Jurnal Estimasi Populasi Gastropoda

14
ESTIMASI POPULASI GASTROPODA Carissa Paresky Arisagy 12/334991/PN/12981 Manajemen Sumberdaya Perikanan Intisari Makrobentos merupakan salah satu komponen terpenting dalam ekosistem perairan sehubungan dengan perannya sebagai organisme kunci dalam jaring makanan. Tingkat keanekaragaman makrobentos yang terdapat pada lingkungan perairan dapat digunakan sebagai indikator pencemaran. Sebagaimana kehidupan biota lainnya, penyebaran jenis dan populasi komunitas bentos ditentukan oleh sifat fisika, kimia, dan biologi perairan. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari penerapan metode tanpa plot (plotless) untuk mengestimasi populasi gastropoda, serta mempelajari korelasi antara beberapa tolok ukur lingkungan dengan populasi makrobentos (gastropoda). Penelitian dilaksanakan pada tanggal 2 April 2013 di sungai Tambak Bayan, Sleman, Yogyakarta. Metode yang digunakan adalah plotless (tanpa plot), dengan menggunakan tongkat sebagai titik pengambilan cuplikan secara acak. Dilakukan pengambilan parameter kimia, fisika, biologi pada 4 stasiun pengamatan sebagai tolok ukur lingkungan. Dari hasil pengamatan diperoleh densitas gastropoda pada stasiun 2 adalah yang paling tinggi dengan perincian 1089,87 idv/m 2 . Tingginya densitas makrobentos yang terdapat pada stasiun 2 menandakan bahwa kualitas air di sungai Tambak Bayan masih tergolong baik. Sementara, kualitas perairan terburuk adalah stasiun 4 dengan densitas gastropoda sebesar 7,55 idv/m². Kata kunci : densitas gastropoda, estimasi populasi, makrobentos, plotless, sungai PENDAHULUAN

description

laporan praktikum ekologi perairan acara estimasi populasi gastropoda, semester 2 , jurusan perikanan, fakultas pertanian universitas gadjah mada

Transcript of Jurnal Estimasi Populasi Gastropoda

Page 1: Jurnal Estimasi Populasi Gastropoda

ESTIMASI POPULASI GASTROPODA

Carissa Paresky Arisagy

12/334991/PN/12981

Manajemen Sumberdaya Perikanan

Intisari

Makrobentos merupakan salah satu komponen terpenting dalam ekosistem perairan sehubungan dengan perannya sebagai organisme kunci dalam jaring makanan. Tingkat keanekaragaman makrobentos yang terdapat pada lingkungan perairan dapat digunakan sebagai indikator pencemaran. Sebagaimana kehidupan biota lainnya, penyebaran jenis dan populasi komunitas bentos ditentukan oleh sifat fisika, kimia, dan biologi perairan. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari penerapan metode tanpa plot (plotless) untuk mengestimasi populasi gastropoda, serta mempelajari korelasi antara beberapa tolok ukur lingkungan dengan populasi makrobentos (gastropoda). Penelitian dilaksanakan pada tanggal 2 April 2013 di sungai Tambak Bayan, Sleman, Yogyakarta. Metode yang digunakan adalah plotless (tanpa plot), dengan menggunakan tongkat sebagai titik pengambilan cuplikan secara acak. Dilakukan pengambilan parameter kimia, fisika, biologi pada 4 stasiun pengamatan sebagai tolok ukur lingkungan. Dari hasil pengamatan diperoleh densitas gastropoda pada stasiun 2 adalah yang paling tinggi dengan perincian 1089,87 idv/m2. Tingginya densitas makrobentos yang terdapat pada stasiun 2 menandakan bahwa kualitas air di sungai Tambak Bayan masih tergolong baik. Sementara, kualitas perairan terburuk adalah stasiun 4 dengan densitas gastropoda sebesar 7,55 idv/m². Kata kunci : densitas gastropoda, estimasi populasi, makrobentos, plotless, sungai

PENDAHULUAN

Indikator kualitas perairan suatu lingkungan adalah adanya perubahan yang dapat

diamati dan digolongkan menjadi pengamatan secara fisis, kimiawi dan biologis.

Keanekaragaman gastropoda dan makrobentos merupakan parameter biologi utama yang

menunjukkan tingkat pencemaran ekosistem sungai. Gastropoda, sebagai organisme yang

menempati dasar perairan memiliki kemampuan untuk mendegradasi senyawa-senyawa

organik yang terakumulasi di dasar perairan. Pencemaran di beberapa daerah akibat limbah

industri dan rumah tangga seringkali menjadi penyebab menurunnya jumlah makrobentos

serta organisme lainnya dalam perairan. Gastropoda sebagai indikator perairan yang

mempunyai sifat kosmopolit, dapat menjadi parameter sejauh mana tingkat pencemaran

limbah-limbah tersebut terhadap perairan. Oleh karena itu, dirasa perlu untuk melakukan

praktikum estimasi gastropoda terutama untuk mengetahui kualitas dari suatu perairan.

Page 2: Jurnal Estimasi Populasi Gastropoda

Makrobentos yang merupakan hewan yang sebagian besar atau seluruh siklus

hidupnya ada di dasar perairan, maka hewan ini memegang peranan penting di perairan

(Odum 1993). Setyobudiandi (1997) menambahkan bahwa dalam ekosistem perairan

makrobentos berperan besar sebagai salah satu mata rantai penghubung dalam aliran energi

dan siklus darin alga planktonik sampai konsumen tingkat tinggi. Kuantitas dari hewan bentos

sangat dipengaruhi oleh kulitas air dan substrat tempat hidupnya, hal ini disebabakan karena

hewan bentos merupakan organisme dasar perairan. Menurut Odum (1993) makrobentos

dapat bersifat toleran dan sensitif terhadap perubahan lingkungan. Kuantitas penyebaran

makrobentos dipengaruhi oleh faktor lingkungan baik abiotik maupun biotik. Faktor abiotik

lingkungan meliputi faktor fisika dan kimia (Hawkes, 1978). Kecepatan arus akan

mempengaruhi tipe substratum, yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap kepadatan dan

keanekaragaman makrobentos (Welch, 1980 ). Kepadatan populasi sangat penting diukur

untuk menghitung produktifitas dan untuk membandingkan kepadatan suatu jenis dengan

kepadatan semua jenis yang terdapat dalam unit tersebut (Suin, 1989).

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari penerapan metode tanpa plot (plotless)

untuk mengestimasi populasi gastropoda. Selain itu praktikum ini juga dilakukan untuk

mempelajari korelasi antara beberapa tolokukur lingkungan dengan populasi makrobentos

(gastropoda).

METODOLOGI

Praktikum estimasi populasi gastropoda ini dilaksanakan pada hari selasa tanggal 2

April 2013, pukul 14. 00 WIB sampai selesai. Praktikum ini dilaksanakn di Sungai Tambak

Bayan, Sleman, Yogyakarta. Dalam pelaksanaannya praktikum etimasi populasi gastropoda

ini dibagi dalam 4 stasiun dari hulu hingga hilir sungai. Adapun metode yang digunakan

dalam praktikum ini adalah dengan metode plotless (metode tanpa plot), yakni dengan

menancapkan tongkat ke dasar perairan sebagai titik pengambilan cuplikan secara acak.

Pada masing-masing stasiun dilakukan pengambilan data beberapa parameter

lingkungan sebagai tolokukur yakni parameter fisika, meliputi suhu air dan udara, kecepatan

arus, serta debit air. Selain itu dilakukan juga penentuan kadar CO2 bebas, kadar oksigen

terlarut ( DO ), derajat keasaman ( pH ), serta alkalinitas sebagai parameter kimia. Di samping

itu dilakukan pula pengambilan data parameter biologi yang meliputi densitas dan diversitas

organisme yang ada di lokasi pengamatan. Penentuan kerapatan (densitas) populasi

gastropoda dilakukan dengan metode plotless, di mana dilakukan pengambilan cuplikan

Page 3: Jurnal Estimasi Populasi Gastropoda

secara acak, dengan menancapkan tongkat ke dasar perairan. Kemudian diukur jarak

gastropoda yang terdekat dengan tongkat (Xi). Perhitungan densitas adalah dengan

menguadratkan jarak masing-masing cuplikan (Xi) dan dikalikan dengan π sehingga

didapatkan nilai (Yi). Kemudian nilai Yi dari tiap-tiap cuplikan dijumlahkanhingga diperoleh

nilai luas area kajian (Y). Kemudian ditentukan estimasi kerapatan (D) dengan jumlah titik

cuplikan yang diambil (S) dikurangi 1 kemudian dibagi dengan Y. Estimasi kerapatan (D)

dikuadratkan kemudian dibagi dengan (S – 2) sehingga diperoleh nilai densitas gastropoda

(D). Kandungan O2 terlarut (DO) ditentukan dengan menggunakan metode Winkler. Hasil

titrasi awal hingga akhir (h + j = Y). O2 terlarut (DO) ditentukan melalui persamaan

kandungan O2 terlarut yang berbanding lurus dengan Y, 1000, 0,1 mg/l dan berbanding

terbalik denagn 50. Kandungan CO2 bebas ditentukan melalui metode Alkalimetri. Volum

titran yang diperoleh dari hasil titrasi (C ml). Kandungan CO2 bebas dihitung dengan rumus

1000 dikali C dikali 1 mg/l dibagi dengan 50. Pengukuran Alkalinitas ditentukan dengan

menggunakan metode Alkalimetri. Alkalinitas dihitung dengan menjumlahkan kandungan

CO32- dan HCO3

-. Kandungan CO3- ditentukan dengan mengalikan 1000 dengan C dikali 1

mg/l kemudian dibagi dengan 50. Kandungan HCO3- ditentukan dengan mengalikan 1000

dengan D dan 1 mg/1 dan dibagi dengan 50.

Adapun alat-alat dan bahan-bahan yang digunakan dalam acara praktikum ini adalah

tongkat kecil, bola tenis meja, stopwatch, roll meter, meteran / penggaris, arloji, termometer,

botol oksigen, erlenmeyer, gelas ukur, kempot, pipet ukur, pipet tetes, ember plastik, pH

meter, plat bamboo, sikat halus, saringan, lertas label, alat tulis dan mikroburet. Bahan-bahan

yang digunakan antara lain larutan MnSO4 , larutan reagen O2, larutan H2SO4 , larutan 1/8 N

Na2S2O3, larutan 1/40 N Na2S2O3 , larutan 1/44 N NaOH, larutan 1/50 N H2SO4 , 1/50 N HCI,

larutan indikator PP, larutan indikator amilum, larutan indikator MO, larutan 4% formalin,

larutan indikator (BCG/MR), larutan 0,01 asam oksalat.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gastropoda adalah kelas yang paling terkenal dari semua moluska. Mereka

menempati hampir setiap habitat di bumi, dari pegunungan tinggi, ladang, hutan, danau,

sungai dan sebagainya (Suwignyo, 2005). Terdapat lebih dari 60.000 spesies hidup dan

15.000 telah menjadi fosil. Gastropoda merupakan hewan yang bergerak menggunakan otot

perutnya. Gastropoda dapat hidup apabila kondisi lingkungannya sesuai. Kondisi lingkungan

habitat yang baik untuk gastropoda yaitu berdasarkan kondisi arus, gastropoda hidup pada

Page 4: Jurnal Estimasi Populasi Gastropoda

arus yang sedang, suhu yang tidak terlalu tinggi, dengan PH 7, kandungan DO yang tinggi

namun kadar CO2 bebasnya rendah (Suwignyo, 2005). Arus yang deras yakni di atas 5 m/s

menyebabkan berkurangnyajumlah gastropoda yang hidup pada daerah tersebut sebab hal itu

dipengaruhi oleh kemampuan gastropoda untuk menempel pada subtrat/mencengkram subtrat

(Whitton, 1975). Kondisi subtrat dasar yang berbatu merupakan habitat yang paling baik

untuk makrobentos (Odum, 1971). Kadar DO yng sesuai untuk kehidupan gastropoda adalah

berkisar antara 5-8 ppm. kadar CO2 harus berada di bawah 12 ppm, sebab apabila berlebih

makrobentos akan mengalami tekanan fisiologis (Ambarwati, 2011). pH yang layak untuk

kehidupan organisme perairan berkisar antara 6,6 – 8,5 (Widiastuti, 1983).

Kondisi lokasi praktikum yakni sungai Tambak Bayan, Sleman, Yogyakarta ini

umumnya memiliki subtrat yang berbatu dan berpasir. Vegetasi di sekitar sungai tumbuh

subur dan tampak ditumbuhi oleh berbagai macam tumbuhan yang didominasi oleh pohon-

pohon besar dan rerumputan. Arus pada sungai ini dapat dikatakan cukup deras dan intensitas

cahaya yang masuk pun cukup. Warna air sungainya pun masih tampak jernih, sehingga

tampak beberapa orang mengunjunginya untuk sekedar mandi dan bermain air maupun

memandikan hewan-hewan peliharaannya. Selain itu disekitar sungai terdapat usaha

perikanan yang dikelola oleh warga sekitar.

Pada praktikum estimasi populasi gastropoda ini, metode yang digunakan adalah

dengan metode plotless ( metode tanpa plot ) yaitu dengan menancapkan tongkat ke dasar

perairan sebagai titik pengambilan cuplikan secara acak. Dilakukan metode tanpa plot sebab

apabila dilakukan dengan plot akan tidak efisien sebab gastropoda cenderung menyebar di

seluruh perairan, agar hasil yang diperoleh lebih akurat. Lokasi dibagi menjadi empat stasiun.

Pada masing-masing stasiun dilakukan pengamatan beberapa parameter lingkungan sebagai

tolokukur yaitu parameter fisika, meliputi suhu, kecepatan arus, parameter kimia, meliputi

derajat keasaman ( PH ), kadar oksigen terlarut ( DO ), kadar karbondioksida bebas, serta

alkalinitas dan parameter biologi, meliputi organism yang ada di lokasi perairan.

Arus yang tidak terlalu deras dan tidak lamban menyebabkan banyak gastropoda yang

hidup pada daerah tersebut (Wardani, 2002). Menurut penelitian densitas gastropoda pada

stasiun 3 adalah 11,31 idv/m2 dengan kecepatan arus 0,53 m/s. Kadar DO pada stasiun 3

adalah sebesar 5,9 ppm. kandungan CO2 bebas pada stasiun 3 tergolong cukup tinggi yaitu

sebesar 10 ppm. Hal tersebut disebabkan faktor sampah yang terombak di perairan yang

menghasilkan karbondioksida cukup tinggi. Faktor suhu perairan yang tinggi juga

mempengaruhi tingginya kandungan CO2 di perairan. Hal ini menyebabkan tingkat densitas

gastropoda pada stasiun ini menjadi rendah. Akan tetapi kondisi ini masih tergolong aman di

Page 5: Jurnal Estimasi Populasi Gastropoda

mana masih memenuhi syarat untuk kehidupan populasi gastropoda yaitu perairan

yangmemiliki kadar CO2 sebesar 2 ppm – 12 ppm ( Cahyono, 1993 ).

Grafik 1. Densitas Gastropoda dan Kecepatan Arus vs Stasiun

Kecepatan arus tertinggi terdapat pada stasiun 4 dengan besar 1,095 m/s. Dimana

seharusnya kecepatan tertinggi berada pada stasiun 1 yang merupakan hulu dari sungai

Tambak Bayan ini. Sementara kecepatan arus pada stasiun 1 sebesar 0,68 m/s.

Ketidaksesuaian kecepatan arus pada stasiun ini tersebut dapat disebabkan oleh dapat

dipengaruhi oleh jumlah sampah yang terbawa arus dan batu-batuan yang terdapat di perairan

sungai yang menyebabkan kecepatan arus berkurang menurut Fauzi (2001), kecepatan arus

ini akan berpengaruh pada tingkat densitas gastropoda pada perairan. Menurut Welch (1980)

kepadatan dan keanekaragaman makrobentos dipengaruhi oleh kecepatan arus. Hubungan

tersebut tampak pada grafik di mana densitas gastropoda tinggi pada stasiun yang memiliki

kecepatan arus yang rendah. Stasiun 2 memiliki kecepatan arus terendah dan juga densitas

gastropoda tertinggi dibandingkan dengan stasiun lain, berturut-turut sebesar 0,34 m/s dan

1089,87 idv/m². Sementara pada stasiun 4 memiliki kecepatan arus yang tercepat dari

keempat stasiun yakni 1.095 m/s. Akan tetapi pada stasiun 4 ini memiliki densitas plankton

terendah dibandingkan dengan stasiun lainnya, yaitu 7,55 idv/m². Hal ini disebabkan

kecepatan arus yang terlampau tinggi akan mempersulit dan mengurangi kemampuan

gastropoda untuk mencengkram subtrat oleh karena itu gastropoda cenderung hidup di daerah

yang tidak berarus deras. rendah sehingga hanya membawa sedikit populasi dari stasiun

sebelumnya. Penyebab utama terjadinya perbedaan nilai densitas ini yaitu karena kondisi fisik

yakni kecepatan arus semakin cepat kea rah hulu karena kemiringan daerah yang semakin

ekstrim dan semakin lambat kea rah hilir. Arus membawa tekanan dalam aliran materi yang

0 1 2 3 4 50

500

1000

1500

Densitas Gastropoda vs Stasiun

Densitas Gastropoda

Stasiun

Dens

itas

0 1 2 3 4 50

0.5

1

1.5

Kecepatan Arus vs Stasiun

Kecepatan Arus vs Stasiun

Stasiun

Kece

pata

n Ar

us (m

/s2)

Page 6: Jurnal Estimasi Populasi Gastropoda

ada dalam air ( Effendi, 2003 ). Hal ini menyebabkan distribusi atau penyebaran gastropoda

lebih terorientasi ke daerah yang memiliki kecepatan arus yang rendah.

Grafik 2. Densitas Gastropoda dan CO2 vs Stasiun

Kadar CO2 sangat mempengaruhi densitas gastropoda pada suatu perairan. Kadar CO2

suatu perairan yang baik untuk kehidupan gastropoda adalah sebesar 2 ppm – 12 ppm

(Cahyono, 1993). Pada grafik tampak hubungan yang berbanding terbalik antara densitas

gastropoda dengan kandungan CO2 bebas. Stasiun 2 memiliki densitas gastropoda tertinggi

yakni sebesar 1089,87 idv/m². Akan tetapi pada stasiun tersebut CO2 bebas yang terkandung

dalam perairannya menempati kadar terendah yaitu sebesar 5,7 ppm. Stasiun 4 memiliki

kandungan CO2 bebas yang tinggi, yaitu sebesar 12,9 ppm dimana densitas gastropodanya

rendah yakni sebesar 7,55 idv/m². Menurut Cahyono (1993), kadar CO2 suatu perairan yang

baik untuk kehidupan gastropoda adalah sebesar 2 ppm – 12 ppm. Berdasarkan hasil

praktikum pada stasiun 1 dan 4 memiliki kandungan CO2 terlarut yang tinggi di atas 12 ppm.

Hal tersebut lah yang menyebabkan densitas gastropoda pada stasiun 1 dan 4 rendah. Semakin

tinggi kandungan CO2 pada suatu perairan maka akan menyebabkan berkurangnya densitas

gastropoda yang mendiami wilayah tersebut, begitu pula sebaliknya semakin rendah

kandungan CO2 pada suatu perairan maka akan menyebabkan meningkatnya densitas

gastropoda yang mendiami wilayah tersebut. Sebab apabila CO2 bebas kandungannya dalam

perairan berlebihan melebihi batas optimumnya maka dapat mengakibatkan kematian pada

gastropoda.

0 1 2 3 4 50

5

10

15

CO2 vs stasiun

CO2 vs stasiun

Stasiun

CO2

0 1 2 3 4 50

500

1000

1500

Densitas Gastropoda vs Stasiun

Densitas Gastropoda

Stasiun

Dens

itas

Page 7: Jurnal Estimasi Populasi Gastropoda

Grafik 3. Densitas Gastropoda dan DO vs Stasiun

Berdasarkan grafik tampak bahwa hubungn kandungan O2 terlarut (DO) berbanding

lurus dengan densitas gastropoda, di mana apabila kandungan DO tinggi maka gastropoda

yang hidup pada wilayah tersebut pun akan banyak pula. Hal ini berkaitan dengan distribusi

gastropoda yang cenderung mencari daerah yang kaya oksigen yang digunakan untuk proses

respirasinya. Kandungan DO pada suatu perairan sangat diperlukan untuk keberlangsungan

hidup oraganisme di dalam perairan. Idealnya kadar DO pada suatu perairan berkisar antara

5-8 ppm (Ambarwati, 2011). Pada stasiun 2 kadar DO cukup tinggi dengan densitas

gastropoda yang tinggi yakni sebesar 5,9 ppm dan 1198,31 idv/m². Hal tersebut menunjukan

bahwa gastropoda membutuhkan oksigen sehingga gastropoda akan cenderung menempati

daerah yang mengandung banyak oksigen. Nilai densitas gastropoda terendah adalah stasiun 4

yaitu sebesar 7,55 idv/m². Pada stasiun tersebut kandungan DO-nya rendah, oleh sebab itulah

distribusi gastropoda pada stasiun 4 rendah.

Berdasarkan data hasil penelitian densitas gastropoda pada setiap stasiun, diketahui

bahwa nilai densitas tertinggi yaitu pada stasiun 2 yakni sebesar 1089,87 idv/m², sedangkan

nilai densitas gastropoda terendah adalah stasiun 4, yaitu sebesar 7,55 idv/m² . Densitas

gastropoda dipengaruhi oleh parameter-parameter seperti kecepatan arus, kandungan O2

terlarut (DO) serta CO2 bebas, dimana gastropoda cenderung hidup pada daerah yang tidak

berarus deras, dengan kandungan DO yang tinggi dan CO2 bebas yang rendah. Dari hal

tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa prairan terbaik pada ekosistem sungai Tambak

Bayan terdapat pada stasiun 2 dimana densitas tertinggi berada pada stasiun 2. Sementara

periran terburuk berada pada stasiun 4 yang memiliki densitas gastropoda terendah.

0 1 2 3 4 501234567

DO vs Stasiun

DO vs Stasiun

Stasiun

DO

0 1 2 3 4 50

500

1000

1500

Densitas Gastropoda vs Stasiun

Densitas Gastropoda

Stasiun

Dens

itas

Page 8: Jurnal Estimasi Populasi Gastropoda

KESIMPULAN

Estimasi populasi gastropoda dapat di lakukan dengan metode plotless (metode tanpa

plot) yaitu dengan menancapkan tongkat ke dasar perairan sebagai titik pengambilan cuplikan

secara acak. Berdasrkan jarak gastropoda yang diperoleh terhadap tongkat dapat ditentukan

kepadatannya. Adanya kelompok bentos yang hidup dan menetap menandakan bahwa

kualitas air di Sungai Tambak Bayan masih tergolong baik. Terdapat korelasi antara faktor

fisik dan kimia terhadap estimasi populasi gastropoda. Semakin tinggi kadar CO2, maka

kepadatan populasi semakin rendah. Semakin tinggi kadar O2 dan kecerahan air maka

kepadatan populasi semakin tinggi.

SARAN

Peningkatan aktivitas manusia di sekitar sungai dalam pemenuhan kebutuhannya dapat

mengancam terjadinya penurunan kualitas lingkungan perairan sungai Tambak Bayan

sehingga perlu dilakukan pengelolaan terpadu untuk menjaganya agar tetap terpelihara

dengan baik dan terkontrol.

DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati. 2011. Ekosistem Akuatik. CV Tiga Serangkai. Surakarta.

Cahyono, U. 1993. Air Dalam Kehidupan Lingkungan yang Sehat. Alumni. Bandung.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius. Yogyakarta.

Fauzi, M. 2001. Faktor Fisika dan Kimia Air Sungai. Universitas Riau. Riau.

Hawkes, Terence. 1978. Structuralism and Semiotics. Mathuen & Co. Ltd. London.

Odum, E. P. 1971. Fundamentals of Ecology. W.B. Sounders Company Ltd. Philadelphia.

Odum, E.P. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Gajah Mada Press. Yogyakarta.

Setyobudiandi, I. 1997. Makrozoobentos. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Suin, Nurdin Muhammad. 1989. Ekologi Hewan Tanah. Bumi Aksara. Jakarta.

Suwignyo. 2005. Ekologi Kuantitatif. Usaha Nasional. Surabaya.

Wardani. 2002. Ekosistem Sungai dan Penanganannya. Grafindo Media Tama. Bandung.

Welch, S. 1980. Limnology. Mc Graw Hill Book Company. New York.

Whitton, B.A. 1975. Rivers Ecology, Studies in Ecology volume 2. Department of Botany

University of Durham. England.

Widiastuti. 1983. Kehidupan Dasar Perairan. Kereta Kencana. Bandung.