JURNAL JUSNIATI PERTANIAN

31
PERTUMBUHAN DAN HASIL VARIETAS KEDELAI (Glycine max L.) DI LAHAN GAMBUT PADA BERBAGAI TINGKAT NAUNGAN JUSNIATI Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Tamansiswa ABSTRAK Pengembangan tanaman kedelai sebagai tanaman sela atau tumpangsari di lahan gambut merupakan alternatif untuk meningkatkan produksi kedelai. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan varietas kedelai yang dapat tumbuh dan berproduksi baik pada naungan di lahan gambut. Percobaan disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan faktorial. Faktor pertama adalah naungan (N), terdiri dari tanpa naungan (N0), naungan1 lapis daun sawit = intensitas naungan rendah (N1), naungan 2 lapis daun sawit = intensitas naungan sedang (N2) dan 3 lapis daun sawit = intensitas naungan tinggi (N3). Faktor kedua adalah varietas (V), terdiri dari varietas Lokal (V1), varietas Burangrang (V2) dan varietas Anjasmoro (V3) dengan 3 ulangan. Data yang diperoleh disidikragam dengan uji f dan apabila F hitung besar dari F tabel dilanjutkan dengan Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) 5%. Hasil percobaan menunjukkan bahwa varietas Anjasmoro memiliki respon yang baik terhadap intensitas naungan tinggi dibandingkan dengan varietas Burangrang dan Lokal. Kata kunci : Naungan, Kedelai, Gambut PENDAHULAN Kedelai merupakan salah satu komoditi pangan yang memegang peranan penting sebagai bahan

description

jurnal

Transcript of JURNAL JUSNIATI PERTANIAN

Page 1: JURNAL JUSNIATI PERTANIAN

PERTUMBUHAN DAN HASIL VARIETAS KEDELAI (Glycine max L.) DI LAHAN GAMBUT PADA BERBAGAI TINGKAT NAUNGAN

JUSNIATIJurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Tamansiswa

ABSTRAK

Pengembangan tanaman kedelai sebagai tanaman sela atau tumpangsari di lahan gambut merupakan alternatif untuk meningkatkan produksi kedelai. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan varietas kedelai yang dapat tumbuh dan berproduksi baik pada naungan di lahan gambut. Percobaan disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan faktorial. Faktor pertama adalah naungan (N), terdiri dari tanpa naungan (N0), naungan1 lapis daun sawit = intensitas naungan rendah (N1), naungan 2 lapis daun sawit = intensitas naungan sedang (N2) dan 3 lapis daun sawit = intensitas naungan tinggi (N3). Faktor kedua adalah varietas (V), terdiri dari varietas Lokal (V1), varietas Burangrang (V2) dan varietas Anjasmoro (V3) dengan 3 ulangan. Data yang diperoleh disidikragam dengan uji f dan apabila F hitung besar dari F tabel dilanjutkan dengan Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) 5%. Hasil percobaan menunjukkan bahwa varietas Anjasmoro memiliki respon yang baik terhadap intensitas naungan tinggi dibandingkan dengan varietas Burangrang dan Lokal.

Kata kunci : Naungan, Kedelai, Gambut

PENDAHULAN

Kedelai merupakan salah satu

komoditi pangan yang memegang

peranan penting sebagai bahan

makanan utama disamping beras dan

jagung, karena merupakan salah satu

sumber gizi yang tinggi yaitu protein

nabati (Adisarwanto, 2009). Kedelai

dapat dimanfaatkan bijinya karena biji

kedelai kaya protein dan lemak serta

beberapa bahan gizi penting seperti

karbohidrat, Kalium, Fosfor, Besi,

Vitamin A dan Vitamin B serta air.

Biji kedelai mengandung 42-45%

protein (Departemen Pertanian, 2004).

Produksi kedelai yang

menunjukkan perkembangan yang

meningkat, namun laju peningkatan

produksi belum mampu mengimbangi

Page 2: JURNAL JUSNIATI PERTANIAN

laju permintaan konsumen dan

kenyataan di lapangan bahwa produksi

kedelai Indonesia belum mampu untuk

mencukupi kebutuhan dalam negeri,

sehingga untuk mencukupinya

Indonesia mengimpor kedelai. Impor

kedelai mencapai 2.08 juta ton/tahun,

luas panen adalah 622.254 ha,

produktivitas adalah 13.68 ton/ha dan

produksi adalah 851.286 ton/tahun

sedangkan tahun 2012 total kebutuhan

kedelai nasional 2.2 juta ton (Badan

Pusat Statistik, 2012).

Upaya yang dapat dilakukan

meningkatkan produksi kedelai

melalui perluasan areal. Penambahan

luas areal penanaman kedelai yang

dilakukan di lahan tegakan yang

berusia muda. Tanaman kedelai dapat

ditanam disela-sela tanaman karet atau

tanaman kelapa sawit (Soverda dkk.,

2009). Selain itu usaha peningkatan

produksi kedelai dalam negeri terus

diupayakan yaitu dengan program

ekstensifikasi. Usaha ekstensifikasi

dihadapkan pada semakin

berkurangnya lahan-lahan produktif,

untuk itu diperlukan pembukaan lahan

baru yang umumnya merupakan lahan

marginal salah satunya tanah gambut

(Noor, 2001).

Tanah gambut merupakan

lahan alternatif sebagai lahan bukaan

baru baik untuk pertanian maupun

tanaman perkebunan. Lahan gambut

mempunyai potensi yang cukup besar

mengingat arealnya cukup luas

tersebar di Indonesia (Triana, 2001).

Pemanfaatan potensi lahan gambut

yang ditanami tanaman perkebunan

yang tersedia untuk mendukung

peningkatan produksi kedelai antara

lain dapat dilakukan dengan

penanaman kedelai sebagai tanaman

sela, diantaranya penanaman kedelai

Page 3: JURNAL JUSNIATI PERTANIAN

secara tumpang sari, pemanfaatan di

lahan seperti ini terkendala oleh

rendahnya intensitas cahaya akibat

faktor naungan yang tinggi.

Tanaman kedelai termasuk

tanaman yang membutuhkan sinar

matahari penuh karena kedelai

merupakan tanaman Heliofit yaitu

tanaman yang tumbuh baik jika

terkena cahaya matahari penuh.

Intensitas cahaya dan lama penaungan

mempengaruhi pertumbuhan dan hasil

kedelai. Penurunan intensitas cahaya

menjadi 40% sejak perkecambahan

mengakibatkan penurunan jumlah

buku, cabang, diameter cabang, jumlah

polong, dan hasil biji serta kadar

protein. Tanaman kedelai yang

dinaungi atau ditumpangsarikan akan

mengalami penurunan hasil 6-52%,

pada tumpangsari kedelai dan jagung

2-56% pada tingkat naungan 33%

(Asadi dkk., 2000).

Untuk memperoleh produksi

kedelai yang optimal di bawah

naungan tinggi atau lahan yang

intensitas cahayanya rendah

diperlukan upaya untuk memperoleh

varietas yang relatife berproduksi

tinggi dan tahan terhadap penaungan.

Varietas kedelai yang mempunyai

produktivitas tinggi antara lain: Wilis,

Anjasmoro, Kipas Putih, Lokon, Tidar

dan Unggul Lokal (Asadi, 2000).

Berdasarkan uraian di atas,

maka penulis telah melakukan

percobaan yang berjudul Pertumbuhan

dan Hasil Varietas Kedelai (Glycine

max L.) di Lahan Gambut Pada

Berbagai Tingkat Naungan yang

bertujuan untuk mendapatkan varietas

kedelai yang dapat tumbuh dan

berproduksi baik pada naungan di

lahan gambut.

Page 4: JURNAL JUSNIATI PERTANIAN

BAHAN DAN METODE

Percobaan ini telah

dilaksanakan di lahan gambut Nagari

Aia Bangih Kecamatan Sungai

Beremas Kabupaten Pasaman Barat

yang di mulai pada bulan April-Juli

2013.

Bahan yang di gunakan dalam

percobaan ini adalah benih kedelai

varietas Lokal, Anjasmoro, dan

varietas Burangrang (deskripsi pada

Lampiran 4 dan 5), pupuk Urea, SP-

36, KCl, insektisida Decis. Peralatan

yang di gunakan adalah alat pengolah

tanah cangkul, ajir, label, ember,

meteran, pisau, sprayer, parang,

timbangan, seperangkat tulis, naungan

yang terbuat dari daun sawit, kayu atau

bambu untuk tiang, tugal.

Percobaan ini menggunakan

pola faktorial dalam Rancangan Acak

Lengkap (RAL). Faktor pertama

adalah naungan (N), terdiri dari tanpa

naungan (N0), naungan 1 lapis daun

sawit = intensitas naungan rendah

(N1), naungan 2 lapis daun sawit =

intensitas naungan sedang (N2), dan

naungan 3 lapis daun sawit = intensitas

naungan tinggi (N3). Faktor kedua

adalah varietas kedelai (V) terdiri dari

3: Varietas Lokal (V1), Varietas

Burangrang (V2), dan Varietas

Anjasmoro (V3). Kombinasi dari ke

dua faktor tersebut adalah 4 x 3 = 12

perlakuan masing-masing diulang 3

kali, sehingga jumlah petak perlakuan

36 plot. Masing-masing plot terdiri

dari 42 tanaman. Data yang diperoleh

disidikragam dengan uji f dan apabila

berbeda nyata dilanjutkan dengan

DMRT 5 %.

Page 5: JURNAL JUSNIATI PERTANIAN

Pelaksanaan percobaan meliputi

pengolahan tanah, pembuatan naungan

atau perlakuan, penanaman,

pemupukan, pemeliharaan dan panen.

Pengolahan tanah meliputi

pembersihan lahan dari gulma,

kemudian dibajak sekitar sedalam 20

cm dan dibuat plot ukuran 1.5 m x 1.5

cm dengan jarak antar plot 50 cm.

Pembuatan naungan atau perlakuan

meliputi membuat kerangka berbentuk

persegi panjang yang empat sudutnya

ditancapkan kayu atau bambu yang

berukuran 1.6 m. Setelah itu daun

sawit diletakkan memanjang dari

ujung ke ujung di atas kerangka sesuai

dengan perlakuan. Tinggi naungan 1.6

m dari permukaan tanah. Penanaman

dilakukan secara tugal dengan 3

biji/lobang dengan jarak tanam 20 cm

x 25 cm, kemudian ditutup dengan

tanah dan dilakukan pemasangan label.

Pemupukan dilakukan seminggu

setelah tanam yaitu pupuk di berikan

100 kg Urea/hektar atau setara dengan

0.225 g per plot, 75 kg SP-36/hektar

atau setara dengan 0.168 g/plot dan

100 kg KCl atau setara dengan 0.225

g/plot. Pemupukan dilakukan dengan

cara dilarik pada barisan tanaman

dalam plot.

Pemeliharaan meliputi penyiraman,

penjarangan, penyiangan, dan

pengendalian hama dan penyakit.

Panen dilakukan setelah polong

sempurna masak yaitu tanaman kedelai

telah terlihat daun menguning dan

rontok, polong berwarna kuning

sampai cokelat dan bila di tekan sudah

keras, batang telah mengering dan

berwarna kecoklatan. Pemanenan

Page 6: JURNAL JUSNIATI PERTANIAN

dilakukan dengan cara menyabit seluruh tanaman kedelai

Parameter yang diamati meliputi :

tinggi tanaman, jumlah cabang primer,

jumlah bintil akar, jumlah bintil akar

efektif, bobot brangkasan kering, umur

berbunga, jumlah polong/tanaman,

bobot 1000 biji, produksi/plot.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Tinggi Tanaman

Hasil sidik ragam tinggi tanaman

kedelai menunjukkan bahwa

pemberian naungan dan varietas secara

interaksi tidak berpengaruh, begitu

juga dengan pemberian naungan secara

tunggal tidak berpengaruh, sedangkan

varietas kedelai secara tunggal

menunjukkan pengaruh nyata.

Tabel 1. Tinggi tanaman pada berbagai tingkat naungan dan beberapa varietas kedelai.

NaunganLokal Burangrang Anjasmoro

Rata-RataTinggi Tanaman (cm)

N0 65.10 61.27 69.68 65.35N1 64.47 68.22 70.77 67.82N2 57.42 67.94 64.63 63.33N3 62.77 66.01 66.49 65.09

Rata-Rata 62.44 b 65.86 ab 67.89 a   KK = 0.57%

Angka sebaris diikuti huruf kecil sama berbeda tidak nyata menurut DMRT 5%

Perbedaan tinggi tanaman

diduga akibat sifat genetik masing-

masing varietas. Hal ini merupakan

bahwa varietas Anjasmoro (V3) lebih

toleran terhadap kondisi lingkungan

tumbuh yang menyebabkan tanaman

mengalami pertumbuhan dan

perkembangan yang lebih baik.

Pertumbuhan tanaman, termasuk tinggi

tanaman dipengaruhi oleh sifat bawaan

Page 7: JURNAL JUSNIATI PERTANIAN

(gen) dan lingkungan. Lingkungan

yang naungannya tinggi dapat

mengakibatkan perbedaan tinggi

tanaman, ini disebabkan oleh

rendahnya intensitas cahaya yang

diterima oleh tanaman (Zhamal, 2008).

Harjadi dan Yahya (2007) menyatakan

bahwa kekurangan cahaya pada

tanaman menyebabkan bentuk

tanaman lebih tinggi dan lemah.

Bentuk tanaman yang lebih tinggi

(etiolasi) ini disebabkan aktivitas

hormone pertumbuhan, yakni auksin.

Varietas yang mengalami peningkatan

tinggi tanaman merupakan varietas

yang cenderung dapat beradaptasi

dengan lingkungan yang ternaungi,

begitu juga dengan varietas yang

mengalami peningkatan tinggi lebih

tinggi merupakan varietas yang peka

terhadap lingkungan yang ternaungi

karena intensitas cahaya matahari

mempengaruhi pertumbuhan tinggi

tanaman kedelai. Hal ini karena

intensitas naungan mempengaruhi

berbagai proses dalam pertumbuhan

dan perkembangan tanaman terutama

adalah fotosintesis yang diungkapkan

oleh Asadi dkk., (2000). William dkk.,

(2005) menyatakan bahwa

berkurangnya cahaya yang diterima

oleh tanaman akan dapat

mempengaruhi pengurangan

pertumbuhan akar, serta tanaman

menunjukkan gejala etiolasi yaitu

dengan pertumbuhan panjang batang

pada intensitas naungan tinggi.

B. Jumlah Cabang Primer

Hasil sidik ragam cabang primer

menunjukkan bahwa tingkat naungan

dan beberapa varietas secara interaksi

tidak berpengaruh. Perbedaan varietas

secara tunggal dan tingkat naungan

Page 8: JURNAL JUSNIATI PERTANIAN

secara tunggal menunjukkan pengaruh

nyata.

Tabel 2 memperlihatkan N0 tidak

berbeda dengan N1 dan N3 tetapi

berbeda dengan N2. Uchimiya (2001)

menyatakan tanaman mengalami

pemanjangan di buku batang (jarak

antar ruas pada batang) akibat

kekurangan cahaya. Tanaman yang

tumbuh di bawah intensitas naungan

tinggi cenderung sedikit bercabang,

tanaman lebih banyak untuk

menaikkan aspek batangnya menuju ke

puncak kanopi.

Tabel 2. Jumlah cabang primer pada berbagai tingkat naungan dan beberapa varietas kedelai

NaunganLokal Burangrang Anjasmoro

Rata-RataJumlah Cabang Primer

N0 6.67 7.75 8.33 7.58 AN1 6.75 7.91 8.50 7.72 AN2 6.08 7.33 7.91 7.11 BN3 6.58 7.50 8.00 7.36 AB

Rata-Rata 6.52 c 7.62 b 8.18 a KK = 2.71%

Angka sebaris diikuti huruf kecil sama dan angka sekolom diikuti huruf besar sama berbeda tidak nyata menurut DMRT 5%

Banyaknya jumlah cabang primer pada

varietas Anjasmoro (V3) diduga

karena jumlah cabang yang dihasilkan

berhubungan dengan tinggi tanaman.

Dalam hal ini terdapat kecendrungan

semakin tinggi batang tanaman kedelai

maka jumlah cabang primer yang

dihasilkan juga semakin meningkat, ini

terjadi karena cabang primer tumbuh

pada batang utama (Elva, 2003).

Jumlah cabang pada tanaman kedelai

tergantung pada varietas dan kondisi

tanah, tetapi terdapat pula varietas

kedelai yang tidak bercabang

(Adisarwanto, 2007).

Page 9: JURNAL JUSNIATI PERTANIAN

C. Jumlah Bintil Akar

Hasil sidik ragam jumlah bintil akar

pada tingkat naungan secara tunggal

tidak berpengaruh, perlakuan naungan

dan varietas secara interaksi juga tidak

berpengaruh, tetapi perlakuan varietas

secara tunggal menunjukkan pengaruh

sangat nyata.

Tabel 3. Jumlah bintil akar pada berbagai tingkat naungan dan beberapa varietas kedelai.

NaunganLokal Burangrang Anjasmoro

Rata-rataJumlah Bintil Akar (Buah)

N0 7.50 15.17 28.75 17.14N1 7.17 13.25 28.75 16.39N2 9.08 13.18 25.33 15.86N3 7.33 13.00 23.17 14.50

Rata-Rata 7.77 c 13.65 b 26.50 a   KK = 1.40%

Angka sebaris diikuti huruf kecil sama berbeda tidak nyata menurut DMRT 5%.

Banyaknya bintil akar yang

dihasilkan varietas Anjasmoro (V3)

bahwa setiap varietas memberikan

respon yang berbeda pada kondisi

lingkungan yang berbeda sehinggga

setiap varietas kedelai memiliki bintil

akar yang berbeda tergantung kepada

sifat genetis varietas tanaman itu

sendiri dan tersedianya N dalam tanah

dan di udara. Faktor lingkungan

terutama cahaya penting bagi

pembentukan bintil akar. Yuwono

(2006) menjelaskan intensitas naungan

rendah dapat meningkatkan jumlah

bintil akar sedangkan intensitas

naungan tinggi akan menurunkan

jumlah bintil akar dimana dengan

intensitas naungan yang rendah akan

Page 10: JURNAL JUSNIATI PERTANIAN

menyebabkan fotosintesis semakin

meningkat sehingga translokasi

fotosintat ke seluruh bagian tanaman

berlangsung dengan baik.

D. Jumlah Bintil Akar Efektif

Hasil sidik ragam jumlah bintil akar

efektif pada tingkat naungan secara

tunggal menunjukkan pengaruh nyata.

Perbedaan varietas secara tunggal

berpengaruh sangat nyata sedangkan

perlakuan naungan dan varietas

kedelai secara interaksi juga

menunjukkan pengaruh nyata.

Tabel 4. Jumlah bintil akar efektif pada berbagai tingkat naungan dan beberapa varietas kedelai.

NaunganLokal Burangrang Anjasmoro

Jumlah Bintil Akar Efektif (Buah)N0 4.08 Aa 10.42 Bb 25.50 CcN1 3.58 Aa 9.00 Bb 24.08 CcN2 5.42 Aa 10.08 Bb 21.58 CcN3 3.75 Aa 9.08 Bb 17.42 Dc

KK = 1.35%Angka sebaris diikuti huruf kecil sama dan angka sekolom diikuti huruf besar sama berbeda tidak nyata menurut DMRT 5%.

Setiap varietas memberikan

respon yang berbeda pada kondisi

lingkungan yang berbeda sehinggga

setiap varietas kedelai memiliki bintil

akar yang berbeda tergantung kepada

sifat genetis varietas tanaman itu

sendiri. Faktor lingkungan terutama

cahaya penting bagi pembentukan

bintil akar efektif. Bila naungan terlalu

tinggi akan menekan jumlah dan

ukuran bintil akar termasuk bintil akar

efektif dimana semakin berkurangnya

cayaha dengan intensitas naungan

tinggi akan menghambat proses

fotosintesis sehingga translokasi

fotosintat terhambat ke seluruh bagian

tanaman (Yuwono, 2006).

Page 11: JURNAL JUSNIATI PERTANIAN

E. Bobot Brangkasan Kering

Sidik ragam bobot brangkasan kering

pada beberapa tingkat naungan

menunjukkan pengaruh nyata.

Perbedaan varietas menunjukkan tidak

berpengaruh. Interaksi antara tingkat

naungan dan beberapa varietas kedelai

juga tidak berpengaruh

Tabel 5. Bobot brangkasan kering pada berbagai tingkat naungan dan beberapa varietas kedelai

NaunganLokal Burangrang Anjasmoro

Rata-rataBobot Brangkasan Kering (g)

N0 11.77 12.70 9.28 11.25 AN1 10.05 10.49 10.06 10.20 AN2 7.55 8.38 5.49 7.50 BN3 8.42 4.71 9.60 7.17 B

Rata-Rata 9.45 9.07 8.61   KK = 2.23%

Angka sekolom diikuti huruf besar sama berbeda tidak nyata menurut DMRT 5%.

Tingginya bobot brangkasan

kering intensitas tanpa naungan (N0)

diduga kedelai dapat memanfaatkan

cahaya dengan baik untuk kenaikan

bobot brangkasan kering karena

tanaman kedelai akan tumbuh baik jika

terkena cahaya penuh dan semakin

rendahnya bobot brangkasan pada

intensitas naungan tinggi (N3)

mengakibatkan tertekannya

pertumbuhan kedelai dan mengalami

penurunan berat bobot seperti yang

diungkapkan Wirnas (2005) tanaman

yang menerima intensitas cahaya

rendah (intensitas naungan tinggi)

mengakibatkan batang tanaman

cenderung kecil dibanding kondisi

intensitas naungannya rendah,

Page 12: JURNAL JUSNIATI PERTANIAN

disebabkan oleh xilem kurang

berkembang karena pembesaran sel

pada batang terhambat sehingga terjadi

penurunan berat bobot. Selain

penurunan berat bobot pada beberapa

varietas karena pada setiap varietas

memiliki respon yang berbeda dalam

mekanisme penyesuaian atau toleransi.

F. Umur Berbunga

Hasil sidik ragam umur berbunga

menunjukkan bahwa tingkat naungan

tidak berpengaruh. Perbedaan varietas

kedelai menunjukkan pengaruh nyata.

Interaksi antara tingkat naungan dan

varietas kedelai menunjukkan tidak

berpengaruh.

Tabel 6. Umur berbunga pada berbagai tingkat naungan dan beberapa varietas kedelai.

NaunganLokal Burangrang Anjasmoro

Rata-rataUmur Berbunga (Hari)

N0 45.75 38.58 39.42 41.25N1 44.17 36.83 36.75 39.25N2 42.42 35.62 35.17 37.74N3 43.08 35.92 39.50 39.50

Rata-Rata 43.85 a 36.74 b 37.71 b   KK = 0.64%

Angka sebaris diikuti huruf kecil sama berbeda tidak nyata menurut DMRT 5%.

Soverda dkk., (2009)

menyatakan tanaman yang ditanam di

dalam naungan akan menghasilkan

fotosintat yang lebih sedikit dibanding

tanaman yang ditanam pada

pencahayaan penuh. Namun,

kurangnya cahaya yang diterima oleh

tanaman di dalam naungan membuat

tanaman kurang melakukan transpirasi.

Selanjutnya adalah berkurangnya

proses respirasi yakni perombakan

timbunan pati karena tanaman

memerlukan energi bertahan yang

lebih kecil. Akibatnya, simpanan

Page 13: JURNAL JUSNIATI PERTANIAN

energi pada tubuh tanaman yang ditanam di dalam naungan lebih cepat

terkumpul untuk pembentukan bunga.

Umur berbunga berkaitan

dengan pertumbuhan tinggi tanaman

dan jumlah cabang primer. Varietas

Anjasmoro (V3) memperlihatkan

kecendrungan pertumbuhan lebih

tinggi dan jumlah cabang lebih banyak

sehingga periode berbunga lebih cepat.

Hal ini disebabkan sifat genetis

tanaman kedelai lebih besar

peranannya dalam menentukan umur

berbunga. Semakin cepat memasuki

fase pembungaan tentu akan

menambah peluang suatu varietas

untuk dapat membentuk polong lebih

banyak (Hasnah, 2003).

G. Jumlah Polong/Tanaman

Jumlah polong/tanaman secara sidik

ragam pada beberapa tingkat naungan

menunjukkan pengaruh nyata.

Perbedaan varietas juga menunjukkan

pengaruh nyata. Interaksi antara

tingkat naungan dan varietas kedelai

tidak berpengaruh.

Tabel 7. Jumlah polong/tanaman pada berbagai tingkat naungan dan beberap varietas kedelai

NaunganLokal Burangrang Anjasmoro

Rata-rataJumlah Polong/Tanaman (Polong)

N0 29.42 42.17 44.58 38.72 AN1 32.84 41.84 43.75 39.48 AN2 27.67 40.17 37.58 35.15 BN3 29.25 36.17 40.17 35.20 B

Rata-Rata 29.79 b 40.08 b 41.52 a   KK = 0.59%

Angka sebaris diikuti huruf kecil yang sama dan angka sekolom diikuti huruf besar sama berbeda tidak nyata menurut DMRT 5%.

Page 14: JURNAL JUSNIATI PERTANIAN

Intensitas tanpa naungan (N0)

memiliki jumlah polong yang berbeda

dengan intensitas naungan sedang (N2)

dan intensitas naungan tinggi (N3).

Selanjutnya antara intensitas naungan

sedang (N2) dan intensitas naungan

tinggi (N3) memiliki hasil yang tidak

berbeda. Afriani (2003) menyatakan

bahwa naungan berpengaruh sangat

nyata terhadap jumlah polong hampa

dan polong isi, intensitas naungan

tinggi mengalami penurunan jumlah

polong perbatang dan jumlah polong

isi. Apabila intensitas naungan tinggi

di berikan mulai awal pengisian

polong, maka jumlah polong dan hasil

biji lebih rendah dibandingkan dengan

tanaman tanpa naungan. Hal ini

disebabkan dengan turunnya kadar

karbohidrat daun yang disebabkan oleh

turunnya proses fotosintesa (Ogren dan

Rinne, 2002).

Banyaknya polong yang

dihasilkan varietas Anjasmoro (V3)

diduga karena erat kaitannya dengan

jumlah cabang yang dihasilkan

semakin banyak jumlah cabang dapat

meningkatkan produksi tanaman

sebaliknya sedikitnya jumlah cabang

yang dihasilkan akan menurunkan

produksi jumlah polong yang terlihat

pada varietas Lokal (V1).

Perbedaan jumlah

polong/tanaman merupakan akibat

adanya variasi dalam jumlah bunga

pada awal pembentukannya dan

tingkat keguguran organ

reproduksinya sehingga hasil panen

terutama ditentukan oleh jumlah

polong yang dapat dipertahankan oleh

tanaman. Jumlah biji/polong

ditentukan saat pembuahan, yaitu

ketika sel serbuk sari membuahi sel

telur di dalam ovari, sementara untuk

bobot dan ukuran biji/polong

Page 15: JURNAL JUSNIATI PERTANIAN

tergantung pada varietas kedelai yang ditanam (Mimbar, 2004).

H. Bobot 1000 Biji

Hasil sidik ragam bobot 1000

biji pada beberapa tingkat naungan

secara tunggal tidak berpengaruh.

Perbedaan varietas kedelai secara

tunggal menunjukkan pengaruh nyata.

Beberapa tingkat naungan dan varietas

kedelai secara interaksi tidak

berpengaruh terhadap bobot 1000 biji.

Tabel 8. Bobot 1000 biji pada berbagai tingkat naungan dan beberapa varietas kedelai.

NaunganLokal Burangrang Anjasmoro

Rata-rataBobot 1000 Biji (g)

N0 39.11 53.54 58.68 50.44N1 35.82 50.26 53.53 46.54N2 33.79 47.57 52.68 44.68N3 31.25 44.95 51.08 42.43

Rata-Rata 34.99 c 49.08 b 53.99 a   KK = 1.82%

Angka sebaris diikuti huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut DMRT 5%.

Perbedaan bobot 1000 biji

diduga karena sifat genetik tanaman.

Sifat genetik tanaman salah satunya

adalah ukuran biji, semakin besar biji

maka semakin besar bobot 1000 biji

serta kemampuan tanaman

mengabsorbsi hara dari lingkungan.

Kenaikan bobot 1000 biji disebabkan

faktor genetik dari varietas kedelai.

Setiap varietas memiliki keunggulan

genetis yang berbeda-beda sehingga

setiap varietas memiliki produksi yang

berbeda-beda pula, tergantung kepada

sifat varietas tanaman itu sendiri

(Soegito dan Arifin, 2004). Sedangkan

penurunan produksi pada lingkungan

Page 16: JURNAL JUSNIATI PERTANIAN

yang ternaungi disebabkan oleh

kurangnya intensitas cahaya yang

diterima oleh tanama. Tanaman yang

tumbuh di bawah intensitas naungan

tinggi akan terjadi penurunan aktifitas

fotosintesis, sehingga alokasi fotosintat

ke organ reproduksi menjadi

berkurang (Osumi dkk., 2002), hal ini

menyebabkan ukuran biji menjadi

lebih kecil sehingga bobot biji menjadi

lebih ringan seperti yang terjadi pada

varietas Lokal (V1).

I. Produksi/Plot

Hasil sidik ragam produksi/plot

dan produksi/hektar pada beberapa

tingkat naungan secara tunggal

menunjukkan pengaruh nyata.

Perbedaan varietas kedelai secara

tunggal juga menunjukkan pengaruh

nyata. Pemberian naungan dan

beberapa varietas kedelai secara

interaksi tidak berpengaruh terhadap

produksi/plot.

Tabel 9. Produksi/plot pada berbagai tingkat naungan dan beberapa varietas kedelai

NaunganLokal Burangrang Anjasmoro

Rata-rataProduksi/plot (g)

N0 501.05 536.05 552.63 529.91 AN1 484.84 515.42 537.89 512.72 AN2 464.58 488.53 513.94 489.02 BN3 418.53 473.05 483.37 458.32 C

Rata-Rata 467.25 c 503.26 b 521.96 a   KK = 22.30%

Angka sebaris diikuti huruf kecil sama dan angka sekolom diikuti angka besar sama berbeda tidak nyata menurut DMRT 5%

Table 10. Produksi/hektar pada berbagai tingkat naungan dan beberapa varietas kedelai

NaunganLokal Burangrang Anjasmoro

Rata-rataProduksi/hektar (ton)

N0 2.23 2.38 2.46 2.36 AN1 2.15 2.29 2.39 2.28 AN2 2.06 2.17 2.28 2.17 B

Page 17: JURNAL JUSNIATI PERTANIAN

N3 1.86 2.10 2.15 2.04 CRata-Rata 2.07 c 2.23 b 2.32 a  

KK = 1.50%Angka sebaris diikuti huruf kecil sama dan angka sekolom diikuti angka besar sama berbeda tidak nyata menurut DMRT 5%

Tingginya intensitas naungan

akan mengakibatkan jumlah polong isi

dan hasil biji lebih rendah

dibandingkan dengan tanaman tanpa

naungan. Intensitas naungan memiliki

peran penting dalam proses pengisian

biji. Penurunan polong isi dan hasil

biji ini akibat menurunnya karbohidrat

daun hasil proses fotosintesis tanaman

(Karamoy, 2009).

Tingginya produksi oleh

varietas Anjasmoro (V3) dan tanpa

naungan (N0) karena semua cahaya

yang masuk ke tanaman dapat

mendukung pertumbuhan tanaman

sehingga mampu meningkatkan

produktivitas kedelai sedangkan

rendahnya produksi varietas Lokal

(V1) dan intensitas naungan tinggi

(N3) diduga karena berkurangnya

intensitas cahaya yang masuk diterima

oleh tanaman sehingga proses

fosintesis terganggu yang

mengakibatkan jumlah polong isi

menjadi sedikit. Pengaruh intensitas

cahaya yang rendah terhadap hasil

berbagai komoditi sudah banyak

dilaporkan. Kedelai yang berada di

bawah naungan menyebabkan jumlah

polong berisi sedikit serta persentase

polong hampa yang tinggi, sehingga

produksi biji kedelai rendah (Sopandie

dkk, 2003).

KESIMPULAN

Page 18: JURNAL JUSNIATI PERTANIAN

Berdasarkan hasil percobaan

disimpulkan . Varietas Anjasmoro

memiliki respon yang paling baik

dibandingkan dengan varietas

Burangrang dan varietas Lokal.

Terdapat interaksi antara pemberian

naungan dan perbedaan varietas.

Tanpa naungan (N0) memberikan

respon terbaik dan varietas Anjasmoro

memberikan respon.

DAFTAR PUSTAKA

Adisarwanto, T. dan R. Wudianto. 2005. Meningkatkan Hasil Panen Kedelai di Lahan Sawah-Kering- Pasang Surut. Penebar Swadaya, Bogor. 244 hal.

Adisarwanto, T. 2007. Kedelai. Cetakan ke-3. Penebar Swadaya. Jakarta. 108 hal.

Adisarwanto, T. 2009. “Kedelai” Budidaya Dengan Pemupukan Yang Efektif dan Pengoptimalan Bintil Akar. Penebar Swadaya. Bogor. 86 hal.

Afriana. 2003. Adaptasi Morfologi, Anatomi dan Fisiologi Kedelai (Glicyne max .L. Merr) pada Kondisi Cekaman Naungan. Skripsi. Program Studi Agronomi, IPB, Bogor. 56 hal.

Afrizal Elva. 2003. Pengaruh Pemberian Pupuk Kandang dan SP-36 Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kedelai (Glicyne max .L. Merr). Skripsi Fakultas Pertanian Jurusan Agroteknologi Tamansiswa, Padang. 48 hal.

Andrianto,T dan N. Indarto. 2004. Budidaya dan Analisis Usaha Tani Kedelai, Kacang Hijau, Kacang

Panjang. Cetakan Pertama. Penerbit Absolut, Yogyakarta. Hlm: 205 hal.

Anggraeni, B.W, Jupri, Mulyana. 2010. Studi Agronomi, Morfo-Anatomi dan Fisiologi Kedelai (Glycine max (L) Merr) pada Kondisi Cekaman Intensitas Cahaya Rendah. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta, IPB. 54 hal.

Anonimous, 2008. Menggenjot Produksi Kedelai Dengan Teknologi. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 30(1):510 hal.

Asadi dan D. Arsyad, 2000. Adaptasi varietas kedelai pada pertanaman

tumpang sari dan naungan buatan. Seminar Hasil Penelitian Tanaman Pangan, Bogor. Hal 10 - 15.

Badan Pusat Statistik. 2012. Data Kedelai 2012. http://www.bps.go.id. [28 Juni 2013].

Baharsjah, J. S. 2002. Legum. Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 98 hal.

Page 19: JURNAL JUSNIATI PERTANIAN

Chozin MA, Sopandie D. Sastrosumojo S, Sumarno (2002) Physiology and genetic of upland rice adaptation to shade. Final Report of Graduate Team Research Grant, Urge Project. Directorate General Of higher Education,

Ministry of Education and Culture. Pp 104-122.

Departemen Pertanian, Direktorat Jendral Tanaman Pangan dan Hortikultura, 2003. Budidaya Tanaman Palawija Pendukung Program Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS). Jakarta. 53 hal.

Departemen Pertanian. 2004. Profil Kedelai (Glycine max L.). Buku 1. Direktorat Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, Jakarta. Hal. 97 hal.

Fachruddin, L. 2000. Budidaya Kacang-kacangan. Kanisius. Yogyakarta. 77 hal.

Giller, K.E, dan K.E. Dashiell. 2010. Protabase Record Display PROTA4U

Glycinemax(L.)Merr.http://www.prota4u.org/29+Merr.

[25Desember2010].

Hakim, N. M. Y., Nyakpa, A. M., Lubis, S.G., Nugroho, M. R., Saul, M. A., Diha; G. B., Hong, H. H.,

Bailey. 2001. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. UNILA Press,

Lampung. 486 hal.

Hanafiah, K.A, 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Di dalam: Rizwan., Raja Grafindo Persada, Jakarta. 78 hal.

Harjadi, S.S dan S. Yahya, 2007. Fisiologi Stres Lingkungan. Pau Bioteknologi IPB Press. Bogor. 455 hal.

Hasnah. 2003. Pengaruh naungan terhadap pertumbahan kedelai dan kacang tanah. Jurnal Agromet 8(1):32-40.

http://www.warintek.bantul.go.id/web.php?mod=basisdata, 2008. Kedelai (glycine max L) 20 April 2008.

Karamoy, L.T. 2009. Hubungan Iklim dengan Pertumbuhan Kedelai (Glycine max (L.) Merril). Soil Environment 7(1):65-68.

Kartono. 2005. Persilangan buatan pada empat varietas kedelai. Buletin Teknik Pertanian 10(2):49-52.

Mangunsoekarjo, S dan H. Semangun, 2003. Manajemen Agribisnis Kelapa

Sawit. UGM Press, Yogyakarta. 214 hal.

Mimbar. 2004. Mekanisme Fisiologi dan Pewarisan Sifat Toleransi Tanaman Kedelai (Glycine max

(L.) Merril) Terhadap Intensitas Cahaya Rendah.

Disertasi. Sekolah Pascasarjana, IPB, Bogor. 103 hal.

Noor, M., 2001. Pertanian Lahan Gambut, Potensi dan Kendala. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Hlm: 144-145.

Page 20: JURNAL JUSNIATI PERTANIAN

Ogren, W.L. and R.W. Rinne. 2002. Photosynthesis and Seed Meta-bolism in Soybeans Improvement, Production and Used. B.E. Cladell (ed)

American Society od Agro-nomy. Inc Publ., Madison. Parts 1: 21-35.

Osumi, K., K. Katayama, LU., de la Cruz, & AC. Luna. 2002. Fruit bearing

behavior of 4 legumes cultivated under shaded conditions. JARQ. 32: 145- 151.