang diperoleh dari

informan. Kualitas atau keabsahan data

menggunakan teknik triangulasi dengan

membandingkan hasil wawancara

antara informan satu dengan informan

lainnya untuk keperluan pengecekan

atau sebagai pembanding terhadap data

tersebut.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Mekanisme pengelolaan yang terdapat

pada BUMDESA “Luhur Sepakat”

Desa Sido Luhur adalah dengan

naungan hukum sebuah peraturan desa

yaitu Perdes Nomor 006 Tahun 2016

Tanggal 28 Oktober 2016 Tentang

Pendirian Badan Usaha Milik Desa.

Dalam operasionalnya BUMDESA di

Desa Sido Luhur digunakan untuk

mensejahterakan desa itu sendiri. Desa

Sido Luhur dalam observasi deskriptif

memberikan hasil sangat baik yang

dibuktikan melalui berjalan lancarnya

pengelolaan aset (lihat Tabel 1)

walaupun dengan beberapa kendala.

Tabel 1. Kegiatan Usaha yang Sedang Berjalan

No Nama Unit Usaha Produk/Kegiatan yang dilaksanakan atau dihasilkan

1 Simpan Pinjam Memberikan pinjaman untuk warga desa Sido Luhur dengan bunga 1,5%/Bulan

2 Jasa rental tenda dan

kursi

Menyewakan tenda dan kursi untuk pesta desa Sido Luhur

maupun di luar desa Sido Luhur

3 Jasa Rental molen Menyewakan molen untuk pembangunan desa,maupun pribadi baik didalam maupun di luar desa Sido Luhur

4 Jasa Transaksi Online Menerima pembayaran seca online seperti :listrik, listrik

pulsa, BPJS, tiket pesawat,PDAM,FIF,Dll

5 Jasa perdagangan Menjual produk hasil olahan ibu-ibu pkk desa sido luhur dan penjualan pulsa elektrik All operator

6 Jasa BRI link Melayani transfer, tarik tunai,setoran tabungan,setoran

pinjaman,pembayaran listrik,briva,PDAM,tiketing,cek saldo,

Dll

Tabel 1 menunjukkan bahwa

BUMDESA Luhur Sepakat selain

ditunjuk sebagai lembaga legal

perekonomian desa untuk peningkatan

layanan umum dan optimalisasi aset

desa, BUMDESA berperan pula sebagai

pendukung kegiatan usaha dan

perekonomian masyarakat desa dalam

memfasilitasi dan mengkoordinasikan

upaya-upaya ekonomi produktif milik

masyarakat desa. BUMDESA sendiri

merupakan wadah masyarakat dalam

mengembangkan potensi desa yang

belum tersentuh oleh pemerintah.

Potensi tersebut berguna untuk warga

masyarakat sekitar. Seperti kegiatan

simpan pinjam yang memiliki bunga

1,5%, hal tersebut bukan memberatkan

warga namun justru meringankan.

Peminjaman dapat dilakukan untuk

modal usaha warga dan perputaran

bunga bukan untuk pemerintah namun

Page 45: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

144

digunakan untuk kemajuan desa Sido

Luhur, agar BUMDESA ini dapat

berkembang dan menjadi lembaga

perekonomian yang memiliki daya

saing, maka perlu dilakukan

kategorisasi tingkat perkembangannya.

Kategorisasi ini bertujuan agar

pemerintah dapat lebih mudah dalam

mengklasifikasi kekuatan dari masing-

masing BUMDESA.

Tabel 2. Kegiatan Bimbingan teknis

BUMDESA No Kegiatan Pelaksana

1 Bimbingan Teknis

Pengembangan

BUMDESA

Provinsi

Bengkulu

2 Pembukaan Pelatihan

BUMDESA

Angkatan XXI

KEMENDES

3 Pelatihan

BUMDESA

BALATMAS

Pekan Baru

4 Pelatihan

BUMDESA

Dinas DPMD

Bengkulu Utara

Bukan hanya kegiatan yang sedang

berjalan saja namun ada juga kegiatan

usaha yang direncanakan akan

dikembangkan seperti pada Tabel 2.

Kegiatan pengembangan ini fokus

dengan rencana pengembangan usaha

yang disertai dengan upaya peningkatan

kualitas SDM pengelola BUMDESA.

Tabel 3. Kegiatan usaha yang direncanakan akan dikembangkan

No Nama Unit Usaha Produk/Kegiatan yang dilaksanakan atau dihasilkan

1 Pembentukan unit usaha pembenihan ikan

Pembenihan benih ikan yang berkualitas, serta mampu memenuhi kebutuhan benih didesa SidoLuhur dan sekitarnya

yang akan bekerjasama dengan Unit Pembenihan Rakyat

(UPR)

2 Pembentukan unit cetak batako

Pembuatan batako yang berkualitas, akan bekerjasama dengan karang taruna desa

3 Penanaman modal

usaha simpan pinjam

Jasa keuangan, mampu membantu perekonomian masyarakat

dengan bunga ringan

4 Pendirian pangkalan Gas LPG 3 Kg

Gas LPG subsidi 3 Kg mampu memenuhi kebutuhan Gas LPG untuk masyarakat Desa Sido Luhur dan dapat bekerja

sama dengan warung manisan di dalam maupun di luar Desa

Sido Luhur

Dari Tabel 3 menunjukkan bahwa

perencanaan pengembangan kegiatan

usaha dari BUMDESA memiliki

potensi yang baik. Pembentukan unit

usaha pembenihan ikan adalah

perencanaan usaha yang baik karena

perencanaan tersebut sangat berpotensi

bagi Desa Sido Luhur dalam

mendapatkan benih ikan berkualitas.

Ikan dengan kualitas yang baik dapat

mensejahterakan warga sekitar melalui

Page 46: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

145

pendapatan penjualan yang diperkirakan

dapat di ekspor ke luar daerah.

Masyarakat memiliki peranan yang

sangat penting karena memiliki posisi

sebagai obyek dan subyek dari

perekonomian itu sendiri. Artinya,

masyarakat tidak hanya menjadi target

atau tujuan dari suatu pembangunan

tetapi juga dilibatkan di dalam

perekonomian. Partisipasi masyarakat

dalam perekonomian sangat penting

karena dengan melibatkan masyarakat

dalam pelaksanaan perekonomian maka

perekonomian yang dilaksanakan bisa

sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Perekonomian yang dilaksanakan di

desa tentu kebutuhannya akan berbeda

dengan perekonomian yang

dilaksanakan di daerah perkotaan.

Dalam penelitian ini partisipasi secara

langsung oleh masyarakat desa dimulai

dari tahap merencanakan,

melaksanakan, sampai pada kegiatan

pengawasan melalui kegiatan

pemanfaatan dana BUMDESA yang

berbasis potensi lokal.

Meskipun dalam perekonomian desa

ada dua paradigma yang berbeda yaitu

kegiatan usaha ekonomi yang dilakukan

oleh masyarakat secara individu

(swasta) di satu sisi dan usaha kolektif

masyarakat dalam wadah BUMDESA

disisi lain. Namun keduanya memiliki

tujuan yang sama yaitu masyarakat bisa

berpartisipasi dalam perekonomian.

Partisipasi masyarakat diperlukan dalam

perekonomian karena dari

masyarakatakan diperoleh informasi

guna identifikasi mengenai kondisi

eksisting, kebutuhan, serta sikap

terhadap perekonomian. Dalam

perekonomian menggunakan

BUMDESA akan mendapatkan omset

dari usaha yang sedang dijalankan dan

dikembangkan. Omset digunakan untuk

melihat kemajuan dari usaha yang

dilakukan serta pemutaran modal yang

akan memajukan usaha yang dijalankan

saat ini.

Tabel 4. Omset Usaha

No Nama Unit

Usaha

Jumlah Omset

Per Bulan(Rp)

1 Transaksi

Online

Rp 10.000.000,-

2 Pulsa Elektrik Rp 3.000.000,-

3 Sewa Menyewa Rp 300.000,-

4 BRI Link Rp 100.000.000,-

5 Simpan Pinjam Rp 10.000.000,-

Jumlah Rp 123.300.000,-

Omset dari BUMDESA kurang lebih

123 juta rupiah per tahun (lihat Tabel

4). Hasil bersih dari BUMDESA

dialokasikan sebesar 20% untuk Desa,

BKM 20%, BUMDESA 20%,

kemudian Dusun 15%. Jumlah yang

cukup besar, Hal ini perlu diperdalam

karena menyangkut akuntabilitas dari

BUMDESA dan kepercayaan

masyarakat kepada BUMDESA.

Beberapa partisipan juga mengharapkan

adanya peninjauan kembali proporsi

pembagian SHU, dimana Dusun yang

bersentuhan langsung dengan

masyarakat hanya mendapat sedikit dari

bagian SHU. Kecilnya alokasi untuk

pedukuhan ini menjadi salah satu faktor

penyebab masyarakat tidak merasakan

manfaat dari keberadaan BUMDESA.

Page 47: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

146

Pelembagaan BUMDESA untuk

pemberdayaan dan penggerakan potensi

ekonomi desa bertujuan untuk

mendukung kebijakan makro

pemerintah (UU No.32/2004) dalam

upaya pengentasan kemiskinan

khususnya di pedesaan. Pemberdayaan

BUMDESA secara melembaga di

tingkat desa diharapkan akan

mendinamisasi segala potensi desa

untuk kesejahteraan masyarakatnya.

Oleh sebab itu beberapa unsur penting

sebagai prasyarat pendirian,

pemberdayaan, dan pelembagaan

BUMDESA dijadikan sebagai tujuan

khusus yang akan dihasilkan melalui

penelitian ini, yaitu :

1. Model kelembagaan pemberdayaan

masyarakat dalam pengelolaan

potensi ekonomi desa (penjabaran

Pasal 213 UU No.32/2004).

2. Model organisasi dan manajemen

BUMDESA

3. Model fasilitasi, yang terdiri dari :

a. partisipasi masyarakat dan

pemberdayaan ekonomi,

b. pendampingan usaha, dan

c. pola kemitraan eksternal terhadap

lembaga keuangan (bank,

koperasi, atau penanam modal),

dan mitra usaha lainnya.

Istilah pemberdayaan yang pada

awalnya hanya bersifat mikro-

individual, telah berkembang secara

luas menjadi sebuah strategi preverensi

dan intervensi kelompok dan bahkan

masyarakat. Sebagai stratetgi,

pemberdayaan dewasa ini banyak

digunakan sebagai suatu aksi atau

gerakan dalam rangka mengatasi

masalah-masalah individual, kelompok,

dan masyarakat pengeluaran yang

dialokasikan akan lebih diperdalam lagi

sebab jika pengeluaran lebih besar dari

pemasukan maka akan menjadi rugi

yang melebihi 10% dari modal yang

didapat.

Tabel 5. Pembagian Hasil Usaha N

o

Uraian Pembagian Uraian Hasil

1 Penambahan modal usaha Rp 106.800,-

2 Pendapatan asli desa Rp 35.600,-

3 Penasihat Rp 17.800,-

4 Badan Pengawas @5 Orang

Rp 26.700,-

5 Pelaksana Operasional @ 3 Orang

Rp 133.500,-

6 Pendidikan dan Sosial Rp 14.420,-

7 Cadangan Rp -

Walaupun banyak kelebihan dan

kelancaran didalam pengelolaan

BUMDESA namun masih banyak

kendala yang terjadi didalam

Pengelolaan BUMDESA. Permasalahan

yang timbul didalam pengelolaan

BUMDESA ini antara lain belum

memiliki kantor sendiri sehingga

selama ini berjalannya kegiatan

BUMDESALuhur Sepakat menumpang

di Balai Pertemuan KP2a Desa Sido

Luhur dengan ruangan yang cukup

sempit sehingga pelayanan belum bisa

maksimal. Serta BUMDESA belum bisa

memberikan Salary kepada pengurus

BUMDESALuhur Sepakat menjadi

permasalahan pokok dalam

menjalankan kegiatan usaha

BUMDESA Luhur Sepakat. Namun

kondisitersebut tidak terlalu menjadi

kendala sebab bila dilihat dari ukuran

waktu BUMDESA ini juga baru

berjalan 3 tahun sehingga berdasarkan

Tabel 5, minimnya kontribusi terhadap

Pendapatan Asli Desa (PADes) dan

Page 48: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

147

besaran jasa pengurus justru dapat

dijadikan peluang atau ruang untuk

pengambilan kebijakan terutama pada

perlunya penambahan akumulasi modal

yang bersumber dari penyertaan dana

desa.

PENUTUP

KESIMPULAN

BUMDESA dibentuk dengan tujuan

untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat lokal desa dan

meningkatkan pendapatan asli desa

serta meningkatkan pengelolaan potensi

desa.Sebagai badan usaha desa yang

bertujuan untuk meningkatkan

pendapatan desa dan masyarakat,

program BUMDESA Luhur Sepakat

Desa Sido Luhur sudah dapat menjadi

unit usaha yang dijalankan sebagai

salah satu upaya peningkatan pelayanan

ekonomi masyarakat desa, disamping

sebagai sumber pendapatan untuk

BUMDESA dalam meningkatkan

Pendapatan Asli Desa (PADes).

Program ini dapat dijadikan sebagai

salah satu penopang perekonomian

masyarakat Desa Sido Luhur.

Mekanisme pengelolaan BUMDESA

“Luhur Sepakat” Desa Sido Luhur yaitu

mengikuti alur proseduryang diberikan

oleh pemerintah dan sesuai peraturan

yang ada. Faktor yang mempengaruhi

mekanisme pengelolaan BUMDESA

“Luhur Sepakat” adalah masalah

kepemilikan kantor BUMDESA dan

Salary untuk pengurus BUMDESA.

REKOMENDASI

Kehadiran BUMDESA sebagai wujud

nyata untuk membantu perekonomian

masyarakat desa khususnya di desa

tertinggal dirasa menjadi kebutuhan

mutlak. BUMDESA Luhur Sepakat

dalam menjalankan programnya

membutuhkan pendampingan dan

fasilitasi dari semua stakeholder

termasuk peran Pemeritah Daerah baik

Provinsi maupun Kabupaten. Fasilitasi

dan pendampingan dapat berupa

suntikan modal usaha, pemasaran hasil

usaha, peningkatan SDM pengurus

dalam rangka pengelolaan BUMDESA

melalui pelatihan yang terintegrasi.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2007). Buku Panduan

Pendirian dan Pengelolaan

Badan Usaha Milik Desa

(BUMDes). Departemen

Pendidikan Nasional Pusat Kajian

Dinamika Sistem Pembangunan

(PKDSP) Fakultas Ekonomi

Universitas Brawijaya. Jakarta.

PP-RPDN.

BPKB. (2015). Petunjuk Pelaksanaan

Bimbingan & Konsultasi

Pengelolaan Keuangan Desa.

Jakarta. Badan Pengawasan

Keuangan dan Pembangunan.

Putra, Anom Surya. (2015). Buku 7

Badan Usaha Milik Desa: Spirit

Usaha Kolektif Desa. Jakarta.

Kurniawan, Boni. (2015). Desa

Mandiri, Desa Membangun.

Kementeran Desa, Pembangunan

Desa Tertinggal dan

Transmigrasi Republik Indonesia.

Jakarta.

Page 49: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

148

Kartasasmita, Ginanjar. (1997).

Pemberdayaan masyarakat.

Yogyakarta. Universitas Gadjah

Mada.

Sidik, Fajar. (2015). Menggali Potensi

Lokal Mewujudkan Kemandirian

Desa. Jurnal Kebijakan &

Administrasi Publik Vil. 19 No 2

e-ISSN 0852-9213, e-ISSN 2477-

4693.

Saryono. (2010). Metodologi Penelitian

Kualitatif. Yogyakarta.Mitra

Cendikia.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014

Tentang Desa.

Zatalini, Farah. (2015). Kewenangan

Otonomi Desa dalam

Perencanaan Pembangunan Desa

Bagian. Hukum Administrasi

Negara Fakultas Hukum

Universitas Lampung. Lampung.

Page 50: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

149

EKSISTENSI HUKUM KORBAN TINDAK PIDANA DALAM SISTEM

PERADILAN PIDANA DI INDONESIA

EXISTENCE OF LAW FORVICTIM IN THE CRIMINAL COURT SYSTEM IN

INDONESIA

Serly Lika Sari

Fakultas Hukum Universitas Prof. Dr. Hazairin, SH Bengkulu

Jalan Ahmad Yani Nomor 1 Bengkulu

email : [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana eksistensi hukum Korban Tindak

Pidana dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia. Penelitian ini merupakan

penelitian deskriptif yang menggunakan pendekatan normatif yuridis. Pendekatan

normatif yuridis adalah penelitian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

berlaku dan dikaitkan dengan teori-teori hukum pidana serta pelaksanaannya. Data

yang digunakan data sekunder didapat melalui studi pustaka dan dokumentasi. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa perhatian hukum terhadap korban tindak pidana dalam

KUHAP belum optimal, walaupun perhatian pengaturan hukum atas dasar

penghormatan HAM dari pelaku tindak pidana cukup banyak. Pengertian mengenai

kepentingan korban dalam kajian viktimologi, tidak hanya dipandang dari perspektif

hukum pidana atau kriminologi saja, melainkan berkaitan pula dengan aspek

keperdataan. Posisi hukum korban tindak pidana dalam sistem peradilan pidana, tidak

menguntungkan bagi korban tindak pidana, karena terbentur dalam masalah mendasar

yaitu korban hanya sebagai saksi (pelapor atau korban), dimana korban tindak pidana

tidak termasuk bagian dari unsur yang terlibat dalam sistem peradilan pidana,

sebagaimana terdakwa, polisi dan jaksa.

Kata Kunci : Korban, tindak pidana, peradilan.

ABSTRACT

This study aims to recognize existence oflaw for victim in the criminal court system in

Indonesia. This is descriptive study using juridical normative. Secondary data is

obtained from literatures and documentation. Result shows that The Criminal Law

Procedure Code (KUHAP) is less-attentive for victim although there is quite a lot of

laws based on Human Rights for criminal. Considering study of victimology, victim is

not only viewed by criminal law perspective, but also civil law. A victim in criminal

court tends to be less-benefit forhim since he acts as witness as well (whistle blower or

victim).A victim seems to be excluded of criminal courtas a defendant, police, and

attorney.

Keywords : Victim, criminal, court

Page 51: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

150

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan Negara yang

berdasarkan atas hukum, maka setiap

tindakan harus sesuai dengan pancasila

dan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD

1945) sebagai dasar hukum yang paling

hakiki, disamping produk-produk

hukum lainnya. Hukum tersebut harus

selalu ditegakkan guna mencapai cita-

cita dan tujuan Negara Indonesia.

Namun demikian, dalam

pelaksanaannya penegakan hukum

kadang tidak selalu sesuai dengan yang

tertulis dalam peraturan perundang-

undangan. Hal ini dikarenakan interaksi

antar manusia (individu) kadangkala

menimbulkan hubungan yang bersifat

negatif atau merugikan salah satu pihak.

Dan disinilah terkadang tindak pidana

terjadi di masyarakat, dimana pihak

yang terlibat didalamnya yaitu pelaku

dan korban.

Jenis tindak pidana di masyarakat

sangatlah banyak, diantaranya

pembunuhan, perampokan, pencabulan,

pencemaran nama baik, pemerkosaan,

pencurian, dan lain sebagainya.

Perkembangan kasus hukum di

masyarakat, dimana perhatian kita

umumnya lebih banyak menyoroti

kepada pelaku, karena dalam ilmu

tindak pidana perhatian terhadap pelaku

harus dibuktikan tindakannnya untuk

menjatuhkan sanksi pidana. Masih

sedikit perhatian diberikan kepada

korban kejahatan, dimana mereka

sebenarnya merupakan elemen

(partisipan) dalam peristiwa pidana.

Korban tidak hanya merupakan sebab

dan dasar proses terjadinya kriminalitas,

tetapi berperan penting dalam usaha

mencari kebenaran materil yang

dikehendaki hukum pidana materil.

Korban mempunyai peranan fungsional

ketika terjadinya tindak pidana, baik

dalam keadaan sadar maupun tidak

sadar, secara langsung ataupun tidak

langsung.

Salah satu latar belakang pemikiran

victimologis adalah “pengamatan

meluas terpadu”, yaitu segala sesuatu

harus diamati secara meluas terpadu

(makro-integral), disamping diamati

secara mikro-klinis. Apabila kita ingin

mendapatkan gambaran kenyataan

menurut proporsi yang sebenarnya

secara dimensional, mengenai sesuatu

terutama mengenai relevansi sesuatu,

maka usaha pengembangan victimologi

sebagai suatu sub-kriminologi yang

merupakan studi ilmiah tentang korban

kejahatan sangat dibutuhkan terutama

dalam usaha mencari kebenaran materil

dan perlindungan hak asasi manusia

dalam Negara pancasila ini.

Dalam sistem hukum nasional, korban

dalam suatu tindak pidana merupakan

pihak yang sangat dirugikan, namun

posisinya tidak begitu mendapat

perhatian. Dalam sistem peradilan

pidana, korban dianggap hanya sebagai

“figuran” bukan sebagai pemeran

utama, atau hanya berperan sebagai

saksi korban. Namun dalam kenyataan

tindak pidana, korban bahkan tidak

hanya mengalami cedera fisik namun

juga cedera psikis, bahkan sampai

meninggal dunia. Dalam hal ini dapat

dikatakan bahwa posisi korban dalam

suatu tindak pidana adalah tidak mudah

dipecahkan dari sudut hukum.

Page 52: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

151

Dalam sejarah hukum, perhatian lebih

terfokus pada masalah aspek penologist

dari hukum pidana, yaitu bagaimana

supaya pelaku tindak pidana dapat

dihukum sesuai dengan tindak pidana

yang terbukti dilakukannya, akibatnya

masalah-masalah mengenai korban

tidak begitu mendapat perhatian. Disini

kedudukan korban menjadi tidak

mendapat perlindungan hukum dan

keadilan yang semestinya, maka

dicarilah jalan keluar alternatif dengan

restitusi jika sifatnya kearah privat, atau

kompensasi jika sifatnya kearah publik.

Sistem peradilan melalui produk

peraturan perundang-undangan di

Indonesia, khususnya Kitab Undang-

Undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP) yang diundangkan dalam

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

menjadi dasar dari penyelenggaraan

sistem peradilan pidana di Indonesia.

Sistem peradilan pidana sebagai basis

penyelesaian perkara pidana belum

mengakui eksistensi korban tindak

pidana selaku pencari keadilan, dimana

seorang korban tindak pidana akan

menderita kembali sebagai akibat dari

sistem hukum itu sendiri, karena korban

tindak pidana tidak dapat dilibatkan

secara aktif seperti halnya dalam

beracara perdata, tidak dapat langsung

mengajukan sendiri perkara pidana ke

pengadilan melainkan harus melalui

instansi yang ditunjuk (kepolisian dan

kejaksaan).

Dari uraian diatas, menunjukkan bahwa

sudah selayaknya sistem peradilan

pidana harus dikaji ulang dan harus

melihat kepentingan yang lebih luas,

tidak hanya terfokus pada pembahasan

bagi si pelaku tindak pidana saja, akan

tetapi kepentingan korban tindak pidana

yang sudah selayaknya harus

diperhatikan juga. Perlindungan yang

ada dalam KUHAP lebih banyak

melindungi hak asasi si pelaku tindak

pidana dibandingkan dengan hak

asasi/kepentingan korban tindak pidana,

dimana yang dikemukakan ketentuan-

ketentuan yang

melindungi/memperhatikan kepentingan

korban hanya mengenai praperadilan

dan gabungan gugatan ganti kerugian.

Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa

sistem yang dianut oleh KUHAP adalah

retributive justice, yaitu suatu kebijakan

yang titik perlindungannya adalah si

pelaku tindak pidana (offender oriented)

bukan restorative justice yang fokus

kebijakan perlindungan terhadap korban

tindak pidana (Victim Oriented).

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka

rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah bagaimana Eksistensi Hukum

Korban Tindak Pidana dalam Sistem

Peradilan Pidana di Indonesia?. Tujuan

penelitian ini adalah untuk mengetahui

bagaimana eksistensi hukum Korban

Tindak Pidana dalam Sistem Peradilan

Pidana di Indonesia.

TINJAUAN PUSTAKA

Victimologi

Victimologi pada hakikatnya

merupakan pelengkap atau

penyempurnaan dari teori-teori

etimologi kriminal yang ada. Berbeda

dengan kriminologi, ilmu ini berusaha

menjelaskan mengenai masalah

terjadinya berbagai kejahatan atau

Page 53: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

152

munculnya korban kejahatan dari sudut

pandang yang berbeda, yaitu bukan dari

aspek pelaku dan penderitaan korban,

melainkan juga bagaimana korban

kadangkala menjadi pemicu dan

mengakibatkan terjadinya kejahatan

(Atmasasmita, 2010).

Obyek studi atau ruang lingkup

victimologi adalah sebagai berikut

(Gosita, 2002) :

1) Berbagai macam viktimisasi kriminal

atau kriminalistik;

2) Teori-teori etiologi viktmisasi

criminal;

3) Para peserta yang terlibat dalam

terjadinya atau eksistensi suatu

viktimisasi kriminal atau

kriminalistik, seperti para korban,

pelaku, pengamat, pembuat undang-

undang, polisi, jaksa, hakim,

pengacara dan sebagainya;

4) Reaksi terhadap suatu viktimisasi

kriminal;

5) Respon terhadap suatu viktimisasi

kriminal, argumentasi kegiatan-

kegiatan penyelesaian suatu

viktimisasi atau viktimologi, usaha-

usaha prevensi, refresi, tindak lanjut

(ganti kerugian); dan

6) Faktor-faktor

viktimogen/kriminogen.

Suatu viktimisasi dapat dirumuskan

sebagai suatu penimbulan penderitaan

(mental, fisik, sosial, ekonomi, moral)

pada pihak tertentu dan dari

kepentingan tertentu. Paradigma

viktimisasi meliputi :

a. Viktimisasi politik, dapat

memasukkan aspek penyalahgunaan

kekuasaan, perkosaan hak-hak asasi

manusia, campur tangan angkatan

bersenjata diluar fungsinya,

terorisme, intervensi, dan peperangan

lokal atau dalam skala internasional;

b. Viktimisasi ekonomi, terutama yang

terjadi karena ada kolusi antara

pemerintah dan konglomerat,

produksi barang-barang tidak

bermutu atau merusak kesehatan,

termasuk aspek lingkungan hidup;

c. Viktimisasi media, dalam hal ini

dapat disebut penyalahgunaan obat

bius, alkoholisme, malpraktek

dibidang kedokteran, dan lain-lain;

d. Viktimisasi yuridis, dimensi ini

cukup luas, baik yang menyangkut

aspek peradilan dan lembaga

permasyarakatan maupun yang

menyangkut dimensi diskriminasi

undang-undang, termasuk

menerapkan kekuasaan dan

stigmatisasi walaupun sudah

diselesaikan aspek peradilannya.

Korban

Dalam Pasal 1 Angka 2 Undang-

Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang

Perlindungan Saksi dan Korban

menyatakan bahwa : “Korban adalah

seseorang yang mengalami penderitaan

fisik, mental, dan/atau kerugian

ekonomi yang diakibatkan oleh suatu

tindak pidana. Sedangkan menurut

Gosita (2002), yang dimaksud dengan

korban adalah mereka yang menderita

jasmaniah dan rohaniah sebagai akibat

tindakan orang lain yang bertentangan

dengan kepentingan diri sendiri atau

orang lain yang mencari pemenuhan

kepentingan diri sendiri atau orang lain

yang bertentangan dengan kepentingan

hak asasi yang menderita”.

Page 54: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

153

Korban merupakan pihak yang

mengalami penderitaan dan kerugian

dalam terjadinya suatu tindak pidana

atau kejahatan, korban tentunya

memiliki hak-hak yang termuat dalam

Pasal 5 Undang-Undang Nomor 13

Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi

dan Korban yang menyatakan bahwa

korban berhak untuk :

a. Memperoleh perlindungan atas

keamanan pribadi, keluarga dan

harta bendanya, serta bebas dari

ancaman yang berkenaan dengan

kesaksian yang akan, sedang, atau

telah diberikannya;

b. Ikut serta dalam proses memilih

dan menentukan perlindungan dan

dukungan keamanannya;

c. Memberikan keterangan tanpa

tekanan;

d. Mendapat penerjemah;

e. Bebas dari pertanyaan yang

menjerat;

f. Mendapatkan informasi mengenai

perkembangan kasus;

g. Mendapatkan informasi mengenai

putusan pengadilan;

h. Mengetahui dalam hal terpidana

dibebaskan;

i. Mendapat identitas baru;

j. Mendapatkan tempat kediaman

baru;

k. Memperoleh penggantian biaya

transportasi sesuai dengan

kebutuhan;

l. Mendapat nasihat; dan/atau

m. Memperoleh bantuan biaya hidup

sementara sampai batas waktu

perlindungan berakhir.

Sementara itu, hak dan kewajiban

korban adalah sebagai berikut (Gosita,

2002) :

a. Hak korban, antara lain :

1) Mendapat kompensasi atas

penderitaan, sesuai dengan

kemampuan pelaku;

2) Korban berhak menolak

kompensasi karena tidak

memerlukannya;

3) Korban berhak mendapatkan

kompensasinya untuk ahli

warisnya, bila korban meninggal

dunia karena tindakan tersebut;

4) Mendapat pembinaan dan

rehabilitasi;

5) Mendapatkan kembali hak

miliknya;

6) Menolak menjadi saksi, bila hal

ini membahayakan dirinya;

7) Memperoleh perlindungan dari

ancaman pihak pelaku bila

melapor dan/atau menjadi saksi;

8) Mendapat bantuan penasihat

hukum;

9) Mempergunakan upaya hukum

(rechtsmiddelen).

b. Kewajiban korban, antara lain :

1) Korban tidak main hakim

sendiri;

2) Berpartisipasi dengan

masyarakat mencegah timbulnya

korban lebih banyak lagi;

3) Mencegah kehancuran si pelaku

baik oleh diri sendiri, maupun

orang lain;

4) Ikutserta membina pembuat

korban;

5) Bersedia dibina atau membina

diri sendiri untuk tidak menjadi

korban lagi;

Page 55: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

154

6) Tidak menuntut restitusi yang

tidak sesuai dengan kemampuan

pelaku;

7) Memberi kesempatan kepada

pelaku untuk memberi restitusi

kepada pihak korban sesuai

dengan kemampuannya; dan

8) Menjadi saksi bila tidak

membahayakan diri sendiri dan

ada jaminan keamanannya.

Peranan Korban dalam Terjadinya

Kejahatan

Peran yang dimaksud adalah sebagai

sikap dan keadaan diri seseorang yang

akan menjadi calon korban ataupun

sikap dan keadaan yang dapat memicu

seseorang untuk berbuat kejahatan.

Pihak korban yang mempunyai status

sebagai partisipan aktif maupun pasif

dalam suatu kejahatan, memainkan

berbagai macam peranan yang

mempengaruhi oleh situasi dan kondisi

tertentu secara langsung maupun tidak

langsung.

Peranan korban kejahatan ini antara lain

berhubungan dengan apa yang

dilakukan pihak korban, bilamana

dilakukan sesuatu, serta dimana hal

tersebut dilakukan. Peranan korban ini

mempunyai akibat dan pengaruh bagi

diri korban serta pihaknya, pihak lain,

dan lingkungannya. Pihak korban dapat

berperan dalam keadaan sadar atau

tidak sadar, secara langsung maupun

tidak langsung, sendiri maupun

bersama-sama, bertanggungjawab atau

tidak, secara aktif maupun pasif, dengan

motivasi positif maupun negatif, dimana

semuanya tergantung pada situasi dan

kondisi pada saat kejahatan

berlangsung.

Peranan korban dalam menimbulkan

kejahatan, antara lain (Mulyadi, 2007) :

a. Tindakan kejahatan memang

dikehendaki oleh si korban untuk

terjadi;

b. Kerugian akibat tindak kejahatan

mungkin dijadikan si korban untuk

memperoleh keuntungan yang lebih

besar;

c. Akibat yang merugikan si korban

mungkin merupakan kerjasama

antara si pelaku dan si korban;

d. Kerugian akibat tindak kejahatan

sebenarnya tidak terjadi bila tida ada

provokasi si korban.

Sistem Peradilan Pidana Indonesia

Sistem Peradilan melalui produk

Peraturan Perundang-Undangan

Indonesia, khususnya Kitab Undang-

Undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP) yang diundangkan dalam

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

menjadi dasar dari penyelenggaraan

sistem peradilan pidana. Kepentingan

korban tindak pidana telah diwakili oleh

alat Negara yaitu kepolisian dan

kejaksaan sebagai penyelidik, penyidik

dan penuntut umum. Hubungan antara

korban tindak pidana dengan pihak

kepolisian dan kejaksaan adalah bersifat

simbolik, sementara hubungan antara

terdakwa dengan penasihat hukumnya

secara prinsip adalah murni dalam

hubungan hukum antara pengguna jasa

dan pemberi jasa yang diatur dalam

hukum perdata. Polisi dan jaksa

bertindak untuk melaksanakan tugas

Negara sebagai wakil korban tindak

Page 56: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

155

pidana dan atau masyarakat, sedangkan

penasihat hukum bertindak atas kuasa

langsung dari terdakwa yang bertindak

mewakili terdakwa sendiri.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian

deskriptif yang menggunakan

pendekatan normatif yuridis.

Pendekatan normatif yuridis adalah

penelitian berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku dan

dikaitkan dengan teori-teori hukum

pidana serta pelaksanaannya. Data yang

digunakan data sekunder didapat

melalui studi pustaka dan dokumentasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Aspek Viktimologi pada Korban

Tindak Pidana

Pengembangan dan manfaat viktimologi

adalah selaras dengan kehidupan

masyarakat, dimana viktimologi

dirumuskan sebagai studi yang

mempelajari masalah korban, penimbul

korban, serta sebab-akibat penimbulan

korban, yang merupakan masalah

manusia sebagai kenyataan sosial. Yang

dimaksud dengan korban dan

menimbulkan korban disini dapat

berupa individu, suatu kelompok,

korporasi swasta dan pemerintah.

Dilihat dari sudut Hak Asasi Manusia

(HAM), masalah kepentingan korban

tindak pidana merupakan bagian dari

persoalan hak asasi manusia pada

umumnya. Prinsip universal

sebagaimana termuat dalam The

Universal Declaration of Human Right

(10 Desember 1948) dan The

International Convenant on Civil and

Political Rights (16 Desember 1948)

mengakui bahwa semua orang adalah

sama terhadap Undang-Undang dan

berhak atas perlindungan hukum yang

sama tanpa perlakuan atau sikap

diskriminasi apapun. Setiap tindakan

pelanggaran hak-hak asasi yang dijamin

oleh ketentuan peraturan perundang-

undangan nasional.

Perkembangan di dalam hukum

nasional, awalnya tidak begitu responsif

terhadap kepentingan korban. Tetapi

dengan berbagai kongres internasional

yang membahas masalah victim, maka

perhatian terhadap korban tindak pidana

mulai terangkat. Seperti diketahui,

setidaknya ada 3 (tiga) pertemuan

internasional mengenai tema yang

sama, yaitu : Kongres di Geneva

membahas “New Form and Dimension

of Crime; Kongres di Caracas tahun

1980 menindaklanjuti tentang Crime

and the Abuse of Power, Offenses and

Offender Beyond the Reach of Law; lalu

kemudian Kongres di Milan Tahun

1985 yang membahas Victim of Crime,

Which it Connect the New Dimentions

of Criminality and Crime Prevention in

the Context of Development,

Convention and Non Conventional

Crime, Illegal Abuse of Economic and

Publik Power.

Dimensi ganti rugi atas penderitaan

korban dikaitkan dengan sistem

restitusi, yang dalam pengertian

viktimologi adalah berhubungan dengan

perbaikan atau restorasi atas kerugian

fisik, moril, harta benda dan hak-hak

korban yang diakibatkan oleh tindak

pidana. Berbeda dengan kompensasi

Page 57: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

156

merupakan permintaan atas dasar

pemohonan, dan jika dikabulkan harus

dibayar oleh masyarakat atau Negara,

sedangkan restitusi dituntut oleh korban

agar diputus oleh pengadilan, jika

diterima tuntutannya maka harus

dibayar oleh pelaku tindak pidana

tersebut. Karena hakikat perbedaan

demikian masih belum direalisasikan

dalam kenyataan, maka seringkali tidak

ada bedanya antara kedua pembayaran

tersebut, karena yang terpenting

perhatian terhadap korban terlebih

dahulu, baru kemudian menyusul

begaimana bentuk pembayaran atas

kerugian korban.

Dalam perkembangan tentang korban

ini, telah dituangkan dalam Undang-

Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang

Perlindungan Saksi dan Korban.

Kepentingan korban dikuasakan pada

suatu lembaga yang dibentuk oleh

Undang-Undang yakni Lembaga

Perlindungan Saksi dan Korban

(LPSK). Kepentingan korban melalui

LPSK tersebut tertuang dalam Pasal 7

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006

tersebut, yaitu :

1) Korban melalui LPSK berhak

mengajukan ke pengadilan beruba :

a. Hak atas kompensasi dalam

kasus pelanggaran hak asasi

manusia yang berat;

b. Hak atas restitusi atau ganti

kerugian yang menjadi

tanggungjawab pelaku pidana.

2) Keputusan mengenai kompensasi

dan restitusi yang diberikan oleh

pengadilan.

3) Ketentuan lebih lanjut mengenai

pemberian kompensasi dan restitusi

diatur dengan peraturan

pemerintah.

Aspek Viktimologi dalam hukum

nasional dapat dilihat terutama dalam

KUHAP, selain itu dengan dibentuknya

Pengadilan HAM yang telah

dilaksanakan secara efektif sejak tahun

2002, berdasarkan Undang-Undang

Nomor 26 Tahun 2000. Selanjutnya

implementasi Undang-Undang tentang

HAM tersebut dituangkan dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun

2000 tentang Kompensasi, Restitusi,

dan Rehabilitasi terhadap Korban

Pelanggaran HAM yang Berat.

Sebagaimana dimuat dalam Pasal 1

butir 3 yang berbunyi :

“ Korban adalah orang perorangan atau

kelompok orang yang mengalami

penderitaan, baik fisik, mental maupun

emosional, kerugian ekonomi, atau

mengalami pengabaian, pengurangan

atau perampasan hak-hak dasarnya

sebagai akibat pelanggaran hak asasi

manusia yang berat, termasuk korban

adalah ahli warisnya’.

Dalam hal tersebut diatas, disebutkan

hanya korban pelanggaran HAM berat

saja, maka perlu dikaji lebih lanjut

terkait korban tindak pidana biasa agar

dapat masuk dalam ketentuan tersebut,

sehingga korban tindak pidana biasa

dapat masuk pula dalam proses

peradilan HAM.

Page 58: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

157

Eksistensi Hukum Korban Tindan

Pidana Dalam Peradilan Pidana

Pengertian korban dalam aspek hukum

sangatlah luas, namun dalam

pembahasan makalah ini adalah korban

dalam pengertian sebab-akibat adanya

tindak pidana (Victim Against Crime).

Dimana dalam praktiknya, korban dapat

dilihat dari sudut pandang :

1) Korban dilihat dari pembentukan

hukum;

a. Korban dari Over Legislation

dan Sweeping Legislation;

b. Korban dari kekosongan atau

kesesalan hukum.

2) Korban dilihat dari perilaku

kriminal atau anti sosial;

a. Korban dari Crime Against the

Person;

b. Korban dari Against the

Property;

c. Korban dari Drug Abuse;

d. Korban dari Sex Offences/rape;

e. Korban dari White Collar

Crime/Organized Crime;

f. Korban dari New Crime

Forms.

3) Korban dilihat dari dalam lingkup

HAM dan Kesejahteraan Sosial.

a. Korban Pelanggaran HAM

berat, terdiri dari :

- Pelanggaran yang bersifat

criminal dan ada pula yang

bersifat fealusence;

- Korban pelanggaran berat

terbagi dalam Genocide,

Torture, enforced

Displacement, Crime

Against Women and

Children, Extrajudicial

Killing, Schorsing Rubbel.

b. Korban dari pelanggaran HAM

tidak langsung, seperti

keluarga, kelompok korban

yang menderita tekanan jiwa

atau kemiskinan.

c. Korban pelanggaran

kesejahteraan.

Lingkup bahasan mengenai korban pada

penulisan ini adalah korban perilaku

kriminal/anti sosial, yang dapat diproses

berdasarkan KUHAP sebagai landasan

operasional penyelenggaraan peradilan

pidana. Ketentuan-ketentuan dalam

hubungannnya dengan aspek

viktimologi di dalam KUHAP secara

relatif dapat dikatakan banyak, dimana

pengaturan KUHAP yang terkait

dengan viktimologi diantaranya terlihat

dalam Pasal 1 ayat (10) dan ayat (22),

Pasal 81, Pasal 82 ayat (3) dan ayat (4),

Pasal 95 ayat (1) hingga ayat (5), Pasal

96 ayat (1), Pasal 98 ayat (1), Pasal 99

ayat (1), Pasal 100 ayat (1), Pasal 101,

Pasal 274, Pasal 275, dimana fokusnya

lebih banyak berkaitan dengan ganti

rugi.

Berdasarkan KUHAP, maka hak-hak

korban dapat dirumuskan ada 4 (empat)

aspek, yaitu :

1) Hak untuk melakukan kontrol

terhadap tindakan penyidik dan

penuntut umum, yakni hak

mengajukan keberatan atas

tindakan penghentian penyidikan

dan /atau penuntutan dalam

kapasitasnya sebagai pihak ketiga

yang berkepentingan. Ini diatur

dalam pasal 109 dan Pasal 140 ayat

(2) KUHAP;

Page 59: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

158

2) Hak korban dalam kedudukannnya

sebagai saksi, sebagaimana dalam

Pasal 168 KUHAP;

3) Hak bagi keluarga korban dalam

hal korban meninggal dunia, untuk

mengizinkan atau tidak atas

tindakan polisi melalukan bedah

mayat atau penggalian kubur untuk

otopsi. Hal demikian diatur dalam

pasal 134–136 KUHAP;

4) Hak menuntut ganti rugi atas

kerugian yang diderita akibat dari

tindak pidana dalam kapasitasnya

sebagai pihak yang dirugikan.

Tercantum dalam Pasal 98–101

KUHAP.

Posisi hukum korban tindak pidana

dalam sistem peradilan pidana tidak

menguntungkan bagi korban tindak

pidana, karena terbentur pada masalah

mendasar yaitu korban hanya sebagai

saksi (pelapor atau korban). Korban

tidak termasuk dalam bagian dari unsur

yang terlibat dalam sistem peradilan

pidana, berbeda dengan terdakwa, polisi

dan jaksa. Hal tersebut berakibat bagi

korban tindak pidana tidak mempunyai

upaya hukum, apabila ia keberatan

terhadap suatu putusan pengadilan,

misalnya banding atau kasasi apabila

putusan pengadilan yang dipandang

tidak adil atau merugikan dirinya.

Kepentingan korban tindak pidana

masih harus diperjuangkan dari sudut

mekanisme peradilan pidana, karena

regulasi yang ada belum berpihak

secara utuh pada korban tindak pidana

sehingga asas keseimbangan dan

pengayoman dari pemerintah

diharapkan dalam memprioritaskan

perlindungan HAM tidak hanya bagi

pelaku tetapi juga bagi korban tindak

pidana.

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan uraian diatas, disimpulkan

bahwa :

1. Perhatian hukum terhadap korban

tindak pidana dalam KUHAP

belum optimal, walaupun perhatian

pengaturan hukum atas dasar

penghormatan HAM dari pelaku

tindak pidana cukup banyak.

2. Pengertian mengenai kepentingan

korban dalam kajian viktimologi,

tidak hanya dipandang dari

perspektif hukum pidana atau

kriminologi saja, melainkan

berkaitan pula dengan aspek

keperdataan.

3. Posisi hukum korban tindak pidana

dalam sistem peradilan pidana,

tidak menguntungkan bagi korban

tindak pidana, karena terbentur

dalam masalah mendasar yaitu

korban hanya sebagai saksi

(pelapor atau korban), dimana

korban tindak pidana tidak

termasuk bagian dari unsur yang

terlibat dalam sistem peradilan

pidana, sebagaimana terdakwa,

polisi dan jaksa.

Rekomendasi

1. Diharapkan agar semua pihak

terkait, baik kepolisian, lembaga-

lembaga bantuan hukum,

pemerintah hingga masyarakat

dapat secara terpadu meingkatkan

kerjasama dalam mencegah

Page 60: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

159

terjadinya tindak kejahatan

dilingkungan sekitarnya.

2. Pemerintah daerah dapat

melakukan kerjasama dengan pihak

kepolisian dan/atau lembaga

bantuan hukum dalam upaya

melakukan sosialisasi untuk

meningkatkan pemahaman dan

pengetahuan mencegah/mengatasi

terjadinya tindak kejahatan.

DAFTAR PUSTAKA

Atmasasmita, Romli. 2010. Teori dan

Kapita Selekta Victimologi, Edisi

Kedua Cetakan Ketiga. Bandung :

PT Refika Aditama.

Gosita, Arif. 1986. Viktimologi dan

KUHP. Jakarta : Akamedika

Presindo.

…………... 2002. Masalah Korban

Kejahatan. Jakarta : PT. Bhuana

Ilmu Populer.

Mulyadi, Lilik. 2007. Kapita Selekta

Hukum Pidana Kriminologi dan

Viktomologi. Jakarta : Djambatan.

Soeparman. Kepentingan Korban

Tindak Pidana Dilihat Dari

Sudut Viktimologi. Majalah

Hukum Tahun ke XXII No. 260,

Juli 2007. Varia Peradilan.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana.

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006

tentang Perlindungan Saksi dan

Korban.

Page 61: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

160

KARAKTERISTIK BUMDes TUAH SEPAKAT DAN BUMDes HARAPAN

JAYA, SERTA DAMPAK EKONOMINYA BAGI MASYARAKAT

CHARACTERISTIC OF BUMDes“TUAH SEPAKAT” AND

BUMDes“HARAPAN JAYA” AND THEIR ECONOMY IMPACTS TO THE

COMMUNITY

Harwindah

Badan Perencanaan, Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Bengkulu

Jalan Pembangunan Nomor 15, Kota Bengkulu

Email : harwindah@

ABSTRAK

Mengadopsi nawa cita Presiden Joko Widodo yang ketiga, yaitu membangun Indonesia

dari pinggiran sdengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara

kesatuan, maka dicanangkanlah dana desa dengan jumlah yang fantastis yaitu satu

desa satu milyar. Dana Desa diperuntukkan membiayai penyelenggaraan

pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan

pemberdayaan masyarakat. Salah satu pemanfaatan dana tersebut adalah untuk

mendirikan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Dari hasil usaha BUMDes,

pemerintah mengharapkan terjadinya peningkatan pendapatan masyarakat, untuk

mengetahui apakah berdirinya BUMDes di masing-masing desa memberikan pengaruh

atau dampak terhadap perekonomian masyarakat. Tujuan dari kajian ini adalah untuk

mengetahui jenis unit usaha diadopsi oleh BUMDes Tuah Sepakat dan BUMDes

Harapan Jaya serta untuk mengetahui dampak BUMDes tersebut terhadap

perekonomian masyarakat. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini

adalah penelitian deskriptif. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan

kaulitatif. Metode berpikir yang dipakai pada penelitian ini adalah perumusan

masalah, observasi lapangan, analisis data dan penarikan kesimpulan yang dikaitkan

dengan fakta-fakta di lapangan. Dari penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut: Unit usaha yang dilaksanakan oleh BUMDes Tuah

Sepakat adalah unit keuangan (simpan pinjam) dan perdagangan (pertokoan)

sedangkan BUMDes Harapan Jaya memiliki 6 unit usaha yaitu, Perkebunan;

Transportasi; Simpan Pinjam; Perusahaan Air Bersih; BRI Link; dan Pengolahan

arang cangkang sawit; BUMDes Tuah Sepakat dan Harapan Jaya berdampak secara

ekonomi terhadap kehidupan masyarakat seperti meningkatkan Pendapatan Asli Desa,

membuka lapangan kerja, menaikkan pendapatan masyarakat melalui simpan pinjam

dan menjadi pengurus BUMDes.

Kata Kunci : BUMDes, dana desa, unit usaha, PADes

ABSTRACT

One of priority programs from Jokowi called NawaCita mentions about developing

Indonesia’s rural areas. Therefore, there is program called Dana Desa (village funds),

1 billion rupiah for each village. This fund aims to finance governance, development,

Page 62: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

161

community building, and community empowerment. One of implementation is

establishing Village-owned Enterprise (BUMDes). Thus, this study aims to figure out

type of business unit adopted by BUMDes “TuahSepakat” dan “Harapan Jaya” and its

impact to community income. It is a descriptive study using qualitative approach.

Frame of work of this study consists of identifying problems, field observation, data

analysis, and conclusion based on facts on site. Result shows that BUMDes

“TuahSepakat” runs savings and loan (finance unit) and stores (trade unit).

Meanwhile, BUMDes “Harapan Jaya” has 6 business units, i.e.: plantation,

transportation, savings and loan, clean water, BRI Link, and palm-shell charcoal. It is

known that both BUMDes economically affect to the community income, for example

increasing villageown-source revenue, creating employment, increasing income

through savings and loan, and being staff at BUMDes.

Keywords : BUMDes, village funds, business unit, PADes (village own-source revenue.

PENDAHULUAN

Dalam pembukaan UUD 1945 pada

alinea ke IV bahwa pembangunan

nasional ditujukan untuk kesejahteraan

umum untuk mencapai kemandirian

ekonomi. Pembangunan nasional

Indonesia adalah paradigma

Pembangunan yang terbangun atas

pengalaman Pancasila yaitu

pembangunan manusia Indonesia

seutuhnya dan pembangunan

masyarakat Indonesia seluruhnya,

dengan Pancasila sebagai dasar, tujuan,

dan pedomannya (Wikipedia). Tujuan

pembangunan nasional adalah

mewujudkan masyarakat adil dan

makmur yang merata material dan

spiritual berdasarkan Pancasila dan

Undang-Undang Dasar 1945 (Benny,

2016).

Bengkulu merupakan provinsi termiskin

di antara 10 Provinsi di Pulau Sumatra,

yaitu sebesar 16,45% pada bulan maret

2017. Namun pada bulan maret 2018

terjadi penurunan angka kemiskinan

sebesar 1.02% menjadi 15,43%

sehingga menjadikan Bengkulu

beranjak naik diperingkat kesembilan

setelah Provinsi Nangroe Aceh

Darussalam (NAD) (BPS Provinsi

Bengkulu, 2018). Penurunan angka

kemiskinan ini menunjukkan bahwa

telah terjadi penambahan pendapatan

perkapita dan penurunan konsumsi

makanan dan non-makanan. Berarti

telah terjadi pengurangan penduduk

yang berada pada garis kemiskinan.

Banyak faktor penyebab penurunan

angka penduduk miskin, salah satunya

adalah terciptanya lapangan kerja baru.

Prioritas penggunaan dana desa untuk

pembangunan desa dialokasikan untuk

mencapai tujuan pembangunan desa

yaitu meningkatkan kesejahteraan

masyarakat desa dan kualitas hidup

manusia serta penanggulangan

kemiskinan, melalui:

a. pemenuhan kebutuhan dasar;

b. pembangunan sarana dan prasarana

Desa;

c. pengembangan potensi ekonomi

lokal; dan

d. pemanfaatan sumber daya alam dan

lingkungan secara berkelanjutan.

Page 63: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

162

Salah satu pemanfaatan dana tersebut

adalah untuk mendirikan Badan Usaha

Milik Desa (BUMDes). Hal ini tertuang

dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun

2014 tentang desa. Pendirian BUMDes

diharapkan dapat mengentaskan

kemiskinan dan menaikkan

kesejahteraan masyarakat melalui

meluasnya kesempatan kerja dan

meningkatnya pendapatan penduduk

sehingga masyarakat Indonesia menjadi

sejahtera dan mandiri.

BUMDes juga diharapkan bisa

mengerem arus urbanisasi dan migrasi.

Swakelola yakni mengutamakan tenaga

kerja dan material lokal desa yang

berasal dari desa setempat sehingga

mampu menyerap tenaga kerja lokal

dan meningkatkan pendapatan

masyarakat desa. Hasil usaha BUMDes

dapat dimanfaatkan untuk

pengembangan usaha dan pembangunan

desa, pemberdayaan masyarakat desa

dan pemberian bantuan untuk

masyarakat miskin melalui hibah,

bantuan sosial, dan kegiatan dana

bergulir yang ditetapkan dalam

Anggaran Pendapatan dan Belanja

Desa. Dari hasil usaha BUMDes,

pemerintah mengharapkan terjadinya

peningkatan pendapatan masyarakat,

untuk mengetahui apakah berdirinya

BUMDes di masing-masing desa

memberikan pengaruh atau dampak

terhadap perekonomian masyarakat.

Oleh karena itu kami mengadakan

kajian mengenai hal tersebut. Sebagai

bahan evaluasi dana desa yang

dimanfaatkan untuk pendirian BUMDes

serta untuk mengetahui unit usaha yang

berada di BUMDes Tuah Sepakat dan

Harapan Jaya.

Rumusan masalah dari kajian ini adalah

unit usaha apa yang berada di BUMdes

Tuah Sepakat dan Harapan jaya serta

apa pengaruh/dampak berdirinya

BUMDes pada perekonomian

masyarakat di desa tersebut?Tujuan dari

kajian ini adalah untuk mengetahui jenis

unit usaha yang dijalankan oleh

BUMDes Tuah Sepakat dan Harapan

Jaya dan apa pengaruh kedua BUMDes

tersebut terhadap perekonomian

masyarakat di Desa Mandi Angin Jaya

dan Desa Mekar Jaya.

TINJAUAN PUSTAKA

Pembangunan

Tujuan dan sasaran pembangunan

Indonesia adalah membangun manusia

Indonesia seutuhnya yang adil dan

makmur berdasarkan Pancasila dan

UUD 1945. Tujuan dan sasaran

pembangun an nasional sebagaimana

tercantum dan tersirat dalam

Pembukaan UUD 1945 adalah:

1. Melindungi segenap bangsa dan

seluruh tumpah darah Indonesia,

2. Memajukan kesejahteraan umum,

3. Mencerdaskan kehidupan bangsa,

dan

4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia

yang berdasarkan kemerdekaan,

perdamaian abadi dan keadilan

sosial (Zein Sakti, 2016).

Pemerintah Daerah mengatur dan

mengurus sendiri urusan pemerintahan

menurut asas otonomi dan tugas

pembantuan (Undang-Undang Nomor

23 Tahun 2014). Program prioritas

Page 64: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

163

pembangunan Kabupaten Mukomuko

tahun 2016-2021 diantaranya bidang

pendidikan, kesehatan, bidang

infrastruktur, bidang pertanian, bidang

kelautan dan perikanan, bidang

perindagkop dan UKM. Kementerian

Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal

dan Transmigrasi telah menetapkan

sebanyak 24 desa di Kabupaten

Mukomuko, Bengkulu, sebagai desa

yang menjadi skala prioritas

pembangunan di dalam program kerja

kementerian tersebut. Kabid Pemerintah

Desa Dinas Pemberdayaan Masyarakat

dan Desa Kabupaten Mukomuko Eka

Purwanto di Mukomuko, mengatakan

sebanyak 24 desa yang menjadi skala

prioritas program kerja kementrian

tersebar di 12 kecamatan (Antaranews,

2018).

Perencanaan pembangunan desa dan

dana desa dalam kerangka implementasi

nawa cita dan RPJMN 2015-2019.

RPJMN 2015-2019 merupakan visi,

misi, dan agenda (Nawa cita) yang

berfungsi untuk menjadi pedoman

Kementerian/Lembaga dalam menyusun

rencana strategis dan acuan dasar dalam

pemantauan dan evaluasi RPJMN.

RPJMN juga dapat menjadi acuan bagi

masyarakat berpartisipasi dalam

pelaksanaan pembangunan nasional.

CITA Ke-3 NAWA CITA adalah

membangun Indonesia dari pinggiran

dengan memperkuat daerah-daerah dan

Desa dalam kerangka Negara Kesatuan

Republik Indonesia.

Tujuan pembangunan kawasan

perdesaan (Buku Saku Dana Desa,

2017) :

Mewujudkan kemandirian

masyarakat; dan

Menciptakan desa-desa mandiri dan

berkelanjutan yang memiliki

ketahanan sosial, ekonomi, dan

ekologi, serta penguatan keterkaitan

kegiatan ekonomi kota-desa.

Dana Desa

Melalui Undang-Undang Nomor Tahun

2014 tentang Desa, disebutkan bahwa

dana desa memberikan fokus yang lebih

besar pada pengentasan kemiskinan dan

ketimpangan, prioritas penggunaan

Dana Desa digunakan untuk

pembangunan dan pemberdayaan

masyarakat dalam rangka meningkatkan

kualitas hidup masyarakat desa untuk

mengurangi kemiskinan, mengurangi

kesenjangan penyediaan infrastruktur

dasar, serta memperluas kesempatan

kerja.

BUMDes

Pembangunan desa berbasiskan

kekuatan lokal (keuangan dan aset desa)

berwujud pembentukan dan

pengembangan produk unggulan desa

dan/atau produk unggulan kawasan

perdesaan, digerakkan dan dikelola oleh

desa melalui Badan Usaha Milik Desa

(BUMDes) pada lingkup desa atau

BUMDesa bersama pada lingkup antar

desa. Undang Undang No 6 Tahun 2014

tentang Desa. Pasal 87 Pasal 88 Desa

dapat mendirikan Badan Usaha Milik

Desa yang disebut BUM Des. (2) BUM

Desa dikelola dengan semangat

kekeluargaan dan kegotongroyongan.

(3) BUM Desa dapat menjalankan

usaha di bidang ekonomi dan/atau

pelayanan umum sesuai dengan

Page 65: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

164

ketentuan peraturan perundang-

undangan. (1) Pendirian BUM Desa

disepakati melalui Musyawarah Desa.

(2) Pendirian BUM Desa sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) ditetapkan

dengan Peraturan Desa.

Sifat BUMDes adalah menjadi alat desa

bagi gerakan perekonomian di desa

yang bercirikan semangat kolektif dan

kegotongroyongan. Maksud BUMDes

yaitu melaksanakan tugas desa dalam

menyelenggarakan cabang-cabang

produksi yang penting bagi desa dan

yang menguasai hajat hidup orang

banyak Tujuannya untuk meningkatkan

kemampuan masyarakat dalam

mengendalikan perekonomian di desa

untuk sebesarbesarnya kesejahteraan

masyarakat dan kemandirian ekonomi

di tingkat Desa (Buku Saku Dana Desa,

56).

Gambar 1. Dampak Ekonomi BUMDes (Buku Saku Dana Desa, 2017)

Klasifikasi Jenis BUMDes

(Permendesa Nomor 04 Tahun 2015)

BUMDes dapat menjalankan bisnis

sosial (social business) sederhana yang

memberikan pelayanan umum(serving)

kepada masyarakat dengan memperoleh

keuntungan finansial. Unit usaha dalam

BUMDes dapat memanfaatkan sumber

daya lokal dan teknologi tepat guna,

meliputi:

a. air minum Desa;

b. usaha listrik Desa;

c. lumbung pangan; dan

d. sumber daya lokal dan teknologi

tepat guna lainnya.

BUMDes dapat menjalankan bisnis

penyewaan (renting) barang untuk

melayani kebutuhan masyarakat Desa

dan ditujukan untuk memperoleh

Pendapatan Asli Desa. Unit usaha

dalam BUMDes dapat menjalankan

kegiatan usaha penyewaan meliputi:

a. alat transportasi;

b. perkakas pesta;

c. gedung pertemuan;

d. rumah toko;

e. tanah milik BUM Desa; dan

f. barang sewaan lainnya.

BUMDes dapat menjalankan usaha

perantara (brokering) yang memberikan

Page 66: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

165

jasa pelayanan kepada warga. Unit

usaha dalam BUMDes dapat

menjalankan kegiatan usaha perantara

yang meliputi:

a. jasa pembayaran listrik;

b. pasar Desa untuk memasarkan

produk yang dihasilkan

masyarakat; dan

c. jasa pelayanan lainnya.

BUMDes dapat menjalankan bisnis

yang berproduksi dan/atau berdagang

(trading) barang-barang tertentu untuk

memenuhi kebutuhan masyarakat

maupun dipasarkan pada skala pasar

yang lebih luas. Unit usaha dalam

BUMDes dapat menjalankan kegiatan

perdagangan (trading) meliputi:

a. pabrik es;

b. pabrik asap cair;

c. hasil pertanian;

d. sarana produksi pertanian;

e. sumur bekas tambang; dan

f. kegiatan bisnis produktif lainnya.

BUMDes dapat menjalankan bisnis

keuangan (financial business) yang

memenuhi kebutuhan usaha-usaha skala

mikro yang dijalankan oleh pelaku

usaha ekonomi Desa. Unit usaha dalam

BUMDes dapat memberikan akses

kredit dan peminjaman yang mudah

diakses oleh masyarakat Desa.

BUMDes dapat menjalankan usaha

bersama (holding) sebagai induk dari

unit-unit usaha yang dikembangkan

masyarakat Desa baik dalam skala lokal

Desa maupun kawasan perdesaan. Unit

usaha dalam BUMDes dapat

menjalankan kegiatan usaha bersama

meliputi:

a. pengembangan kapal Desa berskala

besar untuk mengorganisasi

nelayan kecil agar usahanya

menjadi lebih ekspansif;

b. Desa Wisata yang mengorganisir

rangkaian jenis usaha dari

kelompok masyarakat;dan

c. kegiatan usaha bersama yang

mengkonsolidasikan jenis usaha

lokal lainnya.

METODOLOGI PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan dalam

penelitian ini adalah penelitian

deskriptif. Pendekatan penelitian yang

digunakan adalah pendekatan kaulitatif.

Metode berpikir yang dipakai pada

penelitian ini adalah perumusan

masalah, observasi lapangan, analisis

data dan penarikan kesimpulan yang

dikaitkan dengan fakta-fakta di

lapangan.

Jenis data yang diperlukan pada

penelitian ini adalah data primer

(wawancara, dan observasi) serta data

sekunder (dokumen, laporan,

peraturan/produk hukum). Dan metode

pengumpulan data yang digunakan pada

penelitian ini adalah: Metode

Dokumentasi, Metode Observasi, dan

Metode Wawancara.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Kabupaten

Mukomuko

Secara astronomis, Kabupaten

Mukomuko terletak antara 020 16’ 32”

– 030 07’ 46” Lintang Selatan dan

antara 1010 01’ 15” – 101

0 51’ 29,6”

Bujur Timur. Berdasarkan posisi

geografisnya, Kabupaten Mukomuko

Page 67: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

166

memiliki batas-batas: Utara –

Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera

Barat; Selatan – Kabupaten Bengkulu

Utara; Barat – Samudera Hindia; Timur

– Kabupaten Kerinci dan Kabupaten

Merangin, Jambi. Kabupaten

Mukomuko terdiri dari 15 kecamatan,

148 desa dan tiga kelurahan.

BUMDes Kabupaten Mukomuko

Badan Usaha Milik Desa (BUMDes),

sebagai lembaga ekonomi masyarakat

yang perannya cukup strategis dalam

menggerakkan perekonomian

masyarakat di pedesaan. Sehingga,

Bumdes sebagai lembaga ekonomi

rakyat yang juga menjadi pilar

demokrasi. Bumdes yang diciptakan

dengan tujuannya untuk meningkatkan

perekonomian desa, mengoptimalkan

aset desa, meningkatkan usaha

masyarakat, menciptakan peluang

usaha, menciptakan lapangan pekerjaan,

pengembangan ekonomi desa serta

meningkatkan pendapatan desa. Jika

pengelolaan Bumdes optimal, maka

desa akan menjadi desa yang mandiri.

BUMDes sebagai salah satu mitra

pemerintah desa dalam mewujudkan

rencana-rencana pembangunan

perekonomian ekonomi dituntut mampu

menyediakan kebutuhan-kebutuhan

masyarakat dalam mengembangkan

usaha. Badan Usaha Milik Desa adalah

usaha yang dibentuk/didirikan oleh

pemerintah desa yang kepemilikan

modal dan pengelolaanya dilakukan

oleh pemdes dan masyarakat. Peran

BUMDes bagi desa yang

menjalankannya:

1. Meningkatlan kesejahteraan

masyarakat dan BUMDes

pemerintah desa.

2. Membantu melakukan pengawasan

terhadap pelaksanaan

penyelenggara kegiatan ekonomi

desa.

3. Membantu pemerintah desa dalam

upaya mengembangkan sumber

sumber potensi alam dan manusia

didesa untuk dikembangkan

menjadi sumber sumber sumber

ekonomi

4. Menjadi media pemerintah desa

untuk mewujudkan mewujudkan

rencana pembangunan khususnya

dibidang ekonomi.

Pengaturan BUMDes diatur di dalam

pasal 23 ayat (1) Undang-Undang No.

23 Tahun 2014, bahwa desa dapat

mendirikan Badan Usaha Milik Desa

sesuai dengan kebutuhan dan potensi

desa. Tujuan BUMDes yaitu

mengoptimalkan pengelolaan aset-aset

desa yang ada, memajukan

perekonomian desa, serta meningkatkan

kesejahteraan masyarakat desa. Sifat

usaha BUMDes adalah berorientasi

pada keuntungan. Sifat pengelolaan

usahanya adalah keterbukaan,

kejujuran, partisipatif, dan berkeadilan.

Dengan kehadiran BUMDes ini

diharapkan desa menjadi lebih mandiri

dan masyarakat menjadi lebih sejahtera

(Ovi, 2013).

Pendirian BUMDes didasarkan pada

kebutuhan dan potensi desa, sebagai

upaya peningkatan kesejahteraan

masyarakat. Berkenaan dengan

perencanaan dan pendiriannya,

Page 68: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

167

BUMDes dibangun atas prakarsa

masyarakat, serta mendasari pada

prinsip prinsip kooperatife, partisipatif,

transparasi, emansipatif, akuntabel, dan

sustainable. Dari semua itu yang

terpenting adalah bahwa pengelolaan

BUMDes harus dilakukan secara

professional dan mandiri (Eka, 2016).

Kabupaten Mukomuko memiliki 148

Desa dan tiga Kelurahan. Dari 148 Desa

dari 148 Desa yang memiliki BUMDes

baru 78 Desa (Data Dinas

Pemberdayaan Masyarakat Desa

Kabupaten Mukomuko Tahun 2017).

Dari jumlah tersebut, hanya 10%

BUMDes yang aktif, yang berarti

sekitar ±8 BUMDes. Dari ke delapan

BUMDes tersebut kami memilih

BUMDes Tuah Sepakat, Desa Mandi

Angin Jaya, Kecamatan Teramang Jaya

dan BUMDes Harapan Jaya, Desa

Mekar Jaya, Kecamatan Teras

Terunjam sebagai sample kami. Hal

tersebut karena BUMDes tersebut

semenjak berdiri dapat berkembang

dengan pesat dan mampu memberikan

dampak bagi kesejahteraan masyarakat

serta lokasinya mudah dijangkau, jalan

menuju desa tersebut masih bisa dilalui

dengan transportasi mobil. Walau untuk

menuju ke Desa Mekar Jaya jalannya

masih berupa tanah merah dan berbukit-

bukit tetapi masih bisa dilalui jika hari

sedang cerah.

Menurut Kepala Bidang Pengembangan

Usaha Ekonomi Masyarakat, Dinas

Pemberdayaan Masyarakat Desa

Kabupaten Mukomuko, sampai saat ini

belum ada BUMDes yang

keberhasilannya signifikan, masih

banyak BUMDes berada pada tahap

pembelajaran. Dana BUMDes dapat

berasal dari pemerintah, pihak ketiga

dan masyarakat. Dana berasal dari Dana

Desa yang diserahkan melalui jalur

langsung ke APBDes.

Selain itu masih banyak BUMDes yang

membagi keuntungan BUMDes lebih

besar ke modal dibandingkan untuk

honor pengurus dan pengawas.

Sehingga masih banyak masyarakat

yang enggan untuk ditunjuk mejadi

penegelola BUMDes. Kebanyakan

pembagian keuntungan sebesar 15%

untuk pengelola; 30% untuk PADes ;

40% untuk modal ; dan 15% untuk lain-

lain. Idelanya menurut Kabid PUEM

pembagiannya adalah 40% untuk

pengelola ; 40% untuk PADes; dan 20%

untuk modal. Sehingga perekonomian

masyarakat dapat terangkat.

Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)

Tuah Sepakat

BUMDes Tuah Sepakat didirikan

berdasarkan Peraturan Desa Nomor 1

Tahun 2015/1 dengan SK Pengesahan

Nomor: 100-237 Tahun 2016. BUMDes

Tuah Sepakat Terletak di Desa Mandi

Angin Jaya, Kecamatan Teramang Jaya.

Visi BUMDes Tuah Sepakat adalah

“mewujudkan lembaga usaha ekonomi

desa yang sehat, kuat berdaya saing

tinggi dan terpercaya yang mampu

melayani kebutuhan ekonomi

masyarakat dalam mencapai kehidupan

masyarakat yang sejahtera” sedangkan

misi BUMDesini adalah “ Menjadikan

BUMDes Tuah Sepakat sebagai

lokomotif penggerak ekonomi

masyarakat menuju desa mandiri”.

Page 69: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

168

Adapun tujuan dari BUMDes ini

adalah:

a. Meningkatkan pendapatan asli desa

(PAD) untuk peningkatan

pembangunan desa dan

peningkatan elayanan masyarakat;

b. Mendorong perkembangan

perekonomian masyarakat desa;

c. Meningkatkan kreativitas dan

peluang usaha ekonomi produktif

bagi masyarakat desa yang

berpenghasilan rendah;

d. Mendorong berkembangnya usaha

mikro sector informal; dan

e. Melakukan kerjasama dengan pihak

lain yang saling menguntungkan.

Sumber dana BUMDes ini berasal dari

APBDes yang merupakan dana desa

dan penyertaan modal masyarakat bagi

usaha simpan pinjam. Pembagian sisa

hasil usaha BUMDes Tuah Sepakat

ditetapkan berdasarkan ketentuan dalam

Peraturan Desa Mandi Angin Jaya

Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pendirian

Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)

Tuah Sepakat, sebagai berikut:

a. Dana Cadangan = 35%

b. Pendapatan Asli Desa (PADes) =

20%

c. Pengurus unit Usaha = 25%

d. Badan Pengawas BUMDes = 15%

e. Pendidikan = 2,5%

f. Dana Sosial = 2,5%

Sedangkan untuk pengeluaran gaji

karyawan unit tiap bulannya sebesar

40% dari pendapatan bersih tiap bulan

dan 20% digunakan untuk honor

pengelola BUMDes. Pengelola atau

pelaksana operasional BUMDes dipilih

berdasarkan musawarah desa, terdiri

dari:

1. Badan pengawas yang diketuai oleh

sekretaris kecamatan, yaitu Bapak

Marhidi, SE;

2. Penasehat yang merupakan kepala

desa mandi angina jaya, yaitu

Bapak Hanasrum; dan

3. Direktur BUMDes yaitu Dedi

Nopian

BUMDes ini memiliki dua unit usaha

yaitu, unit keuangan (simpan pinjam)

dan perdagangan (pertokoan). Simpan

pinjam yang dilakukan serupa dengan

simpan pinjam yang dilakukan oleh

perbankkan nasional. Bagi masyarakat

yang ingin meminjam uang di BUMDes

ini juga harus menyerahkan surat-surat

berharga sebagai jaminan. Untuk

peminjaman di bawah 10 juta, surat

berharga yang harus dijaminkan adalah

Bukti Pemilik Kendaraan Bermotor

(BPKB) dan untuk peminjaman diatas

10 juta yang harus dijaminkan adalah

sertifikat tanah. Unit perdagangan atau

pertokoan BUMDes tuah sepakat

menjual berbagai jenis pupuk

nonsubsidi karena rata-rata penduduk di

Desa Mandi Angin berprofesi sebagai

petani.

BUMDes Tuah Sepakat tercatat di

Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa

(PMD) Kabupaten Mukomuko sebagai

BUMDes yang memiliki

administrasi/laporan keuangan paling

lengkap. BUMDes Tuah sepakat

memiliki neraca akhiir, Laporan

Perhitungan Hasil Usaha, Laporan Arus

Kas (Cash Flow), Perubahan Modal

(equitas) dan Catatan Atas Laporan

Keuangan (CALK).

Page 70: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

169

Dampak berdirinya BUMDes Tuah

Sepakat yang dirasakan oleh masyarakat

adalah:

1. Meningkatnya Pendapatan Asli

Desa, sesuai dengan tujuan

BUMDes Tuah Sepakat dan Perdes

Nomor 1 tahun 2015 bahwa 20%

dari keuntungan BUMDes

diperuntukkan untuk PADes.

2. Kemudahan mendapatkan pupuk

untuk pertanian, tidak mengharus

petani ke kota untuk mendapatkan

pupuk yang lumayan memakan

waktu dan biaya.

3. Menambahkan penghasilan

masyarakat bagi para karyawan dan

pengelola BUMDes, untuk

pengelola dialokasikan 25% dan

untuk pengawas 15%.

4. Membuka lapangan kerja bagi

masyarakat dengan diangkat

sebagai karyawan unit.

5. Menambah penghasilan masyarakat

yang ikut serta dalam keangggotan

simpan pinjam dimana setiap

tahunnya akan dibagikan SHU

simpan pinjam.

Sedangkan kendala yang masih

dirasakan oleh BUMDes Tuah Sepakat

adalah:

1. Posisinya yang di pelosok sehingga

konsumen terbatas dari desa Mandi

Angin saja.

2. Keputusan Kepala Desa yang

mengkhususkan nasabah atau

konsumen dari masyarakat dari

Desa Mandi Angin Jaya saja,

sehingga terbatas dan sedikit

nasabah yang bergabung.

3. Kredit macet dari nasabah.

Harapan dari BUMDes Tuah sepakat

adalah didirikannya BUMDes Bersama

agar lebih luas jangkauan dan

berkembang lebih pesat. Sumber daya

manusia yang kurang memiliki

keterampilan dalam manajemen

lembaga, usaha dan keuangan sehingga

menyulitkan pengelola dalam

mewujudkan administrasi yang tertata.

BUMDes Harapan Jaya

BUMDes Harapan Jaya didirikan

berdasarkan Peraturan Desa Nomor 3

Tahun 2015/3 dengan SK Pengesahan

Nomor: 100-237 Tahun 2016. BUMDes

Harapan Jaya disahkan Oleh Kepala

Desa Mekar Jaya No.

06/SK.BHJ/MJ/TT/2016, untuk jangka

waktu yang tidak terbatas.BUMDes

Harapan Jaya Terletak di Desa Mekar

Jaya, Kecamatan Teras Terunjam.

BUMDes Harapan Jaya memiliki enam

unit usaha, yaitu: Perkebunan;

Transportasi; Simpan Pinjam;

Perusahaan Air Bersih; BRI Link; dan

Pengolahan arang cangkang sawit

Sumber dana BUMDes ini berasal dari

APBDes yang merupakan bantuan dari

pemerintah dan penyertaan modal

masyarakat. Bantuan pemerintah yang

telah diterima BUMDes Harapan Jaya

adalah Tahun 2016 sebesar 59 Juta

rupiah, Tahun 2017 sebesar 77 Juta

Rupiah, dan Tahun 2018 sebesar 150

Juta Rupiah

Penyertaan modal masyarakat berupa

pemberian alat tungku rotari cangkang

sawit. Saat ini tungku rotari milik

masyarakat jumlahnya sebanyak 22

buah. Pembagian keuangan Bumdes

Page 71: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

170

Harapan Jaya diatur dalam AD/ART

sebagai berikut:

a. Pemupukan Modal Usaha Unit =

90%

b. Operasional Bumdes = 5 %

c. Dana Cadangan = 5 %

Sedangkan pembagian hasil usaha

BUMDes setiap tahun dipergunakan

untuk :

1. Pemupukan modal usaha = 50 %

2. Pendapatan desa = 20 %

3. Pengurus dan pengawas bumdes =

15 %

4. Dana sosial = 5%

5. Operasional = 5 %

6. Dana Cadangan = 5%

Pengelola atau pelaksana operasional

BUMDes dipilih berdasarkan

musawarah desa, terdiri dari:

1. Penasehat yang merupakan kepala

desa Mekar Jaya, yaitu Bapak H.

Yundan Akhsan; dan

2. Direktur BUMDes yaitu

Mulyatman

Dampak didirikannya BUMDes

Harapan Jaya adalah sbb:

1. Meningkatnya Pendapatan Asli

Desa dimana sebesar 20% dari

keuntungan BUMDes dialokasikan

untuk pendapatan desa.

2. Menambahkan penghasilan

masyarakat bagi para karyawan dan

pengelola BUMDes. Pendapatan

masyarakat meningkat seiring

dengan berdirinya unit arang dari

cangkang sawit. Setiap pagi hingga

siang Ibu-Ibu bekerja membakar

cangkang sawit, malam-malam

giliran Bapak-Bapak yang

membakar cangkang. Mereka

digaji perhari sebesar Rp 600,- per

kg arang sawit

3. Membuka lapangan kerja bagi

masyarakat dengan diangkat

sebagai karyawan unit dan

karyawan BUMDes.

4. Menambah penghasilan masyarakat

yang ikut serta dalam keangggotan

simpan pinjam dimana setiap

tahunnya akan dibagikan SHU

simpan pinjam.

5. Unit usaha BRI Link sangat

membantu masyarakat untuk

menarik atau menyimpan uang

mereka tanpa harus pergi ke Kota

dan mengantri di Bank.

6. Kemudahan air bersih bagi

masyarakat yang rumahnya sulit

terjangkau air bersih.

7. Kemudahan transportasi dari dan ke

dalam Desa Mekar Jaya.

8. Bunga yang rendah membantu

masyarakat dalam memenuhi

kebutuhan dalam simpan pinjam di

BUMDes Harapan Jaya.

Kendala yang dirasakan oleh BUMDes

Harapan Jaya adalah:

1. Lokasinya yang dipelosok

ditambah infrastruktur jalan yang

belum memadai. Jalan masih

berupa tanah merah dan sempit

sehingga menyulitkan truk-truk

pengangkut arang siap jual dan

pengangkut cangkang sawit sulit

menembus lokasi. Struktur

tanahnya yang juga landai,

menyulitkan truk-truk besar untuk

sampai di lokasi.

2. Harga bahan baku cangkang yang

semakin mahal. Awalnya cangkang

sawit dianggap sampai oleh pabrik-

Page 72: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

171

pabrik sawit sehingga dijual murah.

Kemudian karena mengetahui

cangkang tersebut menjadi barang

yang dapat diolah kembali dan

permointaan BUMDes Harapan

Jaya semakin besar maka harga

cangkang sawit dinaiikan oleh

pihak pabrik.

3. Keterbatasan peralatan untuk

membakar cangkang sawit

sehingga arang yang dihasilkan

dibawah permintaan pasar.

PENUTUP

Kesimpulan

Dari kajian yang telah dilakukan dapat

ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Unit usaha yang berada pada

BUMDes Tuah Sepakat adalah unit

keuangan (simpan pinjam) dan

perdagangan (pertokoan)

sedangkan BUMDes Harapan Jaya

memiliki 6 unit usaha yaitu,

Perkebunan; Transportasi; Simpan

Pinjam; Perusahaan Air Bersih;

BRI Link; dan Pengolahan arang

cangkang sawit.

2. BUMDes Tuah Sepakat dan Harpan

Jaya Kabupaten Mukomuko

berdampak secara ekonomi

terhadap kehidupan masyarakat

seperti meningkatkan Pendapatan

Asli Desa, membuka lapangan

kerja, menaikkan pendapatan

masyarakat melalui simpan pinjam

dan menjadi pengurus BUMDes.

Saran/Rekomendasi

Saran atau rekomendasi :

1. Dinas Pemberdayaan Masyarakat

Desa Kabupaten Mukomuko

diharapkan dapat melakukan

pembinaan dan pelatihan pengurus

BUMDes di Kabupaten Mukomuko

mengenai praktek dalam menyusun

manajemen keuangan, pelaporan

dan perekrutan.

2. Pada saat musyawarah desa, dalam

penentuan AD/ART, disarankan

untuk memperbesar dana alokasi

peruntukan pengelola BUMDes

sehingga masyarakat tertarik

mengurus dan mengembangkan

BUMDes.

DAFTAR PUSTAKA

Aranto, Ferry. (2018). Diambil dari

https://bengkulu.antaranews.com

/berita/47877/ kementerian-

prioritaskan-pembangunan-24-

desa-di-mukomuko. [diakses 22

Agustus 2019]

Badan Pusat Statistik Kabupeten

Mukomuko. (2017). Kabupaten

Mukomuko dalam Angka 2017.

Mukomuko: Percetakan Demy.

Benny Ferdianto. (2016). Eksistensi

Badan Usaha Milik Desa

Terhadap Peningkatan

Pendapatan Asli Desa Di Tiyuh

Candra Kencana Kecamatan

Tulang Bawang Tengah

Kabupaten Tulang Bawang

Barat. Skripsi: Lampung:

Universitas Lampung.

Eka, Ade Kurniawan. (2016). Peranan

Badan Usaha Milik Desa

(Bumdes) Dalam Peningkatan

Pendapatan Asli Desa (Desa

Lanjut Kecamatan Singkep

Pesisir Kabupaten Lingga

Tahun 2015). Skripsi. Tanjung

Pinang: Universitas Maritim

Raja Ali Haji.

Page 73: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

172

https://bulelengkab.go.id/detail/artikel/

makna-hakikat-dan-tujuan-

pembangunan-nasional-17.

[diakses 22 Agustus 2019]

https://id.wikipedia.org/wiki/Pembangu

nan_nasional_Indonesia.

[diakses 11 Oktober 2018)

Kementerian Keuangan Republik

Indonesia. (2017). Buku Saku

Dana Desa Dana Desa Untuk

Kesejahteraan Rakyat. Jakarta.

Lellyana, Garnies Sagit. (2017). Peran

Badan Usaha Milik Desa

(Bumdes) Dalam Meningkatkan

Kesejahteraan Masyarakat Desa

Berdasarkan Uu No. 6 Tahun

2014 Tentang Desa (Studi Kasus

Di Bumdes Tirta Mandiri

Klaten).Skripsi. Solo:

Universitas Muhammadiyah

Surakarta.

Ovi, Dantika Era Tama. (2013).

Dampak Badan Usaha Milik

Desa (Bumdes)Bagi

Kesejahteraan Masyarakat Di

Desa KarangrejekKecamatan

Wonosari Kabupaten Gunung

Kidul. Skripsi. Yogyakarta:

Universitas Negeri Yogyakarta.

Peraturan Menteri DesaPembangunan

Daerah Tertinggal dan

Transmigrasi Republik

Indonesia.Nomor 4 Tahun 2015.

Tentang Pendirian, Pengurusan

Dan Pengelolaan, Dan

Pembubaran Badan Usaha Milik

Desa.

Program Nasional Pemberdayaan

Masyarakat Mandiri. Paket

Informasi 2012-2013.

Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 6 Tahun 2014 Tentang

Desa..

Zein Sakti. (2016). Diambil dari

https://www.awalilmu.com/2016/

02/tujuan-dan-sasaran-

pembangunan-nasional-

indonesia.html [diakses 22

Agustus 2019].

Page 74: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

173

POTENSI WISATA DI KOTA BENGKULU

THE TOURISM POTENTIAL OF BENGKULU CITY

Ferdy Rosbarnawan Badan Perencanaan, Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Bengkulu

Jl. Pembangunan No.15- Padang Harapan, Bengkulu

e-mail : [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi wisata di Kota Bengkulu.

Penelitian ini adalah penelitian deskrifitf menggunakan pendekatan kualitatif, dengan

analisis bersifat induktif, serta hasil penelitian lebih menekankan pada makna daripada

generalisasi. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder, dimana data

primer diperoleh melalui wawancara dan observasi, serta data sekunder melalui

dokumentasi dan studi pustaka/literatur. Analisa data dilakukan secara deskriptif

kualitatif melalui : reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa potensi wisata di Kota Bengkulu adalah Fort

Marlborough,Rumah Kediaman Bung Karno, Pantai Panjang, Pantai Jakat, Danau

Dendam Tak Sudah dan Pulau Tikus.

Kata Kunci : Potensi, wisata

ABSTRACT

This study aims to identify tourism potential in Bengkulu City. This is descriptive study

using qualitative approach which its analysis is inductive. Therefore the result of this

study emphasizes to the meaning more than generalization. It uses primary data

obtained from interview and observation. Also secondary data collected from

documentation and literatures. A qualitative descriptive analysis is conducted by data

reduction, data presentation, and conclusion. Result shows that tourism potential in the

city of Bengkulu areBenteng Marlborough (Marlborough Fort), RumahKediaman Bung

Karno (Seclusion House), PantaiJakat (Jakat Beach), DendamTakSudah Lake, and

PulauTikus (Tikus Island).

Keywords : Potency, tourism

PENDAHULUAN

Pariwisata menjadi salah satu

primadona bagi hampir semua negara

dalam meningkatkan sumber

pendapatannya diluar migas dan pajak.

Sebagaimana diungkapkan oleh Menteri

Pariwisata bahwa pariwisata Indonesia

merupakan salah satu sektor prioritas

untuk memperkuat perekonomian tanah

air (Yanita, 2019).

Bisnis pariwisata merupakan bisnis

unggulan dan sangat menjanjikan, hal

ini disebabkan adanya tren peralihan

konsumsi, dari kebutuhan barang

menjadi kebutuhan mengisi waktu

Page 75: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

174

senggang (leisure). Berdasarkan data

Badan Pusat Statistik (BPS) yang

dikutip oleh Galih (2018) , konsumsi

yang berkaitan dengan rekreasi dan

budaya melonjak ke level 6,5 %, angka

ini jauh lebih cepat dari pertumbuhan

konsumsi masyarakat, pada komponen

pembentuk Produk Domestik Bruto

(PDB) yang hanya 4,95 %. Data

pendukung lainnya menyebutkan, rata-

rata biaya hiburan (per kapita per bulan)

selama tahun 2015-2017 naik 30,96%

sedangkan biaya belanja makanan

pokok mengalami penurunan sebesar

2,9%. Angka-angka itu secara tersirat

menunjukkan adanya perubahan pada

kecenderungan pola konsumsi. Perilaku

konsumsi masyarakat berkebalikan

dengan aturan ekonomi konservatif.

Menurut Deddy (2014), pariwisata

merupakan bagian integral dari

pembangunan nasional yang dilakukan

secara sistematis, terencana, terpadu,

berkelanjutan dan bertanggungjawab

dengan tetap memberikan perlindungan

terhadap nilai-nilai agama, budaya yang

hidup dalam masyarakat, kelestarian

dan mutu lingkungan hidup serta

kepentingan nasional. Pertumbuhan

industri pariwisata harus didukung oleh

seluruh sektor. Kebijakan ini

memberikan beberapa implikasi antara

lain perlu adanya pembenahan yang

menyeluruh diberbagai sektor dan

upaya pembangunan kepariwisataan

harus berorientasi kepada tren

kepariwisataan global, masa kini dan

masa depan.

Kota Bengkulu merupakan ibukota dari

Provinsi Bengkulu. Kota ini merupakan

kota terbesar kedua di pantai barat

Pulau Sumatera, setelah Kota Padang.

Destinasi wisata di Kota Bengkulu

sangat potensial menjadi daya tarik

wisatawan sekaligus sumber

penerimaan daerah. Menjelang agenda

pariwisata terbesar di Provinsi

Bengkulu yakni “Visit 2020 Wonderfull

Bengkulu” Pemerintah Provinsi

mengadakan berbagai kegiatan yang

salah satunya adalah Bencoolen festival

guna mempromosikan daerah-daerah

wisata yang terletak di Kota Bengkulu.

Dalam rangka identifikasi potensi

wisata daerah serta melihat kondisi dan

kesiapan pemerintah daerah di sektor

pariwisata daerah, dalam mendukung

program prioritas gubernur. Maka

penelitian ini mengangkat topik

penelitian, tentang potensi wisata

daerah kota Bengkulu. Rumasan

masalah dalam penelitian ini adalah :

Apa saja potensi wisata dan potensi

wisata unggulan di Kota Bengkulu?.

Tujuan penelian ini untuk

Mengidentifikasi potensi wisata dan

mengetahui potensi wisata unggulan di

Kota Bengkulu

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Wisata

Menurut UU Nomor 10 Tahun 2009,

Wisata adalah kegiatan perjalanan yang

dilakukan oleh seseorang atau

sekelompok orang dengan mengunjungi

tempat tertentu untuk tujuan rekreasi,

pengembangan pribadi atau

mempelajari keunikan daya tarik wisata

yang kunjungi dalam jangka waktu

sementara. Menurut Nyoman (2003)

Page 76: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

175

Pariwisata merupakan berbagai macam

kegiatan wisata dan didukung berbagai

fasilitas serta layanan yang disediakan

oleh masyarakat, pengusaha,

pemerintah dan pemerintah daerah

Potensi Wisata

Potensi wisata adalah obyek atau atraksi

wisata yang dapat dipublikasikan,

dipasarkan, dikelola serta

dikembangkan menjadi tempat

peristirahatan atau bersenang-senang

dalam sementara waktu dan dapat

diambil manfaatnya dari obyek wisata

tersebut. Menurut Yoety (2002) Potensi

wisata terdiri dari dua faktor, yaitu :

Faktor fisik (faktor yang menunjang

sebagai obyek wisata yang merupakan

elemen alam). Dan Faktor non fisik

(pendukung untuk pengembangan

obyek wisata).

Unsur-Unsur Pariwisata

Menurut Isa Wahyudi (2017), Unsur

pokok yang harus mendapat perhatian

guna menunjang pengembangan

pariwisata di daerah tujuan wisata yang

menyangkut perencanaan, pelaksanaan

pembangunan dan pengembangannya

meliputi lima unsur :

1. Daya Tarik Wisata

Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 10 tahun 2009 tentang

kepariwisataan disebutkan bahwa

daya tarik wisata adalah segala

sesuatu yang memiliki keunikan,

keindahan dan nilai berupa

keanekaragaman kekayaan alam,

budaya dan hasil buatan manusia

yang menjadi sarana atau tujuan

kunjungan wisatawan.

Daya Tarik wisata juga harus

mengaju pada studi kelayakan

finansial (Studi kelayakan ini

dilakukan untuk melihat apakah

investasi yang ditanamkan untuk

membangun suatu objek wisata juga

akan memilki dampak sosial

ekonomi secara regional, dapat

menciptakan lapangan pekerjaan,

dapat meningkatkan devisa dan

sebagainya.), Layak Teknis

(Pembangunan objek wisata harus

dapat dipertanggung-jawabkan

secara teknis dengan melihat daya

dukung yang ada) dan Layak

Lingkungan (Analisis dampak

lingkungan dapat dipergunakan

sebagai acuan kegiatan

pembangunan suatu objek wisata).

2. Prasarana Pariwisata

Prasarana wisata dibagi atas tiga

komponen :

a. Prasarana Umum, yaitu prasarana

yang menyangkut kebutuhan

umum bagi kelancaran

perekonomian. Adapun yang

termasuk dalam kelompok ini

diantaranya ialah : Jaringan Air

bersih, Jaringan Listrik, Jaringan

Jalan, Dainase : Sanitasi dan

Penyaluran Limbah, Sistem

Persampahan dan Jaringan

Telekomunikasi dan Internet

b. Prasarana Penunjang : RS,Apotek,

Pusat Perdagangan, Kantor

Pemerintah, Perbankan

c. Prasarana Wisata : Kantor

Informasi, Tempat Promosi dan

Tempat Rekreasi, pengawas

pantai.

Page 77: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

176

3. Sarana Pariwisata

Sarana wisata merupakan

kelengkapan daerah tujuan wisata

yang diperlukan untuk melayani

kebutuhan wisatawan dalam

menikmati perjalanan wisatanya.

Dalam kepariwisataan dikenal ada

tiga macam sarana, yakni :

a. Sarana Pokok Kepariwisataan

(main tourism superstructure)

b. Sarana Pelengkap Kepariwisataan

(supplementing tourism

superstructure)

c. Sarana Penunjang Kepariwisataan

(supporting tourism

superstructure)

4. Tata Laksana/ Infrastruktur

Infrastruktur adalah situasi yang

mendukung fungsi sarana dan

prasarana wisata, baik yang berupa

sistem pengaturan maupun bangunan

fisik di atas permukaan tanah dan di

bawah tanah seperti:

a. Sistem pengairan, distribusi air

bersih, sistem pembuangan air

limbah yang membantu sarana

perhotelan/restoran.

b. Sumber listrik dan energi serta

jaringan distribusinya yang

merupakan bagian vital bagi

terselenggaranya penyediaan

sarana wisata yang memadai.

c. Sistem jalur angkutan dan

terminal yang memadai dan lancar

akan memudahkan wisatawan

untuk mengunjungi objek-objek

wisata.

d. Sistem komunikasi yang

memudahkan para wisatawan

untuk mendapatkan informasi

maupun mengirimkan informasi

scara tepat dan tepat.

e. Sistem keamanan atau

pengawasan yang memberikan

kemudahan di berbagai sektor

bagi para wisatawan.

5. Masyarakat/ Lingkungan

Adapun yang ikut berperan dalam

pengembangan suatu objek dan daya

tarik wisata adalah sebagai berikut :

a. Masyarakat : Masyarakat di

sekitar objek wisatalah yang akan

menyambut kehadiran wisatawan

tersebut dan sekaligus akan

memberikan layanan yang

diperlukan oleh para wisatawan.

Untuk ini masyarakat di sekitar

objek wisata perlu mengetahui

berbagai jenis dan kualitas

layanan yang dibutuhkan oleh

para wisatawan.

b. Lingkungan : Di samping

masyarakat di sekitar objek

wisata, lingkungan sekitar objek

wisatapun perlu diperhatikan

dengan seksama agar tak rusak

dan tercemar. Lalu lalang manusia

yang terus meningkat dari tahun

ke tahun dapat mengakibatkan

rusaknya ekosistem dari fauna dan

flora di sekitar objek wisata. Oleh

sebab itu perlu ada upaya menjaga

kelestarian lingkungan melalui

penegakan berbagai aturan dan

persyaratan dalam pengelolaan

suatu objek wisata.

c. Budaya : Lingkungan masyarakat

dalam lingkungan alam di suatu

objek wisata merupakan

lingkungan budaya yang menjadi

pilar penyangga kelangsungan

Page 78: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

177

hidup suatu masyarakat. Oleh

karena itu lingkungan budaya,

kelestariannya tidak boleh

tercemar oleh budaya asing, tetapi

harus ditingkatkan kualitasnya

sehingga dapat memberikan

kenangan yang mengesankan bagi

setiap wisatawan yang

berkunjung.

Program prioritas pemerintah

Provinsi Bengkulu

Adapun festival yang telah disusun

dalam mewujudkan Visit 2020

Wonderfull Bengkulu adalah

1. Bengkulu Marine Festival (Sail

Enggano)

2. Mountain Valley Festival (Kebun

Teh Kabawetan)

3. River Lake Festival ( Danau Tes,

dan Semua Danau di Bengkulu )

4. Garden Flower Festival (danau

Mas Harun Bastari)

5. Bencoolen Festival (Kota

Bengkulu).

METODOLOGI PENELITIAN

Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian

deskrifitf (descriptive research)

menggunakan pendekatan kualitatif,

dengan analisis bersifat induktif, serta

hasil penelitian lebih menekankan pada

makna daripada generalisasi (Sugiyono,

2010).

Lokasi Penenelitian

Lokasi penelitian adalah wilayah dan

instansi pemerintah Kota Bengkulu.

Pemilihan Lokasi penelitian dilakukan

secara purpose sampling karena alasan

–alasan tertentu yang diketahui dari

sifat–sifat sampel (Sugiyono, 2012).

Kota Bengkulu dipilih sebagai lokasi

penelitian karena :

1. Kota Bengkulu Merupakan Ibu

Kota Provinsi Bengkulu sebagai

pusat kunjungan wisatawan dari

berbagai daerah.

2. Kota Bengkulu termasuk dalam

program prioritas Pemerintah

Provinsi Bengkulu yaitu visit 2020

Wonderfull Bengkulu, dengan even

wisata Bencoolen Festival

Jenis Data dan Metode Pengumpulan

Data

Data yang digunakan dalam penelitian

ini dalah data primer dan data skunder.

Data primer diperoleh dari hasil

wawancara dan observasi. Data

Sekunder diperoleh melalui studi

literatur, buku, jurnal Ilmiah, Internet,

Publikasi BPS, Serta dokumen dari

Instansi Terkait. Metode penelitian yang

digunakan adalah metode descriptif

survey, dimana penelitian ini didasarkan

pada kajian pustaka, informasi dari

instansi terkait seperti dinas Pariwisata,

Dinas Perindustrian, UKM dan

Perdagangan, Dinas Pendidikan dan

Kebudayaan, dan Bapelitbang serta

observasi lapangan. Metode

Pengumpulan Data yang digunakan

adalah : Wawancara (Interview) dengan

Informan dalam penelitian ini adalah :

Kepala Dinas Pariwisata Kota

Bengkulu; Kepala Dinas Pariwisata

Provinsi Bengkulu; Kepala Dinas

Perindustrian, Koperasi dan UMKM

Kota Bengkulu; dan Kabid Penelitian

dan Pengembangan Bappeda Provinsi

Bengkulu, serta Observasi, dan

Dokumentasi/ Studi Pustaka.

Page 79: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

178

Metode Analisa Data

Metode Analisa Data yang digunakan

adalah deskriftif kualitatif, tehnik

analisa data dilakukan dalam penelitian

ini adalah analisa data secara deskriftif

kualitatif, mengikuti konsep Miles dan

Huberman (1984) yaitu melalui :

1. Data Reduction (Reduksi Data)

2. Data Display (Penyajian Data)

3. Conclucion Drawing/Verification

(Penarikan Kesimpulan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran umum Kota Bengkulu

Kota Bengkulu merupakan ibukota dari

Provinsi Bengkulu. Kota ini merupakan

kota terbesar kedua di pantai barat

Pulau Sumatera, setelah Kota Padang.

Sebelumnya kawasan ini berada dalam

pengaruh kerajaan Inderapura dan

kesultanan Banten. Kemudian dikuasai

Inggris sebelum diserahkan kepada

Belanda. Kota ini juga menjadi tempat

pengasingan Bung Karno dalam kurun

tahun 1939 - 1942 pada masa

pemerintahan Hindia Belanda dan

menjadi kota kelahiran salah satu

istrinya, Fatmawati. Kota Bengkulu

memiliki luas wilayah sebesar

144,52 km²dengan jumlah penduduk

sebesar 351.298 jiwa yang terdiri atas

176.535 orang laki-laki dan 174.763

orang perempuan pada tahun 2015.

Kota Bengkulu dengan luas wilayah

144,52 km², terletak di pantai barat

pulau Sumatera dengan panjang pantai

sekitar 525 km. Kawasan kota ini

membujur sejajar dengan pegunungan

Bukit Barisan dan berhadapan langsung

dengan Samudra Hindia.

Potensi Wisata Kota Bengkulu

Kota Bengkulu memiliki beberapa

bangunan dan benteng peninggalan

Inggris yang merupakan potensi wisata

sejarah diantaranya adalah Fort

Marlborough, dan Rumah Kediaman

Bung Karno. Sedangkan untuk Potensi

wisata alam berupa Pantai Panjang,

Pantai Jakat, Danau Dendam Tak Sudah

dan Pulau Tikus. Berdasarkan Peraturan

Gubernur No L.82 Dispar Tahun 2018

tentang Penetapan Potensi Wisata

Unggulan Provinsi Bengkulu

menyebutkan 22 potensi wisata

unggulan Provinsi Bengkulu, dan 4

diantaranya terdapat di Kota Bengkulu,

yakni Fort Marlborough, Rumah

Kediaman Bung Karno, Pantai Panjang

dan Pulau Tikus.

Berdasarkan hasil wawancara yang

dilakukan penulis dengan Kepala Dinas

Pariwisata Kota Bengkulu menjelaskan

bahwa pengembangan potensi wisata

yang ada di Kota Bengkulu menjadi

tanggungjawab Dinas Pariwisata

Provinsi Bengkulu, pemerintah Kota

Bengkulu bertanggungjawab terhadap

kebersihan tempat wisata tersebut, hal

ini dipertegas dengan penjelasan yang

dipaparkan oleh Bapak Kepala Dinas

Pariwisata Provinsi Bengkulu melalui

kepala bidang Destinasi yakni proses

alih pengembangan Potensi Wisata

memang telah disepakati kedua belah

pihak, akan tetapi dalam proses

pembangunan infrastruktur menjadi

tanggung jawab bersama pemerintah

provinsi Bengkulu yang tak hanya

melibatkan Dinas PU Provinsi tetapi

juga PU Pusat baik dalam hal

Page 80: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

179

pembangunannya maupun

pendanaannya.

Dalam penjelasannya Kabid Penelitian

dan Pengembangan Bappeda Provinsi

Bengkulu menyebutkan prospek

pengembangan potensi wisata yang ada

di Kota Bengkulu, harus didukung

dengan sarana dan prasarana yang

memadai baik secara kuantitatif maupun

kualitatif, sehingga pengunjung tak

hanya merasa tertarik dengan panorama

alam ataupun budaya yang disajikan

tetapi juga merasa nyaman dan aman

Kepala Dinas Perindustrian, Koperasi

dan UMKM Kota Bengkulu

menjabarkan secara keseluruhan potensi

wisata yang ada di Kota Bengkulu

menjadi penguat sektor usaha mikro

kecil dan menengah sebab Bengkulu

bukan daerah industri, dan hanya dua

komoditas perkebunan yang menjadi

andalan yakni karet dan kelapa sawit,

yang harganyapun fluktuatif. Jika nanti

sudah terbentuk potensi wisata dengan

berbagai macam destinasi sehingga

jumlah kunjungan wisatawan baik lokal

maupun asing meningkat, maka UMKM

dan pariwisata akan menjadi sektor

penguat perekonomian Bengkulu.

Berikut penjelasan potensi wisata yang

berada di Kota Bengkulu :

Fort Marlborough

Benteng Marlborough (Inggris:Fort

Marlborough) adalah benteng

peninggalan Inggris di kota Bengkulu.

Benteng ini didirikan oleh East India

Company (EIC) tahun 1714-1719 di

bawah pimpinan gubernur Joseph Callet

sebagai benteng pertahanan Inggris.

Benteng ini didirikan di atas bukit

buatan, menghadap ke arah kota

Bengkulu dan memunggungi samudera

Hindia. Benteng ini berada di tanah

seluas 44.000 meter2; Ukuran fisiknya

sekitar 240 x 170 m. Ketinggian dinding

bervariasi dari 8 sampai 8.50 meter,

dengan ketebalan 1.85 sampai 3 meter.

Pertahanan benteng terdiri dari 72

meriam. Di dalam benteng terdapat

beberapa baris bangunan dengan atap

berbentuk segitiga. Bangunan tersebut

memiliki (krepyak) teras dengan barisan

tiang besi. Benteng Marlborough

terlihat seperti kura-kura: kepala kura-

kura adalah pintu utama, badannya

adalah benteng itu sendiri. Bentuk ini

merupakan tipikal benteng dari Eropa.

(Kemendikbud, 2012).

Benteng ini pernah dibakar oleh rakyat

Bengkulu, sehingga penghuninya

terpaksa mengungsi ke Madras. Mereka

kemudian kembali tahun 1724 setelah

diadakan perjanjian. Tahun 1793,

serangan kembali dilancarkan.

Marlborough masih berfungsi sebagai

benteng pertahanan hingga masa Hindia

Belanda tahun 1825-1942, Jepang tahun

1942-1945, dan pada perang

kemerdekaan Indonesia. Sejak Jepang

kalah hingga tahun 1948, benteng itu

menjadi markas Polri. Namun, pada

tahun 1949-1950, benteng Marlborough

diduduki kembali oleh Belanda. Setelah

Belanda pergi tahun 1950, benteng

Marlborough menjadi markas TNI-AD.

Hingga tahun 1977, benteng ini

diserahkan kepada Depdikbud untuk

dipugar dan dijadikan bangunan cagar

budaya (Media Andalas, 2015).

Page 81: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

180

Menurut Dinas Pariwisata Provinsi

Bengkulu, bahwa Benteng Marlborough

merupakan satu – satu nya bukti sejarah

terbesar kerajaan Inggris disumatera

yang dipelihara oleh Balai Pelestarian

Cagar Budaya yang terpusat di Provinsi

Jambi. Hal tersebut menjadi dasar

penetapan Potensi Pariwisata Unggulan

di Kota Bengkulu. Potensi wisata

sejarah yang ditawarkan menjadi

komoditas penelitian yang menarik dan

memiliki nilai yang besar dalam

memperkaya kajian keilmuan.

Berkembangnya sektor pariwisata fort

Marlborough telah berdampak positif

terhadap usaha kecil dan menengah

yang ada disekitarnya, nanti semakin

majunya pariwisata akan berpengaruh

terhadap terangkatnya usaha mikro

menengah dan dampaknya tentunya

keberadaan koperasi akan lebih hidup,

hal ini dijelaskan oleh Kepala Dinas

Perindustrian, Koperasi dan UMKM

Kota Bengkulu. Kabid Litbang Bappeda

Provinsi Bengkulu menyebutkan dalam

prospek perkembangan Benteng

Marlborough sebagai cagar budaya

salah satunya adalah upaya pelestarian

dengan melibatkan masyarakat.

Keterlibatan masyarakat akan membuat

masyarakat terkhusus yang tinggal

disekitar Benteng Marlborough

mengedepankan sifat menghargai dan

mengakui bahwa Benteng Malborough

menjadi potensi wisata unggulan yang

harus dijaga sehingga masyarakat

memiliki rasa tanggungjawab dalam hal

itu. Kesadaran jati diri suatu bangsa

yang banyak dipengaruhi oleh

pengetahuan tentang masa lalu bangsa

yang bersangkutan, sehingga

keberadaan kebangsaan itu pada masa

kini dan proyeksinya ke masa depan

bertahan kepada ciri khasnya sebagai

bangsa yang tetap berpijak pada

landasan falsafah dan budayanya sendiri

salah satunya melalui cagar budaya.

Penataan dan perawatan bangunan perlu

kembali ditingkatkan, serta perlu

adanya sarana dan prasarana yang dapat

menciptakan kenyamanan, kemudahan,

keamanan dan keselamatan wisatawan

dalam melakukan kunjungan wisata.

Beberapa hal yang perlu dikembangkan

adalah Revitalisasi pusat jajanan/

kuliner yang bersih dan terstandar,

Pembangunan tempat parkir yang

terpola dengan baik, Penataan Taman

yang terdiri dari pembuatan pagar

pembatas dan pemasangan lampu taman

akan menjadikan wisata fort

Marlborough magnet tersendiri bagi

para pengunjung.

Gambar 1. Fort Marlborough Kota

Bengkulu

Page 82: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

181

Rumah Pengasingan Bung Karno

Lokasi Rumah Pengasingan Bung

Karno terletak di Jalan Jeruk yang

sekarang berganti nama menjadi Jalan

Soekarno-Hatta, Kelurahan Anggut

Atas, Kecamatan Gading Cempaka,

Kota Bengkulu. Di rumah ini tersimpan

benda-benda peninggalan Bung Karno

yang memiliki nilai sejarah termasuk

saat Beliau menyusun strategi-strategi

perjuangan selama di pengasingan.

Pembagian ruangan dan penataan

koleksi benda bersejarah di rumah ini

rapi dan teratur.

Soekarno menempati rumah tersebut

dari tahun 1938 hingga tahun 1942.

Rumah ini berjarak sekitar 1,6 km dari

Benteng Malborough. Rumah yang

berada pada koordinat 0,3o 47l 85,1ll

Lintang Selatan dan 102o15l 41,7ll

Bujur Timur ini berada di ketinggian 64

m di atas permukaan laut. Rumah

pengasingan ini berukuran asli adalah

162 m² dengan bangunan 9 x 18 m.

Bentuk bangunannya empat persegi

panjang tidak berkaki dan dindingnya

polos. Memiliki halaman yang cukup

luas dengan atap berbentuk limas. Pintu

utamanya berdaun ganda berbentuk

persegi panjang dengan jendela persegi

panjang berhias kisi-kisi. Belum

diketahui kapan rumah ini pertama kali

didirikan, namun diperkirakan dibangun

awal abad ke-20 atau tahun 1918.

Mulanya rumah tersebut merupakan

milik pengusaha Tionghoa bernama Tan

Eng Cian, penyumplai sembako untuk

Pemerintah Hindia Belanda pada masa

itu. Rumah tersebut berornamen Lokal,

Eropa, dan Cina. Lokal diambil dari

permukaan tanah. Ornamen Eropa

diambil dari tingginya permukaan

bangunan. Dan Ornamen Cina terdapat

pada lubang angin yang ada di atas

jendela dan pintu yang bermotif huruf

Cina. Rumah ini kemudian disewa oleh

Pemerintah Hindia Belanda untuk

menempatkan Bung Karno selama

diasingkan di Bengkul Bersumber dari

Dinas Pariwisata Provinsi Bengkulu

bahwa promosi – promosi Rumah

Kediaman Bung Karno telah gencar

dianggarkan dan even – even daerah

sering kali di pusatkan di rumah

tersebut dengan harapan dapat memacu

daya tarik wisata baik dari dalam

maupun luar daerah. Dan untuk

pengembangan UMKM sendiri, tak jauh

dari rumah kediaman bung karno

merupakan pusat oleh-oleh Bengkulu,

baik berupa Outlet-outlet besar maupun

penjaja makanan ada di depan Rumah

Kediaman Bung Karno hal tersebut

dipaparkan oleh Kepala Dinas

Perindustrian, Koperasi dan UMKM

Kota Bengkulu.

Gambar 2. Rumah Pengasingan Bung Karno Gambar 3. Pantai Panjang Kota Bengkulu

Page 83: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

182

Pantai Panjang

Pantai Panjang merupakan pantai yang

berada di Provinsi Bengkulu. Pantai ini

memiliki garis pantai yang mencapai 7

km dan lebar pantai sekitar 500 meter.

Pantai Panjang terletak di Kecamatan

Ratu Agung, Kecamatan Teluk Segara,

& Kecamatan Ratu Samban. Letaknya

sekitar 4 km dari pusat kota. Pantai

Panjang terletak sejajar dengan Pantai

Tapak Paderi dan Pantai Jakat. Tepat

bersebrangan dengan pantai panjang

terdapat Sport Center sebagai arena

olahraga. Destinasi Pantai Panjang

didukung dengan fasilitas diantaranya

terdapat restoran, cafe, penginapan, area

bermain, pusat perbelanjaan, hingga

fasilitas olahraga serta sarana

transportasi yang mudah dan lancar.

Pantai Panjang merupakan icon wisata

alam di Kota Bengkulu, dengan jumlah

kunjungan terbanyak di akhir pekan.

Beberapa event-event besar juga sering

diselenggarakan di Pantai Panjang.

Namun, belum adanya atraksi atau

pertunjukan budaya atau kesenian khas

Bengkulu yang terjadwal setiap

minggunya membuat aktivitas yang

dilakukan terkesan monoton, ini

menjadi PR bersama Pemerintah

Bengkulu dalam upaya peningkatan

jumlah wisatawan baik dalam dan luar

negeri begitu penjelasan yang

disampaikan oleh Kasubbag

Perencanaan Dinas Pariwisata Provinsi

Bengkulu

Pengembangan daya tarik wisata Pantai

Panjang sebagai upaya peningkatan

kualitas fasilitas daya tarik wisata

adalah pembangunan pusat informasi

wisata, pembangunan kios cenderamata,

pembangunan tempat ibadah dan

Pembuatan Rambu-rambu petunjuk arah

juga belum terpenuhi dengan baik,

sebagaimana yang tertuang dalam

Peraturan Menteri Pariwisata tahun

2018 bahwa secara Internasional rambu-

rambu dibagi menjadi: Rambu Panduan

dan Informasi dan Rambu Atraksi dan

Layanan Pariwisata, TODS (Torism

Orientation Directional Sign), Rambu

Berlogo dan Rambu Interpretasi. Kabid

Litbang Bappeda Provinsi Bengkulu

menyebutkan, terpusatnya sentral oleh-oleh

di kelurahan anggut memiliki sisi positif

dan negatif, jika para wisatawan hanya

memiliki sedikit waktu berkunjung ke

Pantai Panjang maka oleh-oleh khas

Bengkulu belum tersaji di sekitaran Pantai

Panjang, hal ini tentu akan berpengaruh

terhadap pemasaran kerajinan khas

Bengkulu menjadi belum optimal begitu

dipaparkan oleh Kepala Dinas

Perindustrian, Koperasi dan UMKM

Kota Bengkulu.

Aktivitas berselancar di Pantai Panjang

menjadi daya tarik tersendiri bagi para

peselancar baik dari dalam maupun luar

negeri. Pantai Panjang yang berhadapan

langsung dengan Samudra Hindia

memiliki spot selancar atau surfing

berkelas Internasional. Ketinggian

ombak yang bisa mencapai 5 meter dan

hamparan pasir putih menjadikan pantai

Bengkulu menjadi magnet bagi para

peselancar. Tingginya minat para

wisatawan asing untuk berselancar perlu

didukung dengan adanya Menara

Pandang (Veiwing Deck) yang berfungsi

sebagai pos penjagaan untuk menjaga

keselamatan dan keamanan wisatawan

serta sebagai fasilitas penunjang

aktifitas wisatawan untuk menikmati

Page 84: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

183

kawasan dalam birdview atau

sightseeing (Permenpar, 2018). Tidak

hanya itu, Pantai Panjang yang memberi

peluang paling besar terhadap

peningkatan jumlah kunjungan

wisatawan mancanegara, juga perlu

adanya surfing center yang berfungsi

sebagai pusat pelayanan informasi,

pelayanan wisatawan, penyediaan

surfing equipment, penanganan

keselamatan wisatawan dan pelatihan.

Kasubbag Perencanaan Dinas

Pariwisata Provinsi Bengkulu

menuturkan perencanaan

pengembangan Pantai Panjang

merupakan salah satu tupoksi Bidang

Destinasi Dinas Pariwisata Provinsi

Bengkulu, akan tetapi dalam proses

pembangunan infrastruktur menjadi

tanggung jawab bersama pemerintah

provinsi Bengkulu yang tak hanya

melibatkan Dinas PU Provinsi tetapi

juga PU Pusat baik dalam hal

pembangunannya maupun

pendanaannya. Sementara itu, Kepala

Dinas Pariwisata Kota Bengkulu

menjawab pertanyaan penulis terkait

kebersihan pantai panjang, berdasarkan

penuturan beliau bahwa kebersihan

Pantai Panjang merupakan tanggung

jawab bersama baik Dinas Pertamanan

dan Kebersihan Kota Bengkulu dan

semua kalangan baik masyarakat

sekitar, penjaja makanan serta

peningkatan kesadaran pengunjung

untuk peduli akan kebersihan pantai

panjang juga menjadi elemen penting.

Pengawasan kebersihan dan

penambahan kuantitas ruang ganti atau

toilet perlu mendapat perhatian, karena

sangat terkait dengan kenyamanan para

wisatawan.

Pulau Tikus

Pulau Tikus adalah pulau kecil yang

terletak di perairan Pantai Bengkulu.

Pulau Tikus ini merupakan bagian dari

wilayah pemerintah Kota Bengkulu,

Provinsi Bengkulu. Pulau ini berada di

sebelah barat dari kota Bengkulu

dengan jarak 10 km dari pusat Kota

Bengkulu dan terhubung langsung

dengan samudera hindia. Pulau ini

sering dikunjungi para wisatawan dan

dapat ditempuh dengan menyewa

perahu nelayan dari Pantai Zakat

maupun Pantai Tapak Paderi. Pulau

Tikus merupakan pulau karang kecil

yang terletak dalam wilayah

administrasi Kota Bengkulu Kecamatan

Teluk Segara Kelurahan Malabero yang

dikelilingi karang dan kaya dengan

sumber daya alam. Di perairan sekitar

Pulau Tikus terdapat panorama alam

laut yang indah dengan potensi fauna

berupa ekosistem karang dan biota laut.

Ini sangat cocok bagi wisatawan yang

senang menyelam. Kondisi pulau yang

berpasir putih dan kawasan lautnya

terdapat lokasi-lokasi aman untuk

kegiatan penyelaman dasar laut, dengan

airnya yang jernih dan batu karangnya

yang indah merupakan pilihan tempat

wisata bahari yang menarik.

Page 85: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

184

Gambar 4. Pulau Tikus Kota Bengkulu

Kabid Litbang Bappeda Provinsi

Bengkulu menjelaskan wisata Snorkeling

menjadi salah satu daya tarik tersendiri

bagi para wisatawan, jika dikelola

dengan baik tentu pulau tikus akan

menjadi destinasi wisata unggulan bagi

kota Bengkulu. Guna mencapai pola

peningkatan jumlah kunjungan, maka

perlu adanya peningkatan amenitas

pariwisata yakni dengan adanya sarana

Dive center yang memenuhi standar

yakni : Standar eksterior, interior,

tempat bilas dan kamar ganti, ruang

pelatihan, ruang penyewaan peralatan,

ruang perbaikan alat, ruang pengisian

tangki udara, kepegawaian, pelatihan

penyelam dan aktivitas yang ditawarkan

harus menarik dan tidak monoton.

Pengembangan daya tarik wisata Pulau

Tikus yang perlu dilakukan adalah

pembangunan pusat informasi wisata,

pembangunan kios cenderamata,

pembangunan tempat ibadah dan

Pembuatan Rambu-rambu petunjuk

arah, pembuatan ruang ganti/toilet yang

terstandar, pembuatan gazebo dan

pembangunan gapura identitas serta

Revitalisasi pusat jajanan/ kuliner yang

bersih dan terstandar. Sehingga

memberi warna tersendiri di dunia

kepariwisataan di Provinsi Bengkulu.

Danau Dendam Tak Sudah (DDTS)

Danau Dendam Tak Sudah (DDTS)

adalah sebuah danau yang terletak di

Provinsi Bengkulu. Danau ini berlokasi

di Kelurahan Dusun Besar, Kecamatan

Singgaran Pati, Kota Bengkulu. Danau

Dendam Tak Sudah memiliki luas

keseluruhan 557 dan luas permukaan 67

hektare. Danau Dendam Tak Sudah

diperkirakan terbentuk dari aktifitas

gunung berapi di daerah. Dengan

mengingat penting dan strategisnya

keberadaannya, pada tahun 1963, Danau

Dendam Tak Sudah ditetapkan sebagai

cagar alam dengan luas 11,5 Hektare.

Pada tahun 1999 wilayah cagar alam

diperluas menjadi 577 hektare, Danau

Dendam Tak Sudah memiliki beberapa

jenis flora khas, diantaranya anggrek

matahari, plawi, bungan kangkung,

gelam, terentang, sikeduduk, brosong,

ambacang rawa, dan pakis. Selain flora

terdapatnya pula beberapa fauna khas

seperti kera ekor pajang, lutung, burung

kutilang, babi hutan, ular phyton,

siamang siput dan berbagai jenis ikan

termasuk ikan langka, seperti kebakung

dan palau.

Page 86: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

185

Gambar 5. Danau Dendam Tak Sudah Kota Bengkulu Gambar 6. Pantai Jakat Kota Bengkulu

Destinasi Danau Dendam Tak Sudah

belum mampu menjadi magnet bagi

para wisatawan, hal ini disebabkan

karena lokasi parkir yang belum terpola

dengan baik serta tatanan taman untuk

menunjang kenyaman wisatawan

menikmati keindahan Danau belum

terkonsep dengan baik. Perlu adanya

pengembangan lanjutan guna

menjadikan Danau Dendam Tak Sudah

menjadi salah satu potensi wisata

unggulan di kota Bengkulu seperti

pembangunan Gapura Identitas,

Revitalisasi pusat jajanan/ kuliner yang

bersih dan terstandar, Pembangunan

tempat parkir yang terstandar, Penataan

Taman Daya Tarik Wisata yang terdiri

dari pembuatan Gazebo, pagar

pembatas dan pemasangan lampu

taman. Proses pengembangan DDTS

sebagai salah satu potensi wisata

menurut Dinas Pariwisata Provinsi

Bengkulu masih dalam masa peralihan

sebagai cagar alam oleh BKSDA (Balai

Konservasi Sumber Daya Alam),

Pantai Jakat

Pantai Jakat merupakan salah satunya

wisata yang cukup digemari oleh

masyarakat sekitar Bengkulu dan

banyak juga wisatawan yang berasal

dari luar Bengkulu bahkan juga banyak

wisatawan mancanegara yang

berkunjung ke pantai ini. Pantai Jakat

ini menyuguhkan pesona panorama

alam yang sangat indah, apalagi

dipantai ini terdapat sunset sempurna

yang bisa anda saksikan jika berkunjung

ke pantai ini, pancaran senja jingga

yang memberikan keindahan yang tidak

tertandingi dengan sunset di pantai yang

lainnya yang ada di Provinsi Bengkulu.

Pantai Jakat memiliki pasir yang

berwarna agak kegelapan, pantainya

cukup luas dan kandang berombak

tinggi. Untuk bisa menikmati keindahan

pantai ini anda bisa berjalan kaki

menyusuri pantai Jakat, atau pun hanya

sekedar duduk santai disekitar tepi

pantai sambil menikmati jagung bakar

yang dijual di sekitar kawasan wisata.

Pantai Jakat merupakan kawasan pantai

yang direkomendasikan aman untuk

berenang ataupun berseluncur

menggunakan banana boat.

Kabid Litbang Bappeda Provinsi

Bengkulu mengatakan Sama halnya

dengan Pantai Panjang, Pantai Jakat

juga perlu adanya tatanan yang

mendukung daya tarik dan kenyamanan

dan keamanan bagi pengunjung, seperti

pembuatan Menara Pandang (Veiwing

Deck), surfing center. Rambu-rambu

Page 87: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

186

petunjuk arah, Kebersihan sarana dan

prasarana yang ada di pantai Jakat juga

perlu mendapat perhatian.

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, maka

dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Potensi Wisata Kota Bengkulu

adalah Fort Marlborough, Rumah

Kediaman Bung Karno . Pantai

Panjang, Pantai Jakat, Danau

Dendam Tak Sudah dan Pulau

Tikus.

2. Berdasarkan Peraturan Gubernur

No L. 82 Dispar Tahun 2018

tentang penetapan Potensi

Unggulan provinsi Bengkulu, 4

diantaranya terdapat di Kota

Bengkulu yakni : Fort

Marlborough, Rumah Kediaman

Bung Karno, Pantai Panjang dan

Pulau Tikus.

Rekomendasi

Rekomendasi disusun berdasarkan hasil

penelitian yang telah dilakukan peneliti.

Rekomendasi diberikan kepada

pemerintah daerah selaku pembuat

kebijakan pengembangan pariwisata

daerah dan bagi masyarakat yang ada di

lingkungan Destinasi Wisata maupun

masyarakat selaku pengunjung.

Berdasarkan hasil penelitian, maka

dirumuskan rekomendasi yaitu :

1. Pemerintah Provinsi Bengkulu perlu

melakukan pengembangan daya tarik

wisata dan peningkatan amenitas

pariwisata sebagai upaya

peningkatan kualitas fasilitas daya

tarik wisata dan mendukung

kesiapan destinasi pariwisata dan

peningkatkan daya saing pariwisata

yang mencakup : pembangunan

Pusat informasi Wisata, pembuatan

dan peningkatan kualitas ruang

ganti/toilet, pembuatan gazebo,

pemasangan lampu taman,

pembuatan pagar pembatas,

pembangunan kios

cenderamata,pusat jajanan kuliner,

tempat ibadah, menara pandang

(viewing deck), gapura identitas,

pembuatan rambu-rambu petunjuk

arah, pembangunan dive center dan

surfing center dan peralatannya.

2. Melakukan promosi wisata dengan

menawarkan aktivitas yang tidak

monoton, seperti adanya atraksi

mingguan terjadwal yang

menyuguhkan keberagaman budaya

dan kesenian yang ada di Kota

Bengkulu.

3. Mayarakat juga turut berpartisipasi

dalam menjaga keberadaan objek

wisata, dengan tidak merusak sarana

dan prasarana, serta menjaga

kebersihan objek wisata tersebut.

Dalam hal ini pemerintah melalui

instansi-instansi terkait juga perlu

menyelenggarakan berbagai

penyuluhan kepada masyarakat.

Salah satunya adalah dalam bentuk

bina masyarakat sadar wisata

DAFTAR PUSTAKA

Adisasmita, Rahardjo. (2010).

Pembangunan Kawasan dan

Tata Ruang. Yogyakarta : Graha

Ilmu.

Deddy Prasetya. (2014). Pengembangan

Potensi Pariwisata Kabupaten

Sumenep, Madura, Jawa Timur

Page 88: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

187

Jurnal Politik Muda, Vol. 3 No.

3, Agustus-Desember 2014

Ferti. 2015. Sejarah Tugu Thomas

Parr

http://fhertysusi.blogspot.com/2

013/12/sejarah-tugu-thomas-

parr.html

Galih, G. (2018). BPS : Tren Konsumsi

Leisure Masih akan bergeliat

2018. Diambil dari.https: //m.

cnnindonesia.com/ekonomi/201

80205142550-92-273890/BPS-

tren-konsumsi-leisure-masih-

akan-bergeliat-2018.(Diakses 05

Februari 2018).

Isa Wahyudi. (2017). Konsep

Pengembangan Pariwisata.

Diambil

dari.https://cvinspireconsulting.c

om/Konsep-Pengembangan-

Pariwisata/(Diakses 1 November

2017).

_________. (2017). Metode

Pengembangan Agrowisata.

Diambil dari

.https://cvinspireconsulting.com/

Metode-Pengembangan-

Agrowisata/(Diakses 1

November 2017)

Kementrian Pendidikan dan

Kebudayaan Republik

Indonesia.(2012).Forts In

Indonesia : Jakarta

Media Andalas.2015.Catatan Sejarah

dari Benteng Marlborough

Bengkulu. Diambil dari

:http://www. Inditou

rist.com/read/catatan-sejarah-

dari-benteng-marlborough-

bengkulu (Diakses 11 November

2015)

Milles, M.B and Huberman, M.A.

(1984). Qualitative Data

Analysis. London : Sage

Publication

Pandit, Nyoman S. (2003). Ilmu

Pariwisata : Sebuah Pengantar

Perdana. Jakarta : PT. Pradnya

Paramita.

Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 3

Tahun 2018 tentang petunjuk

operasional pengelolaan dana

alokasi khusus fisik bidang

pariwisata.

Sirojuzilam, dan Kasyful Mahali.

(2010). Ekonomi Regional :

Pembangunan, Perencanaan, dan

Ekonomi. Medan : USU Press.

Sugiyono. (2010). Memahami

Penelitian Kualitatif. Bandung :

Alfabeta.

________. (2012). Metode penelitian

Kuantitatif Kualitatif dan R&D.

Bandung : Alfabeta

Suwardjoko dan Warpani, P.

(2007). Pariwisata Dalam Tata

Ruang Wilayah. ITB : Bandung.

Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 10 Tahun 2009 Tentang

Kepariwisataan.

Yanita. (2019). Perkuat ekonomi,

pariwisata jadi sektor prioritas

tanah air. Diambil dari

.https://ekonomi.bisnis.com/

Perkuat -ekonomi-pariwisata-jadi-

sektor-prioritas tanah-air

/(Diakses 11 Febuari 2019)

Yoety, A.O. (2002). Perencanaan

Strategis Pemasaran Dearah

Tujuan Wisata. Jakarta: Pradnya

Paramita.

Page 89: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

188

STRATEGI PENGUATAN SISTEM OTONOMI DAERAH

STRENGTHENING STRATEGY OF AUTONOMY REGIONAL SYSTEM

Sitti Aminah

Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Dalam Negeri

Jalan Kramat Raya 132-Jakarta Pusat

email: [email protected]

ABSTRAK

Implementasi kebijakan otonomi daerah belum optimal berdampak terhadap kinerja

pemerintahan daerah. Kajian bertujuan merumuskan strategi untuk mengoptimalkan

kinerja implementasi kebijakan otonomi daerah. Desain penelitian menggunakan

pendekatan kualitatif yang didukung oleh data kuantitatif. Pengumpulan data melalui

pelaksanaan Focus Group Discussion (FGD) dengan menghadirkan pakar dan pejabat

pemerintah daerah yang dilaksanakan pada Juni 2019. Data diolah dan dianalisis

menggunakan teknik analisis deskriptif. Hasil kajian menunjukkan bahwa untuk

penguatan sistem otonomi daerah perlu langkah-langkah perbaikan sebagai berikut:

(1) Mengoptimalkan dukungan faktor lingkungan; (2) Meningkatkan harmonisasi

hubungan antar organisasi (3) Meningkatkan kapasitas lembaga pelaksana; dan (4)

mengefektifkan pemanfaatan sumber daya.

Kata kunci : Otonomi daerah, strategi penguatan, sistem

ABSTRACT

The implementation of regional autonomy policies has not optimally impacted the

performance of regional government. The study aims to formulate a strategy to optimize

the performance of the implementation of the regional autonomy policy. The research

design uses a qualitative approach supported by quantitative data. Data collection

through the implementation of Focus Group Discussion (FGD) by presenting local

government experts and local government official that held in June 2019. Data was

processed and analyzed using descriptive analysis techniques.The results of the study

show that the strengthening of the regional autonomy system needs improvement as

follows: (1) Optimizing support for environmental factors; (2) Increasing

harmonization of relations between organizations (3) Increasing the capacity of

implementing institutions; and (4) effective in use of resources.

Keywords : Regional autonomy, strengthening strategy, system

Page 90: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

189

PENDAHULUAN

Perjalanan penyelenggaraan

pemerintahan daerah dengan kebijakan

otonomi daerah di Indonesia, dimulai

sejak proklamasi kemerdekaan

hinggazaman Orde Lama telah

diberlakukan Undang-Undang

Pemerintahan Daerah, berturut-turut

yaitu: (1) UU Nomor 1 Tahun 1945; (2)

UU Nomor 22 Tahun 1948; (3) UU

Nomor 1 Tahun 1957 (sistem

pemerintahan tunggal/Kepala Daerah

sebagai alat daerah dan pusat); (4) UU

Nomor 18 Tahun 1965 (kebijakan

otonomi daerah dengan prinsip otonomi

yang seluas-lasnya); (5) UU Nomor 5

Tahun 1974 tetang pemerintahan daerah

dengan prinsip otonomi nyata dan

bertanggung jawab.

Kemudian memasuki era reformasi,

hadir UU Nomor 22 Tahun 1999 dalam

paradigma baru pemerintahan dengan

meletakan otonomi luas dan utuh pada

daerah kabupaten/kota. Implementasi

UU Nomor 22 Tahun 1999

menimbulkan konflik kepentingan di

kaum elit politisi, birokrat pemerintahan

bahkan cendekiawan yang

memunculkan disharmoni dalam

penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Puncaknya dikeluarkan TAP MPR

Nomor IV/MPR-RI/2000 untuk

merevisi UU Nomor 22 tahun 2000

yang berfokus pada penyesuaian secara

konsistensi terhadap Pasal 18 UUD

1945, dengan menetapkan otonomi

bertingkat yakni negara kesatuan terdiri

dari daerah provinsi dan daerah provinsi

dibagi menjadi daerah-daerah

Kabupaten/Kota. Dalam perjalanan

selanjutnya terbit UU Nomor 32 tahun

2004 yang kemudian direvisi dengan

UU Nomor 23 Tahun 2014 (Supriatna,

2016).

Penyelengaraan pemerintahan daerah

dengan penerapan otonomi daerah

bertujuan untuk mempercepat

terwujudnya kesejaheraan masyarakat

melalui peningkatan pelayanan publik,

pemberdayaan dan partisipasi

masyarakat dan peningkatan daya saing

daerah. Namun faktanya, implementasi

otonomi daerah belum berhasil

memenuhi tujuan tersebut, meskipun

silih berganti kebijakan otonomi daerah

telah diimplementasikan di Indonesia.

Beberapa fenomena belum efektif

kinerja implementasi otonomi daerah.

Pertama, belum optimalnya capaian

kesejahteraan masyarakat di daerah.

Hasil pengukuran indeks kesejahteraan

rakyat (IKRAR) oleh Kementerian

Koordinator PMK berdasarkan

pengukuran variabel sosial, ekonomi

dan demokrasi menunjukkan hanya ada

3 (tiga) provinsi yang berada diatasgaris

batas bawah sejahtera I (skor diatas

60,01) yakni Provinsi DKI Jakarta, Bali

dan DIY

.

Page 91: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

190

Gambar 1 Capain Indeks Kesejahteraan Rakyat Tahun 2015 (Sumber : Kementerian PMK, 2015)

Kedua, penyelenggaraan otonomi daerah juga belum memenuhi ekspektasi masyarakat

akan kualitas pelayanan publik yang

memuaskan masyarakat. Data

Ombudsman RI menyebutkan dari

6859 (enam ribu delapan ratus lima

puluh sembilan) laporan atau

pengaduan masyarakat Tahun 2015,

sebanyak 41,59 persen atau 2853 (dua

ribu delapan ratus lima puluh tiga)

mengeluhkan rendahnya kualitas

pelayanan publik di pemerintah daerah,

seperti disajikan pada Gambar 1.

Gambar 2. Grafik Laporan Pengaduan Masyarakat Per Instansi Pemerintah dan Pemerintah Daerah, Tahun 2015(Sumber: Ombudsman RI, 2018).

Ketiga, maraknya perilaku korupsi

dalam jabatan-jabatan di unsur

eksekutif, legislatif, yudikatif (termasuk

sektor swasta)di daerah. Data KPK RI

per Bulan Mei Tahun 2017

menunjukkan penanganan pelaku

korupsi dalam jabatan-jabatan pada

struktur kelembagaan dalam periode

2004 - 2016 mencapai 650 kasus,

seperti disajikan pada Tabel 1.

Page 92: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

191

Tabel 1 Penanganan Pelaku Korupsi oleh KPK RI berdasarkan Jabatan di kelembagaan

Legislatif, Eksekutif dan yudikatif serta sektor swasta No Jabatan 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 Jumlah

1. Anggota DPR

dan DPRD

- - - 2 7 8 27 5 16 8 9 19 23 5 129

2. Kepala

Lembaga/

Kementerian

- 1 1 - 1 1 2 - 1 4 9 3 2 0 25

3. Duta Besar - - - 2 1 - 1 - - - - 0 0 0 4

4. Komisioner - 3 2 1 1 - - - - - - 0 0 0 7

5. Gubernur 1 - 2 1 1 2 1 - - 2 3 3 1 0 17

6. Walikota/Bupati

dan Wakil

- - 3 6 6 5 4 3 3 3 12 4 9 2 60

7. Eselon I,II, dan

III

2 9 15 10 22 14 12 15 8 7 2 7 10 15 148

8. Hakim - - - - - - 1 2 2 3 2 3 1 1 15

9. Swasta 1 4 5 3 12 11 8 10 16 24 16 18 28 8 164

10. Lain-lain - 6 1 2 4 4 9 3 3 8 8 5 25 3 81

JUMLAH 4 23 29 27 55 45 65 38 49 59 61 62 99 34 650

(Sumber: acch.KPK.go.id)

Tabel 1 diatas menunjukkan maraknya

perilaku korupsi pejabat dalam struktur

kelembagaan negara menempati tempat

teratas yakni pada jenjang jabatan

eselon I, II dan III (148 kasus yang

ditangani KPK). Perilaku korupsi

anggota DPR dan DPRD yang

mencapai 129 kasus dan korupsi Bupati

dan Walikota serta Gubernur masing

masing 60 kasus dan 17 kasusyang

mengindikasikan korupsi di lembaga

pemerintahan sangat

memprihatinkan.Masalah korupsi yang

marak di pemerintahan daerah turut

berkontribusi pada tingginya indeks

korupsi di Indonesia. Terjadi

peningkatan trend indeks korupsi

(1999-2016) secara signifikan rata-rata

sebesar 2,0 kalah jauh dengan

penurunan korupsi di negara-negara

seperti Thailand (0,8), Malaysia (-0,2),

Filipina (-0,1) dan China (0,6).

Keempat, kurang harmonisnya

hubungan pusat dan daerah juga masih

menyimpan ancaman sekaligus

harapan. Menjadi sebuah ancaman

karena berbagai tuntutan yang

mengarah kepada disintegrasi bangsa

semakin besar. Berbagai gelombang

tuntutan disintegrasi juga terjadi di

beberapa daerah seperti di Aceh dan

Papua. Sejumlah isu disintegrasi

bermunculan akibat dari persoalan

hubungan kewenangan antar pusat dan

daerah yang belum tuntas. Munculnya

perbedaan pemaknaan terhadap konten

kebijakan seringkali menimbulkan

ketegangan hubungan pusat-daerah.

Berbagai persoalan belum optimalnya

kinerja pemerintah daerah dalam

layanan publik, maraknya kasus

korupsi, lemahnya kapasitas pemerintah

daerah dan konflik kewenangan turut

mempengaruhi produktivitasdan daya

saing perekonomian daerah. Daya saing

di Indonesia di Tahun 2018 hanya

menempati posisi 85 dari 143 negara

tertinggal dari Malaysia posisi 35,

Thailand 44, juga Vietnam dan Pilipina

posisi 45.Data World Bank (2018)

Page 93: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

192

menunjukan kemudahan berbisnis (Ease

of Doing Busines) di Tahun 2017 hanya

menempati ranking 91 dari 190 negara,

dengan score 61,52, meningkat di

Tahun 2018 menjadi 72 dengan score

66,47 dari 190 negara. Sebagai contoh,

jumlah prosedur di Indonesia sebanyak

10 jenis, di Malaysia hanya 3 jenis. Di

Indonesia waktu pengurusan 48 hari, di

Malaysia hanya 6 hari. Kualitas

regulasi bisnis lebih banyak, rumit dan

tidak memperbaiki kualitas layanan.

Faktor yang menghambat daya saing

bisnis adalah masalah korupsi, birokrasi

pemerintah yang tidak efisien,

infrastruktur yang tidak memadai, akses

terhadap pembiayaan, dan inflasi.

Korupsi dipresepsi merupakan

permasalah paling utama di Indonesia

dan menempati urutan teratas, seperti

disajikan pada Gambar3 dibawah ini :

Gambar 3 Faktor-Faktor Penghambat Daya Saing

Terakhir, fenomena kesenjangan

pembangunan antar daerah juga

menunjukkan belum optimalnya upaya

mewujudkan pemerataan pembangunan

dalam penyeleggaraan otonomi daerah.

Ketimpangan ekonomi antar daerah

data dilihat dari penyumbang terbesar

perekonomian Indonesia masih

didominasi oleh pulau Jawa yang

mencapai 58,5 persen terhadap PDB

sementara Sumatera menyumbang 22

persen, Kalimantan 7,9 persen,

Sulawesi 6,0 persen, Bali dan Nusa

Tenggara 3,1 persen, serta Maluku dan

Papua hanya 2,5 persen (BPS, 2018).

Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang menjadi fokus

dalam kajian ini adalah “Bagaimana

strategi yang tepat untuk penguatan

sistem otonomi daerah?”

Tujuan Kajian

Kajian ini bertujuan untuk merumuskan

strategi dan upaya yang tepat untuk

penguatansistem otonomi daerah.

Page 94: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

193

TINJAUAN PUSTAKA

Konsep implementasi kebijakan dan

desentralisasi menjadi acuan kajian ini.

Definisi kebijakan paling popular oleh

Dye (2012:2) yang mengatakan bahwa

kebijakan publik “whatever government

choose to do or not to do” (apapun yang

pemerintah pilih untuk melakukan atau

tidak melakukan). Konsep kebijakan di

atas mengandung makna bahwa

meskipun pemerintah diam pun atas

suatu isu atau permasalahan juga

merupakan suatu kebijakan publik.

Definisi ini tidak memberikan kerangka

analisis yang jelas dan pemahaman

yang visioner, karena tanpa

memberikan kategorisasi atas kegiatan

pemerintah. Merujuk pada Lasswell

dan Kaplan (2010:12) menyatakan

bahwa kebijakan sebagai suatu program

pencapaian tujuan, nilai-nilai dan

praktek yang terarah. Kebijakan adalah

serangkaian tindakan yang diusulkan

oleh seseorang, kelompok atau

pemerintah dalam suatu lingkungan

tertentu dengan menunjukkan hambatan

dan kesempatan terhadap pelaksanaan

usulan kebijaksanaan tersebut dalam

rangka mencapai tujuan tertentu.

Implementasi dapat dipahami sebagai

sebuah proses untuk mencapai sebuah

tujuan. Tujuan yang ingin dicapai

berupa tindakan dari keputusan yang

diambil untuk kesejahteraan bersama.

Implementasi juga merupakan suatu

keluaran (output) maupun sebagai suatu

dampak (outcome) dari sebuah

keputusan kebijakan yang dilaksanakan

oleh aparat pemerintah. Program

kebijakan yang telah diimplementasikan

akan menghasilkan dampak yang

bersifat positif maupun negatif. Masalah

yang timbul dari pelaksanaan program

perlu penyelesaian mengacu pada

peraturan perundang-undangan. Daniel

A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier

(1983:269) menjelaskan makna

implementasi adalah upaya

melaksanakan keputusan kebijakan.

Menurutnya: “Implementation is the

carrying out of basic policy decision,

usually incorporated in a statute but

which can also take the form of

important executives orders or court

decision. Ideally, that decision identifies

the problem(s) to be addressed,

stipulates the objective(s) to be pursued,

and in a variety of ways, structure the

implementation process”.

Smith (1985:227) mengartikan

desentralisasi sebagai pengurangan

pemusatan administrasi pada suatu

pusat tertentu dan pemberian kekuasaan

kepada pemerintah daerah. Pengertian

ini sekaligus menyatakan gagasan

desentralisasi sebagai suatu gejala

politik yang melibatkan administrasi

dan pemerintahan. Dalam konteks

kebijakan, UU Nomor 23 tahun 2014

mendefinisikan desentralisasi sebagai

penyerahan urusan Pemerintahan oleh

Pemerintah Pusat kepada daerah

otonom berdasarkan Asas

Otonomi.Sehingga proses

desentralisasi mencakup aktifitas

urusan-urusan pemerintahan yang

semula termasuk wewenang dan

tanggungjawab pemerintah pusat

sebagian diserahkan kepada

badan/lembaga pemerintah daerah agar

Page 95: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

194

menjadi urusan rumah tangganya

sehingga urusan tersebut beralih dan

menjadi tanggungjawab pemerintah

daerah.

Konsekuensi logis dari desentralisasi

pemerintahan dari pemerintah pusat ke

pemerintahan daerah berdasarkan azas

desentralisasi, maka daerah

melaksanakan otonomi daerah.

Otonomi Daerah adalah hak,

wewenang, dan kewajiban daerah

otonom untuk mengatur dan mengurus

sendiri urusan pemerintahan yang

diserahkan oleh Pemerintah Pusat

kepada Pemerintahan Daerah

berdasarkan azas desentralisasi dengan

mendayagunakan potensi dan sumber-

sumberdaya yang optimal guna

meningkatkan pelayanan,

pemberdayaan untuk kesejahteraan

masyarakat (Supryatna, 2016). Makna

konsep otonomi adalah keleluasaan atau

kemandirian tetapi bukan kemerdekaan,

yang didalamnya mengandung arti:

pertama, pemberian tugas dan

kewenangan untuk melaksanakan dan

menyelesaikan urusan yang diserahkan

kepada daerah; Kedua, pemberian

kewenangan dan wewenang untuk

memikirkan dan menetapkan sendiri

cara-cara penyelesaian tugas tersebut.

Kesemuanya bersifat delegatif dan

atributif dalam satuan masyarakat

hukum untuk kepentingan nasional dan

kepentingan negara dalam koridor

NKRI.

Faktor-faktor yang berpengaruh

terhadap implementasi kebijakan

otonomi daerah dengan aspek-aspek

sebagai berikut: (1) Kondisi lingkungan

(environmental conditions), yang terdiri

dari: struktur politik; proses pembuatan

kebijakan; struktur kekuasaan lokal;

faktor sosio-kultural; organisasi

penerima manfaat dan kecukupan

infrastruktur fisik. (2) Hubungan antar

organisasi (inter organizational

relationship), yang terdiri atas: tujuan

program yang jelas dan konsisten,

Efektivitas Perencanaan, penganggaran

dan prosedur implementasi, kualitasi

komunikasi inter-organisasional dan

efektivitas dari jaringan organisasi.(3)

Ketersediaan Sumber daya (available

resources), yang terdiri atas:

pengawasan atas pembiayaan,

kecukupan anggaran, ketersediaan

sumberdaya keuangan, dukungan

pimpinan politik nasional, dukungan

pimpinan politik local, dukungan

birokrasi dan (4) Ciri-ciri atau sifat

badan/instansi pelaksana (characteristic

of implementing agencies), yang terdiri

atas:Keterampilan teknis dan

keterampilan manajerial dari staf,

Kemampuan koordinasi, integrasi dan

pengawasan keputusan, Sumberdaya

dan dukungan dari dinas atau badan,

Efektivitas komunikasi internal,

Hubungan dengan DPRD, Kualitas

kepemimpinan dinas atau badan terkait

dan Komitmen staf atas program dinas

atau badan.Kajian merujuk pada konsep

Rondinelli dan Cheema (1983) sebagai

acuan dalam menyusun model

Page 96: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

195

sistempenguatan penyelenggaraan otonomi daerah.

Gambar 4. Faktor-Faktor yang mempengaruhi implementasi desentralisasi (Sumber: Cheema dan

Rondinelli, 1983)

METODE KAJIAN

Untuk merumuskan strategi yang tepat

untuk penguatan sistem otonomi daerah,

kajian menggunakan pendekatan

kualitatif dengan teknik pengumpulan

data primer melalui Diskusi Kelompok

Terfokus (Focus Group

Discussion/FGD). FGD difasilitasi oleh

Badan Penelitian dan Pengembangan

Kementerian Dalam Negeri (BPP

Kemendagri) pada Bulan Juni 2019

bertempat di BPP Kemendagri, dengan

menghadirkan pakar pemerintahan dan

unsur pemerintah daerah sebagai peserta

FGD. Tujuan FGD adalah menghimpun

masukan pakar pemerintahan (dari

perguruan tinggi) dan praktisi (Karo dan

Kabag Pemerintahan) tentang kondisi,

permasalahan dan solusi implementasi

kebijakan otonomi daerah.Selain FGD,

juga dilakukan pengumpulan data

sekunder untuk memberikan penjelasan

tambahan tentang implementasi

kebijakan otonomi daerah. Data hasil

FGD diolah dan dianalisismenggunakan

teknik analisis deskriptif untuk

selanjutnya dirumuskan strategi

penguatan sistem inovasi daerah.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Strategi penguatan dibangun dengan

mengidentifikasi masalah dalam

penyelenggaraan otonomi daerah pada

faktor lingkungan, hubungan antar

organisasi, ketersediaan sumberdaya

dan karakteristik instansi pelaksana dan

menemukan alternatif langkah-langkah

penanganannya.

Identifikasi Masalah pada Faktor

Lingkungan dan Solusi Penanganan

Page 97: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

196

Faktor lingkungan yang kondusif akan

mempengaruhi penyelenggaraan

otonomi daerah, pada bagian ini akan

diidentifikasi masalah sekaligus

langkah-langkah penanganan aspek-

aspek: (1) Struktur lembaga

pemerintahan daerah, (2) Kualitas

proses pembentukan Perda (2)

pelayanan publik dan partisipasi

masyarakat dan (3) kecukupan sarana

prasarana.

Tabel 2 Identifikasi Masalah Pada Faktor Lingkungan dan Langkah Penanganan

Aspek Masalah/Hambatan Langkah Penanganan 1 2 3

(1) Struktur

Organisasi

Pemerintah

Daerah

- Kelemahan dalam penataan struktur OPD

sesuai PP No 18/2016, hasil evaluasi menunjukan OPD belum tepat dalam

menentukan derajat urgensi suatu urusan

yang berdasarkan kriteria yang objektif dan

terukur.

- Penataan OPD tidak didahului oleh evaluasi

dan penelitian yang komprehensif untuk

menentukan besaran yang tepat (right size)

dan desain tipologi OPD.

- Peningkatan kapasitas pemerintah

daerah dalam menentukan besaran struktur sesuai kebutuhan dan fungsi

berdasarkan prinsip “right sizing” yakni

ramping struktur dan kaya fungsi.

- Melakukan evaluasi dan mengkaji

implementasi PP Nomor 18 Tahun

2016 terutama evaluasi pembentukan

struktur organisasi dan efektivitas

kinerja OPD untuk menjamin

tercapainya visi dan misi serta program

prioritas pembangunan daerah.

(2) Proses

Pembentukan

Kebijakan

- Munculnya perda-perda bermasalah yang bernuansa SARA yang berdampak pada

timbulnya disharmoni sosial dan keresahan

masyarakat.

- Belum semua daerah mengakomodasi

pluralisme dalam kebijakan daerah.

- Melakukan perbaikan pada proses pembentukan kebijakan

(Perda)melalui mekanisme

pengawasan (preventif dan represif)

dan terhadap proses legislasi peraturan

perudang-undangan di level

pemerintah provinsi dan pemerintah

kabupaten/kota serta membangun

meknisme untuk menguji sinkronisasi

peraturan perundangan guna

mengeleminir adanya tumpang tindih,

ketidakjelasan, multi tafsir dan

pertentangan secara vertikal, horizontal antar peraturan pada jenjang

yang berbeda.

(3) Pelayanan publik

dan Partisipasi

masyarakat

- Belum adanya pengaturan tentang pelayanan

publik dalam UU Pemda sehingga kerap

membuat daerah kurang perduli terhadap

penyelenggaraan pelayanan publik.

- Partisipasi masyarakat dalam UU Pemda,

menyebabkan banyak daerah yang

mengabaikan pentingnya mendorong

partisipasi masyarakat dalam proses

kebijakan di daerah.

-

- Pengaturan tentang penyelenggaraan

pelayanan publik pada UU pemda, agar

daerah memiliki pedoman dan strandar

yang jelas untuk pelayanan publik

yang berkualitas.

- Menginstruksikan pemerintah daerah

untuk mengoptimalkan pemanfaatan

sistem pelayanan terpadu satu pintu

untuk pelayanan perizinan dan non

perizinan di daerah. - Pengaturan tentang partisipasi

masyarakat dalam UU Pemda yang

mengatur hak-hak warga dalam proses

kebijakan dan kewajiban daerah untuk

memberi ruang kepada warganya

terlibat dalam proes pembentukan

Page 98: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

197

Aspek Masalah/Hambatan Langkah Penanganan 1 2 3

kebijakan

(4) Kecukupan

infrastruktur

Fisik dan sarana

pemerintahan

daerah

- Ketidaksiapan infrastruktur dan sarana

prasarana pemerintahan dapat menghambat

layanan masyarakat, mengingat masih ada beberapa daerah di Indonesia yang

menghadapi masalah konektivitas dalam

insfrastruktur dan soft infrastruktur (TIK)

- Peningkatan konektivitas antar wilayah

dengan pembangunan infrastruktur dan

dukungan sarana prasarana pemerintahan(hard dan soft) untuk

meningkatkan layanan publik.

- Meningkatkan inovasi pelayanan

publik tyang efektif dan efisien melalui

penerapan e-government.

Sumber : Hasil FGD

Identifikasi Masalah pada Faktor

Hubungan Antar Organisasi dan

Solusi Penanganan

Hubungan kerja antar organisasi baik

antar tingkat pemerintahan, antar sektor

dan antar instansi yang harmonis dapat

memberi penguatan terhadap

penyelenggaraan otonomi daerah.

Identifikasi masalah dan penguatan

pada faktor ini mencakup aspek-aspek:

(1) Hubungan kewenangan antar

pemerintah daerah, (2) Hubungan

kepala daerah dengan DPRD dan (3)

kualitas perencanaan dan penganggaran

daerah.

Tabel 3 Identifikasi Masalah Pada Faktor Hubungan Antar Organisasi dan LangkahPenanganan

Aspek Masalah/Hambatan Langkah Penanganan

(1)Hubungan

kewenangan

- Timbul benturan kewenangan antar

tingkat pemerintahan Provinsi dan

Kabupaten/Kota, sehubungan

pelaksanaan kewenangan urusan

pemerintahan untuk pengelolaan bidang pendidikan menengah, pertambangan

dan pengelolaan sumberdaya pesisir

sebagaimana diatur dalam UU

No23/2014.

- Evaluasi dampak pengalihan kewenangan

dari Kabupaten ke Provinsi bidang

pendidikan menengah, pertambangan dan

pengelolaan wilayah pesisir untuk

mencegah ketidakjelasan kewenangan dan tanggung jawab dan menemukan solusi

untuk penanganannya.

(2) Hubungan

Kepala Daerah-

DPRD

- Hubungan antar pemerintah daerah dan

DPR bersifat dinamis dan diwarnai

benturan kepentingan terutama terkait

pengelolaan APBD dan KUAserta

penetapan RKPD.

- Reformasi penyelenggaraan pemerintahan

dengan penerapan e-government untuk

meningkatkan transparansi, akuntabilitas

dan partisipasi dalam perencanaan,

pelaksanaan dan evaluasi APBD.

Penerapan e-planning, e-budgeting dan e-

procurement dalam APBD

(3) Kualitas

perencanaan pembangunan

daerah

- Belum semua daerah menciptakan

perencanaan pembangunan daerah yang terintegrasi, baik lintas Provinsi,

Kab/Kota maupun antar OPD sehingga

perencanaan daerah masih ada kesan

tumpang tindih program dan kegiatan.

- Kurangnya sinergitas program dan

kegiatan antar perangkat daerah/sektor

dan antar Provinsi dan Kab/Kota.

- Membangun keterpaduan perencanaan dan

sinergi pembangunan daerah - Evaluasi terhadap masterplan

pembangunan terintegrasi yang telah

disusun sebelumnya untuk menciptakan

pemerataan pembangunan antar daerah.

Sumber : Hasil FGD

Page 99: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

198

Identifikasi Masalah pada Faktor

Pemanfaatan Sumberdaya

Sumberdaya adalah sumberdaya yang

berpengaruh terhadap pelaksanaan

otonomi daerah, yakni kebijakan

pemerintah daerah dan penguatan

potensi daerah. Identifikasi masalah

dan penanganan pada sumberdaya

pelaksanaan program mencakup aspek-

aspek: (1) kualitas koordinasi dan

pengawasan pembiayaan, (2) kesiapan

anggaran dan (3) kesiapan sumber-

sumber anggaran.

Tabel 4 Identifikasi Masalah dan Langkah Penanganan Faktor Dukungan Sumberdaya

Aspek Hambatan/Kendala Langkah Penanganan

(1) Kualitas

koordinasi, Pengawasan

Pembiayaan

- Peran Lembaga Pengawasan Pusat dan

daerah belum optimal melaksanakan fungsi pengawasan: BPK, BPKP,

Insektorat, Kemendagri, DPRD,

akademisi dan masyarakat

- Peningkatan peran lembaga pengawasan Pusat

(BPK, BPKP dan Kemendagri, Inspektorat Daerah) dalam pembinaan dan pengawasan

- Peningkatan peran pengawasan anggaran oleh

DPRD

- Pelibatan akademisi dan masyarakat untuk

pengawasan penggunaan APBD.

(2)Efektivitas

Penggunaan

Anggaran

- Daerah-daerah kaya sumberdaya alam

sering bertumpu di sektor

pertambangan sehingga rentan bila

diterpa inflasi.

- Pertumbuhan investasi belum

berdampak pada penurunan angka

kemiskinan - Adanya kesenjangan pendapatan desa-

kota, Jawa-luar jawa

- Fokus pemanfaatan anggaran daerah untuk sektor

Non Migas, terutama sektor pertanian dan industry

hilir.

- Peningkatan investasi seiring penyiapan regulasi,

sumberdaya manusia dan infrastruktur serta

efisiensi layanan birokrasi

- Pemda wajib menyusun master plan atau rencana induk untuk jangka panjang (minimal 20 tahun)

sehingga pemanfaatan anggaran fokus pada tujuan

jangka panjang bukan nuansa proyek .

- Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah dari sektor

SDA dan Pajak serta mencari dari sektor lain

seperti jasa dan pariwisata digunakan untuk

kesejahteraan masyarakat.

(3)Kecukupan

Anggaran

- Meskipun anggaran daerah meningkat

namun seringkali penggunaannya tidak fokus menjawab isu dan masalah

pembangunan dan peningkatan daya

saing daerah. Misalnya

penanggulangan kemiskinan secara

terintegrasi antar perangkat daerah dan

antar provinsi dan kabupaten/kota.

- Koordinasi penyusunan program antar sektor dan

kegiatan untuk merumuskan program jangka panjang dan terintegrasi mengatasi isu daerah,

seperti kemiskinan (menghindari perencanaan

pembangunan yang berorientasi proyek).

- Koordinasi antar Kabupaten/Kota dalam

implementasi master plan untuk pengembangan

kawasan berdasarkan potensi daerah, master plan

pembangunan daerah memberi gambaran umum

tentang pembangunan daerah, permasalahan,

potensi, serta strategi pembangunan untuk setiap

sektor.

Sumber : Hasil FGD

Identifikasi Masalah pada Faktor

Karakteristik Instansi Pelaksana dan

Solusi Penanganan

Karakteristik instansipelaksana

mencakup identifikasi masalah dan

langkah penanganan untuk penguatan

kapasitas aparat pelaksana, kapasitas

DPRD, kualitas kepemimpinan kepala

daerah.

Page 100: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

199

Tabel 5 Identifikasi Hambatan/Kendala dan Langkah Penanganan pada Faktor Karakteristik

Instansi Pelaksana

Aspek Hambatan/Kendala Langkah Penanganan (1) Kapasitas Aparat

Pelaksana (Kapasitas ASN Pemda)

- Rekrutmen pegawai belum disesuaikan

dengan kebutuhan untuk peningkatan kualitas pelayanan publik, belum adanya

job analysis sebagai persyaratan job

requirement.

- Menonjolnya hubungan-hubungan

persaudaraan dan afiliasi dan

kecenderungan mengutamakan putra

daerah.

- Faktor dominan yang membuat kinerja

ASN tidak efektif dan belum optimal

dalam pelayanan publik adalah karena

kebijakan perekrutmen tidak didasarkan

sistem merit dengan mengutamakan kompetensi tetapi lebih pada berapa

formasi yang dibutuhkan.

- Penyesuaian jabatan dengan keahlian

ASN, penerapan fit and proper test dan pengembangan kapasitas individu

disesuaikan dengan jabatan.

- mengevaluasi pengelolaan SDM

aparatur di daerah mulai dari

perencanaan, penempatan dan

pengembangan karier aparatur untuk

mengeliminasi intervensi politik dan

memperkuat independensi ASN di

daerah dari tekanan politik dan

kepentingan elit daerah;

(3) Kapasitas DPRD - Kapasitas DPRD belum optimal dalam

menjalankan fungsi pembentukan perda,

anggaran da pengawasan.

- Tingginya anggota DPRD yang terjerat

kasus hukum

Langkah-langkah penguatan

kapasitas DPRD:

(1) Rekrutmen Parpol Diperketat

dengan menyertakan persyaratan

(2) Pendidikan, rekrutmen melibatkan

Pakar dari luar unsur

pemerintahan;

(3) mantan Koruptor/Napi Dilarang

mengikuti pencalonan legislatif dan pilkada karena dapat memberi

contoh pendidikan politik yang

buruh bagi rakyat

(4) Bakal calon legislatif diikutkan

dalam Uji Publik Oleh Tim yang

terdiri atas unsur Akademisi,

Tomas, Komisioner KPU);

(5) Perlu adanya pendidikan politik

(diklat dan kursus) bagi anggota

DPRD.

(4)Kualitas

Kepemimpinan Kepala Daerah

- Kurangnya kemampuan membangun

relasi eksekutif dan legislatif/ DPRD dalam penyelenggaraan fungsi dan peran

pemerintahan daerah serta komunikasi ke

vertikal dengan pemerintah.

- Meningkatkan komunikasi dan

harmonisasi hubungan eksekutif-legilatif.

- Meningkatkan kualitas komunikasi

dengan Forkopimda

Sumber: Hasil FGD

Berdasarkan hasil identifikasi

permasalahan dan solusi penanganan

terhadap permasalahan dalam

penyelenggaraan otonomi daerah, maka

formulasi strategi untuk penguatan

sistem otonomi daerah dalam rangka

mempercepat pencapaian tujuan

otonomi daerah disajikan pada Gambar

3 (terlampir) dengan menampilkan

langkah-langkah perbaikan dari

keempat faktor diatas sebagaimana

terdapat dalam model penguatan sistem

otonomi daerah.

Page 101: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

200

- Pengawasan Preventif dan represif proses legislasi Prov/Kab/Kota

- Snkronisasi Perat.

perUUan

- Membentuk Struktur dengan sistim Rihgt Sizing, Miskin Struktur Kaya Fungsi

- evaluasi dan mengkaji implementasi PP Nomor 18 Than 2016

- Pengaturan Layanan Publik dalam UU Pemda (pedoman & standar Layanan)

- Pengaturan Partisipasi Warga dalam UU pemda proses kebijakan

Proses pembentukan

kebijakan

Struktur Pemda

Peningkatan layanan Publik dan Partisipasi Masyarakat

- Peningkatan konektivitas melalui pembangunan infrastruktur wilayah dan sarpras peman (hard & Soft/TIK)

Dukungan Infrastruktur

Wilayah & Sarpras Pem

Optimalisasi Faktor Lingkungan

MODEL STRATEGI PENGUATAN SISTEM OTONOMI DAERAH

- -Peningkatan peran lembaga pengawasan untuk penggunaan APBD dan Dana Otsus baik dari unusr lembaga Pengawasan Pemerintah Pusat dn Daerah, DPRD,akademisi dan masyarakat.

-

- Penggunaan anggarn daerah digeser ke sektor pertanian & indstri hilir

- Peningkatan Investasi bersamaan dengan peningkatan kapasitas SDM daerah

- Peninkatan PAD dengan ekstensifikasi pada sektor jasa

- Perencanaan/master plan untuk

jangka panjang

Penggunaan

anggaran daerah

- Koordinasi pembangunan atar sektor untuk merumuskan program pembangunan jangka panjang.

- Koordinasi pembangunan antar Kab/Kota untuk pengembangan

kawasan Aceh

Efektivitas Pemanfaatan Sumberdaya

Perencanaan Pembangunan

Daerah

Koordinasi Lembaga untuk

Binwas

- -Atasi konfflik kewenangan dengan melakukan Evaluasi terhadap dampak Pengalihan kewenangan dari Kab/Kota ke Provinsi bidang urusan pertambangan, perikanan dan pendidikan

- -

- Penerapan e-Government untuk transparansi, akuntabilitas dan partisipasi untuk manajemen APBD, e planning, e-budgeting & e-procurement

- PAda mater plan dan rencana induk untuk dipedomani oleh SKPA dipedomani

Hubungan KDH-

DPRD - Membangun sinergi dan

integrasi Perencanaan pembangunan Daerah

- Evaluasi terhadapmaterplan pengembangan wilayah Aceh

Harmonisasi Hubungan Antar Organisasi

Perencanaan

Pembangunan Daerah

Hubungan Kewenangan

OPTIMALISASI TUJUAN OTONOMI DAERAH PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT

Meningkatnya kualitas layanan publik

Meningkatnya Kapasitas daerah

Meningkatnya Partisipasi dan Keberdayaan masyarakat

Meningkatnya daya saing daerah

- Meningkatkan komunikasi dan harmonisasi hubungan

eksekutif-legilatif. - Meninkatkan komunikasi

dan koordinasi dengan

FORKOPIMDA

- Penyesuaian jabatan ASN dengan kebutuhan daerah, penerapan fit and porper test, pengembangan kapasitas sesuai kebutuhan jabatan

- Evaluasi terhadap mmanajemen SDM Daerah

Kualitas

kepemimpinan KDH

Kapasitas SDM ASN Daerah

Kapasitas DPRD

- Rekrutemen Parpol diperketat dengan persyaratan pendidikan; pelibatan pakar dari luar

- Mantan koruptor/Napi dilarang ikut pencalonan legislatf (pendidikan politik yang buruk)

- Bakal calon legislatif diikutkan dalam uji publik yang diseleksi oleh unsur akademisi, tomas dan komisi KPU

- Pendiikian politik yang memadai bagi anggota DPRD

Kapasitas Instansi Pelaksana

Page 102: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

201

PENUTUP

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil kajian, disimpulkan

strategi penguatan sistem otonomi

daerah mencakup upaya-upaya

perbaikan sebagai berikut:

1. Mengoptimalkandukungan faktor

lingkungan, mencakup: (1)

Perbaikan terhadap struktur

organisasi pemerintahan daerah

untuk menciptakan organisasi

perangkat daerah yang efisien dan

efektif (2) Perbaikan proses

pembentukan Perda (3)

Peningkatan kualitas pelayanan

publik dan partisipasi masyarakat

serta (3) Peningkatan infrastruktur

dan sarana prasarana pemerintahan

termasuk infrastruktur TIK untuk

mendukung penerapan e-

government.

2. Melakukan harmonisasi hubungan

antar organisasi, mencakup: (1)

Meningkatkan harmonisasi

hubungan kewenangan antar

tingkat pemerintahan; (2)

Meningkatkan harmonisasi

hubungan kepala daerah dengan

DPRD; (3) meningkatkan kualitas

perencanaan pembangunan daerah

yang berorientasi ada pencapaian

visi dan misi dan pencapaian

tujuan.

3. Meningkatan efektivitas

pemanfaatan sumberdaya, yakni:

(1) Meningkatkan kualitas

koordinasi lembaga pengawasan

terhadap pemanfaatan penggunaan

anggaran daerah; (2) Meningkatkan

efektivitas penggunaan anggaran

pembangunan daerah dan (3)

meningkatkan kualitas perencanaan

pembangunan daerah.

4. Peningkatan kapasitas instansi

pelaksana yang mencakup: (1)

Meningkatkan kapasitas ASN

pemda; (2) Meningkatkan kapasitas

DPRD dan (3) Meningkatkan

kualitas kepemimpinan kepala

daerah.

REKOMENDASI

Kajian ini merekomendasikan 3 (tiga)

hal, yaitu Pertama, Pemerintah dalam

hal ini Kemendagri dapat

mempertimbangkan strategi penguatan

sistem otonomi daerah dan model yang

diajukan (terlampir) untuk perbaikan

terhadap masalah-masalah yang timbul

dalam pimplementasi kebijakan

otonomi daerah pada aspek lingkungan,

hubungan antar organisasi, pemanfaatan

sumberdaya dan karakteristik instansi

pelaksana. Kedua, perlu

mempertimbangkan evaluasi secara

menyeluruh terhadap implementasi

kebijakan otonomi daerah, terutama

mencakup: (1) struktur organisasi dan

efektivitas kinerja OPD untuk

menjamin tercapainya visi dan misi

serta tujuan pembangunan daerah. (2)

Kapasitas sumberdaya manusia dan

kinerja DPRD untuk mendukung

implementasi otonomi daerah. (3)

Kapasitas sumberdaya manusiaASN

daerah untuk mendukung implementasi

otonomi daerah.

Ketiga, diperlukan perbaikan sistem

dengan prioritas pada: (1) peningkatan

harmonisasi hubungan antara legislatif

dan eksekutif, (2) peningkatan

mekanisme pengawasan (preventif dan

Page 103: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 2019

202

represi) dan terhadap proses legislasi

peraturan perudang-undangan di level

pemerintah provinsi dan pemerintah

kabupaten/kota.(3) Peningkatan

pengawasan pengelolaan anggaran

daerah yang melibatkan

multistakeholder baik dari unsur

pemerintah,unsur akademisi/perguruan

tinggi, unsur masyarakat (LSM).

DAFTAR PUSTAKA

Cheema, G. Shabbir and Dennis A.

Rondinelli. 1983. Decentralization

and Development: Policy

Implementation and Developing

Countries. United States: Sage

Publication (

Dye, Thomas R.2013. Understanding

Public policy, 13th

Edition. New

York: Pearson Education INC:

Daniel H. Mazmanian dan Paul A.

Sabatier. Implementation and

Public Policy. New York. Harper

Collins. 1983. Hlm. 269.

Harold D. Lasswell and Abraham

Kaplan dalam Olu Awofeso.

2010. Democracy and Democratic

Practice in Nigeria: Issues,

Challenges and Prospect.

Kementerian PMK. 2015. Indeks

Kesejahteraan Rakyat.

Ombudsman RI, 2018. Laporan

Pengaduan Masyarakat Per

Instansi Pemerintah dan

Pemerintah Daerah, Tahun 2015

Smith, BC. 1985. Decentralization, the

Territorial Dimensuin of The

State London: George Allen &

Unwim

Tjahya S.2016. persektif otonomi

daerah dalam desentralisasi.

Jurnal Wahan Bina Praja Vol 3

No 1, Mei 2016.Hal. 111-123)

World Economic Forum (2015). The

GlobalCompetitiveness Report

Page 104: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

BIODATA PENULIS

Harry Anggara Putra, Lahir di Curup pada tanggal 7 September 1993.

Menyelesaikan pendidikan Strata Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi

dan Bisnis Universitas Bengkulu pada tahun 2013, dan pendidikan Strata 2 pada

Program Magister Ekonomi Terapan Universitas Bengkulu pada tahun 2018.

Yusran Konazomi, Lahir di Curup pada tanggal 25 Agustus 1996. Saat ini telah

menyelesaikan pendidikan pada jurusan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas

Hazairin Bengkulu.

Surjadi, Lahir di Magelang pada tanggal 5 April 1960. Menyelesaikan Pendidikan di

Program Sarjana Fisipol Universitas Gajah Mada pada Tahun 1985 dan Strata 2 pada

Program Magister Manajemen Pendidikan Universitas Bengkulu pada tahun 2008.

Pernah bertugas sebagai Wakil Kepala Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Bengkulu,

Wakil Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bengkulu, Kabid Pengembangan Desa Dinas

Pemberdayaan Masyarakat Desa Provinsi Bengkulu, dan saat ini sebagai Widyaiswara

Ahli Madya di BPSDM Provinsi Bengkulu.

Serly Lika Sari, Lahir di Bengkulu pada tanggal 13 Januari 1996. Saat ini telah

menyelesaikan pendidikan pada jurusan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas

Hazairin Bengkulu.

Harwindah, Lahir di Bogor pada tanggal 24 Oktober 1989. Menyelesaikan

pendidikan di Program Sarjana MIPA Kimia di Universitas Sriwijaya tahun 2013.

Lulus CPNS Pemda Provinsi Bengkulu formasi peneliti pada tahun 2014, dan bertugas

sebagai Kandidat Peneliti di Badan Perencanaan, Penelitian dan Pengembangan

Daerah Provinsi Bengkulu.

Page 105: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Ferdy Rosbarnawan, Lahir di Bengkulu pada tanggal 2 November 1986.

Menyelesaikan pendidikan di Program Sarjana Jurusan Ekonomi Pembangunan di

Universitas Bengkulu pada tahun 2008, serta Pasca Sarjana pada Program Magister

Perencanaan Pembangunan di Universitas Bengkulu pada tahun 2013. Sejak 31 Maret

2017 hingga sekarang bertugas sebagai peneliti pertama (Kepakaran Bidang

Administrasi dan Kebijakan) di Badan Perencanaan, Penelitian dan Pengembangan

Daerah Provinsi Bengkulu.

Sitti Aminah, Lahir di Ambon pada tanggal 4 Oktober 1970. Menyelesaikan

pendidikan Diploma di Sekolah Tinggi Pemerintah Dalam Negeri (STPDN) Jatinangor,

Jawa Barat pada Tahun 1993 dan pendidikan Strata 1 di Institut Ilmu Pemerintahan

(IIP) Jakarta Tahun 1998. Melanjutkan pendidikan Strata 2 pada Program Magister

Perencanaan Kota dan Daerah (MPKD) di Universitas Gadjah Mada Tahun 2002, dan

meraih gelar Doktor Tahun 2013 pada program studi Komunikasi dan

Pengembangan Masyarakat di Institut Pertanian Bogor (IPB). Saat ini bertugas

sebagai peneliti madya (Kepakaran Bidang Politik dan Pemerintahan) di Kementerian

Dalam Negeri.

Page 106: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

PEDOMAN PENULISAN JURNAL INOVASI BAPPEDA PROVINSI BENGKULU

KETENTUAN UMUM Persyaratan Naskah yang diajukan untuk dimuat dalam Jurnal Inovasi : 1. Naskah tulisan harus mempunyai relevansi dengan bidang Ekonomi dan

Pembangunan, Pemerintahan, Sosial Budaya, Kebijakan Daerah dan Inovasi Daerah

2. Naskah yang akan dimuat dalam Jurnal Inovasi belum pernah dimuat dan dicetak dalam media/publikasi mana pun.

3. Redaksi Jurnal Inovasi menerima tulisan baik dari para SDM fungsional Bappeda Provinsi Bengkulu maupun dari pihak lain diluar Bappeda Provinsi Bengkulu.

4. Setiap naskah yang masuk akan melalui proses koreksi/review dari tim editor, dan penulis wajib memperbaiki sesuai rekomendasi dari reviewer. Naskah yang masuk (diterima/tidak diterima) tidak dikembalikan ke penulis.

5. Setiap naskah yang masuk harus mengikuti pedoman penulisan naskah (sesuai template)

MATERI ARTIKEL

Materi artikel merupakan hasil penelitian primer/sekunder, hasil-hasil kelitbangan, maupun pemikiran berupa tinjauan/telaah yang sistematis dan kritis, ditulis menurut kaidah ilmiah. Penelitian primer adalah penelitian yang dilakukan berdasarkan data dari sumber pertama (sumber asli), sedangkan penelitian sekunder adalah penelitian yang dilakukan berdasarkan data yang sudah tersedia atau sudah terkoreksi. Tulisan harus memenuhi kaidah penulisan Karya Tulis Ilmiah dengan penggunaan bahasa yang baik, benar dan baku (bukan bahasa popular). PENULISAN NASKAH 1. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris, disertai dengan

abstrak dalam bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. 2. Abstrak memuat ringkasan penelitian, yang memuat : latar belakang,

masalah/tujuan, metode, dan hasil penelitian. Ditulis dalam 1 paragraf, dengan jarak 1 spasi. Abstrak dalam bahasa Indonesia maksimal 250 kata, dan dalam bahasa Inggris maksimal 150 kata (dicetak miring/italic).

3. Kata kunci (Key Word) ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, berjumlah antara 3 – 5 kata, berupa kata tunggal atau kata majemuk

4. Naskah diketik maksimal 16 Halaman. 5. Naskah diketik dalam format huruf Times New Roman, ukuran font 12, spasi 1,5,

margin masing-masing 3cm, dan menggunakan kertas berukuran A4 (210mm x 297mm), dan tidak dibuat dalam 2 (dua) kolom, tidak perlu diberi penomoran halaman (Layout akan dikerjakan oleh tim redaksi).

6. Judul ditulis dalam bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris, dan diketik menggunakan huruf kapital dan ditebalkan (bold).

7. Nama penulis diketik dibawah judul, ditulis lengkap tanpa menyebutkan gelar. 8. Alamat penulis (nama dan alamat instansi tempat bekerja) ditulis lengkap dengan

jarak 1 spasi, ditulis dibawah nama penulis. Alamat email ditulis dibawah alamat penulis.

Page 107: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

SISTEMATIKA PENULISAN 1. a) JUDUL b) Nama Penulis, Alamat Instansi Penulis, dan Alamat Email Penulis c) Abstrak (dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris) d) Kata Kunci (Dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris) 2. PENDAHULUAN (memuat latar belakang, rumusan masalah, tujuan) 3. TINJAUAN PUSTAKA 4. METODOLOGI PENELITIAN 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 6. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 7. DAFTAR PUSTAKA 8. LAMPIRAN (Optional) 9. Judul tabel ditampilkan di bagian atas tabel sebelah kiri dan ditulis menggunakan

huruf Times New Roman ukuran 12. Tulisan “tabel” dan “nomor” ditulis tebal (bold), sedangkan judul tabel ditulis normal. Gunakan angka arab (1,2,3 dst) untuk penomoran tabel. Contoh:

Tabel 3. PDRB Provinsi Bengkulu Tahun 2011 – 2015 (Jutaan Rupiah)

Sektor Ekonomi Tahun

2011 2012 2013 2014 2015 Pertanian Pertambangan Dst….

Sumber : BPS Provinsi Bengkulu (2016)

Isi tabel menggunakan huruf Times New Roman ukuran 8-11 dengan jarak 1 spasi. Pencantuman sumber atau keterangan diletakkan dibawah tabel sebelah kiri, menggunakan Times New Roman ukuran 10.

10. Gambar, grafik, foto atau diagram ditampilkan di tengah halaman (center). Keterangan gambar, grafik, foto, atau diagram ditulis dibawah ilustrasi menggunakan huruf Times New Roman ukuran 12 dan ditempatkan di tengah (center). Tulisan “Gambar, grafik foto atau diagram” dan “nomor” ditulis tebal (bold) sedangkan isi keterangan ditulis normal. Gunakan angka arab (1,2,3 dst) untuk penomoran gambar, grafik foto atau diagram. Contoh :

Gambar 1. Inovasi Kelitbangan

Page 108: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

11. Format penulisan daftar pustaka disusun dengan format APA yaitu mengikuti urutan abjad dengan memuat : nama pengarang (nama belakang terlebih dahulu), tahun terbit, judul, jilid/volume, edisi/nomor, tempat penerbitan, nama penerbit. Rujukan dengan sumber yang sama ditulis dengan mendahulukan tahun terbitnya. Jika tahun terbitnya sama, gunakan abjad di belakang tahun terbit.

Contoh penulisan : Buku (satu penulis) Thee, K.W. (2012). Indonesia’s Economy Since Independence. Singapore : Institute of

Southeast Asian Studies. (dua penulis) Forouzan, B.A., & Fegan, S.C. (2007). Data Communications and Networking (4th ed.).

New York : McGraw-Hill. (lebih dari tiga penulis) Firdausy, C.M. (ed) (2012). Konsep dan Ukuran Kemiskinan Alternatif. Jakarta : Pusat

Penelitian Ekonomi LIPI. Buku tanpa nama pengarang, tetapi ditulis atas nama lembaga Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. (2011). Pedoman Akreditasi Majalah Ilmiah.

Jakarta : LIPI Jurnal Sambodo, M.T dan Negara, S.D. (2012). Designing Conceptual Framework and State of

Energy Security in Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Pembangunan, 20 (1), 1-17. Prosiding Muljawan, D. (2003). An Analysis of Potential Systemic Costs in an Islamic Banking System.

Dalam Prosiding International Conference on Islamic Banking : Risk Management, Regulation and Supervision. (hal. 279-298). Jakarta : Bank Indonesia.

Sumber online Khudori. (2006). Belajar Pengembangan Biofuel dari Brazil. Diambil dari

http://www.unisosdem.org/article_detail.php?aid=5665&coid=1&caid=58&gid=5 [diakses 16 Maret 2019].

Skripsi, Tesis, dan Disertasi Wiranta, S. (1987). Japanese Economic Development Statistical Analysis Approach.

Tesis, Tokyo : Nihon University. Media Massa Pungut, U.H. 2013. Konsolidasi Usaha Tani. Kompas. 31 Desember 2012.

Page 109: Jurnal Inovasi Volume 5 Nomor 2 - bappeda.bengkuluprov.go.id

Sumber acuan minimal 80% merupakan terbitan dalam 10 tahun ke belakang. Jumlah daftar pustaka minimal 10 buah. PENUTUP (PENTING DIPERHATIKAN) 1. Penulis wajib mengikuti semua format sistematika penulisan jurnal inovasi ini. 2. Penulis wajib mengikuti prosedur penerbitan naskah dalam jurnal Inovasi, dimulai

dari proses review naskah oleh tim editor/penyunting hingga perbaikan naskah menjadi artikel ilmiah yang layak terbit. Penulis diberi waktu dalam memperbaiki naskahnya artikelnya sesuai dengan jadwal yang ditentukan.

3. Redaksi berhak menyunting tulisan tanpa mengurangi substansi materi tulisan 4. Jurnal Inovasi terbit 2 (dua) kali setahun, yaitu bulan Maret dan September.

Naskah diterima paling lambat 1 (Satu) Bulan sebelum jadwal terbit. 5. Naskah dikirim dalam bentuk soft copy ke alamat : REDAKSI JURNAL INOVASI Bidang Litbang BAPPEDA Provinsi Bengkulu Jl. Pembangunan No.15 Padang Harapan, Bengkulu Telp/Fax (0736) 21255 email : [email protected]