JURNAL AWAL PRAKTIKUM 2003.doc

43
0 JURNAL AWAL PRAKTIKUM FORMULASI TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL SALEP MATA KLORAMFENIKOL CHLORODEX ® OLEH : Golongan III Kelompok IV Ni Luh Desy Rupadani (0908505037) Ni Made Lis Dwi Marni (1008505085) Putu Adi Cahya Kusuma (1008505086) A.A. Bagus Maradi W.D. (1008505087) Tio F. Siahaan (1008505088) Angga Rosadi (1008505089) Irwani Damanik (1008505090)

description

salep mata chloramphenikol 1%

Transcript of JURNAL AWAL PRAKTIKUM 2003.doc

0

JURNAL AWAL PRAKTIKUM

FORMULASI TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL

SALEP MATA KLORAMFENIKOL

CHLORODEX®

OLEH :

Golongan III

Kelompok IV

Ni Luh Desy Rupadani (0908505037)

Ni Made Lis Dwi Marni (1008505085)

Putu Adi Cahya Kusuma (1008505086)

A.A. Bagus Maradi W.D. (1008505087)

Tio F. Siahaan (1008505088)

Angga Rosadi (1008505089)

Irwani Damanik (1008505090)

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS UDAYANA

2013

1

BAB I

PRAFORMULASI

1.1. Tinjauan Farmakologi Bahan Obat

Kloramfenikol merupakan golongan obat antimikroba yang bekerja

secara bakteriostatik. Kloramfenikol merupakan komponen yang dihasilkan

dan diperoleh secara langsung dari bakteri Streptomyces venezuelae.

Kloramfenikol memiliki efektivitas antimikroba yang luas dan umumnya

digunakan sebagai komponen aktif dalam sediaan tetes mata dan salep mata

untuk mengatasi konjungtivitas akibat bakteri (Rimawi dan Kharoaf, 2011).

Kloramfenikol merupakan obat antimikroba yang memiliki spektrum

luas, meliputi bakteri gram negatif dan gram positif. Senyawa ini memang

memiliki sifat bakteriostatik terhadap kebanyakan mikroorganisme, akan

tetapi dapat berfungsi sebagai bakteriosidal terhadap beberapa jenis bakteri,

yakni H. influenzae, Neisseria meningitidis, and S. pneumoniae.

Kloramfenikol efektif dalam melawan bakteri aerobik dan nonaerobik baik

gram positif ataupun gram negatif. Senyawa ini juga efektif pada rickettsae

akan tetapi tidak efektif terhadap chlamydiae. Bakteri gram negatif bacillus

serta bakteri anaerob dapat diinhibisi secara in vitro, sedangkan pada bakteri

gram positif yang bersifat aerobik bakteri berbentuk kokus meliputi

Streptococcus pyogenes, S. agalactiae (group B streptococci), and S.

pneumoniae diketahui bahwa kloramfenikol lebih sensitif (Katzung, 2006;

Brunton et al., 2007). Untuk menginhibisi bakteri gram positif, senyawa ini

efektif pada konsentrasi 1-10 µg/ml, sedangkan pada bakteri gram negatif

adalah 0,2-5 µg/ml. Resistensi terhadap obat ini disebabkan adanya

produksi acetiltransferase yang merupakan agen mediasi plasmid (Katzung,

2006; Rang et al., 2007).

Spektrum luas yang dimiliki oleh kloramfenikol menyebabkan

antibiotik ini sering digunakan dalam terapi pengobatan konjungtivitis.

Konjungtivitis adalah peradangan pada konjungtiva dan penyakit ini adalah

penyakit mata yang paling umum di dunia. Karena lokasinya, konjungtiva

2

terpajan oleh banyak mikroorganisme dan faktor-faktor lingkungan lain

yang mengganggu (Vaughan, 2010). Penyakit ini bervariasi mulai dari

hiperemia ringan dengan mata berair sampai konjungtivitis berat dengan

banyak sekret purulen kental. Konjungtivitis dapat disebabkan oleh paparan

mikroorganisme baik bakteri, jamur, alergen, parasit ataupun virus.

Konjungtivitis bakteri adalah inflamasi konjungtiva yang disebabkan oleh

bakteri. Pada konjungtivitis ini biasanya pasien datang dengan keluhan mata

merah, sekret pada mata dan iritasi mata (James, 2005).

Konjungtivitis bakteri dapat dibagi menjadi empat bentuk, yaitu

hiperakut, akut, subakut dan kronik. Konjungtivitis bakteri hiperakut

biasanya disebabkan oleh N gonnorhoeae, Neisseria kochii dan N

meningitidis. Bentuk yang akut biasanya disebabkan oleh Streptococcus

pneumonia dan Haemophilus aegyptyus. Penyebab yang paling sering pada

bentuk konjungtivitis bakteri subakut adalah H influenza dan Escherichia

coli, sedangkan bentuk kronik paling sering terjadi pada konjungtivitis

sekunder atau pada pasien dengan obstruksi duktus nasolakrimalis.

Konjungtivitis bakterial biasanya mulai pada satu mata kemudian mengenai

mata yang sebelah melalui tangan dan dapat menyebar ke orang lain.

Penyakit ini biasanya terjadi pada orang yang terlalu sering kontak dengan

penderita, sinusitis dan keadaan imunodefisiensi (Marlin, 2009).

Kloramfenikol merupakan inhibitor yang poten untuk menghambat

proses sintesis protein mikroba. Senyawa ini berikatan secara reversibel

pada subunit 50S dari ribosom bakteri. Kloramfenikol mencegah ikatan

antara asam amino yang mengandung aminoacyl tRNA dengan aseptor yang

terdapat pada ribosomal subunit S50. Senyawa ini bekerja dengan memblok

interaksi antara enzim peptidyl transferase dengan asam amino yang

merupakan substratnya sehingga tidak terjadi pembentukan ikatan peptida

(Katzung, 2006; Brunton et al., 2007). Kloramfenikol juga dapat

menginhibisi sintesis protein pada mitokondria mamalia dengan mekanisme

yang sama, hal ini mungkin dikarenakan ribosom yang dimiliki mamalia

3

sedikit menyerupai ribosom bakteri, terutama pada sel erythropoietic.

(Brunton et al., 2007)

a. Farmakokinetik

Kloramfenikol umumnya diberikan dengan dosis 50-100 mg/kg/hari.

Asorbsi secara cepat pada saluran gastrointestinal, sehingga setelah

administrasi oral, kloramfenikol kristalin akan diabsorbsi secara cepat dan

lengkap . Administrasi kloramfenikol melalui mata, obat terabsorpsi melalui

air mata. Jumlah obat yang terpenetrasi bervariasi tergantung sediaan dan

frekuensi aplikasi. Untuk penggunaan secara topikal pada mata,

kloramfenikol diabsorpsi melalui cairan mata (McEvoy, 2002). Pada

penggunaan secara intravena atau intramuskular, kloramfenikol suksinat

merupakan bentuk prodrug yang diberikan dan nantinya akan mengalami

proses hidrolisis menjadi kloramfenikol. Kloramfenikol suksinat secara

cepat diklirens dari dalam plasma melalui ginjal. Hal ini dapat menyebabkan

reduksi bioavailabilitas obat ini hingga 30% dari dosis yang diberikan,

dimana ekskresi ini dapat terjadi bahkan saat kloramfenikol belum

mengalami hidrolisis. Fungsi renal yang kurang baik pada neonatus dan

pada pasien dengan insufisiensi renal dapat menyebabkan peningkatan

konsentrasi kloramfenikol suksinat pada plasma. Penurunan aktifitas

esterase telah diamati pada plasma neonatus dan bayi, dimana terlihat terjadi

perpanjangan waktu kloramfenikol aktif untuk dapat mencapai konsentrasi

puncak dan klirens dari kloramfenikol suksinat melalui ginjal menjadi

tertunda.

Setelah absorbsi, kloramfenikol secara luas terdistribusi pada seluruh

cairan tubuh dan jaringan, termasuk sistem saraf pusat dan cairan

serebrospinal, dimana konsentrasi kloramfenikol pada jaringan otak hampier

sama dengan konsentrasi pada serum. Kloramfenikol dapat ditemui pada

empedu, susu dan cairan plasenta. Obat ini juga dapat ditemui pada cairan

mata atau air mata setelah pemberian injeksi subkonjungtiva.

4

Eliminasi senyawa ini secara mayor dilakukan melalui proses

metabolisme di hati dengan dirubah menjadi bentuk inaktif glukuronid. hasil

metabolit dan kloramfenikol selanjutnya diekskresi melalui urin. Pasien

dengan gangguan fungsi liver akan mengalami penurunan metabolik klirens,

sehingga dosis harus diturunkan. Sekitar 50% kloramfenikol berikatan

dengan protein plasma dan berkurang pada pasien sirosis dan pada neonatus.

Waktu paruh dari senyawa ini tidak berubah secara signifikan pada

insufiensi renal atau hemodialisis, dan pengaturan dosis tidak diperlukan.

Akan tetapi, apabila dosis kloramfenikol diturunkan karena sirosis, klirens

dengan hemodialisis akan signifikan. Administrasi obat setelah hemodialisis

meminimalisir efek ini. Perbedaan metabolisme dan farmakokinetik obat ini

pada neonatus, bayi dan anak-anak membutuhkan monitoring terhadap

konsentrasi obat pada plasma (Brunton et al., 2007)

b. Indikasi

Kloramfenikol digunakan pada penanganan infeksi serius Rickettsial, seperti

pada demam tifus ataupun Rocky Mountain. Pada kasus meningcoccal

meningitis bagi pasien yang hipersensitif terhadap penisilin, serta pada

meningitis oleh bakteri pneumococii yang resisten penisilin. Senyawa ini

digunakan dalam penanganan kasus infeksi yang disebabkan oleh bakteri

Haemophilus influenza. Kloramfenikol digunakan untuk terapi infeksi

superficial pada mata dan otitis eksternal yang disebabkan bakteri (McEvoy,

2002). Indikasi lainnya: blepharitis, katarak, konjungtivitis bernanah,

traumatik karatitis, trachoma dan ulcerative keratitis (Tjay dan Rahardja,

2007). Obat ini umumnya digunakan secara topikal untuk terapi pada infeksi

mata karena luasnya spektrum bakeri yang dapat menyebabkan infeksi ada

mata. Kloramfenikol dipilih karena daya penetrasinya yang baik pada

jaringan mata dan air mata serta keamanannya dalam penanganan bakterial

konjungtivitis secara topikal (Katzung, 2006; Rang et al., 2007).

5

c. Kontraindikasi

Pada pasien yang hipersensitif terhadap kloramfenikol (McEvoy, 2002).

d. Efek Samping

Rasa pedih, terbakar dan penglihatan kabur mungkin terjadi saat

aplikasi dan beberapa saat setelah penggunaan kloramfenikol pada mata.

Reaksi saluran cerna yang ditandai dengan mual, muntah dan diare. Reaksi

neurologik dapat terlihat dalam bentuk depresi, bingung, dan sakit kepala

Reaksi hipersensitivitas dan inflamasi termasuk konjunctivitis, terbakar,

angioneuro edema, urtikaria vesicular/ maculopapular dermatitis, baby grey

syndrome pada neonatus, leukopenia, anemia, trombositopenia, aplastik

anemia, iritasi perinial, hypotermia, shock dan kolaps (McEvoy, 2002;

Katzung, 2006).

e. Interaksi Obat

Kloramfenikol menginhibisi enzim CYPs pada hepar dan menyebabkan

perpanjangan waktu paruh dari substrat CYPs meliputi, koumadin, fenitoin,

klorpropanamid, HIV protease inhibotor, rifabutin dan tolbutamid.

Toksisitas berat dan kematian dapat terjadi akibat interaksi obat tersebut.

Administrasi phenobarbital atau rifampisin yang poten dalam induksi CYPs

dapat menyebabkan waktu paruh dari kloramfenikol akan menjadi lebih

singkat dan terjadinya konsentrasi obat subterapeutik (Katzung, 2006).

1.2. Tinjauan Sifat Fisiko-Kimia Bahan Obat dan Bahan Penyusunnya

1.2.1. Kloramfenikol

a. Organoleptis

Kloramfenikol mengandung tidak kurang dari 97,0% dan tidak lebih dari

103,0% C11H12Cl2N2O5. Pemerianny ah ablur berbentuk jarum atau

lempeng memanjang; putih hingga putih kelabu atau putih kekuningan;

larutan praktis netral terhadap lakmus P; stabil dalam larutan netral atau

larutan agak asam dalam pemanasan (Depkes RI, 1995).

6

b. Struktur dan Berat Molekul

Rumus struktur: C15H12N2O2

Bobot molekul : 252,27

Struktur molekul:

Gambar 1. Struktur Kimia Kloramfenikol (Rimawi dan Kharoaf, 2011).

c. Kelarutan

Tabel 1. Kelarutan dari Kloramfenikol

Pelarut Kelarutan

Air

Etanol

Propilen glikol

Aseton

Etil asetat

Metanol

Butanol

Eter

Kloroform

Benzen

Sukar larut dalam air (1:400)

Mudah larut (1:2,5)

Mudah larut

Sangat mudah larut

Sangat mudah larut

Mudah Larut

Mudah larut

Sukar larut

Sukar larut

Tidak larut

(Depkes RI, 1995; Moffat et al., 2005; Merck Index, 2008).

d. Stabilitas

Kloramfenikol dalam keadaan kering atau padat dapat bertahan

hingga waktu yang cukup lama dengan menempatkan sediaan pada

kondisi yang optimum selama penyimpanan.

7

Terhadap cahaya : Penyimpanan sediaan salep mata kloramfenikol

diusahakan terlindung dari cahaya atau sinar

matahari (Reynolds, 1982).

Terhadap suhu : Sediaan ini bertambah stabil pada suhu 350C dengan

penambahan sodium metabisulfit dan disodium

edetat. Umumnya stabilitas akan berkurang pada

suhu 250C (Lund, 1994). Menurut Reynolds

(1982), sediaan kloramfenikol stabil selama 2

tahun jika disimpan pada suhu 20o-25oC.

Terhadap pH : pH stabil dari zat kloramfenikol adalah berkisar

antara 4,5 sampai 7,5 (Anonim, 1995 ; Lund,

1994). pKa 5,5 (McEvoy, 2002). Dalam larutan

asam dan larutan hidrogen peroksida diketahui

bahwa kloramfenikol bersifat stabil, akan tetapi

dalam larutan basa dengan penambahan NaOH 2M

dengan pemanasan pada suhu 60°C selama 60

menit, kloramfenikol terdegradasi menjadi of 2-

amino-1-(4-nitrophenyl)propane-1,3-diol (Rimawi

dan Kharoaf, 2011).

Terhadap oksigen : Sediaan ini tidak stabil dengan adanya oksigen

(Lund, 1994).

e. Titik lebur

Titik lebur kloramfenikol antara 149-153°C (Reynolds, 1982)

f.Inkompatibilitas

Kloramfenikol sodium suksinat dilaporkan inkompatibilitas dengan

adanya kamdungan seperti Aminophyline, Ampicillin, Ascorbic acid,

Calcium chloride, Carbenicillin sodium, Chlorpromazine HCl,

Erythromycin salts, Gentamicin sulfat, Hydrocortisone sodium succinate,

Hydroxyzine HCl, Methicilin sodium, Methylprednisolone sodium

ADI, 05/01/13,
Ini yang aku liyat di FI ya. Ragu banget sama si titik leburnya ni.

8

succinate, Nitrofurantoin sodium, Novobiocin sodium, Oxytetracycline,

Phenytoin sodium, Polymixin B sulphate, Prochlorperazine salts,

Promazine HCl, Prometazine HCl, Vancomycin HCl, Vitamin B

complex (Lund, 1994).

1.3. Sifat Fisiko-Kimia Bahan Tambahan

1.3.1. Adeps Lanae

Lemak bulu domba adalah zat serupa lemak yang dimurnikan,

diperoleh dari bulu domba Ovis aries Linné (Famili Bovidae), yang

dibersihkan, dihilangkan warna dan baunya. Mengandung air tidak

lebih dari 0,25%. Mengandung antioksidan yang sesuai tidak lebih

dari 0,02% (Depkes RI, 1995). USP 32 mendefinisikan lanolin

sebagai lilin yang dimurnikan yang diperoleh dari woll domba, Ovis

aries Linné (Famili Bovidae), yang dibersihkan, dihilangkan warna

dan baunya. Lanolin mengandung tidak kurang dari 0,25% b/b air dan

mengandung hingga 0,02% b/b antioksidan (Rowe et al., 2009).

a. Pemerian

Massa seperti lemak, lengket, warna kuning, bau khas (Depkes RI,

1995). Zat serupa lemak, liat, lekat; warna kuning muda atau kuning

pucat; agak tembus cahaya; bau lemah dan khas (Depkes RI, 1979).

b. Berat Jenis dan Sifat Fisika Kimia Lain

Densitas : 0,932-0,945 g/cm3 pada suhu 158°C

Indeks refraktif : 1,478-1,482

Titik nyala: 2388ºC

Titik lebur: 38-44°C (Sweetman, 2007); 45-55ºC (Rowe et al., 2009).

c. Kelarutan

Dapat bercampur dengan air, dengan aseton,, dan dengan

kloroform, larut dalam eter, dan dalam beberapa minyak essesnsial tetapi

9

tidak dapat bercampur dengan minyak lemak. Mudah larut dalam

benzena, kloroform, eter dan petroleum spirit. Sukar larut dalam etanol

panas (95%) dan praktis tidak larut dalam air (Rowe et al., 2009).

d. Stabilitas

Lanolin dapat mengalami proses autooksidasi, sehingga

didalamnya ditambahkan antioksidan yaitu butilated hidroksitoluena.

Ekspose pemanasan yang lama dapat menyebabkan warna lanolin

menjadi gelap dan menimbulkan bau yang tengik. Lanolin dapat

disterilisasi dengan sterilisasi panas kering pada suhu 150oC. Pada ediaan

salep mata yang mengandung lanolin, dapat menggunakan sterilisasi

filtrasi atau dengan radiasi sinar gamma (Rowe, et al., 2009).

e. Penyimpanan

Adeps lanae harus disimpan dalam wadah yang tertutup rapat,

terlindung cahaya, pada kondisi sejuk dan kering. Dapat disimpan hingga

2 tahun pada kondisi penyimpanan normal dengan temperature 15 – 30oC

(Rowe et al., 2009; Sweetman, 2007).

f. Inkompatibilitas

Lanolin dapat mengandung prooksidan yang dapat mempengaruhi zata

aktif tertentu (Rowe et al., 2009)

g. Kegunaan

Adeps lanae digunakan sebagai agen pengemulsi dan basis salep

(Rowe et al., 2009).

1.3.2 Parafin

Parafin cair adalah campuran hidrokarbon yang dperoleh dari

minyak mineral, sebagai zat pemantap dapat ditambahkan tokoferol

atau butylhidroksitoluena tidak lebih dari 10 bpj (Depkes RI, 1979).

a. Pemerian :

10

Cairan kental, transparan, tidak berflouresensi, tidak berwarna,

hamper tidak berbau, tidak mempunyai rasa (Depkes RI, 1979).

b. Kelarutan :

Dalam air : tidak larut

Dalam alkohol : sedikit larut alkohol.

Dalam minyak menguap : larut

Dapat dicampur dengan hidrokarbon, dan minyak tertentu (kecuali

minyak jarak) (Sweetman, 2007).

c. Stabilitas & Penyimpanan

Parafin merupakan zat yang stabil, kecuali dengan pemanasan dan

pembekuan yang berulang dapat mengubah komponen fisiknya. Parafin

harus disimpan pada tempat yang tertutup rapat, dengan temperature

tidak kurang dari 40oC (Rowe, et al., 2009).

d. Kegunaan

Sebagai basis salep, emolien dan pembersih pada kondisi kulit

tertentu, dan sebagai lubrikan dalam sediaan mata pada pengobatan mata

yang kering (Sweetman, 2007. Konsentrasi penggunaan : Ophthalmic

ointments : 3 – 60%, Topical ointments 0,1 – 95 %) (Rowe, et al., 2009).

1.3.3 Vaselin flavum

Vaselin kuning adalah campuran yang dimurnikan dari hidrokarbon

setengah padat yang diperoleh dari minyak bumi. Dapat mengandung

zat penstabil yang sesuai (Depkes RI, 1995).

a. Pemerian

Massa seperti lemak, kekuningan hingga amber lemah,

berfluoresensi sangat lemah walaupun setelah melebur. Dalam lapisan

tipis transparan. Tidak atau hampir tidak berbau dan berasa (Depkes RI ,

1995).

11

b. Kelarutan

Tidak larut dalam air, mudah larut dalam benzene, dalam karbon

disulfide, dalam kloroform dan dalam minyak terpentin, larut dalam eter,

dalam heksana, dan umumnya dalam minyak lemak dan minyak atsiri,

praktis tidak larut dalam etanol dingin dan etanol panas dan dalam etanol

mutlak dingin (Depkes RI, 1995).

c. Stabilitas & Penyimpanan

Vaselin harus disimpan pada tempat yang tertutup baik dan

terlindung dari cahaya (Sweetman, 2007)

d. Titik lebur

38-60°C (Sweetman, 2007).

e. Stabilitas dan Penyimpanan

Vaselin atau petrolatum merupakan bahan yang stabil dan tidak reaktif

karena komponen hidrokarbon yang dimiliki. Masalah stabilitas dari

vaselin umumnya dikarenakan adanya pengotor. Pengotor ini dapat

teroksidasi saat terjadi paparan cahaya dan menyebabkan warna

kehitaman pada vaselin serta menghasilkan aroma/bau yang tidak

diinginkan. Oksidasi yang terjadi bervariasi, tergantung pada sumber

vaselin serta tingkat perbaikan. Oksidasi ini dapat dicegah dengan

menambahkan zat antioksidan yang sesuai seperti hidroksianisol

butylated, butylated hydroxytoluene, atau alfa tokoferol. Vaselin tidak

harus dipanaskan pada waktu yang lama pada suhu yang diperlukan

untuk dapat mencapai fluiditas optimum, yakni 70°C. Vaselin dapat

disterilkan dengan metode panas kering, meskipun petrolatum juga dapat

disterilkan dengan radiasi sinar gamma. Akan tetapi proses ini dapat

mempengaruhi sifat fisik seperti petrolatum seperti pembengkakan,

perubahan warna, bau, dan sifat rheologi. Petrolatum harus disimpan

12

dalam wadah tertutup baik, dilindungi dari cahaya, di tempat yang sejuk

dan kering.

f. Penggunaan

Vaselin digunakan sebagai basis salep dan emolien pada

pengobatan pada penyait kulit (Sweetman, 2007). Konsentrasi yang

digunakan sebagai krim emolien topikal adalah 10-30%, emulsi topikal

4-25%, Emollient topical creams 10–30 dan salep topikal hingga 100%

(Rowe et al., 2009).

1.4. Bentuk Sediaan, Dosis dan Cara Pembuatan

1.4.1 Bentuk Sediaan

Bentuk sediaan yang dibuat adalah bentuk salep mata Kloramfenikol

1%.

1.4.2 Dosis

Salep dioleskan pada mata yang sakit 3-4 kali sehari selama 10-15

hari.

1.4.3 Cara Pemberian

S.u.e

13

BAB II

FORMULASI

2.1 Permasalahan

1. Sediaan yang dibuat merupakan sediaan steril

2. Sediaan kloramphenokol harus bebas dari partikel-partikel asing

3. Sediaan salep mata kloramphenikol sebaiknya tidak mengiritasi mata

4. Sediaan salep mata yang dibuat harus memiliki kontak yang lama dengan

mata

5. Sediaan salep mata kloramphenikol harus dapat melebur pada saat

pengaplikasiannya

6. Sediaan yang dibuat harus mudah diaplikasikan oleh pasien

7. Kloramfenikol tidak tahan terhadap panas

8. Kloramfenikol tidak larut air, sehingga ketika mencampurkan

kloramfenikol pada basis akan lebih sulit dihomogenkan, karena tidak

dapat dilarutkan dalam air sebelum dicampur ke dalam basis.

9. Karena akan digunakan pada konjungtiva mata, maka basis salep harus

cukup lembut.

10. Basis salep dapat berkurang setengahnya setelah disterilisasi dengan

oven.

2.2 Pengatasan

1. Untuk mendapatkan sediaan yang steril diperlukan alat-alat yang steril,

bahan-bahan yang steril, maupun personal yang steril pula.

2. Kloramphenikol harus terdispersi homogen dan terjamin kelarutannya

3. Kloramfenikol ditambahkan dengan parafin cair yang berfungsi sebagai

emolient.

4. Didalam formulasi sediaan kloramfenikol ditambahkan vaselin kuning

yang berfungsi sebagai basis hidrokarbon

14

5. Dalam pembuatannya, vaselin kuning dilebur terlebih dahulu yang

selanjutnya dilakukan penurunan suhu dan ditambahkan adeps lanae dan

parafin cair yang dapat menurunkan titik lebur dari sediaan

6. Dalam sediaan kloramfenikol ditambahkan parafin cair, sehingga dalam

pengaplikasiannya dapat lebih mudah

7. Dalam pembuatannya dilakukan sesuai peraturan pembuatan salep no 4

yang berisi “Bila dasar salep dibuat dengan peleburan, maka campuran

tersebut harus diaduk sampai dingin.

8. Kloramfenikol dicampurkan dalam basis lemak, digerus dalam mortir

hingga halus, baru ditambahakan basis sedikit demi sedikit.

9. Untuk membuat basis salep yang lebih lembut, basis yang digunakan

tidak hanya vaselin kuning, melainkan juga dengan penambahan parafin

cair dan setil alkohol.

10. Dalam pembuatannya masing-masing bahan dilebihkan.

2.3 Macam – Macam Formulasi

R/ Kloramfenikol 1%

Setil alkohol 2,5 %

Adeps lanae 6 %

Parafin cair 40 %

Vaselin kuning ad 10 gram

(Lund, 1994)

R/ Chloramphenicolum 10 mg

Oculentum simplex ad. 1 g

(Fornas, 1978)

R/ Kloramfenikol 1%

Cetyl alkohol

Destiled water

ADI, 04/29/13,
Kurang tauni permasalahannyabuat kata-katanya. (

15

Liquid paraffin atau propilien glikol

Span 40 atau Tween 40

(Lund, 1994)

2.4 Formula yang Diajukan

R/ Kloramfenikol 1%

Adeps lanae 10 %

Parafin cair 10 %

Vaselin kuning ad 3,5 gram

(Marlina dan Yenny, 1995)

2.5 Bentuk dan Formula yang Dibuat

Bentuk dan formula yang dibuat adalah sediaan salep mata sebanyak 2

buah dengan volume masing-masing adalah 3,5 gram

2.6 Penimbangan Bahan

A. Perhitungan

1. Kloramfenikol

1 tube = 3,5 gram; kloramfenikol 1% b/b sehingga:

Kloramfenikol = 1% b/b x 3,5 gram

= (1 g)/(100 g) x 3,5 gram

= 0,035 gram

= 35 mg

Penambahan bobot 10% = 35 mg + (10% x 35gram)

= 38,5 gram

2. Basis Salep

Berat basis salep = 99% b/b x 3,5 gram

= x 3,5 gram

ADI, 04/29/13,
Perlu ditambahin 10% ga si?

16

= 3,465 gram

Basis yang digunakan terdiri dari setil alkohol, adeps lanae, parafin

cair, dan vaselin flavum. Perhitunganna sebagai berikut:

a. Adeps lanae

Diperlukan 10% b/b dari basis salep, sehingga:

Adeps lanae = x 3,465 g

= 0,3465 gram

Penambahan 10% = 0,3465 g + (10% x 0,3465 g)

= 0,38115 gram

b. Parafin Cair

Diperlukan 10% b/b dari basis salep, sehingga:

Parafin cair = x 3,465 g

= 0,3465 gram

Penambahan 10% = 0,3465 g + (10% x 0,3465 g)

= 0,38115 gram

c. Vaselin Kuning

Diperlukan ad 3,5 gram dari basis salep, sehingga:

Vaselin kuning = berat total basis – (berat setil alkohol + berat

adeps lanae + berat parafin cair)

= 3,465 gram – (0,38115 gram + 0,38115 gram)

= 3,465 gram – 0,7623 gram

= 2,7027 gram

Penambahan 10% = 2,7027 g + (10% x 2,7027gram)

= 2,97297 gram

B. Penimbangan

Dibuat salep mata kloramfenikol sebanyak 2 tube @ 3,5 gram

No Bahan Fungsi Penimbangan Penimbangan Penimbangan

17

untuk 1 tube

untuk 1 tube (+10%)

untuk 2 tubel (+10%)

1 Kloramfenikol Bahan aktif 0,035 gram 0,0385 gram 0,077 gram

2 Adeps lanae Basis salep 0,3465 gram 0,38115 gram 0,7623 gram

3 Parafin cair Basis salep 0,3465 gram 0,38115 gram 0,7623 gram

4 Vaselin flavum Basis salep 2,7027 gram 2,97297gram 5,94594 gram

ADI, 04/29/13,
Masi ragu sama penimbangannya

18

BAB III

PELAKSANAAN

3.1 Alat dan BahanAlat

Oven

Gunting

Batang Pengaduk

Pipet tetes

Gelas Beaker

Sudip

Tube salep

Bunsen

Mortar dan stemper

Kertas Perkamen

Cawan porselin

Spatula logam

Strip test (cek pH)

Kasa steril

a. Bahan

Kloramfenikol

Setil alkohol

Adeps lanae

Parafin cair

Vaselin kuning

Spiritus

3.2 Sterilisasi AlatTabel . Alat-Alat Yang Digunakan Dan Cara Sterilisasinya

NO PERALATAN CARA STERILISASI

1. Cawan porselin Oven 180 0C selama 30 menit

2. Pipet tetes Autoklaf 121 0C selama 15 menit

3. Spatula logam Oven 1800C selama 30 menit

4. Batang pengaduk Oven 1800C selama 30 menit

5. Mortir dan stamper Sterilasi dengan alkohol 96% dan

19

pembakaran langsung

6. Sudip Autoklaf 121 0C selama 15 menit

7. Kain kasa steril Autoklaf 121 0C selama 15 menit

8. Tube salep Oven 180 0C selama 30 menit

9. Kaca arloji Oven 180 0C selama 30 menit

10. Kain kasa Autoklaf 121 0C selama 15 menit

11. Kertas perkamen Autoklaf 121 0C selama 15 menit

3.3 Cara Kerja Formulasi

Sterilisasi semua alat yang akan digunakan, termasuk tube salep mata.

Timbang dan ukur masing-masing bahan sesuai dengan bobot dan volume

yang diperlukan.

Kloramfenikol digerus dengan sedikit parafin cair dengan menggunakan

mortir dan stamper.

Basis salep (adeps lanae, vaselin flavum, dan sisa parafin cair) diletakkan

pada cawan porselen yang telah dilapisi dengan kasa steril.

Basis salep kemudian dilebur satu persatu dari basis yang memiliki titik

lebur paling tinggi ke basis yang memiliki titik lebur rendah sampai

meleleh sempurna. Lelehan basis salep diaduk perlahan hingga semua

basis meleleh sempurna dan tercampur dengan homogen

Sedikit demi sedikit lelehan basis dimasukkan kedalam mortir yang telah

berisi campuran kloramfenikol dan sedikit parafin cair kemudian digerus

hingga homogen.

Campuran bahan ditimbang sebanyak 3,5 g, lalu dimasukkan kedalam tube

salep yang telah disiapkan.

Tube salep yang telah berisi salep kemudian diberikan etiket, lalu

dimasukkan ke dalam kemasan sekunder bersama dengan brosur sediaan,

lalu sediaan disimpan pada box praktikum.

Skema Kerja

Diterilisasi semua alat yang akan digunakan

ADI, 05/01/13,
@maradi cek dong mar cara kerjanya

20

Cara Kerja Evaluasi

Timbang dan ukur masing-masing bahan sesuai dengan bobot penimbangannya

volume yang diperlukan

Basis salep (vaselin flavum,

adeps lanae, dan sisa parafin

cair) dilebur satu persatu dari

basis dengan titik lebur paling

tinggi ke titik lebur paling

rendah

Diaduk perlahan sampai basis

meleleh sempurna

Zat aktif (kloramfenikol)

digerus bersama sedikit

parafin cair hingga homogen

Larutan zat aktif

(kloramfenikol) dituang ke

dalam mortir

Ditambahkan sedikit demi sedikit lelehan basis salep ke

dalam mortir yang berisi campuran zat aktif dan sedikit parafin cair

Zat aktif (kloramfenikol) digerus di dalam mortir

Zat aktif (kloramfenikol) digerus di dalam mortir

Digerus hingga homogen

Zat aktif (kloramfenikol) digerus di dalam mortir

Zat aktif (kloramfenikol) digerus di dalam mortir

Campuran bahan (salep) ditimbang sebanyak 3,5 g

Zat aktif (kloramfenikol) digerus di dalam mortir

Zat aktif (kloramfenikol) digerus di dalam mortir

Dimasukkan kedalam tube salep

Zat aktif (kloramfenikol) digerus di dalam mortir

Zat aktif (kloramfenikol) digerus di dalam mortir

Diberi etiket, lalu bersama dengan brosur, sediaan dimasukkan

kedalam kemasan sekunder

Zat aktif (kloramfenikol) digerus di dalam mortir

ADI, 05/01/13,
Skemanya juga ya mar

21

I. Evaluasi Fisika

a. Organoleptis

Pemeriksaan organoleptis meliputi warna dan bau yang diamati

secara visual.

b. Homogenitas

Pengujian homogenitas sediaan salep mata kloramfenikol 1 %

dilakukan dengan mengoleskan zat yang akan diuji pada sekeping kaca

atau bahan transparan lain yang cocok. Sediaan harus menunjukkan

susunan yang homogen (Depkes RI, 1995)

c. Uji Daya Sebar

Uji daya sebar sediaan salep mata kloramfenikol ditentukan dengan

cara berikut. Sebanyak 0,5 gram salep mata kloramfenikol diletakkan

dengan hati-hati di atas kertas grafik yang dilapisi plastik transparan,

dibiarkan sesaat (1 menit) dan luas daerah yang diberikan oleh

sediaan dihitung kemudian tutup lagi dengan plastik yang diberi beban

tertentu masing-masing 50 gram, 100 gram, dan 150 gram dan

dibiarkan selama 60 detik. Pertambahan luas yang diberikan oleh

sediaan dapat dihitung (Voight, 1995).

d. Uji Daya Lekat

Sebanyak 0,25 gram sampel diletakan di atas 2 gelas obyek yang

telah ditentukan, kemudian ditekan dengan beban 1 kg selama 5 menit.

Setelah itu gelas obyek dipasang pada alat test. Alat test diberi beban 80

gram dan kemudian dicatat waktu pelepasan salep dari gelas obyek.

e. Distribui ukuran partikel

Penentuan ukuran partikel tubuh padat tersuspensi berlangsung

melalui pengukuran secara mikroskopik. Mereka dipermudah melalui

mikroskop proyeksi (lanameter), pada obyek sangat diperbesar yang

muncul di atas sebuah layar focus dengan mistar. Pengukuran orientasi

juga dapat grindometer (Voight, R. 1994).

f. Uji Kebocoran

22

Pilihlah 10 tube mata, dengan segel khusus jika disebutkan,

bersihkan dan keringkan baik – baik permukaan luar tube dengan kain

penyerao.Letakkan tube pada posisi yang horizontal diatas lembar

penyerap dalam oven dengan suhu yang diatur pada 600C ± 3 selama 8

jam.Tidak oleh terjadi kebocoran yang berarti selama atau setelah

pengujian selesai (abaikan bekas salep yang diperkirakan berasal dari

bagian luar dimana terdapat lipatan dari tube atau dari bagian ulir tutup

tube).Jika terjadi kebocoran pada satu tube tetapi tidak lebih dari satu tube;

ulangi pengujian dengan tambahan 20 tube.Pengujian memenuhi syarat

jika tidak ada satupun kebocoran yang diamati dari 10 tube uji pertama

atau kebocoran yang diamati tidak lebih dari 1 dari 30 tube yang diuji.

(DepKes RI,1995)

g. Uji Partikel Logam

Uji berikut dirancang untuk membatasi jumlah dan ukuran partikel

logam yang diperbolehkan dalam salep mata.Prosedurnya adalah sebagai

berikut.Keluarkan sesempurna mungkin, isi 10 tube, masukkan masing-

masing ke dalam cawan petri terpisah ukuran 60 mm, alas datar, jernih dan

bebas goresan. Tutup cawan, panaskan pada suhu 850 C selama 2 jam, jika

perlu naikkan suhu sedikit lebih tinggi sampai salep meleleh sempurna.

Dengan menjaga kemungkinan terjadinya gangguan terhadap massa yang

meleleh, biarkan masing-masing mencapai suhu kamar dan membeku.

Angkat tutup, balikkan cawan petri sehingga berada di bawah mikroskop

yang sesuai untuk perbesaran 30 kali yang dilengkapi dengan mikrometer

pengukur dan dikalibrasi pada perbesaran yang digunakan.Selain sumber

cahaya biasa, arahkan illuminator dari atas salep dengan sudut 450.Amati

partikel logam pada seluruh dasar cawan petri.Variasikan intensitas

illuminator dari atas sehingga memungkinkan partikel logam dapat

dikenali refleksi karakteristik cahaya. Hitung jumlah partikel logam yang

berukuran 50 µm atau lebih besar pada setiap dimensi : persyaratan

dipenuhi jika jumlah partikel dari 10 tube tidak lebih dari 50 partikel dan

23

jika tidak lebih dari 1 tube mengandung 8 partikel. Jika persyaratan tidak

dipenuhi, ulangi uji dengan penambahan 20 tube lagi : persyaratan

dipenuhi jika jumlah partikel logam yang berukuran 50 µm atau lebih

besar pada tiap dimensi dari 30 tube tidak lebih dari 150 partikel dan jika

tidak lebih dari 3 tube masing-masing mengandung 8 partikel (Depkes RI,

1995).

II. Evaluasi Kimia

a. pH

Oleskan salep pada kertas pH meter. Amati perubahan pH pada kertas pH

meter universal. pH stabilitas sediaan adalah 4,5-7,5.

b. Penetapan Kadar

Penetapan kadar dilakukan untuk mengetahui kadar kloramfenikol

yang terdapat pada sediaan salep mata. Penetapan kadar dilakukan dengan

menimbang seksama lebih kurang 60 mg sediaan. Kemudian lakukan

penetapan kadar seperti yang tertera pada pembakaran dengan labu

oksigen dengan menggunakan labu 1000 mL dan campuran 10 mL air dan

5 mL hydrogen peroksida LP sebagai cairan penyerap.

Jika pembakaran telah sempurna isi bibir labu dengan air,

longgarkan sumbat dan bilas sumbat, pemegang sampel dan dinding labu

dengan air kemudian buka sumbat. Panaskan isi labu sampai mendidih dan

didihkan selama 2 menit. Dinginkan sampai suhu kamar. Kemudian titrasi

dengan Natrium hidroksida 0,1 N LV menggunakan indicator fenolptalein

LP.

III.Evaluasi Biologi

a. Uji Mikroba

Dilakukan untuk memperkirakan jumlah mikroba aerob viabel di dalam

semua jenis perbekalan farmasi, mulai dari bahan baku hingga sediaan jadi

dan untuk menyatakan perbekalan farmasi tersebut bebas dari spesimen

24

mikroba tertentu. Spesimen uji biasanya terdiri dari Staphylococcus

aureus, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa dan Salmonella.

Pengujian dilakukan dengan menambahkan 1 mL dari tidak kurang

enceran 10-3 biakan mikroba berumur 24 jam kepada enceran pertama

spesimen uji (dalam dapar fosfat 7,2, Media fluid Soybean-Casein Digest

atau Media Fluid Lactose Medium) dan diuji sesuai prosedur (Depkes RI,

1995).

DAFTAR PUSTAKA

25

Anonim. 2008. The Merck Index. USA: Merck & Co. IncBrunton, L., K. Parker, D. Blumenthal dan L. Buxton. 2007. Manual of

Pharmacology and Therapeutic. San Diego: McGraw HillDavid S. M. 2009. Conjungtivitis., Los Angeles Medical Center: Department of

Ophthalmology, Kaiser Foundation HospitalDepartemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi

Keempat. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia .Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III.

Jakarta: Departemen Kesehatan Republik IndonesiaIlyas, M. A. dan M. Yenny. 1995. Liberasi dari Beberapa Formulasi

Kloramfenikol. Jurnal Matematika dan Ilmu Alam, Vol. 4, No. 1. Hal 124-131

James, B. 2005. Lecture Notes Oftalmologi. Jakarta: ErlanggaJenkins, G. L., D. E. Francke, E. A. Brecht, G. J. Sperandio. 1957. Scoville’s The

Art of Compounding. McGraw-Hill Book Company. New YorkLund, W. 1994. The Pharmaceutical Codex, Twelfth edition. The Pharmaceutical

Press. London.McEvoy, G. K. 2002. AHFS Drug Information. United State of America :

American Society of Health System Pharmcists. Katzung, B. G. 2006. Basic and Clinical Pharmacology, 10th Edition. San

Fransisco: McGraw HillRang, H. P., M. M. Dale, J. M. Ritter dan R. J. Flower. 2007. Rang and Dale’s

Pharmacology. USA: ElsevierRimawi, F. A. dan M. Kharoaf. 2011. Analysis of Chloramphenicol and Its

Related Compound 2-Amino-1-(4-nitrophenyl)propane-1,3-diol by Reversed-Phase High-Performance Liquid Chromatography with UV Detection. Chromatography Research International. Hal 1-6

Rowe, R.C., Paul J.S., Marian E.Q.. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients Sixth Edition. Pharmaceutical Press and American Pharmacists Association

Sweetman, S. C. 2007. Martindale The Complete Drug Reference Thirty-Third edition. London Chicago : Pharmaceutical Press.

Tjay, T. H., dan K. Raharja. 2007. Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan Efek-Efek Sampingnya Edisi Keenam. Jakarta : Elex Media Komputindo.

Vaughan, A., 2010. Oftalmologi Umum. Edisi 17. Jakarta: EGCVoight, R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi Edisi ke-

5.Yogyakarta :Gadjah Mada University Press.

26

LAMPIRAN

a. Kemasan Sekunder

27

b. Etiket

28

`

c. Brosur

29