jurnal baru

23
PENDAHULUAN Korupsi merupakan penyakit yang menjangkiti seluruh negeri di dunia. Tidak terkecuali di Indonesia. Bermacam-macam pandangan yang melahirkan stigma yang berbeda pula. Namun apapun pandangan setiap orang tentang korupsi, kita sampai pada kesimpulan bahwa korupsi adalah “benalu sosial” yang merusak struktur pemerintahan, dan menjadi penghambat utama terhadap jalannya pemerintahan dan pembangunan pada umumnya. Sehingga digolongkan dalam tindak kejahatan yang sangat luar biasa. Indonesia merupakan negeri dengan mayoritas muslim terbesar di dunia. Namun perkara yang sangat dilematis tengah dihadapi bangsa ini adalah kejahatan korupsi yang tumbuh subur disegala bidang dan lapisan masyarakat. Bahkan tidak tanggung-tanggung pejabat sekelas Mentri Agama pernah ada yang terlibat dengan kasus korupsi. Tidak hanya itu, sebuah pemberitaan di TV telah menayangkan adanya tindak pidana korupsi dalam pengadaan Al-Qur’an. Dimana letak nilai-nilai Islam? Apakah ajaran agama ini tidak mampu membendung perilaku umatnya agar meninggalkan perkara yang merusak tatanan sosial. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk pemidanaan dalam sistem hukum Indonesia dan sistem hukum Islam terhadap pemidanaan tindak pidana korupsi. Serta, proses eksekusi terhadap tindak pidana

Transcript of jurnal baru

Page 1: jurnal baru

PENDAHULUAN

Korupsi merupakan penyakit yang menjangkiti seluruh negeri di dunia.

Tidak terkecuali di Indonesia. Bermacam-macam pandangan yang melahirkan

stigma yang berbeda pula. Namun apapun pandangan setiap orang tentang

korupsi, kita sampai pada kesimpulan bahwa korupsi adalah “benalu sosial” yang

merusak struktur pemerintahan, dan menjadi penghambat utama terhadap jalannya

pemerintahan dan pembangunan pada umumnya. Sehingga digolongkan dalam

tindak kejahatan yang sangat luar biasa.

Indonesia merupakan negeri dengan mayoritas muslim terbesar di dunia.

Namun perkara yang sangat dilematis tengah dihadapi bangsa ini adalah kejahatan

korupsi yang tumbuh subur disegala bidang dan lapisan masyarakat. Bahkan tidak

tanggung-tanggung pejabat sekelas Mentri Agama pernah ada yang terlibat

dengan kasus korupsi. Tidak hanya itu, sebuah pemberitaan di TV telah

menayangkan adanya tindak pidana korupsi dalam pengadaan Al-Qur’an. Dimana

letak nilai-nilai Islam? Apakah ajaran agama ini tidak mampu membendung

perilaku umatnya agar meninggalkan perkara yang merusak tatanan sosial.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk pemidanaan dalam sistem

hukum Indonesia dan sistem hukum Islam terhadap pemidanaan tindak pidana

korupsi. Serta, proses eksekusi terhadap tindak pidana korupsi dalam sistem

hukum Indonesia dan sistem hukum Islam.

Korupsi dalam sistem hukum Indonesia dan sistem hukum Islam

Dari berbagai literatur yang ada, kata korupsi berasal dari bahasa latin yakni

corruptio atau corruptus yang artinya suatu perbuatan yang busuk, buruk, bejat,

tidak jujur, tidak bermoral, berkhianat, menyimpang dari kesucian, dan

sebagainya. Dari bahasa latin inilah turun kebanyak bahasa Eropa seperti Inggris

yaitu corruption, corrupt; Prancis, corruption; dan Belanda, yaitu corruptive

(korruptie). Asumsi kuat menyatakan bahwa dari bahasa Belanda inilah turun

kebahasa Indonesia yakni “korupsi”.(Hartati,2008)

Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas

Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindank Pidana

Korupsi menyebutkan tiga unsur korupsi yakni : memperkaya diri sendiri atau

Page 2: jurnal baru

orang lain atau suatu korporasi, perbuatan melawan hukum, merugikan keuangan

atau perekonomian negara.

Sementara menurut pandangan Islam, kata korupsi memang tidak ditemukan

dalam Al-Qur’an ataupun Hadis. Namun bukan berarti korupsi tidak dilarang

dalam ajaran Islam. Karena jika dilakukan penelusuran terhadap sejarah

peradaban Islam pada masa Rasulullah saw. Terdapat beberapa peristiwa yang

mengandung unsur sama dengan korupsi. Diantara peristiwa tersebut adalah :

peristiwa hilangnya Buludru Merah pada saat perang Badar, peristiwa harta

rampasan perang pada saat perang Uhud, peristiwa ghulul manik-manik pada saat

penaklukan khaibar, peristiwa pemberian hadiah.(Irfan,2008)

Peristiwa hilangnya Buludru Merah pada saat perang Badar. Hilangnya

buludru merah yang disebutkan dalam HR. Tirmizi yang menyangkakan rasulullah

yang mengambil buludru tersebut. Sehingga turun firman Allah SAW Qs. Ali

Imran Ayat 161 yang menegaskan bahwa tidak mungkin seorang nabi berkhianat

dalam urusan harta rampasan perang (ghulul). Peristiwa hilangnya beludru merah

seperti tersebut dalam sumber di atas dinyatakan sebagai sebab turunnya Qs. Ali

Imran [3] : 161 yang berbunyi :

Artinya :“Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu, kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya.”

Peristiwa harta rampasan perang pada saat perang Uhud. Peristiwa ini

disimpulkan bahwa pada awalnya pasukan Rasulullah saw berhasil mengalahkan

kaum musyrikin, karena melihat musuh lari kocar-kacir maka pasukan pemanah

yang ditempatkan di depan sebagai pelindung rasulullah saw berhamburan berebut

harta rampasan perang dan seketika kemenangan mereka menjadi kekalahan.

Peristiwa ghulul manik-manik pada saat penaklukan khaibar. Pada saat itu

seseorang dari Bani Asyja’ meninggal dunia, akan tetapi nabi justru

Page 3: jurnal baru

memerintahkan para sahabatnya untuk menyalatkan jenaza tersebut. Lalu para

sahabat terheran. Dan nabi menjelaskan “sesungguhnya kawanmu telah

melakukan ghulul dalam perang”. Zaid mengatakan bahwa kemudian para

sahabat memeriksa barang-barangnya, lalu ditemukan manic-manik (mutiara)

milik orang Yahudi yang harganya di bawah dua dirham.

Peristiwa pemberian hadiah. Peristiwa ini terjadi ketika seseorang yang

bernama Ibn At-Tabaiyah ditugaskan untuk menjadi pejabat pemungut zakat di

Bani Sulaim. Ketika dalam suatu tugasnya ia menerimah sebuah hadiah dari

seseorang yang membayarkan pajak. Kemudian mengatakan hal tersebut kepada

rasulullah, rasulullah saw berdiri diatas mimbar dan mengumumkan hal tersebut.

Hal tersebut dijelaskan dalam hadis riwayat Bukhari.

Beberapa peristiwa diatas memperlihatkan betapa perbuatan korupsi

dilarang oleh agama Islam. Hal ini dikarenakan korupsi yang merupakan

perbuatan memperkaya diri atau orang lain atau suatu korporasi dilakukan dengan

jalan yang tidak benar / melalui kecurangan atau disebut dengan jalan yang bathil.

Larangan ini ditegaskan dalam Qs. Al-Baqarah [2] ayat 188 yang berbunyi :

Artinya :“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui”.

Beberapa jalan yang bathil diantaranya harta yang didapatkan melalui jalan:

risywah (suap menyuap), Ghulul (penggelapan), Khianat, dan Ghazab

(mengambil hak/harta secara paksa).(Irfan,2008)

Risywah yakni pemberian yang diberikan kepada seseorang untuk suatu

tujuan tertentu yang biasanya dalam rangka membenarkan sesuatu yang salah dan

menyalahkan sesuatu yang benar. Beberapa nash dalam al-Qu’an dan sunnatullah

telah menegaskan haramnya risywah sebagaimana dalam firmal Allah SWT

dalam surat Al-Baqarah ayat 188 dimana larangan memakan harta yang lain

Page 4: jurnal baru

dengan jalan yang bathil. Sedangkan hadist rasulullah saw. yang menjelaskan

tentang keharaman risywah diungkap secara sharih (tegas dan jelas), antara lain

sebagai berikut:

� �ِم الُح�ْك في �ِش�ي َت �ُم�ْر� َو�ال اِش�ي الْر� َع�َل�ى الَله �ُة� �ْع�َن ل

 Artinya : “Laknat Allah bagi penyuap dan yang menerima suap dalam hukum” (H.R. Ahmad, Abu Dawud dan at-Tirmidzi)

Ghulul (penggelapan). Penjelasan tentang ghulul terdapat dala Qs. Ali

Imran [3] ayat : 161 yang berbunyi :

Artinya : "Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. Barang siapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, pada hari kiamat, ia akan datang membawa apa yang dikhianatinya itu, kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal sedangkan mereka tidak dianiaya."

Dalam ayat di atas, makna ghulul adalah mengambil sesuatu dari harta

rampasan perang yang tidak boleh dimanfaatkan sebelum pembagian. Ghulul

masuk kategori pengkhianatan dan dosa besar. Kemudian, istilah ghulul  dipakai

untuk pengkhianatan dalam masalah harta sebagaimana yang dijelaskan

Rasulullah saw, hadiah yang diterima oleh seorang pejabat atau pemimpin karena

jabatannya itu termasuk ghulul yang diharamkan Allah SWT.

Dalam Islam sendiri, Islam telah memerintahkan untuk berlaku amanah dan

melarang untuk berbuat khianat. Hal tersebut telah ditegaskan dalam firman Allah

SWT dalam Qs. Al-Anfaal [8] : 27, yang berbunyi :

Artinya :“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui”.

Ghazab (mengambil hak/harta secara paksa). Dari definisi yang

dikemukakan para ulama diatas terlihat jelas bahwa ghasab tidak sama dengan

Page 5: jurnal baru

mencuri, karena mencuri dilakukan secara sembunyi sedangkan ghasab dilakukan

secara terang-terangan dan sewenang-wenang. Bahkan ghasab sering diartikan

sebagai menggunakan/memanfaatkan harta orang lain tanpa seijin pemiliknya,

dengan tidak bermaksud memilikinya.

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Lokasi dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Perpustakaan Fakultas Hukum dan Perpustakaan

Umum Universitas Hasanuddin Makassar. Adapun jenis penelitian yang

digunakan digukanan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis-

normatif yang arahnya lebih berfokus pada studi kepustakaan.

Metode pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang diterapkan dalam penelitian ini adalah

menggunkan teknik studi kepustakaan yaitu teknik atau prosedur telaah dengan

berpedoman pada beberapa asas hukum, kaidah kaidah hukum, maupun prinsip-

prinsip hukum yang berkaitan dengan substansi peraturan perundang undangan

yang bersifat umum dan khusus. . Sehingga dapat menjawab isu hukum yang

terkait dengan pemidanaan tindak pidana korupsi dalam sistem hukum Indonesia

dan sistem hukum Islam.(Marzuki,2005)

Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif,

kemudian disajikan secara kualitatif. Yaitu usaha untuk menjelaskan,

menguraikan, dan menggambarkan permasalahan-permasalahn yang berkaitan

dengan penelitian ini untuk mendapatkan sebuah kesimpulan.

HASIL

Pemidanaan Tindak Pidana Korupsi dalam Sistem Hukum Indonesia

Pemidanaan tindak pidana korupsi dalam hukum Indonesia telah ditentukan

dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-

undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidan Korupsi.

Page 6: jurnal baru

Dimana dalam undang-undang ini menetapkan pemidaan terhadap tindak pidana

korupsi terdiri atas : pidana pokok dan pidana tambahan.

Pidana Pokok yang terdiri atas : pidana mati, pidana penajara dan pidana

denda. Pidana mati dalam undang-undang tindak pidana korupsi dijatuhkan bagi

pelaku tindak pidana korupsi yang melakukan korupsi dalam keadaan tertentu.

“Keadaan tertentu” yang dimaksud adalah keadaan yang dapat dijadikan alasan

pemberat pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi yaitu apabila tindak pidana

tersebut dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan

keadaan bahaya, becana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial

yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan pengulangan

tindak pidana korupsi. (pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999).

Pidana penjara dalam undang-undang tindak pidana korupsi ditetapkan seumur

hidup atau batas minimal adalah 1 (satu) tahun penjara dan batas maksimal adalah

20 tahun penjara. Akan tetapi terdapat pengecualian dalam pasal 12A yakni

terhadap tindak pidana korupsi yang nilainya kurang dari Rp 5.000.000,- (lima

juta rupiah) dipidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun tanpa menetapkan batas

minimalnya. Pidana denda dalam ketentuan undang-undang tindak pidana

korupsi yakni minimal Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dan maksimal Rp

1.000.000.000,- (satu milyar rupiah). Seperti halnya pidana penjara, pengecualian

pidana denda diatas diberikan pada tindak pidana korupsi yang nilainya kurang

dari Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah), dimana pidana denda yang diberikan paling

banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah), hal tersebut diatur dalam pasal

12A.

Dalam hal terpidana tidak mampu membayar pidana dendan yang

ditetapkan, maka sesuai dengan pasal 30 ayat (2) KUHP yang berbunyi : “Jika

pidana denda tidak dibayar, ia diganti dengan pidana kurungan”. Sementara

besarnya pidana kurungan pengganti denda diatur dalam pasal 30 ayat (3) yang

berbunyi : “Lamanya pidanan kurungan pengganti paling sedikit satu hari dan

paling lama enam bulan”. Akan tetapi jika ada pemberatan pidana maka lamanya

pidana kurungan pengganti denda bisa mencapai delapan bulan, hal ini diatur

dalam pasal 30 ayat (5) yang berbunyi : “jika ada pemberatan pidana denda

Page 7: jurnal baru

disebabkan disebabkan karena pembarengan atau pengulangan, atau karena

ketentuan pasal 52, maka pidana kurungan pengganti paling lama delapan bulan”.

Mengenai pidana tambahan diatur dalam pasal 18 ayat (1) berbunyi :

“Selain pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana (KUHP), sebagai pidana tambahan adalah :

Perampasan barang bergerak yang berwujud atau tidak berwujud atau barang tidak

bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, termasuk

perusahaan milik terpidana dimana tindak pidana korupsi dilakukan, begitu pula dari barang

yang menggantikan barang-barang tersebut.

Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta

benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi.

Penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1 (satu) tahun.

Pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau

sebagian keuntungan tertentu, yang telah atau dapat diberikan oleh pemerintah kepada

terdakwa.

Selanjutnya dalam ayat (2) disebutkan : “Jika terpidana tidak membayar

uang pengganti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b paling lama dalam

waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh

kekuatan hukum tetap, maka harta benda dapat disita oleh jaksa dan dilelang

untuk menutupi uang pengganti tersebut. Dalam ayat (3) : “Dalam hal terpidana

tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, maka dipidana dengan pidana

penjara yang lamanya tidak melebihi ancaman maksimum dari pidana pokoknya

sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini dan lamanya pidana tersebut

sudah ditentukan dalam putusan pengadilan.

Pemidanaan Tindak Pidana Korupsi dalam Sistem Hukum Indonesia

Korupsi dalam pandangan hukum Islam bukanlah merupakan jarimah hudud

(had) dan bukan pula merupakan jarimah qishas. Namun, bukan berarti korupsi

tidak dapat dihukum, karena pada dasarnya korupsi merupakan perbuatan yang

telah dilarang oleh syara’ namun jenis janjinya belum diatur / disebutkan dalam

Al-Qur’an ataupun hadis Nabi saw. Hak ini jelas menggolongkan korupsi

kedalam jarimah ta’zir. Sehingga penetapan sanksi/uqabah diserahkan kepada ulil

Page 8: jurnal baru

amri (penguasa) yang penetapannya tetap mengacuh pada AL-Qur’an dan Hadis

Nabi saw.(Al-Faruq,2009)

Adapun uqabah yang dapat dijatuhakan terhadap tindak pidana korupsi

sebagai jarimah ta’zir adalah sebagai berikut : sanksi ta’zir yang berkaitan dengan

badan, sanksi ta’zir yang berkaitan dengan kemerdekaan seseorang, sanksi ta’zir

yang berkaitan dengan harta.(Irfan,2013)

Sanksi ta’zir yang berkaitan dengan badan terdiri atas : hukuman mati dan

hukuman jilid. Hukuman mati adalah menjatuhkan hukuman kepada seseorang

yang telah dinyatakan bersalah dengan cara menghilangkan nyawanya. Dalam

hukum Islam, pemberian hukuman mati terhadap jarimah ta’zir masih menjadi

perdebatan, beberapa ulama menyatakan bahwa pidana mati terhadap jarimah

ta’zir diperbolehkan, namun ada pula yang melarang penjatuhan hukuman mati

sebagai sanksi ta’zir. Hukuman Jilid, jilid atau lebih dikenal dengan hukuman

cambuk adalah hukuman yang dilakukan dengan memukul terhukum dengan

cambuk atau alat sejenis lainnya seperti tongkat, batang dahan. Jilid sendiri

merupakan salah satu dari jenis jarimah hudud. Namun, hal ini juga berlaku dalam

jarimah ta’zir dengan memberikan kewenangan kepada qadhi (hakim) untuk

menetapkan jumlahnya yang disesuaikan dengan kondisi pelaku, situasi dan

tempat kejadian.

Sanksi ta’zir yang berkaitan dengan kemerdekaan seseorang yang terdiri

atas : hukuman penjara merupakan perampasan kemerdekaan terhadap seseorang

yang telah ditetapakan besalah yang dilakukan dengan menempatkan seseorang

didalam suatu ruangan. Pemenjaraan secara syar’I adalah menghalangi seseorang

untuk mengatur dirinya sendiri. Pemenjaraan bisa dilakukan di rumah, masjid,

penjara atau tempat-tempat lainnya. Hukuman Pengasingan, Pengasingan adalah

membuang seseorang ditempat yang jauh. Sebagaimana yag tercantum dalam Al-

Qur’an surah Al-Ma’idah ayat 33 yang artinya :

“Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan embuat kerusakan di muka bumi ini, hanyalah mereka dibunuh, atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal-balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu sebagai suatu penghinaan untuk mereka di dunia dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar.”

Page 9: jurnal baru

Dari ayat tersebut diketahui bahwa hukuman pengasingan (di buang) telah

diatur di dalam nash Al-Qur’an, ini berarti bahwa hukuman pengasingan

merupakan hukuman had. Namun, dalam prakteknya, hukuman pengasingan juga

diterapkan terhadap hukuman ta’zir.Hukuman pengasingan ini dijatuhkan kepada

kepada pelaku jarimah yag dikhawatirkan dapat memberi pengaruh buruk

terhadap masyarakat. Dengan diasingkannya pelaku, mereka akan terhindar dari

pelaku tersebut.

Sanksi ta’zir yang berkaitan dengan harta yang terdiri atas : Al-Itlaf

(menghancurkannya), penghancuran terhadap barang sebagai hukuman ta’zir

berlaku untuk barang-barang yang menandung kemudaratan. Misalnya, kahilafa

Umar Bin Khattab pernah memutuskan membakar kios minuman keras milik

Ruwaisyid. Al-Gayir (mengubahnya), hukuman ta’zir yang berupa mengubah

harta pelaku, antara lain merubah patung yang disembah oleh orang muslim

dengan cara memotong bagian kepalanya sehingga mirip pohon atau vas bunga.

Al-Tamlik (memilikinya), hukuman ta’zir berupa pemilikan harta pelaku, antara

lai Rasulullah saw. Melipat gandakan denda bagi pelaku pencuari buah-buahan

disamping hukuman cambuk. Demikian pula keputusan khalifah Umar yang

melipat gandakan bagi orang yang menggelakan barang temuan. Hukuman denda

tersebut, dapat merupakan hukuman pokok yang berdiri sendiri, namun bisa saja

hukuman denda digabungkan dengan hukuman pokok yang lainnya, misalnya :

hukuman denda yang disertai dengan cambukan.

Selain hukuman ta’zir yang telah disebutkan diatas, masih ada beberapa

hukuman ta’zir yang lain, yaitu : peringatan keras, dihadirkan di hadapan

persidangan, nasehat, celaan, pengucilan, pemecatan, pengumuman kesalahan

secara terbuka, seperti diberitakan dimedia cetak dan elektronik.

Selain ‘uqabah tersebut, Nurul Irfan (Korupsi dalam Hukum Pidana Islam :

2011) berpendaat bahwa sanksi moral, sanksi sosial, dan sanksi akhirat tidak bisa

ditemkan dalam berbagai rumusan pasa undang-undang No. 31 tahun 1999

(sebagaimana telah dirumuskan dalam UU No.21 tahun 2000) tentang

pemberantasan tindak pidana korupsi. Hal ini bisa dimengerti karena bahasa

hukum berbeda dengan bahasa moral atau akhlak. Bahasa hukum pidana dengan

Page 10: jurnal baru

berbagai rumusan pasal-pasalnya lebih pada pelalsanaan tekhnis penerapan

sanksi-sanksi, baik berupa pidana kurungan, pidana penjara, pidana seumur hidup,

pidana denda maupun pidana mati. Tidak ada satupun jenis denda yang

dihubungkan dengan persoalan moral atau akhlak.

PEMBAHASAN

Penelitian ini menunjukkan bahwa tindak pidana korupsi dikualifikasikan

sebagai kejahatan yang luar biasa (extra ordinary crime) sehingga memerlukan

penangan yang luar biasa pula (extra ordinary measure). Oleh karena itu, dalam

undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi yang dituangkan dalam

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang

Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan tindak pidana korupsi, memuat

ketentuan-ketentuan pidana yang berbeda dengan undang-undang sebelumnya,

yakni menentukan ancaman pidana minimum khusus/stesel pemidanaan minimum

yang dapat dilihat pada 2 (dua) bentuk pokok korupsi yang diatur pada pasal 2 dan

3 undang-undang korupsi yang masing-masing menentukan adanya pidana

minimal khusus terhadap masing-masing perbuatan baik dalam bentuk pidana

penjara maupun dalam bentuk pidana denda, pidana denda yang lebih tinggi, dan

ancaman pidana mati yang merupakan pemberatan pidana bagi pelaku tindak

pidana korupsi yang melakukan korupsi dalam “keadaan tertentu”. Selain itu,

undang-undang ini memuat juga pidana penjara bagi pelaku tindak pidana korupsi

yang tidak membayar pidana tambahan berupa uang pengganti kerugian negara.

Jika dilihat dari sudut pandang agama dalam hal ini Islam, terlihat jelas

bahwa perilaku korupsi sangat bertentangan/bersebrangan dengan ajaran agama

Islam. Dimana dalam pandangan agama Islam sebagai agama rahmatan lil’alamin

sangat menjunjung tinggi pemeliharaan akan kesucian baik lahir maupun batin.

Ajaran Islam menghendaki agar manusia (umat Islam) dalam melakukan sesuatu

harus sesuai dengan fitrahnya, yakni apa yang telah ditentukan dalam Al-Qur’an

dan Al-Hadis yang merupakan sumber hukum yang tertinggi. Pemeliharaan akan

kesucian begitu ditekankan dalam hukum Islam agar umat manusia tidak

terjerumus dalam perbuatan kehinaan atau kezaliman baik terhadap dirinya sendiri

Page 11: jurnal baru

maupun orang lain. Diantara kebijaksanaan dan kasih sayang Allah SWT kepada

hamba-Nya ialah Dia menetapkan sanksi yang menjerakan bagi setiap pelaku

maksiat yang merusak tatanan kehidupan manusia dan merusak keamanan harta

mereka.

Dari beberapa peristiwa tersebut terlihat bahwa Nabi saw tampaknya tidak

melakukan kriminalisasi perbuatan korupsi yang terjadi di zamannya. Dalam

menangani korupsi tampak lebih banyak melakukan pembinaan moral dengan

menanamkan kesadaran untuk untuk menghindari perbuatan korupsi dan

mengingatkan hukum uhkrowi yang akan ditimpakan terhadap pelakunya. Dengan

berbagai kesempatan Nabi saw. mengingatkan bahwa pelaku korupsi akan masuk

neraka sekaligus jumlah nominalnya amat kecil seperti seutas tali sepatu atau

sebuah mantel. Barangkali karena jumlah nominal korupsi yag dilakukan di

zamannya amat kecil, Nabi saw. tidak melakukan pendekatan kriminalisasi

tindakan korupsi. Namun demikian dalam hukum syariah tidak berarti bahwa

perbuatan korupsi tidak dapat dipidana. Dalam syariat ada sistem pidana ta’zir,

yaitu suatu kewenangan yang diberikan kepada memilik kewenangan untuk

melakukan kebijakan kriminalisasi terhadap kejahatan dalam Al-Qur’an dan

sunnah Nabi saw karena nominal korupsi di zaman Nabi saw. kecil, mungkin juga

beliau dengan sengaja untuk menyerahkan kepada kebijakan umatnya sendiri

untuk melakukan kriminalisasi korupsi sesuai dengan perkembagan taraf

kehidupan masyarakat dizamannya masing-masing.(Anwar,2008)

Dalam sebuah hadis, Rasulullah saw. menyatakan bahwa kelak dihari

kiamat seorang koruptor sama sekali tidak bisa mengelak dan menyembunyikan

aib yang pernah dilakukannya. Walaupun kriteria harta yang akan ditampakkan

diakhirat kelak, sebagaimana disebut dalam hadis di atas hanya terbatas kambing,

sapi, dan unta yang masing-masing akan mengeluarkan suaranya. Hal ini bukan

berarti jika harta yang dikorupsi berupa uang jutaan rupiah atau jutaan dollar tidak

akan ditampakkan. Ini adalah transparansi hukuman didepan Allah SWT.

Siapapun tidak bisa mengelak, mulut bisa terkunci tetapi tangan berbicara dan

kakipun menyaksikan semua perbuatan yang pernah dilakukan semasa hidup di

dunia.

Page 12: jurnal baru

KESIMPULAN DAN SARAN

Memberantas korupsi bukanlah pekerjaan yang mudah, apalagi di bumi

Indonesia tercinta ini, sebab peraktek korupsi sudah menjadi semacam wahab

penyakit yang senantiasa menggerogoti tubuh manusia dan terjadi pada semua lini

dan sektor kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itulah maka tidak

salah apabila ada yang mengatakan bahwa korupsi sudah menjadi bahagian dari

budaya bangsa Indonesia. Dengan demikian maka untuk mencegah dan

memberantasnyapun bukanlah merupakan pekerjaan mudah bagaikan membalik

telapak tangan, akan tetapi diperlukan keseriusan, keterpaduan dan komitmen dari

pemerintah dan aparat penegak hukum dan bila perlu bangsa Indonesia harus

menyatakan perang terhadap korupsi, sebab tanpa ini maka mustahil korupsi dapat

dibasmi dibumi nusantara.

Adapun hal-hal yang dapat dilakukan dalam pemberantasan tindak pidana

korupsi adalah menjatuhkan hukuman setimpal kepada para pelaku tindak pidana

korupsi, menjatuhkan hukuman penjara dan denda yang seberat-beratnya, selain

itu memaksa para pelaku korupsi mengembalikan atau mengganti kerugian negara

sesuai besarnya harta yang dikorupsi agar tercapai pemulihan terhadap keuangan

dan perekonomian negara.

Selain hal tersebut, pemberantasan dan pencegahan tindak pidana korupsi

dapat dilakukan dengan menanamkan nilai-nilai agama terhadap seluruh warga

masyarakat terutama terhadap pejabat dan penegak hukum agar menajalnkan

hukum sebagaimana mestinya dengan tidak melakukan pengkhinatan terhadap

kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat. Memberikan pelajaran sejak dini

tentang bahaya melakukan korupsi yang akan membawa dampak negatif baik bagi

didri sendiri maupun orang lain dan pertanggung jawabannya tidak hanya di dunia

tetapi diakhirat akan lebih berat lagi. Dan yang paling terpenting adalah

menambah hukuman terhadap pelaku korupsi seperti yang diterapkan oleh

Rasulullah saw., memeberikan sanksi moral dengan jalan dikucilkan, dicela

ataupun diasingkan.

Page 13: jurnal baru

Abstrak

Korupsi merupakan “benalu sosial” yang merusak struktur pemerintahan, dan menjadi penghambat utama terhadap jalannya pemerintahan dan pembangunan pada umumnya sehingga korupsi dikualifikasikan sebagai kejahatan yang luar biasa (extra ordinary crime) dan memerlukan penangan yang luar biasa pula (extra ordinary measure). Penelitian ini bertujuan mengetahui bagaimana pemidanaan tindak pidana korupsi dalam sistem hukum Indonesia dan sistem hukum Islam. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum yuridis-normatif. Dimana penelitian ini dilakukan melalui studi pustaka. Dengan mengakaji undang-undang yang mengatur tentang pemidanaan tindak pidana korupsi (UU No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999) dan mengkaji ayat-ayat Al-Qur’an dan hadist serta hasil Ijtihat para fuqaha dalam menetapkan uqabah terhadap korupsi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya persamaan dan perbedaan dalam sanksi pidana terhadap tindak pidana korupsi didalam dua sistem hukum Indonesai dan sistem hukum Islam.

Kata Kunci : Korupsi, pemidanaan, uqabah ta’zir

Abstract

Corruption is a social parasite that damage the structure of government, and the main obstacle to the running of the government and development in general therefore, qualified as a crime of corruption is extra ordinary crime so requere extra ordinary measure. This study aims to determine how the criminal acts of corruption in the Indonesiaan legal system and the legal system of Islam. The research method used is a normative legal research. Where this research was conducted through library, reviewing the law governing sentencing of corruption ( UU No. 20 Tahun 2001 Tentang perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999) and examine the verses of Qur’an and hadith and jurists ijtihat in setting sactions against corruption. The results showed that the similarities and differences in criminal sanctions in the two legal systems reffered yamg. Additionaly sanctions so low against corruption cause his growing corruption in Indonesian.

Keyword : corruption, punishment, sanctions ta’zir

Page 14: jurnal baru

DAFTAR PUSTAKA

Al Faruk Abdullah. Hukum Pidana Dalam Sistem Hukum Islam. Jakarta : Ghalia Indonesia, 2009.

Ali,Zainuddin.Hukum Islam. Jakarta : Sinar Grafika. 2006. ____________.Hukum Pidana Islam. Jakarta : Sinar Grafika. 2007.Arief,Basrief.Korupsi dan Upayah Penangan Hukum (Kapita Selekta), Jakarta :

PT.Adika Remaja Indonesia. 2006Hamid,Arfin.HUKUM ISLAM Persfektif Keindonesiaan (Sebuah Pengantar

dalam Memahami Realitasnya di Indonesia).Makassar:PT.Umitoha Ukhuwa Grafika.2011.

Hartanti,Evi.Tindak Pidana Korupsi. Jakarta : Sinar Grafika. 2008. Irfan,Nurul.FIQIH JINAYAH. Jakarta : AMZAH. 2013_________.Korupsi dan Hukum Pidana Islam.Jakarta : Amzah.2011.Marzuki Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group : Jakarta, 2005Masdar F. Mas’udi, dkk. Korupsi, Hukum, dan Moralitas Agama (Mewacanakan Fiqih Anti Korupsi). Yogyakarta : Gama Media. Wardi,Ahmad. Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam. Jakarta : Sinar Grafika.

2004._____________.Hukum Pidana Islam. Jakarta : Sianar Grafika. 2005.

JurnalSamsul Anwar. Korupsi Dalam Persfektif Hukum Islam. Dosen UIN Yogyakarta.

2008

Undang-UndangUndang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Indonesia Legal

Center Publishing, 2002.Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 2009. Yogyakarta :

Pustaka Grhatama.KUHP dan KUHAP.R.SOENARTONO SOERODIBROTO.Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang perubahan atas Undang-undang

Nomor 31 Tahun 1999 tentan Pemberantasan Tindak Pidana Korupasi.

Page 15: jurnal baru

PERBANDINGAN SISTEM HUKUM INDONESIA DAN SISTEM HUKUM ISLAM TERHADAP PEMIDANAAN

TINDAK PIDANA KORUPSI

COMPARATION OF INDONESIAN LEGAL SYSTEM AND THE LEGAL SYSTEM OF ISLAM AGAINST THE

CRIMINALIZATION OF CORRUPTION

Sulastryani1, M.Sukri Akub1, H.M.Arfin Hamid2

1Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar2Bagian Hukum Pidana Islam Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar

Alamat korespondendsi :

SulastryaniFakultas HukumUniversitas HasanuddinMakassar, 90245HP : 085299073115Email : [email protected]