Jurnal Firmina Yohana Lodan

download Jurnal Firmina Yohana Lodan

of 22

Transcript of Jurnal Firmina Yohana Lodan

1

NASKAH PUBLIKASI

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN PERAWAT DALAM PELAKSANAAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PEMASANGAN INFUS DI BANGSAL MELATI RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

FIRMINA YOHANA LODAN08130562

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA2012NASKAH PUBLIKASI

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN PERAWAT DALAM PELAKSANAAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PEMASANGAN INFUS DI BANGSAL MELATI RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

FIRMINA YOHANA LODAN08130562

THE FACTORS RELATED TO THE DISCIPLINE OF NURSES IN CARRYING OUT STANDARD OPERATING PROCEDURE IN INTRAVENOUS ATTACHMENT AT MELATI WARDS AT PANEMBAHAN SENOPATI LOCAL GENERAL HOSPITAL IN BANTUL

Firmina Yohana Lodan[footnoteRef:2], Abdul Majid[footnoteRef:3], Adi Sucipto[footnoteRef:4] [2: Student of Bachelors Degree of Nursing Study of Respati University of Yogyakarta.] [3: Lecturer of Health Polytechnic of Yogyakarta Ministry of Health.] [4: Lecturer of Respati University of Yogyakarta.]

ABSTRACT

Background: Intravenous attachment is one of the services carried out by nurses. A Standard Operating Procedure (SOP) is needed in the process. A quality intravenous attachment will happen if the process refers to the standard so infection or other problems can be reduced or even eliminated. Observation on 4 nurses who did not do the intravenous attachment based on the standard showed that 83% did not wash their hands before doing it, 85% did not disinfect the liquid bottle cap, 85% did not apply a sheet and the pad. Research aim: To find the factors related to the discipline of nurses in carrying out standard operating procedure in intravenous attachment at Melati wards at Panembahan Senopati local general hospital in Bantul.Research Method: Observational study with the design of cross sectional research. Sample amount was total sampling with 22 nurses as the samples. Data collection tool used was questionnaire and observation sheet. Data analysis used was Chi Square with =0,05.Result: There was significant relation between nurses age and their discipline in carrying out the SOP, (p=0,00), and there was a significant relation between the nurses length of work and their discipline in carrying out the SOP, (p=0,00), and there was significant relation between gender and nurses discipline in carrying out the SOP (p=0,011), and there was a significant relation between education and nurses discipline in carrying out the SOP, (p=0,006), and there was significant relation between nurses attitude and their discipline in carrying out the SOP, (p=0,052). The most dominant influencing variable in the nurses discipline in carrying out the SOP in intravenous attachment at Melati wards at Panembahan Senopati local general hospital in Bantul was the variable of the length of work (p=0,002)Conclusion: There was significant realtion between age, gender, length of work, education, and attitude and nurses discipline carrying out the SOP in intravenous attachment.

Keywords: Discipline, Age, Gender, Length Of Work, Education, Attitude, Motivation, Knowledge And Intravenous Attachment SOP.

ii

A. LATAR BELAKANGUpaya mewujudkan Indonesia sehat 2010 pelayanan kesehatan dilaksanakan di berbagai unit pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, termasuk klinik serta melibatkan berbagai masyarakat seperti lembaga swadaya masyarakat. Dalam era globalisasi, rumah sakit sebagai unit pelayanan kesehatan masyarakat perlu meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Pasal 3 UU RI no 36 tahun 2009 tentang mewujudkan derajat kesehatan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan keadaan kesehatan yang lebih baik dari sebelumnya. Derajat kesehatan yang setinggi-tingginya mungkin dapat dicapai pada suatu saat sesuai dengan kondisi dan situasi serta kemampuan yang nyata dari setiap orang atau masyarakat. Upaya kesehatan harus selalu diusahakan peningkatannya secara terus menerus agar masyarakat yang sehat sebagai investasi dalam pembangunan dapat hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan yang optimal tidak lepas dari peran tenaga kesehatan. 1 Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Tenaga kesehatan antara lain dokter, apoteker, bidan, dan salah satunya adalah perawat. Perawat adalah orang yang mengasuh, merawat dan melindugi, yang merawat orang sakit, luka dan usia lanjut.1Peran perawat adalah menjaga pasien mempertahankan kondisi terbaiknya terhadap masalah kesehatan yang menimpa dirinya. Dalam SK Menkes No. 674/Menkes/SK/IV/2000 menyebutkan bahwa perawat dapat menjalankan praktik perorangan atau kelompok dan juga disebutkan sejauh mana perawat dibolehkan melakukan intervensi medis. Pemasangan infus merupakan salah satu tindakan keperawatan yang sering dilakukan dirumah sakit sehingga kemungkinan terjadinya infeksi klinis karena pemasangan infus cukup tinggi dan ini akan menambah tingginya biaya perawatan dan menambah angka kesakitan pasien.1Tindakan pemasangan infus akan berkualitas apabila dalam pelaksanaannya mengacu pada standar yang telah ditetapkan sehingga kejadian infeksi atau berbagai permasalahan akibat pemasangan infus dapat dikurangi bahkan tidak terjadi. Berdasarkan gambaran tersebut sebaiknya perawat menguasai betul prosedur dan perlengkapan yang diperlukan dalam pemasangan infus, memberi terapi yang efektif dan mencegah komplikasi. Keakuratan dan keamanan cairan yang masuk kedalam tubuh pasien dapat dioptimalkan dengan mengikuti langkah-langkah proses keperawatan dengan melakukan 7 prinsip benar obat yaitu: benar pasien, benar obat, benar dosis, benar waktu, benar cara pemberian, benar perawat/ pemberi dan benar dokumentasi.2Komplikasi yang terjadi akibat pemasangan infus adalah komplikasi sistemik dan lokal. Komplikasi sistemik meliputi: septikemia, alergi dan overload, sedangkan komplikasi lokal meliputi plebitis, Hematoma, Tromboflebitis, atau bengkak (inflamasi), emboli udara, spasme vena reaksi vasovagal, kerusakan syaraf, tendon dan ligamen.3Hasil penelitian yang dilakukan Zulbahagiani (2005) menyebutkan bahwa infeksi nosokomial yang sudah terdata tiap bulan di RSUD adalah infeksi karena jarum infus (plebitis). Pada tahun 2004 insidensi kejadian infeksi nosokomial sebesar 14,1%. Hasil pemeriksaan tangan didapatkan 4,3% terdapat kuman E. Coli, sebanyak 84,7% terdapat jenis kuman lain dan 11,0% tidak terdapat kuman.4Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kepatuhan petugas dalam melakukan tugasnya. Faktor tersebut adalah faktor internal dan faktor eksternal individu. Faktor internal meliputi kemampuan, keterampilan, lama kerja, umur, jenis kelamin, sikap dan motivasi. Sedangkan faktor eksternal adalah sarana dan prasarana, kepemimpinan dan imbalan.4Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan Bulan November 2011 di Ruang Melati RSUD Panembahan Senopati Bantul didapatkan data jumlah perawat sebanyak 22 orang. Dalam setiap shift jaga terdiri dari 4-5 orang perawat dengan rata-rata pasien 20 orang, pemasangan infus 4-6 orang. Hasil observasi dari 4 orang perawat yang melakukan pemasangan infus tidak sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP), 83% tidak melakukan cuci tangan sebelum melakukan tindakan, 85% tidak melakukan desinfeksi tutup botol cairan, 85% tidak memasang perlak dan alasnya. Berdasarkan uraian diatas terlihat bahwa pelaksanaan standar dalam tindakan pemasangan infus merupakan suatu masalah, maka peneliti tertarik untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan kepatuhan perawat terhadap prosedur pemasangan infus.

A. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang masalah diatas memberi dasar bagi peneliti untuk merumuskan masalah penelitian sebagai berikut: Faktor-faktor apakah yang berhubungan dengan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan SOP pemasangan infus di Bangsal Melati RSUD Panembahan Senopati Bantul?

B. METODOLOGI PENELITIANStudi observasional dengan rancangan penelitian cross sectional yaitu pengumpulan data yang menunjukan waktu tertentu atau pengumpulannya dilakukan dalam waktu bersamaan, dimana pengumpulan data tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan perawat dalam pelaksaanan SOP pemasangan infus yang dilakukan dalam waktu bersamaan. Pengambilan data dilakukan di Bangsal Melati RSUD Panembahan Senopati Bantul, pada tanggal 30 Maret 10 Mei 2012.Populasi dalam penelitian ini adalah Populasi dalam penelitian ini adalah perawat yang bekerja di Bangsal Melati RSUD Panembahan Senopati Bantul sebanyak 22 perawat. 5, 6. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh perawat pelaksana yang bekerja di Bangsal Melati RSUD Panembahan Senopati Bantul yang berjumlah 22 orang.Teknik Pengambilan sampel yang dilakukan oleh peneliti adalah total sampling.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Peneltian a) Deskripsi Data PenelitianData penelitian ini meliputi umur, lama bekerja, jenis kelamin, pendidikan, sikap, motivasi, pengetahuan dan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan standar operasional (SOP) pemasangan infus. Hasil analisis distribusi frekuensi umur, lama bekerja, jenis kelamin, pendidikan, sikap, motivasi, pengetahuan, dan keterampilan.Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin, Lama Bekerja, Pendidikan, Sikap, Motivasi, Pengetahuan, Keterampilan Dan Kepatuhan di Ruang Rawat Inap Bangsal Melati RSUD Panembahan Senopati Bantul. (n=20)

Variabel Kategori Frekuensi Prosentase

Umur Dewasa Muda (18-40 thn)Dewasa Madya (41-64 thn )71531,8%68,2%

Jenis kelamin Perempuan Laki-laki 16672,7%27,3%

Lama bekerja Baru (< 5 thn)Lama ( 5 thn)81436,4%63,6%

Pendidikan D-3 1045,5%

D-4/S-11254,5%

Sikap Baik ( 50)Kurang baik (35-50 tahun 58,8% lebih patuh dengan nilai signifikan 0,045.8

Rentang umur yang dijalani meningkatkan pengalaman kerja perawat sehingga akan mampu meningkatkan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan standar operasional (SOP) pemasangan infus. Pekerjaan pemasangan infus juga bukan merupakan pekerjaan yang membutuhkan fisik dan energi yang banyak, yang dibutuhkan hanyalah komitmen diri untuk melakukan pekerjaan sesuai standar operasional (SOP). Hasil ini didukung oleh Heru subekti (2000) umur perawat berpengaruh di dalam keselamatan kerja agar selalu bekerja dalam keadaan sehat, nyaman, selamat, produktif, dan sejahtera untuk dapat mencapai tujuan tersebut perlu kemauan, kemampuan dan kerjasama yang baik dari semua pihak.9b) Hubungan jenis kelamin dengan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan standar operasional (SOP) pemasangan infus di Bangsal Melati RSUD Panembahan Senopati Bantul.

Perempuan mempunyai keunggulan dalam melakukan pekerjaan tertentu karena sifat perempuan yang lebih teliti dibandingkan dengan laki-laki, sedangkan laki-laki juga mempunyai keunggulan tertentu terutama yang berkaitan dengan fisik dan keberanian. Hasil tabel 4.1 diketahui distribusi frekuensi responden sebagian besar perawat dalam kategori jenis kelamin perempuan sebanyak 16 orang atau 72,7%.Hasil analisi chi square di peroleh p-value antara jenis kelamin dengan kepatuhan perawat dalam dalam pelaksanaan standar operasional (SOP) pemasangan infus sebesar 0,011 artinya ada hubungan pada taraf kepercayaan 95% antara jenis kelamin dengan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan standar operasional (SOP) pemasangan infus di Bangsal Melati RSUD Panembahan Senopati Bantul.Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai odd ratio sebesar 21,667 pada Cl 95% antara 1.802-260.574. Dapat diartikan bahwa perawat yang berjenis kelamin perempuan berpeluang patuh melaksanakan SOP pemasangan infus sebesar 21 kali dibandingkan dengan perawat yang berjenis kelamin laki-laki.Hasil ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti Anggara (2011) menyebutkan ada hubungan antara jenis kelamin denga kinerja perawat pelaksana. 10Berbeda dengan hasil penelitian Panggabean (2008) tentang hubungan pengetahuan dan sikap petugas laboratorium terhadap kepatuhan menerapkan standar operasional (SOP) di puskesmas kota pekan baru yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan jenis kelamin dengan kepatuhan petugas laboratorium menerapkan standar operasional (SOP), jenis kelamin perempuan dengan hasil distribusi 94% dengan nilai sgnifikansinya 0,680.8 9

c) Hubungan lama bekerja dengan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan standar operasional (SOP) pemasangan table di Bangsal Melati RSUD Panembahan Senopati Bantul.Hasil table 4.1 diketahui distribusi frekuensi responden sebagian besar perawat dalam kategori lama bekerja lebih dari lima tahun sebanyak 14 orang atau 63,6%. Masa kerja merupakan jumlah waktu yang telah dijalani seseorang dalam melaksanakan profesi tertentu. Hasil analisis diketahui sebagian besar perawat mempunyai masa kerja lama (5 tahun) sebanyak 59,1%. Hasil ini menunjukan bahwa masa kerja perawat tergolong lama. Masa kerja yang telah dijalani oleh perawat akan membentuk pengalaman kerja sehingga akan mampu meningkatkan pengetahuan dan kompetensi dalam melaksanakan tugasnya. Semakin lama masa kerja yang dijalani seorang perawat maka akan semakin banyak pengalaman yang diperolehnya sehingga akan mampu melaksanakan tugasnya dengan baik.Hasil penelitian yang menunjukkan sebagian besar perawat yang mempunyai masa kerja lama ( 5 tahun) patuh dalam melaksanakan pemasangan infus sesuai standar operasional (SOP) sebesar 59,1%. Sedangkan perawat yang mempunyai masa kerja baru (< 5 tahun) sebagian besar tidak patuh dalam melaksanakan pemasangan infus sesuai standar operasional (SOP) sebesar 31,8%. Hasil ini menunjukan bahwa perawat yang mempunyai masa kerja lebih lama mempunyai kepatuhan yang lebih baik.Hasil analisi chi square antara lama bekerja dengan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan standar operasional (SOP) pemasangan infus didapatkan p-value jenis kelamin sebesar 0,00 berarti ada hubungan pada taraf kepercayaan 95% antara lama bekerja dengan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan standar operasional (SOP) pemasangan infus.Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai odd ratio sebesar 91,000 pada Cl 95% antara 4.907-1687.487. Dapat diartikan bahwa perawat yag masa kerja lebih dari lima tahun berpeluang patuh melaksanakan standar operasional (SOP) pemasangan infus sebesar 91 kali dibandingkan dengan masa kerja kurang dari lima tahun.10

d) Hubungan pendidikan dengan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan standar operasional (SOP) pemasangan infus di Bangsal Melati RSUD Panembahan Senopati Bantul.

Hasil tabel 4.1 diketahui distribusi frekuensi responden pendidikan sebagian besar perawat berpendidikan D-4/S-1 sebanyak 12 orang atau 54,5%.Menurut Notoatmodjo (2003) bahwa pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan seseorang. Secara umum sesorang yang berpendidikan tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan sesorang yang tingkat pendidikanya lebih rendah.11Hasil analisis chi square antara pendidikan dengan kepatuhan perawat dalam dalam pelaksanaan standar operasional (SOP) pemasangan infus didapatkan p-value pendidikan sebesar 0,006 pada berarti ada hubungan pada taraf kepercayaan 95% antara pendidikan dengan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan standar operasional (SOP) pemasangan infus.Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai odd ratio sebesar 25,667 pada Cl 95% antara 2.207-298.494. Dapat diartikan bahwa perawat yang berpendidikan D-4/S-1 berpeluang patuh melaksanakan standar operasional (SOP) pemasangan infus sebesar 25 kali dibandingkan dengan perawat yang berpendidikan D-3.Hasil ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti Anggara (2011) menyebutkan ada hubungan antara pendidikan dengan kinerja perawat pelaksana. Dimana perawat yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi dalam hal ini S-1/ D-4 memiliki kinerja yang lebih baik.10e) Hubungan sikap dengan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan standar operasional (SOP) pemasangan nfuse di Bangsal Melati RSUD Panembahan Senopati Bantul.

Sikap merupakan respon tertutup dari adanya stimulus. Sikap terhadap palaksanaan standar operasional (SOP) pemasangan infus menunjukkan respon perawat terhadap konsep pelaksanaan standar operasional (SOP) pemasangan infus. Hasil tabel 4.1 diketahui distribusi frekuensi sebagian besar perawat memiliki sikap baik ( 50) sebanyak 15 orang atau 68,2%. Hasil ini diketahui sebagian besar perawat mempunyai sikap yang baik sebesar 54,5%. Hasil positif menunjukkan dukungan perawat terhadap pelaksanaan pemasangan infus sesuai standar operasional (SOP). Hal tersebut dibuktikan dari hasil analisis chi square antara sikap dengan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan standar operasional (SOP) pemasangan infus didapatkan p-value sikap sebesar 0,052, berarti ada hubungan pada taraf kepercayaan 95% antara sikap dengan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan standar operasional (SOP) pemasangan infus.Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai odd ratio sebesar 10,000 pada Cl 95% antara 1.260-79.339. Dapat diartikan bahwa perawat yang memiliki sikap baik berpeluang patuh melaksanakan standar operasional (SOP) pemasangan infus sebesar 10 kali dibandingkan dengan perawat yang memiliki sikap kurang baik.Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek, meskipun demikian sikap yang baik merupakan faktor predisposisi dalam pembentukan perilaku (Notoatmodjo, 2003). Pada tahap selanjutnya sikap menjadi bentuk kesiapan untuk melalukan tindakan.11f) Hubungan motivasi dengan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan standar operasional (SOP) pemasangan infus di Bangsal Melati RSUD Panembahan Senopati Bantul.

Motivasi diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri idividu, yang menyebabkan individu tersebut bertindak atau berbuat, yang tidak dapat diamati secara langsung, tetapi dapat diinterprestasikan dalam tingkah lakunya berupa rasangan dorongan, sehingga menghasilkan tingkah laku tertentu .Motivasi kepatuhan perawat dalam melaksanakan standar operasional (SOP) pemasangan infus berati dorongan karena faktor-faktor tertentu yang menyebabkan individu akan melakukan tugas-tugas sesuai dengan standar operasional (SOP) pemasangan ifus yang telah ditetapkan. Hasil tabel 4.1 diketahui distribusi frekuensi sebagian besar perawat memiliki motivasi tinggi ( 70) sebanyak 16 orang atau 72,7%.Hasil analisi chi square antara motivasi dengan kepatuhan perawat dalam dalam pelaksanaan standar operasional (SOP) pemasangan infus p-value motivasi sebesar 0,137, berarti tidak ada hubungan pada taraf kepercayaan 95% antara motivasi dengan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan standar operasional (SOP) pemasangan infus.Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai odd ratio sebesar 6,000 pada Cl 95% antara 780-46.143. Dapat diartikan bahwa perawat yang mempunyai motivasi tinggi berpeluang patuh melaksanakan standar operasional (SOP) pemasangan infus sebesar 6 kali dibandingkan dengan perawat yang mempunyai motivasi rendah.12

g) .Hubungan pengetahuan dengan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan standar operasional (SOP) pemasangan infus di Bangsal Melati RSUD Panembahan Senopati Bantul.

Pengetahuan tidak selamanya muncul atau diwujudkan dalam bentuk perilaku. Notoatmodjo (2003) mengungkapkan 6 tingkatan pengetahuan, yaitu tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Pengetahuan yang dimiliki responden dapat termasuk dalam satu tingkat pengetahuan tersebut sesuai tingkat pertanyaan pada variabel pengetahuan tentang prosedur tindakan. Jadi, pengetahuan yang baik sangat mungkin tidak sampai pada penerapan di lapangan sehingga pengetahuan dapat tidak berhubungan dengan tingkat kepatuhan mengikuti prosedur tindakan. Hal tersebut dibuktikan dari hasil analisis menunjukkan sebagian besar perawat yang memiliki pengetahuan kurang baik tentang kepatuhan dalam melaksanakan standar operasional (SOP) pemasangan infus sebesar 50,0%. Hasil tabel 4.1 diketahui distribusi frekuensi sebagian besar perawat memiliki pengetahuan kurang baik sebanyak 18 orang atau 81,8%.Hasil tersebut juga diukung oleh hasil analisi chi square diperoleh p-value pengetahuan sebesar 1,00, berarti tidak ada hubungan pada taraf kepercayaan 95% antara pengetahuan dengan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan SOP pemasangan infus.Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai odd ratio sebesar 1,909 pada Cl 95% antara 164-22.202. Dapat diartikan bahwa perawat yang berpengetahuan kurang baik berpeluang patuh melaksanakan SOP pemasangan infus sebesar 1,9 kali dibandingkan dengan perawat yang berpengetahuan baik.13h) Hubungan keterampilan dengan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan satndar operasional (SOP) pemasangan infus di Bangsal Melati RSUD Panembahan Senopati Bantul.

Keterampilan mempunyai hubungan keeratan dengan masa kerja. Dimana semakin lama masa kerja maka akan semakin banyak pengalaman yang akan meningkatkan kompetensi untuk melaksanakan standar operasional (SOP) pemasangan infus. Hasil ini didukung teori yang dikemukakan Hartono dkk dalam Sugiartono (2007) yang menyebutkan semakin lama masa kerja petugas maka akan semakin bertambah keterampilan seseorang dalam mematuhi peraturan. Hasil tabel 4.1 diketahui distribusi frekuensi sebagian besar perawat memiliki keterampilan baik sebanyak 14 orang atau 63,6%.Berdasarkan hasil analisis diketahui sebagian besar perawat memiliki keterampilan baik yang patuh dalam melaksanakan pemasangan infus sesuai SOP sebanyak 12 orang (54,5%). Sedangkan perawat memiliki keterampilan kurang baik dalam melaksanakan sesuai SOP sebanyak 6 orang (27,3%).Berdasarkan hasil analisis Chi square diperoleh p value sebesar 0,008 artinya ada hubungan keterampilan dengan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan SOP pemasangan infus di Bangsal Melati RSUD Panembahan Senopati Bantul, sehingga hipotesis penelitian diterima. Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai odd ratio sebesar 18,000 pada Cl 95% antara 2.012-161.044. Dapat diartikan bahwa perawat yang memiliki keterampilan baik berpeluang patuh melaksanakan SOP pemasangan infus sebesar 18 kali dibandingkan dengan perawat yang memiliki keterampilan kurang baik.10

B. Analisa Multivariat

Beberapa variabel yang masuk analisa multivariat (p=