Jurnal AgroBiogen - Pertanian

19
2017 Indeks Abstrak Bahasa Indonesia 147–0 Jurnal AgroBiogen ISSN 1907-1094 E-ISSN 2549-1547 Volume 13, 2017 Keterangan diberikan tanpa dipungut biaya. Lembar abstrak ini dapat di-copy tanpa izin penerbit/penulis Rerenstradika T. Terryana, Kristianto Nugroho, Reflinur, Karden Mulya, Nurwita Dewi, dan Puji Lestari (Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian) Keragaman Genotipik dan Fenotipik 48 Aksesi Kedelai Introduksi Asal Cina J. AgroBiogen Juni 2017, vol. 13 no. 1, hlm. 1–16 Sebagai salah satu komoditas tanaman pangan penting di Indonesia setelah padi dan jagung, kedelai memerlukan upaya peningkatan keragaman genetik dengan cara intro- duksi aksesi dari negara lain terutama Cina sebagai salah satu negara asal kedelai di dunia. Marka simple sequence repeat (SSR) dapat digunakan untuk analisis keragaman genetik antaraksesi kedelai introduksi. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari keragaman genotipik dan fenotipik 48 aksesi kedelai introduksi asal Cina menggunakan 15 marka SSR. Analisis DNA dilakukan menggunakan PCR dan data hasil PCR menggunakan marka SSR dianalisis mengguna- kan perangkat lunak XLSTAT, NTSYS, dan PowerMarker. Data karakter morfologis diperoleh dari basis data Germplasm Resources Information Network (GRIN), United States Department of Agriculture (USDA) (www.ars- grin.gov). Data ini digunakan sebagai data keragaman feno- tipik yang diperlukan untuk menunjang hasil karakterisasi molekuler. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat keragaman karakter morfologis dan molekuler antaraksesi kedelai yang dipelajari. Berdasarkan hasil analisis kom- ponen utama, karakter tinggi tanaman, bobot 100 biji, hasil biji, warna pusar biji, warna trikoma, warna bunga, dan warna polong berkontribusi besar terhadap keragaman total. Analisis molekuler menggunakan marka SSR menun- jukkan bahwa terdapat variasi alel yang cukup tinggi (9–25 alel) di antara aksesi kedelai dengan rerata jumlah alel 15,6, sedangkan rerata nilai Polymorphism Information Content (PIC) sebesar 0,89 (0,84–0,94). Seluruh marka SSR memiliki nilai PIC>0,5 yang menunjukkan bahwa marka tersebut informatif untuk studi keragaman genetik kedelai dengan rerata nilai diversitas gen sebesar 0,90. Hasil analisis filo- genetik dan analisis koordinat utama menunjukkan bahwa 48 aksesi tersebut mengelompok menjadi tiga dengan koefisien kemiripan 0,84. Pada penelitian ini dilakukan pula uji asosiasi antara marka SSR dan karakter morfologis. Asosiasi yang signifikan ditemukan pada tujuh lokus marka SSR. Persentase keragaman total yang dapat dijelaskan oleh marka SSR tersebut, yaitu 17,25–78,45%. Marka GMES2225 dan Sat_286 berasosiasi dengan warna kulit biji, sedangkan marka GmF35H berasosiasi dengan tinggi tanaman. Informasi keragaman genetik akan sangat ber- manfaat sebagai langkah awal untuk kegiatan seleksi tetua persilangan dengan sifat yang diinginkan dalam membantu program pemuliaan kedelai di Indonesia. (Penulis) Kata kunci: Kedelai, Cina, keragaman genetik, marka SSR. Kristianto Nugroho, Rerenstradika T. Terryana, Reflinur, Puji Lestari, Karden Mulya, dan I Made Tasma (Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian) Keragaman Genetik Dua Puluh Aksesi Plasma Nutfah Jatropha spp. Menggunakan Marka Simple Sequence Repeat J. AgroBiogen Juni 2017, vol. 13 no. 1, hlm. 17–24 Jarak pagar (Jatropha curcas L.) merupakan salah satu tanaman yang potensial sebagai penghasil energi alternatif bahan bakar fosil. Informasi mengenai keragaman genetik genus Jatropha spp. sangat penting untuk menentukan arah kegiatan pemuliaan ke depan. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis keragaman genetik 20 aksesi plasma nutfah Jatropha spp. asal Indonesia dan Thailand meng- gunakan 20 marka SSR. Sebanyak 129 alel berhasil di- deteksi dengan rentang 49 alel per lokus dan rerata 6,5 alel. Nilai diversitas gen sebesar 0,53 hingga 0,86 dengan rerata 0,75, sedangkan nilai PIC sebesar 0,49 hingga 0,84 dengan rerata 0,71. Sebanyak 12 marka memiliki nilai PIC > 0,70 dan bersifat informatif untuk membedakan individu jarak. Rerata frekuensi alel utama yang diperoleh sebesar 37% dengan rentang 18–55%. Sebanyak 7 marka SSR mampu membedakan genotipe heterozigot dengan nilai heterozigositas sebesar 0,05 hingga 0,11 dengan rerata 0,03. Hasil analisis filogenetik menunjukkan bahwa 20 aksesi Jatropha spp. memisah menjadi dua klaster utama pada koefisien kesamaan 0,70. Klaster pertama terdiri atas 17 aksesi J. curcas, sedangkan klaster kedua terdiri atas 3 aksesi, yaitu J. podagrica, J. gossypifolia, dan J. multifida. Data keragaman genetik yang diperoleh pada penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai dasar pemilihan tetua per- silangan dalam rangka menghasilkan varietas unggul baru dengan karakter kadar minyak tinggi sesuai yang diharap- kan. (Penulis) Kata kunci: Jatropha spp., keragaman genetik, SSR 1

Transcript of Jurnal AgroBiogen - Pertanian

Page 1: Jurnal AgroBiogen - Pertanian

2017 Indeks Abstrak Bahasa Indonesia

147–0

Jurnal AgroBiogen

ISSN 1907-1094 E-ISSN 2549-1547

Volume 13, 2017

Keterangan diberikan tanpa dipungut biaya. Lembar abstrak ini dapat di-copy tanpa izin penerbit/penulis

Rerenstradika T. Terryana, Kristianto Nugroho, Reflinur, Karden Mulya, Nurwita Dewi, dan Puji Lestari (Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian)

Keragaman Genotipik dan Fenotipik 48 Aksesi Kedelai Introduksi Asal Cina

J. AgroBiogen Juni 2017, vol. 13 no. 1, hlm. 1–16

Sebagai salah satu komoditas tanaman pangan penting di Indonesia setelah padi dan jagung, kedelai memerlukan upaya peningkatan keragaman genetik dengan cara intro-duksi aksesi dari negara lain terutama Cina sebagai salah satu negara asal kedelai di dunia. Marka simple sequence repeat (SSR) dapat digunakan untuk analisis keragaman genetik antaraksesi kedelai introduksi. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari keragaman genotipik dan fenotipik 48 aksesi kedelai introduksi asal Cina menggunakan 15 marka SSR. Analisis DNA dilakukan menggunakan PCR dan data hasil PCR menggunakan marka SSR dianalisis mengguna-kan perangkat lunak XLSTAT, NTSYS, dan PowerMarker. Data karakter morfologis diperoleh dari basis data Germplasm Resources Information Network (GRIN), United States Department of Agriculture (USDA) (www.ars-grin.gov). Data ini digunakan sebagai data keragaman feno-tipik yang diperlukan untuk menunjang hasil karakterisasi molekuler. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat keragaman karakter morfologis dan molekuler antaraksesi kedelai yang dipelajari. Berdasarkan hasil analisis kom-ponen utama, karakter tinggi tanaman, bobot 100 biji, hasil biji, warna pusar biji, warna trikoma, warna bunga, dan warna polong berkontribusi besar terhadap keragaman total. Analisis molekuler menggunakan marka SSR menun-jukkan bahwa terdapat variasi alel yang cukup tinggi (9–25 alel) di antara aksesi kedelai dengan rerata jumlah alel 15,6, sedangkan rerata nilai Polymorphism Information Content (PIC) sebesar 0,89 (0,84–0,94). Seluruh marka SSR memiliki nilai PIC>0,5 yang menunjukkan bahwa marka tersebut informatif untuk studi keragaman genetik kedelai dengan rerata nilai diversitas gen sebesar 0,90. Hasil analisis filo-genetik dan analisis koordinat utama menunjukkan bahwa 48 aksesi tersebut mengelompok menjadi tiga dengan koefisien kemiripan 0,84. Pada penelitian ini dilakukan pula uji asosiasi antara marka SSR dan karakter morfologis. Asosiasi yang signifikan ditemukan pada tujuh lokus marka SSR. Persentase keragaman total yang dapat dijelaskan oleh marka SSR tersebut, yaitu 17,25–78,45%. Marka GMES2225 dan Sat_286 berasosiasi dengan warna kulit biji, sedangkan marka GmF35H berasosiasi dengan tinggi tanaman. Informasi keragaman genetik akan sangat ber-

manfaat sebagai langkah awal untuk kegiatan seleksi tetua persilangan dengan sifat yang diinginkan dalam membantu program pemuliaan kedelai di Indonesia.

(Penulis)

Kata kunci: Kedelai, Cina, keragaman genetik, marka SSR.

Kristianto Nugroho, Rerenstradika T. Terryana, Reflinur, Puji Lestari, Karden Mulya, dan I Made Tasma (Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian)

Keragaman Genetik Dua Puluh Aksesi Plasma Nutfah Jatropha spp. Menggunakan Marka Simple Sequence Repeat

J. AgroBiogen Juni 2017, vol. 13 no. 1, hlm. 17–24

Jarak pagar (Jatropha curcas L.) merupakan salah satu tanaman yang potensial sebagai penghasil energi alternatif bahan bakar fosil. Informasi mengenai keragaman genetik genus Jatropha spp. sangat penting untuk menentukan arah kegiatan pemuliaan ke depan. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis keragaman genetik 20 aksesi plasma nutfah Jatropha spp. asal Indonesia dan Thailand meng-gunakan 20 marka SSR. Sebanyak 129 alel berhasil di-deteksi dengan rentang 49 alel per lokus dan rerata 6,5 alel. Nilai diversitas gen sebesar 0,53 hingga 0,86 dengan rerata 0,75, sedangkan nilai PIC sebesar 0,49 hingga 0,84 dengan rerata 0,71. Sebanyak 12 marka memiliki nilai PIC > 0,70 dan bersifat informatif untuk membedakan individu jarak. Rerata frekuensi alel utama yang diperoleh sebesar 37% dengan rentang 18–55%. Sebanyak 7 marka SSR mampu membedakan genotipe heterozigot dengan nilai heterozigositas sebesar 0,05 hingga 0,11 dengan rerata 0,03. Hasil analisis filogenetik menunjukkan bahwa 20 aksesi Jatropha spp. memisah menjadi dua klaster utama pada koefisien kesamaan 0,70. Klaster pertama terdiri atas 17 aksesi J. curcas, sedangkan klaster kedua terdiri atas 3 aksesi, yaitu J. podagrica, J. gossypifolia, dan J. multifida. Data keragaman genetik yang diperoleh pada penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai dasar pemilihan tetua per-silangan dalam rangka menghasilkan varietas unggul baru dengan karakter kadar minyak tinggi sesuai yang diharap-kan.

(Penulis)

Kata kunci: Jatropha spp., keragaman genetik, SSR

1

Page 2: Jurnal AgroBiogen - Pertanian

JURNAL AGROBIOGEN VOL. 13 NO. 1, JUNI 2017 148–0

Puji Lestari1, Dwi N. Susilowati1, I Made Samudra1, Tri P. Priyatno1, Kristianto Nugroho1, Whyranti Nurarfa2, Inda Setyawati2, dan Yadi Suryadi1 (1Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian, 2Departemen Biokimia IPB, Fakultas FMIPA, Gedung FAPET)

Keragaman Genetik Rizobakteri Penghasil Asam Indol Asetat Berdasarkan 16S rRNA dan Amplified Ribosomal DNA Restriction Analysis

J. AgroBiogen Juni 2017, vol. 13 no. 1, hlm. 25–34

Asam indol asetat (AIA) dapat dihasilkan oleh bakteri rizosfer/rizobakteri pemacu pertumbuhan tanaman (PPT). Keragaman genetik isolat bakteri PPT indigenous Indonesia perlu diinvestigasi untuk mencari sumber potensial agen PPT dengan informasi kekerabatan intra dan interspesies yang jelas. Karena itu penelitian ini bertujuan mengetahui keragaman genetik rizobakteri penghasil AIA indigenous Indonesia dengan gen 16S rRNA, dilengkapi dengan ARDRA. Koleksi isolat bakteri BB Biogen diidentifikasi kandungan AIA-nya, morfologi secara makroskopis dan sekuensing pada sekuen 16S rRNA dan ARDRA. Total empat belas isolat rizobakteri memiliki kandungan AIA dalam kisaran 5,24–37,69 µg/ml dan tertinggi pada SM1. Karakteristik mor-fologi koloni rizobakteri mendukung variasi strain bakteri penghasil AIA. Delapan isolat terpilih diidentifikasi sebagai spesies Bacillus dengan homologi 96–99%. Lima isolat (SM1, JP4, KP3, MB2, dan CP3) diidentifikasikan sebagai B. subtilis, SC2 sebagai B. amyloliquefaciens, BL2 dekat dengan B. velezensis, dan JP3 memiliki homologi tinggi dengan Brevundimonas olei. Delapan isolat rizobakteri tersebut berkerabat dekat dengan strain bakteri referensi yang memiliki kesamaan spesies. Analisis ARDRA-RsaI menghasilkan lima filotipe dengan keunikan pola sidik jari. Isolat CP3, MB 2, dan KP 3 berada dalam satu filotipe. Kedekatan isolat dalam Bacillus sp. digambarkan oleh filotipe 5 (B. subtilis SM1 dan B. velezensis BL2) yang di-duga jauh dari B. amyloliquefaciens SC2 (filotipe 4) dan JP 3 pada genus Brevundimonas (filotipe 3). Keragaman genetik isolat rizobakteri penghasil AIA terhitung rendah berdasarkan 16S-rRNA dan ARDRA-RsaI.

(Penulis)

Kata kunci: AIA, ARDRA, rizobakteri pemacu pertumbuhan tanaman, 16S rRNA, keragaman genetik.

Rossa Yunita1, Nurul Khumaida2, Didy Sopandie2, dan Ika Mariska1 (1Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian, 2Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor)

Optimasi Regenerasi Padi Indica melalui Jalur Organogenesis

J. AgroBiogen Juni 2017, vol. 13 no. 1, hlm. 35–42

Regenerasi tanaman merupakan tahapan penting yang perlu dikuasai sebelum diaplikasikan untuk perakitan

varietas unggul secara kultur in vitro. Penelitian bertujuan mengoptimasi teknik regenerasi in vitro beberapa varietas padi indica melalui jalur organogenesis. Percobaan meng-gunakan Rancangan Acak Lengkap yang disusun secara faktorial. Materi yang dicobakan, yaitu Ciherang, Inpari 13, Inpara 3, Pokkali, dan IR29. Perlakuan yang diberikan untuk induksi kalus organogenik adalah 2,4-D (0, 1, 3, 5, 7 mg/l) + kasein hidrolisat 3 g/l, untuk regenerasi kalus membentuk tunas adventif adalah BA (0, 1, 5 mg/l) + zeatin (0, 0,1, 0,3 mg/l) + prolin 100 mg/l, untuk multiplikasi tunas adalah MS + thidiazuron/TDZ (0, 0,1, 0,3 mg/l) dan untuk perakaran adalah IBA (0, 1, 2, 3 mg/l). Hasil penelitian menunjukkan media terbaik untuk induksi kalus untuk padi varietas Ciherang, Inpari 13, dan Pokkali adalah MS + 2,4-D 3 mg/l, sedangkan untuk varietas Inpari 3 dan IR29 adalah MS + 2,4-D 5 mg/l. Media terbaik untuk regenerasi tunas untuk varietas Ciherang adalah BA 5 mg/l + zeatin 0,1 mg/l + prolin 100 mg/l, untuk Inpari 13 adalah MS + BA 3 mg/l + zeatin 0,3 mg/l + prolin 100 mg/l, untuk Inpara 3 adalah BA 5 mg/l + zeatin 0,3 mg/l + prolin 100 mg/l dan untuk Pokkali dan IR29 adalah MS + BA 3 mg/l + zeatin 0,1 mg/l. Media terbaik untuk multiplikasi tunas adalah MS + TDZ 0,3 mg/l dan untuk induksi perakaran adalah MS + IBA 2 mg/l. Setiap tahapan kegiatan pembentukan planlet membutuh-kan formulasi media yang berbeda.

(Penulis)

Kata kunci: Kalus organogenik, tunas adventif, Oryza sativa L., perakaran

Wawan1, Teguh Santoso2, Ruly Anwar2, dan Tri P. Priyatno1 (1 Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian, 2Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor)

Isolasi dan Identifikasi Entomopatogen Hirsutella citriformis [Speare] dan Potensi Miselianya sebagai Sumber Inokulum untuk Pengendalian Wereng Cokelat [Nilaparvata lugens Stål.]

J. AgroBiogen Juni 2017, vol. 13 no. 1, hlm. 43–52

Hirsutella citriformis merupakan salah satu jamur entomo-patogen potensial untuk wereng batang cokelat (WBC), tetapi belum banyak dimanfaatkan karena konidianya sulit diperbanyak sehingga perlu dicari propagul alternatif. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi isolat H. citrifor-mis yang menginfeksi WBC dan menguji efektivitas miselianya sebagai alternatif inokulum konidia dalam pengendalian biologis WBC. Identifikasi Hirsutella dilaku-kan berdasarkan karakter morfologis dan molekuler dan berdasarkan sekuen internal transcribed spacer (ITS). Konidia dan miselia pada berbagai konsentrasi diaplikasi-kan pada nimfa WBC instar 2–3 dengan cara penyemprot-an. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan ka-rakter morfologis, isolat jamur entomopatogen asal Bogor yang menyerang WBC di lapangan adalah H. citriformis. Salah satu isolat (Bgr 0716) telah diidentifikasi berdasarkan sekuen ITS dan terkonfirmasi sebagai H. citriformis. Apli-kasi miselia isolat Bgr 0716 efektif mengendalikan WBC

2

Page 3: Jurnal AgroBiogen - Pertanian

2017 Indeks Abstrak Bahasa Indonesia

149–0

dengan nilai lethal time 50% (LT50) selama 13,3 hari, tidak jauh berbeda dari nilai LT50 konidia yang terjadi dalam waktu 12,8 hari. Nilai lethal concentration 50% (LC50) miselia sekitar 2,303 g/l, sedangkan nilai LC50 untuk apli-kasi konidia adalah sebesar 2,5 × 105 konidia/ml. Dengan nilai LT50 dan LC50 yang relatif rendah tersebut, miselia layak untuk diaplikasikan dalam skala luas karena pro-duksinya lebih mudah dan cepat dibanding dengan pro-duksi konidia. Oleh karena itu, miselia H. citriformis dapat menjadi propagul aktif sebagai alternatif konidia untuk pengembangan biopestisida efektif terhadap WBC.

(Penulis)

Kata kunci: Entomopatogen, Hirsutella citriformis, pengen-dalian biologis, wereng batang cokelat.

Chaerani (Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian)

Virulensi Wereng Batang Cokelat [Nilaparvata lugens Stål] dan Strategi Pengelolaannya

J. AgroBiogen Juni 2017, vol. 13 no. 1, hlm. 53–66

Wereng batang cokelat (WBC) timbul menjadi hama utama padi di Asia sebagai dampak revolusi hijau. Ledakan populasi WBC didukung oleh perilaku WBC yang monofa-gus pada padi, keperidian tinggi, dan kemampuan migrasi jarak jauh. WBC bersifat labil dalam virulensi dan mampu beradaptasi pada varietas tahan. Penggunaan istilah ‘biotipe’ untuk pengelompokan virulensi WBC masih di-perdebatkan karena adanya variasi virulensi dan genetik antarindividu dalam satu biotipe. Makalah tinjauan ini membahas aspek strategi hidup dan makan, biokimia, interaksi dengan endosimbion, dan genetik WBC untuk mengetahui basis adaptasi virulensi WBC sehingga dapat digunakan dalam perbaikan strategi pengelolaan hama ini. Pada level molekuler, virulensi ditandai dengan peningkat-an profil ekspresi gen-gen yang berkaitan dengan detoksifi-kasi senyawa alelokemik tanaman; metabolisme lipid, karbohidrat, asam amino, dan nitrogen; jalur lintas pe-nyinalan respons pertahanan, respons terhadap cekaman, dan respons kekebalan. Penelitian genomik mengungkap interaksi komplementer antara WBC dan mikroorganisme endosimbion, tetapi percobaan menggunakan WBC apo-simbiotik menunjukkan bahwa kepadatan endosimbion tidak selalu berkorelasi positif dengan virulensi WBC. Bertolak belakang dengan hasil-hasil penelitian sebelum-nya, pemetaan genetik gen virulensi menggunakan tetua inbred menunjukkan bahwa virulensi WBC dikendalikan secara monogenik sehingga hubungan gene-for-gene antara WBC dengan tanaman padi berlaku. Strategi pe-nanaman varietas tahan untuk mengantisipasi adaptasi virulensi WBC seiring dengan dinamika varietas padi yang ditanam di lapangan dibahas dalam makalah ini.

(Penulis)

Kata kunci: Wereng batang cokelat, virulensi, biotipe, adaptasi, endosimbion

A. Dinar Ambarwati1, Tri J. Santoso1, Edy Listanto1, Toto Hadiarto1, Eny I. Riyanti1, Kusmana2, Bambang Sugiharto3, Netty Ermawati4, dan Sukardiman5 (1Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian, 2Balai Penelitian Tanaman Sayuran, 3Universitas Jember, 4Politeknik Negeri Jember, 5Universitas Airlangga)

Pemuliaan Kentang Produk Rekayasa Genetik Tahan terhadap Penyakit Busuk Daun (Phytophthora infestans) dan Aman Pangan di Indonesia

J. AgroBiogen Juni 2017, vol. 13 no. 1, hlm. 67–74

Pemanfaatan tanaman kentang produk rekayasa genetik (PRG) dalam pemuliaan tanaman melalui persilangan dengan Atlantic dan Granola telah menghasilkan enam galur PRG hasil silangan yang terseleksi. Sebelum komer-sialisasi, kentang PRG harus dikaji keamanan pangan dan lingkungannya. Penulisan bertujuan memberikan informasi mengenai tanaman kentang PRG di Indonesia yang tahan terhadap penyakit busuk daun Phytophthora infestans dan telah dinyatakan aman untuk dikonsumsi oleh manusia. Analisis stabilitas menunjukkan bahwa gen RB stabil ter-integrasi selama empat generasi klonal berurutan dalam genom tanaman kentang PRG dengan satu sisipan gen. Hasil studi komposisi dan nutrisi, glikoalkaloid total, dan anti nutrisi pada kentang PRG Katahdin SP951 dan galur-galur silangannya bersifat sepadan dengan Katahdin non-PRG. Studi toksisitas menunjukkan bahwa pemberian pakan suspensi umbi kentang dan suspensi tepung ken-tang Katahdin SP951 dan galur-galur silangan tidak ber-dampak terhadap mortalitas, bobot badan, dan tanda-tanda klinis pada mencit. Protein RB tidak memiliki homo-logi yang tinggi dengan protein toksin sehingga tidak ber-sifat toksik. Studi alergenisitas dengan Simulated Gastric Fluid dan Simulated Intestinal Fluid menunjukkan bahwa protein umbi kentang Katahdin SP951 dan galur-galur silangan terdegradasi kurang dari 5 menit inkubasi setelah perlakuan enzim pepsin atau tripsin. Protein RB tidak mempunyai sekuen asam amino yang homolog dengan protein alergen, sehingga tidak berpotensi menimbulkan alergi. Kentang Katahdin SP951 telah dinyatakan aman untuk dikonsumsi melalui Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan tahun 2016. Tanaman ken-tang PRG tahan P. infestans yang dapat mengurangi 50% aplikasi fungisida, dan telah mendapat sertifikat aman pangan dan aman lingkungan diharapkan dapat menjadi pilihan untuk dimanfaatkan petani.

(Penulis)

Kata kunci: Kentang PRG, busuk daun P. infestans, keamanan pangan.

3

Page 4: Jurnal AgroBiogen - Pertanian

JURNAL AGROBIOGEN VOL. 13 NO. 1, JUNI 2017 150–0

R. Heru Praptana1, Y.B. Sumardiyono2, Sedyo Hartono2, dan Y. Andi Trisyono2 (1Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada)

Variasi Genetik Rice Tungro Bacilliform Virus (RTBV) dari Daerah Istimewa Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Tengah

J. AgroBiogen Desember 2017, vol. 13 no. 2, hlm. 75–82

Tungro merupakan salah satu penyakit penting pada padi yang menjadi kendala dalam peningkatan produksi padi di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi dua virus yang berbeda secara serologis, yaitu Rice tungro bacilliform virus (RTBV) dan Rice tungro spherical virus (RTSV) yang hanya dapat ditularkan oleh wereng hijau, terutama Nephotettix virescens (Distant) secara semipersisten. Infor-masi keragaman genetik virus tungro diperlukan sebagai pertimbangan dalam pengendalian penyakit tungro meng-gunakan varietas tahan. Penelitian ini bertujuan meng-identifikasi keragaman genetik RTBV dari tiga daerah ende-mis virus tungro di Indonesia berdasarkan sekuen basa nukleotida dan asam amino pada open reading frame 2 (ORF2). Isolat RTBV dikoleksi di Daerah Istimewa Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Tengah dengan cara penularan virus tungro secara buatan pada bibit padi varietas TN1 menggunakan wereng hijau hasil tangkapan dari lapangan. Analisis homologi sebagian sekuen DNA ORF2 RTBV menunjukkan bahwa ketiga isolat memiliki variasi kesamaan basa nukleotida dan asam amino, berturut-turut 94–98% dan 97–100%. Ketiga isolat berbeda jauh dengan isolat dari negara lain dengan tingkat kesamaan genetik 77–95% berdasarkan sekuen basa nukleotida dan 82–98% berdasarkan sekuen asam amino. Keragaman dan hubungan kekerabatan genetik ketiga isolat RTBV tidak berkorelasi dengan perbedaan geografis asal isolat. Adanya keragaman genetik antarisolat RTBV mengindikasikan bahwa berbagai strategi penggunaan va-rietas tahan perlu dilaksanakan untuk menjaga durabilitas ketahanan padi.

(Penulis)

Kata kunci: Padi, tungro, RTBV, keragaman genetik, ORF2

Sutoro1, Puji Lestari1, Andari Risliawati1, Kristianto Nugroho1, dan R. Neni Iriany2 (1Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian, 2Balai Penelitian Tanaman Serealia)

Evaluasi Keragaman Genetik Jagung Inbrida Berdasarkan Sepuluh Marka Simple Sequence Repeat

J. AgroBiogen Desember 2017, vol. 13 no. 2, hlm. 83–90

Keragaman genetik jagung inbrida diperlukan untuk mendapatkan jagung hibrida yang berpotensi hasil tinggi. Keragaman inbrida dapat dievaluasi melalui analisis mole-kuler dengan marka simple sequence repeat (SSR). Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi keragaman genetik jagung inbrida yang berlatar belakang genetik berbeda

dengan marka SSR dan mengelompokkannya sebagai panduan untuk pembentukan jagung hibrida. Sebanyak sepuluh marka SSR digunakan untuk mengelompokkan 32 jagung inbrida yang memiliki latar belakang genetik yang berbeda. Analisis dilakukan di Laboratorium Biologi Molekuler, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian, pada bulan Maret 2017. Data polimorfisme SSR pada jagung inbrida dianalisis secara statistik dan filogeninya meng-gunakan perangkat lunak NTSYS. Hasil analisis keragaman genetik menunjukkan adanya perbedaan antarinbrida, ter-masuk inbrida yang dihasilkan dari satu populasi jagung bersari bebas. Total sepuluh marka SSR mampu mem-bedakan alel homozigot dan heterozigot jagung inbrida. Dari hasil pengelompokan jagung inbrida pada tingkat ke-samaan 68% diperoleh dua klaster. Klaster pertama terdiri atas 30 inbrida, sedangkan klaster kedua hanya terdiri atas inbrida Al-46 dan 22-9-5-4-17-5. Pasangan inbrida dengan kesamaan genetik kecil sebesar 0,62, yaitu inbrida 22-9-5-4-17-5 dan 23-4-9-7-2-9, dan sebesar 0,60, yaitu inbrida CML161/NEI9008 dan 22-9-5-4-17-5. Inbrida tersebut po-tensial untuk dijadikan sebagai tetua dalam menghasilkan hibrida karena jarak genetiknya yang relatif jauh.

(Penulis)

Kata kunci: Jagung, SSR, keragaman genetik, inbrida

Elizabeth Handini1,2, Dewi Sukma2, Sudarsono2, dan Ika Roostika3 (1Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya, LIPI, 2Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, 3Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian )

Regenerasi Protokorm secara In Vitro dan Aklimatisasi Planlet Anggrek Cymbidium hartinahianum J.B. Comber & Nasution

J. AgroBiogen Desember 2017, vol. 13 no. 2, hlm. 91–100

Cymbidium hartinahianum J.B. Comber & Nasution merupakan spesies anggrek asli Indonesia yang terancam punah. Penelitian ini bertujuan menentukan formulasi me-dia yang sesuai untuk multiplikasi protokorm dan metode aklimatisasi planlet C. hartinahianum. Pada tahap pertama multiplikasi protokorm, media Knudson C (KC) ditambah dengan naphthaleneacetic acid (NAA) 0,5 mg/l dikombi-nasikan dengan benzyladenine (BA) (0, 5, 10, 15, 20 mg/l). Pada tahap kedua, digunakan thidiazuron (TDZ) (0, 0,1, 0,3, 0,5 mg/l). Induksi akar dilakukan dengan menggunakan media KCA dengan penambahan NAA atau indolebutyric acid (IBA) (0, 1, 3, 5 mg/l). Planlet diberi perlakuan hardening pada media KCA dengan perlakuan sukrosa (0, 20, 40 g/l) dan diinkubasi pada 16–18°C selama 1 bulan, kemudian dipindahkan ke 22–27°C selama 1 bulan, dan se-lanjutnya dipindahkan ke 27–29°C selama 1 bulan sebelum aklimatisasi. Sebanyak 3,1 tunas dan 11,16 protocorm-like body (PLB) (daya hidup 72%) dihasilkan dengan BA 5 mg/l. Penggunaan BA lebih dari 5 mg/l tidak berpengaruh secara nyata terhadap kenaikan jumlah PLB. Perlakuan TDZ 0,3 mg/l menghasilkan 2,33 PLB (daya hidup 99,63%). Peng-

4

Page 5: Jurnal AgroBiogen - Pertanian

2017 Indeks Abstrak Bahasa Indonesia

151–0

gunaan TDZ lebih dari 0,3 mg/l menyebabkan kenaikan jumlah PLB. Induksi akar optimal pada perlakuan NAA 3 mg/l, namun jumlah akarnya tidak berbeda nyata dengan kontrol. Perlakuan hardening terbaik adalah inkubasi planlet pada media KCA yang ditambah gula 20 g/l di ruang kultur dengan suhu 16–18°C selama 1 bulan dilanjutkan dengan 1 bulan di ruang persiapan dengan suhu 22–27°C (daya hidup 44,6%).

(Penulis)

Kata kunci: Aklimatisasi, anggrek, Cymbidium hartinahianum, protokorm, regenerasi.

Taruna D. Satwika1, Iman Rusmana2, dan Alina Akhdiya3 (1Program Studi Mikrobiologi, Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor, 2Departemen Biologi, FMIPA, Institut Pertanian Bogor, 3Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian)

Potensi Quorum Quenching Bakteri Filosfer dan Rizosfer terhadap Dickeya dadantii

J. AgroBiogen Desember 2017, vol. 12 no. 2, hlm. 101–110

Ekspresi gen-gen virulensi pada Dickeya dadantii diatur oleh proses quorum sensing menggunakan asil-homoserin lakton (AHL) sebagai molekul sinyal. Patogenisitas bakteri tersebut dapat dihambat oleh aktivitas quorum quenching (QQ) bakteri-bakteri penghasil AHL-laktonase. Tujuan penelitian ini adalah mengisolasi dan mengarakterisasi bakteri penghasil AHL-laktonase asal rizosfer dan filosfer yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai quorum quencher untuk D. dadantii. Isolasi bakteri dilakukan dari sampel daun dan sampel tanah rizosfer beberapa komodi-tas tanaman asal Sukabumi, Tegal, Kupang, dan Wonosobo. Sebanyak 8 dari 79 isolat bakteri yang diperoleh me-nunjukkan aktivitas QQ terhadap bioindikator Chromobacterium violaceum. Bioasai respons hipersensitif (hypersensitive response) yang dilakukan pada tanaman tembakau menunjukkan enam (KT2, KT9, KT10, KUT1, TKF2, and WKF3) dari delapan isolat tersebut tidak menim-bulkan respons hipersensitif. Keenam isolat tersebut mam-pu menekan virulensi D. dadantii pada umbi kentang. Sekuen 16S rRNA enam isolat tersebut memiliki kemiripan tertinggi dengan Bacillus cereus, B. aryabhattai, B. acidiceler, dan Micrococcus aloeverae. B. cereus KT9 and B. aryabhattai TKF2 terdeteksi memiliki gen penyandi AHL-laktonase (aiiA). Ini merupakan laporan yang pertama ten-tang aktivitas QQ pada spesies M. aloeverae, B. aryabhattai, and B. acidiceler. Keberadaan gen aiiA pada B. aryabhattai juga belum pernah dilaporkan sebelumnya. Penelitian ini memberikan informasi baru tentang aktivitas QQ ketiga isolat tersebut dan potensinya sebagai quorum quencher untuk D. dadantii.

(Penulis)

Kata kunci: AHL-laktonase, biokontrol, Dickeya dadantii, quorum quenching.

Yadi Suryadi1, Tri P. Priyatno1, I Made Samudra1, Dwi N. Susilowati1, Tuti S. Sriharyani2, dan Syaefudin2 (1Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian, 2Departemen Biokimia, FMIPA, Institut Pertanian Bogor)

Pengendalian Penyakit Antraknosa [Colletotrichum gloeosporioides] Menggunakan Kitosan Nano Hasil Hidrolisis Kitinase Asal Burkholderia cepacia Isolat E76

J. AgroBiogen Desember 2017, vol. 13 no. 2, hlm. 111–122

Antraknosa (Colletotrichum gloeosporioides) merupakan salah satu penyakit penting pada buah yang perlu diken-dalikan. Tujuan penelitian ini adalah memperoleh formula terbaik kitosan nano hasil hidrolisis dalam mengendalikan antraknosa. Hidrolisis kitosan dilakukan dengan enzim kitinase yang diektraksi dari Burkholderia cepacia isolat E76. Partikel kitosan nano dibuat dengan metode gelasi ionik dengan mereaksikan kitosan hasil hidrolisis (0,2%) dan agen penghubung silang Sodium tripolifosfat (STPP) (0,1%) dengan waktu pengadukan selama 30–60 menit. Aktivitas hayati formula kitosan nano diuji terhadap C. gloeosporioides secara in vitro dan in vivo. Aktivitas spesifik enzim kitinase hasil purifikasi lebih tinggi (0,19 U/mg) di-banding dengan ekstrak kasar enzim (supernatan) dengan nilai kemurnian meningkat sebesar 3,8 kali. Dari empat formula yang diuji, Formula A (rasio volume kitosan hasil hidrolisis terhadap STPP adalah 5 : 1, kondisi pengadukan 60 menit) menghasilkan karakteristik fisik partikel terbaik. Partikel formula kitosan nano berbentuk spherical dan me-miliki ukuran partikel rerata 126,2+3,8 nm, indeks polidispersitas (IP) 0,4+0,02, dan zeta potensial (PZ) 27,8+0,2 mV. Kitosan nano memiliki aktivitas penghambat-an terhadap C. gloeosporioides secara in vitro sebesar 85,7%. Selain itu, kitosan nano menghambat perkecam-bahan spora C. gloeosporioides sebesar 61,2%. Kitosan nano juga efektif dalam menekan keparahan penyakit antraknosa secara in vivo saat diaplikasikan secara preventif pada buah cabai dan pepaya. Hasil kajian dapat dijadikan sebagai acuan pada aplikasi menggunakan kitosan nano sebagai agen pengendali hayati pascapanen yang menjanjikan terhadap antraknosa.

(Penulis)

Kata kunci: Antraknosa, C. gloeosporioides, kitinase, B. cepacia isolat E76, kitosan nano

I Made Tasma (Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian)

Pendekatan Bioteknologi dan Genomika untuk Perbaikan Genetik Tanaman Jarak Pagar sebagai Penghasil Bahan Bakar Nabati

J. AgroBiogen Desember 2017, vol. 13 no. 2, hlm. 123–136

Jarak pagar (Jatropha curcas L.) merupakan tanaman penghasil minyak nabati yang dapat digunakan sebagai pengganti minyak diesel. Tanaman yang dapat tumbuh pada kondisi lahan kurang subur ini menarik minat banyak

5

Page 6: Jurnal AgroBiogen - Pertanian

JURNAL AGROBIOGEN VOL. 13 NO. 1, JUNI 2017 152–0

pihak untuk mengekplorasi potensinya sebagai tanaman sumber energi yang ramah lingkungan. Namun, masih banyak kendala yang dihadapi dalam pembudidayaannya supaya dapat diusahakan secara ekonomis. Dari aspek bahan tanaman dan budi daya, saat ini tanaman jarak pagar masih belum banyak diketahui. Bahkan, jarak pagar masih dianggap sebagai tanaman yang belum didomestika-sikan secara penuh seperti ditunjukkan oleh fakta bahwa sebagian besar genotipe jarak pagar di dunia bijinya toksik sehingga ampas bijinya yang kaya protein tidak dapat lang-sung digunakan sebagai pakan ternak. Kematangan buah tanaman ini tidak serempak yang menyebabkan biaya pa-nen tinggi. Rasio bunga betina dan bunga jantan yang ren-dah menyebabkan produktivitas bijinya rendah. Biji jarak pagar mengandung asam lemak poli tidak jenuh yang kon-sentrasinya perlu diturunkan untuk meningkatkan mutu mi-nyak diesel. Pengetahuan genomika memungkinkan untuk mengetahui komposisi genom, komposisi dan fungsi gen, dan pemetaan genetik (gen/QTL) unggul jarak pagar. Pemahaman ini diperlukan agar genetika tanaman jarak pagar dapat dimanipulasi secara sistematis. Teknologi rekayasa genetika potensial diaplikasikan untuk perbaikan: arsitektur tanaman, karakter agronomis, kualitas biji, pro-duktivitas, dan kualitas minyak. Tujuan tulisan ini ialah mengulas tentang pendekatan bioteknologi dan genomika untuk perbaikan genetik tanaman jarak pagar. Aplikasi bioteknologi memungkinkan untuk mempercepat program pemuliaan tanaman jarak pagar. Dengan bahan tanaman unggul, jarak pagar dapat dibudidayakan sehingga berman-faat secara ekonomis dengan mutu minyak yang cocok sebagai bahan baku biodiesel.

(Penulis)

Kata kunci: Jatropha curcas, genomika, gen dan QTL, transformasi genetik, pemuliaan berbantuan marka

Bahagiawati1 dan Nurliani Bermawie2 (1Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian, 2Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat)

Potensi Sumbangan Kapas Bt untuk Peningkatan Produksi Kapas di Indonesia

J. AgroBiogen Desember 2017, vol. 13 no. 2, hlm. 137–146

Indonesia termasuk lima belas besar negara penghasil tekstil di dunia. Namun, bahan dasar industri tekstil ini, yaitu kapas, 99,5% masih diimpor, padahal lahan potensial untuk penanaman kapas terbilang cukup besar. Ada beberapa hal yang memengaruhi produksi kapas, antara lain belum tersedianya benih kapas bermutu tinggi yang

tahan serangan hama dan penyakit. Teknologi rekayasa genetika telah terbukti menghasilkan benih kapas transge-nik berpotensi hasil tinggi yang tahan hama utama. Pada tahun 2001–2002, Indonesia pernah menanam kapas trans-genik (kapas Bt) terbatas di tujuh kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan. Pada waktu itu, produksi rerata kapas Bt mencapai 220% lebih tinggi daripada kapas lokal Kanesia. Namun karena beberapa hal penanaman kapas Bt di-hentikan. Setelah penanaman kapas Bt terhenti selama lebih kurang 12 tahun, produksi kapas nasional tetap ren-dah dan cenderung menurun sehingga impor kapas terus meningkat. Kondisi yang berbeda bila dibandingkan dengan negara lain seperti India yang mengalami perkem-bangan pesat penanaman kapas Bt. Pada tahun 2014, India telah menjadi negara pengekspor kapas utama di dunia mengalahkan Cina dan Amerika Serikat. Berdasarkan pengalaman Indonesia menanam kapas Bt dan keberhasil-an yang telah dibuktikan oleh negara lain terutama India dalam meningkatkan produksi kapas, untuk meningkatkan produksi kapas nasional, Indonesia perlu mempertimbang-kan untuk menanam kembali kapas Bt di sentra produksi kapas di Indonesia. Tujuan tinjauan ini adalah memberikan informasi tentang pengalaman Indonesia menanam kapas Bt, potensi kapas Bt, dan kebijakan yang disarankan untuk meningkatkan produksi kapas nasional.

(Penulis)

Kata kunci: Kapas, kapas Bt, multilokasi, keamanan hayati.

6

Page 7: Jurnal AgroBiogen - Pertanian

2017 Indeks Abstrak Bahasa Inggris

153–0

Jurnal AgroBiogen

ISSN 1907–1094 E-ISSN 2549-1547

Volume 13, 2017

The desciption given are free terms. This abstract sheets be reproduced without permission of change

Rerenstradika T. Terryana, Kristianto Nugroho, Reflinur, Karden Mulya, Nurwita Dewi, and Puji Lestari (Indonesian Center for Agricultural Biotechnology and Genetic Resources Research and Development)

Genotypic and Phenotypic Diversities of 48 Introduced Soybean Accessions Originated from China

J. AgroBiogen Juni 2017, vol. 13 no. 1, p. 1–16

Being one of important food crop commodity in Indonesia after rice and maize, soybean needs to be genetically improved and are broaden their diversity by introducing accessions from other country especially China as one of soybean origin country. Simple sequence repeat (SSR) markers can be used to study the genetic diversity among introduced soybean accessions. This study aimed to analyze the relationship among 48 lines of soybean originated from China using 15 SSR markers. PCR was performed and the SSR data were subjected to statistical and genetic diversity analysis using corresponding softwares of XLSTAT, NTSYS, and PowerMarker. Their morphological characters were also accessed from Germplasm Resources Information Network (GRIN), United States Department of Agriculture (USDA) database (www.ars-grin.gov) to support molecular characterization. Morphological character of each soybean accessions contributed to support the result of molecular characterization. The result showed that 48 soybeans used in this study were diverse based on morphological and molecular characters. Based on principle component analysis, character of plant height, weight of 100 seeds, yield, hilum colour, trichome colour, flower colour, and pod colour contributed most of total diversity. The results showed that high allele variation (9–25 alleles) was observed among tested soybean lines, with an average allele number and Polymorphism Information Content (PIC) value of 15.6 and 0.89 (0.84–0.94), respectively. All of SSR markers showed PIC value >0,5 indicating that these markers were suitable for soybean diversity studies with high differentiation and with the average value of genetic diversity of 0.90. The phylogenetic and principle coordinate analysis showed that all soybean lines originated from China divided into three groups (coefficient of similarity 0.84 in phylogenetic analysis). Associations between SSR markers and morphological character were also investigated. Significant associations were found for seven SSR marker loci. The percentage of the total variation explained by each marker ranged from 17.25% to 78.45%. GMES2225 and Sat_286 were associated with seed coat colour, while GmF35H was associated with plant height.

Genetic diversity analysis in this study will be useful as an initial basis of selection for appropriate parents with desired traits to assist breeding program of soybean in Indonesia.

(Author)

Keywords: Soybean, China, genetic diversity, SSR marker

Kristianto Nugroho, Rerenstradika T. Terryana, Reflinur, Puji Lestari, Karden Mulya, and I Made Tasma (Indonesian Center for Agricultural Biotechnology and Genetic Resources Research and Development)

Genetic Diversity of Twenty Accessions of Jatropha spp. Germplasms based on Simple Sequence Repeat Markers

J. AgroBiogen Juni 2017, vol. 13 no. 1, p. 17–24

Physic nut (Jatropha curcas L.) is a potential plant which produces alternative energy to fossil fuels. The information about genetic diversity of the genus Jatropha is important to determine the direction of future breeding activities. The purpose of this study was to analyze the genetic diversity among 20 accessions of Jatropha from Indonesia and Thailand by using 20 SSR markers. A total of 129 alleles were detected with a range between 4 alleles and 9 alleles per locus and an average of 6.5 alleles. The value of gene diversity ranged from 0.53 to 0.86 with an average of 0.75 and the value of PIC ranged from 0.49 to 0.84 with an average of 0.71. As many as twelve markers had PIC values >0.70 and those markers were informative to discriminate Jatropha members. The average of major allele frequency was 37% with a range from 18% to 55%. There were seven SSR markers which were able to discriminate heterozygous genotype with heterozygosity values ranged from 0.05 to 0.11 with an average of 0.03. The results of phylogenetic analysis showed that the twenty Jatropha accessions were separated into two main clusters at the similiarity coefficient of 0.70. The first cluster consisted of 17 J. curcas accessions, while the second cluster consisted of 3 accessions, namely J. podagrica, J. gossypifolia, and J. multifida. The genetic diversity data from this study will be used as the basic information for parental selection in breeding program in order to produce new varieties with high oil yield character.

(Author)

Keywords: Jatropha spp., genetic diversity, SSR

1

Page 8: Jurnal AgroBiogen - Pertanian

JURNAL AGROBIOGEN VOL. 13 NO. 2, DESEMBER 2017 154–

Puji Lestari1, Dwi N. Susilowati1, I Made Samudra1, Tri P. Priyatno1, Kristianto Nugroho1, Whyranti Nurarfa2, Inda Setyawati2, and Yadi Suryadi1 (1Indonesian Center for Agricultural Biotechnology and Genetic Resources Research and Development, 2Department of Biochemistry, FMIPA, Bogor Agricultural University)

Genetic Diversity of Indole Acetic Acid-Producing Rhizobacteria Based on 16S rRNA and Amplified Ribosomal DNA Restriction Analysis

J. AgroBiogen Juni 2017, vol. 13 no. 1, p. 25–34

Indol acetic acid (IAA) can be produced by plant growth-promoting rhizobacteria (PGPR). To find potential sources of PGPR along with clear information on intra and interspecies relationship, the genetic diversity of Indonesian indigenous isolates need to be investigated. This study aimed to determine genetic diversity of Indonesian indigenous rhizobacteria producing IAA using 16S rRNA and its complementary method, ARDRA. The IAA content, macroscopic morphology, and 16S rRNA and ARDRA-RsaI of ICABIOGRAD bacterial isolates were analysed. A total of fourteen rhizobacterial isolates produced IAA in a range of 5.24–37.69 µg/ml and SM1 was the most superior one. Morphological characteristics of rhizobacterial colonies supported the variation of bacterial strain producing IAA. Eeight selected isolates were identified as Bacillus species with homology of 96–99%. Five isolates (SM1, JP4, KP3, MB2, and CP3) were identified as B. subtilis, SC2 was being as B. amyloliquefaciens, BL2 was close to B. velezensis, and JP3 had a high homology with Brevundimonas olei. The eight rhizobacterial isolates were closely related to the reference bacterial strains of the same species. The ARDRA-RsaI analysis revealed five phylotypes with unique fingerprint patterns, of which, CP3, MB 2, and KP 3 were in the same phylotype. The close relation of Bacillus spesies was shown by phylotype 5 (B. subtilis SM1 and B. velezensis BL2), presumably far distant from B. amyloliquefaciens SC2 (phylotype 4), and JP 3 was grouped in the genus Brevundimonas (phylotype 3). The genetic diversity of rhizobateria isolates producing IAA was considerably low based on 16S-rRNA and ARDRA.

(Author)

Keywords: IAA, ARDRA, plant growth promoting rhizobacteria, 16S rRNA, genetic diversity

Rossa Yunita1, Nurul Khumaida2, Didy Sopandie2, and Ika Mariska1 (1Indonesian Center for Agricultural Biotechnology and Genetic Resources Research and Development, 2Department of Agronomy and Horticulture, Bogor Agricultural University)

Optimization of Indica Rice Regeneration Method through Organogenesis System

J. AgroBiogen Juni 2017, vol. 13 no. 1, p. 35–42

Crop regeneration is an important step that needs to be mastered first before its application for variety development

using in vitro culture breeding method. The aims of this research was to optimize the regeneration method of indica rice done through organogenesis technique. The experimental design used was a completely randomized factorial. Five rice varieties were used in this study namely Ciherang, Inpari 13, Inpara 3, Pokkali, and IR29. The treatments were MS + 2,4-D (0, 1, 3, 5, 7 mg/l) + 3 g/l casein hidrolysate for organogenic callus induction and MS + BA (0, 1, 5 mg/l) + zeatin (0, 0.1, 0,3 mg/l) for shoot regeneration. For shoot multiplication, the treatment was MS + thidiazuron/TDZ (0, 0.1, 0,3 mg/l) and for root induction, the treatment was MS+ IBA (0, 1, 2, 3 mg/l). The result showed that the best medium for callus induction for Ciherang, Inpari 13, and Pokkali was MS + 3 mg/l 2,4-D, while the best medium for Inpari 3 and IR29 was MS + 5 mg/l 2,4-D. The best medium for shoot regeneration for Ciherang was MS + 5 mg/l BA + 0.1 mg/l zeatin + 100 mg/l prolin 100, for Inpari 13 the best medium was MS + 3 mg/l BA + 0.3 mg/l zeatin + 100 mg/l prolin, for Inpara 3 the best medium was MS + 5 mg/l BA + 0.3 mg/l zeatin + 100 mg/l prolin, while for Pokkali and IR29, the best medium was MS + 3 mg/l BA + 0.1 mg/l zeatin. The best medium for shoot multiplication was MS + 0.3 mg/l TDZ and for root induction was MS + 3 mg/l IBA. Each stage of planlet formation requireds different media formulations.

(Author)

Keywords: Callus organogenic, adventif shoot, Oryza sativa L., rooting

Wawan1, Teguh Santoso2, Ruly Anwar2, and Tri P. Priyatno1 (1Indonesian Center for Agricultural Biotechnology and Genetic Resources Research and Development, 2Indonesian Vegetables Research Institute)

Isolation and Identification of Entomopathogenic Fungus Hirsutella citriformis [Speare] and the Potency of Mycelial Application for Brown Planthopper [Nilaparvata lugens Stål] Control

J. AgroBiogen Juni 2017, vol. 13 no. 1, p. 43–52

Hirsutella citriformis is one of the potential entomopathogenic fungi of brown planthopper (BPH), but has not been widely used because it is difficult to propagate its conidia on artificial media, so it is necessary to find alternative propagule. This study aimed to identify isolates of H. citriformis that infect BPH and to test the effectiveness of mycelia as alternative inocula to conidia for BPH control. Fungal identification was done morphologically and molecularly based on its internal transcribed spacer sequence (ITS). Conidia and mycelia at various concentrations were sprayed against BPH nymphs of instar 2–3. The results showed that based on morphological characters, entomophatogenic fungi that attacked BPH in the field belonged to H. citriformis. Further identification based on the ITS sequence confirmed that isolate Bgr 0716 was H. citriformis. Mycelia of isolate Bgr 0716 effectively controlled BPH nymphs with the lethal time

2

Page 9: Jurnal AgroBiogen - Pertanian

2017 Indeks Abstrak Bahasa Inggris

155–0

of 50% (LT50) occured within 13.3 days, which was not significantly different from the LT50 conidia value (12.8 days). The lethal concentration value of 50% (LC50) mycelia was 2.303 g/l, whereas the LC50 value for conidia was 2.5 × 105 conidia/ml. With relatively low LT50 and LC50 values, it was considered that mycelia was feasible for large-scale applications because it is easier and faster to propagate mycelia than conidia. Therefore, H. citriformis mycelia is a good alternative propagule for development of effective biopesticide for BPH control.

(Author)

Keywords: Entomopathogen, Hirsutella citriformis, biological control, brown planthopper

Chaerani (Indonesian Center for Agricultural Biotechnology and Genetic Resources Research and Development)

Virulence of Brown Planthopper [Nilaparvata lugens Stål] and its Management Strategies

J. AgroBiogen Juni 2017, vol. 13 no. 1, p. 53–66

Brown planthopper (BPH) emerged as serious pest of rice in Asia as a result of green revolution. BPH outbreak is supported by its monofagous feeding behavior on rice, high fecundity, and ability to long distance migration. BPH is labile in virulence and capable of rapid adaptation on new resistant varieties. The terminology ‘biotype’ to describe BPH virulence is still debatable because of individual virulence and genetic variation within a biotype. This paper reviews the biology, biochemistry, interaction with endosymbionts, and genetics aspects of BPH to reveal virulence basis of BPH for improvement of BPH management strategies. At the molecular level, differential expression profiles of genes related to digestion, saliva secretion, detoxification, metabolisms of lipid, carbohydrate, amino acid, and nitrogen; signaling pathways of defense, stress, and immunity responses were noted among BPH population with differential virulence. Research in genomics revealed complementary interaction between BPH and endosymbiotic microorganisms, but experiments using aposymbiotic BPH showed that endosymbiont densities do not always positively correlated with BPH virulence. In contrast to the previous finding, recent genetic mapping of BPH Avr gene using inbred populations revealed that BPH virulence is monogenically controlled. With this finding, a gene-for-gene relationship between BPH and its host can been established. Strategies for utilizing resistant varieties to anticipate virulence adaptation according to the dynamics of resistant rice varieties deployed in the field are discussed in this paper.

(Author)

Keywords: Brown planthopper, virulence, biotype, adaptation, endosymbiont

A. Dinar Ambarwati1, Tri J. Santoso1, Edy Listanto1, Toto Hadiarto1, Eny I. Riyanti1, Kusmana2, Bambang Sugiharto3, Netty Ermawati4, and Sukardiman5 (1Indonesian Center for Agricultural Biotechnology and Genetic Resources Research and Development, 2Indonesian Vegetables Research Institute, 3University of Jember, 4State Polytechnic of Jember University, 5Airlangga University)

Breeding of Genetically Engineered Potato Resistant to Late Blight Disease [Phytophthora infestans] and Food Safety in Indonesia

J. AgroBiogen Juni 2017, vol. 13 no. 1, p. 67–74

Utilization of genetically engineered (GE) potato in plant breeding through crossing with Atlantic and Granola produced six camdidates hybrid lines. Prior to commercialization, the GE potato should be assessed for food safety and environment safety. The purpose of this review is to provide information on GE potato plants in Indonesia, which are resistant to late blight Phytophthora infestans and had obtained food safety certificate. Stability analysis showed that RB gene is integrated in the plant genome of GE potato Katahdin SP951 and its hybrid lines, in four sequential generations (G0, G1, G2, and G3) with single copy of the gene. Studies on compositions and nutrients, total glycoalkaloid and anti nutrients in the GE potato Katahdin SP951 and its hybrid lines showed that they were substantially equivalent to non-GE Katahdin. Toxicity studies showed that the administration of tuber suspension and starch suspension of the GE potato Katahdin SP951 and the hybrid lines on mice had no impact on the mice mortality, body weight, and clinical signs. RB protein content showed no significant sequence homology to any protein known as toxin, therefore, it can be stated that RB protein was not toxic. Allergenicity study of Simulated Gastric Fluid and Simulated Intestinal Fluid showed that the tuber protein of the GE potato Katahdin SP951 and the hybrid lines were degraded in less than 5 minutes after being treated with protein degrading enzymes, pepsin or trypsin. RB protein has no homologous amino acid sequence to any allergen protein, therefore, there was no potential to cause an allergy. The GE potato Katahdin SP951 has been stated safe to consume by the decree of the Head of the National Agency of Drug and Food Control in 2016. The GE potato resistant to P. infestans that can reduce 50% of fungicide spraying, and has food safety certificate and environment safety certificate are expected to be utilized for farmers.

(Author)

Keywords: GE potato, late blight P. infestans, food safety

3

Page 10: Jurnal AgroBiogen - Pertanian

JURNAL AGROBIOGEN VOL. 13 NO. 2, DESEMBER 2017 156–

R. Heru Praptana1, Y.B. Sumardiyono2, Sedyo Hartono2, and Y. Andi Trisyono2 (1Indonesian Center for Agricultural Biotechnology and Genetic Resources Research and Development, 2Faculty of Agriculture, Gadjah Mada University)

Genetic Variation of Rice Tungro Bacilliform Virus (RTBV) from Yogyakarta, West Nusa Tenggara, and Central Sulawesi

J. AgroBiogen December 2017, vol. 13 no. 2, p. 75–82

Tungro is one of the major diseases of rice which has become a constraint in increasing rice production in Indonesia. Tungro is caused by infection of two serologically-unrelated viruses, i.e. Rice tungro bacilliform virus (RTBV) and Rice tungro spherical virus (RTSV), both of which can only be transmitted by green leafhoppers, especially Nephotettix virescens (Distant), in a semipersistent manner. Information on genetic diversity of tungro virus is needed for management of the disease using resistant varieties. This research aimed to study the genetic diversity of RTBV from three endemic areas in Indonesia based on nucleotide and amino acid sequences of open reading frame 2 (ORF2). RTBV isolates were collected from Yogyakarta, West Nusa Tenggara, and Central Sulawesi by artificial transmission of tungro virus on TN1 seedlings using green leafhopper caught from the fields. Homology analysis of partial DNA sequences of ORF2 revealed that the three isolates had varying levels of nucleotide and amino acid sequences as high as 94–98% and 97–100%, respectively. The three isolates were genetically distant to isolates from other countries with genetic similarity levels of 77–95% based on the nucleotide sequences and 82–98% based on the amino acid sequences. The observed genetic variation among RTBV isolates indicated that various strategies of using resistant varieties should be implemented to maintain rice resistance durability.

(Author)

Keywords: Rice, tungro, RTBV, genetic diversity, ORF2

Sutoro1, Puji Lestari1, Andari Risliawati1, Kristianto Nugroho1, and R. Neni Iriany2 (1Indonesian Center for Agricultural Biotechnology and Genetic Resources Research and Development, 2Cereal Crops Research Institute)

Evaluation of Genetic Diversity of Maize Inbred Lines Based on Ten Simple Sequence Repeat Markers

J. AgroBiogen December 2017, vol. 13 no. 2, p. 83–90

Genetic diversity of maize inbred lines is required for high yield potential of maize hybrid. Inbred lines diversity could be evaluated by molecular analysis using simple sequence repeat (SSR) markers. This study aimed to evaluate genetic diversity of maize inbred lines using SSR markers and classify them as a guide for developing hybrid maize. Total of ten SSR markers were used to evaluate 32 types of maize inbred lines with different genetic backgrounds. The SSR analysis was done in the Laboratory of Molecular Biology, Indonesian Center for Agricultural Biotechnology and

Genetic Resources Research and Development, in March 2017. The analysis revealed that the differences among inbred lines could be detected, including inbred lines generated from open-pollinated maize varieties. Ten SSR markers used were able to differentiate homozygote and heterozygote alleles among inbred lines. Grouping of these maize inbred lines at genetic similarity of 68% generated two groups. The first group consisted of thirty inbred lines and only two inbred lines (Al-46 and 22-9-5-4-17-5) were in the second group. Two inbred lines with greatest genetic distance were 22-9-5-4-17-5 and 23-4-9-7-2-9, and CML161/NEI9008 and 22-9-5-4-17-5. Those inbreds could be considered as potential parental pairs for producing hybrid because of their relatively far distance.

(Author)

Keywords: Maize, SSR, genetic diversity, inbred

Elizabeth Handini1,2, Dewi Sukma2, Sudarsono2, and Ika Roostika3 (1Botanical Gardens Conservation Center, LIPI, 2Agriculture Faculty, Bogor Agriculture University, 3Indonesian Center for Agricultural Biotechnology and Genetic Resources Research and Development,)

In Vitro Regeneration of Protocorms and Plantlet Acclimatisation of Cymbidium hartinahianum J.B. Comber & Nasution

J. AgroBiogen December 2017, vol. 13 no. 2, p. 91–100

Cymbidium hartinahianum J.B. Comber & Nasution is an endangered Indonesian orchid. The research objectives were to obtain an appropriate medium for protocorm multiplication and a method for plantlet acclimatization of C. hartinahianum. In the first passage of protocorm multiplication, 0.5 mg/l naphthaleneacetic acid (NAA) combined with benzyladenine (BA) (0, 5, 10, 15, 20 mg/l) were added to Knudson C (KC) medium. In the second passage, thidiazuron (TDZ) (0, 0.1, 0.3, 0.5 mg/l) were used. Root induction was carried out on KCA medium with addition of NAA or indole butyric acid (IBA) (0, 1, 3, 5 mg/l). The plantlets were hardened on KCA medium with addition of sucrose (0, 20, 40 g/l) and incubated at 16–18°C for 1 month, then at 22–27°C for 1 month, and moved to 27–29°C incubator for 1 month before acclimatization. The results revealed that 3.1 shoots and 11.16 protocorm-like bodies (PLBs) (survival rate of 72%) were generated on 5 mg/l of BA. Increased BA concentrations above 5 mg/l did not significantly affect the number of PLBs. The treatment of 0.3 mg/l TDZ provided 2.33 PLBs (survival rate of 99.63%). Increased TDZ concentrations above 0.3 mg/l affected PLBs number. The best treatment for root induction used 3 mg/l NAA, but there was no significance of root number with control. The best hardening treatment was incubation of the plantlets on KCA medium with 20 g/l sucrose at 16–18°C for 1 month, then transferred to 22–27°C (survival rate of 44.6%).

(Author)

Keywords: Acclimatization, Cymbidium hartinahianum, orchid, protocorm, regeneration

4

Page 11: Jurnal AgroBiogen - Pertanian

2017 Indeks Abstrak Bahasa Inggris

157–0

Taruna D. Satwika1, Iman Rusmana2, and Alina Akhdiya3 (1Microbiology Study Program, postgraduate, Bogor Agriculture University, 2Biology Department, Bogor Agriculture University, 3Indonesian Center for Agricultural Biotechnology and Genetic Resources Research and Development )

Quorum Quenching Potential of Phyllosphere and Rhizosphere Bacteria against Dickeya dadantii

J. AgroBiogen December 2017, vol. 13 no. 2, p. 101–110

Virulence genes expression of Dickeya dadantii and other soft rot bacteria (SRB) is regulated by quorum sensing process using acyl-homoserine lactone (AHL) as signal molecules. Pathogenicity of the bacterium can be inhibited by quorum quenching (QQ) activity of AHL-lactonase producing bacteria. The aims of this research were to isolate and characterize the potential of rhizosphere and phyllosphere bacteria as quorum quencher against D. dadantii. The bacteria were isolated from either leaves or rhizosphere soil samples of a variety of crops from Sukabumi, Tegal, Kupang, and Wonosobo. Eight of seventy-nine bacterial isolates showed QQ activity against bioindicator Chromobacterium violaceum. Hypersensitive response bioassay conducted on tobacco plants showed six (KT2, KT9, KT10, KUT1, TKF2, and WKF3) of eight isolates did not cause hypersensitive response. These isolates were able to suppress the virulence of D. dadantii on potato tubers. The 16S rRNA of these isolates had the highest similarity with Bacillus cereus, B. aryabhattai, B. acidiceler, and Micrococcus aloeverae. B. cereus KT9 and B. aryabhattai TKF2 have the AHL-lactonase gene (aiiA). This is the first report of QQ activity of M. aloeverae, B. aryabhattai, and B. acidiceler. The existence of the aiiA gene from B. aryabhattai also had not been reported before. This study provides new information about QQ activity of the three bacteria and their potency as a quorum quencher against D. dadantii.

(Author)

Keywords: AHL-lactonase, biocontrol, Dickeya dadantii, quorum quenching

Yadi Suryadi1, Tri P. Priyatno1, I Made Samudra1, Dwi N. Susilowati1, Tuti S. Sriharyani2, and Syaefudin2 (1Indonesian Center for Agricultural Biotechnology and Genetic Resources Research and Development, 2Department of Biochemistry, Bogor Agricultural University)

Control of Anthracnose Disease [Colletotrichum gloeosporioides] Using Nano Chitosan Hydrolyzed by Chitinase Derived from Burkholderia cepacia Isolate E76

J. AgroBiogen December 2017, vol. 13 no. 2, p. 111–122

Anthracnose [Colletotrichum gloeosporioides] is one of the important diseases of fruit crops that need to be controlled. This study was aimed to obtain the best formula of hydrolyzed nano chitosan and its potensial in controlling anthracnose. The hydrolyzed chitosan was prepared using

chitinase enzyme extracted from Burkholderia cepacia isolate E76. Chitosan nanoparticles were synthesized using ionic gelation method by reacting hydrolyzed chitosan (0.2%) with Sodium tripolyphosphate (STPP) (0.1%) as cross-linking agent using 30–60 minutes stirring condition. The bioactivity of the nano chitosan formula was tested to C. gloeosporioides under in vitro and in vivo assays. The specific enzymatic activity of the purified chitinase was higher (0.19 U/mg) than that of crude enzyme (supernatant) with the purity increased by 3.8 times. Of the four formula tested, Formula A (hydrolyzed chitosan to STPP volume ratio of 5 : 1 with 60 minutes stirring condition) was found good in terms of physical characteristic of the particle. The formula nano chitosan particle had the spherical-like shape with an average particle size of 126.2+3.8 nm, polydispersity index (PI) of 0.4+0.02, and zeta potential (ZP) value of 27.8+0.2 mV. Nano chitosan had an inhibitory activity to C. gloeosporioides in vitro up to 85.7%. Moreover, it could inhibit 61.2% of C. gloeosporioides spores germination. It was shown that nano chitosan was also effective to reduce anthracnose disease severity in vivo when applied as a preventive measure on chili and papaya fruits. This study could be used as a reference for further fruit coating application using nano chitosan as a promising postharvest biocontrol agent to C. gloeosporioides.

(Author)

Keywords: Anthracnose, C. gloeosporioides, chitinase, B. cepacia isolate E76, nano chitosan.

I Made Tasma (Indonesian Center for Agricultural Biotechnology and Genetic Resources Research and Development)

Biotechnology and Genomic Approaches for Genetic Improvement of Physic Nut as a Bioenergy Crop

J. AgroBiogen December 2017, vol. 13 no. 2, p. 123–136

Physic nut (Jatropha curcas L.) is an oil-bearing crop whose oil can be used as diesel substitution. This crop can be grown at suboptimal soils and thus attracts many people to explore its potential as a biorenewable energy crop. Many constrains, however, are faced by this crop. From plant material and cultivation aspects, not much information has yet been known regarding this crop. In addition, people still view physic nut as an incomplete domesticated crop as indicated by the fact that many J. curcas accessions of the world still have toxic in their seeds causing the protein-rich seeds can not directly be used as animal feed. J. curcas demonstrates continuous fruiting habit during its fruiting season and hence no uniform fruit maturity causing expensive harvesting cost. The female and male flower ratio is low causing lower seed productivity. J. curcas oil is relatively rich with poly unsaturated fatty acids that need to be decreased to improve diesel quality. Genomic knowledge to understand J. curcas genes and function is critical to manipulate J. curcas genetics

5

Page 12: Jurnal AgroBiogen - Pertanian

JURNAL AGROBIOGEN VOL. 13 NO. 2, DESEMBER 2017 158–

systematically. Genetic transformation technology is potentially applied for better plant architecture, improvement of agronomically important characters, seed and oil yield, and quality traits. The objective of this manuscript was to review biotechnology and genomic approaches for genetic improvement of J. curcas plant materials. The biotechnological method application should expedite J. curcas breeding programs. With superior planting materials, the J. curcas should be able to be cultivated economically and resulting better J. curcas oil suitable for biodiesel industry.

(Author)

Keywords: Jatropha curcas, genomics, gene and QTL, genetic transformation, marker-assisted breeding

Bahagiawati1 and Nurliani Bermawie2 (1Indonesian Center for Agricultural Biotechnology and Genetic Resources Research and Development, 2 Research Institute for Spices and Medicinal Plants)

Potential Contribution of Bt Cotton to the Increase of Cotton Production in Indonesia

J. AgroBiogen December 2017, vol. 13 no. 2, p. 137–146

Indonesia is one of the fifteen major textile producing countries of the world. However, 99.5% of its raw material is imported, although the potential areas for cotton

plantation is relatively plenty. There are several conditions affecting cotton production in Indonesia. There is no high-yield cotton variety resistance to main cotton pests. Genetic engineering technology has proven to be successful in producing high-yield cotton resistance to several cotton pests. In 2001–2002, Indonesia had an experience in cultivating Bt cotton in limited areas at seven districts of South Sulawesi Province. During those years, it was reported that Bt cotton yield was 220% higher than that of local cotton variety, Kanesia. However, because of several nontechnical reasons, the seed company who held the license of the Bt cotton seeds stopped its business in Indonesia in 2003. After 12 years of no Bt cotton in the cotton plantation, the cotton production remained stagnant, and caused increase in cotton importation every year. However, in other countries, such as USA, China, and India, Bt cotton plantation expanded significantly. In 2014, India surpassed China and USA on cotton production and became the first cotton producing country. Based on the Indonesian experience in cultivation Bt cotton and the success story of India, in order to increase cotton production in Indonesia, it is advisable to consider recultivation of Bt cotton. The objectives of this paper is to review Indonesia experiences in planting Bt cotton and to give recommendation for considering to recultivate Bt cotton to increase cotton production in Indonesia.

(Author)

Keywords: Cotton, Bt cotton, multilocation, biosafety

6

Page 13: Jurnal AgroBiogen - Pertanian

2017 Indeks Penulis/Author Index

159–1

Jurnal AgroBiogen

Indeks Penulis/Author Index

Vol. 13 No. 1, Juni 2017

Ambarwati, A.D. “Pemuliaan Kentang Produk Rekayasa Genetik Tahan terhadap Penyakit Busuk Daun (Phytophthora infestans) dan Aman Pangan di Indonesia” 13(1):67–74

Anwar, R. “Isolasi dan Identifikasi Entomopatogen Hirsutella citriformis [Speare] dan Potensi Miselianya sebagai Sumber Inokulum untuk Pengendalian Wereng Cokelat [Nilaparvata lugens Stål.]” 13(1):43–52

Chaerani. “Virulensi Wereng Batang Cokelat [Nilaparvata lugens Stål] dan Strategi Pengelolaannya” 13(1):53–66

Dewi, N. “Keragaman Genotipik dan Fenotipik 48 Aksesi Kedelai Introduksi Asal Cina” 13(1):1–16.

Ermawati, N. “Pemuliaan Kentang Produk Rekayasa Genetik Tahan terhadap Penyakit Busuk Daun (Phytophthora infestans) dan Aman Pangan di Indonesia” 13(1):67–74

Hardiato, T. “Pemuliaan Kentang Produk Rekayasa Genetik Tahan terhadap Penyakit Busuk Daun (Phytophthora infestans) dan Aman Pangan di Indonesia” 13(1):67–74

Khumaida, N. “Optimasi Regenerasi Padi Indica melalui Jalur Organogenesis” 13(1):35–42.

Kusmana “Pemuliaan Kentang Produk Rekayasa Genetik Tahan terhadap Penyakit Busuk Daun (Phytophthora infestans) dan Aman Pangan di Indonesia” 13(1):67–74

Lestari, P. “Keragaman Genetik Dua Puluh Aksesi Plasma Nutfah Jatropha spp. Menggunakan Marka Simple Sequence Repeat” 13(1):17–24.

Lestari, P. “Keragaman Genetik Rizobakteri Penghasil Asam Indol Asetat Berdasarkan 16S rRNA dan Amplified Ribosomal DNA Restriction Analysis” 13(1):25-34.

Lestari, P. “Keragaman Genotipik dan Fenotipik 48 Aksesi Kedelai Introduksi Asal Cina” 13(1):1–16.

Listanto, E. “Pemuliaan Kentang Produk Rekayasa Genetik Tahan terhadap Penyakit Busuk Daun (Phytophthora infestans) dan Aman Pangan di Indonesia” 13(1):67–74

Mariska, I. “Optimasi Regenerasi Padi Indica melalui Jalur Organogenesis” 13(1):35–42.

Mulya, K. “Keragaman Genetik Dua Puluh Aksesi Plasma Nutfah Jatropha spp. Menggunakan Marka Simple Sequence Repeat” 13(1):17–24.

Mulya, K. “Keragaman Genotipik dan Fenotipik 48 Aksesi Kedelai Introduksi Asal Cina” 13(1):1–16.

Nugroho, K. “Keragaman Genetik Dua Puluh Aksesi Plasma Nutfah Jatropha spp. Menggunakan Marka Simple Sequence Repeat” 13(1):17–24.

Nugroho, K. “Keragaman Genetik Rizobakteri Penghasil Asam Indol Asetat Berdasarkan 16S rRNA dan Amplified Ribosomal DNA Restriction Analysis” 13(1):25-34.

Nugroho, K. “Keragaman Genotipik dan Fenotipik 48 Aksesi Kedelai Introduksi Asal Cina” 13(1):1–16.

Nurarfa, M. “Keragaman Genetik Rizobakteri Penghasil Asam Indol Asetat Berdasarkan 16S rRNA dan Amplified Ribosomal DNA Restriction Analysis” 13(1):25-34.

Priyatno, T.P. “Isolasi dan Identifikasi Entomopatogen Hirsutella citriformis [Speare] dan Potensi Miselianya

sebagai Sumber Inokulum untuk Pengendalian Wereng Cokelat [Nilaparvata lugens Stål.]” 13(1):43–52

Priyatno, T.P. “Keragaman Genetik Rizobakteri Penghasil Asam Indol Asetat Berdasarkan 16S rRNA dan Amplified Ribosomal DNA Restriction Analysis” 13(1):25-34.

Reflinur. “Keragaman Genetik Dua Puluh Aksesi Plasma Nutfah Jatropha spp. Menggunakan Marka Simple Sequence Repeat” 13(1):17–24.

Reflinur. “Keragaman Genotipik dan Fenotipik 48 Aksesi Kedelai Introduksi Asal Cina” 13(1):1–16.

Riyanti, E.I. “Pemuliaan Kentang Produk Rekayasa Genetik Tahan terhadap Penyakit Busuk Daun (Phytophthora infestans) dan Aman Pangan di Indonesia” 13(1):67–74

Samudra, I.M. “Keragaman Genetik Rizobakteri Penghasil Asam Indol Asetat Berdasarkan 16S rRNA dan Amplified Ribosomal DNA Restriction Analysis” 13(1):25-34.

Santoso, T. “Isolasi dan Identifikasi Entomopatogen Hirsutella citriformis [Speare] dan Potensi Miselianya sebagai Sumber Inokulum untuk Pengendalian Wereng Cokelat [Nilaparvata lugens Stål.]” 13(1):43–52

Santoso, T.J. “Pemuliaan Kentang Produk Rekayasa Genetik Tahan terhadap Penyakit Busuk Daun (Phytophthora infestans) dan Aman Pangan di Indonesia” 13(1):67–74

Setyawati, I. “Keragaman Genetik Rizobakteri Penghasil Asam Indol Asetat Berdasarkan 16S rRNA dan Amplified Ribosomal DNA Restriction Analysis” 13(1):25-34.

Sopandie, D. “Optimasi Regenerasi Padi Indica melalui Jalur Organogenesis” 13(1):35–42.

Sugiharto, B. “Pemuliaan Kentang Produk Rekayasa Genetik Tahan terhadap Penyakit Busuk Daun (Phytophthora infestans) dan Aman Pangan di Indonesia” 13(1):67–74

Sukardiman “Pemuliaan Kentang Produk Rekayasa Genetik Tahan terhadap Penyakit Busuk Daun (Phytophthora infestans) dan Aman Pangan di Indonesia” 13(1):67–74

Suryadi, Y. “Keragaman Genetik Rizobakteri Penghasil Asam Indol Asetat Berdasarkan 16S rRNA dan Amplified Ribosomal DNA Restriction Analysis” 13(1):25-34.

Susilowati, D.N. “Keragaman Genetik Rizobakteri Penghasil Asam Indol Asetat Berdasarkan 16S rRNA dan Amplified Ribosomal DNA Restriction Analysis” 13(1):25-34.

Tasma, I.M. “Keragaman Genetik Dua Puluh Aksesi Plasma Nutfah Jatropha spp. Menggunakan Marka Simple Sequence Repeat” 13(1):17–24.

Terryana, R.T. “Keragaman Genetik Dua Puluh Aksesi Plasma Nutfah Jatropha spp. Menggunakan Marka Simple Sequence Repeat” 13(1):17–24.

Terryana, R.T. “Keragaman Genotipik dan Fenotipik 48 Aksesi Kedelai Introduksi Asal Cina” 13(1):1–16.

Wawan “Isolasi dan Identifikasi Entomopatogen Hirsutella citriformis [Speare] dan Potensi Miselianya sebagai Sumber Inokulum untuk Pengendalian Wereng Cokelat [Nilaparvata lugens Stål.]” 13(1):43–52

Yunita, R. “Optimasi Regenerasi Padi Indica melalui Jalur Organogenesis” 13(1):35–42.

Page 14: Jurnal AgroBiogen - Pertanian

JURNAL AGROBIOGEN VOL. 12 NO. 2, DESEMBER 2017 160–2

Vol. 13 No. 2, Desember 2017

Akhdiya, A. “Potensi Quorum Quenching Bakteri Filosfer dan Rizosfer terhadap Dickeya dadantii” 13(2):101–110.

Bahagiawati “Potensi Sumbangan Kapas Bt untuk Peningkatan Produksi Kapas di Indonesia” 13(2):137–146

Bermawie, N. “Potensi Sumbangan Kapas Bt untuk Peningkatan Produksi Kapas di Indonesia” 13(2):137–146

Handini, E. “Regenerasi Protokorm secara In Vitro dan Aklimatisasi Planlet Anggrek Cymbidium hartinahianum J.B. Comber & Nasution” 13(2):91–100.

Hartono, S. “Variasi Genetik Rice tungro bacilliform virus (RTBV) dari Daerah Istimewa Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Tengah” 13(2):75–84

Iriani, N. “Evaluasi Keragaman Genetik Jagung Inbrida Berdasarkan Sepuluh Marka Simple Sequence Repeat” 13(2):84–90.

Lestari, P. “Evaluasi Keragaman Genetik Jagung Inbrida Berdasarkan Sepuluh Marka Simple Sequence Repeat” 13(2):84–90.

Nugroho, K. “Evaluasi Keragaman Genetik Jagung Inbrida Berdasarkan Sepuluh Marka Simple Sequence Repeat” 13(2):84–90.

Praptana, R.H. “Variasi Genetik Rice tungro bacilliform virus (RTBV) dari Daerah Istimewa Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Tengah” 13(2):75–84.

Priyatno, T.P. “Control of Anthracnose Disease [Colletotrichum gloeosporioides] Using Nano Chitosan Hydrolyzed by Chitinase Derived from Burkholderia cepacia Isolate E76” 13(2):111–122.

Risliawati, A. “Evaluasi Keragaman Genetik Jagung Inbrida Berdasarkan Sepuluh Marka Simple Sequence Repeat” 13(2):84–90.

Roostika, I. “Regenerasi Protokorm secara In Vitro dan Aklimatisasi Planlet Anggrek Cymbidium hartinahianum J.B. Comber & Nasution” 13(2):91–100.

Rusmana, I. “Potensi Quorum Quenching Bakteri Filosfer dan Rizosfer terhadap Dickeya dadantii” 13(2):101–110.

Samudra, I.M. “Control of Anthracnose Disease [Colletotrichum gloeosporioides] Using Nano Chitosan Hydrolyzed by Chitinase Derived from Burkholderia cepacia Isolate E76” 13(2):111–122.

Satwika, T. “Potensi Quorum Quenching Bakteri Filosfer dan Rizosfer terhadap Dickeya dadantii” 13(2):101–110.

Sriharyani, T.S. “Control of Anthracnose Disease [Colletotrichum gloeosporioides] Using Nano Chitosan Hydrolyzed by Chitinase Derived from Burkholderia cepacia Isolate E76” 13(2):111–122.

Sudarsono “Regenerasi Protokorm secara In Vitro dan Aklimatisasi Planlet Anggrek Cymbidium hartinahianum J.B. Comber & Nasution” 13(2):91–100.

Sukma, D. “Regenerasi Protokorm secara In Vitro dan Aklimatisasi Planlet Anggrek Cymbidium hartinahianum J.B. Comber & Nasution” 13(2):91–100.

Sumardiyono, Y.B. “Variasi Genetik Rice tungro bacilliform virus (RTBV) dari Daerah Istimewa Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Tengah” 13(2):75–84.

Suryadi, Y. “Control of Anthracnose Disease [Colletotrichum gloeosporioides] Using Nano Chitosan Hydrolyzed by Chitinase Derived from Burkholderia cepacia Isolate E76” 13(2):111–122.

Susilowati, D.N. “Control of Anthracnose Disease [Colletotrichum gloeosporioides] Using Nano Chitosan Hydrolyzed by Chitinase Derived from Burkholderia cepacia Isolate E76” 13(2):111–122.

Sutoro “Evaluasi Keragaman Genetik Jagung Inbrida Berdasarkan Sepuluh Marka Simple Sequence Repeat” 13(2):84–90.

Syaefudin “Control of Anthracnose Disease [Colletotrichum gloeosporioides] Using Nano Chitosan Hydrolyzed by Chitinase Derived from Burkholderia cepacia Isolate E76” 13(2):111–122.

Tasma, I.M. “Pendekatan Bioteknologi dan Genomika untuk Perbaikan Genetik Tanaman Jarak Pagar sebagai Penghasil Bahan Bakar Nabati” 13(2):123–136

Trisyono, Y.A. “Variasi Genetik Rice tungro bacilliform virus (RTBV) dari Daerah Istimewa Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Tengah” 13(2):75–84.

Page 15: Jurnal AgroBiogen - Pertanian

2017 Indeks Subjek Volume 13, 2017

161-1

Jurnal AgroBiogen

Indeks Subjek Volume 13, 2017

16S rRNA 25 Adaptasi 53 AHL-laktonase 101 Aklimatisasi 91 Antraknosa 111 Asam indol asetat 25 Biokontrol 101 Biotipe 53 Burkholderia cepacia 111 Colletotrichum gloeosporioides 111 Cymbidium hartinahianum 91 Dickeya dadantii 101 Endosimbion 53 Entomopatogen 43 Genomika 123 Hirsutella citriformis 43 Inbrida 83

Jagung 83 Jarak pagar 123 Jatropha curcas L. 123 Jatropha spp. 17 Kalus organogenik 35 Kapas Bt 137 Keamanan hayati 137 Keamanan pangan 67 Kedelai 1 Kentang PRG 67 Keragaman genetik 1, 17, 25, 75, 83 Kitinase 111 Kitosan nano 111 Marka SSR 1 Multilokasi 137 Oryza sativa L. 35 Pemuliaan berbantuan marka 123

Pengendalian biologis 43 Perakaran 35 Phytophthora infestans 67 Protokorm 91 QTL 123 Quorum quenching 101 Regenerasi 91 Rice Tungro Bacilliform Virus 75 Rizobakteri 25 Simple Sequence Repeat 17, 83 Transformasi genetik 123 Tunas adventif 35 Tungro 75 Virulensi 53 Wereng batang cokelat 43, 53

Page 16: Jurnal AgroBiogen - Pertanian

PEDOMAN BAGI PENULIS

JURNAL AGROBIOGEN semula bernama Buletin AgroBio yang diterbitkan pada tahun 1996 hingga 2004. Sejak tahun 2005, Buletin AgroBio berubah menjadi Jurnal AgroBiogen seiring dengan perubahan Balitbio menjadi Balitbiogen dan BB Biogen. Jurnal ini memuat artikel primer dan tinjauan hasil penelitian bioteknologi dan sumber daya genetika tanaman, serangga, dan mikroba pertanian. Naskah yang diterima berupa hasil penelitian lengkap atau tinjauan yang belum pernah dipublikasi. Terbit dua kali setahun pada bulan Juni dan Desember oleh Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian. Jurnal ini telah mendapat akreditasi ulang ketiga pada tanggal 15 April 2015.

BAHASA Jurnal memuat karangan berbahasa Indonesia atau berbahasa Inggris. Pemakaian istilah mengikuti Pedoman Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/ sites/default/files/pedoman_umum-ejaan_yang_disempurnakan.pdf).

BENTUK NASKAH Naskah diketik pada Microsoft Office Word, dua spasi, tipe huruf Times New Roman 12, dan dicetak satu muka pada kertas berukuran A4. Batas pinggir kertas 3 cm (dari atas, bawah, dan kanan) dan 4 cm (dari kiri). Panjang naskah tidak melebihi 20 halaman, termasuk tabel dan gambar. Naskah primer disusun dalam urutan: judul, nama penulis, nama dan alamat instansi, abstrak, pendahuluan, bahan dan metode, hasil dan pembahasan, kesimpulan, ucapan terima kasih, serta daftar pustaka. Naskah tinjauan disusun seperti naskah primer tanpa bahan dan metode serta hasil dan pembahasan. Naskah dikirim secara online melalui alamat: http:/ejurnal.litbang.pertanian.go.id/index.php/ja.

JUDUL NASKAH ditulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris, hendaknya singkat (<14 kata) dan mampu menggambarkan isi pokok tulisan. Karakter pada setiap awal kata (kecuali kata depan) ditulis dengan huruf besar.

ABSTRAK ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, dua spasi, tidak lebih dari 250 kata yang dituangkan dalam satu alinea. Abstrak makalah primer merupakan intisari dari seluruh tulisan yang meliputi masalah, tujuan, bahan dan metode, hasil dan pembahasan, serta kesimpulan penelitian. Abstrak makalah tinjauan mencakup latar belakang masalah, alasan pentingnya tinjauan dibuat, tujuan, dan dampak yang diharapkan.

KATA KUNCI terdiri atas 3–5 kata atau gugus kata yang menggambarkan isi. PENDAHULUAN naskah primer mencakup latar belakang masalah, hasil penelitian terdahulu yang akan disanggah

atau dikembangkan, dan tujuan penelitian. Naskah tinjauan mencakup latar belakang masalah, alasan pentingnya tinjauan dibuat, tujuan dan dampak yang diharapkan.

BAHAN DAN METODE berisi penjelasan mengenai bahan, alat, dan metode. Metode yang sudah baku cukup merujuk pustaka acuan, sedangkan metode baru atau modifikasi dijelaskan secara rinci.

HASIL DAN PEMBAHASAN dikemukakan secara jelas, bila perlu disertai dengan tabel, ilustrasi (grafik, diagram, gambar, dan foto). Informasi yang telah dijelaskan dengan tabel dan ilustrasi tidak perlu diulang dengan uraian panjang-lebar dalam teks. Pembahasan hendaknya memuat analisis tentang hasil-hasil penelitian yang telah diperoleh, bagaimana penelitian dapat memecahkan masalah, perbedaan/persamaan dengan hasil-hasil penelitian terdahulu, serta kemungkinan pengembangannya.

KESIMPULAN berisi hal-hal penting dari hasil dan pembahasan penelitian yang selaras dengan judul dan tujuan penelitian, sedangkan untuk naskah tinjauan diakhiri dengan rangkuman isi naskah.

UCAPAN TERIMA KASIH disampaikan kepada penyandang dana dan/atau pihak-pihak yang terlibat dalam penelitian atau penyusunan naskah.

DAFTAR PUSTAKA cara penulisan mengacu pada penulisan pustaka yang baku (Harvard style), disusun secara alfabetis menurut nama penulis. Kutipan naskah menggunakan nama penulis dan tahun terbit. Secara umum, setiap pustaka terdiri atas nama penulis, tahun, judul, penerbit, dan nomor halaman. Pustaka yang dijadikan bahan kajian dibatasi pada judul yang relevan dengan topik tulisan. Jenis pustaka yang diacu mencakup 80% artikel primer 10 tahun terakhir. Jumlah pustaka untuk naskah primer dan tinjauan masing-masing minimal 15 pustaka dan 25 pustaka. Beberapa contoh penulisan sumber acuan sebagai berikut:

Page 17: Jurnal AgroBiogen - Pertanian

Jurnal

Lemmon, H. (1986) Comax: An expert system for cotton crop management. Science, 233, 29–32. Lyle, W.M. & Bordovsky, J.P. (1995) LEPA corn irrigation with limited water supplies. Transactions of the

American Society of Agricultural Engineers, 38, 455–462. Septiningsih, E.M., Pamplona, A.M., Sanchez, D.L., Neeraja, C.N., Vergara, G.V., Heuer, S., Ismail, A.M. &

Mackill, D.J. (2009) Development of submergence-tolerant rice cultivars: The Sub1 locus and beyond. Annals of Botany, 103, 151–160

Tasliah, Mahrup, & Prasetiyono, J. (2013) Identifikasi molekuler hawar daun bakteri (Xanthomonas oryzae pv. oryzae) dan uji patogenisitasnya pada galur-galur padi isogenik. Jurnal AgroBiogen, 9 (2), 49–57.

Buku (termasuk warta dan laporan)

Steel, R.G.D. & Torrie, J.H. (1980) Principles and procedures of statistics: A biometrical approach. 2nd ed. New York, McGraw-Hill.

Tasma, I.M. (2014) Single nucleotide polymorphism (SNP) sebagai marka DNA masa depan. Warta Biogen, 10 (3), 7–10.

Sutoro, Ambarwati, D., Listanto, E., Budiarti, S.G., Hadiatmi, Setyowati, M., Slamet & Sustiprijatno (2011) Pembentukan lima galur jagung transgenik dan evaluasi 30 galur hibrida jagung efisien pupuk N produktivitas tinggi dan umur genjah <85 hari. Laporan Hasil Penelitian 2011. Bogor, BB Biogen.

Prosiding

Bahagiawati (2009) Bioetika: Konservasi serangga dan tanaman transgenik tahan hama. Dalam: Machmud, M., Setiadi, B. & Sutrisno (editor) Prosiding Seminar Nasional Bioetika Pertanian. Bogor, 15-20 Mei 2009. Jakarta, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian bekerjasama dengan Kedeputian Bidang Dinamika dan Masyarakat Kementerian Negara Riset dan Teknologi dan Komisi Bioetika Nasional. hlm. 14–25.

Golding, K.A., Davidson, D.A. & Wilson, C.A. (2010) Micromorphological evidence for the use of urban waste as a soil fertiliser in and near to historic Scottish towns. In: Gilkes, R.J. & Prakongkep, N. (eds.) Soil solutions for a changing world. Proceedings of the 19th World Congress of Soil Science. Australia, Brisbane. pp. 12–15. [Online] Available from: http://www.iuss.org [Accessed 3 January 2012].

Skripsi/Tesis/Disertasi

Prasetiyono, J. (2010) Studi efek introgresi Pup1 (P Uptake1) untuk meningkatkan toleransi padi terhadap defisiensi fosfor. Disertasi S3, Institut Pertanian Bogor.

Informasi dari Internet

Badan Pusat Statistik (2009) Produksi sayuran Indonesia. [Online] Tersedia pada: http://www. bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel= 1&daftar=1&id_subjek=55&notab=15 [Diakses 17 Mei 2010].

Page 18: Jurnal AgroBiogen - Pertanian

Ucapan Terima Kasih

Dewan Redaksi Jurnal AgroBiogen mengucapkan terima kasih atas partisipasi sebagai Mitra Bebestari pada penerbitan Jurnal AgroBiogen Tahun 2017

Prof. Dr. Sri Hendrastuti Hidayat Virologi Tumbuhan, Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ika Mariska Kultur Jaringan, Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian

Prof. (Riset) Dr. Bahagiawati Bioteknologi Pertanian, Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian

Prof. Dr. Supriadi, M.Sc. Proteksi Tanaman, Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat

Dr. Sobrizal Pemuliaan Tanaman dan Genetika Molekuler, Badan Tenaga Nuklir Nasional

Dr. Sutrisno Bioteknologi Pertanian, Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian

Dr. Sutoro Agronomi, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian

Dr. I Made Samudra Entomologi, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian

Dr. Kurniawan Rudi Trijatmiko Bioteknologi Pertanian, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian

Dr. Dwi Ningsih Susilowati Mikrobiologi, Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian

Dr. Heru Kuswantoro, S.P.,M.P. Pemuliaan dan Genetika Tanaman, Balai Penelitian Aneka Kacang dan Umbi

Ir. Bambang Heliyanto, M.Sc. Ph.D. Pemuliaan dan Genetika Tanaman, Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat

Dr. Rully Dyah Purwati, M. Phil. Pemuliaan dan Genetika Tanaman Jarak Pagar, Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat

Page 19: Jurnal AgroBiogen - Pertanian