JURNAL Edisi Dua

download JURNAL Edisi Dua

of 86

description

Jurnal ini mengangkat tentang Ekonomi, manajemen dan Akuntansi yang diterbitkan oleh Kampus STIE Bumi persada Lhokseumawe volume 2 nomor 1 bulan Juli tahun 2013

Transcript of JURNAL Edisi Dua

  • 1

  • 2

    JURNAL

    EKONOMI, MANAJEMEN DAN AKUNTANSI

    Volume: 2 No. 1 Juli 2013

    DAFTAR ISI

    Sofyan dan Hilmi

    Pengaruh Mutasi Terhadap Kepuasan Kerja Pegawai Pada Politeknik Negeri

    Lhokseumawe...................................................................................................

    Asnawi dan Aiyub

    Model Kebijakan Pengentasan Kemiskinan di Kabupaten Aceh Utara...........

    Abdul Hamid Jaafar, Zainal Abidin Hashim dan Basri Abdul Talib

    Market Access For Malaysian Agricultural Products : A Case For Palm

    Oil....................................................................................................................

    Nazaina Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran Terhadap Kinerja Manajerial

    Dengan Komitmen Organisasi Sebagai Variabel Moderating (Survey Pada

    PT.Telkomsel di Medan)................................................................................

    Adnan dan Aiyub

    One Village One Product (Ovop) Sebagai Solusi Pemberdayaan Ekonomi

    Rakyat : Suatu Kajian Literatur.......................................................................

    Rusydi Abubakar dan Afrizal

    Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Keputusan Konsumen Berkunjung

    Ke Cafe Kopi Berbasis Wi-Fi (Studi Kasus di Kota Lhokseumawe).......... ....

    Ikramuddin dan Teuku Zulkarnaen

    Peranan Koperasi Pertanian Dalam Pemberdayaan Pendapatan Masyarakat

    Desa (Studi Pada Petani Kelapa Sawit di Kecamatan Cot Girek Aceh Utara)......

    k

    ISSN : 2303-0542

    1-14

    15-24

    25-40

    41-58

    59-66

    67-73

    74-84

  • 3

    PENGARUH MUTASI TERHADAP KEPUASAN KERJA PEGAWAI PADA

    POLITEKNIK NEGERI LHOKSAEUMAWE

    Sofyan

    [email protected]

    STIE Bumi Persada Lhokseumawe Aceh

    Hilmi

    [email protected]

    STIE Bumi Persada Lhokseumawe Aceh

    Abstract

    This study aimed to know the influence of the mutation toward job satisfaction of employees

    at State Polytechnic of Lhokseumawe. The data used was the primary data by dividing the

    questionnaire to the 85 respondents as the research sample. Data analysis was done by

    using multiple linear regression equation (Multiple Linear Regression), using SPSS

    program. The results showed that the mutation benefits meet the needs (X1), giving

    guarantees (X2), did not occur saturation (X3) and the motivation and satisfaction (X4) has

    a significant impact on job satisfaction of employees at Lhokseumawe State Polytechnic.

    Determination scale on the degree of confidence was 95%, found the value of r was 0.672

    or 67.20%. Partial test done by using t-test, results showed that meet the needs of (X1) was

    2,404, giving guarantees (X2) was 0.032, did not occur saturation (X3) was 0.125, and the

    motivation and satisfaction (X4) was 0.134. This shows that all the counted variabel have t-

    count is greater than t-table. Four variables counted showed that meet the needs of (X1) has

    the highest level of dominance in influencing job satisfaction of employees at Lhokseumawe

    State Polytechnic.

    Key words : Job satisfaction, Mutation

    Latar Belakang

    Pemerintah dengan segala perangkatnya sebagai pilar utama penyelenggara Negara semakin

    giat dan cermat serta proaktif mengakomodasi segala bentuk perubahan. Kondisi tersebut

    sangat memungkinkan karena aparatur berada pada posisi sebagai perumus, penentu

    kebijakan serta sebagai pelaksana dari segala peraturan, melalui hirarki yang lebih tinggi

    sampai kelebih rendah.

    Menyimak dari kenyataan di atas maka pimpinan sebuah lembaga sebagai pelaksana

    manajemen sumberdaya manusia harus mampu mengembangkan potensi sumberdaya

    manusia agar menjadi lebih kreatif dan inovatif. Memiliki konsistensi dalam menghasilkan

    produktifitas kerja yang tinggi tidak cukup hanya mampu melakukan pekerjaanya dengan

    baik pada saat ini atau pada saat tertentu saja, melainkan juga harus mampu melakukannya

    secara konsisten dalam jangka panjang. Salah satu faktor yang menurunnya produktivitas

    kerja pegawai adalah faktor indifidu pegawai dalam masa kejenuhan. Hal ini dikarenakan

    pegawai tersebut melakukan pekerjaan yang sama secara terus menerus.

    Salah satu upaya yang dilakukan atau yang harus ditempuh adalah melakuan pemindahan

    pegawai atau yang lebih dikenal dengan kata mutasi. Mutasi pegawai merupakan

    pemindahan pegawai dari tugas yang satu ke tugas lain yang berbada dalam tingkatan

    ISSN : 2303-0542

  • 4

    sejajar. Tujuan pelaksanaan mutasi adalah untuk mempertahankan serta meningkatkan

    produktivitas kerja, karena kekhawatiran menimbulkan kebosanan untuk melakukan

    pekerjaan dalam jangka waktu yang lama atau dapat juga sebagi koreksi akibat kesalahan

    penempatan.

    Mutasi dalam suatu organisasi kerap sekali memiliki tingkat level yang sama dari posisi

    pekerjaan sebelum mengalami pemindahan kerja. Mutasi kerapkali dilakukan untuk

    menghindari kejenuhan karyawan atau pegawai pada rutinitas pekerjaan yang terkadang

    membosankan serta memilki fungsi tujuan lain supaya seseorang dapat menguasai dan

    mendalami pekerjaan lain di bidang yang berbeda pada suatu perusahaan atau kantor. Pada

    hakekatnya mutasi adalah bentuk perhatian pimpinan terhadap bawahan. Disamping

    perhatian internal, upaya peningkatan pelayanan kepada masyarakat adalah bagian

    terpenting dalam seluruh pergerakan yang terjadi dalam lingkungan kerja pemerintahan.

    Politeknik Negeri Lhokseumawe sebagai penyelenggara pendidikan professional Diploma

    Tiga (DIII) dengan lama studi 3 Tahun dan Diploma Empat (DIV) dengan lama studi 4

    tahun dengan gelar akademik Ahli Madya (A.Md) untuk DIII dan Sarjana Sain Terapan

    (SST) untuk DIV. Sistem pendidikan mengacu pada sistem SKS dengan komposisi 50%

    teori dan 50% praktek dengan waktu belajar 38 jam / minggu. Waktu belajar ini disesuaikan

    dengan standard jam kerja pada perusahaan atau industri yang merupakan ciri khas

    pendidikan di Politeknik, sehingga diharapkan mahasiswa sudah terbiasa dengan suasana

    kerja pada saat menempuh pendidikan.

    Harapan ini tidak akan terwujud apabila tidak didukung sepenuhnya oleh ketersediaan

    sumberdaya manusia yang ada di Politeknik Negeri Lhokseumawe yang meliputi tenaga

    akademik, tenaga administrasi dan teknisi dari berbagai bidang disiplin ilmu dan kelulusan

    universitas dalam dan luar negeri.

    Salah satu upaya yang dilakukan pimpinan Politeknik Negeri Lhokseumawe untuk

    menghilangkan kebosanan pegawai dalam melaksanakan tugasnya adalah melakukan

    mutasi. Mutasi ini dilakukan setiap tahun baik pada uraian tugas yang sama pada ruang atau

    bidang lain bahkan pada ruang yang sama pada bidang tugas yang berbeda.

    Disamping itu pula dalam pelaksanaannya mutasi banyak terdapat manfaat yang dirasakan

    oleh pegawai baik secara langsung maupun tidak langsung. Banyak program dan kegiatan

    yang pada bagian tugas sebelum dan sesudahnya yang dapat dijadikan sebagai pengetahuan

    baru dan menambah pengalaman. Dalam pelaksananya, mutasi yang dilakukan kerap sekali

    menimbulkan masalah baru, karena tidak sesuai dengan bidang dan latar belakang

    pendidikan yang dimiliki pegawai, sehingga banyak pegawai tidak proaktif terhadap

    pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya serta tidak tuntas penaganannya. Hal ini

    tentunya menjadi salah satu kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan mutasi.

    Permasalahan Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka perumusan

    masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah pengaruh mutasi terhadap kepuasan kerja

    pegawai pada Politeknik Negeri Lhokseumawe ?

  • 5

    Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah

    untuk mengetahui pengaruh mutasi terhadap kepuasan kerja pegawai pada Politeknik Negeri

    Lhokseumawe.

    Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini dapat penulis sampaikan sebagai berikut :

    1. Memberikan masukan kepada Politeknik Negeri Lhokseumawe sehubungan dengan pelaksanaan mutasi pegawai.

    2. Menambah pengetahuan penulis, khususnya mengenai mutasi kerja pegawai. 3. Dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi peneliti lainnya yang akan melakukan penelitian

    lebih lanjut mengenai mutasi pegawai.

    Teoritis

    Pengertian Mutasi

    Secara umum mutasi diartikan sebagai perpindahan tugas dan pekerjaan dari bagian yang satu

    kebagian lainnya. Untuk lebih jelasnya mengenai pengertian mutasi dapat kita ketahui berbagi

    pendapat beberapa ahli. Menurut Hasibuan (2008:102) mutasi merupakan suatu perubahan

    posisi/jabatan/tempat/pekerjaan yang dilakukan baik secara horizontal maupun vertical di dalam

    suatu organisasi. Pada dasarnya mutasi termasuk dalam fungsi pengembangan karyawan, karena

    tujuannya untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja dalam perusahaan (pemerintah)

    tersebut.

    Selanjutnya menurut Sastrohadiwiryo (2002:247) mendefinisikan mutasi adalah kegiatan ketenaga

    kerjaan yang berhubungan denga proses pemindahan fungsi, tanggung jawab, dan status

    ketenagakerjaan tenaga kerja ke situasi tertentu dengan tujuan agar tenaga kerja yang bersangkutan

    memperoleh kepuasan kerja yang mendalam dan dapat memberikan prestasi kerja yang semaksimal

    mungkin kepada perusahaan/lembaga.

    Mutasi atau transfer menurut Wahyudi (1995:75) adalah perpindahan pekerjaan seseorang dalam

    suatu organisasi yang memiliki tingkat level yang sama dari posisi pekerjaan sebelum mengalami

    pindah kerja. Mutasi atau rotasi kerja dilakukan untuk menghindari kejenuhan karyawan atau

    pegawai pada rutinitas pekerjaan yang terkadang membosankan serta memiliki fungsi tujuan lain

    supaya seseorang dapat menguasai dan mendalami pekerjaan lain di bidang yang berbeda pada suatu

    perusahaan.

    Menurut Syuhadak (1995:104) menyatakan bahwa mutasi pegawai negeri sipil adalah kegiatan

    pimpinan suatu organisasi atau instansi untuk memindahkan pegawai dari jabatan tertentu ke jabatan

    yang lain yang sejajar tingkatannya dengan tujuan untuk memperoleh the righ man on the right

    place agar instansi tersebut dapat menjalankan fungsinya secara efektif.

    Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa mutasi diartikan sebagi perubahan

    mengenai atau pemindahan kerja/jabatan lain dengan harapan pada jabatan baru itu pegawai akan

    lebih dapat berkembang. Hakekatnya mutasi adalah bentuk perhatian pimpinan terhadap bawahan.

    Manfaat Mutasi

    Pelaksaan mutasi pegawai mempunyai banyak manfaat yang sangat berpengaruh kepada

    kemampuan dan kemauan kerja pegawai yang mengakibatkan suatu keuntungan bagi lembaga itu

    sendiri.

    Menurut Simamora (2000:66) mengemukakan manfaat pelaksanaan mutasi adalah:

    1. Memenuhi kebutuhan tenaga kerja di bagian atau unit yang kekurangan tenaga kerja tanpa merekrut dari luar.

  • 6

    2. Memenuhi keinginan pegawai sesuai dengan pekerjaan. 3. Memberikan jaminan bagi pegawai sesuai dengan pekerjaan. 4. Memberikan jaminan bagi pegawai bahwa dia tidak akan diberhentikan. 5. Tidak terjadi kejenuhan. 6. Motivasi dan kepuasan kerja yang lebih tinggi, berkat tantangan dan situasi baru yang

    dihadapi.

    Pendapat lain, menurut Siagian (2001:172) melalui mutasi para pegawai sesungguhnya memperoleh

    manfaat yang tidak sedikit, antara lain dalam bentuk :

    1. Pengalaman baru 2. Cakrawala pandangan yang lebih luas 3. Tidak terjadinya kejenuhan atau kebosanan 4. Perolehan pengetahuan dari keterampilan baru 5. Perolehan prospektif baru mengenai kehidupan organisasional 6. Persiapan untuk menghadapi tugas baru, misalnya karena promosi. 7. Motivasi dan keputusan kerja yang lebih tinggi berkat tantangan dan situasi baru yang

    dihadapi.

    Pendapat lain, menurut Siagian (2001 : 172) mengungkapkan manfaat mutasi yaitu :

    a. Pengalaman baru, b. Cakrawala pandangan yang lebih luas, c. Tidak terjadinya kebosanan atau kejenuhan, d. Perolehan pengetahuan dan keterampilan baru; e. Perolehan perspektif baru mengenai kehidupan organisasional, f. Persiapan untuk menghadapi tugas baru, misalnya karena promosi, g. Motivasi dan kepuasan kerja yang lebih tinggi berkat tantangan dan situasi baru yang

    dihadapi.

    Berdasarkan pendapat di atas dapat kita simpulkan betapa bermanfaatnya dilakukan mutasi. Banyak

    nilai-nilai positf yang dihasilkan akibat adanya mutasi. Mutasi dapat memberikan pengalaman baru

    pegawai, hal ini akan bermanfaat dalam pengembangan pengetahuannya serta pengalamannya.

    Selain itu, cakrawala berfikir pegawai dapat ditingkatkan dengan adanya mutasi.

    Tujuan Mutasi

    Mutasi kadangkala dapat menurunkan kegairahan dalam bekerja karena dianggap sebagai hukuman

    dan membentuk produktivitas kerja karena kitedakmampuan kerja karyawan. Bila terjadi kedaan

    yang demikian maka mutasi tidak mencapai tujuan yang diharapkan. Ada beberapa tujuan

    pelaksanaan mutasi.

    Menurut Hasibuan (2008:102) tujuan pelaksanaan mutasi antara lain adalah sebagai berikut :

    1. Untuk meningkatkan produktivitas kerja pegawai 2. Untuk menciptakan keseimbangan antara tenaga kerja dengan komposisi pekerjaan atau

    jabatan.

    3. Untuk memperluas atau menambah pengetahuan pegawai. 4. Untuk menghilangkan rasa bosan/jemu terhadap pekerjaanya. 5. Untuk memberikan perangsang agar karyawan mau berupaya meningkatkan karier yang

    lebih tinggi.

    6. Untuk menyesuaikan pekerjaan dengan kondisi fisik pegawai. 7. Untuk mengatasi perselisihan antara sesame pegawai. 8. Untuk mengusagakan pelaksanaan prinsip orang tepat pada tempat yang tepat.

    Tujuan mutasi menurut Mudjiono (2000:87) adalah sebagai berikut :

    1. Untuk meningkatkan produktivitas karyawan.

  • 7

    2. Untuk menciptakan keseimbangan antar tenaga kerja dengan komposisi pekerjaan atau jabatan.

    3. Untuk memperluas atau menambah pengetahuan karyawan. 4. Untuk menghilangkan rasa bosan/jenuh terhadap pekerjaannya; 5. Untuk memberikan perangsang agar karyawan mau berupaya meningkatkan karier yang

    lebih tinggi.

    6. Untuk alat pendorong agar spirit kerja meningkat melalui persaingan terbuka. 7. Untuk menyesuaikan pekerjaan dengan kondisi fisik karyawan.

    Sebab-sebab, Alasan dan Macam-macam Mutasi

    Dalam pelaksanaanya, mutasi dikarenakan oleh sebab dan alasan tersendiri kenapa timbul atau

    munculnya mutasi. Menurut Siswandi (1999: 102) sebab-sebab dan alasan pelaksanaan mutasi dapat

    digolongkan sebagai berikut :

    a. Permintaan sendiri Mutasi atas permintaan sendiri adalah mutasi yang dilakukan atas keinginan sendiri dari

    karyawan atau pegawai bersangkutan dan dengan mendapat persetujuan pimpinan

    organisasinya pemindahan jabatan yang peringkatnya sama baik. Mutasi permintaan sendiri

    pada umumnya hanya pemindahan jabatan yang peringkatnya sama baik, antar bagian maupun

    pindah ketempat lain.

    b. Alih Tugas Produktif (ATP) Alih tugas produktif adalah mutasi karena kehendak pimpinan perusahaan untuk

    meningkatkan produksi dengan menempatkan karyawan yang bersangkutan ke jabatan atau

    pekerjaannya yang sesuai dengan kecakapannya.

    Pengertian Kepuasan Kerja Pegawai akan merasa puas dalam bekerja apabila aspek-aspek pekerjaan dan aspek-aspek dirinya

    menyokong dan sebaliknya jika aspek-aspek tersebut tidak menyokong, pegawai akan merasa tidak

    puas. Untuk lebih jelas mengenai pengertian kepuasan kerja berikut penulis sampaikan pendapat

    beberapa ahli.

    Menurut Hasibuan (2008:146), mengatakan bahwa : Unsur manusia memegang peranan penting dalam proses suatu pekerjaan, ia menyatakan bahwa betapapun sempurnanya

    rencana-rencana, organisasi, dan pengawasan serta penelitiannya, bila mereka tidak dapat

    menjalankan tugasnya dengan minat dan gembira maka suatu perusahaan tidak akan

    mencapai hasil sebanyak yang sebenarnya dapat dicapai. Sedangkan menurut Handoko (1999:193), menyebutkan bahwa : Kepuasan kerja (Job satisfaction) adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana karyawan

    memandang pekerjaan mereka.

    Sastro Hadiwiryo (2002:106), mengatakan bahwa : Karyawan yang tidak mendapatkan kepuasan kerja tidak akan pernah mencapai kematangan psikologis dan pada gilirannya

    akan menjadi frustasi, sebab karyawan seperti ini akan sering melamun, mempunyai

    semangat kerja rendah, cepat lelah dan bosan, emosinya tidak stabil, sering mencari dan

    melakukan kesibukan yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan yang sering

    dilakukannya. Konsep pemikiran diatas apabila dihubungkan dengan kenyataan yang ada pada Politeknik Negeri

    Lhokseumawe, maka pada dasarnya pimpinan selalu berusaha menciptakan keadaan yang bernilai

    positif dalam lingkungan kerja para karyawannya, seperti membuat situasi kerja yang menyenangkan

    dengan terciptanya hubungan baik antara karyawan dengan pimpinan secara struktural atau

    fungsional, juga antara sesama karyawan disamping juga selalu memperhatikan kesejahteraan

    karyawan dan sebagainya.

  • 8

    Pada dasarnya kepuasan kerja itu menunjukkan kesesuaian antara harapan seseorang yang timbul

    dengan apa yang dia harapkan. Harapan tersebut dapat merupakan seperangkat kebutuhan, hasrat,

    keinginan dan pengalaman masa lalu yang menyatu dan membentuk harapan kerja. Kepuasan kerja

    dapat dijadikan suatu ukuran proses pembangunan iklim yang berkelanjutan dalam suatu organisasi.

    Dalam hal ini, kepuasan kerja yang tinggi diinginkan oleh para manajer karena dapat dikaitkan

    dengan hasil positif yang mereka harapkan. Dan kepuasan kerja yang tinggi juga merupakan tanda

    organisasi yang dikelola dengan baik dan pada dasarnya mencerminkan fungsi manajerial yang

    efektif.

    Kepuasan kerja menjadi hal penting karena dapat mempengaruhi produktivitas karyawan

    sebab karyawan yang memiliki kepuasan yang tinggi akan memandang pekerjaannya sebagi

    hal yang menyenangkan, berbeda dengan karyawan yang memiliki kepuasan kerja rendah,

    ia akan melihat pekerjaannya sebagai hal yang menjemukan dan membosankan sehingga

    karyawan tersebut bekerja dalam keadaan terpaksa.

    Karyawan yang bekerja dalam keadaan terpaksa akan memiliki hasil kerja (performance)

    yang buruk dibanding dengan karyawan yang bekerja dengan semangat yang tinggi. Apabila

    perusahaan memiliki karyawan yang mayoritas kepuasannya rendah, dapat dibayangkan

    tingkat produktivitas perusahaan secara keseluruhan, dan ini akan merugikan perusahaan.

    Itulah sebabnya perusahaan perlu memperhatikan derajat kepuasan karyawannya dengan

    cara mengkaji ulang aspek-aspek yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja.

    Menurut Siagian (2003:22), ada beberapa faktor yang dapat digunakan oleh manajemen

    untuk memuaskan kebutuhan para anggotanya, yaitu :

    1. Adanya tujuan yang jelas, baik yang bersifat jangka pendek, sedang, maupun yang bersifat jangka panjang.

    2. Proses perumusan kebijaksanaan yang melibatkan semua unsur dalam organisasi, paling sedikit sebagai sumber informasi dan input.

    3. Proses pengambilan keputusan yang demokratis dengan mendengar pendapat unsur pelaksana.

    4. Proses pelaksanaan yang didasarkan atas pembagian tugas yang jelas. 5. Pendelegasian wewenang yang menggairahkan pengembangan daya inovasi dan

    kreasi anggota organisasi.

    6. Pengawasan yang bersifat mendidik atau bukan untuk mencari alasan bagi pimpinan untuk bertindak punitive.

    7. Penggunaan sistem umpan balik secara efektif dalam keseluruhan proses manajemen.

    Berdasarkan pemikiran tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja mengandung arti

    yang sangat penting dan luas, baik dari sisi pekerja maupun perusahaan serta bagi masyarakat secara

    umum. Oleh karena itu, maka menciptakan keadaan yang bernilai positif dalam lingkungan kerja

    suatu perusahaan mutlak merupakan kewajiban dari setiap jajaran pimpinan perusahaan yang

    bersangkutan.

    Penelitian Sebelumnya

    1. Muh. Fadly Syafaat (2009), melalui internet yang melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Mutasi Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan pada PT. Bank Mega Tbk. Wilayah Makassar.

    Menyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif antara mutasi dengan kepuasan kerja, yang

    ditunjukkan oleh angka korelasi sebesar 0,768. Tanda positif berarti, jika hasil mutasi seorang

    karyawan semakin bagus, maka semakin besar kepuasan yang diperolehnya. Sedangkan hasil

  • 9

    Determinasi (R2) sebesar 0,590 menunjukkan bahwa kepuasan kerja PT. Bank Mega Tbk.

    Wilayah Makassar sebesar 59% dipengaruhi oleh mutasi kerja dan 41% dipengaruhi faktor lain.

    2. Mahesa (2010) melalui internet tentang Analisis Pengaruh Mutasi dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan dengan lama kerja sebagai variabel moderating (Studi pada PT PLN Persero

    APJ Jogjakarta), menghasilkan kesimpulan bahwa kepuasan kerja dan motivasi berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan, Variabel mutasi karyawan dengan lama bekerja sebagai

    variabel moderating tidak berpengaruh terhadap kinerja karyawan namun variabel kepuasan

    kerja berpengaruh terhadap kinerja dan variabel lama bekerja yang menjadi variabel moderating

    mempunyai nilai yang signifikan dan positif.

    Hipotesis

    Hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:

    Ho : Diduga mutasi tidak berpengaruh terhadap kepuasan kerja Pegawai pada Politeknik

    Negeri Lhokseumawe.

    Hi : Diduga mutasi berpengaruh terhadap kepuasan kerja pegawai pada Politeknik Negeri

    Lhokseumawe.

    Subjek dan Lokasi Penelitian

    Subjek penelitian ini membahas mengenai mutasi kerja pegawai pada Politeknik Negeri

    Lhokseumawe. Politeknik Negeri Lhokseumawe, berlokasi di Jalan Banda Aceh Medan Km.280,3 Buketrata Kota Lhokseumawe.

    Populasi dan Sampel

    Populasi menurut Boediono (2004:9) adalah suatu keseluruhan pengamatan atau objek yang menjadi

    perhatian kita dengan menggambarkan sesuatu yang bersifat ideal atau teoritis. Menurut Kuncoro

    (2003:103) menyatakan bahwa Populasi adalah kelompok elemen yang lengkap, dimana kita tertarik untuk mempelajarinya atau menjadi objek penelitian.

    Sementara menurut Arikunto (1998:115) Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya

    merupakan penelitian populasi. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai yang ditempatkan sebagai pelaksana tugas pengadministrasian pada Politeknik Negeri Lhokseumawe.

    Menurut Kuncoro (2003:103) menyatakan bahwa Sampel adalah suatu himpunan bagian dari unit populasi. Sementara menurut Arikunto (1998:115) Sampel adalah sebagian dari subjek penelitian. Apabila seseorang ingin meneliti sebahagian dari elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka

    penelitiannya merupakan penelitian sampel.

    Arikunto (2002:112) dalam bukunya yang lain berpendapat apabila subjeknya kecil atau kurang dari

    100 diambil seluruhnya, sedangkan kalau besar atau lebih dari 100 maka untuk menentukan jumlah

    sampel dapat diambil antara 10% - 15% atau 20% -25% atau lebih, tergantung setidak-tidaknya dari:

    a. Kemampuan peneliti dilihat dari segi waktu, tenaga dan dana. b. Sempit atau luasnya wilayah pengamatan dari setiap subjek, karena hal ini menyangkut banyak

    sedikitnya data.

    c. Besar kecilya resiko yang ditanggung oleh peneliti. Untuk peneliti yang resikonya besar, tentu saja jika sampel besar, hasilnya akan lebih baik.

    Dalam penelitian ini penulis menentukan sampel pegawai yang ditempatakan pada pelaksana tugas

    pengadministrasian pada Politeknik Negeri Lhokseumawe yang berjumlah 85 orang.

  • 10

    Metode Pengumpulan Data

    Penulisan ini bersifat deskriptif yaitu menguraikan data-data yang penulis peroleh di lapangan

    sehingga menggambarkan permasaalahan yang dibahas. Pengumpulan data dilakukan dengan cara

    sebagai berikut :

    1. Telaah kepustakaan ( Library Review ) Cara ini dilakukan dengan mengumpulkan data secara teoritis dari buku-buku yang ada di

    perpustakaan dan literatur-literatur lain.

    2. Wawancara ( Interview ) Dalam metode ini penulis melakukan wawancara secara langsung dengan pihak-pihak yang

    dapat memberikan informasi tentang data yang penulis butuhkan berkaitan dengan judul yang

    diajukan.

    3. Angket ( Questioner )

    Mengajukan sederetan daftar pertanyaan melalui angket yang diberikan kepada pegawai

    mengenai mutasi yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan.

    Sumber Data

    Data primer merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli

    (tidak melalui media perantara). Data primer secara khusus dikumpulkan oleh peneliti untuk

    menjawab pertanyaan penelitian. Data primer dapat berupa opini subjek (orang) secara individual

    atau kelompok, hasil observasi terhadap suatu benda (fisik), kejadian atau kegiatan, dan hasil

    pengujian. Peneliti dengan data primer dapat mengumpulkan data sesuai dengan yang diinginkan,

    karena data yang tidak relevan dengan tujuan penelitian dapat dieliminir atau setidaknya dikurangi.

    Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung

    melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain). Data sekunder umumnya berupa

    bukti, catatan atau laporan histories yang telah disusun dalam arsip (data dokumenter) yang

    dipublikasikan dan yang tidak dipublikasikan.

    Teknik Analisis Data

    Dalam penelitian ini penulis melakukan analisis data secara diskriptif, bentuk analisis yang

    dilakukan dengan cara mengumpulkan data mentah dalam jumlah yang besar sehingga hasilnya

    dapat dipelajari dan ditafsirkan secara singkat dan penuh makna yang diperoleh dari tinjauan

    kepustakaan, dari pendapat para ahli dan Angket ( Questioner ).

    Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini melalui pengujian hubungan sebab akibat dengan

    menggunakan statistik Regresi Linier Berganda (Multiple Linier Regression) maksudnya untuk

    mengetahui seberapa besar pengaruhnya terhadap variable indenpenden dan dependen kepusan kerja

    pegawai terhadap mutasi pegawai (memenuhi kebutuhan, memberikan jaminan, tidak terjadi

    kejenuhan, motivasi dan kepuasan).

    Adapun persamaan tersebut sebagaimana dikemukakan Supranto (181:2000) dapat diformulasikan

    dalam model berikut :

    = a + b1 X1 + b2 X 2 + b3 X3 + b4 X4 + ei Dimana : = Kepusan kerja a = Konstanta

    X 1 = Memenuhi Kebutuhan

    X 2 = Memberikan Jaminan

    X 3 = Tidak Terjadi Kejenuhan

    X 4 = Motivasi dan kepuasan

    b1 s.d b4 = Koefisien Regresi

    ei = Error Term

  • 11

    Untuk mengetahui hasil akhir pengolahan data ini, dilakukan dengan menggunakan

    perangkap lunak program SPSS. Data dihimpun melalui Angket ( Quistioner ) yang berisi

    seperangkat pernyataan yang dirancang sesuai dengan kebutuhan.

    Skala Pengukuran

    Cara menjawab angket diajukan kepada responden, mengacu kepada skala likert 5 angka

    dengan range sangat tidak setuju sangat setuju. Sangat Tidak Setuju (STS) diberi bobot : 1

    Tidak Setuju (TS) diberi bobot : 2

    Netral (N) diberi bobot : 3

    Setuju (S) diberi bobot : 4

    Sangat Setuju (SS) diberi bobot : 5 Definisi Operasional Variabel

    Tabel III-1

    Definisi Operasional Variabel No Variabel / Definisi Pernyataan

    1.

    Kepusan Kerja ( Variabel Y )

    Kepusan Kerja adalah keadaan

    emosional yang menyenangkan

    atau tidak menyenangkan dengan

    mana karyawan memandang

    pekerjaan mereka.

    (Handoko : 1999)

    1. Timbulnya kebahagian karyawan dalam melaksanakan kerja serta

    kehidupan pribadi-nya.

    2. Pegawai senantiasa bersema-ngat dalam melaksanakan pekerjaan yang

    menjadi tanggung jawabnya.

    3. Pegawai berupaya selalu dapat mengatasi kejenuhan dalam

    melaksanakan pekerjaan.

    2. Manfaat Mutasi (X)

    1.1 Memenuhi kebutuhan ( X1 ) Tersedianya sumberdaya

    manusia yang dapat

    menciptakan kegairahan,

    berprestasi dan keinginan

    untuk berkembang

    (Simamora : 2000)

    1.2 Memberikan Jaminan (X2) Jaminan pelaksaan peker-jaan

    dengan memberikan nilai dan

    kompensasi

    (Simamora : 2000)

    1.3 Tidak Terjadi Kejenuhan (X3) Memberikan

    perputaran/rotasi dengan

    budaya kerja serta pening-

    katan pengetahuan dan

    pelatihan.

    1. Mutasi yang dilakukan menciptakan kegairahan kerja bagi setiap pegawai.

    2. Pegawai yang berprestasi selalu mendapatkan penghargaan dari

    pimpinan

    3. Pimpinan memberikan duku-ngan penuh kepada setiap pegawai untuk

    berkembang

    1. Pegawai selalu berusaha untuk tetap menjadi bagian dari organisasi ini

    dengan jaminan lembaga

    2. Adanya keyakinan yang kuat dan penerimaan atas tujuan serta nilai-

    nilai yang dimiliki oleh organisasi

    tempat berkerja

    3. Adanya kepastian kompensasi terhadap apa yang menjadi

    kewajiban dan haknya

    1. Rotasi pekerjaan dapat dilaksanakan sehingga tidak terjadi

    kejenuhan

    2. Menciptakan budaya kerja yang harmonis sesama pegawai.

    3. Adanya program pendidikan dan pelatihan singkat untuk

  • 12

    (Simamora : 2000)

    1.4 Motivasi dan Kepuasan (X4) Dorongan untuk melaksana-kan

    pekerjaan dengan berfikir positif

    dan semangat yang tinggi untuk

    mencapai kepuasan

    (Simamora : 2000)

    menghindari kejenuhan dalam

    berkerja.

    1. Mutasi yang dilakukan menimbulkan motivasi dan

    kepuasan dalam bekerja

    2. Menumbuhkan cakrawala berfikir positif terhadap pelaksanaan

    pekerjaan

    3. Menimbulkan semangat dan pengalaman baru dalam

    pelaksanakan pekerjaan Sumber : Data Olahan, 2013

    Pengujian Hipotesis

    Pengujian hipotesis penelitian ini dilakukan dengan menggunakan uji F dan Uji t. Uji Secara

    Simultan (Uji-F) dilakukan untuk menguji hasil regresi terhadap hipotesis secara keseluruhan,

    pengujian ini dilakukan pada tingkat keyakinan 95% (d= 5 %) dengan perumusan hipotesis sebagai

    berikut berikut :

    Ho : R=0 : Artinya seluruh variabel independen secara bersama-sama (simultan) tidak

    berpengaruh terhadap variabel yang diteliti.

    Ho : R0 : Artinya seluruh variabel independen secara bersama-sama (simultan) berpengaruh terhadap variabel yang diteliti.

    Kriteria untuk menerima dan menolak hiptesis nol (Ho) di atas adalah sebagai berikut :

    Jika Fhitung > Ftabel, maka menerima Ha dan menolak Ho

    Jika Fhitung < Ftabel, maka menerima Ho dan menolak Ha

    Untuk menguji secara parsial (masing-masing) variabel digunakan uji-t pada tingkat keyakinan

    (Convidence Interval 95%) atau tingkat kesalahannya (alpha) sebesar 0,05. Adapun formulasi hipotesisnya adalah sebagai berikut :

    Ho : bi=0 : Artinya seluruh variabel independen Xi secara parsial tidak berpengaruh

    terhadap variabel yang diteliti.

    Ho : bi0 : Artinya seluruh variabel independen Xi secara parsial berpengaruh terhadap variabel yang diteliti.

    Kriteria untuk menerima dan menolak hiptesis nol (Ho) di atas adalah sebagai berikut :

    Jika nilai thitung > ttabel .

    Jika nilai thitung < ttabel

    Hasil Penelitian dan Pembahasan

    Kepuasan kerja dipengaruhi oleh mutasi (memenuhi kebutuhan, memberikan jaminan, tidak terjadi

    kejenuhan, motivasi dan kepuasan). Kepuasan kerja dipengaruhi secara positif oleh keempat manfaat

    tersebut, hal ini dibuktikan dengan penggunaan analisis regresi yang digunakan untuk menguji

    pengaruh keempat manfaat tersebut terhadap kepuasan kerja.

    Untuk lebih mengetahui pengaruh dari keempat manfaat tersebut yaitu memenuhi kebutuhan,

    memberikan jaminan, tidak terjadi kejenuhan, motivasi dan kepuasan terhadap kepuasan kerja dapat

    di lihat pada tabel berikut ini :

  • 13

    Tabel IV- 7

    Hasil Analisis Regresi Linier Berganda

    Pengaruh Mutasi Terhadap Kepuasan Kerja Pegawai

    Politeknik Negeri Lhokseumawe

    No

    Faktor Nilai

    B t Sign t

    1

    2

    3

    4

    5

    Constanta

    Memenuhi Kebutuhan (X1)

    Memberikan Jaminan (X2)

    Tidak Terjadi Kejenuhan (X3)

    Motivasi dan Kepuasan (X4)

    1,305

    0,509

    0,198

    0,291

    0,066

    0,432

    2,404

    0,032

    0,125

    0,134

    0,000

    0,001

    0,003

    0,002

    0,002

    Multiple R = 0.820 Nilai F = 17.776

    R square = 0.672 Sign F = 0.000

    Sumber : Hasil penelitian (diolah) 2012

    Tabel IV-7 menunjukkan nilai konstanta 1.305; memenuhi kebutuhan 0,509; memberikan jaminan

    0,198; tidak terjadi kejenuhan 0,291 serta motivasi dan kepuasan 0,066. Jika hasil olahan ini

    digambarkan kedalam bentuk persamaan regresi sebagai berikut :

    Y = 1.305 + 50,9X1 + 19,8X2 + 29,1X3 + 6,6X4

    Dari hasil persamaan di atas terlihat bahwa memenuhi kebutuhan yang paling kuat

    mempengaruhi mutasi. Memberikan jaminan, tidak terjadi kejenuhan serta motivasi dan

    kepuasan dengan nilai regresi yang lebih rendah. Ini berarti responden beranggapan bahwa

    manfaat mutasi yang digunakan pada Politeknik Negeri berpengaruh terhadap mutasi.

    Dari persamaan tersebut di atas dapat didiskripsikan sebagai berikut:

    Konstanta sebesar 1,305 berarti tanpa dipengaruhi oleh variabel-variabel manfaat mutasi,

    maka kepuasan kerja pegawai Politeknik Negeri Lhokseumawe dapat terjadi dengan

    kemungkinan sebesar 13,05%.

    Variabel memenuhi kebutuhan (X1) sebesar 0,509 berarti, setiap perubahan 1% pada

    memenuhi kebutuhan maka akan memberikan pengaruh terhadap kepuasan kerja pegawai

    Politeknik Negeri Lhokseumawe sebesar 5,09% dengan asumsi variabel yang lain dianggap

    konstan.

    Variabel memberikan jaminan (X2) sebesar 0,198 berarti, setiap perubahan 1% pada

    memberikan jaminan maka akan memberikan pengaruh terhadap kepuasan kerja pegawai

    Politeknik Negeri Lhokseumawe sebesar 1,98% dengan asumsi variabel yang lain dianggap

    konstan.

    Variabel tidak terjadi kejenuhan (X3) sebesar 0,291 berarti, setiap perubahan 1% pada tidak

    terjadi kejenuhan maka akan memberikan pengaruh terhadap mutasi pegawai Politeknik

    Negeri Lhokseumawe sebesar 2,91% dengan asumsi variabel yang lain dianggap konstan.

    Variabel terakhir motivasi dan kepuasan (X4) sebesar 0,066 berarti, setiap perubahan 1%

    pada motivasi dan kepuasan maka akan memberikan pengaruh terhadap mutasi pegawai

  • 14

    Politeknik Negeri Lhokseumawe sebesar 06,6% dengan asumsi variabel yang lain dianggap

    konstan.

    Secara keseluruhan semua variabel yang digunakan dalam model (memenuhi kebutuhan,

    memberikan jaminan, tidak terjadi kejenuhan, motivasi dan kepuasan) berpengaruh positif terhadap

    mutasi pegawai Politeknik Negeri Lhokseumawe.

    Nilai R = 0,820 dan nilai significant F = 0,000 yang berarti bahwa koefisien korelasi sebesar 82,0 %

    menggambarkan adanya hubungan yang signifikan antara kepuasan kerja pegawai Politeknik Negeri

    Lhokseumawe dengan manfaat mutasi (memenuhi kebutuhan, memberikan jaminan, tidak terjadi

    kejenuhan, motivasi dan kepuasan).

    Nilai R Square (R) atau Koefisien Determinasi = 0,672 yang berarti bahwa model yang digunakan

    dalam penelitian mampu menjelaskan hasil penelitian sebesar 67,2% sedangkan sisanya sebesar

    32,8% ditentukan oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini, misalnya memenuhi

    keinginan, situasi barui dan lain-lain.

    Pembuktian Hipotesis

    Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji t dan uji F. Melalui hasil uji t (uji secara

    parsial) dari keempat manfaat mutasi yang ada, memenuhi kebutuhan nilai t = 0.432 dan significant

    = 0,000. Hal ini berarti memenuhi kebutuhan dipilih oleh hampir seluruh responden sebagai manfaat

    mutasi yang memberikan pengaruh yang paling besar terhadap kepuasan kerja pegawai Politeknik

    Negeri Lhokseumawe.

    Hasil uji F pada alpha 0,05 diperoleh nilai F hitung = 17.776 dan nilai signifiqant F sebesar 0,000

    menunjukkan ada variabel independent, sekurang-kurangnya satu, memberikan kontribusi untuk

    memprediksi nilai variabel dependen kepuasan kerja.

    Dari hasil uji t dan uji F dapat disimpulkan bahwa Hi dapat diterima. Karena nilai koefesien regresi

    significant, maka persamaan regresi yang dihasilkan dapat digunakan untuk memprediksi atau

    mengestimasi nilai kepuasan kerja. Artinya bahwa keempat manfaat mutasi tersebut yaitu memenuhi

    kebutuhan, memberikan jaminan, tidak terjadi kejenuhan, serta motivasi dan kepuasan, secara

    bersama-sama ataupun parsial mempengaruhi kepuasan kerja secara positif.

    Kesimpulan

    Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai

    berikut : 1. Manfaat mutasi kerja pegawai Politeknik Negeri Lhokseumawe adalah memenuhi kebutuhan,

    memberikan jaminan, tidak terjadi kejenuhan, motivasi dan kepuasan.

    2. Besarnya pengaruh untuk masing-masing manfaat mutasi terhadap kepuasan kerja adalah (X1) sebesar 0,509 poin, untuk memenuhi kebutuhan, (X2) sebesar 0,198 poin,

    untuk memberikan jaminan,(X3) sebesar 0,291 poin, untuk tidak terjadi kejenuhan dan

    terakhir (X4) sebesar 0,066 poin untuk motivasi dan kepuasan. 3. Mutasi atas dasar kebutuhan memberikan pengaruh yang sangat dominan terhadap kepuasan

    kerja pegawai Politeknik Negeri Lhokseumawe jika dibandingkan dengan ketiga manfaat

    yang lain, hal ini terlihat dari nilai koefisien terbesar dari persamaan linier yang ada yaitu

    sebesar 0,509.

    Saran-saran

    Adapun saran-saran yang dapat penulis sampaikan sebagai berikut :

    1. Hasil Penelitian sebagaimana dituangkan dalam kesimpulan menunjukkan bahwa yang lebih dominan mempengaruhi mamfaat mutasi terhadap kepuasan kerja adalah memenuhi

  • 15

    kebutuhan. Untuk itu penulis menyarankan agar dalam melakukan mutasi hal ini dapat

    dijadikan sebagai dasar pertimbangan sehingga mutasi yang dilakukan tepat sasaran.

    2. Pimpinan dalam sebuah lembaga hendaknya dapat memberikan pengayoman serta mengarahkan setiap bawahan untuk mencapai tujuan perusahaan yang telah ditentukan serta

    bermanfaat bagi lembaga dan pegawai bersangkutan.

    3. Seorang pimpinan harus bijak dan terarah dalam menentukan mutasi sehingga tidak menjadi masalah dikemudian hari apalagi menimbulkan konflik.

    Daftar Pustaka

    Andrew F.Sikula (1997), (online).

    Buediono. (1997) Metode Riset Aplikasinya Dalam Pemasaran, Edisi Revisi ke 6, PT. Rineka Cipta,

    Jakarta.

    Efendi, Marihot Tua (2002) Manajemen Sumberdaya Manusia : Pengadaan, Pengembangan,

    Pengkompensasian, dan Peningkatan Produktifitas Pegawai, P.T Garamedia Widiasarana.

    Jakarta.

    Hasibuan, SP Malayu. (2008) Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Revisi. Bumi Aksara.

    Hasibuan, SP Malayu. (1997) Manajemen Sumber Daya Manusia, PT. Gunung Agung. Jakarta.

    Handoko, T.H, (1999) Standar Umum Kepegawaian, Bumi Aksara, Jakarta.

    Hasibuan, M.S.P (1997) Manajemen Sumber Daya Manusia, PT. Gunung Agung, Jakarta.

    Henry Simamora, ( 2000) Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Revisi. Bumi Aksara, Jakarta.

    Husen, Umar (2003) Evaluasi Kinerja Perusahaan, PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

    Kuncoro, Mudrajat (2003) Metode Riset untuk bisnis dan Ekonomi. Erlangga, Jakarta.

    Mudjiono, (2008) Sistem Kepagawaian Daerah, (online).

    Munir, AS, (1995) Manajemen Pelayanan Umum Indonesia, Bumi Aksara. Jakarta.

    Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2002 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 99

    Tahun 2000 tentang kenaikan Pangkat PNS

    Sastro Hadiwiryo. (2002) Manajemen Personalia Yogyakarta, BPFE, Yogyakarta.

    Siswandi, (1999) Manajemen Sumber Daya Manusia, (online).

    Suharsimi Arikunto. (1998) Prosedur Penelitian, Cetakan 11 Edisi Revisi IV, PT. Rineka Cipta,

    Jakarta.

    Siswandi, (1999) Manajemen Sumber Daya Manusia, (online)

    Suratman, (1998) Manajemen Sumber Daya Manusia, (online).

    Sondang P.Siagian. (2003), Manajemen Sumberdaya Manusia. Cetakan 10, Bumi Aksara, Jakarta.

    Sondang P.Siagian. (2001) Kiat Meningkatkan Produktivitas Kerja. PT. Rineka Cipta, Jakarta.

  • 16

    Sondang P.Siagian. (2001) Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi Aksara, Jakarta.

    Tanjung, H. dan S. Rahmawati (2003) Pengembangan Sumberdaya Manusia Diktat pada Fakultas

    Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

    Vithzal Rivai (2003), (online).

    Wahyudi, (1995) Manajemen Personalia Perusahaan (online).

  • 17

    MODEL KEBIJAKAN PENGENTASAN KEMISKINAN

    DI KABUPATEN ACEH UTARA

    Asnawi

    [email protected]

    Fakultas Ekonomi, Universitas Malikusaleh

    Aiyub

    aiyubmd [email protected]

    Fakultas ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Malikussaleh

    Abstract

    The research aimed to avaluate the implementation of poverty alleviation programs and produce a

    model of poverty alleviation policies in pro North Aceh regency. The research uses a quantitative

    approach to the entire population of poor house hold and the sample selected based Slovin. Analysis

    of data using multiple regression models. The results of the indicator-based and asset-based income

    that govertnment policies (dominant relief, ie 90% and non-govertnment organizations with the

    amount of aid by 10 %). Poverty reduction policies by government and non-govertnmen agencies

    North Aceh, affect the increase income based namely the dominant variable that appear, is help

    Raskin, capital and cash transfers and subsiders. Howover, the influence of dominant variable is

    still moving in-elasticity, which help Raskin at 0.062, 0.996 for financial aid and cash transfers and

    subsidies amounted to 0.133. While poverty reduction policies are not dominant housing assistance,

    with, the value in-elasticity of 0.133. Poverty reduction policies by government and non-govertnmen

    agencies North Aceh, affect the increase in asset-based, which is the dominant variable donated

    nets, boots, charity and credit facilities. Howeover, the influence of these variables is also engaged

    inelastic, that is equal to 0.817. Meanwhile, poverty alleviation policy is not dominant; seeds of -

    0.007, fertilizer and medicine for 0.010.

    Keywords: Model Policy, Poverty

    Latar Belakang

    Kemiskinan adalah suatu fenomena dan penyakit sosial dalam masyarakat sebuah negara. Dampak

    dari kemiskinan adalah dapat membatasi rakyat untuk memperoleh pekerjaan dan hak rakyat untuk

    mengakses kebutuhan hidup, selain itu dampak kemiskinan tidak dapat memperoleh pendidikan,

    membiayai kesehatan, pengangguran yang semakin meningkat dan kemiskinan menyebabkan

    masyarakat tidak mampu memenuhi pangan, sandang dan papan. Maka, usaha pengentasan

    kemiskinan seharusnya bertujuan mengurangi jumlah orang miskin dan kesenjangan sosial di dalam

    masyarakat (Hasrul Harahap, 2011). Bila ditelaah dari sudut teori, kemiskinan ditimbulkan oleh

    kemiskinan natural yaitu, miskin tidak memiliki sumber daya alam. Miskin struktural adalah miskin

    yang diciptakan oleh struktural manajemen pengelolaan pemerintahan dalam pembangunan yang

    tidak tepat dan miskin warisan merupakan miskin keturunan, sejak dilahirkan sudah miskin (Oscar

    Lewis, Selo Sumarjan, 1977). Kabupaten Aceh Utara mempunyai angka kemiskinan tertinggi bila

    dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya di Provinsi Aceh, yaitu serbesar 42,5 % dan memiliki

    sebanyak 850 gampong (Aceh Utara dalam Angka, 2007-2009).

    Kemiskinan di Kabupaten Aceh Utara 80 % berada di daerah pedesaan. Dilematika kemiskinan di

    Kabupaten Aceh Utara sampai saat ini masih belum tepat dicari solusi pemecahan, baik oleh

    pemerintah, masyarakat ataupun lembaga non pemerintah (NGOs). Dari aspek political will

    pemerintah Kabupaten Aceh Utara dan peranan partai politik, termasuk partai politik incumbent, isu

    kemiskinan masih kurang mendapat perhatian dan rendahnya komitmen yang tercermin dalam

    agenda kebijakan pengentasan kemiskinan, sebagaimana tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan

    Belanja Daerah (APBK), di mana program-program yang disusun oleh pemerintah untuk

    mengentasakan kemiskinan belum begitu berpihak kepada rakyat miskin, ini dapat memberi kesan

    ISSN : 2303-0542

  • 18

    bahwa kemiskinan memang seperti terabaikan. Implementasi dari hal tersebut dapat tergambarkan

    dari alokasi belanja aparatur sebesar 60 % dan 40 % untuk belanja publik (PDRB Kabupaten Aceh

    Utara, 2011).

    Agenda yang mungkin dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut, adalah dengan menawarkan model

    kebijakan peningkatan kesejahteraan yang meliputi program income based, berupa bantuan

    insidentil (darurat), asset based yang berupa pengadaan kebutuhan dasar bidang pertanian.

    Selanjutnya, menciptakan lapangan kerja dan peningkatan produktivitas dalam penggunaan lahan,

    dengan usaha peningkatan teknologi, inovasi pertanian serta perluasan pemasaran hasil. Namun,

    dalam realita pengentasan kemiskinan di Kabupaten Aceh Utara dengan berbagai kebijakan yang

    telah dilaksanakan belum pernah menyentuh aspek-aspek yang telah ditawarkan dan tidak

    terintegrasi dalam sebuah kebijakan yang komprehensif.

    Permasalahan

    Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dipaparkan diatas maka rumusan masalah

    dalam penelitian ini adalah: Apakah kebijakan pengentasan kemiskinan dalam bentuk income based,

    asset based, employment based dan productivity based berpengaruh terhadap upaya pengentasan

    kemiskinan di Kabupaten Aceh Utara ?

    Tujuan Penelitian

    Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi kebijakan pengentasan kemiskinan dan menghasilkan

    model kebijakan yang pro masyarakat miskin di Kabupaten Aceh Utara.

    Data dan Sumber Data yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data skunder. Data primer

    diperoleh dari hasil penyebaran quesioner kepada responden dengan teknik wawancara terstruktur,

    sedangkan data skunder diperoleh dengan cara studi dokumentasi yaitu dengan mempelajari

    berbagai dokumen resmi seperti, data Aceh Utara Dalam Angka, Rencana Pembangunan Jangka

    Panjang Daerah (RPJP-D) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJM-D), Dokumen

    Anggaran (APBK), dan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) tahunan dan lima

    tahunan (2007-2012) Bupati Aceh Utara.

    Teori dan Metodologi

    Secara umum istilah kebijakan digunakan untuk menunjuk perilaku seseorang aktor atau sejumlah

    aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu. Arti dari kebijakan di atas sering digunakan untuk

    keperluan biasa saja, namun secara ilmiah dan sistematis memerlukan batasan-batasan atau konsep

    kebijakan publik yang lebih tepat. Pengertian kebijakan publik dalam Muklir,at.al (2008),

    mendefinisikan kebijakan publik sebagai berikut: public policy whatever governments choose do or not to do. (kebijakan publik adalah apa saja pilihan yang di tetapkan oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak di lakukan.

    Carl J. Fredrick dalam J.E. Anderson (1984), menulis definisi: public policy si a proposed course of

    action of a person, group or government eithin a given environment providing obstachles and

    opportunities which the policy was proposed to utilize and overcome in an effort to reach a goal or

    realize an objective or a purpose (kebijakan publik adalah suatu arah tindakan yang di usulkan pada

    seseorang, golongan, atau pemerintah dalam suatu lingkungan dengan suatu halangan-halangan dan

    kesempatan-kesempatannya, yang diharapkan dapat memenuhai dan mengatasi halangan tersebut

    dalam rangka mencapai cita-cita atau mewujudkan suatu kehendak serta suatu tujuan tertentu).

    Kebijakan publik dapat dibagi berdasarkan bentuknya menjadi dua kelompok. Kelompok pertama

    adalah yang bentuknya penyediaan barang dan jasa. Sementara kelompok kedua adalah yang

    bentuknya regulasi. Lebih jauh lagi, kebijakan publik yang bentuknya regulasi juga dikategorikan

    menjadi dua, yaitu regulasi yang sifatnya infrastruktur dan yang sifatnya suprastruktur. Sementara

  • 19

    yang termasuk kategori suprastruktur misalnya regulasi tentang transparansi, akuntabilitas dan

    proses perencanaan. Yang termasuk kategori infrastruktur misalnya regulasi tentang pelayanan

    publik dasar, alokasi anggaran (APBD), standar pendidikan dan pengentasan kemiskinan.

    Kemiskinan tidak lagi hanya dianggap sebagai dimensi ekonomi melainkan telah meluas hingga

    kedimensi sosial, kesehatan, pendidikan dan politik. Kemiskinan merupakan masalah multidimensi

    yang sangat kompleks, bukan hanya diukur dari pendapatan, tetapi juga menyangkut kerentanan dan

    kerawanan orang atau sekelompok orang baik laki-laki maupun perempuan untuk menjadi miskin.

    Cara pandang yang berbeda akan menentukan pemahaman tentang kondisi, sifat dan konteks

    kemiskinan, bagaimana sebab-sebab kemiskinan dapat diidentifikasi, dan bagaimana masalah

    kemiskinan dapat diatasi. Agar upaya penanggulangan kemiskinan dapat dilakukan secara tepat, hal

    pertama yang harus dilakukan adalah elaborasi pengertian kemiskinan secara komprehensif.

    Hall Antony dan Midgley (2004), menyatakan kemiskinan dapat didefenisikan sebagai kondisi

    deprivasi materi dan sosial yang menyebabkan individu hidup di bawah standar kehidupan yang

    layak, atau kondisi di mana individu mengalami deprivasi relatif dibandingkan dengan individu yang

    lainnya dalam masyarakat. Kemiskinan didefenisikan sebagai ketidaksamaan kesempatan untuk

    mengakumulasikan basis kekuasaan sosial. Basis kekuasaan sosial meliputi (tidak terbatas pada)

    modal yang produktif atau assets (misalnya tanah, perumahan, peralatan, kesehatan, dan lainnya)

    sumber-sumber keuangan, organisasi sosial danm politik yang dapat digunakan untuk mencapai

    kepentingan bersama, jaringan social untuk memperoleh pekerjaan, barang-barang; pengetahuan,

    keterampilan yang memadai dan informasi yang berguna (Friedmann, 1979).

    Pengertian kemiskinan memiliki dimensi meliputi ekonomi, sosial-budaya dan politik. Dimensi

    kemiskinan yang bersifat ekonomi memandang kemiskinan sebagai ketidakmampuan dalam

    memenuhi kebutuhan material manusia seperti pangan, sandang, papan dan sebagainya. Dimensi ini

    dapat diukur dengan nilai uang meskipun harganya akan selalu berubah tergantung pada tingkat

    inflasi yang terjadi. Dimensi sosial dan budaya memandang kemiskinan sebagai pelembagaan dan

    pelestarian nilai-nilai apatis, apolitis, fatalistik, ketidakberdayaan dan sebagainya. Dalam kategori

    ini, lapisan masyarakat miskin akan membentuk kantong-kantong kebudayaan

    kemiskinan.Sedangkan dimensi politik melihat kemiskinan sebagai ketakmampuan masyarakat

    dalam mengakses proses-prosepolitik karena tidak adanya lembaga yang mewakili kepentingan

    mereka menyebabkan terhambatnya kelompok masyarakat memperjuangkan aspirasinya. Dimensi

    kemiskinan berimplikasi pada upaya untuk mendefinisikan kemiskinan, termasuk ukuran-ukuran

    yang digunakan.

    Penanggulangan kemiskinan yang selama ini terjadi memperlihatkan beberapa kekeliruan

    paradigmatik, antara lain pertama, masih berorientasi pada aspek ekonomi daripada aspek

    multidimensional. Penanggulangan kemiskinan dengan fokus perhatian pada aspek ekonomi terbukti

    mengalami kegagalan, karena pengentasan kemiskinan yang direduksi dalam soal-soal ekonomi

    tidak akan mewakili persoalan kemiskinan yang sebenarnya. Dalam konteks budaya, orang miskin

    diindikasikan dengan terlembaganya nilai-nilai seperti apatis, apolitis, fatalistik, ketidakberdayaan,

    dan sebagainya. Sementara dalam konteks dimensi struktural atau politik, orang yang mengalami

    kemiskinan ekonomi pada hakekatnya karena mengalami kemiskinan struktural dan politis. Kedua,

    lebih bernuansa karitatif (kemurahan hati) ketimbang produktivitas.

    Kemiskinan merupakan masalah bersama yang harus ditangani secara bersama-sama pula.

    Meletakkan permasalahan kemiskinan semata-mata sebagai tugas dan tanggung jawab pemerintah

    merupakan hal yang kurang bijak. Pada faktanya, pemerintah yang sudah bergelimang kekuasaan

    dan kenyamanan sangat rentan dengan masalah inefesiensi, konflik kepentingan, korupsi, dan

    berbagai masalah lain. Sejauh ini, pemerintah masih belum mampu menuntaskan masalah-masalah

    tersebut. Namun, hal ini juga tidak berarti pemerintah bebas untuk melepaskan tanggung jawab

    dalam menyelesaikan masalah kemiskinan. Konstitusi sudah dengan jelas mengamanatkan tugas

  • 20

    pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakatnya, demikian juga amanat founding

    fathers yang termaktub pembukaan UUD 1945 alinea keempat sebagai visi kebangsaan Indonesia.

    Di kebanyakan negara yang sedang membangun, kemiskinan sebagian besar dialami masyarakat di

    pedesaan. Hasil pengamatan McQuibria (dalam Hasibuan, 1977) mengemukakan karakteristik

    kemiskinan di Asia Tenggara dan Asia Selatan, adalah; (a) kemiskinan lebih banyak ditemui

    dipedesaan daripada perkotaan, (b) kemiskinan berkorelasi positif dengan jumlah anggota keluarga

    dan berkorelasi negatif dengan jumlah pekerja dalam suatu keluarga, (c) kemiskinan ditandai oleh

    rendahnya pemilikan aset keluarga, (d) pertanian menjadi sumber penghasilan utama bagi rumah

    tangga miskin, (e) kemiskinan berkaitan dengan masalah sosial budaya yang dinamis.

    Oscar Lewis (dalam Antjok, 1995) mengemukakan kemiskinan adalah penderitaan ekonomi dalam

    bentuk enam kondisi, yaitu; (1) sistem ekonomi uang, buruh upahan dan sistem produksi untuk

    keuntungan, (2). Pengangguran dan pengganguran tenaga skil, (3) upah buruh rendah, (4) tidak

    berhasilnya golongan berpenghasilan rendah dalam meningkatkan status sosial, (5) sistem keluarga

    bilateral dan (6) masih kuatnya perangkat nilai-nalai kelas dalam masyarakat miskin. Dillon (1993)

    berpendapat bahwa kemiskinan adalah suatu proses, sedangkan pendapat lain mengemukakan

    kemiskinan adalah fenomena dalam masyarakat. Kemiskinan suatu proses yaitu kegagalan dalam

    mengalokasikan sumber daya secara adil atau dapat dipandang kemiskinan sebagai kegagalan

    kelembagaan pasar (bebas). Kemudian kemiskinan sebagai fenomena adalah ketidakmampuan

    sebagian masyarakat yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar.

    Ramli (2011) mengemukakan sebab-sebab munculnya kemiskinan, pertama kemiskinan

    kebudayaan;biasanya disebabkan oleh kesalahan pada subyeknya, seperti tidak percaya diri, malas

    dan tidak memiliki jiwa wiraswasta, kedua, kemiskinan struktural yang disebabkan oleh faktor

    eksternal yang melatarbelakangi kemiskinan itu sendiri, seperti pemerintah yang tidak adil, korupsi,

    paternalistik, birokrasi yang berbelit dan sebagainya. Isbandi Rukminto Adi di dalam Ramli (2011)

    menyebutkan akar kemiskinan; diantaranya, pertama dimensi makro mentalitas materialistic dan

    ingin serba cepat, kedua dimensi mezzo lemahnya kepercayaan sosial di dalam suatu komunitas dan

    organisasi, ketiga dimensi makro ketidakadilan pembangunan daerah yang minus (desa) dengan

    daerah yang surplus (kota), keempat, dimensi global ketidakseimbangan antar negara yang sedang

    berkembang dengan negara berkembang.

    Upaya pengentasan kemiskinan telah dilakukan di berbagai negara, namun kemiskinan belum

    terkikis hingga sekarang. Ini dapat diasumsikan bahwa kebijakan dan keterlibatan dalam upaya

    pengentasan kemiskinan masih menggunakan kebijaksanaan yang belum tepat, sesuai dengan

    kondisi dan potensi mayarakat di wilayah atau negara yang menderita miskin. Antjok (1995)

    mengemukakan strategi pengentasan, adalah; (1) kebijakan yang menguntungkan masyarakat

    miskin, tertutama harga produk pertanian yang memadai serta peluang kerja, (2) investasi pelayanan

    dalam bidang infrastruktur fisik dan sosial, (3) penyediaan teknologi bagi si miskin, (4) peran

    kelembagaan yang efektif, seperti; NGO dan konsultan yang memberi pelayanan untuk

    meningkatkan produktivitas kerja dan kualitas hidup.

    Dalam upaya pengentasan kemiskinan, sebenarnya pemerintah tidak boleh sendirian sebagi institusi

    pelayanan, tetapi harus bersama-sama dengan merangkul NGO,akademisi, pihak swasta dan partai

    politik dalam menyusun suatu model kebijakan yang tepat untuk pengentasan kemiskinan agar

    mencapai sasaran. Kartasasmita (1996) mengemukakan perubahan pemikiran tentang pengentasan

    kemiskinan, yaitu; (1). Bahwa birokrasi harus dapat membangun partisipasi masyarakat yang

    berlandaskan kesadaran bukan paksaan, (2) membuat konsep pembangunan yang berpihak pada

    yang lemah dan kurang berdaya, karena konsep netral saja tidak cukup, (3) hanya bergesernya peran

    aparatur negara dalam mengendalikan, menjadi memberdayakan, (4) mengembangkan keterbukaan

    dan tanggung jawab.

  • 21

    Lokasi Penelitian

    Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Aceh Utara dengan pertimbangan daerah ini memiliki

    Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) atau disebut dengan APBK lebih besar (Rp 2,3

    Triliun, tahun 2009) bila dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya di Provinsi Aceh. Namun

    dilematika yang terjadi angka kemiskinan lebih tinggi (42,5%). Hal ini berkaitan dengan model

    kebijakan pengentasan kemiskinan melalui alokasi anggaran yang pro rakyat miskin.

    Pendekatan Penelitian

    Penelitian ini menganut paradigma positivisme dengan pendekatan kuantitatif yang bersifat

    penelitian penjelasan (explanatory research). Logika yang dibangun dalam penelitian ini adalah

    logika deduktif yang berangkat dari teori ke fakta empiris berdasarkan pada pengujian teori yang

    terdiri dari variabel-variabel, diukur dengan angka dan dianalisis dengan prosedur statistik untuk

    melakukan generalisasi terhadap hasil penelitian.

    Variabel Penelitian

    Variabel merupakan fenomena yang dapat di ukur atau diamati karena memiliki nilai atau kategori

    (Silalahi, 2009:132). Penelitian untuk indikator pengentasan kemiskinan Income Based memiliki

    empat variabel bebas dan satu variabel terikat. Keempat variabel terikat adalah : Income Based

    (INC), Sedangkan variabel bebas adalah bantuan raskin (RAS), bantuan modal (MD), bantuan rumah

    (DFA) dan bantuan langsung tunai dan subsudi BBM (BML) Kemudian untuk indikator kemiskinan

    Asset Based memiliki satu variabel terikat, yaitu Aset Based (AST), sedangkan variabel bebas adalah

    bantuan bibit (BBT), bantuan pupuk dan obat-obatan (PO) dan bantuan lainnya, berupa jaring, boat,

    zakat dan fasilitas kredit (SUB). Variabel income based adalah bantuan darurat yang diberikan

    kepada masyarakat miskin untuk mengatasi masalah sesaat karena dampak dari kebijakan publik

    dan situasi yang tidak menguntungkan untuk membantu meningkatkan pendapatan. Asset based

    adalah penyediaan sarana dan prasarana fisik dan non fisik bagi masyarakat miskin untuk

    meningkatkan produksi.

    Populasi dan Sampel

    Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh rumah tangga miskin (RTM) di Kabupaten Aceh Utara,

    yang tersebar di 25 kecamatan dengan jumlah 57431 rumah tangga miskin. Sampel ditentukan

    dengan metode Slovin (Husein Umar, 2000), dengan jumlah sampel 610

    Pemilihan sampel berdasarkan probability sampling, dimana setiap elemen dari populasi

    mendapatkan kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Sedangkan kriteria sampel

    digunakan sampel acak sederhana, karena populasi relatif bersifat homogen, tersedia kerangka

    sampling atau kerangka populasi.

    Teknik Analisis Data

    Untuk mengkaji pengaruh model kebijakan yang ditawarkan, maka analisis data menggunakan

    pendekatan statistik regresi berganda, yaitu:

    Untuk Income Based, sebagai indikator pengentasan kemiskinan, yaitu:

    INC = + 1LnRAS + 2LnMD+ 3LnDFA +4LnBML +e (1) di mana;

    INC = Income Based

    RAS = Bantuan Raskin

    MD = Bantuan Modal

    DFA = Bantuan Rumah

    BML = Bantuan Darurat, berupa Bantuan Langsung Tunai, Subsidi BBM

    e = error term

    = konstanta 1, 2, 3 dan 4 = koefisien regresi

  • 22

    Untuk Aset Based, sebagai indikator pengentasan kemiskinan, yaitu:

    AST = + 1LnBBT + 2LnPO+ 3LnSUB +e (2) di mana;

    AST = Aset Based

    BBT = Bantuan Bibit

    PO = Bantuan Pupuk dan Obat-Obatan

    SUB = Bantuan lainnya, berupa jaring, boat, zakat, dan fasilitas kredit

    e = error term

    = konstanta 1, 2 dan 3 = koefisien regresi

    Analisis dan Kebijakan

    Penelitian tentang model kebijakan pengentasan kemiskinan di kabupaten Aceh Utara dilakukan dua

    periode (tahun pertama dan tahun ke dua). Untuk tahun pertama hanya dapat diselesaikan dua model

    dalam pengentasan kemiskinan, yaitu model Income Based dan Asset Based. Sedangkan tahun kedua

    model employment based dan productivity based. Berdasarkan data quesioner yang diolah dengan

    program SPSS, hasil dari model income based adalah, sebagai berikut :

    Tabel 1

    Model Summary

    Model R R Square

    Adjusted R

    Square

    Std. Error of the

    Estimate

    1 .914a .836 .807 .03776

    a. Predictors: (Constant), BML, RAS, DFA, MD

    Tabel IV-1 dapat dijelaskan, bahwa nilai koefisien diterminasi (R adjust) didapatkan sebesar 0,807

    yang berarti besarnya hubungan variabel, bantuan raskin (RAS), bantuan modal (MD), bantuan

    rumah (DFA) dan bantuan langsung tunai dan subsidi BBM (BML) terhadap variabel income based

    (INC) adalah sebesar 80,7 % dan selebihnya dipengaruhi oleh variabel lain diluar model. Nilai

    Fhit0,05=29,289 > Ftab0,05 = 4,11 ini berarti bahwa secara signifikan variabel bantuan raskin

    (RAS), bantuan modal (MD), bantuan rumah (DFA) dan bantuan langsung tunai dan subsidi BBM

    (BML) secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap income based (INC)

    Berdasarkan tabel IV-2 didapati, nilai koefisien bantuan raskin (RAS) sebesar 0,061 artinya faktor

    bantuan raskin (RAS) ditingkatkan 1 % dapat meningkatkan Income Based sebesar 6,1 % atau

    koefisien bantuaan raskin (RAS) berpengaruh positif dan in-elastis terhadap income based, dimana

    thit0,05 =2,114 > ttab 0,05 = 2,052 artinya bahwa secara signifikan variabel bantuan raskin (RAS)

    berpengaruh terhadap variabel income based (INC) , dengan asumsi variabel lainnya tetap. Koefisien

    variabel bantuan model (MD) sebesar 0, 996 artinya 1 % peningkatan bantuan modal dapat

    meningkatkan income based (INC) sebesar 99,6 % atau dengan kata lain bantuan modal berpengaruh

    secara elastis terhadap income based, dimana thit0,05 = 8,126 > ttab0,05 = 2,052 artinya secara

    signifikan bantuan modal (MD) berpengaruh terhadap income based (INC).

    Tabel 2

    Coefficientsa

    Model

    Unstandardized Coefficients

    Standardized

    Coefficients

    t Sig. Std. Error Beta

    (Constant) -2.348 2.016 -1.164 .256

    RAS .061 .029 .204 2.114 .046

  • 23

    MD .996 .123 .959 8.126 .000

    DFA .014 .015 .080 .928 .363

    BML .133 .048 .307 2.744 .012

    a. Dependent Variable: INC

    Deskrpsi pada tabel IV-2 dapat dijelaskan bahwa koefisien bantuan rumah (DFA) sebesar 0,014

    artinya terjadi pengararuh secara in-elastis atau peningkatan bantuan rumah (DFA) sebesar 1 %

    hanya dapat meningkatkan peningkatan income based di wilayah penelitian sebesar 1,4 % atau

    thit0,05= 0,928 < ttab0,05=2,052 artinya bantuan rumah (DFA) tidak berpengaruh secara signifikan

    terhada income based (INC) dan koefisien bantuan langsung tunai dan subsidi BBM (BML) adalah

    sebesar 0,133 artinya juga berpengaruh secara in-elastis terhadap peningkatan bantuan langsung

    tunai dan subsidi BBM (BML) di wilayah penelitian hanya sebesar 1,33 % terhadap income based

    (INC) atau thit0,05= 2,744 < ttab0,05= 2,052 yang berarti pengaruh bantuan tunai dan subsidi BBM

    signifikan positif mempengaruhi income based (INC).

    Selanjutnya, didapati hasil pengolahan data quesioner dengan SPSS terhadap model aset based

    (AST), dimana, pada tabel IV-3 menumjukan hubungan daripada variabel bantuan bibit (BBT),

    bantuan pupuk dan obat-obatan (PO) dan bantuan berupa jaring, bot, zakat dan fasilitas kredit (SUB)

    terhadap terhadap aset based. Nilai koefisien diterminasi (R adjust) didapatkan sebesar 0,617 yang

    berarti bahwa besarnya hubungan variabel bantuan bibit (BBT), bantuan pupuk dan obat-obatan

    (PO) dan bantuan berupa jaring, bot, zakat dan fasilitas kredit (SUB) terhadap aset based sebesar

    61,7 % dan selebihnya dipengaruhi oleh faktor lain di luar model. Nilai Fhit0,05=15,501 > Ftab =

    4,11 ini berarti bahwa secara signifikan variabel bantuan bibit (BBT), bantuan pupuk dan obat-

    obatan (PO), dan bantuan berupa jaring, bot, zakat dan fasilitas kredit (SUB) secara bersama-sama

    berpengaruh secara signifikan terhadap aset based (INC).

    Tabel 3

    Model Summary

    Model R R Square

    Adjusted R

    Square

    Std. Error of the

    Estimate

    .1 .812a .660 .617 .06454

    a. Predictors: (Constant), SUB, BBT, PO

    Selanjutnya, pada tabel IV-4 nilai koefisien bantuan bibit sebesar -0,007 artinya jika bantuan bibit

    (BBT) berpengaruh negatif yang in-elastis terhadap peningkatan aset based, dimana 1 % kenaikan

    bantuan bibit dapat berpengaruh terhadap asset based (AST) sebesar 0,7 % atau thit0,05 = -0,057 <

    ttab0,05 = -2,052 artinya bantuan bibit (BBT) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap aset

    based (AST). Koefisien bantuan pupuk dan obat-obatan (PO) dengan nilai sebesar 0,010 yaitu

    pengaruh yang in elastis dan positif terhadap peningkatan aset base di wilayah penelitian, dimana

    penambahan bantuan pupuk dan obat-obatan (PO) sebesar 1 % dapat meningkatkan penambahan

    aset based (AST) sebesar 1% atau thit0,05= 0,055 < ttab0,05= 2,052 artinya bantuan pupuk dan

    obat-obatan (PO) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap aset based (AST).

    Tabel 4

    Coefficientsa

    Model

    Unstandardized Coefficients

    Standardized

    Coefficients

    T Sig. Std. Error Beta

    1 (Constant) 3.353 2.314 1.449 .160

    BBT -.007 .124 -.007 -.057 .955

  • 24

    PO .010 .186 .009 .055 .957

    SUB .817 .162 .806 5.058 .000

    a. Dependent Variable:

    AST

    Berdasarkan tabel IV-4 didapati nilai koefisien bantuan berupa jaring, bot, zakat dan fasilitas kredit

    (SUB) sebesar 0,817 ini berarti bahwa jika bantuan berupa jaring, bot, zakat dan fasilitas kredit

    (SUB) sebesar 1 % dapat meningkatkan asset based (AST) sebesar 81,7 % atau pengaruh secara

    positif dan elastis terhadap peningkatan asset bassee (AST). thit0,05= 5,058 < ttab0,05= 2,052

    artinya bantuan berupa jaring, bot, zakat dan fasilitas kredit (SUB) berpengaruh secara positif dan

    signifikan terhadap aset based (AST).

    Dari hasil penelitian terhadap indikator income based dan aset based bahwa kebijakan pemerintah

    (dominan bantuan, yaitu 90 % dan Lembaga non pemerintah dengan jumlah bantuan sebesar 10%).

    Namun bantuan rumah tidak begitu berpengaruh atau angka elastisitasnya sangat kecil terhadap

    peningkatan pendapatan masyarakat (income based) di kabupaten Aceh Utara, ini karena orientasi

    bantuan lebih difokuskan pada masyarakat miskin yang tidak lagi produktif, sehingga bantuan

    tersebut hanya menjadi aset tetap yang dapat digunakan sebagai modal untuk peningkatan produksi

    dalam meningkatkan pendapatan masyarakat (income based).

    Bantuan raskin berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan pendapatan masyarakat di

    kabupaten Aceh Utara, ini dikarenakan sehubungan dengan kenaikan harga beras yang terus

    meningkat, maka pengadaan bantuan beras raskin akan dapat mengurangi pengeluaran untuk

    konsumsi beras yang mutlak harus selalu tersedia sebagai kebutuhan pokok yang rutin. Namun

    angka elastisitas lebih kecil terhadap peningkatan income based (pendapatan masyarakat), ini

    dikarenakan bantuan raskin tidak diberikan kepada masyarkat miskin secara utuh, disebabkan

    adanya uang tebusan (berupa biaya trasportasi dan administrasi proses penyaluran

    bantuan).Selanjutnya penyaluruan beras raskin sifatnya dibagi rata, sehingga tidak tepat untuk

    masyarakat miskin saja.

    Modal usaha signifikan mempengaruhi terhadap peningkatan pendapatan (income based), namun

    masih in elastis pengaruhnya terhadap income based, ini dikarenakan, ini dikarenakan barang modal

    dari bantuan yang diberikan; (1) kurang pemerliharaan, (2) tidak optimal difungsikan untuk

    peningkatan produktivitas, karena diberikan secara berkelompok dan bukan secara individu.

    Kemudian bantuan modal yang diberikan kurang tepat sasaran, terhadap usaha yang digeluti oleh

    penerima bantuan modal usaha, hal ini dikarenakan, bahwa pemberian bantuan modal tidak

    berdasarkan studi kelayakan bisnis dengan tepat. Kemudian bantuan modal yang diberikan tidak ada

    monitoring dan evaluasi terhadap kondisi usaha dari modal yang diberikan.

    Biaya langsung tunai dan subsidi BBM (BML) signifikan positif mempengaruhi terhadap

    peningkatan Income Based (INC), namun peningkatan yang in elastis. Ini dikarenakan bantuan tunai

    dan subsidi BBM (BML) kalau diratakan per tahun relatif kecil dan tidak sebanding dengan

    pengeluaran terhadap kenaikan harga barang kebutuhan pokok dan kenaikan harga minyak yang

    meningkat

    Bibit tidak signifikan dan berpengaruh negatif terhadap peningkatan aset based, ini dikeranakan

    tidak selektif dalam pemberian bantuan bibit, yaitu bantuan bibit yang diberikan tidak layak untuk

    dijadikan bibit unggul, sehingga tumbuh atau tidak bisa pakai sebagai bibit unggul dalam

    peningkatan produksi. Kemudian menyangkut dengan prilaku petani yang tidak memanfaatkan bibit

    yang diberikan untuk ditanami. Dan kemudian bantuan bibit yang disalurkan kurang tepat kepada

    petani yang memiliki lahan pertanian yang cocok. Bantuan bibit yang diterima oleh petani tidak

  • 25

    dimanfaatkan sesuai dengan tujuan pemberian bantuan, karena kecendrungan bibit dialihkan

    kepemilikan lain.

    Pupuk tidak signifikan mempengaruhi terhadap aset based, dengan pengaruh yang in-elastis. Ini

    disebabkan oleh birokarasi penyaluran pupuk yang berbelit, sehingga mempengaruhi kenaikan harga

    pupuk yang hampir sama dengan harga pasar. Juga kecendrungan penyaluran pupuk kepada

    kelompok tani, yang sayogianya bukan semua orang miskin yang menjadi anggota kelompok tani.

    Kemampuan penggunaan dalam pemberian pupuk masih kurang, sehingga berakibat terhadap

    penurunan produksi tanaman.

    Bantuan berupa jaring, bot, zakat dan fasilitas kredit (SUB) juga didapati signifikan mempengaruhi

    kepada peningkatan asset based (AST). Namun pengaruhnya in-elastis terhadap peningkatan aset

    based (AST). Ini disebabkan oleh pemberian bantuan jaring kepada nelayan juga diberikan secara

    kelompok, dimana satu kelompok 10 orang dibantu satu unit jaring. Dimana manajemen pengelolaan

    jaring bantuan belum mampu mengarahkan kepada pemanfaatkan jaring bantuan untuk

    meningkatkan produksi nelayan.

    Zakat yang diberikan oleh pemerintahan desa, yang jumlahnya lebih kecil, dan sifatnya insidential.

    Pemberian zakat bersifat konsumtif yang tidak begitu mampu mendorong peningkatan pendapatan

    masyarakat. Fasilitas kredit, yang berupa kredit dalam bentuk dana bergulir (berupa dana bantuan

    sosial produktif) dapat meningkatkan usaha masyarakat, tapi dana bantuan tersebut juga diberikan

    secara kelompok dan individu, yang mempu mempengaruhi pendapatan masyarakat, karena; (1)

    tatakelola pinjaman kredit diurus secara manajemen keuangan yang layak, (2) anggota kelompok

    dan individu penerima bantuan diselektif sel.

    Kesimpulan dan Saran

    Adapun yang menjadi kesimpulan penelitian adalah:

    1. Dari hasil penelitian terhadap indikator income based dan aset based bahwa kebijakan pemerintah

    (dominan bantuan, yaitu 90 % dan lembaga non pemerintah dengan jumlah bantuan sebesar

    10%).

    2. Kebijakan pengentasan kemiskinan oleh pemerintah dan lembaga non pemerintah di Kabupaten

    Aceh Utara, berpengaruh terhadap peningkatan income, yaitu; variabel dominan yang muncul,

    adalah bantuan raskin, modal dan bantuan langsung tunai dan subsidi BBM. Namun pengaruh

    dari variabel yang dominan tersebut masih bergerak secara in-elastisitas, yaitu bantuan raskin

    sebesar 0,062, bantuan modal sebesar 0,996 dan bantuan langsung tunai dan subsidi BBM adalah

    sebesar 0,133. Sedangkan kebijakan pengentasan kemiskinan yang tidak dominan adalah bantuan

    rumah, dengan nilai in- elastisitas sebesar 0,133.

    3. Kebijakan pengentasan kemiskinan oleh pemerintah dan lembaga non pemerintah di Kabupaten

    Aceh Utara, berpengaruh terhadap peningkatan aset based, yaitu variabel yang dominan adalah

    bantuan berupa jaring, bot, zakat dan fasilitas kredit. Namun pengaruh dari variabel tersebut

    masih juga bergerak secara inelastis, yaitu sebesar 0,817. Sedangkan, kebijakan pengentasan

    kemiskinan yang tidak dominan adalah; bibit sebesar -0,007 dan pupuk dan obat-obatan sebesar

    0,010.

    Berdasarkan kesimpulan penelitian dapat disarankan, sebagai berikut :

    1. Untuk menjamin validitas penyediaan data tentang penduduk miskin di kabupaten Aceh Utara

    diperlukan data base elektronik yang dapat di up date secara berkala, jika diperlukan untuk

    program pengentasan kemiskinan.

    2. Program bantuan modal kerja kepada masyarakat miskin harus berorientasi kepada

    pemberdayaan, sehingga keberdayaan penduduk miskin dapat mengurangi ketergantungan

    terhadap bantuan program kemiskinan atau keberadaan bantuan untuk penduduk miskin bisa

    lebih mandiri.

  • 26

    3. Untuk mempercepat pelaksanan program pengentasan kemiskinan di kabupaten Aceh Utara

    dimasa yang akan datang, perlu membangun kemitraan dengan pihak dunia usaha dalam

    penyediaan modal dan skil, pemerintah sebagai pelaksana, akademisi sebagai pencetus konsep-

    konsep pemikiran tentang pengentasan kemiskinan dan Dewan Perwakilan Rakyat sebagai

    lembaga yang memberikan legalitas kebijakan pengentasan kemiskinan.

    Daftar Pustaka

    Antjok, Jamaluddin, 1995, Pemanfaatan Organisasi Lokal Untuk Mengentaskan Kemiskinan dalam

    Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia, Adytia media, Yogyakarta.

    Dillon, HS, 1993, Kemiskinan di Negara Berkembang: Masalah Konseptual dan Global, Prisma No.

    3-LP3ES, Jakarta.

    Friedman, John, 1979. Urban Poverty In Latin America, Some Theoritical Consideration.

    Development Dialoge, Vol 1 Upsala Dag Hommarskjold Fondation

    Hall Anthony dan James Midgley, 2004, Social Policy for Development, Sage Publications Ltd,

    London

    Hasibuan, Nurimansyah, 1997, Kemiskinan Struktural di Indonesia: Menembus Lapisan Bawah,

    Dalam Jurnal Studi Indonesia, Vol 7-Januari 1997.

    Hasrul Harahap, 2011, Bersama Melawan Kemiskinan, Harian Waspada, Rabu 19 Januari 2011.

    Husein Umar, 2000, Riset Pemasaran dan Prilaku Konsumen, Penerbit Gramedia Pusaka Utama

    bekerjasama dengan Jakarta Business Research Center (JBRC), Jakarta.

    Muklir, at.al, 2008, Analisis Kebijakan Publik, Unimal Press, Lhokseumawe.

    Ramli, 2011, Masalah Kemiskinan Indonesia, Harian Waspada, Rabu 19 Januari 2011.

    Sumarjan, Selo, 1977, Kemiskinan: Suatu Pandang Sosiologi, Jurnal Sosiologi Indonesia No. 2-

    1977, Ikatan Sosiologi Indonesia.

  • 27

    MARKET ACCESS FOR MALAYSIAN AGRICULTURAL PRODUCTS:

    A CASE FOR PALM OIL

    Abdul Hamid Jaafar,

    Zainal Abidin Hashim,

    Basri Abdul Talib

    [email protected]

    Fakultas Ekonomi dan Perniagaan, Universitas Kebangsaan Malaysia

    Abstract In spite of global multilateral trade agreement to reduce trade barriers, international agriculture

    trade is still subjected to high tariff protection. Commodities within the same category are subjected

    to different tariff rates. This situation is reported to be especially acute for palm oil and soybean oil

    where higher tariff rates are imposed on palm oil imports than soybean oil. Being the largest

    exporter of palm oil, Malaysias attempt to expand market share is especially made difficult by this situation. The objective of this paper is to determine the extent of difference in tariff imposed on

    palm oil and soybean oil. Data sources for this study are from (a) FAS Online WTO Tariff Schedule

    and (b) The Agricultural Market Access Database. Results of this study indicate that even though

    more countries impose higher bound rate on palm oil than soybean oil, the actual rates are imposed

    are quite close. In spite of this, bilateral negotiations to influence these countries to reduce actual

    rates at par with soybean oil must be initiated.

    Keywords: Market Access, Agricultural Products I. Introduction

    World export of major oils in 2002 totaled 36.18 million metric. Over the period between 1995 and

    2002, its average annual growth is 4.1%. Consumption of vegetable oil in 2002 was about 95.4

    million metric tons with palm oil and soybean oil comprising 60% of total world consumption. In

    international trade, these two commodities make up 80% of world vegetable oil trade. With higher

    world income and population, export growth of major oils is expected to continue (Table 1).

    Malaysia is the largest exporter of palm oil. In 2000, Malaysia exported 398,352 metric tons of

    crude palm oil, valued at RM341.4 million. Processed palm oil export in the same year was

    3,682,659 metric tons, valued at RM9,885 million. Its major markets are India, Pakistan, the EU,

    China and Egypt. These five destinations account for over 60% of Malaysias total export of palm oil. As a member of WTO (World Trade Organization or formerly General Agreement on Tariffs

    and Trade GATT), Malaysias cross border trade with other member nations enjoys the MFN (Most-Favored-Nation) status. The MFN is an agreement between countries to extend the same

    trading privileges to each other that they extend to any other country. Under the agreement, a

    country is obligated to extend to another country the lowest tariff rates it applies to any third country.

    TABLE 1

    Production, trade and consumption of vegetable oil, 2002

    (million metric tons)

    Oil type Production Export Consumption

    Soybean oil 30.31 32.0% 9.36 25.9% 30.19 31.7%

    Palm oil 27.28 28.8% 19.65 54.3% 27.67 29.0%

    Sunflower seed

    oil

    8.17 8.6% 2.21 6.1% 8.02 8.4%

    Rapeseed oil 12.03 12.7% 0.90 2.5% 12.15 12.7%

    Cottonseed oil 3.52 3.7% 0.15 0.4% 3.48 3.6%

    ISSN : 2303-0542

  • 28

    Peanut oil 4.52 4.8% 0.16 0.4% 4.63 4.9%

    Coconut oil 3.22 3.4% 1.84 5.1% 3.27 3.4%

    Olive oil 2.39 2.5% 0.49 1.4% 2.60 2.7%

    Palm Kernel oil 3.30 3.5% 1.43 3.9% 3.35 3.5%

    TOTAL 94.74 100.0% 36.18 100.0% 95.36 100.0%

    Source: http://usda.mannlib.cornell.edu/data-sets/crops/89002/

    Tariff rates resulting from WTO (formerly GATT; or General Agreement on Trade and Tariff)

    negotiations or accessions that are incorporated as part of a countrys schedule of concessions are known as bound rates. The implementation period of bound rate (from its base rate, i.e., the beginning implementation rate as of 1995) is normally six years for developed countries and ten

    years for developing countries. As such, the end of implementation period for developed nation is

    2000 and 2004 for developing countries.1

    Bound rates are enforceable under Article II of the WTO. If a WTO member country raises its tariff

    above the bound rate, the affected countries have the right to retaliate against an equivalent value of

    the offending countrys exports or receive compensation, usually in the form of reduced tariffs of other products they export to the offending country.

    2

    In spite of the various WTO trade negotiations, international agriculture trade is still subjected to

    high tariff protection. Gibson, et al. (2001) reported that the average tariff on agriculture is about

    62% while industrial products are subjected to much lower tariff rates. Not only that, tariff on a

    specific agriculture commodity differs widely between countries and commodities within the same

    category are subjected to different tariff rates. This situation is reported to be especially

    considerable between palm oil and soybean oil, where generally, higher tariff rate is imposed on

    palm oil (crude and processed) import than soybean oil which is produced largely by the U.S. and

    the EU (see Appendix A). The objective of this study is to document the extent of difference in

    tariff imposed on palm oil and soybean oil. In addition, this study will try to identify country groups

    that have greater tendency to impose higher tariff. For this purpose, a tariff database is compiled.

    Several sources of data will be used for the compilation.

    The discussion of this paper will proceed as follows. In the next section, the theoretical aspect of

    impact of tariff is discussed. Section III continues with a description of data sources. This is

    followed by a summary of findings. Section V concludes the study.

    II. Effects of Tariff Barriers Two of the most common tariffs levied by nations are in the form of fixed percentage of the value of

    a commodity or a fixed charge per physical unit of the commodity. The former is called an ad

    valorem tariff and the latter is a specific tariff. A tariff can also be imposed as a combination of the

    two. Ad valorem and specific tariffs each have their own advantages and disadvantages. One of the

    advantages of an ad valorem tariff is that in periods of inflation, the tariff revenue of the country that

    imposed such tariff will be appropriately adjusted. On the other hand, the advantage of a specific

    tariff is that it is easier to impose because the tariff depends on the physical units imported and not

    value of the good that often fluctuates.

    Tariff increases the transfer cost of commodity between trading nations, thus raising its price in the

    country that impose the tariff. The higher price distorts the market where local farmers respond by

    increasing output while consumer demand is dampened. If the nation that imposes the tariff is a

    large importer, the tariff will have the indirect effect of lowering world price, thus depriving the

    1 Generally, the reductions in tariffs to the committed bound rates are in equal yearly increments.

    2 An example of this is the steel import tariff imposed by the U.S. in 1999.

  • 29

    exporting nation the opportunity of higher export earnings. Appendix B and C illustrate in greater

    details inefficiencies due to imposition of tariff.

    III. Data Sources For the purpose of fulfilling the objective, tariff data, prices and volume of trade data for palm oil

    and soybean oil were compiled from three sources. They are:3

    1. FAS Online WTO Tariff Schedule at: http://www.fas.usda.gov/scriptsw/wtopdf/wtopdf_frm.asp;

    2. The Agricultural Market Access Database or AMAD at: http://www.amad.org/; 3. MPOB Statistics at: http://www.mpob.gov.my.4

    The former two sources mentioned above do not provide tariff information of all WTO member

    nations. For countries that are listed in the databases, where available, information on base rates,

    bound rates, and actual rates are compiled. Price and trade volume statistics are calculated from

    figures available at the MPOB website.

    Appendix F provides example of tariff schedule for the Republic of Korea. As shown in the

    appendix, the harmonized item codes for palm oil and soybean oil are 1511 and 1507 respectively.

    They are further divided into two major categories according to used or degree of processing. For

    example, item code for crude palm oil is 1511.10 while modified or processed palm oil is 1511.90.

    Similarly, item code for crude soybean oil and modified soybean oil are 1507.10 and 1507.90

    respectively.

    Depending on the country, the number of tariff lines for each sub-group could be as many as five or

    none at all. Following accepted practice, where there are several tariff lines for a particular product

    group, a simple average is taken to represent the tariff group.

    IV. Average Tariff Rates Tariff rates on crude soybean oil and palm oil are summarized in Table 2 while those of their derived products are summarized in Table 3. In Table 2 and 3, applied tariff rate refers to the actual tariff rate charged at the border by an importing country. Applied rate must be below bound

    rate. WTO does not have to be informed of changes in applied rate. Generally, the applied rate of

    country varies according to domestic objectives of the nation.5

    TABLE 2

    Tariff Rates on 1507.10 and 1511.10

    1507.10 1511.10

    Base rate

    Bound

    rate Actual rate Base rate

    Bound

    rate Actual rate

    1 Angola 10% 55%

    2 Argentina 13% (1998) 13% (1998)

    3 Australia 10% 8% 5% (2000) 0% 0% 0% (2000)

    4* Bahrain 35% 5% (1999) 35% 20% (1999)

    5 Brazil 55% 35% 13% (2000) 50% 35% 13% (2000)

    6 Bangladesh 200% 15% (2000) 200% 15% (2000)

    7 Brunei 20% 20%

    3 See Appendix D and Appendix E.

    4 FAS is Foreifn