Jurnal Dr.ihsan
-
Upload
marmutkupluk1396920 -
Category
Documents
-
view
49 -
download
13
description
Transcript of Jurnal Dr.ihsan
![Page 1: Jurnal Dr.ihsan](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022071807/55cf9996550346d0339e24c5/html5/thumbnails/1.jpg)
RETINAL-VEIN OCCLUSION
(OKLUSI VENA RETINA)
Pasien berusia 69 tahun yang merupakan mantan perokok dengan riwayat hipertensi dan
hiperlipidemia, mengalami kehilangan penglihatan akut pada mata kanannya dalam waktu 2
minggu. Pemeriksaan dari mata menunjukkan ketajaman penglihatan 20/60 dan adanya
perdarahan sektoral pada retina, cotton-wool spots, dan pembengkakan dari pusat retina
(macular edema). Diagnosis yang ditegakkan adalah oklusi vena cabang retina kanan.
Bagaimana cara pengobatannya?
PERMASALAHAN KLINIS
Retinal-Vein Occlusion (Oklusi Vena Retina) merupakan penyebab utama
kehilanganpenglihatan pada orang usia lanjut, dan merupakan penyebab kedua terbanyak dari
penyakit pembuluh darah retina setelah retinopati diabetikum. Ada dua tipe, diklassifikasikan
berdasarkan lokasi dari oklusi. Pada oklusi vena cabang retina, oklusinya terjadi pada percabangan
dari arteri-vena (Gambar 1). Pada oklusi vena central retina, oklusinya terjadi pada bagian proksimal
hingga lamina cribosa dari nervus optikus, dimana jalan keluar vena central mata terletak disini.
(Gambar 2)
Oklusi Vena Retina mempunyai prevlensi 1-2% pada orang berusia diatas 40 tahun, dan
mengenai 16 juta orang di seluruh dunia. Oklusi vena cabang pada retinal 4x lebih banyak
dibandingkan oklusi vena central retina. Pada penelitian cohort berbasis populasi, kejadian10 tahun
dari oklusi vena retina berkisar 1.6%. Oklusi vena retinal bilateral jarang terjadi (terjadi sekitar 5%
dari kasus), walaupun 10% dari pasien mengalami vena oklusi retina pada satu mata, oklusi
berkembang di mata lainnya seiring waktu. Oklusi central dan cabang dari vena retina dibagi menjadi
kategori perfusi (noniskemik) dan nonperfusi (iskemik), dimana keduanya berpengaruh terhadap
prognosis dan pengobatan
PATOGENESIS DAN FAKTOR RESIKO
Patogenesis dari oklusi vena retina dipercaya mengikuti dasar prinsip trias virchow tentang
trombogenesis, yang melibatkan kerusakan vaskular, stasis, dan hiperkoagulopati. Kerusakan dari
dinding vaskular akibat atherosclerosis menyebabkan pelepasan rheologic pada vena, dan
menyebabkan statis, trombosis, dan akhirnya terjadi oklusi. Penyakit inflammasi juga dapat
menyebabkan oklusi vena retina terkait dengan mekanisme ini. Walaupun, bukti bahwa faktor
hiperkoagulopati pada pasien dengan oklusi vena retina masih diragukan. Walaupun penelitian
individual melaporkan adanya hubungan antara oklusi vena retina dan hiperhomositenemia, mutasi
faktor V leiden, defisiensi dari potein C atau S, mutasi gen protrombin, dan antibodi anticardiolopin,
![Page 2: Jurnal Dr.ihsan](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022071807/55cf9996550346d0339e24c5/html5/thumbnails/2.jpg)
26 penelitian dengan meta analisis melaporkan hanya hiperhomositemia dan antibodi anticardiolipin
yang mempunyai hubungan independet terhadap oklusi vena retina.
Faktor resiko tersering terhadap oklusi vena cabang retina adalah hipertensi, namun ada juga
laporan yang menyatakan adanya hubungan diabetes melitus, dislipidemia, merokok, dan penyakit
ginjal terhadap penyakit ini. Untuk oklusi vena retina sentral, faktor resiko tambahannya adalah
berupa glaukoma atau peningkatan tekanan intraokular, yang dapat menyebabkan gangguanaliran dari
vena retina
SEJARAH PENYAKIT DAN KOMPLIKASI
Edema makular, dengan atau tanpa nonperfusion macular, merupakan penyebab tersering dari
hilangnya penglihatan pada pasien dengan oklusi vena retina. Kehilangan pengihatan juga bisa terjadi
akibat neovaskularisasi, yang menimbulkan perdarahan vitreous, lepasnya retina, atau glaukoma
neovaskular.
Riwayat perjalanan oenyakit dari oklusi vena cabang retina bervariasi. Banyak pasien dengan
oklusi vena cabang retina mempunyai prognosis yang lebih baik, dimana suatu penelitian
menunjukkan bahwa setengah dari pasien mengalami pemulihan penglihatan hingga 20/40 atau lebih
baik setelah 6 bulan, tanpa dilakukan pengobatan. Namun, banyak pasien yang mengalami
penglihatan yang turun pada mata yang terkena gangguan. Diantara peserta penelitian yang dilakukan
pada Branch Vein Occlusion Study (Penelitian Oklusi Vena Cabang), suatu uji coba acak terhadap
efek dari pengobatan laser terhadap oklusi vena cabang retina, hanya tiga peserta dengan makular
edema yang tidak diobati pada mata dengan penglihatan 20/40 atau kurang yang dapat menunjukkan
perbaikan hingga 20/40 setelah 3 tahun. Perkembangan neovaskularisasi retina terjadi pada ⅓ peserta
yang matanya tidak diobati.
Prognosis penglihatan biasanya lebih buruk secara umum pada pasien dengan oklusi vena retina
central, biasanya nonperfusi, dibandingkan pasien dengan oklusi vena cabang retina. Tinjauan
sistematik melaporkan bahwa dapat terjadi neovaskularisasi pada 20% mata dan glaukoma
neovaskular pada sekitar 60%, ketika oklusi vena central retina terjadi. Sebagai tambahan, pada ⅓
mata yang diklassifikasikan sebagai oklusi vena retina central, oklusi dapat berkembang menjadi
nonperfusi dalam waktu 1 tahun. Tajam penglihatan pada saat terjadinya keluhan merupakan
penunjuk (indikator) kuat untuk kualitas utama terhadap penglihatan pasien. Pada penelitian terkait
oklusi vena central retina, sebuah penelitian acak dengan mengggunakan pengobatan laser terhadap
oklusi vena central retina, 65% pasien mata mendapatkan penglihatan 20/40 atau lebih baik lagi jika
tajam penglihatan pada saat terjadinya penyakit adalah sekitar 20/40 atau lebih baik lagi, hanya 1%
pasien yang mendapatkan peningkatan ini jika kemampuan penglihatan awalnya hanya sekitar 20/200
atau kurang.
![Page 3: Jurnal Dr.ihsan](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022071807/55cf9996550346d0339e24c5/html5/thumbnails/3.jpg)
STRATEGI DAN BUKTI
Diagnosis dan Penilaian
Pasien dengan oklusi vena retina mengalami kehilangan penglihatan yang tiba-tiba, unilateral,
dan tanpa didahului nyeri. Tingkatan dari kehilangan penglihatan tergantung pada luasnya retina
yang terkena dan juga status dari perfusi makula. Beberapa pasien dengan oklusi vena cabang retina
dilaporkan hanya mengalami gangguan lapangan pandang perifer.
Oklusi vena retina mempunyai gambaran karakteristik pada pemeriksaan fundus. Pada oklusi
vena cabang retina, ada daerah dengan bentuk baji (wedge-shaped) dengan tanda pembuluh darah
retina (perdarahan, cotton-wool spots, edema, dan dilatasi vena serta tortuisity).
Diagnosis dari oklusi vena retina biasanya dapat ditegakkan hanya berdasarkan pemeriksaan
klinis saja. Oklusi vena retina central tanpa perfusi (Nonperfused Retinal-Vein Occlusion biasanya
mengalami gangguan penglihatan kurang dari 20/200, disertai dengan kerusakan pupil aferen, dan
tampak gambaran dari cotton-wool spots dan juga muara perdarahan yang luas. Fundus Fluorescein
Angiography (Gambar 1B dan 2B) biasanya dilakukan untuk menilai keparahan dari edema makular
dan juga status perfusi. Optical-coherence tomography merupakan teknik imaging (pencitraan)
noninvasif yang digunakan untuk mengukur edema makula dan menilai respon pengobatan (Gambar
1C, 1D, 2C, dan 2D).
Evaluasi pada pasien dengan oklusi vena retina harus memasukkan pengambilan riwayat
penyaitnyang lengkap, penilaian klinis, dan pemeriksaan laboratorium untuk melihat adanya faktor
resiko terkait cardiovaskular (Tabel 1.) Walaupun hanya sedikit bukti yang menunjukkan bahwa
pengobatan terhadap hipertensi dan kondisi yang berkaitan dengan penyakit kardiovaskular dapat
mengubah prognosis penglihatan pada pasien dengan oklusi vena retina, kondisi ini dapat
dipertimbangkan sebagai end-organ damage (kerusakan akhir organ), dengan rencana penanganan
resiko secara rutin yang masih diteliti. Tes terhadap gangguan pembekuan darah (Tabel 1). Biasanya
dilakukan pada pasien tertentu, seperti pasien berusia kurang dari 50 tahun dengan oklusi vena retina
bilateral, walaupun bukti masih kurang untuk menunjukkan bahwa gangguan koagulasi lebih sering
terjadi pada pasien ini.
![Page 4: Jurnal Dr.ihsan](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022071807/55cf9996550346d0339e24c5/html5/thumbnails/4.jpg)
MANAJEMEN
Hingga sekarang, laser photocoagulation adalah satu-satunya pengobatan yang didukung
dengan data dari ujicoba acak kualitas tinggi; data juga diambil dari beberapa uji coba yang menilai
penggunaan glukokortikoid intraokular dan obat yang menghambat Vascular Endothelial Growth
Factor (VEGF). Pilihat pengobatan terbaru ini semakin sering digunakan pada praktik klinis (Sebagai
ringkasan dari rekomendasi terhadap manajemen dari oklusi vena canamg retina dan oklusi vena
central retina, lihat Tabel 2 dan 3. Untuk hasil dari uji coba yang dilakukan untuk mengukur efek dari
berbagai terapi pada setiap kondisi, lihat Supplementary Appendix, tersedia dalam text penuh pada
artikel ini di NEJM.org)
Oklusi Vena Cabang Retina (Branch Retinal-Vein Occlusion)
Pengobatan Laser
Grid Laser Photocoagulation digunakan sebagai pengobatan terhadap edema makula yang
menyebabkan oklusi vena cabang retina, dan Scatter Laser Photocoagulation digunakan sebagai
pencegahan dan pengobatan terhadap neovaskularisasi. Pada Branch Vein Occlusion Study, yang
memasukkan pasien dengan oklusi vena cabang retina dan edema makular pada satu atau dua mata
(total 139 mata diteliti), setiap mata yang diobati dengan menggunakan Grid Laser Photocoagluation
dapat membaca 2 baris tambahan pada kartu mata 2x lebih banyak dibandingkan mata yang tidak
diobati dalam 3 tahun (65% vs 37%). Namun, pada beberapa pasien, gangguan penglihatan menetap
walaupun sudah diobati; penglihatan pada 40% mata yang diobati lebih buruk dari 20/40 dan pada
12% mata yang diobati mengalami penglihatan yang lebih buruk dari 20/200 dalam 3 tahun. Pada
mata dengan nonperfusion meluas, Scatter Laser Photocoagulation terbukti menurunkan resiko dari
neovaskularisasi pada retina (12% vs 22% pada kontrol) dan juga perdarahan vitreous (29% vs 60%).
Glukokortikoid
Serial kasus menunjukkan bahwa injeksi triamcinolone acetonide secara intravitreus berguna
untuk pengobatan edema makular pad apasien dengan oklusi vena cabang retina. Namun, penggunaan
dari pengobatan ini tidak didukung oleh Penelitian Standartd Care versus Corticosteroid for Retinal
Vein Occluion (SCORE), sebuah uji coba acak dengan 411 pasien yang mengalami oklusi vena
cabang retina dan kehilangan penglihatan akibat edema makular yang diobati dengan injeksi
intravitreous menggunakan triamcinolone acetonid (1 mg atau 4 mg) atau terapi standar (Grid Laser
Treatment pada mata tanpa perdarahan makular). Dengan dasar pengobatan 1 tahun, tingkat hasil
primer – peningkatan dari tajamnya penglihatan pada mata dimana pasien dapat membaca 15 kalimat
tambahan atau lebih (atau 3 baris) pada kartu mata (Kartu Snellen) serupa diantara ketiga kelompok
![Page 5: Jurnal Dr.ihsan](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022071807/55cf9996550346d0339e24c5/html5/thumbnails/5.jpg)
(27% pada kelompok yang dioabti dengan triamcinolone dosis 4 mg, dan 26% pada kelompok yang
diobati dengan dosis 1 mg, dan 29% pada kelompok kontrol). Efek Samping yang timbul, seperti
peningkatan tekanan intraokular dan pembentukan katarak - lebih sering terjadi pada kelompok yang
memperoleh terapi triamcinolone. Persentasi dari mata yang diobati dengan pengobatan glaukoma
adalah 41% pada kelompok yang menerima triamcinolone dosis 4 mg, 8% pada kelompok dengan
dosis 1 mg, dan 2% pada kelompok kontrol; untuk pembentukan katarak, persentasenya adalah 35%,
25%, dan 13%.
Glukokortikoid alternatif, deksametason dievaluasi dalam penelitian acak yang melibatkan
1267 pasien ang mengalami kehilangan penglihatan dengan edema makular akibat oklusi vena retina
central atau cabang. Hasil akhirnya – waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan ketajaman
penglihatan hingga bisa membaca 3 baris atau lebih pada kartu snellen – lebih pendek dibandingkan
pasien yang menerima deksametason (dengan dosis 0.7 mf atau 0.3 mg) dibandingkan pasien yang
menerima injeksi palsu. Proporsidari mata dengan derajat perbaikan juga lebih tinggi pada kelompok
deksametason dibandingkan kelompok placebo pada bulan 1-3 namun tidak pada waktu yang
ditetapkan yaitu 6 bulan. Deksametason menunjukkan keuntungan yang serupa pada analisis
kelompok oklusi vena retina central dan cabang yang sebelumnya dilakukan, walaupun kelengkapan
dari peningkatan dari ketajaman penglihatan pada bulan 3 dan 6 tidak tersedia. Namun, proporsi dari
mata yang mengalami peningkatan tekanan intraocular lebih tinggi pada kelompok yang menerima
pengobatan deksametason dibandingkan injeksi palsu (4% pada kedua kelompok deksametason vs
0.7%, P<0.002). Tingkat katarak tidak menunjukkan perbedaan bermakna pada semua kelompok
dalam 6 bulan.
Obat Anti-VEGF
Ranibizumab dan bevacizumab merupakan obat anti-VEGF yang sering digunakan untuk
pengobatan neovaskularisasi degenerasi makular akibat penuaan. Pasien dengan oklusi vena retina
memiliki tingkat VEGF vitreous yang lebih tinggi dibandingkan pasien yang sehat, dan serial kasus
menunjukkan adanya efek menguntungkan ketika ranibizumab dan bevacizumab digunakan untuk
pengobatan oklusi vena retina. Pada penelitian Ranibizumab terhadap penelitian Treatment of
Macular Edema following Branch Retinal Vein Occlusion (BRAVO), 397 pasien yang mengalami
edema makular akibat oklusi vena cabang retina dimasukkan secara acak untuk menerima injeksi
intraokular ranibizumab 0.3 mg atau 0.5 mg atau injeksi palsu, dan kedua kelompok yang menerima
ranibizumab menunjukkan hasil perbaikan penglihatan yang lebih baik dibandingkan kelompok
injeksi palsu. Hasil primer, perbaikan dari ketajaman penglihatan (penambahan jumlah baris yang
dapat dibaca pada kartu mata) dalam 6 bulan, adalah 3 baris pada kedua kelompok ranibizumab
dibandingkan hanya 1 tambahan baris pada kelompok injeksi palsu. Penambahan 3 baris (>15 baris)
terjadi pada tingkatan 61% pada kelompok yang menerima 0.5 mg ranibizumab dan 55% pada
![Page 6: Jurnal Dr.ihsan](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022071807/55cf9996550346d0339e24c5/html5/thumbnails/6.jpg)
kelompok yang menerima 0.3 mg, dibandingkan dengan kelompok kontrol 29% (P<0.001 untuk
perbandingan dengan kontrol).
Tidak ada perbedaan bermakna dari kejadian penyakit sistemik vaskular, termasuk stroke pada
ketiga kelompok. Setelah 6 bulan, semua pasien (termasuk kontrol) mendapatkan tajam penglihatan
20/40 atau kurang atau yang mengalami edema makular persisten diperbolehkan untuk menerima
injeksi dari ranibizumab. Pada bulan 12, peningkatan penglihatan yang didapatkan pasien yang secara
acak dimasukkan ke salah sastu kelompok ranibizumab menunjukkan rata-rata perbaikan penglihatan
hingga 12 kalimat (> 2 baris) dari sebelumnya.
Central Retinal Vein Occlusion
Pengobatan Laser
Grid Laser Photocoagulation tidak membantu mengembalikan kehilangan penglihatan akibat
edema makular pada pasien dengan oklusi vena retina central. Pada penelitian Central Vein
Occlusion, pasien (155 mata) dengan edema makular akibat oklusi vena central dan penglihatan 20/50
atau lebih buruk tidak menunjukkan perbaikan bermakna terhadpa penglihatan setelah 3 tahun
pengobatan dengan terapi grid laser, walaupun kebocoran fluorescein angiography menunjukkan
penurunan. Pada penelitian yang sama, scatter laser photocoagluation menurunkan resiko glaucoma
neovaskular diantara pasien dengan neovaskularisasi iris
Chorioretinal Venous Anastomosis
Chorioretinal Venous Anastomosis, prosedur dimana dlakukannya bypass pada obstruksi vena
yang dibuat dengan menggunakan terapi laser, disarankan pada pasien dengan oklusi vena central
perforasi. Pada penelitian acak yang membandingkan penggunaan laser-induced Chorioretinal
Venous Anastomosis dengan pengoabtan konvesional pada 113 pasien dengan oklusi vena retina
central, ketajaman penglihatan tidak berubah pada mata yang diterapi dengan laser, namun pada mata
tersebut, ada kehilangan kemampuan membaca 8 kalimat (hingga 2 baris) dari batasan pada saat bulan
18 (P = 0.03). Namun, neovaskularisasi akibat terapi laser berkembang pada 20% mata yang
mendapatkan terapi laser, dan vitrectomu untuk perdarahan vitreous dilakukan pada 10% pasien.
Akibat hal ini, keuntungan penggunaan Chorioretinal Venous Anastomosis psfs oklusi vena retina
central tidak sebanding dengan resiko klinis yang bermakna terhadap komplikasi pada mata.
Glukokortikoid
Injeksi Intravitreous triamcinolone diamati dengan penelitian SCORE pada 271 pasien dengan
oklusi vena retina central dan kehilangan penglihatan akibat edema makular. Pada tahun pertama,
peningkatan tajam penglihatan, yang dinilai berdasarkan kemampuan untuk membaca tambahan 15
kalimat *3 baris) atau lebih pada kartu mata, terjadi pada 27% pasien yang menerima 1 mg
triamcinolone, 26% pada pasien yang menerima 4 mg, dan 7% pada kontrol (P = 0.001 sebagai
![Page 7: Jurnal Dr.ihsan](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022071807/55cf9996550346d0339e24c5/html5/thumbnails/7.jpg)
perbandingan terhadap kontrol). Tingkat dari efek samping serupa pada semua pasien dengan oklusi
vena cabang retina pada penelitian SCORE. Penelitian terhadap injeksi intravitreous deksametason
melalui implan dikaitkan dengan waktu yang lebih pendek untuk mendapatkan tajam penglihatan
hingga 15 kata pada kartu mata untuk pasien dengan oklusi vena central, sebagaimana dengan oklusi
vena retina cabang seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Pada kedua penelitian triamcinolone
dan deksametason ini, terjadi peningkatan tekanan intraokular yang bermakna pada pasien yang
menerima pengobatan ini.
Obat Anti-VEGF
Ranibizumab dan Bevacizumab secara luas digunakan untuk pengobatan oklusi vena retina
central dan cabang. Pada Ranibizumab untuk pengobatan dari uji coba Treatment of Macular Edema
after Central Retinal Vein Occlusion (CRUISE), yang memasukkan 392 pasien dengan oklusi vena
retina central dan edema makula, jumlah pasien yang menunjukkan perbaikan tajam penglihatan yang
bermakna lebih tinggi pada kelompok ranibizumab dibandingkan pada kelompok injeksi palsu (46%
pada pasien yang menerima 0.3 mg ranizumab dan 48% yang menerima 0.5 mg vs 17% pada pasien
yang menerima injeksi palsu) Seperti pada uji coba BRAVO, yang menilai interfensi pasien yang
mendapatkan ranbiizumab pada pasien oklusi vena cabang retina dan oklusi vena central retina,
penelitian CRUISE menunjukkan tidak adanya perbedaan yang bermakna pada kejadian dari
gangguan vaskular sistemik diantara pasien dengan oklusi vena central retina dan penambahan
penglihatan pada pengobatan ranibizumab yang dapat dipertahankan hingga 12 bulan
PERMASALAHAN
Walaupun oklusi vena retina lebih sering terjadi pada orang berusia lebih dari 50 tahun, hal ini
juga dapat terjadi pada pasien muda tanpa adanya faktor resiko yang terlihat. Pada pasien muda,
oklusi vena retina dapat terjadi berdasarkan patogenesis yang berbeda, namun masih belum jelas
apakah gangguan koagulasi lebih sering terjadi pada pasien ini.
Uji coba untuk pengobatan glukokortikoid intraocular dan obat anti-VEGF dilakukan dengan
pemantauan jangka pendek. Uji coba jangka panjang dibutuhkan untuk menentukan apakah tambahan
perbaikan penglihatan dapat bertahan setelah 1 tahun, untuk menetapkan dosis optimal, dan
memastikan resiko dari terapi ini. Pada beberapa uji coba, pengobatan ditunda untuk perbaikan
spontan, namun masih belum jelas apakah pengobatan yang berbeda dapat dibandingkan jika
digunakan lebih cepat pada penyakit ini. Pada analisis hoc dari kedua uji coba terkait degenerasi
makular neovaskualr terkait penuaan, tingkat dari perdarahan nonocular termasuk perdarahan otak,
lebih tinggi pada pasien yang diobati dalam waktu 2 tahun dengan menggunakan injeksi intravitreous
ranibizumab setiap bulannya dibandingkan pada kelompok kontrol (7.8% vs 4.2%, P = 0.01).
Walaupun tingkat peningkatan dari kejadian vaskular tidak jelaskan pada penelitian terhadap obat
inraocular anti VEGF, data yang lebih lengkap dibutuhkan untuk menilai apakah pengobata anti-
![Page 8: Jurnal Dr.ihsan](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022071807/55cf9996550346d0339e24c5/html5/thumbnails/8.jpg)
VEGF meningkatan resiko dari penyakit kardiovaskular, terutama stroke, pada pasien dengan oklusi
vena retina.
Data masih kurang dari uji coba acak yang membandingkan pengobatan menggunakan
glukokortikoid dan anti-VEGF secara langsung yag menilai efek terhadap berbagai terapi kombinasi
(seperti laser plus anti-VEGF). Kebanyakan uji coba biasnaya mengeluarkan pasien dengan tajam
penglihatan yang buruk dan oklusi vena retina tanpa perfusi, dan masih belum jelas apakah jenis
terapi ini cocok untuk pasien.
Terapi sistemik lainnya juga sudah dicoba (hemodilusi, streptokinase, dan antikoagulan seperti
troxerutine dan ticlopidine), dan juga pendekatan bedah (radial optic neurotoy, yang dilakukan untuk
meningkatkan aliran vena pada optic disc, dan vitrectomy dengan arteriovenous sheathotomy, yang
dilakukan untuk membebaskan kompresi vena pada arteriovenous junction), namun pengobatan ini
masih belum terlalu diteliti. Prosedur bedah semakin sering dilakukan untuk menggantikan terapi
injeksi intraokular.
PEDOMAN UNTUK KOMUNTAS PROFESIONAL
The United Kingdom Royal College of Ophtalmologist sudah mengeluarkan panduan untuk
penanganan terhadap oklusi vena retina, namun panduan ini tidak dimasukkan ke dalam data pada
penelitian klinis ini
KESIMPULAN DAN SARAN
Pasien yang dijelaskan pada gambaran di atas yang mengalami oklusi vena cabang retina
supratemporal dengan edema makular. Peneliti menyarankan evaluasi mata, termasuk fundus
fluorescein angiography untuk menilai perfusi makular dan kebocorannya serta optical coherence
tomography untuk mengukur edema makular. Evaluasi sistemik oleh dokter umum dan penanganan
yang sesuai untuk mengurangi faktor resiko kardiovaskular (seperti hipertensi dan hiperlipidemia)
juga dianjurkan. Peneliti tidak menyarankan pemeriksaan terhadap gangguan koagulasi pada pasien
ini.
Peneliti akan membahas resiko pada pasien ini dan keuntungan dari penggunaan Grid Laser
Photocoagulation atau injeksi intraokular dengan menggunakan obat anti-VEGF. Keuntungan
penggunaan Grid Laser untuk terapi lini pertama terhadap oklusi vena cabang retina termasuk
ketersediaan dari data jangka panjang dari uji coba klinis yang menunjukkan peningkatan tajam
penglihatan, minimnya efek samping, dan murahnya biaya dibandingkan dengan terapi antiVEGF.
Pada kasus yang dipilih (contoh Dense Macular Hemorrhage yang menghalangi terapi laser), peneliti
mempertimbangkan penggunaan injeksi intraokular dengan obat anti-VEGF sebagai terapi lini
pertama; peneliti harus menjelaskan pada pasien tentang peningkatan kejadian tromboemboli arteri.
Pengobatan dengan implantasi deksametason dapat menjadi pilihan lain, namun masih sedikit bukti
yang menunjukkan adanya perbaikan dari ketajaman penglihatan di atas 3 bulan. Pasien harus diamati
secara teliti untuk tanda-tanda neovaskularisasi (contoh, pembuluh darah baru atau perdarahan
vitreous), yang membutuhkan scatter laser photocoagulation