jurnal cacing

8
165 PENDAHULUAN Kejadian infeksi cestoda atau Cestodosis pada ternak ayam buras cukup tinggi karena pemeliharaannya dilakukan secara tradisional (Poulsen et al ., 2000) . Prevalensi yang dilaporkan selama tiga dekade terakhir di wilayah Indonesia mencapai 60% hingga 100% pada ayam buras (Kusumamiharja, 1973; Sasmita, 1980; Ketaren dan Ari, 1988; He et al., 1991; Siahaan, 1993). Prevalensi yang tinggi pada ayam buras tersebut berpotensi sebagai sumber infeksi bagi ternak ayam ras dengan manajemen modern yang seharusnya rendah infeksinya (Eckman, 2001). Sebagai contohnya adalah pemeliharaan ayam ras petelur komersial dengan sistem baterei memiliki beberapa keuntungan, yaitu ruang gerak terbatas, hemat tempat per unit area, dan biaya pakan yang rendah sehingga lebih ekonomis dan praktis. Selain itu pemantauan mudah, berisiko kecil terhadap predator, pengaruh luar seperti dingin, panas, angin atau kelembaban, yang besar pengaruhnya terhadap kesehatan ternak. Faktor Analisis Faktor-Faktor Resiko Infeksi Cacing Pita pada Ayam Ras Petelur Komersial di Bogor (RISK FACTORS ANALYSIS OF CESTODES INFECTION OF COMMERCIAL CAGED LAYER CHICKENS IN BOGOR) Elok Budi Retnani * , Fadjar Satrija, Upik Kesumawati Hadi, Singgih Harsoyo Sigit Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor, Jl Agatis, Dramaga, Bogor. Telpon 0251-627272, Email: [email protected] ABSTRACT A cross-sectional study was conducted in Bogor Region, West Java for two months from June to July 2006. The aim of this research was to identify the risk factors of cestode infection in commercial caged layer chickens. A total of 202 chicken samples were collected from ten commercial caged layer chicken farms. The risk factors assumption included host factors, farm environment and management characteristic. Logistic regression model showed that cestode infection risk association (P<0,01) to host age, (P<0,05) to dry climate condition and open house farm management characteristic. This suggests that >50 months have higher risk (OR=5.6) than <20 months host age, dry climate condition have higher risk (OR=3.75) than wet, and open house farm management have higher risk (OR=27.24) than close house on the cestodes infection. Key words: Cestodes, caged layer chickens, infection risk factors, Oods-Ratio, Bogor. pakan yang selektif juga mengurangi peluang terjadinya penyakit yang ditularkan secara oral seperti kecacingan, baik penularan langsung mau pun melalui inang antara seperti cacing pita. Namun, masalah kecacingan pada ayam ras petelur justru secara signifikan menyebabkan kerugian cukup besar . Hal tersebut merupakan topik yang banyak dibahas dalam majalah-majalah ilmiah populer bidang peternakan maupun media massa lainnya oleh para praktisi baik peternak, konsultan kesehatan ternak termasuk dokter hewan. Mereka mengatakan bahwa infestasi cacing yang sering menggerogoti ayam petelur adalah cestoda. Ayam-ayam tersebut mendadak lesu, diare, radang usus disertai diare yang meluas jika terinfeksi berat, sehingga produksi menurun di bawah rata-rata, termasuk berat badan, laju pertumbuhan turun, produksi daging mau pun telur. Menurut mereka telah banyak dilakukan kajian berkelanjutan tentang upaya melenyapkan kecacingan tetapi tidak membuahkan hasil. Pemberantasan lalat dan kumbang di sekitar kandang merupakan Jurnal Veteriner September 2009 Vol. 10 No. 3 : 165-172 ISSN : 1411 - 8327

description

Jurnal tentang cacing

Transcript of jurnal cacing

Page 1: jurnal  cacing

165

PENDAHULUAN

Kejadian infeksi cestoda atau Cestodosispada ternak ayam buras cukup tinggi karenapemeliharaannya dilakukan secara tradisional(Poulsen et al., 2000) . Prevalensi yangdilaporkan selama tiga dekade terakhir diwilayah Indonesia mencapai 60% hingga 100%pada ayam buras (Kusumamiharja, 1973;Sasmita, 1980; Ketaren dan Ari, 1988; He et al.,1991; Siahaan, 1993). Prevalensi yang tinggipada ayam buras tersebut berpotensi sebagaisumber infeksi bagi ternak ayam ras denganmanajemen modern yang seharusnya rendahinfeksinya (Eckman, 2001). Sebagai contohnyaadalah pemeliharaan ayam ras petelur komersialdengan sistem baterei memiliki beberapakeuntungan, yaitu ruang gerak terbatas, hemattempat per unit area, dan biaya pakan yangrendah sehingga lebih ekonomis dan praktis.Selain itu pemantauan mudah, berisiko kecilterhadap predator, pengaruh luar seperti dingin,panas, angin atau kelembaban, yang besarpengaruhnya terhadap kesehatan ternak. Faktor

Analisis Faktor-Faktor Resiko Infeksi Cacing Pitapada Ayam Ras Petelur Komersial di Bogor

(RISK FACTORS ANALYSIS OF CESTODES INFECTIONOF COMMERCIAL CAGED LAYER CHICKENS IN BOGOR)

Elok Budi Retnani*, Fadjar Satrija,Upik Kesumawati Hadi, Singgih Harsoyo Sigit

Bagian Parasitologi dan Entomologi KesehatanDepartemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner

Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor, Jl Agatis, Dramaga, Bogor.Telpon 0251-627272, Email: [email protected]

ABSTRACT

A cross-sectional study was conducted in Bogor Region, West Java for two months from June to July2006. The aim of this research was to identify the risk factors of cestode infection in commercial cagedlayer chickens. A total of 202 chicken samples were collected from ten commercial caged layer chickenfarms. The risk factors assumption included host factors, farm environment and management characteristic.Logistic regression model showed that cestode infection risk association (P<0,01) to host age, (P<0,05) todry climate condition and open house farm management characteristic. This suggests that >50 monthshave higher risk (OR=5.6) than <20 months host age, dry climate condition have higher risk (OR=3.75)than wet, and open house farm management have higher risk (OR=27.24) than close house on the cestodesinfection.

Key words: Cestodes, caged layer chickens, infection risk factors, Oods-Ratio, Bogor.

pakan yang selektif juga mengurangi peluangterjadinya penyakit yang ditularkan secara oralseperti kecacingan, baik penularan langsungmau pun melalui inang antara seperti cacingpita. Namun, masalah kecacingan pada ayamras petelur justru secara signifikanmenyebabkan kerugian cukup besar. Haltersebut merupakan topik yang banyak dibahasdalam majalah-majalah ilmiah populer bidangpeternakan maupun media massa lainnya olehpara praktisi baik peternak, konsultan kesehatanternak termasuk dokter hewan. Merekamengatakan bahwa infestasi cacing yang seringmenggerogoti ayam petelur adalah cestoda.Ayam-ayam tersebut mendadak lesu, diare,radang usus disertai diare yang meluas jikaterinfeksi berat, sehingga produksi menurun dibawah rata-rata, termasuk berat badan, lajupertumbuhan turun, produksi daging mau puntelur. Menurut mereka telah banyak dilakukankajian berkelanjutan tentang upayamelenyapkan kecacingan tetapi tidakmembuahkan hasil. Pemberantasan lalat dankumbang di sekitar kandang merupakan

Jurnal Veteriner September 2009 Vol. 10 No. 3 : 165-172ISSN : 1411 - 8327

Page 2: jurnal  cacing

166

prioritas utama yang disarankan selainpemberian anthelmintika tetapi cestodosis tetapterjadi. Berdasarkan bukti-bukti di atas kiranyaperlu kajian secara ilmiah yang sampai saat inimasih sangat kurang dilakukan, baik melaluisurvei lapangan mau pun eksperimental dilaboratorium untuk menganalisis kejadiancestodosis khususnya pada ayam ras.

Laporan terbaru kasus cestodosis iniditemukan pada beberapa peternakan ayam raspetelur di wilayah sentra peternakan ayampetelur komersial di Kabupaten Bogor, JawaBarat (Zalizar, 2006) dengan prevalensi 24,75%(Retnani et al., 2007) dan rataan derajat infeksi0,273±0,905 hingga 17,913±53,954 ekor cacingper ekor ayam. Tiga genus cestoda yangditemukan pada pengamatan tersebut adalahRaillietina, Choanotaenia, dan Hymenolepis.Hasil pengamatan tersebut merupakaninformasi awal yang penting walau pun belumcukup sebagai landasan pengetahuan untukpengendalian cestodosis, mengingat adanyafaktor-faktor terkait lingkungan sertamanajemen peternakan secara umum yangmungkin memiliki kontribusi terhadapcestodosis.

Penelitian ini bertujuan untuk mendugafaktor-faktor risiko infeksi cestoda denganmenghitung nilai Odds-Ratio (OR) terhadapsetiap faktor yang terkait lingkungan danmanajemen peternakan. Telaah tentangberbagai faktor yang dapat menghambattindakan pengendalian cestodosis di lingkunganpeternakan ayam ras petelur di Indonesiasampai saat ini belum ada laporan ilmiahnya.Hasil penelitian yang diperoleh disertai dengankajian ilmiah tentang faktor-faktor yangberkaitan dengan transmisinya merupakaninformasi sangat penting untuk merancangstrategi pengendalian khususnya bagi kondisipeternakan dan budaya beternak di Indonesia.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan selama bulan Juni-Juli 2006 dengan metode Cross-sectional.Sebanyak 202 ekor sampel ayam asal 10peternakan ayam ras di Kabupaten Bogordikumpulkan secara acak sederhana menurutrumus ukuran sampel oleh Thrushfield (1995)Pencatatan data beberapa dugaan faktor risikoterjadinya infeksi cestoda dikelompokkanberdasarkan faktor ayam (berat badan, umur,ras, adanya kutuk, dan populasi), lingkungan

(tipe iklim dan pembuangan manur), danmanajemen (kandang, struktur kandang, danpemberian anthelmintika).

Saluran pencernaan ayam dikeluarkanuntuk mengumpulkan cestoda. Jumlah ayamyang terinfeksi serta jumlah cacing pada setiapindividu yang terinfeksi dihitung. Untuk melihatada atau tidak adanya pengaruh faktor-faktorrisiko terhadap tingkat kejadian (prevalensi)infeksi dianalisis dengan Chi-square (Steel danTorrie, 1999). Sedangkan besarnya pengaruhdari faktor-faktor tersebut dianalisis dengan UjiKorelasi Non-Parametrik dan Regresi Logistik.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Faktor-Faktor Ayam, Lingku-ngan, dan Manajemen terhadap PrevalensiCestodosis

Sampel ayam yang terkumpul dari 10peternakan berasal dari berbagai variasi umur,populasi, dan ras ayam serta adanyapemeliharaan kutuk (anak ayam) padapeternakan yang sama. Berdasarkan faktorlingkungan dan manajemen yang bervariasikondisi tipe iklimnya, periodisasi pembuanganlimbah manur, serta manajemen kandang danpemberian anthelmintika. Infeksi cestodaditemukan pada sebagian besar peternakanyaitu pada 8 peternakan selain peternakan Gungdan Gundur. Satu di antara dua peternakanyang tidak terinfeksi pada penelitian ini adalahpeternakan dengan sistem kandang tertutup(close house) yaitu Gundur. Prevalensicestodosis dihitung berdasarkan berbagai faktorrisiko terjadinya infeksi. Tidak semua faktoryang diamati berpengaruh secara nyataterhadap terjadinya infeksi. Tingkat prevalensiberdasarkan faktor inang, lingkungan sertamanajemen peternakan disajikan pada Tabel 1.Pada penelitian ini umur dan populasi ayam(P<0,01), tipe iklim lokasi peternakan (P<0,05),serta manajemen kandang (P<0,01) secara nyatamempengaruhi tingginya tingkat kejadiancestodosis.

Ayam yang lebih banyak terinfeksi (37%)berumur di atas 50 minggu, sedangkan yangberumur di bawah 20 minggu dan 20-50 mingguhanya terinfeksi sebanyak 10,34% dan 15,91%.Kejadian infeksi lebih tinggi (31,20%) terdapatpada kelompok peternakan yang populasi ternakayamnya >65 ribu ekor. Prevalensi tinggi(29,41%) juga terjadi pada peternakan yangterletak di daerah bertipe iklim kering dari pada

Retnani et al Jurnal Veteriner

Page 3: jurnal  cacing

167

yang beriklim basah (15,15%). Pengaruh yangnyata juga ditunjukkan oleh peternakan dengansistem kandang terbuka. Manajemen kandangdengan sistem tersebut ternyata menyebabkankejadian infeksi yang sangat tinggi (49%)dibandingkan dengan sistem tertutup yanghanya 1%. Faktor-faktor lain yaitu ras ayam,adanya pemeliharaan kutuk, periodisasipembuangan limbah manur, serta manajemenpemberian anthelmintika tidak terbukti secaranyata dapat mempengaruhi prevalensi cestodosispada penelitian ini.

Faktor-Faktor Risiko yang Diduga Mempe-ngaruhi Tingkat Kejadian Cestodosis

Besarnya pengaruh faktor risiko terhadapkejadian infeksi cestoda pada penelitian ini dapatdiduga dari nilai Oods-Ratio (OR) yangdisajikan pada Tabel 2, 3, 4, dan 5. Secara umumfaktor yang berpengaruh besar terhadap peluangterjadinya cestodosis pada penelitian ini adalahumur inang yaitu ayam yang berumur di atas

50 minggu berisiko infeksi 5,09:1,00dibandingkan dengan yang berumur di bawah20 minggu (P<0,01). Peternakan yang populasiayamnya >65 ribu ekor memiliki risikoterinfeksi lebih besar 2,72:1,00 dibandingkanyang populasinya di bawah 65 ekor (P<0,01).Demikian pula dengan faktor iklim danmanajemen kandang. Pada area peternakanyang bertipe iklim kering berisiko infeksi 2,33kali lipat dari iklim basah (P<0,05). Manajemenkandang dengan sistem kandang terbuka jauhlebih besar risiko infeksinya yaitu 13,07:1,00dibandingkan yang tertutup (P<0,05). Selaindengan nilai crude OR, nilai adjusted OR darifaktor-faktor yang memiliki nilai korelasi nyatabahkan sangat nyata (Uji Korelasi NonParametrik) terhadap kejadian infeksi cestodadisajikan pada Tabel 6 dan 7. Hasil penghi-tungan (Tabel 6) menunjukkan bahwa ayamberumur >50 minggu memiliki risiko terinfeksilebih tinggi 5,58 kali jika dibandingkan denganyang berumur <20 minggu, sedangkan dengan

Tabel 1 Prevalensi cestodosis berdasarkan faktor ayam, lingkungan, dan manajemen peternakan

*Faktor risiko secara nyata mempengaruhi tingkat kejadian cestodosis

1

2

3

Ayam

Lingkungan

Manajemen

Umur(minggu)

Populasi(ribu ekor)

Ras

Kutuk

Tipe iklim

Manur

Kandang

Strukturkandang

Antelmintik

<2020-50>50

d” 65 ribu ekor> 65 ribu ekor

Hisec , logmanHisec

Isa BrownLogman

Tidak ada kutukAda kutuk

BasahKering2 bulan

Tidak teraturOtomatisTertutupTerbuka

KayuNon kayu

Bat+puncakJika ada infeksiPeriodik 3-6 bl

58 44100 77125

67 11 80 44 92110 66136 22

169 11 33169

191 11 22 55125

6 7371139

20 120 926241040 6

43 1 149

49 1 61925

10,3415,91

37,00* 14,29*31,20

29,859,0925,0020,4528,2621,8215,15

29,41*27,27

25,44 9,09 3,03

28,99*

25,65 9,0927,2734,5520,00

Prevalensi(%)

n (ayam)

total infeksiFaktorNo

Jurnal Veteriner September 2009 Vol. 10 No. 3 : 165-172

Page 4: jurnal  cacing

168

Page 5: jurnal  cacing

169

Page 6: jurnal  cacing

170

umur 20-50 minggu walau pun lebih tinggirisikonya namun tidak nyata. Tabel 7 adalahhasil analisis dengan menambahkan faktoranthelmintika walau pun faktor tersebut tidakmenunjukkan korelasi yang nyata terhadapkejadian infeksi. Nilai adjusted OR pada Tabel7 menggambarkan pengaruh yang hampir samadengan nilai crude OR. Perubahan nilai OR padaadjusted OR terjadi karena perubahanketerkaitan atau variasi faktor-faktor risikoyang dianalisis secara bersama-sama (Tabel 2,3, 4, dan 5 dibandingkan dengan Tabel 6 dan 7).

Jenis-jenis cestoda yang ditemukan di lokasipeternakan tertentu berhubungan dengankeberadaan serangga yang berpotensi sebagaiinang antaranya. Pesatnya perkembanganpeternakan ayam meningkatkan pula kuantitaslimbah yang dihasilkan oleh aktifitaspeternakan tersebut. Salah satu limbahnyaadalah manur. Manur adalah material organiksebagai media yang ideal tempat perkembang-biakan serangga tertentu yang mungkin sebagaipengganggu atau pembawa agen penyakittermasuk telur cacing. Jika tinja ayam dalammanur mengandung telur cestoda kemudiantertelan oleh inang antara yang cocokselanjutnya berkembang menjadi sistiserkoidsebagai larva infektif bagi ayam. Keberadaandan jumlah sistiserkoid dalam tubuh inangantara menggambarkan tingkat kejadiancestodosis pada ayam di tempat dan waktutertentu (Mond et al., 2001). Beragamnya kondisifisik peternakan termasuk manajemen maupunsanitasi secara umum menunjukkan pulagambaran prevalensi cestodosis yang beragampada setiap peternakan. Kejadian terendahterjadi di peternakan tertutup. Pada sistemtersebut kadangnya berupa bangunan permanendengan distribusi pakan dan minum dengannipple secara otomatis sehingga tumpahanpakan mau pun air minum diminimalisir.Pemanenan telur juga menggunakan rodaberjalan dari dalam kandang selanjutnyadiseleksi di luar kandang. Kedalaman pitfalluntuk penampungan tinja tidak terlalu tingginamun pembuangan tinja disapu ke luarkandang secara elektrik dan diatur otomatis.manajemen yang demikian tidak memberipeluang untuk perkembangbiakan seranggasebagai inang antara yang potensial. Padakondisi yang demikian seharusnya tidak terjadicestodosis karena tidak ada peluang transmisi.Peternakan tersebut membeli ayam pulet dariperusahaan. Terjadinya infeksi diduga ketikasebelum ternak dimasukkan ke dalam kandang

baterei yaitu pada masa kutuk hingga pulet.Menurut pengamatan Siahaan (1993), Ueta danAvancini (1994) infeksi sestoda pada ayam burasyang diumbar dapat terjadi sejak sebelum pulet.Dua peternakan yang angka kejadiannya 0%salah satunya adalah peternakan tertutupdengan sistem kandang bongkar-pasang (knock-down) dan memelihara sendiri ayam petelursejak kutuk. Satu-satunya peternakan terbukayang angka cestodosisnya 0% juga memeliharakutuk, sanitasi sekitar kandang relatif kering,jarak antar flock maupun antara kandangbaterei dengan permukaan tanah relatif jauh.Keduanya memiliki kesamaan dalam halpemberian anthelmintika secara periodik teraturdengan anthelmintika berspektrum luas.

Faktor risiko infeksi parasit adalah semuafaktor yang secara nyata meningkatkan peluangterjadinya transmisi (stadium infektif) parasitsehingga menyebabkan inang sakit. Secaraalami, berbagai faktor tersebut tidak salingbebas dalam mendukung terjadinya penyakitbaik berkaitan sangat erat mau pun secaralonggar. Hubungan tersebut dapat dilihat darihasil analisis sehingga memperoleh nilai crudeOR dan adjusted OR. Pada Tabel 2 ditunjukkanbahwa faktor risiko yang berpengaruh nyataterhadap terjadinya infeksi hanya faktor umurayam yang berumur di atas 50 minggu. Selainpengaruh kepekaan ayam terhadap infeksicestoda adalah sepanjang umur produktif (Uetadan Avancini, 1994), kemungkinan karenamanajemen pemberian anthelmintika yangdiaplikasikan oleh setiap peternak. Dalam halaplikasi anthelmintika ternyata peternakandengan prevalensi cestodosis paling tinggipemberiaannya tidak teratur. Walaupunmenggunakan jenis obat yang berbeda secaraselang-seling ternyata satu diantaranya samasekali tidak efektif untuk eliminasi cestoda.Manajemen peternakan (Retnani et al., 2001),periode pengangkatan manur, serta manajemenpemberian anthelmintika yang sangat beragammenunjukkan perbedaan dalam peluangtransmisi cestoda. Walau pun hasil analisisfaktor pemberian anthelmintika danpambuangan manur tidak menunjukkanpengaruh yang nyata, namun nilai korelasinyamendekati nyata. Dengan demikian perludipertimbangkan nilai ekonomisnya. Banyakfaktor yang dapat meningkatkan keterpaparanterhadap parasit saluran pencernaan antara lainmanajemen yang buruk (Ashenafi dan Eshetu,2004). Peternakan dengan sistem kandangterbuka memiliki peluang terinfeksi lebih tinggi

Retnani et al Jurnal Veteriner

Page 7: jurnal  cacing

171

dibandingkan dengan tertutup. Pemilihansistem kandang yang digunakan harusdiimbangi dengan memperhatikan faktor risikoyang lain karena secara alami faktor-faktorrisiko tersebut tidak berdiri sendiri. Faktor agro-ekolologi seperti faktor perbedaan klimat jugamempengaruhi infeksi cestoda (Retnani et al.,2000; Mond et al., 2001). Di daerah datarantinggi dengan suhu lebih rendah, peluangterinfeksi lebih rendah (Eshetu et al., 2001)mungkin disebabkan terhambatnya perkem-bangan stadium awal larva infektif. Kepadatanpopulasi inang serta sumber infeksi antarpeternakan pasti berbeda, maka secara umumdapat dikatakan bahwa faktor-faktor biotik maupun abiotik yang meliputi inang, parasit,lingkungan, serta apa pun yang mendukungterjadinya transmisi sangat berpengaruhterhadap prevalensi.

Sistem peternakan modern telah dirancangsedemikian rupa sehingga dapat menekanfrekuensi infeksi endoparasit. Namunendoparasitosis masih terjadi pada sistem lantai/liter yaitu pada breeder dan broiler. Dari sudutpandang manajemen sistem baterei, jumlahmau pun prevalensi cestodosis yang ditemukanpada penelitian ini sulit dipahami. Perlu telaahlebih lanjut tentang waktu dan tempatterjadinya transmisi yang menyebabkantingginya prevalensi pada peternakan ayam raspetelur dalam kandang baterei. Perlu kajianmendalam untuk menjawab pertanyaanbagaimana prevalensi yang tinggi dapat terjadipadahal peluang terjadinya infeksi rendah. Olehkarena itu, kompleksitas masalah endoparasito-sis di peternakan dengan manajemen tertentuharus dipecahkan dengan strategi pengendalianterpadu. Tidak cukup hanya dengan eliminasiparasit secara periodik, perbaikan manajemenyang dapat menekan terjadinya transmisiendoparasit perlu dilakukan termasuk menekanpopulasi serangga yang berperan sebagai inangantara. Hasil analisis risiko infeksi padapenelitian ini besar kemungkinan berlakuspesifik pada peternakan tertentu denganberbagai ragam manajemennya. Perlumemperbanyak jumlah dan waktu pengamatanuntuk dapat memperoleh standar rekomendasipengendalian yang mendekati baku, walau punkenyataannya tidak sedikit kendala-kendalayang ditemukan di lapangan sehingga tidaksesuai dengan rancangan pengamatan yangtelah disusun sebelumnya. Kiranya nilai-nilaiOods-Ratio hasil penelitian ini merupakanpengetahuan yang perlu dipertimbangkan dalam

praktek peternakan pada ayam ras petelurkomersial. Informasi standar manajemenpemeliharaan ternak merupakan salah satu halyang menunjang perkembangan peternakanmelalui pengembangan teknologi pengendalianpenyakit secara terpadu dalam upayameningkatkan produktivitas ternak (Talib et al.,2007).

SIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang dilakukandiperoleh kesimpulan bahwa faktor inang yangberisiko terinfeksi sestoda lebih tinggi (OR=5,06)adalah ayam yang berumur >50 minggudibandingkan dengan umur <20 minggu.Sedangkan faktor lingkungan dan manajemenyang berisiko terinfeksi cestoda lebih tinggiadalah area bertipe iklim kering (OR=3,75) danpeternakan dengan sistem kandang terbuka(OR=27,24). Manajemen pemberian anthel-mintik pada peternakan yang diamati tidakmenunjukkan risiko yang nyata terhadapterjadinya infeksi cestoda. Besarnya peluangrisiko infeksi dapat berubah dengan berubahnyavariasi berbagai faktor-faktor terkait.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepadaProgram Penelitian Hibah A3 FKH IPB tahunanggaran 2006 yang telah membantu membiayaipenelitian ini. Penulis juga mengucapkanterimakasih kepada drh Syaiful Akhyar, drhTrioso Poernawarman Msi, dan DinasPeternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor,atas segala saran dan kemudahan yangdiberikan selama penelitian lapangan. Terimakasih secara khusus juga ditujukan kepadaseluruh staf dan pegawai Lab Helmintologi danEntomologi Kesehatan Dep IPHK FKH IPB.

DAFTAR PUSTAKA

Ashenafi H , Eshetu Y. 2004. Study ongastrointestinal helminths of local chickensin Central Ethiopia. Revue Med Vet 155(10):504-507.

Eckman MK. 2001. Worm control programs inreplacement commercial layer and breederconsiderations and options. Tech. Point.Elanco Animal Health.

Jurnal Veteriner September 2009 Vol. 10 No. 3 : 165-172

Page 8: jurnal  cacing

172

EshetuJ. Mulualim E, Ibrahim H, Berhanu A,Aberra K. 2001. Study of gastrointestinalhelminths of scavenging chikens in fourrural districts of Amhara region, Ethiopia.Re. Sci Tech Off In. Epiz 20(3): 791-796.

He S, Susilowati VEHS, Tiuria R, Purwati E.1990. Taksiran kerugian produksi dagingakibat infeksi alamiah daging saluranpencernaan pada ayam buras di Bogor dansekitarnya. Seminar Parasitologi NasionalVI dan Kongres P4I V. Kumpulan Abstrak.

Ketaren K, Arif M. 1988. Studi epidemiologiparasit-parasit cacing ayam buras diSulawesi Selatan Seminar ParasitologiNasional V dan Kongres P4I IV. KumpulanAbstrak.

Kusumamihardja S. 1973. Distribusi ParasitAyam di Jawa Barat dan Jawa Tengah(Laporan Survai). Bogor. DepartemenIPHK, Fakultas Kedokteran Hewan, IPB.

Mond AK, Malholtra SK, Capoor VN. 2001.Maturity status and seasonality ofRaillietina (Raillietina) permista (Southwelland Lake) infesting poultry of an Indiansub-humid region. Exp Pathol Parasitol.4(5): 13-20.

Poulsen J, Permin A, HindsboL O, Yelifari L,Nansen P, Bloch P. 2000. Prevalensce anddistribution of gastro-intestinal heminthsand haemoparasites in young scavengingchikens in upper eastern region of Ghana,West Africa. Preventive Vet Med 45(3-4):237-245.

Retnani EB, Ridwan Y, Tiuria R, Satrija F. 2001.Dinamika populasi cacing saluranpencernaan ayam kampung : 1. Pengaruhtipe iklim fluktuasi populasi cacing saluranpencernaan ayam kampung. MediaVeteriner 8 : 10-13.

Retnani EB, Ridwan Y, Tiuria R, Satrija F.2000. Dinamika populasi cacing saluran

pencernaan ayam kampung : 2 Pengaruhpemeliharaan di kandang dan diumbarterhadap fluktuasi populasi cacing.Prosiding Seminar Nasional. Perkum-pulan Pemberantasan Penyakit ParasitikIndonesia. Denpasar, 21-24 Februari 2000.

Retnani EB, Satrija F, Hadi UK, Sigit SH. 2007.Prevalensi dan derajat infeksi cacing pitapada ayam ras petelur komersial di daerahBogor. Jurnal Veteriner 8(3): 139-146.

Sasmita R. 1980. Infestasi cacing Nematoda danCestoda dalam saluran pencernaan ayampotong di Surabaya. Risalah SeminarPenyakit Reproduksi dan Unggas. 257 –268.

Siahaan PM. 1993. Identifikasi dan PengaruhCacing Parasit pada saluran PencernaanAyam Buras di Kotamadya Medan danSekitarnya. Thesis . Bogor. InstitutPertanian Bogor.

Steel RGD, Torrie H. 1999. Prinsip danProsedur Statistika: Suatu PendekatanBiometrik. Ed. II. Jakarta. GramediaPustaka Utama.

Talib C, Inounu I, Bamualim A. 2007.Restrukturisasi Peternakan di Indonesia.Bogor. Pusat Penelitian dan PengembanganPeternakan.

Thrusfield M. 1995. Veterinary Epidemiology.2nd. Dept. Vet. Clinical Studies Royal (Dick)School Vet. Studies. University ofEdinburgh.

Ueta MT, Avancini RM. 1994. Studies on theinfluence of age in the infection of cagedchickens by Raillietina laticanalis and onthe susceptibility to reinfection. Vet Parasitol52(1-2):157-62.

Zalizar L. 2006. Dampak Infeksi CacingAscaridia galli dan Pemberian AntelmintikaTerhadap Kinerja Ayam Petelur. Desertasi.Bogor. Institut Pertanian Bogor.

Retnani et al Jurnal Veteriner