jurnal

19
BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang Perkembangan manusia dalam kesehariannya merupakan proses jangka panjang, mulai dari konsep dan tidak dapat dipisahkan dari semua aspek-aspek kehidupan keluarga. Dukungan keluarga berperan besar sebagai pusat dalam masyarakat, dan dasar dari perkembangan manusia. Perkembangan masyarakat tergantung dari perkembangan keluarga. Dengan demikian didalam perkembangan bangsa, keluarga harus mendapatkan pelayanan disegala aspek-aspek dari kehidupan berkeluarga termasuk pelayanan kesehatan. Proses globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi informasi memberi dampak terhadap nilai-nilai sosial dan budaya masyarakat. Sementara tidak semua orang mempunyai kemampuan yang sama untuk menyesuaikan dengan berbagai perubahan tersebut. Akibatnya, gangguan jiwa saat ini telah menjadi masalah kesehatan yang cukup

description

h

Transcript of jurnal

BAB IPENDAHULUAN

A. LatarbelakangPerkembangan manusia dalam kesehariannya merupakan proses jangka panjang, mulai dari konsep dan tidak dapat dipisahkan dari semua aspek-aspek kehidupan keluarga. Dukungan keluarga berperan besar sebagai pusat dalam masyarakat, dan dasar dari perkembangan manusia. Perkembangan masyarakat tergantung dari perkembangan keluarga. Dengan demikian didalam perkembangan bangsa, keluarga harus mendapatkan pelayanan disegala aspek-aspek dari kehidupan berkeluarga termasuk pelayanan kesehatan. Proses globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi informasi memberi dampak terhadap nilai-nilai sosial dan budaya masyarakat.Sementara tidak semua orang mempunyai kemampuan yang sama untuk menyesuaikan dengan berbagai perubahan tersebut. Akibatnya, gangguan jiwa saat ini telah menjadi masalah kesehatan yang cukup serius. Sayangnya, banyak orang yang tidak menyadari jika mereka mungkin mengalami masalah kesehatan jiwa, karena masalah kesehatan jiwa bukan hanya gangguan jiwa berat saja. Justru gejala seperti depresi dan cemas kurang dikenali masyarakat sebagai masalah kesehatan jiwa. Permasalahan hidup yang semakin berat dialami hampir oleh semua kalangan masyarakat mulai dari masalah rumah tangga, stress di tempat kerja, tingginya tingkat pengangguran, sampai sulitnya mencari makan, situasi tersebut dapat mengakibatkan gangguan kesehatan jiwa seperti, depresi bahkan sampai kasus-kasus bunuh diri. Menurut (Prayitno, 2008) tahun 2005- 2007 berdasarkan data dari WHO sedikitnya 50 ribu orang Indonesia bunuh diri. Jumlah kematian itu belum termasuk dengan kematian akibat obat terlarang yang mencapai 50 ribu tiap tahunnya.Di Indonesia pada tahun 1882 pelayanan keperawatan jiwa dimulai dari dibukanya Rumah Sakit Jiwa di Bogor, sekarang terdapat 34 Rumah Sakit Jiwa pemerintah diseluruh Indonesia, salah satunya Medical Record Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan menunjukkan pasien isolasi sosial lima tahun terakhir sebagai berikut: pada tahun 2007 sebanyak 1226, 2008 sebanyak 1478 , 2009 sebanyak 1397, 2010 sebanyak 1579, 2011 sebanyak 1779 dan tahun 2012 sebanyak 1879 orang .Di daerah provinsi Jawa barat, pasien yang menjalani rawat jalan dirumah sakit jiwa Dr. Marzoeki Mahdi Bogor Jawa Barat pada empat bulan pertama di tahun 2009 mengalami peningkatan 15%-20%, peningkatan tersebut terjadi karena kesadaran masyarakat bertambah serta dikarenakan adanya jaminan pengobatan dari pemerintah, Tahun 2009, pasien rawat jalan bulan Januari 1.297 orang, Februari 1.301 orang, Maret 1.306 orang, dan April 1.833. Tahun 2008, pasien rawat jalan yang berobat ke rumah sakit tersebut 19.145 pasien (Heryawan,2009). Berdasarkan data survey yang diperoleh dari rumah sakit Marzoeki Mahdi Bogor, kasus terbanyak yang dirawat bulan Januari sampai Desember 2007 adalah dengan diagnosa medis skizofrenia paranoid yaitu 95%. Pada bulan Februari 2008 dirumah sakit Dr. Marzoeki Mahdi Bogor masalah keperawatan defisit perawatan diri pada ruang perawatan merupakan masalah yang berada pada urutan kedua dengan presentase 80% dari jumlah klien pada bulan Februari 2008 yaitu 460 jiwa (Parandrawati, 2008).Di Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan terdapat ruangan perawatan yang terdiri dari ruang perawatan klien akut, ruang perawatan klien intermediet dan ruang perawatan klien rehabilitasi. Berdasarkan hasil survey data pada tanggal 8 April 2009 pada ruang perawatan Mawar, persentase penderita halusinasi dan isolasi sosial pada bulan Januari sampai bulan April 2009 adalah sebanyak 97 orang, yang terdiri dari 72 orang (70 %) merupakan klien dengan diagnosa keperawatan gangguan sensori persepsi: halusinasi dan 25 orang (30 %) merupakan klien dengan diagnosa keperawatan isolasi sosial.Sedangkan Hasil survey peneliti pada tanggal 5 Mei 2009 Jumlah pasien halusinasi diruang perawatan rawat inap pada bulan april 2009 yaitu 138 orang. Halusinasi merupakan salah satu disfungsi, yang paling sering terjadi pada skizofrenia yang menggambarkan hilangnya kemampuan menilai realita. Dengan halusinasinya, klien mencoba memenuhi keinginan yang tidak terpenuhi di dunia nyata. Skizofrenia diawali dengan terjadinya ansietas yang berat yang tidak dapat diatasi oleh klien. Klien tidak mampu mengatasi dan mengontrol pikiran, perasaan, persesi dan perilakunya. Fungsi ego klien menjadi pecah dan tidak terintegrasi. Klien akan mengalami kegagalan dalam mengenal dirinya sendiri dan dalam berintegritas dengan lingkungan. Seseorang mengalami gangguan jiwa khususnya yang menggalami gangguan orientasi realita, maka dukungan sosial dari orang lain menjadi sangat berharga dan akan menambah semangat hidupnya. Namun demikian dengan adanya dukungan sosial tersebut tidaklah berarti bahwa permasalahan akan selesai. Melainkan harus terus dipertahankan untuk memulihkan jiwa dari anggota keluarga yang menggalami gangguan orientasi realita, salah satunya yaitu memdukung dalam melaksanakan perawatan diri sehari hari.Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal dalam satu atap dalam keadaan saling tergantung (Depkes RI, 1998). Keluarga terdiri dari sekumpulan orang sebagai makhluk unik yang mepunyai berbagai kebutuhan. Manusia mempunyai kebutuhan fisiologis, rasa aman, rasa memiliki, harga diri atau aktualisasi diri. Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan yang memiliki system utama tubuh, misalnya udara, nutrisi, metabolisme, koordinasi dan eliminasi serta personal hygiene. Maka apabila terdapat gangguan dalam memenuhi kebutuhan personal hygiene maka kebutuhan dasar lainnya dapat terganggu. Menurut Orem, teori Self Care merupakan teori yang mengungkapkan hubungan tindakan untuk merawat diri dengan perkembangan dan fungsi individu. Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri ( Depkes 2000). Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjannah, 2004).Dalam kehidupan sehari-hari kebersihan merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan karena kebersihan akan mempengaruhi kesehatan dan psikis seseorang. Kebersihan itu sendiri dangat dipengaruhi oleh nilai individu dan kebiasaan. Hal-hal yang sangat berpengaruh itu di antaranya kebudayaan , sosial, keluarga, pendidikan, persepsi seseorang terhadap kesehatan, serta tingkat perkembangan. Untuk pasien gangguan jiwa khususnya yang mengalami halusinasi kebanyakan perawatan diri pasien yang di rawat inap sangat kurang, hal ini salah satu disebabkan oleh kurangnya dukungan keluarga terhadap pasien yang mengalami gangguan jiwa.Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Mujiyono, (2008) dengan jumlah sampel 80 responden didapatkan bahwa tingkat dukungan keluarga pada kategori dukungan rendah sebanyak 47 orang (58,8%), sisanya kategori dukungan tinggi sebanyak 33 orang (41,2%), sedangkan tingkat kekambuhan pasien psikosis katagori rendah sebanyak 44 orang (55%), sisanya kekambuhan katagori tinggi 36 orang (45%). Apabila variabel dukungan keluarga naik sebesar satu satuan, maka akan menurunkan kekambuhan pasien psikosis sebesar 0,589 satuan dan sebaliknya apabila dukungan keluarga turun satu satuan maka angka kekambuhan akan meningkat 0,589 satuan. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Indarini Dyah. Berjudul Hubungan Antara Bentuk Dukungan Keluarga Dengan Periode Kekambuhan Penderita Gangguan Jiwa Di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soeroyo Magelang. Kesembuhan dan kekambuhan penderita gangguan jiwa sangat dipengaruhi oleh peran atau dukungan keluarga terhadap penderita gangguan jiwa. Pengetahuan keluarga yang kurang tentang bentuk-bentuk dukungan yang dapat diberikan pada penderita gangguan jiwa ini dapat dilihat dari ketidaksiapan keluarga dalam memberikan dukungan pada penderita gangguan jiwa. Hasil penelitian : 72,1% keluarga mempunyai tingkat dukungan keluarga yang baik, yaitu 72,1% dan 27,6% mempunyai bentuk dukungan yang buruk. 68,9% mempunyai periode kekambuhan yang jarang dan 31,4% penderita gangguan jiwa mempunyai periode kekambuhan yang sering. Ada hubungan antara bentuk dukungan keluarga dalam mencegah kekambuhan dengan periode kekambuhan penderita gangguan jiwa dengan signifikansi p value = 0,002. Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Bayhakki (2002) yang berjudul Pengaruh Intensitas Kunjungan Keluarga Terhadap Peningkatan Motivasi Melakukan Aktivitas Harian Pada Lansia Di Sasana Tresna Werhda Yayasan Karya Bhakti Ria Pembangunan Jakarta Timur dengan metode penelitian Deskriptif korelatif ini mengambil 24 responden dengan tekhnik simple random sampling. hasil penelitian tersebut menyatakan nilai Ho dapat diterima dalam penelitian Bayhakki berarti tidak ada pengaruh intensitas kunjungan keluarga terhadap peningkatan motivasi dalam melakukan aktivitas sehari-hari pada lansia yang tinggal dip anti werdha. Kemudian penelitian Dyah Syahreni (2002) yang berjudul Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan Kemampuan Keluarga Merawat Klien Gangguan Jiwa Dirumah. Penelitian ini deskriptif yaitu Cross sectional dengan 20 responden, dari hasil penelitiannya bahwa ada hubungan yang bermakna antara support system dengan kemampuan keluarga dalam merawat klien gangguan jiwa dirumah. Berdasarkan pengalaman peneliti di rumah sakit Dr. Soeharto Heerdjan bahwa asuhan keperawatan jiwa pada klien defisit perawatan diri belum optimal dilakukan sehingga kemampuan klien untuk merawat diri masih perlu ditingkatkan. Dalam rangka meningkatkan mutu asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami defisit perawatan diri, maka perlu dilakukan pemberdayaan klien melalui peningkatan kemampuan merawat diri dengan cara melibatkan keluarga dalam memberikan dukungan sosialnya dengan harapan klien dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri secara mandiri.Menurun Riyadi (2009) Kemampuan dalam pemenuhan aktifitas sehari hari yang disertai dengan klien tak mampu merawat diri sendiri dengan kondisi klien seperti telah memerlukan penanganan dan asuhan keperawatan dengan komprekest dengan pendekatan proses keperawatan peran perawat sangat diperlukan dalam merawat pasien dengan Isolasi Sosial.Berdasarkan permasalahan diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang hubungan dukungan sosial keluarga dengan perilaku perawatan diri pada pasien halusinasi & Isolasi Sosial.B. Rumusan MasalahSeseorang mengalami gangguan jiwa khususnya yang menggalami gangguan orientasi realita , maka dukungan sosial dari orang lain menjadi sangat berharga dan akan menambah semangat hidupnya. Namun demikian dengan adanya dukungan sosial tersebut tidaklah berarti bahwa permasalahan akan selesai. Melainkan harus terus dipertahankan untuk memulihkan jiwa dari anggota keluarga yang menggalami gangguan orientasi realita, salah satunya yaitu memdukung dalam melaksanakan perawatan diri sehari hari. Dalam kehidupan sehari-hari kebersihan merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan karena kebersihan akan mempengaruhi kesehatan dan psikis seseorang. Kebersihan itu sendiri dangat dipengaruhi oleh nilai individu dan kebiasaan. Hal-hal yang sangat berpengaruh itu di antaranya kebudayaan , sosial, keluarga, pendidikan, persepsi seseorang terhadap kesehatan, serta tingkat perkembangan. Untuk pasien gangguan jiwa khususnya yang mengalami halusinasi kebanyakan perawatan diri pasien yang di rawat inap sangat kurang, hal ini salah satu disebabkan oleh kurangnya dukungan keluarga terhadap pasien yang mengalami gangguan jiwa.Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Mujiyono, (2008) dengan jumlah sampel 80 responden didapatkan bahwa tingkat dukungan keluarga pada kategori dukungan rendah sebanyak 47 orang (58,8%), sisanya kategori dukungan tinggi sebanyak 33 orang (41,2%), sedangkan tingkat kekambuhan pasien psikosis katagori rendah sebanyak 44 orang (55%), sisanya kekambuhan katagori tinggi 36 orang (45%). Apabila variabel dukungan keluarga naik sebesar satu satuan, maka akan menurunkan kekambuhan pasien psikosis sebesar 0,589 satuan dan sebaliknya apabila dukungan keluarga turun satu satuan maka angka kekambuhan akan meningkat 0,589 satuan. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Indarini Dyah. Berjudul Hubungan Antara Bentuk Dukungan Keluarga Dengan Periode Kekambuhan Penderita Gangguan Jiwa Di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soeroyo Magelang.Kesembuhan dan kekambuhan penderita gangguan jiwa sangat dipengaruhi oleh peran atau dukungan keluarga terhadap penderita gangguan jiwa. Pengetahuan keluarga yang kurang tentang bentuk-bentuk dukungan yang dapat diberikan pada penderita gangguan jiwa ini dapat dilihat dari ketidaksiapan keluarga dalam memberikan dukungan pada penderita gangguan jiwa. Hasil penelitian : 72,1% keluarga mempunyai tingkat dukungan keluarga yang baik, yaitu 72,1% dan 27,6% mempunyai bentuk dukungan yang buruk. 68,9% mempunyai periode kekambuhan yang jarang dan 31,4% penderita gangguan jiwa mempunyai periode kekambuhan yang sering. Ada hubungan antara bentuk dukungan keluarga dalam mencegah kekambuhan dengan periode kekambuhan penderita gangguan jiwa dengan signifikansi p value = 0,002. Kemudian penelitian yang dilakukan olehBayhakki (2002) yang berjudul Pengaruh Intensitas Kunjungan Keluarga Terhadap Peningkatan Motivasi Melakukan Aktivitas Harian Pada Lansia Di Sasana Tresna Werhda Yayasan Karya Bhakti Ria Pembangunan Jakarta Timur dengan metode penelitian Deskriptif korelatif ini mengambil 24 responden dengan tekhnik simple random sampling. hasil penelitian tersebut menyatakan nilai Ho dapat diterima dalam penelitian Bayhakki berarti tidak ada pengaruh intensitas kunjungan keluarga terhadap peningkatan motivasi dalam melakukan aktivitas sehari-hari pada lansia yang tinggal dipanti werdha. Kemudian penelitian Dyah Syahreni (2002) yang berjudul Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kemampuan Keluarga Merawat Klien Gangguan Jiwa Dirumah. Penelitian ini deskriptif yaitu Cross sectional dengan 20 responden, dari hasil penelitiannya bahwa ada hubungan yang bermakna antara support system dengan kemampuan keluarga dalam merawat klien gangguan jiwa dirumah.Pada bulan Februari 2008 dirumah sakit Dr. Marzoeki Mahdi Bogor masalah keperawatan defisit perawatan diri pada ruang perawatan merupakan masalah yang berada pada urutan kedua dengan presentase 80% dari jumlah klien pada bulan Februari 2008 yaitu 460 jiwa (Parandrawati, 2008).Dari data diatas dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu apakah ada hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan perilaku perawatan diri pasien halusinasi di ruang rawat inap RS Jiwa Pusat Soeharto Heerdjan Jakarta.C. Tujuan1. Tujuan umumMendapatkan informasi mengenai hubungan dukungan sosial keluarga dengan perilaku perawatan diri pada pasien halusinasi di ruang rawat inap RS. Jiwa Pusat Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta2. Tujuan khususa. Memperoleh informasi tentang karakteristik responden yang meliputi umur, jenis kelamin.b. Diperolehnya informasi tentang dukungan sosial keluarga pasien diruang rawat inap RS. Jiwa Pusat Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta.c. Diperolehnya informasi tentang perilaku perawatan diri diruang rawat inap RS. Jiwa Pusat Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta.d. Diperolehnya informasi tentang hubungan antara umur klien dengan perilaku perawatan diri pada pasien halusinasi di ruang rawat inap RS. Jiwa Pusat Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta.e. Diperolehnya informasi tentang hubungan antara jenis kelamin klien dengan perilaku perawatan diri pada pasien halusinasi di ruang rawat inap RS. Jiwa Pusat Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta.f. Diperolehnya hubungan dukungan sosial keluarga dengan perilaku perawatan diri pada pasien halusinasi di ruang rawat inap RS. Jiwa Pusat Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta.D. Manfaat Penelitian1. Untuk pendidikan keperawatan Bagi pendidikan keperawatan, penelitian ini bermanfaat sebagai bahan referensi mengenai hubungan dukungan sosial keluarga dengan perilaku perawatan diri pada pasien halusinasi. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan kepada Rumah Sakit terutama dalam hal perawatan diri pasien.2. Bagi Rumah Sakit Sebagai bahan masukan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan dalam bidang perawatan diri khususnya bagi klien halusinasi dengan melibatkan keluarga dalam memberikan dukungan sosial kepada pasien.3. Bagi klien Meningkatkan kemampuan klien dalam melakukan perawatan diri dan memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan bantuan seminimal mungkin.4. Bagi Keluarga KlienKeluarga mampu memberikan dukungan sosial dalam merawat anggota keluarga yang mengalami halusinasi.5. Bagi peneliti Diharapkan menjadi pengalaman belajar dalam meningkatkan pengetahuan dan keterampilan peneliti khususnya dalam bidang penelitian keperawatan kesehatan jiwa.6. Untuk penelitian selanjutnya Bagi penelitian selanjutnya, diharapkan mampu memberikan masukan dalam merumuskan masalah penelitian sejenis.E. Ruang LingkupRuang lingkup atau batasan penelitian ini hanya dalam konteks karakteristik pasien, hubungan dukungan sosial keluarga dengan perilaku perawatan diri pada pasien halusinasi di ruang rawat inap RS. Jiwa Pusat Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta.