jurnal gaki 2

89
Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098 Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 1 EDITORIAL Seluruh komponen Dewan Redaksi Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes memanjatkan rasa syukur yang begitu besar ke hadirat yang Maha Kuasa. Berkat kemurahan-Nya, impian untuk menampilkan sebuah media informasi penelitian kesehatan dapat terwujud pada triwulan pertama tahun 2010 ini. Pada penerbitan perdana ini, ditampilkan limabelas judul penelitian kesehatan dalam berbagai tema antara lain pendidikan kesehatan, manajemen kesehatan, kebidanan, keperawatan, kesehatan lingkungan serta kesehatan masyarakat. Mudah-mudahan pada penerbitan- penerbitan berikutnya jangkauan tema yang ditampilkan menjadi semakin meluas kepada tema-tema kesehatan lainnya. Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada para penulis artikel yang telah mengisi ruang ilmiah jurnal yang sedang berada dalam masa perintisan ini. Rasa terimakasih juga kami sampaikan kepada para pembaca yang telah memberikan kepercayaan kepada jurnal ini sebagai sumber informasi penelitian kesehatan. Semoga kepercayaan ini akan terus tumbuh dan meluas hingga volume-volume penerbitan berikutnya. Redaksi

Transcript of jurnal gaki 2

Page 1: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 1

EDITORIAL Seluruh komponen Dewan Redaksi Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes memanjatkan rasa syukur yang begitu besar ke hadirat yang Maha Kuasa. Berkat kemurahan-Nya, impian untuk menampilkan sebuah media informasi penelitian kesehatan dapat terwujud pada triwulan pertama tahun 2010 ini. Pada penerbitan perdana ini, ditampilkan limabelas judul penelitian kesehatan dalam berbagai tema antara lain pendidikan kesehatan, manajemen kesehatan, kebidanan, keperawatan, kesehatan lingkungan serta kesehatan masyarakat. Mudah-mudahan pada penerbitan-penerbitan berikutnya jangkauan tema yang ditampilkan menjadi semakin meluas kepada tema-tema kesehatan lainnya. Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada para penulis artikel yang telah mengisi ruang ilmiah jurnal yang sedang berada dalam masa perintisan ini. Rasa terimakasih juga kami sampaikan kepada para pembaca yang telah memberikan kepercayaan kepada jurnal ini sebagai sumber informasi penelitian kesehatan. Semoga kepercayaan ini akan terus tumbuh dan meluas hingga volume-volume penerbitan berikutnya. Redaksi

Page 2: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 2

DAFTAR ISI Pemberian Stimulasi Perkembangan Anak Sesuai Usia oleh Orang Tua Balita

Subagyo, Nurwening Tyas Wisnu

1-6

Perbandingan Antara Pengaruh Layanan Informasi dan Konseling Kelompok Terhadap Sikap Tentang Kesehatan Reproduksi Remaja

Ayesha Hendriyana Ngestiningrum

7-15

Aplikasi Balanced Scorecard di Rumah Bersalin Al Hikmah Serangan Sukorejo Ponorogo Subagyo

16-24

Pengaruh Pemberian Pocari Sweat Terhadap Kualitas His Persalinan Erma Kumarawati, Sunarto, Nurlailis Saadah

25-29

Hubungan Antara Sikap Terhadap Penggunaan Garam Beryodium dengan Kejadian Gondok Pada Wanita Usia Subur

Hariyanti, Nurwening Tyas Wisnu, Hery Sumasto

30-34

Penurunan Kesadahan Menggunakan Zeolit (Tinjauan Lama Waktu Kontak Dengan Ion Ca2+)”

Hery Koesmantoro

35-40

Hubungan Antara Usia Menikah dan Paritas dengan Kejadian Kanker Serviks di RSUD Dr. Suroto Ngawi

Suhartini, Tutiek Herlina

41-46

Hubungan Antara Defisiensi Yodium Dengan Prestasi Belajar Anis Nurwidiawati, Rahayu Sumaningsih

47-50

Hubungan Antara Peran Orang Tua Dengan Fobia Sekolah Pada Anak Prasekolah Meilina Awwalin Rokhmayanti, Nana Usnawati, Sulikah

51-57

Gambaran Tingkat Kecemasan Ibu Dalam Masa Klimakterium Vollyn Afuanti, Siti Widajati, Nana Usnawati

58-63

Hubungan Antara Waktu Pemberian ASI Pertama Dengan Involusi Uterus Pada Ibu Post Partum Normal

Nurlailis Saadah

64-67

Hubungan Antara Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Nutrisi Masa Hamil Dengan Sikap Dalam Memenuhi Nutrisi

Rahayu Sumaningsih, Nurlailis Saadah, Teta Puji Rahayu

68-72

Hubungan Antara Frekuensi Pelatihan Kader Dengan Kemampuan Mendeteksi Resiko Tinggi Ibu Hamil

Endang Wahyuningsih, Sukardi, Siti Widajati

73-76

Pemanfaatan Kulit Batang Jambu Biji (Psidium Guajava) Untuk Adsorpsi Kadar Chromium Limbah Industri Kulit

Handoyo, Trimawan Heru Wijono

77-82

Pengaruh Larutan Sereh Wangi dan Daun Tembelekan Terhadap Daya Tolak Gigitan Nyamuk Aedes Aegypti

Tuhu Pinardi, Hery Koesmantoro, Moch. Yulianto

83-87

Page 3: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 1

PEMBERIAN STIMULASI PERKEMBANGAN ANAK SESUAI USIA OLEH ORANG TUA BALITA

Subagyo*, Nurwening Tyas Wisnu*

*=Prodi Kebidanan Magetan Jurusan Kebidanan Poltekkes Depkes Surabaya

ABSTRACT

Stimulation which is given by parents are believed to have effect as reinforcement that

is usefull for children’s development based on the potency they have so that the better of giving stimulation, the better of development task children should have. The purpose of this research is to get the description about stimulation which is done by parent, of the children in the age range of 12 to be 60 months that consist of gross motoric aspect, fine motoric aspect, language and utterance aspect, personal social and independency aspect. This research is conducted in eight village in Takeran district area of Magetan regency, from July to September 2007. Type of research is descriptive which survey, with the population is the children’s parent who stay at home with their childrens and spend most of the time caring them. Sample size is 254 people who are taken as stratified sample random sampling based on children’s ages. The result of research show that stimulation on gross motoric aspect says that almost 70% of children’s parents did well development stimulation respectively that is in 18 to 24 monthschildrens. The giving stimulation on fine motoric aspect to the age 48 to 60 months with good criteria shows the highest level, that is 47,22%. At the aspect of language and utterance development, aspect shows 65,52% in giving stimulation which good criteria when children are in the age of 36 to 48 months. Based on the research’s result, stimulation which is done by parent with the less criteria on each group mostly on fine motoric aspect. Key word: development stimulation, baby, gross motoric aspect, fine motoric aspect, language

and utterance aspect, personal social and independency aspect. Phone: 081335718040, e-mail: [email protected]

PENDAHULUAN

Gambaran pola perkembangan yang tepat merupakan dasar untuk memahami anak-anak, sehingga diperlukan pengetahuan tentang penyebab adanya variasi dalam perkembangan, untuk memahami setiap anak secara individu. Pieget dan Kohberg dalam Hurlock (1999), mengatakan bahwa selain kematangan faktor keturunan dan lingkungan, perkembangan anak juga terjadi karena interaksi antara keduanya. Lebih lanjut dikatakan bahwa, rangsangan atau stimulasi adalah sebagai upaya dalam membantu memperkuat perkembangan anak seoptimal mungkin, sesuai dengan potensi yang dimiliki anak. Stimulasi merupakan suatu rangsangan yang datang dari lingkungan luar individu anak, dan merupakan hal yang sangat penting dalam pertumbuhan dan perkembangan anak (Soetjiningsih, 1998); karena dengan memberi stimulasi secara bertahap, terus-menerus sesuai dengan tingkat usia anak diyakini dapat mengoptimalkan perkembangan anak. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Blasco (1991), bahwa pada perkembangan anak sering didapatkan kelainan perkembangan, antara lain sebesar 3% terjadi retardasi mental; satu di antara 200 anak

Page 4: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 2

menderita palsi serebralis, kesulitan belajar dan sindrom yang menyangkut konsentrasi dan perhatian anak sebesar 5-7% (Soetjiningsih, 1998).

Pada tahun-tahun pertama, sangat penting untuk memberikan stimulasi dalam bentuk stimulasi visual, verbal, auditif, taktil, dan lain-lain. Belaian, ciuman, mengajak bercakap-cakap, mengajak bermain, bercerita dan sebagainya, adalah sebagai upaya yang dapat membentuk anak mengenal dunia luar; lebih memperkaya imajinasi dan kreativitas anak. Sebagai sarana untuk memberikan rangsangan pada anak antara lain berupa alat permainan edukatif (APE), yang berfungsi untuk mengembangkan berbagai aspek perkembangan anak, antara lain motorik, bahasa, kecerdasan, dan sosialisasi. Berbagai macam dan bentuk APE dimungkinkan memberi stimulasi secara efektif, apabila dilakukan dengan penuh perhatian, kesabaran, dan sesuai dengan usia anak.

Pada pengkajian awal penelitian ini, diperoleh data sebesar 87% dari 20 orang tua balita di empat desa di wilayah Puskesmas Takeran Magetan, belum melakukan stimulasi perkembangan sesuai usia anak dengan baik hingga sangat baik. Tujuan umum penelitian adalah mengetahui gambaran pemberian stimulasi perkembangan yang dilakukan oleh orang tua kepada anak balita berdasarkan usia anak di wilayah Kecamatan Takeran Magetan. Tujuan khusus yaitu, pertama mengidentifikasi karakteristik orang tua, kedua mengidentifikasi stimulasi perkembangan pada sektor/aspek motorik kasar, ketiga mengidentifikasi stimulasi perkembangan pada aspek motorik halus, keempat mengidentifikasi stimulasi perkembangan pada aspek bahasa dan bicara, dan kelima adalah mengidentifikasi stimulasi perkembangan pada aspek personal sosial dan kemandirian anak, di wilayah Kecamatan Takeran Magetan.

BAHAN DAN METODE

Jenis penelitian adalah deskriptif bentuk survei, populasi yaitu orang tua balita di delapan desa di wilayah Kecamatan Takeran Magetan. Sampel diambil berdasarkan kriteria yaitu, anak usia 12-60 bulan, orang tua sehat jasmani dan rokhani, orang tua tinggal serumah dengan anak, setiap hari mengasuh anak. Besar sampel 254 orang tua balita, yang mengguna-kan teknik stratified random sampling. Variabel penelitian adalah stimulasi perkembangan anak, meliputi stimulasi aspek motorik kasar, aspek motorik halus, aspek bahasa dan bicara, aspek personal sosial dan kemandirian. Data penelitian ini berupa data primer tentang hasil isian kuesioner oleh orang tua balita, yang dikumpulkan pada saat kegiatan posyandu, antara bulan Juli sampai September 2007. Setelah data terkumpul, selanjutnya dilakukan analisis secara deskriptif yang dirumuskan dalam bentuk persentase untuk masing-masing aspek perkembangan yang dilakukan stimulasi; kemudian ditarik kesimpulan. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian

Data umum penelitian meliputi tingkat pendidikan orang tua, yaitu rata-rata setingkat SMP sebesar 40,94%. Pekerjaan orang tua balita paling banyak adalah petani yaitu sebesar 60,63%. Orang tua balita yang memiliki satu anak sebesar 34,25%, dan 31,1% memiliki dua anak, dan sisanya memiliki lebih empat anak. Selisih usia anak terkecil dengan saudara

Page 5: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 3

sebelumnya paling banyak antara 4-5 tahun, sebesar 21,65%. Data stimulasi perkembangan balita pada usia 12-60 bulan oleh orang tua sebagai berikut. Pada usia 12-15 bulan, aspek perkembangan motorik kasar yaitu sebesar 64% orang tua memberikan stimulasi sangat baik, dan sebesar 20% dengan kriteria baik. Pada aspek motorik halus, sebesar 40% kriteria sangat baik, dan 28% kriteria kurang baik. Stimulasi pada aspek bahasa dan bicara, diperoleh hasil sebesar 40% sangat baik, dan 20% kriteria baik. Pada aspek perkembangan personal sosial dan kemandirian sebesar 20% kriteria kurang baik, dan 52% kriteria sangat baik. Pemberian stimulasi pada usia 15-18 bulan adalah, pada aspek perkembangan motorik kasar sebesar 66,67% dalam kriteria sangat baik, aspek motorik halus sebesar 30,56% kriteria baik. Pada aspek perkembangan bahasa dan bicara diperoleh data 47,22% kriteria sangat baik, dan pada aspek perkembangan personal sosial dan kemandirian sebesar 25% kriteria sangat baik.

Pemberian stimulasi perkembangan pada usia 18-24 bulan diperoleh gambaran, sebesar 69,77% dengan kriteria sangat baik, dan 11,63% kriteria cukup pada aspek motorik kasar. Pada aspek perkembangan motorik halus sebesar 48,84% kriteria kurang, sedangkan pada aspek bahasa dan bicara sebesar 62,78% kriteria sangat baik. Pada aspek perkembangan personal sosial dan kemandirian sejumlah 48,84% dalam kriteria baik, dan masing-masing 20,93% kriteria sangat baik dan cukup. Stimulasi yang diberikan oleh orang tua balita usia 24-36 bulan yaitu, sebesar 64,28% memberi stimulasi sangat baik, dan sebesar 17,86% kriteria kurang pada aspek perkembangan motorik kasar; pada aspek perkembangan motorik halus sebesar 32,14% kriteria kurang, dan 28,57% kriteria sangat baik. Pada aspek bahasa dan bicara diperoleh 57,07% kriteria sangat baik, dan masing-masing 16,07% kriteria baik dan kurang. Pada aspek personal sosial dan kemandirian yaitu sebesar 53,57% pemberian stimulasi sangat baik, dan 17,86% kriteria kurang.

Stimulasi perkembangan pada seluruh aspek yang dilakukan oleh orang tua masing-masing sebesar 65,52% dalam kriteria sangat baik, masing-masing sebesar 22,14% kriteria baik pada stimulasi aspek motorik kasar, dan bahasa dan bicara. Sebesar 31,03% stimulasi pada aspek motorik halus dalam kriteria sangat baik, dan sebesar 29,31% kriteria kurang. Stimulasi pada aspek perkembangan personal sosial dan kemandirian diperoleh sebesar 18,97% kriteria baik, dan 12,06% kriteria kurang. Stimulasi perkembangan pada usia 48-60 bulan menunjukkan hasil, sebesar 52,78% orang tua balita telah memberi stimulasi secara baik, dan sebesar 44,64% kriteria sangat baik pada aspek motorik kasar. Pada aspek motorik halus diperoleh sebesar 47,22% memberi stimulasi sangat baik; pada aspek bahasa dan bicara sebesar 30,56% memberi stimulasi dengan kriteria cukup, dan sebesar 27,78% kriteria baik. Adapun pada aspek perkembangan personal sosial dan kemandirian, sebesar 58,33% orang tua telah memberi stimulasi dengan kriteria sangat baik, dan sebesar 25% kriteria baik. Pembahasan

Tingkat pendidikan kurang memadai memungkinkan pemahaman tentang stimulasi kurang efektif dan kurang terlaksana, sebaliknya tingkat pendidikan yang relatif tinggi, kemungkinan banyak memperoleh pengalaman tentang perawatan anak yang diperoleh dari referensi dan dari hasil pendidikannya; sehingga orang tua memiliki pengetahuan yang terkait dengan perkembangan anak, pada akhirnya dapat diaplikasikan untuk memahami kebutuhan perkembangan anak.

Page 6: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 4

Pekerjaan orang tua yang banyak menyita waktu, sehingga kurang berinteraksi dengan anak memungkinkan perkembangan anak mengalami hambatan; anak hanya bermain dengan dirinya sendiri, tanpa ada yang memberi pengawasan, perhatian dan memberi contoh perilaku positif. Orang tua yang sibuk mencari nafkah melupakan kebutuhan fisik maupun psikologis anak, sehingga anak tidak memahami hal baik dan buruk, boleh atau tidak; hal ini dapat berakibat buruk pada kondisi anak yang berupa bentuk interaksi kurang sehat dengan teman sebaya, anak sulit diatur, dan sebagainya.

Keluarga yang memiliki anak relatif banyak, dan jarak anak yang relatif dekat, apabila pengawasan yang dilakukan kurang intensif, sering terjadi pertengkaran, berebut perhatian orang tua terutama ibu, dapat berdampak pada perkembangan emosional dan perilaku anak balita. Apabila sebuah keluarga memiliki lebih dari satu balita; maka semakin mengurangi perhatian kebutuhan setiap anak, sehingga lebih banyak timbul persaingan antar saudara.

Monks (1998) mengatakan bahwa, stimulasi yang adekuat berpengaruh terhadap tingkah laku sosial dan emosional. Stimulasi mempunyai peranan paling efektif pada saat suatu kemampuan sedang berkembang secara normal (Hurlock, 1999). Mengutip pernyataan Soetjiningsih (1998), pada prinsipnya bahwa stimulasi harus dilakukan secara berjenjang, dan berkesinambungan mengikuti tahapan perkembangan anak, serta mencakup seluruh aspek perkembangan. Narendra (2002) menyatakan bahwa stimulasi yang diberikan setidaknya mengandung unsur untuk meningkatkan kemampuan bahasa, konseptual, persepsi, sosial, estetika, dan nilai-nilai moral. Berdasarkan pokok acuan stimulasi tersebut, diperlukan waktu yang cukup dari orang tua untuk menyertai dan menemani anak selama mungkin. Atas pendapat dan teori yang dikemukakan oleh para ahli tersebut, anak memerlukan stimulasi sedini mungkin, seefektif mungkin dan terpenuhi kebutuhan perkembangan sesuai usia.

Stimulasi perkembangan yang dilakukan oleh orang tua balita untuk masing-masing aspek perkembangan belum semuanya maksimal, terutama pada aspek motorik halus. Stimulasi oleh orang tua pada aspek motorik kasar, meskipun pada hakekatnya stimulasi yang seharusnya dilakukan lebih mudah apabila dibandingkan dengan aspek yang lain, dan kurang tergantung pada ketersediaan sarana; namun masih tergolong rendah. Faktor yang mungkin terkait dengan pemberian stimulasi ini antara lain kondisi fisik anak (kesiapan alat tubuh) untuk melakukan latihan/aktivitas, lingkungan fisik biologis, yang memberi rangsangan aspek tersebut. Stimulasi pada motorik kasar persentase terbanyak dilakukan pada anak yang sedang belajar berjalan dan memerlukan gerakan aktif, daripada anak usia lebih muda dan pada usia anak lebih tua, sehingga orang tua sering mengikuti gerak anak ke mana-mana. Keingintahuan dan mencoba anak sangat tinggi; sehingga pemberian stimulasi cenderung bermacam-macam. Stimulasi ditujukan pada aspek motorik kasar, tidak hanya untuk mengisi waktu luang, namun menurut Monks (1998) adalah lebih ditujukan pada adanya proses belajar dan peningkatan cara mengendalikan dan mengkoordinasikan otot yang yang melibatkan emosi dan pikiran. Demikian pula Soetjiningsih (1998), mengatakan bahwa stimulasi yang sesuai untuk membentuk rangsangan pada aktivitas otot yaitu jenis stimulasi sensorik, yang berarti menimbulkan respon bagi anak untuk melakukan gerakan otot-otot besar.

Pada aspek perkembangan motorik halus, bahasa dan bicara, dan aspek personal sosial dan kemandirian lebih rumit. Stimulasi yang perlu dilakukan pada aspek tersebut relatif memerlukan banyak sarana atau alat bantu, memerlukan kajelian dan variatif permainan atau

Page 7: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 5

rangsangan, serta membutuhkan banyak waktu. Sebagaimana stimulasi yang dilakukan oleh orang tua pada aspek perkembangan motorik halus, yang sebagian besar tergolong kriteria cukup dan kurang, terutama pada usia relatif lebih muda (kurang 48 bulan), hal ini disebabkan oleh kurangnya kesabaran orang tua dalam membimbing anak, pada umumnya anak tidak jenak duduk untuk mengikuti petunjuk atau bimbingan. Sesuai dengan pernyataan Soetjiningsih (1998), bahwa stimulasi memerlukan alat bantu stimulasi, dan suasana yang segar, menyenangkan dan bervariasi. Selain hal-hal tesebut, diperlukan alat permainan seperti jenis permainan yang sesuai dengan umur dan taraf perkembangannya, dan diperlukan teman bermain. Pada usia yang lebih tua (prasekolah ke atas), umumnya anak dapat diajak belajar; mudah mengerti penjelasan dan tidak banyak bergerak ke mana-mana, anak sudah mampu mengkoordinasikan fungsi motorik halus secara baik, ditunjang oleh pemahaman psikologis.

Pada usia 24-36 bulan, orang tua masih belum maksimal cara pemberian stimulasi aspek bahasa dan bicara kriteria sangat baik, hal ini dikarenakan pada usia tersebut anak masih banyak bergerak (latihan berjalan), sehingga orang tua kurang memperhatikan stimulasi aspek bahasa dan bicara. Pada umumnya setelah anak kecapaian beraktivitas, mereka cenderung istirahat (tidur), sehingga interaksi dengan orang tua relatif menurun. Demikian juga pada anak yang usianya lebih tua pada dasarnya anak sudah dapat merangkai kata dan kalimat secara mandiri, sehingga pengajaran oleh orang tua kurang intensif, anak sudah dianggap pandai bicara secara lancar. Normalitas perkembangan bahasa dan bicara dapat ditentukan oleh intensitas dan kualitas stimulasi yang diberikan, dan diperlukan pemahaman kemampuan penerimaan anak terhadap stimulasi bahasa. Pada aspek sosial dan kemandirian, masih terdapat hampir tigapuluh persen orang tua balita yang belum memberi stimulasi sesuai dengan usia anak, terutama pada anak yang relatif usia lebih muda (kurang dari 18 bulan), dan pada anak prasekolah. Pada anak yang lebih tua, kemungkinan stimulasi sudah diperoleh dari lingkungan bermain (Playgroup atan Taman Kanak Kanak), sehingga para orang tua tidak banyak memberikan stimulasi.

Mencermati stimulasi yang diberikan oleh orang tua balita pada keempat aspek perkembangan, pada umumnya dalam kriteria cukup; terbanyak dilakukan pada usia anak 15 hingga 36 bulan, kecuali pada aspek bahasa dan bicara terbanyak dilakukan pada anak usia hingga 60 bulan. Mengingat pada rentang usia kurang dari 48 bulan tersebut, pada umumnya anak jarang berada di rumah atau kemungkinan sulit diajak belajar dengan tenang, karena kebanyakan anak selalu bergerak atau bermain sendiri, banyak menggunakan aktivitas otot. Guna meningkatkan dan membentuk kepribadian anak, meningkatkan kemampuan ketangkasan, ketrampilan taktil, bahasa dan bicara, sosialisasi dan kemandirian, adalah memahami kebutuhan anak dan tugas perkembangan anak sesuai dengan usianya. Namun orang tua pada umumnya belum memperhatikan hal stimulasi pada anak, hal ini dimungkinkan terkait dengan keterbatasan pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki oleh orang tua. SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan yang dapat ditulis yaitu, orang tua balita di wilayah Kecamatan Takeran Magetan terbanyak berpendidikan setingkat Sekolah Menengah Pertama, sebagian besar mereka bekerja sebagai petani, setiap keluarga rata-rata memiliki dua anak, dan selisih usia anak terkecil dengan saudara sebelumnya terbanyak 4 sampai 5 tahun. Pemberian stimulasi

Page 8: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 6

perkembangan oleh orang tua pada aspek motorik kasar, pada kelompok usia 18-24 bulan menunjukkan hampir 70% kriteria sangat baik. Pemberian stimulasi oleh orang tua pada aspek motorik halus, hampir 50% kriteria sangat baik, pada saat anak usia 18-24 bulan. Pada aspek bahasa dan bicara, diperoleh sebesar 65,52% orang tua balita sudah memberikan stimualasi sangat baik, ketika anak berusia 36-48 bulan, dan sebesar 25% kriteria kurang ditunjukkan terbanyak pada usia antara 15-18 bulan. Pemberian stimulasi perkembangan pada aspek personal sosial dan kemandirian, pada kelompok usia 36-48 bulan sebesar 18,97% kriteria baik; dan persentase tertinggi (20%) dilakukan oleh orang tua ketika anak berusia 12-15 bulan.

Saran penulis pertama, perlu adanya gerakan oleh masyarakat yang berbentuk gerakan menuju pemantauan dan peningkatan perkembangan anak melalui “gerakan sayang balita”. Kedua, perlu diperkenalkan pedoman cara-cara stimulasi secara dini yang sederhana dan mudah dipahami, dan dilaksanakan oleh setiap orang tua balita. Ketiga, sebaiknya diciptakan alat permainan (APE) yang mudah didapat dengan harga yang relatif murah. Keempat, perlu dilakukan evalusi perkembangan anak secara berkala, melalui fasilitas kesehatan yang mangacu pada pokok-pokok deteksi dini tumbuh kembang, seperti Posyandu, Pos kesehatan, atau pada saat petugas melakukan kunjungan rumah. DAFTAR PUSTAKA Departemen Kesehatan RI, 1998. Pedoman Deteksi Dini Tumbuh Kembang Balita, Ed. 10:

Depkes RI, Jakarta --------------------------------, 2005. Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi Dini dan Intervensi

Dini Tumbuh Kembang Anak Di Tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar: Depkes RI, Jakarta

Hurlock, Elizabeth B., 1997. Perkembangan Anak Jilid I: Erlangga, Jakarta --------------------------------, 1999. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang

Rentang Kehidupan, Ed. S., Cet. 7: Erlangga, Jakarta Markum, A.H., 1996. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Jilid I: FKUI Press, Jakarta Monks, F.J., 1998. Psikologi Perkembangan Pengantar Dalam berbagai Bagiannya:

Gadjahmada University Press, Jogyakarta Narendra, B., M., et.al., 2002. Buku Ajar Tumbuh Kembang Anak dan Remaja, Ed.i: Sagung

Seto, Jakarta Nazir, Moh., 2005. Metode Penelitian: Ghalia Indonesia, Bogor Notoatmodjo, S., 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan, Cet.2: Rineka Cipta, Jakarta Nursalam dan Pariani, S., 2001. Metodologi Riset Keperawatan: Sagung Seto, Jakarta Sacharin, Rosa M., 1998. Prinsip Perawatan Pediatri, Ed.2: EGC, Jakarta Sastroasmoro, S., 1995. Dasar dasar Metodologi Penelitian Klinis, Cet.1: Bina Rupa Aksara,

Jakarta Soetjiningsih, 1998. Tumbuh Kembang Anak, Cet.2: EGC, Jakarta Suryanah, 1996. Keperawatan Anak Untuk SPK, Cet.1: EGC, Jakarta

Page 9: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 7

PERBANDINGAN ANTARA PENGARUH LAYANAN INFORMASI DAN KONSELING KELOMPOK TERHADAP SIKAP TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA

Ayesha Hendriana Ngestiningrum*

*=Prodi Kebidanan Magetan, Poltekkes Depkes Surabaya

ABSTRAK Siswa SMP memerlukan informasi yang benar dan terarah mengenai Kesehatan

Reproduksi Remaja (KRR). Terdapat beberapa metode penyampaian informasi KRR di antaranya adalah layanan informasi dan konseling kelompok. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui perbandingan antara layanan informasi dan konseling kelompok terhadap sikap tentang KRR.

Jenis penelitian ini adalah Quasy Experiment menggunakan pretest and posttest group design. Populasi penelitian adalah seluruh siswa Kelas VIII SMPN 2 Kauman Ponorogo. Sampel adalah siswa Kelas VIII SMPN 2 Kauman ponorogo yang bersedia diteliti dan mengikuti seluruh rangkaian kegiatan. Dengan teknik cluster, diperoleh sampel sebesar 120 siswa. Data didapatkan dari nilai pretest dan posttest masing-masing kelompok dengan menggunakan instrumen berupa kuesioner. Teknik analisis data untuk mengetahui pengaruh layanan informasi dan konseling kelompok terhadap sikap tentang KRR menggunakan Paired Sample T-Test. Perbandingan pengaruh antara layanan informasi dengan konseling kelompok terhadap sikap tentang KRR diuji dengan Independen Sample T-Test.

Hasil penelitian menunjukkan nilai signifikansi p=0,000 berarti bahwa ada pengaruh layanan informasi terhadap sikap tentang KRR, demikian halnya dengan konseling kelompok nilai signifikansi p=0,410, berarti tidak ada perbedaan signifikan di antara kedua perilaku tersebut.

Kesimpulan dari hasil penelitian adalah ada pengaruh layanan informasi terhadap sikap tentang KRR, ada pengaruh konseling kelompok terhadap sikap tentang KRR, dan tidak ada perbedaaan pengaruh layanan informasi dan konseling kelompok terhadap sikap tentang KRR pada siswa Kelas VIII SMPN 2 Kauman Ponorogo.

Kata Kunci : Layanan Informasi, Konseling Kelompok, Sikap, KRR. Telepon: 081556432775, e-mail: [email protected]

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Di Indonesia, remaja masih sering menemui kesulitan untuk mendapatkan hak reproduksi mereka, yaitu hak akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi, termasuk informasi mengenai Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR). Bukti ketidaktahuan remaja tentang KRR ini dapat dilihat dari banyaknya pertanyaan seputar organ reproduksi, perilaku seks saat pacaran, Infeksi Menular Seksual (IMS), Kehamilan Tak Dikehendaki (KTD), kontrasepsi, pelecehan seksual, homoseksual sampai masalah kepercayaan diri, seringkali dilontarkan remaja kepada Youth Center milik Perkumpulan Keluarga Berencana

Page 10: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 8

Indonesia (PKBI). Yahya Ma’shum (2005), Humas PKBI, menyatakan bahwa isi pertanyaan tersebut merefleksikan kurangnya akses remaja pada informasi kesehatan reproduksi.

Pada bulan September 2004, Synovate Research mengadakan penelitian serupa di 4 kota (Jakarta, Bandung, Surabaya dan Medan) melibatkan 450 responden usia 15-24 tahun, hasilnya 65% informasi seks mereka dapatkan dari kawan, sedangkan 35% dari film porno (Kartika, 2005). Tahun 1998 responden survei remaja di empat provinsi memperlihatkan sikap yang sedikit berbeda dalam memandang hubungan seks di luar nikah. Ada 2,2% responden setuju apabila laki-laki berhubungan seks sebelum menikah. Angka ini menurun menjadi 1% bila ditanya sikap mereka terhadap perempuan yang berhubungan seks sebelum menikah. Jika hubungan seks dilakukan oleh dua orang yang saling mencintai, maka responden setuju menjadi 8,6%. Jika mereka berencana menikah, responden setuju kembali bertambah menjadi 12,5% (LDFEUI & NFPCB, 1999 dalam Darwisyah, 2005).

Sejauh ini berbagai upaya yang bersifat promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif telah dilakukan untuk mengatasi masalah remaja ini. Upaya Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) merupakan komponen promotif dan preventif. Pelayanan KRR khususnya pelayanan medik dan rujukannya merupakan komponen kuratif (Depkes RI, 1995). Perlu kerjasama lintas program dan lintas sektoral untuk menangani masalah ini. Sebenarnya akses informasi KRR dapat diperoleh remaja melalui pendidikan formal di sekolah maupun informal melalui orang tua, teman bergaul, media dan sebagainya (BKKBN, 2003).

Selain dari guru maupun dari orang tua, informasi KRR ini juga dapat diperoleh siswa dari tenaga kesehatan. Bidan bisa memberikan layanan informasi atau bahkan memberikan konseling kelompok terhadap para siswa. Kedua teknik penyampaian informasi ini masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Dimungkinkan kedua teknik ini mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap siswa.

Tujuan Penelitian 1. Mengetahui pengaruh layanan informasi terhadap sikap tentang KRR 2. Mengetahui pengaruh konseling kelompok terhadap sikap tentang KRR pada siswa Kelas

VIII di SMPN 2 Kauman Ponorogo. 3. Mengetahui perbandingan pengaruh layanan informasi dengan konseling kelompok

terhadap sikap tentang KRR pada siswa Kelas VIII di SMPN 2 Kauman Ponorogo.

BAHAN DAN METODE Penelitian yang dilaksanakan pada tanggal 13-17 Mei 2008 di SMPN 2 Kauman

Ponorogo ini merupakan penelitian quasy experiment menggunakan pretest and postest group design. Populasi penelitian adalah semua siswa SMPN 2 Kauman Ponorogo Kelas VIII, dengan sampel siswa Kelas VIII SMPN 2 Kauman Ponorogo yang bersedia diteliti dan mengikuti seluruh rangkaian kegiatan (pretest, layanan informasi/konseling kelompok, posttest). Dengan teknik cluster diperoleh sampel sebesar 120 siswa dengan perincian 60 siswa diberikan intervensi berupa layanan informasi dan 60 siswa diberikan intervensi berupa konseling kelompok. Intervensi tersebut dilaksanakan masing sebanyak 3 kali pertemuan dengan durasi 60 menit tiap pertemuan.

Page 11: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 9

Data didapatkan dari nilai pretest dan posttest masing-masing kelompok dengan menggunakan instrumen berupa kuesioner berupa pertanyaan tertutup mengenai sikap tentang KRR yang telah melalui uji validitas dan reabilitas. Teknik analisis data untuk mengetahui pengaruh layanan informasi terhadap sikap tentang KRR menggunakan Paired Sample T-Test. Demikian juga pengaruh konseling kelompok terhadap sikap tentang KRR diuji dengan Paired Sample T-Test. Sedangkan perbandingan pengaruh antara layanan informasi dengan konseling kelompok terhadap sikap tentang KRR diuji dengan Independen Sample T-Test.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pengaruh Layanan Informasi terhadap Sikap tentang KRR.

PreLayin90.1088.2086.8086.6085.5084.9084.2083.5082.9082.2081.6080.9080.3079.6078.9077.6076.9076.3075.0074.3073.7072.4070.4067.1066.40

Freq

uenc

y

6

4

2

0

PreLayin

Gambar 1. Nilai Pretest Sikap tentang KRR pada Kelompok Layanan Informasi

Siswa SMPN 2 Kauman Tahun 2008

Sikap tentang KRR sebelum dilakukan layanan informasi sebagai berikut: responden dengan nilai 82,90 sebanyak 7 siswa (11,7%), nilai 74,30 sebanyak 6 siswa (10,00%), nilai 77,60 sebanyak 5 siswa (8,3%), yang selengkapnya tampak pada Gambar 1. Sedangkan sikap tentang KRR sesudah dilakukan layanan informasi sebagai berikut: responden dengan nilai 91,40 sebanyak 6 siswa (11,7%), nilai 84,80 sebanyak 4 siswa (6,7%), nilai 83,50 sebanyak 4 siswa (6,7%), yang selengkapnya tampak pada Gambar 2. Paired Sample T-Test menghasilkan nilai signifikasi 0,000 (<0,05), berarti Ho ditolak yaitu ada pengaruh layanan informasi terhadap sikap tentang KRR.

Page 12: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 10

PostLayin96.7092.7090.8090.1088.2086.8084.9084.2082.9081.6080.3078.9076.9075.0072.40

Freq

uenc

y

6

5

4

3

2

1

0

PostLayin

Gambar 2 Nilai Posttest Sikap tentang KRR pada Kelompok Layanan Informasi

Siswa SMPN 2 Kauman Tahun 2008 Prayitno dan Erman Amti (2004) menyatakan bahwa layanan informasi dapat membekali

individu dengan pengetahuan dan memungkinkan individu tersebut dapat menentukan arah hidupnya sebab dengan berdasarkan informasi tersebut individu diharapkan dapat membuat rencana dan keputusan serta bertanggung jawab terhadap keputusan dan rencana yang dibuat itu. Jadi dengan adanya layanan informasi tentang KRR ini, bekal informasi siswa berupa pengetahuan tentang KRR ini dapat membantunya menentukan rencana dan keputusan yang tepat perihal KRR serta dapat bertanggung jawab terhadap keputusan yang dibuatnya itu.

Penelitian serupa dilakukan oleh Fransisca Iriani dan M. Nisfiannor (2004) dalam Amiruddin (2007). Penelitian tersebut menyatakan bahwa ada perbedaan sikap terhadap hubungan seks pranikah antara remaja yang diberi penyuluhan dan yang tidak diberi penyuluhan kesehatan reproduksi remaja (KRR). Pratama (2006) mengatakan bahwa remaja harus diberikan penyuluhan (layanan informasi) tentang kesehatan reproduksi yang menyangkut sistem, fungsi dan proses reproduksi agar mereka memiliki pengetahuan, sikap dan perilaku positif terhadap kesehatan reproduksinya. Sedangkan Een Sukaedah (2001) dalam penelitiannya mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan sikap terhadap KRR menyatakan bahwa faktor pengetahuanlah yang paling dominan berhubungan dengan sikap KRR.

Hubungan layanan informasi, sikap dan remaja dapat digambarkan sebagai berikut: respon batin terhadap suatu objek dalam penelitian adalah sikap dan pemahaman terhadap pentingnya KRR yang diperoleh dari penginderaan. Upaya ini diteruskan ke otak untuk diteruskan ke otak untuk diproses melalui impuls-impuls saraf. Stimulus akan terus diingat dan memorinya lama bila stimulus tersebut diberikan berulang-ulang. Stimulus yang dimaksud

Page 13: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 11

berupa layanan informasi. Layanan informasi memberikan informasi yang seluas-luasnya sehingga peserta memiliki pengetahuan yang memadai dan kemudian bersikap positif terhadap obyek yang dibicarakan (KRR). Hasil penelitian ini membuktikan bahwa stimulasi berupa layanan informasi mampu meningkatkan pemahaman terhadap sikap tentang KRR.

Pengaruh Konseling Kelompok terhadap Sikap tentang KRR

Sikap tentang KRR sebelum dilakukan konseling kelompok sebagai berikut: responden dengan nilai 82,20 sebanyak 4 siswa (6,7%), nilai 78,30 sebanyak 4 siswa (6,7%), nilai 76,30 sebanyak 4 siswa (6,7%), yang lebih lengkap tampak pada Gambar 3. Sedangkan sikap tentang KRR sesudah dilakukan konseling kelompok sebagai berikut: responden dengan nilai 84,80 sebanyak 5 siswa (8,3%), nilai 88,80 sebanyak 4 siswa (6,7%), nilai 95,39 sebanyak 3 siswa (5%), yang selengkapnya tampak pada Gambar 4.

Paired Sample T-Test menghasilkan nilai signifikasi 0,000 (<0,05), berarti Ho ditolak yaitu ada pengaruh konseling kelompok terhadap sikap tentang KRR. Pengukuran pretest dan posttest pada kelompok yang diberikan konseling kelompok menunjukkan perubahan yang bermakna. Hal ini berarti bahwa ada pengaruh positif pemberian konseling kelompok terhadap sikap tentang KRR. Hal di atas sesuai dengan pendapat Ohlsen (1970) dalam Sukardi (1988) bahwa konseling pada remaja dapat memberikan hasil pengembangan keberanian dan kepercayaan diri untuk mengamalkan apa yang diperoleh dalam situasi kehidupannya sehari-hari. Penelitian kesehatan tentang konseling oleh Siswa Dini Kurniasari (2006) menyebutkan bahwa konseling kelompok memberikan pengaruh yang signifikan terhadap sikap remaja dalam menghitung siklus menstruasinya.

postKons97.3795.3994.0092.7090.7989.4788.2086.8085.8084.8083.5081.6080.3078.9076.9075.0071.0065.80

Freq

uenc

y

5

4

3

2

1

0

postKons

Gambar 3. Nilai Pretest Sikap tentang KRR pada Kelompok Konseling Kelompok

Siswa SMPN 2 Kauman Tahun 2008

Page 14: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 12

preKons94.7092.7690.1087.5086.6084.2082.9081.6080.3078.9078.3076.3075.0073.7071.0069.7062.50

Freq

uenc

y

4

3

2

1

0

preKons

Gambar 4 Nilai Posttest Sikap tentang KRR pada Kelompok Konseling Kelompok

Siswa SMPN 2 Kauman Tahun 2008 Ada beberapa alasan pemberian konseling kelompok mampu memberikan pengaruh

terhadap sikap. Pertama, konseling KRR membantu remaja membuat keputusan atau memecahkan masalah mengenai dirinya melalui pemahaman tentang fakta-fakta yang berkaitan dengan KRR (BKKBN, 2003). Pada konseling kelompok ini, para remaja diharapkan akan mengubah cara pandang dan pola pikirnya terhadap masalah seputar KRR sehingga remaja merasa lebih mampu untuk menemukan sikap dan tindakan yang tepat baginya. Kedua, metode konseling kelompok mengupayakan perubahan sikap dan perilaku secara tidak langsung melalui penyajian informasi yang menekankan pengolahan kognitif oleh para peserta sehingga mereka dapat menerapkan sendiri serta mengupayakan perubahan sikap dan perilaku secara langsung dengan membicarakan topik-topik tertentu pada pengolahan kognitif dan penghayatan afektif (Winkel, 1991). Ketiga, setiap anggota dalam konseling kelompok mengeksplorasi masalah dan perasaannya antara yang satu dengan yang lainnya dengan bantuan konselor berusaha untuk mengubah sikap dan nilai-nilainya (Sukardi, 1988). Pada penelitian ini, peserta diberi kesempatan untuk mengemukakan masalahnya sedangkan teman lain dan konselor membantu memberikan masukan alternatif pemecahan masalah.

Konseling mengandung unsur kognitif dan afektif karena konselor dan para klien berpikir bersama. Konseling ini mengarah pada perubahan dalam diri klien. Berkat komunikasi antar pribadi diharapkan klien akan berubah ke arah yang positif mengenai pandangan serta sikapnya dalam mengambil keputusan maupun tindakan yang berkaitan dengan KRR dibanding saat sebelum konseling kelompok dimulai.

Hubungan antara konseling kelompok, sikap dan remaja dapat digambarkan sebagai berikut: respon batin terhadap suatu objek dalam penelitian adalah sikap dan pemahaman terhadap pentingnya KRR yang diperoleh dari penginderaan. Upaya ini diteruskan ke otak

Page 15: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 13

untuk diteruskan ke otak untuk diproses melalui impuls-impuls saraf. Stimulus akan terus diingat dan memorinya lama bila stimulus tersebut diberikan berulang-ulang. Stimulus yang dimaksud berupa konseling kelompok. Konseling kelompok mengupayakan hubungan interpersonal antara konselor dan para konseli untuk mendapatkan informasi yang benar. Oleh karenanya konselor harus benar-benar memahami perihal KRR. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa stimulasi berupa konseling kelompok mampu meningkatkan pemahaman para peserta terhadap sikap tentang KRR.

Perbandingan Pengaruh Layanan Informasi dan Konseling Kelompok terhadap Sikap tentang KRR.

Analisis perbandingan antara pengaruh layanan informasi dan konseling kelompok terhadap sikap tentang KRR menggunakan Independent Sample T-Test. Uji tersebut menghasilkan nilai signifikasi 0,410 (>0,05), berarti Ho diterima artinya tidak ada perbedaan yang signifikan antara pengaruh layanan informasi dengan konseling kelompok terhadap sikap tentang KRR. Pengukuran posttest pada kedua kelompok menunjukkan hasil yang tidak signifikan. Ini berarti layanan informasi maupun konseling kelompok sama-sama efektif dalam memberikan pengaruh positif terhadap sikap tentang KRR.

Hal di atas mungkin disebabkan oleh materi KRR yang menarik bagi siswa SMP. Ini bisa dilihat dari antusiasme para siswa saat mengikuti layanan informasi maupun konseling kelompok. Rasa senang dan rasa tertarik terhadap materi KRR ini mempermudah pemahaman siswa terhadap nformasi KRR. Ini berpengaruh terhadap peningkatan pengetahuan mereka terhadap KRR.

Pada masing-masing jenis layanan memungkinkan para responden mendapatkan informasi KRR yang memadai. Bedanya, layanan informasi diberikan melalui metode ceramah, dan tanya jawab sehingga peserta pada kelompok ini dapat secara langsung menanyakan informasi yang belum jelas maupun yang belum dimengerti. Sedangkan pada konseling kelompok, para peserta dapat memperoleh informasi dari pendapat, masalah-masalah beserta alternatif pemecahan masalahnya dari peserta lain maupun dari konselor. Informasi baru yang memadai dapat memberikan kontribusi besar dalam perubahan sikap.

Teori Rosenberg yang dikenal dengan teori affective-cognitive consistency menyatakan bahwa hubungan komponen afektif dan kognitif bersifat konsisten, maka apabila komponen afektif berubah maka komponen kognitif juga berubah. Sebaliknya bila komponen kognitif berubah maka komponen afektif juga berubah (Walgito, 2003). Menurut Azwar (2003), para ahli psikologi sosial banyak yang beranggapan bahwa ketiga komponen sikap (cognitive, affective, conative) selaras dan konsisten, karena apabila dihadapkan pada satu obyek sikap yang sama maka ketiga komponen itu harus mempolakan sikap yang seragam. Dan apabila salah satu saja di antara ketiga komponen sikap tidak konsisten dengan yang lain, maka akan terjadi ketidakselarasan yang menyebabkan timbulnya perubahan sikap sedemikian rupa sehingga konsistensi itu tercapai kembali. Prinsip ini banyak dimanfaatkan dalam manipulasi sikap guna mengalihkan bentuk sikap tertentu menjadi bentuk yang lain. Adapun manipulasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah layanan informasi dan konseling kelompok.

Berdasarkan hasil eksperimen Hovland dan Weiss dalam Gerungan (2002) yang menyelidiki pengaruh penyebaran berita yang isinya sama oleh sumber pemberitaan yang

Page 16: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 14

berbeda, maka walaupun isi komunikasi sama apabila sumbernya dianggap lebih dapat dipercaya maka pemberitaan itu lebih dapat diterima daripada apabila dikomunikasikan oleh sumber yang dianggap tidak dapat dipercayai. Dalam penelitian ini intervensi baik yang berupa layan informasi maupun konseling kelompok dilakukan oleh peneliti yang juga berprofesi sebagai bidan. Siswa-siswi SMPN 2 Kauman Ponorogo memiliki rasa percaya pada penulis. Hal ini ditunjukkan dengan antusiasme kedua kelompok terhadap materi yang dibicarakan dan keterbukaan mereka untuk menanyakan hal-halyang belum dimengerti dan keberanian mereka mengungkapkan masalah KRR yang sedang dihadapi.

Eksperimen dari Murphy dan Newcomb dalam Gerungan (2002) menyatakan bahwa perubahan sikap yang paling berhasil terjadi pada orang-orang yang mempunyai sikap awal bimbang dan ragu-ragu terhadap obyek sikap tersebut dan kemudian orang-orang tersebut diberi komunikasi tertentu. Dalam penelitian ini, sebelum dilakukan intervensi, siswa-siswi SMPN 2 Kauman Ponorogo memiliki sikap yang masih ragu-ragu terhadap KRR, yang terlihat dari hasil pretest sikap. Selain itu sebelum melakukan intervensi, peneliti juga menanyakan sikap mereka terhadap KRR secara lisan. Dari pertanyaan lisan ini, sebagian dari mereka malu untuk membicarakan masalah KRR terlebih bila harus membicarakannnya dengan orang tua atau guru. Sebenarnya mereka suka dan ingin tahu lebih jauh tentang KRR tapi tidak tahu menyakannnya kepada siapa. Pemberian intervensi berupa layanan informasi dan konseling kelompok memberikan komunikasi yang jelas dan tegas mengenai obyek sikap (KRR). Objek yang dahulu dipandang dengan sikap yang bimbang kini menjadi lebih jelas. Sikap yang belum mendalam relatif tidak bertahan lama sehingga akan mudah berubah (Walgito, 2003).

Pada kelompok layanan informasi, siswa langsung menanyakan hal-hal yang tidak ia ketahui pada peniliti. Bahkan ada siswa yang membuat kesimpulan sendiri bahwa ia menajwab kurang tepat pertanyaan sikap yang ada dalam kuesioner setelah ia mendapat pengetahuan tentang materi tersebut. Pernyataan siswa yang diungkapkan secara terbuka dalam forum layanan informasi ini dapat mempengaruhi sikap siswa yang lain.Pada kelompok konseling kelompok penekanannya adalah pada pemecahan masalah KRR. Masalah-masalah yang diungkapkan siswa belum mencakup seluruh materi KRR. Hal ini dimungkinkan dapat berpengaruh terhadap sikap terhadap keseluruhan materi KRR.

Jadi dapat disimpulkan bahwa layanan informasi dan konseling kelompok memberikan efektifitas yang sama dalam merubah sikap tentang KRR disebabkan oleh beberapa hal yaitu: 1) materi KRR yang menarik bagi kedua kelompok, 2) kedua metode sama–sama menambah pengetahuan sehingga mengakibatkan perubahan sikap, 3) kedua metode dapat memberikan kejelasan dan ketegasan tentang KRR, 4) kedua metode diberikan oleh peneliti yang berprofesi sebagai bidan yang dipercaya oleh siswa, yang mempermudah perubahan sikap, 5) pada kelompok layanan informasi ada pernyataan sikap siswa secara terbuka, yang dapat mempengaruhi siswa lain, 6) pada kelompok konseling kelompok, masalah yang diungkapkan belum mencakup seluruh materi KRR sehingga berpengaruh terhadap sikap tentang KRR.

SIMPULAN DAN SARAN

Dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh layanan informasi dan konseling kelompok terhadap sikap tentang KRR pada siswa Kelas VIII di SMPN 2 Kauman Ponorogo. Akan tetapi

Page 17: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 15

tidak ada perbedaan antara pengaruh layanan informasi dan konseling kelompok terhadap sikap tentang KRR. Hal ini menunjukkan bahwa layanan informasi dan konseling kelompok sama-sama efektif untuk meningkatkan sikap tentang KRR pada siswa.

Saran yang diajukan bagi profesi bidan khususnya dan tenaga kesehatan lainnya, layanan informasi dan konseling kelompok ini dapat digunakan sebagai alternatif media promosi kesehatan untuk meningkatkan sikap tentang KRR pada para siswa. Selain itu perlu juga kerjasama antara pihak sekolah dan tenaga kesehatan untuk menyelenggarakan pelatihan bagi guru BK (Bimbingan Konseling) mengenai KRR, yang bertujuan agar guru BK dapat memberikan layanan informasi dan konseling mengenai KRR dengan lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA Amiruddin, 2007. Tabel Sintesa: Analisis Masalah Kesehatan Reproduksi Remaja.

http://ridwanamiruddin.wordpress.com/2007/05/05/tabel-sintesa/ Arikunto, S., 2005. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Azwar, S., 2003. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Belajar

Offset. BKKBN, 2003. Petunjuk Teknis Pengembangan Advokasi Kesehatan Reproduksi Remaja dan

Hak-hak Reproduksi. Surabaya Depkes RI dan WHO, 2003. Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR). Jakarta Depkes RI, 1995. Pola Pembinaan Kesehatan Reproduksi Remaja dalam Pembinaan

Kesehatan Keluarga. Jakarta Ghozali, 2001. Aplikasi Analisis Multivariat dengan SPSS. Semarang: Undip. Henderson, 2005. Konsep Kebidanan. Jakarta: EGC. Kurniasari, 2006. Pengaruh Konseling Kelompok Kesehatan Reproduksi Remaja terhadap

Sikap Remaja dalam Menghitung Siklus Menstruasinya. Karya Tulis Ilmiah untuk Diploma Kebidanan Prodi Kebidanan Magetan Poltekkes Surabaya.

Notoatmodjo, 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsi-Prinsip Dasar. Jakarta: Rineka Cipta. Nurihsan dan Sudianto, 2005. Manajemen Bimbingan dan Konseling di SMP. Jakarta:

Grasindo.

Page 18: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 16

APLIKASI BALANCED SCORECARD DI RUMAH BERSALIN “AL-HIKMAH” SERANGAN, SUKOREJO, PONOROGO

Subagyo* *=Prodi Kebidanan Magetan Jurusan Kebidanan Poltekkes Depkes Surabaya

ABSTRAK

Perusahaan jasa kesehatan belum banyak yang melakukan evaluasi terhadap

perusahaannya, seperti halnya suatu rumah bersalin. Balanced scorecard sebuah pengukuran kinerja perusahaan melalui empat perspektif, yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, dan perspektif pertumbuhan dan pembelajaran. Penelitian ini bertujuan menggambarkan strategi operasionl yang dilaksanakan di Rumah Bersalin “Al-Hikmah” Serangan, Sukorejo, Ponorogo; melalui pengukuran Balanced scorecard sebagai strategi operasional perusahaan. Jenis penelitian adalah deskriptif, dengan populasi pelanggan rawat jalan dan rawat inap, karyawan, serta pengelola rumah bersalin. Sampel pelanggan diambil secara purposive sampling, sedangkan karyawan dan pengelola diambil secara total populasi. Pengumpulan data primer melalui kuesioner, dan wawancara terpimpin; adapun data sekunder diambil dari registrasi pelanggan dan catatan manajerial. Data masing-masing atribut pada perspektif balanced scorecard dikelompokkan ke dalam kelompok faktor internal dan faktor eksternal, kemudian dilakukan teknik analisis SWOT; dan digambarkan dalam keseimbangan scorecard. Hasil penelitian didapatkan nilai analisis terhadap faktor internal sebesar 1,55 (gambaran pada sumbu ‘X’), dan analisis faktor eksternal sebesar 0,79 (menggambarkan sumbu ‘Y’). Hasil tersebut menunjukkan bahwa kondisi Rumah Bersalin “Al-Hikmah” berada pada daerah strategi bertumbuh (ketegori pertumbuhan cepat). Kata kunci: Balanced scorecard, pengukuran kinerja, keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, pertumbuhan dan pembelajaran Telepon: 081335718040, e-mail: [email protected] PENDAHULUAN

Rumah Bersalin sebagai unit usaha jasa kesehatan, di masa mendatang semakin

tertantang dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat. Sebagai usaha jasa sangat memerlukan pengelolaan strategik bisnis yang sesuai. Rumah Bersalin sebagai pemberi layanan kesehatan perlu menggunakan berbagai mekanisme manajemen untuk dapat hidup dan berkembang. Berbagai teori menyatakan bahwa pada akhirnya lembaga pelayanan kesehatan tidak hanya bersandar pada norma dan etika profesi, tetapi perlu lebih mengarah pada suatu lembaga yang harus hidup secara bermutu, berkembang dan mempunyai etika bisnis (Trisnantoro, 2004). Teori lain menyatakan bahwa pertumbuhan dan perkembangan perusahaan yang menuju kemenangan persaingan diperlukan keseimbangan dalam pengelolaan unit bisnis; hal ini perlu adanya alat ukur yang bisa membantu terlaksananya misi dan strategi perusahaan sebagai suatu unit bisnis. Selanjutnya para ahli cenderung berasumsi bahwa pelanggan (customer) bagi sebuah perusahaan adalah segalanya. Dalam

Page 19: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 17

dunia kompetisi, saat pemilihan menjadi tidak terbatas, kekuasaan akan berpindah dari produsen ke konsumen; maka sangat perlu mencipta ulang hubungan antara perusahaan dengan konsumen (Kaplan dan Norton, 2000). Untuk mencapai kompetitif, lingkungan abad informasi menyaratkan adanya kemampuan untuk memobilisasi dan mengeksploitasi aktiva tak berwujud (Kaplan dan Norton, 2000). Balanced Scorecard merupakan suatu model yang akan memberi pandangan secara transparans, sehingga terdapat bauran yang seimbang dari hasil (indicator logging) dan faktor pendorong kinerja (indicator leading) strategi suatu bisnis (Kaplan dan Norton, 2000). Untuk mencapai tujuan perusahaan yang diinginkan. Balanced scorecard merupakan suatu pengukuran yang berisikan serangkaian tujuan yang saling berkaitan konsisten dan saling mendukung; dan merupakan keterkaitan sebagai sebab akibat. Mangkunegara (2005) menyatakan bahwa, Balanced Scorecard mengukur kinerja melalui empat perspektif, yaitu perspektif finansial, pelanggan, proses bisnis internal, dan pertumbuhan dan pembelajaran. Meskipun demikian masih banyak organisasi maupun perusahaan yang belum menyadari, bahwa mereka hanya dengan melakukan evaluasi dan perhitungan pada nilai finansial, yang dimungkinkan belum memberi arah strategis perencanaan yang berguna untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Sebuah perusahaan pelayanan jasa, seperti Rumah Bersalin yang bergerak dalam pelayanan kesehatan, senantiasa menuntut suatu perubahan dan inovasi, untuk menjadi yang terbaik di masa depan yang memiliki pertumbuhan dan perkembangan yang lebih maksimal.

Tujuan penelitian yaitu, pertama mengetahui gambaran kinerja keuangan (perspektif finansial); kedua, mengetahui gambaran perspektif pelanggan; ketiga, menggambarkan kinerja pelayanan/perspektif bisnis internal; keempat, menggambarkan kondisi pertumbuhan dan pembelajaran; kelima, mengukur keseimbangan masing-masing perspektif.

BAHAN DAN METODE

Jenis penelitian adalah deskriptif, yang menggambarkan mengenai situasi atau kejadian dan menerangkan hasil kajian dengan cara memaparkannya sesuai dengan hasil yang diperoleh. Variabel penelitian adalah perspektif finansial, perspektif pelanggan, perspsektif bisnis internal, dan perspektif pertumbuhan dan pembelajaran. Populasi terdiri dari karyawan Rumah Bersalin “Al-Hikmah” dan pelanggan/pasien yang berkunjung (rawat jalan dan rawat inap) selama 3 bulan. Sampel pelanggan diambil secara purposive sampling, dan karyawan diambil secara total/jenuh. Data yang dipergunakan meliputi data primer dan sekunder, yang dijabarkan menjadi beberapa atribut dimensi/perspektif finansial, pelanggan, bisnis internal, dan pertumbuhan dan pembelajaran. Data primer dikumpulkan melalui pengisian kuesioner, dan wawancara terstruktur kepada pengelola Rumah Bersalin; sedangkan data sekunder penelitian diambil berdasarkan registrasi. Metode analisis data melalui beberapa tahapan. Tahap awal analisis yaitu mempersiapkan data untuk dilakukan analisis faktor; masing-masing atribut dari masing-masing dimensi/perspektif (empat perspektif) dikelompokkan menjadi evaluasi faktor internal (IFE) dan evaluasi faktor eksternal (EFE). Tahap berikutnya yaitu menganalisis kedua faktor (IFE dan EFE); kemudian melakukan penghitungan terhadap faktor kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman (analisis SWOT). Terakhir menggambarkan

Page 20: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 18

hasil analisis ke dalam suatu diagram keseimbangan scorecard, yaitu yang memperlihatkan empat kuadran, kemudian ditarik suatu kesimpulan.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada perspektif keuangan diperoleh gambaran bahwa sumber pendapatan tetap,

berasal dari kunjungan pelanggan rawat jalan dan rawat inap, serta sumber pendapatan tidak tetap lainnya. Secara finansial Rumah Bersalin “Al-Hikmah” terdapat keseimbangan cukup stabil, hal ini dapat dilihat dari pengembalian modal, laba operasional, image dan reputasi; dan perusahaan tidak mengalihkan modal sendiri untuk kecukupan perusahaan. Meskipun belum tercatat secara detail, dimensi keungan memperlihatkan nilai surplus, sehingga belum pernah terjadi penangguhan hutang piutang dengan rekanan. Kajian perspektif pelanggan menunjukkan bahwa, trend kunjungan rawat jalan semakin meningkat pada tiga bulan terakhir (Agustus sampai Oktober); yaitu adanya peningkatan kunjungan baru rata perbulan sekitar 5-10%. Pelanggan lama secara jelas menyatakan akan kembali berkunjung pada kesempatan lain, untuk memperoleh layanan yang sama; hal ini menunjukkan kesetiaan pelanggan kepada perusahaan, terutama rawat inap (sebesar 71,11%). Kedua kelompok pelanggan (lama dan baru), menyatakan sangat puas terhadap jenis dan mutu layanan yang diberikan perusahaan (rawat jalan sebesar 66-80%, dan rawat inap sebesar 73,33%). Perspektif proses bisnis internal menunjukkan pada atribut informasi akurat dan efisiensi waktu pelayanan cukup baik. Gambaran perspektif pertumbuhan dan pembelajaran pada atribut kapabilitas karyawan sebesar 76,923% kapabel, retensi pekerja sangat bagus, dan kinerja sistem manajemen sudah bagus. Hasil kajian tingkat keseimbangan scorecard berdasarkan analisis SWOT bahwa nilai evaluasi faktor internal sebesar 1,55 (sumbu “X”), dan evaluasi faktor eksternal sebesar 0,79 (sumbu “Y”); hasil pemetaan analisis SWOT menunjukkan bahwa Rumah Bersalin “Al-Hikmah” berada pada kuadran dua (strategi bertumbuh), yaitu pertumbuhan secara cepat. Hasil kajian masing-masing dimensi/perspektif selengkapnya terdapat pada Tabel 1–4, Tabel 5–6, dan keseimbangan scorecard dalam diagram Kartesius.

Tabel 1 Analisis Kecenderungan Dimensi Finansial Scorecard RB “Al-Hikmah”

Keterangan: Balans keuangan

Balans 0

Defisit -2.00

Surplus 2.00

Dimensi finansial Bulan

Agustus 2009 September 2009 Oktober 2009

Pengembalian modal usaha 5 5 5

Laba operasional 4 4 4

Balans keuangan 2 2 2

Kinerja sistem keuangan 2 2 2

Page 21: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 19

Tabel 2. Analisis Kecenderungan Dimensi Pelanggan Scorecard RB “Al-Hikmah”

Dimensi pelanggan Bulan

Agustus 2009 September 2009 Oktober 2009

Kepuasan rawat jalan 4.67 4.80 4.77

Kepuasan rawat inap 4.73 4.73 4.73

Loyalitas pelanggan rawat jalan 4.50 4.47 4.57

Loyalitas pelanggan rawat inap 4.73 4.67 4.73

Jumlah kunjungan baru rawat jalan 778 795 837

Jumlah kunjungan ulang rawat jalan 453 324 370

Jumlah kunjungan bersalin 24 17 20

Image dan reputasi 4 4 4

Akuisi pelanggan 5 5 5

Servis atribut 5 5 5

Tabel 3. Analisis Kecenderungan Proses Bisnis Internal Scorecard RB “Al-Hikmah”

Dimensi proses bisnis internal Bulan

Agustus 2009 September 2009 Oktober 2009 Kepuasan rawat jalan 2 3 3

Kepuasan rawat inap 4 4 4

Loyalitas pelanggan rawat jalan 3 4 4

Loyalitas pelanggan rawat inap 3 4 5

Tabel 4 Analisis Kecenderungan Pertumbuhan dan Pembelajaran Scorecard RB “Al-Hikmah”

Dimensi pertumbuhan dan pembelajaran

Bulan

Agustus 2009 September 2009 Oktober 2009 Kapabilitas SDM 4.08 4.08 4.08

Kepuasan SDM 4.31 4.31 4.31

Retensi pekerja 5 5 5

Kinerja sistem manajemen SDM 4 4 4

Tabel 5. Matriks Analisis IFE Scorecard Faktor Strength/Kekuatan Kritis RB “Al-Hikmah”

No Faktor kekuatan kritis Bobot -1 Bobot -2 Skala (1-4) (Bobot -2)X(skala) 1 Pengembalian modal usaha 4 0.10 4 0.40

2 Laba operasional 4 0.10 4 0.40

3 Balans keuangan 3 0.08 4 0.30

4 Retansi pekerja 3 0.08 4 0.30

5 Image dan reputasi 4 0.10 4 0.40

6 Servis atribut 3 0.08 4 0.30

21 Skor faktor kekuatan 2.10

Page 22: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 20

Tabel 6. Matriks Analisis IFE Scorecard Faktor Weakness/Kelemahan Kritis RB “Al-Hikmah”

No Faktor kelemahan kritis Bobot -1 Bobot -2 Skala (1-4) (Bobot -2)X(skala) 1 Pengembalian modal usaha 3 0.08 -1 -0.08

2 Laba operasional 3 0.08 -2 -0.15

3 Balans keuangan 3 0.08 -1 -0.08

4 Retansi pekerja 4 0.10 -1 -0.10

5 Image dan reputasi 3 0.08 -1 -0.08

6 Servis atribut 3 0.08 -1 -0.08

19 Skor faktor kelemahan -0.55

TOTAL SKOR IFE 1.55

Kekuatan: Kelemahan: Skala 4: berskala baik/besar Skala -1: berskala sangat kecil/tidak ada Skala 3: berskala sedang Skala -2: berskala kecil Skala 2: berskala kecil Skala-3: berskala sedang Skala 1: berskala sangat kecil/tidak ada Skala-4: berskala baik/besar

Tabel 7. Matriks Analisis EFE Scorecard Faktor Opportunity/Peluang Kritis RB “Al-Hikmah”

No Faktor peluang kritis Bobot -1 Bobot -2 Skala (1-4) (Bobot -2)X(skala) 1 Jumlah kunjungan baru 3 0.13 4 0.50

2 Jumlah kunjungan ulang 4 0.17 4 0.67

3 Akuisisi pelanggan 3 0.13 3 0.38

10 Skor faktor peluang 1.54

Tabel 8 Matriks Analisis EFE Scorecard Faktor ThreatAancaman Kritis RB “Al-Hikmah”

No Faktor ancaman kritis Bobot -1 Bobot -2 Skala (1-4) (Bobot -2)X(skala) 1 Loyalitas pelanggan 4 0.17 -1.00 -0.17

2 Kepuasan pelanggan 4 0.17 -2.00 -0.33

3 Produk layanan baru 3 0.03 -1.00 -0.13

4 Kepuasan pekerja 3 0.03 -1.00 -0.13

14 Skor faktor ancaman -0.76

TOTAL SKOR EFE 0.79 Peluang: Tantangan: Skala 4: berskala baik/besar Skala -1: berskala sangat kecil/tidak ada Skala 3: berskala sedang Skala -2: berskala kecil Skala 2: berskala kecil Skala-3: berskala sedang Skala 1: berskala sangat kecil/tidak ada Skala-4: berskala baik/besar

Page 23: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 21

Gambar 1. Hasil Analisis SWOT Scorecard RB “Al-Hikmah”

Mencermati kondisi pelanggan baru RB “Al-Hikmah”, secara kuantitatif kunjungan rawat jalan mengalami kenaikan pada setiap bulan. Menurut informasi yang diperoleh bahwa dalam upaya meningkatkan jumlah kunjungan, pihak RB telah melakukan berbagai upaya seperti promosi, meningkatkan mutu pelayanan, melengkapi sarana dan prasarana, memberikan souvenir sederhana, dan menjaga komunikasi efektif. Di lain pihak kunjungan ulang mengalami penurunan, namun masih tergolong stabil; mengingat jumlah kunjungan tergantung pada beberapa faktor, seperti pergantian musim, kesibukan masyarakat yang mayoritas bertani, dan pola penyakit, serta tingkat kepuasan pelanggan. Tentang hal kepuasan, Kotler dan Norton (2000) mengatakan bahwa citra dan reputasi terkait dengan suatu kepuasan, yaitu dari kualitas produk, menanggapi keluhan pelanggan, dan sifat ingtangible jasa. Demikian pula dinyatakan oleh Rangkuti (2003), bahwa kepuasan juga berkaitan dengan persepsi pelanggan terhadap kualitas jasa yang berfokus pada dimensi jasa (intangible). Kunjungan rawat inap (khusus ibu bersalin atau pasca operasi kebidanan), sering mengalami perubahan (tidak stabil), hal ini terkait dengan kondisi wilayah, faktor sosial budaya masyarakat, dan faktor lain yang tidak terduga. Beberapa factor yang diperkirakan mempengaruhi antara lain, kepuasan. Image dan reputasi, customer relationship, service atribut, maupun customer equilition, sangat berperanan terhadap kepuasan, sebagaimana dinyatakan Mangkunegara (2005) menyatakan bahwa, perusahaan perlu memperhatikan upaya menarik pelanggan melalui unsur tersebut. Pelayanan jasa kesehatan yang dilakukan oleh RB “Al-Hikmah” secara nyata (detail) belum dilakukan pengelolaan pelaporan keuangan; sehingga untuk mengevaluasi secara terinci terhadap seluruh mata anggaran masih berdasar pada penghitungan secara global,

Opportunity/ STRATEGI Peluang STRATEGI STABIL BERTUMBUH Agressive Stable Maintenance Growth Selective Rapid Growth Maintenance

(1.55; 0.79)

Weakness/ Strength/ Kelemahan Kekuatan Turn Arround Conglomerate Giurellae Diversification Nice Concentric Diversification STRATEGI STRATEGI BERTAHAN DIVERSIFIKASI HIDUP Threat/Ancaman

Page 24: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 22

yang kurang ditunjang oleh pembukuan yang memadai. Teori menyatakan bahwa seyogyanya perusahaan skala kecil tetap memerlukan suatu pengelolaan/pengorganisasian yang cermat (Wibowo, dkk., 2002). Gambaran tingkat kepuasan yang merupakan salah satu atribut perspektif pelanggan, sebagian besar pelanggan sangat puas; dimana faktor persepsi dan tingkat kepentingan berperanan penting, selain keberadaan sarana dan waktu tunggu terhadap pelayanan yang akan diterima. Supranto (2003) yang mengutip dari Muddied and Cottan (1993), menyatakan bahwa kepuasan tidak mungkin tercapai semuanya, sekalipun untuk sementara waktu. Kepuasan akan berdampak pada perwujudan perilaku lain, yaitu loyalitas/kesetiaan; pelanggan yang setia diakibatkan oleh pemenuhan keinginan dan harapan, sehingga akan berdampak tidak langsung pada tingkat retensi pelanggan.

Proses manajerial yang sempurna atas suatu produk yang dipasarkan, menjadi salah satu kajian perspektif proses bisnis internal yang telah dilakukan oleh pihak Rumah Bersalin; yaitu terdapatnya tiga unsur penting (proses inovasi, proses operasi, dan layanan purna jual); sebagaimana dinyatakan oleh Kaplan dan Norton (2000). Tujuan dari pemberdayaan unsur organisasi akan berdampak pada pemberian pelayanan yang bermutu, hal ini pihak Rumah Bersalin telah membuat suatu kajian data, perencanaan sampai dengan evaluasi yang memadai terhadap produk jasa yang dipasarkan. Hasil perolehan kajian perspektif pertumbuhan dan pembelajaran, menggambarkan adanya pemberdayaan SDM dan penataan organisasi yang cermat, melalui penyampaian uraian tugas oleh seorang manajer; sebagai salah satu tugas pokok guna mencapai kompetensi karyawan dalam memberi pelayanan. Wibowo (2000) menyatakan bahwa kebiasaan perusahaan lemah di dalam membuat suatu perencanaan dan memberi tugas pendelegasian yang jelas, sehingga segalanya hanya berada pada kewenangan pimpinan. Pimpinan Rumah Bersalin “Al-Hikmah” memiliki satu misi yaitu menjadikan karyawan mampu berkarya sesuai dengan potensi yang dimiliki. Keberadaan karyawan yang penuh tanggungjawab menyebabkan kondisi retensi pekerja di RB ini sangat baik. Demikian halnya aktifitas manajerial yang baik memberi pengaruh pada kepuasan pekerja; sebagaimana yang diungkapkan oleh Kaplan dan Norton (2000) bahwa untuk meningkatkan kepuasan, produktifitas dan retensi pekerja merupakan tujuan penting yang harus diupayakan melalui evaluasi dan peningkatan kinerja perusahaan, dengan mengomunikasikan dan mengevaluasi tujuan pengembangan kapabilitas para pekerja, sistem informasi dan unit perusahaan.

Melalui analisis Scorecard, RB “Al-Hikmah” memiliki keseimbangan yang tergolong strategi bertumbuh; ini memungkinkan menjadi suatu tempat pelayanan kesehatan masyarakat yang dapat bersaing. Kaplan dan Norton (2000) menyatakan, semua ukuran dalam scorecard memberi kepentingan saling menentukan, sehingga diperlukan suatu keseimbangan antara dimensi finansial dan nonfinansial. Scorecard sebagai sebuah alat manajemen untuk memobilisasi dan menuntun perusahaan ke arah strategis yang baru dan mewujudkan inovasi. SIMPULAN DAN SARAN

Pada dimensi/perspektif finansial, RB “Al-Hikmah” belum memiliki pencatan informasi secara maksimal; sehingga secara nyata belum nampak adanya pengelolaan perencanaan

Page 25: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 23

sampai dengan evaluasi anggaran/keuangan yang memadai. Ditinjau dari segi perspektif pelanggan, atribut kepuasan pelayanan yang diterima konsumen sangat baik. Kondisi demikian memungkinkan RB ”Al-Hikmah” sangat diminati dan suatu pilihan untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diharapkan dapat memenuhi keinginan sementara dan selanjutnya. Pemberdayaan unsur organisasi yang dilakukan pihak Rumah Bersalin berdampak positif pada pemberian pelayanan yang bermutu, hal ini telah disusun dalam format menuju proses inovasi, proses operasi, dan layanan purna jual; dengan menyusun perencanaan sampai dengan evaluasi yang memadai terhadap produk jasa yang dipasarkan. Perlakuan terhadap karyawan dengan memberdayakan potensi secara bertanggungjawab, telah membawa dampak positif terhadap kapabilitas pekerja, meningkatkatnya kepuasan, produktifitas dan retensi pekerja. Keseimbangan scorecard RB “Al-Hikmah” telah menunjukkan strategi yang cukup bagus, yaitu pertumbuhan cepat, yang memungkinkan menjadi suatu perusahaan pelayanan kesehatan yang mampu bersaing.

Guna mempertahankan eksistensi sebagai Rumah Bersalin yang diminati pelanggan, maka saran pertama adalah diperlukan proses manajerial modern dengan melakukan evaluasi yang cermat terhadap masing-masing perspektif; terutama evaluasi perspektif finansial secara lebih transparans/real. Kedua, senantiasa menyusun rencana pengelolaan yang lebih terarah, efektif dan efisien terhadap aktiva tak berwujud/intangible. Ketiga, melakukan evaluasi kecenderungan keseimbangan scorecard secara terus-menerus. DAFTAR PUSTAKA Aditama, Tjandra Yoga, 2003. Manajemen Administrasi Rumah Sakit Edisi kedua: UI Press,

Jakarta Afan, A.M., 2002, Penerapan BSC pada evaluasi kinerja, RS Swadana dr. Soetomo

Surabaya,Buletin Penelitian vol.4 no.3, Juli-September 2002 Bungin, Burhan, 2005. Analisis data penelitian kwalitatif: Raja Grafindo Persada, Jakarta Christina. Ellen, et.al., 2001. Anggaran perusahaan - suatu pendekatan praktis: Gramedia

Pustaka Utama, Jakarta Depkes RI, 1987. SK. Dirjen Bidnakes No. 664/Bidnakes/DJ/U/1987 Tentang juklak upaya

Yankes swasta di bidang yan medik dasar: Depkes, Jakarta _____ __, 1994. Kumpulan Undang undang tentang pelayanan kesehatan, Depkes, Jakarta ________, 2002. Kep.Menkes RI No. 900/Menkes/SK/VI/2002 Tentang Registrasi dan praktek

bidan: Depkes, Jakarta Gaspers, Vincent, 2002. Metode analisis untuk peningkatan kualitas: Gramedia, Jakarta ________, Manajemen kualitas dalam industri jasa: Gramedia, Jakarta Handoko, T., Hani, 2001. Manajemen personalia dan sumber daya manusia, edisi 2: BPFP,

Yogyakarta Kaplan, Robert S. dan Norton, David P., 2000. Balanced scorecard – menerapkan strategi

menjadi aksi, alih bahasa Peter R. Yosi Pasla, Yati Sumiharti, Wisnu Chandra Kristiaji (edit): Erlangga, Jakarta

Kotler, Philip dan Amstrong, Gary, 1997. Dasar dasar pemasaran edisi Bahasa Indonesia: Prenhallindo, Jakarta

Page 26: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 24

Karjono, 2002. Aplikasi BSC di Seksi Diklat tenaga medis RSUD dr. Soetomo, Surabaya, Buletin Penelitian RSU dr. Soetomo Surabaya, vol.4 no 3, Juli-September 2002

Ma’arif, M. Syamsul dan Tanjung, Hendri , 2003. Manajemen operasi: Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta

Mangkunegara, Anwar Prabu AA., 2005. Evaluasi kinerja SDM: Refika Aditama, Bandung Mulyadi dan Setyawan, 1999. Sistem perencanaan dan pengendalian manajemen: Bunga Art

dan graphic, Yogyakarta Nazir, Moh., 2005. Metodologi penelitian: Ghalia Indonesia, Bogor Selatan Prawirosentono, Suyadi, 2005. Filosofi baru tentang manajemen mutu terpadu – TQM abad

21, Studi kasus dan analisis kiat membangun bisnis kompetitif bernuansa market leader: Bumi Aksara, Jakarta

Rangkuti, Freddy, 2003. Measuring customer satisfaction – Teknik mengukur dan strategi meningkatkan kepuasan pelanggan: Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Simamora, Bilson, 2001. Remarketing for business recovery – Sebuah pendekatan riset: Gramedia Pustaka Utama, JakartaSiagian, Sondang P., 2003. Manajemen SDM: Bumi Aksara, Jakarta

Sugiyarso G, dan Winarni, F., 1999. Manajemen keuangan: Media Pressindo, Yogyakarta Tjiptono, Fandy, 2000. Strategi bisnis: Andi Offset, Yogyakarta ________, 2002. Manajemen jasa: Andi Offset, Yogyakarta Wibowo, Singgih, dkk., 2002. Pedoman mengelola perusahaan kecil: Penebar Swadaya,

Depok, Jakarta

Page 27: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 25

PENGARUH PEMBERIAN POCARI SWEAT TERHADAP KUALITAS HIS PERSALINAN

Erma Kumarawati*, Sunarto**, Nurlailis Saadah** *=Dinas Kesehatan Kabupaten Madiun

**=Prodi Kebidanan Magetan Jurusan Kebidanan Poltekkes Depkes Surabaya

ABSTRACT Main problem of this research is some prolong active phase stage I in childbirth. The aim

research is analyze different his quality between supplementary pocari sweat and not to childbirth. The design research used pre-experiment, with static group comparison. The population is all pregnant women planning in public health center Gemarang Madiun. Independent variable is supplementary pocari sweat, dependent variable is his quality active phase stage I in childbirth. Sample size is 26 respondent. Data of his quality observed by

partograf. Data were analyzed by using independent t test and significant level of p ≤ 0,05. The result showed that supplementary pocari sweat increased intensity his ( p=0,01), the conclusion of the research is that there the suplemantary pocari sweat quickly process stage I in childbirth.

Key word : supplementary pocari sweat, his quality, childbirth. Phone: 08125917292, e-mail: [email protected] PENDAHULUAN Latar Belakang

Kala I fase aktif umumnya berlangsung selama enam jam (Mochtar,1998:94). Pada fase ini kontraksi his timbul secara teratur dengan peningkatan frekuensi dan durasi sehingga menyebabkan pembukaan serviks paling sedikit 1 cm/jam (Saifuddin, 2002:N-13). Permasalahannya adalah banyak kasus ibu bersalin primipara, fase aktif dialami lebih dari enam jam dan percepatan pembukaan serviks kurangd ari 1 cm/jam. Penyebab utama dari kasus ini adalah his inadekuat.

Banyak upaya untuk mengefektifkan his antara lain; teknik ambulasi, perubahan posisi, mengosongkan kandung kemih, stimulasi putting, dan pemberian makan dan minum (Anonim, 2000:3-24). Mengurangi stressor dan kelelahan ibu juga efektif meningkatkan frekuensi his (Saifuddin, 2002). Akhir-akhir ini banyak bidan menganjurkan ibu bersalin mengkonsumsi suplemen minuman pocari sweat, ternyata hasilnya baik, namun sampai saat ini kajian teorinya belum diketahui secara jelas. Pemberian pocari sweat pada saat persalinan merupakan terobosan baru, namun pengaruhnya terhadap peningkatan kualitas his masih memerlukan suatu pembuktian ilmiah.

Besarnya kasus persalinan dengan his inadekuat di wilayah Puskesmas Gemarang Madiun dalam satu tahun terakhir ± 40% dari seluruh persalinan normal. Dampak masalah bila tidak diatasi adalah terjadinya perpanjangan kala I, angka kasusnya mencapai 80%, persalinan macet (5%), perdarahan post partum (10%), anemia masa nifas (5%). Untuk

Page 28: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 26

mengatasi hal ini berdasarkan hasil diskusi komunitas kebidanan di Madiun, diperbolehkan untuk melakukan terobosan baru dengan pemberian pocari sweat pada ibu saat bersalin.

Beberapa faktor penyebab his inadekuat karena faktor sekunder antara lain; kandung kencing penuh, pengaruh obat-obatan, posisi berbaring, kurangnya asupan makanan dan minuman menjelang proses persalinan, kelelahan dan dehidrasi. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah gambaran kualitas his persalinan setelah pemberian pocari sweat? 2. Apakah ada perbedaan kualitas his persalinan pada ibu bersalin dengan pemberian pocari

sweat dan tanpa pocari sweat ?

Tujuan Penelitian 1. Mengidentifikasi kualitas his persalinan ibu bersalin dengan pemberian pocari sweat 2. Mengidentifikasi kualitas his persalinan ibu bersalin tanpa pemberian pocari sweat 3. Menganalisis perbedaan kualitas his persalinan pada ibu bersalin dengan pemberian pocari

sweat dan tanpa pocari sweat.

BAHAN DAN METODE Jenis penelitian adalah pra-eksperimen dengan rancangan static group comparison.

Populasi dalam penelitian adalah ibu hamil usia kehamilan 38 minggu di wilayah Puskesmas Gemarang Madiun. Kriteria populasi, primipara, usia ibu 21-25 tahun, TBJ 2500-3300 gram, kehamilan fisiologis, tidak ada penyakit penyerta, belum pernah minum pocari sweat selama kehamilan, ANC 4 x, TB > 145 cm, tidak pernah senam hamil berdosis. Besar sampel 26 ibu hamil yang diambil secara simple random sampling.

Variabel independen adalah pemberian pocari sweat, variabel dependen adalah kualitas his persalinan, yang dikumpulkan melalui Partograf yang diobservasi tiap 30 menit sekali. Dosis pemberian pocari sweat ditentukan sebanyak 15 gram/200 ml/jam, diberikan saat fase aktif kala I. Kelompok kontrol hanya diberi teh manis atau air mineral.

Analisa data untuk mengetahui perbedaan kualitas his kedua kelompok menggunakan uji

independent sample T-test dengan tingkat kemaknaan p≤0,05.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Rata-rata frekuensi observasi his persalinan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu bersalin yang mendapat intervensi pocari sweat mempunyai rata-rata frekuensi observasi his 7,54 kali, sedangkan kelompok control 9,77 kali, lebih jelas lihat Tabel 1.

Tabel 1. Rata-Rata Frekuensi His Persalinan Kedua Kelompok

Karakteristik Ibu Hamil Rata-rata frekuensi observasi Keterangan

Kelompok perlakuan 7,54 kali Observasi his dilakukan setiap30 menit sekali Kelompok kontrol 9,77 kali

Page 29: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 27

Rata-rata lama his persalinan Rata-rata lama his setiap observasi pada kelompok perlakuan selama 39,5 detik,

sedangkan kelompok control rata-rata his setiap observasi selama 35,08 detik. Perbedaan rata-rata lama his kedua kelompok seperti Tabel 2.

Tabel 2. Rata-Rata Lama His Persalinan Kedua Kelompok

Karakteristik Ibu Hamil Rata-rata lama his sekali observasi Keterangan

Kelompok perlakuan 39,5 detik <20 detik = his kurang 20-40 detik = his cukup >40 detik = his baik

Kelompok kontrol 35,08 detik

Perbedaan kualitas his Persalinan

Gambaran perbedaan kualitas his persalinan kedua kelompok sebagaimana Gambar 1.

0

10

20

30

40

50

obs1

obs2

obs3

obs4

obs5

obs6

obs7

obs8

obs9

obs1

0

obs1

1

obs1

2

0bs1

3Perlakuan

Kontrol

Gambar 1. Perbedaaan Kualitas his Persalinan Kedua Kelompok Lama kala I Fase Aktif

Lama kala I fase aktif kelompok perlakuan adalah 3,7 jam lebih cepat dibanding kelompok kontrol yaitu 4,9 jam. Gambaran perbedaan tersebut sebagaimana Tabel 3.

Tabel 3. Perbedaan Lama Persalinan Kedua Kelompok

Karakteristik Ibu Hamil Lama persalinan Keterangan

Kelompok perlakuan 3,7 jam

Kelompok kontrol 4,9 jam

Dari hasil independent sample T-test disimpulkan terdapat perbedaan kualitas his persalinan pada ibu bersalin dengan pemberian pocari sweat dan tanpa pocari sweat dengan p=0,01, artinya pemberian suplemen pocari sweat mempercepat proses persalinan kala I fase aktif.

Hasil pemantauan pada kelompok intervensi menunjukkan rata-rata frekuensi his 4 kali dalam 10 menit dengan intensitas yang baik selama 39,58 detik sedangkan pada kelompok control rata-rata frekuensi his 3 kali dalam 10 menit dengan intensitas his selama 35,08 detik.

Page 30: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 28

Perbedaan ini disebabkan karena kondisi ibu dengan intervensi pocari sweat jauh lebih baik dengan asupan cairan dan penyerapan yang cukup dibandingkan dengan ibu yang hanya mengkonsumsi minuman mineral atau teh manis. Sejak awal lamanya his belum melebihi 40 detik, namun sebenarnya kedua kelompok lama his dikategorikan cukup baik.

Menurut Wiknjosastro (2005:174) jika persalinan dimulai, maka frekuensi dan amplitude his meningkat sampai 60 mmHg pada akhir kala I dan his 2-4 kontraksi tiap 10 menit. Lama his meningkat dari hanya 20 detik pada awal inpartu menjadi 60 detik pada akhir kala I. His yang sempurna dan efektif adalah bila ada koordinasi dari gelombang kontraksi sehingga kontraksi otot polos uterus simetris dengan dominasi di fundus uteri. Amplitudo berkisar antara 40-60 mmHg dan berlangsung selama 60 detik dengan jangka waktu 2-4 menit. Fase relaksasi amplitude kurang dari 12 mmHg. Jika frekuensi dan amplitude his tinggi maka akan mengurnagi pertukaran oksigen antara uterus dan plasenta sehingga janin akan kekurangan oksigen. Janin akan mengalami hipoksia dan timbullah gawat janin.

Frekuensi observasi his pada kelompok perlakuan jauh lebih besar dibanding kelompok control. Keadaan ini sangat menguntungkan karena stressor persalinan akan berkurang sehingga menambah kenyamanan saat bersalin bagi ibu dan keluarga (pendamping). His yang efektif memberikan perasaan nyaman pada ibu karena nyeri akibat proses persalinan berkurang. Menurut Saiffudin (2002) peran penolong sangat dibutuhkan untuk memberikan perasaan nyaman tersebut. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan kala I fase katif pada kelompok perlakuan lebih cepat (3,76 jam : 4,96 jam). Waktu persalinan lebih cepat tidak menyebabkan kelelahan, sehingga proses metabolisme untuk menghasilkan energi masih menggunakan jalur fosforilasi oksidatif. Jalur ini memungkinkan energi (ATP) yang dihasilkan lebih banyak dibanding saat ibu mengalami fase kelelahan.

Menurut Klein dalam Prichard (1993), persalinan merupakan pekerjaan berat yang banyak menggunakan cairan dalam tubuh. Cairan yangd apat membuat ibu merasa lebih baik saat persalinan antara lain; air kelapa, air gula, madu, jus buah, pepermin. Kondisi dehidrasi membuat persalinan berjalan lambat dan lebih menyakitkan. Seorang ibu saat bersalin memerlukan dukungan secara fisik dan psikis. Dukungan tersebut salah satunya adalah pemberian minuman untuk memenuhi kecukupan energi. Pocari sweat ternyata dapat meningkatkan proses metabolisme sekaligus mengganti ion tubuh yang hilang. Proses metabolisme melalui jalur pompa natrium-kalium di dalam sel otot polos. Proses kontraksi otot polos dipercepat dengan kecukupan ion kalsium yang tersedia dari minuman pocari sweat.

Kontraksi otot yang berlangsung lama mengakibatkan kelelahan otot. Proses ini terjadi akibat ketidakmampuan proses kontraksi dan metabolisme sel otot. Apabila kekurangan ATP, maka potensial aksi otot dan syaraf menjadi lemah, bila hal ini terjadi di otot polos miometrium mengakibatkan his melemah dan inadekuat. Hambatan aliran darah yang menuju oto yang sednag kontraksi juga mengakibatkan kelelahan otot. Kelelahan ini diakibatkan oleh produk asam laktat. Produk ini dihasilkan dari proses an-aerob. Oleh karena itu pada saat proses persalinan selain perlunya minuman untuk pengganti ion, maka diusahakan jalur metabolisme untuk menghasilkan ATP bersifat aerob. Hal demikian perlu latihan selama perawatan kehamilan. Senam hamil yang berdosis bila ditunjang dengan pemberian pocari sweat dan proses pendampingan yang bermutu mampu mengurangi stressor persalinan sehingga proses persalinan menjadi nyaman dan menyenangkan karena rasa sakit dan nyeri akan berkurang.

Page 31: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 29

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Kualitas his persalinan pada kelompok dengan pemberian pocari sweat menunjukkan rata-

rata frekuensi dan intensitas baik dibanding kelompok tanpa pemberian pocari sweat. 2. Frekuensi observasi his persalinan pada kelompok dengan pemberian pocari sweat lebih

seedikit dibanding kelompok tanpa pemberian pocari sweat. 3. Lama kala I fase aktif pada pada kelompok dengan pemberian pocari sweat menunjukkan

rata-rata lebih cepat dibanding kelompok tanpa pemberian pocari sweat.

Saran Hasil penelitian membuktikan bahwa pemberian pocari sweat memperbaiki kualitas his,

maka bagi Bidan sebaiknya dalam merawat ibu bersalin pada kala I fase aktif mengharuskan ibu untuk mengkonsumsi pocari sweat sesuai dosis.

DAFTAR PUSTAKA

Astawan, M, 2007. Menilai Pocari Sweat Secara Biokimia. www.kaltimpost.web.id , ditulis 25

Desember 2007, akses 11 januari 2008. Clark&Nancy, 1996. Petunjuk Gizi untuk Setiap Cabang Olahraga. Raja Grafindo Persada,

Jakarta. Guyton, 1992. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. EGC, Jakarta. Klein Susan, 1998. A Book For Midwives Amanual For Traditional Birth Attendants and

Community Midwives. California The Hesperian Foaundation. Mochtar R, 1998. Sinopsis Obstetri. Jilid I, EGC, Jakarta. Prichard, Mac Donald, Gant, 1991. Obstetri Williams. Alih bahasa Hariadi, Airlangga University

Press, Surabaya. Saiffudin, AB, 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta. Silverton, Louise, 1993. The Art and Science of Midwifery. Prentice Hall, Siangpore. Wiknjosastro, H, 2002. Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi pertama, YBPSP, Jakarta. Wiknjosastro, H, 2002. Ilmu Kebidanan. Edisi ketiga, YBPSP, Jakarta. Zainudin, 2002. Metodologi Penelitian. Airlangga University Press, Surabaya.

Page 32: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 30

HUBUNGAN ANTARA SIKAP TERHADAP PENGGUNAAN GARAM BERYODIUM DENGAN KEJADIAN GONDOK PADA WANITA USIA SUBUR Hariyanti*, Nurwening Tyas Wisnu**, Hery Sumasto**

*=Dinas Kesehatan Kabupaten Madiun **=Prodi Kebidanan Magetan Jurusan Kebidanan Poltekkes Depkes Surabaya

ABSTRACT

This research is executed in Tempursari, Wungu, because thyroid occurence number still be high, so that the inclusive of thyroid area endemis. The objective of this study was to look for the relation of use iodine salt attitude with the thyroid occurence at Fertile Age Woman (WUS). This study type were using observasional analytic research with the Simple Random Sampling of 80 people as responder. The population was a Fertile Age Woman, with age 16-45, non job or government staff, merried, had child under 5 ages, and handle about their eatable. The independent variabel was use iodine salt attitude, data were collected by 20 question of questioner. The dependent variabel was thyroid occurrence at The Fertile Age Woman, data were collected with thyroid directly inspection. Result of research presented in the form of diagram and tables. Data were analyzed using Spearman’S rank, to know the relation both of research variable. The result showed that equal to 16% from 80 WUS who positive suffer the goitre, while at grade IB, II, and III was not found. Result of study about use iodine salt attitude was 21% well attitude, 25% less attitude and 54 % enough attitude. The result from this research showed there is significantly relation of between iodized salt use attitude with the thyroid occurence at Fertile Age Woman (p 0,013). By expected to be Furthermore research of analysis to all independent variable.

Keyword : Attitude, thyroid occurence, Fertile Age Woman (WUS) PENDAHULUAN Latar Belakang

Kekurangan yodium termasuk kekurangan unsur gizi yang berpengaruh pada kualitas manusia sebagai sumber daya pembangunan. Kekurangan yodium bisa mengakibatkan gangguan pertumbuhan, hambatan perkembangan mental, gangguan pendengaran (tuli) dan gangguan bicara.

Suatu daerah disebut daerah kekurangan yodium bila tanah dan airnya sangat kekurangan yodium karena sering terjadi erosi, hujan lebat atau banjir. Dari studi awal terhadap 10 ibu di Desa Tempursari Wungu Madiun didapatkan 80% cara menyimpan garam dapur dan cara memasak yang salah. Dari 10 ibu yang diperiksa terdapat 20% menderita gondok.

Faktor-faktor yang menyebabkan GAKY (Gangguan Akibat Kekurangan Yidium) antara lain keadaan geografis dan lingkungan, ketersediaan bahan pangan sumber yodium terbatas,

Page 33: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 31

daya beli masyarakat, pengetahuan, sikap, konsumsi pangan sumber yodium terbatas dan terdapat peningkatan kebutuhan tubuh. Rumusan masalah

Apakah ada hubungan antara sikap terhadap penggunaan garam beryodium dengan kejadian Gondok Pada Wanita Usia Subur. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara sikap terhadap penggunaan garam beryodium dengan kejadian Gondok Pada WUS.

BAHAN DAN METODE

Penelitian analitik observasional yang dilaksanakan pada bulan Juni 2008 sampai dengan Februari 2009 di Desa Tempursari, Wungu, Madiun ini menggunakan rancangan cross sectional. Populasi penelitian adalah wanita usia subur di Desa Tempursari, dengan kriteria 1) usia 16-45; 2) ibu rumah tangga atau pegawai, 3) menikah, 4) mempunyai Balita, 5) menyediakan makan sendiri. Besar populasi 100 WUS dan besar sampel 80 WUS yang diambil dengan teknik simple random sampling dengan pendekatan proporsi untuk 1 desa.

Variabel independen yaitu sikap terhadap penggunaan garam beryodium, yang diukur dengan kuesioner. Variabel dependen adalah kejadian gondok, yang diukur dengan pemeriksaan palpasi. Analisis data menggunakan Spearman’s rank test dengan derajat kemaknaan p ≤0,05.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Karakteristik WUS

Distribusi karakteristik usia, tingkat pendidikan dan paritas WUS secara berurutan ditampilkan pada Gambar 1, Gambar 2 dan Gambar 3.

2, 3%

25, 31%

25, 31%

9, 11%

19, 24%

< 20 tahun

21-25 Tahun

26-30 Tahun

31-35Tahun

>36 Tahun

Gambar 1. Distribusi Usia WUS

Page 34: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 32

24, 30%

22, 28%

34, 42% SD

SMP

SMA

Gambar 2. Distribusi Tingkat Pendidikan WUS

50, 62%

30, 38%Paritas 1

Paritas-2

Gambar 3. Distribusi Paritas WUS

Hubungan Antara Sikap Terhadap Penggunaan Garam beryodium dan Kejadian Gondok

Distribusi sikap dan kejadian gondok ditampilkan pada Gambar 4 dan Gambar 5. Hasil uji hipotesis menunjukkan nilai probabilitas 0,013 (<0,05), maka Ho ditolak, artinya ada hubungan yang bermakna antara sikap terhadap penggunaan garam beryodium dengan kejadian gondok pada WUS.

17, 21%

42, 53%

21, 26% BAIK

CUKUP

KURANG

Gambar 4. Distribusi Frekuensi Sikap Terhadap Penggunaan Garam beryodium

67, 84%

13, 16%

Negatif

Positif1-A

Gambar 5. Distribusi Frekuensi Kejadian Gondok pada WUS

Usia WUS terbanyak yaitu 21-25 tahun (31%) dan 26-30 tahun (31%), yang merupakan usia dewasa madya. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Kualitas pendidikan masyarakat di Desa Tempursari Kecamatan Wungu Kabupaten Madiun cukup baik sehingga mudah untuk diberikan pemahaman tentang kesehatan. Hal ini sesuai dengan pendapat Kuncoroningrat (1997)

Page 35: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 33

dalam Nursalam (2001) bahwa makin tinggi tingkat pendidikan, makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Masih banyak WUS yang masih merencanakan kehamilan. Kekurangan yodium pada wanita dapat terjadi gangguan kesuburan, menstruasi tidak teratur, keguguran dan sebagainya. Jika kekurangan yodium berat dapat terjadi bayi lahir kretin, yaitu bayi lahir terdapat dua atau lebih jenis kelainan (Depkes RI,2001).

WUS di Desa Tempursari, menunjukkan sikap cukup baik. Sikap WUS terhadap penggunaan garam yodium ini sangat penting karena berbagai proses kehidupan akan berpengaruh. WUS memegang peranan mulai saat hamil sampai membesarkan dan mendidik anaknya. Kekurangan yodium pada ibu hamil dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan janin yang dikandung. Dan setelah dilahirkan dapat pula terjadi gangguan perkembangan otak dan intelegensi (Djoko Kartono, 2006). Tingkat kejadian gondok pada WUS di Desa Tempursari masih tergolong tinggi karena lebih dari 5%. Sikap WUS dalam penggunaan garam yodium memiliki hubungan dengan kejadian gondok. WUS memegang peranan penting dalam pencegahan, sekaligus dalam penyebarluasan GAKY Semakin baik sikap WUS dalam penggunaan garam yodium dalam rumah tangga dapat menekan angka kejadian gondok.

Hasil uji hipotesis menunjukkan adanya korelasi negatif antara sikap dengan kejadian gondok, artinya semakin baik sikap, maka kejadian gondok semakin berkurang, dan sebaliknya semakin kurang sikap, maka kejadian gondok meningkat (Djoko Kartono, 2006). SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan dari hasil penelitian adalah: 1) usia WUS terbanyak 25-30 tahun (37%), pendidikan terbanyak SMA (42%) dan paritas 1 anak (50,62%), 2) sikap terhadap penggunaan garam beryodium terbanyak dalam kategori cukup 43,52%, 3) kejadian gondok pada stadium 1-A sebanyak 16%, 4) Ada hubungan antara sikap terhadap penggunaan garam beryodium dengan kejadian gondok.

Saran yang diajukan adalah: 1) dalam memberikan penyuluhan tentang penggunaan garam beryodium diperlukan kajian teori tentang GAKY dan faktor yang mempengaruhinya, 2) perlu memberi masukan kepada instansi terkait agar dapat memantau penggunaan garam beryodium, 3) penelitian lebih lanjut perlu dilakukan dengan memperluas populasi dan melakukan analisis terhadap semua variabel.

DAFTAR PUSTAKA Azwar, Saifudin. 2003. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Edisi II, Jogjakarta. Pustaka

Pelajar. Badan Pusat Statistik, Departemen Kesehatan dan Bank Dunia. 2003. Laporan Hasil Survey

Konsumsi Garam Yodium Rumah Tangga.Jakarta. Depkes RI. 2004. Peningkatan Konsumsi Garam Beryodium, Jakarta. Depkes RI Dirjen Binkesmas, 2005. Pedoman Perbaikan Gizi Anak Sekolah Dasar dan

Madrasah Ibtidaiyah, Jakarta Depkes RI. 2001. Pedoman Penyuluhan Bagi Petugas Puskesmas, Jakarta. Dinkes Prop Jatim 2003, Buku pedoman penanggualngan akibat kekurangan yodium (GAKY)

Page 36: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 34

bagi petugas kesehatan tingkat Kabupaten/Kota/Puskesmas dan Pokja penanggulangan GAKY Jatim

Depkes RI. 1999. Pedoman Pelaksanaan Pemantauan Garam Beryodium di Tingkat Masyarakat, Jakarta.Ditjend. Binkes. Mas Direktorat Gizi Masyarakat Jakarta 2005)

Dinkes Prop Jatim. 2003. Buku Pedoman Penanggulangan Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) bagi Petugas Kesehatan Tingkat Kabupaten/ Kota, Puskesmas dan Pokja Penanggulangan GAKY.

Hariyanti T. 2006. Hubungan konsumsi Garam dengan Gondok pada Anak Usia SD diDesa Kare Kecamatan Kare Kabupaten Madiun, KTI Prodi Kebidanan Magetan.

Notoatmodjo. 2003. Pendidikan Perilaku Kesehatan, PT Rineka Cipta, Jakarta. Notoatmodjo. 2007. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta, PT Rineka Cipta, Jakarta. Notoatmodjo S, 1993. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta, Rineka Cipta. Notoatmodjo S, 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta, Rineka Cipta. Nursalam, 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta,

Salemba Medika. Nursalam dan Pariani S, 2001. Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta, Agung Seto. Purwadarminta.1999. Kamus Ilmu Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta. Poerwadarminta. 1998. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka : Jakarta. Sugiono. 2000. Metodologi Penelitian Administrasi, Bandung: CV. Alfabeta. Sugiono. 2006. Statistik Untuk Penelitian, Alfa Beta, Bandung. Sukanto. 2002. Perilaku Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta Tim Penanggulangan GAKY Pusat. 2005. Rencana Aksi Nasional Kesinambungan Program

Penanggulangan Gangguan Akibat Kurang Yodium, Jakarta. Tim Penanggulangan GAKY Pusat. 2004. Peningkatan konsumsi Garam Beryodium, Jakarta.

Page 37: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 35

PENURUNAN KESADAHAN MENGGUNAKAN ZEOLIT (TINJAUAN LAMA WAKTU KONTAK DENGAN Ca++)

Hery Koesmantoro* *=Prodi Kesehatan Lingkungan Madiun Jurusan Kesehatan Lingkungan

Poltekkes Depkes Surabaya

ABSTRACT

Water is a compound which is very essential for human life. Water which contains much calsium, mineral and magnesium is known as hard water. Hard water which more quality standard must be decreased in order not to damage human health. Hard water problem can be solved by weakening hard water. One of the ways is weakening ion exchange ( exchange prosess Ca2+ and Mg2+ with Ion Wa+ , K+ ,or H+ ) namely by using zcolit. The aim of this research is to know the hard water decreasing and the effective time to decrease hard water by using zeolit.

The kind of research used is pra experiment and using the way “one group pretest – postest ” In which there is no comparative group and the researcher do the reasearch before ( Pretest ) and after ( Post test ) activity. Then the result of the measurement is comparet to know the difference of constant hard water decreasing and the contact effectivness level in decreasing hand water by using zeolit.

Based on statistics test, it can be concluded that one way anova test is got F > Critis

mark fα;k-1;k(n-1) that is 8792,04 > 3,01 and LSD test is got from the difference mean > LSD that is between pretest before activity and contact time 8 hours ( 250,033 > 3,79 ), before activity and contact time 12 hours ( 202,733 > 3,79 ), contact time 8 hours and contact time 12 hours ( 47 > 3,79 ). From the statistic result above shows that is a difference before ( Pretest ) and after ( Post test) activity. In this research, it is only the decreasing of hard water, using zeolit base on how long contact time is, is done. So it is necessary to do the research by using where zeolit comes from, how to do zeolit ( by giving salt or heating ). Keyword: hard water, , ion exchange, contact time Phone: 08283019785 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Air minum, mempunyai standar persyaratan fisik, kimiawi dan bakteriologis. Pemakaian air bersih dan air minum yang tidak memenuhi standar kualitas tersebut dapat menimbulkan gangguan kesehatan baik secara langsung maupun tidak langsung. Zat-zat yang diserap oleh air alam dapat berupa padatan terlarut, gas terlarut dan padatan tersuspensi. Umumnya, jenis pengotor yang terkandung dalam air tergantung pada jenis bahan yang berkontak dengan air itu, sedangkan banyaknya zat pengotor tergantung pada waktu kontaknya. Bahan-bahan mineral yang terkandung dalam air karena kontaknya dengan batu-batuan terutama kalsium karbonat (CaCO3), magnesium karbonat (MgCO3), kalsium sulfat (CaSO4) dan sebagainya.

Page 38: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 36

Air yang banyak mengandung mineral kalsium dan magnesium dikenal sebagai air sadah. Menurut PERMENKES RI No.416/MENKES/PER/IX/1990 kesadahan air minum tidak boleh melebihi 500 mg/l. Air yang bersifat sadah bila dikonsumsi manusia akan menyebabkan gangguan kesehatan. Air yang mempunyai tingkat kesadahan terlalu tinggi sangat merugikan di antaranya dapat menimbulkan karatan/korosi pada alat-alat yang terbuat dari besi, sabun menjadi kurang membusa sehingga meningkatkan konsumsi sabun dan menimbulkan endapan atau kerak-kerak di dalam wadah-wadah pengolahan (Srikandi Fardiaz, 1992:27).

Air sadah dapat diatasi dengan pelunakan air sadah, yaitu penghapusan ion-ion tertentu yang ada di dalam air dan dapat bereaksi dengan zat-zat lain hingga distribusi air dan penggunaannya terganggu (Depkes RI, 1991). Ada beberapa macam proses pelunakan air sadah, salah satunya melalui ion exchange (proses pertukaran Ca2+ dan Mg2+ dengan Na+, K+, atau H+) yaitu dengan menggunakan atau memanfaatkan batu zeolit. Masyarakat umumnya menurunkan kesadahan dengan pemanasan, yang menurut teori hanya bersifat sementara.

Hasil penelitian Atashina S.B, Praswanti P.D.K, Wulan dan Syaifudin Jurusan Teknik Gas dan Petrokimia Universitas Indonesia (www.chemeng.ui.ac.id), uji ion kalsium pada zeolit mampu mengabsorbsi ion kalsium dari 1.200 ppm hingga di bawah 500 ppm. Dengan ukuran zeolit yang beragam yaitu zeolit dengan unggun 5 cm, unggun 10 cm, dan unggun 15 cm.

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah: 1) mengukur kesadahan pada air bersih sebelum perlakuan dengan batu zeolit, 2) mengukur kesadahan sesudah perlakuan dengan batu zeolit pada waktu kontak 4 jam, 8 jam, 12 jam, 3) Menganalisis hasil pengukuran kesadahan sesudah dilakukan perlakuan dengan batu zeolit dengan waktu yang berbeda.

Diharapkan penelitian ini bermanfaat sebagai data awal bagi peneliti selanjutnya, serta dapat dikembangkan oleh para praktisi untuk memenuhi kebutuhan air minum masyarakat BAHAN DAN METODE

Penelitian pra-eksperimental ini memberi perlakuan terhadap sampel air bersih yang bersifat sadah untuk mengetahui penurunan kesadahan tetap dan waktu kontak yang efektif dengan menggunakan batu zeolit sebagai penukar kation.

Pretest → Perlakuan → Posttest O1 X O2

Keterangan : O1 = Air bersih yang bersifat sadah sebelum perlakuan X = Perlakuan dengan menggunakan batu zeolit

O2 = Air bersih yang besifat sadah sesudah perlakuan

Gambar 1. Desain Penelitian Desain yang digunakan adalah “One Group Pretest – Posttest” (Gambar 1). Variabel

bebas penelitian adalah waktu kontak air sadah dengan zeolit yaitu, Lamanya air sadah kontak

Page 39: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 37

dengan zeolit berdasarkan tabel mengukuran dengan jam. sedangkan variabel terikat adalah penurunan kesadahan tetap yaitu angka yang menunjukkan perubahan angka kesadahan pada air tanah dari Kelurahan Kuncen yang telah mengalami perlakuan dengan batu zeolit pada waktu kontak 4 jam, 8 jam, dan 12 jam dibandingkan angka kesadahan sebelum perlakuan berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium. Variabel pengganggu adalah pH dan kekeruhan.

Sampel penelitian adalah air tanah dengan tingkat kesadahan melebihi standar yaitu 500 mg/l, sampel diukur sebelum dan sesudah melalui batu zeolit. Sampel diambil dari tiga perlakuan (4, 8 dan 12 jam) dengan sembilan kali pemeriksaan. Untuk mengetahui waktu kontak air sadah dengan zeolit yang efektif untuk menurunkan kesadahan digunakan rumus KRT Tjokro Kusumo (1995):

Efektifitas Penurunan = Sebelum-Sesudah X 100% Sebelum

Untuk mengetahui perbedaan tingkat penurunan angka kesadahan pada air tanah

dengan lama waktu kontak air sadah dengan zeolit yaitu 4 jam, 8 jam, dan 12 jam di analisis dengan Uji Analisis Varian Satu Jalan (Anava Satu Jalan) dan untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan dilakukan dengan menggunakan Uji LSD. Kriteria penerimaan hipotesis

adalah Ho ditolak apabila harga uji statistik f > dari nilai kritis Fα;k-1;k(n-1). HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian

Hasil pengukuran angka kesadahan air bersih di lokasi sumur gali sebelum dilakukan perlakuan sebesar 569,4 mg/l. Kesadahan air bersih setelah melalui lapisan zeolit ditampilkan pada Tabel 1, Tabel 2, Tabel 3 dan Tabel 4. Tabel 1. Replikasi Pengukuran Kesadahan Melalui Zeolit dengan Waktu Kontak 4 Jam

No Waktu Kontak Replikasi Hasil (mg/l)

1. 4 Jam I 299,1 II 301,0 III 302,2 IV 229,1 V 304,1 VI 298,0 VII 299,1 VIII 302,2 IX 302,2

Rata-Rata Replikasi = 300,78

Page 40: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 38

Tabel 2. Replikasi Pengukuran Kesadahan Melalui Zeolit dengan Waktu Kontak 8 Jam

No Waktu Kontak Replikasi Hasil (mg/l)

1. 8 Jam I 318,4

II 317,3

III 320,2

IV 318,4

V 319,1

VI 320,2

VII 319,1

VIII 320,2

IX 321,4

Rata-Rata Replikasi = 319,37

Tabel 3. Replikasi Pengukuran Kesadahan Melalui Zeolit dengan Waktu Kontak 12 Jam

No Waktu Kontak Replikasi Hasil (mg/l)

1. 12 Jam I 334,7

II 335,5

III 336,3

IV 337,2

V 335,1

VI 338,1

VII 337,2

VIII 338,1

IX 334,7

Rata-Rata Replikasi = 336,37

Tabel 4. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Penurunan Kesadahan Melalui Zeolit Sebelum dan

Sesudah Perlakuan dengan Waktu Kontak 4 Jam, 8 Jam, dan 12 Jam

No Waktu Kontak

Kadar Kesadahan Angka Penurunan/Efektifitas Penurunan

Sebelum (mg/l) Sesudah (mg/l) (mg/l) %

1. 4 Jam 569,4 300,78 268,62 47,18

2. 8 Jam 569,4 319,37 250,03 43,91

3. 12 Jam 569,4 336,37 233,03 40,93

Hasil Uji Anava Satu Jalan untuk menganalisis perbedaan angka kesadahan sebelum

dan sesudah menggunakan zeolit menunjukkan nilai F> dari nilai kritis fα;k-1;k(n-1) yaitu

8792,014 > 3,01, maka hipotesis nol ditolak, artinya ada perbedaan angka kesadahan air

Page 41: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 39

antara sebelum dan sesudah menggunakan zeolit. Hasil Uji LSD (Least Significant Difference), untuk menganalisis perbedaan angka kesadahan air tanah antara sebelum dan sesudah menggunakan zeolit pada waktu kontak 4 jam, 8 jam, dan 12 jam didapatkan hasil yaitu:

Multiple Range Test

Uji LSD = t1 – ½α (df sisa)

+++

4321 n

1

n

1

n

1

n

1KTS

= 2,069 x

+++9

1

9

1

9

1

1

1511,2

= 3,79

Perlakuan Mean

Sebelum Perlakuan

Waktu Kontak 4 Jam

Waktu Kontak 8 Jam

Waktu Kontak 12 Jam

569,4000 300,7778 319,3667 366,3667

Sebelum perlakuan 569,4000 0 268,62228*) 250,0333*) 202,733*)

Waktu kontak 4 jam 300,7778 0 -18,5889*) -65,5889*)

Waktu kontak 8 jam 319,3667 0 -47*)

Waktu kontak 12 jam 336,3667 0

LSD = 3,79

*) Selisih Mean

Hasil di atas menunjukkan ada selisih mean > LSD. Jadi ada perbedaan angka kesadahan antara perlakuan.

Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa air sadah kontak zeolit pada waktu 4 jam penurunannya lebih besar, demikian pula pada waktu kontak 8 jam lebih besar penurunannya dibandingkan dengan waktu kontak 12 jam. Semakin lama air sadah kontak dengan zeolit maka akan jenuh karena terjadi adsorbsi fisika yaitu adanya gaya tarik dan gaya tolak lemah diantara molekul, adsorbsi terjadi sangat cepat hanya kecepatannya adsorbsinya makin berkurang dengan makin banyaknya zat yang diserap dan terjadi proses yang dapat berbalik (reversible) sehingga waktu yang lebih lama sedikit mengalami penurunan. Menurut Dirjen PPM dan PLP Depkes RI (1991), air sadah yang dialirkan melalui kolom zeolit akan mengalami pertukuran ion-ion Ca dan Mg dalam air dengan ion Na dalam zeolit. Hal tersebut berlangsung terus sampai pada saat kolom zeolit menjadi jenuh dan tidak mampu lagi melakukan pertukaran ion-ion. Agar dapat aktif lagi, zeolit dapat dibasuh atau dialirkan larutan garam, sehingga terjadi perlakuan ion-ion Natrium dalam air yang masuk ke dalam zeolit untuk mengganti kedudukan ion-ion Mg dan Ca. Air dengan derajat keasamaan sangat tinggi akan cepat melapisi dan memblokir zeolit dan akibatnya dapat mengurangi efisiensi, pada tempat larutan itu bersentuhan. Hasil uji Anava Dua Jalan membuktikan adanya perbedaan kesadahan air bersih sebelum dan sesudah menggunakan zeolit dengan waktu kontak 4 jam, 8 jam, dan 12 jam. Adanya perbedaan sebelum dan sesudah perlakuan berarti penggunaan

Page 42: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 40

zeolit bisa bermanfaat untuk menurunkan kesadahan walaupun tidak sampai nol (0) karena kesadahan disebabkan oleh adanya kation logam valensi dua yaitu Ca++, Mg++, Sr++, Fe++ dan Mn++, sedangkan zeolit hanya mengalami pertukaran ion-ion yaitu Ca dan Mg dalam air dengan ion Na dalam zeolit. Jadi ion-ion selain Ca dan Mg tidak bisa diturunkan dengan zeolit.

Berdasarkan Uji LSD, selisih mean > LSD yaitu: antara sebelum perlakuan dengan waktu kontak 4 jam (268,6222 > 3,79), sebelum perlakuan dengan waktu kontak 8 jam (250,0333 > 3,79), sebelum perlakuan dengan waktu kontak 12 jam (202,733 > 3,79), waktu kontak 4 jam dengan waktu kontak 8 jam (18,5889 > 3,79), waktu kontak 8 jam dengan 12 jam (47 > 3,79). Hasil ini menunjukkan adanya perbedaan antar perlakuan secara signifikan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan penelitian adalah ada perbedaan secara signifikan mengenai kesadahan air bersih sebelum dan sesudah menggunakan zeolit dengan waktu kontak 4 jam, 8 jam, dan 12 jam. Selanjutnya disarankan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang: 1) cara penurunan kesadahan dengan menggunakan zeolit berdasarkan asal zeolit, cara perlakuan terhadap zeolit (dengan pemberian garam atau dengan pemanasan) dan diameter zeolit yang berbeda untuk memperluas penampang, 2) cara penurunan kesadahan dengan menggunakan zeolit berdasarkan tinjauan lama waktu kontak dengan ion Ca2+. DAFTAR PUSTAKA

Achmad, Rukaesih, 2004, Kimia Lingkungan, Yogyakarta, Andi Offset Algamar, Kalimardin, 1994, Laboratorium Air Volume 2: Metode Analisa Fisik dan Kimia,

Bandung Alears, G, 1984, Metode Penelitian Air, Surabaya, Usaha Nasional Companion, Audrey L, 1991, Ikatan Kimia, Bandung, ITB Djarwanto, 1996, Mengenal Beberapa Uji Statistik Dalam Penelitian, Yogyakarta, Liberty Fardiaz, Srikandi, 1992, Polusi Air dan Polusi Udara, Bogor, Kanisius Gabriel, JF, 1999, Fisika Lingkungan, Jakarta, Hipokrates J. Bassett, 1994, Buku Ajar VOGEL Kimia Analisis Kuantitatif Anorgnik, Jakarta, Buku

Kedokteran EGC Kuntoro, 1999, Bahan Statistik FKM Unair, Surabaya Margono, dkk, Buku Pedoman Pengajar Mata Kuliah Ajaran Kimia Lingkungan, Jakarta,

Departemen Kesehatan RI Notoatmodjo, Soekidjo, 2005, Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta, Rineka Cipta Sanropie, Djasio, 1983, Penyediaan Air Bersih Untuk APK-TS, Surabaya, Depkes RI .............., 1984, Penyediaan Air Bersih Untuk APK-TS, Surabaya, Departemen Kesehatan RI .............., 1999, Kesehatan Masyarakat dan Teknologi Peningkatan Kualitas Air, Jakarta Singarimbun, Masri, 1989, Metode Penelitian Survey, Jakarta, LP3ES Sugiharto, 1983, Penyediaan Air Bersih Bagi Masyarakat, Tanjung Karang ..............., 1996, Dasar Penetapan Dampak Kualitas Air Terhadap Kesehatan Masyarakat,

Jakarta, Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Page 43: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 41

HUBUNGAN ANTARA USIA MENIKAH DAN PARITAS DENGAN KEJADIAN KANKER SERVIKS DI RSUD DR. SOEROTO NGAWI

Suhartini*, Tutiek Herlina** *=Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi

*=Prodi Kebidanan Magetan Jurusan kebidanan Poltekkes Depkes Surabaya SIA

ABSTRAK

Kanker mulut rahim (serviks) masih menjadi masalah kesehatan bagi wanita. Sebab penyakit akibat human papilloma virus (HPV) menjadi “mesin pembunuh” di kalangan kaum wanita. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan usia menikah dan paritas dengan kejadian kanker serviks. Jenis penelitian analitik epidemiologi kasus kontrol dengan rancangan penelitian retrospektif, populasi adalah dokumen pasien kanker serviks dan ibu bersalin normal di RSUD dr.Soeroto Ngawi tahun 2008, jumlah sampel 56 responden kasus dan 145 responden kontrol diambil dengan tehnik simple random sampling. Variabel bebas adalah usia menikah dan paritas, variabel terikat adalah kejadian kanker serviks. Metode pengumpulan data menggunakan dokumentasi rekam medik, analisa data dengan uji statistik chi square dan odd ratio dengan kemaknaan P < 0,05. Hasil penelitian dengan uji Chi square menunjukkan kemaknaan P = 0,000 disimpulkan ada hubungan usia menikah dan paritas dengan kejadian kanker serviks. Sedang besar resiko paparan usia menikah ≤ 16 tahun beresiko 0,155 dan paritas lebih dari dua anak berisiko 0,18,sehingga dapat disimpulkan bahwa usia menikah ≤ 16 tahun dan paritas lebih dari 2 anak bukan faktor resiko. Disarankan untuk institusi terkait menggalakkan motivasi penundaan perkawinan dan pembatasan persalinan dengan program KB. Kata kunci: usia menikah, paritas, kejadian kanker serviks. Telepon: 08155601253 PENDAHULUAN HULUAN Latar Belakang

Kanker mulut rahim (serviks) masih menjadi problem kesehatan bagi wanita, sebab penyakit akibat human papilloma virus (HPV) tersebut menjadi “mesin pembunuh” di kalangan kaum wanita. Kasus kanker tersebut sangat mengkhawatirkan, karena angka kejadiannya menunjukkan trend meningkat. Berdasar data di RSU dr Soetomo, tiap hari tak kurang dari delapan pasien baru kanker leher rahim berobat, dalam setahun diperkirakan terdapat 700-800 pasien baru. Kebanyakan pasien yang berobat berusia 40-50 tahun (Askandar, 2008). Kanker serviks mempunyai insiden tertinggi di negara berkembang dan khususnya Indonesia.

Frekuensi relatif di Indonesia adalah 27% berdasarkan data patologik atau 16% berdasarkan data rumah sakit. Lebih dari tiga perempat kanker ginekologi di RSCM adalah kanker serviks dan 62% di antaranya dengan stadium lanjut (stadium II-III), dan ia merupakan penyebab kematian terbanyak di antara kematian kanker ginekologik yaitu 66% (Azis, 2003). Di RSUD dr.Soeroto Ngawi pada tahun 2007 jumlah penderita kanker serviks sebanyak 54

Page 44: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 42

orang, pada tahun 2008 mengalami peningkatan yaitu 65 penderita (40%), dan menduduki urutan pertama dari 5 penyakit ginaekologi, lebih banyak menyerang ibu multipara.

Penyebab langsung dari kanker serviks belum diketahui, namun kejadiannya mempunyai hubungan erat dengan sejumlah faktor ekstrensik, yang penting meliputi: 1) insidensi lebih tinggi pada mereka yang kawin, terutama pada gadis yang koitus pertama pada usia muda (<16 tahun), 2) tingginya paritas, apalagi jarak persalinan terlampau dekat, 3) sosial ekonomi rendah, 4) berganti-ganti pasangan, 5) wanita yang mengalami infeksi virus HPV (Human Papilloma Virus)-tipe 16 atau 18, dan 6) kebiasaan merokok (Wiknjosastro,1999).

Apabila kanker serviks tidak ditangani, pada stadium lanjut ketika tumor keluar serviks dan melibatkan jaringan di rongga pelvis dapat dijumpai tanda lain seperti, nyeri yang menjalar ke pinggul atau kaki, hal ini menandakan keterlibatan ureter, dinding panggul atau nervus skiatik. Beberapa penderita mengeluhkan nyeri berkemih, hematuri, perdarahan rektum, sampai sulit berkemih dan buang air besar. Penyebaran ke kelenjar getah bening, tungkai bawah dapat menimbulkan oedema tungkai bawah, atau terjadi uremia bila terjadi penyumbatan kedua ureter (Wiknjosastro, 2006).

Untuk mengendalikan kejadian kanker serviks perlu dimasyarakatkan upaya pengenalan kasus secara dini melalui program skrining. Tingkat keberhasilan pengobatan sangat baik pada stadium dini dan hampir tidak terobati bila tumor telah menyebar sampai dinding panggul atau organ disekitarnya. Salah satu upaya untuk mendeteksi secara dini kanker serviks dapat di lakukan dengan pap smear. Pap smear bertujuan untuk mengenali adanya perubahan awal sel epitel serviks hingga dapat dilakukan tindakan pencegahan terjadinya kanker invasif. Pap smear menjadikan kanker serviks sebagai penyakit yang dapat dicegah (Wiknjosastro, 2006).

Rumusan masalah

Apakah ada hubungan antara usia menikah dan paritas dengan kejadian kanker serviks di RSUD dr.Soeroto Ngawi? Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan antara usia menikah dan paritas dengan kejadian kanker serviks di RSUD dr.Soeroto Ngawi Tahun 2008. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah wawasan serta meningkatkan pemahaman tentang hubungan antara usia menikah dan paritas dengan kejadian kanker serviks.

BAHAN DAN METODE

Penelitian analitik epidemiologi kasus kontrol ini menerapkan rancangan retrospektif, dan

dilaksanakan di RSUD dr.Soeroto Ngawi pada bulan Maret sampai dengan Juli 2009. Populasi penelitian ini adalah semua penderita kanker serviks sebanyak 65 dan 226 ibu bersalin normal di RSUD dr.Soeroto Ngawi tahun 2008. Sampel penelitian ini adalah sebagian dari populasi penderita kanker serviks sebanyak 56 dan ibu bersalin normal sebanyak 145 di RSUD dr.Soeroto Ngawi tahun 2008 yang diambil dengan teknik simple random sampling.

Variabel bebas adalah usia menikah dan paritas. Variabel terikat adalah kejadian kanker serviks. Data yang dikumpulkan adalah data sekunder dari status pasien di RSUD dr. Soeroto

Page 45: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 43

Ngawi tahun 2008. Analisis data menggunakan uji Chi Kuadrat dan Odd Ratio dengan tingkat kemaknaan p=0,05.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dokumen pasien kanker serviks selama tahun 2008 menunjukkan adanya 65 kasus,

dan 56 menjadi sampel. Kontrol berupa ibu bersalin normal pada bulan Januari – Desember 2008 sejumlah 226 orang, dan 145 diambil sebagai sampel. Faktor Usia Menikah

Gambar 1 menunjukkan bahwa pada 56 kasus kanker serviks diketahui bahwa persentase terbesar terdapat pada usia menikah ≤16 tahun yaitu 39 orang (50,6%). Sedangkan Gambar 2 menunjukkan bahwa pada 145 ibu bersalin normal diketahui bahwa persentase terbesar terdapat pada usia menikah >16 tahun sebanyak 107 ibu (86,3%).

30,4%

69,6%

kr dr sm 16 thn

lb dr 16 thn

Gambar 1. Faktor Usia Menikah Pada Kasus Kanker Serviks

73,8%

26,2%kr dr sm 16 thn

lb dr 16 thn

Gambar 2. Faktor Usia Menikah Pada Ibu Bersalin Normal

Faktor Paritas

Gambar 3 menunjukkan bahwa pada 56 kasus kanker serviks, didapatkan persentase terbesar terdapat pada paritas >2 orang anak, yaitu 40 orang (71,4%). Sedangkan Gambar 4 menunjukkan bahwa dari 145 ibu bersalin normal persentase terbesar pada paritas ≤2 anak sebanyak 100 orang (86,2%).

Page 46: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 44

71,4%

28,6%kr sm 2 anak

lbh 2 anak

Gambar 3. Faktor Paritas Pada Kasus Kanker Serviks

31%

69%

kr dr sm 2 anak

lbh dr 2

Gambar 4. Faktor Paritas Pada Ibu Bersalin Normal

Hubungan Antara Usia Menikah Dengan Kejadian Kanker Serviks

Tabel 1 menunjukkan bahwa kasus kanker serviks lebih besar terjadi pada usia menikah ≤16 tahun. Uji Chi Kuadrat dengan α=0,05 menunjukkan hasil p=0,000 (p<α), maka dapat disimpulkan ada hubungan antara usia menikah dengan kejadian kanker serviks. Besar resiko paparan usia menikah terhadap kejadian kanker serviks didapatkan hasil, bahwa usia menikah ≤16 tahun berisiko 0,155 kali daripada usia menikah >16 tahun. Hasil nilai Odd Ratio kurang dari 1 berarti faktor yang diteliti bukan merupakan faktor resiko, sehingga dapat disimpulkan bahwa usia menikah bukan faktor resiko.

Tabel 1. Kejadian Kanker Serviks Menurut Usia Menikah

Usia menikah Kejadian kanker serviks Total

Ya Tidak

>16 th ≤16 th

17 (8,50%) 39 (19,40%)

107 (53,2%) 38 (18,9%)

124 (61,7%) 77 (38,3%)

Total 56 (27,9%) 145 (72,1%) 201 (100%)

Hubungan Antara Paritas Dengan Kejadian Kanker Serviks

Tabel 2 menunjukkan bahwa kasus kanker serviks lebih besar terjadi pada ibu dengan paritas >2. Uji Chi Kuadrat dengan α=0,05 menunjukkan hasil p=0,000 (p<α), maka dapat disimpulkan ada hubungan antara paritas dengan dengan kejadian kanker serviks. Diketahui bahwa paritas >2 anak berisiko 0,180 kali daripada paritas ≤2 anak. Nilai Odd Ratio kurang dari 1 berarti faktor yang diteliti bukan merupakan faktor resiko, sehingga dapat disimpulkan bahwa paritas bukan faktor resiko.

Page 47: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 45

Tabel 2. Kejadian Kanker Serviks Menurut Paritas

Paritas Kejadian kanker serviks Total

ya tidak

> 2 anak ≤ 2 anak

40 (19,9%) 16 (8,0%)

45 (22,4%) 100 (49,7%)

85 (42,3%) 116 (57,7%)

total 56 (27,9%) 145 (72,1%) 201 (100%)

Di RSUD dr.Soeroto Ngawi pada tahun 2007 jumlah penderita kanker serviks sebanyak

54 orang, sedang pada tahun 2008 peningkatannya (40%) dari 65 penderita, dan menduduki urutan pertama dari 5 penyakit ginekologi. Keadaan ini hampir sama untuk kejadian di Jawa Timur berdasar data RSU dr Soetomo, tiap hari tak kurang dari 8 pasien baru kanker leher rahim berobat, dalam setahun diperkirakan terdapat 700-800 pasien (Askandar, 2008). Dapat disimpulkan bahwa kejadian kanker serviks masih tinggi.

Ada hubungan antara usia menikah dengan kejadian kanker serviks, dengan besar resiko paparan usia menikah ≤16 tahun terhadap kanker serviks sebesar 0,155. Hal ini menunjukkan bahwa usia menikah ≤16 tahun sangat kecil kemungkinan untuk terjadi kanker serviks. Menurut Wiknjosastro, (2007) wanita yang kawin pada usia muda atau mulai kegiatan seks pada usia muda mempunyai resiko tinggi terkena kanker serviks karena SCJ (Squoamo Columnar Junction) wanita ini berada diluar OUE (osteum uteri eksternum), sehingga mudah terkena infeksi serviks. Sedangkan menurut Sidohutomo (2008) penyebab kanker serviks 85-95% disebabkan oleh HPV (Human Pappiloma Virus), virus yang ditularkan melalui hubungan seksual. Sehingga pada penelitian ini usia menikah ≤16 bukan merupakan faktor yang dominan untuk terjadi kanker serviks, dan kemungkinan disebabkan faktor yang lain.

Ada hubungan antara paritas dengan kejadian kanker serviks, dengan besar resiko paparan paritas >2 terhadap kanker serviks sebesar 0,180. Hal ini menunjukkan bahwa paritas >2 anak tidak beresiko atau sangat kecil untuk terjadi kanker serviks. Menurut Wiknjosastro (2006) wanita dengan banyak anak diperkirakan serviks pada wanita ini sering menggalami infeksi, sehingga terjadinya infeksi yang terlalu sering dapat menyebabkan terjadinya kanker serviks. Pada penelitian ini paritas >2 bukan merupakan faktor dominan untuk terjadinya kanker serviks dan kemungkinan disebabkan faktor yang lain.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan penelitian adalah: 1) kasus kanker serviks di RSUD dr Soeroto Ngawi tahun 2008 sebanyak 65 orang, dan jumlah ibu bersalin normal sebanyak 226, 2) kasus kanker serviks dengan usia menikah ≤16 tahun sebanyak 69,6%, dan usia menikah >16 tahun ada 30,4%, 3) kasus kanker serviks karena faktor paritas >2 anak sebanyak 71,4%, dan ≤2 anak terdapat 28,6%, 4) ada hubungan antara usia menikah dengan kejadian kanker serviks, 5) ada hubungan paritas dengan kejadian kanker serviks, 6) besar resiko paparan usia menikah ≤16 tahun terhadap kejadian kanker serviks 0,180 kali daripada >16 tahun, 7) besar resiko paparan paritas >2 anak terhadap kejadian kanker serviks 0,155 kali daripada paritas >2 anak.

Page 48: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 46

Selanjutnya disarankan: 1. Meningkatkan pengetahuan atau penyuluhan terhadap masyarakat tentang kelompok

resiko tinggi terkena kanker serviks, diantaranya: a) Mencegah perkawinan muda, b) batasi jumlah anak sampai 2 orang anak saja dengan ikut KB, c) tingkatkan kebersihan/hygiene pada umumnya, yang khusus kebersihan genital antara lain khitan bagi kaum pria, d) merawat infeksi mulut rahim yang ditemukan pada pap tes dengan baik, e) tidak merokok, f) menghindari bahan-bahan karsinogenik, g) meningkatkan sosialisasi tentang vaksinasi HPV dan penyuluhan pentingnya melakukan vaksinasi HPV.

2. Meningkatkan pemeriksaan IVA dan Pap smear pada wanita kelompok resiko tinggi (high risk group)

3. Perlu pengembangan penelitian lebih lanjut terhadap hubungan usia menikah dan paritas dengan kejadian kanker serviks, dengan instrumen penelitian, desain sampling dan jumlah responden yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA Arikunto Suharsimi, 2006. Prosedur Penelitian, Jakarta, Rineka Cipta. Askandar Brahmana, 2008. Kanker Mulut Rahim, Momok Semua Wanita, Jawa Pos, Laporan

Khusus. Azis, Farid M, 2003. Deteksi Dini Kanker, Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hartono Poedjo, 2004. Kanker Leher Rahim, Surabaya: Lab/SMF Obstetri dan Ginekologi FK

Unair/RSUD dr Soetomo. Manuaba, Gde Bagus Ida, 2008. Gawat Darurat Obstetri dan obstetri Ginekologi Sosial Untuk

Profesi Bidan, Jakarta: EGC. Notoatmodjo Soekidjo, 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta Ridwan R, 2005, Tuntunan Penyusunan Karya Ilmiah - Makalah - Skripsi - tesis - Disertasi,

Bandung: Sinar Baru Algesindo. Sugiyono, 2000. Statistika Untuk Penelitian, Bandung:CV ALFABETA Sukardja I Dewa Gede, 2000. Onkologi klinik, Surabaya: Airlangga University Press. Sidohutomo Ananto. MARS, For Never Ending Wars Againts Cancer, Bidadariku, 2008, http: //

www.bidadariku. Com / index. php. Wiknjosastro Hanifa, 1999. Ilmu Kandungan, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo. Sastroasmoro, 2000. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis, Jakarta: Bina Rupa Aksara

Page 49: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 47

HUBUNGAN ANTARA DEFISIENSI YODIUM DENGAN PRESTASI BELAJAR Anis Nurwidiawati*, Rahayu Sumaningsih*

*=Program Studi Kebidanan Magetan Jurusan Kebidanan Poltekkes Depkes Surabaya

ABSTRAK

Kekurangan yodium tidak hanya menyebabkan gondok tetapi juga menyebabkan terganggu kecerdasannya (Ali Khomsan, 2004). Di Desa Sidorejo Kecamatan Kendal Kabupaten Ngawi terjadi peningkatan prevalensi defisiensi yodium pada anak SD dari 24,39 % tahun 2003 menjadi 51,65 % pada tahun 2007. Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan antara defisiensi yodium dengan prestasi belajar.

Penelitian survei analitik dengan rancangan cross sectional ini dilakukan pada populasi siswa SDN Sidorejo 2 Kelas I-VI sebanyak 185 anak. Sampel diambil secara proportionate stratified random sampling sebanyak 127 siswa. Variabel bebas adalah defisiensi yodium dan variabel terikat adalah prestasi belajar. Data dikumpulkan melalui observasi, selanjutnya dianalisis dengan uji chi square dengan α<0,05.

Hasil penelitian menggambarkan sebanyak 41 (73,2%) siswa defisiensi yodium dengan prestasi belajar tidak baik, 15 (26%) siswa defisiensi yodium dengan prestasi belajar baik. Sebanyak 27 (38%) siswa tidak defisiensi yodium dengan prestasi belajar tidak baik, 44 (62%) siswa tidak defisiensi yodium dengan prestasi belajar baik. Analisis X2 hitung 15,582, X2 tabel =3,841 maka Ho ditolak. Simpulan penelitian adalah ada hubungan antara defisiensi yodium dengan prestasi belajar. Hasil penelitian dapat dipertimbangkan dalam rencana tindak lanjut penanggulangan gondok endemis, dalam bentuk survei, monitoring dan penyuluhan kesehatan masyarakat.

Kata kunci: defisiensi yodium, prestasi belajar Telepon: 08155636967 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Masalah gizi di negara berkembang termasuk Indonesia masih didominasi oleh Kurang Energi Protein (KEP), anemia besi, Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), Kurang Vitamin A (KVA) dan obesitas (Supariasa, 2001). Gangguan Akibat Kekurangan Yodium merupakan masalah serius mengingat dampaknya mempengaruhi kelangsungan hidup dan kualitas sumber daya manusia yang mencakup aspek perkembangan, kecerdasan, perkembangan sosial dan perkembangan ekonomi. Kelompok yang sangat rawan masalah dampak defisiensi yodium salah satunya adalah anak usia sekolah (Fadilah, 2003). Kekurangan yodium tidak hanya menyebabkan gondok tetapi juga anak-anak yang mengalami defisiensi yodium akan terganggu kecerdasannya (Ali Khomsan, 2004). Studi pendahuluan di SDN Sidorejo 2 Kecamatan Kendal Kabupaten Ngawi menunjukkan hasil yaitu terdapat 8 dari 10 siswa dengan defisiensi yodium memiliki prestasi di bawah rata-rata kelas dan 10 siswa yang tanpa defisiensi yodium semuanya memiliki prestasi di atas rata-rata kelas.

Page 50: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 48

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mensyaratkan angka gondok di bawah lima persen (Siswono, 2001). Pada tahun 2007 prevalensi GAKY masih diderita 9,1% anak SD meskipun terjadi penurunan, GAKY masih dianggap masalah kesehatan masyarakat karena secara umum prevalensi masih di atas 5% (Admin, 2007). Di Desa Sidorejo Kecamatan Kendal Kabupaten Ngawi terjadi peningkatan prevalensi defisiensi yodium pada anak SD dari 24,39 % tahun 2003 menjadi 51,65 % tahun 2007. GAKY dapat menyebabkan gangguan pada perkembangan otak. Anak-anak penyandang GAKY memiliki kapasitas mental di bawah normal, daya motoriknya berupa kecekatan dan keterampilannya juga cenderung terbelakang, dan intelegensinya sangat kurang, dan cenderung bodoh (Anonim, 2002). Kekurangan yodium akan mengakibatkan penurunan kecerdasan/IQ sebanyak 13,5 poin (Anonim, 2002).

Dalam mengatasi GAKY, Depkes melaksanakan upaya jangka pendek yaitu suplementasi yodium atau distribusi kapsul minyak beryodium pada kecamatan endemik GAKY berat dan sedang, dengan pemberian kapsul minyak beryodium untuk SD Kelas I-VI di daerah yang kurang yodium berat satu kapsul pertahun. Upaya jangka panjang berupa yodisasi garam, penyuluhan gizi seimbang, menghindari zat goitrogenik (Anonim, 2002).

Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan antara defisiensi yodium dengan prestasi belajar di SDN Sidorejo 2 Kecamatan Kendal Kabupaten Ngawi ?

Tujuan penelitian

Penelitian ini bertujuan: 1) mengidentifikasi kejadian defisiensi yodium, 2) mengidentifikasi prestasi belajar 3) menganalisis hubungan antara defisiensi yodium dengan prestasi belajar Semester Ganjil Tahun Ajaran 2008/2009 pada siswa SDN Sidorejo Kelas I-VI.

BAHAN DAN METODE

Jenis penelitian ini adalah survei analitik dengan rancangan cross sectional dan

dilaksanakan di SDN Sidorejo 2, Kecamatan Kendal, Kabaupaten Ngawi pada bulan Januari sampai dengan Juli 2009. Populasi penelitian adalah Siswa SDN Sidorejo 2 Kelas I-VI Kecamatan Kendal, Kabupaten Ngawi dengan sampel 127 orang yang ditentukan secara random. Variabel bebas adalah defisiensi yodium sedangkan variabel terikat adalah prestasi belajar siswa. Data dikumpulkan dengan cara observasi langsung melalui pemeriksaan fisik pada siswa menggunakan pedoman klasifikasi pembesaran kelenjar gondok. Data prestasi belajar diperoleh dari catatan raport semester ganjil. Instrumen pengumpulan data berupa lembar observasi. Analisis data menggunakan statistik deskriptif dan uji chi square. Kriteria penolakan Ho: bila harga X2 hitung > harga X2 tabel, dengan α=0,05.

HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian menggambarkan bahwa 56 (44,1%) siswa mengalami defisiensi yodium

dan 71 (55,9%) siswa tidak mengalami defisiensi yodium. Ada 68 siswa (53,5%) yang memiliki prestasi belajar tidak baik dan 59 siswa (46,5%) memiliki prestasi belajar baik.

Page 51: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 49

Tabel 1 menunjukkan bahwa siswa yang mengalami defisiensi yodium dan memiliki prestasi belajar baik sejumlah 15 (26,8%) sedangkan siswa yang tidak mengalami defisiensi yodium dan memiliki prestasi belajar baik sejumlah 44 (62%).

Tabel 1. Prestasi Belajar Siswa Menurut Kejadian Defisiensi Yodium

Di SDN Sidorejo 2 Kecamatan Kendal Kabupaten Ngawi

Defisiensi yodium Prestasi belajar Jumlah

Tidak baik Baik

f % f % f %

Mengalami defisiensi yodium 41 73,2 15 26,8 56 100

Tidak mengalami defisiensi yodium 27 38 44 62 71 100

Jumlah 68 53,5 59 46,46 127 100

Analisis hubungan antara defisiensi yodium dengan prestasi belajar dengan uji chi

square dengan α=0,05 dan df=1 didapatkan X2 hitung 15,582 dan X2 tabel 3,841, maka H0 ditolak, artinya ada hubungan antara defisiensi yodium dengan prestasi belajar. Koefisien kontingensi C=0,331, menunjukkan defisiensi yodium dengan prestasi belajar memiliki tingkat hubungan rendah.

Dampak kekurangan Yodium bagi manusia cukup besar, terutama dalam upaya peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia, karena dapat menurunkan sekitar 140 IQ poin dalam setahun (Haris Fadilah, 2003). Berdasarkan hasil penelitian, GAKY bisa menyebabkan gangguan pada perkembangan otak. Anak-anak penyandang GAKY memiliki kapasitas mental di bawah normal, daya motoriknya berupa kecekatan dan keterampilannya juga cenderung terbelakang, dan intelegensinya sangat kurang, sehingga kemampuannya untuk menyerap informasi pun menjadi terbatas, dan cenderung bodoh (Sianturi, 2002).

Penelitian pada anak sekolah yang tinggal di daerah kekurangan yodium menunjukkan prestasi sekolah dan IQ kurang dibandingkan dengan kelompok umur yang sama yang berasal dari daerah yang berkecukupan yodium. dari sini dapat disimpulkan kekurangan yodium mengakibatkan ketrampilan kognitif rendah. Semua penelitian yang dikerjakan di daerah kekurangan yodium memperkuat adanya bukti kekurangan yodium dapat menyebabkan kelainan otak yang berdimensi luas. Dalam penelitian tersebut juga dijelaskan, dengan pemberian koreksi yodium akan memperbaiki pretasi belajar anak sekolah (Siswono, 2001). SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan hasil penelitian adalah: 1) hampir setengahnya siswa SDN Sidorejo 2 Kelas I-VI tahun 2009 mengalami defisiensi yodium, 2) sebagian besar siswa SDN Sidorejo 2 Kelas I-VI pada semester ganjil tahun ajaran 2008/2009 memiliki prestasi belajar tidak baik, 3) ada hubungan antara defisiensi yodium dengan prestasi belajar.

Saran yang diajukan adalah: 1) untuk institusi pendidikan Sekolah Dasar, diharapkan memantau keadaan murid dan mengarahkan siswa didik/orang tua untuk meningkatkan konsumsi yodium, 2) bagi puskesmas khususnya pelaksana gizi, hasil penelitian dapat

Page 52: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 50

digunakan sebagai data dalam merencanakan tindak lanjut pemeriksaan kelenjar gondok dan garam beryodium secara berkesinambungan.

DAFTAR PUSTAKA

Akbar Hawadi, Reni. 2006. Akselerasi. Jakarta: Grasindo. Arikunto, Suharsimi. 2002. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Budiarto, Eko. 2002. Biostatistika Untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta:

EGC. Depkes RI. 2000. Pedoman Distribusi Kapsul Minyak Beryodium. Jakarta: Depkes RI. _________. 1998. Pedoman Pelaksanaan Pemantauan Garam Beryodium di Tingkat

Masyarakat. Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat, Direktorat Bina Gizi Masyarakat.

_________. 2004. Peningkatan Konsumsi Garam Beryodium Tim Penanggulangan Pusat. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat.

Dinkes Propinsi Jatim. 2003. Penanggulangan Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) bagi Petugas Kesehatan Tingkat Kabupaten/Kota. Puskesmas dan Pokja Penanggulangan GAKY. Surabaya: Dinkes Propinsi Jatim.

Hadi dan Haryono. 2005. Metodelogi Penelitian Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia. Hari S, Ratna. 2004. Perbedaan Prestasi Belajar Antara Penderita gondok dan Bukan

Penderita Gondok Siswa SLTPN II Bangorejo Di daerah Endemik Gondok Kecamatan Bangoreji kabupatan Banyuwangi. adln.lib.unair.ac.id (diakses 18 Maret 2009 pukul 10.30 WIB).

Indriastuti, W. Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY). gemari.or.id (diakses 18 Maret 2009 pukul 10.00 WIB).

Khomsan, Ali. 2004. Defisiensi “Micronutrients” Dan Nasib Bangsa Kita. www2. kompas.com (diakses 18 Maret 2009 pukul 12.00 WIB).

Moehji, Sjahmien. 2003. Ilmu Gizi. Jakarta: Papas Sinar Sinanti. Palupi, Laksmi. 2008. Stabilkah Yodiat Dalam Garam. bahanpang.sumutprov. go.id. (diakses

18 Maret 2009 pukul 13.30 WIB). Ridwan. 2008. Ketercapaian Prestasi Belajar. ridwan202.wordpress.com. (diakses 18 Maret

2009 pukul 11.00 WIB). Shakira, Ghana. 2009. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Mahasiswa.

syakira-blog.blogspot.com (diakses 18 Maret 2009 pukul 12.30 WIB). Siswono. 2001. Jutaan Poin IQ Hilang Karena Kekurangan Yodium. www.gizi.net (diakses 18

Maret 2009 pukul 11.00 WIB). Sudrajat, Ahmad. Tes Penilaian Pengukuran. ahmadsudrajat.wordpress.com (diakses 18 April

2009 pukul 12.55).

Page 53: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 51

HUBUNGAN ANTARA PERAN ORANG TUA DENGAN FOBIA SEKOLAH PADA ANAK PRASEKOLAH

Meilina Awwalin Rokhmayanti*, Nana Usnawati*, Sulikah* Prodi Kebidanan Magetan, Poltekkes Depkes Surabaya

A. RAK ABSTRAK

Peran orangtua pada anak prasekolah (3-4 th) sangat dibutuhkan untuk mempersiapkan

anaknya masuk bangku sekolah. Orangtua yang sangat berperan tidak akan menyebabkan anak menjadi fobia sekolah. Sebagian besar anak yang mengalami fobia sekolah masih ditunggui orang tuanya sampai pulang sekolah, serta mengalami ketakutan untuk bersosialisasi, kesulitan konsentrasi belajar, menangis dan minta pulang.

Penelitian ini merupakan penelitian survei analitik dengan rancangan penelitian cross sectional di TK Baitut Taqwa Tawangrejo, Kecamatan Takeran. Populasi penelitian adalah orangtua dari anak usia prasekolah (3-4 tahun) sebanyak 124 anak. Sampel diambil secara simple random sampling dengan sampel sebesar 94 anak. Variabel independen adalah peran orangtua (ibu), sedangkan variabel dependen adalah fobia sekolah. Pengumpulan data menggunakan kuesioner yang diberikan kepada orangtua (ibu) anak prasekolah di TK. Untuk

menganalisis adanya hubungan digunakan uji Kendal Tau dengan tingkat kemaknaan ≤ 0,05. Hasil penelitian menunjukkan dari 94 orangtua, 75,5% orangtua yang sangat berperan

menyebabkan anaknya tidak mengalami fobia sekolah sebanyak 48,9%, fobia tingkat 1 sebanyak 17,0%, tingkat 2 sebanyak 8,5%, tingkat 3 sebanyak 1,1% dan tingkat 4 sebanyak 0,0%. Dari 20,2% orangtua yang cukup berperan menyebabkan anak tidak fobia sekolah sebanyak 6,4%, fobia tingkat 1 dan tingkat 4 sebanyak 2,1%, tingkat 2 sebanyak 4,3% dan yang mengalami fobia tingkat 3 terdapat 5,3%. Sedangkan dari 4,3% orangtua yang kurang berperan menyebabkan anaknya mengalami fobia tingkat 1 sebanyak 1,1%, fobia tingkat 3 sebanyak 1,1%, fobia tingkat 4 sebanyak 2,1% dan yang tidak fobia dan yang mengalami fobia tingkat 2 tidak ada. Dari analisis data diperoleh hasil ada hubungan antara peran orangtua

dengan fobia sekolah pada anak prasekolah di TK yaitu nilai p = 0,00 ≤ 0,05. Sebagian besar orangtua sangat berperan dan sebagian besar anak tidak mengalami

fobia sekolah. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa peran orangtua sangat dibutuhkan agar anak tidak mengalami fobia sekolah, sehingga disarankan bagi orangtua untuk memberikan motivasi dan sosialisasi pada anak prasekolah untuk masuk sekolah.

Kata kunci: Peran orangtua, fobia sekolah PENDAHULUAN

Fobia sekolah merupakan keengganan bersekolah total atau sebagian dan dinyatakan

dengan gejala fisik, misalnya rasa mual, tidak mau makan dan sedikit demam. Anak mungkin pergi ke sekolah, lalu mengeluh tentang beberapa masalah somatis, misalnya sakit perut atau sakit kepala (Hurlock, 1993: 140). Para ahli menunjukkan adanya beberapa tingkatan fobia sekolah mulai dari yang ringan hingga berat yaitu: initial school refusal behaviour, substantial

Page 54: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 52

school refusal behaviour, acute school refusal behaviour, chronic school refusal behaviour (Darsono, 2009). Secara sekilas rasa takut sekolah ditimbulkan beberapa aspek situasi sekolah seperti terlihat dari rasa cemas yang meningkat bila tiba saatnya pergi ke sekolah. Namun bukti bahwa ketakutan ini disebabkan sesuatu di sekolah tidak ada. Rasa takut ini adalah bagian dari kecemasan umum akibat takut berpisah dari ibu, ketergantungan kuat pada ibu atau pengganti ibu dan ketidakmampuan berdiri sendiri (Hurlock, 1993: 140).

Peran merupakan pola sikap perilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisi di masyarakat (Widayatun, 1999: 226). Adapun peran orang tua yaitu mengasuh, memelihara, mendidik dan melindungi anaknya (Baroto, 2009). Banyak orangtua yang tidak sadar bahwa sikap dan pola asuh yang diterapkan pada anak ikut menyumbang terbentuknya dependency (ketergantungan), rasa kurang percaya diri dan kekhawatiran yang berlebihan. Fobia sekolah dapat disebabkan dari faktor orangtua yang selalu memanjakan atau sangat menyayangi anaknya, semua keinginannya diikuti agar anak jangan sampai frustasi. Akibatnya anak tidak mandiri tergantung pada rumah dan keluarga dan tanpa disadari juga mendukung perilaku anak yang menolak pergi ke sekolah, pengalaman traumatis disekolah problem keluarga turut andil sebagai pencetus fobia sekolah (Hawadi, 2000: 49).

Pada dasarnya, setiap anak mempunyai kebutuhan bergantung pada orangtuanya. Jika kebutuhan tersebut tiba-tiba dilepas, anak bisa mengalami krisis. Untuk itu peran orangtua sangat penting dalam menciptakan rasa aman pada anak untuk mengatasi kesulitan emosional menghadapi suasana baru (Priyono, 2003). Anak fobia sekolah biasanya merasakan tidak aman, sensitif dan seringkali tidak tahu bagaimana harus menghadapi emosi yang mereka rasakan. Mereka terlihat tegang dan mungkin terlihat sakit secara fisik setiap saat harus masuk sekolah (Anonim, 2007). Bernstein dan Ganfikel (1998) telah menunjukkan bahwa 70% anak fobia sekolah menderita depresi, 60% menderita gangguan kecemasan terutama gangguan kecemasan karena perpisahan (separation anxiety disorder) dan 50% menderita depresi maupun kecemasan (Nelson, 2000: 103).

Tanpa menyadari bahwa takut sekolah berasal dari rumah, beberapa orang tua dan sekolah berusaha memindahkan anak itu ke kelas atau sekolah yang lain. Hal ini jarang berhasil menghilangkan rasa takut sekolah karena kesulitan tidak terletak pada sekolah namun pada anak itu sendiri (Hurlock, 1993: 140). Penatalaksanaan gangguan fobia sekolah melibatkan penanganan masalah-masalah psikiatrik yang mendasari terapi keluarga, pelatihan penatalaksanaan orangtua dan hubungan kerja dengan sekolah anak (Nelson, 2000: 103). Menurut Trisna (2008), ada beberapa cara yang dapat dilakukan orang tua dalam menangani masalah fobia sekolah antara lain: tetap menekankan pentingnya sekolah; berusaha untuk tegas dan konsisten dalam bereaksi terhadap keluhan, rengekan, ataupun rajukan anak yang tidak mau masuk sekolah; mengkonsultasikan masalah kesehatan anak pada dokter; bekerjasama dengan guru kelas atau asisten lain di sekolah; meluangkan waktu untuk berdiskusi/berbicara dengan anak; melepaskan anak secara bertahap; mengkonsultasikan pada psikolog/konselor jika masalah terjadi berlarut-larut. Rumusan masalah

Adakah hubungan peran orangtua dengan fobia sekolah pada anak prasekolah?

1

Page 55: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 53

Tujuan penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1) mengidentifikasi peran orangtua pada anak pra sekolah

di TK, 2) mengidentifikasi fobia sekolah pada anak pra sekolah di TK, 3) menganalisis hubungan peran orang tua dengan fobia sekolah pada anak pra sekolah. BAHAN DAN METODE

Jenis penelitian ini adalah analitik observasional, dengan rancangan penelitian cross

sectional. Lokasi penelitian di TK Baitut Taqwa Tawangrejo, Kecamatan Takeran pada bulan Januari sampai bulan Juli 2009. Populasi penelitian adalah orangtua dari anak usia prasekolah (3-4 tahun) di TK Baitut Taqwa Tawangrejo, Kecamatan Takeran sebanyak 124 orang dengan sampel 94 secara simple random sampling. Variabel independen adalah peran orang tua dan variabel dependen adalah fobia sekolah. Instrumen pengumpulan data berupa kuesioner dengan pertanyaan tertutup. Data peran orangtua dikategorikan menjadi kurang, cukup dan

sangat berperan, selanjutnya dianalisis dengan uji korelasi Kendall Tau dengan α < 0,05.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian

Peran orangtua (ibu) pada anak prasekolah di TK Baitut Taqwa Tawangrejo, Kecamatan Takeran dari sejumlah 94 orang ada 4 orang (4,3%) kurang berperan, 19 orang (20,2%) cukup berperan dan 71 orang (75,5%) sangat berperan. Secara rinci tampak pada Tabel 1.

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Peran Orangtua pada Anak Prasekolah (3-4 th)

di TK Baitut Taqwa Tawangrejo, Kecamatan Takeran Tahun Ajaran 2008/2009 Tabel 2 Distribusi Frekuensi Tingkat Fobia Sekolah pada Anak Prasekolah (3-4 th)

di TKBaitut Taqwa Tawangrejo, Kecamatan Takeran Tahun Ajaran 2008/2009

Peran orangtua Frekuensi %

Kurang berperan Cukup berperan Sangat berperan

4 19 71

4,3 20,2 75,5

Total 94 100

Tingkat fobia sekolah

Frekuensi %

Tidak fobia Tingkat 1 Tingkat 2 Tingkat 3 Tingkat 4

52 19 12 7 4

55,3 20,2 12,8 7,4 4,3

Total 94 100

Page 56: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 54

Distribusi tingkat fobia sekolah pada anak prasekolah di TK Baitut Taqwa didapatkan hasil: 52 anak (55,3%) tidak mengalami fobia, 19 anak (20,2%) mengalami fobia tingkat satu, 12 anak (12,8%) mengalami fobia tingkat dua, tujuh anak (7,4%) mengalami fobia tingkat tiga dan empat anak (4,3%) mengalami fobia tingkat empat. Secara rinci tampak pada Tabel 2.

Tabel 3 menunjukkan bahwa kelompok orangtua yang kurang berperan memiliki anak dengan distribusi fobia yaitu: tidak fobia nihil, fobia tingkat 1 ada 1 orang (1,1%), fobia tingkat 2 nihil, fobia tingkat 3 ada 1 orang (1,1%) dan fobia tingkat 4 ada 2 orang (2,1%). Kelompok orangtua yang cukup berperan memiliki anak dengan distribusi fobia yaitu: tidak fobia ada 6 orang (6,4%), fobia tingkat 1 ada 2 orang (2,1%), fobia tingkat 2 ada 4 orang (4,3%), fobia tingkat 3 ada 5 orang (5,3%) dan fobia tingkat 4 ada 2 orang (2,1%). Orangtua yang sangat berperan memiliki anak dengan distribusi fobia yaitu: tidak fobia ada 46 orang (48,9%), fobia tingkat 1 ada 16 orang (17,0%), fobia tingkat 2 ada 8 orang (8,5%), fobia tingkat 3 ada 1 orang (1,1%) dan fobia tingkat 4 tidak ditemukan.

Hasil uji Kendal Tau adalah r = 0,435 dan p=0,000, yang menunjukkan adanya hubungan bermakna antara peran orangtua dengan fobia sekolah.

Tabel .3

Distribusi Frekuensi Tingkat Fobia Sekolah berdasarkan Peran Orangtua pada Anak Prasekolah (3-4 th) di TK Baitut Taqwa Tawangrejo, Takeran Tahun Ajaran 2008/2009

Peran orangtua

Tingkat fobia sekolah Total

Tidak fobia Tingkat 1 Tingkat 2 Tingkat 3 Tingkat 4

f % f % f % f % f % f %

Kurang Cukup Sangat

0 6

46

0 31,6 64,8

1 2

16

25 10,5 22,5

0 4 8

0 21,1 11,3

1 5 1

25 26,3 1,4

2 2 0

50 10,5

0

4 19 71

100 100 100

Jumlah 52 55,3 19 20,2 12 12,8 7 7,4 4 4,3 94 100

Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 75,5% orangtua sangat berperan. Hal ini berbeda dengan penelitian oleh Yunita Diah Rahayu (2007) bahwa pada penelitian tersebut di peroleh kesimpulan bahwa orangtua anak prasekolah sebagian besar kurang berperan. Pada penelitian tersebut diperoleh gambaran bahwa kesibukan orangtua menyebabkan mereka kurang berperan dalam memberikan motivasi, dorongan, pujian, sebagai penengah, pendamai dan memberikan sosialisasi kepada anaknya saat persiapan masuk sekolah.

Menurut Widayatun (1999), peran merupakan pola, sikap, perilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisi di masyarakat. Adapun peran orang tua menurut Baroto (2009) yaitu mengasuh, memelihara, mendidik dan melindungi anaknya.

Dari hasil penelitian didapatkan peran yang berbeda-beda pada tiap orangtua. Perbedaan ini mungkin terjadi karena menurut Friedman (1998) faktor yang mempengaruhi peran antara lain bentuk-bentuk keluarga, variasi kultur, tahap perkembangan keluarga, model-model peran, kejadian situasional dan kelas sosial. Kejadian kehidupan situasional yang berhadapan dengan keluarga pasti mempengaruhi fungsi peran mereka. Salah satu

Page 57: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 55

faktor situasional yaitu pengaruh sehat-sakit terhadap peran-peran keluarga. Dari hasil survei, anak-anak yang mengalami fobia sekolah tetapi orangtuanya sangat berperan, hal ini mungkin disebabkan karena kejadian situasional yaitu anak sedang mengalami sakit, rewel atau menangis ketika akan masuk sekolah.

Banyaknya orang tua yang sangat berperan kemungkinan disebabkan karena sebagaian besar orangtua tersebut memahami dan menjalankan fungsi mereka sebagai pengasuh, pendidik dan pelindung anak. Sebagai pengasuh, mereka memberikan gizi, baik itu gizi jasmaniah atau pun gizi batiniah kepada anak, sehingga anak bisa bertumbuh besar menjadi orang yang stabil, yang cukup, yang sehat. Sebagai pendidik mereka memberi rangsangan psikososial dengan kasih sayang dan memberi kesempatan belajar sambil bermain. Sebagai pelindung mereka menjauhkan anak dari bahaya, memisahkan anak dari hal-hal yang bisa merenggut nyawa atau membahayakan. Kemungkinan orangtua tersebut sadar bahwa peran orangtua adalah menjadi faktor utama untuk menjadi model yang dapat menjadi teladan bagi anak, karena rumah dan keluarga adalah yang paling bertanggung jawab dalam membentuk anak menjadi sesuai yang diharapkan, sehingga sebagian besar orangtua sangat berperan.

Sebaik apapun tenaga pendidik, program kegiatan, dan fasilitas yang tersedia di tempat penitipan dan pendidikan anak usia dini, tidak akan dapat menggantikan sepenuhnya peran orangtua sebagai pengasuh pendidik sekaligus pelindung bagi anak (Anonim, 2008).

Hasil penelitian yang didapatkan mengenai fobia sekolah sebanyak 55,3% anak tidak mengalami fobia sekolah. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Yunita Diah Rahayu (2007) yang memperoleh kesimpulan bahwa anak-anak prasekolah sebagian besar mengalami fobia tingkat 1. Pada penelitian Yunita Diah Rahayu (2007) diperoleh gambaran bahwa pada awal masuk bangku sekolah biasanya anak memerlukan waktu untuk beradaptasi, terutama pada minggu-minggu pertama. Anak yang mengalami proses adaptasi terhadap lingkungan yang baru akan menampakkan gejala-gejala psikologis di antaranya anak menjadi cemas, takut dan bahkan menjadi mogok sekolah.

Menurut Trisna (2008), fobia karena sekolah adalah sebuah bentuk kecemasan yang tinggi terhadap sekolah. Gejala ini bisa tiba-tiba saja terjadi dirasakan oleh anak-anak, baik itu di waktu akan berangkat ke sekolah ataupun selepas liburan sekolah.

Menurut Arya (2008), ketika anak mulai bosan atau takut pergi ke sekolah, mereka tidak bisa sepenuhnya disalahkan. Kejadian ini adalah penyimpangan cara berpikir yang berawal dari pengabaian dan membuat kegiatan belajar menjadi beban bagi anak. Sekolah lalu menjadi momok bagi anak. Jika orangtua dan sekolah bekerjasama, memperhatikan kebutuhan dan juga kemampuan anak, serta menghubungkannya dengan pendidikan, anak tentu akan menyukai kegiatan belajar. Anak-anak membutuhkan cinta dan kasih sayang. Dengan cinta, mereka akan melakukan apa saja yang tidak akan mereka lakukan dengan rasa takut dan tertekan.

Pada penelitian ini, anak-anak yang masih mengalami fobia sekolah kemungkinan di karenakan oleh beberapa faktor. Menurut Darsono (2009), beberapa faktor penyebab fobia sekolah antara lain: pola hubungan orang tua dan anak yang tidak sehat, sistem keluarga yang sering bertengkar, pengalaman negatif di sekolah atau lingkungan dan pengalaman abusive.

Mungkin saja anak menolak ke sekolah karena dirinya kesal, takut dan malu setelah

Page 58: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 56

mendapat cemoohan, ejekan ataupun diganggu teman-temannya di sekolah. Atau anak merasa malu karena tidak cantik, tidak kaya, gendut, kurus, hitam, atau takut gagal dan mendapat nilai buruk di sekolah. Disamping itu, persepsi terhadap keberadaan guru yang galak, pilih kasih, atau seram membuat anak jadi takut dan cemas menghadapi guru dan mata pelajarannya.

Selain itu anak mungkin mencemaskan keadaan orangtuanya. Anak-anak pada usia tiga sampai enam tahun sebenarnya sangat terganggu dengan pertengkaran-pertengkaran kedua orangtuanya. Perselisihan kedua orangtuanya merupakan krisis yang dapat menimbulkan kecemasan tersendiri. Anak-anak yang dibesarkan dalam asuhan orangtua yang sering bertengkar akan lebih mudah mengalami kecemasan atau anxiety

Menurut Hurlock (1993), peran orangtua sangat penting dalam menciptakan rasa aman pada anak untuk mengatasi kesulitan emosional menghadapi suasana baru. Pada penelitian ini orangtua sebagian besar sangat berperan, sehingga sebagian besar anak tidak mengalami fobia karena mereka merasa aman dalam mengatasi kesulitan emosional menghadapi suasana baru.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa orangtua yang sangat berperan sebagian besar anaknya 64,8%) tidak mengalami fobia sekolah. Dalam hal ini mungkin orangtua sadar bahwa peran orangtua itu sangat penting dalam menciptakan rasa aman pada anak untuk mengatasi kesulitan emosional menghadapi suasana baru. Kejadian ini sesuai dengan teori Suryanah (1996) bahwa orangtua yang sangat berperan tidak akan menyebabkan fobia sekolah. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan ada hubungan antara peran orangtua dengan fobia sekolah.

Sedangkan orangtua yang cukup berperan sebagian besar anaknya (31,6%) tidak fobia sekolah. Dari hasil penelitian ini diketahui walaupun orangtua sudah cukup ataupun sangat berperan tetapi masih menyebabkan anak mengalami fobia, hal ini kemungkinan dikarenakan oleh beberapa faktor-faktor yang mengalami fobia sekolah. Menurut Darsono (2009), beberapa faktor penyebab fobia sekolah antara lain: pola hubungan orang tua dan anak yang tidak sehat, sistem keluarga yang sering bertengkar, pengalaman negatif di sekolah atau lingkungan dan pengalaman abusive. Selain itu mungkin juga dikarenakan dari kecemasan umum akibat rasa takut berpisah dari ibu, ketergantungan kuat pada ibu atau pengganti ibu dan ketidakmampuan berdiri sendiri.

Orangtua yang kurang berperan sebagian besar menyebabkan anaknya mengalami fobia tingkat 4 sebanyak 50%. Kejadian ini sesuai dengan teori Suryanah (1996) orangtua yang kurang berperan akan menyebabkan terjadinya fobia sekolah.

Menurut Setiawan (2008), peran orangtua dalam hal pendidikan anak sudah seharusnya berada pada urutan pertama, karena para orang tualah yang paling mengerti benar akan sifat-sifat baik dan buruk anak-anaknya, apa saja yang mereka sukai dan apa saja yang mereka tidak sukai. Para orang tua adalah yang pertama kali tahu bagaimana perubahan dan perkembangan karakter dan kepribadian anak-anaknya, hal-hal apa saja yang membuat anaknya malu dan hal-hal apa saja yang membuat anaknya takut untuk masuk sekolah.

Menurut Trisna (2008), ada beberapa cara yang dapat dilakukan orang tua dalam menangani masalah fobia sekolah antara lain: tetap menekankan pentingnya sekolah; berusaha untuk tegas dan konsisten dalam bereaksi terhadap keluhan, rengekan, ataupun rajukan anak yang tidak mau masuk sekolah; mengkonsultasikan masalah kesehatan anak

Page 59: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 57

pada dokter; bekerjasama dengan guru kelas atau asisten lain di sekolah; meluangkan waktu untuk berdiskusi/berbicara dengan anak; melepaskan anak secara bertahap; mengkonsultasikan pada psikolog/konselor jika masalah terjadi berlarut-larut.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan penelitian ini adalah bahwa di TK Baitut Taqwa Tawangrejo, Kecamatan Takeran: 1) orangtua anak prasekolah di sebagian besar sangat berperan, 2) anak-anak prasekolah sebagian besar tidak mengalami fobia sekolah, 3) ada hubungan bermakna antara peran orangtua dengan fobia sekolah

Berdasarkan hasil penelitian diajukan beberapa saran antara lain: 1) diperlukan penelitian lanjutan yang lebih sempurna dengan memanfaat penelitian ini sebagai referensi bila diperlukan, 2) perlu diberikan penyuluhan kepada orangtua tentang fobia sekolah dan cara mempersiapkan anak untuk masuk bangku sekolah, 3) pPihak sekolah perlu menyiapkan program yang menarik di sekolah agar anak tidak takut ke sekolah.

DAFTAR PUSTAKA

Arya, PK. 2008. Rahasia Mengasah Talenta Anak. Jogjakarta: Think Dahlan. M Djawad. 2004. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya Effendy, Nasrul. 1998. Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC Friedman M. Marllyn. 1998. Keperawatan Keluarga Teori dan Praktek. Jakarta: EGC Hasan, Rusepno.1998. Ilmu Kesehatan Anak.Jakarta:Info Medika Hawadi, Reni A. 2002. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Gramedia Wiasrana Hurlock, Elizabeth B. 1993.Perkembangan Anak.Jakarta: Erlangga Nazir, M.2005.Metode Penelitian. Bogor Selatan: Ghalia Indonesia Nelson.2000. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: EGC Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Paul, Gunadi.2008. Pagar Antara Orangtua dan Anak. http//[email protected]. (diakses

15 Juni 2009 pukul 10.05 WIB) Priyono. 2003. Fobia sekolah. http://bbawor.blogspot.com/search/label/Keluarga. (diakses 9

Maret 2009 pukul 08.01 WIB) Santoso, Singgih. 2003. Statistik Non Parametrik. Jakarta: PT Elex Media Komputindo Setiawan, Denny. 2008. Peran Orangtua dan Sekolah Dalam Mendidik Anak. http://www.sd-

binatalenta.com/images/pendidikan_keluarga_anak.pdf. (diakses 9 Maret 2009 pukul 08.01 WIB)

Trisna. 2008. Fobia Sekolah. http://trisna19.wordpress.com/2008/04/02/fobia-sekolah/. (Diakses 9 Maret 2009 pukul 08.01 WIB)

Widayatun, 1999. Ilmu Perilaku. Jakarta: Sagung Seto

Page 60: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 58

GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN IBU DALAM MASA KLIMAKTERIUM

Vollyn Afuanti*, Siti Widajati*, Nana Usnawati* *=Prodi Kebidanan Magetan Jurusan Kebidanan Poltekkes Depkes Surabaya

ABSTRACT

In certain age, woman will experience climaxterium, where there is natural changes

which occurs differently for every woman. It is resulted from the degeneration of generative function or ovarian endocrinology. The changing of estrogen and progesterone hormones will result in physical and psychological changing which finally will raise woman's anxiety. The goal of the research is to figure out woman's anxiety level in climaxterium phase.

As descriptive research, this research uses 398 respondents or all of women population in Baron Village. And as research instrument the researcher uses HARS scale. Data is analyzed using frequencies distribution to know the level of anxiety.

Research shows that in the age of 40-45 years old, 44.45% women undergoes no anxiety, whereas a medium level of anxiety is experienced by women at the age between 4650 years old (44.37%), and 51-55 years old (65.10%). A low level of anxiety is experienced by women at the age of 56-65 years old, 62.86%. The educational level is also taking part in determining women's anxiety level. 44.50% of women, whose basic education only, undergo low level of anxiety, whereas medium level of anxiety is experienced by women with medieval educational level, by 44.17%. And women with high educational level tend to experienced low level of anxiety, too. Occupation also plays important part in determining women anxiety level. A housewife tends to undergo low level of anxiety, 36.71%; farmers are having low to medium level of anxiety, 43.84%; and civil servant use to experience low level of anxiety, by 41.02%. For woman who is not married yet, they have low level of anxiety, 100%, and 48.49% of married woman.

In conclusion, climaxterium is commonly experienced by woman at the age between 51-55 years old and having medieval educational level. They are having medium level of anxiety. Whereas a married house wife tends to have low anxiety level. It is suggested for medical workers to be more active in socializing climaxterium matter, so woman will be better prepared in facing climaxterium phase.

Key words: anxiety level, climaxterium PENDAHULUAN

Seorang wanita pada usia tertentu akan mengalami klimakterium, yaitu perubahan

alamiah dalam tubuh wanita, tanpa gangguan maupun mengalami percobaan berat, gangguan fisik dan tekanan psikis. Perasaan tak berguna, tidak berdaya, merasa tidak menarik dan merasa rendah diri adalah dampak dari klimakterium (Pakasi, 1996). Klimakterium adalah masa bermula dari akhir masa reproduksi sampai awal masa senium yaitu antara 40-65 tahun (Pakasi, 1996). Dewasa ini menopause telah menarik perhatian para ilmuwan untuk diteliti.

Page 61: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 59

Dengan kemajuan teknologi dan makin meningkatnya taraf kehidupan maka usia harapan hidup wanita di Indonesia juga meningkat. Keadaan ini menimbulkan masalah medis.

Menurut Manuaba (1999) 40-85% dari wanita usia klimakterium mempunyai keluhan. Pada 25% terjadi pada wanita Eropa, pada wanita Indonesia kurang ditemukan keluhan cukup berat yang menyebabkan wanita tersebut minta pertolongan dokter (Wiknjosastro, 1999). Hasil survei pendahuluan di Desa Baron, dari 10 wanita masa klimakterium didapatkan 80% yang mengalami keluhan nyeri punggung, sakit kepala, dan sulit tidur.

Wanita klimakterium mengalami penuaan indung telur, sehingga tidak sanggup memenuhi hormon estrogen. Sistem hormonal seluruh tubuh mengalami kemunduran yang menyebabkan perubahan pada fisik dan psikis (Manuaba, 1999). Keluhan yang pertama dirasakan adalah keluhan vasomotor (berhubungan dengan pembuluh darah) seperti hot fishes (semburan panas tiba-tiba di wajah, leher dan dada), night sweats (keringat berlebihan di malam hari) dan atrofi urogenital (penipisan mukosa vagina) yang menimbulkan kekeringan liang vagina sehingga saat berhubungan suami istri terasa sakit dan terjadi penurunan libido.

Keluhan lain yang merupakan gejala psikis dan sosial budaya, misalnya depresi sakit kepala (Anonim, 2006). Akhirnya segenap bagian tubuh secara lambat laun menampakkan gejala-gejala ketuaan (Kartono, 1992). Banyak anggota masyarakat yang menanggapi klimakterium sebagai masalah rumit karena kurang pengetahuan tentang masalah yang mereka hadapi, karena banyak mitos menyesatkan tentang apa menopause, sehingga dapat menimbulkan konflik yang datang dari diri mereka sendiri, yang justru dapat menimbulkan masalah baru yang seharusnya tidak muncul seperti konflik dalam keluarga. Tetapi biasanya kecemasan yang mereka hadapi adalah karena takut kehilangan peran sebagai wanita, takut kesepian dan tidak ada teman yang mau diajak bicara atau diminta nasehat (Mansjoer, 1999).

Setiap individu mempunyai perbedaan reaksi dalam menghadapi keadaan sakit atau gangguan yang menyerang dirinya. Mereka akan memandang masa klimakterium sebagai sesuatu yang biasa dan menerima perubahan dalam tubuhnya sebagai hal yang normal. Sedangkan untuk mengurangi kecemasan dalam klimakterium itu kita dapat memberikan penjelasan tentang klimakterium dan menjawab pertanyaan yang diajukan oleh mereka agar mereka tidak merasa kesepian dalam menghadapi masa klimakterium. Diharapkan juga pemerintah dan masyarakat memberikan perhatian yang lebih banyak kepada kebutuhan pelayanan wanita usia klimakterium baik secara medis maupun sosial (Wiknjosastro, 2005). Menurut Kartono (1992) untuk saat ini tidak ada jalan lain terkecuali wanita setengah umur harus menerima status quo (keadaan dirinya sendiri pada saat itu) yang mulai menjadi tua dan akan sangat bijaksana bila wanita tersebut mampu melihat segi-segi penting kehidupannya, yang mengapresiasikan nilai-nilai positif perjalanan hidupnya.

Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi tingkat kecemasan ibu dalam masa klimakterium berdasarkan umuri, pendidikan, pekerjaan, dan status marital.

BAHAN DAN METODE

Penelitian deskriptif ini dilakukan di Desa Baron Kecamatan Magetan Kabupaten

Magetan pada pada bulan Maret sampai dengan Juli 2008, dengan populasi ibu-ibu klimakterium berusia 40-65 tahun yang tinggal di Desa Baron. Besar populasi 398 orang,

Page 62: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 60

semuanya dijadikan subyek penelitian. Variabel dalam penelitian ini adalah tingkat kecemasan Ibu dalam masa klimakterium. Instrumen untuk mengukur tingkat kecemasan menggunakan skala HARS yang selanjutnya dianalisis secara deskriptif berupa distribusi frekuensi.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian

Pada Tabel 1 didapatkan ibu dalam masa klimakterium yang berumur (40-45 tahun) paling banyak (44,45%) tidak mempunyai kecemasan, ibu yang berumur (46-50 tahun) paling banyak (44,37%) mempunyai kecemasan sedang, ibu yang berumur (51-55 tahun) paling banyak (65,10%) mempunyai kecemasan sedang, dan ibu yang berumur (56-65 tahun) paling banyak (62,86%) mempunyai kecemasan ringan.

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Tingkat kecemasan Berdasarkan Umur Ibu Klimakterium

di Desa Baron Kecamatan Magetan Kabupaten Magetan Tahun 2008

Umur

Tingkat Kecemasan Jumlah Tidak ada

kecemasan Kecemasan

Ringan Kecemasan

Sedang Kecemasan

Berat

f % f % F % f % f %

40-45 tahun 46-50 tahun 51-55 tahun 56-65 tahun

36 18 11 9

44,45 13,53 7,37

25,71

31 54 33 22

38,28 40,60 22,16 62,86

13 59 97 3

16,04 44,37 65,10 8,57

1 2 8 1

1,23 1,50 5,37 2,86

81 133 149 35

100 100 100 100

Jumlah 74 - 140 - 172 - 12 - 398 -

Pada Tabel 2 didapatkan ibu dalam masa klimakterium yang berpendidikan dasar

terbanyak (44,50%) mempunyai kecemasan ringan, ibu yang berpendidikan menengah terbanyak (44,17%) juga mempunyai kecemasan ringan, ibu yang berpendidikan tinggi semua tidak merasakan adanya kecemasan. Tabel 2. Distribusi Frekuensi Tingkat Kecemasan Berdasarkan Pendidikan Ibu Klimakterium

di Desa Baron Kecamatan Magetan Kabupaten Magetan Tahun 2008

Pendidikan

Tingkat Kecemasan Jumlah Tidak ada

kecemasan Kecemasan

Ringan Kecemasan

Sedang Kecemasan

Berat

f % f % f % f % f %

Dasar Menengah

Tinggi

23 43 12

5,30 21,82 42,86

77 61 9

44,50 30,97 32,14

68 87 6

39,30 44,17 921,4

2

5 6 1

2,90 3,04 3,58

173 197 28

100 100 100

Jumlah 78 - 147 - 161 - 12 - 398 -

Page 63: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 61

Pada Tabel 3 didapatkan ibu dalam masa klimakterium yang sebagai ibu rumah tangga terbanyak (36,71%) mempunyai kecemasan ringan, ibu yang bekerja sebagai petani terbanyak (43,84%) mempunyai kecemasan ringan dan sedang, dan pada ibu yang bekerja sebagai PNS terbanyak (41,02%) mempunyai kecemasan ringan.

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Tingkat Kecemasan Berdasarkan Pekerjaan Ibu Klimakterium

di Desa Baron Kecamatan Magetan Kabupaten Magetan Tahun 2008

Pekerjaan

Tingkat Kecemasan Jumlah Tidak ada

kecemasan Kecemasan

Ringan Kecemasan

Sedang Kecemasan

Berat

f % f % f % f % f %

IRT Tani/dagang

PNS

94 9

13

32,87 12,32 33,34

105 32 16

6,71 43,84 41,02

76 32 9

26,58 43,84 23,07

11 0 1

3,84 0,0 0,3

286 73 39

100 100 100

Jumlah 116 - 153 - 117 - 12 - 398 -

Pada Tabel 4 didapatkan ibu dalam masa klimakterium yang tidak menikah semuanya (100%) mempunyai kecemasan ringan, sedangkan ibu yang menikah sebagian besar (48,49%) juga mempunyai kecemasan ringan.

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Tingkat Kecemasan Berdasarkan Status Marital Ibu Klimakterium di Desa Baron Kecamatan Magetan Kabupaten Magetan Tahun 2008

Pekerjaan

Tingkat Kecemasan Jumlah Tidak ada

kecemasan Kecemasan

Ringan Kecemasan

Sedang Kecemasan

Berat

f % f % f % f % f %

Tidak menikah Menikah

0 115

0,0 29,04

2 192

100 48,49

0 88

0,0 22,22

0 1

0,0 0,25

2 396

100 100

Jumlah 115 - 194 - 88 - 1 - 398 -

Pembahasan Hasil penelitian menunjukkan ibu usia klimakterium yang berumur antara 51-55 tahun

terbanyak (65,10%) mengalami kecemasan sedang. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Pakasi (1996:5) dan Baziad (2003:2-3) bahwa semakin umur klimakterium bertambah maka berbagai keluhanpun meningkat. Sehingga kecemasan yang dihadapi juga akan bertambah.

Ibu klimakterium yang berpendidikan rendah sebagian besar (44,50%) mempunyai kecemasan ringan dan yang berpendidikan tinggi sebagian besar (42,86%) tidak mempunyai kecemasan. Menurut Brower (1993) bahwa faktor pendidikan juga sangat menentukan kecemasan, klien yang mempunyai pendidikan tinggi akan mampu mengatasi menggunakan koping yang efektif dan konstruktif daripada seseorang yang berpendidikan rendah.

Ibu klimakterium sebagai ibu rumah tangga dan ibu yang bekerja sama-sama mempunyai kecemasan ringan. Seharusnya ibu yang bekerja memiliki lebih banyak hubungan dengan orang lain sehingga seharusnya dapat mempengaruhi informasi yang didapat

Page 64: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 62

daripada ibu yang tidak bekerja. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Thomas dalam Buletin Penelitian RSUD Dr. Soetomo Vol 5 tahun 2003 yang menyatakan bahwa seseorang yang bekerja mempunyai banyak pengalaman dalam menyelesaikan masalah yang secara tidak langsung meningkatkan ketrampilan dalam menggunakan koping yang lebih konstruktif. Kemungkinan pada ibu klimakterium yang hanya menjadi ibu rumah tangga karena mereka tidak mempunyai kesibukan dan memiliki lebih banyak waktu, sehingga bisa memanfaatkan waktu yang luang untuk mendapatkan informasi secara mandiri.

Ibu klimakterium yang tidak menikah dan yang menikah sama-sama sebagian besar mempunyai kecemasan ringan yaitu masing-masing 100% dan 48,49%. Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan James C dan Gressey (1994) dalam Buletin Penelitian RSUD Dr. Soetomo Vol 5 tahun 2003 bahwa seseorang yang telah menikah akan lebih mempunyai rasa percaya diri dan ketenangan dalam melakukan kegiatan, karena mereka pernah mengalami menjadi bagian dari keluarga maupun sebagai anggota masyarakat, sehingga diharapkan dapat memahami keadaannya dibandingkan ibu yang tidak menikah.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan penelitian adalah: 1) tingkat kecemasan berdasarkan umur ibu klimakterium

berumur 51-55 tahun, dengan kecemasan sedang, 2) tingkat kecemasan berdasarkan pendidikan adalah sebagian besar berpendidikan rendah, dengan kecemasan ringan, 3) tingkat kecemasan berdasarkan pekerjaan adalah sebagian besar ibu rumah tangga, dengan kecemasan ringan, 4) tingkat kecemasan berdasarkan status marital adalah sebagian besar ibu klimakterium menikah, dengan kecemasan ringan.

Saran yang diajukan yaitu: 1) masyarakat diharapkan menggunakan penelitian ini sebagai sumber informasi untuk mengetahui klimakterium, 2) bidan sebaiknya meningkatkan pengetahuan tentang perubahan-perubahan dalam masa klimakterium, sehingga dapat membantu mengatasi keluhan-keluhan yang terjadi, 3) perlu peningkatan promosi dan penyuluhan tentang klimakterium di Posyandu Lansia dan di masyarakat, karena saat ini ibu-ibu sebagian besar belum memahami klimakterium, 4) perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang klimakterium karena masalah yang dihadapi oleh ibu klimakterium sangat bervariasi.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2006. Gejala Menopause. www.medicastro.com (diakses: 9 Maret 2008, 10.00 WIB) Baziad, Ali. 2003. Menopause dan Andropose. Jakarta : YBPSP Bromwich, Peter. 1991. Menopause. Jakarta : Arcan Hadi dan Haryono. 2005. Metodologi Penelitian Pendidikan. Bandung : Pustaka Setia Hawari, Dadang. 2006. Manajemen Stress Cemas dan Depresi. Jakarta : FKUI Hurlock, Elizabeth. 1997. Psikologi Perkembangan. Jakarta : Erlangga Kartono, Kartini. 1992. Psikologi Wanita Jilid 2. Jakarta : Mandar Maju, PT Lumintang Hans, 2003. Buletin Penelitian RSUD Dr. Soetomo Vol. 5. Surabaya : Bidang

Penelitian dan Pengembangan RSUD Dr. Soetomo Manuaba. 1999. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta : Arcan

Page 65: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 63

Misiyah. 2006. Gambaran Tingkat Kecemasan Wanita Dewasa Madya Dalam Menghadapi Sindroma Menopause. Karya Tulis Ilmiah, Program Studi Kebidanan Magetan, Politeknik Kesehatan Surabaya

Notoadmojo S. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Pakasi. 1996. Menopause Masalah dan Penganggulangannya. Jakarta : FKUI Purwanto Setiyo. 2008. Kecemasan Menghadapi Menopause. www.google.com (diakses: 9

Maret 2008 09.30 WIB) Stuart and Sundeen. 1995. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC Widodoningsih, Sumarni S. 2005. Gambaran Tingkat Kecemasan Ibu-ibu Menopause Awal di

Puskesmas Bringin Kabupaten Ngawi. Magetan: Prodi Kebidanan Magetan Poltekkes Surabaya

Wiknjosastro. 1999. Ilmu Kandungan. Jakarta : YBPSP

Page 66: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 64

HUBUNGAN ANTARA WAKTU PEMBERIAN ASI PERTAMA DENGAN INVOLUSI UTERUS PADA IBU POSTPARTUM NORMAL HARI KE-7

Nurlailis Saadah*

*=Prodi Kebidanan Magetan Jurusan Kebidanan Poltekkes Depkes Surabaya

ABSTRAK Waktu pemberian ASI pertama pada bayi asalah satu hal penting untuk mempercepat

atau merangsang produksi ASI dan memperbaiki kontraksi uterus sehingga dapat mempercepat involusi uterus. Namun belum semua ibu postpartum memberikan ASI secara dini kepada bayi. Dari hasil rekam medik di BPS Sri Widajati, A.Md.Keb Kawedanan Magetan selama bulan Juli-Desember 2007 didapatkan 97 ibu bersalin normal, namun belum semua ibu bersalin memberikan ASI pertama secara dini. Untuk membuktikan bahwa waktu pemberian ASI pertama pada bayi cenderung memiliki manfaat maka ingin diketahui lebih jelas hubugan antara pemberian ASI pertama dengan involusi uterus ibu postpartum normal hari ke- 7.

Penelitian ini merupakan penelitian analitik yang bersifat cross sectional. Sampel yang digunakan adalah ibu postpartum normal selama Mei-Juni 2008 sebanyak 32 responden. Variabel independen yaitu waktu pemberian ASI pertama dan variabel dependen yaitu involusi uterus. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi dengan instrumen lembar observasi. Analisis data menggunakan Fisher's Exact Test dengan α < 0,05.

Hasil Fisher's Exact Test, menujukkan hasil p=0,000 artinya Ho ditolak atau ada hubungan antara waktu pemberian ASI pertama dengan involusi uterus.

Kata kunci : Waktu pemberian ASI pertama, involusi uterus Telepon: 08125945790

PENDAHULUAN Latar Belakang

Kebiasaan baik untuk menyusui sendiri bayi yang terlahir membawa berbagai keuntungan, baik bagi bayi maupun ibu. Fenomena menunjukkan bahwa kebiasan ini sering ditinggalkan, baik oleh karena pandangan yang keliru maupun oleh karena tekanan yang tidak terelakkan oleh arus modernisasi (Soetjiningsih 1997:42). Menyusui dini sangat penting bagi bayi karena terbukti dapat mengurangi angka kematian bayi sampai 20% (www.perempuan.com). Menyusui juga sangat bermanfaat untuk ibunya, karena pada waktu bayi mengisap puting susu ibu terjadi rangsangan ke hipofisis posterior sehingga dapat dikeluarkan oksitosin yang berfungsi untuk meningkatkan kontraksi otot polos di sekitar alveoli kelenjar air susu ibu (ASI) sehingga ASI dapat dikeluarkan dan terjadi rangsangan pada otot polos rahim sehingga terjadi percepatan involusi uterus (Manuaba 1998:195). Menyusui dini dapat menghentikan dan mempercepat pendarahan setelah melahirkan, sehingga rahim akan cepat kembali seperti semula (Roesli dalam www.ayahbunda.com). Menyusui dini juga dapat mencegah kematian ibu yang masih menjadi tantangan di Indonesia (PP IBI, 2007:202).

Page 67: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 65

Hasil survei demografi kesehatan tahun 1997 menunjukkan bahwa pemberian ASI pasca salin 0-4 bulan hanya 52% sedangkan target yang diharapkan dari kesepakatan di Innocenti (1990). Pada tahun 2000 target mencapai 80%. Sejumlah 61% bayi sudah mulai diteteki 0-12 jam setelah lahir, tetapi masih bayi yang tidak diteteki/ditunda sampai lebih dari 24 jam cukup banyak sekitar 18%, alasan pokoknya adalah ASI kurang/tidak keluar (Suradi, 1989: 166).

Berdasarkan penelitian studi kedokteran di NTT di Rumah Sakit Citra Harapan bulan Agustus-Desember 2007, terdapat 113 ibu bersalin normal dan 12 di antaranya (10,62%) mengetahui subinvolusio uteri (www.ntt_online.com). Dari data yang ada di BPS Sri Widajati Kawedanan Magetan, selama bulan Juli-Desember 2007 terdapat 97 ibu bersalin normal dan 11 di antaranya mengalami perdarahan postpartum, beberapa di antara mereka ternyata enggan menyusui terutama pada awal kelahiran bayinya.

Data Biro Pusat Statistik (BPS) 1998 menyatakan bahwa bayi yang mulai menetek 1 jam setelah lahir 7,5% di perkotaan 8,6% di pedesaan. Dibandingkan dengan negara-negara di Asia, angka ini jauh di bawah Kyrgyztan (53 %) dan Philipina (42%). Penelitian oleh PUSKA-UI bekerjasama dengan PATH tahun 2002 di bebarapa kota di Jawa Timur dan Jawa Barat menunjukkan bahwa pemberian ASI dini setelah persalinan 8,9%-40% (PP-IBI, 2007: 2004).

Adanya kecenderungan pemberian ASI yang tidak eksklusif dan dini setelah lahir pada bayi akan memberi pengaruh pada ibu maupun bayi. Pengaruh bagi ibu yang tidak menyusui adalah menderita kanker payudara dan pendarahan postpartum (Suradi, 1989:19). Pendarahan merupakan salah satu sebab utama kematian ibu dalam masa perinatal yakni sebesar 5-15%, sedangkan penyebab perdarahan dari pasca salin yakni 50-60% karena kelemahan atau tidak adanya kontraksi uterus (Mochtar, 1998:335).

Rumusan masalah

“Adakah hubungan antara masa waktu pemberian ASI pertama dengan involusi uterus ibu postpartum normal hari ke- 7 ?

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian ini antara lain: 1) mengidentifikasi waktu pemberian ASI pertama pada ibu postpartum normal, 2) Mengidentifikasi involusi uterus pada ibu postpartum normal hari ke-7, 3) Menganalisa hubungan antara waktu pemberian ASI pertama dengan involusi uterus pada ibu postpartum normal hari ke-7.

Diharapkan penelitian ini bmanfaat sebagai berikut: 1) mampu memberikan pembenaran teori hormonal khususnya jalur HPA-Axis, serta mendukung teori menyusui dini (IMD), 2) dapat digunakan untuk meningkatkan pelayanan kebidanan pada ibu postpartum khusunya dalam pemberian ASI segera setelah bayi lahir untuk mempercepat proses involusi uterus.

BAHAN DAN METODE

Jenis penelitian ini adalah surveI analitik dengan rancangan cross sectional. Tempat penelitian ini dilakukan di BPS Sri Widajati Kawedanan pada bulan Mei – Juni 2008. Populasi penelitian adalah ibu pospartum normal pada hari ke-7 sebanyak 32 orang yang kesemuanya dijadikan subyek penelitian. Variabel independent adalah waktu pemberian ASI pertama dan

Page 68: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 66

variable dependent adalah involusi uterus. Instrumen pengumpulan data menggunakan pengamatan secara langsung. Analisis data menggunakan uji Chi-Square (x2) dengan tingkat

kepercayaan 95% dan tingkat kesalahan (α<0,05)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Waktu Pemberian ASI pertama

Berdasarkan data yang diperoleh dari 32 responden didapatkan hasil ibu yang memberikan ASI pertama secara dini sebanyak 25 orang (78,1%) dan ibu yang memberikan ASI pertama secara tidak dini sebanyak 7 orang (21,9%).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar ibu postpartum telah memberikan ASI secara dini kepada bayi mereka. Pemberian ASI segeraa setelah bayi lahir sangat dianjurkan. Syahlan (1993) menyatakan dalam laporan penelitiannya membuktikan bahwa bayi yang disusui segera setelah lahir lebih jarang menderita penyakit infeksi dan Status gizi bayi pada tahun pertama jauh lebih baik dibandingkan dengan bayi yang terlambat diberikan sebagian besar ASI. Menurut Suradi (2001) selain berguna untuk bayi, menyusui juga memiliki manfaat yang besar bagi ibu diantaranya: 1) Merangsag involusi uteri, 2) menjarangkan kehamilan, 3) Efek psikologis, 4) Menguragl insiden Ca mamae, sehingga hal ini menjadi hal yang sangat pokok yang harus dilakukan demi kesejahteraan ibu dan bayi.

Involusi uterus

Dari 32 responden didapatkan hasil ibu dengan involusi uterus baik sebanyak 27 orang (84,4%) dan ibu dengan involusi uterus tidak baik sebanyak 5 orang (15,6%).

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa ibu postpartum normal pada hari ke-7 sebagian besar involusi uterusnya baik, sesuai dengan pendapat Mochtar (1998) bahwa uterus lama kelamaan akan kembali ke ukuran normal, yaitu pada hari ke-7 setelah melahirkan TFU setinggi pertengahan simfisis pusat. Pada hasil penelitian menggambarkan ada juga ibu post partum yang mengalami proses involusi tidak baik, hal ini mungkin disebabkan karena beberapa faktor misalnya faktor budaya yang kurang mendukung seperti pantang makanan dan tidak boleh beraktifitas.

Hubungan antara waktu pemberian ASI pertama dengan involusi uterus

Analisis secara deskriptif menunjukkan bahwa ibu yang memberikan ASI pertama secara dini seluruhnya (25 orang) memiliki involusi uterus baik. Ibu yang memberikan ASI pertama secara tidak dini, yang memiliki involusi uterus baik sebanyak 2 orang (28,6%) dan yang memiliki involusi uterus tidak baik sebanyak 5 orang (71,4%).

Hasil Fisher Exact Test menunjukkan adanya hubungan antara waktu pemberian ASI pertama dengan involusi uterus. HaI ini sesuai dengan teori yang dikemukakan Ibrahim (1996) bahwa isapan bayi pada puting susu dapat mempengaruhi saraf-saraf yang diteruskan ke otak untuk memerintahkan kelenjar hipofisis posterior untuk mengeluarkan hormon pitoitrin yang dapat merangsang kontraksi otot-otot polos buah dada. Selain itu Purwanti (2002) juga menyatakan bila 30 menit pertama setelah kelahiran frekuensi isapan kurang maka hormon yang dibentuk akan semakin sedikit sehingga akan menghambat proses involusi uterus.

Page 69: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 67

Penelitian terdahulu tentang hubungan antara status gizi dengan involusi uterus menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara keduanya. Hal ini mungkin terjadi karena jumlah responden yang kurang atau dikarenakan faktor lain. Proses involusi uterus tidak hanya dipengaruhi oleh satu faktor saja tetapi oleh beberapa factor yaitu : 1) Status gizi, 2) Paritas, 3) Usia, 4) Pendidikan, 5) Mobilitas dan 6) Menyusui. Dari sini dapat kita ketahui bahwa antara satu faktor dengan faktor yang lain saling berhubungan dalam proses involusi uterus.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan penelitian adalah: 1) belum semua ibu postpartum normal memberikan ASI

pertama kepada bayinya secara dini, masih ada sebagian kecil yang tidak memberikan ASI segera setelah bayi lahir, 2) sebagian besar ibu postpartum normal hari ke-7 mengalami involusi uterus baik, 3) terdapat hubungan antara waktu pemberian ASI pertama dengan involusi uterus pada ibu postpartum normal hari ke-7.

Berdasarkan hasil penelitian diberikan saran antara lain: 1) perlu motivasi tenaga kesehatan khususnya bidan dan dukungan dari anggota keluarga agar ibu bersalin dapat menyusui dini bayinya sesegera mungkin karena dapat menunjang keberhasilan laktasi dan mempercepat proses involusi uterus, 2) sebaiknya sarana pelayanan kesehatan khususnya bagi ibu bersalin dan nifas meningkatkan penerapan sistem rawat gabung secara intensif sebagai upaya peningkatan kesehatan ibu dan anak. DAFTAR PUSTAKA

Bennet dan Brown, KL. 1996. Myles Texbook For Midwife. New York Candra, B. 1995. Pengantar Statistik Kesehatan. Jakarta : EGC Ibrahim. 1996. Perawatan Kebidanan Jilid III. Jakarta : Bharata Karya Aksara Depkes RI. 1992. Asuhan Kesehatan Anak Dalam Konteks Keluarga. Jakarta : Pusdiknakes Hadi dan Haryono. 2005. Metodologi Penelitian Pendidikan. Bandung : Bina Pustaka Setia Manuaba, Ida Bagus Gede. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga

Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC Mochtar, R. 1998. Sinopsis Obstetri I, Jakarta : EGC Notoatmodjo. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Perinasia. 2007. Manajemen Laktasi. Jakarta : Perinasia PP-IBI. 2007. 50 Tahun IBI. Jakarta : PP-IBI Prawirohardjo, S. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Purwanti, Sri. 2002. Konsep Penerapan ASI Eksklusif. Jakarta : EGC Sastrawinata. 1983. Obstetri Fisiologi. Jakarta : FK UNPAD Soetjiningsih. 1997. ASI Petunjuk untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta : EGC Sugiyono. 2000. Statistika untuk Penelitian. Jakarta : Alfabeta Suradi. 1989. Menyusui dan Rawat Gabung. Jakarta : Perenasia Syahlan. 1993. Asuhan Kesehatan Anak Dalam Konteks Keluarga. Jakarta : Pusdiknakes. Wiknjosastro. 1994. Asuhan Pelayanan Maternal dan Neonatal. Jakarta : EGC

Page 70: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 68

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG NUTRISI MASA HAMIL DENGAN SIKAP DALAM MEMENUHI NUTRISI

Rahayu Sumaningsih*, Nurlailis Saadah*, Teta Puji Rahayu*

*=Program Studi Kebidanan Magetan Jurusan Kebidanan Poltekkes Depkes Surabaya

ABSTRAK

Pengetahuan ibu hamil tentang kebutuhan nutrisi yang tepat secara kualitas maupun kuantitas selama kehamilan merupakan masalah yang sangat menentukan konsumsi nutrisinya selama kehamilan. Angka kejadian KEK ibu hamil di Puskesmas Candirejo selama bulan Januari s/d Desember 2005 adalah 39 ibu (6,18%).

Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Candirejo dengan tujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan ibu hamil tentang nutrisi masa hamil dengan sikap dalam memenuhi nutrisi. Penelitian korelasi ini menggunakan total populasi 18 ibu hamil selama bulan Juni s/d Juli 2006. Pengumpulan data menggunakan kuesioner, teknik analisis yang diterapkan adalah korelasi tata jenjang dari Spearman.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nutrisi selama hamil kategori baik sebanyak 83%, sikap dalam memenuhi nutrisi 100% adalah sikap favorable. Hasil uji korelasi tata jenjang Spearman menunjukkan koefisien 0,560 artinya ada hubungan antara pengetahuan ibu tentang nutrisi masa hamil dengan sikap dalam memenuhi nutrisi. Dari hasil penelitian ini diharapkan perlu ditingkatkan penyuluhan tentang nutrisi pada ibu hamil sehingga memiliki kesadaran untuk memenuhi nutrisi selama kehamilan.

Kata Kunci : ibu hamil, nutrisi, pengetahuan, sikap. 08155636967 PENDAHULUAN

Kehamilan merupakan proses reproduksi yang memerlukan perawatan khusus karena

menyangkut kehidupan ibu dan janin, untuk itu perlu perawatan kehamilan yang tepat agar dapat melalui masa kehamilan, persalinan dan nifas dengan baik serta menghasilkan bayi yang sehat. Pemenuhan kebutuhan nutrisi merupakan salah satu upaya perawatan kehamilan. Kebutuhan nutrisi selama hamil meningkat sesuai kebutuhan ibu dan janin, kekurangan atau kelebihan nutrisi mengakibatkan kelainan, jika kekurangan menyebabkan anemia, abortus dan partus prematurus yang berdampak timbulnya perdarahan post partum, sedangkan kelebihan mengakibatkan komplikasi pre eklampsia dan bayi terlalu besar. Dalam budaya tertentu masih ada anggapan selama kehamilan ibu harus berpantang makanan tertentu misal telur, ikan laut, daging, lemak, pisang dempet, belut, minum susu serta air es. Ada juga anggapan bahwa selama hamil ibu harus makan dua kali lipat.

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus. Sikap yang utuh dapat terbentuk karena adanya komponen-komponen pembentuk

Page 71: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 69

sikap yaitu: kepercayaan, ide, konsep terhadap suatu obyek, kehidupan emosional serta cenderung untuk bertindak.

Di wilayah kabupaten Magetan tahun 2004 didapatkan ibu hamil KEK sebanyak 358 ibu (3,47%) dari seluruh ibu hamil, sedangkan ibu hamil dengan KEK di Puskesmas Candirejo Magetan selama bulan Januari s/d Desember 2005 adalah 39 ibu (6,18%). Kemungkinan yang terjadi jika KEK tidak ditangani dengan baik dikhawatirkan bayi lahir prematur, berat badan bayi rendah, ibu tidak kuat meneran saat melahirkan berakibat melahirkan dengan tindakan. KEK ibu hamil terjadi karena kualitas dan kuantitas asupan makanan yang kurang. Kurangnya asupan makanan disebabkan karena adanya gangguan, paham yang salah tentang pantangan makanan yang sebenarnya sangat diperlukan oleh tubuh, kurangnya ekonomi keluarga serta factor ketidak tahuan akibat KEK. Karena pengetahuan merupakan salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam pembentukan sikap maka perlu dilakukan penelitian tentang pengetahuan ibu kaitannya dengan sikap ibu dalam memenuhi nutrisi selama kehamilan.

Tujuan penelitian ini adalah menilai pengetahuan dan sikap ibu hamil dalam memenuhi nutrisi masa kehamilan, serta menganalisis hubungan pengetahuan ibu hamil tentang nutrisi masa kehamilan dengan sikap ibu hamil dalam memenuhi nutrisi. BAHAN DAN METODE

Desain penelitian ini korelasional dengan pendekatan Cross Sectional. Populasi penelitian ini adalah seluruh ibu hamil yang periksa ke Puskesmas Candirejo Magetan dengan rata-rata 25 ibu perbulannya, dan semuanya. Sampel penelitian adalah seluruh ibu hamil yang periksa ke Puskesmas Candirejo Magetan, dengan kriteria primipara/multipara, bersedia menjadi responden dan pendidikan minimal SD. Besar sampel 50 ibu hamil, dengan teknik total populasi. Tempat penelitian adalah di Puskesmas Candirejo Magetan pada periode Juni-Juli 2006. Variabel bebas adalah pengetahuan ibu hamil tentang nutrisi masa kehamilan, dan variabel terikat adalah sikap ibu hamil dalam memenuhi nutrisi. Pengumpulan data menggunakan teknik kuesioner. Untuk mengetahui korelasi antar variabel digunakan uji Korelasi Tata Jenjang dari Spearman. Arah korelasi dinyatakan dalam tanda positif (menunjukkan korelasi sejajar searah) dan tanda negatif (menunjukkan korelasi sejajar berlawanan arah). HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian

Data tentang karakteristik responden diuraikan sebagai berikut: 1) tingkat pendidikan SD: 5 (28%), SMP: 7 (39%), SMA: 4 (22%), dan PT: 2 (11%), 2) umur <20 tahun: 5 (28%), 20-24 tahun: 2 (11%), 25-29 tahun: 7 (39%), 30-34 tahun: 3 (17%), 35-39 tahun: 0 dan 40-44 tahun: 1 (5%), 3) pekerjaan: semua tidak bekerja, 4) urutan kehamilan: hamil I: 8 (45%), hamil II: 6 (33%), dan hamil >II: 4 (22%), 5) sumber informasi formal: petugas puskesmas/polindes: 18 (100%), sumber informasi informal: majalah: 2 (11%), koran: 3 (17%), televisi 7: (38%), orang tua: 3 (17%) dan teman: 3 (17%).

Page 72: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 70

Data pengetahuan ibu hamil tentang nutrisi masa kehamilan adalah sebagai berikut: 1. Pengertian nutrisi masa kehamilan: berpengetahuan baik 14 ibu (77%) dan berpengetahuan

tidak baik 4 ibu (23%). 2. Manfaat nutrisi masa kehamilan: berpengetahuan baik 7 ibu (39%), berpengetahuan cukup

6 ibu (33%) dan berpengetahuan kurang baik 5 ibu (28%). 3. Zat makanan yang dibutuhkan pada masa kehamilan: 13 ibu (73%) berpengetahuan baik, 4

ibu (22%) berpengetahuan cukup dan 1 ibu (5%) berpengetahuan kurang baik. 4. Kebutuhan nutrisi masa kehamilan: berpengetahuan baik 10 ibu (56%), berpengetahuan

cukup 4 ibu (22%) dan berpengetahuan tidak baik 4 ibu (22%). 5. Akibat kekurangan/kelebihan nutrisi masa kehamilan: berpengetahuan baik 9 ibu (50%),

berpengetahuan cukup 8 ibu (45%), berpengetahuan tidak baik 1 ibu (5%). 6. Nutrisi yang harus dihindari pada masa kehamilan: berpengetahuan baik 15 ibu (83%),

berpengetahuan tidak baik 3 ibu (17%). 7. Pengetahuan nutrisi masa kehamilan: berpengetahuan baik 15 ibu (83%), berpengetahuan

cukup 2 ibu (11%), berpengetahuan kurang baik 1 ibu (6%). Seluruh responden mempunyai sikap favourable (100%), artinya ibu hamil di Puskesmas Candirejo Magetan seluruhnya mendukung terhadap upaya-upaya memenuhi nutrisi.

Analisis menggunakan uji Korelasi Tata Jenjang (Spearman Test) dengan hasil r=0,560, setelah dikonfirmasikan dengan r Tabel untuk N: 18 taraf kesalahan 5% didapatkan r Tabel=0,475 sehingga r hitung (0,560) > r tabel (0,475). Artinya ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu hamil tentang nutrisi masa kehamilan dengan sikap ibu hamil dalam memenuhi nutrisi di Puskesmas Candirejo Kabupaten Magetan. Pembahasan

Sebagian besar responden berpengetahuan baik tentang penegrtian nutrisi kehamilan mungkin disebabkan oleh aktifnya petugas Puskesmas/polindes dalam memberikan penyuluhan tentang pengertian dari nutrisi pada masa kehamilan. Selain itu responden mempunyai kesadaran yang tinggi untuk mendapatkan informasi, dengan semakin banyak panca indra digunakan semakin banyak pula pengetahuan yang diperoleh sehingga ibu hamil akan mengetahui bahwa nutrisi adalah bahan yang mengandung biokimia khusus yang dipergunakan untuk pertumbuhan, perkembangan, aktifitas, reproduksi dan laktasi.

Sebagian besar responden mempunyai pemahaman yang baik dan cukup tentang manfaat nutrisi masa kehamilan karena sudah meratanya informasi dari petugas kesehatan tentang manfaat nutrisi masa kehamilan. Responden sebagian besar sudah hamil II sehingga dapat merasakan manfaat nutrisi dari masa kehamilan yang pertama, hal ini sesuai teori yang mengatakan bahwa tidak adanya pengalaman sama sekali dengan suatu obyek psikologis cenderung membentuk sikap negatif terhadap obyek tersebut.

Pemahaman ibu hamil tentang zat makanan yang dibutuhkan pada masa kehamilan sebagian besar baik dan cukup karena ibu hamil memahami tentang zat makanan yang dibutuhkan yaitu menu seimbang.Hal ini mungkin karena responden sebagian besar dalam usia dewasa.

Pengetahuan aplikatif ibu hamil tentang kebutuhan nutrisi masa kehamilan sebagian besar dalam tingkatan baik. Ibu hamil memahami bahwa setiap hari dianjurkan makan sepiring

Page 73: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 71

lebih banyak dari biasanya karena makan untuk 2 orang yaitu dirinya dan bayinya. Informasi ini diperoleh dari berbagai sumber sesuai dengan pendapat Notoatmodjo bahwa pengetahuan pada setiap manusia diterima melalui pancaindera, sedangkan aplikasi yang tidak baik dikarenakan keinginan mempertahankan berat badan. Seluruh responden tidak bekerja, hal ini mempengaruhi pergaulan sosial, selaras dengan pendapat Nadesul (2000) bahwa pergaulan sosial berdampak positif dan negatif. Ibu hamil perlu mengaplikasikan kebutuhan nutrisi dengan tepat untuk memelihara kehamilannya. Perlu disadari tak ada satu jenis makanan yang mengandung zat gizi lengkap bagi tubuh, maka makanan dianjurkan beraneka ragam.

Pemahaman tentang akibat kekurangan/kelebihan nutrisi masa kehamilan sebagian besar dalam tingkatan baik karena mutu anak dalam kandungan ditentukan oleh mutu makanan ibunya. Hal ini juga disebabkan karena sebagian besar responden hamil yang kedua sehingga sudah mempunyai pengalaman sebelumnya.

Pengetahuan ibu hamil tentang nutrisi yang harus dihindari pada masa kehamilan sebagian besar dalam tingkatan baik mungkin karena ibu hamil memahami bahwa dalam memelihara kehamilan perlu menghindari bahan makanan yang mengandung bahaya bagi kesehatannya maupun janin yang dikandung. Nutrisi memang bukan satu-satunya faktor yang menyebabkan kecacatan pada janin, namun perlu diketahui bahwa bumbu masak, zat pewarna dan zat pengawet makanan juga berpengaruh buruk terhadap janin yang dikandung.

Pengetahuan ibu hamil tentang nutrisi masa kehamilan secara keseluruhan sebagian besar pada tingkatan baik dan cukup, hal ini karena sebagian responden sudah pernah dapat informasi tentang nutrisi masa kehamilan yang kebanyakan didapatkan dari petugas Puskesmas/polindes dan berbagai sumber lain. Pengetahuan baik ditunjang juga oleh pergaulan sosial, keyakinan, umur, lingkungan dan pengalaman. Dengan pengetahuan yang baik tentang nutrisi kehamilan diharapkan ibu hamil mempunyai pemahaman yang baik dan mampu mengatasi masalah dengan tepat tentang permasalahan kesehatan sehingga dapat menyusun rencana kegiatan yang tepat dan mengevaluasi keadaan.

Baiknya pengetahuan, pemahaman dan aplikasi tentang nutrisi masa kehamilan menunjukkan bahwa nutrisi merupakan kebutuhan pokok yang harus ada dan dipenuhi baik untuk konsumsi janin maupun ibu, sehingga ibu mengetahui kebutuhan akan nutrisi selama kehamilan. Ibu hamil yang mempunyai ranah tahu dengan kategori baik disebabkan karena berpendidikan rendah dan sumber informasi tidak dimengerti dengan baik dan benar sehingga pengetahuan tentang nutrisi kehamilan kurang. Kemungkinan kelompok dengan kategori baik dan cukup tentang ranah pemahaman mempunyai ranah pengetahuan dalam kategori baik pula sehingga mempengaruhi aplikasi dari apa yang diketahui dan dipahami. Hasil penelitian terhadap ranah pengetahuan, pemahaman dan aplikasi menunjukkan bahwa ketiganya mempunyai keterkaitan antara satu dengan yang lainnya. Hal ini sesuai pendapat Notoatmodjo bahwa seseorang dapat melakukan sesuatu dengan baik dan benar setelah orang tersebut mengetahui dan paham sebelumnya.

Responden memiliki sikap positif atau cenderung favourable dalam memenuhi nutrisi masa kehamilan karena pengetahuannya baik dan usianya dewasa. Hal ini sesuai pendapat Bloom dalam Notoatmodjo bahwa terbentuknya perilaku baru pada orang dewasa dimulai pada domain kognitif dalam arti subyek tahu lebih dulu terhadap stimulus yang berupa materi atau obyek diluarnya. Sedangkan Azwar mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi

Page 74: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 72

pembentukan sikap diantaranya adalah pengalaman pribadi, orang lain yang dianggap penting, kebudayaan, media massa, lembaga pendidikan dan lembaga agama, emosional.

Analisis dengan Spearman Rank Test antara pengetahuan ibu hamil tentang nutrisi masa kehamilan dengan sikap ibu hamil memenuhi nutrisi memberikan nilai korelasi postif yang signifikan, artinya semakin baik pengetahuan ibu hamil tentang nutrisi masa kehamilan, semakin baik sikap ibu hamil dalam memenuhi nutrisi selama hamil sehingga dapat diinterpretasikan bahwa pengetahuan yang sudah diperoleh seseorang akan mempengaruhi sikap dalam menentukan tindakan. Hal ini sesuai pendapat Notoatmodjo bahwa dalam pembentukan sikap, pengetahuan, berpikir, keyakinan dan emosi memegang peranan penting. SIMPULAN DAN SARAN

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: 1) pengetahuan ibu hamil tentang nutrisi

masa kehamilan 77% berpengetahuan baik dan 23% berpengetahuan tidak baik, 2) sikap ibu hamil dalam memenuhi nutrisi seluruh responden memiliki sikap favourable (100%), 3) ada korelasi positif antara pengetahuan ibu hamil tentang nutrisi masa kehamilan dengan sikap ibu hamil dalam memenuhi nutrisi di Puskesmas Candirejo Kabupaten Magetan.

Disarankan: 1) perlunya peran aktif tenaga kesehatan untuk meningkatkan penyuluhan tentang pentingnya nutrisi selama kehamilan, 2) ibu hamil harus secara sadar menerapkan pengetahuan ke pelaksanaan sehari-hari dengan memenuhi nutrisi sesuai kebutuhan selama hamil, 3) perlu penelitian lebih lanjut tarhadap variabel lain yang berpengaruh terhadap sikap yang terwujud dalam suatu tindakan nyata. DAFTAR PUSTAKA Aziz Alimul H. 2003. Riset Keperawatan & Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta : Salemba Medika. Arikunto, 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta. Azwar S., 2000. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta. Bambang Dahono Adji, 1997. Metodologi Penelitian. Jakarta : Diktat Kuliah. Depkes RI. 1999. Ibu Sehat Bayi Sehat. Jakarta. Depkes RI. 1998. Pedoman Pelayanan Antenatal di Tingkat Pelayanan Dasar. Nadesul H. 2000. Makanan Sehat Untuk Ibu Hamil. Jakarta : Puspa Swara. Notoatmodjo S. 1997. Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Kesehatan.

Yogyakarta : Andi Offset. Notoatmodjo S. 1997. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta Nursalam. 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. Prawirohardjo S. 1994. Ilmu Kebidanan. Bina Pustaka. Jakarta. Purwodarminto. 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia Jilid I. Jakarta : Balai Pustaka. Purwodarminto. 1999. Kamus Besar Bahasa Indonesia Jilid II. Jakarta : Balai Pustaka. Sugiyono. 2000. Metode Penelitian Administrasi. Bandung : Alfa Beta. Sugiyono. 2001. Statistik Non Parametris. Bandung : Alfa Beta. Taylor. Lilies, Le Mone. 1997. Fundamentals Of Nursing. Lippincot New York. Philadelphia

Page 75: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 73

HUBUNGAN ANTARA FREKUENSI PELATIHAN KADER DENGAN KEMAMPUAN MENDETEKSI RISIKO TINGGI IBU HAMIL

Endang Wahyuningsih*, Sukardi**, Siti Widajati**

*=Dinas Kesehatan Kabupaten Madiun **=Prodi Kebidanan Magetan Jurusan Kebidanan Poltekkes Depkes Surabaya

ABSTRACT

The scope achievement of high risk detection by the people based on PWS KIA

Pagotan, Geger, Madiun are still low in target 3,7 % which is should be 10 % in 2007. The cadres have attended the training about the high risk detection of pregnant mothers but they have different frequencies. The aim of the research is to know that there is a relationship between the frequency of cadre training with the ability to detect high risk of pregnant mothers, in pagotan village, geger subdistrict, madiun regency. This research uses analytical research and cross sectional approach. The population of this research are the cadres who have attended the training of high risk of pregnant mothers. The sample of the whole populations which is taken by the researcher is 20 respondents. Independent variable is the frequency of cadre training, while dependent variable is the ability to detect high risk of pregnant mothers. In conducting the data, the researcher uses questionnaire and KSPR. To analyze it relationship, the researcher uses correlation test Pearson Product Moment α< 0,05 ). The result of this research show the average frequency of cadre training 3,65, the average of ability to detect high risk pregnant mother 64,40. test pearson product moment shows p = 0,000, It means that correlation between training cadres to ability detect high risk pregnant mother.

Keywords : training, cadre, ability, high risk pregnant mothers.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan dibidang kesehatan mempunyai arti yang penting dalam kehidupan nasional, khususnya didalam memelihara dan meningkatkan kesehatan. Untuk mencapai keberhasilan tersebut erat kaitannya dengan pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia sebagai modal dasar pembangunan. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan suatu upaya yang besar, sehingga tidak hanya dilakukan oleh pemerintah saja tanpa adanya keterlibatan masyarakat. Pencapaian cakupan deteksi risiko tinggi ibu hamil oleh masyarakat di puskesmas Geger tahun 2007adalah 7,51% dari 474 sedangkan di desa Pagotan hanya mencapai 3,7% dari 44, yang seharusnya mencapai 10% dari sasaran. Kader di desa pagotan yang mengikuti pelatihan mempunyai frekuensi yang berbeda. Rendahnya peran serta masyarakat dalam mendeteksi risiko tinggi ibu hamil disebabkan oleh beberapa faktor. Antara lain tidak terpenuhi dana, waktu, kemampuan, komunikasi dan kebebasan. Maka dibutuhkan upaya untuk meningkatkan kemampuan kader terus menerus dengan pemberian pelatihan secara periodik oleh petugas teknis dari berbagai sektor.

Page 76: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 74

Rumusan Masalah Rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah: “Apakah ada hubungan

antara frekuensi pelatihan kader dengan kemampuan mendeteksi risiko tinggi ibu hamil?”

Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah: 1) Mengidentifikasi karakteristik kader (umur, pendidikan dan

pekerjaan), 2) mengidentifikasi frekuensi pelatihan kader, 3) mengidentifikasi kemampuan kader mendeteksi risiko tinggi ibu hamil, 4) menganalisa hubungan antara frekuensi pelatihan kader dengan kemampuan mendeteksi risiko tingg ibu hamil.

BAHAN DAN METODE

Jenis penelitian adalah survei analitik dengan desain penelitian cross sectional. Tempat dan waktu penelitian di Desa Pagotan, Kecamatan Geger, Kabupatan Madiun pada bulan September 2008–Pebruari 2009. Populasi dalam penelitian ini adalah semua kader yang pernah mengikuti pelatihan kader tentang deteksi risiko tinggi ibu hamil, jumlah subyek 20, semuanya menjadi subyek penelitian. Variabel independent penelitian ini adalah frekuensi pelatihan kader dan variabel dependent adalah kemampuan mendeteksi risiko tinggi ibu hamil. Instrumen pengumpulan data frekuensi pelatihan kader adalah buku catatan kader, sedangkan untuk mengukur kemampuan kader mendeteksi risiko tinggi ibu hamil dengan kuesioner dan lembar observasi.

Pengolahan data untuk mendapatkan gambaran frekuensi pelatihan kader dan kemampuan mendeteksi risiko tinggi ibu hamil dengan pendekatan statistik deskriptif berupa tendency central, sedangkan untuk mengetahui hubungan antara frekuensi pelatihan kader dengan kemampuan mendeteksi risiko tinggi ibu hamil dengan uji korelasi Pearson Product

Moment dengan tingkat kepercayaan 95% dan tingkat kesalahan α<0,05.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian Data karakteristik kader adalah: kelompok umur terbesar 41-60 tahun yaitu 60%

(Gambar 1), kelompok jenjang pendidikan terbesar SMA yaitu 55% (Gambar 2), dan kelompok pekerjaan berimbang antara ibu rumah tangga dan wiraswasta, yaitu 50% (Gambar 3).

Gambar 1. Distribusi Kelompok Umur Kader di Desa Pagotan, Geger, Madiun

Page 77: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 75

Gambar 2. Distribusi Kelompok Jenjang Pendidikan Kader di Desa Pagotan, Geger, Madiun

Gambar 3. Distribusi Kelompok Pekerjaan Kader di Desa Pagotan, Geger , Madiun Data frekuensi pelatihan tertinggi 10 sejumlah 2 kader (10%), terendah 1 sejumlah 8

kader (40%). Data lengkap tampak pada Gambar 4.

Gambar 4. Frekuensi Pelatihan Kader di Desa Pagotan, Geger, Madiun

Data kemampuan tertinggi untuk mendeteksi resiko tinggi ibu hamil adalah: 79 sejumlah

1 kader (5%), terendah 54 sejumlah 4 kader (20%), data lengkap dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 4. Frekuensi Kemampuan Untuk Mendeteksi Resiko Tinggi Ibu Hamil

Page 78: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 76

Hasil analisis data menunjukkan bahwa mean frekuensi pelatihan kader 3,65 dan mean kemampuan mendeteksi risiko tinggi ibu hamil 64,40. Hasil uji Pearson Product Moment p=0,000 dengan koefisien korelasi 0,853, berarti terbukti ada hubungan positif yang kuat antara frekuensi pelatihan kader dengan kemampuan mendeteksi risiko tinggi ibu hamil.

Pembahasan

Hasil analisis data membuktikan adanya hubungan antara frekuensi pelatihan kader dengan kemampuan mendetensi risiko tinggi ibu hamil. Hal ini sesuai dengan proses perubahan perilaku tersebut menggambarkan proses belajar pada individu yang terdiri dari: 1) Stimulus yang diberikan pada individu dapat diterima atau ditolak. Apabila ditolak berarti stimulus tidak efektif dalam mempengaruhi perhatian individu, dan berhenti sampai disini. Tetapi bila stimulus diterima oleh organisme berarti ada perhatian dari individu dan stimulus tersebut efektif; 2) Apabila stimulus diterima maka ia mengerti stimulus ini dan dilanjutkan pada proses berikutnya; 3) Setelah itu organisme mengolah stimulus tersebut sehingga terjadi kesediaan untuk bertindak demi stimulus yang diterimanya; 4) Akhirnya dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan maka stimulus tersebut mempunyai efek tindakan dari individu (Notoatmodjo, 2003).

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI, 2002, Buku Kesehatan Ibu dan Anak Propinsi Jawa Timur Dinas

Kesehatan Kabupaten Madiun, Surabaya : DinKes Prop Jatim bekeria sama dengan UNICEF. Hermawan, Hubungan Antara Tingkat

Pendidikan dan Persepsi dengan Perilaku Ibu Rumah Tangga dalam Pemeliharaan Kebersihan Lingkungan,

http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/hubungan antara.pdf. Jabbar Umar, 2009, Mengenal Psikologi Perkembangan, http://umar jabbar. Files.wordpress.com/ 2009/01/ mengenal psikologi perkembangan DOC.

Notoatmodjo, S, 2003 , Pendidikan dan Perilaku Kesehatan , Jakarta: Rineka Cipta. , 2005, Metodologi Penelitian Kesehatan, Edisi Revisi, Jakarta : Rineka Cipta.

Rochjati, P, Kartu Skor Poedji Rochjati, Surabaya : Pusat Safe Motherhood RSU Dr. Soetomo / FK UNAIR.

Syahlan, 1996, Kebidanan Komunitas, Jakarta : Yayasan Bina Sumber Daya Kesehatan. Sugiyono, 1997, Statistika untuk Penelitian, Bandung : Alfabeta

Page 79: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 77

PEMANFAATAN KULIT BATANG JAMBU BIJI (Psidium Guajava) UNTUK ADSORPSI CHROMIUM LIMBAH INDUSTRI KULIT

Handoyo*, Trimawan Heru Wijono*

*=Prodi Kesehatan Lingkungan Madiun Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Dep Kes RI Surabaya

ABSTRACT

High concentration of Chrom (Cr) heavy metal content in liquid waste water of

penyamakan kulit will affect to public health through food chain. The health affect include acute and chronic poising, and carcinogenic effect. In order to minimize the health effect, it should be efforted to reduce Cr heavy metal content in waste water of penyamakan kulit by soakening in weak acid solution as chelating agent such as acetic acid solution. There are aim of this study was to measure and selective effective dose of arang kulit jambu biji(Psidium guajava) solution in reducing Cr heavy metal content in certain waste water of penyamakan kulit and selected the efectiv dosis.

This study was an experimental study in laboratory, which was designed as the static group comparison randomized control group only design. Twenty six sample of waste water of penyamakan kulit from Lingkungan Industri Kecil Magetan were include in this study. Each five sample was devided into five parts and measure Chrom heavy metal content after treatment by penambahan arang kulit kayu jambu biji (Psidium guajava)

Average concentration of Chrom heavy metal content in waste water was 0,860 ± 1,800 ppm It was extremely higher compared to the threshold limit value recommended by ILO/ WHO i.e 0,5 ppm. Treatmen of 2 gram arang kulit pohon jambu biji solution for 75 minute significantly reduced Chrom heavy metal in waste water of industri penyamakan kulit is 0,132 ppm (15%), treatmen of 4 gram is 0,171 ppm (19%), treatmen of 6 gram solution is 0,228 ppm (25%), 8 gram is 0,353 ppm (35%), and 10 gram is 0,355 ppm (36%). Significantly reduced (two way Anova p <0.05) Chrome heavy-metal in waste water penyamakan kulit of 8 gram solution respectively.

It is conclude that (Psidium guajava) solution with 8 gram solution of arang kulit pohon jambu biji concentration are considerd as an effective adsorbing agent to reduce Chrome heavy-metal in waste water of penyamakan kulit. However it will need further study on the effectively of kulit pohon jambu biji or other matter in reducing several heavy-metal content in other kind of waste waters Keyword : (Psidium guajava) solution, Chrome, adsorbing agent, waste water, penyamakan kulit

PENDAHULUAN

Pencemaran lingkungan akibat limbah industri penyamakan kulit masih menjadi

masalah yang belum terselesaikan. Limbah cair dari industri penyamakan kulit merupakan

Page 80: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 78

salah satu limbah yang memiliki karakter pencemar lingkungan yang cukup berbahaya karena mengandung logam berat. Air limbah dari proses penyamakan ini akan mengandung bahan protein, sisa garam, sejumlah kecil mineral dan crome velensi 3 yang apabila tercampur dengan alkali akan terbentuk chrome hidroksida, pH berkisar antara 3,5-4, suspendid solid 0,01-0,02% ( Koziowroski dan Kucharski 1972).

Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengendalian Pencemaran Lingkungan, menjelaskan bahwa setiap kegiatan industri yang mengeluarkan limbah harus dilengkapi dengan instalasi pengolahan air limbah, dengan harapan dapat menekan dampak yang terjadi terutama dalam kelestarian lingkungan Meskipun instalasi pengolah limbah telah dibangun dan diuperasikan, namun sistem pengolahan limbah industri penyamakan kulit saat ini masih banyak kekurangan. Pada umumnya lebih banyak dilakukan secara fisik-kimia yang dapat mereduksi Khromium hingga 95%, Sulfida hingga 100%, dan BOD hingga 80%, namun biaya operasionalnya cukup tinggi dan menghasilkan lumpur hasil olahan yang mengandung khromium. Untuk itu perlu alternatif lain sehingga dapat mengatasi tingginya biaya operasional dan sisa lumpur yang mengandung Khromium tersebut.

Pengolahan air limbah secara biologis merupakan alternatif terhadap pengolahan fisik-kimia, terutama untuk menyisihkan bahan organik terlarut dan koloid. Kelebihan pengolahan biologi adalah efektif, mudah dioperasikan, dan ekonomis. Meskipun demikian, kinerja proses biologi sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme. Oleh sebab itu harus digunakan bahan alam (biomaterial) yang sesuai. Salah satu biomaterial yang dapat dimanfaatkan adalah jambu biji (Psidium guajava) yang sudah banyak terbukti digunakan sebagai obat. Pada daun, kulit batang, dan daging buah jambu biji dapat ditemukan zat tannin. Zat tannin ini merupakan zat yang menyebakan jambu biji memiliki kemampuan penyerapan. Diketahui bahwa adanya ikatan karbonil pada zat tannin menjadikannya molekul yang mudah terprotonasi atau bermuatan positif sehingga dapat menarik atau menyerap anion krom yang bermuatan negatif. Dalam mengobati diare, jambu biji menyerap bakteri patogen penyebab diare pada usus dengan mekanisme adsorpsi seperti layaknya obat diare lainnya yang terbuat dari karbon aktif. Prinsip penyerapan inilah yang mendasari penggunaan kulit batang jambu biji sebagai biosorben dalam penyerapan Khromium logam berat dari limbah cair. Selanjutnya bahan pada jambu biji juga memiliki sifat biosorpsi. Biosorpsi adalah suatu proses dimana material padat bahan alam digunakan untuk mengadsorbsi logam berat yang terlarut dalam larutan. Biomaterial berupa padatan dalam jambu biji ini diharapkan dapat memiliki kemampuan untuk mengikat logam berat.

Penelitian yang bertujuan mengetahui kemampuan kulit batang jambu biji dalam mengadsorpsi bahan cemaran limbah industri kulit pernah dilakukan sebelumnya oleh Sutrasno Kartohardjono dkk, dengan kesimpulan bahwa penyisihan ion logam krom dari dalam larutan dapat dilakukan melalui proses biosorpsi menggunakan kulit batang jambu biji (psidium guajava) sebagai biosorben. Kulit batang jambu biji dapat menyerap hingga lebih dari 99% ion logam krom pada pH 2. Oleh sebab itu penelitian ini merupakan penelitian lanjutan sebagai rekomendasi penelitian selanjutnya, yaitu bertujuan mencari dosis yang efektif untuk menurunkan kadar Khromium (Cr) dalam air limbah industri kulit.

Page 81: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 79

BAHAN DAN METODE Penelitian ini merupakan penelitian laboratorium eksperimen yang menerapkan the

static group comparison randomized control group only design. Populasi penelitian adalah kulit pohon jambu biji (Psidium Guajava) dengan bahan uji limbah industri pabrik penyamakan kulit di Lingkungan Industri Kecil Magetan. Limbah kulit yang digunakan adalah air limbah Pikel (Pickling) dan Krom (Tanning), karena air limbah dari proses ini akan mengandung bahan protein, sisa garam, sejumlah kecil mineral dan chrome Suspend 3 yang apabila tercampur dengan alkali akan terbentuk chrome hidroksida, pH berkisar antara 3,5-4, Suspended solid 0,01-0,02 % ( Koziowroski dan Kucharski 1972).

Penentuan sampel dilakukan secara purposif dan diasumsikan semua jenis kulit pohon jambu biji varietas Guajava ini memiliki kadar tannin yang homogen. Besar sampel untuk masing–masing variasi dosis (2 gram, 4 gram, 6 gram, 8 gram, dan 10 gram) adalah 5 buah sehingga total besar sampel adalah 25 buah sampel dan ditambah sebuah sampel sebagai kontrol. Pengukuran kandungan logam berat Khrom pada air limbah industri penyamakan kulit dengan menggunakan metode Spektrofotometri.

Gambar 1 : Bagan Rancangan penelitian

Penelitian kulit batang pohon jambu sebagai

bahan absorben

Kulit batang jambu biji dihaluskan

Dilakukan uji coba

Limbah industri kulit Magetan diambil pada bagian bak ekualisasi

Ditimbang sesuai dosis yang diperlukan

Analisa data/ menetapkan larutan yang paling efektif

dan pembahasan

Disiapkan sampel dalam bekker glass

Tabulasi data

Pemeriksaan awal kadar Chrom dalam limbah industri

kulit

Pemeriksaan Lab.

Menganalisis kadar Chromium dalam larutan

Dikeringkan dibawah sinar matahari ± 5

hari

Kesimpulan

Page 82: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 80

Penelitian dilakukan di Laboratorium Politeknik Kesehatan Surabaya pada bulan Mei sampai bulan Juni 2008, dengan langkah-langkah: 1. Pengambilan bahan

a. Tumbuhan batang jambu biji diambil dari sekitar pekarangan dan di kebun. b. Limbah industri kulit diambil dari Instalasi Pengolahan Limbah di Lingkungan Industri

Kulit Magetan. 2. Pembuatan air larutan

a. Tumbuhan jambu biji dimbil bagian kulit batangnya. b. Kemudian dihaluskan menggunakan blender sampai halus c. Setelah itu dijemur dibawah terik matahari kurang lebih sampai 5 hari (sampai kering) d. Setelah kering bubuk dari kulit batang jambu biji di simpan dalam tempat yang kedap

udara. Serbuk batang jambu biji siap digunakan untuk penelitian. 3. Pengukuran kandungan logam berat Khrom pada air limbah industri penyamakan kulit

dengan menggunakan metode Spektrofotometri. 4. Pengujian Absorben kulit batang jambu biji

a. Sampel limbah industri kulit diambil kemudian dimasukkan dalam 5 beker glass masing–masing 100ml. Dilakukan pengontrolan pH, kemudian dalam keadaan PH yang sama, masing–masing beker glass ditambah serbuk dari kulit batang jambu biji sesuai kadar terukur yang telah ditentukan (2 gram, 4 gram, 6 gram, 8 gram dan 10 gram). Pada setiap 15 menit dilakukan pengadukan campuran sebanyak 3 kali. Setelah itu diukur pH dan suhu air

b. Setelah larutan didiamkan selama 75 menit dilakukan pemeriksaan kadar logam berat Khrom pada masing–masing beker glass. Cara kerja alat tersebut adalah (1) dipilih panjang gelombang yang sesuai. Untuk logam berat Khrom panjang gelombangnya adalah 540 nm. (2) Kemudian dipilih tombol ppm untuk menghasilkan hasil yang sesuai. (3) Selanjutnya dimasukkan blanko, dalam penelitian ini digunakan aquades kemudian diposisikan nol. (4). Sampel dimasukkan kemudian hasilnya dibaca.(5) Dilakukan pencatatan data hasil pengukuran

5. Replikasi masing–masing kadar serbuk batang jambu biji sebanyak lima kali.

Bahan yang dibutuhkan adalah Serbuk kulit batang jambu biji yang telah di haluskan dan limbah industri kulit yang diambil pada bagian bak equalisasi, aquades. Alat yang harus disiapkan adalah gelas ukur, pipet, blender, beker glass, pengaduk, saringan, lloyang dan Spektrofotometer merk Spectronic 19 Genesys.

Data yang dikumpulkan adalah data hasil pemeriksaan laboratorium terhadap kandungan logam Chromium dalam limbah industri penyamakan kulit sesudah dicampur dengan arang kulit pohon jambu biji. Pengukuran kandungan logam Chromium dalam limbah penyamakan kulit dilakukan dengan metode Spectrofotometri dengan jenis destruksi basah (wet ashing). Analisis data dilakukan secara kuantitatif yaitu mengolah data hasil pemeriksaan logam berat Chromium dalam limbah industri kulit sesudah dilakukan treatment. Adapun metode statistik yang digunakan untuk komparasi hasil pengukuran menggunakan Two way Anova. Nilai probabilitas <0.05 dipertimbangkan sebagai perbedaan yang signifikan.

Page 83: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 81

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Kandungan Logam Khrom pada limbah

Hasil pemeriksaan Kandungan logam Khrom pada limbah penyamakan kulit setelah proses pikling dan tanning adalah 0,950 mg/liter (ppm). Jika dikaitkan dengan ketentuan Peraturan Pemerintah No 82 tahun 2001 tentang pengendalian Pencemaran Lingkungan, atau ketentuan Gubernur nomor tentang badan air yang menyatakan kandungan Khrom dalam limbah tidak boleh melebihi 0,5 ppm maka angka tersebut telah melebihi ketentuan yang. Tingkat Efektifitas Penurunan.

Hasil pemeriksaan terhadap 25 buah sampel ternyata tingkat penurunan kadar logam berat Khrom dengan menggunakan jambu biji dengan variasi kandungan bahan aktif 2 gram, 4 gram , 6 gram, 8 gram , dan 10 gram. Berdasarkan Tabel 1, setelah dilakukan penghitungan statistik, uji Statistik dengan Two way Anova diperoleh angka sebagai berikut: (F=684,357 dan p 2 gram=0,000; p 4 gram=0,000; p 6 gram=0,000; p 8 gram=0,000 dan p 10 gram=0.000). Dengan angka p=0,000, dapat disimpulkan bahwa hipotesis penelitian dapat diterima, berarti H1 diterima yaitu ada perbedaan pengaruh antar variasi dosis jambu biji terhadap penurunan kadar Khrom dalam limbah penyamakan kulit. Apabila melihat angka F dan p, perbedaan pengaruh tersebut sangat signifikan.

Tabel 1. Hasil Pengukuran Kadar Khrom

Penurunan kadar Khrom sesuai dosis jambu biji Suhu

air

pH

2 gram /100 ml air

4 gram /100 ml air

6 gram /100 ml air

8 gram /100 ml air

10 gram /100 ml air

Replikasi ke I 0,135 0,187 0,209 0,320 0,323 26 3,5

Replikasi ke II 0,169 0,190 0,245 0,345 0,350 28 3,4

Replikasi ke III 0,130 0,166 0,254 0,366 0,360 28 3.4

Replikasi ke IV 0,098 0,170 0,245 0,388 0,383 26 3.5

Replikasi ke V 0,128 0,145 0,190 0,350 0,361 27 3,8

Rata - rata 0,132 0,171 0,228 0,353 0,355

Dari uji selanjutnya diperoleh hasil bahwa dosis paling efektif adalah penambahan kadar

8 gram per 100 ml air, yaitu penurunan rata–rata sebesar 0.53 ppm. Gambaran tentang masing masing pengaruh dosis ditampilkan pada Gambar 1. Berdasarkan angka penurunan kadar Khrom pada contoh, dapat dijelaskan bahwa semakin tinggi konsentrasi dosis jambu biji, semakin kuat daya serap arang jambu biji terhadap Khrom. Menurut Koziowroski, zat tannin ini merupakan zat yang menyebabkan jambu biji memiliki kemampuan penyerapan. Diketahui bahwa adanya ikatan karbonil pada zat tannin menjadikan molekul yang mudah terprotonasi atau bermuatan positif sehingga dapat menarik atau menyerap anion khrom yang bermuatan negatif.

Page 84: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 82

Gambar 2 : Grafik penurunan kadar Khrom dengan variasi dosis jambu biji

Pengaruh pH dan Suhu Air pada Proses Kerja Penelitian

pH dan Suhu Air, pada bagian terdahulu sebutkan sebagai variable kontrol, karena dengan pH dan suhu air yang ektrim akan dapat menyebabkan tidak aktifnya bahan tannin. Hasil pengukuran pH pada bejana penelitian dalam setiap periode pengukuran dihasilkan pH terendah: 3.4 dan tertinggi 3,8, sedangkan suhu Suhu air terendah: 26°C dan tertinggi 28°C. Angka pH dan suhu air ini masih dalam kondisi normal dan dapat ditolelir untuk aktifitas bahan tannin atau tidak berpengaruh terhadap aktivitas penyerapan tannin pada logam berat Khrom. SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan penelitian adalah bahwa kulit pohon jambu biji (Psidium Guajava) yang mengandung tannin dapat digunakan sebagai bahan penyerap logam berat Khrom pada limbah cair produksi penyamakan kulit. Dengan 8 gram arang kulit pohon jambu biji ini dapat menurunkan kadar Khrom 0,355 ppm pada pH antara 3,4 sampai dengan 3,8 dan pada suhu antara 26 o C sampai dengan 28 o C.

Disarankan agar dilaksanakan penelitian lebih lanjut terhadap kandungan logam Khrom selain dari variasi dosis, juga perlu variasi keasaman (pH) yang efektif serta kombinasi perlakuan lainnya seperti jumlah pengadukan maupun pembuatan arang pohon jambu bijinya. DAFTAR PUSTAKA APHA AWWA and WPCF (1985). Standart Methods For Examination of Water and Waste

Water . 16 th ed New York. United States of America. FAO/WHO (1980) Recommended Health Based Limit in Occoputional Exposure to Heavy

Metal. Geneva World Health Organization FAO/WHO (1992) Environmental Health Criteria 137 Chroom Environmental Aspect. Geneva

World Health Organization Koziowroski dan Kucharski (1972). Peraturan Pemerintah No 82 tahun 2001 tentang pengendalian Pencemaran Lingkungan

Page 85: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 83

PENGARUH LARUTAN SEREH WANGI DAN DAUN TEMBELEKAN TERHADAP DAYA TOLAK GIGITAN NYAMUK AEDES AEGYPTI

Tuhu Pinardi*, Hery Koesmantoro*, Moch. Yulianto* *= Prodi Kesehatan Lingkungan Madiun Jurusan Kesehatan Lingkungan

Poltekkes Depkes Surabaya

ABSTRAK

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan di Indonesia. DBD disebabkan oleh virus Dengue I, II, III, dan IV yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Pengendalian populasi nyamuk Aedes aegypti dapat dilakukan dengan cara kimia dan biologi. Cara kimia menggunakan bahan–bahan kimia yang dapat menimbulkan efek toksik pada nyamuk, tetapi jika tidak terkendali dapat mencemari lingkungan dan menyebabkan nyamuk menjadi resisten terhadap insektisida sintetis. Alternatif lain untuk mengendalikan populasi Aedes aegypti yaitu dengan menggunakan bahan aktif yang ramah lingkungan dan toksisitas terhadap mamalia rendah, sehingga aman terhadap manusia dan binatang ternak. Bahan aktif alami yang dapat digunakan tersebut antara lain larutan sereh wangi dan daun tembelekan.

Penelitian quasi eksperimen dengan desain one group pre test post test ini menganalisis pengaruh variasi dosis larutan sereh wangi dan daun tembelekan terhadap daya tolak gigitan nyamuk Aedes aegypti dengan menggunakan uji One Way Anova. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 7 variasi dosis, yang paling efektif sebagai repelen adalah larutan sereh wangi tanpa campuran larutan daun tembelekan, yang lebih kecil pengaruhnya adalah larutan sereh wangi 20 ml dengan campuran larutan daun tembelekan 40 ml. Disimpulkan ada pengaruh sebelum dan sesudah diolesi campuran larutan sereh wangi dan daun tembelekan terhadap tangan yang diumpankan pada nyamuk Aedes aegypti. Penelitian ini terbatas untuk mengetahui dosis yang berpengaruh besar untuk menolak gigitan nyamuk Aedes aegypti, sehingga perlu penelitian sejenis untuk mengetahui berapa lama efektifitas campuran larutan sereh wangi dan daun tembelekan terhadap daya tolak gigitan nyamuk Aedes aegypti.

Kata kunci : insektisida , toksisitas , resisten Telepon: 081556670065 PENDAHULUAN

Latar Belakang Indonesia dalam peta wabah DBD ada di posisi memprihatinkan. Dalam morbidity rate

dan mortality rate DBD di kawasan Asia Tenggara, selama kurun waktu 1985-2004, Indonesia ada di urutan kedua setelah Thailand. Pada tahun 2005, jumlah kasus DBD di Indonesia sampai Februari 2005 sebanyak 5.064 kasus dengan 113 kematian. Di DKI Jakarta, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur peningkatan perlu diwaspadai sebagai KLB DBD.

Pengendalian nyamuk dengan cara kimia menggunakan bahan kimia yang berefek toksik pada nyamuk yaitu insektisida yang dapat berupa bahan sintetis maupun alami. Penggunaan bahan kimia yang beredar di pasaran dapat menurunkan populasi dengan cepat dan mudah dipakai, namun dapat menyebabkan pencemaran air, tanah, membunuh mikroorganisme yang

Page 86: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 84

menguntungkan, membunuh predator, dan menyebabkan nyamuk menjadi resisten terhadap insektisida sintetis (Subiyakto Sudarmo, 1991). Maka diperlukan alternatif yaitu bahan alami yang ramah lingkungan dan aman terhadap manusia, misalnya larutan sereh wangi dan tembelek untuk menolak gigitan nyamuk Aedes aegypti.

Batang dan daun sereh wangi (Cymbopogon nardus) bisa dimanfaatkan sebagai pengusir nyamuk. Sereh wangi mengandung geraniol, metilheptenon, terpen-terpen, terpen-alkohol, asam-asam organik, dan terutama sitronelal. Kandungan terbesar adalah sitronela (35%) dan geraniol (35-40%). Sitronelal bersifat racun kontak yang dapat menyebabkan kematian akibat kehilangan cairan secara terus-menerus sehingga tubuh nyamuk kekurangan cairan (http://cintaindonesia magazine.blogspot.com/2006/06/editorial _27.html).

Daun dan bunga tembelekan (Lantana Cemara Linn) berpotensi sebagai insektisida nabati karena mengandung lantadene A, lantadene B, lantanolic acid, lantic acid, humule (mengandung minyak asiri), b-caryophyllene, g-terpidene, a-pinene dan r-cymene. (http://yhochanz.wordpress.com/author/yhochanz/(lantana camara). Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan: 1) menentukan variasi dosis larutan sereh wangi dan tembelekan, 2) menguji daya tolak gigitan Aedes aegypti, 3) menganalisa uji repelen. Manfaat penelitian ini adalah sebagai: 1) alternatif pengganti untuk penolak nyamuk Aedes aegypti yang tidak mencemari lingkungan, 2) bahan pertimbangan dalam pengendalian Aedes aegypti. BAHAN DAN METODE

Penelitian quasi eksperimen dengan rancangan One Group Pretest Postest ini meneliti campuran larutan sereh wangi dan daun tembelekan sebagai variabel bebas dan jumlah gigitan nyamuk Aedes aegypti sebagai variabel terikat. Variabel pengganggu penelitian ini adalah suhu udara, kelembaban, umur nyamuk, jenis sereh wangi dan jenis daun tembelekan.

Sampel penelitian mengacu pada pernyataan Singarimbun bahwa sampel kecil penelitian adalah 30 buah. Untuk menetapkan jumlah replikasi menurut Sri Purwati dalam eksplorasi bahan nabati sebagai repelen terhadap nyamuk Aedes aegypti tahun 2003 dapat dihitung dengan menggunakan rumus (t-1) (r-1) ≥ 15, sehingga dari perhitungan diperoleh r = replikasi sejumlah 4 kali. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara membiakkan nyamuk Aedes aegypti di dalam Laboratorium Entomologi Program Studi Kesehatan Lingkungan Madiun. Telur nyamuk diperoleh dari Balai Penelitian Vektor dan Reservoir Penyakit di Salatiga. Analisis data menggunakan uji hipotesis One Way Anova dengan taraf signifikan 5%. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Data hasil pengamatan replikasi penggunaan larutan sereh wangi dan daun tembelekan dalam berbagai variasi waktu dan efektifitasnya untuk menghasilkan daya tolak terhadap gigitan nyamuk Aedes aegypti disajikan secara rinci pada Tabel 1 sampai dengan Tabel 7.

Page 87: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 85

Tabel 1. Hasil Pengamatan Replikasi 1 Selama 5 menit dan 10 menit

No Kelom

pok Perbandingan Dosis Jumlah Nyamuk yang Hinggap dan atau Menggigit

Sereh Wangi Tembelekan Pre–test/kontrol (5 menit) Post test 5 menit Posttest 10 menit

1 I 50 ml 10 ml

26 ekor

3 ekor 8 ekor

2 II 40 ml 20 ml 0 3 ekor

3 III 30 ml 30 ml 1 ekor 1 ekor

4 IV 20 ml 40 ml 0 2 ekor

5 V 10 ml 50 ml 0 0

6 VI 60 ml - 0 0

7 VII - 60 ml 0 2 ekor

Tabel 2. Hasil Pengamatan Replikasi 2 Selama 5 menit dan 10 menit

No Kelom

pok Perbandingan Dosis Jumlah Nyamuk yang Hinggap dan atau Menggigit

Sereh Wangi Tembelekan Pre–test/kontrol (5 menit) Posttest 5 menit Posttest10 menit

1 I 50 ml 10 ml

34 ekor

8 ekor 12 ekor

2 II 40 ml 20 ml 4 ekor 6 ekor

3 III 30 ml 30 ml 4 ekor 8 ekor

4 IV 20 ml 40 ml 0 2 ekor

5 V 10 ml 50 ml 1 ekor 2 ekor

6 VI 60 ml - 0 1 ekor

7 VII - 60 ml 5 ekor 11 ekor

Tabel 3. Hasil Pengamatan Replikasi 3 Selama 5 menit dan 10 menit

No Kelom

pok Perbandingan Dosis Jumlah Nyamuk yang Hinggap dan atau Menggigit

Sereh Wangi Tembelekan Pre–test/kontrol (5 menit) Posttest 5 menit Posttest 10 menit

1 I 50 ml 10 ml

55 ekor

4 ekor 7 ekor

2 II 40 ml 20 ml 1 ekor 2 ekor

3 III 30 ml 30 ml 0 4 ekor

4 IV 20 ml 40 ml 0 1 ekor

5 V 10 ml 50 ml 1 ekor 3 ekor

6 VI 60 ml - 0 0

7 VII - 60 ml 2 ekor 3 ekor

Tabel 4. Hasil Pengamatan Replikasi 4 Selama 5 menit dan 10 menit

No Kelom

pok Perbandingan Dosis Jumlah Nyamuk yang Hinggap dan atau Menggigit

Sereh Wangi Tembelekan Pre – test/ kontrol (5 menit) Posttest 5 menit Posttest 10 menit

1 I 50 ml 10 ml

22 ekor

5 ekor 12 ekor

2 II 40 ml 20 ml 0 3 ekor

3 III 30 ml 30 ml 5 ekor 8 ekor

4 IV 20 ml 40 ml 3 ekor 7 ekor

5 V 10 ml 50 ml 6 ekor 8 ekor

6 VI 60 ml - 0 1 ekor

7 VII - 60 ml 2 ekor 3 ekor

Page 88: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 86

Tabel 5. Hasil rata–rata hitung Pengamatan Pre test Selama 5 menit

No Replikasi

Jumlah Rata - rata I II III IV

1 26 ekor 34 ekor 55 ekor 22 ekor 137 ekor 34,25

Tabe 6. Hasil rata – rata pengamatan replikasi 4 kali selama 5 menit

Kelompok Replikasi

Jumlah Rata – rata

I II III IV Ekor %

I 3 ekor 8 ekor 4 ekor 5 ekor 20 ekor 5 36,36

II 0 4 ekor 1 ekor 0 5 ekor 1,25 9.09

III 1 ekor 4 ekor 0 5 ekor 10 ekor 2.5 18,18

IV 0 0 0 3 ekor 3 ekor 0,75 5.46

V 0 1 ekor 1 ekor 6 ekor 8 ekor 2 14,55

VI 0 0 0 0 0 0 0

VII 0 5 ekor 2 ekor 2 ekor 9 ekor 2.25 16,36

13,75 100

Tabel 7. Hasil rata–rata pengamatan replikasi 4 kali selama 10 menit

Kelompok Replikasi

Jumlah Rata – rata

I II III IV Ekor %

I 8 ekor 12 ekor 7 ekor 12 ekor 39 ekor 9,75 32,5

II 3 ekor 6 ekor 2 ekor 3 ekor 14 ekor 3,5 11,67

III 1 ekor 8 ekor 4 ekor 8 ekor 21 ekor 5,25 17,5

IV 2 ekor 2 ekor 1 ekor 7 ekor 12 ekor 3 10

V 0 2 ekor 3 ekor 8 ekor 13 ekor 3,25 10,83

VI 0 1 ekor 0 1 ekor 2 ekor 0,5 1,67

VII 2 ekor 11 ekor 3 ekor 3 ekor 19 ekor 4,75 15,83

30 100

Hasil replikasi uji coba selama 5 menit dari replikasi 1, 2, 3 dan ke 4 yang paling efektif

adalah dari replikasi kelompok VI dengan menggunakan larutan sereh wangi tanpa campuran larutan tembelekan. Larutan sereh wangi mengandung sitronela (35%) dan geraniol (35-40%). Zat sitronelal ini memiliki sifat racun kontak. Sebagai racun kontak, ia dapat menyebabkan kematian akibat kehilangan cairan secara terus-menerus sehingga tubuh nyamuk kekurangan cairan hal ini dapat terjadi setelah nyamuk mencium aroma ekstraks sereh wangi, tanaman ini mempunyai aroma yang sangat wangi akan menyebabkan nyamuk menolak karena baunya.

Jumlah rata–rata nyamuk yang hinggap dan atau menggigit setelah perlakuan selama 5 menit dengan 4 kali replikasi yang paling banyak terjadi pada kelompok I sebanyak 5 ekor atau 36,36% dan yang paling sedikit terjadi pada kelompok IV sebanyak 0,75 ekor atau 5,46%. Hal ini terjadi karena kemungkinan kedua larutan tidak cocok untuk dicampurkan sehingga kurang efektif 100% bila digunakan untuk repelen. Kedua larutan ini mempunyai kandungan kimia

Page 89: jurnal gaki 2

Vol.I No.1 Januari 2010 ISSN: 2086-3098

Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes 87

yang berbeda yang kemungkinan membuat bahan ini tidak cocok untuk dicampurkan. Jumlah rata–rata nyamuk yang hinggap dan atau menggigit setelah perlakuan selama 10

menit dengan 4 kali replikasi yang paling banyak terjadi pada kelompok I sebanyak 9,75 ekor atau 32,5% dan yang paling sedikit terjadi pada kelompok VI sebanyak 0,5 ekor atau 1,67%. Hal ini terjadi karena kemungkinan kedua larutan tidak cocok untuk dicampurkan sehingga kurang efektif 100 % bila digunakan untuk repelen. Nyamuk Aedes aegypti mempunyai kebiasaan menggigit berulang maka semakin lama waktunya, jumlah nyamuk yang hinggap dan atau menggigit bertambah jumlahnya. SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan penelitian adalah: 1) ada perbedaan sebelum dan sesudah perlakuan dengan

larutan sereh wangi dan daun tembelekan terhadap daya tolak gigitan nyamuk Aedes aegypti. Pada uji repelen selama 5 dan 10 menit yang paling efektif adalah kelompok VI larutan sereh wangi tanpa campuran tembelekan, 2) ada pengaruh perbedaan dosis campuran larutan sereh wangi dan larutan daun tembelekan terhadap daya tolak gigitan nyamuk Aedes aegypti.

Saran yang diberikan adalah: 1) masyarakat lebih kreatif memanfaatkan tanaman yang dapat digunakan sebagai repelen atau zat penolak gigitan Aedes aegypti, misalnya sereh wangi dan tembelekan, juga menanam tanaman penolak nyamuk, 2) perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang tanaman sereh wangi dan tembelekan yang lebih besar pengaruhnya terhadap daya tolak gigitan Aedes aegypti, 2) perlu dilakukan penelitian tentang kandungan masing–masing bahan yang berperan paling besar untuk menolak gigitan Aedes aegypti. DAFTAR PUSTAKA Depkes RI. 1987. Ekologi Vektor dan Beberapa Aspek Perilaku. Jakarta: Depkes RI Ditjen

Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman. http://id.shvoong.com/exact-sciences/agronomy-agriculture/1856111-sereh-wangi-

cymbopogon- citrates/. http://id.wikipedia.org/wiki/Aedes_aegypti. http://theindonesianinstitute.com/index.php/20050601145/KEBIJAKAN-PEMBERANTASAN-

WABAH-. http://www.atsiriindonesia.com/tanaman.php?id_news=8&detail_news=1&desk_news=deskrip

si. http://www.majalah-farmacia.com. http://www.mardi.my/herba1/seraiwangi.html. http://www.yong.350.com/Bunga_Obat/Lantana.htm. http://yhochanz.wordpress.com/author/yhochanz/. Notoatmodjo Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta. Singarimbun Masri dan Effendi Sofian. 1987. Metodologi Penelitian Survei (Edisi Revisi).

Jakarta: LP3ES (Lembaga Penelitian, Pendidikan dan penerangan Ekonomi dan social. WHO. 1999. Demam Berdarah Dengue Diagnosis, Pengobatan, Pencegahan dan

Pengendalian: Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.