Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

103
1

description

 

Transcript of Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

Page 1: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

1

Page 2: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

2

Page 3: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

3

Page 4: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

4

DAFTAR ISI

Penerbit ……................................................................. i

Daftar Isi ……................................................................ ii

Pengantar Redaksi ……............................................... iii

Implementasi Kebijakan Pembinaan

Widyaiswara (Pelajaran Yang Bisa Dipetik

Dalam 30 Tahun), Sutarwi

…… 1

On The Job Training, Wardi Astuti …… 22

Good Governance : Antara Wacana Dan

Realita, Ali Moechson

…… 35

Otonomi Daerah Di Indonesia, Dari Masa Ke

Masa, IrawanRumekso

…… 54

Pembelajaran dari Bocornya Rahasia Negara,

Didik Singgih Hadi

....... 70

Page 5: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

5

PENGANTAR REDAKSI

Salam Pembaharuan Tim Redaksi sangat bersyukur atas rahmat dan karunia Tuhan Yang Maha Esa sehingga kami dapat menghadirkan Jurnal Kediklatan Widya Praja untuk yang pertama kalinya. Lahirnya Jurnal Kediklatan ini dimaksudkan untuk memberikan media bagi para pihak terkait kediklatan khususnya Widyaiswara untuk menuangkan pemikiran kritis terkait pengembangan kualitas aparatur sipil negara. Kami sangat berterima kasih kepada para penulis artikel kali ini baik yang berupa hasil penelitian maupun refleksi inovatif, karena hanya dengan dukungan artikel-artikel tersebut Jurnal Kediklatan Widya Praja dapat diterbitkan. Penerbitan jurnal ilmiah ini juga dimaksudkan untuk mendukung pengembangan profesi Widyaiswara melalui penulisan karya tulis ilmiah yang memang merupakan salah satu kewajiban bagi seorang Widyaiswara. Dengan adanya Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan diterapkannya Kurikulum Diklatpim Pembaharuan sejak tahun 2014 ini menunjukkan semakin pentingnya diklat aparatur. Dalam kerangka inilah maka Jurnal Kediklatan Widya Praja menampilkan artikel tentang kebijakan pembinaan Widyaiswara selama ini, dan artikel lainnya yang terkait dengan kediklatan aparatur. Semoga sajian kami yang baru pertama kali ini, meskipun masih perlu pengembangan, dapat bermanfaat bagi para pembaca terutama pengelola diklat, penyelenggara diklat, widyaiswara, peserta dan alumni diklat.

Semarang Mei 2014 Redaksi

Page 6: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

6

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMBINAAN WIDYAISWARA

(PELAJARAN YANG BISA DIPETIK DALAM 30 TAHUN)

Oleh Dr. Ir. Sutarwi,MSc

Abstrak

Jabatan fungsional widyaiswara telah terbentuk pada tahun 1985 yaitu

dengan ditetapkannya Kepmenpan No. 68/MENPAN/1985. Widyaiswara

adalah PNS yang diberi tugas mendidik, mengajar dan atau melatih secara

penuh oleh pejabat yang berwenang pada unit diklat instansi pemerintah.

Dalam perkembangannya Permenpan tersebut telah mengalami revisi tiga kali

yaitu pada tahun 2001, tahun 2005, dan tahun 2009. Implementasi kebijakan

pembinaan widyaiswara tersebut tidak selamanya menguatkan widyaiswara

tetapi kadang juga melemahkan widyaiswara. Diantaranya kebijakan

pembinaan widyaiswara yang melemahkan adalah kastanisasi pada tahun

2005 dan rekruitmen jalur khusus pada tahun 2009. Demikian juga penilaian

angka kredit yang lebih menekankan aspek administrasi dibandingkan aspek

substantive akademis. Banyak pelajaran yang dapat dipetik setelah

mengimplementasikan kebijakan pembinaan widyaiswara selama tiga puluh

tahun antara lain rekruitmen, TOT, penilaian angka kredit, kenaikan

pangkat/jabatan, pemberhentian dari jabatan widyaiswara. Pelajaran tersebut

sangat bermanfaat untuk masukan dalam rangka merumuskan kebijakan

pembinaan widyaiswara di masa datang.

Kata Kunci: Widyaiswara, Kebijakan, Pembinaan, Angka Kredit,

1. Latar Belakang

Di awal tahun ini Undang Undang

No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur

Sipil Negara (ASN) telah diundangan.

Dalam Undang-Undang ASN tersebut,

salah satu aspek yang perlu mendapat

perhatian adalah adanya hak

pengembangan kompetensi yang

diberikan kepada ASN..Untuk

memenuhi hak ASN ini pemerintah

harus memberikan kesempatan diklat

yang luas bagi ASN. Dalam kaitan

penyelenggaraan diklat ASN, faktor

sangat penting yang perlu mendapat

perhatian adalah Widyaiswara.

Page 7: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

7

Apa itu widyaiswara ?.

Widyaiswara tidak banyak dikenal di

lingkungan masyarakat karena tugasnya

memang tidak banyak berkaitan

langsung dengan masyarakat, namun di

lingkungan Pegawai Negeri Sipil (PNS)

sudah dikenal dengan baik. Pada saat

dibentuk dengan Keputusan Menteri

Negara Pendayagunaan Aparatur

Negara Nomor 68/MENPA/1985

tentang Angka Kredit Bagi Jabatan

Widyaiswara, yang dimaksudkan

Widyaiswara adalah PNS yang diberi

tugas mendidik, mengajar, dan atau

melatih secara penuh oleh pejabat yang

berwenang pada unit pendidikan dan

latihan (Diklat) Instansi Pemerintah;

Kalau ditinjau dari asal kata,

widyaiswara berasal dari bahasa

Sansekerta vidya yang artinya ilmu

pengetahuan, ish artinya memiliki dan

vara artinya terpilih. Dengan demikian

widyaiswara dapat diartikan seseorang

yang terpilih karena memiliki ilmu

pengetahuan. Sampai saat ini

keberadaan widyaiswara sudah hampir

tiga puluh tahun (1985 s/d 2014).

Jumlah widyaiswara madya dan

widyaiswara utama sampai saat ini

mencapai 3400 orang (LAN,2014). Pada

tahun 1994 dengan ditetapkannya

Peraturan Pemerintah Nomor 16 tentang

Jabatan Fungsional PNS, widyaiswara

termasuk dalam rumpun pendidikan

lainnya. Kebijakan ini semestinya bisa

menguatkan keberadaan widyaiswara

Selama kurun waktu hampir 30 tahun,

kebijakan pembinaan widyaiswara telah

beberapa kali mengalami perubahan

yang kadang menguatkan widyaiswara

tetapi juga kadang melemahkan

widyaiswara bahkan kadang ada yang

menyebutnya bukan pembinaan tetapi

pembinasaan widyaiswara. Dengan latar

belakang tersebut, tulisan ini

dimaksudkan untuk menjawab

pertanyaan: “ bagaimana perkembangan

kebijakan pembinaan widyaiswara

dalam tiga puluh tahun dan pelajaran

apa saja yang bisa dipetik untuk revisi

kebijakan pembinaan widyaiswara di

waktu yang akan datang?”

2. Siapa Instansi Pembina

Widyaiswara?

Berdasarkan Peraturan Bersama

Kepala LAN dan Kepala BKN Nomor 7

Tahun 2005 dan Nomor 17 Tahun 2005

tentang petunjuk pelaksanaan jabatan

fungsional Widyaiswara dan angka

kreditnya disebutkan bahwa Lembaga

Administrasi Negara selaku instansi

pembina.

Adapun kewajiban instansi

pembina adalah melakukan : (a).

penyusunan kurikulum diklat

Page 8: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

8

fungsional/teknis fungsional bagi

widyaiswara, (b) penyelenggaraan diklat

fungsional/teknis bagi widyaiswara,

(c) penetapan standar kompetensi

widyaiswara, (d) penyusunan formasi

jabatan widyaiswara, (e) pengembanagn

system informasi jabatan widyaiswara;

(f) fasilitasi penyusunan dan penetapan

etika profesi widyaiswara.

Selanjutnya, berdasarkan Peraturan

Menteri Negara Pendayagunaan

Aparatur Negara Nomor 14 Tahun 2009

pasal 5 disebutkan bahwa Instansi

Pembina Jabatan Fungsional Widya-

iswara adalah Lembaga Administrasi

Negara (LAN). Lembaga Administrasi

Negara wajib melakukan tugas

pembinaan yang meliputi:

a. Menetapkan pedoman formasi

Jabatan Fungsional Widyaiswara;

b. Menetapkan standar kompetensi

Jabatan Fungsional Widyaiswara;

c. Menyelenggarakan dan mem-

fasilitasi seleksi dan pengembangan

Jabatan Fungsional Widyaiswara;

d. Menyusun kurikulum Diklat Jabatan

Fungsional Widyaiswara;

e. Menyelenggarakan dan mem-

fasilitasi Diklat Fungsional

Widyaiswara dan Diklat Teknis bagi

Widyaiswara;

f. Melakukan evaluasi dan penempatan

Jabatan Fungsional Widyaiswara;

g. Melakukan monitoring dan evaluasi

Jabatan Fungsional Widyaiswara;

h. Menetapkan pedoman sertifikasi

jabatan Fungsional Widyaiswara;

i. Menyelenggarakan dan mem-

fasilitasi proses sertifikasi Jabatan

Fungsional Widyaiswar;

j. Mensosialisasikan Jabatan fung-

sional Widyaiswara serta petunjuk

pelaksanaannya;

k. Mengembangkan system informasi

Jabatan Fungsional Widyaiswara;

l. Memfasilitasi penyusunan dan

penetapan etika profesi dank ode

etik Widyaiswara.

Adapun pembinaan kepegawaian

secara umum adalah pembina

kepegawaian pada Kementerian/ Daerah

yang bersangkutan.

3. Kebijakan Pembinaan Widya-

iswara

Dalam tulisan ini kebijakan

pembinaan widyaiswara lebih

difokuskan pada implementasi

kebijakan pembinaan widyaiswara

terutam implementasi kebijakan

pembinaan di Daerah. Formulasi

kebijakan yang menjadi kewenangan

Kementerian Pendayagunaan Aparatur

Negara tidak banyak dibahas dalam

tulisan ini.

Page 9: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

9

Menurut Mustopadidjaja (2002)

menyatakan bahwa dalam implementasi

kebijakan sering dijumpai hambatan-

hambatan sebagai berikut:

- Pengambil kebijakan lebih

mengutamakan formulasi ke-

bijakan dibandingkan dengan

implementasi kebijakan;

- Diseminasi kurang dilaksanakan;

- Terjadinya KKN

- Kurangnya dukungan dana bagi

organisasi pelaku kebijakan

- Penegakan hukum sangat lemah;

- Kelompok sasaran kebijakan

kurang mematuhi kebijakan.

Dalam tulisan ini juga akan dikaji

hambatan apa saja yang dijumpai dalam

implementasi kebijakan pembinaan

widyaiswara. Untuk lebih memahami

efektivitas Implementasi kebijakan

pembinaan widyaiswara, akan diuraikan

ke dalam empat periode waktu yaitu

selama tahun 1985-2001, tahun 2001-

2005, tahun 2005-2010, dan tahun

2010-2014 Pemilihan periode waktu

tersebut lebih didasarkan pada waktu

berlangsungnya perubahan kebijakan

pembinaan widyaiswara.

A. Pada Tahun 1985-2001:

Kebijakan pembinaan

widyaiswara dalam periode ini

tertuang dalam Keputusan Menteri

Negara Pendayagunaan Aparatur

Negara Nomor 68/MENPAN/1985

tentang Angka Kredit Bagi Jabatan

Widyaiswara. Dalam Keputusan

Menpan tersebut diatur tentang

jenjang jabatan widyaiswara, tugas

pokok widyaiswara, Unsur kegiatan

widyaiswara yg memperoleh angka

kredit untuk kenaikan pangkat/

jabatan, Tim Penilai Angka Kredit,

pengangkatan dan pemberhentian

dalam dan dari jabatan widyaiswara.

Keputusan Menpan ini

ditindaklanjuti dengan dikeluar-

kannya Surat Edaran Bersama

Kepala Badan Administrasi

Kepegawaian Negara dan Ketua

Lembaga Administrasi Negara No.

31/SE/1985 dan No.

240/SEKLAN/XII/1985 tentang

Angka Kredit Bagi Jabatan

Widyaiswara.

Jabatan Widyaiswara saat itu

dari yang terendah sampai dengan

tertinggi adalah sebagai berikut:

Page 10: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

10

Tugas pokok Asisten

Widyaiswara Muda, Asisten

Widyaiswara Madya, dan Asisten

Widyaiswara adalah :

a. Dikjartih peserta diklat pada

bidang tertentu;

b. Membantu penyusunan

kurikulum diklat;

c. Membantu melakukan evaluasi

diklat;

Tugas pokok Ajun

Widyaiswara Muda, Ajun

Widyaiswara Madya, dan Ajun

Widyaiswara adalah :

a. Dikjartih peserta diklat dalam

bidang tertentu;

b. Membantu penyusunan

kurikulum diklat

c. Membantu melkukan evaluasi

diklat

d. Membimbing peserta diklat

e. Membimbing Widyaiswara

yang lebih rendah;

Tugas pokok Widyaiswara

Pratama, Widyaiswara Muda,

Widyaiswara Madya adalah :

a. Dikjartih peserta diklat pada

bidang tertentu;

b. Menyusun kurikulum diklat;

c. Mengadakan evaluasi diklat

d. Membimbing peserta diklat

e. Membimbing widyaiswara di

bawahnya

Page 11: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

11

f. Mengembangkan bahan dan

metodologi diklat

g. Membantu melakukan kegiatan

penelitian dan pengembangan

diklat

Tugas pokok Widyaiswara

Utama Pratama, Widyaiswara

Utama Muda, WidyaiswaraUtama

Madya, Widyaiswara Utama adalah:

a. Dikjartih peserta diklat pada

bidang tertentu;

b. Menyusun kurikulum diklat;

c. Mengadakan evaluasi diklat

d. Membimbing peserta diklat

e. Membimbing widyaiswara di

bawahnya

f. Mengembangkan bahan dan

metodologi diklat

g. Menyusun rencana dan

program kegiatan diklat

h. Melakukan kegiatan penelitian

dan pengembangan diklat

Pengangkatan pejabat

widyaiswara untuk pertama kali,

PNS harus memenuhi syarat sebagai

berikut :

a. Memiliki pendidikan dan atau

latihan dalam bidang dikjartih,

atau pengalaman sekurang-

kurangnya 1 tahun dalam

melakukan kegiatan dikjartih;

b. Memiliki pengetahuan dan atau

pengalaman dalam bidang

tertentu yang berhubungan

dengan subyek yang diajarkan;

c. DP3 sekurang-kurangnya baik.

Untuk kenaikan pangkat /

jabatan widyaiswara harus

memenuhi jumlah angka kredit

seperti pada tabel tersebut diatas

dengan ketentuan:

a. Sekurang-kurangnya 70%

angka kredit dari unsur utama

yaitu pendidikan, kegiatan

dikjartih, dan kegiatan litbang

diklat;

b. Sebanyak-banyak 30% angka

kredit dari unsur penunjang

yaitu kegiatan pengabdian

masyarakat, keikutsertaan

dalam kegiatan ilmiah,

peningkatan mutu widyaiswara,

dan penghargaan ilmiah.

Untuk perhitungan angka

kredit bagi Asisten Widyaiswara

Muda (II/a) s/d Widyaiswara Muda

(III/d) dilakukan oleh Tim Penilai

Daerah/Instansi. Sementara

penilaian angka kredit untuk

Widyaiswara Madya (IV/a) sampai

dengan Widyaiswara Utama (IV/e)

dilakukan oleh Tim Penilai Pusat.

Bagi Asisten Widyaiswara

Muda (II/a) sampai dengan

Widyaiswara Utama Madya (IV/d)

apabila dalam jangka waktu 4

Page 12: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

12

(empat) tahun tidak dapat

mengumpulkan angka kredit yang

diperlukan untuk kenaikan jabatan

Widyaiswara setingkat lebih tinggi

dibebaskan sementara dari jabatan

widyaiswara. Adapun bagi

Widyaiswara Utama (IV/e) yang

dalam waktu 2 (dua) tahun tidak

dapat mengumpulkan angka kredit

minimal 20 (dua puluh) berasal dari

unsur dikjartih dan litbang

widyaiswara dibebaskan sementara

dari jabatan widyaiswara

Kebijakan pembinaan

widyaiswara di awal pembentukanna

juga tertuang dalam Keputusan

Presiden Nomor 63 Tahun 1986

tentang Batas Usia Pensiun Pegawai

Negeri Sipil yang Menjabat Jabatan

Fungsional Widyaiswara dan

Penyuluh Pertanian.

Namun demikian pada tahun-

tahun awal implementasi kebijakan

pembinaan widyaiswara dirasakan

belum efektif. Hal ini disebabkan

oleh beberapa hal sebagai berikut:

a. Minat PNS menjadi

widyaiswara saat itu masih

didominasi oleh pejabat yang

menjelang usia pensiun, baru

setelah tahun 1990 an PNS

yang berusia muda mulai

tertarik dengan jabatan

widyaiswara;

b. Tidak adanya batasan usia

maksimal yang dipersyaratkan

untuk menjadi widyaiswara

terkesan memang hanya

sebagai perpanjangan masa

pensiun;

c. Pengangkatan widyaiswara

pada tahun-tahun awal tanpa

melalui persetujuan Lembaga

Administrasi Negara tetapi

langsung persetujuan oleh

Kementerian (Departemen saat

itu), dan baru setelah tahun

1990 pengangkatan widya-

iswara harus mendapatkan

rekomendasi Lembaga

Administrasi Negara RI

Jakarta;

d. Pemberian sanksi pembebasan

sementara cenderung tidak

dilaksanakan karena

kebanyakan widyaiswara yang

terkena sanksi waktunya sudah

menjelang masa pensiun;

e. Sistem informasi kewidya-

iswaraan belum berkembang,

sehingga widyaiswara yang

tidak memenuhi angka kredit

dan tidak melaporkan ke

Lembaga Administrasi Negara

tidak mendapatkan sanksi

Page 13: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

13

pembebasan sementara dari

jabatan widyaiswara;

f. Tugas pembinaan dari Instansi

Pembina Widyaiswara belum

terlaksana secara terprogram.

Sebagai contoh, pembinaan

teknis perhitungan angka kredit

widyaiswara baru dilaksanakan

apabila instansi/ daerah

memintanya setelah daerah

menghadapi berbagai masalah.

B. Pada Tahun 2001-2005

Dengan diterbitkannya

Peraturan Pemerintah Nomor 16

Tahun 1994 tentang Jabatan

Fungsional PNS, semakin

memperkuat keberadaan jabatan

fungsional pada umumnya termasuk

jabatan fungsional widyaiswara.

Dalam PP tersebut Widyaiswara

termasuk dalam rumpun pendidikan

lainnya; Demikian juga dengan

diterbitkannya Peraturan Pemerintah

Nomor 101 Tahun 2000 tentang

Pendidikan dan Pelatihan Jabatan

Pegawai Negeri Sipil. Lebih dari itu,

dalam ketentuan umum (pasal 1) UU

No. 20 Tahun 2003 tentang

Sisdiknas disebutkan bahwa

Widyaiswara termasuk Pendidik.

Kebijakan pembinaan

widyaiswara pada periode ini

tertuang dalam Keputusan Menteri

Negara Pendayagunaan Aparatur

Negara Nomor 01/KEP/M.PAN/

1/2001 tentang Jabatan Fungsional

Widyaiswara dan Angka Kreditnya.

Jenjang jabatan fungsional

widyaiswara mengalami perubahan

yang signifikan yaitu berubah dari

13 (tiga belas) jenjang jabatan

menjadi 4 (empat) jenjang jabatan

saja seperti tertuang dalam tabel

sebagai berikut:

Page 14: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

14

Pegawai Negeri Sipil (PNS)

yang diangkat untuk pertama kali

dalam jabatan widyaiswara juga

berubah yaitu harus memenuhi

syarat-syarat sebagai berikut::

- Serendah rendahnya Sarjana/D4

sesuai kualifikasi yang

ditentukan;

- Pangkat serendah rendahnya

Golongan III/a

- Nilai DP3 rata-rata termasuk

baik;

- Telah mengikuti dan lulus diklat

fungsional widyaiswara yg

ditentukan;

- Memiliki pengalaman mendidik

mengajar dan melatih minimal

2(dua) tahun

- Usia setinggi-tingginya 2(dua)

tahun sebelum pensiun;

Jumlah angka kredit

kumulatif yang harus dipenuhi untuk

naik pangkat juga mengalami

perubahan yang menekankan pada

kegiatan unsur utama. Sementara

ketentuan jumlah angka kredit

maksimal dari kegiatan unsur

penunjang semakin dikurangi.

Kebijakan pembinaan widyaiswara

saat itu menetapkan sebagai berikut:

a. Sekurang-kurangnya 80% dari

unsur utama termasuk di

dalamnya 30% unsur

pelaksanaan diklat;

b. Sebanyak-banyaknya 20%

berasal dari unsur penunjang.

Ketentuan pembebasan

sementara dari jabatan widyaiswara

juga masih diberlakukan. Dalam

jangka waktu 5 (lima) tahun sejak

diangkat tidak dapat mengumpulkan

angka yang ditentukan untuk

kenaikan pangkat bagi widyaiswara

pertama (III/a) sampai dengan

widyaiswara utama madya (IV/d).

Sementara untuk Widyaiswara

Utama (IV/e) setiap tahun

diwajibkan mengumpulkan angka

kredit sekurang-kurangnya 50 (lima

puluh) angka kredit dengan

ketentuan sekurang-kurangnya 40

(empat puluh) angka kredit dari

unsur utama dan sebanyak-

banyaknya 10 (sepuluh) angka kredit

dari unsur penunjang. Apabila

Widyaiswara Utama (IV/e) tidak

memenuhi kewajiban tersebut

diberikan sanksi pembebasan

sementara dari jabatan widyaiswara.

Dengan Kepmenpan No. 1

Tahun 2001 ini, mulai dikenalkan

adanya “kastanisasi” yaitu jenjang

widyaiswara tertentu hanya boleh

melakukan kegiatan-kegiatan

tertentu yang mendapatkan penilaian

Page 15: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

15

angka kredit. Widyaiswara selain

melakukan dikjartih sesuai jenjang

diklat yang bersangkutan hanya

diperbolehkan untuk satu jenjang di

bawah satu jenjang di atas jenjang

yang bersangkutan. Sebagai contoh

bagi seorang widyaiswara utama

maka yang bersangkutan selain

melakukan dikjartih pada diklat

tingkat tinggi hanya diberbolehkan

melakukan dikjartih pada diklat

tingkat menengah. Apabila

widyaiswara tersebut melakukan

dikjartih pada diklat tingkat dasar

dan tingkat lanjutan tidak diberikan

angka kredit.

Bagi widyaiswara yang

melakukan dikjartih untuk PNS di

luar instansinya angka kredit yang

diberikan termasuk unsur penunjang.

Demikian juga melakukan dikjartih

untuk non PNS meskipun termasuk

warga binaan lembaga diklat yang

bersangkutan.

Diklatpim Tk I digolongkan

ke dalam diklat tingkat tinggi,

Diklatpim Tk II digolongkan ke

dalam diklat tingkat menengah,

Diklatpim Tk III digolongkan ke

dalam diklat tingkat lanjutan, dan

Diklatim Tk IV digolongkan ke

dalam diklat tingkat dasar.

Orasi ilmiah sebagai

pengukuhan dalam jabatan

widyaiswara utama diwajibkan bagi

widyaiswara yang telah menduduki

jabatan widyaiswara utama. Dalam

implementasinya meskipun orasi

ilmiah sebagai kewajiban ada

widyaiswara tidak melakukannya

karena merasa sudah Widyaiswara

Utama dan tidak ada sanksi

Terkait dengan penilaian

angka kredit widyaiswara, sejalan

dengan berlangsungnya desen-

tralisasi penyelenggaraan peme-

rintahan, penilaian angka kredit

untuk widyaiswara pertama (III/a)

sampai dengan widyaiswara madya

(IV/b) dilakukan oleh Tim Penilai

Daerah/Instansi (TPD/I) sedangkan

untuk widyaiswara madya (IV/c)

sampai dengan widyaiswara utama

(IV/e) dilakukan oleh Tim Penilai

Pusat (TPP). Pada periode

sebelumnya, Tim Penilai Daerah/

Instansi hanya menilai angka kredit

sampai dengan Widyaiswara Muda

III/d saja.

C. Pada Tahun 2005-2010

Kebijakan pembinaan pada

periode ini tertuang dalam

Permenpan No.PER/66/M /

PAN/6/2005 tentang Jabatan

Page 16: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

16

Fungsional Widyaiswara dan Angka

Kreditnya. Jenjang jabatan

widyaiswara tidak berubah dari

sebelumnya yaitu Widyaiswara

Pertama (III/a dan III/b),

Widyaiswara Muda (III/c dan III/d),

Widyaiswara Madya (IV/a, IV/b,

IV/c), Widyaiswara Utama (IV/d

dan IV/e). Pada periode ini

kebijakan pembinaan jabatan

fungsional widyaiswara juga

tertuang dalam Peraturan Presiden

Nomor 59 Tahun 2007 tentang

Tunjangan Jabatan Fungsional

Widyaiswara. Dalam Perpres

tersebut besarnya tunjangan jabatan

fungsional widyaiswara mengalami

sedikit peningkatan dibandingkan

sebelumnya yang tidak pernah naik

seperti jabatan fungsional lainnya.

Pada periode ini, kebijakan

“kastanisasi” yang sangat merugikan

widyaiswara tetap berlanjut.

Kegiatan widyaiswara dikjartih yang

mendapatkan angka kredit selain

yang memang sudah sesuai jenjang

jabatan widyaiswara hanya satu

jenjang di bawah dan di atas jenjang

widyaiswara yang bersangkutan.

Sebagai perbandingan, pada jabatan

dosen, seorang Guru Besar

(Profesor) yang bersedia mengajar

S1 mendapat apresiasi. Sebaliknya

untuk Widyaiswara Utama yang

bersedia mengajar diklat tingkat

dasar tidak dinilai angka kreditnya.

Beberapa ketentuan baru

dalam kebijakan pembinaan

widyaiswara yaitu: (a) pengangkatan

widyaiswara usia paling tinggi 50

(lima puluh) tahun, (b) kenaikan

pangkat bagi Widyaiswara Madya

(IV/a) sampai dengan Widyaiswara

Utama (IV/e) perolehan angka kredit

minimal 12 AK dari unsur

pengembangan profesi, (c) untuk

kenaikan jabatan ke Widyaiswara

Utama (IV/d) widyaiswara

diwajibkan melakukan orasi ilmiah.

Orasi ilmiah berdasarkan hasil

penelitian. Orasi ilmiah widyaiswara

tidak lagi untuk pengukuhan sebagai

widyaiswara utama tetapi sebagai

syarat yang harus dipenuhi untuk

naik menjadi Widyaiswara Utama.

Bagi Widyaiswara Madya (IV/c)

meskipun jumlah AK untuk

kenaikan pangkat sudah terpenuhi

yaitu 850 AK, apabila belum

melakukan orasi ilmiah berdasarkan

hasil penelitian tidak bisa diusulkan

naik ke Widyaiswara Utama (IV/d).

Widyaiswara Utama (IV/e)

diwajibkan mengumpulkan angka

kredit minimal 25 AK yang berasal

dari unsur pelaksanaan dan

Page 17: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

17

pengembangan diklat yaitu dikjartih.

Apabila Widyaiswara Utama (IV/e)

dalam satu tahun tidak bisa

mengumpulan sesuai ketentuan

tersebut akan diberikan sanksi

pembebasan sementara dalam

jabatan widyaiswara. Bagi

Widyaiswara Utama IV/d saat itu

belum diwajibkan mengumpulkan

25 AK. Hal inilah yang

menyebabkan protes dari

Widyaiswara Utama IV/e menuntut

diberikannya sanksi yang sama

terhadap Widyaiswara Utama baik

yang berpangkat golongan IV/D

maupun IV/E.

Kewenangan penilaian angka

kredit tidak mengalami perubahan.

Untuk jabatan widyaiswara pertama

(III/a) sampai dengan widyaiswara

madya (IV/b) dilakukan oleh Tim

Penilai Daerah/Instansi (TPD/I)

sedangkan untuk widyaiswara

madya (IV/c) sampai dengan

widyaiswara utama (IV/e) dilakukan

oleh Tim Penilai Pusat (TPP).

D. Pada Tahun 2010-2014

Kebijakan pembinaan

widyaiswara pada periode ini

tertuang pada Peraturan Menteri

Pendayagunaan Aparatur Negara

Nomor 14 Tahun 2009 tentang

Jabatan Fungsional Widyaiswara

dan Angka Kredit. Dalam ketentuan

tersebut terdapat beberapa

perubahan bila dibandingkan dengan

ketentuan pada periode sebelumnya.

Permenpan No. 14 tahun 2009

tersebut ditindaklanjuti dengan

diterbitkannya Peraturan Bersama

Kepala LAN dan Kepala BKN

Nomor 1 dan Nomor 2 Tahun 2010

tentang Petunjuk Pelaksanaan

Jabatan Fungsional Widyaiswara

dan Angka Kreditnya serta.

Peraturan Kepala LAN Nomor 3

Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis

Jabatan Fungsional Widyaiswara

dan Angka Kreditnya.

Jenjang diklat terdapat

perubahan yaitu: Diklatpim Tk I dan

Diklatpim Tk II termasuk ke dalam

diklat tingkat tinggi, Diklatpim Tk

III termasuk ke dalam diklat tingkat

menengah, Diklatpim Tk IV

termasuk alam diklat lanjutan.

Sedangkan untuk Diklat Prajabatan

Golongan I dan II, Golongan III

termasuk diklat tingkat dasar. Diklat

Teknis yang tidak berjenjang

digolongkan ke dalam diklat tingkat

dasar.

Kebijakan “kastanisasi”

masih berlanjut namun lebih

fleksibel. Seperti tertuang pada

Page 18: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

18

pasal 11 ayat 2: “ widyaiswara dapat

melaksanakan kegiatan pada

beberapa jenjang diklat sepanjang

telah memiliki sertifikat kompetensi

sesuai dengan bidang dan

tingkatannya”. Demikian juga pada

pasal 9 ayat 1 “ widyaiswara yang

melaksanakan butir kegiatan tatap

muka, menyusun bahan ajar diklat,

GBPP/SAP, dan bahan tayang pada

suatu lembaga diklat pemerintah

yang memiliki tugas pokok dan

fungsi dikjartih non PNS diberikan

angka kredit”.

Kewajiban widyaiswara

untuk mengumpulkan angka kredit

dari unsur pengembangan profesi

juga mengalami perubahan. Pada

kebijakan sebelumnya yang

diwajibkan mengumpulkan angka

kredit dari pengembangan profesi

hanya untuk widyaiswara madya

IV/a ke atas, Namun untuk periode

waktu ini semua widyaiswara

diwajibkan mengumpulkan angka

kredit dari pengembangan profesi.

Kewajiban mengumpulkan angka

kredit pengembangan profesi yaitu

dari III/a s/d III/c sejumlah 4 AK,

Dari III/d ke IV/a diwajibkan

mengumpulkan 8 AK dari unsur

pengembangan profesi.

Sedangkan dari IV/a s/d IV/c

wajib mengumpulkan 12 AK dan

dari IV/c ke IV/d dan IV/e wajib

mengumpulkan 16 AK

pengembangan profesi.

Widyaiswara Utama (IV/d)

dan Widyaiswara Utama (IV/e)

setiap tahun diwajibkan

mengumpulkan paling rendah 25

AK dari sub unsur pengembangan

dan pelaksanaan diklat dan sub

unsur pengembangan profesi.

Apabila Widyaiswara Utama dalam

satu tahun tidak dapat

mengumpulkan 25 AK tersebut

dibebaskan sementara dari jabatan

widyaiswara.

Dalam kewenangan untuk

melakukan penilaian angka kredit

terdapat perubahan yaitu untuk

widyaiswara pertama III/a s/d

widyaiswara madya IV/a dilakukan

oleh Tim Penlai Daerah (TPD).

Sedangkan untuk widyaiswara

madya IV/b s/d IV/e dilakukan oleh

Tim Penilai Pusat (TPP).

Widyaiswara Madya IV/b yang

semula dinilai oleh TPD ditarik

kembali ke TPP di Lembaga

Administrasi Negara (LAN) RI

Jakarta. Latar belakangnya adalah

PAK digunakan untuk kenaikan ke

IV/c, sementara pejabat yang

Page 19: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

19

berwenang menerbitkan surat

keputusan kenaikan pangkat ke IV/c

adalah Presiden. Oleh sebab itu

wajar kalau penilaian angka kredit

untuk kenaikan pangkat IV/c ditarik

ke TPP. Namun demikian dengan

kebijakan ini menyebabkan sering

terlambatnya penilaian AK karena

banyaknya usulan yang masuk ke

TPP di LAN RI Jakarta.

Dalam periode waktu ini,

terdapat kebijakan yang

kontroversial yaitu penerimaan

widyaiswara dari pejabat struktural

yang sudah mendekati pensiun

seperti yang pernah terjadi di awal

pembentukan jabatan fungsional

widyaiswara yaitu pada tahun 1985

yang lalu. Meskipun hanya

diperuntukkan mengisi formasi

widyaiswara untuk melaksanakan

tugas pokok widyaiswara pada

Diklatpim Tk I dan Tk II,

mekanisme ini melanggar ketentuan-

ketentuan yang telah ada

sebelumnya. Sebagai contoh, calon

widyaiswara tanpa mengikuti Diklat

Calon Widyaiswara ternyata dapat

diangkat menjadi widyaiswara.

Dalam kebijakan ini, pengertian

untuk mengisi formasi widyaiswara

Diklatpim Tk I dan TK II terkesan

tidak jelas. Apakah widyaiswara

yang diterima hanya mengampu

pada Diklatpim Tk I dan Tk II atau

diperbolehkan mengampu Diklatpim

Tk III dan Tk IV. Kalau ditugaskan

pada Diklatpim Tk III dan Tk IV

yang menggunakan pendekatan

pembelajaran yang berbeda dengan

Diklatpim Tk II dan Tk I,

semestinya calon widyaiswara juga

harus memenuhi persyaratan yang

ditentukan misalnya persyaratan

telah mengikuti Diklat

Kewidyaiswaraan Berjenjang yang

dipersyaratkan. Kondisi ini juga

membingungkan bagi pengaturan

kerja bagi kelompok widyaiswara

yang terdiri dari berbagai jenjang

jabatan widyaiswara. Demikian juga

saat belum ada jadwal

penyelenggaraan Diklatpim Tk II,

kalau tidak didayagunakan untuk

mengajar pada diklat-diklat yang

lain juga dapat menyebabkan

widyaiswara yang bersangkutan

tidak produktif.

Untuk seleksi memang

diadakan uji kompetensi, namun

bagi calon widyaiswara yang

usianya sudah 59 tahun yang

diterima, bagaimana dengan

perhitungan angka kreditnya. Kalau

diberikan angka kredit setara dengan

Widyaiswara Madya maka segera

Page 20: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

20

akan memasuki masa pensiun karena

Widyaiswara Madya batas usia

pensiunnya 60 th. Kalau diberikan

angka kredit setara Widyaiswara

Utama sebenarnya juga tidak adil

karena belum pernah melakukan

kegiatan mengajar , membuat

GBPP/SAP, menyusun modul,

belum pernah membuat soal ujian,

tiba-tiba langsung diangkat menjadi

Widyaiswara Utama. Sementara

dalam rekruitmen widyaiswara

melalui jalur regular, kebanyakan

widyaiswara diangkat pada jabatan

widyaiswara setingkat atau dua

tingkat di bawah pangkat yang

bersangkutan. Sebagai contoh, calon

widyaiswara golongan pangkat IV/b

diangkat setara dengan Widyaiswara

Muda III/d.

Selanjutnya pada tahun 2014

yang merupakan tahun awal

pelaksanaan kurikulum diklatpim

pola baru juga dirasakan adanya

pembinaan widyaiswara yang

kurang efektif bahkan ada yang

mengatakan sebagai pelemahan

peran dan fungsi widyaiswara.

Sebagai contoh untuk persyaratan

pengampu diklatpim pola baru

adalah widyaiswara atau non

widyaiswara yang lulus Training of

Fasilitator(TOF). Sementara TOF

dirancang untuk lebih memahami

proses pembelajaran daripada

substansi setiap mata diklat yang ada

dalam proses tersebut. Peserta TOF

beragam dari pejabat struktural

eselon IV s/d eselon II, widyaiswara

dari widyaiswara pertama s/d

widyaiswara utama. Anehnya juga

semua dinyatakan lulus untuk

memfasilitasi Diklatpim Tk IV, III,

II. Pemberian bekal untuk substansi

masing-masing mata diklat sangat

kurang. Untuk pembinaan

widyaiswara semestinya setelah

lulus TOF dilanjutkan dengan TOT

substansi masing-masing mata diklat

sesuai dengan jenjang diklatpim dan

diikuti oleh widyaiswara yang sesuai

jenjang jabatannya.

Jenjang diklat (tingkat dasar,

lanjutan, menengah, dan tinggi) serta

jenjang jabatan widyaiswara

(pertama, muda, madya, utama)

telah diatur dalam Permenpan No.

14 Tahun 2009 yang saat tulisan ini

dibuat dalam proses revisi kebijakan.

E. Pelajaran yang bisa dipetik

Mustapadidjaja dalam

bukunya berjudul Studi Kebijakan

(1992) menyatakan bahwa sistem

kebijakan terdiri dari 4(empat)

elemen sistem kebijakan yaitu

Page 21: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

21

pelaku kebijakan, kebijakan itu

sendiri, lingkungan kebijakan, dan

kelompok sasaran kebijakan.

Keempat elemen tersebut

berhubungan secara timbal balik di

antara empat elemen tersebut. Dalam

kebijakan pembinaan widyaiswara,

kelompok sasaran kebijakannya

adalah widyaiswara. Widyaiswara

punya pengaruh yang penting

terhadap keberhasilan kebijakan

pembinaan terhadap diri mereka.

Oleh sebab itu dimensi widyaiswara

harus diperhatikan dalam merevisi

kebijakan pembinaan widyaiswara.

Dari perspektif widyaiswara

sebagai kelompok sasaran ( target

group) kebijakan, berdasarkan

uraian tentang kebijakan pembinaan

widyaiswara tersebut di atas dapat

diungkapkan beberapa pelajaran

yang bisa dipetik sebagai berikut:

a. Pada periode awal

pembentukan jabatan fung-

sional widyaiswara bisa

dipahami apabila pengisian

jabatan tersebut didominasi

oleh pejabat yang sudah

menjelang pensiun dan kurang

mendasarkan pada

pertimbangan kompetensi dan

formasi widyaiswara. Untuk

periode seterusnya ada

kebijakan yang relatif tepat

yaitu dengan adanya syarat

calon widyaiswara maksimal

usia 50 tahun.Kebijakan ini

mendukung pembentukan

profesionalitas widyaiswara

karena masuk menjadi

widyaiswara memang dilandasi

minat dan kompetensi serta

formasi dan bukan hanya ingin

memperpanjang usia pensiun.

Sayangnya kebijakan yang baik

ini diubah dengan rekruitmen

widyaiswara melalui dua jalur

yaitu jalur regular dan jalur

khusus untuk widyaiswara

Diklatpim Tk II dan Tk I.

b. Rekruitmen widyaiswara

langsung dari CPNS yang

masih berlaku sampai saat ini

perlu ditinjau kembali.

Widyaiswara perlu pengalaman

kerja dalam waktu tertentu

untuk mendukung kompeten-

sinya. Widyaiswara dari CPNS

cenderung sudah matang dalam

metode pembelajaran tetapi

masih sangat lemah dalam

penguasaan substansi mata

diklat yang diampunya.

Dengan rekruitmen widya-

iswara dari PNS yang sudah

memiliki pengalaman tertentu

Page 22: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

22

dapat meningkatkan kompeten-

si widyaiswara yang bersang-

kutan. Peran widyaiswara

dalam diklat tidak hanya

sebagai fasilitator dan konselor

tetapi juga sebagai pelatih

(coach) yang memerlukan

pengalaman lapangan.

c. Persyaratan mengkikuti diklat

kewidyaiswaraan tertentu bagi

calon widyaiswara (diklat

cawid) sangat berguna untuk

mempersiapkan widyaiswara

yang professional. Persyaratan

ini semestinya diberlakukan

untuk semua calon widya-

iswara baik jalur regular

maupun jalur khusus ( kalau

jalur ini dipertahankan). Hal ini

sangat diperlukan mengingat

kenyataan di lapangan

meskipun jalur khusus semula

hanya menyiapkan untuk

widyaiswara Diklatpim Tk II

dan I tetapi dalam prakteknya

juga banyak penugasan untuk

mengajar diklat-diklat lain

yang memerlukan metode

pembelajaran yang berbeda

dengan Diklatpim Tk II dan

Tk I.

d. Pendidikan dan Pelatihan

Kewidyaiswaraan Berjenjang

sangat bermanfaat dalam

meningkatkan kompetensi

widyaiswara. Diklat

Kewidyaiswaraan Berjenjang

Tingkat Pertama dapat

membekali kompetensi meng-

ajar secara umum bagi

Widyaiswara Pertama. Diklat

Kewidyaiswaraan Berjenjang

Tingkat Muda.dapat mem-

bekali kompetensi berbagai

macam metode pembelajaran

bagi Widyaiswara Muda.

Selanjutnya Diklat Kewidya-

iswaraan Berjenjang Tingkat

Madya dapat membekali

kompetensi penulisan karya

tulis ilmiah dan penyusunan

bahan ajar diklat. Demikian

juga Diklat Kewidyaiswaraan

Berjenjang Tingkat Utama

dapat membekali kompetensi

pembimbingan bagi Widya-

iswara Tingkat Utama. Namun

kebijakan diklat berjenjang

kewidyaiswaraan tersebut

kurang mendapatkan perhatian

baik oleh widyaiswara maupun

instansi pembina widyaiswara.

Kesempatan mengikuti diklat

kewidyaiswaraan berjenjang

yang diselenggarakan oleh

Lembaga Administrasi Negara

Page 23: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

23

RI Jakarta sangat terbatas.

Sementara penerapan sanksi

bagi widyaiswara yang tidak

mengikuti diklat berjenjang

juga tidak diterapkan.

e. Kebijakan pembinaan widya-

iswara melalui kastanisasi

mempunyai dampak positif dan

negatif. Dengan kastanisasi

widyaiswara jenjang tertentu

hanya dinilai angka kreditnya

apabila melaksanakan tugas

pada diklat jenjang tertentu

yang ditentukan. Dengan

kebijakan ini dimaksudkan agar

widyaiswara yang semakin

tinggi jenjangnya semakin

besar tanggung jawabnya yaitu

dengan mengajar diklat jenjang

yang semakin tinggi.

Sebaliknya widyaiswara yang

masih rendah jenjangnya dan

belum banyak berpengalaman

sebagai widyaiswara diberikan

tugas mengajar diklat jenjang

yang lebih rendah. Namun

kebijakan ini juga mempunyai

dampak negatif yaitu adanya

pelaksanaan tugas widyaiswara

yang harus dilakukan namun

tidak dinilai angka kreditnya

sehingga mempersulit widya-

iswara dalam perolehan angka

kredit untuk kenaikan pangkat.

1. Kebijakan Pembinaan Widya-

iswara yang Akan Datang

Pelajaran yang dapat dipetik

dari pembinaan widyaiswara di

waktu yang lalu dapat bermanfaat

untuk merumuskan kebijakan

pembinaan widyaiswara di masa

yang akan datang. Kebijakan

pembinaan widyaiswara di waktu

yang akan datang sudah barang tentu

tidak terlepas dari diberlakukannya

Undang-Undang No. 5 Tahun 2014

tentang Aparatur Sipil Negara

(ASN).

Beberapa kebijakan pembi-

naan widyaiswara yang dapat

diusulkan adalah sebagai berikut :

a. Rekruitmen widyaiswara

sebaiknya tidak perlu lagi

melalui dua pola yaitu pola

regular dan pola khusus

widyaiswara diklatpim Tingkat

II dan I tetapi dengan satu pola

rekruitmen yaitu dengan batas

usia calon widyaiswara minimal

42 tahun maksimal 52 tahun.

Dengan batasan ini akan

diperoleh calon widyaiswara

yang memang benar-benar

berminat untuk menjadi

Page 24: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

24

widyaiswara dan telah memiliki

bekal pengalaman lapangan

yang relatif cukup.

b. Diklat bagi widyaiswara baik

diklat berjenjang (Pertama,

Muda, Madya, Utama) maupun

diklat teknis substantive harus

mendapat perhatian serius.

Apabila ASN secara umum

diberikan hak meningkatkan

kompetensi selama 12 hari

setiap tahunnya, maka bagi

widyaiswara semestinya

diberikan hak meningkatkan

kompetensi selama lebih dari 12

hari dalam setiap tahunnya

misalnya 24 hari setiap tahun.

c. Penilaian angka kredit bagi

widyaiswara harus lebih

menekankan aspek substansial

dari pada aspek administrasi dan

prosedural. Persyaratan adminis-

trasi dalam pengusulan daftar

usulan angka kredit ditetapkan

seminimal mungkin sementara

untuk aspek substansial

akademik harus lebih

diutamakan. Rigiditas butir-butir

kegiatan widyaswara yang

diatur dalam Peraturan Menpan

dan RB semestinya disempur-

nakan sehingga lebih sederhana

tetapi tidak mudah untuk

.direkayasa dalam pengajuan

angka kredit dari kegiatan

tersebut.

d. Sejalan dengan otonomi daerah

maka jumlah widyaiswara di

daerah semakin banyak, maka

memerlukan pembinaan dari

instansi pembina secara terus

menerus. Pembinaan widya-

iswara selama ini dirasakan

masih terbatas yaitu hanya

dalam penilaian angka kredit

dan penyelenggaaan diklat

kewidyaiswaraan yang frekuen-

sinya sangat sedikit. Keter-

batasan anggaran pada instansi

pembina semestinya dapat

diatasi dengan kemitraan antara

instansi pembina dan Badan

Diklat Provinsi se Indonesia dan

juga dengan organisasi profesi

widyaiswara yaitu Ikatan

Widyaiswara Indonesia;

e. Pembinaan widyaiswara juga

bisa dilakukan dengan member

kesempatan widyaiswara untuk

mengikuti berbagai lokakarya

baik tingkat nasional maupun

tingkat internasional terkait

substansi diklat tertentu bagi

para widyaiswara sehingga

menambah pengetahuan dan

wawasan widyaiswara.

Page 25: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

25

f. Peningkatan kompetensi widya-

iswara menjadi tanggung jawab

instansi pembina yaitu LAN RI

Jakarta. Widyaiswara yang

kompetensinya dinilai masih

kurang harus terus dipacu oleh

instansi pembina melalui

kepesertaan dalam berbagai

TOT, bukan hanya dengan cara

berkompetisi secara bebas

dengan pejabat struktural seperti

saat ini.

g. Upaya peningkatan kesejah-

teraan widyaiswara perlu terus

dilanjutkan. kesejajaran kesejah-

teraan antara widyaiswara

dengan jabatan fungsional

sejenis lainnya seperti jabatan

fungsional peneliti dan

dosen.Tunjungan jabatan

fungsional widyaiswara mulai

jenjang widyaiswara pertama,

muda,madya dan utama masih

termasuk rendah dibandingkan

dengan tunjangan dosen dan

peneliti..

h. Perlunya dukungan bagi

widyaiswara untuk mengikuti

pendidikan formal tertinggi (S3)

guna mendukung pengem-

bangan kompetensi widya-

iswara. Dukungan yang

diberikan dapat berupa

kemudahan pemberian ijin

belajar, tugas belajar, pemberian

bea siswa dan bantuan dana

untuk riset bagi widyaiswara

yang memenuhi persyaratan..

2. Kesimpulan

Dari penelusuran kebijakan

pembinaan widyaiswara sejak

pembentukan jabatan fungsional

widyaiswara sampai saat ini dapat

disimpulkan beberapa hal sebagi

berikut:

a. Dari perspektif kelompok

sasaran kebijakan yaitu

widyaiswara, setiap kebijakan

pembinaan widyaiswara

memiliki karakteristik tertentu,

dan kebijakan pembinaan

widyaiswara tidak selalu

semakin memperkuat peran

dan fungsi widyaiswara

bahkan terdapat kebijakan

pembinaan widyaiswara yang

melemahkan keberadaan

widyaiswara.

b. Kebijakan pembinaan

widyaiswara yang belakangan

kadang mengulang kesalahan

kebijakan pembinaan

widyaiswara yang lebih

terdahulu. Sebagai contoh

dalam rekruitmen widyaiswara

Page 26: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

26

dengan dua jalur yang kurang

memperkuat keberadaan

widyaiswara tetapi lebih

mengacaukan pembinaan karir

widyaiswara.

c. Peningkatan kompetensi

widyaiswara belum banyak

mendapatkan perhatian serius

dan berkelanjutan oleh instansi

pembina yaitu Lembaga

Administrasi Negara.

d. Penilaian angka kredit saat ini

masih mengutamakan aspek

yang bersifat administratif dan

prosedural dibandingkan aspek

kompetensi substantif yang

dimiliki widyaiswara.

e. Pembinaan widyaiswara terkait

kesejahteraan widyaiswara

lebih diserahkan kepada

pembina kepegawaian di

Daerah/Instansi masing-

masing, sedangkan pembinaan

dari Lembaga Administrasi

Negara belum signifikan.

----------------------------------

Daftar Pustaka

Kepmenpan No.68/MENPAN/1985

tentang Jabatan Fungsional

Widyaiswara dan Angka

Kreditnya;

Kepmenpan No. 01/KEP/M.PAN/

1/2001 tentang Jabatan

Fungsional Widyaiswara dan

Angka Kreditnya;

Mustopadidjaja, 1992. Studi Kebijakan.

LAN RI Jakarta, 2002

-----------------, 2002. Kajian Kebijakan

Publik. Modul Diklatpim Tk

II. Penerbit LAN RI

2012

Permenpan No.PER/66/M/PAN/6/2005

tentang Jabatan Fungsional

Widyaiswara dan Angka

Kreditnya;

Permenpan No. 14 Tahun 2009 tentang

Jabatan Fungsional

Widyaiswara dan Angka

Kreditnya.

Undang-Undang No. 5 Tahun 2014

tentang Aparatur Sipil

Negara.

Page 27: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

22

ON THE JOB TRAINING (OJT)

Oleh : Wardi Astuti

ABSTRAK

Keputusan untuk menerapkan suatu program OJT melibatkan banyak

pertimbangan yang berkaitan dengan situasi pelatihan dan anggaran.

Penempatan peserta diklat dalam dunia usaha atau dunia industri akan

meningkatkan kompetensi peserta sebelum memamngku jabatan. OJT mungkin

merupakan salah satu solusi pilihan, terutama untuk pelatihan beberapa orang

dan dalam OJT harus ada penasehat atau mentor yang akan memimpin pelatihan.

OJT efektif memerlukan suatu pendekatan sistematis yang berkaitan dengan

desain program pelatihan dan memastikan persiapan pelatih cukup. Jika

digunakan dengan baik, OJT bisa merupakan suatu solusi kreatif bagi suatu

tantangan pelatihan yang dapat meningkatkan pengalaman pelatih maupun

peserta pelatihan.

Kata Kunci : On The Job Training , Dunia usaha dan dunia industri, Mentor

A. Pendahuluan

Karyawan dalam suatu organisasi

sebagai sumber daya manusia, dan

sebagai hasil dan proses seleksi harus

dikembangkan agar kemampuan mereka

dapat mengikuti perkembangan

organisasi. Salah satu upaya untuk

meningkatkan kapasitas dan kapabilitas

karyawan adalah melalui pendidikan

dan pelatian. Adapun tujuan

pengembangan pegawai yang efektif,

adalah untuk memperoleh tiga hal

yaitu :

1) menambah pengetahuan;

2) menambah keterampilan;

3) merubah sikap.

Malthis (2009) berpendapat bahwa

pengembangan sumberdaya manusia

melalui pelatihan merupakan proses di

mana orang mendapatkan kapabilitas

untuk membantu pencapaian tujuan

organisasional. hasil pelatihan dan

pengembangan akan membuka peluang

bagi pengembangan karier individu

dalam organisasi. Peningkatan karier

atau promosi ditentukan oleh pemilikan

kualifikasi skill. Sementara dalam

situasi sulit dimana organisasi

cenderung mengurangi jumlah

karyawannya, pelatihan dan

pengembangan memberi penguatan bagi

individu dengan memberi jaminan job

Page 28: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

23

security berdasarkan penguasaan

kompetensi yang dipersyaratkan

organisasi. Lebih jauh disebutkan

bahwa:

1. Training and devolopment has the

potensial to improve labour

productivity;

2. Training and devolopment can

improve quality of that output, a

more highly trained employee is not

only more competent at the job but

also more aware of the significance

of his or her action;

3. Training and development improve

the ability of the organisation to

cope with change; the succesful

implementation of change wheter

technical (in the form of new

technologies) or strategic (new

product, new markets, etc) relies on

the skill of the organisation’s

member.

Dalam terjemahan bebas dapat

dinyatakan bahwa manfaat dan tujuan

dari kegiatan pengembangan sumber

daya manusia adalah

a. Meningkatkan produktivitas

Dengan mengikuti kegiatan

pengembangan berarti pegawai juga

memperoleh tambahan ketrampilan

dan pengetahuan baru yang

bermanfaat bagi pelaksanaan

pekerjaan mereka. Dengan semikian

diharapkan juga secara tidak

langsung akan meningkatkan

produktivitas kerjanya

b. Mengurangi dan menghilangkan

kinerja yang buruk

Dalam hal ini kegiatan

pengembangan akan meningkatkan

kinerja pegawai saat ini, yang

dirasakan kurang dapat bekerja

secara efektif dan ditujukan untuk

dapat mencapai efektivitas kerja

sebagaimana yang diharapkan oleh

organisasi.

c. Meningkatkan fleksibilitas dari

angkatan kerja

Dengan semakin banyaknya

ketrampilan yang dimiliki pegawai,

maka akan lebih fleksibel dan mudah

untuk menyesuaikan diri dengan

kemungkinan adanya perubahan pada

lingkungan organisasi. Misalnya bila

organisasi memerlukan pegawai dengan

kualifikasi tertentu, maka organisasi

tidak perlu lagi menambah pegawai

yang baru, oleh karena pegawai yang

dimiliki sudah cukup memenuhi syarat

untuk pekerjaan tersebut.

Salah satu bentuk pelatihan di

tempat kerja bagi seorang tenaga kerja

baru adalah pelatihan di tempat kerja

atau on the job training. Pengertian on

the job training dapat diadopsi dari

kamus Wikipedia, yang menyebutkan

Page 29: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

24

on-the-job training, sometimes called

direct instruction, is one of the earliest

forms of training (observational

learning is probably the earliest). It is a

one-on-one training located at the job

site, where someone who knows how to

do a task shows another how to perform

it. Bila diterjemahkan secara bebas

definisi tersebut di atas adalah pelatihan

di tempat kerja, kadang-kadang disebut

instruksi langsung adalah salah satu

bentuk pelatihan yang paling awal.

Adalah salah satu pelatihan yang

berlangsung di tempat kerja, dimana

seseorang yang tahu cara mengerjakan

sesuatu menunjukkannya kepada orang

lain bagaimana ia harus mengerjakan.

Seorang pelatih ataupun seorang

manajer baru yang ditempatkan di

tempat kerja dapat membuat sebuah

format OJT sendiri. Dimana dalam

program baru ini manajer dapat sebagai

contoh dari seorang karyawan baru,

dengan memberikan contoh dari seorang

karyawan baru, dengan memberikan

contoh pola pekerjaan yang dilakukan

oleh karyawan tersebut untuk

menjadikan keahlian dan kecakapannya.

On The Job Training menurut Siswanto

Sastrohadiwiryo (2003:204) adalah

“pelatihan di tempat kerja yang

diselenggarakan dengan maksud

membentuk kecakapan tenaga kerja

yang diperlukan untuk suatu pekerjaan

tertentu”. On the job training adalah

suatu bentuk pembekalan yang dapat

mempercepat proses pemindahan

pengetahuan dan pengalaman kerja atau

transfer knowledge. Pelatihan ini

langsung menerjunkan peserta didik

sesuai dengan job description atau

jobdesc masing-masing di bawah

pengawasan dan bimbingan.

On The Job Training merupakan

pelatihan yang langsung dilaksanakan di

tempat kerja dengan penerapan

pengetahuan dan ketrampilan yang

diperoleh di sekolah. On The Job

Training dilakukan untuk memperbaiki

dan meningkatkan penguasaan berbagai

ketrampilan dan teknik pelaksanaan

kerja tertentu dan rutin sehingga

diharapkan dapat bekerja secara efektif

dan efisien.

Pada tingkatan dasar OJT ini setiap

orang kapan saja dapat menyampaikan

pengetahuan dan ketrampilan yang

diperlukan untuk melakukan suatu

tugas/pekerjaan. Dengan kata lain, pada

bentuk informal ini setiap karyawan

dapat dilibatkan dalam beberapa aspek

pengarahan pekerjaan.

Interaksi informal dalam OJT

merupakan suatu kenyataan tiap

organisasi, perusahaan dan lain

sebagainya dimana karyawan lama

Page 30: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

25

dapat memberikan pengalaman,

pengetahuan, dan ketrampilan serta

menjelaskan setiap langkah-langkah

pekerjaaan tanpa harus melalui

pemanfaatan material khusus, instrumen

evaluasi dan arsip.

B. On the Job training vs off the job

training

b.1. On the job Training

Teknik-teknik on the job

training merupakan metode latihan

yang paling banyak digunakan, di

mana karyawan dilatih tentang

pekerjaan baru dengan supervisi

langsung seorang pelatih yang

berpengalaman (biasanya karyawan

lain). Berbagia macam teknik ini

yang biasa digunakan dalam praktik,

dijelaskan oleh Hani Handoko

(2000:112-116) sebagai berikut : (1)

Rotasi Jabatan, pelatihan yang

ditujukan untuk memberikan

pengetahuan kepada karyawan

tentang bagian-bagian organisasi

yang berbeda dan praktik berbagai

macam keterampilan manajerial; (2)

Instruksi Pekerjaan, pelatihan yang

ditujukan untuk memberikan secara

langsung petunjuk pekerjaan, dan

digunakan terutama untuk melatih

para karyawan tentang cara

pelaksanaan

perkerjaan; (3) Magang

(apprenticeships), merupakan

proses belajar dari seorang atau

beberapa orang yang lebih

berpengalaman. Pelatihan ini

sangat tepat untuk pekerjaan yang

membutuhkan keterampilan

tertentu seperti ahli kerajinan; (4)

Coaching, pelatihan yang

diberikan oleh penyelia atau atasan

kepada karyawan dalam

pelaksanaan kerja rutin mereka

dalam bentuk bimbingan dan

pengarahan; (5) Penugasan

Sementara, berupa penempatan

karyawan pada posisi manajerial

atau sebagai anggota panitia

tertentu untuk jangka waktu yang

ditetapkan, di mana karyawan

terlibat dalam pengambilan

keputusan dan pemecahan

masalah-masalah organisasional

secara nyata; (6) Sistem Penilaian

Pekerjaan, merupakan penilaian

yang diberikan kepada karyawan

setelah menyelesaikan suatu tugas

atau pekerjaan, yang selanjutnya

dapat digunakan untuk

pengembangan lebih lanjut dari

diri karyawan yang bersangkutan.

b.2. Off the Job Training

Teknik-teknik yang termasuk

dalam off the job training meliputi:

Page 31: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

26

metode-metode simulasi dan

presentasi informasi. Pada metode

simulasi karyawan peserta latihan

menerima representasi tiruan

(artificial) suatu aspek organisasi

dan diminta untuk menanggapinya

seperti dalam keadaan sebenarnya.

Metode silulasi yang umum

digunakan meliputi: (1) Metode

Studi Kasus, pada metode ini

kepada para peserta disediakan

deskripsi tertulis suatu situasi

pengambilan keputusan, aspek-

aspek organisasi terpilih diuraikan

pada lembar kasus. Karyawan

peserta pelatihan diminta untuk

mengidentifikasi maslah-masalah,

menganalisis situasi dan

merumuskan penyelesaian-

penyelesaian alternatif. Dengan

metode ini dimungkinkan

karyawan dapat mengembangkan

keterampilan dalam pengambilan

keputusan; (2) Role Playing, pada

teknik ini peserta pelatihan atau

karyawan diminta untuk

memainkan berbagai peran yang

berbeda. Selanjutnya diminta

untuk menanggapi para peserta

lain yang berbeda perannya. Tidak

disediakan naskah yang mengatur

pembicaraaan dan perilaku peserta

pelatihan, namun hanya

dihadapkan pada suatu situasi yang

memerlukan pemecahan masalah.

Dengan metode ini dapat

mengubah sikap karyawan menjadi

lebih toleransi terhadap perbedaan

individu dan dapat

mengembangkan keterampilan

antar individu; (3) Business

Games, merupakan suatu simulasi

pengambilan keputusan dalam

skala kecil yang dibuat sesuai

dengan situasi kehidupan nyata.

Para peserta memainkan game

dengan mengambil suatu

keputusan tertentu sesuai dengan

hati nurani dan berusaha

menjelaskan pilihan yang diambil;

(4) Vestibule Training, merupakan

bentuk pelatihan yang dirancang

agar tidak mengganggu kegiatan

normal yang terjadi pada lembaga.

Bentuk latihan ini dilaksanakan

bukan oleh atasan (penyelia),

tetapi oleh pelatih-pelatih khusus,

dengan mengambil area terpisah

dari lembaga tempat pelaksanaan

pekerjaan sebenarnya, namun pada

tempat latihan tersebut

menggunakan fasilitas yang sama

persis dengan yang digunakan

pada tempat kerja; (5) Laboratory

Training, yaitu suatu bentuk

latihan kelompok yang terutama

Page 32: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

27

digunakan untuk mengambangkan

keterampilan-keterampilan antar

pribadi. Latihan ini berguna untuk

mengembangkan perilaku

tanggungjawab terhadap pekerjaan

yang menjadi tugasnya; (6)

Program Pengembangan Eksekutif,

adalah program yang biasanya

diselenggarakan oleh lembaga-

lembaga pendidikan seperti

universitas, di mana berbagai

lembaga atau instansi yang

berminat dapat mengirimkan para

karyawannya untuk mengikuti

paket-paket khusus yang

ditawarkan. Kegiatan ini juga

dapat dilakukan dalam bentuk

kerjasama antara lembaga atau

instansi dengan lembaga

pendidikan untuk

menyelenggarakan kegiatan

pendidikan atau pelatihan secara

khusus sesuai kebutuhan

organisasi.

Sementara itu mengenai

teknik-teknik presentasi informasi

sebagai upaya untuk mengajarkan

sikap, konsep, atau keterampilan

kepada peserta pelatihan, dapat

dijelaskan sebagai berikut: (1)

Kuliah, merupakan suatu metode

tradisional dengan kemampuan

penyampaian informasi, banyak

peserta dan biaya relatif murah; (2)

Presentasi Video, teknik ini biasa

digunakan sebagai pelengkap

bentuk latihan lainnya; (3) Metode

Konperensi, metode ini analog

dengan bentuk seminar dan

merupakan pengganti metode

kuliah, di mana proses latihan

berorientasi pada diskusi tentang

masalah yang telah ditetapkan

sebelumnya; (4) Programmed

Instruction, metode dengan

menggunakan mesin pengajar

seperti komputer untuk

memperkenalkan kepada peserta

topik-topik yang harus dipelajari,

dan memerinci serangkaian

langkah dengan umpan balik

langsung pada penyelesaian suatu

langkah; (5) Self Study, teknik ini

biasanya menggunakan manual-

manual atau modul-modul tertulis

dan kaset-kaset atau videotape

rekaman.

C. Efektifitas OJT

Jika suatu pekerjaan mudah untuk

dilakukan dan dapat dijelaskan kepada

pekerja baru, maka OJT informal bisa

digunakan. Akan tetapi jika suatu

pekerjaan yang kritis dan kompleks

serta membutuhkan betul-betul

kemampuan dari seorang pekerja baru

Page 33: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

28

untuk dapat melakukannya dengan

tepat, maka perlu adanya suatu pelatihan

formal yang di dalamnya terdapat bahan

material pelatihan yang harus dikuasai,

instrumen evaluasi yang dapat

memantau perkembangan dan

kecakapan yang harus diketahui dan

dikuasai untuk melakukan pekerjaan

yang kritis dan kompleks tersebut.

OJT dikatakan dapat dilakukan

dengan baik ketika sasaran pelatihan

mampu mengembangkan teori dan

ketrampilan dengan pengulangan

pelatihan yang diawasi oleh petugas

pengawas. Dalam menggunakan OJT

sering dikaitkan atau dipertimbangkan

dengan situasi/aspek-aspek dari suatu

perusahaan: Apakah dengan

mengirimkan karyawannya untuk

mengikuti pelatihan nanti akan ada

pembengkakan anggaran? Bagaimana

dengan tujuan produksi ketika

ditinggalkan untuk pelatihan?Apakah

dengan OJT dapat meningkatkan

kemampuan, skill dan kinerja pekerja?

Penempatan peserta On The Job

Training memerlukan pertimbangan

yaitu: harus ditetapkan terlebih dahulu,

pelaksanaannya harus sesuai dengan

program yang telah disepakati, lamanya

peserta di institusi pasangan ditentukan

sesuai waktu pelatihan yang

disyaratkan, pelaksanaan pembelajaran

dilengkapi dengan jurnal kegiatan

diklat, monitoring, dan perangkat yang

diperlukan di institusi pasangan.

Penempatan peserta ke tempat

praktek on the job training hendaknya

memperhatikan hal-hal berikut:

1) Industri relevan dengan program

diklat

Artinya industri yang dipilih sebagai

institusi pasangan adalah

mempunyai jenis pekerjaan yang

sesuai dengan program diklat.

2) Memiliki fasilitas dan sarana praktek

yang sinkron dengan sasaran

kurikulum

Sarana yang ada pada institusi

pasangan sebaiknya memiliki

teknologi yang mendukung tuntutan

kemampuan yang diinginkan oleh

program studi yang diselenggarakan

di sekolah. Selain itu, sarana yang

ada harus memadai sebab hampir

tidak ada manfaatnya jika lembaga

diklat memaksakan diri bekerjasama

dengan dunia usaha atau dunia

industri bila sarananya tidak

memadai.

3) Memiliki instruktur yang mampu

membimbing peserta praktek

Instruktur dalam on the job training

sangat diperlukan, karena untuk

membimbing dan mengarahkan

siswa yang sedang melaksanakan

Page 34: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

29

pelatihan kerja. Oleh karena itu,

industri sebaiknya memiliki tenaga

kerja yang menguasai bagian

pelaksanaan on the job training.

4) Waktu lamanya kerja dan daya

tampung sudah ditentukan secara

bersama-sama antara dunia usaha

atau dunia industri dengan pihak

sekolah.

Waktu kapan siswa akan

melaksanakan program on the job

training hendaknya disepakati oleh

kedua belah pihak serta berapa

jumlah siswa yang dikirim karena

tidak mungkin dunia usaha dapat

menampung semua siswa.

5) Diadakan seleksi berkaitan dengan

jumlah industri dan jumlah peserta.

Pihak diklat sebelum menerjunkan

peserta ke tempat praktek

mengadakan seleksi berapa jumlah

peserta yang akan di terjunkan

dengan melihat jumlah industri yang

menjadi institusi pasangannya.

6) Diadakan pembekalan bagi peserta

diklat yang akan mengikuti on the

job training

Peserta diklat yang akan diterjunkan

ke tempat praktek dibekali dengan

hal-hal yang berkaitan dengan dunia

usaha atau dunia industri, perlu juga

diberi rangsangan dan motivasi

dalam bekerja. Motivasi adalah

pendorong suatu yang disadari untuk

mempengaruhi tingkah laku

seseorang agar tergerak hatinya

untuk bertindak melakukan sesuatu

sehingga mencapai hasil atau tujuan

tertentu. Dengan pemberian motivasi

maka peserta akan melaksanakan on

the job taraining dengan semangat.

7) Penilaian pelaksanaan program on the

job training.

Tahap akhir dari program on the job

training adalah penilaian yang

meliputi ujian dan sertifikasi yaitu:

merupakan proses pengujian dan

pemberian sertifikat bagi peserta on

the job training untuk memperoleh

pengakuan dan legalitas akademik

bahwa yang bersangkutan memiliki

potensi atau keahlian dalam bidang

tertentu.

Selama melaksanakan program On

The Job Training di DUDI (Dunia

Kerja Dunia Industri) perlu adanya

penilaian terhadap peserta, sehingga

diperlukan adanya pedoman

penilaian proses dan hasil pekerjaan

selama On The Job Training.

Kegiatan dalam penilaian tersebut

biasa disebut monitoring dan

evaluasi, monitoring dilakukan oleh

pembimbing secara periodik,

sedangkan evaluasi dilakukan oleh

instruktur dari DUDI dengan

Page 35: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

30

menggunakan instrumen yang telah

disiapkan bersama pada penyusunan

program. Aspek yang dinilai dalam

On The Job Training adalah:

a) Aspek teknis yaitu penguasaan

ketrampilan peserta dalam

menyelesaikan pekerjaan.

b) Aspek non teknis yaitu sikap dan

perilaku selama berada di DUDI

yang menyangkut tanggung

jawab, disiplin, kemandirian dan

kreativitas.

8) Tahap Penarikan

Penarikan dari lokasi OJT dilakukan

oleh pembimbing, selanjutnya dari

DUDI menyerahkan kembali ke

pihak diklat beserta berkas-berkas

administrasi dan hasil-hasil evaluasi

bagi setiap peserta OJT. Penarikan

ini dilakukan setelah program On

The Job Training selesai

dilaksanakan.

D. Pengembangan Program OJT

Langkah-langkah untuk mengem-

bangkan suatu program OJT :

- Analisis kebutuhan

- Analisis situasi

- Analisis inventarisasi tugas

- Spesifikasi sasaran tingkah laku

yang dituju

- Pemilihan materi pelatihan, desain

dan produksi

d.1. Desain Pelatihan

Dalam mendesain suatu

pelatihan OJT, terkadang

karyawan yang ditunjuk sebagai

pelatih/instruktur harus pula

dikembangkan kemampuannya

oleh karena itu dalam merancang

desain pelatihan seorang instruktur

perlu berkonsultasi dengan tenaga

ahli. OJT menjadi lebih baik

ketika instruktur bukan perancang

program tetapi sebagai tenaga ahli

pokok yang bekerjasama dengan

perancang program untuk

mengembangkan isi desain suatu

pelatihan. Agar OJT dapat efektif

maka perancang desain pelatihan

harus mengembangkan suatu

pemandu pelatih dan pemandu

pengikut latihan (modul). Adapun

posisi OJT dalam siklus pelatihan

dapat digambarkan dalam sebuah

lingkaran yang meliputi:

pencapaian target kompetensi di

tengah lingkaran sebagai tujuan

yang hendak dicapai. Adanya

pengembangan kurikulum yang

disesuaikan dengan kesenjangan

kompetensi, pelaksanaan pelatihan

dan penempatan pada dunia usaha

dan dunia industri, serta penilaian

ulang ( reasssesment).

Page 36: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

31

d.2. Memilih Pelatih (Trainer) OJT

Untuk menjadi pelatih OJT

perlu memiliki karakteristik

sebagai berikut :

1. Pengetahuan yang mendalam

tentang materi

Seorang pelatih OJT harus

menguasai materi yang

digunakan untuk pelatihan

sekaligus menguasai

ketrampilan dalam setiap

pelatihan tersebut step – by –

step.

2. Bersedia untuk menjadi pelatih

d.3. Pelatihan Pelatih ( Mentor) OJT

Ketika seorang karyawan telah

terpilih sebagai seorang pelatih

atau mentor , jika ia ingin sukses

dalam menjalankan program

pelatihan OJT maka harus

memperhatikan beberapa hal

sebagai berikut :

1. Prinsip Belajar Orang Dewasa:

1) Orang dewasa membawa

pengalaman dalam situasi

belajar

2) Orang dewasa menyukai

variasi

3) Orang dewasa ingin belajar

Gambar 1. Posisi OJT dalam pendidikan dan pelatihan

Page 37: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

32

4) Orang dewasa belajar

terbaik dengan bekerja/

praktek

5) Memperlakukan orang

dewasa dengan dewasa

6) Memastikan pelatihan yang

praktis

2. Ketrampilan Pelatihan Umum:

Pelatih OJT harus mempunyai

ketrampilan pelatihan umum

berikut:

1) Phisik kehadiran

2) Pengamatan

3) Mau mendengarkan pada

peserta

4) Melakukan pertanyaan pada

peserta

3. Ketrampilan Pelatihan Langkah

demi Langkah

Agar pelatih OJT dapat

berhasil, maka ada tiga tahapan

yang harus disiapkan untuk

diimplementasikan dalam

program yaitu : perencanaan,

menyiapkan, dan mempresen-

tasikan.

1) Perencanaan

Di dalam langkah

perencanaan, pelatih perlu

meninjau ulang panduan

untuk pelatih dan peserta

dengan mempelajari dan

mampu menguasai sasaran

program dan menggunakan

metodologi untuk

menyampaikan masing-

masing modul itu sehingga

dia dapat menyampaikan

program secara efektif.

Beberapa metode yang

digunakan untuk

menyajikan program

pelatihan:

- Ceramah / kuliah

- Pembacaan ditugaskan

kepada peserta

pelatihan, dengan waktu

melengkapi pertanyaan

dan jawaban

- Demonstrasi untuk

menunjukkan kepada

peserta pelatihan

bagaimana cara

melaksanakan pekerjaan

atau tugas yang

ditentukan

- Demonstrasi untuk

menunjukkan kepada

peserta pelatihan

bagaimana cara

melaksanakan pekerjaan

atau tugas yang

ditentukan

- Diskusi

- Bermain peran dan

simulasi

Page 38: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

33

2). Persiapan

Di dalam langkah ini

pelatih OJT perlu meninjau

ulang material pelatihan

yang terakhir, melakukan

pertemuan dengan peserta

latihan, dan menetapkan

waktu dan tempat untuk

mulai pelatihan.

3).Presentasi

Presentasi informasi atau

ketrampilan mempertunjuk-

kan kepada peserta dapat

mengiikuti pola teladan ini:

- Katakan/ceritakan

- Tunjukkan

- Praktekkan

4) Ketrampilan Penanganan

Masalah

Pelatih OJT harus diberi

bimbingan di dalam

penanganan situasi jika

pada saat itu ada suatu

masalah yang mereka

hadapi. Situasi masalah

dari peserta latihan antara

lain adalah :

- Takut gagal

- Kemarahan ke arah

pelatih

- Issue di luar pelatihan

E. Penutup

Dalam suatu organisasi atau

suatu perusahaan untuk meningkatkan

kualitas dan kuantitas kemampuan

pekerjanya sering melakukan suatu

pelatihan-pelatihan.

Untuk meningkatkan motivasi

dan ketrampilan pada arah tindakan

maka perlu suatu pembelajaran dan

pelatihan. Pelatihan merupakan

tanggung jawab dari ketiga partener :

organisasi dari peserta, peserta, dan

lembaga pelatihan.

OJT dapat dilakukan oleh

perusahaan dengan membuat badan

pelatihan tersendiri misalnya pelatihan

yang dilakukan oleh R & D, baik dari

segi produksi, kualitas, dan motivasi

pekerja, dapat juga dilakukan oleh suatu

lembaga pelatihan misalnya kursus-

kursus, maupun lembaga pelatihan

lainnya.

Demi keberhasilan suatu

pelatihan harus dengan menggunakan

strategi yang tepat baik dalam

menentukan presfektif tindakan, tujuan,

spesifikasi pelatihan dan jenis

pemrogramman yang akan

dilaksanakan.

Selain memperhatikan strategi

maka harus pula menentukan cara-cara

pelatihan yang akan digunakan : yaitu

apakah hubungan langsung atau

Page 39: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

34

pelatihan jarak jauh, pelatihan formal

ataukah pelatihan non formal, organisasi

terpusat atau tersebar, ancangan isi atau

proses.

Ada beberapa jenis

pemrograman pelatihan antara lain

program yang berorientasi akademis,

program laboratorium, program

kegiatan, program tindakan, program

pengembangan orang, ataupun program

pengembangan organisasi.

---------------------

DAFTAR PUSTAKA

George M. Pikurich, dkk. 2000.

Handbook of Training Design

and Delivery. New York :

McGraw-Hill.

Handoko, T. Hani. (2000). Manajemen

Personalia dan Sumber Daya

Manusia. Edisi 2. Yogyakarta:

BPFE

Irianto, Jusuf. (2001). Prinsip Prinsip

dasar Manajemen Pelatihan

(Dari Analisa

Kebutuhan sampai Evaluasi

Program Pelatihan). Surabaya

: Insan Cendikia

Mathis, Robert L. & John H. Jackson.

(2009). Human Resource

Management. Jakarta: Penerbit

Salemba Empat

Rolf P. Lynton, Udai Pareek. 1992.

Pelatihan dan Pengembangan

Tenaga Kerja. Jakarta : PT

Karya Unipress.

http://www.anitaramdhani.blogspot.com

Page 40: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

35

GOOD GOVERNANCE : ANTARA WACANA DAN REALITA

Oleh :

Ali Moechson

ABSTRAK

UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang tentang Pemerintahan Daerah dan UU

Nomor 33 Tahun 2004 tentang tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah

Pusat dan Pemerintah Daerah menandaskan bahwa pemerintah dan masyarakat di

daerah diberi kewenangan yang lebih luas untuk mengurus rumah tangganya

sendiri secara bertanggung jawab. Pemerintah pusat tidak lagi mempatroni,

apalagi mendominasi pemerintah daerah. Otonomi daerah yang memberikan

kesempatan untuk membangun struktur pemerintahan yang sesuai dengan

kebutuhan daerah, membangun sistem dan pola karier politik dan administrasi yang

kompetitif serta mengembangkan sistem manajemen pemerintahan yang efektif.

Sejalan dengan bergulirnya waktu yang sudah mencapai satu dasawarsa,

ternyata amanah tersebut belum dapat dilaksanakan sepenuhnya dengan baik oleh

aparatur pemerintah daerah. Masyarakat melihat dan merasakan bahwa, aparatur

pemerintah daerah belum melaksanakan sistem birokrasi yang efektif dan efisien,

supremasi hukum masih lemah, manajemen pemerintahan kurang akuntabel dan

kurang transparan. Bahkan para pemimpin dalam menjalankan birokrasi

pemerintahan belum sepenuhnya mengacu pada visi dan misi yang telah ditetapkan,

namun masih berdasarkan peraturan yang kaku; mengandalkan kewenangan

formal; kompetensi kepemimpinan yang kurang memadai, sehingga mengakibatkan

pelayanan publik belum dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya dan masih

banyak menimbulkan keluhan serta ketidakpuasan masyarakat terhadap pelayanan

aparatur pemerintah.

Hal-hal tersebut merupakan pencerminan bahwa pemerintah daerah belum

mampu menerapkan prinsip-prinsip good governance. Prinsip-prinsip good

governance yang mencakupi (1) partisipasi, (2) penegakan hukum, (3) transparansi,

(4) kesetaraan, (5) daya tanggap, (6) wawasan ke depan, (7) akuntabilitas, (8)

pengawasan, (9) efesiensi dan efektivitas, dan (10) profesionalisme; belum dapat

dilaksanakan dengan baik dan optimal. Akibat dari belum dapat dilaksanakannya

prinsip-prinsip tersebut, pelayanan birokrasi yang bermuara pada kesejahteraan

Page 41: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

36

rakyat terabaikan. Dalam konteks inilah esensi otonomi daerah yang diharapkan

dapat mewujudkan good governance dalam pemerintahan daerah, ternyata justru

tidak terwujud. Dengan demikian, good governance masih menjadi harapan dan

masih berada dalam tataran wacana belum menjadi sebuah realita.

Katakunci: Good governance, pemerintah daerah, efektif dan efisien.

PENDAHULUAN

Konsep Good Governance

muncul pertama kali diperkenalkan oleh

United Nation Development Program

(UNDP). Munculnya konsep good

governance merupakan salah satu

bentuk perhatian dari negara-negara

maju / donatur kepada negara-negara

dunia ke III (negara berkembang),

berkaitan dengan pemberian bantuan

dana/hibah dari negara-negara maju

yang diberikan kepada negara dunia ke

III dalam rangka peningkatan

kesejahteraan masyarakatnya. Pem-

berian bantuan dana/hibah pada awalnya

disepakati oleh kedua belah pihak

(negara donor dan negara dunia ke III)

untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat di negara dunia ke III.

Namun setelah negara donor

memberikan bantuan dana (uang)

kepada negara dunia III,negara

berkembang yang diberi bantuan berupa

dana (uang) oleh negara-negara maju,

tidak menepati janjinya sesuai

kesepakatan. Ternyata bantuan dana

tersebut banyak yang disalahgunakan.

Dana bantuan dari negara maju banyak

yang dikorupsi, banyak yang

diselewengkan oleh pribadi pejabat

maupun untuk kepentingan kelompok-

kelompok tertentu. Dalam pelaksanaan

bantuan dana yang diberikan oleh

negara maju tidak dijalankan

sebagaimana mestinya untuk

kepentingan bangsa dan negara. Hal ini

menunjukkan bahwa negara ketiga tidak

memiliki komitmen dalam hal

akuntabilitas dan transparansi dalam

menjalankan birokrasi pemerintahan.

Keadaan tersebut bermuara pada

amburadulnya birokrasi pemerintahan,

yakni menciptakan sistem birokrasi

pemerintahan tidak efektif, tidak

efesien, dan tidak adanya transparansi.

Konsep good governance

tersebut tidak hanya menyoroti sistem

birokrasi pemerintah, tetapi juga pada

ranah reformasi publik. Di dalam

disiplin atau profesi manajemen publik,

konsep good governance dipandang

sebagai paradigma baru dalam ilmu

administrasi publik. Paradigma yang

menekankan pada peran manajer publik

Page 42: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

37

agar memberikan pelayanan yang

berkualitas kepada masyarakat,

mendorong dan meningkatkan otonomi

manajerial terutama mengurangi campur

tangan dan kontrol yang dilakukan oleh

pemerintah pusat, adanya transparansi,

akuntabilitas publik, dan menciptakan

pengelolaan manajerial yang bersih dan

bebas dari korupsi, kolusi dan

nepotisme (KKN).

Berkaitan dengan konsep tata

pemerintahan yang baik (good

governance) tersebut, yakni pelaksanaan

pemerintahan yang akuntabilitas,

transparan, melayani masyarakat dengan

baik, sehingga masyarakat merasa aman

dan nyaman, bebas KKN; menjadi

fenomena dan permasalahan pelik bagi

pengelolaan pemerintahan Indonesia.

Sejak era orde baru hingga reformasi

sekarang ini, menurut pengamatan

penulis, pemerintah belum melak-

sanakan dan belum mengimplemen-

tasikan sistem birokrasi sebagaimana

diharapkan. Apalagi jika berbicara

sistem pelayanan publik, masyarakat

belum ditempatkan sebagai subjek yang

harus dilayani dengan baik. Akan tetapi,

mayarakat (rakyat) justru dijadikan

objek yang dapat dipermainkan dalam

berbagai kebijakan dan pelayanan.

Bahkan dalam istilah kasar (sarkasme),

rakyat sering dijadikan kambing hitam

dan kambing congek dalam berbagai

urusan pelayanan, fenomena sosial,

ekonomi, dan politik.

Implementasi konsep good

governance tersebut juga semakin

mengalami ketimpangan dan

memprihatinkan pada era otonomi

daerah sekarang ini. Otonomi daerah

yang menurut amanat Undang Undang

Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang

Undang Nomor 33 Tahun 2004 bahwa

pemerintah dan masyarakat di daerah

dipersilahkan mengurus rumah

tangganya sendiri secara bertanggung

jawab. Pemerintah pusat tidak lagi

mempatroni, apalagi mendominasi

pemerintah daerah. Otonomi daerah

yang memberikan kesempatan untuk

membangun struktur pemerintahan yang

sesuai dengan kebutuhan daerah,

membangun sistem dan pola karier

politik dan administrasi yang kompetitif

serta mengembangkan sistem

manajemen pemerintahan yang efektif.

Amanat Undang-Undang terse-

but ternyata dalam realita

penyelenggaraan pemerintahan daerah

belum dilaksanakan dengan baik.

Banyak “bias dan imbas” jika tidak

boleh dikatakan penyelewengan dan

penyalahgunaan jabatan dan wewenang

sehingga rakyat tidak terlayani dengan

baik. Banyak pemerintah daerah sistem

Page 43: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

38

birokrasinya tidak akuntabel dan

transparan. Hal ini bertentangan dengan

apa yang dinyatakan oleh Ryaas Rasyid

(dalam Salam, 2004:XIII-XIV) bahwa

otonomi daerah membuka ruang bagi

lahirnya pemerintahan daerah yang

dipilih secara demokratis, memung-

kinkan berlangsungnya penyeleng-

garaan pemerintahan yang respontif

terhadap kepentingan masyarakat

luas,memelihara suatu mekanisme

pengambilan keputusan yang taat pada

asas pertanggungjawaban publik.

Otonomi daerah yang mengantarkan

munculnya demokratisasi pemerintahan

yang berarti transparansi kebijakan. Hal

ini berarti untuk setiap kebijakan yang

diambil harus jelas siapa yang

memprakarsai kebijakan itu, apa

tujuannya, berapa ongkos yang harus

dipikul, siapa yang akan diuntungkan,

apa resiko yang harus ditanggung, dan

siapa yang harus bertanggung jawab

jika kebijakan itu gagal.

Butir-butir pokok permasalahan

yang mengemuka tersebut merupakan

hal yang sangat mendasar dalam

konteks pembahasan pelaksaanaan good

governance di Indonesia. Beranjak dari

permasalahan tersebut, maka penulis

dalam bahasan ini tergerak untuk

mengangkat topik “Good Governance

Antara Wacana dan Realita”. Terutama

good governance dalam ranah

penyelenggaraan pemerintah daerah

(otonomi daerah) yang berkaitan dengan

pelayanan publik atau masyarakat. Hal

ini didasari pertimbangan bahwa secara

teori (wacana) bangsa Indonesia,

terutama para pemimpin, pejabat,

birokrat, dan petinggi negara telah

memahami sepenuhnya tentang konsep

good governance. Akan tetapi,

bagaimana dalam tataran pelak-

sanaannya atau implementasinya dalam

birokrasi pemerintahan daerah? Hal

inilah yang selalu melahirkan pro dan

kontra pendapat maupun perilaku. Oleh

sebab itu, sangat menarik untuk dibahas.

PEMBAHASAN

1. Pengertian Good Gavernance

Good governance secara

umum diterjemahkan dengan

pemerintahan yang baik atau tata

kepemerintahan yang baik.

Pengertian istilah aslinya memiliki

pengertian yang lebih luas, yakni

tidak hanya terbatas pada bidang

pemerintahan, tetapi mencakupi

tindakan atau perilaku (tingkah laku)

yang didasarkan pada nilai-nilai

yang bersifat mengarah,

mengendalikan, atau mempengaruhi

masalah publik untuk mewujudkan

nilai-nilai yang bersangkutan dalam

Page 44: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

39

tindakan dan kehidupan sehari-hari

atau keseharian.

Good governance juga dapat

dimaknai efisiensi dalam manajemen

sektor publik, menciptakan

akuntabilitas publik, tersedianya

infrastruktur hukum, adanya sistem

informasi yang menjamin akses

masyarakat terhadap informasi yang

berisi kebijakan, dan adanya

transparansi dari berbagai kebijakan.

Good governance mengakui

bahwa dalam masyarakat terdapat

banyak pusat pengambilan

keputusan yang bekerja pada tingkat

yang berbeda. Menurut Bank Dunia

dalam laporannya tentang

governance and development tahun

1992 mengartikan good governance

sebagai pelayanan publik yang

efisien, sistem pengadilan yang

dapat diandalkan, pemerintahan

yang bertanggung jawab pada

publik.

Berdasarkan batasan-batasan

tersebut, maka dapat dinyatakan

bahwa ada beberapa aspek yang

sangat penting dalam membangun

atau mewujudkan good governance,

yakni pelayanan publik ( birokrasi)

yang efisien, sistem pengadilan yang

dapat diandalkan (supremasi hukum)

dan pemerintahan yang bertanggung

jawab (transparansi dan akuntabel).

2. Prinsip Good Governance

Salah satu produk organisasi

pelayanan publik yakni memberikan

pelayanan publik kepada pengguna.

Berkaitan dengan pelayan publik,

Keputusan Menteri Pemberdayaan

Aparatur Negara (Kepmenpan)

Nomor 81/995 menandaskan bahwa

kinerja organisasi publik dalam

memberikan pelayanan harus

memenuhi hal-hal berikut ini.

(1) Kesederhanaan, yakni prosedur

atau tatacara pelayanan umum

harus didesain sedemikian

rupa, sehingga penyeleng-

garaan pelayanan umum

menjadi mudah, lancar, cepat,

tidak berbelit-belit, mudah

dipahami dan mudah

dilaksanakan.

(2) Kejelasan dan kepastian

tatacara, rincian biaya layanan

dan cara pembayarannya,

jadwal waktu penyelesaian

layanan, dan unit kerja atau

pejabat yang berwenang dan

bertanggung jawab dalam

memberikan pelayanan umum.

(3) Keamanan, yakni usaha untuk

memberikan rasa aman dan

bebas pada pelanggan dari

Page 45: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

40

adanya bahaya, resiko dan

keragu-raguan. Proses serta

hasil pelayanan umum dapat

memberikan keamanan dan

kenyamanan serta dapat

memberikan kepastian hukum.

(4) Keterbukaan, yakni pelangganb

dapat mengetahui seluruh

informasi yang mereka

butuhkan secara mudah dan

jelas.

Dalam hal ini termasuk

informasi tatacara, persyaratan,

waktu penyelesaian, biaya, dan

semua hal ikhwalnya.

(5) Efisiensi, yakni persyaratan

pelayanan umum hanya

dibatasi pada hal-hal yang

berkaitan langsung dengan

pencapaian sasaran pelayanan

dengan tetap memperhatikan

keterpaduan antara persyaratan

dan produksi layanan publik

yang diberikan. Selain itu, juga

perlu mencegah adanya

pengulangan di dalam pe-

menuhan kelengkapan per-

syaratan, yakni memper-

syaratkan kelengkapan syarat

dari satuan kerja atau instansi

pemerintah lain yang terkait.

(6) Ekonomis, yakni pengenaan

biaya pelayanan ditetapkan

secara wajar dengan mem-

perhatikan nilai barang atau

jasa dan kemampuan

pelanggan untuk membayar.

(7) Keadilannyang merata, yakni

caupan atau jangkauan

pelayanan umum harus

diusahakan seluas mungkin

dengan distribusi yang merata

dan diperlakukan secara adil.

(8) Ketepatan waktu, yakni

pelaksanaan pelayanan umum

dapat diselesaikan dalam kurun

waktu yang telah ditentukan.

Mengenai prinsip-prinsip good

governance mencakupi hal-hal berikut

ini.

(1) Partisipasi

Mendorong setiap warga untuk

menggunakan hak dalam

menyampaikan pendapat dalam

proses pengambilan keputusan

yang menyangkut kepentingan

masyarakat, baik secara

langsung maupun tidak

langsung. Partisipasi dalam

konteks ini dimaksudkan untuk

menjamin agar setiap kebijakan

yang diambil mencerminkan

aspirasi masyarakat. Dalam

rangka mengantisipasi berbagai

isu yang ada, pemerintah harus

menyediakan saluran komu-

Page 46: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

41

nikasi sehingga masya-rakat

dapat mengemukakan pendapat

dengan leluasa. Wahana

komunikasi ini mencakupi

pertemuan umum, temu wicara,

konsultasi dan penyampaian

pendapat secara tertulis.

Adapun bentuk lain untuk

merangsang keterlibatan

masyarakat yakni melalui

perencanaan partisipatif untuk

menyiapkan agenda pem-

bangunan, pemantauan, eva-

luasi dan pengawasan secara

partisipatif dan mekanisme

konsultasi untuk menyele-

saikan berbagi isu dan

permasalahan.

Mengenai instrumen dasar

partisipasi yakni peraturan

yang menjamin hak untuk

menyampaikan pendapat dalam

proses pengambilan keputusan,

sedangkan instrumen-

instrumen pendukung yakni

pedoman-pedoman pemerintah

partisipatif yang menga-

komodasi hak penyampaian

pendapat dalam segala proses

perumusan kebijakan dan

peraturan, proses penyusunan

strategi pembangunan, tata

ruang, program pembangunan,

penganggaran, pengadaan dan

pemantauan.

Adapun indikatornya semakin

meningkatnya kepercayaan

masyarakat kepada pemerintah,

meningkatnya jumlah masya-

rakat yang berpartisipasi

pembangunan, meningkatnya

kuantitas dan kualitas masukan

(kritik dan saran) kepada

pemerintah, dan masyarakat

lebih peduli terhadap

implementasi program-

program pemerintah.

(2) Penegakan Hukum

Pelaksanaan atau perwujudan

penegakan hukum bagi siapa

saja masyarakat Indonesia

tanpa perkecualian, menjun-

jungi tinggi HAM dan sangat

memperhatikan nilai-nilai yang

ada dan hidup dalam

masyarakat. Pemerintah ber-

dasarkan kewenangannya harus

mewujudkan supremasi hukum

dengan melakukan berbagai

penyuluhan peraturan undang-

undang dan menghidupkan

kembali nilai-nilai dan norma-

norma yang berlaku di

masyarakat. Pemerintah harus

mengupayakan budaya bebas

KKN.

Page 47: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

42

Adapun instrumen penegakan

hukum yakni peraturan

perundang-undangan yang ada,

dengan komitmen politik

terhadap penegakan hukum

maupun keterpaduan dari

sistem yuridis (kepolisian,

pengadilan, dan kejaksaan);

sedangkan insturmen-

instrumen pendukungnya yakni

penyuluhan dan fasilitas

ombusdsman.

Mengenai indikator terlak-

sananya yakni semakin

berkurangnya praktik KKN dan

pelanggaran hukum, mening-

katnya (kecepatan dan

kepastian) proses penegakan

hukum, berlakunya nilai atau

norma atau nilai di masyarakat

(living law) dan munculnya

kepercayaan masyarakat

kepada aparat penegak hukum

sebagai pembela kebenaran.

(3) Transparansi

Transparansi dalam konteks ini

yakni menciptakan kepercaya-

an timbal-balik antara

pemerintah dengan masyarakat

melalui penyediaan informasi

dan menjamin kemudahan

didalam memperoleh informasi

yang akurat dan memadai. Hal

ini harus disadari bahwa

informasi merupakan

kebutuhan penting bagi

masyarakat untuk berpartisi-

pasi dalam pengelolaan

pemerintahan. Oleh karena itu,

pemerintah harus proaktif

memberikan informasi yang

lengkap berkaitan dengan

kebijakan dan pelayanan bagi

masyarakat. Pemerintah harus

memanfaat berbagai sarana

untuk penyebaran informasi

sehingga masyarakat dengan

mudah dapat memperoleh

informasi secara cepat, tepat,

dan akurat berkaitan dengan

informasi beserta prosedur

pengaduan.

Adapun instrumen dasar yang

berkaitan dengan transparansi

yakni peraturan yang menjamin

hak untuk mendapatkan

informasi, sedangkan instru-

men-instrumen pendukung

yakni fasilitas database dan

sarana informasi dan

komunikasi serta petunjuk

penyebarannya produk-produk

dan informasi yang ada di

tataran penyelenggaraan

pemerintahan beserta prosedur

pengaduannya.

Page 48: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

43

Mengenai indikator keber-

hasilannya yakni semakin

bertambahnya wawasan dan

pengetahuan masyarakat

terhadap penyelenggaraan

pemerintah. Meningkatnya

kepercayaan masyarakat ter-

hadap pemerintah, mening-

katnya jumlah masyarakat yang

berpartisipasi dalam pem-

bangunan dan berkurangnya

pelanggaran terhadap peraturan

dan perundang-undangan.

(4) Kesetaraan

Kesetaraan berarti memberikan

peluang yang sama bagi setiap

anggota masyarakat untuk

meningkatkan kesejahteraan.

Hal ini bertujuan untuk

menjamin agar kepentingan

pihak-pihak yang kurang

beruntung, seperti mereka yang

miskin dan lemah tetap

terakomodasi dalam peng-

ambilan keputusan. Begitu

juga, pemerintah perlu

memberikan perhatian secara

khusus terhadap kaum

minoritas agar mereka tidak

terpinggirkan dan tersingkir.

Dengan demikian kebijakan

khusus disusun untuk

menjamin adanya kesetaraan

terhadap wanita dan kaum

minoritas dalam eksekutif

maupun legislatif.

Adapun instrumen dasar dalam

kesetaraan yakni undang-

undang yang menjamin

kesetaraan dengan komitmen

politik terhadap penegakan dan

perlindungan HAM, sedangkan

instrumen-instrumen

pendukungnya berupa

penyuluhan yang bekaitan

dengan terjaminnya pelak-

sanaan kesetaraan.

Mengenai indikator ter-

capainya pelaksanaan kese-

taraan yakni semakin ber-

kurangnya kasus-kasus dis-

kriminasi, adanya kesetaraan

jender, dan mingkatnya

pengisian jabatan sesuai

dengan ketentuan.

(5) Daya tanggap

Meningkatnya daya tanggap

atau kepekaan para

penyelenggara pemerintahan

terhadap semua aspirasi

masyarakat tanpa kecuali.

Dalam hal ini pemerintah harus

membentuk wadah jalur

komunikasi untuk menampung

segala aspirasi masyarakat

guna dijadikan bahan

Page 49: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

44

pertimbangan atau dasar dalam

penentuan kebijakan. Wahana

ini dapat berbentuk forum

aspirasi masyarakat, forum

pertemuan antar masyarakat

dan pemerintah, layanan

hotline, dan sejenisnya.

Pemerintah harus mendekatkan

diri dengan masyarakat untuk

menggali berbagai macam

aspirasi masyarakat.

Mengenai instrumen dasar

dalam daya tanggap ini, yakni

adanya komitmen politik untuk

menerima aspirasi dan

mengakomodasi kepentingan

masyarakat, sedangkan

instrument-instrumen

pendukung yakni penyediaan

berbagai fasilitas komunikasi

bagi masyarakat seperti kotak

saran, prosedur dan fasilitas

pengaduan dan prosedur bading

pada pengadilan.

Adapun indikator tercapainya

implementasi daya tanggap

tersebut yakni semakin

meningkatnya kepercayaan

masyarakat kepada pemerintah,

tumbuhnya kesadaran masya-

rakat, jumlahnya masyarakat

yang berpartisipasi dalam

pembangunan semakin

meningkat, dan semakin

berkurangnya berbagai

pengaduan masyarakat kepada

pemerintah.

(6) Wawasan ke depan

Pemerintah daerah didalam

menjalankan roda peme-

rintahan dan proses pem-

bangunan harus berdasarkan

visi dan strategi yang jelas dan

taktis serta mengikutsertakan

masyarakat.

Dengan cara ini maka

masyarakat merasa memiliki

dan wajib bertanggungjawab

terhadap kemajuan daerahnya.

Tujuan ditetapkan visi dan

strategi yakni untuk

memberikan arah yang jelas

dan tegas pembangunan secara

umum bagi daerahnya sehingga

sangat membantu dalam hal

pemanfaatan sumber daya

dengan efektif. Oleh sebab itu,

didalam penyusunan visi harus

secara terbuka dan transparan

yang melibatkan partisipasi

aktif seluruh elemen

masyarakat daerah. Cara

penyusun visi tersebut secara

jelas mendapat dukungan

langsung dari masyarakat

dalam implementasinya.

Page 50: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

45

Dalam hal tersebut, instrumen

dasarnya yakni komitmen

politik terhadap masa depan

Indonesia secara umum dan

masa depan daerah secara

khusus; sedangkan instrumen

pendukung berupa proses

perencanaan partisipasi,

peraturan-peraturan yang

memberikan kekuatan hokum

pada visi, strategi, dan rencana

pembangunan. Adapun indi-

kator keberhasilan implemen-

tasinya, yakni visi dan strategi

yang jelas serta mantap dengan

kekuatan hukum yang semakin

mantap, adanya dukungan yang

kuat dari masyarakat serta

jelasnya tingkat konsistensi

antara perencanaan dan

anggaran.

(7) Akuntabilitas

Yakni meningkatnya akunta-

bilitas peran pengambil

keputusan dalam segala bidang

yang menyangkut kepentingan

bagi masyarakat luas. Semua

jajaran pengambilan keputusan

harus sadar bahwa segala

keputusan yang telah diambil

harus dipertanggungjawabkan

kepada publik atau masyarakat.

Tentu saja hal ini implikasinya

berupa kinerja para pengambil

keputusan. Oleh sebab itu,

harus ada alat ukur yang jelas

dan tegas serta objektif

terhadap proses dan hasil knijer

para pengambil keputusan.

Sistem pengawasan harus

diperkuat serta hasil audit

harus dipublikasikan yang

bermuara jika terdapat

kesalahan harus diberi sanksi.

Adapun instrumen dasar

akuntabilitas yakni adanya

peraturan perundang-

undangan, komitmen politik

terhadap akuntabilitas derta

mekanisme pertanggungjawab-

an. Mengenai instrumen pen-

dukung yakni adanya pedoman

tingkah laku dan pemantauan

kinerja penyelenggara peme-

rintah dan system pengawasan

dengan sanksi yang jelas dan

tegas.

Bagaimana Indikatornya?

Yakni semakin meningkatnya

kepercayaan dan kepuasan

masyarakat terhadap peme-

rintah, tumbuhnya kesadaran

masyarakat, meningkatnya

keterwakilan berdasarkan

pilihan dan kepentingan

Page 51: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

46

masyarakat serta berkurangnya

kasus-kasus KKN.

(8) Pengawasan

Semakin meningkatnya upaya

pengawasan terhadap penye-

lenggaraan pemerintah dan

pembangunan dengan meng-

usahakan partisipasi pihak

swasta dan masyarakat, Dalam

pengawasan ini meskipun telah

dilakukan oleh lembaga yang

berwenang, tetapi tetap harus

melibatkan organisasi ke-

masyarakatan maupun masya-

rakat luas untuk ikut aktif

dalam pemantauan, pengawas-

an, dan evaluasi terhadapa

kinerja penyelenggara

pemerintah sesuai dengan

bidangnya masing-masing.

Dalam konteks ini juga perlu

adanya auditor independen dari

luar dan hasil auditnya

dipublikasikan kepada

masyarakat.

Instrumen pengawasan ini

berbentuk peraturan

perundang-undangan dan

komitmen politik. Adapun

instrumen pendukungnya

berupa sistem pengawasan dan

fasilitas atau lembaga

pengawasan (ombudsman).

Mengenai indikator keber-

hasilannya ditunjukkan dengan

meningkatnya masukan dari

masyarakat terhadap penyim-

pangan (kebocoran, pem-

borosan, penyalahgunaan

wewenang) dan berkurangnya

penyimpangan.

(9) Efesiensi dan Efektivitas

Yakni menjamin terse-

lenggaranya pelayanan kepada

masyarakat dengan meng-

gunakan sumber daya yang

tersedia secara optimal dan

bertanggung jawab. Dalam

pelayanan ini harus meng-

utamakan kepuasan masyarakat

dan didukung mekanisme

penganggaran serta pengawas-

an yang rasional dan

transparan. Lembaga-lembaga

yang melayani jasa umum

harus memberikan informasi

secara jelas perihal biaya dan

jenis pelayanannya. Dalam hal

ini pemerintah daerah harus

menciptakan pelayanan efisien

dengan menerapkan mana-

jemen modern untuk

administrasi pelayanan dalam

berbagai tingkatannya dan

perlu adanya desentralisasi

kewenangan layanan masya-

Page 52: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

47

rakat sampai pada tingkat

kelurahan atau desa.

Adapun instrumen dasar

efisiensi dan efektivitas yakni

komitmen politik sedangkan

instrumen pendukungnya

adalah struktur pemerintahan

yang sesuai kepentingan

pelayanan masyarakat, adanya

standar dan indikator kinerja

untuk menilai efektivitas

pelayanan, pembukuan keu-

angan yang memungkinkan

diketahuinya satuan biaya, dan

adanya survei kepuasan

konsumen.

Mengenai indikatornya yakni

meningkatnya kesejahteraan

dan nilai tambah dari

pelayanan masyarakat, mening-

katnya masukan dari

masyarakat terhadap praktik

penyimpangan oleh pejabat

pemerintah; semakin ber-

kurangnya penyimpangan

(pemborosan, kebocoran,

penyalahgunaan wewenang),

dan berkurang biaya

operasional.

(10) Profesionalisme

Kemampuan dan moral

penyelenggara pemerintah

semakin baik sehingga mampu

memberikan pelayanan kepada

masyarakat secara mudah,

cepat, dan tepat dengan biaya

terjangkau. Konteks profe-

sionalisme bertujuan men-

ciptakan birokrasi profesional,

efektif, dan memenuhi

kebutuhan masyarakat. Oleh

karena itu, perlu didukung

mekanisme penerimaan staf

yang efektif, sistem

pengembangan karier dan

pengembangan staf yang

efektif, penilaian, promosi, dan

penggajian staf yang wajar.

Instrumen dasar profesionalis

yakni komitmen politik,

sedangkan instrumen pen-

dukungnya yakni sistem

pendidikan birokrat maupun

penerima, penempatan,

evaluasi, dan pola karier

pegawai yang baik, standar,

indikator kinerja, sistem

penghargaan, sistem sanksi,

dan sistem pembangunan

sumber daya daya manusia.

Adapun indikatornya yakni

meningkatnya kesejahteraan

dan nilai tambah dalam

pelayanan pada masyarakat,

berkurangnya pengaduan

masyarakat, berkurangnya

Page 53: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

48

KKN, mendapatkan ISO

pelayanan.

Prinsip-prinsip good gover-

nance tersebut bertujuan untuk

menciptakan penyelenggaraan

pemerintahan daerah yang bersih

(clean governance). Dalam konteks

inilah muncul pertanyaan besar

“Apakah pemerintah daerah

(kota/kabupaten) di era otonomi

daerah ini telah menyelenggarakan

sistem pemerintahan dengan baik

dan bersih?”

3. Antara Wacana dan Realita

Jika berbicara tentang

prinsip-prinsip good governance

yang bermuara pada

penyelenggaraan pemerintahan yang

bersih (clean governance),

terbayang di depan mata sebuah

pelaksanaan pemerintahan daerah

yang bersih, akuntabel, transparan,

efektif, dan efisien; sehingga

berbagai pelayanan berjalan lancar,

baik, dan masyarakat nyaman. Akan

tetapi, dalam praktik penye-

lenggaraan pemerintah daerah (pada

era otonomi daerah) masih ada

kesenjangan yang lebar antara teori

(wacana) dengan praktiknya

(realita). Dalam praktik

penyelenggaraan good governance

oleh para birokrat daerah

memunculkan berbagai ketimpangan

yang memperhatinkan. Ada

beberapa aspek yang dapat dijadikan

parameter untuk mengetahui

berbagai ketimpangan dan

kesenjangan praktik good

governance bagi pemerintah daerah.

Pertama, birokrasi yang

efesien yang merupakan salah satu

unsur untuk mengukur implementasi

good governance bagi pemerintah

daerah. Dalam parameter ini,

pemerintah daerah belum

menunjukkan citra birokrasi yang

bersih dan baik, tetapi justru masih

mencitrakan negatif. Dalam

pelaksanaan birokrasi, pemerintah

daerah masih menunjukkan motto

birokrasi “jika bisa dipersulit,

mengapa dipermudah!” Hal ini

terjadi jika masyarakat mengurus

berbagai keperluan yang berkaitan

dengan birokrasi, pelayanan masih

sangat lamban dan tidak bisa cepat.

Masyarakat dihadapkan bahwa

birokrasi seperti rantai yang teramat

panjang, yakni dari pos yang satu ke

pos yang lain sehingga masyarakat

bersusah payah untuk melaluinya.

Bahkan kadang-kadang masih

dikenai atau dipungut biaya pelicin.

Kedua, supremasi hukum

masih belum berjalan. Pada era

Page 54: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

49

otonomi daerah membuka peluang

munculnya raja-raja kecil yang amat

berkuasa. Raja-raja kecil ini bisa

berupa pemerintah daerah, DPRD,

partai politik, pengusaha, dan

pemimpin informal. Raja-raja kecil

ini bisa mempermainkan hukum

sehingga masyarakat menjadi

korban. Banyak masyarakat di era

otonomi daerah menjadi korban

perlakuan sewenang-wenang para

pejabat, partai politik, dan

kelompok-kelompok yang ber-

wenang atau memiliki kekuatan.

Kondisi ini menunjukkan bahwa

supremasi hukum belum berjalan.

Yakni masyarakat atau rakyat

kecil masih dengan mudah ditekan

oleh orang atau kelompok yang

memiliki kekuatan atau kekuasaan.

Hal ini banyak terjadi di berbagai

daerah pada era otonomi daerah.

Ketiga, transparansi dan

akuntabilitas. Salah satu spirit

otonomi daerah yakni semakin

dekatnya antara pengambil

kebijakan dengan masyarakat (antara

penyelenggara pemerintah dengan

masyarakatnya). Bagaimana peme-

rintah daerah mampu mem-

berdayakan masyarakatnya. Bagai-

mana pemerintahan daerah harus

terbuka untuk dikontrol oleh

masyarakat. Dalam tataran ini,

masih banyak pemerintah daerah

yang menutup diri sehingga

masyarakat tidak mendapatkan

informasi perihal sistem birokrasi

dan berbagai aspek penting

penyelenggaraan pemerintahan.

Dengan demikian masyarakat tidak

dapat mengetahui dan memahami

implementasi sistem birokrasi

pemerintah, sehingga masyarakat

tidak dapat melakukan pemantauan,

pengawasan, pengevaluasian, dan

pengontrolan terhadap jalannya roda

pemerintahan.

Dalam implementasi good

governance bagi pemerintah daerah,

pemimpin memainkan peranan

sangat strategis; terutama dalam

birokrasi publik. Hal ini juga sangat

berpengaruh terhadap implementasi

good governance bagi pemerintah

daerah. Jika diidentifikasi secara

umum terdapat beberapa fenomena

kepemimpinan pada birokrasi

publik.

Pertama, pemimpin birokrasi

publik dalam menjalankan roda

birokrasi pada umumnya belum

digerakkan oleh visi dan misi.

Pemimpin dalam menjalankan

birokrasi masih digerakkan oleh

peraturan yang sangat kaku. Hal ini

Page 55: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

50

mengakibatkan pemimpin yang

bersangkutan tidak dapat

mengembangkan potensi organisasi

dan tidak dapat menyesuaikan

tuntutan lingkungan eksternal dalam

memenuhi kebutuhan masyarakat.

Kedua, pemimpin birokrasi

lebih mengandalkan kewenangan

formal yang dimilikinya. Hal ini

mengantarkan kekuasaan menjadi

kekuatan dalam menggerakkan

bawahan untuk memenuhi berbagai

kepentingan pemimpin.

Ketiga, rendahnya kom-

petensi pemimpin birokrasi. Hal ini

terlihat dari pola promosi birokrasi

yang kurang mempertimbangkan

pejabat yang akan ditempatkan pada

suatu jabatan struktural tertentu.

Pemimpin lebih banyak melihat

pada siapa orang yang akan

ditempatkan pada suatu jabatan

tertentu dari pada memperhatikan

dan mempertimbangkan bagaimana

kapabilitasnya. Bahkan tidak jarang

penempatan seseorang pada jabatan

tertentu berdasarkan faktor

kedekatan. Hal ini menunjukkan

bahwa penilaian terhadap seseorang

akan menjabat pada jabatan tertentu

bersifat irrasional (tidak rasional).

Keempat, lemahnya akun-

tabilitas pemimpin birokrasi. Tidak

adanya transpa ransi dalam

pertanggungjawaban publik atas apa

yang telah dilakukan oleh birokrasi.

Oleh sebab itu, masyarakat tidak

pernah mengetahui kebijakan apa

yang telah dibuat dan dilaksanakan,

bagaimana proses pelaksanaan dan

hasilnya, bagaimana tolok ukur

evaluasinya, dan aspek-aspek mana

yang harus dikritisi dan diperbaiki

sebagai dasar pijakan untuk

perencanaan ke depan (pelaksanaan

kebijakan selanjutnya dan

berikutnya). Padahal akuntabilitas

sangat penting dilakukan oleh

birokrasi agar masyarakat dapat

memberikan koreksi dan kontrol

terhadap kinerja birokrasi.

Berbagai ketimpangan yang

ada dalam penyelenggaraan sistem

birokrasi pemerintahan daerah dan

sikap pemimpin daerah yang

timpang tersebut, semakin

menguatkan bahwa prinsip-prinsip

good governance yang bermuara

pada clean governance belum

dilaksanakan dengan baik. Bahkan

dalam perjalanan pelaksanaan

pemerintahan otonomi daerah

banyak ditemukan berbagai ketim-

pangan dan penyimpangan.

Terciptanya raja-raja kecil di daerah

membuka peluang yang sangat lebar

Page 56: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

51

dan leluasa melakukan penyim-

pangan birokrasi dan ekonomi

(korupsi).

Penyimpangan- penyimpang-

an terjadi hampir di seluruh daerah.

Hingga akhir Agustus 2013, tercatat

297 Kepala Daerah menjadi

tersangka, terpidana/ saksi dlm kasus

korupsi. Tahun 2004 s/d 2013 1.367

PNS & 2.545 anggota DPRD

berurusan dengan aparat penegak

hukum dalam dugaan tindak pidana

korupsi (Suara Merdeka, Sabtu 31

Agustus 2013, Staf Ahli Mendagri

Bidang Hukum,Politik & antar

Lembaga). Kenyataan (realita) ini

semakin menguatkan bahwa good

governance pada era otonomi daerah

ini belum dilaksanakan dengan baik,

ibarat panggang jauh dari api.

Hal-hal tersebut berakibat

tidak terwujudnya pendidikan politik

kepada masyarakat (demokrasi)

sebagai tujuan primer pelaksanaan

good governance, dan sistem

pelayanan yang efektif dan efisien,

serta akuntabilitas yang merupa kan

tujuan sekunder implementasi good

governance, terabaikan (ter-

bengkelai).

Pelayanan publik dalam

negara demokrasi harus memenuhi

tiga indikator (1) responsiveness

atau responsivitas, yakni daya

tanggap penyedia layanan

(pemerintah daerah) terhadap

harapan, keinginan, aspirasi maupun

tuntutan pengguna layanan

(masyarakat); (2) responsibility atau

responsibilitas, yakni suatu ukuran

yang menunjukkan seberapa jauh

proses pelayanan publik diberikan

atau dilakukan sesuai dengan

prinsip-prinsip atau ketentuan-

ketentuan administrasi dan

organisasi yang benar sebagaimana

telah ditetapkan ; dan (3)

accountanbility atau akuntabilitas,

yakni suatu ukuran yang

menunjukkan seberapa besar proses

penyelenggaraan pelayanan sesuai

dengan kepentingan stakeholders

dan norma-norma yang berkembang

dalam masyarakat.

Ketiga indikator tersebut

dalam penyelenggaraan sistem

birokrasi pemerintah daerah belum

dilaksanakan dengan baik. Banyak

pelaku birokrasi pemerintah daerah

tidak tanggap terhadap kebutuhan

masyarakat sebagai pengguna

layanan. Banyak urusan masyarakat

yang diselesaikan dengan cara yang

berbelit-belit dan berkepanjangan

sehingga menghasilkan kekecewaan.

Begitu juga dalam menangani

Page 57: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

52

birokrasi yang berkaitan dengan

kepentingan masyarakat, pemerintah

daerah tidak memiliki standar yang

jelas, tegas, dan tepat. Bahkan aturan

yang ada tidak digunakan untuk

mempermudah dan memperlancar

urusan-urusan masyarakat, tetapi

justru dimanfaatkan oleh birokrat

atau pejabat untuk menakut-nakuti

masyarakat. Hal-hal tersebut

mengakibatkan berbagai kepen-

tingan masyarakat terabaikan dan

norma-norma masyarakat dijadikan

barang pajangan saja.

4. Pelayanan Publik yang Baik

Tata kelola pemerintahan

dapat dinyatakan baik dan bersih,

jika sistem pelayanan berjalan

dengan baik yang sesuai dengan

aturan yang telah ditetapkan. Yakni

pemberian layanan publik yang

professional, efektif, efisien,

sederhana, transparan, tepat waktu,

adaptif, responsiveness atau

responsivitas, responsibility atau

responsibilitas, accountanbility atau

akuntabilitas, dan dapat membangun

kualitas individu dalam arti

meningkatkan kapasitas individu dan

masyarakat agar aktif dan memiliki

orientasi demi kebaikan bagi masa

depan.

Responsif, yakni pelaku

birokrasi harus membantu konsumen

(pengguna layanan), bertanggung

jawab terhadap mutu layanan yang

diberikan,memiliki kom

petensi, pengetahuan, dan

ketrampilan yang berkaitan langsung

dengan sistem pelayanan. Dalam

konteks ini, aparatur negara sebagai

abdi masyarakat dan negara harus

menyadari bahwa pelayanan publik

bertujuan untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat. Oleh

sebab itu, aparatur Negara dalam

bertugas memberikan pelayanan

kepada masyarakat harus

menerapkan prinsip-prinsip good

governance secara optimal. Dengan

demikian good governance tidak

hanya sekadar wacana, tetapi

menjadi suatu realita di

pemerintahan daerah.

SIMPULAN

Berdasarkan pembahasan,

penulis dapat menarik simpulan sebagai

berikut :

Pertama, pemerintah kota/

kabupaten (pemerintah daerah) belum

menerapkan good governance. Hal ini

ditunjukkan bahwa pemerintah daerah

belum melaksanakan sistem birokrasi

yang efektif dan efisen, lemahnya

Page 58: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

53

supremasi hukum, dan tidak akuntabel

serta kurang transparan. Adapun dari

faktor kepemimpinan daerah masih

melekat kelemahan-kelemahan (a)

pemimpin birokrasi publik dalam

menjalankan roda birokrasi pada

umumnya belum digerakkan oleh visi

dan misi, dan dalam menjalankan

birokrasi masih digerakkan oleh

peraturan yang sangat kaku; (b)

pemimpin birokrasi lebih mengandalkan

kewenangan formal yang dimilikinya,

sehingga kekuasaan menjadi kekuatan

dalam menggerakkan bawahan untuk

memenuhi berbagai kepentingan

pemimpin; (c) rendahnya kompetensi

pemimpin birokrasi; dan (d) lemahnya

akuntabilitas pemimpin birokrasi,

sehingga tidak ada transparansi dalam

pertanggungjawaban publik atas apa

yang telah dilakukannya.

Kedua, para pemimpin daerah

harus menyadari bahwa dirinya dipilih

oleh rakyat, harus mengabdi kepada

rakyat yang bermuara pada memberikan

pelayanan yang baik dan memuaskan

kepada rakyat (masyarakat). Oleh sebab

itu, seluruh aparatur negara di

pemerintahan daerah harus mewujudkan

good governance sebagai suatu

kewajiban mutlak atau fardhu ain

(kewajiban yang harus dilakukan oleh

semua aparatur negara di daerah) bukan

fardhu kifayah (kewajiban yang hanya

dilakukan oleh sebagian aparatur

Negara di daerah).

Dalam konteks inilah aparatur

pemerintah daerah harus menjalakan

prinsip-prinsip good governance dalam

memberikan pelayanan publik atau

pelayanan kepada masyarakat. Dengan

demikian, tuntutan tentang good

governance bagi pemerintah daerah oleh

masyarakatnya, tidak sekadar wacana

tetapi menjadi realita.

------------------------

DAFTAR PUSTAKA

Dwiyanto, Agus. 2005. Mewujudkan

Good Governance Melalui

Pelayanan Publik.

Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press.

LAN. 2003. Penyusunan Standar

Pelayanan Publik. Jakarta:

LAN

Salam, Dharma Setyawan. 2004.

Otonomi Daerah: Dalam

Perspektif Lingkungan, Nilai,

dan Sumber Daya. Jakarta:

Djambatan.

Sulistiyani, Ambar T. 2004. Memahami

Good Governance dalam

Perspektif Sumber Daya

Page 59: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

54

Manusia. Yogyakarta: Gava

Media.

Thoha, Miftah. 2003. Birokrasi dan

Politik di Indonesia. Jakarta:

Raja Wali Press.

Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 32 Tahun 2004

tentang Pemerintah Daerah.

Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 33 Tahun 2004

tentang Perimbangan

Keuangan antara Pemerintah

Pusat dan Pemerintah Daerah

Utomo, Warsito. 2001. Reformasi

Birokrasi. Hand-out, Program

Administrasi Negara,

Program Pascasarjana UGM,

Yogyakarta.

-------------------

Page 60: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

55

OTONOMI DAERAH DI INDONESIA

DARI MASA KE MASA

Oleh :

Irawan Rumekso

Abstrak

Setelah memasuki era reformasi, kehidupan politik Indonesia mengalami

perubahan fundamental. Tatanan, sistem dan kultur poltik Indonesia mengalami

perubahan yang sangat drastis, meninggalkan begitu jauh realitas politik yang

dilakoni pada masa-masa sebelumnya. Kultur politik yang dianggap tabu pada

periode sebelumnya, menjadi begitu lumrah dipraktekkan di era yang telah berubah

kini. Perubahan tersebut merupakan respon terhadap gerakan reformasi, sehingga

bangsa Indonesia kemudian memformat kembali kehidupan berbangsa dan

bernegaranya, agar dapat menyesuiakan diri dengan tuntutan dan perkembangan

zaman.

Respon nyata di bidang pemerintahan terhadap perubahan tatanan, sistem dan

kultur poltik Indonesia adalah perubahan pola penyelengaraan pemerintahan dan

pola hubungan dan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dengan

diterapkannnya otonomi daerah secara nyata, luas dan bertanggung jawab. Sejak

diluncurkan pada tahun 1999 melalui UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara

Pemerintah Pusat dan Daerah, otonomi daerah telah mengambil tempat yang luas

dalam pemberitaan dan wacana publik. Namun sejatinya, otonomi daerah di

Indonesai mempunyai sejarah yang panjang.

Kata kunci : Otonomi Daerah, Reformasi

OTONOMI DAERAH SEBELUM

MASA PENJAJAHAN

Menurut BN. Marbun (2010 : 27,

28), otonomi daerah sebagai aplikasi

dari konsep desentralisasi seperti yang

kita kenal sekarang, sangat sulit

mencarinya dalam praktek kerajaan-

kerajaan atau kesultanan yang ada di

nusantara sebelum kedatangan penjanah

di abad XVI. Sampai sekarang, belum

ada hasil penelitian yang sahih tentang

pelaksanaan otonomi di nusantara

seperti rumusan otonomi yang kita

kenal sekarang ini.

Page 61: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

56

Pola hubungan antara kerajaan

atau kesultanan dengan daerah

taklukannya atau yang mengakuinya

sebagai raja atau sultan lebih bercorak

hubungan atasan dan bawahan atau

pengakuan formal lewat pembayaran

pajak, atau upeti secara reguler.

Artinya, daerah taklukan membayar

upeti atau persembahan setiap tahun dan

kewajiban-kewajiban lainnya kepada

raja atau sultan yang menjadi penguasa

tertinggi di daerah tersebut.

Seperti kita ketahui lewat sejarah

nusantara, pusat-pusat kekuasaan yang

berupa kerajaan atau kesultanan tersebar

mulai dari Aceh sampai ke bagian timur

nusantara. Dari sejarah kita mengenal

Sriwijaya yang berpusat di Palembang,

Majapahit yang berpusat di Jawa,

Mataram yang berpusat di Jawa, berikut

beberapa kesultanan yang terkenal

seperti kesultanan Aceh, kesultanan

Deli, kesultanan Siak, kesultanan

Banten,kesultanan Gowa, kesultanan

Kutai, kesultanan Tidore, dan lain-lain,

tidak meninggalkan uraian rinci tentang

cotak pemerintahannya mulai dari pusat

sampai daerah taklukannya (vazal).

Namun, menurut sejarahwan MC.

Ricklefs dalam bukunya : Sejarah

Indonesia Modern, 1200 – 2004

(halaman 53), disebutkan sepintas lalu,

bahwa “seorang penguasa pusat

mempunyai tiga teknik utama yang

dapat digunakan untuk mempertahankan

kekuasaannya. Pertama : dia dapat

member otonomi yang cukup luas dan

keuntungan-keuntungan langsung yang

berbentuk kekayaan, martabat, dan

perlindungan kepada penguasa daerah,

sebagai imbalan dukungan mereka

kepadanya. Kedua, dia dapat

memelihara kultus kebesaran mengenai

dirinya dan istananya yang

mencerminkan kekuatan-kekuatan gaib

yang mendukung dirinya. Ketiga, dan

yang paling penting di antara semua

teknik, dia harus memiliki kekuatan

militer untuk menghancurkan setiap

oposisi.

Dari sumber-sumber lain kita

membaca tentang eksistensi darah atau

wilayah tertentu yang relative

independen dan mempunyai system

pemerintahan lokal yang khas dan

diteruskan secara sinambung yang

sampai sekarang masih dapat kita

telusuri seperti halnya, Desa di Jawa,

Marga, Kuria, Huta, Nagari, Gampong

(semuanya Sumatera) dan nama lain

bagi beberapa kelompok tertentu yang

tersebar di nusantara pada waktu dulu,

yang sosoknya masih mungkin ditelusir

sampai sekarang. Sangat saying

penelitian ilmiah terhadap tafsir atau

prkatek otonomi di nunsantara sebelum

Page 62: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

57

kedatangan penjajah barat abad XVI,

belum kita jumpai.

OTONOMI DAERAH MASA

HINDIA BELANDA

Pada awal keberadaannya

melaksankan kolonialisme di tanah air

Indonesia abad XVI sampai dengan

tahun 1903, pemerintah kolonial Hindia

Belanda menerapkan model

monopolistik dan sentralistik dalam

penyelenggaraan kekuasaannya. Semua

kekuasaan (eksekutif, legislatif dan

yudikatif) dikendalikan oleh Gubernur

Jenderal (Gouverneur Generaal) sebagai

wakil raja Belanda. Penyelenggaraan

kekuasannya berpedoman kepada

Peraturan Dasar yaitu semacam

konstitusi yang disebut Regering

Reglement (RR) yang dibuat pada tahun

1854 di negeri Belanda. Dalam RR

tidak ditemukan pasal atau ketentuan

yang mengatur pelaksanaan otonomi

daerah atau asas desntralisasi. Dalam

praktek penyelengaraan pemerintahan-

nya, pemerintah kolonial Hindia

Belanda menerapkan strategi devide et

impera, yaitu daerah-daerah diberi

kekuasaan mengatur daerah sendiri

dalam arti sempit, namun kewenangan

mengatur daerah sendiri bukan dalam

kerangka dan tidak ada kaitannya

dengan pengertian otonomi daerah

seperti yang kita pahami sekarang.

Pada masa berlakunya RR 1854,

wilayah kolonial Hindia Belanda dibagi

menjadi wilayah-wilayah administrasi

sebagai implementasi asas dekon-

sentrasi, yang terdiri dari : gewesten

(yang kemudian disebut Redisentie),

afdelingen dan onderafdelingen yang

masing-masing wilayah dipimpin oleh

seorang pamong praja dengan sebutan

Gubernur, Residen, Asisten Residen dan

Kontrolir. Disamping itu masih ada

kabupaten yang dipimpin oleh Bupati

dan daerahnya merupakan Swapraja,

kecamatan yang dulu bernama

Onderdistrict sebagai keatuan wilayah

administrative terkecil dan dipimpin

oleh Camat atau nama lain. Di tingkat

desa yang merupakan daerah otonom

dipimpin oleh Kepala Desa atau nama

lain sesuai ciri khas masing-masing

daerah.

Menurut Josef Riwu Kaho (2010 :

23), sesuai dengan perkembangan

politik dan pemerintahan, baik di Hindia

Belanda maupun di Negeri Belanda

sendiri, sistem yang sentralistis itu tidak

dapat dipertahankan terus. Karena itu

pada tahun 1903 Pemerintah Kerajaan

Belanda menerapkan suatu

Wethoudende Decentralisatie van het

Bestuur in Nederlandsch Indie

Page 63: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

58

(Staatblaad/Stb.1903/329) atau yang

lebih dikenal dengan sebutan

Decentralisatiewet 1903 yang

dikeluarkan pada tanggal 23 Juli 1903.

Decentralisatiewet 1903 ini memberi

kemungkinan bagi pembentukan Gewest

atau bagian Gewest yang mempunyai

keuangan sendiri untuk membiayai

segala kegiatannya. Pengurusan

keuangan tersebut dilakukan oleh

sebuah Raad yang dibentuk bagi

masing-masing daerah yang

bersangkutan.

Untuk menindaklanjuti Decen-

tralisatiewet 1903 ini kemudian

dikeluarkan Decentralisatie Besluit

(Stb.1905/137) dan Locale

Radenordonantie (Stb.1905/181).

Menurut kedua peraturan ini, daerah

yang diberi keuangan sendiri itu disebut

Locale Ressort, sedang Raad-nya

disebut Locale Raad. Locale Raad

dibedakan ke dalam Gewestelijke Raad

bagi Gewest dan Plaatselijke Raad bagi

daerah-daerah yang merupakan bagian

dari Gewest. Salah satu jenis dari

Plaatselijke Raad ini adalah

Gemeenteraad.

Karena pelaksanaan desentralisasi

sesuai Decentralisatiewet 1903 kurang

memuaskan, dalam perkembangan

selanjutnya pada tahun 1922,

pemerintah kolonial Hindia Belanda

mengeluarkan Wet op de

Bestuurshervorming/Undang-undang

(Stb 1922/216). Dengan undang-undang

ini dibentuk sejumlah provincie,

regentschap, stadsgemeente, dan

groepmeneenschap yang semuanya

menggantikan locale ressort. Disamping

entitas pemerintahan seperti itu, terdapat

juga entitas pemerintahan yang

merupakan persekutuan asli masyarakat

setempat (zelfbestuurende land-

schappen).

Menyangkut eksistensi kerajaan-

kerajaaan nusantara yang ada pada

waktu itu, pemerintah kolonial

mengeluarkan ketentuan yang mengikat

dengan sejumlah kontrak politik

(kontrak panjang maupun kontrak

pendek). Kondisi seperti ini

mengakibatkan warga masyarakat

dihadapkan dengan dua sistem

administrasi pemerintahan.

OTONOMI DAERAH MASA

PENDUDUKAN JEPANG

Dalam Perang Dunia II, Jepang

berhasil mengambil alih kekuasaan di

seluruh Asia Timur mulai Korea Utara,

Daratan Cina, Burma, Malaya, Filipina

dan Indonesia (Jawa dan Sumatera).

Jepang berhasil menaklukkan

pemerintahan kolonial Inggris di Burma

dan Malaya, mengalahkan Amerika

Page 64: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

59

Serikat di Filipina serta Belanda di

Daerah Hindia Belanda. Jepang berhasil

menguasai Indonesia pada tahun 1942.

Kekuasaan kolonial Jepang di Indonesia

berlangsung singkat, sekitar tiga

setengah tahun.

Pada mulanya Jepang menjanjikan

perubahan sistem pemerintahan

kolonial, namun Jepang ternyata

menerapkan sistem dekonsentrasi yang

sentralistik, hanya mengadakan

perubahan-perubahan kecil seperti

perubahan nomenklatur jabatan dan

daerah. Nomenklatur jabatan diganti

menggunakan bahasa Jepang, disamping

itu pejabat-pejabatnya juga diangkat

dari orang-orang Jepang untuk

menggantikan pejabat-pejabat Belanda

yang dulunya menduduki jabatan-

jabatan tersebut. Wilayah Provinsi,

jabatan Gubernur dan Dewan Provinsi

dihapus. Pada masa Jepang pemerintah

daerah hampir tidak memiliki

kewenangan. Dengan demikian

desentralisasi yang telah diterapkan

Pemerintah Hindia Belanda sejak tahun

1903 dicabut dan tidak diberlakukan

lagi. Namun demikian kabupaten dan

kotapraja tetap eksis walaupun tanpa

keberadaan dewan.

Sebagai respon terhadap situasi

kondisi yang masih diliputi dengan

situasi perang dunia, Jepang kemudian

merubah sistem pemerintahan versi

pemerintah Hindia Belanda menjadi

kekuasaan yang berbasis strategi militer,

yaitu :

1. Sumatera di bawah Komando

Panglima Angkatan Darat XXV

(Rikugun) yang berpusat di

Bukittinggi.

2. Jawa dan Madura dibawah

Komando Panglima Angkatan Darat

XVI (Rikugun) yang berkedudukan

di Jakarta.

3. Daerah-daerah lainnya di bawah

Komando Panglima Angkatan Laut

(Kaigun) yang berkedudukan di

Makasar.

Nyatalah bahwa dengan model

pembagian dan pengendalian kekuasaan

seperti itu, kekuasaan dipegang

sepenuhnya oleh militer yang

dilaksanakan oleh Komando Angkatan

masing-masing yang disebut Gunseikan.

dan itu dalam kerangka kepentingan

perang bukan dalam kerangka

penyelenggaraan pemerintahan yang

desentralistis dengan pembagian

kewenangan. Baru kemudian pada

tanggal 11 September 1943, kekuasaan

pemerintahan berada di bawah satu

tangan, yaitu kekuasaan dipegang oleh

Saikosikikan yang berkedudukan

sebagai Gubernur Jenderal.

Page 65: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

60

OTONOMI DAERAH MASA

KEMERDEKAAN

1. Periode Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1945 Tentang Peraturan

Mengenai Kedudukan Komite

Nasional Daerah

Rancangan undang-undang

(RUU) Nomor 1 Tahun 1945

merupakan produk Badan Pekerja

Komite Nasional Pusat

sebagaimana dituangkan dalam

Pengumuman Nomor 2 tanggal 30

Oktober 1945 mengenai Rancangan

Undang-undang tentang Kedudukan

Komite Nasional Daerah. RUU ini

kemudian disetujui oleh pemerintah

pada tanggal 23 November 1945

menjadi Undang-undang Nomor 1

Tahun 1945 tentang Peraturan

Mengenai Kedudukan Komite

Nasional Daerah.

Undang-undang Nomor 1

Tahun 1945 merupakan produk

hukum pertama berupa undang-

undang yang mengatur

pemerintahan daerah yang

dikeluarkan oleh Pemerintah

Negara Kesatuan Republik

Indonesia. Sebagai produk hukum

pertama tentang pemerintahan

daerah, UU 1/1945 diharapkan

menjadi peletak dasar

penyelenggaraan pemerintah daerah

di Indonesia, namun sayangnya

UU No.1 Tahun 1945 hanya

mengatur hal-hal yang bersifat

darurat dan segera saja. Batang

tubuhnyapun hanya terdiri dari 6

pasal dan 6 pasal penjelasan yaitu

penjelasan umum dan penjelasan

pasal demi pasal. UU 1/1945

mengatur pembentukan Komite

Nasional Daerah (kecuali di

Daerah Surakarta dan Yogyakarta)

di karesidenan, di kota berotonomi,

di kabupaten, dan lain-lain daerah

yang dianggap perlu oleh Menteri

Dalam Negeri.

Walaupun secara umum UU

1/1945 menitikberatkan pada

sentralisasi, namun demikian, UU

1/1945 juga memberikan ruang

terhadap pelaksanaan asas

desentralisasi. Hal ini dapat dilihat

pada Pasal 2 yang selengkapnya

menyebutkan :

“Komite Nasional Daerah

menjadi Badan Perwakilan

Daerah, yang bersama-sama

dengan dan dipimpin oleh

Kepala daerah menjalankan

pekerjaan mengatur rumah

tangga daerahnya, asal tidak

bertentangan dengan

Peraturan Pemerintah Pusat

dan Pemerintah Daerah

Page 66: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

61

yang lebih luas

daripadanya”.

Dengan UU 1/1945, wilayah

Indonesia dibagi menjadi tiga

tingkatan, yaitu :

a. Provinsi

b. Kabupaten/Kota Besar

c. Desa/Kota Kecil.

2. Periode Undang-Undang Pokok

Nomor 22 Tahun 1948 Tentang

Pemerintahan Daerah

Dalam perkembangannya

setelah berjalan selama kurang

lebih tiga tahun, penyelenggaraan

pemerintahan daerah berdasarkan

UU 1/1945 ternyata menimbulkan

ketidakpuasan daerah-daerah,

karena UU 1/1945 sangat simpel,

banyak urusan pemerintahan daerah

yang belum diatur, sehingga kurang

jelas untuk dijadikan sebagai

pedoman. Sebagai konsekwensinya

menurut BN. Marbun ( 2010 : 55 ),

banyak urusan pemerintahan daerah

yang masih berpegang kepada

peraturan lama dari masa Hindia

Belanda atau dari masa penjajah

Jepang.

Oleh karena itu pada tahun

1948, pemerintah mengajukan RUU

tentang Pemerintahan Daerah yang

baru. RUU tersebut disetujui oleh

Badan Pekerja KNIP yang

ditetapkan dan mulai berlaku pada

tanggal 10 Juli 1948 menjadi

Undang-undang Nomor 22 Tahun

1948 tentang Penetapan Aturan-

aturan Pokok mengenai

Pemerintahan Sendiri di Daerah-

daerah yang Berhak Mengatur dan

Mengurus Rumah Tangganya

Sendiri, namun kemudian UU ini

lebih dikenal sebagai Undang-

undang Pokok Nomor 22 Tahun

1948 tentang Pemerintahan Daerah.

Negara Kesatuan Republik

Indonesia tersusun dalam tiga

tingkatan yakni :

a. Provinsi

b. Kabupaten/Kota Besar

c. Desa/Kota Kecil, Nagari,

Marga dan sebagainya yang

berhak mengatur dan mengurus

rumah tangganya sendiri.

Selanjutnya Pasal 2 UU

22/1948 menyebutkan :

a. Pemerintah Daerah terdiri dari

Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah dan Dewan Pemerintah

Daerah.

b. Ketua dan Wakil Ketua Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah

dipilih oleh dan dari anggota

Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah.

Page 67: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

62

c. Kepala Daerah menjabat Ketua

dan anggota Dewan

Pemerintahan Daerah.

Adanya Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah dan Dewan

Pemerintahan Daerah adalah

dimaksudkan bahwa tugas-tugas

Pemerintahan Daerah dijalankan

secara bersama-bersama (kolegial),

karena sesuai UU 22/1948,

Pemerintah Daerah terdiri dari

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

dan Dewan Pemerintah saja.

3. Periode Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1957 Tentang Pokok-

Pokok Pemerintahan Daerah

Setelah UU 22/1948

diberlakukan, belum setahun

berjalan dan banyak daerah yang

belum menerapkannya, di

Indonesia terjadi perang

kemerdekaan yang diakhiri dengan

Konferensi Meja Bundar yang

melahirkan negara Republik

Indonesia Serikat berbentuk federal

dan diberlakukannya Konstiruti

RIS. Kenyataanya Konstitusi RIS

juga tidak berusia lama, pada tahun

1950 diberlakukan Undang-undang

Dasar Sementara Republik

Indonesia Tahun 1950 (UUDS RI

1950) yang berlaku sejak 15

Agustus 1950 sebagai pengganti

Konstitusi RIS.

Dalam perkembangannya,

UUDS 1950 menimbulkan

kekacauan dalam praktek

penyelenggaraan negara, karena

UUDS 1950 dengan Konstitusi

RIS-nya dalam prakteknya

bertentangan dengan bentuk negara

kesatuan dan menimbulkan

semangat kedaerahan yang

berlebihan. Hal ini antara tercermin

dalam pasal 131 ayat 2 yang

menyebutkan :

“Kepada daerah-daerah akan

diberikan otonomi seluas-

luasnya untuk mengurus

rumah tangganya sendiri”.

Sehingga kemudian timbul

tuntutan dari para politisi di

parlemen dan daerah-daerah agar

UUDS 1950 dicabut dan

disesuaikan dengan semangat

Negara Kesatuan Republik

Indonesia. Setelah melalui

pedebatan yang panjang dan

melelahkan, ditetapkan Undang-

undang Nomor 1 Tahun 1957

tentang Pokok-pokok Pemerintahan

Daerah yang terdiri dari 76 pasal

dalam 9 Bab.

Sesuai UU 1/1957, daerah

otonom diganti dengan istilah

Page 68: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

63

daerah swatantra. Wilayah NKRI

dibagi menjadi daerah besar dan

kecil yang berhak mengurus rumah

tangga sendiri, dalam tiga tingkat,

yaitu:

a. Daerah Swatantra Tingkat I,

termasuk Kotapraja Jakarta

Raya Daerah Isimewa Tingkat

Tingkat I

b. Daerah Swatantra Tingkat II,

termasuk Kotapraja

c. Daerah Swatantra Tingkat III.

UU No. 1 Tahun 1957 ini

menitikberatkan pelaksanaan

otonomi daerah seluas-luasnya

sesuai Pasal 31 ayat (1) UUDS 1950.

Hal yang tentang kedudukan Kepala

Daerah dalam UU 1 Tahun 1957

adalah :

a. Kepala Daerah dipilih oleh

DPRD

b. Kepala Daerah dapat

diberhentikan oleh DPRD

lewat satu keputusan

c. Kepala Daerah adalah alat dari

daerah yang bersangkutan

d. Dewan Pemerintahan Daerah

bertanggung jawab kepada

DPRD.

4. Periode Penetapan Presiden Nomor

6 Tahun 1959 Tentang Pemerintah

Daerah

Setelah dalam beberapa

tahun penyelenggaraan pemerin-

tahan negara kita meninggalkan

UUD 1945, melalui Dekrit

Presiden 05 Juli 1959 UUD 1945

dinyatakan berlaku kembali sebagai

konstitusi negara menggantikan

UUDS 1950 yang bercorak

federalisme dan menerapkan sistem

demokrasi parlementer. Berlakunya

kembali UUD 1945 menimbulkan

implikasi yang luas dalam

ketatanegaraan kita. Hal ini karena

produk hukum yang mengacu

kepada UUDS 1950 harus diganti

untuk disesuaikan dengan jiwa dan

semangat UUD 1945.

Dalam rangka menindak-

lanjuti penyesuaian tata kenegaraan

yang sesuai dengan jiwa dan

semangat UUD 1945, pada tanggal

7 September 1959 Presiden

menetapkan Penetapan Presiden

(Penpres) Nomor 6 Tahun 1959

tentang Pemerintahan Daerah.

Penpres ini merevisii sebagian

besar pasal-pasal dalam UU 1/1957.

Penpres Nomor 6 Tahun

1959 menitikberatkan pada

kestabilan dan efisiensi

pemerintahan daerah, dengan

memasukkan elemen-elemen baru

dalam pemerintahan daerah.

Page 69: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

64

Penyebutan daerah yang berhak

mengatur rumah tangganya sendiri

dikenal dangan nomenklatur

Daerah Tingkat I, Daerah Tingkat

II, dan Daerah Tingkat III.

Dekonsentrasi sangat menonjol

pada kebijakan otonomi daerah

pada masa ini. Kepala Daerah

diangkat oleh pemerintah pusat,

terutama dari kalangan pamong

praja.

Sesuai Penpres Nomor 6

Tahun 1959, bentuk dan susunan

pemerintahan daerah mengalami

perubahan yang mendasar.

Perubahan-perubahannya antara

lain :

a. Pemerintah Daerah terdiri dari

Kepala Daerah dan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah

b. Dalam menjalankan tugasnya

Kepala Daerah dibantu oleh

Badan Pemerintah Harian

c. Kepala Darah Tingkat I

diangkat dan diberhentikan

oleh Presiden

d. Kepala Daerah Tingkat II

diangkat dan diberhentikan

oleh Menteri Dalam Negeri

dan Otonomi Daerah dari

calon-calon yang diajukan oleh

DPRD yang bersangkutan.

Namun satu tahun kemudian,

Penpres Nomor 6 Tahun 1959

direvisi dengan Penpres Nomor 5

Tahun 1960 yang mengatur tentang

Dewan Perwakilan Rakyat Gotong

Royong dan Sekretariat Daerah.

5. Periode Undang-Undang Nomor 18

Tahun 1965 Tentang Pokok-Pokok

Pemerintahan Daerah

UU 18/1965 tentang Pokok-

pokok Pemerintahan Daerah pada

hakekatnya merupakan penyem-

purnaan dari Penpres 6 Tahun 1959

dan Penpres Nomor 5 Tahun 1960.

Namun demikian dalam

pelaksanaannya UU 18/1965 masih

belum dapat memenuhi harpan,

karena ternyata pengaturan tentang

penyelenggaraan pemerintahan

daerah terdapat dalam berbagai

peraturan sehingga menimbulkan

duplikasi dan kesimpangsiuran.

Kemudian timbullah keinginan-

keinginan untuk merubah UU

18/1965, harapannya dengan

undang-undang yang baru nanti,

pengaturan tentang penyelenggaraan

pemerintahan lebih mantap dan

dapat dijadikan pedoman yang

mampu mengawal penyelenggaraan

pemerintahan daerah yang lebih

Page 70: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

65

sesuai dengan jiwa dan semangat

UUD 1945.

Setelah melalui berbagai

tahapan dan proses yang cukup

lama, akhirnya pada tanggal 1

September 1965 Presiden Republik

Indonesia mengesahkan berlakunya

Undang-undang Nomor 18 tahun

1965 tentang Pokok-pokok

Pemerintahan Daerah

Menurut UU ini, wilayah

NKRI dibagi-bagi dalam tiga

tingkatan yakni:

a. Provinsi dan atau Kotaraya

sebagai Daerah Tingkat I

b. Kabupaten dan atau

Kotamadya sebagai Daerah

Tingkat II

c. Kecamatan dan atau Kotapraja

sebagai Daerah Tingkat III

Sebagai alat pemerintah

pusat, Kepala Daerah bertugas

memegang pimpinan kebijaksanaan

politik polisional di daerahnya,

menyelenggarakan koordinasi antar

jawatan pemerintah pusat di daerah,

melakukan pengawasasan, dan

menjalankan tugas-tugas lain yang

diserahkan kepadanya oleh

pemerintah pusat. Sebagai alat

pemerintah daerah, Kepala Daerah

mempunyai tugas memimpin

pelaksanaan kekuasaan eksekutif

pemerintahan daerah, menanda-

tangani peraturan dan keputusan

yang ditetapkan DPRD, dan

mewakili daerahnya di dalam dan di

luar pengadilan.

Dengan berlakunya UU

18/1965, beberapa peraturan

perundang-undangan dicabut , yaitu

:

a. UU Nomor 1 Tahun 1957;

b. Penpres Nomor 1 Tahun 1959;

c. Penpres Nomor 2 Tahun 1960;

d. Penpres Nomor 5 Tahun 1960

e. Penpres Nomor 7 Tahun 1965.

6. Periode Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1974 Tentang Pokok-

Pokok Pemerintahan Di Daerah

Sebagai penyempurnaan

terhadap penyelenggaraan peme-

rintahan daerah, pada tahun 1974

pemerintah mengesahkan Undang-

undang Nomor 5 Tahun 1974

tentang Pokok-pokok Pemerintahan

di Daerah. Undang-undang ini

merupakan tonggak sejarah

berkuasanya orde baru dalam

mengatur penyelenggaraan peme-

rintahan daerah.

UU 5/1974 menggunakan

pendekatan azas dekonsentrasi, azas

desentralisasi dan azas tugas

pembantuan. Berdasarkan asas

Page 71: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

66

desentralisasi, lahirlah daerah-daerah

otonom yang disebut Daerah

(dengan huruf D besar). Daerah

berhak mengatur dan mengatur

rumah tangganya sendiri. UU 5/1974

membagi NKRI menjadi dua

tingkatan daerah otonom, yaitu

Daerah Tingkat I dan Daerah

Tingkat II.

Disamping itu berdasarkan

pada asas dekonsentrasi dibentuk

wilayah-wilayah administrada

dengan sebutan Wilayah untuk

entitas pemerintahan di daerah yang

merupakan kepanjangan dari

pemerintah pusat. Willayah-wilayah

tersebut tersusun secara hierarkis

vertikal, yaitu :

a. Provinsi/Ibukota Negara

b. Kabupaten/Kotamadya

c. Kota Administratif

d. Kecamatan

Titik berat otonomi daerah

terletak pada Daerah Ttingkat II

karena Daerah Tingkat II

berhubungan langsung dengan

masyarakat sehingga lebih mengerti

dan memenuhi aspirasi masyarakat.

Prinsip otonomi dalam UU ini

adalah otonomi yang nyata dan

bertanggung jawab.

7. Periode Undang-Undang Nomor

22 Tahun 1999

Pelaksanaan UU No. 22

Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Daerah dimulai pada Januari 2000

dengan diterapkannya pemilihan

Kepala Daerah dengan sistem paket

dan langsung dilakukan oleh DPRD

tanpa campur tangan pemerintah

pusat, dalam hal ini Departemen

Dalam Negeri. Penetapan Peraturan

Daerah juga sudah dinyatakan final

di daerah, tidak lagi memerlukan

pengesahan dari Depdagri. Dalam

hal pemilihan Kepala Daerah

pemerintah pusat hanya membuat

Surat Keputusan Presiden, yang

untuk Kepala Daerah Kabupaten dan

Kota didelegasikan kepada Menteri

Dalam Negeri. Dalam hal peraturan

daerah, pemerintah pusat hanya

menerima laporan dari tiap-tiap

daerah untuk dinilai apakah

kandungan isinya tidak bertentangan

dengan aturan yang lebih tinggi dan

atau yang bertentangan dengan

kepentingan umum. Dengan dua

kelonggaran itu diharapkan DPRD

dan masyarakat di daerah dapat

secara jernih dan obyektif

menghadirkan Kepala Daerah

dengan intergritas yang teruji,

kompetensi yang tinggi dan diakui,

Page 72: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

67

serta komitmen yang layak

dipercaya. DPRD dan Kepala

Daerah diharapkan dapat melahirkan

Perda-Perda yang secara langsung

atau tak langsung dapat

mempercepat peningkatan kualitas

pelayanan publik, perluasan

kesempatan bagi masyarakat untuk

memberdayakan diri mereka sendiri

dan peningkatan kesejahteraan

rakyat.

Undang-undang Nomor 22

tahun 1999 memperkuat fungsi

DPRD. DPRD mempunyai

kewenangan untuk memilih dan

memberhentikan Kepala Daerah.

Undan-undang Nomor 22/1999

hanya menunjuk Gubernur sebagai

pelaksana dekonsentrasi disamping

sebagai penyelenggara otonomi

daerah di tingkat provinsi. Undang-

undang ini juga mengatur asas

pembantuan dan juga pengaturan

penyelenggaraan pemerintahan desa.

Pada prinsipnya UU 22/1999

mengatur penyelenggaraan pemerin-

tahan daerah yang lebih

mengutamakan desentralisasi. Pokok

pikiran dalam penyusunan UU

22/1999 adalah sebagai berikut:

a. Sistem ketatanegaraan

Indonesia wajib menjalankan

prinsip pembagian kewenangan

berdasarkan asas desentralisasi

dalam kerangka NKRI.

b. Daerah yang dibentuk

berdasarkan asas desentralisasi

dan dekonsentrasi adalah

daerah provinsi sedangkan

daerah yang dibentuk

berdasarkan asas desentralisasi

adalah daerah kabupaten dan

daerah kota.

c. Daerah di luar provinsi dibagi

dalam daerah otonomi.

d. Kecamatan merupakan pe-

rangkat daerah kabupaten.

Secara umum, UU No. 22

tahun 1999 banyak membawa

kemajuan bagi daerah dan

peningkatan kesejahteraan ma-

syarakat. Tetapi sesuai perkem-

bangan keinginan masyarakat

daerah, ternyata UU ini juga

dirasakan belum memenuhi rasa

keadilan dan kesejahteraan bagi

masyarakat.

Adapun pelaksanaan UU No.

25 Tahun 1999 tentang Perimbangan

Keuangan Antara Pemerintah Pusat

dan Daerah baru dimulai pada

Januari 2001 dengan diterapkannya

desentralisasi fiskal yang memberi

keleluasaan kepada daerah untuk

merancang dan melaksanakan

penerimaan dan pengeluarannya.

Page 73: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

68

Bantuan atau alokasi anggaran

daerah yang diambil dari APBD

sebagian besar diberikan dalam

bentuk uang, bukan proyek seperti

yang dilakukan di masa sebelum

otonomi. Alokasi itu secara umum

dikenal sebagai Dana Alokasi

Umum, Dana Alokasi Khusus, dan

Dana Bagi Hasil. Sejak berlakunya

UU. 25/1999 ini terjadilah

pembesaran sektor penerimaan

APBD. Komponen pembayaran gaji

memang termasuk dalam DAU,

bahkan mengambil porsi terbesar,

namun secara umum penerimaan

daerah meningkat secara signifikan.

Keleluasaan daerah merancang

alokasi dana pembangunan dan

menetapkan prioritas pembiayaan

diharapkan dapat mempercepat

perluasaan dan peningkatan

kesejahteraan.

8. Periode Undang-Undang Nomor

32 Tahun 2004

Pada tanggal 15 Oktober

disahkan UU No. 32 tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah. Uu

32/2004 merupakan koreksi total

terhadap UU 22/1999, sebagaimana

disebutkan dalam pasal 239 yang

dengan tegas menyatakan bahwa

dengan berlakunya UU ini, UU No.

22 tahun 1999 tentang Pemerintahan

Daerah dinyatakan tidak berlaku

lagi. UU baru ini memperjelas dan

mempertegas hubungan hierarki

antara kabupaten dan provinsi,

antara provinsi dan pemerintah pusat

berdasarkan asas kesatuan

administrasi dan kesatuan wilayah.

Pemerintah pusat berhak melakukan

kordinasi, supervisi, dan evaluasi

terhadap pemerintahan di bawahnya,

demikian juga provinsi terhadap

kabupaten/kota. Di samping itu,

hubungan kemitraan dan sejajar

antara Kepala Daerah dan DPRD

semakin dipertegas dan diperjelas.

Asas pemerintahan daerah

yang digunakan dalam UU Nomor

32/2004 adalah :

a. Dalam penyelenggaraan

pemerintahan daerah

digunakan asas desentralisasi

dan tugas pembantuan.

b. DPRD adalah lembaga

perwakilan rakyat dan

merupakan unsur (bagian

integral) dari pemerintahan

daerah.

c. Otonomi daerah adalah hak,

wewenang dan kewajiban

daerah untuk mengatur dan

mengurus sendiri urusan

pemerintahan dan kepentingan

Page 74: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

69

masyarakat setempat sesuai

dengan peraturan perundang-

undangan.

d. Kepala Daerah dan Wakil

Kepala Daerah dipilih secara

langsung, umum, bebas,

rahasia, jujur dan adil oleh

rakyat di daerah bersangkutan.

P E N U T U P

Perjalananan pelaksanaan oto-

nomi daerah di Indonesia dinamikanya

sangat tinggi, mengalami pasang surut

yang sangat fluktuatif. Situasi politik,

keamanan, keuangan negara dan

kepemimpinan nasional yang sedang

berkuasa merupakan faktor-faktor yang

sangat signifikan mempengaruhi corak

ragam, kedalaman dan intensitas

pelaksanaan otonomi daerah.

Secara regulasi juga kita

temukan fakta bahwa kita tidak pernah

konsisten menerapkan peraturan

perundang-undangan. Kita dengan

mudahnya tidak melaksanakan atau

bahkan melanggar peraturan

perundangan yang telah dibuat.

Memasuki era reformasi ada

kemajuan yang lumayan terkait dengan

pelaskanaan otonomi daerah. Ada

political will yang nyata dari negara

untuk mengimplementasikan otonomi

daerah. Hal ini antara lain dapat kita

lihat dari dibuatnya berbagai regulasi

dan ditetapkannya secara jelas

hubungan keuangan antara pusat dengan

daerah, sehingga otonomi daerah

menjadi semakin bermakna.

Namun ketidakpuasan masih

banyak kita temukan, bahkan ada

kritikan yang sangat tajam bahwa

otonomi daerah menjadi penyebab

terjadinya korupsi di berbagai daerah.

Sementara di lain pihak ada pertanyaan

besar yang senantiasa menunggu

jawaban pasti, yaitu: sudahkan otonomi

daerah berdampak postif terhadap

upaya-upaya untuk mewujudkan tujuan

negara, yaitu terwujdunya masyarakat

yang adil dan makmur ? Menjadi PR

kita bersama tentunya untuk

mewujudkannya.

--------------------------

DAFTAR PUSTAKA :

BN. Marbun, Otonomi Daerah 1945 –

2010 Proses dan Realita,

Pustaka Sinar Harapan,

Jakarta, 2010

Josef Riwu Kaho, Prospek Otonomi

Daerah di Negara Republik

Indonesia,

PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,

2010

Page 75: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

70

PEMBELAJARAN DARI BOCORNYA RAHASIA NEGARA

Oleh :

Didik Singgih Hadi

Abstrak

Perlindungan atas kerahasiaan dokumen terletak pada keaslian, tempat

penyimpanan, dan pelakunya. Pelaku dalam kerahasiaan dokumen ada pada

pembuat, penerima, dan penjaga. Kerahasiaan dokumen pada peristiwa Supersemar

terletak pada Soekarno, Soeharto, dan Trio jenderal (Basuki Rachmad, Amir

Machmud, dan M Yusuf). Sedangkan terjadinya invasi Amerika Serikat beserta

sekutunya ke Irak adalah kesalahan mengemas tesis Ibrahim Al Marasi yang tidak

rahasia ke dalam kemasan dokumen rahasia yang mengakibatkan mudah sekali

bocor. Bocornya rahasia Negara di Amerika Serikat ketika pada tahun 80an

memberikan senjata anti tank kepada Iran dan memberi bantuan kepada

pemberontak Sandinista di Nicaragua. Hal yang disoroti disini adalah skandal

Amerika dengan Iran. Peristiwa Edward Snowden yang membocorkan rahasia

penyadapan terhapan negara – negara di dunia adalah karena Amerika Serikat

alpa dengan memperkerjakan tenaga kontrak untuk mengamankan rahasia negara

Kata kunci : Dokumen, Rahasia Negara

I. PENDAHULUAN

“ … Negara tanpa arsip ibarat tentara tanpa senjata, dokter tanpa obat, petani tanpa benih, tukang tanpa alat. Arsip adalah suatu kesatuan yang utuh, dapat diibaratkan sebagai tanah yang kokoh sebagai pijakan dalam melakukan aktivitas kenegarawanan dalam mengurusi bangsa. Arsip merupakan sosok yang diam, tidak memihak, dan dapat diandalkan. Arsip merupakan saksi abadi dalam pelaksanaan kerja keras untuk kemuliaan dan pertumbuhan suatu bangsa” (R.J. Alfaro, President of Panama, 1937)

Terjadinya suatu peristiwa

akan membuahkan suatu hikmah.

Peristiwa terjadinya kebocoran

rahasia negara di dunia akhir

akhir ini membuahkan suatu

proses pembelajaran yang sangat

berharga. Kemasan atas

kerahasiaan negara ada dalam

arsip. Bagaimana arsip itu

dikelola? Dan apa makna dari

arsip itu sendiri? Dikemukakan

suatu kutipan yang sangat

monumental.

Page 76: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

71

Kutipan di atas

menunjukkan betapa pentingnya

arsip. Arsip memang penting bagi

pelaksanaan kegiatan

pemerintahan, pembangunan dan

kehidupan kebangsaan. Ia

merupakan tulang punggung

manajemen, bukti akuntabilitas

kinerja organisasi dan

aparaturnya, serta sebagai bukti

sah di pengadilan. Karena begitu

pentingnya sehingga ia perlu

diatur dengan undang-undang.

Di Indonesia rahasia negara

dapat dikatakan terkemas rapi

tidak bocor. Hal tersebut karena

para ”penjaga kerahaian negara”

sedemikian militan untuk

mengamankannya. Namun kita

melihat adanya kebocoran negara

yang begitu ramai dibicarakan di

pertengahan hingga akhir tahun

2013 dan disambung dengan

pemberitaan yang gencar dimedia

elektronika dan media cetak

hingga kini. Kita kenal sosok

Edward Snowden seorang

pekerja kontrak di National

Security Agency (NSA) Amerika

Serikat yang menghebohkan

dunia. Hal ini tidak lepas dari

pengelolaan arsip.

Di Indonesia sendiri

pengelolaan arsip sedemikian

rapi tidak mudah bocor. Hal ini

karena bangsa kita sedemikian

peduli. Karena sedemikian

pedulinya, tidak tanggung-

tanggung ia diatur oleh 2 (dua)

undang-undang, yaitu Undang-

undang Nomor 43 tahun 2009

tentang Kearsipan dan Undang-

undang Nomor 8 Tahun 1997

tentang Dokumen Perusahaan.

Namun sayang, walaupun dia

telah diatur oleh dua undang-

undang bahkan dalam gegap

gempita pemberantasan Korupsi,

Kolusi dan Nepotisme (KKN),

pelaksanaan good governance

dan clean government,

masyarakat madani dan otonomi

daerah, arsip masih saja

dipinggirkan dan dimarginalkan.

Ia tidak dihargai sebagaimana

mestinya. Ia hanya dianggap

sebagai pertinggal atau kertas

usang dan hasil samping

administrasi. Keadaan seperti ini

tentu tidak dapat dibiarkan terus

menerus.

Dalam rangka memini-

malisasikan efek dipinggirkan

dan memperkokoh fungsi

arsipnya Negara Kesatuan

Page 77: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

72

Republik Indonesia telah

memperbaharui arsip dengan

Undang Undang yang baru yaitu

Undang Undang No 43 Tahun

2009 tentang Kearsipan.

Sedangkan UU yang lama adalah

Undang Undang no 7 Tahun

1971 tentang Ketentuan-

ketentuan Pokok Kearsipan. Pada

UU Kearsipan yang lama hanya

memuat 13 pasal dan sangat

sederhana. Sedang Undang

Undang yang baru memuat 92

pasal dan sangat komprehensif.

Sebelum jauh membahas

tentang arsip yang dipergunakan

untuk membongkar rahasia,

terlebih dahulu diketengahkan

tentang definisi arsip. Menurut

Undang Undang No 43 Tahun

2009 tentang kearsipan yang

dimaksud arsip adalah Rekaman

kegiatan atau peristiwa dalam

bernbagai bentuk dan media

sesuai dengan perkembangan

teknologi informasi dan

komunikasi yang dibuat dan

diterima oleh Negara, Pemerintah

Daerah, Lembaga Pendidikan,

Perusahaan, Organisasi Politik,

Organisasi Kemasyarakatan, dan

perseorangan dalam pelaksanaan

kehidupan bermasyarakat,

berbangsa, dan bernegara.

Sedangkan dalam UU

Nomor 7 tahun 1971 tentang

Ketentuan ketentuan Pokok

Kearsipan yang dimaksud arsip

adalah naskah-naskah yang

dibuat dan diterima oleh

Lembaga-lembaga Negara,

Badan-badan Pemerintah,

Lembaga/Badan Swasta dan

Perorangan dalam bentuk corak

apapun dalam keadaan tunggal

maupun berkelompok dalam

rangka pelaksanaan kegiatan

pemerintahan dan kehidupan

kebangsaan

Dalam UU Nomor 8 tahun

1997 yang dimaksud arsip adalah

dokumen. Definisinya Dokumen

perusahaan adalah data, catatan

dan atau keterangan yang dibuat

atau diterima oleh perusahaan

dalam rangka pelaksanaan

kegiatannya, baik tertulis di atas

kertas atau sarana lain maupun

terekam dalam bentuk corak

apapun yang dapat dilihat, dibaca

atau didengar

Dalam KUHAP pasal 187

yang dimaksud dengan arsip

adalah surat. Sebagaimana dalam

ayat 1. Surat yang dibuat atas

Page 78: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

73

sumpah jabatan. Ayat 2 Surat

yang dikuatkan dengan sumpah.

Sedangkan bentuk suratnya

seperti Berita Acara, Surat yang

dibuat menurut Ketentuan

Perundang-undangan, Surat

Keterangan, Surat lain yang

berhubungan dengan alat bukti.

Dalam ISO 15489 tentang

Record Management yang

dimaksud arsip adalah document

is recorded information or object

can be treated as a unit

Peter Walne (1988) yang

dimaksud dengan arsip adalah

records. Records is “recorded

information regardless of form or

medium, created, received and

maintained by an agency,

institution, organization or

individual in pursuance of its

legal obligation or in the

transaction of its business”

Terminologi Internasional

menyebut arsip dengan record

yaitu arsip yang masih dinamis.

Dan Archive yaitu arsip statis.

Secara sederhana arsip

dapat diartikan sebagai /rekaman

kejadian atau peristiwa, naskah-

naskah, dokumen, data, catatan,

keterangan, surat, informasi yang

direkam, record, archive.

Bentuk atau corak arsip

dibagi menjadi dua yaitu arsip

Human Readable dan Arsip

Machine Readable. Arsip Human

Readable atau arsip bacaan

manusia disebut juga arsip kertas,

arsip konvensional, arsip tekstual,

arsip paperfull. Sedangkan Arsip

Machine readable atau arsip

bacaan mesin disebut juga arsip

elektronika, arsip modern, arsip

nontekstual, arsip paperless.

II. MAKSUD DAN TUJUAN

Memperjelas arsip dan

ilmu arsip sebagai alat untuk

menganalisis dan menyelidiki

suatu peristiwa. Ilmu arsip tidak

hanya terbatas untuk hal-hal rutin

seperti pengurusan surat,

penataan berkas, penyusutan

hingga pengabadian arsip.

Namun lebih dinamis untuk

dipergunakan pada peristiwa

peristiwa yang aktual.

III. PENYAJIAN DATA

Arsip menyimpan informasi

yang bisa dibuka untuk

keperluan penyidikan dan

sebaliknya mempunyai sifat yang

ditutup untuk keperluan

Page 79: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

74

kerahasiaan. Atau ilmu arsip itu

sendiri bisa dipergunakan

sebagai alat penyidikan.

“Supersemar” merupakan

peristiwa besar di negara kita.

Bagaimana kejelasan Supersemar

? Sampai sekarang tidak jelas.

Senjata Pemusnah Masal isu

yang dihembuskan Inggris dan

Amerika sebagai alat untuk

menginvasi Irak sehingga hancur

lebur berasal dari dokumen yang

tidak valid. Skandal Iran-Contra

yang melambungkan Ronald

Reagen menjadi Presiden

Amerika Serikat terkuak dari

penelusuran arsip.

Dilain fihak Amerika

Serikat sedemikian kalang kabut

ketiga sejumlah negara

mengklaim atas kerahasian

negaranya terbongkar. Khusus

pembahasan tentang kasus ini

tidak bisa lepas dari peran

Edward Snowden.

Permasalahannya seperti ini.

Sejak Edward Snowden

membocorkan sejumlah

dokumen dari National Security

Agency (NSA) pada awal Juni

2013, seluruh dunia dibuat

terhenyak. Pasalnya, dokumen

itu ternyata mengungkap

berbagai data penting yang

berkaitan dengan negara-negara

lain, termasuk Indonesia.

Dokumen itu mengungkap

bahwa ternyata jaringan telepon

Presiden SBY dan sejumlah

pejabat penting disadap oleh

Australia.

Selain Indonesia, beberapa

negara penting juga disebut-

sebut si pembocor rahasia

tersebut. Negara itu di antaranya

Hong Kong, Cina, dan Amerika

Latin. Berikut pembocoran

rahasia yang dilakukan Snowden

mengenai negara-negara tersebut,

seperti dikutip dari laman Al

Jazeera.

14 Juni 2013

Hong Kong dan Cina

South China Morning

Post menerbitkan informasi yang

diungkap Edward Snowden

tentang peretasan NSA terhadap

jaringan komputer sipil di Hong

Kong dan Cina Selatan.

16 Juni 2013

Amerika dan Inggris

memantau diplomat asing

Serangkaian artikel di The

Guardian mengungkapkan bahwa

Page 80: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

75

AS dan Inggris memata-matai

para pemimpin asing dan

diplomat di KTT G20 pada tahun

2009. Mereka juga menyadap

Kementerian Luar Negeri Afrika

Selatan dan berencana untuk

memata-matai utusan berbagai

negara dalam Commonwealth

Summit 2009.

29 Juni 2013

Amerika menyadap Uni Eropa,

PBB, dan kedutaan

Laura Poitras, pembuat film

dokumenter, di mana dia terbang

ke Hong Kong dengan Glenn

Greenwald untuk bertemu

Edward Snowden, melaporkan

kebocoran NSA. Dalam sebuah

artikel di harian Jerman, Der

Spiegel, dia merinci pengawasan

elektronik yang dilakukan AS

dan mengganggu sejumlah

kantor Uni Eropa di New York,

Washington, dan Brussel.

Keesokan harinya

Guardian juga melaporkan

bahwa AS melakukan

pengawasan terhadap Kedutaan

Besar Prancis, Italia, Yunani,

Jepang, Meksiko, Korea Selatan,

India, dan Turki. Sebuah laporan

Poitras berikutnya menyebutkan

bahwa NSA bahkan menyadap

PBB dan Badan Energi Atom

Internasional.

30 Juni 2013

Sambungan data Jerman

Dalam sebuah harian

Jerman, Der Spiegel, Poitras

mengungkap bahwa NSA juga

memata-matai 500 juta

sambungan data di Jerman setiap

bulannya.

9 Juli 2013

NSA mendengarkan panggilan

Amerika Latin

Glen Greenwald penulis

artikel di O Globo

mengungkapkan pengawasan

NSA pada sejumlah warga di

negara Amerika Latin seperti

Meksiko, Venezuela, Kolombia,

Ekuador, Argentina, Panama,

Kosta Rika, Nikaragua,

Honduras, Paraguay, Chili, Peru,

dan El Salvador. AS tampaknya

tengah mencari informasi

mengenai penjualan senjata,

minyak, energi, dan perdagangan

di wilayah ini.

1 September 2013

Page 81: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

76

NSA memata-matai Presiden

Brasil dan Meksiko

Dalam sebuah berita di

majalah berita TV mingguan

Brassil Fantasticco, wartawan

Glenn Greenwald mengungkap-

kan bahwa NSA memata-matai

Presiden Brazil Dilma Rousseff

dan Presiden Meksiko Peña

Nieto.

20 Oktober 2013

NSA memata-matai (mantan)

Presiden Meksiko

Der Spiege mengungkapkan

bahwa NSA menyusup ke

akun e-mail mantan Presiden

Meksiko Felipe Calderon dan

rekening milik menteri kabinet.

21 Oktober 2013

AS memantau warga,

perusahaan, dan diplomat

Prancis

Serangkaian dokumen yang

diterbitkan oleh harian Prancis

Le Monde mengungkapkan

adanya pengawasan NSA pada

warga, perusahaan, dan

diplomat Prancis. NSA

mengumpulkan lebih dari

70.300.000 catatan telepon dari

warga Prancis selama 30 hari.

Mereka juga melakukan

pemantauan sebagian besar lalu

lintas Internet dari dua

perusahaan telekomunikasi

terbesar di Prancis,

yakni Wanadoo dan Alcatel.

23 Oktober 2013

Amerika memata-matai

Kanselir Jerman

Kanselir Jerman Angela

Merkel mengeluh kepada

Presiden Barack Obama setelah

mengetahui bahwa intelijen AS

mungkin telah memantau telepon

genggamnya. Merkel menuntut

klarifikasi langsung dari Obama.

24 Oktober 2013

NSA mendengarkan panggilan

telepon 35 pemimpin dunia

Dokumen baru yang

diterbitkan oleh The

Guardian menunjukkan bahwa

NSA memantau panggilan

telepon dari 35 pemimpin dunia

pada tahun 2006.

25 Oktober 2013

NSA memata-matai pemimpin

dan warga Spanyol.

Harian Spanyol, E Pats dan

Ei Mundo mengungkapkan

Page 82: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

77

pengawasan NSA pada para

pemimpin dan warga negara

Spanyol. Salah satu dokumen

yang ditunjukkan kepada El

Mundo menjelaskan bahwa NSA

mengumpulkan 60 juta panggilan

telepon Spanyol selama 30 hari

pada akhir 2012 dan hingga awal

2013.

27 Oktober 2013

Ada mata-mata di 80 kedutaan

besar AS

Sebuah laporan baru di Der

Spiegel menunjukkan bahwa

NSA memiliki tim pengawasan

yang ditempatkan di 80

Kedutaan Besar AS di seluruh

dunia, termasuk 19 di Eropa.

Menurut laporan itu, para

pengintai mengaku sebagai

diplomat. Artikel tersebut juga

merinci penggunaan Internet

canggih dan peralatan telepon

untuk pemantauan tersembunyi

di kedutaan.

30 Oktober 2013

AS memantau Vatikan

Tanpa mengutip sumber,

laporan Panorama menyebutkan

bahwa NSA memata-matai

Vatikan, termasuk pemantauan

pemilihan Paus Fransiskus.

31 Oktober 2013

Mata-mata juga ditempatkan

di kedutaan Australia

Dokumen yang dibocorkan

ke Sydney Morning

Herald mengungkapkan bahwa

Australia's Defence Signals

Directorate memiliki tim

pengawas yang ditempatkan di

seluruh kedutaan Australia di

seluruh Asia dan Pasifik. Tim

pengawas ini akan berbagi data

dengan AS, Kanada, Inggris, dan

Selandia Baru.

Di lain alur cerita Sosok

Edward Snowden dianggap

sedemikian heroik, karena dia

diusulkan mendapat hadiah nobel

perdamaian tahun ini. Inilah

kutipan usulan itu:

Anggota parlemen

Norwegia pada Rabu

mencalonkan mantan pegawai

kontrak Badan Keamanan

Nasional Amerika Serikat (NSA)

Edward Snowden sebagai

penerima hadiah Nobel

Perdamaian 2014. Anggota

parlemen tersebut, Baard Vegar

Solhjell, menganggap

pembocoran dokumen oleh

Page 83: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

78

Snowden membuat dunia

menjadi lebih aman. Solhjell,

mantan menteri pendidikan dan

lingkungan untuk partai Kiri

Sosialis, mengatakan

pembocoran oleh Snowden

memperkaya pemahaman umum

menyangkut negara penyadap

warga negaranya sendiri.

"Tidak ada keraguan bahwa

tindakan yang dilakukan Edward

Snowden mungkin telah merusak

kepentingan keamanan sejumlh

negara dalam waktu singkat,"

kata Solhjell serta rekannya

sesama anggota parlemen, Snorre

Valen, dalam pernyataan

bersama. "Namun demikian,

kami teryakinkan bahwa debat

publik dan perubahan-perubahan

kebijakan yang mengikuti

pembocoran yang dilakukan

Snowden itu telah membawa

aturan dunia yang lebih damai

dan stabil," kata mereka.

"Tindakan yang dilakukannya

menimbulkan dampak yang

membawa kembali kepercayaan

dan keterbukaan sebagai prinsip

utama dalam kebijakan-

kebijakan keamanan global."

Snowden, yang saat ini tinggal di

Rusia dengan status suaka

sementara --setelah membongkar

rahasia pemerintah AS soal

program penyadapan serta

kegiatan-kegiatan lainnya,

menghadapi tuntutan kejahatan

di Amerika Serikat. Snowden

pergi meninggalkan AS tahun

lalu ke Hong Kong dan

kemudian ke Rusia.

Ribuan orang di seluruh

dunia memiliki kelayakan untuk

dicalonkan sebagai penerima

Hadiah Nobel Perdamaian,

termasuk anggota parlemen

negara manapun. Untuk hadiah

Nobel Perdamaian tahun lalu,

tercatat ada 259 calon penerima.

Nobel Perdamaian itu sendiri

akhirnya dimenangi oleh

Organisasi untuk Pelarangan

Senjata Kimia atas upaya badan

tersebut menghapuskan

persenjataan kimia Suriah.

Komite Nobel Norwegia akan

mengumpulkan calon-calon

penerima hadiah tahun 2014

hingga tanggal 1 Februari dan

menyelesaikan daftar kandidat

pada tanggal 4 Maret. Pada

tanggal tersebut, komite akan

melakukan pertemuan

pertamanya tahun ini dan para

anggota komite menyerahkan

Page 84: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

79

daftar calon mereka. Pemenang

Hadiah Nobel Perdamaian akan

diumumkan pada tanggal 10

Oktober. Kita tunggu apakah

Edward Snowden mendapatkan

Nobel perdamaian yang

dimaksud?

Hal yang unik dilakukan

Amerika Serikat dan Inggris

dalam mencuri dokumen rahasia

adalah dengan mempergunakan

jalur teknologi hand phone.

Sasaran yang dituju adalah

pengguna smartphone.

Berita mengenai digunakannya

aplikasi game popular Angry

Birds sebagai sarana mata-mata

oleh National Security Agency

(NSA) dan Government

Communications Headquarters

(GCHQ) cukup membuat orang

terperangah.

Dalam informasi tersebut

dijelaskan bahwa dengan

menggunakan game tersebut,

maka kedua badan nasional dari

dua negara itu dapat memanen

data pribadi pengguna perangkat

mobile. Namun bagaimana cara

kedua badan nasional itu

melakukannya?

Dikutip dari Telegraph

(28/01), dalam penjelasan

Edward Snowden, semua orang

yang menggunakan perangkat

mobile sebagai sarana untuk

publikasi diri di jejaring sosial

akan dapat dengan mudah dicuri

datanya. Hubungannya dengan

game Angry Birds adalah karena

game satu ini menjadi populer

dan ketenarannya santa tinggi di

banyak negara di tahun-tahun

belakangan ini.

Seperti halnya proses di

dalam sebuah smartphone, setiap

orang yang memainkan game

Angry Birds (yang terhubung

dengan internet) secara tidak

langsung akan terkoneksi dengan

server pusat. Dalam proses

koneksi tersebut, ada teknik

khusus yang digunakan oleh

NSA dan GCHQ untuk

'mencegat' data itu di tengah

perjalanan sebelum masuk ke

server pusat. Thomas Labarthe,

Managing Director untuk Eropa

di firma keamanan mobile

Lookout, menjelaskan bahwa

sebagian besar aplikasi tidak

menggunakan enkripsi ketika

transmisi informasi atau hanya

mengenkripsi detail tertentu saja

seperti transaksi keuangan.

Alasan lain aplikasi smartphone

Page 85: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

80

mungkin lebih 'bocor'

dibandingkan platform lain

adalah karena pengguna

perangkat mobile tidak terlalu

peduli dengan sisi keamanan

gadget mereka. "Ketika

pengguna menginstal aplikasi

mereka biasanya akan disajikan

dengan pesan peringatan.

Sayangnya, kebanyakan

orang tidak membaca peringatan

tersebut dan langsung

menggunakan aplikasi itu," kata

Michael Darlington, Technical

Director dari Global Cloud

Security Company Trend Micro.

Ketekunan penyadapan yang

dilakukan Amerika serikat sangat

menakjubkan. Dalam seharinya

bisa menyadap 200 juta sms.

Segala cara digunakan NSA

untuk menguntit siapapun yang

dikehendakinya. Hal ini

termasuk dengan menyadap 200

juta SMS per harinya yang

beredar di dunia lewat program

Dishfire. Seperti yang dilansir

oleh Mashable (16/1), menurut

laporan yang diungkap oleh The

Guardian, disebutkan bahwa

agensi mata-mata Amerika

Serikat ini mengumpulkan pesan

tersebut untuk membongkar

berbagai data personal dari orang

yang ingin disadapnya. Berbagai

data seperti lokasi, aktivitas

keuangan, dan detail kontak

pribadi dari sang pengirim dan

penerima SMS berhasil dicuri

berkat aksi ini.

NSA sendiri menganggap

bahwa SMS merupakan ladang

emas yang tidak boleh disia-

siakan. Hal ini dikarenakan

penggunaan SMS di dunia makin

meningkat dan isi SMS

kebanyakan selalu padat dan

kaya. Oleh karenanya, NSA

kemudian serius untuk membaca

banyak sekali SMS yang

dikirimkan pengguna ponsel tiap

harinya. Bahkan, menurut

laporan dari James Ball, editor

The Guardian, pada suatu hari di

April 2011, NSA dilaporkan

membaca setidaknya 194 juta

SMS yang terkirim pada hari itu.

Data ini sendiri ternyata juga

bisa diakses oleh agensi mata-

mata lain yang jadi sekutu

Amerika Serikat. Nama agensi

yang ketahuan ikut membaca

data SMS tersebut adalah GCHQ

Inggris. Menanggapi hal ini,

GCHQ masih tidak mau

berkomentar. "Semua yang kami

Page 86: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

81

lakukan tidak bertentangan

dengan hukum," kilah juru bicara

GCHQ.

Di lain pihak perusahaan

yang mngeluarkan Hand phone

yang berteknologi smartphone

mengklaim bahwa teknologinya

tidak mudah disadap. Mengutip

dari pengakuan Edward

Snowden, National Security

Agency (NSA) milik Amerika

Serikat mampu melakukan

penyadapan terhadap berbagai

macam perangkat elektronik,

namun ada satu perangkat mobile

yang diklaim anti-sadap. Mulai

dari telepon rumah atau PSTN

sampai dengan internet, tak lepas

dari pengawasan dan aksi sadap-

menyadap NSA. Bahkan,

walaupun dikecam banyak

negara, NSA tetap melakukan

aksinya dengan alasan ingin

memerangi terorisme.

Terlepas klaim dari

Perusahaan smartphone yang

mengklaim aman dari

penyadapan, hal yang factual

adalah keberhasilan NSA

menyadap 200 juta sms perhari

perlu diperhitungkan. Sebuah

komisi independen yang

dipimpin oleh mantan Menteri

Luar Negeri Swedia, Carl, Bildt,

akan menyelidiki tentang

kelanjutan masa depan internet

yang disebabkan oleh bocoran

file NSA Edward Snowden.

Penyelidikan ini akan dilakukan

dengan perkiraan waktu selama 2

tahu ke depan dan diumumkan

pada Forum Ekonomi Dunia di

Davos. Perlu diketahui,

kebebasan serta sensor internet di

setiap negara menjadi fokus

utama dalam hal ini, seperti yang

dikutip dari The Guardian

(22/1).

Evolusi yang cepat dari internet

telah membuat semua nya

berkembang pesat dengan model

fleksibel. Tapi semakin ke sini,

semakin banyak serangan.

Sebelumnya, Tim Berners-Lee,

penemu Word Wide Web (www),

mengungkapkan bahwa ada

ancaman besar pada internet. Dia

juga mengatakan bahwa

ancaman tertentu ini diajukan

oleh beberapa pihak yang

mencoba terhubung dengan

internet secara diam-diam.

Berdasarkan penyelidikan ini,

pihak Bildt menyatakan dengan

tegas bahwa internet sebentar

lagi akan benar-benar berubah.

Page 87: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

82

Sebab penyelidikan tersebut akan

menguak masalah lain yang lebih

penting dan belum terjamah.

NSA pun dikatakan bukan satu-

satunya lembaga pemerintah

yang melanggar privasi individu

di seluruh dunia.

Jumlah dokumen (SMS)

yang disadap Amerika perhari

sebanyak 200 juta. Dari jumlah

yang disadap tersebut Edward

Snowden berhasil

membocorkannya hanya

sebanyak 1.7 juta dokumen.

Jumlah yang relative kecil bila

dibandingkan dengan jumlah

yang disadap Amerika. Namun

dampak yang timbul sedemikian

menghebohkan dunia. Kepala

Komite Intelijen Amerika Serikat

Mike Rogers mengatakan

pembocor rahasia Badan

Keamanan Amerika (NSA)

Edward Snowden telah

mengunduh 1,7 juta dokumen

rahasia dari intelijen Amerika.

Rogers mengatakan itu setelah

melihat laporan rahasia

Pentagon.

Rogers menyatakan

dokumen-dokumen rahasia yang

diambil Snowden itu banyak

menyangkut soal rahasia militer

dan bisa membuat sejumlah

orang berada dalam risiko seperti

dilansir surat kabar Russia

Today, Jumat (10/1). "Laporan

ini membenarkan ketakutan

terbesar saya. Aksi Snowden

telah membuat orang-orang di

militer berada dalam risiko

mematikan. Perbuatan dia bisa

membahayakan tentara di

lapangan," ujar Rogers dalam

sebuah pernyataan. Sebelumnya

Rogers pernah bergurau dengan

mengatakan Snowden

seharusnya masuk dalam daftar

target militer yang harus

dibunuh.

Snowden mengunduh

semua dokumen yang kemudian

dia bocorkan ke publik saat dia

bergaji Rp 1,2 miliar per tahun

ketika bekerja sebagai pegawai

kontrak di fasilitas intelijen di

Hawaii tahun lalu. Koran the

Washington Post melaporkan

jika benar Snowden mengunduh

1,7 juta dokumen maka dia

diperkirakan baru membocorkan

sebagian kecil informasi rahasia

kepada para wartawan.

Dokumen yang disenangi

Edward Snowden untuk

dibocorkan adalah dokumen

Page 88: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

83

tentang Amerika dan Israel.

Mantan kontraktor badan

intelijen Amerika Serikat itu,

memiliki lebih banyak rahasia

untuk dibeberkan terkait Israel.

Ini menurut seorang wartawan

yang pertama kali mengungkap

kebocoran itu kepada dunia. Di

antara sejumlah tuduhan yang

dibeberkan Snowden tahun lalu

adalah bahwa Badan Keamanan

Nasional Amerika (NSA) dan

rekannya dari badan itelijen

Inggris GCHQ pada 2009 telah

menyasar sebuah alamat surat

elektronik yang terdaftar sebagai

milik Perdana Menteri Israel saat

itu Ehud Olmert dan memantau

surat elektronik para pejabat

senior pertahanan Israel, seperti

dilansir Reuters, Rabu (8/1).

Israel meremehkan

pengungkapan itu. Namun

Perdana Menteri Benjamin

Netanyahu mengatakan dia telah

memerintahkan hal tersebut

untuk diperiksa dan mengatakan

bahwa ada hal-hal yang tidak

boleh dilakukan antara sekutu.

Glenn Greenwald, seorang

wartawan koran asal Inggris the

Guardian yang bertemu langsung

dengan Snowden, yang menjadi

buronan, dan telah menulis

banyak artikel di surat kabar

berdasarkan bahan-bahan dari

Snowden, ditanya dalam

wawancara televisi Israel apakah

mantan kontraktor itu memiliki

lebih banyak materi terkait

Israel.

Pembahas kisah yang

belum diterbitkan, tapi ini jelas

kasus yang masih memiliki

banyak kisah sangat signifikan

yang tersisa untuk disiarkan.

Dokumen-dokumen ini selama

tujuh bulan mengingat jumlah

dan kerumitannya, ini bukan

waktu yang lama. Jelas ada kisah

yang melibatkan Timur Tengah,

yang melibatkan Israel.

Pelaporan terus terjadi

bersamaan dengan peristiwanya.

Bulan lalu, sejumlah

anggota kabinet Israel

mengatakan berita tentang aksi

mata-matai dilakukan Amerika

pada Israel adalah peluang bagi

media untuk menekan Negeri

Adikuasa itu agar membebaskan

agen Israel yang dipenjara,

Jonathan Pollard. Pollard,

mantan analis intelijen Angkatan

Laut Amerika, dihukum seumur

hidup pada 1987 di Amerika

Page 89: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

84

sebab melakukan mata-mata

untuk Israel. Suksesi presiden

Amerika Serikat telah menolak

seruan Israel untuk

pengampunannya. Apa yang

tampaknya merupakan upaya

untuk menenangkan seruan

Netanyahu mengatakan jika

Israel terus mengupayakan

pembebasan Pollard dan tidak

memerlukan 'kesempatan

istimewa' untuk membahas

kasusnya dengan Washington.

Greenwald menyuarakan

pandangannya terkait kasus

Pollard. Untuk membandingkan

kasus Jonathan Pollard dengan

pengungkapan aksi mata-mata

Amerika Serikat pada sekutu

dekatnya dalam pemerintah

Israel, menggarisbawahi

kemunafikan yang menjadi inti

dari apa yang dilakukan

pemerintah Amerika Serikat.

Inggris dalam

mengantisipasi beredarnya

dokumen rahasia Snowden agar

tidak bocor lebih luas

mengadakan penghancuran

perangkat kerasnya. Surat kabar

asal Inggris the Guardian

mengeluarkan rekaman video

memperlihatkan para

redakturnya menghancurkan

perangkat keras penyimpan

dokumen-dokumen dari

pembocor Badan Keamanan

Amerika Serikat (NSA) Edward

Snowden. Aksi itu mereka

lakukan atas perintah intelijen

Inggris dan disaksikan langsung

oleh mereka.

Rekaman video

penghancuran itu baru pertama

kali dikeluarkan ke Internet sejak

perangkat keras itu dihancurkan

pada 20 Juli tahun lalu di lantai

bawah kantor the Guardian di

King Cross, London, seperti

dilansir surat kabar Russia

Today, Sabtu (1/2). Tiga staf

Guardian dan Wakil Redaktur

Paul Johnson, Direktur Eksekutif

Sheila Fitzsimons dan ahli

komputer David Blishen

menggunakan alat gerinda dan

pengebor komponen perangkat

keras komputer untuk

menghancurkan informasi di

dalamnya. Mereka disaksikan

oleh dua intelijen Inggris

(GCHQ). Guardian baru-baru ini

menyebut mereka bernama Ian

dan Chris. Mereka merekam aksi

itu melalui telepon pintar iPhone.

Diperlukan tiga jam untuk

Page 90: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

85

menghancurkan perangkat keras

itu.

Awalnya GCHQ ingin

memeriksa isi dokumen rahasia

dari Snowden itu sebelum

menghancurkannya, tapi pihak

the Guardian menolak. Dokumen

rahasia itu tersimpan di empat

komputer yang tidak satu pun

terhubung ke Internet. Meski

sudah dihancurkan tapi

kemungkinan dokumen Snowden

itu sudah disalin oleh pihak the

Guardian.

Melihat tindakan Edward

Snowden sedemikian membuat

Amerika Serikat menjadi kalang

kabut atas tindakannya. Negara

itu merencanakan untuk

melenyapkan Snowden dari

muka bumi ini. Dalam

wawancara dengan sebuah kanal

televisi Jerman kemarin,

pembocor rahasia Badan

Keamanan Amerika Serikat

(NSA) Edward Snowden

mengungkapkan kehidupannya

terancam karena diburu agen

intelijen Amerika.

Snowden, 30 tahun, kini

berada di Rusia setelah mendapat

suaka pada Agustus tahun lalu,

meyakini dia dalam perlindungan

intelijen Rusia (FSB) seperti

dilansir surat kabar the Daily

Mail, Senin (27/1). "Mereka,

orang-orang pemerintah, sudah

bilang mereka akan sangat

senang jika bisa menembak

kepala saya atau meracuni saya

ketika saya keluar dari

supermarket, dan melihat saya

mati saat sedang mandi," kata

Snowden.

Terjemahan kalimat

Snowden itu disampaikan lewat

stasiun televisi publik Jerman

ARD dan siaran itu ditayangkan

di Ibu Kota Moskow secara

diam-diam. Pernyataan Snowden

itu diikuti munculnya sebuah

artikel di BuzzFeed berjudul

'Intelijen Amerika Ingin

Snowden Mati' yang mengutip

pernyataan seorang pejabat

Pentagon. "Saya senang sekali

jika bisa menembak kepala

Snowden," ujar sumber tidak

diketahui namanya itu. Pejabat di

NSA itu mengungkapkan dia

tidak akan ragu membunuh

Snowden. Pengacara Snowden

pekan lalu mengatakan tambahan

keamanan boleh jadi diperlukan

bagi Snowden setelah muncul

ancaman itu.

Page 91: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

86

Ancaman terhadap nyawa

snowden Negara yang

berseberangan dengan Amerika

Serikat yaitu Rusia berencana

memperpanjang suaka untuk

Snowden. Kepala Urusan Luar

Negeri Parlemen Rusia Alexy

Pushkov hari ini mengatakan

Rusia akan memperpanjang

suaka bagi pembocor rahasia

Badan Keamanan Nasional

Amerika Serikat (NSA) Edward

Snowden. "Tapi terserah

keputusan Snowden jika dia

ingin kembali (ke Amerika

Serikat)," ujar Pushkov dalam

pernyataannya di pertemuan

Forum Ekonomi Dunia di Kota

Davos, Swiss, seperti dilansir

stasiun televisi CNN, Jumat

(24/1).

Dalam pembicaraan melalui

Internet kemarin, Snowden

menyatakan kembali ke Amerika

adalah jalan terbaik bagi semua

pihak tapi sayangnya kondisi

hukum saat ini tidak

memungkinkan bagi seorang

pembocor rahasia. Snowden

mendapat suaka di Rusia

Agustus tahun lalu setelah dia

membocorkan sejumlah

dokumen rahasia NSA di Hong

Kong. Rusia memberinya suaka

untuk jangka waktu satu tahun.

Koran The Guardian

Inggris dan The New York

Times Amerika Serikat yang

semula tidak sejalan dengan

Edward Snowdenpun akhirnya

angkat bicara untuk

mengampuninya. Surat kabar

berpengaruh di Amerika Serikat

The New York TImes dan harian

asal Inggris The Guardian

kemarin meminta pemerintah

Amerika memberikan

pengampunan kepada pembocor

rahasia Badan Keamanan

Amerika (NSA) Edward

Snowden.

Dalam editorialnya kedua

koran besar itu membela

Snowden yang kini berada di

Rusia setelah mendapat suaka

sementara. "Dia mungkin sudah

berbuat kejahatan karena

membocorkan rahasia tapi dia

sudah berjasa besar bagi

negaranya," kata editorial Times,

seperti dilansir situs

asiaone.com, Jumat (3/1). "Ini

saatnya bagi Amerika untuk

menawarkan pengampunan

kepada Snowden."

Sedangkan The Guardian

Page 92: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

87

mendesak Washington untuk

mengizinkan Snowden pulang ke

Amerika dengan kebanggaan.

Koran Inggris itu juga menyebut

perbuatan Snowden sebagai

bentuk keberanian moral. Times

menyerukan pemerintah Amerika

menawarkan Snowden sebuah

kesepakatan yang bisa membuat

dia mau pulang ke negerinya dan

setidaknya mendapat hukuman

ringan.

Dewan Keamanan Amerika

di dalam pemerintahan Presiden

Barack Hussein Obama menolak

berkomentar atas desakan Times

dan Guardian itu. Pertengahan

bulan lalu Gedung Putih

menyatakan Snowden tetap

seorang buron yang akan

menghadapi pengadilan jika

tertangkap. "Posisi kami belum

berubah dalam masalah itu.

Snowden dituntut atas kasus

pembocoran informasi rahasia

dan dia harus diadili di Amerika

Serikat," ujar juru bicara Gedung

Putih Jay Carney.

IV. PEMBAHASAN

Arsip dan ilmu arsip

diterapkan dalam menganalisis

dan menyelidiki tiga peristiwa

besar. Pertama Peristiwa

Supersemar, Kedua Isu senjata

pemusnah masal Irak, Ketiga

Skandal Iran-contra.

Pertama Supersemar

dianalisis dari disiplin ilmu arsip

dari bagian ilmu pengurusan

surat sudah jelas alurnya.

Sipengirim Surat (Presiden

Soekarno) mengirim surat lewat

Mayor Jenderal Basuki Rahmat,

Brigadir Jenderal Amir

Machmud, dan Brigadir Jenderal

M Yusuf. Trio Jenderal berperan

sebagai pengurus surat yang

menyampaikan Supersemar

kepada Sialamat surat (Letnan

Jenderal Soeharto). Alur

pengurusan surat sudah lengkap

dan sempurna sejak diciptakan

sipengirim hingga diterima

sialamat. Jadi jelas bahwa

Supersemar ada pada Soeharto.

Permasalahan timbul karena

sipengirim surat (Presiden

Soekarno) tidak merasa

memberikan kewenangan tugas

seperti yang dilaksanakan

sialamat surat (Letjen Soeharto).

Kerumitan masalah

Supersemar semakin tinggi

karena makna dan keberadaannya

menjadi kabur. (Didik Singgih

Page 93: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

88

Hadi, Suara Merdeka 10 Maret

2007) Jumlah lembar Supersemar

ada yang satu (versi 30 Tahun

Indonesia Merdeka) ada yang dua

(versi Dephankam), kerumitan

Supersemar ditambah lagi dengan

makna isinya. Tidak ada kalimat

yang tegas untuk peralihan

kekuasaan. Namun dari

Supersemar tersebut

dipergunakan oleh Letjen

Soeharto untuk melarang dan

membubarkan PKI pada tanggal

12 Maret 1966 dengan nomor

surat 1/3 1966.

Melihat kejadian yang

seperti demikian Presiden

Soekarno mengeluarkan Surat

Perintah yang mencabut

Supersemar pada tanggal 13

Maret 1966. Surat Perintah ini

diperbanyak 5000 eksemplar oleh

Hanafi Dubes Indonesia untuk

Kuba yang diberikan kepada para

pendukung Soekarno. Sanggahan

atas Supersemar diulang lagi oleh

Presiden Soekarno ketika

berpidato pada tanggal 17

Agustus 1966. Dikatan bahwa

supersemar bukan penyerahan

kekuasaan atau transfer of

property. Pidato Presiden

Soekarno ini dikenal dengan

nama Jas Merah (Jangan

Meninggalkan Sejarah). Namun

upaya-upaya sanggahan tersebut

tidak berdampak apapun bagi

Soeharto untuk mempergunakan

Supersemar sebagai sarana

suksesinya untuk menggapai

jabatan Presiden. Pada tahun

1966 dikeluarkan dua ketetapan

MPRS yang bersumber dari

Supersemar yaitu Tap MPRS

IX/1966 tentang Surat Perintah

Presiden Panglima

TertinggiABRI/PBR/Mandataris/

MPRS. Ketetapan ini

mengukuhkan Supersemar, dan

Tap MPRS XV/1966 yang

menyatakan Apabila Presiden

berhalangan, maka pemegang

Supersemar memegang jabatan

Presiden. Soeharto dilantik

menjadi Presiden pada tanggal 22

Pebruari 1967 dengan landasan

Tap MPRS IX/1966.

Hal Kedua yang dianalisis

dengan ilmu arsip adalah Isu

senjata pemusnah masal Irak.

Dasar Amerika Serikat dan

sekutunya menginvasi Irak

adalah Bahwa Irak mempunyai

senjata pemusnah masal yang

bisa diaktifkan dalam 45 menit.

Pengemas isu senjata pemusnah

Page 94: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

89

masal adalah Badan Intelejen

Internasional Inggris (MI-6).

Ketika isu digulirkan, Amerika

Serikat sudah memperingatkan

Inggris bahwa isu tersebut tidak

sahih. Namun isu tersebut tetap

dikedepankan dalam rangka

mengadakan invasi ke Irak.

Inggris mendapatkan Informasi

senjata pemusnah masal dari tesis

seorang mahasiswa pascasarjana

bernama Ibrahim Al Marashi.

Ada kejanggalan sumber

dokumen yang dikemas oleh MI-

6 bila ditinjau dari ilmu arsip.

Tesis merupakan produk buku

bukan arsip. Sedang buku

mempunyai sifat tidak rahasia,

tidak terbatas untuk digandakan,

informasinya bersifat terbuka.

(Didik Singgih Hadi, Suara

Merdeka 15 Sep 2003)

Informasi yang bersifat

terbuka dari buku inilah yang

akhirnya menjebak sendiri

Badan Intelejen Internasional

Inggris (MI-6) sekaligus sebuah

ironi. Informasi dari tesis yang

tidak rahasia dikemas dalam

informasi intelejen yang sangat

rahasia yang akhirnya melahirkan

kejanggalan.

Carut marut pengemasan

informasi intelejen Inggris ini

diminimalisir oleh Menteri Luar

Negri Inggris Jack Straw dengan

meminta maaf kepada pemilik

tesis Ibrahim Al Marashi pada

tanggal 25 Juni 2003. Namun

carut marut ini tetap

berkepanjangan hingga

mengakibatkan tokoh penting

dalam pengemasan invasi Irak Dr

David Kelly mengakhiri

hidupnya. Dia adalah ahli

mikrobiologi persenjataan.

Tokoh kedua adalah Kepala

Badan Intelejen Internasional

Inggris (MI-6) Sir Richard

Dearlove yang memilih mundur.

Irak hancur lebur hanya

karena isu informasi yang

dikemas tidak benar. Hingga

sekarang senjata pemusnah masal

Irak tidak diketemukan.

Hal ketiga yang dianalisis

adalah Skandal Iran-Contra.

Dinamakan Skandal Iran –Contra

karena Amerika Serikat pada

tahun 80an memberikan senjata

anti tank kepada Iran dan

memberi bantuan kepada

pemberontak Sandinista di

Nicaragua. Hal yang disoroti

Page 95: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

90

disini adalah skandal Amerika

dengan Iran.

Awal kasus dimulai ketika

Dua calon kandidat Presiden

Amerika berkampanye. Posisi

Presiden incumbent Jimmy Carter

sedemikian kuat. Sedangkan

posisi Ronald Reagen belum

tampak. Tim sukses Ronald

Reagen yang dipimpin George

Bush dan William Casey

mendapatkan isu yang baik untuk

diangkat yaitu pembebasan 52

sandra Amerika di Iran.

Pembicaraan rahasia

dilaksanakan di Hotel Hilton

Paris dengan Perdana Menteri

Bani Sadr sebagai wakil dari Iran

. Terjadi Kesepakatan Antara

Pemimpin Revolusi Islam Iran

Ayatollah Khomeini dengan

George Bush bahwa Amerika

Serikat akan memberikan senjata

antitank yang akan dipergunakan

untuk mengalahkan Irak dalam

perang Iran-Irak, ditambah bonus

40 juta dollar AS. Sedangkan

Iran akan menyerahkan 52

sandera warga AS. Permintaan

Bush agar 52 sandera diserahkan

pada saat pelantikan presiden.

Pelantikan Presiden Ronald

Reagen pada Januari 1981

memukau rakyat Amerika Serikat

karena pada hari yang sama 52

sandera tiba di AS. Sebagai

hadiah George Bush diangkat

menjadi Wakil Presiden dan

William Casey sebagai Kepala

CIA.

Kasus skandal Iran ini terus

dikritisi oleh pers karena banyak

saksi yang membenarkan adanya

pertemuan di Hotel Hilton Paris.

Namun semua dimentahkan.

Misalnya Kepulangan George

Bush dari Paris ke Washington

mempergunakan pesawat

supersonic SR-71 Blackbird

dengan kecepatan 2.4 mach yang

dipiloti Guther Russbehcer

disanggah agen CIA Frank Snepp

di koran lokal Village Voice

bahwa Russbehcer tidak bisa

menerbangkan pesawat SR-71.

Hal yang menjadikan titik

terang bahwa Skandal Iran terjadi

adalah adanya perintah untuk

menghapus dokumen dari

komputer oleh Kepala CIA

William Casey. Dokumen

terhapus tetapi perintah

menghapus dokumen tidak

terhapus. Sebagaimana kita

ketahui bahwa komputer

mempunyai sifat rewritable dan

Page 96: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

91

erasable. Penyelidikan dimulai

dari berkas arsip ini ditambah

dengan dokumen PM Iran Bani

Sadr, Agen Mosad Israel. Pada

kejadian skandal Iran inilah

William Casey mendapat tekanan

luar biasa yang akhirnya

diketemukan meninggal dengan

penyebab yang misterius.

Mengenai kebocoran

rahasia negara di dunia. Tidak

bisa lepas dari sosok Edward

Snowden. Arsip selain fisik dari

arsip itu sendiri. Rahasianya juga

ada di para pelaku yang

menangani arsip. Baik yang

menciptakan arsip maupun yang

merawat. Bocornya rahasia

negara yang ada didunia ini

karena kepiawaian Edward

Snowden. Sayang Ia tidak bisa

mengendalikan diri. Katagori

kerahasiaan surat ada empat

tingkatan dalam terminologi di

Indonesia yaitu sangat rahasia,

rahasia, terbatas, dan biasa. Hal

ini mengacu dalam terminologi

kerahasiaan dokumen dalam

terminologi Inggris yaitu. Top

secret, Secret, Convindential.

Dalam terminologi Inggris ada

tiga tingkatan sedang dalam

terminologi Indonesia ada empat

tingkatan.

Pada dasarnya dokumen itu

mempunyai sifat rahasia. Dia

akan menjadi tetap rahasia atau

menjadi tidak rahasia bergantung

kepada jenis dokumen itu sendiri.

Dokumen rahasia negara ada sifat

yang sangat melekat

kerahasiaannya hingga tidak

terbatas. Namun ada yang

sifatnya sementara saja

rahasianya, kemudian harus

diketahui oleh publik. Sebagai

contoh adalah Naskah proklamasi

kemerdekaan.

Hal yang perlu

diperhitungkan adalah peran dari

Institusi. Dalam hal ini adalah

peran agen rahasia Amerika

Serikat National Security Agency

(NSA). Kenapa untuk pekerjaan

yang sedemikian sangat rahasia,

NSA merekrut Sumberdaya

Manusianya lewat kontrak. Tidak

mengemas dengan rekrut

pegawai tetap.

Kejadian yang sangat

mengejutkan adalah Edward

Snowden dianggap sebagai

penjahat. Sangat dicari untuk

diketemukan dalam keadaan

hidup atau mati oleh Amerika

Page 97: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

92

Serikat. Namun di lain pihak

dianggap sebagai pahlawan yang

harus dilindungi (oleh Rusia),

bahkan diusulkan untuk

mendapatkan nobel perdamaian

di Swedia, serta diusulkan

mendapat gelar doktor

kehormatan dari Universitas

Rostock di Jerman

V. KESIMPULAN

Ilmu arsip yang dipergunakan

sebagai alat analisis pada ketiga

kejadian diatas adalah :

a. Pengurusan Surat. Pada

permasalahan Supersemar

Sipengirim adalah Presiden

Soekarno, sialamt adalah

Letjen Soeharto. Sedang

Trio jenderal adalah

pengurus Surat. Si pengirim

sudah memberikan

Supersemar dengan

mediator Trio Jenderal

kepada sialamat.

Supersemar sudah diterima

sialamat kemudian

dipergunakan untuk dasar

membubarkan PKI dan

sebagai landasan keluarnya

Tap MPRS IX/1966 serta

Tap MPRS XV/1966.

Ketetapan MPRS IX/1966

inilah yang menjadi dasar

pengukuhan Jenderal

Soeharto sebagai Presiden

RI yang kedua pada tanggal

22 Pebruari 1967.

b. Perbedaan Arsip dan Buku.

Ciri khas Arsip dan Buku

inilah yang dipergunakan

sebagai alat analisis

pengemasan informasi

intelejen Inggris (MI-6)

yang berasal dari tesis

Ibrahim Al Marashi. . Tesis

merupakan produk buku

bukan arsip. Sedang buku

mempunyai sifat tidak

rahasia, tidak terbatas

untuk digandakan,

informasinya bersifat

terbuka. (Didik Singgih

Hadi, “Kaburnya

Supersemar” Suara

Merdeka 15 Sep 2003)

c. Arsip yang berada

dikomputer bisa dihapus

dan ditulis kembali. Namun

Arsip Skandal Iran terkuak

karena perintah menghapus

arsip tidak terhapus,

walaupun arsipnya

terhapus. 52 Sandera AS

bebas pada saat Ronald

Reagen dilantik menjadi

Page 98: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

93

Presiden. Sedangkan

William Casey selaku

Kepala CIA mendapat

sorotan luar biasa dari pers

dan lawan politik Partai

Republik karena

memerintahkan untuk

menghapus arsip dari

komputer. Disaat

penyelidikan berlangsung

Casey diketemukan mati

secara misterius

misteriusnya.

d. Kebocoran rahasia negara

di dunia tidak bisa lepas

dari sosok Edward

Snowden. Arsip selain fisik

dari arsip itu sendiri.

Rahasianya juga ada di para

pelaku yang menangani

arsip. Baik yang

menciptakan arsip maupun

yang merawat. Bocornya

rahasia negara yang ada

didunia ini karena

kepiawaian Edward

Snowden. Sayang Ia tidak

bisa mengendalikan diri.

Hal yang perlu

diperhitungkan adalah

peran dari Institusi. Dalam

hal ini adalah peran agen

rahasia Amerika Serikat

National Security Agency

(NSA). Kenapa untuk

pekerjaan yang sedemikian

sangat rahasia, NSA

merekrut Sumberdaya

Manusianya lewat kontrak.

Tidak mengemas dengan

rekrut pegawai tetap

DAFTAR PUSTAKA

1. ,_____________, Undang Undang No 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan

2. ,_____________, Undang Undang No 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan

3. Hadi, Didik Singgih , artikel Kaburnya Supersemar. Suara Merdeka 10 Maret 2007

4. Hadi, Didik Singgih, artikel Tinjauan Arti Dokemen. Suara Merdeka 15 September 2003

5. Utomo, Djoko , Makalah Seminar Nasional Kejahatan Dokumen/arsip. Jakarta 2005

6. International Standard Organization 15489 tentang Record Management

7. Jurgen, Charles, International Training on Archives, Denpasar 2007

8. ,__________, Negara-negara ini juga disadap Amerika. http://tempo.co, 29 Januari 2014

Page 99: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

94

9. ,__________, Snowden diusulkan raih Nobel perdamaian. http://republika.co.id , 19 Nopember 2013

10. ,__________, Ini cara Amerika dan Inggris curi data smartphone, http://merdek.com 29 Januari 2014

11. ,__________, NSA baca 200 juta sms setiap harinya. http://merdek.com 17 Januari 2014

12. ,__________, Smartphone ini diklaim tidak bisa disadap pihak manapun. http://merdek.com 16 Januari 2014

13. ,__________, Dua tahun lagi, masa depan internet di dunia dipertaruhkan. http://merdek.com 23 Januari 2014

14. ,__________, Snowden unduh 1,7 juta dokumen rahasia intelejen Amerika, http://merdek.com 24 Januari 2014

15. ,__________, Snowden punya lebih banyak rahasia Amerika-Israel untuk diungkap. http://merdek.com 29 Januari 2014

16. ,__________, Video redaktur the Guardion hancurkan dokumen dari Snowden. http://merdek.com 1 Pebruari 2014

Page 100: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

95

BIODATA PENULIS Sutarwi, lahir di Pati 17 Oktober 1956 menyelesaikan pendidikan Sarjana Muda (BSc) pada tahun 1979 dan Sarjana (Ir.) pada tahun 1981 di Fakultas Pertanian Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Pada tahun 1987-1989 menyelesaikan tugas belajar pada program Master of Science (MSc) in Development Management di The American University Washington DC Amerika Serikat. Pada tahun 2004 s/d 2008 menyelesaikan Program Doktor Studi Pembangunan di UKSW Salatiga. Pada tahun 1980 mengawali karir Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai perencana pembangunan di Kabupaten Blora dan saat ini masih aktif sebagai Widyaiswara Utama (tenaga pengajar) pada Badan Diklat Provinsi Jawa Tengah untuk berbagai Diklat Aparatur Sipil Negara (ASN). Wardi Astuti, Ir. M.Pd. dilahirkan di Yogyakarta 18 Agustus 1966, menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah di Gunungkidul, Yogyakarta, mendapatkan gelar Sarjana Pertanian dari Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor tahun 1988, Gelar Magister Pendidikan dari Universitas Negeri Yogyakarta tahun 2004. Saat ini sebagai Widyaiswara Madya pada Badan Diklat Provinsi Jawa Tengah yang ditugaskan di Balai Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPSDM Tan) Soropadan, Jawa Tengah. Saat ini tinggal di rumah : Paten, RT. 5 RW. 5, Tridadi, Sleman, Yogyakarta. Ali Moechson, S.Sos, M.Pd, Lahir di Kendal 25 Juni 1956, menyelesaikan pendidikan Sarjana Muda (B.A.) jurusan Perhotelan di Akademi Kepariwisataan Indonesia (AKPARI) Semarang Tahun 1984. Pada tahun 1998 menyelesaikan Sarjana Sosial (S.Sos) Jurusan Administrasi Negara, dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang, dan tahun 2003 menyelesaikan Magister Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (M.Pd) dari Universitas Negeri Semarang (UNNES). Mengawali karier Pegawai Negeri Sipil (PNS) tahun 1987 di Kantor Wilayah VII Departemen Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi (DEP.PARPOSTEL) Jawa Tengah pada Seksi Bina Usaha Pariwisata. Tahun 2001- 2006 bertugas di Dinas Pariwisata Provinsi Jawa Tengah, dan saat ini aktif sebagai Widyaiswara Madya pada Badan Diklat Provinsi Jawa Tengah.

Page 101: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

96

Irawan Rumekso, lahir di Banjarnegara 16 November 1967, menyelesaikan pendidikan dasar sampai menengah di Banjarnegara. Selepas SMA melanjutkan pendidikan di APDN Semarang (lulus 1991). Gelar sarjananya diperoleh dari Institut Ilmu Pemerintahan (IIP) Depdagri Jakarta tahun 1996, sementara pendidikan Pasca Sarjananya ditempuh pada Program Magister Manajemen Sumber Daya Manusia STIE AUB Surakarta dan lulus tahun 1997. Sejak bulan Juli 2011 menjabat sebagai Widyaiswara Muda Badan Diklat Provinsi Jawa Tengah. Sebelum menjadi Widyaiswara menjabat sebagai Ajudan Bupati, Kelurahan, Kepala Sub Bagian Bagian Penyusunan Program, Kasubag Bagian Pembangunan serta Kasubag Bagian Umum dan Perlengkapan SETDA Kabupaten Banjarnegara. Tahun 2006 diangkat menjadi Sekretaris Kecamatan dan Tahun 2008 diangkat sebagai Camat. Didik Singgih Hadi, SE, MSi dilahirkan di Klaten, 23 September 1963, menyelesaikan Pendidikan Dasar dan Menengah di Klaten, Mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi dari Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto tahun 1988, Gelar Magister Sain dari Fakultas Pascasarjana program Magister Akuntansi Universitas Diponegoro Semarang tahun 2009. Saat ini sebagai Widyaiswara Muda pada Badan Diklat Provinsi Jawa Tengah. Sebelum Menjadi Widyaiswara menjabat sebagai Arsiparis Madya pada Badan Arsip dan Perpustakaan Provinsi Jawa Tengah. Di samping sebagai PNS juga sebagai Relawan (SAR) yang terjun pada berbagai kegiatan Kebencanaan di tanah air. Saat ini tinggal di Rumah : Griya Bukit Indah A 105 Bawen Ambarawa Kabupaten Semarang.

Page 102: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

97

Page 103: Jurnal Widya Praja Edisi 01 Tahun 2014

98