JURNAL EKOSISTEM DANAU

17
EKOSISTEM DANAU Carissa Paresky Arisagy 12/334991/PN /12981 Manajemen Sumberdaya Perikanan Intisari Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terdiri dari komponen-komponen abiotik dan biotik yang saling berintegrasi sebagai satu kesatuan. Danau merupakan suatu ekosistem yang secara fisik merupakan suatu tempat yang luas, mempunya air yang tetap, jernih atau beragam dengan aliran tertentu. Praktikum ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik ekosistem danau dan faktor-faktor pembatasnya, mempelajari cara pengambilan data parameter, mempelajari korelasi antara beberapa parameter ligkungan dengan populasi biota perairan, serta mempelajari kualitas perairan danau berdasarkan indeks diversitas biota periran. Praktikum ini dilaksanakan pada tanggal 20 April 2013 di danau Tambak Boyo. Metode yang digunakan adalah pengamatan dan pengambilan data parameter fisik, kimia, biologi, dan kondisi vegetasi yang terbagi dalam 7 stasiun. Berdasarkan pengamatan diketahui bahwa terdapat korelasi antara tolok ukur dengan populasi biota perairan. Adapun densitas dan diversitas plankton tertinggi terdapat pada stasiun 5 dan 6. Kondisi perairan danau Tambak Boyo cukup baik. Kata kunci : danau, densitas, diversitas, parameter, plankton PENDAHULUAN Indonesia diperkirakan memiliki lebih dari 500 danau yang tersebar di seluruh daratan Indonesia. Namun, status kondisi sebagian besar danau tersebut akhir-akhir ini sudah sangat memprihatinkan. Fungsi danau sudah sangat berkurang akibat pencemaran dan kerusakan lingkungan danau. Hal

description

laporan praktikum ekologi perairan acara ekosistem danau, semester 2 , jurusan perikanan, fakultas pertanian universitas gadjah mada

Transcript of JURNAL EKOSISTEM DANAU

Page 1: JURNAL EKOSISTEM DANAU

EKOSISTEM DANAU

Carissa Paresky Arisagy

12/334991/PN /12981

Manajemen Sumberdaya Perikanan

Intisari

Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terdiri dari komponen-komponen abiotik dan biotik yang saling berintegrasi sebagai satu kesatuan. Danau merupakan suatu ekosistem yang secara fisik merupakan suatu tempat yang luas, mempunya air yang tetap, jernih atau beragam dengan aliran tertentu. Praktikum ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik ekosistem danau dan faktor-faktor pembatasnya, mempelajari cara pengambilan data parameter, mempelajari korelasi antara beberapa parameter ligkungan dengan populasi biota perairan, serta mempelajari kualitas perairan danau berdasarkan indeks diversitas biota periran. Praktikum ini dilaksanakan pada tanggal 20 April 2013 di danau Tambak Boyo. Metode yang digunakan adalah pengamatan dan pengambilan data parameter fisik, kimia, biologi, dan kondisi vegetasi yang terbagi dalam 7 stasiun. Berdasarkan pengamatan diketahui bahwa terdapat korelasi antara tolok ukur dengan populasi biota perairan. Adapun densitas dan diversitas plankton tertinggi terdapat pada stasiun 5 dan 6. Kondisi perairan danau Tambak Boyo cukup baik.Kata kunci : danau, densitas, diversitas, parameter, plankton

PENDAHULUAN

Indonesia diperkirakan memiliki lebih dari 500 danau yang tersebar di seluruh

daratan Indonesia. Namun, status kondisi sebagian besar danau tersebut akhir-akhir ini

sudah sangat memprihatinkan. Fungsi danau sudah sangat berkurang akibat pencemaran

dan kerusakan lingkungan danau. Hal tersebut dapat terjadi karena buruknya pengelolaan

danau. Di samping itu, pemahaman, kesadaran, pengetahuan, dan kemampuan masyarakat

serta pemangku kepentingan dalam pengelolaan danau juga masih rendah. Memperhatikan

dan menyadari akan pentingnya fungsi danau sebagai habitat makhluk hidup serta sarana

kebutuhan manusia, maka dirasa perlu untuk dilakukan peningkatan pemahaman

mendalam mengenai ekosistem danau melalui praktikum Ekologi Perairan “Ekosistem

Danau”.

Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponenkomponen

biotik dan abiotik yang saling berintegrasi sehingga membentuk satu kesatuan. Perairan

danau merupakan salah satu bentuk ekosistem air tawar yang ada di permukaan bumi.

Danau sebagai suatu ekosistem, secara fisik merupakan suatu tempat yang luas yang

Page 2: JURNAL EKOSISTEM DANAU

mempunyai air yang tetap, jernih atau beragam dengan aliran tertentu (Lincoln, 1984).

Danau adalah suatu badan air alami yang selalu tergenang sepanjang tahun dan mempunyai

mutu air tertentu yang beragam dari satu danau ke danau yang lain serta mempunyai

produktivitas biologi yang tinggi (Satari, 2000). Ekosistem danau termasuk habitat air

tawar yang memiliki perairan tenang yang dicirikan oleh adanya arus yang sangat lambat

sekitar 0,1–1 cm/detik atau tidak ada arus sama sekali. Oleh karena itu residence time

(waktu tinggal) air bisa berlangsung lebih lama (Wetzel, 2001). Pada dasarnya proses

terjadinya danau dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu danau alami dan danau buatan.

Danau alami merupakan danau yang terbentuk sebagai akibat dari kegiatan alamiah,

misalnya bencana alam, kegiatan vulkanik dan kegiatan tektonik. Sedangkan danau buatan

adalah danau yang dibentuk dengan sengaja oleh manusia untuk tujuan tertentu dengan

jalan membuat bendungan pada daerah dataran rendah (Odum, 1993). Berdasarkan

kemampuan penetrasi cahaya matahari menembus ke dalam danau, wilayah danau dapat

dibagi menjadi tiga mintakat (zone) yaitu zone litoral, zone limnetik, dan zone profundal

(Cole, 1988).

Adapun tujuan dilakukannya praktikum ekologi perairan mengenai ekosistem

danau adalah untuk mempelajari karakteristik ekosistem danau dan faktor-faktor

pembatasnya. Di samping itu praktikum ini juga dilakukan untuk mengetahui cara-cara

pengambilan data tolok ukur, serta mempelajari korelasi antara beberapa parameter

lingkungan dengan populasi biota perairan (plankton dan bentos). Selain itu, praktikum ini

juga bertujuan untuk mempelajari kualitas perairan danau berdasarkan indeks diversitas

biota perairan.

METODOLOGI

Acara praktikum ekosistem danau ini dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 20 April

2013 pukul 07.00-12.00 di danau Tambak Boyo, Sleman, Yogyakarta. Pengamatan

ekosistem danau dibagi menjadi 7 stasiun, yang terdiri dari inlet, tengah, dan outlet. Pada

setiap stasiun dilakukan pengambilan data pada titik permukaan dan dasar perairan

menggunakan water sampler.

Pada masing-masing stasiun dilakukan pengambilan data parameter fisik seperti

suhu air dan udara, kecerahan, warna air serta TSS. Selain parameter fisik, dilakukan juga

pengambilan data parameter kimia seperti kandungan Oksigen terlarut (DO), BOD5, CO2

Page 3: JURNAL EKOSISTEM DANAU

bebas, alkalinitas, bahan organik (BO), dan pH dengan mengambil sampel air danau lalu

diukur menggunakan pH meter di laboratorium. Di samping itu juga dilakukan

pengambilan data parameter biologi seperti densitas dan diversitas plankton serta

vegetasi/flora di sekitar lokasi pengamatan. Pengamatan ekosistem danau ini dimulai

dengan pengambilan data pada titik permukaan dan dasar perairan masing-masing stasiun

dengan menggunakan water sampler. Kemudian diambil cuplikan plankton dengan

memampatkan 50 liter air danau ke dalam botol flakon menggunakan jaring plankton.

Setelah itu dilakukan pengukuran parameter lingkungan, baik fisik, kimia, maupun biologi.

Pengukuran suhu udara dan suhu air dilakukan dengan mengunakan termometer.

Pengukuran TSS dilakukan dengan metode gravimetri, yaitu dengan mengambil air sampel

dengan volume tertentu (Y ml) yang kemudian disaring dengan kertas saring yang telah

diketahui massanya (A mg), lalu dilakukan penimbangan berat kertas saring yang telah

digunakan dalam kondisi kering (B mg). TTS dapat ditentukan melalui melalui

perhitungan 1000 dibagi dengan Y dikali selisih antara B dan A. Pengukuran kecerahan

dilakukan dengan menggunakan cakram secchi (secchi disk). Pengamatan plankton

dilakukan dilakukan di bawah mikroskop dengan menggunakan Sedwig Rafter Counting

Cell (SR). Densitas dan diversitas plankton dapat ditentukan dengan menggunakan rumus

Shannon Weiner. Jumlah sel per liter (N) berbanding lurus dengan jumlah sel yang diamati

(n) dan volume air tersaring (Vr), serta berbanding terbalik dengan volume air yang

diamati (Vo) dan volume air disaring (Vs). Kemudian indeks diversitas Shanon Weiner

(H’) berbanding lurus dengan negatif sigma jumlah individu kelas ke-i (ni) dibagi jumlah

total individu dikali 2log jumlah individu kelas ke-i (ni) per jumlah total individu (N),

dengan rentang interval 1- jumlah genera (S). Pengukuran oksigen terlarut (DO) dilakukan

dengan metode winkler. Pengukuran CO2 bebas dan alkalinitas dilakukan dengan metode

alkalimetri. Kemudian pengukuran BOD5 dilakukan dengan cara mengambil air sampel

sebanyak 2 botol oksigen, kemudian pada botol pertama ditambahkan 1 ml larutan 4 N

H2SO4 dan 1-2 tetes 0,1 N KMnO4. Botol ditutup dan digojok hingga homogen. Setelah itu,

didiamkan beberapa saat dan warna rose tidak hilang, apabila hilang maka ditambahkan

lagi 1-2 tetes 0,1 N KMnO4, digojok dan didiamkan. Kemudian ditambahkan 1 tetes 0,1 N

Ammonium Oksalat, digojok dan didiamkan hingga warna rose hilang, lalu dilanjutkan

dengan analisis kandungan O2 terlarut (DO). Sementara itu botol kedua, diinkubasi selama

5 hari, namun sebelum diinkubasi air sampel dijenuhkan terlebih dahulu kandungan O2-nya

dengan bantuan aerator. Adapun BOD5 dapat ditentukan melalui perhitungan 1000 dibagi

Page 4: JURNAL EKOSISTEM DANAU

dengan volume sampel dikali dengan selisih hasil analisis O2 terlarut 5 hari (B ml) dengan

hasil analisis O2 terlarut segera (A ml), kemudian dikali dengan 0,1 mg/l. Setelah dilakukan

pengambilan data parameter, langkah selanjutnya adalah buat grafik densitas plankton dari

data yang diperoleh pada seluruh titik pengamatan serta dilakukan analisis regresi dan

korelasi densitas plankton sebagai peubah tidak bebas serta pH, kandungan O2 terlarut, dan

alkalinitas masing-masing sebagai peubah bebas.

Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini antara lain meteran atau penggaris,

termometer, botol oksigen, erlenmeyer, gelas ukur, pipet ukur, pipet tetes, aerator, kempot,

ember plastik, jaring plankton, cakram secchi, kertas label, alat tulis pH meter, botol

flakon, sedwig rafter (SR), mikroskop, dan botol air meniral. Sedangkan bahan-bahan yang

digunakan antara lain larutan MnSO4, larutan reagen oksigen, larutan H2SO4 pekat, larutan 1/80 N Na2S2O3, larutan 1/44 N NaOH, larutan 1/50 N H2SO4, larutan 1/50 N HCl, larutan

indikator amilum, larutan indikator PP, larutan indikator MO, larutan indikator BCG/MR,

larutan 4 N H2SO4, larutan 0,1 N KMnO4, larutran 0,1 N Amonium Oksalat, dan formalin

4%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Praktikum Ekologi Perairan “Ekosistem Danau” dilaksanakan di danau Tambak

Boyo, Sleman, Yogyakarta. Pengamatan Ekosistem Danau ini, dalam pelaksanaannya

dibagi menjadi 7 (tujuh) stasiun pengamatan. Stasiun pengamatan 3 terletak pada tempat di

mana air masuk (inlet). Danau Tambak Boyo, merupakan danau yang cukup ramai dan

banyak dikunjungi oleh warga maupun wisatawan, baik untuk sekedar memancing maupun

berwisata air. Kondisi lingkungan sekitar danau tampak bersih, tidak terdapat banyak

sampah. Di sekeliling sungai terdapat vegetasi seperti rumput liar serta pepohonan yang

rindang. Kondisi perairan danau tampak tenang dengan air yang berwarna kehijauan. Saat

dilakukan pengamatan, kondisi cuaca sangat panas dengan terik matahari yang cukup

menyengat, meskipun di pagi hari.

Tabel 1. Hasil Pengamatan Parameter Fisik, Kimia, Biologi Ekosistem Danau Tambak Boyo

Page 5: JURNAL EKOSISTEM DANAU

ParameterStasiun

1 2 3 4 5 6 7Fisika              Suhu Air (°C) 27.25 28 25 26 27.5 27 27Suhu Udara (°C) 29 34 27 29 29 30 27Kecerahan (cm) 14 117 56 73.25 66 69 70TSS (ppm) 0.4526 0.267 0.308 0.067 0.673 0.24 0.0027                              Kimia              DO (ppm) 5 5.58 3.2 5.5 4.78 2.8 9.5CO2 (ppm) 8.4 18.7 9 15 8.3 11 6.3Alkalinitas (ppm) 85 96 97 20 74 63 47.6Ph 7 7 7 7.1 7 7 7BO (ppm) 4.80 7.21 8.40 7.27 9.50 2.40 18.3454BOD5 (ppm) 0.97 0.75 0.865 0.35 0.7 0.731 1.15               Biologi              Densitas Plankton 0.3559 0.8698 0.3476 0.796 1.0922 0.7808 0.1118Diversitas Plankton 38 17 23 52 30 95 14

Kondisi stasiun 3 berdasarkan penelitian diketahui bahwa suhu udara sebesar 27oC

dengan suhu air sebesar 25oC. Suhu tersebut masih berada pada kisaran normal (optimum).

Suhu air lebih rendah dibandigkan dengan suhu udara, sebab praktikum dilaksanakan pada

pagi hari di mana matahari sedang beranjak naik sehingga terjadi peralihan suhu udara,

dari yang semula rendah menjadi lebih panas. Sementara air memiliki kemamapuan untuk

memepertahankan suhu oleh karena itulah suhu air cenderung lebih kecil dibandingkan

suhu udara. Berdasarkan hasil pengamatan kecerahan pada stasiun 3 didapatkan nilai yang

cukup rendah apabila dibandingkan dengan stasiun lain. Nilai kecerahan tersebut berkaitan

dengan nilai kandungan TSS dan bahan organiknya. TSS dan bahan organik merupakan

faktor utama penyebab rendahnya kecerahan air. Semakin tinggi kandungan bahan organik

maka akan semakin tinggi pula kandungan TSS-nya. Stasiun 3 memiliki warna air

cenderung hijau tua. Warna hijau tua tersebut menunjukan bahwa pada perairan danau

tersebut mengandung bahan terlarut sedang. Warna air ini dapat dipengaruhi oleh TSS dan

keberadaan fitoplankton (algae) misalnya seperti chlorophyceae yang memiliki sifat lebih

stabil terhadap perubahan lingkungan dan cuaca (Effendi, 2003). Kandungan TSS pada

pada stasiun 3 adalah sebesar 0,308 ppm. Kondisi TSS tersebut tergolong sedang apabila

dibandingkan dengan stasiun lain. Kandungan O2 terlaut (DO) pada stasiun 3 lebih rendah

Page 6: JURNAL EKOSISTEM DANAU

dari pada kandungan CO2 bebasnya. Kandungan DO tersebut dipengaruhi oleh suhu air.

Semakin tinggi suhu air maka kandungan O2 terlarutnya (DO) akan semakin rendah, begitu

pula sebaliknya apabila suhu air rendah maka kandungan O2 terlarutnya (DO) tinggi. Nilai

alkalinitas pada stasiun 3 adalah sebesar 97 ppm. Nilai alkalinitas ini dapat dikatakan

tinggi apabila dibandingkan dengan stasiun lain. Tingginya nilai alkalinitas ini dipengaruhi

oleh CO2 dan pH. Semakin tinggi CO2, maka pH di perairan semakin rendah, saat pH air

turun, alkalinitasnya semakin besar. Nilai pH pada stasiun ini adalah sebesar 7, sedangkan

nilai kandungan bahan organiknya (BO) sebesar 8,4 ppm. Sementara nilai BOD5 pada

stasiun ini adalah sebesar 0,865 ppm. pH tersebut tergolong netral dan kandungan bahan

organiknya pun tergolong sedang. Akan tetapi, kepadatan plankton pada stasiun ini

tergolong rendah, dengan nilai keragaman yang rendah pula apabila dibandingkan stasiun

lain.

Grafik 1. Suhu air vs stasiun Grafik 2. Suhu udara vs stasiun

Grafik 3. CO2 vs stasiun Grafik 4. DO vs stasiun

1 2 3 4 5 6 70

5

10

15

20

CO2 vs Stasiun

Series1

Stasiun

CO2

(ppm

)

1 2 3 4 5 6 70

2

4

6

8

10

DO vs Stasiun

Series1

Stasiun

DO (p

pm)

1 2 3 4 5 6 723242526272829

Suhu Air vs Stasiun

Series1

Stasiun

Suhu

Air

(°C)

1 2 3 4 5 6 726

27.529

30.532

33.535

Suhu Udara vs Stasiun

Series1

Stasiun

Suhu

Uda

ra (°

C)

Page 7: JURNAL EKOSISTEM DANAU

Berdasarkan grafik tersebut, stasiun 7 memiliki kandungan DO yang tinggi yakni

9,5 ppm. Menurut Lee et al. (1978), DO ≥ 6,5 ppm termasuk ke dalam keadaan tidak

tercemar. Sementara pada stasiun 3 dan 6 tergolong dalam pencemaran sedang, dengan

rentang 2 – 4,4 ppm. Sementara pada stasiun lainnya tergolong pada pencemaran ringan

yakni berada pada rentang 4,5 – 6,4 ppm (Lee et al., 1978).

Pada dasarnya antara suhu, kandungan O2 terlarut (DO) serta CO2 bebas memiliki

hubungan yang saling berkaitan. Menurut Haslam (1995), peningkatan suhu air

mengakibatkan penurunan kelarutan gas dalam air seperti O2, CO2, N2, dan CH4. Pada

grafik tidak terlalu tampak hubungan di mana suhu mempengaruhi kelarutan gas O 2 dan

CO2, akan tetapi justru menunjukan hubungan yang berbanding lurus. Hal ini jelas tidak

sesuai dengan teori yang ada. Ketidaksesuaian tersebut dapat diakibatkan oleh perbedaan

waktu pengambilan data parameter. Selain itu dapat juga disebabkan oleh adanya

kesalahan pada saat pengambilan data, seperti misalnya kesalahan kalibrasi alat,

pengukuran, pengamatan maupun perhitungan. Kondisi yang seharusnya terjadi adalah

suhu berbanding terbalik dengan kandungan O2 terlarut (DO), dan CO2 bebas. Di mana

semakin tinggi suhu air maka kandungan DO dan CO2 bebasnya akan semakin rendah.

Grafik 5. Alkalinitas vs Stasiun Grafik 6. pH vs stasiun

pH adalah intensitas kondisi asam atau basa suatu perairan, pH menunjukkan

konsentrasi ion hidrogen (H+) dalam suatu larutan (Effendi, 2003). Alkalinitas adalah

ukuran konsentrasi ion yang dapat bereaksi dengan H+ yaitu ion HCO3- dan CO3

2- (Faust et

al., 1981). Pada perairan danau pH terus bervariasi karean adanya respirasi dan

fotosintesis. Pada saat malam hari tidak terjadi proses fotosintesis, CO2 naik sebagai hasil

dari proses respirasi. CO2 bebas dilepaskan dan bereaksi dengan air membentuk asam

1 2 3 4 5 6 70

20406080

100120

Alkalinitas vs Stasiun

Series1

Stasiun

Alka

linita

s (pp

m)

1 2 3 4 5 6 76.94

6.98

7.02

7.06

7.1

pH vs Stasiun

Series1

Stasiun

pH

Page 8: JURNAL EKOSISTEM DANAU

karbonat, yang kemudian direduksi menjadi HCO3- dan CO3

2- (Mulyanto, 2011). Hal ini

menyebabkan pH menjadi lebih rendah. Tingginya nilai alkalinitas ini dipengaruhi oleh

CO2 dan pH. Semakin tinggi CO2 maka pH di perairan semakin rendah, saat pH air turun

maka alkalinitasnya semakin besar.

Grafik 7. BOD5 vs Stasiun Grafik 8. BO vs stasiun

Berdasarkan grafik diketahui bahwa kandungan BOD5 tertinggi berada pada stasiun

7 dan yang terendah berada pada stasiun 4. Sementara kandungan BO tertinggi berada pada

stasiun 7 dan terendah pada stasiun 6. BOD5 merupakan salah satu indikator pencemaran

organik pada suatu perairan. Perairan dengan nilai BOD5 yang tinggi mengindikasikan

bahwa air tersebut tercemar oleh bahan organik. Bahan organik akan distabilkan secara

biologik denagn melibatkan mikroba melalui sistem oksidasi aerobik dan anaerobik. Dari

setiap stasiun, menunjukan kandungan BOD5 masih menunjukkan angka di bawah 1 ppm.

menurut Lee et al. (1978) air yang tidak tercemar memiliki nilai BOD5 ≤ 2,9 ppm.

Mengacu pada teori tersebut, dapat dikatakan setiap stasiun pengamatan kualitas airnya

belum tercemar. berdasarkan kandungan BOD5-nya. BOD5 mempengaruhi bahan organik

(BO), di mana semakin tinggi BOD5 maka akan semakin banyak pula kandungan bahan

organiknya (BO). Hal tersebut ditunjukan pada grafik di mana pada stasiun 7, BOD5 yang

tinggi menyebabkan tingginya bahan organik (BO). Di samping iu, bahan organik (BO)

juga mempengaruhi O2 terlarut (DO) semakin tinggi bahan organik (BO) maka akan

semakin tinggi pula kandungan O2 terlarutnya (DO). Hal tersebut berkaitan dengan proses

fotosintesis yang dilakukan oleh tumbuhan-tumbuhan air serta fitoplankton.

1 2 3 4 5 6 70.00

5.00

10.00

15.00

20.00

BO vs Stasiun

Series1

StasiunBO

(ppm

)

1 2 3 4 5 6 70

0.20.40.60.81

1.21.4

BOD5 vs Stasiun

Series1

Stasiun

BOD5

(ppm

)

Page 9: JURNAL EKOSISTEM DANAU

Grafik 9. Diversitas Plankton Grafilk 10. Densitas plankton vs Stasiun vs Stasiun

Keberadaan makhluk hidup terutama plankton sangat dipengaruhi oleh kandungan

O2 terlarut (DO) dan CO2 bebas. CO2 yang terdapat dalam perairan alami merupakan hasil

proses difusi dari atmosfer, air hujan, dekomposisi bahan organik dan hasil  respirasi

organisme akuatik. Tingginya kandungan CO2 pada perairan dapat  mengakibatkan

terganggunya kehidupan biota perairan. Konsentrasi CO2 bebas  12 mg/l dapat

menyebabkan tekanan pada ikan, karena akan menghambat  pernafasan dan pertukaran

gas. Kandungan CO2 dalam air yang aman tidak boleh melebihi 25 mg/l, sedangkan

konsentrasi CO2 lebih dari 100 mg/l akan menyebabkan semua organisme akuatik

mengalami kematian (Wardoyo, 1979). Fitoplankton membutuhkan CO2 bebas untuk

berfotosintesis dan menghasilkan O2. O2 terlarut bertambah seiring dengan adanya proses

fotosintesis. Sementara zooplankton menggunakan O2 untuk respirasi dan menghasilkan

CO2. Berdasarkan grafik, stasiun 5 memilki densitas plankton yang tinggi dibandingkan

dengan stasiun lainnya. Stasiun 5 memiliki kandungan O2 terlarut (DO) sebesar 4,78 ppm

dengan kandungan CO2 yang tinggi. Hal tersebut dapat terjadi bila penyebaran plankton

pada stasiun 5 berupa plankton yang termasuk dalam keloimpok zooplankton maupun

fitoplankton. Sementara pada stasiun 6 dan 2 memilki densitas plankton yang cukup tinggi

meskipun kandungan O2 terlarutnya rendah karena kemungkinan plankton yang

mendiamui wilayah tersebut merupakan fitoplankton yang tidak terlalu banyak

membutuhkan O2. Seharusnya semakin rendah kandungan O2 terlarut (DO) maka akan

menyebabkan densitas biota perairan akan rendah pula, begitu pula sebaliknya.

1 2 3 4 5 6 70

20406080

100

Diversitas Plankton vs Stasiun

Series1

Stasiun

Dive

rsita

s Pla

nkto

n

1 2 3 4 5 6 70

0.20.40.60.81

1.2

Densitas Plankton vs Stasiun

Series1

Stasiun

Dens

itas P

lank

ton

Page 10: JURNAL EKOSISTEM DANAU

Grafik 11. TSS vs Stasiun Grafik 12. Kecerahan vs Stasiun

Berdasarkan grafik tersebut tampak bahwa semakin tinggi TSS maka kecerahannya

pun akan semakin rendah. TSS juga berpengaruh pada kandunga O2 terlarut (DO), semakin

tinggi tingkat kecerahan maka akan meningkatkan kandungan DO di dalamnya. Dengan

demikian semakin rendah TSS-nya maka akan semakin tinggi tingkat kecerahan dan

kandungan DO-nya akan semakin tinggi pula. Dari grafik tersebut tampak bahwa TSS

berbanding terbalik dengan kecerahannya.

Berdasarkan pengamatan parameter-parameter fisik, kimia, dan biologi dari

ekosistem perairan danau Tambak Boyo ini diketahui bahwa kondisi perairan danau

Tambak Boyo agak sedikit tercemar oleh kandungan O2 terlarut, meskipun dari segi BOD5

masih tergolong baik. Hal ini terlihat pada beberapa stasiun yaitu stasiun 3 dan 6 yang

tergolong dalam pencemaran sedang serta pada stasiun 1,2,4, dan 5 yang tergolong pada

pencemaran ringan di mana pada keenam stasiun tersebut kandungan O2 terlarutnya tidak

sesuai dengan kandungan yang dibutuhkan oleh organisme perairan. Menurut Jeffries

(1996), penyebab berkurangnya kadar O2 terlarut dalam air disebabkan karena adanya zat

pencemar. Zat pencemar tersebut terdiri dari bahan organik dan anorganik yang berasal

dari berbagai sumber, seperti kotoran (hewan dan manusia), sampah organik, bahan-bahan

buangan dari industri dan rumah tangga.

KESIMPULAN

Ekosistem danau dipengaruhi oleh parameter fisik yang berupa suhu air dan udara,

kecerahan, warna air serta padatan tersuspensi (TSS), parameter kimia yaitu kandungan

DO, CO2 bebas, alkalinitas, pH, BO, BOD5, serta parameter biologi meliputi densitas dan

1 2 3 4 5 6 70

0.2

0.4

0.6

0.8

TSS vs Stasiun

Series1

Stasiun

TSS

(ppm

)

1 2 3 4 5 6 70

20406080

100120140

Kecerahan vs Stasiun

Series1

Stasiun

Kece

raha

n(cm

)

Page 11: JURNAL EKOSISTEM DANAU

diversitas plankton. Parameter-parameter tersebut dimati dengan pengambilan sampel dari

7 stasiun. Berdasarkan hasil pengamatan, kondisi perairan Danau Tambak Boyo tergolong

cukup baik ditinjau dari indeks diversitas plankton terhadap beberapa tolok ukur

lingkungan. BO, CO2, dan DO mempengaruhi densitas plankton.

SARAN

Diharapkan perairan danau Tambak Boyo ini lebih dikontrol lagi pengelolaannya.

Bagi pengunjung diharapkan untuk tetap memperhatikan pemeliharaan dan pengelolaan

perairan di Danau Tambak Bayan. Jika tidak, maka dapat merusak ekosistem perairan

tersebut. Terutama dengan adanya pembuangan sampah secara sembarangan oleh

pengunjung yang dapat memperburuk keadaan perairan, yang pasti berdampak pula

terhadap kehidupan organisme perairan di dalamnya.

DAFTAR PUSTAKA

Cole, G.A. 1988. Textbook of Limnology. 3th Ed. USA.Waveland Press Inc.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan

Perairan. Jakarta: Kanisius

Faust, S.D., dan O.M. Aly. 1981. Chemistry of Natural Water. Michigan: Ann Arbor

Science Publisher Inc.

Haslam, S.M. 1995. River Pollution, an Ecological Perspective. London UK: Belhaven

Press.

Jeffries, M., and D. Mills. 1996. Freshwater Ecology, Principles and Applications. UK:

Chicester .

Lee, C.D., S.B. Wang, and C.L. Kuo. 1978. Bhentich and fish as biological indicator of

water quality with references of water pollution in developing countries. Bangkok.

Lincoln. 1984. Water Quality Management For Pond Fish Culture. USA: Elsevier

Scienctific Publishing Company.

Mulyanto. 2011. Gas-Gas Terlarut dalam Air Laut. FPIK-UB

Odum, E.P. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Yogyakarta: Gajah Mada Press.

Satari, G. 2000. Pengelolaan dan pemanfaatan danau dan waduk. Bandung: Universitas

Padjadjaran Bandung.

Page 12: JURNAL EKOSISTEM DANAU

Wetzel, R.G. 2001. Limnology Lake and River Ecosystems. 3th Ed. San Diego California :

Academica Press.