JURNAL-ANGGIE-VOL-6

20
Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan kemampuan Bidan Dalam Mendeteksi Dini Kasus Preeklamsia Di Puskesmas Gajah Mada Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2014 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEMAMPUAN BIDAN DALAM MENDETEKSI DINI KASUS PREEKLAMSIA DI PUSKESMAS GAJAH MADA KABUPATEN INDRAGIRI HILIR TAHUN 2014 Dewi Anggriani Harahap Dosen STIKes Tuanku Tambusai Riau, Indonesia ABSTRACT Preeclampsia during pregnancy can be identified by monitoring blood pressure, urine protein tests and physical examinations. Implementation of early detection and management of preeclampsia in pregnant women can prevent the development of preeclampsia becomes eclampsia, so as to reduce the incidence of maternal preeclampsia and eclampsia. The purpose of this study was to determine the factors associated with the ability of midwives in early detection of preeclampsia cases in PHC Gajah Mada Indragiri Hilir 2014. This study was conducted in May 2014. The design of this study is to use the analytic cross-sectional design. The population in this study were all midwives working in PHC Gajah Mada. Sampling in this study using the total population with a total sample of 47 respondents. Measuring instrument used was a questionnaire. The analysis used univariate and bivariate analysis with the hypothesis test is a chi-square test. Based on the results of chi- square test with 95% confidence level with x2 tables (3,814), obtained the relationship of knowledge (x2 count = 22.88), training (x2 count = 9.02) and tenure (x2 count = 11.12) the ability of midwives in early detection of cases of preeclampsia. There is a relationship between knowledge, training and years of service with the ability to detect early midwife in the case of preeclampsia. Midwives Organisation that is expected to organize training related to emergency obstetric and neonatal treatment. Keywords : Midwife, Early Detection, Preeclampsia Bibliography : 30 (2004-2011) Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 1

description

..

Transcript of JURNAL-ANGGIE-VOL-6

Page 1: JURNAL-ANGGIE-VOL-6

Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan kemampuan Bidan Dalam Mendeteksi Dini Kasus Preeklamsia Di Puskesmas Gajah Mada Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2014

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEMAMPUAN BIDAN DALAM MENDETEKSI DINI KASUS PREEKLAMSIA DI PUSKESMAS GAJAH MADA KABUPATEN INDRAGIRI HILIR TAHUN 2014

Dewi Anggriani HarahapDosen STIKes Tuanku Tambusai Riau, Indonesia

ABSTRACT

Preeclampsia during pregnancy can be identified by monitoring blood pressure, urine protein tests and physical examinations. Implementation of early detection and management of preeclampsia in pregnant women can prevent the development of preeclampsia becomes eclampsia, so as to reduce the incidence of maternal preeclampsia and eclampsia. The purpose of this study was to determine the factors associated with the ability of midwives in early detection of preeclampsia cases in PHC Gajah Mada Indragiri Hilir 2014. This study was conducted in May 2014. The design of this study is to use the analytic cross-sectional design. The population in this study were all midwives working in PHC Gajah Mada. Sampling in this study using the total population with a total sample of 47 respondents. Measuring instrument used was a questionnaire. The analysis used univariate and bivariate analysis with the hypothesis test is a chi-square test. Based on the results of chi-square test with 95% confidence level with x2 tables (3,814), obtained the relationship of knowledge (x2 count = 22.88), training (x2 count = 9.02) and tenure (x2 count = 11.12) the ability of midwives in early detection of cases of preeclampsia. There is a relationship between knowledge, training and years of service with the ability to detect early midwife in the case of preeclampsia. Midwives Organisation that is expected to organize training related to emergency obstetric and neonatal treatment.

Keywords  : Midwife, Early Detection, PreeclampsiaBibliography : 30 (2004-2011)

PENDAHULUANAngka Kematian Ibu (AKI) dijadikan

sebagai salah satu indikator keberhasilan sistem pelayanan kesehatan suatu Negara dan indikator dibidang kesehatan obstetri. Meningkatkan kesehatan ibu adalah salah satu dari delapan tujuan Millenium Development Goals (MDGs) yakni, negara berkomitmen untuk mengurangi AKI sebanyak ¾ antara tahun 1990 sampai tahun 2015, yang mana AKI di negara berkembang lebih besar yakni, 240/100.000 kelahiran hidup dibandingkan negara maju yakni

16/100.000 kelahiran hidup (WHO, 2012).

Menurut World Health Organization (WHO), kematian ibu yang disebabkan karena persalinan turun dari 540 ribu pada tahun 1990 menjadi 287 ribu pada tahun 2010. Penyebab kematian ibu diantaranya perdarahan pada masa kehamilan, persalinan dan masa nifas (35%), perdarahan yang tidak terkontrol pada masa nifas merupakan penyebab kematian utama, preeklamsia/eklamsia (18%), aborsi (9%), infeksi maternal yang biasa terjadi setelah melahirkan

Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 1

Page 2: JURNAL-ANGGIE-VOL-6

Dewi Anggriani Harahap

(8%), emboli obstetri(1%) dan penyebab yang lain (11%) (WHO, 2012).

Preeklamsia merupakan penyebab kematian ibu tertinggi kedua setelah perdarahan. Menurut WHO (2008) angka kejadian preeklamsia diseluruh dunia berkisar antara 0,51%-38,4%. Preeklamsia merupakan sekumpulan gejala yang secara spesifik hanya muncul selama kehamilan dengan usia lebih dari 20 minggu dan dapat di diagnosis dengan kriteria adanya peningkatan tekanan darah selama kehamilan (sistolik ≥140 mmHg atau diastolik ≥90 mmHg), yang sebelumnya normal, disertai proteinuria (≥ 0,3 gram protein selama 24 jam atau ≥ 30 mg/dL dengan hasil reagen urine ≥ +1) (Varney, 2006).

Berdasarkan laporan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, jumlah AKI di Indonesia meningkat sebesar 359/100.000 kelahiran hidup, dibandingkan tahun 2007 jumlah AKI berkisar 228/100.000 kelahiran hidup, peningkatan jumlah AKI tersebut masih jauh dari target yang diharapkan oleh MDGs pada tahun 2015 yaitu jumlah AKI 102/100.000 kelahiran hidup. Penyebab langsung kematian ibu adalah perdarahan (42%), preeklamsia/eklamsia (13%), abortus (11%), infeksi maternal (10%), partus lama/persalinan macet (9%) serta penyebab lain (15%)

Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) tahun 2010 salah satu program untuk menurunkan AKI dengan mencegah terjadinya komplikasi kehamilan dan persalinan adalah melalui deteksi dini. Deteksi dini kehamilan adalah kegiatan yang dilakukan untuk menemukan ibu hamil yang mempunyai faktor resiko dan komplikasi kehamilan. Salah satu faktor resiko pada ibu hamil adalah riwayat hipertensi pada kehamilan sebelumnya. Deteksi dini pada asuhan

Antenatal Care (ANC) merupakan cara penting untuk memonitor dan mendukung serta mendeteksi kesehatan ibu hamil agar tidak terjadi komplikasi pada kehamilan (Saifuddin, 2008).

Standar pelayanan kebidanan dalam mendeteksi dini komplikasi kehamilan atau persalinan khususnya penyakit preeklamsia/eklamsia adalah standar pemantauan dan pemeriksaan kehamilan dan standar pengelolaan hipertensi pada kehamilan serta standar dalam penanganan kegawatdaruratan obstetri neonatal dan eklamsia. Standar ini merupakan pedoman bagi tenaga kesehatan dalam melakukan tindakan yang sesuai dengan kompetensi dan wewenang yang diberikan. Salah satu standar kompetensi bidan yakni memberikan asuhan antenatal yang bermutu tinggi untuk mengoptimalkan kesehatan ibu selama kehamilan yang meliputi deteksi dini, pengobatan dan rujukan (Depkes RI, 2009.

Izin dan penyelenggaraan praktik bidan diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1464/Menkes/PER/X/2010 meliputi kewenangan normal, kewenangan dalam menjalankan program pemerintah dan kewenangan bidan yang menjalankan praktik didaerah yang tidak memiliki dokter. Salah satu kewenangan normal mencakup pelayanan kesehatan ibu, bidan berwenang melakukan penanganan kegawatdaruratan yang dilanjutkan dengan rujukan.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Riau, jumlah kematian ibu pada tahun 2010 adalah 173 orang, tahun 2011 sebanyak 161 orang dan tahun 2012 sebanyak 158 orang. Dari data tersebut terjadi penurunan jumlah kematian ibu, sedangkan penyebab kematian ibu kedua dari tahun 2010 sampai tahun 2012 adalah preeklamsia. Pada tahun 2010 penyebab kematian akibat preeklamsia sebesar 12,14%

Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 2

Page 3: JURNAL-ANGGIE-VOL-6

Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan kemampuan Bidan Dalam Mendeteksi Dini Kasus Preeklamsia Di Puskesmas Gajah Mada Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2014

meningkat pada tahun 2012 yakni sebesar 19,62% (Profil Dinkes, 2012).

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Indragiri Hilir, jumlah kematian ibu mengalami peningkatan dari tahun 2010 sampai tahun 2012. Pada tahun 2010 sebesar 25 orang, tahun 2011 sebesar 37 orang dan pada tahun 2012 sebesar 40 orang. Penyebab utama

kematian ibu pada tahun 2012 adalah perdarahan sebanyak 13 ibu (89,47%), meskipun perdarahan merupakan penyebab kematian ibu yang pertama di Kabupaten Indragiri Hilir, namun demikian jumlah kasus preeklamsia pada tahun 2008 sampai tahun 2012 mengalami peningkatan, dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 1.1 Jumlah Kasus dan Kematian Ibu Terbanyak di Kabupaten Indragiri   Hilir dari Tahun 2008-2012

KasusJumlah Kasus dan Kematian Ibu

2008 2009 2010 2011 2012K M K M K M K M K M

Perdarahan 210 12 265 19 311 17 390 11 423 13Preeklamsia 163 4 170 6 172 2 438 7 613 7Infeksi 0 1 1 3 13 0 98 1 39 1Abortus 348 1 213 0 312 0 238 1 260 1Partus lama 245 0 180 1 140 0 277 0 297 8Sebab lain 25 19 36 11 6 0 47 17 70 10Total 991 37 865 40 954 19 1488 37 1702 40

Sumber: Data Ruang Kesga Dinkes Kab.Inhil, 2012 Ket: K= Kasus M= Kematian

Pada tabel tersebut terlihat bahwa kasus preeklamsia meningkat dari tahun 2008 sebanyak 163 kasus, tahun 2009 sebanyak 170 kasus, tahun 2010 sebanyak 172 kasus, tahun 2011 sebanyak 438 kasus dan tahun 2012 sebanyak 613 kasus. Kasus preeklamsia yang tidak ditangani dengan segera akan berdampak menjadi penyebab kematian utama pada ibu, serta untuk menghindari hal tersebut perlu pengelolaan deteksi dini preeklamsia secara tepat pada saat kehamilan.

Studi pendahuluan dilakukan di Puskesmas Gajah Mada Kabupaten Indragiri Hilir karena merupakan salah satu dari tiga Puskesmas yang ada di Tembilahan Kota dan merupakan salah satu Puskesmas Rawat Inap yang menerima pasien, selain pasien umum dan juga pasien dengan kasus obstetri,

sehingga dapat melihat kasus-kasus obstetri yang ada di Puskesmas tersebut. Adapun beberapa kasus obstetri yang ada di Puskesmas Gajah Mada pada tahun 2012 adalah perdarahan sebanyak 5 orang, preeklamsia sebanyak 8 orang, partus lama sebanyak 12 orang dan sebab lain sebanyak 5 orang yang terdiri dari kasus letak sungsang dan ketuban pecah dini.

Peneliti menetapkan untuk mengambil kasus preeklamsia di Puskesmas Gajah Mada dikarenakan kasus preeklamsia termasuk tertinggi dibandingkan kasus perdarahan yang merupakan penyebab kedua kematian ibu, walaupun terdapat kasus partus lama. Kasus preeklamsia dari tahun 2011 sampai tahun 2013 (bulan November) mengalami peningkatan, dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 3

Page 4: JURNAL-ANGGIE-VOL-6

Dewi Anggriani Harahap

Tabel 1.2 Data Kasus Preeklamsia di Puskesmas Gajah Mada Kabupaten     Indragiri Hilir Tahun 2011-2013Tahun Jumlah Ibu

HamilKejadian Preeklamsia

pada Ibu HamilKejadian Preeklamsia

pada Ibu Bersalin2011 843 16 202012 938 11 192013 368 7 27Total 1388 27 39

Sumber: Data Ruang KIAPuskesmas Gajah Mada

Dari data diatas dapat dilihat, pada tahun 2011 kejadian preeklamsia ibu hamil sebanyak 16 orang dan kejadian preeklamsia pada ibu bersalin sebanyak 20 orang dan ada 4 orang tidak terdeteksi kejadian preeklamsia pada ibu bersalin. Pada tahun 2012 kejadian preeklamsia pada ibu hamil 11 orang dan kejadian preeklamsia pada ibu bersalin sebanyak 19 orang dan ada 8 orang tidak terdeteksi preeklamsia pada ibu bersalin, sedangkan pada tahun 2013 sampai bulan November kejadian preeklamsia sebanyak 7 orang dan kejadian preeklamsia ibu bersalin sebanyak 27 orang. Hal tersebut disebabkan tidak terdeteksi pada saat ANC. Pasien yang bersalin di Puskesmas Gajah Mada dengan kasus preeklamsia dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Puri Husada Tembilahan, karena Puskesmas Gajah Mada bukan merupakan Puskesmas PONED (Pelayanan Obstetri Neonatal Emergency Dasar) sehingga tidak memiliki kewenangan untuk melakukan tindakan terhadap pasien preeklamsia/eklamsia sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 828/MENKES/SK/IX/2008 tentang kewenangan Puskesmas PONED.

Rujukan dari Puskesmas Gajah Mada ke RSUD Puri Husada pada tahun 2011-2013 terdapat ketidaktepatan mendiagnosa oleh bidan dalam merujuk kasus preeklamsia, yakni pada tahun 2011 ada 2 orang pasien yang dirujuk dengan kasus preeklamsia ringan tiba di

RSUD menjadi preeklamsia berat, pada tahun 2012 terdapat 1 orang pasien yang dirujuk dengan kasus preeklamsia berat tiba di RSUD Puri Husada menjadi kasus eklamsia, sedangkan pada tahun 2013 terdapat 2 orang pasien yang dirujuk dengan ketidaktepatan mendiagnosa yakni hasil pemeriksaan protein urin +2 dengan diagnosa preeklamsia berat, sehingga dengan ketidaktepatan mendiagnosa maka perencanaan asuhan perencanaan asuhan kebidanan yang akan dilakukan juga tidak tepat. Perencanaan asuhan kebidanan dengan kesesuaian diagnosa akan menggambarkan kemampuan bidan dalam mendeteksi dini pada kasus preeklamsia.

Berdasarkan survei pendahuluan dengan wawancara terhadap 5 orang bidan koordinator dan bidan pelaksana, masa kerja bidan diatas 5 tahun yang bekerja di Puskesmas Gajah Mada bahwa pemeriksaan protein urin tidak rutin dilakukan pada kunjungan ANC, pemeriksaan dilakukan apabila ada tanda-tanda preeklamsia saja seperti tekanan darah tinggi dan adanya oedema. Disamping studi pendahuluan yang dilakukan dengan wawancara, peneliti melakukan survey terhadap pencatatan dan pelaporan bahwa dalam menegakkan diagnosa preeklamsia masih belum tepat yakni pemeriksaan protein urin +1 sampai +2 merupakan preeklamsia berat, seharusnya adalah preeklamsia ringan. Penyimpangan tersebut timbul karena tidak ketelitian

Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 4

Page 5: JURNAL-ANGGIE-VOL-6

Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan kemampuan Bidan Dalam Mendeteksi Dini Kasus Preeklamsia Di Puskesmas Gajah Mada Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2014

bidan dalam melakukan deteksi dini preeklamsia. Dari kasus yang ada terlihat bahwa pada kunjungan ANC keadaan pasien dalam keadaan normal sedangkan pada saat bersalin menjadi keadaan tidak normal dengan adanya tanda-tanda preeklamsia baik ringan maupun berat.

Berdasarkan permasalahan diatas kemampuan mendeteksi dini preeklamsia dipengaruhi oleh faktor kemampuan intelektual dan kemampuan fisik dalam hal ini adalah keterampilan, keterampilan fisik diperoleh dari pelatihan. Bidan yang bekerja di Puskesmas Gajah Mada sebagian besar berpendidikan Diploma III Kebidanan serta keikutsertaan bidan dalam mengikuti pelatihan tentang kegawatdaruratan obstetri dan neonatal terhadap kemampuannya mendeteksi dini preeklamsia.

Beberapa faktor yang telah diuraikan diatas, ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku baik secara internal maupun secara eksternal, maka dengan keterbatasan peneliti menetapkan tiga faktor yang berhubungan dengan kemampuan bidan dalam mendeteksi dini yakni pengetahuan, pelatihan dan masa kerja karena perilaku yang baik tidak hanya dilihat dari segi pengetahuannya saja, keterampilan melalui pelatihan bidan sangat berperan dalam mendeteksi dini preeklamsia. Berdasarkan faktor-faktor tersebut menjadi gagasan yang perlu dipublikasikan dengan judul “Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kemampuan Bidan dalam Mendeteksi Dini Kasus Preeklamsia di Puskesmas Gajah Mada Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2014”.

METODEPenelitian ini merupakan suatu

penelitian analitik dengan desain crosssectional. Rancangan penelitian ini untuk mengetahui hubungan

pengetahuan, pelatihan dan masa kerja dengan kemampuan bidan dalam mendeteksi dini kasus preeklamsia di Puskesmas Gajah Mada Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2014.

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel Independent (pengetahuan, pelatihan dan masa kerja bidan) dan variabel dependent (kemampuan bidan dalam mendeteksi dini kasus preeklamsia). Waktu Penelitian di laksanakan dari tanggal Mei 2014 di Puskesmas Gajah Mada Kabupaten Indragiri Hilir.

Populasi dalam penelitian ini adalah bidan yang bekerja di Puskesmas Gajah Mada Kabupaten Indragiri Hilir berjumlah 47 orang. Teknik pengambilan sampel yakni total populasi yaitu seluruh bidan yang bekerja di Puskesmas Gajah Mada Kabupaten Indragiri Hilir.

Analisis Data yang digunakan adalah analisis univariat digunakan untuk mengetahui distribusi frekuensi dari variabel bebas (variabel independent) yaitu pengetahuan, pelatihan, masa kerja bidan dan variabel terikat (variabel dependent) kemampuan bidan dalam mendeteksi dini kasus preeklamsia. Analisis bivariat diolah menggunakan Uji Chi-Square untuk menganalisa hubungan antara variabel independent (pengetahuan, pelatihan dan masa kerja bidan) dengan variabel dependent (kemampuan bidan dalam mendeteksi dini kasus preeklamsia).

HASILa. Analisis Univariat

Hasil analisis univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi dari variabel yang diteliti, dapat diketahui dari 47 bidan, terdapat 27 bidan (57,4%) dengan pengetahuan bidan rendah, bidan tidak pernah mengikuti pelatihan PPGDON sebanyak 31 bidan (66%) serta masa kerja bidan

Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 5

Page 6: JURNAL-ANGGIE-VOL-6

Dewi Anggriani Harahap

yang kurang optimal sebanyak 32 bidan (68,1%), dan bidan yang tidak mampu mendeteksi dini kasus preeklamsia sebanyak 26 bidan (55,3%).b. Analisis Bivariat

Tabel 4.2     Hubungan Pengetahuan bidan dengan Kemampuan Bidan dalam  Mendeteksi Dini Kasus Preeklamsia di Puskesmas Gajah Mada  Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2014

NoVariabel

Pengetahuan Bidan

Kemampuan Bidan dalam Mendeteksi Dini Kasus

Preeklamsia Total x2 hitung PR

Tidak Mampu Mampu12

Rendah Tinggi

23 (85,2%)3 (15%)

4 (14,8%)17 (85%)

27 (57,4%)20 (42,6%)

20,98 5,67(6,43-165,1

Total 26 (55,3%) 21 (44,7%) 47 (100%) Ket : Hasil penelitian dilakukan dengan uji statistik chi-square x2 tabel = 3,841

Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui dari 47 bidan, bidan yang berpengetahuan rendah dan mampu mendeteksi dini kasus preeklamsia sebanyak 4 bidan (14,8%), sedangkan 3 bidan (15%) bidan dengan pengetahuan tinggi tidak mampu melakukan deteksi dini pada kasus preeklamsia.

Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan chi-square didapatkan x2hitung = 20,98 (X tabel = 3,841), maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan

pengetahuan bidan dengan kemampuan bidan dalam mendeteksi dini kasus preeklamsia di Puskesmas Gajah Mada Kabupaten Indragiri Hilir tahun 2014. Hasil analisis diperoleh nilai Prevalens Ratio (PR) = 5,67 artinya bidan yang berpengetahuan rendah mempunyai risiko 5,67 kali terhadap ketidakmampuan mendeteksi dini kasus preeklamsia dibandingkan bidan yang berpengetahuan tinggi.

Tabel 4.3 Hubungan Pelatihan Bidan dengan Kemampuan Bidan dalam      Mendeteksi Dini Kasus Preeklamsia di Puskesmas Gajah Mada      Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2014

No Variabel Pelatihan Bidan

Kemampuan Bidan dalam Mendeteksi Dini Kasus

Preeklamsia Total x2 hitung PR95% CI

Tidak Mampu Mampu12

Tidak pernah Pernah

22 (70,97%)4 (25%)

9 (29,03%)12 (75%)

31 (66%)16 (34%)

9,02 2,851,86-28,91

Total 26 (55,3%) 21 (44,7%) 47 (100%) Ket : Hasil penelitian dilakukan dengan uji statistik chi-square x2tabel = 3,841

Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui dari 47 bidan, bidan yang tidak pernah mengikuti pelatihan PPGDON dan mampu mendeteksi dini kasus preeklamsia sebanyak 9 bidan (29,03%),

sedangkan bidan yang pernah mengikuti pelatihan PPGDON tetapi tidak mampu mendeteksi dini kasus preeklamsia sebanyak 4 bidan (25%).

Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 6

Page 7: JURNAL-ANGGIE-VOL-6

Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan kemampuan Bidan Dalam Mendeteksi Dini Kasus Preeklamsia Di Puskesmas Gajah Mada Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2014

Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan chi-square didapat x2

hitung = 9,02 (Xtabel =3,84), maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan pelatihan bidan dengan kemampuan bidan dalam mendeteksi dini kasus preeklamsia di Puskesmas Gajah Mada Kabupaten Indragiri Hilir tahun 2014.

Hasil analisis diperoleh nilai Prevalens Ratio (PR) = 2,84 artinya bidan yang tidak pernah mengikuti pelatihan PPGDON mempunyai risiko 2,84 kali terhadap ketidakmampuan mendeteksi dini kasus preeklamsia dibandingkan bidan yang pernah mengikuti pelatihan PPGDON.

Tabel 4.4     Hubungan Masa Kerja Bidan dengan Kemampuan Bidan dalam  Mendeteksi Dini Kasus Preeklamsia

No Variabel Masa Kerja Bidan

Kemampuan Bidan dalam Mendeteksi Dini Kasus

Preeklamsia Total x2 hitung PR95% CI

Tidak Mampu Mampu12

Kurang OptimalOptimal

23 (71,9%)3 (20%)

9 (28,1%)12 (80%)

32 (68,1%)15 (31,9%)

11,12 3,62,32-44,97

Total 26 (55,3%) 21 (44,7) 47 (100%)Ket : Hasil penelitian dilakukan dengan uji statistik chi-square x2 tabel = 3,841

Berdasarkan tabel 4.4 dapat diketahui dari 47 bidan, bidan yang masa kerja kurang optimal mampu mendeteksi dini kasus preeklamsia sebanyak 9 bidan (28,1%), sedangkan bidan yang masa kerja optimal TIDAK mampu mendeteksi dini kasus preeklamsia sebanyak 3 bidan (20%).

Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan chi-square didapat x2 hitung = 11,12 (x tabel =3,841), maka

dapat disimpulkan bahwa ada hubungan masa kerja bidan dengan kemampuan bidan dalam mendeteksi dini kasus preeklamsia di Puskesmas Gajah Mada Kabupaten Indragiri Hilir tahun 2014. Hasil analisis diperoleh nilai Prevalens Ratio (PR) = 3,6 artinya bidan yang masa kerja kurang optimal mempunyai risiko 3,6 kali terhadap ketidakmampuan mendeteksi dini kasus preeklamsia dibandingkan bidan yang masa kerja optimal.

PEMBAHASAN a. Analisis Univariat

Menurut Notoadmodjo (2007) pengetahuan merupakan hasil dan akibat proses penginderaan yang sebagian besar berasal dari penglihatan dan pendengaran. Adapun pendapat menurut Wibowo (2009) peranan pengetahun dapat menggambarkan kecakapan seseorang dalam segi pemikiran kognitif seperti pemikiran konseptual dan pemikiran analitis. Pengetahuan juga dapat diperoleh dari berbagai pengalaman.

Menurut Simanjuntak (2005) pelatihan merupakan bagian dari investasi sumber daya manusia (human investment) untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan kerja, dengan demikian dapat meningkatkan kinerja pegawai. Menurut Siagian (2006) masa kerja adalah lamanya seseorang bekerja pada suatu organisasi.

Menurut Robin (2007) kemampuan berarti kapasitas seseorang individu untuk melakukan beragam tugas dalam suatu pekerjaan dan merupakan penilaian terkini atas apa yang dapat

Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 7

Page 8: JURNAL-ANGGIE-VOL-6

Dewi Anggriani Harahap

dilakukan seseorang. Apabila dikaitkan dengan hasil penelitian bidan yang tidak mampu mendeteksi dini adalah tidak memiliki kemampuan secara intelektual dan kemampuan secara fisik dalam hal keterampilan khususnya mendeteksi dini kasus preeklamsia. Hal tersebut harus dimiliki oleh bidan yang termasuk standar pelayanan kebidanan yakni mengenali dan menemukan secara dini hipertensi pada kehamilan dan melakukan tindakan yang diperlukan.

Menurut asumsi peneliti dikaitkan dengan teori yang ada pengetahuan yang tinggi diperoleh dari pendidikan baik formal maupun informal dan pengalaman yang dimiliki oleh bidan selama mengemban tugas. Hal tersebut dapat tergambarkan bahwa mayoritas bidan berpendidikan DIII Kebidanan, bahkan masih ada yang berpendidikan DI Kebidanan, akan tetapi lulusan DIII kebidanan yang belum memiliki pengalaman dalam bekerja terutama bekerja dilahan praktik belum mampu mengambil keputusan untuk mendeteksi dini kasus preeklamsia.

b. Analisis Bivariat1. Hubungan Pengetahuan Bidan

Tentang Deteksi Dini Kasus Preekalmsia dengan Kemampuan Bidan dalam Mendeteksi Dini Kasus Preeklamsia

Berdasarkan hasil uji statistik chi-square dengan tingkat kepercayaan 95% diperoleh x2 hitung = 20,98 ≥ x2 tabel = 3,841, artinya ada hubungan pengetahuan bidan dengan kemampuan bidan dalam mendeteksi dini kasus preeklamsia di Puskesmas Gajah Mada Kabupaten Indragiri Hilir tahun 2014. Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan seseorang memiliki intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Perbedaan tingkat pengetahuan

menggambarkan kemampuan berfikir baik secara konseptual maupun analitis.

Menurut Robin (2007) kemampuan seseorang terdiri dari kemampuan intelektual yakni kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan berbagai aktifitas mental berfikir, menalar dan memecahkan masalah serta kemampuan fisik yang dibutuhkan untuk melakukan tugas yang menuntut keterampilan.

Menurut asumsi peneliti dikaitkan dengan teori yang ada bahwa pengetahuan mempengaruhi pola fikir dan kemampuan fisik dalam segi keterampilan terutama kemampuan mendeteksi dini kasus preeklamsia. Semakin tinggi tingkat pengetahuannya maka bidan sudah mampu melakukan justifikasi terhadap sesuatu permasalahan pada kasus preeklamsia dan dapat mengambil suatu tindakan untuk penanganan segera. Berdasarkan hasil penelitian ini mayoritas pengetahuan bidan rendah, maka kemampuan dalam hal mendeteksi dini pada kasus preeklamsia juga masih rendah. Hal tersebut didasarkan atas kebiasaan mengambil tindakan tanpa menganalisis sebab akibat, hanya fokus pada penanganan terhadap kasus tersebut, selain faktor pengetahuan tersebut, media massa sebagai sarana komunikasi, berbagai media massa seperti televisi, radio, mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya perilaku, faktor sikap juga mempengaruhi respon pribadi terhadap obyek dalam hal ini berkaitan dengan perilaku. Sikap seseorang dapat membentuk sikap sosial yakni ada keseragaman sikap terhadap suatu obyek.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Elvi (2011), pengetahuan sangat berhubungan terhadap kinerja bidan dalam mendeteksi dini

Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 8

Page 9: JURNAL-ANGGIE-VOL-6

Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan kemampuan Bidan Dalam Mendeteksi Dini Kasus Preeklamsia Di Puskesmas Gajah Mada Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2014

preeklamsia.Perubahan perilaku yang terjadi merupakan usaha sadar dan disengaja dari individu yang bersangkutan yakni dengan bertambahnya pengetahuan semakin bertambah keterampilannya. Bertambahnya pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki merupakan kelanjutan dari pengetahuan sebelumnya, sebaliknya pengetahuan dan keterampilan yang telah diperoleh akan menjadi dasar bagi pengembangan pengetahuan dan keterampilan berikutnya.

2. Hubungan Pelatihan Bidan dengan Kemampuan Bidan dalam Mendeteksi Dini Kasus Preeklamsia

Berdasarkan hasil uji statistik chi-square diperoleh x2 hitung = 9,02 ≥ x2 tabel = 3,841, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan pelatihan bidan dengan kemampuan bidan dalam mendeteksi dini kasus preeklamsia di Puskesmas Gajah Mada Kabupaten Indragiri Hilir tahun 2014.

Pelatihan merupakan bagian dari investasi sumber daya manusia untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan kerja serta kompetensi bidan. Menurut Ivencevich (2008) pelatihan merupakan sebuah proses sistematis untuk mengubah perilaku kerja seseorang/sekelompok pegawai dalam usaha meningkatkan kinerja organisasi, pelatihan terkait dengan keterampilan dan kemampuan yang diperlukan untuk pekerjaannya.

Prestasi kerja akan meningkat apabila ada kesesuaian antara kemampuan dan jenis pekerjaan, oleh karena itu kebutuhan akan kemampuan bidan dibutuhkan kemampuan secara intelektual dengan mengetahui tanda dan gejala preeklamsia dan mampu menalar untuk memecahkan permasalahan

terhadap kasus tersebut, serta kemampuan yang menuntut keterampilan melalui pelatihan dalam hal penanganan awal jika terdeteksi preeklamsia dan merencanakan asuhan kebidanan yang tepat. Kemampuan keterampilan dapat juga diperoleh dari pengalaman bekerja disebuah unit pelayanan kesehatan yakni pengalaman dalam mendeteksi dini kasus preeklamsia.

Menurut asumsi peneliti yang dikaitkan dengan teori bahwa, ada keterkaitan pelatihan dengan ranah pembelajaran, dimana ranah pembelajaran meliputi kognitif, psikomotor dan afektif. Bidan yang pernah mengikuti pelatihan akan mampu meningkatkan keterampilan atau kompetensi kerja terutama pelatihan tentang penanganan kegawatdaruratan obstetri dan neonatal sehingga mampu mendeteksi dini kasus preeklamsia. Pernyataan tersebut tergambarkan dengan bidan yang tidak pernah mengikuti pelatihan terdiri dari bidan TKS sebanyak 25 orang, PTT sebanyak 3 orang dan PNS sebanyak 3 orang. Pelatihan diadakan dengan materi khusus dan jadwal waktu pelaksanaan yang pendek dan lebih diutamakan kepada bidan pelaksana yang PNS, maka dari itu banyak bidan yang tidak pernah mengikuti pelatihan dikarenakan mayoritas TKS dan PTT, sedangkan PNS yang tidak pernah mengikuti pelatihan tersebut adalah bidan yang masa kerja kurang optimal. Pelatihan PPGDON tidak diadakan dengan jadwal secara rutin setiap tahunnya, sehingga kesempatan untuk ikut pelatihan tersebut belum ada.

Adapun faktor lain selain pelatihan yang mempengaruhi ketidakmampuan mendeteksi dini kasus preeklamsia adalah supervisi dari pemegang program baik di Puskesmas dan Dinas Kesehatan bahkan Organisasi profesi bahwa dengan

Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 9

Page 10: JURNAL-ANGGIE-VOL-6

Dewi Anggriani Harahap

tingginya kasus preeklamsia maka diperlukan pengembangan keterampilan atau keahlian sangat penting bagi bidan pelaksana, secara deskripsi tertentu potensi bidan mungkin sudah memenuhi syarat administrasi pada pekerjaan, tetapi secara aktual bidan harus mengikuti atau mengimbangi perkembangan sesuai dengan tugas yang dijabatnya. Alasan tidak rutinnya pelaksanaan pelatihan yang diaadakan oleh dinas kesehatan yang bekerja sama dengan organisasi profesi adalah faktor alokasi dana yang tidak secara rutin dianggarkan untuk pelaksanaan tersebut, sehingga tidak memungkinkan untuk dapat mengikuti pelatihan oleh bidan secara keseluruhan, dan pelaksanaan pelatihan tersebut lebih diutamakan adalah bidan pelaksana yang sudah PNS, karena adanya keterikatan beban kerja dengan jabatannya.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Melandi Meha (2009) bahwa ada hubungan yang signifikan anatara pelatihan dengan pengetahuan sehingga dapat meningkatkan keterampilan bidan. Pelatihan sangat mempengaruhi perubahan perilaku sehingga dapat meningkatkan keterampilan bidan yang lazimnya dirumuskan dalam kategori pengetahuan, kecerdasan, sikap serta keterampilan.

3. Hubungan Masa Kerja Bidan dengan Kemampuan Bidan dalam Mendeteksi Dini Kasus Preeklamsia

Berdasarkan hasil uji statistik chi-square diperoleh x2 hitung = 11,12 ≥ x2 tabel = 3,841, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan masa kerja bidan dengan kemampuan bidan dalam mendeteksi dini kasus preeklamsia di Puskesmas Gajah Mada Kabupaten Indragiri Hilir tahun 2014. Menurut Notoatmodjo (2005), pengalaman adalah

guru yang baik, oleh sebab itu pengalaman merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman itu merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dan peningkatan kualitas pelayanan.

Hal tersebut dikarenakan oleh bidan yang masa kerja kurang optimal dan tidak mampu mendeteksi dini pada kasus preeklamsia adalah bidan yang memiliki pendidikan DIII sebanyak 16 orang dan DIV sebanyak 4 orang. Menurut Depkes RI (2009), lama bekerja seseorang bidan dapat diidentikkan dengan banyaknya pengalaman yang sudah dimilikinya, dengan demikian semakin banyaknya pengalaman yang diperoleh seseorang selama bekerja maka pengetahuan bidan bertambah pula, dengan pengetahuannya tersebut bidan dapat menyesuaikan diri dengan pekerjaan yang diembannya.

Bidan yang baru lulus dari pendidikan DIII Kebidanan, sementara pengalaman dan keahlian dalam mendeteksi dini kasus obstetri khususnya preeklamsia masih belum memadai, karena teori yang diperoleh tidak seluruhnya ditemukan di lahan praktik sehingga dibutuhkan pengalaman yang baik.

Menurut asumsi peneliti semakin lama seorang bidan bekerja semakin banyak pula pengalaman yang di dapat, maka akan semakin mampu dalam mendeteksi dini pada kasus preeklamsia, karena dengan pengalaman banyak menemukan berbagai kasus obstetri khususnya kasus preeklamsia dan mampu memecahkan permasalahan dan mengambil tindakan yang sesuai dengan rencana asuhan kebidanan. Adapun faktor lain selain pengalaman yang dimiliki bidan, yang mempengaruhi untuk melakukan deteksi dini kasus preeklamsia adalah adalah motivasi, setiap bidan melakukan sesuatu atau berbuat sesuatu pada dasarnya karena didorong oleh motivasi tertentu.

Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 10

Page 11: JURNAL-ANGGIE-VOL-6

Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan kemampuan Bidan Dalam Mendeteksi Dini Kasus Preeklamsia Di Puskesmas Gajah Mada Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2014

Motivasi merupakan dorongan yang ada dalam diri sehingga menyebabkan bidan mau dan rela untuk mengerahkan kemampuan dalam bentuk keahlian dan keterampilan, tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan menunaikan kewajibannya, dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan sebelumnya.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Gunarta (2002), dimana terdapat hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan ketepatan diagnosis kasus obstetri. Lamanya masa kerja seseorang disebuah unit pelayanan kesehatan merupakan pengalaman yang sangat berharga sebagai landasan untuk memecahkan suatu permasalahan terutama ketepatan diagnosis terhadap kasus obstetri.

PENUTUP

Simpulan1. Semakin tinggi pengetahuan bidan

maka semakin mampu dalam mendeteksi dini kasus preeklamsia di Puskesmas Gajah Mada Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2014.

2. Terdapat hubungan pelatihan bidan dengan kemampuan bidan dalam mendeteksi dini kasus preeklamsia di Puskesmas Gajah Mada Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2014.

3. Terdapat hubungan masa kerja bidan dengan kemampuan dalam mendeteksi kasus preeklamsia di Puskesmas Gajah Mada Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2014.

DAFTAR PUSTAKA

Bahari (2009). Hubungan Usia dan Paritas terhadap Kejadian Preeklamsia pada Ibu Bersalin. Buletin Penelitian RSUD dr. Soetomo.

Chapman, Vicky (2006). Asuhan Kebidanan Persalinan & Kelahiran. Jakarta: EGC.

Depkes RI (2001). Standar Pelayanan Kebidanan. Jakarta: Depkes RI.

Dewi, dkk (2011). Asuhan Kehamilan untuk Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.

Elvi (2011). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Bidan Desa dalam Deteksi Dini Preeklamsia di Kabupaten Rejang Lebong Provinsi Bengkulu Tahun 2011.

Endang, Rostiati (2011). Evaluasi Kinerja Bidan Puskesmas dalam Pelayanan ANC di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta Tahun 2011.

Gunawan, Budi (2006). Membangun Kompetensi Polri/SMU. Jakarta: Samitra Media Utama.

Hastono, Sutanto Priyo (2007).Modu Analisis Data. Jakarta: FKUI.

Hidayat (2007). Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba.

Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 11

Page 12: JURNAL-ANGGIE-VOL-6

Dewi Anggriani Harahap

Indiarti, MT (2009).Panduan Lengkap Kehamilan, Persalinan, Perawatan Bayi, Bahagia Menyambut Si Buah Hati Cetakan X. Yogyakarta: Diglossia Media.

Irianti, dkk (2013). Asuhan Kehamilan Berbasis Bukti. Jakarta: Sagung Seto.

Ivancevich, John M, dkk (2008). Perilaku dan Manajemen Organisasi Edisi 1 (cetakan 7). Jakarta: Erlangga.

Kepmenkes RI (2007). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 369/MENKES/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Bidan. Jakarta.

Kusmayati Y, dkk (2009). Perawatan Ibu Hamil (Asuhan Ibu Hamil) Cetakan Kelima. Yogyakarta: Fitramaya.

Meilani, dkk (2009). Kebidanan Komunitas Cetakan I. Yogyakarta: Fitramaya.

Meha, Melandi (2009). Hubungan Karakteristik, Pengetahuan Dan Sikap Bidan Dengan Tindakan Bidan Dalam Mengatasi Komplikasi Selama Persalinan Di Wilayah Kerja Puskesmas Hessa Air Genting Kabupaten Asahan Tahun 2009.

Notoatmodjo, Soekidjo (2007). Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta.

(2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nursalam (2007). Manajemen Keperawatan, Aplikasi Praktik Keperawatan Profesional, cetakan I. Jakarta: Salemba Medika.

(2008).Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Payaman, Simanjuntak (2005). Manajemen dan Evaluasi Kinerja. Jakarta: FEVI.

Permenkes Nomor 1464 (2010). Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan.

Riyanto, Agus (2011). Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Rukiyah (2010). Asuhan Kebidanan Patologi. Jakarta: EGC.

Riduwan (2008). Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian Cetakan 4. Bandung: Alfabeta.

Robbbins & Judge (2007). Perilaku Organisasi. Jakarta : Salemba Empat.

Setiawan, A. dan Saryono (2010). Metodologi Penelitian Kebidanan. Jakarta: NuhaMedika.

Siagian, Sondang P (2006). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.

Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 12

Page 13: JURNAL-ANGGIE-VOL-6

Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan kemampuan Bidan Dalam Mendeteksi Dini Kasus Preeklamsia Di Puskesmas Gajah Mada Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2014

Sumantri, Arif (2011). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.

Wheeler (2004). Buku Saku Asuhan Prenatal & Postpartum. Jakarta: EGC.

Jurnal Kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau Page 13